documentk
DESCRIPTION
cgcgTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG PENELITIAN..........................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................5
C. TUJUAN PENELITIAN...........................................................................5
Tujuan umum:...................................................................................................5
Mengetahui hubungan pernikahan dini dengan keharmonisan pasangan.........5
Tujuan khusus:..................................................................................................5
D. MANFAAT PENELITIAN...........................................................................5
E. KEASLIAN PENELITIAN..........................................................................6
Bab II........................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................7
A. PERNIKAHAN.............................................................................................7
B. MENIKAH DINI........................................................................................10
3. Penyebab Menikah Dini...................................................................................14
i
C . KEBAHAGIAAN PERNIKAHAN............................................................14
D. DAMPAK NIKAH DINI............................................................................19
E. LANDASAN TEORI...............................................................................20
F. KERANGKA TEORI PENELITIAN.........................................................21
G. HIPOTESIS PENELITIAN........................................................................22
BAB III..................................................................................................................23
A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN....................................................23
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN.....................................................23
C. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN.................................................23
D. VARIABEL PENELITIAN...........................................................................25
E. DEFINISI OPERASIONAL..........................................................................26
F. ALAT UKUR PENELITIAN.......................................................................26
G. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS.........................................................28
H. JALANNYA PENELITIAN.......................................................................29
I. ANALISIS DATA..........................................................................................30
J. KELEMAHAN DAN KESULITAN PENELITIAN......................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi
melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi
kebutuhan psikologis dimana mulai tertarik dengan jenis kelamin lain dan mulai
memadu kasih, kebutuhan sosial seperti membutuhkan hubungan dengan orang
lain dan kebutuhan religi yaitu adanya kewajiban untuk menikah dari kepercayaan
dan agama yang dianut. Semua kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan adanya
pernikahan, karena dengan pernikahan semua kebutuhan tersebut dapat dipenuhi
tanpa melanggar norma dan aturan yang ada di masyarakat. Secara agama semua
kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dan dilakukan dengan sah dan halal dengan
melalui pernikahan (Wulandari, 2010).
Sesungguhnya, apabila seorang suami memandang istrinya (dengan kasih
dan sayang) dan istrinya juga memandang suaminya (dengan kasih dan sayang)
maka Allah akan memandang keduanya dengan pandangan kasih dan sayang. Dan
apabila seorang suami memegangi jemari istrinya (dengan kasih dan sayang)
maka berjatuhanlah dosa – dosa dari segala jemari keduanya” (HR. Abu Sa’id).
“Dan nikahkanlah orang – orang yang sendirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang laki – laki dan
1
hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan mengkayalkan
mereka dengan karunianya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha
Mengetahui.” (An Nuur 32).
Pernikahan menurut undang – undang pernikahan No.1 tahun 1974 adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan syarat antara lain pernikahan
didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai, dan untuk seorang yang belum
mencapai usia 21 tahun harus mendapat ijin dari orang tua. Batas umur
pernikahan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 74, yaitu
pernikahan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan
pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Saat usia seseorang dikatakan
matang secara fisiologis, namun belum matang secara psikologis karena menurut
Hurlock usia 16 dan 19 tahun masih digolongkan umur remaja atau adolescence
(walgito, 2004a). Namun dalam prakteknya masih banyak kita jumpai pernikahan
pada usia muda atau di bawah umur. Padahal pernikahan yang sukses pasti
membutuhkan kedewasaan tanggung jawab secara fisik maupun mental untuk bisa
mewujudkan harapan yang ideal dalam kehidupan berumah tangga
(Puspitasari,2006).
Pernikahan usia dini masih banyak dilakukan di Negara-negara
berkembang, menurut Raj et al., 2009 menyebutkan di India prevalensi wanita
menikah dibawah usia 16 tahun sebesar 22,6% dan di bawah usia 13 tahun sebesar
2,6%. Rashid (2006) menambahkan sekitar 153 remaja wanita di Bangladesh 2
menikah pada usia 13 tahun dan 75% menikah sebelum usia 16 tahun,hanya 5%
wanita usia berusia 18 tahun.
Menurut pendapat Havigurst tugas perkembangan yang menjadi
karakteristik adalah mulai mencari dan menemukan calon pasangan hidup,
membina kehidupan rumah tangga, meniti karir, membesarkan anak-anak dan
mengelola rumah tangga, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab
pada pernikahan usia dewasa awal sekitar umur 21 tahun (Dariyo,2004; Hurlock,
1997). Pendapat lain dikemukakan oleh erikson bahwa masa perkembangan
dewasa awal ditandai membina hubungan intim, yang menurut perkembangan
seksual yang mengarah pada perkembangan hubungan seksual dengan lawan jenis
yang ia cintai, yang dipandang sebagai teman berbagi suka dan duka. Di hampir
setiap masyarakat, hubungan seksual dan keintiman tersebut diperoleh melalui
lembaga pernikahan (Desmita, 2006).
. Dengan kata lain pada usia masa dewasa awal seseorang dihadapkan
pada kodrat alam yaitu untuk hidup bersama dalam suatu perkawinan. Pernikahan
merupakan bentuk hubungan antara laki-laki dan perempuan dewasa yang
diterima serta diakui secara universal (wulandari, 2010)
Pernikahan seorang laki-laki dan seorang wanita memiliki satu tujuan
pasti. Dalam pasal 1 Undang-Undang Perkawinan , tujuan pernikahan adalah
untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa (Walgito, 2004a). Memperoleh kebahagiaan juga merupakan sesuatu
yang didambakan oleh pasangan suami istri dalam pernikahan dan kehidupan
3
rumah tangga yang akan dicapai atas kerja sama yang baik antara suami dan istri
(Tulus, 2009).
Banyak masalah yang menyertai pernikahan wanita usia belia, usia belia
merupakan bukan masa reproduksi yang sehat. Terdapat banyak bukti yang
menunjukan bahwa perkawinan dan kehamilan usia belia membahayakan
kesehatan ibu dan bayinya. Penelitian yang dilakukan oleh Grogger dan Bronars
(1993) menyebutkan bahwa pernikahan dan kehamilan pada umur belia berkaitan
dengan kondisi yang serba merugikan, seperti rendahnya tingkat pendidikan
wanita, rendahnya tingkat partisipasi wanita, dan pendapatan keluarga yang
rendah. Sehingga pada hakikatnya pernikahan pada usia muda menunjukan
ketidakberdayaan wanita untuk merintis masa depan dan memilih sendiri
pasangan hidupnya. Pernikahan usia muda pada akhirnya akan memicu timbulnya
berbagai masalah yang harus mereka hadapi (Hanum, 1997).
