jurnal kualitatif untuk ilmu perilaku - e-mail:...

74

Upload: others

Post on 29-Apr-2021

30 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No
Page 2: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU

ISSN ( __________ )

Volume 1, Nomor 2, Desember 2020

Terbit dua kali setahun pada bulan April dan Desember. Jurnal Penelitian Kualitatif Ilmu-Ilmu

Perilaku memuat hasil refleksi permikiran tentang metode penelitian berpendekatan kualitatif

interpretif dan hasil penelitian empiris maupun non-empiris berpendekatan kualitatif interpretif

dalam bidang ilmu-ilmu perilaku (psikologi, sosiologi, antropologi, pendidikan, sejarah, dan

perilaku organisasi).

Ketua Penyunting

Fattah Hanurawan

Wakil Ketua Penyunting

Indah Yasminum Suhanti

Penyunting pelaksana

Rakhmaditya Dewi Noorizki

Angga Yuni Mantara

Yudi Tri Harsono

Mochammad Sa’id

Bima Arya Kuswirawan

Mitra Bestari

Cholichul Hadi (Jurusan Psikologi, Universitas Airlangga)

Achmad Muhammad Diponegoro (Jurusan Psikologi, Universitas Achmad Dahlan Yogyakarta)

Budi Eko Soetjipto (Jurusan Manajemen, Universitas Negeri Malang)

Mulawarman (Jurusan Psikologi, Universitas Negeri Semarang)

Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang

(UM). Jl. Semarang No. 5 Malang.

Alamat e-mail: ......

Langganan 2 kali setahun Rp. 100.000,-

Penyunting menerima naskah yang belum pernah diterbitkan di media lain. Petunjuk tata tulis

dapat dilihat di bagian belakang sampul. Naskah yang masuk akan dievaluasi oleh penyunting.

Penyunting dapat melakukan perubahan judul dan isi untuk keseragaman format tanpa mengubah

maksud dan isi.

JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU diterbitkan oleh

Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang

Dekan Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Malang Prof. Fattah Hanurawan

Page 3: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Penelitian Kualitatif Ilmu Perilaku (JKIP) is organized by Faculty of Psychoology Education, Universitas Negeri Malang. JKIP has ISSN .... (print) and E-ISSN (online) ....

JKIP fisrt published on 2020 in print form.

Jurnal Penelitian Kualitatif Ilmu Perilaku memuat hasil refleksi pemikiran tentang metode

penelitian berpendekatan kualitatif dan hasil penelitian empiris berpendekatan kualitatif dalam bidang ilmu-ilmu perilaku (psikologi, sosiologi, antropologi, pendidikan, dan perilaku organisasi).

JKIP published twice a year in Apr il and December . Every submitted ar ticles will review with blind review method and two peer reviews.

Editor-In-Chief : Fattah Hanurawan

Vice Editor : Indah Yasminum Suhanti

E-mail Journal :

Journal Address : Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang, Gedung B4 Jalan Surabaya no. 5 Malang

Page 4: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU

DAFTAR ISI

Volume 1 Desember 2020 Nomor 2

1-18 Studi Literatur Kesiapan Remaja Memasuki Perguruan Tinggi Derry Kurniawan& Rahmi Mashita

Strategi Menghadapi Kecemasan Pada Single Mother ditengah Pandemi Covid-19 Fifi Dwi Mileniasari, Rodlotul Janah Amalia Rachma Ajeng, Ali Syahidin Mubarok, & Retno Sulistyaningsih

19-27

Strategi Coping Pada Remaja Yang Mengalami Pelecehan Seksual Karina Rizki Rahmawati

28-43

Penelitian Feneomenologi Model Gaya Kepemimpinan Badan Eksekutif Mahasiswa dan Dewan Mahasiswa Fakultas Mochammad Ilham Bismo

44-52

Penerimaan Orang Tua Etnis Jawa Pada Penderita Skizofrenia Bhina Hangudio Hutama Barapinta

53-61

Pencapaian Generativitas Mantan Narapidana Tindak Pidana Korupsi Dewasa Tengah Melynda Narawika Rengganis

62-70

Page 5: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Vol. 1, No. 2, Desember, 2021 Jurnal Kualitatif Untuk

Ilmu Perilaku Hal. 1-18

Studi Literatur Kesiapan Remaja Memasuki Perguruan Tinggi

Derry Kurniawan Magister Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Jl. HR. Soebrantas, KM. 15 No. 155, Pekanbaru, Riau, Indonesia 65145

E-mail [email protected]

Rakhmi Mashita Magister Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Jl. HR. Soebrantas, KM. 15 No. 155, Pekanbaru, Riau, Indonesia 65145

Email [email protected]

Informasi Artikel Abstrak

Tanggal masuk 07-09-2020 Tujuan dari penelitian ini mengkonstruksi konsepsi terkait kesiapan remaja me-masuki perguruan tinggi (college readiness) secara lebih kuat, sehingga dapat menambah literatur dari jurnal dalam negeri. Metode dalam dalam penelitian ini menggunakan studi literatur, dengan menggunakan teknik analisis deskriptif ter-hadap data literatur. Sumber data dalam penelitian berasal dari 83 literatur baik menggunakan artikel, jurnal maupun buku-buku terkait kesiapan remaja memasu-ki pergurun tinggi (college readiness). Hasil dari analisis sumber data didapatkan bahwa definisi dari kesiapan pendidikan tinggi adalah daya siap individu yang dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan yang multidimensi. Secara ringkas faktor konsep Kesiapan Pendidikan Tinggi ini terbagi menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi potensi diri, motivasi, situasi-kondisi, dan biaya. Sedangkan pada faktor eksternal meliputi lingkungan sosial, ekspektasi dan peluang, komunikasi informasi, dan institusional. Se-dangkan dampak yang ditimbulkan oleh kesiapan remaja memasuki pendidikan tinggi mengarah pada beberapa variabel yang terbagi menjadi tiga domain, yaitu individual performance, academic performance, dan benefit capitalization.

Tanggal revisi 08-09-2020

Tanggal diterima 30-09-2020

Kata Kunci:

kesiapaan perkuliahan; studi litaratur; referensi

Keywords: Abstract

generativity; former prisoner; middle aged.

The purpose of this study is to construct a stronger conception of adolescents' readiness before college (college readiness), so that they can add to literature from domestic journals. The method in this research uses literature studies, using descriptive analysis techniques of literature data. Sources of data in the study came from 83 literatures using articles, journals and books related to the readi-ness of adolescents before college (college readiness). The results of the data source analysis show that the definition of higher education readiness is an indi-vidual's readiness that is influenced by multidimensional strengthspersonal and interpersonal, are transitional in nature and can explain the reference point for

their readiness before entering college.In summary, the concept of higher educa-tion readiness is divided into two factors, namely internal factors and external factors. Internal factors include self-potential, motivation, conditions, and costs. Meanwhile, external factors include the social environment, expectations and opportunities, information communication, and institutions. Meanwhile, the im-pact caused by the readiness of adolescents before college leads to several varia-bles which are divided into three domains, namely individual performance, aca-demic performance, and benefit capitalization.

Page 6: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

2 | Kurniawan & Mashita - Studi Literatur Kesiapan...

PENDAHULUAN

Fenomena kasus mahasiswa bunuh diri karena depresi di Samarinda (Yusuf, 2020), Bali (Riza,

2020), Semarang (Hari, 2020), Bandung (Ruslani, 2020), fenomena salah jurusan yang menunjuk-

kan angka kenaikan. Indonesia Career Center Network (ICCN) tahun 2017 mencatat 87 persen

mahasiswa Indonesia mengakui bahwa jurusan yang diambil tidak sesuai dengan minatnya dan

71,7 persen pekerja, memiliki profesi yang tidak sesuai dengan pendidikannya (Murdaningsih,

2019). Sedangkan Universitas Multimedia Nusantara (UMN) menemukan fakta 92 persen siswa

SMA sederajat merasa bingung dan tidak tahu akan menjadi apa ke depannya (Murti, 2018). Serta

fenomena ketidakmerataan peminat pada pendidikan vokasi dan non-vokasi, menurut hasil statis-

tik yang dilakukan oleh Pusat Data dan Informasi Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan

Tinggi (Pusdatin) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tahun

2018. Bahwasanya terdapat sebanyak 1.574.161 orang mendaftarkan diri menjadi mahasiswa pada

pendidikan tinggi non-vokasi (Universitas, Institut, dan Sekolah Tinggi). Sebaliknya, terdaftar

sejumlah 158.147 orang menjadi mahasiswa pada pendidikan tinggi vokasi (Akademik dan

Politeknik) (Arnani, 2019). Fenomena-fenomena di atas adalah salah satu fakta bahwa faktor yang

mempengaruhi fenomena bunuh diri mahasiswa, fenomena salah jurusan, fenomena ketidakmer-

ataan peminat pada pendidikan vokasi dan non-vokasi tersebut terjadi dikarenakan minimnya

kesiapan remaja sebelum memasuki perguruan tinggi.

Pentingnya pendidikan bagi anak-anak bangsa Indonesia termaktub pada pasal 9 (1), UU

23/2002 bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengem-

bangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Meski dalam un-

dang-undang 23/2002 sudah termaktub terkait pentingnya minat dan bakat anak, namun kesiapan

remaja memasuki perguruan tinggi (college readiness) ini belum menjadi perhatian khusus

pemerintah. College readiness atau kesiapan memasuki perguruan tinggi sudah lama diimplemen-

tasikan di luar negeri. Pengukuran mengenai kesiapan kuliah pada siswa terutama di jenjang

sekolah menengah atas, bahkan sudah diterapkan di sekolah menengah pertama (Wimberly & No-

eth, 2005; Radcliffe & Bos, 2013).

Studi literatur ini bertujuan membangun dan mengkonstruksi konsepsi secara lebih kuat ber-

basis penelitian-penelitian empiris yang pernah dilakukan, sehingga dapat menambah literatur dari

jurnal dalam negeri terkait pembahasan konsep college readiness, hasil dari penelitian ini diharap-

kan dapat menjadi gambaran tolak ukur kesiapan individu jelang memasuki kehidupan di perguru-

an tinggi. Dengan bertambahnya literasi dan formulasi terkait konsep teori kesiapan remaja me-

masuki perguruan tinggi (college readiness), hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mendorong

pemerintah dan perguruan-perguruan tinggi mengadopsi implementasi konsep kesiapan memasuki

perguruan tinggi (college readiness) pada remaja yang sudah berjalan di luar negeri, seta menstim-

ulasi peneliti-peneliti lainnya mengembangkan konsep kesiapan remaja memasuki perguruan ting-

gi (college readiness).

Sumber literatur dari penelitian ini adalah jurnal-jurnal penelitian di luar negeri terkait konsep

Page 7: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif Ilmu Perilaku | 3

kesiapan memasuki perguruan tinggi (college readiness). Hal ini dikarenakan minimnya penelitian

di Indonesia terkait konsep kesiapan memasuki perguruan tinggi (college readiness) sehingga hal

ini menjadi keunikan dan keaslian dalam penelitian ini.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan studi literatur. Menurut Millan

dan Schumacer (1997) empat strategi pengumpulan data dengan multi-metode dalam penelitian

kualitatif, yaitu dengan observasi partisipatif, wawancara mendalam, studi literatur dan artefak,

serta teknik pelengkap.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 83 jurnal ilmiah. Jurnal-jurnal

yang digunakan tidak sebatas jurnal studi primer, namun juga berupa jurnal konseptual. Empat

belas berasal dari artikel dan kajian konseptual terkait kesiapan remaja memasuki perguruan tinggi

(college readiness), 10 berasal dari buku yang di cetak di dalam maupun luar negeri, 2 jurnal da-

lam negeri dan 57 jurnal internasional seperti Journal of Innovative Counseling: Theory, Practice,

and Research, Community College Journal of Research and Practice, Journal of Adolescent &

Adult Literacy, Journal of Educational and Psychological Consultation, A Journal of Educational

Strategies, Issues and Idea, Journal of Educational and Psychological Consultation, Journal of

Child and Adolescent Counseling, Journal of Education for Students Placed at Risk (JESPAR),

International Journal of Qualitative Studies in Education yang diperolah dari sci-hub, google

scholar melalui peramban. Data dari penelitian ini adalah data sekunder teks tertulis yang berisi-

kan penelitian terkait dengan kesiapan memasuki perguruan tinggi (college readiness) dalam ben-

tuk format berkas .pdf. Kemudian, dari data-data literatur yang terkumpul diseleksi sebagai data

yang akan dianalisa setelah melalui proses verifikasi kesesuaian tema dan tidak membatasi tahun

terbitan atau publikasi dari literatur tersebut.

Teknik analisis data dalam penelitian studi literatur ini menggunakan teknik analisis deskriptif,

yaitu dilakukan kajian analisa secara deksriptif, baik secara konseptual maupun empiris terhadap

83 artikel literatur. Jurnal-jurnal atau literatur yang sudah diseleksi kemudian ditelaah lalu data

yang sudah dipahami disintesiskan ke dalam bentuk tema atau kategori yang mengikat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Definisi College Readiness

Readiness menurut Sriyanti (2011) adalah kesiapan seorang individu dalam memberikan re-

spon tertentu terhadap suatu stimulasi. Lebih lanjut Sriyanti menambahkan dalam belajar readiness

memiliki peranan penting dalam belajar. Menurut Fuad (1981) Readiness adalah kesiapan

seseorang dalam merespon sebuah stimulant yang datang dari luar dirinya. Sedangkan School

Readiness adalah adanya kesiapan mental maupun fisik seorang anak untuk bersekolah. College

menurut kamus lengkap bahasa inggris M Echols dan Shadily (1975) adalah perguruan tinggi.

Page 8: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

4 | Kurniawan & Mashita - Studi Literatur Kesiapan...

Menurut Conley (2003) College Readiness adalah gejala-gejala yang tampak pada fenomena

siswa menyiapkan akademiknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hingga selanjutnya, ter-

us berkembang pengkajian dari konsep ini oleh berbagai ilmuwan untuk dapat mengukur daya

psikologis yang terjadi pada individu secara saintifik. Dari temuan beberapa literatur yang didapat

telah dianalisa secara materi untuk dapat menyimpulkan definisi-definisi sebagai berikut;

1. College Readiness sebagai kekuatan dimensi personal individu

Convertino & Mein (2018) menyatakan bahwa College Readiness ditandai dengan adanya

perencanaan atas pengetahuan siswa dan orang tua siswa terkait studi yang diminati, kemampuan

dalam mengerjakan tugas secara layak, modal keterampilan berakademik. Jauh sebelum dari itu,

Grimes (1997) mengidentifikasi tanda-tanda College Readiness individu dari penguasaan kontrol

internal dan eksternal terhadap persiapan masuk kuliah. Sisi kontrol eksternal menunjukkan daya

penyelesaian tugas yang mumpuni dan dapat menuntaskan hambatan dan kecemasan selama di

perguruan tinggi. Sedangkan sisi kontrol internal ditunjukkan dengan harga diri, strategi belajar,

dan nilai IPK (Grimes, 1997). Adapun Mijares (2007) yang menyatakan bahwa siswa yang siap

kuliah harus memiliki atribut khusus seperti pengetahuan, keterampilan, dan perilaku untuk me-

nyelesaikan perguruan tinggi program studi berhasil, tanpa remedial. Conley (2008) meninjau

kembali definisi College Readiness sebagai empat komponen yang perlu diperhatian dalam me-

nyusun kerangka pengukuran kesiapan kuliah partisipan; strategi kognitif, pengetahuan konten

akademik, perilaku akademis, kesadaran dan keterampilan secara kontekstual. Kemudian Roder-

ick dkk (2009) mengartikan College Readiness sebagai daya kesiapan individu yang mencakup

empat keterampilan esensial, pengetahuan terhadap studi yang diminati, keterampilan dasar, ket-

erampilan akademik, dan pengetahuan terhadap kampus. Maruyama (2012) mengartikan College

Readiness sebagai perspektif individu terhadap proses pencapaian pendidikan, dimana perspektif

tersebut merupakan akumulasi pengetahuan dan pengalaman yang mempersiapkan dirinya untuk

kuliah. Komarraju dkk (2013) mengemukakan definisi dari College Readiness sebagai keterli-

batan faktor kognitif dan non-kognitif pada individu untuk mempersiapkan diri berkuliah. Faktor

kognitif ditandai dengan adanya test uji masuk sebagai indikator kelulusan, sedangkan faktor non-

kognitif ditandai dengan efikasi diri berakademik, motivasi akademik, dan tujuan akademik

(Komarraju, 2013). Knotek dkk (2019) menyebutkan pengertian dari College Readiness sebagai

strategi psikologis individu yang bersifat sosial-emosional dimana terdiri dari aspek penentuan

nasib diri, advokasi diri, manajemen diri, dan pertumbuhan pola pikir pribadi. Penentuan nasib

sendiri dijelaskan sebagai pengambilan keputusan individu, pemecahan masalah, pengaturan diri,

kesadaran diri, pengetahuan diri, dan penetapan tujuan bagi si individu. Advokasi diri

(kemandirian diri) dijelaskan sebagai kemampuan individu untuk merencanakan tujuan akademik

dan cara untuk melaksanakan tujuannya. Manajemen diri diartikan sebagai kemampuan individu

untuk menentukan target tujuan dan mensiasati strategi kontrol diri untuk stabil pada jalur pen-

capaian tujuannya. Pertumbuhan pola pikir diartikan sebagai kecerdasan individu atau mindset

yang berkembang pada dirinya untuk bisa secara fleksibel mentransisikan diri di jenjang pendidi-

Page 9: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif Ilmu Perilaku | 5

kan tinggi (Knotek et al., 2019).

2. College Readiness adalah daya siap yang bersifat transisional

McDaniel (2014) menyatakan College Readiness sebagai proses mentransisikan diri dari jen-

jang sebelumnya ke jenjang perguruan tinggi dengan meningkatkan kemampuan dalam tugas

membaca dan menulis serta penggunaan teknologi secara memadai. Foote A., Schulkind L.,

Shapiro T M. (2015) mengartikan College Readiness sebagai kebutuhan informasi yang akan

menjawab bagaimana individu akan menempuh pendidikan tinggi dengan baik. Verrell & McCabe

(2015) menyatakan College Readiness sebagai daya siap individu dengan strategi belajar mandiri

meregulasi diri. Harvey dkk (2019) menyebutkan definisi College Readiness sebagai mekanisme

mengenal dunia perkuliahan yang tahap awalnya partisipan mengenal apa itu kampus, kemudian

disokong dengan dukungan dan kepercayaan guru terhadap masa depan kelak ia menjadi, dit-

ambah dengan intervensi program untuk mempersiapkan modal utama berkuliah.

3. College Readiness adalah kemampuan menyiapkan akademik individu secara personal-

interpersonal

Cabrera dkk (2006) menyatakan College Readiness sebagai keadaan anak atau siswa menjadi

siap untuk kuliah ketika orang tuanya, guru sekolahnya beserta jajaran staf sekolahnya, teman per-

gaulannya dan ikatan komunitas yang dimilikinya terlibat bersama anak tersebut. Martin (2013)

mengartikan College Readiness sebagai komitmen terhadap pendidikan, keterampilan sumber

daya dan manajemen diri, keterampilan sosial dan interpersonal, keterampilan keberhasilan akade-

mik, dan keterampilan perencanaan karir. Nuraan Agherdien, Michelle Mey & Paul Poisat (2018)

menyatakan College Readiness sebagai daya siap individu yang dipengaruhi oleh lima faktor; sta-

tus sosio-ekonomi, kemampuan akademis, dukungan termekanisme, level motivasi, dan kondisi

serta integritas institusi terkait.

4. College Readiness sebagai titik acuan daya ekspektasi eksternal terhadap diri individu agar

siap dan mampu berkuliah.

Greene and Forster (2003) menggambarkan siswa yang siap kuliah ketika mereka telah men-

capai penanda tertentu, seperti lulus dengan nilai yang tinggi dari sekolah, menyelesaikan kursus

yang ditentukan dalam berbagai mata pelajaran, dan mencapai skor tertentu pada penilaian yang

diakui secara nasional sebagai indikasi dari College Readiness. Laura Jean Cortez, Melissa Ann

Martinez & Victor B. Sáenz (2014) mengartikan College Readiness dengan memposisikan peran

orang tua sebagai pendorong emosional, finansial, dan moral agar anak siap kuliah jelang

kesuksesan. Marisa Castellano, Kirsten Ewart Sundell & George B. Richardson (2017) menya-

takan College Readiness sebagai tujuan yang mengindikasikan tercapai atau tidaknya pelaksanaan

program yang meningkatkan akuntabilitas serta prestasi akademik dan penguasaan teknis yang

selaras terhadap instansi atau lembaga tempat siwa tersebut bernaung, seperti pemerintahan, pe-

rusahaan keluarganya, dan semacamnya.

Kerangka teoritis College Readiness

Page 10: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

6 | Kurniawan & Mashita - Studi Literatur Kesiapan...

1. Conley’s four-dimensional model atau the dimensions of Conley’s college readiness model

Model empat dimensi College Readiness yang direfleksikan oleh Conley (2008) mengungkap-

kan adanya empat komponen yang perlu diperhatian dalam menyusun kerangka pengukuran

kesiapan kuliah partisipan yaitu pengetahuan konten akademik (key content knowledge), perilaku

akademis (academic behavior), kesadaran dan keterampilan secara kontekstual (contextual skills

and awareness), dan strategi kognitif (key cognitive strategies). Pada komponen pengetahuan

konten akademik meliputi keterampilan, konsep, dan prinsip dasar untuk subjek akademik. Pada

komponen perilaku akademis meliputi kemampuan siswa untuk dapat diatur atau dipimpin ke-

bijakan, memiliki keterampilan belajar, dan mampu bekerja dalam dinamika kelompok. Pada

komponen kesadaran dan keterampilan secara kontekstual mewakili kemampuan mendapatkan

informasi tentang sistem kampus dan norma yang diperlukan untuk kesuksesan akademik dan

navigasi di lingkungan kampus. Kemudian pada komponen strategi kognitif mencakup pengem-

bangan intelektual selama periode menjalani kehidupan kampus yang mengarah pada tingkat ka-

pabilitas pengerjaan tugas kampus. Contoh dalam komponen ini adalah kemampuan merumuskan

masalah, mengkomunikasikan informasi, meriset, kemampuan problem solving, kemampuan

menginterpretasi, membuat presisi dan akurasi pernyataan, dan sebagainya (Baber, L. D., Castro,

E. L., & Bragg, D. D., 2010; Agherdien, Mey & Poisat, 2018).

2. Tinto’s Theory

Landasan teoritis mengenai College Readiness juga diutarakan oleh Vincent Tinto (2015)

yang menjelaskan tentang tiga sumber utama terjadinya putusnya akademik pada siswa yaitu

kesulitan akademik, ketidakmampuan individu menyelesaikan tujuan pendidikannya, kegagalan

mereka untuk tetap menjadi atau tergabung dalam kehidupan intelektual dan sosial lingkungan

akademik. Ia pun menambahkan bahwa untuk dapat bertahan dalam mengatasi ancaman tersebut

maka siswa membutuhkan integritas ke wilayah formal akademik seperti prestasi akademik dan ke

wilayah informal akademik seperti interaksi terhadap lingkup peran staf fakultas akademik, juga

integritas ke dalam sistem formal akademik seperti kegiatan ekstrakurikuler formal akademik dan

sistem informal akademik seperti interaksi kelompok teman atau rekan sebaya di lingkungan

akademik (Tinto, 2015). Dalam model yang ia kembangkan menambahkan, dengan adanya pen-

erapan retensi terhadap siswa dianggap cukup efektif terhadap College Readiness nantinya. Ter-

dapat tiga landasan efektifitas retensi siswa dalam modelnya yaitu: (1) komitmen institusional

kepada siswa, (2) komitmen pendidikan terhadap siswa, dan (3) pengembangan yang mendukung

komunitas intelektual dan sosial (Tinto, 2015).

3. Pendekatan Funds of Knowledge

Pendekatan ini merupakan pendekatan yang dikembangkan oleh Gonzalez dkk (2008) yang

bersifat melakukan penggalian perspektif terhadap objek. Funds of Knowledge disebutkan sebagai

variasi metode riset untuk menemukan kekayaan sumber dari berbagai budaya dan kognitif

komunitas (Gonzalez, N.,Moll, L., Amanti, C, 2008). dengan metode riset tersebut, Gonzales dkk

(2008) memastikan perwakilan dari institusi lembaga pendidikan saat memasuki wilayah anak-

Page 11: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif Ilmu Perilaku | 7

anak dalam komunitas tertentu yang bersifat sulit terjangkau akan mendapatkan sumber daya dan

kekuatan yang berbeda dari komunitas tersebut, seperti halnya perspektif, persepsi, sikap, makna,

dan seterusnya terhadap konsep College Readiness. Hal itu dibuktikan dengan pengujian riset

yang dilakukan oleh Laura Jean Cortez, Melissa Ann Martinez & Victor B. Sáenz (2014) dan Ki-

yama (2011).

4. Pendekatan Pendidikan Liberal (Liberal Education Approach)

Pendekatan yang dikemukakan oleh HRA (Hart Research Associates) menyatakan bahwa

maksud dari pendidikan liberal adalah sebuah pendekatan yang dilakukan oleh pendidikan

perguruan tinggi yang memberikan pengetahuan yang luas di berbagai bidang studi serta penge-

tahuan dalam jurusan atau bidang minat tertentu. Ini juga membantu siswa mengembangkan rasa

sosial tanggung jawab, serta keterampilan intelektual juga keterampilan praktis yang mencakup

semua bidang studi, seperti komunikasi, analitis, dan keterampilan pemecahan masalah (problem

solving), dan kemampuan menerapkan pengetahuan dan keterampilan di dalam lingkungan

masyarakat (Hart Research Associate, 2013). Dalam studinya mengasosiasikan sampel pada para

pekerja terhadap konsep pendidikan liberal dalam perguruan tinggi yang mana diharapkan ket-

erampilan-keterampilan yang dibangun akan membantu dalam konteks kehidupan. Dengan pen-

dekatan ini, College Readiness akan terpusat pada subjek anak terkait minat atau bidang studi

yang ditekuni kemudian dilakukan pemberdayaan terhadap keterampilan intelektual dan ket-

erampilan praktisnya.

Faktor dan Dampak College Readiness

Faktor yang mempengaruhi College Readiness

Para peneliti yang mengkaji seputar konsep College Readiness mendapati beberapa variabel

yang mempengaruhi College Readiness ke dalam dua kategori umum, yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari potensi diri, dimana Barnes & Rojas (2010) menan-

dainya dengan adanya indikasi daya kreatifitas, berfikir kritis, efikasi diri dan regulasi diri pada

anak jelang menentukan apakah dirinya siap untuk kuliah atau sebaliknya. Barnes & Rojas pun

menambahkan, penguasaan subjek materi pelajaran yang berkaitan dengan materi kuliah turut

mempengaruhi daya siap kuliah anak (Barnes & Rojas, 2010). Senada dengan temuan Greens &

Winter (2005), semakin sering dilakukan pengujian materi akan menaikkan tingkat kesiapan

kuliah anak. Adapun variabel potensial lainnya, seperti daya latih (Convertino & Mein, 2018),

strategi belajar dan kemampuan coping yang dimiliki (Conley, 2008), kemampuan berbahasa bi-

lingual (Garza-Reyna dkk, 2019), bakat, sikap, dan prestasi (Indriyanti & Ivada, 2013), niat

(Martin, 2013) dan keterampilan seperti kemampuan membaca atau meliterasi (Springer dkk,

2014) akan berdampak pada daya siap individu untuk memasuki jenjang perguruan tinggi.

