kabupaten nunukan

208

Click here to load reader

Upload: syaiful-hidayah

Post on 13-Aug-2015

502 views

Category:

Documents


28 download

TRANSCRIPT

IV HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Tinjauan Umum Kabupaten Nunukan

4.1.1 Administrasi dan Geografi Wilayah Kabupaten Nunukan terletak di daerah khatulistiwa sehingga

dipengaruhi iklim tropis basah dengan karakteristik yang khas, yakni curah hujan cukup tinggi dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Di Wilayah Kabupaten Nunukan tidak terdapat pergantian musim yang jelas antara musim kemarau dan musim hujan. Berdasarkan RTRW Kabupaten Nunukan, Wilayah Kabupaten Nunukan termasuk dalam 2 (dua) wilayah utama, yaitu: Wilayah hujan bagian barat dengan curah hujan maksimum yang umumnya terjadi pada Januari atau Mei. Curah hujan rata-rata lebih dari 266,5 mm. Hujan maksimum sekunder terjadi pada April-Juni, sedangkan hujan minimum terjadi pada Februari. Kecamatan yang termasuk dalam wilayah ini yaitu Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, dan sebagian wilayah Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Sembakung. Wilayah hujan bagian timur dengan curah hujan maksimum terjadi pada bulan April atau Mei. Hujan minimum umumnya terjadi pada bulan Juli-Agustus dengan curah hujan rata-rata 188,95 mm, tetapi curah hujan rata-rata tahunan lebih kecil dibandingkan curah hujan pada bagian kawasan pesisir, yaitu sebesar 199,5 mm. Kecamatan yang termasuk dalam wilayah ini adalah Kecamatan Nunukan, Sebatik, sebagian Kecamatan Sebuku, Lumbis, serta Sembakung.

Secara administratif wilayah Kabupaten Nunukan dibagi sembilan wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Nunukan, Kecamatan Nunukan Selatan, Kecamatan Sebatik, Kecamatan Sebatik Barat, Kecamatan Sebuku, Kecamatan Sembakung, Kecamatan Lumbis, Kecamatan Krayan, dan Kecamatan Krayan Selatan. Berdasarkan hasil penataan wilayah desa/kelurahan di Kabupaten Nunukan, telah terjadi pemekaran kecamatan. Sebelum pemekaran, Sebuku masuk ke dalam Kecamatan Nunukan dan saat ini sudah menjadi kecamatan sendiri. Selain itu, Kecamatan Krayan mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Krayan dan Kecamatan Krayan Selatan.

49 Kabupaten Nunukan memiliki luas 14.263,68 km2. Pada tahun 2007 (Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008) Kabupaten Nunukan dihuni oleh 125.585 jiwa dengan kepadatan penduduk 8 jiwa per kilometer persegi. Kabupaten Nunukan sendiri terletak pada posisi 1150 33 - 1180 3 Bujur Timur serta 30 15 00 - 40 24 55 Lintang Utara. Persentase luas wilayah per kecamatan dapat dilihat pada Gambar 6.

Krayan Selatan 12,31% Krayan 12,88% Sebatik 0,73%

Sebatik Barat 1,00%

Lumbis 25,56%

Sebuku 21,91%

Nunukan 11,19%

Sembakung 14,41%

Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

Gambar 6. Persentase luas wilayah per kecamatan Kabupaten Nunukan merupakan wilayah paling utara dari Provinsi Kalimantan Timur. Posisinya yang berada di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia

menjadikan Kabupaten Nunukan sebagai daerah yang strategis dalam peta lalu lintas antarnegara. Peta administrasi dapat dilihat pada Gambar 7. Wilayah Kabupaten Nunukan terdiri dari dataran tinggi dan pegunungan. Sebagian besar didominasi oleh satuan fisiografi dataran tinggi dan pegunungan dengan luas 679.457 ha atau 47,63% dari luas wilayah. Dataran tinggi dengan kelerengan yang bervariasi merupakan wilayah paling luas yaitu mencapai 488.962 ha atau 34,28% dari luas wilayah. Peta fisiografis Kabupaten Nunukan dapat dilihat pada Gambar 8.

