kadar abu_141710101043_oriza krisnata wiwata

23
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH ANALISA MUTU PANGAN DAN HASIL PERTANIAN MATERI 2 ANALISA KADAR ABU Disusun oleh : Oriza Krisnata Wiwata (141710101043) THP – A Kelompok 10

Upload: siro-cool

Post on 05-Dec-2015

222 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kadar abu

TRANSCRIPT

Page 1: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH ANALISA MUTU PANGAN DAN

HASIL PERTANIAN

MATERI 2

ANALISA KADAR ABU

Disusun oleh :

Oriza Krisnata Wiwata (141710101043)

THP – A Kelompok 10

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

SEPTEMBER, 2015

Page 2: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kandungan mineral dihubungakan dengan kadar abu dalam suatu bahan. Abu adalah

zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan. Kadar abu suatu bahan erat kaitannya

dengan kandungan mineral bahan tersebut (Legowo dan Nurwantoro. 2004). Analisis kadar

abu diperlukan untuk mengetahui kualitas gizi (indikator mutu pangan), tingkat kemurnian

tepung atau gula, mengetahui pemalsuan selai buah, sari buah, kontaminasi mineral yang

bersifat toksik, dan mengetahui tingkat kebersihan pengolahan suatu bahan.

Menentukan jumlah mineral dalam suatu bahan secaraasli sesuai dengan apa yang ada

dalam bahan adalah dangat sulit, karena itu dicari penyelesaiannya dengan menentukan sisa

hasil pembakaran aas garam – garam dari mineral tersebut. Pengabuan akan mengakibatkan

hilangnya bahan – bahan organik dam anorganik, sehingga terjadi perubahan radikal organik

dan segera terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion – ion

negatif.

Didalam proses pengabuan terdari dari dua metode yaitu metode pengabuan kering

dan pengabuan basah. Faktor pemilihan metode didasarkan pada sifat organik dan anorganik

bahan, mineral yang akan dianalisis, dan sensitivitas metode. Metode pengabuan kering

dilakukan dengan menggunakan panas tinggi sekitar 500-600 - C dan dengan keberadaan

oksigen. Sedangkan pengabuan basah dilakukan dengan menggunakan oksidator-oksidator

kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat. Prinsip analisis kadar abu metode kering yaitu

jumlah mineral atau abu merupakan sisa pembakaran bahan-bahan organik maupun anorganik

bahan pangan dan hasil pertanian pada suhu 500-600 -C.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui cara analisis kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian.

2. Untuk mengukur kadar abu bahan pangan dan hsil pertanian dengan metode pengabuan

kering.

Page 3: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

BAB 2. BAHAN DAN PROSEDUR ANALISA

2.1 Bahan

2.1.1 Bahan Pangan yang digunakan untuk Analisis

Bahan pangan yang digunakan untuk analisis kadar abu menggunakan metode

pengabuan kering adalah tepung kedelai dan tempe.

A. Tempe

Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia. Tempe

yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe yang menggunakan bahan baku

kedelai. Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan tempe menyebabkan perubahan kimia

maupun fisik pada biji kedelai, menjadikan tempe lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe

segar tidak dapat disimpan lama, karena tempe tahan hanya selama 2 x 24 jam, lewat masa

itu, kapang tempe mati dan selanjutnya akan tumbuh bakteri atau mikroba perombak protein,

akibatnya tempe cepat busuk ( Sarwono, 2005).

Menurut Kasmidjo (1990) tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu secara fisik

dan kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah memenuhi ciri-ciri

tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :

a. Warna Putih

Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh pada permukaan biji kedelai.

b. Tekstur Tempe Kompak

Tempe yang baik mempunyai bentuk kompak yang terikat oleh miselium sehingga terlihat

berwarna putih dan bila diiris terlihat keeping kedelainya

c. Aroma dan rasa khas tempe

Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi komponen

– komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi.

Syarat mutu tempe yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku secara

umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3144- 2009), seperti

tercantum pada tabel berikut ini.

