kajian ekonomi dan november 2017 keuangan regional ... · 1.2 perkembangan ekonomi sisi pengeluaran...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONALPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
November2017
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
KPW BI Provinsi NTT
Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT
[0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103
www.bi.go.id
KATA PENGANTAR
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam
memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara
triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan
perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan
perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk
memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder
setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup
Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem
Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada
periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal
Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena
itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan
penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan
masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah
terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kupang, November 2017Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor SinagaDeputi Direktur
iii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
ii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
KPW BI Provinsi NTT
Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT
[0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103
www.bi.go.id
KATA PENGANTAR
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam
memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara
triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan
perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan
perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk
memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder
setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup
Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem
Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada
periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal
Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena
itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan
penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan
masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah
terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kupang, November 2017Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor SinagaDeputi Direktur
iii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
ii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
RINGKASAN UMUM
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 KONDISI UMUM
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGELUARAN
1.2.1 KONSUMSI
1.2.2 EKSPOR – IMPOR
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
1.3.1 SEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN
1.3.2 SEKTOR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
1.3.3 SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
1.3.4 SEKTOR-SEKTOR LAINNYA
1.4 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017
BOKS 1. POTENSI ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI NTT
BOKS 2. POTENSI PENINGKATAN EKSPOR NTT DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN DEVISA
NEGARA
BAB II KEUANGAN DAERAH
2.1 KONDISI UMUM
2.2 PENDAPATAN DAERAH
2.3 BELANJA DAERAH
2.3.1 BELANJA APBN
2.3.2 BELANJA PEMERINTAH PROVINSI NTT
2.3.3 BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI
3.1. KONDISI UMUM
3.1.1 INFLASI TRIWULANAN DAN BULANAN
3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
3.2.1 BAHAN MAKANAN
3.2.2 TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
3.2.3 MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
3.2.4 PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
3.2.5 KOMODITAS LAINNYA
3.3. DISAGREGASI INFLASI
3.3.1 KELOMPOK VOLATILE FOOD
3.3.2 KELOMPOK ADMINISTERED PRICES
3.3.3 KELOMPOK INTI (CORE)
3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA
3.4.1 INFLASI KOTA KUPANG
3.4.2 INFLASI KOTA MAUMERE
3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID
BOKS 3. PERHITUNGAN INFLASI PIHPS
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH
4.1 KONDISI UMUM
4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA
4.2.1 SUMBER KERENTANAN DAN KONDISI SEKTOR RUMAH TANGGA
4.2.2 EKSPOSUR RUMAH TANGGA DI PERBANKAN
4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.3.1 KONDISI SAAT INI DAN PROSPEK USAHA
4.3.2 PERKEMBANGAN PENYALURAN KREDIT UMKM
4.3.3 PERKEMBANGAN RISIKO KREDIT UMKM
4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI
v- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
iv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
I
iii
iv
vii
xii
xiii
xiv
xix
2
2
4
4
10
12
13
15
15
17
19
20
23
28
28
29
30
31
32
32
34
36
36
36
38
38
39
40
40
41
41
41
42
42
43
43
44
44
47
48
52
52
52
52
53
56
56
57
58
59
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
RINGKASAN UMUM
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 KONDISI UMUM
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGELUARAN
1.2.1 KONSUMSI
1.2.2 EKSPOR – IMPOR
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
1.3.1 SEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN
1.3.2 SEKTOR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
1.3.3 SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
1.3.4 SEKTOR-SEKTOR LAINNYA
1.4 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017
BOKS 1. POTENSI ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI NTT
BOKS 2. POTENSI PENINGKATAN EKSPOR NTT DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN DEVISA
NEGARA
BAB II KEUANGAN DAERAH
2.1 KONDISI UMUM
2.2 PENDAPATAN DAERAH
2.3 BELANJA DAERAH
2.3.1 BELANJA APBN
2.3.2 BELANJA PEMERINTAH PROVINSI NTT
2.3.3 BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI
3.1. KONDISI UMUM
3.1.1 INFLASI TRIWULANAN DAN BULANAN
3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
3.2.1 BAHAN MAKANAN
3.2.2 TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
3.2.3 MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
3.2.4 PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
3.2.5 KOMODITAS LAINNYA
3.3. DISAGREGASI INFLASI
3.3.1 KELOMPOK VOLATILE FOOD
3.3.2 KELOMPOK ADMINISTERED PRICES
3.3.3 KELOMPOK INTI (CORE)
3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA
3.4.1 INFLASI KOTA KUPANG
3.4.2 INFLASI KOTA MAUMERE
3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID
BOKS 3. PERHITUNGAN INFLASI PIHPS
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH
4.1 KONDISI UMUM
4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA
4.2.1 SUMBER KERENTANAN DAN KONDISI SEKTOR RUMAH TANGGA
4.2.2 EKSPOSUR RUMAH TANGGA DI PERBANKAN
4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.3.1 KONDISI SAAT INI DAN PROSPEK USAHA
4.3.2 PERKEMBANGAN PENYALURAN KREDIT UMKM
4.3.3 PERKEMBANGAN RISIKO KREDIT UMKM
4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI
v- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
iv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
I
iii
iv
vii
xii
xiii
xiv
xix
2
2
4
4
10
12
13
15
15
17
19
20
23
28
28
29
30
31
32
32
34
36
36
36
38
38
39
40
40
41
41
41
42
42
43
43
44
44
47
48
52
52
52
52
53
56
56
57
58
59
4.5 ASESMEN PERBANKAN
4.5.1 KINERJA BANK UMUM
4.5.2 KINERJA BANK PERKREDITAN RAKYAT
BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1. KONDISI UMUM
5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
5.2.1. ALIRAN UANG MASUK (INFLOW) DAN ALIRAN UANG KELUAR (OUTFLOW)
5.2.2. PERKEMBANGAN KEGIATAN LAYANAN KAS
5.2.3. PERKEMBANGAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (UTLE)
5.2.4. PERKEMBANGAN UANG PALSU (UPAL)
5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI (SKNBI)
5.4. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK (KUPVA BB)
5.5. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)
BOKS 4. PERESMIAN KAS TITIPAN DI KABUPATEN ALOR
BOKS 5. IMPLEMENTASI BANTUAN SOSIAL NON TUNAI DI PROVINSI NTT
BAB VI KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
6.1 KONDISI UMUM
6.2 PERKEMBANGAN TENAGA KERJA
6.2.1 PERKEMBANGAN TENAGA KERJA UMUM
6.2.2 KONDISI KETENAGAKERJAAN BERDASARKAN SEKTOR
6.2.3 KONDISI KETENAGAKERJAAN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN
6.2.4 KONDISI KETENAGAKERJAAN MENURUT STATUS PEKERJAAN
6.2.5 KONDISI TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG
6.2.6 PERKEMBANGAN UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP) NTT
6.2.7 HASIL SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA (SKDU)
6.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN
6.3.1 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)
6.3.2 SURVEI KONSUMEN DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)
BOKS 3. PHASING OUT KLASTER BERO SEMBADA MALAKA DAN PENGEMBANGAN KLASTER BANK
INDONESIA
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT
7.1.1 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I - 2018
7.1.2 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2018
7.2 INFLASI
7.2.1 INFLASI TRIWULAN-I TAHUN 2018
vii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
vi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
60
60
62
63
64
64
64
65
66
67
67
68
68
69
71
73
74
74
74
74
75
76
76
77
77
77
77
78
79
82
82
82
83
84
84
84
4.5 ASESMEN PERBANKAN
4.5.1 KINERJA BANK UMUM
4.5.2 KINERJA BANK PERKREDITAN RAKYAT
BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1. KONDISI UMUM
5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
5.2.1. ALIRAN UANG MASUK (INFLOW) DAN ALIRAN UANG KELUAR (OUTFLOW)
5.2.2. PERKEMBANGAN KEGIATAN LAYANAN KAS
5.2.3. PERKEMBANGAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (UTLE)
5.2.4. PERKEMBANGAN UANG PALSU (UPAL)
5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI (SKNBI)
5.4. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK (KUPVA BB)
5.5. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)
BOKS 4. PERESMIAN KAS TITIPAN DI KABUPATEN ALOR
BOKS 5. IMPLEMENTASI BANTUAN SOSIAL NON TUNAI DI PROVINSI NTT
BAB VI KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
6.1 KONDISI UMUM
6.2 PERKEMBANGAN TENAGA KERJA
6.2.1 PERKEMBANGAN TENAGA KERJA UMUM
6.2.2 KONDISI KETENAGAKERJAAN BERDASARKAN SEKTOR
6.2.3 KONDISI KETENAGAKERJAAN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN
6.2.4 KONDISI KETENAGAKERJAAN MENURUT STATUS PEKERJAAN
6.2.5 KONDISI TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG
6.2.6 PERKEMBANGAN UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP) NTT
6.2.7 HASIL SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA (SKDU)
6.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN
6.3.1 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)
6.3.2 SURVEI KONSUMEN DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)
BOKS 3. PHASING OUT KLASTER BERO SEMBADA MALAKA DAN PENGEMBANGAN KLASTER BANK
INDONESIA
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT
7.1.1 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I - 2018
7.1.2 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2018
7.2 INFLASI
7.2.1 INFLASI TRIWULAN-I TAHUN 2018
vii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
vi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
60
60
62
63
64
64
64
65
66
67
67
68
68
69
71
73
74
74
74
74
75
76
76
77
77
77
77
78
79
82
82
82
83
84
84
84
DAFTAR GRAFIK
GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL (%YOY)
GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL (% YOY)
GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN
GRAFIK 1.4. SURVEI PENJUALAN ECERAN
GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN
GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA
GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM
GRAFIK 1.8. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA
GRAFIK 1.9. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI
GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT
GRAFIK 1.11. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT
GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS
GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT
GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR
GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR
GRAFIK 1.16. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
GRAFIK 1.17. DATA PERKEMBANGAN PENGIRIMAN TERNAK
GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN
GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN
GRAFIK 1.20. PROYEKSI SKDU PERTANIAN
GRAFIK 1.21. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN II 2017
GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN
GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN
GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN
GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN
GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL
GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA
GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN
GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH DI PROVINSI NTT
GRAFIK 2.2. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
GRAFIK 2.3. REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA
TENGGARA TIMUR
GRAFIK 2.4. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN
GRAFIK 2.5. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA
GRAFIK 2.6. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN-III
2017
GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA DAERAH
GRAFIK 2.8. REALISASI BELANJA MODAL
GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
GRAFIK 2.10. PANGSA REALISASI BELANJA APBN PEMERINTAH, APBD KABUPATEN/KOTA, DAN PROVINSI
GRAFIK 2.11. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA
TIMUR
GRAFIK 2.12. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT
GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA
GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA
GRAFIK 3.4. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN
BULANAN
GRAFIK 3.5. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
GRAFIK 3.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER
SUB KELOMPOK KOMODITAS
GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA
TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
ix- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
ix - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
3
3
6
6
7
7
7
7
7
10
10
11
11
11
11
14
14
14
14
14
15
15
16
16
16
18
18
18
28
28
28
29
29
30
30
30
31
31
32
33
36
38
38
39
39
39
39
40
DAFTAR GRAFIK
GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL (%YOY)
GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL (% YOY)
GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN
GRAFIK 1.4. SURVEI PENJUALAN ECERAN
GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN
GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA
GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM
GRAFIK 1.8. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA
GRAFIK 1.9. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI
GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT
GRAFIK 1.11. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT
GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS
GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT
GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR
GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR
GRAFIK 1.16. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
GRAFIK 1.17. DATA PERKEMBANGAN PENGIRIMAN TERNAK
GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN
GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN
GRAFIK 1.20. PROYEKSI SKDU PERTANIAN
GRAFIK 1.21. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN II 2017
GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN
GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN
GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN
GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN
GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL
GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA
GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN
GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH DI PROVINSI NTT
GRAFIK 2.2. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
GRAFIK 2.3. REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA
TENGGARA TIMUR
GRAFIK 2.4. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN
GRAFIK 2.5. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA
GRAFIK 2.6. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN-III
2017
GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA DAERAH
GRAFIK 2.8. REALISASI BELANJA MODAL
GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
GRAFIK 2.10. PANGSA REALISASI BELANJA APBN PEMERINTAH, APBD KABUPATEN/KOTA, DAN PROVINSI
GRAFIK 2.11. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA
TIMUR
GRAFIK 2.12. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT
GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA
GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA
GRAFIK 3.4. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN
BULANAN
GRAFIK 3.5. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
GRAFIK 3.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER
SUB KELOMPOK KOMODITAS
GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA
TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
ix- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
ix - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
3
3
6
6
7
7
7
7
7
10
10
11
11
11
11
14
14
14
14
14
15
15
16
16
16
18
18
18
28
28
28
29
29
30
30
30
31
31
32
33
36
38
38
39
39
39
39
40
GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB
KELOMPOK KOMODITAS
GRAFIK 3.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
GRAFIK 3.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA
TIMUR
GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN
GRAFIK 3.14. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG
GRAFIK 3.15. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE
GRAFIK 3.16. PERBANDINGAN SERIES HARGA DAGING AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL
GRAFIK 3.17. PERBANDINGAN SERIES HARGA TELUR AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL
GRAFIK 3.18. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI RAWIT NTT, JATIM DAN NASIONAL
GRAFIK 3.19. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI MERAH NTT, JATIM DAN NASIONAL
GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT
GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK
GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN MEMBELI BARANG TAHAN LAMA
GRAFIK 4.4. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA
GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK
GRAFIK 4.6. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA
GRAFIK 4.7. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA
GRAFIK 4.8. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA
GRAFIK 4.9. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA
GRAFIK 4.10. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA
GRAFIK 4.11. KONDISI KEUANGAN
GRAFIK 4.12. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM
GRAFIK 4.13. NPL UMKM
GRAFIK 4.14. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
GRAFIK 4.15. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI
GRAFIK 4.16. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
GRAFIK 4.17. NPL UMKM 3 SEKTOR
GRAFIK 4.18. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI
GRAFIK 4.19. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI
GRAFIK 4.20. NPL KREDIT 4 SEKTOR KORPORASI
GRAFIK 4.21. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)
GRAFIK 4.22. PERKEMBANGAN LDR
GRAFIK 4.23. BOPO DAN ROA BANK UMUM
GRAFIK 4.24. LDR DAN CAR BPR
GRAFIK 4.25. BOPO, ROA, NPL BPR
GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI POVINSI NTT
GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI
GRAFIK 5.3 SHARE SETORAN BANK TRIWULAN III 2017
GRAFIK 5.4 SHARE BAYARAN BANK TRIWULAN III 2017
GRAFIK 5.5 PERKEMBANGAN INFLOW PER PECAHAN RUPIAH
GRAFIK 5.6PERKEMBANGAN OUTFLOW PER PECAHAN RUPIAH
GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN INFLOW DAN OUTFLOW KAS TITIPAN PROVINSI NTT
GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN KAS TITIPAN BERDASARKAN KABUPATEN DI PROVINSI NTT
GRAFIK 5.9 PERKEMBANGAN DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE DI KAS TITIPAN PROVINSI NTT
GRAFIK 5.10 DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE MASING-MASING KAS TITIPAN PER TRIWULAN III 2017
GRAFIK 5.11 PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UTLE
GRAFIK 5.12 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT
GRAFIK 5.13 TEMUAN UPAL TRIWULAN III 2017 BERDASARKAN PECAHAN
GRAFIK 5.14 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING
GRAFIK 5.15 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KUPVA BB PROVINSI NTT
GRAFIK 5.16 PERKEMBANGAN PANGSA VALUTA ASING KUPVA BB DI PROVINSI NTT
GRAFIK 5.17 PERKEMBANGAN JUMLAH AGEN LKD
xi- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
x - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
40
40
40
41
43
43
44
46
46
46
46
53
53
53
54
54
55
55
55
55
57
57
57
57
58
58
58
58
59
59
60
61
61
62
62
62
64
64
64
64
65
65
66
66
66
66
67
67
67
67
68
68
68
GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB
KELOMPOK KOMODITAS
GRAFIK 3.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
GRAFIK 3.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA
TIMUR
GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN
GRAFIK 3.14. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG
GRAFIK 3.15. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE
GRAFIK 3.16. PERBANDINGAN SERIES HARGA DAGING AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL
GRAFIK 3.17. PERBANDINGAN SERIES HARGA TELUR AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL
GRAFIK 3.18. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI RAWIT NTT, JATIM DAN NASIONAL
GRAFIK 3.19. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI MERAH NTT, JATIM DAN NASIONAL
GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT
GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK
GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN MEMBELI BARANG TAHAN LAMA
GRAFIK 4.4. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA
GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK
GRAFIK 4.6. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA
GRAFIK 4.7. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA
GRAFIK 4.8. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA
GRAFIK 4.9. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA
GRAFIK 4.10. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA
GRAFIK 4.11. KONDISI KEUANGAN
GRAFIK 4.12. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM
GRAFIK 4.13. NPL UMKM
GRAFIK 4.14. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
GRAFIK 4.15. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI
GRAFIK 4.16. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
GRAFIK 4.17. NPL UMKM 3 SEKTOR
GRAFIK 4.18. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI
GRAFIK 4.19. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI
GRAFIK 4.20. NPL KREDIT 4 SEKTOR KORPORASI
GRAFIK 4.21. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)
GRAFIK 4.22. PERKEMBANGAN LDR
GRAFIK 4.23. BOPO DAN ROA BANK UMUM
GRAFIK 4.24. LDR DAN CAR BPR
GRAFIK 4.25. BOPO, ROA, NPL BPR
GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI POVINSI NTT
GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI
GRAFIK 5.3 SHARE SETORAN BANK TRIWULAN III 2017
GRAFIK 5.4 SHARE BAYARAN BANK TRIWULAN III 2017
GRAFIK 5.5 PERKEMBANGAN INFLOW PER PECAHAN RUPIAH
GRAFIK 5.6PERKEMBANGAN OUTFLOW PER PECAHAN RUPIAH
GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN INFLOW DAN OUTFLOW KAS TITIPAN PROVINSI NTT
GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN KAS TITIPAN BERDASARKAN KABUPATEN DI PROVINSI NTT
GRAFIK 5.9 PERKEMBANGAN DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE DI KAS TITIPAN PROVINSI NTT
GRAFIK 5.10 DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE MASING-MASING KAS TITIPAN PER TRIWULAN III 2017
GRAFIK 5.11 PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UTLE
GRAFIK 5.12 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT
GRAFIK 5.13 TEMUAN UPAL TRIWULAN III 2017 BERDASARKAN PECAHAN
GRAFIK 5.14 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING
GRAFIK 5.15 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KUPVA BB PROVINSI NTT
GRAFIK 5.16 PERKEMBANGAN PANGSA VALUTA ASING KUPVA BB DI PROVINSI NTT
GRAFIK 5.17 PERKEMBANGAN JUMLAH AGEN LKD
xi- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
x - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
40
40
40
41
43
43
44
46
46
46
46
53
53
53
54
54
55
55
55
55
57
57
57
57
58
58
58
58
59
59
60
61
61
62
62
62
64
64
64
64
65
65
66
66
66
66
67
67
67
67
68
68
68
DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL
GRAFIK 6.1 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA
GRAFIK 6.2 TREND PENYERAPAN TENAGA KERJA PER-SEKTOR
GRAFIK 6.3 PERKEMBANGAN PENGANGGURAN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN
GRAFIK 6.4 PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA DAN PEKERJA MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN
GRAFIK 6.5 PERKEMBANGAN STRUKTUR TENAGA KERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN
GRAFIK 6.6 PERKEMBANGAN STATUS PEKERJAAN MASYARAKAT
GRAFIK 6.7 PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN
BESAR
GRAFIK 6.8 PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR
GRAFIK 6.9 PERKEMBANGAN UPAH MINIMUM PROVINSI NTT
GRAFIK 6.10. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU
GRAFIK 6.11 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
GRAFIK 6.12 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PER SEKTOR
GRAFIK 6.13 PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN-BI DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN-BPS
GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I – 2018
GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN
GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2018
GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW VI-2017 DAN TW I-2018
TABEL 1.1. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGELUARAN TRIWULAN III 2017
TABEL 1.2. PDRB KOMPONEN KONSUMSI RUMAH TANGGA PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
TABEL 1.3. PDRB KOMPONEN KONSUMSI PEMERINTAH PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
TABEL 1.4. PDRB KOMPONEN PMTB/INVESTASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
TABEL 1.5. PROYEK BARU PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
TABEL 1.6. LOKASI DAN SEKTOR UTAMA INVESTASI DI NTT TRIWULAN III 2017
TABEL 1.7. KOMODITAS EKSPOR KE 10 NEGARA TUJUAN EKSPOR
TABEL 1.8. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI TRIWULAN III 2017
TABEL 2.1 REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT
TABEL 2.3 RINGKASAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TABEL 3.1. 10 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI TAHUNAN DI PROVINSI NTT
TABEL 3.2. KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI UTAMA BULANAN DI PROVINSI NTT
TABEL 3.3. KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI UTAMA BULANAN DI PROVINSI NTT
TABEL 3.4. INFLASI DI PROVINSI NTT BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
TABEL 3.5. KOMODITAS VOLATILE FOOD PENYUMBANG UTAMA INFLASI
TABEL 3.6. KOMODITAS ADMINISTERED PRICES PENYUMBANG UTAMA INFLASI
TABEL 3.7. KOMODITAS CORE PENYUMBANG UTAMA INFLASI
TABEL 3.9. INFLASI INFLASI DI KOTA MAUMERE BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
TABEL 4.1 KOMPOSISI KREDIT RUMAH TANGGA DI PROVINSI NTT
TABEL 4.2 PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA BANK UMUM DI NTT
xiii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
xii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
75
75
75
75
76
76
77
77
77
77
78
78
78
82
83
84
85
4
5
8
8
9
10
12
12
31
33
34
36
37
37
38
42
42
43
43
44
56
61
DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL
GRAFIK 6.1 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA
GRAFIK 6.2 TREND PENYERAPAN TENAGA KERJA PER-SEKTOR
GRAFIK 6.3 PERKEMBANGAN PENGANGGURAN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN
GRAFIK 6.4 PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA DAN PEKERJA MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN
GRAFIK 6.5 PERKEMBANGAN STRUKTUR TENAGA KERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN
GRAFIK 6.6 PERKEMBANGAN STATUS PEKERJAAN MASYARAKAT
GRAFIK 6.7 PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN
BESAR
GRAFIK 6.8 PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR
GRAFIK 6.9 PERKEMBANGAN UPAH MINIMUM PROVINSI NTT
GRAFIK 6.10. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU
GRAFIK 6.11 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
GRAFIK 6.12 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PER SEKTOR
GRAFIK 6.13 PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN-BI DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN-BPS
GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I – 2018
GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN
GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2018
GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW VI-2017 DAN TW I-2018
TABEL 1.1. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGELUARAN TRIWULAN III 2017
TABEL 1.2. PDRB KOMPONEN KONSUMSI RUMAH TANGGA PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
TABEL 1.3. PDRB KOMPONEN KONSUMSI PEMERINTAH PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
TABEL 1.4. PDRB KOMPONEN PMTB/INVESTASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
TABEL 1.5. PROYEK BARU PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
TABEL 1.6. LOKASI DAN SEKTOR UTAMA INVESTASI DI NTT TRIWULAN III 2017
TABEL 1.7. KOMODITAS EKSPOR KE 10 NEGARA TUJUAN EKSPOR
TABEL 1.8. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI TRIWULAN III 2017
TABEL 2.1 REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT
TABEL 2.3 RINGKASAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TABEL 3.1. 10 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI TAHUNAN DI PROVINSI NTT
TABEL 3.2. KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI UTAMA BULANAN DI PROVINSI NTT
TABEL 3.3. KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI UTAMA BULANAN DI PROVINSI NTT
TABEL 3.4. INFLASI DI PROVINSI NTT BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
TABEL 3.5. KOMODITAS VOLATILE FOOD PENYUMBANG UTAMA INFLASI
TABEL 3.6. KOMODITAS ADMINISTERED PRICES PENYUMBANG UTAMA INFLASI
TABEL 3.7. KOMODITAS CORE PENYUMBANG UTAMA INFLASI
TABEL 3.9. INFLASI INFLASI DI KOTA MAUMERE BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
TABEL 4.1 KOMPOSISI KREDIT RUMAH TANGGA DI PROVINSI NTT
TABEL 4.2 PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA BANK UMUM DI NTT
xiii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
xii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
75
75
75
75
76
76
77
77
77
77
78
78
78
82
83
84
85
4
5
8
8
9
10
12
12
31
33
34
36
37
37
38
42
42
43
43
44
56
61
namun lebih disebabkan oleh adanya kenaikan pagu anggaran seiring dengan pengalihan kewenangan pengelolaan
SMA, sedangkan nilai pendapatan meningkat 21,32%. Persentase realisasi pendapatan pemerintah kabupaten relatif
tetap, namun dibandingkan tahun sebelumnya sedikit menurun dikarenakan adanya penurunan pagu anggaran
pemerintah seiring pengalihan sebagian kewenangan ke Provinsi.
Di sisi lain, realisasi anggaran belanja pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp 19,56
triliun atau 54,48% dari total anggaran belanja tahun 2017. Persentase realisasi belanja triwulan ini tercatat lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016 dan 2015 sebesar 51,26% dan 43,53%. Dari sisi nominal realisasi
anggaran belanja pada periode yang sama tercatat semakin meningkat berdasarkan data dua tahun silam yang mencapai
Rp. 18,21 triliun di tahun 2016 dan 15,02 triliun di tahun 2015. Hingga triwulan III tahun 2017, pencapaian realisasi
belanja tertinggi utamanya ada pada Pemerintah Provinsi sebesar 61,32%.
PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi triwulan III di Provinsi NTT masih menunjukkan kondisi yang baik meskipun sedikit meningkat dibanding inflasi tahun
sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Deflasi pada bulan Juli dan Agustus 2017 paska hari raya tertahan oleh adanya
inflasi di bulan September 2017 seiring adanya kenaikan tarif angkutan udara karena adanya libur Hari Raya Idul Adha dan
tahun baru hijriah, serta adanya peningkatan kunjungan ke Kupang untuk mengikuti festival seni siswa nasional yang
diselenggarakan di Kota Kupang. Adanya kenaikan biaya perguruan tinggi juga menjadi pendorong utama inflasi.
Berdasarkan data, inflasi pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan menjadi sebesar 3,46% (yoy), lebih besar dibanding
triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 2,45% (yoy) maupun inflasi tahun sebelumnya yang sebesar 3,07% (yoy).
Namun demikian, capaian tersebut masih relatif terkontrol dibanding inflasi nasional yang lebih tinggi sebesar 3,72% (yoy)
maupun rata-rata tiga tahun terakhir yang mencapai 4,42% (av-yoy). Inflasi bahan makanan masih menunjukkan tren
menurun hingga triwulan III 2017. Kondisi cuaca yang kembali normal setelah terdampak anomali cuaca La Nina di akhir
tahun 2016 membuat pasokan bahan makanan relatif cukup tersedia. Hal ini berdampak pada penurunan harga
komoditas bahan makanan terutama komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang cukup dalam. Sementara itu,
kenaikan cukup tinggi terjadi pada komoditas pendidikan terutama disebabkan oleh kenaikan biaya kuliah, ataupun
kenaikan tarif angkutan udara karena adanya hari raya dan event nasional.
Secara tahunan, tarif listrik masih menjadi penyumbang inflasi utama, diikuti oleh komoditas cabai rawit yang kembali naik
di triwulan III 2017, ikan kembung dan tongkol, biaya perguruan tinggi, angkutan udara, biaya perpanjangan STNK,
kenaikan harga rokok dan seng. Di sisi lain, komoditas sayur-sayuran terutama kangkung, sawi putih, dan tomat sayur
serta komoditas bumbu-bumbuan (bawang merah, cabai merah, lengkuas) mampu menjadi penahan utama laju inflasi di
tahun 2017. Kondisi cuaca yang bagus membuat pasokan hortikultura mengalami kenaikan.
RINGKASAN UMUM
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan III 2017 melambat jika dibandingkan triwulan II 2017.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-III 2017 tercatat tumbuh sebesar
4,91% (yoy), atau melambat dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,15% (yoy). Pertumbuhan pada
triwulan III 2017 juga lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 5,06% (yoy). Perlambatan ekonomi terutama
disumbang oleh melambatnya konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi,
sebagaimana turut tercermin pada perlambatan sektor perdagangan besar dan eceran serta konstruksi. Perlambatan
konsumsi rumah tangga juga turut tercermin pada melambatnya sektor informasi dan komunikasi, sebagaimana konsumsi
untuk transportasi dan komunikasi yang juga melambat pada triwulan III 2017.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi secara agregat menunjukkan perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan II 2017
menjadi 4,52% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 5,91 (yoy), disumbangkan terutama oleh konsumsi rumah tangga yang
melambat menjadi 2,48% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,55% (yoy). Perlambatan konsumsi rumah
tangga terutama dipengaruhi oleh melambatnya konsumsi makanan dan minuman selain restoran, perumahan dan
perlengkapan rumah tangga, transportasi dan komunikasi serta kontraksi konsumsi pakaian dan alas kaki. Penyebab
perlambatan konsumsi rumah tangga ditengarai sebagai dampak pergeseran gaji ke-14 dalam rangka tunjangan Hari
Raya Idul Fitri pada tahun ini yang telah jatuh pada triwulan II, sehingga konsumsi telah tinggi pada triwulan tersebut dan
periode selanjutnya masyarakat cenderung menahan konsumsi. Sementara dari sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan
terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja beberapa sektor utama antara lain konstruksi, perdagangan besar dan
eceran serta informasi dan komunikasi. Konstruksi mengalami perlambatan sejalan dengan beberapa proyek pemerintah
pusat telah memasuki tahap penyelesaian. Perlambatan perdagangan besar dan eceran terjadi lebih karena belum adanya
momen pendorong konsumsi masyarakat seperti hari libur keagamaan ataupun sekolah, sebagaimana turut pula
memperlambat sektor informasi dan komunikasi. Selain itu, kenaikan tarif pulsa ponsel dalam rangka peningkatan
pelayanan juga dinilai turut memperlambat pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi.
Perekonomian Provinsi NTT tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy) dengan kecenderungan
bias ke bawah sehingga sedikit melambat dibandingkan pencapaian tahun 2016 sebesar 5,18% (yoy). Secara umum
pertumbuhan keseluruhan tahun 2017 didorong oleh peningkatan produksi dan penjualan sektor pertanian, kehutanan
dan perikanan serta peningkatan jasa pendidikan. Adapun sektor-sektor yang menyebabkan perlambatan antara lain
sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta administrasi pemerintahan.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Realisasi anggaran pendapatan pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp 18,98
triliun atau 74,11% dari total anggaran pendapatan tahun 2017. Jika dibandingkan dengan pencapaian pada periode
yang sama tahun 2016 dan 2015, persentase realisasi pendapatan mengalami penurunan, terutama disebabkan oleh
menurunnya pendapatan pajak penghasilan pemerintah pusat. Namun demikian, secara nominal, pendapatan
pemerintah masih bertumbuh walaupun hanya sebesar 1,88%. Penurunan realisasi juga terjadi pada pemerintah provinsi,
xv- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
xiv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
namun lebih disebabkan oleh adanya kenaikan pagu anggaran seiring dengan pengalihan kewenangan pengelolaan
SMA, sedangkan nilai pendapatan meningkat 21,32%. Persentase realisasi pendapatan pemerintah kabupaten relatif
tetap, namun dibandingkan tahun sebelumnya sedikit menurun dikarenakan adanya penurunan pagu anggaran
pemerintah seiring pengalihan sebagian kewenangan ke Provinsi.
Di sisi lain, realisasi anggaran belanja pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp 19,56
triliun atau 54,48% dari total anggaran belanja tahun 2017. Persentase realisasi belanja triwulan ini tercatat lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016 dan 2015 sebesar 51,26% dan 43,53%. Dari sisi nominal realisasi
anggaran belanja pada periode yang sama tercatat semakin meningkat berdasarkan data dua tahun silam yang mencapai
Rp. 18,21 triliun di tahun 2016 dan 15,02 triliun di tahun 2015. Hingga triwulan III tahun 2017, pencapaian realisasi
belanja tertinggi utamanya ada pada Pemerintah Provinsi sebesar 61,32%.
PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi triwulan III di Provinsi NTT masih menunjukkan kondisi yang baik meskipun sedikit meningkat dibanding inflasi tahun
sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Deflasi pada bulan Juli dan Agustus 2017 paska hari raya tertahan oleh adanya
inflasi di bulan September 2017 seiring adanya kenaikan tarif angkutan udara karena adanya libur Hari Raya Idul Adha dan
tahun baru hijriah, serta adanya peningkatan kunjungan ke Kupang untuk mengikuti festival seni siswa nasional yang
diselenggarakan di Kota Kupang. Adanya kenaikan biaya perguruan tinggi juga menjadi pendorong utama inflasi.
Berdasarkan data, inflasi pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan menjadi sebesar 3,46% (yoy), lebih besar dibanding
triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 2,45% (yoy) maupun inflasi tahun sebelumnya yang sebesar 3,07% (yoy).
Namun demikian, capaian tersebut masih relatif terkontrol dibanding inflasi nasional yang lebih tinggi sebesar 3,72% (yoy)
maupun rata-rata tiga tahun terakhir yang mencapai 4,42% (av-yoy). Inflasi bahan makanan masih menunjukkan tren
menurun hingga triwulan III 2017. Kondisi cuaca yang kembali normal setelah terdampak anomali cuaca La Nina di akhir
tahun 2016 membuat pasokan bahan makanan relatif cukup tersedia. Hal ini berdampak pada penurunan harga
komoditas bahan makanan terutama komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang cukup dalam. Sementara itu,
kenaikan cukup tinggi terjadi pada komoditas pendidikan terutama disebabkan oleh kenaikan biaya kuliah, ataupun
kenaikan tarif angkutan udara karena adanya hari raya dan event nasional.
Secara tahunan, tarif listrik masih menjadi penyumbang inflasi utama, diikuti oleh komoditas cabai rawit yang kembali naik
di triwulan III 2017, ikan kembung dan tongkol, biaya perguruan tinggi, angkutan udara, biaya perpanjangan STNK,
kenaikan harga rokok dan seng. Di sisi lain, komoditas sayur-sayuran terutama kangkung, sawi putih, dan tomat sayur
serta komoditas bumbu-bumbuan (bawang merah, cabai merah, lengkuas) mampu menjadi penahan utama laju inflasi di
tahun 2017. Kondisi cuaca yang bagus membuat pasokan hortikultura mengalami kenaikan.
RINGKASAN UMUM
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan III 2017 melambat jika dibandingkan triwulan II 2017.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-III 2017 tercatat tumbuh sebesar
4,91% (yoy), atau melambat dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,15% (yoy). Pertumbuhan pada
triwulan III 2017 juga lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 5,06% (yoy). Perlambatan ekonomi terutama
disumbang oleh melambatnya konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi,
sebagaimana turut tercermin pada perlambatan sektor perdagangan besar dan eceran serta konstruksi. Perlambatan
konsumsi rumah tangga juga turut tercermin pada melambatnya sektor informasi dan komunikasi, sebagaimana konsumsi
untuk transportasi dan komunikasi yang juga melambat pada triwulan III 2017.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi secara agregat menunjukkan perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan II 2017
menjadi 4,52% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 5,91 (yoy), disumbangkan terutama oleh konsumsi rumah tangga yang
melambat menjadi 2,48% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,55% (yoy). Perlambatan konsumsi rumah
tangga terutama dipengaruhi oleh melambatnya konsumsi makanan dan minuman selain restoran, perumahan dan
perlengkapan rumah tangga, transportasi dan komunikasi serta kontraksi konsumsi pakaian dan alas kaki. Penyebab
perlambatan konsumsi rumah tangga ditengarai sebagai dampak pergeseran gaji ke-14 dalam rangka tunjangan Hari
Raya Idul Fitri pada tahun ini yang telah jatuh pada triwulan II, sehingga konsumsi telah tinggi pada triwulan tersebut dan
periode selanjutnya masyarakat cenderung menahan konsumsi. Sementara dari sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan
terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja beberapa sektor utama antara lain konstruksi, perdagangan besar dan
eceran serta informasi dan komunikasi. Konstruksi mengalami perlambatan sejalan dengan beberapa proyek pemerintah
pusat telah memasuki tahap penyelesaian. Perlambatan perdagangan besar dan eceran terjadi lebih karena belum adanya
momen pendorong konsumsi masyarakat seperti hari libur keagamaan ataupun sekolah, sebagaimana turut pula
memperlambat sektor informasi dan komunikasi. Selain itu, kenaikan tarif pulsa ponsel dalam rangka peningkatan
pelayanan juga dinilai turut memperlambat pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi.
Perekonomian Provinsi NTT tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy) dengan kecenderungan
bias ke bawah sehingga sedikit melambat dibandingkan pencapaian tahun 2016 sebesar 5,18% (yoy). Secara umum
pertumbuhan keseluruhan tahun 2017 didorong oleh peningkatan produksi dan penjualan sektor pertanian, kehutanan
dan perikanan serta peningkatan jasa pendidikan. Adapun sektor-sektor yang menyebabkan perlambatan antara lain
sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta administrasi pemerintahan.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Realisasi anggaran pendapatan pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp 18,98
triliun atau 74,11% dari total anggaran pendapatan tahun 2017. Jika dibandingkan dengan pencapaian pada periode
yang sama tahun 2016 dan 2015, persentase realisasi pendapatan mengalami penurunan, terutama disebabkan oleh
menurunnya pendapatan pajak penghasilan pemerintah pusat. Namun demikian, secara nominal, pendapatan
pemerintah masih bertumbuh walaupun hanya sebesar 1,88%. Penurunan realisasi juga terjadi pada pemerintah provinsi,
xv- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
xiv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Kas titipan Bank Indonesia pada beberapa perbankan di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 277,47
miliar. Posisi net outflow tersebut mengalami peningkatan sebesar 13,37% dibandingkan triwulan III 2016. Kas titipan
juga turut meningkatkan penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan distribusi Uang Layak Edar (ULE). Jumlah UTLE
yang dimusnahkan pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan 60,22% dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp
731,78 miliar, dalam rangka terus melaksanakan tugas Bank Indonesia terkait clean money policy. Di sisi lain, jumlah UPAL
yang ditemukan selama triwulan III 2017 sebanyak 19 lembar. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 18,75%
dibandingkan dengan triwulan II 2017.
Terkait transaksi pembayaran non tunai kliring, pada triwulan III 2017 transaksi di Provinsi NTT mengalami kenaikan baik
secara volume maupun nominal. Volume kliring Provinsi NTT pada triwulan III 2017 adalah 81.780 warkat. Jumlah tersebut
meningkat 11,17% (yoy). Dari segi nominal, transaksi kliring Provinsi NTT meningkat 7,96% dibandingkan triwulan III
2016 atau sebesar Rp 3.031,84 miliar. Lebih lanjut, transaksi penjualan dan pembelian valuta asing di KUPVA BB berizin di
Provinsi NTT terus mengalami peningkatan. Kegiatan penjualan valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp 11,67
miliar atau tumbuh 50,09% (yoy). Di samping itu, kegiatan pembelian valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp
14,54 miliar atau naik 10,18% dibandingkan triwulan III 2016. Transaksi penjualan dan pembelian valuta asing pada
triwulan III 2017 didominasi oleh USD dengan pangsa 84,10% atau senilai Rp 22,04 miliar. Adapun mengenai Layanan
Keuangan Digital (LKD), sampai dengan triwulan III 2017 jumlah agen LKD di Provinsi NTT mencapai 2.702 agen. Jumlah
tersebut mengalami kenaikan sebesar 33,22% apabila dibandingkan dengan triwulan II 2017 yang hanya sebesar 2.095
agen. Seiring dengan pelaksanaan program bantuan sosial non tunai yang terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH)
dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), peran LKD sangat diperlukan untuk melaksanakan transaksi penarikan bantuan
sosial dan belanja bantuan pangan.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Perkembangan sektor kesejahteraan dan ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di semester II 2017. Jika
dibandingkan dengan total angkatan kerja, persentase pengangguran pada bulan Agustus 2017 tercatat sebesar 3,25%
atau 78,5 ribu orang, sedikit menurun dibandingkan Agustus 2016 yang sebesar 3,27% atau 76,6 ribu orang. Penurunan
persentase pengangguran sebesar 0,02% disebabkan oleh meningkatnya jumlah angkatan kerja di tahun 2017 sebanyak
1,91% (total angkatan kerja Agustus 2017 mencapai 2,39 juta orang). TPT di perdesaan tercatat turun dari 2,83% di bulan
Februari 2017 menjadi 1,93% di bulan Agustus 2017.
Kesejahteraan menunjukkan adanya peningkatan, ditunjukkan melalui indikator Nilai Tukar Petani yang meningkat dari
101,20 (Triwulan II-2017) menjadi 103,00 (Triwulan III-2017). Hal ini menunjukkan kenaikan pendapatan petani yang lebih
besar dibanding biaya hidup yang dikeluarkan. Dari sisi sektoral, peningkatan signifikan terjadi pada subsektor Tanaman
Perkebunan Rakyat. Panen komoditas perkebunan seperti kakao diperkirakan turut meningkatan pendapatan petani.
Keyakinan masyarakat pada triwulan III terhadap kondisi ekonomi menunjukkan adanya kenaikan yang terlihat dari
meningkatnya indeks tendensi konsumen dan indeks penghasilan masyarakat. Peningkatan pendapatan tersebut seiring
dengan meningkatnya nilai tukar petani karena peningkatan pendapatan masyarakat dan produktivitas, maupun adanya
efisiensi biaya.
PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN
Seiring dengan relatif stabilnya perekonomian daerah, kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017
secara umum juga menunjukan hal yang sama. Di triwulan III 2017, Provinsi NTT berhasil mencatat penyaluran kredit
hingga Rp25,37 triliun yang menunjukan pertumbuhan sebesar 13,35% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya
yaitu 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong oleh perkembangan penyaluran kredit rumah tangga dan korporasi
yang masing-masing sebesar 13,25 (yoy) dan 32,32% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yaitu 6,64% (yoy)
dan -8,69% (yoy). Di sisi sektor UMKM, terjadi sedikit perlambatan yaitu tumbuh 13,04% (yoy) dari sebelumnya 13,88%
(yoy) pada triwulan II 2017. Pada kredit korporasi dan UMKM terdapat perubahan signifikan untuk sektor listrik, gas dan air
dan sektor konstruksi. Lonjakan kedua sektor tersebut mengindikasikan pembangunan infrastruktur di NTT.
Pada triwulan III 2017, perbankan juga berhasil memperbaiki kredit bermasalah menjadi 2,23% dari sebelumnya 2,29%.
Meski secara umum risiko kredit masih rendah, perbankan tetap perlu berhati-hati mengingat terus naiknya kredit
bermasalah di UMKM dan pada triwulan III 2017 menjadi 3,76% dari sebelumnya 3,67%. Terdapat perbaikan kredit
bermasalah di korporasi menjadi 6,19% dari sebelumnya 9,61% namun demikian rasio tersebut masih di luar batas aman
yaitu 5%. Di sisi lain, rasio kredit bermasalah untuk kredit rumah tangga masih dinilai stabil paling tidak untuk empat tahun
terakhir. Di triwulan III 2017, rasio kredit bermasalah rumah tangga mencapai 1,47% dari sebelumnya 1,43%. Turunnya
keseluruhan rasio kredit bermasalah pada gilirannya meningkatkan pendapatan perbankan dan menambah kepercayaan
nasabah pada perbankan, sehingga turut menurunkan rasio BOPO menjadi 67,91 dari sebelumnya 81,82. Meskipun
demikian, perbankan perlu tetap berhati-hati dalam ekspansi dan melakukan pengawasan terhadap kredit yang
disalurkan dan tetap membentuk CKPN yang cukup.
Secara umum kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi NTT pada periode kajian masih cukup stabil yang dinilai tidak
adanya perubahan signifikan dari rasio atau indeks pengukuran yang digunakan. Rasio kredit bermasalah masih
memerlukan perhatian utama mengingat belum adanya tanda perbaikan dan masih berada di luar atas aman yaitu
mencapai 7,02% dari sebelumnya 6,96%. Merespon hal tersebut, BPR menunjukan kehatian-hatiannya dalam
menyalurkan kredit yang tercermin dari turunnya loan to deposit ratio. Adapun kredibilitas BPR sebagai lembaga
intermediasi keuangan juga masih terjaga seiring dengan naiknya Cash Ratio.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Pada triwulan III 2017, transaksi tunai di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 223,61 miliar. Kondisi
tersebut sesuai dengan pola historisnya, meskipun menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan III 2016 sebesar
43,33%. Penurunan disebabkan oleh pertumbuhan outflow triwulan III 2017 dibandingkan triwulan III 2016 lebih kecil
dibandingkan pertumbuhan inflow. Adapun jumlah inflow dan outflow uang kartal di Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi NTT masing-masing mengalami peningkatan 34,27% dan 11,40% dibandingkan triwulan III 2016. Posisi inflow
menunjukkan pertumbuhan sebesar 34,27% dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 1.267,86 miliar. Sementara
itu, posisi outflow hanya mengalami pertumbuhan sebesar 11,40% dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp
1.491,47 miliar. Transaksi kliring di Provinsi NTT juga mengalami kenaikan baik secara volume maupun nominal masing-
masing sebesar 11,17% dan 7,96% dibandingkan triwulan III 2016.
xvii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
xvi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Kas titipan Bank Indonesia pada beberapa perbankan di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 277,47
miliar. Posisi net outflow tersebut mengalami peningkatan sebesar 13,37% dibandingkan triwulan III 2016. Kas titipan
juga turut meningkatkan penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan distribusi Uang Layak Edar (ULE). Jumlah UTLE
yang dimusnahkan pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan 60,22% dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp
731,78 miliar, dalam rangka terus melaksanakan tugas Bank Indonesia terkait clean money policy. Di sisi lain, jumlah UPAL
yang ditemukan selama triwulan III 2017 sebanyak 19 lembar. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 18,75%
dibandingkan dengan triwulan II 2017.
Terkait transaksi pembayaran non tunai kliring, pada triwulan III 2017 transaksi di Provinsi NTT mengalami kenaikan baik
secara volume maupun nominal. Volume kliring Provinsi NTT pada triwulan III 2017 adalah 81.780 warkat. Jumlah tersebut
meningkat 11,17% (yoy). Dari segi nominal, transaksi kliring Provinsi NTT meningkat 7,96% dibandingkan triwulan III
2016 atau sebesar Rp 3.031,84 miliar. Lebih lanjut, transaksi penjualan dan pembelian valuta asing di KUPVA BB berizin di
Provinsi NTT terus mengalami peningkatan. Kegiatan penjualan valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp 11,67
miliar atau tumbuh 50,09% (yoy). Di samping itu, kegiatan pembelian valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp
14,54 miliar atau naik 10,18% dibandingkan triwulan III 2016. Transaksi penjualan dan pembelian valuta asing pada
triwulan III 2017 didominasi oleh USD dengan pangsa 84,10% atau senilai Rp 22,04 miliar. Adapun mengenai Layanan
Keuangan Digital (LKD), sampai dengan triwulan III 2017 jumlah agen LKD di Provinsi NTT mencapai 2.702 agen. Jumlah
tersebut mengalami kenaikan sebesar 33,22% apabila dibandingkan dengan triwulan II 2017 yang hanya sebesar 2.095
agen. Seiring dengan pelaksanaan program bantuan sosial non tunai yang terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH)
dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), peran LKD sangat diperlukan untuk melaksanakan transaksi penarikan bantuan
sosial dan belanja bantuan pangan.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Perkembangan sektor kesejahteraan dan ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di semester II 2017. Jika
dibandingkan dengan total angkatan kerja, persentase pengangguran pada bulan Agustus 2017 tercatat sebesar 3,25%
atau 78,5 ribu orang, sedikit menurun dibandingkan Agustus 2016 yang sebesar 3,27% atau 76,6 ribu orang. Penurunan
persentase pengangguran sebesar 0,02% disebabkan oleh meningkatnya jumlah angkatan kerja di tahun 2017 sebanyak
1,91% (total angkatan kerja Agustus 2017 mencapai 2,39 juta orang). TPT di perdesaan tercatat turun dari 2,83% di bulan
Februari 2017 menjadi 1,93% di bulan Agustus 2017.
Kesejahteraan menunjukkan adanya peningkatan, ditunjukkan melalui indikator Nilai Tukar Petani yang meningkat dari
101,20 (Triwulan II-2017) menjadi 103,00 (Triwulan III-2017). Hal ini menunjukkan kenaikan pendapatan petani yang lebih
besar dibanding biaya hidup yang dikeluarkan. Dari sisi sektoral, peningkatan signifikan terjadi pada subsektor Tanaman
Perkebunan Rakyat. Panen komoditas perkebunan seperti kakao diperkirakan turut meningkatan pendapatan petani.
Keyakinan masyarakat pada triwulan III terhadap kondisi ekonomi menunjukkan adanya kenaikan yang terlihat dari
meningkatnya indeks tendensi konsumen dan indeks penghasilan masyarakat. Peningkatan pendapatan tersebut seiring
dengan meningkatnya nilai tukar petani karena peningkatan pendapatan masyarakat dan produktivitas, maupun adanya
efisiensi biaya.
PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN
Seiring dengan relatif stabilnya perekonomian daerah, kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017
secara umum juga menunjukan hal yang sama. Di triwulan III 2017, Provinsi NTT berhasil mencatat penyaluran kredit
hingga Rp25,37 triliun yang menunjukan pertumbuhan sebesar 13,35% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya
yaitu 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong oleh perkembangan penyaluran kredit rumah tangga dan korporasi
yang masing-masing sebesar 13,25 (yoy) dan 32,32% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yaitu 6,64% (yoy)
dan -8,69% (yoy). Di sisi sektor UMKM, terjadi sedikit perlambatan yaitu tumbuh 13,04% (yoy) dari sebelumnya 13,88%
(yoy) pada triwulan II 2017. Pada kredit korporasi dan UMKM terdapat perubahan signifikan untuk sektor listrik, gas dan air
dan sektor konstruksi. Lonjakan kedua sektor tersebut mengindikasikan pembangunan infrastruktur di NTT.
Pada triwulan III 2017, perbankan juga berhasil memperbaiki kredit bermasalah menjadi 2,23% dari sebelumnya 2,29%.
Meski secara umum risiko kredit masih rendah, perbankan tetap perlu berhati-hati mengingat terus naiknya kredit
bermasalah di UMKM dan pada triwulan III 2017 menjadi 3,76% dari sebelumnya 3,67%. Terdapat perbaikan kredit
bermasalah di korporasi menjadi 6,19% dari sebelumnya 9,61% namun demikian rasio tersebut masih di luar batas aman
yaitu 5%. Di sisi lain, rasio kredit bermasalah untuk kredit rumah tangga masih dinilai stabil paling tidak untuk empat tahun
terakhir. Di triwulan III 2017, rasio kredit bermasalah rumah tangga mencapai 1,47% dari sebelumnya 1,43%. Turunnya
keseluruhan rasio kredit bermasalah pada gilirannya meningkatkan pendapatan perbankan dan menambah kepercayaan
nasabah pada perbankan, sehingga turut menurunkan rasio BOPO menjadi 67,91 dari sebelumnya 81,82. Meskipun
demikian, perbankan perlu tetap berhati-hati dalam ekspansi dan melakukan pengawasan terhadap kredit yang
disalurkan dan tetap membentuk CKPN yang cukup.
Secara umum kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi NTT pada periode kajian masih cukup stabil yang dinilai tidak
adanya perubahan signifikan dari rasio atau indeks pengukuran yang digunakan. Rasio kredit bermasalah masih
memerlukan perhatian utama mengingat belum adanya tanda perbaikan dan masih berada di luar atas aman yaitu
mencapai 7,02% dari sebelumnya 6,96%. Merespon hal tersebut, BPR menunjukan kehatian-hatiannya dalam
menyalurkan kredit yang tercermin dari turunnya loan to deposit ratio. Adapun kredibilitas BPR sebagai lembaga
intermediasi keuangan juga masih terjaga seiring dengan naiknya Cash Ratio.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Pada triwulan III 2017, transaksi tunai di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 223,61 miliar. Kondisi
tersebut sesuai dengan pola historisnya, meskipun menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan III 2016 sebesar
43,33%. Penurunan disebabkan oleh pertumbuhan outflow triwulan III 2017 dibandingkan triwulan III 2016 lebih kecil
dibandingkan pertumbuhan inflow. Adapun jumlah inflow dan outflow uang kartal di Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi NTT masing-masing mengalami peningkatan 34,27% dan 11,40% dibandingkan triwulan III 2016. Posisi inflow
menunjukkan pertumbuhan sebesar 34,27% dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 1.267,86 miliar. Sementara
itu, posisi outflow hanya mengalami pertumbuhan sebesar 11,40% dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp
1.491,47 miliar. Transaksi kliring di Provinsi NTT juga mengalami kenaikan baik secara volume maupun nominal masing-
masing sebesar 11,17% dan 7,96% dibandingkan triwulan III 2016.
xvii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
xvi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
INDIKATOR
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB)*) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014**) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q2 2016***) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q3 2015****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
2015 2016
76.190,9
22.765,5
1.073,5
940,9
43,6
47,2
7.908,2
8.272,3
3.986,6
487,1
5.477,4
2.995,5
2.054,3
235,5
9.375,0
7.303,2
1.585,5
1.639,5
76.190,9
57.361,6
2.539,4
21.765,7
30.996,1
967,6
1.592,0
261,5
-38.770,0
24.018
83.016
5.352
3.042
84.172,6
24.315,8
1.166,8
1.034,3
59,4
49,0
9.095,3
9.321,8
4.528,3
586,1
5.878,5
3.362,9
2.209,5
257,2
10.665,0
8.103,3
1.768,0
1.771,4
84.172,6
64.246,5
2.636,9
18.357,2
35.725,0
458,3
1.287,6
274,8
-38.264,0
45.099
113.307
12.435
22.615
5,18
2,23
5,66
4,98
14,61
0,38
8,46
6,77
6,73
14,46
6,76
8,47
3,41
2,83
5,63
4,18
6,19
3,55
5,18
6,80
0,41
-18,26
5,06
-55,80
-20,81
5,91
-7,04
87,77
36,49
132,36
643,50
III%YOY* I
2016
19.604,4
5.781,9
268,5
239,1
14,0
11,4
2.041,2
2.114,8
1.046,5
128,0
1.383,6
781,7
526,1
59,8
2.471,1
1.900,8
414,0
421,8
19.604,4
15.069,2
583,5
2.971,5
7.732,5
23,5
297,8
55,2
-7.018,3
5.886
21.759
8.289
20.199
22.096,6
6.094,6
309,4
279,2
16,0
12,8
2.465,0
2.487,9
1.210,7
159,8
1.569,3
899,0
577,5
69,5
2.827,9
2.182,0
473,6
462,3
22.096,6
17.390,2
744,9
4.883,1
10.143,2
166,7
315,3
51,9
-11.494,9
25.566
33.475
277
474
22.278,9
6.553,8
286,7
277,4
15,8
12,5
2.363,3
2.431,9
1.205,3
159,8
1.508,4
919,3
573,5
67,0
2.858,7
2.103,2
470,1
472,3
22.278,9
16.919,2
720,0
5.816,9
9.336,1
148,7
467,6
369,9
-10.759,7
7.659
26.484
9.516
20
IV
2016
23.726,6
6.895,9
300,6
296,4
16,9
12,9
2.565,7
2.617,8
1.290,5
177,7
1.562,5
947,9
602,7
72,7
3.065,0
2.303,0
494,8
503,5
23.726,6
17.122,2
747,8
6.203,4
9.766,9
164,5
512,1
94,6
-10.695,6
15.335
29.511
24.321
3
2017
I
21.017,9
6.234,7
280,8
262,3
15,1
11,9
2.181,6
2.333,0
1.121,7
145,6
1.491,2
877,5
551,5
65,1
2.491,2
2.050,6
449,4
454,8
21.017,9
16.222,4
655,7
3.285,5
8.508,4
101,6
377,2
208,2
-7.924,8
16.198
26.137
769
18
II
5,18
4,06
4,43
6,24
5,83
3,42
7,84
6,56
7,04
11,03
3,61
1,40
4,54
5,32
6,32
3,95
5,08
5,64
5,18
1,50
3,33
4,16
4,14
9,43
8,65
-75,31
1,21
100,21
11,43
155,58
-83,44
%QTQ** %YOY***
4,91
4,53
0,67
8,68
0,81
1,17
4,68
3,02
8,77
13,60
3,28
7,51
4,60
4,69
3,70
6,38
10,38
9,25
4,91
4,52
2,48
5,97
10,62
3,30
14,32
56,24
0,82
0,0441
119,78
-10,85
534,88
-99,82
II. INFLASI
Indikator
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
2015
I II III IV
2016
I II III IV
2017
I II OKT
118,59
119,47
112,81
5,39
5,81
2,55
120,07
121,09
113,42
6,01
6,57
2,24
120,78
121,54
115,77
6,74
7,08
4,44
125,02
126,15
117,60
4,92
5,07
3,89
124,56
125,64
117,50
5,04
5,16
4,16
126,10
127,42
117,47
5,02
5,23
3,57
124,48
125,41
118,41
3,07
3,18
2,28
128,12
129,07
121,86
2,48
2,31
3,62
128,24
129,19
122,01
2,95
2,83
3,84
129,19
130,2
122,57
2,45
2,18
4,34
III
128,79
129,55
123,82
3,46
3,30
4,57
128,16
128,90
123,34
2,77
2,60
3,89
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy), melambat
dibandingkan kisaran pertumbuhan triwulan IV 2017 sebesar 5,10%-5,50% (yoy). Perlambatan pertumbuhan
diperkirakan terjadi seiring kinerja konsumsi pemerintah yang belum maksimal di awal tahun dan net impor antar daerah
yang meningkat untuk kebutuhan konsumsi dan proyek baru di awal tahun.
Tekanan inflasi pada triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran 2,90%-3,30% (yoy) atau meningkat dibandingkan
perkiraan inflasi tahun 2017 pada kisaran 2,55%-2,95% (yoy). Relatif tingginya inflasi pada triwulan I lebih disebabkan
oleh faktor based effect yaitu rendahnya posisi harga di tahun sebelumnya terutama untuk komoditas bahan makanan
terutama sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta rokok seiring masih adanya kenaikan bertahap biaya cukai.
xix- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
xviii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
INDIKATOR
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB)*) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014**) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q2 2016***) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q3 2015****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
2015 2016
76.190,9
22.765,5
1.073,5
940,9
43,6
47,2
7.908,2
8.272,3
3.986,6
487,1
5.477,4
2.995,5
2.054,3
235,5
9.375,0
7.303,2
1.585,5
1.639,5
76.190,9
57.361,6
2.539,4
21.765,7
30.996,1
967,6
1.592,0
261,5
-38.770,0
24.018
83.016
5.352
3.042
84.172,6
24.315,8
1.166,8
1.034,3
59,4
49,0
9.095,3
9.321,8
4.528,3
586,1
5.878,5
3.362,9
2.209,5
257,2
10.665,0
8.103,3
1.768,0
1.771,4
84.172,6
64.246,5
2.636,9
18.357,2
35.725,0
458,3
1.287,6
274,8
-38.264,0
45.099
113.307
12.435
22.615
5,18
2,23
5,66
4,98
14,61
0,38
8,46
6,77
6,73
14,46
6,76
8,47
3,41
2,83
5,63
4,18
6,19
3,55
5,18
6,80
0,41
-18,26
5,06
-55,80
-20,81
5,91
-7,04
87,77
36,49
132,36
643,50
III%YOY* I
2016
19.604,4
5.781,9
268,5
239,1
14,0
11,4
2.041,2
2.114,8
1.046,5
128,0
1.383,6
781,7
526,1
59,8
2.471,1
1.900,8
414,0
421,8
19.604,4
15.069,2
583,5
2.971,5
7.732,5
23,5
297,8
55,2
-7.018,3
5.886
21.759
8.289
20.199
22.096,6
6.094,6
309,4
279,2
16,0
12,8
2.465,0
2.487,9
1.210,7
159,8
1.569,3
899,0
577,5
69,5
2.827,9
2.182,0
473,6
462,3
22.096,6
17.390,2
744,9
4.883,1
10.143,2
166,7
315,3
51,9
-11.494,9
25.566
33.475
277
474
22.278,9
6.553,8
286,7
277,4
15,8
12,5
2.363,3
2.431,9
1.205,3
159,8
1.508,4
919,3
573,5
67,0
2.858,7
2.103,2
470,1
472,3
22.278,9
16.919,2
720,0
5.816,9
9.336,1
148,7
467,6
369,9
-10.759,7
7.659
26.484
9.516
20
IV
2016
23.726,6
6.895,9
300,6
296,4
16,9
12,9
2.565,7
2.617,8
1.290,5
177,7
1.562,5
947,9
602,7
72,7
3.065,0
2.303,0
494,8
503,5
23.726,6
17.122,2
747,8
6.203,4
9.766,9
164,5
512,1
94,6
-10.695,6
15.335
29.511
24.321
3
2017
I
21.017,9
6.234,7
280,8
262,3
15,1
11,9
2.181,6
2.333,0
1.121,7
145,6
1.491,2
877,5
551,5
65,1
2.491,2
2.050,6
449,4
454,8
21.017,9
16.222,4
655,7
3.285,5
8.508,4
101,6
377,2
208,2
-7.924,8
16.198
26.137
769
18
II
5,18
4,06
4,43
6,24
5,83
3,42
7,84
6,56
7,04
11,03
3,61
1,40
4,54
5,32
6,32
3,95
5,08
5,64
5,18
1,50
3,33
4,16
4,14
9,43
8,65
-75,31
1,21
100,21
11,43
155,58
-83,44
%QTQ** %YOY***
4,91
4,53
0,67
8,68
0,81
1,17
4,68
3,02
8,77
13,60
3,28
7,51
4,60
4,69
3,70
6,38
10,38
9,25
4,91
4,52
2,48
5,97
10,62
3,30
14,32
56,24
0,82
0,0441
119,78
-10,85
534,88
-99,82
II. INFLASI
Indikator
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
2015
I II III IV
2016
I II III IV
2017
I II OKT
118,59
119,47
112,81
5,39
5,81
2,55
120,07
121,09
113,42
6,01
6,57
2,24
120,78
121,54
115,77
6,74
7,08
4,44
125,02
126,15
117,60
4,92
5,07
3,89
124,56
125,64
117,50
5,04
5,16
4,16
126,10
127,42
117,47
5,02
5,23
3,57
124,48
125,41
118,41
3,07
3,18
2,28
128,12
129,07
121,86
2,48
2,31
3,62
128,24
129,19
122,01
2,95
2,83
3,84
129,19
130,2
122,57
2,45
2,18
4,34
III
128,79
129,55
123,82
3,46
3,30
4,57
128,16
128,90
123,34
2,77
2,60
3,89
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy), melambat
dibandingkan kisaran pertumbuhan triwulan IV 2017 sebesar 5,10%-5,50% (yoy). Perlambatan pertumbuhan
diperkirakan terjadi seiring kinerja konsumsi pemerintah yang belum maksimal di awal tahun dan net impor antar daerah
yang meningkat untuk kebutuhan konsumsi dan proyek baru di awal tahun.
Tekanan inflasi pada triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran 2,90%-3,30% (yoy) atau meningkat dibandingkan
perkiraan inflasi tahun 2017 pada kisaran 2,55%-2,95% (yoy). Relatif tingginya inflasi pada triwulan I lebih disebabkan
oleh faktor based effect yaitu rendahnya posisi harga di tahun sebelumnya terutama untuk komoditas bahan makanan
terutama sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta rokok seiring masih adanya kenaikan bertahap biaya cukai.
xix- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
xviii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
III. PERBANKAN2015
2015 2016
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
20.284
6.110
1.650
12.524
19.492
5.922
1.381
12.189
90,8%
6.301
510
381
366
76,7%
29.112
21.859
19.849
1,8%
1,7%
1,8%
29.757
21.466
3.722
12.819
4.924
22.837
7.121
1.659
14.057
21.913
6.813
1.474
13.627
102,1%
7.358
620
469
449
75,2%
30.377
21.935
22.362
2,0%
2,1%
2,0%
29.877
19.648
5.412
9.046
5.190
17.843
5.260
1.533
11.049
17.226
5.218
1.318
10.690
87,7%
5.422
437
311
330
80,5%
30.314
19.959
17.556
1,4%
1,6%
1,9%
II
32.778
21.581
6.290
9.106
6.186
18.908
5.698
1.641
11.569
18.198
5.626
1.359
11.212
84,3%
5.814
454
331
349
82,4%
33.233
21.912
18.546
1,4%
1,5%
1,9%
III
32.750
22.341
6.537
9.644
6.159
19.742
6.072
1.570
12.100
18.897
5.848
1.338
11.710
84,6%
6.180
482
353
354
80,5%
33.232
22.694
19.250
1,4%
1,6%
1,8%
IV
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
20.284
6.110
1.650
12.524
19.492
5.922
1.381
12.189
90,8%
6.301
510
381
366
76,70%
29.112
21.859
19.858
1,8%
1,7%
1,8%
30.931
21.945
5.604
10.449
5.893
20.525
6.127
1.567
12.830
19.556
5.748
1.317
12.491
89,1%
6.395
535
403
368
77,6%
31.466
22.348
19.924
1,7%
1,8%
1,8%
32.321
23.829
6.429
11.150
6.250
21.731
6.693
1.696
13.342
20.845
6.409
1.442
12.995
87,5%
6.933
506
379
362
79,8%
32.828
24.208
21.208
1,5%
1,6%
1,7%
29.757
21.466
3.722
12.819
4.924
22.837
7.121
1.659
14.057
21.913
6.813
1.474
13.627
102,1%
7.358
576
434
416
75,2%
30.333
21.900
22.329
1,9%
2,0%
1,9%
30.327
22.405
5.059
11.063
6.283
22.383
7.050
1.661
13.672
21.508
6.764
1.472
13.272
96,0%
7.308
529
399
391
77,9%
30.856
22.804
21.898
1,7%
1,7%
1,8%
30.575
22.565
5.330
11.311
5.924
23.092
6.981
1.716
14.395
22.153
6.694
1.531
13.929
98,2%
7.352
576
426
428
77,6%
31.151
22.991
22.581
1,8%
1,9%
1,9%
2016
II III IV
2017
35.648
25.236
6.400
12.162
6.675
24.127
7.599
1.658
14.871
23.134
7.348
1.413
14.373
91,7%
7.897
593
440
455
77,6%
36.241
25.676
23.589
1,6%
1,7%
1,9%
35.255
24.834
5.881
12.036
6.917
25.751
8.165
2.228
15.358
24.215
7.637
1.870
14.708
97,5%
8.262
608
448
475
76,8%
35.863
25.282
24.690
1,7%
1,8%
1,9%
III
INDIKATOR
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Uang Palsu (lembar)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)
Cek/BG Kosong
IV. SISTEM PEMBAYARAN
3,7
5,6
1.098
135,76
21.758
6,32
201.975
1.203
4,2
5,6
178
15
658
12,66
302.914
1.020
2015 2016
1,8
0,4
27
34,61
5.984
0,99
39.971
300
2015
II
0,5
0,9
966
43,75
6.086
0,93
40.708
254
III
0,8
1,7
52
41,55
5.877
1,38
48.453
342
IV
0,5
2,6
53
15,84
3.811
3,01
72.843
307
I
1,8
0,3
25
8,69
323
3,11
67.315
229
2016
II
0,7
1,7
89
6,76
335
3,36
75.723
247
III
0,9
1,3
38
0,00
0,00
2,81
73.560
244
IV
0,7
2,3
26
0,00
0,00
3,38
86.316
300
I
2,1
0,4
403
0,00
0,00
2,43
67.677
189
2017
II
0,8
2,2
16
0,00
0,00
2,33
69.272
313
III
1,3
1,5
7
0,00
0,00
3,03
81.780
269
xx - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Ekonomi Makro Regional01Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan III 2017 tercatat sebesar 4,91%
(yoy) atau melambat jika dibandingkan triwulan II 2017 yang sebesar 5,15% (yoy). Capaian triwulan III
2017 pun lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 5,06% (yoy). Dari sisi pengeluaran,
perlambatan konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (investasi) menjadi faktor
utama penyebab perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Adapun peningkatan pertumbuhan
pengeluaran konsumsi pemerintah dalam rangka percepatan realisasi anggaran dan melambatnya net
impor antar daerah menjadi faktor yang cukup menahan perlambatan pertumbuhan agar tidak
semakin dalam. Dari sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan ekonomi disumbang oleh sektor–sektor
utama daerah, yakni 1) konstruksi 2) perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda
motor serta 3) informasi dan komunikasi.
Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017 diperkirakan mengalami peningkatan yang didorong
terutama oleh sektor perdagangan besar dan eceran seiring meningkatnya permintaan pada Hari Raya
Natal dan libur Tahun Baru serta sektor konstruksi dan administrasi pemerintahan seiring percepatan
realisasi investasi dan anggaran pemerintah. Sementara itu, ekonomi NTT secara keseluruhan tahun
2017 diperkirakan sedikit melambat dibandingkan capaian tahun 2016 yang disebabkan perlambatan
pada sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta administrasi
pemerintahan.
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
III. PERBANKAN2015
2015 2016
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
20.284
6.110
1.650
12.524
19.492
5.922
1.381
12.189
90,8%
6.301
510
381
366
76,7%
29.112
21.859
19.849
1,8%
1,7%
1,8%
29.757
21.466
3.722
12.819
4.924
22.837
7.121
1.659
14.057
21.913
6.813
1.474
13.627
102,1%
7.358
620
469
449
75,2%
30.377
21.935
22.362
2,0%
2,1%
2,0%
29.877
19.648
5.412
9.046
5.190
17.843
5.260
1.533
11.049
17.226
5.218
1.318
10.690
87,7%
5.422
437
311
330
80,5%
30.314
19.959
17.556
1,4%
1,6%
1,9%
II
32.778
21.581
6.290
9.106
6.186
18.908
5.698
1.641
11.569
18.198
5.626
1.359
11.212
84,3%
5.814
454
331
349
82,4%
33.233
21.912
18.546
1,4%
1,5%
1,9%
III
32.750
22.341
6.537
9.644
6.159
19.742
6.072
1.570
12.100
18.897
5.848
1.338
11.710
84,6%
6.180
482
353
354
80,5%
33.232
22.694
19.250
1,4%
1,6%
1,8%
IV
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
20.284
6.110
1.650
12.524
19.492
5.922
1.381
12.189
90,8%
6.301
510
381
366
76,70%
29.112
21.859
19.858
1,8%
1,7%
1,8%
30.931
21.945
5.604
10.449
5.893
20.525
6.127
1.567
12.830
19.556
5.748
1.317
12.491
89,1%
6.395
535
403
368
77,6%
31.466
22.348
19.924
1,7%
1,8%
1,8%
32.321
23.829
6.429
11.150
6.250
21.731
6.693
1.696
13.342
20.845
6.409
1.442
12.995
87,5%
6.933
506
379
362
79,8%
32.828
24.208
21.208
1,5%
1,6%
1,7%
29.757
21.466
3.722
12.819
4.924
22.837
7.121
1.659
14.057
21.913
6.813
1.474
13.627
102,1%
7.358
576
434
416
75,2%
30.333
21.900
22.329
1,9%
2,0%
1,9%
30.327
22.405
5.059
11.063
6.283
22.383
7.050
1.661
13.672
21.508
6.764
1.472
13.272
96,0%
7.308
529
399
391
77,9%
30.856
22.804
21.898
1,7%
1,7%
1,8%
30.575
22.565
5.330
11.311
5.924
23.092
6.981
1.716
14.395
22.153
6.694
1.531
13.929
98,2%
7.352
576
426
428
77,6%
31.151
22.991
22.581
1,8%
1,9%
1,9%
2016
II III IV
2017
35.648
25.236
6.400
12.162
6.675
24.127
7.599
1.658
14.871
23.134
7.348
1.413
14.373
91,7%
7.897
593
440
455
77,6%
36.241
25.676
23.589
1,6%
1,7%
1,9%
35.255
24.834
5.881
12.036
6.917
25.751
8.165
2.228
15.358
24.215
7.637
1.870
14.708
97,5%
8.262
608
448
475
76,8%
35.863
25.282
24.690
1,7%
1,8%
1,9%
III
INDIKATOR
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Uang Palsu (lembar)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)
Cek/BG Kosong
IV. SISTEM PEMBAYARAN
3,7
5,6
1.098
135,76
21.758
6,32
201.975
1.203
4,2
5,6
178
15
658
12,66
302.914
1.020
2015 2016
1,8
0,4
27
34,61
5.984
0,99
39.971
300
2015
II
0,5
0,9
966
43,75
6.086
0,93
40.708
254
III
0,8
1,7
52
41,55
5.877
1,38
48.453
342
IV
0,5
2,6
53
15,84
3.811
3,01
72.843
307
I
1,8
0,3
25
8,69
323
3,11
67.315
229
2016
II
0,7
1,7
89
6,76
335
3,36
75.723
247
III
0,9
1,3
38
0,00
0,00
2,81
73.560
244
IV
0,7
2,3
26
0,00
0,00
3,38
86.316
300
I
2,1
0,4
403
0,00
0,00
2,43
67.677
189
2017
II
0,8
2,2
16
0,00
0,00
2,33
69.272
313
III
1,3
1,5
7
0,00
0,00
3,03
81.780
269
xx - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Ekonomi Makro Regional01Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan III 2017 tercatat sebesar 4,91%
(yoy) atau melambat jika dibandingkan triwulan II 2017 yang sebesar 5,15% (yoy). Capaian triwulan III
2017 pun lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 5,06% (yoy). Dari sisi pengeluaran,
perlambatan konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (investasi) menjadi faktor
utama penyebab perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Adapun peningkatan pertumbuhan
pengeluaran konsumsi pemerintah dalam rangka percepatan realisasi anggaran dan melambatnya net
impor antar daerah menjadi faktor yang cukup menahan perlambatan pertumbuhan agar tidak
semakin dalam. Dari sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan ekonomi disumbang oleh sektor–sektor
utama daerah, yakni 1) konstruksi 2) perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda
motor serta 3) informasi dan komunikasi.
Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017 diperkirakan mengalami peningkatan yang didorong
terutama oleh sektor perdagangan besar dan eceran seiring meningkatnya permintaan pada Hari Raya
Natal dan libur Tahun Baru serta sektor konstruksi dan administrasi pemerintahan seiring percepatan
realisasi investasi dan anggaran pemerintah. Sementara itu, ekonomi NTT secara keseluruhan tahun
2017 diperkirakan sedikit melambat dibandingkan capaian tahun 2016 yang disebabkan perlambatan
pada sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta administrasi
pemerintahan.
Sumber:BPS (diolah)
PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)
4
4.5
5
5.5
6
6.5
10
12
14
16
18
20
22 TRILIUN RP
GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL (%YOY)
Sumber : BPS (diolah)
BALI
NAS NTT NTB BALI
PDRB ADHB(TRILIUN)
NTT NTB NAS
55,9223,73 34,89 3502,30
GRAFIK 1.2.
QTQNAS NTT NTB BALI
YOY
PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL (% YOY)
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II III
22,2
5
23,7
3
4,91
5,06
3,18 5,18 13,60 3,34 5,06 4,91 4,09 6,22
sektor pertambangan masih mengalami tekanan seiring kinerja perusahaan PT Amman Nusa Tenggara yang masih
terkendala oleh proses penyesuaian perubahan kepemilikan setelah proses akuisisi PT Newmont Nusa Tenggara dan
peralihan izin usaha.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat dengan kisaran 5,10-5,50%
(yoy). Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh menguatnya konsumsi rumah tangga seiring adanya Hari Raya Natal dan
pesta rakyat menyambut Tahun Baru, yang akan tercermin pula pada peningkatan kinerja sektor perdagangan besar dan
eceran. Namun demikian, peningkatan sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan IV 2017 diperkirakan masih
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun 2016 dikarenakan permintaan yang masih relatif sama
dibandingkan tahun lalu, sementara pusat perbelanjaan baru bermunculan sehingga pendapatan bruto perdagangan
berkurang. Peningkatan pertumbuhan diperkirakan juga disumbang oleh meningkatnya kinerja Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB)/investasi seiring percepatan realisasi proyek pemerintah yang juga lebih besar dibandingkan tahun
sebelumnya. Peningkatan investasi sejalan pula dengan peningkatan sektor konstruksi pada triwulan IV 2017
dibandingkan pencapaian triwulan III 2017, meskipun tidak setinggi periode yang sama tahun 2016 karena proyek-proyek
besar pemerintah pada tahun ini telah memasuki tahap penyelesaian seperti pembangunan Bendungan Raknamo dan
jalan raya.
Pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat pada keseluruhan tahun 2017 dengan kisaran 4,90-5,30%.
Perlambatan disumbang oleh sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta
administrasi pemerintahan. Sektor konstruksi melambat seiring proyek pemerintah seperti Bendungan Raknamo serta
jalan penghubung dan fasilitas PLBN yang pada tahun ini telah menyisakan tahap penyelesaian akhir. Sementara itu,
realisasi proyek strategis pemerintah lainnya seperti Bendungan Napun Gete dan Temef masih dalam tahap awal. Hal
tersebut juga tercermin pada perlambatan sektor administrasi pemerintahan terkait pengurusan pembangunan proyek.
Sektor perdagangan besar dan eceran turut menyumbang perlambatan seiring permintaan yang relatif tetap di tengah
bermunculannya pusat perbelanjaan baru. Sementara itu, sektor informasi dan komunikasi diperkirakan sedikit melambat
seiring proyek pengembangan jaringan telekomunikasi pada tahun ini tidak sebanyak tahun 2016.
3- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-III 2017 tercatat tumbuh
sebesar 4,91% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III 2017 mengalami perlambatan apabila
dibandingkan triwulan-II 2017 sebesar 5,15%, begitu pula jika dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 5,11% (yoy).
Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama disumbang oleh melambatnya konsumsi rumah tangga dan Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi secara agregat menunjukkan perlambatan pertumbuhan dibandingkan
triwulan II 2017 menjadi 4,52% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 5,91 (yoy), disumbangkan terutama oleh
konsumsi rumah tangga yang melambat menjadi 2,48% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
5,55% (yoy). Kondisi perlambatan konsumsi rumah tangga terutama dipengaruhi oleh melambatnya konsumsi makanan
dan minuman selain restoran, perumahan dan perlengkapan rumah tangga, transportasi dan komunikasi serta kontraksi
konsumsi pakaian dan alas kaki. Perlambatan konsumsi rumah tangga ditengarai sebagai dampak pergeseran gaji ke-14
dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri pada tahun ini yang telah jatuh pada triwulan II, sehingga konsumsi telah tinggi
pada triwulan tersebut dan periode selanjutnya masyarakat cenderung menahan konsumsi. Di sisi lain, konsumsi
pemerintah menjadi faktor penahan perlambatan pertumbuhan dengan tumbuh meningkat menjadi 10,62% (yoy) dari
triwulan sebelumnya 6,39% (yoy), didorong oleh percepatan realisasi anggaran di tahun berjalan.
Dari sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja beberapa sektor
utama antara lain konstruksi, perdagangan besar dan eceran serta informasi dan komunikasi. Selain itu, juga
disebabkan oleh melambatnya kegiatan di sektor pertambangan dan penggalian; pengadaan air; informasi dan
komunikasi; real estate dan jasa pendidikan. Konstruksi mengalami perlambatan sejalan dengan menurunnya realisasi
proyek baru di Provinsi NTT serta beberapa proyek pemerintah pusat telah memasuki tahap penyelesaian. Perlambatan
perdagangan besar dan eceran terjadi lebih karena belum adanya momen pendorong konsumsi masyarakat seperti hari
libur keagamaan ataupun sekolah, sebagaimana turut pula memperlambat sektor informasi dan komunikasi. Selain itu,
kenaikan tarif pulsa ponsel dalam rangka peningkatan pelayanan juga dinilai turut memperlambat pertumbuhan sektor
informasi dan komunikasi.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan III-2017 sebesar 4,91% (yoy) tercatat di bawah
nasional dan Provinsi Bali, namun masih lebih baik dibandingkan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang
masih dalam pemulihan kinerja pertambangan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional (5,06%-yoy) terutama
disebabkan oleh adanya perbaikan ekonomi global dan pembangunan infrastruktur yang terlihat dari peningkatan kinerja
industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran serta konstruksi. Sementara itu dari sisi pengeluaran, pertumbuhan
nasional terlihat dari peningkatan kinerja ekspor barang dan jasa serta PMTB/investasi, serta konsumsi yang relatif terjaga.
Sementara itu, apabila dibandingkan dengan provinsi tetangga di kawasan Bali dan Nusa Tenggara (Balinusra), hanya
Provinsi NTT yang mencatatkan perlambatan pertumbuhan. Kawasan Balinusra sendiri mencatatkan peningkatan
pertumbuhan menjadi 5,24% (yoy) di triwulan III 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,24% (yoy) didorong
terutama oleh peningkatan kinerja sektor pariwisata/penyediaan akomodasi dan makan minum serta perdagangan besar
dan eceran di Bali dan Nusa Tenggara seiring periode puncak pariwisata tahunan pada triwulan laporan. Sementara itu,
1.1 KONDISI UMUM
2 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Sumber:BPS (diolah)
PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)
4
4.5
5
5.5
6
6.5
10
12
14
16
18
20
22 TRILIUN RP
GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL (%YOY)
Sumber : BPS (diolah)
BALI
NAS NTT NTB BALI
PDRB ADHB(TRILIUN)
NTT NTB NAS
55,9223,73 34,89 3502,30
GRAFIK 1.2.
QTQNAS NTT NTB BALI
YOY
PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL (% YOY)
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II III
22,2
5
23,7
3
4,91
5,06
3,18 5,18 13,60 3,34 5,06 4,91 4,09 6,22
sektor pertambangan masih mengalami tekanan seiring kinerja perusahaan PT Amman Nusa Tenggara yang masih
terkendala oleh proses penyesuaian perubahan kepemilikan setelah proses akuisisi PT Newmont Nusa Tenggara dan
peralihan izin usaha.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat dengan kisaran 5,10-5,50%
(yoy). Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh menguatnya konsumsi rumah tangga seiring adanya Hari Raya Natal dan
pesta rakyat menyambut Tahun Baru, yang akan tercermin pula pada peningkatan kinerja sektor perdagangan besar dan
eceran. Namun demikian, peningkatan sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan IV 2017 diperkirakan masih
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun 2016 dikarenakan permintaan yang masih relatif sama
dibandingkan tahun lalu, sementara pusat perbelanjaan baru bermunculan sehingga pendapatan bruto perdagangan
berkurang. Peningkatan pertumbuhan diperkirakan juga disumbang oleh meningkatnya kinerja Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB)/investasi seiring percepatan realisasi proyek pemerintah yang juga lebih besar dibandingkan tahun
sebelumnya. Peningkatan investasi sejalan pula dengan peningkatan sektor konstruksi pada triwulan IV 2017
dibandingkan pencapaian triwulan III 2017, meskipun tidak setinggi periode yang sama tahun 2016 karena proyek-proyek
besar pemerintah pada tahun ini telah memasuki tahap penyelesaian seperti pembangunan Bendungan Raknamo dan
jalan raya.
Pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat pada keseluruhan tahun 2017 dengan kisaran 4,90-5,30%.
Perlambatan disumbang oleh sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta
administrasi pemerintahan. Sektor konstruksi melambat seiring proyek pemerintah seperti Bendungan Raknamo serta
jalan penghubung dan fasilitas PLBN yang pada tahun ini telah menyisakan tahap penyelesaian akhir. Sementara itu,
realisasi proyek strategis pemerintah lainnya seperti Bendungan Napun Gete dan Temef masih dalam tahap awal. Hal
tersebut juga tercermin pada perlambatan sektor administrasi pemerintahan terkait pengurusan pembangunan proyek.
Sektor perdagangan besar dan eceran turut menyumbang perlambatan seiring permintaan yang relatif tetap di tengah
bermunculannya pusat perbelanjaan baru. Sementara itu, sektor informasi dan komunikasi diperkirakan sedikit melambat
seiring proyek pengembangan jaringan telekomunikasi pada tahun ini tidak sebanyak tahun 2016.
3- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-III 2017 tercatat tumbuh
sebesar 4,91% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III 2017 mengalami perlambatan apabila
dibandingkan triwulan-II 2017 sebesar 5,15%, begitu pula jika dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 5,11% (yoy).
Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama disumbang oleh melambatnya konsumsi rumah tangga dan Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi secara agregat menunjukkan perlambatan pertumbuhan dibandingkan
triwulan II 2017 menjadi 4,52% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 5,91 (yoy), disumbangkan terutama oleh
konsumsi rumah tangga yang melambat menjadi 2,48% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
5,55% (yoy). Kondisi perlambatan konsumsi rumah tangga terutama dipengaruhi oleh melambatnya konsumsi makanan
dan minuman selain restoran, perumahan dan perlengkapan rumah tangga, transportasi dan komunikasi serta kontraksi
konsumsi pakaian dan alas kaki. Perlambatan konsumsi rumah tangga ditengarai sebagai dampak pergeseran gaji ke-14
dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri pada tahun ini yang telah jatuh pada triwulan II, sehingga konsumsi telah tinggi
pada triwulan tersebut dan periode selanjutnya masyarakat cenderung menahan konsumsi. Di sisi lain, konsumsi
pemerintah menjadi faktor penahan perlambatan pertumbuhan dengan tumbuh meningkat menjadi 10,62% (yoy) dari
triwulan sebelumnya 6,39% (yoy), didorong oleh percepatan realisasi anggaran di tahun berjalan.
Dari sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja beberapa sektor
utama antara lain konstruksi, perdagangan besar dan eceran serta informasi dan komunikasi. Selain itu, juga
disebabkan oleh melambatnya kegiatan di sektor pertambangan dan penggalian; pengadaan air; informasi dan
komunikasi; real estate dan jasa pendidikan. Konstruksi mengalami perlambatan sejalan dengan menurunnya realisasi
proyek baru di Provinsi NTT serta beberapa proyek pemerintah pusat telah memasuki tahap penyelesaian. Perlambatan
perdagangan besar dan eceran terjadi lebih karena belum adanya momen pendorong konsumsi masyarakat seperti hari
libur keagamaan ataupun sekolah, sebagaimana turut pula memperlambat sektor informasi dan komunikasi. Selain itu,
kenaikan tarif pulsa ponsel dalam rangka peningkatan pelayanan juga dinilai turut memperlambat pertumbuhan sektor
informasi dan komunikasi.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan III-2017 sebesar 4,91% (yoy) tercatat di bawah
nasional dan Provinsi Bali, namun masih lebih baik dibandingkan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang
masih dalam pemulihan kinerja pertambangan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional (5,06%-yoy) terutama
disebabkan oleh adanya perbaikan ekonomi global dan pembangunan infrastruktur yang terlihat dari peningkatan kinerja
industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran serta konstruksi. Sementara itu dari sisi pengeluaran, pertumbuhan
nasional terlihat dari peningkatan kinerja ekspor barang dan jasa serta PMTB/investasi, serta konsumsi yang relatif terjaga.
Sementara itu, apabila dibandingkan dengan provinsi tetangga di kawasan Bali dan Nusa Tenggara (Balinusra), hanya
Provinsi NTT yang mencatatkan perlambatan pertumbuhan. Kawasan Balinusra sendiri mencatatkan peningkatan
pertumbuhan menjadi 5,24% (yoy) di triwulan III 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,24% (yoy) didorong
terutama oleh peningkatan kinerja sektor pariwisata/penyediaan akomodasi dan makan minum serta perdagangan besar
dan eceran di Bali dan Nusa Tenggara seiring periode puncak pariwisata tahunan pada triwulan laporan. Sementara itu,
1.1 KONDISI UMUM
2 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
URAIAN2015
2017Bobot qtq
27.349.820
3.104.885
10.341.297
4.905.624
13.351.581
3.894.964
1.298.292
64.246.464
7.419.712
835.785
2.704.140
1.419.285
3.159.555
1.044.168
336.582
16.919.227
6.773.957
728.597
2.339.353
1.168.701
3.443.054
954.914
305.474
15.714.050
6.718.367
833.572
2.744.537
1.293.448
3.138.881
994.088
350.160
16.073.052
43,30
4,55
15,77
9,02
18,68
6,66
2,02
100,0
0,93
-7,40
-0,71
7,11
2,49
8,01
1,77
1,50
24.081.155
2.775.990
10.073.481
4.053.827
12.928.430
2.038.602
1.410.124
57.361.610
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
KONS MAKANAN DAN MINUMAN
KONS PAKAIAN & ALAS KAKI
KONS PERUMAHAN & PERL RT
KESEHATAN & PENDIDIKAN
TRANSPORTASI & KOMUNIKASI
RESTORAN & HOTEL
KONSUMSI LAINNYA
KONSUMSI RT
2016
TOTAL
II
2016
IIIII
Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan III 2017
yoy
4,56
-9,58
0,04
16,72
-1,58
6,06
-5,05
2,48
7.413.095
778.541
2.700.275
1.544.607
3.198.867
1.140.229
346.552
17.122.166
III
Konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang utama perlambatan ekonomi Provinsi NTT. Perlambatan
konsumsi rumah tangga terutama dipengaruhi oleh pergeseran pencairan stimulus pendorong konsumsi, yakni gaji ke-14
dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri tahun ini yang telah jatuh pada triwulan II sehingga pada triwulan laporan
masyarakat cenderung menahan konsumsi. Kondisi tersebut menyebabkan hampir seluruh komponen konsumsi rumah
tangga mengalami perlambatan, bahkan ada beberapa yang menurun. Konsumsi makanan dan minuman selain restoran;
perumahan dan perlengkapan rumah tangga; kesehatan dan pendidikan serta transportasi dan komunikasi tercatat
melambat pada triwulan laporan. Selain itu, konsumsi pakaian dan alas kaki serta transportasi dan komunikasi tercatat
kontraksi.
Berdasarkan komponen pembentuknya, konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga sebagian besar berupa makanan
dan minuman, transportasi dan komunikasi serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang tumbuh masing-
masing sebesar 4,56% (yoy), -1,58% (yoy) dan 0,04% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan II
2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya, terutama dipengaruhi oleh adanya pergeseran waktu perayaan Hari
Raya Idul Fitri yang pada tahun ini jatuh pada triwulan II. Konsumsi komponen-komponen utama tersebut telah banyak
dilakukan pada triwulan II 2017 didorong oleh adanya insentif gaji ke-14, sementara gaji ke-13 yang jatuh pada triwulan III
2017 lebih banyak digunakan untuk pembayaran pendidikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh konsumsi kesehatan dan
pendidikan yang masih tumbuh cukup tinggi sebesar 16,72% (yoy). Kondisi berbeda ditunjukkan konsumsi restoran dan
hotel pada triwulan III 2017. Konsumsi restoran dan hotel tercatat tumbuh meningkat sebesar 6,06% (yoy) dibandingkan
triwulan II 2017 sebesar 1,37% (yoy), meskipun masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar 73,56% (yoy) karena banyaknya kegiatan pada tahun lalu. Konsumsi restoran dan hotel pada triwulan laporan
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dipengaruhi oleh adanya event nasional seperti Tour de Flores dan masa
liburan musim panas Eropa ke Provinsi NTT.
Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 berbeda kondisi dengan perkembangan
Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia. SK yang dilakukan di Kota Kupang menunjukkan bahwa seluruh indeks masih
menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan II 2017. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) naik menjadi 144,67 dari
sebelumnya 135,33. Begitu pula dengan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang
juga meningkat menjadi 130,89 dan 158,44 dari triwulan sebelumnya 122,78 dan 147,89. Selain itu, indeks konsumsi
barang-barang kebutuhan tahan lama juga menunjukkan peningkatan menjadi 103,50 dari sebelumnya 100,50. Nilai
tersebut menunjukkan optimisme masyarakat akan kondisi ekonomi Provinsi NTT.
Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia pada triwulan III 2017 mencerminkan arah yang sejalan dengan perlambatan
konsumsi rumah tangga. SPE masih menunjukkan kontraksi pertumbuhan pada triwulan III 2017 sebesar -3,19% (yoy).
5- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
4 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGELUARAN
Perlambatan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT di triwulan III 2017 dari sisi pengeluaran terutama
dipengaruhi oleh melambatnya konsumsi rumah tangga. Pada triwulan III 2017 konsumsi rumah tangga tumbuh
melambat sebesar 2,48% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,55% (yoy), begitu pula
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 7,20% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada
pertumbuhan konsumsi lembaga non profit rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi masing-
masing 5,97% (yoy) dan 3,30% (yoy), menurun dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat 10,58% (yoy) dan 7,32%
(yoy). Meskipun demikian, peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah dan perlambatan net impor antar daerah
pada triwulan III 2017 sebesar 10,62% (yoy) dan 4,41% (yoy) dari triwulan sebelumnya menjadi penahan perlambatan
pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT.
Ekspor luar negeri mengalami peningkatan kinerja dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama
tahun sebelumnya. Pada triwulan III 2017, ekspor tumbuh 56,24% (yoy) dari triwulan II 2017 sebesar 38,66% (yoy) dan
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -37,88% (yoy). Sementara itu, impor mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Impor tumbuh sebesar 0,82% (yoy), atau
melambat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 415,74% (yoy) serta periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
64,16% (yoy).
URAIAN2015
2017Bobot qtq
64.246.464
2.636.946
22.518.264
35.724.984
458.340
1.287.553
274.813
(42.425.100)
84.172.637
16.919.227
719.988
5.816.878
9.336.121
148.664
467.630
369.901
(10.759.706)
22.278.901
15.714.050
631.294
5.240.634
8.507.426
131.462
343.874
74.286
(9.898.007)
20.596.447
16.073.052
677.222
5.262.019
9.341.925
136.664
330.630
93.436
(9.852.840)
21.875.236
72,16
3,15
26,15
41,16
0,69
2,16
0,40
-45,08
100,00
1,50
3,33
4,16
4,14
9,43
8,65
-75,31
1,21
5,18
57.361.610
2.539.408
21.765.744
30.996.063
967.562
1.592.015
261.549
(38.769.998)
76.190.854
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
PERUBAHAN INVENTORI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
2016
TOTAL
II
2016
IIIII
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan III 2017
yoy
2,48
5,97
10,62
3,30
14,32
56,24
0,82
4,41
4,91
17.122.166
747.815
6.203.363
9.766.942
164.497
512.081
94.647
(10.695.624)
23.726.592
III
Secara keseluruhan, konsumsi tumbuh melambat. Pada triwulan III 2017, konsumsi tumbuh sebesar 4,52% (yoy),
atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2017 yang sebesar 5,91% (yoy). Melambatnya konsumsi
terutama disumbangkan oleh konsumsi rumah tangga (porsi 71,68% terhadap total konsumsi) yang tumbuh melambat
sebesar 2,48% (yoy), dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 5,55% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar 7,22% (yoy). Di sisi lain, peningkatan konsumsi pemerintah pada triwulan laporan menjadi 10,62% (yoy)
dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 6,39% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -26,35% (yoy)
menjadi penahan perlambatan konsumsi.
1.2.1 KONSUMSI
URAIAN2015
2017Bobot qtq
27.349.820
3.104.885
10.341.297
4.905.624
13.351.581
3.894.964
1.298.292
64.246.464
7.419.712
835.785
2.704.140
1.419.285
3.159.555
1.044.168
336.582
16.919.227
6.773.957
728.597
2.339.353
1.168.701
3.443.054
954.914
305.474
15.714.050
6.718.367
833.572
2.744.537
1.293.448
3.138.881
994.088
350.160
16.073.052
43,30
4,55
15,77
9,02
18,68
6,66
2,02
100,0
0,93
-7,40
-0,71
7,11
2,49
8,01
1,77
1,50
24.081.155
2.775.990
10.073.481
4.053.827
12.928.430
2.038.602
1.410.124
57.361.610
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
KONS MAKANAN DAN MINUMAN
KONS PAKAIAN & ALAS KAKI
KONS PERUMAHAN & PERL RT
KESEHATAN & PENDIDIKAN
TRANSPORTASI & KOMUNIKASI
RESTORAN & HOTEL
KONSUMSI LAINNYA
KONSUMSI RT
2016
TOTAL
II
2016
IIIII
Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan III 2017
yoy
4,56
-9,58
0,04
16,72
-1,58
6,06
-5,05
2,48
7.413.095
778.541
2.700.275
1.544.607
3.198.867
1.140.229
346.552
17.122.166
III
Konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang utama perlambatan ekonomi Provinsi NTT. Perlambatan
konsumsi rumah tangga terutama dipengaruhi oleh pergeseran pencairan stimulus pendorong konsumsi, yakni gaji ke-14
dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri tahun ini yang telah jatuh pada triwulan II sehingga pada triwulan laporan
masyarakat cenderung menahan konsumsi. Kondisi tersebut menyebabkan hampir seluruh komponen konsumsi rumah
tangga mengalami perlambatan, bahkan ada beberapa yang menurun. Konsumsi makanan dan minuman selain restoran;
perumahan dan perlengkapan rumah tangga; kesehatan dan pendidikan serta transportasi dan komunikasi tercatat
melambat pada triwulan laporan. Selain itu, konsumsi pakaian dan alas kaki serta transportasi dan komunikasi tercatat
kontraksi.
Berdasarkan komponen pembentuknya, konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga sebagian besar berupa makanan
dan minuman, transportasi dan komunikasi serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang tumbuh masing-
masing sebesar 4,56% (yoy), -1,58% (yoy) dan 0,04% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan II
2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya, terutama dipengaruhi oleh adanya pergeseran waktu perayaan Hari
Raya Idul Fitri yang pada tahun ini jatuh pada triwulan II. Konsumsi komponen-komponen utama tersebut telah banyak
dilakukan pada triwulan II 2017 didorong oleh adanya insentif gaji ke-14, sementara gaji ke-13 yang jatuh pada triwulan III
2017 lebih banyak digunakan untuk pembayaran pendidikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh konsumsi kesehatan dan
pendidikan yang masih tumbuh cukup tinggi sebesar 16,72% (yoy). Kondisi berbeda ditunjukkan konsumsi restoran dan
hotel pada triwulan III 2017. Konsumsi restoran dan hotel tercatat tumbuh meningkat sebesar 6,06% (yoy) dibandingkan
triwulan II 2017 sebesar 1,37% (yoy), meskipun masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar 73,56% (yoy) karena banyaknya kegiatan pada tahun lalu. Konsumsi restoran dan hotel pada triwulan laporan
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dipengaruhi oleh adanya event nasional seperti Tour de Flores dan masa
liburan musim panas Eropa ke Provinsi NTT.
Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 berbeda kondisi dengan perkembangan
Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia. SK yang dilakukan di Kota Kupang menunjukkan bahwa seluruh indeks masih
menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan II 2017. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) naik menjadi 144,67 dari
sebelumnya 135,33. Begitu pula dengan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang
juga meningkat menjadi 130,89 dan 158,44 dari triwulan sebelumnya 122,78 dan 147,89. Selain itu, indeks konsumsi
barang-barang kebutuhan tahan lama juga menunjukkan peningkatan menjadi 103,50 dari sebelumnya 100,50. Nilai
tersebut menunjukkan optimisme masyarakat akan kondisi ekonomi Provinsi NTT.
Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia pada triwulan III 2017 mencerminkan arah yang sejalan dengan perlambatan
konsumsi rumah tangga. SPE masih menunjukkan kontraksi pertumbuhan pada triwulan III 2017 sebesar -3,19% (yoy).
5- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
4 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGELUARAN
Perlambatan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT di triwulan III 2017 dari sisi pengeluaran terutama
dipengaruhi oleh melambatnya konsumsi rumah tangga. Pada triwulan III 2017 konsumsi rumah tangga tumbuh
melambat sebesar 2,48% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,55% (yoy), begitu pula
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 7,20% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada
pertumbuhan konsumsi lembaga non profit rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi masing-
masing 5,97% (yoy) dan 3,30% (yoy), menurun dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat 10,58% (yoy) dan 7,32%
(yoy). Meskipun demikian, peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah dan perlambatan net impor antar daerah
pada triwulan III 2017 sebesar 10,62% (yoy) dan 4,41% (yoy) dari triwulan sebelumnya menjadi penahan perlambatan
pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT.
Ekspor luar negeri mengalami peningkatan kinerja dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama
tahun sebelumnya. Pada triwulan III 2017, ekspor tumbuh 56,24% (yoy) dari triwulan II 2017 sebesar 38,66% (yoy) dan
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -37,88% (yoy). Sementara itu, impor mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Impor tumbuh sebesar 0,82% (yoy), atau
melambat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 415,74% (yoy) serta periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
64,16% (yoy).
URAIAN2015
2017Bobot qtq
64.246.464
2.636.946
22.518.264
35.724.984
458.340
1.287.553
274.813
(42.425.100)
84.172.637
16.919.227
719.988
5.816.878
9.336.121
148.664
467.630
369.901
(10.759.706)
22.278.901
15.714.050
631.294
5.240.634
8.507.426
131.462
343.874
74.286
(9.898.007)
20.596.447
16.073.052
677.222
5.262.019
9.341.925
136.664
330.630
93.436
(9.852.840)
21.875.236
72,16
3,15
26,15
41,16
0,69
2,16
0,40
-45,08
100,00
1,50
3,33
4,16
4,14
9,43
8,65
-75,31
1,21
5,18
57.361.610
2.539.408
21.765.744
30.996.063
967.562
1.592.015
261.549
(38.769.998)
76.190.854
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
PERUBAHAN INVENTORI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
2016
TOTAL
II
2016
IIIII
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan III 2017
yoy
2,48
5,97
10,62
3,30
14,32
56,24
0,82
4,41
4,91
17.122.166
747.815
6.203.363
9.766.942
164.497
512.081
94.647
(10.695.624)
23.726.592
III
Secara keseluruhan, konsumsi tumbuh melambat. Pada triwulan III 2017, konsumsi tumbuh sebesar 4,52% (yoy),
atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2017 yang sebesar 5,91% (yoy). Melambatnya konsumsi
terutama disumbangkan oleh konsumsi rumah tangga (porsi 71,68% terhadap total konsumsi) yang tumbuh melambat
sebesar 2,48% (yoy), dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 5,55% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar 7,22% (yoy). Di sisi lain, peningkatan konsumsi pemerintah pada triwulan laporan menjadi 10,62% (yoy)
dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 6,39% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -26,35% (yoy)
menjadi penahan perlambatan konsumsi.
1.2.1 KONSUMSI
GRAFIK 1.9. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
KONSUMSI KONSUMSI (YOY)
8%
9%
10%
11%
12%
13%
14%
15%
16%
17%TRILIUN
0
2
4
6
8
10
12
14
16
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
PERTUMBUHAN (%-YOY)PENJUALAN BBM HK-2016 (RP JUTA)
GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM
Sumber : PT Pertamina (Persero), diolah
GRAFIK 1.8. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA
KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)
Sumber : PT PLN, diolah
GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA
HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA
GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN
85
90
95
100
105
110
115
ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK
Sumber:BPS (diolah)
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
80
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II III
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
500
550
600
650
700
750
800
850
900
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II III
Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik rumah tangga pada triwulan III 2017 justru mencatatkan
peningkatan. Penjualan BBM secara agregat di Provinsi NTT tumbuh 9,13% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan
triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,57% (yoy) dan 3,56% (yoy). Peningkatan
tersebut ditengarai lebih disebabkan oleh dampak kebijakan peningkatan pasokan pertalite di Provinsi NTT serta kebijakan
nasional BBM satu harga oleh pemerintah. Di sisi lain, konsumsi listrik rumah tangga tercatat tumbuh meningkat sebesar
5,98% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 1,03% (yoy), meskipun tidak setinggi periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 11,11% (yoy). Peningkatan konsumsi listrik rumah tangga dibandingkan triwulan sebelumnya
terutama didorong oleh mulai lancarnya operasional Sistem Timor 60KV PLTU Bolok dan terus meningkatnya jumlah
pelanggan listrik di Provinsi NTT.
7- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Sumber : Bank Indonesia
GRAFIK 1.4. SURVEI PENJUALAN ECERAN
SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA) PERTUMBUHAN (%YOY)
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
Sumber : Bank Indonesia
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013III IV I
2017 II III
80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
Kontraksi pertumbuhan disumbang oleh penjualan makanan, minuman dan tembakau (-2,61% yoy) terutama
tembakau/rokok seiring kenaikan cukai pada tahun ini; bahan bakar kendaraan bermotor (-9,61% yoy) serta
perlengkapan rumah tangga lainnya (-32,99% yoy) terutama barang elektronik selain audio/video dan semen. Kondisi
tersebut mengonfirmasi perlambatan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 pada komponen konsumsi makanan
dan minuman selain restoran, perumahan dan perlengkapan rumah tangga serta transportasi dan komunikasi.
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Badan Pusat Statistik pada triwulan III 2017 meningkat menjadi 113,40 dari
triwulan sebelumnya sebesar 107,83, atau searah dengan Survei Konsumen Bank Indonesia. Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh meningkatnya pendapatan rumah tangga serta pengaruh inflasi yang rendah terhadap tingkat
konsumsi. Hal tersebut mencerminkan bahwa terdapat peningkatan pendapatan rumah tangga yang salah satunya
disumbang oleh adanya pencairan gaji ke-13 pada bulan Juli 2017. Di sisi lain, indikator tingkat konsumsi bahan makanan,
makanan jadi, sandang dan lain-lain menunjukkan penurunan yang mengindikasikan bahwa masyarakat pada triwulan III
2017 cenderung masih menahan konsumsi untuk persiapan Hari Raya Natal dan Tahun Baru.
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia pada triwulan III 2017 juga menunjukkan perlambatan
perkembangan kegiatan usaha di Provinsi NTT dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan terutama terjadi
pada sektor pertanian, bangunan serta perdagangan, hotel dan restoran. Harga jual pada sektor bangunan juga tercatat
mengalami perlambatan, sementara perkembangan tenaga kerja pada sektor pertanian, bangunan dan perdagangan,
hotel dan restoran masih cukup tertekan yang ditunjukkan oleh perkembangan yang negatif. Kegiatan usaha di sektor
pertanian masih melambat terutama dipengaruhi oleh belum tibanya masa puncak panen padi di daerah sentra produksi
seperti Kabupaten Manggarai Barat, sementara sektor bangunan melambat sejalan dengan sektor konstruksi dan real
estate yang juga melambat. Adapun perlambatan kegiatan usaha perdagangan, hotel dan restoran terutama sejalan
dengan perlambatan sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan III 2017, seiring konsumsi rumah tangga yang
juga melambat.
Penyaluran kredit konsumsi pada triwulan III 2017 tercatat melambat. Kredit konsumsi yang disalurkan perbankan
sampai dengan triwulan III 2017 mencapai Rp15,21 triliun atau tumbuh sebesar 11,23% (yoy). Pertumbuhan tersebut
melambat dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,46% (yoy) dan
12,99% (yoy). Kondisi tersebut sejalan dengan perlambatan konsumsi di triwulan laporan. Masyarakat Provinsi NTT pada
triwulan III 2017 cenderung menahan konsumsi dengan menyimpan dananya di bank, yang tercermin dari pertumbuhan
Dana Pihak Ketiga (DPK) perseorangan di perbankan NTT yang tumbuh sebesar 9,22% (yoy) atau lebih tinggi
dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 5,88% (yoy).
6 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 1.9. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
KONSUMSI KONSUMSI (YOY)
8%
9%
10%
11%
12%
13%
14%
15%
16%
17%TRILIUN
0
2
4
6
8
10
12
14
16
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
PERTUMBUHAN (%-YOY)PENJUALAN BBM HK-2016 (RP JUTA)
GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM
Sumber : PT Pertamina (Persero), diolah
GRAFIK 1.8. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA
KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)
Sumber : PT PLN, diolah
GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA
HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA
GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN
85
90
95
100
105
110
115
ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK
Sumber:BPS (diolah)
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
80
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II III
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
500
550
600
650
700
750
800
850
900
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II III
Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik rumah tangga pada triwulan III 2017 justru mencatatkan
peningkatan. Penjualan BBM secara agregat di Provinsi NTT tumbuh 9,13% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan
triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,57% (yoy) dan 3,56% (yoy). Peningkatan
tersebut ditengarai lebih disebabkan oleh dampak kebijakan peningkatan pasokan pertalite di Provinsi NTT serta kebijakan
nasional BBM satu harga oleh pemerintah. Di sisi lain, konsumsi listrik rumah tangga tercatat tumbuh meningkat sebesar
5,98% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 1,03% (yoy), meskipun tidak setinggi periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 11,11% (yoy). Peningkatan konsumsi listrik rumah tangga dibandingkan triwulan sebelumnya
terutama didorong oleh mulai lancarnya operasional Sistem Timor 60KV PLTU Bolok dan terus meningkatnya jumlah
pelanggan listrik di Provinsi NTT.
7- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Sumber : Bank Indonesia
GRAFIK 1.4. SURVEI PENJUALAN ECERAN
SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA) PERTUMBUHAN (%YOY)
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
Sumber : Bank Indonesia
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013III IV I
2017 II III
80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
Kontraksi pertumbuhan disumbang oleh penjualan makanan, minuman dan tembakau (-2,61% yoy) terutama
tembakau/rokok seiring kenaikan cukai pada tahun ini; bahan bakar kendaraan bermotor (-9,61% yoy) serta
perlengkapan rumah tangga lainnya (-32,99% yoy) terutama barang elektronik selain audio/video dan semen. Kondisi
tersebut mengonfirmasi perlambatan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 pada komponen konsumsi makanan
dan minuman selain restoran, perumahan dan perlengkapan rumah tangga serta transportasi dan komunikasi.
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Badan Pusat Statistik pada triwulan III 2017 meningkat menjadi 113,40 dari
triwulan sebelumnya sebesar 107,83, atau searah dengan Survei Konsumen Bank Indonesia. Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh meningkatnya pendapatan rumah tangga serta pengaruh inflasi yang rendah terhadap tingkat
konsumsi. Hal tersebut mencerminkan bahwa terdapat peningkatan pendapatan rumah tangga yang salah satunya
disumbang oleh adanya pencairan gaji ke-13 pada bulan Juli 2017. Di sisi lain, indikator tingkat konsumsi bahan makanan,
makanan jadi, sandang dan lain-lain menunjukkan penurunan yang mengindikasikan bahwa masyarakat pada triwulan III
2017 cenderung masih menahan konsumsi untuk persiapan Hari Raya Natal dan Tahun Baru.
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia pada triwulan III 2017 juga menunjukkan perlambatan
perkembangan kegiatan usaha di Provinsi NTT dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan terutama terjadi
pada sektor pertanian, bangunan serta perdagangan, hotel dan restoran. Harga jual pada sektor bangunan juga tercatat
mengalami perlambatan, sementara perkembangan tenaga kerja pada sektor pertanian, bangunan dan perdagangan,
hotel dan restoran masih cukup tertekan yang ditunjukkan oleh perkembangan yang negatif. Kegiatan usaha di sektor
pertanian masih melambat terutama dipengaruhi oleh belum tibanya masa puncak panen padi di daerah sentra produksi
seperti Kabupaten Manggarai Barat, sementara sektor bangunan melambat sejalan dengan sektor konstruksi dan real
estate yang juga melambat. Adapun perlambatan kegiatan usaha perdagangan, hotel dan restoran terutama sejalan
dengan perlambatan sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan III 2017, seiring konsumsi rumah tangga yang
juga melambat.
Penyaluran kredit konsumsi pada triwulan III 2017 tercatat melambat. Kredit konsumsi yang disalurkan perbankan
sampai dengan triwulan III 2017 mencapai Rp15,21 triliun atau tumbuh sebesar 11,23% (yoy). Pertumbuhan tersebut
melambat dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,46% (yoy) dan
12,99% (yoy). Kondisi tersebut sejalan dengan perlambatan konsumsi di triwulan laporan. Masyarakat Provinsi NTT pada
triwulan III 2017 cenderung menahan konsumsi dengan menyimpan dananya di bank, yang tercermin dari pertumbuhan
Dana Pihak Ketiga (DPK) perseorangan di perbankan NTT yang tumbuh sebesar 9,22% (yoy) atau lebih tinggi
dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 5,88% (yoy).
6 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Sumber: BCI Asia (diolah)
KATEGORI 2015
531.28
86.58
80.00
64.94
58.41
57.08
21.00
13.21
8.22
6.34
927.06
INFRASTRUKTUR
KESEHATAN
HOTEL
INDUSTRI
UTILITIES
PEMUKIMAN
LANDSCAPING
KANTOR
RITEL
REKREASI
TOTAL
Tabel 1.5. Proyek Baru Provinsi NTT Triwulan III 2017
Malaka dan Ende) menjadi yang terbesar dengan nilai proyek sebesar Rp177,16 miliar. Pengembangan irigasi di
Kabupaten Manggarai, Manggarai Timur dan Ende menduduki peringkat kedua terbesar dengan nilai sebesar Rp144,66
miliar, sementara pembangunan irigasi baru hanya sebesar Rp12 miliar. Selanjutnya pembangunan embung di Pulau
Sumba (Kabupaten Sumba Timur, Tengah, Barat dan Barat Daya) serta di Kabupaten Sabu Raijua menjadi proyek
infrastruktur terbesar ketiga dengan nilai proyek Rp73,97 miliar. Pembangunan RSUD Mgr. Gabriel Manek di Kota
Atambua, Kabupaten Belu menjadi pembangunan fasilitas kesehatan terbesar pada triwulan laporan dengan nilai
Rp37,23 miliar, selain juga pembangunan pusat layanan kesehatan di berbagai wilayah Pulau Timor, Alor dan Flores
bernilai total Rp49,35 miliar.
TTS saat ini dalam tahap persiapan groundbreaking. Di sisi lain, perlambatan kegiatan investasi pemerintah tidak sejalan
dengan realisasi anggaran investasi pemerintah sampai dengan triwulan III 2017 yang naik 20,40% dibanding periode
yang sama tahun sebelumnya. Realisasi APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota memang lebih rendah dibandingkan triwulan
III 2016 sebesar -35,81% dan -2,63%. Namun demikian, realisasi anggaran investasi APBN, sebagai anggaran investasi
utama di Provinsi NTT naik sebesar 2,51% sehingga mendorong peningkatan realisasi anggaran investasi pemerintah
secara keseluruhan sampai dengan triwulan III 2017.
Di sisi lain, realisasi investasi swasta sampai dengan triwulan III 2017 menunjukkan peningkatan dibandingkan
2 tahun terakhir. Pada triwulan III 2017 sendiri investasi baru swasta telah mencapai Rp1,13 triliun, meningkat
dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Secara agregat tahunan sampai dengan
triwulan III 2017, investasi baru swasta telah mencapai Rp2,62 triliun, atau lebih tinggi 53,02% dan 181,30%
dibandingkan capaian tahun 2016 (Rp 1,71 triliun) dan 2015 (Rp 931 miliar). Hal tersebut sejalan dengan peningkatan
target investasi yang dicanangkan oleh DPMPTSP Provinsi NTT di tahun 2017 menjadi Rp3,5 triliun dari tahun 2016 sebesar
Rp2 triliun. Pada triwulan III 2017, investasi baru terbesar di sektor ketenagalistrikan senilai Rp654,32 miliar di Kab. Kupang
(Rp654,18 miliar) dan Kab. Ende (Rp146,16 juta). Investasi baru real estate tercatat sebesar Rp179,12 miliar berlokasi di
Kab. Manggarai Barat (Rp176,20 miliar) seiring gencarnya pembangunan fasilitas pendukung pariwisata dan Kab. Belu
(Rp2,92 miliar). Investasi pembangunan hotel juga terus berkembang dengan realisasi baru pada triwulan III 2017 sebesar
Rp124,10 miliar berlokasi di Kab. Manggarai Barat (Rp87,64 miliar), Sumba Barat (Rp13,06 miliar) dan Rote Ndao (Rp7,51
miliar), dalam rangka pengembangan pariwisata. Kelanjutan investasi perkebunan tebu di Sumba Timur juga masih terus
berlangsung dengan investasi di triwulan laporan sebesar Rp72,09 miliar.
Perlambatan pertumbuhan PMTB/investasi tercermin pula dari konsumsi semen di Provinsi NTT yang
terkontraksi pada triwulan laporan. Pertumbuhan konsumsi semen turun menjadi -8,39% (yoy) dari triwulan II 2017
dan periode yang sama tahun sebelumnya dengan pertumbuhan 21,62% (yoy) dan 27,23% (yoy).
Adapun proyek strategis nasional yang sedang berjalan di Provinsi
NTT saat ini seperti Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang telah
memasuki tahap penyelesaian (progress ±96%) dan direncanakan
diresmikan Presiden pada tanggal 20 Desember 2017 bertepatan
dengan hari ulang tahun NTT. Pekerjaan Bendungan Rotiklot di
Kabupaten Belu telah mencapai 88,33% dari target hingga
Desember 2018. Sementara itu, pekerjaan Bendungan Napun Gete
di Kabupaten Sikka (progress saat ini 11,89%, target selesai
Desember 2020) dan Temef (target selesai tahun 2022) di Kabupaten
9- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
URAIAN2015
28.518.052
7.206.932
35.724.984
7.918.129
1.417.992
9.336.121
6.481.168
2.026.258
8.507.426
7.683.971
1.657.954
9.341.925
24.089.547
6.906.516
30.996.063 Sumber: BPS (diolah)
PMTB BANGUNAN
PMTB NON BANGUNAN
PMTB
2016
TOTAL
Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan III 2017
2017
I
2016
IVIIBobot
IIIyoy
85,10
14,90
100,0
5,76
-11,39
3,30
8.311.883
1.455.059
9.766.942
II
Komponen konsumsi pemerintah pada triwulan III 2017 menjadi penahan perlambatan pertumbuhan
ekonomi Provinsi NTT. Konsumsi pemerintah tumbuh meningkat sebesar 10,62% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017
dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,39% (yoy) dan -26,35% (yoy). Peningkatan konsumsi pemerintah
terjadi seiring percepatan realisasi anggaran untuk proyek infrastruktur dan pembangunan ekonomi oleh pemerintah di
tahun berjalan, sebagaimana tercermin dari konsumsi kolektif pemerintah yang masih tumbuh 6,73% (yoy), sedikit lebih
rendah dibandingkan triwulan lalu dan lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar
6,83% (yoy) dan -21,27% (yoy). Selain itu, konsumsi individu pemerintah di antaranya untuk jaminan sosial, kesehatan
dan pendidikan tumbuh meningkat sebesar 15,80% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 5,82% (yoy) dan -32,16% (yoy).
URAIAN2015
BobotIII
yoy
11.198.391
7.158.788
18.357.179
3.638.623
2.178.255
5.816.878
3.221.544
2.019.090
5.240.634
3.241.026
2.020.993
5.262.019
60,78
39,22
100,0
6,73
15,80
10,62
12.815.032
8.950.713
21.765.744 Sumber: BPS (diolah)
KONS KOLEKTIF PEMERINTAH
KONS INDIVIDU PEMERINTAH
KONSUMSI PEMERINTAH
2016
TOTAL
Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan III 2017
2017
II
2016
IIIII
3.770.637
2.432.726
6.203.363
III
Berdasarkan kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada triwulan III 2017 dan
mempertimbangkan adanya faktor musiman, tracking pertumbuhan komponen konsumsi pada triwulan IV
2017 diperkirakan cenderung meningkat. Pertumbuhan diperkirakan terjadi pada komponen konsumsi rumah tangga
dan pemerintah seiring adanya Hari Raya Natal, Tahun Baru serta percepatan realisasi anggaran pemerintah. Indikasi
pertumbuhan tercermin dari Indeks Tendensi Konsumen dan proyeksi pada triwulan IV yang diproyeksikan naik menjadi
120,88 dari triwulan sebelumnya 113,40, termasuk peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi 124,55 dari
sebelumnya 112,10.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 tumbuh melambat,
baik pada sektor pemerintah maupun swasta. PMTB/investasi tumbuh sebesar 3,30% (yoy), atau melambat
dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing 7,32% (yoy) dan 3,87%
(yoy). Perlambatan terutama disumbang oleh melambatnya investasi bangunan dan masih terkontraksinya investasi non
bangunan sebesar -11,39% (yoy) dikarenakan investasi peralatan dalam jumlah besar sudah dilakukan di tahun
sebelumnya.
Perlambatan PMTB/investasi pada triwulan laporan terindikasi dari menurunnya realisasi proyek baru.
Berdasarkan data BCI Asia, proyek-proyek baru yang dibangun pada triwulan III 2017 hanya bernilai total sekitar Rp927,06
miliar, menurun dibandingkan triwulan II 2017 yang mencapai Rp2,34 triliun. Proyek baru tersebut meliputi 10 kategori
dengan tiga terbesar untuk pembangunan dan/atau pengembangan infrastruktur senilai Rp531,28 miliar, fasilitas
kesehatan senilai Rp86,58 miliar dan hotel senilai Rp80 miliar. Pembangunan dan/atau pengembangan infrastruktur
sumber daya air masih menjadi fokus investasi pemerintah, di antaranya pengendalian arus air di sungai, saluran irigasi dan
embung. Pembangunan infrastruktur sipil pengendalian arus air sungai dan pemecah ombak di tiga kabupaten (Belu,
8 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Sumber: BCI Asia (diolah)
KATEGORI 2015
531.28
86.58
80.00
64.94
58.41
57.08
21.00
13.21
8.22
6.34
927.06
INFRASTRUKTUR
KESEHATAN
HOTEL
INDUSTRI
UTILITIES
PEMUKIMAN
LANDSCAPING
KANTOR
RITEL
REKREASI
TOTAL
Tabel 1.5. Proyek Baru Provinsi NTT Triwulan III 2017
Malaka dan Ende) menjadi yang terbesar dengan nilai proyek sebesar Rp177,16 miliar. Pengembangan irigasi di
Kabupaten Manggarai, Manggarai Timur dan Ende menduduki peringkat kedua terbesar dengan nilai sebesar Rp144,66
miliar, sementara pembangunan irigasi baru hanya sebesar Rp12 miliar. Selanjutnya pembangunan embung di Pulau
Sumba (Kabupaten Sumba Timur, Tengah, Barat dan Barat Daya) serta di Kabupaten Sabu Raijua menjadi proyek
infrastruktur terbesar ketiga dengan nilai proyek Rp73,97 miliar. Pembangunan RSUD Mgr. Gabriel Manek di Kota
Atambua, Kabupaten Belu menjadi pembangunan fasilitas kesehatan terbesar pada triwulan laporan dengan nilai
Rp37,23 miliar, selain juga pembangunan pusat layanan kesehatan di berbagai wilayah Pulau Timor, Alor dan Flores
bernilai total Rp49,35 miliar.
TTS saat ini dalam tahap persiapan groundbreaking. Di sisi lain, perlambatan kegiatan investasi pemerintah tidak sejalan
dengan realisasi anggaran investasi pemerintah sampai dengan triwulan III 2017 yang naik 20,40% dibanding periode
yang sama tahun sebelumnya. Realisasi APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota memang lebih rendah dibandingkan triwulan
III 2016 sebesar -35,81% dan -2,63%. Namun demikian, realisasi anggaran investasi APBN, sebagai anggaran investasi
utama di Provinsi NTT naik sebesar 2,51% sehingga mendorong peningkatan realisasi anggaran investasi pemerintah
secara keseluruhan sampai dengan triwulan III 2017.
Di sisi lain, realisasi investasi swasta sampai dengan triwulan III 2017 menunjukkan peningkatan dibandingkan
2 tahun terakhir. Pada triwulan III 2017 sendiri investasi baru swasta telah mencapai Rp1,13 triliun, meningkat
dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Secara agregat tahunan sampai dengan
triwulan III 2017, investasi baru swasta telah mencapai Rp2,62 triliun, atau lebih tinggi 53,02% dan 181,30%
dibandingkan capaian tahun 2016 (Rp 1,71 triliun) dan 2015 (Rp 931 miliar). Hal tersebut sejalan dengan peningkatan
target investasi yang dicanangkan oleh DPMPTSP Provinsi NTT di tahun 2017 menjadi Rp3,5 triliun dari tahun 2016 sebesar
Rp2 triliun. Pada triwulan III 2017, investasi baru terbesar di sektor ketenagalistrikan senilai Rp654,32 miliar di Kab. Kupang
(Rp654,18 miliar) dan Kab. Ende (Rp146,16 juta). Investasi baru real estate tercatat sebesar Rp179,12 miliar berlokasi di
Kab. Manggarai Barat (Rp176,20 miliar) seiring gencarnya pembangunan fasilitas pendukung pariwisata dan Kab. Belu
(Rp2,92 miliar). Investasi pembangunan hotel juga terus berkembang dengan realisasi baru pada triwulan III 2017 sebesar
Rp124,10 miliar berlokasi di Kab. Manggarai Barat (Rp87,64 miliar), Sumba Barat (Rp13,06 miliar) dan Rote Ndao (Rp7,51
miliar), dalam rangka pengembangan pariwisata. Kelanjutan investasi perkebunan tebu di Sumba Timur juga masih terus
berlangsung dengan investasi di triwulan laporan sebesar Rp72,09 miliar.
Perlambatan pertumbuhan PMTB/investasi tercermin pula dari konsumsi semen di Provinsi NTT yang
terkontraksi pada triwulan laporan. Pertumbuhan konsumsi semen turun menjadi -8,39% (yoy) dari triwulan II 2017
dan periode yang sama tahun sebelumnya dengan pertumbuhan 21,62% (yoy) dan 27,23% (yoy).
Adapun proyek strategis nasional yang sedang berjalan di Provinsi
NTT saat ini seperti Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang telah
memasuki tahap penyelesaian (progress ±96%) dan direncanakan
diresmikan Presiden pada tanggal 20 Desember 2017 bertepatan
dengan hari ulang tahun NTT. Pekerjaan Bendungan Rotiklot di
Kabupaten Belu telah mencapai 88,33% dari target hingga
Desember 2018. Sementara itu, pekerjaan Bendungan Napun Gete
di Kabupaten Sikka (progress saat ini 11,89%, target selesai
Desember 2020) dan Temef (target selesai tahun 2022) di Kabupaten
9- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
URAIAN2015
28.518.052
7.206.932
35.724.984
7.918.129
1.417.992
9.336.121
6.481.168
2.026.258
8.507.426
7.683.971
1.657.954
9.341.925
24.089.547
6.906.516
30.996.063 Sumber: BPS (diolah)
PMTB BANGUNAN
PMTB NON BANGUNAN
PMTB
2016
TOTAL
Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan III 2017
2017
I
2016
IVIIBobot
IIIyoy
85,10
14,90
100,0
5,76
-11,39
3,30
8.311.883
1.455.059
9.766.942
II
Komponen konsumsi pemerintah pada triwulan III 2017 menjadi penahan perlambatan pertumbuhan
ekonomi Provinsi NTT. Konsumsi pemerintah tumbuh meningkat sebesar 10,62% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017
dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,39% (yoy) dan -26,35% (yoy). Peningkatan konsumsi pemerintah
terjadi seiring percepatan realisasi anggaran untuk proyek infrastruktur dan pembangunan ekonomi oleh pemerintah di
tahun berjalan, sebagaimana tercermin dari konsumsi kolektif pemerintah yang masih tumbuh 6,73% (yoy), sedikit lebih
rendah dibandingkan triwulan lalu dan lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar
6,83% (yoy) dan -21,27% (yoy). Selain itu, konsumsi individu pemerintah di antaranya untuk jaminan sosial, kesehatan
dan pendidikan tumbuh meningkat sebesar 15,80% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 5,82% (yoy) dan -32,16% (yoy).
URAIAN2015
BobotIII
yoy
11.198.391
7.158.788
18.357.179
3.638.623
2.178.255
5.816.878
3.221.544
2.019.090
5.240.634
3.241.026
2.020.993
5.262.019
60,78
39,22
100,0
6,73
15,80
10,62
12.815.032
8.950.713
21.765.744 Sumber: BPS (diolah)
KONS KOLEKTIF PEMERINTAH
KONS INDIVIDU PEMERINTAH
KONSUMSI PEMERINTAH
2016
TOTAL
Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan III 2017
2017
II
2016
IIIII
3.770.637
2.432.726
6.203.363
III
Berdasarkan kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada triwulan III 2017 dan
mempertimbangkan adanya faktor musiman, tracking pertumbuhan komponen konsumsi pada triwulan IV
2017 diperkirakan cenderung meningkat. Pertumbuhan diperkirakan terjadi pada komponen konsumsi rumah tangga
dan pemerintah seiring adanya Hari Raya Natal, Tahun Baru serta percepatan realisasi anggaran pemerintah. Indikasi
pertumbuhan tercermin dari Indeks Tendensi Konsumen dan proyeksi pada triwulan IV yang diproyeksikan naik menjadi
120,88 dari triwulan sebelumnya 113,40, termasuk peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi 124,55 dari
sebelumnya 112,10.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 tumbuh melambat,
baik pada sektor pemerintah maupun swasta. PMTB/investasi tumbuh sebesar 3,30% (yoy), atau melambat
dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing 7,32% (yoy) dan 3,87%
(yoy). Perlambatan terutama disumbang oleh melambatnya investasi bangunan dan masih terkontraksinya investasi non
bangunan sebesar -11,39% (yoy) dikarenakan investasi peralatan dalam jumlah besar sudah dilakukan di tahun
sebelumnya.
Perlambatan PMTB/investasi pada triwulan laporan terindikasi dari menurunnya realisasi proyek baru.
Berdasarkan data BCI Asia, proyek-proyek baru yang dibangun pada triwulan III 2017 hanya bernilai total sekitar Rp927,06
miliar, menurun dibandingkan triwulan II 2017 yang mencapai Rp2,34 triliun. Proyek baru tersebut meliputi 10 kategori
dengan tiga terbesar untuk pembangunan dan/atau pengembangan infrastruktur senilai Rp531,28 miliar, fasilitas
kesehatan senilai Rp86,58 miliar dan hotel senilai Rp80 miliar. Pembangunan dan/atau pengembangan infrastruktur
sumber daya air masih menjadi fokus investasi pemerintah, di antaranya pengendalian arus air di sungai, saluran irigasi dan
embung. Pembangunan infrastruktur sipil pengendalian arus air sungai dan pemecah ombak di tiga kabupaten (Belu,
8 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR
Sumber : Cognos BI, diolah
USA AUSTRALIA JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA
GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR
Sumber : Cognos BI, diolah
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR
JUTA USD
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 JUTA USD
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
-7
-2
3
8
13
18
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT
Sumber : Pelindo III, diolah
GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS
Sumber : Pelindo III, diolah
TEUS PERTUMBUHAN (% YOY)
TONTEUS
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
1400%
1600%
1800%
-100.000
-50.000
0
50.000
100.000
150.000
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II III
Pada triwulan IV 2017 net impor diperkirakan meningkat. Peningkatan terjadi karena didorong momen Hari Raya
Natal, Tahun Baru dan percepatan realisasi proyek infrastruktur pemerintah akhir tahun yang membutuhkan bahan baku
dari daerah lain di Indonesia.
1.2.2.2 Ekspor-Impor Luar Negeri
Ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mengalami peningkatan. Nilai ekspor tumbuh sebesar
56,24% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh
38,66% (yoy) dan -37,88% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekspor didorong oleh ekspor barang ke luar negeri yang
tumbuh sebesar 148,11% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar 85,05% (yoy) dan -58,12% (yoy). Sementara itu, ekspor jasa pada triwulan III 2017 tercatat sedikit melambat
dengan pertumbuhan 6,09% (yoy), namun tertahan oleh peningkatan pertumbuhan sektor pariwisata/penyediaan
akomodasi dan makan minum pada triwulan berjalan menjadi 13,60% (yoy) dari triwulan sebelumnya 9,73% (yoy).
Berdasarkan data ekspor-impor, Provinsi NTT pada triwulan III mengalami net ekspor US$15,31 juta. Komoditas ekspor
produk langsung Provinsi NTT terutama berasal dari sektor pertanian, perkebunan dan perikanan, sementara ekspor
komoditas seperti kendaraan, makanan jadi, permesinan, elektronik dan bahan kimia adalah hasil produksi daerah lain
yang diekspor melalui Provinsi NTT. Ekspor terbesar ke negara Vietnam sebesar US$5,37 juta dengan komoditas berupa
kacang mete, diikuti Timor Leste sebesar US$5,05 juta dengan komoditas utama adalah semen dan Jepang (US$1,31 juta)
dengan komoditas utama adalah ikan beku. Di sisi lain, impor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan III 2017 tumbuh
melambat menjadi 0,82% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 415,74% (yoy). Perlambatan tersebut disumbang oleh
impor barang dan jasa yang keduanya melambat menjadi 0,72% (yoy) dan 0,98% (yoy). Hal tersebut dipengaruhi oleh
melambatnya proyek investasi baru yang membutuhkan barang/jasa dari luar negeri.
11- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT
Sumber : BKPMD NTT, diolah
I II III IV
232 253445
2,101
501819
391
1,444
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500 RP MILIAR
GRAFIK 1.11. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
RIBU TON YOY
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
50
100
150
200
250
300
350
2015 2016 2017
1.007
485
1.125
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
Sumber: BKPMD NTT, diolah
HOTEL (6)
TAMAN HIBURAN/WISATA (4)
INDUSTRI (3)
KETENAGALISTRIKAN (2)
PERDAGANGAN (2)
JUMLAH REALISASI
INVESTASI SEKTORAL
NOMINAL
KETENAGALISTRIKAN (RP 654,32 M)
REAL ESTATE (RP 179,12 M)
HOTEL (RP 124,10 M)
PERKEBUNAN TEBU (RP 72,09 M)
TAMAN HIBURAN/WISATA (RP 34,81 M)
KAB. MANGGARAI BARAT (10)
KAB. SUMBA TIMUR (4)
KAB. KUPANG (3)
KAB. SUMBA BARAT (2)
KAB. BELU (2)
JUMLAH REALISASI
LOKASI INVESTASI
Tabel 1.6. Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT Triwulan III 2017
NOMINAL
KAB. KUPANG (RP 674,28 M)
KAB. MANGGARAI BARAT (RP 305,70 M)
KAB. SUMBA TIMUR (RP 85,99 M)
KAB. NAGEKEO (RP 18,09 M)
KAB. SUMBA BARAT (RP 13,16 M)
Sementara itu, penyaluran kredit investasi masih mencatatkan peningkatan pertumbuhan. Penyaluran kredit
investasi tumbuh 28,12% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun 2016
masing-masing sebesar -2,26% (yoy) dan 5,83% (yoy). Dengan melihat potensi pengembangan ekonomi yang masih
besar di Provinsi NTT, porsi kredit investasi yang masih kecil dibandingkan kredit jenis penggunaan modal kerja dan
konsumsi, serta kualitas penyaluran kredit yang cukup terjaga di bawah batas 5%, maka opsi penyaluran kredit investasi
untuk mengembangkan perekonomian Provinsi NTT masih dapat terus didorong.
Berdasarkan tracking triwulan IV 2017, pertumbuhan PMTB/investasi secara tahunan diperkirakan meningkat
dibandingkan triwulan III 2017. Peningkatan terutama didorong oleh realisasi paket proyek pemerintah yang lebih
besar dibanding tahun sebelumnya dan adanya pembangunan hotel baru di antaranya di Labuan Bajo serta investasi
perkebunan di Pulau Sumba terutama Kabupaten Sumba Timur.
1.2.2 Ekspor – Impor1.2.2.1 Ekspor-Impor Antar Daerah
Provinsi NTT sebagai provinsi importir komoditas dari daerah lain mengalami perlambatan net impor antar
daerah pada triwulan III 2017. Kondisi perbaikan tersebut tercermin dari pertumbuhan net impor antar daerah pada
triwulan III 2017 sebesar 4,41% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 6,70% (yoy) meskipun masih lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -15,24% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan net-bongkar
atau selisih antara bongkar dan muat menunjukkan arah sebaliknya. Pertumbuhan net-bongkar justru masih tumbuh
meningkat sebesar 149% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 2,20%
(yoy) dan 67,41% (yoy). Indikator volume peti kemas juga menunjukkan peningkatan pertumbuhan menjadi 42,95% (yoy)
dari triwulan sebelumnya sebesar 12,08% (yoy). Kondisi peningkatan pertumbuhan net-bongkar dan volume peti kemas
di tengah perlambatan konsumsi di triwulan III 2017 kemungkinan besar dalam rangka persiapan kebutuhan komoditas
perdagangan menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru di triwulan IV 2017.
10 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR
Sumber : Cognos BI, diolah
USA AUSTRALIA JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA
GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR
Sumber : Cognos BI, diolah
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR
JUTA USD
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 JUTA USD
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
-7
-2
3
8
13
18
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT
Sumber : Pelindo III, diolah
GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS
Sumber : Pelindo III, diolah
TEUS PERTUMBUHAN (% YOY)
TONTEUS
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
1400%
1600%
1800%
-100.000
-50.000
0
50.000
100.000
150.000
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II III
Pada triwulan IV 2017 net impor diperkirakan meningkat. Peningkatan terjadi karena didorong momen Hari Raya
Natal, Tahun Baru dan percepatan realisasi proyek infrastruktur pemerintah akhir tahun yang membutuhkan bahan baku
dari daerah lain di Indonesia.
1.2.2.2 Ekspor-Impor Luar Negeri
Ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mengalami peningkatan. Nilai ekspor tumbuh sebesar
56,24% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh
38,66% (yoy) dan -37,88% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekspor didorong oleh ekspor barang ke luar negeri yang
tumbuh sebesar 148,11% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar 85,05% (yoy) dan -58,12% (yoy). Sementara itu, ekspor jasa pada triwulan III 2017 tercatat sedikit melambat
dengan pertumbuhan 6,09% (yoy), namun tertahan oleh peningkatan pertumbuhan sektor pariwisata/penyediaan
akomodasi dan makan minum pada triwulan berjalan menjadi 13,60% (yoy) dari triwulan sebelumnya 9,73% (yoy).
Berdasarkan data ekspor-impor, Provinsi NTT pada triwulan III mengalami net ekspor US$15,31 juta. Komoditas ekspor
produk langsung Provinsi NTT terutama berasal dari sektor pertanian, perkebunan dan perikanan, sementara ekspor
komoditas seperti kendaraan, makanan jadi, permesinan, elektronik dan bahan kimia adalah hasil produksi daerah lain
yang diekspor melalui Provinsi NTT. Ekspor terbesar ke negara Vietnam sebesar US$5,37 juta dengan komoditas berupa
kacang mete, diikuti Timor Leste sebesar US$5,05 juta dengan komoditas utama adalah semen dan Jepang (US$1,31 juta)
dengan komoditas utama adalah ikan beku. Di sisi lain, impor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan III 2017 tumbuh
melambat menjadi 0,82% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 415,74% (yoy). Perlambatan tersebut disumbang oleh
impor barang dan jasa yang keduanya melambat menjadi 0,72% (yoy) dan 0,98% (yoy). Hal tersebut dipengaruhi oleh
melambatnya proyek investasi baru yang membutuhkan barang/jasa dari luar negeri.
11- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT
Sumber : BKPMD NTT, diolah
I II III IV
232 253445
2,101
501819
391
1,444
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500 RP MILIAR
GRAFIK 1.11. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
RIBU TON YOY
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
50
100
150
200
250
300
350
2015 2016 2017
1.007
485
1.125
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
Sumber: BKPMD NTT, diolah
HOTEL (6)
TAMAN HIBURAN/WISATA (4)
INDUSTRI (3)
KETENAGALISTRIKAN (2)
PERDAGANGAN (2)
JUMLAH REALISASI
INVESTASI SEKTORAL
NOMINAL
KETENAGALISTRIKAN (RP 654,32 M)
REAL ESTATE (RP 179,12 M)
HOTEL (RP 124,10 M)
PERKEBUNAN TEBU (RP 72,09 M)
TAMAN HIBURAN/WISATA (RP 34,81 M)
KAB. MANGGARAI BARAT (10)
KAB. SUMBA TIMUR (4)
KAB. KUPANG (3)
KAB. SUMBA BARAT (2)
KAB. BELU (2)
JUMLAH REALISASI
LOKASI INVESTASI
Tabel 1.6. Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT Triwulan III 2017
NOMINAL
KAB. KUPANG (RP 674,28 M)
KAB. MANGGARAI BARAT (RP 305,70 M)
KAB. SUMBA TIMUR (RP 85,99 M)
KAB. NAGEKEO (RP 18,09 M)
KAB. SUMBA BARAT (RP 13,16 M)
Sementara itu, penyaluran kredit investasi masih mencatatkan peningkatan pertumbuhan. Penyaluran kredit
investasi tumbuh 28,12% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun 2016
masing-masing sebesar -2,26% (yoy) dan 5,83% (yoy). Dengan melihat potensi pengembangan ekonomi yang masih
besar di Provinsi NTT, porsi kredit investasi yang masih kecil dibandingkan kredit jenis penggunaan modal kerja dan
konsumsi, serta kualitas penyaluran kredit yang cukup terjaga di bawah batas 5%, maka opsi penyaluran kredit investasi
untuk mengembangkan perekonomian Provinsi NTT masih dapat terus didorong.
Berdasarkan tracking triwulan IV 2017, pertumbuhan PMTB/investasi secara tahunan diperkirakan meningkat
dibandingkan triwulan III 2017. Peningkatan terutama didorong oleh realisasi paket proyek pemerintah yang lebih
besar dibanding tahun sebelumnya dan adanya pembangunan hotel baru di antaranya di Labuan Bajo serta investasi
perkebunan di Pulau Sumba terutama Kabupaten Sumba Timur.
1.2.2 Ekspor – Impor1.2.2.1 Ekspor-Impor Antar Daerah
Provinsi NTT sebagai provinsi importir komoditas dari daerah lain mengalami perlambatan net impor antar
daerah pada triwulan III 2017. Kondisi perbaikan tersebut tercermin dari pertumbuhan net impor antar daerah pada
triwulan III 2017 sebesar 4,41% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 6,70% (yoy) meskipun masih lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -15,24% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan net-bongkar
atau selisih antara bongkar dan muat menunjukkan arah sebaliknya. Pertumbuhan net-bongkar justru masih tumbuh
meningkat sebesar 149% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 2,20%
(yoy) dan 67,41% (yoy). Indikator volume peti kemas juga menunjukkan peningkatan pertumbuhan menjadi 42,95% (yoy)
dari triwulan sebelumnya sebesar 12,08% (yoy). Kondisi peningkatan pertumbuhan net-bongkar dan volume peti kemas
di tengah perlambatan konsumsi di triwulan III 2017 kemungkinan besar dalam rangka persiapan kebutuhan komoditas
perdagangan menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru di triwulan IV 2017.
10 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan masih tumbuh cukup positif meskipun melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
seiring terus didorongnya pembangunan dan/atau pengembangan saluran irigasi dan embung di Provinsi NTT.
perlambatan sektor pertanian disebabkan oleh adanya pergeseran musim tanam terutama pada komoditas perkebunan.
Apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan masih lebih baik sebagai dampak gencarnya
pembangunan dan/atau pengembangan saluran irigasi serta embung di Provinsi NTT sepanjang tahun 2016 hingga tahun
2017 diikuti penambahan luas tanam oleh pemerintah sehingga produksi pertanian tahun ini meningkat. Di sisi lain,
perlambatan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan berbanding terbalik dengan Nilai Tukar Petani (NTP) pada
triwulan III 2017 yang menunjukkan peningkatan menjadi 102,43 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 101,11.
Peningkatan NTP terus terjadi dari awal tahun hingga triwulan laporan yang menunjukkan adanya peningkatan
kesejahteraan petani seiring hasil produksi pertanian yang meningkat dan biaya produksi yang relatif stabil.
Di sisi lain, pengiriman ternak menunjukkan peningkatan kinerja pada triwulan III 2017 dan menjadi salah satu
penahan perlambatan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Pengiriman ternak tumbuh sebesar 40,81%
(yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -15,52%
(yoy) dan -27,77% (yoy). Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh upaya mengejar penjualan ternak menjelang Hari
Raya Idul Adha. Selain itu, kecenderungan percepatan pemenuhan jumlah target kuota pengiriman sapi tahun ini
sebanyak 66.300 ekor setelah sempat terhambat oleh mundurnya pengesahan Surat Keputusan di awal tahun 2017.
Sampai triwulan III 2017, jumlah sapi yang telah terkirim mencapai 53.941 ekor (81,36% dari target). Realisasi pengiriman
sapi tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 yang mencapai hampir 83% dari target kuota.
Begitu pula dengan kondisi realisasi pengiriman kerbau dan kuda. Realisasi pengiriman kerbau dan kuda pada triwulan III
2017 masing-masing sebesar 59,11% dan 82,54%, masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
telah mencapai sekitar 80% dan 88%. Dengan demikian masih perlu terus dilakukan upaya percepatan penyiapan dan
pengiriman ternak terutama sapi sampai dengan akhir tahun 2017.
