kabinet demikrasi liberal (kel 2)

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan bangsa Indonesia telah mengalami banyak perubahan baik secara konstitusi maupun sistem pemerintahan salah satunya yaitu Sistem pemerintahan Demokrasi Liberal. Seperti yang kita ketahui Demokrasi Liberal adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusi hak – hak individu dari kekuasaan pemerintah yang berkembang di Eropa dan Amerika Serikat. Di Indonesia masa demokrasi Liberal berlaku antara tahun 1950 – 1959, ditandai dengan tumbuh suburnya partai politik dan berlakunya kabinet parlementer. Demokrasi Liberal di Indonesia ditandai oleh prestasi politik dan kemelut politik. Prestasi politik berupa pemberlakuan sistem multipartai dan penyelenggraan pemilu yang demokratis, sedangkan kemelut politik yang terjadi ialah berupa kabinet yang silih berganti. Di dalam Prestasi politik Demokrasi Liberal selain itu juga dapat menghidupkan suasana demokratis di Indonesia. Setiap warga berhak berpartisipasi dalam politik, antara lain mengkritik pemerintah, dan mendirikan partai politik. Kemudian mencegah kekuasaan

Upload: uliek-s-a-ii

Post on 12-Dec-2015

241 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

demokrasi liberal

TRANSCRIPT

Page 1: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perkembangan bangsa Indonesia telah mengalami banyak perubahan baik

secara konstitusi maupun sistem pemerintahan salah satunya yaitu Sistem

pemerintahan Demokrasi Liberal. Seperti yang kita ketahui Demokrasi Liberal

adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusi hak – hak individu dari

kekuasaan pemerintah yang berkembang di Eropa dan Amerika Serikat. Di

Indonesia masa demokrasi Liberal berlaku antara tahun 1950 – 1959, ditandai

dengan tumbuh suburnya partai politik dan berlakunya kabinet parlementer.

Demokrasi Liberal di Indonesia ditandai oleh prestasi politik dan kemelut politik.

Prestasi politik berupa pemberlakuan sistem multipartai dan penyelenggraan

pemilu yang demokratis, sedangkan kemelut politik yang terjadi ialah berupa

kabinet yang silih berganti.

Di dalam Prestasi politik Demokrasi Liberal selain itu juga dapat

menghidupkan suasana demokratis di Indonesia. Setiap warga berhak

berpartisipasi dalam politik, antara lain mengkritik pemerintah, dan mendirikan

partai politik. Kemudian mencegah kekuasaan presiden yang terlalu besar karena

wewenang pemerintah dipegang oleh partai yang berkuasa.

Sistem pemerintahan dalam bidang politik yang dianut pada Demokrasi

Liberal adalah sistem kabinet parlementer. Sistem pemerintahan tersebut

berlandaskan pada UUDS 1950 (Undang-undang Dasar Sementara Republik

Indonesia tahun 1950). Sistem pemerintahan ini menetapkan bahwa kabinet-

kabinet atau para menteri bertanggung jawab kepada parlemen. Selain itu, adanya

sistem multipartai pada masa ini menyebabkan terciptanya golongan mayoritas

dan minoritas dalam masyarakat, serta adanya sikap mementingkan golongan

partai politik masing-masing dari pada kepentingan bersama.

Page 2: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

Pemerintahan pada masa Demokrasi Parlementer dijalankan oleh tujuh kabinet

dengan masa jabatan berbeda. ketujuh kabinet itu adalah Kabinet Ntasir dengan

masa jabatan antara 6 September 1950- 18 April 1951, Kabinet Sukiman dengan

masa jabatan antara 26 April 1951 – 26 April 1952, Kabinet Wilopo dengan masa

antara 19 Maret 1952 – 2 Juni 1953, Kabinet Ali Sastroamidjojo I dengan masa

jabatan antara 31 Juli 1953 – 24 Juli 1955, Kabinet Burhanuddin Harahap dengan

masa jabatan antara 12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956, Kabinet Ali Sastroamidjojo

II dengan masa jabatan antara 24 Maret 1956 – 14 Maret 1957, dan Kabinet

Djuanda ( Kabinet Karya ) dengan masa jabatan antara 9 April 1957 – 10 Juli

1959. Adapun beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh ketujuh kabinet tersebut,

yaitu menjaga keamanan dan ketertiban rakyat, mempersiapkan dan

menyelenggarakan pemilu, menyelesaikan masalah dan memperjuangkan Irian

Barat ke dalam wilayah Indonesia, dan melaksanakan politik luar negeri bebas

aktif.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan mengenai pergantian kabinet-kabinet pada masa demokrasi

liberal.

