kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

117
2 RINGKASAN Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi Indonesia jika dibandingkan dengan praktik-praktik koperasi di berbagai negara industri maju yang menganut sistem ekonomi liberal dan kapitalistik dinilai oleh banyak kalangan masih jauh tertinggal, jalan ditempat dan cenderung tidak mau beranjak dari ketergantungan pada bantuan pemerintah, sementara organisasi koperasi di sejumlah negara maju tersebut baik di Eropa, Amerika, Canada dan beberapa negara Asia lainnya mampu bertahan, tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan lingkungan bisnis global yang terjadi. Tujuan dari kajian ini adalah untuk : (1) mengetahui prospek pengembagangan koperasi di Indonesia ditinjau dari perspektif ilmu manajemen, (2) menyusun rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam lingkungan yang berubah dengan mempertimbangkan dimensi manajemen. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metoda exsplorative study dengan kombinasi studi literatur, observasi lapangan, dan pengumpulan pendapat ahli di beberapa perguruan tinggi. Observasi telah dilakukan terhadap 9 (sembilan) koperasi di Jawa Barat dan Sumatera Utara dengan responden 18 (delapan belas) pengurus, 9 (sembilan) manajer, 9 (sembilan) karyawan dan 9 (sembilan) orang anggota. Variabel kajian meliputi, pemahaman konseptual pengurus dan manajer terhadap manajemen, proses dan fungsi manajemen, disain organisasi, sistim renumerasi, sistim karier, efisiensi usaha, dan repositioning koperasi. Kajian empiris lapangan, studi literatur, dan pengumpulan pendapat ahli terhadap variabel kajian selanjutnya dianalisis dengan teknik analisis deskriptip untuk menjawab 6 (enam) pertanyaan prospek koperasi dari disiplin ilmu manajemen bisnis, yaitu 1) apakah koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang mengalami berbagai perubahan, 2) jikalau masih relevan, mengapa koperasi dianggap belum berkembang di Indonesia, 3) apakah kondisi masyarakat indonesia seperti itu masih kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat melalui kelompok/koperasi, 4) Apakah proses pengembangan koperasi di Indonesia masih sejalan dengan teori manajemen,5) apakah berkoperasi merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan masyarakat, dan 6) bagaimana pola pengembangan koperasi di masa depan pada lingkungan yang dinamis ? Hasil kajian menunjukkan bahwa prospek koperasi dari perspektif manajemen bisnis adalah sebagai berikut: (1) Perubahan lingkungan bisnis global mendorong organisasi bisnis untuk menerapkan disiplin ilmu manajemen modern yang harus mereformulasi strategi, struktur, dan alokasi sumber daya organisasi kearah yang lebih inovatif guna menciptakan keunggulan kompetitif di pasar. Dilihat dari perspektif ini praktek manajemen yang ada di koperasi saat ini sudah jauh tertinggal dan menjadi tidak relevan dengan tuntutan perubahan, (2) Koperasi Indonesia tidak berkembang disebabkan oleh kelemahan proses manajemen yang

Upload: truongdan

Post on 31-Dec-2016

236 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

2

RINGKASAN

Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi Indonesia jika dibandingkan dengan praktik-praktik koperasi di berbagai negara industri maju yang menganut sistem ekonomi liberal dan kapitalistik dinilai oleh banyak kalangan masih jauh tertinggal, jalan ditempat dan cenderung tidak mau beranjak dari ketergantungan pada bantuan pemerintah, sementara organisasi koperasi di sejumlah negara maju tersebut baik di Eropa, Amerika, Canada dan beberapa negara Asia lainnya mampu bertahan, tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan lingkungan bisnis global yang terjadi.

Tujuan dari kajian ini adalah untuk : (1) mengetahui prospek pengembagangan koperasi di Indonesia ditinjau dari perspektif ilmu manajemen, (2) menyusun rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam lingkungan yang berubah dengan mempertimbangkan dimensi manajemen. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metoda exsplorative study dengan kombinasi studi literatur, observasi lapangan, dan pengumpulan pendapat ahli di beberapa perguruan tinggi. Observasi telah dilakukan terhadap 9 (sembilan) koperasi di Jawa Barat dan Sumatera Utara dengan responden 18 (delapan belas) pengurus, 9 (sembilan) manajer, 9 (sembilan) karyawan dan 9 (sembilan) orang anggota. Variabel kajian meliputi, pemahaman konseptual pengurus dan manajer terhadap manajemen, proses dan fungsi manajemen, disain organisasi, sistim renumerasi, sistim karier, efisiensi usaha, dan repositioning koperasi. Kajian empiris lapangan, studi literatur, dan pengumpulan pendapat ahli terhadap variabel kajian selanjutnya dianalisis dengan teknik analisis deskriptip untuk menjawab 6 (enam) pertanyaan prospek koperasi dari disiplin ilmu manajemen bisnis, yaitu 1) apakah koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia yang mengalami berbagai perubahan, 2) jikalau masih relevan, mengapa koperasi dianggap belum berkembang di Indonesia, 3) apakah kondisi masyarakat indonesia seperti itu masih kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat melalui kelompok/koperasi, 4) Apakah proses pengembangan koperasi di Indonesia masih sejalan dengan teori manajemen,5) apakah berkoperasi merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan masyarakat, dan 6) bagaimana pola pengembangan koperasi di masa depan pada lingkungan yang dinamis ?

Hasil kajian menunjukkan bahwa prospek koperasi dari perspektif manajemen bisnis adalah sebagai berikut: (1) Perubahan lingkungan bisnis global mendorong organisasi bisnis untuk menerapkan disiplin ilmu manajemen modern yang harus mereformulasi strategi, struktur, dan alokasi sumber daya organisasi kearah yang lebih inovatif guna menciptakan keunggulan kompetitif di pasar. Dilihat dari perspektif ini praktek manajemen yang ada di koperasi saat ini sudah jauh tertinggal dan menjadi tidak relevan dengan tuntutan perubahan, (2) Koperasi Indonesia tidak berkembang disebabkan oleh kelemahan proses manajemen yang

Page 2: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

3

fundamental terletak pada proses perencanaan yang tidak menggunakan kaidah kaidah perencanaan yang baik dan benar. Sebagian besar koperasi hanya berorientasi jangka pendek yang sempit, masih belum mampu menyusun rencana jangka panjang untuk mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Kondisi ini secara simultan mempengaruhi proses pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Kondisi ini menyebabkan bisnis koperasi kebanyakan gagal memberikan manfaat ekonomi yang lebih baik bagi para anggotanya dibandingkan dengan badan usaha lainnya (non koperasi), usaha koperasi bayak yang tidak sesuai dengan kepentingan anggotanya, koperasi hanya menjalankan fungsi dagang, tidak menciptakan nilai tambah, dikelola dengan tidak efisien. (3) Kondisi masyarakat indonesia dewasa ini sudah semakin realistik dan rasional akan mencari kelembagaan ekonomi yang mampu memberikan manfaat ekonomi dan sosial lebih baik. Melihat kondisi yang ada, dimana pada umumnya koperasi yang tidak mampu memberikan manfaat kepada anggotanya dipastikan tidak memiliki prospek untuk berkembang. Hanya beberapa jenis koperasi seperti koperasi simpan pinjam, koperasi kredit dan koperasi peternakan dalam beberapa tahun ke depan akan bertahan hidup. (4) Proses pengembangan koperasi baik di tataran mikro (koperasi sebagai entitas bisnis) maupun makro (kebijakan pemerintah) pada umumnya tidak sejalan dengan teori manajemen bisnis. Hanya sedikit koperasi Indonesia yang menerapkan teori manajemen bisnis dengan baik, mereka usahanya berkembang dan memiliki daya tahan terhadap tekanan persaingan. Koperasi yang dimaksud pada umumnya adalah koperasi simpan pinjam (singgle purpose) dan koperasi peternakan (singgle commodity multi purpose). Dari sudut kebijakan makro, berkembangnya bisnis simpan pinjam koperasi tidak terlepas dari ketatnya regulasi dan pembinaan pemerintah melalui penilaian kesehatan, dan standarisasi sistim pengelolaan.(5)Untuk sementara koperasi sudah mulai ditinggalkan masyarakat karena tidak mampu menghantarkan nilai dan manfaat ekonomi bagi anggotanya dan atau masyarakat yang lebih baik dibandingkan dengan para pesaingnya.

Page 3: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

4

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan baik di negara-negara Eropa Barat

sebagai tempat kelahirannya maupun di Indonesia sudah diarahkan untuk mampu

mengatasi masalah sosial ekonomi masyarakat golongan ekonomi lemah yang

kurang beruntung dalam sistem ekonomi pasar liberal kapitalistik.

Oleh banyak kalangan, lembaga koperasi diyakini sangat sesuai dengan budaya

dan tata kehidupan bangsa Indonesia dengan nilai-nilai saling kerja sama (gotong

royong), menolong diri sendiri, solidaritas, kejujuran, keterbukaan,

mengutamakan kebersamaan dan keadilan serta beberapa esensi moral positif

lainnya.

Setelah lebih dari 50 tahun keberadaannya, lembaga koperasi yang diharapkan

menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional, lembaga gerakan ekonomi

rakyat masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan karena

tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya.

Data tahun 2006, secara kuantitatif jumlah keseluruhan koperasi di Indonesia

tercatat sebanyak 138.411 unit, dengan jumlah anggota 27.042.342 orang. Dari

jumlah tersebut jumlah koperasi aktif hanya sebanyak 43.703 unit atau hanya

sekitar 31,5 persen saja. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi sebagai lembaga

sosial-ekonomi memiliki derajat kompleksitas yang lebih tinggi seperti sarat

dengan aspek kemanusiaan, sosial, budaya, ekonomi dan manajemen bisnis

dibandingkan dengan organisasi ekonomi semata yang mempengaruhi keunikan

dan kerumitan tersendiri dalam manajemennya.

Koperasi sebagai badan usaha, dalam mencapai tujuannya akan sangat

dipengaruhi baik lingkungan internal (SDM, organisasi dan kelembagaan,

Page 4: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

5

manajemen, modal, kegiatan usaha, keanggotaan, teknologi) maupun lingkungan

eksternal (sosial, politik, informasi, perekonomian, hukum dan sosial budaya) di

tingkat regional, nasional dan internasional. Perubahan pada berbagai aspek

kehidupan di era globalisasi ini di satu sisi akan merupakan tantangan dan

sekaligus peluang bagi pengembangan bisnis koperasi, tetapi di lain pihak juga

persaingan akan semakin terbuka yang jika koperasi tidak memiliki keunggulan

kompetitif akan menjadi masalah besar bagi koperasi.

Fenomena empiris koperasi Indonesia jika dibandingkan dengan praktik-praktik

koperasi di berbagai negara industri maju yang menganut sistem ekonomi liberal

dan kapitalistik dinilai oleh banyak kalangan masih jauh tertinggal, jalan

ditempat dan cenderung tidak mau beranjak dari ketergantungan pada bantuan

pemerintah, sementara organisasi koperasi di sejumlah negara tersebut baik di

Eropa, Amerika, Canada dan beberapa negara Asia lainnya mampu bertahan,

tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan yang terjadi.

Beberapa pertanyaan mendasar yang melandasi pemikiran kegiatan kajian ini

meliputi: 1) apakah koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan

masyarakat Indonesia yang mengalami berbagai perubahan? 2) jikalau masih

relevan, mengapa koperasi dianggap belum berkembang di Indonesia? 3) apakah

kondisi masyarakat Indonesia seperti itu masih kondusif bagi pengembangan

ekonomi rakyat melalui kelompok/koperasi? 4) apakah proses pengembangan

koperasi di Indonesia masih sejalan dengan konsep teori ekonomi, manajemen,

sosial budaya, psikologi, serta hukum yang berlaku umum? 5) apakah berkoperasi

merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan masyarakat? 6) bagaimana

pola pengembangan koperasi di masa depan pada lingkungan yang dinamis?

Untuk menjawab enam pertanyaan dasar diatas perlu dilakukan kajian yang

mendalam dan komprehensip terhadap prosek koperasi Indonesia masa depan dari

berbagai perspektif multi disiplin ilmu yang salah satunya ditinjau dari disiplin

ilmu Manajemen.

Page 5: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

6

1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan fenomena masalah yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka

identifikasi masalah kajian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana prospek pengembangan koperasi di Indonesia ditinjau dari

perspektif ilmu manajemen yang meliputi fungsi dan proses perencanaan,

pengorganisasian, pengendalian, sistem penggajian (renumerasi), sistem

karier, analisis positioning koperasi dan non koperasi dan efisiensi usaha.

2. Bagaimana rumusan rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan

koperasi dalam lingkungan yang berubah ditinjau dari perpektif ilmu

manajemen.

1.3.Maksud dan Tujuan

Kajian ini dimaksudkan untuk memperoleh atau mengumpulkan data dan

informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dikaji, sedangkan

tujuannya adalah untuk :

1. Mengetahui prospek pengembagangan koperasi di Indonesia ditinjau dari

perspektif ilmu manajemen.

2. Menyusun rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam

lingkungan yang berubah dengan mempertimbangkan dimensi manajemen.

1.4. Manfaat Kajian Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

1. Bahan masukan dalam perumusan kebijakan pemberdayaan koperasi.

2. Bahan masukan bagi gerakan koperasi dalam mengantisipasi perubahan yang

komopleks masyarakat dan lingkungan bisnis.

Page 6: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

7

1.5.Output Output dari kegiatan ini adalah tersusunnya buku hasil kajian prospek

pengembangan koperasi dari perspektif manajemen bisnis dan rekomendasi

pemberdayaan koperasi.

1.6. Sasaran Sasaran kualitatif dari kajian ini adsalah tersusunnya hasil kajian tentang

keberadaan koperasi ditinjau dari disiplin ilmu manajemen. Adapun sasaran

kuantitatif adalah terdapatnya informasi mengenai keberadaan koperasi yang

meliputi 30 koperasi pada enam provinsi.

1.7.Ruang Lingkup Kajian 1.7.1. Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan dari kajian ini akan ditinjau dari pendekatan disiplin

ilmu manajemen yang meliputi variabel antara lain:

1. fungsi dan proses manajmen yang meliputi perencanaan,

pengorganisasian, dan pengendalian sebagai variabel utam

2. sistem penggajian dan sistem karier personalia, sebagai variabel

pelengkap yang merupakan dimensi dari variabel

pengorganisasian

3. efisiensi usaha koperasi (efisiensi finansial) sebagai salah satu

variabel kinerja dari fungsi dan proses manajemen

4. Positioning koperasi dalam lingkungan yang berubah

1.7.2. Lingkup Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Kajian ini dilakukan dengan menggunakan metoda exsplorative study

melalui studi literatur, telaah hasil kesimpulan dari studi yang relevan

yang pernah dilakukan di berbagai perguruan tinggi, serta observasi

lapangan yang dilakukan di 6 (enam) propinsi yaitu Sulawesi Utara,

Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara dan

Page 7: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

8

Lampung. Disamping itu diselenggarakan seminar di 4 (empat)

perguruan tinggi yang mempunyai kajian-kajian tentang koperasi dan

ekonomi rakyat. Adapun waktu pelaksanaan dari kegiatan ini

dijadwalkan selama 1 (satu) tahun anggaran tahun 2007.

1.7.3. Tahapan Kajian Kajian ini dilakukan dengan langkah-langkah:

1. Pembahasan dan penyempurnaan TOR.

2. Penyusunan dan pembahasan riset disain.

3. Inventarisasi peta perkoperasian dari aspek kualitas dan kuantitas.

4. Inventarisasi perubahan lingkungan internal dan eksternal

koperasi.

5. Observasi Lapangan.

6. Kajian referensi koperasi baik referensi dari dalam negeri maupun

dari luar negeri.

7. Pengumpulan pendapat melalui pelaksanaan seminar di beberapa

kampus.

8. Diskusi dan perumusan pola pemberdayaan koperasi dari

perpektif ilmu manajemen.

Page 8: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

9

BAB II. PENDEKATAN MASALAH

Sebelum kita melakukan kajian dan melakukan analisis tentang prospek koperasi

ditinjau dari perspektif ilmu manajemen, maka terlebih dahulu harus memahami

sifat dan karakteristik perubahan lingkungan bisnis eksternal yang yang dinamis baik

di tingkat nasional maupun internasional sebagai dampak dari gobalisasi. Perubahan

lingkungan eksternal organisasi bisnis global ini telah merubah paradigma baru

manajemen dan organisasi bisnis di seluruh belahan dunia untuk mengatasi

persaingan yang semakin terbuka dan semakin kompleks. Landasan teori manajemen

dalam paradigma baru ini akan dijadikan sebagai pisau analisis untuk memotret atau

memetakan koperasi dalam rangka menjawab 6 (enam) pertanyaan kunci yang telah

diuraikan dalam latar belakang.

Globalisasi dan Manajemen Globalisasi manajemen adalah sebuah fakta kehidupan yang tidak dapat kita hindari

lagi. Surat kabar dan media elektronik seperti siaran televisi dan radio setiap hari

memberitakan tentang situasi bisnis global seperti perkembangan fluktuasi nilai tukar

berbagai mata uang, indeks harga saham, iklim investasi, merger dan akuisisi

perusahaan, perkembangan neraca perdaganagn internasional dan lain sebagainya.

Jepang memasuki pasar Amerika, atau sebaliknya. Bagaimana Cina dengan

keunggulan kompetitifnya mulai ditakuti oleh negara-negara industri maju dan

negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia yang ditandai dengan

gelombang masuknya produk Cina dengan harga yang lebih murah mulai

mengancam kehidupan UKM kita.

Bukan hanya perusahaan besar saja yang mempunyai fokus global. Semakin banyak

bisnis kecil yang sekarang berorientasi global. Sebuah pengumpulan pendapat yang

telah dilakukan pada tahun 1993 lalu oleh majalah INC. 500 perusahaan Amerika

yang menjadi responden menunjukkan bahwa 48 persen perusahaan melakukan

bisnis secara global, dengan rata-rata 15 persen penjualan dari negara lain. Tempat

Page 9: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

10

perdagangan yang paling populer adalah Kanada dan Meksiko. Walaupun 25

perusahaan melakukan bisnis di Amerika Latin, 115 perusahaan di Eropa, 73

perusahaan di Asia dan 30 perusahaan di Australia. Lebih lanjut menurut U.S.

Department of Commerce, menyatakan bahwa kebanyakan perusahaan Amerika

pengekspor adalah perusahaan yang tidak terlalu besar bahkan perusahaan kecil yang

memperkerjakan 20 orang atau lebih sedikit telah menyumbangkan $ US 30 miliar

atau 12 persen dari ekspor A.S. pada tahun 1987 ( Stoner, James at. All 1996). Hal

serupa juga terjadi di Indonesia, Usaha-usaha Kecil dari berbagai sentra produksi

seperti sentra kerajian mebel Jepara dan klaten, kerjinan anyaman Rajapolah-

Tasikmalaya, Bordir, Kerajinan dari kulit merupakan andalan ekspor non migas

Indonesia.

Lebih lanjut Stoner dan kawan-kawan (1996) menyimpulkan bahwa globalisasi

memberikan 3 fenomena yang saling berkaitan yaitu- faktor kedekatan, lokasi dan

sikap. Kalau diambil bersama-sama, ketiga faktor tersebut menekankan susunan dan

kompleksitas yang belum pernah terjadi sebelumnya dari hubungan yang dihadapi

oleh para manajer organisasi bisnis.

Faktor kedekatan mendorong menejer sekarang bekerja dalam kedekatan yang jauh

lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya dalam berhubungan dengan pelanggan,

pesaing, pemasok dan pemerintah yang jauh lebih banyak dan jauh lebih beragam.

Kedekatan ini merupakan fungsi dari menysutnya dunia karena kemajuan teknologi

yang mampu mengatasi masalah jarak dan waktu Dengan teknologi yang ada

sekarang memungkinkan orang di seluruh dunia mengirimkan suara, video, data dan

informasi dalam waktu hanya beberapa menit bahkan detik saja. Kemampuan

teknologi dan manajerial yang semakin bertambah mendorong para menejer untuk

saling bersaing bahkan bekerja sama dengan pemain bisnis global yang baru dalam

rangka mempertahankan eksistensi bisnisnya.

Kedua, faktor lokasi telah mendorong perilaku organisasi bisnis. Fenomena lokasi

dan integrasi dari organisasi yang beroperasi melewati beberapa batas internasional.

Page 10: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

11

Misalnya, perusahaan telepon Amerika Serikat AT&T dan komputer untuk

memindahkan telepon (telephone swiching computer) didisain di Amerika Serikat,

dibuat di Singapura dan Amerika Serikat, dan dijual diseluruh dunia kepada

pelanggan yang menggunakan peralatan tersebut untuk dihubungkan dengan jasa

AT&T jarak jauh yang menjangkau seluruh pelosok dunia. Pada tahun 1990,

perusahaan yang berkantor di Amerika Serikat memperkerjakan 2,8 juta orang di

Eropa Barat, 1,8 juta orang di Asia, dan 1,3 juta orang di Amerika Latin. Kenyataan

ini juga merupakan dampak dari globalisasi bahwa antara satu negara dengan negara

lainnya menjadi tidak ada batas, dunia diibaratkan sebagai desa besar (global vilage)

yang dicirikan dengan kebebasan dari arus informasi, arus uang, arus tenaga kerja,

serta arus barang dan jasa yang merupakan tantangan baru bagi para manajer yang

ingin memasuki pasar global.

Ketiga, globalisasi mendorong sikap baru, terbuka dalam mempraktekkan

manajemen secara internasional. Sikap ini menggabungkan keingintahuan mengenai

dunia diluar batas-batas nasional dengan kemauan untuk mengembangkan

kemampuan guna berpartisipasi dalam ekonomi global. Ohmae, menjelaskan

masalah ini dengan pernyataan yang sederhana ” sekarang tidak ada luar negeri lagi”.

Sikap berubah seiring dengan berjalannya waktu. Dari perspektif waktu bahwa

globalisasi telah muncul pada pertengahan tahun 1990-an dan kini memasuki abad

ke 21 telah memasuki globalisasi dengan pasar bebas (Global free trade ) dalam

kerangka APEC, AFTA, NAFTA dan sebagainya yang ditandai dengan kesepakatan

liberalisasi perdagangan dengan meniadakan sistem tarif border dan non tarif border

digantikan dengan efisiensi dan keunngulan ompetisi yang dianggap akan lebih

mampu untuk mensejahterakan dunia (win-win solution).

Implikasi dari globalisasi terhadap konsepsi, pemikiran dan praktek-praktek

manajemen pada berbagai organisasi khususnya pada organisasi bisnis menjadi tidak

dapat dihindari. Konsepsi, pemikiran dan praktek manajemen yang semula memadai

dan cocok diterapkan pada situasi budaya lama menjadi tidak cocok lagi dengan

munculnya globalisasi dengan pasar bebas. Dalam organisasi bisnis saat ini hanya

Page 11: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

12

yang paling adaptif yang akan mampu bertahan. Perusahaan atau organisasi bisnis

yang mempertahankan cara-cara lama dan tidak menyesuaikan dan terus belajar akan

menghadapi kesulitan besar.

Hal penting lainnya adalah terdapat kaitan yang erat antara bisnis dengan

perusahaan sehingga berbicara tentang bisnis identik dengan berbicara tentang

perusahaan. Dengan demikian untuk memahami seluk beluk tentang bisnis

diperlukan pengetahuan, pemahaman dan penguasaan ilmu manajemen perusahaan

serta konsep-konsep pokoknya.

Dimensi bisnis dari sebuah organisasi bisnis pada hakekatnya dapat mencakup

berbagai aspek yang luas seperti aspek perencanaan lokasi bisnis, produksi, finansial,

marketing barang dan jasa yang dihasilkan sampai kepada komunikasi dan

memelihara hubungan dengan konsumen. Jadi manajemen bisnis mencakup

organisasi, finansial, operasi, pemasaran serta bidang manajemen lain yang sangat

menunjang seperti manajemen transportasi, risiko, sumber daya manusia, sumber

daya alam, kompensasi dan lain sebagainya.

Konsep lain yang dikemukakan oleh Vincent Gaspersz (1997) merumuskan

pengertian manajemen bisnis total adalah suatu disiplin ilmu manajemen bisnis yang

mengintegrasikan manajemen biaya total, manajemen sumber daya total, manajemen

produktivitas total, manajemen kualitas total dan manajemen teknologi total melalui

sumber daya manusia yang andal agar memperoleh hasil-hasil terbaik untuk

meningkatkan kepuasan pelanggan.

Dari konsep ini menekankan bahwa kepuasan pelanggan (anggota dalam organisasi

koperasi) merupakan tujuan akhir dari manajemen bisnis modern, karena dengan

kepuasan pelanggan maka dalam jangka panjang sebuah organisasi bisnis akan

dapat bertahan. Organisasi bisnis modern berlomba-lomba untuk menerapkan

konsep kualitas dalam manajemen bisnis total. Lebih lanjut, Vincent mengajukan 7

elemen untuk memperbaiki kualitas produk/pelayanan, yaitu:

Page 12: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

13

1. Visionary transformation

2. Infrastructure

3. Need for Improvement

4. Customer focus

5. Empowerment

6. New views of quality

7. Top managemen commitment

Perusahaan-perusahaan yang ingin masuk kedalam persaingan bisnis global para

manajernya berusaha untuk mengadopsi sistem kualitas yang telah berlaku

internasional seperti ISO 9001, ISO 9002, ISO 9003 dan ISO 9004. ISO 9001

merupakan model sistem jaminan kualitas dalam disain pengembangan, produksi,

instalasi, dan pelayanan. ISO 9002 merupakan model sistem jaminan kualitas dalam

produksi dan instalasi. Sedangkan ISO 9003 merupakan model sistem jaminan

kualitas dalam inspeksi dan pengujian akhir. ISO 9004 adalah model jaminan

kualitas untuk industri jasa. Pertanyaannya sekarang apakah koperasi dalam

menjalankan bisnisnya juga sudah sadar akan jaminan kualitas dalam memberikan

pelayanan kepada anggotanya? Hal ini juga merupakan salah satu aspek penting

yang kita perlu amati di lapangan.

Dimensi atau variabel lain yang sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah bisnis

adalah variabel lingkungan eksternal bisnis seperti politik, ekonomi, sosial budaya,

teknologi, etika dan hukum bisnis termasuk juga informasi. Para pakar dan praktisi

bisnis menyadari betul bahwa perubahan lingkungan eksternal bisnis amatlah cepat,

terkadang sangat cepat dan sering tak bisa dimengerti/misterius (Rheinald Kasali,

2005). Karenanya organisasi bisnis haruslah tanggap dan adaptif terhadap

perubahan. Taruhannya hanya ada dua pilihan ” berubah” atau ”diubah”. Dengan

mau berubah, organisasi bisnis menjadi tidak terasing dari dunia luar, atau bahkan

tidak akan tersingkir dari persaingan pasar. Siapapun yang masih melakukan dan

mempertahankan cara-cara lama dalam berbisnis pasti tidak akan bertahan. Berikut

Page 13: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

14

ini disajikan cara-cara lama dan cara-cara baru dalam berusaha yang menjadi

tuntutan perubahan organisasi bisnis.

Cara-cara lama Cara-cara baru 1. Lingkungan Tertibnstabil, teratur dan

predictable Berubah-ubah, setiap bagian dari organisasi dapat bergerak sendiri

2. Lokasi usaha Berpusat di pusat-pusat kota

Tersebar keseluruh pelosok wilayah

3.Sikap terhada persaingan

Statis, terkendali, reaktif, lari kepada pengambil keputusan birokrat

Proaktif, memimpin inovasi, menciptakan cara-cara baru

4. Struktur organisasi Birokrasi, prosedural Dinamis, team work, jejaring

5. Kultur organisasi Keteraturan dan social harmony, formal

Kompetitif, informal

6. Bentuk perusahaan Besar, konglomerasi, integrasi vertkal

Kecil-kecil,outsourching, berorientasi pada kompetensi inti

7. Manusia (SDM) Tenang, birokratik, profesional

Dinamis, entrepreneurial, mengedepankan suasana kerja yang menyenangkan.

