jurnal pengetahuan dan sikap waria dengan praktik pms.pdf
TRANSCRIPT
1
Jurnal Keperawatan Oleh Rosidin-Tahun 2015
STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PRAKTIK
PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS)
DI KALANGAN WARIA KOTA BANDUNG
Ns. Efri Widianti, M.Kep.,Sp.Kep Jiwa1, Ns. Asri Handayani, S.Kep.,M.Kep 2, Rosidin,S.Kep3
1,2,3Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKes Dharma Husada Bandung,
Jl. Terusan Jakarta 75 Bandung
ABSTRAK
Keberadaan waria di Indonesia khususnya Kota Bandung menempati posisi pertama yaitu
29,5%, selain dianggap perilaku yang menyimpang dalam kehidupan waria sangat rentan
dan beresiko terjadinya kekerasan psikologis yang berhubungan dengan seksual sehingga
berdampak terjadinya penularan pada Praktik Pencegahan Penyakit Menular Seksual
(PMS). Kasus penyakit menular seksual (PMS) di Jawa Barat pada tahun 2001-2011
sebanyak 19.769 kasus. Tingginya prevalensi Penyakit Menular Seksual (IMS)
menyebabkan HIV pada waria sebesar 29%. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Praktik Pencegahan Penyakit
Menular Seksual (PMS) di Kalangan Waria Kota Bandung. Jenis penelitian deskriptif
korelatif dengan pendekatan waktu cross sectional, jumlah sampel yang digunakan
sebanyak 80 orang. Analisa data berbentuk distribusi frekuensi dan lambda. Hasil analisa
data berdasarkan pengetahuan didapatkan baik sebanyak 28 (35,0%), sikap positif
sebanyak 48 (60,0%), dan berdasarkan praktik baik sebanyak 43 (53,8%). Hasil penelitian
menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap dengan
praktik pencegahan penyakit menular seksual (PMS). Disarankan kepada Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) untuk dapat meningkatkan kembali jadwal pembinaan yang
teratur dalam bentuk konseling dan penyuluhan.
Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Praktik Pencegahan Penyakit
The existence of transvestites in Indonesia, especially Bandung occupies the first position
that is 29.5%, One form of deviant behavior in the lives of transvestites are very
vulnerable and at risk of psychological violence associated with the transmission of
sexually so the impact on the practice of Prevention Sexually Transmitted Disease (STD).
Cases of sexually transmitted diseases (STD) in West Java in the year 2001 to 2011 as
many as 19 769 cases. The high prevalence of Sexually Transmitted Diseases (STDs) HIV
on transgender causes by 29%. The of research to find out the relationship with the
Knowledge and Attitude Practice Prevention of Sexually Transmitted Diseases (STD)
Among Transgender Bandung. Correlative descriptive of research with cross sectional
approach, the amount of samples used as many as 80 people. Analysis of data in the form
of frequency distribution and chi-square. The analysis used in the form of a frequency
distribution table and chie-square test. The Results of analysis of data based on
knowledge obtained either by 28 (35.0%), obtained by the positive attitude as much as 48
(60.0%), based on good practice by 43 (53.8%). The results showed a significant
relationship between knowledge and attitudes to practice prevention of sexually
transmitted diseases (STD). Suggested to the National AIDS Commission (KPA) to
improve coaching schedule regular back in the form of counseling and education.
2
Jurnal Keperawatan Oleh Rosidin-Tahun 2015
STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG
PENDAHULUAN
Waria dalam konteks psikologis
termasuk dalam transeksualisme, yakni
seseorang yang secara jasmani jenis
kelaminnya jelas dan sempurna, namun
secara psikis cenderung menampilkan
diri sebagai lawan jenis (Koeswinarno,
2005). Menurut Carroll dalam Davidson,
Neale dan Kring (2006) Transeksual
merupakan individu dengan gangguan
identitas gender yang umumnya dimulai
sejak kecil dimana ia merasa dan
meyakini bahwa dirinya adalah jenis
kelamin yang berkebalikan dengan
keadaannya yang sebenarnya perasaan
ini terus berlanjut hingga masa dewasa.