Page 4: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

Tabel 1. Syarat Mutu Tempe menurut SNI 01-3144-2009

Parameter Syarat Mutu

Bau, warna, rasa Normal (khas tempe)

Kadar abu, b/b Maks. 65%

Kadar abu, b/b Maks. 1,5%

Kadar protein (N x 6.25) b/b Min. 16%

Kadar lemak b/b Min. 10%

Serat kasar, b/b Maks. 2,5%

Cemaran mikroba :

Escherichia coli Maks. 10%

Salmonella Maks. Negatif (per 25 g)

Cemaran logam :

Cadmium Maks. 0,2 mg/kg

Timbal (Pb) Maks. 2 mg/kg

Timah (Sn) Maks. 40 mg/kg

Merkuri (Hg) Maks. 0,003 mg/kg

Cemaran Arsen Maks. 0,25 mg/kg

Sumber : Bandan Standardisasi Nasional (2009)

Komposisi kimia tempe adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Komposisi Kimia Tempe

Komposisi Jumlah

Air (wb) 61,2 %

Protein kasar (db) 41,5 %

Minyak kasar (db) 22,2 %

Karbohidrat (db) 29,6 %

Abu (db) 4,3 %

Serat kasar (db) 3,4 %

Nitrogen (db) 7,5 %

Sumber : Cahyadi (2006).

Page 5: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

Menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-1992, tempe kedelai adalah produk

makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu, berbentuk padatan kompak dan

berbau khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan.

Tabel 4. Syarat Mutu Tempe Kedelai Menurut Standar Nasional Indonesia 01-3144-1992

Kriteria uji Persyaratan

Keadaan

- Bau normal (khas tempe)

- Warna Normal

- Rasa normal

Air (% b/b) maks 65

Abu (% b/b) maks 1,5

Protein (% b/b) (Nx6,25) Min 20

Cemaran mikroba

E coli maks 10

Salmonella Negative

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1992).

B. Kedelai

Kacang kedelai (Glycine max (L) Merril) adalah sebagai salah satu hasil pcrtaniun

yang sangat penting artinya sebagai bahan makanan karena jumlah dan mutu protein yang

dikandungnya sangat tinggi bila dibandingkan dengan kacang- kacangan lainnya

(Winarno, 1980).

Kedelai merupakan bahan makanan penting sebagai surnber protein nabati

yang dikonsumsi dalam bentuk olahan dan hanya sebagian kecil yang dikonsumsi secara

langsung. Menurut Winamo (1982), dari hasil mutu yang dihasilkan petani hanya

sekitar 1 % yang dikonsumsi secara langsung (tanpa diproses) dan banyak yang disajikan

dalam bentuk rebus dan goreng. Kacang kedelai mempunyai nilai protein nabati yang

tinggi karena proteinnya rnernpunyai asarn amino lengkap yang hampir sama dengan pola

susunan asarn amino yang berasal dati hewan atau protein hewani. Oleh karena itu

banyak ahli menganjurkan agar penduduk di negara-negara berkernbang menambah

kacang- kacangan dalam makanan sehari-hari (Kasyanto, 1987). Berikut ini tabel mengenai

komposisi zat gizi yang terkandung di dalam kacang kedelai.

Page 6: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

TabeI 2. Komposisi Zat Gizi Kedelai per 100 gram Bahan

Komponen Komposisi

Kalori (Kal)

Protein (gr)

Lemak (gr)

Karbohidrat (gr)

Serat (gr)

Kalsium (mg)

Fosfor (mg)

Bcsi (mg)

Vitamin A(SI)

Vitamin BI (mg)

Air (gr)

331,00

34,90

18,10

34,80

4,20

227,00

585,00

8,00

110,00

1,07

7,50

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1996

2.1.2 Bahan Kimia yang digunakan disertai Cara Mempersiapkan

Dalam analisa kadar abu menggunakan metode pengabuan kering tidak menggunakan

bahan kimia.

2.2 Persiapan Bahan

Bahan yang digunakan dalam analisa kadar abu metode pengabuan kering adalah

tempe dan tepung kedelai. Bahan (tempe dan tepung kedelai) ditimbang masing-masing

sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan kedalam krus porselen untuk dilakukan analisa kadar

abu menggunakan metode pengabuan kering.