8. Pemimpin Otoriter, satu arah, manajer doing things right

Demokratis, change leader (doing the right thing)

9. Produk Monoton, product lifecycle panjang

Dinamis, product lifecyclediperpendek sendiri

10. Sikap terhadap hukum

Minta dukungan pemerintah

Harus berani menghadapi kasus-kasus hukum

11. Komunikasi Tidak penting, reaktif Angat penting, pro aktif Sumber : Rheinald Kasali, 2005.

Sejalan dengan Reynald Kasali, para pakar lainnya seperti M. Fuad dan kawan-

kawannya, tahun 2000, telah mengemukakan bahwa perubahan lingkungan bisnis

global (Globalisasi) dan perubahan teknologi telah mendorong seleksi alamiah yang

mengarah kepada ” yang terkuat yang bertahan”. Keberhasilan perusahaan dalam

berbisnis di pasar akan didapat oleh perusahaan yang mampu menyesuaikan diri

dengan persyaratan lingkungan saat ini, yaitu mereka yang mampu memberikan

pelayanan/menawarkan barang dan jasa yang siap dibeli pasar. Konsekuensinya baik

individu, perusahaan, koperasi, pemerintah pusat, pemerintah daerah harus

Page 14: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

15

menemukan cara menghasilkan nilai yang dapat dipasrkan sesuai dengan tuntutan

kebutuhan pasar yang dinamis.

Sebagai dampak globalisasi dan perubahan teknoligi, situasi pasar saat ini didorong

kearah keadaan yang berbeda jauh dibandingkan dengan situasi pasar milenium

sebelumnya. Perubahan-perubahan tersebut tampak pada berbagai fenomena, antara

lain: (M.Fuad, at all, 2000)

• Kekuasaan saat ini sudah beralih kepada tangan konsumen (demand driven)

• Sekala produksi yang besar bukan lagi merupakan suatu keharusan.

• Batasan-batasan negara dan wilayah tidak lagi menjadi kendala.

• Teknologi dengan cepat dapat dikuasai dan ditiru.

• Setiap saat akan muncul pesaing-pesaing dengan biaya yang lebih murah.

• Meningkatnya kepekaan konsumen terhadap harga dan nilai.

Situasi dan kondisi demikian menjadi motivasi bagi setiap pelaku bisnis agar

senantiasa mampu mengantisipasi pasar secara berkesinambungan. Untuk itu, para

pelaku bisnis termasuk koperasi perlu selalu menganalisis pasar, mengenali peluang,

memformulasikan strategi pemasaran, mengembangkan taktik dan tindakan spesifik

serta menyusun anggaran dan laporan kinerja. Perusahaan harus mampu

memberikan pelayanan yang konsisten dengan visi, misi dan tujuannya yang telah

ditetapkan.

Dari uraian diatas sementara dapat disimpulkan bahwa paradigma baru manajemen

bisnis pada organisasi usaha agar mampu berkembang dan berumur panjang adalah

menerapkan manajemen perubahan. Charles Darwin (dalam Reinald Kasali 2005)

mengatakan ”bukan yang terkuat yang mampu berumur panjang melainkan yang

paling adaftif ”. Yaitu mereka yang selalu menyesuaiakan diri terhadap perubahan.

Perusahaan yang menjalankan bisnis dianalogkan sama dengan mahluk hidup.

Mahluk hidup berevolusi untuk terus bertahan dan meneruskan keturunan. Dalam

evolusi itu kadang mahluk hidup harus menoleh ke belakang untuk memaknai

kehidupan di hari esok. Tetapi sekarang diketahui, perusahaan-perusahaan masa kini

Page 15: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

16

bukan Cuma harus belajar dari masa lalu, melainkan juga pada masa depan.

Kehidupan baru di masa depan seakan-akan telah terputus dengan masa lalu

sehingga mereka harus mulai menggambarkannya kembali pada selembar kertas

yang masih polos dan menata masa depan yang benar-benar baru.

Di atas kertas polos itulah sebuah masa depan baru digambarkan oleh para pelaku

bisnis masa depan. Mereka mengarungi sebuah kawasan baru yang belum bertuan,

bahkan belum ada aturannya sama sekali. Karena mereka yang pertama ada di sana

maka merekalah yang menentukan aturan-aturan baru itu. Mereka mengubah wajah

dunia itu secara bertahap dan menciptakan standar baru sehingga yang lain pun harus

mengikuti ddunia baru yang mereka ciptakan.

Bagaimana dengan pelaku-pelaku bisnis lain termasuk koperasi yang tidak dapat

mengikuti standar baru yang mereka ciptakan ? mereka akan menjadi tampak tua,

hidup dengan berbagai kesulitan, dan tetu saja mati. Berbagai cara perusahaan

menghadapi perubahan. Ada perusahaan yang menciptakan masa depan dengan

melakukan perubahan antisipatif. Sebagian yang lain harus berjaga-jaga dan

melakukan perubahan secara reaktif. Atau banyak yang lainnya melakukan

perubahan setelah mengalami masa krisis.

Begitulah kehidupan perusahaan termasuk koperasi, berubah atau diubah,

mempengaruhi tau dipengaruhi. Semuanya melewati masa pasang surut mengikuti

kurva ”S” (Sigmoid curve). Sebagai contoh, di Indonesia perusahaan-perusahaan

besar seperti Astra International, Garuda Indonesia, BNI, Gudang Garam dan Jamu

cap Potren Nyonya Menir melewati masa pasang surut mewati masa-masa sulit dan

senang berganti-ganti. Di Luar negeri, ribuan perusahaan terkemuka juga bertarung

dengan perubahan. Kalau tidak segera diselamatkan oleh Lee Iacocca, Crysler,

perusahaan otomotif ke 3 yang masih bertahan di Detroit, Amerika Serikat tentu

sudah tutup seperti layaknya perusahaan penerbangan Amerika PAN AM. Demikian

pula dengan General elektric, yang dulu didirikan oleh Thomas Alfa Edison, yang

beruntung diselamatkan oleh Jack Welch. Xerox, Apple computer, IBM, Mitsubishi,

Page 16: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

17

Canon, Harley Davidson dan perusahaan-perusahaan lainnya pernah mengalami

nasib yang sama. Mereka mengalami pasang surut, naik turun menelusuri ”kurva S”.

Lebih lanjut, untuk menganalisis apakah koperasi dalam melakukan

adaptasi/penyesuaian terhadap perubahan linkungan bisnis yang begitu cepat dan

dinamis telah menerapkan disiplin ilmu manajemen modern guna mempertahankan

eksistensinya dan mencapai tujuannya secara efektif dan efisien? Berikut ini akan

diuraikan konsepsi manajemen, perkembangan teori manajemen serta dimesnsi-

dimensi manajemen bisnis modern yang menjadi landasan teoritis dari ruang lingkup

kegiatan kajian.

2.2. Pemahaman Konseptual Dalam literatur-literatur manajemen sumberdaya manusia, pemahaman konseptual

seseorang terhadap suatu ilmu merupakan dasar bagi kompetensi seseorang.

Kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menjalankan

sebuah pekerjaan atau bagian dari sebuah pekerjaan secara baik. Syaiful F. Prihadi

(2004; 84) menegaskan ada dua penggunaan istilah kompetensi yaitu:

1. Digunakan untuk merujuk pada area pekerjaan atau peranan yang mampu

dilakukan oleh seseorang dengan kompeten (training design, competency

model development, manajemen proyek, manajemen keuanganm, dan

sebagainya).

2. Digunakan untuk merujuk pada dimensi-dimensi perilaku yang terletak di

balik kinerja yang kompeten (efficiency orientation, result driven, dan

sebagainya).

Kedua makna kompetensi diatas timbul dan sangat cocok untuk kalangan peneliti

dan konsultan yang berkecimpung dan mengambil spesialisasi pada upaya-upaya

peningkatan efektivitas manajerial mengenai prilaku, sikap, dan karakteristik orang

dalam melakukan berbagai tugas pekerjaan untuk menghasilkan output jabatan yang

efektif.

Page 17: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

18

2.3.. Konsepsi Manajemen

Pemahaman konsep manajemen tidak dapat dipisahkan dari pemahaman konsep

organisasi. Dalam konsep yang sederhana organisasi adalah tempat orang-orang

yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi sasaran atau tjuan

merupakan elemen yang mendasar dalam organisasi apapun. Organisasi juga harus

memiliki dan mengalokasikan sumber daya (manusia, modal, fisik, uang) untuk

mencapai sasaran. Bagaimana organisasi mengelola dan mengalokasikan sumber

daya yang dimilikinya untuk mencapai tujuannya adalah masalah pokok

manajemen.

Stoner dan kawan-kawan (1996) mendefinisikan manajemen adalah kebiasaan yang

dilakukan secara sadar dan terus menerus dalam membentuk dan menjalankan

organisasi. Semua organisasi mempunyai orang yang bertanggung jawab terhadap

oreganisasi untuk mencapai sasarannya, orang tersebut adalah manajer. Memperkuat

pendapat Stoner, Gibson dan kawan-kawan (1996) mendefinisikan manajemen

adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk

mengkoordinasikan berbagai aktivitas untuk mencapai hasil-hasil yang lebih baik

yang tidak dapat dicapai apabila individu bertindak sendiri-sendiri. Lebih jauh Peter

Drucker percaya bahwa pekerjaan manajemen adalah untuk membuat manusia lebih

produktif. Drucker mengkaitkannya pentingnya manajemen dalam kaitannya dengan

persaingan global. Drucker menyatakan ” Manajemen, kecakapan, integritas, dan

kinerja akan menentukan negara-negara di dunia mencapai keunggulannya dalam

dekade yang akan datang.

Definisi manajemen yang mengarah kepada fungsi dan proses manajemen

dikemukakan oleh Andrew F. Sikula dalam Malayu Hasibuan (2005) ”

Management in general refers to planning, organizing, controlling, staffing,

leading, motivating, communicating and decision making activities performed by

any organization in order to coordinate the varied resources of the enterprise so as

to bring and efficient creation of some product or services.” Pendapat lainnya

Page 18: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

19

dikemukakan oleh Harold dan Cyril O. Donnel mengungkapkan bahwa manajemen

adalah usaha mencapai tujuan tertentu suatu organisasi melalui kegiatan orang lain

yang dilakukan oleh manajer melalui proses perencanaan, pengorganisasian,

penempatan, pengarahan dan pengendalian.

Dari berbagai definisi manajemen diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen

selalu berhubungan dengan institusi dan fungsi sebuah organisasi. Manajemen

sebagai suatu fungsi dan proses menyangkut sejumlah tugas-tugas yang kompleks di

dalam kerangka menjamin tercapainya suatu tujuan. Sedangkan manajemen sebagai

suatu institusi menggambarkan sejumlah orang-orang untuk mengisi tugas-tugas

yang diatur oleh organisasi tersebut. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan satu

sama lain. Karena itu kajian ini akan membuktikan apakah pengurus koperasi

beserta perangkat-perangkatnya yang dimiliki dan dikuasainya melaksanakan

fungsi-fungsi manajemen secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan

koperasinya?

2.4. Perkembangan Teori Manajemen Sebelum menguraikan fungsi dan proses manajmen lebih jauh ada baiknya dalam

pendekatan masalah ini kita mempelajari perkembangan teori manajmen secara

historis yang dikaitkan dengan organisasi. Manajemen dan organisasi adalah produk

dari sejarah, keadaan sosial dan tempat kejadian Jadi kita dapat memahami evolusi

teori manajemen dalam arti bagaimana manusia menciptakan organisasi pembagian

kerja dan hubungan antar manusia dalam organisasi pada kurun waktu tertentu dalam

sejarah.

1. Pemikiran Awal Manajemen Orang telah membentuk dan mengubah bentuk organisasi selama beberapa abad.

Kita dapat melacak lewat sejarah bagaimana manusia dapat bekerja sama dalam

organisasi formal seperti Tentara Yunani dan Roma, Gereja Katolik Roma, East

India company dsb. Orang juga telah banyak menulis bagaimana membuat

Page 19: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

20

organisasi mencapai tujuannya secara efektif dan efisien seperti yang ditulis oleh

Machiavelli dan Sun Tsu yang dikenal sebagai ahli strategi awal (Stoner, 1995, p.

30).

Dalam buku Discourses yang ditulis oleh Machiavelli pada tahun 1531 sewaktu ia

hidup di republik Florencen sebuah republik awal dari Italia. Beberapa prinsip yang

dikemukakannya yang diadaptasi pada organisasi manajemen masa kini adalah:

• Sebuah organisasi lebih stabil bila para anggotanya mempunyai hak untuk

mengutarakan perbedaan yang ada dan menyelesaikan konflik di dalam

organisasi mereka.

• Walaupun satu orang dapat memulai sebuah organisasi, organisasi itu akan

terus berlangsung kalau diserahkan kepada banyak orang untuk

memeliharanya dan kalau memang terdapat banyak orang yang mau

memeliharanya.

• Seorang manajer yang lemah dapat mengikuti yang kuat, tetapi tidak dapat

mengikuti yang lemah juga, dan mempertahankan wewenang.

• Seseorang manajer yang berusaha mengubah organisasi yang sudah mantap,

harus mempertahankan paling sedikit bayangan dari kebiasaan lama.

Karya klasik lain yang menawarkan pemahaman manajemen moder adalah The Art

of War yang ditulis oleh ahli filsafat Cina Sun Tsu lebih dari 2000 tahun lalu (Stoner,

1995, p. 30). Buku tersebut dimodifikasi dan digunakan oleh Mao Zedong yang

mendirikan Republik Rakyat Cina pada tahun 1949. Diantara pernyataan Sun Tsu

adalah sebagai berikut:

• Kalau musuh maju, kita harus mundur.

• Kalau musuh berhenti, kita ganggu.

• Kalau musuh berusaha menghindari pertempuran kita serang.

• Kalau musuh mundur kita kejar.

Page 20: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

21

Walaupun prinsi-prinsip Sun Tsu ini ditunjukkan sebagai pedoman strategi militer,

semuanya dapat dipakai untuk merencanakan strategis yang berhubungan dengan

bisnis pesaing.

Mempelajari pemikiran dari dua tokoh tersebut diatas setidaknya pemikiran mereka

telah memberikan pelajaran penting mengenai sejarah bahwa ternyata Manajemen

bukan sesuatu yang berasal dari Amerika Serikat pada abad ini. Meskipun

Machiavelli dan Sun Tsu pada zamannya tidak mencoba mengembangkan sebuah

teori tentang manajmen ( Stoner. At. All. 1996 ).

2. Aliran Manajemen Ilmiah

Teori manajemen ilmiah muncul sebagai akibat dari kebutuhan organisasi untuk

meningkatkan produktivitas. Di awal abad ke 20, terutama di Amerika Serikat,

tenaga kerja terampil terasa amat kurang. Satu-satunya cara untuk meningkatkan

produktivitas adalah meningkatkan efisiensi para pekerja. Para tokoh/proponen teori

ini adalah Frederick W. Taylor, Henry L. Gantt, Frank serta Lilian Gillbert.

Frederick W. Taylor (1856-1915) dalam Stoner, 1995, p. 34, mendasarkan

ilosofinya pada empat prinsip dasar manajemen sebagai berikut:

• Perkembangan manajemen ilmiah yang sebenarnya, jadi metoda terbaik

untuk melaksanakan setiap tugas dapat ditentukan.

• Seleksi ilmiah para pekerja, sehingga para pekerja akan diberi tanggung

jawab melakukan tugas yang paling cocok dengannya.

• Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan bagi para pekerja.

• Kerja sama bersahabat dan secara pribadi antara manajemen dan tenaga kerja.

Lebih lanjut Taylor berpendapat bahwa sukses dari penerapan prinsip-prinsip diatas

memerlukan revolusi mental yang lengkap pada pihak manajemen dan tenaga kerja.

Kedua belah pihak jangan bertengkar mengenai laba, melainkan berusaha

meningkatkan produksi secara bersama-sama yang pada gilirannya laba akan

dengan sendirinya meningkat dan kesejahteraan karyawanpun meningkat pula. Salah

Page 21: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

22

satu upaya Taylor yang paling populer adalah mengenai studi gerak dan waktu (time

motion study) pada lini produksi. Kontribusi Taylor dapat dilihat pada lini perakitan

pabrik mobil modern dengan menghasilkan produk akhir lebih cepat dari yang

dibayangkan sebelumnya. Keajaiban peningkatan produktivitas ini hanya salah satu

warisan dari manajemen ilmiah. Sebagai tambahan, teknik efisiensi Taylor telah

diterapkan pada berbagai tugas dalam organisasi non industri seperti perusahaan jasa

makanan siap saji sampai pelatihan untuk dokter bedah.

Walaupun metoda Taylor telah menyebabkan kenaikan dramatik dalam produktivitas

dan upah yang lebih tinggi dalam sejumlah kasus, para pekerja dan serikat pekerja

mulai menentang pendekatannya karena mereka merasa takut bekerja lebih berat dan

lebih cepat akan membuat lelah pekerjaan apapun, yang menyebabkan pekerja

tersebut dirumahkan.

Henry L. Grantt (1861-1919) dalam Stoner, 1995, p. 34, bekerja dengan Taylor

untuk beberapa proyek. Tetapi keytika ia berdiri sendiri sebagai konsultan dibidang

enginering industri, Grantt mulai mempertimbangkan sistem insentif dari Taylor.

Meningkatkan sistem tarif yang berbeda karena dianggap terlalu kecil memberikan

dampak motivasional, Grantt membuat ide baru yaitu dengan cara setiap pekerja

yang dalam sehari berhasil menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya akan

diberikan bonus sebesar 50 sen. Kemudian dia menbambahkan motivasi kedua

Supervisor akan mendapat bonus untuk setiap pekerja yang mencapai standar harian,

ditambah bonus tambahan bila semua pekerja mencapai standar tersebut. Hal ini

mendorong untuk melatih para pekerja yang diawasinya melakukan pekerjaan lebih

bai.

Frank B dan Lilian M. Gilberth (1868-1924 dan 1878-1972) dalam Stoner, 1995, p.

35, memberikan kontribusi pada gerakan manajemen ilmiah sebagai tim suami dan

istri. Mereka bkerja sama mempelajari kelelahan dan gerakan serta memfokuskan

pada berbagai cara untuk mendorong kesejahteraanpekerja individual. Bagi mereka,

tujuan akhir dari manajemen ilmiah adalah membantu para pekerja mencapai

Page 22: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

23

potensial penuh sebagai manusia. Dalam konsep mereka gerakan dan kelelahan

saling berkaitan-setiap gerakan yang dihilangkan akan mengurangi kelelahan.

Menggunakan kamera gambar hidup, mereka mencari gerakan yang paling ekonomis

untuk setiap tugas dengan tujuan meningkatkan prestasi dan mengurangi kelelahan.

Kedua Gilbert bersaudara ini mempunyai alasan bahwa penelitian mengenai gerakan

akan meningkatkan moral pekerja karena manfaat fisiknya sudah jelas dan karena

hal itu menunjukkan perhatian pihak manajemen terhadap pekerja.

3. Aliran Teori Organisasi Klasik Manajemen ilmiah memikirkan cara meningkatkan produktivitas dari pabrik dan

individu pekerja, sedangkan teori organisasi klasik menumbuhkan kebutuhan untuk

menemukan pedoman pengelolaan organisasi kompleks seperti pabrik. Para tokoh

dan proponen aliran ini adalah HenriFayol, Max Weber, Mary Parker Pollett, dan

Chester I. Bernard.

Henri Fayol (1841-1925), dalam Stoner, 1995, p. 35, merupakan orang pertama yang

membuat tingkah laku manajerial secara sistematik. Menurut Fayol bahwa praktek

manajemen yang mantap mempunyai pola tertentu yang dapat diidentifikasi dan

dianalisis. Dari pemahaan dasar ini ia membuat rancangan untuk doktrin manajemen

yang kompak, yang salah satunya masih memiliki kekuatan dan dianut oleh banyak

organisasi hingga sekarang. Kalau Taylor pada dasarnya memikirkan fungsi

organisasi, Fayol tertarik pada total organisasi dan memusatkan pada manajemen,

yang menurut dia merupakan hal yang paling diabaikan dalam operasi bisnis.

Sebelum Fayol biasanya dipercaya bahwa seorang ”manajer dilahirkan, bukan

dibentuk”. Akan tetapi Fayol Meyakinkan bahwa manajemen adalah suatu

keterampilan seperti yang lain yang dapat diajarkan kalau prinsip-prinsip dasarnya

difahami. Berikut ini adalah 14 prinsip manajemen dari Fayol:

1. Pembagian tugas. Semakin orang menjadi spesialis, semakin efisien mereka

dapat menyelesaikan tugasnya. Lini perakitan modern dianggap sebagai

contoh penerapan dari prinsip ini.

Page 23: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

24

2. Wewenang. Manajer harus memberikan perintah sehingga tugas selesai.

Walapun wewenang formal membenarkan mereka memberi perintah,

manajer tidak memaksa kepatuhan kecuali mereka juga memiliki wewenang

pribadi (seperti pengalaman yang relevan).

3. Disiplin.Anggota organisasi perlu menghormati peraturan dan persetujuan

yang mengatur organisasi. Bagi Fayol disiplin berasal dari kepemimpinan

yang baik pada semua tingkat organisasi, persetujuan yang adil (seperti

membekali untuk menghargai prestasi superior), dan penerapan sanksi yang

bijaksana dan konsisten.

4. Kesatuan komando. Setiap karyawan hanya mendapat instruksi hanya dari

satu orang. Fayol percaya kalau seseorang menjadi bawahan dari beberapa

orang manajer, akan terjadi konflik dalam instruksi dan kekacauan dalam

wewenang.

5. Kesatuan dalam pengaraha. Operasi dalam organisasi yang mempunyai

obyektif sama harus diarahkan hanya oleh seorang manajer menggunakan

satu rencana.

6. Kepentingan individual di bawah kepentingan umum/organisasi. Dalam

keadaan apa pun, kepentingan pribadi karyawan tidak boleh didahulukan dari

kepentingan organisasi secara keseluruhan.

7. Imbalan. Kompensasi untuk pekerjaan yang dilakukan harus adil bagi

karyawan dan majikan.

8. Sentralisasi. Mengurangi peran bawahan dalam pengambilan keputusan

adalah sentralisasi; meningkatkan peran mereka adalah disentralisasi. Fayol

percaya bahwa manajer harus mempertahankan tanggung jawab akhir, tetapi

pada saat yang sama harus memberikan wewenang yang cukup kepada

bawahan untuk mengerjakan tugasnya dengan baik.

9. Hirarkhi. Garis wewenang dalam sebuah organisasi- sekarang sering

digambarkan dalam bagan atau struktur organisasi- berjalan menurut

peringkat dari manajemen puncak ke tingkat yang paling bawah dari

organisasi.

Page 24: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

25

10. Susunan. Material dan orang harus berada di tempat yang tepat pada waktu

yang tepat. Orang, harus pada posisi atau pekerjaan yang paling cocok

baginya.

11. Keadilan. Manajer harus bersahabat dan adil kepada bawahannya.

12. Stabilitas Staf. Banyaknya karyawan yang keluar mengungkapkan fungsi

efisiensi dari organisasi.

13. Inisiatif. Bawahan harus diberi kebebasan untuk memikirkan dan

melaksanakan rencana mereka. Walaupun beberapa kesalahan mungkin

terjadi.

14. Semangat Korps. Mempromosikan semangat tim akan memberikan rasa

kesatuan pada organisasi. Bagi Fayol, bahkan faktor yang kecilpun harus

membantu mengembangkan semangat. Dia menyarankan, misalnya,

penggunaan komunikasi verbal sebagai ganti dari komunikasi formal tertulis

jika memungkinkan.

Pendukung aliran Fayol adalah Max Weber (1864-1920) dalam Stoner, 1995, p. 37,

seorang sosiolog Jerman terkemuka mengembangkan suatu teori manajemen

birokrasi yang menekankan kebutuhan akan hirarkhi yang ditetapkan dengan ketat

yang diatur dengan peraturan dan wewenang yang jelas. Menurut Weber bahwa

sebuah organisasi yang ideal pastilah sebuah birokrasi yang aktivitasnya dan

tujuannya dipikirkan secara rasional dan pembagian tugas diantara para karyawan

inyatakan dengan jelas. Disamping juga Weber percaya bahwa kompetensi teknis

harus ditekankan dan bahwa evaluasi prestasi kerja harus berdasarkan pada

keunggulan.

Tokoh lainnya adalah Mary Parker Polett (1868-1933) dalam Soner, 1995, p. 37,

yang sumbangan pemikirannya banyak memperkenalkan elemen baru, terutama

dalam bidang hubungan manusia dan struktur organisasi. Ddalam hal ini, ia

mempelopori kecenderungan yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh aliran

tinkah laku dan ilmu manajemen yang muncul kemudian. Folett percaya bahwa

tidak seorangpun dapat menjadi seorang yang utuh kecuali sebagai anggota sebuah

Page 25: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

26

kelompok: manusia tumbuh lewat hubungan mereka dengan manusia lain dalam

organisasi. Menurut Folett, sebenarnya manajemen adalah seni melakukan pekerjaan

melalui manusia. Sejalan dengan Polett, Chester Bernard (1886-1963) dalam Stoner,

1995, p. 38. memperkuat dari pengalamannya bahwa sebenarnya orang berkumpul

dalam organisasi formal untuk mencapai tujuan yang tidak dapat mereka capai kalau

bekerja sendiri. Tetapi pada saat mengejar tujuan organisasi mereka juga harus

memuaskan kebutuhan individual masing-masing yang pada akhirnya Bernard

sampai pada sebuah thesis sentralnya bahwa sebuah perusahaan dapat beroperasi

secara efisien dan tetap bertahan hanya kalau secara organisasi dibuat seimbang

dengan tujuan dan keperluan individual yang bekerja untuk perusahaan tersebut.

Apa yang dikerjakan Bernard adalah menetapkan prinsip yang membuat orang dapat

bekerja dalam hubungan yang mantap dan saling menguntungkan secara terus

menerus.

3. Aliran Tingkah Laku Aliran tingkah laku yang menganggap bahwa organisasi juga hidup bagaikan

manusia muncul sebagai kritik karena pendekatan organisasi klasik tidak berhasil

mencapai produksi efisien yang harmoni di tempat kerja yang memadai Manajer

menjadi prustasi karena orang tidak selalu mengikuti pola tingkah laku yang

diramalkan/diharapkan. Jadi terdapat minat yang semakin besar untuk membantu

manajer agar lebih efektif dalam hubungannya dengan sis manusia dari organisasi

mereka, oleh karenanya pendekatan aliran tingkah laku yang dikenal dengan

Behavioral management pendekatannya lebih banyak didukung dari disiplin

sosiologi dan psikologi (dalam kajian ini menjadi perpektif yang masing-masing

berdiri sendiri).

4. Aliran Ilmu Manajemen Aliran ilmu manajemen (Management science) muncul pada saat perang dunia ke 2,

dimana pasukan inggris dengan sekutunya berhasil membentuk tim operasional

research (OR) yang beranggotakan berbagai ahli matematika, fisika dan ilmu yang

lain dalam tim OR. Tujuannya bagaimana dengan ketersediaan logistik, serdadu,

Page 26: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

27

persenjataan yang ada harus mampu menaklukkan Jerman dan Jepang. Dan terbukti

memang Inggris dan sekutunya berhasil memenangkan perang.