Kinsey (dalam Hawari, 2010)
menyatakan bahwa di Amerika Serikat,
prevalensi mereka yang homoseksual
murni (100%) berkisar antara 2% sampai
4%, sementara yang lebih menonjol
homoseksual dari pada heteroseksual
berkisar antara 7% hingga 13% atau
dengan kata lain diperkirakan terdapat
10% dimensi homoseksual yang cukup
berarti dalam kehidupan masyarakat
modern dan industri. Kinsley (dalam
Kaplan & Sadock, 2010) juga
menyebutkan bahwa 10% laki-laki
adalah homoseksual dan untuk wanita
angka tersebut adalah 5%.
Jumlah waria di Indonesia adalah
Bandung menempati posisi pertama
yaitu 29,6%, diikuti DKI Jakarta 28.8%,
Surabaya 26,8%, Semarang 23,5% dan
Malang sebesar 19% sebagai posisi
kelima yang memiliki jumlah waria
terbesar (STBP, 2007). 2
Keberadaan waria memiliki banyak
permasalahan, disamping masih
menghadapi berbagai tekanan sosial
termasuk stigma (anggapan) yaitu ciri
negatif yang menempel pada pribadi
seseorang karena pengaruh lingkungan
berupa citra jorok, menjijikkan, kotor,
identitik dengan kriminalitas, perilaku
yang mencolok dan setempel hitam lain
terutama Praktik seksual yang
menyimpang (Puspitosari, 2005). Dari
kondisi yang telah dipaparkan tersebut,
selain dianggap perilaku menyimpang
oleh masyarakat dan keluarga mereka,
kehidupan waria sangat rentan dan
beresiko dengan terjadinya kekerasan
psikologis ataupun berhubungan seksual
yang berdampak kemungkinan penularan
dan penyebaran penyakit menular
seksual (PMS) dan HIV/AIDS
(Puspitosari, 2005).
Menurut Daili (2010) pada dekade
terakhir ini, insidens penyakit menular
seksual (PMS) diberbagai negara di
seluruh dunia mengalami peningkatan
yang cukup cepat. PMS dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti perubahan
demografik, fasilitas kesehatan yang
tersedia kurang memadai, pendidikan
kesehatan dan pendidikan seksual
kurang tersebar luas, atau kontrol PMS
yang belum dapat berjalan baik serta
adanya perubahan sikap dan perilaku.
Penyakit Menular Seksual (PMS)
merupakan salah satu infeksi saluran
reproduksi (ISR) yang ditularkan melalui
hubungan kelamin. Kuman penyebab
infeksi tersebut dapat berupa jamur,
virus dan parasit. Yang termasuk
kelompok PMS adalah gonorhoe, sifilis,
ulkus molle, kondiloma akuminata,
herpes genetalis dan HIV/AIDS. PMS
dapat disebabkan oleh kuman yang
berbeda, namun sering memberikan
keluhan dan gejala yang sama,
contohnya cairan nanah yang keluar dari
saluran kencing laki-laki atau dari liang
senggama perempuan, dan borok pada
kelamin, merupakan keluhan sekaligus
gejala PMS yang umum dijumpai
(Widiastuti, 2009).
Menurut Surveilans Terpadu Biologis
Perilaku (STBP) (2011) menjelaskan
bahwa telah mengumpulkan data
perilaku dari Waria dilaksanakan di 22
kabupaten atau kota pada 11 provinsi.
Diperkirakan terdapat antara 384.320
dan 1.349.270 Waria (rata-rata 779.800)
3
Jurnal Keperawatan Oleh Rosidin-Tahun 2015
STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG
di Indonesia . Angka Penyakit Menular
Seksual (PMS) sangat tinggi pada waria
di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan
Denpasar terutama pada yang aktif
dalam melakukan tindakan seks
komersil. Hal ini disebabkan karena
kebanyakan waria melakukan anal seks
(hubungan seks dengan penetrasi ke
dalam anus) pada pasangannya. Perilaku
tersebut merupakan perilaku berisiko
karena kemungkinan luka yang
memudahkan terjadinya PMS dan HIV.
Selain anal seks, waria juga melakukan
aktivitas oral seks.
