jurnalkimscml;kjmvca;orkiaperc1.pdf

7
Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008 99 U nsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup di samping karbo- hidrat, lemak, protein, dan vitamin, juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Sebagai contoh, bila bahan biologis dibakar, semua senyawa organik akan rusak; sebagian besar karbon berubah menjadi gas karbon dioksida (CO 2 ), hidrogen menjadi uap air, dan nitrogen menjadi uap nitrogen (N 2 ). Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu dalam bentuk senyawa anorganik se- derhana, serta akan terjadi penggabungan antarindividu atau dengan oksigen se- hingga terbentuk garam anorganik (Davis dan Mertz 1987). Berbagai unsur anorganik (mineral) terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak atau belum semua mineral tersebut terbukti esensial, sehingga ada mineral esensial dan nonesensial. Mineral esensial yaitu mineral yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau pembentukan organ. Unsur-unsur mineral esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro diperlukan untuk membentuk komponen organ di dalam tubuh. Mineral mikro yaitu mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsen- trasi sangat kecil. Mineral nonesensial adalah logam yang perannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui dan kandungannya dalam jaringan sangat kecil. Bila kandungannya tinggi dapat merusak organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan. Di samping mengakibatkan keracunan, logam juga dapat menye- babkan penyakit defisiensi (McDonald et al. 1988; Spears 1999; Inoue et al. 2002). Tulisan ini menguraikan pentingnya mineral mikro esensial dalam kehidupan hewan. Sifat-sifat mineral seperti sifat kimia, biokimia maupun proses biologis dalam jaringan makhluk hidup, perlu diketahui dalam upaya mendiagnosis penyakit defisiensi mineral pada hewan. BEBERAPA UNSUR MINERAL ESENSIAL MIKRO DALAM SISTEM BIOLOGI DAN METODE ANALISISNYA Zainal Arifin Balai Besar Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114 ABSTRAK Mineral esensial adalah mineral yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk proses fisiologis, dan dibagi ke dalam dua kelompok yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro dibutuhkan tubuh dalam jumlah besar, yang terdiri atas kalsium, klorin, magnesium, kalium, fosforus, natrium, dan sulfur. Mineral mikro diperlukan tubuh dalam jumlah kecil, seperti kobalt, tembaga, iodin, besi, mangan, selenium, dan seng. Keperluan optimum akan berbagai mineral tersebut belum banyak diketahui dengan pasti, sedangkan mineral mikro dapat ditemukan pada berbagai bagian tubuh walaupun dalam jumlah sedikit. Kekurangan (defisiensi) mineral, baik pada manusia maupun hewan, dapat menyebabkan penyakit. Sebaliknya pemberian mineral esensial yang berlebihan dapat menimbulkan gejala keracunan. Analisis kandungan mineral dalam jaringan biologik dengan metode spektrofotometri serapan atom dapat mendiagnosis kasus defisiensi atau keracunan mineral. Kata kunci: Mineral esensial, defisiensi, toksisitas ABSTRACT Some microminerals which are essential for biological system and its analysis methods Essential minerals are important for physiological process in biological life, and divided into two groups that are macrominerals and microminerals. Macrominerals are required by a body in gross, consisted of calcium, chlor, magnesium, potassium, phosphorus, sodium, and sulfur. Microminerals are needed in few like cobalt, copper, iodine, iron, manganese, selenium, and zinc. Optimum needs of those various minerals have not been exactly known yet, while microminerals can be found in almost all over the body although only in a small amount. Lacking (deficiency) of both minerals in human being or in animal can cause disease. On the contrary, high doses of the essential minerals can also cause toxicity. Mineral analysis by atomic absorption spectrophotometry in the biological tissues can diagnose the deficiency or toxicity of the minerals. Keywords: Essential minerals, deficiency, toxicity

Upload: zakiyatul-mahmudah

Post on 26-Oct-2015

56 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

KAMDVLKM,KMVKSDMNVKDSNVMKDSMNV.NV SZKNBKS BKX BKXL BDC DV,M D,MV

TRANSCRIPT

Page 1: jurnalkimSCML;KJMVCA;orkiaperc1.pdf

Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008 99

Unsur mineral merupakan salah satukomponen yang sangat diperlukan

oleh makhluk hidup di samping karbo-hidrat, lemak, protein, dan vitamin, jugadikenal sebagai zat anorganik atau kadarabu. Sebagai contoh, bila bahan biologisdibakar, semua senyawa organik akanrusak; sebagian besar karbon berubahmenjadi gas karbon dioksida (CO2),hidrogen menjadi uap air, dan nitrogenmenjadi uap nitrogen (N2). Sebagian besarmineral akan tertinggal dalam bentuk abudalam bentuk senyawa anorganik se-derhana, serta akan terjadi penggabunganantarindividu atau dengan oksigen se-hingga terbentuk garam anorganik (Davisdan Mertz 1987).

Berbagai unsur anorganik (mineral)terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidakatau belum semua mineral tersebut terbuktiesensial, sehingga ada mineral esensialdan nonesensial. Mineral esensial yaitumineral yang sangat diperlukan dalamproses fisiologis makhluk hidup untukmembantu kerja enzim atau pembentukanorgan. Unsur-unsur mineral esensial dalamtubuh terdiri atas dua golongan, yaitumineral makro dan mineral mikro. Mineralmakro diperlukan untuk membentukkomponen organ di dalam tubuh. Mineralmikro yaitu mineral yang diperlukan dalamjumlah sangat sedikit dan umumnyaterdapat dalam jaringan dengan konsen-trasi sangat kecil. Mineral nonesensial

adalah logam yang perannya dalam tubuhmakhluk hidup belum diketahui dankandungannya dalam jaringan sangatkecil. Bila kandungannya tinggi dapatmerusak organ tubuh makhluk hidup yangbersangkutan. Di samping mengakibatkankeracunan, logam juga dapat menye-babkan penyakit defisiensi (McDonald etal. 1988; Spears 1999; Inoue et al. 2002).

Tulisan ini menguraikan pentingnyamineral mikro esensial dalam kehidupanhewan. Sifat-sifat mineral seperti sifatkimia, biokimia maupun proses biologisdalam jaringan makhluk hidup, perludiketahui dalam upaya mendiagnosispenyakit defisiensi mineral pada hewan.

