jurnal ramdan

30
i ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI MASYARAKAT DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT Dalam Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan terdapat kekeburan norma yang mana Pasal 10 menyebutkan, organisasi masyarakat dapat berbentuk badan hukum dan tidak berbadan hukum, oragisasi masyarakat berbadan hukum dapat berbasis anggota dan tidak berbasisi anggota, Pasal 11 menyebutkan organisasi masyarakat yang dimaksud dalam Pasal 10 dapat berbentuk perkumpulan dan yayasan, seharusnya dalam Pasal 1 Ketentuan umun dijelaskan mengenai kata berbasis anggota, tidak berbasis anggota, perkumpulan, dan yayasan sehingga masyarakat yang membacanya tidak beda penafsirannya dengan apa yang terdapat dalam undang-undang tersebut, yang menjadi rumusan masalah dalam jurnal ini yaitu Mengapa terjadi kekaburan norma dalam pendirian oganisasi kemasyarakatan? Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian hukum normatif yakni penelitian yang mengkaji peraturan perundang-undangan dalam suatu tata hukum yang koheren. Dalam penelitian ini menggunakan dipergunakan beberapa pendekatan yakni Pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan Pendekatan konsep (konseptual aproach). Di dalam hasil penelitian ditemukan telah terjadi kekaburan norma hukum dalam Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Masyarakat, karena hal pendirian organisasi masyarakat menempatkan yayasan dan perkumpulan dalam satu kelompok pengertian dan di masukan dalam kesatuan norma sehingga menimbulkan kerancuan makna dan membingungkan masyarakat terutama yang organisasi masyarakat yang sudah ada

Upload: adepramudia

Post on 26-Nov-2015

65 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

i

ABSTRAKTINJAUAN YURIDIS PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI MASYARAKAT DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI MASYARAKATDalam Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan terdapat kekeburan norma yang mana Pasal 10 menyebutkan, organisasi masyarakat dapat berbentuk badan hukum dan tidak berbadan hukum, oragisasi masyarakat berbadan hukum dapat berbasis anggota dan tidak berbasisi anggota, Pasal 11 menyebutkan organisasi masyarakat yang dimaksud dalam Pasal 10 dapat berbentuk perkumpulan dan yayasan, seharusnya dalam Pasal 1 Ketentuan umun dijelaskan mengenai kata berbasis anggota, tidak berbasis anggota, perkumpulan, dan yayasan sehingga masyarakat yang membacanya tidak beda penafsirannya dengan apa yang terdapat dalam undang-undang tersebut, yang menjadi rumusan masalah dalam jurnal ini yaitu Mengapa terjadi kekaburan norma dalam pendirian oganisasi kemasyarakatan? Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian hukum normatif yakni penelitian yang mengkaji peraturan perundang-undangan dalam suatu tata hukum yang koheren. Dalam penelitian ini menggunakan dipergunakan beberapa pendekatan yakni Pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan Pendekatan konsep (konseptual aproach).Di dalam hasil penelitian ditemukan telah terjadi kekaburan norma hukum dalam Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Masyarakat, karena hal pendirian organisasi masyarakat menempatkan yayasan dan perkumpulan dalam satu kelompok pengertian dan di masukan dalam kesatuan norma sehingga menimbulkan kerancuan makna dan membingungkan masyarakat terutama yang organisasi masyarakat yang sudah ada di Indonesia. Jadi menurut penulis sudah jelas antara organisasi masyarakat dengan yayasan itu sangatlah berbeda dan tidak bisa disatukan dalam peraturan perundang undangan yang sama karena dapat menimbulkan kerancuan atau salah tafsir oleh masyarakat. Karena dalam dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan telah diatur namun diatur kembali dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan ini akan menyebabkan disharmonisasi peraturan perundang-undangan, menurut penulis dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 mengenai pendirian organisasi masyarakat, organisasi masyarakat dengan yayasan sebaiknya tidak disatukan dan harus di bahas dalam pasal terpisah, pengaturan pendirian organisasi masyarakat harus berbeda dengan yayasan sehigga tidak menimbulkan kekaburan norma atau disharmonisasi. Kata Kunci: Organisasi Masyarakat

