kajian ekonomi dan keuangan regional … · mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara...

68
Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-ISSN 2460-598212 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017

Upload: tranxuyen

Post on 14-Sep-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Vol. 3 No. 2 Triwulanan

April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017)

Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257

e-ISSN 2460-598212

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017

Dasar Hukum Bank Indonesia

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab,

dan independensinya diatur dengan undang-undang.

~UUD 1945 Pasal 23 D~

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.

~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~

Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah

dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-

undang ini.

~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 2~

Visi Bank Indonesia

Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai

strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Misi Bank Indonesia

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu

bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber

pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas

perekonomian nasional

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi

terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan

memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung

tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola

(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Papua pada bulan Februari, Mei, Agustus,

dan November. Sebelum dipublikasikan, materi Kajian dari

berbagai provinsi telah terlebih dahulu dikompilasi melalui

mekanisme kerja internal Bank Indonesia untuk dijadikan bahan

pertimbangan dalam mengambil kebijakan moneter, sistem

pembayaran, serta pengawasan perbankan dan sistem

keuangan secara makroprudensial. Publikasi ini berfungsi

sebagai media untuk menyampaikan penjelasan kepada para

pemangku kepentingan dan publik di daerah mengenai

perkembangan kondisi terkini, prospek perekonomian, serta isu

yang berkembang dan perlu dicermati.

Untuk informasi lebih lanjut hubungi:

Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua

Jalan Dr. Sam Ratulangi No. 9

Jayapura 99111

T +62 967 534 581

F +62 967 535 201

Salinan elektronis publikasi ini dapat diunduh melalui situs

www.bi.go.id.

Untuk mendapatkan salinan elektronis publikasi ini pada

kesempatan pertama, silahkan mengirimkan surel ke

Dewan Redaksi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua

Penanggung Jawab : Joko Supratikto

(Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua)

Pemimpin Redaksi : Fauzan

(Deputi Kepala Perwakilan/Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan)

Mitra Bestari : Evy Marya Deswita Siburian

(Peneliti Departemen Regional III Kantor Pusat BI)

Adela Putri Rizkia

(Analis / Departemen Regional III Kantor Pusat BI)

Andree Breitner Makahinda

(Analis / Departemen Regional III Kantor Pusat BI)

Penyunting : Arya Jodilistyo

(Analis / Manajer Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans)

Penulis : Arya Jodilistyo

(Analis / Manajer Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans)

Nadhil Auzan O.

(Analis Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans)

Kontributor : Yudi Prasetiyo

(Analis / Manajer Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan)

Yon Widiyono

(Analis / Manajer Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM)

Ferdinand Maluenseng

(Kepala Unit Operasional SP)

Jaffry Agust Waluyan

(Kasir Senior Unit Pengelolaan Uang Rupiah)

Sekretaris : Luki Riyaningrum

(Analis Fungsi Koordinasi dan Komunikasi Kebijakan)

Monika Randalinggi

(Pelaksana Yunior Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan)

i

KATA PENGANTAR

Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab atas rahmat dan berkat-Nya, Kajian

Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua Periode Agustus 2017 ini dapat terbit tepat

waktu. Di tengah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, kajian yang meliputi analisis

makroekonomi daerah, perbankan, sistem pembayaran, ketenagakerjaan dan keuangan daerah

menjadi penting terutama bagi pemerintah, dunia usaha, dan kalangan akademisi, maupun

masyarakat luas.

Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu melalui Kata

Pengantar ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

terbitnya Kajian ini. Semoga kerja sama yang telah terjalin baik tersebut tetap dapat terpelihara

di masa mendatang. Akhirnya, besar harapan kami agar Kajian pada triwulan ini bermanfaat bagi

semua pihak dalam memahami kondisi perekonomian Papua.

Jayapura, 22 Agustus 2017

KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI PAPUA

Joko Supratikto

ii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua triwulan II 2017 tercatat mengalami peningkatan lebih

tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat kinerja perekonomian Provinsi Papua

mencapai 4,91% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan kinerja triwulan

sebelumnya yang sebesar 3,36% (yoy). Dari sisi permintaan, perbaikan performa ekspor luar

negeri dari Provinsi Papua menjadi penopang tingginya pertumbuhan pada triwulan laporan.

Sementara dari sisi lapangan usaha, peningkatan penjualan konsentrat mineral hasil tambang

menjadi faktor dominan meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan. Sepanjang

triwulan III 2017 pertumbuhan ekonomi diperkirakan sedikit lebih rendah terutama dipengaruhi

oleh faktor baseline atas tingginya pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu. Melemahnya

kinerja ekspor luar negeri cenderung menjadi faktor dominan rendahnya pertumbuhan terutama

disebabkan oleh permasalahan ketengakerjaan dan operasional produksi lapangan usaha

pertambangan.

Perkembangan realisasi pendapatan dan belanja APBN serta APBD di lingkup pemerintah Provinsi

Papua pada triwulan II 2017 menunjukkan kinerja yang lebih rendah dibandingkan triwulan yang

sama tahun sebelumnya. Dampak berlangsungnya Pilkada 2017 pada 11 Kabupaten dan Kota di

Provinsi Papua cenderung berpengaruh pada penyesuaian rencana realisasi anggaran sepanjang

tahun 2017. Selain itu, beberapa faktor seperti stagnansi pertumbuhan sektor ekonomi non

tambang, terdapatnya beberapa wilayah yang masih memerlukan untuk dilakukan Pemungutan

Suara Ulang (PSU) dan keterlambatan pengesahan APBD di dua kabupaten turut menyebabkan

realisasi anggaran kurang optimal pada triwulan laporan.

Dari sisi inflasi secara umum di Provinsi Papua1 pada triwulan II 2017 mencapai 3,10% (yoy)

menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi sepanjang triwulan II 2017 cenderung

disebabkan oleh pergerakan harga kelompok harga yang diatur oleh pemerintah (Administered

Prices). Sementara terjaganya kondisi pasokan komoditas pangan termasuk tanaman bahan

pangan dan hortikultura mampu menahan inflasi pada level yang relatif rendah ditengah

peningkatan permintaan dalam perayaan Hari Raya Idul Fitri. Berdasarkan asesemen Bank

Indonesia, sepanjang triwulan III 2017 diperkirakan inflasi mencapai sebesar 4,72% (yoy).

Kondisi stabilitas sistem keuangan di Papua masih relatif terjaga. Dari sisi korporasi, asesmen

menilai bahwa kinerja sektor korporasi di Papua pada triwulan II 2017 relatif terjaga. Hasil Survei

Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan liaison yang dilakukan oleh Bank Indonesia memperkuat

kondisi tersebut. Kondisi yang sama juga terlihat pada sisi Rumah Tangga, dimana kinerja sektor

Rumah Tangga pada triwulan II 2017 masih terjaga dengan positif, tercermin dari kemampuan

sektor Rumah Tangga dalam menjaga kondisi keuangan.

Perkembangan transaksi Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) di Papua pada triwulan II 2017

menurun secara nominal dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi melalui Bank Indonesia

Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan laporan juga tercatat menurun dibandingkan

triwulan lalu. Sementara itu, aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI)

Provinsi Papua menunjukan posisi net outflow pada triwulan II 2017 sebesar Rp1,92 triliun. Pada

triwulan ini posisi net outflow disebabkan adanya kebutuhan perayaan puasa dan lebaran.

iii

Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Papua pada triwulan II 2017 menunjukkan penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini salah satunya diindikasikan dari Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) di Provinsi Papua yang menurun. Di sisi lain, perkembangan kesejahteraan

masyarakat di Provinsi Papua menunjukkan perbaikan. Berdasarkan data demografi Provinsi Papua

triwulan II 2017 ditunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin terus menurun dengan tingkat

kesenjangan yang juga mengindikasikan arah perbaikan.

Pertumbuhan ekonomi Papua pada triwulan IV 2017 berada dikisaran 4,3%-4,7% (yoy) dengan

kecenderungan bias bawah. Angka perkiraan tersebut terutama didorong oleh kinerja

pertambangan yang diperkirakan meningkat pasca pemberlakuan relaksasi izin ekspor minerba.

Meskipun demikian, kebijakan tersebut hanya berlaku hingga awal triwulan IV 2017 (Oktober

2017) sehingga ke depan, kondisi tersebut diperkirakan akan mempengaruhi kebijakan investasi

perusahaan tambang terbesar di Papua. Terkait kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi Papua

pada 2017 diperkirakan berada pada kisaran 3,7%-4,1% (yoy) dengan kecenderungan bias atas.

Dari sisi tekanan harga, inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4,3%-4,7%

(yoy) dengan kecenderungan bias atas. Tekanan inflasi volatile foods dan administered price

diperkirakan berpotensi menjadi salah satu faktor pemicu kenaikan inflasi di akhir tahun. Kondisi

tersebut menyebabkan tekanan inflasi 2017 berpotensi lebih tinggi dari 2016 dan berada pada

kisaran 4,3%-4,7% (yoy).

iv

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................................... i

Ringkasan Eksekutif ................................................................................................................. ii

Daftar Isi ................................................................................................................................ iv

Daftar Tabel ........................................................................................................................... vi

Daftar Grafik ......................................................................................................................... vii

Tabel Indikator Makroekonomi Daerah .................................................................................... ix

BAB 1 PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI DAERAH .............................................................. 1

1.1 PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN.......................................................... 1

1.1.1 Konsumsi .......................................................................................................... 2

1.1.2 Investasi ............................................................................................................ 4

1.1.3 Ekspor Netto ..................................................................................................... 6

1.2 PERTUMBUHAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA .................................................. 8

1.2.1 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian ................................................. 9

1.2.2 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan .......................................10

1.2.3 Lapangan Usaha Konstruksi ..............................................................................11

1.2.4 Lapangan Usaha Perdagangan Besar Dan Eceran, Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor

........................................................................................................................12

1.2.5 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib

........................................................................................................................13

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH ...........................................................................................14

2.1 REALISASI APBN DI LINGKUP PROVINSI PAPUA .........................................................14

2.2 REALISASI APBD PEMERINTAH PROVINSI PAPUA .......................................................16

2.2.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Papua ................................................16

2.2.2 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Papua .......................................................18

BAB 3 INFLASI .......................................................................................................................20

3.1 INFLASI UMUM ........................................................................................................20

3.2 KOMPONEN INFLASI ................................................................................................21

3.3 KELOMPOK KOMODITAS .........................................................................................22

v

3.4 PERAN TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (TPID) PROVINSI PAPUA ......................23

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH ................................................................................25

4.1 KETAHANAN SEKTOR KORPORASI ...........................................................................25

4.1.1 Sumber Kerentanan Korporasi ..........................................................................25

4.1.2 Kinerja Korporasi ..............................................................................................26

4.1.3 Eksposure Perbankan dalam Korporasi ..............................................................28

4.2 KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA ..................................................................30

4.2.1 Sumber Kerentanan Sektor Rumah Tangga .......................................................30

4.2.2 Kinerja Keuangan Rumah Tangga .....................................................................31

4.2.3 Eksposure Perbankan dalam Rumah Tangga ......................................................33

BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH.........35

5.1 SISTEM PEMBAYARAN .............................................................................................35

5.2 PENGELOLAAN UANG RUPIAH .................................................................................36

BOKS PASAR MURAH NON TUNAI .........................................................................................38

BOKS WAMENA, KOTA KELIMA KAS TITIPAN DI PROVINSI PAPUA ..........................................39

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN .................................................................40

6.1 KETENAGAKERJAAN................................................................................................40

6.2 KESEJAHTERAAN .....................................................................................................42

BAB 7 PROSPEK EKONOMI DAERAH.......................................................................................44

7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI ........................................................................44

7.2 PROSPEK INFLASI .....................................................................................................45

DAFTAR ISTILAH ....................................................................................................................47

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Sisi Penggunaan Provinsi Papua (%yoy) ............ 2

Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Komponen Penyusun Konsumsi RT Provinsi Papua (% yoy) ........... 2

Tabel 2.1 Perkembangan Sisi Pendapatan APBN di Lingkup Pemerintah Provinsi Papua ............14

Tabel 2.2 Perkembangan Sisi Pendapatan APBD Provinsi Papua ...............................................16

Tabel 2.3 Perkembangan Sisi Belanja APBD Provinsi Papua ......................................................18

Tabel 3.1 Disagregasi Inflasi Papua 2015 - 2016 .....................................................................21

Tabel 3.2 Disagregasi Inflasi Papua Berdasarkan Kelompok Komoditas (% yoy) ........................22

Tabel 4.1 Perkembangan Pengeluaran Konsumen Untuk Tabungan Tw II 2017 ........................32

Tabel 5.1 Frekuensi Pelaksanaan Kas Keliling Dalam dan Luar Kota .........................................37

Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama .....................................40

vii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Papua & Nasional ............................................................... 1

Grafik 1.2 Pertumbuhan & Nominal PDRB ADHK .................................................................... 1

Grafik 1.3 Struktur Berdasarkan Penggunaan .......................................................................... 1

Grafik 1.4 Indeks Tendensi Konsumen di Provinsi Papua........................................................... 3

Grafik 1.5 Impor Konsumsi di Provinsi Papua ........................................................................... 3

Grafik 1.6 Perkembangan IKK dan Penghasilan Saat Ini ............................................................ 3

Grafik 1.7 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi ............................................................ 3

Grafik 1.8 Realisasi Belanja selain Belanja Modal ...................................................................... 3

Grafik 1.9 Penyaluran Kredit Investasi ...................................................................................... 4

Grafik 1.10 Impor Barang Modal ............................................................................................. 4

Grafik 1.11 Perkembangan PMTB Berdasarkan Jenisnya ........................................................... 5

Grafik 1.12 Perkembangan Ekspor .......................................................................................... 5

Grafik 1.13 Pangsa Ekspor Triwulan I 2017 .............................................................................. 5

Grafik 1.14 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ......................................................................... 7

Grafik 1.15 Perkembangan Impor ........................................................................................... 7

Grafik 1.16 Pangsa Impor Triwulan II 2017 .............................................................................. 7

Grafik 1.17 Struktur & Pertumbuhan Sisi Lapangan Usaha ....................................................... 8

Grafik 1.18 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas ............................................................... 9

Grafik 1.19 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas ............................................................. 9

Grafik 1.20 Perkembangan SKDU KPw BI Prov. Papua .............................................................10

Grafik 1.21 Perkembangan Kredit Sektor Pertanian ................................................................10

Grafik 1.22 Belanja Modal dan Pertumbuhan Konstruksi .........................................................11

Grafik 1.23 Penjualan Semen di Provinsi Papua .......................................................................11

Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi ...............................................................11

Grafik 1.25 Indeks Pembelian Durable Goods .........................................................................12

Grafik 1.26 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan ...........................................................12

Grafik 2.1 Struktur Realisasi Belanja APBN Papua ....................................................................15

Grafik 2.2 Realisasi APBN Menurut Pos Belanja .......................................................................15

Grafik 2.3 Struktur Realisasi Pendapatan APBD ......................................................................17

Grafik 2.4 Perkembangan Realisasi Pendapatan Lain ...............................................................17

Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan ...........................................................17

Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi PAD .................................................................................17

Grafik 2.7 Struktur Realisasi Belanja APBD .............................................................................19

Grafik 2.8 Realisasi per Pos Belanja APBD ..............................................................................19

Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi Papua & Nasional ..............................................................20

Grafik 3.2 Disagregasi Inflasi Inti Pangan & Non Pangan..........................................................21

Grafik 3.3 Realisasi Pembelian Kendaraan Baru .......................................................................22

Grafik 3.4 Perkembangan Harga Komoditas VF Utama...........................................................23

Grafik 3.5 Indeks Ekspektasi Harga 3 Bulan YAD....................................................................23

Grafik 4.1 Penjualan Semen Papua .........................................................................................25

Grafik 4.2 Penjualan Domestik, Utilisasi dan Persepsi Ekonomi Saat Ini ....................................25

Grafik 4.3 Kinerja Korporasi Berdasarkan Liaison.....................................................................26

viii

Grafik 4.4 Perkembangan Akses Kredit, Likuiditas dan Rentabilitas ..........................................27

Grafik 4.5 % Korporasi Berdasar Likuiditas per Sektor .............................................................27

Grafik 4.6% Korporasi Berdasar Rentabilitas per Sektor ..........................................................27

Grafik 4.7 Perkembangan DPK, Kredit dan NPL .......................................................................28

Grafik 4.8 % Proporsi Kredit per Sektor ..................................................................................28

Grafik 4.9 Pertumbuhan Kredit Korporasi per Sektor ...............................................................28

Grafik 4.10 Perkembangan NPL per Sektor .............................................................................28

Grafik 4.11 % Kredit Berdasarkan Penggunaan per Sektor ......................................................29

Grafik 4.12 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Investasi ...................................................29

Grafik 4.13 Pertumbuhan DPK Korporasi ................................................................................29

Grafik 4.14 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen ........................................................30

Grafik 4.15 Perkembangan Indikator SK Lainnya .....................................................................30

Grafik 4.16 Pangsa Alokasi Pengeluaran Konsumen ................................................................31

Grafik 4.17 % Penggunaan Pengeluaran/bulan ......................................................................31

Grafik 4.18 Indeks Perubahan Harga per Sektor RT .................................................................31

Grafik 4.19 Pertumbuhan DPK, Kredit dan NPL .......................................................................33

Grafik 4.20 % Kredit Rumah Tangga ......................................................................................33

Grafik 4.21 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga .....................................................................33

Grafik 4.22 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga .......................................................................33

Grafik 4.23 NPL Kredit Rumah Tangga ...................................................................................34

Grafik 4.24 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga .......................................................................34

Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI..............................................................................36

Grafik 5.2 Aliran Uang Kartal Melalui KPw BI Papua ................................................................36

Grafik 6.1 Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama .................................40

Grafik 6.2 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (yoy) .40

Grafik 6.3 Penyerapan Tenaga Kerja Pertanian berdasarkan SKDU ...........................................41

Grafik 6.4 Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama .......................................41

Grafik 6.5 Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja ................................................41

Grafik 6.6 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan ..................................41

Grafik 6.7 Jumlah Penduduk Miskin .......................................................................................42

Grafik 6.8 Perkembangan Garis Kemiskinan di Provinsi Papua .................................................42

Grafik 6.9 Perkembangan Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan ................................42

Grafik 6.10 Perkembangan Index Gini Papua ..........................................................................42

Grafik 6.11 Perkembangan Nilai Tukar Petani .........................................................................43

Grafik 6.12 Perbandingan NTP Papua dengan NTP Nasional ....................................................43

Grafik 7.1 Produksi Tambang Papua .......................................................................................44

Grafik 7.2 Perkembangan Ekspektasi Ekonomi dan Perkiraan Pengeluaran..............................44

Grafik 7.3 Perkembangan Ekspektasi Inflasi dan Perkiraan Pengeluaran ..................................45

Grafik 7.4 Kuadran Inflasi Papua Juni 2017.............................................................................45

ix

TABEL

INDIKATOR MAKROEKONOMI DAERAH

A. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

2016

I II III IV Total I II III IV Total I IIPertumbuhan Ekonomi (%, yoy) 1,82 13,27 1,76 13,19 7,47 (0,72) (5,17) 20,44 21,41 9,21 3,36 4,91

Menurut Penggunaan

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6,15 6,22 6,24 5,82 6,11 5,56 6,54 6,17 5,14 5,84 5,16 6,55

Pengeluaran Konsumsi LNPRT 3,19 3,08 6,52 10,62 5,89 8,24 5,56 5,39 6,93 6,52 7,07 9,17

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6,35 4,23 4,31 5,63 5,14 2,61 5,31 0,92 0,05 2,08 0,13 1,37

Pembentukan Modal Tetap Bruto 9,01 6,30 6,61 6,65 7,11 6,75 6,78 5,37 7,01 6,47 6,78 5,78

Perubahan Inventori (120,90) (650,35) (91,35) (138,51) (172,26) 89,81 5,11 84,62 448,18 23,51 (408,68) (643,38)

Ekspor Luar Negeri 91,86 1.531,64 (9,19) (15,86) 38,88 (2,27) (38,88) (3,05) 96,07 6,74 (8,78) 50,78

Impor Luar Negeri (34,85) (24,08) (17,97) (2,27) (20,50) (4,59) 35,79 (12,55) 3,16 4,64 (26,48) (41,30)

Net Ekspor Antar Daerah (86,66) (93,07) 65,46 (134,56) (115,99) (281,23) (16,02) (189,40) 167,61 (488,92) 78,35 (675,39)

Menurut Kategori Lapangan Usaha

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,00 2,70 6,36 9,01 6,03 3,18 3,69 0,02 2,05 2,21 1,35 1,83

Pertambangan dan Penggalian (6,99) 24,07 (6,07) 19,20 6,79 (10,50) (20,80) 40,77 44,50 13,15 0,36 6,75

Industri Pengolahan 5,62 5,45 1,72 2,42 3,77 6,98 1,12 4,94 5,15 4,51 4,56 6,55

Pengadaan Listrik, Gas (8,51) (0,82) (2,09) 14,23 0,63 27,14 12,81 8,53 1,86 11,86 1,21 0,94

Pengadaan Air 3,47 3,83 5,08 3,56 3,99 3,70 3,77 2,59 3,45 3,37 4,96 5,13

Konstruksi 14,99 7,54 7,79 12,86 10,70 4,71 7,00 12,13 10,93 8,81 9,42 3,84

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8,35 7,13 8,72 8,30 8,13 2,54 6,96 9,51 8,39 6,91 5,32 5,46

Transportasi dan Pergudangan 10,79 9,03 8,62 10,07 9,62 4,30 8,08 9,73 10,08 8,13 4,97 5,32

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4,97 5,85 8,64 10,36 7,52 5,09 8,15 6,83 6,09 6,54 5,35 5,91

Informasi dan Komunikasi 0,82 0,69 9,62 9,73 5,19 6,28 2,95 4,18 0,64 3,42 6,59 5,32

Jasa Keuangan 10,63 (12,63) 9,66 3,83 2,63 3,60 16,39 (0,01) 6,03 6,08 2,79 5,00

Real Estate 4,96 5,99 5,32 7,08 5,86 5,42 5,86 8,30 8,35 7,02 3,83 4,41

Jasa Perusahaan 1,66 3,89 5,55 4,59 3,97 5,80 6,20 5,42 5,37 5,68 5,43 5,39

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9,74 12,14 7,63 13,88 10,89 13,91 10,86 9,88 4,98 9,64 4,42 1,86

Jasa Pendidikan 7,11 9,27 9,07 3,99 7,23 6,24 10,66 9,48 5,20 7,83 4,93 5,01

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,45 9,17 9,84 5,47 8,36 5,91 13,05 10,35 3,60 8,08 4,64 4,73

Jasa lainnya 7,56 7,71 8,73 4,56 7,04 6,06 9,19 7,03 3,83 6,43 4,30 5,22

Pertumbuhan Ekonomi Nasional (%, yoy) 4,82 4,74 4,77 5,17 4,88 4,92 5,18 5,01 4,94 5,02 5,01 5,01

Inflasi Papua (% yoy) 6,85 8,20 7,07 3,57 3,57 3,76 5,23 4,72 3,26 3,26 3,89 3,10

Kota

Jayapura 5,99 8,15 7,63 2,79 2,79 3,81 5,24 4,21 4,13 4,13 3,16 2,58

Merauke 9,25 8,35 5,49 5,76 5,76 3,62 5,19 6,14 0,83 0,83 5,93 4,58

Disagregasi Komponen

Inflasi Inti (Core Inflation ) 5,39 5,72 4,60 3,64 3,64 4,49 4,47 5,70 4,00 3,50 3,11 2,76

Harga Pangan Bergejolak (Volatile Food ) 5,95 10,45 12,02 3,26 3,26 0,66 3,58 11,60 8,13 1,86 5,92 (1,68)

Harga Yang Diatur Pemerintah (Administered Prices ) 12,82 14,49 9,78 3,27 3,27 6,81 10,99 11,60 5,76 6,24 3,69 10,46

Kelompok Komoditas

Bahan Makanan 6,27 10,48 11,67 4,34 4,34 4,78 8,36 6,84 2,68 2,68 6,58 (0,41)

Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 8,63 8,74 6,30 5,26 5,26 4,62 4,35 6,74 7,10 7,10 6,47 6,17

Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 7,06 7,59 5,12 3,16 3,16 2,53 1,67 2,80 2,26 2,26 3,18 4,35

Sandang 4,37 4,73 3,21 3,91 3,91 2,43 3,14 3,05 1,03 1,03 1,86 0,95

Kesehatan 6,73 7,67 7,46 5,93 5,93 4,19 3,29 3,06 2,29 2,29 1,41 1,32

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 4,58 4,57 4,75 3,29 3,29 2,63 2,62 0,78 0,59 0,59 1,64 1,81

Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 7,29 8,48 6,20 0,50 0,50 4,20 8,66 5,73 6,67 6,67 1,72 6,11

Indikator2015 2017

x

B. Indikator Perbankan

2017

I II III IV I II III IV I II

Total Asset (Rp miliar) 43.569 50.098 55.188 44.833 47.139 52.589 53.135 47.785 47.791 55.057

DPK (Rp miliar) 32.819 35.880 39.017 35.418 35.919 39.108 39.199 37.817 35.925 39.608

Giro (Rp miliar) 9.972 12.566 14.867 9.475 12.015 13.781 13.246 9.329 10.864 13.782

Tabungan (Rp miliar) 13.929 13.557 14.002 18.587 15.705 16.309 16.538 20.266 16.884 17.094

Deposito (Rp miliar) 8.918 9.758 10.148 7.356 8.200 9.018 9.415 8.223 8.177 8.732

Penyaluran Kredit oleh Kantor Bank di Papua (Rp miliar) 20.171 21.185 21.438 21.934 21.441 22.712 23.282 23.991 23.504 23.785

Lokasi Proyek di Prov. Papua 19.373 20.317 20.528 20.957 20.511 21.695 22.199 22.855 22.427 22.642

Lokasi Proyek Luar Prov. Papua 798 868 909 977 930 1.017 na na

Penyaluran Kredit di Provinsi Papua (Rp miliar) 20.860 22.021 22.364 22.891 22.432 23.705 23.935 24.617 24.366 24.883

Oleh Kantor Bank di Prov. Papua 19.373 20.317 20.528 20.957 20.511 21.695 22.199 22.855 22.427 22.642

Oleh Kantor Bank Luar Prov. Papua 1.487 1.704 1.836 1.934 1.921 2.010 1.737 1.762 1.939 2.242

Kredit Penggunaan (Rp miliar) 20.171 21.185 21.438 21.934 21.441 22.712 23.282 23.991 23.504 23.785

Modal Kerja 7.435 8.048 9.316 9.388 8.822 9.480 8.952 9.016 8.639 8.907

Investasi 3.285 3.472 2.172 2.389 2.352 2.535 3.344 3.348 3.299 3.134

Konsumsi 9.451 9.665 9.949 10.158 10.268 10.697 10.985 11.627 11.566 11.744

Kredit Sektoral (Rp miliar) 20.171 21.185 21.438 21.934 21.441 22.712 23.282 23.991 23.504 23.785

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 733 923 434 695 696 718 691 709 709 580

2. Pertambangan dan Penggalian 54 56 5 43 61 59 41 39 31 34

3. Industri Pengolahan 315 306 161 327 316 333 334 387 391 405

4. Pengadaan Listrik dan Gas 36 43 22 34 33 34 35 24 19 39

5. Pengadaan Air 3 6 2 6 5 5 8 5 6 4

6. Konstruksi 1.295 1.558 1.175 1.635 1.156 1.534 1.687 1.539 1.258 1.391

7. Perdagangan Besar dan Eceran 5.252 5.599 6.901 6.135 6.122 6.487 6.571 6.631 6.627 6.778

8. Transportasi dan Pergudangan 602 586 466 576 589 615 646 609 627 633

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 660 681 365 671 672 694 706 719 716 715

10. Informasi dan Komunikasi 18 18 7 9 9 9 9 2 2 14

11. Perantara Keuangan 128 124 60 105 94 84 77 76 65 94

12. Real Estate dan Usaha Persewaan 184 186 140 210 232 275 282 287 289 285

13. Jasa Perusahaan 217 224 220 212 172 171 183 189 186 170

14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 37 2 1 66 17 1 38 82 62 41

15. Jasa Pendidikan 12 16 10 14 12 10 11 6 6 7

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 30 36 29 37 33 38 38 39 35 33

17. Sektor Lainnya dan Bukan Lapangan Usaha 10.594 10.821 11.438 11.159 11.221 11.645 11.926 12.648 12.474 12.561

Kredit UMKM 8.780 9.100 6.904 9.209 8.051 8.558 8.481 10.367 9.928 9.851

Kredit Rumah Tangga 8.828 8.907 6.413 9.200 9.496 9.984 10.297 8.172 11.566 11.744

KPR/KPA 1.346 1.410 1.529 1.578 1.641 1.817 1.922 2.098 2.181 2.300

Kredit Ruko/Rukan 349 369 374 394 391 383 382 360 361 366

KKB 51 50 56 58 56 58 59 60 62 61

Multiguna 6.363 6.364 3.729 6.406 6.641 6.939 7.081 4.757 4.998 5.362

Lainnya 718 714 725 764 767 787 853 898 3.964 3.655

NPL Ratio (%) 4,44 4,74 6,01 5,03 5,33 5,55 5,51 4,53 5,84 5,48

LDR 61,46 59,04 54,95 61,93 59,69 58,08 59,39 63,44 65,43 60,05

Suku Bunga Simpanan Tertimbang (% per tahun)

Kantor Bank di Provinsi Papua 3,37 3,30 3,84 3,25 3,31 3,16 3,30 2,67 2,88 2,89

Nasional 4,77 4,46 4,31 4,23 4,21 3,93 3,97 3,64 3,69 3,62

Suku Bunga Kredit Tertimbang (% per tahun)

Kantor Bank di Provinsi Papua 12,73 12,80 12,84 12,84 12,76 12,65 12,52 12,33 12,28 12,32

Nasional 11,53 11,54 11,44 11,54 11,48 11,24 11,11 10,9 10,84 10,71

Jumlah Kantor Bank

Jumlah Bank

Papua 23 23 26 26 26 26 26

Nasional 1.762 1.762 1.762 1.756 1.753 1.753 1.747

Jumlah Kantor Bank

Papua 287 287 292 294 329 329 329

Nasional 25.036 25.266 25.516 38.067 38.931 38.885 38.836

Jumlah Rekening (dalam ribu)

Rekening Dana Pihak Ketiga

Papua 1.653 1.671 1.707 1.795 1.835 1.898 2.008 2.071 2.189 2.326

Nasional 161.807 164.919 168.600 173.969 178.087 183.459 194.287 199.403 212.484 228.977

Rekening Kredit

Papua 195 197 197 202 204 206 204 205 210 209

Nasional 40.578 40.673 40.731 41.150 41.440 41.454 41.290 41.862 42.294 42.954

2015 2016Provinsi Papua

xi

C. Sistem Pembayaran

2017

I II III IV I II III IV I II

Pengelolaan Uang (Kartal) Rupiah

Inflow (Rp miliar) 2.646 3.556 5.053 5.368 2.417 813 1.566 918,21 2.394 1.297,95

Outflow (Rp miliar) 855 2.707 5.422 6.391 513 2.995 2.015 4.373,26 562 3.213,40

Pemusnahan UTLE (Rp miliar) 408 709 972 1.051 537 249 142 104,26 366 64,35

Kliring

Total

Nominal (Rp juta) 1.123.097 1.202.372 1.553.207 1.756.894 3.988.679 4.501.125 3.405.812 3.871.349 3.050 2.562

Volume (lembar) 40.587 44.596 47.682 49.393 72.319 83.853 78.073 86.988 79.942 75.560

1. Kliring Kredit

Nominal (Rp juta) 306.530 219.173 461.277 461.277 2.700.541 3.292.808 2.102.334 2.237.577 1.803 1.729

Volume (lembar) 19.445 14.488 23.576 23.576 47.396 59.053 53.400 61.479 55.447 54.769

2. Kliring Debit

Nominal (Rp juta) 816.567 983.198 1.091.930 1.295.617 1.288.139 1.208.317 1.303.478 1.633.772 1.246 833

Volume (lembar) 21.142 30.108 24.106 25.817 24.923 24.800 24.673 25.509 24.495 20.791

2.1 Kliring Debit Penyerahan

Nominal (Rp juta) 1.052.941 1.139.485 1.123.330 1.599.275 1.326.098 1.233.455 1.339.871 1.709.380 1.298 859

Volume (lembar) 24.708 32.500 24.720 26.276 25.336 25.288 25.069 25.783 24.865 21.388

2.2 Kliring Debit Pengembalian

Nominal (Rp juta) 236.375 156.287 31.400 303.658 37.959 25.139 36.393 75.608 52 26

Volume (lembar) 3.566 2.392 614 459 413 488 396 274 370 597

Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement

Outflow (from)

Nominal (Rp miliar) 7.835 9.650 10.207 10.207 1.094 1.121 1.141 2.152 1.278 1.251

Volume (lembar) 4.341 4.319 4.239 4.239 584 568 1.349 1.906 1.574 1.713

Inflow (to)

Nominal (Rp miliar) 9.160 9.007 9.583 9.583

Volume (lembar) 5.687 5.064 4.433 4.433

Intra-Papua

Nominal (Rp miliar) 900 1.906 2.637 2.637

Volume (lembar) 844 881 766 766

2015 2016Indikator Sistem Pembayaran

1

BAB 1

PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI DAERAH

ertumbuhan ekonomi Provinsi Papua triwulan II 2017 terpantau mengalami peningkatan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat kinerja perekonomian Provinsi Papua

mencapai 4,91% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan kinerja triwulan

sebelumnya yang sebesar 3,36% (yoy). Meskipun demikian, realisasi pertumbuhan ekonomi

Papua tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional

yang mencapai 5,01% (yoy) pada triwulan II 2017.

Dari sisi permintaan, perbaikan performa ekspor luar negeri dari Provinsi Papua menjadi penopang

tingginya pertumbuhan pada triwulan laporan, dimana pertumbuhan ekspor luar negeri triwulan

II 2017 meningkat signifikan jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi cukup

dalam. Sementara dari sisi lapangan usaha, peningkatan penjualan konsentrat mineral hasil

tambang cenderung menjadi faktor dominan meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan

laporan. Terpantau bahwa relaksasi izin ekspor konsentrat menjadi mendorong penjualan,

sehingga kinerja lapangan usaha pertambangan dan penggalian membaik.

Sepanjang triwulan III 2017 pertumbuhan ekonomi diperkirakan sedikit lebih rendah terutama

dipengaruhi oleh faktor baseline atas tingginya pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu.

Melemahnya kinerja ekspor luar negeri cenderung menjadi faktor dominan rendahnya

pertumbuhan terutama disebabkan oleh permasalahan ketengakerjaan dan operasional produksi

lapangan usaha pertambangan.

1.1 PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua pada

triwulan II 2017 dari sisi penggunaan paling

besar bersumber dari komponen ekspor netto.

Sepanjang triwulan laporan komponen ekspor

netto menopang pertumbuhan hingga

sebesar 3,75% (yoy). Jika dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya, sumber

pertumbuhan dari komponen ini terkontraksi

P

Sumber : BPS, diolah

Grafik 0.1 Pertumbuhan Ekonomi Papua & Nasional

Sumber : BPS, diolah

Grafik 0.2 Pertumbuhan & Nominal PDRB ADHK

3,0

3,5

4,0

4,5

5,0

5,5

6,0

-20

-10

0

10

20

30

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017

PDRB Papua PDB Indonesia - Sk. Kanan

%yoy %yoy

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

PDRB Nominal - Sk. Kanan Pertumbuhan PDRB

triliun Rp% yoy

46,08

18,64

26,22

9,05

-

10

20

30

40

50

KonsumsiSwasta

KonsumsiPemerintah

Investasi Ekspor Netto

%

sumber: BPS, diolah

Grafik 0.3 Struktur Berdasarkan Penggunaan

2

hingga -2,23% (yoy). Peningkatan signifikan

dari realisasi ekspor luar negeri diiringi dengan

rendahnya kebutuhan impor pada triwulan

laporan menjadi faktor tingginya sumber

pertumbuhan dari komponen ini. Selanjutnya,

komponen konsumsi swasta menyusul sebagai

sumber pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua

tertinggi kedua setelah komponen ekspor

netto atau sebesar 3,02% (yoy).

Di sisi lain, komponen investasi menjadi

sumber pertumbuhan negatif pada triwulan II

2017 hingga mencapai level -2,10% (yoy). Hal

ini berbanding terbalik jika dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang mampu

memberi sumbangan pertumbuhan hingga

sebesar 3,07% (yoy).

Struktur perekonomian Provinsi Papua dilihat

dari perspektif penggunaan cenderung masih

didominasi oleh konsumsi swasta. Tercatat

pangsa komponen konsumsi swasta terhadap

perekonomian Provinsi Papua sisi penggunaan

mencakup 46,08%. Sementara pangsa

terbesar kedua adalah komponen investasi

yang sebesar 26,22% serta disusul oleh

komponen konsumsi pemerintah dan ekspor

dengan pangsa masing masing sebesar

18,64% dan 9,05%.

Sepanjang triwulan III 2017, pertumbuhan

ekspor luar negeri yang terbatas diperkirakan

masih menyebabkan pertumbuhan ekonomi

yang rendah. Selain itu, pertumbuhan juga

tertahan dari peningkatan kebutuhan impor

bahan baku dan penolong yang diperkirakan

meningkat pada triwulan III 2017

1.1.1 Konsumsi

Konsumsi pada triwulan II 2017 tumbuh

5,07% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

pertumbuhan triwulan I 2017 sebesar 3,72%

(yoy). Dilihat dari penyusunnya, konsumsi

rumah tangga, pemerintah dan Lembaga Non

Proit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT)

sama-sama tumbuh meningkat.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada

triwulan II 2017 mencapai 6,55% (yoy),

meningkat cukup tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya tercatat sebesar 5,16%

(yoy).

Dilihat dari komponennya, kenaikan tercatat

di semua kelompok (Tabel 1.2). Kenaikan

kelompok Makanan dan Minuman selain

Tabel 0.1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Sisi Penggunaan Provinsi Papua (%yoy)

I II III IV I II III IV I II SoGKonsumsi 6,13 5,53 5,65 5,88 5,80 4,74 6,15 4,55 3,48 4,69 3,72 5,07 3,28

Konsumsi RT 6,15 6,22 6,24 5,82 6,11 5,56 6,54 6,17 5,14 5,84 5,16 6,55 2,86

Konsumsi LNPRT 3,19 3,08 6,52 10,62 5,89 8,24 5,56 5,39 6,93 6,52 7,07 9,17 0,16

Konsumsi Pemerintah 6,35 4,23 4,31 5,63 5,14 2,61 5,31 0,92 0,05 2,08 0,13 1,37 0,26

Investasi 5,94 8,93 10,12 7,41 8,10 6,36 6,75 5,14 7,83 6,54 10,23 -7,16 -2,12

PMTB 9,01 6,30 6,61 6,65 7,11 6,75 6,78 5,37 7,01 6,47 6,78 5,78 1,68

Perubahan Inventori -120,90 -650,35 -91,35 -138,51 -172,26 89,81 5,11 84,62 448,18 23,51 -408,68 -643,38 -3,80

Ekspor Netto -31,13 69,41 -31,45 202,37 16,45 -71,59 -65,84 176,11 182,73 42,46 -100,80 65,33 3,75

Ekspor 31,30 75,44 -37,60 42,03 13,41 16,53 -15,76 46,14 13,13 14,30 -22,67 78,62 26,99

Impor 69,78 79,94 -39,33 27,84 12,44 38,57 19,41 4,55 -22,38 4,90 -18,67 81,29 23,23

PDRB 1,82 13,27 1,76 13,19 7,47 (0,72) (5,17) 20,44 21,41 9,21 3,36 4,91 4,91

sumber: BPS, diolah Ket= SoG : Source of Growth / Sumber Pertumbuhan

2017KOMPONEN 2015 2016

2015 2016

Tabel 0.2 Laju Pertumbuhan Komponen Penyusun Konsumsi RT Provinsi Papua (% yoy)

2015 2015 2015 2015 2016 2016 2016 2016

I II III IV I II III IV I IIMakanan dan Minuman selain Restoran 6,95 6,96 6,98 6,40 6,82 6,18 7,21 7,10 5,75 6,55 5,86 7,20

Pakaian dan Alas Kaki 6,44 6,45 6,46 6,15 6,37 5,92 6,55 5,94 5,15 5,88 5,17 6,56

Perumahan dan Perlengkapan RT 6,25 6,25 6,26 6,27 6,26 6,01 6,91 5,75 4,73 5,83 4,79 6,93

Kesehatan dan Pendidikan 3,31 4,14 4,15 4,00 3,90 3,71 4,24 3,57 3,26 3,69 3,27 4,26

Transportasi dan Komunikasi 4,52 4,53 4,54 4,31 4,47 3,97 5,02 4,86 4,04 4,47 4,08 5,03

Restoran dan Hotel 5,69 6,02 6,03 5,82 5,89 5,46 6,12 4,74 3,95 5,04 4,02 6,14

Lainnya 7,27 7,28 7,29 6,02 6,95 5,78 7,38 7,60 7,66 7,12 6,58 7,39

Sumber: BPS, diolah

Komponen Konsumsi RT 2015 20162017

3

Restoran, Pakaian dan Akas Kaki, serta

Restoran dan Hotel, sejalan dengan perayaan

Idul Fitri 1438 H. Sementara kenaikan

kelompok kesehatan dan pendidikan terkait

masuknya tahun ajar baru untuk pendidikan

tingkat SD SMA.

Grafik 0.6 Perkembangan IKK dan Penghasilan Saat Ini

Meningkatnya konsumsi rumah tangga

terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen yang

menguat di triwulan II 2017. Indeks Keyakinan

Konsumen (IKK) meningkat ke rentang level

yang lebih optimis sejak April 2017. Kondisi ini

sejalan dengan peningkatan pada level

optimistis indeks penghasilan berada di

rentang yang lebih tinggi dibandingkan

triwulan I 2017.

ITK (Indeks Tendensi Konsumen) di triwulan II

2017 turut mengindikasikan kondisi yang

sejalan. Tercatat ITK Provinsi Papua triwulan II

2017 meningkat menjadi 108,83 dari

sebelumnya sebesar 92,84. Peningkatan juga

terjadi pada indeks pendapatan rumah tangga

menjadi. Masa pembagian Tunjangan Hari

Raya di bulan April - Mei menjadi salah satu

faktor pendorong penambahan penghasilan

rumah tangga yang lebih tinggi dibandingkan

triwulan I 2017 serta menjadi salah satu

stimulus pada peningkatan konsumsi di

triwulan laporan.

Sementara dari sisi realisasi kredit konsumsi

triwulan II 2017 menunjukkan pertumbuhan

yang cukup tinggi. Realisasi kredit konsumsi

tercatat Rp11,7 triliun atau tumbuh 15,81%

(yoy).

Konsumsi pemerintah tumbuh meningkat,

dari 0,13 % (yoy) pada triwulan I menjadi 1,37%

(yoy) pada triwulan II. Setelah mengalami

penurunan drastis pada triwulan sebelumnya,

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5

2015 2016 2017

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Penghasilan Saat Ini

Garis 100

Optimistis

Pesimistis

Grafik 0.4 Indeks Tendensi Konsumen di Provinsi Papua

Grafik 0.5 Impor Konsumsi di Provinsi Papua

Grafik 0.7 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi

Grafik 0.8 Realisasi Belanja selain Belanja Modal

0

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016 2017

ITK

Pendapatan RT

Pengaruh Inflasi thdp. Konsumsi

Garis 100

sumber: BPS

-100

100

300

500

700

900

(01)

01

03

05

07

09

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Nilai Impor Konsumsi Pertumbuhan [sk. kanan]

juta USD % yoy

sumber: Ditjen Bea dan Cukai

0

5

10

15

20

25

-

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Kredit KonsumsiPertumbuhan [sk. kanan]

Rp miliar % yoy

sumber: Laporan Bank

-40

-20

0

20

40

60

80

(2.000)

(1.000)

-

1.000

2.000

3.000

4.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Total Belanja Selain Belanja Modal Pertumbuhan [sk. kanan]

Rp miliar % yoy

sumber: DJPK dan BPKAD Prov. Papua

4

peningkatan pada triwulan laporan cenderung

lebih tinggi yang dipengaruhi diantaranya

adalah anggaran pemerintah yang mulai

direalisasikan. Terutama dari relisasi sisi

belanja APBN dalam bentuk penyaluran Dana

Desa dan Dana Tambahan Infrastruktur yang

sempat tertunda pada triwulan I 2017.

Kendati demikian, pertumbuhan konsumsi

pemerintah pada triwulan ini cenderung

terbatas apabila dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya. Salah satunya

ditunjukkan dari Realisasi belanja pemerintah

selain belanja modal pada triwulan II 2017

terkontraksi -4,1% (yoy) dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar

43,7% (yoy).

Sejalan dengan peningkatan keseluruhan

komponen konsumsi, konsumsi Lembaga Non

Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT)

juga naik cukup tinggi. Pertumbuhan

konsumsi LNPRT sebesar 9,17% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan pertumbuhan pada

triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar

7,07% (yoy). Konsumsi LNPRT sebagian besar

masih didominasi oleh kebutuhan perayaan

Hari Raya Idul Fitri 1438 H. Ditambah lagi

pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU)

di dua kabupaten pada triwulan laporan turut

menambah pengeluaran dari sisi konsumsi

LNPRT.

Kenaikan konsumsi secara keseluruhan

diperkirakan meningkat pada triwulan III 2017.

Konsumsi Rumah Tangga meningkat yang

sejalan dengan optimisme ekspektasi

perekonomian Provinsi Papua dan jumlah

periode libur panjang akhir minggu yang

cukup banyak di triwulan III 2017. Selain itu

peringatan Hari Kemerdekaan RI dapat

meningkatkan konsumsi khususnya pada

komponen LNPRT. Meningkatnya realisasi

anggaran pemerintah guna mencapai target

akhir tahun juga diperkirakan mampu

mendorong konsumsi pemerintah pada

triwulan III 2017.

1.1.2 Investasi

Setelah terakselerasi signifikan pada triwulan I

2017, pertumbuhan komponen Investasi pada

triwulan II 2017 terkontraksi hingga level -7,16%

(yoy) dari sebelumnya tumbuh 10,23% (yoy).

Berdasarkan komponennya, Pembentukan

Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh sebesar

5,78% (yoy) lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 6,78%

(yoy). Sementara, pertumbuhan komponen

perubahan inventori mengalami penurunan

lebih dalam dibandingkan triwulan I 2017.

Melambatnya PMTB, tercatat baik pada PMTB

bangunan dan nonbangunan. PMTB

bangunan pada triwulan II 2017 tercatat

sebesar 5,80% (yoy) lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

sebesar 6,48% (yoy). Perlambatan ini

terkonfirmasi dari pertumbuhan penjualan

semen yang lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya. PMTB nonbangunan

juga terkoreksi cukup dalam dari triwulan

Grafik 0.9 Penyaluran Kredit Investasi

Grafik 0.10 Impor Barang Modal

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Kredit InvestasiPertumbuhan [sk. kanan]

Rp miliar % yoy

sumber: Laporan Bank

-100

0

100

200

300

400

-10

0

10

20

30

40

50

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Nilai Impor Barang Modal Pertumbuhan [sk. kanan]

USD juta % yoy

sumber: Ditjen Bea dan Cukai

5

sebelumnya sebesar 7,44% (yoy) menjadi 5,73%

(yoy) pada triwulan II 2017.

Dilihat dari jenisnya, PMTB bangunan masih

mendominasi investasi di Provinsi Papua

dengan pangsa sebesar 77,21% dari

keseluruhan investasi triwulan II 2017.

Sumber : BPS, diolah

Grafik 0.11 Perkembangan PMTB Berdasarkan Jenisnya

Melambatnya investasi PMTB, bersumber

dari investasi pemerintah dan swasta.

Menurunnya investasi pemerintah

terkonfirmasi dari rendahnya realisasi belanja

realisasi belanja modal. Sementara itu,

melambatnya investasi swasta terindikasi dari

melambatnya pertumbuhan realisasi kredit

investasi dan impor barang modal.

Belanja modal melalui APBD Provinsi Papua

pada triwulan II 2017 terkontraksi -99,7%

(yoy). Beberapa faktor penahan rendahnya

pencapaian tersebut di antaranya berasal dari

penyesuaian kebijakan daerah atas dampak

pemilihan kepala daerah yang baru dari

Pilkada 2017, serta keterlambatan

pengesahan APBD di 2 kabupaten serta

terdapatnya Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Perlambatan kredit investasi dan penurunan

impor barang modal pada triwulan II 2017

turut mengkonfirmasi penurunan kinerja

investasi di Provinsi Papua. Pertumbuhan

realisasi penyaluran kredit investasi melambat

dari 56,54% (yoy) pada triwulan I 2017

menjadi 24,37% (yoy). Nilai impor barang

modal sepanjang triwulan II 2017 mencapai

USD31 juta, atau turun 20,39% (yoy).