BEBERAPA UNSUR MINERAL ESENSIAL MIKRODALAM SISTEM BIOLOGI DAN METODE

ANALISISNYA

Zainal Arifin

Balai Besar Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114

ABSTRAK

Mineral esensial adalah mineral yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk proses fisiologis, dan dibagi ke dalamdua kelompok yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro dibutuhkan tubuh dalam jumlah besar, yangterdiri atas kalsium, klorin, magnesium, kalium, fosforus, natrium, dan sulfur. Mineral mikro diperlukan tubuhdalam jumlah kecil, seperti kobalt, tembaga, iodin, besi, mangan, selenium, dan seng. Keperluan optimum akanberbagai mineral tersebut belum banyak diketahui dengan pasti, sedangkan mineral mikro dapat ditemukan padaberbagai bagian tubuh walaupun dalam jumlah sedikit. Kekurangan (defisiensi) mineral, baik pada manusia maupunhewan, dapat menyebabkan penyakit. Sebaliknya pemberian mineral esensial yang berlebihan dapat menimbulkangejala keracunan. Analisis kandungan mineral dalam jaringan biologik dengan metode spektrofotometri serapanatom dapat mendiagnosis kasus defisiensi atau keracunan mineral.

Kata kunci: Mineral esensial, defisiensi, toksisitas

ABSTRACT

Some microminerals which are essential for biological system and its analysis methods

Essential minerals are important for physiological process in biological life, and divided into two groups that aremacrominerals and microminerals. Macrominerals are required by a body in gross, consisted of calcium, chlor,magnesium, potassium, phosphorus, sodium, and sulfur. Microminerals are needed in few like cobalt, copper,iodine, iron, manganese, selenium, and zinc. Optimum needs of those various minerals have not been exactlyknown yet, while microminerals can be found in almost all over the body although only in a small amount. Lacking(deficiency) of both minerals in human being or in animal can cause disease. On the contrary, high doses of theessential minerals can also cause toxicity. Mineral analysis by atomic absorption spectrophotometry in thebiological tissues can diagnose the deficiency or toxicity of the minerals.

Keywords: Essential minerals, deficiency, toxicity

Page 2: jurnalkimSCML;KJMVCA;orkiaperc1.pdf

100 Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008

PENGGOLONGANMINERAL DALAM TUBUH

Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitaskehidupan, mineral (logam) dibagi menjadidua golongan, yaitu mineral logam esen-sial dan nonesensial. Logam esensialdiperlukan dalam proses fisiologis hewan,sehingga logam golongan ini merupakanunsur nutrisi penting yang jika kekurang-an dapat menyebabkan kelainan prosesfisiologis atau disebut penyakit defisiensimineral. Mineral ini biasanya terikatdengan protein, termasuk enzim untukproses metabolisme tubuh, yaitu kalsium(Ca), fosforus (P), kalium (K), natrium (Na),klorin (Cl), sulfur (S), magnesium (Mg),besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan(Mn), kobalt (Co), iodin (I), dan selenium(Se). Logam nonesensial adalah golonganlogam yang tidak berguna, atau belumdiketahui kegunaannya dalam tubuhhewan, sehingga hadirnya unsur tersebutlebih dari normal dapat menyebabkankeracunan. Logam tersebut bahkan sangatberbahaya bagi makhluk hidup, sepertitimbal (Pb), merkuri (Hg), arsenik (As),kadmium (Cd), dan aluminium (Al)(Gartenberg et al. 1990; Darmono 1995;Spears 1999).

Berdasarkan banyaknya, mineral di-bagi menjadi dua kelompok, yaitu mineralmakro dan mineral mikro. Mineral makrodiperlukan atau terdapat dalam jumlahrelatif besar, meliputi Ca, P, K, Na, Cl, S,dan Mg. Mineral mikro ialah mineral yangdiperlukan dalam jumlah sangat sedikitdan umumnya terdapat dalam jaringandengan konsentrasi sangat kecil, yaitu Fe,Mo, Cu, Zn, Mn, Co, I, dan Se (McDonaldet al. 1988; Spears 1999; Tabel 1).

BEBERAPA MINERALMIKRO ESENSIAL DALAMTUBUH

Tembaga (Cu) merupakan mineral mikrokarena keberadaannya dalam tubuhsangat sedikit namun diperlukan dalamproses fisiologis. Di alam, Cu ditemukandalam bentuk senyawa sulfida (CuS).Walaupun dibutuhkan tubuh dalam jumlahsedikit, bila kelebihan dapat mengganggukesehatan atau mengakibatkan keracunan.Namun bila terjadi kekurangan Cu dalamdarah dapat menyebabkan anemia yangmerupakan gejala umum, pertumbuhanterhambat, kerusakan tulang, depigmenta-si rambut dan bulu, pertumbuhan bulu

abnormal, dan gangguan gastrointestinal(Davis dan Mertz 1987; Baker et al. 1991;Clark et al. 1993).

Besi (Fe) merupakan mineral makrodalam kerak bumi, tetapi dalam sistembiologi tubuh merupakan mineral mikro.Pada hewan, manusia, dan tanaman, Fetermasuk logam esensial, bersifat kurangstabil, dan secara perlahan berubahmenjadi ferro (Fe II) atau ferri (Fe III).Kandungan Fe dalam tubuh hewan ber-variasi, bergantung pada status kesehat-an, nutrisi, umur, jenis kelamin, dan spesies(Dhur et al. 1989; Graham 1991; Beard etal. 1996). Besi dalam tubuh berasal daritiga sumber, yaitu hasil perusakan sel-seldarah merah (hemolisis), dari penyimpan-an di dalam tubuh, dan hasil penyerapanpada saluran pencernaan (Darmono 1995;King 2006). Dari ketiga sumber tersebut,Fe hasil hemolisis merupakan sumberutama. Bentuk-bentuk senyawa yang adaialah senyawa heme (hemoglobin, mio-globin, enzim heme) dan poliporfirin(tranfirin, ferritin, dan hemosiderin). Se-bagian besar Fe disimpan dalam hati, limpa,dan sumsum tulang (Brock dan Mainou-Fowler 1986; Desousa 1989; Brown et al.2004).

Kobalt (Co) merupakan unsur mineralesensial untuk pertumbuhan hewan, danmerupakan bagian dari molekul vitaminB12. Konversi Co dari dalam tanah menjadivitamin B12 pada makanan hingga dicernahewan nonruminansia kadang-kadangdisebut sebagai siklus kobalt. Ternak rumi-nansia (sapi, domba, dan kambing) me-makan hijauan pakan, di mana tanamanmenyerap kobalt dari dalam tanah danbakteri-bakteri yang ada di dalam lambung(rumen) menggunakan kobalt dalam pe-nyusunan vitamin B12. Hewan menyerapvitamin B12 dan mendistribusikannya keseluruh jaringan tubuh (Davis dan Mertz

1987; Mills 1987; Darmono 1995). Semuabangsa hewan membutuhkan vitaminsehingga secara tidak langsung memer-lukan kobalt. Ternak babi dan unggastidak mempunyai mikroflora dalam saluranpencernaan untuk mengubah kobalt dalamransum sehingga harus mendapat vitaminB12 yang cukup dalam ransum (Lee et al.1999).

