referat persalinan preterm

54
BAB I PENDAHLUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas perinatal di seluruh dunia. Persalinan preterm menyebabkan mortalitas 70% perinatal dan neonatal, dan morbiditas jangka panjang, yang meliputi retardasi mental, serebral palsi, gangguan perkembangan, seizure disorder, kebutaan, hilangnya pendengaran, dan gangguan non neurologis, seperti penyakit paru kronis dan neuropati. Oleh karena itu persalinan preterm bukan hanya menjadi masalah obstetri yang paling umum tapi dapat menjadi masalah obstetri yang paling serius (Rima, 2010). Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu, dimana terjadi kontraksi uterus yang teratur yang berhubungan dengan penipisan dan dilatasi serviks. Terdapat definisi lain tentang persalinan preterm, yaitu persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 dan 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Bayi yang lahir 1

Upload: nur-darda-hajatulail

Post on 11-Dec-2015

68 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

cc

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Persalinan Preterm

BAB I

PENDAHLUAN

1.1 Latar Belakang

Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas

perinatal di seluruh dunia. Persalinan preterm menyebabkan mortalitas 70% perinatal

dan neonatal, dan morbiditas jangka panjang, yang meliputi retardasi mental, serebral

palsi, gangguan perkembangan, seizure disorder, kebutaan, hilangnya pendengaran, dan

gangguan non neurologis, seperti penyakit paru kronis dan neuropati. Oleh karena itu

persalinan preterm bukan hanya menjadi masalah obstetri yang paling umum tapi dapat

menjadi masalah obstetri yang paling serius (Rima, 2010).

Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi pada usia

kehamilan kurang dari 37 minggu, dimana terjadi kontraksi uterus yang teratur yang

berhubungan dengan penipisan dan dilatasi serviks. Terdapat definisi lain tentang

persalinan preterm, yaitu persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 dan 37

minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Bayi yang lahir prematur memiliki

berat badan lahir rendah dan hubungan antara umur kehamilan dengan berat badan lahir

mencerminkan kecukupan pertumbuhan intra uterin (Cunningham, 2012).

.Angka kejadian persalinan preterm umumnya bervariasi antara 6 – 15% pada

seluruh persalinan. Diperkirakan terdapat 12.870 persalinan preterm per 1000 kelahiran

di seluruh dunia (9,6%), di USA kejadian persalinan preterm adalah 12 -13%. di Afrika

terdapat 4.047 persalinan preterm per 100 kelahiran (11,9%) di Eropa sebesar 466 per

1000 kelahiran (6,2%), di Asia 6.097 per 1000 kelhiran atau 9,1%, dan di Asia

Tenggara 6.097 per 1000 kelahiran (11,1%) (Stacy et al, 2010). Di Indonesia belum ada

1

Page 2: Referat Persalinan Preterm

angka yang secara nasional menunjukkan kejadian persalinan preterm, namun pernah

dilaporkan angka kejadian persalinan preterm di rumah sakit di Jakarta sebesar 13,3%

dan di rumah sakit di bandung sekitar 9,9% pada tahun 2001 (Rima, 2010).

Di Amerika Serikat pada tahun 2005, 28.384 bayi meninggal pada tahun

pertama kehidupan mereka, kelahiran kurang bulan terkait dengan dua per tiga kematian

ini. Angka kelahiran kurang bulan pernah menjadi penyumbang terbesar kematian bayi

di Amerika Serikat. Berbagai jenis morbiditas terutama dikarenakan sistem organ yang

imatur secara signifikan meningkat pada bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37

minggu dibandingkan dengan bayi yang lahir aterm (Cunningham, 2012).

Keberhasilan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal yang

berhubungan dengan persalinan preterm memerlukan identifikasi faktor resiko.

Sehingga diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang faktor – faktor resiko

psikososial, etiologi, dan mekanisme persalinan preterm (Rima, 2010).

2

Page 3: Referat Persalinan Preterm

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi sebelum usia

kehamilan 37 minggu atau kurang dari 259 hari sejak hari pertama haid terakhir

(C.Hubinont, 2011). Partus prematurus atau persalinan prematur juga diartikan sebagai

dimulainya kontraksi uterus yang teratur disertai pendataran dan atau dilatasi serviks

serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu

(kurang dari 259 hari) dari hari pertama haid terakhir (Oxorn, 2010). Himpunan

Kedokteran Fetomaternal (POGI) di Semarang menetapkan bahwa persalinan preterm

adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22 – 37 minggu (Rima, 2010).

2.2 Epidemiologi

Kejadian persalinan preterm tidak merata disetiap wanita hamil. Dari suatu

penelitian didapatkan bahwa kejadian persalinan preterm pada wanita dengan kulit

hitam adalah 2 kali lebih banyak dibandingkan ras lain di Amerika Serikat. Penyebab

prematuritas adalah terkait multifaktorial. Persalinan preterm wanita kulit putih lebih

banyak berupa persalinan preterm spontan dengan selaput ketuban utuh, sedangkan

pada wanita kulit hitam umumnya didahului dnegan ketuban pecah dini. Persalinan

preterm juga dapat dibagi menurut usia kehamilan, sekitar 5% persalinan preterm terjadi

pada usia kurang dari 28 minggu (extreme prematurity), sekitar 15% terjadi pada usia

kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada usia 32-33 minggu

(moderate prematurity), dan 60-70% pada usia 34-36 minggu (near term) (Rima, 2010.)

3

Page 4: Referat Persalinan Preterm

Diperkirakan terdapat 12.870 persalinan preterm per 1000 kelahiran di seluruh

dunia (9,6%), di USA kejadian persalinan preterm adalah 12 -13%. di Afrika terdapat

4.047 persalinan preterm per 100 kelahiran (11,9%) di Eropa sebesar 466 per 1000

kelahiran (6,2%), di Asia 6.097 per 1000 kelhiran atau 9,1%, dan di Asia Tenggara

6.097 per 1000 kelahiran (11,1%) (Stacy et al, 2010). Angka kejadian persalinan

prematur di Indonesia pada taun 1983 adalah 18,5% dan pada tahun 1995 menurun

menjadi 14,2%. Menurut data terakhir pada tahun 2005 jumlah persalinan prematur di

Indonesia adalah 10% (Oxorn, 2010).

Prematuritas dewasa ini menjadi merupakan faktor tersering terkait morbiditas

dan mortalitas bayi. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi – bayi prematur,

gangguan respirasi menyebabkan kematian sebesar 44% pada bayi usia kurang dari 1

bulan. Jika berat bayi kurang dari 1000 gram maka angka kematian naik menjadi 74%.

Karena lunaknya tulang tengkorak serta immaturitas, bayi prematur lebih rentan

terhadap kompresi kepala. Perdarahan intrakranial lebih sering terjadi pada bayi

prematur dibandikan dengan bayi aterm (Oxorn, 2010). Setiap tahun sekitar 4 juta bayi

meninggal dalam 4 minggu pertama kehidupan (periode neonatal). Secara global

diperkirakan penyebab langsung kematian neonatal adalah prematuritas (28%), infeksi

berat 26%, dan asfiksia 28%. Persalinan preterm spontan paling sering terjadi pada ibu

dengan kulit putih, sedangkan ketuban pecah prematur adalah penyebab paling sering

terjadinya persalinan preterm pada ibu kulit hitam (Cunningham, 2012).