Pada triwulan III 2017, komponen investasi

diperkirakan tumbuh signifikan lebih tinggi

dibandingkan triwulan laporan. Faktor utama

yang menjadi penopang pertumbuhan

tersebut adalah realisasi belanja modal yang

jauh lebih tinggi seiring memasuki akhir tahun

anggaran pemerintah daerah. Penyelesaian

proyek skala besar seperti pembangunan jalan

trans papua, fasilitas PON 2020 dan

pembangkit listrik di beberapa kawasan turut

meningkatkan pertumbuhan investasi di

triwulan mendatang. Selain itu, dari sisi PMTB

non bangunan, peningkatan pertumbuhan

didorong oleh meningkatnya kebutuhan

penambahan bahan baku dan penolong

seperti mesin dan fasilitas konstruksi. Dari hasil

liaison juga ditunjukkan bahwa aktivitas

sebagian perusahaan dalam melakukan

investasi jangka panjang meningkat seiring

mempersiapkan kebutuhan operasional pada

triwulan III 2017.

0

2

4

6

8

10

12

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017

PMTB Bangunan PMTB Non BangunanPertumbuhan Bangunan (sk. Kanan) Pertumbuhan Non Bangunan (sk. Kanan)

Rp Miliar %yoy

Grafik 0.12 Perkembangan Ekspor

Grafik 0.13 Pangsa Ekspor Triwulan I 2017

-120

-70

-20

30

80

130

180

-800

-600

-400

-200

0

200

400

600

800

1.000

1.200

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017

Nilai ekspor nonmigasNilai ekspor pertambanganPertumbuhan ekspor nonmigas [sk. Kanan]

USD juta % yoy

sumber: Ditjen Bea dan Cukai

14%

31%

19%

22%

13% 2%

Filipina

India

Jepang

Tiongkok

Korea Selatan

Lainnya

sumber: Ditjen Bea dan Cukai

6

1.1.3 Ekspor Netto

Kinerja net ekspor Provinsi Papua pada

triwulan II 2017 naik lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya. Pertumbuhan dari

triwulan sebelumnya yang terkontraksi

sebesar -100,80% (yoy) menjadi 65,33% (yoy)

pada triwulan laporan. Meningkatnya ekspor

luar negeri cenderung menjadi faktor dominan

pencapaian tersebut.

Dari sisi perdagangan antar daerah, tercatat

kembali netimpor antar daerah sebesar

Rp1,82 triliun pada triwulan II 2017. Pada

triwulan sebelumnya juga tercatat netimpor

hingga Rp1,9 triliun. Tingginya impor antar

daerah terkait program pemerintah daerah

dalam stabilisasi harga beberapa komoditas

strategis, terutama saat terjadi peningkatan

harga. Saat kenaikan harga bawang putih dan

cabai rawit terdapat kenaikan impor dari Kota

Makassar, untuk memenuhi pasokan di

Jayapura.

Pertumbuhan total ekspor meningkat sebesar

78,62% (yoy) lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya yang terkontraksi

22,67% (yoy). Sementara total impor

meningkat menjadi sebesar 81,29% (yoy)

pada triwulan laporan meningkat dari

sebelumnya yang terkontraksi sebesar -

18,67% (yoy). Namun demikian, kenaikan

ekspor tercatat lebih tinggi dibandingkan

dengan impor, sehingga net ekspor pada

triwulan II naik.

Kenaikan ekspor utamanya didukung oleh

perbaikan kondisi penjualan konsentrat

tembaga sebagai komoditas ekspor utama

Provinsi Papua. Izin ekspor konsentrat yang

mulai berlaku pada pertengahan triwulan lalu

menunjukkan pada triwulan ini menopang

kinerja ekspor luar negeri. Kenaikan ekspor ini

cukup tinggi hingga mampu mengkompensasi

kondisi net ekspor antar daerah yang

mengalami defisit.

Ekspor luar negeri pada triwulan II 2017 naik

dibandingkan triwulan sebelumnya. Ekspor

luar negeri tumbuh sebesar 50,78% (yoy)

pada triwulan II atau naik dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat kontraksi -

22,67% (yoy).

Peningkatan ekspor luar negeri didominasi

oleh perbaikan kinerja lapangan usaha

Pertambangan dan Penggalian yang pada

triwulan II 2017 tumbuh 65,20% (yoy), naik

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

terkontraksi hingga -4,98% (yoy). Perizinan

ekspor konsentrat mineral hasil pertambangan

yang telah kembali diberlakukan hingga

Oktober 2017 serta kembali aktifnya kegiatan

operasional perusahaan utama pertambangan

di Provinsi Papua menjadi faktor utama

peningkatan penjualan hasil tambang ke luar

negeri.

Sementara komoditas utama selain hasil

tambang yaitu Kayu Olahan tumbuh

melambat yaitu sebesar 2,46% (yoy) pada

triwulan laporan, dari sebelumnya yang

tumbuh sebesar 8,05% (yoy). Minimnya

produksi kayu dan frekuensi pengiriman kayu

melalui program ekspor pemerintah Provinsi

cenderung menahan pertumbuhan Kayu

Olahan secara keseluruhan.

Komoditas bijih tembaga dan kayu olahan

menjadi ekspor ungulan Papua pada triwulan

II 2017. Komoditas ini menjadi unggulan

setidaknya sepanjang 10 tahun terakhir.

Pangsa ekspor berdasarkan komoditas masih

didominasi oleh ekspor bijih tembaga yaitu

sebesar 94,64% dibandingkan kayu olahan

yang hanya 5,36%.

Berdasarkan tujuan ekspor, negara tujuan

terbesar untuk bijih tembaga adalah India

(31%). Diikuti ekspor ke Tiongkok (22%),

Jepang (19%), Korea Selatan (13%), Filipina

(14%) dan negara lain (2%).

7

Sementara itu tujuan ekspor komoditas kayu

olahan terbesar tercatat ke Arab Saudi,

sebesar 64%. Diikuti ekspor ke Korea Selatan

dan Tiongkok, masing-masing dengan pangsa

31% dan 5%.

Grafik 0.14 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

Secara total, tujuan ekspor utama Papua

adalah India. Sepanjang lima tahun terakhir

pangsa ekspor Papua ke India tercatat sebesar

38%. Namun pada triwulan II 2017, pangsa

pasar ekspor luar negeri dari Provinsi Papua

cenderung mengalami perubahan. Pangsa

pasar negara India menurun dari triwulan

sebelumnya 47% menjadi 31%. Terjadi

peralihan ekspor dari Indai ke Filipina. Dari

semula tidak ada ekspor sama sekali ke

Filipina, menjadi 14% dari ekspor Papua. Hal

ini terkait relaksasi ekspor konsentrat tembaga

melalui perizinan yang diberikan oleh

pemerintah. Meningkatnya penjualan ekspor

konsentrat secara langsung akan mendorong

penjualan ke negara yang memiliki teknologi

smelter dan refinery dengan kapasitas yang

masih memadai, salah satunya adalah Filipina.

Peningkatan ini sejalan dengan mulai pulihnya

kondisi operasional beberapa perusahaan

smelting di Filipina setelah dilanda bencana

angin topan pada triwulan IV 2016.

Sepanjang triwulan III 2017 diperkirakan

ekspor luar negeri masih tumbuh positif

meskipun tidak setinggi triwulan laporan yang

lebih disebabkan oleh base effect. Penjualan

konsentrat tembaga diperkirakan masih

mendominasi pertumbuhan ekspor luar negeri

pada triwulan mendatang. Hal ini sejalan

dengan triwulan III 2017 merupakan triwulan

terakhir untuk penjualan hasil penambangan

tembaga dalam bentuk konsentrat, sesuai

dengan poin kesepakatan izin ekspor

konsentrat dengan pemerintah pusat yang

akan berakhir di Oktober 2017. Oleh karena

itu, penjualan konsentrat diperkirakan akan

dimaksimalkan ditengah kendala

ketenagakerjaan dan operasional produksi

yang selengkapnya diulas pada sub bab

lapangan usaha pertambangan penggalian.

Sejalan dengan peningkatan kondisi ekspor

luar negeri, pertumbuhan komponen impor

luar negeri dalam PDRB pada triwulan II 2017

Provinsi Papua juga meningkat. Impor luar

negeri naik dari -18,87% (yoy) pada triwulan I

2017 menjadi 81,29% (yoy). Berdasarkan

realisasi nilai impor (CIF) non migas Provinsi

Papua pada triwulan II 2017 mencapai senilai

USD88,08 juta lebih tinggi dibandingkan

triwulan lalu yang sebesar USD77,32 juta.

Impor dengan jenis bahan baku penolong

merupakan komponen yang memiliki proporsi

13,3

13,3

13,4

13,4

13,4

13,4

13,4

13,5

13,5

9,6

9,7

9,8

9,9

10,0

10,1

10,2

10,3

03-A

pr

10-A

pr

17-A

pr

24-A

pr

01-M

ei

08-M

ei

15-M

ei

22-M

ei

29-M

ei

05-Ju

n

12-Ju

n

19-Ju

n

26-Ju

n

Ribu RupiahRibu Rupiah

AUD/IDR USD/IDR [sk. Kanan]

Grafik 0.15 Perkembangan Impor

Grafik 0.16 Pangsa Impor Triwulan II 2017

-100

0

100

200

300

400

500

600

700

800

-25

25

75

125

175

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Impor NonmigasImpor Barang Modal dan AntaraPertumbuhan Nonmigas [sk. kanan]

USD juta % yoy

sumber: Ditjen Bea dan Cukai

42,2%

32,6%

11,1%

5,6%5,8%

Australia

Finlandia

Amerika Serikat

Singapura

Lainnya

sumber: Ditjen Bea dan Cukai

8

terbesar terhadap keseluruhan impor Provinsi

Papua atau mencapai 62,8%. Selanjutnya

diikuti oleh impor barang modal sebesar 35,4%

dan impor barang konsumsi sebesar 1,7%.

Sepanjang triwulan II 2017 impor bahan baku

penolong sebagian besar masih digunakan

untuk memenuhi kebutuhan operasional

produksi perusahaan utama pertambangan di

Kabupaten Mimika.

Kebutuhan impor pada triwulan II 2017

sebagian besar masih dipenuhi dari Australia

(42,20%) dengan jenis produk berupa logam

hasil industri.

Rencana penyelesaian beberapa pembangkit

listrik pada tahun 2017 oleh PLN

meningkatkan impor bahan baku penolong

lainnya. Tercatat impor alat listrik 22,87 juta

USD atau naik 18,72% (yoy). Pemenuhan ini

sebagian besar didatangkan dari Finlandia.

Sehingga meningkatkan pangsa impor

Finlandia, pada triwulan II 2017 pangsa

terhadap keseluruhan negara asal impor

adalah sebesar 32,6%. Dari sebelumnya tidak

ada impor dari Finlandia.

Ke depan, pertumbuhan impor diperkirakan

masih dalam rentang positif dan cenderung

lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya. Peningkatan ini sejalan dengan

optimisme kinerja perusahaan utama

lapangan usaha pertambangan dan

penyelesaian proyek pemerintah daerah pada

triwulan III 2017. Kebutuhan bahan baku dan

penolong diperkirakan meningkat sehingga

pemenuhan beberapa jenis komoditas

tertentu perlu didatangkan dari luar negeri.

Melihat kondisi nilai tukar rupiah terhadap

mata uang Australian Dollar dan US Dollar

cenderung cukup stabil sepanjang triwulan II

2017, sehingga menjadi salah satu pendorong

peningkatan baik dari sisi ekspor maupun

impor luar negeri. Selain itu, hal ini menjadi

dasar pelaku ekonomi lebih mendapatkan

kepastian usaha dari posisi kurs triwulan

laporan.

1.2 PERTUMBUHAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA

Grafik 0.17 Pangsa Lapangan Usaha

Secara umum akselerasi pertumbuhan pada

triwulan laporan dari sisi lapangan usaha

didominasi oleh perbaikan kinerja lapangan

usaha pertambangan dan penggalian. Peran

lapangan usaha ini dalam perekonomian

Provinsi Papua triwulan II 2017 mencakup

37,16%. Lapangan usaha pertambangan dan

penggalian juga menjadi lapangan usaha yang

menyumbangkan sumber pertumbuhan

ekonomi terbesar dibandingkan lapangan

usaha lainnya atau mencapai 2,46% (yoy).

Struktur perekonomian Provinsi Papua pada

triwulan II 2017 terpantau masih terpusat

pada lapangan usaha Pertambangan dan

Penggalian. Pangsa lapangan usaha ini pada

periode yang sama tahun sebelumnya tercatat

sebesar 36,52% atau cenderung meningkat

pada triwulan laporan menjadi 37,16%.

Di sisi lain, pertumbuhan perekonomian

Provinsi Papua tanpa lapangan usaha

pertambangan dan penggalian pada triwulan

II 2017 melambat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Perekonomian Provinsi Papua

tanpa pertambangan dan penggalian triwulan

II 2017 tumbuh sebesar 3,85% (yoy) dari

triwulan sebelumnya sebesar 5,01% (yoy)

Perlambatan terjadi akibat melemahnya

-10

-5

0

5

10

15

20

25

(8.000)

(3.000)

2.000

7.000

12.000

17.000

22.000

27.000

32.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Lainnya Adm. Pemerintahan dan Jaminan Sosial

Transportasi dan Pergudangan Perdagangan dan Reparasi

Konstruksi Pertambangan dan Penggalian

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertumbuhan Ekonomi [sk. kanan]

Rp miliar % yoy

sumber: BPS

9

lapangan usaha konstruksi. Hal ini terkait

terbatasnya realisasi belanja modal

pemerintah daerah pada triwulan laporan.

Selain itu, rendahnya pertumbuhan ekonomi

tanpa pertambangan disebabkan terbatasnya

pertumbuhan lapangan usaha pertanian. Hal

ini dikarenakan rendahnya ekspor kayu olahan

Minimnya produksi kayu dan frekuensi

pengiriman kayu melalui program ekspor

pemerintah Provinsi.

Di sisi lain, kinerja dari lapangan usaha lainnya

terpantau masih mampu menjaga

pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua

triwulan II 2017 pada level positif. Salah

satunya lapangan usaha jasa jasa yang

cenderung tumbuh lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya terutama lapangan

usaha jasa keuangan. Sejalan dengan

meningkatnya penyaluran kredit dan

pembiayaan pada triwulan laporan,

pertumbuhan lapangan usaha jasa keuangan

meningkat cukup tinggi.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi Provinsi

Papua dari sisi lapangan usaha pada triwulan

III 2017 cenderung disebabkan oleh kendala

pada lapangan usaha pertambangan dan

penggalian. Permasalahan ketenagakerjaan

masih menjadi faktor utama. Dibutuhkan

waktu untuk penggantian tenaga kerja agar

dapat kembali ke kapasitas produksi normal

1.2.1 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian

Lapangan usaha Pertambangan dan

Penggalian tumbuh lebih tinggi dibandingkan

triwulan I 2017. Pertumbuhan lapangan usaha

ini pada triwulan II 2017 meningkat signifikan

menjadi 6,75% (yoy) setelah sebelumnya

tumbuh terbatas sebesar 0,36% (yoy).

Peningkatan ini, sejalan dengan kondisi ekspor

luar negeri yang naik tajam pada triwulan

laporan.

Meningkatnya kinerja lapangan usaha

pertambangan dan penggalian terkonfirmasi

dari meningkatnya penjualan konsentrat

tembaga hasil tambang dari perusahaan

operator tambang utama di Provinsi Papua.

Penjualan konsentrat tembaga tercatat

tumbuh 26,02% (yoy), jauh lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

terkontraksi -28,16% (yoy).

Sejalan dengan kondisi penjualan konsentrat

tembaga, data penjualan konsentrat emas

triwulan II 2017 menunjukkan peningkatan

signifikan yaitu menjadi sebesar 182,78% (yoy)

dari triwulan sebelumnya yang terkontraksi -

9,23 (yoy).

Dari sisi produksi, kondisi pertumbuhan

produksi konsentrat tembaga dan emas

cenderung tidak searah. Produksi konsentrat

tembaga masih tumbuh negatif atau sebesar -

4,33% (yoy), tidak sedalam triwulan

sebelumnya yang kontraksi sebesar -6,06%

(yoy). Faktor base effect dan kendala

operasional, khususnya yang terkait gempa

Grafik 0.17 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas

Grafik 0.18 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas

-100

-50

0

50

100

150

200

-240

-140

-40

60

160

260

360

460

560

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Produksi Konsentrat Tembaga (Cu)Produksi Konsentrat Emas (Au)Pertumbuhan Tembaga [sk. kanan]Pertumbuhan Emas [sk. kanan]

Cu: juta poundAu: ribu ounce

% yoy

sumber: FCX Quarterly Reports

-100

-50

0

50

100

150

200

250

300

350

400

-150

-50

50

150

250

350

450

550

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Penjualan Konsentrat Tembaga (Cu)Penjualan Konsentrat Emas (Au)Pertumbuhan Cu [sk. kanan]Pertumbuhan Au [sk. kanan]

Cu: juta poundAu: ribu ounce

% yoy

sumber: FCX Quarterly Reports

10

bumi dan aksi demonstrasi pekerja, menjadi

faktor yang mempengaruhi kinerja produksi

konsentrat komoditas tembaga pada triwulan

laporan.

Sementara produksi konsentrat emas justru

tumbuh signifikan dari 30,34% (yoy) pada

triwulan I 2017 menjadi 120,25% (yoy).

Peningkatan produksi konsentrat emas

didorong oleh optimalisasi fase penambangan

di area terbuka wilayah Grasberg yang telah

memasuki tahap akhir dan tingkat kualitas ore

yang lebih tinggi.

Memasuki triwulan III 2017, lapangan usaha

pertambangan dan penggalian diperkirakan

terkontraksi. Permasalahan ketenagakerjaan

masih menjadi faktor utama. Dibutuhkan

waktu untuk penggantian tenaga kerja agar

dapat kembali ke kapasitas produksi normal.

Di sisi lain, beberapa faktor yang dapat

menahan penurunan kinerja pertambangan

pada triwulan III 2017 diantaranya (i)

optimalisasi produksi dan ekspor sebelum

batas relaksasi berakhir pada Oktober 2017

serta (ii) kondisi cuaca (curah hujan) yang

masih relatif kondusif dalam mendukung

produksi.

1.2.2 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Lapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan

Perikanan pada triwulan II 2017, masih

tercatat rendah. Lapangan usaha pertanian

tumbuh sebesar 1,83% (yoy), sedikit naik

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang tumbuh sebesar 1,35% (yoy).

Terbatasnya kinerja lapangan usaha pertanian,

diantaranya disebabkan rendahnya produksi

sublapangan usaha kehutanan. Produksi dan

penjualan kayu pada triwulan II 2017 tercatat

rendah diindikasikan dari ekspor kayu olahan

triwulan II 2017 terkontraksi sebesar -30,68%

(yoy) dari 8,05% (yoy) pada triwulan I 2017

Berdasarkan hasil SKDU dan liaison

terbatasnya produksi kayu olahan disebabkan

oleh efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan

produsen di beberapa wilayah seperti di

Kabupaten Jayapura dan Merauke. Dari sisi

sublapangan usaha perikanan dan

perkebunan kondisi cuaca dan curah hujan di

Provinsi Papua yang tidak menentu sepanjang

triwulan II 2017 berpengaruh pada

terbatasnya produksi hortikultura dan ikan

tangkap.

Terbatasnya pertumbuhan lapangan usaha

pertanian, sejalan dengan pertumbuhan

penyaluran kredit ke lapangan usaha

pertanian, kehutanan dan perikanan yang

terkontraksi. Penyaluran kredit terkontraksi

hingga 26,7% (yoy) atau lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tumbuh mencapai 76,4% (yoy). Perkebunan

kelapa sawit masih menjadi komoditas utama

dalam penyaluran kredit pada triwulan

laporan. Di sisi lain, pertumbuhan lapangan

usaha pertanian yang sedikit meningkat

terkonfirmasi oleh realisasi

Grafik 0.19 Perkembangan SKDU KPw BI Prov. Papua

Grafik 0.20 Perkembangan Kredit Pertanian

-10

-5

0

5

10

15

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Total Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan

% qtq

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Kredit Sektor Pertanian

Pertumbuhan [sk. kanan]

Rp miliar % yoy

sumber: Laporan Bank

11

kegiatan dunia usaha hasil Survei Kegiatan

Dunia Usaha (SKDU) triwulan II 2017.

Perkembangan SKDU lapangan usaha

pertanian, kehutanan dan perikanan

menunjukkan peningkatan sebesar 4,52%

(qtq) dari triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar -3,68% (qtq).

Kinerja lapangan usaha Pertanian, Kehutanan

dan Perikanan pada triwulan III 2017

diperkirakan naik signifikan. Hal ini didukung

oleh rencana realisasi ekspor kayu olahan oleh

pemerintah Provinsi Papua serta memasuki

masa panen tanaman bahan pangan yang

diperkirakan mampu memberikan nilai

tambah yang cukup signifikan pada triwulan

mendatang.

1.2.3 Lapangan Usaha Konstruksi

Pertumbuhan lapangan usaha konstruksi pada

triwulan II 2017 kembali melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya. Lapangan

usaha konstruksi melambat dari triwulan I

2017 sebesar 9,42% (yoy), menjadi sebesar

3,84% (yoy) pada triwulan laporan.

Perlambatan ini utamanya dari sisi pemerintah.

Terkonfirmasi dari rendahnya realisasi belanja

modal APBD Provinsi Papua. Hingga triwulan II

2017 realisasi belanja modal hanya mencapai

Rp1,6 miliar atau turun 99,69% (yoy). Hal ini

terkait banyaknya lelang paket pekerjaan

konstruksi yang baru diselesaikan pada awal

triwulan III 2017. Hampir 91%

penandatanganan kontrak proyek yang telah

dilelang dilakukan pada bulan Juli Agustus.

Menyebabkan pekerjaan konstruksi efektif

baru dikerjakan pada awal triwulan III 2017.

Grafik 0.23 Belanja Modal dan Pertumbuhan Konstruksi

Rendahnya pertumbuhan lapangan usaha

konstruksi dikonfirmasi dari perkembangan

penjualan semen ke Provinsi Papua. Tercatat

penjualan semen terkontraksi sebesar 25,00%

(yoy) jauh lebih rendah dibandingkan triwulan

I 2017 yang mampu tumbuh sebesar 24,07%.

Sebaliknya, pencapaian kredit lapangan usaha

konstruksi di Provinsi Papua justru mengalami

peningkatan dari triwulan sebelumnya. Kredit

lapangan usaha konstruksi pada triwulan II

2017 meningkat 34,53% (yoy) lebih tinggi

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Realisasi Belanja Modal Pertumbuhan Sektor Konstruksi - Sk. Kanan

triliun Rp % yoy

Grafik 0.21 Penjualan Semen di Provinsi Papua

Grafik 0.22 Perkembangan Kredit Konstruksi

-50

-30

-10

10

30

50

70

90

(100)

(50)

-

50

100

150

200

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Penjualan Semen Pertumbuhan [sk. kanan]

sumber: Asosiasi Semen Indonesia

ribu ton %, yoy

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

-2.000

-1.500

-1.000

-500

0

500

1.000

1.500

2.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Kredit Konstruksi Pertumbuhan [sk. kanan]

sumber: Laporan Bank

Rp miliar % yoy

12

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 21,54% (yoy). Penyaluran

kredit lapangan usaha konstruksi sebagian

besar diarahkan ke pembangunan jalan raya,

irigasi dan bangunan sipil lainnya.

Asesmen Bank Indonesia memperkirakan

lapangan usaha konstruksi tumbuh lebih

tinggi pada triwulan III 2017 diindikasikan dari

sejumlah proyek yang telah selesai lelang di

awal triwulan sehingga realisasi pelaksanaan

pembangunan dapat segera berlangsung.

Selain itu, telah terealisasinya Dana Alokasi

Khusus (DAK) Fisik tahap pertama yang

sempat tertunda sebelumnya dinilai dapat

mendorong pembangunan infrastruktur. Di

sisi lain, faktor penahan kinerja lapangan

usaha konstruksi sebanyak 42% pekerjaan

konstruksi pemerintah yang belum selesai

lelang hingga awal triwulan III 2017.

1.2.4 Lapangan Usaha Perdagangan Besar Dan Eceran, Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor

Lapangan usaha Perdagangan Besar dan

Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

pada triwulan laporan tumbuh meningkat,

Lapangan usaha perdagangan tumbuh

sebesar 5,46% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 5,32% (yoy). Peningkatan

pada lapangan usaha ini dipengaruhi oleh

beberapa event musiman diantaranya adalah

Hari Raya Idul Fitri, memasuki semester baru

untuk tingkat pendidikan SD - SMA, dan

banyaknya jumlah periode long weekend.