Kasus penyakit menular seksual (PMS)
di Jawa Barat pada tahun 2001 s/d 2011
sebanyak 19.769 kasus, dimana
diantaranya diketahui bahwa kasus
Gonorhoe (GO) dan Sifilis sebanyak
2.189 orang dan kasus HIV/AIDS
14.934 kasus. Sedangkan di Kota
Bandung diketahui bahwa kasus PMS
dari tahun 2007-2011 sebanyak 10.956
kasus, dimana kasus HIV/AIDS di
daerah Bandung tahun 2011 mencapai
2.541 orang (DinSos Pemerintah
Provinsi Jawa Barat, 2011). Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan Dewi
(2008), dengan judul pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap
perubahan pengetahuan dan sikap dalam
pencegahan penyakit menular seksual
(PMS) pada waria di resosialisasi
Semarang, diketahui bahwa terdapat
perbedaan pengetahuan pada kelompok
waria yang diberikan pendidikan
kesehatan dengan kelompok yang tidak.
Berdasarkan data STBP (2011)
menunjukkan tingkat pengetahuan waria
terhadap upaya-upaya pencegahan PMS
ini cenderung rendah. Waria cenderung
menyadari adanya manfaat dari kondom,
namun mereka tidak selalu tahu
bagaimana cara untuk menggunakan
kondom dengan benar. Peningkatan
pengetahuan mengenai PMS sangat
penting dalam membentuk suatu Praktik
dalam meningkatkan indikator kesehatan
waria. Menurut hasil penelitian
Margaret, Heru, dan Maya (2013)
dengan metode wawancara, berdasarkan
pengetahuan waria pekerja sek komersial
(PSK) terhadap pemakaian kondom pada
pelanggan paling banyak pada kategori
pengetahuan kurang yaitu 28 responden
(44,4%) dan paling sedikit pada kategori
baik yaitu 8 responden (28,6%).
Kemudian berdasarkan sikap waria PSK
terhadap kemampuan menyakinkan
pelanggan untuk menggunakan kondom
paling banyak pada kategori buruk yaitu
39 responden (61,9%) dan paling sedikit
pada kategori baik yaitu 24 responden
(38,1%) terhadap pencegahan penyakit
penyakit menular (PMS) dan
menyakinkan pelanggan. Pada kelompok
waria, prevalensi Gonorrhae ditemukan
lebih tinggi yaitu 19,8% sampai 37,4%
sedangkan sifilis 25,% sampai 28,8%.
Tingginya prevalensi Penyakit Menular
Seksual (IMS) menyebabkan penularan
HIV semakin meningkat pada kedua
kelompok tersebut. Berdasarkan hasil
prevalensi HIV pada kelompok laki-laki
suka laki-laki (LSL) sebesar 7%,
sedangkan pada waria sebesar 29%
(KPAN, 2009). Peran perawat komunitas
dituntut untuk dapat merancang program
penyelesaian masalah kesehatan pada
kelompok waria, hal ini sesuai dengan
pendapat Noor. N (2006) penyakit
menular sekasual pada kelompok waria.
Perawat komunitas dalam hal ini,
pertama dapat melaksanakan asuhan
keperawatan dengan mempertahankan
keadaan kebutuhan dasar manusia yang
dibutuhkan melalui pemberian pelayanan
keperawatan dengan melalui proses
keperawatan. Kedua peran sebagai
edukator dilakukan dengan membantu
pasien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit
bahkan tindakan yang diberikan,
sehingga terjadi perubahan sikap dan
prakrik dari klien setalah dilakukan
pendidikan kesehatan khususnya pada
kelompok waria.
4
Jurnal Keperawatan Oleh Rosidin-Tahun 2015
STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG
Pada tanggal 4 April bertempat di
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)
Kota Bandung, di lakukan studi
pendahuluan dengan mewawancara 10
orang waria, mengenai Pencegahan
Penyakit Menular Seksual (PMS).
