kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi … · karena dengan rahmat dan ridha-nya keuangan...

119
November 2018 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Upload: dinhnhi

Post on 16-May-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

November 2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

www.bi.go.id/web/id/Publikasi/

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA

Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi

Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans

Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari

No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718

-----

Keterangan Cover:

Industri Pengolah Kakao di Ranomeeto, Konawe Selatan

Fotografer: KKI

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA i

Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

karena dengan rahmat dan ridha-Nya

Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara November

dapat diterbitkan. Buku ini disusun setiap triwulan dan merupakan

asesmen terhadap perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara,

keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan

akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang,

ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek

perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah ini di samping bertujuan untuk memberikan

masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial

maupun sistem pembayaran, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para

stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia

di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi stakeholder di wilayah

kerjanya.

Dalam penyusunan laporan ini, data dan informasi selain dari internal Bank Indonesia, juga

bersumber dari berbagai instansi terkait, seperti Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan dinas-

dinas terkait, BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi

Tenggara, berbagai perusahaan, perbankan, asosiasi dan akademisi. Sehubungan dengan hal

tersebut, perkenankanlah kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak

yang membantu penyusunan buku ini.

Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memahami

perekonomian Sulawesi Tenggara. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan

untuk menghasilkan kajian yang lebih baik ke depan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa

melimpahkan ridha-Nya dan menerangi setiap langkah kita.

Kendari, 22 November 2018

Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Tenggara

Minot Purwahono

KATA PENGANTAR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA Agustus 2018 ii

VISI BANK INDONESIA Menjadi bank sentral yang berkontribusi secara nyata terhadap perekonomian

Indonesia dan terbaik diantara negara emerging markets.

MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan

moneter dan bauran kebijakan Bank Indonesia.

2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan

makroprudensial Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial

Otoritas Jasa Keuangan.

3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan

sistem pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta

mitra strategis lain.

4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang

berkelanjutan melalui sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan

fiskal dan reformasi struktural pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain.

5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi,

termasuk infrastruktur, melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.

6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga

di tingkat daerah.

7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan

sistem informasi Bank Indonesia.

NILAI-NILAI STRATEGIS

Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai

untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas:

Trust and Integity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and

Teamwork yang berlandaskan keluhuran nilai-nilai agama (religi).

VISI MISI BANK INDONESIA

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Visi Misi Bank Indonesia ii

Daftar Isi iii

Daftar Grafik v

Daftar Tabel viii

Tabel Indikator Terpilih ix

RINGKASAN EKSEKUTIF 1

BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 5

1.1. KONDISI UMUM 6

1.2. SISI PERMINTAAN 7

1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga 8

1.2.2. Konsumsi Pemerintah 9

1.2.3. Investasi 10

1.2.4. Ekspor dan Impor Luar Negeri 11

1.3. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA UTAMA 13

1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 14

1.3.2. Pertambangan dan Penggalian 15

1.3.3. Industri Pengolahan 16

1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran 17

1.3.5. Konstruksi 19

1.4. PERTUMBUHAN EKONOMI TANPA LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN 19

BOKS 01 MENDORONG PEREKONOMIAN SULTRA MELALUI EKSPOR 21

BAB II KEUANGAN PEMERINTAH 25

2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD PERUBAHAN PROVINSI TAHUN 2017 26

2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 27

2.2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan 27

2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja 28

2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBN 29

2.3.1. Realisasi APBN Provinsi 29

2.3.2. Realisasi APBN Kabupaten/Kota 31

BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 33

3.1. KONDISI UMUM INFLASI 34

3.2. PERKEMBANGAN INFLASI BULANAN (MONTH TO MONTH) 35

3.3. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (YEAR ON YEAR) 37

3.4. PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KOTA 39

3.5. INFLASI TRIWULAN IV 2018 41

3.6. INFLASI TAHUN 2018 42

3.7. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI 42

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH 45

4.1. GAMBARAN UMUM STABILITAS KEUANGAN DAERAH 46

4.2. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA 46

DAFTAR ISI

iv

4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga 46

4.2.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga 47

4.2.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di Perbankan 51

4.2.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga 51

4.3. ASESMEN SEKTOR KORPORASI 54

4.3.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi 54

4.3.2. Kinerja Korporasi 55

4.3.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi 58

4.4. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN (PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA 60

4.4.1. Aset Bank Umum 60

4.4.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga 61

4.4.3. Penyaluran Kredit 63

4.4.4. Perbankan Syariah 66

4.4.5. Bank Perkreditan Rakyat 68

4.5. AKSES KEUANGAN 69

4.5.1. Akses Keuangan Kepada UMKM 69

4.5.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk 70

BOKS 02 REGIONAL FINANSIAL ACCOUNT AND BALANCE SHEET (RFABS)

SULTRA

72

BAB V SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 77

5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI 78

5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring 79

5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS 80

5.1.3 Penyelenggara Trandfer Dana (PTD) 81

5.1.4 Kegiatan Usana Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA-BB) 82

5.1.5 Layanan Keuangan Digital (LKD) 82

5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 83

5.2.1. Aliran Uang Kartal 83

5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar 84

5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Tidak Asli 85

BOKS 03 KENDARI DAN BAU-BAU MENGIMPLEMENTASIKAN BPNT 87

BAB VI KONDISI TENAGA KERJA DAN KESEJAHTERAAN 89

6.1. GAMBARAN UMUM 90

6.2. KETENAGAKERJAAN 90

6.3. KESEJAHTERAAN 92

BAB VII PROSPEK EKONOMI DAERAH 95

7.1. PROSPEK PEREKONOMIAN GLOBAL DAN NASIONAL 96

7.1.1. Prospek Perekonomian Global 96

7.1.2. Prospek Perekonomian Nasional 97

7.2. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA 98

7.2.1 Triwulan IV 2018 98

7.2.2. Tahun 2018 99

7.3. PROSPEK INFLASI 100

7.3.1. Triwulan IV 2018 100

7.3.2. Tahun 2018 100

Daftar Istilah

v

Tim Penyusun

Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara 6

Grafik 1.2 Treemap Sektor Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan III 2018 6

Grafik 1.3 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IIII 2018 6

Grafik 1.4 Source of Growth Sisi Permintaan 7

Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen 9

Grafik 1.6 Indeks Keyakinan Konsumen 9

Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 10

Grafik 1.8 Realisasi Investasi Sulawesi Tenggara 10

Grafik 1.9 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara 11

Grafik

1.10

Nilai Ekspor Luar Negeri Sulawesi Tenggara 11

Grafik

1.11

Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara 12

Grafik

1.12

Pangsa Komoditas Ekspor 12

Grafik

1.13

Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara 13

Grafik

1.14

Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara 13

Grafik

1.15

Source of Growth Sisi Penawaran 13

Grafik

1.16

Luas Panen Padi Di Sulawesi Tenggara 15

Grafik

1.17

Jumlah Pendaratan Ikan Di Kota Kendari 15

Grafik

1.18

Kredit Pertanian Sulawesi Tenggara 16

Grafik

1.19

Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara 16

Grafik

1.20

Produksi Ore Nickel 16

Grafik

1.21

Kredit Industri Sulawesi Tenggara 16

Grafik

1.22

Volume Ekspor Sulawesi Tenggara 18

Grafik

1.23

Transaksi Perdagangan Luar Negeri 18

Grafik

1.24

Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara 18

Grafik

1.25

Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara 18

Grafik

1.26

Perkembangan Ekonomi Non Pertambangan Sulawesi Tenggara 20

Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara 26

Grafik 2.2 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara 26

Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD

Sulawesi Tenggara

29

Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan APBD Sulawesi Tenggara 29

DAFTAR GRAFIK

vi

Grafik 3.1 Ringkasan Perkembangan Inflasi Sulawesi Tenggara (YoY) 34

Grafik 3.2 Peta Inflasi Daerah Pada Triwulan III 2018 34

Grafik 3.3 Pergerakan dan Pola inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara 35

Grafik 3.4 Curah Hujan Bulanan di Sulawesi Tenggara 35

Grafik 3.5 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara 38

Grafik 3.6 Indeks Produksi Ikan di Kendari 38

Grafik 3.7 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Kota Kendari dan Kota Baubau 40

Grafik 3.8 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok di Kota Kendari

dan Kota Baubau

40

Grafik 3.9 Pergerakan Harga SPH untuk Komoditas yang Mengalami Penurunan 41

Grafik

3.10

Pergerakan Harga SPH untuk Komoditas yang Mengalami Peningkatan 41

Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara 46

Grafik 4.2 Perbandingan Kontribusi Konsumsi RT Se-Sulawesi 46

Grafik 4.3 Indeks Keyakinan Konsumsi Sulawesi Tenggara 47

Grafik 4.4 Ekspektasi Konsumen Rumah Tangga 47

Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini Di Bandingkan 6 Bulan Yang Lalu 47

Grafik 4.6 Alasan Peningkatan/Penurunan Penghasilan 6 bulan Mendatang 47

Grafik 4.7 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 48

Grafik 4.8 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pengeluaran/Bulan 48

Grafik 4.9 Komposisi DSR Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 48

Grafik

4.10

Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank Untuk Memenuhi Kebutuhan dan

Membayar Cicilan

48

Grafik

4.11

Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang Debitur Bank 49

Grafik

4.12

Saving Ratio Rumah Tangga 49

Grafik

4.13

Kepemilikan Dana Cadangan Berupa Tabungan/Deposito/Cash 50

Grafik

4.14

Besaran Jumlah Dana Cadangan Rumah Tangga Terhadap Pendapatannya 50

Grafik

4.15

Kepemilikan Produk Perbankan 50

Grafik

4.16

Faktor Dalam Memilih Simpanan Perbankan 50

Grafik

4.17

Komposisi DPK Sulawesi Tenggara 51

Grafik

4.18

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara 51

Grafik

4.19

Komposisi DPK Perseorangan Sulawesi Tenggara 51

Grafik

4.20

Pertumbuhan DPK perseorangan Tiap Jenis Penempatan 51

Grafik

4.21

Komposisi Kredit Perseorangan Di Sulawesi Tenggara 52

Grafik

4.22

Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan Di Sulawesi Tenggara 52

Grafik

4.23

Pertumbuhan Kredit Konsumsi RT 52

Grafik

4.24

NPL dan Suku Bunga Kredit Konsumsi RT 52

Grafik

4.25

Pertumbuhan KPR Dan Pangsa KPR Tiap Tipe 53

Grafik

4.26

NPL Dan Suku Bunga KPR 53

Grafik

4.27

Pertumbuhan KKB Dan Pangsa Tiap Jenis 53

Grafik

4.28

NPL dan Suku Bunga KKB 53

Grafik

4.29

Pertumbuhan Multiguna Dan Pangsa Berdasarkan Besaran Kredit 54

vii

Grafik

4.30

NPL dan Suku Bunga Multiguna 54

Grafik

4.31

Harga Nikel Internasional 54

Grafik

4.32

Pangsa Komoditas Ekspor 54

Grafik

4.33

Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison 56

Grafik

4.34

Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Di Sulawesi Tenggara 56

Grafik

4.35

Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral 56

Grafik

4.36

Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi 58

Grafik

4.37

Pertumbuhan Kredit Korporasi 58

Grafik

4.38

Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan 59

Grafik

4.39

Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi 59

Grafik

4.40

Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan 59

Grafik

4.41

Pergerakan MPL Kredit Investasi Korporasi 59

Grafik

4.42

Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara 60

Grafik

4.43

Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank 60

Grafik

4.44

DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara 61

Grafik

4.45

Pertumbuhan DPK Per Penempatan 61

Grafik

4.46

Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara 63

Grafik

4.47

Perbandingan Pertumbuhan Kredit di Sulawesi 63

Grafik

4.48

Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara 66

Grafik

4.49

Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara 66

Grafik

4.50

Pangsa Perbankan Syariah 67

Grafik

4.51

Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset Syariah se-Sulawesi 67

Grafik

4.52

Perkembangan DPK Syariah 67

Grafik

4.53

Perkembangan Pembiayaan Syariah 67

Grafik

4.54

Perkembangan Aset BPR 68

Grafik

4.55

Perkembangan DPK BPR di Sulawesi Tenggara 68

Grafik

4.56

Pertumbuhan Kredit BPR 68

Grafik

4.57

Pangsa Kredit BPR per Sektoral 68

Grafik

4.58

Pangsa Kredit UMKM 69

Grafik

4.59

Pertumbuhan Kredit UMKM 69

Grafik

4.60

Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral 69

Grafik

4.61

NPL Kredit UMKM Sektor Dominan 69

viii

Grafik

4.62

Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara 70

Grafik

4.63

Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi Tenggara 70

Grafik

4.64

Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja 70

Grafik

4.65

Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja 70

Grafik 5.1 Nilai Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara 68

Grafik 5.2 Jumlah Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara 68

Grafik 5.3 Preferensi Penggunaan Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara 68

Grafik 5.4 Rata-Rata Nilai Per Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai Sulawesi Tenggara 68

Grafik 5.5 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 69

Grafik 5.6 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 69

Grafik 5.7 Preferensi Penggunaan Cek dan BG dalam Kliring Debet Penyerahan di

Sulawesi Tenggara

69

Grafik 5.8 Perputaran Kliring Harian 79

Grafik 5.9 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) di Sulawesi Tenggara 80

Grafik

5.10

Persentase Tolakan Berdasarkan Warkat 80

Grafik

5.11

Transaksi Kliring Per Kota/Kabupaten 80

Grafik

5.12

Perkembangan Transaksi Kliring Per Kota/Kabupaten 80

Grafik

5.13

Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 81

Grafik

5.14

Perputaran Harian Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 81

Grafik

5.15

Aliran Transaksi Transfer Dana Inflow Dari Luar Negeri 81

Grafik

5.16

Aliran Transaksi Transfer Dana Outflow Dari Luar Negeri 81

Grafik

5.17

Aliran Transaksi Transfer Dana Inflow Domestik 82

Grafik

5.18

Aliran Transaksi Transfer Dana Outflow Domesti 82

Grafik

5.19

Transaksi Pembelian Uang Kertas Asing 82

Grafik

5.20

Pangsa Pembelian mata Uang Asing Per Pecahan 82

Grafik

5.21

Perkembangan Jumlah Agen LKD di Sulawesi Tenggara 83

Grafik

5.22

Aliran Transaksi Transfer Dana Inflow Domestik per Kabupaten 83

Grafik

5.23

Perkembangan Rekening Uang Elektronik di Sulawesi Tenggara 83

Grafik

5.24

Jenis Transaksi Yang Dilakukan di Agen LKD 83

Grafik

5.25

Aliran Uang Kartal BI-Perbankan di Sulawesi Tenggara 84

Grafik

5.26

Posisi Net Outflow Uang Kartal di Sulawesi Tenggara 84

Grafik

5.27

Aliran Uang Kartal Keluar Berdasarkan Lokasi Kas 85

Grafik

5.28

Outflow Melalui Kegiatan Penukaran dan Kas Keliling di Sulawesi Tenggara 85

Grafik

5.29

Rasio Pemusnahan Uang Rupiah Terhadap Inflow 86

Grafik

5.30

Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan 86

Grafik 6.1 Penggunaan Tenaga Kerja dan Ketersediaan Lapangan Kerja 90

Grafik 6.2 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha 90

ix

Grafik 6.3 Pertumbuhan Penduduk Usia Kerja dan Angkatan Kerja Sulawesi Tenggara 91

Grafik 6.4 Penyerapan Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor 91

Grafik 6.5 Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota Februari 2018 91

Grafik 6.6 Indeks Penghasilan Konsumen 92

Grafik 6.7 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara 92

Grafik 6.8 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi Tenggara 93

Grafik 6.9 Gini Rasio Sulawesi Tenggara 93

Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia 96

Grafik 7.2 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi Konsumen 98

Grafik 7.3 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi 98

Grafik 7.4 Perkiraan Perekonomian Dunia 100

Grafik 7.5 Perkiraan Harga Nikel dan Kakao 100

Grafik 7.6 Proyeksi Harga Minyak Dunia 100

Grafik 7.7 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk 100

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 8

Tabel 1.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 14

Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi

Tenggara Pada Triwulan II 2018 27

Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi

Tenggara Pada Triwulan II 2018 28

Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBN Pada

Triwulan II 2018 30

Tabel 2.4 Realisasi Dana Desa Tahun 2018 30

Tabel 2.5 Pencapaian Realisasi APBN Kota/Kabupaten 31

Tabel 3.1 Perbandingan Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang/Jasa (%, mtm) 35

Tabel 3.2 Top 10 Sumbangan Inflasi & Deflasi Bulanan Sulawesi Tenggara 36

Tabel 3.3 Perbandingan Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang/Jasa (%, mtm) 37

Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Tahunan Menurut Kota Perhitungan Inflasi di Sulawesi

Tenggara 40

Tabel 4.1 Aset Bank Umum Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan II 2018 60

Tabel 4.2 DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan II 2018 61

Tabel 4.3 Tabungan Berdasarkan Pemiliknya 62

Tabel 4.4 Tabungan Berdasarkan Nilainya 62

Tabel 4.5 Deposito Berdasarkan Pemiliknya 63

Tabel 4.6 Deposito Berdasarkan Nilainya 63

Tabel 4.7 Kredit Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan II 2018 64

Tabel 4.8 Kredit Produktif Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2018 65

Tabel 6.1 Jenis Kegiatan Utama Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas di Sulawesi Tenggara 91

Tabel 6.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Tenggara Menurut Komponen

2010-2017 94

Tabel 7.1 Asumsi Makro APBN 2019 97

Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 99

Tabel 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 99

DAFTAR TABEL

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ix

PDRB DAN IHK

I II III IV I II III IV I II III

Indeks Harga Konsumen

- Kendari 120.18 120.72 121.65 121.68 123.06 128.17 125.89 125.28 125.98 129.54 128.03

- Baubau 126.94 128.20 129.58 128.87 129.29 131.62 132.65 132.74 132.42 136.56 133.46

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

- Sulawesi Tenggara 4.75 4.12 3.28 2.69 2.25 5.21 3.18 2.97 2.39 1.79 1.40

PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp miliar)

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4,433 4,508 4,580 4,749 4,645 4,797 4,834 5,046 4,914 5,109 5,209

2. Pertambangan dan Penggalian 3,415 3,954 3,875 4,193 3,971 4,411 4,489 4,571 4,231 4,651 4,835

3. Industri Pengolahan 1,161 1,189 1,241 1,244 1,247 1,294 1,294 1,308 1,331 1,291 1,304

4. Pengadaan Listrik, Gas 10 10 10 10 11 11 11 11 11 11 11

5. Pengadaan Air 39 38 40 39 39 39 39 39 39 40 43

6. Konstruksi 2,144 2,480 2,719 2,930 2,367 2,531 2,720 2,979 2,420 2,770 2,959

7. Perdagangan Besar & Eceran, 2,192 2,394 2,632 2,564 2,321 2,596 2,757 2,773 2,516 2,770 2,845

8. Transportasi dan Pergudangan 825 882 957 940 906 970 992 997 976 1,053 1,085

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 106 113 116 119 112 119 124 127 120 127 133

10. Informasi dan Komunikasi 447 450 468 485 489 494 508 514 535 537 541

11. Jasa Keuangan 437 456 459 473 462 474 477 495 486 493 485

12. Real Estate 303 314 300 327 308 329 329 331 318 337 334

13. Jasa Perusahaan 40 42 42 43 42 45 45 46 44 48 48

14. Adm Pemerintahan, 964 1,077 1,033 1,035 967 1,089 1,106 1,115 1,004 1,131 1,176

15. Jasa Pendidikan 932 935 967 941 949 958 1,002 981 987 1,022 1,098

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 190 188 195 193 194 200 200 199 204 212 215

17. Jasa Lainnya 279 292 290 299 285 294 302 311 307 311 314

PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp miliar)

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 8,989 9,167 9,419 9,483 9,516 9,769 9,954 10,020 10,010 10,386 10,605

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 189 194 203 211 212 218 222 222 226 238 240

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2,278 2,886 2,802 3,026 2,462 2,946 3,021 3,220 2,525 3,140 3,258

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 7,227 7,851 8,195 8,936 8,213 8,441 8,907 9,507 8,358 9,140 9,575

5. Perubahan Inventori (16) 127 161 116 358 449 357 401 364 (257) 194

6. Eksport Luar Negeri 430 654 691 1,164 881 983 1,302 1,430 3,086 2,730 3,267

7. Import Luar Negeri 1,177 1,547 1,410 1,918 2,325 2,024 2,422 2,850 1,648 2,373 1,859

8. Net Eksport Antar Daerah (1) (10) (137) (436) (2) (132) (109) (105) (2,478) (1,092) (2,644)

Total PDRB (Rp Miliar) 17,918 19,322 19,924 20,584 19,315 20,650 21,230 21,844 20,444 21,912 22,637

Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 5.5 6.8 6.0 7.7 7.8 6.9 6.6 6.1 5.8 6.1 6.6

2017Indikator

2016 2018

TABEL INDIKATOR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA Agustus 2018 x

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

I II III IV I II III IV I II III

Total Asset (Rp miliar) 22,003 22,895 22,906 23,347 23,194 25,207 24,383 25,795 26,151 27,284 28,341

- Bank Umum (Konvensional & Syariah) 21,732 22,603 22,632 23,038 22,900 24,881 24,073 25,483 25,843 26,967 28,031

- BPR 271 292 274 309 294 327 310 311 307 317 310

Dana Pihak Ketiga Bank Umum (Rp miliar) 15,367 15,690 15,442 14,872 15,882 17,058 17,072 17,009 17,807 18,994 19,369

- Giro 4,211 4,030 3,790 2,545 4,016 4,529 4,017 2,218 4,003 4,576 4,753

- Tabungan 7,245 7,665 7,717 8,627 7,635 8,109 8,157 9,631 8,844 9,375 9,399

- Deposito 3,912 3,995 3,934 3,700 4,230 4,420 4,898 5,160 4,960 5,043 5,218

Kredit Bank Umum* (Rp miliar) 16,915 17,910 18,119 18,266 18,813 19,450 19,904 20,604 21,329 21,827 22,403

- Modal Kerja 4,669 5,002 5,061 5,071 5,155 5,490 5,518 5,570 5,608 5,781 5,930

- Investasi 1,823 1,962 1,920 1,920 1,968 1,854 1,909 1,892 1,925 1,957 2,132

- Konsumsi 10,423 10,946 11,140 11,275 11,690 12,105 12,478 13,141 13,796 14,089 14,341

NPL Bank Umum(%) 2.61 2.48 2.79 2.69 3.23 3.27 3.12 2.72 2.46 2.56 2.42

LDR (%) 110 114 117 123 118 114 117 121 120 115 116

- Inflow 1,279 579 1,140 492 1,243 667 1,339 445 1,322 1,024 798

- Outflow 282 1,612 1,044 1,550 403 2,089 871 1,923 504 1,995 768

- Net (Inflow - Outflow) 997 (1,033) 96 (1,058) 840 (1,422) 468 (1,479) 819 (971) 30

- Volume (ribu transaksi) 58 64 56 62 55 46 51 54 51 51 53

- Nominal (Rp miliar) 2,084 2,437 2,172 2,404 2,000 1,634 1,850 2,025 1,856 1,790 2,019

- Volume (transaksi) 481 529 478 539 525 504 518 716 673 582 677

- Nominal (Rp miliar) 848 874 689 801 587 631 748 917 888 882 1,261

2016

RTGS dari Perbankan Sultra

Indikator

Kas (Rp miliar)

Perbankan

Kliring

2017 2018

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 1

RINGKASAN EKSEKUTIF

NOVEMBER

2018

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 2

Pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Tenggara

kembali mengalami

akselerasi pertumbuhan.

Akselerasi tersebut

didorong oleh

peningkatan konsumsi

rumah tangga dan

konsumsi pemerintah

serta penurunan kinerja

impor.

Tekanan inflasi Sultra

mengalami penurunan

yang disebabkan oleh

kondisi cuaca yang jauh

lebih kondusif dan upaya

pengendalian inflasi

untuk meningkatkan

produksi dan pasokan

pangan strategis dengan

ikan dan sayuran sebagai

fokus utama.

Realisasi belanja

pemerintah, terutama

yang bersumber dari

APBN mengalami

penurunan sementara

realisasi belanja dan

pendapatan pada ABPD

Provinsi mengalami

peningkatan.

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pada triwulan III 2018 ekonomi Sulawesi Tenggara tumbuh sebesar

6,6% (yoy), mengalami akselerasi pertumbuhan dibandingkan dengan

pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 6,1% (yoy). Dari

sisi permintaan, pertumbuhan perekonomian didorong oleh akselerasi

yang terjadi pada konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah

serta terkontraksinya impor. Sementara itu dari sisi penawaran,

akselerasi pada lapangan usaha utama seperti lapangan usaha

pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan usaha pertambangan

dan penggalian dan lapangan usaha industri pengolahan mendorong

pertumbuhan perekonomian yang terjadi. Memasuki triwulan IV 2018,

perkembangan beberapa indikator ekonomi di Sulawesi Tenggara

mengindikasikan arah pertumbuhan dengan tren meningkat dan

diperkirakan mampu tumbuh pada kisaran 6,7% - 7,1% (yoy). Sektor

ekonomi yang diperkirakan akan mengalami peningkatan kinerja yaitu

lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, Lapangan usaha

industri pengolahan, lapangan usaha konstruksi dan lapangan usaha

perdagangan besar dan eceran. Dengan capaian tersebut,

perekonomian Sulawesi Tenggara pada tahun 2018 diperkirakan

masih akan mengalami pertumbuhan meskipun kecenderungan

melambat dengan tumbuh pada kisaran 6,2% 6,6% (yoy)

dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2017 yang sebesar 6,8%

(yoy).

Inflasi Daerah

Tingkat inflasi IHK provinsi Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2018

mencapai 1,40% (yoy), mengalami penurunan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang sebesar 1,79% (yoy). Cuaca yang kondusif

pada triwulan laporan mendorong terjadinya peningkatan produksi di

kelompok bahan makanan. Meskipun demikian, penurunan inflasi ini

tertahan akibat peningkatan tekanan inflasi pada kelompok

penyumbang inflasi lainnya. Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan

oleh pemerintah daerah bersama Bank Indonesia melalui Tim

Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Tenggara selama

triwulan III 2018 difokuskan pada pengendalian inflasi sayur-sayuran

dan ikan segar untuk mencegah terjadinya efek berkelanjutan.

Keuangan Pemerintah

Pada triwulan III 2018, realisasi pendapatan dan belanja Pemerintah

Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan dibandingkan

dengan realisasi pendapatan pada periode yang sama tahun

sebelumnya dengan capaian masing-masing sebesar 73,59% dan

62,37%. Meskipun demikian, realisasi belanja APBN di provinsi ini

mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Penurunan tersebut disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja modal

karena adanya penundaan proyek infrastruktur prioritas di Sulawesi

Tenggara dan pelaksanaan beberapa proyek lainnya pasca Pilkada

2018.

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 3

Stabilitas keuangan

daerah masih terjaga dan

mendukung peningkatan

kinerja institusi keuangan

di Sultra.

Transaksi nontunai yang

didominasi oleh transaksi

kliring mengalami

akselerasi sejalan dengan

terakselerasinya konsumsi

pemerintah dan konsumsi

rumah tangga. Sementara

untuk transaksi tunai

terjadi net outflow.

Kondisi ketenagakerjaan

terindikasi mengalami

perbaikan yang didorong

oleh peningkatan

permintaan tenaga kerja.

Kesejahteraan juga

mengalami perbaikan

yang tercermin dari

peningkatan indeks NTP

Stabilitas Keuangan Daerah

Pada triwulan III 2018, di tengah ketidakpastian global, kondisi

stabilitas sistem keuangan di Sulawesi Tenggara relatif terjaga. Kondisi

tersebut tercermin pada ketahanan keuangan sektor rumah tangga,

sektor korporasi, UMKM dan institusi keuangan yang menunjukkan

perkembangan yang positif dengan risiko yang relatif terkendali.

Ketahanan keuangan sektor rumah tangga terus terjaga dengan

peningkatan penghasilan, optimisme konsumsi, perilaku berhutang

yang aman dan kemampuan keuangan yang masih cukup untuk

berbagai keperluan. Ketahanan pada sektor korporasi juga terus

terjaga. Selanjutnya, dari sisi institusi keuangan, indikator aset bank

umum, penghimpunan dana pihak ketiga dan kredit menunjukkan

peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kondisi yang

aman juga terlihat dari sisi risiko kredit yang masih terkendali.

Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang

Selama triwulan III 2018, nilai transaksi sistem pembayaran nontunai di

Sulawesi Tenggara mencapai Rp3,28 triliun, mengalami akselerasi

pertumbuhan sebesar 26,3% (yoy) dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang tumbuh sebesar 18,0% (yoy). Kondisi ini sejalan

dengan akselerasi pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut yang

terutama disebabkan oleh akselerasi pada konsumsi pemerintah dan

konsumsi rumah tangga. Dari preferensi penggunaannya, transaksi

nontunai secara nominal di Sulawesi Tenggara masih didominasi oleh

penggunaan SKNBI sebesar 61,6% dan sisanya sebesar 38,4%

menggunakan BI-RTGS. Sementara itu, transaksi pembayaran tunai

pada triwulan III 2018 memiliki pola net-inflow, sesuai dengan pola di

tahun sebelumnya. Bank Indonesia secara berkala terus menjaga

ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat. Selama Juli hingga

September 2018, kegiatan kas keliling di Sulawesi Tenggara telah

dilakukan sebanyak 22 (dua puluh dua) kali.

Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan

Kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat Sulawesi

Tenggara pada triwulan III 2018 lebih baik dibandingkan periode

sebelumnya. Peningkatan kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan

terutama dipengaruhi oleh adanya akselerasi pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2018. Indikasi perbaikan

ketenagakerjaan terutama berasal dari penawaran tenaga kerja yang

meningkat serta adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja yang

dirasakan oleh rumah tangga. Namun, tingkat kesejahteraan petani

sedikit menurun ditunjukkan oleh Nilai Tukar Petani yang mengalami

sedikit penurunan dibandingkan triwulan II 2018.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 4

Pertumbuhan ekonomi

Sultra pada tahun 2019

diperkirakan akan

melambat sementara

tekanan inflasi tetap

terjaga pada level yang

rendah dan stabil.

Prospek Perekonomian

Berdasarkan beberapa indikator pendukung, hasil survei dan liaison,

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan I 2019

diprakirakan berada pada kisaran 6,6% - 7,0% (yoy), cenderung

mengalami perlambatan pertumbuhan jika dibandingkan

pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang diprakirakan tumbuh

sebesar 6,7% - 7,1% (yoy). Perlambatan tersebut disebabkan oleh

perlambatan yang terjadi pada beberapa lapangan usaha utama

seperti lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan

usaha industri pengolahan, lapangan usaha konstruksi dan lapangan

usaha perdagangan besar dan eceran meskipun tertahan dengan

akselerasi yang terjadi pada lapangan usaha pertambangan dan

penggalian. Dengan memperhitungkan hal tersebut, maka pada tahun

2019 perekonomian Sultra diperkirakan akan mengalami akselerasi

pertumbuhan pada kisaran 6,8% - 7,2% (yoy). Akselerasi tersebut

didukung oleh pertumbuhan yang terjadi pada lapangan usaha

nonpertambangan meskipun tertahan oleh lapangan usaha

pertambangan.

Di sisi lain, tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun 2019

mendatang diperkirakan berada pada sasaran inflasi nasional yaitu

sebesar 3,5% ± 1%. Pada tahun tersebut, inflasi Sulawesi Tenggara

diperkirakan sekitar 2,8% - 3,2% (yoy), cenderung stabil dibandingkan

dengan perkiraan inflasi selama tahun 2018 yang berada pada kisaran

2,8% - 3,2% (yoy). Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah

dalam mendorong peningkatan produksi perikanan dan sayur-sayuran

yang selama ini menjadi penyebab utama inflasi di Sulawesi Tenggara

dapat menjadi faktor yang mendorong stabilnya capaian inflasi di

Sulawesi Tenggara.

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 5

1

EKONOMI

MAKRO REGIONAL

Loading Peti Kemas di Pelabuhan Kendari

Foto: Daniel

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 6

1.1. KONDISI UMUM

Pada triwulan III 2018, perekonomian Sulawesi

Tenggara melanjutkan tren membaik setelah

mengalami tren melambat sejak triwulan II 2017

hingga triwulan I 2018. Pada periode laporan,

perekonomian Sulawesi Tenggara tercatat tumbuh

sebesar 6,6% (yoy), mengalami akselerasi

pertumbuhan dibandingkan dengan pertumbuhan

pada triwulan II 2018 yang sebesar 6,1% (yoy)

(Grafik 1.1). Pertumbuhan ekonomi Sulawesi

Tenggara tersebut justru sedikit berbeda

dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi

nasional yang cenderung mengalami perlambatan

dengan tumbuh sebesar 5,2% (yoy) dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar

5,3% (yoy).

Dari sisi permintaan, pertumbuhan perekonomian

Sulawesi Tenggara didorong oleh akselerasi pada

konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah

serta perlambatan pertumbuhan impor. Sementara

itu dari sisi penawaran, pertumbuhan didorong

oleh akselerasi kinerja lapangan usaha pertanian,

kehutanan dan perikanan, lapangan usaha

pertambangan dan lapangan usaha industri

pengolahan.

Meskipun berada dalam tren yang meningkat,

sumbangan perekonomian Sulawesi Tenggara

terhadap perekonomian regional Sulawesi dan

perekonomian nasional masih cukup terbatas.

Pada triwulan III 2018, Sulawesi Tenggara masih

menjadi provinsi dengan andil perekonomian

terbesar ketiga di Sulawesi setelah Sulawesi

Selatan dan Sulawesi Tengah dengan pangsa

sebesar 12,9%. Sumbangan tersebut sedikit

mengalami penurunan dibandingkan dengan

sumbangan pada periode sebelumnya yang

Sumber: BPS, ADHK, diolah Sumber: BPS, ADHB, diolah

Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara

Grafik 1.2 Treemap Sektor Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan II 2018

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.3 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II Tahun 2018

6.1%6.6%

5.3%5.2%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

7.0%

8.0%

9.0%

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Pertumbuhan Ekonomi Sultra Pertumbuhan Ekonomi Nasional

%, yoy

Sultra2016=6,5%

Sultra2017=6,8%

5,0% ≤ PDRB < 6,0% 4,0% ≤ PDRB < 5,0% 0,0% ≤ PDRB < 4,0% PDRB < 0%

PDRB ≥ 7,0% 6,0% ≤ PDRB < 7,0%

SUMATERA 4,7% ACEH 5,7% SUMUT 5,3% RIAU 2,4%

SUMBAR 5,1% LAMPUNG 5,4% KEPRI 4,5%

BENGKULU 5,1% KEP. BABEL 4,5% SUMSEL 6,1% JAMBI 4,7%

KALIMANTAN 3,3% KALBAR 5,2% KALSEL 4,6%

SULAWESI 6,7% SULUT 5,8% GORONTALO 7,5% SULTENG 6,0%

KALTIM 1,8% KALTENG 5,7% KALTARA 4,6%

SULBAR 6,6% SULSEL 7,4% SULTRA 6,1%

BANTEN 5,6% JAKARTA 5,9% JABAR 5,6% JATENG 5,5% YOGYAKARTA 5,9% JATIM 5,6%

BALINUSRA 3,8% BALI 6,1% NTB -0,8% NTT 5,2%

MALUKU 5,5% MALUKU UTARA 7,3% PAPUA 24,7% PAPUA BARAT 12,8%

MAPUA 18,2%

(YoY)

JAWA 5,7%

PERTUMBUHAN

NASIONAL

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 7

sebesar 13,0%. Sementara itu, sumbangan

perekonomian Sulawesi Tenggara terhadap

perekonomian nasional sepanjang tahun 2018

cukup stabil dengan pangsa sebesar 0,8%.

Meskipun memiliki pangsa yang masih cukup

rendah, namun dengan berbagai kekayaan alam

yang dimiliki Sulawesi Tenggara masih memiliki

potensi yang cukup tinggi untuk mendorong

perekonomian regional Sulawesi dan

perekonomian nasional.

Memasuki triwulan IV 2018, perkembangan

beberapa indikator ekonomi di Sulawesi Tenggara

mengindikasikan arah pertumbuhan dengan tren

meningkat dan diperkirakan mampu tumbuh pada

kisaran 6,7% - 7,1% (yoy). Hasil survei yang

dilakukan oleh KPw Bank Indonesia Provinsi

Sulawesi Tenggara dan pendalaman informasi

yang dilakukan melalui liaison juga

mengindikasikan akan terjadi perbaikan kondisi

usaha, penjualan dan investasi. Berdasarkan hasil

proyeksi, lapangan usaha pertanian, kehutanan

dan perikanan serta lapangan usaha industri

pengolahan masih akan melanjutkan akselerasinya

pada triwulan IV 2018 diikuti pula dengan

peningkatan kinerja pada lapangan usaha

konstruksi dan lapangan usaha perdagangan besar

dan eceran. Namun perlambatan pada lapangan

usaha pertambangan dan penggalian diperkirakan

akan menahan laju akselerasi perekonomian pada

periode tersebut. Sementara dari sisi permintaan,

percepatan pertumbuhan pada sektor utama

seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi

pemerintah dan investasi diperkirakan mampu

mendorong akselerasi perekonomian Sulawesi

Tenggara pada periode mendatang.

1.2. SISI PERMINTAAN

Dari sisi permintaan (dilihat dari komponen

pengeluaran pada PDRB), akselerasi pertumbuhan

yang terjadi pada triwulan III 2018 berasal dari

meningkatnya aktivitas konsumsi rumah tangga,

konsumsi pemerintah dan perlambatan impor.

Sementara itu, perlambatan terjadi pada investasi

dan ekspor luar negeri. Berdasarkan pangsanya,

perekonomian Sulawesi Tenggara masih

didominasi oleh 3 sektor, yaitu konsumsi rumah

tangga, investasi dan konsumsi pemerintah

dengan pangsa masing-masing sebesar 49,0%,

40,1% dan 14,8% (Tabel 1.1).

Selanjutnya pada triwulan IV 2018, diperkirakan

akan terjadi percepatan pertumbuhan ekonomi

yang didorong oleh peningkatan konsumsi rumah

tangga, konsumsi pemerintah dan investasi.

Perayaan Hari Besar Keagamaan dan periode libur

akhir tahun diperkirakan akan mendorong

terjadinya peningkatan permintaan masyarakat.

Selain itu, konsumsi pemerintah juga diperkirakan

akan mengalami peningkatan seiring dengan

penyelesaian proyek dan kegiatan sesuai dengan

APBD yang telah ditetapkan. Penyelesaian proyek

oleh pemerintah juga menjadi salah satu faktor

yang mendorong terjadinya peningkatan kinerja

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.4 Source of Growth Sisi Permintaan

3.39 3.31 2.89 2.40 3.07 3.24 2.78 2.66 2.63 3.09 3.15 2.46 2.98 2.93

4.38 4.05

2.84 1.26

5.50 3.05 3.57 2.77

0.75

3.38 3.15 1.78 3.09 3.68

(2.52)

(1.55)

2.40

2.52

1.70 3.07 1.29

11.42 8.46 9.26

(1.27)

2.13

(2.63)(1.38) (0.25)

(6.40)(2.47)

(5.08) (4.53)(1.69)

0.74

(1.04)(4.59)

(12.81)

(15.00)

(10.00)

(5.00)

0.00

5.00

10.00

15.00

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018 2015 2016 2017

Konsumsi Kons. Pemerintah Investasi Perubahan Inventori Ekspor Impor Net Ekspor AD

%

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 8

investasi di Sulawesi Tenggara. Akselerasi pada

investasi juga didorong oleh masih tingginya minat

investor asing pada komoditas-komoditas

unggulan di Sulawesi Tenggara seperti rencana

pembangunan pabrik gula di Bombana dan

kerjasama budidaya tanaman penghasil energi

biomassa.