Setelah perang usai, penerapan model operasional reseach berangsur angsur menjadi

semakin jelas terlebih lagi setelah ditemukannya komputer berkecepatan dan

kemampuan tinggi dan komunikasi diantara komputer membuka jalan untuk

menangani masalah organisasi dalam penggunaan sumber dayanya yang semakin

kompleks untuk tujuan analisis optimasi pemakaiannya. Penerapan OR telah banyak

membantu para CEO perusahaan multi nasional mencapai sukses besar ( Stoner,

1995, p. 44)

5. Aliran Mutahir Teori Manajemen

Teori manajmen modern pada dasarnya adalah mozaik dari berbagai teori yang

paling sedikit telah bertahan selama satu abad terakhir (Stoner et all, 1995, p. 45).

Teori manajemen yang belakangan muncul diantaranya menggunakan pendekatan

sistem dan pendekatan kontingensi (situasional)

Pendekatan sistem untuk manajmen memandang suatu organisasi sebagai suatu

kesatuan sistem yang terdiri dari bagian-bagian (sub-sistem) yang saling berkaitan.

Pendekatan ini memberikan kemungkinan kepada para menejer untuk melihat

organisasi secara keseluruhan dan sebagai bagian dari lingkungan eksternal

organisasi yang lebih luas dan berubah secara dinamis (telah diuraikan di depan

mengenai globalisasi dan manajemen). Teori sistem setidaknya membantu manajer

dalam meramalkan bagaimana perubahan lingkungan eksternal sebagai sistem bisnis

global terhadap organisasi (tingkat mikro/entitas bisnis) sebagai salah satu sub

sistemnya. Pendekatan ini yang secara lebih tajam akan dilihat pengaruhnya pada

perilaku manajemen pada organisasi koperasi.

Pendekatan kontingensi sering juga disebut sebagai pendekatan situasional,

dikembangkan oleh manajer, konsultan dan peneliti yang mencoba menerapkan

konsep dan aliran besar manajemen seperti yang telah diuraikan pada situasi

Page 27: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

28

kehidupan nyata organisasi yang menjadi obyek (dalam kajian ini adalah koperasi).

Ketika berbagai metoda amat efektif dalam satu situasi tertentu, tetapi gagal bekerja

dalam situasi yang lain, maka kita akan mencari penjelasannya, mengapa? Menurut

pendekatan kontingensi, tugas manajer adalah mengidentifikasi teknik manajemen

yang mana yang dalam situasi tertentu, dibawah keadaan tertentu, dan pada waktu

tertentu, paling baik memberikan kontribusi pada sasaran manajemen. Dalam kajian

ini penulis condong pada aliran pendekatan manajemen modern dengan pendekatan

situasional (contingency)

2.5. Fungsi dan Proses Manajemen Para pakar manajemen menyimpulkan bahwa sejak akhir abad kesembilan belas,

biasanya manajemen didefinisikan dalam empat fungsi spesifik dari manajer, yaitu

merencanakan (Planning), mengorganisasikan (Organizing), melaksanakan

(actuating), dan mengendalikan (Controlling), walaupun kerangka kerja ini masih

terus di teliti dan sering diperdebatkan (Stoner at al,1996 : 10). Tetapi kondisi

terkini, para pakar manajemen Amerika cenderung menganut tiga fungsi utama yaitu

Planning, Organizing, dan Controlling dengan alasan yang dapat

dipertanggungjawabkan bahwa Actuating atau pelaksanaan sebenarnya masuk

dalam dimensi perencanaan (Gibson, at al. 1996 : 174). Dalam kajian ini, peneliti

juga menggunakan kerangka kerja fungsi manajemen menurut Gibson.

Proses adalah cara sistematik yang sudah ditetapkan dalam melakukan kegiatan.

Jadi manajemen sebagai suatu proses adalah pengertian yang menekankan bahwa

manajer- tidak peduli bakat dan keterampilannya-terlibat dalam aktivitas yang saling

terkait dalam fungsi perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian sumber daya

untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang diinginkan.

1. Perencanaan (planning) Para manajer dalam sebuah organisasi mempunyai tanggung jawab utama

terhadap perencanaan. Para pakar manajemen memandang perencanaan sebagai

fungsi primer manajemen yang akan menentukan dua fungsi lainnya yaitu

Page 28: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

29

pengorganisasian dan pengendalian untuk mengarahkan pencapaian tujuan

organisasi secara efektif. Menurut Gibson, at al (1996: 172) perencanaan

berfokus pada masa depan: apa yang harus dicapai dan bagaimana mencapainya.

Pada esensinya fungsi perencanaan termasuk aktifitas manajerial yang

menetapkan tujuan-tujuan untuk masa depan dan sarana yang tepat untuk

mencapainya. Hasil dari fungsi perencanaan adalah rencana, suatu dokumen

tertulis yang menetapkan serangkaian tindakan yang akan diambil perusahaan

atau organisasi.

Lebih lanjut, Gibson menekankan bahwa fungsi perencanaan mengharuskan

manajer untuk membuat keputusan tentang empat elemen atau dimensi dasar

rencana: tujuan, tindakan, sumber daya, dan implementasi.

(1) Tujuan, menetapkan kondisi masa depan yang diharapkan oleh sebuah

organisasi untuk dicapai (dikaitkan dengan perspektif waktu tujuan dapat berupa

tujuan jangka panjang berupa visi maupun tujuan jangka pendek yang sering

disebut tujuan atau sasaran). Sebagai contoh pernyataan ”visi perusahaan

menjadi perusahaan bisnis eceran terdepan di Indonesia yang menguasai pangsa

pasar lebih dari 50 persen”. Sedangkan tujuan jangka pendeknya dapat berupa”

pada akhir tahun 2008 perusahaan sudah mampu meningkatkan laju volume

penjualan sebesar 15 persen dari tahun sebelumnya.

(2) Tindakan, adalah sarana atau aktivitas-aktivitas khusus yang direncanakan

untuk mencapai tujuan. Jika dikaitkan dengan visi dan tujuan diatas, maka

tindakan yang dimaksud adalah untuk menguasai pangsa pasar lebih dari 50

persen dan pada akhir tahun 2008 volume penjualan harus sudah meningkat

sebesar 15 persen dari kondisi tahun sekarang. Sudah barang tentu penetapan

tujuan dan tindakan juga memerlukan peramalan (forecasting) masa depan.

(3) Sumber daya, merupakan hambatan-hambatan pada rangkaian tindakan,

begitu pula potensi-potensi yang dapat mendukang tindakan juga harus

diperhitungkan. Sebagai contoh, biaya total yang dikeluarkan untuk promosi

pengembangan pasar tidak boleh lebih dari 5 persen dari volume penjualan.

Page 29: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

30

Suatu rencana harus menetapkan macam dan banyaknya sumber daya yang

diperlukan, juga sumber daya potensial dan alokasi dari sumber daya tersebut.

Penetapan sumber daya juga melibatkan penganggaran (budgeting), identifikasi

dan alokasi sumber daya yang dapat dipastikan untuk rangkaian tindakan.

(4) Implementasi, penugasan dan arahan personel untuk melaksanakan rencana

tersebut (staffing). Jadi pada akhirnya sebuah rencana harus memasukkan cara

dan sarana untuk mengimplementasikan tindakan-tindakan tersebut.

Dalam praktek, pada beberapa organisasi, perencanaan adalah usaha gabungan

para manajer dan personil lainnya. Di suatu organisasi, perencanaan dikerjakan

oleh kelompok manajemen atas. Di organisasi yang lain lagi, perencanaan awal

dilakukan oleh satu individu. Jadi, berapa orang dan siapa yang terlibat dalam

perencanaan akan sangat tergantung pada ukuran dan jenis organisasi, jumlah

individu yang bertanggung jawab terhadap perencanaan akan bervariasi.

Umumnya semakin besar suatu organisasi, semakin banyak individu yang terlibat

dalam perencanaan (Gibson, at al 1996: 173).

Selain kita mengenal fungsi perencanaan dan elemen-elemen penting

didalamnya seperti telah diuraikan di atas, organisasi-organisasi sekarang

berfungsi dalam suatu lingkungan persaingan global yang makin ketat. Untuk

membentuk kesatuan tujuan di sebuah organisasi dan untuk menjaga agar

anggota organisasi bergerak dalam arah yang sama, manajer senior harus

menyusun rencana strategis dengan visi yang kuat. Perencanaan strategis

memainkan peran kunci dalam mencapai keseimbangan antara hasil jangka

pendek dan jangka panjang. Memusatkan perhatian hanya kepada hasil jangka

pendek dapat menimbulkan keengganan menanggung resiko yang menyebabkan

perusahaan berjalan lamban (Gibson, at al 1996:204)

Perencanaan Strategis Perencanaan strategis merupakan suatu proses untuk menganalisis dan

mengambil keputusan yang berkenaan dengan:

Page 30: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

31

• Misi, atau alasan keberadaan suatu organisasi

• Sasaran, atau hasil yang harus dicapai oleh suatu organisasi

• Strategi, atau upaya (aktivitas) untuk mencapai sasaran yang diinginkan

• Alokasi sumber daya, yaitu mendistribusikan sumber daya pada aktivitas yang

tepat untuk mencapai sasaran.

Perencanaan Operasional Perencanaan operasional merupakan langkah-langkah untuk mencapai tujuan

perencanaan strategis jangka pendek, yang mencakup:

• Apa yang harus dilakukan

• Siapa yang melakukannya,dan

• Bagaimana melakukannya

Perencanaan operasional , antara lain mencakup kegiatan:

• Membuat anggaran tahunan (divisi, departemen, proyek dll)

• Memilih metoda atau prosedur spesifik guna mengimplementasikan strategi

perusahaan

• Menetapkan serangkaian tindakan tertentu yang diperlukan guna memperbaiki

dan meningkatkan kinerja operasional perusahaan.

2. Pengorganisasian (organizing) Pengorganisasian dapat dikatakan sebagai proses penciptaan hubungan antara

berbagai fungsi, personalia dan faktor-faktor fisik, agar semua pekerjaan yang

dilakukan dapat bermanfaat serta terarah pada suatu tujuan. Mengorganisasikan

merupakan bagian proses manajemen yang memiliki arti membagi pekerjaan

diantara para individu dan kelompok serta mengkoordinasikan aktivitas mereka

agar setiap individu dapat mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tugasnya

sehingga mereka dapat bekerja sama dengan baik dalam suatu perusahaan guna

mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Stoner, at al 1996: 11)

Menurut Gibson, at al (1996: 233) lebih lanjut menjelaskan bahwa fungsi

pengorganisasian dalam sebuah organisasi meliputi pembagian seluruh tugas

Page 31: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

32

kedalam berbagai kerja individual dengan wewenang dan tanggung jawab

tertentu untuk menjalankan kerja tersebut dan selanjutnya berbagai kerja

individual tersebut dikumpulkan kedalam berbagai departemen menurut dasar

dan ukuran tertentu. Tujuan fungsi pengorganisasian adalah mencapai usaha

terkoordinasi melalui pendisainan struktur hubungan tugas dan wewenang. Dua

konsep pokok pengorganisasian adalah disain tugas dan struktur. Disain, dalam

konteks ini, mengimplikasikan bahwa manajer melakukan suatu upaya untuk

lebih dulu menetapkan cara karyawan melakukan pekerjaannya; struktur

menunjuk kepada pertalian yang relatif stabil dan aspek organisasi.

Dimensi struktur, meskipun kesepakatan universal tentang perangkat dimensi

umum yang mengukur perbedaan struktur organisasi tidak dapat dicapai,

beberapa petunjuk dapat dibuat. Kita dapat menggunakan tiga dimensi struktur

organisasi untuk menggambarkan dan menganalisis perbedaan berbagai struktur

organisasi. Ketiga dimensi tersebut adalah formalisasi, sentralisasi dan

formalitas (Gibson, at al. 1996:234)

Berdasarkan pada pandangan para ahli manajemen tentang fungsi

pengorganisasian yang telah diuraikan diatas maka dimensi variabel fungsi dan

proses pengorganisasian yang menjadi dasar kajian, meliputi :

• disain struktur

• dasar pembagian tugas

• pendelegasian wewenang

• mekanisme koordinasi

Pengorganisasian yang baik dapat memberikan beberapa keuntungan,

diantaranya:

• Meningkatkan hubungan yang baik antar anggota organisasi, maupun

antar bagian/unit dalam organisasi sehingga akan mempermudah

pencapaian tujuan dalam organisasi.

Page 32: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

33

• Setiap anggota organisasi dapat mengetahui dengan jelas tugas dan

kewajiban serta tanggung jawabnya.

Dengan semakin pesatnya teknologi informasi, telah banyak mempengaruhi

mekanisme koordinasi dan komunikasi dalam pekerjaan. Kalau cara-cara lama

pelaksanaan kordinasi dan komunikasi cenderung dilakukan secara formal,

terjadi perubahan kepada koordinasi dan komunikasi yang cenderung cepat dan

informal seperti dengan menggunakan SMS, e-mail, web dan lain sebagainya

yang membantu mempercepat penyelasaian masalah dan pengambilan keputusan

tidak harus diselesaikan dalam rapat-rapat koordinasi formal yang memerlukan

biaya tinngi.

Organisasi Jaringan (net work)

Berbagai bentuk kerjasama antar organisasi bisnis atau perusahaan sudah lama

dikembangkan di dalam kehidupan ekonomi seperti misalnya di dalam bentuk kartel,

holding company dan lebih dikembangkan lagi di dalam bentuk joint venture,

strategic allinces dan informational networks (Dulfer; 1994). Dengan merujuk pada

teori manajemen dan dihubungkan dengan proses penyelenggaraan kerjasama antar

organisasi perusahaan, maka kerja sama diartikan sebagai usaha untuk mengatasi

permasalahan bisnis secara bersama-sama diantara dua atau lebih perusahaan-

perusahaan. Indikasinya adalah adanya penggabungan penyediaan kepentingan

bersama melalui aktivitas bersamayang diikuti berdasarkan kontrak formal

(Hann/Kaufmann, dalam IHCO; 1994). Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang

dibentuk oleh sekelompok pengusaha kecil dan menengah atau badan hukum

koperasi lainnya memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan pengertian ini.

Konsepsi tentang aliansi strategisbanyak dibicarakan didalam pembahasan mengenai

manajemen strategis. Fungsi dari manajemen strategis adalah menetapkan arah

perusahaan ke masa depan. Aliansi strategis merupakan salah satu bentuk spesifik

dari kerjasama, peserta bergabung untuk menetapkan sasaran strategis bersama dan

membangun keunggulan bersaing Mereka menyatukan kegiatan-kegiatan yang

selaras dalam kerangka membentuk keunggulan bersaing melalui aliansi, meskipun

pengertiannya masih sering diterapkan secara terbatas misalnya untuk menjelaskan

Page 33: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

34

kerja sama horizontal saja. Aliansi horizontal adalah aliansi strategis dalam sektor

industri yang sama atau karena memiliki teknologi yang berkaitan satu sama lain

(Backhlaus, dalam Hann/Kaufmann; 1994). Fenomena empirik yang dapat diamati

sebagai contoh adalah aliansi strategis antara Toyota dan Daihatsu dalam

memproduksi mobil MPV Avanza dan Senia. Dengan melakukan kerjasama ini

mereka mampu memperoduksi mobil dengan lebih efisien tanpa saling merebut

pangsa pasar masing-masing dan ternyata sukses besar.

3. Pengendalian (controlling) Fungsi terakhir manajemen yang harus dilaksanakan oleh pihak manajemen

adalah fungsi pengendalian. Pengendalian merupakan aktivitas untuk

menemukan, mengoreksi adanya penyimpangan-penyimpangan dari hasil yang

telah dicapai, dibandingkan dengan rencana kerja yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Pada setiap tahapan kegiatan perlu dilakukan pengendalian, agar lebih cepat

dilakukan koreksi bila terjadi penyimpangan. Proses pengendalian mencatat

setiap perkembangan kearah tujuan pokok perusahaan, juga sasaran serta metoda

pencapaiannya yang memungkinkan manajer mengetahui lebih awal terdapat

penyimpangan. Karenanya, pengendalian berkaitan erat dengan perencanaan.

Menurut Gibson, at al (1996: 302), terdapat tiga jenis pengendalian manajemen

yaitu pengendalian pendahuluan (preliminary control), pengendalian bersamaan

(concurrent control), dan pengendalian umpan balik (feedback control).

Pengendalian pendahuluan berfokus pada pencegahan penyimpangan dalam

kualitas dan kuantitas dari sumber daya yang digunakan oleh organisasi. Sumber

daya manusia harus memenuhi kualifikasi yang ditentukan. Material harus

memenuhi tingkat kualitas yang bias diterima dan harus tersedia pada saat

dibutuhkan. Modal juga harus cukup tersedia sesuai dengan yang direncanakan.

Pengendalian bersamaan, memantau operasi yang berjalan memastikan bahwa

berbagai tujuan telah direalisasikan. Standar yang membimbing kegiatan yang

Page 34: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

35

berjalan dihasilkan dalam uraian pekerjaan dan berbagai kebijakan yang

dihasilkan dari fungsi perencanaan. Metoda pengendalian umpan balik

berfokus pada hasil-hasil akhir. Tindakan korektif ditunjukkan kepada perbaikan

proses perolehan sumber daya atau operasi actual.

Matriks Jenis dan Teknik Pengendalian (Gibson, at al. 1996:305)

Jenis Pengendalian Teknik Pengendalian

Pendahuluan • Pemilihan, penarikan dan

penempatan karyawan

• Pemeriksaan material

• Penganggaran modal

• Penganggaran keuangan

Bersamaan • Pemantauan

• Pengarahan

Umpan balik • Analisis laporan keuangan

• Analisis biaya standart

• Prosedur pengendalian kwalitas

• Evaluasi kinerja karyawan

Dalam praktek, penerapan fungsi pengendalian dalam manajmen modern

dikaitkan dengan orientasi meningkatkan kualitas secara menyeluruh. Salah satu

dari konsep tersebut adalah Total Quality Management (TQM). Istilah total

mengandung makna every process, every job and every person (Lewis and

Smith, 1994). Pengertian TQM dapat dibedakan dalam dua aspek (Goetsch and

davis, 1994) yaitu aspek pertama menguraikan apa TQM itu. TQM didefinisikan

sebagai pendekatan dalam menjalankan bisnis/usaha yang berupaya

memaksimalkan daya saing melalui penyempurnaan terus-menerus atas produk,

jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi. Sedangkan aspek yang kedua

adalah cara mencapainya dan berkaitan dengan 10 karakteristik TQM yang

terdiri: berfokus pada pelanggan (internal maupun eksternal), berobsesi tinggi

Page 35: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

36

pada kualitas, menggunakan pendekatan ilmiah, memiliki komitmen jangka

panjang, kerja sama tim, penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan,

pendidikan dan pelatihan, menerapkan kebebasan yang terkendali, memiliki

kesatuan tujuan, serta melibatkan dan memberdayakan karyawan. Creech

(1996) disisi lain mengemukakan ada lima pilar untuk dapat berhasil menerapkan

TQM, lima pilar tersebut adalah produk, proses, organisasi, pemimpin dan

komitmen. Lebih lanjut creech menjelaskan bahwa produk merupakan titik pusat

bagi tujuan dan prestasi organisasi. Kualitas dalam produk tidak mungkin tanpa

kualitas dalam proses. Kualitas dalam proses tidak akan mungkin ada tanpa ada

organisasi yang tepat. Organisasi menentukan kesehatan dan vitalitas

keseluruhan sistem manajemen. Meskipun demikian, organisasi yang tepat tidak

ada artinya tanpa kepemimpinan yang memadai dan komitmen yang kuat.

2.6. Sistem Penggajian (Renumerasi) Para peneliti dan praktisi manajemen telah berusaha mengembangkan

pemahamannya terhadap hubungan antara struktur organisasi dan kinerja, sikap

karyawan, kepuasan kerja dan berbagai variabel lain yang dianggap penting. Namun

usaha pemahaman tersebut telah dihambat tidak hanya oleh kerumitan hubungan

diantara variabel-variabel tersebut, tetapi oleh kesulitan dalam mengukur dan

menentukan konsep struktur organisasi itu (Gibson, at al 1996: 235). Berdasarkan

penjelasan ini, sebenarnya dimensi sistim penggajian dan juga sistim karier termasuk

dalam ranah struktur organisasi, karena alasan kerumitan tersebut maka dimensi ini

menjadi variabel sendiri yang masuk dalam ranah manajemen sumber daya manusia

sebagai cabang ilmu manajemen yang mendalami masalah tersebut.

Sistem penggajian (renumerasi) atau sistem kompensasi merupakan hal yang paling

mendasar dari sumber daya manusia bahwa mereka menukarkan segenap tenaga dan

pikiran mereka untuk mendapatkan kompensasi. Kompensasi dapat mencakup

insentif yang dapat meningkatkan mativasi karyawan dan pada akhirnya

meningkatkan produktivitas karyawan.

Page 36: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

37

Sebagai konsep, kompensasi didefinisikan ” compensation is what employess receive

in exchange for their work, including pay and benefits” (Werther 1994). Definisi

lain menyebutkan ” Compensation refers to all forms of financial return, tangible

services, and benefits employees recieve as part of an employment relationship.”

(Milkovich, 1988)

Dari pengertian di atas menjadi sangat jelas bahwa kompensasi merupakan hal yang

penting karena pendapatan dan benefit lainnya pada dasarnya merupakan sesuatu

yang dapat memenuhi banyak kebutuhan karyawan. Selain itu juga pendapatan dan

benefit lain merupakan lambvang dari prestise, kekuasaan, prestasi dan status

karyawan dalam mayarakat.

Setiap orang yang menukarkan jasanya kepada organisasi tentunya memiliki harapan

tersendiri tentang apa yang akan diperolehnya dari organisasi tersebut. Dalam

menentukan besarnya kompensasi yang diterima oleh karyawan, perlu

dipertimbangkan banyak hal. Milcovich (1988) menciptakan suatu model yang

menggambarkan faktor-faktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan dalam hal

kompensasi bagi karyawan. Pada model tersebut dapat dilihat bahwa faktor-faktor

yang berada di luar teknik kompensasi sebenarnya bertujuan untuk menciptakan

efisiensi serta equity bagi karyawan dan perusahaan. Model tersebut digambarkan

sebagai berikut:

Page 37: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

38

Gambar : Pay model

Sumber: George T. Milkovich & John W. Boudreau, 1988, p. 714.

Adanya perasaan tidak adil dari para karyawan akan menyebabkan hal-hal yang

kurang baik bagi pencapaianan tujuan organisasi. Hal tersebut disebabkan karena

adanya gap antara harapan karyawan dengan kenyataan yang diperolehnya di

organisasi tersebut. Bernardin (1993) menuangkan hal-hal yang berpengaruh

terhadap harapan, kenyataan dan kepuasan maupun ketidakpuasan karyawan dalam

suatu model sebagai berikut:

Page 38: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

39

Gambar: Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan karyawan dalam hal

kompensasi

Sumber: H. John Bernardin & Joyce E.A. Russell, 1993, p. 422.

Dari model diatas dapat dilihat bahwa ternyata secara garis besar faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan maupun ketidak puasan karyawan dalam hal kompensasi

dari organisasi adalah beban pekerjaan yang ditangani karyawan, beban pkerjaan

serupa yang ditangani karyawan setingkat di organisasi lain, karakteristik pekerjaan,

hasil yang didapat dari sisi non finansial, pendapatan yang pernah diperoleh

karyawan sebelumnya, pendapatan yang diperoleh karyawan setingkat di organisasi

lain serta pendapatan yang diperolehnya di organisasi.

Page 39: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

40

Ketidak puasan akan pendapatan dan benefit yang diperolehnya dapat menimbulkan

berbagai dampak. Kemungkinan-kemungkinan dampak dan ketidak puasan

karyawan terhadap kompensasi atau keinginan karyawan untuk mendapat lebih yang

diberikan organisasi digambarkan pada bagan berikut.

Gambar: A Model of the consequences of pay dissatisfaction

Desire formore pay

Paydissatisfaction

Peformance

Strikes

Grievances

Search for ahigher-paying

job

Lowerattractiveness

of job

Absenteeism

Turnover

Jobdissatisfaction

Absenteeism

Dispensaryvisits

Psychologicalwithdrawal

Poor mentalhealth

Sumber:Wiliam B. Werther.Jr.& Keith Davis, 1996, p.379.

Gegiatan-kegiatan yang termasuk kedalam manajemen kompensasi menurut Werther

(1996) adalah:

• Wages and salaries

• Incentives and gainsharing

Page 40: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

41

• Benefit and services

• Security, safety and health

Selanjutnya ada tiga tujuan yang ingin dicapai dari program kompensasi dan

renumerasi (Edwin B. Flippo, 1992) yaitu (1) untuk menarik karyawan yang cakap

ke dalam organisasi, (2) untuk memotivasi mereka untuk mencapai prestasi yang

unggul, dan (3) untuk menciptakan masa dinas yang panjang.

Kompensasi dapat dibedakan dalam bentuk uang dan non uang serta dapat diberikan

secara langsung dan tidak langsung (Wayne F. Cascio, 1995). Kompensasi langsung

berupa upah/gaji dan insentif, sedangkan kompensasi tidak langsung dapat berupa

tunjangan-tunjangan. Dalam hal ini Edwin B. Flippo membedakan tiga jenis

kompensasi, yaitu (1) kompensasi dasar, (2) kompensasi variabel, dan (3)

kompensasi tambahan tunjangan. Kompensasi dasar berupa upah/gaji biasanya

didasarkan pada hasil evaluasi pekerjaan. Evaluasi pekerjaan jika dikaji bersamaan

dengan survey atas dasar tarif-tarif yang dibayar oleh perusahaan pesaing, maka

organisasi dapat menyusun kebijakan upah dan gaji yang memadai. Ini berarti

penyusunan kebijakan upah atau gaji harus konsisten dengan kondisi internal dan

kondisi eksternal organisasi. Lebih lanjut Wayne F. Cascio, 1995, berpendapat

bahwa untuk mengembangkan sistem upah dan atau gaji diperlukan empat alat dasar,

yaitu (1) update job description, (2) job evaluation method, (3) Pay surveys, dan (4)

Pay structure.

Dari banyak penelitian yang berkaitan dengan hubungan antara kompensasi kerja

dengan motivasi kerja dan produktivitas menunjukkan korelasi yang kuat. Oleh

karena itu perusahaan-perusahaan modern selalu mengembangkan kebijakan

kompensasi yang dinamis dan cenderung transparan telah berhasil memelihara

karyawannya, meningkatkan loyalitas, dedikasi dan integritas karyawannya untuk

bekerja keras dan produktif.

Page 41: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

42

2.7. Sistem Karier Dalam manajemen sumber daya manusia, sistem karier karyawan merupakan bagian

dari program pengembangan, penghargaan dan pemeliharaan karyawan. Tumbuh

suburnya perusahaan yang bergerak dibidang industri dewasa ini mengakibatkan

semakin ketatnya persaingan diantara perusahaan tersebut. Dalam kondisi seperti ini

ada satu kendala yang dirasakan setiap perusahaan, yaitu keterbatasan terseddianya

sumber daya manusia yang handal agar perusahaan mampu berkompetisi secara

terbuka. Untuk mengatasi masal tersebut sering perusahaan mengambil jalan pintas

dengan membajak atau mengambil kryawan dari perusahaan lain dengan tawaran

karier dan penghargaan yang lebih menarik dibandingkan dengan perusahaan asal.

Khusus mengenai sistem karier, rotasi dan penghargaan diakui oleh para ahli dan

kalangan praktisi manajemen bisnis dapat menunjang produktivitas kerja para

karyawan, sebab faktor tersebut berpengaruh terhadap motivasi kerja. Kaitan antara

sistem karier dan rotasi kerja dengan motivasi kerja diungkapkan oleh R. Wayne

Mondy dkk (1999) bahwa transfer karyawan dari satu bidang ke bidang kerja

lainnya diantaranya adalah untuk menumbuhkan kepuasan kerja dalam diri

karyawan, sementara itu kepuasan kerja amat berpengaruh terhadap motivasi kerja

para karyawan suatu perusahaan. Hal senada dikemukakan oleh Robert Kreitner dkk

(1998) bahwa rotasi kerja adalah bagian dari sistem karier karyawan yang bertujuan

untuk menciptakan variasi pekerjaan bagi karyawan dengan tujuan (1) firms often

find it necessary to reorganize, (2) to make positions available in the primary

promotion channels. Another reason is to satisfy employees personal desires and is

an effective dealing with personality clasches.