Naiknya kinerja lapangan usaha perdagangan

terkonfirmasi dari survei-survei Bank Indonesia.

Dari survei konsumen, menunjukkan daya beli

masyarakat yang relatif lebih tinggi

dibandingkan triwulan I 2017. Indeks

pembelian kebutuhan barang tahan lama

mencapai 114 sedikit meningkat dari triwulan

sebelumnya yang sebesar 112,6.

Perkembangan kinerja lapangan usaha

perdagangan juga tercatat menguatKe depan,

diperkirakan pertumbuhan lapangan usaha ini

tetap meningkat seiring dengan konsumsi

yang tumbuh positif. Realisasi belanja

pemerintah daerah yang lebih tinggi juga

dinilai mampu menjadi stimulus pertumbuhan

lapangan usaha Perdagangan Besar Dan

Eceran, Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor.

Grafik 0.24 Indeks Pembelian Durable Goods

Grafik 0.25 Perkembangan SKDU Perdagangan

0

20

40

60

80

100

120

140

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5

2014 2015 2016 2017

Pembelian Durable Goods

Garis 100

Optimistis

Pesimistis

-4%

-3%

-2%

-1%

0%

1%

2%

3%

4%

-10

-5

0

5

10

15

I II III IV I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016 2017

Total Perdagangan - Sk. Kanan

% qtq

13

1.2.5 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib

Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib

menunjukkan perlambatan cukup dalam dari

triwulan sebelumnya mampu tumbuh sebesar

4,42% (yoy) menjadi hanya 1,86% (yoy) pada

triwulan II 2017.

Berdasarkan data realisasi total belanja APBD

pemerintah Provinsi Papua secara tahunan

mengkonfirmasi hal yang sama yaitu realisasi

belanja yang cukup rendah hingga akhir

triwulan II 2017. Realisasi pos belanja APBD

Pemerintah Provinsi Papua hanya mencapai

sebesar 20,79% hingga triwulan II 2017 lebih

rendah dibandingkan penyerapan pada

periode yang sama tahun sebelumnya yang

menacapai 27,03%. Pengadaan lelang yang

terlambat atas dampak Pilkada tahun 2017 di

beberapa kabupaten, keterlambatan

pengesahan APBD di beberapa kabupaten dan

adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 2

kabupaten cenderung menjadi faktor

penghambat realisasi pada triwulan laporan.

Melihat kondisi triwulan III 2017, diperkirakan

kinerja lapangan usaha ini akan tumbuh tinggi

seiring dengan akselerasi program pemerintah

guna mencapai target realisasi anggaran

Pemerintah Provinsi Papua.

14

BAB 2

KEUANGAN PEMERINTAH

erkembangan realisasi pendapatan dan belanja APBN serta APBD di lingkup pemerintah

Provinsi Papua pada triwulan II 2017 menunjukkan kinerja yang lebih rendah dibandingkan

triwulan yang sama tahun sebelumnya. Dampak berlangsungnya Pilkada 2017 pada 11

Kabupaten dan Kota di Provinsi Papua cenderung berpengaruh pada penyesuaian rencana

realisasi anggaran sepanjang tahun 2017. Selain itu, beberapa faktor seperti stagnansi

pertumbuhan sektor ekonomi nontambang, terdapatnya beberapa wilayah yang masih

memerlukan untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan keterlambatan pengesahan

APBD di dua kabupaten turut menyebabkan realisasi anggaran kurang optimal pada triwulan

laporan. Pada triwulan III 2017, diperkirakan kinerja realisasi fiskal untuk anggaran di lingkup

pemerintah Provinsi Papua mampu meningkat sejalan dengan rencana realisasi Dana Desa tahap

kedua dan sebagian besar pengerjaan proyek pembangunan infrastruktur yang telah dimulai.

2.1 REALISASI APBN DI LINGKUP PROVINSI PAPUA

Realisasi Pendapatan dan Belanja APBN

Provinsi Papua secara umum lebih rendah

dibandingkan tahun sebelumnya. Dari sisi

pendapatan, secara nominal realisasi triwulan

II 2017 turun 2,44% (yoy) lebih rendah

dibandingkan triwulan yang sama tahun 2016.

Berdasarkan struktur penyumbang realisasi

pendapatan APBN Provinsi Papua triwulan II

2017 masih didominasi oleh penapatan dari

Pajak Dalam Negeri dengan pangsa sebesar

70,67%. Selanjutnya Pajak Perdagangan

Nasional menyumbangkan 20,88% dan

Penerimaan Negara Bukan Pajak

menyumbangkan 8,44% terhadap seluruh

realisasi pendapatan APBN Provinsi Papua

triwulan II 2017. Tingginya kontribusi Pajak

Dalam Negeri menyebabkan fluktuasi pos

pendapatan ini dapat mempengaruhi realisasi

pendapatan APBN Provinsi Papua secara

keseluruhan. Tercatat salah satu penyebab

turunnya realisasi pendapatan APBN Provinsi

Papua hingga tengah tahun 2017 disebabkan

oleh realisasi Pajak Dalam Negeri yang turun -

10,31% (yoy) lebih rendah dibandingkan

periode yang sama tahun sebelumnya.

Rendahnya realisasi pos ini cenderung sejalan

dengan rendahnya pertumbuhan sektor

perekonomian nonpertambangan dan

penggalian. Hal ini menyebabkan profit

perusahaan asli Provinsi Papua sebagian besar

mengalami penurunan sehingga berpengaruh

salah satunya pada realisasi Pendapatan Pajak

Penghasilan.

Selanjutnya dari sisi belanja APBN

menunjukkan pagu belanja APBN di lingkup

pemerintahan Provinsi Papua per triwulan II

P

Tabel 0.1 Perkembangan Sisi Pendapatan APBN di Lingkup Pemerintah Provinsi Papua

Tw II - 2016 Tw II - 2017

Pajak Dalam Negeri 2.621,81 2.351,43 -10,31 70,67%

Pajak Perdagangan Internasional 650,14 694,84 6,87 20,88%

Penerimaan Negara Bukan Pajak 138,47 280,89 102,85 8,44%

Total 3.410,42 3.327,15 -2,44 100,00%

sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan

Realisasi (Rp Miliar)Detail Pendapatan APBN

Perubahan

(%yoy)

Struktur

Tw-II 2017

15

2017 mengalami penurunan 2,06%

dibandingkan dengan periode yang sama

tahun 2016. Secara alokasi berdasarkan jenis

pos belanja, juga menunjukkan seluruh pos

mengalami penurunan kecuali pos Belanja

Pegawai yang justru meningkat 6,84% lebih

tinggi dibandingkan pagu triwulan yang sama

tahun sebelumnya.

Realisasi belanja APBN di lingkup pemerintah

Provinsi Papua triwulan II 2017 secara

keseluruhan lebih rendah dibandingkan

triwulan yang sama tahun sebelumnya.

Hingga pertengahan tahun 2017 realisasi

belanja APBN di lingkup pemerintah Provinsi

Papua turun dari triwulan II 2016 sebesar

32,01% menjadi hanya 28,73% pada triwulan

laporan.

Penurunan realisasi terdalam pada pos Belanja

Pegawai dan Belanja Modal. Realisasi Belanja

Pegawai triwulan II 2017 sebesar 43,60%

lebih rendah dibandingkan triwulan yang

sama tahun sebelumnya yang mencapai

50,24%. Sementara realisasi Belanja Modal

pada triwulan laporan sebesar 21,43% lebih

rendah dibandingkan triwulan II 2016 yang

sebesar 26,13%.

Dampak penyesuaian organisasi atas

pelaksanaan Pilkada pada 11 Kabupaten di

Provinsi Papua nampak masih berlanjut. Hal ini

menyebabkan realisasi anggaran yang dikelola

pemerintah Provinsi Papua secara keseluruhan

belum optimal terutama ditunjukkan dari

Belanja Modal yang masih rendah.

Di sisi lain, penundaan realisasi Dana Desa dan

DAK Fisik tahap pertama terpantau telah

terealisasi pada triwulan II 2017. Penyaluran

Dana Desa hingga pertengahan tahun 2017

telah mencapai Rp1,82 triliun dan DAK Fisik

mencapai Rp1,18 triliun. Sehingga total

realisasi pos Transfer ke Daerah dan Dana Desa

triwulan II 2017 mencapai 36,41% dari total

pagu 2017 yang ditetapkan sebesar Rp8,26

triliun.

Sepanjang triwulan III 2017 diperkirakan

realisasi pendapatan dan belanja APBN di

lingkup pemerintah Provinsi Papua meningkat

lebih tinggi dibandingkan triwulan laporan.

Peningkatan realisasi pendapatan APBN di

lingkup pemerintah Provinsi Papua salah

satunya sejalan dengan berlanjutnya kegiatan

ekspor dari sektor pertambangan dan

penggalian. Selain itu, meningkatnya aktivitas

pembangunan infrastruktur berpengaruh

pada peningkatan kebutuhan impor bahan

baku dan penolong sehingga mampu

meningkatkan pendapatan dari sisi Bea Masuk

/ Keluar.

Dari sisi belanja, seiring rencana penyaluran

Dana Desa tahap kedua bulan Agustus 2017 ,

diperkirakan realisasi belanja mampu

terdongkrak lebih tinggi. Sementara

meningkatnya aktivitas konstruksi pada

triwulan III 2017 juga dinilai mampu

mendorong pos Belanja Modal untuk tumbuh

lebih tinggi dibandingkan triwulan laporan.

Grafik 0.1 Struktur Realisasi Belanja APBN Papua

Grafik 0.2 Realisasi APBN Menurut Pos Belanja

38,67%

26,61%34,64%

0,08%

Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja ModalBelanja Bansos Belanja Lainnya

32,01%

50,24%

27,85%

26,13%

1,87%

0,00%

28,73%

43,60%

27,98%

21,43%

9,87%

Total Belanja

Belanja Pegawai

Belanja Barang

Belanja Modal

Belanja Bansos

Belanja Lainnya

Tw-II 2016 Tw-II 2017

16

2.2 REALISASI APBD PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

Hingga triwulan II 2017 kinerja realisasi

pendapatan dan belanja APBD Pemerintah

Provinsi Papua mengalami penurunan

dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Selisih realisasi pendapatan

Pemerintah Provinsi Papua triwulan laporan

dibandingkan triwulan II 2016 hingga -2,59%

lebih rendah, sedangkan realisasi belanja

terpantau lebih dalam yaitu sebesar -6,23%.

Berdasarkan komponen penyusun pos

pendapatan, terpantau penurunan terdalam

pada pos Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Sementara dari sisi realisasi belanja, tercatat

rendahnya realisasi Belanja Modal justru

menjadi faktor penahan pertumbuhan realisasi

belanja APBD Pemerintah Provinsi Papua pada

triwulan laporan.

Dampak berlangsungnya Pilkada 2017 pada

11 Kabupaten dan Kota di Provinsi Papua yang

diselenggarakan di triwulan I 2017 cenderung

mendorong perubahan sebagian susunan

perangkat daerah sehingga berpengaruh pada

penyesuaian rencana realisasi belanja

sepanjang tahun 2017. Selain itu, terdapatnya

beberapa wilayah yang masih memerlukan

untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang

(PSU) dan keterlambatan pengesahan APBD di

dua kabupaten juga menyebabkan realisasi

belanja kurang optimal pada triwulan laporan.

2.2.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Papua

Pagu pendapatan APBD Pemerintah Provinsi

Papua 2017 mencapai Rp 13,96 Triliun. Secara

keseluruhan pagu pendapatan ini meningkat

sebesar 12,34% dibandingkan pagu pada

periode yang sama tahun sebelumnya.

Berdasarkan komponennya peningkatan pagu

terbesar pada pos DAK yang meningkat

148,58% lebih tinggi dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ini

sejalan dengan rencana pemerintah Provinsi

Papua sepanjang Tahun Anggaran 2017 yang

semakin memfokuskan program kerja ke

bidang kedaulatan pangan dan bidang

transportasi. Meningkatnya jumlah rencana

proyek pembangunan UPTD Bidang Pertanian

dan pengembangan saluran irigasi menjadi

dasar kebutuhan peningkatan alokasi DAK

pada triwulan berjalan untuk mendukung

program kedaulatan pangan. Selain itu, guna

mendukung program nasional yaitu

penyelesaian jalan trans papua, jumlah proyek

khususnya infrastruktur jalan pendukung

semakin meningkat pada triwulan laporan.

Tercatat terdapat 86 proyek infrastruktur

Tabel 0.2 Perkembangan Sisi Pendapatan APBD Provinsi Papua

Tw-II 2016 Tw-II 2017 Tw-II 2016 Tw-II 2017

PENDAPATAN 4.832,06 5.066,34 12.434,73 13.968,88 12,34

Pendapatan Asli Daerah 443,95 424,27 1.097,66 1.308,28 19,19

Pajak daerah 224,06 232,22 789,79 1.030,42 30,47

Retribusi daerah 25,56 32,60 101,16 82,93 -18,02

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 52,56 0,01 30,25 52,81 74,58

Lain-lain PAD yang sah 141,77 159,43 176,47 142,12 -19,47

Dana Perimbangan 2.122,67 2.168,37 4.301,95 4.419,28 2,73

Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 538,98 339,62 1.299,47 606,16 -53,35

Dana Alokasi Umum 1.428,48 1.456,40 2.502,45 2.570,12 2,70

Dana Alokasi Khusus 155,21 372,35 500,04 1.243,00 148,58

Lain - Lain Pendapatan Daerah Yang Sah 2.265,43 2.473,70 7.035,12 8.241,32 17,15

Pendapatan Hibah 0,09 0,18 7,50 0,50 -93,33

Dana Otonomi Khusus 1.618,52 1.684,75 5.395,05 5.615,82 4,09

Dana Tambahan Infrastruktur 360,00 787,50 1.200,00 2.625,00 118,75

Lain - Lain Pendapatan Daerah Lainnya 286,83 1,28 432,57 - -100,00

sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD)

Realisasi (Rp Miliar)KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH

Perubahan

Pagu (%yoy)

Pagu (Rp Miliar)

17

penghubung yang telah direncanakan hingga

triwulan II 2017

Realisasi pendapatan Pemdaprov Papua pada

triwulan II 2017 mencapai 36,27% dari target,

lebih rendah dibandingkan periode yang sama

tahun lalu yang mencapai 38,86%. Dilihat dari

struktur realisasi pendapatan APBD triwulan II

2017 terpantau pos Lain Lain Pendapatan

Daerah Yang Sah mendominasi dengan

pencapaian sebesar 49%. Sementara Dana

Perimbangan menjadi pos dengan realisasi

terbesar kedua dengan pencapaian sebesar 43%

disusul oleh pos Pendapatan Asli Daerah (PAD)

yang mencapai sebesar 8% dari keseluruhan

realisasi pendapatan.

Realisasi pos Lain Lain Pendapatan Daerah

Yang Sah pada triwulan II 2017 mencapai

sebesar 30,02% lebih rendah dibandingkan

triwulan yang sama tahun sebelumnya dengan

realisasi sebesar 32,20%. Penurunan ini salah

satunya disebabkan oleh kinerja sektor

Pertambangan dan Penggalian yang

cenderung moderat dibandingkan dengan

triwulan II 2016. Secara nominal realisasi telah

mencapai Rp424,27 miliar di triwulan laporan.

Pergerakan yang sama juga terjadi pada

realisasi pos Dana Perimbangan dan PAD.

Realisasi pada pos Dana Perimbangan

mencapai 49,07% lebih rendah dibandingkan

realisasi triwulan II 2016 yang mencapai

49,34%. Selanjutnya realisasi PAD menurun

dari 40,45% pada triwulan yang sama tahun

lalu menjadi 32,43% di triwulan II 2017.

Memasuki triwulan pertama setelah 11

kabupaten/kota mengalami pergantian

pemimpin daerah, terpantau sebagian besar

daerah dimaksud masih melakukan

penyesuaian organisasi. Dampaknya, realisasi

pendapatan masih tertahan. Selain itu,

realisasi Dana Desa dan DAK tahap pertama

yang tertunda juga berdampak pada realisasi

Dana Perimbangan pada triwulan II 2017.

Ke depan, diperkirakan dengan mulai

dijalankan kebijakan daerah yang lebih stabil,

realisasi pendapatan APBD mampu tumbuh

lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II

2017.

Grafik 0.3 Struktur Realisasi Pendapatan APBD

Grafik 0.4 Perkembangan Realisasi Pendapatan Lain

Grafik 0.5 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan

Grafik 0.6 Perkembangan Realisasi PAD

8%43%49%

PAD Dana Perimbangan Lain - Lain Pendapatan Daerah Yang Sah

Sumber : Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua

32,20%

1,18%

30,00%

30,00%

66,31%

30,02%

35,00%

30,00%

30,00%

0,00%

Lain - Lain PendapatanDaerah Yang Sah

Pendapatan Hibah

Dana Otonomi Khusus

Dana TambahanInfrastruktur

Lain - Lain PendapatanDaerah Lainnya

Tw-II 2016 Tw-II 2017

Sumber : Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua

49,34%

41,48%

57,08%

31,04%

49,07%

56,03%

56,67%

29,96%

Dana Perimbangan

Bagi Hasil Pajak/BagiHasil Bukan Pajak

Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Khusus

Tw-II 2016 Tw-II 2017

Sumber : Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua

40,45%

28,37%

25,27%

173,75%

80,34%

32,43%

22,54%

39,31%

0,02%

112,18%

TOTAL PAD

Pajak daerah

Retribusi daerah

Hasil pengelolaankekayaan daerah yang

dipisahkan

Lain-lain PAD yang sah

Tw-II 2016 Tw-II 2017

Sumber : Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua

18

2.2.2 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Papua

Pagu belanja APBD Pemerintah Provinsi Papua

sepanjang tahun 2017 mencapai total sebesar

Rp15,08 triliun atau meningkat 16,52% (yoy)

dibandingkan dengan tahun 2017. Proporsi

komponen penyusun pagu belanja APBD

relatif berimbang antara pos Belanja Tidak

Langsung yaitu sebesar 54% dan pos Belanja

Langsung yang sebesar 46%.

Apabila dibandingkan dengan tahun 2016,

proporsi pagu belanja langsung cenderung

meningkat di triwulan laporan. Peningkatan

ini terutama didorong oleh meningkatnya

nominal pos Belanja Barang dan Jasa serta pos

Belanja Modal. Peningkatan pagu pada kedua

pos ini sejalan dengan meningkatnya pagu

anggaran pendapatan pada pos Dana

Tambahan Infrastruktur. Berdasarkan

Informasi APBN dari Kementerian Keuangan,

peningkatan pagu pendapatan pos Dana

Tambahan Infrastruktur dapat direalisasikan

salah satunya melalui Belanja Barang dan Jasa

serta Belanja Modal. Peningkatan pagu

pendapatan pos Dana Tambahan Infrastruktur

juga ditujukan untuk mempercepat

pembangunan infrastruktur, seperti jalan,

jembatan, dermaga, sarana transportasi darat,

sungai maupun laut.

Realisasi belanja APBD Pemerintah Provinsi

Papua triwulan II 2017 berada dalam level

yang relatif rendah. Meningkatnya pagu

belanja pada tahun 2017 justru tidak diikuti

dengan peningkatan realisasi belanja yang

seimbang. Hal ini terlihat dari realisasi belanja

APBD Provinsi Papua hingga tengah tahun

2017 hanya mencapai 20,79% terpaut cukup

rendah jika dibandingkan dengan periode

yang sama pada tahun 2016 yang mencapai

27,03%.

Berdasarkan struktur penyusun realisasi

belanja APBD triwulan II 2017, pos Belanja

Tidak Langsung menjadi komponen dengan

realisasi tertinggi yaitu sebesar 78% dari

keseluruhan realisasi belanja. Kondisi ini

menunjukkan bahwa hingga paruh tahun

2017 realisasi belanja APBD Provinsi Papua

masih didominasi dengan pengeluaran rutin.

Dilihat dari perubahan nominal yang relatif

lebih besar dari triwulan yang sama tahun

sebelumnya, menunjukkan salah satunya

pengeluaran rutin masih dipengaruhi oleh

event Hari Raya Idul Fitri terutama dari sisi

belanja pegawai dalam bentuk penyaluran

Tunjangan Hari Raya (THR).

Tabel 0.3 Perkembangan Sisi Belanja APBD Provinsi Papua

Tw-II 2016 Tw-II 2017 Tw-II 2016 Tw-II 2017

Belanja 3.498,70 3.136,42 12.945,48 15.083,88 16,52

Belanja Tidak Langsung 2.314,50 2.457,52 7.260,83 8.072,07 11,17

Belanja Pegawai 381,29 415,52 1.134,37 1.358,39 19,75

Belanja Subsidi dan Bantuan Sosial 42,06 68,84 188,95 131,51 -30,40

Belanja Hibah 466,07 422,38 994,14 1.089,14 9,56

Belanja Bagi Hasil Pajak daerah kepada kabupaten/Kota 46,30 108,16 367,47 383,67 4,41

Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/

Kota/Pemerintah Kampung dan Partai Politik

1.378,78 1.442,62 4.555,91 5.094,36 11,82

Belanja Tidak Terduga - - 20,00 15,00 -25,00

Belanja Langsung 1.184,20 678,90 5.684,65 7.011,81 23,35

Belanja Pegawai 54,29 54,27 266,51 278,96 4,67

Belanja Barang dan Jasa 602,16 622,98 2.667,33 3.202,63 20,07

Belanja Modal 527,75 1,65 2.750,81 3.530,22 28,33

Aset lainnya - - - - 0,00

sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD)

KOMPONEN PENDAPATAN DAERAHPagu (Rp Miliar)Realisasi (Rp Miliar) Perubahan

Pagu (%yoy)

19

Realisasi belanja APBD Provinsi Papua

berdasarkan realisasi per pos menunjukkan

penurunan pada seluruh pos belanja.

Penurunan realisasi anggaran terdalam pada

pos Belanja Modal, dari triwulan II 2016

mampu terserap hingga 19,19% menjadi

hanya 0,05% pada triwulan laporan.

Rendahnya penyerapan ini terutama didorong

oleh periode realisasi yang tertunda atas

dampak Pilkada 2017 dan keterlambatan

pengesahan APBD di dua kabupaten.

Rendahnya penyerapan pos Belanja Modal

juga ditunjukkan dari data pengadaan

pekerjaan konstruksi di Provinsi Papua. Hingga

periode laporan, ditunjukkan bahwa total

senilai Rp2,6 triliun pekerjaan konstruksi telah

dibuka proses pengadaannya atau jika

dibandingkan dengan pagu Belanja Modal

triwulan II 2017 mencapai 82,70%. Namun

sebagian besar proyek baru selesai dilakukan

penandatanganan kontrak di rentang bulan

Juli Agustus. Hal ini berdampak pada realisasi

pos Belanja Modal pada triwulan hanya

sebesar Rp1,65 miliar.

Hingga pertengahan tahun 2017, realisasi pos

Belanja Barang dan Jasa juga menunjukkan

penurunan dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya. Tercatat realisasi pos

Belanja Barang dan Jasa triwulan II 2017

sebesar 19,45% relatif lebih rendah

dibandingkan triwulan II 2016 yang sebesar

22,58%. Penurunan ini juga dikonfirmasi dari

rendahnya jumlah proses pengadaan barang

dan jasa yang telah dimulai hingga triwulan

laporan. Jumlah proyek pengadaan barang

dan jasa sampai akhir semester I 2017

sebanyak 284 proyek yang bersumber dari

APBD. Dari jumlah tersebut terdapat 220

proyek atau 77,46% proyek yang baru selesai

proses lelang pada awal triwulan III 2017.

Sementara sisanya bahkan masih memasuki

proses awal lelang. Proses yang cenderung

dibelakang jadwal ini mendorong realisasi pos

Belanja Barang dan Jasa yang hanya sebesar

Rp622,98 miliar hingga triwulan laporan.

Melihat kondisi ini, realisasi belanja APBD

diperkirakan meningkat lebih tinggi pada

triwulan III 2017. Hal ini di antaranya didorong

oleh jumlah proyek pengadaan barang dan

jasa maupun pekerjaan konstruksi yang telah

selesai dilakukan penandatanganan kontrak di

awal triwulan depan, sehingga pekerjaan bisa

segera dimulai. Selain itu, dalam rangka

mengejar target akhir periode realisasi

anggaran Tahun Anggaran 2017 dinilai kinerja

Pemerintah Daerah Provinsi Papua akan lebih

optimal.