1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga

Realisasi Triwulan III 2018

Pada triwulan III 2018 konsumsi rumah tangga

tercatat tumbuh sebesar 6,5% (yoy), mengalami

akselerasi pertumbuhan dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,3%

(yoy). Hal ini didorong oleh capaian inflasi yang

terjaga sepanjang periode laporan sehingga daya

beli masyarakat cukup terjaga.

Peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga

tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan

Konsumen (IKK) hasil Survei Konsumen Bank

Indonesia yang mengalami peningkatan. Rata-rata

IKK pada triwulan III 2018 sebesar 134,1,

mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan

rata-rata IKK periode sebelumnya yang sebesar

125,7 (Grafik 1.6). Peningkatan keyakinan tersebut

didorong oleh ketersediaan lapangan kerja saat ini

dan pengeluaran masyarakat untuk konsumsi

barang tahan lama jauh lebih baik dibandingkan

dengan periode 6 bulan yang lalu. Selain itu,

konsumen juga memiliki keyakinan bahwa

perekonomian Sulawesi Tenggara dalam 6 bulan

mendatang akan semakin baik yang ditandai

dengan peningkatan indeks pada perkiraan

penghasilan dan perkiraan ketersediaan tenaga

kerja pada 6 bulan yang akan datang.

Meskipun mengalami peningkatan aktivitas

konsumsi, namun kredit konsumsi pada triwulan III

2018 cenderung mengalami perlambatan. Pada

periode tersebut, kredit konsumsi tercatat tumbuh

sebesar 14,4% (yoy), sedikit mengalami

perlambatan dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang tumbuh sebesar 15,5% (yoy).

Meskipun demikian, outstanding kredit konsumsi

mengalami peningkatan sebesar Rp275,0 miliar,

yaitu dari Rp15,0 triliun pada triwulan II 2018

menjadi Rp15,3 triliun pada triwulan III 2018.

Tracking Triwulan IV 2018

Memasuki triwulan IV 2018, perkembangan

berbagai indikator terkini mengindikasikan

pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan

mengalami peningkatan. Perayaan Hari Besar

Keagamaan dan periode libur akhir tahun

diperkirakan mampu meningkatkan daya beli

masyarakat. Selain itu, masyarakat cenderung

memiliki ekspektasi positif terhadap perekonomian

Sulawesi Tenggara di periode mendatang. Hal

tersebut yang tercermin dari hasil Survei

Konsumen bahwa Indeks Ekspektasi Ekonomi (IEK)

untuk triwulan IV 2018 sebesar 133,8, mengalami

peningkatan dibandingkan dengan triwulan III

2018 yang sebesar 128,4. Hal tersebut

menunjukkan bahwa masyarakat meyakini kondisi

Tabel 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan

Dalam % (yoy); angka dalam kurung ( ) menunjukkan negatif Rasio = perbandingan terhadap total PDRB di Tw III 2018 PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto (investasi); p= proyeksi KPw BI Sultra LNPRT= Lembaga Non Profit melayani Rumah Tangga

Sumber: BPS, ADHK, diolah

I II III IV I II III IVP

Konsumsi Rumah Tangga 5.9 6.6 5.6 5.7 5.2 6.3 6.5 6.6 - 7.0 49.0

Konsumsi LNPRT 12.1 12.5 9.5 5.1 7.0 9.4 8.4 7.7 - 8.1 1.0

Konsumsi Pemerintah 6.7 1.0 7.6 6.4 2.5 6.9 7.9 8.1 - 8.5 14.8

PMTB 14.8 8.7 10.9 6.4 1.8 8.0 7.5 9.1 - 9.5 40.1

Perubahan Inventori (2332.4) 252.9 121.7 246.2 1.5 (157.2) (45.5) (178.7) - (178.3) 0.6

Eksport Luar Negeri 106.5 52.6 91.4 22.8 250.4 178.0 150.9 118.5 - 118.9 12.3

Import Luar Negeri 162.6 46.2 104.8 48.6 (29.1) 19.4 (23.2) 8.4 - 8.8 8.8

Net Eksport Antar Daerah (14.8) 21.8 17.3 (75.9) 100759.9 688.1 2317.0 1014.3 - 1014.7 (9.0)

PDRB 8.0 7.0 6.5 6.1 5.8 6.1 6.6 6.7 - 7.1

* Keterangan Meningkat Melambat Stabil

RasioKomponen Pengeluaran2017 2018

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 9

perekonomian triwulan IV 2018 akan lebih baik

dibandingkan dengan periode sebelumnya

Tracking Tahun 2018

Pada tahun 2018, konsumsi masyarakat

diperkirakan akan mengalami akselerasi

pertumbuhan dengan capaian berada pada kisaran

6,0% - 6,4% (yoy). Capaian tersebut lebih tinggi

jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun

2017 yang sebesar 6,0% (yoy). Akselerasi tersebut

didukung oleh terjadinya peningkatan pendapatan

oleh ASN di Sulawesi Tenggara dan pertumbuhan

lapangan utama nontambang yang memiliki

penyerapan tenaga kerja paling tinggi sehingga

mendorong peningkatan daya beli masyarakat

Sulawesi Tenggara secara menyeluruh.

1.2.2. Konsumsi Pemerintah

Realisasi Triwulan III 2018

Akselerasi konsumsi pemerintah turut menjadi

faktor pendorong peningkatan pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2018.

Pada periode tersebut konsumsi pemerintah

mampu tumbuh sebesar 7,9% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 6,6% (yoy). Telah terpilihnya

pemimpin baru di beberapa daerah di Sulawesi

Tenggara mendorong terjadinya peningkatan

konsumsi pemerintah terutama guna mendukung

penyusunan RPJMD tahun 2019 2024. Selain itu,

berlangsungnya seleksi CPNS, penyaluran gaji ke-

14 dan beberapa event lain mendukung terjadinya

peningkatan konsumsi pemerintah pada periode

laporan.

Tracking Triwulan IV 2018

Pada triwulan IV 2018, pertumbuhan konsumsi

pemerintah diperkirakan akan kembali mengalami

akselerasi. Peningkatan tersebut didukung oleh

beberapa hal, antara lain adalah penyelesaian

proyek pembangunan pemerintah, masih

berlangsungnya pelaksanaan seleksi CPNS dan

finalisasi RPJMD. Selain itu, masih cukup tingginya

pagu APBD pemerintah juga menjadi faktor yang

dapat mendorong terjadinya peningkatan kinerja

konsumsi pemerintah pada periode mendatang.

Tracking Tahun 2018

Konsumsi pemerintah diperkirakan akan

mengalami akselerasi pertumbuhan pada tahun

2018 dengan capaian berada pada kisaran 6,3%

6,7% (yoy), meningkat dibandingkan dengan

tahun 2017 yang sebesar 6,0% (yoy). Peningkatan

tersebut didukung oleh berlangsungnya Pemilihan

Gubernur serta Walikota/Bupati di Sulawesi

Tenggara, peningkatan pembayaran gaji ke-13

bagi ASN dan mulai memasukinya tahap akhir dari

proyek pembangunan seperti Kendari New Port

sehingga mampu mendorong konsumsi

pemerintah secara menyeluruh. Selain itu,

berbagai pengeluaran pemerintah terkait dengan

penyusunan RPJMD juga meningkatkan konsumsi

pemerintah pada tahun ini seiring dengan sudah

terpilihnya pimpinan daerah yang baru.

Sumber: BPS

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.6 Indeks Keyakinan Konsumen

90

95

100

105

110

115

120

125

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2015 2016 2017 2018Indeks Tendensi Konsumen

Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen

indeks

134.1

128.2

139.9

80

100

120

140

160

180

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini

Indeks Ekspektasi Konsumen

optimis

INDEKS

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 10

1.2.3. Investasi

Realisasi Triwulan III 2018

Investasi di Sulawesi Tenggara pada triwulan III

2018 cenderung mengalami perlambatan dan

menjadi faktor yang menahan akselerasi

pertumbuhan yang terjadi pada periode laporan.

Pada periode tersebut, investasi tumbuh sebesar

7,5% (yoy), mengalami perlambatan jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 8,2% (yoy). Kondisi

perekonomian global yang kurang kondusif serta

perbaikan perekonomian negara maju

menyebabkan investor cenderung untuk

menanamkan modalnya pada negara yang

dianggap memiliki tingkat risiko lebih rendah.

Perlambatan pada investasi juga tercermin dari

hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang

dilakukan oleh KPw BI Sultra. Investasi yang pada

triwulan III 2018 tercatat tumbuh sebesar 8,4%

(qtq), lebih rendah jika dibandingkan dengan

pertumbuhan investasi pada triwulan III 2017 yang

sebesar 12,8% (qtq). Sejalan dengan perlambatan

kinerja investasi, pertumbuhan kredit investasi juga

mengalami perlambatan pada periode laporan.

Kredit investasi pada periode laporan terkontraksi

sebesar 9,4% (yoy), lebih dalam jika dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang terkontraksi

sebesar 3,1% (yoy). Dari sisi outstanding-nya,

kredit investasi juga mengalami penurunan sebesar

Rp160,2 miliar, yaitu dari Rp4,4 triliun pada

triwulan II 2018 menjadi Rp4,3 triliun pada

triwulan III 2018 (Grafik 1.11).

Tracking Triwulan IV 2018

Pada triwulan berjalan, kegiatan investasi di

Sulawesi Tenggara diperkirakan akan terakselerasi.

Kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara dan

Indonesia yang masih cukup kuat ditengah kondisi

global yang kurang kondusif serta telah berlalunya

masa politik dapat memberikan citra baik dan

keyakinan bagi para investor untuk menanamkan

modalnya kembali di Sulawesi Tenggara. Selain itu,

fokus pemerintah dalam pengembangan sektor

dan komoditas utama juga diyakini dapat menarik

minat investor untuk menanamkan modalnya.

Tracking Tahun 2018

Kondisi perekonomian global yang kurang

kondusif menyebabkan terjadi perlambatan kinerja

investasi di Sulawesi Tenggara pada tahun 2018.

Pada tahun tersebut, investasi diperkirakan akan

tumbuh pada kisaran 6,6% - 7,0% (yoy),

mengalami perlambatan dibandingkan dengan

kinerja pada tahun 2017 yang tumbuh sebesar

8,9% (yoy). Selain kondisi perekonomian global

yang kurang kondusif, perlambatan kinerja

investasi tersebut juga disebabkan oleh lebih

rendahnya jumlah pembangunan smelter baru

dibandingkan dengan pembangunan yang

dilakukan oleh investor asing pada tahun 2017.

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha KPw BI Sultra

Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi

Tenggara Grafik 1.8 Realisasi Investasi Sulawesi Tenggara

15.30

14.4%

10.0%

11.0%

12.0%

13.0%

14.0%

15.0%

16.0%

17.0%

-

2

4

6

8

10

12

14

16

18

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi (sb. Kanan)

Rp Triliun yoy

12.8

8.4

-

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

% (QTQ)

Realisasi Investasi

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 11

1.2.4. Ekspor dan Impor Luar Negeri

Realisasi Ekspor Triwulan III 2018

Ekspor luar negeri Sulawesi Tenggara pada

triwulan III 2018 tercatat kembali mengalami

penurunan kinerja meskipun masih tumbuh pada

level yang tinggi. Pada periode tersebut ekspor

Sulawesi Tenggara tumbuh hingga 150,9% (yoy),

lebih rendah dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang tumbuh sebesar 177,8% (yoy).

Perlambatan pada kinerja ekspor tersebut

disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan

ekspor komoditas utama yaitu bijih nikel kadar

rendah dan feronikel.

Ekspor bijih nikel pada triwulan III 2018 hanya

tumbuh sebesar 102,1% (yoy), mengalami

penurunan yang sangat signifikan dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang mampu tumbuh

sebesar 668,4% (yoy). Hal tersebut disebabkan

oleh terjadinya shifting permintaan bijih nikel oleh

Tiongkok yang selama ini didominasi dari Sulawesi

Tenggara namun dalam 2 periode terakhir sudah

didominasi dari Maluku Utara. Selain itu, perang

dagang yang terjadi juga menyebabkan terjadinya

penurunan permintaan bijih ekspor bijih nikel

kadar rendah dari Tiongkok. Kondisi yang sama

juga menjadi faktor yang menyebabkan terjadi

perlambatan pertumbuhan kinerja ekspor feronikel

pada periode laporan. Pada periode tersebut,

ekspor feronikel tumbuh sebesar 120,3% (yoy),

mengalami perlambatan dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 221,2%

(yoy). Selain kedua komoditas utama tersebut,

penurunan kinerja ekspor juga terjadi pada

beberapa komoditas lainnya seperti perikanan

yang pada triwulan III 2018 terkontraksi sebesar

2,9% (yoy) dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 0,9%

(yoy) dan aspal yang tumbuh 25,0% (yoy)

dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan

II 2018 yang mencapai 514% (yoy).

Meskipun demikian, terdapat beberapa ekspor

komoditas yang menunjukkan peningkatan,

terutama ekspor komoditas kakao olahan. Ekspor

komoditas tersebut tumbuh sebesar 338,6% (yoy),

mengalami peningkatan yang sangat signifikan

jika dibandingkan dengan periode sebelumnya

yang terkontraksi sebesar 100,0% (yoy). Hal

tersebut menjadi indikasi positif untuk mendorong

kinerja ekspor di masa yang akan datang dan

dapat mengurangi ketergantungan terhadap

ekspor hasil pertambangan.

Dari sisi negara mitra dagang, Tiongkok masih

menjadi negara tujuan ekspor utama dengan

pangsa sebesar 75,8% kemudian diikuti oleh India

dan Korea Selatan dengan pangsa masing-masing

sebesar 15,0% dan 4,0%. Tingginya pangsa

ekspor Sulawesi Tenggara ke Tiongkok perlu

mendapat perhatian khusus mengingat perang

dagang yang tengah terjadi antara Amerika Serikat

dan Tiongkok.

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.9 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara

Grafik 1.10 Nilai Ekspor Luar Negeri Sulawesi Tenggara

4.28

-9.4%-20.0%

-10.0%

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

-

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Kredit Investasi g Kredit Investasi (sb. Kanan)

Rp Triliun yoy

226

304

170.9%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

-

50

100

150

200

250

300

350

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2015 2016 2017 2018

Ekspor Sultra g Ekspor Sultra (sb. Kanan)

Juta US$ yoy

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 12

Realisasi Impor Luar Negeri Triwulan III 2018

Pada triwulan III 2018, impor Sulawesi Tenggara

tercatat mengalami kontraksi dan menjadi salah

satu faktor yang mendorong pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Tenggara. Aktivitas impor pada

periode tersebut terkontraksi sebesar 28,3% (yoy),

mengalami penurunan jika dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 17,3%

(yoy).

Dilihat berdasarkan nilai impor barang secara riil

dari data Bea Cukai, impor Sulawesi Tenggara

pada periode laporan adalah sebesar 72,2 juta

dolar Amerika, menurun jika dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang sebesar 100,7 juta dolar

Amerika. Penurunan tersebut terjadi pada seluruh

jenis barang, dengan barang antara sebagai

penyebab utama. Pada triwulan III 2018, impor

barang antara terkontraksi sebesar 40,8% (yoy),

menurun dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,2% (yoy).

Impor barang modal juga tercatat mengalami

kontraksi pada periode laporan dengan capaian

sebesar 18,6% (yoy). Capaian tersebut mengalami

penurunan yang sangat signifikan dibandingkan

dengan periode yang sebelumnya yang tumbuh

hingga 311,6% (yoy). Selain itu, impor barang

konsumsi juga tercatat mengalami perlambatan

pertumbuhan dengan tumbuh sebesar 79,3%

(yoy) dibandingkan dengan pertumbuhan pada

triwulan II 2018 yang mencapai 229,8% (yoy).

Berdasarkan pangsanya, impor Sulawesi Tenggara

masih didominasi oleh barang modal dengan

pangsa sebesar 63,1% kemudian diikuti oleh

impor barang antara dengan pangsa sebesar

36,5% dan sisanya adalah impor barang konsumsi.

Sementara untuk sumber barangnya, kegiatan

impor Sulawesi Tenggara masih didominasi oleh

barang-barang dari Tiongkok dengan pangsa

hampir mencapai 85,5% kemudian diikut oleh

Australia dengan pangsa sebesar 6,9% dan Korea

Selatan sebesar 3,5%.

Tracking Triwulan IV 2018

Memasuki triwulan IV 2018, kinerja ekspor luar

negeri diperkirakan akan kembali mengalami

perlambatan. Perlambatan tersebut disebabkan

oleh based effect point serta telah stabilnya ekspor

bijih nikel kadar rendah sehingga tidak terjadi

peningkatan yang signifikan. Selain itu, harga nikel

juga cenderung mengalami penurunan yang

disebabkan oleh kondisi perekonomian global

yang kurang stabil.

Di sisi lain, impor Sulawesi Tenggara pada triwulan

berjalan diperkirakan akan kembali terakselerasi.

Masih tingginya kebutuhan Sulawesi Tenggara

terhadap barang impor untuk mendorong

pembangunan infrastruktur menjadi faktor yang

menyebabkan terjadi peningkatan impor pada

periode laporan.

Sumber: Bea Cukai, diolah

Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.11 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara Grafik 1.12 Pangsa Komoditas Ekspor

157

262.1%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

-

20

40

60

80

100

120

140

160

180

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017 2018Ekspor feronikel g Ekspor feronikel (sb. Kanan)

Juta US$ yoy

Minyak Nilam, 0.19%Perikanan,

1.57%

Feronikel, 76.36%

Bijih Nikel, 20.57%

Lainnya, 1.31%

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 13

Tracking Tahun 2018

Pada tahun 2018, kinerja ekspor Sulawesi

Tenggara diperkirakan akan mengalami

peningkatan yang sangat signifikan dengan

capaian berada pada kisaran 165,5% - 165,9%

(yoy) dibandingkan dengan periode sebelumnya

yang mengalami pertumbuhan sebesar 56,3%

(yoy). Pertumbuhan kinerja ekspor yang baik pada

komoditas utama seperti bijih nikel dan feronikel

menjadi pendorong utama peningkatan kinerja

ekspor pada tahun 2018 dengan pertumbuhan

masing-masing per YTD September 2018 adalah

140,3% (Ytd) dan 107,6% (Ytd). Selain itu,

peningkatan pada beberapa komoditas lainnya

seperti kakao olahan dan aspal turut menjadi

faktor peningkatan kinerja ekspor Sulawesi

Tenggara. Sementara itu, kinerja impor

diperkirakan akan mengalami perbaikan dengan

terkontraksi pada kisaran 6,5% - 6,9% (yoy),

mengalami penurunan yang signifikan

dibandingkan dengan kinerja pada tahun 2017

yang tumbuh sebesar 59,0% (yoy).

1.3. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA

UTAMA

Dari sisi penawaran, akselerasi pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2018

didorong oleh pertumbuhan lapangan usaha

utama yaitu lapangan usaha pertanian, kehutanan

dan perikanan, lapangan usaha penggalian dan

pertambangan serta lapangan usaha industri

pengolahan. Berdasarkan pangsanya,

perekonomian Sulawesi Tenggara masih

didominasi oleh lapangan usaha primer yaitu

lapangan usaha pertanian, kehutanan dan

perikanan dan lapangan usaha pertambangan dan

penggalian dengan pangsa masing-masing sebesar

23,0% dan 21,4%. Selain itu, Sulawesi Tenggara

juga memiliki 3 lapangan usaha utama lainnya,

yaitu lapangan usaha konstruksi dengan pangsa

sebesar 13,1%, lapangan usaha perdagangan

besar dan eceran sebesar 12,6% dan lapangan

Sumber: Bea Cukai, diolah

Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 1.13 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara Grafik 1.14 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.15 Source of Growth Sisi Penawaran

391

67

2,877

51

1,031

1,473

319 140

2,623

34

861 774

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

Ikan Hidup Ikan Beku Rajungan Udang Gurita Daging Ikan

Tw II 2018 Tw III 2018

ribu USD

72.2

-28%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

800%

-

20

40

60

80

100

120

140

160

180

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Import Sultra g Import Sultra (sb. Kanan)

Juta US$ yoy

2.52 1.35 1.27

2.04 1.19 1.49 1.28 1.45 1.39 1.51 1.76 1.78 1.35

(1.50)

0.82

(1.27)

2.05 3.11 2.37 3.08 1.84 1.34 1.16

1.63

2.02 0.06

2.58

1.03 1.05

1.16

0.72 1.24

0.27 0.01 0.24

0.27 1.16 1.12

1.72 0.99

0.42 0.74 0.78 1.96

1.34 0.72

1.04 0.63

1.01 1.01 0.84

0.42 1.05 1.22

0.86

(2.00)

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018 2015 2016 2017

Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Konstruksi Perdagangan Lainnya

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 14

usaha industri pengolahan sebesar 5,8%. Struktur

ekonomi tersebut tidak mengalami perubahan

yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Pada triwulan IV, diperkirakan akan terjadi

percepatan pertumbuhan ekonomi yang

disebabkan oleh akselerasi pada lapangan usaha

pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan

usaha industri pengolahan, lapangan usaha

konstruksi dan lapangan usaha perdagangan besar

dan eceran. Namun pertumbuhan tersebut

diperkirakan akan tertahan oleh perlambatan pada

lapangan usaha pertambangan dan penggalian.

1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Realisasi Triwulan III 2018

Pada triwulan III 2018, lapangan usaha pertanian,

kehutanan dan perikanan (selanjutnya disebut

usaha pertanian) mengalami akselerasi

pertumbuhan. Lapangan usaha tersebut mampu

tumbuh sebesar 7,7% (yoy) dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,5%

(yoy). Akselerasi tersebut terjadi didorong oleh

akselerasi pertumbuhan produksi pertanian yang

tercatat sebesar 25,8% (yoy) dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar

4,0% (yoy) (Grafik 1.16). Selain itu, peningkatan

kinerja lapangan usaha ini juga didukung oleh

adanya peningkatan produksi perikanan. Produksi

perikanan pada triwulan III 2018 mencapai 6,21

ribu ton, mengalami peningkatan dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang sebesar 4,82

ribu ton (Grafik 1.17). Kondisi gelombang yang

jauh lebih stabil dan kembali normalnya aktivitas

melaut nelayan setelah Ramadhan dan Lebaran

menjadi faktor yang mendorong terjadinya

peningkatan produksi pada lapangan usaha

tersebut.

Akselerasi yang terjadi pada lapangan usaha

pertanian turut mendorong terjadinya

peningkatan penyaluran kredit ke sektor tersebut.

Outstanding kredit usaha pertanian pada triwulan

III 2018 sebesar Rp1.041,3 miliar atau tumbuh

sebesar 58,6% (yoy), meningkat dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang sebesar Rp965,0

miliar atau tumbuh sebesar 32,1% (yoy) (Grafik

1.18).

Tracking Triwulan IV 2018

Pada periode berjalan, lapangan usaha pertanian

diperkirakan akan kembali mengalami akselerasi

dengan perkiraan berada pada kisaran 8,1% -

8,5% (yoy). Akselerasi pada lapangan usaha

tersebut yang didukung oleh peningkatan hasil

panen tabama yang tercermin dari luas tanam

yang mengalami peningkatan pada triwulan III

2018, yaitu seluas 57,7 ribu hektar dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang seluas 39,1 ribu

hektar. Meskipun demikian, terjadinya penurunan

Tabel 1.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran

Dalam % (yoy); p= proyeksi KPw BI Sultra

Sumber: BPS, ADHK, diolah

I II III IV I II III IVP

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.8 6.4 5.5 6.3 5.7 6.5 7.7 8.1 - 8.5 23.0

Pertambangan dan Penggalian 17.2 12.3 15.9 9.0 6.5 5.4 7.7 5.8 - 6.2 21.4

Industri Pengolahan 7.4 8.8 4.3 5.2 6.8 (0.2) 0.7 3.0 - 3.4 5.8

Pengadaan Listrik, Gas 3.0 4.6 7.8 8.2 0.1 2.2 2.6 1.8 - 2.2 0.1

Pengadaan Air 0.0 3.6 (3.2) 0.3 0.7 3.3 9.3 5.2 - 5.6 0.2

Konstruksi 10.4 2.1 0.1 1.7 2.2 9.4 8.8 9.5 - 9.9 13.1

Perdagangan Besar dan Eceran 5.9 8.4 4.8 8.1 8.4 6.6 3.2 6.0 - 6.4 12.6

Transportasi dan Pergudangan 9.8 10.2 3.8 6.0 7.6 8.6 9.3 10.9 - 11.3 4.8

Akomodasi dan Makan Minum 7.1 7.0 9.4 6.1 7.1 6.4 7.0 8.0 - 8.4 0.6

Informasi dan Komunikasi 9.4 9.8 8.6 6.2 9.5 8.6 6.6 10.8 - 11.2 2.4

Jasa Keuangan 5.8 4.0 3.8 4.6 5.1 4.1 1.8 4.6 - 5.0 2.1

Real Estate 1.5 4.7 9.8 1.1 3.5 2.6 1.7 4.9 - 5.3 1.5

Jasa Perusahaan 3.9 6.6 6.8 6.6 4.5 6.9 6.0 7.7 - 8.1 0.2

Administrasi Pemerintahan 0.3 1.1 7.0 7.8 3.9 3.9 6.4 0.7 - 1.1 5.2

Jasa Pendidikan 1.8 1.8 2.8 4.2 4.1 6.7 9.6 5.7 - 6.1 4.8

Jasa Kesehatan dan Sosial 1.3 6.3 2.6 3.1 5.4 6.0 7.4 7.7 - 8.1 0.9

Jasa Lainnya 2.0 0.6 4.2 4.1 7.7 5.9 4.1 4.4 - 4.8 1.4

PDRB 8.0 7.0 6.5 6.1 5.8 6.1 6.6 6.7 - 7.1

* Keterangan Meningkat Melambat Stabil

Komponen Pengeluaran2017

Pangsa2018

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 15

hasil produksi perikanan diperkirakan menjadi

faktor yang dapat menahan akselerasi

pertumbuhan pada lapangan usaha tersebut.

Tracking Tahun 2018

Pada tahun 2018, lapangan usaha pertanian

diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 6,9% -

7,3% (yoy), mengalami akselerasi pertumbuhan

dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun

2017 yang sebesar 5,8% (yoy).Hal tersebut

didukung oleh kondisi cuaca yang jauh lebih

kondusif dan berbagai program bantuan

pemerintah sehingga mendorong terjadinya

peningkatan produksi terutama pada kelompok

tabama.

1.3.2. Pertambangan dan Penggalian

Realisasi Triwulan III 2018

Kinerja lapangan usaha pertambangan dan

penggalian pada periode triwulan III 2018

mengalami akselerasi pertumbuhan. Pada periode

tersebut kinerja lapangan usaha ini tumbuh

sebesar 7,7% (yoy), mengalami akselerasi

pertumbuhan dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,4% (yoy).

Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan oleh KPw

BI Sultra ke pelaku usaha pertambangan di

Sulawesi Tenggara, peningkatan kinerja pada

lapangan usaha tersebut didukung oleh

peningkatan kapasitas utilitas terutama pada

komoditas nikel, yaitu sebesar 80% dibandingkan

dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar

77%.

Meskipun demikian, penyaluran kredit

pertambangan oleh perbankan justru cenderung

mengalami perlambatan. Pada triwulan III 2018,

kredit pertambangan kembali mengalami

kontraksi sebesar 0,4% (yoy) dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang mampu tumbuh

sebesar 14,6% (yoy), (Grafik 1.19). Outstanding

kredit juga mengalami penurunan yang cukup

dengan capaian sebesar Rp2,2 triliun

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

sebesar Rp2,5 triliun.

Tracking Triwulan IV 2018

Memasuki triwulan IV 2018, kinerja lapangan

usaha ini diperkirakan akan mengalami

perlambatan pertumbuhan. Perlambatan

pertumbuhan tersebut disebabkan oleh

berlangsungnya perang dagang antara Amerika

Serikat dan Tiongkok. Hal tersebut berdampak

pada perekonomian Tiongkok dan juga

menyebabkan terjadinya penurunan permintaan

nikel oleh Tiongkok untuk mendukung kinerja

industrinya.

Tracking Tahun 2018

Kinerja lapangan usaha pertambangan pada tahun

2018 diperkirakan akan mengalami perlambatan

pertumbuhan pada kisaran 6,2% - 6,6% (yoy)

dibandingkan dengan tahun 2017 yang mencapai

13,0% (yoy). Hal tersebut disebabkan oleh telah

berlangsungnya relaksasi ekspor bijih nikel kadar

rendah pada tahun 2017 sehingga pertumbuhan

produksi pertambangan cenderung mengalami

penurunan.

Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan, diolah

Sumber: PPS Samudra Kendari, diolah

Grafik 1.16 Luas Panen Padi di Sulawesi Tenggara Grafik 1.17 Jumlah Pendaratan Ikan di Kota Kendari

44

25.8%

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

-

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2015 2016 2017 2018

Thousands

Luas Panen Padi Pertumbuhan(sb. Kanan)

Luas (ribu Ha) yoy

6.21

6.8%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

4

5

6

7

8

9

10

11

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2015 2016 2017 2018

Thousands

Pendaratan Ikan Pertumbuhan(sb. Kanan)

Jumlah (ribu ton) yoy

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 16

1.3.3. Industri Pengolahan

Realisasi Triwulan III 2018

Pada triwulan III 2018, lapangan usaha industri

pengolahan mengalami akselerasi pertumbuhan

dan menjadi salah satu faktor yang mendorong

pertumbuhan perekonomian Sulawesi Tenggara.

Lapangan usaha tersebut mengalami akselerasi

sebesar 0,7% (yoy), mengalami peningkatan

dibandingkan periode sebelumnya yang

mengalami kontraksi sebesar 0,2% (yoy).

Peningkatan tersebut didukung oleh peningkatan

produksi industri skala sedang dan besar meskipun

sedikit tertahan oleh perlambatan pertumbuhan

produksi industri skala mikro dan kecil.

Pada triwulan III 2018, industri skala sedang dan

besar mengalami pertumbuhan sebesar 0,46%

(yoy), mengalami peningkatan dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang terkontraksi

sebesar 0,41% (yoy). Akselerasi tersebut didorong

oleh masih tumbuh positifnya industri kayu

dengan capaian sebesar 37,6% (yoy). Selain itu,

perbaikan produksi pada industri percetakan dan

reproduksi media rekaman juga mengalami

perbaikan produksi meskipun masih tercatat

mengalami pertumbuhan negatif, yaitu sebesar -

44,7% (yoy) dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang terkontraksi sebesar 64,9%

(yoy). Meskipun demikian, akselerasi tersebut

sedikit tertahan oleh penurunan kinerja industri

makanan yang mengalami kontraksi sebesar

35,4% (yoy) dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang terkontraksi sebesar 29,3%

(yoy).

Peningkatan pada lapangan usaha pengolahan

tersebut sedikit tertahan oleh perlambatan kinerja

yang terjadi pada industri mikro dan kecil. Pada

triwulan III 2018, industri tersebut hanya tumbuh

sebesar 29,0% (yoy), mengalami perlambatan

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Sumber: Produsen Nikel Sultra, diolah

Grafik 1.18 Kredit Pertanian Sulawesi Tenggara Grafik 1.20 Produksi Ore Nikel

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 1.19 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara Grafik 1.21 Kredit Industri Sulawesi Tenggara

1,041.34

58.6%

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

70.0%

-

200

400

600

800

1,000

1,200

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Kredit Pertanian gKredit Pertanian (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

296

-6.1%-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

800%

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

I II III IV I II III IV I II Juli

2016 2017 2018

Thousands

Produksi nikel (MWT) yoy

Volume (WMT) yoy

2,146.24

-0.4%-40.0%

-20.0%

0.0%

20.0%

40.0%

60.0%

80.0%

100.0%

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Kredit Pertambangan g Kredit Pertambangan (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy567.15

10.2%

0.0%

20.0%

40.0%

60.0%

80.0%

100.0%

120.0%

140.0%

-

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Kredit Industri g Kredit Industri (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 17

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 37,9% (yoy). Perlambatan

signifikan disebabkan oleh melambatnya industri

bahan makanan, pada triwulan III 2018 tumbuh

sebesar 13,0% (yoy) dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 87,7%

(yoy). Berlalunya periode lebaran sehingga

produksi makanan olahan seperti kue cenderung

mengalami penurunan menjadi faktor utama yang

melatarbelakangi penurunan tersebut.

Berbeda dengan kinerja lapangan usaha industri

pengolahan yang mengalami akselerasi,

penyaluran kredit ke industri pengolahan

cenderung mengalami perlambatan. Pada triwulan

III 2018, penyaluran kredit untuk industri

pengolahan hanya tumbuh sebesar 10,2% (yoy),

mengalami perlambatan dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 19,2%

(yoy). Meskipun demikian, baki kredit lapangan

usaha tersebut mengalami peningkatan sebesar

Rp14,5 miliar, yaitu dari Rp552,6 miliar pada

triwulan II 2018 menjadi Rp576,1 miliar pada

triwulan III 2018 (Grafik 1.21). Hal ini

mengindikasikan sikap wait and see kalangan

usahawan, sehingga belum seluru fasilitas kredit

dimanfaatkan.

Tracking Triwulan IV 2018

Pada periode mendatang, kondisi lapangan usaha

industri pengolahan diperkirakan akan kembali

mengalami akselerasi. Berlangsungnya panen

diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan

produksi industri makanan dan minuman.

Peningkatan juga terjadi pada industri pengolahan

nikel yang didukung oleh masuknya bahan baku

bijih nikel kadar tinggi dari Halmahera untuk

dilakukan pengolahan di Sulawesi Tenggara.

Namun, hasil perikanan yang diperkirakan akan

mengalami penurunan dapat menjadi risiko yang

menahan peningkatan kinerja pada lapangan

usaha tersebut.

Tracking Tahun 2018

Sepanjang tahun 2018, kinerja lapangan usaha

industri pengolahan diperkirakan akan mengalami

perlambatan jika dibandingkan dengan

pertumbuhan pada tahun 2017. Penurunan bahan

baku ikan segar pada tahun 2018 menjadi salah

satu faktor yang menyebabkan terjadinya

perlambatan kinerja lapangan usaha tersebut.

Meskipun demikian, peningkatan produksi padi

dan feronikel menjadi faktor yang menahan

perlambatan kinerja pada industri pengolahan

pada tahun 2018.

1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran

Realisasi Triwulan III 2018

Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran

pada triwulan III 2018 tercatat mengalami

perlambatan sehingga menahan akselerasi

pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Lapangan

usaha tersebut tumbuh sebesar 3,2% (yoy)

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 6,7% (yoy). Perlambatan tersebut

didorong oleh penurunan yang terjadi pada

perdagangan luar negeri.

Pada triwulan III 2018, volume ekspor Sulawesi

Tenggara tercatat mengalami penurunan yang

sangat signifikan dengan hanya tumbuh sebesar

115,2% (yoy) dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang mampu tumbuh hingga 728,0%

(yoy). Penurunan secara signifikan terjadi pada

volume ekspor bijih nikel kadar rendah yang pada

triwulan II 2018 mampu tumbuh sebesar 765,9%

sementara pada triwulan III 2018 tercatat hanya

sebesar 110,1% (yoy). Salah satu faktor yang

menyebabkan penurunan kinerja ekspor bijih nikel

kadar rendah adalah terjadinya shifting

permintaan bijih nikel kadar rendah oleh Tiongkok.

Sejak diberlakukannya kebijakan relaksasi ekspor

bijih nikel kadar rendah, Sulawesi Tenggara

merupakan provinsi pengekspor bijih nikel terbesar

ke Tiongkok dengan rata-rata pangsa 53,3%

sepanjang April 2017 hingga Maret 2018. Namun

sejak April 2018, terjadi perubahan peta

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 18

perdagangan dengan Maluku Utara sebagai

provinsi pengekspor bijih nikel kadar tertinggi ke

Tiongkok dengan rata-rata pangsa mencapai

62,0% hingga September 2018.

Meskipun kinerja perdagangan luar negeri

mengalami perlambatan, namun hal tersebut

tertahan oleh peningkatan kinerja perdagangan

dalam negeri. Berdasarkan hasil survei kegiatan

dunia usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI

Sultra, kinerja lapangan usaha perdagangan besar

dan eceran tercatat mengalami peningkatan yang

sangat signifikan. Pada triwulan III 2018, lapangan

usaha tersebut mampu tumbuh sebesar 10,57%

(qtq), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

pertumbuhan triwulan III 2017 yang sebesar

1,33% (qtq).

Selain itu, perlambatan tersebut juga tertahan oleh

terjadinya peningkatan penyaluran kredit oleh

perbankan ke lapangan usaha perdagangan besar

dan eceran. Pada triwulan III 2018, penyaluran

kredit perbankan mengalami pertumbuhan

sebesar 2,4% (yoy), mengalami akselerasi

pertumbuhan dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,7% (yoy).

Akselerasi tersebut juga mendorong terjadinya

peningkatan baki kredit dari Rp5,1 triliun pada

triwulan II 2018 menjadi Rp5,2 triliun pada

triwulan III 2018. (Grafik 1.24).

Tracking Triwulan IV 2018

Memasuki triwulan IV 2018, kinerja usaha

perdagangan besar dan eceran diperkirakan akan

mengalami akselerasi dengan tumbuh pada

kisaran 6,0% - 6,4% (yoy). Berlangsungnya

periode natal dan libur akhir tahun diperkirakan

mampu mendorong terjadinya peningkatan

permintaan oleh masyarakat sehingga terjadi

peningkatan perdagangan domestik. Meskipun

demikian, perang dagang yang terjadi antara

Amerika Serikat dan Tiongkok berpotensi

menyebabkan terjadinya penurunan kinerja pada

perdagangan luar negeri.

Sumber: Bea Cukai, diolah

Sumber: LBU Bank Indonesia, Lokasi Proyek, diolah

Grafik 1.22 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara Grafik 1.24 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara

Sumber: Bea Cukai, diolah

Sum Sumber: LBU Bank Indonesia, Lokasi Proyek, diolah

Grafik 1.23 Transaksi Perdagangan Luar Negeri Grafik 1.25 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara

2,122.33

115.2%

-2000%

0%

2000%

4000%

6000%

8000%

10000%

12000%

14000%

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2015 2016 2017 2018

Ekspor Sultra (volume) g Ekspor Sultra (sb.kanan)

Volume (ribu ton) yoy5,162.75

2.4%

0.0%

2.0%

4.0%

6.0%

8.0%

10.0%

12.0%

14.0%

16.0%

18.0%

4,300

4,400

4,500

4,600

4,700

4,800

4,900

5,000

5,100

5,200

5,300

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Kredit Perdagangan g Kredit Perdagangan (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

304

72.2

-

50

100

150

200

250

300

350

400

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2015 2016 2017 2018

Nilai Eksport Nilai Import

Juta USD1,075.00

0.3%

-20.0%

0.0%

20.0%

40.0%

60.0%

80.0%

100.0%

-

200

400

600

800

1,000

1,200

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Kredit Konstruksi g Kredit Konstruksi (sb. Kanan)

Rp Miliar yoy

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 19

Tracking Tahun 2018

Sepanjang tahun 2018, kinerja lapangan usaha

perdagangan besar dan eceran diperkirakan akan

tumbuh pada kisaran 5,8% - 6,2% (yoy).