Dari uraian tersebut bahwa tujuan sistem rotasi karyawan yang pertama adalah

berkaitan dengan kepentingan perusahaan dalam melaksanakan reorganisasi

perusahaan dalam rangka menjawab tantangan-trantangan dan kebutuhan-kebutuhan

perusahaan baik tantangan yang muncul dari dalam perusahaan maupun dari luar.

Tujuan yang kedua berkaitan dengan promosi jabatan. Seorang karyawan yang akan

Page 42: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

43

naik jabatan, terutama para manajer, biasanya ditransfer dulu ke bidang kerja lain.

Hal ini dimaksudkan untuk menambah wawasan kerja karyawan yang bersangkutan

sehingga dalam menduduki jabatan barunya kelak, ia sudah memiliki pengalaman

den wawasan yang luas tentang pekerjaan.

Cheraskin dan michael A. Campion dalam Wendell L. French, 1998, menyebutkan

ada delapan hal yang harus dipertimbangkan dalam sistem rotasi dan karier

karyawan, yaitu:

1. Sistem rotasi harus dipertimbangkan sebagai komponen dari pelatihan dan

program karier.

2. Ada kejelasan tentang jenis atau bidang keterampilan apa yang akan

diorientasikan kepada karyawan

3. Melaksanakan sistem rotasi untuk bidang-bidang kerja nonexempt dan

bidang-bidang pekerjaan profesional dan bidang-bidang manajerial. Bahkan

sistem rotasi bisa dilaksanakan untuk semua bidang pekerjaan.

4. Untuk promosi karier, baik yang bersifat cepat maupun lambat, sistem rotasi

tepat untuk digunakan sebab akan dapat mengurangi efek-efek negatif dari

proses karier tersebut dengan memberikan stimulasi-stimulasi pekerjaan

tambahan.

5. Sistem rotasi dapat digunakan sebagai alat pengembangan karier di luar jalur

promosi karier biasa.

6. Para pekerja minoritas dan juga para wanita harus diberikan perhatian khusus

dalam perencanaan sistem rotasi.

7. Hubungan sistem rotasi dengan pengembangan karier harus dirumuskan

dengan jelas sehingga setiap pekerja mengetahui performance mana yang

harus dikermbangkan sebagai suatu syarat untuk menempati jabatan barunya.

Hubungan antara sistem rotasi dan pengembangan karier harus secara

bersama-sama dirumuskan oleh para pekerja dan pimpinan saat pekerja yang

bersangkutan diorientasikan untuk menduduki sebuah jabatan.Keuntungan

dari pendekatan ini yaitu bahwa si pekerja dan pimpinan memiliki pengertian

Page 43: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

44

yang sama dan jelas tentang apa yang diharapkan dari si pekerja dengan

menduduki jabatan tersebut sehingga membuahkan hasil yang baik.

8. Menggunakan metoda sistem rotasi yang efektif dan efisien.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan modern harus memiliki

kebijakan sistem rotasi dan karier sebagai bagian yang terintegrasi dengan sistem

kompensasi dan penghargaan yang baik pula. Hal ini sudah banyak dibuktikan pada

perusahaan-perusahaan yang mampu bertahan, tumbuh dan berkembang serta

berumur panjang adalah perusahaan yang memiliki kebijakan sistem karier dan rotasi

yang dinamis sesuai dengan tuntutan perubahan yang berorientasi pada kepuasan

pelanggan.

2.8. Efisiensi Usaha Indikator akhir dari sebuah upaya manajemen bisnis adalah tingkat efisiensi usaha.

Efisiensi usaha merupakan ukuran keberhasilan manajemen dalam mengelola

sumberdaya perusahaan yang dikenal dengan ” the six M”, yaitu Man, Material,

Machines, Methodes, Money dan Market. Efisiensi merupakan ukuran produktifitas dari

manajerial skill tim manajemen sebuah organisasi/perusahaan. Hanya perusahaan yang

efisien yang akan mampu bertahan dalam situasi ketidak pastian pasar. Pendekatan

manajemen terhadap efisiensi juga merujuk pada disiplin ilmu ekonomi. Dari berbagai

literatur ekonomi bahwa efisiensi adalah ukuran produktivitas penggunaan sumber daya

ekonomi. Dalam konsepnya dikenal dengan konsep efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis dapat diukur dari tingkat produktivitas fisik input dalam

menghasilkan tingkat input contohnya produktivitas gabah ton per hektar, produktivitas

sapi perah liter susu per hari per ekor. Menurut konsep ini efisiensi teknis akan tercapai

pada tingkat produktifitas input tertinggi ( Perguson, 1984 )

Efisiensi ekonomis didekati dengan bagaimana input digunakan untuk menghasilkan

tingkat keuntungan usaha yang maksimal ( Bboediono, 1986 ). Pendekatannya dapat

dilakukan kedalam model least-cost combination ( kombinasi pemakainan input

Page 44: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

45

dengan biaya terendah ), lebih lanjut dalam disiplin ilmu manajmen keuangan dikenal

dengan efisiensi biaya. Model lainnya adalah model output maximization, yaitu

dengan menggunakan modal tertentu bagaimana perusahaan menghasilkan output

paling banyak, yang berarti mencapai tingkat keuntungan maksimal. Dalam

manajemen bisnis model ini dikenal dengan efisiensi usaha yang biasanya diukur

dalam monetary term.

Untuk menganalisis efisiensi manajemen bisnis pada koperasi akan menggunakan

pendekatan yang dikemukakan oleh Hanel ( 1988 ), efisiensi manajemen usaha

koperasi dapat menggunakan ukuran:

1. Efisiensi dalam operasional usaha yang terlihat dalam validitas laporan

keuangan koperasi (financial viability ) dan keragaan kewirakoperasian

(entrepreneurship performance ).

2. Efisiensi yang dihubungkan dengan pengembangan.

3. Efisiensi yang dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan anggota.

Sedangkan menurut Boediono ( 1986 ), mengemukakan bahwa efisiensi manajemen pada

koperasi dapat diukur dengan jumlah atau banyaknya anggota yang bisa diangkat dari

bawah garis kemiskinan, atau distribusi penghasilan para anggotanya, atau besarnya

cooperative effect yang bisa disebarkan kepada anggotanya. Jika dibandingkan dengan

pendapat Hanel, Boediono menekankan efisiensi koperasi pada efisiensi pengembangan

dan efisiensi pemenuhan kebutuhan anggotanya. Hal ini saling memperkuat konsep

efisiensi koperasi.

Konsep pengukuran efisiensi dalam kajian ini lebih menekankan pada efisiensi usaha

koperasi dan manfaat yang diberikan koperasi kepada anggotanya. Pengukuran

efisiensi usaha akan menggunakan konsep rasio-rasio keuangan perusahaan seperti

yang dijelaskan oleh Bambang Riyanto ( 1995 ) yang dikelompokka kedalam rasio

likuiditas, rasio aktivitas, rasio leverage dan rasio provitabilitas. Sedangkan

pengukuran efisiensi di tingkat anggota akan menggunakan konsep hanel dan

Boediono.

Page 45: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

46

2.9. Positioning Koperasi dan Non Koperasi Pendekatan analisis positioning suatu organisasi atau perusahaan pada hakekatnya

adalah bagian dari manajemen pemasaran. Positioning diartikan bagaimana produk

yang dihasilkan oleh suatu perusahaan diposisikan dalam pasar tertentu yang

mendorong konsumen setia terhadap produk dari perusahaan yang ditandai dengan

pembelian berulang. Pembelian berulang merupakan indikator konsumen puas dan

perusahaan telah berhasil menempatkan posisinya di hati para konsumen dan dalam

jangka panjang bisnis akan tetap berjalan.

Lebih lanjut penggunaan positioning sering dipakai pada manajemen strategi

perusahaan. Para CEO biasanya dibantu oleh konsultan manajemen ingin

memposisikan perusahaan di dalam industri dibandingkan dengan para pesaingnya.

Diawali dengan analisis lingkungan internal perusahaan untuk menentukan faktor-

faktor strategis kekuatan dan kelemahan yang ada. Kemudian, dilanjutkan dengan

analisis lingkungan eksternal perusahaan (politik, ekonomi, sosial budaya,

demografi, teknologi, dan hukum) untuk menganalisis faktor strategis peluang dan

ancaman yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan organisasi.

Menurut Prahalad dan Hamel (1990) dalam Aji Dedi Mulawarman (2007)

menegaskan agar positionaing perusahaan dapat memberikan manfaat yang lebih

efektif bagi para pelanggannya, maka organisasi memerlukan kompetensi inti ( core

competencies) yang dapat berupa suatu kumpulan keahlian dan teknologi yang

mampu menciptakan nilai tertentu di dalam persaingan bisnis. Dalam jangka

pendek, kemampuan kompetitif perusahaan bisnis dalam menciptakan nilai

dikendalikan oleh kinerja harga. Tetapi dalam jangka panjang, perusahaan yang

tangguh dalam era kompetisi global perlu menciptakan manfaat yang berbeda

dengan pesaingnya.

Page 46: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

47

2.10. Alur Kerangka Pemikiran

PROSPEK KOPERASI DARI PERSPEKTIF MANAJEMEN

PERTANYAAN YANG HARUS DI BUKTIKAN 1. Apakah koperasi masih relevan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat

Indonesia yang mengalami berbagai perubahan? 2. Jika masih relevan, mengapa koperasi dianggap masih belum berkembang di

Indonesia? 3. Apakah kondisi masyarakat Indonesia masih kondusif bagi pengembangan ekonomi

rakyat melalui koperasi? 4. Apakah proses pengembangan koperasi masih sejalan dengan konsep teori

manajemen bisnis? 5. Apakah berkoperasi merupakan salah satu pilihan untuk mensejahterakan

masyarakat?

Studi literature Perkoperasian

Studi literature Manajemen DIMENSI MANAJEMEN

1. Fungsi Manajemen 2. Proses strategi manjemen 3. Bentuk organisasi 4. Struktur dan uraian tugas 5. Sistem penggajian dan karier 6. Positioning koperasi 7. efisiensi bisnis koperasi

KAJIAN LAPANGAN • Kajian hasil penelitian empiric dari Perguruan

tingi • Literatur manajemen bisnis • Data sekunder laporan koperasi • Data primer hasil observasi lapangan

Studi literature Best Practices Manajemen koperasi di Negara-

negara lain REKOMENDASI • Penguatan/justifikasi • Reformulasi dan atau

reaktualisasi • Rejection dari konsep

Page 47: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

48

BAB III. OBJEK DAN METODA KAJIAN

3.1. Objek Kajian Objek dari kajian ini adalah prospek koperasi dari perpektif manajemen bisnis

(pemahaman konseptual manajemen pengurus dan manajer koperasi, proses dan

fungsi manajemen, sistim renumerasi, sistim karier, efisiensi, dan positioning

koperasi) pada koperasi di Propinsi Jawa Barat dan Sumatra Utara.

1. Prospek adalah harapan atau kemungkinan masa depan koperasi Indonesia

dapat berkembang atau tidak dapat berkembang dalam lingkungan

persaingan global ditinjau dari ilmu manajemen bisnis.

2. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan

hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-

prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar

atas azas kekeluargaan.

3. Ilmu manajemen adalah suatu ilmu yang mempelajari usaha mencapai

tujuan tertentu suatu organisasi (dalam hal ini koperasi) melalui kegiatan

orang lain yang dilakukan oleh pengurus dan manajer melalui proses

perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian.

4. Bisnis adalah suatu kegiatan perusahaan (dalam hal ini perusahaan

koperasi) dalam menghasilkan barang dan jasa dan menjualnya kepada

konsumen (anggota dan masyarakat umum) dengan tujuan meningkatkan

kesejahteraan anggota dan memperoleh Sisa Hasil Usaha dari hasil efisiensi

pelayanan untuk kepentingan pengembangan perusahaan koperasi .

5. Manajemen bisnis dalam kajian ini adalah penerapan empiris konsepsi

manajemen yang meliputi proses dan fungsi perencanaan,

pengorganisasian, dan pengendalian, sistim renumerasi, sistim karier,

efisiensi usaha, dan positioning koperasi oleh pengurus dan manajer

Page 48: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

49

koperasi didalam bisnis koperasi dalam rangka penggunaan sumber daya

koperasi untuk mencapai tujuan koperasi secara efektif dan efisien.

3.2. Metoda

Metoda yang diterapkan pada kajian ini adalah explorative study yang teknik

studinya menggunakan kombinasi antara:

• Studi Literatur, difokuskan kepada literatur perkoperasian, ekonomi

koperasi, manajemen umum, manajemen koperasi, serta pustaka-pustaka

hasil kajian yang relevan dengan kegiatan ini baik yang dipublikasikan

maupun yang tidak dipublikasikan termasuk publikasi internet.

• Pendapat ahli, dilakukan melalui konsultasi dan diskusi terbatas yang

dilakukan pada 2 perguruan tinngi yang memiliki kajian ekonomi kerakyatan

khususnya dibidang manajemen yang secara cepat dan terarah akan

mengkritisi dan memberikan kontribusi dalam penyempurnaan konsep

rumusan rekomendasi hasil kajian dari perspektif disiplin ilmu manajemen.

• Observasi lapangan, dengan pendekatan expert exploratif survey.

Kegiatan observasi lapangan dengan pendekatan expert exploratif survey

dimaksudkan untuk memperoleh deskripsi tentang ciri-ciri dan kondisi

penerapan karakteristik variabel manajemen di koperasi secara cepat dan

dapat diandalkan. Koperasi yang menjadi obyek observasi terdiri dari 9 unit

koperasi yang berada di Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Barat.

3.3. Jenis dan Sumber Data Data primer dan data sekunder dalam kajian ini berasal dari:

1. Hasil kajian dari Perguruan Tinggi yang relevan dengan disiplin kajian

manajemen (disertasi, tesis, skripsi dengan topik yang relevan dengan kajian

dimensi aspek manajemen seperti fungsi dan proses manajemen, strategi

manajemen, struktur organisasi, pembagian tuigas, renumerasi, sistem karier

dan efisiensi bisnis koperasi)

Page 49: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

50

2. Literatur-literatur manajemen dan manajemen perusahaan non koperasi dan

koperasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri (untuk mendukung

kerangka teoritis/pendekatan masalah manajemen secara komprehensif)

3. Data sekunder dari beberapa laporan baik dari beberapa koperasi yang

menjadi obyek pengamatan maupun dari lembaga atau instansi yang relevan.

4. Data primer dari hasil observasi lapangan, wawancara dengan pengurus,

manajer, karyawan dan anggota untuk memperoleh gambaran dan pembuktian

pelaksanaan proses manajemen di koperasi.

3.4. Cara Pengumpulan Data Teknik atau cara pengumpulan data dalam kajian ini dilaksanakan dengan cara:

1. Wawancara kepada Pengurus, Manajer, Karyawan, dan Anggota.

2. Observasi/pengamatan langsung kepada aktivitas manajemen pada organisasi

koperasi.

3. Studi pustaka.

4. Pengumpulan pendapat ahli/pakar di perguruan tinggi melalui konsultasi dan

diskusi terbatas

Operasionalisasi Variabel Variabel yang digunakan dalam kajian ini meliputi pemahaman konseptual

manajemen oleh pengurus dan manajer koperasi, proses dan fungsi manajemen,

sistim renumerasi, sistim karier, efisiensi usaha, dan positioning koperasi. Untuk

memperjelas batasan dari variabel, maka tiap variabel kajian dijabarkan kedalam

indikator, ukuran penilaian, dan cara menganalisisnya seperti pada matriks berikut.

Variabel Dimensi Pengukuran Analisis

Pemahaman Konseptual Manajemen

• Pengertian • Ruang

lingkup

• Tingkat pengetahuan dan pemahaman konseptual

• Deskriptif kualitatif

Funsi dan proses

• Perencanaan • Pengorganisa

• Tingkat keberfungsian

Page 50: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

51

manajemen • Pengendalian

fungsi manajemen dibandingkan dengan konsep

• Deskriptif kualitatif

Sistem penggajian (renumerasi)/ Kompensasi

• Kompensasi dalam bentuk uang (kompensasi langsung dan tidak langsung)

• Kompensasi non uang (penghargaan karier, dan penghargaan sosial)

• Sistem dan standar yang dipakai dalam sistem penggajian

• Derajat kesesuaian dibandingkan dengan pasar

• Dampak pada motivasi dan produktivitas kerja

• Deskriftif

kualitatif dan kuantitatif

Sistem karier dan rotasi

• Kebijakan pengembangan karier dan rotasi

• Jenjang karier yang tersedia

• Ada tidaknya kebijakan karier dan rotasi pegawai

• Tingkat turn over pegawai

• Dampak pada gairah kerja dan produktivitas

• Deskriptif kualitatif.

Efisiensi • Efisiensi pelayanan kepada anggota ( Manfaat Ekonomi Langsung dari efisiensi harga dan SHU bagian anggota).

• Rasio rentabilitas ekonomi

• Tingkat manfaat koperasi yang diterima anggota.

• Tingkat efisiensi perusahaan koperasi (financial term)

• Deskriptif kualitatif dan kuantitatif

Positioning • Lingkungan internal

• Lingkungan eksternal

• Kekuatan • Kelemahan • Peluang • Ancaman

• deskriptif kualitatif

Page 51: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

52

3.6. Teknik Penentuan Sampel Unit sampel wilayah kajian telah ditetapkan secara purposif sesuai dengan Kerangka

Acuan Kerja ( TOR ) yaitu di 6 ( enam ) provinsi meliputi Sulawesi Utara,

Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Lampung.

Memperhatikan keragaman dan kompleksitas koperasi baik dilihat dari jenis,

bentuk organisasi, sektor usaha, jangkauan pelayanan, sekala bisnis, heterogenitas

keanggotaan maka penetapan wilayah sampel koperasi sebagai obyek observasi

untuk kajian ini difokuskan pada Propinsi Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Selanjutnya pada masing-masing wilayah, unit sampel pengamatan koperasi

dikelompokkan kedalam koperasi singgle purpose ( diwakili oleh KSP dan Koperasi

Peternakan ) dan koperasi multi purpose (diwakili oleh KUD). Untuk menguji

perbedaan karakteristik sesuai denggan identifikasi masalah masalah dan tujuan

kajian maka masing-masing obyek koperasi dibedakan lagi kedalam koperasi maju

dan koperasi kurang maju.

Tabel 2.1. Sebaran Sampel Koperasi Pada Dua Propinsi Wilayah Kajian

(dalam unit)

KUD Kopnak KSP PUSKUD GKSI

Jawa Barat

2 1 1 - 1

Sumatera Utara

2 - 1 1 -

Meskipun obyek sampel pengamatan difokuskan pada koperasi primer, tapi untuk

memperoleh gambaran yang menyeluruh terhadap manajemen bisnis koperasi, obyek

pengamatan dapat diperluas kepada Koperasi Sekundernya.

Yang menjadi responden dalam kajian ini adalah pengurus, manajer, karyawan dan

anggota dengan perincian sebagai berikut.

Page 52: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

53

Tabel 2.2. Responden

Responden Jumlah (orang)

1. Pengurus 18

2. Manajer 9

3. Karyawan 9

4. Anggota 9

3.7. Metoda Analisis Data

Analisis data dilaksanakan untuk dapat menyimpulkan dan merekomendasikan

berbagai hal berkaitan dengan tujuan Kajian Prospek Koperasi Dari Perspektif

Disiplin Ilmu Manajemen Bisnis. Metoda yang digunakan adalah teknik analisis

deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Page 53: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

54

BAB IV. HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

Secara metodologis kajian ini diawali dari studi pustaka untuk memperkuat landasan

konsep teori manajemen, kemudian merumuskan variabel kajian dan kerangka

operasionalisasinya, dilanjutkan dengan observasi lapangan (pada koperasi sampel) untuk

membuktikan implementasi dan proses variabel manajemen yang kemudian

dibandingkan dengan temuan atau hasil-hasil kajian atau penelitian manajemen pada

koperasi yang pernah dilakukan sebelumnya baik di Indonesia maupun di negara-negara

lain.

Berikut ini adalah deskripsi , analisis dan pembahasan variabel kajian prospek koperasi

dari perspektif ilmu manajemen bisnis.

4.1. Pemahaman Konsepsi Manajemen

Pemahaman konseptual pengurus dan manajer koperasi terhadap ilmu manajemen

diduga akan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas-tugas manajerialnya di

koperasinya. Manajemen sebagai suatu fungsi dan proses menyangkut sejumlah

tugas-tugas yang kompleks di dalam kerangka menjamin tercapainya suatu tujuan.

Sedangkan manajemen sebagai suatu institusi menggambarkan sejumlah orang-orang

untuk mengisi tugas-tugas yang diatur oleh organisasi tersebut. Kedua hal tersebut

tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pertanyaan yang mendasar apakah para

pengurus dan manajer koperasi memiliki pengetahuan dan pemahaman konseptual

tentang manajemen?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan pengamatan terhadap responden

Pengurus dan Manajer koperasi sampel. Pengamatan dilakukan dengan metoda simak

(mendengarkan penuturan atau pembicaraan responden) dan metoda cakap (pengamat

memberikan pertanyaan kunci yang mengarah kepada tugas-tugas manajerial yang

mereka lakukan). Apabila dalam percakapan dan jawaban mereka mampu menguraikan

aktivitas dan tugas-tugas manajerial seperti menyusun rencana kerja, memimpin rapat

bulanan, mengalokasikan sumberdaya, mengorganisasikan kegiatan, memberikan

Page 54: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

55

perintah kepada bawahan, mengevaluasi pelaksanaan kegiatan, memutuskan sesuatu dan

lain sebagainya, dapat disimpulkan bahwa responden memiliki pengetahuan dan

pemahaman konseptual yang baik tentang manajemen. Sebaliknya jika responden kurang

dapat mendeskripsikan tugas-tugas manajerialnya dengan baik maka pemahaman

konseptual mereka dikategorikan kurang.

Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar responden pengurus dan manajer

terutama yang memiliki latar belakang pendidikan sarjana mampu mendeskripsikan

secara konseptual tugas-tugas manajerialnya di koperasinya dengan baik. Semakin baik

pemahaman konseptual manajemen responden memiliki korelasi yang baik dengan

performance (tampilan), suasana kerja di kantor, dan kinerja bisnis koperasinya. Kondisi

ini ditemukan pada koperasi maju (memiliki kinerja bisnis, finansial dan organisasi yang

baik) seperti KPSBU-Lembang, KUD Trisula-Majalengka, KUD Harapan Tani-Langkat,

dan KSP Surya Abadi Mandiri-Sumatera Utara.

Studi khusus mengenai pemahaman konseptual manajemen pengurus dan atau manajer

koperasi sejauh ini masih belum ditemukan. Tetapi masih cukup relevan pernyataan

filsuf Jerman, Emmanuel Kant (dalam Ropke, 1985) bahwa tidak ada praktik yang

berhasil baik tanpa memahami konsepsi teori yang baik pula. Pemahaman dan

penguasaan konsepsi teori yang baik akan memberikan tiga manfaat, pertama mampu

menjelaskan sebab-sebab terjadinya suatu fenomena masalah dengan baik (fungsi

eksplanasi), kedua mampu memprediksi suatu kondisi di masa mendatang jika sebab-

sebabnya diketahui (fungsi prediksi), dan ketiga mampu merumuskan suatu kebijakan

dengan baik sesuai dengan yang dikehendaki (fungsi kebijakan).

Penelitian Sugiyanto (2006) tentang Pengaruh Kompetensi dan Komitmen Pengurus dan

Manajer Terhadap Kinerja Keuangan, Promosi Ekonomi Anggota dan Struktur Modal

Koperasi pada Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Kredit di Jawa Barat,

menyimpulkan bahwa secara simultan kompetensi dan komitmen pengurus dan manajer

memberikan pengaruh positif baik langsung mapun tidak langsung terhadap kinerja

keuangan, promosi ekonomi anggota, dan struktur keuangan koperasi.

Page 55: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

56

4.2.Fungsi dan Proses Manajemen 4.2.1. Keragaan Fungsi dan Proses Perencanaan

Berdasarkan teori, merencanakan mengandung arti bahwa manajer memikirkan dengan

matang terlebih dahulu sasaran dan tindakan mereka berdasarkan pada beberapa metode,

rencana atau logika dan bukan berdasarkan perasaan. Rencana mengarahkan tujuan

organisasi dan menetapkan prosedur terbaik untuk mencapainya. Disamping itu, rencana

merupakan pedoman untuk (1) Organisasi memperoleh dan menggunakan sumber daya

yang diperlukan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, (2) Anggota organisasi

melaksanakan aktivitas yang konsisten dengan tujuan dan prosedur yang sudah

ditetapkan, dan (3) Memonitor dan mengukur tingkat pencapaian tujuan. Langkah dan

tahapan prosesnya dapat dimulai dengan menetapkan tujuan, kemudian pengembangan

strategi dan alternatif, pengambilan keputusan untuk menentukan strategi dan alternatif

yang paling baik, serta merumuskan kebijakan untuk menjamin konsistensi dan prosedur

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Lebih lanjut, jika dilihat dari jenjangnya, sifat

dan perspektifjangkauan masa depan dari perencanaan, maka perencanaan dalam suatu

perusahaan dapat dibedakan menjadi perencanaan strategis dan perencanaan operasional.

(1) Dimensi Penetapan Tujuan Dalam proses perencanaan, perusahaan modern menetapkan tujuan jangka panjang (visi)

dan tujuan jangka pendek (target) dengan jelas dan terukur baik besaran maupun waktu

pencapaiannya. Dari 9 koperasi sample yang dikunjungi, hanya 1 koperasi (KPSBU

Lembang) atau 11,1 persen yang memiliki visi jangka panjang secara tertulis, sementara

8 koperasi lainnya belum memilikinya. Visi KPSBU yang patut dicontoh oleh koperasi

lainnya adalah” Menjadi koperasi susu terdepan di Indonesia dalam mensejahterakan

anggota”. Dengan visi yang jelas ini, KPSBU telah mampu mensejahterakan anggota

yang pada tahun 1980 baru berjumlah 319 orang dengan produksi susu rata-rata per hari

2.840 kg meningkat menjadi 6.092 orang anggota dengan produksi susu per hari 103.384

kg.

Dalam perumusan tujuan (target) jangka pendek, pada umumnya koperasi sampel

merumuskannya dalam kalimat-kalimat kualitatif dengan dimensi capaian yang tidak

Page 56: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

57

terukur. Berikut ini adalah contoh-contoh tujuan koperasi yang dikumpulkan dari

Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi (RAPBK) yang disampaikan dalam

rapat anggota tahunan:

• Melakukan upaya peningkatan kemampuan pengelola dengan melaksanakan

pendidikan, kursus dan mutasi jabatan (kemampuan di bidang apa, jumlahnya

berapa, pendidikan dan kursus apa, kapan waktunya tidak jelas).

• Terus berupaya meningkatkan pelayanan kepada anggota dan masyarakat baik

prasarananya dan personalianya.

• Menjaga dan meningkatkan hubungan kerja dengan pelaku ekonomi lainnya.

• Kesejahteraan karyawan akan terus diperhatikan apabila koperasi berhasil

meningkatkan pendapatan.

• Meningkatkan kesejahteraan anggota, pengurus dan karyawan koperasi khususnya

dan masyarakat pada umumnya.

• Meningkat dan berkembangnya usaha KSP...

• Meningkatnya permodalan KSP......

• Dan sebagainya.....

