kajian penambahan tapioka dan kitosan dalam …digilib.unila.ac.id/28564/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
KAJIAN PENAMBAHAN TAPIOKA DAN KITOSAN DALAMMEMPRODUKSI BAKSO IKAN LELE BERMUTU SNI
(Skripsi)
Oleh
AMALIA ROMANA
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
ABSTRACT
STUDY OF TAPIOCA AND CHITOSAN ADDITION IN PRODUCINGCATFISH MEATBALLS WITH SNI QUALITY
By
AMALIA ROMANA
Fishball is a processed product of fishery products which used pulverized
meat fish with addition of flour. Fish meatballs contain high level of protein and
water. The shelf life of fish meatballs is low (only one day) at room temperature.
The objectives of this study were to find out the amount of tapioca which could
produce high quality catfish meatballs that fullfilled to SNI 7266:2014 and to
determine the best chitosan dose and the best chitosan concentration which could
increase the shelf life of catfish meatballs at room temperature. This study was
conducted in two steps. Step 1 was to produce catfish meatballs with the addition
of tapioca 10%, 15%, 20%, 25%, and 30% (w/w) of the weight of meat fish. The
fish meatballs produced were analyzed their sensory (taste, aroma, and texture) to
determine their quality suitability with SNI 7266:2014. The best result of the first
step (30% tapioca addition) in this research was implemented to step 2 using
Central Composite Design, 23 factorial Response Surface Methodology. Catfish
meatball was produced with addition of 30% tapioca and chitosan at doses of
0.40%, 1.25%, 2.50%, 3.75% and 4.60% (w/w). The catfish meatballs produce
were then coated with chitosan solution at concentrations of 0.32%, 1.00%,
2.00%, 3.00% and 3.68%) (w/v) before storage at room temperature for 0, 1, 2, 3
and 4 days. After storage, the meatballs were analyzed their sensory (smell,
texture, and appearance) and total microbes to determine their shelf life. The best
treatment of the step 1 was the tapioca addition of 30% (w/w). The best results of
step 2 were: (1) addition of chitosan into meat ball dough at a dose 2.0% (w/w)
and then coated with chitosan solution at a concentration of 2,5% (w/v) and (2)
addition of chitosan into the meat ball dough at a dose of 2.5% (w/w) and then
coated with chitosan solution at a concentration of 0.9% (w/v). These treatments
were able to increase shelf life of fish meatballs up to 240% (2.4 days) based on
their sensory (smell, texture, appearance) and total microbes.
Keywords: Chitosan, fish meatballs, response surface methodology, shelf life,tapioca
ABSTRAK
KAJIAN PENAMBAHAN TAPIOKA DAN KITOSAN DALAMMEMPRODUKSI BAKSO IKAN LELE BERMUTU SNI
Oleh
AMALIA ROMANA
Bakso ikan merupakan produk olahan hasil perikanan yang menggunakan
lumatan daging ikan yang ditambah dengan tepung. Bakso ikan memiliki kadar
protein dan kadar air yang tinggi. Daya simpan bakso ikan rendah (hanya mampu
bertahan satu hari) pada suhu ruang. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui
jumlah tapioka yang dapat menghasilkan bakso ikan lele bermutu sesuai dengan
SNI 7266:2014 dan untuk menentukan dosis dan konsentrasi kitosan terbaik yang
mampu meningkatkan masa simpan bakso ikan lele pada suhu ruang. Penelitian
ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap ke 1 yaitu pembuatan bakso ikan lele dengan
penambahan tapioka 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30% (b/b) dari berat daging ikan.
Bakso yang dihasilkan dianalisis sensori (rasa, aroma, dan tekstur)-nya untuk
menentukan kesesuaian mutu bakso dengan SNI 7266:2014. Hasil perlakuan
terpilih pada tahap ke 1 digunakan untuk penelitian tahap ke 2. Pada tahap ke 2,
bakso dibuat dengan menggunakan Central Composite Design, metode respon
permukaan (Response Surface Methodology) 23 faktorial. Bakso ikan lele dibuat
dengan penambahan kitosan pada adonan dengan dosis 0,40%, 1,25%, 2,5%,
3,75% dan 4,60% (b/b), dan kemudian disalut dengan larutan kitosan dengan
konsentrasi 0,32%, 1%, 2%, 3% dan 3,68%) (b/v). Setelah itu, bakso disimpan
pada suhu ruang selama 0, 1, 2, 3 dan 4 hari, dan kemudian dianalisis sensori
(aroma, tekstur, dan kenampakan)-nya, serta total mikrobanya untuk menentukan
masa simpannya. Hasil perlakuan terpilih pada penelitian tahap ke 1 yaitu
penambahan 30% (b/b) tapioka. Bakso yang dihasilkan memiliki nilai sensori
(rasa, aroma, dan tekstur) dan kadar proksimat (kadar air, protein dan abu) sesuai
dengan SNI 7266:2014. Hasil perlakuan terbaik pada penelitian tahap ke 2 yaitu :
(1) penggunaan dosis kitosan pada adonan sebanyak 2% (b/b) dengan larutan
kitosan sebagai penyalut pada konsentrasi 2% (b/v) untuk edible coating dan (2)
penggunaan dosis kitosan pada adonan sebanyak 2,5% (b/b) dengan larutan
kitosan sebagai penyalut pada konsentrasi 0,9% (b/v) untuk edible coating.
Perlakuan ini mampu meningkatkan masa simpan bakso ikan hingga 240% (2,4
hari) berdasarkan pengamatan sensori (aroma, tekstur, penampakan) dan total
mikroba.
Kata Kunci: Bakso ikan, kitosan, masa simpan, metode respon permukaan,tapioka
KAJIAN PENAMBAHAN TAPIOKA DAN KITOSAN DALAMMEMPRODUKSI BAKSO IKAN LELE BERMUTU SNI
Oleh
AMALIA ROMANA
SkripsiSebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Jurusan Teknologi Hasil PertanianFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA
Saya adalah Amalia Romana NPM 1314051005
dengan ini menyatakan bahwa apa yang tertulis dalam karya ilmiah ini adalah hasil kerja
saya sendiri yang berdasarkan pada pengetahuan dan informasi yang telah saya dapatkan.
Karya ilmiah ini tidak berisi material yang telah dipublikasikan sebelumnya atau dengan
kata lain bukanlah hasil dari plagiat karya orang lain.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dan dapat dipertanggungjawabkan. Apabila di
kemudian hari terdapat kecurangan dalam karya ini, maka saya siap
mempertanggungjawabkannya.
Bandar Lampung, 18 September 2017Pembuat pernyataan
Amalia RomanaNPM.1314051005
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 06 Februari 1995.
Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak
Husni Hannan dan Ibu Azkina.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD N 2 Rawa Laut,
Bandar Lampung pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama di SMP N 1,
Bandar Lampung pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas di SMA N 3,
Bandar Lampung pada tahun 2013. Pada tahun 2013, penulis diterima sebagai
mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung melalui jalur undangan atau Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN).
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Mulyo Sari,
Kecamatan Way Ratai, Kabupaten Pesawaran dengan tema “Implementasi
Keilmuan dan Teknologi Tepat Guna dalam Pemberdayaan Masyarakat dan
Pembentukan Karakter Bangsa melalui Penguatan Fungsi Kekeluargaan
(POSDAYA)” pada Januari - Maret 2016. Penulis melaksanakan Praktik Umum
(PU) di Rumah Produksi Tahu Susu Lembang, Bandung Barat dan menyelesaikan
laporan PU yang berjudul “Mempelajari Sistem Pengemasan dan Penggudangan
Tahu Susu di Rumah Produksi Tahu Susu Lembang” pada bulan Agustus tahun
2016.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah manjadi Asisten Dosen Mata
Kuliah Teknologi Hasil Perkebunan dan Mata Kuliah Pengemasan dan
Penggudangan tahun ajaran 2016/2017 serta Mata Kuliah Mikrobiologi Hasil
Pertanian tahun ajaran 2017/2018.
SANWACANA
Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas nikmat, petunjuk serta ridho-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Kajian Penambahan Tapioka
dan Kitosan dalam Memproduksi Bakso Ikan Lele Bermutu SNI”. Dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan
untuk kelancaran proses penyusunan skripsi.
2. Bapak Ir. Sutikno, M.Sc., Ph.D., selaku pembimbing satu skripsi serta
pembimbing akademik atas arahan, saran, masukan dan, motivasi yang telah
diberikan dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi penulis serta
selama menjalani perkuliahan.
3. Ibu Ir. Otik Nawansih, M.P., selaku pembimbing dua atas saran, bimbingan
dan motivasi dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi penulis.
4. Ibu Ir. Zulferiyenni, M.T.A., selaku pembahas atas saran, bimbingan dan
evaluasinya terhadap karya skripsi penulis.
5. Seluruh dosen pengajar atas ilmu yang diberikan selama diperkuliahan serta
teknisi Laboratorium THP atas bantuannya selama melakukan penelitian.
6. Kedua orang tua dan kakak-kakakku tercinta yang telah memberikan
dukungan, motivasi, dan yang selalu menyertai penulis dalam doanya untuk
melaksanakan dan menyelesaikan skripsi.
7. Sahabat-sahabat yang selalu mendoakan dan mendukung penulis, serta teman-
teman keluarga besar Angkatan 2013.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala amal dan kebaikan
semua pihak di atas dan skripsi ini dapat bermanfaat. Aamiin.