Grafik 0.7 Struktur Realisasi Belanja APBD

Grafik 0.8 Realisasi per Pos Belanja APBD

78%22%

Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung

Sumber : Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua

27,03%

31,88%

20,83%

20,37%

22,58%

19,19%

20,79%

30,44%

9,68%

19,45%

19,45%

0,05%

Belanja

Belanja Tidak Langsung

Belanja Langsung

Pegawai

Barang dan Jasa

Modal

TOTA

LB

elan

ja L

ang

sun

g

Tw-II 2016 Tw-II 2017Sumber : Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua

20

BAB 3

INFLASI

nflasi secara umum di Provinsi Papua1 pada triwulan II 2017 mencapai 3,10% (yoy) menurun

jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi sepanjang triwulan II 2017 cenderung

disebabkan oleh pergerakan harga kelompok harga yang diatur oleh pemerintah

(Administered Prices). Sementara terjaganya kondisi pasokan komoditas pangan termasuk

tanaman bahan pangan dan hortikultura mampu menahan inflasi pada level yang relatif rendah

ditengah peningkatan permintaan dalam perayaan Hari Raya Idul Fitri. Berdasarkan asesemen

Bank Indonesia, sepanjang triwulan III 2017 diperkirakan inflasi mencapai 2,90%-3,30% (yoy).

3.1 INFLASI UMUM

Tekanan harga agregat (inflasi) di Provinsi

Papua triwulan II 2017 turun lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat

inflasi di Papua pada triwulan II 2017 sebesar

3,10% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan I 2017 sebesar 3,89% (yoy), bahkan

lebih rendah dari inflasi nasional sebesar 4,37%

(yoy). Inflasi pada triwulan ini masih dalam

rentang target inflasi nasional tahun 2017

yaitu sebesar 4%±1%.

Sepanjang triwulan II 2017, pergerakan

tingkat harga cenderung menurun, setelah

meningkat signifikan ke level 4,75% (yoy)

pada bulan April, inflasi mengalami

penurunan bertahap sejak bulan Mei menjadi

3,95% (yoy) hingga level 3,10% (yoy) pada

bulan Juni 2017.

Inflasi Kota Jayapura dan Merauke, sebagai

kota penghitung inflasi di Provinsi Papua,

menunjukkan pergerakan inflasi yang sama

sama menurun. Tercatat inflasi Kota Jayapura

pada triwulan II 2017 sebesar 2,57% (yoy)

sedangkan Kabupaten Merauke jauh lebih

tinggi atau sebesar 4,58% (yoy).

Apabila dibandingkan dengan Kota Kota

sekitar di SulaMPua (Sulawesi, Maluku, Papua),

Kota Jayapura adalah kota dengan inflasi

terendah pada triwulan II 2017. Sedikit lebih

rendah dibandingkan dengan Kabupaten Bau

- Bau yang menempati urutan kedua dengan

inflasi sebesar 2,67% (yoy). Sementara

Merauke menempati posisi kesebelas inflasi

terendah di SulaMPua meskipun tidak lebih

tinggi dari Kota Tual yang menjadi daerah

dengan inflasi tertinggi di SulaMPua

sepanjang triwulan II 2017 yaitu sebesar 9,67%

(yoy).

Berdasarkan asesemen Bank Indonesia,

Sepanjang triwulan III 2017 diperkirakan inflasi

umum mencapai sebesar 2,90%-3,30% (yoy).

Inflasi yang cukup tinggi dimaksud sebagian

besar dipengaruhi oleh meningkatnya

frekuensi penerbangan menghadapi sejumlah

periode liburan panjang serta ketidakpastian

cuaca di Provinsi Papua.

I

1Inflasi Papua dihitung dengan menggunakan metode rerata tertimbang berdasarkan bobot kota dari inflasi

Indeks Harga Konsumen (IHK) di Kota Jayapura (0,45) dan Kabupaten Merauke (0,16).

Grafik 0.1 Inflasi Tahunan Provinsi Papua & Nasional

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Papua

Nasional

sumber: BPS, diolah

%yoy

21

3.2 KOMPONEN INFLASI

Tekanan inflasi di Provinsi Papua pada triwulan

laporan terutama bersumber dari kelompok

Administered Price, terlihat adanya kenaikan

signifikan pada kelompok harga ini dari

triwulan I 2017 sebesar 3,69% (yoy)

sedangkan pada triwulan II mencapai 10,46%.

(yoy). Kebijakan penyesuaian harga yang

diatur oleh pemerintah pada triwulan

sebelumnya seperti pencabutan subsidi listrik

untuk pelanggan 900 VA dan tarif pemuatan

SIM, STNK, dan BPKB menunjukkan pengaruh

pada inflasi kelompok Administered Price yang

berbeda. Peningkatan inflasi tarif listrik telah

menunjukkan tren meningkat sejak bulan

Januari 2017 dan dampaknya masih terus

dirasakan hingga triwulan II 2017 meskipun

tidak sebesar seperti di triwulan I 2017.

Sebaliknya penyesuaian tarif perpanjangan

SIM, STNK dan BPKB bersifat one shot dan

terpantau tidak lagi berpengaruh terhadap

inflasi pada triwulan laporan.

Grafik 0.2 Disagregasi Inflasi Inti Pangan & Non Pangan

Dampak kenaikan kelompok Administered

Price pada triwulan laporan cenderung dapat

terkompensasi oleh penurunan tingkat harga

pada kelompok Volatile Food. Terpantau

Volatile Food mengalami penurunan yang

cukup signifikan dari triwulan sebelumnya

yang mencapai 5,92% (yoy) dan pada triwulan

II 2017 mengalami deflasi sebesar 1,68 (yoy).

Hal ini didukung terjaganya pasokan

komoditas seperti bawang merah sehingga

tidak terjadi lonjakan harga meskipun

bersamaan dengan perayaan lebaran.

Beberapa faktor lain yang turut memberikan

kontribusi terhadap penurunan volatile food

adalah membaiknya kondisi cuaca di wilayah

Provinsi Papua, ditandai dengan curah hujan

yang berada pada kisaran <50 mm dan tinggi

gelombang laut disekitar laut arafuru dan laut

utara papua mencapai 0,5 - 1,25 m. Kondisi

ini dapat dikatakan ideal untuk melakukan

kegiatan penangkapan ikan serta membantu

produksi komoditas volatile food yang

diproduksi di wilayah Provinsi Papua harganya

tetap stabil. Serta terjaganya pasokan

komoditas volatile food dari luar wilayah

Papua.

Sementara itu inflasi inti juga turun, dari 3,11%

(yoy) pada triwulan I menjadi sebesar 2,76%

(yoy). Inflasi inti pangan dan nonpangan sama-

sama turun pada triwulan II 2017. Inflasi inti

pangan turun dari 7,54% (yoy) pada triwulan

I 2017 menjadi 6,18% (yoy). Hal ini sejalan

dengan penurunan inflasi komoditas pangan,

yang didukung antisipasi yang dilakukan oleh

pemerintah terhadap lonjakan permintaan

menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri serta

meredanya curah hujan. Lebih lanjut lagi,

inflasi inti komoditas nonpangan juga

mengalami penurunan dibandingkan triwulan

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

9,0

10,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2015 2016 2017

Core

Core PanganCore Nonpangan

sumber: BPS, diolah

% yoy

Tabel 0.1 Disagregasi Inflasi Papua 2015 - 2016

I II III IV I II III IV I II

Core Inflation 5,39 5,72 4,60 3,64 3,24 3,24 4,00 3,50 3,11 2,76

Volatile Food 5,95 10,45 12,02 3,26 4,98 8,49 8,13 1,86 5,92 (1,68)

Administered Prices 12,82 14,49 9,78 3,27 4,59 8,07 5,76 6,24 3,69 10,46

Headline Inflation 6,85 8,20 7,07 3,57 3,76 5,23 4,72 3,26 3,89 3,10

sumber: BPS, diolah

201720162015Disagregasi Komponen

22

I tahun 2017 yaitu dari 1,65% (yoy) menjadi

1,62% (yoy) pada triwulan II 2017.

Mengawali triwulan III 2017, inflasi bulan Juli

menunjukkan penurunan menjadi sebesar

2,69% (yoy) yang didorong oleh penyesuaian

harga tiket angkutan udara usai perayaan

lebaran. Sepanjang triwulan III 2017

diperkirakan inflasi akan berada di tingkat

yang lebih tinggi.

Tingkat harga kelompok volatile food

diperkirakan meningkat seiring ketidakpastian

pasokan tanaman bahan pangan di tengah

cuaca yang tidak menentu. Memasuki bulan

kedua dalam triwulan III 2017, cuaca yang

seharusnya telah memasuki musim kemarau,

tetapi terpantau curah hujan masih relatif

tinggi di sebagian besar wilayah Papua.

Sebaliknya pasokan komoditas perikanan

tangkap diperkirakan masih stabil seiring

perkiraan tinggi gelombang hingga bulan

kedua triwulan III 2017 cenderung ideal.

Dari sisi kelompok komoditas yang diatur oleh

pemerintah, diperkirakan mengalami

penurunan harga yang terutama disebabkan

oleh penyesuaian permintaan usai perayaan

Hari Raya Idul Fitri. Selain itu, tingkat harga

kelompok ini cukup teredam oleh kepastian

tahapan pencabutan subsidi pelanggan listrik

900 VA.

Grafik 0.3 Realisasi Pembelian Kendaraan Baru

Rendahnya risiko kenaikan harga pada

komoditas listrik dan energi lain seperti BBM

cenderung dipengaruhi oleh kondisi harga

minyak dunia yang saat ini cenderung

mengalami penurunan harga. Sejalan dengan

hal tersebut, tekanan permintaan BBM untuk

kegiatan rumah tangga diperkirakan menurun

sejalan dengan realisasi pembelian kendaraan

baru yang menurun sepanjang tahun 2017.

Sementara komponen inflasi inti diperkirakan

sedikit mengalami peningkatan yang didorong

terutama oleh meningkatnya permintaan

barang dan jasa yang berhubungan dengan

penyelesaian proyek infrastruktur pemerintah.

3.3 KELOMPOK KOMODITAS

Dekomposisi atas kelompok komoditas

penyusunnya menunjukkan bahwa

pergerakan inflasi Papua pada triwulan

laporan disumbangan paling tinggi oleh

kelompok komoditas Makanan Jadi, Minuman,

Rokok, dan Tembakau, dan kelompok

komoditas Transpor, Komunikasi, & Jasa

Keuangan. Meningkatnya inflasi kelompok

(0,45)

(0,40)

(0,35)

(0,30)

(0,25)

(0,20)

(0,15)

(0,10)

(0,05)

-

0,05

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

Jan Feb Mar Apr Mei Jun

2017Pembelian Kendaraan BermotorPertumbuhan Jumlah Kendaraan Baru

Tabel 0.2 Disagregasi Inflasi Papua Berdasarkan Kelompok Komoditas (% yoy)

I II III IV I II III IV I II

Bahan Makanan 6,27 10,48 11,67 4,34 4,78 8,36 6,84 2,68 6,58 (0,41)

Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 8,63 8,74 6,30 5,26 4,62 4,35 6,74 7,10 6,47 6,17

Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 7,06 7,59 5,12 3,16 2,53 1,67 2,80 2,26 3,18 4,35

Sandang 4,37 4,73 3,21 3,91 2,43 3,14 3,05 1,03 1,86 0,95

Kesehatan 6,73 7,67 7,46 5,93 4,19 3,29 3,06 2,29 1,41 1,32

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 4,58 4,57 4,75 3,29 2,63 2,62 0,78 0,59 1,64 1,81

Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 7,29 8,48 6,20 0,50 4,20 8,66 5,73 6,67 1,72 6,11

UMUM 6,85 8,20 7,07 3,57 3,76 5,23 4,72 3,26 3,89 3,10

sumber: BPS, diolah

20172016Kelompok Komoditas

2015

23

komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok,

dan Tembakau merupakan yang tertinggi

dibandingkan kelompok lain pada triwulan

laporan atau sebesar 6,17% (yoy) namun bila

dibandingkan triwulan sebelumnya

mengalami penurunan yang sebelumnya

sebesar 6,47% (yoy). Sebaliknya komoditas

bahan makanan merupakan komoditas yang

mengalami penurunan tekanan inflasi secara

signifikan dibandingkan triwulan I 2017

bahkan hingga mengalami deflasi sebesar

0,41% (yoy).

Kelompok komoditas Transpor, Komunikasi,

dan Jasa Keuangan yang mengalami

peningkatan inflasi signifikan dibanding

triwulan sebelumnya, dimana pada triwulan I

2017 tingkat inflasi sebesar 1,72% (yoy) dan

pada triwulan laporan mencapai 6,11% (yoy).

Salah satu faktor adalah peningkatan

kebutuhan seiring momen perayaan idul fitri

dan libur anak sekolah yang jatuh pada

tanggal bersamaan.

Inflasi Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan

Bakar pada triwulan II 2017 mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya dari 3,18% (yoy) menjadi 4,35%

(yoy). Peningkatan inflasi pada kelompok

komoditas ini secara umum masih disebabkan

oleh penyesuaian subsidi listrik yang terjadi

dua kali untuk kelompok pengguna 900 VA di

bulan Januari dan Maret. Tercatat

peningkatan inflasi komoditas tarif listrik sejak

Maret sebesar 18,89% (yoy) dan pada bulan

Juni sebesar 26,89% (yoy).

Dari sisi inflasi kelompok komoditas sandang

dan Kesehatan, secara umum mengalami

penurunan meskipun tidak signifikan menjadi

sebesar berturut turut 0,95% (yoy) dan 1,32%

(yoy), lebih rendah dibandingkan dengan

triwulan I 2017 yang sebesar 1,86% (yoy) dan

1,41% (yoy).

3.4 PERAN TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (TPID) PROVINSI PAPUA

A. Mengawali tahun 2017 telah dilakukan

percepatan pada beberapa Kabupaten

yang belum memiliki Tim Pengendalian

Inflasi Daerah (TPID). Bekerjasama dengan

Biro Perekonomian Provinsi Papua dan

memanfaatkan forum koordinasi berkala

yang dilakukan setiap bulan, hingga akhir

triwulan II 2017 telah terbentuk 24 TPID

yaitu di Prov Papua, Kota Jayapura, Kab.

Merauke, Kab. Jayawijaya, Kab. Nabire,

Kab. Jayapura, Kab. Dogiyai, Kab. Biak

Numfor, Kab. Supiori, Kab. Intan Jaya, Kab.

Boven Digoel, Kab. Keerom, Kab. Mimika,

Kab. Kepulauan Yapen, Kab. Mamberamo

Tengah, Kab. Mamberamo Raya, Kab.

Asmat, Kab. Sarmi, Kab. Lanny Jaya, Kab.

Nduga, Kab. Yahukimo, Kab. Waropen,

Kab. Pegunungan Bintang, dan Kab.

Puncak Jaya.

B. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Papua bekerja sama dengan Pemerintah

Provinsi Papua dan Kota Jayapura

melaksanakan rapat koordinasi rencana

Sumber : PIHPS, diolah

Grafik 0.4 Perkembangan Harga Komoditas VF Utama

Sumber : Survei Konsumen, diolah

Grafik 0.5 Indeks Ekspektasi Harga 3 Bulan YAD

-

20

40

60

80

100

120

140

Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

2016 2017

Beras Daging Ayam

Bawang Merah Cabai Rawit

ribu Rp/Kg

90

110

130

150

170

190

3 6 9 12 3 6 9 12 3 6

2015 2016 2017

Ekspektasi Inflasi 3 Bulan YAD

24

program kerja TPID tahun 2017. Pada

tanggal 8 Februari 2017 telah dilaksanakan

kegiatan rapat TPID Provinsi Papua dan

dihadiri oleh anggota Tim Teknis TPID

Provinsi Papua yang terdiri dari SKPD di

lingkungan Pemerintah Provinsi Papua,

Pertamina, Bulog, PLN, PT Pelindo IV,

Reskrimsus Polda dan Kadin. Hasil

koordinasi program kerja anggota TPID

dalam mengendalikan inflasi di Papua pada

tahun 2017 antara lain

i. program pasar murah,

ii. bantuan pangan non tunai,

iii. program Rumah Pangan Kita,

iv. pembangunan konektivitas intra-

Papua melalui pembangunan jalan, tol

laut, serta tol udara,

v. serta program pengembangan

tanaman pangan penyumbang inflasi

seperti cabai, bawang merah, dan

ikan.

25

BAB 4

STABILITAS KEUANGAN DAERAH

ecara umum, stabilitas sistem keuangan di Provinsi Papua masih relatif terjaga. Dari sisi

korporasi, asesmen menilai bahwa kinerja sektor korporasi di Papua pada triwulan II 2017

relatif terjaga. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan liaison yang dilakukan oleh

Bank Indonesia memperkuat kondisi tersebut. Kondisi yang sama juga terlihat pada sisi Rumah

Tangga, dimana kinerja sektor Rumah Tangga pada triwulan II 2017 masih terjaga dengan positif,

tercermin dari kemampuan sektor Rumah Tangga dalam menjaga kondisi keuangan.

4.1 KETAHANAN SEKTOR KORPORASI

4.1.1 Sumber Kerentanan Korporasi

Melihat perkembangan dan kondisi

perekonomian terkini, terdapat dua faktor

yang mempengaruhi kerentanan korporasi

Papua pada triwulan II 2017, yaitu (i) belum

optimalnya kinerja sektor tambang meskipun

telah diberlakukan relaksasi izin ekspor

konsentrat minerba sejak April 2017 dan (ii)

rendahnya realisasi belanja pemerintah.

Terkait dengan kinerja sektor tambang, pada

triwulan II 2017 kinerja salah satu perusahaan

tambang terbesar di Papua terkendala oleh

demo ribuan karyawan yang terjadi sejak Mei

2017. Hal ini menahan kinerja produksi

tambang dan berdampak pada kinerja ekspor

yang kurang optimal ditengah kebijakan

relaksasi ekspor minerba yang telah berlaku

sejak April 2017. Lebih jauh, kondisi tersebut

juga akan mempengaruhi investasi eksplorasi

tambang sebagaimana yang tercantum dalam

rilis resmi perusahaan.

Sementara itu, realisasi belanja pemerintah

pada triwulan II 2017 yang baru mencapai

20,79% terhadap pagu anggaran 2017.

Berdasarkan informasi yang diperoleh,

setidaknya terdapat dua penyebab rendahnya

realisasi belanja pemerintah yaitu (1) kegiatan

operasional pemerintah dan swasta yang

kurang optimal karena libur puasa-lebaran

yang relatif panjang, dan (2) konflik internal

antara pemangku kebijakan di daerah yang

membuat proses administrasi anggaran relatif

sulit dilakukan, termasuk juga pelaksanaan

Pemilihan Suara Ulang (PSU) pilkada di

beberapa daerah yang sempat diwarnai oleh

S

Sumber : AsosiasiSemen Indonesia, diolah

Grafik 0.1 Penjualan Semen Papua

Sumber : Liaison dan Survei Konsumen, diolah

Grafik 0.2 Penjualan Domestik, Utilisasi dan Persepsi Ekonomi Saat Ini

-50

-30

-10

10

30

50

70

90

(100)

(50)

-

50

100

150

200

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Penjualan Semen Pertumbuhan [sk. kanan]

sumber: Asosiasi Semen Indonesia

ribu ton %, yoy

100

105

110

115

120

125

130

135

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

LS

Penjualan Domestik Rata - rata utilisasi Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (sb. kanan)

26

tindakan kekerasan. Kondisi tersebut perlu

mendapat perhatian, mengingat rendahnya

realisasi anggaran berpotensi menjadi kendala

pembayaran proyek pembangunan yang

selanjutnya dapat berdampak pada kinerja

finansial korporasi yang terafiliasi. Hal tersebut

diperkuat oleh data penjualan semen yang

tercatat mengalami kotraksi sebesar -25%

(yoy) pada triwulan II 2017.

Sementara itu, berdasarkan hasil liaison yang

dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Papua dapat diketahui

bahwa tingkat penjualan domestik di Papua

masih belum optimal meski mengalami

pembalikan arah (rebound). Rata-rata utilisasi

mesin produksi juga tidak terlihat mengalami

kenaikan yang signifikan dan cenderung

konstan. Sementara di sisi lain, hasil Survei

Konsumen menunjukkan bahwa optimisme

masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini

masih terjaga.

4.1.2 Kinerja Korporasi

Meskipun pertumbuhan ekonomi Papua pada

triwulan II 2017 secara umum mengalami

peningkatan, namun kinerja sektor korporasi

di Papua belum menunjukkan kenaikan yang

optimal. Hal tersebut tercermin dari hasil

liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Papua, dimana

beberapa indikator kinerja perusahaan

menunjukkan kondisi yang menahan

optimalisasi kinerja perusahaan.

Penjualan Domestik dan Investasi

Penjualan domestik pada triwulan II 2017

mengalami perbaikan dari triwulan I 2017.

Meskipun demikian, perbaikan kondisi

penjualan domestik pada triwulan II 2017

masih relatif terbatas, tercermin dari nilai likert

scale yang naik 1 poin dari triwulan

sebelumnya yang berada di level negatif.

Kondisi tersebut sejalan dengan

berlangsungnya even perayaan hari besar

keagamaan Puasa dan Lebaran pada triwulan

II 2017.

Sementara itu, hasil likert scale komponen

investasi pada triwulan II 2017 berada di level

positif sebesar 0,29, lebih rendah dari triwulan

I 2017 yang mencapai 1,00. Hal tersebut salah

satunya disebabkan investasi yang dilakukan

oleh mayoritas contact liaison lebih berupa

perluasan lahan yang beberapa diantaranya

yang telah berjalan dari triwulan sebelumnya.

Biaya dan Harga Jual

Dari sisi biaya, hasil liaison menunjukkan

bahwa komponen biaya energi dan biaya

bahan baku mengalami penurunan pada

triwulan II 2017. Sementara tingkat upah

relatif stabil. Untuk mengurangi beban biaya,

mayoritas contact liaison merespon dengan

melakukan efisiensi penyerapan tenaga kerja.

Hal tersebut dilakukan dengan

mempertimbangkan juga tingginya kenaikan

Upah Minimum Provinsi (UMP) yang naik 9,39%

pada 2017.

Meskipun mayoritas komponen biaya produksi

mengalami penurunan, namun harga jual

pada triwulan II 2017 masih relatif stabil

dibanding triwulan sebelumnya, tercermin dari

likert scale dengan nilai 0.

Sumber : Liaison, diolah

Grafik 0.3 Kinerja Korporasi Berdasarkan Liaison

-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

PenjualanDomestik

utilisasi Investasi Harga Jual TenagaKerja

Upah BiayaBahan Baku

BiayaEnergi

QI 2016 s.d. QII 2017Likert Scale

27

Sumber : SKDU, diolah

Grafik 0.4 Perkembangan Akses Kredit, Likuiditas dan

Rentabilitas

Kondisi keuangan

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Papua menunjukkan bahwa

kondisi keuangan korporasi pada triwulan II

2017 secara umum masih relatif terjaga.

Aspek likuiditas dan rentabilitas pada triwulan

laporan masih dalam kondisi positif, lebih

tinggi dari triwulan sebelumnya. Sementara di

sisi lain, komponen akses kredit masih

mengalami penurunan meski tidak sedalam

triwulan I 2017. Tercatat nilai Saldo Bersih

Tertimbang (SBT) pada masing-masing

komponen di triwulan laporan mencapai

32,76; 37,93; dan -9,38.

Dari sisi likuiditas, 67% korporasi menyatakan

bahwa kondisi likuiditas perusahaan masih

stabil. Sementara itu, kenaikan tingkat

likuiditas terutama terjadi pada pelaku usaha

di sektor Jasa, dimana 46% pelaku usaha

menyatakan bahwa likuiditas perusahaan

mengalami kenaikan. Di sisi lain, penurunan

likuiditas terutama terjadi di sektor Hotel.

Siklus musiman perayaan hari besar

keagamaan Puasa dan Lebaran menjadi salah

satu faktor yang mempengaruhi kondisi

tersebut, dimana permintaan terhadap sektor

jasa cenderung mengalami kenaikan.

Sementara berdasarkan anekdotal informasi,

pada periode lebaran masyarakat cenderung

keluar Papua sehingga okupansi hotel pada

periode tersebut relatif kurang optimal.

Dari sisi rentabilitas, 66% korporasi

menyatakan bahwa laba yang dihasilkan

melalui pemanfaatan aset/modal pada

triwulan II 2017 relatif stabil. Kenaikan tingkat

rentabilitas terutama terjadi pada korporasi di

sektor Jasa yang dinyatakan oleh 54%

responden. Berdasarkan hasil konfirmasi

dengan responden, kondisi tersebut salah

satunya disebabkan perluasan jaringan usaha.

