kajian...kata pengantar kajian fiskal regional provinsi papua barat triwulan i 2020 i egala puji...
TRANSCRIPT
KAJIAN
FISKAL
REGIONAL
TRIWULAN I
2020
Pengarah : Hari Utomo | Penangggung Jawab : Neil Edwin | Koordinator : Rian Andriono | Anggota : Posma Amando Siagian | Alif Fahrudin | Yohanes Djie| Melianus
Kanwil Ditjen Perbendaharaan
Provinsi Papua Barat
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020
...development is about transforming the lives of people, not just transforming economies.... (Joseph E. Stiglitz, 2006)
KATA PENGANTAR
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020 i
egala puji kami panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas karunia dan
limpahan rahmat-Nya, kami dapat
menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi
Papua Barat Triwulan I Tahun 2020. Penyusunan
KFR yang merupakan bagian dari tugas pokok dan
fungsi Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan
(Treasury Regional Office) ini, setidaknya
melibatkan Development Economics sebagai field
study yang digunakan dalam merekonstruksi
metodologi sebagai pendekatan akademik dalam
melakukan kajian kebijakan ekonomi
pembangunan suatu region.
Pengembangan budaya akademik dalam
memahami fenomena pembangunan, dengan
meletakkan basis research-based policy, pada
dasarnya merupakan bagian dari budaya kerja
organisasi modern. Dengan melakukan
pendalaman permasalahan melalui riset,
diharapkan akan diperoleh suatu solusi yang
seimbang, objective dan komprehensif dalam
pengambilan putusan.
Perkembangan pembangunan dan industrialisasi
pada negara-negara maju (developed countries)
mempengaruhi kajian akademik yang
direpresentasikan dengan kurikulum universitas
yang mengarah tema-tema research spesifik,
semisal urban economics, environment economics,
industrial economics, transportation economics,
logistic economics, regional economics, dll. Kajian
development economics kurang menjadi fokus
utama, karena era tersebut telah dilalui dan
menjadi bagian dari sejarah panjang dialektika
pembangunan (development dialectics) negara-
negara maju. Sebagai branch dari economics yang
melakukan studi proses pembangunan pada
negara-negara yang berpendapatan rendah (low-
income countries), development economics
memfokuskan pada studi economic development,
economic growth, dan structural change, dan lebih
jauh lagi, juga menempatkan fokus studi pada
kependudukan dari sudut pandang kesehatan
(health), pendidikan (education), lapangan
pekerjaan (job opportunity), baik di sektor publik
maupun private dengan pendekatan quantitative
analysis, qualitative analysis dan mixed method
antara keduanya. Dalam prakteknya, untuk
merancang (to devise) pembangunan ekonomi,
development economics mempertimbangkan faktor
sosial, budaya, legal, dan politik.
Kajian Fiskal Regional (Regional Fiscal Analysis) ini
merupakan studi perkembangan ekonomi
pembangunan dari sudut pandang kebijakan fiskal
untuk wilayah Provinsi Papua Barat. Variabel
utama yang digunakan untuk melakukan analisis
pembangunan adalah dengan melakukan studi
deskriptif kuantitatif atas data penerimaan dan
pengeluaran negara. Dalam studi ini outlooks
pembangunan dalam satu tahun dengan
memperhatikan indikator-indikator pertumbuhan
ekonomi (consumption, investment, government
expenditure, net export) dan dampak yang timbul,
seperti indeks pembangunan manusia (human
development index), pemerataan pendapatan
(income equality), penanggulangan kemiskinan
(poverty alleviation), pengurangan pengangguran
(unemployment reduction) dan lain-lain.
Pada saat yang bersamaan, indikator makro
ekonomi tersebut disandingkan dengan beberapa
perspektif yang merupakan constraint
pembangunan, antara lain: 1). Aspek budaya
(culture aspect) sebagai contoh adalah eksistensi
hak ulayat dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan, 2). Aspek sosial kemasyarakatan
(sosiological aspect), sebagai contoh kerentanan
sosial (social vulnerability) yang membuat stabilitas
masyarakat terganggu, 3). Aspek politik (political
aspect), sebagai contoh pelaksanaan otonomi
khusus (special autonomy) yang belum
menunjukkan dampak positif terhadap
S
KATA PENGANTAR
Kajian Fiskal Regional
Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020 ii
pertumbuhan pembangunan, 4). Aspek geografis
(geographical aspect), sebagai contoh kondisi
geografi yang belum terintegrasi secara
infrastruktur.
Dengan keterbatasan yang ada, kami menyadari
bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran, masukan
dan kritik yang bersifat membangun untuk
perbaikan ke arah yang lebih baik. Akhirnya, kami
berharap semoga kajian ini dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak serta dapat menjadi
tambahan pengetahuan dan wawasan bagi
pembaca semuanya.
Manokwari, 6 Mei 2020
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Provinsi Papua Barat
Hari Utomo
DAFTAR ISI
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan I 2020 iii
KATA PENGANTAR .................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................iii
DAFTAR TABEL ........................................................................ iv
DAFTAR GRAFIK........................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................vii
BAB I PERKEMBANGAN DAN ANALISIS
EKONOMI REGIONAL ................................................ 1
A. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
(PDRB) ...................................................................... 1
1. Nilai PDRB ......................................................... 2
2. Pertumbuhan PDRB ...................................... 2
B. NERACA PERDAGANGAN
INTERNASIONAL .................................................. 2
C. INFLASI ..................................................................... 3
D. INDIKATOR KESEJAHTERAAN ......................... 4
1. Tingkat Kemiskinan ....................................... 4
2. Tingkat Ketimpangan .................................... 4
3. Tingkat Pengangguran .................................. 5
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN ......... 6
A. PENDAPATAN NEGARA ...................................... 7
1. Penerimaan Perpajakan ............................... 7
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak .............. 7
B. BELANJA NEGARA ................................................. 8
1. Belanja Pemerintah Pusat ............................ 8
2. Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD) ............................................................... 8
3. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat
(KUR) .................................................................. 9
C. PROGNOSIS REALISASI APBN SAMPAI
DENGAN AKHIR TAHUN 2020 ....................... 10
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS
APBD......................................................................... 12
A. PENDAPATAN DAERAH ................................... 13
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ............... 13
2. Pendapatan Transfer .................................. 14
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang
Sah ..................................................................... 15
B. BELANJA DAERAH ............................................. 15
C. PROGNOSIS REALISASI APBD SAMPAI
DENGAN AKHIR TAHUN 2020 ....................... 15
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS
PELAKSANAAN ANGGARAN
KONSOLIDASIAN ................................................. 17
A. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
KONSOLIDASIAN ................................................ 17
B. PENDAPATAN KONSOLIDASIAN................... 17
1. Analisis Proporsi dan Perbandingan....... 17
2. Analisis Perubahan ....................................... 17
3. Analisis Kontribusi Pendapatan
Pemerintah terhadap Perekonomian
Daerah ............................................................... 18
C. BELANJA KONSOLIDASIAN ............................. 18
1. Analisis Proporsi dan Perbandingan ....... 18
2. Analisis Perubahan ....................................... 18
3. Analisis Kontribusi Belanja Pemerintah
terhadap Perekonomian Daerah .............. 19
BAB V ISU / BERITA REGIONAL TERPILIH ............... 20
A. PENGEMBANGAN TAMAN NASIONAL
TELUK CENDRAWASIH..................................... 20
B. PERANAN PEMBIAYAAN ULTRA MIKRO
(UMI) TERHADAP UMKM................................. 23
C. KONTRIBUSI DANA DESA, DAK FISIK DAN
DAK NON FISIK BAGI PEMBANGUNAN
DAERAH ................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 26
DAFTAR TABEL
Kajian Fiskal Regional
Provinsi Papua Barat Triwulan III 2019 iv
Tabel 1.1 Inflasi Bulanan (mtm) Papua Barat
Menurut Kelompok Pengeluaran s.d
Triwulan I 2020 (persen) ....................... 3
Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi APBN Papua
Barat s.d Triwulan I 2020
dan Triwulan I 2020 (miliar
Rupiah) ......................................................... 6
Tabel 2.2 Penyaluran KUR di Papua Barat per
Skema s.d Triwulan I 2020..................... 9
Tabel 2.3 Penyaluran KUR di Papua Barat per
Sektor s.d Triwulan I 2020 .................. 10
Tabel 2.4 Penyaluran KUR di Papua Barat per
Penyalur s.d Triwulan I 2020 ............. 10
Tabel 2.5 Prognosis Realisasi APBN Papua
Barat s.d Triwulan IV 2020 ................. 10
Tabel 3.1 Pagu dan Realisasi APBD Seluruh
Pemerintah Daerah Papua Barat s.d
Triwulan I 2020 dan Triwulan I
2019 (miliar Rupiah) ............................ 12
Tabel 3.2 Prognosis Realisasi APBD Seluruh
Pemerintah Daerah Papua Barat
s.d Triwulan IV Tahun 2020................ 16
Tabel 4.1 Pagu dan Realisasi Pendapatan dan
Belanja Konsolidasian Papua Barat
s.d Triwulan I 2020 (miliar
Rupiah) ..................................................... 17
Tabel 4.2 Kontribusi Belanja Pemerintah
Terhadap Perekonomian Papua Barat
s.d Triwulan I 2020 ................................ 19
Tabel 5.1 Penyaluran Pembiayaan Ultra Mikro
(UMi) Papua Barat per Lembaga
Penyalur s.d. Triwulan I 2020 ............ 23
DAFTAR GRAFIK
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan I 2020 v
Grafik 1.1 Kontribusi Komponen Pembentuk
PDRB Papua Barat Sisi Permintaan
Triwulan I 2020 (persen) ....................... 1
Grafik 1.2 Perkembangan Pertumbuhan
Ekonomi Papua Barat dan Nasional
s.d. Triwulan I Tahun 2020 (yoy,
persen) .......................................................... 2
Grafik 1.3 Perkembangan Nilai Ekspor - Impor
Papua Barat s.d Triwulan I 2020
(US$ Juta) ..................................................... 3
Grafik 1.4 Perkembangan Inflasi Bulanan
Papua Barat s.d Triwulan I 2020
(persen) ........................................................ 3
Grafik 1.5 Perkembangan Tingkat Kemiskinan
Papua Barat dan Nasional Tahun
2015 - 2019 (persen) ............................... 4
Grafik 1.6 Perkembangan Gini Ratio Papua
Barat dan Nasional Tahun 2015 -
2019 ............................................................... 5
Grafik 1.7 Perkembangan Jumlah dan Tingkat
Pengangguran Terbuka Papua Barat
Tahun 2015 – 2020 (jiwa, persen) ...... 5
Grafik 2.1 Penerimaan Pajak per Kab/Kota di
Papua Barat s.d Triwulan I 2020
(miliar Rupiah) .......................................... 7
Grafik 2.2 Target dan Realisasi per Jenis
Pajak di Papua Barat s.d Triwulan I
Tahun 2020 (miliar Rupiah).................. 7
Grafik 2.3 Komposisi Pagu Belanja Pemerintah
Pusat di Papua Barat Tahun 2020
(persen) ........................................................ 8
Grafik 2.4 Pagu dan Realisasi Belanja
Pemerintah Pusat di Papua Barat
s.d Triwulan I Tahun 20200 (miliar
Rupiah) ......................................................... 8
Grafik 2.5 Komposisi Alokasi TKDD Papua Barat
Tahun 2020 (persen) ............................... 8
Grafik 2.6 Pagu dan Realisasi TKDD Papua
Barat s.d Triwulan I Tahun 2020
(miliar Rupiah) ........................................... 9
Grafik 2.7 Jumlah Penyaluran KUR per Kab /
Kota di Papua Barat s.d Triwulan I
2020 (miliar Rupiah)................................ 9
Grafik 3.1 Target dan Realisasi PAD Seluruh
Pemda Papua Barat s.d Triwulan I
2020 dan Triwulan I 2019 (miliar
Rupiah) ...................................................... 13
Grafik 3.2 Total Pagu dan Realisasi per Jenis PAD
Seluruh Pemda Papua Barat s.d
Triwulan I 2020 (miliar Rupiah,
persen) ....................................................... 13
Grafik 3.3 Realisasi Pajak Daerah per Pemda
di Papua Barat s.d Triwulan I 2020
(miliar Rupiah) ........................................ 13
Grafik 3.4 Realisasi Retribusi Daerah per Pemda
di Papua Barat s.d Triwulan I 2020
(miliar Rupiah) ........................................ 14
Grafik 3.5 Realisasi Lain-Lain PAD yang Sah
per Pemda di Papua Barat s.d
Triwulan I 2020 (miliar Rupiah) ....... 14
Grafik 3.6 Komposisi Komponen Pendapatan
Transfer Pemerintah Daerah di
Papua Barat Tahun 2020 (persen) ... 14
Grafik 3.7 Target dan Realisasi Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daearah
yang Dipisahkan per Pemda di
Papua Barat s.d Triwulan I 2020
(miliar Rupiah) ........................................ 15
Grafik 3.8 Komposisi Belanja Pemerintah
Daerah di Papua Barat Tahun 2020
(persen) ..................................................... 15
DAFTAR GRAFIK
Kajian Fiskal Regional
Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020 vi
Grafik 3.9 Pagu dan Realisasi per Jenis Belanja
Seluruh Pemda di Papua Barat s.d
Triwulan I 2020 (miliar Rupiah,
persen) ....................................................... 15
Grafik 4.1 Realisasi Belanja Konsolidasian
Papua Barat per Jenis s.d Triwulan
I 2020 (miliar Rupiah, persen) .......... 18
Grafik 5.1 Penyaluran Pembiayaan Ultra
Mikro (UMi) Papua Barat per
Daerah s.d. Triwulan I 2020 (jiwa,
Rupiah) ...................................................... 23
Grafik 5.2 Perkembangan TKDD Papua Barat
Tahun 2015 – 2020 (triliun
Rupiah) ...................................................... 24
Grafik 5.3 Perkembangan Dana Desa Papua
Barat Tahun 2015 - 2020 (triliun
Rupiah) ...................................................... 24
Grafik 5.4 Pagu dan Realisasi Dana Desa Papua
Barat s.d Triwulan I 2020 (miliar
Rupiah) ...................................................... 24
Grafik 5.5 Pagu dan Realisasi DAK Fisik per
Bidang Papua Barat s.d Triwulan I
2020 (miliar Rupiah)............................. 25
Grafik 5.6 Pagu dan Realisasi DAK Non Fisik per
Kategori Papua Barat s.d Triwulan I
2020 (miliar Rupiah)............................. 25
DAFTAR GAMBAR
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan I 2020 vii
Gambar 4.1 Pengaruh Kenaikan Belanja Pemerintah
terhadap Output Menurut Perpotongan
Keynesian .........................................................19
Gambar 5.1 Kawasan Taman Nasional Teluk
Cendrawasih ...................................................20
Gambar 5.2 Kondisi Terumbu Karang Taman
Nasional Teluk Cendrawasih ................... 21
Gambar 5.3 Potensi Wisata Taman Nasional Teluk
Cendrawasih .................................................. 21
PDRB
NET EKSPOR
DEFLASI
POVERTY
GINI RATIO
PENGANGGURAN
15,45 T
5,14 %
Perkembangan Ekonomi Regional
BAB
I
US$ 411 Jt
21,51
0,381
6,2%
-0,35
#DJPbKawalAPBN
30.039 jw
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020 1
ondisi perekonomian global pada
triwulan I 2020 menunjukkan tanda-
tanda kerentanan seiring munculnya
permasalahan kesehatan yang
mengancam semua negara. Risiko resesi ini
dipengaruhi oleh penurunan permintaan serta
terganggunya proses produksi akbibat terbatasnya
mobilitas manusia sejalan dengan kebijakan
penanggulangan wabah penyakit (Covid-19). Selain
itu, anjuran beberapa pemerintahan negara-negara
di dunia untuk dirumah saja membuat dinamika
perekonomian terhenti dan merugi pada hampir
semua sektor. Penurunan ekonomi global dan
penyebaran Covid-19 ini berdampak pada
pertumbuhan ekonomi yang terkoreksi setelah
sebelumnya meningkat pada awal tahun.