Kemudian, faktor internal lainnya yaitu motivasi, dimana Budge dkk (2019) adanya kebutuhan

yang dipenuhi bagi siapapun yang siap berakademik di perguruan tinggi. Sehingga kebutuhan

menjadi pendorong anak untuk siap kuliah (Budge dkk, 2019). Variabel lain seperti keyakinan

Page 12: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

8 | Kurniawan & Mashita - Studi Literatur Kesiapan...

(Indriyanti & Ivada, 2013), pengambilan keputusan (Sawaji dkk, 2010), menargetkan gelar sebagai

salah satu motivasi akademik dan tujuan akademik (Komarraju dkk, 2013) turut menyumbang

pengaruh terhadap daya siap kuliah individu. Adapun faktor internal selanjutnya yaitu biaya, di-

mana Foote dkk (2015) menyatakan bahwa anak yang siap kuliah bilamana terkendala pada segi

biaya perkuliahan cenderung menolak untuk berkuliah. Senada dengan Bausmith & France (2012)

dan Sawaji dkk (2010), oleh karenanya beasiswa (Gonzalez dkk, 2014) dan segala bentuk program

interventif kesiapan kuliah yang bebas biaya (Kallison & Stader, 2012) akan berpengaruh pada

tingkat daya siap kuliah individu. Terakhir pada faktor internal College Readiness adalah situasi-

kondisi, dimana bentuk-bentuk variabel seperti gambaran lingkungan masyarakat dan teman-

teman (Indriyanti & Ivada, 2013) menjadikan simbol kondisional diri individu untuk menetapkan

keputusan kuliah atau tidak. Senada dengan itu, status urban (Budge dkk, 2019), sosioekonomi dan

keadaan minoritas (Her, 2014) seseorang akan menjadi pertimbangan individu ingin berkuliah atau

tidak. Sebagai contoh, kultur ras kulit (Kelley dkk, 1998). Keadaan lain seperti putus sekolah

(Kemple dkk, 2013), program kebijakan negara (Mokher & Leeds, 2019), dan kesehatan mental

(Osborn & Belle, 2019), dan daya resiko lainnya (Raines & Talapatra) menentukan College Readi-

ness individu.

Sedangkan faktor eksternal terdiri dari ekspektasi dan peluang, dimana variabel-variabel yang

mempengaruhi College Readiness diantaranya adalah pengalaman hidup dan cita-cita menjadi in-

dikasi yang diidentifikasikan oleh Indriyanti & Ivada (2014). Dilanjutkan dengan temuan variabel

faktor lainnya seperti self-expectation (Kelley dkk, 1998), program akselarasi (Dougherty dkk,

2017), sosok konselor yang diharapkan (Roach, 2019) dengan pengembangan keprofesional-

itasannya (Sondergeld dkk, 2013) serta kesempatan mendapatkan sumber informasi dan penyalu-

ran informasi (Martinez dkk, 2013) akan menentukan taraf kesiapan kuliah individu. Lalu variabel

faktor eksternal lainnya adalah lingkungan sosial. Dimana faktor tersebut diindikasikan oleh

karakteristik sosial yang berkaitan dengan kebutuhan pribadinya (Barnes & Slate, 2013), pengaruh

teman dan persepsi masyarakat (Indriyanti & Ivada, 2013), dukungan sosial dan labeling ling-

kungan (Osborn & Belle, 2019), dan intervensi kesiapan (Raines & Talapatra, 2019) seperti halnya

muncul dari teman sebaya (Zulfa dkk, 2018), kepercayaan guru terhadap diri individu (Harvey

dkk, 2019), kelompok rujukan seperti komunitas alumni (Sawaji dkk, 2010), tujuan yang sama ter-

koneksi oleh anggota sekelompoknya (Malott dkk, 2019), serta program lingkungan positif

(Rivera dkk, 2019) diprediksi memiliki pengaruh signifikan terhadap College Readiness individu.

Tidak hanya itu, potensial lingkungan sosial berupa kultur budaya (Kolluri & Tierney, 2020),

kesukuan (Cortez dkk, 2014), dan tipikal berbahasa (Turner & Danridge, 2014) memiliki daya

tersendiri untuk menyikapi College Readiness.

Kemudian terdapat variabel faktor eksternal lainnya adalah komunikasi informasi, yang mana

ditandai oleh beberapa temuan periset terhadap College Readiness berupa komunikasi pemasaran

(Sawaji dkk, 2010), salah satu strategi komunikatif sosialisasi orang tua terhadap anak (Sondergeld

dkk, 2013), dilanjutkan dengan saran dan masukan dan informasi seputar kampus (Cates &

Page 13: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif Ilmu Perilaku | 9

Schaefle, 2011), informasi pendaftaran (Jackson, 2015), juga dapat diterapkan pada guru di ling-

kungan sekolah dalam mengkomunikasikan pemahaman guru terkait materi yang linear pada ma-

teri kampus (Jo & Milson, 2013) dan makna pendidikan (Martinez dkk, 2013) kepada anak agar

terstimuli kesiapannya memasuki jenjang perkuliahan. Lalu yang terakhir adalah variabel faktor

institusional, yang ditandai beberapanya antara lain tantangan dan hambatan dari persyaratan ma-

suk kampus (Convertino & Mein, 2018), keterangan mengenai kelembagaan kampus itu sendiri

(Indriyanti & Ivada, 2013) seperti kategori jenis institusinya (Hackmann dkk, 2018), dan citra

perguruan tinggi (Sawaji dkk, 2010). Adapun institusi berupa kelembagaan kursus, seperti halnya

bimbel (bimbingan belajar) atau program-program lainnya akan dapat mempengaruhi College

Readiness bila terpenuhi beberapa variabel berikut yaitu fasilitas kebutuhan siswa (Sondergeld

dkk, 2013), efektifitas program kesiapan (Harvey dkk, 2019), program yang bersifat vokasional

(Lakes & Donovan, 2018), praktik-praktik dalam pembelajaran (Phillips dkk, 2015), integritas

program (Ring, 2016), dan fasilitas program kesiapan (Schaefer, 2014).

Dampak College Readiness

Secara praktis, dampak dari College Readiness digolongkan menjadi tiga bentuk, yaitu individ-

ual performance, akademic performance, dan benefit capitalization. Semuanya terangkum dalam

beberapa literatur yang sudah dipelajari kemudian dianalisa sesuai kategori yang tepat. Tanpa per-

lu disertakan pembuktian, sangat diharapkan kepada pembaca apabila dengan memeriksa kembali

referensi yang tersadur akan turut membantu validasi temuan variabel dampak dari College Readi-

ness.

Untuk kategori individual performance mencakup dampaknya padanya mudah berkesempatan

masuk mendaftar ke perguruan tinggi (Cabrera dkk, 2006), prestasi akademik (Castellano dkk,

2017), tidak banyak melakukan remedial (Wilson & Lowry, 2017), berkesempatan mendapatkan

tantangan dan hambatan (Convertino & Mein, 2018), menumbuhkan kesempatan dalam men-

gaplikasikan apa yang didapatkan di kampus semasa kehidupan sehari-hari (Budge dkk, 2019),

kompetensi nonkognitif dan keakraban terhadap dunia kampus (2015), Kemampuan perencanaan

karir (Martin, 2013), Keberanian diri (self-courage) (Mokher & Leeds, 2018), dan kebiasaan

menulis (Relles & Tierney).

Kemudian untuk kategori akademic performance mencakup dampaknya pada kesuksesan akad-

emik (Conley, 2008), penyelesaian akademik (Convertino & Mein, 2018), kebutuhan akan tutoring

dan mentoring (Cates & Schaefle, 2011), membangun resiliensi dalam proses berakademik (Rivera

dkk, 2017), pengembangan strategi untuk belajar mandiri (Verrell & McCabe, 2015). Terakhir pa-

da kategori benefit capitalization mencakup dampaknya pada orang tua yang berkenan memasuk-

kan anaknya ke kampus (Cortez dkk, 2014), kesuksesan pendidikan dan ekonomi (Dougherty dkk,

2017), pengembangan kategori pelaporan akuntabilitas dan definisi sukses (Fina dkk, 2018), men-

gidentifikasikan area permasalahan siswa untuk diberikan coaching (Komarraju dkk, 2013),

menentukan kebijakan industrial (Lakes & Donovan, 2017).

Page 14: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

10 | Kurniawan & Mashita - Studi Literatur Kesiapan...

KESIMPULAN

College Readiness adalah kondisi kesiapan mental maupun fisik seseorang dalam menghada-

pi persiapan masuk ke ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dalam makna yang lebih luas Col-

lege Readiness adalah merupakan kekuatan dimensi personal individu, daya siap yang bersifat

transisional, kemampuan menyiapkan akademik individu secara personal-interpersonal, sebagai

titik acuan daya ekspektasi eksternal terhadap diri individu agar siap dan mampu berkuliah.

Teori yang mendukung kerangka berpikir College Readiness diantaranya yaitu Conley’s four

-dimensional model , Tinto’s Theory , Pendekatan Funds of Knowledge, Pendekatan Pendidikan

Liberal (Liberal Education Approach). Conley’s four-dimensional model menekankan pada empat

komponen yang perlu diperhatian dalam menyusun kerangka pengukuran kesiapan kuliah penge-

tahuan yaitu: konten akademik (key content knowledge), perilaku akademis (academic behavior),

kesadaran dan keterampilan secara kontekstual (contextual skills and awareness), dan strategi kog-

nitif (key cognitive strategies). Teori Tinto menekankan tiga sumber utama terjadinya putusnya

akademik pada siswa yaitu kesulitan akademik, ketidakmampuan individu menyelesaikan tujuan

pendidikannya, kegagalan mereka untuk tetap menjadi atau tergabung dalam kehidupan intelektual

dan sosial lingkungan akademik. Pendekatan Funds of Knowledge menekankan kepada penggalian

perspektif terhadap objek dalam hal ini adalah perspektif subjek terhadap college atau pendidikan

tinggi agar subjek lebih dapat mepersiapkan diri menghadapinya. Yang terakhir adalah teori Pen-

dekatan Pendidikan Liberal (Liberal Education Approach) pendekatan ini adalah pendekatan yang

dilakukan oleh perguruan tinggi yang memberikan pengetahuan yang luas untuk membantu siswa

mengembangkan rasa sosial tanggung jawab, serta keterampilan intelektual juga keterampilan

praktis yang mencakup semua bidang studi, seperti komunikasi, analitis, dan keterampilan pemec-

ahan masalah (problem solving), dan kemampuan menerapkan pengetahuan dan keterampilan di

dalam lingkungan masyarakat.

Secara ringkas faktor dan dampak College Readiness dapat disimpulkan variabel yang

mempengaruhi konsep College Readiness terbagi menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal meliputi potensi diri, motivasi, situasi-kondisi, dan biaya. Se-

dangkan pada faktor eksternal meliputi lingkungan sosial, ekspektasi dan peluang, komunikasi in-

formasi, dan institusional. Dan dampak yang ditimbulkan oleh College Readiness mengarah pada

beberapa variabel yang terbagi menjadi tiga dimensi, yaitu individual performance, akademic per-

formance, dan benefit capitalization.

Diskusi dan Saran

Pada umumnya, siswa yang lulus seleksi perdaftaran masuk perguruan tinggi hanya berdasar-

kan hasil test materi. Menurut peneliti, hal itu tidak tepat sasaran untuk memilah calon mahasiswa

yang tepat dinilai dari aspek minat dan bakat calon mahasiswa. Saat ini masih banyak perguruan

tinggi yang menggunakan seleksi dengan mengkategorisasikan jurusan perkuliahan dalam segmen

dikotomi antara IPA dan IPS (salah satu contoh yang tidak tepat adalah menetapkan posisi

Page 15: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif Ilmu Perilaku | 11

keilmuan adalah jurusan psikologi, dikarenakan ilmu psikologi dapat diterapkan secara IPA mau-

pun IPS). Dengan penentuan yang tepat atas minat dan bakat calon mahasiswa, fenomena-

fenomena yang telah terjadi saat ini dapat dicegah, karena individu yang melakukan sesuatu atas

dasar kesukaan atau minat maupun bakat. Akan lebih dapat men-counter stress yang berpotensi

membuat seseorang menjadi depresi.

Oleh karena itu, saran dari hasil studi literatur terkait kesiapan remaja sebelum memasuki

perguruan tinggi (college readiness) ditujukan kepada pemerintah, perguruan tinggi dan para

peneliti lain, untuk dapat memberikan perhatian khusus terhadap kesiapan remaja sebelum me-

masuki perguruan tinggi (college readiness). Bentuk perhatian tersebut bias dengan mengem-

bangkan alat ukur kesiapan pendidikan tinggi yang disesuaikan pada pembacaan lokal kehidupan

anak di wilayahnya. Mengingat berpengaruhnya konteks budaya juga pemaknaan kolektif

mengenai perguruan tinggi. Hal ini patut diseriusi karena segala pilihan dalam menempuh ke-

hidupan akademik tentunya memiliki konsekuensi di masa depannya, bagi individu itu sendiri.

Selain kecerdasan intelektual, minat dan bakat akan mempengaruhi kemampuan individu dalam

menjadi sumber daya manusia kompeten di bidangnya. Dalam lapangan kerja yang nyata sanga-

tlah penting menempatkan sumber daya manusia sesuai kompetensinya, ‘right man in the right

job’ maka sangatlah penting mempersiapkan diri pada saat akan menempuh perguruan tinggi,

‘right college in the right purpose’.

DAFTAR RUJUKAN

Agherdien, N., Mey, M., Poisat, P. (2018). Factors Impacting on Students’ Readiness for Higher

Education, Africa Education Review, 15:1, 52-71, DOI: 10.1080/18146627.2016.1224596

Andreas, D. 2018. https://tirto.id/mengapa-pengangguran-terbanyak-justru-lulusan-smk-cJ6Y, di-

akses pada bulan Mei 2020.

Aprianto, D., Khairrunnisa, U. (2013). Hubungan Sumber Daya Manusia Terhadap Tingkat Pen-

didikan Dan Pengangguran Terbuka Di Indonesia. Seminar Ilmiah Nasional Psikologi,

Ekonomi, Sastra, Arsitektur, dan Teknik Sipil 2013, Universitas Gunadarma. Jakarta, Indo-

nesia.

Arnani, M. 2019. https://edukasi.kompas.com/read/2019/03/29/17383141/9176-kuota-dari-21-

sekolah-kedinasan-dibuka-april-ini-rinciannya?page=all, diakses pada bulan Mei 2020.

Baber, L.D., Castro, E.L., and Bragg, D.D. 2010. Measuring Success: David Conley’s College

Readiness Framework and the Illinois College and Career Readiness Act. Champaign, IL:

Office of Community College Research and Leadership, University of Illinois at Urbana-

Champaign.

Barnes, W., Slate, J R. (2013). College-Readiness Is Not One-Size-Fits-All. Current Issues in Edu-

cation, 16(1). Retrieved from http://cie.asu.edu/

Barnes, W., Slate, J., & Rojas-LeBouef, A. (2010). College-readiness and academic preparedness:

Page 16: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

12 | Kurniawan & Mashita - Studi Literatur Kesiapan...

The same concepts? Current Issues in Education, 13(4). Retrieved from http://cie.asu.edu/

Bausmith, M J., France, M. (2012). The Impact of GEAR UP on College Readiness for Students in

Low Income Schools, Journal of Education for Students Placed at Risk (JESPAR), 17:4, 234

-246, DOI: 10.1080/10824669.2012.717036

Budge, K., Wargo, E., Carr-Chellman, D., CanfieldDavis, K. (2019). When “College and Career

Ready” Means Only (or Mostly) College Ready: Perspectives From Stakeholders in Six Ru-

ral and Small Communities, Leadership and Policy in Schools, DOI:

10.1080/15700763.2019.1696371

Cabrera, A F., et al. (2006). Increasing the College Preparedness of At-Risk Students, Journal of

Latinos and Education, 5:2, 79-97, DOI: 10.1207/s1532771xjle0502_2

Castellano, M., Sundell, K E., Richardson, G B. (2017). Achievement Outcomes Among High

School Graduates in College and Career Readiness Programs of Study, Peabody Journal of

Education, 92:2, 254-274, DOI:

10.1080/0161956X.2017.1302220

Cates, J T., Schaefle S E. (2011). The Relationship Between a College Preparation Program and At

-Risk Students’ College Readiness, Journal of Latinos and Education, 10(4), 320–334, DOI:

10.1080/15348431.2011.605683

Citradi, T. 2019. https://www.cnbcindonesia.com/news/20191105151115-4-112837/miris-tingkat-

pengangguran-terbuka-lulusan-smk-paling-tinggi, diakses pada bulan Mei 2020.

Conley, D. T. (2003). Mixed Messages: What State High School Tests Communicate About Stu-

dent Readiness for College. Eugene, Ore.: Center for Educational Policy Research, Universi-

ty of Oregon.

Conley, D T. (2008). Rethinking College Readiness. NEW DIRECTIONS FOR HIGHER EDU-

CATION, no. 144, Wiley Interscience.

Convertino, C., Mein, E. (2018). Latinx students’ transition to college: When readiness meets bar-

riers, Journal of Latinos and Education, DOI: 10.1080/15348431.2018.1521724

Cortez, L J., Martinez, M A., Sáenz, V B. (2014). Por los ojos de madres: Latina mothers’ under-

standings of college readiness, International Journal of Qualitative Studies in Education,

27:7, 877-900, DOI: 10.1080/09518398.2013.805851

Dougherty S M., Goodman J S., Hill D V., Litke E G., Page L C. (2017). Objective course place-

ment and college readiness: Evidence from targeted middle school math acceleration, Jour-

nal Economics of Education Review, 141-161.

Durham R E., Bell-Ellwanger J., Connolly F., Robinson K H., Olson L S., Rone T. (2015). Univer-

sity–District Partnership Research to Understand College Readiness Among Baltimore City

Page 17: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif Ilmu Perilaku | 13

Students, Journal of Education for Students Placed At Risk, 20: 120–140.

Fina, A D., Dunbar, S B., Welch, C J. (2018). Establishing empirical links between high school

assessments and college outcomes: An essential requirement for college readiness interpreta-

tions, Educational Assessment, 23:3, 157-172, DOI: 10.1080/10627197.2018.1481387

Foote A., Schulkind L., Shapiro T M. (2015). Missed signals: The effect of ACT college-readiness

measures on post-secondary decisions, Journal Economics of Education Review, (46), 39-

51.

Fuad, dkk.1981. Kamus Besar Psikologi. Jakarta: Pusat Pengembangan Bahasa Departemen Pen-

didikan dan Kebudayaan

Ganzert, B. (2014). Dual Enrollment Credit and College Readiness, Community College Journal

of Research and Practice, 38:9, 783-793, DOI: 10.1080/10668926.2012.719483

Gina L. Garza-Reyna, J. Joy Esquierdo & Jaya Goswami (2019) A comparative study on the col-

lege readiness of bilingual learners in transitional bilingual and dual language programs,

NABE Journal of Research and Practice, 9:3-4, 155-165,

DOI:10.1080/26390043.2019.1653046

González, N., Moll, L. C., & Amanti, C. (2005). Preface. In N. González, L. Moll, & C. Amanti

(Eds.), Funds of knowledge: Theorizing practices in households, communities, and class-

rooms (pp. ix–xii). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.

Greene, J. P., & Forster, G. (2003). Public high school graduation and college readiness rates in

the United States (Education Working Paper No. 3). New York, NY: Center for Civic Inno-

vation at the Manhattan Institute.

Greene, J. P., & Winters, M. A. (2005). Public high school graduation and college- readiness rates:

1991-2002. (Education Working Paper No. 8). Center for Civic Innovation at the Manhattan

Institute.

Grimes, S K. (1997). Underprepared community college students: characteristics, persistence, and

academic success, Community College Journal of Research and Practice, 21:1, 47-56, DOI:

10.1080/1066892970210105

Hackmann, D G., Malin, J R., Gilley, D. (2018). Career Academies: Effective Structures to Pro-

mote College and Career Readiness, The Clearing House: A Journal of Educational Strate-

gies, Issues and Ideas, DOI: 10.1080/00098655.2018.1480196

Hart Research Associates. 2013. It Takes More than a Major: Employer Priorities for College

Learning and Student Success. Association of American Colleges and Universities 99(2).

www.aacu.org/liberaleducation/le-sp13/hartresearchassociates.cfm (accessed July 16, 2013)

Harvey, M W., Timmerman, L C., VazQuez, O G. (2018). College and Career Readiness

Page 18: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

14 | Kurniawan & Mashita - Studi Literatur Kesiapan...

Knowledge and Effectiveness: Findings from an Initial Inquiry in Indiana, Journal of Educa-

tional and Psychological Consultation, DOI: 10.1080/10474412.2018.1522260

Her C S. (2014). Ready or Not: The Academic College Readiness of Southeast Asian Americans,

Multicultural Perspectives, 16(1), 35–42

Indriyanti, N., Siswandari, S., & Ivada, E. (2013). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Minat

Melanjutkan Pendidikan Ke Perguruan Tinggi Pada Siswa Kelas Xii Akuntansi Smk Negeri

6 Surakarta Tahun 2013. Jurnal Pendidikan Ekonomi Universitas Sebelas Maret, 1(2),

13560.

Jackson, J S. (2014). Does an Early College Readiness Signal Discourage College Application and

Enrollment?, Journal of Research on Educational Effectiveness, DOI:

10.1080/19345747.2014.984885

Jo, I. Milson, A J. (2013). College Readiness for Geography: Perceptions of High School Teachers

and College Faculty, Journal of Geography, 112:5, 193-204, DOI:

10.1080/00221341.2012.761718

Judy Marquez Kiyama (2011) Family Lessons and Funds of Knowledge: College-Going Paths in

Mexican American Families, Journal of Latinos and Education, 10:1, 23-42, DOI:

10.1080/15348431.2011.531656

Kallison, J M., Stader, D L. (2012) Effectiveness of Summer Bridge Programs in Enhancing Col-

lege Readiness, Community College Journal of Research and Practice, 36:5, 340-357, DOI:

10.1080/10668920802708595

Kelley, G A., Lowing, L., Kelley, K. (1998). Psychological Readiness of Black College Students

to Be Physically Active, Journal of American College Health, 47:2, 83-87, DOI:

10.1080/07448489809595624

Kemple, J J., Segeritz, M D., Stephenson, N. (2013). Building On-Track Indicators for High

School Graduation and College Readiness: Evidence from New York City, Journal of Edu-

cation for Students Placed at Risk (JESPAR), 18:1, 7-28, DOI:

10.1080/10824669.2013.747945

Knotek, S E., et al. (2018): An Implementation Coaching Framework to Support a Career and Uni-

versity Readiness Program for Underserved First-Year College Students, Journal of Educa-

tional and Psychological Consultation, DOI: 10.1080/10474412.2018.1544903

Kolluri, S., Tierney, W G. (2020) Understanding College Readiness: The Limitations of Infor-

mation and the Possibilities of Cultural Integrity, The Educational Forum, 84:1, 80-93, DOI:

10.1080/00131725.2020.1672003

Komarraju, M., Ramsey, A., Rinella, V. (2013). Cognitive and non-cognitive predictors of college

Page 19: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif Ilmu Perilaku | 15

readiness and performance: Role of academic discipline, Learning and Individual Differ-

ences , (24) 103–109.

Lakes, R D., Donovan, M K. (2017). The International Baccalaureate Career Programme: a case

study of college and career readiness policy goals, Journal of Education Policy, DOI:

10.1080/02680939.2017.1338360

M, Echols, John dan Shadily, Hasan. 1975. An English-Indonesia Dictionary. London: Cornell

University Press

Malott, K M., Havlik, S., Gosai, S., Davila, J D., Steen, S. (2019). College Readiness and First-

Generation College Goers: Group Impacts with Students from an Urban, Predominantly Af-

rican-American Population, Journal of Child and Adolescent Counseling, 5:3, 256-274, DOI:

10.1080/23727810.2019.1672241

Martin, T C. (2013). Cognitive and Noncognitive College Readiness of Participants in Three Con-

current-Enrollment Programs, Community College Journal of Research and Practice, 37:9,

704-718, DOI: 10.1080/10668926.2013.774896

Martinez, M A., Cortez, L J., Saenz, V B. (2013). Latino Parents' Perceptions of the Role of

Schools in College Readiness, Journal of Latinos and Education, 12:2, 108-120, DOI:

10.1080/15348431.2012.745402

Maruyama, G. (2012). Assessing college readiness: Should we be satisfified with ACT or other

threshold scores? Educational Researcher, 41, 252–261.

McDaniel, K N. (2014). Read Long and Prosper: Five Do’s and Don’ts for Preparing Students for

College. The Clearing House, 87: 83–87. DOI: 10.1080/00098655.2013.872592

McMillan, James H dan Schumacher, , 1997. Research in Education: A Conceptual Introduction.

Ed.4. Longman: Universitas Michigan

Mijares, A. (2007). Defifining college readiness. Retrieved from http://www.edsource.org/ assets/

fifiles/convening/CollegeBoard_brief.pdf

Murdaningsih, Dwi. 2019. 87 Persen Mahasiswa Mengaku Salah Pilih Jurusa. https://

republika.co.id/berita/pmjuhw368/87-persen-mahasiswa-mengaku-salah-pilih-jurusan, di-

akses pada tanggal 20 Oktober 2020

Murti, Ayu TA. 2018. Fenomena Salah Jurusan di Kalangan Mahasiswa. https://

mahasiswaindonesia.id/fenomena-salah-jurusan-di-kalangan-mahasiswa/, diakses pada tang-

gal 20 Oktober 2020

Mokher, C G., Leeds, D M. (2018). Can a College Readiness Intervention Impact Longer-Term

College Success? Evidence from Florida’s Statewide Initiative, The Journal of Higher Edu-

cation, DOI: 10.1080/00221546.2018.1525986

Page 20: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

16 | Kurniawan & Mashita - Studi Literatur Kesiapan...

Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta.

Osborn, D S., Belle, J G. (2018). Preparing Juvenile Offenders for College and Career Readiness:

A Cognitive Information Processing Approach, Journal of Educational and Psychological

Consultation, DOI: 10.1080/10474412.2018.1482216

Phillips, M., dkk. (2015). Using Research to Improve College Readiness: A Research

Partnership Between the Los Angeles Unified School District and the Los Angeles Educa-

tion Research Institute, Journal of Education for Students Placed at Risk, 20: 141–168. DOI:

10.1080/10824669.2014.990562

Pusdatin Kemenristekdikti. 2018. Statistik Pendidikan Tinggi. Jakarta, Pangkalan Data Pendidikan

Tinggi.

