jurnal - pencegahan kelahiran preterm

Upload: rigar-david-s

Post on 29-Feb-2016

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Jurnal - Pencegahan Kelahiran Preterm

TRANSCRIPT

Tinjauan artikelPencegahan Kelahiran Preterm: Tocolysis Terbaru 2011C. Hubinont and F. Debieve1. PendahuluanKelahiran preterm didefinisikan sebagai kelahiran yang terjadi pada usia kehamilan sebelum 37 minggu atau sebelum 259 hari dari siklus menstruasi terakhir. Prematuritas disebabkan multifaktorial dan insiden nya meningkat selama dekade terakhir di sebagian besar negara barat, hal ini bisa jadi disebabkan meningkatnya faktor resiko yang memungkinkan terjadinya kelahiran prematur (1-3)

Mekanisme kelahiran preterm masih belum jelas. Hal ini mungkin berhubungan dengan aktivasi prematur pada proses kontraksi fisiologis atau disebabkan faktor patologis yang mengakibatkan kontraksi uterus, sehingga terjadi kelahiran preterm. (1-3)

Beberapa teori yang diketahui menyebabkan terjadinya kelahiran preterm, yaitu overdistensi uterus yang disebabkan kehamilan ganda atau polihidramnion, iskemi plasenta, penyakit serviks, fenomena alergi dan imunologi, perdarahan desidua atau retroplasenta, serta proses inflamasi. Prematuritas karena kondisi maternal maupun fetal merupakan penyebab yang signifikan. (1-4)

Obat-obat tokolitik telah ada selama beberapa dekade, namun memiliki aksi langsung dan bukan merupakan penyebab kehaliran preterm. (1,3,5)

Beberapa strategi pengobatan untuk menghentikan kelahiran preterm didiskusikan dalam tulisan ini. Efikasinya bergantung pada seberapa cepat dan akurat dalam mendiagnosis kondisi tersebut, fetal fibronektin, dan ultrasonografi kedalaman cerviks.(2)

Keamanan obat dan efek samping obat adalah hal yang perlu diperhatikan bukan hanya untuk wanita hamil melainkan juga untuk janin. (4-6). Dalam beberapa kondisi klinis seperti abruptio dan chorioamnionitis, penghambatan kontraksi uterus dan kelahiran bisa berdampak bahaya dan harus dihindari (2,3). Perhatian lain yaitu terhadap penatalaksanaan dan rasio usia kehamilan yang optimal untuk menanggulangi kelahiran preterm. (5)

Tokolisis tidak hanya menghambat kontraksi uterus tetapi juga memungkinkan wanita hamil dapat mencapai usia kehamilan trisemester 3 secara aman. Juga memungkinkan pemberian kortikosteroid sehingga mengurangi resiko neonatus yang berhubungan dengan prematuritas (5-7)

2. Mekanisme tokolisisKontraksi miometrium adalah hal yang kompleks sehubungan dengan fungsi myosit. Hal tersebut meliputi reseptor hormonal, ion channel, intersellular gap junction, dan regulasi protein seperti oxytocin, endothelin, tachykinin, dan angiotensin (8,9). Peningkatan konsentrasi kalsium intraselluler penting untuk kontraksi otot polos uterus.Gambar I. Mekanisme aksi obat-obat tokolitik

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar I, relaksasi uterus dapat terjadi dengan menghambat messenger intrasel yang memiliki efek terhadap protein kontraktil: agonis reseptor adrenergik, donor nitrit oksida (NO), magnesium sulfat dan blok kanal kalsium yang merupakan tujuan dari obat-obatan tokolitik (1,2,6,9). Beberapa jalur lain dapat menghambat sintesis maupun efek dari faktor-faktor kontraksi. Atosiban, sebuah antagonis reseptor oxytocin dan inhibitor prostaglandin-synthetase memiliki efek penghambatan terhadap sintesis dan efek faktor kontraksi dengan mengganggu stimulasi endogen terhadap myometrium. (1,2,6,9)