Sebanyak empat orang waria
mengatakan cukup tahu tentang
pengetahuan pencegahan PMS dan enam
orang waria tidak mengerti tentang
pencegahan PMS. Selain itu dari
sebagian waria mengatakan Praktik
dalam pemakaian kondom kurang
dilakukan pada saat berhubungan
seksual sesama jenis. Dinas Kesehatan
Kota Bandung sudah memberikan
penyuluhan tentang PMS kepada para
waria, namun sebagian waria tidak
mengikuti penyuluhan tersebut sehingga
ada beberapa waria yang masih memiliki
pengetahuan kurang tentang PMS.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Nur, Bagoes, Laksmono
(2011) di Kota Ternate dengan
menggunakan metode wawancara,
didapatkan dari 30 orang waria 26
(83,9%) sering melakukan hubungan
seks tanpa menggunakan kondom, 25
(80,6%) mengatakan malu untuk
membeli kondom, 28 (90,3%) pernah
mengalami kencing nanah, 26 (83,9%)
diobati dengan cara tradisional atau
mengkonsumsi antibiotik tanpa resep
dokter, dan 27(87,1%) sering berganti-
ganti pasangan. Waria-waria tersebut
bekerja sebagai pekerja salon yang
memiliki mobilitas tinggi ( berpindah-
pindah tempat dari pulau satu ke pulau
yang lain karena kota Ternate
merupakan kota kepulauan). Hal tersebut
mereka lakukan karena alasan ekonomi
dan kepuasan biologis. Aktivitas seks
mereka umumnya adalah seks anal dan
oral. Partner seks mereka yakni
heteroseksual baik yang belum
berkeluarga maupun yang sudah
berkeluarga. Perilaku seksual tersebut
merupakan pintu masuk bagi penularan
Penyakit Menular Seksual (PMS) dan
HIV pada kelompok waria. Berdasarkan
paparan latar belakang di atas, maka
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul Hubungan
Pengetahuan dan Sikap dengan
Praktik Pencegahan Penyakit
Menular Seksual (PMS) di Kalangan
Waria Kota Bandung Tahun 2015.
METODELOGI PENELITIAN
Jenis penelitian dalam penelitian ini
yaitu deskriptif korelatif, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk
menemukan ada tidaknya hubungan
(Sugiyono, 2014). Metode korelatif yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat
hubungan antara dua variabel atau lebih.
Tanpa melakukan perubahan, tambahan
atau manipulasi terhadap data yang
memang sudah ada (Sugiyono, 2014).
Pada penelitian dilakukan untuk
mengetahui Hubungan Pengetahuan dan
Sikap dengan Praktik Pencegahan
Penyakit Menular Seksual (PMS) di
Kalangan Waria Kota Bandung Tahun
2015.
Pendekatan waktu dalam pengumpulan
data menggunakan pendekatan cross
sectional. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini
Proportional Random Sampling.
Cara pengumpulan data dilakukan
dengan cara langsung mendatangi setiap
LSM untuk memperoleh data tersebut.
Kemudian peneliti memberikan lembar
pernyataan persetujuan dan membagikan
kuesioner pada waria, kemudian
menjelaskan tentang cara pengisian.
Hasil analisis yang digunakan yaitu
univariat dan bivariate menggunakan uji
lamda.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil kuesioner yang
dibagikan sebelumnya kepada 80
responden yang meliputi : pengetahuan,
sikap dan raktik pencegahan penyakit
menular seksual (PMS) yaitu sebagai
berikut :
5
Jurnal Keperawatan Oleh Rosidin-Tahun 2015
STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi
Pengetahuan Waria Dalam Praktik
Pencegahan Penyakit Menular
Seksual (PMS) (n=80)
Pengetahuan F %
Baik 28 35.0
Cukup 25 31.3
Kurang 27 33.8
Total 80 100
Berdasarkan tabel 4.1 diatas
memperlihatkan bahwa pengetahuan
waria terhadap pencegahan penyakit
menular seksual (PMS) didapatkan dari
80 responden yang memiliki
pengetahuan baik sebanyak 28 (35,0%),
pengetahuan cukup sebanyak 25
(31,3%), sedangkan pengetahuan kurang
sebanyak 27 (33,8%)
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi sikap
Waria Dalam Praktik Pencegahan
Penyakit Menular Seksual (PMS)
(n=80)
Sikap F %
Positif 48 60.0
Negatif 32 40.0
Total 80 100
Berdasarkan tabel 4.2 diatas
memperlihatkan bahwa sikap waria
terhadap pencegahan penyakit menular
seksual (PMS) didapatkan dari 80
responden yang memiliki sikap positif
sebanyak 48 (60,0%), sedangkan sikap
negatif sebanyak 32 (40,0%).
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Praktik
Pencegahan Penyakit Menular
Seksual (PMS) di Kalangan Waria
(n=80)
Praktik F %
Baik 43 53.8
Buruk 37 46.3
Total 80 100
Berdasarkan tabel 4.3 diatas
memperlihatkan bahwa praktik
pencegahan penyakit menular seksual
(PMS) di kalangan waria didapatkan dari
80 responden yang memiliki praktik baik
sebanyak 43 (53,8%), sedangkan praktik
buruk sebanyak 37 (46,3).