Wanita yang menikah pada usia dini mempunyai waktu yang lebih
panjang beresiko untuk hamil dan angka kelahiran juga lebih tinggi. Pernikahan
usia remaja juga berdampak pada rendahnya kualitas keluarga,baik ditinjau dari
segi ketidaksiapan secara psikis dalam menghadapi persoalan sosial maupun
ekonomi rumah tangga, resiko tidak siap mental untuk membina pernikahan dan
menjadi orangtua yang bertanggung jawab, kegagalan pernikahan, kehamilan usia
dini beresiko terhadap kematian ibu karena ketidaksiapan calon ibu remaja dalam
mengandung dan melahirkan bayinya. Kehamilan usia dini ada resiko
pengguguran kehamilan yang dilakukan secara ilegal dan tidak aman secara medis
yang berakibat komplikasi aborsi. Angka kehamilan usia remaja yang mengalami 4
komplikasi aborsi. Angka kehamilan usia remaja yang mengalami komplikasi
aborsi berkisar antara 38 sampai 68% (Wilopo,2005).
Wanita yang menikah dini akan menimbulkan stres dalam keluarga.
Adanya stres dalam keluarga akan berakibat terhadap sikap permisif terhadap
hukuman badan sebagai bagian dari mendidik anak. Semakin baik kematangan
emosi wanita maka semakin siap wanita dalam menghadapi pernikahan.
Sebaliknya apabila semakin kurang kematangan emosi wanita maka akan semakin
tidak siap wanita dalam menghadapi pernikahan (Maryati,2007; cit wulandari,
2010).
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada latar belakang penelitian di atas maka rumusan masalah
penelitiannya adalah apakah ada hubungan antara pernikahan dini dengan
kebahagiaan pasangan.
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum:
Mengetahui hubungan pernikahan dini dengan kebahagiaan pasangan.
Tujuan khusus:
Mengetahui gambaran hubungan kebahagiaan pasangan sebagai suami atau istri.
Mengetahui usia saat pertama kali menikah pada wanita.
5
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Menambah pengetahuan mengenai hubungan kebahagiaan pasangan
individu terhadap pasangan dini.
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga
pengambilan kebijakan,mengingat dampak dari pernikahan usia dini
kepada rendahnya kualitas keluarga.
3. Penelitian ini bagi intitusi pendidikan dapat menambah khasanah keilmuan
dan data kepustakaan,terutama yang terkait dengan faktor yang
berhubungan pernikahan dini.
E. KEASLIAN PENELITIAN
Sepengetahuan peneliti, penelitian tentang pernikahan dini atau
kebahagiaan pasangan telah dilakukan oleh beberapa peneliti berikut:
Desiana Wulandari (2010) melakukan penelitian dengan judul hubungan
kematangan emosi dengan kebahagiaan pernikahan individu terhadap pasangan di
Kecamatan Turi Kabupaten Pasangan. Penelitian ini menggunakan metode
descriptif korelasi. Dengan sampel 57 orang. Perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan peneliti pada variabel dan lokasi penelitian. Peneliti menggunakan
variabel bebas pernikahan dini dan variabel terikat kebahagiaan pernikahan.
Populasi penelitian yaitu pasangan suami istri di Kecamatan Talang, Tegal.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERNIKAHAN
1. Pengertian Pernikahan
Pernikahan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1,
pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai seorang suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata pernikahan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-
laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Pernikahan menurut
hukum adat suatu pernikahan merupakan urusan kerabat/urusan masyarakat,
urusan pribadi satu sama lain dalam hubungan yang berbeda-beda, atau
merupakan salah satu cara untuk menjalankan upacara-upacara yang banyak corak
ragamnya menurut tradisi masing-masing tradisi. Hukum agama adalah suatu
perbuatan yang suci (sakramen, samskara) yaitu pernikahan adalah suatu
perikatan antara dua belah pihak yaitu pihak pria dan pihak wanita dalam
memenuhi perintah dan anjuran Yang Maha Esa, agar kehidupan keluarga dan
berumah-tangga serta berkerabat bisa berjalan dengan baik sesuai dengan anjuran
agamanya. Hukum Islam pernikahan adalah akad atau persetujuan antara calon
suami dan calon istri karenanya berlangsung melalui ijab dan qobul atau serah
terima. Apabila akad nikah tersebut telah dilangsungkan, maka mereka telah
7
berjanji dan bersedia menciptakan rumah-tangga yang harmonis, akan hidup
semati dalam menjalani rumah tangga bersama-sama (Nasruddin, 1976).
Pengertian Pernikahan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Pernikahan. Menurut ketentuan Pasal 1 UU No.1 Tahun 1974 tentang Pernikahan,
bahwa pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita, sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga )
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sesuai dengan
rumusan pengertian pernikahan tersebut, maka dapat diketahui bahwa dalam suatu
pernikahan ada 3 ( tiga ) unsur pokok yang terkandung didalamnya yaitu sebagai
berikut:
a. Pernikahan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang
wanita.
b. Pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang
bahagia dan kekal.
c. Pernikahan berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa.
Pernikahan akan membentuk sebuah pasangan baru. Pembentukan
pasangan baru merupakan tahap kedua dalam sikus kehidupan, dimana dua
individu dari keluarga yang awalnya terpisah kemudian disatukan menjadi sebuah
bentuk sistem keluarga yang baru (Santrock, 2002).
8
2. Tujuan Pernikahan
Basri (1999) cit Dewi (2007) di dalam pernikahan seseorang dituntut
untuk berbagi kehidupan bersama pasangan seumur hidupnya. Karena menjalani
pernikahan sampai mati, maka melalui perkawinan dihaeapkan dapat memberikan
kebahagiaan lahir batin pada setiap pasangan yang mengikatkan diri menjadi
sepasang suami istri. Kebahagiaan lahir batin merupakan tujuan dari pernikahan
tersebut.
