kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

Upload: willybeo

Post on 02-Mar-2016

45 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

studi kasus lapangan merdeka

TRANSCRIPT

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    1/173

    STUDI KASUS: LAPANGAN MERDEKA

    KAJIAN AKSESIBILITAS DIFABEL PADA RUANG PUBLIK KOTA

    T E S I S

    Oleh

    HENDRA ARIF K.H LUBIS

    057020003/AR

    SEKOLAH PASCASARJANA

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    M E D A N

    2 0 0 8

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    2/173

    STUDI KASUS: LAPANGAN MERDEKA

    KAJIAN AKSESIBILITAS DIFABEL PADA RUANG PUBLIK KOTA

    T E S I S

    Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik

    dalam Program Studi Teknik Arsitektur

    Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota

    pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

    Oleh

    HENDRA ARIF K.H LUBIS

    057020003/AR

    SEKOLAH PASCASARJANA

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    M E D A N

    2 0 0 8

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    3/173

    Judul Tesis : KAJIAN AKSESIBILITAS DIFABEL PADA RUANG

    PUBLIK KOTA

    STUDI KASUS: LAPANGAN MERDEKANama Mahasiswa : Hendra Arif Kurniawan Hamonangan Lubis

    Nomor Pokok : 057020003

    Program Studi : Arsitektur

    Menyetujui

    Komisi Pembimbing

    (A/Prof. Abdul Majid, B.Sc, B.Arch, PhD)

    Ketua

    (Achmad Delianur Nasution, ST, MT)

    Anggota

    Ketua Program Studi,

    (Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc)

    Direktur,

    (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B, M.Sc)

    Tanggal Lulus: 25 April 2008

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    4/173

    Telah diuji pada

    Tanggal 25 April 2008

    PANITIA PENGUJI TESIS

    Ketua : A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD

    Anggota : 1.Achmad Delianur Nasution, ST, MT2.Ir. Rudolf Sitorus, MLA3.Ir. Sri Gunana, MT4.Devin Defriza Harisdani, ST, MT

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    5/173

    ABSTRAK

    Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi difabel guna

    mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan

    sebagai suatu kemudahan bergerak melalui dan menggunakan bangunan gedung dan

    lingkungan dengan memperhatikan kelancaran dan kelayakan, yang berkaitandengan masalah sirkulasi, visual dan komponen setting. Sehingga aksesibilitas wajib

    diterapkan secara optimal, guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam

    mencapai segala aspek kehidupan dan penghidupan, menuntut adanya kemudahan

    dan keselamatan akses bagi semua pengguna tanpa terkecuali.Aksesibilitas dalam kajian ini difokuskan kepada aksesibilitas difabel pada

    ruang publik kota dengan mengambil kasus sarana aksesibilitas yang terdapat dikawasan Lapangan Merdeka untuk melihat sejauh mana sarana aksesibilitas di

    kawasan Lapangan Merdeka dapat memfasilitasi kebutuhan dari kaum difabel. Yang

    menjadi acuan dasar kajian ini adalah prinsip universal design yang

    diimplementasikan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 30/PRT/M/2006yang menjadi parameter bagi penyediaan sarana aksesibilitas di kawasan Lapangan

    Merdeka

    Dari kajian ini ditemukan bahwa sarana aksesibilitas yang ada di kawasanLapangan Merdeka belum aksesibel untuk diakses oleh kaum difabel yang

    dikarenakan sarana aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka tidak memenuhiprinsip universal design tentang kemudahan, kegunaan, keselamatan dankemandirian.

    Kata kunci : Aksesibilitas untuk semua, Difabel, Universal Design

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    6/173

    ABSTRACT

    Accessibility is easiness for difabel to realise the same of opportunity in all of

    life and living aspect as easiness in movable by and using the buildings and

    environment by pay attention to the smoothness and feasibility that related tocirculation, visual and setting component issue. Therefore, accessibility must applied

    optimally in order to realice the same of opportunity in acieving the life and living

    aspect and requires the easiness and access safety for all of the users.

    Accessibility in this study focus to difabel accessibility at the city publicspace by take a case of the accessibilities facilities at the area of Independence

    Square in order to study how far the accessibilities facilities in the area of

    Independence Square facilitates the needs of the difabel group. The basic referenceon this study is a Universal Design principle that implemented on the Regulation of

    Public Work Minister No. 30/PRT/M/2006 as parameter for the accessibilities

    facilities supplier at the area of Independence Square.Based on this study, it found that the available accessibilities facilities at the

    area of Independence Square has not yet accessible for the difabel group because the

    accessibilities facilities at the area of Independence Square did not fulfill theprinciple of universal design about the easiness, utility, safety and self-sufficiency.