Iodin (I) diperlukan tubuh untukmembentuk tiroksin, suatu hormon dalamkelenjar tiroid. Tiroksin merupakan hor-mon utama yang dikeluarkan oleh kelenjartiroid. Setiap molekul tiroksin mengan-dung empat atom iodin (Darmono 1995).Sebagian besar iodin diserap melalui usushalus, dan sebagian kecil langsung masukke dalam saluran darah melalui dindinglambung. Sebagian iodin masuk ke dalamkelenjar tiroid, yang kadarnya 25 kali lebihtinggi dibanding yang ada dalam darah(Mills 1987). Namun bila jumlah yangsedikit ini tidak terdapat dalam bahanpakan maka ternak akan kekurangan iodin.Lebih dari setengah iodin dalam tubuh ter-dapat pada kelenjar perisai (tiroid). Meski-pun sebagian besar iodin tubuh terdapatdalam kelenjar tiroid, iodin juga ditemukandalam kelenjar ludah, lambung, usus halus,kulit, rambut, kelenjar susu, plasenta, danovarium (Puls 1994; Stangl et al. 2000).

Seng (Zn) ditemukan hampir dalamseluruh jaringan hewan. Seng lebihbanyak terakumulasi dalam tulangdibanding dalam hati yang merupakanorgan utama penyimpan mineral mikro.Jumlah terbanyak terdapat dalam jaringanepidermal (kulit, rambut, dan bulu), dansedikit dalam tulang, otot, darah, dan enzim(Richards 1989; Puls 1994; Brown et al.2004). Seng merupakan komponen pentingdalam enzim, seperti karbonik-anhidrasedalam sel darah merah serta karboksipeptidase dan dehidrogenase dalam hati.

Tabel 1. Nutrisi mineral esensial dan jumlahnya dalam tubuh hewan.

Mineral makro g/kg Mineral mikro mg/kg

Kalsium (Ca) 15 Besi (Fe) 20−80Fosforus (P) 10 Seng (Zn) 10−50Kalium (K) 2 Tembaga (Cu) 1−5Natrium (Na) 1,60 Molibdenum (Mo) 1−4Klorin (Cl) 1,10 Selenium (Se) 1−2Sulfur (S) 1,50 Iodin (I) 0,30−0,60Magnesium (Mg) 0,40 Mangan (Mn) 0,20−0,60

Kobalt (Co) 0,02−0,10

Sumber: McDonald et al. (1988).

Page 3: jurnalkimSCML;KJMVCA;orkiaperc1.pdf

Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008 101

Sebagai kofaktor, seng dapat meningkat-kan aktivitas enzim. Seng dalam proteinnabati kurang tersedia dan lebih sulitdigunakan tubuh daripada seng dalamprotein hewani. Hal tersebut mungkindisebabkan adanya asam fitrat yangmampu mengikat ion-ion logam (Mills1987; Puls 1994; Sharma et al. 2003).

PERAN MINERAL MIKROESENSIAL DALAM TUBUH

Secara garis besar, mineral esensial dapatdikelompokkan menurut fungsi metabolik-nya atau fungsinya dalam proses meta-bolisme zat makanan. Dalam tubuh, mineralada yang bergabung dengan zat organik,ada pula yang berbentuk ion-ion bebas.Tiap unsur esensial mempunyai fungsiyang berbeda-beda (Tabel 2), bergantungpada bentuk atau senyawa kimia sertatempatnya dalam cairan dan jaringantubuh (Puls 1994).

Tembaga merupakan unsur esensialyang bila kekurangan dapat menghambatpertumbuhan dan pembentukan hemo-globin. Tembaga sangat dibutuhkan dalamproses metabolisme, pembentukan hemo-globin, dan proses fisiologis dalam tubuhhewan (Richards 1989; Ahmed et al. 2002).Tembaga ditemukan dalam protein plasma,seperti seruloplasmin yang berperandalam pembebasan besi dari sel ke plasma.Tembaga juga merupakan komponen dariprotein darah, antara lain eritrokuprin,

yang ditemukan dalam eritrosit (sel darahmerah) yang berperan dalam metabolismeoksigen (Darmono 1995; 2001). Selain ikutberperan dalam sintesis hemoglobin,tembaga merupakan bagian dari enzim-enzim dalam sel jaringan. Tembaga ber-peran dalam aktivitas enzim pernapasan,sebagai kofaktor bagi enzim tirosinase dansitokrom oksidase. Tirosinase meng-kristalisasi reaksi oksidasi tirosin menjadipigmen melanin (pigmen gelap pada kulitdan rambut). Sitokrom oksidase, suatuenzim dari gugus heme dan atom-atomtembaga, dapat mereduksi oksigen (Davisdan Mertz 1987; Mills 1987; Sharma et al.2003).

Zat besi dalam tubuh berperanpenting dalam berbagai reaksi biokimia,antara lain dalam memproduksi sel darahmerah. Sel ini sangat diperlukan untukmengangkut oksigen ke seluruh jaringantubuh. Zat besi berperan sebagai pembawaoksigen, bukan saja oksigen pernapasanmenuju jaringan, tetapi juga dalam ja-ringan atau dalam sel (Brock dan Mainou-Fowler 1986; King 2006). Zat besi bukanhanya diperlukan dalam pembentukandarah, tetapi juga sebagai bagian daribeberapa enzim hemoprotein (Dhur et al.1989). Enzim ini memegang peran pentingdalam proses oksidasi-reduksi dalam sel.Sitokrom merupakan senyawa hemeprotein yang bertindak sebagai agensdalam perpindahan elektron pada reaksioksidasi-reduksi di dalam sel. Zat besimungkin diperlukan tidak hanya untuk

pigmentasi bulu merah yang diketahuimengandung ferrum, tetapi juga berfungsidalam susunan enzim dalam prosespigmentasi (Desousa 1989; Beard et al.1996; Lee et al. 1999).

Kobalt dalam pakan domba dan sapidapat ditemukan dalam vitamin B12. Sapidan biri-biri tidak membutuhkan vitaminB12 dari pakan, karena rumen flora dapatmensintesis vitamin tersebut (Darmono1995). Apabila vitamin B12 diberikan dalampakan, sebagian besar vitamin akan rusakdan tidak berguna bagi ternak. Apabilakobalt tersebut disuntikkan atau diberikanmelalui pakan maka kebutuhan kobaltuntuk vitamin B12 tercukupi (Kennedy etal. 1991; Stangl et al. 2000).