Meskipun risiko resesi ekonomu dunia diperkiraan
baru akan terjadi pada triwulan II dan triwulan III
2020 sesuai dengan pola pandemi Covid-19, namun
kepanikan pasar keuangan dunia sempat
meningkat tinggi pada akhir triwulan I 2020. Hal ini
membuat semua negara berupaya memberikan
respons kebijakan yang mampu menciptakan
sentimen positif atas perekonomian. Perlahan
namun pasti, pembatasan sosial dalam rangka
pencegahan penyebaran Covid-19 berdampak pada
pendapatan masyarakat dan penurunan produksi
sehingga menurunkan prospek permintaan
domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun
investasi. Selain itu, melambatnya permintaan
dunia, terganggunya rantai penawaran global, serta
rendahnya harga komoditas global berimplikasi
pada sektor keuangan global yang melemah dan
terus menekan harga minyak.
Untuk merespons dampak perlambatan
pertumbuhan ekonomi tersebut, berbagai negara
melakukanstimulus fiskal dan memperlonggar
kebijakan moneter. Bentuk pelonggaran kebijakan
yang dilakukan diantaranya berupa quantitative
easing dan relaksasi kebijakan makroprudensial.
Seiring hal tersebut, perekonomian negara-negara
berkembang pada tahun 2020 diperkirakan
mengarah pada resesi, dan baru akan mengalami
pemulihan pada tahun 2021. Pada periode triwulan
I 2020, kinerja perekonomian nasional tumbuh
melambat atau turun dari triwulan sebelumnya
pada level 2,97 persen. Sementara itu kinerja
perekonomian Papua Barat terjadi hal yang
sebaliknya, dengan meningkat menjadi sebesar
5,14 persen dibandingkan pertumbuhan pada
periode yang sama di tahun sebelumnya.
A. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
(PDRB)
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)
merupakan nilai pasar dari semua barang dan jasa
yang dihasilkan dalam suatu perekonomian selama
periode waktu tertentu. Nilai Produk Domestik
Bruto (PDB) sering dijadikan ukuran terbaik untuk
mengukur kinerja perekonomian (Mankiw, 2013).
Terdapat tiga cara untuk menghitung PDB. Pertama,
dengan menjumlahkan nilai akhir produk dan jasa
yang dihasilkan perusahaan. Kedua, dengan
menjumlahkan pengeluaran aggregat, yaitu jumlah
dari pengeluaran konsumen, pengeluaran investasi,
pembelian pemerintah untuk barang dan jasa, serta
ekspor dikurangi impor (net export). Ketiga, dengan
menjumlahkan seluruh pendapatan faktor produksi
yang diterima rumah tangga dari perusahaan
(Krugman & Wells, 2011).
Untuk mengukur PDB, dapat dihitung berdasarkan
harga berlaku (PDB Nominal) dan harga konstan
(PDB Riil). Pengukuran PDB harga berlaku
digunakan untuk melihat struktur perekonomian,
sementara itu PDB harga konstan digunakan untuk
mengukur kinerja atau pertumbuhan ekonomi
suatu daerah. Selanjutnya PDB pada suatu region/
K Konsumsi RT + LNPRT
31.1%
Pengeluaran Pemerintah
14.3%
PMTB19.1%
Ekspor38.0%
Impor3.7%
Grafik 1.1Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Papua Barat Sisi
Permintaan Triwulan I 2020 (persen)
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL
Kajian Fiskal Regional
Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020 2
wilayah tertentu disebut dengan Produk Domestik
Regional Bruto (Gross Domestic Regional Bruto).
A.1 Nilai PDRB
Pada triwulan I 2020 PDRB Papua Barat tercatat
Rp15.450,53 miliar. Dari nilai tersebut, postur
perekonomian Provinsi Papua Barat didominasi
oleh dua sektor lapangan usaha utama yaitu
industri pengolahan dengan kontribusi sebesar
24,05 persen dan pertambangan penggalian
sebesar 17,59 persen yang mengandalkan raw
material resource berupa pengeboran dan
pengilangan gas alam. Papua Barat memiliki
cadangan gas alam terbesar yang diekspor ke
berbagai negara. Adapun dari sisi pengeluaran,
kontribusi terbesar PDRB Papua Barat Triwulan I
2020 berasal dari ekspor sebesar 37,99 persen,
serta konsumsi rumah tangga dan LNPRT sebesar
31,1 persen, dan diikuti oleh konsumsi PMTB
sebesar 19,1 persen.
A.2 Pertumbuhan PDRB
Pertumbuhan PDRB Papua Barat pada triwulan I
2020 mengalami penambahan pada level 5,14
persen. Padahal pada periode yang sama tahun
sebelumnya, Papua Barat mencatatkan
pertumbuhan yang negatif sebesar -0,25 persen.
Sebagai dua sektor dengan kontribusi tertinggi
terhadap PDRB, industri pengolahan mencatatkan
pertumbuhan melambat sebesar 1,14 persen dan
sebaliknya, sektor pertambangan penggalian
mencatatkan pertumbuhan yang cukup tinggi
sebesar 7,41 persen. Kondisi berbanding terbalik
pada kedua sektor tersebut disebabkan oleh tren
harga komoditas alam di pasar internasional yang
sempat meningkat di awal tahun. Sementara itu,
sektor lainnya mencatatkan pertumbuhan positif
dengan kenaikan tertinggi dialami sektor jasa
keuangan dan asuransi sebesar 10,77 persen akibat
kondisi awal tahun yang mendorong masyarakat
untuk lebih banyak memanfaatkan layanan
keuangan baik itu untuk memulai usaha atau
mengembangkan usaha.
B. NERACA PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Perdagangan internasional merupakan pertukaran
barang dan jasa lintas batas negara (international
border). Dengan adanya perdagangan internasional,
memungkinkan terjadinya efisiensi yang timbul
dari kompetisi antar produsen dalam menjual
produk dengan harga yang terendah (competitive
price) dalam suatu proses permintaan dan
penawaran (supply and demand) atau dalam suatu
mekanisme pasar/ market mechanism (Seyoum,
2009).
Komponen perdagangan internasional terdiri dari
ekspor dan impor. Ekspor merupakan nilai barang
dan jasa yang dijual ke luar negeri, sedangkan
impor merupakan nilai barang dan jasa yang
disediakan untuk dalam negeri. Selisih keduanya
merupakan net ekspor atau biasa disebut juga
sebagai neraca perdagangan internasional.
Sampai dengan triwulan I 2020, nilai net ekspor
Papua Barat tercatat sebesar US$411,28 juta atau
turun -30.44 persen dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Nilai net ekspor tertinggi
terjadi pada bulan Januari sebesar US$ 170,94 juta
sedangkan nilai net ekspor terendah terjadi pada
bulan Maret sebesar US$ 116,88 juta. Net ekspor
yang bernilai positif dihasilkan oleh capaian ekspor
Papua Barat yang didominasi oleh komoditas raw
material resources.
Selama kurun waktu 3 bulan terakhir ekspor Papua
Barat mencapai US$457,56 juta atau turun sebesar
-28,8 persen dibandingkan periode yang sama
tahun 2019. Kondisi penurunan ini disebabkan oleh
tertekannya harga komoditas gas alam dan minyak
bumi yang menjadi penyumbang utama (98 persen)
5.69
12.83
6.89
0.14-0.25-0.49
2.93
8.27
5.14
5.06 5.27
5.17
5.05
5.07 5.05 5.02
4.97
2.97
-4
0
4
8
12
TwI 18 Tw II 18 Tw III 18 Tw IV 18 Tw I 19 Tw II 19 Tw III 19 Tw IV 19 Tw I 20
Grafik 1.2Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat dan
Nasional s.d. Triwulan I 2020 (yoy, persen)
Pabar Nasional
Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020 3
dari keseluruhan ekspor. Adapun komoditas ekspor
lainnya berupa perhiasan/ permata, kayu, barang
dari kayu, garam, belerang, kapur (semen), ikan,
udang, daging, ikan olahan, sabun dan preparat
pembersih hanya menyumbang 2 persen dari total
ekspor sehingga tidak memberikan banyak
pengaruh.
Sementara itu, sampai dengan triwulan I 2020 total
nilai impor Papua Barat mencapai US$ 46,28 juta
atau turun -9,87 persen dari periode yang sama
tahun 2019. Impor terbesar berasal dari mesin/
peralatan listrik diikuti oleh golongan mesin–mesin
/pesawat mekanik. Nilai impor tertinggi terjadi
pada bulan Juli sebesar US$ 33,53 juta.
C. INFLASI
Inflasi merupakan kenaikan harga secara umum
(Mankiw, 2013). Jika kenaikan harga barang hanya
berasal dari satu atau dua barang saja, maka tidak
dapat disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan
itu meluas dan menyebabkan kenaikan harga
barang lainnya. Secara umum, inflasi digolongkan
ke dalam tiga jenis yaitu: inflasi inti (core inflation),
inflasi makanan yang bergejolak (volatile food
inflation) dan inflasi harga yang diatur
(administered price inflation).
Laju inflasi Papua Barat pada triwulan I 2020 relatif
terkendali dan cenderung bergerak turun (deflasi).
Pada bulan Januari, Papua Barat mengalami deflasi
pada level -0,45 persen, terutama dipengaruhi
komponen transportasi, komunikasi, dan jasa
keuangan yang mengalami deflasi cukup besar (-
4,67). Faktor periode setelah liburan awal tahun
berdampak pada turunnya tarif maskapai
penerbangan (low season). Sebaliknya, laju inflasi
inti (core inflation) relatif terkendali seiring
kelompok sandang, makanan jadi, pendidikan
memiliki tingkat inflasi yang relatif kecil.
Kemudian pada bulan Maret, laju perubahan harga
di Papua Barat cenderung turun meskipun sempat
meningkat pada bulan Februari. Pada bulan
Februari terjadi inflasi sebesar 0,31 persen,
disebabkan oleh kenaikan tingkat konsumsi
masyarakat. Pada periode ini kondisi curah hujan
Tabel 1.1 Inflasi Bulanan (mtm) Papua Barat Menurut Kelompok Pengeluaran
s.d Triwulan I 2020 (persen)
Kelompok Jan Feb Mar
Umum -0.45 0.31 -0.35
Bahan Makanan 0.51 1.44 -0.18
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
0.62 0.43 1.54
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
-0.29 -0.10 0.03
Sandang 0.17 -0.54 -0.27
Kesehatan 0.45 0.05 1.14
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
1.17 -0.33 1.14
Transpor dan Komunikasi dan Jasa Keuangan
-4.67 -2.33 -3.48
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
0.33 0.34
0.04-0.07
-0.57
0.67
-0.45
0.31
-0.35
-1
-0.5
0
0.5
1
Jul-19 Agu-19 Sep-19 Okt-19 Nov-19 Des-19 Jan-20 Feb-20 Mar-20
Grafik 1.4Perkembangan Inflasi Bulanan Papua Barat
s.d Triwulan I 2020 (persen)
Sumber: BPS RI dan Provinsi Papua Barat (data diolah)169.47
188.31
181.02159.43
254.78245.27
180.97
156.99
119.6
118.31
78.16
10.53
36.17
10.5
25.39
10.03
33.53
2.72
0
75
150
225
300
0
40
80
120
Jul-19 Agu-19 Sep-19 Okt-19 Nov-19 Des-19 Jan-20 Feb-20 Mar-20
Grafik 1.3Perkembangan Nilai Ekspor - Impor Papua Barat
s.d Triwulan I 2020 (US$ Juta)
Ekspor Impor
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL
Kajian Fiskal Regional
Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020 4
masih tinggi dan membuat produktivitas hasil
pertanian turun sehingga pasokan komoditas
menjadi berkurang. Dampaknya, komponen volatile
food seperti beras, sayur-sayuran dan kacang-
kacangan menjadi penyumbang utama inflasi.
Pada bulan Maret komponen administered price
seperti kelompok transportasi mengalami
penurunan secara konstan seperti bulan-bulan
sebelumnya. Tarif maskapai penerbangan yang
turun meskipun masih relatif lebih tinggi jika
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya, turut menyumbang deflasi yang cukup
signifikan. Sementara pada komponen volatile food
seperti telur, ikan, daging ayam, daging sapi dan
sayur-sayuran turut menjadi penyumbang utama
pergerakan deflasi. Kelompok tersebut mengalami
penurunan harga seiring permintaan yang juga
turun. Pemerintah melalui Tim Pengendali Inflasi
Daerah (TPID) melakukan pengawasan distribusi
untuk mencegah penimbunan barang dan
permainan harga. Selain itu, TPID juga melakukan
operasi pasar dan program pasar murah untuk
menjaga stabilitas harga.
D. INDIKATOR KESEJAHTERAAN
Indikator pembangunan yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat
diantaranya: Tingkat Kemiskinan, Tingkat
Ketimpangan (Gini Ratio), dan Tingkat
Pengangguran.
D.1 Tingkat Kemiskinan
Sebagaimana terjadi pada sebagian daerah, Papua
Barat dihadapkan pada masalah kemiskinan yang
cukup pelik. Tingkat kemiskinan Papua Barat relatif
sangat tinggi, menduduki peringkat kedua nasional
setelah Provinsi Papua.