Adapun kondisi perikanan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 masih terkena dampak cuaca sehingga hasil
tangkap nelayan kurang maksimal. Kondisi tersebut tercermin dari capaian inflasi komoditas ikan segar di Provinsi NTT
pada triwulan III 2017 yang cenderung meningkat tiap bulannya seiring menipisnya pasokan, yakni sebesar 26,64% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -3,43% (yoy) dan -3,41%
(yoy). Angin munson timur dari Australia masih memberikan dampak pada periode triwulan laporan, yang menyebabkan
gelombang tinggi di perairan Provinsi NTT sehingga menahan nelayan untuk melaut. Berdasarkan hasil liaison triwulan III
2017 Bank Indonesia terhadap perusahaan perikanan, kondisi cuaca yang kurang bersahabat dan adanya gelombang
tinggi di perairan selatan Pulau Timor sebagai tempat penangkapan ikan menyebabkan penurunan cukup signifikan
terhadap penjualan ikan tangkap seperti tuna dan cakalang.
13- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Tabel 1.8. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan III 2017
URAIAN
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
2015
2017Bobot qtq
24,315,826
1,166,764
1,034,289
59,409
48,990
9,095,349
9,321,848
4,528,290
586,079
5,878,513
3,362,944
2,209,476
257,185
10,664,989
8,103,265
1,767,997
1,771,425
84,172,637
6,553,751
286,684
277,427
15,804
12,493
2,363,331
2,431,881
1,205,251
159,795
1,508,427
919,325
573,502
66,967
2,858,658
2,103,190
470,084
472,331
22,278,901
6,021,546
287,116
250,764
14,053
12,054
2,199,917
2,262,843
1,084,973
143,613
1,414,671
843,651
538,473
61,466
2,634,949
1,952,500
436,442
437,416
20,596,447
6,417,780
301,698
265,244
15,331
12,691
2,389,245
2,456,270
1,186,069
154,603
1,511,013
838,662
567,351
66,388
2,731,064
2,067,982
443,925
449,919
21,875,236
29.06
1.27
1.25
0.07
0.05
10.81
11.03
5.44
0.75
6.59
4.00
2.54
0.31
12.92
9.71
2.09
2.12
100.00
4.06
4.43
6.24
5.83
3.42
7.84
6.56
7.04
11.03
3.61
1.40
4.54
5.32
6.32
3.95
5.08
5.64
5.18
22,765,546
1,073,475
940,862
43,569
47,150
7,908,227
8,272,331
3,986,583
487,091
5,477,449
2,995,475
2,054,341
235,528
9,374,991
7,303,246
1,585,475
1,639,515
76,190,854
2016
TOTAL
II
2016
IIIIIyoy
4.53
0.67
8.68
0.81
1.17
4.68
3.02
8.77
13.60
3.28
7.51
4.60
4.69
3.70
6.38
10.38
9.25
4.91
6,895,872
300,584
296,413
16,861
12,947
2,565,727
2,617,777
1,290,516
177,691
1,562,478
947,933
602,721
72,739
3,064,968
2,303,011
494,812
503,544
23,726,592
III
Ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan melambat, sementara impor meningkat.
Perlambatan ekspor terutama terjadi karena kecenderungan berkurangnya permintaan negara mitra dagang utama
menjelang akhir tahun. Namun demikian, kondisi tersebut diperkirakan masih lebih baik dibandingkan periode yang sama
tahun lalu yang tertekan oleh pengaruh cuaca. Di sisi lain impor diperkirakan meningkat seiring tingginya realisasi proyek di
akhir tahun sehingga mendorong impor barang modal proyek. Selain itu, meningkatnya konsumsi masyarakat dalam
rangka Hari Raya Natal dan Tahun Baru turut mendorong peningkatan impor barang-barang konsumsi pada triwulan IV
2017.
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
Perlambatan pertumbuhan sebagian besar sektor utama Provinsi NTT menjadi faktor penyebab melambatnya
pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2017. Sektor-sektor utama yang mengalami perlambatan adalah sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan; konstruksi; perdagangan besar dan eceran; informasi dan komunikasi serta jasa
pendidikan. Meskipun melambat, kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan serta jasa pendidikan masih lebih
baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Membaiknya kinerja sektor pertanian dan jasa pendidikan
tersebut dipengaruhi oleh mulai beroperasinya hasil pembangunan dan perbaikan saluran irigasi maupun embung di
tahun sebelumnya serta adanya peningkatan fasilitas pendidikan dan kursus di Provinsi NTT di tahun 2017. Sementara itu,
administrasi pemerintahan sebagai salah satu sektor ekonomi dengan pangsa cukup tinggi di Provinsi NTT (12,50%
terhadap total PDRB) mulai menunjukkan adanya perbaikan di triwulan III 2017.
Kacang Mete
Semen (42%), Makanan (19%), Perlengkapan Rt (16%), Kendaraan (15%), Kimia & Permesinan (8%)
Ikan Laut Beku
Pesawat Terbang
Kacang Mete (96%), Rempah (4%)
Rumput Laut (99%), Batu (1%)
Rumput Laut (92%), Udang & Kepiting (8%)
Ikan Laut (96%), Batu (4%)
Kerajinan Batu
Ikan Laut Beku
5.365,18
5.054,41
1.314,34
1.100,00
739,04
400,55
167,62
157,00
156,49
110,43
NILAI EKSPOR (RIBU USD) KOMODITAS UTAMA
Tabel 1.7. Komoditas Ekspor ke 10 Negara Tujuan Ekspor
NEGARA TUJUAN
VIETNAM
TIMOR LESTE
JEPANG
KENYA
INDIA
KOREA SELATAN
TIONGKOK
SINGAPURA
PRANCIS
THAILAND
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan masih tumbuh cukup positif meskipun melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
seiring terus didorongnya pembangunan dan/atau pengembangan saluran irigasi dan embung di Provinsi NTT.
perlambatan sektor pertanian disebabkan oleh adanya pergeseran musim tanam terutama pada komoditas perkebunan.
Apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan masih lebih baik sebagai dampak gencarnya
pembangunan dan/atau pengembangan saluran irigasi serta embung di Provinsi NTT sepanjang tahun 2016 hingga tahun
2017 diikuti penambahan luas tanam oleh pemerintah sehingga produksi pertanian tahun ini meningkat. Di sisi lain,
perlambatan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan berbanding terbalik dengan Nilai Tukar Petani (NTP) pada
triwulan III 2017 yang menunjukkan peningkatan menjadi 102,43 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 101,11.
Peningkatan NTP terus terjadi dari awal tahun hingga triwulan laporan yang menunjukkan adanya peningkatan
kesejahteraan petani seiring hasil produksi pertanian yang meningkat dan biaya produksi yang relatif stabil.
Di sisi lain, pengiriman ternak menunjukkan peningkatan kinerja pada triwulan III 2017 dan menjadi salah satu
penahan perlambatan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Pengiriman ternak tumbuh sebesar 40,81%
(yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -15,52%
(yoy) dan -27,77% (yoy). Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh upaya mengejar penjualan ternak menjelang Hari
Raya Idul Adha. Selain itu, kecenderungan percepatan pemenuhan jumlah target kuota pengiriman sapi tahun ini
sebanyak 66.300 ekor setelah sempat terhambat oleh mundurnya pengesahan Surat Keputusan di awal tahun 2017.
Sampai triwulan III 2017, jumlah sapi yang telah terkirim mencapai 53.941 ekor (81,36% dari target). Realisasi pengiriman
sapi tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 yang mencapai hampir 83% dari target kuota.
Begitu pula dengan kondisi realisasi pengiriman kerbau dan kuda. Realisasi pengiriman kerbau dan kuda pada triwulan III
2017 masing-masing sebesar 59,11% dan 82,54%, masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
telah mencapai sekitar 80% dan 88%. Dengan demikian masih perlu terus dilakukan upaya percepatan penyiapan dan
pengiriman ternak terutama sapi sampai dengan akhir tahun 2017.
Adapun kondisi perikanan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 masih terkena dampak cuaca sehingga hasil
tangkap nelayan kurang maksimal. Kondisi tersebut tercermin dari capaian inflasi komoditas ikan segar di Provinsi NTT
pada triwulan III 2017 yang cenderung meningkat tiap bulannya seiring menipisnya pasokan, yakni sebesar 26,64% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar -3,43% (yoy) dan -3,41%
(yoy). Angin munson timur dari Australia masih memberikan dampak pada periode triwulan laporan, yang menyebabkan
gelombang tinggi di perairan Provinsi NTT sehingga menahan nelayan untuk melaut. Berdasarkan hasil liaison triwulan III
2017 Bank Indonesia terhadap perusahaan perikanan, kondisi cuaca yang kurang bersahabat dan adanya gelombang
tinggi di perairan selatan Pulau Timor sebagai tempat penangkapan ikan menyebabkan penurunan cukup signifikan
terhadap penjualan ikan tangkap seperti tuna dan cakalang.
13- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Tabel 1.8. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan III 2017
URAIAN
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
2015
2017Bobot qtq
24,315,826
1,166,764
1,034,289
59,409
48,990
9,095,349
9,321,848
4,528,290
586,079
5,878,513
3,362,944
2,209,476
257,185
10,664,989
8,103,265
1,767,997
1,771,425
84,172,637
6,553,751
286,684
277,427
15,804
12,493
2,363,331
2,431,881
1,205,251
159,795
1,508,427
919,325
573,502
66,967
2,858,658
2,103,190
470,084
472,331
22,278,901
6,021,546
287,116
250,764
14,053
12,054
2,199,917
2,262,843
1,084,973
143,613
1,414,671
843,651
538,473
61,466
2,634,949
1,952,500
436,442
437,416
20,596,447
6,417,780
301,698
265,244
15,331
12,691
2,389,245
2,456,270
1,186,069
154,603
1,511,013
838,662
567,351
66,388
2,731,064
2,067,982
443,925
449,919
21,875,236
29.06
1.27
1.25
0.07
0.05
10.81
11.03
5.44
0.75
6.59
4.00
2.54
0.31
12.92
9.71
2.09
2.12
100.00
4.06
4.43
6.24
5.83
3.42
7.84
6.56
7.04
11.03
3.61
1.40
4.54
5.32
6.32
3.95
5.08
5.64
5.18
22,765,546
1,073,475
940,862
43,569
47,150
7,908,227
8,272,331
3,986,583
487,091
5,477,449
2,995,475
2,054,341
235,528
9,374,991
7,303,246
1,585,475
1,639,515
76,190,854
2016
TOTAL
II
2016
IIIIIyoy
4.53
0.67
8.68
0.81
1.17
4.68
3.02
8.77
13.60
3.28
7.51
4.60
4.69
3.70
6.38
10.38
9.25
4.91
6,895,872
300,584
296,413
16,861
12,947
2,565,727
2,617,777
1,290,516
177,691
1,562,478
947,933
602,721
72,739
3,064,968
2,303,011
494,812
503,544
23,726,592
III
Ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan melambat, sementara impor meningkat.
Perlambatan ekspor terutama terjadi karena kecenderungan berkurangnya permintaan negara mitra dagang utama
menjelang akhir tahun. Namun demikian, kondisi tersebut diperkirakan masih lebih baik dibandingkan periode yang sama
tahun lalu yang tertekan oleh pengaruh cuaca. Di sisi lain impor diperkirakan meningkat seiring tingginya realisasi proyek di
akhir tahun sehingga mendorong impor barang modal proyek. Selain itu, meningkatnya konsumsi masyarakat dalam
rangka Hari Raya Natal dan Tahun Baru turut mendorong peningkatan impor barang-barang konsumsi pada triwulan IV
2017.
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
Perlambatan pertumbuhan sebagian besar sektor utama Provinsi NTT menjadi faktor penyebab melambatnya
pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2017. Sektor-sektor utama yang mengalami perlambatan adalah sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan; konstruksi; perdagangan besar dan eceran; informasi dan komunikasi serta jasa
pendidikan. Meskipun melambat, kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan serta jasa pendidikan masih lebih
baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Membaiknya kinerja sektor pertanian dan jasa pendidikan
tersebut dipengaruhi oleh mulai beroperasinya hasil pembangunan dan perbaikan saluran irigasi maupun embung di
tahun sebelumnya serta adanya peningkatan fasilitas pendidikan dan kursus di Provinsi NTT di tahun 2017. Sementara itu,
administrasi pemerintahan sebagai salah satu sektor ekonomi dengan pangsa cukup tinggi di Provinsi NTT (12,50%
terhadap total PDRB) mulai menunjukkan adanya perbaikan di triwulan III 2017.
Kacang Mete
Semen (42%), Makanan (19%), Perlengkapan Rt (16%), Kendaraan (15%), Kimia & Permesinan (8%)
Ikan Laut Beku
Pesawat Terbang
Kacang Mete (96%), Rempah (4%)
Rumput Laut (99%), Batu (1%)
Rumput Laut (92%), Udang & Kepiting (8%)
Ikan Laut (96%), Batu (4%)
Kerajinan Batu
Ikan Laut Beku
5.365,18
5.054,41
1.314,34
1.100,00
739,04
400,55
167,62
157,00
156,49
110,43
NILAI EKSPOR (RIBU USD) KOMODITAS UTAMA
Tabel 1.7. Komoditas Ekspor ke 10 Negara Tujuan Ekspor
NEGARA TUJUAN
VIETNAM
TIMOR LESTE
JEPANG
KENYA
INDIA
KOREA SELATAN
TIONGKOK
SINGAPURA
PRANCIS
THAILAND
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN
Sumber: Cognos Bank Indonesia, diolah
SIMPANAN (RP MILIAR) PERT (%YOY)
-70%
-50%
-30%
-10%
10%
30%
50%
70%
90%
110%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
GRAFIK 1.21. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN III 2017
Sumber : Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT
TW III-2016 TW III-2017
*RP TRILIUN
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN
8,40
3,57
1,23 1,48
8,43
3,88
1,052,10
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
0.45%
-14.63%8.68% 41.56%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
Kinerja sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib meningkat dibandingkan
triwulan II 2017, meskipun masih lebih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama
tahun sebelumnya. Pada triwulan III 2017, sektor administrasi pemerintahan tumbuh sebesar 3,70% (yoy) atau
meningkat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 1,42% (yoy). Peningkatan tersebut didorong oleh meningkatnya
realisasi anggaran untuk pembayaran termin dan persiapan proyek serta peningkatan realisasi belanja konsumsi.
Meskipun demikian, pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu seiring proyek-
proyek strategis nasional seperti bendungan dan PLBN yang masih berjalan tahun ini telah memasuki tahap penyelesaian,
sehingga lebih banyak ditopang dari peningkatan realisasi belanja konsumsi dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya.
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Peningkatan pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan sejalan dengan perlambatan simpanan
pemerintah di perbankan Provinsi NTT. Simpanan pemerintah di perbankan pada triwulan III 2017 turun sebesar -
5,34% (yoy), lebih rendah dari penurunan pada triwulan II 2017 sebesar -1,94% (yoy). Kondisi tersebut mencerminkan
peningkatan pencairan dana pemerintah yang disimpan di bank untuk membiayai belanja konsumsi dan modal di triwulan
III 2017. Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan sektor administrasi diperkirakan meningkat. Faktor pendorong peningkatan
pertumbuhan di antaranya adalah gencarnya percepatan realisasi anggaran belanja tahunan, proses administrasi
penyelesaian proyek Bendungan Raknamo seiring rencana peresmian oleh Presiden pada Desember 2017, kegiatan dalam
rangka Hari Raya Natal dan Tahun Baru serta mulai dilakukannya persiapan proyek termasuk proyek strategis nasional
untuk tahun depan.
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran melambat. Pada triwulan III 2017 pertumbuhan sebesar 3,02%
(yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 4,72% (yoy) dan
8,10% (yoy). Perlambatan juga tercermin dari penyaluran kredit sektor perdagangan. Sampai dengan triwulan III 2017,
penyaluran kredit sektor perdagangan mencapai Rp6,25 triliun, atau tumbuh melambat menjadi 9,19% (yoy), dari
triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,82% (yoy) dan 18,21% (yoy). Perlambatan
penyaluran kredit terutama disumbang oleh perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan,
minuman dan tembakau sebagai subsektor utama perdagangan di Provinsi NTT. Berdasarkan hasil liaison triwulan III 2017
Bank Indonesia terhadap perusahaan-perusahaan di Provinsi NTT, perusahaan perdagangan secara umum menyatakan
15- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 1.20. PROYEKSI SKDU PERTANIAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III IV
GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)
MILYAR RP
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II III
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
GRAFIK 1.16. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sumber :BPS, diolah
IT NTP-AXIS KANANIB
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
0
20
40
60
80
100
120
140
GRAFIK 1.17. DATA PERKEMBANGAN PENGIRIMAN TERNAK
Sumber : Dinas Peternakan, diolah
-
0
5
10
15
20
25
30
35 RIBU EKOR
SAPI GROWTHKERBAU KUDA
(60,00)
(40,00)
(20,00)
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
Penyaluran kredit sektor pertanian pada triwulan III 2017 masih menunjukkan peningkatan pertumbuhan.
Penyaluran kredit sektor pertanian sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp334,55 miliar dengan pertumbuhan
sebesar 28,93% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 22,51% (yoy). Kredit pertanian masih
didominasi oleh penyaluran kepada pertanian padi dengan porsi mencapai 10,06%. Peningkatan pertumbuhan kredit
pertanian dimungkinkan sebagai dampak bertambahnya luas tanam di NTT pada tahun ini sekaligus persiapan
menghadapi musim tanam padi periode Okmar (Oktober-Maret). Di sisi lain, SKDU pertanian menunjukkan perlambatan
dari sisi perkembangan kegiatan usaha dan tenaga kerja sementara harga jual meningkat. Hal tersebut sesuai dengan
siklus pertanian padi yang belum memasuki masa panen raya sehingga kegiatan usaha dan tenaga kerja berkurang,
sementara harga jual meningkat seiring pasokan beras yang berkurang.
Pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat.
Peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan III 2017 sebagai dampak dari masa panen raya
padi serta mulainya masa tanam petani. Meskipun demikian, peningkatan diperkirakan tidak setinggi periode yang sama
tahun sebelumnya disebabkan masa tanam yang kembali normal tanpa adanya pengaruh positif La Nina sehingga ada
percepatan tanam pada tahun 2016.
14 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN
Sumber: Cognos Bank Indonesia, diolah
SIMPANAN (RP MILIAR) PERT (%YOY)
-70%
-50%
-30%
-10%
10%
30%
50%
70%
90%
110%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
GRAFIK 1.21. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN III 2017
Sumber : Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT
TW III-2016 TW III-2017
*RP TRILIUN
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN
8,40
3,57
1,23 1,48
8,43
3,88
1,052,10
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
0.45%
-14.63%8.68% 41.56%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
Kinerja sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib meningkat dibandingkan
triwulan II 2017, meskipun masih lebih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama
tahun sebelumnya. Pada triwulan III 2017, sektor administrasi pemerintahan tumbuh sebesar 3,70% (yoy) atau
meningkat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 1,42% (yoy). Peningkatan tersebut didorong oleh meningkatnya
realisasi anggaran untuk pembayaran termin dan persiapan proyek serta peningkatan realisasi belanja konsumsi.
Meskipun demikian, pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu seiring proyek-
proyek strategis nasional seperti bendungan dan PLBN yang masih berjalan tahun ini telah memasuki tahap penyelesaian,
sehingga lebih banyak ditopang dari peningkatan realisasi belanja konsumsi dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya.
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Peningkatan pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan sejalan dengan perlambatan simpanan
pemerintah di perbankan Provinsi NTT. Simpanan pemerintah di perbankan pada triwulan III 2017 turun sebesar -
5,34% (yoy), lebih rendah dari penurunan pada triwulan II 2017 sebesar -1,94% (yoy). Kondisi tersebut mencerminkan
peningkatan pencairan dana pemerintah yang disimpan di bank untuk membiayai belanja konsumsi dan modal di triwulan
III 2017. Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan sektor administrasi diperkirakan meningkat. Faktor pendorong peningkatan
pertumbuhan di antaranya adalah gencarnya percepatan realisasi anggaran belanja tahunan, proses administrasi
penyelesaian proyek Bendungan Raknamo seiring rencana peresmian oleh Presiden pada Desember 2017, kegiatan dalam
rangka Hari Raya Natal dan Tahun Baru serta mulai dilakukannya persiapan proyek termasuk proyek strategis nasional
untuk tahun depan.
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran melambat. Pada triwulan III 2017 pertumbuhan sebesar 3,02%
(yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 4,72% (yoy) dan
8,10% (yoy). Perlambatan juga tercermin dari penyaluran kredit sektor perdagangan. Sampai dengan triwulan III 2017,
penyaluran kredit sektor perdagangan mencapai Rp6,25 triliun, atau tumbuh melambat menjadi 9,19% (yoy), dari
triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,82% (yoy) dan 18,21% (yoy). Perlambatan
penyaluran kredit terutama disumbang oleh perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi makanan,
minuman dan tembakau sebagai subsektor utama perdagangan di Provinsi NTT. Berdasarkan hasil liaison triwulan III 2017
Bank Indonesia terhadap perusahaan-perusahaan di Provinsi NTT, perusahaan perdagangan secara umum menyatakan
15- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 1.20. PROYEKSI SKDU PERTANIAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III IV
GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)
MILYAR RP
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II III
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
GRAFIK 1.16. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sumber :BPS, diolah
IT NTP-AXIS KANANIB
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
0
20
40
60
80
100
120
140
GRAFIK 1.17. DATA PERKEMBANGAN PENGIRIMAN TERNAK
Sumber : Dinas Peternakan, diolah
-
0
5
10
15
20
25
30
35 RIBU EKOR
SAPI GROWTHKERBAU KUDA
(60,00)
(40,00)
(20,00)
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
Penyaluran kredit sektor pertanian pada triwulan III 2017 masih menunjukkan peningkatan pertumbuhan.
Penyaluran kredit sektor pertanian sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp334,55 miliar dengan pertumbuhan
sebesar 28,93% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 22,51% (yoy). Kredit pertanian masih
didominasi oleh penyaluran kepada pertanian padi dengan porsi mencapai 10,06%. Peningkatan pertumbuhan kredit
pertanian dimungkinkan sebagai dampak bertambahnya luas tanam di NTT pada tahun ini sekaligus persiapan
menghadapi musim tanam padi periode Okmar (Oktober-Maret). Di sisi lain, SKDU pertanian menunjukkan perlambatan
dari sisi perkembangan kegiatan usaha dan tenaga kerja sementara harga jual meningkat. Hal tersebut sesuai dengan
siklus pertanian padi yang belum memasuki masa panen raya sehingga kegiatan usaha dan tenaga kerja berkurang,
sementara harga jual meningkat seiring pasokan beras yang berkurang.
Pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat.
Peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan III 2017 sebagai dampak dari masa panen raya
padi serta mulainya masa tanam petani. Meskipun demikian, peningkatan diperkirakan tidak setinggi periode yang sama
tahun sebelumnya disebabkan masa tanam yang kembali normal tanpa adanya pengaruh positif La Nina sehingga ada
percepatan tanam pada tahun 2016.
14 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Pada triwulan III 2017, sektor konstruksi tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor
konstruksi tumbuh sebesar 4,68% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 5,08% (yoy) dan 9,30% (yoy). Kecenderungan perlambatan pertumbuhan sejak awal tahun 2017
terutama disebabkan oleh proyek-proyek strategis nasional yang sedang berjalan saat ini seperti Bendungan Raknamo dan
PLBN beserta fasilitasnya telah memasuki tahap penyelesaian, serta proyek strategis lainnya seperti Bendungan Napun
Gete masih tahap awal pembangunan fisik dan Temef masih berupa persiapan groundbreaking. Di sisi lain, berdasarkan
hasil liaison perusahaan triwulan III 2017 Bank Indonesia, perlambatan sektor konstruksi turut dipengaruhi oleh adanya
perubahan kebijakan internal organisasi BUMN yang menyebabkan penurunan kegiatan usaha jasa konstruksi. Perubahan
tersebut adalah terkait perubahan minimal tender proyek yang dapat diikuti perusahaan BUMN dari minimal Rp50-100
miliar menjadi di atas Rp300 miliar sehingga perusahaan konstruksi BUMN di Provinsi NTT tahun ini tidak dapat
mengerjakan proyek konstruksi selain proyek lanjutan dari tahun sebelumnya yang merupakan proyek multiyears seperti
Pos Lintas Batas Negara (PLBN) tahap II dan pembangunan infrastruktur pemukiman di Motaain. Perubahan kebijakan
tersebut mengikuti regulasi kementerian untuk memberikan ruang bagi perusahaan konstruksi kelas kecil-menengah agar
dapat bersaing dengan perusahaan besar. Kondisi tersebut mulai dimanfaatkan perusahaan konstruksi kecil-menengah
lokal dan cukup menahan perlambatan sektor konstruksi, meskipun masih belum banyak di tengah peluang yang cukup
besar seiring kegiatan proyek di Provinsi NTT tahun 2017 yang mayoritas bernilai di bawah Rp200 miliar.
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan III 2017 tumbuh meningkat. Pertumbuhan
tercatat sebesar 13,60% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 9,73% (yoy). Peningkatan pertumbuhan
tercermin dari meningkatnya pertumbuhan tamu hotel menjadi 6,03% (yoy) setelah terkontraksi pada triwulan II 2017
sebesar -2,26% (yoy). Selain itu, perkembangan penumpang di bandara Provinsi NTT tumbuh meningkat menjadi 9,60%
(yoy) dibandingkan triwulan II 2017 yang terkontraksi sebesar -16, 24% (yoy). Kondisi tersebut sejalan dengan periode
liburan musim panas di sebagian negara Eropa sehingga mendorong peningkatan kunjungan wisata. Selain itu, adanya
event nasional dan internasional di Provinsi NTT seperti misalnya Tour de Flores serta Parade 1001 Kuda Sandlewood dan
Festival Tenun di Sumba turut mendorong peningkatan kunjungan wisatawan ke Provinsi NTT pada triwulan laporan.
Apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan sektor pariwisata melambat meskipun masih
tumbuh cukup tinggi (di atas 10% yoy) seiring dengan adanya peningkatan kapasitas kamar dan pembangunan hotel di
beberapa daerah terutama Labuan Bajo sebagai salah satu dari 10 Prioritas Destinasi Wisata Indonesia. Berdasarkan hasil
liaison triwulan III 2017 Bank Indonesia, pengembangan pariwisata Provinsi NTT memerlukan fokus peningkatan pada
integrasi antara destinasi, event dan fasilitas pendukung wisata sehingga mampu lebih menarik wisatawan untuk datang
dan menghabiskan waktu lebih lama di Provinsi NTT. Pada triwulan IV 2017, sektor penyediaan akomodasi dan makan
minum diperkirakan melambat seiring usainya masa liburan wisatawan terutama mancanegara, faktor musim hujan dan
tiadanya event nasional.
Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh meningkat sebesar 7,51% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017
maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,21% (yoy) dan 4,45% (yoy). Peningkatan pertumbuhan
kinerja sektor jasa keuangan dan asuransi tercermin dari indikator Nilai Tambah Bank (NTB) bank umum yang tumbuh
meningkat sebesar 13,47% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
8,84% (yoy) dan 7,07% (yoy). Peningkatan didorong oleh meningkatnya pertumbuhan pendapatan dari aktivitas servis
intermediasi perbankan seperti penyaluran kredit dan penghimpunan dana dari masyarakat, ditunjukkan indikator
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya
17- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III IV*
GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%TRILIUN
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IVIV I
2017 II III
bahwa terdapat penurunan penjualan pada triwulan laporan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
dipengaruhi kecenderungan masyarakat untuk menahan pembelian barang konsumsi dalam rangka persiapan untuk
kebutuhan anak sekolah (tahun ajaran baru). Selain itu, kondisi cuaca dan gelombang laut pada triwulan laporan yang
beberapa kali kurang kondusif untuk pelayaran cukup menghambat pasokan barang. Sebagai contoh perdagangan alat
tulis kantor jenis fast moving khususnya kertas menurun cukup signifikan disebabkan pasokan yang berkurang, sehingga
tidak mampu memanfaatkan secara maksimal masa puncak penjualan menghadapi tahun ajaran baru. Adapun
kecenderungan menahan konsumsi oleh masyarakat sebagai tindakan antisipatif pemenuhan pengeluaran anak sekolah
dikonfirmasi oleh distributor barang komoditas konsumsi cepat/fast moving consumer goods. Selain itu, Perlambatan juga
ditengarai sebagai imbas keterlambatan pembayaran gaji pegawai negeri di awal tahun yang masih dirasakan
pengaruhnya sampai triwulan laporan.
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia menunjukkan masih
terjaganya optimisme pelaku usaha dan konsumen di Provinsi NTT. Indikator SKDU berupa kegiatan usaha, harga
jual dan tenaga kerja seluruhnya menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan II 2017, meskipun belum setinggi
periode yang sama tahun sebelumnya. Terjaganya optimisme pelaku usaha dan konsumen, berdasarkan hasil liaison Bank
Indonesia triwulan III 2017, terutama didorong pemanfaatan infrastruktur baru serta persiapan menjelang Hari Raya Natal
dan Tahun Baru. Di sisi lain, konsumen menunjukkan bahwa keyakinan, ekspektasi dan persepsi terhadap kondisi ekonomi
saat ini mereka lebih baik dibandingkan triwulan II 2017.
Pada triwulan IV 2017, sektor perdagangan
diperkirakan meningkat. Sektor perdagangan meningkat
dibandingkan triwulan III 2017 didorong tibanya momen
Hari Raya Natal dan Tahun Baru yang berpotensi besar
mendorong konsumsi masyarakat sebagaimana periode-
periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi tersebut
tercermin dari proyeksi SKDU Bank Indonesia pada triwulan
IV 2017 yang menunjukkan peningkatan pada sisi kegiatan
usaha, harga jual dan tenaga kerja. Namun demikian,
apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2016,
pertumbuhan pada triwulan IV 2017 diperkirakan lebih
rendah disebabkan oleh berkurangnya nilai tambah bruto
perdagangan seiring adanya pusat perbelanjaan baru
sementara tingkat permintaan masih relatif tetap.
16 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Pada triwulan III 2017, sektor konstruksi tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor
konstruksi tumbuh sebesar 4,68% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017 dan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 5,08% (yoy) dan 9,30% (yoy). Kecenderungan perlambatan pertumbuhan sejak awal tahun 2017
terutama disebabkan oleh proyek-proyek strategis nasional yang sedang berjalan saat ini seperti Bendungan Raknamo dan
PLBN beserta fasilitasnya telah memasuki tahap penyelesaian, serta proyek strategis lainnya seperti Bendungan Napun
Gete masih tahap awal pembangunan fisik dan Temef masih berupa persiapan groundbreaking. Di sisi lain, berdasarkan
hasil liaison perusahaan triwulan III 2017 Bank Indonesia, perlambatan sektor konstruksi turut dipengaruhi oleh adanya
perubahan kebijakan internal organisasi BUMN yang menyebabkan penurunan kegiatan usaha jasa konstruksi. Perubahan
tersebut adalah terkait perubahan minimal tender proyek yang dapat diikuti perusahaan BUMN dari minimal Rp50-100
miliar menjadi di atas Rp300 miliar sehingga perusahaan konstruksi BUMN di Provinsi NTT tahun ini tidak dapat
mengerjakan proyek konstruksi selain proyek lanjutan dari tahun sebelumnya yang merupakan proyek multiyears seperti
Pos Lintas Batas Negara (PLBN) tahap II dan pembangunan infrastruktur pemukiman di Motaain. Perubahan kebijakan
tersebut mengikuti regulasi kementerian untuk memberikan ruang bagi perusahaan konstruksi kelas kecil-menengah agar
dapat bersaing dengan perusahaan besar. Kondisi tersebut mulai dimanfaatkan perusahaan konstruksi kecil-menengah
lokal dan cukup menahan perlambatan sektor konstruksi, meskipun masih belum banyak di tengah peluang yang cukup
besar seiring kegiatan proyek di Provinsi NTT tahun 2017 yang mayoritas bernilai di bawah Rp200 miliar.
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan III 2017 tumbuh meningkat. Pertumbuhan
tercatat sebesar 13,60% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 9,73% (yoy). Peningkatan pertumbuhan
tercermin dari meningkatnya pertumbuhan tamu hotel menjadi 6,03% (yoy) setelah terkontraksi pada triwulan II 2017
sebesar -2,26% (yoy). Selain itu, perkembangan penumpang di bandara Provinsi NTT tumbuh meningkat menjadi 9,60%
(yoy) dibandingkan triwulan II 2017 yang terkontraksi sebesar -16, 24% (yoy). Kondisi tersebut sejalan dengan periode
liburan musim panas di sebagian negara Eropa sehingga mendorong peningkatan kunjungan wisata. Selain itu, adanya
event nasional dan internasional di Provinsi NTT seperti misalnya Tour de Flores serta Parade 1001 Kuda Sandlewood dan
Festival Tenun di Sumba turut mendorong peningkatan kunjungan wisatawan ke Provinsi NTT pada triwulan laporan.
Apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan sektor pariwisata melambat meskipun masih
tumbuh cukup tinggi (di atas 10% yoy) seiring dengan adanya peningkatan kapasitas kamar dan pembangunan hotel di
beberapa daerah terutama Labuan Bajo sebagai salah satu dari 10 Prioritas Destinasi Wisata Indonesia. Berdasarkan hasil
liaison triwulan III 2017 Bank Indonesia, pengembangan pariwisata Provinsi NTT memerlukan fokus peningkatan pada
integrasi antara destinasi, event dan fasilitas pendukung wisata sehingga mampu lebih menarik wisatawan untuk datang
dan menghabiskan waktu lebih lama di Provinsi NTT. Pada triwulan IV 2017, sektor penyediaan akomodasi dan makan
minum diperkirakan melambat seiring usainya masa liburan wisatawan terutama mancanegara, faktor musim hujan dan
tiadanya event nasional.
Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh meningkat sebesar 7,51% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017
maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,21% (yoy) dan 4,45% (yoy). Peningkatan pertumbuhan
kinerja sektor jasa keuangan dan asuransi tercermin dari indikator Nilai Tambah Bank (NTB) bank umum yang tumbuh
meningkat sebesar 13,47% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
8,84% (yoy) dan 7,07% (yoy). Peningkatan didorong oleh meningkatnya pertumbuhan pendapatan dari aktivitas servis
intermediasi perbankan seperti penyaluran kredit dan penghimpunan dana dari masyarakat, ditunjukkan indikator
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya
17- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III IV*
GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%TRILIUN
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IVIV I
2017 II III
bahwa terdapat penurunan penjualan pada triwulan laporan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
dipengaruhi kecenderungan masyarakat untuk menahan pembelian barang konsumsi dalam rangka persiapan untuk
kebutuhan anak sekolah (tahun ajaran baru). Selain itu, kondisi cuaca dan gelombang laut pada triwulan laporan yang
beberapa kali kurang kondusif untuk pelayaran cukup menghambat pasokan barang. Sebagai contoh perdagangan alat
tulis kantor jenis fast moving khususnya kertas menurun cukup signifikan disebabkan pasokan yang berkurang, sehingga
tidak mampu memanfaatkan secara maksimal masa puncak penjualan menghadapi tahun ajaran baru. Adapun
kecenderungan menahan konsumsi oleh masyarakat sebagai tindakan antisipatif pemenuhan pengeluaran anak sekolah
dikonfirmasi oleh distributor barang komoditas konsumsi cepat/fast moving consumer goods. Selain itu, Perlambatan juga
ditengarai sebagai imbas keterlambatan pembayaran gaji pegawai negeri di awal tahun yang masih dirasakan
pengaruhnya sampai triwulan laporan.
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia menunjukkan masih
terjaganya optimisme pelaku usaha dan konsumen di Provinsi NTT. Indikator SKDU berupa kegiatan usaha, harga
jual dan tenaga kerja seluruhnya menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan II 2017, meskipun belum setinggi
periode yang sama tahun sebelumnya. Terjaganya optimisme pelaku usaha dan konsumen, berdasarkan hasil liaison Bank
Indonesia triwulan III 2017, terutama didorong pemanfaatan infrastruktur baru serta persiapan menjelang Hari Raya Natal
dan Tahun Baru. Di sisi lain, konsumen menunjukkan bahwa keyakinan, ekspektasi dan persepsi terhadap kondisi ekonomi
saat ini mereka lebih baik dibandingkan triwulan II 2017.
Pada triwulan IV 2017, sektor perdagangan
diperkirakan meningkat. Sektor perdagangan meningkat
dibandingkan triwulan III 2017 didorong tibanya momen
Hari Raya Natal dan Tahun Baru yang berpotensi besar
mendorong konsumsi masyarakat sebagaimana periode-
periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi tersebut
tercermin dari proyeksi SKDU Bank Indonesia pada triwulan
IV 2017 yang menunjukkan peningkatan pada sisi kegiatan
usaha, harga jual dan tenaga kerja. Namun demikian,
apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2016,
pertumbuhan pada triwulan IV 2017 diperkirakan lebih
rendah disebabkan oleh berkurangnya nilai tambah bruto
perdagangan seiring adanya pusat perbelanjaan baru
sementara tingkat permintaan masih relatif tetap.
16 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Indonesia. Beberapa investasi yang telah masuk seperti industri gula, garam, tembakau, kakao, serat rami, kopi dan
rumput laut perlu terus didorong dan dikembangkan dalam bentuk insentif usaha agar industrialisasi pertanian di NTT
dapat berjalan lebih cepat.
Sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh sebesar 3,28% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II
2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,96% (yoy) dan 6,41% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan terutama didorong oleh pengembangan jaringan telekomunikasi pada triwulan III 2017 yang tidak setinggi
triwulan lalu dan tahun sebelumnya serta tiadanya momen libur panjang sehingga kebutuhan akses data dan
telekomunikasi menurun. Selain itu, naiknya tarif pulsa telepon seluler juga dinilai menjadi faktor penyebab melambatnya
pertumbuhan sektor ini. Peningkatan sektor informasi dan komunikasi diperkirakan terjadi pada triwulan IV 2017 seiring
tibanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru.
1.4 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017
Perekonomian Provinsi NTT tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy) dengan kecenderungan
bias ke bawah sehingga sedikit melambat dibandingkan pencapaian tahun 2016 yang sebesar 5,18% (yoy). Secara umum
pertumbuhan keseluruhan tahun 2017 didorong oleh peningkatan produksi dan penjualan sektor pertanian, kehutanan
dan perikanan serta peningkatan jasa pendidikan. Adapun sektor-sektor yang menyebabkan perlambatan antara lain
sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta administrasi pemerintahan. Konstruksi
melambat seiring proyek strategis nasional banyak dikerjakan oleh kontraktor dari luar NTT yang berdampak pada
perolehan nilai tambah bruto konstruksi yang rendah. Perdagangan besar dan eceran cenderung melambat pada tahun
2017 lebih disebabkan karena permintaan yang relatif tetap sementara bermunculan pusat perbelanjaan baru, sehingga
nilai tambah bruto perdagangan berkurang. Adapun dari sisi pengeluaran, pertumbuhan didorong oleh konsumsi
pemerintah seiring peningkatan realisasi anggaran pemerintah terutama untuk proyek, setelah di tahun sebelumnya
terdampak kebijakan penghematan oleh pemerintah. Konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang utama meskipun
melambat dibandingkan tahun sebelumnya seiring kecenderungan masyarakat menahan konsumsi dan/atau menyimpan
dananya di perbankan. Impor antar daerah sepanjang tahun 2017 diperkirakan turut meningkat seiring peningkatan
kebutuhan proyek infrastruktur pemerintah yang masih harus didatangkan dari luar Provinsi NTT sehingga menjadi salah
satu faktor penyebab melambatnya pertumbuhan di tahun 2017.
19- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
NTB % (YOY)
NTB (RP MILIAR)
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
0
100
200
300
400
500
600
700 % (YOY)
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM) oleh Bank Indonesia yang meningkat sebesar 9,25% (yoy)
dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 8,94% (yoy). Di samping itu, pertumbuhan pendapatan provisi/komisi serta
pendapatan sekunder bank umum juga meningkat menjadi 63,28% (yoy) dan 41,47% (yoy) dari triwulan sebelumnya
sebesar -14,65% (yoy) dan -38,57% (yoy).
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
0
10
20
30
40
50
60
70
80
GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL
Sumber : BPS, diolah
TAMU HOTEL PERT (%YOY)
RIBU ORANG
GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA
Sumber : BPS, diolah
RIBU ORANG
-20%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
200
400
600
800
1000
1200
9,60%
6,03%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 8,77% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 sebesar
7,62% (yoy) dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,97% (yoy). Pertumbuhan tercermin pula dari
peningkatan aktivitas penumpang di bandara pada sepanjang triwulan III 2017 seiring masa liburan musim panas serta
adanya event nasional dan internasional. Selain itu, peningkatan juga didorong oleh peningkatan kebutuhan fasilitas
gudang untuk persiapan kebutuhan konsumsi di akhir tahun pada Hari Raya Natal dan Tahun Baru.
Sektor real estate tumbuh melambat sebesar 4,60% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 5,40%
(yoy), namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan sektor
real estate terutama disebabkan oleh hampir terpenuhinya target pembangunan perumahan oleh REI NTT sebanyak 3.000
unit rumah bersubsidi yang mencapai puncak pembangunan pada triwulan II 2017 di berbagai wilayah di Provinsi NTT
seperti Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Manggarai Barat dan Timor Tengah Selatan.
Sektor industri pengolahan tumbuh meningkat sebesar 8,68% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan II
2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,42% (yoy) dan 4,76% (yoy). Pertumbuhan meningkat
terutama masih didorong di antaranya oleh kelanjutan pengembangan produksi industri pengolahan ikan di Kabupaten
Sikka dan permintaan air minum dalam kemasan pada triwulan laporan yang cenderung meningkat untuk persediaan Hari
Raya Natal dan Tahun Baru. Porsi sektor industri pengolahan di Provinsi NTT yang masih kecil terhadap total perekonomian
sebesar 1,27% dari total PDRB terus menjadi penyebab masih sangat bergantungnya Provinsi NTT terhadap daerah lain
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, termasuk mencerminkan posisi daya saing daerah terhadap daerah lain di
18 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Indonesia. Beberapa investasi yang telah masuk seperti industri gula, garam, tembakau, kakao, serat rami, kopi dan
rumput laut perlu terus didorong dan dikembangkan dalam bentuk insentif usaha agar industrialisasi pertanian di NTT
dapat berjalan lebih cepat.
Sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh sebesar 3,28% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II
2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,96% (yoy) dan 6,41% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan terutama didorong oleh pengembangan jaringan telekomunikasi pada triwulan III 2017 yang tidak setinggi
triwulan lalu dan tahun sebelumnya serta tiadanya momen libur panjang sehingga kebutuhan akses data dan
telekomunikasi menurun. Selain itu, naiknya tarif pulsa telepon seluler juga dinilai menjadi faktor penyebab melambatnya
pertumbuhan sektor ini. Peningkatan sektor informasi dan komunikasi diperkirakan terjadi pada triwulan IV 2017 seiring
tibanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru.
1.4 PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017
Perekonomian Provinsi NTT tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy) dengan kecenderungan
bias ke bawah sehingga sedikit melambat dibandingkan pencapaian tahun 2016 yang sebesar 5,18% (yoy). Secara umum
pertumbuhan keseluruhan tahun 2017 didorong oleh peningkatan produksi dan penjualan sektor pertanian, kehutanan
dan perikanan serta peningkatan jasa pendidikan. Adapun sektor-sektor yang menyebabkan perlambatan antara lain
sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi serta administrasi pemerintahan. Konstruksi
melambat seiring proyek strategis nasional banyak dikerjakan oleh kontraktor dari luar NTT yang berdampak pada
perolehan nilai tambah bruto konstruksi yang rendah. Perdagangan besar dan eceran cenderung melambat pada tahun
2017 lebih disebabkan karena permintaan yang relatif tetap sementara bermunculan pusat perbelanjaan baru, sehingga
nilai tambah bruto perdagangan berkurang. Adapun dari sisi pengeluaran, pertumbuhan didorong oleh konsumsi
pemerintah seiring peningkatan realisasi anggaran pemerintah terutama untuk proyek, setelah di tahun sebelumnya
terdampak kebijakan penghematan oleh pemerintah. Konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang utama meskipun
melambat dibandingkan tahun sebelumnya seiring kecenderungan masyarakat menahan konsumsi dan/atau menyimpan
dananya di perbankan. Impor antar daerah sepanjang tahun 2017 diperkirakan turut meningkat seiring peningkatan
kebutuhan proyek infrastruktur pemerintah yang masih harus didatangkan dari luar Provinsi NTT sehingga menjadi salah
satu faktor penyebab melambatnya pertumbuhan di tahun 2017.
19- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
NTB % (YOY)
NTB (RP MILIAR)
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
0
100
200
300
400
500
600
700 % (YOY)
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM) oleh Bank Indonesia yang meningkat sebesar 9,25% (yoy)
dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 8,94% (yoy). Di samping itu, pertumbuhan pendapatan provisi/komisi serta
pendapatan sekunder bank umum juga meningkat menjadi 63,28% (yoy) dan 41,47% (yoy) dari triwulan sebelumnya
sebesar -14,65% (yoy) dan -38,57% (yoy).
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
0
10
20
30
40
50
60
70
80
GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL
Sumber : BPS, diolah
TAMU HOTEL PERT (%YOY)
RIBU ORANG
GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA
Sumber : BPS, diolah
RIBU ORANG
-20%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
200
400
600
800
1000
1200
9,60%
6,03%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 8,77% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 sebesar
7,62% (yoy) dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,97% (yoy). Pertumbuhan tercermin pula dari
peningkatan aktivitas penumpang di bandara pada sepanjang triwulan III 2017 seiring masa liburan musim panas serta
adanya event nasional dan internasional. Selain itu, peningkatan juga didorong oleh peningkatan kebutuhan fasilitas
gudang untuk persiapan kebutuhan konsumsi di akhir tahun pada Hari Raya Natal dan Tahun Baru.
Sektor real estate tumbuh melambat sebesar 4,60% (yoy) dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh 5,40%
(yoy), namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan sektor
real estate terutama disebabkan oleh hampir terpenuhinya target pembangunan perumahan oleh REI NTT sebanyak 3.000
unit rumah bersubsidi yang mencapai puncak pembangunan pada triwulan II 2017 di berbagai wilayah di Provinsi NTT
seperti Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Manggarai Barat dan Timor Tengah Selatan.
Sektor industri pengolahan tumbuh meningkat sebesar 8,68% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan II
2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,42% (yoy) dan 4,76% (yoy). Pertumbuhan meningkat
terutama masih didorong di antaranya oleh kelanjutan pengembangan produksi industri pengolahan ikan di Kabupaten
Sikka dan permintaan air minum dalam kemasan pada triwulan laporan yang cenderung meningkat untuk persediaan Hari
Raya Natal dan Tahun Baru. Porsi sektor industri pengolahan di Provinsi NTT yang masih kecil terhadap total perekonomian
sebesar 1,27% dari total PDRB terus menjadi penyebab masih sangat bergantungnya Provinsi NTT terhadap daerah lain
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, termasuk mencerminkan posisi daya saing daerah terhadap daerah lain di
18 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Dengan tingginya penggunaan BBM sebagai bahan bakar, hal ini membuat biaya pembelian tenaga listrik di NTT menjadi
yang tertinggi di Indonesia sebesar c$ 17,52,- atau lebih kurang Rp 2.400,- per kwh, jauh lebih tinggi dari rata-rata
nasional yang hanya sebesar Rp 1.000,- per kwh. Namun demikian, tingginya tarif listrik tersebut juga dapat digunakan
sebagai insentif pembangunan pembangkit listrik EBT yang berdasarkan permen ESDM No. 50 tahun 2017 menetapkan 2 3 4 5 6bahwa harga PLTS , PLTB , PLTBm , PLTBg dan PLTA Laut sebesar 85% dari biaya pokok produksi (BPP) setempat,
7 8 9sedangkan pada pembangkit PLTA , PLTSm , dan PLTP sebesar 100% dari BPP yang berarti harga jual listrik EBT di NTT jauh
lebih tinggi dibanding harga listrik EBT di daerah lain.
GRAFIK BOKS 2.3. HARGA JUAL PLTS, PLTB, PLTBM, PLTBG DAN PLTAL
JABA
R
BAN
TEN
DK
I
JATE
NG
JATI
M
BALI
LAM
PUN
G
S2JB
SUM
BAR
SULS
ELRA
BAR
KA
SELT
ENG
SUM
UT
RIA
U &
KEP
RI
KA
LTIM
RA
AC
EH
BELI
TUN
G
KA
LBA
R
SULU
TTEN
GG
O
PAPU
A &
PA
BAR
BAN
GK
A
NTB
MA
LUK
U &
MA
LUT
NTT
RATA-RATA NASIONAL 7,39
KESEPAKATAN PARA PIHAK PALING TINGGI 85% BPP SETEMPAT
6,51
6,51
6,51
6,52
6,54
6,62
7,77
7,86
8,0
7
8,10
9,0
4
9,28
10,14
10,2
0
10,3
9
12,17
12,4
3
12,7
5
13,5
4
13,6
5
13,6
8
17,3
2
Sumber : Kepmen ESDM No. 1404K/20/MEM/2017
JABA
R
BAN
TEN
DK
I
JATE
NG
JATI
M
BALI
LAM
PUN
G
S2JB
SUM
BAR
SUM
UT
AC
EH
BAN
GK
A
SULS
ELRA
BAR
KA
SELT
ENG
KA
LTIM
RA
KA
LBA
R
SULU
TTEN
GG
O
PAPU
A &
PA
BAR
NTB
MA
LUK
U &
MA
LUT
NTT
BELI
TUN
G
GRAFIK BOKS 2.4. HARGA JUAL PLTA, PLTP, PLT SAMPAH
RATA-RATA NASIONAL 7,39
KESEPAKATAN PARA PIHAK PALING TINGGI 100% BPP SETEMPAT
BPP PEMBANGKITAN TAHUN 2016 (sen USD/kWh)sesuai Kepmen ESDM No. 1404 K/20/MEM/2017Sumber : Kepmen ESDM No. 1404K/20/MEM/2017
RIA
U &
KEP
RI
6,51
6,51
6,51
6,52
6,54
6,62
7,77
7,86
8,0
7
8,10
9,0
4
9,28
10,14
10,2
0
10,3
9
12,17
12,4
3
12,7
5
13,5
4
13,6
5
13,6
8
17,3
2
17,5
2
17,5
2
Berdasarkan hasil identifikasi, didapatkan bahwa di Provinsi NTT setidaknya terdapat 49 rencana proyek pengembangan
energi baru dan terbarukan dengan total potensi daya mencapai 222,56 MW, lebih besar dari produksi daya mampu saat
ini yang sebesar 194,97 MW. Dengan produksi listrik EBT sebesar 222,56 MW, maka dapat mengurangi impor BBM
sebanyak 52,3 KL/jam atau setara dengan Rp 400 juta per jam. PLTP menjadi sumber energi utama dan melimpah terutama
di Pulau Flores yang disebabkan oleh gugusan gunung berapi yang ada dari Flores Bagian Barat hingga Pulau Alor. Potensi
sumber energi lain yang cukup besar adalah PLTM yang menurut rencana akan didirikan terutama di Pulau Sumba dan
Flores.
GRAFIK BOKS 2.5. POTENSI PENGHEMATAN BBM
Sumber : www.epa.gov, diolah
PLT EBT 222,56 MWh
IMPOR BBM 52,30 KL/H
GRAFIK BOKS 2.6. PANGSA POTENSI EBT DI NTT
FLORES SUMBA TIMOR NTT
Sumber :PLN NTT, diolah
PLTALPLTA PLTBMPLTB PLTM PLTP PLTS
PLTS adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya
PLTB adalah pembangkit listrik tenaga bayu/angin
PLTBm adalah pembangkit listrik tenaga biomasa
PLTBg adalah pembangkit listrik tenaga biogas
PLTAL adalah pembangkit listrik tenaga air laut
PLTA adalah pembangkit listrik tenaga air
PLTSm adalah Pembangkit listrik tenaga sampah
PLTP adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pemenuhan energi listrik di NTT selalu menjadi tantangan di NTT. Dengan rasio elektrifikasi yang hanya sebesar 59,25% di
bulan Agustus 2017, menjadikan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan rasio kelistrikan terendah kedua setelah Provinsi
Papua yang hanya sebesar 48,31%. Luasnya wilayah pengelolaan yang mencapai 5 kali luas Provinsi Jawa Timur membuat
pengelolaan kelistrikan harus dibagi dalam 4 area meliputi area Timor, Flores Barat, Flores Timur dan Sumba. Dengan 1.200
desa belum berlistrik tersebar di seluruh wilayah NTT, membuat proses penyediaan listrik menjadi tantangan yang cukup
besar di NTT. Penambahan kapasitas sudah dilakukan oleh PLN, namun masalah baru saat ini juga masih dihadapi berupa
ketidakstabilan tegangan dan transmisi yang membuat listrik di Pulau Timor terutama masih cukup sering mengalami
pemadaman listrik.
Apabila disarikan, maka penyediaan listrik di NTT dibagi dalam 4 masalah utama yaitu peningkatan kapasitas, penyediaan
transmisi kelistrikan, meningkatkan kehandalan jaringan dengan tetap meningkatkan efisiensi biaya produksi. Terkait
peningkatan kapasitas, saat ini, dengan adanya penambahan kapal listrik, maka penyediaan daya mampu hingga bulan
Agustus 2017 mengalami peningkatan hingga 17,8%, meningkat dari 165,56 MW menjadi 194,97 MW. Terkait
penyediaan transmisi, saat ini kelistrikan di Pulau Timor sudah tersambung dari Kota Kupang hingga Kabupaten Atambua,
sehingga pasokan daya dapat dipenuhi dari Kabupaten Kupang. Adapun pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang ada
di Pulau Timor mulai dialihkan ke Pulau Flores dan pulau lainnya yang berdampak pada peningkatan kapasitas daya
mampu yang cukup besar hingga 27,3% di area Flores bagian Barat maupun 25,1% di area Flores Bagian Timur. Adanya
relokasi tersebut membuat pangsa pemenuhan tenaga listrik bergeser dari PLTD menjadi terdiversifikasi ke pembangkit
listrik tenaga uap (PLTU) dan kapal listrik LMVPP. Berdasarkan pulau utama, Pulau Sumba tercatat sebagai daerah dengan
penggunaan PLTD terbesar hingga 97,2% dari total pemenuhan energi, diikuti Pulau Flores yang mencapai 79,4% dari
total daya mampu yang diproduksi. Sebaran energi yang cukup besar berada di Pulau Timor, dengan 59,0% sumber energi
diperoleh dari kapal listrik LMVPP dan 27,3% sumber energi diperoleh dari PLTU. Ke depan, pembangunan pembangkit
akan difokuskan pada pembangunan PLTU dan PLTMG yang ketersediaan bahan bakunya dapat diperoleh di dalam
negeri.
1. PLTMG adalah Pembangkit Listrik Tenaga Minyak dan Gas
GRAFIK BOKS 2.1. PERKEMBANGAN DAYA MAMPU KELISTRIKAN DI NTT
NTT165,56194,9717,8%10,7%
FLOBAR33,8443,0727,3%7,7%
FLOTIM23,3729,2425,1%6,1%
TIMOR96,91
109,4913,0%13,5%
SUMBA11,4413,1715,1%7,3%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
30,0%
020406080
100120140160180200
DAY
A M
AM
PU (W
ATT
)
2016
2017
D. MAMPU
B. MALAM
GRAFIK BOKS 2.2. BAURAN SUMBER ENERGI PEMBANGKIT LISTRIK BERDASARKAN PULAU DI NTT
79,4 97,2
13,7 47,9
7,7
27,3
16,8
12,3
4,9
0,6 2,8
0,5 59,0
29 ,9
FLORES SUMBA TIMOR NTT
PLTUPLTD PLTMHPLTP MVPP
Sumber : PLN NTT, diolah Sumber :PLN NTT, diolah
Boks 1. Potensi Energi Baru dan Terbarukan di NTT
20 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Dengan tingginya penggunaan BBM sebagai bahan bakar, hal ini membuat biaya pembelian tenaga listrik di NTT menjadi
yang tertinggi di Indonesia sebesar c$ 17,52,- atau lebih kurang Rp 2.400,- per kwh, jauh lebih tinggi dari rata-rata
nasional yang hanya sebesar Rp 1.000,- per kwh. Namun demikian, tingginya tarif listrik tersebut juga dapat digunakan
sebagai insentif pembangunan pembangkit listrik EBT yang berdasarkan permen ESDM No. 50 tahun 2017 menetapkan 2 3 4 5 6bahwa harga PLTS , PLTB , PLTBm , PLTBg dan PLTA Laut sebesar 85% dari biaya pokok produksi (BPP) setempat,
7 8 9sedangkan pada pembangkit PLTA , PLTSm , dan PLTP sebesar 100% dari BPP yang berarti harga jual listrik EBT di NTT jauh
lebih tinggi dibanding harga listrik EBT di daerah lain.
GRAFIK BOKS 2.3. HARGA JUAL PLTS, PLTB, PLTBM, PLTBG DAN PLTAL
JABA
R
BAN
TEN
DK
I
JATE
NG
JATI
M
BALI
LAM
PUN
G
S2JB
SUM
BAR
SULS
ELRA
BAR
KA
SELT
ENG
SUM
UT
RIA
U &
KEP
RI
KA
LTIM
RA
AC
EH
BELI
TUN
G
KA
LBA
R
SULU
TTEN
GG
O
PAPU
A &
PA
BAR
BAN
GK
A
NTB
MA
LUK
U &
MA
LUT
NTT
RATA-RATA NASIONAL 7,39
KESEPAKATAN PARA PIHAK PALING TINGGI 85% BPP SETEMPAT
6,51
6,51
6,51
6,52
6,54
6,62
7,77
7,86
8,0
7
8,10
9,0
4
9,28
10,14
10,2
0
10,3
9
12,17
12,4
3
12,7
5
13,5
4
13,6
5
13,6
8
17,3
2
Sumber : Kepmen ESDM No. 1404K/20/MEM/2017
JABA
R
BAN
TEN
DK
I
JATE
NG
JATI
M
BALI
LAM
PUN
G
S2JB
SUM
BAR
SUM
UT
AC
EH
BAN
GK
A
SULS
ELRA
BAR
KA
SELT
ENG
KA
LTIM
RA
KA
LBA
R
SULU
TTEN
GG
O
PAPU
A &
PA
BAR
NTB
MA
LUK
U &
MA
LUT
NTT
BELI
TUN
G
GRAFIK BOKS 2.4. HARGA JUAL PLTA, PLTP, PLT SAMPAH
RATA-RATA NASIONAL 7,39
KESEPAKATAN PARA PIHAK PALING TINGGI 100% BPP SETEMPAT
BPP PEMBANGKITAN TAHUN 2016 (sen USD/kWh)sesuai Kepmen ESDM No. 1404 K/20/MEM/2017Sumber : Kepmen ESDM No. 1404K/20/MEM/2017
RIA
U &
KEP
RI
6,51
6,51
6,51
6,52
6,54
6,62
7,77
7,86
8,0
7
8,10
9,0
4
9,28
10,14
10,2
0
10,3
9
12,17
12,4
3
12,7
5
13,5
4
13,6
5
13,6
8
17,3
2
17,5
2
17,5
2
Berdasarkan hasil identifikasi, didapatkan bahwa di Provinsi NTT setidaknya terdapat 49 rencana proyek pengembangan
energi baru dan terbarukan dengan total potensi daya mencapai 222,56 MW, lebih besar dari produksi daya mampu saat
ini yang sebesar 194,97 MW. Dengan produksi listrik EBT sebesar 222,56 MW, maka dapat mengurangi impor BBM
sebanyak 52,3 KL/jam atau setara dengan Rp 400 juta per jam. PLTP menjadi sumber energi utama dan melimpah terutama
di Pulau Flores yang disebabkan oleh gugusan gunung berapi yang ada dari Flores Bagian Barat hingga Pulau Alor. Potensi
sumber energi lain yang cukup besar adalah PLTM yang menurut rencana akan didirikan terutama di Pulau Sumba dan
Flores.
GRAFIK BOKS 2.5. POTENSI PENGHEMATAN BBM
Sumber : www.epa.gov, diolah
PLT EBT 222,56 MWh
IMPOR BBM 52,30 KL/H
GRAFIK BOKS 2.6. PANGSA POTENSI EBT DI NTT
FLORES SUMBA TIMOR NTT
Sumber :PLN NTT, diolah
PLTALPLTA PLTBMPLTB PLTM PLTP PLTS
PLTS adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya
PLTB adalah pembangkit listrik tenaga bayu/angin
PLTBm adalah pembangkit listrik tenaga biomasa
PLTBg adalah pembangkit listrik tenaga biogas
PLTAL adalah pembangkit listrik tenaga air laut
PLTA adalah pembangkit listrik tenaga air
PLTSm adalah Pembangkit listrik tenaga sampah
PLTP adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pemenuhan energi listrik di NTT selalu menjadi tantangan di NTT. Dengan rasio elektrifikasi yang hanya sebesar 59,25% di
bulan Agustus 2017, menjadikan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan rasio kelistrikan terendah kedua setelah Provinsi
Papua yang hanya sebesar 48,31%. Luasnya wilayah pengelolaan yang mencapai 5 kali luas Provinsi Jawa Timur membuat
pengelolaan kelistrikan harus dibagi dalam 4 area meliputi area Timor, Flores Barat, Flores Timur dan Sumba. Dengan 1.200
desa belum berlistrik tersebar di seluruh wilayah NTT, membuat proses penyediaan listrik menjadi tantangan yang cukup
besar di NTT. Penambahan kapasitas sudah dilakukan oleh PLN, namun masalah baru saat ini juga masih dihadapi berupa
ketidakstabilan tegangan dan transmisi yang membuat listrik di Pulau Timor terutama masih cukup sering mengalami
pemadaman listrik.
Apabila disarikan, maka penyediaan listrik di NTT dibagi dalam 4 masalah utama yaitu peningkatan kapasitas, penyediaan
transmisi kelistrikan, meningkatkan kehandalan jaringan dengan tetap meningkatkan efisiensi biaya produksi. Terkait
peningkatan kapasitas, saat ini, dengan adanya penambahan kapal listrik, maka penyediaan daya mampu hingga bulan
Agustus 2017 mengalami peningkatan hingga 17,8%, meningkat dari 165,56 MW menjadi 194,97 MW. Terkait
penyediaan transmisi, saat ini kelistrikan di Pulau Timor sudah tersambung dari Kota Kupang hingga Kabupaten Atambua,
sehingga pasokan daya dapat dipenuhi dari Kabupaten Kupang. Adapun pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang ada
di Pulau Timor mulai dialihkan ke Pulau Flores dan pulau lainnya yang berdampak pada peningkatan kapasitas daya
mampu yang cukup besar hingga 27,3% di area Flores bagian Barat maupun 25,1% di area Flores Bagian Timur. Adanya
relokasi tersebut membuat pangsa pemenuhan tenaga listrik bergeser dari PLTD menjadi terdiversifikasi ke pembangkit
listrik tenaga uap (PLTU) dan kapal listrik LMVPP. Berdasarkan pulau utama, Pulau Sumba tercatat sebagai daerah dengan
penggunaan PLTD terbesar hingga 97,2% dari total pemenuhan energi, diikuti Pulau Flores yang mencapai 79,4% dari
total daya mampu yang diproduksi. Sebaran energi yang cukup besar berada di Pulau Timor, dengan 59,0% sumber energi
diperoleh dari kapal listrik LMVPP dan 27,3% sumber energi diperoleh dari PLTU. Ke depan, pembangunan pembangkit
akan difokuskan pada pembangunan PLTU dan PLTMG yang ketersediaan bahan bakunya dapat diperoleh di dalam
negeri.
1. PLTMG adalah Pembangkit Listrik Tenaga Minyak dan Gas
GRAFIK BOKS 2.1. PERKEMBANGAN DAYA MAMPU KELISTRIKAN DI NTT
NTT165,56194,9717,8%10,7%
FLOBAR33,8443,0727,3%7,7%
FLOTIM23,3729,2425,1%6,1%
TIMOR96,91
109,4913,0%13,5%
SUMBA11,4413,1715,1%7,3%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
30,0%
020406080
100120140160180200
DAY
A M
AM
PU (W
ATT
)
2016
2017
D. MAMPU
B. MALAM
GRAFIK BOKS 2.2. BAURAN SUMBER ENERGI PEMBANGKIT LISTRIK BERDASARKAN PULAU DI NTT
79,4 97,2
13,7 47,9
7,7
27,3
16,8
12,3
4,9
0,6 2,8
0,5 59,0
29 ,9
FLORES SUMBA TIMOR NTT
PLTUPLTD PLTMHPLTP MVPP
Sumber : PLN NTT, diolah Sumber :PLN NTT, diolah
Boks 1. Potensi Energi Baru dan Terbarukan di NTT
20 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Boks 2. Potensi Peningkatan Ekspor NTT dalam Mendukung Peningkatan Devisa Negara
Ekspor NTT hingga bulan September 2017 mencapai US$ 39,19 juta meningkat 100,65% dibanding realisasi hingga
september 2016 yang hanya sebesar US$19,53 juta. Walaupun memiliki pertumbuhan yang tinggi, kontribusi ekspor NTT
terhadap total ekspor di kawasan timur Indonesia hanya sebesar 0,16% dan terhadap ekspor Indonesia hanya sebesar
0,03% dari total ekspor. Nilai impor NTT juga hanya sebesar US$ 10,31 juta atau hanya sebesar 0,3% dari impor KTI atau
0,01% impor Indonesia. Rendahnya ekspor impor luar negeri NTT tersebut lebih disebabkan oleh skala ekonomi yang
kecil, sehingga pemenuhan kebutuhan cenderung dipenuhi dari dalam negeri.
Kecilnya nilai impor tersebut, membuat negara asal impor senantiasa berubah tergantung dari kerjasama perdagangan
waktu itu. Sebagai contoh : negara asal impor utama 2017 Prancis (impor pesawat), sedangkan tahun sebelumnya
Thailand (impor beras). Sebaliknya, untuk kegiatan ekspor, walaupun kecil, negara tujuan ekspor cenderung dilakukan ke
4 negara tujuan ekspor utama NTT yaitu Timor Leste, Vietnam, Jepang dan Korea Selatan. Komoditas ekspor utama ke NTT
berupa semen, kendaraan bermotor dan sparepart serta makanan olahan, sedangkan komoditas ekspor utama ke
Vietnam adalah kacang mete. Jepang menjadi negara tujuan ekspor terbesar ketiga dengan komoditas utama Ikan tuna,
ikan olahan dan mutiara, sedang komoditas ekspor utama ke Korea Selatan adalah rumput laut.
Walaupun kecil, neraca perdagangan luar negeri di Provinsi NTT cenderung surplus sepanjang 10 tahun terakhir. Defisit
neraca perdagangan hanya pada tahun 2012 dan 2014 yang disebabkan oleh tingginya impor makanan olahan, alat listrik
dan semen. Selebihnya, Provinsi NTT selalu mencatat neraca perdagangan positif dengan komoditas ekspor utama berupa
semen, kendaraan bermotor, makanan olahan, kacang mete, rumput laut, ikan segar dan olahan maupun bahan
bangunan.
Berdasarkan potensi daerah yang dimiliki, provinsi NTT sebenarnya berpotensi untuk menjadi eksportir beberapa
komoditas unggulan daerah. Sebagai daerah yang memiliki luas laut lebih dari 4 kali lipat luas daratan, potensi keindahan
alam dan budaya yang beraneka ragam, memiliki jumlah populasi lebih dari 5 juta orang, terbesar kedua di Indonesia
Timur, serta memiliki ciri khas daerah yang cukup kering dengan tanah kapur setidaknya di dua pulau utama yaitu Pulau
Timor dan Sumba berpotensi untuk menghasilkan devisa dan pendapatan apabila dilakukan pengolahan.
1. Victory News, 2 November 2017, “50 Ribu Warga NTT Melarat di Malaysia”.23- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
EKSPOR S.D. SEPTEMBER 2017: US$ 39,19 JUTA IMPOR 2017: US $ 10,31 JUTA
PERANCIS: 92,2%Alat Pengangkutan Udara
ARAB EMIRATES: 7,17%Industri lainnya, Karet alamolahan, Alat listrik .
CHINA: 0,30%Mesin Bongkar Muat Barang, Pipa & Tabung Besi
TIMOR LESTE: 35,22%SEMEN, KENDARAAN
BERMOTOR, SPAREPART,
MAKANAN OLAHAN
JEPANG: 11,11%IKAN TUNA, IKAN OLAHAN,
MUTIARA
USA: 0,31%HASIL INDUSTRI LAINNYA
UE: 1,90%KERAJINAN BATU
VIETNAM: 31,78%KACANG METE,
KONSENTRAT TEMBAGA
KORSEL: 8,24%RUMPUT LAUT
KONSENTRAT TEMBAGAKENYA: 2,81%PESAWAT UDARA
% KOMODITASKACANG METE 23,0%
KONSENTRAT TEMBAGA 17,0%KENDARAAN DAN MESIN 16,8%
IKAN 12,0%SEMEN 11,6 %
RUMPUT LAUT 3,9%
NTT
KTI
IMPOREKSPOR
NAS
0,03 M 0,01 M
24,06 M
111,66 M3,41 M
94,42 M
Perbandingan eksim s.d. September 2017
Share Ekspor NTT: 0,16% KTI dan0,04% NasShare Impor NTT: 0,3% KTI dan 0,01% Nas
GAMBAR BOKS 1.1. REALISASI EKSPOR IMPOR NTT S.D SEPTEMBER 2017
Sumber : Bea Cukai, Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan area wilayah kerja PLN, Flores bagian barat memiliki jumlah potensi terbanyak mencapai 18 potensi meliputi
11 PLTP, 6 PLTM dan 1 PLTS dengan total potensi daya mencapai 130,85MW. Area Timor total memiliki 13 potensi EBT
dengan total potensi daya mencapai 29,69MW. Area Sumba memiliki 12 potensi EBT dengan total daya mencapai 15,55
MW, dan Area Flores bagian timur memiliki 6 potensi dengan total potensi daya mencapai 46,48 MW. Berdasarkan potensi
suplai listrik tersebut, maka pemenuhan listrik di Pulau Flores dapat dipenuhi dari pembangkit EBT, sedangkan pemenuhan
listrik di Pulau Sumba dan Pulau Timor harus menggunakan pembangkit lainnya.
Terkait pengembangan energi baru dan terbarukan tersebut, PT PLN sudah membuat roadmap pemenuhan tenaga listrik
di NTT tahun 2026 dengan pangsa energi terbesar dari PLTU dengan pangsa 47%, disusul LNG sebesar 23%, PLTP sebesar
20%, PLTB sebesar 3%, PLTM sebesar 4%, dan PLTS sebesar 1%. Secara total, pembangkit EBT pada tahun 2026
diharapkan dapat berkontribusi hingga sebesar 28% dari total kebutuhan energi di NTT, relatif mudah diraih apabila
dibandingkan dengan potensi EBT yang dapat dihasilkan.
Adapun dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa permasalahan utama yang harus dihadapi dalam pengembangan
pembangkit EBT di NTT. Permasalahan tersebut antara lain hambatan pembebasan lahan untuk pembangunan transmisi
dan pembangkit, kemampuan pengembang PLTP dan PLTB sangat minim, sehingga harus mencari dari luar. Potensi PLTP,
PLTB dan PLTM sebagian besar berlokasi di kawasan hutan lindung, sehingga harus ijin pinjam pakai ke kementrian
lingkungan hidup. Permasalahan lainnya adalah lokasi sumber energi yang jauh dari jaringan eksisting, sehingga investasi
pembangunan jaringan juga membutuhkan dana yang besar. Pembangunan PLTB dan PLTS terkendala oleh mahalnya
biaya baterai yang berdampak pada tingginya biaya investasi.
Walaupun banyak tantangan dalam penyediaan energi EBT, pengembangan EBT harus tetap menjadi prioritas terutama
dalam menjawab trilema energi terkait kesinambungan pemeliharaan lingkungan. Dengan pengembangan EBT, maka
selain lebih ramah lingkungan, pasokan energi juga melimpah dan tidak dapat habis, sehingga keamanan energi maupun
kecukupan energi dapat terpenuhi.
GAMBAR BOKS 2.1. SEBARAN RENCANA INVESTASI EBT DI PROVINSI NTT BERDASARKAN JENIS PEMBANGKIT
Sumber : PLN NTT dan berbagai sumber, diolah
22 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Boks 2. Potensi Peningkatan Ekspor NTT dalam Mendukung Peningkatan Devisa Negara
Ekspor NTT hingga bulan September 2017 mencapai US$ 39,19 juta meningkat 100,65% dibanding realisasi hingga
september 2016 yang hanya sebesar US$19,53 juta. Walaupun memiliki pertumbuhan yang tinggi, kontribusi ekspor NTT
terhadap total ekspor di kawasan timur Indonesia hanya sebesar 0,16% dan terhadap ekspor Indonesia hanya sebesar
0,03% dari total ekspor. Nilai impor NTT juga hanya sebesar US$ 10,31 juta atau hanya sebesar 0,3% dari impor KTI atau
0,01% impor Indonesia. Rendahnya ekspor impor luar negeri NTT tersebut lebih disebabkan oleh skala ekonomi yang
kecil, sehingga pemenuhan kebutuhan cenderung dipenuhi dari dalam negeri.