Radcliffe, R A., Bos, B. (2013). Strategies to Prepare Middle School and High School Students for

College and Career Readiness, The Clearing House: A Journal of Educational Strategies,

Issues and Ideas, 86:4, 136-141.

Raines, T C., Talapatra, D. (2019). College and Career Readiness Consultation for High-Risk

Youth: An Introduction, Journal of Educational and Psychological Consultation, DOI:

10.1080/10474412.2\019.1565540

Relles, S R., Tierney, W G. (2013). Understanding the Writing Habits of Tomorrow's Students:

Technology and College Readiness, The Journal of Higher Education, 84:4, 477-505, DOI:

10.1080/00221546.2013.11777299

Ring, A. (2016). Norco College’s Summer Advantage Program: Leading Change to Increase Col-

lege Readiness, Community College Journal of Research and Practice, 40:7, 589-596, DOI:

10.1080/10668926.2016.1138905

Rivera, H H et al. (2017). Fostering an environment for resilience among Latino youth: Character-

istics of a successful college readiness program, Journal of Latinos and Education, DOI:

10.1080/15348431.2017.1371605

Riza, Anggi. 2020. Wanita Muda di Badung Diduga Bunuh Diri karena Terbebani Tugas-Uang

Kuliah. https://news.detik.com/berita/d-4962197/wanita-muda-di-badung-diduga-bunuh-diri-

karena-terbebani-tugas-uang-kuliah, diakses pada tanggal 20 Oktober 2020

Ruslani, Burhan. 2016. Oknum mahasiswa IPB ditemukan tewas gantung diri, https://

www.antaranews.com/berita/573552/oknum-mahasiswa-ipb-ditemukan-tewas-gantung-diri,

diakses pada tanggal 20 Oktober 2020

Roach, A T. (2018). Agents of Hope: College and Career Readiness Consultation to Support Suc-

cessful Transitions, Journal of Educational and Psychological Consultation, DOI:

10.1080/10474412.2018.1550415

Page 21: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif Ilmu Perilaku | 17

Roderick, M., Nagaoka, J., Coca, V. (2009). College Readiness for All: The Challenge for Urban

High Schools, The Future of Children, Vol. 19, No. 1, America's High Schools, pp. 185-210,

Princeton University.

Sawaji, J., Hamzah, D., & Taba, I. (2010). Pengambilan keputusan mahasiswa dalam memilih

perguruan tinggi swasta di Sulawesi Selatan. Diakses dari http://www. google. co. id.

Schaefer, M B. (2014). Facilitating College Readiness through Campus Life Experiences, RMLE

Online, 37:7, 1-19, DOI: 10.1080/19404476.2014.11462110

Sondergeld, T A., Fischer, J M., Samel, A N., Knaggs, C M. (2013). Evaluating the Influence of

an Urban High School Reform Effort on College Readiness and Access Outcomes: A Qua-

siexperimental Cohort Study, Journal of Education for Students Placed at Risk (JESPAR),

18:3-4, 212-232, DOI: 10.1080/10824669.2013.818371

Springer, S E., Wilson, T J,. Dole, J A. (2015). Ready or Not: Recognizing And Preparing College

Ready Students. Journal of Adolescent & Adult Literacy. Vol. 58, No. 4. pp. 299-307

Sriyanti, Lilik, (2011). Psikologi Belajar. Salatiga: STAIN Salatiga Press

Subroto, Gatot. (2014). Hubungan Pendidikan dan Ekonomi:Perspektif Teori dan Empiris. Jurnal

Pendidikan dan Kebudayaan. 20. 390. 10.24832/jpnk.v20i3.318.

Syurkani, P. 2018. https://mediaindonesia.com/read/detail/184022-jumlah-publikasi-ilmiah-

meningkat-sepanjang-2017-2018, diakses pada bulan Mei 2020.

Tinto, V. (2015). Tinto’s Theory. Retrieved from http://etorpy.com/tinto.htm

Turner, J D., Danridge, J C. (2014). Accelerating the College and Career Readiness of Diverse K–

5 Literacy Learners, Theory Into Practice, 53:3, 212-219, DOI:

10.1080/00405841.2014.916963

Verrell, P A., McCabe, N R. (2015). In Their Own Words: Using Self Assessments of College

Readiness to Develop Strategies for Self-Regulated Learning, College Teaching, 63:4, 162-

170, DOI: 10.1080/87567555.2015.1053046

Wawan. J Hari. 2020. Mahasiswa Tewas Bersimbah Darah Diduga Bunuh Diri, Ada Gerinda di

TKP. https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4880564/mahasiswa-tewas-bersimbah-

darah-diduga-bunuh-diri-ada-gerinda-di-tkp?_ga=2.148327358.826414588.1603480647-

947736013.1603480641, diakses pada tanggal 20 Oktober 2020

Wilson, D., Lowry, K M. (2017). One Goal, Two Institutions: How a Community College and 4-

Year University Partner to Bridge Student College Readiness Gaps, Community College

Journal of Research and Practice, 41:4-5, 267-272, DOI: 10.1080/10668926.2016.1251350

Wimberly, G L., Noeth, R J. (2005). College Readiness Begins in Middle School. ACT Policy Re-

port

Page 22: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

18 | Kurniawan & Mashita - Studi Literatur Kesiapan...

Yusuf, Muhammad. 2020. Keprihatinan kasus bunuh diri mahasiswa di Kaltim https://

www.antaranews.com/berita/1610670/keprihatinan-kasus-bunuh-diri-mahasiswa-di-kaltim,

diakses pada tanggal 20 Oktober 2020

Zulfa, N. I., Heryaniningsih, S. M., Putra, M. R., & Putri, M. K. (2018). Pengaruh teman sebaya

terhadap minat melanjutkan studi ke perguruan tinggi pada siswa sma. Journal of Innovative

Counseling: Theory, Practice, and Research, 2(02), 69-74.

Zuraya, N. (2020). https://republika.co.id/berita/qcbvun383/bappenas-prediksi-pengangguran-

capai-127-juta-orang-di-2021, diakses pada bulan Juni 2020.

Page 23: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Vol. 1, No. 2, Desember, 2021 Jurnal Kualitatif Untuk

Ilmu Perilaku Hal. 19-27

Strategi Menghadapi Kecemasan Pada Single Mother ditengah

Pandemi Covid-19

Fifi Dwi Mileniasari Program Studi Psikologi Islam, Fakultas Ushulunuddin, Adab, dan Dakwah, IAIN Tulungagung

Jl. Mayor Sujadi Timur No. 46, Tulungagung, Jawa Timur, Indonesia

[email protected]

Rodlotul Janah Amalia Rachma Ajeng Program Studi Psikologi Islam, Fakultas Ushulunuddin, Adab, dan Dakwah, IAIN Tulungagung

Jl. Mayor Sujadi Timur No. 46, Tulungagung, Jawa Timur, Indonesia

[email protected]

Ali Syahidin Mubarok Program Studi Psikologi Islam, Fakultas Ushulunuddin, Adab, dan Dakwah, IAIN Tulungagung

Jl. Mayor Sujadi Timur No. 46, Tulungagung, Jawa Timur, Indonesia

[email protected]

Retno Sulistyaningsih Program Studi Psikologi, Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Malang

Jl. HR. Soebrantas, KM. 15 No. 155, Pekanbaru, Riau, Indonesia 65145

[email protected]

Informasi Artikel Abstrak

Tanggal masuk Kemunculan pandemi Covid-19 membuat segala sektor mengalami gangguan luar biasa. Sektor ekonomi menjadi bagian yang paling parah karena terhenti secara paksa sebagai dampak pandemik. Pandemi ini juga membuat semua orang menjadi cemas, cemas terpapar covid-19. Banyak terjadi pemutusan hub-ungan kerja juga hilangnya lahan pekerjaan yang membuat para tulang punggung keluarga tidak berdaya, terutama bagi seorang single mother yang bekerja mencari nafkah. Kedudukannya yang tidak hanya menjadi pencari nafkah, juga menjadi orang tua, membawa beban yang berat apalagi saat ke-hilangan pekerjaan. Tentunya, kecemasan yang ada semakin bertambah karena posisi dan kondisi ibu tersebut. Terlebih single mother semakin bertambah ce-mas jika ia turut terpapar Covid-19 dan tidak ada biaya untuk pengobatannya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penggalian data menggunakan observasi dan wawancara semi terstruktur. Jumlah subjek pada penelitian ini adalah dua orang. Hasil dari penelitian ini ada-lah baik subjek 1 dan 2 memiliki kecemasan terhadap penyebaran virus. Kedua subjek memiliki kecemasan ekonomi yang berada pada level menengah. Subjek 1 dan 2 lebih memilih pasrah atas apa yang sudah terjadi dampak pandemi ini, khususnya masalah ekonomi. Subjek 1 dan 2 bekerja semampu mereka untuk menghadapi kondisi perkonomian keluarga. Subjek 1 dan 2 menggunakan koping religius sebagai strategi bertahan hidup dalam menghadapi pandemi

Tanggal revisi

Tanggal diterima

Kata Kunci:

kecemasan; single mother; pandemi covid-19

Keywords: Abstract

anxiety; single mother; covid-19 pandemic

The occurrence of the Covid-19 pandemic made whole sectors experience ex-traordinary disruption. The economic sector was the worst part because it must be stopped as a result of the pandemic. This pandemic has also made everyone anxious because of exposure to covid-19. Many people lose their jobs, and even single mothers are no exception. Single mother position is not only as a bread-winner, but also as parent carrying a heavy burden especially when she loses their job. The anxiety increases because of her position and condition. Further-more, single mother was increasingly concerned if she had been exposed to covid-19 and she has no medical expenses. This research was a qualitative re-search with a case study approach. Data collecting used semi-structured observa-tion and inter-interviews. The number of subjects in this study were two people. The results of this study were that both subject 1 and 2 had anxiety about the

Page 24: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

20 | Mileniasari, Ajeng, Mubarok, & Sulistyaningsih - Strategi menghadapi kecemasan...

PENDAHULUAN

Dampak buruk adanya pandemi Covid-19 tidak bisa terelakkan lagi. Hampir semua orang

terkena dampak yang luar biasa, terutama pada sektor perkonomian. Pandemi Covid-19 benar-

benar memberikan efek yang buruk ke berbagai bidang (CNN Indonesia, 2020). Sri Mulyani

(Liputan6.com, 2020) mengatakan Covid-19 memberi 3 dampak besar terhadap perekonomian

Indonesia, yakni konsumsi rumah tangga yang turun drastis, adanya ketidakpastian yang membuat

investasi melemah, dan pelemahan ekenomi yang merata membuat ekspor Indonesia terhenti.

Pada permasalahan pertama, konsumsi rumah tangga yang menurun drastis, terdapat banyak

faktor yang menjadi penyebabnya. Yustinus Prastowo, Staff Khusus Menkeu Bidang Komunikasi

Strategis menyebutkan bahwa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menjadi salah satu faktor

melemahnya perputaran ekonomi (Mediatama, 2020). Mobilitas yang terhambat membuat

pertumbuhan ekonomi nihil bahkan cenderung minus. Apalagi sektor usaha mikro, kecil dan

menengah (UMKM) menjadi bagian perekonomian yang mendapat efek yang paling buruk (VOA

Indonesia, 2020).

Pelaku sektor UMKM yang lebih didominasi oleh masyarakat kelas menengah kebawah tentu

mengalami kesulitan luar biasa di masa pandemi ini. Pandemi ini memaksa siapapun untuk tinggal

di rumah, membatasi segala sesuatunya hanya dari rumah. Kondisi ini memicu terjadinya family

burnout. Kondisi ini sebagian besar menyerang orang tua, disebabkan beban mereka yang ber-

tambah menjadi guru bagi anak-anaknya. Terlebih bagi keluarga dengan orang tua tunggal, family

burnout akan lebih rentan pada kondisi ini (Kompas Health, 2020). Survei KPAI yang dilakukan

pada tanggal 8-14 Juni 2020 mendapatkan hasil bahwa Ibu menjadi pelaku kekerasan terhadap

anak dengan prosentase 60,4%. Hal ini dikonfirmasi dengan hasil sebanyak 42,5% ibu-ibu yang

menjadi responden membenarkan terjadinya kekerasan fisik tersebut. Peristiwa ini terjadi disebab-

kan beban pada ibu bertumpuk, tidak hanya beban domestik namun secara psikis serta tanggung

jawab pengasuhan bertumpu pada seorang ibu (Tirto.id, 2020b). Kondisi ini sejalan dengan sebuah

penelitian di Amerika yang menyebutkan kelelahan orang tua selama pandemi memicu terjadinya

kekerasan pada anak (Griffith, 2020).

Kondisi ini menjadi lebih berat pada seorang single mother yang menjadi tumpuan segalanya

bagi keluarga dan anak. Beban menjadi seorang single mother sangat berat karena harus

menghadapi stigma buruk di masyarakat, beban domestik serta tekanan psikologis baik secara in-

ternal maupun eksternal (Dewi, 2017). Pandemi membuat perempuan bekerja dua kali lipat pada

ranah domestik daripada hari-hari biasa. Selain kewajiban bekerja dan menjadi ibu, menjadi

spread of the virus. Both subjects had economic anxiety which was at the inter-

mediate level. Subjects 1 and 2 prefer to surrender to what had happened due to

this pandemic, especially economic problems. Subjects 1 and 2 worked as best

they could to face the economic conditions of the family. Subject 1 and 2 used

religious coping for survival strategy facing Covid-19 pandemic.

Page 25: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif Ilmu Perilaku | 21

seorang guru saat pemberlakuan sekolah dari rumah merupakan salah satu beban tersendiri bagi

perempuan (Tirto.id, 2020a). Hal ini tentu membuat perempuan harus pintar-pintar mengatur wak-

tu, terlebih dalam hal perekonomian yang menjadi penopang utama dalam ketahanan keluarga. Ri-

lis survei oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) (antaranews.com, 2020) menyebutkan bahwa

67,4% warga Indonesia lebih mengkhawatirkan kesulitan ekonomi atau bahkan kelaparan. Salah

satu alasan yang menguatkan hasil survei tersebut adalah laporan Menaker tentang meningkatnya

jumlah PHK yang mencapai 1,9 juta orang pada Juni 2020, jauh diatas jumlah warga yang terpapar

Covid-19.

Total 1,9 juta PHK tersebut memungkinkan adanya single mother. Selain itu, banyak single

mother yang bekerja sebagai wiraswasta atau memiliki usaha kecil-kecilan yang dipasarkan me-

lalui tempat ramai seperti pasar, tepi jalan raya atau pusat-pusat keramaian yang akibat pandemi

ditutup untuk sementara waktu. Kondisi ini tentu membuat single mother harus berpikir untuk

ketahanan ekonomi. Di sisi lain, ia juga dituntut untuk menjadi orang tua sebagaimana biasa.

Permasalahan terkait single mother dan ekonomi begitu banyak. Single mother yang hidup

dengan kedua orang tuanya mampu mengatur tekanan sosial, membantu mengurus anak saat ibu

bekerja, aktif diberbagai kegiatan untuk menghilangkan stigma negatif, serta dalam aspek ekonomi

single mother berupaya menyelaraskan pendapatan dengan pengeluaran serta menyisihkan

sebagian untuk ditabung untuk memenuhi biaya pendidikan anak (Rahayu, 2018).

Meski pandemi covid-19 erat kaitannya dengan kesehatan, namun aspek ekonomi tidak bisa

dipandang sebelah mata. Penelitian yang dilakukan di tiga negara, Amerika, Inggris dan Israel

mendapati hasil bahwa kecemasan ekonomi setara dengan kecemasan kesehatan, namun hasil ini

melampaui perubahan rutin yang ada. Hasil penelitian ini juga menunjukkan kecemasan ekonomi

bisa berakibat pada masalah fisik dan kesehatan mental yang serius dan dibutuhkan ahli didua bi-

dang tersebut untuk penanggulangan (Bareket-Bojmel, Shahar, & Margalit, 2020).

Pada penelitian lain di Amerika ditemukan adanya tingkat kecemasan ekonomi pada individu.

Orang dewasa awal cenderung lebih khawatir daripada dewasa akhir, tetapi responden kulit hitam

memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi. Kecemasan paling rendah dimiliki oleh mereka

yang tinggal di rumah dan tidak memiliki anak. Faktor penyebab kecemasan ini antara lain self-

esteem, kesadaran dan keterbukaan yang rendah menjadi penyebab tingginya kecemasan tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk melihat siapa yang memiliki kecemasan ekonomi

selama pandemi ini berlangsung (Mann, Krueger, & Vohs, 2020).

Penelitian ini akan menyajikan strategi menghadapi kecemasan ekonomi yang terjadi akibat

pandemi covid-19. Penelitian perlu diadakan karena adanya perubahan kecemasan yang berawal

dari cemas atau takut terpapar covid-19 menjadi cemas akan kondisi perekonomian yang terham-

bat selama pandemi berlangsung.

Page 26: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

22 | Mileniasari, Ajeng, Mubarok, & Sulistyaningsih - Strategi menghadapi kecemasan...

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Studi kasus yang

ada pada penelitian ini berupa eksploratori. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Maret-Juli

dengan mempertimbangkan awal meluasnya covid sampai dengan kebijakan-kebijakan yang di-

ambil pemerintah selama periode tersebut.

Penelitian ini melibatkan dua orang subjek dengan kondisi sebagai berikut; single mother,

mempunyai anak, memiliki usaha kecil atau usaha tidak tetap dan anak tidak mendapatkan nafkah

dari mantan suami. Subjek 1 berusia 53 tahun yang berprofesi sebagai tukang pijat. Subjek 2 beru-

sia 47 tahun dan berprofesi sebagai penjual makanan. Penelitian ini berlokasi di Denanyar, Jom-

bang.

Penggalian data dalam penelitian ini menggunakan observasi langsung dan wawancara semi

terstruktur. Pertanyaan wawancara disusun berdasarkan teori yang dipilih. Pertanyaan wawancara

disusun berdasarkan teori kecemasan Spielberger (1972). Keabsahan data diuji dengan

menggunakan triangulasi data.

HASIL

Teori kecemasan Spielberger membagi kecemasan dalam dua kategori, Trait Anxiety dan

State Anxiety. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, subjek 1 mengalami kecemasan

dalam dua aspek, kesehatan dan ekonomi. Kecemasan dalam hal ekonomi sudah dirasakan sebe-

lum datangnya pandemi karena latar belakang pekerjaan yang dimiliki semenjak suaminya

meninggal adalah menjadi tukang pijat.

Kondisi pandemi awalnya membuat subjek 1 sedikit merasa cemas sebab tidak ada pelanggan

yang datang untuk pijat. Kecemasan lain yang muncul karena pandemi ini adalah sakit. Subjek 1

membedakan antara sakit karena terpapar covid-19 dan sakit karena terlalu memikirkan dampak

pandemi, contohnya memikirkan kondisi anaknya, untuk makan sehari-hari, dan biaya sekolah.

Subjek 1 membagi pengalamannya yang gampang sakit jika memikirkan sesuatu. Subjek 1

juga berhasil menemukan cara untuk tidak memikirkan kondisi perekonomian yang sulit terlebih

subjek 1 merupakan korban Tsunami Palu tahun 2018 silam. Subjek 1 segera mengalihkan pikiran

dan perhatiannya pada hal-hal yang bisa membuatnya bahagia dan senang, dengan cara menga-

baikan pikiran-pikiran buruk tersebut. Subjek 1 juga berpikir kalau dia sakit, hal ini pasti akan be-

rakibat buruk juga pada kondisi anaknya.

Subjek 1 juga sampai pada tahap bersabar, ikhlas, berpasrah pada Tuhan jika selalu terpikirkan

dengan kondisi yang menimpanya, terutama saat pandemi tengah melanda saat ini. Subjek 1

mengekspresikan kecemasannya dengan cara menangis sembari melihat kondisi rumah yang tidak

memiliki apapun untuk dimakan. Subjek 1 tidak terlalu cemas terkait apa yang akan dimakan un-

tuk sehari-hari, tetapi lebih mencemaskan biaya sekolah anak yang tetap membayar meskipun

diberlakukan sekolah dari rumah.

Page 27: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif Ilmu Perilaku | 23

Adapun subjek 2, mengalami kecemasan pada sisi ekonomi karena tidak bisa menjajakan da-

gangannya sebab ditutupnya sekolah-sekolah selama pandemi. Subjek 2 sering menerima pesanan

untuk membuatkan bekal anak sekolah dan juga menitipkan dagangannya di kantin-kantin

sekolah.

Subjek 2 selama pandemi mengalami penurunan pendapatan karena tidak adanya pembeli.

Subjek 2 juga sering membagikan dagangannya ke tetangga jika tidak laku. Subjek 2 sering ge-

lisah, pusing dan bingung Ketika dagangannya tidak laku dan tidak memiliki uang. Subjek 2 han-

ya mengandalkan pendapatan dari persewaan play station.

Menghadapi kondisi tersebut, subjek 2 mensiasati dengan cara menabung sedikit dari pengha-

silannya. Subjek 2 juga sebisa mungkin menghindari piutang dengan cara memenuhi kebutuhan

pokok sehari-hari apa adanya.

Subjek 2 cenderung lebih cemas bila terpapar covid-19, tetapi berujung pada cemas akan biaya

yang dikeluarkan jika harus dirawat di rumah sakit. Subjek 2 juga mengkhawatirkan biaya hidup

sehari-hari untuk anak-anaknya karena anaknya juga tidak bisa bekerja semenjak pandemi ber-

langsung.

Subjek 2 dalam menghadapi kecemasan dan kebingungan tersebut selalu berdoa dan pasrah

kepada Tuhan. Subjek 2 yakin pasti akan ada jalan keluar terkait dengan pandemi ini. Selain

berdoa dan sabar, subjek 2 juga selalu berusaha bersyukur dengan apa yang didapatkan.

PEMBAHASAN

Problematika yang dihadapi oleh single parent begitu beragam, diantaranya problem pendidi-

kan, pengasuhan anak dan ekonomi (Cahyani, 2016) ditambah juga dengan permasalahan sosial

(Zuhdi, 2019), work family conflict (Hasanah & Ni’matuzahroh, 2018; Maulida & Kahija, 2015),

juga hubungan dengan anak (Chaidirrullah & Abdullah, 2019; Octaviani, Herawati, & Tyas,

2018).

Beberapa permasalahan tersebut berlangsung dalam kondisi normal, tanpa ada peristiwa ek-

sternal lain yang membuat permasalahan yang dihadapi oleh single mother menjadi lebih berat.

Adanya pandemi ini menjadikan beban yang ditanggung oleh single mother menjadi luar biasa

karena perannya menjadi berlipat serta perekonomian yang menjadi lebih sulit.

Menurut Taylor (2019), pandemi mempengaruhi cara berfikir seseorang dalam memahami in-

formasi tentang sakit dan sehat, perubahan emosi, serta perilaku sosial. Hal ini ditambah dengan

adanya prasangka dan diskriminasi kelompok, berakibat pada kebencian dan berujung konflik.

Psikologi pandemi setidaknya memuat tiga aspek; virus itu sendiri, manusia sebagai elemen

yang menghadapi pandemi termasuk didalamnya faktor psikologis dan lingkungan sosial yang

membantu manusia dalam menghadapi pandemi (Taylor, 2019).

Manusia dengan fungsi kognisinya dituntut mampu merespon segala macam berita dengan

seksama, khususnya terkait dengan pandemi covid-19. Subjek 1 cenderung mengikuti anjuran

pemerintah terkait hal-hal yang harus dilakukan selama pandemi, meskipun di awal pemerintah

Page 28: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

24 | Mileniasari, Ajeng, Mubarok, & Sulistyaningsih - Strategi menghadapi kecemasan...

sempat meremehkan keberadaan covid-19 (Tirto.id, 2020). Pemerintah sempat berada pada posisi

overconfidence dan bias optimistic (Agung, 2020) yang membuat penyebaran virus terjadi secara

masif hingga saat ini.

Baik subjek 1 dan 2 sama-sama memiliki kecemasan terpapar covid-19. Keduanya juga cemas

jika terpapar, biaya yang akan dikeluarkan sangat besar karena harus dirawat di rumah sakit. Dam-

pak dari cemas akan terpapar covid-19 juga mengkonfirmasi bahwa ada kecemasan ekonomi pada

kedua subjek.

Subjek 1 dan 2 sebagaimana hasil di atas menyatakan kesulitan ekonomi yang bertambah ka-

rena pendapatan turun drastis daripada hari biasa. Subjek 1 dan 2 juga mengalami kesulitan men-

jadi guru bagi anak-anaknya karena diberlakukannya sekolah dari rumah.

Subjek 1 dan 2 memiliki cara yang sama dalam menghadapi kondisi demikian. Ditengah kesu-

litan ekonomi ditambah dengan datangnya pandemi, mereka berpasrah kepada Tuhan dan yakin

akan adanya jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi.

Subjek 1 sering mendapat bantuan dari tetangga, sedang subjek 2 masih bisa membantu

tetangga saat pandemi. Subjek 2 melakukan hal tersebut sebagai wujud syukur ia masih diberikan

rejeki oleh Tuhan, juga sebagai bentuk penerimaan diri terhadap apa yang sedang dialami dirinya.

Hasil penelitian ini turut mengkonfirmasi salah satu strategi yang dimiliki kedua subjek, yakni

tangguh dan kontrol (Nurfitri & Waringah, 2019). Penelitian ini juga sejalan dengan hasil

penelitian Sirait dan Minauli (2015) yang menyatakan bahwa pengelolaan keuangan yang baik

serta yakin akan ketentuan Tuhan merupakan cara yang digunakan untuk mengatasi kesulitan

yang sedang dialami.

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, merujuk pada teori kecemasan Spielberger (1972),

kedua subjek berada pada posisi yang sama. Pertama, subjek 1 dan 2 berada pada trait anxiety ka-

rena sebelum pandemi mereka sudah memiliki problem ekonomi. Kondisi sebagai single mother

sudah menunjukkan hal tersebut, meskipun keduanya sudah bisa melakukan resiliensi dengan

baik.

Kedua, subjek 1 dan 2 berada pada kondisi state anxiety ketika tahu pandemi tengah melanda

Indonesia dan dunia. Pandemi mengembalikan mereka pada trait anxiety, yakni permasalahan

ekonomi yang sulit sebelum pandemi dan bertambah sulit ketika pandemi datang.

Kepasrahan dan keyakinan kedua subjek akan doa-doa mereka kepada Tuhan membuat mere-

ka lebih tangguh dalam menghadapi pandemi ini, sejalan dengan penelitian Anjani (2019) dan

Astutik dan Nurchayati (2018) yang menyatakan bahwa koping religius memiliki dampak positif

bagi single mother dalam menghadapi kehidupan.