Pada bulan September 2017 tingkat kemiskinan
Papua Barat mencapai 23,12 persen, jauh lebih
tinggi dibandingkan tingkat kemiskinan nasional
sebesar 10,12 persen. Kemudian pada Maret 2019,
di saat kemiskinan nasional berhasil turun menjadi
single digit (9,41 persen), tingkat kemiskinan Papua
Barat hanya turun sedikit menjadi 22,17 persen.
Dalam beberapa periode ke belakang penurunan
tingkat kemiskinan Papua Barat belum begitu
signifikan. Selama bulan September 2018 hingga
Maret 2019 jumlah penduduk miskin Papua Barat
hanya berkurang sebanyak 2,17 ribu orang.
Sedangkan, sampai bulan September 2019 tercatat
sebanyak 207,59 ribu orang termasuk dalam
kategori miskin. Pembangunan yang berlangsung
selama ini di Papua Barat tampaknya belum
berhasil meningkatkan taraf hidup penduduk
keluar dari kemiskinan.
D.2 Tingkat Ketimpangan
Tidak diragukan lagi bahwa pembangunan
mengharuskan adanya tingkat pendapatan yang
tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan. Namun
demikian, tingkat pendapatan yang tinggi perlu
didukung oleh indikator utama lainnya yaitu
pemerataan distribusi pendapatan. Jika
peningkatan pendapatan tersebut hanya
melibatkan sebagian kecil orang kaya, maka
penanggulangan kemiskinan akan bergerak
melambat dan ketimpangan semakin tinggi (Todaro
dan Smith, 2003).
Salah satu cara untuk mengukur tingkat distribusi
pendapatan dengan menggunakan Rasio Gini (Gini
Ratio). Rasio tersebut menggambarkan derajat
ketimpangan distribusi pendapatan dalam suatu
daerah yang nilainya terletak antara 0 (kemerataan
sempurna) dan 1 (ketidakmerataan sempurna).
Berbeda dengan nasional, tingkat distribusi
pendapatan Papua Barat dari tahun 2015 - 2019
23.12 23.01 22.66 22.17 21.51
10.12 9.82 9.66 9.41 9.22
0
10
20
30
2017-II 2018-I 2018-II 2019-I 2019-II
Grafik 1.5Perkembangan Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional
Tahun 2015 - 2019 (persen)
Pabar Nasional
Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020 5
bergerak fluktuatif. Pada tahun 2015, gini ratio
Papua Barat tercatat sebesar 0,440. Sempat turun
pada tahun 2016, gini ratio Papua Barat kembali
naik pada tahun 2017 - 2018. Kemudian pada tahun
2019 gini ratio Papua Barat kembali turun dengan
angka yang kecil pada level 0,381.
D.3 Tingkat Pengangguran
Secara teoritis, pengangguran memiliki hubungan
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika
terjadi pertumbuhan ekonomi, hal tersebut
mencerminkan penambahan output yang
membutuhkan banyak tenaga kerja untuk
memenuhi kapasitas produksi. Arthur Okun
(Okun’s Law) melalui studinya menyebutkan bahwa
semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka
tingkat pengangguran akan semakin berkurang
(Blanchard, 2006).
Di saat jumlah pengangguran dan tingkat
pengangguran nasional mengalami kenaikan,
jumlah pengangguran dan tingkat pengangguran
Papua Barat justru bergerak turun. Selama kurun
enam tahun terakhir pengangguran tertinggi di
Papua Barat terjadi pada tahun 2017 dengan jumlah
pengangguran Papua Barat mencapai 33.214 orang
dan tingkat pengangguran sebesar 7,52 persen.
Kemudian pada tahun 2018 jumlah pengangguran
menurun menjadi 26.219 orang dengan tingkat
pengangguran berkurang menjadi 5,67 persen.
Berdasarkan data BPS, pada Februari 2019 jumlah
pengangguran tercatat turun menjadi 24.322 orang
dengan tingkat pengangguran mencapai 5,28
persen. Akan tetapi, pada bulan Agustus 2019
pengangguran kembali meningkat menjadi 28.846
orang dengan tingkat pengangguran sebesar 6,24
persen. Dari jumlah ini, pada bulan Februari 2020
setelah mengalami penurunan, jumlah
pengangguran kembali mengalami peningkatan
menjadi 30.039 orang (6,20 persen)
Tampaknya progam pemerintah dalam perluasan
dan penciptaan lapangan pekerjaan belum mampu
menekan jumlah dan tingkat pengangguran di
Papua Barat. Untuk mengurangi tingkat
pengangguran, pemerintah daerah dapat
menciptakan kesempatan kerja melalui
peningkatan keahlian, sertifikasi, pendirian tempat
latihan ketrampilan, magang serta meningkatkan
inventasi yang menyerap banyak tenaga kerja lokal.
0.44
0.373
0.3900.391
0.381
0.408
0.397 0.393
0.3840.38
0.32
0.36
0.40
0.44
2015 2016 2017 2018 2019
Grafik 1.6Perkembangan Gini Ratio Papua Barat dan Nasional
Tahun 2015 - 2019
Papua Barat Nasional
Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
18,806
25,037
33,214
26,129 24,322
30,039
4.60
5.73
7.52
5.675.28
6.20
0
2
4
6
8
2015 2016 2017 2018 2019 2020-I
-
10,000
20,000
30,000
40,000
Grafik 1.7Perkembangan Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka
Papua Barat Tahun 2015 - 2020 (jiwa, persen)
Jumlah Pengangguran (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
Perkembangan dan Analisis APBN
BAB
II
APBN juga digunakan untuk membiayai operasi penegakan hukum
#DJPbKawalAPBN
PENDAPATAN NEGARA
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
KREDIT USAHA RAKYAT
Perkembangan dan Analisis APBN
BAB
II
527,2 M
PAJAK
453,9 M
PNBP
73,3 M
Pegawai
Barang
Modal
Bansos
Lain-lain
847,3 M
BELANJA NEGARA
119,5 M
3.125
DEBITUR
124,9 M
2,7 T
#DJPbKawalAPBN
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan I 2020 6
nggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) menggambarkan kondisi
keuangan pemerintah yang berkaitan
dengan sumber-sumber pendapatan dan alokasi
belanja pemerintah untuk satu periode tahun
anggaran yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
Sebagai gambaran implementasi APBN tahun 2020
sampai dengan triwulan I di Provinsi Papua Barat,
dapat dijelaskan dengan membandingkan antara
pagu dan realisasi APBN triwulan I 2019 dengan
triwulan I 2020.
Target pendapatan negara di Papua Barat tahun
2020 mengalami peningkatan sebesar 7,89 persen
dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari Rp
2.687,78 miliar menjadi Rp2.899,85 miliar.
Penurunan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa
kondisi perekonomian pada tahun 2020 menuju
tahap pemulihan (economic recovery), meskipun
masih terdapat tantangan dan dinamika yang cukup
berat mengingat volatilitas harga komoditas
internasional seperti minyak dan gas bumi yang
dapat mempengaruhi target pendapatan negara.
Sementara itu, dari aspek
belanja negara terdapat
kenaikan pagu tahun 2020
sebesar 5,96 persen
dibandingkan pagu tahun
2019, yaitu dari Rp28.093,73
miliar menjadi Rp29.769,07
miliar. Alokasi belanja APBN
2020 yang naik dibandingkan
dengan tahun sebelumnya
disebabkan oleh peningkatan
kebutuhan anggaran di
daerah yang digunakan untuk
membiayai program dan
kegiatan melalui Transfer ke
Daerah dan Dana Desa
(TKDD). Hal ini tercermin
dari kenaikan tipis pada pagu
TKDD sebesar 1,28 persen
yaitu dari Rp20.811,85 miliar
pada tahun 2019 menjadi
Rp21.077,76 miliar pada
tahun 2020.
Adanya kenaikan jumlah PNS tahun ini berakibat
pada kenaikan pagu belanja pegawai, yang turut
andil dalam peningkatan pagu belanja APBN secara
keseluruhan. Selain itu, penambahan komponen
pembayaran THR PNS tahun 2020 meliputi
komponen tunjangan keluarga, tunjangan
tambahan dan tunjangan kinerja ikut andil
menambah pagu belanja pegawai. Pada tahun
2020, pagu belanja pegawai naik sebesar 20,46
persen yaitu dari Rp1.657,02 miliar pada tahun
2019 menjadi Rp1.996,07 miliar pada tahun 2020.
Sementara itu, terjadi peningkatan cukup signifikan
pada pagu belanja modal dari Rp2.931,72 miliar
pada tahun 2019 menjadi Rp3.851,18 miliar pada
tahun 2020 atau naik sebesar 31,36 persen. Hal ini
disebabkan untuk melanjutkan pembangunan dan
penyelesaian proyek-proyek infrastruktur strategis
di Papua Barat seperti jalan trans papua, jalan lintas
perbatasan dan jaringan air pipa - sanitasi.
Selanjutnya, dengan membandingkan antara
realisasi pendapatan dan belanja sampai dengan
A
Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi APBN Papua Barat
s.d Triwulan I 2020 dan Triwulan I 2019 (miliar Rupiah)
Uraian Tahun 2020 Tahun 2019
Pagu Realisasi % Pagu Realisasi %
A. PENDAPATAN NEGARA 2.899,85 527,22 18,18 2.687,78 468,88 17.44
I. PENERIMAAN DALAM NEGERI
2.899,85 527,22 18,18 2.687,78 468,88 17.44
1. Penerimaan Pajak 2.576,57 453,90 17,62 2.465,88 388,95 15.77
2. PNBP 323,28 73,32 22,68 221,90 79,94 36.03
II. HIBAH - - - - - -
B. BELANJA NEGARA 29.769,07 3.632,13 12,20 28.093,73 4.754,47 16.92
I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT
8.691,31 847,28 9,75 7.281,88 852,88 11.71
1. Belanja Pegawai 1.996,07 381,69 19,12 1.657,02 336,04 20.28
2. Belanja Barang 2.825,72 298,22 10,55 2.664,47 362,73 13.61
3. Belanja Modal 3.851,18 165,32 4,29 2.931,72 152,56 5.20
4. Belanja Bantuan Sosial 5.74 2,01 34,94 12,78 1,47 11.50
5. Belanja Lain-lain 12,60 0,05 0,38 15,88 0,07 0.44
II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
21.077,76 2.784,85 13,21 20.811,85 3.901,59 18.75
1. Transfer ke Daerah 19.516,95 2.659,98 13,63 19.294,94 3.705,96 19.21
a. Dana Perimbangan 19.516,95 2.659,98 13,63 15.283,84 3.674,30 24.04
1) DAU 8.492,72 1.945,35 22,91 8.290,64 2.751,78 33.19
2) DBH 3.489,97 565,93 16,22 4.319,59 834,52 19.32
3) DAK 2.928,06 148,69 5,08 2.673,61 88,00 3.29
b. Dana Otsus 4.606,20 - - 4.011,10 31,65 0.79
2. Dana Desa 1.560,81 124,87 8,00 1.516,92 195,63 12.90
C. SURPLUS DEFISIT -26.869,21 -3.104,90
-25.405,95 -4.285,59
Sumber: OM SPAN, KPP Pratama Manokwari dan KPP Pratama Sorong (data diolah)
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020
7
triwulan I 2020, dapat disimpulkan bahwa terdapat
defisit anggaran sebesar –Rp3.104,9 miliar
disebabkan target penerimaan yang belum tercapai.
Sampai dengan triwulan I 2020, realisasi
penerimaan APBN relatif masih rendah mencapai
18,18 persen. Namun kinerja tersebut relatif lebih
baik dibandingkan periode yang sama tahun 2019.
Sementara itu, realisasi belanja APBN pada periode
ini mencapai 12,20 persen dimana kinerjanya lebih
rendah dibandingkan periode yang sama tahun
2019.
A. PENDAPATAN NEGARA
A.1 Penerimaan Perpajakan
Penerimaan perpajakan di Papua Barat hanya
berasal dari penerimaan pajak dalam negeri yang
terdiri atas penerimaan Pajak Penghasilan (PPh),
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), dan Pajak Lainnya.
Total penerimaan perpajakan di Papua Barat
sampai dengan triwulan I 2020 berjumlah Rp453,9
miliar. Pada periode ini, daerah yang memiliki
penerimaan pajak terbesar yaitu Kota Sorong, Kab.
Manokwari dan Kab. Teluk Bintuni masing-masing
sebesar Rp148,75 miliar; Rp118,64 miliar dan
Rp86,8 miliar. Sebagai pusat perekonomian di
Papua Barat, Kota Sorong dan Kab. Manokwari
merupakan daerah paling maju sehingga banyak
potensi penerimaan pajak yang diperoleh dari
kedua daerah tersebut. Adapun Kab. Teluk Bintuni
merupakan salah satu daerah penghasil gas alam
terbesar dalam skala nasional.
Sementara itu, daerah-daerah lain di Papua Barat
sampai dengan triwulan I 2020 memiliki
penerimaan pajak relatif kecil. Penerimaan pajak
terendah yaitu Kab. Pegunungan Arfak dan Kab.
Maybrat, berturut-turut sebesar Rp1,78 miliar dan
Rp1,09 miliar. Sebagai daerah pemekaran baru,
Kab. Pegunungan Arfak belum mempunyai sumber
pajak potensial di daerahnya. Adapun Kab. Maybrat
merupakan daerah yang relatif tertinggal, sehingga
memerlukan perhatian pemerintah pusat dan
daerah untuk meningkatkan potensi
perekonomiannya.
Berdasarkan jenisnya, sampai dengan triwulan I
2020 realisasi penerimaan pajak terbesar di Papua
Barat adalah pajak pertambahan nilai mencapai
Rp232,54 miliar atau 50,38 persen dari total
realisasi, dengan kontribusi terbesar yaitu PPN
Dalam Negeri mencapai Rp232,34 miliar. Kemudian
realisasi penerimaan pajak terbesar kedua yaitu
pajak penghasilan sebesar Rp209,8 miliar atau
43,32 persen dari total realisasi, dengan kontribusi
terbesar yaitu PPh Pasal 21 mencapai Rp107,75
miliar.
A.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
PNBP merupakan seluruh penerimaan pemerintah
pusat yang bukan berasal dari penerimaan
perpajakan. Realisasi PNBP di Papua Barat sampai
dengan triwulan I 2020 mencapai Rp73,32 miliar
atau 22,68 persen dari target. Pencapaian tersebut
lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang
mencapai 36,03 persen (Rp221,9 miliar).