Kecilnya nilai impor tersebut, membuat negara asal impor senantiasa berubah tergantung dari kerjasama perdagangan
waktu itu. Sebagai contoh : negara asal impor utama 2017 Prancis (impor pesawat), sedangkan tahun sebelumnya
Thailand (impor beras). Sebaliknya, untuk kegiatan ekspor, walaupun kecil, negara tujuan ekspor cenderung dilakukan ke
4 negara tujuan ekspor utama NTT yaitu Timor Leste, Vietnam, Jepang dan Korea Selatan. Komoditas ekspor utama ke NTT
berupa semen, kendaraan bermotor dan sparepart serta makanan olahan, sedangkan komoditas ekspor utama ke
Vietnam adalah kacang mete. Jepang menjadi negara tujuan ekspor terbesar ketiga dengan komoditas utama Ikan tuna,
ikan olahan dan mutiara, sedang komoditas ekspor utama ke Korea Selatan adalah rumput laut.
Walaupun kecil, neraca perdagangan luar negeri di Provinsi NTT cenderung surplus sepanjang 10 tahun terakhir. Defisit
neraca perdagangan hanya pada tahun 2012 dan 2014 yang disebabkan oleh tingginya impor makanan olahan, alat listrik
dan semen. Selebihnya, Provinsi NTT selalu mencatat neraca perdagangan positif dengan komoditas ekspor utama berupa
semen, kendaraan bermotor, makanan olahan, kacang mete, rumput laut, ikan segar dan olahan maupun bahan
bangunan.
Berdasarkan potensi daerah yang dimiliki, provinsi NTT sebenarnya berpotensi untuk menjadi eksportir beberapa
komoditas unggulan daerah. Sebagai daerah yang memiliki luas laut lebih dari 4 kali lipat luas daratan, potensi keindahan
alam dan budaya yang beraneka ragam, memiliki jumlah populasi lebih dari 5 juta orang, terbesar kedua di Indonesia
Timur, serta memiliki ciri khas daerah yang cukup kering dengan tanah kapur setidaknya di dua pulau utama yaitu Pulau
Timor dan Sumba berpotensi untuk menghasilkan devisa dan pendapatan apabila dilakukan pengolahan.
1. Victory News, 2 November 2017, “50 Ribu Warga NTT Melarat di Malaysia”.23- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
EKSPOR S.D. SEPTEMBER 2017: US$ 39,19 JUTA IMPOR 2017: US $ 10,31 JUTA
PERANCIS: 92,2%Alat Pengangkutan Udara
ARAB EMIRATES: 7,17%Industri lainnya, Karet alamolahan, Alat listrik .
CHINA: 0,30%Mesin Bongkar Muat Barang, Pipa & Tabung Besi
TIMOR LESTE: 35,22%SEMEN, KENDARAAN
BERMOTOR, SPAREPART,
MAKANAN OLAHAN
JEPANG: 11,11%IKAN TUNA, IKAN OLAHAN,
MUTIARA
USA: 0,31%HASIL INDUSTRI LAINNYA
UE: 1,90%KERAJINAN BATU
VIETNAM: 31,78%KACANG METE,
KONSENTRAT TEMBAGA
KORSEL: 8,24%RUMPUT LAUT
KONSENTRAT TEMBAGAKENYA: 2,81%PESAWAT UDARA
% KOMODITASKACANG METE 23,0%
KONSENTRAT TEMBAGA 17,0%KENDARAAN DAN MESIN 16,8%
IKAN 12,0%SEMEN 11,6 %
RUMPUT LAUT 3,9%
NTT
KTI
IMPOREKSPOR
NAS
0,03 M 0,01 M
24,06 M
111,66 M3,41 M
94,42 M
Perbandingan eksim s.d. September 2017
Share Ekspor NTT: 0,16% KTI dan0,04% NasShare Impor NTT: 0,3% KTI dan 0,01% Nas
GAMBAR BOKS 1.1. REALISASI EKSPOR IMPOR NTT S.D SEPTEMBER 2017
Sumber : Bea Cukai, Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan area wilayah kerja PLN, Flores bagian barat memiliki jumlah potensi terbanyak mencapai 18 potensi meliputi
11 PLTP, 6 PLTM dan 1 PLTS dengan total potensi daya mencapai 130,85MW. Area Timor total memiliki 13 potensi EBT
dengan total potensi daya mencapai 29,69MW. Area Sumba memiliki 12 potensi EBT dengan total daya mencapai 15,55
MW, dan Area Flores bagian timur memiliki 6 potensi dengan total potensi daya mencapai 46,48 MW. Berdasarkan potensi
suplai listrik tersebut, maka pemenuhan listrik di Pulau Flores dapat dipenuhi dari pembangkit EBT, sedangkan pemenuhan
listrik di Pulau Sumba dan Pulau Timor harus menggunakan pembangkit lainnya.
Terkait pengembangan energi baru dan terbarukan tersebut, PT PLN sudah membuat roadmap pemenuhan tenaga listrik
di NTT tahun 2026 dengan pangsa energi terbesar dari PLTU dengan pangsa 47%, disusul LNG sebesar 23%, PLTP sebesar
20%, PLTB sebesar 3%, PLTM sebesar 4%, dan PLTS sebesar 1%. Secara total, pembangkit EBT pada tahun 2026
diharapkan dapat berkontribusi hingga sebesar 28% dari total kebutuhan energi di NTT, relatif mudah diraih apabila
dibandingkan dengan potensi EBT yang dapat dihasilkan.
Adapun dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa permasalahan utama yang harus dihadapi dalam pengembangan
pembangkit EBT di NTT. Permasalahan tersebut antara lain hambatan pembebasan lahan untuk pembangunan transmisi
dan pembangkit, kemampuan pengembang PLTP dan PLTB sangat minim, sehingga harus mencari dari luar. Potensi PLTP,
PLTB dan PLTM sebagian besar berlokasi di kawasan hutan lindung, sehingga harus ijin pinjam pakai ke kementrian
lingkungan hidup. Permasalahan lainnya adalah lokasi sumber energi yang jauh dari jaringan eksisting, sehingga investasi
pembangunan jaringan juga membutuhkan dana yang besar. Pembangunan PLTB dan PLTS terkendala oleh mahalnya
biaya baterai yang berdampak pada tingginya biaya investasi.
Walaupun banyak tantangan dalam penyediaan energi EBT, pengembangan EBT harus tetap menjadi prioritas terutama
dalam menjawab trilema energi terkait kesinambungan pemeliharaan lingkungan. Dengan pengembangan EBT, maka
selain lebih ramah lingkungan, pasokan energi juga melimpah dan tidak dapat habis, sehingga keamanan energi maupun
kecukupan energi dapat terpenuhi.
GAMBAR BOKS 2.1. SEBARAN RENCANA INVESTASI EBT DI PROVINSI NTT BERDASARKAN JENIS PEMBANGKIT
Sumber : PLN NTT dan berbagai sumber, diolah
22 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Selain ekspor barang/komoditas, NTT juga memiliki potensi yang besar untuk melakukan ekspor jasa, baik melalui
kegiatan pariwisata maupun ekspor tenaga kerja indonesia. Data kunjungan wisatawan pada tahun 2016 menunjukkan
kenaikan kunjungan wisata hingga lebih dari 100% dibanding tahun 2015. Tingginya kunjungan tersebut disinyalir
disebabkan oleh adanya even nasional dan internasional yang dilakukan (Tour De Flores, Tour De Timor, Festival Pasola,
festival Kelimutu, Semana santa, Festival Caci, Explore Komodo, dll). Untuk mendukung tercapainya target 20 juta
kunjungan wisman di 2019, maka pemerintah telah menunjuk labuan bajo sebagai 10 destinasi wisata baru di NTT dengan
target kunjungan di tahun 2019 mencapai 500 ribu wisman. Dengan rata-rata lama tinggal 3 hari dengan total
pengeluaran 6 juta rupiah, maka wisman tersebut berpotensi mendatangkan devisa hingga 3 triliun per tahun, belum
termasuk potensi pendapatan dari wisatawan domestik yang tentunya lebih besar. Untuk itu, pemerintah saat ini mulai
menggelontorkan investasi ke Labuan Bajo khususnya dengan target nilai investasi mencapai 1,2 triliun hingga 2019.
Investasi pemerintah meliputi pembangunan Marina dan hotel, pembangunan jalan di sekitar obyek wisata,
pembangunan jalan baru pantura Labuan Bajo, juga perpanjangan runway bandara. Pada tahun 2016 juga telah disetujui
48 rencana investasi pariwisata baru di Labuan Bajo, yang pembangunannya mulai dilaksanakan tahun ini. Beberapa hotel
juga sudah meningkatkan kapasitas kamar hingga lebih dari 70%, selain juga dibangun gedung pertemuan dan hotel
baru.
Tenaga Kerja NTT yang bekerja di luar negeri juga berpotensi mendatangkan devisa dalam jumlah cukup besar. Walaupun
data BPS hanya menunjukkan sebanyak 2.046 orang tahun 2016 dan relatif tidak bertambah, namun BNP2TKI
menyampaikan bahwa NTT termasuk dalam 5 besar provinsi penyumbang TKI ilegal bersama dengan Jatim, Jateng, Jabar
dan NTB. Dengan jumlah TKI ilegal mencapai 1,3 juta orang, maka setidaknya puluhan ribu penduduk NTT menjadi TKI
ilegal di luar negeri. Anggota DPD RI asal NTT, Abraham Paul Liyanto menyampaikan bahwa setidaknya terdapat 50 ribu
warga NTT di Malaysia. Dengan asumsi kiriman untuk keluarga per bulan sebesar Rp 1 juta, maka per bulan terdapat 50
miliar potensi remitansi TKI ke NTT atau mencapai 600 miliar per tahun, lebih besar dari ekspor komoditas di NTT yang
sebesar ± Rp 525 miliar.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa potensi ekspor NTT cukup besar dengan nilai mencapai triliunan
rupiah. Untuk itu, tinggal kesungguhan dan usaha bersama dari seluruh pengampu kepentingan di NTT agar potensi
peningkatan ekspor yang ada dapat direalisasikan, sehingga masyarakat bisa meningkatkan daya beli mereka.
25- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GAMBAR BOKS 1.2. PERKEMBANGAN NERACA PERDAGANGAN INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR
MILIAR RP
2011 2012 2013 2014 2015 2016 20172007 2008 2009 2010
(70,00)
(50,00)
(30,00)
(10,00)
10,00
30,00
50,00
70,00
EKSPOR IMPOR CAD (JUTA USD)
2007 s.d. 2010: Semen, Kendaraan Bermotor Hasil Tambang Lain,
2007 s.d. 2010: Makanan Olahan, Alat Listrik, Kapal Laut.
2011 s.d. 2017: Semen, Kendaraan Bermotor, Makanan Olahan, Ikan dll.
2011 s.d. 2014: Makanan Olahan, Alat Listrik, Industri lain, Semen
2015 s.d. 2017: Bahan Logam Tidak Mulia (Besi, Tembaga)
2015 s.d. 2017: Pesawat, Alat Listrik, Makanan Olahan
Sumber : Bea Cukai, Bank Indonesia, diolah
GAMBAR BOKS 1.3. KOMODITAS BERPOTENSI EKSPOR DI NTT
Berdasarkan hasil fokus group discussion (FGD) yang diselenggarakan, setidaknya NTT memiliki potensi untuk melakukan
ekspor barang/komoditas. Komoditas ekspor utama yang dimiliki saat ini adalah kacang mete, ikan, rumput laut, dan
mutiara. Namun demikian, ke depan NTT juga berpotensi untuk melakukan ekspor semen seiring dengan adanya rencana
investasi yang akan dilakukan oleh PT Semen Indonesia di Kupang. Adanya moratorium pembangunan pabrik semen di
Darwin, serta tidak adanya pabrik semen di Timor Leste, Maluku dan NTB menjadi peluang bagi Provinsi NTT untuk
melakukan ekspor ke daerah tersebut. Selain komoditas tersebut, saat ini sedang dilakukan investasi besar untuk gula dan
garam yang berpotensi untuk diekspor baik secara langsung maupun dari daerah lain. Saat ini juga telah dijajagi ekspor
hortikultura seperti bawang merah, babi dan cabai merah. Kopi dan kakao NTT juga cukup menarik yang terlihat dari
banyaknya calon pembeli yang mencari langsung ke sentra petani di Flores dan Sumba. Dengan lahan yang luas, berada di
daerah perbatasan, NTT memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan ekspor luar negeri. Namun demikian, adanya
masalah pembebasan lahan, perijinan yang lama maupun kurang konsistennya kualitas, keberlangsungan ketersediaan
dan kemasan menjadi hambatan utama dalam melakukan perdagangan luar negeri.
24 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Selain ekspor barang/komoditas, NTT juga memiliki potensi yang besar untuk melakukan ekspor jasa, baik melalui
kegiatan pariwisata maupun ekspor tenaga kerja indonesia. Data kunjungan wisatawan pada tahun 2016 menunjukkan
kenaikan kunjungan wisata hingga lebih dari 100% dibanding tahun 2015. Tingginya kunjungan tersebut disinyalir
disebabkan oleh adanya even nasional dan internasional yang dilakukan (Tour De Flores, Tour De Timor, Festival Pasola,
festival Kelimutu, Semana santa, Festival Caci, Explore Komodo, dll). Untuk mendukung tercapainya target 20 juta
kunjungan wisman di 2019, maka pemerintah telah menunjuk labuan bajo sebagai 10 destinasi wisata baru di NTT dengan
target kunjungan di tahun 2019 mencapai 500 ribu wisman. Dengan rata-rata lama tinggal 3 hari dengan total
pengeluaran 6 juta rupiah, maka wisman tersebut berpotensi mendatangkan devisa hingga 3 triliun per tahun, belum
termasuk potensi pendapatan dari wisatawan domestik yang tentunya lebih besar. Untuk itu, pemerintah saat ini mulai
menggelontorkan investasi ke Labuan Bajo khususnya dengan target nilai investasi mencapai 1,2 triliun hingga 2019.
Investasi pemerintah meliputi pembangunan Marina dan hotel, pembangunan jalan di sekitar obyek wisata,
pembangunan jalan baru pantura Labuan Bajo, juga perpanjangan runway bandara. Pada tahun 2016 juga telah disetujui
48 rencana investasi pariwisata baru di Labuan Bajo, yang pembangunannya mulai dilaksanakan tahun ini. Beberapa hotel
juga sudah meningkatkan kapasitas kamar hingga lebih dari 70%, selain juga dibangun gedung pertemuan dan hotel
baru.
Tenaga Kerja NTT yang bekerja di luar negeri juga berpotensi mendatangkan devisa dalam jumlah cukup besar. Walaupun
data BPS hanya menunjukkan sebanyak 2.046 orang tahun 2016 dan relatif tidak bertambah, namun BNP2TKI
menyampaikan bahwa NTT termasuk dalam 5 besar provinsi penyumbang TKI ilegal bersama dengan Jatim, Jateng, Jabar
dan NTB. Dengan jumlah TKI ilegal mencapai 1,3 juta orang, maka setidaknya puluhan ribu penduduk NTT menjadi TKI
ilegal di luar negeri. Anggota DPD RI asal NTT, Abraham Paul Liyanto menyampaikan bahwa setidaknya terdapat 50 ribu
warga NTT di Malaysia. Dengan asumsi kiriman untuk keluarga per bulan sebesar Rp 1 juta, maka per bulan terdapat 50
miliar potensi remitansi TKI ke NTT atau mencapai 600 miliar per tahun, lebih besar dari ekspor komoditas di NTT yang
sebesar ± Rp 525 miliar.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa potensi ekspor NTT cukup besar dengan nilai mencapai triliunan
rupiah. Untuk itu, tinggal kesungguhan dan usaha bersama dari seluruh pengampu kepentingan di NTT agar potensi
peningkatan ekspor yang ada dapat direalisasikan, sehingga masyarakat bisa meningkatkan daya beli mereka.
25- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GAMBAR BOKS 1.2. PERKEMBANGAN NERACA PERDAGANGAN INDONESIA 10 TAHUN TERAKHIR
MILIAR RP
2011 2012 2013 2014 2015 2016 20172007 2008 2009 2010
(70,00)
(50,00)
(30,00)
(10,00)
10,00
30,00
50,00
70,00
EKSPOR IMPOR CAD (JUTA USD)
2007 s.d. 2010: Semen, Kendaraan Bermotor Hasil Tambang Lain,
2007 s.d. 2010: Makanan Olahan, Alat Listrik, Kapal Laut.
2011 s.d. 2017: Semen, Kendaraan Bermotor, Makanan Olahan, Ikan dll.
2011 s.d. 2014: Makanan Olahan, Alat Listrik, Industri lain, Semen
2015 s.d. 2017: Bahan Logam Tidak Mulia (Besi, Tembaga)
2015 s.d. 2017: Pesawat, Alat Listrik, Makanan Olahan
Sumber : Bea Cukai, Bank Indonesia, diolah
GAMBAR BOKS 1.3. KOMODITAS BERPOTENSI EKSPOR DI NTT
Berdasarkan hasil fokus group discussion (FGD) yang diselenggarakan, setidaknya NTT memiliki potensi untuk melakukan
ekspor barang/komoditas. Komoditas ekspor utama yang dimiliki saat ini adalah kacang mete, ikan, rumput laut, dan
mutiara. Namun demikian, ke depan NTT juga berpotensi untuk melakukan ekspor semen seiring dengan adanya rencana
investasi yang akan dilakukan oleh PT Semen Indonesia di Kupang. Adanya moratorium pembangunan pabrik semen di
Darwin, serta tidak adanya pabrik semen di Timor Leste, Maluku dan NTB menjadi peluang bagi Provinsi NTT untuk
melakukan ekspor ke daerah tersebut. Selain komoditas tersebut, saat ini sedang dilakukan investasi besar untuk gula dan
garam yang berpotensi untuk diekspor baik secara langsung maupun dari daerah lain. Saat ini juga telah dijajagi ekspor
hortikultura seperti bawang merah, babi dan cabai merah. Kopi dan kakao NTT juga cukup menarik yang terlihat dari
banyaknya calon pembeli yang mencari langsung ke sentra petani di Flores dan Sumba. Dengan lahan yang luas, berada di
daerah perbatasan, NTT memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan ekspor luar negeri. Namun demikian, adanya
masalah pembebasan lahan, perijinan yang lama maupun kurang konsistennya kualitas, keberlangsungan ketersediaan
dan kemasan menjadi hambatan utama dalam melakukan perdagangan luar negeri.
24 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Keuangan Daerah02
Realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan III-2017 mencapai Rp 18,98 triliun
atau telah mencapai 74,11% dari pagu rencana pendapatan tahun 2017.
Realisasi anggaran belanja daerah sepanjang triwulan III 2017 baru mencapai 54,48% atau 19,56
triliun dari total anggaran belanja tahun 2017 sebesar Rp 41,16 triliun. Namun demikian, realisasi
anggaran belanja ini cenderung lebih tinggi dibandingkan periode yang sama dalam dua tahun
terakhir, disebabkan oleh adanya percepatan realisasi belanja pemerintah pusat.
Keuangan Daerah02
Realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan III-2017 mencapai Rp 18,98 triliun
atau telah mencapai 74,11% dari pagu rencana pendapatan tahun 2017.
Realisasi anggaran belanja daerah sepanjang triwulan III 2017 baru mencapai 54,48% atau 19,56
triliun dari total anggaran belanja tahun 2017 sebesar Rp 41,16 triliun. Namun demikian, realisasi
anggaran belanja ini cenderung lebih tinggi dibandingkan periode yang sama dalam dua tahun
terakhir, disebabkan oleh adanya percepatan realisasi belanja pemerintah pusat.
GRAFIK 2.5. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS
GRAFIK 2.4. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
PENDAPATAN PAJAK PENGHASILAN
PENDAPATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENDAPATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNANKAB/KOTA
31,2%47,1%
1,2%0,5%
0,3%0,1%
19,6%PENDAPATAN CUKAI
PENDAPATAN PAJAK LAINNYA
PENDAPATAN BEA MASUK
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
22,0%
65,6%
43,1%
32,4%
10,5%
14,2%
4,6%
0,2%2,2%
5,1%
2.2 PENDAPATAN DAERAH
Total pendapatan pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-III 2017 tercatat telah mencapai Rp 18,77 triliun. Jumlah
tersebut terdiri dari pendapatan APBN yang mencapai Rp 1,61 Triliun atau 580,70% dari target. Penerimaan dari Pajak
Penghasilan (PPh) merupakan salah satu sumber pendapatan utama APBN di Provinsi NTT. Hal ini tercermin dari data
realisasi pendapatan atas PPh mencapai Rp 706,39 milyar atau 47,1% dari total pendapatan. Selanjutnya pendapatan dari
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berada diurutan kedua dengan realisasi sebesar Rp 468,2 milyar atau 31,2% dari total
penerimaan, diikuti dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Rp 294,64 milyar atau sebesar 19,6%, sedangkan
porsi pendapatan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Lainnya masih di bawah 2,5%.
Pencapaian realisasi pendapatan untuk tingkat provinsi telah mencapai 70,10% atau Rp 3,31 triliun dengan sumber
utama pendapatan berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 1,42 triliun dan diikuti oleh Dana Alokasi Umum
Khusus (DAK) sebesar Rp 1,07 triliun dan Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp 729,75 miliar yang terutama berasal dari
Pajak Daerah (Rp 342,92 miliar).
Sementara itu, realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota telah mencapai Rp 13,84 triliun (67,16%) merupakan
persentase realisasi terendah jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016 dengan 67,60% dan tahun
2015 dengan angka 74,27%, yang menarik di sini capaian realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota mengalami
tren penurunan semenjak tahun 2015. Sumber utama pendapatan Kabupaten Kota masih didominasi oleh pendapatan
DAU sebesar Rp 9,06 triliun (65,5%).
Dilihat dari data spasial, Kab. Sumba Barat memiliki pencapaian realisasi pendapatan tertinggi sebesar 76,4% dari rencana
2017, diikuti oleh Kab. Lembata (75,19) dan Kab. Rote (74,98%). Di sisi lain, Kab. Sabu Raijua (57,10%), Kab. Kupang
(61,12%) dan Kab. SBD (63,44%) menjadi daerah dengan realisasi pendapatan terendah hingga triwulan-III 2017, satu hal
yang perlu dicermati bahwa Kab. Sabu Raijua dan Kab. Kupang juga termasuk jajaran 3 kabupaten dengan persentase
realisasi terendah pada periode yang sama di tahun 2016. Dominasi realisasi pendapatan yang berasal dari kompisisi DAU
juga terlihat di masing-masing daerah dengan rata-rata mencapai 65,88%. Komposisi Pendapatan Asli Daerah tertinggi
dicapai oleh Kota Kupang sebesar 12,96%, sementara komposisi DAK tertinggi ada di Kab. Belu (21.1%). Di sisi lain,
pendapatan lain-lain tertinggi diperoleh Kab. Timor Tengah Selatan (37,17%) yang terutama disumbangkan oleh
pendapatan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp 164,1 miliar yang nominalnya kedua terbesar setelah
Mabar sebesar Rp 174,1 miliar.
Serupa dengan triwulan sebelumnya, Struktur realisasi pendapatan APBD pada tingkat Provinsi hingga Kabupaten/Kota
masih menunjukkan ketergantungan pemerintah daerah akan dana pemerintah pusat.
29- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
2.1 KONDISI UMUM
GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH DI PROVINSI NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN REALISASI TRILIUN RP
25,61
35,91
18,98 19,56
APBN KAB PROV
14%13% 29%
27%
60% 57%
ANGGARAN
APBN KAB PROV
0
5
10
15
20
25
Triliun Rp
GRAFIK 2.2.
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
APBN KAB PROV
0
5
10
15
20
25
Triliun Rp
GRAFIK 2.3.
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
ANGGARAN REALISASI ANGGARAN REALISASI
9,55
21,69
4,665,62
11,09
2,86
APBN KAB PROV
17%18% 9%
1%
81% 74%
ANGGARAN
0,28
20,61
4,72
1,62
14,05
3,31
Realisasi anggaran pendapatan pemerintah di
Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017
telah mencapai Rp 18,98 triliun atau 74,11%
dari total anggaran pendapatan tahun 2017.
Jika dibandingkan dengan pencapaian pada
periode yang sama tahun 2016 dan 2015,
persentase realisasi pendapatan mengalami
penurunan, terutama disebabkan oleh
menurunnya pendapatan pajak penghasilan
pemerintah pusat. Namun demikian, secara
nominal, pendapatan pemerintah masih bertumbuh walaupun hanya sebesar 1,88%. Penurunan realisasi juga terjadi
pada pemerintah provinsi, namun lebih disebabkan oleh adanya kenaikan pagu anggaran seiring dengan pengalihan
kewenangan pengelolaan SMA, sedangkan nilai pendapatan meningkat 21,32%. Persentase realisasi pendapatan
pemerintah kabupaten relatif tetap, namun dibandingkan tahun sebelumnya sedikit menurun dikarenakan adanya
penurunan pagu anggaran pemerintah seiring pengalihan sebagian kewenangan ke Provinsi, yakni pengelolaan SMA dan
SMK.
Sementara itu, realisasi anggaran belanja pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp
19,56 triliun atau 54,48% dari total anggaran belanja tahun 2017. Persentase realisasi belanja triwulan ini tercatat lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016 dan 2015 sebesar 51,26% dan 43,53%. Dari sisi nominal
realisasi anggaran belanja pada periode yang sama tercatat semakin meningkat berdasarkan data 2 tahun silam yang
mencapai Rp. 18,21 triliun di tahun 2016 dan 15,02 triliun di tahun 2015. Hingga triwulan III tahun 2017, pencapaian
realisasi belanja tertinggi utamanya ada pada Pemerintah Provinsi sebesar 61,32%.
28 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 2.5. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS
GRAFIK 2.4. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
PENDAPATAN PAJAK PENGHASILAN
PENDAPATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENDAPATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNANKAB/KOTA
31,2%47,1%
1,2%0,5%
0,3%0,1%
19,6%PENDAPATAN CUKAI
PENDAPATAN PAJAK LAINNYA
PENDAPATAN BEA MASUK
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
22,0%
65,6%
43,1%
32,4%
10,5%
14,2%
4,6%
0,2%2,2%
5,1%
2.2 PENDAPATAN DAERAH
Total pendapatan pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-III 2017 tercatat telah mencapai Rp 18,77 triliun. Jumlah
tersebut terdiri dari pendapatan APBN yang mencapai Rp 1,61 Triliun atau 580,70% dari target. Penerimaan dari Pajak
Penghasilan (PPh) merupakan salah satu sumber pendapatan utama APBN di Provinsi NTT. Hal ini tercermin dari data
realisasi pendapatan atas PPh mencapai Rp 706,39 milyar atau 47,1% dari total pendapatan. Selanjutnya pendapatan dari
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berada diurutan kedua dengan realisasi sebesar Rp 468,2 milyar atau 31,2% dari total
penerimaan, diikuti dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Rp 294,64 milyar atau sebesar 19,6%, sedangkan
porsi pendapatan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Lainnya masih di bawah 2,5%.
Pencapaian realisasi pendapatan untuk tingkat provinsi telah mencapai 70,10% atau Rp 3,31 triliun dengan sumber
utama pendapatan berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 1,42 triliun dan diikuti oleh Dana Alokasi Umum
Khusus (DAK) sebesar Rp 1,07 triliun dan Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp 729,75 miliar yang terutama berasal dari
Pajak Daerah (Rp 342,92 miliar).
Sementara itu, realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota telah mencapai Rp 13,84 triliun (67,16%) merupakan
persentase realisasi terendah jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016 dengan 67,60% dan tahun
2015 dengan angka 74,27%, yang menarik di sini capaian realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota mengalami
tren penurunan semenjak tahun 2015. Sumber utama pendapatan Kabupaten Kota masih didominasi oleh pendapatan
DAU sebesar Rp 9,06 triliun (65,5%).
Dilihat dari data spasial, Kab. Sumba Barat memiliki pencapaian realisasi pendapatan tertinggi sebesar 76,4% dari rencana
2017, diikuti oleh Kab. Lembata (75,19) dan Kab. Rote (74,98%). Di sisi lain, Kab. Sabu Raijua (57,10%), Kab. Kupang
(61,12%) dan Kab. SBD (63,44%) menjadi daerah dengan realisasi pendapatan terendah hingga triwulan-III 2017, satu hal
yang perlu dicermati bahwa Kab. Sabu Raijua dan Kab. Kupang juga termasuk jajaran 3 kabupaten dengan persentase
realisasi terendah pada periode yang sama di tahun 2016. Dominasi realisasi pendapatan yang berasal dari kompisisi DAU
juga terlihat di masing-masing daerah dengan rata-rata mencapai 65,88%. Komposisi Pendapatan Asli Daerah tertinggi
dicapai oleh Kota Kupang sebesar 12,96%, sementara komposisi DAK tertinggi ada di Kab. Belu (21.1%). Di sisi lain,
pendapatan lain-lain tertinggi diperoleh Kab. Timor Tengah Selatan (37,17%) yang terutama disumbangkan oleh
pendapatan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp 164,1 miliar yang nominalnya kedua terbesar setelah
Mabar sebesar Rp 174,1 miliar.
Serupa dengan triwulan sebelumnya, Struktur realisasi pendapatan APBD pada tingkat Provinsi hingga Kabupaten/Kota
masih menunjukkan ketergantungan pemerintah daerah akan dana pemerintah pusat.
29- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
2.1 KONDISI UMUM
GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH DI PROVINSI NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN REALISASI TRILIUN RP
25,61
35,91
18,98 19,56
APBN KAB PROV
14%13% 29%
27%
60% 57%
ANGGARAN
APBN KAB PROV
0
5
10
15
20
25
Triliun Rp
GRAFIK 2.2.
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
APBN KAB PROV
0
5
10
15
20
25
Triliun Rp
GRAFIK 2.3.
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
ANGGARAN REALISASI ANGGARAN REALISASI
9,55
21,69
4,665,62
11,09
2,86
APBN KAB PROV
17%18% 9%
1%
81% 74%
ANGGARAN
0,28
20,61
4,72
1,62
14,05
3,31
Realisasi anggaran pendapatan pemerintah di
Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017
telah mencapai Rp 18,98 triliun atau 74,11%
dari total anggaran pendapatan tahun 2017.
Jika dibandingkan dengan pencapaian pada
periode yang sama tahun 2016 dan 2015,
persentase realisasi pendapatan mengalami
penurunan, terutama disebabkan oleh
menurunnya pendapatan pajak penghasilan
pemerintah pusat. Namun demikian, secara
nominal, pendapatan pemerintah masih bertumbuh walaupun hanya sebesar 1,88%. Penurunan realisasi juga terjadi
pada pemerintah provinsi, namun lebih disebabkan oleh adanya kenaikan pagu anggaran seiring dengan pengalihan
kewenangan pengelolaan SMA, sedangkan nilai pendapatan meningkat 21,32%. Persentase realisasi pendapatan
pemerintah kabupaten relatif tetap, namun dibandingkan tahun sebelumnya sedikit menurun dikarenakan adanya
penurunan pagu anggaran pemerintah seiring pengalihan sebagian kewenangan ke Provinsi, yakni pengelolaan SMA dan
SMK.
Sementara itu, realisasi anggaran belanja pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 telah mencapai Rp
19,56 triliun atau 54,48% dari total anggaran belanja tahun 2017. Persentase realisasi belanja triwulan ini tercatat lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016 dan 2015 sebesar 51,26% dan 43,53%. Dari sisi nominal
realisasi anggaran belanja pada periode yang sama tercatat semakin meningkat berdasarkan data 2 tahun silam yang
mencapai Rp. 18,21 triliun di tahun 2016 dan 15,02 triliun di tahun 2015. Hingga triwulan III tahun 2017, pencapaian
realisasi belanja tertinggi utamanya ada pada Pemerintah Provinsi sebesar 61,32%.
28 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
BELANJA MODALBELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASABELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HASIL
BANTUAN KEUANGANKONSUMSI LAINNYA
KAB PROV
GRAFIK 2.10.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
APBN
PANGSA REALISASI BELANJA APBN PEMERINTAH, APBD KABUPATEN/KOTA, DAN PROVINSI
37,413,8 5,8
32,9
50,5
34,4
29,5
14,9
19,9
31,0
8,518,9
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
REALISASI
NOMINAL %
PANGSA(%)
19.563,4
3.795,8
15.767,6
8.433,6
3.876,3
1.046,7
36,9
248,1
2.101,4
24,7
-
54%
41%
59%
67%
47%
66%
30%
58%
59%
35%
0%
100,00
19,40
80,60
43,11
19,81
5,35
0,19
1,27
10,74
0,13
0,00
URAIAN RENCANA
35.911,5
9.205,6
26.685,2
12.676,0
8.236,7
1.576,8
123,3
427,1
3.573,9
71,4
20,7
BELANJA DAERAH
BELANJA MODAL
BELANJA KONSUMSI
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL
BANTUAN KEUANGAN
KONSUMSI LAINNYA
BELANJA LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp)
GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
APBN KAB PROV TOTAL
%
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Tenggara
57,951,1
61,354,557,1
30,8 29,6
41,2
59,9 57,1
66,059,1
dan pembayaran gaji pegawai serta kegiatan kedinasan.
Hal ini juga terlihat dari realisasi belanja pegawai yang telah
mencapai Rp 8,43 triliun atau 67% dari pangsa total
realisasi belanja pemerintah hingga triwulan-III 2017.
Realisasi belanja konsumsi tertinggi dipegang oleh
Pemerintah Provinsi sebesar 66% atau Rp 2,69 triliun dari
total pagu belanja konsumsi sebesar Rp 4,08 triliun, yang
jika ditelusuri lebih dalam, utamanya berasal dari realisasi
belanja pegawai 71,94% atau Rp 984,68 miliar. Hal ini
juga tercermin pada komponen realisasi belanja konsumsi
secara keseluruhan baik dari APBN, APBD Provinsi serta
Kabupaten/Kota, disini pencapaian realisasi tertinggi
dipimpin oleh belanja pegawai sebesar 67% atau Rp. 8,45
triliun dari pagu total Rp 12,67 triliun, yang sedikit lebih
tinggi dari pencapaian belanja hibah pada 66%.
Pencapaian realisasi anggaran belanja APBN pada triwulan III 2017 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan periode yang
sama tahun 2016 dan 2015 yang utamanya didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal APBN. Realisasi belanja
APBN hingga triwulan-III mencapai Rp 5,61 triliun atau 58,79% dari total pagu belanja APBN tahun 2016 sebesar Rp 9,55
triliun. Sementara itu, pangsa realisasi belanja konsumsi tertinggi untuk triwulan-III utamanya dipergunakan bagi belanja
modal sebesar Rp 2,1 triliun (37,40%) yang dipergunakan untuk pembangunan beberapa infrastruktur utama seperti,
jalan, Pos Lintas Batas Negara, jembatan, pemeliharaan jalan rutin serta pembangunan bendungan yang salah satunya
adalah pembangunan jaringan irigasi untuk menampung air dari bendungan Raknamo yang hampir selesai di 2017 ini,
selanjutnya diikuti dengan belanja pegawai sebesar Rp 1,84 triliun (32,89%). Di sisi lain, pangsa realisasi belanja barang
dan jasa tercatat sebesar 29,55% atau Rp 1,65 triliun.
2.3.1 Belanja APBN
31- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA DAERAH
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
102030405060708090
100
GRAFIK 2.8. REALISASI BELANJA MODAL
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
0
20
40
60
80
100
120
2015I II III
2016I II III I
2017 II III
0
2015I II III
2016I II III I
2017 II III
GRAFIK 2.6. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN-III 2017
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS PENDAPATAN LAIN-LAIN REALISASI (LINE KANAN)PENDAPATAN ASLI DAERAH
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
SUM
BA B
ARA
T
LEM
BATA
ROTE
MA
BAR
SUM
BA T
ENG
AH
TTS
SUM
BA T
IMU
R
KO
TA K
UPA
NG
ALO
R
NA
GEK
EO
BELU
FLO
TIM
END
E
MA
TIM
NG
AD
A
SIK
KA
TTU
MA
LAK
A
MA
NG
GA
RAI
SBD
KA
B. K
UPA
NG
SABU
RA
IJUA
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
2.3 BELANJA DAERAH
Realisasi anggaran belanja daerah sepanjang triwulan III 2017 baru mencapai 54,48% atau 19,56 triliun dari total
anggaran belanja tahun 2017 sebesar Rp 35,91 triliun. Namun begitu, realisasi anggaran belanja ini cenderung lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun 2016 (53,39%) dan tahun 2015 (43,53%). Hal ini turut didorong oleh adanya
realisasi kegiatan proyek pemerintah.
Apabila dibandingkan dengan pencapaian triwulan-III 2016, realisasi belanja pemerintah, baik belanja secara umum
maupun belanja modal cenderung lebih tinggi. Belanja modal secara keseluruhan pada triwulan III-2017 tercatat 41,23%
dari pagu 2017 atau Rp 3,79 triliun dibandingkan pencapaian triwulan-III 2016 yang sebesar 36,21% dari pagu 2016 atau
Rp 3,15 triliun. Peningkatan realisasi ini menunjukkan adanya kegiatan pemerintah untuk melakukan realisasi kegiatan
proyek di tahun 2017. Adapun proyek yang tercatat di tahun 2017 diantaranya adalah proyek multiyears seperti Pos Lintas
Batas Negara (PLBN) di beberapa tempat seperti Mota’ain, Motamasin dan Wini, pembangunan bendungan, seperti
finalisasi bendungan Raknamo, serta pembangunan berbagai fasilitas publik, seperti jalan. Di sisi lain, meskipun terdapat
kenaikan dalam penyerapan belanja modal, namun rendahnya realisasi sebesar 41,23% menunjukkan masih adanya
permasalahan realisasi anggaran biaya pemerintah, baik terkait pembayaran maupun proses pengesahan anggaran APBD
yang tertunda. Dalam hal belanja modal, realisasi belanja modal APBN menjadi yang tertinggi sebesar 57,08% dari pagu
atau Rp2,1 triliun dari total pagu sebesar Rp 3,67 triliun.
Hingga triwulan-III, dilihat dari komposisi belanja secara umum, realisasi belanja konsumsi adalah komponen tertinggi di
Provinsi NTT dengan total 59,1%. Tingginya realisasi belanja tersebut turut didukung realisasi gaji ke-13 pada triwulan-II
30 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
BELANJA MODALBELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASABELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HASIL
BANTUAN KEUANGANKONSUMSI LAINNYA
KAB PROV
GRAFIK 2.10.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
APBN
PANGSA REALISASI BELANJA APBN PEMERINTAH, APBD KABUPATEN/KOTA, DAN PROVINSI
37,413,8 5,8
32,9
50,5
34,4
29,5
14,9
19,9
31,0
8,518,9
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
REALISASI
NOMINAL %
PANGSA(%)
19.563,4
3.795,8
15.767,6
8.433,6
3.876,3
1.046,7
36,9
248,1
2.101,4
24,7
-
54%
41%
59%
67%
47%
66%
30%
58%
59%
35%
0%
100,00
19,40
80,60
43,11
19,81
5,35
0,19
1,27
10,74
0,13
0,00
URAIAN RENCANA
35.911,5
9.205,6
26.685,2
12.676,0
8.236,7
1.576,8
123,3
427,1
3.573,9
71,4
20,7
BELANJA DAERAH
BELANJA MODAL
BELANJA KONSUMSI
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL
BANTUAN KEUANGAN
KONSUMSI LAINNYA
BELANJA LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp)
GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
APBN KAB PROV TOTAL
%
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Tenggara
57,951,1
61,354,557,1
30,8 29,6
41,2
59,9 57,1
66,059,1
dan pembayaran gaji pegawai serta kegiatan kedinasan.
Hal ini juga terlihat dari realisasi belanja pegawai yang telah
mencapai Rp 8,43 triliun atau 67% dari pangsa total
realisasi belanja pemerintah hingga triwulan-III 2017.
Realisasi belanja konsumsi tertinggi dipegang oleh
Pemerintah Provinsi sebesar 66% atau Rp 2,69 triliun dari
total pagu belanja konsumsi sebesar Rp 4,08 triliun, yang
jika ditelusuri lebih dalam, utamanya berasal dari realisasi
belanja pegawai 71,94% atau Rp 984,68 miliar. Hal ini
juga tercermin pada komponen realisasi belanja konsumsi
secara keseluruhan baik dari APBN, APBD Provinsi serta
Kabupaten/Kota, disini pencapaian realisasi tertinggi
dipimpin oleh belanja pegawai sebesar 67% atau Rp. 8,45
triliun dari pagu total Rp 12,67 triliun, yang sedikit lebih
tinggi dari pencapaian belanja hibah pada 66%.
Pencapaian realisasi anggaran belanja APBN pada triwulan III 2017 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan periode yang
sama tahun 2016 dan 2015 yang utamanya didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal APBN. Realisasi belanja
APBN hingga triwulan-III mencapai Rp 5,61 triliun atau 58,79% dari total pagu belanja APBN tahun 2016 sebesar Rp 9,55
triliun. Sementara itu, pangsa realisasi belanja konsumsi tertinggi untuk triwulan-III utamanya dipergunakan bagi belanja
modal sebesar Rp 2,1 triliun (37,40%) yang dipergunakan untuk pembangunan beberapa infrastruktur utama seperti,
jalan, Pos Lintas Batas Negara, jembatan, pemeliharaan jalan rutin serta pembangunan bendungan yang salah satunya
adalah pembangunan jaringan irigasi untuk menampung air dari bendungan Raknamo yang hampir selesai di 2017 ini,
selanjutnya diikuti dengan belanja pegawai sebesar Rp 1,84 triliun (32,89%). Di sisi lain, pangsa realisasi belanja barang
dan jasa tercatat sebesar 29,55% atau Rp 1,65 triliun.
2.3.1 Belanja APBN
31- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA DAERAH
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
102030405060708090
100
GRAFIK 2.8. REALISASI BELANJA MODAL
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
0
20
40
60
80
100
120
2015I II III
2016I II III I
2017 II III
0
2015I II III
2016I II III I
2017 II III
GRAFIK 2.6. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN-III 2017
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS PENDAPATAN LAIN-LAIN REALISASI (LINE KANAN)PENDAPATAN ASLI DAERAH
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
SUM
BA B
ARA
T
LEM
BATA
ROTE
MA
BAR
SUM
BA T
ENG
AH
TTS
SUM
BA T
IMU
R
KO
TA K
UPA
NG
ALO
R
NA
GEK
EO
BELU
FLO
TIM
END
E
MA
TIM
NG
AD
A
SIK
KA
TTU
MA
LAK
A
MA
NG
GA
RAI
SBD
KA
B. K
UPA
NG
SABU
RA
IJUA
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
2.3 BELANJA DAERAH
Realisasi anggaran belanja daerah sepanjang triwulan III 2017 baru mencapai 54,48% atau 19,56 triliun dari total
anggaran belanja tahun 2017 sebesar Rp 35,91 triliun. Namun begitu, realisasi anggaran belanja ini cenderung lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun 2016 (53,39%) dan tahun 2015 (43,53%). Hal ini turut didorong oleh adanya
realisasi kegiatan proyek pemerintah.
Apabila dibandingkan dengan pencapaian triwulan-III 2016, realisasi belanja pemerintah, baik belanja secara umum
maupun belanja modal cenderung lebih tinggi. Belanja modal secara keseluruhan pada triwulan III-2017 tercatat 41,23%
dari pagu 2017 atau Rp 3,79 triliun dibandingkan pencapaian triwulan-III 2016 yang sebesar 36,21% dari pagu 2016 atau
Rp 3,15 triliun. Peningkatan realisasi ini menunjukkan adanya kegiatan pemerintah untuk melakukan realisasi kegiatan
proyek di tahun 2017. Adapun proyek yang tercatat di tahun 2017 diantaranya adalah proyek multiyears seperti Pos Lintas
Batas Negara (PLBN) di beberapa tempat seperti Mota’ain, Motamasin dan Wini, pembangunan bendungan, seperti
finalisasi bendungan Raknamo, serta pembangunan berbagai fasilitas publik, seperti jalan. Di sisi lain, meskipun terdapat
kenaikan dalam penyerapan belanja modal, namun rendahnya realisasi sebesar 41,23% menunjukkan masih adanya
permasalahan realisasi anggaran biaya pemerintah, baik terkait pembayaran maupun proses pengesahan anggaran APBD
yang tertunda. Dalam hal belanja modal, realisasi belanja modal APBN menjadi yang tertinggi sebesar 57,08% dari pagu
atau Rp2,1 triliun dari total pagu sebesar Rp 3,67 triliun.
Hingga triwulan-III, dilihat dari komposisi belanja secara umum, realisasi belanja konsumsi adalah komponen tertinggi di
Provinsi NTT dengan total 59,1%. Tingginya realisasi belanja tersebut turut didukung realisasi gaji ke-13 pada triwulan-II
30 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT 246,27
289,84
98,51
3.106,62
3.741,24
0,77
2,90
15,27
135,42
154,36
-
370,84
105,53
1.268,86
1.745,22
247,04
663,58
219,30
4.510,90
5.640,82
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 2.12. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT
Sumber: Bank Indonesia, diolah
PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL
TRILIUN RP
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
GAMBAR 2.1. REALISASI BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Sumba Timur
Sumba TengahSumba
Barat
SBD
SabuRote
Kota Kupang
Kupang
TTS
TTUMalaka
Belu
Alor
LembataFlotimSikkaEndeNagekeo
Ngada
Matim
Manggarai
Mabar
> 50
40 < X = 50
30 < X = 40
20 < X = 30
= 20
17,3816,94
10,569,27
8,80
14,35
17,41
7,038,412,24
22,8212.31
20,67
15.84
17,1011,28
8,4313,43
16,19
14,91
17,51
Porsi Realisasi Belanja Modal Tertinggi
Ngada
22,82%Rote
20,67%
15,07
TW x
Berdasarkan data perbankan sampai dengan triwulan III 2017, Dana Pihak Ketiga (DPK) pemerintah dalam bentuk
simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 5,64 triliun. Jumlah tersebut mengalami penurunan 17,03%(qtq)
dibandingkan triwulan II 2017 yang memiliki jumlah sebesar Rp 6,79 triliun. Penurunan DPK tersebut diduga turut
meningkatkan realisasi anggaran pada triwulan-III yang digunakan bagi kegiatan pemerintah. Adapun komponen DPK
pemerintah terbanyak masih didominasi oleh giro dengan nilai Rp 3,74 triliun atau 66,32% dari total dana pemerintah di
perbankan.
2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN
33- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 2.11. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODALBELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAINNYA REALISASI (LINE KANAN)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
ROTE
FLO
TIM
END
E
ALO
R
MA
TIM
SUM
BA
TEN
GA
H
SUM
BA B
ARA
T
SBD
SUM
BA T
IMU
R
NG
AD
A
MA
BAR
MA
LAK
A
BELU
SIK
KA
LEM
BATA
KA
B. K
UPA
NG
TTU
KO
TA K
UPA
NG
MA
NG
GA
RAI
NA
GEK
EO TTS
SABU
RA
IJUA
Perkembangan realisasi belanja pemerintah Provinsi NTT hingga triwulan-III 2017 mencapai Rp 2,69 triliun atau 66% dari
total pagu belanja sebesar Rp 4,08 triliun. Jika dibandingkan dengan tahun 2016 pada periode yang sama, capaian realisasi
pada komponen belanja daerah yang sebelumnya sebesar 63,13% persentasenya menurun menjadi 61,32%. Sementara
itu, belanja Pemerintah Provinsi hingga triwulan-III tidak lagi didominasi oleh belanja hibah, melainkan oleh belanja
pegawai yang mencapai Rp 984,68 milliar atau memiliki pangsa 34,44% dari total realisasi belanja, salah satu faktornya
adalah adanya pembayaran guru pada awal triwulan III tahun 2017. Hal serupa juga berlaku pada belanja hibah yang
mencapai Rp 886,88 miliar dengan pangsa 31,02%, pada pos ini utamanya dipergunakan untuk pembayaran gaji guru
honor yang dibiayai melalui dana Biaya Operasional Sekolah (BOS).
2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT
Secara keseluruhan, realisasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota hingga triwulan-III 2017 mencapai Rp 11 triliun atau
51% dari pagu belanja 2017 sebesar Rp 22,52 triliun. Komponen realisasi terbesar berasal dari belanja pegawai sebesar Rp
5,6 triliun atau dengan pangsa realisasi 50,52% atau 64,99% dari pagu belanja pegawai, diikuti belanja bantuan
keuangan sebesar Rp 2,1 triliun dengan pangsa 18,93% dan pencapaian realisasi 58,79% dari pagu bantuan keuangan,
sedikit diatas belanja barang dan jasa yang sebesar Rp 1,64 triliun (pangsa: 14,86%).
Apabila dianalisis secara spasial, capaian realisasi tertinggi di atas 60% ada pada Kab. Rote sebesar 62% diikuti dengan
Flores Timur dengan 61,25%. Adapun persentase belanja pegawai tertinggi ada di Kota Kupang sebesar 60%, diikuti oleh
Kab. TTU (60,32%) dan Kab. TTS (56,91%). Di sisi lain, pangsa belanja modal rata-rata berada di bawah angka 30%,
dengan yang tertinggi dicapai oleh Kab. Ngada sebesar 22,82% diikuti oleh Rote sebesar 20,67% dan dari total realisasi
belanja hingga triwulan-III. Dari kondisi ini, masing-masing pemerintah provinsi diharapkan untuk dapat melakukan
realisasi anggaran secara optimal agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota
32 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT 246,27
289,84
98,51
3.106,62
3.741,24
0,77
2,90
15,27
135,42
154,36
-
370,84
105,53
1.268,86
1.745,22
247,04
663,58
219,30
4.510,90
5.640,82
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 2.12. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT
Sumber: Bank Indonesia, diolah
PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL
TRILIUN RP
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
GAMBAR 2.1. REALISASI BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Sumba Timur
Sumba TengahSumba
Barat
SBD
SabuRote
Kota Kupang
Kupang
TTS
TTUMalaka
Belu
Alor
LembataFlotimSikkaEndeNagekeo
Ngada
Matim
Manggarai
Mabar
> 50
40 < X = 50
30 < X = 40
20 < X = 30
= 20
17,3816,94
10,569,27
8,80
14,35
17,41
7,038,412,24
22,8212.31
20,67
15.84
17,1011,28
8,4313,43
16,19
14,91
17,51
Porsi Realisasi Belanja Modal Tertinggi
Ngada
22,82%Rote
20,67%
15,07
TW x
Berdasarkan data perbankan sampai dengan triwulan III 2017, Dana Pihak Ketiga (DPK) pemerintah dalam bentuk
simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 5,64 triliun. Jumlah tersebut mengalami penurunan 17,03%(qtq)
dibandingkan triwulan II 2017 yang memiliki jumlah sebesar Rp 6,79 triliun. Penurunan DPK tersebut diduga turut
meningkatkan realisasi anggaran pada triwulan-III yang digunakan bagi kegiatan pemerintah. Adapun komponen DPK
pemerintah terbanyak masih didominasi oleh giro dengan nilai Rp 3,74 triliun atau 66,32% dari total dana pemerintah di
perbankan.
2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN
33- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 2.11. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODALBELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAINNYA REALISASI (LINE KANAN)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
ROTE
FLO
TIM
END
E
ALO
R
MA
TIM
SUM
BA
TEN
GA
H
SUM
BA B
ARA
T
SBD
SUM
BA T
IMU
R
NG
AD
A
MA
BAR
MA
LAK
A
BELU
SIK
KA
LEM
BATA
KA
B. K
UPA
NG
TTU
KO
TA K
UPA
NG
MA
NG
GA
RAI
NA
GEK
EO TTS
SABU
RA
IJUA
Perkembangan realisasi belanja pemerintah Provinsi NTT hingga triwulan-III 2017 mencapai Rp 2,69 triliun atau 66% dari
total pagu belanja sebesar Rp 4,08 triliun. Jika dibandingkan dengan tahun 2016 pada periode yang sama, capaian realisasi
pada komponen belanja daerah yang sebelumnya sebesar 63,13% persentasenya menurun menjadi 61,32%. Sementara
itu, belanja Pemerintah Provinsi hingga triwulan-III tidak lagi didominasi oleh belanja hibah, melainkan oleh belanja
pegawai yang mencapai Rp 984,68 milliar atau memiliki pangsa 34,44% dari total realisasi belanja, salah satu faktornya
adalah adanya pembayaran guru pada awal triwulan III tahun 2017. Hal serupa juga berlaku pada belanja hibah yang
mencapai Rp 886,88 miliar dengan pangsa 31,02%, pada pos ini utamanya dipergunakan untuk pembayaran gaji guru
honor yang dibiayai melalui dana Biaya Operasional Sekolah (BOS).
2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT
Secara keseluruhan, realisasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota hingga triwulan-III 2017 mencapai Rp 11 triliun atau
51% dari pagu belanja 2017 sebesar Rp 22,52 triliun. Komponen realisasi terbesar berasal dari belanja pegawai sebesar Rp
5,6 triliun atau dengan pangsa realisasi 50,52% atau 64,99% dari pagu belanja pegawai, diikuti belanja bantuan
keuangan sebesar Rp 2,1 triliun dengan pangsa 18,93% dan pencapaian realisasi 58,79% dari pagu bantuan keuangan,
sedikit diatas belanja barang dan jasa yang sebesar Rp 1,64 triliun (pangsa: 14,86%).
Apabila dianalisis secara spasial, capaian realisasi tertinggi di atas 60% ada pada Kab. Rote sebesar 62% diikuti dengan
Flores Timur dengan 61,25%. Adapun persentase belanja pegawai tertinggi ada di Kota Kupang sebesar 60%, diikuti oleh
Kab. TTU (60,32%) dan Kab. TTS (56,91%). Di sisi lain, pangsa belanja modal rata-rata berada di bawah angka 30%,
dengan yang tertinggi dicapai oleh Kab. Ngada sebesar 22,82% diikuti oleh Rote sebesar 20,67% dan dari total realisasi
belanja hingga triwulan-III. Dari kondisi ini, masing-masing pemerintah provinsi diharapkan untuk dapat melakukan
realisasi anggaran secara optimal agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota
32 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Perkembangan Inflasi03Inasi pada triwulan III di Provinsi NTT masih menunjukkan kondisi yang baik meskipun sedikit
meningkat dibanding inasi tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Deasi pada bulan
Juli dan Agustus 2017 paska hari raya tertahan oleh adanya inasi di bulan September 2017
seiring adanya kenaikan tarif angkutan udara karena adanya libur Hari Raya Idul Adha dan tahun
baru hijriah, serta adanya peningkatan kunjungan ke Kupang untuk mengikuti festival seni siswa
nasional yang diselenggarakan di Kota Kupang. Adanya kenaikan biaya perguruan tinggi juga
menjadi pendorong utama inasi di NTT.
Berdasarkan disagregasi inasi, Inasi masih disebabkan oleh adanya kenaikan harga pada
komoditas administered prices seiring dengan adanya kenaikan tarif angkutan udara selama libur
hari raya Idul Adha dan tahun baru hijriah beserta festival seni siswa nasional yang diselenggarakan
di Kota Kupang.
Secara spasial, inasi di Kota Kupang masih cenderung lebih rendah dibanding nasional,
sedangkan inasi Kota Maumere cenderung lebih tinggi. Relatif rendahnya inasi di Kota Kupang
terutama disebabkan oleh terjaganya harga komoditas bahan makanan, berbeda dengan Kota
Maumere yang relatif lebih tinggi.
Inasi sepanjang tahun 2017 diperkirakan kurang dari 3% seiring dengan relatif terjaganya harga
semua komoditas. Kenaikan harga yang cukup tinggi diperkirakan terjadi pada harga bahan
makanan, namun diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya seiring dengan adanya persiapan
pasokan yang lebih siap.
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
309.480
9.316.225
3.617.941
5.698.285
2.679.840
2.997.608
-
20.837
-
-
-
-
(9.006.746)
20.452.365
21.428.151
4.797.674
16.630.477
8.621.451
4.053.221
223.974
78.572
20.103
3.569.084
64.071
-
(975.786)
1.074.746
1.061.452
13.294
99.050
69.050
30.000
975.696
(91)
4.722.737
4.663.191
562.136
4.080.399
1.368.796
922.141
1.348.420
23.151
406.968
3.423
7.500
20.655
59.546
122.954
115.383
7.570
182.500
82.500
100.000
(59.546)
-
25.484.581
35.407.567
8.977.751
26.409.161
12.670.086
7.972.970
1.572.394
122.560
427.071
3.572.507
71.571
20.655
(9.922.986)
1.197.700
1.176.835
20.864
281.550
151.550
130.000
916.150
(91)
151.086
3.151.013
1.123.655
2.027.357
1.140.716
885.113
-
1.528
-
-
-
-
(2.999.926)
9.306.735
5.998.344
490.943
5.507.401
3.403.736
792.972
71.032
16.669
3.067
1.200.040
19.885
-
3.308.391
894.104
893.560
545
45.500
35.500
10.000
848.604
848.608
2.281.448
1.970.070
75.035
1.895.035
589.482
388.870
770.550
2.407
142.719
1.000
7
-
311.378
285.739
282.889
2.850
75.000
75.000
-
210.739
210.739
11.739.269
11.119.427
1.689.633
9.429.793
5.133.934
2.066.954
841.582
20.605
145.787
1.201.040
19.891
-
619.843
1.179.843
1.176.448
3.395
120.500
110.500
10.000
1.059.343
1.059.347
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
34 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Perkembangan Inflasi03Inasi pada triwulan III di Provinsi NTT masih menunjukkan kondisi yang baik meskipun sedikit
meningkat dibanding inasi tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Deasi pada bulan
Juli dan Agustus 2017 paska hari raya tertahan oleh adanya inasi di bulan September 2017
seiring adanya kenaikan tarif angkutan udara karena adanya libur Hari Raya Idul Adha dan tahun
baru hijriah, serta adanya peningkatan kunjungan ke Kupang untuk mengikuti festival seni siswa
nasional yang diselenggarakan di Kota Kupang. Adanya kenaikan biaya perguruan tinggi juga
menjadi pendorong utama inasi di NTT.
Berdasarkan disagregasi inasi, Inasi masih disebabkan oleh adanya kenaikan harga pada
komoditas administered prices seiring dengan adanya kenaikan tarif angkutan udara selama libur
hari raya Idul Adha dan tahun baru hijriah beserta festival seni siswa nasional yang diselenggarakan
di Kota Kupang.
Secara spasial, inasi di Kota Kupang masih cenderung lebih rendah dibanding nasional,
sedangkan inasi Kota Maumere cenderung lebih tinggi. Relatif rendahnya inasi di Kota Kupang
terutama disebabkan oleh terjaganya harga komoditas bahan makanan, berbeda dengan Kota
Maumere yang relatif lebih tinggi.
Inasi sepanjang tahun 2017 diperkirakan kurang dari 3% seiring dengan relatif terjaganya harga
semua komoditas. Kenaikan harga yang cukup tinggi diperkirakan terjadi pada harga bahan
makanan, namun diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya seiring dengan adanya persiapan
pasokan yang lebih siap.
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
309.480
9.316.225
3.617.941
5.698.285
2.679.840
2.997.608
-
20.837
-
-
-
-
(9.006.746)
20.452.365
21.428.151
4.797.674
16.630.477
8.621.451
4.053.221
223.974
78.572
20.103
3.569.084
64.071
-
(975.786)
1.074.746
1.061.452
13.294
99.050
69.050
30.000
975.696
(91)
4.722.737
4.663.191
562.136
4.080.399
1.368.796
922.141
1.348.420
23.151
406.968
3.423
7.500
20.655
59.546
122.954
115.383
7.570
182.500
82.500
100.000
(59.546)
-
25.484.581
35.407.567
8.977.751
26.409.161
12.670.086
7.972.970
1.572.394
122.560
427.071
3.572.507
71.571
20.655
(9.922.986)
1.197.700
1.176.835
20.864
281.550
151.550
130.000
916.150
(91)
151.086
3.151.013
1.123.655
2.027.357
1.140.716
885.113
-
1.528
-
-
-
-
(2.999.926)
9.306.735
5.998.344
490.943
5.507.401
3.403.736
792.972
71.032
16.669
3.067
1.200.040
19.885
-
3.308.391
894.104
893.560
545
45.500
35.500
10.000
848.604
848.608
2.281.448
1.970.070
75.035
1.895.035
589.482
388.870
770.550
2.407
142.719
1.000
7
-
311.378
285.739
282.889
2.850
75.000
75.000
-
210.739
210.739
11.739.269
11.119.427
1.689.633
9.429.793
5.133.934
2.066.954
841.582
20.605
145.787
1.201.040
19.891
-
619.843
1.179.843
1.176.448
3.395
120.500
110.500
10.000
1.059.343
1.059.347
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
34 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Angkutan Udara
Sawi Putih
Bawang Putih
Wortel
Cabai Merah
Kangkung
Bawang Merah
Kubis
Sawi Hijau
Teri
(16,48)
(18,39)
(15,34)
(27,83)
(16,72)
(3,47)
(4,80)
(20,71)
(12,52)
(9,67)
Komoditas Inflasi (%)
(0,61)
(0,12)
(0,06)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
(0,02)
(0,01)
(0,01)
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
JULI
Angkutan Udara
Sawi Putih
Ekor Kuning
Bawang Merah
Tomat Sayur
Terong Panjang
Kentang
Cabai Rawit
Bayam
Kangkung
(11,97)
(23,87)
(34,82)
(19,72)
(26,44)
(37,82)
(13,97)
(11,27)
(10,71)
(3,77)
Komoditas Inflasi (%)
(0,37)
(0,13)
(0,08)
(0,07)
(0,07)
(0,04)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,03)
Andil (%)
AGUSTUS
Daging Ayam Ras
Kangkung
Cabai Rawit
Pucuk Labu
Bawang Merah
Tomat Sayur
Cabai Merah
Merah
Bawang Putih
Gula Pasir
(21,20)
(10,37)
(24,10)
(41,16)
(11,95)
(16,85)
(15,94)
(22,48)
(7,78)
(2,77)
Komoditas Inflasi (%)
(0,27)
(0,08)
(0,06)
(0,06)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
(0,02)
Andil (%)
SEPTEMBER
Angkutan Udara
Daging Ayam Ras
Kangkung
Kembung
Cabai Rawit
Cabai Merah
Ekor Kuning
Bayam
Daun Singkong
Bawang Merah
(11,37)
(10,86)
(13,90)
(7,18)
(28,19)
(33,56)
(23,36)
(10,02)
(13,81)
(6,30)
Komoditas Inflasi (%)
(0,33)
(0,11)
(0,09)
(0,08)
(0,05)
(0,05)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
Andil (%)
OKTOBER
Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Cabai Rawit
Daging Ayam Ras
Tembang
Tongkol
Kakap Merah
Ekor Kuning
Bunga Pepaya
Nasi dengan Lauk
Kue Kering
Terong Panjang
74,16
11,26
30,25
15,38
24,11
28,11
64,74
1,72
8,52
26,70
Komoditas Inflasi (%)
0,12
0,12
0,09
0,08
0,06
0,05
0,04
0,04
0,03
0,02
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
JULI
Kembung
Daging Ayam Ras
Sekolah Dasar
Daun Singkong
Merah
Besi Beton
Seng
Cabai Merah
Pucuk Labu
Daging Ayam Kampung
19,43
7,86
7,38
34,42
55,04
4,79
2,19
12,40
15,33
13,51
Komoditas Inflasi (%)
0,17
0,09
0,07
0,04
0,04
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
Andil (%)
AGUSTUS
Angkutan Udara
Perguruan Tinggi
Kembung
Tongkol
Kontrak Rumah
Besi Beton
Seng
Batu
Bunga Pepaya
Daun Seledri
8,49
9,18
10,97
11,04
2,19
5,59
4,13
7,70
16,73
43,65
Komoditas Inflasi (%)
0,23
0,23
0,11
0,06
0,05
0,05
0,04
0,03
0,02
0,02
Andil (%)
SEPTEMBER
Kontrak Rumah
Semen
Sawi Putih
Jeruk Nipis
Daging Ayam Kampung
Seng
Wortel
Semangka
Bunga Pepaya
Layang
2,20
1,86
8,89
64,41
17,87
1,98
22,97
18,17
13,73
12,56
Komoditas Inflasi (%)
0,05
0,04
0,04
0,03
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
Andil (%)
OKTOBER
Pada bulan September 2017, Provinsi NTT mengalami inflasi hingga 0,37% (mtm) terutama disebabkan oleh adanya
kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya libur panjang hari raya Idul Adha dan Tahun Baru Hijriah, maupun
even festival nasional di Kupang. Biaya pendidikan tingkat perguruan tinggi juga mengalami kenaikan cukup besar di Kota
Kupang, serta tingginya gelombang laut membuat hasil tangkapan ikan mengalami penurunan. Namun demikian, secara
umum, komoditas bahan makanan masih mengalami deflasi terutama disebabkan oleh kenaikan pasokan karena
perbaikan cuaca dan menurunnya permintaan.
Provinsi NTT pada bulan Oktober 2017 kembali mengalami deflasi hingga -0,49% (mtm) terutama disebabkan oleh
kembali menurunnya tarif angkutan udara, banyaknya pasokan komoditas hortikultura maupun juga penurunan
permintaan. Tidak adanya even mayor membuat permintaan kembali normal dan tarif angkutan udara kembali
mengalami penurunan. Pelambatan permintaan juga membuat harga daging ayam segar mengalami penurunan. Kondisi
37- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
3.1. KONDISI UMUM
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan menjadi sebesar 3,46% (yoy), lebih tinggi
dibanding inflasi tahun sebelumnya yang sebesar 3,07 (yoy) maupun triwulan sebelumnya yang hanya
sebesar 2,45% (yoy). Namun demikian, capaian tersebut masih relatif terkontrol dibanding inflasi nasional
yang lebih tinggi sebesar 3,72% (yoy) maupun rata-rata 3 tahun terakhir yang mencapai 4,42% (av-yoy). Inflasi
bahan makanan masih menunjukkan tren menurun hingga triwulan III 2017. Kondisi cuaca yang kembali normal setelah
GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
INFLASI TAHUNAN (%)
NASIONAL NTT
Sumber : BPS, diolah
IV2015
I II III IV2016
I II III IV I2017
II III
3,72 3,58
3,46 2,77
0,01
1,01
2,01
3,01
4,01
5,01
6,01
7,01
8,01
9,01
10
Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
TARIP LISTRIK
CABAI RAWIT
KEMBUNG
PERGURUAN TINGGI
ANGKUTAN UDARA
B. PERPANJANGAN STNK
TONGKOL
BESI BETON
ROKOK KRETEK FILTER
SENG
17,92
144,44
31,08
9,18
7,78
102,93
32,26
18,15
7,57
14,46
KOMODITAS INFLASI
PENYUMBANG INFLASI UTAMA
YOY
0,56
0,37
0,32
0,23
0,21
0,20
0,18
0,16
0,15
0,14
SUM YOY
KANGKUNG
BAWANG MERAH
GULA PASIR
SAWI PUTIH
DAGING AYAM RAS
TOMAT SAYUR
CABAI MERAH
LENGKUAS
SEMEN
DAGING AYAM KAMPUNG
(16,38)
(30,11)
(10,29)
(17,69)
(4,62)
(24,56)
(27,40)
(25,00)
(1,54)
(23,79)
KOMODITAS DEFLASI
PENYUMBANG DEFLASI UTAMA
YOY
(0,12)
(0,09)
(0,08)
(0,07)
(0,06)
(0,05)
(0,05)
(0,04)
(0,04)
(0,03)
SUM YOY
Sumber : BPS diolah
terdampak anomali cuaca La Nina di akhir tahun 2016
membuat pasokan bahan makanan relatif cukup tersedia.
Hal ini berdampak pada penurunan signifikan pada harga
komoditas bahan makanan terutama komoditas sayur-
sayuran dan bumbu-bumbuan. Kenaikan cukup tinggi
terjadi pada komoditas pendidikan terutama disebabkan
oleh kenaikan biaya kuliah, ataupun kenaikan tarif
angkutan udara karena adanya hari raya dan even nasional.
3.1.1 Inflasi Triwulanan dan Bulanan
Dibanding triwulan sebelumnya, provinsi NTT di triwulan III 2017 mengalami deflasi sebesar -0,31% (qtq)
terutama disebabkan oleh besarnya penurunan harga bahan makanan dan transportasi. Deflasi tersebut
terutama disebabkan oleh adanya deflasi pada bulan Juli dan Agustus sebelum kembali mengalami inflasi di bulan
September 2017.
Secara tahunan, tarif listrik masih menjadi penyumbang inflasi utama, diikuti oleh komoditas cabai rawit yang kembali naik
di triwulan III 2017, ikan kembung dan tongkol, biaya perguruan tinggi, angkutan udara, biaya perpanjangan STNK,
kenaikan harga rokok dan seng. Kenaikan inflasi ikan segar terutama disebabkan oleh adanya angin timur yang
menyebabkan hasil tangkapan ikan berkurang, sementara inflasi empat komoditas utama di Provinsi NTT disebabkan oleh
ketetapan pemerintah, selain juga meningkatnya permintaan, gangguan pasokan dan meningkatnya ongkos produksi.
Di sisi lain, komoditas sayur-sayuran terutama kangkung, sawi putih, dan tomat sayur serta komoditas bumbu-bumbuan
(bawang merah, cabai merah, lengkuas) mampu menjadi penahan utama laju inflasi di tahun 2017. Kondisi cuaca yang
bagus membuat pasokan hortikultura mengalami kenaikan. Selain itu, adanya penurunan permintaan terutama pada
komoditas daging ayam ras dan ayam kampung juga menyebabkan penurunan harga.
NTT pada bulan Juli 2017 mengalami deflasi -0,16% (mtm) terutama disebabkan oleh turunnya tarif angkutan udara
paska Hari Raya Idul Fitri. Sementara itu, inflasi terjadi pada kelompok komoditas bahan makanan terutama disebabkan
oleh naiknya harga ikan segar dikarenakan adanya angin timur. Harga cabai rawit dan bunga pepaya mengalami kenaikan
signifikan dikarenakan oleh langkanya pasokan di pasar.
Pada bulan Agustus, NTT masih mengalami deflasi -0,52% (mtm) terutama disebabkan oleh masih turunnya tarif
angkutan udara maupun meningkatnya pasokan hortikultura, yang berdampak pada turunnya harga sayur-sayuran dan
bumbu-bumbuan. Gangguan angin timur masih berdampak pada meningkatnya rata-rata harga ikan segar walaupun
tidak sebesar bulan sebelumnya. Adanya kenaikan biaya pendidikan sekolah dasar di Kota Kupang juga menyumbang
kenaikan inflasi di kelompok komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga.