50

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008

Gambar 7. Administrasi Kabupaten Nunukan

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008

Gambar 8. Peta fisiografis Kabupaten Nunukan

51 4.1.2 Ketinggian dan Kemiringan Wilayah daratan Kabupaten Nunukan terletak pada ketinggian antara 0 hingga 1.500 mdpl (meter di atas permukaan laut) ketinggian 0 sampai 100 mdpl meliputi areal seluas 716.808 ha atau 50.25% dari luas Wilayah Kabupaten Nunukan. Wilayah yang terletak pada ketinggian lebih dari 1.500 mdpl hanya seluas 246 ha atau sebesar 0.02%. Persentase penyebaran dan luas ketinggian daerah di Kabupaten Nunukan dapat dilihat pada Gambar 9.1.500 - 2.000 m 0,02%

1.000 - 1.500 m 18,87%

0 - 100 m 50,25% 500 - 1.000 m 19,98%

100 - 500 m 10,87%

Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

Gambar 9. Persentase penyebaran dan luas ketinggian daerah Kabupaten Nunukan Kelerengan wilayah daratan Kabupaten Nunukan bervariasi. Kawasan di bagian utara dan selatan Kabupaten Nunukan lebih didominasi oleh kawasan dengan kelerengan rendah yaitu di bawah 15%, sedangkan kawasan yang memiliki tingkat kelerengan di atas 15% banyak terdapat di kawasan barat dan tengah Kabupaten Nunukan. 4.1.3 Jenis Tanah Jenis tanah yang terdapat di Wilayah Kabupaten Nunukan hanya delapan jenis tanah dan yang paling luas adalah podsolik/regosol sebesar 410.486 atau 28,79%. Jenis tanah ini umumnya terdapat di Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, dan Lumbis. Jenis tanah yang luasnya paling kecil yaitu alluvial/gambut sebesar 50.896 ha atau sebesar 3,7% dari luas wilayah. Jenis tanah Kabupaten Nunukan yaitu tanah alluvial yang hampir seluruhnya terdapat di Kecamatan Nunukan, Sebatik, Sebuku, dan Sembakung. Tanah alluvial/gambut hanya terdapat di Kecamatan Lumbis dengan luasan 837 ha, sedangkan di Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan tidak terdapat sama sekali.

52 Kabupaten Nunukan memiliki kedalaman efektif tanah yang bervariasi antara kurang dari 30 cm sampai lebih dari 90 cm. Kedalaman efektif tanah merupakan kedalaman tanah yang menyebabkan akar tanaman masih bisa tumbuh dengan baik. Sebagian besar wilayah Kabupaten Nunukan memiliki kedalaman tanah 30 60 cm dan >90 cm. Wilayah Kabupaten Nunukan dengan kedalaman tanah antara 30 - 60 cm seluas 600.442 ha atau 37,25% dari total luas wilayah Kabupaten Nunukan. Wilayah Kabupaten Nunukan yang memiliki kedalaman tanah >90 cm seluas 711,545 ha atau 12,24% dari total luas wilayah Kabupaten Nunukan. Ditinjau dari tekstur tanah, wilayah Kabupaten Nunukan mempunyai tekstur tanah halus, sedang, dan kasar. Tekstur tanah adalah perbandingan partikel liat, debu, dan pasir yang terdapat pada suatu gumpalan tanah. Tekstur tanah di Kabupaten Nunukan sebagian besar mempunyai tekstur tanah sedang, dengan luas 1.097.489 ha atau 67,52% dari luas wilayah Kabupaten Nunukan. Penyebaran dan luas masing-masing kelas tekstur tanah wilayah daratan di Kabupaten Nunukan untuk Kecamatan Sebatik dengan luas wilayah 27.303 ha dengan kelas tekstur tanah halus seluas 7.278 ha atau 26,66% dari luas wilayah kecamatan, tekstur sedang dengan luas 17.383 ha atau 63,67% dan gambut 2.642 ha atau 9,68% dari total luas kecamatan. Peta jenis tanah Kabupaten Nunukan dapat dilihat di Gambar 10.