Pernikahan Undang-Undang Perkawinan No. 1 adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan yang Maha Esa. Tidak dapat dipungkiri bahwa tujuan hidup setiap
orang berbeda, termasuk dalam hal tujuan pernikahan bagi masing-masing
individu. Namun, demi membentuk keluarga yang bahagia maka suami istri perlu
mempersatukan tujuan yang akan dicapai dalam perkawinan itu (Walgito, 2004a).
9
3. Tahap yang dilalui dalam pernikahan
Pernikahan memiliki beberapa tahap yang harus dilalui oleh pasangan
suami istri yang baru saja melangsungkan pernikahan. Menurut (Hoffman, Paris
& Hall; 1994; cit Hapsariyanti, 2006), pasangan muda adalah suami istri yang
belajar hidup bersama dan memahami bahwa mereka saling tergantung satu sama
lain. Ada tiga tahap yang dilalui pasangan suami istri dalam usaha membangun
pernikahan mereka, yaitu :
a. Fase pencampuran (blending)
Terjadi pada tahun pertama dimana suami istri belajar hidup bersama dan
memahami bahwa mereka saling tergantung sehingga perbuatan seseorang akan
mempunyai konsekuensi terhadap orang lain.
b. Fase Penjalinan hubungan (nesting)
Terjadi antara tahun kedua dan ketiga. Suami dan istri pada fase kedua ini
mengeksplorasi batas-batas kecocokan meraka sehingga mulai timbul konflik
dalam pernikahan.
c. Fase Pemeliharaan (maintaining)
Fase pemeliharaan dimulai pada tahun keempat. Pada fase ini tradisi sudah mulai
terbentuk dan konflik yang muncul pada fase sebelumnya biasanya sudah muali
dapat teratasi. Kualitas dari pernikahan itu pun sudah mulai terlihat.
10
B. MENIKAH DINI
1. Pengertian Menikah Dini
Pernikahan usia muda atau yang lebih sering disebut dengan pernikahan
dini adalah realita yang setidaknya dipicu oleh dua faktor dan membaginya dalam
dua golongan. Faktor penyebab menikah muda ada dua golongan yaitu pertama
dilatar belakangi oleh kesadaran moral yang sangat tinggi terhadap agama untuk
memelihara dari perbuatan hina dan yang kedua karena keterpaksaan. Pemicu
terbesarnya dalam hal ini adalah hamil di luar nikah. Pada pasal 6 ayat 2 undang –
undang no 1 tahun 1974, disebutkan bahwa “untuk melangsungkan pernikahan,
seorang yang belum mencapai usia 21 tahun harus mendapatkan izin dari kedua
orangtua”. Jelas bahwa undang – undang tersebut menganggap orang di atas usia
tersebut bukan lagi anak – anak sehingga mereka sudah boleh menikah. Walaupun
begitu, selama seseorang belum mencapai umur 21 tahun, masih diperlukan izin
dari orangtua untuk menikah. Sedangkan dalam undang-undang pernikahan no 1
(1974), memberikan batasan usia minimal menikah untuk pria adalah 19 tahun
dan wanita 16 tahun. Di dalam perubahan undang – undang pernikahan no 1
(1974), menaikkan batasan usia minimum tersebut menjadi untuk pria 25 tahun
dan wanita 20 tahun. Meskipun sudah jelas terdapat pasal-pasal dan undang –
undang yang membahas tentang batasan usia pada pria atau wanita yang ingin
melangsungkan pernikahan. Tetap saja, masih ada pasangan yang melangsungkan
pernikahan dibawah usia yang sudah ditentukan oleh undang-undang pernikahan
(Budinurani, 2009).
11
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Menikah Dini
Budinurani , 2009 mengemukakan bahwa menikah dini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor Adat
Adat mendorong pernikahan pada usia yang masih dini, karena seseorang
yang terlambat menikah akan membuat malu keluarga.
b. Faktor Agama
Dalam agama islam, menikah itu disyariatkan dan oleh beberapa
pemeluknya dianggap sebagai sesuatu yang harus disegerakan agar terhindar dari
hal-hal yang tidak diinginkan. Bagi umat islam, menikah itu hukumnya adalah
wajib, karena dengan menikah orang akan dikaruniakan keturunan dan
meneruskan garis kehidupan, agama islam sangat melarang terjadinya seks bebas
atau seks diluar nikah.
c. Faktor Ekonomi
Apabila seseorang anak telah menikah berarti orangtua bebas dari
tanggung jawab, sehingga secara ekonomi mengurangi beban keluarga.
d. Faktor Pendidikan
Tiadanya harapan mengenai diri individu di hari depan mendorong anak
menikah pada usia muda. Pernikahan seperti ini yang kurang diperhitungkan anak
masa usia remaja, mereka piker dengan menikah di usia muda akan mendatangkan
kebahagiaan dan bisa hidup mapan.
12
e. Faktor Hukum Dan Peraturan
Di Indonesia dalam undang-undang pernikahan N0. 1 / 1974 dan peraturan
pelaksanaannya, antara lain ditetapkan bahwa usia minimum bagi wanita yang
akan menikah adalah 20 tahun dan pada laiki – laki batas minimum untuk bias
menikahi seorang wanita adalah berusia 25 tahun.
f. Faktor Hukum
Adat dan peraturan tentang perceraian, semakin dini orang bercerai dalam
suatu masyarakat, semakin banyak pernikahan dini dalam masyarakat itu sendiri.
Peraturan juga memiliki peraturan undang-undang yang mengaturnya, hal ini agar
orang ingin menikah tidak mudah untuk nikah cerai.
g. Faktor Larangan Perilaku Seksual
Pada masyarakat yang melarang hubungan seks diluar pernikahan terdapat
kecendrungan untuk lebih untuk lebih cepat menikah. Untuk bisa memenuhi
hasrat seksualnya. Kebutuhan biologisnya juga sangat berpengaruh dalam
kehidupan individu itu sendiri.
h. Romantis Mengenai Kehidupan Pernikahan
Suatu daya tarik yang besar mengenai pernikahan adalah persepsi
seseorang bahwa kehidupan berumah tangga merupakan perpanjangan yang
romantis dari hubungan sesama muda mudi masih pacaran.