148.75
118.64
86.80
31.8023.08
3.29 8.61 7.29 9.24 5.20 3.96 1.09 1.78
0
100
200
Ko
ta S
oro
ng
Ma
no
kw
ari
Tel
uk
Bin
tun
i
Kab
. So
ron
g
Fa
kfa
k
Ma
nse
l
Tel
uk
Wo
nd
am
a
Raj
a A
mp
at
Kai
man
a
Soro
ng
Se
lata
n
Tam
bra
uw
Ma
ybra
t
Peg
un
un
gan
Arf
ak
Grafik 2.1Penerimaan Pajak per Kab/Kota di Papua Barat
s.d Triwulan I 2020 (miliar Rupiah)
Sumber: KPP Manokwari dan KPP Sorong (data diolah)
1,116.09
1,298.12
131.2831.08
209.80 232.54
4.61 4.28
0
300
600
900
1,200
1,500
PPh Non Migas PPN dan PPnBM PBB dan BPHTB Pajak Lainnya
Grafik 2.2Target dan Realisasi per Jenis Pajak di Papua Barat
s.d Triwulan I 2020 (miliar Rupiah)
Target Realisasi
Sumber: KPP Manokwari dan KPP Sorong (data diolah)
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan I 2020 8
Kontribusi terbesar dari realisasi pendapatan PNBP
di Papua Barat didapat dari pendapatan jasa
transportasi, komunikasi dan informatika sebesar
Rp33,97miliar.
B. BELANJA NEGARA
Sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, belanja pemerintah (government
expenditure) dapat dijadikan sebagai alat ungkit
(leverage) dalam bentuk timulus fiskal. Kebijakan
penganggaran pada K/L untuk wilayah Papua Barat
diprioritaskan dengan mengakselerasi belanja
modal untuk meningkatkan pembangunan
infrastruktur.
B.1 Belanja Pemerintah Pusat
Total pagu belanja pemerintah pusat di Papua Barat
mengalami kenaikan sebesar 19,36 persen, yaitu
dari Rp7.281,88 miliar pada tahun 2019 menjadi Rp
8.691,31 miliar pada tahun 2020. Alokasi belanja
tertinggi dimiliki belanja modal mencapai
Rp3.851,18 miliar atau 44,31 persen dari total pagu.
Selanjutnya diikuti belanja barang mencapai
Rp2.825,72 miliar atau 32,51 persen dari total pagu
belanja.
Sampai dengan triwulan I 2020, realisasi belanja
pemerintah pusat terdiri dari belanja pegawai
mencapai 19,1 persen dan belanja barang mencapai
10,6 persen. Sementara itu, realisasi belanja modal
baru mencapai 4,3 persen dan belanja bantuan
sosial telah mencapai 34,9 persen. Adapun realisasi
belanja terendah yaitu belanja lain-lain mencapai
0,04 persen.
B.2 Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD)
Total pagu alokasi TKDD yang diperuntukkan bagi
seluruh pemerintah daerah di Papua Barat
mengalami kenaikan sebesar 1,28 persen yaitu dari
Rp20.811,85 miliar pada tahun 2019, menjadi
Rp21.077,76 miliar pada tahun 2020. Alokasi
anggaran terbesar terdapat pada Dana Alokasi
Umum (DAU) sebesar Rp8.492,7 miliar atau 40,3
persen dari total pagu alokasi TKDD.
Sampai dengan triwulan I 2020, realisasi TKDD di
Papua Barat mencapai Rp3.632,13 miliar atau 12,2
persen dari total pagu alokasi TKDD. Besaran
realisasi TKDD tertinggi yaitu DAU dan DBH
masing-masing mencapai Rp1.945,35 miliar (22,91
1,996.1
2,825.7
3,851.2
5.7 12.6381.7 298.2 165.3
2.0 0.0
19.1%
10.6%
4.3%
34.9%
0.4%
0%
20%
40%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos Belanja Lain-lain
Grafik 2.4Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat
di Papua Barat s.d. Triwulan I 2020 (miliar Rupiah)
Pagu Realisasi (miliar Rp) Realisasi (persen)
Sumber: OM SPAN (data diolah)
Belanja Pegawai23.0%
Belanja Barang32.5%
Belanja Modal44.3%
Bansos + Belanja Lainnya0.2%
Grafik 2.3Komposisi Pagu Belanja Pemerintah Pusat di Papua Barat
Tahun 2020 (persen)
Sumber: OM SPAN (data diolah)
Dana Alokasi Umum 40.3%
Dana Bagi Hasil 16.6%
Dana Alokasi Khusus 13.9%
Dana Otsus21.9%
Dana Desa7.4%
Grafik 2.5Komposisi Alokasi TKDD Papua Barat Tahun 2020 (persen)
Sumber: OM SPAN (data diolah)
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020
9
persen) dan Rp 565,93 miliar (16,22 persen dari
pagu). Adapun Dana Otonomi Khusus hingga
triwulan I 2020 masih belum memiliki realisasi,
disebabkan oleh sifat pengelolaan keuangan
pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat yang
akan memanfaatkan Dana Otsus pada triwulan II
tahun anggaran berkenaan setelah penetapan
peraturan Gubernur .
B.3 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Sampai dengan triwulan I 2020 jumlah penyaluran
KUR di Papua Barat mencapai Rp119,49 miliar yang
diberikan kepada 3.125 debitur. Daerah dengan
jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Sorong
sebesar Rp35,04 milar. Selanjutnya, daerah dengan
penyaluran KUR terbesar kedua yaitu Kab.
Manokwari sebesar Rp29,36 miliar. Kemudian
penyaluran KUR terbesar ketiga yaitu Kab. Sorong
sebesar Rp15,08 miliar. Hal ini mengindikasikan
bahwa persebaran penerima KUR di Papua Barat
sebagian besar berada di daerah yang kondisi
perekonomiannya relatif lebih maju.
Sesuai Peraturan Menteri Koordinator (Permenko)
Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015
sebagaimana telah diubah dengan Permenko
Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2016, KUR
terbagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu KUR Mikro, KUR
Ritel dan KUR TKI. KUR Mikro diberikan kepada
penerima KUR paling banyak Rp25 juta dengan
jangka waktu kredit untuk modal kerja paling lama
3 tahun atau investasi paling lama 5 tahun.
KUR Ritel diberikan kepada debitur KUR antara
Rp25 – Rp500 juta dengan jangka waktu kredit
untuk modal kerja paling lama 4 tahun atau
investasi paling lama 5 tahun. Adapun KUR TKI
diberikan kepada penerima KUR paling banyak
Rp25 juta dengan jangka waktu kredit paling lama
sama dengan masa kontrak kerja dan tidak melebihi
jangka waktu paling lama 3 tahun.
Jika dilihat per skema penyaluran, sampai dengan
triwulan 1 2020 jumlah penyaluran KUR tertinggi di
Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar Rp89,78
miliar dengan jumlah debitur sebanyak 2.976
nasabah. Sementara itu untuk penyaluran KUR
Kecil sebesar Rp29,71 miliar dengan jumlah debitur
sebanyak 149 nasabah.
Jika dilihat per sektor, perdagangan merupakan
sektor yang memiliki jumlah penyaluran KUR
terbesar. Sampai dengan triwulan I 2020,
penyalurannya sebesar Rp53,72 miliar dengan
jumlah debitur sebanyak 1.289 nasabah. Kemudian
diikuti sektor pertanian, perburuan dan kehutanan
sebesar Rp13,12 miliar dengan jumlah debitur
sebanyak 428 nasabah. Melihat kondisi tersebut,
8,492.7
3,490.0 2,928.1
4,606.2
1,560.81,945.4
565.9148.7 0.0 124.9
22.9%
16.2%
5.1%
0.0%
8.0%
0%
30%
0
3,000
6,000
9,000
Dana AlokasiUmum
Dana BagiHasil
Dana AlokasiKhusus
Dana Otsus Dana Desa
Sumber: OM SPAN (data diolah)
Grafik 2.6Pagu dan Realisasi TKDD Papua Barat s.d. Triwulan I 2020
(miliar Rupiah)
Pagu Realisasi Realisasi (%)
Tabel 2.2 Penyaluran KUR di Papua Barat per Skema s.d Triwulan I 2020
Skema Debitur Penyaluran
(Rp) Outstanding
(Rp)
Mikro 2.976 89.780.500.000 26.921.746.334
Kecil 149 29.712.000.000 78.732.288.166
Jumlah 3.125 119.492.500.000 105.654.034.500
Sumber: Sistem Informasi Kredit Program – SIKP (data diolah)
35.04
29.36
15.08
9.41 8.71 6.10 4.97 4.29 3.41 2.43
0.68
0
20
40
Ko
ta S
oro
ng
Kab
. Man
ok
war
i
Kab
. So
ron
g
Kab
. Tel
uk
Bin
tun
i
Kab
. Fak
fak
Kab
. So
ron
g S
elat
an
Kab
. Kai
man
a
Kab
. Raj
a A
mp
at
Kab
. Tel
uk
Wo
nd
ama
Kab
. Tam
bra
uw
Kab
. May
bra
t
Grafik 2.7Jumlah Penyaluran KUR per Kab / Kota di Papua Barat
s.d Triwulan I 2020 (miliar Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Kredit Program - SIKP (data diolah)
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan I 2020 10
perlu perluasan jangkauan ke sektor lainnya yang
lebih produktif seperti sektor perikanan dan
industri pengolahan. Hal ini dikarenakan perluasan
kepada sektor produktif lebih menggerakkan roda
perekonomian Papua Barat.
Jika dilihat dari lembaga penyalur, terdapat tujuh
bank penyalur KUR di Papua Barat yaitu BRI,
Mandiri, BNI, BCA, Bukopin, BRI Syariah dan BPD
Papua. BRI merupakan bank penyalur KUR terbesar
baik dari sisi jumlah debitur maupun jumlah kredit
yang disalurkan. Sampai dengan triwulan I 2020,
dana KUR yang telah disalurkan oleh BRI sebesar
Rp93,05 miliar dengan jumlah debitur mencapai
2.873 orang. Sementara itu, dana KUR yang telah
disalurkan oleh Bank Mandiri sebesar Rp7,94 miliar
dengan jumlah debitur mencapai 105 orang.
Adapun BNI telah menyalurkan KUR sebesar
Rp8,33 miliar dengan jumlah debitur mencapai 51
orang. Sedangkan BPD Papua telah menyalurkan
KUR sebesar Rp8,04 miliar kepada 89 debitur.
C. PROGNOSIS REALISASI APBN SAMPAI
DENGAN AKHIR TAHUN 2020
Sampai dengan akhir tahun 2020, diperkirakan
terdapat beberapa faktor utama yang
mempengaruhi pencapaian realisasi APBN di Papua
Barat yaitu:
Perekonomian global mengarah pada resesi
seiring terganggunya proses produksi hampir
di semua negara di dunia akbibat terbatasnya
mobilitas manusia sejalan dengan kebijakan
penanggulangan pandemi;
Risiko resesi ekonomi dunia diperkiraan baru
akan terjadi pada triwulan II hingga triwulan IV
2020;
Penyesuaian APBN akan dilakukan sebagai
langkah penanggulangan dampak terhadap
turunnya pendapatan masyarakat dan
produksi, serta penurunan permintaan
konsumsi domestik maupun investasi;
Gagalnya sebagian besar rencana pengadaan
akibat penyesuaian belanja modal dalam APBN
akan berpengaruh terhadap belanja lainnya;
Tabel 2.5 Prognosis Realisasi APBN Papua Barat s.d Triwulan IV 2020
Uraian Pagu
(miliar Rp)
Prognosis Realisasi s.d. Triw IV
Rp (miliar)
%
Pendapatan APBN 2.899,85 2.102,39 72,50
Belanja APBN 29.769,07 24.857,17 83,50
Surplus Defisit -22.754.78
Sumber: OM SPAN, KPP Pratama Manokwari dan KPP Pratama Sorong (data diolah)
Tabel 2.3 Penyaluran KUR di Papua Barat per Sektor s.d Triwulan I 2020
Sektor Debitur Penyaluran (Rp) Outstanding
(Rp)
Industri Pengolahan 350 11,331,000,000 10,020,918,377
Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan Dan Perorangan Lainnya
321 11,983,000,000 10,938,662,232
Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial
25 766,000,000 734,347,380
Konstruksi 5 595,000,000 581,458,416
Penyediaan Akomodasi Dan Penyediaan Makan Minum
263 10,474,000,000 9,586,745,207
Perdagangan Besar Dan Eceran
1,289 53,719,500,000 47,888,578,538
Perikanan 190 6,163,000,000 5,536,416,307
Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan
428 13,131,000,000 11,506,351,631
Real Estate, Usaha Persewaan, Dan Jasa Perusahaan
70 4,700,000,000 3,413,163,759
Transportasi, Pergudangan Dan Komunikasi
184 6,630,000,000 5,447,392,653
Jumlah 3,125 119,492,500,000 105,654,034,500
Sumber: Sistem Informasi Kredit Program – SIKP (data diolah)
Tabel 2.4 Penyaluran KUR di Papua Barat per Penyalur s.d Triwulan I 2020
Nama Bank Debitur Penyaluran
(Rp) Outstanding
(Rp)
Bank Bukopin 4 1,950,000,000 941,681,737
Bank Central Asia
2 150,000,000 146,880,745
Bank Mandiri 105 7,941,000,000 7,901,000,000
Bank Negara Indonesia
51 8,335,000,000 8,110,295,200
Bank Rakyat Indonesia
2,873 93,052,500,000 80,750,934,300
BPD Papua 89 8,039,000,000 7,778,242,518
BRI Syariah 1 25,000,000 25,000,000
Jumlah 3,125 119,492,500,000 105,654,034,500
Sumber: Sistem Informasi Kredit Program – SIKP (data diolah)
BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020
11
Pemulihan perekonomian Papua Barat akan
membutuhkan lebih banyak waktu mengingat
kapasitas SDM relatif kurang memadai
sehingga penyesuaian kebijakan anggaran
pemerintah tidak dapat dilaksanakan secara
optimal.
Berdasarkan trend dua tahun terakhir (2018 -
2019) dan ditambah dengan upaya pemulihan
perekonomian yang terdampak pandemi, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian
realisasi APBN di Papua Barat, dapat diperkirakan
realisasi pendapatan APBN akan terkoreksi
menjadi sebesar Rp2.102,39 miliar (72,5 persen)
dan belanja APBN sebesar Rp24.857,17 (83,5
persen). Sehingga pada akhir tahun 2019, realisasi
APBN lingkup Provinsi Papua Barat diperkirakan
terjadi defisit sebesar –Rp22.754,78 miliar.