Page 3: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pergantian Kabinet-Kabinet pada Masa Demokrasi Liberal

1. Kabinet Natsir ( 6 September 1950 – 20 Maret 1951 )

Kabinet Natsir terbentuk pada 6 September 1950 dan berakhir pada 20

Maret 1951 yang diketuai oleh Natsir. Kabinet Ntasir merupakan koalisi yang

dipimpin oleh partai Mayumi. Dimana PNI sebagai partai kedua terbesar lebih

memilih kedudukan sebagai oposisi, karena PNI merasa tidak diberi kedudukan

yang sesuai (Lapian, dkk, 1996: 174).

Program – program dari Kabinet Natsir ialah :

1. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman

2. Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan

3. Memperkuat angkatan perang

4. Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya

5. Mengembangkan dan memperluas ekonomi kerakyatan.

Pada masa pemerintahan dan kekuasaan Kabinet Natsir terjadi

pemberontakan hampir seluruh wilayah Indonesia, seperti gerakan DI/TII,

Gerakan Andi Aziz, Gerakan APRA, dan Gerakan RMS. Pada tanggal 4

Desember 1950 Perundingan soal irian Barat yaitu Indonesia dengan Belanda

mulai dirintis, namun perundingan mengalami jalan buntu. Hal ini menimbulkan

mosi tidak percaya terhadap kabinet Natsir. PNI juga tidak menyetuji berlakunya

Peraturan Pemerintah No.39 Tahun 1950 tentang DPRS dan DPRDS yang

dianggap menguntungkan Masyumi. Sehingga pada tanggal 21 Maret 1950

kabinet Natsir mengembalikan mandatnya kepada presiden.

Page 4: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

2. Kabinet Sukiman ( 27 April 1951 – 3 Aril 1951 )

Kabinet Sukiman terbentuk pada tanggal 27 April 1951 setelah pada

tanggal 21 Maret 1951 Natsir mengembalikan mandatnya kepada presiden

Soekarno. Presiden Soekarno kemudian menunjuk Mr.Sartono dari PNI untuk

membentuk kabinet baru. Sartono berusaha membentuk kabinet koalisi PNI-

Masyumi, sebab kedua partai ini merupakan partai yang terkuat dalam DPR saat

itu. Akan tetapi, usaha Sartono menemui kegagalan dan pada tanggal 18 April

1951 ia mengembalikan mandatnya kepada presiden.

Presiden Soekarno kemudian menunjuk dua orang formatur baru, yaitu

Sidik Djojosukarto (PNI) dan dr.Sukiman Wirjosandjojo (Masyumi) untuk dalam

lima hari membentuk kabinet koalisi atas dasar nasional yang luas. Akhirnya,

setelah diadakan perundingan pada tanggal 26 April 1951 diumumkan susunan

kabinet baru di bawah pimpinan dr.Sukiman Wijosandjojo (Masyumi) dan

Suwirjo (PNI). (Poesponegoro,2008:309)

Program-program dari kabinet ini diantaranya ialah:

1. Keamanan: akan menjalankan tindakan-tindakan yang tegas sebagai

negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketenteraman.

2. Sosial-ekonomi: mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan

memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani,

serta mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dilapangan usaha

3. Mempercepat persiapan-persiapan pemilihan umum

4. Politik luar negeri: menjalankan politik luar negeri secara bebas-aktif serta

memasukan Irian Barat kedalam wilayah RI secepatnya.