36 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Angkutan Udara
Sawi Putih
Bawang Putih
Wortel
Cabai Merah
Kangkung
Bawang Merah
Kubis
Sawi Hijau
Teri
(16,48)
(18,39)
(15,34)
(27,83)
(16,72)
(3,47)
(4,80)
(20,71)
(12,52)
(9,67)
Komoditas Inflasi (%)
(0,61)
(0,12)
(0,06)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
(0,02)
(0,01)
(0,01)
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
JULI
Angkutan Udara
Sawi Putih
Ekor Kuning
Bawang Merah
Tomat Sayur
Terong Panjang
Kentang
Cabai Rawit
Bayam
Kangkung
(11,97)
(23,87)
(34,82)
(19,72)
(26,44)
(37,82)
(13,97)
(11,27)
(10,71)
(3,77)
Komoditas Inflasi (%)
(0,37)
(0,13)
(0,08)
(0,07)
(0,07)
(0,04)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,03)
Andil (%)
AGUSTUS
Daging Ayam Ras
Kangkung
Cabai Rawit
Pucuk Labu
Bawang Merah
Tomat Sayur
Cabai Merah
Merah
Bawang Putih
Gula Pasir
(21,20)
(10,37)
(24,10)
(41,16)
(11,95)
(16,85)
(15,94)
(22,48)
(7,78)
(2,77)
Komoditas Inflasi (%)
(0,27)
(0,08)
(0,06)
(0,06)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
(0,02)
Andil (%)
SEPTEMBER
Angkutan Udara
Daging Ayam Ras
Kangkung
Kembung
Cabai Rawit
Cabai Merah
Ekor Kuning
Bayam
Daun Singkong
Bawang Merah
(11,37)
(10,86)
(13,90)
(7,18)
(28,19)
(33,56)
(23,36)
(10,02)
(13,81)
(6,30)
Komoditas Inflasi (%)
(0,33)
(0,11)
(0,09)
(0,08)
(0,05)
(0,05)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
Andil (%)
OKTOBER
Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Cabai Rawit
Daging Ayam Ras
Tembang
Tongkol
Kakap Merah
Ekor Kuning
Bunga Pepaya
Nasi dengan Lauk
Kue Kering
Terong Panjang
74,16
11,26
30,25
15,38
24,11
28,11
64,74
1,72
8,52
26,70
Komoditas Inflasi (%)
0,12
0,12
0,09
0,08
0,06
0,05
0,04
0,04
0,03
0,02
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
JULI
Kembung
Daging Ayam Ras
Sekolah Dasar
Daun Singkong
Merah
Besi Beton
Seng
Cabai Merah
Pucuk Labu
Daging Ayam Kampung
19,43
7,86
7,38
34,42
55,04
4,79
2,19
12,40
15,33
13,51
Komoditas Inflasi (%)
0,17
0,09
0,07
0,04
0,04
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
Andil (%)
AGUSTUS
Angkutan Udara
Perguruan Tinggi
Kembung
Tongkol
Kontrak Rumah
Besi Beton
Seng
Batu
Bunga Pepaya
Daun Seledri
8,49
9,18
10,97
11,04
2,19
5,59
4,13
7,70
16,73
43,65
Komoditas Inflasi (%)
0,23
0,23
0,11
0,06
0,05
0,05
0,04
0,03
0,02
0,02
Andil (%)
SEPTEMBER
Kontrak Rumah
Semen
Sawi Putih
Jeruk Nipis
Daging Ayam Kampung
Seng
Wortel
Semangka
Bunga Pepaya
Layang
2,20
1,86
8,89
64,41
17,87
1,98
22,97
18,17
13,73
12,56
Komoditas Inflasi (%)
0,05
0,04
0,04
0,03
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
Andil (%)
OKTOBER
Pada bulan September 2017, Provinsi NTT mengalami inflasi hingga 0,37% (mtm) terutama disebabkan oleh adanya
kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya libur panjang hari raya Idul Adha dan Tahun Baru Hijriah, maupun
even festival nasional di Kupang. Biaya pendidikan tingkat perguruan tinggi juga mengalami kenaikan cukup besar di Kota
Kupang, serta tingginya gelombang laut membuat hasil tangkapan ikan mengalami penurunan. Namun demikian, secara
umum, komoditas bahan makanan masih mengalami deflasi terutama disebabkan oleh kenaikan pasokan karena
perbaikan cuaca dan menurunnya permintaan.
Provinsi NTT pada bulan Oktober 2017 kembali mengalami deflasi hingga -0,49% (mtm) terutama disebabkan oleh
kembali menurunnya tarif angkutan udara, banyaknya pasokan komoditas hortikultura maupun juga penurunan
permintaan. Tidak adanya even mayor membuat permintaan kembali normal dan tarif angkutan udara kembali
mengalami penurunan. Pelambatan permintaan juga membuat harga daging ayam segar mengalami penurunan. Kondisi
37- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
3.1. KONDISI UMUM
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan menjadi sebesar 3,46% (yoy), lebih tinggi
dibanding inflasi tahun sebelumnya yang sebesar 3,07 (yoy) maupun triwulan sebelumnya yang hanya
sebesar 2,45% (yoy). Namun demikian, capaian tersebut masih relatif terkontrol dibanding inflasi nasional
yang lebih tinggi sebesar 3,72% (yoy) maupun rata-rata 3 tahun terakhir yang mencapai 4,42% (av-yoy). Inflasi
bahan makanan masih menunjukkan tren menurun hingga triwulan III 2017. Kondisi cuaca yang kembali normal setelah
GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
INFLASI TAHUNAN (%)
NASIONAL NTT
Sumber : BPS, diolah
IV2015
I II III IV2016
I II III IV I2017
II III
3,72 3,58
3,46 2,77
0,01
1,01
2,01
3,01
4,01
5,01
6,01
7,01
8,01
9,01
10
Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
TARIP LISTRIK
CABAI RAWIT
KEMBUNG
PERGURUAN TINGGI
ANGKUTAN UDARA
B. PERPANJANGAN STNK
TONGKOL
BESI BETON
ROKOK KRETEK FILTER
SENG
17,92
144,44
31,08
9,18
7,78
102,93
32,26
18,15
7,57
14,46
KOMODITAS INFLASI
PENYUMBANG INFLASI UTAMA
YOY
0,56
0,37
0,32
0,23
0,21
0,20
0,18
0,16
0,15
0,14
SUM YOY
KANGKUNG
BAWANG MERAH
GULA PASIR
SAWI PUTIH
DAGING AYAM RAS
TOMAT SAYUR
CABAI MERAH
LENGKUAS
SEMEN
DAGING AYAM KAMPUNG
(16,38)
(30,11)
(10,29)
(17,69)
(4,62)
(24,56)
(27,40)
(25,00)
(1,54)
(23,79)
KOMODITAS DEFLASI
PENYUMBANG DEFLASI UTAMA
YOY
(0,12)
(0,09)
(0,08)
(0,07)
(0,06)
(0,05)
(0,05)
(0,04)
(0,04)
(0,03)
SUM YOY
Sumber : BPS diolah
terdampak anomali cuaca La Nina di akhir tahun 2016
membuat pasokan bahan makanan relatif cukup tersedia.
Hal ini berdampak pada penurunan signifikan pada harga
komoditas bahan makanan terutama komoditas sayur-
sayuran dan bumbu-bumbuan. Kenaikan cukup tinggi
terjadi pada komoditas pendidikan terutama disebabkan
oleh kenaikan biaya kuliah, ataupun kenaikan tarif
angkutan udara karena adanya hari raya dan even nasional.
3.1.1 Inflasi Triwulanan dan Bulanan
Dibanding triwulan sebelumnya, provinsi NTT di triwulan III 2017 mengalami deflasi sebesar -0,31% (qtq)
terutama disebabkan oleh besarnya penurunan harga bahan makanan dan transportasi. Deflasi tersebut
terutama disebabkan oleh adanya deflasi pada bulan Juli dan Agustus sebelum kembali mengalami inflasi di bulan
September 2017.
Secara tahunan, tarif listrik masih menjadi penyumbang inflasi utama, diikuti oleh komoditas cabai rawit yang kembali naik
di triwulan III 2017, ikan kembung dan tongkol, biaya perguruan tinggi, angkutan udara, biaya perpanjangan STNK,
kenaikan harga rokok dan seng. Kenaikan inflasi ikan segar terutama disebabkan oleh adanya angin timur yang
menyebabkan hasil tangkapan ikan berkurang, sementara inflasi empat komoditas utama di Provinsi NTT disebabkan oleh
ketetapan pemerintah, selain juga meningkatnya permintaan, gangguan pasokan dan meningkatnya ongkos produksi.
Di sisi lain, komoditas sayur-sayuran terutama kangkung, sawi putih, dan tomat sayur serta komoditas bumbu-bumbuan
(bawang merah, cabai merah, lengkuas) mampu menjadi penahan utama laju inflasi di tahun 2017. Kondisi cuaca yang
bagus membuat pasokan hortikultura mengalami kenaikan. Selain itu, adanya penurunan permintaan terutama pada
komoditas daging ayam ras dan ayam kampung juga menyebabkan penurunan harga.
NTT pada bulan Juli 2017 mengalami deflasi -0,16% (mtm) terutama disebabkan oleh turunnya tarif angkutan udara
paska Hari Raya Idul Fitri. Sementara itu, inflasi terjadi pada kelompok komoditas bahan makanan terutama disebabkan
oleh naiknya harga ikan segar dikarenakan adanya angin timur. Harga cabai rawit dan bunga pepaya mengalami kenaikan
signifikan dikarenakan oleh langkanya pasokan di pasar.
Pada bulan Agustus, NTT masih mengalami deflasi -0,52% (mtm) terutama disebabkan oleh masih turunnya tarif
angkutan udara maupun meningkatnya pasokan hortikultura, yang berdampak pada turunnya harga sayur-sayuran dan
bumbu-bumbuan. Gangguan angin timur masih berdampak pada meningkatnya rata-rata harga ikan segar walaupun
tidak sebesar bulan sebelumnya. Adanya kenaikan biaya pendidikan sekolah dasar di Kota Kupang juga menyumbang
kenaikan inflasi di kelompok komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga.
36 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.5.
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.4.
YOY QTQ MTM
YOY
QTQ
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
0,91
(4,04)
(1,48)
-20-10
010203040
INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4
20155 6 7 8 9 101112 10
Berdasarkan rincian komoditas, kenaikan inflasi bahan makanan terutama disebabkan oleh tingginya inflasi ikan segar di
triwulan III 2017 yang mencapai sebesar 26,64% (yoy). Di sisi lain, inflasi komoditas lainnya relatif rendah. Adapun tiga sub
kelompok komoditas mengalami deflasi yaitu komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan padi, umbi-umbian dan
hasil-hasilnya.
Tingginya inflasi ikan segar terutama disebabkan oleh tingginya inflasi ikan kembung, tongkol, dan hampir semua jenis
ikan. Adanya gelombang yang tinggi akibat dari musim angin timur berdampak pada terbatasnya pasokan ikan di pasar.
Adapun deflasi sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seperti kangkung, sawi putih, tomat sayur, bawang merah, cabai
merah dan lengkuas lebih disebabkan oleh adanya peningkatan pasokan seiring dengan adanya panen komoditas
(bawang merah, cabai merah).
3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Kelompok Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan III 2017 masih mengalami
inflasi sebesar 3,21% (yoy) walaupun tidak sebesar triwulan sebelumnya yang mencapai 6,30% (yoy). Adanya
kenaikan tarif angkutan udara di bulan September seiring dengan adanya libur panjang hari raya dan even nasional
menjadi penahan tren deflasi yang terjadi. Adapun kenaikan tarif perpanjangan STNK di awal tahun tetap menjadi
pendorong utama inflasi kelompok komoditas ini hingga triwulan III 2017. Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
MTM
JUL AGSINFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
(0,2)
1,4
0,8
(0,0)
0,2
0,1
(0,1)
(3,2)
(0,5)
(1,3)
(0,1)
0,2
0,2
0,1
1,1
(2,0)
SEP 0,4
(1,4)
(0,1)
0,7
0,4
0,2
3,1
1,3
(0,5)
(1,5)
0,1
0,5
0,5
0,5
0,0
(1,8)
OKT
YOY
III 3,46
3,17
3,00
3,89
3,45
1,53
5,27
3,21
2,77
0,91
2,81
4,14
3,85
1,83
5,18
2,03
OKT
YTD
III OKT 0,53
(5,88)
2,16
3,30
2,71
1,02
4,42
2,05
0,04
(7,27)
2,24
3,79
3,24
1,49
4,43
0,25
GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA
Sumber : BPS, diolah
TAHUNAN TRIWULANAN
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA3,96
3,60 2,99
3,78 3,63
(0,04) (0,18) (0,00) 0,21 0,73
(1,0)
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
BALITAHUNAN
NTB NTT BALITRIWULANAN
NTB NTT (1,50)
(0,50)
0,50
1,50
2,50
3,50
4,50
2,62
3,47 3,47
(0,00) 0,19
(0,30)
Secara triwulanan, tiga kawasan tercatat mengalami deflasi yaitu kawasan Kalimantan, Sulampua dan Balinusra. Di
kawasan Balinusra, Provinsi NTT mengalami deflasi triwulanan sebesar -0,30% (qtq), lebih rendah dibandingkan deflasi
Bali (0,00%-qtq) dan inflasi di NTB (0,19%-qtq).
3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
Secara umum, nilai inflasi lima kelompok komoditas berada pada kisaran 3% (yoy), dengan capaian inflasi
tertinggi pada komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga, sedangkan capaian terendah pada komoditas
kesehatan. Tingginya inflasi pada kelompok komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga lebih disebabkan oleh
meningkatnya biaya pendidikan dari SD hingga perguruan tinggi terlebih di Kota Kupang. Adapun rendahnya inflasi
kesehatan lebih disebabkan oleh semakin banyaknya rumah tangga yang menjadi peserta BPJS kesehatan, sehingga biaya
kesehatan menjadi lebih pasti dan dalam kendali pemerintah.
cuaca yang membaik juga membuat harga ikan segar mengalami penurunan, demikian pula dengan harga komoditas
sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang menurun karena banyaknya pasokan di pasar. Adapun lima kelompok
komoditas lainnya mengalami inflasi namun relatif terkontrol.
Walaupun mengalami kenaikan, namun inflasi NTT masih relatif terkendali dengan nilai inflasi sebesar 3,46% (yoy), dan
menjadi provinsi dengan capaian inflasi terendah ke sembilan di Indonesia. Posisi inflasi hingga triwulan III mencapai
0,54% (ytd) terendah ketiga setelah Provinsi Papua (0,10%–ytd) dan Jambi (0,54%-ytd).
Berdasarkan wilayah, inflasi di kawasan Balinusra mencapai nilai terendah sebesar 2,99% (yoy) dibanding kawasan lain.
Rendahnya inflasi Balinusra terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi bali seiring dengan turunnya harga bahan
makanan, maupun rendahnya inflasi bahan makanan dan transportasi di NTT dan NTB.
39- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
38 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
3.2.1 Bahan Makanan
Setelah mengalami deflasi -3,00% (yoy) pada triwulan II 2017, kelompok komoditas bahan makanan berbalik
mengalami inflasi 3,17% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Walaupun secara umum mengalami deflasi, namun
besar penurunan yang terjadi tidak sebesar penurunan harga di tahun sebelumnya, sehingga secara tahunan terlihat
seakan terjadi kenaikan inflasi. Turunnya harga kelompok komoditas bahan makanan terlihat dari nilai inflasi secara
triwulanan ataupun posisi triwulan berjalan yang menunjukkan deflasi, yang berarti harga komoditas mengalami
penurunan baik dibanding triwulan sebelumnya maupun dibanding posisi akhir tahun sebelumnya.
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.5.
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.4.
YOY QTQ MTM
YOY
QTQ
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
0,91
(4,04)
(1,48)
-20-10
010203040
INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4
20155 6 7 8 9 101112 10
Berdasarkan rincian komoditas, kenaikan inflasi bahan makanan terutama disebabkan oleh tingginya inflasi ikan segar di
triwulan III 2017 yang mencapai sebesar 26,64% (yoy). Di sisi lain, inflasi komoditas lainnya relatif rendah. Adapun tiga sub
kelompok komoditas mengalami deflasi yaitu komoditas sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan padi, umbi-umbian dan
hasil-hasilnya.
Tingginya inflasi ikan segar terutama disebabkan oleh tingginya inflasi ikan kembung, tongkol, dan hampir semua jenis
ikan. Adanya gelombang yang tinggi akibat dari musim angin timur berdampak pada terbatasnya pasokan ikan di pasar.
Adapun deflasi sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seperti kangkung, sawi putih, tomat sayur, bawang merah, cabai
merah dan lengkuas lebih disebabkan oleh adanya peningkatan pasokan seiring dengan adanya panen komoditas
(bawang merah, cabai merah).
3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Kelompok Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan III 2017 masih mengalami
inflasi sebesar 3,21% (yoy) walaupun tidak sebesar triwulan sebelumnya yang mencapai 6,30% (yoy). Adanya
kenaikan tarif angkutan udara di bulan September seiring dengan adanya libur panjang hari raya dan even nasional
menjadi penahan tren deflasi yang terjadi. Adapun kenaikan tarif perpanjangan STNK di awal tahun tetap menjadi
pendorong utama inflasi kelompok komoditas ini hingga triwulan III 2017. Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
MTM
JUL AGSINFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
(0,2)
1,4
0,8
(0,0)
0,2
0,1
(0,1)
(3,2)
(0,5)
(1,3)
(0,1)
0,2
0,2
0,1
1,1
(2,0)
SEP 0,4
(1,4)
(0,1)
0,7
0,4
0,2
3,1
1,3
(0,5)
(1,5)
0,1
0,5
0,5
0,5
0,0
(1,8)
OKT
YOY
III 3,46
3,17
3,00
3,89
3,45
1,53
5,27
3,21
2,77
0,91
2,81
4,14
3,85
1,83
5,18
2,03
OKT
YTD
III OKT 0,53
(5,88)
2,16
3,30
2,71
1,02
4,42
2,05
0,04
(7,27)
2,24
3,79
3,24
1,49
4,43
0,25
GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA
Sumber : BPS, diolah
TAHUNAN TRIWULANAN
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
3,96 3,60
2,99 3,78 3,63
(0,04) (0,18) (0,00) 0,21 0,73
(1,0)
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
BALITAHUNAN
NTB NTT BALITRIWULANAN
NTB NTT (1,50)
(0,50)
0,50
1,50
2,50
3,50
4,50
2,62
3,47 3,47
(0,00) 0,19
(0,30)
Secara triwulanan, tiga kawasan tercatat mengalami deflasi yaitu kawasan Kalimantan, Sulampua dan Balinusra. Di
kawasan Balinusra, Provinsi NTT mengalami deflasi triwulanan sebesar -0,30% (qtq), lebih rendah dibandingkan deflasi
Bali (0,00%-qtq) dan inflasi di NTB (0,19%-qtq).
3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
Secara umum, nilai inflasi lima kelompok komoditas berada pada kisaran 3% (yoy), dengan capaian inflasi
tertinggi pada komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga, sedangkan capaian terendah pada komoditas
kesehatan. Tingginya inflasi pada kelompok komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga lebih disebabkan oleh
meningkatnya biaya pendidikan dari SD hingga perguruan tinggi terlebih di Kota Kupang. Adapun rendahnya inflasi
kesehatan lebih disebabkan oleh semakin banyaknya rumah tangga yang menjadi peserta BPJS kesehatan, sehingga biaya
kesehatan menjadi lebih pasti dan dalam kendali pemerintah.
cuaca yang membaik juga membuat harga ikan segar mengalami penurunan, demikian pula dengan harga komoditas
sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang menurun karena banyaknya pasokan di pasar. Adapun lima kelompok
komoditas lainnya mengalami inflasi namun relatif terkontrol.
Walaupun mengalami kenaikan, namun inflasi NTT masih relatif terkendali dengan nilai inflasi sebesar 3,46% (yoy), dan
menjadi provinsi dengan capaian inflasi terendah ke sembilan di Indonesia. Posisi inflasi hingga triwulan III mencapai
0,54% (ytd) terendah ketiga setelah Provinsi Papua (0,10%–ytd) dan Jambi (0,54%-ytd).
Berdasarkan wilayah, inflasi di kawasan Balinusra mencapai nilai terendah sebesar 2,99% (yoy) dibanding kawasan lain.
Rendahnya inflasi Balinusra terutama disebabkan oleh rendahnya inflasi bali seiring dengan turunnya harga bahan
makanan, maupun rendahnya inflasi bahan makanan dan transportasi di NTT dan NTB.
39- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
38 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
3.2.1 Bahan Makanan
Setelah mengalami deflasi -3,00% (yoy) pada triwulan II 2017, kelompok komoditas bahan makanan berbalik
mengalami inflasi 3,17% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Walaupun secara umum mengalami deflasi, namun
besar penurunan yang terjadi tidak sebesar penurunan harga di tahun sebelumnya, sehingga secara tahunan terlihat
seakan terjadi kenaikan inflasi. Turunnya harga kelompok komoditas bahan makanan terlihat dari nilai inflasi secara
triwulanan ataupun posisi triwulan berjalan yang menunjukkan deflasi, yang berarti harga komoditas mengalami
penurunan baik dibanding triwulan sebelumnya maupun dibanding posisi akhir tahun sebelumnya.
41- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
YOY QTQ MTM
GRAFIK 3.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
Sumber : BPS, diolah
4,14
1,41 0,48
(2,00)
(1,00)
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
Sumber : BPS, diolah
YOY
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BBBAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR BIAYA TEMPAT TINGGAL
PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGAPERLENGKAPAN RUMAH TANGGA
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4
20155 6 7 8 9 101112 10
(4,00)
1,00
6,00
11,00
16,00
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4
20155 6 7 8 9 10 11 12 10
Sumber : BPS, diolah
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL
MAKANAN JADITEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
YOY
GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
YOY QTQ MTM
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
Sumber : BPS, diolah
2,81
0,08 (0,10)
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4
20155 6 7 8 9 101112 10 1 2 3 4
20175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4
20155 6 7 8 9 10 11 12 10
-5
0
5
10
15
20
25
3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Inflasi kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau terus menunjukkan adanya tren melambat
seiring dengan adanya pelambatan kenaikan harga tembakau dan minuman beralkohol, serta penurunan
harga minuman yang tidak beralkohol. Inflasi kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau pada
triwulan III 2017 sebesar 3,00% (yoy), terus menurun dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 4,16% (yoy).
Perlambatan terutama didorong oleh perlambatan kenaikan harga komoditas tembakau dengan nilai inflasi hanya sebesar
6,68% (yoy), serta penurunan harga gula pasir yang berdampak pada deflasi pada sub kelompok komoditas minuman
yang tidak beralkohol.
3.2.4 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Inflasi pada kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar di triwulan III 2017 lebih
disebabkan oleh adanya kenaikan harga bahan bangunan yang berdampak pada peningkatan inflasi biaya
tempat tinggal. Selain itu, kenaikan tarif listrik rumah tangga daya 900 watt masih tetap menjadi penyumbang
utama inflasi kelompok ini di tahun 2017, walaupun sudah menunjukkan adanya perlambatan. Kelompok
komoditas perumahan, air, listrik dan bahan bakar saat ini menjadi penyumbang inflasi tahunan utama dengan nilai inflasi
sebesar 3,89% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 3,78% (yoy). Adapun tarif listrik masih
menjadi penyumbang kenaikan utama, walaupun sudah menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan. Di sisi lain,
adanya cuaca yang mendukung membuat permintaan bahan bangunan mengalami kenaikan untuk perbaikan rumah,
dan berdampak pada kenaikan harga bahan bangunan. Harga perlengkapan rumah tangga seperti ember, gelas minum,
kasur, mesin cuci, panci dll juga mengalami kenaikan seiring dengan adanya kenaikan bahan baku.
SUM_CORE INF VF INF APSUM_VFSUM_AP INF CORE INFLASI (YOY)
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
(5)
(0)
5
10
15
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4
20155 6 7 8 9 10 11 12 10
3.2.5 Komoditas Lainnya
Kenaikan inflasi yang cukup besar di triwulan III 2017 terjadi pada kelompok komoditas pendidikan, rekreasi
dan olah raga seiring dengan meningkatnya biaya sekolah dasar maupun perguruan tinggi di Kota Kupang.
Adapun inflasi komoditas lainnya masih relatif stabil. Adanya tahun ajaran baru telah meningkatkan biaya
pendidikan tinggi terutama di bulan September 2017 maupun meningkatnya biaya pendidikan sekolah dasar di bulan
Agustus 2017. Kenaikan kedua komoditas tersebut, membuat inflasi sub kelompok komoditas pendidikan meningkat dari
3,59% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 6,31% (yoy) di triwulan III 2017. Total inflasi kelompok komoditas pendidikan
menjadi sebesar 5,27% (yoy), tertinggi dibanding inflasi pada komoditas lainnya.
Inflasi pada Kelompok komoditas sandang menunjukkan adanya sedikit peningkatan terutama disebabkan oleh inflasi
pada sub kelompok komoditas sandang laki-laki sebesar 8,84% (yoy). Adapun harga sub kelompok komoditas sandang
wanita dan anak-anak justru mengalami penurunan.
Inflasi pada sub kelompok komoditas kesehatan juga masih menunjukkan arah yang stabil seiring dengan lancarnya
program bpjs kesehatan. Biaya jasa kesehatan dan obat-obatan relatif stabil, sedangkan inflasi agak tinggi hanya pada sub
kelompok komoditas jasa perawatan jasmani yang disebabkan oleh kenaikan biaya potong rambut pada anak hingga
11,21% (yoy).
3.3. DISAGREGASI INFLASI
Berdasarkan disagregasi, inflasi di Provinsi masih
menunjukkan adanya peningkatan terutama
disebabkan oleh peningkatan inflasi administered
prices. Adanya libur panjang di bulan September telah
meningkatkan tarif angkutan udara selain adanya
kenaikan tarif listrik dan pengurusan STNK di triwulan
sebelumnya. Inflasi volatile food juga menunjukkan
adanya kenaikan yang lebih disebabkan oleh faktor base
effect, sehingga walaupun sudah terjadi penurunan
secara triwulanan, inflasi tahunan terkesan mengalami
kenaikan secara tahunan. Inflasi inti juga menunjukkan
adanya peningkatan terutama disebabkan oleh kenaikan
harga pendidikan dan bahan bangunan.
40 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN KOMUNIKASI DAN PENGIRIMANJASA KEUANGANTRANSPOR
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
TAHUNAN
GRAFIK 3.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
YOY QTQ MTM
2,03 (1,77)(2,46)
(7,00)
(2,00)
3,00
8,00
13,00
18,00
-10
-5
0
5
10
15
20
25
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4
20155 6 7 8 9 101112 10 1 2 3 4
20175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4
20155 6 7 8 9 10 11 12 10
41- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
YOY QTQ MTM
GRAFIK 3.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
Sumber : BPS, diolah
4,14
1,41 0,48
(2,00)
(1,00)
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
Sumber : BPS, diolah
YOY
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BBBAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR BIAYA TEMPAT TINGGAL
PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGAPERLENGKAPAN RUMAH TANGGA
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4
20155 6 7 8 9 101112 10
(4,00)
1,00
6,00
11,00
16,00
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4
20155 6 7 8 9 10 11 12 10
Sumber : BPS, diolah
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL
MAKANAN JADITEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
YOY
GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
YOY QTQ MTM
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
Sumber : BPS, diolah
2,81
0,08 (0,10)
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4
20155 6 7 8 9 101112 10 1 2 3 4
20175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4
20155 6 7 8 9 10 11 12 10
-5
0
5
10
15
20
25
3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Inflasi kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau terus menunjukkan adanya tren melambat
seiring dengan adanya pelambatan kenaikan harga tembakau dan minuman beralkohol, serta penurunan
harga minuman yang tidak beralkohol. Inflasi kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau pada
triwulan III 2017 sebesar 3,00% (yoy), terus menurun dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 4,16% (yoy).
Perlambatan terutama didorong oleh perlambatan kenaikan harga komoditas tembakau dengan nilai inflasi hanya sebesar
6,68% (yoy), serta penurunan harga gula pasir yang berdampak pada deflasi pada sub kelompok komoditas minuman
yang tidak beralkohol.
3.2.4 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Inflasi pada kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar di triwulan III 2017 lebih
disebabkan oleh adanya kenaikan harga bahan bangunan yang berdampak pada peningkatan inflasi biaya
tempat tinggal. Selain itu, kenaikan tarif listrik rumah tangga daya 900 watt masih tetap menjadi penyumbang
utama inflasi kelompok ini di tahun 2017, walaupun sudah menunjukkan adanya perlambatan. Kelompok
komoditas perumahan, air, listrik dan bahan bakar saat ini menjadi penyumbang inflasi tahunan utama dengan nilai inflasi
sebesar 3,89% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 3,78% (yoy). Adapun tarif listrik masih
menjadi penyumbang kenaikan utama, walaupun sudah menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan. Di sisi lain,
adanya cuaca yang mendukung membuat permintaan bahan bangunan mengalami kenaikan untuk perbaikan rumah,
dan berdampak pada kenaikan harga bahan bangunan. Harga perlengkapan rumah tangga seperti ember, gelas minum,
kasur, mesin cuci, panci dll juga mengalami kenaikan seiring dengan adanya kenaikan bahan baku.
SUM_CORE INF VF INF APSUM_VFSUM_AP INF CORE INFLASI (YOY)
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
(5)
(0)
5
10
15
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4
20155 6 7 8 9 10 11 12 10
3.2.5 Komoditas Lainnya
Kenaikan inflasi yang cukup besar di triwulan III 2017 terjadi pada kelompok komoditas pendidikan, rekreasi
dan olah raga seiring dengan meningkatnya biaya sekolah dasar maupun perguruan tinggi di Kota Kupang.
Adapun inflasi komoditas lainnya masih relatif stabil. Adanya tahun ajaran baru telah meningkatkan biaya
pendidikan tinggi terutama di bulan September 2017 maupun meningkatnya biaya pendidikan sekolah dasar di bulan
Agustus 2017. Kenaikan kedua komoditas tersebut, membuat inflasi sub kelompok komoditas pendidikan meningkat dari
3,59% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 6,31% (yoy) di triwulan III 2017. Total inflasi kelompok komoditas pendidikan
menjadi sebesar 5,27% (yoy), tertinggi dibanding inflasi pada komoditas lainnya.
Inflasi pada Kelompok komoditas sandang menunjukkan adanya sedikit peningkatan terutama disebabkan oleh inflasi
pada sub kelompok komoditas sandang laki-laki sebesar 8,84% (yoy). Adapun harga sub kelompok komoditas sandang
wanita dan anak-anak justru mengalami penurunan.
Inflasi pada sub kelompok komoditas kesehatan juga masih menunjukkan arah yang stabil seiring dengan lancarnya
program bpjs kesehatan. Biaya jasa kesehatan dan obat-obatan relatif stabil, sedangkan inflasi agak tinggi hanya pada sub
kelompok komoditas jasa perawatan jasmani yang disebabkan oleh kenaikan biaya potong rambut pada anak hingga
11,21% (yoy).
3.3. DISAGREGASI INFLASI
Berdasarkan disagregasi, inflasi di Provinsi masih
menunjukkan adanya peningkatan terutama
disebabkan oleh peningkatan inflasi administered
prices. Adanya libur panjang di bulan September telah
meningkatkan tarif angkutan udara selain adanya
kenaikan tarif listrik dan pengurusan STNK di triwulan
sebelumnya. Inflasi volatile food juga menunjukkan
adanya kenaikan yang lebih disebabkan oleh faktor base
effect, sehingga walaupun sudah terjadi penurunan
secara triwulanan, inflasi tahunan terkesan mengalami
kenaikan secara tahunan. Inflasi inti juga menunjukkan
adanya peningkatan terutama disebabkan oleh kenaikan
harga pendidikan dan bahan bangunan.
40 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN KOMUNIKASI DAN PENGIRIMANJASA KEUANGANTRANSPOR
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
TAHUNAN
GRAFIK 3.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
YOY QTQ MTM
2,03 (1,77)(2,46)
(7,00)
(2,00)
3,00
8,00
13,00
18,00
-10
-5
0
5
10
15
20
25
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 1011121 2 3 4
20155 6 7 8 9 101112 10 1 2 3 4
20175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4
20155 6 7 8 9 10 11 12 10
43- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Tabel 3.8. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
MTM
JUL AGS
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
(0,2)
1,5
0,9
-
0,0
(0,0)
(0,1)
(3,6)
(0,6)
(1,4)
(0,0)
0,2
0,2
0,1
1,2
(2,2)
SEP
0,3
(1,8)
(0,1)
0,8
0,4
0,2
3,6
1,5
(0,5)
(1,5)
0,0
0,6
0,6
0,6
0,0
(1,9)
OKT
YOY
III
3,30
2,70
3,00
3,81
3,01
0,83
6,00
3,23
2,60
0,39
2,86
4,13
3,51
1,22
5,91
1,82
OKT
YTD
III OKT
0,37
(6,52)
2,23
3,28
2,38
0,47
5,01
1,92
(0,13)
(7,92)
2,27
3,85
2,97
1,04
5,02
(0,06)
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.14. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG
SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP
YOY
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4
20155 6 7 8 9 10 11 12 10
(5)
(0)
5
10
15
GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN
EKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD INFLASI EKSPEKTASI HARGA 6 BLN YAD
Sumber : Bank Indonesia, diolah
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 10 11 12 10 1 2 3 411 12
2017
(1.50)
(1.00)
(0.50)
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
140.00
150.00
160.00
170.00
180.00
190.00
200.00
Tabel 3.7. Komoditas Core Penyumbang Utama Inflasi
PERGURUAN TINGGI
BESI BETON
SENG
MOBIL
NASI DENGAN LAUK
10,09
18,50
12,65
8,37
4,35
KOMODITAS INFLASI YOY
0,26
0,15
0,12
0,11
0,10
SUM YOY
GULA PASIR
LENGKUAS
SEMEN
TARIP AIR MINUM PIKULAN
SEPATU
(10,28)
(25,00)
(1,62)
(7,95)
(11,58)
KOMODITAS DEFLASI YOY
(0,09)
(0,05)
(0,04)
(0,04)
(0,03)
SUM YOY
Inflasi Kota Kupang pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan menjadi 3,30% (yoy), dibanding inflasi
triwulan II 2017 yang sebesar 2,18% (yoy). Meskipun demikian, nilai inflasi masih lebih rendah dibanding rata-
rata nilai inflasi tiga tahun terakhir yang mencapai 4,52% (av-yoy). Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh
adanya kenaikan biaya pendidikan sekolah dasar di bulan Agustus dan biaya pendidikan perguruan tinggi di bulan
September 2017. Peningkatan juga terjadi pada komoditas administered prices seiring dengan kenaikan tarif angkutan
udara di bulan September setelah mengalami penurunan pada dua bulan sebelumnya. Inflasi volatile food juga
menunjukkan adanya peningkatan yang lebih disebabkan oleh rendahnya posisi harga volatile food di tahun sebelumnya,
sehingga dibanding tahun sebelumnya tetap mengalami peningkatan sebesar 3,05% (yoy).
3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA
Ekspektasi harga pada triwulan IV cenderung
mengalami peningkatan hingga bulan Januari
2018. Inflasi diperkirakan melambat di bulan
Maret 2018 seiring dengan mulai membaiknya
kondisi cuaca di NTT. Ekspektasi harga pada bulan
November mulai menunjukkan ada kenaikan namun
masih relatif kecil. Puncak ekspektasi harga terjadi
pada bulan Januari 2018 seiring dengan buruknya
cuaca yang berada pada puncak musim penghujan di
Provinsi NTT.
3.4.1 Inflasi Kota Kupang
Tabel 3.6. Komoditas Administered prices Penyumbang Utama Inflasi
TARIP LISTRIK
ANGKUTAN UDARA
ROKOK KRETEK FILTER
B. PERPANJANGAN STNK
ROKOK PUTIH
17,92
7,88
7,57
102,95
7,39
KOMODITAS INFLASI YOY
0,49
0,22
0,14
0,10
0,06
SUM YOY
BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA
BIR
ANGKUTAN LAUT
ANGKUTAN ANTAR KOTA
(0,70)
(4,25)
(0,66)
(0,17)
KOMODITAS DEFLASI YOY
(0,01)
(0,01)
(0,00)
(0,00)
SUM YOY
Tabel 3.5. Komoditas Volatile food Penyumbang Utama Inflasi
KEMBUNG
TONGKOL
CABAI RAWIT
DAGING BABI
AYAM HIDUP
34,07
32,41
144,58
15,65
14,70
KOMODITAS INFLASI YOY
0,31
0,16
0,12
0,10
0,10
SUM YOY
KANGKUNG
BAWANG MERAH
SAWI PUTIH
CABAI MERAH
TOMAT SAYUR
(17,03)
(30,17)
(17,69)
(27,43)
(24,61)
KOMODITAS DEFLASI YOY
(0,14)
(0,12)
(0,09)
(0,06)
(0,06)
SUM YOY
3.3.2 Kelompok Administered prices
Kenaikan tarif angkutan udara masih menjadi penyumbang utama inflasi administered prices seiring dengan
adanya peningkatan permintaan angkutan udara selama hari raya Idul Adha, tahun baru islam maupun
festival seni siswa nasional yang diadakan di Kota Kupang. Secara tahunan, penyumbang kenaikan inflasi masih
disebabkan oleh kenaikan tarif listrik, cukai rokok dan perpanjangan biaya perpanjangan STNK. Adapun tarif angkutan
udara menjadi komoditas administered prices dengan volatilitas tertinggi di NTT. Terbatasnya kapasitas angkutan udara
yang kurang dari 3.000 seat per hari membuat harga akan mengalami kenaikan dan penurunan secara cepat mengikuti
ketersediaan kursi yang ada. Walaupun demikian, kondisi saat ini sudah relatif membaik yang terlihat dari tren tarif
angkutan udara yang cenderung menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan penambahan
kapasitas sudah dilakukan walaupun tidak bisa memenuhi setiap terjadi lonjakan permintaan selama even khusus yang
ada. Adapun penurunan inflasi juga terjadi pada 4 komoditas yaitu bahan bakar rumah tangga, angkutan laut dan
angkutan antar kota yang disebabkan oleh penurunan harga energi, sedangkan penurunan inflasi bir lebih disebabkan
oleh semakin ketatnya distribusi, sehingga produsen menurunkan harga untuk tetap mempertahankan penjualan.
3.3.3 Kelompok Inti (core)
Inflasi Kelompok inti mengalami sedikit kenaikan dari 2,20% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 2,68% (yoy)
pada triwulan III 2017 terutama disebabkan oleh meningkatnya biaya pendidikan dan bahan bangunan.
Kondisi cuaca yang relatif bersahabat telah meningkatkan permintaan komoditas bahan bangunan terlebih untuk
pemeliharaan rumah. Peningkatan permintaan tersebut berakibat pada kenaikan harga sebagian besar bahan bangunan,
42 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
3.3.1 Kelompok Volatile food
Komoditas volatile food mengalami inflasi 3,50% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar -2,85% (yoy). Inflasi terutama disumbang oleh komoditas ikan segar dan daging seperti ikan kembung, ikan
tongkol, daging babi, ayam hidup serta bumbu-bumbuan yakni cabai rawit. Di sisi lain, deflasi terutama terjadi pada
komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seperti kangkung, bawang merah, sawi putih, cabai merah dan tomat
sayur yang mengalami penurunan harga karena adanya panen raya dan peningkatan produksi sehingga cukup menahan
laju inflasi pada triwulan laporan. Kenaikan harga masih terjadi terutama pada komoditas ikan segar yang disebabkan oleh
tingginya gelombang laut, sehingga nelayan yang melaut berkurang. Tingginya harga cabai rawit lebih disebabkan oleh
adanya kelangkaan pasokan, sedangkan kenaikan harga daging babi dan ayam hidup lebih disebabkan oleh pasokan yang
berkurang dan adanya ekspektasi kenaikan harga dari produsen.
walaupun tidak signifikan. Adapun biaya pendidikan terbesar yang mengalami kenaikan adalah biaya perguruan tinggi
yang meningkat hingga 10,09% (yoy), diikuti oleh kenaikan biaya sekolah dasar yang naik 7,60% (yoy). Penurunan harga
gula pasir, lengkuas, dan beberapa komoditas lainnya mampu menahan inflasi yang terjadi.
43- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Tabel 3.8. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
MTM
JUL AGS
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
(0,2)
1,5
0,9
-
0,0
(0,0)
(0,1)
(3,6)
(0,6)
(1,4)
(0,0)
0,2
0,2
0,1
1,2
(2,2)
SEP
0,3
(1,8)
(0,1)
0,8
0,4
0,2
3,6
1,5
(0,5)
(1,5)
0,0
0,6
0,6
0,6
0,0
(1,9)
OKT
YOY
III
3,30
2,70
3,00
3,81
3,01
0,83
6,00
3,23
2,60
0,39
2,86
4,13
3,51
1,22
5,91
1,82
OKT
YTD
III OKT
0,37
(6,52)
2,23
3,28
2,38
0,47
5,01
1,92
(0,13)
(7,92)
2,27
3,85
2,97
1,04
5,02
(0,06)
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.14. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG
SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP
YOY
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4
20155 6 7 8 9 10 11 12 10
(5)
(0)
5
10
15
GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN
EKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD INFLASI EKSPEKTASI HARGA 6 BLN YAD
Sumber : Bank Indonesia, diolah
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 10 11 12 10 1 2 3 411 12
2017
(1.50)
(1.00)
(0.50)
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
140.00
150.00
160.00
170.00
180.00
190.00
200.00
Tabel 3.7. Komoditas Core Penyumbang Utama Inflasi
PERGURUAN TINGGI
BESI BETON
SENG
MOBIL
NASI DENGAN LAUK
10,09
18,50
12,65
8,37
4,35
KOMODITAS INFLASI YOY
0,26
0,15
0,12
0,11
0,10
SUM YOY
GULA PASIR
LENGKUAS
SEMEN
TARIP AIR MINUM PIKULAN
SEPATU
(10,28)
(25,00)
(1,62)
(7,95)
(11,58)
KOMODITAS DEFLASI YOY
(0,09)
(0,05)
(0,04)
(0,04)
(0,03)
SUM YOY
Inflasi Kota Kupang pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan menjadi 3,30% (yoy), dibanding inflasi
triwulan II 2017 yang sebesar 2,18% (yoy). Meskipun demikian, nilai inflasi masih lebih rendah dibanding rata-
rata nilai inflasi tiga tahun terakhir yang mencapai 4,52% (av-yoy). Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh
adanya kenaikan biaya pendidikan sekolah dasar di bulan Agustus dan biaya pendidikan perguruan tinggi di bulan
September 2017. Peningkatan juga terjadi pada komoditas administered prices seiring dengan kenaikan tarif angkutan
udara di bulan September setelah mengalami penurunan pada dua bulan sebelumnya. Inflasi volatile food juga
menunjukkan adanya peningkatan yang lebih disebabkan oleh rendahnya posisi harga volatile food di tahun sebelumnya,
sehingga dibanding tahun sebelumnya tetap mengalami peningkatan sebesar 3,05% (yoy).
3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA
Ekspektasi harga pada triwulan IV cenderung
mengalami peningkatan hingga bulan Januari
2018. Inflasi diperkirakan melambat di bulan
Maret 2018 seiring dengan mulai membaiknya
kondisi cuaca di NTT. Ekspektasi harga pada bulan
November mulai menunjukkan ada kenaikan namun
masih relatif kecil. Puncak ekspektasi harga terjadi
pada bulan Januari 2018 seiring dengan buruknya
cuaca yang berada pada puncak musim penghujan di
Provinsi NTT.
3.4.1 Inflasi Kota Kupang
Tabel 3.6. Komoditas Administered prices Penyumbang Utama Inflasi
TARIP LISTRIK
ANGKUTAN UDARA
ROKOK KRETEK FILTER
B. PERPANJANGAN STNK
ROKOK PUTIH
17,92
7,88
7,57
102,95
7,39
KOMODITAS INFLASI YOY
0,49
0,22
0,14
0,10
0,06
SUM YOY
BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA
BIR
ANGKUTAN LAUT
ANGKUTAN ANTAR KOTA
(0,70)
(4,25)
(0,66)
(0,17)
KOMODITAS DEFLASI YOY
(0,01)
(0,01)
(0,00)
(0,00)
SUM YOY
Tabel 3.5. Komoditas Volatile food Penyumbang Utama Inflasi
KEMBUNG
TONGKOL
CABAI RAWIT
DAGING BABI
AYAM HIDUP
34,07
32,41
144,58
15,65
14,70
KOMODITAS INFLASI YOY
0,31
0,16
0,12
0,10
0,10
SUM YOY
KANGKUNG
BAWANG MERAH
SAWI PUTIH
CABAI MERAH
TOMAT SAYUR
(17,03)
(30,17)
(17,69)
(27,43)
(24,61)
KOMODITAS DEFLASI YOY
(0,14)
(0,12)
(0,09)
(0,06)
(0,06)
SUM YOY
3.3.2 Kelompok Administered prices
Kenaikan tarif angkutan udara masih menjadi penyumbang utama inflasi administered prices seiring dengan
adanya peningkatan permintaan angkutan udara selama hari raya Idul Adha, tahun baru islam maupun
festival seni siswa nasional yang diadakan di Kota Kupang. Secara tahunan, penyumbang kenaikan inflasi masih
disebabkan oleh kenaikan tarif listrik, cukai rokok dan perpanjangan biaya perpanjangan STNK. Adapun tarif angkutan
udara menjadi komoditas administered prices dengan volatilitas tertinggi di NTT. Terbatasnya kapasitas angkutan udara
yang kurang dari 3.000 seat per hari membuat harga akan mengalami kenaikan dan penurunan secara cepat mengikuti
ketersediaan kursi yang ada. Walaupun demikian, kondisi saat ini sudah relatif membaik yang terlihat dari tren tarif
angkutan udara yang cenderung menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan penambahan
kapasitas sudah dilakukan walaupun tidak bisa memenuhi setiap terjadi lonjakan permintaan selama even khusus yang
ada. Adapun penurunan inflasi juga terjadi pada 4 komoditas yaitu bahan bakar rumah tangga, angkutan laut dan
angkutan antar kota yang disebabkan oleh penurunan harga energi, sedangkan penurunan inflasi bir lebih disebabkan
oleh semakin ketatnya distribusi, sehingga produsen menurunkan harga untuk tetap mempertahankan penjualan.
3.3.3 Kelompok Inti (core)
Inflasi Kelompok inti mengalami sedikit kenaikan dari 2,20% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 2,68% (yoy)
pada triwulan III 2017 terutama disebabkan oleh meningkatnya biaya pendidikan dan bahan bangunan.
Kondisi cuaca yang relatif bersahabat telah meningkatkan permintaan komoditas bahan bangunan terlebih untuk
pemeliharaan rumah. Peningkatan permintaan tersebut berakibat pada kenaikan harga sebagian besar bahan bangunan,
42 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
3.3.1 Kelompok Volatile food
Komoditas volatile food mengalami inflasi 3,50% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar -2,85% (yoy). Inflasi terutama disumbang oleh komoditas ikan segar dan daging seperti ikan kembung, ikan
tongkol, daging babi, ayam hidup serta bumbu-bumbuan yakni cabai rawit. Di sisi lain, deflasi terutama terjadi pada
komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seperti kangkung, bawang merah, sawi putih, cabai merah dan tomat
sayur yang mengalami penurunan harga karena adanya panen raya dan peningkatan produksi sehingga cukup menahan
laju inflasi pada triwulan laporan. Kenaikan harga masih terjadi terutama pada komoditas ikan segar yang disebabkan oleh
tingginya gelombang laut, sehingga nelayan yang melaut berkurang. Tingginya harga cabai rawit lebih disebabkan oleh
adanya kelangkaan pasokan, sedangkan kenaikan harga daging babi dan ayam hidup lebih disebabkan oleh pasokan yang
berkurang dan adanya ekspektasi kenaikan harga dari produsen.
walaupun tidak signifikan. Adapun biaya pendidikan terbesar yang mengalami kenaikan adalah biaya perguruan tinggi
yang meningkat hingga 10,09% (yoy), diikuti oleh kenaikan biaya sekolah dasar yang naik 7,60% (yoy). Penurunan harga
gula pasir, lengkuas, dan beberapa komoditas lainnya mampu menahan inflasi yang terjadi.
Pada triwulan III 2017, terdapat 6 komoditas yang dua kali menjadi penyumbang inflasi utama yaitu komoditas
ikan kembung dan tongkol, daging ayam ras, bunga pepaya, besi beton dan seng. Selain itu, terdapat 2
komoditas yang tiga kali menjadi penyumbang deflasi utama yaitu komoditas kangkung dan bawang merah,
serta 7 komoditas yang dua kali menjadi penyumbang deflasi utama meliputi kentang, sawi putih, tomat
sayur, bawang putih, cabai merah, cabai rawit dan angkutan udara. Kenaikan harga ikan segar terutama
disebabkan oleh kondisi cuaca yang memburuk berupa gelombang tinggi, sedangkan kenaikan besi beton dan seng lebih
disebabkan oleh meningkatnya permintaan. Meningkatnya harga ayam lebih disebabkan oleh normalisasi harga. Adapun
turunnya harga komoditas terutama disebabkan oleh adanya panen raya pada komoditas bawang merah dan cabai
merah, atau peningkatan pasokan seiring adanya peningkatan produksi. Kondisi cuaca darat yang relatif kondusif telah
mendorong petani untuk memproduksi dalam jumlah yang lebih banyak.
Secara bulanan, inflasi pada bulan Oktober 2017 mengalami deflasi cukup besar hingga -0,49% (mtm) dibanding bulan
sebelumnya, yang disebabkan oleh kembali turunnya inflasi kelompok volatile food dan kembali turunnya tarif angkutan
udara. Penurunan kelompok volatile food terutama disebabkan oleh deflasi bumbu-bumbuan seperti bawang merah,
cabai merah seiring dengan banyaknya produksi petani di NTT maupun penurunan harga cabai rawit seiring dengan mulai
pulihnya pasokan cabai rawit di pasar. Harga daging ayam ras dan ikan segar mulai berangsur menurun, demikian juga
dengan harga sayur-sayuran yang masih cenderung mengalami penurunan seiring dengan banyaknya pasokan di pasar.
Secara tahunan, inflasi pada bulan Oktober sebesar 2,77% (yoy), terendah ke-8 secara nasional. Namun demikian,
berdasarkan posisi inflasi hingga bulan Oktober 2017, inflasi NTT hanya sebesar 0,05% (ytd) atau terendah dibanding
provinsi yang lain. Rendahnya inflasi bahan makanan menjadi penyebab utama rendahnya inflasi di NTT hingga bulan
Oktober 2017. Inflasi terbesar terjadi pada komoditas pendidikan seiring dengan meningkatnya biaya pendidikan sekolah
dasar dan perguruan tinggi.
Pada bulan November, inflasi diperkirakan mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh mulai masuknya musim
penghujan yang berpotensi mengurangi pasokan komoditas di pasar. Inflasi kemungkinan juga terjadi karena adanya
potensi kembali normalnya harga komoditas setelah mengalami penurunan yang cukup besar di bulan sebelumnya.
Adapun komoditas-komoditas yang berpotensi mengalami kenaikan karena memiliki harga di bawah rata-rata harga
normal antara lain komoditas beras, daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, tomat sayur, wortel,
kacang panjang, kangkung, bayam dan sawi. Seiring dengan datangnya musim penghujan, komoditas tersebut di atas
berpotensi mengalami kenaikan harga seiring dengan penurunan pasokan karena buruknya cuaca. Hingga minggu ke-2,
perkiraan inflasi masih relatif stabil terutama didorong oleh stabilnya tarif angkutan udara maupun inflasi volatile food
yang masih terjaga. Kenaikan harga hingga minggu ke-2 terjadi pada komoditas beras, daging ayam ras, tomat sayur,
Gambar 3.1. Peta Analisis Curah Hujan Oktober 2017 Gambar 3.2. Peta Analisis Curah Hujan November 2017 Gambar 3.3. Peta Analisis Curah Hujan Desember 2017
Sumber : BMKG Provinsi NTT
45- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Tabel 3.9. Inflasi Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
MTM
JUL AGS
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
0,3
0,5
0,3
(0,2)
1,3
1,3
0,1
(0,0)
0,1
0,1
(0,1)
0,2
0,2
0,1
0,6
-
SEP
0,6
1,7
(0,0)
0,2
0,3
0,2
-
0,1
(0,4)
(1,3)
0,3
(0,0)
0,1
(0,1)
-
(0,4)
OKT
YOY
III
4,57
6,63
3,02
4,38
6,72
6,22
1,08
3,07
3,89
4,74
2,51
4,15
6,36
5,94
1,07
3,58
OKT
YTD
III OKT
1,61
(1,18)
1,74
3,45
5,17
4,61
1,05
3,05
1,21
(2,44)
2,05
3,41
5,22
4,48
1,05
2,64
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.15. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE
YOY
SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4
20155 6 7 8 9 10 11 12 10
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
3.4.2 Inflasi Kota Maumere
Inflasi Kota Maumere tercatat lebih tinggi mencapai 4,57% (yoy), lebih tinggi dari posisi inflasi triwulan II 2017
yang sebesar 4,34% (yoy) ataupun rata-rata inflasi tiga tahun Maumere yang sebesar 3,76% (av-yoy). Tingginya
inflasi Maumere terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi bahan makanan terutama komoditas ikan segar seiring
dengan kondisi laut yang bergejolak karena musim angin timur. Adapun komoditas bumbu-bumbuan masih mengalami
penurunan sedangkan komoditas sayur-sayuran relatif stabil. Adanya kenaikan inflasi secara tahunan lebih disebabkan
oleh turunnya harga di tahun sebelumnya yang lebih besar dibanding penurunan harga sayur-sayuran di triwulan III 2017.
Sub kelompok komoditas daging dan hasil-hasilnya juga mengalami inflasi hingga 10,27% (yoy) di triwulan III 2017 lebih
disebabkan oleh meningkatnya harga ayam hidup di Maumere. Tingginya inflasi buah-buahan lebih disebabkan oleh
tingginya kenaikan harga semangka, asam dan kelapa muda di Maumere, sedangkan harga buah lainnya cenderung
mengalami penurunan.
Cukup tingginya kenaikan harga komoditas volatile food terlihat dari nilai inflasi volatile food yang sebesar 6,60% (yoy),
meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 5,21%. Inflasi komoditas administered price juga masih relatif
tinggi hingga 7,18% (yoy) walaupun cenderung melambat dibanding triwulan sebelumnya. Kelompok inflasi inti masih
relatif stabil dengan pendorong inflasi utama pada kelompok komoditas sandang, dan kesehatan, sedang kelompok
komoditas pendidikan stabil dibanding tahun sebelumnya.
3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
Inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan mengalami kenaikan yang cukup tinggi seiring dengan adanya
peningkatan permintaan selama Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Adanya rencana pesta tahun baru di Provinsi
NTT berpotensi meningkatkan konsumsi akhir tahun. Berdasarkan perkiraan cuaca BMKG juga terlihat bahwa pada
bulan November, NTT mulai memasuki musim penghujan walaupun dengan curah hujan rendah ke menengah. Pada bulan
Desember 2017, intensitas hujan di Provinsi NTT mulai meningkat yang berpotensi bisa menurunkan produksi hortikultura
dikarenakan banyaknya potensi penyakit selama musim hujan. Namun demikian, inflasi di sepanjang tahun 2017 masih
relatif terjaga dengan nilai inflasi diperkirakan di bawah 3% (yoy), terutama disebabkan oleh pasokan komoditas pangan
yang lebih terjaga.
44 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Pada triwulan III 2017, terdapat 6 komoditas yang dua kali menjadi penyumbang inflasi utama yaitu komoditas
ikan kembung dan tongkol, daging ayam ras, bunga pepaya, besi beton dan seng. Selain itu, terdapat 2
komoditas yang tiga kali menjadi penyumbang deflasi utama yaitu komoditas kangkung dan bawang merah,
serta 7 komoditas yang dua kali menjadi penyumbang deflasi utama meliputi kentang, sawi putih, tomat
sayur, bawang putih, cabai merah, cabai rawit dan angkutan udara. Kenaikan harga ikan segar terutama
disebabkan oleh kondisi cuaca yang memburuk berupa gelombang tinggi, sedangkan kenaikan besi beton dan seng lebih
disebabkan oleh meningkatnya permintaan. Meningkatnya harga ayam lebih disebabkan oleh normalisasi harga. Adapun
turunnya harga komoditas terutama disebabkan oleh adanya panen raya pada komoditas bawang merah dan cabai
merah, atau peningkatan pasokan seiring adanya peningkatan produksi. Kondisi cuaca darat yang relatif kondusif telah
mendorong petani untuk memproduksi dalam jumlah yang lebih banyak.
Secara bulanan, inflasi pada bulan Oktober 2017 mengalami deflasi cukup besar hingga -0,49% (mtm) dibanding bulan
sebelumnya, yang disebabkan oleh kembali turunnya inflasi kelompok volatile food dan kembali turunnya tarif angkutan
udara. Penurunan kelompok volatile food terutama disebabkan oleh deflasi bumbu-bumbuan seperti bawang merah,
cabai merah seiring dengan banyaknya produksi petani di NTT maupun penurunan harga cabai rawit seiring dengan mulai
pulihnya pasokan cabai rawit di pasar. Harga daging ayam ras dan ikan segar mulai berangsur menurun, demikian juga
dengan harga sayur-sayuran yang masih cenderung mengalami penurunan seiring dengan banyaknya pasokan di pasar.
Secara tahunan, inflasi pada bulan Oktober sebesar 2,77% (yoy), terendah ke-8 secara nasional. Namun demikian,
berdasarkan posisi inflasi hingga bulan Oktober 2017, inflasi NTT hanya sebesar 0,05% (ytd) atau terendah dibanding
provinsi yang lain. Rendahnya inflasi bahan makanan menjadi penyebab utama rendahnya inflasi di NTT hingga bulan
Oktober 2017. Inflasi terbesar terjadi pada komoditas pendidikan seiring dengan meningkatnya biaya pendidikan sekolah
dasar dan perguruan tinggi.
Pada bulan November, inflasi diperkirakan mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh mulai masuknya musim
penghujan yang berpotensi mengurangi pasokan komoditas di pasar. Inflasi kemungkinan juga terjadi karena adanya
potensi kembali normalnya harga komoditas setelah mengalami penurunan yang cukup besar di bulan sebelumnya.
Adapun komoditas-komoditas yang berpotensi mengalami kenaikan karena memiliki harga di bawah rata-rata harga
normal antara lain komoditas beras, daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, tomat sayur, wortel,
kacang panjang, kangkung, bayam dan sawi. Seiring dengan datangnya musim penghujan, komoditas tersebut di atas
berpotensi mengalami kenaikan harga seiring dengan penurunan pasokan karena buruknya cuaca. Hingga minggu ke-2,
perkiraan inflasi masih relatif stabil terutama didorong oleh stabilnya tarif angkutan udara maupun inflasi volatile food
yang masih terjaga. Kenaikan harga hingga minggu ke-2 terjadi pada komoditas beras, daging ayam ras, tomat sayur,
Gambar 3.1. Peta Analisis Curah Hujan Oktober 2017 Gambar 3.2. Peta Analisis Curah Hujan November 2017 Gambar 3.3. Peta Analisis Curah Hujan Desember 2017
Sumber : BMKG Provinsi NTT
45- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Tabel 3.9. Inflasi Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
MTM
JUL AGS
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
0,3
0,5
0,3
(0,2)
1,3
1,3
0,1
(0,0)
0,1
0,1
(0,1)
0,2
0,2
0,1
0,6
-
SEP
0,6
1,7
(0,0)
0,2
0,3
0,2
-
0,1
(0,4)
(1,3)
0,3
(0,0)
0,1
(0,1)
-
(0,4)
OKT
YOY
III
4,57
6,63
3,02
4,38
6,72
6,22
1,08
3,07
3,89
4,74
2,51
4,15
6,36
5,94
1,07
3,58
OKT
YTD
III OKT
1,61
(1,18)
1,74
3,45
5,17
4,61
1,05
3,05
1,21
(2,44)
2,05
3,41
5,22
4,48
1,05
2,64
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.15. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE
YOY
SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP
1 2 3 420175 6 7 8 91 2 3 4
20165 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4
20155 6 7 8 9 10 11 12 10
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
3.4.2 Inflasi Kota Maumere
Inflasi Kota Maumere tercatat lebih tinggi mencapai 4,57% (yoy), lebih tinggi dari posisi inflasi triwulan II 2017
yang sebesar 4,34% (yoy) ataupun rata-rata inflasi tiga tahun Maumere yang sebesar 3,76% (av-yoy). Tingginya
inflasi Maumere terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi bahan makanan terutama komoditas ikan segar seiring
dengan kondisi laut yang bergejolak karena musim angin timur. Adapun komoditas bumbu-bumbuan masih mengalami
penurunan sedangkan komoditas sayur-sayuran relatif stabil. Adanya kenaikan inflasi secara tahunan lebih disebabkan
oleh turunnya harga di tahun sebelumnya yang lebih besar dibanding penurunan harga sayur-sayuran di triwulan III 2017.
Sub kelompok komoditas daging dan hasil-hasilnya juga mengalami inflasi hingga 10,27% (yoy) di triwulan III 2017 lebih
disebabkan oleh meningkatnya harga ayam hidup di Maumere. Tingginya inflasi buah-buahan lebih disebabkan oleh
tingginya kenaikan harga semangka, asam dan kelapa muda di Maumere, sedangkan harga buah lainnya cenderung
mengalami penurunan.
Cukup tingginya kenaikan harga komoditas volatile food terlihat dari nilai inflasi volatile food yang sebesar 6,60% (yoy),
meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 5,21%. Inflasi komoditas administered price juga masih relatif
tinggi hingga 7,18% (yoy) walaupun cenderung melambat dibanding triwulan sebelumnya. Kelompok inflasi inti masih
relatif stabil dengan pendorong inflasi utama pada kelompok komoditas sandang, dan kesehatan, sedang kelompok
komoditas pendidikan stabil dibanding tahun sebelumnya.
3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
Inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan mengalami kenaikan yang cukup tinggi seiring dengan adanya
peningkatan permintaan selama Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Adanya rencana pesta tahun baru di Provinsi
NTT berpotensi meningkatkan konsumsi akhir tahun. Berdasarkan perkiraan cuaca BMKG juga terlihat bahwa pada
bulan November, NTT mulai memasuki musim penghujan walaupun dengan curah hujan rendah ke menengah. Pada bulan
Desember 2017, intensitas hujan di Provinsi NTT mulai meningkat yang berpotensi bisa menurunkan produksi hortikultura
dikarenakan banyaknya potensi penyakit selama musim hujan. Namun demikian, inflasi di sepanjang tahun 2017 masih
relatif terjaga dengan nilai inflasi diperkirakan di bawah 3% (yoy), terutama disebabkan oleh pasokan komoditas pangan
yang lebih terjaga.
44 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
47- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
wortel, kentang, kacang panjang dan kangkung, sedangkan komoditas volatile food lainnya masih tetap bahkan menurun
dibanding bulan sebelumnya. Datangnya hujan di minggu kedua berpotensi meningkatkan inflasi hingga akhir bulan.
Berdasarkan data PIHPS terhadap 10 komoditas utama, didapatkan bahwa terdapat 3 komoditas yang memiliki harga di
atas rentang harga yaitu komoditas daging ayam ras, telur ayam ras serta cabai rawit. Selain itu, terdapat 2 komoditas
dengan harga di bawah rata-rata yaitu komoditas sapi dan cabai merah. Rata-rata harga daging ayam ras di NTT hingga
tanggal 14 November 2017 sebesar Rp 38.650,- jauh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional yang sebesar Rp 31.000,-
atau Jawa Timur sebagai penyuplai DOC dan pakan utama NTT yang hanya sebesar Rp 28.000,-. Tingginya volatilitas harga
daging ayam ras di NTT juga menjadi masalah utama yang menunjukkan rapuhnya sistem pasar daging ayam ras di NTT.
Adanya sedikit gangguan pada sisi pasokan atau permintaan akan berdampak signifikan terhadap kenaikan atau
penurunan harga.
Harga telur ayam di NTT juga relatif lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Tingginya harga telur selain disebabkan oleh
sistem penjualan telur yang dilakukan tiap 30 butir, juga disebabkan oleh kondisi pasokan yang harus mendatangkan dari
Surabaya, sehingga adanya selisih harga Rp 1.500,- lebih disebabkan oleh besarnya biaya distribusi telur ayam ras ke NTT.
Selisih harga yang cukup besar tersebut juga dapat menjadi peluang budidaya ayam petelur di NTT seiring dengan adanya
potensi profit yang cukup besar.
Keberhasilan peningkatan pasokan pada komoditas cabai merah berdampak pada penurunan harga cabai merah bahkan
lebih rendah dari rata-rata nasional yang sebesar Rp 34.500,-. Dengan posisi harga cabai merah di pasar yang rata-rata
sebesar Rp 21.700,-, maka potensi ekspor dapat dilakukan agar daya beli petani dapat kembali meningkat. Rendahnya
harga juga berpotensi mengalami kenaikan di bulan November dan Desember menyesuaikan dengan rata-rata harga di
pasar.
3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID
Aktivitas TPID pada triwulan III 2017 lebih berupa koordinasi baik koordinasi secara nasional dalam rakornas
maupun koordinasi daerah dalam rakorda. Adapun rincian ringkasan kegiatan sebagai berikut:
Pada tanggal 26-27 Juli 2017, telah dilakukan rakornas TPID di jakarta dengan materi pembahasan selain evaluasi
capaian inflasi juga dibahas beberapa komitmen sebagai berikut :
1.
Memperkuat dasar hukum dan menyederhanakan kegiatan koordinasi pengendalian inflasi
Memperkuat sinergi perencanaan program dan kegiatan pengendalian inflasi daerah
Mengembangkan sistem informasi pengendalian harga pangan berskala nasional melalui Pusat Informasi Harga
Pangan Strategis (PIHPS) Nasional
Mendorong efisiensi tata niaga pangan melalui kerja sama perdagangan antar daerah.
a.
b.
c .
d.
Selain itu, juga dilakukan pemberian penghargaan kepada TPID terbaik, berprestasi maupun terinovatif hasil penilaian
pokjanas TPID dan akademisi.
Penguatan koordinasi dilanjutkan dengan pelaksanaan rakorda TPID pada tanggal 6 September 2017 di Kupang dan
selain disampaikan tentang perkembangan inflasi terkini, juga dibahas beberapa hal sebagai tindak lanjut rakornas TPID
sebagai berikut :
2.
TPID Provinsi dan Kabupaten/kota diminta untuk kembali menyesuaikan susunan anggota TPID mengacu pada
Kepres No. 23 tahun 2017 tanggal 8 Agustus 2017 tentang TPID. Dalam pembahasan diusulkan agar dapat
memasukkan unsur kepolisian dalam kepengurusan TPID yang baru.
BULOG melaporkan bahwa posisi cadangan beras relatif aman lebih dari 3 bulan penyaluran. Untuk menjaga
kestabilan harga, maka BULOG secara periodik melakukan operasi pasar.
Untuk mencegah fluktuasi harga bahan makanan, maka perlu untuk dilakukan pergiliran tanaman di lahan.
Selain itu juga disepakati untuk segera menindaklanjuti hasil rakorda di daerah, penguatan kerjasama antar daerah
terlebih terkait distribusi barang dan jasa, perlunya kerjasama pemerintah dengan swasta dalam rangka
pengendalian inflasi, serta perlunya penyampaian hasil koordinasi dalam bentuk surat ke seluruh pemerintah daerah
untuk dapat ditindaklanjuti di daerah.
a.
b.
c .
d.
Adapun kegiatan langkah aksi yang telah dilakukan antara lain kegiatan monitoring pasokan cabai di klaster binaan,
operasi pasar BULOG, koordinasi harga komoditas dengan pihak swasta, maupun penandatanganan kerjasama
pengiriman sapi antara pemerintah Provinsi NTT dengan pemerintah Provinsi Bengkulu.
3.
Sumber : www.hargapangan.id
GRAFIK 3.16. PERBANDINGAN SERIES HARGA DAGING AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
05/1
0/20
16
18/1
0/20
16
31/1
0/20
16
11/1
1/20
16
24/1
1/20
16
07/1
2/20
16
21/1
2/20
16
05/0
1/20
17
19/0
1/20
17
01/0
2/20
17
21/0
2/20
17
06/0
3/20
17
17/0
3/20
17
31/0
3/20
17
13/0
4/20
17
28/0
4/20
17
15/0
5/20
17
29/0
5/20
17
12/0
6/20
17
03/0
7/20
17
14/0
7/20
17
27/0
7/20
17
09/0
8/20
17
23/0
8/20
17
06/0
9/20
17
06/1
0/20
17
19/1
0/20
17
01/1
1/20
17
NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)
Sumber : www.hargapangan.id
GRAFIK 3.17. PERBANDINGAN SERIES HARGA TELUR AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL
NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)
12500
13000
13500
14000
14500
15000
15500
16000
20/0
7/20
16
04/0
8/20
16
22/0
8/20
16
06/0
9/20
16
22/0
9/20
16
07/1
0/20
16
24/1
0/20
16
08/1
1/20
16
23/1
1/20
16
08/1
2/20
16
27/1
2/20
16
13/0
1/20
17
30/0
1/20
17
21/0
2/20
17
08/0
3/20
17
23/0
3/20
17
10/0
4/20
17
27/0
4/20
17
16/0
5/20
17
02/0
6/20
17
19/0
6/20
17
12/0
7/20
17
27/0
7/20
17
11/0
8/20
17
29/0
8/20
17
14/0
9/20
17
02/1
0/20
17
17/1
0/20
17
01/1
1/20
17
Sumber : www.hargapangan.id
GRAFIK 3.18. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI RAWIT NTT, JATIM DAN NASIONAL
NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)
Sumber : www.hargapangan.id
GRAFIK 3.19. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI MERAH NTT, JATIM DAN NASIONAL
NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
20/0
7/20
16
08/0
8/20
16
26/0
8/20
16
15/0
9/20
16
04/1
0/20
16
21/1
0/20
16
09/1
1/20
16
28/1
1/20
16
16/1
2/20
16
09/0
1/20
17
26/0
1/20
17
21/0
2/20
17
10/0
3/20
17
30/0
3/20
17
19/0
4/20
17
10/0
5/20
17
31/0
5/20
17
20/0
6/20
17
17/0
7/20
17
03/0
8/20
17
23/0
8/20
17
12/0
9/20
17
02/1
0/20
17
19/1
0/20
17
07/1
1/20
17
10.000
30.000
50.000
70.000
20/0
7/20
16
08/0
8/20
16
26/0
8/20
16
15/0
9/20
16
04/1
0/20
16
21/1
0/20
16
09/1
1/20
16
28/1
1/20
16
16/1
2/20
16
09/0
1/20
17
26/0
1/20
17
21/0
2/20
17
10/0
3/20
17
30/0
3/20
17
19/0
4/20
17
10/0
5/20
17
31/0
5/20
17
20/0
6/20
17
17/0
7/20
17
03/0
8/20
17
23/0
8/20
17
12/0
9/20
17
02/1
0/20
17
19/1
0/20
17
07/1
1/20
17
RP
Adanya gangguan pasokan cabai rawit terlihat dari kenaikan harga cabai rawit, terlebih sejak bulan April 2017. Penurunan
produksi cabai rawit diduga menjadi penyebab utama meningkatnya harga cabai rawit, berbanding terbalik dengan tren
penurunan harga secara nasional. Walaupun harga sudah berangsur menurun, namun masih lebih tinggi dari rata-rata
nasional dikarenakan pasokan yang masih relatif berkurang.
46 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
47- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
wortel, kentang, kacang panjang dan kangkung, sedangkan komoditas volatile food lainnya masih tetap bahkan menurun
dibanding bulan sebelumnya. Datangnya hujan di minggu kedua berpotensi meningkatkan inflasi hingga akhir bulan.
Berdasarkan data PIHPS terhadap 10 komoditas utama, didapatkan bahwa terdapat 3 komoditas yang memiliki harga di
atas rentang harga yaitu komoditas daging ayam ras, telur ayam ras serta cabai rawit. Selain itu, terdapat 2 komoditas
dengan harga di bawah rata-rata yaitu komoditas sapi dan cabai merah. Rata-rata harga daging ayam ras di NTT hingga
tanggal 14 November 2017 sebesar Rp 38.650,- jauh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional yang sebesar Rp 31.000,-
atau Jawa Timur sebagai penyuplai DOC dan pakan utama NTT yang hanya sebesar Rp 28.000,-. Tingginya volatilitas harga
daging ayam ras di NTT juga menjadi masalah utama yang menunjukkan rapuhnya sistem pasar daging ayam ras di NTT.
Adanya sedikit gangguan pada sisi pasokan atau permintaan akan berdampak signifikan terhadap kenaikan atau
penurunan harga.
Harga telur ayam di NTT juga relatif lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Tingginya harga telur selain disebabkan oleh
sistem penjualan telur yang dilakukan tiap 30 butir, juga disebabkan oleh kondisi pasokan yang harus mendatangkan dari
Surabaya, sehingga adanya selisih harga Rp 1.500,- lebih disebabkan oleh besarnya biaya distribusi telur ayam ras ke NTT.
Selisih harga yang cukup besar tersebut juga dapat menjadi peluang budidaya ayam petelur di NTT seiring dengan adanya
potensi profit yang cukup besar.
Keberhasilan peningkatan pasokan pada komoditas cabai merah berdampak pada penurunan harga cabai merah bahkan
lebih rendah dari rata-rata nasional yang sebesar Rp 34.500,-. Dengan posisi harga cabai merah di pasar yang rata-rata
sebesar Rp 21.700,-, maka potensi ekspor dapat dilakukan agar daya beli petani dapat kembali meningkat. Rendahnya
harga juga berpotensi mengalami kenaikan di bulan November dan Desember menyesuaikan dengan rata-rata harga di
pasar.
3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID
Aktivitas TPID pada triwulan III 2017 lebih berupa koordinasi baik koordinasi secara nasional dalam rakornas
maupun koordinasi daerah dalam rakorda. Adapun rincian ringkasan kegiatan sebagai berikut:
Pada tanggal 26-27 Juli 2017, telah dilakukan rakornas TPID di jakarta dengan materi pembahasan selain evaluasi
capaian inflasi juga dibahas beberapa komitmen sebagai berikut :
1.