ABSTRACTJUDICIAL REVIEW ESTABLISHMENT AND DISSOLUTION OF COMMUNITY ORGANIZATION IN INDONESIA BY LAW NUMBER 17 YEAR 2013 CONCERNING COMMUNITY ORGANIZATION

In Article 10 and Article 11 of Law Number 17 Year 2013 About Social Organization norms which are kekeburan Article 10 states , civil society organizations can be a legal entity and is not a legal entity , oragisasi community -based legal entity can be a member and not berbasisi members , Article 11 mentioned community organizations referred to in Article 10 may form associations and foundations , should the provisions of Article 1 of the said described umun member based , not based members , associations , and foundations so that people who read it are not different interpretation to what is contained in the law , the formulation of the problem in this paper is Why the vagueness in the establishment oganisasi societal norms ?Research methods used in this study belong to the kind of normative legal research studies that examine the legislation in a coherent legal system . In this study using the approach used several approaches law ( statute approach) , and approach the concept ( conceptual aproach ) .In the results of the study found there has been a blurring of legal norms in Article 9 , Article 10 and Article 11 of Law Number 17 Year 2013 About Community Organization , as the founding organization of community foundations and associations put in one group and a sense of unity in the input so that the norm cause confusion about the meaning and confuse the public , especially the community organizations that already exist in Indonesia . So according to the authors is obvious between the foundations of community organizations that are very different and can not be lumped together in the same laws and regulations as it may cause confusion or misinterpretation by the public . Because in the Law No. 28 Year 2004 on the Foundation has been set but is set back in the Law No. 17 Year 2013 on the organization of this Society will cause disharmony legislation , according to the authors of Article 9 , Article 10 , and Article 11 of the establishment of community organizations , community organizations with the foundation should not be put together and should be discussed in a separate chapter , setting the establishment of civil society organizations must be different from the foundation sehigga not cause haziness norm or disharmony .Keywords : Community Organization

A. Latar BelakangDalam membangun sebuah bangsa dapat dicapai melalui sebuah proses yang diawali dengan sebuah kesadaran rakyatnya baik secara individu, maupun masyarakat dan bangsa, yang berjalan sesuai dengan landasan dan tujuan yang sama, serta terkandung dan tertanam di dalamnya kesadaran untuk terus membangun Bangsa dan Negara baik yang dilakukan secara indivuidu maupun berkelompok, dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Implementasi dari partisipasi masyarakat dalam membangun Bangsa selaras dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana organisasi masyarakat telah ada regulasinya yaitu termuat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, sehingga saluran partisipasi akan berjalan sesuai dengan visi dan misi dalam sebuah organisasi masyarakat tersebut dalam maksud menjaga kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berkaitan dengan hal ini, dalamUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam Pasal 28 berbunyi: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Jadi dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia telah menjamin untuk berkumpul dan menyatukan pemikiran dalam membentuk sebauh organiasasi masyarakat.Menurut Tirta Nugraha Mursitama dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 secara substansial mempunyai tiga makna kemerdekaan untuk dapat diekspresikan oleh masyarakat dalam kerangka membangun bangsa dan Negara, yaitu :[footnoteRef:2] a. Kemerdekaan seseorang atau masyarakat untuk berserikat, b. Kemerdekaan seseorang atau masyarakat untuk berkumpul, c. Kemerdekaan seseorang atau masyarakat untuk mengeluarkan pendapat atau pikiran secara lisan; [2: Tirta Nugraha Mursitama,Pengkajian Hukum Tentang Peran Dan Tanggungjawab Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Ri, Jakarta, 2011, hlm. 34]

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan dalam Pasal 1 menyebutkan,Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Menurut M. Billah dan Abdul Hakim G. Nusantara:[footnoteRef:3] [3: M. Billah, Masyarakat sosial, Angkasa, Bandung, 1998, hlm. 95]

Umumnya Ormas Indonesia mencerminkan kebangkitan kesadaran golongan masyarakat menengah terhadap masalah kemiskinan, ketidak adilan sosial dan masalah hak asasi manusia. Kini, Ormas di Indonesia dapat pula dikatakan sebagai cerminan kesadaran tentang dampak program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah serta tindakan yang diambilnya dalam melaksanakan program tersebut.