    Keywords : Accessibility for all, Difabel, Universal Design

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    7/173

    DAFTAR ISI

    Halaman

    ABSTRAK i

    ABSTRACT.. ii

    KATA PENGANTAR.. iii

    RIWAYAT HIDUP...... v

    DAFTAR ISI. vi

    DAFTAR TABEL. xi

    DAFTAR GAMBAR xiii

    DAFTAR LAMPIRAN xvii

    BAB I PENDAHULUAN. 1

    1.1 Latar Belakang.. 1

    1.2 Justifikasi Pemilihan Lokasi. 3

    1.3 Identifikasi Masalah.. 4

    1.4 Perumusan Masalah.. 4

    1.5 Tujuan Penelitian.. 5

    1.6 Hipotesis 5

    1.7 Kontribusi Penelitian. 6

    1.8 Batasan Penelitian. 6

    1.9 Kerangka Pemikiran.. 7

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    8/173

    1.10 Sistematika Pembahasan... 8

    BAB II TINJAUAN UMUM 10

    2.1 Isu Aksesibilitas di Indonesia 10

    2.2 Isu Aksesibilitas di Kota Medan 13

    2.2.1 Jumlah Populasi Kaum Difabel Kota Medan. 13

    2.2.2 Kebijakan Penerapan Aksesibilitas Difabel di Kota

    Medan. 14

    2.2.3 Implementasi Kebijakan 14

    2.3 Isu Aksesibilitas Pada Ruang Publik Kota 15

    2.4 Lapangan Merdeka Sebagai Ruang Publik Kota.. 17

    BAB III LANDASAN TEORI.. 20

    3.1 Mendefinisikan Difabel. 20

    3.2 Universal DesignSebagai Paradigma Baru.. 22

    3.3 Prinsip-Prinsip Universal Design.. 23

    3.4 Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas. 26

    3.4.1 Ukuran Dasar Ruang.. 26

    3.4.2 Jalur Pemandu 27

    3.4.3 Jalur Pedestrian.. 28

    3.4.4Ramp.. 29

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    9/173

    3.4.5 Tangga 31

    3.4.6 Pintu 31

    3.4.7 Toilet.. 32

    3.4.8 Telepon Umum.. 34

    3.4.9 Area Parkir. 35

    3.5 Standar Aksesibilitas Pada Bangunan Fasilitas Pelayanan

    Umum.................... 36

    BAB IV METODOLOGI PENELITIAN... 38

    4.1 Pendahuluan.. 38

    4.2 Tahapan Penelitian 39

    BAB V DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. 43

    5.1 Gambaran Umum.. 43

    5.2 Segmentasi Kawasan. 45

    5.3 Segmen A (Lapangan Merdeka)... 46

    5.3.1 Peruntukan Lahan... 46

    5.3.2 Jalur Pedestrian dan Vegetasi. 47

    5.3.3 Utilitas 48

    5.3.4 Muka Jalan (Streetscape)... 49

    5.4 Segmen B (Stasiun Kereta Api) 54

    5.4.1Zoning 55

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    10/173

    5.4.2 Muka Jalan (Streetscape)... 55

    5.5 Bangunan Monumental. 56

    5.6 Studi Banding (Kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur). 57

    5.6.1 Maksud dan Tujuan... 59

    5.6.2 Hasil dan Pembahasan... 60

    5.6.3 Hasil Penilaian... 65

    BAB VI ANALISA DAN PEMBAHASAN 67

    6.1 Penilaian Elemen Aksesibilitas Segmen A (Lapangan Merdeka) 67

    6.2 Penilaian Elemen Aksesibilitas Segmen B (Stasiun Kereta Api) 97

    6.3 Rekapitulasi Penilaian Elemen Aksesibilitas... 109

    6.3.1 Penilaian Elemen Aksesibilitas Outdoor.. 109

    6.3.2 Penilaian Elemen AksesibilitasIndoor. 114

    BAB VII TEMUAN DAN KESIMPULAN 117

    7.1 Temuan Dari Hasil Tabulasi Kuesioner... 117

    7.2 Temuan Dari Hasil Penilaian Elemen Aksesibilitas 119

    7.3 Kesimpulan.. 130

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    11/173

    BAB VIII REKOMENDASI DAN SARAN 131

    8.1 Rekomendasi. 131

    8.2 Saran.. 138

    BAB IX PENUTUP... 140

    DAFTAR PUSTAKA. 142

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    12/173

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Judul Halaman

    1.1 Kerangka Pemikiran.. 7

    2.1 Keyplan Bangunan di Lapangan Merdeka 18

    5.1 Lokasi Penelitian, Insert : Peta Kota Medan. 43

    5.2 Peta Kegiatan di Kawasan Lapangan Merdeka. 44

    5.3 Segmentasi Kawasan. 45

    5.4 Peruntukan Lahan Segmen A 46

    5.5 Jalur Vegetasi dan Pedestrian 47

    5.6 Kondisi Jalur Vegetasi dan Pedestrian.. 48

    5.7 Kondisi Jalur Vegetasi dan Pedestrian.. 48

    5.8 Skema Jaringan Utilitas Segmen A... 49

    5.9 Pembagian Sub Segmen A 49

    5.10 Muka Jalan Pada Sub Segmen A1-1. 50

    5.11 Muka Jalan Pada Sub Segmen A1-2.. 50

    5.12 Muka Jalan Pada Sub Segmen A2-1. 51

    5.13 Muka Jalan Pada Sub Segmen A2-2. 51

    5.14 Muka Jalan Pada Sub Segmen A3 52

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    13/173

    5.15 Muka Jalan Pada Sub Segmen A3. 52

    5.16 Muka Jalan Pada Sub Segmen A4-1. 53

    5.17 Muka Jalan Pada Sub Segmen A4-2. 53

    5.18 Segmen B, Stasiun Kereta Api.. 54

    5.19 ZoningRuang Stasiun Kereta Api. 55

    5.20 Muka Jalan Pada Segmen B.. 55

    5.21 Bird Eye ViewBangunan Monumental di Kawasan

    Lapangan Merdeka 56

    5.22 Peta Lokasi Kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur 57

    5.23 Sarana Aksesibilitas Untuk Difabel Pada Jalur

    Pedestrian.. 58

    5.24 Sarana Aksesibilitas Untuk Difabel Pada JalurPedestrian.. 59

    5.25 Jalur Pemandu di Kawasan Bukit Bintang KualaLumpur. 60

    5.26 Jalur Pedestrian di Kawasan Bukit Bintang KualaLumpur. 61

    5.27 Ramp Outdoordi Kawasan Bukit Bintang Kuala

    Lumpur. 62

    5.28 Tangga Outdoordi Kawasan Bukit Bintang

    Kuala Lumpur.. 63

    5.29 Toilet Umum Portabledi Kawasan Bukit BintangKuala Lumpur.. 64

    6.1 Pembagian Sub Segmen Pada Segmen A... 67

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    14/173

    6.2 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A1-1 68

    6.3 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A1-2 70

    6.4 RampPada Sub Segmen A1-2 72

    6.5 Tangga Pada Sub Segmen A1-2. 73

    6.6 Pintu Masuk Pada Sub Segmen A1-2. 74

    6.7 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A2-1 76

    6.8 Telepon Umum Pada Sub Segmen A2-1 78

    6.9 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A2-2 80

    6.10 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A3... 82

    6.11 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A3 83

    6.12 Gerbang Masuk Pada Sub Segmen A3 85

    6.13 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A4-1 86

    6.14 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A4-2 88

    6.15 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A5... 89

    6.16 RampPada Sub Segmen A5... 91

    6.17 Tangga Pada Sub Segmen A5.... 92

    6.18 Gerbang Masuk Pada Sub Segmen A5... 94

    6.19 Toilet Umum Pada Sub Segmen A5... 95

    6.20 Peta Lokasi Segmen B. 97

    6.21 Skematik Denah Segmen B. 98

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    15/173

    6.22 Akses ke Bangunan Pada Segmen B 98

    6.23 Area Loket Pada Segmen B. 100

    6.24 Tangga Pada Segmen B 103

    6.25 Telepon Umum Pada Segmen B... 104

    6.26 Toilet Umum Pada Segmen B.. 106

    8.1 Permukaan Jalur Pedestrian.. 132

    8.2 Ukuran Jalur Pedestrian 132

    8.3 Tepi Pengaman/ Kanstin... 133

    8.4 Jalur Pemandu... 133

    8.5 RampPada Jalur Pedestrian.. 134

    8.6 Tangga Pada Jalur Pedestrian 134

    8.7 Pintu Masuk Toilet 135

    8.8 Jenis Toilet 135

    8.9 Kelengkapan Toilet.. 136

    8.10 Area Parkir 136

    8.11 Telepon Umum. 137

    8.12 Ramp Pada Akses ke Bangunan 137

    8.13 Pintu Masuk ke Bangunan 138

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    16/173

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Judul Halaman

    1.1 Surat Rekomendasi Ikatan Arsitek Indonesia 144

    1.2 Kuesioner Penelitian. 145

    1.3 Formulir Peninjauan Akses 148

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    17/173

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pembangunan Kota Medan sampai saat ini belum mencerminkan keadilan

    bagi semua orang, dikarenakan adanya kelompok masyarakat yang memiliki

    keterbatasan fisik yang lazim disebut kaum difabel (poeple with different abilities)

    belum menikmati hasil dari pembangunan kota terutama di bidang aksesbilitas pada

    ruang publik kota.

    Fenomena yang terjadi adalah bahwa isu tentang penyedian fasilitas

    aksesibilitas kaum difabel di Kota Medan dianggap tidak cukup penting. Dimana

    dalam pembangunan fasilitas publik, fasilitas transportasi umum, dan kawasan

    perumahan di Kota Medan sebagian besar masih belum memenuhi standar minimal

    suatu konsep aksesibilitas. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip pembangunan dari

    PBB bahwa no part of the built-up environment should be designed in a manner

    that excludes certain groups of people on the basis of their ability and frailty (

    United Nations, 1995).

    Dalam skala Nasional, perumusan kebijakan dan undang-undang tentang

    aksesibilitas kaum difabel telah dikumandangkan dalam Undang-undang RI no. 4

    tahun 1997 tentang upaya peningkatan sosial penyandang cacat dan Undang-Undang

    R.I No. 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    18/173

    Hal ini menjadi dasar guna menjamin dan melindungi hak-hak kaum difabel

    di Kota Medan yang berjumlah 8929 orang (Dinas Kesehatan PROVSU, 2005),

    melalui kegiatan semiloka aksesibilitas fisik bagi penyandang cacat yang

    berlangsung pada tanggal 29-31 Mei 2006, dengan tema Aksesibilitas Fisik Bagi

    Penyandang Cacat pada fasilitas Umum dan Sosial untuk mendapatkan kesempatan

    yang setara untuk menikmati lajunya pembangunan guna meningkatkan kehidupan

    dan penghidupannya.

    Pentingnya sarana aksesibilitas untuk kaum difabel dalam menjalankan

    aktifitas sehari-hari menurut pandangan penulis dirasakan cukup menarik untuk

    diteliti karena sangat menentukan kemampuan mobilitas kaum difabel dalam

    melakukan kegiatan dalam kehidupan mereka (termasuk dalam melaksanakan kegiatan

    pendidikan, ekonomi dan kemasyarakatan).

    Isu aksesibilitas untuk kaum difabel sangat berkaitan dengan tuntutan

    penerapan desain yang universal dimana sesuatu hal yang membatasi seseorang

    untuk melakukan suatu aktifitas gerak maupun menghambat keleluasaan ruang gerak

    dapat dibebaskan dengan suatu penyediaan fasilitas yang memenuhi prinsip

    universal design. Perwujudan sarana aksesibilitas sebagai universal designdidasari

    oleh :

    1. Resolusi PBB No. 48 Th. 1993, tentang Peraturan Aksesibilitas

    2. Undang-Undang No.4/1997 tentang Penyandang Cacat.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    19/173

    3. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.468/KPTS/1998 tentang Persyaratan

    Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan yang telah direvisi

    melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006.

    4. Undang-Undang No. 39 Th. 1999, tentang Hak Azasi Manusia (HAM),

    Kesamaan hak dalam kehidupan

    5. Peraturan Pemerintah No.43/1999 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan

    Penyandang Cacat.

    6. Keputusan Menteri Perhubungan No. 71/1999 tentang Aksesibilitas bagi

    Penyandang Cacat dan Orang Sakit pada Sarana dan Prasarana Perhubungan

    7. Undang-Undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Lingkungan

    1.2 Justifikasi Pemilihan Lokasi

    Adapun kawasan Lapangan Merdeka dipilih dengan kriteria :

    1. Fungsi kawasan sebagai ruang publik kota yang terletak di pusat kota.

    2. Terdapat stasiun Kereta Api yang merupakan salah satu pintu masuk kota

    Medan.

    3. Dikelilingi fasilitas pelayanan publik seperti kantor pos dan pelayanan asuransi

    perbankan.

    4. Terdapat ruang terbuka yang berfungsi sebagai area sikulasi dan interaksi sosial.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    20/173

    5. Fungsi ruang terbuka di pusat kota dan dikelilingi fasilitas pelayanan publik yang

    berfungsi sebagai generator aktifitas di pusat kota selama 24 jam sehari (Krier,

    1979).

    1.3 Identifikasi Masalah

    Berdasarkan pengamatan awal terdapat beberapa permasalahan yang dapat

    diidentifikasi dalam hal keberadaan kawasan Lapangan Merdeka sebagai ruang

    publik kota terhadap kaitannya dengan aksesibilitas kaum difabel yaitu :

    1. Mendesaknya fasilitas umum, sarana dan prasarana transportasi yang aksesibel

    bagi difabel di kawasan Lapangan Merdeka dalam rangka menuju kesamaan

    kesempatan dan kesetaraan perlakuan (Tavip Mustafa, 2005).

    2. Kawasan Lapangan Merdeka tidak mempunyai fasilitas khusus sarana

    aksesbilitas untuk kaum difabel.

    3. Belum optimalnya sarana aksesibilitas publik di kawasan Lapangan Merdeka

    untuk memfasilitasi kaum difabel sehingga secara umum kaum difabel tidak

    dapat mengakses ruang publik kota secara mandiri.

    1.4 Perumusan Masalah

    1. Bagaimanakah penilaian aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka dari sudut

    pandang kaum difabel ?

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    21/173

    2. Permasalahan aksesibilitas fisik apakah yang menghalangi kaum difabel dalam

    mengakses kawasan Lapangan Merdeka sebagai ruang publik kota?

    1.5 Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian tentang aksesibilitas kaum difabel pada ruang

    publik kota :

    1. Mengidentifikasi dan mengevaluasi keadaan eksisting sarana aksesibilitas di

    kawasan Lapangan Merdeka.

    2. Sebagai bentuk sosialisasi pentingnya memfasilitasi sarana aksesibilitas kaum

    difabel pada ruang publik kota.

    3. Sebagai usaha menuju perlindungan hukum (advokasi) yang memungkinkan

    adanya aturan yang baku tentang aksesibilitas kaum difabel pada sarana

    aksesibilitas umum ruang publik kota.