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008

Gambar 10. Peta jenis tanah Kabupaten Nunukan

53 4.1.4 Pola Penggunaan Lahan Persebaran penduduk di Kabupaten Nunukan tidak merata, sebagian besar penduduk mendiami wilayah pesisir. Jumlah penduduk yang relatif besar cenderung mengelompok di daerah perkotaan, terutama daerah yang mempunyai aktivitas ekonomi yang cukup tinggi yang ditandai dengan adanya sarana transportasi dan keadaan ekonomi masyarakatnya yang memadai. Sebagian besar pemukiman penduduk di Kabupaten Nunukan yang berada di kawasan pesisir menempati daerah dataran rendah, di tepi pantai, muara-muara sungai kecil, dan bantaran sungai. Jenis-jenis penggunaan lahan terdiri atas pemukiman, pertanian (meliputi penggunaan lahan untuk perkebunan dan persawahan), kehutanan, perikanan, lahan konsesi untuk kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi, serta lahan untuk fasilitas umum. Jenis mata pencaharian penduduk di kawasan pesisir Kabupaten Nunukan bervariasi dengan kecenderungan pada aktivitas kehutanan, pertanian, perikanan, perdagangan, dan pelayanan jasa. Mata pencaharian di sektor perdagangan, pelayanan jasa, dan perikanan terkonsentrasi pada pada Kecamatan Nunukan dan Sebatik. Di sektor pertanian dan perkebunan hampir merata di semua kecamatan. Hasil pengamatan terhadap pola pemanfaatan lahan di Kecamatan Nunukan menunjukkan bahwa sebagian besar lahan dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian yang berkembang dapat dilihat dari peningkatan lonjakan kenaikan produksi padi dan palawija dari 20.084 ton pada tahun 1997 menjadi 44.436 ton pada tahun 2007 (BPS Kabupaten Nunukan 2008). Kecenderungan lonjakan produksi pertanian ini besar kemungkinannya diperoleh melalui

perluasan lahan pertanian dalam jumlah yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa dalam periode hampir sepuluh tahun, telah terjadi perubahan fungsi lahan, dari hutan nonproduksi (hutan alam) menjadi lahan pertanian. Perkembangan penggunaan tanah di wilayah Kabupaten Nunukan dari waktu ke waktu mengalami perubahan. Hal ini disebabkan oleh adanya aktivitas manusia. Peta pola penggunaan lahan berdasarkan RTRW disajikan pada Gambar 11.

54POLA PENGGUNAAN LAHAN

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008

Gambar 11. Peta pola penggunaan lahan 4.1.4.1 Kehutanan Hutan yang terdapat di Kabupaten Nunukan seluas 1.426.368 ha yang terdiri dari hutan taman nasional, hutan lindung, dan hutan produksi (kawasan hutan dan kawasan budi daya nonkehutanan). Sebagian besar wilayah hutan merupakan kawasan budi daya nonkehutanan seluas 470.914 ha atau 33,01% dari kawasan hutan seluruhnya. Hutan lindung jaraknya relatif jauh dari permukiman yang ada. Hutan produksi pada umumnya telah diusahakan/ditebang oleh pemegang HPH maupun bekas ladang penduduk yang telah ditinggalkan, sedangkan hutan sejenis berupa hutan reboisasi tanaman industri dari pemegang HPH. Kabupaten Nunukan memiliki kawasan hutan lindung seluas 167.428 ha atau 11,7% dari luas wilayahnya. Peta kesesuaian lahan untuk hutan lindung di Kabupaten Nunukan dapat dilihat pada Gambar 12.

55

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008

Gambar 12. Peta kesesuaian lahan untuk hutan lindung 4.1.4.2 Pertanian Kelompok pertanian lahan kering meliputi kebun campuran, tegalan, dan ladang. Kebun campuran adalah penggunaan lahan kering yang sifatnya menetap atau kombinasi tanaman semusim dan tanaman keras. Penggunaan lahan pertanian lainnya pada umumnya merupakan campuran tanaman kopi, durian, nangka, rambutan, dan lain-lain. Tegalan adalah pertanian lahan kering dengan jenis tanaman semusim seperti tanaman ketela pohon, pisang, dan padi gunung. Ladang seperti halnya tegalan, ditanami dengan jenis tanaman semusim, tetapi sifatnya hanya sementara antara satu hingga tiga kali musim panen. Luas penggunaan untuk pertanian lahan kering 8.304 ha atau 0,58% dari luas wilayah Kabupaten Nunukan. Peta kesesuaian lahan pertanian di Kabupaten Nunukan dapat dilihat pada Gambar 13.