Page 7: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

2.3 Prosedur Analisa

Diagram 1. Diagram alir prosedur analisa kadar abu

Praktikum analisa kadar abu menggunakan metode pengabuan kering yaitu

menggunakan panas tinggi dan adanya oksigen, fungsinya digunakan untuk analisis kadar abu

Eksikator 15 menit

Penimbangan

Krus Porselen

Pengovenan 15 menit

Penimbangan 2 g

Sampel

Penghalusan

Pendinginan 24 jam

Pemasukan dalam tanur

Skala 30-40, 1 jam , Skala 60-80, 4 jam

Penimbangan

Pemasukan sampel pada krus porselin

Penimbangan

Eksikator 15 menit

Pengovenan 15 menit

Page 8: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

total (analisis proksimat). Bahan yang digunakan dalam analisis kadar abu adalah tepung

kedelai dan tempe.

Pertama kurs porselen dioven dengan suhu 105oC selama 15 menit, fungsinya untuk

mengurangi kadar abu pada krus porselen dan menguapkan sisa air yang mungkin masih

tertinggal, sehingga tidak mengganggu analisa kadar abu yang dilakukan. Kurs porselen yang

telah dioven kemudian di ambil meggunakan penjepit secara perlahan dan dimasukkan

kedalam eksikator, fungsinya untuk menstabilkan RH dan agar suhu kurs porselen menjadi

stabil. Timbang kurs porselen sebagai (a gram), fungsinya untuk mengetahui berat krus

porselen kosong, sehingga dapat memudahkan proses perhitungan.

Sampel (tepung kedelai dan tempe) dimasukkan kedalam kurs porselen, dan sampel

ditimbang sebanyak 2 gram, sampel dan kurs poselen ditimbang sebagai (b gram).

Penimbangan berfungsi untuk mengetahui berat sampel sehingga memudahkan proses

perhitungan.

Sampel yang telah ditimbang kemudian dimasukkan kedalam tanur pengabuan,

fungsinya untuk mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi sampai

terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat konstan. Oksigen yang terdapat didalam

udara bertindak sebagai oksidator. Setelah dimasukkan kedalam tanur, atur suhu pada skala

30-40oC selama 1 jam, fungsinya untuk mendestruksi senyawa organik. Penggunaan skala

pada tahap awal tidak boleh terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan kurs porselen pecah,

selain itu untuk mencegah menguapnya senyawa volatil. Tahap awal ini dilakukan hingga

asap yang keluar dari tanur hilang, kemudian naikkan suhu pada skala 60-80oC selama 4 jam,

fungsi penaikkan suhu adalah untuk mempercepat proses pengabuan.

Setelah 4 jam dilakukan proses pengabuan, kemudian tanur dimatikan dan tunggu

selama 24 jam, fungsinya adalah agar residu organik tidak meguap ketika tanur langsung

dibuka. Suhu didalam tanur yang digunakan sangat tinggi, sehingga apabila langsung dibuka

dapat menyebabkan hal yang tidak diinginkan. Kemudian oven kembali kurs porselen yang

berisi bahan selama 15 menit, fungsinya untuk menurunkan suhu dan kemudian dimasukkan

kedalam eksikator selama 15 menit supaya RH (Relative Humidity) stabil. Kurs porselen dan

sampel yang telah diabukan kemudian ditimbang sebagai c gram, fungsinya untuk mengetahui

berat sampel setelah pengabuan sehingga memudahkan proses perhitungan. Ulangi

penimbangan hingga dicapai berat konstan. Hitung kadar abu dalam basis basah dan basis

kering, kemudian hitung standart deviasi dan RSD.

Page 9: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan

SampelUlangan

Berat cawan

(a gram)

Berat cawan+ bahan (b

gram)

Berat bahan awal (gr)

Berat cawan + setelah

pengabuan ( c gram)

Berat abu (gr)

Kadar Abu (%)

bb bk

Tempe

1 11.2879 13.8654 2.5775 11.3094 0.0215 0,0834 0,23832 14.0829 16.6554 2.5725 14.1021 0.0192 0,0746 0,21323 23.2279 25.2355 2.0076 23.2428 0.0149 0,0742 0,21214 13.6848 15.6891 2.0043 13.7069 0.0221 0,1103 0,31505 14.3466 16.3652 2.0186 14.3679 0.0213 0,1055 0,30156 13.1193 15.2 2.0807 13.1396 0.0203 0,0976 0,27887 13.8589 15.8582 1.9993 13.875 0.0161 0,0805 0,23018 14.5775 16.5932 2.0157 14.5967 0.0192 0,0953 0,27219 13.9397 15.9415 2.0018 13.963 0.0233 0,1164 0,3326