2.3 Etiologi dan Patofisiologi

Penyebab persalinan preterm untuk semua kasus adalah berbeda – beda.

Persalinan preterm, merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi keadaan

4

Page 5: Referat Persalinan Preterm

obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik memiliki pengaruh terhadap terjadinya

persalinan preterm. Kadang hanya resiko tunggal dijumpai seperti distensi berlebih

uterus, ketuban pecah dini atau trauma (Sarwono, 2010).

Beberapa faktor resiko terjadinya persalinan preterm adalah abortus yang

mengancam, faktor gaya hidup seperti merokok, pertambahan berat badan ibu yang

tidak adekuat, penggunaan narkoba. Faktor maternal lain yang terlibat adalah usia ibu

terlalu muda atau terlalu tua, tubuh pendek, kesenjangan ras dan etnik, hiperaktivitas

selama kehamilan, faktor genetik, penyakit periodontal, cata lahir, interval antara

kehamilan sebelumnya dan saat ini, serta riwayat persalinan preterm pada kehamilan

sebelumnya (Cunningham, 2012).

Tabel 1. Faktor resiko persalinan preterm

Terdapat empat penyebab utama untuk kelahiran kurang bulan di Amerika

Serikat. yaitu :

5

Page 6: Referat Persalinan Preterm

1. Persalinan atas indikasi ibu atau janin sehingga persalinan diinduksi atau bayi

dilahirkan dengan persalinan sesar.

2. Persalinan kurang bulan spontan tak terjelaskan dengan selaput ketuban utuh.

3. Ketuban pecah dini preterm (PPROM) idiopatik

4. Kelahiran kembar dan multijanin yang lebih banyak

Pada persalinan preterm, 30 – 35% teridentifikasi, sebanyak 40 – 45% dikarenakan

persalinan kurang bulan spontan dan 30-35% karena PPROM (Cunningham, 2012).

Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang

merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan

perubahan serviks, yaitu aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada

ibu maupun janin, akibat stress pada ibu ataupun janin, inflamasi desidua-korioamnion

atau sistemik akibat infeksi ascenden dari traktus genitourinari atau infeksi sistemik,

perdarahan desidua, peregangan uterus patologik, kelainan pada uterus atau serviks.

Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan preterm harus

dicermati beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kontraksi, menyebabkan

persalinan prematur (Sarwono, 2010).

1. Indikasi Medis dan Obstetris

Preeklampsia, distress janin, kecil masa kehamilan, dan solusio plasenta

merupakan indikasi paling umum atas intervensi medis yang mengakibatkan persalinan

preterm. Penyebab lain yang kurang umum adalah hipertensi kronik, plasenta previa,

perdarahan tanpa sebab yang jelas, diabetes, penyakit ginjal, isoimunisasi RH, dan

malformasi kongenital (Cuningham, 2012).

6

Page 7: Referat Persalinan Preterm

2. Ketuban Pecah Dini Preterm

Didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum persalinan dan sebelum usia

kehamilan 37 minggu, ketuban pecah dini prematur dapat disebabkan oleh beragam

mekanisme patologis termasuk infeksi intraamnion. Faktor lain yang terlibat adalah

indeks massa tubuh yang rendah krang dari 19,8, kurang gizi, dan merokok. Wanita

dengan riwayat ketuban pecah dini preterm sebelumnya memiliki resiko yang tinggi

terjadinya rekurensi pada kehamilan berikutnya. Namun kebanyakan kasus ketuban

pecah preterm terjadi tanpa faktor resiko (Cuningham, 2012).

3. Persalinan Kurang Bulan Spontan

Persalinan kurang bulan spontan dikaitkan dengan beberapa hal, yaitu

withdrawal progesteron, inisiasi oksitosin, dan aktivitas desidua. Teori withdrawal

progesteron menjelaskan bahwa semakin mendekati proses persalinan sumbu adrenal

janin menjadi lebih sensitif terhadap adrenokortikotropik sehingga meningkatkan

sekeresi kortisol. Kortisol janin merangsang aktivitas 17-α hidroksidase plasenta

sehingga mengurangi sekresi progesteron dan meningkatkan produksi estrogen. Kondisi

ini menyebabkan peningkatan pembentukan prostaglandin yang memicu persalinan

preterm (Goldenberg et al, 2008).

Sebuah jalur penting menyebabkan inisiasi persalinan melibatkan aktivasi

inflamasi desidua. Pada kasus persalinan preterm, aktivasi desidua tampaknya muncul

pada kauss perdarahan intrauterin atau infeksi intrauteri (Louis J, 2010).

7

Page 8: Referat Persalinan Preterm

4. Infeksi Intra Uterin

Infeksi intra uterin merupakan salah satu penyebab terjadinya persalinan

preterm. Infeksi bakterial dalam uterus dapat terjadi antara jaringan maternal dan fetal

membran (dalam koriodesidual space), dalam fetal membran (amnion dan korion),

dalam placenta, dalam cairan amnion, dalam tali pusat. Infeksi pada fetal membran

disebut korioamnionitis, infeksi pada tali pusat disebut funisitis, infeksi pada cairan

amnion disebut amnionitis. Infeksi jarang terjadi pada kehamilan prematur akhir (34-36

minggu), dan lebih sering terjadi pada usia kehamilan kurang dari 30 minggu (Franklin.

2000).

Gambar 1. Tempat potensial terjadinya infeksi bakteri intrauterin

Ada beberapa jalur yang dapat menyebabkan masuknya bakteri ke dalam uterus.

Bakteri dapat berasal dari migrasi dari kavum abdomen melalui tubafallopi, infeksi dari

8

Page 9: Referat Persalinan Preterm

jarum amnionsintesis yang terkontaminasi, secara hematogen melalui plasenta, atau

melalui serviks dari vagina. Pada persalinan preterm dengan membran yang utuh bakteri

yang paling banyak ditemukan adalah Ureaplasma urealitycum, Mycoplasma hominis,

Gardnerella vaginalis, peptostretococcus, dan spesies bakterioides (Franklin, 2000).

Organisme yang sering berhubungan dengan infeksi saluran genital pada wanita tidak

hamil Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis, jarang ditemukan dalam

uterus sebelum pecah ketuban, sedangkan bakteri yang sangat sering berhubungan

dengan korioamnionitis dan infeksi janin setelah pecah ketubah, group B streptococci

dan Escherichia coli, hanya ditemukan kadang-kadang. Jarang, organisme saluran non

genital, seperti organisme di mulut genus capnocitophaga, ditemukan di dalam uterus

yang berhubungan dengan persalinan prematur dan korioamnionitis.

Organisme ini mencapai uterus dapat melalui plasenta dari sirkulasi atau

mungkin dengan kontak oral genital. Meskipun demikian, kebanyakan bakteria yang

ditemukan dalam uterus dalam hubungannya dengan persalinan prematur berasal dari

vagina. Bakteri dari vagina menyebar secara ascendens pertama kali ke dalam ruang

koriodesidua. Pada beberapa wanita, organisme ini melewati membran korioamniotik

yang intak ke dalam cairan amnion, dan beberapa fetus akhirnya menjadi terinfeksi.