Iodin merupakan komponen esensialtiroksin dan kelenjar tiroid. Tiroksin ber-peran dalam meningkatkan laju oksidasidalam sel sehingga meningkatkan BasalMetabolic Rate (BMR). Tiroksin jugaberperan menghambat proses fosforilasioksidatif sehingga pembentukan Adeno-sin Trifosfat (ATP) berkurang dan lebihbanyak dihasilkan panas. Tiroksin jugamempengaruhi sintesis protein (Mills1987; Darmono 1995). Iodin secara per-lahan-lahan diserap dari dinding saluranpencernaan ke dalam darah. Penyerapantersebut terutama terjadi dalam usus halus,meskipun dapat berlangsung pula dalamlambung. Dalam usus, iodin bebas atauiodat mengalami reduksi menjadi iodidasebelum diserap tubuh. Dalam peredarandarah, iodida menyebar ke dalam cairanekstraseluler seperti halnya klorida. Iodidayang masuk ke dalam kelenjar tiroiddengan cepat dioksidasi dan diubah men-jadi iodin organik melalui penggabungandengan tiroksin. Proses tersebut terjadipula secara terbatas dalam ovum (Graham1991; Puls 1994; Lee et al. 1999).

Seng merupakan komponen pentingpada struktur dan fungsi membran sel,sebagai antioksidan, dan melindungitubuh dari serangan lipid peroksidase.Seng berperan dalam sintesis dan trans-kripsi protein, yaitu dalam regulasi gen.Pada suhu tinggi, hewan banyak me-ngeluarkan keringat dan seng dapat hilangbersama keringat sehingga perlu penam-bahan (Richards 1989; Ahmed et al. 2002).Ikatan enzim seng yang merupakan katalisreaksi hidrolitik melibatkan enzim padabagian aktif yang bertindak ”superefisien”. Enzim karbonik anhidrase meng-katalisis CO2 dalam darah, enzim karboksipeptidase mengkatalisis protein dalamprankreas, enzim alkalin fosfatase meng-

Tabel 2. Peran mineral mikro esensial dalam tubuh.

Mineral Fungsi Sumber

Besi (Fe) Membentuk hemoglobin dan Telur, tanah, makanan hijauanmioglobin, bagian dari susunan dan butiran, injeksi besi,enzim babi, FeSO4

Tembaga (Cu) Eritropoiesis, susunan Bahan makanan dan CuSO4Co enzim, fungsi jantung yang (0,25−0,50%) CuSO4 ditambahkanbaik, pigmentasi bulu, reproduksi pada garam

Iodin (I) Membentuk hormon trioksin, Garam beriodin (kalium iodidasebagai komponen esensial pada garam, minyak ikan)tiroksin dan kelenjar tiroksin

Kobalt (Co) Bagian dari vitamin B12 Pelet kobalt (untuk ruminansia),0,50 ppm garam kobaltditambahkan pada ransum(injeksi vitamin B12 untukmenghilangkan defisiensi kobalt)

Seng (Zn) Carbonic anhydrase ZnO atau ZnCO3 ditambahkanpada ransum pakan hijauan

Sumber: McDonald et al. (1988).

Page 4: jurnalkimSCML;KJMVCA;orkiaperc1.pdf

102 Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008

hindrolisis fosfat dalam beberapa jaringan,dan enzim amino peptidase menghidrolisispeptida dalam ginjal. Seng juga berperandalam menstabilkan struktur protein, se-perti insulin, alkohol dehidrogenase hati,alkalin fosfat, dan superoksida dismutase(Fraker et al. 1986; Brown et al. 2002).

PENYAKIT DEFISIENSIMINERAL MIKROESENSIAL

Penyakit defisiensi mineral banyak di-jumpai pada ternak. Unsur mineral mikroyang dibutuhkan ternak sering tidak ter-cukupi dalam pakan. Kandungan unsurtersebut dalam tubuh sangat sedikit, ter-utama pada hewan yang hidup liar danhewan yang digembalakan atau dikan-dangkan namun dengan pengelolaan yangkurang baik.

Gartenberg et al. (1990) melaporkanbila tanah tempat hijauan pakan tumbuhmiskin unsur mineral maka ternak yangmengkonsumsi hijauan tersebut akanmenunjukkan gejala defisiensi mineral.Hasil penelitian menunjukkan bahwa padadaerah yang kering dengan curah hujanrendah, kandungan mineral dalam tanahdan tanaman umumnya sangat rendah(Prabowo et al. 1984; Chandra 1985).Defisiensi mineral pada ternak dapat me-nimbulkan gejala klinis yang spesifikuntuk setiap mineral, tetapi kadang-kadang gejala tersebut hampir mirip,sehingga untuk menentukan diagnosispenyakit defisiensi mineral perlu dilakukananalisis kandungan mineral dalam darah(Stuttle 1989; Graham 1991).

Penyakit akibat kekurangan unsurtembaga ditemukan pada beberapa tempatdi dunia. Selain menyebabkan anemia,kekurangan tembaga juga mengakibatkangangguan pada tulang, kemandulan,depigmentasi pada rambut dan bulu,gangguan saluran pencernaan, serta lesipada syaraf otak dan tulang belakang(Graham 1991; Engle et al. 2001; Sharmaet al. 2003; Chung et al. 2004).

Penyakit defisiensi tembaga jugadisebut enzootik ataksia, yang ditemukanpada anak domba di Australia. Fallingdisease juga ditemukan di Australia, suatupenyakit akibat defisiensi tembaga yangmenahun karena ternak mengkonsumsihijauan pakan yang kadar tembaganyarendah (Clark et al. 1993; Chung et al.2004). Penambahan garam tembaga sulfatpada ransum dapat mencukupi kebutuhan

ternak serta mencegah pertumbuhanaspergilosis pada pakan yang basah (Yostet al. 2002).

Unsur besi merupakan komponenutama dari hemoglobin (Hb), sehinggakekurangan besi dalam pakan akanmempengaruhi pembentukan Hb. Sel darahmerah muda (korpuskula) mengandung Hbyang diproduksi dalam sumsum tulanguntuk mengganti sel darah merah yangrusak. Dari sel darah merah yang rusak inibesi dibebaskan dan digunakan lagi dalampembentukan sel darah merah muda (Cooket al. 1992; Puls 1994; Inoue et al. 2002;Brown et al. 2004). Anemia karena defi-siensi besi banyak ditemukan pada anakbabi yang dikandangkan dan tidak pernahkontak dengan tanah. Gejala yang munculadalah nafsu makan berkurang danpertumbuhan terhambat (Beard et al.1996). Kekurangan zat besi dapat disebab-kan oleh gangguan penyerapan besi dalamsaluran pencernaan. Bila cadangan besitidak mencukupi dan berlangsung terus-menerus maka pembentukan sel darahmerah berkurang dan selanjutnya menu-runkan aktivitas tubuh (Cook et al. 1992).Penyuntikan garam besi dapat mencegahkekurangan besi pada ternak (Ahmed etal. 2002).