10 13.2433 15.1371 1.6121 13.525 0.2817 1,7474 4,992611 13.1232 14.794 1.6708 13.5589 0.4357 2,6077 7,450712 23.0297 24.6877 1.658 23.0695 0.0398 0,2400 0,685913 13.3783 15.1607 1.7824 13.4661 0.0878 0,4926 1,407414 19.4708 21.2741 1.8033 19.4876 0.0168 0,0932 0,266215 14.5556 16.3051 1.7495 14.5764 0.0208 0,1189 0,339716 13.6795 15.4488 1.7693 13.8125 0.133 0,7517 2,147717 15.0596 16.7094 1.6498 15.1868 0.1272 0,7710 2,202918 13.925 15.5606 1.6356 13.9673 0.0423 0,2586 0,7389

Rata-rata 0,4399 1,2570

SD 0,6860 1,9599

RSD 155,9211 155,9211

Tepung Kedelai

1 13.6595 15.6615 2.0020 13.7527 0.0932 0,4655 0,4791

2 14.2281 16.2286 2.0005 14.3209 0.0928 0,4639 0,4774

3 13.3862 15.3868 2.0006 13.4798 0.0936 0,4679 0,4815

4 13.5157 15.5174 2.0017 13.6096 0.0939 0,4691 0,4828

5 13.9246 15.9268 2.0022 14.0204 0.0958 0,4785 0,4924

6 23.009 25.0165 2.0075 23.1026 0.0936 0,4663 0,4798

7 22.0098 24.0193 2.0095 22.1045 0.0947 0,4713 0,4850

8 19.474 21.4772 2.0032 19.5683 0.0943 0,4707 0,4845

9 21.278 23.2825 2.0045 21.3734 0.0954 0,4759 0,4898

10 11.2894 13.3271 2.0377 11.3687 0.0793 0,3892 0,4005

11 13.4679 15.5726 2.1047 13.5455 0.0776 0,3687 0,3794

12 13.6669 15.7365 2.0696 13.7476 0.0807 0,3899 0,4013

13 14.3503 16.2812 1.9309 14.4464 0.0961 0,4977 0,5122

14 13.9467 16.1044 2.1577 14.0468 0.1001 0,4639 0,4774

15 14.0852 15.9622 1.877 14.1739 0.0887 0,4726 0,4863

Page 10: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

Rata-rata 0,4541 0,4673SD 0,0382 0,0393

RSD 8,4060 8,4060

3.2 Cara Perhitungan

1. Bahan : Tempe

Berat setelah pengabuan

Rumus : berat krus+berat bahan setelah pengabuan – berat krus

Ulangan 1 =13,8125– 13,6795

= 0,133

Ulangan 2 = 15,1868 – 15,0596

= 0,1272

Ulangan 3 = 13,9673 – 13,925

= 0,0423

2. Kadar abu dalam basis basah (bb)

Kadar abu (g/100 g bahan basah) = [(W 1−W 2)]

W x 100

Ulangan 1 = 0,133

1,7693 x 100

= 7,51710

Ulangan 2 = 0,12721,6498

x 100

= 7,71003

Ulangan 3 = 0,04231,6356

x 100

= 2,58621

Rata-rata kadar abu basis basah (bb)

= 7,51710+7,71003+2,58621

3

= 5,93778

3. Kadar abu dalam basis kering (bk)

Page 11: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

Kadar abu (g/100 g bahan kering) = kadar abu(bb)

[100 ,−kadar air(bb)] x 100

Ulangan 1 = 7,51710

[100−65 ]x 100

= 7,51710

35x 100

= 21,47742

Ulangan 2 = 7,71003

[100−65 ]x 100

= 7,71003

35 x 100

= 22,02864

Ulangan 3 = 2,58621

[100−65 ] x 100

= 2,58621

35 x 100

= 7,389163

Rata-rata kadar abu basis kering (bk)