Bukti infeksi melalui rute ini berasal dari penelitian 609 wanita yang fetusnya

dilahirkan dengan seksio sesar sebelum pecah ketubah. Setengah dari 121 wanita

dengan kultur membran positif juga memiliki organisme dalam cairan amnion. Sebagian

kecil fetus memiliki kultur darah atau cairan serebrospinal yang positif saat persalinan.

Wanita dengan kultur membran positif memiliki respon peradangan yang aktif, seperti

diinfikasikan oleh temuan leukosit histologis pada membran dan adanya konsentrasi

interleukin 6 yang tinggi dalam cairan amnion. Temuan ini mungkin menjelaskan

9

Page 10: Referat Persalinan Preterm

kenapa wanita dengan kultur cairan amnion negatif tetapi dengan konsentrasi sitokin

yang tinggi dalam cairan amnion resisten terhadap obat tokolitik. Tampaknya, wanita

ini sering memiliki infeksi dalam korioamnion, suatu tempat yang tidak boleh dikultur

sebelum persalinan.

Waktu terjadinya infeksi

Bukti terakhir menunjukkan bahwa infeksi intrauterine mungkin terjadi jauh

lebih awal saat hamil dan masih tidak terdeteksi selama beberapa bulan. Sebagai contoh

U. urealyticum telah terdeteksi pada beberapa sampel cairan amnion yang diperoleh dari

analisis kromosom rutin pada usia kehamilan 15 – 18 minggu. Kebanyakan wanita ini

melakukan persalinan sekitar usia kehamilan 24 minggu. Lebih lanjut, konsentrasi

interlekin 6 yang tinggi dalam cairan amnion pada minggu 15 – 20 berhubungan dnegan

persalinan prematur spontan setelat 32 – 34 minggu.

Contoh lain yang menunjukkan infeksi kronik, konsentrasi fibronektin yang

tinggi dalam cerviks atau vagina pada usia kehamilan 24 minggu (yang

dipertimbangkan sebagai marker infeksi saluran genitalia atas) berhubungan dengan

terjadinya korioamnionitis rata-rata 7 minggu kemudian. Akhirnya, beberapa wanita

yang tidak hamil dengan vaginosis bakterialis memiliki kolonisasi intrauterin yang

berhubungan dengan endometritis sel plasma kronik. Sehingga memungkinkan bahwa

kolonisasi intrauterine yang berhubungan dengan persalinan prematur spontan tampak

saat konsepsi. Penting untuk menekankan bahwa kebanyakan infeksi saluran genitalia

atas masih asimptomatik dan tidak berhubungan dengan demam, uterus yang bengkak

atau leukositosis darah tepi.

10

Page 11: Referat Persalinan Preterm

Mekanisme persalinan prematur akibat infeksi

Data dari penelitian hewan, in vitro dan manusia seluruhnya memberikan

gambaran yang konsisten bagaimana infeksi balteri menyebabkan persalinan prematur

spontan (gambar 3). Invasi bakteri pada rongga koriodesidua, menyebabkan pelepasan

endotoksin dan eksotoksin, mengaktivasi desidua dan membran janin untuk

menghasilkan sejumlah sitokin, termasuk including tumor necrosis factor, interleukin-1,

interleukin-1ß, interleukin-6, interleukin-8, dan granulocyte colony-stimulating factor.

Selanjutnya, cytokines, endotoxins, dan exotoxins merangsang sistesis dan pelepasan

prostaglandin dan juga mengawali chemotaxis, infiltrasi, dan aktivasi neutrofil.

Prostaglandin merangsang kontraksi uterus sedangkan metalloprotease menyerang

membran korioamnion yang menyebabkan pecah ketuban. Metalloprotease juga

meremodeling kolagen dalam serviks dan melembutkannya (Franklin, 2000).

Terdapat jalur lain yang memiliki peranan yang hampir sama. Sebagai contoh,

prostaglandin dehydrogenase dalam jaringan korionik menginaktivasi prostaglandin

yang dihasilkan dalam amnion yang mencegahnya mencapai miometrium dan

menyebabkan kontraksi. Infeksi korionik yang menurunkan aktivitas dehidrogenase ini

menyebabkan peningkatan kuantitas prostaglandin untuk mencapai miometrium (Rima,

2010).

Jalur lain dimana infeksi menyebabkan persalinan prematur melibatkan janin itu

sendiri. Pada janin dengan infeksi, peningkatan produksi corticotropin-releasing

hormone menyebabkan meningkatnya sekresi kortikotropin janin, yang kemudian

meningkatkan produksi kortisol adrenal fetus. Sekresi kortisol yang tinggi

menyebabkan meningkatnya produksi prostaglandin. Contoh lain yaitu ketika fetus itu

sendiri terinfeksi, produksi sitokin fetus meningkat dan waktu untuk persalinan jelas

11

Page 12: Referat Persalinan Preterm

berkurang. Namun, kontribusi relatif kompartemen maternal dan fetal terhadap respon

peradangan keseluruhan tidak diketahui (Rima, 2010).

Gambar 2. Alur kolonisasi bakteri koriodesidua yang menyebabkan persalinan

prematur

Marker infeksi

Infeksi intrauterine sering bersifat kronik dan biasanya asimptomatik hingga

persalinan dimulai atau pecah ketubah. Bahkan selama persalinan, kebanyakan wanita

yang menunjukkan korioamnionitis kemudian (dengan temuan histologis dan kultur)

tidak memiliki gejala selain dari persalinan prematur – tidak demam, nyeri perut atau

12

Page 13: Referat Persalinan Preterm

leukositosis darah tepi dan biasanya tidak terdapat takikardia janin. Zat yang ditemukan

dalam kuantitas abnormal dalam cairan amnion dan di tempat lain pada wanita dengan

infeksi intrauterine dijelaskan dalam tabel 1 (Rima, 2010).

Tabel 2. Marker infeksi intrauterin

5. Aktivasi Aksis Hipothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) Ibu dan Janin

Stress didefiniskan sebagai tantangan baik psikologis ataupun fisik yang

mengancam ataupun mengancam hemostasis pasien akan mengakibatkan aktivasi

prematur Hipothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) janin atau ibu. Stress semakin diakui

sebagai faktor resiko penting terjadinya persalinan preterm. Neuroendrokin, kekebalan

tubuh, proses perlilaku (seperti depresi) telah dikaitkan dengan kejadian persalinan

13

Page 14: Referat Persalinan Preterm

preterm akibat stress. Proses aktivasi prematur HPA dimediasi oleh corticothropine

releasing hormone (CRH) plasenta. Dalam sebuah hasil penelitian in vivo ditemukan

hubungan yang signifikan antara stress psikososial ibu dengan kadar CRH, ACTH, dan

kortisol plasma ibu. Menurut Hobel dkk, dibandingkan dengan wanita yang melahirkan

aterm, wanita yang preterm memiliki kadar CRH yang meningkat signifikan dengan

mempercepat peningkatan kadar CRH selama kehamilan (Rima, 2010).