Menurut teori perencanaan, contoh-contoh tujuan diatas masih bersifat normatif dan tidak

terukur. Model-model tujuan tersebut tidak dapat memberikan arahan yang diikuti

dengan tindakan, alokasi sumber daya baik sarana fisik, SDM maupun dana. Bandingkan

dengan tujuan koperasi modern yang mengikuti kaidah perumusan tujuan yang benar ”

pada lima tahun kedepan Koperasi harus mampu meningkatkan pendapatan bersih

anggota peternak sebesar 15 persen per tahun”. Dengan rumusan tujuan seperti kasus ini

manajer koperasi memiliki target yang jelas dan terukur pencapaiannya.

Beberapa literatur yang ditulis oleh Dulfer (1984), Hanel (1984), dan Gupta (1985)

menyatakan bahwa perumusan tujuan koperasi seringkali tidak mudah seperti perusahaan

kapitalistik shareholder, karena melibatkan berbagai pihak yang memiliki berbagai

kepentingan. Pihak-pihak yang dimaksud meliputi kelompok anggota, pengurus,

manajer, karyawan, dan juga pemerintah sebagai pihak pemangku kepentingan yang

apabila tidak mampu diakomodasikan dengan baik secara proporsional sering menjadi

sumber konflik yang membuat bisnis koperasi dalam perjalanannya tidak stabil.

Page 57: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

58

Lebih lanjut Dulfer (1984) dan Gupta (1985) menyatakan bahwa model koperasi

tradisional dan koperasi terpadu yang dalam proses perumusan tujuannya selalu

berorientasi pada anggota akan lebih mampu bertahan dan berkembang dibandingkan

dengan koperasi tipe pedagang yang dalam proses perencanaannya cenderung

didominansi oleh kelompok Vested interest (Petani kaya, Pengurus dan atau pihak

pemodal kuat). Mereka mencontohkan bahwa model koperasi dengan proses

perencanaan terpadu (integrated cooperative) tumbuh dan berkembang di Jepang

sebagai wadah kelembagaan petani yang mampu meningkatkan pendapatan bersih petani

secara nyata.

(2) Dimensi Tindakan Menurut kaidah perencanaan, setelah manajer berhasil merumuskan atau menetapkan

tujuan maka selanjutnya manajer menetapkan serangkaian tindakan untuk mencapai

tujuan. Tindakan harus didukung dengan data dan informasi historis dan aktual untuk

menyusun peramalan masa depan. Mempelajari rencana kerja tertulis RAPBK koperasi

sampel, yang pada umumnya menetapkan tujuan kualitatif, membawa konsejuensi

bahwa tindakan atau langkah-langkah untuk mencapai tujuan juga menjadi tidak jelas.

Penggunaan asumsi untuk peramalan target biasanya digunakan masih sangat sederhana

dengan mengambil patokan angka-angka capaian tahun sebelumnya. Sedangkan

perusahaan-perusahaan modern sudah menggunakan model-model peramalan matematika

dan statistika dengan memasukkan berbagai variabel penentu keberhasilan seperti waktu,

musim, dan risiko yang dihidung berdasarkan teori kemungkinan (probabilitas). Hal ini

dapat dilakukan oleh mereka karena mereka memiliki teknologi dan SDM nya mampu

menggunakannya.

(3) Dimensi Sumberdaya Sebuah perencanaan yang baik menurut teori manajemen modern harus menetapkan

macam dan banyaknya sumberdaya yang diperlukan untuk suatu aktivitas atau program

yang telah ditetapkan. Sumberdaya yang dimaksud dapat berupa sumberdaya fisik

Page 58: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

59

(sarana dan prasarana), SDM, dan dana yang biasanya tergambarkan dalam suatu matriks

rencana program berikut:

Program Tujuan jadwal Penanggungjawab Budget Sumber dana

Dari 9 (sembilan) rencana koperasi sampel yang dituangkan dalam RAPBK, sebagian

besar sekitar 90 persen koperasi dalam perencanaannya belum mengalokasikan

sumberdayanya secara baik sesuai dengan konsep teori. Rencana program masih disusun

dalam garis-garis besar yang biasanya dibagi menurut bidang seperti bidang organisasi

dan manajemen, bidang usaha, bidang permodalan, dan bidang kesejahteraan anggota

dan pengelola. Alokasi sumberdaya umumnya hanya tergambarkan dalam Rencana

Pendapatan dan Belanja Koperasi, tidak menjelaskan jadwal, SDM yang terlibat, sumber

dan penggunaan dana secara rinci.

(4) Dimensi Implementasi Teori manajemen modern memasukkan dimensi implementasi sebagai bagian dari fungsi

perencanaan, yang menurut teori manajemen klasik sering dipandang sebagai fungsi yang

berdiri sendiri. Implementasi melibatkan penugasan dan arahan personel yang juga harus

sudah tergambarkan dalam suatu rencana. Penugasan dan arahan personel yang

dimaksud dapat berupa deskripsi rencana kerja secara rinci, tahapan kegiatan dan

pelibatan personel. Dalam praktek dapat dijumpai seperti Juknis(petunjuk Teknis),

Juklak(Petunjuk pelaksanaan, dan SOP (Standar Operasional Prosedur). Dari 9 koperasi

yang diobservasi, hanya KPSBU Lembang saja yang memiliki dokumen rencana kerja

yang dilengkapi dengan SOP dan Juknis tertulis. Menurut keterangan dari pengurus dan

juga manajer, KUD juga dulunya pernah memiliki Juklak dan Juknis pada saat masih

menangani usaha program dari pemerintah seperti penyaluran KUT, Pengadaan Pangan,

dan penyaluran Pupuk, meskipun dibuatkan oleh pihak pemerintah.

(5) Proses dan Jenis Perencanaan Apabila dicermati, diduga terdapat hubungan yang positif antara tingkat keseriusan pihak

manajemen dalam menyusun rencana koperasi (dalam hal ini rencana strategis dan

Page 59: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

60

rencana program) terhadap tingkat ketahanan dan kemampuan koperasi dalam

menghadapi tingkat persaingan dalam lingkungan bisnis koperasi di era perdagangan

bebas. Fakta empiris ini ditemukan pada KPSBU lembang. Pihak manajemen dari

keterangannya, sebelum merumuskan rencana strategis jangka panjang, mereka terlebih

dahulu melakukan penjaringan aspirasi (jaring asmara) dari para anggotanya guna

menangkap permasalahan, keluhan dan keinginan anggota terhadap pelayanan

koperasinya. Untuk melakukan jaring asmara pihak manajemen berani membayar pihak

konsultan independen dalam upaya mengurangi subyektifitas dan bias pengurus,

sekaligus menghilangkan jarak psikologis antara pengurus dengan para anggotanya agar

anggota mengeluarkan pendapat dan keinginannya secara bebas dan terbuka. Kondisi ini

menunjukkan bahwa pihak manajmen KPSBU dalam proses menyususn perencanaan

terlebih dahulu melakukan analisis SWOT dan pendekatan partisipatif.

Proses perencanaan dimulai dari tiap kelompok-kelompok peternak. Hasil perencanaan

kelompok kemudian dibahas pada tingkat komisariat daerah (Komda) yang kemudian

diteruskan pada rapat paripurna di tingkat koperasi. Proses serupa, juga diterapkan oleh

KUD Trisula, Majalengka.

Kondisi ini memperkuat pendapat Ropke (1985) bahwa pada dasarnya keberhasilan

suatu koperasi dalam bidang usaha akan sangat dipengaruhi oleh kualitas partisipasi

anggota sedangkan kualitas partisipasi anggota akan sangat tergantung pada interaksi tiga

variabel, yaitu kemampuan anggota dalam menyampaikan aspirasi dan keinginannya,

kemampuan manajmemen koperasi untuk menangkap keinginan anggota dan kualitas

program pelayanan koperasi yang sesuai dengan kebutuhan/keinginan anggota.

Masalah yang dihadapi dalam observasi lapangan untuk melakukan pengamatan apakah

proses perencanaan di koperasi sudah dilakukan dengan langkah-langkah sesuai dengan

konsepnya? Apakah proses perencanaan menggunakan metoda yang benar, rasional

dengan didukung data dan informasi yang ada? Ataukah para pengurus koperasi dan

manajernya lebih banyak menggunakan perasaan dan intuisi? Untuk menjawab

pertanyaan tersebut, memang tidak mudah. Kita membutuhkan waktu observasi yang

Page 60: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

61

lama bila memungkinkan ikut dalam serangkaian proses perencanaan koperasi. Hal ini

sudah disadari betul oleh para pakar manajemen. Seringkali kita harus melihat atau

mengamati hal yang tidak tampak untuk mengenalinya atau mengidentifikasinya dalam

proses fungsi manajemen tertentu. Oleh karena itu pengamatan dari dokumen rencana

formal tertulis dapat diasumsikan sebagai hasil akhir dari sebuah proses perencanaan di

koperasi.

Pengamatan mengenai kinerja koperasi yang dihasilkan dari sebuah perencanaan yang

baik mungkin lebih mudah dibandingkan dengan pengamatan prosesnya. Suasana kerja

di kantor koperasi, cara mengagendakan sebuah pertemuan atau diskusi, pertumbuhan

keanggotaan, aset, dan SHU pada konteks ini dapat dijadikan indikator kinerja koperasi.

Informasi yang tersaji dalam tabel lampiran 1, menunjukkan bahwa sebagian besar

koperasi sampel belum memiliki rencana strategis jangka panjang yang berisikan visi,

yang memberi arah bagi misi, tujuan dan strategi koperasi serta memudahkan

pengembangan rencana program pada setiap bidang fungsional atau unit usaha koperasi.

Dari 9 koperasi yang diamati, hanya satu koperasi yaitu KPSBU Lembang yang telah

memiliki rencana strategis. Delapan koperasi lainnya hanya memiliki rencana program

tahunan (jangka pendek). Menurut teori manajemen modern, koperasi yang masih

berorientasi jangka pendek mungkin cocok pada situasi lingkungan bisnis yang stabil,

tetapi akan segera tergusur pada situasi lingkungan bisnis yang berubah cepat.

Gambaran makro mengenai koperasi di Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2007,

menunjukkan gambaran berikut. Jumlah koperasi primer di Sumatrera Utara tercatat

sebanyak 9.030 unit koperasi, dari jumlah tersebut sebanyak 3.914 unit atau lebih dari

40 persen sudah tidak aktif. Pada tingkat koperasi sekunder dari 12 unit koperasi, 2 unit

atau sekitar 16 persen tidak aktif. Gambaran serupa diduga berlaku juga di tingkat

nasional. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sebagian besar koperasi berada pada

kondisi jalan di tempat bahkan kritis. Mereka kalah bersaing dan tidak mampu

mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis eksternal yang begitu cepat. Kondisi ini

setidaknya menguatkan bukti bahwa sebagian besar koperasi di Indonesia belum

Page 61: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

62

mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis eksternal yang dirumuskan dalam rencana

strategis yang baik.

Adanya pemahaman konseptual manajemen yang baik dari para pengurus dan manajer

koperasi seperti yang telah dibahas pada bagian awal pembahasan, belum menjadi

dimensi kompetensi manajerial dalam menjalankan fungsi dan proses perencanaan yang

efektif. Padahal penelitian Sugianto (2006) mengenai Pengaruh Kompetensi dan

Komitmen Manajemen Terhadap Kinerja Keuangan , Promosi Ekonomi Anggota dan

Struktur Modal Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Kredit di Jawa Barat

menyimpulkan bahwa:

1. Kompetensi manajerial manajemen koperasi baik pengurus, manajer,

maupun pengawas koperasi berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan

koperasi dan promosi anggota.

2. Komitmen manajemen koperasi baik pengurus, Pengawas dan Manajer

koperasi secara signifikan digambarkan oleh dimensi-dimensi komitmen

dalam hal keinginan menjaga nama baik lembaga, komitmen mencapai

tujuan dan nilai-nilai organisasi, komitmen mengutamakan kepentingan

lembaga, dan sikap dan perilaku menjalankan strategi lembaga juga secara

simultan berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan Koperasi dan

Promosi Ekonomi Anggota.

Temuan penelitian Sugianto setidaknya (sementara) dapat menjawab bahwa pemahaman

konseptual manajerial baik pengurus maupun manajer koperasi tidak secara otomatis

diikuti oleh komitmen yang tinggi untuk meningkatkan kinerja manajerialnya di koperasi.

Dalam kata lain pengurus dan atau manajer koperasi memahami dan memiliki

kemampuan di bidang manajerial tetapi belum mau (belum komit) dalam

mengimplementasikannya untuk mencapai kemajuan koperasi. Mengapa demikian?

Mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti insentif, motivasi berprestasi atau

adanya konflik kepentingan antara pemilik (principal) dengan manajemen (agent) seperti

yang dikemukakan Untung Wahyudi (2007), bahwa menurut agency theory anggota

koperasi adalah principal dan pengurus adalah agent, dimana tugas pengurus adalah

Page 62: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

63

memaksimalkan atau meningkatkan kekayaan anggota. Hal ini diduga sulit diwujudkan

di koperasi karena berdasarkan pengamatannya, kebanyakan pengurus koperasi bukanlah

profesional dalam bisnis koperasi. Konflik kepentingan juga dapat muncul. Dalam

beberapa kasus baik pengurus maupun manajer yang diangkat oleh koperasi biasanya

memiliki usaha/bisnis yang bersaing dengan bisnis koperasi. Dalam beberapa literatur

koperasi, mereka ini yang biasa disebut sebagai kelompok vested interest, memanfaatkan

fasilitas dan jaringan bisnis koperasi untuk kepentingan bisnis pribadi. Hasilnya bisnis

mereka berkembang sedangkan bisnis koperasinya jalan di tempat. Kondisi ini banyak

di temukan pada era dukungan kebijakan pemerintah melalui usaha program cukup

dominan dan para pengurus dan manajernya masih bekerja di koperasi hingga sekarang.

4.2.2. Keragaan Fungsi dan Proses Pengorganisasian Dalam teori manajemen modern, pengorganisasian adalah suatu proses mengatur dan

mengalokasikan pekerjaan, wewenang dan sumber daya diantara anggota organisasi,

sehingga mereka dapat mencapai sasaran organisasi yang telah ditetapkan dalam proses

perencanaan. Konsekuensinya bahwa organisasi dengan sasaran yang berbeda

memerlukan struktur organisasi yang berbeda pula. Sebuah koperasi pertanian yang

bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, memerlukan struktur yang berbeda

dengan Koperasi Simpan Pinjam yang bertujuan menyediakan layanan jasa keuangan

bagi anggotanya. Pada Koperasi pertanian, seringkali tugas pokok organisasi dibagi

dalam divisi atau unit berdasarkan komoditas utama para anggotanya seperti unit sayuran,

unit pangan, unit pupuk dan lain sebagainya. Sedangkan Koperasi Simpan Pinjam

merancang pembagian tugasnya lebih simpel berdasarkan fungsi penghimpunan dan

penyaluran dana/kredit. Jadi para manajer dalam sebuah organisasi harus menyesuaikan

struktur organisasi dengan sasaran dan sumber dayanya.

Hubungan dan waktu adalah sentral untuk mengorganisasikan aktivitas.

Pengorganisasian secara ideal harus menghasilkan sebuah struktur hubungan, dengan

hubungan terstruktur ini rencana masa depan organisasi akan tercapai. Dalam struktur

hubungan ini melekat pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab, rentang kendali

Page 63: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

64

dan pengelolaan konflik. Hasil rekapitulasi observasi mengenai proses dan fungsi

pengorganisasian disajikan pada tabel lampiran 2.

(1) Dimensi Struktur Dilihat dari formalisasi maksud dan tujuan pekerjaan ditetapkan di koperasi, seluruh

koperasi sampel menetapkan pekerjaan yang dijabarkan dalam unit atau

divisi/departemen dilakukan secara formal, yaitu ditetapkan melalui keputusan rapat

anggota, meskipun yang mendisain struktur kebanyakan dilakukan oleh pengurus.

Formalisasi tugas ini, oleh pengurus koperasi dijabarkan dalam bentuk uraian tugas.

Dari hasil observasi secara umum koperasi sudah memiliki deskripsi tugas secara

tertulis, meskipun dalam versi dan kedalaman yang bervariasi.

Dilihat dari komleksitas struktur, ditemukan cukup bervariasi dari yang sederhana seperti

pada KSP dan yang lebih komplek seperti pada KUD dan Koperasi peternakan. Jenjang

struktur vertikal bervariasi antara 3 sampai 5 jenjang. Jenjang struktur 3 level yaitu

Rapat Anggota, Pengurus, dan Unit ditemukan pada KUD Setia Tani, Sumatera utara.

Jenjang struktur 5 level dimulai dari Rapat Anggota, Pengurus, Manajer, Unit dan Sub

unit, ditemukan pada KPSBU Lembang, KUD Harapan Tani, KUD Karya Teguh, dan

KUD Trisula. Diferensiasi horizontal, yaitu kelebaran struktur pada level yang sama

kesamping juga bervariasi sesuai dengan banyaknya funsi usaha yang ditangani.

Kedalaman dan kelebaran dari struktur organisasi koperasi ini akan menentukan rentang

kendali manajemen.

(2) Disain Struktur (Departementasi) Menurut teori, disain struktur organisasi akan sangat ditentukan oleh tujuan Organisasi.

Tujuan organisasi akan menentukan disain tugas pokok dan tugas penunjang. Tugas

pokok adalah tugas yang harus dilakukan oleh organisasi agar ber tahan hidup, sedangkan

tugas penunjang dapat berupa bagian atau departemen yang dapat dipakai bersama oleh

tugas pokok. Dalam kajian ini ditemukan bahwa, disain organisasi pada umumnya

menggunakan model fungsional dan komoditas usaha yang ditangani koperasi. .

Koperasi-koperasi dengan disain yang optimal (dapat dilihat dari rasio karyawan dengan

Page 64: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

65

anggota yang dilayani, jumlah unit usaha yang ditangani ) serta fleksibel dalam

mengikuti perubahan lingkungan internal organisasi dan eksternalnya, cukup mampu

bertahan dan cenderung berkembang (Ditunjukkan pada KPSBU-Lembang, KUD

Trisula-Majalengka, KUD Harapan Tani-Sumut, dan KSP Surya Abadi Mandiri-Sumut).

Sebaliknya bagi koperasi yang memiliki struktur organisasi gemuk, kuanga fleksibel dan

diorganisasikan dengan pola lama tidak memanfaatkan teknologi informasi menghadapi

masalah jalan ditempat dan cenderung tidak berkembang (KUD Karya Teguh- Lembang,

Puskud- Sumut, KUD Setia Tani-Sumut).

Temuan pentig lainnya dari kajian ini adalah mengenai konsistensi dan kesesuaian

antara tujuan koperasi (meningkatkan kesejahteraan anggota) dengan disain tugas.

Disain tugas koperasi pada umumnya tidak membedakan antara fungsi pelayanan dan

bisnis. Hanya pada KPSBU Lembang yang sudah memisahkan antara unit pelayanan

(Kesehatan hewan, pendidikan anggota, kredit tanpa bunga, sarana produksi ternak,

bimbingan teknis) yang berorientasi pada kesejahteraan anggota dengan unit bisnis

(pengolahan dan pemasaran susu) kepada Industri Pengolah Susu (IPS) sebagai profit

centre. Hal penting lainnya, disain tugas koperasi yang digambarkan dalam diagram

struktur organisasnya, pada umumnya tidak ditemukan ada divisi atau departemen

Research and Development (R&D) dan Human Resources Development (HRD).

Padahal, kedua departemen ini memiliki posisi vital dalam pengembangan kompetensi

sumberdaya manusia koperasi dan pengembangan inovasi koperasi. Di sisi lain,

perusahaan-perusahaan modern pesaing koperasi biasanya memiliki kedua departemen

tersebut. Boleh jadi disain organisasi seperti ini yang menyebabkan koperasi kalah

bersaing dengan perusahaan kapitalistik.

Sangat disayangkan literatur dan penelitian atau kajian khusus mengenai implementasi

atau evaluasi proses dan fungsi pengorganisasian di koperasi masih belum didapatkan.

Berbeda dengan di negara industri maju untuk , studi mengenai pengorganisasian sudah

banyak dilakukan oleh para ahli dan praktisi manajemen . Dalam beberapa literatur

dilaporkan bahwa, perkembangan inovatif di bidang manajemen organisasi dalam bisnis

kecil di Amerika serikat telah banyak menggugah kalangan pebisnis besar untuk

Page 65: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

66

mengikutinya. Sebagai contoh, di W.L. Gore & Associates Inc, produsen kain Gore-tex

berpusat di Newark, Deleware, manajemen melakukan reorganisasi perusahaan dengan

menghapus nama jabatan dan tingkatan manajemen, memberikan kebebasan yang belum

pernah diberikan kepada para karyawan untuk mendefinisikan pekerjaan mereka sendiri.

Di Phelp Country Bank di Rolla, misouri, maupun intuit software di Palo Alto,

California, karyawan didorong untuk mencari cara baru untuk memperbaiki cara kerja.

Artinya tidak seorang pun perlu merasa dikungkung oleh batas-batas pekerjaan. Bekerja

di kedua tempat itu memberikan keempatan bagi para karyawan untuk mengembangkan

keluwesan praktek manajemen yang diperlukan oleh mereka dalam lingkungan kerja

masa kini yang penuh tantangan. Contoh lainnya, Prime technology, sebuah perusahaan

distributor di Grand Rapids, Michigan, dengan 30 orang karyawannya, mempunyai

manajemen berdasarkan tim, program bonus yang menarik, dan kebijakan buku terbuka

dalam berbagi informasi bisnis dengan karyawan telah berhasil meningkatkan

produktivitas perusahaan ( dari Stoner dkk, 1996: hal. 15).

(3) Dimensi Pembagian Wewenang Pembagian wewenang, tugas dan tanggung jawab perangkat organisasi koperasi (sering

juga disebut manajemen koperasi) seperti Rapat Anggota, Pengurus, dan Pengawas

secara garis besar sudah diatur oleh Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992, tentang

Perkoperasian, yang selanjutnya oleh masing-masing koperasi dijabarkan dalam

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi. Rapat Anggota memegang

kekuasaan tertinggi dan memiliki kewenangan sentral dalam pengambilan keputusan

strategis koperasi. Pengurus memiliki wewenang sebagai eksekutif yang melaksanakan

keputusan Rapat Anggota, sedangkan pengawas memiliki wewenang untuk menjalankan

fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengurus. Pembagian wewenang untuk

ketiga parangkat organisasi koperasi tersebut di lapangan hampir tidak ditemukan

masalah, artinya masih sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pendelegasian wewenang dari pengurus kepada manajer, dan dari manajer kepada kepala

unit ditemukan fakta yang bervariasi. Koperasi koperasi maju seperi KPSBU Lembang,

KUD Harapan Tani, dan KSP Surya Abadi Mandiri pengurus sudah mendistribusikan

Page 66: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

67

wewenang kepada level dibawahnya secara proporsional. Sistim pengambilan keputusan

manajemen sudah sepenuhnya melibatkan staf. Meskipun masih ada stereotipe bahwa

pengurus hanya memberikan wewenang kepada manajer untuk menangani bisnis

koperasi yang kurang menguntungkan (jabatan kering), sedangkan bisnis koperasi yang

menguntungkan (jabatan basah) biasanya tetap dipegang oleh pengurus.

Di lapangan juga ditemukan ada kecenderungan, koperasi yang dipegang oleh pengurus

pengurus berusia lanjut dan memegang kepengurusan relatif lama untuk beberapa kali

periode cenderung kurang memberikan wewenang yang proporsional kepada level di

bawahnya dengan sistim pengambilan keputusan komando, model organisasi garis

(ditemukan pada KUD Karya Teguh, dan KUD Trisula).

(4) Dimensi Koordinasi dan Menggerakkan Organisasi Paradigma baru peran dan tugas pemimpin dalam dunia usaha saat ini bergeser dari cara-

cara lama yang cenderung otoriter, satu arah dimana seorang pemimpinatau manajer

perusahaan berprinsip doing things right bergeser kearah pemimpin yang lebih

demokratis dengan prinsip doing the right thing. Oleh karenanya perusahaan-perusahaan

yang berhasil harus memiliki pimpinan-pimpinan yang memiliki jiwa entrepreneurial

yang tinggi yang mampu menggerakkan sumber daya perusahaan dengan visi yang jelas

(Reinald Kasali 2005)

Memimpin untuk memotivasi, mengarahkan dan menggerakkan karyawan seringkali

tidak hanya merupakan bagian dari disiplin ilmu manajemen, melainkan banyak menjadi

telaahan dari disiplin ilmu lain seperti psikologi dan sosiologi. Pertanyaannya apakah

motivasi seseorang karyawan merupakan bagian dari moral masyarakat dan sistem

siosial? Pada tahun 1904, Max Weber menyatakan bahwa nilai-nilai protestan seperti

yang dinyatakan oleh para pengikut John Calvin membantu mendorong memotivasi

dalam bekerja keras. Etika kerja tentang kerja keras protestan masih dianggap sebagai

indikasi penting tentang kemampuan masyarakat untuk mencapai keberhasilan. Lebih

lanjut pendapat Weber dikuatkan oleh ahli psikologi sosial David Mc Clelland bahwa

keberhasilan terkandung dalam masyarakat yang memiliki etika protestan. Masalahnya

Page 67: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

68

sekarang bagaimana dan menggunakan variabel/indikator apa kita ingin menguji apakah

keragaan proses memimpin (yang dilakukan oleh pihak manajemen koperasi-pengurus,

manajer, dak kepala unit) di koperasi dilakukan efektif atau sebaliknya? Sudah barang

tentu membutuhkan observasi yang lama dan menggunakan metoda pengukuran yang

dapat diandalkan. Untuk mendekati ini dalam praktek beberapa diantaranya

menggunakan metoda identifikasi gaya kepemimpinan, pengukuran produktivitas

karyawan, sampai kepuasan kerja dan derajat munculnya komitmen dan kepatuhan pada

karyawan yang dipimpin.

Dalam kajian ini, variabel observasi mengenai keragaan proses memimpin di koperasi

sampel didekati dari ada tidaknya lembar disposisi perintah, SOP, Juklak atau Juknis,

Tingkat kehadiran pihak manajemen, Rapat koordinasi dan pengarahan, produktivitas dan

persepsi karyawan.

Pada setiap koperasi sampel yang dikunjungi telah memiliki lembar disposisi untuk

meneruskan perintah tertulis secara singkat terhadap tanggapan surat yang masuk dan

membutuhkan jawaban atau tindakan yang diperlukan dan disiapkan oleh staf

bawahannya. Model lain dari disposisi juga dalam bentuk catatan atau notes yang ditulis

tangan. Tetapi standarisasi suatu proses kegiatan yang dijabarkan dalam bentuk Standar

Operasional Prosedur, Petunjuk Teknis (Juknis), Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) hanya

ditemukan pada KPSBU-Lembang dan KSP, Surya Abadi Mandiri-Sumut (meskipun

SOP dalam bentuk yang masih sederhana). Pada kedua koperasi yang disebut terakhir ini

dirasakan adanya suasana kerja yang dinamis dengan aktifitas usaha berjalan dengan

baik.

Tingkat kehadiran pihak manajemen dan disiplin waktu kehadiran juga diamati sangat

mempengaruhi disiplin dan motivasi kerja karyawannya. Pengurus dan manajer yang

disiplin dalam waktu dan kehadiran telah membentuk budaya kerja disiplin yang positif

di koperasi. Kondisi ini diamati sangat nyata pada KUD, Trisula-Majalengka, KPSBU-

Lembang, KSP Surya Abadi Mandiri-Sumut.