56

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008

Gambar 13. Peta kesesuaian lahan untuk pertanian 4.1.4.3 Perkebunan Perkebunan yang dimaksud yaitu perkebunan dengan jenis tanaman keras monokultur, baik perkebunan rakyat, perkebunan besar, maupun perkebunan swasta. Dalam rangka pengembangan sektor perkebunan di Kabupaten Nunukan, diterapkan pembinaan dengan menggunakan pola partial/swadaya, PIR/NES, dan perkebunan besar baik oleh negara maupun swasta, sedangkan akhir-akhir ini berkembang pola kemitraan dengan komoditas unggulan yaitu sawit. Budi daya tanaman perkebunan utama yang mendapat pembinaan secara khusus antara lain budi daya tanaman karet, kelapa, kopi, lada, kakao, kelapa sawit, dan cengkeh. Di samping itu, budi daya lainnya bersifat introduksi dan dikembangkan secara diversifikasi seperti vanili, aren, pala, dan jambu mete. Luas penggunaan lahan perkebunan yaitu 17.731 ha atau 1,24% dari luas wilayah Kabupaten Nunukan. 4.1.4.4 Perikanan Kabupaten Nunukan selain mempunyai potensi perikanan tangkap, juga perikanan budi daya seperti tambak/kolam berupa areal dengan penggenangan permanen yang telah mendapat campur tangan manusia baik itu berupa kolam air tawar maupun air laut atau yang telah dikenal dengan tambak. Rawa-rawa yang merupakan areal penggenangan permanen dan dasarnya yang dangkal ditumbuhi

57 tumbuh-tumbuhan besar yang umumnya berupa rerumputan rawa dan semak belukar. Luas penggunaan lahan kolam/tambak/rawa seluas 16.295 ha atau 1,14% dari luas wilayah Kabupaten Nunukan. 4.1.4.5 Pertambangan Pengembangan pertambangan di Kabupaten Nunukan hingga saat ini belum termanfaatkan secara optimal, padahal Kabupaten Nunukan memiliki beberapa potensi pertambangan yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu: 1. Bahan galian golongan strategis (golongan A), yaitu minyak bumi dan batu bara. Minyak bumi terdapat di Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, Muara Bukat (Kecamatan Nunukan), dan Muara Sungai Sembakung (Kecamatan Sembakung). Selain di Simenggaris, batu bara juga terdapat di Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, Sembakung, dan Sebatik. Minyak bumi yang terdapat di Muara Bukat dan Muara Sungai Sembakung telah dieksploitasi oleh Pertamina. Kandungan batu bara yang terdapat di Simenggaris sedang diuji kandungannya oleh perusahaan swasta P.T. Anugerah Jati Mulya. 2. Bahan Galian golongan vital (golongan B), terdiri dari: - Emas, terdapat di Hulu Sungai Sebuku (Kecamatan Nunukan), Hulu Sungai Sembakung (Kecamatan Lumbis), dan Sungai Krayan. - Gips, terdapat di sekitar Sungai Sedadap, Pulau Nunukan, dan

Sembakung. Walaupun demikian, belum terdapat studi terperinci tentang jumlah kandungan cadangan mineral yang ada. 3. Bahan Galian Golongan C, terdiri dari: - Pasir kuarsa, terdapat di Kecamatahn Krayan. - Andesit, terdapat di Sungai Nyamuk, Pulau Sebatik, dan Kecamatan Sembakung. - Batu gunung, terdapat di Kecamatan Nunukan - Gamping, dengan kandungan CaO kandungan CaO 55,2% dan MgO 0,05%, tetapi jumlah cadangan yang ada diperkirakan tidak banyak, terdapat di Pasir Putih, Pulau Nunukan. Selain itu, terdapat juga di Kecamatan Krayan. - Bahan galian setengah permata (half precious probing material) di Sungai Bilal, Pulau Nunukan.

