jurnal ptsd
TRANSCRIPT
B. pencegahan psikoterapi
1. cognitive behavior terapi (CBT)
Meskipun pendekatan CBT telah dikembangkan spesifik untuk PTSD, CBT telah jadi terapi
pilihan dalam meningkatkah hasil pengobatan berdasarkan data yang telah berhasil dalam
mengatasi kecemasan dan gejala lainnya. CBT terdiri dari beberapa variasi, kesemua nya itu
mempunyai tujuan untuk menghilangkan rasa takut dan meningkatkan rasa pertahanan diri dalam
berbagai keadaan dan bentuk apapun.
1. Paparan terapi. Paparan terapi berupa pemberian stilmulus sensori trauma secara
individual yang berhubungan dengan bencana terkait. Stimulus itu bisa berupa
permupamaan, gambar, permainan peran, kenyataan yang sebenarnya atau
membangkitkan kembali suasana hati yang menjadi beban masalah (sampai pasien
menjadi berkeringat, pernafasan dalam, berdebar dan sesak nafas) melalui latihan yang
terkonsep.
Lama nya paparan stimulus berbeda bisa pendek dalam beberapa detik, bisa juga lama
sampai 90 menit (dikenal dengan Prolonged Exposure therapy). Pada dasarnya
pengulangan ini adalah untuk memperkenalkan penyebab trauma ke system tubuh, di
mulai dari kejadian yang paling mengancam selnjutnya mengarah kepada latihan ke
intensif yang lebih besar sehingga tercapai hasil yang maksimal.
Systemic Dezensitization. Dilakukan setelah periode beberapa minggu meskipun
pendekatanya langsung ke stressor yang paling extrim ( contoh : terapi banjir).
Pendekatan lainnya, kunci paparan terapi ini adalan mengontrol tindakan menghindarkan
diri dan memberikan hasil positif sebagai kesimpulan dari setiap latihan percobaan. Hasil
positif penting sekali untuk memfasilitasi pemusnahan ketakutan yang sesungguhnya dan
belajar melalui pendekatan yang baru. ( positif artinya bisa mentoleransi keadaan).
2. Stress inoculation training (SIT)
3. Cognitive therapy (CT)
4. Cognitive Prosessingn Therapy
2. Eye movement desensitation and reprocessing (EMDR)
EMDR ini adalah teknik yang kontroversi, tidak berdasarkan keefektivannya tetapi kebanyakan
teori didalam nya. EMDR tidak sengaja ditemukan ketika masih original yang mana focus pada
perhatian secara visual pada pergerakan gelombang daun pohon yang ditiup angin bisa
memberikan rasa ketenangan. Dari mengamatan ini EMDR dikembangkan latihan pergerakan
mata yang difasilitasi proses kognitif yang berhubungan dengan trauma. EMDR dipimpin oleh
seorang terapis mengikuti pergerakan jari secara cepat maju dan mundur didepan mata pasien.
Jarak jari ini sekitar 30-35cm dari muka pasien rata-rata 2 gelombang per detik, totalnya 24
gelombang. Pasien diminta mengikuti instruksi pertama untuk memblok memori, kemudian
mengambil nafas rileks dan diulangi lagi gerakan yang sama. Setiap kali latihan EMDR ini
diikuti dengan pendekatan subjektif dari tekanan yang dipicu oleh pikiran kemudian diulangi lagi
sampai tekanan ini berkurang sampai nol.
Komplikasi/Hasil terburuk dari pengobatan
Komplikasi umum dari psikoterapi dari PTSD khusus pendekatan CBT adalah menghindar.
Sikap menghindar bisa terbentuk ketika lupa janji terapi atau tidak melakukan tugas rumah dari
pengobatan atau gagal dalam mengatasi tekanan ketika diberi paparan masalah. Penghindaran
kognitif bisa menjadi salah satu komplikasi jika masalahnya ada terus menerus. Kadang
seseorang yang diberi latihan melalui pendekan trauma bisa menyebabkan pengalaman yang
sama memperburuk keadaan. Reaksi menghindar bisa terjadi ketika minum obat menggunakan
alcohol dan zat terlarang lainnya. Komplikasi dari penggunaan bencodiazepin ini berpotensial
membatasi perhatian. Benzodiazepine kerja cepat menyebabkan kecanduan pada pasien PTSD
yang mempunyai keluhan otonom. Akibat dari benzodiazepine/alcohol saat ini telah dipelajari
bahwa sering menjadi pelarian ketika menghadapi trauma yang berat. Tantangan yang lainnya
ketika dalam pengobatan termasuk tidur yang tidak teratur menjadikan proses pembelajaran ini
menjadi lebih sulit, sehingga gangguan psikososial menjadi kronik dan PTSD tidak terobati.
Prognosis
Kenyataan bahwa kebanyakan dengan PTSD orang sembuh seiring waktu tidak memberikan
dampak psikososial dan fungsional, gejala subkliniknya tidak memberikan konsekuensi yang
negative. Bagaimanapun evaluasi dari beberapa terapis PTSD menyarankan bahwa kasus yang
paling sulit itu adalah ancaman. Di sisi lain pronosisnya baik pada yang mempunyai jaringan
pendukung yang kuat, beberapa diaknosis komorbid dan yang mendapatkan terapi empiris penuh
yang valid. Sebaliknya seseorang dengan PTSD yang komplek ketika masa anak-anak dorongan
interpersonal yang jelek, diaknosis aksis II, ada penyimpangan substansi komorbid dan sumber
kognitif yang terbatas mengurangi kemungkinan untuk sembuh.