Page 68: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

69

Observasi mengenai seberapa sering pihak manajemen melaksanakan rapat kordinasi dan

pengarahan dalam rangka peningkatan efektivitas pelaksanaan tugas karyawan secara

langsung sulit untuk dilakukan. Meskipun dari dokumen tertulis yang dilaporkan dalam

Laporan tahunan baik oleh Pengurus maupun Pengawas sudah ada yang melaporkan

prekuwensi penyelenggaraan rapat-rapat dengan dengan periodisasi bervariasi. Koperasi-

koperasi yang memiliki unit usaha banyak dengan kompleksitas tinggi seperti Pada

KPSBU-Lembang dan KUD Trisula melaporkan frekuwensi rapat kordinasi dan

pengarahan yang tinggi. Pada KSP, karena setiap minggu harus memutuskan penyaluran

pinjaman juga melaksanakan rapat dengan prekuwensi tinggi. Seringnya pihak

manajemen menyelenggarakan rapat koordinasi dan pengarahan setidaknya dapat

disimpulkan bahwa proses memimpin di koperasi dijalankan. Pengamatan mengenai

efektifitas kepemimpinan di koperasi dilihat dari munculnya komitmen, kepuasan kerja

yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan di koperasi juga

masih mengalami kesulitan, karena faktor keterbatasan waktu pengamatan.

Penelitian, kajian khusus dan literatur mengenai proses menggerakkan (actuating) di

organisasi koperasi juga masih sulit ditemukan. Sementara dari buku-buku manajmemen

umum khususnya di negara-negara maju sudah banyak menyajikan penelitian kaji tindak

untuk menguji teori kepemempinan terutama di aspek motivasi, kepuasan kerja dan

produktivitas karyawan. Beberapa diantaranya adalah munculnya model motivasi

pengharapan yang dapat dijabarkan dalam model matematika di mana M= E x I x P

( M-motivasi, I- instrumen kerja yang digunakan, dan E-preperensi). Model hirarkhi

kebutuhan Maslow, model partisipasi yang terpadu, model Job enrichment dsb. Sebagai

konsekuensinya proses menggerakkan organisasi pada perusahaan-perusahaan non

koperasi secara inovatif juga terus dikembangkan. Kenyataan ini menguatkan bahwa

proses manajemen pada perusahaan kapitalistik modern lebih maju dibandingkan di

koperasi. Dalam arti sebaliknya , sebagian besar koperasi masih menjalankan proses

manajemen tradisional yang cenderung kaku dan kurang inovatif.

Page 69: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

70

(5) Dimensi Kerjasama

Aspek atau dimensi lain yang diobservasi dalam variabel pengorganisasian adalah

kerjasama koperasi dengan pihak lain. Semua koperasi sampel yang dikunjungi belum

memanfaatkan kerjasama antar koperasi baik dalam bentuk aliansi strategis, integrasi

vertikal maupun intergrasi horizontal (dalam rangka menurunkan biaya transaksi,

mengurangi risiko ketidak pastian, meningkatkan nilai tambah, dan memperluas pasar).

Kondisi ini masih tidak berubah dan cenderung semakin buruk sejalan dengan hasil

kesimpulan penelitian Litbang Depkop bekerja sama dengan LPPM-Ikopin pada tahun

1993 lalu. Padahal pada masa itu dukungan pemerintah terhadap KUD, Koperasi

Peternakan, Inkud, dan Puskud masih sangat kuat dengan vasilitas kredit program dan

hak monopoli beberapa pemasaran komoditi strategis seperti pupuk, kedelai, terigu, gula,

susu, dan gabah/beras.

Praktek inter linkage market, dalam sekala terbatas ditemukan pada KUD Trisula,

Majalengka. Karena Koperasi Pertanian merupakan Pengembangan badan hukum dari

unit usaha saprotan, dan KSP merupakan pengembangan badan hukum dari USP KUD

ini (mirip model holding company), maka keterkaitan bisnis dan pasar dari ketiga badan

hukum koperasi tersebut sangat kuat untuk mendukung bisnis satu sama lainnya. Seperti

pembelian gabah anggota oleh KUD trisula dapat dibiayai oleh KSP trisula dengan pola

jual tunda dengan jaminan komoditas yang ada di gudang koperasi (Pola ini sekarang

diadopsi menjadi kredit dengan jaminan Resi Gudang) sehingga anggota memperoleh

harga pembelian gabah dengan baik, KUD tidak merasa mengalami kesulitan modal kerja

dan di satu sisi KSP dapat menyalurkan kredit/pinjaman dengan aman. Pada kasus ini

sebenarnya menguatkan bahwa organisasi yang mampu melakukan aliansi strategis

(dalam hal ini interlinkage market) dapat saling menguntungkan dan mengurangi risiko

ketidak pastian.

Page 70: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

71

4.2.3 Keragaan Proses Pengendalian Menurut konsepnya, pengendalian merupakan aktivitas untuk menemukan, mengoreksi

adanya penyimpangan-penyimpangan dari hasil yang telah dicapai, dibandingkan dengan

rencana kerja yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pada setiap tahapan kegiatan perlu dilakukan pengendalian, agar lebih cepat dilakukan

koreksi bila terjadi penyimpangan. Proses pengendalian mencatat setiap perkembangan

kearah tujuan pokok perusahaan, juga sasaran serta metoda pencapaiannya yang

memungkinkan manajer mengetahui lebih awal terdapat penyimpangan. Karenanya,

pengendalian berkaitan erat dengan perencanaan.

Observasi mengenai proses pengendalian manajemen di koperasi sampel difokuskan

kepada indikator sesuai dengan konsep yang telah diuraikan yaitu penetapan standar

dan metoda, pengukuran prestasi, analisis, serta tindakan korektif. Sumber informasi

diperoleh dari pengamatan langsung, penturan responden, dokumen perencanaan dan

laporan tahunan yang disampaikan pada RAT, hasilnya disajikan pada lampiran 3

Hasil observasi disimpulkan bahwa proses pengendalian manajemen di koperasi pada

umumnya masuk dalam kategori kurang sampai sedang. Kondisi ini tentunya sangat erat

dengan proses perencanaannya yang yang juga lemah, perumusan tujuan yang tidak

jelas, dan alokasi sumber daya juga tidak jelas, berdampak pada penetapan standar untuk

pengendalian menjadi bias. Sebagian besar koperasi juga belum menyusun anggaran kas

yang berfungsi untuk pengelolaan dan pengendalian kas koperasi. Pengendalian yang

umum dilakukan oleh koperasi sampel masih terbatas pada pengukuran efektivitas

penggunaan anggaran (model analisis perbandingan antara anggaran dan realisasi) dan

analisis laporan keuangan dengan menggunakan model rasio leverage, rasio aktivitas dan

rasio profitabilitas. Sementara perusahaan-perusahaan modern kapitalistik telah

melompat kepada Total Quality Management (TQM) atau Total Quality Controll (TQC)

hingga standarisasi proses dengan sistim ISO. Inovasi metoda dan proses pengendalian

baik dengan TQM,TQC atau ISO ini pada hakekatnya termasuk kedalam model

Page 71: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

72

pengendalian dinamis dan menyeluruh yang melibatkan seluruh jajaran manajemen untuk

menjamin konsistensi kualitas barang dan jasa yang dihasilkan.

4.3. Sistem Penggajian (Renumerasi) Sistem penggajian (renumerasi) atau sistem kompensasi merupakan salah satu prinsip

dari empat belas prinsip manajemen yang dikemukanan oleh Fayol, salah satu tokoh

aliran manajemen ilmiah yang berkembang pada awal abad 20. Prinsip ini menyatakan

bahwa harus ada keadilan kompensasi antara yang diterima karyawan dengan majikannya

(pemilik perusahaan). Fayol sudah melihat hal yang paling mendasar dari sumber daya

manusia bahwa mereka menukarkan segenap tenaga dan pikiran mereka untuk

mendapatkan kompensasi. Kompensasi dapat mencakup insentif yang dapat

meningkatkan motivasi karyawan yang memiliki korelasi yang kuat terhadap

produktivitas karyawan.

Dari pengertian di atas menjadi sangat jelas bahwa kompensasi merupakan hal yang

penting karena pendapatan dan benefit lainnya pada dasarnya merupakan sesuatu yang

dapat memenuhi banyak kebutuhan karyawan. Selain itu juga pendapatan dan benefit

lain merupakan lambvang dari prestise, kekuasaan, prestasi dan status karyawan dalam

mayarakat.

Setiap orang yang menukarkan jasanya kepada organisasi tentunya memiliki harapan

tersendiri tentang apa yang akan diperolehnya dari organisasi tersebut. Dalam

menentukan besarnya kompensasi yang diterima oleh karyawan, perlu dipertimbangkan

banyak hal. Milcovich (1988) menciptakan suatu model yang menggambarkan faktor-

faktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan dalam hal kompensasi bagi karyawan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan maupun ketidak puasan karyawan dalam hal

kompensasi dari organisasi adalah beban pekerjaan yang ditangani karyawan, beban

serupa yang ditangani karyawan setingkat pada organisasi lain, karakteristik pekerjaan,

Page 72: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

73

hasil yang didapat dari sisi non finansial, pendapatan yang pernah diperoleh karyawan

sebelumnya, pendapatan yang diperoleh karyawan setingkat di organisasi lain serta

pendapatan yang diperoleh organisasi. Hasil observasi mengenai implementasi sistem

renumerasi ada di koperasi, disajikan pada lampiran 4.

Dari data dan informasi pada pada lampiran 4, disimpulkan bahwa sistem renumerasi di

koperasi keragaannya sangat bervariasi. Koperasi yang menerapkan proses manajemen

semakin baik sudah mulai menerapkan sistim renumerasi yang semakin baik pula yang

didasarkan pada dasar pemberian kompensasi dan penetapan komponen kompensasi yang

makin jelas dalam sistim penggajiannya (ditemukan pada KPSBU-Lembang dan KUD

Trisula dan KSP Trisula, Majalengka). Koperasi lainnya masih belum memiliki sistim

renumerasi yang jelas. Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa rata-rata

kompensasi yang diterima oleh karyawan koperasi untuk jenis pekerjaan, tingkat

pendidikan, beban kerja dan pengalaman yang sama dibandingkan dengan kompensasi

yang diberikan oleh perusahaan swasta relatif masih lebih rendah. Kesimpulan ini

diperkuat oleh penelitian hasil observasi Oman Hadipermana (2007) pada koperasi di

Jawa Barat dan Lampung terhadap 22 orang karyawan koperasi. Ketika disampaikan

pernyataan ” Gaji yang saya terima sesuai dengan beban kerja saya, dan saya puas”,

seratus persen responden menyatakan tidak setuju. Artinya bahwa para karyawan yang

bekerja di koperasi merasakan kompensasi yang mereka terima belum sesuai dengan

beban kerjanya dan terjadi ketidak puasan. Adanya perasaan tidak puas dan tidak adil

dari para karyawan akan menyebabkan hal-hal yang kurang baik bagi pencapaian tujuan

organisasi. Hal tersebut disebabkan karena adanya gap antara harapan karyawan dengan

kenyataan yang diperolehnya dari organisasi tempat kerjanya (Bernadin (1993).

Penelitian Ade Umar, 2006, ” Pengaruh Kompensasi Dan Motivasi Kerja Terhadap

Prestasi Kerja Karyawan” studi kasus pada KUD Bobato, Tidore, Maluku Utara dengan

menggunakan responden 67 orang karyawan (dari populasi karyawan 206 orang) yang

tersebar pada 7 unit usaha. Variabel kompensasi yang diteliti meliputi:

Page 73: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

74

• Keadilan kompensasi (tingkat pendidikan, pengalaman kerja karyawan, masa

kerja karyawan, beban kerja, kemampuan kerja karyawan, kemampuan koperasi).

• Kelayakan (Upah Minimum Regional, Kebutuhan hidup minimum).

• Insentif (pemberian bonus).

• Time off-benefit (program rekreasi, cuti)

• Benefit bukan asuransi (tunjangan prestasi, tunjangan hari raya).

• Asuransi (tunjangan kesehatan, tunjangan keselamatan kerja).

• Fasilitas fisik untuk karyawan (Tempat Ibadah ).

Variabel motivasi kerja:

• Tingkat tanggungjawab pribadi yang tinggi.

• Berani mengambil dan memikul risiko.

• Memiliki tujuan yang realistik.

• Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan

tujuan.

• Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam semua kegiatan yang dilakukan.

• Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.

Variabel prestasi kerja yang diteliti:

• Kualitas kerja (ketepatan pekerjaan, keterampilan kerja, ketelitian pekerjaan, dan

kerapihan pekerjaan).

• Kuantitas kerja (Pelaksanaan pekerjaan rutin, penyelesaian pekerjaan ekstra).

• Ketangguhan (Mengikuti perintah instruksi, dan inisiatif).

• Sikap (Kerjasama, dan perubahan sikap terhadap pekerjaan dan rekan kerja)

Seluruh variabel baik variabel kompensasi, motivasi dan prestasi kerja diukur dengan

menggunakan ukuran ordinal dengan menggunakan skala Likert. Kesimpulan yang

diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Terdapat hubungan yang positif antara kompensasi dengan motivasi kerja

karyawan. Artinya meningkatnya aspek kompensasi akan disertai dengan

peningkatan aspek motivasi kerja karyawan. Meskipun dari penelitian ini

mengindikasikan bahwa kompensasi kerja yang diberikan KUD kepada

karyawannya dipersepsikan pada kategori rendah sampai cukup saja.

Page 74: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

75

2. Motivasi kerja karyawan berpengaruh positif terhadap prestasi kerja karyawan.

Motivasi kerja secara parsial memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan

dengan pengaruh kompensasi kerja secara langsung terhadap prestasi kerja.

Artinya walaupun kompensasi yang diterima karyawan KUD masih rendah, tetapi

karyawan tetap memiliki motivasi yang baik untuk berprestasi.

3. Kompensasi kerja dan motivasi kerja secara bersama-sama (simultan)

berpengaruh positif terhadap prestasi kerja karyawa.

Penelitian lain secara terpisah tentang Analisis Pengukuran Prestasi Kerja Karyawan juga

telah dilakukan oleh Abdul Hamid pada tahun 2003 dengan studi kasus pada KSU

Tandang Sari, Tanjung Sari, Sumedang. Tujuan penelitian ingin mengukur bagaimana

tingkat prestasi kerja karyawan pada koperasi.Variabel prestasi kerja yang diukur

meliputi dua variabel, yaitu (1) Kuantitas Kerja (jumlah pekerjaan rutin yang bisa

diselesaikan, jumlah pekerjaan tambahan, jumlah anggota tambahan, jumlah modal

tambahan, kredit macet yang dapat ditekan, jumlah tambahan populasi sapi, jumlah

tambahan bisnis pakan ternak, jumlah kenaikan produksi susu, sampai pengukuran

peningkatan SHU, dan (2) Kualitas Kerja (Ketepatan waktu, ketelitian, kualitas produk,

kualitas jasa, kerapihan, kemudahan, dan kebersihan). Yang menjadi responden dari

penelitian ini adalah karyawan pada unit Simpan Pinjam dan Unit Sapi Perah.

Kesimpulan penting yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Secara kualitatif prestasi kerja karyawan unit sapi perah termasuk dalam kriteria

cukup. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah skor sebesar 58,33 % yang masuk dalam

kriteria prestasi kerja cukup, walaupun masih terdapat indikasi yang masuk

dalam kriteria kurang, seperti untuk peningkatan jumlah populasi sapi,

banyaknya jumlah sapi yang mengalami kematian dan jumlah permintaan susu

yang tidak dapat dipenuhi karena produksi susu tidak memenuhi permintaan.

2. Secara kualitatif prestasi kerja karyawan unit simpan pinjam juga masuk dalam

kriteria cukup saja.

Page 75: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

76

Kedua kesimpulan diatas (meskipun dilakukan dalam studi kasus yang kesimpulannya

tidak dapat digenarilisasikan) setidaknya memperkuat bukti bahwa tingkat kualitas kerja

karyawan koperasi masih rendah yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat

produktivitas koperasi yang rendah pula.

Sangat disayangkan bahwa penelitian penelitian yang telah diuraikan diatas lebih

menyoroti pada hubungan konpensasi, motivasi dan produktivitas kerja karyawan

koperasi, belum menyentuh pengurus dan menejer. Kompensasi bagi pengurus koperasi

selain ada honorarium atau insentif bulanan juga dari bagian SHU dengan prosentasi

tertentu. Sama halnya kompensasi untuk manajer, selain memperoleh gaji bulanan sering

juga ditambah dengan bonus atau bagian dari SHU. Dari pengamatan lapangan ada

indikasi sistim balas jasa bagi pengurus dan manajer kurang transparan. Pengurus dan

manajer memperoleh kompensasi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan rata-rata

kompensasi yang diterima karyawan.

4.5.. Sistem Karir

Berdasarkan teori Manajemen Sumber Daya Manusia, sistem karier karyawan

merupakan bagian dari program pengembangan, penghargaan dan pemeliharaan

karyawan. Tumbuh suburnya perusahaan yang bergerak dibidang industri dewasa ini

mengakibatkan semakin ketatnya persaingan diantara perusahaan tersebut. Dalam

kondisi seperti ini ada satu kendala yang dirasakan setiap perusahaan, yaitu keterbatasan

terseddianya sumber daya manusia yang handal agar perusahaan mampu berkompetisi

secara terbuka. Untuk mengatasi masal tersebut sering perusahaan mengambil jalan

pintas dengan membajak atau mengambil karyawan dari perusahaan lain dengan

tawaran karier dan penghargaan yang lebih menarik dibandingkan dengan perusahaan

asal. Jika kondisi dalam pasar kerja seperti itu keadaannya, apakah koperasi memberikan

sistim karir yang menjanjikan bagi para karyawannya? Berikut ini adalah hasil observasi

mengenai sistim karier di koperasi sampel (lampiran 5)

Page 76: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

77

Dari data dan informasi pada lampiran 5, diperoleh gambaran bahwa pada umumnya

sistim karier bagi karyawan koperasi tidak jelas atau belum mapan seperti pada

perusahaan-perusaan kapitalistik (pesaing koperasi). Beberapa alasan yang dituturkan

oleh para pengurus dan manajer bahwa masih buruknya sistim karier di koperasi

disebabkan karena keterbatasan posisi jabatan di koperasi, sekala bisnis koperasi yang

masih terbatas dan kemampuan koperasi dalam memberikan kompensasi. Alasan yang

disebutkan terakhir konsisten dengan apa yang telah dibahas pada variabel

kompensasi/renumerasi. Melihat kondisi ini, dapat menguatkan kesimpulan bahwa

koperasi masih bukan lembaga yang menjadi pilihan dan menjanjikan untuk para pencari

kerja di pasar kerja. Karyawan yang saat ini bekerja boleh jadi karena faktor

keterpaksaan karena tidak dapat diserap oleh sektor di luar koperasi. Dengan kata lain

karyawan koperasi masuk dalam kualitas ke tiga. SDM dengan kualitas ke satu diserap

oleh BUMN dan BUMS yang sudah mapan. Sementara SDM dengan kualitas ke dua

diserap oleh sektor pegawai negeri. Hal ini dikuatkan oleh survey yang di lakukan

IKOPIN dan Universitas Bina Nusantara, jakarta terhadap mahasiswa tingkat akhir

beberapa tahun lalu. Survey yang dilakukan bertujuan untuk melihat minat para

mahasiswa terhadap prospek menjadi Wirausaha mandiri. Hasinya kurang dari 10 % dari

responden berminat menjadi wirausaha, itupun jika mereka tidak dapat diserap dalam

pasar kerja. Sembilan puluh persen lebih responden menyatakan tidak berminat dan

memilih untuk menjadi pegawai. Dari yang memilih menjadi pegawai, ternyata BUMN

dan BUMS yang mapan menjadi prioritas pilihan pertama, kemudian diikuti dengan

menjadi pegawai negeri dan tidak satupun responden memilih koperasi sebagai tempat

pilihan kariernya. Padahal IKOPIN (Institut Manajemen Koperasi Indonesia) dalam

kurikulumnya ingin mencetak sarjana-sarjana ekonomi yang memiliki misi untuk

membangaun ekonomi kerakyatan dimana Koperasi sebagai bentuk kelembagaan bagi

ekonomi kerakyatan.

Temuan lapangan lainnya mengindikasikan bahwa, karena pengurus memiliki

kewenangan sentral dalam rekruitasi dan penempatan pegawai, maka sistim karier di

koperasi juga cenderung tidak transparan dan masih kuat sistim nepotisme. Keluarga

pengurus dan yang memiliki akses lebih baik kepadanya, biasanya kariernya bagus dan

Page 77: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

78

menduduki posisi yang baik (dalam istilah populer jabatan basah). Jadi, bukan karena

alasan finansial semata dimana koperasi tidak memiliki kemampuan untuk memberikan

konpensasi dan karier yang baik bagi karyawannya, tetapi ada unsur KKN. Terbukti,

jarang koperasi secara pro aktif memasang iklan di mas media untuk melakukan sistim

rekrutasi karyawannya secara terbuka.

4.6. Efisiensi Usaha Koperasi Indikator akhir dari sebuah upaya manajemen bisnis adalah tingkat efisiensi usaha.

Efisiensi usaha merupakan ukuran keberhasilan manajemen dalam mengelola

sumberdaya perusahaan yang dikenal dengan ” the six M”, yaitu Man, Material,

Machines, Methodes, Money dan Market. Efisiensi merupakan ukuran produktifitas dari

manajerial skill tim manajemen sebuah organisasi/perusahaan.

Konsep pengukuran efisiensi dalam kajian ini lebih menekankan pada efisiensi usaha

koperasi dan manfaat yang diberikan koperasi kepada anggotanya. Pengukuran efisiensi

usaha akan menggunakan konsep rasio-rasio keuangan perusahaan. Seperti. Karena

keterbatasan data rasio keuangan perusahaan dibatasi pada satu rasio provitabilitas yai.tu

rasio Rentabilitas Ekonomi perusahaan koperasi. Rekapitulasi hasil perhitungan

Rentabilitas Ekonomi koperasi sampel disajikan pada lampiran 6.

Salah satu ukuran efisiensi usaha koperasi yang digunakan dalam kajian ini adalah

Rentabilitas Ekonomis (RE). Rentabilitas ekonomis menggambarkan kemampuan

perusahaan (dalam hal ini perusahaan koperasi) dengan modal usaha yang dimiliki

menghasilkan laba usaha sebelum pajak (SHU sebelum pajak). Rentabilitas ekonomis

mengukur efisiensi penggunaan modal usaha yang dimiliki koperasi. Semakin besar

tingkat rentabilitas ekonomis, berarti semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan modal

usaha tersebut.

Gambaran mengenai tingkat rentabilitas ekonomi di koperasi sampel menunjukkan

besaran yang bervariasi yaitu antara negatif 0,006 persen (artinya koperasi masih

meenderita kerugian) sampai 8,8 persen. Untuk mengatakan apakah angka-angka

Page 78: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

79

tersebut sudah dapat menyimpulkan tingkat efisiensi usaha koperasi? Untuk

menyimpulkannya dibutuhkan standar industri. Sangat disayangkan standar RE untuk

koperasi di Indonesia masih belum ada. Biasanya standar industri akan dikelompokkan

kedalam jenis usahanya misalnya standar RE untuk usaha perdagangan, RE untuk usaha

manufaktur, RE untuk usaha jasa transportasi, RE untuk usaha pertambangan dan

sebagainya. Jika standar RE industri masih belum ada, para ahli manajemen keuangan

menggunakan standar tingkat bunga pasar dari deposito sebagai opportunity cost of

money. Jika diambil tingkat bunga deposito saat ini 8 % pertahun, maka tingkat

pencapaian RE koperasi dibawah 8 % dapat dikatakan koperasi tidak efisien (terjadi

pemborosan pemakaian sumber daya ekonomi. Jika melihat kondisi koperasi sampel di

atas sebagian besar koperasi sampel memiliki tingkat efisiensi penggunaan modal yang

rendah (tidak efisien). Meskipun untuk KSP yang bergerak di bidang bisnis keuangan

mikro menunjukkan tingkat efisiensi yang lebih baik.

Penelitian Opik Ropikoh (2003) mengenai Evaluasi Faktor-faktor Yang Menyebabkan

Turunnya Perputaran Modal Kerja dan Rentabilitas Ekonomis pada KUD Cipta Raharja,

Majalengka mendapatkan kondisi yang lebih parah yaitu rata-rata dari tahun 1998

sampai tahun 2003, Rentabilitas Ekonomis KUD tersebut kurang dari 1 persen yaitu

berkisar antara 0,14 sampai dengan 0,32 (pada saat itu kondisi perekonomian kita masih

dalam masa krisis). Sebelum krisis, Lilis Suryati (1997) meneliti tentang Parisipasi

Anggota Dalam Kontribusi Modal dan Pemanfaatan Pelayanan Koperasi Dihubungkan

dengan Tingkat Rentabilitas Koperasi pada KUD Ngupaya Mino, Indramayu juga

mendapatkan Rentabilitas Ekonomis koperasi dari tahun 1992 sampai tahun 1996

berkisar antara 0,09 persen hingga 3,21 persen. Hal serupa juga ditemukan dalam

penelitian Lely Savitri Dewi pada tahun 2001 tentang Pengaruh Kualitas Kewirausaah

Pribadi Manajer Terhadap Profitabilitas KSP Koperasi di Kota Bandung rata-rata

dibawah 5 persen. Meskipun demikian terdapat kecenderungan bahwa rata-rata KSP

memiliki tingkat rentabilitas ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan koperasi

jenis KUD bahkan memberikan biaya transaksi yang lebih rendah dibandingkan dengan

lembaga keuangan mikro lainnya.

Page 79: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

80

Kondisi empirik mengenai efisiensi biaya transaksi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) rata-

rata lebih rendah dibandingkan dengan lembaga keuangan non koperasi telah dibuktikan

oleh Sugiyanto (2006) yang telah meneliti manfaat promosi ekonomi anggota pada KSP

dan koperasi kredit dalam bentuk efisiensi biaya pinjaman seperti biaya administrasi,

provisi dan asuransi. Efisiensi dihitung dari selisih antara biaya pinjaman anggota ke

koperasi dengan bila anggota meminjam kepada pihak pesaing koperasi, hasilnya dapat

dilihat pada lampiran 7.

Data pada tabel diatas menunjukkan gambaran yang positif terhada bisnis keuangan

mikro yang digeluti oleh KSP dan koperasi kredit. Koperasi Simpan Pinjam dan

Koperasi Kredit telah membuktikan keunggulan kompetitive advantage yang

ditunjukkan dengan rata-rata memberikan biaya pinjaman yang lebih murah 4,91 %

dibandingkan para pesaingnya dalam hal ini pihak perbankan dan lembaga keuangan

lainnya. Hal ini bisa jadi karena pembinaan dan pengawasan terhadap Koperasi Simpan

Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP) koperasi oleh pemerintah lebih intensif

dibandingkan dengan kegiatan bisnis koperasi di luar sektor keuangan yang dituangkan

dalam regulasi PP No. 9 tahun 1995, Kepmenkop No.351 tahun 1998 dan Kepmenkop

No. 194 tahun 1998 tentang pengawasan Usaha Simpan Pinjam Koperasi dengan

penilaian kesehatannya. Meskipun di lapangan, masih banyak ditemukan KSP/USP

koperasi nakal yang berusaha mencari kelemahan peraturan yang ada. Tetapi dengan

pembinaan dan pengawasan yang intensif telah mendorong pihak Manajemen koperasi

menerapkan manajemen bisnis yang profesional.

Masalah efisiensi koperasi di negara-negara bekembang (termasuk di Indonesia) telah

menjadi bahan diskusi panjang terhadap penyebab kegagalan koperasi. Hanel (1985 ),

sudah mengkritisi bahwa kegagalan koperasi di negara-negara berkembang disebabkan

karena:

1. Dampak koperasi terhadap pembangunan yang kurang atau sangat kurang dari

organisasi koperasi, khususnya karena koperasi tidak banyak memberikan

sumbangan dalam mengatasi kemiskinan dan dalam mengubah struktur

Page 80: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

81

kekuasaan sosial politik setempat bagi kepentingan golongan masyarakat yang

miskin.