Perkembangan dan Analisis APBD
BAB
III
Anak-anak kecil bermain dengan riang gembira di wilayah Raja Ampat
#DJPbKawalAPBN
PENDAPATAN
BELANJA
Perkembangan dan Analisis APBD
BAB
III
591,7 M
60 M
332,6 M
33,9 M
155,6 M
38,9 M
PAD
1,96 T TRANSFER
PENDAPATAN LAIN-LAIN
PEGAWAI
BANSOS
BARANG DAN JASA
MODAL
2,15 T
#DJPbKawalAPBN
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan I 2020 12
aerah dalam rangka pelaksanaan
pembangunan membutuhkan pendanaan
yang bersumber dari penerimaan daerah.
Sumber penerimaan daerah untuk saat ini lebih
didominasi oleh penerimaan dana transfer dari
pemerintah pusat, sehingga ke depan secara
bertahap diharapkan terjadi peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semua pengeluaran
untuk pembangunan daerah dan sumber dana yang
diperlukan tertuang dalam dokumen Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagai
sebuah rencana keuangan tahunan pemerintah
daerah, APBD merupakan instrumen kebijakan
fiskal dalam meningkatkan pelayanan umum dan
kesejahteraan masyarakat. Dalam merencanakan
sumber pendapatan dan alokasi belanja,
pemerintah daerah harus melihat kebutuhan riil
masyarakat berdasarkan
potensi daerah dengan
berorientasi pada
kepentingan/skala prioritas
pembangunan. Selain itu,
APBD merupakan salah satu
pendorong (key leverage)
bagi pertumbuhan ekonomi
daerah untuk mewujudkan
masyarakat yang sejahtera,
mandiri, dan berkeadilan.
Secara total, target
pendapatan APBD tahun
2020 seluruh pemerintah
daerah di Papua Barat
mengalami penurunan,
sedangkan pagu belanja
mengalami peningkatan
kenaikan. Pendapatan APBD
Papua Barat tahun 2020
ditargetkan sebesar
Rp25.175,58 miliar atau
turun 12,34 persen dari
tahun sebelumnya.
Peningkatan tersebut
disebabkan terjadinya
kenaikan yang cukup
signifikan pada target
Pendapatan Asli Daerah dan
Pendapatan Transfer.
Sementara itu, pagu belanja APBD tahun 2020
mencapai Rp25.800,56 miliar atau naik 14,37
persen. Peningkatan tersebut dikarenakan terdapat
kenaikan yang cukup signifikan pada pagu belanja
pegawai, belanja bunga, belanja hibah dan bantuan
keuangan. Penyebabnya, antara lain adanya
rencana penambahan jumlah PNS pada tahun 2020
sehingga perhitungan pembayaran gaji pokok
mengalami kenaikan. Di samping itu, terdapat
rencana pemberian hibah dari pemerintah provinsi
kepada beberapa pemerintah kabupaten/kota.
Adapun total realisasi pendapatan APBD seluruh
pemerintah daerah di Papua Barat sampai dengan
triwulan I 2020 mencapai Rp2.154,39 miliar atau
8,56 persen dari target. Sementara itu, realisasi
D
Tabel 3.1 Pagu dan Realisasi APBD Seluruh Pemda Papua Barat
s.d Triwulan I 2020 dan Triwulan I 2019 (miliar Rupiah)
URAIAN Pagu 2019 Realisasi Pagu 2020 Realisasi
PENDAPATAN 28,718.89 3,830.44 25,175.58 2,154.39
Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1,203.11 486.42 1,239.84 155.56
Pajak Daerah 566.67 213.49 642.53 107.31
Retribusi Daerah 88.47 9.18 133.38 4.37
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
86.68 0.05 51.78 -
Lain-lain PAD yang Sah 461.29 263.70 412.15 43.88
Pendapatan Transfer 26,394.90 3,171.05 23,043.09 1,959.91
Dana Bagi Hasil (DBH) 9,362.23 658.60 3,557.15 473.37
Dana Alokasi Umum (DAU) 8,311.50 2,348.97 8,593.85 1,410.08
Dana Alokasi Khusus (DAK) 2,679.17 74.51 2,542.79 69.38
Dana Desa 1,516.92 39.49 605.03 -
Dana Insentif Daerah (DID) 239.18 11.30 267.75 -
Dana Penyesuaian dan Otsus 3,771.92 1.13 18.75 -
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
337.43 1.66 6,918.85 -
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya
176.55 35.39 302.20 7.08
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah 1,120.88 172.97 236.71 38.92
Pendapatan Hibah 183.90 - 892.66 38.92
Pendapatan Lainnya 936.98 172.97 84.34 -
BELANJA DAN TRANSFER 22,559.82 1,635.57 25,800.56 1,466.68
Belanja Pegawai 5,279.15 721.43 6,051.64 591.72
Belanja Bunga 9.20 8.66 69.56 14.89
Belanja Subsidi 21.13 7.24 20.26 7.29
Belanja Hibah 994.37 145.42 1,602.48 404.00
Belanja Bantuan Sosial 532.18 97.09 339.17 60.42
Belanja Tidak Terduga 25.72 1.67 70.37 7.07
Belanja Barang dan Jasa 5,737.97 446.61 5,788.37 332.61
Belanja Modal 5,990.50 86.08 6,080.48 33.99
Transfer Bantuan Keuangan 3,969.60 121.37 5,778.23 14.68
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020
13
belanja mencapai Rp1.466,68 miliar atau 5,68
persen dari target.
A. PENDAPATAN DAERAH
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,
pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang
diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Pendapatan Transfer dan Lain-Lain
Pendapatan Daerah yang Sah.
A.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PAD merupakan pendapatan yang diperoleh
daerah yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Besaran PAD dalam postur APBD
merupakan indikator kemandirian daerah.
Komponen PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.
Target PAD seluruh pemerintah daerah Papua
Barat tahun 2020 sebesar Rp1.239,86 miliar atau
naik 3,05 persen dari tahun sebelumnya yang
berjumlah Rp1.203,11 miliar. Sampai dengan
triwulan I 2020, realisasi PAD seluruh pemerintah
daerah Papua Barat sebesar Rp155,56 miliar atau
12,55 persen dari target. Realisasi masing-masing
komponen PAD yaitu pajak daerah mencapai 16,7
persen, retribusi daerah mencapai 3,28 persen,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
belum memiliki realisasi, sedangkan lain-lain PAD
yang sah mencapai 10,65 persen.
A.1.1 Pajak Daerah
Sampai dengan triwulan I 2020, total realisasi
penerimaan pajak daerah seluruh pemerintah
daerah Papua Barat sebesar Rp107,31 miliar.
Pemerintah daerah yang memiliki realisasi
penerimaan pajak daerah terbesar yaitu
Pemerintah Provinsi Papua Barat mencapai
Rp78,99 miliar dengan penyumbang terbesar
berasal dari penerimaan pajak bahan bakar
kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan
bermotor. 1,203.11 1,239.84
486.42
155.56
0.00
300.00
600.00
900.00
1,200.00
2019 2020
Grafik 3.1Target dan Realisasi PAD Seluruh Pemda Papua Barat s.d
Triwulan I 2020 dan Triwulan I 2019 (miliar Rupiah)
Target Realisasi
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
642.53
133.38
51.78
412.15
107.31
4.3743.88
16.7%
3.3%0.0%
10.6%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0.00
100.00
200.00
300.00
400.00
500.00
600.00
700.00
Pajak Daerah Retribusi Daerah KekayaanDaerah
Dipisahkan
Lain-lain PADyang Sah
Grafik 3.2Total Pagu dan Realisasi per Jenis PAD Seluruh Pemda Papua Barat
s.d Triwulan I 2020 (miliar Rupiah, persen)
Pagu Realisasi %
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
78.99
13.0010.52
2.14 1.06 0.59 0.56 0.26 0.15 0.030.004
0.001 - -0
20
40
60
80
Pro
vin
si
Ko
ta S
oro
ng
Man
ok
war
i
Soro
ng
Fak
fak
Raj
a A
mp
at
Tel
uk
Wo
nd
ama
Soro
ng
Sela
tan
Kai
ma
na
Tam
bra
uw
Pe
gun
un
gan
Arf
ak
May
bra
t
Tel
uk
Bin
tun
i
Man
ok
war
i Se
lata
n
Grafik 3.3Realisasi Pajak Daerah per Pemda di Papua Barat
s.d Triwulan I 2020 (miliar Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan I 2020 14
A.1.2 Retribusi Daerah
Total realisasi penerimaan retribusi daerah seluruh
pemerintah daerah di Papua Barat sampai dengan
triwulan I tahun 2020 mencapai Rp4,37 miliar.
Daerah yang memiliki realisasi penerimaan
retribusi daerah terbesar yaitu Kota Sorong
mencapai Rp1,25 miliar.
A.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan seluruh pemerintah daerah di Papua
Barat sampai dengan triwulan I tahun 2020 sama
sekali belum memiliki realisasi. Semua pemerintah
daerah di Papua Barat belum mampu mengambil
hasil dari pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan sebagai pendapatan asli daerah.
A.1.4 Lain-Lain PAD yang Sah
Sampai dengan triwulan I tahun 2020 total
penerimaan Lain-lain PAD yang Sah seluruh
pemerintah daerah di Papua Barat sebesar Rp43,87
miliar. Daerah yang memiliki realisasi tertinggi
penerimaan lain-lain PAD yang sah yaitu
Pemerintah Provinsi Papua Barat mencapai
Rp20,42 miliar.
A.2 Pendapatan Transfer
Total target pendapatan transfer seluruh
pemerintah daerah Papua Barat tahun 2019
sebesar Rp23.043,09 miliar atau turun 12,7 persen
dari tahun sebelumnya yang berjumlah Rp28.394,9
miliar. Dari seluruh komponen pendapatan
transfer, porsi terbesar yaitu DAU sebesar
Rp8.593,85 miliar atau 37,3 persen dari total
pendapatan transfer. Kondisi tersebut
mengindikasikan bahwa di Papua Barat tingkat
ketergantungan pemerintah daerah terhadap
pemerintah pusat sangat tinggi. Keadaan ini patut
diwaspadai mengingat pengalaman sebagian besar
daerah yang memiliki ketergantungan tinggi pada
dana transfer akan lebih memilih status quo
terhadap penerimaan dari pemerintah pusat
(Inanga dan Wusu, 2004).
Sampai dengan triwulan I 2020, realisasi
pendapatan transfer seluruh pemerintah daerah
Papua Barat mencapai Rp1.959,91 miliar.
Pemerintah daerah yang memiliki realisasi terbesar
yaitu Provinsi Papua Barat sebesar Rp532,9 miliar.
1,247.29
1,162.76 672.72
524.81
345.51
251.25
110.79
52.27
0.80
-
-
-
-
-
0 500 1,000
Kota Sorong
Papua Barat
Fakfak
Manokwari Selatan
Manokwari
Teluk Wondama
Sorong
Raja Ampat
Sorong Selatan
Teluk Bintuni
Kaimana
Maybrat
Tambrauw
Pegunungan Arfak
Grafik 3.4Realisasi Retribusi Daerah per Pemda di Papua Barat
s.d Triwulan I 2020 (juta Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
20.42
7.53
6.89
2.03
1.92
1.66
1.22
0.56
0.51
0.44
0.31
0.20
0.17
-
0 5 10 15 20 25
Provinsi
Fakfak
Manokwari…
Maybrat
Sorong Selatan
Kota Sorong
Pegunungan Arfak
Sorong
Raja Ampat
Kaimana
Manokwari
Tambrauw
Teluk Wondama
Teluk Bintuni
Grafik 3.5Realisasi Lain-Lain PAD yang Sah per Pemda di Papua Barat
s.d Triwulan I 2020 (miliar Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak23,9%
Dana Alokasi Umum 37.3%
Dana Alokasi Khusus 11.0%
Dana Desa + DID; 3.8%
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 30.1%
Grafik 3.6Komposisi Komponen Pendapatan Transfer Pemerintah Daerah
di Papua Barat Tahun 2020 (persen)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020
15
A.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Sampai dengan triwulan I 2020, total realisasi Lain-
Lain Pendapatan Daerah yang Sah seluruh
pemerintah daerah di Papua Barat mencapai
Rp38,92 miliar. Pemerintah daerah yang memiliki
realisasi terbesar yaitu Kab. Teluk Bintuni sebesar
Rp26,23 miliar.
B. BELANJA DAERAH
Total pagu belanja daerah tahun 2020 seluruh
pemerintah daerah di Papua Barat mencapai
Rp25.800,56 miliar. Berdasarkan jenisnya, belanja
daerah dengan porsi terbesar yaitu belanja modal
dengan kontribusi sebesar 30,4 persen dan belanja
pegawai sebesar 30,2 persen. Sementara itu, porsi
belanja barang mencapai 28,9 persen.
Sampai dengan triwulan I 2020, total realisasi
belanja daerah di Papua Barat relatif masih rendah
yaitu sebesar Rp1.446,68 miliar atau 5,68 persen
dari total pagu. Untuk realisasi belanja daerah
tertinggi yaitu belanja pegawai sebesar Rp591,72
miliar, belanja hibah sebesar Rp404 miliar, dan
belanja barang dan jasa sebesar Rp332,61 miliar.
Sementara itu, belanja modal baru terealisasi
sebesar Rp33,99 miliar.
C. PROGNOSIS REALISASI APBD SAMPAI
DENGAN AKHIR TAHUN 2019
Sampai dengan akhir tahun 2020, diperkirakan
terdapat beberapa faktor utama yang
mempengaruhi pencapaian realisasi pendapatan
dan belanja daerah di Papua Barat, yaitu:
Perekonomian lokal diperkirakan akan
terganggu dengan terbatasnya mobilitas
manusia sejalan dengan kebijakan
penanggulangan pandemi;
Rentannya perekonomian domestik terhadap
resesi membuat pemerintah pusat melakukan
penyesuaian APBN sehingga akan berdampak
pada perubahan besaran dana TKDD yang
berpengaruh pada APBD secara keseluruhan;
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) relatif
rendah dari target yang ditetapkan karena
tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap
sumber daya alam (raw material), sedangkan
pasar komoditi internasional diperkirakan
berada pada harga terendah dalam sepuluh
tahun terakhir;
- - - - - - - - - - 0.27 0.65
11.76
26.23
0
5
10
15
20
25
30
Pap
ua
Bar
at
Fa
kfa
k
Ma
no
kw
ari
Soro
ng
Raj
a A
mp
at
Soro
ng
Se
lata
n
Tel
uk
Wo
nd
am
a
Kai
man
a
Ma
ybra
t
Peg
un
un
gan
Arf
ak
Ma
no
kw
ari
Sel
ata
n
Tam
bra
uw
Ko
ta S
oro
ng
Tel
uk
Bin
tun
i
Grafik 3.7Target dan Realisasi Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
per Pemda di Papua Barat s.d Triwulan I 2020(miliar Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
5,788.37 6,051.64 6,080.48
339.17
1,762.67
332.61 591.72 33.99 60.42
433.25
5.75%9.78%
0.56%
17.81%
24.58%
0.00%
20.00%
40.00%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
BelanjaBarang
BelanjaPegawai
BelanjaModal
BelanjaBansos
BelanjaLainnya
Grafik 3.9Pagu dan Realisasi per Jenis Belanja Seluruh Pemda di Papua
Barat s.d Triwulan I 2020 (miliar Rupiah, persen)
Pagu Realisasi %
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
Belanja Barang28.9%
Belanja Pegawai30.2%
Belanja Modal30.4%
Belanja Bansos1.7%
Belanja Lainnya
8.8%
Grafik 3.8Komposisi Belanja Pemerintah Daerah di Papua Barat
Tahun 2020 (persen)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan I 2020 16
Gagalnya sebagian besar rencana pengadaan
akibat penyesuaian belanja modal dalam APBD
akan berpengaruh terhadap belanja lainnya
Pelaksanaan APBD dalam rangka pemulihan
perekonomian Papua Barat diperkirakan
berjalan lambat karena permasalahan dalam
pengelolaan keuangan yaitu, keterbatasan
kapasitas SDM pengelola keuangan, seringnya
keterlambatan penetapan SK penunjukan/
penggantian pejabat perbendaharaan,
keterbatasan jumlah SDM sebagai panitia
pengadaan barang dan jasa, serta keterbatasan
pejabat pengadaan yang bersertifikat.