Kabinet ini juga tidak berusia lama karena banyak soal yang mendapat

tantangan dalam parlemen termaksuk dari Masyumi dan PNI sendiri. Konflik

politik muncul akibat Menteri Dalam Negeri Mr.Iskaq (PNI) menginstruksikan

penonaktifan dewan-dewan perwakilan daerah yang dibentuk berdasarkan PP

Page 5: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

No.39. konflik kepentingan bertambah tajam ketika Iskaq mengangkat tokok PNI

menjadi gubernur di Jawa Barat dan Sulawesi. Tindakan ini ditentang oleh

Perdana Menteri Sukiman dan golongan militer. Akibatnya, Yamin

mengundurkan diri.(Poesponegoro,2008:309)

Akan tetapi, sebenarnya penyebab jatuhnya kabinet Sukiman ialah Mosi

Sunario(PNI) berkaitan dengan penandatanganan perjanjian Mutual Security Act

(MSA) oleh Menteri Luar Negeri ahmad Subardjo dan duta besar Amerika

Serikat, Merlen Cochran. Perjanjian itu menyangkut bantuan ekonomi dan

bantuan persenjataan Amerika Serikat kepada Indonesia. Persetujuan itu

menimbulkan tafsiran bahwa Indonesia telah memasuki Blok Barat (AS) yang

berarti bertentangan dengan politik luar negeri bebas-aktif. Subardjo hanya

melaporkan kepada Sukirman tanpa konsultasi dengan Menteri Pertahanan

Sewaka dan pimpinan angkatan perang. (Poesponegoro,2008:310)

Mosi Sunario menuntut agar semua perjanjian yang bersifat internasional

harus di sahkan oleh parlemen. Mosi ini disusul dengan tuntutan PNI agar kabinet

mengembalikan mandatnya kepada presiden. Akibat Mosi itu, Menteri Luar

Negeri Subardjo mengundurkan diri dan pada tanggal 23 februari 1952 kabinet

Sukiman mengembalikan mandatnya kepada presiden. (Poesponegoro,2008:310)

3. Kabinet Wilopo ( 3 April 1952 – 3 Juni 1953 )

Setelah Kabinet Sukiman jatuh, Mr. Wilopo pada tanggal 30 maret

mengajukan susunan kabinetnya yang terdiri atas PNI dan Masyumi masing-

masing mendapat jatah 4 orang, PSI 2 orang, Partai Katholik Republik Indonesia

(PKRI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Indonesia Raya (Parindra),

Partai Buruh, dan PSII masing-masing 1 orang, dan golongan tidak berpartai 3

orang. Dalam menentukan susunan personalia kabinetnya, Wilopo mengusahakan

adanya suatu tim yang padu sebagai Zaken Kabinet, sehingga dapat secara bulat

mendukung kebijakan pemerintah. (Poesponegoro,2008:311)

Program kabinet Wilopo terutama ditujukan pada persiapan pelaksanaan

pemilihan umum (untuk Konstituante, DPR, dan DPRD), kemakmuran,

Page 6: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

pendidikan rakyat, dan keamanan. Program luar negeri terutama ditujukan pada

penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda dan pengambilan Irian Barat

ke Indonesia serta menjalankan politi bebas-aktif menuju perdamaian dunia.

Wilopo dengan kabinetnya berusaha melaksanakan program itu dengan sebaik-

baiknya. Akan tetapi, kesukaran-kesukaran yang dihadapi tidaklah sedikit.

Diantara kesukaran-kesukaran yang harus diselesaikan ialah timbulnya

provinsialisme dan bahkan separatisme. Di beberapa tempat diSumatera dan

Sulawesi timbul rasa tidak puas terhadap pemerintah pusat. Alasan utama adalah

kekecewaan karena tidak seimbang alokasi keuangan yang diberikan oleh pusat

kepada daerah. Daerah merasa bahwa sumbangan yang mereka berikan kepada

pusat dari hasil ekspor misalnya, lebih besar dari pada yang dikembalikan oleh

pusat kepada daerah. Mereka juga menuntut diperluasnya hak otonomi daerah.

Timbul pula perkumpulan-perkumpulan yang berlandaskan semangat kedaerahan,

seperti Paguyuban Daya Sunda di Bandung dan Gerakan Pemuda Federal

Republik Indonesia di Makasar. (Poesponegoro,2008:312)

Selain soal kedaerahan dan kesukuan, pada tanggal 17 oktober 1952

timbul soal dalam Angkatan Darat yang terkenal dengan peristiwa 17 oktober.