2. Jasa-jasa pelayanan yang diberikan oleh organisasi koperasi seringkali dinilai

tidak efisien dan tidak mengarah kepada kebutuhan anggotanya, bahkan

sebaliknya hanya memberikan manfaat bagi para petni besar yang telah maju dan

kelompok-kelompok tertentu.

3. Tingkat efisiensi perusahaan-perusahaan koperasi rendah ( manajemen tidak

mampu, terjadi penyelewengan, korupsi, nepotisme dll ).

4. Tingkat ofisialisasi yang yang sering kali terlampau tinggi pada koperasi

(khususnya koperasi pertanian ), ditandai dengan dukungan/bantuan dan

pengawasan yang terlalu besar, struktur komunikasi dan pengambilan keputusan

memperlihatkan sama seperti pada lembaga-lembaga birokrasi pemerintah,

ketimbang sebagai suatu organisasi swadaya yang otonom, partisipatif dan

berorientasi pada anggota.

5. Terdapat kesalahan-kesalahan dalam memberikan bantuan pembanguan

internasional dan khususnya kelemahan-kelemahan pada strategi pembangunan

pemerintah yang diterapkan untuk menunjang organisasi koperasi.

Untuk mencoba mengatasi masalah tersebut, lebih lanjut Hanel merumuskan beberapa

rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan koperasi yang

memiliki tugas utama dalam mempromosikan anggotanya sebagai berikut:

1. Organisasi koperasi harus berusaha secara efisien dan produktif, artinya koperasi

harus memberikan manfaat dan menghasilkan potensi peningkatan pelayanan

yang cukup bagi anggotanya.

2. Organisasi koperasi harus efisien dan efektif bagi anggotanya, artinya bahwa

setiap anggota akan menilai bahwa manfaat yang diperoleh karena berpartisipassi

dalam usaha bersama merupakan kotribusi yang lebih efektif dalam mencapai

kepentingan dan tujuan-tujuannya ketimbang hasil yang mungkin diperoleh dari

pihak lain

Page 81: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

82

3. Dalam jangka panjang, kopersi harus memberikan kepada setiap anggotanya

suatu saldo positif antara pemanfaatan ( insentif ) yang diperolehnya dari koperasi

dan sumbangan ( kontribusi ) yang diberikan kepada koperasi.

4. Koperasi harus mampu menghindari terjadinya situasi dimana kemanfaatan yang

dihasilkanoleh uaha bersama/koperasi menjadi milik umum, artinya koperasi

harus mampu mencegah timbulnya dampak-dampak dari penumpang gelap ( free

raider ) yang terjadi karena usaha koperasi mengarah kepada usaha bukan

anggota.

Kondisi sepuluh tahun setelah itu, pada dasawarsa 90-an, agaknya kondisi koperasi era

80-an masih belum banyak mengalami perubahan seperti yang dikemukakan oleh Yuyun

Wirasasmita ( 1991), yang masih mendapatkan koperasi dengan kondisi:

1. Fungsi dan tujuan koperasi tidak seperti yang diinginkan para anggotanya.

2. Struktur organisasi dan pengambilan keputusan sukar dimengertidan dikontrol

anggota dan dipandang terlalu rumit bagi anggota.

3. Tujuan koperasi dipandang dari sudut pandang anggota sering dianggap terlalu

luas atau terlalu sempit

4. Karyawan koperasi dan para manajernya dalam menjalankan perusahaan koperasi

sangat tanggap terhadap arahan pengurus dan atau pemerintah tetapi tidak tanggap

terhadap arahan anggota.

5. Fasilitas koperasi terbuka juga bagi non anggota sehingga tidak ada perbedaan

manfaat yang diperoleh anggota dan non anggota.

4.7. Positioning Koperasi Seperti sudah dijelaskan di dalam pendekatan masalah, perubahan global yang terjadi

juga harus dihadapi oleh pengelola koperasi yang ditandai oleh persaingan usaha yang

semakin ketat. Koperasi perlu melakukan repositioning baik dalam hal perilaku dan

kompetensi sumber daya manusia sebagai bagian dari repositioning peran sumber daya

manusi untuk meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan (Ignatius Roni Setiawan,

2002 dalam Sugiyanto, 2008: hal. 13). Repositioning peran sumber daya manusia

Page 82: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

83

dilakukan dengan mengubah pemahaman organisasi tentang peran sumber daya manusia

yang semula dengan konsep people issues menjadi people related business issues yang

didefinisikan sebagai persoalan bisnis yang selalu dikaitkan dengan peran aktif sumber

daya manusia.

Peran sumber daya manusia akan semakin dihargai terutama dalam hal kompetensi

sumber daya manusia dalam pengelolaan bisnis. Schuller dan Jackson, 1997, Ulrich D,

1997 dalam Sugiyanto, 2008, menawarkan empat hal pokok yang berkenaan dengan

peran sumber daya manusia, yaitu menjadi mitra strategis (strategic partner), menjadi

ahli administrasi (administrative expert), menjadi pelopor/pejuang (employee champion),

dan menjadi agen perubahan (agent of change).

Hasil analisis Sugiyanto (2006: hal. 9), kinerja perusahaan koperasi di Indonesia pada

tahun 2003 dan 2004, dari kinerja pengembalian asset yang ditanamamkan dalam

perusahaan koperasi dengan ukuran Return on Asset (ROA) rata-rata hanya sekitar 7,52

%. Ketersediaan sumber daya manusia yang handal untuk mengelola bisnis koperasi juga

masih kuarang. Tidak semua koperasi memiliki manajer, hanya satu dari empat koperasi

yang telah mampu memiliki manajer. Rata-rata partisipasi kontributif anggota

(kontribusi modal) hanya sebesar Rp 435,614,-

Rendahnya rata-rata kinerja koperasi, terutama dilihat dari efisiensi usaha (Rentabilitas

ekonomi) secara empiris berkaitan erat dengan lemahnya proses manajemen yang diawali

dengan fungsi perencanaan, pengorganisasian, Pelaksanaan, dan pengendalian termasuk

juga lemahnya sistim renumerasi, dan sistim karier. Dari 9 (sembilan) koperasi yang

diobservasi hanya 2 (dua) koperasi atau 22,22 % saja yang telah menerapkan prinsip dan

proses manajemen dengan relatif baik. Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan

bahwa hal ini mungkin dapat disebabkan karena koperasi tidak memiliki cukup sumber

Page 83: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

84

daya yang kompeten di bidang manajerial, atau memiliki pengetahuan dan kompetensi

yang cukup baik tetapi tidak memiliki komitmen yang tinggi untuk menerapkan ilmu

manajemen di koperasi. Kedua faktor penyebab ini sama-sama memiliki pengaruh

dominan terhadap positioning koperasi yang buruk.

Positioning koperasi di era globalisasi perdagangan bebas hanya dapat dipertahankan bila

koperasi mampu dikelola dengan baik agar memberikan manfaat ekonomi bagi

anggotanya melalui penciptaan keunggulan kompetitif yang dapat disediakan koperasi

bagi anggota. Karena manfaat ekonomi inilah anggota akan loyal berpartisipasi terhadap

koperasinya.

Ropke (1989), Andang K.Ar (1993) dalam Sugiyanto (2006: hal 12) mengajukan model

matrik positioning koperasi dari hubungan antara partisipasi anggota dengan

profesionalisme manajemen dalam menentukan keberhasilan koperasi untuk mencapai

tujuan sebagai berikut.

Profesionalisme manajemen/Partisipasi anggota

Profesionalisme tinggi Profesionalisme rendah

Partisipasi anggota Tinggi Koperasi berkembang baik Koperasi berkembang lambat

Prtisipasi Anggota Rendah Koperasi Mati Pelan-pelan Koperasi mati dengan segera

Sumber: Ropke (1988), dalam Sugiyanto (2006)

Apabila matriks ini digunakan untuk memotret kondisi 9 (sembilan) koperasi sampel

yang di observasi, maka positioningnya adalah sebagai berikut:

1. Koperasi berkembang baik: 3 koperasi atau 33,33 % (KPSBU Lembang, KSP

Trisula Majalengkan dan KSP Surya Abadi Mandiri).

Page 84: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

85

2. Koperasi berkembang lambat: 2 koperasi atau 22,22 % (KUD Trisula, KUD

harapan tani)

3. Koperasi mati pelan-pelan : 3 koperasi atau 33,33 % (GKSI Jawa Barat, Puskud

Sumatera Utara, dan KUD Karya Teguh).

4. Koperasi mati dengan segera : 1 koperasi atau 11,1 % (KUD Setia Tani,

Sumatera Utara).

Untuk memberikan bencmark tentang positioning, ada baiknya koperasi belajar

dari perusahaan-perusahaan yang sukses, seperti untuk kasus di indonesia diterapkan

oleh perusahaan Jamu Sido Muncul dan kedai kopi ” Exelso”. Kedai kopi ”Excelso”

dibangaun dan dikembangkan dengan strategi pemasaran yang baik. General

manager PT. Excelso Multi Rasa (EMR) terdorong agresif karena melihat dan

menyaksikan pertumbuhan kedai kopi bermerek akhir-akhir ini. Dulu pemilik Group

Kapal api, Soedomo berprinsip lebih baik lw profile dan tidak perlu berpromosi

berhubungan dengan media masa. Meskipun Excelso dikembangkan sejak tahun

1990 karena tidak dipromosikan dengan baik orang tidak banyak mengenalnya,

padahal Excelso adalh pionir di bidang bisnis ini. Konsumen lebih mengenal

”Starbucks” dan Coffe Bean&Tea Leaf.

Di sebagian negara maju minum kopi di coffy shop sudah menjadi bagian dari gaya

hidup sehingga bisnis resto caffe menjamur. Dorongan membuat kedai kopi juga

dipicu kenyataan Goup Kapal Api menguasaia bahan mentah kopi. Group ini

dikatakan sebagai pemimpin pasar kopi eceran. Apa lagi pimpinan perusahaan ini

memiliki jaringan yang luas dan dikenal dekat dengan para petani kopi di seluruh

sentra produksi kopi di Indonesia.

Setelah menggodok perencanaannya, setahun berikutnya, 1991, mulailah Goup

Kapal Api membuka gerai pertama di Jakarta, dengan mengambil lantai dasar Plaza

Indonesia. Sambutan masyarakat cukup menggembirakan meskipun secara

keseluruhan belum terjadi ledakan permintaan. Berikutnya, EMR kembali membuka

gerai di Legian, Bali. Setelah itu dari tahun ke tahun EMR terus memperbanyak

Page 85: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

86

gerainya. Ternyata saat ini ”Excelso” memiliki jumlah gerai terbanyak di Indonesia

dan beberapa diantaranya di luar negeri. Dalam pandangan para pakar pemasaran,

”Excelso” berhasil melakukan penetrasi pasar yang gemilang. Strategi yang tepat

dalam mengangkat citra merek ke kelas yang lebih tinggi. Kehadiran Excelso selain

mengangkat citra Group Kapal Api, juga berpotensi melahirkan kedai kopei dengan

merek yang kuat. Merek yang mereka gunakan memberikan citra internasional.

Banyak yang mengira Excelso juga merupakan kedai kopi asing seperti halnya

pesaingnya Starbucks dan Coffe Bean & Tea Leaf.

Sudah barang tentu merek itu tidak akan berbunyi jika tidak diikuti implementasi

elemen-elemen strategi pemasaran lainnya secara tepat. Pada tahap awal, jelas soal

pemilihan lokasi gerai. Di sini EMR tak asal dalam memilih lokasi seperti pada mal

atau pengelola property yang sebelumnya ramai pengunjung. Dengan pola itu selain

mempermudah penetrasi, Excelso juga tidak perlu repot-repot berpromosi habis-

habisan untuk menyedot pengunjung. Excelso juga mulai mengembangkan gerainya

ke gedung pusat-pusat perkantoran mewah dan ternama bahkan ke kampus UI dan

Airlangga.

Agar menjaring lapisan yang lebih luas, EMR membuat tiga jenis kedai kopi Excelso

dengan target pasar dan positioning yang berbeda. Pertama, Kafe Excelso. Ini

merupakan jenis kedai kopi pertama yang dikembangkan. Targetnya adalah kalngan

profesional, eksekutif dan ekspatriat. Jumlah kafe jenis ini paling banyak yaitu 25

gerai yang tersebar di mal di pusat-pusat kota bisnis Indonesia.

Kedua, Excelso Expres. Dikembangkan dengan positioning sebagai take away coffe

shop yang mengedepankan kepraktisan minum kopi sehingga biasanya hanya

berbentuk counter atau cart. Menu makanan dan minuman yang ditawarkan terbatas

demikian pula media penyajiannya. Segmen pasar yang dibidik adalah anak muda,

mahasiswa dan peminat kopi yang ingin praktis.

Page 86: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

87

Ketiga, de’ Excelso. Tipe kafe ini bisa dikatakan paling eksklusif di banding dua

lainnya. Konsepnya dibuat perpaduan antara resto dengan kafe dengan pilihan

makanan, minuman dan menu yang lebih banyak dan lebih baik untuk kalangan

segmen menengah atas dan kelompok usia mapan. Gelas dan piring didisain khusus,

lebih mewah. Bila di kafe Ekscelso kursi tamu hanya dari kayu tanpa alas sofa, di

de’ Excelso semua kursi berlapis sofa yang nyaman. Tentu saja EMR melengkapi

kedai-kedai Excelso dengan sejumlah keunikan. Jam operasional Excelso tidak

berbeda dengan kafe lain.. Excelso buka pukul 7 pagi sampai 10 malam,

sedangkan kedai yang ada di mal buka dari pukul 10 pagi hingga jam 9 malam. Dari

sisi harga, demi mendapatkan derajat deferensiasi dari para kompetitor, manajemen

EMR memasang strategi harga yang tidak setinggi sejumlah kafe asing. Hal ini

dilihat dari harga minuman dan makanan yang lebih terjangkau dibanding kedai

kopi asing.

Saat ini menurut pihak manajemen EMR sudah merasa puas dengan kinerja kedai

kopinya, meskipun pada tahun-tahun awal merasa kesulitan untuk mendidik pasar

dan mencari positioning yang tepat. Tetapi pada akhirnya konsumen penikmat kopi

di kafe menjadi semakin bayak sebagai bagian dari gaya hidup. Menurut sumber di

EMR saat ini Omzetnya mencapai lebih dari Rp 50 milyar per tahun.

Dari uraian di atas terdapat beberapa pelajaran yang menarik yang perlu diadopsi dan

diadaptasi oleh koperasi dalam rangka mereposi pengembangan bisnisnya.

Positioning yang baik dibangun dengan perencanaan dan strategi bisnis yang matang

yang dimulai dengan tahapan: (1) Identifikasi kekuatan dan kelemahan internal

perusahaan, (2) Identifikasi peluang dan tantangan lingkungan bisnis eksternal, (3)

Identifikasi dan analisis peluang pasar, (4)Segmentasi pasar, (5) Positioning, dan (6)

Merancang strategi pemesaran ( product, place, promotion dan price) atau strategi

bisnis.

Page 87: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

88

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Dari hasil kajian empiris yang dilakukan melalui observasi lapangan, studi literatur

dan pengumpulan pendapat ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pprospek koperasi

dilihat dari perspektif ilmu manajemen bisnis sesuai dengan enam pertanyaan

penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:

(1) Dari disiplin ilmu manajemen bisnis, perubahan lingkungan bisnis

global mendorong organisasi bisnis untuk menerapkan disiplin ilmu

manajemen modern yang mendorong reformulasi tujuan, reformulasi

strategi, restrukturisasi, dan realokasi sumber daya organisasi kearah

yang lebih inovatif untuk menciptakan keunggulan kompetitif di

pasar. Dilihat dari perspektif ini praktek manajemen yang ada di

koperasi saat ini sudah jauh tertinggal dan menjadi tidak relevan

dengan tuntutan perubahan.

(2) Koperasi Indonesia tidak berkembang disebabkan oleh kelemahan

proses manajemen yang fundamental terletak pada proses

perencanaan yang tidak menggunakan kaidah kaidah perencanaan

yang baik dan benar. Sebagian besar koperasi hanya berorientasi

jangka pendek yang sempit, belum mampu menyusun rencana jangka

panjang untuk mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis, secara

simultan mempengaruhi proses pengorganisasian, dan pengendalian.

Kondisi ini menyebabkan bisnis koperasi kebanyakan gagal

memberikan manfaat ekonomi yang lebih baik bagi para anggotanya

dibandingkan dengan badan usaha lainnya (non koperasi), usaha

koperasi bayak yang tidak sesuai dengan kepentingan anggotanya,

koperasi hanya menjalankan fungsi dagang, tidak menciptakan nilai

tambah, dikelola dengan tidak efisien.

(3) Kondisi masyarakat indonesia dewasa ini sudah semakin realistik dan

rasional akan mencari kelembagaan ekonomi yang mampu

Page 88: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

89

memberikan manfaat ekonomi dan sosial lebih baik. Melihat kondisi

yang ada, dimana pada umumnya koperasi tidak mampu memberikan

manfaat kepada anggotanya, dipastikan tidak memiliki prospek

untuk berkembang. Hanya beberapa jenis koperasi seperti koperasi

simpan pinjam, koperasi kredit dan koperasi peternakan dalam

beberapa tahun ke depan akan bertahan hidup.

(4) Proses pengembangan koperasi baik di tataran mikro (koperasi

sebagai entitas bisnis) maupun makro (kebijakan pemerintah) belum

sepenuhnya sejalan dengan teori manajemen bisnis. Hanya sedikit

koperasi Indonesia yang menerapkan teori manajemen bisnis dengan

baik terbukti usahanya berkembang dan memiliki daya tahan

terhadap tekanan persaingan. Koperasi yang dimaksud pada

umumnya adalah koperasi simpan pinjam (singgle purpose) dan

koperasi peternakan (singgle commodity multi purpose). Dari sudut

kebijakan makro, berkembangnya bisnis simpan pinjam koperasi

tidak terlepas dari ketatnya regulasi dan pembinaan pemerintah

melalui penilaian kesehatan, dan standarisasi sistim pengelolaan.

(5) Untuk sementara koperasi sudah mulai ditinggalkan masyarakat

karena koperasi tidak mampu menghantarkan nilai dan manfaat

ekonomi yang lebih baik bagi anggota dan masyarakat pada

umumnya. .

4.3.Rekomendasi. Berdasarkan hasil kajian dan kesimpulan prospek koperasi diatas, maka dapat

disampaikan rekomendasi sebagai pendekatan pemberdayaan dan

pengembangan koperasi dalam lingkungan yang berubah dari perspektif

manajemen bisnis sebagai berikut:

(1) Pihak manajemen di koperasi dalam hal ini pengurus dan manajer harus

segera meninggalkan cara-cara lama (konvensional) dalam pengelolaan

koperasi dengan mengadopsi dan mengadaptasi manajemen bisnis

Page 89: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

90

modern. Melakukan reformulasi tujuan koperasi sesuai dengan tuntutan

kebutuhan anggota yang dinamis dan tuntutan persaingan.

(2) Pihak manajemen di koperasi perlu memperbaiki kinerja koperasi

dengan mengembalikan peran dan funsi koperasi yaitu kepada yang

seharusnya yaitu koperasi yang berlandaskan dasar-dasar self help

(menolong diri sendiri), self relience (percaya diri), self responsibility

(bertanggung jawab atas dirinya), sehingga dengan demikian kaidah-

kaidah koperasi yaitu efisiensi secara keseluruhan dan khususnya dalam

pelayanan anggota dapat diciptakan.

(3) Kebutuhan akan implementasi manajemen modern di koperasi harus

tumbuh dari lingkungan intrnal koperasi, meskipun pada tahap awal

pemerintah dapat bertindak sebagai agen perubahan untuk memprakarsai

proses perubahan sikap dan prilaku pihak manajemen koperasi melakukan

bencmarking manajemen modern dari berbagai sumber.

Page 90: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

91

DAFTAR PUSTAKA Budiono, Ekonomi Mikro, Yogyakarta : BPFE-UGM, 1986. Bernardin, H. John, Joyce, et al. Human Resource Management, An Experiential

Approach, International Edition: Mc Graw-Hill, Inc, Singapore, 1993. Baswir, Reprisond, Revitalisasi Koperasi, Makalah disampaikan dalam diskusi

terbatas Pemaparan Hasil-Hasil Penelitian Koperasi, Yogyakarta, 2007. Creech, B, Lima Pilar TQM, diterjemahkan oleh Sindoro A, Binarupa Aksara, 1996. Dulfer, Eberhard, Corporate culture of Coopetatives, Dalam International Hanbook

of Cooperative. Vandenhoeck & Ruprecht, Gottingen, 1994. Dulfer, Eberhard, Evaluation of Cooperative Organization, Dalam International

Hanbook of Cooperative. Vandenhoeck & Ruprecht, Gottingen, 1994. Dulfer, Eberhard, Structural Types of Cooperatives, Dalam International Hanbook of

Cooperative. Vandenhoeck & Ruprecht, Gottingen, 1994. Ferguson, C.E. Micro Economic Theory. New York, Mc Graw-Hill, 1984. Gupta, V.K, et al, Guidance for Agricultural Cooperative Management, IIM,

Ahmadabad, India, 1985. Gaspersz, Vincent, Manajemen Bisnis Total, Penerbit Afabeta, Bandung, 1997. Gibson, James L, at all, Fundamentals of Management, Richard D. Irwin, Inc, 1995. Hanel, Alfred, Basic Aspect Of Cooperative and Political for their Promotion in

Developing Countries, Marburg, West Germany, 1985. Hanel, Alfred, Oficialization of Cooperatives, Marburg, West Germany, 1985. Hann, Dietger and Kaufmann, Lutz, Strategic Aliances, Dalam International Hanbook

of Cooperative. Vandenhoeck & Ruprecht, Gottingen, 1994. Hasibuan, Malayu, S.P, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit PT. Bumi

Aksara, Jakarta, 2005. Hamid, Abdul, Analisis Pengukuran Prestasi Kerja Karyawan, Tesis untuk

memperoleh Gelar Magister Manajemen di program MM, Ikopin, Bandung, 2003.

Page 91: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

92

Kasali, Reinald, Change Management, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005. Lewis and Smith, Total Quality In Higher Education, Delray Beach, Florida, St.

Lucie Press, 1996. Milkovich, George T, et al, Human Resource Management: A Diagnostic Approach,

Fith Edition: Business Publication, Inc. Plano, Texas, 1988. Mulawarman, Aji Dedi, Mengembangkan Kompetensi Inti dan Konsep Bisnis

Koperasi, Digali Dari Realitas Masyarakat Indonesia, Makalah dipresentasikan dalam Diskusi Panel Kajian Koperasi di Universitas Negeri Malang, Desember 2007.

Nirbito, J.G, Profesionalisme Dalam Pengelolaan Usaha Koperasi Yang Berbasis

Nilai: Strategi Untuk Mewujudkan Lewat Diklat dan Pemberlakuan Kode Etik, Makalah disampaikan pada Diskusi Terbatas Tentang Profesionalisme Pengelolaan Koperasi Dalam Era Kompetisi Global, Malang, Desember 2007.

Robert Kreitner, Angelo Kinicki, Organizational Behavior, Irwin/Mc Graw Hill,

1998. R. Wayne Mondy, et all, Human Resource Managemen, Prentice Hall International,

New Jersey, 1998. Ropke, Jochen, Strategic Management of Self-Help Organization, Marburg,

Germany, 1992. Ropke, Jochen, The Economic Theory of Cooperatives Enterprise in Developing

Countries, With special Reference of Indonesia, Marburg, Germany, 1992 Ropke, Jochen, Coope Wherther, Wiliam B, Keith Devis, Human Resources Personal

Management, Fith Edition, Irwin-Mc Graw Hill, International Edition, 1996., Managemen, Sixth Edition, Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, New Jersey, 1996.

Rianto, Bambang, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, PT. BPFE, Yogyakarta,

1995. Ropikoh, Opik, Evaluasi Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Turunnya Perputaran

Modal Kerja dan Rentabilitas Ekonomi Pada KUD Ciptaraharja. Tesis untuk memperoleh gelar Magister Manajemen pada program MM, Ikopin, Bandung, 2003.

Suryati, Lilis, Partisipasi Anggota Dalam Kontribusi Modal dan Pemanfaatan

Pelayanan Koperasi Dihubungkan dengan Tingkat Rentabilitas Koperasi Pada

Page 92: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

93

KUD Ngupaya Mina, Indramayu, Skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Ikopin, Bandung, 1997.

Sugiyanto, Pengaruh Kompetensi dan Komitmen Manajemen Terhadap Kinerja

Keuangan, Promosi Ekonomi Anggota dan Struktur Modal Koperasi Di Jawa Barat, Disertasi Program Doktor Ilmu Manajemen Universitas Pajajaran, Bandung, 2006.

Savitri Dewi, Lely, Pengaruh Kualitas Kewirausahaan Pribadi Manajer Terhadap

Profitabilitas KSP Koperasi di Kota Bandung, Tesis untuk memperoleh gelar Magister Sain pada program Pasca Sarjana Universitas Pajajaran, Bandung, 2001.

Tjiptono dan Handoko, Kepemimpinan dan Manajemen SDM dalam Lingkungan

Organisasi, TQM Magazine, vol 7, 1997. Umar, Ade, Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja

Karyawan, Tesis untuk memperoleh Gelar Magister Manajemen di Ikopin, 2006.

Wirasasmita, Yuyun, Strategi Pembangunan Sektor Perkoperasian yang

Mengerahkan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Koperasi, dalam Rusidi dan Maman Suratman (penyunting), Pokok-Pokok Pikiran Tentang Pembangunan Koperasi, Penerbit Ikopin, Jatinangor, 1990.

Wherther, Wiliam B, Keith Devis, Human Resources Personal Management, Fith

Edition, Irwin-Mc Graw Hill, International Edition, 1996.

Page 93: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

94

LAMPIRAN

Lampiran 1

Tabel 4.1. Keragaan Dokumen Perencanaan Pada Koperasi Sampel (lampiran)

Nama Koperasi

Jenis Koperasi Jenis Rencana Dokumen Tertulis

Keragaan kualitatif

KPSBU Lembang

Koperasi peternakan, single commodity multy purpose

5. Rencana Strategis

6. Rencana Program taktis

1. Ada dalam bentuk buku Renstra

2. Ada tertulis

dirumuskan dalam sasaran bidang, yaitu kelembagaan, persusuan dan bidang pelayanan dan usaha/bisnis

1. Baik 2. Cukup sampai baik

KUD Karya Teguh, Lembang

Koperasi pertanian, multy commodity multy purpose

-Tidak memiliki Renstra. - Hanya ada rencana program kerja taktis dengan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi (RAPBK)

6.1.

-

- ada tertulis disajikan tiap bidang, organisasi dan manajemen, bidang usaha, permodalan dan bidang kesejahteraan anggota dan pengelola.

- - Cukup baik

GKSI, Jawa Barat

Koperasi sekunder

- Pada masa kejayaannya di era tahun 80 han hingga 90 pernah

-

-

Page 94: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

95

memiliki Renstra. - Saat ini cenderung jalan di tempat dan hanya ada rencana program taktis dengan RAPBK

- ada tertulis dengan bidang-bidang

- Cukup

KUD Trisula, Majalengka

Koperasi pertanian, multy commodity multy purpose

- Memiliki Renstra - Memiliki rencana program operasional dengan RAPBK tahunan

- Tidak ada - Ada tertulis yang diuraikan per bidang

- - Baik

KSP Trisula, Majalengka

Koperasi Simpan Pinjam, single purpose

- Renstra - Memiliki rencana program operasional dengan RAPBK tahunan

- tidak ada - Ada tertulis yang diuraikan per bidang

- - Cukup - Baik

PUSKUD Sumatera Utara

Koperasi sekunder

- Dulu pada saat masa kejayaannya memiliki Renstra. - Saat ini hanya ada rencana program tahunan dan RAPBK

- tidak ada - Ada tertulis dijabarkan per bidang usaha dan permodalan

- tidak ada - cukup

KSP Surya Abadi Mandiri, Sumut

Koperasi Simpan Pinjam

- Belum memiliki Renstra - Memiliki rencana program dengan RAPBK

- Tidak ada - Ada tertulis dengan target yang sudah jelas.