Pada persalinan preterm aksis HPA ibubdapat mendorong ekspresi CRH

plasenta. CRH plasenta menstimulasi janin untuk mensekresi kortisol dan

dehydroepiandrosterone synthase (DHEA-S) melalui aktivasi aksis HPA janin dan

menstimulasi plasenta untuk mensisntesis estriol dan prostaglandin, sehingga

mempercepat persalinan preterm (Rima, 2010).

6. Perdarahan Desidua (Desidual Hemmorrage/thrombosis)

Perdarahan desidu dapat menyebabkan persalinan preterm. Lesi vaskuler dari

plasenta biasanya dihubungkan dengan persalinan preterm dan ketuban pecah dini. Lesi

plasenta dilaporkan terjadi pada 34% wanita dengan persalinan preterm. Lesi ini dapat

dikarakteristikkan sebagai kegagalan transformasi fisiologis dari arteri spiralis,

atherosis, dan trombosis arteri ibu atau janin. Diperkirakan mekanisme yang

menghubungkan lesi vaskuler dengan persalinan preterm adalah iskemi uteroplasenta.

Meskipun patofisiologinya belum jelas tetapi trombin diduga memegang peranan utama

(Rima, 2010).

Terlepas dari peran penting dalam koagulasi, trombin merupakan protease

multifungsi yang memunculkan aktivitas kontraksi dari vaskuler dan otot halus

14

Page 15: Referat Persalinan Preterm

myometrium. Trombin mestimulasi kontraksi otot polos longitudinal myometrium

(Rima, 2010).

Tabel 3. Etologi dan jalur persalinan preterm yang diakui secara umum (Rima, 2010)

2.4 Diagnosis

1. Anamnesis

Anamnesis diperlukan untuk mencari faktor resiko. Faktor resiko ini penting dan

dalam kaitannya dengan terjadinya persalinan preterm. Berikut adalah beberapa faktor

resiko terjadinya persalinan preterm : (Rima, 2010)

1. Faktor resiko mayor :

a. Kehamilan multipel

b. Polihidramniom

c. Anomali uterus

d. Dilatasi serviks > 2cm pada usia kehamilan 32 minggu

e. Riwayat abortus 2 kali atau lebih pada trimester II

f. Riwayat persalinan preterm sebelumnya

15

Page 16: Referat Persalinan Preterm

g. Riwayat menjalani prosedur operasi pada serviks (cone biopsy, loop electrosurgical

excision procedure)

h. Penggunaan cocain dan amphetamine

i. Operasi besar pada abdomen .

2. Faktor resiko minor

a. Perdarahan pervaginam setelah 12 minggu

b. Riwayat pyelonefritis

c. Merokok

d. Riwayat abortus

Pasien tergolong reiko tinggi apabila ditemukan lebih dari satu faktor resiko

mayor atau dua atau lebih fator resiko minor, atau keduanya. Disamping faktor resiko di

atas faktor resiko lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat sosiobiologi (usia ibu,

jumlah anak, obesitas, status sosioekonomi yang rendah, ras, stress lingkungan) dan

komplikasi kehamilan lainnya (infeksi maternal, preeklampsia-eklampsia, plasenta

previa, kehamilan yang diperolh melalui bantuan medikasi, terlambat atau ridak

melakukan asuhan antenatal) (Rima, 2010).

16

Page 17: Referat Persalinan Preterm

Gambar 2. Mekanisme persalinan preterm pada kehamilan ganda

2. Gejala Klinis

Sering terjadi kesulitan dalam diagnosis ancaman persalinan preterm.

Differensiasi dini antara persalinan palsu dengan persalinan sebenarnya sulit ditentukan

sebelum adanya pendataran dan dilatasi serviks. Kontraksi uterus sendiri sulit dibedakan

karena adanya kontraksi braxtons hicks. Kontraksi ini digambarkan sebagai kontraksi

yang tidak teratur, tidak ritmis, tidak begitu sakit atau tidak sakit sama sekali, namun

dapat menimbulkan keraguan besar dalam diagnosis persalinan preterm. Tidak jarang

wanita yang melahirkan sebelum aterm memiliki kontraksi yang mirip dengan braxtons

hicks yang mengarahkan ke diagnosis yang salah, yaitu persalinan palsu. Beberapa

kriteria yang dapat dipakai sebagai ancaman persalinan preterm :

a. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau 140 dan 259 hari.

b. Kontraksi uterus (his) yang teratur yaitu berulang 7-8 kali atau 2-3 kali dalam 10

menit.

17

Page 18: Referat Persalinan Preterm

c. Merasakan gejala seperti kaku di perut, menyerupai rasa kaku seperti menstruasi, rasa

tekanan intrapelvik, nyeri punggung bawah (low back pain).

d. Mengeluarkan lendir bercampu darah pervaginam.

e. Pemeriksaan dalam menunjukkan serviks telah mendatar 50-80%, atau telah terjadi

pembukaan sedikitnya 2 cm.

f. Selaput amnion sering kali telah pecah.

g. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika (Cunningham, 2012).

Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The

American College of Obstreticians and Gynecologists, adalah sebagai berikut :

a. Kontraksi yang terjadi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit dan

perubahan progresif pada serviks.

b. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm.

c. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.

3. Perubahan serviks

a. Dilatasi serviks

Dilatasi serviks asimtomatik setelah pertengahan masa kehamilan diduga

sebagai fator resiko persalinan preterm (Cunningham, 2012).

b. Panjang serviks

Serviks memegang peranan ganda pada kehamilan. Serviks mempertahankan isi

uterus terhadap pengaruh gravitasi dan tekanan intrauterin sampai persalinan, dan

serviks akan berdilatasi untuk memungkinkan isi uterus untuk melewatinya selama

proses persalinan.

18

Page 19: Referat Persalinan Preterm

Kompetensi serviks tergantung pada kestuan antara anatomi dan komposisi

biokimia dari serviks. Salah satu indikator dini dari inkompetensia serviks adalah

terjadinya pemendekan dari serviks. Berdasarkan hasil penelitian dengan

ultrasounografi sebagai prediktor persalinan preterm menentukan bahwa panjang

serviks kurang dari 25 mm pada usia kehamilan 24-28 minggu dapat meningkatkan

resiko persalinan preterm (Rima, 2010).

c. Inkompetensia Serviks

Inkompetensia serviks adalah diagnosis klinis yang ditandai dengan dilatasi

serviks berulang, tanpa rasa sakit, dan kejadian kelahiran spontan pada midtrimester

tanpa adanya pecah ketuban spontan, peradarahan, ataupun infeksi. Dilatasi serviks ini

dapat diiikuti prolaps dan menggembungnya membran janin ke dalam vagina, dan

akhirnya ekspulsi janin imatur. Penyebab inkompetensia serviks ini belum jelas, namun

terkait dengan riwayat trauma pada serviks seperti dilatasi , kuretase, kauterisasi (Rima,

2010).