Peristiwa ini dimulai dengan perdebatan sengit di DPR selama berbulan-bulan

mengenai masalah pro dan kontra kebijakan Menteri Pertahanan dan pimpinan

angkatatan Darat. Aksi pihak kaum politisi itu akhirnya menimbulkan reaksi yang

keras dari pihak Angkatan Darat. (Poesponegoro,2008:312)

Aksi-aksi ini di ikuti dengan penangkapan 6 orang anggota parlemen dan

penganngusan beberapa surat kabar. Demonstrasi-demonstrasi yang menuntut

pembubaran parlemen itu terjadi pula di Semarang, Banjarmasin, Medan, dan

Bandung. Akibat peristiwa ini kedudukan kabinet menjadi goyah.

(Poesponegoro,2008:313)

Kedudukan kabinet juga semakin goyah dengan adanya persoalan tanah di

Sumatera Timur yang terkenal dengan nama Peristiwa Tanjung Morawa.

Akibatnya pada tanggal 2 juni 1953 Wilopo mengembalikan Mandatnya kepada

Presiden. Kabinet kembali demisioner dan Indonesia mengalami krisis pemerintah

lagi.untuk membentuk kabinet baru yang diharapkan mendapat dukungan cukup

Page 7: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

dari parlemen, pada tanggal 15 juni 1953 presiden Soekarno menunjuk Sarmidi

Mangunsarkoro (PNI) dan Moh.Roem (Masyumi) sebagai formatur.kedua

formatrur gagal mencapai kesepakatan dengan beberapa partai. Pada tanggal 24

juni 1953 mereka mengembalikan mandat kepada presiden.formatur baru kembali

dipilih yaitu Mukarto Notowidagdo (PNI), tidak pula berhasil mencapai

kesepakatan dengan Masyumi mengenai komposisi dan personalia kabinet.

Setelah Mukarto mengembalikan mandatnya pada tanggal 18 juli, presiden

Soekarno menunjuk Mr.Wongsonegoro (PIR) sebagai formatur. Ia berhasil

menghimpun partai-partai kecil untuk mendukungnya.

4. Kabinet Ali Sastroamindjojo 1 ( 30 Juli 1953 – 12 Agustus 1955 )

Pada tanggal 30 juli kabinet baru dilantik tanpa mengikutsertakan

Masyumi, tetapi memunculkan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai kekuatan baru. Ali

Sastroamidjojo diangkat sebagai perdana menteri. Kabinet ini dikenal dengan

nama kabinet Ali 1 atau kabinet Ali-Wongso. (Poesponegoro,2008:313-314)

Program-program kabinet ini ialah :

a. Program dalam negeri antara lain meningkatkan keamanan dan

kemakmuran dan segera diselenggarakan pemilihan umum.

b. Pembebasan Irian Barat secepatnya

c. Program luar negeri antara lain pelaksanaan politik bebas-aktif dan

peninjauan kembali persetujuan KMB

d. Penyelesaian pertikaian politik.

Selain soal keamanan di daerah-daerah yang belum dapat dipulihkan

seperti gerombolan “DI/TII” Kartosuwirjo di Jawa Barat, “DI/TII” Kahar

Muzakar di Sulawesi Selatan, kabinet Ali 1 juga menghadapi persoalan-persoalan

lain, baik soal dalam negeri maupun luar negeri, salah satu persoalan didalam

negeri yang harus diselesaikan masalah pemilihan umum yang direncanakan akan

dilaksanakan pada pertengahan tahun 1955. Panitia pemilihan umum pusat

Page 8: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

dibentuk pada tanggal 31 Mei 1994, diketuai oleh Hadikusumo (PNI). Pada

tanggal 16 april 1955 Hadikusumo mengumumkan bahwa pemilihan umum untuk

parlemen akan diadakan pada tanggal 29 September 1955. Dengan adanya

pengumuman ini kampanye yang dilakukan oleh partai-partai semakin meningkat.