Memperkuat dasar hukum dan menyederhanakan kegiatan koordinasi pengendalian inflasi
Memperkuat sinergi perencanaan program dan kegiatan pengendalian inflasi daerah
Mengembangkan sistem informasi pengendalian harga pangan berskala nasional melalui Pusat Informasi Harga
Pangan Strategis (PIHPS) Nasional
Mendorong efisiensi tata niaga pangan melalui kerja sama perdagangan antar daerah.
a.
b.
c .
d.
Selain itu, juga dilakukan pemberian penghargaan kepada TPID terbaik, berprestasi maupun terinovatif hasil penilaian
pokjanas TPID dan akademisi.
Penguatan koordinasi dilanjutkan dengan pelaksanaan rakorda TPID pada tanggal 6 September 2017 di Kupang dan
selain disampaikan tentang perkembangan inflasi terkini, juga dibahas beberapa hal sebagai tindak lanjut rakornas TPID
sebagai berikut :
2.
TPID Provinsi dan Kabupaten/kota diminta untuk kembali menyesuaikan susunan anggota TPID mengacu pada
Kepres No. 23 tahun 2017 tanggal 8 Agustus 2017 tentang TPID. Dalam pembahasan diusulkan agar dapat
memasukkan unsur kepolisian dalam kepengurusan TPID yang baru.
BULOG melaporkan bahwa posisi cadangan beras relatif aman lebih dari 3 bulan penyaluran. Untuk menjaga
kestabilan harga, maka BULOG secara periodik melakukan operasi pasar.
Untuk mencegah fluktuasi harga bahan makanan, maka perlu untuk dilakukan pergiliran tanaman di lahan.
Selain itu juga disepakati untuk segera menindaklanjuti hasil rakorda di daerah, penguatan kerjasama antar daerah
terlebih terkait distribusi barang dan jasa, perlunya kerjasama pemerintah dengan swasta dalam rangka
pengendalian inflasi, serta perlunya penyampaian hasil koordinasi dalam bentuk surat ke seluruh pemerintah daerah
untuk dapat ditindaklanjuti di daerah.
a.
b.
c .
d.
Adapun kegiatan langkah aksi yang telah dilakukan antara lain kegiatan monitoring pasokan cabai di klaster binaan,
operasi pasar BULOG, koordinasi harga komoditas dengan pihak swasta, maupun penandatanganan kerjasama
pengiriman sapi antara pemerintah Provinsi NTT dengan pemerintah Provinsi Bengkulu.
3.
Sumber : www.hargapangan.id
GRAFIK 3.16. PERBANDINGAN SERIES HARGA DAGING AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
05/1
0/20
16
18/1
0/20
16
31/1
0/20
16
11/1
1/20
16
24/1
1/20
16
07/1
2/20
16
21/1
2/20
16
05/0
1/20
17
19/0
1/20
17
01/0
2/20
17
21/0
2/20
17
06/0
3/20
17
17/0
3/20
17
31/0
3/20
17
13/0
4/20
17
28/0
4/20
17
15/0
5/20
17
29/0
5/20
17
12/0
6/20
17
03/0
7/20
17
14/0
7/20
17
27/0
7/20
17
09/0
8/20
17
23/0
8/20
17
06/0
9/20
17
06/1
0/20
17
19/1
0/20
17
01/1
1/20
17
NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)
Sumber : www.hargapangan.id
GRAFIK 3.17. PERBANDINGAN SERIES HARGA TELUR AYAM RAS NTT, JATIM DAN NASIONAL
NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)
12500
13000
13500
14000
14500
15000
15500
16000
20/0
7/20
16
04/0
8/20
16
22/0
8/20
16
06/0
9/20
16
22/0
9/20
16
07/1
0/20
16
24/1
0/20
16
08/1
1/20
16
23/1
1/20
16
08/1
2/20
16
27/1
2/20
16
13/0
1/20
17
30/0
1/20
17
21/0
2/20
17
08/0
3/20
17
23/0
3/20
17
10/0
4/20
17
27/0
4/20
17
16/0
5/20
17
02/0
6/20
17
19/0
6/20
17
12/0
7/20
17
27/0
7/20
17
11/0
8/20
17
29/0
8/20
17
14/0
9/20
17
02/1
0/20
17
17/1
0/20
17
01/1
1/20
17
Sumber : www.hargapangan.id
GRAFIK 3.18. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI RAWIT NTT, JATIM DAN NASIONAL
NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)
Sumber : www.hargapangan.id
GRAFIK 3.19. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI MERAH NTT, JATIM DAN NASIONAL
NASIONAL NTT JATIM LINEAR (NASIONAL) LINEAR (NTT) LINEAR (JATIM)
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
20/0
7/20
16
08/0
8/20
16
26/0
8/20
16
15/0
9/20
16
04/1
0/20
16
21/1
0/20
16
09/1
1/20
16
28/1
1/20
16
16/1
2/20
16
09/0
1/20
17
26/0
1/20
17
21/0
2/20
17
10/0
3/20
17
30/0
3/20
17
19/0
4/20
17
10/0
5/20
17
31/0
5/20
17
20/0
6/20
17
17/0
7/20
17
03/0
8/20
17
23/0
8/20
17
12/0
9/20
17
02/1
0/20
17
19/1
0/20
17
07/1
1/20
17
10.000
30.000
50.000
70.000
20/0
7/20
16
08/0
8/20
16
26/0
8/20
16
15/0
9/20
16
04/1
0/20
16
21/1
0/20
16
09/1
1/20
16
28/1
1/20
16
16/1
2/20
16
09/0
1/20
17
26/0
1/20
17
21/0
2/20
17
10/0
3/20
17
30/0
3/20
17
19/0
4/20
17
10/0
5/20
17
31/0
5/20
17
20/0
6/20
17
17/0
7/20
17
03/0
8/20
17
23/0
8/20
17
12/0
9/20
17
02/1
0/20
17
19/1
0/20
17
07/1
1/20
17
RP
Adanya gangguan pasokan cabai rawit terlihat dari kenaikan harga cabai rawit, terlebih sejak bulan April 2017. Penurunan
produksi cabai rawit diduga menjadi penyebab utama meningkatnya harga cabai rawit, berbanding terbalik dengan tren
penurunan harga secara nasional. Walaupun harga sudah berangsur menurun, namun masih lebih tinggi dari rata-rata
nasional dikarenakan pasokan yang masih relatif berkurang.
46 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Sumba Timur
Sumba Tengah
Sumba Barat
SBD
SabuRote
Kupang
TTS
TTUMalaka
Belu
Alor
Lembata
Flotim
SikkaEndeNagekeo
Ngada
Matim
Man
ggar
ai
Mabar
2 TPID
5 TPID
6 TPID
7 TPID
1 TPIDTotal 23 TPID dari 22 Kabupaten/ Kota :• 1 TPID Provinsi
• 22 TPID Kab/Kota
Terbentuk tahun 2010Terbentuk tahun 2013Terbentuk tahun 2014Terbentuk tahun 2015Terbentuk tahun 2016
Provinsi NTTRakornas TPIDRakorda TPIDMonitoring pasokan cabai
GAMBAR 3.4. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
Sumba Timur
Sumba Tengah
Sumba Barat
SBD
SabuRote
Kupang
TTS
TTUMalaka
Belu
Alor
Lembata
Flotim
SikkaEndeNagekeo
Ngada
Matim
Man
ggar
ai
Mabar
2 TPID
5 TPID
6 TPID
7 TPID
1 TPIDTotal 23 TPID dari 22 Kabupaten/ Kota :• 1 TPID Provinsi
• 22 TPID Kab/Kota
Terbentuk tahun 2010Terbentuk tahun 2013Terbentuk tahun 2014Terbentuk tahun 2015Terbentuk tahun 2016
Provinsi NTTRakornas TPIDRakorda TPIDMonitoring pasokan cabai
GAMBAR 3.4. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
49- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Berdasarkan uji korelasi, didapatkan bahwa korelasi inflasi ke-10 komoditas tersebut terhadap inflasi NTT sebesar 63,47%
yang berarti, ke-10 komoditas tersebut signifikan dapat digunakan untuk mendeteksi arah inflasi dengan akurasi
mencapai 63,47%. Dengan metode perhitungan inflasi, didapatkan bahwa nilai inflasi PIHPS untuk ke-10 komoditas
tersebut berkorelasi positif signifikan untuk mendeteksi arah dan nilai inflasi dengan tingkat korelasi mencapai 57,89%.
Arah dan nilai inflasi mulai menunjukkan pergerakan yang searah terutama setelah bulan Juni 2017. Hal ini menunjukkan
bahwa indikator harga dalam PIHPS secara signifikan juga dapat digunakan untuk mendeteksi inflasi BPS. Namun
demikian, perbedaan perhitungan pasti akan tetap terjadi dikarenakan oleh adanya perbedaan dalam metode
pencacahan. Apabila digunakan untuk kepentingan monitoring harga dan operasi pasar, maka data hasil PIHPS lebih
menunjukkan realita yang terjadi.
Apabila dianalisa per masing-masing komoditas, didapatkan bahwa dari 10 komoditas yang menjadi obyek survei, 4
diantaranya memiliki korelasi rendah atau di bawah 50% yaitu komoditas beras, telur ayam ras, minyak goreng dan daging
sapi. Adapun 3 komoditas memiliki korelasi signifikan sedang yaitu komoditas daging ayam ras, cabai rawit dan gula pasir.
3 Komoditas lainnya memiliki korelasi signifikan tinggi yaitu komoditas bawang merah, bawang putih dan cabai merah.
Tingginya korelasi inflasi lebih menunjukkan adanya pola kenaikan harga yang cenderung terjadi tiap minggunya,
sehingga pencacahan harian maupun mingguan menunjukkan arah yang sama. Hal yang sama juga terjadi pada
komoditas dengan tingkat korelasi inflasi signifikan sedang. Di sisi lain, rendahnya korelasi pada 4 komoditas di bawah
kemungkinan bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain (1). adanya perbedaan perhitungan komoditas
beras antara website PIHPS yang langsung mengambil nilai rata-rata semua harga beras dengan proses perhitungan inflasi
beras oleh BPS yang melakukan pembobotan atas masing-masing kualitas beras. (2). Tidak menentunya waktu
kenaikan/penurunan harga komoditas, sehingga terjadi bias terhadap rata-rata harga komoditas. (3). Adanya perbedaan
merek komoditas, sehingga berpotensi menimbulkan perbedaan arah inflasi. Perbedaan arah inflasi yang cukup besar
terlebih di periode awal pembentukan website kemungkinan besar juga disebabkan oleh adanya proses penyesuaian.
Kondisi terkini arah inflasi mulai menunjukkan kesamaan arah. Apabila masih terjadi perbedaan, maka untuk kepentingan
pemantauan dan pengendalian harga, hasil survei PIHPS tetap lebih bisa digunakan karena menggambarkan perubahan
harga riil harian pada ke-10 komoditas tersebut.
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa website PIHPS yang ada apabila dapat
dimanfaatkan dengan baik, maka dapat berguna tidak hanya untuk mendeteksi secara dini potensi kenaikan harga
komoditas, tetapi juga dapat digunakan sebagai sarana berbagi informasi peluang perdagangan antar daerah maupun
digunakan untuk menghitung inflasi pada 10 komoditas tersebut. Apabila analisa dapat dijalankan dengan baik, maka
rumusan langkah pengendalian inflasi dapat juga dilakukan, yang berdampak pada terkendalinya harga dalam jangka
panjang. Pendekatan pengendalian inflasi seyogyanya dapat dilakukan dengan cara pengendalian harga dan pasokan
pada tiap-tiap komoditas, agar kegiatan pengendalian harga dapat menjadi lebih efektif dan terfokus.
Pada tanggal 26-27 Juli 2017, telah dilakukan rakornas TPID yang langsung dipimpin oleh Presiden Jokowi. Dalam acara
tersebut, juga diluncurkan website hargapangan.id yang bertujuan untuk memantau perkembangan harga antar daerah
di 82 kota perhitungan inflasi dan kota-kota lainnya. Website tersebut merupakan hasil tindak lanjut rakornas TPID ke-3
tahun 2012 dan mulai dikembangkan pada tahun 2014-2016. Komoditas yang disurvei adalah komoditas yang memiliki
fluktuasi harga tinggi, atau masuk dalam daftar HK-1.1, yaitu komoditas yang oleh BPS disurvei secara mingguan. Adapun
ke-10 komoditas tersebut antara lain : beras, bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, daging sapi, daging
ayam ras, telur ayam ras, minyak goreng dan gula pasir.
Perbedaan utama informasi harga PIHPS dengan data BPS adalah waktu penyediaan data yang dilakukan secara harian,
sehingga selain lebih menunjukkan kondisi riil inflasi pada 10 komoditas tersebut, juga dapat digunakan sebagai sistem
deteksi dini inflasi. Keuntungan lainnya dari penggunaan website tersebut adalah adanya potensi perdagangan antar
daerah dikarenakan adanya disparitas harga yang cukup besar. Data yang disajikan juga dapat digunakan untuk
memproyeksi inflasi. Proses deteksi dini inflasi dapat dilakukan dengan menggunakan jenis informasi perubahan harga
ataupun menu grafik, sehingga kenaikan harga dapat langsung dipantau di tiap harinya. Tujuan dari sistem ini adalah
untuk memudahkan TPID dalam melakukan langkah aksi pengendalian inflasi. Apabila terjadi inflasi dan harga jual terlalu
tinggi, maka langkah kerjasama antar daerah dapat dilakukan. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan
mendistribusikan komoditas ke daerah yang mengalami kelangkaan pasokan, sehingga selain harga jual dapat menurun,
penjual juga tetap mendapatkan untung dengan menjual komoditas di atas harga daerah asal. Informasi perbedaan harga
juga disajikan secara visual menggunakan perbedaan warna. Warna hijau menunjukkan rata-rata harga di bawah rata-rata
harga nasional, dan warna merah menunjukkan bahwa harga berada di atas rata-rata harga komoditas secara nasional.
Semakin hijau warna menunjukkan harga yang semakin rendah, sedangkan semakin merah warna menunjukkan harga
yang jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional. Data yang disajikan secara harian tersebut, berdasarkan website dapat
diunduh untuk kemudian dilakukan pengolahan menjadi rata-rata harga mingguan/bulanan yang pada akhirnya
digunakan untuk mendeteksi inflasi bulanan yang terjadi.
Boks 3. Perhitungan Inflasi PIHPS
GAMBAR BOKS 4. 1. TAMPILAN DEPAN WEBSITE HARGAPANGAN.ID
Sumber : www.hargapangan.id
GRAFIK BOKS 4.1. PERBANDINGAN INFLASI PIHPS DAN BPS
RIBU RP
Sumber : www.hargapangan.id, BPS, diolah
92
94
96
98
100
102
104
106
108
(4,0)
(3,0)
(2,0)
(1,0)
-
1,0
2,0
3,0
4,0
1 2 3 42017
5 6 7 8 9 109 10 11 122017
INFLASI 10 KOM PIHPSBPS
48 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
49- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Berdasarkan uji korelasi, didapatkan bahwa korelasi inflasi ke-10 komoditas tersebut terhadap inflasi NTT sebesar 63,47%
yang berarti, ke-10 komoditas tersebut signifikan dapat digunakan untuk mendeteksi arah inflasi dengan akurasi
mencapai 63,47%. Dengan metode perhitungan inflasi, didapatkan bahwa nilai inflasi PIHPS untuk ke-10 komoditas
tersebut berkorelasi positif signifikan untuk mendeteksi arah dan nilai inflasi dengan tingkat korelasi mencapai 57,89%.
Arah dan nilai inflasi mulai menunjukkan pergerakan yang searah terutama setelah bulan Juni 2017. Hal ini menunjukkan
bahwa indikator harga dalam PIHPS secara signifikan juga dapat digunakan untuk mendeteksi inflasi BPS. Namun
demikian, perbedaan perhitungan pasti akan tetap terjadi dikarenakan oleh adanya perbedaan dalam metode
pencacahan. Apabila digunakan untuk kepentingan monitoring harga dan operasi pasar, maka data hasil PIHPS lebih
menunjukkan realita yang terjadi.
Apabila dianalisa per masing-masing komoditas, didapatkan bahwa dari 10 komoditas yang menjadi obyek survei, 4
diantaranya memiliki korelasi rendah atau di bawah 50% yaitu komoditas beras, telur ayam ras, minyak goreng dan daging
sapi. Adapun 3 komoditas memiliki korelasi signifikan sedang yaitu komoditas daging ayam ras, cabai rawit dan gula pasir.
3 Komoditas lainnya memiliki korelasi signifikan tinggi yaitu komoditas bawang merah, bawang putih dan cabai merah.
Tingginya korelasi inflasi lebih menunjukkan adanya pola kenaikan harga yang cenderung terjadi tiap minggunya,
sehingga pencacahan harian maupun mingguan menunjukkan arah yang sama. Hal yang sama juga terjadi pada
komoditas dengan tingkat korelasi inflasi signifikan sedang. Di sisi lain, rendahnya korelasi pada 4 komoditas di bawah
kemungkinan bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain (1). adanya perbedaan perhitungan komoditas
beras antara website PIHPS yang langsung mengambil nilai rata-rata semua harga beras dengan proses perhitungan inflasi
beras oleh BPS yang melakukan pembobotan atas masing-masing kualitas beras. (2). Tidak menentunya waktu
kenaikan/penurunan harga komoditas, sehingga terjadi bias terhadap rata-rata harga komoditas. (3). Adanya perbedaan
merek komoditas, sehingga berpotensi menimbulkan perbedaan arah inflasi. Perbedaan arah inflasi yang cukup besar
terlebih di periode awal pembentukan website kemungkinan besar juga disebabkan oleh adanya proses penyesuaian.
Kondisi terkini arah inflasi mulai menunjukkan kesamaan arah. Apabila masih terjadi perbedaan, maka untuk kepentingan
pemantauan dan pengendalian harga, hasil survei PIHPS tetap lebih bisa digunakan karena menggambarkan perubahan
harga riil harian pada ke-10 komoditas tersebut.
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa website PIHPS yang ada apabila dapat
dimanfaatkan dengan baik, maka dapat berguna tidak hanya untuk mendeteksi secara dini potensi kenaikan harga
komoditas, tetapi juga dapat digunakan sebagai sarana berbagi informasi peluang perdagangan antar daerah maupun
digunakan untuk menghitung inflasi pada 10 komoditas tersebut. Apabila analisa dapat dijalankan dengan baik, maka
rumusan langkah pengendalian inflasi dapat juga dilakukan, yang berdampak pada terkendalinya harga dalam jangka
panjang. Pendekatan pengendalian inflasi seyogyanya dapat dilakukan dengan cara pengendalian harga dan pasokan
pada tiap-tiap komoditas, agar kegiatan pengendalian harga dapat menjadi lebih efektif dan terfokus.
Pada tanggal 26-27 Juli 2017, telah dilakukan rakornas TPID yang langsung dipimpin oleh Presiden Jokowi. Dalam acara
tersebut, juga diluncurkan website hargapangan.id yang bertujuan untuk memantau perkembangan harga antar daerah
di 82 kota perhitungan inflasi dan kota-kota lainnya. Website tersebut merupakan hasil tindak lanjut rakornas TPID ke-3
tahun 2012 dan mulai dikembangkan pada tahun 2014-2016. Komoditas yang disurvei adalah komoditas yang memiliki
fluktuasi harga tinggi, atau masuk dalam daftar HK-1.1, yaitu komoditas yang oleh BPS disurvei secara mingguan. Adapun
ke-10 komoditas tersebut antara lain : beras, bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, daging sapi, daging
ayam ras, telur ayam ras, minyak goreng dan gula pasir.
Perbedaan utama informasi harga PIHPS dengan data BPS adalah waktu penyediaan data yang dilakukan secara harian,
sehingga selain lebih menunjukkan kondisi riil inflasi pada 10 komoditas tersebut, juga dapat digunakan sebagai sistem
deteksi dini inflasi. Keuntungan lainnya dari penggunaan website tersebut adalah adanya potensi perdagangan antar
daerah dikarenakan adanya disparitas harga yang cukup besar. Data yang disajikan juga dapat digunakan untuk
memproyeksi inflasi. Proses deteksi dini inflasi dapat dilakukan dengan menggunakan jenis informasi perubahan harga
ataupun menu grafik, sehingga kenaikan harga dapat langsung dipantau di tiap harinya. Tujuan dari sistem ini adalah
untuk memudahkan TPID dalam melakukan langkah aksi pengendalian inflasi. Apabila terjadi inflasi dan harga jual terlalu
tinggi, maka langkah kerjasama antar daerah dapat dilakukan. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan
mendistribusikan komoditas ke daerah yang mengalami kelangkaan pasokan, sehingga selain harga jual dapat menurun,
penjual juga tetap mendapatkan untung dengan menjual komoditas di atas harga daerah asal. Informasi perbedaan harga
juga disajikan secara visual menggunakan perbedaan warna. Warna hijau menunjukkan rata-rata harga di bawah rata-rata
harga nasional, dan warna merah menunjukkan bahwa harga berada di atas rata-rata harga komoditas secara nasional.
Semakin hijau warna menunjukkan harga yang semakin rendah, sedangkan semakin merah warna menunjukkan harga
yang jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional. Data yang disajikan secara harian tersebut, berdasarkan website dapat
diunduh untuk kemudian dilakukan pengolahan menjadi rata-rata harga mingguan/bulanan yang pada akhirnya
digunakan untuk mendeteksi inflasi bulanan yang terjadi.
Boks 3. Perhitungan Inflasi PIHPS
GAMBAR BOKS 4. 1. TAMPILAN DEPAN WEBSITE HARGAPANGAN.ID
Sumber : www.hargapangan.id
GRAFIK BOKS 4.1. PERBANDINGAN INFLASI PIHPS DAN BPS
RIBU RP
Sumber : www.hargapangan.id, BPS, diolah
92
94
96
98
100
102
104
106
108
(4,0)
(3,0)
(2,0)
(1,0)
-
1,0
2,0
3,0
4,0
1 2 3 42017
5 6 7 8 9 109 10 11 122017
INFLASI 10 KOM PIHPSBPS
48 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Stabilitas Keuangan Daerah04Secara umum sistem keuangan di Provinsi NTT masih relatif stabil seiring dengan tidak adanya
gejolak signkan pada sistem tersebut. Kredit rumah tangga masih memiliki pangsa penyaluran
terbesar diikuti oleh kredit UMKM dan korporasi. Pada triwulan III 2017 terjadi peningkatan
penyaluran untuk kredit rumah tangga dan korporasi sedangkan kredit UMKM mengalami
pertumbuhan melambat. Dari sisi kualitas, meski rumah tangga dan UMKM mengalami sedikit
penurunan kualitas kredit, kedua sektor tersebut masih dalam batas aman. Lonjakan penyaluran
kredit investasi membantu memperbaiki rasio kualitas kredit pada sektor korporasi, namun
demikian kualitas kredit masih diluar batas aman.
Secara keseluruhan, kinerja perbankan di Provinsi NTT yang diukur dari pertumbuhan penyaluran
kredit, penghimpunan dana pihak ketiga dan kepemilikan aset masih cukup stabil yaitu 13,35%
(yoy), 6,83% (yoy) dari triwulan sebelumnya 11,03% (yoy) dan 5,91% (yoy).
Kredit sektor rumah tangga pada triwulan III 2017 mencatat sedikit penurunan kualitas kredit
dengan rasio bermasalah sebesar 1,47% dari sebelumnya 1,43%.
Kredit UMKM juga mengalami sedikit peningkatan rasio kredit bermasalah yang mencapai 3,76%
dari sebelumnya 3,67%.
Kredit korporasi mengalami perbaikan kualitas kredit dengan rasio kredit bermasalah sebesar
6,19% dari sebelumnya 9,61%.
KORELASI RENDAH KORELASI SEDANG KORELASI TINGGI
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
10.500
10.600
10.700
10.800
10.900
11.000
11.100
11.200
11.300
(1,5)
(1,0)
(0,5)
-
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
BERAS PIHPSBPS
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
DAGING AYAM RAS PIHPSBPS BAWANG MERAH PIHPSBPS
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
(30,0)
(20,0)
(10,0)
-
10,0
20,0
30,0
40,0
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
(30,0)
(20,0)
(10,0)
-
10,0
20,0
30,0
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
TELUR AYAM RAS PIHPSBPS
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
CABAI RAWIT PIHPSBPS BAWANG PUTIH PIHPSBPS
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
14.200
14.400
14.600
14.800
15.000
15.200
15.400
15.600
15.800
(6,0)
(4,0)
(2,0)
-
2,0
4,0
6,0
8,0
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
(60,0)
(40,0)
(20,0)
-
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
(40,0)
(30,0)
(20,0)
(10,0)
-
10,0
20,0
30,0
40,0
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
MINYAK GORENG PIHPSBPS
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
GULA PASIR PIHPSBPS CABAI MERAH PIHPSBPS
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
12.000
12.500
13.000
13.500
14.000
14.500
15.000
15.500
(2,0)
(1,0)
-
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
14.400
14.600
14.800
15.000
15.200
15.400
15.600
15.800
16.000
16.200
-
(6,0)
(5,0)
(4,0)
(3,0)
(2,0)
(1,0)
1,0
2,0
3,0
4,0
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
(60,0)
(40,0)
(20,0)
-
20,0
40,0
60,0
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
DAGING SAPI PIHPSBPS
88.000
90.000
92.000
94.000
96.000
98.000
100.000
102.000
(6,0)
(4,0)
(2,0)
-
2,0
4,0
6,0
8,0
Stabilitas Keuangan Daerah04Secara umum sistem keuangan di Provinsi NTT masih relatif stabil seiring dengan tidak adanya
gejolak signkan pada sistem tersebut. Kredit rumah tangga masih memiliki pangsa penyaluran
terbesar diikuti oleh kredit UMKM dan korporasi. Pada triwulan III 2017 terjadi peningkatan
penyaluran untuk kredit rumah tangga dan korporasi sedangkan kredit UMKM mengalami
pertumbuhan melambat. Dari sisi kualitas, meski rumah tangga dan UMKM mengalami sedikit
penurunan kualitas kredit, kedua sektor tersebut masih dalam batas aman. Lonjakan penyaluran
kredit investasi membantu memperbaiki rasio kualitas kredit pada sektor korporasi, namun
demikian kualitas kredit masih diluar batas aman.
Secara keseluruhan, kinerja perbankan di Provinsi NTT yang diukur dari pertumbuhan penyaluran
kredit, penghimpunan dana pihak ketiga dan kepemilikan aset masih cukup stabil yaitu 13,35%
(yoy), 6,83% (yoy) dari triwulan sebelumnya 11,03% (yoy) dan 5,91% (yoy).
Kredit sektor rumah tangga pada triwulan III 2017 mencatat sedikit penurunan kualitas kredit
dengan rasio bermasalah sebesar 1,47% dari sebelumnya 1,43%.
Kredit UMKM juga mengalami sedikit peningkatan rasio kredit bermasalah yang mencapai 3,76%
dari sebelumnya 3,67%.
Kredit korporasi mengalami perbaikan kualitas kredit dengan rasio kredit bermasalah sebesar
6,19% dari sebelumnya 9,61%.
KORELASI RENDAH KORELASI SEDANG KORELASI TINGGI
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
10.500
10.600
10.700
10.800
10.900
11.000
11.100
11.200
11.300
(1,5)
(1,0)
(0,5)
-
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
BERAS PIHPSBPS
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
DAGING AYAM RAS PIHPSBPS BAWANG MERAH PIHPSBPS
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
(30,0)
(20,0)
(10,0)
-
10,0
20,0
30,0
40,0
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
(30,0)
(20,0)
(10,0)
-
10,0
20,0
30,0
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
TELUR AYAM RAS PIHPSBPS
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
CABAI RAWIT PIHPSBPS BAWANG PUTIH PIHPSBPS
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
14.200
14.400
14.600
14.800
15.000
15.200
15.400
15.600
15.800
(6,0)
(4,0)
(2,0)
-
2,0
4,0
6,0
8,0
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
(60,0)
(40,0)
(20,0)
-
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
(40,0)
(30,0)
(20,0)
(10,0)
-
10,0
20,0
30,0
40,0
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
MINYAK GORENG PIHPSBPS
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
GULA PASIR PIHPSBPS CABAI MERAH PIHPSBPS
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
12.000
12.500
13.000
13.500
14.000
14.500
15.000
15.500
(2,0)
(1,0)
-
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
14.400
14.600
14.800
15.000
15.200
15.400
15.600
15.800
16.000
16.200
-
(6,0)
(5,0)
(4,0)
(3,0)
(2,0)
(1,0)
1,0
2,0
3,0
4,0
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
(60,0)
(40,0)
(20,0)
-
20,0
40,0
60,0
1 2 3 4
2017
5 6 7 8 9 109 10 11 12
2017
DAGING SAPI PIHPSBPS
88.000
90.000
92.000
94.000
96.000
98.000
100.000
102.000
(6,0)
(4,0)
(2,0)
-
2,0
4,0
6,0
8,0
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 melambat sebesar 2,48% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan II 2017 yaitu 5,55% (yoy). Melambatnya konsumsi RT terutama terjadi di komponen konsumsi sandang yang
merosot hingga -9,58% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 8,05%. Selain itu, perlambatan juga dikonstribusikan oleh
perlambatan konsumsi perumahan dan peralatan rumah tangga yang tumbuh 0,04%, jauh lebih rendah daripada
triwulan sebelumnya yaitu 17,90%. Adapun penurunan konsumsi RT apabila dibandingankan dengan kuartal sebelumnya
dikarenakan faktor musiman, Hari Raya Idul Fitri 2017, yang tunjangannya diberikan di pertengahan Juni 2017.
Meski konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan, tingkat optimisme RT dalam melakukan kegiatan konsumsi pada
triwulan III 2017 mengalami peningkatan. Hasil Survey Konsumen Bank Indonesia mencatat peningkatan Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE), dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Optimisme
konsumen tercermin dari hasil survey yang menunjukan meningkatnya keyakinan konsumen terhadap perkiraan kondisi
kegiatan usaha, perkiraan penghasilan enam bulan kedepan dan perkiraan ketersediaan lapangan kerja. indeks
pengeluaran membeli barang tahan lama pada periode triwulan III 2017 menjadi 103,5 dari sebelumnya 100,5.
Peningkatan tersebut menandakan mulainya perubahan kecenderungan konsumsi masyarakat provinsi NTT dari barang
habis pakai ke durable goods.
GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)
GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
-8%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
0
5000
10000
15000
20000
25000
144,7
130,9
158,4
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN MEMBELI BARANG TAHAN LAMA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
70
80
90
100
110
120
130
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
103,5
4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
Sebagaimana periode-periode sebelumnya, pada periode kajian, RT masih mendominasi pangsa penghimpunan Dana
Pihak Ketiga (DPK) dengan nominal Rp15,34 dengan pangsa hingga 63,50% dari keseluruhan total DPK. Pangsa
tersebut menunjukan adanya peningkatan eksposur RT dalam penghimpunan DPK apabila dibandingkan dengan
pangsa pada triwulan II 2017 yang hanya 58,95%. Selain dikarenakan adanya peningkatan penghimpunan dana RT,
peningkatan pangsa tersebut lebih dikarenakan menurunnya DPK dari pemerintah. Pertumbuhan DPK triwulan III 2017
53- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Seiring dengan relatif stabilnya perekonomian daerah, kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017
secara umum juga menunjukan hal yang sama. Di triwulan III 2017, Provinsi NTT berhasil mencatat penyaluran kredit
hingga Rp25,37 triliun yang menunjukan pertumbuhan sebesar 13,35% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelunya
yaitu 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong oleh perkembangan penyaluran kredit rumah tangga dan korporasi
yang masing-masing sebesar 13,25 (yoy) dan 32,32% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yaitu 6,64% (yoy)
dan -8,69% (yoy). Di sisi sektor UMKM, terjadi sedikit perlambatan yaitu tumbuh 13,04% (yoy) dari sebelumnya 13,88%
(yoy) pada triwulan II 2017. Pada kredit korporasi dan UMKM terdapat perubahan signifikan untuk sektor listri, gas dan air
dan sektor konstruksi. Lonjakan terhadap kedua sektor tersebut mengindikasikan pembangunan infrastruktur di Provinsi
NTT.
Pada triwulan III 2017, perbankan berhasil memperbaiki kredit bermasalah menjadi 2,23% dari sebelumnya 2,29%. Meski
secara umum risiko kredit masih rendah, perbankan tetap perlu berhati-hati mengingat terus naiknya kredit bermasalah di
UMKM dan pada triwulan III 2017 menjadi 3,76% dari sebelumnya 3,67%. Terdapat perbaikan kredit bermasalah di
korporasi menjadi 6,19% dari sebelunya 9,61% namun demikian rasio tersebut masih di luar batas aman yaitu 5%. Di sisi
lain, rasio kredit bermasalah untuk kredit rumah tangga masih dinilai stabil paling tidak untuk empat tahun terakhir. Di
triwulan III 2017, rasio kredit bermasalah rumah tangga mencapai 1,47% dari sebelumnya 1,43%. Turunnya keseluruhan
rasio kredit bermasalah pada gilirannya meningkatkan pendapatan perbankan dan menambah kepercayaan nasabah
terhadap perbankan yang pada gilirannya turut menurunkan rasio BOPO menjadi 67,91 dari sebelumnya 81,82. Meskipun
demikian, perbankan perlu tetap berhati-hati dalam ekspansi dan melakukan pengawasan terhadap kredit yang
disalurkan dan tetap membentuk CKPN yang cukup.
Secara umum kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi NTT pada periode kajian masih cukup stabil yang dinilai tidak
adanya perubahan signifikan dari rasio atau indeks pengukuran yang digunakan. Rasio kredit bermasalah masih
memerlukan perhatian utama mengingat belum adanya tanda perbaikan dan masih berada di luar atas aman yaitu
mencapai 7,02% dari sebelumnya 6,96%. Merespon hal tersebut, BPR menunjukan kehatian-hatiannya dalam
menyalurkan kredit yang tercermin dari turunnya loan to deposit ratio. Adapun kredibilitas BPR sebagai lembaga
intermediasi keuangan juga masih terjaga seiring dengan naiknya Cash Ratio.
4.1 KONDISI UMUM
Rumah tangga adalah salah satu komponen utama dalam suatu sistem keuangan. Rumah tangga berperan dalam dua
fungsi, yakni sebagai penyedia dana (lender) dengan menempatkan kelebihan dananya di institusi keuangan maupun
sebagai penerima dana (borrower) dengan meminjam dana dari institusi keuangan apabila memerlukan tambahan dana
untuk kegiatan konsumsi maupun investasi. Dengan demikian, semakin besar peran rumah tangga dalam aktivitas
ekonomi dan keuangan suatu daerah, maka semakin penting peran ketahanan sektor rumah tangga dalam menjaga
stabilitas keuangan daerah tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan rumah tangga di antaranya
tingkat pendapatan, tingkat konsumsi, lapangan kerja dan stabilitas harga.
4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA
4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
52 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 melambat sebesar 2,48% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan II 2017 yaitu 5,55% (yoy). Melambatnya konsumsi RT terutama terjadi di komponen konsumsi sandang yang
merosot hingga -9,58% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 8,05%. Selain itu, perlambatan juga dikonstribusikan oleh
perlambatan konsumsi perumahan dan peralatan rumah tangga yang tumbuh 0,04%, jauh lebih rendah daripada
triwulan sebelumnya yaitu 17,90%. Adapun penurunan konsumsi RT apabila dibandingankan dengan kuartal sebelumnya
dikarenakan faktor musiman, Hari Raya Idul Fitri 2017, yang tunjangannya diberikan di pertengahan Juni 2017.
Meski konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan, tingkat optimisme RT dalam melakukan kegiatan konsumsi pada
triwulan III 2017 mengalami peningkatan. Hasil Survey Konsumen Bank Indonesia mencatat peningkatan Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE), dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Optimisme
konsumen tercermin dari hasil survey yang menunjukan meningkatnya keyakinan konsumen terhadap perkiraan kondisi
kegiatan usaha, perkiraan penghasilan enam bulan kedepan dan perkiraan ketersediaan lapangan kerja. indeks
pengeluaran membeli barang tahan lama pada periode triwulan III 2017 menjadi 103,5 dari sebelumnya 100,5.
Peningkatan tersebut menandakan mulainya perubahan kecenderungan konsumsi masyarakat provinsi NTT dari barang
habis pakai ke durable goods.
GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)
GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
-8%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
0
5000
10000
15000
20000
25000
144,7
130,9
158,4
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN MEMBELI BARANG TAHAN LAMA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
70
80
90
100
110
120
130
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
103,5
4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
Sebagaimana periode-periode sebelumnya, pada periode kajian, RT masih mendominasi pangsa penghimpunan Dana
Pihak Ketiga (DPK) dengan nominal Rp15,34 dengan pangsa hingga 63,50% dari keseluruhan total DPK. Pangsa
tersebut menunjukan adanya peningkatan eksposur RT dalam penghimpunan DPK apabila dibandingkan dengan
pangsa pada triwulan II 2017 yang hanya 58,95%. Selain dikarenakan adanya peningkatan penghimpunan dana RT,
peningkatan pangsa tersebut lebih dikarenakan menurunnya DPK dari pemerintah. Pertumbuhan DPK triwulan III 2017
53- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Seiring dengan relatif stabilnya perekonomian daerah, kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017
secara umum juga menunjukan hal yang sama. Di triwulan III 2017, Provinsi NTT berhasil mencatat penyaluran kredit
hingga Rp25,37 triliun yang menunjukan pertumbuhan sebesar 13,35% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelunya
yaitu 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong oleh perkembangan penyaluran kredit rumah tangga dan korporasi
yang masing-masing sebesar 13,25 (yoy) dan 32,32% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yaitu 6,64% (yoy)
dan -8,69% (yoy). Di sisi sektor UMKM, terjadi sedikit perlambatan yaitu tumbuh 13,04% (yoy) dari sebelumnya 13,88%
(yoy) pada triwulan II 2017. Pada kredit korporasi dan UMKM terdapat perubahan signifikan untuk sektor listri, gas dan air
dan sektor konstruksi. Lonjakan terhadap kedua sektor tersebut mengindikasikan pembangunan infrastruktur di Provinsi
NTT.
Pada triwulan III 2017, perbankan berhasil memperbaiki kredit bermasalah menjadi 2,23% dari sebelumnya 2,29%. Meski
secara umum risiko kredit masih rendah, perbankan tetap perlu berhati-hati mengingat terus naiknya kredit bermasalah di
UMKM dan pada triwulan III 2017 menjadi 3,76% dari sebelumnya 3,67%. Terdapat perbaikan kredit bermasalah di
korporasi menjadi 6,19% dari sebelunya 9,61% namun demikian rasio tersebut masih di luar batas aman yaitu 5%. Di sisi
lain, rasio kredit bermasalah untuk kredit rumah tangga masih dinilai stabil paling tidak untuk empat tahun terakhir. Di
triwulan III 2017, rasio kredit bermasalah rumah tangga mencapai 1,47% dari sebelumnya 1,43%. Turunnya keseluruhan
rasio kredit bermasalah pada gilirannya meningkatkan pendapatan perbankan dan menambah kepercayaan nasabah
terhadap perbankan yang pada gilirannya turut menurunkan rasio BOPO menjadi 67,91 dari sebelumnya 81,82. Meskipun
demikian, perbankan perlu tetap berhati-hati dalam ekspansi dan melakukan pengawasan terhadap kredit yang
disalurkan dan tetap membentuk CKPN yang cukup.
Secara umum kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi NTT pada periode kajian masih cukup stabil yang dinilai tidak
adanya perubahan signifikan dari rasio atau indeks pengukuran yang digunakan. Rasio kredit bermasalah masih
memerlukan perhatian utama mengingat belum adanya tanda perbaikan dan masih berada di luar atas aman yaitu
mencapai 7,02% dari sebelumnya 6,96%. Merespon hal tersebut, BPR menunjukan kehatian-hatiannya dalam
menyalurkan kredit yang tercermin dari turunnya loan to deposit ratio. Adapun kredibilitas BPR sebagai lembaga
intermediasi keuangan juga masih terjaga seiring dengan naiknya Cash Ratio.
4.1 KONDISI UMUM
Rumah tangga adalah salah satu komponen utama dalam suatu sistem keuangan. Rumah tangga berperan dalam dua
fungsi, yakni sebagai penyedia dana (lender) dengan menempatkan kelebihan dananya di institusi keuangan maupun
sebagai penerima dana (borrower) dengan meminjam dana dari institusi keuangan apabila memerlukan tambahan dana
untuk kegiatan konsumsi maupun investasi. Dengan demikian, semakin besar peran rumah tangga dalam aktivitas
ekonomi dan keuangan suatu daerah, maka semakin penting peran ketahanan sektor rumah tangga dalam menjaga
stabilitas keuangan daerah tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan rumah tangga di antaranya
tingkat pendapatan, tingkat konsumsi, lapangan kerja dan stabilitas harga.
4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA
4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
52 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 4.9. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA
G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.8. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB
0
10
20
30
40
50
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
28,90
10,934,12
2014II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
13,25 0
10
20
30
40
50
60
-30
-20
-10
2014II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
GRAFIK 4.7. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.6. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
-6,67%9,30%11,83%
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II
4,40 4,63 5,52 4,10 4,69 4,50 4,54 3,38 4,07 3,84
69,08 69,55 72,40 69,50 69,88 69,90 73,12 70,00 70,06 69,95
26,52 25,82 22,08 26,40 25,42 25,60 22,34 26,62 25,87 26,21
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II
Penyaluran kredit, tumbuh sebesar 13,25% (yoy). Urutan dominasi kredit masih sama dengan periode-periode
sebelumnya yaitu kredit multiguna 79,1% (Rp7,46 triliun), Kredit Pemilikan Rumah (KPR) 15,7% (Rp1,472 triliun) dan
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) 3,5% (Rp0,33 triliun). Pertumbuhan penyaluran kredit kepada RT pada triwulan III 2017
lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya dan triwulan III 2016 yaitu 6,64% (yoy) dan 5,92% (yoy). Secara nominal,
pertumbuhan terutama didorong oleh penyaluran kredit multiguna yang melonjak hingga 14,91% (yoy), jauh lebih tinggi
dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh mencapai 2,51% (yoy) dan
6,97% (yoy). Melanjuti lonjakan pada triwulan II 2017 yang disebabkan adanya realisasi ketentuan-ketentuan yang dapat
mempermudah kepemilikian rumah (loan to value) serta program subsidi rumah untuk masyarakat berpenghasilan
rendah, pada triwulan III 2017, penyaluran kredit rumah tinggal di NTT relatif stabil yaitu 28,90% (yoy) dari sebelumnya
28,40%(yoy). Kredit kendaraan bermotor juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 4,12% (yoy), lebih
rendah dari pada triwulan sebelumnya 15,25% (yoy). Kredit perlengkapan dan peralatan RT turun -1,10% (yoy) dari
triwulan sebelumnya 25,84% (yoy). Adapun ekspansi pada jenis kredit multiguna merupakan keyakinan perbankan pada
rendahnya kredit bermasalah di jenis tersebut yang relatif stabil dan paling tinggi hanya mencapai 1,03% paling tidak
untuk empat tahun terakhir. Secara umum, meningkatnya penyaluran kredit akan berdampak pada pertumbuhan
ekonomi suatu daerah namun demikian lembaga keuangan perlu senantiasa menjaga kehati-hatian dalam memberikan
kredit RT khususnya untuk keperluan multiguna mengingat adanya risiko kolateral yang lebih tinggi dibanding KPR
ataupun KKB.
Untuk triwulan III 2017, terdapat sedikit penurunan kualitas kredit yang tercermin dari naiknya rasio kredit bermasalah
menjadi 1,47% dari sebelumnya 1,43%. Secara umum kuaitas kredit masih dalam kategori sehat mengingat rasio masih
dibawah 5%.Turunnya kualitas kredit disebabkan karena melonjaknya kredit bermasalah untuk jenis kredit perlengkapan
RT, kredit ruko dan kantor serta kredit flat dan apartemen yang masing-masing bernilai 5,36%, 3,42% dan 2,40% dari
55- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
RT/ PERSEORANGAN NON RT TOTAL DPK
GRAFIK 4.4. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
RT/ PERSEORANGAN NON RT
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
9,23%
2,80%6,79%
58,42 53,56 54,10 67,95 60,56 58,34 62,08
41,58 46,44 45,90 32,05 39,44 41,66 37,92
2015II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
53,56 54,10 67,95 60,56 58,34 62,08 72,63 63,65 58,95 63,50
46,44 45,90 32,05 39,44 41,66 37,92 27,37 36,35 41,05 36,50
2015II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
yaitu 6,79% (yoy) juga tercatat lebih tinggi daripada triwulan III 2016 yaitu 0,26% (yoy) namun lebih kecil apabila
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,59%. Hal tersebut dikarenakan adanya
realisasi penyaluran proyek pemerintah sehingga DPK pemerintah yang sempat melonjak pada periode sebelumnya
kembali turun. Selain itu yaitu pembayaran insentif atau tunjangan Hari Raya Idul Fitri di triwulan sebelumnya juga menjadi
pendorong melambatnya DPK.
Secara pertumbuhan, pada periode laporan tercatat adanya perlambatan DPK RT yang tumbuh sebesar 9,23% (yoy), lebih
rendah daripada triwulan sebelumnya dan triwulan III 2016 yaitu 12,41% (yoy) dan 15,05% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan tersebut dikarenakan adanya penurunan DPK pada giro rumah tangga dan perlambatan pertumbuhan pada
DPK tabungan. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor musiman pembayaran gaji ke-14 pada triwulan sebelumnya
sehingga terdapat peningkatan yang signifikan pada Juni 2017. Meningkatnya keyakinan konsumsi masyarakat juga
dapat mendorong turunnya DPK karena adanya optimisme perkiraan penghasilan kedepannya. Tren yang sama juga
ditunjukkan pada pertumbuhan DPK non RT yang melambat dari triwulan sebelumnya 8,06% (yoy) menjadi 2,80% (yoy).
Adapun perlambatan tersebut sejalan dengan menurunnya giro pemerintah daerah mengikuti adanya realisasi anggaran
untuk proyek. Dari sisi korporasi, perlambatan DPK non RT sejalan dengan naiknya harga pembelian bahan baku
khususnya pada sektor perikanan, konstruksi dan perdagangan besar serta penyesuaian Upah Minimum Provinsi (UMP),
sehingga ditengarai sebagian simpanan korporasi di perbankan digunakan untuk mengatasi kondisi tersebut.
Berdasarkan jenis simpanan, RT di Provinsi NTT lebih memilih menyimpan kelebihan dananya ke perbankan dalam bentuk
tabungan, ditunjukkan dengan capaian porsi tertinggi sebesar yaitu 69,9% (Rp10,73 triliun), diikuti deposito sebesar
25,87% (Rp4,02 triliun) dan giro sebesar 3,84% (Rp0,59 triliun) dari total DPK RT. Pada periode kajian tercatat penurunan
simpanan giro yang tumbuh negatif sebesar -6,67% (yoy) dari periode sebelumnya 23,70% (yoy). Pertumbuhan DPK
tabungan mencatat perlambatan yang hanya tumbuh sebesar 9,30% (yoy), lebih rendah daripada triwulan sebelumnya
13,62% (yoy). Di sisi lain, deposito menunjukan adanya peningkatan positif dengan pertumbuhan sebesar 11,83% (yoy),
lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yaitu 7,76% (yoy). Turunnya giro RT merupakan hal yang wajar, mengingat
peruntukan giro lebih kepada keperluan transaksi pemerintah dan korporasi. Tumbuhnya deposito RT merupakan hal yang
baik bagi perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan mengingat risiko likuiditas
deposito dari sisi penarikan sewaktu-waktu, lebih rendah dari pada giro dan tabungan.
Penyaluran kredit RT pada triwulan III 2017 mencapai Rp9,380 triliun atau 38,88% dari keseluruhan kredit yang
disalurkan. Porsi tersebut merupakan yang terbesar dari keseluruhan kredit yang disalurkan dan menunjukan adanya
peningkatan dari triwulan sebelumnya yang sebesar 38,02%.
54 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 4.9. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA
G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.8. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB
0
10
20
30
40
50
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
28,90
10,934,12
2014II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
13,25 0
10
20
30
40
50
60
-30
-20
-10
2014II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
GRAFIK 4.7. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.6. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
-6,67%9,30%11,83%
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II
4,40 4,63 5,52 4,10 4,69 4,50 4,54 3,38 4,07 3,84
69,08 69,55 72,40 69,50 69,88 69,90 73,12 70,00 70,06 69,95
26,52 25,82 22,08 26,40 25,42 25,60 22,34 26,62 25,87 26,21
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II
Penyaluran kredit, tumbuh sebesar 13,25% (yoy). Urutan dominasi kredit masih sama dengan periode-periode
sebelumnya yaitu kredit multiguna 79,1% (Rp7,46 triliun), Kredit Pemilikan Rumah (KPR) 15,7% (Rp1,472 triliun) dan
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) 3,5% (Rp0,33 triliun). Pertumbuhan penyaluran kredit kepada RT pada triwulan III 2017
lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya dan triwulan III 2016 yaitu 6,64% (yoy) dan 5,92% (yoy). Secara nominal,
pertumbuhan terutama didorong oleh penyaluran kredit multiguna yang melonjak hingga 14,91% (yoy), jauh lebih tinggi
dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh mencapai 2,51% (yoy) dan
6,97% (yoy). Melanjuti lonjakan pada triwulan II 2017 yang disebabkan adanya realisasi ketentuan-ketentuan yang dapat
mempermudah kepemilikian rumah (loan to value) serta program subsidi rumah untuk masyarakat berpenghasilan
rendah, pada triwulan III 2017, penyaluran kredit rumah tinggal di NTT relatif stabil yaitu 28,90% (yoy) dari sebelumnya
28,40%(yoy). Kredit kendaraan bermotor juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 4,12% (yoy), lebih
rendah dari pada triwulan sebelumnya 15,25% (yoy). Kredit perlengkapan dan peralatan RT turun -1,10% (yoy) dari
triwulan sebelumnya 25,84% (yoy). Adapun ekspansi pada jenis kredit multiguna merupakan keyakinan perbankan pada
rendahnya kredit bermasalah di jenis tersebut yang relatif stabil dan paling tinggi hanya mencapai 1,03% paling tidak
untuk empat tahun terakhir. Secara umum, meningkatnya penyaluran kredit akan berdampak pada pertumbuhan
ekonomi suatu daerah namun demikian lembaga keuangan perlu senantiasa menjaga kehati-hatian dalam memberikan
kredit RT khususnya untuk keperluan multiguna mengingat adanya risiko kolateral yang lebih tinggi dibanding KPR
ataupun KKB.
Untuk triwulan III 2017, terdapat sedikit penurunan kualitas kredit yang tercermin dari naiknya rasio kredit bermasalah
menjadi 1,47% dari sebelumnya 1,43%. Secara umum kuaitas kredit masih dalam kategori sehat mengingat rasio masih
dibawah 5%.Turunnya kualitas kredit disebabkan karena melonjaknya kredit bermasalah untuk jenis kredit perlengkapan
RT, kredit ruko dan kantor serta kredit flat dan apartemen yang masing-masing bernilai 5,36%, 3,42% dan 2,40% dari
55- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
RT/ PERSEORANGAN NON RT TOTAL DPK
GRAFIK 4.4. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
RT/ PERSEORANGAN NON RT
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
9,23%
2,80%6,79%
58,42 53,56 54,10 67,95 60,56 58,34 62,08
41,58 46,44 45,90 32,05 39,44 41,66 37,92
2015II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
53,56 54,10 67,95 60,56 58,34 62,08 72,63 63,65 58,95 63,50
46,44 45,90 32,05 39,44 41,66 37,92 27,37 36,35 41,05 36,50
2015II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
yaitu 6,79% (yoy) juga tercatat lebih tinggi daripada triwulan III 2016 yaitu 0,26% (yoy) namun lebih kecil apabila
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,59%. Hal tersebut dikarenakan adanya
realisasi penyaluran proyek pemerintah sehingga DPK pemerintah yang sempat melonjak pada periode sebelumnya
kembali turun. Selain itu yaitu pembayaran insentif atau tunjangan Hari Raya Idul Fitri di triwulan sebelumnya juga menjadi
pendorong melambatnya DPK.
Secara pertumbuhan, pada periode laporan tercatat adanya perlambatan DPK RT yang tumbuh sebesar 9,23% (yoy), lebih
rendah daripada triwulan sebelumnya dan triwulan III 2016 yaitu 12,41% (yoy) dan 15,05% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan tersebut dikarenakan adanya penurunan DPK pada giro rumah tangga dan perlambatan pertumbuhan pada
DPK tabungan. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor musiman pembayaran gaji ke-14 pada triwulan sebelumnya
sehingga terdapat peningkatan yang signifikan pada Juni 2017. Meningkatnya keyakinan konsumsi masyarakat juga
dapat mendorong turunnya DPK karena adanya optimisme perkiraan penghasilan kedepannya. Tren yang sama juga
ditunjukkan pada pertumbuhan DPK non RT yang melambat dari triwulan sebelumnya 8,06% (yoy) menjadi 2,80% (yoy).
Adapun perlambatan tersebut sejalan dengan menurunnya giro pemerintah daerah mengikuti adanya realisasi anggaran
untuk proyek. Dari sisi korporasi, perlambatan DPK non RT sejalan dengan naiknya harga pembelian bahan baku
khususnya pada sektor perikanan, konstruksi dan perdagangan besar serta penyesuaian Upah Minimum Provinsi (UMP),
sehingga ditengarai sebagian simpanan korporasi di perbankan digunakan untuk mengatasi kondisi tersebut.
Berdasarkan jenis simpanan, RT di Provinsi NTT lebih memilih menyimpan kelebihan dananya ke perbankan dalam bentuk
tabungan, ditunjukkan dengan capaian porsi tertinggi sebesar yaitu 69,9% (Rp10,73 triliun), diikuti deposito sebesar
25,87% (Rp4,02 triliun) dan giro sebesar 3,84% (Rp0,59 triliun) dari total DPK RT. Pada periode kajian tercatat penurunan
simpanan giro yang tumbuh negatif sebesar -6,67% (yoy) dari periode sebelumnya 23,70% (yoy). Pertumbuhan DPK
tabungan mencatat perlambatan yang hanya tumbuh sebesar 9,30% (yoy), lebih rendah daripada triwulan sebelumnya
13,62% (yoy). Di sisi lain, deposito menunjukan adanya peningkatan positif dengan pertumbuhan sebesar 11,83% (yoy),
lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yaitu 7,76% (yoy). Turunnya giro RT merupakan hal yang wajar, mengingat
peruntukan giro lebih kepada keperluan transaksi pemerintah dan korporasi. Tumbuhnya deposito RT merupakan hal yang
baik bagi perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan mengingat risiko likuiditas
deposito dari sisi penarikan sewaktu-waktu, lebih rendah dari pada giro dan tabungan.
Penyaluran kredit RT pada triwulan III 2017 mencapai Rp9,380 triliun atau 38,88% dari keseluruhan kredit yang
disalurkan. Porsi tersebut merupakan yang terbesar dari keseluruhan kredit yang disalurkan dan menunjukan adanya
peningkatan dari triwulan sebelumnya yang sebesar 38,02%.
54 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 4.12. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
G KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%%, YOYRP MILIAR
GRAFIK 4.13. NPL UMKM
0,0%
1,0%
2,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM
4,89%3,76%3,55%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)
GRAFIK 4.11. KONDISI KEUANGAN
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
0
10
20
30
40
50
60
70
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.10. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA
Sumber: Bank Indonesia, 2017
SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
50,00
3,76
1,20
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
18,48
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
Perlambatan pertumbuhan kredit merupakan langkah perbankan untuk semakin berhati-hati menyalurkan kredit UMKM
seiring dengan meningkatnya rasio kredit bermasalah. Di triwulan III 2017, rasio kredit bermasalah mengalami sedikit
peningkatan mencapai 3,76% dari sebelumnya 3,67%. Meskipun rasio kredit bermasalah masih di dalam batas wajar
(5%), perbankan perlu tetap mengendapankan aspek kehati-hatian dalam menyalurkan kredit UMKM mengingat tren
peningkatan rasio kredit bermasalah yang terjadi sejak awal tahun 2017.
Penyaluran Kredit UMKM di Provinsi NTT mencatat peningkatan di triwulan III 2017 sebesar 13.04% (yoy). Peningkatan
tersebut lebih rendah daripada pertumbuhan kredit triwulan II 2017, 13,88 (yoy) ataupun triwulan III 2016, 18,21% (yoy).
Total kredit yang disalurkan untuk UMKM di provinsi NTT mencapai Rp8,26 triliun yang merupakan peningkatan sebesar
4,62% dari triwulan II 2017 yaitu Rp7,90 triliun. Adapun kredit yang disalurkan kepada UMKM terdiri dari kredit modal
kerja Rp6,94 triliun dan kredit investasi Rp1,32 triliun. Kredit modal kerja meningkat sebesar 14,54% (yoy), lebih tinggi
daripada triwulan II 2017 namun lebih rendah daripada periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 14,44% (yoy) dan
19,76%% (yoy). Sedangkan kredit investasi, mengalami perlambatan di triwulan III 2017 yaitu 5,79% (yoy), lebih rendah
daripada triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yaitu 10,88% (yoy) dan 16,65% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit
investasi merupakan bentuk respons kehatia-hatian perbankan atas lebih tingginya persentase kredit bermasalah investasi
dibanding modal kerja yaitu 4,89% dan 3,55% dimana posisi pada triwulan sebelumnya adalah 4,50% dan 3,51%.
4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
Berdasarkan jenis usaha, UMKM kecil masih memegang pangsa terbesar penyaluran kredit yang mencapai 41,57% diikuti
oleh jenis usaha menengan dan mikro yang masing-masing mencapai 31,81% dan 26,62%. Tumbuhnya penyaluran kredit
UMKM ke jenis usaha menengah yang mencapai 15,78% (yoy) dari sebelumnya 12,53% (yoy) tidak dapat mengimbangi
perlambatan yang terjadi pada jenis usaha mikro dan kecil. Kedua jenis usaha tersebut masing-masing melambat menjadi
15,02% (yoy) dan 9,85% (yoy) lebih rendah daripada apertumbuhan sebelumnya yaitu 17,27% (yoy) dan 12,76% (yoy).
57- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT
NOMINAL KREDIT (RP MILIAR)
KAB. KUPANG
KAB. TIMOR-TENGAH SELATAN
KAB. TIMOR-TENGAH UTARA
KAB. BELU
KAB. ALOR
KAB. FLORES TIMUR
KAB. SIKKA
KAB. ENDE
KAB. NGADA
KAB. MANGGARAI
KAB. SUMBA TIMUR
KAB. SUMBA BARAT
KAB. LEMBATA
KAB. ROTE NDAO
KAB. MANGGARAI BARAT
KAB. SUMBA TENGAH
KAB. SUMBA BARAT DAYA
KAB. MANGGARAI TIMUR
KAB. NAGEKEO
KAB. SABU RAIJUA
KAB. MALAKA
KOTA KUPANG
PROVINSI NTT
197,52
35,67
33,16
23,48
8,52
60,14
78,06
56,24
120,75
17,62
36,03
7,89
7,37
68,04
33,21
-
2,34
3,21
2,78
1,04
-
828,83
1.621,90
96,77
9,03
4,12
8,85
0,42
2,52
55,78
22,34
2,37
4,04
2,29
2,52
1,58
0,57
1,42
0,77
0,63
0,08
0,11
0,04
-
116,20
332,45
1,70
0,14
0,52
0,57
0,04
0,83
1,43
0,62
0,62
0,37
0,07
0,04
0,01
0,09
0,02
0,00
0,00
0,02
0,00
-
-
2,86
9,95
376,07
549,65
381,70
765,68
284,00
390,46
438,18
483,11
273,21
401,43
417,34
364,79
197,63
62,56
101,02
12,04
54,76
18,76
57,12
23,01
1,99
1.761,38
7.415,90
14,81
5,09
2,10
28,46
12,35
100,30
1,47
1,68
0,10
33,01
14,69
0,97
0,02
2,40
0,10
-
1,06
-
0,37
-
-
178,10
397,08
686,88
599,58
421,60
827,03
305,32
554,25
574,92
563,99
397,05
456,47
470,43
376,21
206,61
133,67
135,77
12,81
58,80
22,07
60,39
24,08
1,99
2.887,37
9.777,29
7,03
6,13
4,31
8,46
3,12
5,67
5,88
5,77
4,06
4,67
4,81
3,85
2,11
1,37
1,39
0,13
0,60
0,23
0,62
0,25
0,02
29,53
100,00
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
KPR KKB PERALATAN RT MULTIGUNA LAINNYA TOTALPANGSA (%)DAERAH
sebelumnya 1,81%, 1,72% dan 0,93%. Meski eksposur ketiga kredit tersebut hanya 1,4% dari total kredit RT, perbankan
tetap perlu meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan pinjaman kepada tiga jenis kredit tersebut. Meningkatnya
nominal penyaluran kredit rumah tinggal memperbaiki rasio kredit bermasalah menjadi 1,57% dari sebelumnya 1,73%.
Kredit multiguna yang memiliki pansa hingga 79,08% dari total penyaluran kredit RT berhasil menghambat melonjaknya
rasio kredit bermasalah RT secara umum melalui membaiknya rasio kualitas kredit menjadi 0,96% dari sebelumnya 1,00%.
Rendahnya rasio kredit bermasalah untuk kredit multiguna membuka ruang bagi perbankan di Provinsi NTT untuk terus
melakukan ekspansi kredit kepada RT, dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian agar kestabilan rasio kredit
bermasalah untuk kredit multiguna tetap terjaga.
Secara spasial, penyaluran kredit RT pada triwulan III 2017 terbesar diberikan di Kota Kupang yang mencapai Rp2,89
triliun, atau 29,53% dari total kredit rumah tangga di Provinsi NTT, diikuti Kabupaten Belu sebesar Rp0,83 triliun (8,46%)
dan Kabupaten Kupang sebesar Rp0,69 triliun (7,03%). Terpusatnya akses kredit di wilayah Pulau Timor yang mencapai
55,48% dari seluruh total kredit, dikarenakan masih terpusatnya akses perbankan pada pulau tersebut. Adapun hal
tersebut merupakan sebuah peluang tersendiri bagi perbankan untuk melayani nasabah yang lebih luas.
4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Pada triwulan III 2017, pertumbuhan penyaluran kredit mencapai 13,04% (yoy) atau mencapai Rp8,26 triliun.
Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yaitu
masing-masing sebesar 13,88% (yoy) dan 18,21% (yoy). Penurunan pertumbuhan kredit berbanding lurus dengan
indikator kegiatan usaha sebagaimana hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang turun menjadi 18,49 dari
sebelumnya 47,14. Sejalan dengan kondisi tersebut, SKDU juga mengindikasikan turunnya kemudahan akses kredit dari
sebelumnya 35,29 menjadi 7,14 di triwulan III 2017. Meski demikian, pengukuran kondisi keuangan melalui SKDU
meningkat menjadi 50,00 dari sebelumnya 47,14.
4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
56 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 4.12. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
G KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%%, YOYRP MILIAR
GRAFIK 4.13. NPL UMKM
0,0%
1,0%
2,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM
4,89%3,76%3,55%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)
GRAFIK 4.11. KONDISI KEUANGAN
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
0
10
20
30
40
50
60
70
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.10. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA
Sumber: Bank Indonesia, 2017
SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
50,00
3,76
1,20
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
18,48
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
Perlambatan pertumbuhan kredit merupakan langkah perbankan untuk semakin berhati-hati menyalurkan kredit UMKM
seiring dengan meningkatnya rasio kredit bermasalah. Di triwulan III 2017, rasio kredit bermasalah mengalami sedikit
peningkatan mencapai 3,76% dari sebelumnya 3,67%. Meskipun rasio kredit bermasalah masih di dalam batas wajar
(5%), perbankan perlu tetap mengendapankan aspek kehati-hatian dalam menyalurkan kredit UMKM mengingat tren
peningkatan rasio kredit bermasalah yang terjadi sejak awal tahun 2017.
Penyaluran Kredit UMKM di Provinsi NTT mencatat peningkatan di triwulan III 2017 sebesar 13.04% (yoy). Peningkatan
tersebut lebih rendah daripada pertumbuhan kredit triwulan II 2017, 13,88 (yoy) ataupun triwulan III 2016, 18,21% (yoy).
Total kredit yang disalurkan untuk UMKM di provinsi NTT mencapai Rp8,26 triliun yang merupakan peningkatan sebesar
4,62% dari triwulan II 2017 yaitu Rp7,90 triliun. Adapun kredit yang disalurkan kepada UMKM terdiri dari kredit modal
kerja Rp6,94 triliun dan kredit investasi Rp1,32 triliun. Kredit modal kerja meningkat sebesar 14,54% (yoy), lebih tinggi
daripada triwulan II 2017 namun lebih rendah daripada periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 14,44% (yoy) dan
19,76%% (yoy). Sedangkan kredit investasi, mengalami perlambatan di triwulan III 2017 yaitu 5,79% (yoy), lebih rendah
daripada triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yaitu 10,88% (yoy) dan 16,65% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit
investasi merupakan bentuk respons kehatia-hatian perbankan atas lebih tingginya persentase kredit bermasalah investasi
dibanding modal kerja yaitu 4,89% dan 3,55% dimana posisi pada triwulan sebelumnya adalah 4,50% dan 3,51%.
4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
Berdasarkan jenis usaha, UMKM kecil masih memegang pangsa terbesar penyaluran kredit yang mencapai 41,57% diikuti
oleh jenis usaha menengan dan mikro yang masing-masing mencapai 31,81% dan 26,62%. Tumbuhnya penyaluran kredit
UMKM ke jenis usaha menengah yang mencapai 15,78% (yoy) dari sebelumnya 12,53% (yoy) tidak dapat mengimbangi
perlambatan yang terjadi pada jenis usaha mikro dan kecil. Kedua jenis usaha tersebut masing-masing melambat menjadi
15,02% (yoy) dan 9,85% (yoy) lebih rendah daripada apertumbuhan sebelumnya yaitu 17,27% (yoy) dan 12,76% (yoy).
57- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT
NOMINAL KREDIT (RP MILIAR)
KAB. KUPANG
KAB. TIMOR-TENGAH SELATAN
KAB. TIMOR-TENGAH UTARA
KAB. BELU
KAB. ALOR
KAB. FLORES TIMUR
KAB. SIKKA
KAB. ENDE
KAB. NGADA
KAB. MANGGARAI
KAB. SUMBA TIMUR
KAB. SUMBA BARAT
KAB. LEMBATA
KAB. ROTE NDAO
KAB. MANGGARAI BARAT
KAB. SUMBA TENGAH
KAB. SUMBA BARAT DAYA
KAB. MANGGARAI TIMUR
KAB. NAGEKEO
KAB. SABU RAIJUA
KAB. MALAKA
KOTA KUPANG
PROVINSI NTT
197,52
35,67
33,16
23,48
8,52
60,14
78,06
56,24
120,75
17,62
36,03
7,89
7,37
68,04
33,21
-
2,34
3,21
2,78
1,04
-
828,83
1.621,90
96,77
9,03
4,12
8,85
0,42
2,52
55,78
22,34
2,37
4,04
2,29
2,52
1,58
0,57
1,42
0,77
0,63
0,08
0,11
0,04
-
116,20
332,45
1,70
0,14
0,52
0,57
0,04
0,83
1,43
0,62
0,62
0,37
0,07
0,04
0,01
0,09
0,02
0,00
0,00
0,02
0,00
-
-
2,86
9,95
376,07
549,65
381,70
765,68
284,00
390,46
438,18
483,11
273,21
401,43
417,34
364,79
197,63
62,56
101,02
12,04
54,76
18,76
57,12
23,01
1,99
1.761,38
7.415,90
14,81
5,09
2,10
28,46
12,35
100,30
1,47
1,68
0,10
33,01
14,69
0,97
0,02
2,40
0,10
-
1,06
-
0,37
-
-
178,10
397,08
686,88
599,58
421,60
827,03
305,32
554,25
574,92
563,99
397,05
456,47
470,43
376,21
206,61
133,67
135,77
12,81
58,80
22,07
60,39
24,08
1,99
2.887,37
9.777,29
7,03
6,13
4,31
8,46
3,12
5,67
5,88
5,77
4,06
4,67
4,81
3,85
2,11
1,37
1,39
0,13
0,60
0,23
0,62
0,25
0,02
29,53
100,00
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
KPR KKB PERALATAN RT MULTIGUNA LAINNYA TOTALPANGSA (%)DAERAH
sebelumnya 1,81%, 1,72% dan 0,93%. Meski eksposur ketiga kredit tersebut hanya 1,4% dari total kredit RT, perbankan
tetap perlu meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan pinjaman kepada tiga jenis kredit tersebut. Meningkatnya
nominal penyaluran kredit rumah tinggal memperbaiki rasio kredit bermasalah menjadi 1,57% dari sebelumnya 1,73%.
Kredit multiguna yang memiliki pansa hingga 79,08% dari total penyaluran kredit RT berhasil menghambat melonjaknya
rasio kredit bermasalah RT secara umum melalui membaiknya rasio kualitas kredit menjadi 0,96% dari sebelumnya 1,00%.
Rendahnya rasio kredit bermasalah untuk kredit multiguna membuka ruang bagi perbankan di Provinsi NTT untuk terus
melakukan ekspansi kredit kepada RT, dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian agar kestabilan rasio kredit
bermasalah untuk kredit multiguna tetap terjaga.
Secara spasial, penyaluran kredit RT pada triwulan III 2017 terbesar diberikan di Kota Kupang yang mencapai Rp2,89
triliun, atau 29,53% dari total kredit rumah tangga di Provinsi NTT, diikuti Kabupaten Belu sebesar Rp0,83 triliun (8,46%)
dan Kabupaten Kupang sebesar Rp0,69 triliun (7,03%). Terpusatnya akses kredit di wilayah Pulau Timor yang mencapai
55,48% dari seluruh total kredit, dikarenakan masih terpusatnya akses perbankan pada pulau tersebut. Adapun hal
tersebut merupakan sebuah peluang tersendiri bagi perbankan untuk melayani nasabah yang lebih luas.
4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Pada triwulan III 2017, pertumbuhan penyaluran kredit mencapai 13,04% (yoy) atau mencapai Rp8,26 triliun.
Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yaitu
masing-masing sebesar 13,88% (yoy) dan 18,21% (yoy). Penurunan pertumbuhan kredit berbanding lurus dengan
indikator kegiatan usaha sebagaimana hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang turun menjadi 18,49 dari
sebelumnya 47,14. Sejalan dengan kondisi tersebut, SKDU juga mengindikasikan turunnya kemudahan akses kredit dari
sebelumnya 35,29 menjadi 7,14 di triwulan III 2017. Meski demikian, pengukuran kondisi keuangan melalui SKDU
meningkat menjadi 50,00 dari sebelumnya 47,14.
4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
56 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 4.19. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI
MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT NON UMKM
6,19%
1,95%
9,32%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.18. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT
-20%
-10%
10%
20%
30%
40%
50%%, YOYRPMILIAR
0%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
Setidaknya selama lima tahun terakhir, kredit bermasalah sektor konstruksi telah berada di luar batas aman (5%). Selain
itu, sektor listrik, gas dan air juga perlu mendapat perhatian khusus mengingat rasio kredit bermasalah sektor tersebut
sejak awal 2013 cenderung menunjukan tren di luar batas aman. Meskipun masih diluar batas aman, rasio kredit
bermasalah untuk sektor konstruksi dan sektor listrik, gas, dan air mengalami perbaikan masing-masing menjadi 9,58%
dan 8,73% dari sebelumnya 12,40% dan 14,40%. Meski memiliki catatan rasio kredit bermasalah, secara umum tren
penyaluran kredit kedua sektor tersebut mengalami ekspansi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pembangunan dan
adanya kebutuhan masyarakat NTT atas sektor listrik, gas dan air. Selain kedua sektor tersebut, perbankan juga secara
khusus perlu memperhatikan rasio kredit bermasalah untuk sektor perikanan. Sejak akhir 2016, rasio kredit bermasalah
sektor perikanan terus meningkat, hingga pada triwulan III 2017 mencapai 4,41%.