Bandar Lampung, 18 Sepetember 2017
Penulis,
Amalia Romana
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.... ...................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR............ .......................................................................... x
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
1.3 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 4
1.4 Hipotesis ............................................................................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakso Ikan .......................................................................................... 8
2.1.1 Definisi Bakso Ikan................................................................... 8
2.1.2 Syarat Mutu Bakso Ikan............................................................ 9
2.1.3 Bahan dan Proses Pembuatan Bakso Ikan ................................ 9
2.1.3.1 Pembuatan Bakso dengan Penambahan Kitosan.......... 10
2.1.3.2 Proses Pembuatan......................................................... 11
2.2 Ikan Lele ............................................................................................. 12
2.2.1 Klasifikasi Ikan Lele ................................................................. 12
2.2.2 Morfologi Ikan Lele.................................................................. 13
2.2.3 Kandungan Gizi Ikan Lele ........................................................ 13
2.2.4 Produksi Lele ............................................................................ 14
2.3 Tapioka ............................................................................................... 15
vi2.4 Kitosan ................................................................................................ 17
2.5 Edible Coating ................................................................................... 19
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 22
3.2 Alat dan Bahan.................................................................................... 22
3.3 Metode Penelitian ............................................................................... 23
3.4 Pelaksanaan Penelitian........................................................................ 26
3.4.1 Pengaruh Jumlah Tapioka terhadap Mutu Bakso Ikan Lele ..... 26
3.4.2 Pengaruh Kitosan terhadap Masa Simpan Bakso Ikan Lele
menggunakan Response Surface Methodology ........................ 27
3.4.2.1 Pembuatan Bakso dengan Penambahan Kitosan.......... 28
3.4.2.2 Pengaplikasian Edible Coating Kitosan pada BaksoIkan Lele ....................................................................... 29
3.5 Pengamatan pada Bakso Ikan ............................................................ 30
3.5.1 Sifat Sensori .............................................................................. 30
3.5.2 Total Mikroba (Total Plate Count) ........................................... 30
3.5.3 Uji Proksimat ............................................................................ 31
3.5.3.1 Analisis Kadar Protein.................................................. 31
3.5.3.2 Analisis Kadar Air........................................................ 32
3.5.3.3 Analisis Kadar Abu ...................................................... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Jumlah Tapioka terhadap Mutu Bakso Ikan Lele .............. 34
4.1.1 Sifat Sensori .............................................................................. 34
4.1.1.1 Rasa Bakso Ikan Lele ................................................... 34
4.1.1.2 Aroma Bakso Ikan Lele................................................ 36
4.1.1.3 Tekstur Bakso Ikan Lele............................................... 37
4.1.2 Pemilihan Perlakuan yang Memenuhi SNI 7266:2014............. 38
4.1.3 Analisis Proksimat Perlakuan Terpilih ..................................... 39
vii4.2 Pengaruh Kitosan terhadap Masa Simpan Bakso Ikan Lele
menggunakan Response Surface Methodology.................................. 40
4.2.1 Total Mikroba (Total Plate Count)........................................... 42
4.2.2 Tekstur...................................................................................... 46
4.2.3 Aroma....................................................................................... 50
4.2.4 Penampakan.............................................................................. 53
4.2.5 Menentukan Dosis dan Konsentrasi Kitosan Terbaik .............. 56
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 58
5.2 Saran .................................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 60
LAMPIRAN .................................................................................................. 67
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Syarat mutu dan keamanan bakso ikan (SNI 7266:2014) .................... 9
2. Komposisi kimia tapioka ...................................................................... 17
3. Hasil desain respon surface .................................................................. 24
4. Faktor, variabel, dan taraf variabel RSM…………………………... 25
5. Desain percobaan 23 faktorial dengan 3 variabel bebas ....................... 25
6. Rekapitulasi rata-rata hasil uji organoleptik perlakuan penambahanberbagai dosis tapioka........................................................................... 38
7. Rata-rata hasil uji proksimat bakso ikan lele ........................................ 40
8. Hasil respon angka total mikroba, tekstur, aroma, dan penampakan ... 41
9. Hasil analisis sidik ragam total mikroba bakso ikan lele...................... 42
10. Rekapitulasi pengaruh penggunaan kitosan terhadap masa simpanbakso ikan lele....................................................................................... 56
11. Lembar kuesioner penelitian tahap ke 1 ............................................... 67
12. Lembar kuesioner penelitian tahap ke 2 ............................................... 68
13. Data hasil pengujian sensori rasa bakso ikan lele oleh 20 panel .......... 69
14. Data hasil pengujian sensori aroma bakso ikan lele oleh 20 panel....... 70
15. Data hasil pengujian sensori tekstur bakso ikan lele oleh 20 panel...... 71
16. Data hasil pengujian sensori rasa bakso ikan lele oleh 15 panel .......... 72
17. Data hasil pengujian sensori aroma bakso ikan lele oleh 15 panel....... 73
18. Data hasil pengujian sensori tekstur bakso ikan lele oleh 15 panel...... 74
ix19. Hasil analisis sidik ragam rasa bakso ikan lele..................................... 75
20. Hasil analisis sidik ragam aroma bakso ikan lele ................................. 75
21. Hasil analisis sidik ragam tekstur bakso ikan lele ................................ 75
22. Data hasil pengujian proksimat bakso ikan lele ................................... 76
23. Hasil analisis sidik ragam tekstur bakso ikan lele menggunakanResponse Surface Methodology ............................................................ 77
24. Hasil analisis sidik ragam aroma bakso ikan lele menggunakanResponse Surface Methodology ............................................................ 78
25. Hasil analisis sidik ragam penampakan bakso ikan lele menggunakanResponse Surface Methodology ............................................................ 79
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Ikan lele.............................................................................................. 12
2. Diagram alir proses pembuatan bakso ikan lele tahap 1.................... 27
3. Diagram alir proses pembuatan bakso ikan lele tahap 2.................... 28
4. Diagram alir edible coating pada bakso ikan lele .............................. 29
5. Grafik kontur dan surface respon jumlah total mikroba baksoikan lele sebagai fungsi dari masa simpan, konsentrasi kitosan,dan dosis kitosan ................................................................................ 44
6. Optimasi respon total mikroba........................................................... 45
7. Grafik kontur dan surface respon skor tekstur bakso ikan lelesebagai fungsi dari masa simpan, konsentrasi kitosan, dan dosiskitosan ................................................................................................ 48
8. Grafik kontur dan surface respon skor aroma bakso ikan lelesebagai fungsi dari masa simpan, konsentrasi kitosan, dan dosiskitosan ................................................................................................ 51
9. Grafik kontur dan surface respon skor penampakan bakso ikanlele sebagai fungsi dari masa simpan, konsentrasi kitosan, dandosis kitosan....................................................................................... 54
10. Optimasi respon skor tekstur ............................................................. 80
11. Grafik kontur dan surface respon skor tekstur bakso ikan lelesebagai fungsi dari masa simpan, konsentrasi kitosan, dandosis kitosan....................................................................................... 80
12. Optimasi respon skor aroma .............................................................. 81
13. Grafik kontur dan surface respon skor aroma bakso ikan lelesebagai fungsi dari masa simpan, konsentrasi kitosan, dan dosiskitosan ............................................................................................... 81
14. Optimasi respon skor penampakan .................................................... 82
xi15. Grafik kontur dan surface respon skor penampakan bakso ikan
lele sebagai fungsi dari masa simpan, konsentrasi kitosan, dandosis kitosan ...................................................................................... 82
16. Ikan lele yang digunakan pada penelitian.......................................... 83
17. Bahan pembuatan bakso ikan............................................................. 83
18. Adonan bakso ikan lele ...................................................................... 83
19. Proses pembuatan bakso ikan lele ..................................................... 83
20. Proses perebusan dan penirisan bakso ikan lele ................................ 83
21. Pembuatan larutan edible coating kitosan ........................................ 84
22. Larutan kitosan................................................................................... 84
23. Proses perendaman bakso pada larutan edible coatin ....................... 84
24. Proses penyaringan bakso dari larutan .............................................. 84
25. Proses pengeringan bakso ikan lele ................................................... 85
26. Proses penyimpanan bakso ................................................................ 85
27. Bakso ikan lele sebelum pengeringan (A) dan sesudahpengeringan (B) ................................................................................. 85
28. Penimbangan sampel bakso sebelum dianalisis proksimat................ 86
29. Penimbangan sampel bakso sesudah dianalisis proksimat ................ 86
30. Pengovenan sampel bakso ................................................................ 86
31. Pengabuan sampel bakso ................................................................... 86
32. Proses penimbangan media PCA dan NaCl....................................... 87
33. Proses persiapan isolasi...................................................................... 87
34. Inkubasi mikroba mikroba ................................................................. 87
35. Total Plate Count .............................................................................. 87
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Lembar kuesioner penelitian tahap 1 dan 2 ........................................ 68
2. Data hasil pengujian sensori rasa, aroma, dan tekstur bakso ikan leleoleh 20 panel....................................................................................... 70
3. Data hasil pengujian sensori rasa bakso ikan lele oleh panelis 15panel ................................................................................................... 73
4. Data hasil pengujian sensori aroma bakso ikan lele oleh panelis 15panel ................................................................................................... 74
5. Data hasil pengujian sensori tekstur bakso ikan lele oleh panelis 15panel ................................................................................................... 75
6. Hasil analisis sidik ragam rasa bakso ikan lele .................................. 76
7. Hasil analisis sidik ragam aroma bakso ikan lele ............................... 76
8. Hasil analisis sidik ragam tekstur bakso ikan lele .............................. 76
9. Data hasil pengujian proksimat bakso ikan lele .................................. 77
10. Hasil analisis sidik ragam tekstur bakso ikan lele menggunakanResponse Surface Methodology.......................................................... 78
11. Response optimization skor tekstur…………………………………. 79
12. Grafik kontur dan surface respon skor tekstur bakso ikan lelesebagai fungsi dari masa simpan, konsentrasi kitosan, dan dosiskitosan................................................................................................. 79
13. Hasil analisis sidik ragam aroma bakso ikan lele menggunakanResponse Surface Methodology.......................................................... 80
14. Response optimization skor aroma ..................................................... 81
15. Grafik kontur dan surface respon skor aroma bakso ikan lelesebagai fungsi dari masa simpan, konsentrasi kitosan, dan dosiskitosan................................................................................................. 81
16. Hasil analisis sidik ragam penampakan bakso ikan lelemenggunakan Response Surface Methodology .................................. 82
17. Response optimization skor penampakan…………………………… 83
18. Grafik kontur dan surface respon skor penampakan bakso ikan lelesebagai fungsi dari masa simpan, konsentrasi kitosan, dan dosiskitosan…............................................................................................. 83
19. Gambar proses pembuatan bakso ikan lele......................................... 84
20. Gambar proses edible coating bakso ikan lele ................................... 85
21. Gambar proses pengujian proksimat bakso ikan lele ......................... 87
22. Gambar proses pengujian total mikroba bakso ikan lele.................... 88
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu bahan pangan hewani yang produksinya
berlimpah dan penting sebab memiliki kandungan gizi yang berkualitas tinggi
khususnya protein yang dibutuhkan oleh manusia. Ikan lele merupakan salah satu
komoditas unggulan perikanan budidaya Indonesia sehingga produksinya
meningkat setiap tahun (Syahrul, 2016). Ikan lele (Clarias Sp.) termasuk jenis
ikan air tawar yang sangat populer di masyarakat. Ikan lele populer karena
harganya terjangkau, memiliki rasa gurih, serta tekstur dagingnya lunak dan kesat.
Selain itu, cara mengolah maupun mengkonsumsinya tidak merepotkan (Badrul
dan Farikhah, 2013).
Dari segi nilai gizi, daging ikan lele memiliki banyak keunggulan jika
dibandingkan dengan jenis ikan air tawar yang lain seperti ikan nila dan ikan
gabus. Ikan lele kaya akan protein yang bermutu tinggi, terdapat banyak
kandungan vitamin yang larut lemak (vitamin A dan D), dan mengandung asam
lemak tak jenuh (Qifie, 2012). Dibandingkan dengan lemak hewani lainnya,
lemak ikan sangat sedikit mengandung kolesterol. Namun dari segi penjualan ikan
lele memiliki kekurangan, yaitu ikan lele dengan fisik yang besar justru nilai
2jualnya lebih rendah dibandingkan ukuran ikan lele konsumsi biasanya
(Anonimus, 2016a).