- - Baik

KUD Harapan Tani, Sumut

Koperasi Pertanian (basis Kelapa sawit ) serba usaha

- Belum memiliki renstra - Hanya ada rencana

- Tidak ada - Ada tertulis dengan sasaran

- - Cukup baik

Page 95: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

96

program tahunan dan RAPBK.

per bidang

KUD Setia Tani

Koperasi pertanian (basis pangan) serba usaha

- Tidak ada renstra - Hanya ada rencana program tahunan dan RAPBK

- Tdak ada - Ada tertulis dalam laporan tahunan

- - Cukup

Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Renstra dan atau Laporan Tahunan Koperasi Sempel, 2007.

Page 96: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

97

Lampiran 2 Tabel 4.2. Keragaan Proses Pengorganisasian pada Koperasi Sampel (lampiran 2) Nama Koperasi

Kedalaman dan kelebaran struktur

Disain Tugas Uraian Tugas Sistim komando

Rentang Kendali

Fleksibilitas

KPSBU Lembang

- Pengurus 3 orang (Ketua, sekretaris, bendahara) - Pengawas 3 orang - Manajer 2 orang - Kepala Unit 7 orang - Kepala sub unit. 7 orang - Kepala seksi 9 orang -Karyawan termasuk menejer berjumlah 150 orang - jumlah anggota dan calon anggota yang dilayanani 6.163 orang - Rasio karyawan dengan anggota yang dilayani 1 : 41

a. Unit Bisnis: - Pemasaran susu -Pertokoan -Pembibitan sapi b. Unit Pelayanan -Perkreditan -Pakan ternak -Inseminasi buatan dan Keswan -Penyuluhan c.Kelembagaan -Diklat -Sapi afkir d.Administrasi Keuangan

- Uraian tugas ada secara tertulis dengan rinci dan jelas. - Untuk tugas operasional didukung dengan SOP

- Prinsip kesatuan komando diterapkan dengan baik -Model organisasi garuis dan staf dengan pola pengambilan keputusan partisipatif

- Dari Pengurus hingga kepala seksi secara hirarkhi terdapat 5 jenjang -Seorang atasan paling banyak membawahi 9 bawahan. -dengan tingkat teknologi, fasilitas dan tingkat pendidikan, rentang kendali cukup baik

- terdapat fleksibilitas disain organisasi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan organisasi -Organisasi masih cukup sesuai dengan tipe bisnis, cakupan wilayah kerja dan jumlah anggota yang dilayani

KUD Karya Teguh, Lembang

- Kepengurusan dengan formasi ketua, sekretaris dan bendahara - Pengawas dengan formasi ketua dan sekretaris - Manajer utama - Manajer Umum - Manajer Keuangan - Karyawan pusat selain manajer 6 orang - Karyawan unit 73 orang - jumlah karyawan keseluruhan 82 orang - Jumlah anggota dan calon anggota yang dilayani 839 - Rasio karyawan dengan anggota yang dilayanani 1: 10

-Unit Simpan Pinjam -Unit Kelistrikan -Unit Usaha Waserda - Unit Wartel - Unit Mini Market - Unit Usaha Dedak - Unit Usaha beras

- Uraian tugas tertulis dan terbatas hanya sampai Manajer - Belum memiliki SOP

- Kesatuan komando tidak jelas -Pengambilan keputusan cenderung sentralistik

- Untuk unit distribusi dan unit perkreditan dan jasa dengan masing-masing karyawan 54 orang dan 18 orang rentang kendali cukup melebar

- Organisasi gemuk, kurang lincah - Struktur organisasi yang ada sekarang dalam lima tahun terakhir cenderung tidak berubah

KUD Trisula, Majalengk

- Kepengurusan dengan formasi 3 ketua, sekretaris dan

- Unit listrik

- Uraian tugas, pembagian wewenang dan

- Prinsip kesatuan komando

- Cukup sesuai dengan

- Sangat fleksibel dan

Page 97: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

98

a bendahara. - Pengawas dengan formasi 3 - manajer - kepala unit 3 orang - Karyawan 20 orang - jumlah anggota yang dilayani 2200 orang - rasio karyawan dengan anggota 1 : 110

- Unit pangan dan RMU - Unit ternak dan Perikanan - Unit saprotan menjadi unit otonom dan sekarang menjadi Koperasi Pertanian dengan Badan Hukum tersendiri. - Unit Simpan pinjam juga menjadi KSP dengan Badan Hukum tersendiri. - KUD juga mendirikan Unit Bisnis dengan Badan Hukum Perseroan terbatas

tanggung jawab sudah dideskripsikan secara tertulis

diterapkan teknologi dan sarana kerja yang ada

dinamis - Untuk mengantisipasi perubahan lingkungan, terbukti KUD melakukan restrukturisasi organisasi denan menjadikan 2 unit usahanya menjadi Koperasi baru dan membuka unit bisnis yang berbadan hukum PT (Mirip model Holding Company)

KSP Trisula, Majalengka

- Kepengurusan formasi 3 orang - Manajer 1 orang -Karyawan 10 orang - Anggota yang dilayani 831 orang

- Unit Permodalan (simpanan) - Unit Pinjaman - Bagian akuntansi keuangan

- Uraian tugas dan pembagian wewenang setiap bagian/unit kerja dideskripsikan secara tertulis.

- Prinsip kesatuan komando dijalankan

- Cukup sesuai dengan jenis /tipe bisnis layanan jasa keuangan

- Cukup pleksibel dibuktikan dengan adanya dinamika pembagian tugas.

PUSKUD Sumatera Utara

-Kepengurusan formasi 5 yaitu Ketua umum, Ketua I, Ketua II, Sekretaris, dan Bendahara. - Pengawas formasi 3, yaitu Ketua, Sekretaris, dan Anggota - Direktur/Manajer 1 Orang - Sekretariat 4 orang - Unit Simpan Pinjam 8 Orang - Unit Usaha Pupuk 2 Orang -Perwakilan Karo 1 Orang - Total Karyawan 16

- Pengurus - Pengawas - Kesekretariatan - Manajer - Unit aaasimpan Pinjam - Unit Pupuk

- Uraian tugas dalam bentuk job descripsi ada tertulis

- Prinsip kesatuan komando dijalankan

- Rentang kendali sesuai dengan besaran organisasi

- Kurang fleksibel - Struktur Kepengurusan terlalu gemuk dengan formasi model lama

Page 98: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

99

orang - Anggota Yang dilayani 387 Unit Koperasi - Rasio Karyawan dengan anggota 1 : 24

KSP Surya Abadi Mandiri, Sumut

- Kepengurusan formasi 3, yaitu Ketua Sekretaris dan Bendahara - Pengawas formasi 3, Ketua Sekretaris dan Anggota. - Penasihat formasi 4 yaitu Ketua, Sekretaris, dan 2 orang anggota - Manajer 1 Orang - Kasir 1 Orang - Pegawai 3 Orang - Jumnlah karyawan 5 Orang - Jumlah anggota dilayani 644 Orang - Rasio karyawan dengan anggota yang dilayani 1:129

- Pengurus - Pengawas - Penasihat - Manajer - Staf

- Uraian Tugas dideskripsikan secara tertulis yang membagi wewenang dan tanggung jawab dengan baik

- Prinsip kesatuan komando dijalankan dengan baik dengan pengambilan keputusan

- Rentang kendali cukup efektif dibantu dengan teknologi Komputerisasi

- Dengan sekala bisnisnya, organisasi cukup ramping dan fleksibel (sudah mirip lembaga keuangan Bank )

KUD Harapan Tani, Sumut

-Struktur kepengurusan 3 orang, yaitu Ketua Sekretaris dan Bendahara - Struktur pengawas 3 Orang - Manajer Utama 1 orang - Personalia unit Pelayanan 20 orang - Ketua kelompok unit wilayah pelayanan 22 orang - Jumlah anggota yang dilayani 978 orang - Rasio karyawan (tidak termasuk ketua kelompok) dengan anggota yang dilayani adalah 1 : 40

- Pengurus - Pengawas - Manajer Utama - Staf - Ketua kelompok berdasarkan unit wilayah kerja - Disain kerja menggunakan model kombinasi antara unit bisnis dengan pendekatan wilayah

- Uraian tugas sudah dirinci secara tertulis

- Sistim kesatuan komando dijalankan sesuai prinsipnya - pengambilan keputusan melibatkan staf dan wakil-wakil kelompok

- Rentang kendali cukup efektif dibantu dengan teknologi komputerisasi dan sistim kelompok anggota pada unit wilayah kerja yang menyebar

- Meskipun organisasi cukup besar, koperasi ini cukup lincah dalam mengembangkan bisnis untuk menangkap peluang usaha

KUD Setia Tani

- Struktur kepengurusan 5 orang, yaitu Ketua I, Ketua II, Sekretaris I, Sekretaris II, dan

- Pengurus - Pengawas - Penasihat - Staf

- Uraian tugas tertulis ada

Prinsip kesatuan komando tidak jelas, karena

- Rentang kendali cukup sederhana karena hanya tersisa 1 unit

- Organisasi gemuk diatas (model piramida terbalik),

Page 99: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

100

Bendahara. - struktur pengawas 3 Orang - Badan Penasihat 4 orang - Staf 2 Orang - Jumlah anggota tercatat 704 orang

pengurus memegang jabatan rangkap di luar koperasi

usaha Simpan pinjam dengan 2 orang karyawan

lemah pada bagian operasional bisnis - Koperasi ini pada saat dukungan pemerintah kuat maju, tetapi menghadapi masalah kredit program yang macet

Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Laporan Tahunan Koperasi Sempel, 2007.

Page 100: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

101

Lampiran 3 Tabel 4.3. Keragaan Proses Pengendalian di Koperasi Sampel

Nama Koperasi

Standar dan metoda

Pengukuran prestasi Analisis Tindakan korektif

KPSBU Lembang

baik Baik baik Baik

KUD Karya Teguh, Lembang

Cukup Cukup Kurang Kurang

KUD Trisula, Majalengka

Cukup Cukup Cukup Cukup

KSP Trisula, Majalengka

Cukup Cukup Cukup Cukup

PUSKUD Sumatera Utara

Kurang Kurang Kurang Kurang

KSP Surya Abadi Mandiri, Sumut

Cukup Cukup cukup Cukup

KUD Harapan Tani, Sumut

Cukup Cukup Cukup Cukup

KUD Setia Tani

Kurang Kurang Kurang Kurang

Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Laporan Tahunan Koperasi Sampel, 2007.

Tabel 4.4. Keragaan Sistem Renumerasi Pada Koperasi Sampel (masuk dalam

kolom pengorganisasian) + insentif lain Nama Koperasi

Jumlah Karyawan

Tingkat pendidikan

Dasar Pertimbangan

Komponen Kompensasi

Nominal Kompensasi (Rp)

KPSBU Lembang

24 1 orang - Sarjana 10 orang - D3 7 orang - SLTA 129 orang - SLTP 51 orang - SD 54 orang

- Pendidikan - beban kerja - Pengalaman - UMR

- Gaji pokok - Tunjangan transpor - beras - hari tua - asuranis kesehatan - Bonus prestasi

Berkisar paling rendah Rp 850 ribu sampai paling tinggi level manajer Rp 7 juta per bulan.

KUD Karya Teguh, Lembang

88 orang Berkisar dari SD hingga Sarjana, dengan rincian tidak jelas

- UMR - Kemampuan koperasi

- tidak jelas Berkisar antara paling rendah Rp 350 ribu sampai dengan Rp 2 juta per bulan.

KUD Trisula,

20 orang Berkisar antara SD sampai Perguruan

- jenis pekerjaan - UMR

- gaji pokok -tunjangan beras

Berkisar antara Rp 600 ribu

Page 101: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

102

Majalengka tinggi, tidak dirinci dengan jelas

- prestasi kerja - transportasi - DPLK selektif (tidak semua karyawan)

sampai dengan Rp 1,5 juta per bulan

KSP Trisula, Majalengka

11 orang Berkisar antara SD sampai Perguruan tinggi, tidak dirinci dengan jelas

- jenis pekerjaan - UMR - prestasi kerja

- gaji pokok -tunjangan beras - transportasi - DPLK selektif (tidak semua karyawan)

Berkisar antara Rp 600 ribu sampai dengan Rp 1,5 juta per bulan

PUSKUD Sumatera Utara

16 orang - SLTA 15 orang - Sarjana 1 Orang

- UMR Tidak jelas Berkisar antara Rp 850 ribu sampai dengan Rp 2 juta per bulan

KSP Surya Abadi Mandiri, Sumut

4 Orang - Sarjana 1 orang - D3 4 orang

- UMR Lump sum Berkisar antara Rp 800 ribu sampai dengan Rp 2,7 juta per bulan

KUD Harapan Tani, Sumut

21 orang - S1 1 orang - SLTA 15 orang - SLTP 5 orang

- UMR - Lump sum - Bonus dari SHU (15 %)

Berkisar antara Rp 600 ribu sampai Rp 800 ribu per bulan

KUD Setia Tani

2 orang - D3 1 orang - D1 1 orang

- tidak jelas Lump sum Sekitar Rp 500 ribu per bulan

Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Laporan Tahunan Koperasi Sempel, 2007.

Page 102: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

103

Lampiran 5. Tabel 4.5. Keragaan Sistim Karier di Koperasi Sampel Nama Koperasi

Jumlah Karyawan

Tingkat pendidikan

Jenjang Jabatan Tersedia

Penerapan Persepsi Karyawan

KPSBU Lembang

24 1 orang - Sarjana 10 orang - D3 7 orang - SLTA 129 orang - SLTP 51 orang - SD 54 orang

- Staf - Kepala seksi - Kepala unit - Manajer - General Manager

- Diterapkan diawali dari sistim rekruitasinya - Ada analisis jabatan - promosi jabatan - Rotasi/mutasi kerja tiap dua tahun

- ada tetapi terbatas pada orang tertentu - promosi lambat

KUD Karya Teguh, Lembang

88 orang Berkisar dari SD hingga Sarjana, dengan rincian tidak jelas

- Staf -Kepala Unit - Manajer - Manajer Utama

- Cenderung belum menerapkan sistim promosi - Hanya penggantian karyawan kalau ada yang keluar

- Tidak merasakan adanya promosi jabatan

KUD Trisula, Majalengka

20 orang Berkisar antara SD sampai Perguruan tinggi, tidak dirinci dengan jelas

- Staf - Kepala Unit - Manajer

- Promosi jabatan terbatas hanya pada beberapa karyawan yang berprestasi - Regenerasi lambat

- Ya ada tetapi terbatas pada lingkungan keluarga pengurus

KSP Trisula, Majalengka

11 orang Berkisar antara SD sampai Perguruan tinggi, tidak dirinci dengan jelas

- Staf - Kepala Unit - Manajer

- Promosi jabatan terbatas hanya pada beberapa karyawan yang berprestasi - Regenerasi lambat

- Ya ada tetapi terbatas pada lingkungan keluarga pengurus

PUSKUD Sumatera Utara

16 orang - SLTA 15 orang - Sarjana 1 Orang

- Staf - Kepala perwakilan - Kepala unit -Manajer

- Promosi jabatan terbatas - sekali-sekali ada rotasi

Tidak merasakan adanya promosi

KSP Surya Abadi Mandiri, Sumut

4 Orang - Sarjana 1 orang - D3 4 orang

- Staf - Kasir - Manajer

- Karena koperasi baru berusia 3 tahun, promosi jabatan belum dilakukan - Jenjang karier juga terbatas

Belum merasakan adanya promosi jabatan

KUD Harapan Tani, Sumut

21 orang - S1 1 orang - SLTA 15 orang - SLTP 5 orang

- Staf - Kepala unit - Manajer - Manajer Utama

- Prmosi jabatan terbatas sesuai dengan kebutuhan - Sekali-sekali melakukan rotasi jabatan

- ya dilakukan dengan promosi jabatan terbatas

KUD Setia Tani

2 orang - D3 1 orang - D1 1 orang

- staf Belum ada sistim karier karena kondisi koperasi saat ini yang berjalan hanya unit SP

Tidak ada

Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Laporan Tahunan Koperasi Sempel, 2007.

Page 103: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

104

Lampiran 6. Tabel 4.6. Keragaan Efisiensi Usaha Koperasi Sampel (tahun 2006)

Nama Koperasi

Jenis Koperasi SHU (dlm jutaan jutaan rupiah)

Total Modal (Dalam jutaan rupia)

Rentabilitas Ekonomi (%)

KPSBU Lembang

Koperasi peternakan, single commodity multy purpose

1.204

25.732

4,35

KUD Karya Teguh, Lembang

Koperasi pertanian, multy commodity multy purpose

70,7

4.429

1,6

GKSI, Jawa Barat

Koperasi sekunder

-

- -

KUD Trisula, Majalengka

Koperasi pertanian, multy commodity multy purpose

82,0

2.120

3,9

KSP Trisula, Majalengka

Koperasi Simpan Pinjam, single purpose

72,1 1.330 5,4

PUSKUD Sumatera Utara

Koperasi sekunder

214,6

4.208,9

5,1

KSP Surya Abadi Mandiri, Sumut

Koperasi Simpan Pinjam

246,2 2.809,3 8,8

KUD Harapan Tani, Sumut

Koperasi Pertanian (basis Kelapa sawit ) serba usaha

139,1 4.374,3 3,2

KUD Setia Tani

Koperasi pertanian (basis pangan) serba usaha

( 1,4 )

2.036,5

( 0,006 )

Sumber : Hasil observasi lapangan dan dokumen Renstra dan atau Laporan Tahunan Koperasi Sempel, 2007.

Page 104: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

105

Lampiran 7. Tabel 4.7. Efisiensi Biaya Pinjaman Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Kredit (%)

No Wilayah Biaya pinjaman koperasi

Biaya pinjaman non koperasi

Efisiensi biaya pinjaman

Daperma koperasi kredit

Efisiensi biaya pinjaman + daperma

1 Bogor 1,68 6,88 5,20 0,23 5,43

2 Cirebon 1,37 6,13 4,77 - 4,77

3 Priangan 1,54 6,27 4,74 0,15 4,89

4 Purwakarta 1,50 5,44 3,94 0,07 4,01

Rata-rata 1,54 6,32 4,77 0,14 4,91

Sumber: Sugiyanto ( 2006: hal. 226)

Page 105: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

106

Lampiran 8. PROSPEK KOPERASI DARI MANAJEMEN BISNIS

PERTANYAAN PEMANDU OBSERVASI UNTUK PENGURUS,

MANAJER DAN KRYAWAN KOPERASI

I. Observasi mengenai pemahaman konseptual pengurus dan

menejer koperasi 1. Pemahaman konsep manajemen

2. Tugas-tugas manajerial yang dijalankan di koperasi

II. Observasi fungsi dan proses manajemen 1. Dokumen rencana koperasi jangka panjang (minimal

untuk 3 tahun), jangka menengah dan jangka pendek.

2. Visi, misi dan tujuan koperasi

3. Strategi dan program kerja koperasi

4. Mekanisme proses penyusunan rencana

5. Standart Operasional Prosedur

6. Pemahaman visi, misi dan tujuan oleh pengurus,

pengelola dan karyawan

III. Bentuk Organisasi dan Uraian Tugas 1. Bagan Struktur organisasi

2. Bentuk organisasi

3. Uraian tugas/deskripsi tugas

4. Fleksibilitas organisasi dari waktu kewaktu

5. Penerapan prinsip-prinsip pokok organisasi

6. Sarana kerja

7. Biaya organisasi dibandingkan dengan volume bisnis

8. Informasi pendukung

Page 106: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

107

Kondisi SDM Pengurus Koperasi saat ini

Nama Jabatan umur Pendidikan formal

Diklat yang pernah diikuti

Kondisi SDM Pengawas Koperasi Saat ini

Nama Jabatan Umur Pendidikan formal

Diklat yang pernah diikuti

Perkembangan SDM anggota Koperasi

Tahun Anggota (orang)

Calon anggota (orang)

Masyarakat yang dilayani (orang)

Wilayah bisnis koperasi (Desa, Kecamatan, kabupaten, propinsi, nasional)

2004

2005

2006

Page 107: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

108

IV. Sistem Penggajian (renumersai)/Kompensasi

1. Dasar yang dipakai sistem penggajian

2. Kondisi sistem pengupahan, penggajian dan insentif

Nama

Karyawan

Um

ur

(th)

Pendidikan Formal

Tahun masuk bekerja di kop.

Jabatan Gaji per bulan (Rp)

Insentif selain gaji (Rp)

Page 108: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

109

V. Sistem Rotasi dan Karier Pegawai

1. Tingkatan dan jenjang karier yang tersedia

2. Ada tidaknya perencanaan karier pegawai

3. Dasar sistem karier yang dianut

4. Kondisi karier pegawai yang ada

Nama

Karyawan

Um

ur

(th)

Pendi-dikan Formal

Tahun masuk bekerja di kop.

Jaba-

tan

sekaran

g

Jaba-tan sebelumnya

Lama waktu padajabatan sebelumnya

Page 109: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

110

VI. Analisis Positioning Koperasi

1. Penerapam analisis SWOT lingkungan bisnis koperasi

2. Identifikasi peluang bisnis

3. Segmentasi pasar

4. Positioning

5. Strategi bisnis

6. Uji petik informasi pendukung

Kinerja Pemasaran

Unit usaha Volume usaha tahun 2004(Rp)

Volume Usaha tahun 2005(Rp)

Volume Usaha tahun 2006 (Rp)

Proporsi transaksi dengan anggota (%)

Strategi bisnis/pemasaran dalam menghadapi pesaing

Aspek strategi Strategi yang ditempuh koperasi

Strategi yang ditempuh pesaing

Produk/jasa koperasi

Harga

Distribusi

Page 110: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

111

Promosi

• Koperasi menerapkan diskriminasi harga untuk anggota dan non

anggota?.....................................................................................................................

.....

------------------------------------------------------------------------------------------------------

• Koperasi menerapkan diskriminasi non harga untuk anggota dan non

anggota?.....................................................................................................................

......

• Jumlah pesaing (usaha sejenis) di wilayah kerja koperasi =

.....................Perusahaan

• Jangkauan layanan bisnis = lokal, regional, nasional, internasional.

• Persepsi pengurus/manajer koperasi terhadap posisi koperasi dibandingkan

dengan pesaing = lebih unggul, sama saja, kurang unggul/kalah bersaing.

• Jika kurang unggul mengapa demikian

.......................................................................

.......................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

..........

.............................................................................................................................

• Apa saran anda agar koperasi unggul dalam

persaingan...............................................

.........................................................................................................................................

.......................................................................................................................................

.......................................................................................................................................

Page 111: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

112

VII. Sekala Usaha Dan Efisiensi Usaha

2005 2006 keterangan

Volume Usaha (Rp)

Total Investasi (Rp)

Investasi dalam modal kerja (Rp)

Investasi dalam Aktiva Tetap (Rp)

Total Biaya Tetap Koperasi (Rp)

• Overhead • Penyusutan • Bunga pinjaman • Biaya organisasi

Biaya variabel (HPP) (Rp)

SHU (Rp)

Jumlah Karyawan (Orang)

Jumlah anggota (Rp)

Jumlah non anggota yang dilayanan (Rp)

BEP (Rp)

ROI (%)

Produktivitas Karyawan(Sales/volume usaha per Karyawan) (Rp)

Efisiensi harga yang menguntungkan anggota (dari transaksi pembelian, penjualan, simpanan dan kredit)

Volume transaksi anggota (Rp)

SHU bagian anggota (Rp)

SHU untuk dana pendidikan (Rp)

Page 112: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

113

SHU untuk pengembangan daerah kerja (Rp)

Kinerja Keuangan Koperasi

Uraian 2004 2005 2006

Aktiva lancar (Rp)

Aktiva tetap (Rp)

Total Aset (Rp)

Hutang Lancar (Rp)

Hutang J.Panjang (Rp)

Modal sendiri (Rp)

Total modal (Rp)

Volume usaha (Rp)

SHU (Rp)

Likuiditas (%)

Solvabilitas (%)

Rentabilitas (%)

Rentabilitas modal sendiri (%)

Asset.T. Over (kali)

Working. C. T.Over (kali)

Page 113: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

114

ASPEK MANAJEMEN BISNIS KOPERASI KUESIONER UNTUK ANGGOTA

Nama Responden :

Nama Koperasi :

Kecamatan :

Kabupaten/Kota :

Provinsi :

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

1. Sudah berapa lama Bapak/Ibu menjadi anggota koperasi ini ?----------------

tahun

2. Apakah alasan atau motivasi Bapak/Ibu menjadi anggota koperasi ini?

---------------------------------------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------------------------

3. Apakah Bapak/Ibu merasakan manfaat dari koperasi ini ?

Ya

Tidak

Jika Ya, jelaskan manfaatnya terutama secara ekonomi

----------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

Page 114: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

115

4. Apakah menurut Bapak/Ibu Koperasi ini mengalami kemajuan usaha ?

Ya

Tidak

Jika Ya, jelaskan secara rinci kemajuan dalam aspek apa

--------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

Jika Tidak, jelaskan juga mengapa

--------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

5. Apakah menurut Bapak/Ibu koperasi ini mengalami kesulitan ?

Ya

Tidak

Jika Ya, jelaskan secara rinci kesulitan dalam aspek apa ?

--------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

Jika Tidak, juga jelaskan alasannya mengapa ?

--------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

Page 115: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

116

--------------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------------

6. Dari mana Bapak/Ibu mengetahui informasi mengenai kemajuan ataupun

kesulitan tentang koperasi ini ?

a. Dari Pengurus

b. Dari sesama anggota lain

c. Dari sumber lain, sebutkan --------------------------------------------------

7. Menurut Bapak/Ibu engambilan keputusan dalam RAT Koperasi lebih baik

langsung oleh setiap anggota atau dengan sistim perwakilan ?

a. Langsung

b. Perwakilan

Berikan alasannya

----------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

8. Apakah jenis usaha yang dijalankan sekarang oleh koperasi sekarang sesuai

dengan kebutuhan anggota dan berdasarkan keputusan anggota ?

a. Ya

b. Tidak

Berikan alasannya

------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

Page 116: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

117

9. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan jenis usaha yang dijalankan koperasi

sekarang ?

a. Ya

b. Tidak

Berikan alasannya

----------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

10. Apakah Bapak/Ibu saat ini menggunakan pelayanan yang diberikan koperasi ?

a. Ya selalu

b. Ya kadang-kadang

c Tidak

Berikan alasannya

------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

11. Rata-rata dalam satu bulan berapa persen Bapak/Ibu melakukan transaksi

dengan koperasi untuk segala kebutuhan/keperluan Rumah tangga atau usaha

anggota ?

a. Kurang dari 25 %

b. Antara 25 % - 50 %

c. Antara 50 % - 75 %

d. Lebih besar dari 75 %

12. Apakah menurut Bapak/Ibu koperasi dalam memberikan pelayanan ada

perbedaan yang adil antara kepada anggota dan kepada bukan anggota ?

a. Ada

b. Tidak ada

Page 117: Kajian ini dilatar belakangi oleh fenomena empiris bahwa koperasi

118

Jika Ada, dalam hal apa jelaskan

-----------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------

13. Apakah SHU bagian anggota tiap tahun dibagikan kepada anggota ?

a. Ya

b. Tidak

Jika Tidak, apa alasan pihak manajemen koperasi yang disampaikan kepada

Bapak?Ibu ----------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Jika Ya, apakah pembagiannya sudah dilakukan secara adil berdasarkan jasa

masing-masing anggota ? Jelaskan ------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------

...................................2007

Surveyor

---------------------------------