Di sisi lain, terdapat 10% dari pelaku usaha di

sektor hotel yang mengalami penurunan

rentabilitas.

18

.18

0

11

.76

-2.6

7

-15

.38 -9

.38

35

.85

28

.13

42

.86

46

.38

22

.73

32

.76

37

.74

29

.69

40

.00

49

.28

32

.73

37

.93

-20

-10

0

10

20

30

40

50

I II III IV I II

2016 2017

Akses Kredit Likuiditas korporasi Rentabilitas korporasi

% SBT

Sumber : SKDU, diolah

Grafik 0.5 % Korporasi Berdasar Likuiditas per Sektor

Sumber : SKDU, diolah

Grafik 0.6% Korporasi Berdasar Rentabilitas per Sektor

14%

30%

20%

30%

33%

46%

86%

70%

73%

60%

67%

46%

7%

10%

8%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

LGA

Bangunan

Perdagangan

Hotel

Angkutan

Jasa

Naik Stabil Turun

29%

30%

23%

20%

17%

54%

71%

70%

70%

70%

83%

38%

7%

10%

8%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

LGA

Bangunan

Perdagangan

Hotel

Angkutan

Jasa

Naik Stabil

28

4.1.3 Eksposure Perbankan dalam Korporasi

Kinerja perbankan di sektor Korporasi Papua

pada triwulan II 2017 masih relatif terjaga.

Kondisi tersebut tercermin dari beberapa

indikator kinerja utama perbankan di sektor

korporasi, dimana Dana Pihak Ketiga (DPK)

korporasi secara signifikan mengalami

kenaikan. Sementara kredit masih tumbuh

meski lebih lambat dari triwulan sebelumnya.

Kualitas kredit, yang tercermin dari tingkat

Non Performing Loans (NPL), mengalami

perbaikan meski masih berada diatas

ketentuan Bank Indonesia sebesar 5%.

Dari sisi kredit, tidak terdapat perubahan

struktur penyaluran kredit, dimana mayoritas

kredit korporasi masih disalurkan ke sektor

Perdagangan, sektor Konstruksi dan sektor

Pertanian, masing-masing mencapai 34,56%,

18,70% dan 12,61% dengan tingkat

pertumbuhan masing-masing mencapai

80,08%, 6,52% dan 16,51% (yoy). Angka

pertumbuhan kredit ketiga sektor tersebut

pada triwulan II 2017 relatif mengalami

perlambatan dibanding triwulan sebelumnya.

Asesmen menilai perlambatan penyaluran

kredit korporasi pada triwulan II 2017 salah

satunya disebabkan penurunan kegiatan dan

output produksi seiring berlangsungnya even

puasa dan lebaran.

Kualitas penyaluran kredit korporasi pada

triwulan II 2017 mengalami perbaikan,

tercermin dari penurunan tingkat Non

Performing Loans (NPL) dari triwulan I 2017

yang terutama terjadi pada sektor Konstruksi,

sektor Perdagangan dan sektor Tansportasi,

Komunikasi dan Pergudangan, meskipun

tingkat NPL di ketiga sektor tersebut masih

berada diatas ketentuan batas NPL Bank

Indonesia (5%). Di sisi lain, NPL pada sektor

Akomodasi dan sektor Jasa Masyarakat

mengalami kenaikan yang signifikan, masing-

masing mencapai level 35,53% dan 36,26%.

Dari sisi penggunaan, tidak terdapat

perubahan struktur penyaluran kredit, dimana

lebih dari 60% kredit korporasi yang

Sumber : Laporan Perbankan, diolah

Grafik 0.7 Perkembangan DPK, Kredit dan NPL

Sumber : Laporan Perbankan, diolah

Grafik 0.8 % Proporsi Kredit per Sektor

Sumber : Laporan Perbankan, diolah

Grafik 0.9 Pertumbuhan Kredit Korporasi per Sektor

Sumber : Laporan Perbankan, diolah

Grafik 0.10 Perkembangan NPL per Sektor

10%

11%

12%

13%

14%

15%

16%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

DPK (yoy) Kredit (yoy) NPL (sb.kanan)

yoy NPL

16.12% 15.04% 14.24% 11.12%14.98% 12.61%

21.33% 24.39% 26.83%19.96% 14.35% 18.70%

26.87%26.66% 25.87%

31.97% 32.50% 34.56%

6.87% 5.89% 5.98% 4.68% 5.17% 5.00%11.95% 10.28% 8.92% 8.22% 7.91% 7.20%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I 2016 II 2016 III 2016 IV 2016 I 2017 II 2017

Pertanian Konstruksi Perdagangan TransKomGud Jasa Masy

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Pertanian Konstruksi Perdagangan TransKomGud Jasa Masy

yoy

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

Konstruksi Perdagangan Akomodasi &Mamin

TransKomGud Jasa Masy

I 2016 II 2016 III 2016 IV 2016 I 2017 II 2017

29

disalurkan digunakan untuk modal kerja dan

lebih dari 30% untuk kredit investasi. Dalam

perkembangannya, penyaluran kredit

korporasi untuk modal kerja pada triwulan II

2017 mencapai 22,01% (yoy), mengalami

perlambatan dibanding triwulan I 2017 yang

tumbuh sebesar 33,69% (yoy).

Sementara itu, kualitas kredit modal kerja

korporasi pada triwulan laporan relatif

mengalami perbaikan, tercermin dari tingkat

NPL modal kerja yang mencapai 13,57% lebih

rendah dari periode sebelumnya yang

mencapai 19,21%.

Meskipun melambat, kredit investasi sektor

korporasi pada triwulan II 2017 masih tumbuh

tinggi mencapai 111,44% (yoy), lebih rendah

dari triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar

146,61% (yoy). Namun di sisi lain, kualitas

kredit investasi pada triwulan II 2017

mengalami penurunan yang tercermin dari

kenaikan tingkat NPL investasi dari 8,06%

pada triwulan I 2017 menjadi 13,69%.

Dari sisi DPK, komposisi giro masih menjadi

yang paling dominan pada triwulan II 2017

dengan persentase penempatan lebih dari

60%. Sementara penempatan dana pada

komponen tabungan dan deposito di triwulan

II 2017 masing-masing sebesar 22% dan

13,5%. Dalam perkembangannya, hanya

deposito yang mengalami perlambatan,

sementara giro dan tabungan mengalami

kenaikan. Tercatat pertumbuhan masing-

masing komponen DPK tersebut pada triwulan

II 2017 mencapai 80,25%, 133,51%, dan

167,28% (yoy). Kondisi tersebut membuat

DPK korporasi secara total mengalami

kenaikan sebesar 130,79% (yoy).

Asesmen menilai bahwa tingginya

pertumbuhan DPK pada triwulan II 2017 salah

satunya disebabkan oleh penempatan

pendapatan perusahaan pada instrument

perbankan yang relatif aman seiring masih

rendahnya realisasi investasi.

Sumber: Laporan Perbankan, diolah

Grafik 0.13 Pertumbuhan DPK Korporasi

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

160%

180%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Giro (sb.kanan) Tabungan (sb.kanan) Deposito (sb.kanan)

g Giro g Tabungan g Deposito

yoy Pangsa

Sumber : Laporan Perbankan, diolah

Grafik 0.11 % Kredit Berdasarkan Penggunaan per Sektor

Sumber : Laporan Perbankan, diolah

Grafik 0.12 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Investasi

74.79% 74.47%66.44% 65.22% 61.54% 65.41%

23.22% 22.35%29.44% 30.43% 35.24%

34.02%

1.99% 3.18% 4.12% 4.36% 3.22% 0.57%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I 2016 II 2016 III 2016 IV 2016 I 2017 II 2017

Modal Kerja Investasi Konsumsi

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

160%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

g Modal Kerja (sb.kanan) g Investasi (sb.kanan) NPL Modal Kerja NPL Investasi

yoy

30

4.2 KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA

4.2.1 Sumber Kerentanan Sektor Rumah Tangga

Terdapat empat faktor yang mempengaruhi

kerentanan sektor Rumah Tangga, yaitu

persepsi masyarakat terhadap perekonomian,

tingkat pendapatan, tingkat konsumsi dan

persepsi terhadap harga.

Berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK) pada

triwulan II 2017 yang dilakukan oleh KPwBI

Provinsi Papua, dapat diketahui bahwa tingkat

keyakinan masyarakat terhadap kondisi

perekonomian cenderung mengalami

kenaikan. Tercatat bahwa indeks keyakinan

masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini

(IKE) mencapai level 130,44. Kondisi tersebut

terutama didorong oleh kenaikan indeks

Penghasilan Konsumen yang mencapai 151,3.

Selain itu, indeks Konsumsi Barang Tahan

Lama dan indeks Ketersediaan Lapangan Kerja

juga berada dilevel yang sangat optimis,

masing-masing mencapai 119,3 dan 126.

Kondisi tersebut relatif sejalan dengan

pelaksanaan even puasa dan lebaran, dimana

pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) dan

menjamurnya usaha makanan jadi membuat

persepsi masyarakat terhadap kedua indeks

tersebut mengalami kenaikan.

Sementara itu, ekspektasi masyarakat

terhadap kondisi ekonomi ke depan (IEK)

semakin optimis dibanding triwulan I 2017,

dimana angka indeks pada triwulan II 2017

mencapai 136,44 lebih tinggi dibanding

triwulan I 2017 yang mencapai 127,6. Kondisi

tersebut salah satunya didorong oleh kenaikan

persepsi masyarakat terhadap penghasilan

dan kegiatan usaha yang ketersediaan

lapangan kerja yang juga mengalami kenaikan.

Dari sisi pengeluaran, dapat diketahui bahwa

hingga triwulan II 2017 tidak terdapat

perubahan struktur alokasi pengeluaran,

dimana komponen konsumsi masih

mendominasi dengan pangsa berkisar 60%.

Sementara, pangsa pengeluaran yang

digunakan untuk tabungan dan pembayaran

cicilan masing-masing, mencapai kisaran 29%

dan 13%.

Secara lebih mendalam berdasarkan tingkat

pengeluaran per bulan dapat diketahui bahwa

alokasi pengeluaran konsumsi terbesar

dilakukan oleh masyarakat dengan tingkat

pengeluaran di atas Rp4 juta, mencapai 63%

dari total pengeluaran. Sementara, alokasi

pembayaran cicilan terbesar dilakukan oleh

masyarakat dengan tingkat pengeluaran

hingga Rp4 juta yang mencapai 10% dari total

pengeluaran. Untuk tabungan, alokasi

terbesar dilakukan oleh masyarakat dengan

tingkat pengeluaran diatas Rp5 juta, yang

mencapai 50% dari total pengeluaran.

Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa daya

beli masyarakat relatif terjaga. Selain itu,

masyarakat juga dinilai mampu untuk

memenuhi berbagai kewajibannya.

Sumber : Survei Konsumen, diolah

Grafik 0.14 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen

Sumber : Survei Konsumen, diolah

Grafik 0.15 Perkembangan Indikator SK Lainnya

100

105

110

115

120

125

130

135

140

145

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN ( IKK )

INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI ( IKE )

INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN ( IEK )

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017 2015 2016 2017

Ekspektasi EkonomiKondisi Ekonomi Saat Ini

Pesi

mis

Op

tim

is

Indeks

Indeks Penghasilan Konsumen

Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama

Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja

Indeks Penghasilan Konsumen (Ekspektasi)

Indeks Kegiatan Usaha

Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (Ekspektasi)

31

Sumber kerentanan pada sektor Rumah

Tangga juga berpotensi berasal dari tekanan

harga, dimana indeks perubahan harga

komoditas pada triwulan II 2017 berada di

level yang relatif tinggi mencapai 164.

Komoditas bahan makanan dan komoditas

energi dipersepsikan masyarakat memiliki

kenaikan harga tertinggi dibanding kelompok

komoditas lainnya. Asesmen menilai bahwa

berlangsungnya even puasa-lebaran dan

kebijakan penyesuaian tarif, seperti listrik,

menjadi faktor tingginya persepsi masyarakat

terhadap kenaikan harga terutama dalam

jangka pendek.

Sumber : Survei Konsumen, diolah

Grafik 0.18 Indeks Perubahan Harga per Sektor RT

4.2.2 Kinerja Keuangan Rumah Tangga

Pada triwulan II 2017, pengelolaan keuangan

rumah tangga relatif stabil jika dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Tercatat bahwa

persentase alokasi tabungan di atas 10% dari

pengeluaran masih berada pada kisaran

kisaran 26% hingga 33%. Kondisi tersebut

mengindikasikan bahwa masyarakat masih

menjaga prinsip kehati-hatian dalam

pengelolaan keuangan.

Dilihat dari perilaku berutang, tercatat 72,2%

dari responden memiliki debt to service ratio

(DSR) di bawah 10%. Persentase tersebut

lebih tinggi dari triwulan I 2017 yang

mencapai 67,3% responden. Sementara di sisi

lain, persentase masyarakat dengan rasio DSR

diatas 30% mengalami penurunan signifikan

pada triwulan ini. Tercatat sebanyak 6,7%

masyarakat memiliki DSR diatas 30%, lebih

rendah dari triwulan I 2017 yang mencapai 9,8%

dari masyarakat. Kondisi tersebut

mengindikasikan bahwa dalam menghadapi

even lebaran pada triwulan II 2017, jumlah

masyarakat yang memiliki hutang cenderung

meningkat namun dengan nilai yang relatif

terkendali.

Berdasarkan tingkat pengeluarannya, tekanan

risiko berpotensi berasal dari masyarakat

dengan tingkat pengeluaran rendah (Rp1-3

juta), dimana persentase masyarakat dengan

DSR berkisar 10% hingga 30% mayoritas

berasal dari kelompok ini. Sementara itu, rasio

DSR pada kelompok masyarakat dengan

tingkat pengeluaran menengah (Rp3,1-5 juta)

100

110

120

130

140

150

160

170

180

190

200

1 2 3 4 5 6

2017

Makanan Non makanan Peralatan rumah tangga

Energi Perumahan Jasa

Perubahan harga 3 bln ke depan

Sumber : Survei Konsumen, diolah

Grafik 0.16 Pangsa Alokasi Pengeluaran Konsumen

Sumber : Survei Konsumen, diolah

Grafik 0.17 % Penggunaan Pengeluaran/bulan

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Konsumsi Cicilan pinjaman Tabungan

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Konsumsi

Cicilan/Pinjaman

Tabungan

Konsumsi

Cicilan/Pinjaman

Tabungan

I 2

01

7II

20

17

Rp1 - 2 jt Rp2,1 - 3 jt Rp3,1 - 4 jt Rp4,1 - 5 jt

Rp5,1-6 jt Rp6,1-7 jt Rp7,1-8 jt >Rp8 jt

32

dan pengeluaran tinggi (di atas Rp5 juta)

terlihat cukup terkendali, dimana secara total

terdapat 2,9% dari responden yang memiliki

DSR yang berkisar 10% hingga 30%.

Persentase responden tersebut lebih rendah

dari triwulan I 2017 yang mencapai 6,0%.

Selain itu, juga terdapat 6,7% responden yang

memiliki DSR diatas 30%, turun dari triwulan I

2017 dengan persentase responden mencapai

9,8%.

Tabel 0.1 Perkembangan Pengeluaran Konsumen Untuk Tabungan Tw II 2017

Sumber : SK, diolah

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

Rp1 - 2 jt 28.2% 5.1% 4.4% 2.7% 5.3% 7.6% 12.4% 15.1%

Rp2,1 - 3 jt 27.8% 3.1% 4.2% 3.3% 5.6% 8.0% 10.9% 14.0%

Rp3,1 - 4 jt 7.8% 2.0% 1.6% 1.6% 1.6% 3.3% 5.1% 2.9%

Rp4,1 - 5 jt 1.6% 0.4% 0.9% 1.1% 1.3% 1.1% 0.7% 0.9%

Rp5,1-6 jt 1.8% 0.0% 0.4% 0.4% 0.2% 0.9% 0.9% 0.7%

Rp6,1-7 jt 0.0% 0.0% 0.2% 0.2% 0.2% 0.2% 0.0% 0.0%

Rp7,1-8 jt 0.0% 0.0% 0.2% 0.4% 0.2% 0.2% 0.2% 0.0%

>Rp8 jt 0.2% 0.2% 0.0% 0.0% 0.0% 0.2% 0.2% 0.0%

Total 67.3% 10.9% 12.0% 9.8% 14.4% 21.6% 30.4% 33.6%

Rp1 - 2 jt 38.9% 2.9% 6.7% 2.7% 5.3% 15.6% 15.1% 15.1%

Rp2,1 - 3 jt 22.4% 4.2% 4.4% 2.2% 6.2% 8.0% 8.0% 11.1%

Rp3,1 - 4 jt 8.2% 1.1% 1.8% 1.3% 2.0% 1.8% 3.6% 5.1%

Rp4,1 - 5 jt 2.2% 0.0% 0.0% 0.4% 0.0% 0.9% 0.9% 0.9%

Rp5,1-6 jt 0.4% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.4%

Rp6,1-7 jt 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

Rp7,1-8 jt 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

>Rp8 jt 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

Total 72.2% 8.2% 12.9% 6.7% 13.6% 26.2% 27.6% 32.7%

II 2017

Tabungan

PeriodePengeluaran/

bln

Debt Service Ratio (DSR)

I 2017

33

4.2.3 Eksposure Perbankan dalam Rumah Tangga

Perkembangan indikator perbankan untuk

Rumah Tangga pada triwulan II 2017

menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan

kredit tercatat mencapai 2,07% (yoy) pada

triwulan II 2017, lebih rendah dari triwulan I

2016 yang mencapai 3,85% (yoy). Dengan

kualitas kredit yang disalurkan masih berada

dibawah batas ketentuan Bank Indonesia (5%),

yaitu sebesar 1,96%. DPK juga tumbuh

melambat, dimana pada triwulan II 2017

tumbuh sebesar 0,15% (yoy) lebih rendah dari

triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 3,65%

(yoy).

Secara lebih mendalam terlihat bahwa

pertumbuhan kredit multiguna pada triwulan

laporan mengalami kontraksi sebesar -98,77%

(yoy). Di sisi lain, kredit KPR pada posisi yang

sama tumbuh sebesar 26,07% (yoy), sedikit

melambat dari triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 28,06% (yoy). Sementara itu,

pertumbuhan penyaluran yang signifikan pada

triwualn II 2017 terjadi pada kredit

perlengkapan yang tumbuh sebesar 663,95%

(yoy).

Kontraksi kredit multiguna salah satunya

disebabkan oleh peningkatan prinsip kehati-

hatian, dimana perbankan mengurangi alokasi

penyaluran kredit multiguna tanpa

menggunakan agunan. Sementara tingginya

penyaluran kredit perlengkapan sejalan

dengan persiapan masyarakat dalam

menghadapi perayaan puasa-lebaran, dimana

mayoritas komponen kredit perlengkapan

berupa peralatan rumah tangga.

Perkembangan penyaluran kredit tersebut

menyebabkan perubahan struktur penyaluran

kredit rumah tangga. Pangsa kredit multiguna

mengalami penurunan signifikan dan

sebaliknya, kredit Pemilikan Rumah (KPR) serta

kredit lainnya mengalami kenaikan pangsa

yang sangat tinggi. Tercatat pada triwulan II

2017, pangsa kredit KPR dan kredit lainnya

masing-masing mencapai 20,28% dan

33,69%.

Sumber : Laporan Perbankan, diolah

Grafik 0.19 Pertumbuhan DPK, Kredit dan NPL

Sumber : Laporan Perbankan, diolah

Grafik 0.20 % Kredit Rumah Tangga

Sumber : Laporan Perbankan, diolah

Grafik 0.21 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga

Sumber : Laporan Perbankan, diolah

Grafik 0.22 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga

0%

1%

2%

3%

4%

5%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

18%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

DPK Kredit NPL (sb.kanan)

yoy NPL

18.06% 18.82% 19.22% 19.24%

20.33% 20.28%

65.14% 64.83% 63.98%

41.18%

14.94% 14.44% 14.84%

37.79%

34.93% 33.69%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I 2016 II 2016 III 2016 IV 2016 I 2017 II 2017

KPR KKB Perlengkapan RT. Multiguna Lainnya

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

KPR KKB Perlengkapan RT. Multiguna Lainnya

yoy

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Giro Tabungan Deposito

% yoy

34

Kualitas penyaluran kredit di sektor Rumah

Tangga secara umum terjaga dengan baik,

tercermin dari tingkat NPL mayoritas

komponen kredit rumah tangga yang berada

dibawah batas ketentuan Bank Indonesia (5%).

Hanya komponen kredit multiguna yang

mengalami kenaikan signifikan dan berada di

atas batas ketentuan Bank Indonesia. Tercatat

NPL kredit multiguna pada triwulan laporan

mencapai 6,23%. Selain itu, tingkat NPL di

sektor KPR juga perlu mendapat perhatian

karena berada jauh lebih tinggi dibanding

komponen lainnya, dimana hingga triwulan II

2017 NPL KPR masih stabil pada kisaran 3%.

Di sisi penghimpunan dana, DPK rumah

tangga di Papua pada triwulan II 2017 secara

umum mengalami penurunan. Berdasarkan

komponennya, tabungan yang merupakan

komponen dengan pangsa dominan dalam

DPK rumah tangga pada triwulan II 2017

tumbuh sebesar 2,92% (yoy), melambat

dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2017

yang mencapai 7,45% (yoy). Sementara,

komponen deposito dan giro pada periode

laporan mengalami kontraksi sebesar -2,90%

dan -9,62% (yoy). Kondisi tersebut

mengindikasikan bahwa masyarakat

cenderung membutuhkan instrumen

perbankan yang lebih mudah dicairkan

terutama dalam menghadapi perayaan

lebaran.

Sumber : Laporan Perbankan, diolah

Grafik 0.23 NPL Kredit Rumah Tangga

Sumber : Laporan Perbankan, diolah

Grafik 0.24 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga

-1%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

KPR KKB Perlengkapan RT. Multiguna Lainnya

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Giro Tabungan Deposito

% yoy

35

BAB 5

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

erkembangan transaksi Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) di Papua pada triwulan I

2017 menurun secara nominal dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi melalui Bank

Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan laporan juga tercatat

menurun dibandingkan triwulan lalu. Sementara itu, aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan

Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Papua menunjukan posisi net outflow pada triwulan II 2017

sebesar Rp1,92 triliun. Pada triwulan ini posisi net outflow disebabkan adanya kebutuhan

perayaan puasa dan lebaran, masyarakat cenderung menarik uang kartal dalam jumlah besar

untuk memenuhi kebutuhan hari raya tersebut

5.1 SISTEM PEMBAYARAN

Perkembangan transaksi nontunai di Papua

cenderung mengalami penurunan, sejalan

dengan kondisi pertumbuhan perekonomian

Papua. Pada Triwulan II 2017, terjadi

penurunan baik secara volume maupun nilai

transaksi yang dilakukan melalui SKNBI

dengan nilai yang mencapai Rp2,56 triliun dan

volume 75.560 lembar warkat. Jumlah

tersebut turun dibanding triwulan sebelumnya

yang mencatatkan nilai sebesar Rp3,05 triliun

dengan volume 79.942 lembar warkat. Bila

dibandingkan dengan periode yang sama

tahun lalu, volume transaksi SKNBI mengalami

penurunan 10,41% (yoy) sejalan dengan nilai

transaksi yang juga mengalami penurunan

sebesar 43,40% (yoy). Penurunan ini sejalan

dengan rendahnya realisasi anggaran

pemerintah Provinsi Papua sehingga

menyebabkan aktivitas pembayaran proyek

belum terealisasi dengan optimal.

Dari sisi kepatuhan pengguna SKNBI, pada

triwulan II 2017 turut mengalami penurunan.

Jumlah penarikan Cek dan Bilyet Giro (BG)

kosong sepanjang triwulan II 2017 tercatat

sebanyak 370 lembar warkat atau mengalami

peningkatan dari triwulan sebelumnya yang

tercatat sebanyak 274 lembar warkat.

Secara spasial, penatausahaan transaksi kliring

di Provinsi Papua masih diakomodasi dari dua

wilayah yaitu di Kota Jayapura dan Kabupaten

Biak. Proporsi transaksi kliring masih

didominasi oleh pemenuhan dari Kota

Jayapura sebesar 90,52% terhadap

keseluruhan transaksi kliring, sementara dari

Kabupaten Biak hanya mengakomodasi

sebesar 9,48%. Berdasarkan nominalnya,

transaksi kliring di Kota Jayapura mencapai

Rp2,32 triliun sedangkan di Kabupaten Biak

hanya sebesar Rp243 miliar. Bila dibandingkan

dengan triwulan II 2016 terjadi penurunan

sebesar 45,09% (yoy) untuk Kota Jayapura

dan untuk Kabupaten Biak juga terjadi

penurunan sebesar 12,90% (yoy). Sementara

apabila dilihat dari fisik penukaran warkat, di

Kabupaten Biak sepanjang triwulan II 2017

sebanyak 2.638 lembar warkat yang

ditukarkan atau jauh lebih rendah

dibandingkan Kota Jayapura yang mencapai

52.779 lembar warkat.