Melihat kedua subjek yang cenderung menggunakan strategi koping religius, hal ini sejalan

dengan salah satu strategi koping, yakni emotional focused coping, strategi koping dengan

melakukan hal lain guna meredam atau merubah pikiran-pikiran yang membuat mereka stress

dengan cara berdoa atau beribadah (Pitasari & Cahyono, 2014).

Page 29: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif Ilmu Perilaku | 25

KESIMPULAN

Menghadapi pandemi dengan segala keterbatasan tentu akan memicu kecemasan, stress dan

perilaku negatif karena banyaknya hal-hal yang tidak bisa dilaksanakan secara normal. Himbauan

untuk tinggal di rumah saja, penutupan perkantoran, pertokoan, tempat keramaian, sekolah hingga

kampus yang menjadi lahan utama perekonomian menjadi salah satu peristiwa yang membuat

orang banyak kehilangan pekerjaan dan otomatis pendapatan.

Kondisi tersebut dapat direspon baik oleh subjek 1 dan 2 meskipun secara ekonomi keduanya

terganggu karena penghasilan mereka berdasarkan orang yang datang meminta jasa mereka;

tukang pijit dan penjual nasi geprek. Meskipun mereka cemas karena pendapatan berkurang dras-

tis serta cemas akan terpapar covid-19, mereka berserah diri dan yakin Tuhan akan membukakan

jalan terbaik bagi mereka terutama terkait dengan permasalahan ekonomi.

Koping religius membuktikan bahwa penyerahan diri kepada Tuhan, berpasrah, merupakan

salah satu cara agar manusia bisa bertahan, berjuang dan melanjutkan hidup dengan sebaik mung-

kin. Turut serta Tuhan dalam kehidupan manusia membuat manusia yakin tidak ada yang tidak

mungkin jika semuanya diserahkan kepada Tuhan.

DAFTAR RUJUKAN

Agung, I. M. (2020). Memahami Pandemi Covid-19 Dalam Perspektif Psikologi Sosial.

Psikobuletin:Buletin Ilmiah Psikologi, 1(2), 68–84. https://doi.org/10.24014/pib.v1i2.9616

Anjani, V. M. D. (2019). Dukungan Sosial dengan Srategi Koping Religius pada Janda Polisi

(WARAKAWURI). Intuisi, 11(3), 219–237.

antaranews.com. (2020, Juni 12). LSI temukan lima alasan kecemasan ekonomi menonjol pada

COVID-19. Diambil 10 September 2020, dari Antara News website: https://

www.antaranews.com/berita/1549708/lsi-temukan-lima-alasan-kecemasan-ekonomi-

menonjol-pada-covid-19

Astutik, D., & Nurchayati. (2018). Tantangan Single Mother Berpendidikan Rendah dalam

Memberikan Pendidikan Tinggi pada Anak-Anaknya. Character, 05(2), 1–11.

Bareket-Bojmel, L., Shahar, G., & Margalit, M. (2020). COVID-19-Related Economic Anxiety Is

As High as Health Anxiety: Findings from the USA, the UK, and Israel. International

Journal of Cognitive Therapy, 1–9. https://doi.org/10.1007/s41811-020-00078-3

Cahyani, K. D. (2016). Masalah dan KebutuhanOrang Tua Tunggal sebagai Kepala Keluarga. E-

Journal Bimbingan dan Konseling, 8(5), 156–164.

Chaidirrullah, & Abdullah. (2019). Komunikasi Interpersonal antara Ibu Single Parent dengan

Aanak Remaja. Sahafa: Journal of Islamic Communication, 1(2), 93–102.

Page 30: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

26 | Mileniasari, Ajeng, Mubarok, & Sulistyaningsih - Strategi menghadapi kecemasan...

CNN Indonesia. (2020). Dampak Resesi Corona Mengalir ke Berbagai Sektor. Diambil 10

September 2020, dari Ekonomi website: https://www.cnnindonesia.com/

ekonomi/20200908105412-532-543899/dampak-resesi-corona-mengalir-ke-berbagai-sektor

Dewi, L. (2017). Kehidupan Keluarga Single Mother. SCHOULID: Indonesian Journal of School

Counseling, 2(3), 44–48. https://doi.org/10.23916/08422011

Griffith, A. K. (2020). Parental Burnout and Child Maltreatment During the COVID-19 Pandemic.

Journal of Family Violence, 7. https://doi.org/10.1007/s10896-020-00172-2

Hasanah, S. F., & Ni’matuzahroh, N. (2018). Work Family Conflict pada Single Parent. Jurnal

Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 1(2), 381–398. https://doi.org/10.24912/

jmishumsen.v1i2.972

Kompas Health, K. C. M. (2020). Stres Pandemi Covid-19 Sebabkan Family Burnout, Begini

Baiknya... Halaman all. Diambil 10 September 2020, dari KOMPAS.com website: https://

health.kompas.com/read/2020/07/10/193300868/stres-pandemi-covid-19-sebabkan-family-

burnout-begini-baiknya-

Liputan6.com. (2020, Juni 30). Sri Mulyani: Corona Beri 3 Dampak Besar ke Ekonomi Indonesia.

Diambil 10 September 2020, dari Liputan6.com website: https://www.liputan6.com/bisnis/

read/4292763/sri-mulyani-corona-beri-3-dampak-besar-ke-ekonomi-indonesia

Mann, F. D., Krueger, R. F., & Vohs, K. D. (2020). Personal economic anxiety in response to

COVID-19. Personality and Individual Differences, 167, 1–7. https://doi.org/10.1016/

j.paid.2020.110233

Maulida, D. S., & Kahija, Y. F. L. (2015). Work Family Conflict pada Single Mother yang

Bercerai: Interpretative Phenomenological Analysis. Empati, 4(1), 62–68.

Mediatama, G. (2020, Juni 21). Ini penyebab tingkat konsumsi rumah tangga melemah di kuartal

kedua 2020. Diambil 10 September 2020, dari Kontan.co.id website: http://

nasional.kontan.co.id/news/ini-penyebab-tingkat-konsumsi-rumah-tanggal-melemah-di-

kuartal-kedua-2020

Nurfitri, D., & Waringah, S. (2019). Ketangguhan Pribadi Orang tua Tunggal: Studi Kasus pada

Perempuan Pasca Kematian Suami. Gadjah Mada Journal of Psychology (GamaJoP), 4(1),

11–24. https://doi.org/10.22146/gamajop.45400

Octaviani, M., Herawati, T., & Tyas, F. P. S. (2018). Stres, Strategi Koping dan Kesejahteraan

Subjektif pada Keluarga Orang Tua Tunggal. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, 11(3),

169–180. https://doi.org/10.24156/jikk.2018.11.3.169

Pitasari, A. T., & Cahyono, R. (2014). Coping pada Ibu yang Berperan Sebagai Orangtua Tunggal

Pasca Kematian Suami. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 3(1), 37–41.

Page 31: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif Ilmu Perilaku | 27

Rahayu, A. S. (2018). Kehidupan Sosial Ekonomi Single Mother dalam Ranah Domestik dan

Publik. Jurnal Analisa Sosiologi, 6(1), 82–99. https://doi.org/10.20961/jas.v6i1.18142

Sirait, N. Y. D., & Minauli, I. (2015). Hardiness pada Single Mother. JURNAL DIVERSITA , 1

(2), 28–38. https://doi.org/10.31289/diversita.v1i2.492

Spielberger, C. D. (Ed.). (1972). Anxiety: Current Trends in Theory and Research. New York:

Academic Press.

Taylor, S. (2019). The Psychology of Pandemics: Preparing for the Next Global Outbreak of

Infectious Disease. Cambridge Scholars.

Tirto.id. (2020a). Sulitnya Menjadi Ibu Pekerja Selama Pandemi. Diambil 10 September 2020,

dari Tirto.id website: https://tirto.id/sulitnya-menjadi-ibu-pekerja-selama-pandemi-fTYi

Tirto.id. (2020b). Survei KPAI: Kekerasan Anak Akibat Beratnya Beban Ibu Saat COVID-19.

Diambil 10 September 2020, dari Tirto.id website: https://tirto.id/survei-kpai-kekerasan-anak

-akibat-beratnya-beban-ibu-saat-covid-19-fS2L

Tirto.id. (2020). Telat Tangani Corona COVID-19, Pemerintahan Jokowi Bisa Digugat? Diambil

12 September 2020, dari Tirto.id website: https://tirto.id/telat-tangani-corona-covid-19-

pemerintahan-jokowi-bisa-digugat-eG8y

VOA Indonesia. (2020). Sektor UMKM Paling Terdampak Covid-19. Diambil 10 September

2020, dari VOA Indonesia website: https://www.voaindonesia.com/a/sektor-umkm-paling-

terdampak-covid-19/5523330.html

Zuhdi, M. S. (2019). Resiliensi Pada Ibu Single Parent. Martabat: Jurnal Perempuan dan Anak, 3

(1), 141–160.

Page 32: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Vol. 1, No. 1, April, 2021

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku Hal. 28-43

Strategi Coping Pada Remaja yang Mengalami Pelecehan Seksual

Karina Rizki Rahmawati Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang

Jl. Semarang No. 5, Kota Malang, Indonesia 65145

Informasi Artikel Abstrak

Tanggal masuk dd-mm-yyyy Penelitian ini dilakukan di SMA Laboratorium UM, dengan jenis penelitian deskriptif. Subjek yang dijadikan sampel penelitian adalah remaja yang pernah dan sedang mengalami pelecehan seksual yang diwakili oleh siswi kelas XI SMA Laboratorium UM sebanyak 45 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah puposive sampling. Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa skala pelecehan seksual dan angket strategi coping dengan menggunakan model penskalaan Likert. Dari hasil uji coba diperoleh 25 dan 22 butir item valid dengan reliabilitas sebesar 0,885 dan 0,86. Teknik analisis deskriptif menggunakan mean dan standar deviasi. Hasil penelitian ini menunjuk-kan bahwa: 1) sebagian besar siswi mengalami pelecehan seksual dengan tingkat sedang yaitu sebanyak 32 orang (71%). 2) sebagaian besar siswi yang mengalami pelecehan seksual lebih cenderung menggunakan problem focused coping strate-gy yaitu sebanyak 32 orang (71%). 3) siswi yang mengalami pelecehan seksual tingkat berat cenderung menggunakan emotion focused coping strategy yaitu sebanyak 8 orang (18%), siswi yang pelecehan seksual tingkat sedang cenderung menggunakan problem focused coping strategy yaitu sebanyak 32 orang (71%), dan siswi yang mengalami pelecehan seksual tingkat ringan cenderung menggunakan avoidant coping strategy yaitu sebanyak 5 orang (11%).

Tanggal revisi dd-mm-yyyy

Tanggal diterima dd-mm-yyyy

Kata Kunci:

Strategi Coping; Pelecehan Seksual.

Keywords: Abstract

PENDAHULUAN

Pelecehan seksual yang dialami hampir sebagaian besar remaja putri menunjukkan bahwa

remaja yang dalam proses menuju pendewasaan diri atau sedang mencari identitas diri dalam ke-

hidupan sehari-hari dihadapkan pada kenyataan adanya diskriminasi seks, bukan hanya dalam soal

pekerjaan tetapi juga hampir di seluruh aspek kehidupan, termasuk adanya pelecehan seksual ini.

Persoalan pelecehan seksual masih dianggap oleh sebagaian besar masyarakat atau bahkan dalam

tradisi-tradisi yang berwujud norma atau aturan sebagai hal yang sepele dan hanya merupakan per-

soalan individu yang bisa diselesaikan sendiri oleh individu tersebut. Padahal pelecehan seksual

bisa menyebabkan terganggunya perkembangan kepribadian seseorang apabila remaja baik secara

fisik maupun psikis. (http://satumed.com/isi_artikel/1477.html).

Page 33: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 29

Pelecehan seksual pada dasarnya adalah setiap bentuk perilaku yang memiliki muatan seksual

yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang namun tidak disukai dan tidak diharapkan

oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan dampak negatif seperti rasa malu, ter-

singgung, marah, kehilangan harga diri, kehilangan kesucian, dan sebagainya pada diri orang yang

menjadi korban Berdasarkan pengertian di atas tingkat pelecehan seksual dapat dibagi dalam tiga

tingkatan. Pertama, tingkatan ringan, seperti godaan nakal, ajakan iseng, dan humor porno. Kedua,

tingkatan sedang, seperti memegang, menyentuh, meraba bagian tubuh tertentu, hingga ajakan

serius untuk ”berkencan”. Ketiga, tingkatan berat, seperti perbuatan terang-terangan dan me-

maksa, penjamahan, pemaksaan kehendak, hingga percobaan pemerkosaan. Sedang pemerkosaan

itu sendiri sudah masuk dalam kategori kejahatan seksual (sexual crime) (Soepardi & Sadarjoen,

2006).

Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. (Sanderowitz &

Paxman, 1985; Hanifah, 2000) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode da-

lam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak

sampai dengan awal masa dewasa. Conger (dalam J.W. Santrock, 2003) berpendapat bahwa masa

remaja merupakan masa yang amat kritis yang mungkin dapat merupakan the best of time and the

worst of time. Freud (dalam Hurlock, 2004) menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa men-

cari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif.

Pengaruh pelecehan seksual terhadap kesehatan emosinal korban tampaknya sangat besar. Be-

berapa penelitian telah menemukan bahwa enam bulan pertama setelah suatu pemerkosaan atau

pelecehan lain, wanita dan pria menunjukkan tingkat depresi, kecemasan, kekagetan yang tinggi

dan menunjukkan tanda lain distress emosional (Burgess & Holmstrom, 1974; Kilpatrick, Venor-

en, & Resick, 1979; Wirtz & Harrell, 1987). Bagi sebagian orang distress emosional ini menurun

dengan berlalunya waktu. Tetapi bagi orang lain, distress ini berlangsung lama.

Sifat penuh stress dari pelecehan seksual bukan hanya dari pelecehan itu sendiri, tetapi juga

dari tuduhan masyarakat yang sering ditudingkan pada korban. Menurut Burt (dalam Suyanto,

2001) terutama berkaitan dengan wanita dan pemerkosaan, mitos dan stereotip kutural dapat me-

nyebabkan korban menyembunyikan pengalamannya, dalam rasa bersalah dan takut dicemooh

karena telah “membiarka dirinya” diserang.

Keadaan yang menimbulkan stress ini kemudian menstimulasi individu untuk beraksi. Setiap

individu pada hakekatnya selalu bereaksi terhadap setiap tuntutan yang datang atas dirinya dan

akan berusaha untuk mengurangi stress yang timbul. Stress yang timbul sebagai akibat perubahan

pola kehidupan seseorang akan mendorong munculnya perilaku coping (coping behavior).

Konsep coping behavior sering digunakan untuk menjelaskan hubungan antara stress dan ting-

kah laku dalam menghadapi tekanan. Safarino (dalam Nadiroh, 2006) mengatakan bahwa strategi

coping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai

situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan

perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya. Strategi coping

Page 34: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 30

juga dapat dipahami sebagai perilaku yang mengiringi perkembangan dan pertumbuhan individu

dalam menghadapi ancaman-ancaman, guna mempertahankan keseimbangan (Newman dalam

Mulyastuti, 2006).

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) strategi coping apa yang digunakan oleh

remaja yang mengalami pelecehan seksual; dan (2) seberapa seringkah pelecehan seksual yang

dialami oleh remaja?

Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui strategi coping apa yang digunakan oleh

remaja yang mengalami pelecehan seksual; dan (2) untuk mengetahui seberapa sering para remaja

mengalami pelecehan seksual.

Manfaat penelitian ini adalah (1) Kegunaan teoritis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan informasi bagi pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi klin-

is, psikologi perkembangan dan psikologi remaja, terutama mengenai strategi coping dan peleceh-

an seksual. (2) Kegunaan praktis, yaitu (a) bagi remaja, yaitu penelitian ini diharapkan berguna

bagi para remaja agar dapat mengetahui penggunaan strategi coping yang tepat pada remaja yang

mengalami pelecehan seksual. (b) Orang tua, yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai tambahan pengetahuan dalam memberikan pendidikan kepada anak mereka yang me-

masuki usia remaja, sehingga orang tua dapat membimbing serta mengarahkan remaja dengan

lebih baik agar mereka dapat melakukan pencegahan sedini mungkin.

Ruang Lingkup dalam penelitian ini adalah remaja putri berusia antara 13-18 tahun yang men-

galami pelecehan seksual. Untuk jabaran variable dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jabaran Variabel

Variabel Sub Variabel Indikator Deskriptor Alat Pengumpul

Data

Pelecehan Seksual Bentuk-bentuk

pelecehan seksual

Visual Tatapan penuh nafsu dan

tatapan mengancam

Angket pelecehan

seksual

Verbal Pernyataan yang

bersifat seksual dan

mengancam baik secara

tersurat maupun tersirat

Fisik Menyentuh bagian tubuh

lawan jenis dengan senga-

ja dan dengan paksaan

Coping Strategy Problem Focused

Coping Strategy

Exercised caution Berpikir, meninjau dan

mempertimbangkan be-

berapa alternatif pemeca-

han masalah yang terse-

dia.

Angket strategi

coping

Seeking social

support

Usaha individu untuk

mendapatkan bantuan

informasi dan simpati dari

orang lain

Page 35: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 31

Definisi Operasional dari (1) Strategi coping adalah suatu proses dimana individu berusaha

untuk menangani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang

dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa

aman dalam dirinya. (2) Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi

seksual dan tidak senonoh yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh pihak yang

menjadi sasaran baik pelecehan seksual yang bersifat ringan, sedang, dan berat sehingga men-

imbulkan reaksi negatif yang dapat mengganggu aspek fisik maupun psikologis korban.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari remaja

yang telah atau sedang mengalami pelecehan seksual, kemudian data yang terkumpul dianalisis

untuk mengetahui strategi coping apa yang digunakan oleh remaja yang mengalami pelecehan

seksual tersebut. Selanjutnya data yang diperoleh dinyatakan dan disajikan dengan sistem kuanti-

tatif dalam bentuk angka-angka. Berdasarkan penyajian data yang berupa angka-angka ini dapat

diketahui frekuensi suatu kejadian atau gejala (Singarimbun, 1982).

Populasi dalam penelitian ini adalah siswi kelas XI SMA Laboratorim Universitas Negeri Ma-

lang yang pernah atau sedang mengalami pelecehan seksual. Dapat diketahui bahwa populasi

yang dapat mewakili kriteria dalam penelitian ini berjumlah kurang lebih 100 siswi dimana

jumlah ini di dapat dari pihak sekolah dan hasil observasi kepada para sisiwi kelas IX SMA La-

boratorim Universitas Negeri Malang itu sendiri.

Sampel adalah sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi, sampel juga setid-

aknya mempunyai sifat yang sama dengan populasi (Hadi, 2000: 221). Teknik pengambilan sam-

pel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling dengan cara mengam-

bil subjek yang didasarkan pada strata, random, atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan

tertentu. Teknik ini biasanya dipergunakan karena adanya beberapa pertimbangan tertentu, misal-

nya karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga pengambilan sampel tidak banyak.

Oleh karena itu, diambillah 45 siswa sebagai sampel penelitian. Subjek ini memiliki karakteristik

Variabel Sub Variabel Indikator Deskriptor Alat Pengumpul

Data

Emotion Focused

Coping Strategy

Self Blame Menerima permasalahan

dan mengubah keadaan

menjadi lebih baik

Turning to

Religion

Berpegang pada agama

Avoidant Coping

Strategy

Pallative Menjauhkan diri dari sua-

tu kegiatan atau situasi

yang berpotensi men-

imbulkan stress

Denial Penyangkalan terhadap

permasalahan

Page 36: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 32

sebagai berikut: (1) merupakan siswi kelas XI SMA Laboratorim Universitas Negeri Malang; (2)

merupakan siswi yang berusia 16-17 tahun yang mampu mewakili usia remaja; dan (3) merupakan

siswi yang sudah pernah atau sedang mengalami pelecehan seksual.

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun so-

sial yang diamati (Sugiyono, 2008: 102). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

angket atau kuisioner. Angket adalah sejumlah pernyataan atau pertanyaan tertulis yang digunakan

untuk memperoleh informasi dari responden yang bersifat pelaporan diri atau hal-hal yang

diketahuinya. Yang menjadi dasar pertimbangan penelitian menggunakan instrumen angket ada-

lah, pertama metode ini digunakan untuk mengungkapkan data yang bersifat pelaporan diri, kedua

pengumpulan data melalui angket dapat menghemat waktu dan biaya.

Untuk mengukur variabel strategi coping disusun berdasarkan teori dari Lazarus & Folkman

(dalam Nadiroh, 2006). Kuisioner strategi coping ini terdiri dari 90 item, untuk lebih jelas dapat

dilihat dalam tabel 2, tabel 3, dan tabel 4.

Sebelum instrumen diberikan pada subjek penelitian, terlebih dahulu diujicobakan pada subjek

uji coba (try out). Uji coba dilakukan pada siswa kelas XI SMA Laboratorium Universitas Negeri

Malang dengan catatan siswa yang sudah menjadi subjek uji coba tidak diikutsertakan pada saat

penelitian.

Tabel 2. Blueprint Skala Strategi Problem Focused Coping

No. Indikator No. Aitem Jumlah

1 Exercised caution

14

2 Seeking Social Sipport

16

Jumlah 30

Tabel 3. Blueprint Skala Strategi Emotion Focused Coping

No. Indikator No. Aitem Jumlah

1 Self Blame

12

2 Seeking Social Support

16

Jumlah 30

Tabel 4. Blueprint Skala Strategi Avoidant Coping

No. Indikator No. Aitem Jumlah

1 Pallative

18

2 Denial

16

Jumlah 30

Page 37: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 33

Untuk mengetahui tingkat validitas suatu tes, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah

dengan mencari validitas aitem (validitas internal). Dalam penyusunan skala strategi coping,

peneliti memilih aitem-aitem terbaik dengan menggunakan koefisien korelasi Product Moment

Pearson. Prosedur dalam pencarian validitas dalam penelitian ini diawali dengan tabulasi skor

masing-masing skala, selanjutnya perhitungan validitas dilakukan dengan menggunakan SPSS

12.0 for windows dengan taraf signifikansi 5%. Hasil uji validitas untuk skala strategi coping dari

30 item diperoleh 20 item valid dengan rentangan koefisien validitas sebesar 0,335-0,675 dan 10

item gugur. Adapun blue print skala strategi coping terdapat dalam tabel berikut:

Reliabilitas atau reliability diartikan sebagai dapat diartikan sebagai sejauhmana hasil

pengkuran dapat dipercaya. Dalam penelitian ini reliabilitasskala strategi coping dihitung

menggunakan rumus koefisien Alpha (α) dari Cronbach untuk mencari reliabilitas, yang diawali

dengan pentabulasian skor hasil uji coba dari masing-masing skala dan selanjutnya perhitungan

reliabilitas dicari dengan batuan SPSS 12.0 for windows. Hasil perhitungan reliabilitas skala

strategi coping diperoleh koefisien Alpha sebesar 0,860.

Tabel 5. Blueprint Skala Strategi Problem Focused Coping Setelah Uji Validitas

No No. Aitem

Indikator Lama Baru

1 Exercised

caution

2c, 11a, 12c, 13a, 14a, 15a, 16b, 17c, 21c,

22b, 23b, 24a, 26c, 30a

2c, 9a, 10c, 11a, 12a, 13a, 14b, 17c,

18a, 22a

2 Seeking social

support

1a, 3a, 4a, 5b, 6a, 7c, 8a, 9b, 10a, 18a, 19a,

20b, 25a, 27c, 28c, 29b

1a, 3a, 4a, 5c, 6a, 7b, 8a, 15a, 17b,

19a, 20c, 21b

Jumlah 30 22

Tabel 6. Blueprint Skala Strategi Emotion Focused Coping Setelah Uji Validitas

No No. Aitem

Indikator Lama Baru

1 Self Blame 10c, 11c, 12b, 14c, 18c, 20c, 24b, 26b, 25c,

27a, 28b, 29c

8c, 9c, 10b, 12c, 15c, 16c, 18b, 19c,

20b, 21c

2 Turning to

Religion

1b, 2b, 3c, 4b, 5a, 6c, 7b, 8b, 9a, 13b, 15c,

16a, 17a, 19c, 21b, 22c, 23c, 30b

1b, 2b, 3c, 4b, 5b, 6b, 7a, 11b, 13c,

14a, 17b, 22b

Jumlah 30 22

Tabel 7. Blueprint Skala Strategi Avoidant Coping Setelah Uji Validitas

No No. Aitem

Indikator Lama Baru

1 Pallative 3b, 4c, 5c, 6b, 7a, 9c, 10b, 12a, 13c, 15b,

18b, 19b, 21a, 22a, 23a, 26a, 27b, 28c, 29a

3b, 4c, 5a, 7c, 8b, 10a, 11c,

2 Denial 1c, 2a, 8c, 11b, 14b, 16c, 17b, 20a, 24c,

Jumlah 30 22

Page 38: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 34

Untuk skala pelecehan seksual disusun berdasarkan tiga aspek sumber masalah pelecehan

seksual yang dijelaskan dalam tabel 8.

Sebelum instrumen diberikan pada subjek penelitian, terlebih dahulu diujicobakan pada subjek

uji coba (try out). Uji coba instrumen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah aitem

mudah dan dapat dipahami oleh responden (Azwar, 2003). Uji coba dilakukan pada subjek yang

mempunyai karakteristik yang sama dengan responden penelitian. Uji coba dilakukan pada siswi

kelas XI jurusan IPA dan IPS SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang yang berjumlah 40

orang.

Dalam penyusunan skala pelecehan seksual, peneliti memilih aitem-aitem terbaik dengan

menggunakan koefisien korelasi Product Moment Pearson. Prosedur dalam pencarian validitas

dalam penelitian ini diawali dengan tabulasi skor masing-masing skala, selanjutnya perhitungan

validitas dilakukan dengan menggunakan SPSS 12.0 for windows dengan taraf signifikansi 5%.

Uji validitas untuk skala pelecehan seksual dari 30 item diperoleh 25 aitem valid dengan rentangan

koefisien validitas sebesar 0,317-0,746 dan 5 aitem gugur. Adapun blue print skala pelecehan

seksual terdapat dalam tabel 9.