3. Jenis-jenis Obat tokolitik3.1. Agonis reseptor adrenergik2 agonis selektif seperti ritodine dan salbutamol telah digunakan dalam praktek klinik untuk kelahiran preterm sejak tahun 1980an. Obat-obatan ini mengganggu konsentrasi AMP cyclic dan memfasilitasi relaksasi myometrium (9,10). Penelitian randomize control dan meta-analisis melaporkan bahwa obat-obatan ini lebih efisien daripada plasebo dalam hal menunda kelahiran preterm selama dua hari. Sayangnya, tidak ada keuntungan jangka panjang (efek tokolitik terbatas sampai 7 hari) dan keuntungan terhadap rasio mortalitas dan morbiditas perinatal yang ditemukan. (5,10,11). Disamping itu, bahkan dengan agonis reseptor adrenergik selektif, telah dilaporkan terdapat efek samping maternal yang signifikan seperti takikardi, dispnoe, hipokalemi, hiperglikemi, dan nyeri dada (5,6,9-12). Kesimpulannya, disamping keuntungannya, profil keamanan terhadap 2 agonis adalah hal yang perlu diperhatikan untuk menghentikan terapi dan memilih alternatif obat tokolitik yang lain.3.2. Donor Nitrit Oksida (NO)NO adalah vasodilator kuat, yang dihasilkan selama proses oksidasi asam amino yang dikatalisasi oleh enzym NO synthase. NO terdapat di sel myometrial dan meningkatkan jumlah cGMP melalui interaksinya dengan guanylyl siklase. Ada hubungan spesifik antara produksi NO dan relaksasi uterus (8,9).

Pemberian nitroglycerin transdermal telah diterapkan pada kelahiran preterm namun hanya pada jumlah sedikit. Hal ini berhubungan dengan efek tokolitik yang lebih baik daripada plasebo dalam hal menunda kelahiran selama dua hari. Efeknya mirip dengan ritodine (2-5). Karena tidak banyak penelitian randomize/acak yang telah dilakukan, NO tidak diberikan di klinik secara rutin.

3.3. Magnesium sulfatTelah dilaporkan secara luas tentang efek relaxan dari magnesium sulfat in vitro dan in vivo terhadap kontraktilitas uterus pada manusia. Karena bersifat sebagai antagonis ion kalsium, magnesium sulfat menurunkan konsentrasi kalsium intraselluler dan menghambat proses kontraksi (2,4,9). Akan tetapi, pada tahun 2002, sebuah meta-analisis terhadap 881 pasien tidak menunjukkan bukti terhadap keuntungan pemberian magnesium sulfat dibandingkan dengan pemberian plasebo pada kelahiran preterm (13). Karena NO melewati barier plasenta, diperhitungkan mengenai keamanannya terhadap janin. Dalam beberapa percobaan menggunakan magnesium sulfat dosis tinggi, dilaporkan terjadinya peningkatan terhadap resiko kematian perinatal serta efek merugikan obat yang muncul pada neonatal, meliputi kelainan metabolis dan neurologis (6,13). Magnesium sulfat juga memiliki efek terhadap sistem neuromuskular pada ibu. Pada konsentrasi serum 9 mg/dl, terdapat resiko toksisitas yang tinggi sehingga menyebabkan depresi pernafasan dan hilangnya reflek-reflek. Tidak ada bukti lagi yang merekomendasikan obat ini sebagai obat tokolitik lini pertama (2,6,13,14).

Namun,dalam penelitian randomized multi-centre, dilaporkan bahwa magnesium sulfat memiliki efek neuroprotektif terhadap neonatal, jika diberikan sebagai profilaksis dalam dosis rendah (15) namun efek ini perlu diteliti lebih lanjut di masa mendatang dalam penelitian randomized-control yang lebih luas (16).

3.4. Inhibitor prostaglandin-sintase.Prostaglandin sintase atau siklooksigenase (COX) isoform COX-1 dan COX-2 adalah enzim-enzim yang penting untuk mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin diketahui sebagai pemicu kontraksi uterus dengan meningkatkan myometrial gap-junction dan meningkatkan konsentrasi kalsium intraselluler (2,4,5,9). Indomethacin, sebuah inhibitor COX nonspesifik, telah dilaporkan dalam penelitian-penelitian dan dalam meta-analisis terakhir sebagai tokolitik yang efisien yang dapat menunda kelahiran preterm secara signifikan, jika dibandingkan dengan plasebo (11). Obat ini dapat diberikan secara per-rektal atau per-oral. Penggunaan obat ini harus dibatasi durasinya dan terbatas pada usia kehamilan dibawah 32 minggu, hal ini karena resiko penutupan ductus arteriosus pada janin dan penurunan produksi utin yang dapat menyebabkan oligohydramnion (3,5,6,17). Pemberian obat ini juga memiliki efek samping terhadap ibu meliputi ulkus gaster dan kambuhnya asma (3,5,6). Inhibitor COX-2 seperti nimesulide atau rofecoxib telah diteliti pada binatang namun belum diteliti pada manusia dan tidak benar-benar direkomendasikan untuk mencegah kehamilan preterm dalam praktek di klinik(18). Kesimpulannya, indomethacin adalah obat tokolitik yang efisien tanpa efek merugikan yang serius, dan diindikasikan untuk efek jangka pendek selama kehamilan trisemester kedua.