Pada hewan ruminansia yang me-makan rumput yang kurang mengandungunsur kobalt, gejala akan timbul beberapabulan kemudian, karena hewan memilikicadangan vitamin B12 dalam hati dan ginjalsebagai sumber kobalt. Namun bila ke-adaan ini terus berlanjut, ternak akan

mengalami defisiensi kobalt sehingganafsu makan berkurang, bobot badanmenurun, pika, anemia, dan akhirnya mati(Graham 1991; Puls 1994; Stangl et al.2000).

Para peneliti menduga kobalt memilikiperan penting dalam pertumbuhan bakteridalam rumen. Vitamin B12 mengandung 4%kobalt sebagai bagian esensial dari vitamintersebut. Penyebab utama defisiensi kobaltpada ternak ruminansia adalah kekuranganvitamin B12 karena sintesis vitamin ter-sebut dalam rumen menurun (Hetzel danDunn 1989; Kennedy et al. 1991). Ke-kurangan kobalt hanya terjadi pada hewanruminansia. Gejalanya ialah hewan malas,nafsu makan berkurang, bobot badanmenurun, lemah, anemia yang bersifatnormositik dan normokronis dan kemudianmati (Graham 1991; Hussein et al. 1994;Stangl et al. 1999). Pemberian pakan yangmengandung kobalt dapat mencegahkekurangan kobalt pada ternak (Puls 1994;Ahmed et al. 2002).

Defisiensi iodin sering terjadi padaanak sapi, anak domba, dan anak babi dariinduk yang ransumnya kekurangan iodin.Hal ini sering terjadi pada daerah yangtanahnya miskin iodin. Pada anak babi,gejala yang timbul adalah bulu rontok,badan lemah, kulit menebal, dan leher mem-bengkak (McDonald et al. 1988; Tabel 3).Pada anak kuda gejalanya adalah tidakdapat berdiri dan menyusu, serta padaburung, ikan dan mamalia lain tiroidnyamembesar (Hetzel dan Dunn 1989; Graham1991). Pada hewan yang kekurangan

Tabel 3. Defisiensi logam mikro esensial dalam tubuh.

Mineral Defisiensi Gejala

Besi (Fe) Anemia Diarrhea, kelelahan, nafsu makan hilang

Tembaga (Cu) Malnutrisi, anemia, Nafsu makan terganggu, pertumbuhanneutropenia terhambat, diarrheaosteomalesi, rambut dan

bulu memucat, jalan ataxis

Iodin (I) Produksi tiroksin pada Pembesaran leher pada anak sapi dan domba,glandula tiroid menurun, gondok, anak babi tanpa bulu dan anak dombapembengkakan pada leher tanpa wol, anak sapi daya hidup tidak ada

Kobalt (Co) Defisiensi vitamin B12 Kehilangan nafsu makan, kelemahan,kekurusan, bulu kasar, anemia,kerusakan reproduksi

Seng (Zn) Penyakit genetik, stres Pertumbuhan terganggu, parakeratosis padatraumatik, depresi babi, peradangan pada hidung dan mulut padaimunitas anorexia anak sapi, ayam bulu kasar, daya tetes rendah

Sumber: McDonald et al. (1988).

Page 5: jurnalkimSCML;KJMVCA;orkiaperc1.pdf

Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008 103

iodin, produksi tiroksin pada kelenjar tiroidmenurun, yang dicirikan oleh pembesarankelenjar tiroidea yang disebut goiterendemis. Karena kelenjar tiroidea terdapatpada leher maka pada hewan yang men-derita defisiensi iodin akan terjadi pem-bengkakan pada leher. Penyakit ini dapatmengganggu daya reproduksi akibatfungsi tiroid menurun. Bila induk melahir-kan anak maka anak yang dilahirkan tidakberbulu, lemah, dan mati muda (Graham1991; Sandstead et al. 1998). Pemberianpakan tambahan yang mengandung kobaltdapat menghindarkan ternak dari ke-kurangan kobalt (Puls 1994).

Defisiensi seng sering ditemukanpada anak ayam, dengan gejala per-tumbuhan terganggu, tulang kaki me-mendek dan menebal, sendi kaki membesar,penyerapan makanan menurun, nafsumakan hilang, dan dalam keadaan parahmenyebabkan kematian (Fraker et al. 1986;Moulder dan Steward 1989; Darmono1995). Pada babi, akibat defisiensi sengyang penting adalah dermitis yang disebutparakeratosis. Penyakit tersebut ditandaidengan luka-luka pada kulit, pertumbuhanterganggu, kelemahan, muntah-muntah,dan kegatalan. Defisiensi seng pada anaksapi ditandai dengan peradangan padahidung dan mulut, pembengkakan per-sendian, dan parakeratosis (Mills 1987;Darmono dan Bahri 1989). Di beberapadaerah di Jawa, terutama pesisir pantaiutara Jawa Tengah dan Jawa Timur, kan-dungan Zn dalam tanah rendah, sehinggaternak yang digembalakan di daerahtersebut akan mengalami defisiensi seng(Prabowo et al. 1984). Defisiensi sengdapat mengganggu penghancuran mikro-ba (ingestion) dan fagositosis, juga meng-hambat penyembuhan luka. Hal ini di-buktikan dengan meningkatnya kejadianinfestasi parasit cacing nematoda (Frakeret al. 1986; Sandstead et al. 1998 ). Jikacepat diobati dengan pemberian seng,ternak akan kembali normal dalam waktu2−3 hari (Darmono 1995).

KERACUNAN MINERALMIKRO ESENSIAL

Keracunan logam sering dijumpai padaternak akibat pencemaran lingkungan olehlogam berat, seperti penggunaan pesti-sida, pemupukan, dan pembuanganlimbah pabrik. Keracunan logam terutamamenyebabkan kerusakan jaringan. Bebe-rapa logam mempunyai sifat karsinogenik

(memacu pembentukan sel kanker) mau-pun tetratogenik (bentuk organ salah)(Darmono 2001). Daya racun logam di-pengaruhi oleh beberapa faktor, antaralain kadar logam yang termakan, lamanyaternak mengkonsumsi logam, umur,spesies, jenis kelamin, kebiasaan makan,kondisi tubuh, dan kemampuan jaringantubuh dalam mengkonsumsi logamtersebut (Tokarnia et al. 2000).