Seiring dengan peningkatan produksi dan untuk mensiasati permasalahan
penurunan nilai jual ikan lele berukuran besar, maka perlu didukung penanganan
paska panennya yaitu dengan teknologi pengolahan hasil perikanan yang
berbahan baku ikan lele. Salah satu upayanya yaitu diversifikasi produk seperti
pembuatan bakso ikan. Bakso ikan merupakan produk olahan hasil perikanan
yang menggunakan lumatan daging ikan atau surimi minimum 40% dan dicampur
tepung, dan bahan-bahan lainnya bila diperlukan, yang mengalami pembentukan
dan pemasakan (Badan Standarisasi Nasional, 2014). Bakso dengan kualitas yang
baik memiliki warna abu-abu segar merata, rasa khas bakso dengan tekstur yang
tidak lembek. Hal tersebut dipengaruhi oleh komposisi bahan pengikat yang
digunakan. Berdasarkan hasil observasi Tiven dan Veerman (2011), kelemahan
dari produk bakso ikan lele ialah tekstur yang dihasilkan lebih lunak dibandingkan
dengan bakso dari daging sapi. Untuk itu perlu upaya dalam meningkatkan
kekerasan dan kekompakan teksturnya.
Tekstur keras dan kompak pada bakso ditentukan oleh jenis daging sebagai
bahan utama dan tapioka yang digunakan dalam pembuatan bakso. Daging ikan
yang baik untuk membuat bakso adalah daging ikan segar yang belum mengalami
rigor mortis karena daya ikat air pada ikan segar lebih tinggi dibanding daging
rigor mortis maupun paska rigor. Penambahan tapioka pada pembuatan bakso
berfungsi untuk menambah volume (substitusi daging), sehingga meningkatkan
daya ikat air dan memperkecil penyusutan. Selain itu, tapioka berperan sebagai
pembentuk gel, pembentukkan tekstur produk dan matriks yang kokoh sehingga
3menghasilkan produk bakso dengan kekompakan tekstur yang disukai konsumen
(Sari dan Widjanarko, 2015).
Bakso ikan memiliki kandungan nutrisi dan kadar air yang tergolong tinggi
sehingga mempengaruhi daya simpan bakso. Daya simpan bakso rendah,
maksimal hanya mampu bertahan satu hari pada suhu kamar (Cahyono, 2013).
Untuk memperpanjang daya simpan, umumnya pedagang bakso ikan
menggunakan bahan pengawet berbahaya seperti formalin yang dapat
membahayakan kesehatan (Warsiki et al., 2013). Formalin merupakan larutan
komersial dengan konsentrasi 10-40% dari formaldehid, biasa digunakan sebagai
antiseptik, germisida, dan pengawet non pangan. Formalin sangat berbahaya,
dampaknya pada kesehatan manusia dapat bersifat akut dan kronik bila telah
terjadi akumulasi formalin dalam tubuh (Saputro, 2014). Agar mendapatkan bakso
dengan mutu dan daya simpan lebih lama, maka diperlukan alternatif pengganti
bahan pengawet kimia yang berbahaya bagi tubuh yaitu dengan penggunaan
pengawet alami seperti kitosan.
Kitosan merupakan antimikroba yang berasal dari limbah kulit hewan
subfilum crustacean seperti udang. Kitosan mampu berikatan dengan protein
membran sel, yaitu glutamat. Selain berikatan dengan protein membran, kitosan
juga mampu berikatan dengan fosfolipid membran, terutama fosfatidil kolin (PC),
sehingga permeabilitas inner membran (IM) meningkat (Sitorus et al., 2014).
Kitosan dapat ditambahkan dengan cara mencampurkannya ke dalam bahan
pangan dan juga diaplikasikan sebagai bahan pengemas aktif melalui edible
coating. Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu dan daya simpan bakso ikan
lele, perlu diteliti dan ditemukan pengaruh penggunaan tapioka dan kitosan.
41.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui jumlah tapioka yang dapat menghasilkan bakso ikan lele bermutu
sesuai dengan SNI 7266:2014
2. Menentukan dosis dan konsentrasi kitosan terbaik yang mampu meningkatkan
masa simpan bakso ikan lele pada suhu ruang
1.3. Kerangka Pemikiran
Bakso ikan memiliki tekstur yang lebih lunak jika dibandingkan dengan
bakso daging. Tekstur bakso dipengaruhi oleh bahan pengisi yang digunakan.
Bahan pengisi yang umum digunakan adalah pati yang memiliki kandungan
karbohidrat tinggi seperti tapioka, sagu, karagenan dan lain-lain. Menurut
Wahjuningsih (2013) menyatakan bahwa tujuan penambahan karbohidrat pada
bahan pangan adalah memperbaiki warna dan tekstur fisik bahan pangan serta
menambah nilai gizi dan memberikan citra rasa gurih pada bahan pangan itu
sendiri. Pada penelitian ini bahan pengisi yang digunakan ialah tapioka.
Penambahan tapioka penting karena kemampuannya yang tinggi dalam mengikat
air, memperbaiki sifat emulsi, mereduksi penyusutan selama pemasakan,
memperbaiki sifat fisik (tekstur dan warna) dan cita rasa, dan menurunkan biaya
(Situmorang, 2013). Berdasarkan penelitian Oktavia (2011) penambahan tepung
tapioka 10% (b/b) pada bakso ikan gabus adalah hasil terbaik dari segi aroma,
rasa, warna dan kadar protein namun untuk tekstur, dosis yang terbaik adalah
dengan penambahan tapioka 30% (b/b).
5Bakso ikan merupakan produk makanan yang memiliki kadungan nutrisi
dan air yang tergolong tinggi sehingga memiliki masa simpan maksimal hanya
satu hari pada suhu kamar (Cahyono, 2013). Hal tersebut disebabkan oleh
pertumbuhan mikroorganisme. Upaya pengendalian terhadap mikroorganisme
ialah dengan penggunaan bahan-bahan kimiawi yang disebut dengan antimikroba,
berfungsi sebagai bahan pengawet. Antimikroba merupakan senyawa yang dapat
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Hidayah, 2015).
Bahan pengawet yang aman untuk produk makanan ialah bahan pengawet yang
berasal dari bahan alami. Salah satu bahan pengawet alami dan mengandung
senyawa antimikroba adalah kitosan (Wulandari et al., 2015).
Kitosan merupakan antimikroba yang berasal dari limbah kulit hewan
subfilum crustacean seperti udang (Wardaniati dan Setianingsih, 2015).
Mekanisme kitosan sebagai antimikroba yaitu mampu berikatan dengan membran
sel glutamat dan fosfatidil kolin (PC), sehingga permeabilitas inner membran (IM)
meningkat yang mempermudah keluarnya cairan sel bakteri yang nantinya
menyebabkan kematian sel (Sitorus et al., 2014). Teknik penggunaan kitosan
sebagai bahan pengawet yaitu dapat melalui penambahan langsung pada adonan
dan melalui pelapisan (coating). Hal tersebut dilakukan untuk mengoptimasi masa
simpan dengan mencegah pertumbuhan mikroorganisme baik dari luar maupun
dari dalam produk.
Dosis dan konsentrasi kitosan yang digunakan sebagai pengawet produk
pangan merupakan faktor yang terpenting dan berpengaruh. Kitosan sebagai
antimikroba telah terbukti melalui hasil penelitian Meisyaroh (2013), penambahan
kitosan dengan dosis 2,5% (b/b) mampu mengawetkan bakso sapi. Dosis kitosan
6berpengaruh terhadap jumlah penambahan mikroba dan juga semakin tinggi dosis
kitosan yang ditambahkan maka jumlah mikroba pada bakso sapi semakin sedikit.
Dari segi organoleptik, penambahan kitosan tidak menyebabkan perubahan cita
rasa dan penampakan.
Kitosan melalui coating dapat mencegah penguapan air dan terlepasnya
kandungan gizi, serta mencegah masuk dan tumbuhnya mikroorganisme di dalam
produk. Berdasarkan hasil penelitian Susilowati dan Reskiati (2014) pada
pengujian organoleptik, konsentrasi kitosan yang optimal untuk digunakan
sebagai pengawet bakso ikan bandeng melalui edible coating adalah 1%, namun
untuk pengujian ALT konsentrasi kitosan 2% merupakan konsentrasi yang efektif
menghambat pertumbuhan bakteri pada suhu ruang hingga hari ke 3 dengan total
mikroba 1,1 x 102 koloni/g. Menurut hasil penelitian Wulandari et al. (2015),
pengujian TPC bakteri bakso ikan tuna tanpa coating kitosan hanya bertahan 1
hari dengan total bakteri log 5,267 cfu/gr, sedangkan bakso ikan tuna coating
kitosan mampu bertahan sampai 2 hari memiliki total bakteri log 5,0837 cfu/gr.
Penelitian ini dilakukan untuk mencari perlakuan terbaik pada proses
pengawetan bakso ikan lele. Berdasarkan beberapa referensi atau penelitian
sebelumnya, pada penelitian ini menggunakan dosis kitosan 1,25%, 2,5% dan
3,25% (b/b) dengan konsentrasi kitosan pada edible coating yaitu 1, 2, dan 3%
(b/v), yang disimpan selama 1, 2, dan 3 hari.
71.4. Hipotesis
1. Bakso ikan lele dengan dosis tapioka 30% (b/b) masih memenuhi syarat SNI
7266:2014
2. Terdapat dosis dan konsentrasi kitosan terbaik yang dapat meningkatkan masa
simpan bakso ikan lele
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bakso Ikan
2.1.1. Definisi Bakso Ikan
Bakso pada umumnya merupakan daging yang dihaluskan dan ditambahkan
dengan bumbu-bumbu, filler (tepung), dan bahan pengikat (putih telur). Dibentuk
bulat-bulat baik secara manual ataupun dengan menggunakan mesin pembuatan
bakso dan dimasak dengan air panas untuk siap saji (Zulkarnain, 2013).
Sedangkan bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk
bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan dan pati atau serealia
dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan
(Syahril,2015). Dalam membuat bakso ikan, daging ikan yang baik untuk
digunakan adalah daging ikan yang segar, karena belum mengalami fase rigor
mortis. Sehingga daging memiliki daya ikat air yang tinggi, dalam arti
kemampuan protein daging mengikat dan mempertahankan air tinggi sehingga
menghasilkan bakso dengan kekenyalan tinggi (Prastuti, 2010). Secara teknis
pengolahan bakso ikan cukup mudah. Bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi
masyarakat, bakso dapat dijadikan sebagai sarana yang tepat, karena produk ini
bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua lapisan masyarakat (Kurniawan dan
Kusrahayu, 2012).
92.1.2. Syarat Mutu Bakso Ikan
Bakso ikan yang aman untuk dikonsumsi harus sesuai dengan syarat mutu.