Di Indonesia sebagian dari Organisasi masyarakat bergerak dalam kegiatan positif dengan menyertakan masyarakat menjaga lingkungan hidup seperti (Walhi), membantu masyarakat dalam bidang Hukum (LBH APIK), serta dibidang lainnya dengan melakukan peranan yang aktifitas kemasyarakatannya dilakukan secara damai dengan memberdayakan masyarakat, disisi lain terdapat pula organisasi kemasyarakatan yang melakukan kegiatan kurang terpuji antara lain yang telah di beritakan yaitu Front Pembela Islam (FPI) yang selalu mengatas namakan agama dalam kegiatannya, aksi dari anggota Front Pembela Islam tak jarang melakukan aksi kekerasan dan perusakan dalam hal yang mereka anggap salah, namun dari segi hukum segala jenis perusakan dan tindak kekerasan adalah sesuatu secara tegas dilarang.Menurut Tirta Nugraha Mursitama:[footnoteRef:4] [4: Tirta Nugraha Mursitama, Op.cit., hlm. 37]

Tindakan anarkis dalam pemahaman mereka adalah sebagai bentuk jawaban konkret atas tidak berjalannya mekanisme hukum yang ada saat ini.Dalam mengatasi segala permasalahannya, organisasi masyarakat ada yang menggunakan tindakannya sendiri dalam menindaklanjuti permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakats.Tindakan yang demikian, tanpa disadari sesungguhnya merupakan perbuatan melawan hukum. Namun, di lain pihak, hal ini seolah-olah di biarkan atau kurang adanya ketegasan, dari aparat penegak hukum atas berbagai bentuk tindakan anarkis yang terjadi selama ini terjadi.Dalam Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan terdapat kekeburan norma yang mana Pasal 10 menyebutkan, organisasi masyarakat dapat berbentuk badan hukum dan tidak berbadan hukum, oragisasi masyarakat berbadan hukum dapat berbasis anggota dan tidak berbasisi anggota, Pasal 11 menyebutkan organisasi masyarakat yang dimaksud dalam 10 dapat berbentuk perkumpulan dan yayasan, seharusnya dalam Pasal 1 Ketentuan umun dijelaskan mengenai kata berbasis anggota, tidak berbasis anggota, perkumpulan, dan yayasan sehingga masyarakat yang membacanya tidak beda penafsirannya dengan apa yang terdapat dalam undang-undang tersebut, dan tidak adanya pengaturan yang jelas masalah pembubaran organisasi masyarakat dan organisasi masyarakat yang bagaimana yang mesti dibubarkan untuk itu didalam undang-undang tersebut terdapat norma kosong dan perlu adanya penambahan pasal terkait belum adanya pengaturan yang jelas mengenai mekanisme pembubaran organisasi masyarakat tersebut.Namun organisasi masyarakat yang sesuai dengan kehidupan masyarakat dan membantu masyarakat disekitarnya layak untuk di pertahankan serta diberdayakan namun ada juga yang mengatas namakan organisasi masyarakat demi kepentingannya sendiri atau organisasi tersebut dapat membahayakan kehidupan masyarakat sehingga organisasi tersebut perlu dibubarkan. Pembubaran organisasi masyarakat tersebut telah diatur dalam undang-undang Nomor 17 tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Artinya Ketika seseorang melakukan tindakan anarkis, hukum Pidana dapat digunakan sebagai sarana penindakan.B. Rumusan MasalahDari uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah yaitu sebagai berikut: Mengapa terjadi kekaburan norma dalam pendirian oganisasi kemasyarakatan?