Pertumbuhan tersebut lebih lambat dibandingkan

dengan pertumbuhan tahun 2017 yang sebesar

6,8% (yoy). Perlambatan tersebut disebabkan oleh

penurunan yang terjadi pada perdagangan

domestik. Meskipun demikian, perlambatan

tersebut dapat tertahan oleh perdagangan luar

negeri yang didorong oleh tingginya permintaan

nikel dan didukung oleh harga yang tinggi.

1.3.5. Konstruksi

Realisasi Triwulan III 2018

Pada triwulan III 2018, kinerja lapangan usaha

konstruksi tercatat mengalami perlambatan dan

menjadi faktor yang menahan akselerasi

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara. Pada

periode tersebut, lapangan usaha konstruksi

tumbuh sebesar 8,8% (yoy), mengalami

perlambatan pertumbuhan dibandingkan dengan

kinerja periode sebelumnya yang tumbuh sebesar

9,4% (yoy). Kurang stabilnya perekonomian global

dan masih berlangsungnya masa periode politik

pada awal triwulan III 2018 memberikan dampak

terhadap investor yang cenderung wait and see.

Hal tersebut memberikan dampak terhadap proyek

pembangunan yang dilakukan oleh investor asing

dan pemerintah.

Perlambatan juga terjadi pada penyaluran kredit ke

lapangan usaha konstruksi. Pada triwulan III 2018,

kredit lapangan usaha tersebut hanya tumbuh

sebesar 0,3% (yoy), mengalami perlambatan

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 3,6% (yoy). Meskipun demikian,

outstanding kredit konstruksi mengalami

peningkatan dari Rp997,3 miliar menjadi

Rp1.075,0 miliar (Grafik 1.25).

Tracking Triwulan IV 2018

Pada triwulan IV 2018, lapangan usaha konstruksi

diperkirakan akan mengalami akselerasi.

Berlangsungnya penyelesaian proyek

pembangunan oleh pemerintah seperti Kendari

New Port diperkirakan menjadi salah satu faktor

yang mendorong akselerasi lapangan usaha

tersebut. Selain itu, penyelesaian beberapa proyek

oleh swasta seperti pembangunan tower 14 lantai

Bank Sultra juga diperkirakan akan mendorong

akselerasi lapangan usaha tersebut.

Tracking Tahun 2018

Kinerja lapangan usaha konstruksi pada tahun

2018 diperkirakan berada pada kisaran 7,5% -

7,9% (yoy). Capaian tersebut lebih tinggi

dibandingkan dengan capaian tahun 2017 yang

sebesar 3,2% (yoy). Kondisi cuaca yang jauh lebih

kondusif pada tahun 2018 menyebabkan proyek

pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah

dan swasta dapat berjalan sesuai dengan rencana.

Selain itu, pembangunan smelter yang masih

berlangsung dan beberapa pabrik untuk

mendorong komoditas utama di Sulawesi

Tenggara juga mendorong peningkatan kinerja

lapangan usaha tersebut.

1.4. PERTUMBUHAN EKONOMI TANPA

LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN

Realisasi Triwulan III 2018

Kuatnya pertumbuhan perekonomian Sulawesi

Tenggara ditopang oleh cukup stabilnya

pertumbuhan perekonomian nontambang. Pada

triwulan III 2018, perekonomian nontambang

tumbuh sebesar 6,3% (yoy) cenderung stabil

dibandingkan periode sebelumnya yang juga

tumbuh sebesar 6,3% (yoy). Hal tersebut terjadi

disebabkan oleh pertumbuhan pada lapangan

usaha utama seperti lapangan usaha pertanian dan

lapangan usaha industri pengolahan tertahan oleh

perlambatan pada lapangan usaha utama lainnya,

yaitu lapangan usaha konstruksi dan lapangan

usaha perdagangan besar dan eceran.

Akselerasi pertumbuhan produksi hasil tabama

dan peningkatan produksi perikanan menjadi salah

satu faktor yang mendorong pertumbuhan

perekonomian nontambang. Peningkatan bahan

baku tersebut turut memberikan dampak terhadap

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 20

peningkatan kinerja industri pengolahan.

Meskipun demikian, perlambatan yang terjadi

pada lapangan usaha utama lainnya seperti

lapangan usaha konstruksi yang disebabkan oleh

kondisi perekonomian global yang kurang stabil

dan lapangan usaha perdagangan besar dan

eceran yang disebabkan oleh penurunan kinerja

perdagangan luar negeri menjadi faktor penahan

akselerasi yang terjadi. Dari sisi rasio komponen

lapangan usaha terhadap total PDRB

nonpertambangan, lapangan usaha pertanian

masih mendominasi perekonomian Sulawesi

Tenggara dengan rasio sebesar 30,0% diikuti oleh

lapangan usaha konstruksi dan lapangan usaha

perdagangan besar dan eceran dengan masing-

masing pangsa sebesar 17,5% dan 15,9%.

Tracking Triwulan IV 2018

Pada triwulan IV 2018 mendatang lapangan usaha

nonpertambangan diperkirakan akan kembali

mengalami akselerasi dengan pertumbuhan

berada di kisaran 7,0% - 7,4% (yoy). Akselerasi

pertumbuhan yang terjadi disebabkan oleh

akselerasi pada seluruh lapangan usaha utama,

yaitu lapangan usaha pertanian, lapangan usaha

konstruksi, lapangan usaha perdagangan besar

dan eceran serta lapangan usaha industri

pengolahan.

Peningkatan hasil produksi tabama menjadi faktor

yang mendorong terjadinya peningkatan lapangan

usaha pertanian. Peningkatan produksi bahan

baku tersebut dan operasional smelter yang

semakin baik diperkirakan akan mampu

mendorong kinerja lapangan usaha industri

pengolahan. Selain itu, masih berlangsungnya

pembangunan oleh pemerintah dan swasta juga

menjadi faktor yang mendorong pertumbuhan

perekonomian nontambang.

Sumber: BPS, ADHK, diolah

Grafik 1.26 Perkembangan Ekonomi Nonpertambangan Sulawesi Tenggara

-10.00

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

2015 2016 2017 I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Pertumbuhan Ekonomi Tambang Pertumbuhan Ekonomi Non Tambang Pertumbuhan Ekonomi Sultra

%, (YoY)

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 21

BOKS 01

MENDORONG PEREKONOMIAN SULAWESI TENGGARA MELALUI PENGUATAN

KINERJA EKSPOR

Perekonomian Sulawesi Tenggara pada tahun 2013 dan 2014 berada pada tren penurunan yang cukup

signifikan setelah sempat mencapai 2 digit pada tahun 2012, yaitu sebesar 11,7% (yoy), kemudian

mengalami perlambatan pertumbuhan yang cukup signifikan hingga hanya tumbuh sebesar 6,3% (yoy)

pada tahun 2014. Hal tersebut disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan yang terjadi pada lapangan

usaha pertambangan dan penggalian yang memiliki korelasi sangat tinggi terhadap perekonomian

Sulawesi Tenggara, yaitu sebesar 0,85. Perlambatan pada lapangan usaha tersebut disebabkan oleh

berlakunya UU Minerba sehingga berdampak pada kinerja ekspor bijih nikel yang merupakan komoditas

ekspor utama Sulawesi Tenggara.

Grafik 1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Sulawesi

Tenggara Tahun 2011 2017 (%, yoy)

Grafik 2. Perkembangan Ekspor Sulawesi Tenggara (dalam

ribu USD)

Dampak penurunan kinerja ekspor terhadap perekonomian Sulawesi Tenggara perlu diantisipasi dengan

baik sehingga kinerja ekspor dapat kembali pulih dan dapat memberikan dampak optimal terhadap

perekonomian Sulawesi Tenggara. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Bank Indonesia melalui

beberapa metode, Sulawesi Tenggara memiliki ragam komoditas lain yang berpotensi mendorong kinerja

ekspor. Potensi tersebut didasari oleh beberapa hal seperti data historis kinerja ekspor komoditas, daya

saing komoditas dan data historis permintaan dunia (impor). Dengan beberapa metode yang dilakukan,

diperoleh beberapa sektor yang dapat menjadi unggulan untuk mendorong ekspor, yaitu sektor

perikanan, perkebunan dan pertambangan bijih logam

Grafik 3. Hasil Analisis Komoditas Ekspor Unggulan Sulawesi Tenggara

Namun dalam upaya pengembangan ketiga sektor tersebut, masih terdapat beberapa tantangan yang

perlu diselesaikan oleh seluruh pihak. Berdasarkan akses pasarnya, bea masuk menjadi salah satu kendala

Product Space Dynamic RCA IM & EM CAGR

Cocoa Butter & Paste Fresh Fish (Excl. Fillet) Fresh Fish (Excl. Fillet) Minerals, Crudes, N.E.S

Ferroalloy Fish Fillet (Fresh / Chilled) Frozen Fish (Excl. Fillet) Essential Oils, Concretes & Absolute; Resinoids

Minerals, Crudes, N.E.S Fresh / Frozen Crustaceans & Molluscs Fresh / Frozen Crustaceans & Molluscs Cocoa Butter & Cocoa Paste

Pepper, Pimento Prepared Crustaceans & Molluscs Edible Nuts (Excl. Nuts Used for The Extract of Oil) Fresh / Frozen Crustaceans & Molluscs

Essential Oils, Concretes & Absolute; Resinoids Edible Nuts (Excl. Nuts Used for The Extract of Oil) Cocoa Butter & Cocoa Paste Frozen Fish (Excl. Fillet)

Crustaceans & Mollucs Cocoa Butter & Cocoa Paste Pepper, Pimento Edible Nuts (Excl. Nuts Used for The Extract of Oil)

Fresh Fish (Excl. Fillets) Pepper, Pimento Spices (Excl. Pepper & Pimento) Pepper, Pimento

Frozen Fish (Excl. Fillets) Spices (Excl. Pepper & Pimento) Minerals, Crudes, N.E.S Fresh Fish (Excl. Fillet)

Other Materials of Vegetable Origins Essential Oils, Concretes & Absolute; Resinoids Other Materials of Vegetbale Origin, N.E.S Other Materials of Vegetbale Origin, N.E.S

Spices (Excl. Pepper & Pimento) Mineral or Chemical Fertilizers Essential Oils, Concretes & Absolute; Resinoids Spices (Excl. Pepper & Pimento)

Edible Nuts (Excl. Nuts Used for The Extract of Oil) Boxes, Bags & Other Packing Containers Ferroalloy

Chairs and Other Seats & Parts Builderscarpentry and Joinery

Boxes, Bags & Other Packing Containers

Chairs and Other Seats & Parts

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 22

utama dalam mendorong kinerja ekspor terutama hasil perikanan dan perkebunan. Indonesia memiliki

bea masuk yang cukup tinggi ke beberapa negara tujuan ekspor utama seperti Uni Eropa dan Jepang

sementara negara produsen lain seperti Filipina, Vietnam dan Thailand sebagai produsen ikan serta Pantai

Gading dan Ghana sebagai negara produsen kakao justru memiliki bea masuk yang lebih murah bahkan

mendapatkan hak istimewa yaitu bebas bea masuk. Selain itu, kualitas dari hasil perkebunan dan

perikanan tersebut juga masih perlu ditingkatkan sehingga penolakan atas ekspor komoditas-komoditas

tersebut dapat dikurangi. Sementara itu, kondisi cukup berbeda justru dialami oleh sektor pertambangan

bijih logam yang didominasi oleh nikel dan olahannya. Kinerja ekspor pada komoditas tersebut tidak

terdiversifikasi dengan baik dengan Tiongkok sebagai negara tujuan utamanya sehingga memunculkan

kerentanan yang cukup tinggi terutama dalam kondisi terjadinya perang dagang antara Tiongkok dan

Amerika Serikat saat ini.

Selain dari akses pasar, kendala juga muncul dari sisi faktor produksi. Masih cukup rendahnya tingkat

pendidikan yang dimiliki oleh petani dan nelayan menyebabkan cara berkebun dan melaut yang dilakukan

oleh para petani dan nelayan masih tradisional sehingga berdampak pada rendahnya produktivitas pada

kedua sektor tersebut. Selain itu, permodalan juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan

terhambatnya kinerja ekspor. Akses keuangan oleh petani dan nelayan masih cukup rendah sehingga

menjadi hambatan bagi para pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya dan berdampak pada

tingkat produksi yang rendah dan tidak stabil. Dengan kondisi tersebut, maka kinerja ekspor akan sulit

untuk berkembang karena importir memerlukan kepastian terkait dengan jumlah yang dapat disediakan

dalam jangka panjang.

Berkaca kepada permasalahan tersebut, KPw BI Sultra berupaya untuk membuat suatu rekomendasi yang

dapat menjadi masukan bagi pemerintah sebagai strategi pertumbuhan perekonomian Sulawesi

Tenggara. Dalam menyusun rekomendasi tersebut, difokuskan kepada faktor produksi dengan alasan

bahwa permasalahan tersebut merupakan permasalahan utama dalam pengembangan sektor potensial

di Sulawesi Tenggara dan Pemerintah Daerah memiliki wewenang penuh atas kebijakan pengembangan

daerah sehingga implementasi kebijakan dapat dilakukan secara lebih optimal. Dalam menentukan

rekomendasi yang tepat sebagai strategi pertumbuhan perekonomian, dilakukan simulasi kepada masing-

masing sektor tersebut dengan asumsi yang difokuskan pada pengembangan kompetensi sumber daya

manusia, peningkatan produktivitas melalui pemanfaatan teknologi atau bibit unggul dan peningkatan

permodalan atau kapital dari masing-masing sektor.

Tabel 1. Hasil Simulasi Strategi Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara

Dengan simulasi yang dilakukan, stimulus pada sektor perikanan memberikan dampak yang paling

signifikan dengan potensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 1.63% terhadap baseline.

Pemanfaatan teknologi menjadi faktor utama yang mampu mendorong pertumbuhan paling signifikan

pada simulasi subsektor perikanan. Selain itu, pemanfaatan teknologi pada subsektor pertambangan bijih

logam juga berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,21% dari baseline. Sementara itu,

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 23

pertambangan bijih logam dan perkebunan merupakan komoditas utama yang berpotensi mendorong

ekspor secara signifikan pada kinerja ekspor Sulawesi Tenggara. Pemanfaatan teknologi secara baik

mampu mendorong produksi dan kinerja ekspor. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya tingkat

konsumsi masyarakat atas komoditas-komoditas yang dihasilkan pada kedua subsektor tersebut. Guna

mendorong tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan sesuai dengan simulasi yang

dilakukan, maka perlu dilakukan pengembangan di masing-masing subsektor untuk mencapai hasil yang

diharapkan.

Tabel 2. Roadmap Pengembangan Sektor Perikanan

Tabel 3. Roadmap Pengembangan Sektor Perkebunan

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 24

Tabel 4. Roadmap Pengembangan Sektor Pertambangan Bijih Logam

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 25

n

KEUANGAN PEMERINTAH

2

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 26

2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD PROVINSI

TAHUN 2018

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2018

mengalami peningkatan plafon pendapatan, yaitu

sebesar 0,56% (yoy) menjadi Rp3,52 triliun (Grafik

2.1). Peningkatan anggaran pendapatan terjadi

karena pada tahun 2017 Provinsi Sulawesi

Tenggara berhasil membukukan pendapatan

sebesar 100,93% dari target. Meskipun palfon

pendapatan mengalami peningkatan, namun pos

belanja mengalami penurunan sebesar 11,07%

(yoy) dibandingkan dengan APBD Perubahan

Tahun 2017, yaitu dari Rp3,87 triliun menjadi

Rp3,45 Triliun. Penurunan tersebut dipengaruhi

oleh rasionalisasi anggaran terhadap realisasi

belanja tahun 2017 yang hanya sebesar 91,73%

atau sebesar Rp3,55 triliun.

Dari sisi pendapatan, peningkatan anggaran

pendapatan terjadi pada transfer dari pemerintah

pusat. Pendapatan transfer tersebut ditargetkan

sebesar Rp2,90 triliun atau meningkat 5,03% jika

dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ini

terutama terjadi pada komponen Dana Alokasi

Khusus (DAK) seiring dengan meningkatnya

anggaran pariwisata dan anggaran pendidikan

yang kini berada di tingkat provinsi. Di sisi lain,

alokasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami

penurunan anggaran, pada tahun 2018

ditargetkan sebesar Rp620,40 miliar atau turun

15,89% jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Penurunan ini terutama terjadi pada komponen

pendapatan pajak daerah. Anggaran pendapatan

pada tahun 2018 tersebut masih didominasi oleh

pendapatan transfer dengan pangsa sebesar

82,4%, dengan alokasi terbesar untuk Dana

Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp1,57 triliun dan

diikuti oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar

Rp1,21 triliun. Sementara itu, PAD masih relatif

rendah dengan pangsa sebesar 17,6%, dengan

sumber terbesar berasal dari pajak daerah sebesar

Rp446,4 miliar (Grafik 2.2).

Dari sisi belanja, penurunan anggaran belanja pada

tahun 2018 disebabkan oleh penurunan belanja

operasi, belanja modal dan belanja transfer ke

kabupaten/kota. Pada tahun ini anggaran belanja

operasi hanya sebesar Rp2,45 triliun atau turun

sebesar 1,40% (yoy), bahkan anggaran belanja

modal hanya sebesar Rp764,13 miliar atau turun

sebesar 23,51% (yoy). Selain itu, anggaran belanja

transfer ke kabupaten/kota sebesar Rp215,78

miliar, mengalami penurunan lebih signifikan

sebesar 43,29% (yoy). Dengan demikian,

anggaran belanja Provinsi Sulawesi Tenggara pada

tahun 2018 masih didominasi oleh belanja operasi

dengan pangsa sebesar 70,96%. Komponen

belanja terbesar untuk belanja operasi adalah

belanja pegawai sebesar Rp1,33 triliun dan belanja

hibah sebesar Rp694,7 miliar. Turunnya belanja

modal pemerintah daerah pada tahun ini

menyebabkan pangsa komponen tersebut hanya

sebesar 22,17%, lebih rendah daripada tahun

Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah

Ket: APBD 2017 adalah APBD Perubahan 2017

Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah

Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara Grafik 2.2 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja

Provinsi Sulawesi Tenggara

2,47

3,50 3,52

2,82

3,87 3,56

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Pendapatan Belanja

Rp Triliun

21,1%

78,9%

64,0%

25,8%

9,8%17,6%

82,4%71,0%

22,2%

6,3%

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

80,0%

100,0%

PAD TRANSFER OPERASI MODAL TRANSFER

PENDAPATAN BELANJAAPBD 2017 APBD 2018

pangsa

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 27

sebelumnya yang dapat mencapai pangsa sebesar

25,78%.

2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN

APBD PROVINSI

2.2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan

Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi

Tenggara hingga periode laporan terealisasi

sebesar 73,59% dari total anggaran APBD 2018,

atau sebesar Rp2,59 triliun (Tabel 2.1). Capaian

tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan

realisasi periode yang sama pada tahun 2017 yang

tercatat sebesar Rp2,50 triliun atau 71,38%.

Peningkatan realisasi disebabkan oleh adanya

peningkatan yang terjadi di komponen

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kondisi tersebut

dipengaruhi oleh membaiknya pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2018

yang tumbuh sebesar 6,6% (yoy). Peningkatan

yang terjadi mempengaruhi kinerja sektor swasta

dan pendapatan rumah tangga sehingga

berdampak pada penerimaan pajak yang lebih

tinggi. Meskipun demikian, capaian ini masih lebih

rendah jika dibandingkan dengan rata-rata

realisasi selama lima tahun terakhir sebesar

76,94%.

Sumber pendapatan triwulan III 2018 di Provinsi

Sulawesi Tenggara masih didominasi oleh

pendapatan transfer atau dana perimbangan

(Daper). Pada triwulan laporan, pangsa Daper

tercatat 82,09%, sedikit lebih tinggi dibandingkan

triwulan III 2017 yang sebesar 81,03%. Kondisi ini

mengindikasikan kemandirian fiskal pemerintah

provinsi yang tidak sekuat periode sebelumnya.

Lebih jauh, jika dibandingkan dengan target APBD,

maka realisasi Daper mencapai 73,34%, relatif

tidak jauh berbeda dibandingkan realisasi periode

yang sama tahun 2017 sebesar 73,32%. Relatif

stabilnya realisasi Daper tersebut ditopang oleh

realisasi DAU yang sebesar 83,33%, meskipun

rendahnya pendapatan DBH Pajak yang hanya

mencapai 37,40% dari target APBD 2018

menahan serapan pada pos Daper.

Sementara itu, realisasi PAD Sulawesi Tenggara

pada triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp464,10

miliar atau mencapai 74,81%, lebih tinggi

dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya

yang sebesar 64,29%. Peningkatan tersebut

berasal dari realisasi pajak daerah yang semakin

meningkat sejalan dengan tingginya pembelian

kendaraan bermotor akibat ekspansi taksi online.

Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemprov Sulawesi Tenggara Pada Triwulan III

Keterangan: Anggaran dan Realisasi dalam Miliar Rupiah

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

Anggaran Realisasi Serap (%) Anggaran Realisasi Serap (%) Anggaran Realisasi Serap (%)

PENDAPATAN 2.474,02 1.942,86 78,53 3.502,20 2.499,79 71,38 3.521,77 2.591,85 73,59

PENDAPATAN ASLI DAERAH 638,18 446,79 70,01 737,57 474,16 64,29 620,40 464,10 74,81

Pendapatan Pajak Daerah 500,31 371,60 74,27 591,12 324,46 54,89 446,43 297,96 66,74

Hasil Retribusi Daerah 10,88 9,29 85,39 12,04 11,35 94,25 16,75 13,49 80,52

Hasil Pengelolaan yang Dipisahkan 23,45 24,27 103,49 37,91 37,91 100,00 37,91 47,01 124,00

Lain-lain PAD 103,54 41,63 40,21 96,50 100,44 104,08 119,32 105,65 88,54

PENDAPATAN TRANSFER 1.825,36 1.496,07 81,96 2.762,39 2.025,46 73,32 2.901,37 2.127,75 73,34

Transfer Pemerintah Pusat 1.820,36 1.066,17 58,57 2.709,84 1.972,91 72,81 2.884,87 2.119,50 73,47

Dana Bagi Hasil Pajak 58,87 39,14 66,47 60,87 - - 57,71 21,58 37,40

Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 34,53 36,53 105,78 38,20 - - 37,12 24,39 65,70

Dana Alokasi Umum 983,24 891,83 90,70 1.563,33 - - 1.575,96 1.313,30 83,33

Dana Alokasi Khusus 743,71 98,67 13,27 1.047,43 - - 1.214,08 760,23 62,62

Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 5,00 429,90 8.598,04 52,55 52,55 100,00 16,50 8,25 50,00

Dana Otonomi Khusus - - - - - - 16,50 8,25 50,00

Dana Penyesuaian 5,00 429,90 8.598,04 52,55 - - - - -

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 10,47 - - 2,25 0,18 7,79 - - -

Pendapatan Hibah 11,00 - - 0,18 - - - - -

Pendapatan Dana Darurat - - - 2,07 - - - - -

Pendapatan Lainnya - - - - - - - - -

U R A I A N

Kumulatif Tw III 2018Kumulatif Tw III 2017Kumulatif Tw III 2016

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 28

Pajak daerah yang dapat dipungut oleh

Pemerintah Provinsi adalah pajak kendaraan

bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor,

pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air

permukaan dan pajak rokok. Dengan demikian,

sumber pemasukan PAD Sulawesi Tenggara yang

sudah tercatat pada triwulan III 2018 sebagian

besar berasal dari komponen pendapatan pajak

daerah dengan pangsa sebesar 64,20%, diikuti

oleh lain-lain PAD (22,76%), dan hasil pengelolaan

yang dipisahkan (10,13%).

2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja

Sejalan dengan peningkatan realisasi pendapatan,

penyerapan anggaran belanja APBD Provinsi

Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2018 juga

mengalami peningkatan. Realisasi belanja

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada

triwulan laporan tercatat 62,73% atau sebesar

Rp2,16 triliun (Tabel 2.2). Capaian ini lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar 51,87% atau dalam nominal

sebesar Rp2,01 triliun. Peningkatan tersebut

berasal dari penyerapan belanja operasi, belanja

modal, serta belanja transfer yang lebih besar.

Pada triwulan III 2018, realisasi belanja operasional

sebesar Rp1,64 triliun atau sudah terealisasi

sebesar 66,97% dari target APBD. Peningkatan

penyerapan terutama terjadi pada pos belanja

hibah dan pos belanja pegawai. Belanja hibah

mengalami peningkatan realisasi menjadi 72,30%

atau Rp502,32 miliar, dari sebelumnya 59,67%

pada triwulan III 2017. Peningkatan ini terjadi

untuk bantuan keuangan kabupaten/kota, yang

diarahkan untuk pembangunan infrastruktur di

daerah. Adapun belanja pegawai meningkat

menjadi 68,38% atau Rp913,14 miliar, lebih tinggi

dibandingkan tahun lalu yang sebesar 65,63%.

Peningkatan belanja pegawai ini sejalan dengan

kegiatan penyusunan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang

mengundang berbagai dinas di tingkat

kabupaten/kota.

Lebih jauh, realisasi belanja modal pada periode

laporan menunjukkan kinerja meningkat dengan

tingkat realisasi sebesar 39,29% atau senilai

Rp300,19 miliar. Kondisi tersebut lebih tinggi

dibandingkan dengan periode yang sama pada

tahun sebelumnya yang terealisasi sebesar 36,53%

dari target. Peningkatan tersebut disebabkan oleh

meningkatnya komponen belanja jalan, irigasi, dan

jaringan yang terealisasi sebesar 45,16%, dari

sebelumnya 39,35%. Peningkatan ini juga terjadi

Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemprov Sulawesi Tenggara Pada Triwulan III

Keterangan: Anggaran dan Realisasi dalam Miliar Rupiah

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

Anggaran Realisasi Serap (%) Anggaran Realisasi Serap (%) Anggaran Realisasi Serap (%)

BELANJA 2.823,45 1.668,44 59,09 3.874,39 2.009,46 51,87 3.445,48 2.161,28 62,73

BELANJA OPERASI 1.686,18 1.161,47 68,88 2.479,94 1.481,80 59,75 2.445,24 1.637,62 66,97

Belanja Pegawai 624,16 448,87 71,92 1.321,31 867,15 65,63 1.335,40 913,14 68,38

Belanja Barang 406,27 222,69 54,81 501,35 224,80 44,84 378,20 196,80 52,03

Belanja Bunga 18,81 16,49 87,68 12,23 11,02 90,17 6,60 6,04 91,52

Belanja Hibah 582,64 436,85 74,98 610,41 364,25 59,67 694,77 502,32 72,30

Belanja Bantuan Keuangan 54,30 36,57 67,34 34,64 14,58 - 30,27 19,32 -

BELANJA MODAL 832,42 388,83 46,71 998,96 364,89 36,53 764,13 300,19 39,29

Belanja Tanah 14,30 9,94 69,50 23,10 1,32 5,70 - - -

Belanja Peralatan dan Mesin 64,34 33,73 52,42 121,19 49,90 41,18 168,83 72,52 42,96

Belanja Bangunan dan Gedung 293,89 156,47 53,24 375,12 134,40 35,83 315,55 115,09 36,47

Belanja Jalan, irigasi & Jaringan 459,26 188,09 40,95 444,75 175,02 39,35 248,47 112,20 45,16

Belanja Aset Tetap Lainnya 0,64 0,61 96,35 34,80 4,26 12,23 31,27 0,37 1,20

BELANJA TIDAK TERDUGA 15,46 - - 14,99 1,08 7,19 20,33 - -

Belanja Tak Terduga 15,46 - - 14,99 1,08 7,19 20,33 - -

TRANSFER 289,39 118,14 40,82 380,49 161,70 42,50 215,78 223,46 103,56

Transfer Bagi hasil ke Kab/Kota 289,39 118,14 40,82 380,49 161,70 42,50 215,78 223,46 103,56

U R A I A N

Kumulatif Tw III 2017 Kumulatif Tw III 2018Kumulatif Tw III 2016

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 29

pada komponen belanja peralatan dan mesin

menjadi 42,96%, dari sebelumnya 41,18%.

Berdasarkan sumbangannya, pangsa belanja

modal terbesar adalah belanja bangunan dan

gedung (38,34%), diikuti oleh pembangunan

jalan, irigasi dan jaringan (37,38%), dan belanja

peralatan dan mesin (24,16%)

Berdasarkan data Lembaga Kebijakan Pengadaan

Barang/Jasa Daerah (LKPP), kinerja keuangan per

bulan untuk Provinsi Sulawesi Tenggara hingga

triwulan III 2018 relatif baik. Pada triwulan laporan,

kondisi realisasi keuangan Pemprov Sultra

mencapai 66,00% (Grafik 2.3). Meskipun masih di

bawah target 84,89%, capaian ini lebih tinggi

dibandingkan realisasi pada triwulan III 2017 yang

tercatat sebesar 57,01%. Sementara itu, kondisi

penyelesaian fisik mencapai 65,16%, di bawah

target yaitu sebesar 87,08% (Grafik 2.4). Namun

demikian, pencapaian tersebut juga lebih tinggi

jika dibandingkan periode tahun sebelumnya yang

sebesar 64,27%. Untuk proses pengadaan barang

dan jasa, hingga triwulan III 2018, tercatat bahwa

dari total aktivitas strategis yang terdiri dari 517

paket atau senilai Rp876,16 miliar, sebanyak 178

paket telah berjalan dengan sebagian besar proyek

telah melakukan aktivitas pelaksanaan kontrak

kerja.

2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN

APBN

2.3.1 Realisasi APBN Provinsi

Pada tahun ini, alokasi APBN di Provinsi Sulawesi

Tenggara sebesar Rp1,50 triliun, lebih rendah

daripada tahun sebelumnya yang mencapai

Rp1,72 triliun. Berdasarkan jenisnya, belanja modal

dianggarkan sebesar Rp793,61 miliar dengan

pangsa sebesar 52,77% dari total APBN Provinsi

Sulawesi Tenggara 2018, diikuti oleh belanja

barang sebesar Rp689,82 miliar (pangsa 45,87%),

belanja pegawai sebesar Rp15,59 miliar (pangsa

1,04%) dan belanja bantuan sosial Rp4,95 miliar

(0,33%). Komposisi tersebut relatif tidak jauh

berbeda jika dibandingkan periode tahun 2017.

Selama triwulan III 2018, realisasi belanja APBN di

Sulawesi Tenggara justru mengalami penurunan.

Pada periode laporan, realisasi belanja hanya

sebesar Rp739,43 miliar atau baru terserap sebesar

49,17% dari anggaran yang tersedia, lebih rendah

dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang

dapat terealisasi sebesar Rp877,78 miliar atau

50,98% dari anggaran.

Ditinjau berdasarkan jenisnya, realisasi belanja

pegawai tercatat sebesar Rp11,00 miliar atau

sebesar 70,55%, meningkat dibandingkan periode

sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar

Rp8,74 miliar atau 68,00%. Peningkatan belanja

pegawai sejalan dengan banyaknya kegiatan yang

dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Tenggara pada

triwulan III 2018. Sementara itu, realisasi belanja

Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah

Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah

Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara

Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan APBD Sulawesi Tenggara

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 30

barang pada tahun 2018 sebesar Rp434,17 miliar

atau 62,94% dari total yang dianggarkan dalam

APBN 2018. Angka tersebut secara nominal lebih

rendah dibandingkan realisasi tahun 2017 yaitu

Rp477,93 miliar, meskipun secara persentase lebih

tinggi dibandingkan tahun 2017 yang

mencatatkan realisasi 54,71% dari total anggaran.

Realisasi belanja modal pada tahun 2018 tercatat

sebesar Rp292,63 miliar atau 36,87% dari total

anggaran, lebih rendah dibandingkan periode

yang sama pada tahun sebelumnya sebesar

Rp388,04 miliar atau 46,69% dari total anggaran

belanja modal dalam APBN 2017 (Tabel 2.3).

Penurunan tersebut disebabkan oleh penundaan

proyek infrastruktur prioritas di Sultra pada tahun

berjalan, yaitu Bendungan Pelosika, dan beberapa

proyek lainnya pasca Pilkada. Adapun realisasi

belanja bantuan sosial pada triwulan III 2018

sebesar 33,23% atau Rp1,64 miliar, lebih rendah

dibandingkan tahun 2017 yang sebesar 69,26%

atau Rp3,07 miliar.

Dana Desa

Sesuai data dari Kanwil Ditjen Perbendaharaan

Provinsi Sulawesi Tenggara, pada triwulan III 2018,

besaran Dana Desa yang telah direalisasikan

adalah sebesar 59,71% dari total pagu Dana Desa

Sulawesi Tenggara sebesar Rp1,41 triliun.

Sebagian besar kabupaten mencatatkan realisasi

sebesar 60%, sesuai dengan penyaluran dana desa

tahap I dan II pada triwulan sebelumnya. Hanya

terdapat empat kabupaten yang realisasinya

sedikit di bawah 60%, yakni Kab. Konawe, Kab.

Konawe Kepulauan, Kab. Konawe Selatan, dan

Kab. Muna (Tabel 2.4). Kementerian Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi (Kemdes PDTT) menyebutkan,

pencairan dana desa untuk tahap III di tahun 2018

ini sedikit tertunda. Terlambatnya pencairan tahap

III itu lantaran adanya syarat dari Kementerian

Keuangan yang menentukan pencairan tahap

ketiga itu dapat dilakukan apabila minimal realisasi

Tabel 2.4 Realisasi Dana Desa Tahun 2018

Keterangan: Pagu dan Realisasi dalam Miliar Rupiah

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBN Pada Triwulan III 2018

Keterangan: Pagu dan Realisasi dalam Miliar Rupiah

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

Kabupaten/Kota Pagu (Rp miliar) Realisasi (Rp miliar) Realisasi (%)

Kab. Bombana 90,64 54,38 60,00%

Kab. Buton 63,34 38,00 60,00%

Kab. Buton Selatan 50,85 30,51 60,00%

Kab. Buton Tengah 54,30 32,58 60,00%

Kab. Buton Utara 59,87 35,92 60,00%

Kab. Kolaka 75,17 45,10 60,00%

Kab. Kolaka Timur 84,61 50,77 60,00%

Kab. Kolaka Utara 106,45 63,87 60,00%

Kab. Konawe 201,47 118,34 58,74%

Kab. Konawe Kepulauan 65,31 38,45 58,87%

Kab. Konawe Selatan 225,02 134,81 59,91%

Kab. Konawe Utara 110,38 66,23 60,00%

Kab. Muna 102,57 60,93 59,40%

Kab. Muna Barat 66,82 40,09 60,00%

Kab. Wakatobi 57,44 34,47 60,00%

Total 1414,25 844,46 59,71%

Belanja Pegawai 10,42 8,28 79,48% 12,85 8,74 68,00% 15,59 11,00 70,55%

Belanja Barang 0,00 0,00 0,00% 873,52 477,93 54,71% 689,82 434,17 62,94%

Belanja Modal 817,41 363,20 44,43% 831,07 388,04 46,69% 793,61 292,63 36,87%

Belanja Bantuan Sosial 8,44 7,32 86,70% 4,43 3,07 69,26% 4,95 1,64 33,23%

Total 836,28 378,80 45,30% 1721,87 877,78 50,98% 1503,97 739,43 49,17%

% Thd

Target

Jenis

Kumulatif Tw III 2016 Kumulatif Tw III 2017 Kumulatif Tw III 2018

Pagu Realisasi Pagu RealisasiPagu Realisasi% Thd

Target

% Thd

Target

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 31

penyerapan dana desa pada tahap I dan tahap II

mencapai 75%.

2.3.2 Realisasi APBN Kabupaten/Kota

Porsi anggaran APBN Provinsi Sulawesi Tenggara

untuk kabupaten/kota pada tahun 2018 tercatat

sebanyak Rp8,86 triliun. Dana ini dibagikan

kepada 17 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara. Anggaran APBN Kabupaten/kota

terbagi atas anggaran belanja pegawai sebesar

Rp1,89 triliun atau 21,33% dari total anggaran

APBN untuk Kabupaten/Kota di Sulawesi

Tenggara, anggaran belanja barang sebesar

Rp2,57 triliun (29,08%), belanja modal sebesar

Rp1,30 triliun (14,68%), belanja bantuan sosial

Rp4,75 miliar (0,05%), Dana Alokasi Khusus Fisik

Rp1,67 triliun (18,90%), dan Dana Desa Rp1,41

triliun (15,97%).

Ditinjau per jenisnya, realisasi anggaran belanja

pegawai untuk 17 kabupaten/kota di Sulawesi

Tenggara ini tercatat sebesar 75,02%, lebih tinggi

dibandingkan dengan realisasi belanja pegawai

dari APBN Provinsi Sulawesi Tenggara yang sebesar

70,55%. Hal ini berbeda untuk realisasi belanja

barang. Secara total, realisasi belanja barang

kabupaten/kota mencapai 54,76% pada triwulan

III 2018, lebih rendah dibandingkan realisasi

belanja barang APBN Provinsi Sulawesi Tenggara

yang sebesar 62,94% (Tabel 2.5). Sementara itu,

realisasi belanja modal kabupaten/kota tercatat

lebih tinggi dibandingkan realisasi APBN Provinsi

Sulawesi Tenggara. Pada triwulan laporan,

anggaran belanja modal kabupaten/kota telah

terealisasi sebesar 57,65%, sementara di tingkat

provinsi hanya terealisasi sebesar 36,87%.

Kab. Konawe Utara menjadi daerah yang

mencatatkan realisasi tertinggi, yaitu 87,95%.

Sementara itu, Kab. Konawe Kepulauan menjadi

kabupaten dengan realisasi belanja modal

terendah, yakni hanya sebesar 12,66% dari total

anggaran. Lebih jauh, belanja bantuan sosial dari

APBN kabupaten/kota pada triwulan III 2018

terealisasi sebesar 43,18%. Capaian ini lebih tinggi

dibandingkan belanja bantuan sosial Provinsi

Sulawesi Tenggara yang sebesar 33,23%. Tercatat,

realisasi belanja bantuan sosial pada triwulan

laporan ini hanya terjadi di Kota Kendari.