Syarat mutu dan keamanan untuk bakso ikan berdasarkan SNI 7266:2014 dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat Mutu dan Keamanan Bakso Ikan (SNI 7266:2014)
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratana. Sensori Min 7 (Skor1-9)b. Kimia :
Kadar AirKadar AbuKadar ProteinHistamin*
% b/b% b/b% b/bmg/kg
Maks. 65Maks. 2,0Min. 7,0100
c. Cemaran mikroba :Angka lempeng total Koloni/g Maks. 1,0 x 105
Escherichia coli APM/g < 3Salmonella per 25g NegatifStaphylococcus aureus Koloni/g Maks. 1,0 x 102
Vibrio chorela**Vibrio Parahaemolyticus**
per 25gper 25g
NegatifNegatif
d. Cemaran Logam :Kadmium (Cd)Merkuri (Hg)Timbal (Pb)Arsen (As)Timah (Sn)
mg/kgmg/kgmg/kgmg/kgmg/kg
Maks. 0,1Maks. 0,5Maks. 0,3Maks. 1,0Maks. 40,0
e. Cemaran FisikFilth* 0
CATATAN :* Untuk bahan yang berasal dar jenis scombroidae** Bila diperlukan
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2014).
2.1.3. Bahan dan Proses Pembuatan Bakso Ikan
Berdasarkan Suwarni (2014) bahan yang diperlukan dalam pembuatan
bakso ikan terdiri atas bahan baku dan bahan tambahan.
102.1.3.1. Bahan Baku dan Bahan Tambahan
A. Bahan Baku
Persyaratan bahan baku utama dalam pembuatan bakso ikan yaitu ikan, ialah
kesegarannya. Semakin segar ikan yang digunakan, semakin baik pula mutu
bakso yang dihasilkan. Berbagai jenis ikan yang digunakan untuk membuat
bakso, terutama ikan yang berdaging tebal dan mempunyai daya elastisitas,
seperti tenggiri, kakap, cucut, bloso, ekor kuning dan lain-lain. Selain bahan
baku dari ikan segar atau pre rigor mortis , bakso juga dapat dibuat dari produk
yang sudah setengah jadi yang dikenal dengan nama Surimi (daging ikan
lumat). Penggunaan daging pre rigor mortis bertujuan untuk menciptakan
produk bakso ikan dengan nilai sensori dan kadar proksimat yang sesuai
dengan syarat mutunya. Pada fase pre rigor mortis, kemampuan daging untuk
menahan air masih tinggi sehingga dapat menghasilkan bakso yang kenyal.
B. Bahan Tambahan
Bahan tambahan pembuatan bakso ikan ialah tapioka dan beberapa bumbu
diantaranya garam 2 – 3 %, merica 0,5 %, bawang putih 2 %, serta bumbu
masak 0,75 % (bila disukai). Tepung tapioka merupakan salah satu bahan
penunjang dalam pembuatan bakso. Tepung tapioka diperoleh dari hasil
ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot utilissima). Penambahan tepung tapioka
pada pembuatan bakso berfungsi sebagai bahan pengikat dan pengisi, untuk
menambah volume (substitusi daging), sehingga meningkatkan daya ikat air
dan memperkecil penyusutan. Penambahan garam sewaktu penggilingan bukan
11hanya berfungsi sebagai bumbu atau penambah cita rasa, tetapi untuk
meningkatkan kekuatan ionik daging dan melarutkan aktomiosin sehingga
terbentuk sol. Oktavia (2011) menyatakan larutan garam sangat berpengaruh
nyata terhadap kekuatan gel dan kekompakan tekstur. Penambahan air es
penting dalam pembentukkan tekstur. Air es berfungsi untuk mempertahankan
suhu daging agar tetap rendah sehingga protein daging tidak mengalami
kerusakan akibat gerakan mesin pada saat proses penghalusan atau
penggilingan. Penggunaan air es juga berfungsi untuk menambahkan air ke
adonan sehingga adonan tidak kering dan dapat meningkatkan rendemennya
(Musdalifah dan W. Alexander Tanod, 2016).
2.1.3.2. Proses Pembuatan
Proses pembuatan bakso ikan meliputi langkah-langkah sebagai berikut
(Suwarni, 2014) :
1. Filet yang telah bersih dilumatkan menggunakan alat penggiling daging
dengan penambahan air es sehingga diperoleh daging lumat. Jika masih
mengandung serat dan duri, dipisahkan terlebih dahulu.
2. Daging lumat kemudian digiling dengan garam dan bumbu hingga rata.
Selanjutnya ditambahkan tepung tapioka sedikit demi sedikit sambil diaduk,
sampai diperoleh adonan yang homogen.
3. Adonan yang sudah homogen dicetak menjadi bola-bola bakso yang siap
direbus. Ukuran dapat dibuat super, sangat besar, besar, sedang, dan kecil.
124. Bola-bola bakso direbus dengan air mendidih hingga matang. Bila bakso
sudah mengapung dipermukaan air (± 15 menit), berarti bakso sudah matang
dan siap diangkat, ditiriskan, kemudian didinginkan.
5. Bakso yang telah dingin dikemas dengan kantong plastik dan ditutup rapat.
2.2. Ikan Lele
2.2.1. Klasifikasi Ikan Lele
Klasifikasi ikan lele (Clarias sp.) menurut Direktorat Jenderal Perikanan
Budaya (2016) adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Siluriformes
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias batrachus
Gambar ikan lele dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Ikan leleSumber : Qifie (2012).
132.2.2. Morfologi Ikan Lele
Ikan lele (Clarias sp.) menurut Hasanuddin (1984) adalah ikan yang
memiliki tubuh licin dan tidak bersisik, dengan sirip dan sirip anus yang panjang
yang terkadang menyatu dengan sirip ekor, menjadikannya nampak seperti sidat
yang pendek. Kepalanya keras menulang dibagian atas, dengan mata yang kecil
dan mulut yang lebar yang terletak diujung moncong, dilengkapi dengan empat
pasang sungut peraba yang amat berguna untuk bergerak di air yang gelap, lele
memiliki alat pernafasan berupa insang. Pada umumnya, insang tertutup atau
terlindungi oleh tutup insang (operkulum). Insang berwarna merah karena banyak
mengandung pembuluh darah. Pada insang inilah oksigen diserap dari air dan
karbon dioksida dibebaskan ke air. Lele memiliki sepasang patil, yakni duri tulang
yang tajam, pada sirip-sirip dadanya. Lele berkembang biak dengan telur,
pembuahan terjadi di luar tubuh induknya atau di dalam air (pembiakan
eksternal). Pada sisi tubuh terdapat gurat sisi yang memanjang dari belakang tutup
insang sampai ekor. Gurat sisi berfungsi untuk mengetahui tekanan air.
2.2.3. Kandungan Gizi Ikan Lele
Ikan lele merupakan ikan air tawar yang bisa menjadi sumber protein
hewani yang cukup tinggi, yaitu sekitar 25%. Banyak keistimewaan ikan lele yang
dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Keistimewaan protein yang terkandung di dalam
ikan sangat baik bagi tubuh. Dalam protein ikan lele mengandung semua asam
amino esensial lisin, metionin dan leusin dengan kadar protein yang lebih tinggi
bila dibanding dengan protein pada susu dan daging. Lisin dan leusin berguna
untuk membantu proses pertumbuhan pada anak, juga berguna untuk
14pembentukan dan perombakan otot. Kandungan phospor pada ikan lele mencapai
167 mg/ 100 g terbukti lebih tinggi dari pada yang terkandung di telur yang hanya
100 mg. Phospor bemanfaat untuk memberi kekuatan dan energi dalam
metabolisme lemak dan pati, menjadi penunjang kesehatan gusi dan gigi,
membantu sistesis DNA, serta membantu penyerapan/pemakaian kalsium (Qifie,
2012). Selain itu, lemak yang terdapat pada ikan lele merupakan lemak dengan
sifat yang sederhana, yaitu trigliserida yang netral. Lemak yang rendah ini banyak
terdapat di bagian perut, terutama pada tubuh ikan bagian sebelah bawah serta
yang terdapat di dalam hati ikan. Dikarenakan ikan lele rendah lemak maka baik
untuk mencegah kolesterol (Qifie, 2012).
2.2.4. Produksi Lele
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP) mencatat produksi perikanan
tahun 2016 mencapai 6,83 juta ton, naik dari tahun sebelumnya yang hanya 6,52
juta ton. Pada tahun 2014, produksi perikanan tangkap 6,21 juta ton, tahun 2013
produksinya 5,86 juta ton, dan produksi tahun 2012 hanya 5,84 juta ton
(Setiyawan, 2017). Ikan lele merupakan komoditas unggulan perikanan budidaya
Indonesia. Ikan lele paling banyak diproduksi kedua setelah ikan nila secara
nasional yaitu 20% untuk lele (Syahrul. 2016). Produksi lele secara nasional
berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP) dalam kurun waktu
lima tahun terakhir atau pada 2011 sampai 2015 mengalami peningkatan 21,31
persen per tahun. Dari 337.577 ton pada tahun 2011, menjadi 722.623 ton pada
2015. Peningkatan produksi lele per tahun yang mencapai 21,31 persen ini
15merupakan kenaikan terbesar di bandingkan dengan komoditas air tawar lainnya
seperti nila, mas, patin dan gurame (Kusuma, 2016).
2.3. Tapioka
Tapioka adalah nama yang diberikan untuk produk olahan dari akar ubi
kayu (cassava). Tapioka adalah pati dari umbi singkong yang dikeringkan dan
dihaluskan. Tapioka diperoleh dari hasil ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot
utilissima) yang umumnya terdiri dari tahap pengupasan, pencucian, pemarutan,
pemerasan, penyaringan, pengendapan, pengeringan dan penggilingan. Singkong
merupakan sumber energi karena tinggi akan kandungan karbohidrat tetapi sangat
rendah protein. Umbi singkong memiliki kandungan kalori, protein, lemak, hidrat
arang, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B dan C, dan amilum (Kusnandar, 2010).
Singkong sebagian besar terdiri atas polisakarida (polimer dari glukosa dan
monosakarida) seperti pati. Pati merupakan butiran atau granula yang berwarna
putih mengkilat, tidak memiliki bau dan juga rasa. Secara umum granula pati
memiliki bentuk dan ukuran yang beraneka ragam, tetapi umumnya berbentuk
bulat atau elips (Brautlecht, 1953). Pati terdiri atas dua jenis polimer, yakni rantai
lurus amilosa dan rantai bercabang amilopektin. Hidrolisis amilopektin secara
sempurna akan menghasilkan glukosa, sedangkan hidrolisis sebagian
menghasilkan campuran yang disebut dekstrin.
Tapioka mengandung amilosa 17% (α 1,4D glukosa BM 40.000-340.000)
dan amilopektin 83%: (α 1,6 D glukosa BM 1 juta) (Lehninger, 1982). Tapioka
dapat diperoleh baik dari daging ataupun kulit arinya. Tapioka memiliki granula
16dengan ukuran 5-35 μm dengan rata-rata ukurannya di atas 17 μm, berbentuk
oval, kerucut dengan bagian atas terpotong dan seperti kettle drum (Sandi et al.,
2013). Air mampu menembus lapisan luar granula tapioka pada temperatur 60OC
sampai 85OC sehingga menyebabkan granula menjadi menggelembung. Granula-
granula dapat menggelembung lima kali lipat dari volume semula. Ketika ukuran
granula telah membesar, maka campurannya menjadi kental. Granula tapioka akan
pecah atau tergelatinisasi apabila dipanaskan pada suhu 85°C (Ulloa et al., 2012).