2.4.1 Indikasi Wanita yang beresiko mengalami persalinan preterm

Cara utama untuk mengurangi resiko persalinan preterm dapat dilakukan sejak

awal, sebelum tanda – tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan pasien

yang beresiko, untuk diberi penjelasan dan penilaian klinik terhadap persalinan preterm

serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan pencegahan dapat segera

dilakukan. Pemeriksaan serviks mempunyai manfaat yang cukup besar dalam

memprediksi terjadinya persalinan preterm. Bila dijumpai serviks pendek (< 1cm) yang

disertai dengan pembukaan yang merupakan tanda serviks matang/inkompetensia

19

Page 20: Referat Persalinan Preterm

serviks, maka pasien tersebut dikatakan memiliki resiko mengalami persalinan preterm

3-4 kali (Cunningham, 2012).

Berikut adalah beberapa metode untuk mengenali wanita yang beresiko

mengalami persalinan preterm :

1. Estriol Saliva

Beberapa peneliti telah melaporkan adanya kaitan antara estriol saliva ibu

dengan persalinan preterm. Hal ini dapat dijelaskan melalui penelitian mengenai

fisiologi proses persalinan, yang menunjukkan peranan aksis hipotalamus – pituitari –

adrenal (HPA) janin sehingga menyebabkan peningkatan produksi estriol plasenta sejak

dimulainya persalinan. Diperkirakan pada kehamilan manusia, aktivasi prematur dari

aksis HPA pada persalinan preterm akan meningkatkan kadar estriol pada serum dan

saliva ibu, dan ini dapat menjadi prediktor dimulainya persalinan preterm (Rima, 2010).

Telah dilaporkan bahwa peningkatan estriol dimulai sejak 3 minggu sebelum

terjadinya persalinan, pada wanita yang mengalami persalinan preterm atau aterm.

Tingkat esriol pada saliva ibu menggambarkan tingkat estriol dalam serum ibu dan

estriol saliva digunakan untuk menilai resiko persalinan preterm dengan atau tanpa

gejala. Tingkat estriol saliva dapat dinilai dengan radioimmunoassay. Tingkat estriol

saliva positif 1 (≥ 2,1 ng/ml) dapat memprediksi suatu peningkatan resiko persalinan

preterm 3 – 4 kali lipat pada wanita dengan resiko rendah ataupun tinggi (Rima, 2010).

2. Skrining bakterial vaginosis

Bakterial vaginosis (BV) adalah infeksi vagina yang ditandai perubahan flora

normal vagina, berkurangnya Lactobacillus menjadikan tumbuhnya bakteri anaerob

disertai perubahan sekresi vagina (Vida, 2008). BV diperkirakan terjadi pada 40%

wanita, dengan prevalensi berkisar 10-61% dan faktor risiko paling kuat menyebabkan

20

Page 21: Referat Persalinan Preterm

preterm. Data meta analisis menunjukkan BV meningkatkan risiko preterm 2 kali lipat

terutama jika dijumpai pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, dan infeksi BV

secara bermakna berhubungan dengan kejadian persalinan preterm kurang dari 37

minggu .Di Indonesia, Riduan dkk mendapatkan angka kejadian persalinan preterm

sebanyak 20,5% pada wanita dengan BV saat kehamilan muda, dan 10,7% bila terjadi

pada akhir kehamilan (Vida, 2008).

Standar diagnosis servikovaginitis adalah gambaran klinis dan pewarnaan Gram

dari swab serviks dan vagina. Lima puluh persen servikovaginitis akibat BV bersifat

asimtomatik, sehingga diperlukan deteksi dini dan skrining ibu hamil terhadap infeksi

ini. Penegakan diagnosis servikovaginitis karena BV berdasarkan kriteria klinis

memiliki sensitivitas 62% dan spesifisitas 66%, sementara pewarnaan Gram memiliki

sensitivitas 97% dan spesifisitas 95%. Gambaran klinis dapat dinilai dengan

menggunakan kriteria Amsel, yaitu terdapat tiga dari empat tanda klinis berikut (Damar

Prasmusinto, 2010) :

- pH vagina di atas 4,5

- Duh vagina yang homogen, tipis

- Terdapat bau amis dari duh vagina bila ditambahkan kalium hidroksida 10% (tes

amin)

- Terdapat clue cell pada sediaan basah.

3. Fibronekstin Fetal

Fibronektin fetal merupakan suatu glikoprotein matriks ekstraseluler.

Fibronektin fetal dalam cairan biologis diproduksi oleh amniosit dan sitotrofoblas. Zat

ini muncul selama masa gestasi pada semua kehamilan. Kadarnya paling tinggi

ditemukan pada cairan amnion (100 μg/mL) pada trimester kedua, dan menjadi 30

21

Page 22: Referat Persalinan Preterm

μg/mL saat aterm. Zat ini terletak di permukaan antara sisi maternal dan fetal pada

membran amnion, di antara korion dan desidua, dan terkonsentrasi di ruang di antara

desidua dan trofoblas (Damar Prasmusinto, 2010).

Fibronektin fetal di sini berperan sebagai perekat antara uterus dan hasil

konsepsi. Konsentrasi fibronektin fetal yang ditemukan di dalam darah 1/5 dari yang

ditemukan dari cairan amnion dan tidak muncul dalam urin. Pada kondisi normal,

glikoprotein ini tetap berada di tempatnya tersebut, dan hanya sebagian kecil dapat

ditemukan pada sekret servikovagina setelah usia gestasi 22 minggu (kurang dari 50

ng/mL). Kadar di atas nilai ini (≥ 50 ng/mL) pada atau setelah usia gestasi 22 minggu

pada sekret servikovagina berkaitan dengan peningkatan risiko terjadinya persalinan

preterm spontan (Damar Prasmusinto, 2010).

Pemeriksaan fibronektin fetal digunakan untuk menilai risiko persalinan dan

kelahiran preterm dengan mengukur jumlah kadar fibronektin fetal pada sekret

servikovagina. Pada kenyataannya, fibronektin fetal merupakan salah satu penanda

kelahiran preterm terbaik yang pernah diujicobakan pada seluruh populasi yang diteliti,

termasuk wanita berisiko rendah dan tinggi tanpa riwayat persalinan preterm, wanita

dengan riwayat kelahiran kembar, serta wanita dengan riwayat persalinan preterm.

Tingginya kadar fibronektin fetal , bahkan pada usia gestasi 13-22 minggu, berkaitan

dengan peningkatan risiko terjadinya persalinan preterm spontan sebesar dua hingga

tiga kali (Damar Prasmusinto, 2010) .

Pemeriksaan fibronektin fetal tersedia dalam dilakukan di dalam laboratorium

atau langsung di tempat tidur pasien, dengan kadar ambangnya 50 ng/mL. Salah satu

keterbatasan uji fibronektin fetal adalah uji tersebut tidak dapat dilakukan pada keadaan

22

Page 23: Referat Persalinan Preterm

berikut: PPROM, perdarahan, riwayat hubungan seksual dalam 24 jam sebelumnya, dan

pre-eklamsia (Damar Prasmusinto, 2010).

2.5 Penatalaksanaan

Manajemen persalinan perterm meliputi (P.O.G.I, 2011):

1. Tirah baring (Bedrest)

2. Hidrasi dan sedasi

3. Pemberian tokolitik

4. Pemberian steroid

5. Pemberian antibiotik

6. Emergency Cerclage

7. Perencanaan persalinan

1. Tirah baring (bedrest)

Kepentingan istirahat rebah disesuaikan dengan kebutuhan ibu, namun secara

statistik tidak terbukti dapat mengurangi kejadian kurang bulan secara statistik (P.O.G.I,

2011).