C. Tinjauan PustakaDi dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan dalam Pasal 1, menyebutkan Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.Organisasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Organon dan istilah Latin, yaitu Organum yang berarti alat, bagian, anggota, atau badan.[footnoteRef:5] Menurut Baddudu-Zain, organisasi adalah susunan, aturan atau perkumpulan dari kelompok orang tertentu dengan latar dasar ideology (cita-cita) yang sama menurut James D. Mooney mengatakan bahwa Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai suatu tujuan bersama.[footnoteRef:6] Selanjutnya, Chester I. Barnard, memberikan pengertian organisasi sebagai suatu system dari aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih). [5: M. Manulang, Dasar-Dasar Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hlm. 67] [6: Badudu-Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2011, hlm. 967]

D. Metode PenelitianPenelitian ini tergolong dalam jenis penelitian hukum normatif yakni penelitian yang mengkaji peraturan perundang-undangan dalam suatu tata hukum yang koheren.[footnoteRef:7] Adapun pendekatan yang dipergunakan yakni, Pendekatan perundang-undangan (statute approach) yakni dengan mengkaji dan meneliti peraturan-perundangan berhubungan dengan Pendirian Dan Pembubaran Organisasi Masyarakat Di Indonesia; dan Pendekatan konsep (konseptual aproach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengkaji pendapat para ahli yang berkaitan dengan penelitian yang dibahas. Metode analisis bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode normatif dalam optik preskreptifdengan penalaran deduktif-induktif untuk menghasilkan proposisi atau konsep sebagai jawaban dari permasalahan atau hasil temuan penelitian [7: Soetandyo Wignjosoebroto, Sebuah Pengantar Ke Arah Perbincangan Tentang Pembinaan Penelitian Hukum Dalam Pjp Ii, BPHN Departemen Kehakiman, Jakarta, 1995, hlm. 5]

II. PEMBAHASAN A. Terjadi Kekaburan Norma dalam pendirian Organisasi Masyarakat Berbagai Peraturan Perundang-undangan menunjukkan berbagai segi positif, namun juga terdapat sejumlah kekhawatiran akibat sampingan dari ketentuan tersebut. Kekhawatiran dimaksud, sebagaimana diutarakan oleh Remy Prudhomme, berupa tidak tercapainya efisiensi produksi, terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme.[footnoteRef:8] [8: Benyamin Hoessein, Analisis Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia, Rhineka cipta, Jakarta, 1995, hlm. 20]

Selain itu, hukum di negara berkembang menurut Nonet dan Selznick[footnoteRef:9], bahwa pada waktu suatu negara mengalami kemerdekaan, maka hal yang harus dibenahi adalah penyusunan tatanan kehidupan sosial, ekonomi dan politik secara baik. Selama aspek tersebut masih perlu ditata, maka hukum pun akan sering berubah, sesuai keinginan penguasa. [9: Noned dan Selznick dalam Maria Indarti Farida, Asas-Asas Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, Visi Media, Yogyakarta, 2004, hlm. 31]

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sering sekali terdapat hambatan secara yuridis, menurut C.S.T Kansil antara lain :[footnoteRef:10] [10: C.S.T Kansil, PengantarIlmu Hukum Indonesia , 2011, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 70]

a. Terjadinya Pertentangan Normab. Terjadinya Kekaburan Norma c. Terjadinya Kekosongan NormaDari hambatan-hambatan yuridis tersebut, dapat menimbulkan ketidak harmonisan. Menurut A.A. Oka Mahendra penyebab terjadinya disharmoni antar peraturan perundang-undangan. ada 6 (enam) faktor yakni:[footnoteRef:11] [11: Maria Indarti Farida, Op.cit., hlm. 41]