Tapioka akan memberikan warna putih jika diekstraksi secara benar. Selain
itu tapioka berbentuk serbuk, tidak memiliki rasa manis, dan tidak larut pada air
dingin. Tapioka hampir tidak mengandung protein dan gluten. Tapioka sering
digunakan sebagai bahan tambahan dalam industri makanan dan industri yang
berbasis pati karena kandungan patinya yang cukup tinggi (Gunawan, 2011).
Tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain
digunakan sebagai bahan pengental (thickener), bahan pemadat dan pengisi, bahan
pengikat dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sup, makanan
bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain. Selain itu
pati merupakan jenis polisakarida yang banyak dimanfaatkan untuk bahan untuk
pembuatan edible coating (Garcia et al., 2011). Selain itu, tapioka juga dapat
digunakan sebagai bahan pengikat bakso. Komposisi kimia tapioka dapat dilihat
pada Tabel 2.
17Tabel 2. Komposisi Kimia Tapioka (dalam 100 gr)
Komposisi JumlahKalori (kal) 362,0Protein (g) 0,5Lemak (g) 0,3Karbohidrat (g) 86,9Air (g) 12,0Fosfor (mg) 0,0Kalsium (mg) 0,0Besi (mg) 0,0Bdd (%) 100,0
Sumber : Departemen Kesehatan RI., 1996.
2.4. Kitosan
Kitosan adalah polimer rantai panjang glukosamin (2-amino-2-deoksi-
glokosa). Kitosan mempunyai gugus fungsional yaitu gugus amina, sehingga
membuat kitosan memiliki derajat reaksi kimia yang tinggi. Menurut Muzzarelli
(1985), kitosan akan bermuatan positif dalam larutan karena adanya gugus amina,
tidak seperti polisakarida lainnya yang pada umumnya bermuatan negatif atau
netral. Kitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin,
suatu senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa. Kitin ini
umumnya diperoleh dari kerangka hewan atau limbah invertebrata dari kelompok
Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan
beberapa dari kelompok jamur. Kitosan juga banyak ditemukan pada bagian
insang ikan, trachea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sumber utama
kitosan ialah cangkang hewan subfillum Crustaceae sp, seperti udang, lobster,
kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal laut (Leceta dan
Guerrero, 2012). Secara fisik kitosan, tidak berbau, berupa padatan amorf
berwarna putih kekuningan. Sifat fisik yang khas dari kitosan yaitu mudah
18dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan serat yang sangat
bermanfaat dalam aplikasinya (Manjang, 2013).
Larutan kitosan yang dicampur dengan asam asetat bersifat bakteriostatik
yang berfungsi sebagai antibakteri. Naiknya permeabilitas IM akan
mempermudah keluarnya cairan sel bakteri yang nantinya menyebabkan kematian
sel (Sitorus et al., 2014). Kemampuan daya hambat kitosan tergantung dari derajat
deasetilasi, konsentrasi kitosan, dan jenis bakteri yang dihambat (Hafdani dan
Sadeghinia, 2011). Efek kitosan sebagai penghambat pertumbuhan bakteri
disebabkan karena adanya proses deasetilasi yang baik. Semakin banyak gugus
asetil yang hilang maka akan semakin kuat juga ikatan gugus aminonya. Gugus
amino (NH2) dalam keadaan asam akan bersifat kationik di struktur linier. Gugus
NH2
yang bersifat kationik ini menyebabkan bakteri terikat sehingga metabolisme
bakteri terhambat dan berangsur-angsur bakteri tidak tumbuh lagi (Hu et al.,
2012).
Kitosan memiliki sifat reaktivitas kimia tinggi didukung oleh adanya gugus
polar dan nonpolar yang dikandungnya yang menyebabkan mampu menarik
molekul-molekul yang bermuatan parsial negatif seperti minyak, lemak dan
protein. Sehingga kitosan dapat digunakan sebagai bahan pengental atau
pembentuk gel yang sangat baik, sebagai pengikat, penstabil dan pembentuk
tekstur (Nurhayati, 2011). Kitosan adalah salah satu polimer yang bersifat non-
toxic, biocompatible, biodegradable dan bersifat polikationik dalam suasana
asam. Kitosan telah digunakan secara luas. Kitosan diketahui mempunyai
kemampuan untuk membentuk film, gel dan fiber karena berat molekulnya yang
19tinggi dan solubilitasnya dalam larutan asam encer. Sifatnya yang biodegradable
dan memiliki aktifitas antibakteri membuat kitosan banyak diaplikasikan dalam
bidang industri lainnya seperti, pengembangan biomaterial, industri kertas dan
tekstil, bidang obat - obatan serta bidang kecantikan (Susilowati dan Reskiati,
2014).
Selain itu, kitosan juga dapat diaplikasikan di bidang pertanian dan pangan.
Kitosan digunakan antara lain sebagai campuran ransum pakan ternak,
antimikroba, antijamur, serat bahan pangan, penstabil, pembawa zat aditif
makanan, flavor, zat gizi, pestisida, herbisida, virusida tanaman, dan deasedifikasi
buah-buahan, sayuran dan penjernih sari buah. Fungsinya sebagai antimikroba
dan antijamur juga diterapkan di bidang kedokteran (Sugita, 2009). Berdasarkan
Meidina et al., (2004) dalam Andarini (2016) uji aktivitas antibakteri
menggunakan kitosan terhadap bakteri pathogen memberikan hasil yang positif
dengan indeks penghambatan 3,23 untuk Staphylococcus aureus (gram positif)
dan 2,23 untuk Escherichia coli (gram negatif). Kitosan dapat diaplikasikan pada
bahan makanan dengan cara pelapisan (coating) (Harianingsih, 2010).
Berdasarkan penelitian Andarini (2016) edible coating kitosan 1% dapat
memperpanjang masa simpan somay sampai 3 hari berdasarkan penampakan dan
aroma.
2.5. Edible Coating
Edible coating merupakan lapisan tipis yang dibuat untuk melapisi bahan
makanan. Edible coating dapat digunakan di atas atau di antara produk dengan
mencelup, menyikat atau menyemprot dan membungkus. Metode pencelupan
20dilakukan dengan cara mencelupkan bahan makanan ke dalam larutan edible
coating. Metode penyemprotan dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan
edible coating pada bahan pangan pada satu sisinya, sehingga hasilnya lebih
seragam dan praktis dibandingkan cara pencelupan. Dan metode penuangan
dilakukan dengan cara menuang larutan edible coating ke bahan yang akan dilapis
(Julianti dan Nurminah, 2006). Edible coating dapat diapikasikan sebagai
kemasan primer, barrier, pengikat dan pelapis.
Komponen edible coating terdiri dari tiga kategori yaitu hidrokoloid, lipid
dan komposit (campuran hidrokoloid dan lipid). Hidrokoloid yang digunakan
dalam pembuatan edible coating berupa protein, turunan selulosa (metil selulosa,
karboksil metil selulosa, hidroksi propil metil selulosa), pektin ekstrak gangang
laut (alginat, karagenan, agar), gum (gum arab, gum karaya), tepung (starch) dan
polisakarida lainnya. Protein dapat diperoleh dari jagung, kedelai, keratin,
kolagen, gelatin, kasein, protein susu, albumin telur dan protein ikan. Sedangkan
lipid yang umum digunakan dalam pembuatan edible coating adalah lilin alami
(beeswax, carnauba wax, parrafin wax), asil gliserol, asam lemak (asam oleat dan
asam laurat) serta emulsifier (Krochta dan Mulder-Johnston 1997).
Edible coating telah lama dikenal sebagai media pelindung produk makanan
sehingga dapat lebih tahan terhadap kerusakan. Hal tersebut disebabkan edible
coating memiliki kemampuan untuk menghambat dehidrasi, menghambat
respirasi, dan pertumbuhan mikroba. Edible coating mampu meningkatkan
kualitas tekstur, membantu mempertahankan rasa, dan untuk meningkatkan
penanganan suatu makanan. (Sitorus et al., 2014). Edible coating dapat
mencegah kerusakan bahan akibat penanganan mekanik, membantu
21mempertahankan integritas struktural dan mencegah hilangnya senyawa-senyawa
volatile. Edible coating juga berperan sebagai penghalang terhadap perpindahan
massa misalnya kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, dan zat terlarut serta sebagai
pembawa zat aditif seperti zat antimikrobial dan antioksidan pada bahan (Kester
dan Fennema 1988).
Edible coating dapat melindungi produk segar dan dapat juga memberikan
efek yang sama dengan Modified Atmosphere Storage. Pertumbuhan
mikroorganisme dapat dicegah dengan menggunakan edible coating berbahan
polisakarida dan protein. Sedangkan, untuk mencegah susut bobot dapat
menggunakan polisakarida, dan untuk memperbaiki struktur permukaan serta
penampilan produk dapat menggunakan lipid. Penggunaan pengemas edible
berbasis pati dengan penambahan bahan antimikroba merupakan alternatif yang
baik untuk meningkatkan daya tahan dan kualitas bahan selama penyimpanan
BAB III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,
Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Laboratorium Mikrobiologi Hasil
Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan
Maret 2017.
3.2. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan lele berukuran besar
(± 500 g/ekor), air es, tapioka Cap Pak Tani Gunung, putih telur, bawang putih,
gula putih, garam, asam asetat yang diperoleh dari Pasar Pasir Gintung Tanjung
Karang, kitosan yang diperoleh dari PT. Surindo dengan derajat deasetilasi >70%,
aquades, larutan NaCl 0,85%, media PCA dan alkohol 70% yang diperoleh dari
Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.
Alat-alat yang digunakan antara lain blender, kompor, panci, pisau, baskom,
saringan, hairdryer, timbangan digital, oven, desikator, gelas ukur, Beaker glass,
Erlenmeyer, hot plate, thermometer, autoklaf, cawan petri, pipet tetes, spatula,
23inkubator, bunsen, alumunium foil, mikropipet, pipet tip, tabung reaksi, rak
tabung reaksi, colony counter dan cawan porselin.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap. Penelitian tahap pertama yaitu
pembuatan bakso ikan lele dengan faktor penambahan tapioka yang terdiri atas 5
taraf yaitu 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30% (b/b). Penelitian ini bertujuan untuk
menghasilkan bakso ikan lele sesuai dengan mutu yang layak konsumsi sesuai
dengan SNI 7266:2014. Bakso ikan lele diuji organoleptik (rasa, aroma, dan
tekstur). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dan
apabila terdapat perbedaan nyata diantara sampel, diuji dengan uji Tuckey. Bakso
ikan lele terpilih hasil pengujian organoleptik selanjutnya diuji proksimat (kadar
air, kadar abu, dan kadar protein) untuk memastikan kelayakan mutu bakso ikan
lele sesuai dengan SNI.