2. Hidrasi dan sedasi

Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah persalinan

preterm, karena sering terjadi hipovolemik pada ibu dengan kontraksi premature,

walaupun mekanisme biologisnya belum jelas. Preparat morfin dapat digunakan untuk

mendapatkan efek sedasi (P.O.G.I, 2011).

23

Page 24: Referat Persalinan Preterm

3. Pemberian tokolitik

Tokolitik akan menghambat kontraksi myometrium dan dapat menunda

persalinan. Berikut adalah alasan pemberian tokolitik pada persalinan preterm

(Sarwono, 2010) :

a. Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur.

b. Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan paru

janin.

c. Memberi kesempatan trasnfer intrauterin pada afsilitas yang lebih lengkap.

d. Optimalisasi personel.

Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis :

a. Nifedipin

Nifedipin adalah antagonis kalsium diberikan per oral. Dosis inisial 20 mg,

dilanjutkan 10-20 mg, 3-4 kali perhari, disesuaikan dengan aktivitas uterus sampai 48

jam. Dosis maksimal 60mg/hari, komplikasi yang dapat terjadi adalah sakit kepala dan

hipotensi (P.O.G.I, 2011). Antagonis kalsium merupakan relaksan otot polos yang

menghambat aktivitas uterus dengan mengurangi influks kalsium melalui kanal kalsium

yang bergantung pada 19 voltase. Terdapat beberapa kelas antagonis kalsium, namun

sebagian besar pengalaman klinis adalah dengan nifedipin (Hadrians, 2007).

Nifedipin diabsorbsi cepat di saluran pencernaan setelah pemberial oral ataupun

sublingual. Konsentrasi maksimal pada plasma umumnya dicapai setelah 15-90 menit

setelah pemberian oral, dengan pemberian sublingual konsentrasi dalam plasma dicapai

setelah 5 menit pemberian(Hadrians, 2007) .

24

Page 25: Referat Persalinan Preterm

b. Magnesium sulfat

Magnesium sulfat dipakai sebagai tokolitik yang diberikan secara parenteral.

Dosis awal 4-6 gr IV diberikan dalam 20 menit, diikuti 1-4 gram per jam tergantung

dari produksi urin dan kontraksi uterus. Bila terjadi efek toksik, berikan kalsium

glukonas 1 gram secara IV perlahan-lahan (P.O.G.I, 2011).

Terapi tokolitik magnesium sulfat terbukti aman dan bermanfaat terhadap janin

dan ibu. Namun, perubahan tulang yang terlihat melalui rontgen terlihat pada neonatus

dari pasien yang menerima infus magnesium sulfat jangka panjang (lebih dari 1

minggu). Perubahan-perubahan ini termasuk abnormalitas tulang secara radiografi

seperti perubahan dari tulang panjang, penipisan tulang parietal, dan mineralisasi tulang

yang abnormal. Ketika magnesium sulfat digunakan dengan hati-hati sebagai obat

tokolitik, efek sampingnya terhadap ibu, janin dan neonatus biasanya sedikit dan

tidaklah serius atau merusak (Hadrians, 2007).

c. Atosiban

Antagonis oksitosin salah satu contohnya adalah atosiban dapat menjadi obat

tokolitik di masa depan. Obat ini merupakan alternatif menarik terhadap obat-obat

tokolitik saat ini karena spesifisitasnya yang tinggi dan kurangnya efek samping

terhadap ibu, janin atau neonatus. Atosiban adalah obat sintetik baru pada golongan obat

ini dan telah mendapat izin penggunaannya sebagai tokolitik di Eropa (Hadrians, 2007).

Atosiban menghasilkan efek tokolitik dengan melekat secara kompetitif dan memblok

reseptor oksitosin. Dosis awal 6,75mg bolus dalam satu menit, diikuti 18mg/jam selama

3 jam per infus, kemudian 6mg/jam selama 45 jam (P.O.G.I, 2011).

25

Page 26: Referat Persalinan Preterm

d. Beta2-sympathomimetics

Saat ini sudah banyak ditinggalkan. Preparat yang biasa dipakai adalah ritodrine,

terbutaline, salbutamol, isoxsuprine, fenoterol and hexoprenaline. Contoh: Ritodrin

(Yutopar) Dosis: 50 mg dalam 500 ml larutan glukosa 5%. Dimulai dengan 10 tetes per

menit dan dinaikkan 5 tetes setiap 10 menit sampai kontraksi uterus hilang. Infus harus

dilanjutkan 12 — 48 jam setelah kontraksi hilang. Selanjutnya diberikan dosis

pemeliharaan satu tablet (10 mg) setiap 8 jam setelah makan. Nadi ibu, tekanan darah

dan denyut jantung janin harus dimonitor selama pengobatan (Hadrians, 2007).

Kontra indikasi pemberian adalah penyakit jantung pada ibu, hipertensi atau

hipotensi, hipertiroidi, diabetes dan perdarahan antepartum. Efek samping yang dapat

terjadi pada ibu adalah palpitasi, rasa panas pada muka (flushing), mual, sakit kepala,

nyeri dada, hipotensi, aritmia kordis, edema paru, hiperglikemi, dan hipoglikemi. Efek

samping pada janin antara lain ft.tal takhikardia. Inpoglikemia, hipokalemi, ileus dan

hipotensi (Hadrians, 2007).

e. Progesteron

Progesteron dapat mencegah persalinan preterm. Injeksi alpha-hi.drax-

ffirogesterone caproate menurunkan persalinan pretern berulang. Dosis 250 mg (1 mL)

im tiap minggu sampai 37 minggu kehamilan atau sampai persalinan. Pemberian

dimulai 16-21 minggu kehamilan (P.O.G.I, 2011).

f. COX (Cyclo-oxygenase) -2 inhibitor

Indomethacin

Dosis awal 100 mg, dilanjutkan 50 rng per oral setiap 6 jam untuk 8 kali

pemberian. Jika pemberian lebih dari dua hari,dapat rnenimbulkan oligohidramnion

26

Page 27: Referat Persalinan Preterm

akibat penurunan renal blood flow janin. Indometasin direkomendasikan pada

kehamilan >32 minggu karena dapat mempercepat penutupan ductus arteriosus

(P.O.G.I, 2011).

4. Pemberian Steroid

Pemakaian kortikosteroid dapat menurunkan kejadian RDS. kematian neonatal

dan perdarahan intraventrikuler. Dianjurkan pada kehamilan 24 — 34 minggu, namun

dapat dipertimbangkan sampai 36 minggu.Kontra indikasi : infeksi sistemik yang berat,

(tuberkulosis dan korioamnionitis). Betametason merupakan obat terpilih, diberikan

secara injeksi intramuskuler dengan dosis 12 mg dan diulangi 24 jam kemudian. Efek

optimal dapat dicapai dalam 1 - 7 hari pemberian, setelah 7 hari efeknya masih

meningkat. Apabila tidak terdapat betametason, dapat diberikan deksametason dengan

dosis 2 x 5 mg intramuskuler per hari selama 2 hari (P.O.G.I, 2011).