a) Pembentukan dilakukan oleh lembaga yang berbeda dan sering dalam kurun waktu yang berbeda;b) Pejabat yang berwenang untuk membentuk peraturan perundang-undangan berganti-ganti baik karena dibatasi oleh masa jabatan, alih tugas atau penggantian;c) Pendekatan sektoral dalam pembentukan peraturan perundang-undangan lebih kuat dibanding pendekatan sistem;d) Lemahnya koordinasi dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang melibatkan berbagai instansi dan disiplin hukum;e) Akses masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan masih terbatas;f) Belum mantapnya cara dan metode yang pasti, baku dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan.Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan terdapat kekaburan norma dalam hal pendirian organisasi masyarakat. Untuk mengkaji kekaburan norma hukum dalam Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.Untuk itu perlu penulis menguraikan bunyi pasal-pasal tersebut sebagai berikut:a. Dalam Pasal 9 berbunyi:Ormas didirikan oleh 3 (tiga) orang warga negara Indonesia atau lebih, kecuali Ormas yang berbadan hukum yayasan.b. Dalam Pasal 10 berbunyi:(1) Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat berbentuk:a. badan hukum; ataub. tidak berbadan hukum.(2) Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:a. berbasis anggota; ataub. tidak berbasis anggota.c. Dalam Pasal 11(1) Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a dapat berbentuk:a. perkumpulan; ataub. yayasan.(2) Ormas berbadan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didirikan dengan berbasis anggota.(3) Ormas berbadan hukum yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didirikan dengan tidak berbasis anggota. Penulis mengkaji dengan menggunakan Interpretasi, Interpretasi dilakukan apabila dimana terdapat kekaburan norma dan tidak ditemukan aturan secara tertulis dalam suatu perundangundangan maka diberikan kewenangan dalam memberikan interpretasi (penafsiran).Penulis menganalisis Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan adalah dengan menggunakan Interpretasi Sistematis. Dimana Interpretasi sistematis sendiri adalah metode penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu dengan pasal yang lain dalam suatu perundang-undangan yang bersangkutan, atau dengan undang-undang lain.Menurut Sudikno Mertokusumo,[footnoteRef:12] interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberikan penjelasan gamblang tentang teks undang-undang, agar ruang lingkup kaedah dalam undang-undang tersebut dapat diterapkan pada peristiwa hukum tertentu. [12: Sudikno Mertokusumo dalam Philipus M. Hadjon, Argumentasi Hukum, Cet. IV, Gadjah Mada Univerity Press, Yogyakarta, 2009. hlm. 89]

BAGAN 1 :PENDIRIAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN

ORGANISASI KEMASYARAKATAN

3 ORANG WARGA NEGARA INDONESIA

TIDAK BERBADAN HUKUMBERBADAN HUKUM

YAYASANPERKUMPULAN

BERBASIS ANGGOTATIDAK BERBASIS ANGGOTA

Keterangan :1. Oraganisasi masyarakat didirikan oleh 3 (Tiga) orang warga Negara Indonesia.2. Organisasi masyarakat dapat berbentuk berbadan hokum dan tidak berbadan hukum.3. Organisasi masyarakat yang berbadan hukum dapat berbentuk perkumpulan dan yayasan.4. Organisasi masyarakat yang berbadan hukum berbentuk perkumpulan didirikan dengan berbasis anggota.5. Organisasi masyarakat yang berbadan hukum berbentuk yayasan didirikan dengan tidak berbasis anggota.6. Organisasi masyarakat yang berbadan hukum berbentuk perkumpulan berdasarkan pada undang-undang (undang-undangnya belum jelas).7. Organisasi masyarakat yang berbadan hukum berbentuk yayasan didirikan dengan tidak berbasis anggota berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001.8. Organisasi masyarakat yang tidak berbadan hukum tidak ada pejelasan lebih lanjut.Jika dilihat dari penjelasan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan disebutkan bahwa Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11, menjelaskan uraian pasal tersebut cukup jelas, dan tidak perlu diberikan perjelasan lebih lanjut, menurut penulis dari kekaburan norma dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan penulis mengkajinya dari pasal-pasal yang berhubungan dengan pasal tersebut diatas antara lain dalam Pasal 1 ayat (1) pengertian organisasi masyarakat yaitu Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.Menurut hemat penulis dalam pengertian tersebut yang dimaksud dengan organisasi masyarakat harus berbasis anggota namun dalam Pasal 10 ayat (1) dan (2) membagi organisasi masyarakat dalam 2 (dua) bagian yaitu berbasis anggota dan tidak berbasis anggota. Jadi organisasi masyarakat itu dapat tidak berbasis anggota, menurut penulis ini menimbulkan kerancuan seperti pengertian dari organisasi masyarakat yang jelas didirikan oleh kumpulan orang-orang bukan secara individu.Jika dicermati Pasal 10 ayat (2) tidak berbasis anggota itu merupakan yayasan, karena jika dicermatit dari pengertian yayasan tersebut, dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan Pasal 1 ayat 1 menyebutkan Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak berbadan hukum tidak ada pejelasan lebih lanjutmempunyai anggota.[footnoteRef:13] [13: Indonesia, Undang-Undang Tentang Yayasan,UU No. 16 Tahun 2001 LN No. 112 Tahun 2001 Psl.1 ]