Penelitian tahap kedua yaitu pengaruh kitosan terhadap masa simpan
bakso ikan lele. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis dan konsentrasi
kitosan pada edible coating yang terbaik dalam meningkatkan masa simpan bakso
ikan lele. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode permukaan respon
(Response Surface Methodology) dengan rancangan design Central Composite
Design. Percobaan ini menggunakan 3 variabel independen atau variabel bebas
sehingga nilai rotatabilitasnya (α) = (32)1/4 =1,68179 ≈ 1,682. Oleh karena itu,
nilai ± 1,682 termasuk nilai yang digunakan untuk pengkodean pada saat proses
analisis data. Selanjutnya, Central Composite Design dengan 3 variabel bebas
24menghasilkan response surface. Response surface menunjukkan jumlah
rancangan perobaan 23 faktorial, 6 center point, dan 6 axial point (Tabel 3).
Tabel 3. Hasil Desain Respon Surface
Central Composite Design Total TotalFactors 3 Replicates 1Base runs 20 Total runs 20Base blocks 1 Total blocks 1
Two-level factorial Full factorialCube points 8Center points in cube 6Axial points 6
Center points in axial 0α: 1,68179
Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini yaitu penambahan dosis
kitosan pada adonan (0,40%, 1,25%, 2,5%, 3,75% dan 4,60% (b/b), konsentrasi
kitosan pada edible coating (0,32%, 1%, 2%, 3% dan 3,68%) (b/v) dan masa
simpan (0, 1, 2, 3 dan 4 hari) (Tabel 4). Selanjutnya diperoleh rancangan
percobaan pada penelitian ini menggunakan desain percobaan 23 yang
ditunjukkan pada Tabel 5. Variabel dependen atau variabel respon (parameter)
tahap kedua ini yaitu skor sensori aroma, tekstur, penampakan, serta total
mikroba. Hasil variabel respon selanjutnya dianalisis sidik ragamnya
menggunakan program Minitab 17 (Iriawan dan Astuti, 2006). Hasil analisis
ragam digunakan untuk menguji kecocokan dan kecukupan model.
25Tabel 4. Faktor, variabel, dan taraf variabel RSM secara faktorial 23 pada
proses peningkatan masa simpan bakso ikan lele
No Faktor VariabelTaraf Variabel
-α-1,68
Rendah-1
Tengah0
Tinggi+1
+α+1,68
1 Dosis kitosan (%) (b/b) D 0,4 1,25 2,5 3,75 4,6
2Konsentrasi kitosan(%) (b/v)
K 0,32 1 2 3 3,68
3 Masa simpan (hari) H 0 1 2 3 4Keterangan :α = ∜(2^k) Rumus mencari :k = jumlah faktor atau variabel bebas ± α 1,68 = X – nilai tengah / selisih tarafJadi, α = ∜(2^3 ) = 1,682
Tabel 5. Desain percobaan 23 faktorial dengan 3 variabel bebas (Iriawan danAstuti, 2006).
Taraf Variabel Nama VariabelRun K C H Dosis
kitosanKonsentrasikitosan (%)
Masa simpan(hari)
KodeSampel
1 -1 -1 -1 1,25 1 1 K2C2H22 1 -1 -1 3,75 1 3 K4C2H23 -1 1 -1 1,25 3 1 K2C4H24 1 1 -1 3,75 3 3 K4C4H25 -1 -1 1 1,25 1 1 K2C2H46 1 -1 1 3,75 1 3 K4C2H47 -1 1 1 1,25 3 1 K2C4H48 1 1 1 3,75 3 3 K4C4H49 -1,682 0 0 0,4 2 2 K1C3H310 1,682 0 0 4,6 2 2 K5C3H311 0 -1,682 0 2,5 0,32 2 K3C1H312 0 1.682 0 2,5 3,68 2 K3C5H313 0 0 -1,682 2,5 2 0 K3C3H114 0 0 1.682 2,5 2 4 K3C3H515 0 0 0 2,5 2 2 K3C3H316 0 0 0 2,5 2 2 K3C3H317 0 0 0 2,5 2 2 K3C3H318 0 0 0 2,5 2 2 K3C3H319 0 0 0 2,5 2 2 K3C3H320 0 0 0 2,5 2 2 K3C3H3
Keterangan :K = dosis kitosanC = konsentrasi edible coating kitosanH = masa simpan
263.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Pengaruh Jumlah Tapioka terhadap Mutu Bakso Ikan Lele
Pembuatan bakso ikan lele dilakukan menurut Metode Syah (2016) yang
dimodifikasi. Pembuatan bakso diawali dengan proses pembuatan daging lumat.
Pertama ikan lele segar disiangi dan difillet (skinless), dipisahkan daging dari
tulang dan kulitnya secara manual. Kemudian daging ikan lele dipotong dan
dihaluskan. Proses penghalusan daging ikan lele menggunakan alat bantu blender
dengan penambahan garam dan air es sesuai dengan takaran sehingga diperoleh
daging lumat.
Proses pembuatan bakso ikan adalah sebagai berikut: daging lumat ikan lele
ditambahkan tepung tapioka sesuai perlakuan (10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%)
(b/b), putih telur, bumbu-bumbu seperti bawang putih yang sudah dihaluskan, dan
gula pasir ke dalam adonan kemudian adonan diaduk dengan tangan hingga kalis.
Selanjutnya adonan dicetak menggunakan tangan sehingga membentuk bulatan
atau bola-bola dengan diameter 2 cm dan direbus dalam panci yang berisi air
mendidih hingga bakso mengapung. Setelah bakso mengapung atau bakso telah
masak, lalu bakso ditiriskan hingga dingin. Bakso ikan lele selanjutnya siap untuk
diuji organoleptik. Diagram alir proses pembuatan bakso ikan lele ditunjukkan
pada Gambar 2.
27
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan bakso ikan lele (Syah, 2016).
3.4.2. Pengaruh Kitosan terhadap Masa Simpan Bakso Ikan Lelemenggunakan Response Surface Methodology
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa faktor, yaitu pembuatan bakso
ikan lele dengan penambahan dosis kitosan pada adonan, edible coating kitosan
pada bakso ikan yang dihasilkan dan pengaruh masa simpan. Parameter yang
diamati adalah sifat sensori (tekstur, aroma, penampakan) dan total mikroba untuk
mengetahui pengaruh kitosan terhadap masa simpan bakso ikan lele dan
menemukan perlakuan terbaik. Data yang diperoleh diolah menggunakan
perangkat lunak Minitab versi 17 untuk mendapatkan analisis keragaman, bentuk
kontur dan permukaan respon serta respon optimum dari respon penelitian.
Bakso
Ikan lele 200 g
Pengadonan
Pencetakkan
Pemasakan (85-100°C sampaibakso mengapung)
Tapioka (10,15, 20, 25,30%) (b/b)
PelumatanAir es 25mL, garam1 sdt.
1 putih telur,bawang putih2 butir dangula ½ sdt.
283.4.2.1. Pembuatan Bakso dengan Penambahan Kitosan
Pembuatan bakso ikan lele dilakukan menurut Metode Syah (2016) yang
dimodifikasi. Ikan lele segar disiangi dan difillet (skinless), dipisahkan daging dari
tulang dan kulit secara manual. Daging dipotong dan dihaluskan menggunakan
blender dengan penambahan garam dan air es sehingga diperoleh daging lumat.
Proses pembuatan bakso ikan adalah sebagai berikut: daging lumat ditambahkan
tapioka 30% (b/b), putih telur, bumbu-bumbu (bawang putih dan gula pasir),
bubuk kitosan dengan dosis (0,4%, 1,25%, 2,5%, 3,75% dan 4,6%) (b/b) ke dalam
adonan kemudian adonan diaduk hingga kalis. Adonan dicetak menggunakan
tangan hingga membentuk bulatan atau bola-bola dengan diameter 2 cm dan
direbus dalam panci yang berisi air mendidih sampai bakso mengapung, lalu
bakso ikan lele ditiriskan hingga dingin. Diagram alir proses pembuatan bakso
ikan lele ditunjukkan pada Gambar 3. Setelah bakso ikan lele dingin, selanjutnya
masuk ke tahap edible coating.
Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan bakso ikan lele (Syah, 2013).
Bakso
Ikan lele 200 g
Pengadonan
Pencetakkan
Pemasakkan (85-100°Csampai bakso mengapung)
PelumatanAir es 25mL, garam1 sdt.
Kitosan(1,25, 2,5,3,25%) (b/b)
Tapioka 30%(b/b), 1 putihtelur, bawangputih 2 btr dangula ½ sdt.
293.4.2.2. Pengaplikasian Edible Coating Kitosan pada Bakso Ikan Lele
Aplikasi edible coating pada bakso ikan lele dilakukan menurut Metode
Waryani (2014) yang dimodifikasi. Konsentrasi larutan edible coating kitosan
terdiri atas 5 taraf yaitu 0,32%, 1%, 2%, 3% dan 3,68% (b/v). Larutan coating
0,32% (b/v) dibuat dengan cara melarutkan 1,6 g kitosan dalam total volume 500
mL asam asetat 1%, diaduk pada suhu 40°C sampai larut. Perlakuan ini dilakukan
juga pada pembuatan konsentrasi kitosan 1%, 2%, 3% dan 3,68%. Bakso ikan lele
dicelupkan ke dalam larutan edible coating kitosan selama 30 detik kemudian
ditiriskan dan dikeringkan selama 3 menit dengan menggunakan hairdryer.
Setelah itu disimpan dalam plastik cliplock yang telah diberi lubang pada suhu
ruang (25°-30°C) dan dilakukan pengamatan pada hari ke 0, 1, 2, 3, dan 4
(Gambar 4).
Gambar 4. Diagram alir edible coating pada bakso ikan lele (Waryani et al., 2014)
Penyimpanan pada suhu ruang(25-30°C) selama 4 hari
Bahan edible coatingkitosan 1, 2, 3%
Pengamatan sensori (aroma,tekstur, kenampakan) dan total
mikroba
Pencelupan cepat selama 30detik dan dikeringkan 3 menit
Aplikasi edible coating padabakso ikan lelePelarutan (500 mL
asam asetat 1%)
Pengadukkan (suhu40°C sampai larut)
BaksoKitosan 5, 10, 15 g
(b/v)
303.5. Pengamatan pada Bakso Ikan
3.5.1. Sifat Sensori
Uji sensori dilakukan terhadap sampel bakso ikan lele penelitian tahap
pertama dan kedua. Sampel penelitian tahap pertama yang disajikan kepada
panelis adalah bakso ikan lele dengan berbagai penambahan tapioka. Dilakukan
uji sensori diantaranya rasa, aroma, dan tekstur. Sampel penelitian tahap kedua
yang disajikan kepada panelis adalah bakso ikan lele yang telah ditambahkan dan
dilapisi atau edible coating kitosan sesuai perlakuan serta telah mengalami proses
penyimpanan, dilakukan uji sensori aroma, tekstur, dan penampakan. Uji sensori
ini dilakukan oleh 20 panel semi terlatih dengan skor penilaian 1-9 (SNI
2346:2011). Kuesioner uji skoring penelitian tahap 1 dan 2 dapat dilihat pada
Tabel 11 dan 12.