Dalam penelitian ini reliabilitas skala pelecehan seksual dihitung menggunakan rumus

koefisien Alpha (α) dari Cronbach untuk mencari reliabilitas, yang diawali dengan pentabulasian

skor hasil uji coba dari masing-masing skala dan selanjutnya perhitungan reliabilitas dicari dengan

Tabel 8. Blueprint Skala Pelecehan Seksual

No Indkator Deskriptor No. Aitem TOTAL

1 Visual Tatapan penuh nafsu dan mengancam 1, 3, 7,15, 19, 23, 24 8

2 Verbal Pernyataan yang bersifat seksual dan

mengancam baik secara tersurat

maupun tersirat

2, 6, 9, 12, 13, 17,

20, 21, 27, 28

11

3 Fisik Menyentuh bagian tubuh lawan jenis

dengan sengaja dan dengan paksaan

4, 5, 8, 10, 11, 14,

16, 18, 22, 25, 26,

29, 30

11

Jumlah 30

Tabel 9. Blueprint Skala Pelecehan Seksual Setelah Uji Validitas

No Indkator Deskriptor No. Aitem

Lama Baru

1 Visual Tatapan penuh nafsu dan mengancam 1, 3, 7,15, 19,

23, 24

1, 3, 6,14, 17,

20

2 Verbal Pernyataan yang bersifat seksual dan

mengancam baik secara tersurat

maupun tersirat

2, 6, 9, 12, 13,

17, 20, 21, 27,

28

2, 8, 11, 12, 15,

18, 22, 23

3 Fisik Menyentuh bagian tubuh lawan jenis

dengan sengaja dan dengan paksaan

4, 5, 8, 10, 11,

14, 16, 18, 22,

25, 26, 29, 30

4, 5, 7, 9, 10,

13, 19, 21, 24,

25

30 25 Jumlah

Page 39: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 35

batuan SPSS 12.0 for windows. Hasil perhitungan reliabilitas skala pelecehan seksual diperoleh

koefisien Alpha sebesar 0,885.

Data yang terkumpul selanjutnya diolah guna menjawab rumusan masalah dalam penelitian

ini, adapun langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut: (1) editing yaitu memeriksa skala

Tabel 10. Pedoman Skor Angket Strategi Coping

No. Soal Alternatif

Jawaban Skor No. Soal

Alternatif

Jawaban Skor

1 a b c

3 2 1

16 a b c

3 2 1

2 a b c

3 2 1

17 a b c

3 2 1

3 a b c

3 2 1

18 a b c

3 2 1

4 a b c

3 2 1

19 a b c

3 2 1

5 a b c

3 2 1

20 a b c

3 2 1

6 a b c

3 2 1

21 a b c

3 2 1

7 a b c

3 2 1

22 a b c

3 2 1

8 a b c

3 2 1

23 a b c

3 2 1

9 a b c

3 2 1

24 a b c

3 2 1

10 a b c

3 2 1

25 a b c

3 2 1

11 a b c

3 2 1

26 a b c

3 2 1

12 a b c

3 2 1

27 a b c

3 2 1

13 a b c

3 2 1

28 a b c

3 2 1

14 a b c

3 2 1

29 a b c

3 2 1

15 a b c

3 2 1

30 a b c

3 2 1

Page 40: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

36 | Rahmawati - Strategi Coping pada Remaja...

yang terkumpul setelah penelitian. Pemeriksaan ini meliputi kelengkapan identitas subyek dan

kesesuaian antara jumlah instrumen yang terkumpul; (2) skoring yaitu memberikan skor pada

pilihan jawaban dari para subjek. Langkah pemberian skor ini dengan cara memberikan skor pada

jawaban yang telah dipilih oleh subyek penelitian; dan (3) Tabulasi yaitu memasukkan jawaban

yang telah diberi skor pada tabel tabulasi hingga siap dianalisis. Dalam pentabulasian ini, terdapat

dua cara yaitu: (a) Untuk pentabulasian strategi coping, jika subjek lebih banyak menjawab

pertanyaan yang memiliki skor jawaban 3, berarti subjek cenderumg menggunakan strategi

problem focused coping, jika subjek lebih banyak menjawab pertanyaan yang memiliki skor

jawaban 2, berarti subjek cenderumg menggunakan strategi emotion focused coping dan jika

subjek lebih banyak menjawab pertanyaan yang memiliki skor jawaban 1, berarti subjek

cenderumg menggunakan strategi avoidant coping. (b) Untuk pentabulasian pelecehan seksual,

skor dimasukkan ke dalam tabel yang telah dibuat dan selanjutnya dianalisis dengan bantuan

program SPSS 12.0 for windows.

Pemberian skor ini bertujuan untuk mempermudah dalam menganalisis data.rincian pedoman

skoring yang digunakan terdapat pada tabel 10 dan tabel 11.

Teknik analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan secara umum hasil penelitian.

Penggunaan teknik analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengungkap gambaran keadaan

responden di lapangan tentang strategi coping pada remaja yang mengalami pelecehan seksual.

Data deskriptif berguna untuk mendukung interpretasi terhadap teknik analisis lainnya.

Pendeskripsian ini dilakukan dengan cara mengklasifikasi skor subjek sesuai dengan norma

kelompok sebelum dilakukan perhitungan persentase. Pengkategorian menggunakan harga Modus,

Mean, dan Standar Deviasi (SD).

Tabel 11. Pedoman Skor Skala Pelecehan Seksual

Alternatif Jawaban Keterangan Skor

TP Tidak Pernah 1

J Jarang 2

S Sering 3

SS Sangat Sering 4

Tabel 12. Pedoman Klasifikasi Pelecehan Seksual (berdasar harga mean dan standar deviasi)

Rumus Klasifikasi

Mean + 1SD < X Berat

Mean - 1 SD < X < Mean + 1 SD Sedang

X < Mean - 1SD Ringan

Page 41: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 37

Setelah diketahui klasifikasi tingkatannya dilakukan penghitungan jumlah subjek dalam setiap

kategori dengan menggunakan presentase dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

P = Presentase

F = Frekuensi (banyaknya responden yang menjawab)

N = Jumlah responden seluruhnya

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Tingkat Pelecehan Seksual

Skala pelecehan seksual terdiri dari 25 item yaitu 6 aitem pelecehan seksual visual, 8 aitem

pelecehan seksual verbal dan 11 item pelecehan seksual fisik.

Dari hasil skoring diperoleh mean 100,83 dan standar deviasi 11,46 seperti yang ditunjukkan

pada tabel berikut ini:

Setelah dilakukan skoring, tingkat pelecehan seksual yang dialami subjek akan diklasifikasikan

ke dalam 3 kategori yaitu: tinggi, sedang, rendah yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari 45 orang subjek penelitian ditemukan bahwa

remaja yang diwakili oleh siswi kelas XI di SMA Laboratorium

UM sebagian besar mengalami pelecehan seksual tingkat sedang yaitu sebanyak 32 orang

(71%), kemudian diikuti dengan pelecehan seksual tingkat berat sebanyak 8 orang (18%) dan

pelecehan seksual kategori ringan sebanyak 5 orang (11%). Dari hasil tersebut maka disimpulkan

Keterangan Tabel 12

X : Skor Subjek

SD : Standar Deviasi

Mean : Skor ata-rata kelompok

P F

X 100% = N

Tabel 13. Hasil perhitungan mean dan standar deviasi skala pelecehan seksual

N Mean Standar Deviasi Skor Minimal Skor Maksimal

45 47,47 7,01 34 64

Tabel 14. Hasil Analisis Deskriptif Tingkat Pelecehan Seksual yang Dialami Subjek

Rumus (Mean = 47,47; SD = 7,01) Interval Klasifikasi Jumlah %

Mean + 1 SD < X 54-64 Berat 8 18

Mean - 1 SD < X < Mean + 1 SD 40–53 Sedang 32 71

X < Mean - 1 SD 34-39 Ringan 5

Page 42: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

38 | Rahmawati - Strategi Coping pada Remaja...

bahwa sebagian besar remaja mengalami pelecehan seksual tingkat sedang.

2. Strategi Coping

Angket strategi coping terdiri dari 22 aitem soal yaitu masing-masing terdiri dari 22 aitem

problem focused coping, 22 aitem emotion focused coping dan 22 aitem avoidant coping.

Berdasarkan kecenderungan jawaban dari 45 orang subjek penelitian ditemukan bahwa remaja

yang diwakili oleh siswi kelas XI di SMA Laboratorium UM yang cenderung menggunakan

strategi problem focused coping sebanyak 32 orang (71%), emotion focused coping sebanyak 8

orang (18%) dan avoidant coping sebanyak 5 orang (11%). Dari hasil tersebut maka disimpulkan

bahwa sebagian besar remaja di SMA Laboratorium UM menggunakan strategi problem focused

coping untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi yaitu termasuk pelecehan seksual.

B. Pembahasan

1. Tingkat Pelecehan Seksual

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 45 orang subjek penelitian ditemukan bahwa

remaja yang diwakili oleh siswi kelas XI di SMA Laboratorium UM yang mengalami pelecehan

seksual berat sebanyak 8 orang (18%), sedang 32 orang (71%), ringan 5 orang (11%). Jadi dari

hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar remaja di SMA Laboratorium UM

mengalami pelecehan seksual dalam tingkat sedang.

Dampak psikologis pelecehan seksual tergantung pada frekuensi terjadi pelecehan, parah

tidaknya (halus atau kasar, taraf), apakah secara fisik juga mengancam atau hanya verbal, apakah

mengganggu kinerja pekerja. Dampak utama yang paling sering tampil adalah, jengkel, snewen,

stress hingga breakdown, kebencian pribadi hingga generalisasi kebencian pada pelaku atau

mereka dari jenis kelamin yang sama dengan pelaku, marah, kehilangan rasa percaya pada orang

lain, ketakutan, merasa berdosa atau merasa diriya sebagai penyebab, frustasi, menarik diri, dan

lain-lain.

2. Strategi Coping

Dari hasil penelitian dari 45 orang subjek penelitian ditemukan bahwa remaja yang diwakili

oleh siswi kelas XI di SMA Laboratorium UM yang cenderung menggunakan strategi problem

focused coping sebanyak 32 orang (71%), emotion focused coping sebanyak 8 orang (18%) dan

avoidant coping sebanyak 5 orang (11%). Dari hasil tersebut maka disimpulkan bahwa sebagian

besar remaja di SMA Laboratorium UM menggunakan strategi problem focused coping untuk

mengatasi masalah-masalah yang dihadapi yaitu termasuk pelecehan seksual. Lazarus & Folkman

(dalam Atkinson 1997) menggolongkan tiga strategi coping yang biasanya digunakan oleh indi-

vidu dalam upaya mengatasi dan mengurangi stres, yaitu problem-focused coping merupakan

usaha untuk mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan

lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan. Contoh bentuk coping jenis ini anta-

ra lain melakukan perencanaan, menekan aktifitas lain, menahan diri, dan mencari dukungan so-

sial. Emotion-focused coping merupakan usaha untuk mengatasi stres dengan cara mengatur re-

Page 43: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 39

spon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh sua-

tu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Contoh bentuk coping ini antara lain mencari

dukungan emosi, menafsirkan masalah secara positif, menerima masalah yang dihadapi, ataupun

menghindari masalah dan bertindak seolah-olah masalah tersebut tidak ada secara nyata. Avoidant

coping strategi merupakan suatu tindakan yang diarahkan untuk mengurangi, menghilangkan,

atau bertahan terhadap tekanan atau emosi negatif yang dirasakan akibat masalah yang dihadapi.

Dalam mengatasi tekanan yang ditimbulkan oleh masalah, individu berusaha untuk mengurangi

atau menghilangkan emosi-emosi yang tidak menyenagkan akibat masalah tersebut, misalnya

mendekatkan diri pada Tuhan, humor, menghindar, dan lain-lain.

3. Strategi Coping pada Remaja yang Mengalami Pelecehan Seksual

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi coping yang digunakan oleh remaja pada

umumnya yang pernah atau sedang mengalami pelecehan seksual. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa terdapat penggunan strategi coping pada remaja yang mengalami pelecehan seksual yang

ditunjukkan pada tabel berikut:

percaya pada orang lain, ketakutan, merasa berdosa atau merasa diriya sebagai penyebab,

frustasi, menarik diri, dan lain-lain.

Strategi Coping pada Remaja yang Mengalami Pelecehan Seksual Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui strategi coping yang digunakan oleh remaja pada umumnya yang

pernah atau sedang mengalami pelecehan seksual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat

penggunan strategi coping pada remaja yang mengalami pelecehan seksual yang ditunjukkan pada

tabel berikut:

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dari 45 orang remaja yang menjadi subjek

penelitian 32 orang remaja mengalami pelecehan seksual dengan kategori sedang menggunakan

strategi problem focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau

mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya

tekanan. Individu cenderung untuk menggunakan strategi problem focused coping dalam

menghadapi masalah-masalah yang menurut individu tersebut dapat dikontrolnya.

Tabel 15. Kategorisasi Subjek Pengggunaan Strategi Coping

Pelecehan

Seksual

Strategi Coping

Jumlah Problem

Focused Coping Emotion Focused

Coping Avoidant Cop-

ing

Berat 8 8

Sedang 32 32

Ringan 5 5

Jumlah 32 8 5 45

Page 44: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

40 | Rahmawati - Strategi Coping pada Remaja...

Sedangkan 8 orang remaja yang mengalami pelecehan seksual dengan kategori tinggi

menggunakan strategi emotion focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur

respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh

suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Individu cenderung menggunakan

emotion focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit untuk

dikontrol.

Kemudian 5 orang mengalami pelecehan seksual dengan kategori rendah menggunakan

strategi avoidant coping, yaitu suatu tindakan yang diarahkan untuk mengurangi, menghilangkan,

atau bertahan terhadap tekanan atau emosi negatif yang dirasakan akibat masalah yang dihadapi

termasuk akibat dari pelecehan seksual.

Seorang individu, termasuk remaja dalam proses perkembangannya akan mengalami sejumlah

peristiwa yang terkadang cenderung menimbulkan stress karena menuntut adanya perubahan

dalam pola kehidupannya sehingga dibutuhkan penyesuaian kembali dari individu yang

bersangkutan. Termasuk pelecehan seksual yang sering terjadi pada remaja.

Kumar (dalam Astuti, 2007) menyebutkan emosi cemas dan terancam mendorong individu

untuk berperilaku menarik diri dari suatu masalah. Dampak negatif pelecehan seksual konon dapat

menurunkan skor tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan analisis pada anak dan remaja. Berbagai

penelitian juga menunjukkan hubungan antara pelecehan seksual dengan meningkatnya depresi

dan agresi, serta penurunan nilai akademik dan tindakan bunuh diri. Jika individu tidak mampu

mengelola emosinya dengan baik, ia akan selalu merasa berfokus pada upaya meredakan emosi

yang muncul. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat penggunaan strategi coping

pada remaja yang mengalami pelecehan seksual.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, serta teori yang mendasari penelitian ini, maka

dapat ditarik kesimpulan, yaitu:

1. Secara umum gambaran tingkat pelecehan seksual pada remaja di SMA Laboratorium UM

termasuk dalam kategori sedang yaitu sebanyak 71% atau 32 remaja, maka dapat disimpulkan

bahwa sebagian besar remaja yang mengalami pelecehan seksual di SMA Laboratorium UM

mengalami pelecehan seksual tingkat sedang.

2. Secara umum gambaran strategi coping yang digunakan pada remaja yang mengalami

pelecehan seksual di SMA Laboratorium UM yaitu problem focused coping yaitu sebanyak

71% atau 32 remaja, maka dapat disimpulkan bahwa remaja yang mengalami pelecehan

seksual di SMA Laboratorium UM sebagian besar menggunakan strategi problem focused

coping untuk mengatasi stress akibat dari pelecehan seksual tersebut.

3. Dari hasil analisis deskriptif, maka dapat diketahui bahwa remaja yang mengalami pelecehan

seksual tingkat berat lebih cenderung menggunakan strategi emotion focused coping yaitu

sebanyak 8 orang (15%), remaja yang mengalami pelecehan seksual tingkat sedang lebih

Page 45: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 41

cenderung menggunakan strategi problem focused coping yaitu sebanyak 32 orang (72%),

remaja yang mengalami pelecehan seksual tingkat ringan lebih cenderung menggunakan

strategi avoidant coping yaitu sebanyak 5 orang (11%).

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, serta teori yang mendasari penelitian ini, maka

saran untuk penelitian ini adalah:

1. Bagi Guru Bimbingan Konseling

Hendaknya pihak sekolah terutama guru Bimbingan Konseling mulai memberikan

bimbingan khusus kepada para siswi yang mengalami pelecehan seksual. Misalnya dengan

mengadakan pelatihan tentang kelola diri agar para siswi dapat mengatur emosinya dengan

baik agar tidak menimbulkan stress.

2. Bagi Remaja yang Mengalami Pelecehan Seksual

Mengingat dari hasil penelitian ini tingkat pelecehan seksual tergolong sedang, maka para

remaja putri hendaknya lebih dapat mengelola emosi dengan lebih baik agar dapat mengatasi

dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan stress akibat dari pelecehan seksual yang

dialaminya dengan menggunakan strategi coping yang tepat untuk mengatasinya misalnya

dengan cara selalu tanamkan dalam diri sendiri bahwa pelecehan yang dialami sama sekali

bukan kesalahan diri sendiri. Selanjutnya para remaja putri hendaknya menambah pengetahuan

mengenai perilaku atau perbuatan yang termasuk dalam kategori pelecehan seksual agar sebisa

mungkin pelecehan seksual tersebut tidak dialami lagi.

3. Bagi Peneliti Lain

a. Melakukan penelitian yang lebih komprehensif tentang berbagai aspek yang berkaitan

dengan pelecehan seksual pada remaja dan strategi coping yang digunakan oleh remaja

untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.

b. Menambah instrumen yang digunakan, misalnya wawancara dengan subyek, observasi, dan

menambah butir instrumen sehingga hasil penelitian akan lebih tepat dan sempurna.

c. Menambah populasi penelitian, misalnya menambah jumlah subjek dengan memasukkan

remaja yang mengalami sering pelecehan seksual.

Page 46: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

42 | Rahmawati - Strategi Coping pada Remaja...

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S.2006. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Apinwall, L. G., and Taylor, Selley. 1992. Modelling Cognitive : A Longitudinal Investigation of

the Impact of Longitudinal Differences and Coping and Collage Adjunment and

Performences. Journal of Personality and Social Psychology., 63: 989-1003.

Atkinson, Rita. L, dkk. 1999. Pengantar Psikologi (2nd ed) jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Azwar, S. 1998. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Azwar, S.2005. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S.2006. Reliabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S.2007. Sikap Manusia; Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bruno, F.J. 1993. Kamus Istilah Kunci Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Chaplin, J.P. 1999. Kamus Psikologi Lengkap. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada.

Collier, Rohan. 1998. Pelecehan Seksual, Hubungan dominasi Mayoritas dan Minoritas.

Yogyakarta: Tiara Wacana.

Cozby, Paul C. 1997. Methods in Behavioural Research. USA: Mayfiled Publishing.

Dala, Tenri., Erawati., Taat, Astri. 2009. Don’t Touch Me. Jakarta: Lingkar Pena.

Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.

Folkman dan Lazarus. 1988. Coping as Mediator of Emotion. Journal of Personality and Social

Psychology. Vol 56:466-475. San Fransisco: West Publishing co.

Hadi, Sutrisno. 2004. Analisis Butir Untuk Instrumen. Yogyakarta : Andi Offset.

Hermawan, Iwan. 2001. Kedudukan dan Nilai-Nilai Perampuan, (online), (www.google.com,

diakses tanggal 25 Oktober 2008).

Hadi, S. 1997. Metodologi Researh II. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi

Universitas Gajah Mada.

Hadi, S. 2000. Statistik. Jogjakarta: Andi Offset.

Hurlock, Elizabeth B.1973. Adolescent Development. Tokyo: McGraw-Hill, Inc.

Larocca, M.A., and Komrey, J.D. 1999 (June). The Perception of Sexual Harassement in Hinger

Education:Impect of Gender andAttractiveness, (online), (www.yahoo.com, diakses tanggal

25 Oktober 2008).

Mu’tadin, Z. 2002. Strategi Coping, (online), (www.e-psikologi.com/remaja/220702.html, diakses

Page 47: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 43

tanggal 25 0ktober 2008).

Panuju, Panut dan Umami, Ida.1999. Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom.

Rohde, Paul., et.al. 1990. Dimensionality of Copimg and it’s Rellation to Depression. Journal of

Personality and Social Psychology., 58:499-511.

Santrock, John W.1995. Adolescense. Boston: McGraw Hill.

Santrock, John W.2002. Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J.W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S.W. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sudjiono. 2004. Pelatihan Analisa Data dengan SPSS Versi 11.5. Malang: FIP UM.

Sugiyanto, M. S. Prof. Dr. Ir. 2004. Analisis Statistika Sosial. Malang: Bayumedia Publishing.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sukidin dan Mundir. 2005. Metode Penelitian (Membimbing dan Mengantar Kesuksesan Anda

dalam Dunia Penelitian).Surabaya: Insan Cendekia.

Viatrie, Diantini Ida. 2006. Bahan Bacaan Psikologi Klinis. Tidak diterbitkan.

Watson, Robert I dan Henry Clay Lindgren.1979. Psychology of The Child and The Adolescent.

New York: MacMillan Publishing Co, Inc.

Page 48: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Vol. 1, No. 2, Desember, 2020 Jurnal Kualitatif untuk

Ilmu Perilaku Hal. 44-52

Penelitian Fenomenologi Model Gaya Kepemimpinan Badan Eksekutif

Mahasiswa dan Dewan Mahasiswa Fakultas

Mochamad Ilham Bismo Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang

Jl. Semarang No. 5, Kota Malang, Indonesia 65145

E-mail (xxx@xxx)

Informasi Artikel Abstrak

Tanggal masuk dd-mm-yyyy Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui model gaya kepemimpinan yang ter-dapat di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Mahasiwa (DMF) Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang. Analisis yang digunakan dalam penelitian adalah dengan model fenomenologi dengan menggunakan teknik Triangulasi untuk memvalidasi data. Partisipan yang ter-dapat di dalam penelitian berjumlah 2 orang, sebagai partisipan utama. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketua BEM dan ketua DMF mempunyai model gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional. Ketua BEM cukup ter-lihat dengan aspek yang menonkol yaitu oritentasi hubungan antar manusia, oren-tasi tugas, dan orientasi tujuan; sedangkan ketua DMF cukup terlihat pada gaya kepimpinan transaksional dan transformasional.

Tanggal revisi dd-mm-yyyy

Tanggal diterima dd-mm-yyyy

Kata Kunci:

Model kepemimpinan; Transformasional; Transaksional; Badan Eksekutif Mahasiswa; Dewan Mahasiswa Fakultas: Fenomenologi.

Keywords: Abstract

PENDAHULUAN

Pemimpin adalah penentu kebijakan keputusan dalam mengambil solusi terhadap masalah

yang ada. Peran pemimpin sangat diperlukan. Sebagai anggota organisasi harus mengetahui model

gaya kepemimpinan pemimpinnya, sebagai pengetahuan untuk nantinya dapat bersikap dalam or-

ganisasi. Sebagai seorang pemimpin pun juga perlu mengetahui bagaimana anggota organisasinya

berperilaku, sikapnya, motivasi dalam berorganisasi, kepribadiannya, dan lain sebagainya. Pem-

impin sebagai ujung tombak keputusan yang mempengaruhi proses organisasi. Ketika pemimpin

dan bawahannya atau anggota organisasinya cocok dalam hal apapun secara umum maka kelang-

sungan organisasi akan berlangsung dengan baik. Atasan atau pemimpin perlu mengetahui

bagaimana anggota organisasi dalam kepribadiannya terutama. Bawahan atau anggota organisasi

juga perlu mengetahui atasannya bagaimana atasannya dalam memimpin organisasi.

Kepemimpinan merupakan kajian yang populer. Banyak pendekatan tentang kepemimpinan.

Kepemimpinan mempunyai banyak teori atau pendekatan. Pendekatan atau teori menyesuaikan

Page 49: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif unuk Ilmu Perilaku | 45

dengan kondisi organisasi yang ada. Semua mempunyai dampak positif dan negatifnya. Dampak

positif dan negatif tergantung pada gaya kepemimpinan yang dipakai. Secara umum gaya kepem-

impinan pemimipin yang membuat senang bawahan atau berkembang bawahannya itu banyak

menimbulkan dampak positif, dalam hal ini gaya kepemimpinan lebih kearah leader. Dalam teori

kepemimpinan selama ini belum ditemukan atau belum ada yang paling sempurna (Munandar,

2011).

Manajer dan pemimpin mempunyai perbedaan yang jelas. Tapi sering secara umum disamakan

oleh masyarakat. Manajer lebih mendekati pada mengatur, merencanakan, dan memberi tugas. Se-

dangkan pemimpin lebih mendekati pada memberikan semangat, tanggung jawab, motivasi, se-

bagai panutan yang perlu dicontoh oleh bawahannya. Perbedaan tersebut tidak membuat masalah,

hal tersebut hanyalah pendekatan. Pendekatan juga mempengaruhi kesuksesan dalam organisasi

atau perusahaan.

Banyak teori tentang kepemimpinan, tetapi tidak ada yang sempurna. Ada teori sifat, ada teori

gaya, teori kontingensi, teori transaksional, teori transformasional, dan lain sebagainya. Gaya

kepemimpinan memberikan inovasi kepada bawahannya atau berkembang tidaknya bawahan. Per-

lu mengetahui secara mendalam model gaya kepemimpinan atasan agar bawahan bisa me-

nyesuaikan diri dengan model kepemimpinan atasannnya dan organisasi mampu maju serta

berkembang. Ada kepemimpinan partisipatif, dalam hal ini kepemimpinan partisipatif adalah gaya

kepemimpinan yang besar peluangnya bawahan atau karyawan untuk mengembangkan inovasi

mereka (Ancok, 2012).

Kajian-kajian tentang kepemimpinan selama ini masih kurang dilakukan. Mengetahui model

gaya kepemimpinan pemimpin organisasi atau perusahaan sangat perlu. Pemimpin yang mempu-

nyai pengalaman cukup banyak dapat mempengaruhi anggota untuk menjalankan tujuan yang di-

capai. Penyelesaian masalah yang ada perlu kerjasama antara pemimpin dan bawahan. Ketika

bawahan atau anggota organisasi mengetahui gaya kepemimpinan atasannya atau pemimpinnya

maka bawahan bisa menyesuaikan dirinya untuk menjalankan visi misi organisasi atau perusahaan.

Penyesuaian bawahan terhadap atasan perlu sebagai berjalannya organisasi menuju yang lebih

maju.

Organisasi terhadap maju tidaknya tergantung pemimpin dan bawahan. Bawahan atau anggota

organisasi sebagai pelaksana tugas dan pemimpin sebagai pengarah bawahan. Pemimpin perlu

memperlakukan bawahannya dengan manusiawi dan proporsional. Proporsional artinya sesuai

dengan kemampuan dan kebutuhan yang ada sesuai tujuan organisasi. Sebagai bawahan harus

mengetahui model gaya kepemimpinan atasannya, sebagai cara untuk menyesuaikan diri dalam

organisasi lebih-lebih dapat memajukan organisasi.

Pada pendekatan kepemimpinan ada pendekatan transaksional dan transformasional.