(Poesponegoro,2008:314)

Walaupun kabinet Ali-Wangso dapat dikatakan merupakan kabinet yang

paling lama bertahan, akhirnya pada tanggal 24 juli 1955, Ali Sastroamidjojo

mengembalikan mandatnya. Penyebab yang utama ialah persoalan dalam TNI AD

sebagai lanjutan dari peristiwa 17 oktober dan soal pimpinan TNI AD menolak

pimpinan baru yang diangkat oleh Menteri Pertahanan Iwa Kusumasumantri tanpa

menghiraukan norma-norma yang berlaku di dalam lingkungan TNI AD. Selain

itu juga karena keadaan ekonomi yang semakin buruk dan korupsi yang

mengakibatkan kepercayaan rakyat merosot. (Poesponegoro,2008:314)

Pada tanggal 20 juli 1955, NU memutuskan untuk menarik kembali

menteri-menterinya, yang kemudian diikuti oleh partai-partai lain. Terjadinya

keretakan pada kabinetnya memaksa Ali Sastroamidjojo mengembalikan

mandatnya. Kabinet ini merupakan kabinet terakhir sebelum diadakannya

pemilihan umum. Prestasi menonjol kabinet Ali-Wongso ialah dilangsungkannya

Konferensi Asia Afrika bulan April 1955 (Poesponegoro, 2008:314).

5. Kabinet Burhanuddin Harahap

Setelah kabinet Ali-Wongso menyerahkan mandatnya kembali, pada

tanggal 29 juli 1955, wakil presiden Moh.Hatta mengumumkan nama tiga orang

formatur yang bertugas membentuk kabinet baru. Ketiga formatur itu ialah

Sukiman (Masyumi), Wilopo (PNI), dan Assaat (Nonpartai).pada tanggal 3

Agustus 1955 ketiga formatur ini mengembalikan mandatnya dikarenakan

terjadinya pertentangan (Poesponegoro, 2008:316).

Hatta kemudian menunjuk Mr.Burhanuddin Harahap (Masyumi) untuk

membentuk kabinet. Burhanuddin Harahap mendekati PNI dan menawarkan

kedudukan Wakil Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pekerjaan

Umum. PNI menerima tawaran ini tetapi menuntut hak untuk menunjuk orang

Page 9: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

yang akan duduk didalamnya, sedangkan formatur menghendaki agar orang-

orangnya dipilih oleh formatur sendiri. Jalan buntu tidak dapat dihindari, akhirnya

Burhanuddin Harahap berhasil membentuk kabinet baru tanpa PNI. Kabinet ini

terdiri dari 23 menteri dan didominasi oleh Masyumi (Poesponegoro, 2008:316-

317).

Setelah kabinet terbentuk, polisi militer menangkap MR.Djody

Gundokusumo, mantan Menteri Kehakiman dalam kabinet Ali 1, dengan tuduhan

korupsi. Pada tanggal 14 agustus 1955 berlangsung serangkaian penangkapan

terhadap pejabat tinggi. Tindakan ini merupakan salah satu pelaksanaan program

kabinet, yaitu pemberantasan korupsi (Poesponegoro, 2008:317).

Program lain Kabinet Burhanuddin Harahap yang harus diselesaikan

seperti telah dijanjikan dalam pembentukan kabinet ialah pemilihan umum.

Golongan oposisi mendesak terus pada kabinet untuk melaksanakan pemilihan

umum secepat mungkin (Poesponegoro, 2008:317).

Pada kabinet ini pemilu untuk pertama kalinya terlaksana. Pada tanggal 29

september 1955 lebih dari 39 juta orang rakyat Indonesia memberikan hak

suaranya, mewakili 91,5 % dari pemilih terdaftar. Hasil pemilihan umum ini

ternyata dimenangkan oleh empat partai yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI

sedang partai-partai lainnya mendapat suara jauh lebih kecil dari pada ke empat

partai tersebut (Ricklefs, 1991: 376).

Tugas kabinet Bahanuddin dianggap selesai dengan selesainya pemilihan

umum sehingga perlu di bentuk kabinet baru yang akan bertanggung jawab

kepada parlemen yang baru. Selain itu, dalam pemerintahan terjadi

ketidaktenangan karena banyak mutasi dilakukan dibeberapa kementerian,

misalnya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian

Perekonomian.hal-hal tersebut diatas lah yang merupakan faktor munculnya

desakan agar Burhanuddin Harahap mengembalikan mandatnya. Pada tanggal 3

maret 1956 kabinetpun bubar. (Poesponegoro,2008:321)

6. Kabinet Ali Sastroamindjojo II

Page 10: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

Kabinet yang dipilih selanjutnya berdasarkan partai pemenang yang

mendapat suara terbanyak dalam pemilu yaitu PNI (mengajukan Ali

Sastroamindjojo). Personalia kabinet diumumkan tanggal 20 maret 1956. Kabinet

ini disebut kabinet Ali II. Inti kabinet adalah koalisi PNI, Masyumi, dan NU.