    1.6 Hipotesis

    1. Sarana aksesibilitas di Kawasan Lapangan Merdeka belum aksesibel untuk kaum

    difabel

    2. Sarana aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka belum memenuhi kriteria

    kemudahan, kegunaan, keselamatan dan kemandirian untuk kaum difabel.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    22/173

    1.7 Kontribusi Penelitian

    Penelitian tentang aksesibilitas kaum difabel pada ruang terbuka sebagai

    ruang publik kota ini dimaksudkan untuk :

    1. Memberikan usulan yang berguna untuk perencanaan aksesibilitas di Kota

    Medan terutama di kawasan Lapangan Merdeka dengan menerapkan prinsip-

    prinsip universal design.

    2. Memberi masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembangunan

    suatu lingkungan binaan di daerah perkotaan.

    3. Memberikan landasan bagi studi-studi selanjutnya yang berhubungan dengan

    aksesibilitas kaum difabel pada ruang terbuka sebagai ruang publik kota.

    1.8 Batasan Penelitian

    1. Kaum difabel pada penelitian ini dibatasi pada tuna netra, tuna rungu, tuna daksa

    pengguna kruk dan tuna daksa pengguna kursi roda.

    2. Penelitian ruang luar (outdoor) dibatasi pada kajian aksesibilitas kaum difabel

    pada fasilitas umum di ruang terbuka sebagai ruang publik kota.

    3. Lingkup pembahasan dalam penelitian ini hanya membahas aspek fisik.

    4. Penelitian dalam bangunan (indoor) hanya akan dilakukan pada bangunan stasiun

    kereta api sebagai salah satu pintu masuk kota Medan.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    23/173

    1.9 Kerangka Pemikiran

    Adapun kerangka pemikiran secara skematik dapat dilihat pada gambar 1.1

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    24/173

    Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

    1.10 Sistematika Pembahasan

    Adapun setiap bab pembahasan dalam penelitian Kajian Aksesibilitas

    Difabel Pada Ruang Publik Kota adalah :

    1. BAB I Pendahuluan

    Berisi latar belakang, permasalahan, tujuan, sasaran, lingkup pembahasan,

    tahapan penelitian, serta sistematika pembahasan.

    2. BAB II Tinjauan Umum

    Mengemukakan isu-isu umum yang berhubungan dengan aksesibilitas

    difabel pada ruang publik kota.

    3. BAB III Landasan Teori

    Mendefinisikan tentang difabel serta menjelaskan teori universal design

    yang menjadi acuan bagi difabel untuk mendapatkan kesetaraan aksesibilitas

    pada ruang publik kota.

    4. BAB IV Metodologi Penelitian

    Menjelaskan tentang tahapan penelitian dan metoda yang digunakan untuk

    membuat analisis data yang didapat dari penelitian lapangan.

    Bintang Kuala Lumpur yang sudah menyediakan sarana aksesibilitas untuk

    difabel.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    25/173

    5. BAB V Deskripsi Daerah Penelitian

    Medeskripsikan Kawasan Lapangan Merdeka serta melakukan identifikasi

    tentang kondisi eksisting sarana aksesibilitas di Kawasan Lapangan Merdeka.

    6. BAB VI Analisa dan Pembahasan

    Membuat analisis sarana aksesibilitas yang ada di Kawasan Lapangan

    Merdeka dengan menggunakan metoda penelitian yang telah dijabarkan pada

    BAB IV.

    7. BAB VII Temuan dan Kesimpulan

    Mengemukakan hasil rangkuman dari analisa data untuk menjawab

    permasalahan yang dikemukakan pada BAB I.

    8. BAB VIII Rekomendasi dan Saran

    Merumuskan kondisi ideal penyediaan sarana aksesibilitas bagi difabel.

    9. BAB IX Penutup

    Berisi tentang rangkuman dari Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang

    Publik Kota.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    26/173

    BAB II

    TINJAUAN UMUM

    2.1 Isu Aksesibilitas di Indonesia

    Dalam era globalisasi, menuntut terwujudkan bangunan gedung dan

    lingkungan yang aksesibel, selaras dengan Undang-Undang No. 28/2002 tentang

    Bangunan Gedung (UUBG) yang telah disahkan sebagai pedoman umum pada

    tanggal 16 Desember 2002 terdiri dari 10 bab dan 49 pasal. Setiap bangunan gedung

    harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis, diantaranya pemenuhan

    persyaratan elemen aksesibilitas. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Sosial No.

    A/A164/VIII/2002/MS dinyatakan agar penyediaan elemen aksesibilitas mengacu

    pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 468/KPTS/1998 yang telah direvisi

    melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 tentang Persyaratan

    Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan.

    Asas aksesibilitas di Indonesia menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

    No.30/PRT/M/2006 adalah :

    1. KEMUDAHAN, semua orang dapat mencapai semua tempat

    2. KEGUNAAN, setiap orang dapat mempergunakan semua tempat

    3. KESELAMATAN, setiap bangunan dan lingkungan harus memperhatikan

    keselamatan bagi semua orang.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    27/173

    4. KEMANDIRIAN, setiap orang harus dapat mencapai, masuk dan

    mempergunakan semua tempat tanpa bantuan orang lain.

    Sebagai pedoman umum, undang-undang tersebut mengatur tentang

    ketentuan bangunan gedung yang meliputi fungsi, persyaratan, penyelenggaraan dan

    pembinaan serta sanksi yang dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan,

    keseimbangan, dan keserasian dengan lingkungannya bagi kepentingan masyarakat

    yang berperi kemanusiaan dan berkeadilan. Kehadirannya melahirkan berbagai

    konsekuensi yang harus dilaksanakan lebih lanjut oleh Pemerintah/ daerah. Hal

    tersebut perlu ditindaklanjuti dengan mengembangkan program ke

    daerah/wilayah/kota lain (Departemen Kimpraswil, 2004).

    Dalam Undang-Undang Dasar 1945 tertera persamaan hak bagi setiap warga

    negara tanpa membedakan kondisi fisik, serta memberikan perlindungan dan

    persamaan hak kepada kaum difabel dengan menerbitkan berbagai peraturan

    pengadaan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan difabel. Dalam Undang-

    Undang No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat dan Peraturan Pemerintah No.

    43/1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat

    dinyatakan bahwa: kesamaan kesempatan kaum difabel pada aspek kehidupan dan

    penghidupan, dilaksanakan melalui penyediaan elemen aksesibilitas untuk

    menunjang kaum difabel agar dapat hidup bermasyarakat secara wajar dan mandiri.

    Titik tolak dari perwujudan bangunan gedung dan lingkungan yang berwawasan adil

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    28/173

    bagi semua kelompok masyarakat (development for all) berarti memiliki asas

    kebersamaan bagi semua warga negara, tidak dibedakan kemampuan dan

    kepentingan individu atau kelompok. Semua mendapatkan kesempatan yang sama

    berperan dalam pembangunan sekaligus dapat menikmati hasil pembangunan

    (Wiwik Setyaningsih,2005). Hal ini senada dengan pengertian equity (persamaan

    atau keadilan) yang menekankan equity in accessatau accessfor all(Kevin Lynch,

    1987).

    Pada 4 Juni 2000 Pemerintah Pusat telah mengawali dengan pencanangan

    Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN) berupa penyediaan elemen

    aksesibilitas di Stasiun Gambir dan berlangsung hingga saat ini. Tahun 1987 sampai

    1996 Center for Universal Design and Disabilities (CUDD) Jurusan Teknik

    Arsitektur Universitas Gajah Mada (UGM) mengembangkan Malioboros pilot

    project sebagai kawasan yang aksesibel bagi semua dengan model prototypeguiding

    block (ubin pengarah untuk tuna netra), tetapi mengkristal pada penyusunan

    pedoman teknis. Tahun 2002 Himpunan Wanita Penyandang Cacat Indonesia

    (HWPCI) dengan Universitas Trisakti dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) telah

    melakukan pendataan 30 bangunan gedung di DKI Jakarta, hasilnya kurang

    terpublikasi (Wiwik Setyaningsih, 2005).

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    29/173

    2.2 Isu Aksesibilitas di Kota Medan

    2.2.1 Jumlah Populasi Kaum Difabel Kota Medan

    Tabel 2.1 Data Jumlah Populasi Difabel Sumatera Utara

    Tubuh Netra Rungu Mental Kusta

    1 Medan 2364 2166 940 1791 1668 8929

    2 P.Siantar 356 451 269 195 22 1293

    3 Binjai 280 183 125 187 11 786

    4 T.Balai 236 261 127 172 507 13035 T.Tinggi 254 128 75 37 85 579

    6 Sibolga 109 190 73 85 89 526

    7 D. Serdang 2795 1986 818 596 2023 8218

    8 Karo 383 377 154 386 508 1808

    9 Langkat 838 912 595 463 625 3433

    10 Asahan 717 602 312 381 13 2025

    11 Simalungun 1410 1209 602 601 295 4081

    12 L.Batu 1008 792 320 241 412 2773

    Jumlah Populasi Difabel Sumatera Utara 2005

    No Kota Jumlah

    Klasifikasi

    2.2.2 Kebijakan Penerapan

    Sumber :Dinas Kesehatan (2005)

    Dari tabel di atas populasi kaum difabel di kota Medan berjumlah 8929 orang

    dengan distribusi pembagian 2364 orang difabel dalam hal fisik, 2166 orang difabel

    dalam hal penglihatan, 940 orang difabel dalam hal pendengaran, 1791 orang difabel

    dalam hal mental dan 1668 orang penderita kusta. Dalam penelitian ini sebutan kaum

    difabel dibatasi menjadi kelompok difabel dalam hal fisik, penglihatan dan

    pendengaran saja. Karena bagi difabel dalam hal fisik, penglihatan dan pendengaran

    keberadaan ruang publik kota menjadi sesuatu yang bersifat rehabilitatif.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    30/173

    2.2.2 Kebijakan Penerapan Aksesibilitas Difabel di Kota Medan

    Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Pekerjaan Umum

    No.468/KPTS/1998 yang telah direvisi melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

    No.30/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada

    Bangunan Umum dan Lingkungan dan kemudian terbitnya Undang-Undang no.28

    tahun 2002 sudah seharusnya dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan

    pembangunan gedung dan lingkungan di Kota Medan.