Tabel 2.5 Pencapaian Realisasi APBN Kota/Kabupaten

Keterangan: Belanja dalam Miliar Rupiah

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja ModalBelanja Bantuan

SosialDAK Fisik

Kab. Bombana 71,19% 49,17% 74,72% 0,00% 60,29%

Kab. Buton 70,71% 52,08% 54,35% 0,00% 67,23%

Kab. Buton Selatan 72,80% 49,26% 42,69% 0,00% 70,00%

Kab. Buton Tengah 65,53% 49,72% 71,13% 0,00% 63,36%

Kab. Buton Utara 63,82% 45,94% 33,44% 0,00% 70,00%

Kab. Kolaka 74,03% 59,36% 59,60% 0,00% 70,47%

Kab. Kolaka Timur 75,37% 61,44% 55,94% 0,00% 59,97%

Kab. Kolaka Utara 69,42% 48,32% 56,87% 0,00% 80,47%

Kab. Konawe 75,56% 67,83% 60,33% 0,00% 71,83%

Kab. Konawe Kepulauan 73,84% 49,60% 12,66% 0,00% 71,39%

Kab. Konawe Selatan 72,19% 60,36% 79,46% 0,00% 69,72%

Kab. Konawe Utara 67,81% 44,61% 87,95% 0,00% 62,67%

Kab. Muna 73,24% 56,85% 65,08% 0,00% 70,31%

Kab. Muna Barat 68,35% 45,29% 72,64% 0,00% 70,50%

Kab. Wakatobi 72,86% 72,87% 59,09% 0,00% 63,17%

Kota Baubau 79,35% 52,68% 29,47% 0,00% 70,48%

Kota Kendari 76,44% 53,76% 58,63% 43,18% 48,33%

% Realisasi

Kabuaten/Kota

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 32

Halaman Ini Sengaja Dikososngkan

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 33

PERKEMBANGAN

INFLASI DAERAH

3

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 34

3.1. KONDISI UMUM INFLASI

Pada triwulan III 2018, inflasi tahunan (yoy)

Sulawesi Tenggara kembali mengalami penurunan

dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Tingkat inflasi IHK provinsi Sulawesi Tenggara1

pada triwulan III 2018 sebesar 1,40% (yoy), lebih

rendah jika dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang mencapai 1,79% (yoy) demikian

pula dibandingkan dengan historis pada triwulan

III selama 3 tahun terakhir yaitu sebesar 4,48%

(yoy). Dengan kondisi tersebut, inflasi Sulawesi

Tenggara mencatatkan capaian yang lebih rendah

dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar

2,88% (yoy) maupun inflasi Sulawesi sebesar

2,49% (yoy). Secara spasial, di Kawasan Timur

1Angka inflasi Sulawesi Tenggara adalah angka inflasi hasil perhitungan agregasi oleh KPw BI Sulawesi Tenggara dengan menggunakan

data IHK (indeks harga konsumen) Kota Kendari dan Kota Bau-Bau yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik.

Indonesia, inflasi di Sulawesi Tenggara merupakan

provinsi dengan capaian inflasi tahunan terendah

setelah Provinsi Maluku.

Berdasarkan kelompoknya, penurunan tekanan

inflasi pada periode tersebut disebabkan oleh

penurunan yang terjadi secara signifikan

disumbangkan oleh penurunan tekanan inflasi

pada kelompok bahan makanan. Cuaca yang

kondusif pada triwulan laporan mendorong

terjadinya peningkatan produksi di kelompok

bahan makanan. Meskipun demikian, penurunan

inflasi ini tertahan akibat peningkatan tekanan

inflasi pada kelompok penyumbang inflasi lainnya.

Peningkatan inflasi terutama terjadi pada

kelompok transpor, komunikasi, dan jasa

Sumber: BPS, Perhitungan Bank Indonesia

Grafik 3.1 Ringkasan Perkembangan Inflasi Sulawesi Tenggara (yoy) dan Kelompok Utama

Sumber: BPS

Grafik 3.2 Peta Inflasi Daerah Pada Triwulan III 2018

%, yoy %, yoy %, yoy %, yoy

Inf ≥ 5,0%

4,0% ≤ Inf < 5,0%

SUMATERA 2,5%

ACEH 2,3%

SUMUT 1,6%

RIAU 2,5%

SUMBAR 2,7%

LAMPUNG 2,9%

KEPRI 3,2%

BENGKULU 2,9%

KEP. BABEL 3,5%

SUMSEL 2,6%

JAMBI 3,3%

KALIMANTAN 3,1% KALBAR 2,9%

KALSEL 2,1%

SULAWESI 2,5% SULUT 1,5%

GORONTALO 1,8%

SULTENG 2,5%

KALTIM 3,6%

KALTENG 3,7%

KALTARA 2,8%

SULBAR 2,0%

SULSEL 3,1%

SULTRA 1,4%

JAWA 3,0% BANTEN 3,4%

JAKARTA 2,9%

JABAR 3,2%

JATENG 2,8%

YOGYAKARTA 2,8%

JATIM 2,8%

BALINUSRA 3,2% BALI 3,6%

NTB 3,1%

NTT 1,9%

MALUKU -0,6%

MALUKU UTARA 3,7%

PAPUA 5,3%

PAPUA BARAT 4,1%

MAPUA 2,9%

INFLASI NASIONAL

(YoY)

3,0% ≤ Inf < 4,0%

Inf < 3,0%

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 35

keuangan; kelompok perumahan, air, listrik, gas

dan bahan bakar; dan kelompok pendidikan,

rekreasi dan olahraga.

3.2 PERKEMBANGAN INFLASI BULANAN

(MONTH TO MONTH)

Secara bulanan, pergerakan inflasi IHK Sulawesi

Tenggara selama triwulan III 2018 mengalami

trend yang menurun, meskipun pada akhir periode

mengalami peningkatan tekanan inflasi. Pada Juli

2018, Sulawesi Tenggara tercatat mengalami

inflasi sebesar 0,81% (mtm), lebih rendah

dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar

1,99% (mtm). Inflasi terus mengalami penurunan

pada bulan selanjutnya, dengan capaian deflasi

1,62% (mtm) pada Agustus 2018. Pada bulan

September 2018, tekanan inflasi meningkat

meskipun masih mencatatkan deflasi sebesar

0,65% (mtm) (Grafik 3.3). Dengan capaian

tersebut, rata-rata inflasi bulanan Sulawesi

Tenggara pada periode laporan yang sebesar -

0,49% (mtm) lebih tinggi dari rata-rata inflasi

bulanan di triwulan III dalam 3 tahun terakhir yang

sebesar 0,16% (mtm). Dengan trend inflasi

bulanan mengalami penurunan, rata-rata inflasi

bulanan pada triwulan III jauh lebih rendah

dibandingkan dengan rata-rata inflasi bulanan

triwulan sebelumnya yang sebesar 0,96% (mtm).

Cuaca yang semakin kondusif dengan

berkurangnya intensitas hujan lebat di ketiga lokasi

stasiun cuaca, terutama di Kendari dan sekitarnya

yang merupakan sentra produksi tangkapan ikan

segar, memberikan dampak terhadap terjadinya

penurunan tekanan inflasi di Sulawesi Tenggara.

(Grafik 3.4). Berdasarkan kelompok barang,

penurunan tekanan inflasi rata-rata bulanan ini

disumbangkan oleh kelompok bahan makanan.

Sumber: BPS, Perhitungan BI

Ket: Berdasarkan lokasi stasiun cuaca yang ada di Sultra

Sumber: BMKG, diolah

Grafik 3.3 Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi

Tenggara Grafik 3.4 Curah Hujan Bulanan di Sulawesi Tenggara

Tabel 3.1 Perbandingan Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang/Jasa (%, mtm)

Sumber: BPS, Perhitungan BI

-100

0

100

200

300

400

500

600

700

800

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2017 2018

Baubau Kendari Kolaka

Apr Mei Jun Rerata Juli Agust Sept Rerata Apr Mei Jun Rerata Juli Agust Sept Rerata

Bahan Makanan -1,22 3,62 5,82 2,74 1,96 -5,26 -3,20 -2,17 -0,31 0,89 1,47 0,69 0,51 -1,40 -0,82 -0,57

Makanan Jadi, Rokok & Tembakau 0,58 0,61 0,09 0,42 0,18 0,11 0,06 0,12 0,06 0,07 0,01 0,05 0,02 0,01 0,01 0,01

Perumahan, Air, Listrik, Bahan Bakar 0,03 0,08 0,09 0,07 0,04 0,05 0,10 0,06 0,01 0,02 0,02 0,02 0,01 0,01 0,03 0,02

Sandang 0,45 0,17 0,41 0,34 0,45 0,34 0,16 0,32 0,03 0,01 0,03 0,02 0,03 0,02 0,01 0,02

Keseharan 0,29 0,29 -0,26 0,11 0,06 0,18 1,42 0,55 0,01 0,01 -0,01 0,00 0,00 0,01 0,06 0,02

Pendidikan, Rekreasi Dan Olahraga 0,00 0,03 0,06 0,03 1,15 0,05 0,01 0,40 0,00 0,00 0,00 0,00 0,08 0,00 0,00 0,03

Transpor, Komunikasi Dan Jasa Keuangan 0,18 0,38 2,43 1,00 1,24 -1,71 0,29 -0,06 0,04 0,07 0,47 0,19 0,24 -0,33 0,06 -0,01

Inflasi (mtm) -0,16 1,06 1,99 0,96 0,81 -1,62 -0,65 -0,49 -0,16 1,06 1,99 0,96 0,81 -1,62 -0,65 -0,49

Kelompok

Inflasi (%,mtm) Andil (%,mtm

Tw II 2018 Tw III 2018 Tw II 2018 Tw III 2018

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 36

Kelompok Bahan Makanan

Kelompok bahan makanan pada triwulan III 2018

mengalami penurunan tekanan inflasi yang cukup

signifikan jika dibandingkan dengan periode

sebelumnya. Pada triwulan III 2018, kelompok

tersebut memiliki rata-rata inflasi sebesar -2,17%

(mtm) atau rata-rata andil sebesar -0,57%, jauh

lebih rendah dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang memiliki rata-rata inflasi sebesar

2,74% (mtm) atau rata-rata andil sebesar 0,69%.

Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya

harga komoditas ikan segar dan sayur-sayuran.

Kondusifnya cuaca yang disertai dengan

gelombang yang lebih tenang mendorong

peningkatan aktivitas pelayaran oleh nelayan.

Cuaca baik dengan intensitas hujan relatif kondusif

juga membuat produksi sayur-sayuran mengalami

peningkatan. Namun demikian, penurunan

tekanan inflasi tersebut sedikit tertahan oleh

kenaikan harga beras seiring habisnya masa panen

di sebagian besar kawasan penghasil di Provinsi

Sulawesi Tenggara.

Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Pada triwulan III 2018, kelompok transpor,

komunikasi, dan jasa keuangan mencatatkan rata-

rata inflasi sebesar -0,06% (mtm) dengan rata-rata

andil sebesar -0,01%. Normalisasi harga pasca Idul

Fitri dan libur sekolah yang diselenggarakan pada

triwulan lalu mendorong adanya penurunan inflasi

pada kelompok ini. Capaian ini lebih rendah

dibandingkan triwulan lalu yang terpantau dengan

rata-rata inflasi sebesar 1,00% (mtm) atau rata-

rata andil sebesar 0,19%. Kembalinya harga ke

titik normalnya pasca periode Idulfitri dan libur

sekolah menjadi faktor utama yang mendorong

penurunan harga tarif angkutan udara, yang

merupakan penyumbang utama penurunan inflasi

pada kelompok tersebut.

Kelompok Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar

Tekanan inflasi pada kelompok perumahan, air,

listrik dan bahan bakar pada triwulan III 2018

cukup stabil, dengan kecenderungan menurun jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya. Rata-

rata inflasi bulanan kelompok tersebut pada

triwulan III 2018 sebesar 0,06% (mtm), sedikit

Tabel 3.2 Top 10 Sumbangan Inflasi & Deflasi Bulanan Sulawesi Tenggara

Sumber: BPS, Perhitungan BI

Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%)

1 Tarif Pulsa Ponsel 0,24 Tomat Buah 0,04 Tarif Rumah Sakit 0,06

2 Tomat Sayur 0,15 Tomat Sayur 0,03 Angkutan Udara 0,04

3 Kacang Panjang 0,14 Cabai Rawit 0,03 Layang/Benggol 0,03

4 Cabai Rawit 0,11 Daging Ayam Ras 0,02 Obat Dengan Resep 0,01

5 Bayam 0,07 Beras 0,02 Terong Panjang 0,01

6 Kangkung 0,06 Baju Kaos Berkerah 0,01 Baju Muslim 0,01

7 Akademi/Perguruan Tinggi 0,04 Minyak Goreng 0,01 Ice Cream 0,00

8 Sawi Hijau 0,04 Pepaya 0,01 Semen 0,00

9 Tomat Buah 0,03 Celana Panjang Jeans 0,01 Emas Perhiasan 0,00

10 Beras 0,03 Shampo 0,01 Celana Pendek 0,00

1 Cumi-cumi -0,09 Cakalang -0,35 Tomat Sayur -0,18

2 Ikan Kembung -0,04 Ikan Kembung -0,34 Kacang Panjang -0,11

3 Ikan Layang -0,04 Angkutan Udara -0,29 Ikan Kembung -0,11

4 Angkutan Udara -0,03 Ikan Layang -0,15 Cakalang -0,07

5 Cakalang -0,02 Kangkung -0,12 Cabai rawit -0,06

6 Bawang Merah -0,01 Bayam -0,08 Bayam -0,04

7 Baronang -0,01 Rambe -0,08 Bandeng -0,04

8 Pepaya -0,01 Sawi Hijau -0,06 Tomat Buah -0,04

9 Mie Kering Instant -0,01 Kacang Panjang -0,06 Rambe -0,03

10 Gula pasir -0,01 Ekor Kuning -0,05 Teri -0,03

Penyumbang Inflasi

Penyumbang Deflasi

No.JULI 2018 AGUSTUS 2018 SEPTEMBER 2018

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 37

mengalami penurunan dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang sebesar 0,07% (mtm).

Beberapa komoditas yang menunjukkan adanya

penurunan tekanan inflasi meliputi komoditas

bahan bangunan, yaitu cat kayu/besi, paku, pipa

paralon, dan keramik.

Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

Tekanan inflasi pada kelompok pendidikan,

rekreasi, dan olahraga mengalami peningkatan.

Pada triwulan laporan, rata-rata inflasi tercatat

sebesar 0,40% (mtm), meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 0,03% (mtm).

Peningkatan ini terutama terjadi pada bulan

Agustus, saat sebagian besar institusi pendidikan,

dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi

memasuki tahun ajaran baru. Lebih lanjut,

kenaikan biaya juga terpantau untuk tingkat

akademi/perguruan tinggi pada bulan September

2018 seiring dengan masih terdapatnya

pembukaan tahun ajaran bagi mahasiswa.

3.3. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (YEAR

ON YEAR)

Secara tahunan, inflasi Sulawesi Tenggara pada

triwulan III 2018 mencapai 1,40% (yoy), lebih

rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang sebesar 1,79% (yoy) (Grafik 3.5). Kondisi

tersebut sejalan dengan kondisi inflasi nasional

yang juga mengalami penurunan dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan

kelompoknya, penurunan tersebut disebabkan

oleh melemahnya tekanan inflasi pada kelompok

bahan makanan. Di sisi lain, terjadi peningkatan

tekanan inflasi pada kelompok transpor,

komunikasi, dan jasa keuangan; kelompok

perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar; dan

kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga

Kelompok Bahan Makanan

Kelompok bahan makanan pada triwulan III 2018

mengalami deflasi sebesar 0,76% (yoy), jauh lebih

rendah jika dibandingkan dengan capaian periode

sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 2,03%

(yoy). Penurunan harga yang terjadi pada

komoditas ikan segar sejalan dengan

meningkatnya pasokan, menjadi faktor utama

yang menyebabkan terjadinya penurunan tekanan

inflasi pada periode laporan. Dengan capaian

inflasi tahunan yang rendah, kelompok bahan

makanan menjadi satu-satunya pemberi andil

deflasi di Sulawesi Tenggara pada periode laporan,

yaitu deflasi sebesar 0,19%-yoy (Tabel 3.3).

Lebih jauh, subkelompok ikan segar mencatatkan

penurunan inflasi menjadi 1,86% (yoy) pada

triwulan laporan, dari sebelumnya 23,24% (yoy)

pada triwulan II 2018. Penurunan terjadi untuk

sebagian besar komoditas ikan, yakni ikan

kembung, layang, cakalang, bandeng, dan ekor

kuning. Membaiknya tangkapan ikan terjadi di

tengah kondisi cuaca yang mulai kondusif,

sehingga frekuensi nelayan dalam melaut

mengalami peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Hal ini sejalan dengan jumlah

tangkapan ikan di Kota Kendari yang mengalami

peningkatan (Grafik 3.6).

Meskipun demikian, kecenderungan menurunnya

inflasi pada kelompok bahan makanan ini tertahan

akibat tekanan inflasi pada subkelompok padi-

Tabel 3.3 Perbandingan Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang/Jasa (%, yoy)

Sumber: BPS, Perhitungan BI

I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III

Bahan Makanan 11.83 12.07 4.30 3.13 -0.11 8.96 7.40 6.20 5.73 2.03 -0.76 2.74 2.83 1.04 0.75 -0.03 2.26 1.81 1.49 1.38 0.53 -0.19

Makanan Jadi, Rokok & Tembakau 9.67 8.00 8.53 8.08 6.39 5.17 3.09 3.33 2.51 3.60 3.64 0.97 0.81 0.87 0.83 0.67 0.54 0.33 0.36 0.27 0.38 0.51

Perumahan, Air, Listrik, Bahan Bakar 1.53 0.97 0.94 0.52 1.57 3.20 2.52 2.86 1.88 0.81 1.12 0.43 0.27 0.26 0.14 0.43 0.86 0.67 0.77 0.51 0.21 0.39

Sandang 2.26 2.90 4.70 4.18 2.51 2.42 0.61 1.61 1.38 2.30 2.65 0.16 0.20 0.32 0.28 0.17 0.17 0.04 0.11 0.10 0.15 0.30

Keseharan 5.40 4.98 5.59 6.92 4.83 4.88 4.35 2.89 2.01 1.65 2.76 0.23 0.21 0.24 0.29 0.21 0.21 0.19 0.13 0.09 0.07 0.12

Pendidikan, Rekreasi Dan Olahraga 2.84 3.46 7.31 7.45 6.82 6.16 0.78 0.71 0.75 0.59 1.46 0.19 0.24 0.50 0.51 0.46 0.42 0.06 0.05 0.05 0.04 0.10

Transpor, Komunikasi Dan Jasa Keuangan 0.07 -2.30 0.33 -0.90 1.32 3.26 -0.53 -0.58 -0.64 1.90 2.66 0.02 -0.48 0.07 -0.18 0.26 0.64 -0.10 -0.12 -0.13 0.36 0.18

Inflasi (yoy) 4.75 4.12 3.28 2.69 2.25 5.21 3.18 2.97 2.39 1.79 1.40 4.75 4.12 3.28 2.69 2.25 5.21 3.18 2.97 2.39 1.79 1.40

Kelompok

Inflasi (%,yoy)

2016 2017 2018 2016 2017 2018

Andil (%,yoy)

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 38

padian dan sayur-sayuran. Pada triwulan laporan,

subkelompok padi-padian mencatatkan kenaikan

inflasi menjadi 3,37% (yoy) dari triwulan

sebelumnya yang sebesar 2,25% (yoy). Komoditas

beras mengalami peningkatan inflasi seiring

dengan keterbatasan pasokan di tengah masa

tanam. Selain itu, terdapat indikasi bahwa panen

gabah dan produksi beras yang berada di Provinsi

Sulawesi Tenggara, banyak dikirim untuk untuk

memenuhi pasokan luar provinsi. Lebih jauh,

terdapat peningkatan tekanan inflasi tahunan

pada subkomoditas sayur-sayuran. Peningkatan ini

terutama terjadi karena tingginya harga bayam

dan kangkung dibandingkan periode tahun lalu,

meskipun secara bulanan mengalami penurunan

(base effect).

Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Sementara itu, kelompok transpor, komunikasi

dan jasa keuangan tercatat mengalami inflasi

sebesar 2,66% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan

dengan inflasi pada periode sebelumnya yang

mencatatkan inflasi 1,90% (yoy). Peningkatan ini

didorong oleh kebijakan perusahaan

telekomunikasi untuk menaikkan tarif pulsa

ponsel. Pada triwulan laporan, tarif pulsa ponsel

sebesar 9,44% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 0,11% (yoy).

Lebih lanjut, tarif angkutan udara terpantau

mengalami penurunan inflasi secara tahunan, dari

sebelumnya 15,41% (yoy) pada triwulan II 2018,

menjadi 11,39% (yoy) pada triwulan laporan.

Penurunan ini tidak terlepas dari normalisasi harga

pasca periode Idul Fitri yang terjadi pada triwulan

sebelumnya. Meskipun demikian, penurunan ini

tertahan di tengah kenaikan harga minyak dunia,

termasuk avtur, sehingga pemerintah menaikkan

tarif bawah tiket angkutan udara dari 30%

menjadi 35% pada triwulan laporan. Adapun

untuk tarif taksi di terpantau rendah dengan

capaian deflasi 14,30% (yoy). Sesuai dengan hasil

liaison, menjamurnya taksi online mendorong taksi

konvensional untuk bersaing dengan menjaga tarif

taksi pada level harga yang kompetitif, lebih

rendah dibandingkan periode tahun lalu, saat

belum terdapat taksi online di Provinsi Sulawesi

Tenggara.

Kelompok Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar

Seperti halnya kelompok transpor, komunikasi,

dan jasa keuangan, peningkatan tekanan inflasi

juga terjadi pada kelompok perumahan, air, listrik,

gas dan bahan bakar. Peningkatan ini didorong

oleh meningkatnya harga elpiji atau Bahan Bakar

Rumah Tangga (BBRT) pada triwulan laporan.

Tercatat, komoditas BBRT mengalami peningkatan

inflasi menjadi 6,09% (yoy) dari sebelumnya

1,62% (yoy). Sementara itu, tarif listrik masih

terpantau stabil dibandingkan dengan kondisi

awal tahun 2017. Kondisi ini tercermin dari APBN

2018 yang mengalami peningkatan pada

Ket: 2016 =100;

Produksi ikan: Pendaratan ikan di PPS Kendari dan PPI Sodoha Kendari

Sumber: BPS, perhitungan BI

Sumber: BPS, perhitungan BI

Grafik 3.5 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara Grafik 3.6 Indeks Produksi Ikan di Kendari

1,40%

2,88%

3,54%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017 2018

%, YoY

Sultra Nasional Sulawesi

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

170

180

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

indeks

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 39

anggaran subsidi energi. Anggaran subsidi energi

pada APBN 2018 mencapai Rp103,37 triliun atau

meningkat sebesar 15,03% dibandingkan dengan

tahun 2017. Anggaran subsidi tersebut terdiri dari

subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji 3

kilogram sebesar Rp51,13 triliun serta subsidi listrik

sebesar Rp52,23 triliun untuk pelanggan 450 VA

dan 900 VA.

Kenaikan tekanan inflasi pada kelompok ini juga

dipengaruhi oleh meningkatnya inflasi pada

subkelompok biaya tempat tinggal, meliputi

semen dan kontrak rumah. Komoditas semen

mengalami inflasi sebesar 8,81% (yoy), meningkat

dari triwulan sebelumnya yang sebesar 7,67%

(yoy). Peningkatan ini sejalan dengan aktivitas

pembangunan infrastruktur yang meningkat pasca

momen Idulfitri dan pemilihan daerah pada

triwulan lalu. Sementara itu, tarif kontrak rumah

mengalami peningkatan sebesar 0,57% (yoy) dari

sebelumnya 0,03% (yoy). Peningkatan tarif

kontrak rumah ini sejalan dengan meningkatnya

harga pasar. Dengan kondisi tersebut, inflasi

kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan

bakar mengalami peningkatan dari 0,81% (yoy)

pada triwulan II 2018 menjadi 1,12% (yoy) pada

triwulan III 2018.

Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

Pada triwulan III 2018, kelompok ini mengalami

peningkatan yang terutama disumbangkan oleh

subkelompok pendidikan. Tercatat, biaya

akademi/perguruan tinggi mengalami inflasi

2,69% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang terpantau

stabil tidak terdapat inflasi. Peningkatan ini sejalan

dengan dimulainya tahun ajaran baru bagi tingkat

pendidikan setara perguruan tinggi pada akhir

triwulan III 2018. Peningkatan biaya pendidikan

juga terjadi untuk tingkat pendidikan lainnya,

meliputi Sekolah Dasar, Sekolah Menengah

Pertama, dan Sekolah Menengah Atas, dengan

masing-masing mencatatkan inflasi sebesar 3,10%

(yoy), 2,38% (yoy), dan 5,65% (yoy).

3.4. PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KOTA

Secara spasial Sulawesi Tenggara, peningkatan

tekanan inflasi tahunan didorong oleh terjadinya

peningkatan tekanan inflasi pada Kota Kendari.

Kota Kendari mengalami inflasi sebesar 1,70%

(yoy) pada triwulan III 2018, lebih tinggi jika

dibandingkan dengan inflasi pada periode

sebelumnya yang sebesar 1,07% (yoy). Di sisi lain,

Kota Bau-Bau justru mengalami penurunan

tekanan inflasi dari 3,75% (yoy) pada triwulan II

2018 menjadi 0,61% (yoy) pada periode laporan

(Grafik 3.7).

Peningkatan inflasi tahunan di Kota Kendari

disebabkan oleh kenaikan harga pada beberapa

kelompok komoditas, yaitu kelompok bahan

makanan, kelompok kesehatan, kelompok

perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar, serta

kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga.

Peningkatan tekanan inflasi yang terjadi pada

kelompok bahan makanan merupakan faktor yang

dominan menyebabkan terjadinya peningkatan

tekanan inflasi di Kota Kendari. Peningkatan

tekanan ini terutama berasal dari subkelompok

sayur-sayuran, dari -32,08% (yoy) pada triwulan II

2018, meningkat menjadi -3,50% (yoy) pada

triwulan laporan. Beberapa komoditas sayur-

sayuran yang mengalami kenaikan tekanan inflasi

meliputi bayam, kacang panjang, kangkung, dan

sawi hijau. Meskipun tercatat meningkat, tekanan

inflasi pada kelompok bahan makanan di Kota

Kendari ini tertahan dengan adanya penurunan pada

subkelompok ikan segar, di tengah kondusifnya

cuaca sehingga tangkapan ikan menjadi lebih

banyak.

Selain kelompok bahan makanan, kelompok

kesehatan juga memberikan sumbangan yang

cukup tinggi bagi peningkatan inflasi Kota

Kendari. Kenaikan ini didorong oleh kenaikan tarif

rumah sakit, dari sebelumnya terpantau stabil

0,00% (yoy) pada triwulan II 2019, meningkat

menjadi inflasi 15,08% (yoy) pada triwulan

laporan. Peningkatan tarif rumah sakit terjadi

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 40

seiring upaya rumah sakit untuk meningkatkan

layanan kepada pasien.

Selain itu, dari kelompok perumahan, air, listrik

dan bahan bakar, pelemahan nilai tukar rupiah

pada periode laporan berimbas pada kenaikan

harga bahan-bahan bangunan. Komoditas paku

menjadi salah satu sumber peningkatan tekanan

inflasi di Kota Kendari yang sebelumnya -0,26%

(yoy) pada triwulan lalu, meningkat menjadi

5,44% (yoy) pada periode laporan (Grafik 3.8).

Di lain pihak, penurunan inflasi di Kota Bau-Bau

disebabkan oleh menurunnya harga pada

kelompok bahan makanan, terutama pada

komoditas ikan segar dan sayur-sayuran.

Subkelompok ikan segar mengalami penurunan

tekanan dari sebelumnya inflasi 26,12% (yoy) pada

triwulan II 2018, menjadi deflasi 4,27% (yoy) pada

triwulan III 2018. Penurunan terjadi untuk berbagai

jenis ikan, meliputi cakalang, kembung, layang,

dan cumi. Cuaca dan gelombang yang kondusif di

kawasan Bau-Bau menyebabkan peningkatan

tangkapan ikan oleh nelayan yang pergi melaut.

Lebih jauh, komoditas sayur-sayuran juga

terpantau mengalami penurunan tekanan dari

sebelumnya deflasi 15,75% (yoy) menjadi deflasi

24,71% (yoy). Penurunan ini terutama berasal dari

meningkatnya produksi kacang panjang dan tomat

sayur seiring masa panen di beberapa sentra

pemasok, didukung oleh cuaca yang kondusif.

Selain itu, pada subkelompok bumbu-bumbuan,

terjadi penurunan tekanan inflasi untuk komoditas

asam dan cabai merah di Bau-Bau.

Meskipun demikian, penurunan inflasi di Kota Bau-

Bau ini sedikit tertahan akibat adanya kenaikan

harga pada kelompok transportasi, yang utamanya

berasal dari tarif angkutan udara. Tercatat, tarif

angkutan udara naik menjadi 32,33% (yoy) pada

triwulan laporan dari sebelumnya 10,62% (yoy).

Sumber: BPS, diolah

Sumber: BPS, diolah

Grafik 3.7 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Kota Kendari dan Kota Bau-Bau

Grafik 3.8 Pergerakan Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok di Kota Kendari dan Kota Bau-Bau

Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Tahunan Menurut Kota Perhitungan Inflasi di Sulawesi Tenggara

Sumber: BPS, Perhitungan BI

1.07

3.75

1.79

3.18 3.14

1.70

0.61

1.40

2.88 2.89

Kendari Baubau Sultra Nasional KawasanTimurTw II 2018 Tw III 2018

% (yoy)

0.00

5.00

-10.00

-5.00

0.00

5.00

10.00

Bah

an

Makanan

Makanan J

adi

Peru

mahan

San

dang

Kese

hata

n

Pen

did

ikan

Tra

nspor

Tw II 2018 Tw III 2018

Kendari

%yoy

Baubau

%yoy

I II III IV I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III

INFLASI UMUM

Sulawesi Tenggara 4,75 4,12 3,28 2,69 2,25 5,21 3,18 2,97 2,39 1,79 1,40 4,75 4,12 3,28 2,69 2,25 5,21 3,18 2,97 2,39 1,79 1,40

Kota Kendari 4,82 4,37 3,09 3,07 2,40 6,17 3,49 2,96 2,37 1,07 1,70 4,82 4,37 3,09 3,07 2,40 6,17 3,49 2,96 2,37 1,07 1,70

Kota Baubau 4,57 3,49 3,77 1,71 1,85 2,67 2,37 3,00 2,42 3,75 0,61 4,57 3,49 3,77 1,71 1,85 2,67 2,37 3,00 2,42 3,75 0,61

INFLASI BAHAN MAKANAN

Sulawesi Tenggara 11,83 12,07 4,30 3,13 -0,11 8,96 7,40 6,20 5,73 2,03 -0,76 2,74 2,83 1,04 0,75 -0,03 2,26 1,81 1,49 1,38 0,53 -0,19

Kota Kendari 12,94 14,41 3,76 3,54 0,02 11,96 7,73 6,28 5,94 0,26 1,63 2,93 3,27 0,90 0,84 0,00 2,98 1,86 1,49 1,42 0,07 0,41

Kota Baubau 9,18 6,76 5,63 2,14 -0,43 1,63 6,62 5,98 5,20 6,81 -6,62 2,25 1,73 1,42 0,54 -0,11 0,43 1,70 1,50 1,30 1,78 -1,77

2017 2018

Andil (%,yoy)

Kelompok

Inflasi (%,yoy)

2016 2017 2018 2016

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 41

Kenaikan ini sejalan dengan kebijakan kenaikan

tarif batas bawah yang dilakukan oleh pemerintah

pada akhir triwulan III 2018.

3.5. INFLASI TRIWULAN IV 2018

Mengawali triwulan IV 2018, Sulawesi Tenggara

tercatat mengalami inflasi sebesar 0,20% (mtm)

pada Oktober 2018, terjadi peningkatan inflasi

dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang

yang mengalami deflasi sebesar 0,65% (mtm).

Meningkatnya inflasi terjadi di dua kota

perhitungan inflasi, yakni di Kota Kendari dan Kota

Bau-Bau. Peningkatan tekanan inflasi tersebut

terutama terjadi pada kelompok bahan makanan,

kelompok makanan jadi, minuman, rokok &

tembakau serta kelompok perumahan, air, listrik,

gas & bahan bakar. Peningkatan tekanan inflasi

pada kelompok bahan makanan didorong oleh

meningkatnya harga ikan segar dan padi-padian.

Terutama peningkatan inflasi pada ikan segar.

Tidak kondusifnya cuaca mengakibatkan produksi

ikan tangkap berkurang sehingga mendorong

kuatnya tekanan inflasi. Berdasarkan informasi

liaison, panasnya suhu di musim kemarau

menyebabkan perubahan salinitas di permukaan

air laut sehingga ikan jenis pelagis (cakalang,

tongkol, layang, dsb) yang biasanya berada di

kisaran permukaan laut, menjadi berada di

kedalaman air yang lebih dalam. Hal ini kemudian

mendorong tangkapan ikan segar mengalami

penurunan karena kapasitas kapal dan jenis alat

tangkap yang tidak mampu mengambil ikan lebih

dalam. Tercatat, komoditas ikan cakalang

mengalami peningkatan tekanan inflasi menjadi

6,11% (mtm) pada Oktober 2018, setelah

sebelumnya mencatatkan deflasi sebesar 5,09%

(mtm) pada bulan sebelumnya.

Selain itu, kemarau panjang yang terjadi juga

mengakibatkan banyak sawah yang mengalami

gagal panen, terutama di pulau Jawa. Kondisi ini

menyebabkan sebagian pasokan beras lokal di

Sulawesi Tenggara harus dikirim di pulau Jawa.

Hal ini berdampak pada peningkatan harga beras

di Sulawesi tenggara akibat stok yang menipis.

Komoditas beras mencatatkan kenaikan tekanan

inflasi sebesar 0,58% (mtm) pada Oktober 2018

dari bulan sebelumnya yang mencatatkan deflasi

sebesar 0,04% (mtm).

Meskipun demikian, peningkatan tekanan inflasi

bahan makanan ini tertahan oleh penurunan harga

sandang yang mencatatkan deflasi sebesar 1,49%

(mtm), lebih dalam dari bulan sebelumnya yang

mengalami inflasi sebesar 0,16% (mtm). Ditinjau

dari komoditasnya, penurunan harga terutama

pada sandang laki-laki, seperti celana panjang

jeans dan celana pendek laki-laki.

Selanjutnya, pada kelompok makanan jadi,

minuman, rokok & tembakau; terjadi peningkatan

harga mie di tengah meningkatnya harga bahan

baku tepung terigu yang utamanya berasal dari

impor. Selain akibat pelemahan nilai tukar rupiah,

meningkatnya harga mie juga ditengarai juga

Sumber: SPH, KPw BI Prov. Sultra

Sumber: SPH, KPw BI Prov. Sultra

Grafik 3.11 Pergerakan Harga SPH untuk Komoditas yang Mengalami Penurunan

Grafik 3.12 Pergerakan Harga SPH untuk Komoditas yang Mengalami Peningkatan

(60.00)

(40.00)

(20.00)

-

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Tomat Sayur Bayam Tomat Buah

inflasi (%,yoy)

(20.00)

(10.00)

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Bandeng Tongkol Kembung

inflasi (%,yoy)

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 42

berasal dari meningkatnya permintaan guna

kebutuhan logistik pasca bencana alam di Sulawesi

Tengah. Tercatat, komoditas mie mengalami inflasi

sebesar 4,04% (mtm), lebih tinggi dari periode

sebelumnya yang sebesar 0,00% (mtm).

Dengan kondisi tersebut, inflasi tahunan Sulawesi

Tenggara pada Oktober 2018 mencapai 2,50%

(yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi

pada September 2018 yang sebesar 1,40% (yoy).

Peningkatan tekanan inflasi tahunan didorong

oleh peningkatan pada kelompok bahan makanan

dengan capaian 3,69% (yoy) dibandingkan

dengan bulan sebelumnya yang mencatatkan

deflasi sebesar 0,76% (yoy). Secara umum,

capaian yang tinggi tersebut terutama didorong

oleh peningkatan inflasi pada ikan segar dengan

capaian 9,80% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang sebesar 1,86%

(yoy).

Sejalan dengan peningkatan tekanan inflasi pada

Oktober 2018, laju inflasi tahunan Sulawesi

Tenggara pada triwulan IV 2018 diperkirakan juga

akan mengalami peningkatan dibandingkan

dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Pada triwulan IV 2018 mendatang, inflasi tahunan

diperkirakan akan berkisar pada 2,8% - 3,2%

(yoy), namun masih dalam rentang kendali target

inflasi. Hal tersebut didorong oleh kecenderungan

peningkatan harga pada kelompok bahan

makanan dan kelompok makanan jadi. Namun

demikian, terkendalinya harga pada kelompok

perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar

diperkirakan mampu menahan laju inflasi yang

terjadi pada tahun 2018. Meningkatnya tekanan

inflasi pada triwulan IV 2018 ini sejalan dengan

indeks harga pada Survei Konsumen. Berdasarkan

survei, konsumen memperkirakan terjadi

peningkatan tekanan inflasi pada triwulan IV 2018

dibandingkan dengan triwulan III 2018.

Peningkatan ini tercermin baik pada indeks harga

3 bulan mendatang maupun 6 bulan mendatang.

3.6. INFLASI TAHUN 2018

Inflasi tahunan Sulawesi Tenggara pada tahun

2018 diperkirakan meningkat dibandingkan tahun

lalu yang sebesar 2,97% (yoy). Faktor utama yang

diperkirakan mendorong inflasi terutama berasal

dari kelompok bahan makanan, seiring dengan

proyeksi tangkapan ikan segar pada triwulan IV

2018 yang diperkirakan lebih rendah

dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, masih

terdapat risiko kenaikan harga beras seiring

dengan permasalahan tata niaga yang belum

dapat teratasi. Sebagian produksi Sulawesi

Tenggara dikirim untuk memenuhi kebutuhan luar

provinsi, yang mengakibatkan kenaikan harga

beras di dalam provinsi Sulawesi Tenggara.

Meskipun demikian, produksi hortikultura

diperkirakan masih dapat terjaga dengan baik,

seiring dengan upaya peningkatan produksi yang

dilakukan oleh TPID Provinsi dan Kota/Kabupaten

di Sulawesi Tenggara bersama dengan masyarakat.

Sementara itu, kenaikan juga terjadi untuk

kelompok transpor, komunikasi dan jasa

keuangan. Peningkatan ini salah satunya berasal

dari kenaikan tarif angkutan udara di tengah

kebijakan pemerintah untuk menaikkan batas

bawah, serta meningkatnya permintaan pada

periode liburan Natal dan Tahun Baru. Adapun

untuk kelompok perumahan, air, listrik dan bahan

bakar diperkirakan relatif stabil, seiring dengan

komitmen pemerintah untuk tidak menaikkan

harga energi hingga akhir tahun 2018.

Ke depan, inflasi akan tetap diarahkan berada

pada sasaran inflasi 2018, yaitu 3,5±1% (yoy).

Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank

Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu terus

diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah

risiko terkait gejolak harga pangan, dan risiko

moderat kenaikan harga tarif angkutan sejalan

dengan kebijakan pemerintah.

3.7. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI

Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh

pemerintah daerah bersama Bank Indonesia

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 43

melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID)

Provinsi Sulawesi Tenggara selama triwulan III

2018 difokuskan pada upaya meningkatkan

intensitas koordinasi dalam rangka penyusunan

rencana kerja pengendalian inflasi pada tahun

2019.

Tingginya harga komoditas ikan segar dan sayur-

sayuran sepanjang triwulan III 2018 menjadi fokus

utama kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh TPID

Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mencegah

terjadinya efek berkelanjutan. Secara ringkas

langkah-langkah pengendalian inflasi yang

ditempuh adalah sebagai berikut:

1. Penguatan Kelembagaan dan Koordinasi

antar TPID.