Berdasarkan trend realisasi APBD Papua Barat
pada dua tahun terakhir (2017 - 2019) dan faktor-
faktor yang mempengaruhi realisasi pendapatan
dan belanja daerah di atas, maka diperkirakan
realisasi APBD sampai dengan akhir 2020 sebagai
berikut:
Berdasarkan tabel 3.2, terlihat bahwa dengan
melihat tren realisasi pendapatan pada tahun 2017
dan 2019 yang berkisar antara 100 – 105 persen,
maka perkiraan realisasi pendapatan daerah
seluruh pemerintah daerah di Papua Barat sampai
dengan akhir tahun 2020 hanya akan mencapai
Rp22.658,02 miliar atau 90 persen. Sementara itu,
dengan melihat tren realisasi belanja tahun 2017
dan 2019 yang berkisar antara 85 - 90 persen, maka
perkiraan realisasi belanja daerah sampai akhir
tahun 2020 mencapai Rp20.640,45 miliar atau 80
persen. Sehingga pada akhir tahun 2020, realisasi
APBD lingkup Provinsi Papua Barat diperkirakan
terjadi surplus anggaran sebesar Rp2.017,57 miliar.
Tabel 3.2 Prognosis Realisasi APBD Seluruh Pemerintah Daerah Papua Barat
s.d Triwulan IV Tahun 2020
Uraian Pagu
(miliar Rp)
Realisasi s.d. Tw I 2020
Perkiraan Realisasi s.d. Tw IV 2020
Rp (miliar)
% Rp
(miliar) %
Pendapatan Daerah 25.175,58 2.154,39 8,56 22.658,02 90
Belanja dan Transfer Daerah
25.800,56 1.466,68 5,68 20.640,45 80
Surplus / Defisit 687,71 2.017,57
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
Perkembangan Anggaran Konsolidasian
BAB
IV
Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial
#DJPbKawalAPBN
PENDAPATAN KONSOLIDASIAN
BELANJA
KONSOLIDASIAN
BAB
IV
1,55 T
609,4 M
112,2 M
2,3 T
14,7 M
PAJAK
PNBP
BELANJA PEMERINTAH
TRANSFER
DEFISIT
767,3 M
2,31 T
#DJPbKawalAPBN
Perkembangan Anggaran Konsolidasian
824,9 M
TRANSFER
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020
17
A. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
KONSOLIDASIAN
Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian
(LKPK) adalah laporan yang disusun berdasarkan
konsolidasi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
dengan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
dalam periode waktu tertentu.
Target pendapatan konsolidasian Papua Barat pada
tahun 2020 sebesar Rp6.341,73 miliar. Adapun
pagu belanja konsolidasian mencapai Rp34.491,87
miliar. Sehingga pada tahun ini defisit konsolidasian
ditetapkan sebesar –Rp28.150,14 miliar. Sampai
dengan triwulan I 2020, realisasi penerimaan
pendapatan konsolidasian di Papua Barat sebesar
Rp1.546,64 miliar. Sementara itu, realisasi belanja
konsolidasian mencapai Rp2.313,96 miliar.
Sehingga pada periode ini terjadi defisit sebesar –
Rp767,32 miliar.
B. PENDAPATAN KONSOLIDASIAN
Pendapatan pemerintahan umum (General
Government Revenue) atau pendapatan
konsolidasian tingkat wilayah adalah konsolidasian
antara seluruh pendapatan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah suatu wilayah dalam satu
periode pelaporan yang sama, dan telah dilakukan
eliminasi atas akun-akun resiprokal (berelasi).
B.1 Analisis Proporsi dan Perbandingan
Pendapatan konsolidasian Papua Barat terdiri dari
pendapatan perpajakan, pendapatan bukan pajak
dan pendapatan transfer. Proporsi pendapatan
konsolidasian terbesar tahun 2020 yaitu
pendapatan perpajakan yang mencapai 60,18
persen. Sementara itu, transfer konsolidasian dan
pendapatan bukan pajak konsolidasian masing-
masing sebesar 30,99 persen persen persen dan
8,83 persen.
Adapun target pendapatan perpajakan
konsolidasian Papua Barat tahun 2020 sebesar
Rp3.816,41 miliar terdiri dari pendapatan
perpajakan pusat sebesar Rp2.576,57 miliar dan
pendapatan perpajakan daerah sebesar Rp1.239,84
miliar. Target tersebut mengalami kenaikan 25,93
persen bila dibandingkan tahun sebelumnya
sebesar Rp3.030,63 miliar, didasarkan pada asumsi
bahwa kondisi perekonomian pada tahun ini
menuju perbaikan
meskipun masih terdapat
ketidakpastian. Selain itu,
tantangan dan dinamika
yang cenderung stabil
pada harga komoditas
internasional seperti
minyak dan gas bumi turut
mempengaruhi
peningkatan target
pendapatan perpajakan
dan pendapatan bukan
pajak di Papua Barat.
Sampai dengan triwulan I
2020, realisasi pendapatan
konsolidasian sebesar
Rp1.546,64 miliar atau 13,33 persen dari target.
Realisasi tersebut terdiri dari pendapatan
pemerintah pusat sebesar Rp527,22 miliar dan
pendapatan pemerintah daerah sebesar
Rp1.019,42 miliar.
B.2 Analisis Perubahan
Bila dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya, sampai dengan triwulan I 2020 terjadi
(growth) pertumbuhan realisasi pendapatan pajak
Tabel 4.1 Pagu dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Konsolidasian Papua Barat s.d Triwulan I 2020 (miliar Rupiah)
Uraian
Pagu 2020 Realisasi Tw I 2020
Pusat Daerah Konsolidasi Pusat Daerah Konsolidasi
Pendapatan 2.899,85 25.175,58 6.341,73 527,22 2.154,39 1.546,64
Perpajakan 2.576,57 1.239,84 3.816,41 453,90 155,56 609,46
Pendapatan Bukan Pajak 323,28 236,71 559.99 73,32 38,92 112,24
Transfer - 23.043,09 1.965,33 - 1.959,91 824,94
Belanja 29.769,07 25.800,56 34.491,87 3.632,13 1.466,68 2.313,96
Belanja Pemerintah 8.691,31 20.022,33 28.713,64 847,28 1.452,00 2.299,28
Transfer 21.077,76 5.778,23 5.778,23 2.784,85 14,68 14,68
Surplus / Defisit -26.869,21 -624,98 -28.150,14 -3.104,90 687,71 -767,32
Sumber: OM-SPAN, SIKD, KPP Manokwari dan KPP Sorong (data diolah)
Sdfsdf
Uraian
2018 2019
Target 1 Thn (Miliar Rp)
Real Triw I (Miliar Rp)
% Target 1 Thn (Miliar Rp)
Real Triw I (Miliar Rp)
%
Pemda 438 61 13,93 449 213 47,57
Pusat 2.854 267 9,36 2.582 389 15,06
Konsolidasian 3.292 328 9,96 3.031 602 19,88
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020 18
konsolidasian sebesar 1,23 persen dari Rp602
miliar menjadi Rp609,46 miliar disebabkan terjadi
kenaikan pada pendapatan PPN Dalam Negeri dan
pajak penghasilan. Sementara itu, terjadi
penurunan realisasi pendapatan bukan pajak
konsolidasian yang cukup besar mencapai 78,66
persen dari Rp526 miliar menjadi hanya Rp112,24
miliar disebabkan terjadi penurunan pada realisasi
pendapatan jasa pelayanan kebandarudaraan dan
jasa pelayanan kepelabuhanan.
B.3 Analisis Kontribusi Pendapatan
Pemerintah Terhadap Perekonomian
Daerah
Pada periode triwulan I tahun 2020, PDRB Papua
Barat sebesar Rp15.450,53 miliar dengan
pertumbuhan ekonomi sebesar 5,14 persen (yoy).
Sementara itu pada periode yang sama, terjadi
pertumbuhan realisasi pendapatan konsolidasian
sebesar 1,23 persen. Berdasarkan perbedaan
antara angka pertumbuhan ekonomi dan kenaikan
pendapatan yaitu sebesar 3,91 persen [ 1,23 –
(5,14) ]. Hal ini mengindikasikan bahwa pada
triwulan I 2020 penerimaan pendapatan masih
terus berupaya dioptimalkan dari berbagai potensi
yang ada sebagai konsekuensi dari pertumbuhan
ekonomi yang mengalami kontraksi.
C. BELANJA KONSOLIDASIAN
Belanja Pemerintahan Umum (General Government
Spending) atau Belanja Konsolidasian Tingkat
Wilayah adalah konsolidasian antara seluruh
belanja Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah
suatu wilayah dalam satu periode pelaporan yang
sama, dan telah dilakukan eliminasi atas akun-akun
resiprokal (berelasi).
C.1 Analisis Proporsi dan Perbandingan
Belanja konsolidasian Papua Barat terdiri dari
belanja pemerintah dan transfer konsolidasian.
Proporsi alokasi belanja konsolidasian terbesar
tahun 2020 yaitu belanja pemerintah mencapai
83,25 persen. Sementara itu proporsi belanja
transfer mencapai 16,75 persen.
Sampai dengan triwulan I 2020, realisasi belanja
konsolidasian Papua Barat sebesar Rp2.313,96
miliar atau 6,7 persen dari pagu. Dari nilai
tersebut, realisasi belanja pemerintah dan transfer
masing-masing mencapai Rp2.299,28 miliar
(99,37 persen) dan Rp14,68 miliar (0,63 persen).
Jika dilihat per jenis belanja, sampai dengan
triwulan I 2020, tingkat realisasi belanja
konsolidasian tertinggi yaitu belanja lain-lain dan
belanja bantuan sosial masing-masing mencapai
24,41 persen dan 18,1 persen. Sementara itu
realisasi belanja modal konsolidasian terlihat
belum optimal yang baru mencapai 2,01 persen,
sehingga diperlukan akselerasi untuk
merealisasikan belanja tersebut sampai dengan
berakhirnya tahun anggaran. Adapun belanja
pegawai dan belanja barang masing-masing
sebesar 12,10 persen dan 7,32 persen.
C.2 Analisis Perubahan
Pagu belanja konsolidasian tahun 2020 naik 26,22
persen dibandingkan pagu tahun sebelumnya,
yaitu dari Rp 27.326 miliar menjadi Rp34.491,87
miliar. Pagu yang naik tersebut disebabkan oleh
peningkatan kebutuhan anggaran di daerah yang
digunakan untuk membiayai program dan
kegiatan Satuan Kerja (Satker) Kementerian
Negara/Lembaga dan belanja Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) melalui Transfer ke
Daerah dan Dana Desa (TKDD).
8,047.71 8,614.08
9,931.66
344.91
1,775.28
973.41 630.83
199.32 62.43 433.29
12.10%
7.32%
2.01%
18.10%
24.41%
0%
20%
40%
-
2,500.00
5,000.00
7,500.00
10,000.00
BelanjaPegawai
BelanjaBarang
BelanjaModal
BelanjaBansos
BelanjaLain-Lain
Grafik 4.1Realisasi Belanja Konsolidasian Papua Barat per Jenis
s.d Triwulan I 2020 (miliar Rupiah, persen)
pagu realisasi %
Sumber: OM-SPAN dan SIKD (data diolah)
BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020
19
C.3 Analisis Kontribusi Belanja Pemerintah
Terhadap Perekonomian Daerah
Kontribusi pemerintah terhadap perekonomian
daerah dapat dijelaskan melalui Teori
Perpotongan Keynesian (Keynesian Cross Theory).
Menurut teori tersebut, salah satu variabel yang
berpengaruh terhadap pencapaian output (Y)
yaitu belanja pemerintah (government spending).
Kenaikan belanja pemerintah akan mendorong
output menjadi lebih besar dimana ekuilibrium
bergerak dari titik A ke titik B dan output
meningkat dari Y1 ke Y2 (Mankiw, 2013).
Gambar 4.1
Pengaruh Kenaikan Belanja Pemerintah terhadap Output Menurut Perpotongan Keynesian
(Sumber: Mankiw, 2013)
Nilai output dihitung dengan menjumlahkan
pengeluaran aggregat yaitu pengeluaran
konsumen, pengeluaran investasi, pembelian
pemerintah untuk barang dan jasa, serta ekspor
dikurangi impor (net export) yang ditunjukan
dengan persamaan sebagai berikut:
Y = C + I + G + (X – M)
Nilai output suatu daerah diwujudkan dalam
bentuk PDRB. Kontribusi pemerintah terhadap
PDRB dilihat dari sisi belanja, dihitung dengan cara
membandingkan nilai belanja pemerintah
terhadap PDRB. Sedangkan jika dilihat dari sisi
investasi, kontribusi pemerintah terhadap PDRB
dihitung dengan cara membandingkan nilai
belanja modal terhadap PDRB. Hal ini sebagaimana
terlihat pada tabel 4.2.
Sampai dengan triwulan I 2020, kontribusi belanja
pemerintah konsolidasian terhadap PDRB Papua
Barat sebesar Rp2.313,96 miliar / Rp15.450,53
milliar = 14,98 persen. Adapun kontribusi
investasi pemerintah terhadap PDRB sebesar
Rp199,32 miliar / Rp15.450,53 miliar = 1,29
persen. Kondisi tersebut menunjukan bahwa
kontribusi belanja pemerintah, baik pemerintah
pusat dan daerah cukup signifikan terhadap
perekonomian Papua Barat.