    Penyediaan aksesibilitas fasilitas umum dan fasilitas sosial di Propinsi Sumatera

    Utara sesuai dengan otonomi daerah adalah menjadi tanggung jawab pemerintah

    kabupaten/ pemerintah kota, sedangkan propinsi hanya sebagai fasilitator, pengarah

    pembinaan (Departemen Tarukim, 2006).

    2.2.3 Implementasi Kebijakan

    Melalui wawancara dengan ketua daerah Himpunan Wanita Penyandang

    Cacat Indonesia (HWPCI) daerah Sumatera Utara bahwa dalam Peraturan Menteri

    Pekerjaan Umum no. 30 tersebut terdapat dua objek sebagai sasaran yaitu

    bangunan dan lingkungan. Untuk pengaturan bangunan otoritas dipegang oleh

    Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan. Tetapi untuk penataan lingkunagan (di luar

    bangunan dan tapak bangunan), otoritas tersebut tidak jelas. Penataan aksesibilitas

    pada lingkungan umumnya adalah meliputi pedestrian, penyebrangan, parkir,

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    31/173

    fasilitas umum (telepon umum, halte, tempat sampah, dsb), dimana banyak pihak

    terlibat yaitu : Dinas Pertamanan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan ,

    Dinas Kebersihan, Perusahaan Telekomunikasi dan Badan Pengelola Parkir. Masing-

    masing pihak mempunyai fungsi dan target kerja yang tidak sama. , sehingga terjadi

    tumpang tindih pembangunan di lokasi yang sama tanpa ada koordinasi. Sehingga

    sudah saatnya kota Medan mempunyai Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

    (RTBL) untuk kawasan-kawasan tertentu dimana di dalamnya sudah tercantum

    pengaturan tentang aksesibilitas.

    Di samping itu, dalam rangka pelaksanaan pembinaan dalam pelaksanaan

    fisik maupun sosialisasi kepada Pemerintah Kabupaten/ Pemerintah Kota dengan

    cara mensosialisasikan aturan/ pedoman tentang aksesibilitas pada bangunan umum

    dan lingkungan, Pemerintah Kabupaten/ Pemerintah Kota berkewajiban membuat

    sarana percontohan aksesibilitas untuk penyandang cacat. Saat ini yang menjadi

    percontohan adalah bangunan Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) dan Rumah Sakit

    Pringadi. Kemudian kawasan- kawasan yang mendesak untuk ditata adalah kawasan

    Kesawan, kawasan Lapangan Merdeka, koridor jalan Sisingmangaraja, kawasan

    Polonia, kawasan Perbelanjaan Petisah, kampus USU, kampus Unimed dan Rumah

    Sakit Adam Malik berikut lingkungannya.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    32/173

    2.3 Isu Aksesibilitas pada Ruang Publik Kota

    Pembangunan perkotaan sebagai salah satu engine of growthpengembangan

    wilayah melalui berbagai kebijakan penataan ruang dan pengembangan prasarana

    dan sarana wilayahnya, dimana ruang publik menjadi salah satu komponen penting

    dalam pembangunan kota. Menurut Departemen Kimpraswil ruang publik kota dapat

    dipahami sebagai bagian dari ruang kota yang dapat dimanfaatkan oleh warga kota

    secara tidak terkecuali (inclusive) untuk menyalurkan hasrat dasarnya sebagai

    mahluk sosial yang membutuhkan interaksi.

    Salah satu fungsi utama ruang publik adalah sebagai wahana interaksi antar

    komunitas untuk berbagai tujuan, baik individu maupun kelompok. Dalam hal ini

    ruang publik merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat yang keberadaannya

    tidak dapat dilepaskan dari dinamika sosial. Disamping itu, ruang publik juga

    berfungsi memberikan nilai tambah bagi lingkungan, misalnya segi estetika kota,

    pengendalian pencemaran udara, pengendalian iklim mikro, serta memberikan

    image dari suatu kota.

    Beranjak dari pemahaman tentang ruang publik dan fungsinya, ada banyak

    aspek yang harus dapat dipenuhi oleh suatu ruang publik. Salah satunya adalah aspek

    aksesibel tanpa terkecuali (accessible for all) dimaksudkan bahwa ruang publik

    sudah seharusnya dapat dimanfaatkan oleh seluruh warga kota yang membutuhkan.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    33/173

    Isu accessibilityatau aksesibilitas sangat berkaitan dengan tuntutan perlunya

    desain yang universal dimana sesuatu hal yang membatasi seseorang untuk

    melakukan suatu aktifitas gerak maupun menghambat keleluasaan ruang gerak dapat

    dibebaskan dengan suatu penyediaan fasilitas yang memenuhi prinsip universal

    design. Dengan kata lain bahwa guna membantu mobilitas kaum difabel perlu

    diciptakannya fasilitas aksesibilitas yang memenuhi standar universal yang dalam hal

    ini diperlukan suatu logika sosial dan arsitektural untuk mendesain.

    Pentingnya fasiltas aksesibilitas tidak hanya mencakup pentingnya mobilitas

    dalam arti umum saja, tetapi juga dapat berarti membantu berbagai golongan

    masyarakat yang membutuhkan dengan memperlakukan mereka secara adil dan

    sejajar dalam wujud penyediaan fasilitas aksesbilitas yang memenuhi standar di

    lingkungan binaan. Pemikiran dan informasi tentang pentingnya aksesibilitas sangat

    penting dikembangkan, disebarluaskan, langsung diterapkan dan diperjuangkan di

    kota Medan untuk mewujudkan suatu pemahaman konsep perencanaan dan

    pelaksanaan pembangunan kota (Bimo Hernowo, 2005).

    2.4 Lapangan Merdeka sebagai Ruang Publik Kota

    Lapangan Merdeka merupakan ruang publik terbesar di Kota Medan,

    berukuran 175x275 m, yang merupakan titik pertemuan warga dari berbagai etnis.

    Lapangan Merdeka dibentuk sejak tahun 1880

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    34/173

    dengan nama Esplanade (Lapangan Trebuka) dan merupakan pusat kota , di bagian

    periferi ditanami pohon Ki Hujan (Samanea Saman), sebagai ciri ruang terbuka di

    daerah tropis. Awalnya adalah bagian dari perkebunan tembakau berupa rawa-rawa.

    Pada tahun 1927, bagian tengah dari sisi utara Lapangan Merdeka telah digunakan

    sebagai lapangan olahraga. Setelah tahun 1927, bagian tengah (inti) dari Lapangan

    Merdeka secara keseluruhan digunakan sebagai taman. Setelah kemerdekaan,

    namanya berubah menjadi Lapangan Merdeka (Independence Square).

    Hingga sekarang beberapa bangunan bersejarah yang mengelilinginya mesih

    mencerminkan karakter Kota Medan Lama. Bangunan-bangunan ini antara lain

    adalah Post Office, Hotel de Boer, TheJavasche Bank, The City Hall, The Office of

    the Netherlands Trading Company, Lloyds of Rotterdamdan the Juliana Building,

    yang mana juga ditempati perusahaan Inggris, Harrison & Crossfield, dan sekarang

    digunakan oleh perusahaan the London-Sumatera Plantations. Deli Maatscappij

    mendirikan sebuah perusahaan kereta api Deli Sporweg Maatscappij pada tahun

    1883 dan pada tahun 1885 jalur kereta api Medan Labuhan Deli resmi dijalankan.

    Stasiun kereta api ini terletak di sebelah timur dari Lapangan Merdeka (A.D.

    Nasution, 2003).

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    35/173

    Pada saat sekarang terjadi perubahan fungsi sebagian lahan dari Lapangan

    Merdeka menjadi pusat jajanan makanan, hiburan dan promosi yang dikenal dengan

    Merdeka Walk. Dibangun oleh PT. Orange Indonesia yang didukung oleh

    Pemerintah Kota Medan yang berada di sebelah barat Lapangan Merdeka dengan

    menggunakan lahan 6600 m.

    Keterangan Perubahan Fungsi Bangunan :

    1. Grand Hotelmenjadi Bank Mandiri

    2. Stasiun Kereta Api

    3. Titi Gantung

    4. Club de Wittemenjadi BCA

    5. Kantor Pos

    6. Hotel de Boermenjadi Hotel Dharma Deli

    7. Javasvhe Bankmenjadi Bank Indonesia

    8. Balai Kota (City Hall)

    9. Nederlandshe Handel Maatschappiij

    menjadi Bank Mandiri

    10.Netherlands Trading Companymenjadi

    Bank Mandiri

    11.Harrison&Crossfieldmenjadi PT. Lonsum

    12. Netherlands Shipping Company &

    Rotterdam Lloydmenjadi Asuransi Jasindo

    Gambar 2.1 Keyplan Bangunan di Lapangan Merdeka

    Keberadaan Merdeka Walk membawa arti positif bagi kawasan Lapangan

    Merdeka. Karena sebelum dibangunnya Merdeka Walk, intensitas penggunaan

    lapangan Merdeka sifatnya berkala. Umumnya Lapangan Merdeka digunakan untuk

    kegiatan upacara dan olahraga yang kesemuanya berakhir setelah pukul 18.30 WIB

    yaitu setelah orang selesai berolah raga (.A.D. Nasution, 2003). Setelah dibangunnya

    Merdeka Walk, warga yang hendak berinteraksi hingga dini hari menjadi

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    36/173

    terfasilitasi. Sudah seharusnya kawasan Lapangan Merdeka dapat berfungsi sebagai

    generator aktifitas di pusat kota selama 24 jam sehari (Rob Krier, 1979).

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    37/173

    BAB III

    LANDASAN TEORI

    3.1 Mendefinisikan Difabel

    Konsep difabel berakar dari suatu pendekatan medis dan individual. Menurut

    pendekatan ini, keberfungsian secara fisik dan mental seseorang merupakan

    prasyarat bagi kaum difabel untuk dapat menentukan kehendaknya dan berpartisipasi

    dalam berbagai aktivitas.

    Dunia barat mengelompokkan difabel berdasarkan usia dan kemampuan.