Transaksional lebih ke arah hubungan saling tukar antara pemimpin dan bawahan. Dalam pen-

dekatan transaksional banyak menimbulkan dampak negatif, karena lebih menitikberatkan pada

penyelesaian tugas. Kurang mengedepankan kesejahteraan anggota organisasi. Kepemimpinan

Page 50: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

46 | Bismo - Penelitian Fenomenologi Model Gaya Kepemimpinan...

yang berorientasi tugasberhubungan positif dengan kemangkiran (turn over), dapat disimpulkan

bahwa kemangkiran adalah keluarnya karyawan atau anggota organisasi dalam perusahaan, dalam

hal ini cepat tidaknya pergantian anggota dalam organisasi, pergantian anggota organisasi secara

terus menerus (Hanurawan & Diponegoro, 2005).

Seorang pemimpin atau ketua dalam mengelola sumber daya organisasi perlu adanya model

kepemimpinan yang tepat, sehingga atasan dan bawahan mempunyai sinergi yang kuat (Roscahyo

2013). Sumber daya manusia perlu diatur secara berkelanjutan. Pengaturan secara berkelanjutan

sumber daya manusia untuk memajukan organisasi. Peran pemimpin disini sangat penting sebagai

kemajuan organisasi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Perubahan dalam organisasi yang paling utama adalah tergantung pemimpin. Dalam hal peru-

bahan, pemimpin perlu melakukan perubahan terlebih dahulu karena pemimpin sebagai contoh

atau panutan (Trang, 2012). Pemimpin sebagai manajer tingkat puncak yang harus menyesuaikan

dengan bawahan dan juga tujuan organisasi. Pemimpin harus pintar dalam mengelola organisasi

dan bawahannya atau anggota organisasinya. Saling mengerti antara sifat pemimpin dan bawahan

perlu sebagai mempererat hubungan interpersonal untuk menjalankan dinamika organisasi.

Peran pemimpin dalam era yang sekarang ini sangat perlu. Pemimpin yang demokratis secara

umum dapat mengembangkan organisasi. Tetapi tidak selamanya begitu, pemimpin

mempengaruhi organisasi, bawahan atau anggota organisasi juga mempengaruhi organisasi. Pem-

impin yang otoriter dapat pula mempengaruhi organisasi tetapi lebih kearah negatif secara umum.

Dalam kepemimpinan ada pendekatan kepemimpinan tentang transformasional dan pendekatan

kepemimpinan tentang transaksional. Tidak ada yang salah terhadap gaya kepemimpinan, yang

terpenting adalah bagaimana gaya kepemimpinan menyesuaikan kondisi yang ada, menyesuaikan

dengan bawahan atau anggota serta menyesuaikan dengan tujuan organisasi.

Positif dan negatif dari pendekatan kepemimpinan tidak selalu absolut. Artinya tidak selalu

kepemimpinan transformasional atau transaksional lebih kearah satu sudut pandang, positif atau

negatif. Positif atau negatif tergantung pada pemimpinnya dalam mengatur organisasi serta ang-

gota dalam berperilaku di organisasi. Dari penelitian-penelitian yang sudah ada tidak selamanya

kepemimpinan transformasional selalu berkorelasi positif pada organisasi atau berkorelasi negatif.

Pada kepemimpinan transaksional juga tidak selalu berkorelasi positif atau negatif pada organ-

isasi, semuanya bersifat relatif.

Masalah yang sering dihadapi dalam organisasi mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa dan

Dewan Mahasiswa Fakultas di Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang adalah

miskomunikasi antara pemimpin dan bawahan atau anggota organisasi. Kurang mengertinya mak-

sud atau tujuan dari setiap yang dilakukan oleh pemimpin pada bawahan atau anggota organisasi,

sering menjadi salah paham dalam berorganisasi. Komunikasi yang kurang tepat banyak men-

imbulkan permasalahan, contohnya bisa salah dalam menjalankan jobdesk, program kerja tidak

terlaksana, beban kerja semakin menumpuk dan lain sebagainya. Komunikasi diperlukan secara

tepat oleh pemimpin dan anggota organisasi. Fenomena permasalahan tersebut berasal dari eval-

Page 51: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif unuk Ilmu Perilaku | 47

uasi BEM serta DMF tahun 2016 dan tahun 2017.

Berdasarkan rapat evaluasi akhir kepengurusan yang dilakukan oleh BEM terutama, perlu

adanya sosialisasi tentang gaya kepemimpinan pemimpinnya atau penelitian terkait tersebut untuk

mengkaji gaya kepemimpinan pemimpin organisasi. Kajian penelitian adalah agar anggota organ-

isasi mengetahui bagaimana pemimpinnya dan menyesuaikan bagaimana bekerja dalam organ-

isasi.

Pada evaluasi organisasi mahasiswa terutama Badan Eksekutif Mahasiswa, yang menjadi

pokok utama adalah tentang kepemimpinan. Kurangnya sosialisasi atau pemberian informasi

model gaya kepemimpinan atasannya. Hal tersebut menimbulkan salah paham, kurang senangnya

bawahan terhadap atasan, bawahan kurang bersemangat dalam berorganisasi, ada anggota yang

tidak aktif dalam organisasi, kerja kurang efektif serta maksimal, kerja dalam organisasi menjadi

sesuka hati. Evaluasi sebagai bahan untuk memperbaiki kearah langkah kedepan.

Masalah yang dihadapi waktu kepengurusan organisasi mahasiswa ini bepengaruh pada kiner-

ja organisasi terutama di Badan Eksekutif Mahasiswa tahun 2017 adalah kurangnya pendekatan

atau sosialisasi terhadap model kepemimpinan pemimpin organisasi. Dari hal tersebut banyak ter-

jadi miskomunikasi antara pemimpin dan bawahan. Berdasarkan evaluasi yang ada maka perlu

untuk mengetahui model kepemimpinan pemimpin organisasi. Rekomendasi evaluasi adalah dari

organisasi mahasiswa terutama di Badan Eksekutif Mahasiswa kepengurusan tahun 2017 sebagai

pengurus lama dan pengurus baru.

Permasalahan tentang fenomena kepemimpinan sangat banyak sekali. Ketika anggota tidak

mengetahui gaya kepemimpinan pemimpinnya, bisa menjadi masalah. Contoh masalah yang ada

adalah miskomunikasi, salah dalam bersikap atau berperilaku anggota, kurang berjalannya tujuan

dan misi organisasi karena pemimpin tidak mensosialisasikan gaya kepemimpinannya. Kurang

adanya interaksi yang baik atau banyak salah paham dalam berorganisasi, konflik interpersonal

karena salah paham, ini adalah beberapa masalah terkait dengan kepemimpinan, yang mana pem-

impin tidak mensosialisasikan bagaimana model kepemimpinannya. Sebagai anggota harus secara

aktif dapat mengetahui bagaimana model kepemimpinan pemimpinnya agar nantinya dalam beror-

ganisasi tidak banyak menimbulkan masalah.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif model fenomenologi. Fenomenologi

adalah penelitian kualitatif yang mendeskripsikan kesadaran atau pengalaman seseorang tentang

fenomena, dengan fokus individu melakukan interaksi dengan dunia fenomena, fenomena dapat

berupa benda atau makna empiris seseorang (Hanurawan, 2016). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui model gaya kepemimpinan Badan Eksekutif Mahasiswa dan Dewan Mahasiswa

Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang.

Kehadiran peneliti disini sangat penting. Peneliti terlibat aktif dalam pelaksanaan penelitian.

Peneliti berinteraksi secara langsung dan terlibat aktif dengan subjek atau partisipan penelitian,

Page 52: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

48 | Bismo - Penelitian Fenomenologi Model Gaya Kepemimpinan...

untuk melihat perilaku berdasarkan wawancara, observasi, dan dari kuesioner kualitatif. Lokasi

dalam penelitian ini berada di Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang. Data

dalam penelitian ini mempunyai fokus untuk mengetahui dan menganalisis model gaya kepem-

impinan Badan Eksekutif Mahasiswa dan Dewan Mahasiswa Fakultas Pendidikan Psikologi Uni-

versitas Negeri Malang.

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 2 orang sebagai partisipan utama. Partisipan utama da-

lam penelitian ini berstatus sebagai mahasiswa. Sedangkan significant other atau orang terdekat

partisipan berjumlah 3 orang dari Badan Eksekutif Mahasiswa dan 3 orang dari Dewan Maha-

siswa Fakultas, untuk menambah data dan cek akurasi data.

Hasil dan Pembahasan

A. Model Gaya Kepemimpinan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pendidikan

Psikologi Universitas Negeri Malang

Pemimpin Badan Eksekutif Mahasiswa Organisasi Mahasiswa Fakultas Pendidikan Psikologi

Universitas Negeri Malang menggunakan atau cenderung pada gaya kepemimpinan transaksional

dengan aspek yang cukup terlihat pada orientasi hubungan antar manusia, orientasi tugas, serta

orientasi tujuan. Secara umum pemimpin Badan Eksekutif Mahasiswa tetap mempunyai gaya

kepemimpinan transformasional, namun di gaya kepemimpinan transformasional belum menonjol

atau tidak cukup terlihat dari seorang pemimpin. Secara khusus pemimpin lebih menggunakan

gaya kepemimpinan transaksional. Pemimpin Badan Eksekutif Mahasiswa atau SF mempunyai

ciri kepemimpinan transaksional dengan pemberian reward terhadap pelaksanaan tugas anggota

organisasi, sesuai dengan teorikepemimpinan transaksional bahwa pemimpin memperlakukan

anggota organisasi untuk mendapat hadiah dalam pelaksanaan tugas (Rusdiyanto & Riani, 2015).

Berkaitan dengan hubungan sosial atau orientasi hubungan antar manusia SF di organisasi, SF

menganggap bahwa organisasi adalah keluarga. Di aspek hubungan antar manusia SF cukup men-

onjol atau lebih terlihat di semester gasal. SF cukup baik dalam berhubungan sosial. SF cukup ter-

buka dengan anggotanya. Bisa dikatakan bahwa SF bertindak humanis dengan anggota organisasi.

SF berusaha profesional di organisasi. Keterbukaan terhadap bawahan adalah contoh perilaku

kepemimpinan transaksional (Hanurawan & Diponegoro, 2005).

Pada sisi orientasi tugas, SF lebih melakukan penekanan. Artinya bahwa SF lebih terlibat lagi

dalam pelaksanaan tugas anggota. Pada aspek orientasi tugas, SF juga mempunyai kecenderungan

atau menonjol pada aspek ini. Di semester sebelumnya SF kurang terlibat dalam tugas anggota. SF

banyak melakukan pertimbangan dalam pemberian tugas pada anggota. SF melakukan pembagian

tugas secara adil. Dalam beberapa anggota atau divisi tertentu SF melakukan penekanan bahwa

tugas-tugas anggota semaksimal mungkin harus berjalan. Salah satu ciri kepemimpinan

transaksional adalah mengawasi anggota dalam bekerja atau melaksanakan tugas apakah sudah

sesuai atau belum (Ancok, 2012).

Page 53: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif unuk Ilmu Perilaku | 49

Berhubungan dengan orientasi tujuan, SF melakukan sesuai tujuan organisasi. Di aspek orien-

tasi tujuan, SF lebih terlihat lagi di semester gasal. Hal ini misalnya berkaitan dengan pembuatan

kebijakan. SF mengambil kebijakan berdasarkan pertimbangan yang matang. SF di semester gasal

lebih melibatkan banyak orang atau beberapa orang untuk mengambil kebijakan. SF pun tidak

mau banyak pertimbangan, apabila hal tersebut dirasa perlu bertindak SF langsung mengambil

tindakan dengan koordinasi dengan orang terkait. Hal itu SF lakukan agar menghasilkan tindakan

atau kebijakan yang tepat. SF juga banyak melakukan arahan pada anggota organisasi, bahwa ada

hal-hal tertentu yang harus dilakukan anggota agar organisasi berjalan dengan baik. Tujuan utama

SF dalam mengarahkan anggota di organisasi adalahkebijakan yang diambil bisa tepat. Dalam te-

ori kepemimpinan transaksional, pemimpin membuka motif-motif bawahan atau anggota untuk

merealisasi tujuan-tujuan satu sama lain (Muluk, 2012).

B. Model Gaya Kepemimpinan Dewan Mahasiswa Fakultas Pendidikan Psikologi

Universitas Negeri Malang

Pemimpin Dewan Mahasiswa Fakultas Organisasi Mahasiswa Fakultas Pendidikan Psikologi

Universitas Negeri Malang menggunakan gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional

dengan menonjol atau cukup terlihat pada Aspek yang berbeda-beda. Pemimpin Dewan Maha-

siswa Fakultas atau AR di gaya kepemimpinan transaksional cukup terlihat atau menonjol pada

aspek orientasi kegiatan bersifat teknis dan orientasi hubungan antar manusia. AR mempunyai ciri

memeriksa kinerja bawahan lewat kegiatan organisasi, mengklarifikasi terkait hal-hal teknis,

sesuai dengan karakteristik teori kepemimpinan transaksional bahwa pemimpin memonitor

penyimpangan anggota organisasi dan mengoreksi jika anggota gagal mencapai tujuan (Narsa,

2012). Pada gaya kepemimpinan transformasional AR cukup terlihat pada aspek motivasi yang

memberi inspirasi dan kepemimpinan karismatik. AR mempunyai ciri mampu memotivasi ang-

gota dengan cukup persuasif, sesuai dengan teori kepemimpinan transformasional bahwa pem-

impin yang transformasional adalah pemimpin yang menginspirasi anggota organisasi sebagai

sumber ideal, berfungsi sebagai model, membangun percaya diri anggota dan kebanggaan anggota

organisasi (Hamdani & Handoyo, 2012).

Di organisasi DMF AR ingin melakukan evaluasi diri, lebih baik lagi di semester sebelumnya.

Di sisi orientasi kegiatan bersifat teknis, AR berusaha klarifikasi terkait hal teknis dan lebih

mengarahkan anggota organisasi bagaimana menjalankan hal teknis. Di semester gasal AR sering

melakukan klarifikasi atau bertanya-tanya pada hal teknis. Hal itu AR lakukan sebagai langkah

hati-hati. AR sering melakukan koordinasi kecil dengan anggota. Musyawarah dilakukan oleh

ARdalam mengambil tindakan, meskipun menyangkut hal kecil. Dalam hal ini aspek kegiatan ber-

sifat teknis dari AR bisa dikatakan menonjol atau terlihat di semester gasal. Pemimpin DMF

menggunakan gaya kepemimpinan transaksional dengan aspek orientasi kegiatan bersifat teknis

seperti dalam situasi fokus membahas program kerja organisasi. Sisi transaksional nampak pada

Page 54: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

50 | Bismo - Penelitian Fenomenologi Model Gaya Kepemimpinan...

arahan oleh pemimpin terhadap hal teknis, sesuai dengan ciri-ciri teori kepemimpinan transaksion-

al. Pemimpin atau atasan berusaha atau selalu menjelaskan hal-hal yang perlu dikerjakan oleh

bawahan atau anggota organisasi (Ancok, 2012).

Di sisi lain berkaitan dengan orientasi hubungan antar manusia, AR semester sebelumnya ku-

rang berhubungan sosial dengan anggota organisasi. Aspek hubungan antar manusia AR lebih ter-

lihat di semester gasal. Di semester selanjutnya AR ingin lebih dekat dengan anggota. AR tidak

ingin hanya berlaku profesional saja dalam organisasi. Pemimpin DMF menggunakan gaya

kepemimpinan transaksional dengan aspek orientasi hubungan antar manusia seperti dalam situasi

ketika bertemu anggota organisasi. Dalam kegiatan sehari-hari di organisasi AR lebih terlihat hu-

manis, misalnya dalam rapat sering melakukan sedikit mencairkan suasana atau bercanda seben-

tar. Dari salah satu informasi oleh informan, bahwa AR biasanya setelah rapat mengadakan shar-

ing sesion untuk membicarkan hal-hal yang dirasa perlu. Hal itu sebagai contoh keterbukaan pem-

impin terhadap bawahan atau anggota organisasi. Sesuai dengan teori paradigma transaksional,

yang mengatakan bahwa contoh perilaku hubungan interpersonal adalah keterbukaan terhadap

anggota organisasi (Hanurawan & Diponegoro, 2005).

Berkaitan dengan cara AR dalam memotivasi anggota di organisasi, AR melakukan dengan

cara meminta tolong untuk lebih maksimal bekerja di organisasi. Di aspek ini AR bisa dikatakan

cukup terlihat atau menonjol. AR berusaha mengingatkan anggota di organisasi. AR mengarahkan

anggota untuk mensukseskan program kerja. Pemimpin Dewan Mahasiswa Fakultas

menggunakan gaya kepemimpinan transformasional dengan aspek motivasi yang memberi in-

spirasi seperti dalam situasi akan atau sedang melaksanakan program kerja atau kegiatanorgan-

isasi. AR memberi persuasi secara positif pada anggota. Pemberian semangat oleh pemimpin dan

saling membantu sering dilakukan oleh AR. Pemimpin yang mampu menciptakan sifat optimis

dan menciptakan tujuan organisasi secara realistis adalah pemimpin transformasional (Hanurawan

& Diponegoro, 2005).

Pada bahasan tentang pemimpin memberi contoh pada anggota organisasi atau kepemimpinan

karismatik, AR ingin dan berusaha lebih disiplin lagi. Dari aspek kepemimpinan karismatik AR

cukup terlihat atau bisa dikatakan menonjol pada aspek ini. AR lebih sering berkomunikasi

dengan anggota. Komunikasi dengan anggota terutama lebih terlihat pada semester gasal. Arahan

dalam bekerja di organisasi AR lebih meningkatkan lagi. AR berusaha memperbaiki diri dari se-

mester sebelumnya. AR juga berusaha mendedikasikan dirinya pada anggota dan organisasi, dia

mengaku lebih terbuka lagi dalam komunikasi dengan anggota. Peningkatan komunikasi dengan

anggota secara emosi adalah contoh perilaku kepemimpinan transformasional (Hanurawan &

Diponegoro, 2005).

Kesimpulan dari penelitian fenomenologi model gaya kepemimpinan Badan Eksekutif Maha-

siswa dan Dewan Mahasiswa Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang adalah

pola kepemimpinan kedua pemimpin yaitu BEM dan DMF secara umum menggunakan atau

mempunyai pola kepemimpinan transaksional dan transformasional. Secara khusus ada aspek-

Page 55: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif unuk Ilmu Perilaku | 51

aspek tertentu yang menonjol pada setiap gaya kepemimpinan. Pemimpin DMF lebih mempunyai

atau menggunakan gaya kepemimpinan transaksional dengan dua aspek yang menonjol yaitu ori-

entasi kegiatan bersifat teknis dan orientasi hubungan antar manusia serta kepemimpinan transfor-

masional dengan dua aspek yang menonjol yaitu motivasi yang memberi inspirasi dan kepem-

impinan karismatik. Sedangkan pada pemimpin BEM lebih cenderung menggunakan pada gaya

kepemimpinan transaksional dengan aspek yang menonjol pada orientasi hubungan antar manusia,

orientasi tugas, dan orientasi tujuan. Pada aspek-aspek kepemimpinan transformasional pemimpin

BEM tidak cukup menonjol, namun tetap digunakan atau tetap ada pada pemimpin BEM.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tentang model gaya kepemimpinan Badan Eksekutif Mahasiswa dan

Dewan Mahasiswa Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang, dapat diambil kes-

impulan sebagai berikut :

1. Model gaya kepemimpinan Badan Eksekutif Mahasiswa dan Dewan Mahasiswa Fakultas

Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang menggunakan gaya kepemimpinan

transaksional dan transformasional dengan menonjol mempunyai kecenderungan atau cukup

terlihat pada aspek yang berbeda-beda.

2. Model gaya kepemimpinan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pendidikan Psikologi Uni-

versitas Negeri Malang menggunakan gaya kepemimpinan transaksional. Aspek Pada gaya

kepemimpinan transaksional yang menonjol atau cukup terlihat adalah aspek orientasi hub-

ungan antar manusia, orientasi tugas, dan orientasi tujuan.

3. Model gaya kepemimpinan Dewan Mahasiswa Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas

Negeri Malang menggunakan gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional.

Aspek yang cukup terlihat pada kepemimpinan transaksional yaitu orientasi kegiatan bersi-

fat teknis dan orientasi hubungan antar manusia. Pada kepemimpinan transformasional pem-

impin Dewan Mahasiswa Fakultas menonjol atau cukup terlihat di aspek motivasi yang

memberi inspirasi dan kepemimpinan karismatik.

DAFTAR RUJUKAN

Ancok, D. 2012. Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi. Yogyakarta: Penerbit Erlangga.

Hamdani, W & Handoyo, S. 2012. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan Transformasional

dengan Stres Kerja Karyawan PDAM Surya Sembada Kota Surabaya. Jurnal Psikologi In-

dustri dan Organisasi, 1(02). Dari http://journal.unair.ac.id/filerPDF/110610102_14v.pdf.

Hanurawan, F & Diponegoro, A. 2005. Psikologi Sosial Terapan dan Masalah-masalah Sosial.

Yogyakarta: UAD Press.

Hanurawan, F. 2016. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Muluk, H. 2012. Pengantar Psikologi Politik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Munandar. 2011. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Page 56: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

52 | Bismo - Penelitian Fenomenologi Model Gaya Kepemimpinan...

Narsa, I.M. 2012. Karakteristik Kepemimpinan : Transformasional versus Transaksional. Jurnal

Manajemen dan Kwirausahaan, 14(2),102-108. Dari http://jmk.petra.ac.id/repository/

transfer/JMK2012-nas11a-new.pdf.

Roscahyo, A. 2013. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan pada Rumah Sa-

kit Siti Khodijah Sidoarjo. Jurnal Ilmu Riset dan Manajemen, 2(12),1-16. Dari https://

ejournal.stiesia.ac.id/jirm/article/download/410/401.

Rusdiyanto, W & Riani, A. L. 2015. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Transaksion-

al Terhadap Kepuasan Kerja dan Organizational Citizenship Behavior. Jurnal Economia. 11

(2),161-168. Dari https://journal.uny.ac.id/index.php/economia/article/view/7950/6923.

Trang, D.S. 2012. Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Pengaruhnya terhadap Kinerja

Karyawan. ISSN, 2303-1174. Dari https://media.neliti.com/media/publications/1640-ID-

gaya-kepemimpinan-dan-budaya-organisasi-pengaruhnya-terhadap-kinerja-karyawan.pdf.

Page 57: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Vol. 1, No. 1, April, 2021 Jurnal Kualitatif untuk

Ilmu Perilaku Hal. 53-61

Penerimaan Orang Tua Etnis Jawa Pada Penderita Skizofrenia

Bhina Hangudio Hutama Barapinta Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang

Jl. Semarang No. 5, Kota Malang, Indonesia 65145

E-mail (xxx@xxx)

Informasi Artikel Abstrak

Tanggal masuk dd-mm-yyyy Penderita skizofrenia terbesar di Indonesia terletak di bagian pulau Jawa, tepat-nya pada Jawa timur dan Jawa tengah, masih berbanding lurus, di antara banyak-nya jumlah penderita masih banyak yang dipasung, ini yang menggugah peneliti untuk meninjau lebih jauh, sebagian dari orang tua penderita yang mampu untuk memilih tidak memasung dan menerima keadaan anaknya yang menderita skizof-renia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sikap orang tua Etnis Jawa terhadap anaknya yang mengidap gangguan jiwa Skizofrenia, bagaimana bentuk dari penerimaan tersebut dan apa peranan budaya dalam mendorong mun-culnya penerimaan tersebut. Penelitian dilaksanakan dengan model studi kasus etnografi. Hasil dari penelitian diketahui bahwa penerimaan orang tua etnis Jawa ditunjukkan dengan perilaku peduli, menyayangi, mendukung, merawat anak, dan bersedia untuk berdekatan secara fisik dengan anak. Dalam istilah Jawa per-ilaku tersebut muncul dalam 3 hal yaitu mengalah, sabar, dan mendidik.

Tanggal revisi dd-mm-yyyy

Tanggal diterima dd-mm-yyyy

Kata Kunci:

Penerimaan orang tua; Etnis Jawa; Skizofrenia

Keywords: Abstract

PENDAHULUAN

Berdasarkan data hasil Riskesdas 2013 dan dikombinasi dengan data rutin dari Pusdatin

(Budjianto, 2015) didapati bahwa Jawa timur menduduki peringkat 1 daerah dengan jumlah pen-

gidap skizofrenia tertinggi di Indonesia dengan jumlah pengidap mencapai 63.483 ribu jiwa dan

pada posisi kedua adalah Jawa tengah. Jumlah pengidap skizofrenia di Jawa tengah mencapai

317.504 jiwa, hal ini diungkapkan oleh Karsono selaku anggota seksi E DPRD Jawa tengah

(dalam Wibowo, 2016). Banyaknya jumlah penderita skizofrenia di daerah dengan latar belakang

kebudayaan Jawa berbanding lurus dengan angka pemasungan yang juga tinggi, bahwa sedikitnya

731 warga penderita gangguan jiwa di 26 kabupaten/kota masih dipasung itu adalah data dari blog

resmi Bappeda Jawa Timur (2014), informasi ini di update pada tahun 2016 meningkat menjadi

1200 penderita gangguan jiwa yang masih di pasung, dan telah di bebaskan sebanyak 459 pen-

derita itu adalah informasi yang disediakan oleh Mensos (dalam web antarajatim.com

2017).Sedangkan di kabupaten Trenggalek sendiri juga masih terdapat banyak penderita gangguan

jiwa yang dipasung oleh pihak keluarga sekitar 60 penderita skizofrenia yang masih dipasung oleh

Page 58: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

54 | Barapinta - Penerimaan Orang Tua Etnis Jawa...

keluarga (Antaranews.com. 2013).

A. Pengasuhan Orangtua

Pengasuhan adalah sebuah proses interaksi antara 2 pihak, yaitu dari orang tua kepada anak,

baik secara fisik, emosi, sosial, emosional, intelektual, baik dari anakmasih kecil sampai dewasa

(Kemendikbud, 2016). Pengasuhan orang tua dapat diklasifikasikan berdasarkan kombinasi dari

penerimaan dan responsivitas (Maccoboy dan Martin dalam Santrock, 2012), berdasarkan pen-

erimaan rang tua akan memperlakukan/berinteraksi dengan anak secara berbeda, ada 5 bentuk dari

pola asih tersebut yaitu otoritarian, orotitatif, pengasuhan yang melalaikan, pengasuhan yang me-

manjakan, dan permisif.

B. Penerimaan Orangtua Etnis Jawa

Rohner, dkk (2012) menyebutkan ciri khas yang terdapat dalam sebuah penerimaan orang tua

adalah warmth atau kehangatan, kehangatan ditunjukkan oleh orang tua dalam bentuk perilaku

kasih sayang, keramahan, kepedulian, kenyamanan, merawat anak, pengasuhan, dukungan, atau

yang sederhana adalah membuat anak merasa dicintai dan disayangi. Perilaku tersebut dapat te-

mamati secara fisik dan verbal. Dalam psikologi raos yang ditulis oleh Suryomentraman (dalam

Sugiarto, 2014) orang tua pada umumnya memiliki Raos sih yaitu kasih sayang yang tanpa batas

kepada anaknya, perasaan ini dapat tumbuh menjadi subur apabila orang tua telah mampu untuk

menghilangkan Karmadangsa.