13
i. Stimulasai Dorongan seksual
Dalam dekade 80 di sekitar kita makin banyak hal – hal yang merangsang
nafsu remaja, seperti misalnya film cabul, bacaan porno, lokasi WTS, taman –
taman huburan dan lain sebagainya. Sehingga mudah dimengerti bahwa makin
banyak remaja yang tidak dapat menahan diri, akhirnya banyak memikirkan
perbuatan seksual dan barakibat menikah pada usia dini.
j. Pendidikan Seks
Kurang adanya pendidikan seks yang dapat dipertanggungjawabkan untuk
remaja, menyebabkan ketidaktahuan mereka tentang seks. Akibatnya para remaja
putri mudah menjadi korban perbuatan nafsu seksual.
3. Penyebab Menikah Dini
Pernikahan usia muda atau yang lebih sering disebut dengan pernikahan
dini adalah realita yang setidaknya dipicu oleh dua faktor dan membaginya dalam
dua golongan. Faktor penyebab menikah muda ada dua golongan yaitu pertama
dilatar belakangi oleh kesadaran moral yang sangat tinggi terhadap agama untuk
memelihara dari perbuatan hina dan yang kedua karena keterpaksaan. Pemicu
terbesarnya dalam hal ini adalah hamil di luar nikah (Budinurani, 2009)
14
C . KEBAHAGIAAN PERNIKAHAN
1. Pengertian Kebahagiaan Pernikahan
Orang-orang dalam pernikahan yang bahagia seperti merasakan kurang
adanya stress secara fisik dan psikologi sehingga tidak terjadi kerusakan pada diri
individu. Cotten (1999) menambahkan bahwa individu yang hidup dalam
kebahagiaan pernikahan akan hidup lebih lama, hidup lebih sehat daripada
individu yang mengalami perceraian atau pernikahannya tidak bahagia (Santrock,
2002).
Walgito 2004a menyebutkan bahwa masalah kebahagiaan merupakan
persoalaan tidak mudah karena kebahagiaan bersifat relatife dan subyektif. Karena
kebahagiaan bagi seseorang belum tentu berlaku bagi orang lain. Relatif karena
sesuatu hal yang pada sewaktu-waktu dapat menimbulkan kebahagiaan, pada
waktu yang ain hal tersebut mungkin tidak lagi menimbulkan kebahagiaan.
Walaupun kebahagiaan bersifat relatife dan subyektif, namun ada ukuran atau
patokan yang menyatakan bahwa keluarga tersebut bahagia. Keluarga merupakan
keluarga bahagia bila dalam keluarga itu tidak terjadi kegoncngan-kegoncangan
atau pertengkaran-pertengkaran, sehingga keluarga itu berjalan dengan mulus
tanpa goncangan-goncangan yang berarti (Walgito 2004a).
15
a. Aspek-aspek kebahagiaan pernikahan:
Kebahagiaan perkawinan dapat terwujud apabila ada kemampuan untuk
saling mengerti, memahami, mempercayai, dan menerima kelebihan dan
kekurangan masing-masing pasangan (Dariyo, 2004).
Menurut Suardiman (1991) dasar untuk menuju perkawinan yang bahagia tidak
hanya atas dasar saling cinta, tetapi sudah ketingkat saling kasih saying, saling
kasih mengasihi. Dari kasih saying itu akan meningkatkan lahir batin, dan
selanjutnya akan tumbuh dan berkembang beberapa sikap, yaitu :
1). Rasa saling tanggung jawab terhadap akibat dari hidup bersama dalam
mengarungi kehidupan pernikahan;
2). Saling bersedia untuk saling berkorban;
3). Saling memelihara kejujuran;
4). Saling percaya; saling pemgertian; saling terbuka.
Dengan kondisi demikian itu akhirnya akam terlihat bahwa pasangan
suami itu merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, serta akan terjalin interaksi
atau komunikasi yang lancer dan mesra.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan:
Menurut Mappiere (1983), factor-faktor yang dapat mempengaruhi
bahagia atau langgengnya suatu perkawinan adalah:
1). Latar Belakang masa kanak-kanak
16
Latar belakang masa kanak-kanak memiliki pengsruh yang besar dalam
menentukan kebahagiaan perkawinan pasangan suami istri. Pada umumnya
pasangan suami istri yang bahagia memiliki latar belakang masa kanak-kanak
sebagai berikut :
a) Diasuh dalam lingkungan keluarga,
b) Kehidupan masa kanak-kanaknya sendiri bahagia,
c) Disiplin rumah tangga orang tuanya fleksibel,
d) Mendapat perhatian yang memadai dari kedua orang tuanya,
e) Sangat jarang terjadi pertengkaran dalam keluarga orang tuanya,
f) Anak yang tidak pernah bertengkar dengan ayahnya,
g) Terus terang dalam mengemukakan hal-hal yang berbau seks terhadap
orang tuanya,
h) Sangat jarang menerima hukuman, dan
i) Sikap hidup yang sehat dan tidak jorok.
2). Usia pada waktu pernikahan.
Usia berkaitan dengan keadaan psikologi seseorang. Pasangan suami istri
yang menikah diusia tiga puluhan biasanya memiliki pertimbangan lebih matang
serta lebih realistis. Sebaiknya pada masa remaja lebih kepada adanya bayangan-
bayangan romantic kehidupan perkawinan.
3). Kesiapan jabatan pekerjaan
Pasangan suami istri yang telah menikah dan memiliki pekerjaan akan
lebih mampu mengelola pernikahannya dengan baik. Uang yang didapat dari
17
bekerja tersebut merupakan sarana yang dapat digunakan untuk menutup atau
menyelesaikan persoalan-persoalan seputar masalah ekonomi. Kurangnya uang
dalam pernikahan dapat menimbulkan ketegangan antara suami dan istri.
4). Kematangan emosional
Kematangan emosi memiliki peran penting di dalam sebuah pernikahan
karena diharapkan suami dan istri mampu mengontrol emosinya ketika keduanya
menghadapi permasalahan. Kontrol emosi tersebut mencegah suami dan istri
mengambil tindakan yang kurang bijaksana dan membahayakan pernikahannya.