Sementara untuk transaksi yang dilakukan

melalui Bank Indonesia Real Time Gross

Settlemen (BI-RTGS) Generasi II di Papua pada

triwulan II 2017 juga mengalami penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya.

Dibandingkan dengan Sistem Kliring Nasional

Bank Indonesia (SKNBI), jumlah transaksi RTGS

P

36

lebih sedikit namun dengan nominal transaksi

rata rata yang jauh lebih tinggi dan

kebutuhan warkat yang jauh lebih banyak.

Jumlah nilai yang ditransaksikan melalui BI-

RTGS selama triwulan II 2017 sebesar Rp1,25

triliun, naik 11,61% lebih tinggi dari triwulan

yang sama pada tahun sebelumnya. Namun

jumlah ini turun bila dibandingkan dengan

transaksi triwulan I 2017 sebesar Rp1,28 triliun.

Volume transaksi yang terjadi pada di triwulan

II 2017 sebanyak 1.713 transaksi, meningkat

201,58% lebih tinggi dari triwulan yang sama

pada tahun sebelumnya. Penurunan transaksi

secara nominal yang dilakukan melalui BI-

RTGS sejalan dengan rendahnya pertumbuhan

perekonomian Provinsi Papua, realisasi

pembayaran proyek pemerintah yang masih

rendah, dan pembayaran aktivitas konsumsi

lebaran yang masih didominasi oleh uang

tunai.

5.2 PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan

Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Papua

menunjukan posisi net outflow pada triwulan

II 2017 sebesar Rp1,92 triliun. Pada triwulan

ini posisi net outflow disebabkan adanya

kebutuhan perayaan puasa dan lebaran,

masyarakat cenderung menarik uang kartal

dalam jumlah besar untuk memenuhi

kebutuhan hari raya tersebut.

Bila dilihat lebih lanjut, net outflow uang dari

KPw BI Provinsi Papua pada triwulan II 2017

bersumber dari uang keluar sebesar Rp 3,2

triliun, lebih banyak dibandingkan uang

masuk yang tercatat sebesar Rp 1,3 triliun.

Dibandingkan dengan kondisi net outflow

sepanjang triwulan II 2016 yang sebesar Rp

2,2 triliun, kondisi pada triwulan II 2017 relatif

sedikit lebih rendah.

Sementara itu, jumlah Uang Tidak Layak Edar

(UTLE) yang dimusnahkan di KPw BI Provinsi

Papua pada triwulan laporan sebesar Rp64,35

miliar, menurun 74,20% dibandingkan

triwulan yang sama pada tahun lalu yang

mencapai Rp249,40 miliar. Hal ini

mengindikasikan bahwa UTLE yang beredar di

Provinsi Papua relatif menurun. Pemusnahan

UTLE tersebut merupakan bagian dari

kebijakan Clean Money Policy, yaitu upaya

Bank Indonesia untuk menjaga kualitas uang

yang beredar di tengah masyarakat. Untuk itu

secara rutin KPw BI Provinsi Papua melakukan

pemusnahan terhadap UTLE yang dilakukan

berdasarkan prinsip good governance. Selain

melakukan pemusnahan UTLE, dalam

melaksanakan kebijakan kas keliling yang

terdiri dari kas keliling dalam kota yang rutin

diadakan 2 kali seminggu di 4 tempat di Kota

Jayapura, serta kas keliling luar kota yang

dilakukan diseluruh kabupaten Provinsi Papua.

Selama triwulan II 2017, kegiatan kas keliling

yang dilaksanakan oleh KPw BI Provinsi Papua

mengalami sedikit peningkatan. Bila selama

Grafik 0.1 Perkembangan Transaksi SKNBI

Grafik 0.2 Aliran Uang Kartal Melalui KPw BI Papua

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

100.000

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

5.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Nominal

Volume (sisi kanan)

Rp miliar lembar warkat

(8.000)

(6.000)

(4.000)

(2.000)

-

2.000

4.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Outflow

Inflow

Netflow

Rp miliar

37

triwulan II 2016 kas keliling yang dilakukan

sebanyak 42 kali, pada triwulan II 2017 total

kas keliling yang dilaksanakan tercatat

sebanyak 45 kali. Dengan rincian 35 kali kas

keliling dalam kota dan 10 kali kas keliling luar

kota.

Selain dalam bentuk kas keliling, distribusi

uang di luar kantor perwakilan Bank Indonesia

juga dilakukan dalam bentuk kas titipan.

Hingga triwulan II 2017, KPw BI Provinsi Papua

telah membuka 5 (lima) lokasi kas titipan,

yakni di wilayah Sorong, Merauke, Timika,

Biak dan Wamena. Pada akhir tahun 2017

akan dibuka pelayanan di dua wilayah baru

yaitu di Kabupaten Nabire dan Kepulauan

Yapen dengan tujuan untuk melayani

tingginya kebutuhan uang layak edar di

wilayah bagian barat Provinsi Papua.

KPw Bank Indonesia Provinsi Papua saat ini

tengah gencar melakukan sosialisasi kepada

pelaku usaha KUPVA, dan masyarakat di

perbatasan Papua mengenai Peraturan Bank

Indonesia terbaru nomor 19/7/PBI/2017

tentang Pembawaan Uang Kertas Asing Ke

Dalam dan Keluar Daerah Pabean Indonesia.

PBI ini mengatur jumlah maksimal

pembawaan Uang Kertas Asing (UKA) oleh

perorangan ke dalam maupun keluar wilayah

Indonesia yang jumlahnya lebih besar atau

sama dengan satu milyar rupiah harus

menggunakan bank atau melalui KUPVA yang

telah mendapatkan ijin dari Bank Indonesia.

Selama ini pelaku usaha KUPVA di Papua

masih bersifat tradisional, mereka kebanyakan

membeli Kina di Papua Nugini kemudian

membawa sendiri ke Papua untuk kemudian

diperjual belikan. Cara seperti ini memiliki

resiko yang cukup besar karena Bank

Indonesia kesulitan untuk melacak dan

mengetahui secara pasti jumlah UKA yang

beredar di Indonesia, ditambah resiko adanya

peredaran uang asing palsu. Oleh karena itu

PBI ini diberlakukan untuk meminimalisir

resiko tersebut dan mulai berlaku 8 Maret

2018.

Tabel 0.1 Frekuensi Pelaksanaan Kas Keliling Dalam dan Luar Kota

Sumber: Bank Indonesia

I II III IV I II

Dalam Kota 27 27 38 39 49 35

Luar Kota 12 15 18 21 7 10

TOTAL 39 42 56 60 56 45

Kas Keliling2016 2017

38

BOKS

PASAR MURAH NON TUNAI

Dalam upaya mengantisipasi kenaikan harga

menghadapi lebaran, Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Papua bersama-sama dengan

Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi

Papua dan TPID Kota Jayapura melaksanakan

kegiatan Pasar Murah Pengendalian Inflasi

Nontunai Menjelang Lebaran di Papua pada

tanggal 14-16 Juni 2017 bertempat di Taman

Imbi Kota Jayapura. Beberapa instansi/organisasi

perangkat daerah nampak bersinergi dalam

pasar murah tersebut, diantaranya yaitu Bulog,

Dinas Perindagkop, Dinas Kelautan dan

Perikanan, Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan

Pangan, Toko Tani Indonesia, Dinas Peternakan,

Generasi Baru Indonesia (GenBI) Universitas

Cenderawasih dan Kelompok Tani Bawang

Merah binaan Bank Indonesia.

Satu hal yang unik dalam pasar murah kali ini

adalah penggunaan nontunai dalam

pembayaran transaksi jual beli. Cara ini

dimaksudkan untuk mengenalkan alat

pembayaran nontunai khususnya uang

elektronik dan memperluas Gerakan Nasional

Nontunai (GNNT) kepada masyarakat.

Masyarakat diperkenalkan beberapa manfaat

penggunaan alat pembayaran nontunai antara

lain menghemat biaya pencetakan dan

pengelolaan uang; mempermudah dan

mempersingkat waktu bertransaksi; cepat,

praktis dan aman; serta meminimalkan risiko

pemalsuan uang. Penggunaan metode

pembayaran nontunai menjadi tantangan

tersendiri dalam pelaksanaan kegiatan tersebut,

seiring mayoritas masyarakat yang belum

mengenal dan terbiasa menggunakan uang

elektronik. Untuk mengantisipasi hal tersebut, di

lokasi pasar murah turut serta pula para penerbit

uang elektronik yang melayani pembelian dan

pengisian saldo uang elektronik oleh masyarakat

serta penyediaan beberapa mesin Electronic

Data Capture (EDC) untuk sarana pembayaran.

Antusiasme masyarakat dalam pasar murah

selama tiga hari tersebut sangat tinggi. Hal

tersebut tercermin dari beberapa indikator

seperti jumlah aktivasi baru uang elektronik yang

mencapai kisaran 2.000 unit dan total transaksi

yang mencapai kisaran 7.000 transaksi dengan

nilai berkisar Rp420 juta.

Jajaran Pimpinan Melakukan Aktivasi Uang Elektronik

Suasana Pasar Murah

39

BOKS

WAMENA, KOTA KELIMA KAS TITIPAN DI PROVINSI PAPUA

Dalam rangka mendukung kebijakan clean money

policy, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI)

Provinsi Papua melakukan upaya perluasan

jaringan kas titipan di Papua. Hingga triwulan II

2017, terdapat lima daerah yang menjadi lokasi

layanan kas titipan di Papua yaitu Merauke, Sorong,

Timika, Biak dan yang terakhir adalah Wamena.

Dalam pelaksanaan kas titipan, KPwBI Provinsi

Papua bekerja sama dengan perbankan di daerah

yang memiliki infrastruktur memadai untuk

pengelolaan uang milik Bank Indonesia. Tujuan

utama pelaksanaan kas titipan adalah untuk

mencukupi ketersediaan uang rupiah seluruh bank

di suatu daerah dan memenuhi kebutuhan

masyarakat terhadap uang rupiah.

Pembukaan layanan kas titipan di Wamena secara

resmi dilakukan pada 20 Desember 2016, yang

menjadi salah satu upaya strategis KPwBI Provinsi

Papua untuk melayani masyarakat yang tinggal di

daerah pegunungan tengah Papua. Kas titipan di

Wamena melayani kebutuhan uang kartal

masyarakat di Kabupaten Yalimo, Mamberamo

Tengah, Tolikara, Puncak Jaya, Puncak, Lanny Jaya,

Nduga, Yahukimo dan Pegunungan Bintang.

Selain itu, tingginya perputaran uang di Kabupaten

Jayawijaya menyebabkan biaya pengelolaan uang

menjadi kurang efisien. Tercatat pada tahun 2016,

posisi inflow di Kabupaten Jayawijaya mencapai

kisaran Rp150 miliar per bulan. Hal ini

menyebabkan perbankan di Kabupaten Jayawijaya

harus mengirimkan kelebihan uang ke kantor

pusat yang berada di Jayapura. Konsekuensinya

adalah tingginya biaya pengiriman uang (remise).

Terkait kondisi tersebut,maka kas titipan menjadi

salah satu solusi efisensi yang optimal bagi

perbankan di Kabupaten Jayawijaya.

Selanjutnya, Bank Indonesia akan mengawal dan

melakukan pemantauan secara berkala sehingga

penarikan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan

pengiriman Uang Layak Edar (ULE) dapat dilakukan

lebih maksimal.

Peresmian Kas Titipan

Penjelasan Kas Titipan

40

BAB 6

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

ondisi ketenagakerjaan Provinsi Papua pada triwulan II 2017 menunjukkan penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini salah satunya diindikasikan dari Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Papua yang menurun. Di sisi lain, perkembangan

kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua menunjukkan perbaikan. Berdasarkan data demografi

Provinsi Papua triwulan II 2017 ditunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin terus menurun

dengan tingkat kesenjangan yang juga mengindikasikan arah perbaikan.

6.1 KETENAGAKERJAAN

Perkembangan ketenagakerjaan di Provinsi

Papua pada triwulan II 2017 cenderung

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.

Ditunjukkan dari tingkat pengangguran di

Provinsi Papua, mengalami peningkatan

dibandingkan periode sebelumnya yang hanya

3,35% menjadi 3,96% pada triwulan laporan.

Tingkat pengangguran terbuka di Papua

tersebut masih relatif lebih rendah

dibandingkan dengan nasional yang mencapai

5,33%.

Berdasarkan bidang pekerjaannya 80%

penduduk yang bekerja hanya bekerja di

sektor informal dan 33,7% diantaranya

merupakan Pekerja Keluarga/Tak Dibayar.

Sementara itu jika dilihat dari lama waktu

bekerjanya yang bekerja penuh waktu 58%

berbanding 42% tidak penuh waktu.

Perkembangan yang perlu dicermati adalah

bahwa tingkat pengangguran angkatan kerja

yang berpendidikan Diploma I/II/III turun relatif

dalam pada periode ini dari 7,04% pada

Agustus 2016 menjadi 3,41% pada februari

2017 dan pada tingkat pendidikan Sekolah

Menengah Kejuruan yang turun dari 16,42%

K

Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Grafik 6.1 Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Sumber : BPS, diolah

Grafik 6.2 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (yoy)

2017

Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb

Penduduk Usia 15+ (ribu orang) 2.057 2.073 2.097 2.129 2.157 2.189 2.213 2.245 2.269

Angkatan Kerja (ribu orang) 1.645 1.610 1.689 1.675 1.710 1.742 1.743 1.722 1.754

Bekerja (ribu orang) 1.598 1.560 1.630 1.617 1.646 1.672 1.691 1.664 1.684

Penganggur (ribu orang) 47 51 59 58 64 69 52 58 69

Bukan Angkatan Kerja (ribu Orang) 412 462 408 454 447 447 470 523 515

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 79,98 77,70 80,54 78,67 79,26 79,57 78,77 74,13 77,3

Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2,86 3,15 3,48 3,44 3,72 3,99 2,97 3,35 3,96

201620152013 2014Uraian

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb

2014 2015 2016 2017

LainnyaJasa kemasyarakatan, sosial dan peroranganPerdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasiIndustriPertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, perikanan

ribu orang

-100

-50

0

50

100

150

200

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb

2014 2015 2016 2017

Pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, perikananPerdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasiJasa kemasyarakatan, sosial dan peroranganLainnyaIndustri [skala kanan]

% %

41

pada Agustus 2016 menjadi 10,63% pada

Februari 2017.

Hal tersebut sejalan dengan program

pemerintah dalam prioritas pendidikan

sekolah vokasi yang lulusannya siap bekerja

sehingga penyerapan tenaga kerja dari tingkat

pendidikan ini terus bertambah.

Perkembangan lain yang perlu diperhatikan

juga adalah kenaikan tingkat pengangguran

angkatan kerja yang berpendidikan universitas,

dari sebelumnya 5,74% menjadi 6,13% pada

triwulan II 2017.

Secara komposisi penyerapan tenaga kerja

berdasarkan lapangan usaha tidak terdapat

perubahan signifikan. Pada triwulan II 20171

mayoritas penduduk Papua bekerja di

lapangan usaha Pertanian, Perkebunan,

Kehutanan, Perburuan dan Perikanan (69,2%).

Kemudian, sebagian besar lainnya bekerja di

lapangan usaha Jasa Kemasyarakatan, Sosial,

dan Perorangan (12,5%), khususnya di bidang

pemerintahan.

Dalam satu tahun terakhir, Penyerapan tenaga

kerja di lapangan usaha Pertanian,

Perkebunan, Kehutanan, Perburuan, dan

Perikanan meningkat. Sementara penyerapan

tenaga kerja di sektor Industri, sektor

Perdagangan, rumah makan, dan jasa

akomodasi, sektor Jasa kemasyarakatan, sosial,

dan perorangan, serta sektor Lainnya

mengalami penurunan dibandingkan periode

sebelumnya. Hal ini menunjukkan terjadinya

peralihan pekerjaan dari sektor lain ke sektor

Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan,

dan Perikanan. Hal tersebut sejalan dengan

pertumbuhan PDRB sektor pertanian dari 1,35%

pada triwulan I menjadi 1,83% pada triwulan

II dan juga pelaksanaan proyek pemerintah

pada bidang pertanian dan perkebunan

sepanjang tahun 2017.

Sejalan dengan rilis BPS, hasil Survei Kegiatan

Dunia Usaha mengkonfirmasi peningkatan

penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha

pertanian dari 4,52% menjadi 8,19% pada

triwulan II. Hal tersebut menunjukan adanya

optimisme kegiatan usaha pertanian pada

triwulan berjalan.

Sumber : BPS, diolah

Grafik 6.3 Penyerapan Tenaga Kerja Pertanian berdasarkan SKDU

Sumber : BPS, diolah

Grafik 6.5 Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja

Sumber : BPS, diolah

Grafik 6.4 Penduduk yang Bekerja Menurut Status

Pekerjaan Utama

Sumber : BPS, diolah

Grafik 6.6 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb

2014 2015 2016 2017

Penuh Waktu

Tidak Penuh Waktu

ribu orang

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb

2014 2015 2016 2017

Informal

Formal

ribu orang

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb

2014 2015 2016 2017

SD ke Bawah Sekolah Menengah PertamaSekolah Menengah Atas Sekolah Menengah KejuruanDiploma I/II/III UniversitasTPT Papua

%

1Data triwulan II 2017 merupakan data ketenagakerjaan bulan Februari 2017 dan data kesejahteraan bulan

Maret 2017

42

6.2 KESEJAHTERAAN

Secara umum kesejahteraan masyarakat

Papua cenderung membaik dan jumlah

penduduk miskin terus menurun. Tingkat

kesenjangan menunjukan kecenderung

menurun walaupun masih berada di atas nilai

rata-rata nasional. Kemudian dilihat dari garis

kemiskinan juga mengalami peningkatan

walaupun tidak signifikan. Di sisi lain,

penurunan terjadi pada nilai tukar petani yang

menandakan terjadinya penurunan

kesejahteraan petani di Papua.

Terkait dengan tingkat kemiskinan, rilis BPS

dalam dua tahun terakhir menunjukkan

kecenderungan adanya penurunan penduduk

miskin. Angka kemiskinan pada rilis BPS bulan

Maret 2017 menunjukkan 27,62% penduduk

Papua masih dibawah garis kemiskinan, jauh

diatas angka kemiskinan nasional yang

sebesar 10,64%. Angka tersebut sedikit

menurun dibandingkan rilis BPS bulan

September 2016 yang sebesar 28,4.

Kemudian dari tingkat kesenjangan

pendapatan yang dilihat dari indeks Gini

menunjukan terjadinya penurunan dilihat dari

nilai Gini 0,399 pada rilis September 2016

menjadi 0,397 pada rilis Maret 2017. Namun

secara berturut-turut nilai Gini Provinsi Papua

masih berada di atas rata-rata Nasional.

Selain itu, kesenjangan antara pengeluaran

rata-rata penduduk miskin dengan Garis

Kemiskinan (GK) yang ditunjukkan oleh Indeks

Kedalaman Kemiskinan (P1) naik

dibandingkan dengan rilis sebelumnya.

Kemudian, ketimpangan kesejahteraan di

antara kelompok penduduk miskin (P2) juga

mengalami kenaikan, tercermin dari Indek

Keparahan Kemiskinan yang dirilis oleh BPS

pada bulan Maret 2017 naik menjadi 2,82 dari

sebelumnya September 2016 sebesar 2.65.

Sementara itu, garis kemiskinan Papua

mengalami kenaikan dari periode sebelumnya

(September 2016) sebesar Rp440.021,00

menjadi Rp457.541,00 pada Maret 2017.

Sumber : BPS, diolah

Grafik 6.7 Jumlah Penduduk Miskin

Sumber : BPS, diolah

Grafik 6.9 Perkembangan Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan

Sumber : BPS, diolah

Grafik 6.8 Perkembangan Garis Kemiskinan di Provinsi

Papua

Sumber : BPS, diolah

Grafik 6.10 Perkembangan Index Gini Papua

43

Peranan komoditi makanan terhadap Garis

Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan

peranan komoditi bukan makanan

(perumahan, sandang, pendidikan, dan

kesehatan) dimana komoditi makanan

menyumbang 72,57% terhadap garis

kemiskinan.

Kemudian Rilis BPS mengenai Nilai Tukar

Petani (NTP) yang dirilis setiap bulan dan dapat

menjadi indikator bagi tingkat kesejahteraan

petani dan nelayan. NTP disusun dengan

membandingkan sisi pendapatan dan sisi

pengeluaran petani. Jika pendapatan petani

tumbuh lebih tinggi dari pengeluarannya,

maka nilai NTP akan meningkat. Ringkasnya,

seiring semakin tinggi NTP maka semakin

sejahtera petani.

Sebaliknya tingkat NTP Papua terlihat

mengalami penurunan bila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. NTP triwulan II

2017 turun menjadi 95,04 dari triwulan

sebelumnya yang sebesar 96,07. Data yang

ada masih menunjukkan bahwa petani

mengalami defisit. Penurunan NTP terjadi

karena perubahan indeks harga diterima

petani (It) lebih kecil dari indeks harga dibayar

petani (Ib) dimana It mengalami penurunan -

0,64% dan Ib tidak mengalami perubahan

indeks. Penurunan It terjadi karena It di

subsektor Hortikultura mengalami penurunan

cukup besar yaitu -2,47%, subsektor

Peternakan -0,15%, subsektor Perikanan -

0,02 % dan subsektor Tanaman

PerkebunanRakyat sebesar -0,01 %.

Sedangkan subsektor Tanaman Pangan

mengalami kenaikan 0,17 persen.

Sumber : BPS, diolah

Grafik 6.11 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Sumber : BPS, diolah

Grafik 6.12 Perbandingan NTP Papua dengan NTP Nasional

44

7 BAB 7

PROSPEK EKONOMI DAERAH

sesmen Bank Indonesia pada periode laporan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi

Papua pada triwulan IV 2017 berada dikisaran 4,3%-4,7% (yoy) dengan kecenderungan

bias bawah. Angka perkiraan tersebut terutama didorong oleh kinerja pertambangan

yang diperkirakan meningkat pasca pemberlakuan relaksasi izin ekspor minerba. Meskipun

demikian, kebijakan tersebut hanya berlaku hingga awal triwulan IV 2017 (Oktober 2017)

sehingga ke depan, kondisi tersebut diperkirakan akan mempengaruhi kebijakan investasi

perusahaan tambang terbesar di Papua. terkait kondisi tersebut, asesmen memperkirakan

pertumbuhan ekonomi Papua pada 2017 berada pada kisaran 3,7%-4,1% (yoy) dengan

kecenderungan bias atas.

Dari sisi tekanan harga, inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4,3%-4,7%

(yoy) dengan kecenderungan bias atas. Tekanan inflasi volatile foods dan administered price

diperkirakan berpotensi menjadi salah satu faktor pemicu kenaikan inflasi di akhir tahun. Kondisi

tersebut menyebabkan tekanan inflasi 2017 berpotensi lebih tinggi dari 2016 dan berada pada

kisaran 4,3%-4,7% (yoy).

7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI

Dari sisi lapangan usaha, kategori

pertambangan diperkirakan masih menjadi

pendorong utama pertumbuhan ekonomi

Papua di triwulan IV 2017. Optimalisasi

produksi tambang seiring berakhirnya batas

berlakunya kebijakan izin ekspor tambang

diperkirakan menjadi salah satu satu faktor

utama pendorong kinerja sektor tambang

terutama pada awal triwulan IV 2017. Kondisi

tersebut berpotensi memberikan pengaruh

positif pada kinerja ekspor di periode yang

sama. Meskipun demikian, terdapat dua

faktor yang berpotensi menahan kenaikan

kinerja tambang, yaitu (1) konflik internal

perusahaan tambang terbesar di Papua yang

hingga awal triwulan III 2017 masih terjadi

yang terutama berkaitan dengan demo

karyawan, dan (2) kondisi cuaca yang relatif

sulit diprediksi yang dapat mempengaruhi

kinerja produksi. Sementara untuk

keseluruhan tahun 2017, kinerja sektor

pertambangan diperkirakan berpotensi

mengalami kontraksi pada kisaran -0,1%

hingga -0,4% (yoy). Hal tersebut tidak

terlepas dari pengaruh kendala regulasi

pengalihan status izin usaha yang membuat

A

Sumber : PTFI, diolah

Grafik 7.1 Produksi Tambang Papua

Sumber : Survei Konsumen, diolah

Grafik 7.2 Perkembangan Ekspektasi Ekonomi dan Perkiraan Pengeluaran

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017**

Tembaga [Target] Tembaga [Riil]Emas [Target] Emas [Riil]NTB Tambang (sk. kanan)

Cu: juta poundAu: juta ounce

Rp milyar

100

110

120

130

140

150

160

170

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7

2016 2017

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Perkiraan pengeluaran 3 bulan ke depan

45

kinerja produksi mengalami penurunan. Lebih

lanjut, berdasarkan rilis resmi perusahaan

tambang terbesar di Papua, kendala tersebut

juga mempengaruhi keputusan investasi

jangka panjang, dimana saat ini perusahaan

cenderung menunggu hasil negosiasi

perizinan usaha sehingga investasi terkait

eksplorasi lahan tambang sementara belum

dilakukan. Selain itu, juga dilakukan

penyesuaian nilai investasi yang lebih rendah

dari target di awal tahun 2017.