Dalam rangka penguatan koordinasi, telah

dilaksanakan Sosialisasi Roadmap

Pengendalian Inflasi Daerah Tahun

2019-2021. Dalam hal tersebut dilakukan

pembahasan terkait dengan faktor-faktor

utama penyebab inflasi yang terjadi di

Sulawesi Tenggara pada tahun 2018 seperti

sayuran dan ikan segar yang masih konsisten

menjadi penyumbang inflasi. Oleh karena itu,

dilakukan penyusunan rencana pengendalian

inflasi untuk kedua komoditas tersebut dan

juga permasalahan lain seperti infrastruktur

sebagai upaya pengendalian inflasi di Sulawesi

Tenggara. Beberapa hasil yang diperoleh dari

kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Mengoptimalkan kerjasama antar

daerah dan antar instansi (TIPD dan

satgas pangan) untuk mendukung

keseimbangan ketersediaan stok di

seluruh kabupaten/kota di Sulawesi

Tenggara.

2) Menjaga pasokan beberapa

komoditas utama penyebab terjadinya

inflasi, seperti ikan segar dan sayur-

sayuran. Salah satu yang dilakukan

melalui inisiasi gerakan menanam

sayuran secara mandiri.

3) Melakukan koordinasi dengan

Kementerian Perdagangan Republik

Indonesia terkait dengan

perkembangan harga sembilan bahan

pokok di Sulawesi Tenggara.

Koordinasi tersebut juga dilakukan

bersama dengan dinas terkait serta

para pelaku usaha sehingga dapat

diperoleh informasi secara lebih

terperinci.

4) Melakukan aktivitas sidak pasar untuk

mengetahui perkembangan harga

terkini dan ketersediaan stok serta

permasalahan yang terjadi sehingga

harga yang dirasakan oleh masyarakat

berada dalam tingkat yang wajar.

2. Rapat TPID Provinsi Sulawesi Tenggara dan

Seluruh TPID Kabupaten

TPID Provinsi Sulawesi Tenggara dan TPID

seluruh kabupaten/kota menghadiri kegiatan

rapat korodinasi pusat dan daerah yang

dilaksanakan pada 18 Oktober 2018 di

Jakarta. Pada kegiatan tersebut dilakukan

evaluasi atas roadmap pengendalian inflasi

2015-2018 dan pembahasan terkait dengan

roadmap pengendalian inflasi tahun 2019-

2021. Hal tersebut diharapkan menjadi acuan

bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota

dalam menyusun rencana kerja daerah dan

program pengendalian inflasi dalam periode

tersebut.

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 44

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

45

STABILITAS KEUANGAN

DAERAH

4

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 46

4.1. GAMBARAN UMUM STABILITAS

KEUANGAN DAERAH

Pada triwulan III 2018, di tengah ketidakpastian

global, kondisi stabilitas sistem keuangan di

Sulawesi Tenggara relatif terjaga. Kondisi tersebut

tercermin pada ketahanan keuangan sektor rumah

tangga, sektor korporasi, UMKM dan institusi

keuangan yang menunjukkan perkembangan yang

positif dengan risiko yang relatif terkendali.

Ketahanan keuangan sektor rumah tangga terus

terjaga dengan peningkatan penghasilan,

optimisme konsumsi, perilaku berhutang yang

aman dan kemampuan keuangan yang masih

cukup untuk berbagai keperluan. Ketahanan pada

sektor korporasi juga terus terjaga. Selanjutnya,

dari sisi institusi keuangan, indikator aset bank

umum, penghimpunan dana pihak ketiga dan

kredit menunjukkan peningkatan dibandingkan

dengan periode sebelumnya. Kondisi yang aman

juga terlihat dari sisi risiko kredit yang masih

terkendali.

4.2. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA

4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor

Rumah Tangga

Rumah tangga (RT) merupakan salah satu

komponen penting dalam perekonomian dan

sistem keuangan Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal

tersebut ditunjukkan dengan kontribusi maupun

keterkaitannya dengan perbankan, pemerintah,

lembaga keuangan lainnya dan korporasi.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

kondisi keuangan RT adalah tingkat pendapatan,

tingkat konsumsi, tingkat pengangguran dan

kondisi pembiayaan/kredit oleh rumah tangga.

Secara umum, tingkat pendapatan, tingkat

pengangguran dan tingkat konsumsi RT

dipengaruhi oleh kinerja perekonomian.

Peranan RT dalam perekonomian yang tinggi juga

terlihat dari pangsanya di dalam PDRB Sulawesi

Tenggara, namun secara historis pada triwulan III

mengalami penurunan pangsa dari triwulan

sebelumnya (Grafik 4.1). Secara rata-rata

penurunan peranan rumah tangga dalam PDRB

tersebut juga terjadi pada provinsi-provinsi di

Sulawesi.

Sejalan dengan meningkatnya laju pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Tenggara, tingkat konsumsi RT

yang dihitung sebagai bagian dari komponen

permintaan dalam PDRB juga mengalami

percepatan. Pada triwulan III 2018, konsumsi RT

tumbuh sebesar 6,5% (yoy) lebih tinggi dari

sebelumnya yang sebesar 6,3% (yoy). Hal ini

didukung oleh terjaganya optimisme rumah

tangga terhadap kondisi ekonomi saat ini dan di

masa mendatang yang terlihat dari indikator

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sesuai hasil

Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi

Tenggara. Pada periode laporan rata-rata IKK

mencapai 134,1, lebih tinggi daripada periode

sebelumnya yang hanya sebesar 131,1 (Grafik 4.3).

Kenaikan optimisme tersebut bersumber dari

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah

Sumber: BPS, diolah

Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara

Grafik 4.2 Perbandingan Kontribusi Konsumsi RT se-Sulawesi

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

47

tingginya ekspektasi konsumen terhadap

penghasilan dan lapangan kerja (Grafik 4.4).

Dari sisi pendapatan RT, hasil SK menunjukkan

adanya peningkatan penghasilan pada triwulan III

2018 yang dialami oleh 57% responden, bahkan

1% dari responden tersebut merasakan

peningkatan yang berarti. Namun untuk menjadi

perhatian, sebanyak 13% responden mengalami

penurunan penghasilan. Sementara itu, sisanya

masih mendapatkan penghasilan yang sama

dibandingkan dengan enam bulan sebelumnya.

Berdasarkan lapangan usahanya, responden yang

menjadi pekerja pada usaha Pertanian,

Pertambangan, Industri, Air, dan Jasa Pendidikan

tidak ada yang mengalami penurunan penghasilan

(Grafik 4.5). Ke depan, ketahanan keuangan

sektor RT juga diperkirakan akan semakin kuat

seiring dengan bertambahnya optimisme

terjadinya peningkatan penghasilan 6 bulan yang

akan datang. Sebanyak 25% responden RT

memperkirakan kenaikan penghasilan tersebut

berasal dari pendapatan tambahan lainnya, 9%

responden berekspektasi akan terjadi kenaikan gaji

dan 6% responden memperkirakan kenaikan

omset (Grafik 4.6).

4.2.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga

Pada triwulan III 2018, RT lebih banyak melakukan

pengeluaran untuk keperluan konsumsi, yaitu

sebesar 59,6% dari pendapatannya (Grafik 4.7).

Kondisi tersebut tidak berbeda jauh jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya. Di sisi

lain, pangsa penggunaan dana untuk tabungan

mengalami penurunan menjadi sebesar 27,6%

dari total pengeluaran, setelah pangsa pada

periode sebelumnya mencapai 30,4%. Relatif

stabilnya konsumsi dan penurunan tabungan

diimbangi dengan meningkatnya pangsa

pembayaran cicilan menjadi 12,8% dari total

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.3 Indeks Keyakinan Konsumen Sulawesi Tenggara Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini dibandingkan

dengan 6 Bulan yang lalu

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.4 Ekspektasi Konsumen Rumah Tangga Grafik 4.6 Alasan Peningkatan/Penurunan Penghasilan 6 Bulan Mendatang

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 48

pengeluaran, setelah pada periode sebelumnya

hanya sebesar 10,1%.

Berdasarkan klasifikasi pengeluaran RT, pada

triwulan III 2018 kelompok RT dengan

pengeluaran Rp5,1 juta s.d Rp6 juta mencatatkan

pangsa konsumsi yang paling tinggi, yaitu sebesar

66,0% dan pengeluaran Rp2,1 juta s.d. 3 juta

mencatatkan porsi pengeluaran untuk cicilan

terbesar yaitu mencapai 14,2%. Porsi pengeluaran

terbesar untuk tabungan terdapat pada kelompok

RT dengan pengeluaran Rp6,1 juta s.d. Rp7 juta

yaitu sebesar 33,3% (Grafik 4.8).

Debt Service Ratio

Dalam melihat perilaku meminjam RT, salah satu

indikator yang digunakan adalah debt service ratio

(DSR). Institusi keuangan menilai bahwa threshold

aman untuk DSR adalah 30%. Rumah tangga

dengan DSR>30% dianggap memiliki risiko kredit

yang tinggi karena porsi pendapatan yang

digunakan untuk membayar hutang sudah relatif

besar, dapat mengganggu cash flow RT dan

menyulitkan RT dalam melakukan pengembalian

hutang sehingga berpotensi meningkatkan Non

Performing Loan (NPL) di institusi keuangan dan

mengganggu ketahanan sistem keuangan.

Berdasarkan nilai DSR sesuai dengan hasil SK, risiko

kredit RT di Sulawesi Tenggara pada triwulan III

2018 menunjukkan kondisi yang relatif terkendali.

Jumlah responden RT dengan DSR<30% masih

mendominasi dengan pangsa sebesar 74,6%,

angka tersebut lebih rendah dibanding periode

sebelumnya sebesar 81,9% responden. Meskipun

demikian, sebanyak 20,5% responden RT dengan

DSR diantara 30% hingga 50% dan 4,9% RT

dengan DSR>50% perlu diperhatikan secara

khusus agar tidak memicu peningkatan NPL (Grafik

4.9).

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.7 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara

Grafik 4.9 Komposisi DSR Rumah Tangga Sulawesi Tenggara

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.8 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pengeluaran/Bulan

Grafik 4.10 Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank Untuk Memenuhi Kebutuhan dan Membayar Cicilan

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

49

Kecukupan Keuangan RT Debitur Bank

Indikator lainnya dalam menilai kinerja keuangan

RT adalah kecukupan pendapatan RT yang menjadi

debitur institusi keuangan untuk membayar

kewajibannya. Berdasarkan hasil SK pada triwulan

III 2018, secara dominan RT (pangsa 83,7%)

memiliki kondisi keuangan yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan dan membayar cicilan dan

masih terdapat sisa untuk ditabung guna

pemenuhan kebutuhan kesehatan dan

pendidikan. Bahkan sebanyak 29,1% responden

RT menyatakan bahwa pendapatan yang diterima

sangat cukup sehingga terdapat dana lebih untuk

investasi dan rekreasi. Kelompok masyarakat yang

berada dalam kondisi pas-pasan juga

memperlihatkan perbaikan dari 21,4% pada

Triwulan II 2018 menjadi 14,5% pada triwulan III

2018. Namun, terdapat hal yang perlu menjadi

perhatian khusus karena sebanyak 1,8%

responden RT menyatakan bahwa kondisi

keuangannya tidak mencukupi (Grafik 4.10).

Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang

Selain ekspektasi pendapatan dan kecukupan

keuangan debitur, kondisi keuangan RT juga dapat

dikategorikan berada dalam kondisi yang aman

karena RT memperkirakan beban cicilan/pinjaman

akan semakin ringan. Sesuai hasil SK, sebanyak

52,7% responden RT memperkirakan bahwa posisi

pinjaman mereka pada 6 bulan mendatang akan

berkurang (Grafik 4.11). Sebagian besar

pengurangan tersebut terjadi karena pelunasan

sesuai dengan jadwal pembayaran cicilan dan

hanya sebagian kecil terjadi karena adanya

percepatan pelunasan. Sementara itu, RT yang

memperkirakan posisi pinjaman akan sama

dengan periode sebelumnya adalah sebanyak

45,5%. Di sisi lain, terdapat 1,8% responden

rumah tangga yang memperkirakan beban

cicilannya akan sangat bertambah, namun disertai

dengan peningkatan pendapatan sehingga

diperkirakan risiko kredit RT akan tetap terjaga.

Saving Ratio

Dari sisi rasio tabungan terhadap pengeluaran

rumah tangga, sebesar 96,3% responden RT dari

hasil SK menyisihkan pendapatannya untuk

menabung. Hal tersebut mencerminkan penetrasi

perbankan di Sulawesi Tenggara yang relatif baik,

bahkan pada triwulan III 2018 pangsa RT yang

memiliki saving ratio > 30% mencapai 49,3% dari

total responden (Grafik 4.12). Dengan pola

menabung yang sehat, RT di Sulawesi Tenggara

memiliki ketahanan keuangan yang baik dan

mendukung kinerja institusi keuangan.

Dana Cadangan

Dalam menjaga likuiditasnya, RT dapat melakukan

antisipasi pengeluaran tidak terduga dengan

menyediakan dana cadangan sebagai buffer. Hasil

SK mengindikasikan rumah tangga di Sulawesi

Tenggara memiliki cadangan dana yang relatif

baik, terlihat dari kepemilikan dana cadangan

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.11 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang Debitur Bank

Grafik 4.12 Saving Ratio Rumah Tangga

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 50

dalam bentuk tabungan, deposito maupun uang

tunai oleh 89,3% responden. Pangsa tersebut

mengalami sedikit peningkatan dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar

83,0% (Grafik 4.13). Sebagian besar dana

cadangan yang dimiliki oleh RT disimpan dalam

bentuk simpanan berjangka waktu singkat dan

sedang, yang merupakan indikasi berjaga-jaga

karena kecenderungan dana yang siap dicairkan

untuk keperluan tidak terduga. Secara detail,

sebesar 20,1% responden memiliki dana

cadangan sampai dengan 1 bulan pendapatannya.

Sedangkan 37,7% dan 24,3% responden RT

masing-masing memiliki dana cadangan sebesar 1-

3 bulan dan 3-6 bulan pendapatannya. Selain itu,

sebesar 1,5% dan 0,4% RT sudah memiliki dana

cadangan dengan jangka waktu yang lebih

panjang yaitu 6-12 bulan dan di atas 1 tahun

(Grafik 4.14).

Kepemilikan Produk Perbankan

Secara umum, RT di Sulawesi Tenggara yang

menjadi responden SK relatif telah memiliki

produk-produk perbankan. Sebanyak 99,7%

responden telah memiliki tabungan di bank dan

sebanyak 84,0% telah memiliki kartu debit yang

merupakan fasilitas standar tabungan perbankan

(Grafik 4.15). Sementara dari sisi kredit, instrumen

yang paling banyak dimanfaatkan oleh RT adalah

kredit kendaraan yang pangsanya mencapai

12,3% dan kartu kredit yang dimiliki oleh 2,0%

responden. Dalam menentukan pilihan simpanan

bank, beberapa faktor mempengaruhi preferensi

RT. Secara agregat, RT memilih simpanan bank

berdasarkan faktor keamanan (30%) seperti

adanya jaminan pemerintah atau Lembaga

Penjamin Simpanan (LPS), selanjutnya faktor

pelayanan (24%) dan faktor ketiga utama adalah

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.13 Kepemilikan Dana Cadangan Berupa

Tabungan/Deposito/Cash

Grafik 4.15 Kepemilikan Produk Perbankan

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah

Grafik 4.14 Besaran Jumlah Dana Cadangan Rumah Tangga Terhadap Pendapatannya

Grafik 4.16 Faktor Dalam Memilih Simpanan Perbankan

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

51

lokasi bank dan kepemilikan bank (17%) (Grafik

4.16).

4.2.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di

Perbankan

Sektor RT masih mendominasi dana pihak ketiga

(DPK) yang berada di perbankan Sulawesi

Tenggara. Hal ini tercermin dari pangsa DPK

perseorangan yang mencapai 68,1% dari

keseluruhan DPK di Sulawesi Tenggara dengan

nominal mencapai Rp13,18 triliun (Grafik 4.17).

Pada triwulan III 2018, DPK perseorangan tumbuh

sebesar 13,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,1%

(yoy) (Grafik 4.18).

Produk simpanan perbankan yang dimanfaatkan

RT didominasi produk tabungan yang pangsanya

mencapai 68,7%, sedikit lebih rendah dari periode

sebelumnya yang mencatatkan proporsi 69,0%.

Produk deposito memiliki proporsi sebesar 28,2%

sedikit lebih tinggi dari periode sebelumnya yang

tercatat sebesar 27,8%. Sementara produk giro

hanya memiliki proporsi sebesar 3,1% (Grafik

4.19).

Berdasarkan perkembangannya, pada triwulan III

2018 tabungan perseorangan tercatat tumbuh

sebesar 15,3% (yoy), sedikit menurun dari periode

sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 15,7%

(yoy). Sementara itu deposito tumbuh sebesar

15,2% (yoy) dan giro tumbuh positif sebesar 2,8%

(yoy) (Grafik 4.20).

4.2.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah

Tangga

Selain DPK, keterkaitan RT dengan perbankan juga

dapat terlihat dari penyaluran kredit perbankan. Di

Sulawesi Tenggara kredit ke RT mendominasi

realisasi penyaluran kredit pada triwulan III 2018.

Hal tersebut terlihat dari pangsa kredit untuk

perseorangan yang mencapai 81,9% dari total

kredit yang direalisasikan (Grafik 4.21). Sebagian

besar kredit tersebut masih digunakan untuk

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.17 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara Grafik 4.19 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Tenggara

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.18 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan

Sulawesi Tenggara Grafik 4.20 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis

Penempatan

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 52

konsumsi dengan pangsa sebesar 69.8%.

Sementara itu, pangsa kredit produktif modal

kerja dan investasi masing-masing mencapai

22,1% dan 8,1% dari total kredit pada triwulan III

2018. Sementara itu, mayoritas kredit konsumsi

yang diberikan oleh bank berupa kredit multiguna

dengan pangsa 75,0% (Grafik 4.22).

Dari sisi kinerjanya, pada triwulan III 2018 kredit

konsumsi RT tumbuh sebesar 14,4% (yoy), sedikit

lebih rendah dari periode sebelumnya yaitu 15,3%

(yoy). Moderasi laju pertumbuhan tersebut

disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan kredit

multiguna dari 17,5% (yoy) pada triwulan II 2018

menjadi 15,3% (yoy) pada triwulan III 2018.

Meskipun demikian, perbaikan pada kredit

kendaraan bermotor (KKB) dan kredit kepemilikan

rumah/apartemen (KPR/KPA) dapat menahan

perlambatan lebih jauh (Grafik 4.23).

Dilihat dari sisi suku bunganya, bertolak belakang

dengan perkembangan suku bunga acuan, suku

bunga kredit konsumsi RT di Sulawesi Tenggara

justru mengalami penurunan. Pada triwulan III

2018, suku bunga tertimbang kredit perseorangan

di Sulawesi Tenggara mencapai 12,0% per tahun

sedikit lebih rendah dibanding periode sebelumnya

yang tercatat sebesar 12,2% per tahun (Grafik

4.24). Penurunan pada suku bunga tersebut tidak

berdampak terhadap risiko kredit yang

ditunjukkan terjaganya NPL kredit konsumsi

perseorangan di level yang sangat rendah yaitu

sebesar 1,3%, sama dengan risiko kredit konsumsi

periode triwulan II 2018.

Kredit Kepemilikan Rumah

KPR dan KPA di Sulawesi Tenggara pada triwulan

III 2018 tumbuh sebesar 11,66% (yoy), mengalami

peningkatan dibandingkan periode sebelumnya

yang tumbuh sebesar 10,43% (yoy). Percepatan

tersebut terutama disebabkan oleh melonjaknya

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.21 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara

Grafik 4.23 Pertumbuhan Kredit Konsumsi RT

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.22 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulawesi Tenggara

Grafik 4.24 NPL dan Suku Bunga Kredit Konsumsi RT

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

53

kredit untuk pembelian rumah tipe besar (KPR

>70). Kredit untuk pembelian rumah tipe besar

tersebut tumbuh sebesar 24,05% (yoy) pada

triwulan III 2018, dibandingkan dengan periode

sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar

19,29% (yoy) (Grafik 4.25). Selain percepatan

pertumbuhan, risiko kredit KPR terus terjaga.

Indikator NPL KPR pada periode pelaporan tercatat

sebesar 4,03%, turun dari sebelumnya yang

tercatat sebesar 4,10% (Grafik 4.26). Namun,

penyaluran KP Ruko tetap perlu mendapatkan

perhatian khusus dari perbankan karena melewati

threshold NPL 5% yaitu mencapai 8,93%.

Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor

Kredit kendaraan bermotor (KKB) di Sulawesi

Tenggara pada triwulan III 2018 tumbuh sebesar

18,1% (yoy), meningkat dari periode sebelumnya

yang tumbuh sebesar 11,4% (yoy). Perbaikan ini

didorong oleh pertumbuhan positif KKB untuk

kategori kendaraan roda 2 (sepeda motor) sebesar

27,8% (yoy) yang pada periode sebelumnya

tumbuh sebesar 4,0% (yoy). Sesuai dengan hasil

liaison, kondisi tersebut didorong oleh

peningkatan pembelian sepeda motor untuk ojek

online. Sementara itu, penyaluran kredit

kendaraan roda 4 (mobil) kembali tumbuh lebih

tinggi sebesar 20,2% (yoy) dari periode

sebelumnya yang tercatat sebesar 16,0% (yoy).

Gairah transportasi online dan meningkatnya

kebutuhan kaum urban akan kendaraan bermotor

menjadi penyebab berlanjutnya pertumbuhan KKB

roda 4 yang tinggi (Grafik 4.27).

Pada periode laporan, risiko KKB yang tercermin

dari NPL gross masih terjaga pada level yang

rendah yaitu 3,6%, lebih rendah jika dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar

3,8% (Grafik 4.28). Pada triwulan III 2018, NPL

KKB Kendaraan roda 4 adalah 3,8%, mengalami

penurunan dibandingkan dengan triwulan II 2018

yang tercatat sebesar 4,1%. Sementara itu risiko

kredit kendaraan bermotor roda 2 mengalami

penurunan dengan NPL tercatat sebesar 1,9%,

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.25 Pertumbuhan KPR dan Pangsa KPR Tiap Tipe Grafik 4.27 Pertumbuhan KKB dan Pangsa Tiap Jenis

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 4.26 NPL dan Suku Bunga KPR Grafik 4.28 NPL dan Suku Bunga KKB

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 54

lebih rendah daripada periode sebelumnya sebesar

2,0%.

Kredit Multiguna

Pangsa kredit multiguna terhadap total kredit

konsumsi di triwulan III 2018 sebesar 75,0%.

Besarnya penggunaan kredit konsumsi

perseorangan untuk multiguna menunjukkan

bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga

untuk kebutuhan lain di luar kebutuhan untuk

memiliki rumah, kendaraan bermotor maupun

peralatan rumah tangga masih sangat besar. Hal

ini terjadi karena pengajuan kredit multiguna yang

relatif lebih mudah dengan jaminan/agunan yang

relatif ringan dan dana yang diterima dapat secara

leluasa digunakan oleh rumah tangga dalam

melakukan aktivitas yang tidak mengikat jenisnya.

Pada triwulan III 2018, kredit multiguna tumbuh

sebesar 15,3% (yoy) sedikit lebih rendah

dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh

sebesar 17,5% (yoy) (yoy) (Grafik 4.29).

Perlambatan tersebut disebabkan oleh moderasi

pertumbuhan kredit multiguna di semua kategori

nominal. Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga

untuk fasilitas multiguna masih terkendali. Pada

periode laporan, NPL kredit multiguna tercatat

sebesar 0,4%, relatif sama dengan periode

sebelumnya (Grafik 4.30).

4.3. ASESMEN SEKTOR KORPORASI

4.3.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi

Kondisi sektor korporasi yang tercermin dari

kinerja perekonomian dari sisi penawaran

terpantau relatif baik. Sektor pertambangan dan

pertanian yang menjadi tulang punggung

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara

mengalami peningkatan pertumbuhan. Namun

perlu diperhatikan bahwa pada triwulan III 2018

terdapat beberapa lapangan usaha yang

mengalami perlambatan kinerja, yaitu sektor

Konstruksi, Perdagangan Besar dan Eceran,

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, Informasi dan

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: Bloomberg, diolah

Grafik 4.29 Pertumbuhan Multiguna dan Pangsa Berdasarkan Besaran Kredit

Grafik 4.31 Harga Nikel Internasional

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 4.30 NPL dan Suku Bunga Multiguna Grafik 4.32 Pangsa Komoditas Ekspor

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9

2016 2017 2018

Harga Nikel Growth

Minyak Nilam, 0.19%Perikanan,

1.57%

Feronikel, 76.36%

Bijih Nikel, 20.57%

Lainnya, 1.31%

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

55

Komunikasi, Jasa Keuangan dan Asuransi, Real

Estate, Jasa Perusahaan dan Jasa lainnya.

Perlambatan di sektor-sektor tersebut terjadi

akibat normalisasi konsumsi masyarakat seiring

telah berlalunya bulan Ramadhan & Idul Fitri, serta

usainya libur sekolah.

Selain itu, terdapat pula dampak perlambatan

perdagangan internasional terutama adanya

perang dagang antara Amerika Serikat dengan

Tiongkok. Hal tersebut dikarenakan komoditas

utama ekspor Sulawesi Tenggara adalah hasil

pertambangan (bijih nikel dan nikel olahan)

dengan pangsa mencapai 96,9% yang merupakan

salah satu bahan baku pembuatan mesin yang

termasuk dalam komoditas terdampak perang

dagang (Grafik 4.32). Ketergantungan terhadap

nikel semakin memberikan risiko yang cukup besar

karena harga nikel dunia sangat dipengaruhi oleh

permintaan dunia. Pada akhir triwulan III 2018,

harga nikel mampu tumbuh sebesar 10,5% (yoy)

dan berada dalam tren melambat sejak triwulan

sebelumnya (Grafik 4.31).

4.3.2. Kinerja Korporasi

Omset Penjualan

Berdasarkan hasil Liaison yang dilakukan oleh

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Sulawesi Tenggara, penjualan domestik pada

triwulan III 2018 menunjukkan kinerja yang

melambat. Hal ini disebabkan oleh penurunan

kinerja beberapa sektor yang telah dibahas di

bagian sebelumnya.

Kinerja perusahaan di sektor pertanian mengalami

perlambatan, meliputi komoditas kelapa sawit,

perikanan, dan tabama. Korporasi yang

memproduksi kelapa sawit menyatakan bahwa

terjadi penurunan penjualan CPO. Sementara itu,

korporasi di subsektor perikanan mengungkapkan

bahwa hasil produksi hingga periode laporan hanya

berada pada kisaran 100-150 ton, mengalami

penurunan yang cukup dalam dibandingkan kondisi

di tahun sebelumnya sebesar 300 ton. Di sisi lain,

korporasi penggilingan padi mengungkapkan bahwa

untuk saat ini penjualan Jan-Agustus 2018 ini relatif

lebih rendah dibandingkan periode sama tahun

sebelumnya.

Selain itu, korporasi sektor pertambangan yang

memproduksi aspal mengalami penurunan

permintaan. Korporasi pada sektor tersebut

menjelaskan bahwa tingkat penjualan aspal sangat

bergantung dengan realisasi proyek pembangunan

jalan oleh pemerintah.

Korporasi di sektor perdagangan secara umum juga

mengalami perlambatan. Korporasi perdagangan

kakao menginformasikan menjelaskan bahwa

tingkat pembelian biji kakao dari petani sampai

dengan triwulan ini sangat menurun. Cuaca yang

kurang kondusif pada daerah sentra penyuplai kakao

menjadi penyebab berkurangnya pasokan tersebut.

Sementara itu, mulai maraknya petani lokal yang

melakukan alih fungsi lahan menjadi tanaman merica

dan cengkeh ikut berdampak terhadap penurunan

tingkat produksi kakao itu sendiri. Hal tersebut juga

berdampak pada kinerja penjualan sektor industri

pengolahan kakao yang menurun pada tahun 2018.

Korporasi menyatakan bahwa terjadi penurunan

produksi akibat semakin sulitnya mencari bahan baku

biji kakao yang berkualitas dan memenuhi standar.

Kapasitas produksi dari sisi hulu yang cenderung

menurun juga terjadi karena banyaknya tanaman

kakao yang mulai berumur tua.

Sementara itu, korporasi subsektor telekomunikasi

menyatakan bahwa terjadi penurunan customer base

dari tahun sebelumnya sekitar 5%. Penurunan ini

terjadi akibat regulasi pemerintah terkait registrasi

sim card dengan menggunakan nomor KTP dan KK,

sehingga menyebabkan adanya penurunan

penjualan bagi masyarakat yang membeli terputus

(calling card).

Meskipun demikian, terdapat pula korporasi yang

mengalami peningkatan kinerja penjualan, yaitu

korporasi konstruksi dan pengangkutan. Korporasi di

sektor konstruksi secara umum mengalami

peningkatan terutama yang terkait dengan

infrastruktur non jalan yang bersumber dari APBN &

APBD. Beberapa pembangunan infrastruktur yang

masih berjalan yaitu Jembatan Teluk Kendari, Kendari

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 56

New Port, dan Bendungan Ladongi. Sementara itu,

pada sektor pengangkutan, penjualan tumbuh

sebesar 16%, lebih tinggi dibandingkan rata-rata

pertumbuhan yang hanya sebesar 5%.

Biaya

Tekanan biaya yang dikeluarkan oleh korporasi

secara umum meningkat. Hal ini terlihat dari nilai

likert scale agregat hasil Liaison sebesar 1,35; lebih

tinggi dibandingkan triwulan I dan triwulan II 2018

yang masing-masing sebesar 0,92 dan 0,64.

Peningkatan biaya produksi tersebut terutama

terjadi pada komponen bahan baku dan energi,

seiring dengan kelangkaan pasokan komoditas

pertanian dan meningkatnya harga minyak dunia.

Selain itu, upah tenaga kerja juga mengalami

peningkatan di tengah upaya penyesuaian dengan

kenaikan UMP.

Korporasi di sektor pertanian mengalami

peningkatan biaya akibat kenaikan biaya

pembelian bahan baku di subsektor tabama dan

perikanan, sementara subsektor perkebunan

cenderung stabil. Korporasi menjelaskan bahwa

naiknya biaya pembelian gabah karena

keterbatasan pasokan gabah di tengah masa

tanam di musim kemarau serta adanya persaingan

dengan perusahaan serupa dari Sulawesi Selatan

Keterangan Skala Likert:

+/- 4,00 = Kenaikan/Penurunan Signifikan Di Luar Rata-rata/Pola Normal Korporasi

+/- 3,00 = Kenaikan/Penurunan Di Atas Rata-rata Pola Normal

+/- 2,00 = Kenaikan/Penurunan Sesuai dengan Pola Normalnya

+/- 1,00 = Kenaikan/Penurunan Di Bawah Pola Normalnya

Sumber: Liaison KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah

Grafik 4.33 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison

Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah

Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah

Grafik 4.34 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sulawesi Tenggara

Grafik 4.35 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

57

yang mampu membeli gabah Sultra dengan harga

lebih tinggi. Begitu pula dengan Korporasi di

subsektor perikanan yang menginformasikan

bahwa peningkatan biaya terjadi disebabkan harga

beli ikan yang tinggi dari nelayan seiring dengan

belum masuknya masa angin teduh yang

menyulitkan nelayan memperoleh hasil tangkapan.

Sementara itu, korporasi di sektor pertambangan

mengalami peningkatan biaya energi. Biaya energi

merupakan komponen biaya dengan pangsa

terbesar dibandingkan dengan komponen biaya

lainnya, sehingga mendorong kenaikan cash

cost/biaya produksi nikel olahan per satuan ton.

Peningkatan biaya energi terjadi karena adanya

peningkatan harga batubara dan solar industri.

Komponen biaya lainnya mencakup biaya jasa,

seperti jasa penambangan dan iklan, biaya

perizinan, meliputi pajak retribusi, izin eksploitasi,

dan CSR pada korporasi juga mengalami kenaikan

secara wajar.

Biaya pada sektor konstruksi juga mengalami

peningkatan, terutama dari sisi bahan baku atau

material konstruksi. Selain itu, untuk bahan baku

pabrikan, seperti besi baja dan semen, juga

mengalami kenaikan dibandingkan tahun

sebelumnya. Adapun biaya energi terutama dalam

bentuk kebutuhan solar mengalami peningkatan

sejalan dengan kenaikan harga BBM. Solar

tersebut digunakan untuk mesin molen serta

kendaraan produksi.

Meskipun demikian, terdapat penurunan biaya

pada korporasi di subsektor pengangkutan udara.

Penurunan tersebut berasal dari efisiensi BBM, di

tengah tren kenaikan harga minyak dunia.

Margin Keuntungan

Dari hasil Liaison, korporasi mengambil langkah

untuk menaikkan harga jual dan menurunkan

margin, di tengah upaya perusahaan untuk tetap

kompetitif di tengah peningkatan biaya. Margin

usaha yang turun terlihat dari likert scale agregat

yang tercatat sebesar 0,60 pada triwulan III 2018

setelah pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar

1,10.

Penurunan margin keuntungan lebih banyak

terjadi pada korporasi pertanian dan komunikasi.

Pada korporasi pertanian, tingkat margin relatif

lebih rendah dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Margin yang didapatkan oleh

korporasi berada pada kisaran 2,0%-2,5%.

Korporasi juga mengungkapkan

kecenderungannya untuk menurunkan tingkat

margin dalam rangka menjaga persaingan dan

daya beli, terutama dengan perusahaan

penggilingan di luar Sultra. Sementara itu,

korporasi di subsektor telekomunikasi menyatakan

penetapan tarif harga jual ditentukan oleh kantor

pusat, dengan nilai yang relatif stabil dibanding

tahun lalu. Sejalan dengan hal tersebut, margin

keuntungan korporasi secara umum juga

diperkirakan sedikit mengalami penurunan.

Sementara di subsektor perikanan, Korporasi

mengungkapkan bahwa harga jual ikan relatif

sedikit mengalami kenaikan meski masih terbatas

jika dibandingkan kondisi di tahun sebelumnya. Di

sisi lain, meski harga jual mengalami kenaikan

namun tingkat margin diakui Korporasi relatif

stabil jika dibandingkan kondisi di tahun

sebelumnya.

Meskipun demikian, korporasi pertambangan dan

industri pengolahan nikel mengalami peningkatan

harga jual dan margin. Korporasi menyatakan

bahwa harga jual nikel terus menunjukkan tren

peningkatan dibandingkan dengan harga pada

periode yang sama di tahun sebelumnya. Korporasi

menjelaskan bahwa harga jual nikel cenderung

berpatokan/mengikuti pergerakan harga nikel

dunia. Korporasi juga turut mengkonfirmasi atas

kenaikan tingkat margin jika dibandingkan kondisi

di tahun sebelumnya. Korporasi mengungkapkan

bahwa margin dari penjualan feronikel pada

periode laporan sekitar 33%. Lebih jauh, Korporasi

menginformasikan bahwa margin yang diterima

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 58

perusahaan sejatinya lebih besar dari penjualan

bijih nikel yang mencatatkan margin 45%-50%.

Kondisi likuiditas keuangan korporasi

Berdasarkan hasil SKDU, pada triwulan III 2018

secara umum kondisi likuiditas keuangan korporasi

terpantau dalam kondisi yang cukup solid walau

terlihat terdapat sedikit peningkatan tekanan. Hal

ini tercermin dari persentase responden yang

menyatakan kondisi likuiditas perusahaan dalam

kondisi baik mengalami penurunan dari 33,53%

pada triwulan lalu menjadi 23,38% pada triwulan

laporan. Jumlah responden yang menyatakan

kondisi likuiditas perusahaan cukup besar,

68,83%, lebih besar dari pangsa triwulan lalu

yang tercatat sebesar 64,12%. Sementara itu,

tekanan terlihat dari kenaikan responden yang

menyatakan kondisi likuiditas perusahaan berada

pada kondisi yang buruk untuk memenuhi

kebutuhan operasionalnya menjadi 7,79% pada

triwulan III 2018, naik dari 2,35% pada triwulan

lalu (Grafik 4.34).

Jika dilihat secara sektoral, hampir seluruh

korporasi memiliki tingkat liku

hotel dan restoran

serta industri yang memiliki korporasi yang

memiliki kondisi likuiditas keuangan yang

korporasi melakukan adjusment dan terus berhati-

hati agar tidak berlanjut sampai dengan solvabilitas

yang buruk. Di lain sisi, sektor jasa-jasa konstruksi

memiliki likuiditas yang sangat baik dengan 80%

korporasi yang bergerak di bidang tersebut

memiliki likuiditas yang baik dan 20% memiliki

likuiditas yang cukup (Grafik 4.35).

4.3.3. Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi

Selain pemetaan risk factor dan kerentanan sektor

korporasi, untuk memitigasi risiko sistemik

diperlukan juga analisis interkoneksi antarsektor.

Dalam usahanya, sektor korporasi sangat terkait

erat dengan sektor perbankan dengan adanya

penempatan DPK korporasi pada perbankan dan

penyaluran kredit perbankan kepada korporasi

untuk modal kerja dan investasi. Eksposur kredit

perbankan pada sektor korporasi pada triwulan III

2018 tercatat sebesar 18,1% dari total kredit di

Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi proyek).

Meskipun eksposur kredit perbankan pada sektor

korporasi masih berada di bawah kredit rumah

tangga, namun korporasi menjadi sumber

pendapatan rumah tangga (melalui jalur tenaga

kerja) sehingga gangguan pada korporasi pada

akhirnya berdampak pada sistem keuangan

melalui jalur rumah tangga tersebut.

Secara nominal, kredit perbankan pada sektor

korporasi di Sulawesi Tenggara pada triwulan III

2018 mencapai Rp4,81 triliun mengalami

pertumbuhan sebesar 0,5% (yoy) (Grafik 4.38)

jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode

sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,0% (yoy).

Perlambatan pertumbuhan tersebut disebabkan

oleh penurunan penyaluran kredit untuk investasi.

Pada periode laporan, kredit investasi yang

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.36 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.37 Pertumbuhan Kredit Korporasi

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

59

memiliki pangsa sebesar 51,7% masih mengalami

kontraksi sebesar 22,9% (yoy). Sebaliknya, kredit

modal kerja yang memiliki pangsa sebesar 47,5%

dapat tumbuh sebesar 49,2% (yoy) dan kredit

konsumsi yang memiliki pangsa 0,8% tumbuh

sebesar 29,2% (yoy).

Kredit Modal Kerja Korporasi

Posisi kredit modal kerja korporasi di Sulawesi

Tenggara pada triwulan III 2018 terus tumbuh

tinggi sebesar 49,2% (yoy) dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 41,9%

(yoy). Dari sisi nominalnya, penyaluran kredit

modal kerja korporasi pada periode laporan

mencapai Rp2,28 triliun. Kenaikan tersebut

disebabkan oleh perbaikan penyaluran kredit

modal kerja pada sektor konstruksi dan

pertambangan. Seiring dengan menggiatnya

pembangunan daerah, sektor Konstruksi yang

pada periode pelaporan memiliki pangsa sampai

dengan 31,6% dari total kredit modal kerja

korporasi mengalami pertumbuhan sebesar 2,2%

(yoy) dari sebelumnya terkontraksi 9,1% (yoy)

pada triwulan II 2018. Sedangkan kredit

perdagangan yang memiliki pangsa 21,9% masih

terkontraksi sebesar 5,4% (yoy) namun lebih baik

dari periode sebelumnya yang mengalami

kontraksi 6,8% (yoy). Sementara itu, kredit modal

kerja pertambangan yang pada triwulan III 2018

memiliki pangsa sebesar 39,7% melanjutkan pola

pertumbuhan eksplosif dari 497,5% (yoy) pada

periode sebelumnya menjadi tumbuh 546,7%

(yoy) pada periode laporan (Grafik 4.39). Dari sisi

risiko kredit, secara umum terjadi perbaikan risiko.