3.5. Antagonis reseptor oxytocinObat-obatan ini berkompetisi dengan reseptor oxytocin dalam myometrium dan desidua. Satu-satunya obat yang digunakan dalam praktek klinik adalah atosiban. Dengan aksi yang berlawanan, obat ini meblok rilis kalsium intracytoplasmic yang berhubungan dengan konsentrasi progtaglandin dan penurunan sintesis prostaglandin (2,9). Sebuah meta-analisis yang dipublikasikan pada tahun 2005 melaporkan bahwa tidak ada keuntungan dalam hal rasio kelahiran preterm dan keadaan neonatal pada 1695 pasien yang telah diberikan atosiban maupun plasebo (19). Penelitian ini menyebabkan tidak diterimanya atosiban oleh FDA di USA. Namun di Eropa, banyak penelitian yang telah dilakukan tidak menerima hasil penelitian (meta-analysis tahun 2005) tersebut. Atosiban digunakan secara luas dalam praktek di klinik karena memiliki efek samping yang rendah (5,6). Sebuah meta-analysis di Jerman yang berdasar pada 6 randomized trial, diantaranya yaitu 3 penelitian double-blind, menunjukkan aksi tokolitik yang mirip antara atosiban dan agonis reseptor adrenergic. Dilaporkan obat ini memiliki efek merugikan yang rendah secara signifikan. Disamping itu, pada kelompok pasien yang diberikan atosiban ketika dibandingkan dengan kelompok kontrol yang diberikan fenoterol rutin, ditemukan kebutuhan biaya yang lebih murah yang berkaitan dengan lamanya pasien dirawat di rumah sakit serta pemeriksaan-pemeriksaan ekstra yang dilakukan untuk menyingkirkan penyebab morbiditas (12). Kesimpulannya, atosiban dipandang sebagai pilihan terapi yang memiliki efek tokolisis yang adekuat, dengan efek merugikan yang lebih kecil terhadap ibu dan janin.

3.6. Blok Kanal Kalsiumobat-obatan ini mengganggu transfer ion kalsium melalui membran sel myometrium. Obat ini menurunkan kadar kalsium bebas intraseluler dan memicu relaksasi myometrium (2-4). Nifedipine adalah obat yang paling sering digunakan untuk menghambat kelahiran preterm dengan dosis harian 30-60 mg/hari. Percobaan randomisasi kontrol melaporkan efek tokolitik yang mirip antara nifedipine dibandingkan agonis reseptor adrenergik (20). Sayangnya, tidak ada penelitian plasebo-kontrol yang telah dilakukan untuk membuktikan hal ini. tinjauan meta-analisis dari Cochrane Database yang dipublikasikan tahun 2003, melaporkan penurunan angka kelahiran dalam 7 hari pengobatan serta penurunan insiden terjadinya sintroma distress pernafasan pada neonatus (21). Sebuah tinjauan sistematik terbaru, berdasarkan 26 percobaan dan 2179 pasien, menegaskan bahwa terdapat efisiensi yang lebih tinggi dan efek samping yang lebih rendah pada kelompok yang diberi nifedipine, dibandingkan dengan kelompok pasien yang diberikan obat agonis reseptor adrenergik(22). Data-data ini menegaskan bahwa nifedipine adalah obat tokolitik yang efisien, dengan pemberian per-oral yang mudah, efek samping yang sedikit, serta rasio komplikasi pada neonatus yang rendah. Namun, nifedipine harus diberikan secara hati-hati pada pasien dengan kondisi kardiovaskular yang rentan, karena dapat menjadi resiko terjadinya oedem pulmo dan gagal jantung (5).