    Untuk mereka pada usia tertentu atau mereka yang memiliki tingkat kemampuan

    yang berbeda, menunjukkan hasil yang mengecewakan apabila dinilai dari kondisi

    fisik mereka. Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan pada 1000 orang

    anak-anak dan remaja di New York tahun 1989.

    Dalam penelitian tersebut anak-anak diminta untuk menjelaskan apa yang

    mereka lihat. Tanpa terkecuali, anak-anak tersebut melaporkan bahwa mereka

    melihat pria dan wanita melakukan pekerjaan, seperti memasak makanan, merawat

    peliharaan dan melakukan pekerjaan rutin mereka. Selanjutnya mereka melaporkan

    hal yang sama ketika para remaja melakukan pekerjaan tersebut. Tetapi selanjutnya,

    mereka melihat orang cacat fisik mencoba untuk menyelesaikan pekerjaan yang

    sama dengan sebelumnya. Dalam waktu singkat, dalam pemikiran anak-anak

    tersebut.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    38/173

    Kritikan terhadap penanganan masalah difabel tersebut sesungguhnya sudah

    direspon World Health Organization (WHO) dan para profesional yang

    bekerja di bidang rehabilitasi. WHO, misalnya, sejak tahun 2001 sudah merevisi

    definisi difabel. Pedoman dari WHO menjadi acuan di banyak negara termasuk di

    Indonesia disebut International Classification of Impairment, Disability and

    Handicap. Dari pedoman ini ada 3 konsep yang dibedakan, yaitu :

    1. Impairment , adalah hilangnya atau ketidaknormalan struktur atau fungsi

    psikologis, fisik atau anatomi.

    2. Disability, mengacu kepada keterbatasan kemampuan untuk melakukan aktivitas

    secara normal yang disebabkan oleh impairment.

    3. Handicap, merupakan ketidakberuntungan sesorang yang diakibatkan oleh

    impairmentdan disabilityyang menyebabkan ia tidak dapat melakukan perannya

    secara sosial maupun ekonomi

    WHO merevisi konsep ini menjadi International Classification of

    Functioning Disability and Health (ICF). Pada konsep ini, impairment bukanlah

    satu-satunya faktor yang menjadi fokus dalam menilai keberfungsian kemampuan

    seseorang. Ada dua komponen utama yang perlu dipelajari dalam memahami

    masalah difabel, yaitu:

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    39/173

    1. Functioning(keberfungsian), meliputi keberfungsian badan/anatomi dan struktur

    serta aktivitas dan partisipasi.

    2. Disability (ketidakmampuan), bagian pertama meliputi keberfungsian

    badan/anatomi dan struktur serta aktivitas dan partisipasi, sedangkan bagian

    kedua terdiri dari faktor-faktor kontekstual, seperti faktor lingkungan dan faktor

    faktor yang sifatnya personal.

    Menurut konsep ini, masalah difabel timbul sebagai interaksi dari berbagai

    komponen-komponen tersebut. Keberfungsian secara fisik dan mental seseorang

    merupakan prasyarat baginya untuk dapat berpartisipasi dalam berbagai aktivitas.

    Namun cara ini juga direfleksikan dalam kehidupan sosial yang menyebabkan

    terhambatnya kaum difabel mendapatkan kesempatan berpartisipasi secara sama

    dalam berbagai aktivitas dalam kehidupan masyarakat (Eva Kasim, 2004).

    3.2 Universal Design Sebagai Paradigma Baru

    Universal design pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat oleh Ron

    Mace pada tahun 1985. Sebelumnya pada tahun 1950 dikenal terminologi barrier-

    free design (desain bebas hambatan) yang dalam perkembangannya barrier- free

    design memiliki persepsi yang negatif di antara orang Amerika. Karena barrier-free

    designhanya dapat digunakan oleh kaum difabel. Sehingga kedudukan antara difabel

    dan non difabel di ruang publik menjadi terpisah. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip

    equity yang mengharuskan adanya persamaan hak bagi setiap orang di ruang publik.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    40/173

    Selanjutnya pada tahun 1970 berkembang terminologi yang lebih populer yang

    dikenal dengan accessible design (desain yang aksesibel) yang mengatakan bahwa

    sarana aksesibilitas sebagai parameter yang mempengaruhi pergerakan masyarakat di

    lingkungan publik. Tetapi accessible design dalam penerapannya dirasakan masih

    kurang praktis karena cakupannya terlalu luas.

    Oleh karena itu Ron Mace mengatakan perlu adanya suatu standar minimum

    untuk mengatur fasilitas umum kaum difabel dan non difabel dalam ruang publik

    secara bersamaan yang dikenal dengan universal design. Dalam artiannya Universal

    design adalah produk dan lingkungan yang dihasilkan dalam perancangan

    lingkungan binaan, yang memungkinkan semua orang dapat dengan mudah untuk

    mengakses setiap elemen di dalamnya. Dalam penerapannya universal design bisa

    tidak sama di setiap tempat tergantung dari berbagai pendekatan desain dan undang-

    undang yang berlaku (Ron Mace dalam Elaine Ostroff, 2001).

    3.3 Prinsip-Prinsip Universal Design

    Menurut Molly Folente Story(Universal Design Handbook, 2001) prinsip-

    prinsip utama universal design, yaitu :

    1. Dapat digunakan semua jenis pengguna

    Definisi : Produk desain dapat digunakan dan dipasarkan untuk semua

    jenis pengguna

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    41/173

    Implikasi dalam perencanaan :

    a. Mempertimbangkan aturan kekerabatan dalam memfasilitasi

    aksesibilitas pejalan kaki

    b. Mengembangkan pendekatan strategis dalam membuat kebijakan

    transportasi yang memprioritaskan transportasi non kendaraan

    bermotor

    c. Jalan dapat diakses semua jenis pengguna tanpa ada batasan

    2. Fleksibel dalam penggunaan

    Definisi : Produk desain mengakomodasi semua jenis pengguna dan tidak

    dibedakan berdasarkan kemampuannya

    Implikasi dalam perencanaan :

    a. Mengadaptasi proposal pengembangan sebagai aturan detail untuk

    perencanaan

    b. Produk aksesibilitas harus dapat memfasilitasi setiap pengguna

    3. Sederhana dan mudah untuk digunakan

    Definisi : Penggunaan desain mudah dimengerti ditinjau dari segi

    pengalaman dan kemampuan pengguna

    Implikasi dalam perencanaan :

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    42/173

    a. Proposal pengembangan mudah diterapkan dalam setiap lokasi,

    bangunan dan jalan

    b. Rute langsung bagi pedestrian tanpa kendaraan bermotor

    4. Informasi yang memadai

    Definisi : Produk desain dilengkapi informasi pendukung yang penting untuk

    pengguna dimana informasi yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan

    pengguna

    Implikasi dalam perencanaan :

    a. Sebagai masukan dalam proses perencanaan yang berguna untuk

    mengurangi jarakdi antara setiap pengguna

    b. Mempertimbangkan cara untuk membuat setiap perencanaan tepat

    sasaran

    5. Toleransi kesalahan

    Definisi : Meminimalkan resiko kecelakaan akibat dari kejadian yang tidak

    terduga

    Implikasi dalam perencanaan :

    a. Faktor keselamatan sebagai prioritas utama dalam perencanaan.

    Termasuk di dalamnya keselamatan di jalan, menghindari

    kriminalitas, mengutamakan kesehatan dan semua yang membuat

    hidup lebih baik

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    43/173

    6. Mengurangi usaha fisik

    Definisi : Produk desain dapat digunakan secara efisien dan aman dengan

    mengurangi resiko cedera

    Implikasi dalam perencanaan :

    a. Diprioritaskan untuk desain pedestrian dan jalan yaitu dengan

    meminimalkan gangguan dalam perjalanan

    7. Ukuran ruang untuk penggunaan yang tepat

    Definisi : Penggunaan ukuran ruang dalam desain yaitu dengan melakukan

    pendekatan melalui postur, ukuran dan pergerakan pengguna

    Implikasi dalam perencanaan :

    a. Memperhatikan kebutuhan minimum standar ruang

    b. Mempertimbangkan aspek kepadatan dan hubungan antar ruang

    dalam merancang bentuk

    8. Memasukkan unsur kesenangan

    Definisi : Dengan adanya penambahan unsur kesenangan dalam perencanaan

    maka lingkungan yang dihasilkan akan memberikan pengalaman yang

    menyenangkan

    Implikasi dalam perencanaan :

    a. Memperkenalkan pentingnya urban desain dalam proses perencanan

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    44/173

    3.4 Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas

    3.4.1 Ukuran Dasar Ruang

    Esensi :Ukuran dasar ruang tiga dimensi (panjang, lebar, tinggi) mengacu kepada

    ukuran tubuh manusia dewasa, peralatan yang digunakan, dan ruang yang

    dibutuhkan untuk mewadahi pergerakan penggunanya.

    Persyaratan :

    1. Ukuran dasar ruang diterapkan dengan mempertimbangkan fungsi

    2. Ukuran dasar minimum dan maksimum yang digunakan dalam pedoman ini

    dapat ditambah atau dikurangi sepanjang asas-asas aksesibilitas dapat tercapai.

    3.4.2 Jalur Pemandu

    Esensi : Jalur yang memandu penyandang cacat untuk berjalan dengan

    memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin peringatan.

    Persyaratan :

    1. Tekstur ubin pengarah bermotif garis-garis menunjukkan arah perjalanan.

    2. Tekstur ubin peringatan (bulat) memberi peringatan terhadap adanya perubahan

    situasi di sekitarnya/warning.

    3. Daerah-daerah yang harus menggunakan ubin tekstur pemandu (guiding blocks):

    a. Di depan jalur lalu-lintas kendaraan.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    45/173

    b. Di depan pintu masuk/keluar dari dan ke tangga atau fasilitas

    persilangan dengan perbedaan ketinggian lantai.

    c. Di pintu masuk/keluar pada terminal transportasi umum atau area

    penumpang.

    d. Pada pedestrian yang menghubungkan antara jalan dan bangunan.

    e. Pada pemandu arah dari fasilitas umum ke stasiun transportasi umum

    terdekat.