5). Minat dan nilai-nilai yang dianut
Semakin sama minat suami dan istri maka akan semakin mudah pasang
suami istri membangun pernikahan yang bahagia.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan menurut
Hurlock (1994):
1.) Penyesuaian diri dengan pasangan
Penyesuaian diri merupakan factor penting yang mempengaruhi
kebahagiaan pernikahan karena penyesuaian diri adalah permasalahan pertama
yang harus dihadapi suami istri dalam perkawinannya. Penyesuaian diri lebih sulit
daripada penyesuaian lainnya, misalnya penyesuaian dengan teman kerja atau
penyesuaian dengan kolega/rekanan bisnis. Hal itu disebabkan banyak factor-
faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri yang tidak ditemui pada penyesuaian
lainnya, yaitu konsep pasangan ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar
18
belakang, minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran, dan
perubahan pola hidup.
2). Penyesuaian seksual
Penyesuaian seksual juga memegang peranan penting dalam pernikahan,
karena buruknya penyesuaian seksual juga dapat mengakibatkan pertengkaran dan
ketidakbahagiaan, sehingga dalam penyesuaian seksual kesepakatan antara suami
dan istri harus didapatkan.
3). Penyesuaian keuangan
Penyesuaian keuangan merupakan penesuaian pasangan suami istri dalam
menggunakan uang yang dimiliki. Penyesuaian dilakukan untuk menghadapi
perubahan yang terjadi berkaitan dengan sumber keuangan, misal: suami terkena
PHK, sehingga suami dan istri harus menyesuaikan pengeluaran sesuai dengan
sumber keuangan yang dimiliki. Atau istri yang terpaks harus berhenti bekerja
karena hamil, sehingga suaminya harus mencari penghasilan tambahan.
4). Penyesuaian diri dengan pihak keluarga
Pernikahan secara otomatis juga menyatukan kedua keluarga dari pihak
masing-masing individu dalam pasangan. Anggota keluarga baru tersebut dapat
berbeda dari segi usia, pendidikan, budaya, dan latar belakang sosialnya sehingga
pasangan suami istri harus mempelajari perbedaan-perbedaan tersebut serta harus
menyesuaikan diri bila tidak menginginkan hubungan yang tegang dengan sanak
saudara.
19
D. DAMPAK NIKAH DINI
Menikah muda memiliki dampak negatif maupun dampak positif. Dampak
positifnya dari menikah muda adalah dapat dicegahnya seks bebas dikalangan
remaja dan beban orangtua dari tanggung jawab ekonomi keluarga dapat lebih
ringan.
Menurut Sampoerno dan Azwar (1987) dampak negatif pernikahan di usia
dini dilihat dari sisi kesehatannya sangat kurang baik untuk alat – alat reproduksi
manusia itu sendiri Di lain pihak masalah mendapatkan pekerjaan dan pemenuhan
kebutuhan ekonomi sangat menjadi sebab utama keretakan hubungan sebuah
keluarga yang ditimbulkan dari suatu pernikahan dini.
E. LANDASAN TEORI
Pernikahan merupakan bersatunya seorang laki-laki dan seorang
perempuan dalam suatu ikatan suci/ sacral menjadi suami istri. Pernikahan ini
dilaksanakan pada usia dewasa awal yaitu sekitar umur 18-40 tahun. Usia dewasa
awal mempunyai tugas perkembangan yaitu menikah dan bekerja.
Pernikahan dua individu memiliki tujuan yaitu memperoleh kebahagiaan
pernikahan. Kebahagiaan pernikahan mempunyai suatu patokan yaitu apabila
dalam sebuah keluarga tidak terdapat goncangan atau pertengkaran maka dapat
berjalan mulus tanpa goncangan yang berarti sehingga akan membuat anggota
yang ada di dalamnya akan hidup lebih lama dan lebih sehat.
20
Goncangan atau konflik-konflik dalam pernikahan dapat terjadi pada fase
nesting atau fase penjalinan hubungan, pada saat usia pernikahan dua atau tiga
tahun ditandai mulai terjadi saling eksplorasi antara suami dan istri. Namun
kebahagiaan pernikahan dapat dicapai apabila suami dan istri bekerja sama dalam
mencapai tujuan pernikahan yaitu saling mengerti, memahami, mempercayai, dan
menerima kelebihan dan kelemahan masng-masing pasangan. Selain itu
kemampuan dalam memecahkan masalah, rasa kagum terhadap pasangan, saling
mencintai, dan menerima pengaruh dari pasangan merupakan aspek dalam
mewujudkan kebahagiaan pernikahan.
Dalam mewujudkan kebahagiaan pernikahan seorang individu diharapkan
mempunyai emosi yang telah matang. Hal tersebut juga dijelaskan bahwa
kebahagiaan pernikahan dipengaruhi oleh kematangan emosi, usia memasuki
pernikahan, latar belakang, masa kanak-kanak, penyesuaian terhadap pasangan,
keuangan, seksual, dan keluarga (Wulandari, 2010).
21
F. KERANGKA TEORI PENELITIAN
Gambar 1. Kerangka teori penelitian.
G. HIPOTESIS PENELITIAN
Terdapat hubungan antara pernikahan dini dengan kebahagiaan pernikahan
pada pasangan di Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal.
22
Pernikahan Dini Kebahagiaan pernikahan
Faktor yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan:
1. Usia pernikahan
2. Penyesuaian pasangan
3. Penyesuaian keuangan
4. Penyesuaian seksual
5. Penyesuaian dengan pihak keluarga
6. Minat dan nilai yang dianut
7. Latar belakang masa kanak-kanak
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental, dan dilakukan
dengan menggunakan metode descriptive analytic correlational dengan rancangan
penelitian cross sectional. Metode penelitian tersebut digunakan oleh peneliti
untuk dapat mengetahui hubungan antara pernikahan dini dengan kematangan
emosi.
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di wilayah Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal.
Waktu penelitian dilaksanakan antara bulan Juli sampai Agustus 2011.
C. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi
dalam penelitian ini adalah individu yang menikah pada bulan januari sampai
agustus 2010 di Kecamatan Talang, Tegal. Total populasi saat dilakukan studi
pendahuluan tanggal 22 April 2011 terdapat 254 responden yang berdomisili di
wilayah Kecamatan Talang.