3.5.2. Total Mikroba (Total Plate Count)
Analisis total mikroba dilakukan dengan merujuk pada Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-2332.3-2006). Sampel secara aseptik ditimbang 5 gr dalam
Erlenmeyer steril, kemudian ditambahkan 45 mL larutan NaCl sebagai pengencer
sampel, dihomogenkan sehingga diperoleh suspensi pengenceran 10‾¹, kemudian
dibuat pengenceran 10‾², pengenceran 10‾³, sampai pengenceran yang diperlukan.
Untuk uji Angka Lempeng Total Bakteri, dari setiap pengenceran dipipet 1 mL ke
dalam cawan petri dan dibuat duplo. Ke dalam setiap cawan petri dituangkan 12-
15 mL atau setengah volume cawan petri media PCA yang masih cair dengan
suhu 45 ± 1°C. Media PCA dan sampel diputar ke belakang, ke depan, ke kanan
31dan ke kiri agar tercampur merata dan memadat. Setelah media memadat cawan
petri dibalik dan diinkubasi pada suhu 35°C selama 48 ± 2 jam. Pertumbuhan
koloni pada setiap cawan petri yang mengandung 25-250 koloni dicatat setelah 48
jam. Setelah masa inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung
dengan rumus :
3.5.3. Uji Proksimat
3.5.3.1. Analisis Kadar Protein
Analisis Protein dilakukan dengan merujuk pada Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-2354.4-2006). Menimbang 2 gr homogenat sampel kemudian
ditambahkan beberapa butir batu didih. Selain itu ditambahkan juga 15 mL
H2SO4 pekat dan 3 mL H2O2 secara perlahan-lahan dan didiamkan selama 10
menit dalam ruang asam. Melakukan dekstruksi pada suhu 410ºC selama ± 2 jam
atau sampai larutan jernih, didiamkan sampai mencapai suhu kamar dan
ditambahkan 60 mL aquades. Selanjutnya menyiapkan erlenmeyer berisi 25 mL
larutan H3BO3 0,04 N yang mengandung indikator sebagai penampung destilat
dan memasang labu yang berisi hasil dekstruksi pada rangkaian alat destilasi uap.
Ditambahkan 50 mL larutan natrium hidroksida-thiosulfat. Dan dilakukan
destilasi, destilat ditampung dalam erlenmeyer yang telah disiapkan hingga
volume mencapai minimal 150 mL (hasil destilat akan berubah jadi kuning).
Dilakukan titrasi hasil destilat dengan HCl 0,2 N yang sudah sampai warna
32berubah dari hijau menjadi abu-abu netral. Perlakuan blanko dilakukan seperti
tahapan sampel.
Perhitungan kadar protein adalah sebagai berikut :
Keterangan :VA : mL HCl untuk titrasi sampelVB : mL HCl untuk titrasi blangkoN : Normalitas HCl standar yang digunakan14,007 : Berat atom nitrogen6,25 : Faktor konversi protein untuk ikanW : Berat sampel (g)Kadar protein dinyatakan dalam satuan g/100 g sampel (%).
3.5.3. 2. Analisis Kadar Air
Penentuan Kadar Air dilakukan dengan merujuk pada Standar Nasional
Indonesia berdasarkan SNI 01-2354.2-2006. Cawan porselin yang bersih
dipanaskan dalam oven bersuhu 1020C hingga 1050C selama kurang lebih 11 jam
hingga berat konstan. Kemudian cawan porselin didinginkan dalam desikator
selama 30 menit. Dimasukkan sampel yang telah dicacah kecil-kecil dan homogen
sebanyak 2 gr kedalam cawan porselin di atas, selanjutnya dikeringkan dalam
oven 1020C. Dikeringkan dalam oven, dilakukan sampai tercapai berat konstan.
Perhitungan kadar air adalah sebagai berikut :
Keterangan :a : berat cawan dan sampel akhir (g)b : berat cawan (g)c : berat sampel awal (g)
333.5.3.3. Analisis Kadar Abu
Penentuan kadar abu dilakukan dengan merujuk pada Standar Nasional
Indonesia berdasarkan SNI 01-2354.1-2010. Dipijarkan cawan porselin sampai
merah dalam tungku pengabuan bersuhu 6500C selama 1 jam (kenaikan suhu
tungku pengabuan harus bertahap). Turunkan suhu, setelah suhu tungku
pengabuan turun sekitar suhu kamar, cawan porselin didinginkan dalam desikator
selama 30 menit, dan berat cawan abu porselin kosong ditimbang. Dimasukkan 2
gr sampel yang telah dicacah kecil-kecil dan dihomogenkan dalam cawan,
kemudian dimasukkan kedalam oven sampai hampir kering. Selanjutnya cawan
yang berisi sampel diabukan dalam tungku pengabuan sampai kira-kira 6500C dan
dibiarkan pada suhu ini selama 1 jam (cawan abu menjadi merah), lalu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga beratnya konstan. Perhitungan
kadar abu adalah sebagai berikut :
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat
diambil kesimpulan bahwa :
1. Perlakuan penambahan tapioka terpilih ialah 30% (b/b) dari berat daging.
Penambahan tapioka sebesar 30% (b/b) mampu menghasilkan nilai sensori
(rasa, aroma, dan tekstur) dan kadar proksimat (kadar air, kadar protein dan
kadar abu) sesuai dengan SNI 7266:2014.
2. Terdapat dua perlakuan terbaik pada penelitian ini yaitu : (1) penggunaan
dosis kitosan pada adonan sebanyak 2% (b/b) dengan konsentrasi kitosan
2% (b/v) pada edible coating dan (2) penggunaan dosis kitosan pada adonan
sebanyak 2,5% (b/b) dengan konsentrasi kitosan 0,9% (b/v) pada edible
coating. Perlakuan ini mampu meningkatkan masa simpan hingga 240%
(2,4 hari) berdasarkan pengamatan sensori (aroma, tekstur, penampakan)
dan total mikroba. Sehingga, kitosan melalui penambahan pada adonan
bakso ikan lele dan edible coating efektif terhadap peningkatan masa
simpan bakso ikan lele pada suhu ruang.
595.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan pada penelitian selanjutnya untuk
meneliti pengaruh kitosan terhadap kadar proksimat (kadar air, kadar protein, dan
kadar lemak) dalam pempertahankan mutu dan masa simpan bakso ikan lele
dengan Respon Surface Methodelogy kombinasi dosis kitosan, konsentrasi edible
coating kitosan, dan masa simpan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016a. Harga Ikan Lele Berukuran Besar Justu Murah.http://suksesbisnisusaha.com/usaha-perikanan/harga-ikan-lele-berukuran-besar-justu-murah. Diakses pada tanggal 26 Desember 2016
Astawan, M.W. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna.Akademika Pressindo. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2014. Syarat Mutu dan Keamanan Bakso Ikan(SNI7266:2014). http://sisni.bsn.go.id/index.php/snimain/sni/detail.sniDiakses pada 12 November 2016.
Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-2354.4-2006. Penentuan KadarProtein dengan Metode Total Nitrogen pada Produk Perikanan. BadanStandarisasi Nasional.
Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-2332.3-2006. Penentuan AngkaLempeng Total (ALT) pada Produk Perikanan.
Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 2346:2011. Petunjuk pengujianOrganoleptik dan atau Sensori pada Produk Perikanan
Badan Standarisasi Nasional, 2006. SNI 01-2354.2-2006. Penentuan Kadar Airpada Produk Perikanan
Badan Standarisasi Nasional. 2010. SNI 01-2354.1-2010. Penentuan Kadar Abudan Abu Tak Larut dalam Asam pada Produk Perikanan
Badrul Huda dan Farikhah. 2013. Budidaya Lele Super Lengkap. Familia (GrupRelasi Inti Media). Yogyakarta. 22-26 hlm.
Baldwin, E. A, R. Hagenmaier, dan J. Bay. 2012. Edible Coating and Film toImprove Food Quallity Second Edition. CRC Press. London.
61Brautlecht, C.A. 1953. Starch, it’s Sources, Production and Uses. Reinhold
Publishing Corporation. New York.
Cahyono, A. 2013. Kadar Protein dan Uji Organoleptik Bakso Berbahan DasarKomposisi Daging Sapi dan Jamur Merang (Volvariella Volvaceae) yangBerbeda. (Skripsi). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. UniversitasMuhammadiyah. Surakarta. 2 hlm.
Damayanti. W, Emma Rochima, Zahidah Hasan. 2016. Aplikasi Kitosan sebagaiAntibakteri Pada Filet Patin selama Penyimpanan Suhu Rendah. JurnalPengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 19(3): 321-328.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1996. Daftar Komposisi KimiaBahan Makanan. Bhrata Karya Aksara. Jakarta. 43 hlm.
Dinata, Ardhi Surya. 2011. Pengaruh Lama Perendaman dan KonsentrasiLarutan Khitosan pada Bakso Itik Afkir terhadap Kadar Air, Nilai Ph,Total Koloni Bakteri dan Masa Simpan. (Skripsi). Fakultas PeternakanUniversitas Andalas. Sumatera Barat. 34 hlm.
Direktorat Jenderal Perikanan Budaya. 2016. Lele (Clarias sp.).http://www.djpb.kkp.go.id/. Diakses pada 11 November 2016.
Djafar. 2000. Pengaruh Penambahan Tapioka pada Produk Pangan.Universitas Hasanudin. Sulawesi Selatan. 58 hlm.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta
Garcia, N.L., L. Ribbon, A. Dufresne, M. Aranguren, and S. Goyanes. 2011.Effect of Glycerol on The Morphology of Nanocomposites Made fromThermoplastic Starch and Starch Nanocrystals. J. CarbohydratePolymers. 84(1): 203−210 pp.
Gunawan, P. 2011. Pengaruh Substitusi Tepung Tapioka (Manihot utilisima)dengan Tepung Pisang (Musa paradisiaca L.) dan Lamanya WaktuPenggorengan terhadap Karakteristik Kerupuk Pisang. (Skripsi).Universitas Pasundan. Pasundan. 3-5 hlm.
Hafdani, F N. dan Sadeghinia, N. 2011. A review on Application of Chitosan asa Natural Antimicrobial. World Acad. Sci. J. Eng. Technol. 74(3): 550–558 pp.
62Harianingsih. 2010. Pemanfaatan Limbah Cangkang Kepiting Menjadi Kitosan
Sebagai Bahan Pelapis (Coater) pada Buah Stroberi. (Tesis). UniversitasDiponegoro. Semarang. 92 hlm.
Hardjito L. 2006. Aplikasi Kitosan sebagai Bahan Tambahan Makanan danPengawet. Seminar Nasional Kitin Kitosan. (Skripsi). DepartemenTeknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan InstitutePertanian Bogor. Bogor
Hasanuddin. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I. Binacipta. Jakarta.122-124 hlm.