Logam yang dapat meracuni ternakmeliputi logam esensial seperti Cu dan Znserta logam nonesensial seperti Hg, Pb,Cd, dan As. Keracunan logam pada hewandapat terjadi melalui injeksi, air minummaupun melalui pakan. Keracunan logammempengaruhi produksi, yaitu penurunanbobot badan, hambatan pertumbuhan,peka terhadap penyakit infeksi, dan ke-matian. Di samping itu, residu logam dapatmenurunkan kualitas produk ternak (Puls1994; Darmono 1995; 2001).

Walaupun tembaga merupakanlogam esensial, logam tersebut berpeluangbesar menimbulkan keracunan pada ternakruminansia terutama domba karena ternaktersebut paling peka terhadap keracunantembaga. Keracunan tembaga terjadi bilalogam tersebut langsung kontak dengandinding usus sehingga menimbulkanradang (gastroenteristis), tinja berbentukcair dan berwarna biru-kehijauan, ternakmenjadi stres dan akhirnya mati (Paradaet al. 1987; Baker et al. 1991; Darmono2001; Yost et al. 2002). Menurut Bostwick(1982), keracunan kronis atau fatal terjadibila domba mengkonsumsi 1,50 g Cu/ekor/hari selama 30 hari. Keracunan kronisbersumber dari pakan yang terkontaminasiCu atau kelebihan Cu yang disimpan dalamhati. Keracunan kronis politogenus dapatterjadi pada hewan yang merumput dipadang penggembalaan yang hijauannyamengandung Cu normal (10−20 mg Cu/kgberat kering), tetapi kandungan sulfatnyaberlebih dan atau kandungan molibdenum(Mo) kurang (Tokarnia et al. 2000;Darmono 2001).

Keracunan seng sering dijumpaipada hewan yang hidup di daerah tercemaratau dekat dengan limbah pabrik. Pada anakkuda dan babi, keracunan seng menyebab-kan lamenes, antriftines, dan osteomala-sea, sedangkan pada kelinci menunjukkangejala nefrosis dan pada anak domba me-nyebabkan fibrosis pankreas. Kuda yanghidup di daerah pertambangan menunjuk-kan gejala osteomalasea, kalkulis renalis,dan proteinuria (Sandstead et al. 1998;Brown et al. 2002). Eamens et al. (1984)

melaporkan bahwa anak kuda yang di-gembalakan pada padang rumput yangdekat daerah industri menunjukkan gejalapembentukan tulang abnormal yaitupembesaran tulang.

METODE ANALISISMINERAL

Beberapa metode analisis logam telahditemukan, meliputi metode kualitatif(untuk mengetahui ada tidaknya logamdalam sampel) dan kuantitatif (untuk me-ngetahui kandungan logam dalam sampel).Metode sensitif dan spesifik merupakandasar dalam mengukur kadar logam padakonsentrasi yang sangat rendah. Dengansensitivitas analisis yang tinggi akandiketahui jenis logam dan pengaruhnyaterhadap sistem biologis hewan (Ewing1990; Darmono 1995).

Alat Analisis

Alat yang digunakan untuk mengetahuikandungan logam dalam sampel ber-gantung pada jenis logam yang diperiksadan tingkat sensitivitas pengukuran yangdiperlukan. Umumnya logam diukurdengan sistem atomisasi dan kalorimetri.

Spektrofotometri Serapan Atom(SSA) merupakan salah satu teknik anali-sis untuk mengukur jumlah unsur ber-dasarkan jumlah energi cahaya yangdiserap oleh unsur tersebut dari sumbercahaya yang dipancarkan. Prinsip kerjaalat ini berdasarkan penguapan larutansampel, kemudian logam yang terkandungdi dalamnya diubah menjadi atom bebas.Atom tersebut mengabsorpsi radiasi darisumber cahaya yang dipancarkan darilampu katoda (hollow cathode lamp) yangmengandung unsur yang akan dianalisis.Banyaknya penyerapan radiasi kemudiandiukur pada panjang gelombang tertentumenurut jenis logam.

Bahan yang Dianalisis

Jenis bahan yang dianalisis bermacam-macam, meliputi bahan nabati (tanaman,bahan pakan dan pangan), bahan hewani(daging, hati, ginjal, darah, rambut), sertabahan air dan sedimen (air minum, air laut,dan endapan laut). Pada dasarnya, metodeanalisis logam pada bahan tersebut hampirsama, tetapi caranya agak berbeda karena

Page 6: jurnalkimSCML;KJMVCA;orkiaperc1.pdf

104 Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008

komposisi kimia bahan tersebut berbeda;misalnya bahan nabati banyak mengan-dung selulosa, sedangkan bahan hewanibanyak mengandung unsur organik. Olehkarena itu, ekstraksi atau digesti memer-lukan cara yang khusus untuk setiapbahan maupun jenis logam (Ewing 1990;Darmono 1995).

Bahan nabati, pakan, danpangan

Termasuk dalam bahan ini ialah daun,rerumputan, sisa pakan, makanan, dan se-bagainya. Digesti atau ekstraksi dari bahantersebut dapat dilakukan dengan sistemkering atau basah.

Digesti kering (pengabuan). Cawanporselen yang bersih direndam dalamHNO3 10% dan dibilas dengan akuadeslalu dikeringkan dan ditimbang. Selan-jutnya sampel dimasukkan ke dalamnyadan ditimbang, lalu dikeringkan dalamoven 60oC selama 3 hari. Sampel ditimbanglagi dan dihitung berat keringnya. Beratsampel diusahakan sekitar 3−5 g. Setelahdingin, sampel dimasukkan ke dalamfurnase pada suhu 100oC dan perlahan-lahan dinaikkan sampai 550oC minimalselama 8 jam. Sampel lalu didinginkan dandilarutkan dalam asam khlorida pekat 10ml, lalu dipanaskan sampai volume tinggal5 ml. Sampel lalu dilarutkan dalam HCl 10%,kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukurmelalui kertas saring Whatman 42 denganmenggunakan corong plastik sampaivolume menjadi 50 ml, kemudian dianalisisdengan menggunakan teknik SSA.

Digesti basah. Sampel dengan berat 2−5 gdimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer,kemudian ditambahkan campuran HNO3pekat: HClO4 = 4 : 1 sebanyak 10 ml danditutup dengan gelas erlogi (1 malam), laludipanaskan di atas hotplate pada suhu115oC selama 6−8 jam sampai larutanberwarna bening. Larutan hasil destruksilalu dimasukkan dalam labu ukur 10 ml danditambah HNO3 10% sampai tanda batas.Larutan tersebut siap untuk pengukurandengan SSA (Ewing 1990; Darmono 1995).