23
2. Sampel
Arikunto (2006) menyebutkan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti. Apa yang dipelajari dari sampel, kesimpulannya akan dapat
diberlakukan untuk populasi. Oleh karena itu sampel yang diambil dari populasi
harus betul – betul representatif (Sugiyono, 2007).
Sampel yang dibutuhkan untuk populasi kecil atau di bawah 10.000 dapat
menggunakan rumus formula yang lebih sederhana seperti berikut (Notoatmodjo,
2002) :
n= N
1+ N(d2)
N = besar populasi
n = besar sampel
d = tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan (d=0,1)
berdasarkan rumus di atas, maka besar sampel yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah 72 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan
proportional sampling. Teknik pengambilan subjek dari setiap wilayah ditentukan
seimbang atau sebanding dengan banyaknya subjek dalam masing – masing
wilayah (Arikunto, 2006).
Kecamatan Talang terbagi menjadi 19 kelurahan, yaitu Kelurahan
Cankring, Kelurahan Dawuhan, Kelurahan Dukuh Malang, Kelurahan Bengle,
24
Kelurahan Gembang Kulon, Kelurahan Getas Kerep, Kelurahan Kajen, Kelurahan
Kaladawa, Kelurahan Kaligayam, Kelurahan Kebasen, Kelurahan Langgen,
Kelurahan Pacul, Kelurahan Pasangan, Kelurahan Pegirikan, Kelurahan
Pekiringan, Kelurahan Pesayangan, Kelurahan Talang, Kelurahan Tegal Wangi,
Kelurahan Wangandawa. Peneliti mengambil sampel secara sistematik dengan
menetapkan proporsi sampel pada masing – masing kelurahan.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Individu menikah pada tahun 2010.
2. Individu menikah saat umur di bawah 21 tahun.
3. Tinggal diwilayah kecamatan Talang saat pengambilan data.
4. Bersedia menjadi responden.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Pasangan poligami.
2. Responden yang mengisi kuesioner tidak lengkap.
3. Responden tidak mau diwawancara.
D. VARIABEL PENELITIAN
Variabel bebes yaitu pernikahan dini, sedangkan terikat yaitu kebahagiaan
pernikahan seorang individu.
25
E. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik - karakteristik variabel tersebut yang dapat
diamati (Azwar, 2007).
F. ALAT UKUR PENELITIAN
1. Kuesioner Kebahagiaan Pernikahan Skala pengukuran kebahagiaan
pernikahan merupakan modifikasi dari skala kebahagiaan pernikahan yang
diadaptasi dari Dewi (2007). Kuesioner kebahagiaan pernikahan tersebut
terdiri dari 75 item. Pada pertanyaan favoureble skor tertinggi adalah 4
untuk jawaban sangat sesuai (SS), untuk 3 jawaban sesuai (S), 2 untuk
jawaban tidak sesuai (TS), dan 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS)
sedangkan untuk pertanyaan unfavoureble skor tertinggi adalah 1 untuk
sangat sesuai (SS), 2 untuk jawaban sesuai (S), 3 untuk jawaban tidak sesuai
(TS), dan 4 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS).
26
Tabel 2. Kisi-kisi Kuesioner Mengukur tingkat Kebahagiaan
Pernikahan Individu terhadap Pasangan
27
Variabel kematangan emosi dan variabel kebahagiaan pernikahan
dikategorikan menjadi sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi
(Azwar, 2009a).
G. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Uji validitas dan rehabilitas instrumen ini adalah uji terpakai.Validitas
adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan
sesuatu instrument. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur
apa yang diinginkan dan apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang
diteliti secara tepat (Arikunto,2006).
Arikunto (2006) menyebutkan bahwa reabilitas menunjuk pada suatu
pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat ukur pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.
Analisis data validitas instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan skor
faktor dengan skor total dengan menggunakan teknik korelasi pearson product
moment (Sugiyono, 2007). Bila korelasi tiap faktor positif dan besarnya 0,3 ke
atas maka faktor tersebut merupakan konstruk yang kuat.
Angka koefisien reliabilitas berada pada rentang 0 – 1,00. Semakin besar
koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 maka semakin tinggi reliabilitasnya.
28
Begitupula apabila angka koefisiennya mendekati 0 maka semakin rendah
reliabilitasnya (Azwar, 2009b).
H. JALANNYA PENELITIAN
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan meliputi studi pendahuluan pada bulan April 2011 di
Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal dan pembuatan proposal dari bulan Febrari
2011 sampai April 2011. Setelah ujian proposal dan revisi proposal, peneliti
mengajukan permohonan izin penelitian ke pihak universitas, propinsi, kabupaten,
dan kelurahan.
2. Tahap Pengambilan Data
Peneliti melaksanakan uji validitas dan reliabilitas terhadap responden
yang sama dengan responden penelitian dan dilaksanakan bersamaan dengan saat
pengambilan data (uji terpakai). Peneliti melakukan pengambilan data dengan
berkunjung ke rumah masing-masing responden. Peneliti memberitahukan tujuan
penelitian, permohonan menjadi responden, dan setelah responden menyetujui
maka peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner. Sebagian besar responden
meminta peneliti untuk mengambil kuesioner yang telah diisi pada hari yang
berbeda. Peneliti melakukan pengecekan kuesioner setelah pengambilan
kuesioner.
29
Kegiatan pengambilan data ini dilakukan selama bulan Juli sampai
Agustus 2011.Setelah data terkumpul dilanjutkan dengan tahap analisis data serta
pembahasan dan penyusunan laporan dan diakhiri dengan ujian hasil.
I. ANALISIS DATA
Tahap – tahap analisa data yang dilakukan adalah:
1. Editing
Editing adalah pengecekan atau pengkoreksian data yang telah
dikumpulkan.
2. Koding
Koding adalah pemberian atau pembuatan kode – kode pada tiap – tiap
data yang masuk pada kategori yang sama.
3. Tabulasi
Tabulasi adalah membuat tabel – tabel yang berisikan data yang telah
diberi kode, sesuai dengan analisis yang dibutuhkan.