    4. Pemasangan ubin tekstur untuk jalur pemandu pada pedestrian yang telah ada

    perlu memperhatikan tekstur dari ubin eksisting, sedemikian sehingga tidak

    terjadi kebingungan dalam membedakan tekstur ubin pengarah dan tekstur ubin

    peringatan. Untuk memberikan perbedaan warna antara ubin pemandu dengan

    ubin lainnya, maka pada ubin pemandu dapat diberi warna kuning atau jingga.

    3.4.3 Jalur Pedestrian

    Esensi : Jalur yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi difabel

    secara mandiri yang dirancang berdasarkan kebutuhan orang untuk bergerak aman,

    mudah, nyaman dan tanpa hambatan.

    Persyaratan :

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    46/173

    1. Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak

    licin. Hindari sambungan atau gundukan pada permukaan, kalaupun terpaksa

    ada, tingginya harus tidak lebih dari 1,25 cm.

    2. Kemiringan maksimum 2 dan pada setiap jarak 900 cm diharuskan terdapat

    bagian yang datar minimal 120 cm.

    3. Area istirahat digunakan untuk membantu pengguna jalan difabel dengan

    menyediakan tempat duduk santai di bagian tepi

    4. Pencahayaan berkisar antara 50 -150 lux tergantung pada intensitas pemakaian,

    tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.

    5. Drainase dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman maksimal 1,5

    cm, mudah dibersihkan dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi jalur

    pedestrian.

    6. Lebar minimum jalur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur searah dan 160 cm

    untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang rambu-rambu,

    lubang drainase/gorong-gorong dan benda-benda lainnya yang menghalangi.

    7. Tepi pengaman dibuat setinggi maksimal 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur

    pedestrian.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    47/173

    3.4.4Ramp

    Esesnsi : Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan

    kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan

    tangga.

    Persyaratan:

    1. Kemiringan suatu rampdi dalam bangunan tidak boleh melebihi 7, perhitungan

    kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran ramp (curb

    ramps/landing) Sedangkan kemiringan suatu ramp yang ada di luar bangunan

    maksimum 6.

    2. Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 7) tidak boleh lebih dari

    900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih

    panjang.

    3. Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm tanpa tepi pengaman, dan 120 cm

    dengan tepi pengaman. Untuk rampyang juga digunakan sekaligus untuk pejalan

    kaki dan pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan secara seksama

    lebarnya, sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi tersebut, atau

    dilakukan pemisahan rampdengan fungsi sendiri-sendiri.

    4. Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu rampharus bebas dan

    datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda

    dengan ukuran minimum 160 cm.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    48/173

    5. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur

    sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.

    6. Lebar tepi pengaman ramp/kanstin/low curb 10 cm, dirancang untuk

    menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp.

    Apabila berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum atau persimpangan

    harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum.

    7. Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu

    penggunaan rampsaat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian-bagian

    ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-

    bagian yang membahayakan.

    8.Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin

    kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai. Pegangan rambat harus mudah

    dipegang dengan ketinggian 65 80 cm.

    3.4.5 Tangga

    Esensi : Fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan

    mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang

    memadai.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    49/173

    Persyaratan :

    1. Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam.

    2. Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 60

    3. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna

    tangga.

    4. Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) minimum pada salah satu

    sisi tangga.

    5. Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 80 cm dari

    lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian ujungnya

    harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang.

    6. Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujungnya (puncak dan

    bagian bawah) dengan 30 cm.

    7. Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga tidak ada

    air hujan yang menggenang pada lantainya.

    3.4.6 Pintu

    Esensi : Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang

    merupakan tempat untuk masuk dan keluar dan pada umumnya dilengkapi dengan

    penutup (daun pintu).

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    50/173

    Persyaratan :

    1. Pintu pagar ke tapak harus mudah dibuka dan ditutup oleh difabel.

    2. Pintu keluar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 90 cm, dan pintu-pintu

    yang kurang penting memiliki lebar bukaan minimal 80 cm.

    3. Di daaerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau

    perbedaan ketinggian lantai.

    4. Hindari penggunan bahan lantai yang licin di sekitar pintu

    5. Plat tendang yang diletakkan di bagian bawah pintu diperlukan bagi pengguna

    kursi roda dan tongkat tuna netra.

    3.4.7 Toilet

    Esensi : Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa

    terkecuali penyandang cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau

    fasilitas umum lainnya.

    Persyaratan :

    1. Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan

    rambu/simbol dengan sistem cetak timbul penyandang cacat pada bagian

    luarnya.

    2. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk

    masuk dan keluar pengguna kursi roda.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    51/173

    3. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna kursi

    roda sekitar (45-50 cm)

    4. Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat

    (handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna

    kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki

    bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi

    roda.

    5. Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan-

    perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang

    sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki

    keterbatasanketerbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda.

    6. Semua kran sebaiknya dengan menggunakan sistem pengungkit dipasang pada

    wastafel, dll.

    7. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin.

    8. Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan pengguna kursi roda.

    3.48 Telepon Umum

    Esensi : Peralatan komunikasi yang disediakan untuk semua orang yang

    sedang mengunjungi suatu bangunan atau fasilitas umum.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    52/173

    Persyaratan :

    1. Telepon umum disarankan yang menggunakan tombol tekan, harus terletak pada

    lantai yang aksesibel bagi semua orang termasuk penyandang cacat, orang tua,

    orang sakit, balita dan ibu-ibu hamil.

    2. Ruang gerak yang cukup harus disediakan di depan telpon umum sehingga

    memudahkan penyandang cacat untuk mendekati dan menggunakan telpon.

    3. Ketinggian telpon dipertimbangkan terhadap keterjangkauan gagang telpon

    terhadap pengguna kursi roda 80-100 cm

    4. Bagi pengguna yang memiliki pendengaran kurang, perlu disediakan alat kontrol

    volume suara yang terlihat dan mudah terjangkau.

    5. Bagi tuna netra sebaiknya disediakan petunjuk telpon dalam huruf Braille dan

    dilengkapi juga dengan isyarat bersuara (talking sign) yang terpasang di dekat

    telpon umum.

    6. Panjang kabel gagang telpon harus memungkinkan pengguna kursi roda untuk

    menggunakan telpon dengan posisi yang nyaman. ( 75 cm).

    7. Bilik telepon dapat dilengkapi dengan kursi yang disesuaikan dengan gerak

    pengguna dan site yang tersedia.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    53/173

    3.4.9 Area Parkir

    Esensi : Area parkir adalah tempat parkir kendaraan yang dikendarai oleh

    penyandang cacat, sehingga diperlukan tempat yang lebih luas untuk naik turun kursi

    roda, daripada tempat parkir yang biasa. Sedangkan daerah untuk menaik-turunkan

    penumpang (Passenger Loading Zones) adalah tempat bagi semua penumpang,

    termasuk penyandang cacat, untuk naik atau turun dari kendaraan.

    Persyaratan :

    1. Tempat parkir penyandang cacat terletak pada rute terdekat menuju bangunan/

    fasilitas yang dituju, dengan jarak maksimum 60 meter

    2. Area parkir harus cukup mempunyai ruang bebas di sekitarnya sehingga

    pengguna berkursi roda dapat dengan mudah masuk dan keluar dari

    kendaraannya;

    3. Area parkir khusus penyandang cacat ditandai dengan simbol tanda parkir

    penyandang cacat yang berlaku;

    4. Pada lot parkir penyandang cacat disediakan ram trotoir di kedua sisi kendaraan

    5. Ruang parkir mempunyai lebar 370 cm untuk parkir tunggal atau 620 cm untuk

    parkir ganda dan sudah dihubungkan dengan ram dan jalan menuju fasilitas-

    fasilitas lainnya.

    6. Kedalaman minimal dari daerah naik turun penumpang dari jalan atau jalur lalu-

    lintas sibuk adalah 360 cm dan dengan panjang minimal 600 cm

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    54/173

    7. Diberi rambu penyandang cacat yang biasa digunakan untuk mempermudah dan

    membedakan dengan fasilitas serupa bagi umum.

    3.5 Standar Aksesibilitas Pada Bangunan Fasilitas Pelayanan Umum

    Tabel 3.1 Standar aksesibilitas pada bangunan fasilitas pelayanan umum

    Elemen Standar Minimal Standar yang direkomendasikan

    Pintu

    Masuk/Keluar

    o Pintu masuk dan keluarbangunan harus cukuplebar minimal 90 cm dan

    hendaknya dikonstruksisedemikian rupa sehingga

    dapat dilalui oleh

    pengguna kursi rodao Dari pintu masuk/keluar

    menuju ke meja penerima

    tamu perlu dilengkapi

    dengan jalur pemandu

    o Pintu bangunan hendaknyadikonstuksi sedemikian rupasehingga para pengguna kursi roda

    dapat melaluinya dengan mudahdan lebar pintu minimal 120 cm

    o Pintu masuk/keluar utamasebaiknya pintu otomatis, lebarminimal 120 cm, sedangkan pintu