= 21,47742+22,02864+7,389163

3

= 16,96508

4. Standar Deviasi basis basah (bb)

SD = √ Σ(x−rata2 x)2n−1

√ (7,51710−5,93778)2+(7,71003−5,93778)2+(2,58621−5,93778)2

3−1

= 2,90415

5. Standar Deviasi basis kering (bk)

SD = √ (21,47742−16,96508)2+(22,02864−16,96508)2+(7,389163−16,96508)2

3−1

= 8,29756

6. Perhitungan RSD/CV basis basah (bb)

Page 12: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

CV = SD

rata2 x x 100

= 2,904155,93778

x 100

= 48,90967

7. Perhitungan RSD/CV basis kering (bk)

CV = 8,29756

16,96508 x 100

= 48,90967

3.3 Pembahasan

Data kadar abu pada tempe shift 1 dan shift 2, dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Kadar abu tempe shift 1 dan shift 2

BahanKadar Abu

(%;Bb)

Kadar Abu

(%,bk)

Rata-rata (bb)

Rata-rata (bk)

SD (Bb)

SD (Bk)

RSD (%;BB)

RSD (%;BK

)

Tempe

7,517121,477

45,9377

816,965

12,9041

58,2975

648,909

748,909

77,7100

322,028

62,5862

17,3891

6

Tempe

4,92594

14,0741

2,34883

6,71093

2,23555

6,38729

95,1774

95,1774

0,93163

2,66179

1,18891

3,39689

Page 13: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

Data kadar abu shift 1 dalam diagram chart, dapat dilihat pada gambar 1.

Rata-rata (bb)

Rata-rata (bk)

SD (Bb) SD (Bk) RSD (%;BB)

RSD (%;BK)

0

10

20

30

40

50

60

5.93778

16.96508

2.904158.29756

48.90967 48.90967

Gambar 1. Kadar abu tempe shift 1.

Data kadar abu shift 2 dalam diagram chart, dapat dilihat pada gambar 2.

Rata-rata (bb)

Rata-rata (bk)

SD (Bb) SD (Bk) RSD (%;BB)

RSD (%;BK)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

2.348836.71093

2.235556.38729

95.1774 95.1774

Gambar 2. Kadar abu tempe shift 2.

Dari tabel 5 atau pada gambar 1 dan 2 dapat dilihat bahwa secara umum kadar abu

dalam basis kering lebih tinggi dari basis basah. Hal ini dikarenakan jumlah pembagi dalam

basis kering lebih kecil dari basis basah mengingat dalam basis kering jumlah air tidak diikut

Page 14: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

sertakan dalam pembagi. Pada dasarnya nilai yang bisa digunakan untuk membandingkan

kandungan antar komponen satu dan komponen yang lainnya adalah kandungan basis kering

karena nilai basis basah dipengaruhi kadar abu bahan yang dapat berubah-ubah.

Dari data tabel 5 atau pada gambar 1 dan 2 nilai kadar abu (bb) dan (bk) shift 1

mempunyai data yang berbeda jauh dengan data pada shift 2. Dimana data kadar abu pada

shift 1 yaitu 5,93778 (bb) dan 16,9651 (bk), sedangkan pada shift 2 yaitu 2,34883 (bb) dan

6,71093 (bk). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat cahyadi (2006), dimana data yang

didapatkan bahwa tempe mempunyai kadar abu pada basis kering sebesar 4,3%. Maka dari itu

pada kedua shift data kadar abu yang didapat mempunyai nilai kadar abu basis kering yang

tidak sesuai dengan data yang didapat pada jurnal tersebut.