Hal ini terlihat dari indikator NPL kredit modal kerja

korporasi yang menurun dan tetap berada di

bawah threshold 5%. NPL kredit tersebut pada

triwulan III 2018 tercatat sebesar 3,06% lebih

rendah dibandingkan periode sebelumnya yang

tercatat 3,55% (Grafik 4.40).

Kredit Investasi Korporasi

Kredit investasi korporasi yang disalurkan sampai

dengan triwulan III 2018 mencapai Rp2,48 triliun,

mengalami kontraksi sebesar 22,9% (yoy),

bergerak lebih dalam dibanding dengan periode

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.38 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan

Grafik 4.40 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.39 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi Grafik 4.41 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 60

sebelumnya yang hanya terkontraksi sebesar

11,2%. Kredit investasi sektor pertambangan

memiliki pangsa terbesar mencapai 46,8% dan

mengalami kontraksi sebesar 40,8% (yoy) lebih

dalam dari periode sebelumnya yang terkontraksi

sebesar 22,1% (yoy). Kredit investasi sektor

pertanian yang memiliki pangsa sebesar 14,7%

kembali mencatatkan pertumbuhan yang positif.

Pada periode laporan, kredit pada sektor tersebut

tumbuh sebesar 18,5% (yoy) lebih tinggi

dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh

sebesar 17,8% (yoy) Sementara kredit investasi

sektor perhotelan yang memiliki pangsa sebesar

9,0% terkontraksi sebesar 0,7% (yoy), lebih baik

dari periode sebelumnya yang terkontraksi sebesar

11,7% (yoy) (Grafik 4.41).

Walaupun mengalami kontraksi lebih dalam, risiko

kredit investasi korporasi tetap terjaga pada level

yang rendah di bawah threshold 5%. Pada

triwulan III 2018, NPL kredit investasi korporasi

terpantau di level 0,84% relatif stabil

dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat

sebesar 0,76% (Grafik 4.41).

4.4. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN

(PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA

4.4.1. Aset Bank Umum

Secara keseluruhan, aset bank umum yang berada

di Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2018

mencapai Rp28,03 triliun, tumbuh lebih tinggi

dibandingkan periode sebelumnya, dari 8,4%

(yoy) menjadi 16,4% (yoy), (Grafik 4.42). Kenaikan

pertumbuhan tersebut terjadi pada bank

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.42 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.43 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank

Tabel 4.1 Aset Bank Umum Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan III 2018

Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, Pertumbuhan Aset secara yoy Daftar Kabupaten/Kota berdasarkan ketersediaan data

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Tw II 2018 Tw III 2018

Kab. Bombana 320.9 1.1 30.8 24.6

Kab. Buton Utara 195.5 0.7 (12.5) 22.6

Kab. Konawe Utara 397.6 1.4 64.8 50.2

Kab. Wakatobi 392.2 1.4 25.3 33.6

Kab. Kolaka Utara 315.2 1.1 27.0 21.7

Kab. Konawe Selatan 564.2 2.0 25.2 20.7

Kab. Buton 205.3 0.7 12.4 40.0

Kota Baubau 3,108.7 11.1 7.5 8.5

Kota Kendari 16,511.0 58.9 6.7 16.3

Kab. Kolaka 3,508.2 12.5 8.4 20.5

Kab. Konawe 641.7 2.3 19.6 16.6

Kab. Muna 1,870.2 6.7 2.4 9.7

Sulawesi Tenggara 28,030.8 100.0 12.9 16.4

Kota/Kabupaten Aset (Rp miliar) Pangsa thd Sultra (%)Pertumbuhan Aset (%, yoy)

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

61

Pemerintah maupun bank swasta nasional.

Berdasarkan pangsanya, bank pemerintah masih

mendominasi industri perbankan di Sulawesi

Tenggara dengan porsi aset mencapai 84,6% dari

total aset bank umum, sedangkan pangsa total

aset bank swasta nasional hanya sebesar 15,4%

dari total aset bank umum di Sulawesi Tenggara

(Grafik 4.43).

Secara spasial, aset perbankan masih

terkonsentrasi di Kota Kendari dengan pangsa

mencapai 58,9% dari keseluruhan aset bank

umum yang ada di Sulawesi Tenggara. Kondisi

tersebut masih menunjukkan bahwa perbankan

masih terkonsentrasi di daerah ibu kota provinsi

sebagai motor penggerak perekonomian.

Daerah selain Kota Kendari yang memiliki aset

bank cukup besar adalah Kabupaten Kolaka dan

Kota Bau-Bau dengan pangsa masing-masing

sebesar 12,5% dan 11,1%. Dari sisi

perkembangannya, pertumbuhan aset pada 3

daerah dominan tersebut berada di sekitar rata-

rata pertumbuhan aset Sulawesi Tenggara.

Pertumbuhan aset bank yang tinggi justru terjadi

pada daerah-daerah dengan pangsa aset yang

relatif kecil seperti di Kabupaten Konawe Utara,

dan Kabupaten Buton. Hal tersebut menunjukkan

bahwa perbankan juga melakukan ekspansi bisnis

ke berbagai kabupaten di Sulawesi Tenggara

(Tabel 4.1).

Daerah selain Kota Kendari yang memiliki aset

bank cukup besar adalah Kabupaten Kolaka dan

Kota Bau-Bau dengan pangsa masing-masing

sebesar 12,5% dan 11,1%. Dari sisi

perkembangannya, pertumbuhan aset pada 3

daerah dominan tersebut berada di sekitar rata-

rata pertumbuhan aset Sulawesi Tenggara.

Pertumbuhan aset bank yang tinggi justru terjadi

pada daerah-daerah dengan pangsa aset yang

relatif kecil seperti di Kabupaten Konawe Utara,

dan Kabupaten Buton. Hal tersebut menunjukkan

bahwa perbankan juga melakukan ekspansi bisnis

ke berbagai kabupaten di Sulawesi Tenggara

(Tabel 4.1).

4.4.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga

Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun

oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi

Tenggara pada triwulan III 2018 mencapai

Rp19,37 triliun, tumbuh sebesar 13,5% (yoy) lebih

tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang

Tabel 4.2 DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan III 2018

Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, gDPK = pertumbuhan DPK (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota berdasarkan ketersediaan data

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Nominal Rekening %Nominal %Rekening Giro Tabungan Deposito

Kab. Buton 1,314.2 228,134 6.8% 9.4% -3.5% 31.1% 53.5% 15.3%

Kab. Muna 1,562.7 251,572 8.1% 10.4% -1.4% 22.6% 54.3% 23.1%

Kab. Kolaka 2,614.2 362,025 13.5% 14.9% 8.8% 32.4% 48.1% 19.6%

Kab. Wakatobi 346.7 64,501 1.8% 2.7% 4.5% 14.8% 63.7% 21.5%

Kab. Konawe 473.5 140,179 2.4% 5.8% -15.7% 18.2% 68.8% 13.0%

Kab. Konawe Selatan 164.9 71,136 0.9% 2.9% 3.7% 2.3% 81.3% 16.3%

Kab. Bombana 266.5 77,160 1.4% 3.2% 2.8% 0.7% 81.6% 17.7%

Kab. Kolaka Utara 166.1 59,566 0.9% 2.5% -0.5% 3.7% 85.3% 11.0%

Kab. Buton Utara 13.3 1,452 0.1% 0.1% - 0.2% 87.0% 12.8%

Kab. Konawe Utara 21.5 3,823 0.1% 0.2% -12.9% 9.0% 38.1% 52.8%

Kab. Kolaka Timur 5.9 1,073 0.0% 0.0% - 0.0% 100.0% 0.0%

Kab. Buton Tengah - 0 0.0% 0.0% -

Kota Baubau 2,834.2 301,420 14.6% 12.4% 3.9% 30.7% 51.6% 17.7%

Kota Kendari 9,592.9 865,094 49.5% 35.6% 2.0% 22.1% 42.4% 35.5%

Sulawesi Tenggara 19,376.7 2,427,135 100% 100% 12.2% 24.5% 48.5% 26.9%

Kota/Kabupaten gDPKPangsaPangsa thd SultraDPK

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 62

tumbuh sebesar 11,3% (yoy) (Grafik 4.44).

Sebagian besar DPK yang dihimpun oleh bank

umum di Sulawesi Tenggara ditempatkan dalam

bentuk tabungan dengan pangsa 48,5%.

Sedangkan untuk giro dan deposito pada triwulan

III 2018 masing-masing tercatat memiliki pangsa

pasar sebesar 24,5% dan 26,9%.

Bila dilihat dari sisi pertumbuhan per komponen,

pada triwulan III 2018, peningkatan pertumbuhan

DPK disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan

giro secara signifikan menjadi sebesar 18,3% (yoy),

dari periode lalu yang tercatat sebesar 1,0% (yoy).

Namun di sisi lain baik tabungan maupun deposito

mengalami penurunan pertumbuhan menjadi

15,2% (yoy) dan 6,5% (yoy) dari periode

sebelumnya yang masing-masing sebesar 15,6%

(yoy) dan 14,1% (yoy) (Grafik 4.45).

Secara spasial, DPK Sulawesi Tenggara masih

terpusat di Kota Kendari baik secara nominal

maupun jumlah rekeningnya. Pangsa secara

nominal untuk Kota Kendari mencapai 49,5%

sementara dari jumlah rekening mencapai 35,6%.

Selanjutnya diikuti oleh Kota Bau-Bau dan Kab.

Kolaka dengan pangsa masing-masing sebesar

14,6% dan 13,5%. Ketiga daerah tersebut

menjadi pusat konsentrasi DPK karena merupakan

pusat aktivitas bisnis dan keuangan di Sulawesi

Tenggara. Dari sisi pertumbuhan spasial, Kab.

Kolaka mencatatkan tingkat pertumbuhan

tertinggi dengan tumbuh 8,8% (yoy), hal ini

mengindikasikan perbankan juga sudah aktif

menjangkau daerah kabupaten dan kesadaran

masyarakat untuk menabung juga semakin

meningkat (Tabel 4.2).

Tabungan

Pada triwulan III 2018, penghimpunan dana

tabungan masyarakat di Sulawesi Tenggara

tumbuh sebesar 15,2% (yoy), lebih rendah

dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 15,6% (yoy).

Secara nominal, total tabungan masyarakat di

Sulawesi Tenggara sampai dengan periode laporan

mencapai Rp9,39 triliun. Pangsa terbesar

pemegang rekening tabungan adalah nasabah

perseorangan sebesar 96,34%, diikuti oleh

korporasi sebesar 3,48% dan sisanya adalah

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.44 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.45 Pertumbuhan DPK Per Penempatan

Tabel 4.3 Tabungan Berdasarkan Pemiliknya Tabel 4.4 Tabungan Berdasarkan Nilainya

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Bank Persero Bank Swasta Bank Pemda

Pemerintah 0.04% 0.02% 0.08%

Pemda 0.02% 0.02% 0.88%

Korporasi 2.75% 1.65% 9.59%

Perseorangan 97.19% 98.31% 89.45%

Total 100.00% 100.00% 100.00%

TabunganNominal

(Rp miliar)Rekening % Nominal % Rekening

0-100 Jt 5,148.72 2,393,932.00 54.77% 99.27%

100Jt-500Jt 2,978.16 16,849.00 31.68% 0.69%

500Jt -1 M 485.17 720.00 5.16% 0.03%

> 1 M 788.24 385.00 8.39% 0.02%

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

63

nasabah pemerintah. Preferensi penempatan oleh

pemilik dana dari pemerintah pusat dan daerah

lebih besar menempatkan dananya di bank pemda

(Tabel 4.3). Berdasarkan nilai tabungannya,

sebagian besar penabung di Sulawesi Tenggara

memiliki tabungan sampai dengan Rp100 juta

yaitu mencapai 99,27% dari total jumlah rekening

tabungan. Sementara itu penabung dengan nilai di

atas Rp1 miliar masih sedikit dengan pangsa

rekening hanya sebesar 0,02%. Meskipun sangat

kecil, namun penabung dengan nilai di atas Rp1

miliar tersebut menguasai 8,39% dari total

tabungan (Tabel 4.4).

Deposito

Penghimpunan dana dalam bentuk deposito di

Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2018 tumbuh

sebesar 6,5%, lebih rendah dibandingkan

pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 14,1%

(yoy). Jumlah penghimpunan deposito sampai

periode laporan mencapai Rp5,21 triliun. Deposito

di Sultra didominasi oleh deposan besar (nilai

deposito di atas Rp1 miliar) yang sampai dengan

triwulan III 2018 memiliki pangsa 6,8% total

deposito Sulawesi Tenggara walau secara rekening

hanya mencatatkan 3,02% total rekening

deposito. Dominasi pangsa deposito pada

sejumlah rekening tersebut membutuhkan

perhatian khusus agar ketahanan dari sisi DPK

berupa deposito tetap terjaga (Tabel 4.6).

Dari sisi pemilik rekening, seperti halnya tabungan,

nasabah perseorangan masih mendominasi

pangsa deposito Sulawesi Tenggara untuk dana

yang ditempatkan di bank Persero, bank swasta

maupun bank pemda. Korporasi memiliki pangsa

terbesar kedua diikuti oleh deposito milik pemda.

Jangka penempatan deposito yang tidak

terkonsentrasi pada salah satu tenor tertentu

merupakan indikasi yang baik untuk menjaga

ketahanan perbankan, namun diperlukan

perhatian khusus agar perbankan terhindar dari

mismatch karena lebih dari 50% dana biaya tinggi

perbankan (deposito) memiliki tenor yang relatif

pendek (<1 tahun).

Giro

Pada triwulan III 2018, penempatan dana di giro

tumbuh positif 18,3% (yoy) lebih baik jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

tumbuh 1,0% (yoy). Perbaikan pertumbuhan giro

ini disebabkan oleh perbaikan laju pertumbuhan

pada giro yang dimiliki oleh pemerintah,

pemerintah daerah, korporasi. Dari sisi

kepemilikan, pangsa terbesar pemilik giro adalah

nasabah pemerintah, disusul oleh korporasi,

perseorangan dan pemerintah daerah.

4.4.3. Penyaluran Kredit

Seiring dengan peningkatan pertumbuhan

penghimpunan dana pihak ketiga, pada triwulan III

2018 penyaluran kredit perbankan oleh bank

umum yang berkantor di Sulawesi Tenggara secara

keseluruhan juga mengalami peningkatan. Kredit

perbankan tumbuh sebesar 12,6% (yoy) lebih

tinggi dibandingkan dengan kinerja periode

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.46 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.47 Perbandingan Pertumbuhan Kredit di Sulawesi

Tenggara

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 64

sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,2% (yoy).

Secara nominal, kredit perbankan yang disalurkan

sampai dengan triwulan III 2018 mencapai

Rp22,40 triliun (Grafik 4.46).

Kredit Berdasarkan Lokasi Bank

Secara spasial, penyaluran kredit masih

terkonsentrasi di Kota Kendari, dengan pangsa

sebesar 57,1% dari seluruh nominal penyaluran

kredit yang dilakukan oleh perbankan di Sulawesi

Tenggara. Selain itu, Kota Kendari juga masih

mendominasi untuk kepemilikan rekening kredit

dengan pangsa sebesar 57,1%. Meskipun

demikian, pertumbuhan kredit di Kota Kendari

hanya sebesar 8,9% (yoy) berada di bawah rata-

rata pertumbuhan kredit Sulawesi Tenggara.

Kabupaten lain selain Kota Kendari dan Kota Bau-

Bau mencatatkan pertumbuhan total kredit yang

cukup tinggi (Tabel 4.7). Pertumbuhan kredit

tertinggi berada di Kabupaten Konawe Utara

sebesar 50,5% (yoy), diikuti oleh penyaluran di

Kab. Buton Utara dan Kab. Bombana yang masing-

masing tumbuh sebesar 27,6% (yoy) dan 25,9%

(yoy).

Berdasarkan sebaran jenis penggunaannya,

perbankan di sebagian besar kabupaten masih

menyalurkan kredit untuk kebutuhan konsumsi

yang tercermin dari terjadinya peningkatan pangsa

kredit konsumsi dibandingkan dengan periode

sebelumnya. Terdapat 8 kabupaten dari 12

kabupaten/kota yang memiliki pangsa kredit

konsumsi di atas 90% dari total kredit yang

disalurkan di daerah tersebut. Sedangkan untuk

kegiatan produktif, hanya terdapat 4 daerah yang

memiliki pangsa kredit modal kerja di atas 20%,

yaitu Kota Kendari, Kota Bau-Bau, Kab. Kolaka dan

Kab. Muna.

Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

Berdasarkan jenis penggunaan, kredit modal kerja

dan investasi menunjukkan peningkatan laju

pertumbuhan sedangkan kredit konsumsi

menunjukkan penurunan laju penyaluran pada

Tabel 4.5 Deposito Berdasarkan Pemiliknya Tabel 4.6 Deposito Berdasarkan Nilainya

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Tabel 4.7 Kredit Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan III 2018

Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, K.MK = Kredit Modal Kerja, K.INV = Kredit Investasi, K.KONS = Kredit Konsumsi gKredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota berdasarkan ketersediaan data

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Bank Persero Bank Swasta Bank Pemda

Pemerintah 6.28% 0.00% 0.47%

Pemda 2.80% 0.00% 0.16%

Korporasi 7.63% 7.24% 49.98%

Perseorangan 83.29% 92.76% 49.39%

Total 100.00% 100.00% 100.00%

DepositoNominal

(Rp miliar)Rekening % Nominal % Rekening

0-100 Jt 462 9,219 8.9% 59.91%

100Jt-500Jt 1,203 4,974 23.1% 32.32%

500Jt -1 M 591 732 11.3% 4.76%

> 1 M 2,963 464 56.8% 3.02%

Nominal Rekening %Nominal %Rekening K.MK K.INV K.KONS

Kab. Buton 129 1,231 0.6% 0.5% -5.5% 4.4% 0.6% 95.0%

Kab. Muna 1,708 28,334 7.6% 11.2% 20.0% 29.2% 3.6% 67.3%

Kab. Kolaka 3,135 45,169 14.0% 17.9% 15.0% 35.8% 7.6% 56.6%

Kab. Wakatobi 178 1,916 0.8% 0.8% 7.4% 2.7% 0.9% 96.4%

Kab. Konawe 630 4,325 2.8% 1.7% 16.7% 1.0% 0.1% 98.9%

Kab. Konawe Selatan 560 3,697 2.5% 1.5% 20.1% 1.8% 1.1% 97.0%

Kab. Bombana 314 2,299 1.4% 0.9% 25.9% 1.7% 0.4% 97.9%

Kab. Kolaka Utara 302 2,286 1.3% 0.9% 24.1% 4.7% 1.8% 93.4%

Kab. Buton Utara 165 1,402 0.7% 0.6% 27.6% 3.6% 0.8% 95.7%

Kab. Konawe Utara 395 2,338 1.8% 0.9% 50.5% 1.6% 0.2% 98.1%

Kota Baubau 2,093 30,329 9.3% 12.0% 15.6% 30.5% 8.4% 61.1%

Kota Kendari 12,794 128,954 57.1% 51.1% 8.9% 28.2% 12.8% 59.0%

Sulawesi Tenggara 22,403 252,280 100.0% 100.0% 12.6% 26.5% 9.5% 64.0%

Kota/KabupatenKredit Pangsa thd Sultra

gKreditPangsa

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

65

triwulan III 2018. Kredit modal kerja yang memiliki

pangsa pasar sebesar 26,5 % dari total kredit

perbankan mengalami peningkatan menjadi

tumbuh sebesar 7,5% (yoy) pada triwulan II 2018

dari sebelumnya tumbuh sebesar 5,3% (yoy).

Kredit investasi juga mengalami akselerasi

penyaluran dari tumbuh 5,6% (yoy) pada triwulan

II 2018 menjadi tumbuh sebesar 11,7% (yoy) pada

triwulan III 2018. Namun secara proporsi, pangsa

kredit investasi masih memiliki pangsa terkecil

yaitu sebesar 9,5%, hampir sama seperti periode

sebelumnya. Sementara itu, kredit konsumsi yang

pada triwulan III 2018 tetap memiliki pangsa

terbesar yaitu 64,0% dari total kredit perbankan.

Peningkatan pangsa ini tidak diikuti peningkatan

laju penyaluran kredit konsumsi yang tumbuh

sebesar 14,9% (yoy) pada periode pelaporan, lebih

rendah dari sebelumnya yang tumbuh sebesar

16,4% (yoy) (Grafik 4.47).

Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi

Berdasarkan penyaluran kredit menurut sektor

ekonomi, mayoritas mengalami kenaikan

pertumbuhan kredit. Pertumbuhan terbesar

dicatatkan oleh sektor adm. pemerintahan yang

mencatatkan pertumbuhan sebesar 4.999,4%

(yoy) dan sektor listrik gas yang mencatatkan

pertumbuhan sebesar 159,9% (yoy). Sektor

perdagangan yang memiliki pangsa terbesar untuk

kategori kredit produktif (62,6% dari total kredit

produktif) mengalami perubahan positif. Pada

triwulan III 2018, kredit di sektor tumbuh sebesar

3,2% (yoy) lebih tinggi daripada pertumbuhan

pada triwulan II 2018 yang terkontraksi sebesar

0,3% (yoy). Sektor pertanian dan konstruksi yang

memiliki pangsa masing-masing 8,9% dan 8,3%

mencatatkan pertumbuhan double digit masing-

masing sebesar 39,9% (yoy) dan 11,2% (yoy)

(Tabel 4.8).

Loan to Deposit Ratio (LDR)

Salah satu indikator yang dapat merepresentasikan

intermediasi perbankan adalah indikator Loan to

Deposit Ratio (LDR) yang menghitung rasio

penyaluran kredit per DPK yang dikelola oleh

perbankan. Pada triwulan III 2018 LDR bank umum

di Sulawesi Tenggara mencapai 115,66%, lebih

tinggi daripada triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 114,92% (Grafik 4.48). Peningkatan LDR

tersebut terjadi karena secara peningkatan

nominal penyaluran kredit lebih tinggi kenaikan

nominal DPK pada perbankan di Sulawesi

Tenggara. Nilai LDR sebesar 100% berarti seluruh

DPK yang dikelola oleh perbankan Sulawesi

Tabel 4.8 Kredit Produktif Berdasarkan Sektor Ekonomi Posisi Triwulan III 2018

Ket: gKredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy), Kredit Produktif = Kredit Modal Kerja + Kredit Investasi NPL = Non Performing Loan

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Tw III 2017 Tw IV 2017 Tw I 2018 Tw II 2018 Tw III 2018

Pertanian 711 8.9% 65.5 67.8 45.7 38.9 39.9 1.5

Pertambangan 56 0.7% 39.7 45.9 25.7 -18.6 3.3 7.8

Industri Pengolahan 390 4.9% 27.5 18.8 17.3 5.7 3.9 2.7

Listrik Gas 10 0.1% -39.3 -24.0 44.8 118.7 159.9 0.0

Air 6 0.1% -2.9 5.0 27.3 64.6 103.6 8.3

Konstruksi 666 8.3% 12.5 22.9 20.1 27.6 11.2 6.4

Perdagangan 5,006 62.6% 2.2 2.0 0.1 -0.3 3.2 5.3

Transportasi-Pergudangan 125 1.6% 11.5 7.4 2.2 7.7 8.1 3.2

Akomodasi Makan Minum 430 5.4% -7.3 -7.4 -7.8 -9.1 0.1 5.1

Informasi Komunikasi 2 0.0% -13.8 -33.7 -40.8 -24.6 -27.8 4.7

Jasa Keuangan 10 0.1% -62.6 -33.7 -26.0 75.5 111.1 0.0

Real Estate 94 1.2% -6.2 -7.2 -0.6 3.4 7.1 4.3

Jasa Perusahaan 44 0.5% 3.1 -64.7 -61.9 -59.5 -56.5 3.2

Adm Pemerintahan 27 0.3% 56.4 27.5 9.0 1,071.1 4,999.4 0.0

Jasa Pendidikan 21 0.3% -9.8 -9.4 -29.4 -20.6 4.4 31.7

Jasa Kesehatan Sosial 31 0.4% 9.1 10.8 8.1 -8.2 18.7 0.1

Jasa Lainnya 368 4.6% 6.5 5.0 41.8 41.3 49.4 2.9

Kredit Produktif 7,997 100% 9.8 12.8 13.4 12.2 12.6 4.8%

NPL (%)gKredit (%, yoy)

% NominalSektor EkonomiNominal

(Rp miliar)

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 66

Tenggara disalurkan dalam bentuk kredit.

Sedangkan pencapaian pada triwulan III 2018

menunjukkan bahwa dalam rangka menyalurkan

kredit, perbankan di Sulawesi Tenggara

memerlukan dana dari daerah lain. Kondisi ini

terlihat dari adanya peningkatan kewajiban

antarkantor (penerimaan dari kantor bank yang

sama di daerah lain) sebesar 5,66% (yoy) pada

triwulan III 2018. Tingkat LDR yang terlalu tinggi

maupun terlalu rendah dapat menjadi sumber

kerentanan apabila tidak disertai dengan tingkat

risiko kredit yang terjaga di tingkat yang aman.

Non Performing Loan (NPL)

Pada triwulan III 2018, peningkatan pertumbuhan

penyaluran kredit dibandingkan dengan periode

sebelumnya disertai dengan perbaikan risiko

kredit. Penurunan risiko kredit tersebut terlihat dari

menurunnya indikator Non Performing Loan (NPL)

Gross dari 2,56% pada triwulan II 2018 menjadi

2,42% pada triwulan III 2018 dan angka tersebut

masih berada di bawah threshold 5% (Grafik

4.49).

Pada periode laporan, penyaluran kredit investasi

memiliki risiko kredit terbesar dan melewati

threshold 5% dengan NPL tercatat sebesar 5,11%,

menurun dibandingkan periode sebelumnya

sebesar 5,54%. Selain itu, kredit modal kerja juga

memiliki NPL mendekati threshold yang pada

triwulan III 2018 tercatat sebesar 4,65%, turun dari

5,06% pada triwulan II 2018. Penyaluran kredit

konsumsi memiliki NPL di bawah 5% dengan

mencatatkan NPL sebesar 1,10% pada periode

laporan, sedikit menurun dari periode sebelumnya

yang mencatatkan NPL sebesar 1,12%.

Secara sektoral, NPL dari sektor dengan pangsa

penyaluran kredit terbesar yaitu sektor

perdagangan tercatat di atas threshold 5% yaitu

sebesar 5,3%, lebih rendah dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang tercatat sebesar 5,5%.

Di sisi lain, sektor konstruksi mencatatkan NPL di

atas 5% yaitu sebesar 6,4%. Selain itu perlu

menjadi perhatian bahwa nilai sektor jasa

pendidikan memiliki NPL yang sangat tinggi yaitu

31,7%. Sementara itu, sektor pertanian dan

konstruksi yang adalah sektor dengan pangsa

terbesar kedua memiliki NPL yang sangat berbeda.

Sektor pertanian memiliki NPL yang terjaga pada

level yang sangat rendah sehingga dapat menjadi

peluang ekspansi kredit perbankan di Sulawesi

Tenggara.

4.4.4. Perbankan Syariah

Pangsa perbankan syariah di Sulawesi Tenggara

masih relatif kecil. Dari sisi aset, perbankan syariah

hanya memiliki aset sebesar Rp1,37 triliun, atau

sebesar 4,9% dari keseluruhan aset bank umum di

Sulawesi Tenggara. Pangsa ini lebih tinggi

dibandingkan periode sebelumnya yang

mencatatkan 4,8% dari pangsa bank umum

(Grafik 4.50). Kondisi yang sama juga terjadi pada

penghimpunan dana dan penyaluran pembiayaan.

Pada triwulan III 2018, pangsa pembiayaan hanya

mencapai 4,8% dari total realisasi pembiayaan

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.48 Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara

Grafik 4.49 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

67

oleh bank umum, meningkat dibandingkan

periode sebelumnya yang tercatat sebesar 3,7%.

Sedangkan penghimpunan DPK bank syariah

mencapai 4,6% meningkat dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang yaitu 4,3% dari seluruh

DPK perbankan di Sulawesi Tenggara.

Apabila dibandingkan dengan kinerja perbankan

syariah di Pulau Sulawesi, secara umum

perkembangan aset bank syariah di Sulawesi

Tenggara tergolong relatif baik. Pertumbuhan aset

bank syariah di Sulawesi Tenggara mencapai

34,20% (yoy), lebih tinggi daripada rata-rata

pertumbuhan aset bank syariah se-Sulawesi yang

hanya tumbuh sebesar 17,06% (yoy) pada

triwulan III 2018. Sementara itu, pangsa aset bank

syariah di Sulawesi Tenggara yang mencapai

4,90% sudah berada di atas rata-rata pangsa aset

bank syariah di Sulawesi yang hanya sebesar

4,29%. Secara komposisi, Sulawesi Tenggara

merupakan provinsi dengan aset perbankan

syariah terbesar kedua di Sulawesi setelah Provinsi

Sulawesi Selatan yang aset perbankan syariahnya

mencapai 5,24% terhadap keseluruhan aset

perbankan di provinsi tersebut (Grafik 4.51).

Sampai dengan triwulan III 2018, penyaluran

pembiayaan syariah terus mengalami laju

pertumbuhan double digit. Pada periode laporan

pembiayaan syariah tumbuh sebesar 23,7% (yoy)

dengan baki debet sebesar Rp1,16 triliun, lebih

tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya

yang tumbuh sebesar 11,4% (yoy) dengan baki

debet sebesar Rp1,02 triliun (Grafik 4.54). Sama

dengan penyaluran perbankan umum, penyaluran

pembiayaan syariah juga paling banyak dilakukan

untuk penggunaan konsumsi sebanyak 66,4%

yang mampu tumbuh sebesar 18,5% (yoy).

Sementara itu, pembiayaan untuk modal kerja

dengan pangsa sebanyak 15,4% menunjukkan

pertumbuhan yang sehat di angka 7,9% (yoy). Dari

sisi risiko pembiayaan, tekanan pada risiko

pembiayaan masih terkendali. Hal ini terlihat dari

NPF (Non Performing Financing) yang masih di

bawah threshold 5% yaitu 4,17%.

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.50 Pangsa Perbankan Syariah Grafik 4.52 Perkembangan DPK Syariah

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.51 Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset Syariah se-Sulawesi

Grafik 4.53 Perkembangan Pembiayaan Syariah

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 68

Sejalan dengan kinerja pembiayaannya,

penghimpunan DPK perbankan syariah juga

menunjukkan peningkatan. Pada triwulan III 2018,

jumlah DPK bank syariah mencapai 890.45 miliar

atau tumbuh sebesar 25,6% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 19,0% (yoy). Peningkatan

tersebut didorong oleh akselerasi laju

pertumbuhan penempatan DPK di fasilitas

deposito yang tumbuh sebesar 29,9% (yoy),

tabungan yang tumbuh sebesar 21,0% (yoy) dan

giro yang tumbuh sebesar 40,3% (yoy) (Grafik

4.53).

4.4.5. Bank Perkreditan Rakyat

Pada triwulan III 2018, kinerja BPR menunjukkan

penurunan. Dalam hal akumulasi aset, pada

triwulan III pertumbuhan aset BPR tercata sebesar

0,3% (yoy), lebih tinggi dari periode sebelumnya

yang terkontraksi sebesar 2,9% (yoy). Meskipun

mengalami pertumbuhan aset, namun nominal

aset BPR cenderung mengalami penurunan dari

Rp317,24 miliar mencapai Rp310,35 miliar (Grafik

4.54). Sementara itu, penghimpunan dana dari

masyarakat mengalami perbaikan walau masih

mengalami kontraksi. Penghimpunan DPK

terkontraksi sebesar 4,7% (yoy) atau tercatat

sebesar Rp110,5 miliar, lebih rendah dibandingkan

pertumbuhan periode sebelumnya yang

terkontraksi sebesar 17,5% (yoy) (Grafik 4.55).

Sementara itu, dari sisi penyaluran kredit, BPR juga

membaik walau masih melanjutkan perlambatan

dan terkontraksi sebesar 0,8% (yoy) dengan

nominal total penyaluran kredit sebesar Rp231,9

miliar (Grafik 4.56). Perbaikan tersebut terjadi

karena perbaikan pada kredit modal kerja yang

terkontraksi 6,8% (yoy) membaik dibandingkan

periode lalu yang terkontraksi sebesar 7,6% (yoy)

dan perbaikan kredit konsumsi yang tumbuh

positif sebesar 20,5% (yoy) lebih tinggi dari

periode sebelumnya yang terkontraksi sebesar

8,4% (yoy). Dengan kondisi tersebut, LDR BPR

pada triwulan III 2018 mencapai 209,8% yang

berarti kredit yang disalurkan oleh BPR

menggunakan dana dari institusi keuangan

lainnya. Dengan demikian risiko yang terjadi pada

BPR dapat menyebabkan risiko pada institusi

keuangan lainnya. Sementara itu, risiko kredit

Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah

Grafik 4.54 Perkembangan Aset BPR Grafik 4.56 Pertumbuhan Kredit BPR

Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.55 Perkembangan DPK BPR di Sulawesi Tenggara Grafik 4.57 Pangsa Kredit BPR per Sektoral

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

69

pada BPR sangat tinggi tercermin dari NPL sebesar

20,67%, jauh di atas threshold .

4.5. AKSES KEUANGAN

4.5.1. Akses Keuangan Kepada UMKM

Pada triwulan III 2018, kredit yang diterima oleh

UMKM di Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi

proyek) mencapai Rp7,25 triliun. Secara pangsa

mencapai 24,16% dari total kredit di Sulawesi

Tenggara. Kredit kepada UMKM tersebut,

sebagian besar diberikan kepada usaha kecil

sebesar 44,86% dan usaha mikro dengan pangsa

sebesar 36,16%. Sedangkan untuk usaha

menengah memiliki pangsa sebesar 24,16% dari

total kredit UMKM (Grafik 4.58). Seiring dengan

moderasi pertumbuhan kredit perbankan secara

umum, pada triwulan III 2018 laju pertumbuhan

kredit UMKM juga mengalami peningkatan

menjadi sebesar 9,0% (yoy) dibandingkan dengan

pertumbuhan sebesar 7,1% (yoy) pada triwulan II

2018. Hal ini terjadi karena kredit usaha mikro dan

menengah yang mengalami peningkatan laju

pertumbuhan masing-masing menjadi sebesar

21,0% (yoy) dan 1,9% (yoy) sedangkan kredit

usaha kecil mengalami penurunan laju

pertumbuhan menjadi sebesar 4,5% (yoy) (Grafik

4.59).

Secara sektoral, kenaikan laju pertumbuhan kredit

UMKM tersebut dipengaruhi oleh kenaikan laju

pertumbuhan kredit UMKM pada sektor

perdagangan, konstruksi dan hotel restoran.

Perdagangan yang merupakan kontributor

terbesar dengan pangsa 63,8% pada triwulan III

2018 tumbuh sebesar 3,8% (yoy) lebih tinggi

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 2,1% (yoy). Selain itu sektor

pertanian juga mengalami pertumbuhan sebesar

41,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode

lalu yang tumbuh sebesar 44,5% (yoy) (Grafik

4.60) Dari sisi risiko kreditnya, NPL kredit UMKM

mengalami perbaikan dibandingkan triwulan II

2018 dan masih di bawah threshold 5%. Pada

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.58 Pangsa Kredit UMKM Grafik 4.60 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.59 Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.61 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 70

triwulan III 2018 NPL kredit UMKM tercatat sebesar

4,81%, lebih rendah dibandingkan dengan

periode sebelumnya yang tercatat sebesar 4,86%

(Grafik 4.61).

Seiring dengan adanya perubahan kebijakan KUR

(Kredit Usaha Rakyat) pada tahun 2017, terdapat

peningkatan penyaluran kredit kepada usaha

rakyat. Sampai dengan triwulan III 2018, baki

debet KUR di Sulawesi Tenggara mencapai Rp1,76

triliun dengan jumlah debitur aktif mencapai

82.360 nasabah (Grafik 4.62). Penyaluran KUR di

Sulawesi Tenggara masih terkonsentrasi pada

usaha di sektor perdagangan yang mencapai

59,8%. Sementara itu penyaluran pada sektor

primer seperti ke pertanian dan perikanan sudah

menunjukkan adanya peningkatan. Selain itu

industri pengolahan dan sektor penyediaan

akomodasi dan penyediaan makan minum juga

terus mengalami peningkatan.

4.5.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk

Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara

terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami

peningkatan, begitu juga dari sisi kredit. Rasio

jumlah rekening DPK terhadap penduduk

angkatan kerja di Sulawesi Tenggara tetap

menunjukkan rasio yang tinggi, pada triwulan III

2018 tercatat sebesar 192,6% (Grafik 4.64). Rasio

yang lebih besar dari 100% menunjukkan bahwa

terdapat penduduk angkatan kerja di Sulawesi

Tenggara yang memiliki rekening simpanan lebih

dari satu. Selain itu rasio lebih dari 100% juga

mengindikasikan adanya penduduk bukan

angkatan kerja yang juga memiliki rekening seperti

siswa sekolah maupun mahasiswa.

Sementara itu, pada triwulan III 2018 rasio jumlah

rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja

di Sulawesi Tenggara masih stabil pada kisaran

20,0% (Grafik 4.66). Rasio tersebut cenderung

menurun karena pada awal tahun 2016 rasio

dapat mencapai 21,0. Masih rendahnya rasio

rekening kredit menunjukkan bahwa fasilitas

pembiayaan masih sedikit digunakan oleh

masyarakat di provinsi ini dan masih terdapat

ruang untuk meningkatkan penyaluran kredit di

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.62 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara Grafik 4.64 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja

Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah

Grafik 4.63 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi Tenggara

Grafik 4.65 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

71

masa yang akan datang. Upaya pengembangan

akses keuangan memiliki peran penting dalam

menjaga stabilitas sistem keuangan dan

mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi

Tenggara. Oleh karena itu, KPw BI Provinsi

Sulawesi Tenggara berupaya memberikan dan

memfasilitasi berbagai kegiatan edukasi keuangan

yang bertujuan untuk memberikan informasi

mengenai produk dan jasa keuangan serta

menumbuhkan kesadaran masyarakat pada

umumnya untuk menabung dan melakukan

pengelolaan keuangan.

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 72

BOKS 02

REGIONAL FINANCIAL ACCOUNT AND BALANCE SHEET (RFABS)

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Pengalaman krisis moneter dan keuangan yang menimpa Asia dan dunia pada tahun 1997/1998 dan

2008/2009 mendorong dunia berpikir kembali mengenai stabilitas makroekonomi dan sistem sistem

keuangan. Pendekatan mikroprudensial yang sebelumnya diandalkan dianggap belum cukup untuk

mencegah terjadinya krisis yang bersumber dari sistem keuangan. Meningkatnya kompleksitas,

interkoneksi dan ukuran institusi keuangan yang ada di sistem keuangan, dunia sadar akan pentingnya

pendekatan makroprudensial. Perbedaan mendasar antara pendekatan mikroprudensial dan

makroprudensial adalah cara memandang institusi keuangan dan risiko yang dapat ditimbulkan. Dalam

pendekatan mikroprudensial melihat risiko yang timbul dari individu institusi keuangan sedangkan

pendekatan makroprudensial melihat risiko sistemik yang dapat timbul di suatu sistem keuangan dengan

mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, substitusi dan interkoneksi institusi keuangan.

Melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia diberi

mandat dalam pengawasan dan pengaturan makroprudensial. Banyak langkah yang dilakukan oleh Bank

Indonesia dalam hal pengawasan dan pengaturan makroprudensial. Salah satu inisiatif yang dilakukan

sejak tahun 2014 sebagai perangkat pemantauan untuk memitigasi risiko sistemik adalah Financial

Account & Balance Sheet (FABS). Analisis FABS terdiri atas analisis tingkat nasional dan regional. FABS

menggunakan National Balance Sheet (NBS) dan Regional Balance Sheet (RBS) untuk menghitung

kompilasi datan. NBS dan RBS mencatat posisi aset dan kewajiban berdasarkan National Financial Account

(NFA) dan Regional Financial Account (RFA) pada periode tertentu.

Dalam penyusunan tool tersebut, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementrian Keuangan, BPS dan

stakeholder terkait lainnya terutama mengenai ketersediaan data karena luasnya sektor dan instrument

yang menjadi lingkup pendekatan tersebut. Sektor yang terkait dan berbagai instument yang dicatat

dapat dilihat dalam bagan berikut

Bagan 1

Sektor dan Instrumen FABS

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

73

Pendekatan FABS memberikan sudut pandang baru dalam menilai risiko sistemik karena dengan FABS,

analisis risiko yang dilakukan bukan hanya data flow/transaksi seperti asesmen keuangan pada umumnya

namun juga melakukan perhitungan data posisi (stock) instrumen keuangan dengan menghubungkan

sektor-sektor di dalamnya. Dari analisis FABS adalah Bank Indonesia dapat mematau risiko dan

ketidakseimbangan (imbalances) keuangan antar institusi, antar region dan antar negara. Dengan analisa

FABS diharapkan kondisi fundamental ketahanan sistem keuangan terkini dapat terlihat lebih jelas.

Berikut gambaran terkait hubunga data yang dicapture dalam FABS:

Bagan 2

Arus Lingkaran FABS

Dalam RFABS terdapat beberapa hal yang menjadi fokus analisis, antara lain struktur aset dan kewajiban

serta analisis network. Dari analisis struktur aset dan kewajiban, pada triwulan II 2018 terlihat bahwa

kepemilikan aset di Provinsi Sulawesi Tenggara didominasi dalam bentuk aset non keuangan (52,77%

dari total aset) dan sisanya dalam bentuk aset keuangan (47,23% dari total aset). Aset finansial tersebut

terdiri dari pinjaman sebesar 42% serta instrumen kas dan simpanan sebesar 48%. Dari sisi kewajiban,

94,01% proporsi kewajiban di Provinsi Sulawesi Tenggara didominasi utang dan sisanya sebesar 5,99%

dalam bentuk ekuitas. Utang Sulawesi Tenggara tersebut terdiri atas 49% pinjaman, 41% kas dan

simpanan serta sisanya dalam bentuk saham, obligasi dan lainnya. Bila kita melihat komponen penyusun

aset dan kewajiban keuangan Provinsi Sulawesi Tenggara, instrumen pinjaman serta kas dan simpanan

masih mendominasi. Hal ini menunjukkan bahwa transaksi keuangan yang dilakukan masih sederhana.

Baik instrumen pinjaman maupun simpanan terpapar risiko suku bunga. Pergerakan suku bunga acuan

harus diperhatikan dampaknya terhadap Sulawesi Tenggara.

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 74

Grafik 1 Pangsa Kemilikan Aset Grafik 2 Pangsa Kepemilikan Kewajiban

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Selanjutnya, untuk keterkaitan (interconnectedness) antar sektor dan juga dengan sektor eksternal

(provinsi lain bahkan luar negeri), Bank Indonesia menggunakan analisis network. Dari analisis tersebut,

terlihat bahwa Provinsi Sulawesi Tenggara secara umum mencatatkan net aset baik kepada provinsi lain

maupun luar negeri Interkoneksi. Hasil tersebut menunjukkan keterbukaan sistem keuangan Provinsi

Sulawesi Tenggara, dimana aset keuangan Provinsi Sulawesi Tenggara yang di tempatkan di luar Provinsi

Sulawesi Tenggara (baik provinsi lain maupun luar negeri) lebih besar dari pada kewajiban Provinsi

Sulawesi Tenggara ke luar Provinsi Sulawesi Tenggara (baik provinsi lain maupun luar negeri). Namun di

sisi lain, dengan adanya transaksi dengan luar Provinsi Sulawesi Tenggara, sistem keuangan Provinsi

Sulawesi Tenggara terpapar risiko perambatan dari luar.

Grafik 3 Interkoneksi Transaksi Keuangan Grafik 4 Interkoneksi Posisi Keuangan

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

75

Lebih dalam terkait analisis network, keterkaitan antar sektor dan juga dengan sektor eksternal dapat

dilihat dari sisi transaksi dan sisi posisi. Dilihat dari sisi transaksi, terlihat perbankan Provinsi Sulawesi

Tenggara sedang mendorong fungsi intermediasinya karena pada triwulan II 2018 perbankan

mencatatkan net outflow terbesar. Aliran dana tersebut disalurkan ke rumah tangga dan korporasi dalam

bentuk pinjaman. Di sisi lain, inflow terbesar perbankan Provinsi Sulawesi Tenggara berasal dari

Pemerintah Daerah dalam bentuk kas dan simpanan. Hal ini normal, karena kerjasama yang terjadi di

antara kedua belah pihak dan karakter Pemerintah Daerah yang menjaga likuiditas anggaran tahun

berjalan. Selain inflow dari perbankan, rumah tangga dan korporasi Provinsi Sulawesi Tenggara juga

banyak mencatatkan inflow dari provinsi lain. Hal ini ditengarai terjadi karena masih tingginya konsumsi

rumah tangga dan korporasi Provinsi Sulawesi Tenggara sedang melakukan ekspansi. Disisi lain, perlu

menjadi catatan bahwa Industri Keuangan Non Bank Provinsi Sulawesi Tenggara belum terlihat

menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik karena hanya tercatat melakukan transaksi outflow ke

perbankan tidak ke rumah tangga maupun korporasi. Provinsi lain juga terlihat memiliki peran yang cukup

penting di sistem keuangan Sulawesi Tenggara.

Serupa dengan analisis network transaksi keuangan, dari sisi posisi, perbankan Provinsi Sulawesi Tenggara

masih menjadi pusat dari sistem keuangan Provinsi Sulawesi Tenggara. Perbankan mencatatkan net aset

keuangan terbesar pada triuwulan II 2018. Hubungan keuangan paling erat perbankan Provinsi Sulawesi

Tenggara terjadi dengan rumah tangga dalam bentuk pinjaman serta kas dan simpanan dengan tetap

menjaga likuiditas dan solvabilitasnya di level yang aman. Selanjutnya, rumah tangga dan korporasi masih

mencatatkan net kewajiban. Untuk rumah tangga net kewajiban tersebut mayoritas didominasi oleh

pinjaman kepada perbankan, tingginya konsumsi karena ekspektasi masyarakat yang baik (tercermin dari

Survey Konsumen) menjadi pendorong hal tersebut. Sedangkan untuk korporasi, optimisme menyambut

pertumbuhan ekonomi yang lebih baik yang terutama didorong perbaikan harga komoditas dan

pelonggaran ketentuan ekspor hasil tambang mendorong peningkatan liabilitas yang salah satunya

berupa pinjaman ke korporasi di provinsi lain. Selain perbankan, pemerintah juga menjadi salah satu

central role player karena terkoneksi ke seluruh sektor keuangan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Posisi net

aset pemerintah yang besar pada periode pelaporan merupakan hal yang wajar karena akumulasi SILPA,

belum cairnya dana transfer serta baru ditransfernya dana desa. Untuk menjaga likuiditas yang

dibutuhkan dalam mengelola operasional pemerintahan dan proyek, pemerintah daerah menempatkan

aset tersebut dalam bentuk simpanan di perbankan Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara umum,

berdasarkan posisi, sistem keuangan Sultra mencatatkan posisi net aset dengan negara asing dan provinsi

lain.

Kerangka RFABS masih terus dalam pengembangan dimana terdapat tantangan dalam fitting data yang

tepat. Dengan benchmarking dan studi lebih lanjut, diharapkan pengembangan dapat menghasilkan

RFABS yang semakin baik. Namun secara umum, berdasarkan hasil analisis dalam framework RFABS,

Pada tahun 2018 triwulan II, risiko sistem keuangan Sulawesi Tenggara relatif terjaga. Perhatian khusus

untuk sektor korporasi dan rumah tangga perlu dilakukan untuk mencegah risiko sistemik karena

interkoneksi yang tinggi dan ukuran kekuatan keuangan yang besar.

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 76

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 77

SISTEM PEMBAYARAN

& PENGELOLAAN

UANG RUPIAH

5

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 78

5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

NONTUNAI

Terdapat 2 (dua) sistem pembayaran nontunai

yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia di

provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu Sistem Kliring

Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan Bank

Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS).

Kedua sistem tersebut berjalan dengan baik dan

lancar selama triwulan III 2018. Penguatan

infrastruktur dan kebijakan sistem pembayaran

yang dilakukan oleh Bank Indonesia secara

konsisten dan berkesinambungan mampu

memitigasi risiko kredit, likuiditas, dan operasional

dalam sistem pembayaran.

Selama triwulan III 2018, nilai transaksi sistem

pembayaran nontunai di Sulawesi Tenggara

mencapai Rp3,28 triliun mengalami akselerasi

pertumbuhan sebesar 26,25% (yoy) dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar

18%-yoy (Grafik 5.1). Meskipun demikian, jumlah

transaksi sistem pembayaran nontunai hanya

tumbuh sebesar 6,38% (yoy), sedikit lebih rendah

dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

tumbuh sebesar 9,62%-yoy (Grafik 5.2).

Dari preferensi penggunaannya, transaksi

nontunai secara nominal masih didominasi oleh

penggunaan SKNBI sebesar 61,6% dan sisanya

sebesar 38,4% menggunakan BI-RTGS. Sementara

dari sisi jumlah transaksi, penggunaan SKNBI

mencapai 98,73% sedangkan penggunaan BI-

RTGS hanya sebesar 1,27% (Grafik 5.3). Kondisi

tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar

transaksi perekonomian di Sulawesi Tenggara

masih merupakan transaksi ritel dengan rata-rata

sebesar Rp38,12 juta per transaksi. Sementara

untuk transaksi sistem pembayaran nilai besar

yang menggunakan BI-RTGS rata-rata dapat

mencapai sebesar Rp1,86 miliar per transaksi

(Grafik 5.4).

Selain peningkatan pada kedua sistem

pembayaran nontunai tersebut, terdapat pula

peningkatan aliran transfer dana yang masuk ke

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.1 Nilai Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara

Grafik 5.3 Preferensi Penggunaan Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.2 Jumlah Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara

Grafik 5.4 Rata-rata Nilai Per Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai Sulawesi Tenggara

2,952

3,362

2,8613,160

2,5872,264

2,598

2,9422,743 2672

3280

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018SKNBI BI-RTGS

Rp miliar

SKNBI BI-RTGS

Transaksi1,13%

Nominal33%

TW II 2018

61,483

64,110

56,588

63,054

55,254

46,87450,426

54,973

49,317 5138753646

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018SKNBI BI-RTGS

transaksi

38,12

61,14

3035404550556065

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Rp J

uta

SKNBI BI-RTGS SP Nontunai

1,86

1,0

1,5

2,0

Rp m

iliar

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 79

Sulawesi Tenggara dari luar negeri dan begitu pula

sebaliknya. Pada triwulan III 2018, transaksi

transfer dana luar negeri ke Sulawesi Tenggara

tercatat sebanyak Rp25,86 miliar atau meningkat

sebesar 44,4% (yoy), sementara transaksi ke luar

negeri tercatat sebesar Rp1,16 miliar atau

meningkat sebesar 127,9% (yoy).

5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring

Selama triwulan III 2018, nilai transaksi sistem

pembayaran nontunai melalui SKNBI di Sulawesi

Tenggara mencapai Rp2,09 triliun, mengalami

peningkatan sebesar 26,23% (yoy). Sementara itu,

total transaksi SKNBI selama periode tersebut

sebesar 52.969 kali, mengalami kenaikan sebesar

6,38% (yoy). Dilihat dari sisi penggunaannya,

sebagian besar transaksi kliring tersebut secara

nominal adalah dengan menggunakan kliring

kredit dengan pangsa sebesar 73,45%, sementara

penggunaan kliring debet hanya sebesar 26,55%.

Pada periode tersebut rata-rata kliring kredit

adalah sebesar Rp44,66 juta per transaksi,

sementara kliring debet hanya sebesar Rp25,26

juta per transaksi. Kliring kredit secara umum

dikenal sebagai transfer antar bank dan dilakukan

secara paperless, sementara kliring debet

dilakukan dengan menggunakan warkat seperti

cek dan bilyet giro. Peningkatan kemudahan

transfer antar bank, baik melalui teller bank, ATM

maupun dengan penggunaan e-banking maupun

sms banking semakin memperbesar penggunaan

kliring kredit.

Dilihat dari sisi perputaran hariannya, transaksi

SKNBI di Sulawesi Tenggara masih berada pada

tren yang stabil dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Pada triwulan III 2018, perputaran

kliring mencapai Rp32,57 miliar/hari dengan

jumlah transaksi mencapai 849,08 transaksi/hari.

Perputaran kliring kredit dapat mencapai Rp23,93

miliar/hari sementara kliring debet mencapai

Rp8,65 miliar/hari (Grafik 5.8).

Dalam melakukan transaksi usahanya, pemilik

rekening giro lebih banyak memanfaatkan Bilyet

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.5 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara

Grafik 5.7 Preferensi Penggunaan Cek dan BG dalam Kliring Debet Penyerahan di Sultra

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.6 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara

Grafik 5.8 Perputaran Kliring Harian

2.3192.488

2.172

2.359

2.000

1.634

1.8502.025

1.8551.7902.019

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Kliring Kredit Kliring Debet Total Kliring

Rp miliar

73,4%

26,5%

share

222,01 Miliar

Cek Bilyet Giro Lain

223,94 Miliar cek

24,83%

0,29%

Transaksi4908 Cek

14793 BG

58 Lain

Nominal

59,08%

0,11%

323,81 Miliar BG

0,33 Miliar Lain

TW III2018

40,85%

74,86%

61,153

63,581

56,110

62,515

54,729

46,370

49,90854,25750,611

5080552643

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Kliring Kredit Kliring Debet

transaksi

63,1%

36,9%

share 23,93

8,65

32,57

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Kliring Kredit Kliring Debet Total Kliring

Rp miliar/ hari

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 80

Giro (BG) daripada cek. Pada triwulan III 2018,

sebanyak 59,08% transaksi kliring debet adalah

dengan menggunakan BG dengan nominal

mencapai Rp323,81 miliar. Sementara itu,

pemanfaatan cek sebanyak 40,85% dengan nilai

sebesar Rp223,94 miliar, sedangkan penggunaan

warkat lain sebesar 0,06% dari total transaksi

kliring debet. Dari sisi kepatuhan dan risiko kredit,

penarikan cek dan BG kosong mengalami

penurunan setelah sebelumnya tercatat sebanyak

327 lembar menjadi 226 lembar dengan nominal

mencapai Rp12,02 miliar (Grafik 5.9). Dengan

demikian, tingkat penarikan Cek/BG kosong pada

triwulan III 2018 hanya sebesar 2,2% dari total

penarikan kliring debet, sedikit lebih rendah

daripada triwulan sebelumnya yang mencapai

2,6%. (Grafik 5.10).

Secara spasial, transaksi SKNBI masih dominan

dilakukan di Kota Kendari dengan pangsa nominal

mencapai 69,68% dari total transaksi kliring di

Sulawesi Tenggara. Total transaksi kliring di Kota

Kendari mencapai Rp1,4 triliun dan sudah

menunjukkan kondisi perbaikan karena sejak

triwulan IV 2016 berada pada trend yang terus

menurun. Kondisi perbaikan juga diikuti oleh Kota

Bau-Bau dengan transaksi kliring mencapai

Rp370,69 miliar dengan pangsa mencapai 18,35%

(Grafik 5.12).

5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS

Pada triwulan III 2018 transaksi BI-RTGS di Sulawesi

Tenggara menunjukkan adanya peningkatan. Pada

periode tersebut transaksi BI-RTGS mencapai

Rp1,26 triliun, atau tumbuh sebesar 26,23% (yoy),

lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya sebesar

18%-yoy (Grafik 5.13). Pemanfaatan sistem

pembayaran nontunai melalui BI-RTGS mengalami

peningkatan disebabkan oleh meningkatnya

kinerja lapangan usaha perdagangan. BI-RTGS

merupakan sistem pembayaran nontunai dengan

minimal nilai transaksi sebesar Rp100 juta

sehingga lebih banyak digunakan untuk aktivitas

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.9 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) di Sulawesi Tenggara

Grafik 5.11 Transaksi Kliring Per Kota/Kabupaten

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.10 Persentase Tolakan Berdasarkan Warkat Grafik 5.12 Perkembangan Transaksi Kliring Per Kota/Kabupaten

12,02

326

0

200

400

600

800

1000

0

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Nominal Transaksi (sb.kanan)

Rp miliar transaksi

Kendari69,68%

Baubau18,35%

Muna8,4%

Konut 3,05% Konawe0,27%

Bombana0,26%

TW II2018

0,019

0,016

0,022

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018

Series1 BG Total

% tolakan

370,69

169,65

61,620

100

200

300

400

500

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018Kendari Baubau Muna Konut

Rp miliar

1407,93

8001.0001.2001.4001.6001.800

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 81

ekonomi skala besar khususnya dalam jual beli

komoditas.

Sementara itu untuk volume transaksi, pada

triwulan III 2018 tercatat mencapai 677 transaksi.

Dengan demikian pada periode tersebut rata-rata

transaksi BI-RTGS mencapai Rp1,86 miliar, lebih

tinggi dari triwulan sebelumnya yang sebesar

Rp1,51 miliar.

5.1.3. Penyelenggara Transfer Dana (PTD)

Penyelenggara Transfer Dana diatur dan diawasi

oleh Bank Indonesia melalui Peraturan Bank

Indonesia (PBI) No.14/23/PBI/2012 tentang transfer

dana. Transfer dana adalah kegiatan yang

bertujuan untuk memindahkan sejumlah dana dari

pengirim kepada penerima yang dapat berupa

uang tunai maupun melalui rekening. Kegiatan

transfer dana yang dilayani oleh PTD selain bank

dapat berupa transaksi domestik maupun transaksi

luar negeri.

Pada triwulan III 2018, transaksi transfer dana luar

negeri Sulawesi Tenggara mengalami net inflow.

Aliran inflow dari luar negeri ke Provinsi Sulawesi

Tenggara tercatat sebanyak Rp25,86 miliar atau

meningkat sebesar 44,4%-yoy, sedikit lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar

Rp25,84 miliar (Grafik 5.15). Aliran inflow ini jauh

lebih besar dibandingkan dengan outflow dana

dari Sulawesi Tenggara ke luar negeri yang tercatat

sebesar Rp1,16 miliar. Secara nominal, transaksi

outflow ini meningkat sebesar 127,89%-yoy

(Grafik 5.16).

Sementara itu, pada triwulan III 2018 transaksi

transfer dana domestik di Sulawesi Tenggara

mengalami net outflow. Jumlah aliran dana yang

masuk (inflow) ke Sulawesi Tenggara pada

triwulan III 2018 sebesar Rp17,07 miliar atau

tumbuh sebesar 102,88%-yoy jauh lebih tinggi

dibandingkan triwulan II 2018 yaitu sebesar

Rp9,58 miliar (Grafik 5.17). Jumlah aliran inflow ini

jauh lebih kecil dibandingkan aliran outflow yang

tercatat sebesar Rp52,77 miliar, tumbuh

131,99%-yoy (Grafik 5.18).

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.13 Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi

Tenggara Grafik 5.14 Perputaran Harian Transaksi RTGS Provinsi

Sulawesi Tenggara

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.15 Aliran Transaksi Transfer Dana inflow Dari Luar

Negri Grafik 5.16 Aliran Transaksi Transfer Dana Outflow Ke Luar

Negri

1260,58

677

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018Nominal Transaksi

Rp miliar transaksi

20,33

10,92

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III

2016 2017 2018Rata rata harian nominal Rata rata harian transaksi

Rp miliar/hari transaksi/hari

25.865

7.669

6.000

6.500

7.000

7.500

8.000

8.500

15000

17000

19000

21000

23000

25000

27000

TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III

2017 2018

Nominal Volume Transaksi sb Kanan

Rp, Juta Transaksi

1.169

227

0

50

100

150

200

250

300

350

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III

2017 2018

Nominal Volume Transaksi sb Kanan

Rp, Juta Transaksi

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 82

5.1.3. Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing

Bukan Bank (KUPVA-BB)

Bank Indonesia memiliki wewenang untuk

mengawasi kegiatan jual beli valuta asing bukan

bank dengan pihak lain. Pengawasan ini dilakukan

untuk mencegah terjadinya tindak pidana

pencucian uang, pendanaan terorisme dan

kejahatan lainnya.

Pada triwulan III 2018, transaksi penjualan Uang

Kertas Asing (UKA) di Sulawesi Tenggara

meningkat 158,28%-yoy. Transaksi ini didominasi

oleh mata uang Singapura (SGD) yang memiliki

pangsa 59,6% dari seluruh transaksi KUPVA pada

periode laporan.

5.1.4. Layanan Keuangan Digital (LKD)

Layanan Keuangan Digital (LKD) adalah kegiatan

layanan jasa sistem pembayaran dan Keuangan

yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak

ketiga, serta menggunakan sarana dan perangkat

teknologi berbasis mobile/web dalam rangka

Keuangan inklusif. Agen LKD yang merupakan

perpanjangan tangan dari perbankan yang

diharapkan dapat menyentuh seluruh lapisan

masyarakat terutama unbanked people yang saat

ini masih memiliki pangsa sebesar 59% penduduk

dewasa di Indonesia. Selain itu, agen LKD juga

diharapkan dapat meningkatkan tingkat inklusi

Keuangan yang ditargetkan mencapai 75% pada

tahun 2019.

Pada triwulan III tahun 2018, jumlah agen LKD

yang tersebar di wilayah Sulawesi Tenggara adalah

sebanyak 2.895 agen atau meningkat cukup

signifikan dibandingkan periode yang sama pada

tahun 2017 yaitu hanya 250 agen (tumbuh sebesar

1.058% yoy). Daerah yang memiliki agen

terbanyak adalah Kota Kendari yaitu sebanyak 726

agen atau 25,1% dari seluruh agen di Sulawesi

Tenggara.

Peningkatan juga terjadi pada jumlah kepemilikan

rekening uang elektronik di Sulawesi Tenggara

yang tercatat 2930 rekening pada triwulan III

2018, naik sebesar 866,99%-yoy. Kenaikan yang

cukup signifikan ini juga disebabkan oleh adanya

program bantuan sosial non tunai yang sudah

dijalankan di seluruh kabupaten/kota di Sulawesi

Tenggara, sementara pada tahun 2017 program

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.17 Aliran Transfer Dana Inflow Domestik Grafik 5.18 Aliran Transfer Dana Outflow Domestik

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.19 Transaksi Pembelian Uang Kertas Asing Grafik 5.20 Pangsa Pembelian Mata Uang Asing per Pecahan

17.074

16.844

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III

2017 2018

Nominal Volume Transaksi sb Kanan

Rp, Juta Transaksi

52.775

23.169

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

10000

20000

30000

40000

50000

60000

TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III

2017 2018

Nominal Volume Transaksi sb Kanan

Rp, Juta Transaksi

11,18

1,05

1,56

1,88

2,31

2,71

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III

2017 2018

Indeks

USD 29,4%

lainnya 4,5% CNY 3%JPY 1,5%

SAR 2%

TW III2018

SGD 59,6%

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 83

bansos non tunai baru berjalan di 9 (sembilan)

kabupaten/kota yaitu Kota Kendari, Kota Bau-Bau,

Kabupaten Buton, Muna, Kolaka, Wakatobi,

Konawe, Konawe Selatan, Kolaka Utara dan

Bombana.

Transaksi yang dapat dilakukan di agen LKD terdiri

atas isi ulang, pembayaran tagihan rutin/berkala,

fasilitator registrasi pemegang, transfer person to

person, dan transfer person to account. Dilihat dari

nominal transaksinya, total transaksi di agen LKD

pada triwulan III 2018 adalah Rp2,95 miliar,

meningkat signifikan dibandingkan triwulan III

2017 sebesar Rp6,9 juta. Transaksi yang paling

banyak dilakukan di agen LKD adalah tarik tunai

yaitu sebesar Rp1,3 miliar dan pembayaran tagihan

sebesar Rp1,28 miliar.

5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI

5.2.1. Aliran Uang Kartal

Transaksi pembayaran tunai pada triwulan III 2018

memiliki pola net-inflow, yaitu aliran uang yang

masuk ke KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara lebih

besar dibandingkan dengan uang yang keluar.

Kondisi tersebut sama dengan pola di tahun

sebelumnya. Aliran outflow pada periode tersebut

mencapai Rp767,74 miliar, turun 11,89%

dibandingkan dengan periode sama tahun

sebelumnya yaitu sebesar Rp871,33 miliar.

Sementara itu untuk aliran inflow atau aliran uang

masuk ke KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara pada

periode yang sama tercatat sebesar Rp797,59

miliar, turun signifikan 40,45% dibandingkan

dengan periode sama tahun sebelumnya yang

mencapai Rp1,32 triliun. Secara keseluruhan,

karena jumlah inflow yang lebih besar daripada

outflow, maka pada triwulan III 2018 terjadi net-

inflow sebesar Rp29,84 miliar (Grafik 5.26).

Kondisi net-inflow tersebut disebabkan arus masuk

uang kartal yang beredar pasca lebaran ke Bank

Indonesia, baik dalam kondisi Uang Layak Edar

(ULE) dan Uang Tidak Layak Edar (UTLE).

Untuk memperluas cakupan layanan kas ke

seluruh wilayah Sulawesi Tenggara, Bank

Indonesia melaksanakan kegiatan Kas Titipan. Kas

Titipan adalah kegiatan penyediaan uang rupiah

milik Bank Indonesia yang dititipkan kepada salah

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.21 Perkembangan Jumlah Agen LKD di Sulawesi Tenggara

Grafik 5.22 Aliran Transfer Dana Outflow Domestik

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.23 Perkembangan Rekening Uang Elektronik di Sulawesi Tenggara

Grafik 5.24 Jenis Transaksi Yang Dilakukan di Agen LKD

10 60 250

62

2.343 2.418

2.895

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

I II III IV I II III

2017 2018

Baubau 3,3%

Buton 14,3%

Kolaka 14,1%Wakatobi 1,6%

Konsel 10,5%

Bombana 7,3%

Kolut 6,7%

Muna 12,5%

Lainnya 4,7%

Kendari 25,1%

TW III 2018

145 164 303

883 693

1.541

2.930

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

I II III IV I II III

2017 2018

- 500.000.000 1.000.000.000 1.500.000.000

Isi Ulang

Pembayaran Tagihan

Tarik Tunai

Fasilitator Registrasi

Transfer P2P

Transfer P2A

TW III 2018 TW II 2018

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 84

satu bank untuk mencukupi persediaan kas bank-

bank dalam rangka memenuhi kebutuhan

masyarakat di suatu wilayah/daerah tertentu. Saat

ini di Sulawesi Tenggara, KPw BI Sulawesi

Tenggara sudah memiliki 3 (tiga) Kas Titipan yang

sudah berjalan yaitu Kas Titipan Bau-Bau, Kas

Titipan Kolaka, dan Kas Titipan Muna yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan Uang

Layak Edar (ULE) dan meningkatkan kualitas uang

yang beredar di daerah tersebut.

Pada triwulan III 2018, penarikan perbankan dari

Kas Titipan Bau-Bau, Kolaka dan Muna

berlangsung efektif sekitar 42,29% dari total

akumulatif penarikan bank se-Sultra. Hal tersebut

tercermin dari realisasi penarikan ketiga Kas Titipan

tersebut yang masing-masing mencapai 3,52%,

16,55% dan 21,66% dari total outflow pada

periode tersebut (Grafik 5.27). Dengan semakin

tersebarnya layanan kas titipan, maka masyarakat

dapat lebih mudah dan cepat mendapatkan uang

kartal dalam jumlah nominal yang cukup serta

kondisi Uang Layak Edar (ULE) dengan kualitas

yang lebih baik.

5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar

Bank Indonesia secara berkala terus menjaga

ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat.

Uang layak edar adalah uang rupiah asli yang

memenuhi persyaratan untuk diedarkan

berdasarkan standar kualitas yang ditetapkan oleh

Bank Indonesia. Penyediaan uang rupiah yang

berkualitas sangat penting untuk menjaga

integritas rupiah sebagai salah satu simbol

kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain itu, ULE akan memberikan kenyamanan

dalam bertransaksi bagi masyarakat. Uang rupiah

dinyatakan tidak layak edar berdasarkan standar

Bank Indonesia apabila kondisinya telah berubah,

antara lain karena jamur, minyak, bahan kimia dan

coretan atau uang yang fisiknya berubah karena

terbakar, berlubang atau robek.

Tidak hanya melalui penukaran di kantor Bank

Indonesia, KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara juga

memperluas jaringan pelayanan penukaran uang

pecahan kecil dan uang lusuh/rusak dari

masyarakat melalui penandatanganan MoU

dengan Perbarindo Sultra. KPw BI Provinsi Sulawesi

Tenggara juga tetap berupaya secara langsung

menyediakan uang layak edar melalui pelayanan

penukaran uang cacat, rusak, dicabut dan ditarik

dari peredaran pada hari kerja tertentu. Pada

triwulan III 2018, kegiatan penukaran uang di loket

BI mencapai Rp975,60 juta, turun sebesar 92,77%

dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar

Rp13,49 miliar. Hal ini disebabkan efektif dan

optimalnya mekanisme layanan penukaran uang

pecahan kecil yang juga dilaksanakan di loket

perbankan.

Selain itu, KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara juga

melakukan kegiatan Kas Keliling di dalam kota

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Ket: Lain = Penukaran, Kas Keliling dan Penarikan Non bank

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.25 Aliran Uang Kartal BI-Perbankan di Sulawesi

Tenggara Grafik 5.26 Posisi Net Outflow Uang Kartal di Sulawesi

Tenggara

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 85

maupun di luar Kota Kendari hingga wilayah

terpencil yang sulit dijangkau oleh layanan

perbankan. Kas Keliling adalah kegiatan

penukaran uang rupiah oleh Bank Indonesia

kepada masyarakat atau pihak lain yang

melakukan kerja sama dengan Bank Indonesia

dengan menggunakan moda transportasi;

dilakukan dengan mekanisme retail (kepada

masyarakat umum) dan wholesale (kepada

perbankan). Selama bulan Juli hingga September

2018, kegiatan kas keliling telah dilakukan

sebanyak 22 (dua puluh dua) kali kegiatan, dengan

rincian 9 (sembilan) kali kegiatan di luar Kota

Kendari dan 13 (tiga belas) kali kegiatan di dalam

Kota Kendari. Kas keliling di luar Kota Kendari

tersebut dilakukan di Kabupaten Konawe Selatan,

Kasipute dan P. Kabaena Kabupaten Bombana,

Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe

Kepulauan, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten

Konawe, Kabupaten Muna Barat, dan Kabupaten

Kolaka Timur.

Di sisi lain, demi menjaga agar kualitas uang yang

beredar di masyarakat dalam kondisi yang baik,

Bank Indonesia juga secara berkala melakukan

kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar

(UTLE). Pada triwulan III 2018, uang yang telah

dimusnahkan mencapai Rp443,07 miliar, dengan

rasio 55,55% terhadap inflow di periode yang

1Soil Level yang digunakan Bank Indonesia memiliki kisaran soil level 1 sampai dengan 16. Soil level 1 adalah uang yang sangat tidak layak

edar dan soil level 16 adalah uang hasil cetak sempurna (HCS) dari Perum Peruri.

sama (Grafik 5.29). Hal tersebut sejalan dengan

kebijakan clean money policy melalui peningkatan

standar kualitas uang (soil level1) yang diedarkan.

Tingkat soil level untuk Uang Pecahan Besar (UPB)

di Sulawesi Tenggara dituntut pada minimal level

9 dan Uang Pecahan Kecil (UPK) pada minimal level

7.

5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Tidak Asli

Pecahan besar masih mendominasi peredaran

uang tidak asli yang ditemukan pada triwulan III

2018. Selama triwulan III 2018, telah ditemukan

uang tidak asli sebanyak 133 lembar, mengalami

peningkatan dibandingkan dengan penemuan

pada triwulan III tahun sebelumnya. Temuan uang

tidak asli selama triwulan III 2018 didominasi oleh

pecahan uang Rp100.000,- sebanyak 105 lembar,

26 lembar pecahan uang Rp50.000,- dan 2 lembar

pecahan uang Rp20.000,- (Grafik 5.30). Temuan

uang tidak asli tersebut hanya berasal dari laporan

bank.

Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran

uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi

masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah,

KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara juga senantiasa

melakukan kegiatan sosialisi ciri-ciri keaslian uang

rupiah dan cara memperlakukan uang dengan baik

secara kontinu kepada seluruh komponen di

Sulawesi tenggara di setiap kegiatan yang

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.27 Aliran Uang Kartal Keluar Berdasarkan Lokasi Kas Grafik 5.28 Outflow Melalui Kegiatan Penukaran dan Kas Keliling di Sulawesi Tenggara

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 86

dilakukan Bank Indonesia maupun bersama

stakeholder dalam berbagai kegiatan lainnya

melalui slogan 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang).

Selain itu untuk menjaga kualitas uang beredar,

Bank Indonesia juga mengampanyekan 5 Jangan

dalam memperlakukan uang, yakni jangan

distaplles, jangan dibasahi, jangan dilipat, jangan

dicoret, dan jangan diremas.

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.29 Rasio Pemusnahan Uang Rupiah Terhadap Inflow Grafik 5.30 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 87

BOKS 3

KENDARI DAN BAUBAU MENGIMPLEMENTASIKAN

BANTUAN PANGAN NON TUNAI

Dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai Bank Sentral, Bank Indonesia memiliki 3 pilar

utama yaitu moneter, stabilitas sistem keuangan dan sistem pembayaran. Bauran ketiga kebijakan

digunakan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang kondusif. Salah satu hal yang amat penting

di era milenial ini yaitu kelancaran sistem pembayaran. Hal ini sejalan pula dengan misi Bank Indonesia

untuk menciptakan sistem pembayaran yang aman, lancar dan handal. Sebagai regulator sistem

pembayaran, bank Indonesia telah menginisiasi berbagai hal seperti penggunaan e-money,

pengembangan financial technology dan menginisiasi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Kegiatan

terakhir ini telah di- launching pada tanggal 14 Agustus 2014. Inisiasi GNNT dilatarbelakangi oleh

tingginya pangsa pembayaran tunai yaitu 89,7% (secara volume) dan 66,7% (secara nominal). Tingginya

pangsa transaksi tunai tentu saja disebabkan oleh tingginya preferensi masyarakat untuk bertransaksi

tunai. Kondisi ini juga mengindikasikan, tingginya angka unbanked people atau masyarakat dewasa yang

belum memiliki akses keuangan ke perbankan, pada tahun 2014 sebesar 64%. Kondisi ini mendorong

pemerintah untuk meningkatkan angka inklusi keuangan dengan target 75% banked people pada tahun

2019.

Dalam rangka mewujudkan target tersebut serta memberikan bantuan yang tepat sasaran kepad

masyarakat, pemerintah bersama perbankan menginisiasi adanya program bantuan pangan non tunai

yang menyasar masyarakat berpendapatan menengah kebawah. Program ini antara lain terdiri dari

Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai. Kedua program ini merupakan

program pemerintah yang dahulu disebut Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Beras Sejahtera (Rastra).

Dengan adanya perubahan penyaluran bantuan sosial dari tunai menjadi non tunai yang sudah dijalankan

mulai tahun 2016, maka jumlah banked people telah meningkat menjadi 49% pada tahun 2017 dan

akan terus meningkat seiring dengan adanya perluasan penyaluran bantuan. Untuk Sulawesi Tenggara,

wilayah yang menjadi titik awal dari perluasan penyaluran BPNT pada tahun 2018 adalah kota Kendari

dan Kota Baubau dengan jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sebanyak 10.143 dan di Baubau

sebanyak 7313 KPM.

Launching BPNT Kota Kendari dilakukan di salah satu elektronik warung gotong royong (e-

warong) dan dihadiri oleh ratusan masyarakat penerima bantuan. Tak kalah dengan Kendari, launching

GNNT di Kota Baubau dilaksansakan di kantor kecamatan Batupoaro yang dihadiri oleh ratusan penerima

bantuan, dilakukan pula kunjungan ke salah satu e-warong terdekat untuk melakukan simulasi transaksi.

Sebelum melaksanakan launching, Bank Indonesia terlebih dahulu menyelenggarakan sosialisasi bersama

dinas sosial dan Bank Rakyat Indonesia mengenai tatacara pencairan bantuan dan penggunaan Kartu

Keluarga Sejahtera (KKS). Untuk selanjutnya, dana bantuan akan masuk ke rekening KPM paling lambat

tanggal 25 setiap bulannya dan tidak dapat dicairkan dalam bentuk uang. BPNT merupakan program

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 88

khusus dimana bantuan yang telah diberikan hanya dapat dibelikan beras dan telur. Selain itu, penyaluran

bantuan hanya dapat dilakukan di agen bank, e-warong dan Rumah Pangan Kita (RPK) yang telah

terdapat di setiap kecamatan. Dengan di-launching nya program ini di kota Baubau maka dua wilayah di

Sulawesi Tenggara sudah tidak menyalurkan Rastra sementara lima belas kabupaten lainnya masih

menyalurkan bantuan dalam bentuk Rastra. Pada tahun 2019, seluruh wilayah Sulawesi Tenggara akan

beralih dari Rastra menuju Bantuan Pangan Non Tunai.

Sosialisasi BPNT sebelum dilaksanakan launching

BPNT Kota Kendari

Launching Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Kota

Kendari di salah satu e-warong

Launching Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Kota

Baubau

Sosialisasi Bantuan Pangan Non Tunai setelah

launching BPNT Kota Baubau

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 89

KONDISI TENAGA KERJA

& KESEJAHTERAAN

6

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 90

6.1. GAMBARAN UMUM

Kondisi ketenagakerjaan masyarakat Sulawesi

Tenggara pada triwulan III 2018 lebih baik

dibandingkan periode sebelumnya sementara dari

sisi kesejahteraan belum menunjukkan adanya

peningkatan yang berarti. Peningkatan kondisi

ketenagakerjaan terutama dipengaruhi oleh

adanya akselerasi pertumbuhan ekonomi Sulawesi

Tenggara pada triwulan III 2018. Indikasi perbaikan

ketenagakerjaan terutama berasal dari penawaran

tenaga kerja yang meningkat serta adanya

peningkatan penyerapan tenaga kerja yang

dirasakan oleh rumah tangga. Kenaikan kuantitas

penawaran tenaga kerja yang dicerminkan oleh

naiknya tingkat partisipasi angkatan kerja di bulan

Agustus 2018 dibandingkan dengan kondisi di

bulan Agustus 2017. Di sisi lain, masih belum

adanya peningkatan pada kesejahteraan

masyarakat terlihat dari indikator nilai tukar petani

(NTP) yang belum meningkat, gini rasio dan angka

kemiskinan pedesaan yang masih tinggi.