Sementara itu, kualitas kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran, yang memiliki eksposur kredit terbesar,
sampai dengan triwulan III 2017 masih cukup terjaga yaitu sebesar 3,29%, adapun posisi tersebut menunjukkan
peningkatan dari triwulan sebelumnya yaitu 3,13%. Dengan demikian perbankan masih memiliki cukup ruang untuk
melakukan ekspansi kredit UMKM melalui sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor usaha lain yang memiliki
rasio kredit bermasalah cukup rendah seperti sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya dan hiburan (1,65%), sektor jasa
perorangan yang melayani rumah tanga (1,59%) penyediaan akomodasi dan makan minum (2,04%), dan jasa pendidikan
(2,10%). Terdapat penurunan kualitas kredit UMKM untuk sektor pertanian, perburuan dan kehutanan yang mencapai
3,61% dari triwulan sebelumnya sebesar 3,47%. Meski masih didalam kategori aman, tren peningkatan kredit
bermasalah pada UMKM sektor tersebut telah terjadi sejak 2016 sehingga perbankan perlu memberikan perhatian khusus
dan pertimbangan yang mendalam terkait pengembangan penyaluran kredit kedepannya.
4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI
Di Provinsi NTT, tiga kategori usaha korporasi dengan eksposur penyaluran kredit tertinggi adalah sektor perdagangan
besar (35,28%), sektor listrik, gas dan air (24,86%), dan sektor konstruksi (20,06%). Total penyaluran kredit korporasi di
Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 mencapai Rp1,90 triliun, meningkat 32,32% (yoy). Pertumbuhan tersebut
jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 8,69% (yoy). Ekspansi pertumbuhan kredit korporasi
utamanya disumbangkan oleh peningkatan pada kredit investasi yang tumbuh hingga 95,68% (yoy) sedangkan modal
kerja tumbuh sebesar 6,80% (yoy). Relatif seimbangnya penyaluran kredit merupakan kondisi yang baik dalam rangka
diversifikasi portofolio untuk memperbaiki kualitas kredit mengingat rasio kredit bermasalah modal kerja lebih tinggi
daripada rasio kredit bermasalah investasi.
59- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 4.17. NPL UMKM 3 SEKTOR
KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERIKANAN
4,41%8,73%9,58%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
GRAFIK 4.16. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
KECIL MENENGAH BATASMIKRO
2,52%
3,03%
5,99%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0%1%2%3%4%5%6%7%8%9%
10%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
GRAFIK 4.14. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
%, YOYRPMILIAR
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH
GRAFIK 4.15. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI
PENYEDIAAN AKOMODASI TRANSPORTASILISTRIK, AIR, GASPERDAGANGAN PERTANIAN KONSTRUKSI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
9,30%4,15%
16,74%
66,19%34,08%
176,16%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
Perkembangan penyaluran kredit UMKM berdasarkan sektor ekonomi di triwulan III - 2017 masih didominasi oleh sektor
perdagangan besar dengan pangsa sebesar 67,59% dari total nominal kredit UMKM, diikuti oleh sektor konstruksi
(7,88%) dan penyediaan akomodasi dan makan minum (4,90%). Meski terus mengalami pertumbuhan nominal,
eksposur sektor perdagangan besar menurun dari yang sebelumnya 69,78%. Hal tersebut mengindikasikan adanya
pertumbuhan yang lebih tinggi pada sektor lain sehingga menurunkan konsentrasi penurunan kredit di perdagangan
besar. Secara kuartal, nominal peningkatan terbesar terdapat di sektor konstruksi yaitu sebanyak Rp179 miliar dari
sebelumnya Rp472 miliar menjadi Rp651 miliar atau tumbuh sebesar 37,87% (qtq) dan 4,15% (yoy), yang merupakan
perbaikan dari posisi triwulan II 2017 yaitu -2,81%. Sektor listrik, gas dan air juga mengalami peningkatan tertinggi yaitu
mencapai 67,59% (qtq) dan 176,16% (yoy). Tren peningkatan penyaluran kredit kepada sektor listrik, gas dan air tersebut
sejalan dengan semakin bertambahnya pembangunan infrastruktur di Provinsi NTT yang pada gilirannya meningkatkan
kebutuhan listrik, gas dan air. Dibandingkan triwulan II 2017, kredit untuk sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan
makan minum yang tumbuh melambat dari yang sebelumnya 76,09% (yoy) menjadi 66,19% (yoy), meskipun begitu,
pertumbuhan pada triwulan III 2017 lebih tinggi daripada periode yang sama untuk tahun sebelumnya yaitu 42,61% (yoy).
Berbanding terbalik dengan tren sektor penyediaan akomodasi, pertumbuhan sektor pertanian, perburuan dan
kehutanan mencapai 34,08% (yoy) mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II 2017 namun perlambatan apabila
dibandingkan dengan triwulan III tahun 2016 masing-masing yaitu, 30,05% (yoy) dan 55,00% (yoy).
Tingkat risiko kredit UMKM masih menunjukkan adanya peningkatan dibanding triwulan sebelumnya, terutama
disebakan oleh peningkatan NPL pada kredit menengah dan mikro. Rasio kredit UMKM bermasalah adalah sebesar
3,76%, meningkat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 3,67%, namun masih di bawah pagu NPL yang sebesar 5%. Di
sisi lain, eksposur kredit usaha kecil menunjukan perbaikan kualitas kredit sejak awal tahun 2017. Ditengah tren
perlambatan penyaluran kredit UMKM, penyaluran kredit untuk jenis usaha menengah justru mengalami peningkatan.
4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM
58 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 4.19. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI
MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT NON UMKM
6,19%
1,95%
9,32%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.18. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT
-20%
-10%
10%
20%
30%
40%
50%%, YOYRPMILIAR
0%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
Setidaknya selama lima tahun terakhir, kredit bermasalah sektor konstruksi telah berada di luar batas aman (5%). Selain
itu, sektor listrik, gas dan air juga perlu mendapat perhatian khusus mengingat rasio kredit bermasalah sektor tersebut
sejak awal 2013 cenderung menunjukan tren di luar batas aman. Meskipun masih diluar batas aman, rasio kredit
bermasalah untuk sektor konstruksi dan sektor listrik, gas, dan air mengalami perbaikan masing-masing menjadi 9,58%
dan 8,73% dari sebelumnya 12,40% dan 14,40%. Meski memiliki catatan rasio kredit bermasalah, secara umum tren
penyaluran kredit kedua sektor tersebut mengalami ekspansi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pembangunan dan
adanya kebutuhan masyarakat NTT atas sektor listrik, gas dan air. Selain kedua sektor tersebut, perbankan juga secara
khusus perlu memperhatikan rasio kredit bermasalah untuk sektor perikanan. Sejak akhir 2016, rasio kredit bermasalah
sektor perikanan terus meningkat, hingga pada triwulan III 2017 mencapai 4,41%.
Sementara itu, kualitas kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran, yang memiliki eksposur kredit terbesar,
sampai dengan triwulan III 2017 masih cukup terjaga yaitu sebesar 3,29%, adapun posisi tersebut menunjukkan
peningkatan dari triwulan sebelumnya yaitu 3,13%. Dengan demikian perbankan masih memiliki cukup ruang untuk
melakukan ekspansi kredit UMKM melalui sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor usaha lain yang memiliki
rasio kredit bermasalah cukup rendah seperti sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya dan hiburan (1,65%), sektor jasa
perorangan yang melayani rumah tanga (1,59%) penyediaan akomodasi dan makan minum (2,04%), dan jasa pendidikan
(2,10%). Terdapat penurunan kualitas kredit UMKM untuk sektor pertanian, perburuan dan kehutanan yang mencapai
3,61% dari triwulan sebelumnya sebesar 3,47%. Meski masih didalam kategori aman, tren peningkatan kredit
bermasalah pada UMKM sektor tersebut telah terjadi sejak 2016 sehingga perbankan perlu memberikan perhatian khusus
dan pertimbangan yang mendalam terkait pengembangan penyaluran kredit kedepannya.
4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI
Di Provinsi NTT, tiga kategori usaha korporasi dengan eksposur penyaluran kredit tertinggi adalah sektor perdagangan
besar (35,28%), sektor listrik, gas dan air (24,86%), dan sektor konstruksi (20,06%). Total penyaluran kredit korporasi di
Provinsi NTT sampai dengan triwulan III 2017 mencapai Rp1,90 triliun, meningkat 32,32% (yoy). Pertumbuhan tersebut
jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 8,69% (yoy). Ekspansi pertumbuhan kredit korporasi
utamanya disumbangkan oleh peningkatan pada kredit investasi yang tumbuh hingga 95,68% (yoy) sedangkan modal
kerja tumbuh sebesar 6,80% (yoy). Relatif seimbangnya penyaluran kredit merupakan kondisi yang baik dalam rangka
diversifikasi portofolio untuk memperbaiki kualitas kredit mengingat rasio kredit bermasalah modal kerja lebih tinggi
daripada rasio kredit bermasalah investasi.
59- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 4.17. NPL UMKM 3 SEKTOR
KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERIKANAN
4,41%8,73%9,58%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
GRAFIK 4.16. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
KECIL MENENGAH BATASMIKRO
2,52%
3,03%
5,99%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0%1%2%3%4%5%6%7%8%9%
10%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
GRAFIK 4.14. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
%, YOYRPMILIAR
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH
GRAFIK 4.15. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI
PENYEDIAAN AKOMODASI TRANSPORTASILISTRIK, AIR, GASPERDAGANGAN PERTANIAN KONSTRUKSI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
9,30%4,15%
16,74%
66,19%34,08%
176,16%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
Perkembangan penyaluran kredit UMKM berdasarkan sektor ekonomi di triwulan III - 2017 masih didominasi oleh sektor
perdagangan besar dengan pangsa sebesar 67,59% dari total nominal kredit UMKM, diikuti oleh sektor konstruksi
(7,88%) dan penyediaan akomodasi dan makan minum (4,90%). Meski terus mengalami pertumbuhan nominal,
eksposur sektor perdagangan besar menurun dari yang sebelumnya 69,78%. Hal tersebut mengindikasikan adanya
pertumbuhan yang lebih tinggi pada sektor lain sehingga menurunkan konsentrasi penurunan kredit di perdagangan
besar. Secara kuartal, nominal peningkatan terbesar terdapat di sektor konstruksi yaitu sebanyak Rp179 miliar dari
sebelumnya Rp472 miliar menjadi Rp651 miliar atau tumbuh sebesar 37,87% (qtq) dan 4,15% (yoy), yang merupakan
perbaikan dari posisi triwulan II 2017 yaitu -2,81%. Sektor listrik, gas dan air juga mengalami peningkatan tertinggi yaitu
mencapai 67,59% (qtq) dan 176,16% (yoy). Tren peningkatan penyaluran kredit kepada sektor listrik, gas dan air tersebut
sejalan dengan semakin bertambahnya pembangunan infrastruktur di Provinsi NTT yang pada gilirannya meningkatkan
kebutuhan listrik, gas dan air. Dibandingkan triwulan II 2017, kredit untuk sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan
makan minum yang tumbuh melambat dari yang sebelumnya 76,09% (yoy) menjadi 66,19% (yoy), meskipun begitu,
pertumbuhan pada triwulan III 2017 lebih tinggi daripada periode yang sama untuk tahun sebelumnya yaitu 42,61% (yoy).
Berbanding terbalik dengan tren sektor penyediaan akomodasi, pertumbuhan sektor pertanian, perburuan dan
kehutanan mencapai 34,08% (yoy) mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II 2017 namun perlambatan apabila
dibandingkan dengan triwulan III tahun 2016 masing-masing yaitu, 30,05% (yoy) dan 55,00% (yoy).
Tingkat risiko kredit UMKM masih menunjukkan adanya peningkatan dibanding triwulan sebelumnya, terutama
disebakan oleh peningkatan NPL pada kredit menengah dan mikro. Rasio kredit UMKM bermasalah adalah sebesar
3,76%, meningkat dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 3,67%, namun masih di bawah pagu NPL yang sebesar 5%. Di
sisi lain, eksposur kredit usaha kecil menunjukan perbaikan kualitas kredit sejak awal tahun 2017. Ditengah tren
perlambatan penyaluran kredit UMKM, penyaluran kredit untuk jenis usaha menengah justru mengalami peningkatan.
4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM
58 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT
INDIKATOR
ASET
DPK
GIRO
TABUNGAN
DEPOSITO
KREDIT
MODA KERJA
INVESTASI
KONSUMSI
LDR
% NPL (GROSS)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2016
III IV
30.327,22
22.405,34
5.059,30
11.062,67
6.283,37
22.382,83
7.050,03
1.661,22
13.671,58
99,90
1,84
29.756,92
21.465,81
3.722,19
12.819,48
4.924,14
22.837,49
7.120,99
1.659,18
14.057,33
106,39
1,91
NOMINAL (DALAM RP MILIAR)
2016
III IV
-7,40
0,29
-22,61
14,71
2,02
13,37
16,10
5,83
12,99
4,04
-0,06
-14,85
7,43
-4,81
12,59
16,55
0,56
12,24
PERTUMBUHAN (%YOY)
I
30.574,96
22.564,99
5.330,16
11.310,76
5.924,07
24.425,42
7.462,89
2.015,38
14.947,15
108,24
2,04
2017
I
-1,15
2,82
-4,88
8,25
0,53
19,00
21,80
28,58
16,50
2017
II
35.648,37
25.236,38
6.399,61
12.161,59
6.675,18
24.126,91
7.598,51
1.657,87
14.870,53
95,60
2,29
II
10,29
5,91
-0,46
9,08
6,80
11,03
13,53
-2,26
11,46
III
33.629,10
24.160,75
5.182,60
12.103,54
6.874,62
25.369,83
8.034,78
2.128,29
15.206,76
105,00
2,23
III
10,89
7,83
2,44
9,41
9,41
13,35
13,97
28,12
11,23
GRAFIK 4.22. PERKEMBANGAN LDR
DPK KREDIT LDR
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000105,00%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.21. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
DPK KREDIT
5,91%
11,03%
2016I II III IV I
2017 II III
-1%
4%
9%
14%
19%
24%
2015II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
kredit bermasalah mengindikasikan bahwa perbankan di Provinsi NTT berhasil meningkatkan kehati-hatian dalam
ekspansi kredit. DPK yang dikelola bank umum di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mencapai Rp24,16 triliun, naik 7,83%
(yoy). Peningkatan tersebut lebih tinggi daripada pertumbuhan pada triwulan II 2017 yaitu 5,91% (yoy). Berdasarkan
nominal, tabungan masih menguasai pangsa DPK dengan porsi 50,10% diikuti oleh deposito 28,45% dan giro 21,45%.
Pertumbuhan tabungan pada triwulan III 2017 mencapai 9,41% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yaitu
9,08%. Deposito dan giro juga menunjukan pertumbuhan positif masing-masing mencapai 9,41% (yoy) dan 2,44% (yoy)
dari triwulan sebelumnya 6,80% (yoy) dan -0,46% (yoy). Tumbuhnya deposito mengindikasikan meningkatnya literasi
masyarakat terhadap instrumen keuangan, khususnya investasi, diluar tabungan. Pada triwulan III 2017 tingkat
intermediasi perbankan yang diukur dari Loan to Deposit Ratio (LDR) meningkat ke posisi 105,00 dari sebelumnya 95,60.
Meningkatnya rasio tersebut sejalan dengan peningkatan kredit yang disalurkan dan menunjukan ekspansi aktivitas
ekonomi sebagaimana meningkatnya PDRB.
Berdasarkan perkembangan efisiensi perbankan di Provinsi NTT, kembali terjadi penurunan tekanan terhadap beban
operasional yang ditunjukkan dengan rasio BOPO yang turun menjadi 67,91 dibandingkan triwulan lalu sebesar 81,82.
Adapun menurunya BOPO dikarenakan lonjakan peningkatan pendapatan operasional yang lebih tinggi daripada
peningkatan beban operasional. Di sisi lain, rasio Return on Asset (ROA) masih mengalami perbaikan menjadi 1,79% dari
triwulan sebelumnya sebesar 1,35%. Kedua hal tersebut sejalan penurunan rasio kredit bermasalah sehingga mendorong
pendapatan perbankan yang pada gilirannya meningkatkan kepercayaan bank dalam penyaluran kredit. Meskipun
demikian, perbankan perlu tetap melakukan pengawasan terhadap kredit yang disalurkan dan tetap membentuk CKPN
yang cukup.
61- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 4.20. NPL KREDIT 4 SEKTOR KORPORASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIRPERDAGANGAN BESAR DAN ECERANREAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN BATAS
0,07%
11,43%
10,02%
49,84%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
Secara nominal peningkatan kredit yang disalurkan kepada korporasi terutama disumbangkan oleh lonjakan penyaluran
pada sektor listrik, gas dan air yang naik sebesar 354,94% (qtq) dan 289,31% (yoy), sejalan dengan pertumbuhan PDRB
sektor listrik, gas dan air. Pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan pada triwulan II 2017 dan
triwulan III 2016 yang masing-masing sebesar -36,54% (yoy) dan -25,81% (yoy). Selain itu, sektor konstruksi juga
mendukung peningkatan penyaluran kredit dengan pertumbuhan sebesar 79,59% (qtq) dan 56,91% (yoy). Pertumbuhan
tersebut lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 11,25% (yoy) dan
-32,16% (yoy). Lonjakan pertumbuhan pada sektor listrik, gas, dan air serta sektor konstruksi korporasi sejalan dengan
pertumbuhan penyaluran kredit sektor yang sama untuk UMKM. Hal tersebut semakin menegaskan sedang terjadinya
pembangungan di NTT. Sektor perdagangan besar sebagai sektor yang memiliki eksposur terbesar di kredit korporasi,
mengalami perlambatan mencapai 2,83% (yoy) lebih rendah daripada periode sebelumnya dan periode yang sama di
tahun sebelumnya yaitu 5,85% (yoy) dan 6,97% (yoy). Pada triwulan III 2017, sektor penyediaan akomodasi dan makanan
kembali mengalami penurunan penyaluran kredit yaitu sebesar -5,78% (yoy). Meskipun begitu, pertumbuhan tersebut
masih lebih baik apabila dibandingkan dengan triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yaitu -53,77% (yoy) dan -9,41% (yoy). Rasio kredit bermasalah korporasi untuk triwulan III 2017 tercatat sebesar 6,19% mengalami perbaikan dibanding
triwulan sebelumnya yang sebesar 9,61%,. Perbaikan kualitas kredit pada triwulan III 2017 terjadi pada kedua jenis kredit,
modal kerja dan investasi, yang masing-masing mencapai 9,32% dan 1,95% dari sebelumnya 11,32% dan 5,00%.
Perbaikan kinerja pengembalian dana kredit menunjukkan kondisi yang membaik pada sektor konstruksi walaupun masih
di luar batas aman yaitu 11,43%. Sementara itu, kinerja pengembalian kredit perdagangan masih mengalami penurunan
kualitas, demikian juga dengan sektor real estate. Kualitas kredit yang baik terdapat pada sektor listrik, gas dan air
4.5 ASESMEN PERBANKAN
4.5.1 Kinerja Bank Umum
Posisi aset perbankan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 secara total mencapai 33,63 triliun atau tumbuh sebesar
10,89% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2017 yaitu 10,29% (yoy).
Pertumbuhan aset di triwulan III 2017 didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit, khususnya lonjakan pada kredit
investasi yang tumbuh hingga 28,12% (yoy).
Pertumbuhan kredit yang disalurkan melalui bank umum di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mencapai Rp25,37 triliun
yang merupakan peningkatan sebesar 13,35% (yoy) dan lebih tinggi dari triwulan II 2017 11,03% (yoy). Kualitas kredit
yang diberikan bank umum tercatat mengalami perbaikan yang diukur melalui turunnya rasio kredit bermasalah menjadi
2,23% dari triwulan sebelumnya 2,29%. Meningkatnya penyaluran kredit yang tidak diikuti dengan peningkatan rasio
60 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT
INDIKATOR
ASET
DPK
GIRO
TABUNGAN
DEPOSITO
KREDIT
MODA KERJA
INVESTASI
KONSUMSI
LDR
% NPL (GROSS)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2016
III IV
30.327,22
22.405,34
5.059,30
11.062,67
6.283,37
22.382,83
7.050,03
1.661,22
13.671,58
99,90
1,84
29.756,92
21.465,81
3.722,19
12.819,48
4.924,14
22.837,49
7.120,99
1.659,18
14.057,33
106,39
1,91
NOMINAL (DALAM RP MILIAR)
2016
III IV
-7,40
0,29
-22,61
14,71
2,02
13,37
16,10
5,83
12,99
4,04
-0,06
-14,85
7,43
-4,81
12,59
16,55
0,56
12,24
PERTUMBUHAN (%YOY)
I
30.574,96
22.564,99
5.330,16
11.310,76
5.924,07
24.425,42
7.462,89
2.015,38
14.947,15
108,24
2,04
2017
I
-1,15
2,82
-4,88
8,25
0,53
19,00
21,80
28,58
16,50
2017
II
35.648,37
25.236,38
6.399,61
12.161,59
6.675,18
24.126,91
7.598,51
1.657,87
14.870,53
95,60
2,29
II
10,29
5,91
-0,46
9,08
6,80
11,03
13,53
-2,26
11,46
III
33.629,10
24.160,75
5.182,60
12.103,54
6.874,62
25.369,83
8.034,78
2.128,29
15.206,76
105,00
2,23
III
10,89
7,83
2,44
9,41
9,41
13,35
13,97
28,12
11,23
GRAFIK 4.22. PERKEMBANGAN LDR
DPK KREDIT LDR
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000105,00%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.21. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
DPK KREDIT
5,91%
11,03%
2016I II III IV I
2017 II III
-1%
4%
9%
14%
19%
24%
2015II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
kredit bermasalah mengindikasikan bahwa perbankan di Provinsi NTT berhasil meningkatkan kehati-hatian dalam
ekspansi kredit. DPK yang dikelola bank umum di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mencapai Rp24,16 triliun, naik 7,83%
(yoy). Peningkatan tersebut lebih tinggi daripada pertumbuhan pada triwulan II 2017 yaitu 5,91% (yoy). Berdasarkan
nominal, tabungan masih menguasai pangsa DPK dengan porsi 50,10% diikuti oleh deposito 28,45% dan giro 21,45%.
Pertumbuhan tabungan pada triwulan III 2017 mencapai 9,41% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yaitu
9,08%. Deposito dan giro juga menunjukan pertumbuhan positif masing-masing mencapai 9,41% (yoy) dan 2,44% (yoy)
dari triwulan sebelumnya 6,80% (yoy) dan -0,46% (yoy). Tumbuhnya deposito mengindikasikan meningkatnya literasi
masyarakat terhadap instrumen keuangan, khususnya investasi, diluar tabungan. Pada triwulan III 2017 tingkat
intermediasi perbankan yang diukur dari Loan to Deposit Ratio (LDR) meningkat ke posisi 105,00 dari sebelumnya 95,60.
Meningkatnya rasio tersebut sejalan dengan peningkatan kredit yang disalurkan dan menunjukan ekspansi aktivitas
ekonomi sebagaimana meningkatnya PDRB.
Berdasarkan perkembangan efisiensi perbankan di Provinsi NTT, kembali terjadi penurunan tekanan terhadap beban
operasional yang ditunjukkan dengan rasio BOPO yang turun menjadi 67,91 dibandingkan triwulan lalu sebesar 81,82.
Adapun menurunya BOPO dikarenakan lonjakan peningkatan pendapatan operasional yang lebih tinggi daripada
peningkatan beban operasional. Di sisi lain, rasio Return on Asset (ROA) masih mengalami perbaikan menjadi 1,79% dari
triwulan sebelumnya sebesar 1,35%. Kedua hal tersebut sejalan penurunan rasio kredit bermasalah sehingga mendorong
pendapatan perbankan yang pada gilirannya meningkatkan kepercayaan bank dalam penyaluran kredit. Meskipun
demikian, perbankan perlu tetap melakukan pengawasan terhadap kredit yang disalurkan dan tetap membentuk CKPN
yang cukup.
61- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 4.20. NPL KREDIT 4 SEKTOR KORPORASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIRPERDAGANGAN BESAR DAN ECERANREAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN BATAS
0,07%
11,43%
10,02%
49,84%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
Secara nominal peningkatan kredit yang disalurkan kepada korporasi terutama disumbangkan oleh lonjakan penyaluran
pada sektor listrik, gas dan air yang naik sebesar 354,94% (qtq) dan 289,31% (yoy), sejalan dengan pertumbuhan PDRB
sektor listrik, gas dan air. Pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan pada triwulan II 2017 dan
triwulan III 2016 yang masing-masing sebesar -36,54% (yoy) dan -25,81% (yoy). Selain itu, sektor konstruksi juga
mendukung peningkatan penyaluran kredit dengan pertumbuhan sebesar 79,59% (qtq) dan 56,91% (yoy). Pertumbuhan
tersebut lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 11,25% (yoy) dan
-32,16% (yoy). Lonjakan pertumbuhan pada sektor listrik, gas, dan air serta sektor konstruksi korporasi sejalan dengan
pertumbuhan penyaluran kredit sektor yang sama untuk UMKM. Hal tersebut semakin menegaskan sedang terjadinya
pembangungan di NTT. Sektor perdagangan besar sebagai sektor yang memiliki eksposur terbesar di kredit korporasi,
mengalami perlambatan mencapai 2,83% (yoy) lebih rendah daripada periode sebelumnya dan periode yang sama di
tahun sebelumnya yaitu 5,85% (yoy) dan 6,97% (yoy). Pada triwulan III 2017, sektor penyediaan akomodasi dan makanan
kembali mengalami penurunan penyaluran kredit yaitu sebesar -5,78% (yoy). Meskipun begitu, pertumbuhan tersebut
masih lebih baik apabila dibandingkan dengan triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yaitu -53,77% (yoy) dan -9,41% (yoy). Rasio kredit bermasalah korporasi untuk triwulan III 2017 tercatat sebesar 6,19% mengalami perbaikan dibanding
triwulan sebelumnya yang sebesar 9,61%,. Perbaikan kualitas kredit pada triwulan III 2017 terjadi pada kedua jenis kredit,
modal kerja dan investasi, yang masing-masing mencapai 9,32% dan 1,95% dari sebelumnya 11,32% dan 5,00%.
Perbaikan kinerja pengembalian dana kredit menunjukkan kondisi yang membaik pada sektor konstruksi walaupun masih
di luar batas aman yaitu 11,43%. Sementara itu, kinerja pengembalian kredit perdagangan masih mengalami penurunan
kualitas, demikian juga dengan sektor real estate. Kualitas kredit yang baik terdapat pada sektor listrik, gas dan air
4.5 ASESMEN PERBANKAN
4.5.1 Kinerja Bank Umum
Posisi aset perbankan di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 secara total mencapai 33,63 triliun atau tumbuh sebesar
10,89% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2017 yaitu 10,29% (yoy).
Pertumbuhan aset di triwulan III 2017 didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit, khususnya lonjakan pada kredit
investasi yang tumbuh hingga 28,12% (yoy).
Pertumbuhan kredit yang disalurkan melalui bank umum di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mencapai Rp25,37 triliun
yang merupakan peningkatan sebesar 13,35% (yoy) dan lebih tinggi dari triwulan II 2017 11,03% (yoy). Kualitas kredit
yang diberikan bank umum tercatat mengalami perbaikan yang diukur melalui turunnya rasio kredit bermasalah menjadi
2,23% dari triwulan sebelumnya 2,29%. Meningkatnya penyaluran kredit yang tidak diikuti dengan peningkatan rasio
60 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Penyelenggaraan Sistem Pembayarandan Pengelolaan Uang Rupiah
05
Sejalan dengan perlambatan per tumbuhan ekonomi, aktivitas sistem pembayaran tunai
menunjukkan kondisi net outow Rp 223,61 miliar dengan penurunan pertumbuhan dibandingkan
triwulan III 2016 sebesar 43,33%.
Transaksi kliring di Provinsi NTT mengalami kenaikan baik secara volume maupun nominal masing-
masing sebesar 11,17% dan 7,96% dibandingkan triwulan III 2016.
GRAFIK 4.25. BOPO, ROA, NPL BPR
% BOPO % ROA % NPL (SKALA KANAN)
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.24. LDR DAN CAR BPR
Sumber: Bank Indonesia, diolah
CAR LDR
24
25
26
27
28
29
30
31
32
70
72
74
76
78
80
82
84
86
88
2,56
81,15
7,02
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II
76,82
29,77
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Secara umum kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi NTT pada periode kajian secara umum masih cukup stabil
yang dinilai tidak adanya perubahan signifikan dari rasio atau indeks pengukuran yang digunakan. Rasio kredit bermasalah
masih menjadi sorotan utama mengingat belum adanya tanda perbaikan dan masih berada di luar batas aman yaitu
mencapai 7,02% dari sebelumnya 6,96%. Kondisi tersebut juga mempengaruhi tingkat rentabilitas atau kemampuan BPR
untuk menghasilkan keuntungan, ditunjukkan dengan rasio ROA yang sedikit menurun menjadi 2,56% dari triwulan
sebelumnya sebesar 2,62%. Merespon hal tersebut, BPR menunjukan kehatian-hatiannya dalam menyalurkan kredit yang
tercermin dari turunnya rasio intermediasi (LDR) dari 79,31 menjadi 76,82. Di sisi lain rasio permodalan atau Capital
Adequacy Ratio (CAR) BPR di NTT mengalami sedikit peningkatan menjadi 29,77% dari sebelumnya 29,69%. Sejalan
dengan hal tersebut, terjadi peningkatan efisiensi yang diukur dari turunnya BOPO dari 81,41% menjadi 81,15%.
Kredibilitas BPR sebagai lembaga intermediasi keuangan juga meningkat seiring dengan naiknya Cash Ratio (CR) yaitu
kemampuan BPR membayar kembali simpanan nasabahnya yang naik menjadi 17,06% dari sebelumnya 15,02%.
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
GRAFIK 4.23. BOPO DAN ROA BANK UMUM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
BOPO (%) ROA (%)
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1,79
67,91
2015II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
62 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Penyelenggaraan Sistem Pembayarandan Pengelolaan Uang Rupiah
05
Sejalan dengan perlambatan per tumbuhan ekonomi, aktivitas sistem pembayaran tunai
menunjukkan kondisi net outow Rp 223,61 miliar dengan penurunan pertumbuhan dibandingkan
triwulan III 2016 sebesar 43,33%.
Transaksi kliring di Provinsi NTT mengalami kenaikan baik secara volume maupun nominal masing-
masing sebesar 11,17% dan 7,96% dibandingkan triwulan III 2016.
GRAFIK 4.25. BOPO, ROA, NPL BPR
% BOPO % ROA % NPL (SKALA KANAN)
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.24. LDR DAN CAR BPR
Sumber: Bank Indonesia, diolah
CAR LDR
24
25
26
27
28
29
30
31
32
70
72
74
76
78
80
82
84
86
88
2,56
81,15
7,02
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II
76,82
29,77
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013II III IV I
2017 II III
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Secara umum kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi NTT pada periode kajian secara umum masih cukup stabil
yang dinilai tidak adanya perubahan signifikan dari rasio atau indeks pengukuran yang digunakan. Rasio kredit bermasalah
masih menjadi sorotan utama mengingat belum adanya tanda perbaikan dan masih berada di luar batas aman yaitu
mencapai 7,02% dari sebelumnya 6,96%. Kondisi tersebut juga mempengaruhi tingkat rentabilitas atau kemampuan BPR
untuk menghasilkan keuntungan, ditunjukkan dengan rasio ROA yang sedikit menurun menjadi 2,56% dari triwulan
sebelumnya sebesar 2,62%. Merespon hal tersebut, BPR menunjukan kehatian-hatiannya dalam menyalurkan kredit yang
tercermin dari turunnya rasio intermediasi (LDR) dari 79,31 menjadi 76,82. Di sisi lain rasio permodalan atau Capital
Adequacy Ratio (CAR) BPR di NTT mengalami sedikit peningkatan menjadi 29,77% dari sebelumnya 29,69%. Sejalan
dengan hal tersebut, terjadi peningkatan efisiensi yang diukur dari turunnya BOPO dari 81,41% menjadi 81,15%.
Kredibilitas BPR sebagai lembaga intermediasi keuangan juga meningkat seiring dengan naiknya Cash Ratio (CR) yaitu
kemampuan BPR membayar kembali simpanan nasabahnya yang naik menjadi 17,06% dari sebelumnya 15,02%.
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
GRAFIK 4.23. BOPO DAN ROA BANK UMUM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
BOPO (%) ROA (%)
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1,79
67,91
2015II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
62 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 5.5 PERKEMBANGAN INFLOW PER PECAHAN RUPIAH
2016I II III IV I
2017 II III
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
UK 50.000 UK 20.000UK 100.000 PECAHAN LAINNYAUK 10.000
MILIAR RP
GRAFIK 5.6 PERKEMBANGAN OUTFLOW PER PECAHAN RUPIAH
2016I II III IV I
2017 II III
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
UK 50.000 UK 20.000UK 100.000 PECAHAN LAINNYAUK 10.000
MILIAR RP
Pada triwulan III 2017, inflow dan outflow di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT didominasi oleh
uang kertas pecahanRp 100.000 dan Rp 50.000. Berdasarkan komposisi inflow, uang pecahan Rp100.000 memiliki
porsi terbesar dengan presentase sebesar 59,20%, disusul dengan pecahan Rp 50.000 dengan presentase sebesar
35,89%. Apabila dibandingkan dengan triwulan III 2016, uang kertas pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000 mengalami
kenaikan masing-masing sebesar 32,47% (yoy) dan 42,29% (yoy). Komposisi inflow pecahan lainnya masing-masing
adalah 2,01% uang kertas Rp 20.000, 1,45% uang kertas Rp 10.000, dan 1,45% pecahan lainnya terdiri dari uang kertas
Rp 5.000, Rp 2.000, Rp 1.000, dan uang logam. Berdasarkan komposisi outflow, uang pecahan Rp100.000 memiliki porsi
terbesar dengan presentase sebesar 61,28%, disusul dengan pecahan Rp 50.000 dengan presentase sebesar 33,40%.
Uang kertas pecahan Rp 50.000 mengalami kenaikan dibandingkan triwulan III 2016 yakni 33,31% (yoy). Sementara itu,
uang kertas pecahan Rp 100.000 hanya mengalami kenaikan 2,47% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016. Komposisi
outflow pecahan lainnya masing-masing adalah 2,25% uang kertas Rp 20.000, 1,55% uang kertas Rp 10.000, dan 1,53%
pecahan lainnya.
5.2.2. Perkembangan Kegiatan Layanan Kas
Pada triwulan III 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melaksanakan kegiatan kas
keliling sebanyak 10 kali. Kegiatan kas keliling tersebut terdiri dari 9 kali di dalam Kota Kupang dan satu kali di luar kota
yakni di Kabupaten Alor. Total kegiatan kas keliling yang dilaksanakan mulai awal tahun 2017 sampai dengan Bulan
September 2017 adalah 42 kali yang terdiri dari 33 kali dalam kota dan 9 kali di luar kota.
Pada triwulan III 2017, kas titipan di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 277,47 miliar.
Posisi net outflow tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 13,37% (yoy). Kegiatan setoran dan penarikan di masing-
masing kas titipan mengalami kenaikan yang signifikan. Setoran bank ke kas titipan (inflow) pada triwulan III 2017
mengalami kenaikan 118,76% (yoy) atau sebesar Rp 791 miliar. Sementara itu, penarikan dari kas titipan ke bank (outflow)
mengalami kenaikan 76,22% (yoy) atau sebesar Rp 1.068,66 miliar. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh
penambahan kas titipan. Selama tahun 2017, Bank Indonesia menambah dua lokasi kas titipan di Provinsi NTT yakni
Waikabubak (Kabupaten Sumba Barat) pada Bulan Juni 2017 dan Kalabahi (Kabupaten Alor) pada Bulan September 2017.
Berdasarkan lokasi kas titipan, tiga kas titipan (Ende, Ruteng, dan Waingapu) mengalami kondisi net inflow.
Sementara itu, kas titipan yang lainnya (Atambua, Lewoleba, Maumere, Waikabubak, dan Alor) mengalami
kondisi net outflow. Net outflow terbesar dicapai oleh Atambua dengan nilai Rp 157,83 miliar. Hal tersebut sejalan
dengan proyek investasi strategis di kawasan perbatasan yang sedang dibangun oleh pemerintah pusat seperti jalan
65- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
5.1. KONDISI UMUM
Pada triwulan III 2017, aktivitas sistem pembayaran tunai di Provinsi NTT menunjukkan posisi net outflow meskipun
menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 43,33%. Kondisi tersebut menunjukkan aktivitas
ekonomi di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 bertumbuh, tetapi cenderung melambat. Di samping itu, transaksi Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Provinsi NTT mengalami kenaikan baik secara volume maupun nominal masing-
masing sebesar 11,17% dan 7,96%. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan volume dan nominal kliring nasional
yang justru mengalami penurunan pada triwulan III 2017. Hal ini menunjukkan transaksi non tunai di Provinsi NTT
mengalami pertumbuhan yang positif.
5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
Pada triwulan III 2017, transaksi tunai di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 223,61
miliar. Posisi net outflow tersebut sesuai dengan pola historisnya, meskipun menunjukkan penurunan dibandingkan
triwulan III 2016 sebesar 43,33% (yoy).Hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan outflow triwulan III 2017 dibandingkan
triwulan III 2016 lebih kecil dibandingkan pertumbuhan inflow. Posisi inflow menunjukkan pertumbuhan sebesar 34,27%
(yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 1.267,86 miliar. Sementara itu, posisi outflow hanya mengalami
pertumbuhan sebesar 11,40% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 1.491,47 miliar.
5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)
Berdasarkan pola aliran dana, setoran dan bayaran sebagian besar berasal dari bank pemerintah. Setoran bank
pemerintah pada triwulan III 2017 memiliki persentase 76,55%. Jumlah setoran bank pemerintah tersebut mengalami
kenaikan sebesar 60,75% (yoy) apabila dibandingkan dengan triwulan III 2016. Bank swasta menempati posisi kedua
sumber setoran bank dengan persentase 23,38%. Jumlah setoran bank swasta mengalami penurunan 6,84% (yoy)
apabila dibandingkan dengan triwulan III 2016 Sementara itu, 99,07% jumlah uang kartal yang keluar ditarik oleh bank
pemerintah. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 12,77% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016.
76,55%23,38%0,07%
BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH
GRAFIK 5.3 SHARE SETORAN BANK TRIWULAN III 2017
BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH
99,07%0,70%0,23%
GRAFIK 5.4 SHARE BAYARAN BANK TRIWULAN III 2017
GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI
NET IN/OUT (RP. MILIAR) YOY
-2500
-2000
-1500
-1000
-500
0
500
1000
1500
2000
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI PROVINSI NTT
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW
-80%
0%
80%
160%
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
64 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 5.5 PERKEMBANGAN INFLOW PER PECAHAN RUPIAH
2016I II III IV I
2017 II III
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
UK 50.000 UK 20.000UK 100.000 PECAHAN LAINNYAUK 10.000
MILIAR RP
GRAFIK 5.6 PERKEMBANGAN OUTFLOW PER PECAHAN RUPIAH
2016I II III IV I
2017 II III
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
UK 50.000 UK 20.000UK 100.000 PECAHAN LAINNYAUK 10.000
MILIAR RP
Pada triwulan III 2017, inflow dan outflow di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT didominasi oleh
uang kertas pecahanRp 100.000 dan Rp 50.000. Berdasarkan komposisi inflow, uang pecahan Rp100.000 memiliki
porsi terbesar dengan presentase sebesar 59,20%, disusul dengan pecahan Rp 50.000 dengan presentase sebesar
35,89%. Apabila dibandingkan dengan triwulan III 2016, uang kertas pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000 mengalami
kenaikan masing-masing sebesar 32,47% (yoy) dan 42,29% (yoy). Komposisi inflow pecahan lainnya masing-masing
adalah 2,01% uang kertas Rp 20.000, 1,45% uang kertas Rp 10.000, dan 1,45% pecahan lainnya terdiri dari uang kertas
Rp 5.000, Rp 2.000, Rp 1.000, dan uang logam. Berdasarkan komposisi outflow, uang pecahan Rp100.000 memiliki porsi
terbesar dengan presentase sebesar 61,28%, disusul dengan pecahan Rp 50.000 dengan presentase sebesar 33,40%.
Uang kertas pecahan Rp 50.000 mengalami kenaikan dibandingkan triwulan III 2016 yakni 33,31% (yoy). Sementara itu,
uang kertas pecahan Rp 100.000 hanya mengalami kenaikan 2,47% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016. Komposisi
outflow pecahan lainnya masing-masing adalah 2,25% uang kertas Rp 20.000, 1,55% uang kertas Rp 10.000, dan 1,53%
pecahan lainnya.
5.2.2. Perkembangan Kegiatan Layanan Kas
Pada triwulan III 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melaksanakan kegiatan kas
keliling sebanyak 10 kali. Kegiatan kas keliling tersebut terdiri dari 9 kali di dalam Kota Kupang dan satu kali di luar kota
yakni di Kabupaten Alor. Total kegiatan kas keliling yang dilaksanakan mulai awal tahun 2017 sampai dengan Bulan
September 2017 adalah 42 kali yang terdiri dari 33 kali dalam kota dan 9 kali di luar kota.
Pada triwulan III 2017, kas titipan di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 277,47 miliar.
Posisi net outflow tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 13,37% (yoy). Kegiatan setoran dan penarikan di masing-
masing kas titipan mengalami kenaikan yang signifikan. Setoran bank ke kas titipan (inflow) pada triwulan III 2017
mengalami kenaikan 118,76% (yoy) atau sebesar Rp 791 miliar. Sementara itu, penarikan dari kas titipan ke bank (outflow)
mengalami kenaikan 76,22% (yoy) atau sebesar Rp 1.068,66 miliar. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh
penambahan kas titipan. Selama tahun 2017, Bank Indonesia menambah dua lokasi kas titipan di Provinsi NTT yakni
Waikabubak (Kabupaten Sumba Barat) pada Bulan Juni 2017 dan Kalabahi (Kabupaten Alor) pada Bulan September 2017.
Berdasarkan lokasi kas titipan, tiga kas titipan (Ende, Ruteng, dan Waingapu) mengalami kondisi net inflow.
Sementara itu, kas titipan yang lainnya (Atambua, Lewoleba, Maumere, Waikabubak, dan Alor) mengalami
kondisi net outflow. Net outflow terbesar dicapai oleh Atambua dengan nilai Rp 157,83 miliar. Hal tersebut sejalan
dengan proyek investasi strategis di kawasan perbatasan yang sedang dibangun oleh pemerintah pusat seperti jalan
65- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
5.1. KONDISI UMUM
Pada triwulan III 2017, aktivitas sistem pembayaran tunai di Provinsi NTT menunjukkan posisi net outflow meskipun
menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 43,33%. Kondisi tersebut menunjukkan aktivitas
ekonomi di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 bertumbuh, tetapi cenderung melambat. Di samping itu, transaksi Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Provinsi NTT mengalami kenaikan baik secara volume maupun nominal masing-
masing sebesar 11,17% dan 7,96%. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan volume dan nominal kliring nasional
yang justru mengalami penurunan pada triwulan III 2017. Hal ini menunjukkan transaksi non tunai di Provinsi NTT
mengalami pertumbuhan yang positif.
5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
Pada triwulan III 2017, transaksi tunai di Provinsi NTT menunjukkan kondisi net outflow sebesar Rp 223,61
miliar. Posisi net outflow tersebut sesuai dengan pola historisnya, meskipun menunjukkan penurunan dibandingkan
triwulan III 2016 sebesar 43,33% (yoy).Hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan outflow triwulan III 2017 dibandingkan
triwulan III 2016 lebih kecil dibandingkan pertumbuhan inflow. Posisi inflow menunjukkan pertumbuhan sebesar 34,27%
(yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 1.267,86 miliar. Sementara itu, posisi outflow hanya mengalami
pertumbuhan sebesar 11,40% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 1.491,47 miliar.
5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)
Berdasarkan pola aliran dana, setoran dan bayaran sebagian besar berasal dari bank pemerintah. Setoran bank
pemerintah pada triwulan III 2017 memiliki persentase 76,55%. Jumlah setoran bank pemerintah tersebut mengalami
kenaikan sebesar 60,75% (yoy) apabila dibandingkan dengan triwulan III 2016. Bank swasta menempati posisi kedua
sumber setoran bank dengan persentase 23,38%. Jumlah setoran bank swasta mengalami penurunan 6,84% (yoy)
apabila dibandingkan dengan triwulan III 2016 Sementara itu, 99,07% jumlah uang kartal yang keluar ditarik oleh bank
pemerintah. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 12,77% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016.
76,55%23,38%0,07%
BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH
GRAFIK 5.3 SHARE SETORAN BANK TRIWULAN III 2017
BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH
99,07%0,70%0,23%
GRAFIK 5.4 SHARE BAYARAN BANK TRIWULAN III 2017
GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI
NET IN/OUT (RP. MILIAR) YOY
-2500
-2000
-1500
-1000
-500
0
500
1000
1500
2000
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI PROVINSI NTT
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW
-80%
0%
80%
160%
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
64 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 5.14 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
MILIAR RP
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
100.000
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
VOLUME KLIRING GROWTH VOLUME KLIRING GROWTH CEK/BG KOSONG RATIO CEK/BG KOSONG
UPAL
GRAFIK 5.12 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT
-50
50
150
250
350
450
550
650
750
850
950
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
RP 50.000 RP 100.000RP 20.000
5,26%10,53%84,21%
GRAFIK 5.13 TEMUAN UPAL TRIWULAN III 2017 BERDASARKAN PECAHAN
GRAFIK 5.11 PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UTLE
PEMUSNAHAN UTLE %PEMUSNAHAN/INFLOW
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
-
100
200
300
400
500
600
700
800 MILIAR RP
5.2.4. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)
Jumlah UPAL yang ditemukan selama triwulan III 2017 sebanyak 19 lembar. Penemuan uang palsu masih relatif
kecil walaupun dibanding triwulan sebelumnya mengalami sedikit kenaikan. Berdasarkan jenis pecahannya, temuan UPAL
terdiri dari pecahan Rp 100.000 sebanyak 16 lembar, pecahan Rp 50.000 sebanyak dua lembar dan pecahan Rp 20.000
sebanyak satu lembar. Penemuan UPAL berasal dari kegiatan layanan kas Bank Indonesia (57,89%) yang terdiri dari
layanan kas masyarakat di loket dan kegiatan kas keliling serta setoran perbankan (42,11%).
5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI (SKNBI)
Pada triwulan III 2017, transaksi kliring Provinsi NTT
mengalami kenaikan baik secara volume maupun
nominal. Volume kliring Provinsi NTT pada triwulan III 2017
adalah 81.780 warkat. Jumlah tersebut meningkat 11,17%
(yoy) dibandingkan triwulan III 2016.Dari segi nominal,
transaksi kliring Provinsi NTT meningkat 7,96% (yoy)
dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 3.031,84
miliar.
Secara nasional, transaksi kliring justru mengalami penurunan baik secara volume maupun nominal. Volume kliring secara
nasional menurun 0,62% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar 32 juta warkat. Sementara itu, nominal kliring
secara nasional menurun 15,43% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 869 triliun. Sementara
itu,penyerahan Cek/BG kosong di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mengalami peningkatan. Volume Cek/BG kosong
pada triwulan III 2017 meningkat 10,25% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar 269 warkat.Dari sisi nominal,
67- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 5.9
ULE UTLE
2016I II III IV I
2017 II III
ULE UTLE
MAUMERE ATAMBUA WAINGAPU ENDE RUTENG LEWOLEBA WAIKABUBAK ALOR
0
200
400
600
800
1.000
1.200
PERKEMBANGAN DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE DI KAS TITIPAN PROVINSI NTT
0
50
100
150
200
250
300
350 MILIAR RP
GRAFIK 5.10 DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE MASING-MASING KAS TITIPAN PER TRIWULAN III 2017
GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN INFLOW DAN OUTFLOW KAS TITIPAN PROVINSI NTT
(900)
(500)
(100)
300
700
1.100 MILIAR RP
OUTFLOW NETFLOWINFLOW
GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN KAS TITIPAN BERDASARKAN KABUPATEN DI PROVINSI NTT
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
ATAMBUA ENDE LEWOLEBA MAUMERE RUTENG WAINGAPU WAIKABUBAK2016I II III IV I
2017 II III
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
ALOR
(250)
(150)
(50)
50
150
250
-
(400)
(300)
(200)
(100)
100
200
300
400MILIAR RP
perbatasan, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan Bendungan Rotiklot. Dari segi pertumbuhan, kas titipan di Waingapu
mencapai pertumbuhan net inflow tertinggi yakni 387,73% (yoy) atau sebesar Rp 58,02 miliar. Hal tersebut menjadi
indikasi investasi yang masuk di Kabupaten Sumba Timur terutama setelah beroperasinya agroindustri gula di kabupaten
tersebut.
Kas titipan meningkatkan penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan distribusi Uang Layak Edar (ULE).
Pada triwulan III 2017, jumlah UTLE yang diserap oleh kas titipan mencapai Rp 236,06 miliar atau meningkat 125,18%
dibandingkan triwulan III 2016. UTLE tersebut digantikan oleh ULE sebesar Rp 975,79 miliar. Distribusi ULE melalui kas
titipan tersebut meningkat 65,95% dibandingkan triwulan III 2016.
Berdasarkan lokasi kas titipan, Ende menempati posisi pertama kas titipan dengan penyerapan UTLE terbesar.
Pada triwulan III 2017, jumlah UTLE yang diserap kas titipan Ende sebesar Rp 63,76 miliar. Namun demikian, masih
terdapat defisit ULE di kas titipan Ende sekitar Rp 50,92 miliar. Kas titipan di Alor belum melakukan penyerapan UTLE
karena baru dibuka. Kas titipan di Lewoleba merupakan kas titipan dengan penyerapan UTLE terendah yakni sebesar Rp
4,94 miliar. Sementara itu, distribusi ULE terbesar adalah kas titipan Atambua dengan nilai Rp 306,75 miliar.
5.2.3. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Jumlah UTLE yang dimusnahkan pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan 60,22% (yoy) dibandingkan
triwulan III 2016 atau sebesar Rp 731,78 miliar seiring dengan adanya komitmen Bank Indonesia untuk
menyediakan kualitas uang yang lebih baik di masyarakat. Sepanjang triwulan III 2017, dari seluruh uang yang
masuk di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT 57,72% merupakan UTLE dan telah dimusnahkan. Persentase
tersebut lebih besar dibandingkan triwulan III 2016 di mana persentase pemusnahan per inflow hanya mencapai 48,37%.
66 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 5.14 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
MILIAR RP
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
100.000
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
VOLUME KLIRING GROWTH VOLUME KLIRING GROWTH CEK/BG KOSONG RATIO CEK/BG KOSONG
UPAL
GRAFIK 5.12 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT
-50
50
150
250
350
450
550
650
750
850
950
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
RP 50.000 RP 100.000RP 20.000
5,26%10,53%84,21%
GRAFIK 5.13 TEMUAN UPAL TRIWULAN III 2017 BERDASARKAN PECAHAN
GRAFIK 5.11 PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UTLE
PEMUSNAHAN UTLE %PEMUSNAHAN/INFLOW
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
-
100
200
300
400
500
600
700
800 MILIAR RP
5.2.4. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)
Jumlah UPAL yang ditemukan selama triwulan III 2017 sebanyak 19 lembar. Penemuan uang palsu masih relatif
kecil walaupun dibanding triwulan sebelumnya mengalami sedikit kenaikan. Berdasarkan jenis pecahannya, temuan UPAL
terdiri dari pecahan Rp 100.000 sebanyak 16 lembar, pecahan Rp 50.000 sebanyak dua lembar dan pecahan Rp 20.000
sebanyak satu lembar. Penemuan UPAL berasal dari kegiatan layanan kas Bank Indonesia (57,89%) yang terdiri dari
layanan kas masyarakat di loket dan kegiatan kas keliling serta setoran perbankan (42,11%).
5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI (SKNBI)
Pada triwulan III 2017, transaksi kliring Provinsi NTT
mengalami kenaikan baik secara volume maupun
nominal. Volume kliring Provinsi NTT pada triwulan III 2017
adalah 81.780 warkat. Jumlah tersebut meningkat 11,17%
(yoy) dibandingkan triwulan III 2016.Dari segi nominal,
transaksi kliring Provinsi NTT meningkat 7,96% (yoy)
dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 3.031,84
miliar.
Secara nasional, transaksi kliring justru mengalami penurunan baik secara volume maupun nominal. Volume kliring secara
nasional menurun 0,62% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar 32 juta warkat. Sementara itu, nominal kliring
secara nasional menurun 15,43% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar Rp 869 triliun. Sementara
itu,penyerahan Cek/BG kosong di Provinsi NTT pada triwulan III 2017 mengalami peningkatan. Volume Cek/BG kosong
pada triwulan III 2017 meningkat 10,25% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016 atau sebesar 269 warkat.Dari sisi nominal,
67- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 5.9
ULE UTLE
2016I II III IV I
2017 II III
ULE UTLE
MAUMERE ATAMBUA WAINGAPU ENDE RUTENG LEWOLEBA WAIKABUBAK ALOR
0
200
400
600
800
1.000
1.200
PERKEMBANGAN DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE DI KAS TITIPAN PROVINSI NTT
0
50
100
150
200
250
300
350 MILIAR RP
GRAFIK 5.10 DISTRIBUSI ULE DAN PENARIKAN UTLE MASING-MASING KAS TITIPAN PER TRIWULAN III 2017
GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN INFLOW DAN OUTFLOW KAS TITIPAN PROVINSI NTT
(900)
(500)
(100)
300
700
1.100 MILIAR RP
OUTFLOW NETFLOWINFLOW
GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN KAS TITIPAN BERDASARKAN KABUPATEN DI PROVINSI NTT
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
ATAMBUA ENDE LEWOLEBA MAUMERE RUTENG WAINGAPU WAIKABUBAK2016I II III IV I
2017 II III
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
ALOR
(250)
(150)
(50)
50
150
250
-
(400)
(300)
(200)
(100)
100
200
300
400MILIAR RP
perbatasan, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan Bendungan Rotiklot. Dari segi pertumbuhan, kas titipan di Waingapu
mencapai pertumbuhan net inflow tertinggi yakni 387,73% (yoy) atau sebesar Rp 58,02 miliar. Hal tersebut menjadi
indikasi investasi yang masuk di Kabupaten Sumba Timur terutama setelah beroperasinya agroindustri gula di kabupaten
tersebut.
Kas titipan meningkatkan penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan distribusi Uang Layak Edar (ULE).
Pada triwulan III 2017, jumlah UTLE yang diserap oleh kas titipan mencapai Rp 236,06 miliar atau meningkat 125,18%
dibandingkan triwulan III 2016. UTLE tersebut digantikan oleh ULE sebesar Rp 975,79 miliar. Distribusi ULE melalui kas
titipan tersebut meningkat 65,95% dibandingkan triwulan III 2016.
Berdasarkan lokasi kas titipan, Ende menempati posisi pertama kas titipan dengan penyerapan UTLE terbesar.
Pada triwulan III 2017, jumlah UTLE yang diserap kas titipan Ende sebesar Rp 63,76 miliar. Namun demikian, masih
terdapat defisit ULE di kas titipan Ende sekitar Rp 50,92 miliar. Kas titipan di Alor belum melakukan penyerapan UTLE
karena baru dibuka. Kas titipan di Lewoleba merupakan kas titipan dengan penyerapan UTLE terendah yakni sebesar Rp
4,94 miliar. Sementara itu, distribusi ULE terbesar adalah kas titipan Atambua dengan nilai Rp 306,75 miliar.
5.2.3. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Jumlah UTLE yang dimusnahkan pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan 60,22% (yoy) dibandingkan
triwulan III 2016 atau sebesar Rp 731,78 miliar seiring dengan adanya komitmen Bank Indonesia untuk
menyediakan kualitas uang yang lebih baik di masyarakat. Sepanjang triwulan III 2017, dari seluruh uang yang
masuk di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT 57,72% merupakan UTLE dan telah dimusnahkan. Persentase
tersebut lebih besar dibandingkan triwulan III 2016 di mana persentase pemusnahan per inflow hanya mencapai 48,37%.
66 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
1Bank Indonesia kembali membuka kas titipan untuk memenuhi kebutuhan uang Rupiah masyarakat dalam jumlah
nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan kondisi layak edar. Pada tanggal 7 September 2017,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT meresmikan kas titipan di Kalabahi, Kabupaten Alor. Peresmian kas titipan
tersebut ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerjasama antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTT selaku bank pengelola kas titipan Bank Indonesia di Kalabahi, Kabupaten
Alor.
Boks 4. Peresmian Kas Titipan di Kabupaten Alor
GAMBAR BOKS 6.1. PERESMIANKAS TITIPAN DI KALABAHI, KABUPATEN ALOR
Kas titipan di Kalabahi, Kabupaten Alor menjadi kas titipan Bank Indonesia ke-87 secara nasional atau kas titipan
kedelapan di Provinsi NTT. Sebelumnya, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga telah meresmikan kas titipan
di Kabupaten Belu, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende, Kabupaten Manggarai, Kabupaten
Lembata, dan Kabupaten Sumba Barat. Delapan kas titipan tersebut menjadikan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan kas
titipan terbanyak di Indonesia.
Provinsi NTT memiliki kondisi geografis berupa kepulauan yang terdiri dari lima pulau besar yaitu Pulau Flores, Pulau
Sumba, Pulau Timor, Pulau Alor dan Pulau Lembata dan biasa disebut Flobamorata. Di sisi yang lain, Bank Indonesia hanya
mempunyai satu kantor perwakilan di Provinsi NTT yakni di Kota Kupang yang berada di Pulau Timor dan
bertanggungjawab untuk mengedarkan uang Rupiah di seluruh wilayah Provinsi NTT. Pelaksanaan distribusi Uang Layak
Edar (ULE) dari kantor Bank Indonesia di Kota Kupang ke masing-masing pulau di Provinsi NTT membutuhkan waktu yang
tidak singkat dan sangat bergantung dengan kondisi cuaca. Sebagai contoh, perjalanan dari Pulau Timor ke Pulau Flores
(berlabuh di Larantuka) membutuhkan waktu selama ±15 jam dengan menggunakan transportasi laut berupa kapal ferry.
Begitu juga Pulau Timor ke Pulau Sumba (berlabuh di Waingapu) dapat ditempuh selama ±28 jam untuk satu kali
perjalanan (one way) dengan jadwal pelayaran satu kali dalam seminggu. Oleh karena itu, Bank Indonesia menetapkan
titik-titik lokasi yang strategis untuk menjangkau seluruh wilayah Provinsi NTT.
Kas titipan adalah kegiatan penyediaan uang Rupiah milik Bank Indonesia yang dititipkan kepada salah satu bank untuk mencukupi persediaan kas bank-bank dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat di suatu wilayah/daerah tertentu. Bank Indonesia menunjuk Bank Umum sebagai pengelola kas titipan untuk melakukan kegiatan : setoran dan penarikan bank di wilayah kerjanya, penukaran uang di loket untuk kebutuhan masyarakat, pelaksanaan kas keliling, sortasi uang, serta penyimpanan uang.
1.
69- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 5.17 PERKEMBANGAN JUMLAH AGEN LKD
2016I II III IV I
2017 II III
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
JUMLAH LKD YOY QTQ
GRAFIK 5.15 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KUPVA BB PROVINSI NTT
2016I II III IV I
2017 II III
PEMBELIANPENJUALAN
MILIAR RP
0
2
4
6
8
10
12
14
16
GRAFIK 5.16 PERKEMBANGAN PANGSA VALUTA ASING KUPVA BB DI PROVINSI NTT
2016I II III IV I
2017 II III
MILIAR RP
0
5
10
15
20
25
30
EURUSD LAINNYA
Cek/BG kosong mengalami penurunan sebesar 1,64% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016. Hal ini disebabkan oleh
ketatnya aturan tentang kelengkapan dan syarat melakukan transaksi menggunakan bilyet giro yang mulai berlaku 1 April
2017.
5.4. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK (KUPVA BB)
Di Provinsi NTT, jumlah penyelenggara KUPVA BB berizin sampai dengan Bulan September 2017 adalah enam
penyelenggara. Lokasi KUPVA BB berizin tersebut adalah Kota Kupang (tiga penyelenggara), Atambua (dua
penyelenggara), dan Labuan Bajo (satu penyelenggara).
Transaksi penjualan dan pembelian valuta asing di KUPVA BB berizin di Provinsi NTT terus mengalami
peningkatan. Kegiatan penjualan valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp 11,67 miliar atau naik 50,09% (yoy)
dibandingkan triwulan III 2016. Sementara itu, kegiatan pembelian valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp 14,54
miliar atau naik 10,18% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016. Kenaikan aktivitas penukaran valuta asing ini lebih
disebabkan oleh adanya aktivitas penertiban KUPVA BB tidak berijin dan pendampingan oleh Bank Indonesia sehingga
kepatuhan pelaporan transaksi oleh penyelenggara KUPVA BB berizin mengalami peningkatan.
Berdasarkan mata uang, transaksi penjualan dan pembelian valuta asing pada triwulan III 2017 didominasi
oleh USD dengan pangsa 84,10% atau senilai Rp 22,04 miliar. Selain berperan sebagai mata uang internasional, USD
mendominasi transaksi valuta asing di Provinsi NTT karena Timor Leste, negara yang berbatasan langsung dengan Provinsi
NTT menggunakan mata uang USD dalam aktivitas ekonomi sehari-hari. Mata uang EUR menempati peringkat kedua
dengan pangsa 14,67% atau senilai Rp 3,85 miliar. Sementara itu, mata uang lainnya yakni JPY, CNY, dan SGD mempunyai
pangsa yang kecil yakni 0,32%.
5.5. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)
Pada triwulan III 2017, jumlah agen LKD di Provinsi
NTT adalah 2.702 agen. Jumlah tersebut mengalami
kenaikan sebesar 28,97% (qtq) apabila dibandingkan
dengan triwulan II 2017 yang hanya sebesar 2.095
agen.Seiring dengan pelaksanaan program bantuan sosial
non tunai yang terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH)
dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), peran LKD sangat
diperlukan untuk melaksanakan transaksi penarikan
bantuan sosial dan belanja bantuan pangan.
68 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
1Bank Indonesia kembali membuka kas titipan untuk memenuhi kebutuhan uang Rupiah masyarakat dalam jumlah
nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan kondisi layak edar. Pada tanggal 7 September 2017,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT meresmikan kas titipan di Kalabahi, Kabupaten Alor. Peresmian kas titipan
tersebut ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerjasama antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTT selaku bank pengelola kas titipan Bank Indonesia di Kalabahi, Kabupaten
Alor.
Boks 4. Peresmian Kas Titipan di Kabupaten Alor
GAMBAR BOKS 6.1. PERESMIANKAS TITIPAN DI KALABAHI, KABUPATEN ALOR
Kas titipan di Kalabahi, Kabupaten Alor menjadi kas titipan Bank Indonesia ke-87 secara nasional atau kas titipan
kedelapan di Provinsi NTT. Sebelumnya, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga telah meresmikan kas titipan
di Kabupaten Belu, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende, Kabupaten Manggarai, Kabupaten
Lembata, dan Kabupaten Sumba Barat. Delapan kas titipan tersebut menjadikan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan kas
titipan terbanyak di Indonesia.
Provinsi NTT memiliki kondisi geografis berupa kepulauan yang terdiri dari lima pulau besar yaitu Pulau Flores, Pulau
Sumba, Pulau Timor, Pulau Alor dan Pulau Lembata dan biasa disebut Flobamorata. Di sisi yang lain, Bank Indonesia hanya
mempunyai satu kantor perwakilan di Provinsi NTT yakni di Kota Kupang yang berada di Pulau Timor dan
bertanggungjawab untuk mengedarkan uang Rupiah di seluruh wilayah Provinsi NTT. Pelaksanaan distribusi Uang Layak
Edar (ULE) dari kantor Bank Indonesia di Kota Kupang ke masing-masing pulau di Provinsi NTT membutuhkan waktu yang
tidak singkat dan sangat bergantung dengan kondisi cuaca. Sebagai contoh, perjalanan dari Pulau Timor ke Pulau Flores
(berlabuh di Larantuka) membutuhkan waktu selama ±15 jam dengan menggunakan transportasi laut berupa kapal ferry.
Begitu juga Pulau Timor ke Pulau Sumba (berlabuh di Waingapu) dapat ditempuh selama ±28 jam untuk satu kali
perjalanan (one way) dengan jadwal pelayaran satu kali dalam seminggu. Oleh karena itu, Bank Indonesia menetapkan
titik-titik lokasi yang strategis untuk menjangkau seluruh wilayah Provinsi NTT.
Kas titipan adalah kegiatan penyediaan uang Rupiah milik Bank Indonesia yang dititipkan kepada salah satu bank untuk mencukupi persediaan kas bank-bank dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat di suatu wilayah/daerah tertentu. Bank Indonesia menunjuk Bank Umum sebagai pengelola kas titipan untuk melakukan kegiatan : setoran dan penarikan bank di wilayah kerjanya, penukaran uang di loket untuk kebutuhan masyarakat, pelaksanaan kas keliling, sortasi uang, serta penyimpanan uang.
1.
69- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 5.17 PERKEMBANGAN JUMLAH AGEN LKD
2016I II III IV I
2017 II III
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
JUMLAH LKD YOY QTQ
GRAFIK 5.15 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KUPVA BB PROVINSI NTT
2016I II III IV I
2017 II III
PEMBELIANPENJUALAN
MILIAR RP
0
2
4
6
8
10
12
14
16
GRAFIK 5.16 PERKEMBANGAN PANGSA VALUTA ASING KUPVA BB DI PROVINSI NTT
2016I II III IV I
2017 II III
MILIAR RP
0
5
10
15
20
25
30
EURUSD LAINNYA
Cek/BG kosong mengalami penurunan sebesar 1,64% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016. Hal ini disebabkan oleh
ketatnya aturan tentang kelengkapan dan syarat melakukan transaksi menggunakan bilyet giro yang mulai berlaku 1 April
2017.
5.4. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK (KUPVA BB)
Di Provinsi NTT, jumlah penyelenggara KUPVA BB berizin sampai dengan Bulan September 2017 adalah enam
penyelenggara. Lokasi KUPVA BB berizin tersebut adalah Kota Kupang (tiga penyelenggara), Atambua (dua
penyelenggara), dan Labuan Bajo (satu penyelenggara).
Transaksi penjualan dan pembelian valuta asing di KUPVA BB berizin di Provinsi NTT terus mengalami
peningkatan. Kegiatan penjualan valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp 11,67 miliar atau naik 50,09% (yoy)
dibandingkan triwulan III 2016. Sementara itu, kegiatan pembelian valuta asing pada triwulan III 2017 mencapai Rp 14,54
miliar atau naik 10,18% (yoy) dibandingkan triwulan III 2016. Kenaikan aktivitas penukaran valuta asing ini lebih
disebabkan oleh adanya aktivitas penertiban KUPVA BB tidak berijin dan pendampingan oleh Bank Indonesia sehingga
kepatuhan pelaporan transaksi oleh penyelenggara KUPVA BB berizin mengalami peningkatan.
Berdasarkan mata uang, transaksi penjualan dan pembelian valuta asing pada triwulan III 2017 didominasi
oleh USD dengan pangsa 84,10% atau senilai Rp 22,04 miliar. Selain berperan sebagai mata uang internasional, USD
mendominasi transaksi valuta asing di Provinsi NTT karena Timor Leste, negara yang berbatasan langsung dengan Provinsi
NTT menggunakan mata uang USD dalam aktivitas ekonomi sehari-hari. Mata uang EUR menempati peringkat kedua
dengan pangsa 14,67% atau senilai Rp 3,85 miliar. Sementara itu, mata uang lainnya yakni JPY, CNY, dan SGD mempunyai
pangsa yang kecil yakni 0,32%.
5.5. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)
Pada triwulan III 2017, jumlah agen LKD di Provinsi
NTT adalah 2.702 agen. Jumlah tersebut mengalami
kenaikan sebesar 28,97% (qtq) apabila dibandingkan
dengan triwulan II 2017 yang hanya sebesar 2.095
agen.Seiring dengan pelaksanaan program bantuan sosial
non tunai yang terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH)
dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), peran LKD sangat
diperlukan untuk melaksanakan transaksi penarikan
bantuan sosial dan belanja bantuan pangan.
68 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Presiden Joko Widodo pada Rapat Kabinet Terbatas tanggal 26 April 2016 menegaskan bahwa setiap penyaluran bantuan
sosial (bansos) akan dilakukan dalam bentuk non tunai melalui sistem perbankan dan diintegrasikan dalam satu kartu.
Pesan Presiden tersebut diejawantahkan melalui program bansos non tunai yang terdiri dari Program Keluarga Harapan
(PKH) dan BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai). PKH yang diluncurkan pada bulan Oktober 2016 merupakan program
perlindungan sosial pemerintah melalui Kementerian Sosial kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di mana KPM yang
menerima bantuan tersebut wajib melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Sementara itu, BPNT
yang baru diluncurkan pada tanggal 23 Februari 2017 adalah bantuan sosial di bidang pangan yang menggantikan
program Beras Miskin (Raskin).
Bank Indonesia turut berpartisipasi dalam upaya mensukseskan program bansos non tunai tersebut. Bank Indonesia telah
memberikan sosialisasi dan edukasi terkait bansos non tunai meliputi manfaat program bansos non tunai, tata cara
bertransaksi yang aman menggunakan kartu, peran Layanan Keuangan Digital (LKD) serta tata cara pengaduan apabila
menemui kendala. Di samping itu, Bank Indonesia juga melaksanakan monitoring penyaluran bansos non tunai secara
berkala agar program dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pada tahun 2017, Bank Indonesia telah melaksanakan
monitoring bansos non tunai sebanyak tiga tahap yakni pada bulan Juli, September, dan November. Monitoring tersebut
dilaksanakan melalui metode wawancara terhadap KPM, pendamping dari Dinas Sosial setempat, dan agen bank.
Boks 5. Implementasi Bantuan Sosial Non Tunai di Provinsi NTT
GAMBAR BOKS 5.1. KEGIATAN BANK INDONESIA DALAM RANGKA MENDUKUNG BANSOS NON TUNAI
Di Provinsi NTT, program bansos non tunai yang telah berjalan adalah PKH. Program tersebut telah dilaksanakan di Kota
Kupang dan masing-masing Kabupaten di Provinsi NTT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) berperan sebagai bank penyalur PKH
di Provinsi NTT. PKH disalurkan melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang dibagikan kepada masing-masing
KPM.Sementara itu, BPNT sampai saat ini belum diimplementasikan karena dalam proses persiapan e-warung selaku
pedagang dan/atau pihak lain yang bekerja sama dengan bank penyalur sebagai tempat penarikan/pembelian BPNT.
Sampai saat ini, Kota Kupang telah memiliki 15 e-warung.
Berdasarkan monitoring yang telah dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, mayoritas KPM di
Provinsi NTT telah memahami mekanisme penyaluran bansos non tunai menggunakan KKS. KPM telah mendapatkan
sosialisasi dan edukasi dari pihak-pihak terkait, termasuk Bank Indonesia. Di samping itu, kehadiran pendamping dari
Dinas Sosial setempat sangat membantu KPM dalam memahami program PKH tersebut.
71- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GAMBAR BOKS 4.3.PERKEMBANGAN KAS TITIPAN DI PROVINSI NTT
PENYERAPAN UTLE
DISTRIBUSI UTLE
387 M
949 M
553 M
1.955 M
1.179 M
1.820 M
2017
TW III - 125,18% (YOY)
20162015
8 KAS TITIPAN5 KAS TITIPAN3 KAS TITIPAN
*September
TW III - 65,95% (YOY)
GAMBAR BOKS 6.2.LOKASI KAS TITIPAN DI PROVINSI NTT
Pertambahan kas titipan berbanding lurus dengan peningkatan penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan distribusi
ULE. Penyerapan UTLE per Bulan September 2017 mencapai Rp 1.179 miliar. Pencapaian ini melebihi penyerapan UTLE
pada tahun 2015 dan tahun 2016 masing-masing sebesar Rp 387 miliar dan Rp 553 miliar. Secara triwulanan, penyerapan
UTLE pada triwulan III 2017 meningkat 125,18% dibandingkan triwulan III 2016. Distribusi ULE per Bulan September 2017
mencapai Rp 1.816 miliar atau 93% total pencapaian tahun 2016. Secara triwulanan, distribusi ULE pada triwulan III 2017
meningkat 65,95% dibandingkan triwulan III 2016.
Program kas titipan di Provinsi NTT telah memberikan manfaat bagi masyarakat dan perbankan. Masyarakat memperoleh
uang Rupiah dengan jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan sesuai, dan berkualitas. Sementara itu, bank umum juga
dipermudah karena tidak perlu melaksanakan pengiriman uang dari kantor pusat ke kantor cabang di kabupaten. Kantor
cabang di kabupaten dapat memenuhi kebutuhan ULE melalui kas titipan yang terletak di wilayah kabupatennya. Hal
tersebut menurunkan risiko pengiriman uang dan menghemat biaya operasional bank untuk melaksanakan pengiriman
uang.