(Poesponegoro,2008:321)

Program kabinet ini yang disebut Rencana Lima Tahun, memuat soal-soal

jangka panjang yaitu usaha perjuangan memasukan Irian Barat kedalam RI.

Melaksanakan pembentukan daerah-daerah otonom dan mempercepat pemilihan

anggota-anggota DPRD, mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan

pegawai, menyehatkan keuangan negara sehingga tercapai imbangan anggaran

belanja serta berusaha mewujudkan pergantian ekonomi kolonial menjadi

ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat. (Poesponegoro,2008:322)

Kabinet yang baru ini mendapat kepercayaan penuh dari Presiden

Soekarno, yang kentara dari pidatonya didepan parlemen pada tanggal 26 maret

1956 yang menyebut kabinet ini sebagai titik tolak dari periode Planning dan

Investment . Namun kabinet Ali Sastroamindjojo II ini juga tidak luput dari

kesukaran-kesukaran yang harus dihadapi diantaranya yang terpenting adalah

berkobarnya perasaan anti-Cina dikalangan Masyarakat dan adanya kekacauan

dibeberapa daerah.kabinet Ali II ini juga dilaksanakan hubungan dengan negara

Blok Sosialis. Dengan Uni Sovyet pada bulan maret 1954 dibuka dengan

hubungan diplomatik. (Poesponegoro,2008:322-333)

7. Kabinet Djuanda ( Kabinet Karya 5)

Setelah Kabinet Ali ke-II jatuh, Presiden segera menunjuk Ketua Umum PNI

Suwiryo sebagai formateur kabinet baru. Presiden memberi mandat kepada

Suwiryo dengan tugas untuk membentuk sebuah Kabinet Gotong-royong, tetapi

ternyata tidak berhasil dan mengembalikan mandat tersebut kepada Presiden

Soekarno. Akhirnya Presiden Soekarno menunjuk dirinya sendiri sebagai

formateur kabinet. Pada tanggal 9 April 1957 telah berhasil membentuk Kabinet

Karya dengan Ir. Djuanda sebagai Perdana Menteri.

Page 11: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

Kabinet Karya adalah kabinet peralhan dari sistem parlementer kabinet ke

sistem presidensil kabinet. Ternyata komposisi personalia Kabinet Karya yang

ditentukan formateur warga negara Soekarno, mengakibatkan partai-partai politik

yang tidak mendapat tempat merasa kecewa. Petualangan politik Partai Masyumi

dan PSI dimulai dengan menunggangi ketidakpuasan di daerah-daerah.

Ketidakpuasan itu kemudian dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk

mendiskreditkan Kabinet Karya atau Kabinet Djuanda, sebagai pemerintahan

diktator yang secara semena-mena melantarkan daerah-daerah dan semua

penghasilan devisa yang semuanya sebagian besar berasal dari karet dan kopra

dari Sumatera dan Sulawesi hanya untuk memperkaya orang-orang di Pulau Jawa.

Unttuk menyalurkan kekecewaan di daerah-daerah itu dibentuklah berbagai

macam dewan seperti Dewan Banteng di Daerah Sumatera Barat, Dewan Garuda

di Daerah Sumatera Selatan, dan Dewan Manguni di Daerah Sulawesi Utara.

Sebagai suatu upaya Pemerintahan Pusat untuk mengatasi krisis nasional,

maka kabinet Djuanda menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) pada

tanggal 15 September 1975. Sejalan dengan tuntutan “Dewan-dewan” di daerah

itu, Munas juga menginginkan keutuhan kembali Dwitunggal Soekarno-Hatta.

Selain iu Munas menyatakan bahwa perlu kembali ditinjau hubungan pemerintah

pusat dan pemerintah daerah. Maka tanggal 4 Desember 1957 diselenggarakan

Musyawarah Nasional Pembangunan.