Bahan organ hewan danmanusia

Yang termasuk dalam bahan ini antara lainadalah jaringan hati, ginjal, dan daging.

Sampel dapat dalam bentuk kering ataubasah, tetapi dalam perhitungan harusdiberi keterangan berat kering atau beratbasah (Ewing 1990; Darmono 1995).

Digesti 1. Sampel dimasukkan dalamcangkir porselen bersih kemudiandikeringkan, ditambah 8 ml HNO3 pekatkemudian dipanaskan di atas hotplatepada suhu 75oC selama 3 jam atau lebihdan dibiarkan mengering. Sampel laludilarutkan dalam HNO3 10%, disaringmelalui kertas Whatman 42, dimasukkanke dalam gelas ukur sampai volume 50 ml,kemudian dianalisis dengan menggunakanSSA.

Digesti 2. Sampel dengan berat 2−5 gdimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer,kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 pekatdan ditutup dengan gelas erlogi (1 malam),lalu dipanaskan di atas hotplate pada suhu115oC selama 6−8 jam sampai larutanberwarna bening. Larutan hasil destruksidimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml danditambah HNO3 10% sampai tanda batas.Larutan siap untuk dilakukan pengukurandengan SSA (Ewing 1990; Darmono 1995).

Bahan darah

Ada tiga bentuk sampel darah untukanalisis logam, yaitu plasma, serum, dandarah keseluruhan. Sampel dalam bentukplasma dan serum tidak perlu digesti dandapat langsung diencerkan. Untuk analisisCa dan Mg, semua sampel dilarutkandalam LaCl3 dan HCl dengan prosedursebagai berikut: 0,10 ml sampel dilarutkandalam 5 ml dari 1% LaCl3 dalam 0,10 MHCl, kemudian dibaca dalam SSA. Untukanalisis Cu dan Zn, prosedurnya sebagaiberikut: 2 ml sampel dilarutkan dalam 4 mlakuabides kemudian dianalisis menggu-nakan SSA dengan larutan standar Cu danZn yang dilarutkan dalam gliserol 10%(Osheim 1983; Darmono 1995).

Interpretasi Hasil

Dalam menginterpretasikan hasil analisiskandungan logam dalam sampel, perludiketahui kandungan normal logamtersebut. Jika kandungan logam esensialpada sampel sangat rendah, diduga terjadipenyakit defisiensi. Sebaliknya, bilakandungan logam nonesensial melebihinormal diduga terjadi keracunan.

Mendiagnosis PenyakitDefisiensi

Diagnosis defisiensi logam biasanyadilakukan dengan menganalisis serumatau darah, yang mempunyai kriteriakandungan tertentu pada masing-masinghewan. Berdasarkan hasil penelitian,penyakit defisiensi dan keracunan mineralmerupakan salah satu penghambat per-tumbuhan ternak. Oleh karena itu, upayapenanggulangan penyakit tersebut adalahdengan memberikan mineral tambahanpada pakan dengan jumlah sesuai yangdiperlukan ternak. Namun, kandunganmineral dalam tubuh ternak (serum) danpakan tambahan yang akan diberikan perludievaluasi terlebih dahulu agar pemberianmineral tersebut sesuai dengan yangdibutuhkan ternak.

KESIMPULAN DAN SARAN

Mineral mikro esensial mempunyai peransangat penting dalam kelangsungan hiduphewan. Kekurangan atau kelebihan mineralmikro esensial dapat menyebabkan pe-nyakit. Penyakit defisiensi mineral sertakeracunan pada ternak, baik ruminansiamaupun nonruminansia, merupakan salahsatu kendala dalam perkembangan ternak.Oleh karena itu, status mineral mikro perludiperhatikan, dan kadarnya dalam tubuhhewan (serum) maupun pakan yang akandiberikan dianalisis dengan menggunakanSSA. Pemberian mineral mikro esensialdalam pakan harus sesuai dengan kebu-tuhan hewan atau ternak untuk mencegahterjadinya penyakit defisiensi atau kera-cunan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, M.M.M., I.M.T. Fadlalla, and M.E.S.Barri. 2002. Tropical Animal. Health andProd. 34(1): 75−80.

Baker, D.H., J. Odle, M.A. Frank, and T.M.Wieland. 1991. Bioavailability of copper incupri oxide and in a copper-lysine complex.Poult. Sci. 70: 177−178.

Beard, J.L., H. Dawson, and D.J. Pinero. 1996.Iron metabolism: a comprehensive review.Nutr. Rev. 54(10): 295−317.

Bostwick, J.L 1982. Copper toxicosis in sheep.J. Am. Vet. Med. Ass. 180(4): 386−387.

Brock, J.H. and T. Mainou-Fowler. 1986. Ironand immunity. Pro. Nutr. Soc. 45: 303.

Page 7: jurnalkimSCML;KJMVCA;orkiaperc1.pdf

Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008 105

Ewing, G.W. 1990. Analytical InstrumentationHandbook, 1st Edition, Marcel Dekker Inc.,New York.

Fraker, P.J., M.E. Gershwin, R.A. Good, and P.Ananda. 1986. Interrelationships betweenzinc and immune function. Fed. Proc. 45:1.474.

Gartenberg, P.K., L.R. Mcdowell, D. Rodriguez,N. Wilkiinson, J.H. Conrat, and F.G. Martin.1990. Evalution of trace mineral status ofruminants in northeast Mexico. LivestockRes. Rural Dev. 3(2): 1−6.

Graham, T.W. 1991. Trace element deficienciesin cattle. Vet. Clin. N. Am.: Food Anim.Pract. 7: 153−215.

Hetzel, B.S. and J.T. Dunn. 1989. The iodinedeficiency disodere: The nature and preven-tion. Anim. Rev. of Natr. 9: 21−28.

Hussein, H.S., G.C. Fahey, Jr. B.W. Wolf, and L.L. Berger. 1994. Effects of cobalt on in vitrofiber digestion of forages and by productscontaining fiber. J. Dairy Sci. 77: 3.432−3.440.

Inoue, Y., T. Osawa, A. Matsui, Y. Asai, Y.Murakami, T. Matsui, and H. Yano. 2002.Changes of serum mineral concentration inhorses during exercise. Asian Aust. J. Anim.Sci. 15(4): 531−536.

Kennedy, D.G., F.P.M. O’harte, W.J. Blanchower,and D.A. Rice. 1991. Sequential changes inpropionate metabolism during the develop-ment of cobalt/vitamin B12 deficiency insheep. Biol. Trace Elem. Res. 28: 233−241.