Dari sisi penggunaan, pertumbuhan

komponen Konsumsi Rumah Tangga pada

triwulan IV 2017 diperkirakan masih terjaga

positif. Hasil Survei Konsumen BI posisi Juli

2017 memperkuat tendensi tersebut, dimana

indeks ekspektasi konsumen dan perkiraan

pengeluaran dalam jangka pendek masih

berada di level yang relatif tinggi, masing-

masing mencapai 139,78 dan 162,67. Selain

itu, sesuai dengan pola historisnya, kinerja

belanja pemerintah pada triwulan IV 2017

diperkirakan juga mengalami kenaikan

sehingga mendorong kinerja konsumsi

pemerintah.

Dengan melihat kondisi tersebut, kinerja

perekonomian Papua pada triwulan IV 2017

diprakirakan akan berada pada rentang

4,3%-4,7% (yoy) dengan kecenderungan

bias atas. Sementara untuk keseluruhan 2017,

perekonomian Papua diprakirakan mencapai

kisaran 3,7%-4,1% (yoy).

7.2 PROSPEK INFLASI

Dari sisi perkembangan harga, inflasi Papua

dalam jangka pendek di triwulan IV 2017

diprakirakan berada pada rentang 4,3% 4,7%

(yoy), lebih tinggi dari triwulan III 2017 yang

diprakirakan berada pada rentang 2,9%-3,3%

(yoy).

Kenaikan inflasi pada triwulan IV 2017

terutama berasal dari kelompok komoditas

administered price (AP) dan volatile foods (VF).

Perayaan Natal dan Tahun Baru berpotensi

menjadi pemicu kenaikan tarif tiket angkutan

udara yang berdampak pada peningkatan

inflasi AP. Kondisi tersebut juga diperkuat

oleh banyaknya jumlah hari libur akhir tahun

2017 yang telah ditetapkan pengaturannya

melalui SK Gubernur No.188.4/385/2016.

Sementara, keterbatasan pasokan dan

produksi komoditas bahan pangan serta

kondisi cuaca yang relatif sulit diprediksi

berpotensi memicu kenaikan harga

komoditas VF.

Selain itu, hasil Survei Konsumen BI

memperkuat tendensi terjadinya peningkatan

tekanan inflasi, dimana ekspektasi

masyarakat terhadap inflasi dan pengeluaran

dalam jangka pendek mengalami kenaikan.

Tercatat indeks inflasi jangka pendek dan

pengeluaran masyarakat pada Juli 2017,

masing-masing mencapai 158,67 dan 162,67.

Sumber : SK, diolah

Grafik 7.3 Perkembangan Ekspektasi Inflasi dan Perkiraan Pengeluaran

Sumber : BPS, diolah

Grafik 7.4 Kuadran Inflasi Papua Juni 2017

100

110

120

130

140

150

160

170

180

190

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5

2016 2017

Perkiraan inflasi 3 bulan yang akan datang

Perkiraan pengeluaran 3 bulan ke depan

Tarif Listrik0.14

Cabai Rawit0.13

Angkutan Udara0.49

0.0

0.4

0.8

0 6 12

Frekuensi Inflasi dalam 1 tahun (kali)

Ra

ta-r

ata

Su

mb

an

ga

n I

nfl

asi

(%

, m

tm)

HIGH

LOWHIGH

Komoditas Lain

46

Di sisi lain, komitmen pemerintah dalam

meningkatkan kapasitas dan kualitas

infrastruktur distribusi, seperti jalan trans

Papua dan rencana implementasi Jembatan

Udara diperkirakan dapat membuat tekanan

inflasi Papua lebih terkendali (down side risk).

Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut

dan mengasumsikan bahwa tidak terdapat

tekanan (shock) dalam perekonomian yang

signifikan maka inflasi Papua selama tahun

2017 diperkirakan berada direntang 4,3 4,7%

(yoy), lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang

mencapai 3,26% (yoy).

Sumber utama peningkatan tekanan inflasi

Provinsi Papua pada tahun 2017 terutama

berasal dari kelompok AP. Sumbangan inflasi

tarif angkutan udara diprakirakan masih

relatif tinggi. Selain itu, kebijakan

penyesuaian tarif listrik daya 900 VA menjadi

juga menjadi faktor pemicu inflasi pada 2017.

Tekanan inflasi kelompok komoditas VF

diperkirakan masih relatif tinggi.

Keterbatasan produksi dan pengaruh cuaca

menjadi faktor pemicu kenaikan harga

komoditas pada kelompok ini.

Di sisi lain, perkembangan komoditas inflasi

inti pada 2017 diperkirakan relatif terkendali.

Ekspektasi inflasi masyarakat selama tahun

2017 yang cenderung stabil menjadi peredam

tekanan inflasi pada 2017. Selain itu,

peningkatan jumlah TPID yang terbentuk di

Provinsi Papua mengindikasikan adanya

peningkatan kepedulian pemerintah daerah

terhadap inflasi. Tercatat hingga periode

laporan, telah terbentuk 24 TPID

kabupaten/kota di seluruh Papua.

Selanjutnya agar inflasi Papua dapat lebih

terkendali serta dapat memberikan dampak

positif dalam perekonomian, maka

diperlukan komitmen dari seluruh elemen dan

instansi terkait, khususnya yang tergabung

dalam TPID di Papua.

Prioritas pengendalian harga dan pasokan

beberapa komoditas strategis perlu

diotimalkan. Berdasarkan plotting data dalam

kuadran inflasi Papua hingga Juli 2017,

terlihat bahwa komoditas angkutan udara

memiliki sumbangan inflasi tertinggi,

mencapai 0,80% (mtm) yang disusul oleh

bawang putih dengan sumbangan inflasi

sebesar 0,51% (mtm). Sementara tarif listrik

dan cabai rawit menjadi komoditas yang

paling sering menjadi pemicu inflasi, dimana

hingga Juli 2017 kedua komoditas tersebut

telah 5 kali dan 3 kali menjadi salah satu

komoditas penyumbang inflasi dominan di

Papua.

47

DAFTAR ISTILAH

Administered price

Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah,

misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif

dasar listrik.

Base Effect

Efek kenaikan/penurunan nilai pertumbuhan

yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level

variabel yang dijadikan dasar

perhitungan/perbandingan mempunyai nilai

yang cukup rendah/tinggi.

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Adalah simpanan pihak ketiga bukan bank yang

terdiri dari giro, tabungan dan simpanan

berjangka.

Debt to Service Ratio (DSR)

Rasio utang terhadap pendapatan yang

mencerminkan kemampuan

individu/korporasi/negara untuk menyelesaikan

kewajiban membayar hutang.

Inflasi IHK

Perubahan harga barang dan jasa dalam satu

periode, yang diukur dengan perubahan Indeks

Harga Konsumen (IHK).

Inflasi inti

Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen

volatile foods dan administered prices.

Inflow

Adalah uang yang diedarkan aliran masuk uang

kartal ke Bank Indonesia.

Kontraksi

Kondisi dimana pertumbuhan benilai negatif.

Loan to Value (LTV)

Rasio antara nilai kredit/pembiayaan yang dapat

diberikan oleh bank terhadap nilai agunan

berupa properti pada saat pemberian

kredit/pembiayaan berdasarkan harga penilaian

terakhir.

Month to month (mtm)

Perubahan nilai pada bulan bersangkutan

dibandingkan bulan sebelumnya.

Net Inflow

Uang yang diedarkan inflow lebih besar dari

outflow.

Non Performing Loan (NPL)

Rasio pembiayaan atau kredit macet terhadap

total penyaluran pembiayaan atau kredit oleh

bank, baik dalam rupiah dan valas. Kriteria NPL

adalah (1) kurang lancar, (2) diragukan, dan (3)

macet.

Outflow

Adalah aliran keluar uang kartal dari Bank

Indonesia.

Pasar Uang Antar Bank (PUAB)

Kegiatan pinjam meminjam dana jangka pendek

(dalam satuan malam) antar bank yang

dilakukan melalui jaringan komunikasi

elektronis.

Rentabilitas

kemampuan dari suatu perusahaan dalam

menghasilkan laba melalui pemanfaatan

aset/modal.

48

Liaison

Kegiatan pengumpulan data/statistik dan

informasi yang dilakukan secara periodik melalui

wawancara langsung/tidak langsung kepada

pelaku usaha/institusi lainnya mengenai

perkembangan dan arah kegiatan usaha dengan

cara yang sitematis dan didokumentasikan

dalam bentuk laporan dan likert scale.

Likert Scale

Alat statistik untuk menilai variable/indicator

dengan skala -5 hingga 5. Metode ini disusun

dengan mengacu pada pelaksanaan di Reserve

Bank of Australia (RBA).

Likuiditas

Posisi uang atau kas perusahaan yang

mencerminkan kemampuan untuk memenuhi

kewajiban tepat pada waktunya.

Repo

Transaksi penjualan instrumen keuangan antara

dua belah pihak dengan perjanjian dimana pada

tanggal yang telah ditentukan akan

dilaksanakan pembelian kembali atas instrumen

yang sama dengan harga tertentu.

Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

P

dari tiap sektor.

Selisih tersebut kemudian dikalikan bobot tiap

sektor. SBT mencerminkan perkembangan usaha

dari tiap sektor.

Year to Date (ytd)

Sering disebut perubahan kumulatif, adalah

perubahan nilai pada bulan bersangkutan

dibandingkan bulan Desember tahun

sebelumnya.

Year on Year (yoy)

Sering disebut perubahan tahunan, adalah

perubahan nilai pada bulan bersangkutan

dibandingkan bulan yang sama tahun

sebelumnya.

49

LAMPIRAN

TABEL-TABEL

50

TABEL I. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI PAPUA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2010

(dalam miliar rupiah)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 2017

MENURUT PENGGUNAAN I II III IV Total I II III IV Total I II Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 12.922,9 13.099,7 13.525,2 14.043,1 53.590,8 13.641,7 13.956,8 14.359,5 14.764,7 56.722,7 14.346,2 14.871,5

Pengeluaran Konsumsi LNPRT 502,2 515,8 535,1 560,0 2.113,0 543,4 544,3 563,8 598,8 2.250,7 582,0 594,4

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 5.840,9 5.860,9 6.161,6 7.357,3 25.220,8 6.013,2 6.193,0 6.239,0 7.360,8 25.744,7 6.001,2 6.256,8

Pembentukan Modal Tetap Bruto 8.451,5 8.699,4 9.032,1 9.341,8 35.524,8 9.023,7 9.290,6 9.517,7 9.996,4 37.824,2 9.633,0 9.825,9

Perubahan Inventori (39,2) 179,6 (25,3) 17,6 132,6 (74,5) 188,8 (46,8) 96,2 163,8 229,8 (1.026,1)

Ekspor Luar Negeri 3.680,8 7.056,3 8.132,8 4.866,8 23.736,8 3.597,3 4.265,1 7.884,8 9.542,3 25.337,1 3.281,6 6.503,4

Impor Luar Negeri 1.951,9 2.057,2 2.473,4 2.414,1 8.896,6 1.874,4 2.745,4 2.162,9 2.490,4 9.309,1 1.369,1 1.639,7

Net Ekspor Antardaerah 593,3 378,0 (2.709,8) 776,3 (962,2) (1.127,8) 344,8 2.732,8 2.077,4 3.742,3 (1.917,8) (1.826,7)

MENURUT KATEGORI LAPANGAN USAHA

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.603,6 3.763,9 3.872,6 4.063,2 15.303,3 3.718,1 3.902,9 3.873,2 4.146,6 15.640,8 3.768,2 3.974,2

Pertambangan dan Penggalian 11.807,0 14.752,4 12.661,9 13.726,3 52.947,7 10.567,0 11.683,8 17.824,3 19.835,0 59.910,2 10.605,3 12.472,1

Industri Pengolahan 628,8 663,3 641,8 660,4 2.594,3 672,6 670,7 673,6 694,4 2.711,4 703,3 714,7

Pengadaan Listrik, Gas 9,1 10,6 10,6 11,4 41,7 11,6 11,9 11,5 11,7 46,7 11,8 12,0

Pengadaan Air 17,6 17,8 18,3 18,5 72,2 18,3 18,5 18,8 19,1 74,6 19,2 19,4

Konstruksi 3.315,4 3.478,2 3.532,0 3.843,9 14.169,4 3.471,5 3.721,5 3.960,5 4.264,1 15.417,5 3.798,6 3.864,4

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 2.528,9 2.560,6 2.611,3 2.777,5 10.478,3 2.593,0 2.738,8 2.859,7 3.010,6 11.202,1 2.730,9 2.888,2

Transportasi dan Pergudangan 1.310,9 1.339,7 1.381,3 1.475,8 5.507,6 1.367,2 1.447,9 1.515,7 1.624,5 5.955,3 1.435,2 1.524,9

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 210,4 214,3 223,4 239,2 887,3 221,1 231,8 238,6 253,8 945,3 232,9 245,5

Informasi dan Komunikasi 1.111,3 1.195,6 1.208,0 1.274,4 4.789,3 1.181,1 1.230,8 1.258,4 1.282,6 4.952,9 1.258,9 1.296,3

Jasa Keuangan 480,2 418,5 508,2 494,6 1.901,5 497,4 487,1 508,1 524,4 2.017,0 511,3 511,4

Real Estate 747,6 772,7 776,2 814,3 3.110,8 788,1 818,0 840,6 882,2 3.329,0 818,3 854,1

Jasa Perusahaan 342,1 366,6 380,9 393,4 1.483,0 361,9 389,3 401,5 414,6 1.567,3 381,6 410,3

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2.457,0 2.732,6 2.843,2 3.103,2 11.135,9 2.798,7 3.029,4 3.124,0 3.257,7 12.209,8 2.922,4 3.085,8

Jasa Pendidikan 636,0 649,0 673,2 734,3 2.692,6 675,8 718,2 737,0 772,6 2.903,5 709,1 754,2

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 470,0 471,1 493,7 542,7 1.977,6 497,8 532,6 544,8 562,2 2.137,4 520,9 557,8

Jasa lainnya 324,5 325,6 341,7 375,7 1.367,5 344,2 355,5 365,7 390,1 1.455,5 359,0 374,1

TOTAL 30.000,4 33.732,5 32.178,2 34.548,7 130.459,9 29.785,4 31.988,8 38.756,0 41.946,2 142.476,4 30.786,8 33.559,5

2015 2016

51

TABEL II. IMPOR LUAR NEGERI NONMIGAS PROVINSI PAPUA

2017

I II III IV I II III IV I II

IMPOR

Nilai Impor Nonmigas (juta USD) 115,1 122,3 177,5 174,11 121,5 164,5 143,9 151,48 77,3 88,1

Nilai Impor Konsumsi 2,8 3,9 4,2 7,0 3,2 3,9 3,4 5,1 3,0 1,5

Nilai Impor Bahan Baku dan Penolong 89,6 97,0 142,8 127,3 94,5 130,9 111,1 113,3 58,8 55,4

Nilai Impor Barang Modal 23,2 21,8 30,9 40,5 24,3 30,4 30,0 33,9 16,0 31,2

Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 13,4 22,3 17,2 65,2 17,6 28,0 18,7 22,4 10,1 11,2

Volume Impor Konsumsi 0,3 0,6 0,4 0,5 0,5 0,6 0,5 0,7 0,5 0,3

Volume Impor Bahan Baku dan Penolong 11,2 19,9 15,0 62,3 15,9 25,5 16,7 19,7 8,9 9,3

Volume Impor Barang Modal 2,0 1,9 1,9 2,5 1,3 2,1 1,6 2,2 0,9 1,6

Negara Asal Impor (juta USD) 115,1 122,3 177,5 174,1 121,5 164,5 143,9 151,5 77,3 88,1

Malaysia 8,4 0,4 0,3 1,1 1,4 0,6 0,6 0,3 2,0 0,0

Singapura 6,6 18,4 20,3 11,8 10,2 11,5 14,6 17,6 8,0 4,9

Jepang 4,1 3,7 4,8 7,6 7,3 6,8 6,2 4,0 0,5 2,4

RRT 2,0 1,7 1,4 1,8 2,0 2,9 1,6 2,0 2,3 0,1

Australia 44,9 43,8 56,0 80,0 42,3 78,0 57,5 70,9 40,8 37,2

Amerika Serikat 27,4 35,1 38,9 50,3 38,7 37,9 32,6 30,1 10,6 9,7

Swedia 13,5 7,8 44,7 6,5 4,9 6,6 7,0 6,5 1,2 -

Finlandia 2,0 3,3 1,3 1,1 2,9 1,9 3,1 2,2 1,5 28,7

20162015

RINCIAN

52

TABEL III. EKSPOR LUAR NEGERI NONMIGAS PROVINSI PAPUA

I II III IV I II III IV I II III IV I II

EKSPOR

Nilai Ekspor (juta USD) 138,7 37,1 766,2 571,8 353,9 614,0 620,5 365,15 293,8 376,7 635,5 695,98 283,7 613,7

KPBC Jayapura 0,1 0,1 0,3 0,3 0,1 0,1 0,0 0,5 0,1 0,1 0,3 0,68 1,3 3,6

KPBC Merauke 26,7 24,7 23,7 25,8 18,4 19,6 11,7 13,48 10,8 12,5 10,3 9,19 10,5 10,5

KPBC Amamapare 102,8 1,5 731,6 535,8 318,4 575,7 595,6 345,07 271,7 352,3 613,4 670,77 259,0 586,0

KPBC Biak 9,2 10,7 10,5 9,8 16,9 18,5 13,2 6,11 11,4 11,8 11,6 15,37 13,0 13,6

KPBC Nabire - - - - - - - - - - - - - -

Volume Ekspor (ribu ton) 88,2 46,1 301,1 272,6 204,6 335,4 370,8 246,3 232,9 277,9 382,4 361,39 154,3 285,4

KPBC Jayapura 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,0 0,22 0,0 0,0 0,1 0,36 1,1 2,0

KPBC Merauke 33,0 30,2 28,6 30,8 19,2 20,9 12,8 15,07 12,5 15,4 13,2 12,56 14,4 14,2

KPBC Amamapare 41,1 0,1 259,4 227,2 165,0 291,7 337,6 220,98 199,4 241,0 351,0 323 115,1 244,7

KPBC Biak 14,0 15,8 12,9 14,4 20,4 22,7 20,3 10,03 21,0 21,4 18,1 25,46 23,7 24,6

KPBC Nabire - - - - - - - - - - - - - -

Total Komoditas (juta USD) 138,7 37,1 766,2 571,8 353,9 614,0 620,5 365,15 293,8 376,7 635,5 695,98 283,7 613,7

Kayu Olahan 26,4 26,3 27,3 29,0 35,3 38,2 24,9 19,59 22,1 24,4 21,9 24,56 23,9 25,0

Bijih Tembaga 102,6 - 730,7 534,4 318,3 575,5 594,1 343,85 271,7 352,3 613,4 670,67 258,1 581,3

Negara Tujuan Ekspor (juta USD) 138,7 37,1 766,2 571,8 353,9 614,0 620,5 365,2 293,8 376,7 635,5 696,0 283,7 613,7

Amerika Serikat - - 3,2 - 7,1 7,2 0,0 - - 0,0 3,9 3,9 - 0,1

Kayu Olahan - - 3,2 - 7,1 7,2 - - - - 3,9 3,8 - -

Bijih Tembaga - - - - - - - - - - - - - -

Filipina 19,8 0,1 - - - 45,8 68,3 69,2 60,6 68,8 76,0 53,6 - 82,7

Kayu Olahan - - - - - - - - - - - - - -

Bijih Tembaga 19,8 - - - - 45,8 68,3 69,2 60,6 68,8 76,0 53,6 - 82,7

India - - 286,5 52,3 196,5 206,7 227,5 147,5 25,9 48,9 221,6 186,5 132,3 182,1

Kayu Olahan - - - - - - - - - - - - - -

Bijih Tembaga - - 286,5 52,3 196,5 206,7 227,5 147,5 25,9 48,9 221,6 186,5 132,3 182,1

Jepang - 0,7 73,8 195,8 33,7 154,3 154,5 60,6 56,1 103,3 102,0 227,7 57,3 113,5

Kayu Olahan - - - - - - - - - - - - - -

Bijih Tembaga - - 72,4 195,3 33,7 154,3 154,5 60,6 56,1 103,3 102,0 227,7 57,3 113,5

RRT 29,4 8,4 145,0 171,7 88,2 105,5 67,9 49,2 43,7 88,5 144,2 184,0 68,9 131,9

Kayu Olahan - - - - - - - - - - - - 0,4 0,8

Bijih Tembaga 19,9 - 139,6 164,3 88,2 105,5 67,9 49,2 43,7 88,5 144,2 184,0 68,5 130,2

Arab Saudi 15,8 15,4 17,7 15,7 23,7 23,4 14,3 12,6 7,8 8,9 6,1 6,2 13,1 9,1

Kayu Olahan 15,8 15,4 17,7 15,7 23,7 23,4 14,3 12,6 7,8 8,9 6,1 6,2 13,1 9,1

Bijih Tembaga - - - - - - - - - - - - - -

Korea Selatan 4,6 1,8 47,9 25,8 - 65,5 25,0 18,8 32,5 49,1 73,4 28,1 6,4 77,2

Kayu Olahan 4,6 1,8 - - - 2,2 5,7 1,58 1,2 6,5 3,8 9,22 6,4 4,4

Bijih Tembaga - - 47,9 25,8 - 63,4 19,3 17,26 31,2 42,7 69,5 18,92 - 72,8

201720162015

RINCIAN

2014

53

TABEL IV. PENYALURAN KREDIT PERBANKAN NASIONAL (LOKASI PROYEK DI PROVINSI PAPUA)

2017

I II III IV I II III IV I II

Menurut Penggunaan

Modal Kerja 7.550 8.178 9.350 9.512 8.822 9.480 8.952 9.016 8.732 8.907

Investasi 3.625 3.922 2.813 3.018 2.352 2.535 3.344 3.348 3.818 3.134

Konsumsi 9.685 9.921 10.201 10.361 10.268 10.697 10.985 11.627 11.817 11.744

Menurut Sektor Lapangan Usaha

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 887 1.082 865 1.134 696 718 691 709 1.228 580

2. Pertambangan dan Penggalian 79 81 30 43 61 59 41 39 57 34

3. Industri Pengolahan 308 296 153 352 316 333 334 387 353 405

4. Pengadaan Listrik dan Gas 38 46 25 36 33 34 35 24 22 39

5. Pengadaan Air 3 6 2 6 5 5 8 5 6 4

6. Konstruksi 1.265 1.527 1.140 1.561 1.156 1.534 1.687 1.539 1.264 1.391

7. Perdagangan Besar dan Eceran 5.035 5.358 6.550 5.820 6.122 6.487 6.571 6.631 6.370 6.778

8. Transportasi dan Pergudangan 671 651 522 641 589 615 646 609 692 633

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 678 708 398 703 672 694 706 719 778 715

10. Informasi dan Komunikasi 18 18 1 2 9 9 9 2 2 14

11. Perantara Keuangan 542 695 608 727 94 84 77 76 302 94

12. Real Estate dan Usaha Persewaan 187 189 145 208 232 275 282 287 291 285

13. Jasa Perusahaan 230 224 221 211 172 171 183 189 184 170

14. Adm. Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 37 2 1 66 17 1 38 82 62 41

15. Jasa Pendidikan 13 17 11 15 12 10 11 6 7 7

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 29 35 30 36 33 38 38 39 37 33

17. Lainnya dan Bukan Lapangan Usaha 10.840 11.086 11.660 11.329 11.221 11.645 11.926 12.648 12.711 12.561

TOTAL 20.860 22.021 22.364 22.891 21.441 22.712 23.282 23.991 24.366 23.785

20162015URAIAN