Ternyata krisis nasional telah semakin parah karena ada berbagai

kepentingan politk dan ideologi yang menjegal idealisme yang dipancarkan dari

Munas dan Munas Pembangunan tersebut. “Peristiwa Cikini” pada tanggal 30

November 1957 dan usaha pembunuhan atas Presiden Soekarno. Peristiwa itu

menjadi sebabb atau alasan untuk tidak diteruskannya usul pemecahan kemelut

intern Angkatan Darat sebagaimana diusulkan Munas. Ketegangan memuncak dan

dialog bertukar dengan ultimatum. Kemudian terjadi serentetan pertemuan yang

diprakasai dan dihadiri oleh Dewan Benteng dan Dewan Garuda di daerah-daerah

di Sungai Daerah.

Page 12: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

Melalui serentetan pertemuan itu, Dewan-dewan di daerah itu kemudian

mengeluarkan suatu pernyataannya yang menuntut agar Drs. Mohamad Hatta dan

Sri Sultan Hamengku Buwono IX tampil untuk memimpin pemerntahan. Kegiatan

tuntutan itu ditolak, maka ketegangan politik berkembang ke arah

pembangkangan.

Pada tanggal 15 Februari 1958, Dewan Perjuangan mengeluarkan suatu

pengumuman bahwa mereka tidak lagi mengakui Kabinet Djuanda dan

menyatakan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), di

bawah Perdana Menteri Mr. Syafruddin Prawiranegara. Pada tanggal 17 Februari

1958 Mayor Somba dari Minahasa menyatakan dukungan kepada PRRI tersebut.

Politik Mayumi dan PSI menunggangi kekecewaan terhadap pembangunan daerah

dan ketidaksabaran menunggu penyelesaian masalah intern TNI-AD yang

berlarut-larut dari pihak komandan-komandan daerah TNI-AD di daerah Sumatera

Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Suawesi Utara, pada akhirnya

meledak dalam bulan februari 1958 dalam pemberontakan PRRI-PERMESTA

yang berpusat di Bukit Tinggi dan Manado.

Pada tanggal 20 dan 21 Februari 1958, pesawat-pesawat Angkatan Udara

Republik Indonesia mengadakan bombardemen dan penembakan dari udara atas

pusat-pusat kekuatan militer PRRI di Sumatera Barat dan secara terfokus di Kota

Padang.Pelabuhan Teluk Bayur telah terlebih dahulu diduduki Pasukan KKO,

kemudian diserahterimakan kepada Yon 440 Diponegoro. Dengan demikian

seluruh daerah Sumatera Barat sudah terkepung rapat oleh segenap unsur pasukan

TNI.Demikian pula dalam menghadapi Permesta di Sulawesi Utara peranan

Angkatan Udara dengan bombardemen dan penembakan dari udara pada sasaran

terfokus yaitu pusat-pusat kekuatan militer Permesta menjadi sasaran tembak.

Sedangkan rakyat Sulawesi Utara yang menentang Permesta dibentuk sebuah unit

pasukan bantuan yang direkrut oleh Mayor TNI-AD yang berhasil menusuk

lambung Permesta dari dalam.

Page 13: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

Lima bulan setelah PRRI-PERMESTA melancarkan pemberontakannya,

Angkatan Perang Republik Indonesia berhasil menumpasnya dan lambat laun

keamanan dapat dipulihkan kembali di seluruh Indonesia sebelum berakhirnya

tahun 1958.

Page 14: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem pemerintahan dalam bidang politik yang dianut pada Demokrasi

Liberal adalah sistem kabinet parlementer. Sistem oemerintahan ini menetapkan

bahwa kabinet-kabinet atau para menteri bertanggung jawab kepada parlemen.

Pemerintahan pada masa Demokrasi Parlementer dijalankan oleh tujuh kabinet

dengan masa jabatan berbeda. ketujuh kabinet itu adalah :

1. Kabinet Natsir ( 6 September 1950 – 20 Maret 1951 )

Kabinet Natsir terbentuk pada 6 September 1950 dan berakhir pada 20 Maret

1951 yang diketuai oleh Natsir. Kabinet Ntasir merupakan koalisi yang dipimpin

oleh partai Mayumi. Dimana PNI sebagai partai kedua terbesar lebih memilih

kedudukan sebagai oposisi, karena PNI merasa tidak diberi kedudukan yang

sesuai (Lapian, dkk, 1996: 174).