C. Penerimaan Orang Tua Etnis Jawa Pada Penderita Skizofrenia

Penerimaan keluarga dengan pasien skizofrenia pada awalnya berupa penyerahan sepenuhnya

kepada tenaga medis, maupun pihak-pihak yang bersedia membantu keluarga dalam mengatasi

Skizofrenia, proses penerimaan yang dialami masing-masing keluarga memiliki keunikan yang

beragam, hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan dan pemahaman keluarga skizofrenia yang di-

peroleh melalui informasi dari berbagai sumber, pada awalnya keluarga akan menolak pasien ski-

zofrenia, hal inidilakukan oleh keluarga dengan tidak mencari informasi, merawat dengan meran-

tai kaki, mengasingkan, dan berperilaku kasar selama penderita skizofrenia berada di rumah, dan

keluarga menolak untuk menjenguk di rumah sakit jiwa. Dalam proses penerimaan saudara kan-

dung dapat melaluinya dengan lebih cepat dibandingkan dengan orang tua pasien, semakin lama

seseorang mengalami skizofrenia maka semakin besar pula kemungkinan ia diterima oleh keluarga

(Wardhani, 2013).

Penerimaan orang tua dalam kebudayaan Jawa seharusnya dapat terjadi dengan lebih mudah

kepada penderita skizofrenia karena nilai ini terinternalisasi dalam seluruh orang yang sudah

“Jowo”, terlebih perasaan dari orang tua. Namun tetap saja masih ada beberapa penghalang dari

penerimaan ini, diantaranya adalah stigma masyarakat mengenai penderita skizofrenia yang masih

buruk, tak menutup kemungkinan bahwa keluarga juga memberikan stigma buruk bagi penderita

itu sendiri (Hawari, 2014) mungkin pengaruh dari stigma masyarakat akan memiliki pengaruh

yang cukup besar, namun stigma dari dalam keluarga itu sendirilah yang sebenarnya memegang

Page 59: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 55

peranan yang lebih besar dari penerimaan ini, apabila keluarga terlebih orang tua telah terdoktrin

dari stigma masyarakat yang buruk terhadap penderita skizofrenia, seperti stigma diguna-guna

atau kerasukan roh halus, maka perilaku keluarga akan menjadi berbeda apabila dibandingkan

dengan stigma bahwasannya penderita adalah orang yang mengalami gangguan, dan membutuh-

kan dukungan secara sosial, apabila stigma buruk yang lebih melekat kepada keluarga maka tinda-

kan-tindakan yang mampu menghambat proses penyembuhan, seperti pemasungan, atau tindakan

kekerasan yang lain.

Penerimaan keluarga memiliki kaitan yang erat dengan dukungan keluarga, keluarga yang

mampu menerima penderita akan memliki kemungkinan yang lebih untuk bisa menunjukkan

dukungannya, dan dukungan keluarga memiliki peranan penting dalam perkembangan menuju

kesembuhan bagi penderita (Ambari, 2014) menyebutkan dalam hasil penelitiannya bahwa

dukungan keluarga memiliki pengaruh yang positif kepada keberfungsian sosial penderita, yang

mana salah satu simptom dari skizofrenia adalah ketidak berfungsian sosial, apabila simptom ini

dapat dibantu dengan dukungan keluarga maka kemungkinan penderita untuk sembuh akan se-

makin tinggi. Dalam kebudayaan Jawa memiliki istilah Raos sih yaitu kasih sayang tanpa batas

dari orang tua kepada anaknya, rasa kasih yang tertuang dalam bentuk perilaku dan perkataan dari

orang tua ini dapat tumbuh apabila orang tua telah mampu menghilangkan karmadangsa yang

dirasakan oleh orang tua berikut adalah penjelasan yang diungkapkan oleh Suryomentraman

(dalam Sugiarto, 2014). Perasaan nyaman yang diterima oleh anak berkat raos sih dari orang tua

tersebut dapat membuat anak kesampyok atau tertular, dalam artian anak juga akan menjadi lebih

mudah untuk mengasihi orang lain seperti bagaimana ia diperlakukan oleh orang tuanya. Peng-

hambat terbesar dari tumbuhnya perasaan ini adalah adanya anggapan bahwa orang tua mampu

untuk mengasihi dan menyayangi anaknya dengan benar, perasaan dan anggapan ini dapat mem-

buat orang tua menjadi suloyo atau lengah terhadap perasaannya sendiri kepada anak. Apabila

orang tua sudah dapat menerima keadaan anak, dan mampu untuk menunjukkan kasih sayang/

raos sih kepada anak, maka hal ini dapat membantu penderita menjauhi faktor-faktor yang dapat

membangkitkan kekambuhan, selain itu kasih penerimaan yang diberikan oleh orang tua juga

akanmembuat anak belajar untuk mengasihi orang lain sehingga kehidupan sosial dari penderita

dapat berkembang.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah studi kasus etnografi, studi kasus

adalah sebuah jenis penelitian kualitatif yang dalam pengumpulan datanya menggunakan beberapa

metode secara bergantian dan saling mendukung satu dengan yang lain guna mengungkap dan

menjelaskan secara rinci tentang suatu fenomena, sedangkan etnografi adalah sebuah metode

penelitian untuk menemukan dan mendeskripsikan secara komprehensif makna fenomena keji-

waan atau perilaku sebagai isu atau topik psikologi dalam sebuah kelompok budaya tertentu, dan

studi kasus adalah sebuah jenis penelitian kualitatif yang menggunakan berbagai metode dan be-

Page 60: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

56 | Barapinta - Penerimaan Orang Tua Etnis Jawa...

ragam sumber data untuk menjelaskan secara rinci dan mendalam tentang suatu unit analisis

(Hanurawan 2016). Kehadiran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai instrumen utama dalam

mengumpulkan data yang diperlukan. Hal ini berarti pengumpulan data terkait subjek dilakukan

secara langsung oleh peneliti. Dalam penelitian ini peneliti menetapkan beberapa karakteristik

subjek yang akan diambil, berikut adalah kriteria yang ditetapkan peneliti :

1. Orang tua yang merawat anak dengan gangguan skizofrenia

2. Memiliki latar belakang budaya Jawa

3. Memiliki bahasa ibu Jawa

Penelitia menggunakan metode wawancara mendalam guna mencari data tentang perasaan dan

pandangan partisipan terhadap fenomena yang dialami, serta wawancaradilaksanakan dengan cara

semi terstruktur sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan probing, data hasil wawancara

diperkuat dengan data catatan lapangan, berupa observasi yang dilaksanakan sebelum proses

penelitian dan pada saat penelitian dilaksanakan. Pengecekan keabsahan data dlakukan dengan

Triangulasi prespektif yaitu dengan mencari informasi dari prespektif orang lain (Herdiansyah,

2014), yang dimaksudkan orang lain adalah informan, selain itu juga penggunaan 2 alat pengum-

pul data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, ketiga partisipan menunjukkan perilaku menerima, apabila ditin-

jau dari dasar teori yang digunakan,berdasarkan Rohner dkk. (2012) penerimaan orang tua ter-

hadap anak terwujud dalam bentuk kepedulian, kasih sayang, kedekatan secara fisik, dan kemauan

orang tua untuk merawat anak dengan baik. ,beberapa bentuk penerimaan yang tampak pada keti-

ga partisipan adalah orang tua bersedia untuk duduk didekat anak, berbicara dengan anak, me-

nanggapi pembicaraan anak dengan serius. Keempat hal tersebut merupakan bentuk-bentuk pen-

erimaan yang ditampakkan oleh ketiga partisipan penelitian, selain keempat hal tersebut setiap

partisipan juga mempunyai ciri khas masing-masing dalam menunjukkan perilaku menerima.

Sikap orang tua menolak masyarakat yang hendak memasung penderita merupakan bentuk

dari kasih sayang/warmth. Rohner (2005) menyebutkan bahwa kehangatan adalah sikap orang tua

secara emosional, ataupun perilaku dari perasaan cinta, mengasuh dengan baik, dan juga sikap

mendukung. Penerimaan ini dilandasi oleh perasaan tanggung jawab yang dimiliki oleh orang tua

Etnis Jawa juga merupakan bentuk dari kasih sayang/warmth.. nilai kebudaayaan jawa yang masih

kental mengenai perilaku orang tua kepada anak ini mendorong orang tua untuk berperilaku baik

kepada anak, termasuk dalam bentuk ekspresi emosi. Hasil dari penerimaan ini mampu untuk

menurunkan kemungkinan penderita mengalami kekambuhan atau tantrum kembali, karena pen-

erimaan yang dilakukan oleh orang tua tertuang dalam bentuk EE yang positif sehingga mampu

untuk meredam anak yang hendak mengalami tantrum, dan juga mampu untuk mencegah anak

mendekati fase tantrum dari Handayani dan Nurwidawati (2013). Hal ini juga muncul selama

proses penelitian, dimana cara dari setiap partisipan dalam menangani penderita ketika hendak

Page 61: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 57

mengalami tantrum adalah sabar dan mengalah, sehingga penderita menjadi lebih tenang, pada P3

data tentang mengalah muncul baik secara verbal maupun fisik, dimana ia tidak melawan anak

ketika hendak atau menunjukkan ciri-ciri anak akan mengalami tantrum, karena perasaan sayang

dan juga perasaan tanggung jawab untuk merawat anak dengan baik.

Perasaan tanggung jawab sebagai orang tua untuk merawat anak dengan baik dan benar men-

jadi landasan utama penerimaan yang dilakukan oleh ketiga partisipan. Dalam budaya jawa

tanggung jawab itu disebut dengan nggulowentah anak, Sugiarto (2014) menjelaskan bahwa nggu-

lowentah hanya sebatas pendidikan yang diberikan oleh orang tua untuk mensejahterakan anak,

pada deskripsi ini konsep nggulowentahmemiliki tujuan untuk menuntaskan anak secara fisik saja

untuk bisa menjadi lebih mandiri, sehingga terasa menjadi lebih spesifik dan sempit, namun Court

De La (1936) menjelaskan lebih terperinci bahwa nggulowentah adalah sebuah konsep yang lebih

kompleks dari sekedar pendidikan, nggulowentah merupakan tugas orang tua untuk menuntun

anak baik secara fisik maupun batin, merawat anak, mensejahterakan anak, memberikan contoh

kepada anak, memenuhi kebutuhan anak dan juga menjadikan anak supaya dapat dadi uong. , keti-

ga partisipan mengungkapkan bahwa mereka memiliki harapan kelak penderita mampu untuk

mandiri dan tidak menjadi ketergantungan kepada orang lain atau juga dapat diistilahkan mampu

hidup bermasyarakat secara mandiri atau dalam bahasa Jawa disebut “wes dadi uong”. Ketiga

bentuk penerimaan yang telah sebutkan diatas adalah manifestasi dari nggulowentah itu sendiri,

dalam kebudayaan Jawa orang tua memang harus diwajibkan untuk dapat secara sabar, terus me-

rawat anak, bahkan berdasarkan data penelitian keharusan ini tetap berjalan walaupun anak men-

galami gangguan jiwa, bahkan dalam kebudayaan jawa orang tua dituntut untuk bisa mengerti

keadaan anak Court De La (1936) menyebutkan dalam bukunya tijang sepah poeniko engkang

nomer satoenggal kedah ngertos, oetawi ngroemaosi yang artinya adalah hal utama yang harus

dimiliki oleh orang tua adalah mengerti atau memahami, dalam hal ini yang di mengerti atau dipa-

hami adalah keadaan anak, apabila partisipan sudah mampu untuk mengerti dan memahami

keadaan anak yang membutuhkan perlakuan khusus maka perilaku sabar dan ngalah pasti akan

muncul menyusul dari pengertian tersebut. Salah satu manifestasi dari nggulowentah ini adalah

pendidikan.

Dalam kebudayaan jawa orang tua memiliki tanggung jawab untuk menuntaskan anak sampai

dadi uwong yang artinya anak siap untuk bermasyarakat, tidak hanya pendidikan secara moral,

dalam Sugiarto (2014) juga dijelaskan tanggung jawab ini juga dirasakan orang tua sampai tingkat

mencarikan lahan pekerjaan untuk anak apabila hal itu dirasa memang dibutuhkan. Hal tersebut

juga dirasakan oleh ketiga partisipan sehingga ketiga partisipan secara perlahan dan sabar juga

memberikan pendidikan untuk membantu anak mampu untuk bisa mandiri secara ekonomi, selain

pendidikan untuk membantu anak sejahtera secara ekonomi ada 3 hal lain yang harus diajarkan

oleh orang tua etnis jawa kepada anak, yaitu mendidik anak untuk sumerep atau mengerti tentang

hal yang benar, mendidik anak tentang rasa cinta, dan mendidik anak untuk mencintai keindahan,

sedangkan, Court De La (1936) juga menyebutkan bahwa orang tua memiliki tugas untuk men-

Page 62: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

58 | Barapinta - Penerimaan Orang Tua Etnis Jawa...

didik anak sampai anak bisa menjadi orang yang sejahtera baik badan dan fikirannya, peranan ini

juga dilaksanakan oleh ketiga partisipan, dengan mendidik anak walaupun anak mengalami

gangguan jiwa. Maka dari itu partisipan juga memberikan pendidikan terkait dengan kemampuan

merawat diri sendiri, seperti mencuci baju, menyapu, mandi, mencuci piring dan lain-lain. Karena

keadaan anak yang membutuhakan perhatian khusus membuat partisipan harus melaksanakan

pendidikan ini sabar dan konsisten. Seperti pada P2 dimana pada pengatan tanggal 3 Mei 2017

penderita sama sekali belum bersedia untuk bekerja sampai pada akhirnya berdasar data pada 5

November 2017 penderita sudah mulai bersedia untuk membantu partisipan untuk bekerja dila-

dang, hal ini cukup disyukuri oleh partisipan.

Kesabaran sangat dibutuhkan dalam merawat anak yang membutuhkan perlakuan khusus ini.

Sabar adalah perilaku penerimaan dimana orang tua dapat menahan diri untuk tetap berperilaku

baik walaupun anak mengalami gangguan jiwa, atau bahkan ketika anak sedang tantrum dan

mampu untuk mengesampingkan keinginan atau perasaan pribadi guna menjaga perasaan anak

dalam hal ini. Perilaku sabar ini menunjukkan sebuah ekspresi emosi yang positif kepada anak,

dimana penyampaian ekspresi emosi yang demikian menurut Handayani (2013) dan Marchira,

dkk (2008) dapat menurunkan resiko penderita mengalami kekambuhan atau tantrum kembali, hal

ini juga tampak pada ketiga partisipan yang tidak menggunakan nada tinggi atau bersifat marah

kepada penderita bahkan ketika penderita melakukan hal yang kurang tepat, ketiga partisipan tetap

berusaha untuk menjadi sabar dan terus merawat anak, walaupun kadang tersirat perasaan sedih

dan lelah. Sugiarto (2014) menjelaskan bahwa rasa cinta orang tua terhadap anak termanifestasi-

kan ketika orang tua mampu untuk mengendalikan hasrat-hasratnya untuk mengejar kepentingan

pribadi dan mengharapkan untuk dapat imbalan, perilaku ini sudah tampak pada ketiga partisipan,

dengan terus merawat anak dan mengesampingkan keinginan atau hasrat pribadi demi menjaga

perasaan anak yang mengalami gangguan jiwa dan membutuhkan perlakuan khusus.

Ngalah adalah salah satu menifestasi dari perilaku sabar, menghadapi perilaku anak yang

kadang kurang tepat atau malah kadang mengalami tantrum dengan tidak melawan bisa menjadi

salah satu definisi dari ngalah, perilaku ngalah akan sangat berkaitan dengan ekspresi emosi orang

tua kepada anak, orang tua yang tidak dapat mengalah kepada anak, terutama ketika anak men-

galami tantrum akan cenderung menunjukkan ekspresi emosi yang negative kepada anak, hal ini

tentu akan berdampak buruk kepada anak, dalam keadaan sadar ekspresi emosi yang negative

dapat kekambuhan dari penderita, dan apabila dalam keadaan tantrum ekspresi emosi yang nega-

tive hanya akan memperburuk keadaan dari penderita Handayani (2013) dan Marchira, dkk

(2008). Dalam kebudayaan Jawa orang tua juga tidak sepantasnya melampiaskan kemarahan atau

kekesalan kepada anak, Sugiarto (2014), sehingga mendorong partisipan untuk bisa mengalah ter-

hadap anak. Ketiga partisipan memiliki kesamaan dalam mewujudkan perilaku ngalah ini, yaitu

ketika anak meminta sesuatu orang tua akan cenderung mengikuti dan menyediakan apa yang

menjadi keinginan, selama hal itu memang masih dapat untuk diperjuangkan.

Page 63: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 59

Sikap penerimaan orang tua Etnis Jawa pada penderita skizofrenia menumbukan perilaku yang

baik kepada anak dan dampak yang baik pula, berdasarkan penerimaan tersebut poa asuh yang

dilakukan oleh orang tua lebih bersifat memanjakan anak, karena sikap anak yang tidak dapat

diberikan batasan, hukuman dan tekanan sehingga orang tua bersikap mengalah dan memanjakan

anak, Baumrid (dalam Santrock, 2012) menyebutkan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh

ini berkeyakinan bahwa perilaku menyayangi, kehangatan dan kedekatan anak dengan orang tua

akan menumbuhkan sikap kreatif dan kepercayaan diri bagi anak. Sikap orang tua yang demikian

memang lebih tepat dilakukan kepada anak dengan gangguan skizofrenia, karena dengan sikap ini

kemungkinan penderita untuk mendapatkan stressor yang bersar akan semakin berkurang,

dimikian juga dengan kemungkinan penderita mengalami kekambuhan.

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan penjabaran data dalam bab-bab sebelum ini dapat disimpul-

kan sebagai berikut : Penerimaan orang tua etnis Jawa pada penderita skizofrenia terwujud dalam

perilaku peduli, menyayangi, mendukung, merawat anak, dan bersedia untuk berdekatan secara

fisik dengan anak, dalam istilah Jawa perilaku tersebut muncul dalam 3 hal yaitu mengalah, sabar,

dan mendidik. Penerimaan orang tua Etis Jawa pada penderita skizofrenia didasari oleh perasaan

tanggung jawab untuk menuntaskan anak sampai mampu untuk bermasyarakat.

B. SARAN

1. Bagi Orang Tua Etnis Jawa Yang Memiliki Anak Dengan Gangguan Skizofrenia

Penolakan bagi penderita skizofrenia akan memperburuk keadaan, dan menghambat proses

pengobatan dan juga kesembuhan dari penderita, dengan adanya penelitian ini saya mengharapkan

kepada orang tua Etnis Jawa yang memiliki anak dengan gangguan skizofrenia untuk dapat meng-

ingat dan memahami kembali kebudayaan Jawa agar dapat lebih mudah dalam proses menerima

keadaan anak yang mengalami gangguan jiwa.

2. Bagi Praktisi Psikologi Klinis Yang Menangani Penderita Skizofrenia Dengan Latar

Belakang Etnis Jawa.

Melaksanakan sosialisasi kepada orang tua Etnis Jawa yang memiliki anak dengan gangguan

skizofrenia mengenai pentingnya penerimaan dan berperilaku baik kepada anak, serta meng-

ingatkan mengenai bagaimana Budaya Jawa mengajarkan cara untuk merawat anak, dan besarnya

pengaruh sifat nggulowentah..

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang penerimaan

orang tua Etnis Jawa yang memiliki anak dengan gangguan skizofrenia, agar supaya dapat mem-

ilih partisipan dengan anggota keluarga yang lengkap. Serta dapat melakukan pengambilan data

secara lebih mendalam.

Page 64: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

60 | Barapinta - Penerimaan Orang Tua Etnis Jawa...

4. Bagi Dinas Sosial

Bagi dinas sosial yang bekerja dalam ranah penuntasan pemasungan oleh orang tua Etnis Jawa

yang memiliki anak dengan gangguan skizofrenia dapat menggunakan hasil penelitian untuk

menyadaran orang tua akan bentuk dari penerimaan dan dampaknya bagi anak.

DAFTAR RUJUKAN

Antarajatim. 2017. Mensos: Kasus Pemasungan Psikotik Terbanyak Di Jatim. Online: :http://

www.antarajatim.com/berita/188498/mensos-kasus-pemasungan-psikotik-terbanyak-di-

jatimutm_source=fly&utm_medium=related&utm_campaign=news diakses pada tangaal 19

Februari 2017.

Alwisol. 2011. Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang : UMM pres

Ambari, Prinda Kartika Mayang. 2014. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Keber-

fungsian Soial Pada Pasien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit. Semarang : Uni-

versitas Negeri Diponegoro.

Bappeda. 2014. Data Orang Dipasung Harus Di Update. Online: http://

bappeda.jatimprov.go.id/2014/04/02/data-orang-dipasung-harus-diupdate/ diakses pada

tanggal 19 Februari 2017.

Budjianto, Didik. 2015. 400 Ribu Alami Gangguan Jiwa Berat (Schizophrenia), 10 Juta Alami

Gangguan Mental Emosional (Gme). Online:http://www.kompasiana.com/de-be/400-ribu-

alami-gangguan-jiwa-berat-schizophrenia-10-juta-alami-gangguan-mental-emosional-

gme_54f431267455137f2b6c887b diakses pada tanggal 1 Oktober 2016.

Court De La. 1936. Antje-Antjer Bab Anggulowentah Lare. Batavia-C : Bale Poestaka

Delisi, lynn E. 2011. 100 Question & Answer about Schizophrenia: Painful Minds Second Edi-

tion. Canada: Jones and Bartlett Publisher.

Endaswara, Suwardi. 2015. Etnologi Jawa, Penelitian Pengabdian, Dan Pemaknaan Budaya. Ja-

karta : Caps.

Handayani Lestari, Nuriwdawati. 2013. Hubungan Pola Asuh Dan Ekspresi Emosi Keluarga

Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia Dirumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Surabaya :

Universitas Sebelas Maret. Online: http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/

view/7103/9669diakses pada tanggal 4 oktober 2016.

Hanurawan Fatah, 2016, Metode Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Psikologi. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Hawari, Dadang. 2014. Skizofrenia Pendekatan Holistik (BPSS) BIO-PSIKO-SOSIAL-

SPIRITUAL Edisi Ketiga. Jakarta : Universitas Indonesia.

Herdiansyah, Haris. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Psikologi. Jakarta :

Salemba Humanika.

Kartono, Kartini. 2002. Patologi Sosial 3, Gangguan Kejiawaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Per-

sada.

Page 65: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 61

Kemendikbud. 2016. Seri Pendidikan Orang Tua : Pengasuhan Positif. Jakarta

Matsumoto, David. 2008. Pengatar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Marchira, Sumarni, Lusia. (2008). Hubungan Antara Ekspresi Emosi Keluarga Pasien Dengan

Kekambuhan Penderita Skizofrenia di RS DR. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta : Berita

Kedokteran Masyarakat.

Nevid, Jeffrey S, dkk. 2005. PSIKOLOGI ABNORMAL, EDISI KELIMA. JILID 2. Jakarta : PT.

Gelora Aksara Pratama.

Rohner P. Ronald.2008. Introduction: Parental Acceptance-Rejection Theory Studies Of Intimate

Adult Relationships.Connecticut: University of Connecticut.

Rohner Ronald P. 2005. Glossary Of Significant Concepts in Parental Accaptance-Rejection The-

ory.

Rohner Ronald P, Khaleque Abdul, Cournoyer David E. 2012. Introduction To Parentalacceptanc

-Rejection Theory, Methode, Evidence, And Implication. Connecticut: Universityof Connect-

icut.

Santrock, J. W. 2013. Life-span Devlopment Perkembangan Masa Hidup, Edisi ke 13 Jilid 1. Ja-

karta : PT. Penerbit Erlangga

Subandi, M A. 2011. Family Expresed Emotion In A Javanese Cultiral Context.Yogyakarta : Uni-

versitas Gajah Mada.

Sugiarto, Ryan. 2014. Psikologi Raos Saintifikasi Kaweruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram. Yog-

yakarta : Pustaka.

Suharsaputra, Uhar. 2012. Metode Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif, Dan Tindakan. Bandung :

Refika Aditama.

Wardhani, Rizka Stevi Putra. 2013. Penerimaan Keluarga Pasien Skizofrenia Y ang Menjalani

Rawat Inap. Surakarta : Universitas Muhammadiah Surakarta

Wibowo, Suryo. 2016. Penderita Jiwa Di JawaTengah Terus Meningkat.Online: https://

m.tempo.co/read/news/2016/10/10/060811005/penderita-gangguan-jiwa-di-Jawa-tengah-

terus-meningkat diakses pada tanggal 9 Oktober 2016.

Widyarini. Nilam. 2009. Seri Psikologi Populer : Gaya Hidup Sehat. Jakarta : Alex Media Kompi-

tundo.

Page 66: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Vol. 1, No. 1, April, 2021 Jurnal Kualitatif untuk

Ilmu Perilaku Hal. 62-70

Pencapaian Generativitas Mantan Narapidana Tindak Pidana

Korupsi Dewasa Tengah

Melynda Narawika Rengganis Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang

Jl. Semarang No. 5, Kota Malang, Indonesia 65145

E-mail (xxx@xxx)

Informasi Artikel Abstrak

Tanggal masuk dd-mm-yyyy Tujuan penelitian ini secara rinci adalah untuk mengetahui bagaimana Pen-capaian Generativitas mantan rarapidana tipikor. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan teknik fenomenologi menggunakan tiga subjek 2 orang laki-laki, dan 1 orang perempuan yang pernah menjalani masa hukuman karena kasus tipikor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Para Mantan Napi dapat mencapai Generativitas mereka memaknai generativitas sebagai upaya untuk aktualisasi agar bisa menularkan ilmu atau pengalaman subjek ke orang lain dan kebutuhan akan penerimaan diri, ketiga subjek sebenarnya hanya-lah korban dari sebuah kebijakan atau sistem yang akhirnya membuat mereka berubah status menjadi tersangka. Generativitas tersebut dapat dicapai salah satunya karena dukungan dari pihak keluarga, teman-teman, serta orang disekitar subjek. Dan untuk penelitian selanjutnya diharapkan melakukan penelitian lagi yang cakupannya lebih luas karena pada konteks penelitian ini hanya berfokus panda mantan narapidana tipikor khususnya dewasa tengah

Tanggal revisi dd-mm-yyyy

Tanggal diterima dd-mm-yyyy

Kata Kunci:

generativtas; mantan narapidana; dewasa tengah.

Keywords: Abstract

generativity; former prisoner; middle aged.

The purpose of this study in detail is to know how the Attainment of Generativity to former Corruption Prisoners. This research was conducted by using qualitative method with phenomenology technique using three subjects 2 men, and 1 woman who had been in the prison because of corruption case. The results show that Former Prisoners can reach Generativity they interpret generativity as an attempt to actualize in order to transmit subject experiences to others and they need for their self-acceptance, the three of subjects are actually just victims of a policy or system that eventually makes them change the status of being suspect. Generativ-ity can be achieved by them because of support for their family, friends, and peo-ple around the subject. And for further research is expected to conduct more ex-tensive research because in the context of this study only untouchable ex-corruption inmates especially middle aged.