Tabel 4.4 Hubungan antara
Pengetahuan dengan Praktik
Pencegahan Penyakit Menular
Seksual (PMS) (n=80)
Berdasarkan tabel 4.4 diatas
memperlihatkan paling banyak
pengetahuan baik dengan praktik baik
sebanyak 25 (58,1%) sedangkan
pengetahuan yang kurang dengan praktik
buruk sebanyak 22 (59,5%), dan
didapatkan nilai uji lambda p-value
0,000 artinya α ≤0,05 yang berarti ada
hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan praktik pencegahan
penyakit menular seksual (PMS).
6
Jurnal Keperawatan Oleh Rosidin-Tahun 2015
STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG
Tabel 4.5 Hubungan antara Sikap
dengan Praktik Pencegahan Penyakit
Menular Seksual (PMS) (n=80)
Berdasarkan tabel 4.5 diatas
memperlihatkan paling banyak sikap
positif dengan praktik baik sebanyak 38
(88,4%) sedangkan sikap negatif dengan
praktik buruk sebanyak 27 (73,0%), dan
didapatkan nilai uji lambda p-value
0,000 artinya α ≤0,05 yang berarti ada
hubungan yang signifikan antara sikap
dengan praktik pencegahan penyakit
menular seksual (PMS).
SIMPULAN DAN SARAN
Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
hasil penelitian tentang Hubungan
Pengetahuan dan Sikap dengan Praktek
Pencegahan Penyakit Menular Seksual
(PMS) di Kalangan Waria Kota
Bandung Tahun 2015, dapat
disimpulkan bahwa dari 80 responden
pada penelitian ini yaitu :
1. Pengetahuan baik waria tentang
pencegahan penyakit menular
seksual (PMS) di kalangan waria
kota bandung tahun 2015 sebanyak
28 (35,0%).
2. Sikap positif waria tentang
pencegahan penyakit menular
seksual (PMS) di kalangan waria
kota bandung tahun 2015 sebanyak
48 (60,0%).
3. Praktik baik pencegahan penyakit
menular seksual (PMS) di
kalangan waria kota bandung tahun
2015 sebanyak 43 (53,8%).
Saran 1. Diharapkan kepada responden agar
lebih aktif dalam memperoleh
informasi, konseling dan
penyuluhan sehingga bagi
responden yang memiliki
pengetahuan yang kurang dan
sikap negatif lebih mengetahui
dampak yang terjadi pada praktek
pencegahan penyakit menular
seksual (PMS).
2. Untuk tenaga kesehatan dapat
memberikan pencegahan primer
yang dilakukan dilokasi berupa
penyuluhan serta konseling yang
diberikan oleh tenaga kesehatan,
sehingga praktek pencegahan
penyakit menular seksual (PMS)
bisa dilakukan dengan lebih baik.
3. Bagi penanggulangan KPA
diharapkan dapat meningkatkan
kembali jadwal pembinaan yang
teratur yang telah dibuat oleh
Komisi Penanggulangan AIDS
(KPA) sehingga semua waria
memperoleh pengetahuan dalam
bentuk konseling dan penyuluhan
yang diberikan.
4. Peneliti selanjutnya dapat meneliti
lebih lanjut mengenai faktor-faktor
yang dapat mencegah Praktek
4. Terdapat hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dengan praktik
pencegahan penyakit menular
seksual (PMS) di kalangan waria
kota bandung tahun 2015 dengan
didapatkan nilai uji lambda p-value
0,000.
5. Terdapat hubungan yang signifikan
antara sikap dengan praktik
pencegahan penyakit menular
seksual (PMS) di kalangan waria
kota bandung tahun 2015 dengan
didapatkan nilai uji lambda p-value
0,000.
7
Jurnal Keperawatan Oleh Rosidin-Tahun 2015
STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG
Penyakit Menular Seksual (PMS),
sehingga risiko penularan penyakit
menurun.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Azwar, S. 2007. Sikap Manusia Teori
dan Pengukurannya.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
_______. 2009. Metodologi
penelitian. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
BKKBN. 2005. Gambaran
Penularan Infeksi Menular
Seksual dan kasus HIV/AIDS
pada Waria.
http://repository.maranatha.edu
/1622/3/0310093 Chapter1.pdf.