5. Antibiotika

Pemberian antibiotika pada persalinan tanpa infeksi tidak dianjurkan karena

tidak dapat meningkatkan luaran persalinan. Pada ibu dengan ancaman persalinan

preterm dan terdeteksi adanya vaginosis bakterial, pemberian klindamisin ( 2 x 300 mg

sehari selama 7 hari) atau metronidazol ( 2 x 500 mg sehari selama 7 hari). atau

eritromisin (2 x 500 mg sehari selama 7 hari) akan bermanfaat bila diberikan pada usia

kehamilan minggu (P.O.G.I, 2011).

27

Page 28: Referat Persalinan Preterm

6. Emergency cerclage

Di negara maju telah dilakukan emergency cerclage pada ibu hamil dengan

pembukaan dan pendataran serviks yang nyata tanpa kontraksi. Secara teknik hal ini

sulit dilakukan dan berisiko untuk terjadi pecah ketuban (P.O.G.I, 2011).

7. Perencanaan Persalinan

Persalinan preterm harus dipertimbangkan kasus perkasus, dengan

mengikutsertakan pendapat orang tuanya. Untuk kehamilan <32 minggu sebaiknya ibu

dirujuk ke tempat yang mempunyai fasilitas neonatal intensive care unit (NICU)..

Kehamilan 24- 37 minggu diperlakukan sesuai dengan risiko obstetrik lainnya dan

disamakan dengan aturan persalinan aterm. Tidak dianjurkan forsep atau episiotomi

elektif (P.O.G.I, 2011).

2.6 Komplikasi

Komplikasi pada ibu :

Pada ibu setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi

sehingga menyebabkan sepsis dan lambatnya penyenbuhan luka episiotomi (Rima,

2010).

Komplikasi pada bayi :

Tabel 4. Komplikasi persalinan preterm pada bayi

Masalah – masalah utama jangka pendek dan jangka panjang pada berat badan bayi sangat rendah

Organ atau sistem

Masalah jangka pendek Masalah jangka panjang

28

Page 29: Referat Persalinan Preterm

Paru – paru Sindroma distress pernafasan, kebocoran udara, displasia bronkopulmuner, pneumoprematuritas.

Displasia bronkopulmunore, penyakit jalan nafas reaktif, asma.

Gastrointestinal atau nutrisional

Hiperbilirubinemia, gangguan makan, necritizing enterocolitis

Gagal tumbuh, sindroma short-bowel, kolestasis

Imunologi Infeksi nosokomial, infeksi perinatal, imunodefisiensi.

Infeksi respiratory syncitial virus, bronkiolitis.

Sistem saraf pusat

Perdarahan intraventrikularm leukomalasia periventrikular, hidrosefalus

Cerebral palsy, hidrosefalus, atrofi serebral, hambatan neurodevelopmental, gangguan pendengaran

Oftalmologi Retinopati prematuritas Kebutaan, ablasio retina, miopia, starbismus

Kardiovaskuler Hipotensi, paten ductus arteriosus, hipertensi pulmonal

Hipertensi pulmonal, hipertensi saat dewasa

Renal Ketidakseimbangan air dan elektrolit Hipertensi saat dewasa

Hematologi Anemia iatrogenik, memerlukan transfusi berulang, anemia prematuritas

Endokrinologi Hipoglikemia, kadar tiroksin rendah sementara, defisiensi kortisol

Kelemahan regulasi glukosa, peningkatan resistensi insulin

2.7 Pencegahan

Intervensi yang dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang

beruhungan dengan persalinan preterm dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

29

Page 30: Referat Persalinan Preterm

1. Pencegahan primer

Ditujukan kepada semua wanita, sebelum dan selama kehamilan untuk

mencegah dan mengurangi resiko.

a. Pencegahan primer sebelum pembuahan dan selama kehamilan

- Memberikan pendidikan : kepada semua wanita usia reproduksi diberikan

pendidikan mengenai faktor – faktor resiko persalinan preterm.

- Mengkonsumsi suplemen nutrisi

- Menghentikan konsumsi rokok

- Melakukan asuhna prenatal.

- Melakukan perawatan periodontal (Rima, 2010).

b. Pencegahan sekunder

Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko pada wanita yang

diketahui memiliki faktor resiko mengalami persalinan preterm. Bentuk pencegahan

sekunder antara lain, :

- Modifikasi aktivitas ibu (tirah baring, pembatasan aktifitas kerja, tidak

berhubungan seksual selama kehamilan).

- Pemberian sumplemen nutrisi

- Peningkatan perawatan bagi wanita yang beresiko

- Pemberian progesteron (Rima, 2010).

30

Page 31: Referat Persalinan Preterm

BAB III

PEMBAHASAN

Persalinan preterm merupakan salah satu masalah utama dalam bidang obstetri

karena persalinan preterm menjadi salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas

perinatal. Sekitar 75% kematian perinatal disebabkan oleh kelahiran kurang bulan.

Pemicu obstetri yang mengarah pada persalinan preterm antara lain: persalinan atas

indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio sesarea,

persalinan preterm spontan dengan selaput amnion utuh, dan persalinan preterm dengan

ketuban pecah dini, baik yang pada akhirnya dilahirkan pervaginam atau seksio sesaria.

Bayi kurang bulan, terutama dengan usia kehamilan <32 minggu mempunyai

risiko kematian 70 kali lebih tinggi, karena kesulitan untuk beradaptasi dengan

kehidupan di luar rahim akibat ketidakmatangan sistem organ tubuh seperti paru-paru,

jantung, ginjal dan hati. Kematian janin sering disebabkan oleh sindroma gawat nafas

(respiratory distress syndrome (RDS)), perdarahan intraventrikuler, displasia

bronkopulmoner, sepsis dan enterokolitis nekrotikans (P.O.G.I, 2011).

Masalah lain yang dapat timbul adalah masalah perkembangan neurologi yang

bervariasi dari gangguan neurologis berat, seperti serebral palsi, gangguan intelektual,

retardasi mental, gangguan sensoris (gangguan penglihatan, tuli), sarnpai gangguan

yang lebih ringan seperti kelainan perilaku, kesulitan belajar, gangguan berbahasa,

gangguan konsentrasi/atensi dan hiperaktif (P.O.G.I, 2011).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya persalinan preterm dilihat

dari faktor ibu yaitu toksemia gravidarum (preeklamsia dan eklamsia), kelainan bentuk

uterus (uterus bikornis, inkompeten serviks), tumor (mioma uteri, sistoma), ibu yang

31

Page 32: Referat Persalinan Preterm

menderita penyakit akut (mis.tifus abdominalis, malaria) dan kronis (mis.TBC, jantung),

trauma pada masa kehamilan antaralain fisik (jatuh) dan psikologis (stres), usia ibu pada

waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, ibu-ibu yang sebelumnya

telah melahirkan lebih dari 4 anak dan malnutrisi. Faktor janin yaitu kehamilan ganda,

hidramnion, ketuban pecah dini (KPD), cacat bawaan, infeksi (mis. Ruberella,

sifilis,toksoplasma), inkompatibilitas darah ibu dan janin (faktor rhesus, gol. darah

ABO). Faktor plasenta yaitu plasenta previa dan solutio plasenta.