Hidayah, R.Y. 2015. Pengaruh Penggunaan Berbagai Massa Lengkuas(Alpiniagalanga) terhadap Sifat Organoleptik dan Daya Simpan Ikan Nila(Oreochromis niloticus) Segar. (Skripsi). Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang. Jawa Tengah. 41 hlm.
Hu, H., Xin, H.J., Hu, H., Chan, A., He, L. 2012. Lutaraldehyde-Chitosan andPoly (vinyl alcohol) Blends, and Fluorescence of Their Nano-SilicaComposite Films. J. Carbohydrate Polymers. 91(2): 305-313 pp.
Iriawan, N dan S. P. Astuti. 2006. Mengolah data Statistik dengan MudahMenggunakan Minitab 14. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Julianti, E dan M. Nurminah. 2006. Buku Ajar Teknologi Pengemasan.Universitas Sumatera Utara. Medan. 100-111 hlm.
Kester JJ, Fennema OR. 1988. Edible Films and Coatings. A review. J. FoodTechnolog. 42: 47-59 pp.
Krochta, J. M., E. A. Baldwin, dan M.O. Nisperos-Carriedo. 1994. EdibleCoating and Film to improve Food Quality. Technomic publishingCompany. New York, NY
Kurniawan dan Kusrahayu. 2012. Kadar Serat Kasar, Daya Ikat Air, danRendemen Bakso Ayam dengan Penambahan Karaginan. Jurnal AplikasiTeknologi Pangan. 1(2): 12.
Kusnandar, Feri. 2010. Teknologi Modifikasi Pati dan Aplikasinya di IndustriPangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Institut PertanianBogor. Bogor. 153 hlm.
63Kusuma, H. 2016. KKP: Teknologi Bioflok Dorong Peningkatan Produksi Ikan
Lele. http://economy.okezone.com/read/2016/08/27/320/1474582/kkp-teknologi-bioflok-dorong-peningkatan-produksi-ikan-lele. Diakses padatanggal 22 Agustus 2017.
Leceta, I., Guerrero, K. 2012. Functional Properties of Chitosan-Based Films. J.Carbohydrate Polymers. 93(3): 339–346.
Lehninger, A. L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1, (diterjemahkan oleh:Maggy Thenawijaya ). Erlangga. Jakarta. 164-166 hlm.
Lisa, M. 2008. Penggunaan Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagudan Natrium Nitrat dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi. FakultasPertanian. Universitas Sumatra Utara. Medan. 54 hlm.
Manjang Y. 2013. Analisa Ekstrak Berbagai Jenis Kulit Udang terhadap MutuKitosan. Jurnal Penelitian Andalas. 12(5): 38–43.
Meisyaroh, R.P. 2013. Pengaruh Penambahan Kitosan terhadap Jumlah Kumanpada Bakso Daging Sapi. (Skripsi). Fakultas Ilmu Kesehatan UniversitasMuhammadiyah Surakarta. Surakarta. 85 hlm.
Montolalu. S, N. Lontaan, S. Sakul, A. Dp. Mirah. 2013. Sifat Fisiko-Kimia danMutu Organoleptik Bakso Broiler dengan Menggunakan Tepung Ubi Jalar(Ipomoea batatas L). J. Zootek. 32(5): 7-8.
Musdalifah dan Wendy Alexander Tanod. 2016. Tingkat Penerimaan Konsumenterhadap Bakso Ikan Lele dengan Konsentrasi Daging yang Berbeda. J.Fishering, Marine and Aquatic Science. 1(1): 5.
Muzzarelli, R A A. 1985. Chitin. in: The Polysaccharides. Aspinall G.O.Academic Press. New York. 417–450 pp.
Nofitasari, Neli. 2015. Pengaruh Penggunaan Jenis Ikan yang Berbeda terhadapKualitas Pempek. (Skripsi). Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang.Sumatera Barat. 15-16 hlm.
Oktavia, U.A. 2011. Studi Eksperimen Pembuatan Bakso Ikan Gabus DenganPenambahan Tepung Tapioka Berbeda. (Skripsi). Fakultas TeknikUniversitas Negeri Semarang. Semarang. 88-89 hlm.
Prastuti, N.T. 2010. Pengaruh Substitusi Daging Sapi dengan Kulit Cakar Ayamterhadap Daya Ikat Air (Dia), Rendemen dan Kadar Abu Bakso. (Skripsi).Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. 57-71 hlm.
64Putra, Fajar Kusuma. 2013. Sifat Fisik Kimia Organoleptik Bakso Daging Sapi
dengan Penambahan Wortel dan Kitosan sebagai Pengenyaal. (Skripsi).Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 32 hlm.
Qifie, B. 2012. Manfaat Ikan Lele Bagi Balita.http://qundifie.wordpress.com/2012/04/18/manfaat-ikan-lele-bagi-balita/.Diakses pada 8 November 2016.
Salim, Emil. 2011. Mengolah Singkong menjadi Tepung Mocaf Bisnis ProdukAlternatif Pengganti Terigu. Lily Publisher. Yogyakarta. 112 hlm.
Sandi, Y. O., Sri Rahayu, dan Wardhana Suryapratama. 2013. UpayaPeningkatan Kualitas Singkong melalui Fermentasi MenggunakanLeuconostoc Mesenteroides Pengaruhnya terhadap Kecernaan BahanKering dan Bahan Organik Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan.1(1): 99-108.
Saputro, T. 2014. Pengertiaan Fungsi dan Penyalahgunaan Formalin.http://www.ilmuternak.com/2014/11/pengertiaan-fungsi-dan-penyalahgunaan.html. Diakses pada 12 November 2016.
Sari dan Widjarko. 2015. Karakteristik Kimia Bakso Sapi (Kajian ProporsiTepung Tapioka: Tepung Porang dan Penambahan NaCl). Jurnal Pangandan Agroindustri. 3(3): 784-792.
Setiyawan. I. 2017. http://ekonomi.kompas.com/read/2017/01/05/201847626/nilai.produksi.perikanan.tangkap.capai.rp.125.3.triliun.pada.2016. Diaksespada tanggal 22 Agustus 2017.
Sitorus, R.F., Karo-Karo, T., Lubis, Z. 2014. Pengaruh Konsentrasi Kitosansebagai Edible Coating dan Lama Penyimpanan terhadap Mutu BuahJambu Biji Merah. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 2(1): 37-46.
Situmorang, T.F. 2013. Memperpanjang Umur Simpan Bakso Sapi DenganPelapisan Tapioka Dan Pati Sagu. (Skripsi). Fakultas TeknologiPertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 34-37 hlm.
Soegiarto, Rolanda Adora. 2013. Aplikasi Kitosan sebagai Pengawet Alami dariKulit Udang Dogol (Metapenaeus Monoceros Fab.) pada Sosis DagingSapi. . (Tesis). Fakultas Teknobiologi Universitas Atma JayaYogyakarta. Yogyakarta. 86 hlm.
Sugita P., Wukirsari, T., Sjahriza, A., Wahyono, D. 2009. Kitosan SumberBiomaterial Masa Depan. IPB Pres. Bogor. 118 hlm.
65Suprianto. 2015. Studi Penerimaan Konsumen terhadap Bakso Ikan Malong
(Muarenesox Talabon) dengan Bahan Pengikat Berbeda. (Skripsi).Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekan Baru. 41hlm.
Susilowati dan Reskiati. 2014. Pemanfaatan Limbah Udang Sebagai PengawetAlami Produk Olahan Perikanan. Jurnal Sekolah Tinggi TeknologiKelautan (STITEK). 5(2): 11.
Suwarni. 2014. Pembuatan Bakso Ikan.http://arnisuwarni.blogspot.co.id/2014/01/a.html. Diakses pada 8November 2016.
Syah, I. 2016. Kajian Daging Sapi Subtitusi dan Xanthan Gum Berbeda padaPembuatan Bakso. (Skripsi). Fakultas Peternakan Universitas NusantaraPersatuan Guru Republik Indonesia. Kediri. 163 hlm.
Syahril, M. 2015. Pembuatan Bakso Ikan. http://www.wikipedia.co.id/pembuatanbaksoikan//10-06-2015. Diakses pada 6 November 2016.
Syahrul. 2016. Nila dan Lele, Paling Banyak Dibudidaya di Indonesia.http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/09/19/nila-dan-lele-komoditas-utama-perikanan-budidaya-indonesia. Diakses pada tanggal 22Agustus 2017.
Tiven dan Veerman. 2011. Pengaruh Penggunaan Bahan Pengenyal yangBerbeda terhadap Komposisi Kimia, Sifat Fisik dan Organoleptik BaksoDaging Ayam. Jurnal Agrinimal. 1(2): 76-83.
Triatmojo, S. 1992. Pengaruh Pengantian Daging Sapi dengan Daging Kerbau,Ayam dan Kelinci pada Komposisi Dan Kualitas Bakso. LaporanPenelitian Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Ulloa, María José Valarezo, María Gabriela Punínburneo. 2012. Development ofStarch Biopolymers From Waste Organic Materials (Cassava Peel) andNatural Fiber (Agave). J of Materials Science and Engineering. 2(11):728-736 pp.
Wahjuningsih, S.B. 2013. Kajian Tepung Glukomanan pada Pembuatan Bakso(The Study of Glucomannan Flour for Meatball Production). JurnalTeknologi Pangan dan Hasil Pertanian. 9(1): 24–32.
66Wardaniati, R.A dan Setyaningsih, S. 2015. Pembuatan Kitosan dari Kulit
Udang dan Aplikasinya untuk Pengawetan Bakso. (Skripsi).http://eprints.undip.ac.id/. Universitas Diponegoro. Semarang. 142-147hlm.
Warsiki, E., Sunarti, T.C., dan Nurmala, L. 2013. Kemasan Antimikrob untukMemperpanjang Umur Simpan Bakso Ikan. Jurnal Ilmu PertanianIndonesia (JIPI). 18: 125-131.
Waryani SW, Rika S, Farida H. 2014. Pemanfaatan Kitosan dari CangkangBekicot (Achatina fulica) sebagai Pengawet Ikan Kembung (Rastrelligersp.) dan Ikan Lele (Clarias batrachus). Jurnal Teknik Kimia USU 3(4)::51-57.
Wulandari, Rieny Sulistijowati, Lukman Mile. 2015. Kitosan Kulit UdangVaname sebagai Edible Coating Pada Bakso Ikan Tuna. Jurnal IlmiahPerikanan dan Kelautan. 3: 118–121.
Yakhin, L., Joko Santoso, Imelda Tirtajaya. 2008. Pengaruh PenambahanKappa Karagenan terhadap Karakteristik Bakso Ikan Nila Hitam danBakso Ikan Lele Dumbo. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 6(1): 21-40.
Zulkarnain, J. 2013. Pengaruh Perbedaan Komposisi Tepung Tapioka terhadapKualitas Bakso Lele. Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang.Sumatera Barat. 139-142 hlm .