Tabel 4.2 Kontribusi Belanja Pemerintah Terhadap Perekonomian
Papua Barat s.d Triwulan I 2020
Uraian Realisasi
Belanja Pemerintah (miliar Rupiah)
2.313,96
Belanja Modal (miliar Rupiah)
199,32
PDRB (miliar Rupiah)
15.450,53
Kontribusi Pengeluaran Pemerintah terhadap PDRB (persen)
14,98
Kontribusi Belanja Modal terhadap PDRB (persen) 1,29
Sumber: OM-SPAN, SIKD, BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)
450
A
B
∆G
E2 = Y2
E1 = Y1
Pengeluaran Aktual
Output, Y
∆Y
Pengeluaran yang Direncanakan
Pengeluaran, E
Y2 Y ∆Y
Isu / Berita Regional Terpilih
BAB
V
Eksotisme Hiu di Taman Nasional Teluk Cendrawasih
#DJPbKawalAPBN
TAMAN NASIONAL TELUK CENDRAWASIH
DANA DESA
PEMBIAYAAN ULTRA MIKRO
(UMI)
Isu / Berita Regional Terpilih
BAB
V
LUAS 1,45 Jt Ha
500 spesies
terumbu
karang
137 ekor
ikan hiu
paus
975
DEBITUR
3,77 M
ANGGARAN
1,56 T
1.742
DESA
#DJPbKawalAPBN
Hiu Paus
DAK FISIK
ANGGARAN
2,12 T
DAK NON FISIK
ANGGARAN
810,4 M
Taman
nasional
terluas di
Indonesia
Air panas
dalam laut
dan danau
tengah laut
BAB V ISU / BERITA REGIONAL TERPILIH
Kajian Fiskal Regional
Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020 20
A. PENGEMBANGAN TAMAN NASIONAL TELUK
CENDRAWASIH
Dalam rangka mempercepat pembangunan
ekonomi nasional, yang didorong oleh kemandrian
daerah dalam mengembangkan potensi yang
dimiliki, diperlukan penyiapan kawasan yang
memiliki keunggulan geoekonomi dari aspek
parwisata. Kawasan tersebut diwujudkan dalam
sebuah taman nasional dengan batas pemanfaatan
tertentu yang ditetapkan untuk menjaga ekosistem
wilayah. Sejak tahun 2002, Teluk Cenderawasih
telah ditetapkan sebagai taman nasional laut
dengan luas kawasan mencapai 1,45 juta hektar,
dan menjadi taman nasional terluas di Indonesia.
Dengan penetapan status ini, segala sesuatu yang
berada di wilayah Taman Nasonal Teluk
Cenderawasih (TNTC) harus sesuai dengan
ketentuan peraturan.
Teluk Cenderawasih sudah sejak lama menjadi
surga bagi terumbu karang dan biota laut yang
beraneka ragam. Posisi Teluk Cenderawasih yang
menjorok ke daratan bagaikan cekungan raksasa
yang menyimpan kekayaan laut yang tumbuh di
dalamnya. Teluk yang berada persis di leher ”kepala
burung” Pulau Papua ini bentuknya menyerupai
mangkuk yang menampung perairan dalam di
bagian tengahnya dan perairan dangkal di bagian
tepinya.
Berdasarkan peta geologi dasar laut, titik terdalam
di teluk itu berada pada kedalaman sekitar 1.500
meter di bawah permukaan laut. Selebihnya
merupakan perairan dangkal dengan kedalaman
berkisar 200-500 meter di bawah permukaan laut.
Massa air laut Teluk Cendrawasih masih
terpengaruh massa air dari Samudra Pasifik, tetapi
kehadiran gugus kepulauan membuat air di Teluk
Cenderawasih cenderung lebih hangat, berarus
kecil, dan tenang. Dengan tipe perairan seperti itu,
Teluk Cenderawasih memiliki sejumlah kekhasan
ekosistem bernilai tinggi yang lebih beragam dari
perairan Raja Ampat, untuk dapat dimanfaatkan
dengan optimal.
Salah satu obyek yang menjadi daya tarik di TNTC
adalah ikan hiu paus (rhincodon typus). Hampir
setiap hari megafauna ini dapat dilihat di sekitar
Kwatisore, kawasan TNTC. Hiu paus yang terpantau
di wilayah TNTC setidaknya ada 137 ekor (WWF,
2016). Ikan raksasa ini jarang terlihat di wilayah
Raja Ampat. Hal lain yang juga menjadi kekhasan
TNTC adalah terumbu karang. Berdasarkan
penelitian World Wide Fund for Nature (WWF)
Indonesia disebutkan, TNTC memiliki tutupan
terumbu karang yang luas dengan kualitas terbaik
di dunia. Berdasarkan catatan WWF, pada 2016
dilakukan survei yang melibatkan ahli terumbu
karang dunia dan menemukan lebih dari 500
spesies terumbu karang, termasuk 14 spesies baru,
di perairan Teluk Cenderawasih. Pulau Purup dan
Selat Numamurang adalah lokasi dengan
keanekaragaman hayati terbanyak yang pernah
dicatat di seluruh dunia.
Wilayah Teluk Cenderawasih memiliki status
terumbu karang yang mayoritas (sekitar 58 persen)
dalam kondisi baik, bahkan 8 persen lainnya sangat
baik. Sisanya, dalam kondisi cukup baik (LIPI,
2017). Kondisi terumbu tersebut ditopang oleh
kondisi kawasan pesisir pantai yang masih terjaga
kelestariannya, hutan mangrove yang masih kokoh
membentengi pulau, padang lamun yang subur,
hingga hutan belantara yang masih terjaga
keasliannya. Dukungan kondisi alam tersebut
membuat perairan di Teluk Cendrawasih mampu
menangkap sedimen dan menahan arus serta
gelombang yang membuat kondisi terumbu karang
berada dalam kondisi yang baik.
Gambar 5.1
Kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih
BAB V ISU / BERITA REGIONAL TERPILIH
Kajian Fiskal Regional
Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020
21
Di wilayah TNTC ini setidaknya ada 80 kampung
dan desa yang sebagian besar penduduknya
bermata pencarian sebagai nelayan dan petani.
Sekitar 30.000 jiwa bermukim di wilayah taman
nasional laut tersebut. Hal ini menyebabkan hasil
laut berperan penting bagi kelangsungan hidup
masyarakat di sekitarnya. Alat tangkap, terutama
perahu, yang digunakan masih sederhana.
Mayoritas nelayan di sini menggunakan perahu
tanpa motor. Perahu bermotor, baik motor tempel
atau ketinting, berkisar 200 unit. Pada 2016, massa
ikan fungsional, seperti ikan kakatua dan baronang,
meningkat hingga kisaran lebih dari 350 kilogram
per hektar dari sebelumnya yang kurang dari 200 kg
per hektar pada 2011. Jenis ikan ini juga meningkat
massanya di zona pemanfaatan dengan kisaran
sekitar 100 kg per hektar (WWF, 2016). Ikan
ekonomi penting, seperti ikan jambian dan kerapu,
juga turut meningkat massanya di zona inti, yakni
hingga lebih dari 200 kg per hektar dari sebelumnya
yang hanya berkisar 100 kg per hektar.
Di dalam TNTC, perairan laut adalah kawasan
terluas yang mencapai hampir 90 persen dari
seluruh total luas kawasan. Kawasan daratan pulau-
pulau dan pesisir hanya sekitar 4,6 persen. Sisanya
sekitar 5,5 persen adalah kawasan terumbu karang.
Bentukan alam seperti ini secara tidak langsung
menempatkan laut sebagai kawasan utama yang
disuguhkan bagi para pengunjung taman nasional.
Tak salah apabila menyelam atau diving menjadi
salah satu kegiatan andalan sektor wisata di wilayah
TNTC. Semua tempat yang biasa dikunjungi
wisatawan di TNTC selalu menyuguhkan titik-titik
yang menarik untuk menyelam dan snorkeling.
Sinar matahari mampu menerobos hingga
kedalaman sekitar 30 meter dari permukaan laut
sehingga mampu menerangi keindahan
pemandangan bawah air.
Setidaknya ada lima pulau yang biasa dikunjungi
wisatawan minat khusus, yaitu Pulau Rumberpon,
Nusrowi, Mioswaar, Yoop dan perairan Windesi,
serta Pulau Roon. Ada juga obyek air terjun dan air
panas alami yang menyatu dengan air laut, seperti
yang ada di Pulau Mioswaar. Khusus di perairan
Windesi dan Pulau Yoop, pengunjung dapat melihat
atau berenang bersama dengan ikan-ikan hiu paus.
Pengunjung kawasan TNTC relatif masih sangat
sedikit. Pada 2019, pengunjung yang mengurus
surat izin masuk kawasan konservasi (Simaksi)
mencapai 6.222 orang dengan total penerimaan
sekitar Rp732,9 juta. Relatif sedikitnya kunjungan
ini salah satunya karena terbatasnya akses
Gambar 5.3
Potensi Wisata Taman Nasional Teluk Cendrawasih
Gambar 5.2
Kondisi Terumbu Karang Taman Nasional Teluk Cendrawasih
BAB V ISU / BERITA REGIONAL TERPILIH
Kajian Fiskal Regional
Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020 22
transportasi dan akomodasi penginapan. Akses
menuju lokasi harus menggunakan kapal perahu
motor atau speed boat yang relatif masih terbatas
dan berbiaya cukup mahal. Penginapan dengan
pelayanan cukup bagus juga hanya ada satu di
wilayah Kwatisore sehingga wajar jika pengunjung
TNTC masih sangat terbatas. Akses dan akomodasi
yang masih sangat minim membutuhkan semangat
petualang yang besar dan tentu saja ditopang biaya
yang besar pula. Namun, jika akses kian mudah
serta akomodasi yang kian banyak, bukan tidak
mungkin kawasan TNTC akan berkembang menjadi
magnet wisata andalan di wilayah Papua Barat dan
mampu bersaing dengan Raja Ampat.
B. PERANAN PEMBIAYAAN ULTRA MIKRO
(UMI) TERHADAP UMKM
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki
peranan yang penting dalam perekonomian.
Perannya menjadi vital karena mampu bertahan
dari guncangan ekonomi (Wengel and Rodriguez,
2006, dan Funabashi, 2013). Ditambah lagi, UMKM
lebih mampu bertahan dari krisis dibandingkan
perusahaan besar dan merespon lebih cepat/
fleksibel terhadap perubahan yang terjadi di luar
(Berry et al., 2001).
Berry et al. (2002) mengemukakan bahwa UMKM
dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru
sehingga mampu mengurangi tingkat
pengangguran. Data Kementerian Koperasi dan
UKM pada tahun 2019 menunjukan bahwa jumlah
UMKM di Indonesia sebanyak 58,97 juta. Dari
jumlah tersebut, UMKM mampu menyerap 116,67
juta tenaga kerja dan memberikan kontribusi
terhadap PDB sebesar Rp 7.704,63 triliun atau
setara 60% dari total PDB.
Di samping kelebihan yang dimilikinya, UMKM
memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya
keuangan, membayar suku bunga yang lebih tinggi,
dan kelemahan lainnya (Bourletidis and
Triantafyllopoulos, 2014). Oleh karena itu,
Chittithaworn, et al. (2011) menyarankan adanya
bantuan berupa pembiayaan bagi UMKM. Khan
(2015) menambahkan pentingnya peran lembaga
keuangan bagi pertumbuhan usaha UMKM.
Di Indonesia, permasalahan utama yang dihadapi
UMKM yaitu sulitnya mendapat akses pembiayaan
dari perbankan. Sehingga dari sisi ini, pemerintah
hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Diantara program yang saat ini dijalankankan
pemerintah untuk membantu UMKM yaitu program
KUR. Program ini merupakan pembiayaan kredit
yang berasal dari lembaga perbankan dimana
pemerintah membantu melalui pemberian subsidi
bunga. Pemerintah menanggung selisih antara
tingkat bunga yang diterima perbankan dan bunga
yang dibebankan kepada penerima KUR.
Pemerintah menyadari bahwa implementasi
penyaluran KUR sampai dengan saat ini belum
mampu mencapai target yang diharapkan karena
banyaknya calon nasabah potensial KUR yang tidak
memenuhi studi kelayakan perbankan
(unbankable). Oleh karena itu, pemerintah telah
menggagas skema baru penyaluran kredit kepada
UMKM yang disebut program Pembiayaan Ultra
Mikro (Ultra Micro Finance – UMi) dengan
karakteristik nasabah unbankable tetapi memiliki
kelayakan usaha, diantara indikatornya yaitu
tingkat keuntungan (profitability) dan
kesinambungan usaha (sustainability). Pembiyaan
UMi merupakan penyediaan dana yang bersumber
dari Pemerintah atau bersama dengan Pemerintah
Daerah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas
pembiayaan kepada UMKM.
Berbeda dengan KUR, yang agen penyalurnya
adalah perbankan, untuk UMi sebagai agen
penyalurnya adalah Lembaga Keuangan Bukan
Bank (LKBB), seperti PT Pegadaian, PT Permodalan
Nasional Madani (PNM), dan PT Bahana Artha
Ventura (BAV). Prinsip dasar dari pembiayaan UMi
diantaranya (1) Pemberdayaan dan penajaman
(empowerment and enhacement) lembaga penyalur
yang sudah ada, (2) pendampingan kepada nasabah
(end user) dan (3) fokus pada produk pembiayaan
yang telah berhasil sehingga tidak menguji coba
atau membuat produk pembiayaan baru. Dalam
rangka pelaksanaan UMi, pemerintah daerah dapat
memberikan kontribusi dalam melakukan sharing
pendanaan untuk percepatan pembangunan di
daerah pada umumnya dan secara khusus
meningkatkan kesempatan usaha bagi UMKM.
BAB V ISU / BERITA REGIONAL TERPILIH
Kajian Fiskal Regional
Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020
23
Sebagai komplemen dari program KUR, penyaluran
UMi di Papua Barat bisa dikatakan belum maksimal.
Hal ini tercermin dari jumlah penyaluran UMi
sampai dengan triwulan I 2020 hanya mencapai
Rp343,6 juta dengan jumlah debitur sebanyak 57
orang. Ke depannya perlu akselerasi program
pembiayaan UMi di Papua Barat yang melibatkan
banyak pihak terutama peran dari penyalur dan
pemerintah daerah.