4. Analisis data
a. Analisa Univariat
Analisa Univariat merupakan analisa untuk mengetahui distribusi frekuensi
masing – masing variabel, yaitu:
30
1). Tingkat Kebahagiaan pernikahan individu terhadap pasangan di
Kecamatan Talang, kabupaten Tegal.
Pengukuran tingkat kebahagiaan pernikahan menggunakan skala
psikologis kebahagiaan pernikahan yang terdiri dari 65 item yang masing-masing
itemnya diberi skor mulai 1, 2, 3, sampai 4. Dengan demikian, skor terkecil yang
diperoleh pada skala tersebut (yaitu 65 x1) dan skor terbesar 260 (yaitu 65 x 4).
Maka rentangan skor skala terbesar 195 (yaitu 260 – 65) dibagi dalam enam
satuan devisi standar (sehingga diperoleh 195/6 = 32,5 dibulatkan menjadi
33, dan mean teoritisnya adalah 65 x 3 =195.
Setelah data terkumpul, peneliti melakukan uji normalisasi pada data
kematangan emosi dan kebahagiaan pernikahan menggunakan uji normalisasi
Kolmogorov – Smirnov.
b. Analisa Bivariat
Analisa Bivariat digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan
antara dua variabel yang diteliti, yaitu Pernikahan Dini dan
kebahagiaan pernikahan individu terhadap pasangan di Kecamatan
Talang, Kabupaten Tegal. Analisa Bivariat menggunakan metode
analisis korelasi Spearman Rank karena kedua variabel merupakan
duta ordinal serta dari kedua variabel tidak harus distribusi normal.
31
Ada tidaknya hubungan dinyatakan dengan koefisien korelasi di atas 0,00.
Apabila koefisien korelasi > 0,00 dapat diartikan ada hubungan antar kedua
variabel dengan nilai maksimal 1,00. Kuat tidaknya hubungan ditentukan dengan
melihat besar kecilnya angka dalam koefisien korelasi. Apabila diperoleh angka
negatif berarti korelasinya negatif, menunjukkan kebalikan urutan (Arikunto,
2006).
Tabel 5. Pedoman dalam inerpretasi koefisien korelasi
32
J. KELEMAHAN DAN KESULITAN PENELITIAN
1. Kelemahan peneliti
a. Peneliti tidak mengulas faktor yang mempengaruhi kebahagiaan
pernikahan tentang latar belakang masa kanak- kanak.
b. Peneliti tidak mengulas kondisi keuangan responden karena data keuangan
tidak didapatkan secara lengkap.
c. Peneliti tidak melakukan kroscek pada responden pasangan suami istri
yang keduanya mengisi kuesioner.
2. Kesulitan Penelitian
a. Kelurahan terlalu banyak.
b. Letak terlalu jauh.
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah yang telah menikah selama tahun
2010 dari bulan januari sampai bulan agustus yang tinggal di wilayah
Kecamatan Talang Kabupaten Tegal. Jumlah responden dalam penelitian ini
sebanyak 130 orang. Secara detail karakteristik responden dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
NO
Karakteristik
KorespondenFrekuensi
Persentase
(%)
1Jenis kelamin
a. Perempuan 130 100
2
Usia
a. < 21 63 48,5
b. > 21 67 51,5
3
Pendidikan Terakhir
a. SD 23 17,69
b. SMP 57 43,85
c. SMA 33 25,38
d. PT 17 13,08
34
4
Pekerjaan
a. IRT 51 39,23
b. Buruh 16 12,3
c. PNS 12 9,23
d. Swasta 25 19,2
e. Wiraswasta 26 20
Dari tabel diketahui responden wanita yang dibawah 21 tahun adalah 63
orang (48,5%), yang berusia diatas adalah 67 orang (51,5%).
B. Gambaran Tingkat Keharmonisan Pernikahan
Tingkat keharmonisan pasangan responden dapat diamati dalam table
berikut :
Tingkat Keharmonisan
Pasangan
Frekuensi Persentase (%)
Rendah 17 13,1
Sedang 100 76,9
Tinggi 13 10,0
Tabel diatas menunjukkan gambaran tingkat keharmonisan pasangan
responden di Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, yang mana sebagian
35
besar responden memiliki keharmonisan tingkat rendah sebanyak 17 orang
(13,1%). Responden yang memiliki pernikahan keharmonisan tingkat
sedang sebanyak 100 orang (76,9%). Responden yang memiliki
pernikahan keharmonisan tingkat tinggi berjumlah 13 orang (10%).
Kebahagiaan pernikahan merupakan tujuan dari pernikahan seorang laki-
laki dan seorang wanita, seperti yang tercantum dalam UU Pernikahan
No.1 tahun 1974, tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Keharmonisan pernikahan ditandai dengan tidak terjadinya kegoncang-
kegoncangan atau pertengkaran-pertengkaran, sehingga keluarga itu
berjalan dengan mulus tanpa goncangan yang berarti (Walgito, 2004a).
Dalam mencapai keharmonisan pasangan dipengaruhi banyak faktor,di
antaranya adalah umur dan pendidikan yang baik sesuai pendapat Myers
kelanggengan sebuah ikatan pernikahan lebih terjamin apabila masing-
masing pasangan menikah berumur di atas 20 tahun dan berpendidikan
baik (Desmita, 2006). Namun, penelitian dari Gottman Institute di Seatle
Amerika Serikat terhadap 2000 pasangan yang telah menikah lebih dari 28
tahun menunjukkan bahwa kunci keharmonisan pasangan sampai tua yaitu
saling menghargai pasangan masing-masing dan hubungan persahabatan
walaupun berbeda tingkat sosial atau pendidikannya (Tulus, 2009).