Identifikasi penyebab persalinan preterm salah satunya adalah infeksi. Pada

penelitian oleh Goldenberg tahun 2008 telah meninjau peran infeksi pada kelahiran

kurang bulan. Telah dihipotesiskan bahwa infeksi intrauterin memicu persalinan kurang

bulan akibat aktivasi sistem imun bawaan. Mikroorganisme menyebabkan pelepasan

sitokin inflamasi, seperti interleukin dan tumor necrosis factor (TNF) yang kemudian

merangsang produksi prostaglandin dan atau matrix-degrading-enzime. Prostaglandin

merangsang kontraksi rahim, sedangkan degradasi matriks ekstra seluler pada membran

janin menyebabkan ketuban pecah dini kurang bulan. Diperkirakan 25 – 40 %

persalinan preterm akibat infeksi intra uterin (Cunningham, 2012).

Vaginosis bakterialis adalah salah satu jenis infeksi penyebab persalinan

preterm. Pada kondisi ini flora vagina yang normal, dominan lacto-bacillus yang

memperoduksi hidrogen peroksida, digantikan dengan kuman anaerob, meliputi

Gardnerella vaginalis, Mobiluncus species, dan Mycoplasma hominis. Vaginosis

bakterialis telah dikaitkan dengan persalinan preterm, ketuban pecah dini, dan infeksi

cairan amnion. Faktor – faktor lingkungan penting dalam perkembangan vaginosis

bakterialis (Cunningham, 2012).

32

Page 33: Referat Persalinan Preterm

Preeklampsia juga menjadi salah satu pemicu persalinan preterm. Resiko

persalinan preterm pada ibu yang mengalami pre-eklampsi adalah 2,67 kali lebih besar.

Hal ini terjadi karena pre-eklampsi mempengaruhi pembuluh darah arteri yang

membawa darah menuju plasenta. Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka

janin akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi.

Terdapat beberapa indikator yang dapat dipakai untuk memprediksi persalinan

preterm, yaitu indikator klinik berupa timbulnya kontraksi dan pemendekan serviks

(secara manual atau ultrasonografi), terjadinya ketuban pecah dini juga meramalkan

akan terjadinya persalinan preterm. Indikator laboratorik yang bermakna antara lain

adalah jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7

mg/ml) dan pemeriksaan leukosit pada serum ibu (>13.000/ml). Indikator biokimia

antara lain adalah peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina, serviks, dan air

ketuban memberi indikasi adanya gangguan pada hubungan antara korion dan desidua.

Pada kehamilah 24 minggu atau lebih. Kadar fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih

mengindikasikan resiko persalinan preterm (Sarwono, 2010).

Pertimbangan utama dalam penatalaksanaan persalinan preterm adalah

memastikan bahwa ini memang persalinan preterm. Selanjutnya mengidentififikasi

etiologi terkait persalinan preterm. Manajemen persalinan preterm tergantung dari

beberapa faktor, yaitu keadaan selaput ketuban, pada umumnya persalinan tidak

dihambat bila selaput ketuban sudah pecah. Persalinan akan sulit dicegah bila

pembukaan mencapai 4 cm. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah persalinan

makin perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan bila TBJ > 2000 gram atau

kehamilan > 34 minggu, penyebab atau komplikasi persalinan preterm, dan kemampuan

neonatal intensive care facilities (Sarwono, 2010).

33

Page 34: Referat Persalinan Preterm

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, terutama untuk

mencegah morbiditas dan mortalitas persalinan preterm, yaitu bedrest, menghambat

proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis, akselerasi pematangan fungsi

paru dengan pemberian kortikosteroid, pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotik

(Cuningham, 2011).

34

Page 35: Referat Persalinan Preterm

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Berdasarkan tinjauan pustaka dan pembahasan tersebut, maka dapat ditarik beberapa

simpulan, yaitu :

1. Partus prematurus atau persalinan prematur merupakan dimulainya kontraksi uterus

yang teratur disertai pendataran dan atau dilatasi serviks serta turunnya bayi pada wanita

hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) dari hari

pertama haid terakhir.

2. Persalinan preterm menjadi masalah obstetri penting sebab menjadi salah satu

penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal.

3. Pengenalan faktor resiko dan identifikasi penyebab terjadinya persalinan preterm

adalah penting dalam upaya pencegahan terhadap terjadinya persalinan preterm yang

dapat dijelaskan kepada ibu hamil melalui komunikasi, informasi, dan edukasi.

4. Wanita yang diketahuin beresiko mengalami persalinan preterm dan mereka yang

diketahui memiliki tanda dan gejala persalinan preterm telah menjadi kandidat penerima

intervensi yang dimaksudkan untuk meningkatkan prognosis neonatus. Jika tidak ada

indikasi ibu atau janin yang mengharuskan pelaksanaan persalinan yang disengaja,

maka intervensi dimaksudkan untuk mencegah persalinan kurang bulan.

5. Intervensi medik yang dilakukan adalah pemberian tokolisis, kortikosteroid, dan

antibiotik.

35

Page 36: Referat Persalinan Preterm

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham et al. 2012. Obstetri Williams.Volume 2. Edisi 23. Jakarta : EGC

Cubinont, H. 2011. Prevention of PretermLabour: 2011 Update on Tocolysis.Saint-luc University Hospital : Hindawi Publishing Corporation. Journal of Pregnancy.

Franklin H. Epstein. 2000. Intrauterine infection and Preterm Delivery. The New England Journal of Medicine .

Goldenberg, Robert L. 2008. Epidemiology dan Causes of Preterm Birth.http://www.thelancet-epidemiology-preterm-birt-pdf.

Kesuma, Hadrians dr. 2007. Obat – Obat Tokolitik dalam Bidang Kebidanan. Departemern Obstetri dan Ginekologi Universitas Sriwijaya. RSUP Moh. Hoesin Palembang.http://digilib.unsri.ac.id/download/obat%20tokolitik.pdf.

Louis J. 2010. The Enigma of Spontaneus Preterm Birth. The New England Journal of Medicine. http://nejm0904308-spontaenus-preterm-birtf-pdf.

Nejad, Vida. 2008. The Association of Bacterial Vaginosis and Preterm Labor. Department of Obstetrics and Gynaecology, Kerman University of Medical Sciences and Health Services, Kerman, Iran.http://1338 bacterial-vaginosis-nejm pdf.

Novalia, Rima. 2010. Persalian Preterm. Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. http:// 97539577/Persalinan-Preterm.

Oxorn, Harry. 2010. Human Labor dan Birth. 1343405.Oxorn_Foote_Human_Labor_and_Birthhttp://

P.O.G.I. 2011. Panduan Pengelolaan Persalianan Preterm Nasional. Bandung : Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.http://kalogisma.com/kepustakaan/pengelolaan%20persalinan%20preterm.pdf

Prasmusinto, Damar dr.. 2010. Prediksi Persalinan Preterm.http://prediksipersalinanpreterm-pdf.

Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta : P.T Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

36