    masuk/keluar lainnya hendaknya

    memiliki lebar minimal 90 cmo Pada dasarnya diperlukan jalur

    pemandu dari pintu masuk/keluar

    menuju ke meja penerima tamu

    Koridor o Lebar koridor minimal 120cm sehingga pengguna

    kursi roda dapat

    melaluinya dan perludisediakan ruang yang

    longgar agar pengguna

    kursi roda dapat berputaro Apabila dalam suatu

    bangunan terdapatperbedaan ketinggian

    lantai , perlu dipasang

    ramp yang dapat

    menghilangkan perbedaanketinggian tersebut

    o Lebar koridor sebaiknya 180 cmatau lebih sehingga dua pengguna

    kursi roda dapat berpapasan dan

    merubah arah dengan mudah danperlu disediakan ruang yang

    longgar agar pengguna kursi roda

    dapat berputar. Jika fasilitas ini

    disediakan, lebar koridor danlainnya minimal 140 cm

    o Apabila dalam suatu bangunanterdapat perbedaan ketinggian

    lantai, perlu dipasang alat/sarana

    seperti ramp yang dapatmenghilangkan perbedaan

    ketinggian lantai

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    55/173

    Tangga o Apabila dalam suatubangunan terdapat tangga,

    perlu dipasang pegangantangan

    o Ubin peringatan dan ubinpengarah perlu dipasang

    pada bagian atas tangga

    o Apabila dalam suatu bangunanterdapat tangga, perlu dipasang

    pegangan tangan pada keduasisinya

    o Tinggi setiap anak tangga maksimal16 cm dan lebar tapak anak tangga

    minimal 30 cm

    o Pada bagian atas tangga perludipasang peringatan

    Ramp o Pada ramp perlu dipasangpegangan tangan

    o Lebar ramp minimal 120cm dengan kemiringan 7-

    8o Ubin peringatan perlu

    dipasang pada ramp

    o Perlu dipasang pegangan tanganpada kedua sisi ramp

    o Lebar rampsebaiknya 150 cm ataulebih dengan kemiringan 7-8 atau

    kurango Ubin peringatan perlu dipasang

    pada ramp

    Kamar

    mandi

    o Pada kamar mandiminimal disediakan satu

    kloset duduk untukdigunakan pengguna kursi

    roda

    o Pada prinsipnya 2% atau lebih darijumlah kloset yang tersedia pada

    setiap lantai bangunan sebaiknyaberupa kloset duduk yang dapat

    dipergunakan pengguna kursi roda

    Areaparkir

    o Pada area parkir, perludisediakan minimal satu

    tempat parkir untuk

    pengguna kursi rodadengan lebar minimal 350

    cm

    o Pada prinsipnya minimal 2% daritempat pakir dalam suatu area

    sebaiknya diperuntukkan bagi

    pengguna kursi roda. Lebar tempatparkir adalah 350 cm.

    Sumber : United Nations(1995 : 27-28)

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    56/173

    BAB IV

    METODOLOGI PENELITIAN

    4.1 Pendahuluan

    Dalam melakukan kajian aksesibilitas difabel pada ruang publik kota, metoda

    penelitian yang digunakan yaitu :

    1. Metoda kuantitatif dengan metoda survey dan membagikan kuesioner kepada

    responden dalam jumlah tertentu. Kuesioner yang dibagikan berupa gabungan

    dari kuesioner berstruktur dan tidak berstruktur.

    2. Metoda kualitatif yaitu dengan metoda wawancara.

    Untuk melakukan penilaian elemen aksesibilitas tehadap sarana aksesibilitas

    publik di kawasan Lapangan Merdeka dimana penilaian tersebut diklasifikasikan atas

    4 (empat) kelompok difabel yaitu : tuna netra, tuna rungu, tuna daksa pengguna kruk

    dan tuna daksa pengguna kursi roda.

    Guna menganalisa kajian sarana aksesibilitas publik di kawasan Lapangan

    Merdeka ada 2 (dua) standar yang digunakan untuk kriteria penilaian elemen

    aksesibilitas :

    1. Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas (Peraturan Menteri Pekerjaan

    Umum No.30/PRT/M/2006 )

    2. Rangkuman Standar Aksesibilitas tabel 2.5.1 (United Nations, 1995)

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    57/173

    4.2 Tahapan Penelitian

    1. Menentukan Objek dan Batasan Penelitian

    a. Penelitian ruang luar (outdoor) dibatasi pada kajian aksesibilitas kaum difabel

    pada fasilitas umum di ruang terbuka sebagai ruang publik kota.

    b. Lingkup pembahasan dalam penelitian ini hanya membahas aspek fisik.

    c. Penelitian dalam bangunan (indoor) hanya akan dilakukan pada bangunan

    stasiun kereta api sebagai salah satu pintu masuk kota Medan.

    2. Hipotesis

    a. Sarana aksesibilitas di Kawasan Lapangan Merdeka belum aksesibel untuk

    kaum difabel

    b. Sarana aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka belum memenuhi kriteria

    kemudahan, kegunaan, keselamatan dan kemandirian untuk kaum difabel.

    3. Studi Banding

    a. Dalam penelitian ini yang menjadi studi banding adalah penelitian pada

    kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur. Studi banding ini dilakukan atas dasar

    kesamaan fungsi kawasan sebagai ruang publik kota .

    4. Pengumpulan Data

    a. Data Primer, berupa hasil pengamatan langsung di lapangan yaitu dengan

    membagikan kuesioner kepada 100 orang kaum difabel ynag pernah

    berkunjung ke kawasan Lapangan Merdeka dan melakukan observasi/

    pengukuran pada sarana aksesibilitas umum di kawasan Lapangan Merdeka.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    58/173

    I. Tahap-tahap persiapan kuesioner

    II. Jumlah kuesioner : 100 lembar

    III. Jumlah pertanyaan : 15 pertanyaan

    IV. Distribusi kuesioner :

    V. Kuesioner ditujukan kepada kaum difabel yang sudah pernah berkunjung ke

    kawasan Lapangan Merdeka. Perhitungan distribusi kuesioner berdasarkan

    jumlah populasi kaum difabel Kota Medan

    1) 39 lembar, ditujukan kepada kaum difabel tuna netra

    2) 22 lembar, ditujukan kepada kaum difabel tuna daksa pengguna kruk

    3) 22 lembar, ditujukan kepada kaum difabel tuna daksa pengguna kursi

    roda

    4) 17 lembar, ditujukan kepada kaum difabel tuna rungu

    VI. Observasi/ pengukuran

    1) Segmentasi Kawasan

    2) Dokumentasi

    3) Pengukuran, diawali dari luar bangunan (outdoor) sampai ke dalam

    bangunan (indoor)

    4) Elemen penelitian meliputi pedestrian, ramp, tangga, pintu masuk,

    telepon umum, loket, area informasi, toilet umum, kantin dan tempat

    ibadah.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    59/173

    b. Data sekunder , berupa data yang diperoleh dari studi literatur

    5. Analisa Data

    Guna menganalisa kajian sarana aksesibilitas publik di kawasan Lapangan

    Merdeka ada 2 variabel untuk kriteria penilaian aksesibilitas :

    a. Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas (Peraturan Menteri

    Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006).

    b. Rangkuman Standar Aksesibilitas tabel 2.5.1 (United Nations, 1995).

    Kemudian dilakukan metoda multiexposedyaitu dengan melakukan pemeriksaan

    silang terhadap data standar aksesibilitas dengan data yang ditemui di lapangan.

    Tabel 4.1Penilaian Elemen Aksesibilitas

    Netra Rungu Kruk K.Roda Penilaian

    Nama Elemen Aksesibil itas

    No Variabel Data Standar

    Komentar

    Tuna netra.

    Tuna rungu

    Tuna daksa pengguna kruk

    Untuk tuna daksa pengguna kruk elemen aksesibilitasUntuk tuna daksa pengguna kursi roda elemen aksesibilitas.

    Tuna daksa pengguna kursi roda..

    Kesimpulan

    Untuk tuna netra elemen aksesibiltas..

    Untuk tuna rungu elemen aksesibilitas

    Sumber : Himpunan Wanita Penyandang Cacat (HWPCI) Pusat

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    60/173

    Tabel 4.2Klasifikasi Difabel

    No Keterangan

    1 Difabel dalam hal penglihatan

    2 Difabel dalam hal pendengaran

    3 Difabel fisik dengan alat bantu kruk

    4 Difabel fisik dengan alat bantu kursi roda

    Klasifikasi

    Tuna Netra

    Tuna daksa pengguna kruk

    Tuna daksa pengguna kursi roda

    Tuna rungu

    Sumber : Himpunan Wanita Penyandang Cacat (HWPCI) Pusat

    Tabel 4.3Kriteria Penilaian

    No KriteriaPenilaian Skor Keterangan

    1 Akses 1 Kaum difabel dapat akses

    2 Akses Tidak Memadai 0.5 Kaum difabel dapat akses tetapi elemen

    aksesibiitas tidak memenuhi standar

    3 Tidak Akses 0 Kaum difabel memerlukan bantuan untuk akses

    Sumber : Himpunan Wanita Penyandang Cacat (HWPCI) Pusat

    Tabel 4.4 Kriteria Skor

    No Kisaran Skor Kriteria Skor Keterangan

    1 A/ (skor =4) Aksesibilitas Baik Aksesibel Sempurna Standar

    2 B/3 Aksesibilitas Cukup Aksesibel Sebagian Standar 3 C/2 Aksesibilitas Kurang Kurang Aksesibel

    4 D/1 Tidak Ada Aksesibilitas Tidak Aksesibel

    Komentar yang diberikan oleh kaum difabel ketika mengakses kawasan

    Lapangan Merdeka digunakan untuk menentukan permasalahan fisik sarana

    aksesibilitas yang menghambat aksesibilitas kaum difabel dalam mengakses kawasan

    Lapangan Merdeka sebagai ruang publik kota

    Sumber : Himpunan Wanita Penyandang Cacat (HWPCI) Pusat

    5. Temuan dan Kesimpulan

    6. Rekomendasi dan Saran

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    61/173

    BAB V

    DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

    5.1 Gambaran Umum

    Kawasan Lapangan Merdeka terletak di pusat kota dengan luas 5 hektar.

    Pada kawasan ini, ruang terbuka menggunakan lahan sekitar 60%. Lapangan

    Merdeka dan Lapangan Benteng memiliki peranan penting dalam struktur kawasan

    dan corekota Medan pada umumnya.

    Gambar 5.1 Lokasi Penelitian, insert : Peta Kota Medan

    Kawasan Lapangan Merdeka didominasi oleh fungsi perkantoran. Hal-hal

    yang paling khusus dari kawasan ini adalah bangunan-bangunan bersejarah dan

    ruang terbuka publik. Berdasarkan SK Walikotamadya KDH Tk.II Medan No.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    62/173

    188.342/789/SK/1991 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kotamadya Medan

    Nomor 5 tahun 1990, bahwa Lapangan Merdeka tergolong sebagai taman klasifikasi

    A, yang memiliki kriteria terletak di pusat wilayah dengan daerah pelayanan radius

    2000-10000 m, dan luas area 10000-50000 m. Berdasarkan peraturan tersebut

    Lapangan Merdeka harus dapat melayani lebih dari 25000 penduduk kota Medan.