3.7. Progesteron dan 17--Hydroxyprogesterone CaproateProgesteron adalah hormon steroid yang disekresi oleh corpus luteum dan plasenta, setelah usia gestasi 8 minggu. Progesteron memiliki efek fisiologis yang menyebabkan uterus menjadi pasif, hal ini diperantarai oleh pengaruhnya secara langsung terhadap konsentrasi kalsium intraseluler dan sintesis prostaglandin (1,2,5,9). Beberapa percobaan acak/randomized trial melaporkan bahwa terdapat penurunan insiden kelahiran preterm secara signifikan pada pasien yang beresiko, yang diobati setiap minggu dengan 17--Hydroxyprogesterone Caproate intramuskular (23) atau diberi progesteron mikronised setiap hari secara pervaginam (24,25) mulai usia kehamilan 24 minggu sampai usia kehamilan 34 minggu. Namun, pengobatan ini tidak menunjukkan keuntungan dalam hal mortalitas dan morbiditas perinatal (2,5, 23-25). Pemberian progesteron pervaginam memiliki efek samping yang lebih rendah seperti rasa kantuk dan nyeri kepala (4,5). Meskipun pengobatan ini tampaknya efektif untuk pasien yang memiliki riwayat kelahiran preterm sebelumnya atau untuk pasien dengan cervix yang pendek, penting dilakukan pengumpulan data lebih banyak dalam percobaan randomisasi kontrol yang luas, untuk menegaskan keuntungan potensial obat ini dalam hal mencegah kelahiran preterm. 3.8. Antibiotik Infeksi adalah salah satu faktor penyebab kelahiran preterm dengan insiden 20-40 %, khususnya pada usia gestasi kurang dari 30 minggu (1,2). Antibiotik yang digunakan untuk mencegah kelahiran preterm telah diteliti secara luas (5,28-30). Pada keadaan kelahiran preterm dengan membran intact, pemberian antibiotik profilaksis tidak direkomendasikan karena hanya sedikit bukti yang menunjukkan keuntungan dari pemberian antibiotik pada keadaan tersebut (28). Akan tetapi jika terdapat ruptur membran pada kelahiran preterm / preterm rupture of the membranes (PROM), sebuah meta-analysis yang berdasarkan 22 penelitian meliputi lebih dari 6000 pasien, menunjukkan penurunan rasio kelahiran preterm dan chorioamnionitis pada kelompok yang diberi antibiotik (29). Komplikasi terhadap neonatus juga ditemukan lebih rendah pada kelompok ini (4,29). Pada kasus bakterial vaginosis pada kehamilan, antibiotik diberikan untuk membasmi infeksi namun tidak menunjukkan pengaruh terhadap insiden kelahiran preterm (30). Kesimpulannya, PROM adalah satu-satunya indikasi yang terbukti secara klinis untuk penggunaan antibiotik dalam hal mencegah kelahiran preterm (29).4. DiskusiTerdapat banyak intervensi yang mungkin dilakukan yang bertujuan menanggulangi multifaktorial sindrom yang disebut kelahiran preterm. Seperti yang telah dijelaskan disini, hanya beberapa obat yang telah terbukti efektif dalam mempengaruhi proses kontraksi, namun tidak ada bukti yang jelas yang berhubungan dengan peningkatan kondisi neonatus pasca kelahiran. Beberapa obat digunakan sebagai terapi tunggal lini pertama seperti agonis reseptor adrenergik dan atosiban di Eropa (11,12). Pada kasus-kasus berat, kombinasi terapi dapat diberikan namun harus dibatasi karena efek merugikan yang mungkin terjadi. Sebuah studi prospektif oleh orang Belanda yang mengacu pada 1920 wanita, melaporkan bahwa secara keseluruhan, insiden terjadinya efek merugikan yang berat menjadi dua kali lipat pada pemberian obat secara kombinasi (27). Tinjauan terhadap literatur menunjukkan bahwa masih kurangnya data yang tersedia mengenai beberapa terapi seperti efektivitas progesterone (dimana belum ada bukti pada riwayat pengobatan sebelumnya) dan peran antibiotik, bed rest, dan terapi pemeliharaan (5,31).Kondisi spesifik yang didiskusikan: pada kehamilan multipel, peningkatan volume darah, dan anemia, mungkin merupakan predisposisi oedem pulmo ketika obat-obatan tokolitik diberikan seperti agonis reseptor adrenergik, magnesium sulfat, dan calcium channel blocker. Pada kehamilan preterm ini, atosiban, dengan insiden efek sampingnya yang rendah, dipandang sebagai pilihan yang paling aman.Peranan tokolitik pada PROM memungkinkan perpanjangan usia kehamilan kaitannya untuk pemberian kortikosteroid, namun tidak dilaporkan bahwa tokolitik tersebut dapat meningkatkan keadaan neonatus yang lahir secara signifikan (32). Apakah terapi jangka panjang efektif? Tidak ada bukti klinis pada percobaan-percobaan yang dipublikasikan maupun pada tinjauan sistematis yang membenarkan pemberian terapi tokolitik selain atosiban untuk terapi pemeliharaan (31).Sebuah tinjauan kritis tentang tokolisis menitikberatkan pada resiko potensial yang mungkin terjadi sehingga kelahiran preterm perlu ditunda, khususnya dalam hal proses infeksius atau proses inflamasi yang mungkin terjadi, dan tinjauan tersebut tidak membuktikan efek tokolisis terhadap peningkatan kondisi neonatus karena tokolisis sering dihubungkan dengan pemberian kortikosteroid (26).5. kesimpulanPrevalensi kelahiran preterm meningkat selama beberapa dekade terakhir dan itu merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam permasalahan kesehatan masyarakat. Penanggulangan dengan obat-obatan tokolitik bertujuan untuk menghentikan kontraksi uterus dan untuk mencegah resiko yang mungkin terjadi pada neonatus, sehubungan dengan prematuritas dengan membawa wanita hamil ke pusat pelayanan kesehatan tersier dan dengan pemberian kortikosteroid (1,2,7).