Pada pengamatan ketelitian pengambilan sampel pada shift 1 dan 2 juga mengalami

penyimpangan. Dikarenakan menurut literatur ketelitian dari suatu hasil analisis lebih mudah

ditentukan dengan perhitungan statistik. Biasanya diukur dengan menghitung standar deviasi

dari data yang didapat, kemudian dihitung nilai Relative Standard Deviation (RSD) yang

merupakan persentase simpangan baku terhadap rata-rata. Makin kecil RSD dari suatu

analisis maka makin tinggi ketelitiannya. Biasanya nilai RSD maksimal yang masih

ditoleransi sebagai ketelitian yang baik adalah 5%. Nilai RSD yang diterima tergantung dari

konsentrasi analat yang diperoleh dari hasil pengujian (Sari, 2014). Dan pada data yang

didapatkan shift 1 menunjukkan data 1,6946 (ulanagan 1) ; 1,7865 (ulangan 2) ; 1,7287

(ulangan 3) dan pada shift 2 dengan data 1,6363 (ulangan 1) ; 1,5226 (ulangan 2) ; 1,5933

(ulangan 3). Dapat dilihat pada data bahwa sampel abu yang didaptkan berbeda cukup

signifikan yang akan menyebabkan ketelitian yang semakin buruk. Maka dari itu RSD

(relative standar deviasi) pada tempe lebih dari 5% yaitu pada shift 1 sebesar 48,9097 (bb)

dan 48,9097 (bk) sedangkan pada shift 2 sebesar 95,1774 (bb) dan 95,1774 (bk)

Penyimpangan yang teradi dimungkinkan dikarenakan prosedur yang tidak sesuai.

Penentuan kadar abu menurut panduan (SNI 01-2891-1992) Sampel sebanyak 2 – 3 grm

dimasukan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya. Kemudian lakukan

penabuan dalam tanur listrik dengan suhu aksimum 550 0C sampai pengabuan sempurna.

Setelah itu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Pada praktikum yang dilakukan

digunakan suhu pengabuan yang berbeda, praktikum yang dilakukan dengan menggunakan

suhu 60-80 OC jadi dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan prosedur suhu pengabuan, dan

memungkinkan suhu yang terlalu rendah pada proses pengabuan pada praktikum dapat

Page 15: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

menyebabkan data praktikum yang didapatkan kurang akurat serta nilai kadar abu yang lebih

besar dari lainnya.

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum kadar abu yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan,

yaitu :

1. Kadar air pada tempe yang diamati belum memenuhi persyaratan, dikarenakan nilai kadar

abu yang terlalau besar baik itu basis basah maupun basis kering.

2. Nilai ketelitian dan ketepatan pada sampel tempe belum mempunyai nilai yang baik,

dikarenakan data yang terlalu berbeda jauh pada setiap pengulangan. Hal ini menyebabaka

nilai SD maupn RSD yang terlalu tinggi.

3. Nilai kadar abu basis kering mempunyai persentase yang lebih tingi dikarenakan, jumlah

pembagi dalam basis kering lebih kecil dari basis basah mengingat dalam basis kering jumlah

air tidak diikut sertakan dalam pembagi.

4.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dalam membantu kelancaran praktikum

berikutnya, yaitu: Praktikan wajib mempelajari materi yang akan diterapkan dalam praktikum

agar mempermudah praktikan dalam melakukan praktikum.

Page 16: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

DAFTAR PUSTAKA

BSN. 2009. Tempe (SNI 01-3144- 2009). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Badan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Mutu Tempe Kedelai SNI 01-3144-1992.

Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bandung : Bumi Aksara.

Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bharata

Aksara.

Kasmidjo, R.B,. 1989. Tempe Mikrobiologi dan Biokomia Pengolahan serta

Pemanfaatannya. Yogyakarta : UGM Press.

Kasyanto, W. 1987. Membuat Tahu. Jakarta : Penebar Swadaya.

Legowo, Anang M dan Nurwantoro.2004. Analisis Pangan. Semarang: Fakultas Peternakan

Universitas Diponegoro.

Sari, Puspita. 2014. Pengantar Analisis Mutu Pangan dan Hasil Pertanian. PPT. Jember: FTP

UNEJ.

Sarwono ,B,. 1996. Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta : Penebar Swadaya.

Winarno ,F.G. 1980. Perbaikan Cara Penyimpanan dan Pengolahan Bahan Pangan. Bogor:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB.

Page 17: Kadar Abu_141710101043_Oriza Krisnata Wiwata

Winarno ,F.G. 1982. Bahan Pangan Terfermentasi. Bogor: Pusat Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Pangan IPB.

LAMPIRAN GAMBAR