Menurut Wojowasito yayasan pada mulanya digunakan sebagai terjemahan dari istilah Stichting yang berasal dari kata Stichen yang berarti membangun atau mendirikan dalam Bahasa Belanda dan Foundationdalam Bahasa Inggris.[footnoteRef:14] Kenyataan di dalam praktek, memperlihatkan bahwa apa yang disebut Yayasan adalah suatu badan yang menjalankan usaha yang bergerak dalam segala macam badan usaha, baik yang bergerak dalam usaha yang nonkomersial maupun yang secara tidak langsung bersifat komersial.[footnoteRef:15] [14: S. Wojowasito, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1981 hlm. 634] [15: Chatamarasjid ais, Badan Hukum Yayasan, PT. Citra Aditiya Bakti, Bandung, Cet., Ke- 1, 2002, hlm. 81.]

Untuk dapat mengetahui apakah yayasan itu ada beberapa pandangan para ahli, antara lain :1. Menurut Poerwadarminta dalam kamus umumnya memberikan pengertian yayasan sebagai berikut :a. Badan yang didirikan dengan maksud mengusahakan sesuatu seperti sekolah dan sebagainya (sebagai badan hukum bermodal, tetapi tidak mempunyai anggota).b. Gedung-gedung yang teristimewa untuk sesuatu maksud yang tertentu (seperti : rumah sakit dsb).[footnoteRef:16] [16: WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 1154]

2. Menurut Achmad Ichsan Yayasan tidaklah mempunyai anggota, karena yayasan terjadi dengan memisahkan suatu harta kekayaan berupa uang atau benda lainnya untuk maksud-maksud idiil yaitu (sosial, keagamaan dan kemanusiaan) itu, sedangkan pendirinya dapat berupa Pemerintah atau orang sipil sebagai penghibah, dibentuk suatu pengurus untuk mengatur pelaksanaan tujuan itu.[footnoteRef:17] [17: Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Pradnya Paramitha, Jakarta, Cet. Ke-5, 1993, hlm.110]

Tabel 1 :Perbedaan Organisasi Kemasyarakatan dan YayasanNoOrmas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi KemasyarakatanYayasanUndang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

1.

2.Pengertian Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Pendirian

Ormas didirikan oleh 3 (Tiga) orang WNI atau lebih, kecuali ormas berbadan hukum yayasan, ormas dapat berbadan hukum dan tidak berbadan hukum, ormas berbadan hukum dapat berbasis anggota dan tidak berbasis anggota, ormas berbadan hukum dapat berbentuk perkumpulan dan yayasan, ormas berbadan hukum perkumpulan didirikan dengan berbasis anggota sedangkan ormas berbadan hukum yayasan didirikan dengan tidak berbasis anggota,

Pengertian Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.