    Gambar 5.2 Peta Kegiatan di kawasan Lapangan Merdeka

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

    Keterangan peta aktivitas publik di Kawasan Lapangan Merdeka- Lapangan Benteng :

    17. Blok Komersial

    18. Kantor Walikota

    19. Pusat Perbelanjaan

    20. Gedung DPR

    21. Lapangan Upacara

    22. Perbankan

    23. Pusat Onderdil

    24. Pu asera

    9. Perbankan

    10. Hotel

    11. Bank Sentral

    12. Perbankan

    13. Kantor Swasta

    14. Kantor Asuransi

    15. Perbankan

    16. Perbankan

    1. Lapangan Upacara

    1. Lapangan Olahraga

    2. Pujasera3. Pasar Buku

    4. Stasiun Kereta Api

    5. Kantor Pos Pusat

    6. Perbankan

    7. Blok Komersial

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    63/173

    5.2 Segmentasi Kawasan

    Untuk mempermudah dalam mendeskripsikan dan menganalisis kawasan

    Lapangan Merdeka maka kawasan dibagi atas 2 segmen, yang masing-masing terdiri

    dari :

    Gambar 5.3 Segmentasi Kawasan

    1. Segmen A : Lapangan Merdeka

    a. Terdiri dari 5 sub segmen yaitu koridor jalan Balai Kota, koridor jalan

    Bukit Barisan, koridor jalan Kereta Api, koridor jalan Pulau Pinang

    dan Lapangan Merdeka.

    2. Segmen B : Stasiun Kereta Api

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    64/173

    5.3 Segmen A (Lapangan Merdeka)

    5.3.1 Peruntukan Lahan

    Lokasi Lapangan Merdeka terletak di pusat kota Medan tepatnya di

    kecamatan Medan Barat, dengan luas 4,7 ha. Dalam studi kasus ini Lapangan

    Merdeka dikelilingi oleh empat koridor jalan satu arah yaitu jalan Balai Kota, jalan

    Bukit Barisan, jalan Kereta Api dan jalan Pulau Pinang.

    Peruntukan lahan di segmen Lapangan Benteng didominasi oleh ruang

    terbuka (66%), selanjutnya perbankan (15%), komersil (6%), hotel (6%),

    perkantoran milik swasta (2%), perkantoran milik pemerintah (1.2%), pertokoan

    (0,8%), kantor pos (0,1%), kantor polisi (0,07%) dan mushalla (0,03%). Hal-hal

    yang paling khusus dari segmen ini adalah bangunan bersejarah dan Lapangan

    Merdeka.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    65/173

    Gambar 5.4 Peruntukan Lahan Segmen A

    5.3.2 Jalur Pedestrian dan Vegetasi

    Keempat koridor jalan di segmen Lapangan Merdeka memiliki jalur

    pedestrian dua arah dan tidak semua koridor jalan memiliki fasilitas penyeberangan.

    Selain di keempat koridor jalan juga terdapat jalur pedestrian yang berada di dalam

    Lapangan Merdeka.

    Jenis-jenis pohon yang terdapat di dalam Lapangan Merdeka antara lain :

    Gambar 5.5 Jalur Vegetasi dan Pedestrian

    1. Pohon Trambesi, dalam bahasa latin Samanea Samanyang sering disebut pohon

    Ki Hujan. Pohon-pohon tersebut rata-rata berumur 110 tahun

    2. Pohon Seri, selain pohon Ki Hujan juga terdapat pohon seri yang ditanam

    sejajar koridor jalan Balai Kota.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    66/173

    3. Pohon Palem, ditanam sejajar mengelilingi lintasan dalam.

    4. Pohon Cemara, hanya terdapat beberapa batang di dalam Lapangan Merdeka

    5. Pohon peneduh, yang terdapat di sepanjang lintasan tengah sebagai pembatas

    antara lintasan tengah dan lintasan luar. Selain pohon-pohon peneduh juga

    terapat tanaman- tanaman hias.

    Gambar 5.6 Kondisi Jalur Vegetasi dan Pedestrian

    Pada keempat koridor jalan ditanami pohon yang bersifat visual dan tidak

    memberi kontribusi untuk kenyamanan jalur pejalan kaki.

    Gambar 5.7 Kondisi Jalur Vegetasi dan Pedestrian

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    67/173

    5.3.3 Utilitas

    Sistem utilitas di segmen Lapangan Benteng masih belum menggunakan

    sistem jaringan terpadu. Penyediaan prasarana umum seperti air bersih, listrik,

    telepon dan drainase terletak menyebar khususnya di bawah jalur utama pejalan kaki

    dan badan jalan.

    Gambar 5.8 Skema Jaringan Utilitas Segmen A

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    68/173

    5.3.4 Muka Jalan (Streetscape)

    Pembagian sub segmen pada masing-masing koridor jalan terbagi menjadi 2 sub

    segmen kecuali koridor jalan Kereta Api. Pembagian sub segmen pada masing-

    masing koridor jalan adalah : koridor jalan Balai Kota terbagi menjadi segmen C1-1

    dan segmen C1-2 ; koridor jalan Bukit Barisan terbagi menjadi segmen C1-1 dan

    segmen C2-2; koridor jalan Kereta Api terbagi menjadi segmen C3-1 dan segmen

    C3-2; koridor jalan Pulau Pinang terbagi menjadi segmen C4-1 dan segmen C4-2.

    Gambar 5.9 Pembagian Sub Segmen A

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    69/173

    1. Sub Segmen A1-1

    Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Balai Kota yang

    berlatar bangunan publik. Pada satu bagian koridor jalan posisi pedestrian langsung

    berbatasan dengan bangunan. Pada bagian lain koridor jalan tampak bangunan

    setbackke belakang pedestrian yang tidak terlindungi oleh vegetasi.

    2.Sub Segmen A1-2

    Gambar 5.11 Muka Jalan Pada Sub Segmen A1-2

    Gambar 5.10 Muka Jalan Pada Sub Segmen A1-1

    Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Balai Kota yang

    berlatar Lapangan Merdeka dengan bangunan komersil. Pada segmen ini pedestrian

    terlihat teduh karena terlindungi oleh deretan pohon seri yang bertajuk lebar.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    70/173

    3. Sub Segmen A2-1

    Gambar 5.12 Muka Jalan Pada Sub Segmen A2-1

    Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Bukit Barisan

    dengan latar bangunan publik dan pertokoan. Pada segmen ini bangunan tampak

    setbackdi belakang pedestrian yang tidak terlindungi oleh vegetasi. Jalur pedestrian

    pada sub segmen A2-1 dilengkapi dengan fasilitas telepon umum.

    4. Sub Segmen A2-2

    Gambar 5.13 Muka Jalan Pada Sub Segmen A2-2

    Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Bukit Barisan

    yang berlatar Lapangan Merdeka dengan bangunan kantor polisi dan gerbang masuk

    ke Lapangan Merdeka. Pada segmen ini pedestrian terlihat teduh karena terlindungi

    oleh deretan pohon seri yang bertajuk lebar.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    71/173

    5.Sub Segmen A3

    Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Kereta Api yang

    berlatar Lapangan Merdeka dengan Pasar Buku. Pada segmen ini pedestrian terlihat

    teduh karena terlindungi oleh deretan pohon seri yang bertajuk lebar.

    6. Sub Segmen A3

    Gambar 5.14 Muka Jalan Pada Sub Segmen A3

    Gambar 5.15 Muka Jalan Pada Sub Segmen A3

    Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Kereta Api yang

    berlatar Lapangan Merdeka dengan Pasar Buku. Pada segmen ini pedestrian terlihat

    teduh karena terlindungi oleh deretan pohon seri yang bertajuk lebar.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    72/173

    7. Sub Segmen A4-1

    Gambar 5.16 Muka Jalan Pada Sub Segmen A4-1

    Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Pulau Pinang

    yang berlatar bangunan publik. Pada satu bagian koridor jalan posisi pedestrian

    langsung berbatasan dengan bangunan. Pada bagian lain koridor jalan tampak

    bangunan setbackke belakang pedestrian yang tidak terlindungi oleh vegetasi.

    8. Sub Segmen A4-2

    Gambar 5.17 Muka Jalan Pada Sub Segmen A4-2

    Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Pulau Pinang

    yang berlatar Lapangan Merdeka dengan bangunan komersil dan gerbang masuk ke

    Lapangan Merdeka. Pada segmen ini pedestrian terlihat teduh karena terlindungi

    oleh deretan pohon Ki Hujan yang bertajuk lebar.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    73/173

    5.4 Segmen B (Stasiun Kereta Api)

    Gambar 5.18 Segmen B Stasiun Kereta Api

    Stasiun Kereta Api Besar Medan terletak di sebelah barat Lapangan Merdeka.

    Didirikan pada tahun 1883 oleh perusahaanDeli Maaatschappijdan pada tahun 1885

    jalur kereta api Medan- Labuhan Deli resmi dijalankan. Pada masa sekarang Stasiun

    Kereta Api Besar dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) dengan rute

    pelayanan ke berbagai kota di Sumatera Utara.

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota

    74/173

    Dalam penelitian ini Stasiun Kereta Api Besar Medan menjadi objek

    penelitian di dalam bangunan (indoor), karena bangunan Stasiun Kereta Api Besar

    Medan merupakan salah satu pintu masuk utama ke Kota Medan dan sudah

    selayaknya fasilitas aksesibilitas di Stasiun Kereta Api Besar Medan dapat diakses

    oleh semua kalangan masyarakat tanpa terkecuali.

    5.4.1Zoning

    Pembagian zoning di Stasiun Kereta Api Besar Medan meliputi : zoning

    publik (hall utama, peron), zoning semi publik (retail), zoning private (ruang

    pengelola),zoning service (Toilet/WC).

    Gambar 5.19Zoning Ruang Stasiun Kereta Api

    Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008

  • 7/18/2019 kajian aksesbi