70 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Presiden Joko Widodo pada Rapat Kabinet Terbatas tanggal 26 April 2016 menegaskan bahwa setiap penyaluran bantuan
sosial (bansos) akan dilakukan dalam bentuk non tunai melalui sistem perbankan dan diintegrasikan dalam satu kartu.
Pesan Presiden tersebut diejawantahkan melalui program bansos non tunai yang terdiri dari Program Keluarga Harapan
(PKH) dan BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai). PKH yang diluncurkan pada bulan Oktober 2016 merupakan program
perlindungan sosial pemerintah melalui Kementerian Sosial kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di mana KPM yang
menerima bantuan tersebut wajib melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Sementara itu, BPNT
yang baru diluncurkan pada tanggal 23 Februari 2017 adalah bantuan sosial di bidang pangan yang menggantikan
program Beras Miskin (Raskin).
Bank Indonesia turut berpartisipasi dalam upaya mensukseskan program bansos non tunai tersebut. Bank Indonesia telah
memberikan sosialisasi dan edukasi terkait bansos non tunai meliputi manfaat program bansos non tunai, tata cara
bertransaksi yang aman menggunakan kartu, peran Layanan Keuangan Digital (LKD) serta tata cara pengaduan apabila
menemui kendala. Di samping itu, Bank Indonesia juga melaksanakan monitoring penyaluran bansos non tunai secara
berkala agar program dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pada tahun 2017, Bank Indonesia telah melaksanakan
monitoring bansos non tunai sebanyak tiga tahap yakni pada bulan Juli, September, dan November. Monitoring tersebut
dilaksanakan melalui metode wawancara terhadap KPM, pendamping dari Dinas Sosial setempat, dan agen bank.
Boks 5. Implementasi Bantuan Sosial Non Tunai di Provinsi NTT
GAMBAR BOKS 5.1. KEGIATAN BANK INDONESIA DALAM RANGKA MENDUKUNG BANSOS NON TUNAI
Di Provinsi NTT, program bansos non tunai yang telah berjalan adalah PKH. Program tersebut telah dilaksanakan di Kota
Kupang dan masing-masing Kabupaten di Provinsi NTT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) berperan sebagai bank penyalur PKH
di Provinsi NTT. PKH disalurkan melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang dibagikan kepada masing-masing
KPM.Sementara itu, BPNT sampai saat ini belum diimplementasikan karena dalam proses persiapan e-warung selaku
pedagang dan/atau pihak lain yang bekerja sama dengan bank penyalur sebagai tempat penarikan/pembelian BPNT.
Sampai saat ini, Kota Kupang telah memiliki 15 e-warung.
Berdasarkan monitoring yang telah dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, mayoritas KPM di
Provinsi NTT telah memahami mekanisme penyaluran bansos non tunai menggunakan KKS. KPM telah mendapatkan
sosialisasi dan edukasi dari pihak-pihak terkait, termasuk Bank Indonesia. Di samping itu, kehadiran pendamping dari
Dinas Sosial setempat sangat membantu KPM dalam memahami program PKH tersebut.
71- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GAMBAR BOKS 4.3.PERKEMBANGAN KAS TITIPAN DI PROVINSI NTT
PENYERAPAN UTLE
DISTRIBUSI UTLE
387 M
949 M
553 M
1.955 M
1.179 M
1.820 M
2017
TW III - 125,18% (YOY)
20162015
8 KAS TITIPAN5 KAS TITIPAN3 KAS TITIPAN
*September
TW III - 65,95% (YOY)
GAMBAR BOKS 6.2.LOKASI KAS TITIPAN DI PROVINSI NTT
Pertambahan kas titipan berbanding lurus dengan peningkatan penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan distribusi
ULE. Penyerapan UTLE per Bulan September 2017 mencapai Rp 1.179 miliar. Pencapaian ini melebihi penyerapan UTLE
pada tahun 2015 dan tahun 2016 masing-masing sebesar Rp 387 miliar dan Rp 553 miliar. Secara triwulanan, penyerapan
UTLE pada triwulan III 2017 meningkat 125,18% dibandingkan triwulan III 2016. Distribusi ULE per Bulan September 2017
mencapai Rp 1.816 miliar atau 93% total pencapaian tahun 2016. Secara triwulanan, distribusi ULE pada triwulan III 2017
meningkat 65,95% dibandingkan triwulan III 2016.
Program kas titipan di Provinsi NTT telah memberikan manfaat bagi masyarakat dan perbankan. Masyarakat memperoleh
uang Rupiah dengan jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan sesuai, dan berkualitas. Sementara itu, bank umum juga
dipermudah karena tidak perlu melaksanakan pengiriman uang dari kantor pusat ke kantor cabang di kabupaten. Kantor
cabang di kabupaten dapat memenuhi kebutuhan ULE melalui kas titipan yang terletak di wilayah kabupatennya. Hal
tersebut menurunkan risiko pengiriman uang dan menghemat biaya operasional bank untuk melaksanakan pengiriman
uang.
70 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Ketenagakerjaan & Kesejahteraan06Perkembangan sektor kesejahteraan dan ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di
semester II 2017.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT tercatat masih lebih rendah dibandingkan
nasional dan berada di peringkat 4 terendah dari 34 Provinsi di Indonesia
Persentase pengangguran 3,25% atau 78,5 ribu orang dari total angkatan kerja 2.398.609 orang
Nilai tukar petani mengalami kenaikan menjadi 103,00 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar
101,20. NTP menunjukkan kemampuan/daya beli petani di pedesaan
Peningkatan pada jumlah tenaga kerja berusaha sendiri yang tumbuh sebesar 15,73% (yoy)
mengindikasikan adanya upaya masyarakat untuk dapat membuka lapangan usaha sendiri di
Provinsi NTT
25%75%
TIDAKYA
45%55%
GRAFIK BOKS 5.1. JAWABAN RESPONDEN ATAS PERTANYAAN "APAKAH KPM MEMILIKI REKENING SEBELUM BANSOS NON TUNAI DILAKSANAKAN"
GRAFIK BOKS 5.3. JAWABAN RESPONDEN ATAS PERTANYAAN "APAKAH KPM MENYISIHKAN YANG DITERIMA UNTUK DITABUNG"
TIDAKYA
Pelaksanaan bansos non tunai juga telah memenuhi prinsip perlindungan konsumen. KPM selaku penerima bansos dan
pengguna KKS mempunyai dua saluran untuk menyampaikan keluhan atau kendala terkait pelaksanaan bansos non
tunai. Saluran yang pertama adalah pendamping. Pendamping selalu mengadakan pertemuan rutin dengan KPM untuk
memonitor perkembangan penyaluran bansos non tunai. Saluran yang kedua adalah bank penyalur. Kantor bank penyalur
juga siap sedia menerima keluhan dan kendala yang dialami oleh KPM.
Selama ini, KPM mencairkan dana PKH melalui kantor bank dan mesin ATM. Selain dua tempat tersebut, pencairan dana
PKH bisa dilaksanakan melalui LKD. KPM serta pendamping belum mengenal peran LKD sehingga Bank Indonesia ke
depannya akan terus mendorong pengoptimalan peran LKD di Provinsi NTT. Sampai dengan triwulan III tahun 2017,
jumlah LKD di Provinsi NTT mencapai 2.791 agen di mana jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 33,22%.
Program bansos non tunai memberikan dampak yang besar terhadap keuangan inklusif. Berdasarkan monitoring yang
telah dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, mayoritas KPM di Provinsi NTT tidak memiliki
rekening di bank sebelum implementasi program bansos non tunai. Alasan KPM tidak mempunyai rekening di bank adalah
tidak mempunyai uang untuk ditabung, proses yang rumit dalam membuka rekening, dan segan untuk datang ke kantor
bank. Melalui bansos non tunai, KPM secara tidak langsung diajak untuk membuka rekening di bank. Tidak hanya
membuka rekening, beberapa KPM juga mulai menyisihkan sebagian dana PKH untuk ditabung.
72 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Ketenagakerjaan & Kesejahteraan06Perkembangan sektor kesejahteraan dan ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di
semester II 2017.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT tercatat masih lebih rendah dibandingkan
nasional dan berada di peringkat 4 terendah dari 34 Provinsi di Indonesia
Persentase pengangguran 3,25% atau 78,5 ribu orang dari total angkatan kerja 2.398.609 orang
Nilai tukar petani mengalami kenaikan menjadi 103,00 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar
101,20. NTP menunjukkan kemampuan/daya beli petani di pedesaan
Peningkatan pada jumlah tenaga kerja berusaha sendiri yang tumbuh sebesar 15,73% (yoy)
mengindikasikan adanya upaya masyarakat untuk dapat membuka lapangan usaha sendiri di
Provinsi NTT
25%75%
TIDAKYA
45%55%
GRAFIK BOKS 5.1. JAWABAN RESPONDEN ATAS PERTANYAAN "APAKAH KPM MEMILIKI REKENING SEBELUM BANSOS NON TUNAI DILAKSANAKAN"
GRAFIK BOKS 5.3. JAWABAN RESPONDEN ATAS PERTANYAAN "APAKAH KPM MENYISIHKAN YANG DITERIMA UNTUK DITABUNG"
TIDAKYA
Pelaksanaan bansos non tunai juga telah memenuhi prinsip perlindungan konsumen. KPM selaku penerima bansos dan
pengguna KKS mempunyai dua saluran untuk menyampaikan keluhan atau kendala terkait pelaksanaan bansos non
tunai. Saluran yang pertama adalah pendamping. Pendamping selalu mengadakan pertemuan rutin dengan KPM untuk
memonitor perkembangan penyaluran bansos non tunai. Saluran yang kedua adalah bank penyalur. Kantor bank penyalur
juga siap sedia menerima keluhan dan kendala yang dialami oleh KPM.
Selama ini, KPM mencairkan dana PKH melalui kantor bank dan mesin ATM. Selain dua tempat tersebut, pencairan dana
PKH bisa dilaksanakan melalui LKD. KPM serta pendamping belum mengenal peran LKD sehingga Bank Indonesia ke
depannya akan terus mendorong pengoptimalan peran LKD di Provinsi NTT. Sampai dengan triwulan III tahun 2017,
jumlah LKD di Provinsi NTT mencapai 2.791 agen di mana jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 33,22%.
Program bansos non tunai memberikan dampak yang besar terhadap keuangan inklusif. Berdasarkan monitoring yang
telah dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, mayoritas KPM di Provinsi NTT tidak memiliki
rekening di bank sebelum implementasi program bansos non tunai. Alasan KPM tidak mempunyai rekening di bank adalah
tidak mempunyai uang untuk ditabung, proses yang rumit dalam membuka rekening, dan segan untuk datang ke kantor
bank. Melalui bansos non tunai, KPM secara tidak langsung diajak untuk membuka rekening di bank. Tidak hanya
membuka rekening, beberapa KPM juga mulai menyisihkan sebagian dana PKH untuk ditabung.
72 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 6.1 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
1.900.000
2.000.000
2.100.000
2.200.000
2.300.000
2.400.000
2.500.000
2.600.000
FEB AGS2013
FEB AGS201
FEB AGS2015
FEB AGS2016
FEB AGS2017
ANGKATAN KERJA TPT (%)KERJA
GRAFIK 6.2 TREND PENYERAPAN TENAGA KERJA PER-SEKTOR
FEB AGS2013
FEB AGS201
FEB AGS2015
FEB AGS2016
FEB AGS2017
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
-
50
100
150
200
250
300
350
400
PERTANIAN PERTAMBANGAN,LISTRIK GAS dan AIR INDUSTRI KONSTRUKSIPERTANIAN TRANSP,PERGUDANGAN & KOMUNIKASI KEUANGAN JASA KEMASYARAKATAN
adanya indikasi pergeseran preferensi masyarakat dari sektor pertanian ke sektor lainnya, yang tercermin juga dengan
adanya penurunan cukup tinggi dari jumlah tenaga kerja di sektor Pertanian sebesar 171 ribu orang. Adanya program
mekanisasi pertanian yang sedang digalakkan di beberapa daerah telah berhasil meningkatkan pendapatan petani yang
terlihat dari meningkatnya nilai tukar petani. Namun demikian, hal ini juga berimplikasi pada pengurangan tenaga kerja
yang dibutuhkan. Adanya peningkatan pekerjaan di sektor industri dan konstruksi menyebabkan banyak pencari kerja di
pedesaan melakukan urbanisasi yang berdampak pada peningkatan kemiskinan perkotaan. Apabila dilihat dari pola
tahunan, peningkatan tenaga kerja yang tinggi di sektor pertanian di Provinsi NTT cenderung terjadi pada bulan Februari
seiring adanya panen di awal tahun.
Berdasarkan data, tingginya ketergantungan pada sektor pertanian terlihat dari komposisi tenaga kerja di sektor pertanian
yang masih dominan sebesar 54,81%, meningkat dibandingkan Agustus 2016 sebesar 53,3% diikuti oleh sektor jasa
kemasyarakatan sebesar 14,6%. Sementara itu apabila dilakukan analisis perkembangan angkatan kerja dan tenaga kerja
secara tahunan, terlihat bahwa terjadi perlambatan secara yoy pada bulan Agustus 2017. Hal ini terlihat dari pertumbuhan
penyerapan pekerja secara tahunan yang tetap positif walaupun tidak terlalu signifikan pertambahannya dibandingkan
dengan bulan Agustus 2016.
Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, jumlah pengangguran yang berasal dari tamatan SMA/SMK tercatat
menjadi yang tertinggi yaitu 35.124 pada bulan Agustus 2017 jika dibandingkan dengan bulan Agustus 2016 sebesar
31.155. Hal ini disebabkan oleh banyaknya lulusan SMA/SMK yang baru lulus dan belum masuk angkatan kerja.
Penurunan jumlah penganggur justru terjadi pada pekerja dengan pendidikan SD yang tercatat sebesar 14.985 orang
pada bulan Agustus 2017 dibanding Februari 2017 sebesar 24.355 orang. Berkurangnya jumlah pengangguran diduga
6.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
GRAFIK 6.3 PERKEMBANGAN PENGANGGURAN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN
MILIAR RP
FEB AGS2015
FEB AGS2016
FEB AGS2017
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
SMPSD DIPLOMA I/II/IIISMA/SMK UNIV
GRAFIK 6.4 PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA DAN PEKERJA MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
<SD
SMP
SMA
/ SM
KD
I/II/
IIIU
NIV
1.343.7661.358.751
308.646315.762
435.452470.576
52.12556.371
180.072197.149
0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000
SD
SMP
SMA/SMK
DIPLOMA I/II/III
UNIVERSITAS
PERTUMBUHAN PENGANGGURAN
%YOYTINGKAT
11,8%
-19,8%
12,7%
60,3%
16,7%
75- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
6.1 KONDISI UMUM
Jika dibandingkan dengan total angkatan kerja, persentase pengangguran pada bulan Agustus 2017 tercatat sebesar
3,27% atau 78,5 ribu orang, sedikit meningkat dibandingkan Agustus 2016 yang sebesar 3,25% atau 76,6 ribu orang.
Peningkatan persentase pengangguran sebesar 0,02% selain disebabkan oleh meningkatnya jumlah angkatan kerja di
tahun 2017 sebanyak 1,91% (total angkatan kerja Agustus 2017 mencapai 2,39 juta orang), juga disebabkan oleh
kenaikan yang signifikan TPT di perkotaan dari sebelumnya 4,61% di bulan Februari 2017 saat ini naik menjadi 8,66% di
bulan Agustus 2017, perubahan ini dapat ditahan dengan menurunnya TPT di pedesaan dari 2,83% di bulan Februari
2017 menjadi 1,93% di bulan Agustus 2017. Hal ini mengimplikasikan adanya kegiatan urbanisasi pengangguran yang
ada di desa ke kota namun tidak diimbangi dengan kecocokan kualitas sumber daya manusia pada lapangan pekerjaan di
perkotaan.
Indikator kesejahteraan pada triwulan-III dapat dikatakan mengalami perbaikan. Indikator NTP menunjukkan adanya
perbaikan dari 101,20 pada bulan Juni menjadi 103,00 di bulan September 2017. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
peningkatan angka indeks pada setiap sektor terutama di sektor Tanaman Perkebunan Rakyat yang cukup signifikan yang
menunjukkan bahwa pendapatan perkebunan mengalami peningkatan lebih besar dari biaya hidup petani.
6.2 PERKEMBANGAN TENAGA KERJA
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT tercatat masih lebih baik dibandingkan nasional dan berada
di peringkat 4 terendah dari 34 Provinsi di Indonesia. Jumlah pengangguran di NTT pada bulan Agustus 2017 sebesar
3,27% dari total angkatan kerja, lebih baik dibanding pengangguran terbukanasional yang sebesar 5,50%. Hanya Provinsi
Bali (1,48%), Daerah Istimewa Yogyakarta (3,02) dan Sulawesi Barat (3,21) yang memiliki tingkat pengangguran terbuka
lebih rendah dari NTT. Namun demikian, rendahnya angka TPT tersebut cukup berkontradiksi dengan persentase
penduduk miskin di Provinsi NTT yang berada di peringkat ke-3 tertinggi nasional di bawah Papua dan Papua Barat
sebagaimana data tingkat kemiskinan di bulan Maret 2017. Hal ini terutama disebabkan oleh besarnya jumlah pekerja
tidak dibayar yang mencapai 25,18% dari total angkatan kerja.
Tingginya partisipasi tenaga kerja di sektor pertanian yakni sebesar 53,32% atau 1,21 juta orang dari 2,28 juta penduduk
bekerja tidak serta merta diikuti dengan produktivitas dan pendapatan di sektor pertanian yang menyebabkan
pendapatan masyarakat cenderung tidak besar dan terkadang hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari.
6.2.1 Perkembangan Tenaga Kerja Umum
Dari sisi jumlah angkatan kerja dan pengangguran. Terjadi penurunan jumlah angkatan kerja pada Agustus 2017 yaitu
menjadi sebanyak 2.398.609 orang dari bulan Februari yang sebesar 2.503.057 orang. Penurunan tersebut terutama
didorong oleh adanya penurunan yang cukup signifikan pada kategori pegawai kerja sebesar 102.748 jiwa.
Sementara itu, dari sisi jumlah pengangguran jika dibandingkan dengan Triwulan II 2017, terjadi penurunan dari 80.248
orang (Februari 2017) menjadi 78.548 orang (Agustus 2017). Penurunan tersebut sejalan dengan adanya peningkatan
penyerapan tenaga kerja di sektor industri dan konstruksi. Berdasarkan data historis, jumlah tenaga kerja di sektor industri
pada bulan Agustus 2017 ini mencapai angka tertinggi dibandingkan dengan 4 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan
6.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Sektor
74 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 6.1 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
4,50
1.900.000
2.000.000
2.100.000
2.200.000
2.300.000
2.400.000
2.500.000
2.600.000
FEB AGS2013
FEB AGS201
FEB AGS2015
FEB AGS2016
FEB AGS2017
ANGKATAN KERJA TPT (%)KERJA
GRAFIK 6.2 TREND PENYERAPAN TENAGA KERJA PER-SEKTOR
FEB AGS2013
FEB AGS201
FEB AGS2015
FEB AGS2016
FEB AGS2017
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
-
50
100
150
200
250
300
350
400
PERTANIAN PERTAMBANGAN,LISTRIK GAS dan AIR INDUSTRI KONSTRUKSIPERTANIAN TRANSP,PERGUDANGAN & KOMUNIKASI KEUANGAN JASA KEMASYARAKATAN
adanya indikasi pergeseran preferensi masyarakat dari sektor pertanian ke sektor lainnya, yang tercermin juga dengan
adanya penurunan cukup tinggi dari jumlah tenaga kerja di sektor Pertanian sebesar 171 ribu orang. Adanya program
mekanisasi pertanian yang sedang digalakkan di beberapa daerah telah berhasil meningkatkan pendapatan petani yang
terlihat dari meningkatnya nilai tukar petani. Namun demikian, hal ini juga berimplikasi pada pengurangan tenaga kerja
yang dibutuhkan. Adanya peningkatan pekerjaan di sektor industri dan konstruksi menyebabkan banyak pencari kerja di
pedesaan melakukan urbanisasi yang berdampak pada peningkatan kemiskinan perkotaan. Apabila dilihat dari pola
tahunan, peningkatan tenaga kerja yang tinggi di sektor pertanian di Provinsi NTT cenderung terjadi pada bulan Februari
seiring adanya panen di awal tahun.
Berdasarkan data, tingginya ketergantungan pada sektor pertanian terlihat dari komposisi tenaga kerja di sektor pertanian
yang masih dominan sebesar 54,81%, meningkat dibandingkan Agustus 2016 sebesar 53,3% diikuti oleh sektor jasa
kemasyarakatan sebesar 14,6%. Sementara itu apabila dilakukan analisis perkembangan angkatan kerja dan tenaga kerja
secara tahunan, terlihat bahwa terjadi perlambatan secara yoy pada bulan Agustus 2017. Hal ini terlihat dari pertumbuhan
penyerapan pekerja secara tahunan yang tetap positif walaupun tidak terlalu signifikan pertambahannya dibandingkan
dengan bulan Agustus 2016.
Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, jumlah pengangguran yang berasal dari tamatan SMA/SMK tercatat
menjadi yang tertinggi yaitu 35.124 pada bulan Agustus 2017 jika dibandingkan dengan bulan Agustus 2016 sebesar
31.155. Hal ini disebabkan oleh banyaknya lulusan SMA/SMK yang baru lulus dan belum masuk angkatan kerja.
Penurunan jumlah penganggur justru terjadi pada pekerja dengan pendidikan SD yang tercatat sebesar 14.985 orang
pada bulan Agustus 2017 dibanding Februari 2017 sebesar 24.355 orang. Berkurangnya jumlah pengangguran diduga
6.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
GRAFIK 6.3 PERKEMBANGAN PENGANGGURAN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN
MILIAR RP
FEB AGS2015
FEB AGS2016
FEB AGS2017
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
SMPSD DIPLOMA I/II/IIISMA/SMK UNIV
GRAFIK 6.4 PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA DAN PEKERJA MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
<SD
SMP
SMA
/ SM
KD
I/II/
IIIU
NIV
1.343.7661.358.751
308.646315.762
435.452470.576
52.12556.371
180.072197.149
0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000
SD
SMP
SMA/SMK
DIPLOMA I/II/III
UNIVERSITAS
PERTUMBUHAN PENGANGGURAN
%YOYTINGKAT
11,8%
-19,8%
12,7%
60,3%
16,7%
75- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
6.1 KONDISI UMUM
Jika dibandingkan dengan total angkatan kerja, persentase pengangguran pada bulan Agustus 2017 tercatat sebesar
3,27% atau 78,5 ribu orang, sedikit meningkat dibandingkan Agustus 2016 yang sebesar 3,25% atau 76,6 ribu orang.
Peningkatan persentase pengangguran sebesar 0,02% selain disebabkan oleh meningkatnya jumlah angkatan kerja di
tahun 2017 sebanyak 1,91% (total angkatan kerja Agustus 2017 mencapai 2,39 juta orang), juga disebabkan oleh
kenaikan yang signifikan TPT di perkotaan dari sebelumnya 4,61% di bulan Februari 2017 saat ini naik menjadi 8,66% di
bulan Agustus 2017, perubahan ini dapat ditahan dengan menurunnya TPT di pedesaan dari 2,83% di bulan Februari
2017 menjadi 1,93% di bulan Agustus 2017. Hal ini mengimplikasikan adanya kegiatan urbanisasi pengangguran yang
ada di desa ke kota namun tidak diimbangi dengan kecocokan kualitas sumber daya manusia pada lapangan pekerjaan di
perkotaan.
Indikator kesejahteraan pada triwulan-III dapat dikatakan mengalami perbaikan. Indikator NTP menunjukkan adanya
perbaikan dari 101,20 pada bulan Juni menjadi 103,00 di bulan September 2017. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
peningkatan angka indeks pada setiap sektor terutama di sektor Tanaman Perkebunan Rakyat yang cukup signifikan yang
menunjukkan bahwa pendapatan perkebunan mengalami peningkatan lebih besar dari biaya hidup petani.
6.2 PERKEMBANGAN TENAGA KERJA
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT tercatat masih lebih baik dibandingkan nasional dan berada
di peringkat 4 terendah dari 34 Provinsi di Indonesia. Jumlah pengangguran di NTT pada bulan Agustus 2017 sebesar
3,27% dari total angkatan kerja, lebih baik dibanding pengangguran terbukanasional yang sebesar 5,50%. Hanya Provinsi
Bali (1,48%), Daerah Istimewa Yogyakarta (3,02) dan Sulawesi Barat (3,21) yang memiliki tingkat pengangguran terbuka
lebih rendah dari NTT. Namun demikian, rendahnya angka TPT tersebut cukup berkontradiksi dengan persentase
penduduk miskin di Provinsi NTT yang berada di peringkat ke-3 tertinggi nasional di bawah Papua dan Papua Barat
sebagaimana data tingkat kemiskinan di bulan Maret 2017. Hal ini terutama disebabkan oleh besarnya jumlah pekerja
tidak dibayar yang mencapai 25,18% dari total angkatan kerja.
Tingginya partisipasi tenaga kerja di sektor pertanian yakni sebesar 53,32% atau 1,21 juta orang dari 2,28 juta penduduk
bekerja tidak serta merta diikuti dengan produktivitas dan pendapatan di sektor pertanian yang menyebabkan
pendapatan masyarakat cenderung tidak besar dan terkadang hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari.
6.2.1 Perkembangan Tenaga Kerja Umum
Dari sisi jumlah angkatan kerja dan pengangguran. Terjadi penurunan jumlah angkatan kerja pada Agustus 2017 yaitu
menjadi sebanyak 2.398.609 orang dari bulan Februari yang sebesar 2.503.057 orang. Penurunan tersebut terutama
didorong oleh adanya penurunan yang cukup signifikan pada kategori pegawai kerja sebesar 102.748 jiwa.
Sementara itu, dari sisi jumlah pengangguran jika dibandingkan dengan Triwulan II 2017, terjadi penurunan dari 80.248
orang (Februari 2017) menjadi 78.548 orang (Agustus 2017). Penurunan tersebut sejalan dengan adanya peningkatan
penyerapan tenaga kerja di sektor industri dan konstruksi. Berdasarkan data historis, jumlah tenaga kerja di sektor industri
pada bulan Agustus 2017 ini mencapai angka tertinggi dibandingkan dengan 4 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan
6.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Sektor
74 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 6.10. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU
REALISASIPERKIRAAN
% SBT
Sumber : BPS, diolah
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II III
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
IND
EKS
GRAFIK 6.9 PERKEMBANGAN UPAH MINIMUM PROVINSI NTT
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
UMP %YOYKHI
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800 RIBU RP
Sumber : Disnakertrans-NTT, diolah
GRAFIK 6.7
25,80%24,38%16,80%33,02%
MINUMAN FURNITURMAKANAN BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR
GRAFIK 6.8
INFORMALFORMAL
0
5
10
15
20
25
30
35
MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
16,38
9,01 8,44
31,67
23,73
9,77 8,54
26,61
PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR
6.2.6 Perkembangan Upah Minimum Provinsi (UMP) NTT
Pada November 2017, Gubernur Provinsi NTT telah
menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2018
sebesar Rp 1.660.00,- atau meningkat 8,85% dibandingkan
UMP tahun 2016 yang sebesar Rp 1.525.000,-. Penetapan
tersebut tercantum dalam Keputusan Gubernur Nusa
Tenggara Timur No. 282/KEP/HK/2017 tertanggal 2
November 2017 dan akan berlaku pada tahun 2018.
Peningkatan upah tersebut mengikuti penetapan
pemerintah untuk menyesuaikan upah.
6.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN
6.3.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
Tingkat kesejahteraan menunjukkan adanya peningkatan dari 101,20 (Triwulan II-2017) menjadi 103,00 (Triwulan III-
2017). Hal ini menunjukkan kenaikan pendapatan petani yang lebih besar dibanding biaya hidup yang dikeluarkan. Dari
sisi sektoral, peningkatan signifikan terjadi pada subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat. Panen komoditas perkebunan
seperti kakao diperkirakan turut meningkatan pendapatan petani.
6.2.7 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Hasil SKDU di wilayah NTT menunjukkan adanya penurunan
jumlah tenaga kerja, terutama di sektor pertanian seiring
dengan mulai menurunnya kegiatan penanaman tanaman
pangan. Kenaikan kebutuhan tenaga kerja terjadi pada
sektor jasa maupun industri pengolahan.
77- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 6.5 PERKEMBANGAN STRUKTUR TENAGA KERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN
AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2017
INFORMALFORMAL
573.875 560.166
1.703.193 1.759.895
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
1600000
1800000
2000000
GRAFIK 6.6 PERKEMBANGAN STATUS PEKERJAAN MASYARAKAT
BERUSAHA SENDIRI BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
PEKERJA BEBAS PEKERJA TAK DIBAYAR BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN
AGUSTUS 2017AGUSTUS 2016
MILIAR RP
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
INFORMAL FORMAL
disebabkan kembali melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Secara tahunan (Agustus 2017 dibanding
Agustus 2016), pertumbuhan jumlah pengangguran di tingkat Diploma tercatat meningkat cukup tajam sebesar 60,3%
(yoy) dibandingkan tingkat pendidikan lain.
Walaupun pertumbuhan pengangguran di tingkat pendidikan universitas menunjukkan penurunan (-16,7%-yoy) , rasio
TPT di tingkat pendidikan universitas merupakan TPT tertinggi dibandingkan tingkat pendidikan lain yakni sebesar 8,66%.
Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya lapangan kerja yang ada masih belum bisa menyerap lulusan pendidikan formal
khususnya universitas secara optimal. Sehingga kedepannya perlu adanya upaya dari pemerintah untuk tetap menjaga
iklim investasi di Provinsi NTT yang berpotensi dapat menyerap tenaga kerja dengan lulusan pendidikan formal, serta
memfasilitasi terkait penyelesaian permasalahan investasi seperti masalah lahan, administrasi maupun infrastruktur yang
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sektor industri ataupun sektor pariwisata yang dapat menjadi area lapangan
kerja baru untuk lulusan universitas di Provinsi NTT.
6.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan
Struktur tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan di Provinsi NTT pada bulan Agustus 2017 cenderung masih didominasi
oleh pekerja informal sebanyak 75,86% atau 1,759 juta penduduk, meningkat dibandingkan Agustus 2016. Di sisi lain,
jumlah pekerja formal justru mengalami penurunan. Sementara itu dari status pekerjaan masyarakat, komposisi tertinggi
pekerja adalah: 1)Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap (27,76%), 2) Pekerja Tak Dibayar (25,18%) dan 3) Buruh/Karyawan
(22,05%). Tingginya pekerja tidak dibayar lebih menggambarkan kehidupan keluarga petani yang turut mengerjakan
sawah tanpa mendapat bayaran. Beberapa diantaranya memilih untuk mencari pekerjaan di kota sehingga terjadi
penurunan jumlah pekerja tak dibayar, namun berdampak pada meningkatnya pengangguran perkotaan. Di sisi lain,
buruh/karyawan justru mengalami penurunan sebesar 4,49%. Peningkatan cukup signifikan terjadi pada tenaga kerja
berusaha sendiri yang tumbuh sebesar 15,73% (yoy). Hal ini mengindikasikan adanya upaya masyarakat untuk dapat
membuka lapangan usaha sendiri di Provinsi NTT meskipun belum mampu menyerap tenaga kerja secara maksimal.
6.2.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Berdasarkan survei industri manufaktur Besar dan Sedang (IBS), pada triwulan III-2017 terjadi penyerapan tenaga kerja
terutama pada sektor Barang Galian Bukan Logam. Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan yang tinggi untuk memenuhi
pekerjaan proyek yang sedang berjalan. Walaupun begitu, tingkat produktivitas sektor barang galian bukan logam jika
dibandingkan dengan triwulan-II 2017 justru mengalami penurunan. Adanya kebutuhan yang material bangunan yang
tetap tinggi membuat kebutuhan tenaga kerja meningkat. Namun hal ini tidak diimbangi oleh peningkatan kemampuan
yang terlihat dari turunnya produktifitas pekerja. Pada sektor yang lain, produktivitas masyarakat pada sektor industri
makanan meningkat cukup tinggi di triwulan III jika dibandingkan dengan triwulan II yakni 45%.
76 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 6.10. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU
REALISASIPERKIRAAN
% SBT
Sumber : BPS, diolah
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV
2013I II III IV I
2017 II III
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
IND
EKS
GRAFIK 6.9 PERKEMBANGAN UPAH MINIMUM PROVINSI NTT
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
UMP %YOYKHI
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800 RIBU RP
Sumber : Disnakertrans-NTT, diolah
GRAFIK 6.7
25,80%24,38%16,80%33,02%
MINUMAN FURNITURMAKANAN BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR
GRAFIK 6.8
INFORMALFORMAL
0
5
10
15
20
25
30
35
MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
16,38
9,01 8,44
31,67
23,73
9,77 8,54
26,61
PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR
6.2.6 Perkembangan Upah Minimum Provinsi (UMP) NTT
Pada November 2017, Gubernur Provinsi NTT telah
menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2018
sebesar Rp 1.660.00,- atau meningkat 8,85% dibandingkan
UMP tahun 2016 yang sebesar Rp 1.525.000,-. Penetapan
tersebut tercantum dalam Keputusan Gubernur Nusa
Tenggara Timur No. 282/KEP/HK/2017 tertanggal 2
November 2017 dan akan berlaku pada tahun 2018.
Peningkatan upah tersebut mengikuti penetapan
pemerintah untuk menyesuaikan upah.
6.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN
6.3.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
Tingkat kesejahteraan menunjukkan adanya peningkatan dari 101,20 (Triwulan II-2017) menjadi 103,00 (Triwulan III-
2017). Hal ini menunjukkan kenaikan pendapatan petani yang lebih besar dibanding biaya hidup yang dikeluarkan. Dari
sisi sektoral, peningkatan signifikan terjadi pada subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat. Panen komoditas perkebunan
seperti kakao diperkirakan turut meningkatan pendapatan petani.
6.2.7 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Hasil SKDU di wilayah NTT menunjukkan adanya penurunan
jumlah tenaga kerja, terutama di sektor pertanian seiring
dengan mulai menurunnya kegiatan penanaman tanaman
pangan. Kenaikan kebutuhan tenaga kerja terjadi pada
sektor jasa maupun industri pengolahan.
77- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 6.5 PERKEMBANGAN STRUKTUR TENAGA KERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN
AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2017
INFORMALFORMAL
573.875 560.166
1.703.193 1.759.895
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
1600000
1800000
2000000
GRAFIK 6.6 PERKEMBANGAN STATUS PEKERJAAN MASYARAKAT
BERUSAHA SENDIRI BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
PEKERJA BEBAS PEKERJA TAK DIBAYAR BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN
AGUSTUS 2017AGUSTUS 2016
MILIAR RP
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
INFORMAL FORMAL
disebabkan kembali melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Secara tahunan (Agustus 2017 dibanding
Agustus 2016), pertumbuhan jumlah pengangguran di tingkat Diploma tercatat meningkat cukup tajam sebesar 60,3%
(yoy) dibandingkan tingkat pendidikan lain.
Walaupun pertumbuhan pengangguran di tingkat pendidikan universitas menunjukkan penurunan (-16,7%-yoy) , rasio
TPT di tingkat pendidikan universitas merupakan TPT tertinggi dibandingkan tingkat pendidikan lain yakni sebesar 8,66%.
Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya lapangan kerja yang ada masih belum bisa menyerap lulusan pendidikan formal
khususnya universitas secara optimal. Sehingga kedepannya perlu adanya upaya dari pemerintah untuk tetap menjaga
iklim investasi di Provinsi NTT yang berpotensi dapat menyerap tenaga kerja dengan lulusan pendidikan formal, serta
memfasilitasi terkait penyelesaian permasalahan investasi seperti masalah lahan, administrasi maupun infrastruktur yang
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sektor industri ataupun sektor pariwisata yang dapat menjadi area lapangan
kerja baru untuk lulusan universitas di Provinsi NTT.
6.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan
Struktur tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan di Provinsi NTT pada bulan Agustus 2017 cenderung masih didominasi
oleh pekerja informal sebanyak 75,86% atau 1,759 juta penduduk, meningkat dibandingkan Agustus 2016. Di sisi lain,
jumlah pekerja formal justru mengalami penurunan. Sementara itu dari status pekerjaan masyarakat, komposisi tertinggi
pekerja adalah: 1)Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap (27,76%), 2) Pekerja Tak Dibayar (25,18%) dan 3) Buruh/Karyawan
(22,05%). Tingginya pekerja tidak dibayar lebih menggambarkan kehidupan keluarga petani yang turut mengerjakan
sawah tanpa mendapat bayaran. Beberapa diantaranya memilih untuk mencari pekerjaan di kota sehingga terjadi
penurunan jumlah pekerja tak dibayar, namun berdampak pada meningkatnya pengangguran perkotaan. Di sisi lain,
buruh/karyawan justru mengalami penurunan sebesar 4,49%. Peningkatan cukup signifikan terjadi pada tenaga kerja
berusaha sendiri yang tumbuh sebesar 15,73% (yoy). Hal ini mengindikasikan adanya upaya masyarakat untuk dapat
membuka lapangan usaha sendiri di Provinsi NTT meskipun belum mampu menyerap tenaga kerja secara maksimal.
6.2.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Berdasarkan survei industri manufaktur Besar dan Sedang (IBS), pada triwulan III-2017 terjadi penyerapan tenaga kerja
terutama pada sektor Barang Galian Bukan Logam. Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan yang tinggi untuk memenuhi
pekerjaan proyek yang sedang berjalan. Walaupun begitu, tingkat produktivitas sektor barang galian bukan logam jika
dibandingkan dengan triwulan-II 2017 justru mengalami penurunan. Adanya kebutuhan yang material bangunan yang
tetap tinggi membuat kebutuhan tenaga kerja meningkat. Namun hal ini tidak diimbangi oleh peningkatan kemampuan
yang terlihat dari turunnya produktifitas pekerja. Pada sektor yang lain, produktivitas masyarakat pada sektor industri
makanan meningkat cukup tinggi di triwulan III jika dibandingkan dengan triwulan II yakni 45%.
76 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Boks 6. Phasing Out Klaster Bero Sembada Malaka dan Pengembangan Klaster Bank Indonesia
Setelah 4 tahun lebih menjadi klaster binaan Bank Indonesia, maka pada tanggal 10 November 2017 telah dilakukan
penandatanganan phasing out klaster Sapi dan hortikultura Bero Sembada di Kabupaten Malaka. Dengan adanya
pelaksanaan phasing out, maka Bank Indonesia melihat bahwa klaster ini sudah mencapai tahapan mandiri, dan bisa
dijadikan percontohan untuk pengembangan klaster selanjutnya. Hingga pelaksanaan phasing out, ternak budidaya
mengalami peningkatan signifikan dari 178 ekor ternak di tahun 2014, saat ini telah bertambah menjadi 403 ekor sapi,
terdiri dari 93 ekor sapi jantan dan 310 sapi betina. Adapun penjualan sapi juga meningkat signifikan, dari hanya menjual
10 sapi di tahun 2013 sebelum menjadi klaster binaan menjadi 81 ekor sapi posisi bulan Oktober 2017. Selain itu, klaster
binaan juga telah mendapatkan akses KUR dengan total pinjaman sebesar Rp 770 juta,-.
Tujuan Bank Indonesia dalam mengembangkan klaster adalah selain melatih masyarakat dalam mengembangkan
perekonomian rumah tangga, Bank Indonesia juga ingin berkontribusi terhadap daerah melalui pengembangan ekonomi
maupun pengendalian inflasi di daerah. Program pendampingan yang dilakukan lebih bersifat program percontohan
untuk pengembangan klaster binaan dan bekerjasama dengan pemerintah daerah dan lembaga terkait.
Adapun program pengembangan klaster sebagaimana dilakukan di klaster binaan Bero Sembodo berfokus pada 3 hal
utama yaitu pengembangan sumber daya manusia meliputi pemberian bantuan teknis, pemberdayaan kelompok,
pendampingan dan studi banding; dilanjutkan dengan program pengembangan klaster, baik dari sisi hulu maupun hilir,
hingga pengembangan faktor penunjang meliputi pemasaran, pembiayaan dan sarana pendukung. Dalam
pelaksanaannya, pengembangan klaster akan melalui tiga tahap utama yaitu dimulai dari tahap inisiasi yaitu
mengidentifikasi klaster potensial baru kemudian diberikan bimbingan teknis. Fokus utama dalam tahap ini adalah
merubah paradigma berpikir dari beternak secara subsisten menjadi melakukan budidaya peternakan. Setelah itu baru
dilakukan penguatan kelembagaan dan pemberian bantuan untuk pengembangan ternak berupa sarana dan prasarana
penunjang. Setelah teknologi on farm dikuasai, maka klaster akan diajari tentang pengolahan hasil, pemasaran dan
mencari pembiayaan. Apabila semua sudah dilakukan, maka pendampingan selesai dan berangsur akan melakukan
pentahapan keluar.
GRAFIK BOKS 6.1. PENANDATANGAN KEGIATAN PHASING OUT KLASTER BERO SEMBADA
GRAFIK BOKS 6.2. FOTO BERSAMA PETERNAK BINAAN KLASTER BERO SEMBADA
79- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 6.13 PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN-BI DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN-BPS
Sumber : SK-BI dan ITK-BPS, diolah
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
PENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALU INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)
GRAFIK 6.11 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sumber : BPS, diolah
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
100
105
110
115
120
125
130
135
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
IBITNTP-AXIS KANAN
GRAFIK 6.12 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PER SEKTOR
SEP 2017JUN 2017
Sumber : BPS, diolah
PERIKANANTANAMAN PADI-PALAWIJA
HORTIKULTURA TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
PETERNAKAN88
90
92
94
96
98
100
102
104
106
108
Keyakinan masyarakat pada triwulan III terhadap kondisi
ekonomi menunjukkan adanya kenaikan yang terlihat dari
meningkatnya indeks tendensi konsumen dan indeks
penghasilan masyarakat. Peningkatan pendapatan
tersebut seiring dengan meningkatnya nilai tukar petani
karena peningkatan pendapatan masyarakat dan
produktivitas, maupun adanya efisiensi biaya.
6.3.2 Survei Konsumen dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
78 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Boks 6. Phasing Out Klaster Bero Sembada Malaka dan Pengembangan Klaster Bank Indonesia
Setelah 4 tahun lebih menjadi klaster binaan Bank Indonesia, maka pada tanggal 10 November 2017 telah dilakukan
penandatanganan phasing out klaster Sapi dan hortikultura Bero Sembada di Kabupaten Malaka. Dengan adanya
pelaksanaan phasing out, maka Bank Indonesia melihat bahwa klaster ini sudah mencapai tahapan mandiri, dan bisa
dijadikan percontohan untuk pengembangan klaster selanjutnya. Hingga pelaksanaan phasing out, ternak budidaya
mengalami peningkatan signifikan dari 178 ekor ternak di tahun 2014, saat ini telah bertambah menjadi 403 ekor sapi,
terdiri dari 93 ekor sapi jantan dan 310 sapi betina. Adapun penjualan sapi juga meningkat signifikan, dari hanya menjual
10 sapi di tahun 2013 sebelum menjadi klaster binaan menjadi 81 ekor sapi posisi bulan Oktober 2017. Selain itu, klaster
binaan juga telah mendapatkan akses KUR dengan total pinjaman sebesar Rp 770 juta,-.
Tujuan Bank Indonesia dalam mengembangkan klaster adalah selain melatih masyarakat dalam mengembangkan
perekonomian rumah tangga, Bank Indonesia juga ingin berkontribusi terhadap daerah melalui pengembangan ekonomi
maupun pengendalian inflasi di daerah. Program pendampingan yang dilakukan lebih bersifat program percontohan
untuk pengembangan klaster binaan dan bekerjasama dengan pemerintah daerah dan lembaga terkait.
Adapun program pengembangan klaster sebagaimana dilakukan di klaster binaan Bero Sembodo berfokus pada 3 hal
utama yaitu pengembangan sumber daya manusia meliputi pemberian bantuan teknis, pemberdayaan kelompok,
pendampingan dan studi banding; dilanjutkan dengan program pengembangan klaster, baik dari sisi hulu maupun hilir,
hingga pengembangan faktor penunjang meliputi pemasaran, pembiayaan dan sarana pendukung. Dalam
pelaksanaannya, pengembangan klaster akan melalui tiga tahap utama yaitu dimulai dari tahap inisiasi yaitu
mengidentifikasi klaster potensial baru kemudian diberikan bimbingan teknis. Fokus utama dalam tahap ini adalah
merubah paradigma berpikir dari beternak secara subsisten menjadi melakukan budidaya peternakan. Setelah itu baru
dilakukan penguatan kelembagaan dan pemberian bantuan untuk pengembangan ternak berupa sarana dan prasarana
penunjang. Setelah teknologi on farm dikuasai, maka klaster akan diajari tentang pengolahan hasil, pemasaran dan
mencari pembiayaan. Apabila semua sudah dilakukan, maka pendampingan selesai dan berangsur akan melakukan
pentahapan keluar.
GRAFIK BOKS 6.1. PENANDATANGAN KEGIATAN PHASING OUT KLASTER BERO SEMBADA
GRAFIK BOKS 6.2. FOTO BERSAMA PETERNAK BINAAN KLASTER BERO SEMBADA
79- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 6.13 PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN-BI DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN-BPS
Sumber : SK-BI dan ITK-BPS, diolah
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
PENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALU INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)
GRAFIK 6.11 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sumber : BPS, diolah
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III
100
105
110
115
120
125
130
135
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
IBITNTP-AXIS KANAN
GRAFIK 6.12 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PER SEKTOR
SEP 2017JUN 2017
Sumber : BPS, diolah
PERIKANANTANAMAN PADI-PALAWIJA
HORTIKULTURA TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
PETERNAKAN88
90
92
94
96
98
100
102
104
106
108
Keyakinan masyarakat pada triwulan III terhadap kondisi
ekonomi menunjukkan adanya kenaikan yang terlihat dari
meningkatnya indeks tendensi konsumen dan indeks
penghasilan masyarakat. Peningkatan pendapatan
tersebut seiring dengan meningkatnya nilai tukar petani
karena peningkatan pendapatan masyarakat dan
produktivitas, maupun adanya efisiensi biaya.
6.3.2 Survei Konsumen dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
78 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Prospek Perekonomian Daerah07Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-
5,30% (yoy). Sementara itu, secara keseluruhan tahun 2018 ekonomi Provinsi NTT juga tumbuh
di kisaran yang sama 4,90%-5,30% (yoy) atau sama dengan proyeksi keseluruhan tahun 2017,
dengan perkiraan capaian pada tahun 2018 sedikit lebih tinggi. Dari sisi pengeluaran,
perekonomian Provinsi NTT masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan peningkatan
investasi. Sementara dari sisi sektoral, perekonomian masih akan ditopang oleh sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan; administrasi pemerintahan; perdagangan besar dan
eceran; konstruksi; informasi dan komunikasi serta jasa pendidikan. Faktor risiko yang perlu
diwaspadai terutama dari sisi domestik di antaranya turunnya hasil produksi pertanian dan
perikanan seiring tetap adanya potensi cuaca buruk, terhambatnya kelanjutan pembangunan
infrastruktur dan pemotongan belanja pemerintah. Tekanan harga pada triwulan I 2018 dan
keseluruhan 2018 diperkirakan masih pada kisaran inasi nasional 3,5%±1,0%, masing-masing
pada kisaran 3,40%-3,80% (yoy) dan 4,20-4,60% (yoy) seiring potensi pembalikan arah harga
pada tahun 2018 setelah capaian inasi rendah pada tahun 2017.
Dalam pengembangan klaster Bero Sembada, terdapat rantai nilai pengembangan klaster yang dilakukan meliputi
penyediaan bahan baku, proses produksi, peningkatan nilai tambah, hingga perdagangan dan konsumsi. Penanganan
bahan baku meliputi penyediaan pakan dan sapi bakalan, obat-obatan hingga air minum. Dalam penanganan produksi,
terdapat dua fokus meliputi pembibitan sapi meliputi penyediaan kandang pembibitan dan penyapihan dan
penggemukan meliputi penyediaan kandang koloni, kandang jepit, dan timbangan. Peternak juga diajari bagaimana
mengolah limbah menjadi pupuk atau biogas dan diajak untuk mendiversifikasi produk dengan menanam hortikultura
untuk meningkatkan pendapatan dan membantu menjaga inflasi di daerah. Pemasaran produk juga sudah terhubung
dengan penjual sehingga tidak ada masalah dalam penjualan.
Dalam mengembangkan klaster, tentunya tidak dapat dilakukan sendiri. Oleh karena itu, banyak pihak terlibat dalam
semua tahapannya, sehingga pembentukan klaster percontohan tersebut dapat berhasil dengan baik.
Adapun tindakan lanjut pengembangan klaster Bank Indonesia lainnya kami sampaikan dalam boklet di halaman
selanjutnya. Diharapkan ke depan, peran Bank Indonesia dalam pengembangan ekonomi daerah dapat lebih dirasakan
oleh stakeholder di daerah.
Gambar Boks 6.1. Model Pengembangan Klaster Bank Indonesia Gambar Boks 6.2. Tahapan Pengembangan Klaster Bank Indonesia
Gambar Boks 6.3. Rantai Nilai Proses Kegiatan Pengembangan Klaster Binaan Bero Sembada Gambar Boks 6.4. Stakeholder yang Terkait dalam Rangka Pengembangan Klaster
80 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
Prospek Perekonomian Daerah07Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-
5,30% (yoy). Sementara itu, secara keseluruhan tahun 2018 ekonomi Provinsi NTT juga tumbuh
di kisaran yang sama 4,90%-5,30% (yoy) atau sama dengan proyeksi keseluruhan tahun 2017,
dengan perkiraan capaian pada tahun 2018 sedikit lebih tinggi. Dari sisi pengeluaran,
perekonomian Provinsi NTT masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan peningkatan
investasi. Sementara dari sisi sektoral, perekonomian masih akan ditopang oleh sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan; administrasi pemerintahan; perdagangan besar dan
eceran; konstruksi; informasi dan komunikasi serta jasa pendidikan. Faktor risiko yang perlu
diwaspadai terutama dari sisi domestik di antaranya turunnya hasil produksi pertanian dan
perikanan seiring tetap adanya potensi cuaca buruk, terhambatnya kelanjutan pembangunan
infrastruktur dan pemotongan belanja pemerintah. Tekanan harga pada triwulan I 2018 dan
keseluruhan 2018 diperkirakan masih pada kisaran inasi nasional 3,5%±1,0%, masing-masing
pada kisaran 3,40%-3,80% (yoy) dan 4,20-4,60% (yoy) seiring potensi pembalikan arah harga
pada tahun 2018 setelah capaian inasi rendah pada tahun 2017.
Dalam pengembangan klaster Bero Sembada, terdapat rantai nilai pengembangan klaster yang dilakukan meliputi
penyediaan bahan baku, proses produksi, peningkatan nilai tambah, hingga perdagangan dan konsumsi. Penanganan
bahan baku meliputi penyediaan pakan dan sapi bakalan, obat-obatan hingga air minum. Dalam penanganan produksi,
terdapat dua fokus meliputi pembibitan sapi meliputi penyediaan kandang pembibitan dan penyapihan dan
penggemukan meliputi penyediaan kandang koloni, kandang jepit, dan timbangan. Peternak juga diajari bagaimana
mengolah limbah menjadi pupuk atau biogas dan diajak untuk mendiversifikasi produk dengan menanam hortikultura
untuk meningkatkan pendapatan dan membantu menjaga inflasi di daerah. Pemasaran produk juga sudah terhubung
dengan penjual sehingga tidak ada masalah dalam penjualan.
Dalam mengembangkan klaster, tentunya tidak dapat dilakukan sendiri. Oleh karena itu, banyak pihak terlibat dalam
semua tahapannya, sehingga pembentukan klaster percontohan tersebut dapat berhasil dengan baik.
Adapun tindakan lanjut pengembangan klaster Bank Indonesia lainnya kami sampaikan dalam boklet di halaman
selanjutnya. Diharapkan ke depan, peran Bank Indonesia dalam pengembangan ekonomi daerah dapat lebih dirasakan
oleh stakeholder di daerah.
Gambar Boks 6.1. Model Pengembangan Klaster Bank Indonesia Gambar Boks 6.2. Tahapan Pengembangan Klaster Bank Indonesia
Gambar Boks 6.3. Rantai Nilai Proses Kegiatan Pengembangan Klaster Binaan Bero Sembada Gambar Boks 6.4. Stakeholder yang Terkait dalam Rangka Pengembangan Klaster
80 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN
Sumber :Bank Indonesia (diolah)
100,0
110,0
120,0
130,0
140,0
150,0
160,0
170,0
INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D. KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BULAN Y.A.DINDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III OKT
Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi diperkirakan meningkat pada triwulan I
2018. Pertumbuhan diperkirakan didorong oleh investasi pembangunan infrastruktur oleh pemerintah dan swasta.
Investasi pemerintah antara lain dimulainya pembangunan proyek strategis nasional seperti Bendungan Temef dan
percepatan fisik Bendungan Napun Gete. Selain itu, pemerintah pusat juga melakukan pembangunan dan/atau
pengembangan saluran irigasi serta embung baru. Investasi ketenagalistrikan juga dalam masa percepatan target 100%
elektrifikasi di Provinsi NTT. Adapun tingginya investasi swasta terutama antara lain pengembangan pariwisata yang
didukung dengan penetapan Komodo-Labuan Bajo sebagai salah satu dari 10 Prioritas Destinasi Wisata Indonesia.
Net impor antar daerah Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan meningkat sejalan dengan peningkatan
investasi. Kecenderungan kondisi tersebut dipengaruhi oleh pelaksanaan realisasi investasi yang diikuti dengan
pemenuhan kebutuhan proyek yang masih perlu didatangkan dari luar Provinsi NTT seperti permesinan maupun bahan
baku pembangunan. Selain itu, konsumsi yang masih tinggi pada awal tahun turut mendorong peningkatan net impor
antar daerah seiring kebutuhan konsumsi yang juga masih perlu didatangkan dari daerah lain terutama Surabaya. Di sisi
lain, ekspor luar negeri diperkirakan melambat yang dipengaruhi oleh melemahnya permintaan komoditas utama seperti
semen dari Timor Leste. Selain itu, produksi ikan tuna dan cakalang untuk ekspor terutama ke Jepang diperkirakan juga
berkurang seiring kondisi cuaca awal tahun yang sulit diprediksi sehingga perusahaan cenderung memilih mengurangi
kegiatan pada awal tahun seiring biaya operasional yang meningkat.
7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral
Secara sektoral, pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan tumbuh melambat.
Perlambatan pertumbuhan diperkirakan dipengaruhi telah usainya masa panen raya padi di Provinsi NTT pada akhir 2017,
sementara pada periode yang sama tahun sebelumnya masih mengalami panen sebagai dampak positif La Nina. Selain itu,
kondisi gelombang laut pada triwulan I 2018 yang cenderung tinggi disertai hujan juga mempengaruhi perlambatan dari
sisi subsektor perikanan, sementara adanya prospek intensitas hujan di atas normal pada beberapa daerah produsen buah-
buahan di Flores (terutama jambu mete) diperkirakan turut memperlambat dari sisi subsektor perkebunan.
Sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib diperkirakan meningkat pertumbuhannya
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya seiring tidak adanya pengaruh perubahan nomenklatur di tubuh
Pemda sebagaimana terjadi di tahun 2017. Sementara sektor konstruksi diperkirakan mengalami peningkatan
pertumbuhan seiring meningkatnya realisasi investasi di awal tahun 2018 dibandingkan triwulan I 2017 yang terkena
dampak perubahan nomenklatur di Pemda.
83- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT
Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy), melambat
dibandingkan kisaran pertumbuhan triwulan IV 2017 sebesar 5,10%-5,50% (yoy), namun masih sedikit lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun 2017. Perlambatan pertumbuhan diperkirakan terjadi seiring
kinerja konsumsi pemerintah yang belum maksimal di awal tahun dan net impor antar daerah yang meningkat untuk
kebutuhan konsumsi dan persiapan proyek baru di awal tahun. Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh meningkat
sebagai dampak hasil panen raya yang lebih tinggi pada akhir tahun 2017 dan menjadi penahan perlambatan di triwulan I
2018. Adapun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, konsumsi rumah tangga juga diperkirakan tumbuh
lebih tinggi didorong hasil produksi pertanian yang terus meningkat. Pertumbuhan investasi juga lebih tinggi seiring
maraknya proyek infrastruktur dan fasilitas pendukung pariwisata baru di tahun 2018 oleh pemerintah dan swasta, yang
diikuti pula oleh meningkatnya net impor antar daerah untuk pemenuhan kebutuhan proyek dan konsumsi. Peningkatan
pertumbuhan investasi diperkirakan sejalan dengan sektor konstruksi yang tumbuh meningkat dibandingkan triwulan IV
2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya. Sektor utama lainnya seperti pertanian, kehutanan dan perikanan serta
perdagangan besar dan eceran diperkirakan mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Hal ini seiring masa panen akhir tahun 2017 yang cenderung kembali normal, tidak lebih panjang hingga
memasuki awal tahun 2018. Kondisi tersebut diperkirakan turut mendorong perlambatan sektor perdagangan besar dan
eceran.
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I - 2018
GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I – 2018
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
4,20%
4,40%
4,60%
4,80%
5,00%
5,20%
5,40%
5,60%
-3%
-1%
1%
3%
5%
7%
9%
11%
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)
4,6
6%
5,13
%
5,17
%
5,15
%
5,0
7%
5,35
%
5.11
%
5.19
%
4.9
8%
5,0
1%
4.9
1%
5.1-
5.5%
4.9
-5.3
%
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III IV* I**
2018
7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
Pertumbuhan ekonomi dari sisi penggunaan diperkirakan didorong oleh konsumsi rumah tangga dan
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB)/investasi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan
didorong oleh adanya peningkatan daya beli masyarakat sebagai dampak hasil panen raya padi di Provinsi NTT pada akhir
tahun 2017. Kondisi tersebut terindikasi dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia sampai dengan triwulan III 2017 yang
menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan ekspektasi penghasilan 6 bulan mendatang maupun ketersediaan
lapangan kerja 6 bulan kedepan. Di sisi lain, PMTB/investasi diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya seiring maraknya proyek baru di awal tahun 2018 seperti proyek strategis nasional, infrastruktur oleh
Pemerintah Provinsi dan investasi swasta terutama pengembangan pariwisata beserta fasilitas pendukungnya.
82 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN
Sumber :Bank Indonesia (diolah)
100,0
110,0
120,0
130,0
140,0
150,0
160,0
170,0
INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D. KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BULAN Y.A.DINDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
2014I II III IV
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III OKT
Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi diperkirakan meningkat pada triwulan I
2018. Pertumbuhan diperkirakan didorong oleh investasi pembangunan infrastruktur oleh pemerintah dan swasta.
Investasi pemerintah antara lain dimulainya pembangunan proyek strategis nasional seperti Bendungan Temef dan
percepatan fisik Bendungan Napun Gete. Selain itu, pemerintah pusat juga melakukan pembangunan dan/atau
pengembangan saluran irigasi serta embung baru. Investasi ketenagalistrikan juga dalam masa percepatan target 100%
elektrifikasi di Provinsi NTT. Adapun tingginya investasi swasta terutama antara lain pengembangan pariwisata yang
didukung dengan penetapan Komodo-Labuan Bajo sebagai salah satu dari 10 Prioritas Destinasi Wisata Indonesia.
Net impor antar daerah Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan meningkat sejalan dengan peningkatan
investasi. Kecenderungan kondisi tersebut dipengaruhi oleh pelaksanaan realisasi investasi yang diikuti dengan
pemenuhan kebutuhan proyek yang masih perlu didatangkan dari luar Provinsi NTT seperti permesinan maupun bahan
baku pembangunan. Selain itu, konsumsi yang masih tinggi pada awal tahun turut mendorong peningkatan net impor
antar daerah seiring kebutuhan konsumsi yang juga masih perlu didatangkan dari daerah lain terutama Surabaya. Di sisi
lain, ekspor luar negeri diperkirakan melambat yang dipengaruhi oleh melemahnya permintaan komoditas utama seperti
semen dari Timor Leste. Selain itu, produksi ikan tuna dan cakalang untuk ekspor terutama ke Jepang diperkirakan juga
berkurang seiring kondisi cuaca awal tahun yang sulit diprediksi sehingga perusahaan cenderung memilih mengurangi
kegiatan pada awal tahun seiring biaya operasional yang meningkat.
7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral
Secara sektoral, pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan tumbuh melambat.
Perlambatan pertumbuhan diperkirakan dipengaruhi telah usainya masa panen raya padi di Provinsi NTT pada akhir 2017,
sementara pada periode yang sama tahun sebelumnya masih mengalami panen sebagai dampak positif La Nina. Selain itu,
kondisi gelombang laut pada triwulan I 2018 yang cenderung tinggi disertai hujan juga mempengaruhi perlambatan dari
sisi subsektor perikanan, sementara adanya prospek intensitas hujan di atas normal pada beberapa daerah produsen buah-
buahan di Flores (terutama jambu mete) diperkirakan turut memperlambat dari sisi subsektor perkebunan.
Sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib diperkirakan meningkat pertumbuhannya
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya seiring tidak adanya pengaruh perubahan nomenklatur di tubuh
Pemda sebagaimana terjadi di tahun 2017. Sementara sektor konstruksi diperkirakan mengalami peningkatan
pertumbuhan seiring meningkatnya realisasi investasi di awal tahun 2018 dibandingkan triwulan I 2017 yang terkena
dampak perubahan nomenklatur di Pemda.
83- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT
Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,90%-5,30% (yoy), melambat
dibandingkan kisaran pertumbuhan triwulan IV 2017 sebesar 5,10%-5,50% (yoy), namun masih sedikit lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun 2017. Perlambatan pertumbuhan diperkirakan terjadi seiring
kinerja konsumsi pemerintah yang belum maksimal di awal tahun dan net impor antar daerah yang meningkat untuk
kebutuhan konsumsi dan persiapan proyek baru di awal tahun. Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh meningkat
sebagai dampak hasil panen raya yang lebih tinggi pada akhir tahun 2017 dan menjadi penahan perlambatan di triwulan I
2018. Adapun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, konsumsi rumah tangga juga diperkirakan tumbuh
lebih tinggi didorong hasil produksi pertanian yang terus meningkat. Pertumbuhan investasi juga lebih tinggi seiring
maraknya proyek infrastruktur dan fasilitas pendukung pariwisata baru di tahun 2018 oleh pemerintah dan swasta, yang
diikuti pula oleh meningkatnya net impor antar daerah untuk pemenuhan kebutuhan proyek dan konsumsi. Peningkatan
pertumbuhan investasi diperkirakan sejalan dengan sektor konstruksi yang tumbuh meningkat dibandingkan triwulan IV
2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya. Sektor utama lainnya seperti pertanian, kehutanan dan perikanan serta
perdagangan besar dan eceran diperkirakan mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Hal ini seiring masa panen akhir tahun 2017 yang cenderung kembali normal, tidak lebih panjang hingga
memasuki awal tahun 2018. Kondisi tersebut diperkirakan turut mendorong perlambatan sektor perdagangan besar dan
eceran.
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I - 2018
GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I – 2018
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
4,20%
4,40%
4,60%
4,80%
5,00%
5,20%
5,40%
5,60%
-3%
-1%
1%
3%
5%
7%
9%
11%
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)
4,6
6%
5,13
%
5,17
%
5,15
%
5,0
7%
5,35
%
5.11
%
5.19
%
4.9
8%
5,0
1%
4.9
1%
5.1-
5.5%
4.9
-5.3
%
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III IV* I**
2018
7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
Pertumbuhan ekonomi dari sisi penggunaan diperkirakan didorong oleh konsumsi rumah tangga dan
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB)/investasi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan
didorong oleh adanya peningkatan daya beli masyarakat sebagai dampak hasil panen raya padi di Provinsi NTT pada akhir
tahun 2017. Kondisi tersebut terindikasi dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia sampai dengan triwulan III 2017 yang
menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan ekspektasi penghasilan 6 bulan mendatang maupun ketersediaan
lapangan kerja 6 bulan kedepan. Di sisi lain, PMTB/investasi diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya seiring maraknya proyek baru di awal tahun 2018 seperti proyek strategis nasional, infrastruktur oleh
Pemerintah Provinsi dan investasi swasta terutama pengembangan pariwisata beserta fasilitas pendukungnya.
82 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW VI-2017 DAN TW I-2018
Sumber: BPS & BI (diolah)
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
3,46%3,43-3,83%
2,55-2,95%
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III IV* I**
2018 2014I II III IV
komoditas penyebab inflasi. Tahun 2018 direncanakan
akan mulai penjajakan pembentukan klaster hortikultura,
disebabkan 80% lebih penyebab inflasi di Provinsi NTT
berasal dari komoditas hortikultura seperti bumbu-
bumbuan dan sayur-sayuran. Dengan memastikan
pasokan yang terjaga pada komoditas hortikultura,
diharapkan dapat berkontribusi besar dalam meredam
gejolak harga volatile food.
85- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2018
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
4,0
4,2
4,4
4,6
4,8
5,0
5,2
5,4
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018*
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2018
Pada tahun 2018 pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT
diperkirakan masih tumbuh relatif stabil pada kisaran 4,9-
5,3% (yoy). Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi
tahun 2018 diperkirakan masih didorong oleh konsumsi
rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB)/investasi. Pertumbuhan komponen konsumsi
rumah tangga terutama didorong oleh maraknya event
nasional dan internasional yang diselenggarakan di Provinsi
NTT sepanjang tahun 2018.
Pertumbuhan investasi masih didominasi oleh investasi pemerintah untuk pembangunan strategis nasional seperti
penyelesaian pembangunan Bendungan Rotiklot, kelanjutan pembangunan fisik Bendungan Napun Gete dan prospek
dimulainya pembangunan Bendungan Temef yang akan menjadi bendungan terbesar di Provinsi NTT. Sementara investasi
swasta diperkirakan terutama masih berasal dari pembangunan ketenagalistrikan, hotel bintang, perumahan dan
kelanjutan pengembangan agroindustri perkebunan gula oleh PT. Muria Sumba Manis dan perkebunan lain di Sumba
Timur. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan melambat, salah satunya dipengaruhi oleh tibanya tahun politik pada
tahun 2018 sehingga pemerintah cenderung fokus menyukseskan Pilkada Gubernur (Juli 2018) serta Bupati di tiga
kabupaten, yakni Sikka (Juli 2018), Sumba Tengah (November 2018) dan Nagekeo (Desember 2018).
7.2 INFLASI
7.2.1 Inflasi Triwulan-I Tahun 2018
Perkembangan inflasi di triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran 3,40%-3,80% (yoy) atau meningkat
dibandingkan perkiraan inflasi tahun 2017 pada kisaran 2,55%-2,95% (yoy). Relatif tingginya inflasi pada triwulan I
lebih disebabkan oleh faktor based effect yaitu rendahnya posisi harga di tahun sebelumnya terutama untuk komoditas
bahan makanan terutama sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta rokok seiring masih adanya kenaikan bertahap biaya
cukai.
7.2.2 Inflasi Tahun 2018
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2018 diperkirakan pada kisaran 4,20-4,60% (yoy). Inflasi
tahun 2018 diperkirakan meningkat dibandingkan perkiraan realisasi tahun 2017 sebesar 2,55%-2,95% (yoy) didorong
oleh pembalikan arah terutama untuk komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang tercatat inflasi rendah dan
beberapa kali mengalami deflasi. Rokok dan tembakau turut menjadi pendorong inflasi tahunan 2018 seiring masih
berlangsungnya kenaikan cukai rokok. Sementara itu, komoditas lain masih relatif stabil seperti daging ayam ras seiring
adanya penambahan breeding farm. Adapun komoditas sandang, kesehatan dan pendidikan juga diperkirakan relatif
stabil. Komoditas administered prices yang paling sering menyumbang inflasi tinggi di Provinsi NTT, yakni angkutan udara
pada tahun 2018 diperkirakan relatif lebih stabil seiring penambahan rute penerbangan yang lebih banyak di tahun
tersebut. Potensi kenaikan lebih disumbang oleh risiko kenaikan harga bahan bakar pesawat (avtur). Dalam rangka
pengendalian inflasi di tahun 2018, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT terus meningkatkan koordinasi
dengan seluruh pihak terkait hingga seluruh kabupaten/kota termasuk Tim Satgas Pangan Polda dalam mengawal harga
84 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW VI-2017 DAN TW I-2018
Sumber: BPS & BI (diolah)
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
3,46%3,43-3,83%
2,55-2,95%
2015I II III IV
2016I II III IV I
2017 II III IV* I**
2018 2014I II III IV
komoditas penyebab inflasi. Tahun 2018 direncanakan
akan mulai penjajakan pembentukan klaster hortikultura,
disebabkan 80% lebih penyebab inflasi di Provinsi NTT
berasal dari komoditas hortikultura seperti bumbu-
bumbuan dan sayur-sayuran. Dengan memastikan
pasokan yang terjaga pada komoditas hortikultura,
diharapkan dapat berkontribusi besar dalam meredam
gejolak harga volatile food.
85- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017
GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2018
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
4,0
4,2
4,4
4,6
4,8
5,0
5,2
5,4
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018*
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2018
Pada tahun 2018 pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT
diperkirakan masih tumbuh relatif stabil pada kisaran 4,9-
5,3% (yoy). Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi
tahun 2018 diperkirakan masih didorong oleh konsumsi
rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB)/investasi. Pertumbuhan komponen konsumsi
rumah tangga terutama didorong oleh maraknya event
nasional dan internasional yang diselenggarakan di Provinsi
NTT sepanjang tahun 2018.
Pertumbuhan investasi masih didominasi oleh investasi pemerintah untuk pembangunan strategis nasional seperti
penyelesaian pembangunan Bendungan Rotiklot, kelanjutan pembangunan fisik Bendungan Napun Gete dan prospek
dimulainya pembangunan Bendungan Temef yang akan menjadi bendungan terbesar di Provinsi NTT. Sementara investasi
swasta diperkirakan terutama masih berasal dari pembangunan ketenagalistrikan, hotel bintang, perumahan dan
kelanjutan pengembangan agroindustri perkebunan gula oleh PT. Muria Sumba Manis dan perkebunan lain di Sumba
Timur. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan melambat, salah satunya dipengaruhi oleh tibanya tahun politik pada
tahun 2018 sehingga pemerintah cenderung fokus menyukseskan Pilkada Gubernur (Juli 2018) serta Bupati di tiga
kabupaten, yakni Sikka (Juli 2018), Sumba Tengah (November 2018) dan Nagekeo (Desember 2018).
7.2 INFLASI
7.2.1 Inflasi Triwulan-I Tahun 2018
Perkembangan inflasi di triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran 3,40%-3,80% (yoy) atau meningkat
dibandingkan perkiraan inflasi tahun 2017 pada kisaran 2,55%-2,95% (yoy). Relatif tingginya inflasi pada triwulan I
lebih disebabkan oleh faktor based effect yaitu rendahnya posisi harga di tahun sebelumnya terutama untuk komoditas
bahan makanan terutama sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta rokok seiring masih adanya kenaikan bertahap biaya
cukai.
7.2.2 Inflasi Tahun 2018
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2018 diperkirakan pada kisaran 4,20-4,60% (yoy). Inflasi
tahun 2018 diperkirakan meningkat dibandingkan perkiraan realisasi tahun 2017 sebesar 2,55%-2,95% (yoy) didorong
oleh pembalikan arah terutama untuk komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang tercatat inflasi rendah dan
beberapa kali mengalami deflasi. Rokok dan tembakau turut menjadi pendorong inflasi tahunan 2018 seiring masih
berlangsungnya kenaikan cukai rokok. Sementara itu, komoditas lain masih relatif stabil seperti daging ayam ras seiring
adanya penambahan breeding farm. Adapun komoditas sandang, kesehatan dan pendidikan juga diperkirakan relatif
stabil. Komoditas administered prices yang paling sering menyumbang inflasi tinggi di Provinsi NTT, yakni angkutan udara
pada tahun 2018 diperkirakan relatif lebih stabil seiring penambahan rute penerbangan yang lebih banyak di tahun
tersebut. Potensi kenaikan lebih disumbang oleh risiko kenaikan harga bahan bakar pesawat (avtur). Dalam rangka
pengendalian inflasi di tahun 2018, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT terus meningkatkan koordinasi
dengan seluruh pihak terkait hingga seluruh kabupaten/kota termasuk Tim Satgas Pangan Polda dalam mengawal harga
84 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - NOVEMBER 2017