58 4.1.4.6 Permukiman Penggunaan lahan permukiman meliputi perumahan, perkantoran, tempat olahraga, taman, kuburan baik yang di perkotaan maupun pedesaan, demikian juga permukiman transmigrasi. Luas penggunaan untuk permukiman ini adalah 7.130 ha atau sekitar 0,05% dari luas wilayah Kabupaten. Selain dikembangkan di Pulau Nunukan sebagai kawasan perkotaan dengan pusat pemerintahan, di pengembangan Sebatik kawasan permukiman juga akan

dikembangkan

Pulau

(dua

kecamatan).

Kecamatan

Lumbis,

Sembakung, Krayan Induk, dan Krayan Selatan merupakan bagian dari wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan. Pengembangan kawasan permukiman tersebut mendorong terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah perbatasan negara yang berbasis potensi SDA wilayah. Kesesuaian lahan untuk permukiman dapat dilihat pada Gambar 14.

Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008

Gambar 14. Peta kesesuaian lahan untuk permukiman a. Perumahan Perkotaan Berdasarkan RTRW Kabupaten Nunukan, deliniasi kawasan permukiman perkotaan di Kabupaten Nunukan menggunakan kriteria-kriteria sebagai berikut: Kemiringan lereng relatif landai (0 - 15%) Tidak berada pada daerah banjir

59 Tidak berada pada daerah resapan air Tersedia air baku yang cukup Bebas dari bahaya gangguan geologi lingkungan Mempunyai tingkat aksesibilitas dan dapat dijangkau Tidak berada pada daerah rawan gempa Berada dekat pusat kota Tidak berada dalam kawasan lindung Berdasarkan kriteria tersebut, areal potensial dikembangkan untuk kegiatan permukiman perkotaan terletak di Pulau Nunukan atau Kota Nunukan, di bagian Pulau Sebatik, serta kota-kota kecamatan lainnya. Sehubungan dengan potensi pengembangan permukiman perkotaan di Kabupaten Nunukan, diperlukan pengaturan ruang sebagai berikut: 1. Dapat dibangun akomodasi perkotaan serta sarana sosial-ekonomi yang dapat memfungsikan kota tersebut sebagai pendorong pengembangan kawasan sekitarnya atau daerah hinterland-nya. Pengembangan sarana dan prasarana ekonomi yang ada disesuaikan dengan potensi daerah belakangnya. 2. Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan penduduk perkotaan dan sistem aktivitas. Selain itu, air sungai juga dimanfaatkan sebagai bahan baku air bersih harus melalui pengelolaan sehingga memenuhi kelayakan sebagai air bersih yang siap untuk dikonsumsi masyarakat. 3. Pembangunan unit-unit permukiman diwajibkan untuk menyediakan lahan kuburan, minimum 5% dari luas areal pengembangan perkotaan. 4. Pengembangan permukiman perkotaan harus didasarkan pada sistem

prasarana dasar yang artinya pengembangan permukiman perkotaan harus didasarkan pada penataan bangunan dan lingkungan yang serasi dan seimbang, meliputi sistem drainase, air bersih, air kotor, persampahan, jalan lingkungan, tata ruang, dan perumahan. 5. Pengembangan permukiman minimal harus menghindari lahan-lahan

pertanian yang produktif. 6. Sistem prasarana drainase: - Harus mempertimbangkan badan sungai yang ada sebagai saluran penerima

-

Koefisien aliran permukaan (run off) tidak lebih dari 25%. Pada lereng atau tanah yang peka terhadap erosi harus ada rekayasa teknis sehingga kekeruhan drainase tidak semakin pekat

- Perhitungan drainase berdasarkan banjir 10 sampai 25 tahun. 7. Sistem air bersih: Pengambilan air baku diutamakan dari air permukaan (sungai) dengan melakukan pengelolaan sehingga layak untuk dijadikan air minum dan kebutuhan air bersih lainnya. Untuk meningkatkan recharge air tanah, dianjurkan untuk membuat sumur resapan terutama pada tanah yang stabil dan mempunyai daya serap tinggi. Kapasitas kemampuan pelayanan didasarkan pada perhitungan kebutuhan air bersih rata-rata 100 liter/orang/hari, sesuai dengan standar hidup perkotaan. b. Perumahan Pedesaan Berdasarkan RTRW Kabupaten Nunukan, delineasi pengembangan kawasan permukiman pedesaan di Kabupaten Nunukan menggunakan kriteria-kriteria sebagai berikut: 1. Ketinggian