Untuk wilayah Papua Barat, terdapat 4 (empat)
lembaga penyalur pembiayaan UMi yaitu PT
Permodalan Nasional Madani (PT PNM), PT
Pegadaian dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah
(KJKS) BMT Nuansa Umat, serta Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) Tamzis
Bina Utama. Sampai dengan triwulan I 2020,
penyaluran pembiayaan UMi terbesar dilakukan
oleh PT Pegadaian mencapai Rp1,91 miliar dengan
jumlah penerima sebanyak 276 debitur. Adapun PT
PNM menyalurkan pembiayaan UMi sebesar Rp1,86
miliar dengan nasabah yang lebih banyak mencapai
697 debitur. Sementara itu KJKS BMT Nuansa Umat
dan KSPPS Tamzis Bina Utama masing-masing
menyalurkan sebesar Rp4 juta kepada 1 debitur,
dan sebesar Rp1 juta juga kepada 1 orang nasabah.
Jika dilihat per daerah, sampai dengan triwulan I
2020 dari 13 kabupaten/kota di Provinsi Papua
Barat, pembiayaan UMi hanya disalurkan pada 9
daerah. Penyaluran pembiayaan UMi tertinggi yaitu
Kab Sorong sebesar Rp2,74 miliar dengan nasabah
mencapai 855 debitur. Adapun penyaluran
terendah yaitu Kab. Teluk wondama sebesar Rp5
juta untuk 1 (satu) orang debitur.
C. KONTRIBUSI DANA DESA, DAK FISIK DAN
DAK NON FISIK BAGI PEMBANGUNAN
DAERAH
Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU)
Nomor 22 Tahun 1999 (sebagaimana diubah
menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004) tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun
1999 (sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terjadi
perubahan mendasar dalam sistem pemerintahan
daerah di Indonesia dengan titik berat
pembangunan daerah berada pada tingkat
kabupaten/ kota. Salah satu perubahan yang terjadi
adalah diimplementasikannya desentralisasi fiskal
yang lebih luas bagi daerah. Arah dari kebijakan
desentralisasi diharapkan dapat menghindari
inefisiensi dari perekonomian (Prud’homme, 1995).
Desentralisasi fiskal menurut Davey (2003)
merupakan pembagian kewenangan belanja dan
pendapatan antar tingkat pemerintahan. Dari sisi
belanja, kewenangan desentralisasi didasarkan
kepada prinsip agar pengalokasian sumber daya
menjadi lebih efisien dan efektif. Hal ini
diasumsikan bahwa daerah lebih mengerti
kebutuhan masyarakat sehingga pengalokasian
sumber daya menjadi lebih responsif dalam
menjawab kebutuhan masyarakat. Adapun jika
dilihat dari sisi pendapatan, diberikannya
kewenangan desentralisasi kepada daerah
dimaksudkan agar partisipasi masyarakat untuk
mendanai pelayanan publik menjadi lebih tinggi
karena dapat merasakan langsung manfaat yang
Tabel 5.1
Penyaluran Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) Papua Barat
per Lembaga Penyalur s.d. Triwulan I 2020
Lembaga Penyalur Jumlah
Debitur
Jumlah
Penyaluran (Rp)
PT Pegadaian 276 1,905,100,000
PT Permodalan Nasional Madani (PT
PNM) 697 1,861,000,000
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)
BMT Nuansa Umat 1 4,000,000
Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah (KSPPS) Tamzis
Bina Utama
1 1,000,000
Jumlah 975 3,771,100,000
Sumber: SIKP UMi (data diolah)
2,738.50
438.60257.50
114.50 107.50 60.50 25.00 24.00 5.00
855
48 26 14 15 10 3 3 1
-
300
600
900
Soro
ng
Man
ok
war
i
Fak
fak
Ka
iman
a
Raj
a A
mp
at
Ko
ta S
oro
ng
Tl
Bin
tun
i
Sors
el
Tl
Wo
nd
am
a
0.00
1,000.00
2,000.00
3,000.00
Grafik 5.1Penyaluran Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) Papua Barat
per daerah s.d. Triwulan I 2020 (jiwa, juta Rupiah)
Penyaluran Debitur Sumber: SIKP UMi (data diolah)
BAB V ISU / BERITA REGIONAL TERPILIH
Kajian Fiskal Regional
Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020 24
dirasakan.
Sebagai bentuk penguatan desentralisasi fiskal,
dana yang diberikan kepada Provinsi Papua Barat
dalam bentuk TKDD semakin meningkat tiap tahun.
Pada tahun 2015 total TKDD seluruh pemerintah
daerah di Provinsi Barat sebesar Rp15,6 triliun.
Kemudian pada tahun 2019 nilainya mengalami
kenaikan menjadi sebesar Rp20,8 triliun atau naik
33,3 persen. Sedangkan pada tahun 2020
meningkat kembali 1,28 persen menjadi sebesar
Rp21,08 miliar.
Salah satu jenis dana transfer yang dialokasikan
kepada daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi yaitu dana desa. Dana desa
merupakan dana dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah yang diperuntukkan bagi desa
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, dan pemberdayaan
masyarakat desa. Seperti halnya dengan DAK,
secara konseptual dana desa bersifat conditional
grant, artinya penggunaan dana desa dibatasi oleh
persyaratan tertentu. Penggunaan dana desa
dilakukan sesuai prioritas penggunaan yang
ditetapkan oleh Menteri Desa PDTT dan pedoman
teknis yang ditetapkan oleh bupati.
Jumlah dana desa yang diterima seluruh
pemerintah daerah di Papua Barat mengalami
peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2015 dana
desa yang disalurkan sebesar Rp0,45 triliun.
Kemudian pada tahun 2020 nilainya mengalami
peningkatan lebih dari tiga kali lipat menjadi
sebesar Rp1,56 triliun atau naik 246,7 persen.
Pada tahun 2020, penyaluran dana desa di Papua
Barat dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap
pertama sebesar 40 persen atau Rp624,32 miliar,
tahap kedua sebesar 40 persen atau Rp624,32
miliar dan tahap ketiga sebesar sebesar 20 persen
atau Rp312,16 miliar. Dana tersebut dialokasikan
untuk 1.742 desa pada 12 pemerintah daerah.
Proses penyaluran Dana Desa dilakukan oleh
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
langsung ke Rekening Kas desa (RKD) baik itu pada
tahap I, tahap II, maupun tahap III. Sampai dengan
triwulan I 2020 total penyaluran dana desa di Papua
Barat sebesar Rp124,87 miliar (13,33 persen dari
total pagu) atau 20 persen dari alokasi pagu tahap I
dan tersebar hanya pada desa-desa di 4 kabupaten
(Fak fak, Teluk Bintuni, Manokwari, dan Teluk
Wondama).
Selain dana desa, bentuk dana transfer yang bersifat
khusus (penugasan) dan dialokasikan kepada
pemerintah daerah adalah DAK Fisik dan DAK Non
Fisik. Penyaluran DAK Fisik dan DAK Non Fisik di
15.6
19.0
16.7 16.9
20.8 21
0
7
14
21
2015 2016 2017 2018 2019 2020
Grafik 5.2Perkembangan TKDD Papua Barat Tahun 2015 - 2020
(triliun Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
0.45
1.07
1.36 1.381.52 1.56
0
0.4
0.8
1.2
1.6
2
2015 2016 2017 2018 2019 2020
Grafik 5.3Perkembangan Dana Desa Papua Barat Tahun 2015 -
2020 (triliun Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
145.30
178.78
138.52
109.87108.22
119.06
74.36
99.87
178.56
198.08
144.74
65.45
31.81
55.41
34.95
2.71
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
Ma
no
kw
ari
Soro
ng
Fa
k F
ak
Soro
ng
Sela
tan
Raja
Am
pa
t
Telu
k B
intu
ni
Telu
k W
on
da
ma
Kaim
ana
Tam
brau
w
Ma
ybrat
Peg
un
un
gan
Arfak
Ma
no
kw
ari S
elatan
Grafik 5.4Pagu dan Realisasi Dana Desa
Papua Barat s.d Triwulan I 2020 (miliar Rupiah)
Pagu Realisasi
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
BAB V ISU / BERITA REGIONAL TERPILIH
Kajian Fiskal Regional
Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020
25
Papua Barat pada tahun 2020 dilalukan dengan
memanfaatkan alokasi anggaran sebesar
Rp2.928,06 miliar yang terbagi atas Rp2.117,63
miliar pagu DAK Fisik, dan Rp810,42 miliar pagu
DAK Non Fisik.
Pada DAK Fisik, pembangunan Jalan merupakan
bidang dengan alokasi anggaran tertinggi sebesar
Rp507,17 miliar (23,95 persen). Terbesar kedua
adalah bidang kesehatan dengan alokasi sebesar
Rp467,20 miliar (22,06 persen). Sedangkan bidang
Sosial, menjadi kelompok bidang pada DAK Fisik
yang memiliki alokasi anggaran terendah sebesar
Rp0,16 miliar atau 0,01 persen dari total DAK Fisik.
Sampai dengan triwulan I 2020, DAK Fisik tercatat
belum memiliki realisasi pada semua bidang.
Sementara itu pada DAK Non Fisik yang terbagi
pada 6 kategori, alokasi terbesar diperuntukkan
untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar
Rp275,89 miliar atau 34,04 dari total pagu. Alokasi
terendah digunakan untuk pembayaran Tambahan
Penghasilan Guru PNS sebesar Rp7,87 miliar (0,97
persen). Realisasi DAK Non Fisik sampai dengan
triwulan I 2020, memiliki tingkat penyerapan
sebesar 18,35 persen atau senilai Rp148,69 miliar.
Berdasarkan tingkat penyerapan yang ada, DAK
Non Fisik pada triwulan I 2020 telah digunakan
untuk beberapa kategori, yaitu Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp59,97 miliar,
Bantuan Operasional Kesehatan dan KB sebesar
Rp88,02 miliar, serta Tambahan Penghasilan Guru
PNS sebesar Rp0,70 miliar. Keberadaan realisasi
yang hanya ada pada kategori tersebut sepanjang
triwulan I 2020 disebabkan oleh sifat
pembayarannya yang rutin dilakukan pada setiap
triwulan.
0.16
2.50
8.02
13.25
22.12
24.94
40.17
47.04
49.23
59.60
59.73
73.04
86.15
208.49
448.84
467.20
507.17
0 150 300 450
Sosial
Transportasi Laut
Industri Kecil Menengah
LHK
Pasar
Pariwisata
Irigasi
Pertanian
Kelautan dan Perikanan
Sanitasi
Perumahan dan Permukiman
Transportasi Perdesaan
Air Minum
Kesehatan dan KB
Pendidikan
Kesehatan
Jalan
Grafik 5.5Pagu dan Realisasi DAK Fisik per Bidang
Papua Barat s.d Triwulan I 2020 (miliar Rupiah)
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
7.87
15.45
32.11
225.81
253.30
275.89
0.70
88.02
59.97
0.00 300.00 600.00
Tambahan Penghasilan GuruPegawai Negeri Sipil
Bantuan OperasionalPenyelenggaraan-Pendidikan
Peningkatan Kapasitas Koperasi,Usaha Kecil, Kependudukan danPariwisata
Bantuan Operasional Kesehatandan Bantuan KB
Tunjangan Khusus dan ProfesiGuru PNSD
Bantuan Operasional Sekolah(BOS)
Grafik 5.6Pagu dan Realisasi DAK Non Fisik per Kategori
Papua Barat s.d Triwulan I 2020 (miliar Rupiah)
Realisasi Pagu
Sumber: Sistem Informasi Keuangan Daerah - SIKD (data diolah)
DAFTAR PUSTAKA
Kajian Fiskal Regional
Provinsi Papua Barat Triwulan I 2020 26
Berry, A., Rodriguez, E., and Sandee, H. (2001). Small and Medium Enterprise Dynamics In Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, Volume 3, Issue 3, 2001 . pp. 363-84.
Berry, A., Rodriguez, E., and Sandee, H. (2002).
Firm and Group Dynamics in the Small and Medium Enterprise Sector in Indonesia. Small Business Economics, 18. Pp. 141-61.
Blanchard, Oliver. (2006). Macroeconomics–
forth edition. New Jersey: Prentice Hall. Bourletidis, K., & Triantafyllopoulos, Y. (2014).
SMEs Survival in Time of Crisis: Strategies, Tactics and Commercial Success Stories. Procedia - Social and Behavioral Sciences, Vol. 148, pp. 639-644.
Chittithaworn, C., Islam, A., Keawchana, T. &
Yusuf, D. H. (2011). Factors Affecting Business Success of Small & Medium Enterprises (SMEs) in Thailand. Asian Social Science, Vol. 7 No. 5, pp. 180-190.
Davey, K. 2003. Fiscal Decentralization (dikutip
secara online pada 2 Agustus 2019 dari: http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/UNTC/UNPAN017650.pdf
Funabashi, G. (2013). Small and Medium
Enterprises under the Global Economic Crisis: Evidence from Indonesia. Asian Institute of Management Working Paper 14-012.
Inanga, E. L. & Wusu, D. (2004). Financial
Resource Base of Sub-national Governments and Fiscal Decentralization in Ghana. African Development Review. 16 (1): 72.
Khan, S. (2015). Impact of sources of finance on
the growth of SMEs: evidence from Pakistan. Decision, Vol. 42 No. 1, pp. 3-10.
Krugman, P., & Wells R. (2011). Economics-
Second Edition. London: Worth Publishers. Mankiw, Gregory N. (2013). Macroeconomi-
eight edition. London: Worth Publisher. Prud’homme, R. (1995). On the Dangers of
Decentralization. Research Observer. 10th, 201-220.
Ravallion, Martin. (1995). Growth and Poverty:
Evidence for Developing Countries in The
1990s. Economics Letters. Vol. 48 (June): 411-417.
Seyoum, B. (2009). Export-Import Theory,
Practices, and Procedures -Second Edition. New York: Routledge.
Todaro, Michael P. & Stephen C. Smith. (2003).
Economic Development- Eigth Edition, London: Pearson Education Limited.
Wengel, J., & Rodriguez, E. (2006). SME export
performance in Indonesia after the crisis. Small Business Economics, Vol. 26 No. 1, pp. 25-37.
Peraturan UU No. 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi
menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
UU No. 25 Tahun 1999 sebagaimana direvisi
menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014
Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
PMK Nomor 247/PMK.07/2015 tentang Tata
Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
112/PMK.07/2017 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Permendes Nomor 4 Tahun 2017 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017.
Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Barat
Triwulan I 2020
Halaman ini sengaja dikosongkan
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Papua Barat
Gedung Keuangan Negara (GKN) Manokwari Komplek Perkantoran Pemerintahan Provinsi Papua Barat
Jl. Brigjen Marinir (Purn) Abraham O. Atururi, Kelurahan Anday, Arfai, Kab. Manokwari
Telepon (0986) 214122 - Faksimili (0986) 214124 e-mail: [email protected]
website: djpbn.kemenkeu.go.id/kanwil/papuabarat