Pendirian Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal, pendiriannya dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia dan biayanya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, yayasan dapat didirikan dengan surat wasiat, dan yayasan yang didirikan oleh orang asing atau bersama-sama dengan orang asing mengenai syarat dan tata cara pendirian yayasan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sumber : Bahan Hukum DiolahPada table 1 di ketahui :a. Ormas didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kepentingan, kegiatan, dan tujuan.b. Ormas didirikan oleh 3 (Tiga) orang WNI atau lebih, kecuali ormas berbadan hukum yayasan dan berbasis anggota.c. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.d. Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal, pendiriannya dilakukan dengan akta notaris.Jadi menurut penulis sudah jelas antara organisasi masyarakat dengan yayasan itu sangatlah berbeda dan tidak bisa disatukan dalam peraturan perundang undangan yang sama karena dapat menimbulkan kerancuan atau salah tafsir oleh masyarakat. Karena dalam dalam Undang-Undang Nomor28 Tahun 2004 Tentang Yayasan telah diatur namun diatur kembali dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan ini akan menyebabkan disharmonisasi peraturan perundang-undangan, menurut penulis dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 mengenai pendirian organisasi masyarakat, organisasi masyarakat dengan yayasan sebaiknya tidak disatukan dan harus di bahas dalam pasal terpisah, pengaturan pendirian organisasi masyarakat harus berbeda dengan yayasan sehigga tidak menimbulkan kekaburan norma atau disharmonisasi. III. PenutupA. SimpulanBerdasarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :1. Terjadinya kekaburan norma pada Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 -Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, disebabkan karena di dalam pengertian organisasi masyarakat dalam undang-undang tersebut hanya menyebutkan bahwa organisasi masyarakat dapat berbentuk berbadan hukum dan tidak berbadan hokum. Organisasi masyarakat berbadan hukum yaitu yayasan dan perkumpulan. Yayasan didirikan dengan tidak berbasis anggota sedangkan perkumpulan didirikan dengan berbasis anggota. Tidak ada penjelasan tentang apa itu yayasan dan perkumpulan. Yayasan diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, sedangkan perkumpulan hanya disebutkan diatur dalam Undang-Undang. Tidak ada penjelasan menegenai organisasi masyarakat yang tidak berbadan hukum, hanya disebutkan bahwa organisasi masyarakat yang tidak berbadan hukum, Pendirian Yayasan berdasarkan akte notaries selanjutnya diberikan surat keterangan terdaftar oleh Menteri untuk organisasi masyarakat yang lingkupnya nasional, Gubernur bagi organisasi masyarakat yang lingkupnya provinsi, dan Bupati/Walikota bagi organisasi masyarakat yang lingkupnya Kabupaten/Kota, sehingga kekaburan norma disebabkan karena tidak adanya penjelasan.B. SaranSebaiknya dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 yang mengatur mengenai pendirian organisasi masyarakat, seharusnya organisasi masyarakat dengan yayasan tidak disatukan dan harus dibahas dalam pasal terpisah, pengaturan pendirian organisasi masyarakat harus berbeda dengan yayasan sehigga tidak menimbulkan kekaburan norma atau disharmonisasi.

DAFTAR PUSTAKAA. Buku-bukuIchsan Achmad, Hukum Dagang, Pradnya Paramitha, Cet. Ke-5, Jakarta, 1993.Chatamarasjid ais, Badan Hukum Yayasan, PT. Citra Aditiya Bakti, Bandung, Cet., Ke- 1, 2002,C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2011.Emil Salim, Tanpa pamrih dalam Rangka Pembinaan Pedesaan, LP3ES, Jakarta, 2010.H.F. Abraham Amos, Legal Opinion (aktualisasi Teoritis & Empirisme) PT. Rajawali Pers, Jakarta, 2011.Asshiddiqie Jimly, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca-Reformasi, Konstitusi Press, Jakarta, 2006.M. Billah, Masyarakat sosial, Angkasa, Bandung, 1998.M. Manulang,Dasar-Dasar Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983..Winayanti Nia Kania, Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011.Paulus Hadisupratpto,Metode penelitian huku normatif , pendekatan, bahan-bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum dan analisis bahan hukum, Makalah, seminar metode penelitian hukum, forum komunikasi mahasiswa pascasarjana ilmu hukum, fakultas hukum, Universitas Brawijaya, Malang, 2008.Sabastian Saragih, Membedah Perut LSM, Puspa Swara, Jakarta, 1995.Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta, 1998.Suwarto Yuni, LSM sekretariat Bina Desa, Jakarta, Laporan Akhir Penelitian, Peningkatan Pengembangan Partisipasi dan Kerjasama LSM dengan Pemerintah Daerah dalam Rangka Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta, Bappeda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 1995.Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Universitas Indonesia (UI-PRESS), Jakarta, 1986.Wignjosoebroto Soetandyo, Sebuah Pengantar Ke Arah Perbincangan Tentang Pembinaan Penelitian Hukum Dalam Pjp Ii,BPHN Departemen Kehakiman, Jakarta , 1995.B. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, UUD Negara RI 1945

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 116 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5430 )Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001Tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4132)Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.