Table 1: pengaruh pemberian obat-obatan tokolitikObatPengaruh Hasil Efek sampingpenelitian

AdRAManurunkan cAMPMenunda kelahiran 2-7 hari-kardiovaskular-metabolikRCT [5, 11, 12]Meta-analysis [2, 10]

Donor NOMeningkatkan cGMPMenunda kelahiran 2 harikardiovaskularSmall series [2, 5]

MgSO4Menurunkan IC Ca++-tidak memiliki efek tokolitik

-europrotektif terhadap janin-neurologis-metabolik-kematian perinatalRCT, meta-analysisMetabolic [2, 46, 13, 14]

RCT [15, 16]

PgSIPada Gap junctionMenurunkan IC Ca++Menunda kelahiran 2-7 hari-gastrointestinal-fungsi ginjal janin-penutupan prematur ductus arteriosus RCT, meta-analysis [2, 46, 17, 18, 26]

Agonis reseptor oxytocinKompetisi dalam hal pengikatan reseptorEfisiensi kontroversial-IUGR?-Mortalitas?-Efek samping sedikitReview [2]RCT, meta-analysis[4, 5, 9, 11, 12, 19, 27]

Ca++ CBMenurunkan IC Ca++

-Menunda kelahiran 7 hari-menurunkan morbiditas neonatusKardiovaskular RCT tanpa plasebo

RCT Perbandingan[2, 4, 9, 2022]

ProgesteroneMenurunkan IC Ca++

Menurunkan sintetis prostaglandinMenurunkan kelahiran preterm pada pasien-pasien beresiko tinggiSedatif Cytolysis liverRCT [23, 25]

[24, 26]

Tinjauan kami terhadap beberapa penelitian dan meta-analisis dilaporkan pada tabel 1, menegaskan effikasi agonis reseptor adrenergik, inhibitor prostagrandin-sinthetase, dan atosiban untuk menunda kelahiran selama 24-48 jam (2,5,6,10,11,17).Dalam hal keamanan ibu dan janin, keseluruhan prevalensi dari efek samping yang berat yang berhubungan dengan tokolisis adalah sekitar 1% dan lebih sering terjadi pada penggunaan obat secara kombinasi, kehamilan multipel, ruptur membran preterm(PROM) (27). Atosiban adalah obat pilihan utama kami dalam hal keamanannya, diikuti inhibitor prostaglandin-synthase dan nifedipine.(2,5,6,12,27)Untuk masa yang akan datang, perkembangan obat-obat tokolitik seharusnya bertujuan untuk mencapai keberhasilan yang lebih baik dalam hal memperpanjang usia kehamilan serta memberikan efek merugikan/berlawanan yang lebih rendah. Pemahaman yang lebih baik terhadap pengaturan kontraksi myometrium dan deteksi terhadap parameter ibu dan janin yang spesifik seharusnya digunakan untuk strategi obat-obatan tokolitik yang baru. Generasi terakhir dari antagonis reseptor oxytocin seperti barusiban bisa lebih efisien dan memiliki afinitas yang lebih rendah terhadap reseptor vasopressin (9). Inhibitor COX-2 spesifik atau coxib, antagonis reseptor prostaglandin, dapat menjadi alternatif tokolitik. (2,4,9,18).