(diakses 02/04/2015).
Dahlan Sopiyudin, M. 2011. Statistik
untuk Kedokteran dan
Kesehatan : Deskriptif,
Bivariat, dan Multivariat. Edisi
5. Jakarta : Salemba Medika.
Daili, SF. 2010. Infeksi Menular
Seksual dalam Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin, Edisi ke-6.
Jakarta: Penerbit FKUI.
Daili, Sjaiful Fahmi. (2007). Infeksi
Menular Seksual. Jakarta:
FKUI.
Davison, Gerald C; john M. Neale;
Ann M. Kring. 2006. Psikologi
abnormal (Edisi ke-9). Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada.
DepKes RI. 2009. Surveilans
Terpadu Biologis Perilaku
Pada Kelompok Beresiko
Tinggi di Indonesia.
Rangkuman Surveilans Waria.
Kerjasama Depkes, BPS, KPA
dan LSM Peduli AIDS.
Jakarta.
Dewi, Tri Buana T. 2008. pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap
perubahan pengetahuan dan
sikap dalam pencegahan
(PMS). Semarang : Universitas
Diponegoro.
Engel, J.F, Blackwell, R.D., and
Miniard, P.W., 1995. Perilaku
Konsumen (6th ed) Jilid I (F.X
Budiyanto, penerjemah).
Jakarta: Binarupa Aksara.
Fauza, Rizka. 2014.Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan
Penggunaan Kondom Untuk
Pencegahan Pms Pada WPS
Di Lokalisasi Sukosari Bawen
Kabupaten
Semarang.http://jurnal.unimus.
ac.id/index.php/psn12012010/a
rti cle/view/1139/1193.
(diakses 24/06/2015).
Glasier, A. 2006. Keluarga
Berencana Dan Kesehatan
Reproduksi. Jakarta: EGC.
Hartadi. 2001. Prospek penyakit
menular seksual di Indonesia
dalam kaitannya dengan era
globalisasi. Semarang :
Universitas Diponegoro.
Herdiyanto, Joko. 2014. Gambaran
Tingkat Pengetahuan dan
Sikap Waria Tentang Infeksi
Menular Seksual Di Kota
Pontianak
http://jurnal.untan.ac.id/index.
php/jfk/article/download/8101/
8090. (diakses 24/06/2015).
Hidayat, 2007. Metodologi
penelitian. Jakarta : Pustaka
pelajar
Hidayat, A. A. A. 2007. Metode
Penelitian Kebidanan dan
Teknik Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika.
Iswati, Erna. 2010. Awas Bahaya
Penyakit Kelamin.Yogyakartav
: Diva Press.
Kaplan H.I, Sadock B. J, Grebb J. A.
2010. Sinopsis Psikiatri Jilid 2.
Terjemahan Widjaja Kusuma.
Jakarta : Binarupa Aksara.
8
Jurnal Keperawatan Oleh Rosidin-Tahun 2015
STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG
KemenKes. 2011. Pedoman Umum
Pelayanan Sosial Waria. Profil
Kesehatan Kabupaten atau
Kota Tahun 2010-2011 dan
Draft Tabel Profil Kesehatan
Kabupaten atau Kota Tahun
2010-2014. Jakarta:
Departemen Sosial.
Koeswinarno. 2005. Hidup Sebagai
Waria. Yogyakarta : Kanisius.
KPA Jawa Barat. Strategi
Penanggulangan HIV AIDS
Jawa Barat Tahun 2001-2008.
Bandung. 2010.
http://www.Fe-
journal.jurwidyakop3.com,
(diakses 02 /04/2015).
KPAN. 2009. Situasi HIV dan AIDS
di Indonesia. Depkes RI. KPA
Lass, Roger. 1974. “Linguistic
Orthogenesis : Scots vowel
length and the English length
conspiracy.” Dalam : Anderson
and Jones (eds.). Historical
Linguistics. Amsterdam :
North Holland.
Margaret, Heru dan Maya. 2013.
Pengetahuan dan Sikap Waria
PSK dalam Pencegahan
Penyakit Menular Seksual dan
Menyakinkan Pelanggan
Menggunakan Kondom di
Doloksanggul Kabupaten
Hubang Hasundutan Sumatra
Utara.
http://journal.usu.ac.id/index.p
hp/kre. (diakses 26/04/2015).