Agar dapat mengetahui lebih jelas tentang gambaran keharmonisan
pasangan responden yang telah menikah pada tahun 2010 dari bulan
36
januari sampai agustus di Kecamatan Talang, Tegal maka di bawah ini
tercantum tabel yang menampilkan gambaran keharmonisan pasangan
pernikahan responden
jenis
kelamin
Karakteristik
respondenF %
Tingkat Keharmonisan
Rendah Sedang Tinggi
f % f % f %
WanitaUsia
(n=130)
<21 tahun 63 48,5 9 6,9 44 33,8 10 7,7
>21 tahun 67 51,5 8 6,2 56 43,1 3 2,3
Total 130 100 17 13 100 76,9 13 10
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden wanita usia
<21 tahun sebanyak 63 orang (48,5%) sedangkan usia >21 tahun sebanyak 67
orang (51,5 %). Seperti disebutkan oleh Walgito (2004a) bahwa dalam hal umur
apabila dikaitkan dengan perkawinan memang tidak ada ukuran pasti, kalau
sekiranya ada hanyalah merupakan patokan yang tidak mutlak dan bersifat
subyektif, namun dari berbagai pertimbangan maka usia >21 tahun bagi wanita
merupakan umur yang ideal untuk membina rumah tangga, karena usia >21 tahun
bagi wanita prosentase tingkat keharmonisan lebih besar dari usia <21 tahun.
37
Hasil penelitian ini didukung pula oleh pendapat Butar (2008) bahwa saat
yang tepat untuk memulai pernikahan adalah di pertengahan usia dua puluhan.
Karena pada usia dibawah 21 tahun menurut data yang diperolah tingkat
keharmonisan lebih rendah dari usia diatas 21 tahun. Namun rata-rata responden
wanita di atas 21 tahun memiliki keharmonisan perkawinan tingkat sedang.
Kaum wanita yang menikah remaja, dibawah 20 tahun beresiko tinggi
untuk mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sampai masa dewasa
awal (Raj, et al,2010). Terjadinya KDRT merupakan tanda bahwa sebuah
pernikahan tidak berlangsung dengan bahagia.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa walaupun dalam usia wanita
kurang dari 21 tahun, keharmonisan tetap cukup baik karena rata-rata mereka
memiliki tingkat keharmonisan sedang, dan wanita usia dibawah 21 tahun yang
memiliki tingkat keharmonisan tinggi lebih besar dari wanita usia lebih dari 21
tahun.
38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Sebagian besar wanita di Kec. Talang, Kab. Tegal memiliki keharmonisan
pasangan tingkat sedang.
2. Wanita yang memiliki keharmonisan pasangan tingkat sedang lebih
banyak dimiliki oleh wanita usia diatas 21 tahun.
3. Wanita usia dibawah 21 tahun rawan mengalami KDRT.
4. Wanita usia dibawah 21 tahun sebagian besar memiliki keharmonisan
pasangan tingkat rendah.
B. Saran
1. Bagi Subyek Penelitian
Di harapkan dapat memperhatikan usia sebelum melaksanakan sebuah
pernikahan agar dapat tercipta keharmonisan pasangan dalam keluarga.
2. Bagi Masyarakat
Kematangan usia adalah faktor yang paling penting untuk menciptakan
keharminsan yang baik dalam sebuah keluarga.
39
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Ed. VI.
Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, S. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2009a. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2009b. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budinurani, A. 2009. Kemandirian Pada Remaja Putra Yang Menikah Muda.
[serial online][cited 2011 April 21]. Available from:
www.library.gunadarma.ac.id.
Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo
Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Dewi, C. K. 2007. Perbedaan Kebahagiaan Perkawinan Berdasarkan
Keberfungsian Keluarga pada Pasangan yang Menikah karena
Kehamilan Akibat Hubungan Seksual Pranikah Ketika Remaja dan yang
Bukan. Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas Psikologi UGM.
Grogger, jeff and Stephen Bronars (1993) The Socioeconomics Consequences of
Teenage Childbearing: Findings from a Natural Experiment. Family
Planning Perspective, 25(4): 156-161 & 174
40
Hanum, S. H. 1997. Perkawinan Usia Belia. Yogyakarta: Pusat Penelitian
Kependudukan Universitas Gajah Mada.
Hurlock, E.B 1994. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Edisi 5. Jakarta: Erlangga
Hurlock, E.B. 1997 Psikologi perkembangan edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Mappiere. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional.
Nasruddin, Thoha. 1967. Pedoman Perkawinan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Puspitasari, F. 2006. Perkawinan Usia Muda: Faktor-Faktor Pendorong Dan
Dampaknya Terhadap Pola Asuh Keluarga (Stusi Kasus di Desa
Mandalagiri Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya). Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.[serial online][cited
2010 June 19]. Avaiable from: www.digilib.unnes.ac.id
Raj, A., Sangurti, N., Balaih, D., Silverman J.G. Prevalence Of Child Marriage
And Its Effect On Fertility And Fertility-Control Outcomes Of Young
Women In India: A Crossectional, Observational Study [Serial
Online][Disitasi Pada Tanggal 21 Desember 2009]. Diakses dari Url:
http://Thelancet .com
41
Rashid, S.F. Emerging Changes In Reproductive Behaviour Among Marrired
Adolescent Girls In An Urban Slum In Dhaka, Bangladesh [Serial
Online][Disitasi Pada Tanggal 21 Desember 2009]. Diakses Dari Url:
http://www.Rhmjournal.Org.Uk
Sampoerno, D., & Azwar, A. 1987. Perkawinan dan kehamilan pada wanita usia
muda. Jakarta : Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development. Eighth Ed. New York: Mc Graw –
Agung
Suardiman, 1991. Kehidupan Perkawinan Bahagia: Dampak Positif untuk
Keseimbangan Mental Anak Kini dan Nanti. [serial online][cited 2010
June 19]. Available from: www.skripsitikes.files.wordpress.com.
Sugiyono, 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Cv Alfabeta
Tulus. 2009. Kiat Memelihara Hubungan Perkawinan. Perkawinan dan
Keluarga, 37(440). 18-19.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. 2003. [serial online][cited 2010 July 01]. Available
from: www.inherent-dikti.net.pdf
42
Walgito, B. 2004a. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Ed. II . Yogyakarta:
Andi.
Wilopo, S.A (2005), Kita Selamatkan Remaja dari Aborsi dalam Rangka
Pemantapan Keluarga Berkualitas 2015. Naskah dipresentasikan dalam
seminar RAKERNAS BKKBN. Medan, 11 februari 2005.
Wulandari, D. 2010. Hubungan kematangan emosi dengan kebahagian
perkawinan individu terhadap pasangan di Kecamatan Turi Kabupaten
Sleman. tidak diterbitkan. Fakultas kedokteran UGM.
43