6.2. KETENAGAKERJAAN

Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara

pada triwulan III 2018 diindikasikan mengalami

perbaikan. Kondisi ini terutama dipengaruhi oleh

adanya akselerasi pertumbuhan ekonomi Sulawesi

Tenggara pada triwulan III 2018. Indikasi perbaikan

terutama berasal dari permintaan tenaga kerja

(demand of labor) yang membaik. Sementara itu,

dari sisi penawaran tenaga kerja (supply of labor)

juga mengalami kenaikan ditandai dengan naiknya

tingkat partisipasi angkatan kerja dan menurunnya

jumlah bukan angkatan kerja.

Permintaan Tenaga Kerja

Membaiknya kondisi penawaran tenaga kerja juga

terindikasi dari Survei Konsumen (SK) dengan

Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja pada triwulan

III 2018 tercatat sebesar 121,0 mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya

yang hanya 115,7. (Grafik 6.1).

Optimisme juga ditunjukkan dari sisi ketersediaan

lapangan kerja. Hal tersebut diindikasikan pada

Indeks Realisasi Penggunaan Tenaga Kerja oleh

pelaku usaha yang masih berada pada level yang

tinggi sesuai hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha

(SKDU) pada triwulan III 2018 sebesar 9,6%,

meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 10,1% (Grafik

6.1). Berdasarkan jenis usahanya, peningkatan

penggunaan tenaga kerja terutama terjadi pada

lapangan usaha bank dan jasa Keuangan,

pertanian, pertambangan serta hotel dan restoran.

Pada lapangan usaha bank dan jasa keuangan,

terdapat 43% pelaku usaha mengalami

peningkatan tenaga kerja, sementara pada usaha

pertanian, pertambangan serta hotel dan restoran

pelaku usaha yang mengalami peningkatan tenaga

kerja berturut turut sebanyak 13%, 13%, dan

12%. Penambahan penggunaan tenaga kerja

tersebut didorong oleh meningkatnya aktivitas

produksi termasuk untuk kebutuhan operator

Sumber: SK & SKDU KPw BI Sultra, diolah

Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah

Grafik 6.1 Penggunaan Tenaga Kerja dan Ketersediaan Lapangan Pekerjaan

Grafik 6.2 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 91

mesin/peralatan baru. Meskipun demikian,

kenaikan ini sedikit tertahan karena terdapat

beberapa usaha yang mengalami penurunan

terutama pada usaha real estate yang disebabkan

oleh adanya pegawai yang mengundurkan diri.

(Grafik 6.2). Optimisme pelaku usaha dicerminkan

melalui indeks realisasi penggunaan, yaitu terdapat

11% pelaku usaha yang mengalami peningkatan

tenaga kerja, sementara pelaku usaha yang

mengalami penurunan hanya sebesar 4% dan

sisanya sebesar 85% pelaku usaha tidak

mengalami perubahan jumlah tenaga kerja.

Penawaran Tenaga Kerja

Pada triwulan III 2018, kondisi penawaran tenaga

kerja di Sulawesi Tenggara menunjukkan adanya

peningkatan. Hal ini dicerminkan dengan adanya

kenaikan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)

pada Agustus 2018 yaitu sebesar 69,78%, lebih

tinggi daripada kondisi di bulan Agustus 2017

sebesar 68,70%. Dengan TPAK yang lebih tinggi,

maka jumlah penawaran tenaga kerja menjadi

lebih tinggi karena penduduk dengan usia yang

produktif memilih untuk masuk ke dalam

angkatan kerja.

Preferensi penduduk yang memilih untuk masuk

ke dalam angkatan kerja tersebut terlihat dari

adanya peningkatan jumlah angkatan kerja

sebesar 3,97% (yoy) sehingga pada bulan Agustus

2018 jumlahnya mencapai 1.248.212 jiwa (Grafik

6.3). selain itu, penduduk dengan katagori bukan

angkatan kerja mengalami penurunan sebesar

1,15%yoy atau menjadi 540.663 jiwa. Penurunan

tersebut terjadi pada jumlah penduduk yang

melakukan aktivitas mengurus rumah tangga

sebesar 12,19% (yoy).

Kondisi Penduduk Bekerja & Pengangguran

Sesuai dengan data dari Sakernas Agustus 2018,

jumlah penduduk yang bekerja mencapai

1.207.488 jiwa, mengalami peningkatan sebesar

Sumber: BPS (Sakernas), diolah

Sumber: BPS (Sakernas), diolah

Tabel 6.1 Jenis Kegiatan Utama Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Di Sulawesi Tenggara

Grafik 6.3 Pertumbuhan Penduduk Usia Kerja dan Angkatan Kerja Sulawesi Tenggara

Sumber: BPS diolah

Sumber: BPS Prov Sultra

Grafik 6.4 Penyerapan Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor

Grafik 6.5 Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota Februari 2018

JENIS KEGIATAN 2017 2018

Penduduk Usia Kerja 1.726.913 1.788.875

Angkatan Kerja 1.261.448 1.248.212

Bekerja 1.221.884 1.207.488

Pengangguran 39.564 40.724

Bukan Angkatan Kerja 465.465 540.663

Sekolah 148.879 165.099

Mengurus Rumah Tangga 265.906 318.807

Lainnya 50.680 56.757

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 73,05 69,78

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 3,14 3,26

2,412,37

-4,23

3,97

20,80

-1,15

-20,00

-15,00

-10,00

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

Ags 2014 Ags 2015 Ags 2016 Ags 2017 Ags 2018

Penduduk >15 th Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja

%, yoy

35,42

2,6

8,97

0,55

6,4

17,56

3,2 3,617,09 8,24

2,08

0

10

20

30

40

Pert

ania

n

Ta

mb

an

g

Industr

i

LG

A

Konstr

uksi

Perd

ag

anga

n

Tra

npo

rtasi

Akom

odasi &

Mka

n M

inu

m

Jasa P

endid

ikan

Ad

min

istr

asi

Pem

eri

nta

han

Ja

sa

La

inn

ya

Ags 17 Ags 18

%, pangsa

6,0

4

5,7

5

5,6

1

4,4

5

3,5

9

3,5

2

3,2

62

,76

2,6

2

2,6

2

2,4

3

2,3

2,1

8

1,7

6

1,6

1,5

3

1,1

9

0,7

0

2

4

6

8

Ke

nd

ari

Ba

ub

au

Mu

na

Bu

ten

g

Ko

nu

t

Bu

se

l

SU

LT

RA

Ko

ltim

Ko

nse

l

Mu

ba

r

Wa

ka

tob

i

Ko

na

we

Ko

laka

Bu

tur

Bu

ton

Ko

lut

Ko

nke

p

Bo

mb

ana

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 92

4,01% (yoy), sementara jika dibandingkan dengan

kondisi bulan Februari 2017, terjadi sedikit

penurunan sebesar 3,46%. Jika dilihat dari sektor

ekonominya, sektor pertanian masih mendominasi

penyerapan tenaga kerja yaitu sebesar 35,42%

disusul oleh sektor jasa perdagangan sebesar

17,56% dan sektor industri pengolahan 8,97%

(Grafik 6.4). Sementara untuk jenis pekerjaan yang

dominan pada bulan Agustus 2018 adalah

kelompok orang yang bekerja sebagai

buruh/karyawan yaitu sebesar 33,08%.

Sementara itu, jumlah angkatan kerja yang

menganggur pada bulan Agustus 2018 adalah

sebanyak 40.724 jiwa, bertambah sebanyak 1.093

jiwa atau sebesar -2,76% (yoy) dibandingkan

dengan kondisi pada bulan yang sama tahun

sebelumnya. Sementara itu jika dibandingkan

dengan kondisi pada bulan Februari 2017, terjadi

peningkatan jumlah pengangguran sebesar

13,46%. Hal ini menunjukkan bahwa

pengurangan pengangguran masih bersifat

musiman dan belum terjadi perbaikan secara

struktural.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut, tingkat

pengangguran terbuka (TPT) di Sulawesi Tenggara

pada bulan Agustus 2018 tercatat sebesar 3,26%

Capaian tersebut lebih tinggi jika dibandingkan

dengan kondisi pada bulan Februari 2018 yang

tercatat sebesar 2,79% dan sedikit lebih rendah

dibandingkan Agustus 2017 yang sebesar 3,30%.

Secara spasial, tingkat pengangguran terbesar

justru terdapat di daerah perkotaan yaitu di Kota

Kendari (TPT 6,04%) dan Kota Bau-Bau (TPT

5,75%). Sementara itu di daerah kabupaten

tingkat penganggurannya relatif rendah dan hanya

terdapat 5 daerah dengan TPT di atas TPT Sulawesi

Tenggara yaitu di Kab. Muna, Kab. Konawe Utara,

Kab. Buton Tengah dan Kab. Buton Selatan (Grafik

6.5).

6.3. KESEJAHTERAAN

Kondisi kesejahteraan masyarakat Sulawesi

Tenggara sedikit mengalami penurunan pada

triwulan III 2018. Hal ini terlihat dari penurunan

indeks penghasilan masyarakat dan Nilai Tukar

Petani (NTP) pada periode tersebut jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Indikasi peningkatan tingkat penghasilan

masyarakat terlihat dari hasil Survei Konsumen

yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi

Tenggara yang menunjukkan penurunan Indeks

Penghasilan Konsumen (IPK) dari 153 pada

triwulan II 2018 menjadi 145 pada triwulan III 2018

(Grafik 6.6).

Penghasilan Petani (NTP)

Seperti telah diungkapkan sebelumnya, sektor

pertanian merupakan sektor penyerap tenaga

kerja terbesar di Sulawesi Tenggara. NTP

merupakan suatu indikator kemampuan tukar

produk pertanian untuk keperluan memproduksi

produk pertanian. Penghasilan petani merupakan

salah satu tolok ukur dalam menentukan

kesejahteraan masyarakat yang bekerja di sektor

pertanian. Pada triwulan III 2018, NTP Sulawesi

Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah

Sumber: BPS Prov Sultra, diolah

Grafik 6.6 Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 6.7 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 93

Tenggara tercatat sebesar 95,3 atau sedikit

menurun dibandingkan dengan triwulan II 2018

yang tercatat sebesar 95,8 (Grafik 6.7). Penurunan

NTP terjadi pada subsektor perkebunan rakyat, dan

tanaman rakyat. NTP yang berada di bawah 100

menunjukkan bahwa rumah tangga yang bergerak

di lapangan usaha pertanian secara umum masih

harus mengeluarkan uang lebih besar daripada

total pendapatannya. Kondisi tersebut terutama

terjadi pada hampir seluruh subsektor kecuali pada

subsektor perikanan dengan NTP sebesar 117,1,

dan peternakan dengan NTP sebesar 107.

Kemiskinan

Masih rendahnya NTP di Sulawesi Tenggara

menjadi indikasi masih relatif tingginya tingkat

kemiskinan di daerah pedesaan. Sesuai data BPS

Provinsi Sulawesi Tenggara diketahui bahwa

penduduk miskin pada bulan Maret 2018 (rilis

bulan Mei 2018) tercatat sebanyak 307,1 ribu

orang atau sebesar 11,63 % dari total penduduk

Sulawesi Tenggara (Grafik 6.8). Jumlah tersebut

menurun jika dibandingkan dengan data pada

bulan September 2017 yang tercatat sebanyak

11,97%. Dari jumlah penduduk miskin tersebut,

78,4% atau 240,69 ribu jiwa berada di daerah

pedesaan sedangkan sisanya sebesar 21,6 % atau

66,41 ribu jiwa berada di perkotaan. Penurunan

kondisi kemiskinan pada daerah perkotaan dan

daerah pedesaan terjadi di tengah peningkatan

garis kemiskinan karena tekanan inflasi. Garis

kemiskinan meningkat dari Rp300.258,- per kapita

per bulan pada September 2017 menjadi

Rp303.618,- per kapita per bulan pada Maret

2018. Kondisi tersebut menunjukkan adanya

peningkatan kesejahteraan secara umum karena

peningkatan garis kemiskinan tidak berdampak

terhadap peningkatan tingkat kemiskinan.

Ketimpangan Pengeluaran

Konsentrasi jumlah penduduk miskin di pedesaan

menjadi tantangan pembangunan ekonomi oleh

pemangku kepentingan khususnya pemerintah

daerah, mengingat potensi sumber daya alam

Sulawesi Tenggara yang dominan berada di daerah

pedesaan khususnya di sektor primer yaitu sektor

pertanian namun hasilnya belum secara optimal

mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat

di pedesaan secara lebih luas. Sementara itu,

jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan yang

terus cenderung stagnan juga harus mendapatkan

perhatian khusus mengingat jumlahnya pada

bulan September 2017 merupakan yang tertinggi

dalam periode 3 tahun terakhir sementara pada

bulan Maret 2018 hanya menurun 0,01%.

Ketimpangan pengeluaran penduduk Sulawesi

Tenggara juga belum mengalami perbaikan

bahkan cenderung semakin besar. Hal tersebut

tercermin dari adanya peningkatan gini ratio dari

0,404 pada September 2017 menjadi 0,409 pada

Maret 2018 (data terakhir). Semakin tinggi nilai

gini ratio menunjukkan ketimpangan suatu daerah

yang semakin tinggi. Berdasarkan daerah tempat

tinggalnya, peningkatan gini ratio terjadi di daerah

Sumber: BPS Prov Sultra, diolah Sumber: BPS Prov Sultra, diolah

Grafik 6.8 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi

Tenggara

Grafik 6.9 Gini Rasio Sulawesi Tenggara

66,41

240,69

11,63

10

11

12

13

14

0

50

100

150

200

250

300

350

400

Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Sep-17 Mar-18

Penduduk Miskin Desa

Penduduk Miskin Kota

Persentase Penduduk Miskin (sb.Kanan)

ribu jiwa %

0,420

0,370

0,409

0,3

0,32

0,34

0,36

0,38

0,4

0,42

0,44

Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret

2015 2016 2017 2018

Perkotaan Pedesaan SULTRA

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 94

1perkotaan. Untuk daerah perkotaan gini ratio

pada September 2017 tercatat sebesar 0,409,

meningkat menjadi sebesar 0,420 pada periode

Maret 2018. Sementara untuk daerah pedesaan

gini ratio sedikit menurun 0,373 pada bulan

September 2017 menjadi 0,370 pada bulan Maret

2018.

Indeks Pembangunan Manusia

IPM merupakan indikator penting untuk mengukur

keberhasilan dalam upaya membangun kualitas

hidup manusia. IPM Sulawesi Tenggara meningkat

dari 65,99 pada tahun 2010 menjadi 69,86 pada

tahun 2017. Sejak tahun 2016, status

pembangunan manusia di Sulawesi Tenggara telah

hingga 2017, komponen pembentuk IPM juga

mengalami peningkatan. Pertama, bayi yang baru

lahir memiliki peluang untuk hidup hingga 70,47

tahun, meningkat 0,01 tahun dibandingkan tahun

sebelumnya. Kedua, anak-anak usia 7 tahun

memiliki peluang untuk bersekolah selama 13,36

tahun, meningkat 0,12 tahun dibandingkan

dengan tahun 2016. Ketiga, penduduk usia 25

tahun ke atas secara rata-rata telah menempuh

pendidikan selama 8,46 tahun, meningkat 0,14

tahun dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu,

pengeluaran per kapita (harga konstan 2012)

masyarakat telah mencapai Rp9,094 juta pada

tahun 2017, meningkat Rp223 ribu dibandingkan

tahun sebelumnya.

Tabel 6.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Tenggara Menurut Komponen 2010 - 2017

Sumber: BPS (Sakernas)

KOMPONEN SATUAN 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Umur Harapan Hidup Saat Lahir (UHH) Tahun 69,65 69,85 70,06 70,28 70,39 70,44 70,46 70,47

Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun 12,15 12,30 12,45 12,45 12,78 13,07 13,07 13,36

Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 7,67 7,67 7,76 7,93 8,02 8,18 8,32 8,46

Pengeluaran Per Kapita Rp ribu 8.126 8.249 8.396 8.537 8.555 8.697 8.697 9.094

IPM 65,99 66,52 67,07 67,55 68,07 68,75 69,31 69,86

Pertumbuhan IPM % ─ 0,80 0,82 0,72 0,78 0,99 0,81 0,79

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 95

PROSPEK PEREKONOMIAN

DAERAH

7

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 96

7.1. PROSPEK PEREKONOMIAN GLOBAL DAN

NASIONAL

7.1.1. Prospek Perekonomian Global

Perekonomian global pada tahun 2019

diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang

cukup stabil dibandingkan dengan tahun 2018.

Berdasarkan hasil World Economic Outlook yang

diterbitkan oleh IMF pada Oktober 2018,

perekonomian global pada tahun 2019 akan

tumbuh sebesar 3,7% (yoy), relatif stabil dengan

pertumbuhan tahun 2018 yang diperkirakan

sebesar 3,7% (yoy). Namun pertumbuhan tersebut

sedikit terkoreksi dibandingkan dengan proyeksi

pada Juli 2018 yang memperkirakan pertumbuhan

ekonomi global pada tahun 2018 dan 2019

tumbuh sebesar 3,9% (yoy).

Masih cukup stabilnya pertumbuhan ekonomi

global didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang

stabil dari perekonomian negara berkembang

meskipun perekonomian negara maju cenderung

mengalami perlambatan. Perekonomian India

diperkirakan masih akan tumbuh cukup kuat pada

tahun 2019 dengan capaian sebesar 7,4% (yoy)

dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi

pada 2018 yang diperkirakan sebesar 7,3% (yoy).

Namun pertumbuhan tersebut tertahan dengan

perekonomian Tiongkok yang diperkirakan akan

kembali mengalami perlambatan. Perang dagang

yang terjadi masih akan memberikan dampak

negatif pada perekonomian Tiongkok sepanjang

tahun 2019. Selain itu, kenaikan suku bunga yang

terjadi hampir di seluruh dunia sepanjang tahun

2018 juga memberikan dampak buruk terhadap

Tiongkok yang selama ini menstimulus

pertumbuhan ekonominya melalui kemudahan

kredit yang didukung oleh suku bunga yang

rendah. Apabila tetap mempertahankan kebijakan

tersebut, maka dapat mendorong terjadinya

capital otuflows dan menyebabkan semakin

melemahnya Yuan.

Sementara itu, perekonomian negara maju

diperkirakan akan mengalami perlambatan secara

merata dengan Amerika Serikat sebagai

pendorong utamanya. Pada tahun 2019, ekonomi

Amerika Serikat diperkirakan tumbuh sebesar

2,5% (yoy), melambat dibandingkan tahun 2018

yang sebesar 2,9% (yoy). Kebijakan fiskal yang

diterapkan oleh pemerintah Amerika Serikat pada

tahun 2018 diperkirakan sudah tidak lagi

memberikan stimulus yang signifikan terhadap

perekonomian negara tersebut. Tingkat

pengangguran yang rendah juga perlu diantisipasi

Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Sumber: World Economic Outlook-IMF Oktober 2018

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 97

oleh pemerintah Amerika Serikat karena dapat

mendorong peningkatan daya beli yang secara

bersamaan dapat meningkatkan impor dan defisit

transaksi berjalan. Selain itu, perang dagang yang

masih terjadi diperkirakan akan mulai memberikan

dampaknya secara global karena mendorong

terjadinya volatilitas pasar keuangan dan dapat

menghambat investasi serta perdagangan global.

Perlambatan perekonomian global yang terjadi

ditengarai dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain kebijakan perang dagang yang

dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Tiongkok

diperkirakan akan semakin memberatkan

perekonomian kedua negara secara khusus dan

perekonomian global secara umum serta

kebijakan moneter yang ketat juga diyakini masih

akan terjadi sepanjang tahun 2019 melalui

peningkatan suku bunga.

7.1.2. Prospek Perekonomian Nasional

Di tengah perekonomian global yang dilanda

ketidakpastian, perekonomian Indonesia pada

tahun 2019 diperkirakan terakselerasi dan dapat

tumbuh pada kisaran 5,1% - 5,5% (yoy),

mengalami peningkatan dibandingkan dengan

tahun 2018 yang berada pada kisaran 5,0% -

5,4% (yoy). Akselerasi pertumbuhan tersebut

didorong oleh berlangsungnya pemilu presiden

dan kebijakan fiskal yang diterapkan oleh

pemerintah seperti insentif pajak dapat

mendorong investasi untuk tetap tumbuh tinggi

pada tahun mendatang.

Optimisme akan tumbuhnya perekonomian

Indonesia pada tahun 2019 dan beberapa

indikator lainnya menjadi dasar penentuan belanja

pemerintah dalam RAPBN tahun 2019 yang

sebesar Rp2.439,7 triliun atau meningkat sebesar

9.86% dibandingkan dengan tahun sebelumnya

yang sebesar Rp2.220,7 triliun. Asumsi nilai rupiah

yang mencapai Rp15.000, menjadi salah satu

faktor yang mendorong terjadinya peningkatan

yang cukup signifikan dalam peningkatan RAPBN

2019.

Meskipun belanja pemerintah diperkirakan akan

mengalami peningkatan, namun pemerintah

memastikan bahwa pembiayaan proyek melalui

utang akan mengalami penurunan. Pada tahun

2019, pembiayaan melalui utang diperkirakan

akan sebesar Rp359,3 triliun, menurun

dibandingkan dengan tahun 2018 yang sebesar

Rp387,4 triliun. Salah satu upaya untuk

meningkatkan pendapatan adalah menaikkan

target penerimaan pajak sebesar 15,4%

dibandingkan dengan outlook APBN tahun 2018.

Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia hingga

November 2018 memutuskan untuk

meningkatkan suku bunga kebijakan (BI 7-day

Reverse Repo Rate) menjadi sebesar 6,00%. Hal

tersebut dilakukan sebagai respons terhadap

kondisi perekonomian global dan kebijakan-

kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral di

negara-negara lain. Mempertimbangkan dampak

kebijakan moneter yang membutuhkan waktu

dalam proses transmisinya ke dalam

perekonomian, maka diharapkan pada tahun 2018

kebijakan moneter tersebut dapat memberikan

dampak pada stabilnya kondisi perekonomian dan

keuangan dari tekanan sisi eksternal.

Adapun inflasi nasional pada tahun 2019

diperkirakan masih sama dengan tahun

sebelumnya, yaitu berada pada kisaran sasaran

sebesar 3,5%+1%. Hal ini didukung oleh semakin

kuatnya koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank

Indonesia dalam mengatasi risiko. Kebijakan

pemerintah dalam menaikkan anggaran subsidi

energi diyakini dapat meredam inflasi bahan bakar.

Selain itu, cukai rokok juga dipastikan tidak akan

Sumber: Kemenkeu

Tabel 7.1 Asumsi Makro APBN

Asumsi Dasar 2018 2019

Pertumbuhan Ekonomi (YoY) 5.40% 5.30%

Inflasi (YoY) 3.50% 3.50%

Nilai Tukar 13,400 15,000

Suku Bunga SPN 5.20% 5.30%

Harga Minya Mentah (USD per barel) 48 70

Lifting Minyak (barel per hari) 800,000 775,000

Lifting Gas (barel setara minyak) 1,200,000 1,250,000

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 98

mengalami peningkatan meskipun target

penerimaan pajak pada tahun 2019 meningkat.

7.2. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI

SULAWESI TENGGARA

7.2.1. Triwulan I 2019

Pada triwulan I 2019, perekonomian Sulawesi

Tenggara diperkirakan akan tumbuh pada kisaran

6,6% - 7,0% (yoy), sedikit mengalami

perlambatan jika dibandingkan dengan

pertumbuhan pada triwulan IV 2018 yang

diperkirakan berada pada kisaran 6,7% - 7,1%

(yoy). Perlambatan tersebut juga didukung oleh

hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI

Sultra. Pada triwulan I 2019, Indeks Perkiraan

Kegiatan Usaha diperkirakan akan mengalami

perlambatan yang signifikan, yaitu dari 162,0 pada

triwulan IV 2018 menjadi 145,0 pada triwulan I

2019. Meskipun demikian, penurunan yang

signifikan dari sisi konsumen tersebut masih sedikit

tertahan oleh indikator kinerja perusahaan yang

diperoleh dari liaison yang dilakukan dengan

penjualan pada periode mendatang diperkirakan

akan mengalami peningkatan.

Dari sisi penawaran, perlambatan kinerja pada

periode tersebut diperkirakan berasal dari

lapangan usaha pertanian, kehutanan dan

perikanan, lapangan usaha industri pengolahan,

lapangan usaha konstruksi dan lapangan usaha

perdagangan besar dan eceran. Perlambatan

kinerja pada lapangan usaha pertanian, kehutanan

dan perikanan diperkirakan didorong oleh

penurunan produksi padi seiring dengan belum

masuknya masa panen. Meskipun demikian,

penurunan pada lapangan usaha tersebut sedikit

tertahan oleh peningkatan produksi perikanan

seiring dengan kondisi cuaca yang cukup kondusif.

Penurunan pasokan bahan baku dari lapangan

usaha tersebut juga turut memberikan dampak

terhadap penurunan kinerja industri pengolahan

yang didominasi oleh industri makanan dan

minuman. Selain itu, perlambatan yang terjadi

pada lapangan usaha konstruksi didorong oleh

masih belum berlangsungnya proyek

pembangunan baru oleh pemerintah. Lapangan

usaha perdagangan besar dan eceran juga

terpantau mengalami perlambatan pada triwulan I

2019 seiring dengan kembali normalnya

permintaan masyarakat dan perdagangan luar

negeri yang masih cenderung belum stabil

disebabkan oleh tensi perdagangan global yang

terjadi.

Sedangkan dari sisi permintaan, perlambatan

perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan I

2019 disumbangkan oleh perlambatan yang

terjadi di seluruh sektor. Konsumsi rumah tangga

diperkirakan akan mengalami perlambatan seiring

dengan kembali normalnya permintaan oleh

masyarakat. Berlalunya periode Natal dan libur

akhir tahun menyebabkan penurunan konsumsi

oleh masyarakat. Selain itu, penurunan juga terjadi

pada konsumsi pemerintah yang disebabkan oleh

proyek pemerintah yang masih berada dalam

Sumber: SK KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: Liaison KPw BI Sultra, diolah

Grafik 7.2 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi Konsumen Grafik 7.3 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi

5.00

5.50

6.00

6.50

7.00

7.50

8.00

8.50

100.0

110.0

120.0

130.0

140.0

150.0

160.0

170.0

180.0

I II III IV I II III IV I II III IVP IP

2016 2017 2018 2019

%,YoYSBT

Indeks Perkiraan Usaha (mov.2Q) PDRB (Sb. Kanan)

-2.50

-2.00

-1.50

-1.00

-0.50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

I II III IV I II III IV I II III IV I

2016 2017 2018 2019

skala likert

LS Penj. Domestik LS Penj. Ekspor

LS Ekspektasi Penjualan

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 99

tahap lelang pada periode awal tahun. Hal

tersebut juga memberikan dampak terhadap

kinerja investasi di Sulawesi Tenggara. Kinerja

ekspor juga cenderung mengalami penurunan

yang merupakan dampak dari perlambatan

perekonomian Tiongkok sebagai mitra dagang

utama Sulawesi Tenggara.

7.2.2. Tahun 2019

Berdasarkan beberapa indikator pendukung, hasil

survei dan liaison, pertumbuhan ekonomi Sulawesi

Tenggara pada tahun 2019 diprakirakan berada

pada kisaran 6,8% - 7,2% (yoy) mengalami

akselerasi pertumbuhan jika dibandingkan dengan

pertumbuhan tahun 2018 yang berada pada

kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Pembangunan smelter

yang sudah berlangsung dalam 2 tahun terakhir

diperkirakan akan mulai memberikan dampaknya

dan mulai mendorong terjadinya shifting dari

perekonomian yang berbasis barang mentah

menuju perekonomian yang berbasis industri.

Fokus pemerintah dalam pengembangan sektor-

sektor potensial lainnya seperti perikanan dan

perkebunan dengan berorientasi pada industri

pengolahannya juga dapat menjadi stimulus yang

baik bagi perekonomian Sulawesi Tenggara karena

sektor tersebut merupakan sektor dengan serapan

tenaga kerja paling tinggi di Sulawesi Tenggara.

Meskipun demikian, terdapat beberapa risiko yang

dapat menjadi faktor penahan pertumbuhan

perekonomian di Sulawesi Tenggara, salah satunya

adalah penurunan kinerja ekspor komoditas

utama. Sejak diberlakukannya relaksasi ekspor bijih

nikel kadar rendah pada tahun 2017, komoditas

tersebut menjadi salah satu komoditas utama

dalam perdagangan luar negeri Sulawesi Tenggara

dengan Tiongkok sebagai mitra dagang utamanya.

Namun dengan kondisi perang dagang yang

terjadi dan wacana Amerika Serikat akan semakin

agresif dalam menetapkan perang dagangnya

dengan Tiongkok dapat berdampak kepada

Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran

Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI

Tabel 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan

Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI

2019

I II III IVP IP

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.8 6.5 7.7 8.1 - 8.5 7.4 - 7.8 6.9 - 7.3 7.5 - 7.9

Pertambangan dan Penggalian 6.5 5.4 7.7 5.8 - 6.2 6.1 - 6.5 6.2 - 6.6 5.2 - 5.6

Industri Pengolahan 6.8 (0.2) 0.7 3.0 - 3.4 2.7 - 3.1 2.4 - 2.8 6.7 - 7.1

Pengadaan Listrik, Gas 0.1 2.2 2.6 1.8 - 2.2 3.9 - 4.3 1.6 - 2.0 1.9 - 2.3

Pengadaan Air 0.7 3.3 9.3 5.2 - 5.6 9.4 - 9.8 4.5 - 4.9 7.6 - 8.0

Konstruksi 2.2 9.4 8.8 9.5 - 9.9 9.4 - 9.8 7.5 - 7.9 8.8 - 9.2

Perdagangan Besar dan Eceran 8.4 6.7 3.2 6.0 - 6.4 5.9 - 6.3 5.8 - 6.2 7.3 - 7.7

Transportasi dan Pergudangan 7.6 8.6 9.3 10.9 - 11.3 9.5 - 9.9 9.0 - 9.4 9.8 - 10.2

Akomodasi dan Makan Minum 7.1 6.4 7.0 8.0 - 8.4 7.2 - 7.6 7.0 - 7.4 8.7 - 9.1

Informasi dan Komunikasi 9.5 8.6 6.6 10.8 - 11.2 9.2 - 9.6 8.7 - 9.1 11.3 - 11.7

Jasa Keuangan 5.1 4.1 1.8 4.6 - 5.0 5.9 - 6.3 3.7 - 4.1 7.3 - 7.7

Real Estate 3.5 2.6 1.7 4.9 - 5.3 5.1 - 5.5 3.0 - 3.4 4.5 - 4.9

Jasa Perusahaan 4.5 6.9 6.0 7.7 - 8.1 10.4 - 10.8 6.1 - 6.5 8.6 - 9.0

Administrasi Pemerintahan 3.9 3.9 6.4 0.7 - 1.1 2.3 - 2.7 3.5 - 3.9 2.1 - 2.5

Jasa Pendidikan 4.1 6.7 9.6 5.7 - 6.1 5.6 - 6.0 6.4 - 6.8 4.2 - 4.6

Jasa Kesehatan dan Sosial 5.4 6.0 7.4 7.7 - 8.1 6.7 - 7.1 6.5 - 6.9 5.8 - 6.2

Jasa Lainnya 7.7 5.9 4.1 4.4 - 4.8 3.4 - 3.8 5.3 - 5.7 5.2 - 5.6

PDRB 5.8 6.1 6.6 6.7 - 7.1 6.6 - 7.0 6.2 - 6.6 6.8 - 7.2

2018P 2019P2018

Komponen Pengeluaran

2019

I II III IVP IP

Konsumsi Rumah Tangga 5.2 6.3 6.5 6.6 - 7.0 6.2 - 6.6 6.0 - 6.4 6.5 - 6.9

Konsumsi LNPRT 7.0 9.4 8.4 7.7 - 8.1 3.2 - 3.6 8.0 - 8.4 7.4 - 7.8

Konsumsi Pemerintah 2.5 6.6 7.9 8.1 - 8.5 7.6 - 8.0 6.3 - 6.7 8.6 - 9.0

PMTB 1.8 8.3 7.5 9.1 - 9.5 8.4 - 8.8 6.6 - 7.0 7.6 - 8.0

Eksport Luar Negeri 250.4 177.8 150.9 118.5 - 118.9 4.9 - 5.3 165.5 - 165.9 19.3 - 19.7

Import Luar Negeri (29.1) 17.3 (23.2) 8.4 - 8.8 11.9 - 12.3 (6.9) - (6.5) 12.3 - 12.7

Net Eksport Antar Daerah 100659.7 728.5 2317.0 1014.3 - 1014.7 (24.6) - (24.2) 2017.8 - 2018.2 20.3 - 20.7

PDRB 5.8 6.1 6.6 6.7 - 7.1 6.6 - 7.0 6.2 - 6.6 6.8 - 7.2

20182018P 2019PKomponen Pengeluaran

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 100

perekonomian Tiongkok secara menyeluruh. Hal

tersebut juga dapat mempengaruhi permintaan

bijih nikel kadar rendah oleh Tiongkok dari

Indonesia dan dapat memberikan dampak buruk

terhadap kinerja ekspor Sulawesi Tenggara. Hal

tersebut disebabkan Sulawesi Tenggara

menyumbang 44,8% ekspor bijih nikel kadar

rendah Indonesia ke Tiongkok sejak tahun 2017

hingga September 2018. Oleh karena itu, di

tengah perlambatan perekonomian Tiongkok yang

terjadi, sangat penting untuk mendorong

diversifikasi produk dan negara tujuan ekspor

untuk hasil pertambangan dan peningkatan

kinerja ekspor komoditas unggulan lainnya seperti

perikanan dan kakao.

7.3. PROSPEK INFLASI SULAWESI TENGGARA

7.3.1. Triwulan I 2019

Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan I

2019 mendatang diperkirakan akan mengalami

peningkatan dibandingkan dengan proyeksi pada

triwulan IV 2018. Inflasi pada akhir triwulan I 2019

diperkirakan berada pada kisaran 3,1% - 3,5%

(yoy), sementara inflasi pada triwulan IV 2018

diperkirakan hanya sebesar 2,8% - 3,2% (yoy).

Belum memasuki masa panen padi menjadi faktor

utama yang memberikan tekanan pada capaian

inflasi di Sulawesi Tenggara. Hal tersebut juga

dapat dipacu oleh tingginya permintaan beras dari

luar Sulawesi Tenggara sehingga menyebabkan

terbatasnya pasokan beras untuk konsumsi

masyarakat Sulawesi Tenggara.

7.3.2. Tahun 2019

Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun

2019 mendatang diperkirakan masih berada pada

sasaran inflasi nasional yaitu sebesar 3,5% + 1%.

Pada tahun tersebut, inflasi Sulawesi Tenggara

diperkirakan berada pada kisaran 2,8% - 3,2%

(yoy), cenderung stabil dibandingkan dengan

capaian inflasi pada tahun 2018 yang diperkirakan

berada pada kisaran 2,8% - 3,2% (yoy). Berbagai

Sumber: IMF World Economic Outlook (WEO) Oktober 2018, BI Sumber: World Bank Commodity Forecast Price November 2018

Grafik 7.4 Perkiraan Perekonomian Dunia Grafik 7.5 Perkiraan Harga Nikel dan Kakao

Sumber: World Bank Commodity Forecast Price November 2018 Sumber: BPS, diolah

Grafik 7.6 Proyeksi Harga Minyak Dunia Grafik 7.7 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk

5.00

6.00

7.00

8.00

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

5.00

5.50

2015 2016 2017 2018P 2019P

%, YoY%, YoY

Indonesia Dunia Sultra (Sb. Kanan)

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

8,000

9,000

10,000

11,000

12,000

13,000

14,000

15,000

2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

USD/KgUSD/Kg

Nickel Cocoa

40

45

50

55

60

65

70

75

80

2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

USD/bbl

60,5

61,0

61,5

62,0

62,5

63,0

63,5

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Pangsa Usia Produktif (sb.kanan)

Total

Produktif

%, yoy % share

Sistem Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Kondisi Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan

Prospek Perekonomian Daerah

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 101

upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam

mendorong peningkatan produksi perikanan dan

sayur-sayuran yang selama ini menjadi penyebab

utama inflasi di Sulawesi Tenggara dapat menjadi

faktor yang mendorong stabilnya capaian inflasi di

Sulawesi Tenggara.

Ekonomi Makro Regional

Keuangan Pemerintah

Perkembangan Inflasi Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2018 102

Halaman ini sengaja dikosongkan

Administered

price

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan

harganya diatur oleh pemerintah.

Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota

terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan

pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah

dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi

secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi

masyarakat terhadap komoditas tersebut.

Dana

Perimbangan

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung

pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian

otonomi daerah.

Dana Pihak

Ketiga (DPK)

Dana masyarakat (berupa tabungan, deposito, giro, dll) yang disimpan di suatu

bank.

Faktor

Fundamental

Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh

kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap,

eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat

Faktor Non

Fundamental

Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar

kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan

(volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah

(administered price)

Feronikel Hasil olahan nikel mentah (ore nickel) dengan kadar antara 20-30% Ni dan

digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja dan stainless steel

Imported

inflation

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh

perkembangan harga di luar negeri (eksternal)

Indeks Ekspektasi

Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen

terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1---100.

Indeks Harga

Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan

jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.

Indeks Kondisi

Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen

terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1---100.

Indeks Keyakinan

Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi

saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1---

100.

Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan

modal.

Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental

DAFTAR ISTILAH

Liaison

Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan

kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada

pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan

cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan

Loan to Deposit

Ratio (LDR)

Ratio yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pinjaman yang disalurkan

dengan dana pihak ke tiga yang dihimpun pada suatu waktu tertentu.

Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri

minyak dan gas.

Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.

NPI Nikcel Pig Iron. Hasil olahan ore nickel dengan kandungan 5-10% Ni.

Non Performing

Loan (NPL)

Besarnya jumlah kredit bermasalah pada suatu Bank dibanding dengan total

keseluruhan kreditnya

Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan

hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.

Pendapatan Asli

Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak

daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah.

Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah

negara

Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan

sebelumnya.

Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban

meningkat dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban

menurun danmengabaikan jawaban sama .

Skala Likert Skala kualitatif untuk mengkonversi skala kualitatif yang digunakan dalam

kegiatan liaison.

SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih

sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang

bersangkutan sebagai penimbangnya.

Sektor ekonomi

dominan

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai

pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.

Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan

harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.

Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.

TIM PENYUSUN

PENANGGUNG JAWAB

Minot Purwahono

([email protected])

KOORDINATOR PENYUSUN

Surya Alamsyah

([email protected])

EDITOR

Daniel Agus Prasetyo

([email protected])

TIM PENULIS

Anto Yuliyanto

([email protected])

Bhaskara Adiwena

([email protected])

Randy Cavendish

([email protected])

Nazla

([email protected])

Dadan Priyoko

([email protected])

KONTRIBUTOR

Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan

Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM

Fungsi Koordinasi dan Komunikasi Kebijakan

Unit Pengawasan SP, PUR dan Keuangan Inklusif

Unit Pengelolaan Uang Rupiah

Unit Operasional Sistem Pembayaran

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi

Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans

Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari

No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718

TIM PENYUSUN