PENDAHULUAN

Kebebasan merupakan proses yang paling ditunggu oleh narapidana yang sedang menjalani

masa hukuman. Angan-angan indah dari setiap narapidana (napi) untuk dapat menghirup udara

segar di luar penjara, kembali dan hidup di tengah masyarakat bersama keluarga, sahabat, dan ber-

gaul dengan anggota masyarakat yang lain, terkadang tidak semulus seperti yang terlintas dalam

benak mereka, karena predikat mantan narapidana ibarat beban yang amat berat, penuh tantangan

dan pandangan negatif dari masyarakat. Akhirnya timbulah sikap pesimis yang akan memunculkan

kecanggungan bagi mantan narapidana untuk menjalani kehidupan dimasyarakat. Pekerjaan yang

Page 67: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 63

layak, hasil yang mencukupi serta hubungan baik dengan masyaraka adalah dambaan bagi setiap

orang apalagi mantan narapidana, agar semua kebutuhan hidup mereka dapat terpenuhi.

Subjek penelitian ini adalah dewasa tengah. Pada periode ini ada tugas perkembangan yang

harus dilewati , dan apabila tidak dilalui dengan baik tentunya akan mengganggu tugas perkem-

bangan selanjutnya. Generativitas versus stagnasi adalah tahap perkembangan menurut Erikson,

yang berlangsung di masa dewasa menengah. Persoalan utama yang dihadapi individu di masa ini

adalah membantu generasi muda untuk mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang

berguna.

Erikson (1968) menyatakan bahwa orang dewasa tengah menghadapi sebuah isu penting yaitu

generativitas versus stagnasi. Generativitas merujuk pada hasrat orang dewasa untuk mewariskan

sesuatu dari diri mereka kepada generasi selanjutnya. Generativitas ini merujuk pada kepedulian

orang dewasa yang matang untuk membangun dan membimbing generasi berikutnya, melang-

gengkan diri sendiri pada generasi selanjutnya. Melalui cara mewariskan ini, orang dewasa men-

capai kepuasan. Sebaliknya, stagnasi akan terjadi jika individu merasa bahwa tidak ada apa pun

yang dapat dilakukan untuk generasi selanjutnya. Orang-orang ini hanya tertarik pada diri dan

kegiatanya sendiri dan tidak peduli pada lingkungan sekitar atau perasaan bahwa belum

melakukan sesuatu untuk menolong generasi selanjutnya, pada usia dewasa madya ada kecender-

ungan untuk lebih memilih generatifitas daripada stagnasi, karena untuk mencapai sebuah keber-

maknaan hidup yang lebih bahagia serta untuk menuju sebuah kematangan menjadi orang dewasa

(Bramanti Nindi, 2013).

Sementara pada mantan narapidana, tentunya tidak enak menyandang status sebagai mantan

napi terlepas dari masalah kita itu benar atau tidak, karena yang masyarakat tahu adalah orang

pernah menjalani vonis hukuman dari majelis hakim. Dan stigma dari masyarakat sendiri pasti

negatif. Oleh karena itu, menyandang status sebagai mantan narapidana tentunya tidaklah mudah.

Hal, tersebut tentunya berpengaruh pada tugas perkembangan yaitu pencapaian generativitas pada

mantan narapidana itu sendiri. Apabila, generativitas tidak dapat dicapai maka tentunya akan ter-

jadi stagnasi. Hal ini ditandai dengan: merasa tidak dibutuhkan oleh orang lain, tidak berusaha me-

mastikan bahwa orang-orang muda memperoleh kesempatan untuk berkembang, level produktivi-

tas atau efektivitas rendah , tidak menghargai dan menyadari orang yang lebih tua , bahkan level

terparah adalah kecenderungan untuk merusak diri , anak-anaknya bahkan lingkungan masayara-

kat. Peterson (dalam Santrock 2012) menyatakan generativitas pada orang tua berkaitan dengan

perkembangan sukses anak-anak mereka sebagai orang dewasa muda. Dalam studi ini, orang tua

yang generatif memiliki anak dewasa muda yang bertanggung jawab dan ramah. Penelitian ini

akan melihat bagaimana pencapaian generativitas mantan narapidana tipikor dewasa tengah yang

telah kembali ke lingkungan masyarakat.

Page 68: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

64 | Rengganis - Pencapaian Generativitas Mantan Narapidana...

KAJIAN TEORI

Tahap Generativitas versus Stagnasi

Erikson (1968) menyatakan bahwa orang dewasa di usia paruh baya (40 tahun, 50 tahun-60

tahun) menghadapi sebuah isu penting yaitu generativitas versus stagnasi. Generativitas merujuk

pada hasrat orang dewasa untuk mewariskan sesuatu dari diri mereka kepada generasi selanjutnya

(Peterson, dalam Santrock 2012). Melalui cara mewariskan ini, orang dewasa mencapai keabadi-

an. Sebaliknya, stagnasi (self-absorption) akan terjadi jika individu merasa bahwa tidak ada apa

pun yang dapat dilakukan untuk generasi selanjutnya. Melalui generativitas biologis, orang de-

wasa hamil dan melahirkan anak. Melalui generativitas parental (orang tua), orang dewasa mem-

berikan asuhan dan bimbingan kepada anak-anak. Melalui generativitas kultural, orang dewasa

menciptakan, merenovasi atau memelihara kebudayaan yang akhirnya bertahan. Dalam hal ini ob-

jek generatif adalah kebudayaan itu sendiri. Melalui generativitas kerja, orang dewasa mengem-

bangkan keahlian yang diturunkan kepada orang lain. Dalam hal ini, individu generaf adalah

seseorang yang mempelajari keahlian. Melalui generativitas, orang dewasa mempromosikan dan

membimbing generasi berikutnya melalui aspek-aspek penting kehidupan seperti menjadi orang

tua (parenting), memimpin, mengajar dan melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat

Orang dewasa yang berada di usia paruh baya dapat mengembangkan generativitaas melalui

sejumlah cara (Kotre, dalam Santrock 2012). Bentuk dari generativitas biologis adalah memiliki

keturunan. Bentuk dari generativitas kerja adalah mengembangkan ketrampilan yang bisa diterus-

kan pada orang lain. Dan melalui budaya, generativitas adalah menciptakan, memperbaharui, atau

memelihara aspek dari budaya.

Orang dewasa mengembangkan dan membimbing generasi berikutnya. Hal ini dilakukan

dengan mengasuh, mengajar memimpin, melakukan hal-hal yang dapat menguntungkan komuni-

tas (Pratt & lain-lain , dalam Santrock 2012). Orang dewasa yang generatif berbuat sesuatu untuk

kelanjutan dan kemajuan masyarakat secara keseluruhan yang ditempuh dengan cara menjalin

koneksi dengan generasi selanjutnya. Orang dewasa yang generatif mengembangkan sebuah war-

isan yang positif dari dirinya yang kemudian ditawarkan untuk diberikan pada generasi selanjut-

nya.

Studi mengungkapkan bahwa generativitas orang tua berkaitan dengan perkembangan sukses

anak-anak mereka sebagai orang dewasa muda (Peterson, dalam Santrock 2012). Dalam studi ini,

orang tua yang generatif memiliki anak-anak dewasa muda yang bertanggung jawab dan ramah.

Aspek Yang Digunakan Untuk Menilai Generativitas

Indikator ini digunakan untuk menilai generativitas yang dilakukan oleh Loyola Generativity

Scale (McAdams & de St. Aubin, 1992). Indikator-indikator tersebut adalah :

a. Menciptakan sesuatu (creating) :

Aspek ini meliputi, subjek bisa membuat produk baru, mempunyai inisiatif untuk membuat

proyek, atau menghasilkan ide baru. Misalnya, memperbaiki lingkungan di sekitar tempat tinggal,

Page 69: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 65

pernah membuat event tertentu ataupun menjadi anggota dalam event tersebut.

b. Memelihara (maintaining) :

Aspek ini meliputi, melakukan usaha dalam mendukung , memelihara dan menjaga suatu

produk (sarana dan prasarana) dan tradisi (adat istiadat) yang sudah ada dilingkungan. Hal ini

mencakup berbagai hal yang dilakukan dalam upaya perawatan serta melakukan perbaikan ter-

hadap sarana dan prasarana yang sudah ada dalam lingkungan. Misalnya, merayakan tradisi

keagamaan bersama keluarga, mengikuti kerja bakti memperbaiki produk yang ada di lingkungan

tempat tinggal.

c. Memberikan atau menawarkan (offering) :

Aspek ini meliputi, memberikan atau menawarkan sesuatu yang ia punya seperti uang ataupun

ilmu yang ia miliki atau hasrat untuk melakukan sesuatu yang ia bisa berikan untuk orang lain

atau generasi berikutnya, berusaha menurunkan pengalaman yang ia dapat melalui pengalaman,

memiliki ketrampilan yang diajarkan pada orang lain.

d. Hubungan positif dengan generasi selanjutnya:

Aspek ini meliputi, mempunya interaksi atau hubungan yang positif dengan individu ataupun

generasi yang lebih muda, bisa membuat keputusan untuk mempengaruhi banyak orang, bisa men-

jadi contoh untuk generasi berikutnya.

e. Memiliki kehidupan yang lebih bermakna (symbolic immortality):

Aspek ini meliputi meninggalkan warisan, mempunyai pengaruh yang kekal walaupun sudah

meninggal, meninggalkan suatu produk untuk orang yang hidup lebih lama dari segi fisik, merasa

telah membuat perbedaan atau menularkan ilmunya untuk orang disekitar. Membuat dan mencipt-

kan hal yang memiliki dampak bagi orang lain seperti memberikan motivasi atau nasehat serta

menularkan ilmunya, membuat kontribusi untuk masyarakat seperti mengikuti kerja bakti diling-

kungan atau ikut hadir bila dilingkungan tempat tinggalnya ada sebuah acara, dan membuat

komitmen kepada orang lain, kelompok, dan kegiatan yang berbeda dalam hidup.

f. Membuat perkembangan yang maksimal (peak) :

Aspek ini adalah bagaimana individu menyelesaikan sebuah permasalahan ketika ia sudah

bebas dan menjadi seorang mantan narapidana. Hal ini mencakup bagaimana ia bisa bertahan

menghadapi situasi dan menemukan solusi.

g. Titik terendah (nadir)

Aspek ini adalah ketika subjek mengalami titik terendah ketika menjadi seorang mantan na-

rapidana dan bagaimana mereka bisa mengatasinya. Hal ini mencakup pada bagaimana individu

bisa tetap bertahan pada keadaan yang tidak menyenangkan dan bagaimana cara individu menga-

tasi atau menemukan solusinya.

h. Komitmen (commitment)

Aspek ini meliputi bagaimana individu menetapkan komitmen selama masa hidup mengenai

tujuan setelah ia bebas dari tahanan. Hal ini mencakup pada kemauan individu untuk tetap fokus

pada tujuan walaupun ada yang mencemooh karena statusnya sebagai mantan narapidana. Hal ter-

Page 70: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

66 | Rengganis - Pencapaian Generativitas Mantan Narapidana...

sebut juga berlaku jika individu menjadi sebuah anggota dalam organisasi, baik organisasi

pemerintah ataupun non pemerintah maka ia akan mempunyai kemauan yang kuat, kesetiaan serta

kebanggan menjadi anggota dalam organisasi tersebut.

i. Tujuan (goal)

Aspek ini meliputi tujuan yang ditetapkan atau ingin dicapaisetelah ia bebas dari tahanan. Hal

ini mencakup pada bagaimana usaha yang dilakukan individu serta tidak menyerah untuk men-

capai tujuannya

j. Masa depan (future)

Aspek ini mencakup pada bagaimana individu menata masa depan atau ketika sesudah bebas

dari penjara dan menyandang status sebagai mantan narapidana. Hal tersebut juga termasuk ketika

individu mendapat pelajaran dari kejadian sebelumnya dan ingin membuka lembaran baru menata

kehidupannya menjadi lebih baik lagi.

Tugas Perkembangan Masa Dewasa Tengah

Hurlock (2003) menyatakan ada beberapa tugas perkembangan yang harus dicapai pada usia

dewasa tengah. Tugas perkembangan tersebut adalah :

a. Tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik :

Tugas ini meliputi untuk mau melakukan penerimaan akan dan penyesuaian dengan berbagai

perubahan fisik yang normal terjadi pada usia madya.

b. Tugas-tugas yang berkaitan dengan perubahan minat :

Orang yang berusia madya seringkali mengasumsikan tanggungjawab warga Negara dan so-

sial, serta mengembangkan minat pada waktu luang yang berorientasi pada kedewasaan pada tem-

pat kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada keluarga yang biasa dilakukan pada masa dewasa

dini.

c. Tugas-tugas yang berkaitan dengan penyesuaian kemampuan:

Tugas ini meliputi pemantapan dan pemeliharaan standar hidup yang relatif mapan.

d. Tugas-tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga :

Tugas yang penting dalam kategori ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan seseorang se-

bagai pasangan, menyesuaikan diri dengan orang tua yang lanjut usia, dan membantu anak remaja

untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif dalam ranah psikolo-

gi bertujuan untuk memahami mengapa manusia melakukan perilaku tertentu, bagaimana perilaku

tersebut dalam sudut pandang individu , seperti apa perasaannya ketika individu berperilaku ter-

tentu, emosi apa yang mendasarinya, nilai-nilai apa yang mendasarinya, faktor apa yang mem-

perkuat perilaku tersebut, serta dinamika antara faktor-faktor tersebut. Pada riset kualitatif

difokuskan kepada “bagaimana (how)” dan “apa (what)”. Pertanyaan mengenai “bagaimana” dan

“apa” merujuk pada sebuah proses interaksi antara satu faktor dengan faktor lainnya, antara satu

Page 71: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 67

unit analisis dengan unit analisis lainnya sehingga menghasilkan gambaran yang utuh dari sebuah

central phenomenon yang diteliti (Herdiansyah, 2015). Pendekatan yang digunakan adalah fe-

nomenologis (phenomenology).

Pendekatan pada penelitian ini menggunakan model fenomenologi. Penelitian psikologis

dengan pendekatan fenomenologi berusaha untuk mengungkapkan dan mempelajari serta me-

mahami suatu fenomena berdasarkan konteksnya yang khas dan unik yang dialami oleh individu.

Maka dalam mempelajari dan memahaminya, haruslah berdasarkan sudut pandang, paradigma,

dan keyakinan langsung dari individu yang bersangkutan sebagai subjek yang mengalami lang-

sung. Dengan kata lain, penelitian fenomenologi berusaha untuk mencari makna atau arti secara

psikologis dari suatu pengalaman individu terhadap suatu fenomena melalui penelitian yang men-

dalam dalam konteks kehidupan sehari-hari (Herdiansyah, 2015). Sedangkan prosedur yang

digunakan dalam penelitian menggunakan metode wawancara dengan menggunakan wawancara

semi terstruktur dan observasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian ke tiga subjek dapat mencapai generativitas. Namun, ada perbe-

daan dalam pencapaian generativitas. S1 (Subjek 1) mencapai generativitas dengan baik, S2

(Subjek 2) mencapai generativitas dengan sangat baik, sedangkan S3 mencapai generativitas

dengan cukup baik atau sedang.

Walaupun, status mereka semua sebagai mantan narapidana tapi mereka tidak ada masalah

mengenai itu, mereka juga tetap bisa membina hubungan positif dengan generasi selanjutnya, dan

tidak bebani dengan status mereka yang sebagai mantan narapidana . Selain itu, orang-orang di

sekeliling mereka juga tau bahwa ke tiga subjek hanyalah korban dari sebuah kebijakan. S1 dan

S2 juga dapat memelihara serta menciptakan sesuatu di bidangnya masing-masing, terlebih S2

yang ikut serta dalam berbagai organisasi dan komunitas, serta kegiatannya mengajar sebagai

dosen. Sementara, S3 aspek dalam menciptakan atau memelihara belum tercapai, tetapi di aspek

lainnya dapat tercapai.

Ketiga subjek dikenakan Pasal 3 tentang penyalahgunaan kewenangan Tipikor. Jadi, karena ke

3 subjek dikenakan pasal penyalahgunaan kewenangan, dalam arti tidak ada aliran dana masuk

atau tidak mengambil uang negara sama sekali, sehingga ke tiga subjek tidak terlalu terbebani

dengan status mereka sebagai mantan narapidana.

Teori Erikson menyatakan, orang yang sangat generatif tampak sangat bisa menyesuaikan diri

dengan baik, memmiliki tingkat kecemasan dan depresi yang rendah, memiliki otonomi, pen-

erimaan diri dan kepuasan hidup tinggi. Mereka juga lebih terbuka dalam ragam sudut pandang,

memiliki kualitas kepemimpinan, sangat peduli terhadap kesejahteraan anak, pasangan, serta

masyarakat luas. Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa ke 3 subjek dapat mencapai generativi-

tas mereka melalui penerimaan diri walaupun mereka sekarang menyandang status sebagai man-

tan narapidana, mereka juga peduli dengan masyarakat serta orang-orang sekitar dengan cara

Page 72: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

68 | Rengganis - Pencapaian Generativitas Mantan Narapidana...

menularkan pengalam mereka agar orang lain tidak mengalami hal yang sama seperti yang mere-

ka alami. Mereka juga bisa menciptakan komitmen, tujuan hidup, bisa bangkita ketika berada da-

lam fase terendah, kemudian mereka menata maadepan kembali. Hal tersebut terbukti Subjek 1

dan Subjek 2 bisa melakukan semuanya, mereka juga sudah menetapkan komitmen mereka di da-

lam keluarga, masyarakat, serta organisasi. Subjek 3 juga sudah bisa menetapkan komitmen yang

ingin dicapai tetapi masih berfokus di keluarga, belum sampai mencapai ke ranah masyarakat

ataupun organisasi.

Ketika ketiga subjek menghadapi masa tersulit atau titik terendah dalam fase hidupnya yang

mereka lakukan adalah mendekatkan diri kepada tuhan, serta yang membuat mereka bisa bangkit

adalah karena dukungan dari keluarga dan teman. Hal ini senada dengan penelitian yang dil-

akukan Darmawati (2012) di temukan adanya korelasi yang positif antara religiusitas seseorang

denga coping stress yang artinya semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang semakin tinggi pula

coping stressnya. Religiusitas dapat mempertinggi kemampuan seseorang dalam mengatasi

ketegangan-ketegangan akibat permasalahan yang ia hadapi.

Makna generativitas bagi subjek satu dan tiga adalah sebagai bentuk dari penerimaan diri serta

aktualisasi diri, sedangkan bagi seubjek tiga adalah sebagai bentuk dari aktualisasi diri.

Fenomena yang berkembang dalam masyarakat pada saat ini, bahwa narapidana yang telah

bebas dari rumah tahanan kurang begitu diterima dengan baik keberadaanya untuk kembali hidup

bersama di masyarakat. Beberapa warga masyarakat beranggapan bahwa sekali orang berbuat ja-

hat, maka selamanya orang tersebut akan berbuat jahat yang berkepanjangan. Anggapan masyara-

kat bahwa narapidana yang telah berada di rumah tahanan masih mempunyai kecenderungan kuat

untuk menjadi residivis (orang yang berulangkali melakukan tindak kejahatan, dalam pengertian

kambuh seperti penyakit). Hal ini akan menghadapkan seorang narapidana setelah bebas dari ru-

mah tahanan tidak memperoleh hak kemanusiaanya kembali di dalam lingkungan masyarakatnya

atau terdiskriminasi di lingkungan sosialnya sendiri (Akhyar Zainul, 2014). Namun, pada ken-

yataanya dalam kasus ini mereka dapat kembali lagi ke masyarakat, mereka dapat hidup ber-

masyarakat dengan normal, serta masyarakat pun menerima dengan baik, meskipun ada beberapa

pihak ataupun orang yang mempunyai stigma negatif. Bahkan Subjek 1 masih dipercaya menjadi

Bendahara di lingkungan tempat tinggalnya serta di kantor, Subjek 1 juga dipercaya menjadi Pem-

bina di sebuah organisasi wanita tani. Selain itu, ketika Subjek 2 bebas pun ia masih dipercaya

menjadi Ketua Pelaksana dalam sebuah event besar, ia juga mendirikan sebuah komunitas dalam

bidang kesenian serta aktif dalam berbagai organisasi dan ia pun juga masih diminta untuk

mengajar atau menjadi Dosen di salah satu Perguruan Tinggi Swasta, sedangkan Subjek 3 bisa

membuka usaha sendiri yaitu berupa usaha menjahit dan menjual baju, mukena serta makanan rin-

gan, hal tersebut dilakukan Subjek 3 agar ia ada kegiatan sehingga tidak merasa stress ataupun

jenuh. Jadi, dapat dikatakan selama ini hukum, khususnya hukum tipikor berbeda dengan opini

masyarakat secara psikologis dan sosiologis karena meskipun ada beberapa pihak yang mempu-

nyai pandangan atau stigma negatif, namun pada kenyataanya dalam kasus ini sebagian besar

Page 73: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

Jurnal Kualitatif untuk Ilmu Perilaku | 69

masyarakat dapat menerima keberadaan ketiga subjek dengan baik, walaupun status mereka se-

bagai mantan narapidana, karena sebagian besar masyarakat tahu bahwa mereka hanyalah korban

dari sebuah kebijakan dimana mereka tidak bisa menolak perintah dari pimpinan, sehingga mere-

ka bukanlah tersangka utama yang dikonotasikan sebagai orang yang mengambil atau mencuri

uang negara.

SIMPULAN

Berdasarkan analisa kasus diatas, ditemukan Pencapaian Generativitas Pada Mantan Narapi-

dana Tipikor Dewasa Tengah, adalah sebagai berikut :

Para Mantan Napi dapat mencapai Generativitas karena sesungguhnya mereka bukan tersang-

ka utama dalam arti tersangka yang terbukti mengambil atau mengeruk uang negara, para mantan

napi sebenarnya hanyalah korban dari sebuah kebijakan atau sistem yang akhirnya membuat

mereka berubah statusnya menjadi tersangka. Generativitas tersebut dapat dicapai salah satunya

karena dukungan dari pihak keluarga, teman-teman, serta orang disekitar subjek.

Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa ketiga subjek tersebut dapat mencapai

generativitas salah satunya adalah karena faktor eksternal, yaitu mereka mempunya kegiatan di

luar lingkungan keluarga dengan menciptakan atau memelihara sesuatu semisal organisasi,

komunitas, ataupun kegiatan lain, serta dukungan dari orang-orang sekitar semisal dukungan

keluarga atau teman. Sehingga, itu membuat mereka tidak jenuh sekaligus merasa dihargai walau-

pun statusnya sebagai mantan narapidana dan secara otomatis munculah hasrat atau keinginan un-

tuk menularkan ilmu atau pengalaman yang selama ini ia dapat.

Makna generativitas bagi ketiga subjek adalah sebagai manifestasi untuk mengaktualisasikan

diri, penerimaan diri, serta pelajaran hidup yang berharga bagi ketiga subjek yang mengubah pan-

dangan serta pemikiran subjek sehingga mereka dapat menemukan kehidupan yang bermakna,

wakaupun fenomena yang berkembang di masyarakat selama ini narapidana yang sudah bebas

kurang begitu diterima dengan baik keberadaanya untuk kembali hidup bersama di masyarakat.

Namun, pada kenyataanya dalam kasus ini mereka dapat kembali lagi ke masyarakat, mereka

dapat hidup bermasyarakat dengan normal, serta masyarakat pun menerima dengan baik, mes-

kipun ada beberapa pihak ataupun orang yang mempunyai stigma negatif. Jadi, dapat dikatakan

selama ini hukum, khususnya hukum Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) berbeda dengan opini

masyarakat secara psikologis dan sosiologis

SARAN

Dari penelitian ini dapat diperoleh beberapa saran yang dapat diberikan adalah sebagai beri-

kut :

Setiap orang yang menyandang status sebagai mantan narapidana pada kenyatannya belum

tentu sebenarnya adalah pelaku atau tersangka utama atau bisa saja mereka adalah korban kemudi-

an berubah statusnya menjadi tersangka. Fenomena yang berkembang di masyarakat selama ini

narapidana yang sudah bebas kurang begitu diterima dengan baik keberadaanya untuk kembali

Page 74: JURNAL KUALITATIF UNTUK ILMU PERILAKU - E-mail: dekan.fppsi@um…fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/02/JKIP-Vol-1-No... · 2021. 2. 1. · Jurnal Kualitatif Untuk Vol. 1, No

70 | Rengganis - Pencapaian Generativitas Mantan Narapidana...

hidup bersama di masyarakat. Namun, pada kenyataanya dalam kasus ini mereka dapat kembali

lagi ke masyarakat, mereka dapat hidup bermasyarakat dengan normal, serta masyarakat pun

menerima dengan baik, meskipun ada beberapa pihak ataupun orang yang mempunyai stigma

negatif. Jadi, dapat dikatakan selama ini hukum, khususnya hukum Tipikor (Tindak Pidana

Korupsi) berbeda dengan opini masyarakat secara psikologis dan sosiologis. Dari, hasil penelitian

didapatkan bahwa ketiga subjek dapat mencapai generativitas mereka sehingga untuk peneliti se-

lanjutnya diharapkan melakukan peneltian lagi yang cakupannya lebih luas karena pada konteks

penelitian ini hanya berfokus pada mantan narapidana tipikor khususnya dewasa tengah.

DAFTAR RUJUKAN

Herdiansyah, Haris. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi. Jakarta:

Salemba Humanika.

Santrock, John. W., Jilid 1. (2012). Life Span Development. Jakarta: Erlangga

Santrock, John. W., Jilid 2. (2012). Life Span Development. Jakarta: Erlangga

Hurlock, Elizabeth. (2003). Development Psychological A . Life-Span Approach, Diterjemahkan :

Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjag Rentang Kehidupan. Jakarta : Pen-

erbit Erlangga

Nindi, Bramanti (2013). Kebermaknaan Hidup Pada Dewasa Madya Menghadapi Syndrome Emp-

ty Nest. Jurnal Psikologi Universitas Airlangga.

Erikson, E. H. (1968). Identity: Y outh and crisis. New York: W.W Norton.

Akhyar, Zainul., dkk. (2014). Persepsi Masyarakat Terhadap Mantan Narapidana Di Desa Benua

Jingah Kecamatan Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Jurnal Pendidikan Kewarga-

negaraan Universitas Lambung Mangkurat

Darmawanti, I. (2012) . Hubungan antara tingkat religiusitas dengan kemampuan dalam mengatasi

stres (coping stress). Jurnal Psikologi: Teori dan Terapan, 2, (2), 24-29.

McAdams & de St. Aubin (1992). A Theory of Generativity and Its Assesment Through Self-

Report, Behavioral and Narrative Themes in Autobiography. Journal of Personality and So-

cial Psychology, Northwestern University