King, M.W. 2006. Clinical aspect of ironmetabolism. J. Med. Biochem. 15(9): 1−4.

Lee, J., D.G. Master, C.L. White, N.D. Grace,and G.J. Judson. 1999. Current issues in traceelement nutrition of grazing livestock inAustralia and New Zealand. Aust. J. Agric.Res. 50(8): 1.341−1.354.

McDonald, P., R.A. Edwards, and J.F.D. Green-halgh. 1988. Animal Nutrition. John Willeyand Sons Inc., New York. p. 96−105.

Mills, C.F. 1987. Biochemical and physiologicindicators of mineral status in animals:copper, cobalt, and zinc. J. Anim. Sci. 65:1.702−1.711.

Moulder, K. and M.W. Steward. 1989. Experi-mental zinc-deficiency – Effects on cellularresponses and the affinity of humoralantibody. Clin. Exp. Immunol. 77: 269.

Osheim, D.L. 1983. Atomic absorption deter-mination of serum cupper, collaborativestudy. J. Assoc. Anal. Chem. 66(5): 1.140−1.142.

Parada, R.S., S. Gonzales, and E. Berquest. 1987.Industrial pollution with copper and otherheavy metals in a beef cattle ranch. Vet.Hum. Toxicol. 29(2): 122−126.

Prabowo, A., J.E. Van Eys, I.W. Mathius, M.Rangkuti, and W.I. Johnson. 1984. Studieson the mineral nutrition on sheep in WestJava. Balai Penelitian Ternak, Bogor. p. 25.

Puls, R. 1994. Mineral Levels and Animal Health:Diagnostic Data. Second edition. SherpaInternational Clearbrook, BC.

Richards, M.P. 1989. Recent developments intrace element metabolism and function: Roleof metallothionein in copper and zinc meta-bolism. J. Nutr. 119: 1, 62.

Sandstead, H.H., J.G. Penland, N.W. Alcock, H.H.Dayal, X.C. Chen, and J.S. Li. 1998. Effectsof repletion with zinc and other micro-nutrients on neuropsychologic performanceand growth of Chinese children. Am. J. Clin.Nutr. 68(2 ): S470−S475.

Sharma, M.C., S. Raju, C. Joshi, H. Kaur, andV.P. Varshney. 2003. Studies on serum micro-mineral, hormone and vitamin profile andits effect on production and therapeuticmanagement of buffaloes in Haryana Stateof India. Asian Aust. J. Anim. Sci. 16(4):519−528.

Spears, J.W. 1999. Reevalution of the metabolicessensiality of minerals. Asian Aust. J. Anim.Sci. 12(6): 1.002−1.008.

Stangl, G.L., F.J. Schwarz, and M. Kirchgessner.1999. Moderate longterm cobalt-deficiencyaffects liver, brain and erythrocyte lipidsand lipoproteins of cattle. Nutr. Res. 19:415−427.

Stangl, G.L., F.J. Schwarz, H. Muller, and M.Kirchgessner. 2000. Evaluation of the cobaltrequirement of beef cattle based on vitaminB12 folate, homocysteine and methylmalonicacid. Br. J. Nutr. 84: 645−653.

Stuttle, N.E. 1989. Problems in the diagnosisand anticipation of trace element deficien-cies in grazing livestock. Vet. Res. 119: 148−152.

Tokarnia, C.H., J. Dobereiner, P.V. Peixoto, andS.S. Moraes. 2000. Outbreak of copper poi-soning in cattle fed poultry litter. Vet. Hum.Toxicol. 42(2): 92−95.

Yost, G.P., J.D. Arthington, L.R. McDowll, F.G.Martini, N.S. Wilkinson, and C.K. Swenson.2002. The effect of copper source and levelon the rate and extent of copper repletionin Holstein heifers. J. Dairy Sci. 85(12):3.297−3.303.

Brown, J.X., P.D. Buckest, and M.W. Resnick.2004. Identification of small moleculeinhibitors that distinguish between non-transferrin bound iron uptake and tranferrin-mediated iron transport. Chem. Biol. 11:407−416.

Brown, K.H., J.M. Peerson, J. Rivera, and L.H.Allen. 2002. Effect of supplemental zincon the growth and serum zinc concentrationsof prepubertal children: a meta-analysis ofrandomized controlled trials. Am. J. Clin.Nutr. 75: 1.062−1.071.

Chandra, R.K. 1985. Effect of macro- andmicro- nutrient deficiencies and excesses onimmune response. Food Tech. 39: 91.

Chung, J., D.J. Haile, and M.W. Resnick. 2004.Ferroportin-1 is not upregulated in copper-deficient mice. J. Nutr. 134: 517−521.

Clark, T.W., Z. Xin, R.W. Hemken, and R.J.Harmon. 1993. A comparing copper sulphateand copper oxide as copper sources for themature ruminant J. Dairy Sci. 76 (Suppl. 1):318 (Abstr.).

Cook, J.D., R.D. Baynes, and B.S. Skikne. 1992.Iron deficiency and the measurement of ironstatus. Nutr. Res. Rev. 5: 189−202.

Darmono and S. Bahri. 1989. Defisiensi Cu danZn pada sapi di daerah Transmigrasi Kali-mantan Selatan. Penyakit Hewan 21(38):128−131.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem BiologiMakhluk Hidup. Penerbit Universitas Indo-nesia (UI Press). hlm. 55−56, 65−69.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pen-cemaran. Hubungannya dengan ToksikologiSenyawa Logam. Penerbit Universitas Indo-nesia (UI Press). hlm. 109−111.

Davis, G.K. and W. Mertz. 1987. Copper. p. 301−364. In W. Mertz (Ed.) Trace Elements inHuman and Animal Nutrition. AcademicPress, Inc. San Diego, CA.

Desousa, M. 1989. Immune cell functions in ironoverload. Clin. Exp. Immunol. 75: 1.

Dhur, A., P. Galan, and S. Hercberg. 1989. Ironstatus, immune capacity, and resistance toinfections. Comp. Biochem. Phys. A-Comp.Phys. 94: 11.

Eamens, G.J., J.F. Macadam, and E.A. Laing.1984. Skeletal abnormalities in young horsesassociated with zinc toxicity and hypo-cuprosis. Aust. Vet. J. 61(7): 205−207.

Engle, T.E., V. Fellner, and J.W. Spear. 2001.Copper status, serum, cholesterol, and milkfatty acid profile in Holstein cows fed varyingconcentrations of copper. J. Dairy Sci.84(10): 2.308−2.313.