2. Kabinet Sukiman ( 27 April 1951 – 3 Aril 1951 )

Setelah Natsir mengembalikan mandatnya Presiden Soekarno kemudian

menunjuk Mr.Sartono dari PNI untuk membentuk kabinet baru, dimana kedua

partai ini merupakan partai yang terkuat dalam DPR saat itu. Akan tetapi, usaha

Sartono menemui kegagalan. Sehingga Akhirnya, setelah diadakan perundingan

pada tanggal 26 April 1951 diumumkan susunan kabinet baru di bawah pimpinan

dr.Sukiman Wijosandjojo (Masyumi) dan Suwirjo (PNI).

3. Kabinet Wilopo ( 3 April 1952 – 3 Juni 1953 )

Kesulitan2 yang muncul pada masa kabinet wilopo adalah timbulnya

provinsialisme dan bahkan separatisme. Di beberapa tempat diSumatera dan

Sulawesi timbul rasa tidak puas terhadap pemerintah pusat. Alasan utama adalah

Page 15: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

kekecewaan karena tidak seimbang alokasi keuangan yang diberikan oleh pusat

kepada daerah. Daerah merasa bahwa sumbangan yang mereka berikan kepada

pusat dari hasil ekspor misalnya, lebih besar dari pada yang dikembalikan oleh

pusat kepada daerah. Mereka juga menuntut diperluasnya hak otonomi daerah.

Selain soal kedaerahan dan kesukuan, pada tanggal 17 oktober 1952 timbul soal

dalam Angkatan Darat yang terkenal dengan peristiwa 17 oktober.

4. Kabinet Ali Sastroamindjojo 1 ( 30 Juli 1953 – 12 Agustus 1955 )

Pada tanggal 30 juli kabinet baru dilantik tanpa mengikutsertakan Masyumi, tetapi

memunculkan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai kekuatan baru. Ali Sastroamidjojo

diangkat sebagai perdana menteri. Kabinet ini dikenal dengan nama kabinet Ali 1

atau kabinet Ali-Wongso.

5. Kabinet Burhanuddin Harahap

Burhanuddin Harahap membentuk kabinet baru tanpa PNI. Kabinet ini terdiri dari

23 menteri dan didominasi oleh Masyum.

6. Kabinet Ali Sastroamindjojo II

Kabinet ini disebut kabinet Ali II. Inti kabinet adalah koalisi PNI, Masyumi, dan

NU

Program:

memasukan Irian Barat kedalam RI

Melaksanakan pembentukan daerah-daerah otonom dan mempercepat

pemilihan anggota-anggota DPRD

mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai

menyehatkan keuangan negara sehingga tercapai imbangan anggaran

belanja

mewujudkan pergantian ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional

berdasarkan kepentingan rakyat.

Page 16: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

7. Kabinet Djuanda ( Kabinet Karya 5 )

Setelah Kabinet Ali ke-II jatuh, Presiden segera menunjuk Ketua Umum PNI

Suwiryo sebagai formateur kabinet baru. Presiden memberi mandat kepada

Suwiryo dengan tugas untuk membentuk sebuah Kabinet Gotong-royong, tetapi

ternyata tidak berhasil dan mengembalikan mandat tersebut kepada Presiden

Soekarno. Akhirnya Presiden Soekarno menunjuk dirinya sendiri sebagai

formateur kabinet. Pada tanggal 9 April 1957 telah berhasil membentuk Kabinet

Karya dengan Ir. Djuanda sebagai Perdana Menteri.

Page 17: Kabinet Demikrasi Liberal (Kel 2)

Daftar Pustaka

Lapian, A.B, dkk. Terminologi Sejarah 1945-1950 & 1950-1959. Jakarta : CV.

Defit Prima Karya

Ricklefs, M. C. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press

Pakan Djon. Kembali ke Jatidiri Bangsa. 2002. Jakarta: Millenium Publisher.

Poesponegoro Marwati. J.2008.Sejarah Nasional Indonesia VI.Jakarta.Balai

Pustaka