jurnal konstruksi gede agung gandes

10
Jurnal Konstruksi ISSN : 2085-8744 UNSWAGATI CIREBON Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 91 JURNAL KONSTRUKSI Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kuningan Gede Agung Gandes*, Sumarman**, Arief Firmanto** *) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon **) Staf Pengajar pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon ABSTRAK Jumlah timbulan sampah di Kabupaten Kuningan setiap harinya mencapai 187 m 3 (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kuningan, 2011), dari jumah timbulan sampah jumlah sampah yang terkelola dan masuk ke TPA hanya sekitar 130m 3 (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kuningan, 2011). Kuantitas sampah bervariasi antara I-5 kg per orang perhari sejalan dengan kegiatan industri masyarakat. Sampah harus dikelola sebaik-baiknya, agar terkondisikan kualitas lingkungan hidup masyarakat yang baik dan berkelanjutan, namun sistem pengelolaan sampah sampai saat ini masih dilakukan dengan sistem Tempat Pembuangan Sementara (TPS) - Truk Angkut Sampah (TAS) - Tempat Pembuangan Akhir (TPA), atau Sistem TPS-TAS-TPA. Sistem ini tidak efisien dan efektif, karena : (1) sering terjadi keterlambatan angkutan sampah, sehingga timbul aroma kurang sedap di sekitar TPS; (2) kapasitas sarana angkut (truk pengangkut) dan kualitas pengelola sampah (sumberdaya manusia) kurang, sehingga sampah tercecer sepanjang jalan dari TPS menuju TPA; (3) dibutuhkan lokasi dan area pembuangan sampah khusus, mengingat sudah over load nya TPA Ciniru. Sisa umur TPA Ciniru berdasarkan data di lapangan tidak akan mencapai 3 tahun lagi sesuai umur rencana. Kondisi ini memunculkan ide untuk membuat sebuah TPA baru dengan metode sanitary landfill. Umur rencana TPA baru ini 8,3 tahun dengan kebutuhan lahan pertahun 0,3 ha. Kata Kunci: Sampah, TPA, sanitary landfill. ABSTRACT The amount of garbage in Kuningan regency reached 187 m3 per day (Environmental Management Agency District Brass, 2011), from the sheer number of waste managed and the amount of waste going into landfill only about 130m3 (Environmental Management Agency District Brass, 2011). Quantity of waste varies between I-5 kg per person per day in line with the industrial activities. Garbage must be managed as well as possible, so that unconditioned community environmental quality and sustainable, but the system of waste management is still done by the system Disposal While (TPS) - Garbage Truck Load (TAS) - Final Disposal (TPA), or System TPS-TAS-TPA. This system is inefficient and ineffective, because: (1) waste transport delays often occur, causing less savory aroma around TPS, (2) the capacity of the vehicle (truck) and the quality of waste management (human resources) is less, so the garbage scattered all the way from the polling stations to the landfill, (3) takes the location and special waste disposal area, given its already over-load Ciniru landfill. The remaining life of the landfill Ciniru based on the data in the field will not reach the age of 3 years according to plan. This condition led to the idea to create a new landfill sanitary landfill method. The new landfill design life of 8.3 years with the needs of 0.3 ha of land per year. Keywords: Garbage, TPA, sanitary landfill.

Upload: mohddede

Post on 19-Nov-2015

44 views

Category:

Documents


27 download

DESCRIPTION

Teknik Sipil

TRANSCRIPT

  • Jurnal Konstruksi ISSN : 2085-8744

    UNSWAGATI CIREBON

    Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 91

    JURNAL KONSTRUKSI

    Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kuningan

    Gede Agung Gandes*, Sumarman**, Arief Firmanto**

    *) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon

    **) Staf Pengajar pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon

    ABSTRAK

    Jumlah timbulan sampah di Kabupaten Kuningan setiap harinya mencapai 187 m3

    (Badan Pengelolaan

    Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kuningan, 2011), dari jumah timbulan sampah jumlah sampah

    yang terkelola dan masuk ke TPA hanya sekitar 130m3

    (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah

    Kabupaten Kuningan, 2011). Kuantitas sampah bervariasi antara I-5 kg per orang perhari sejalan dengan

    kegiatan industri masyarakat. Sampah harus dikelola sebaik-baiknya, agar terkondisikan kualitas

    lingkungan hidup masyarakat yang baik dan berkelanjutan, namun sistem pengelolaan sampah sampai

    saat ini masih dilakukan dengan sistem Tempat Pembuangan Sementara (TPS) - Truk Angkut Sampah

    (TAS) - Tempat Pembuangan Akhir (TPA), atau Sistem TPS-TAS-TPA. Sistem ini tidak efisien dan

    efektif, karena : (1) sering terjadi keterlambatan angkutan sampah, sehingga timbul aroma kurang sedap

    di sekitar TPS; (2) kapasitas sarana angkut (truk pengangkut) dan kualitas pengelola sampah (sumberdaya

    manusia) kurang, sehingga sampah tercecer sepanjang jalan dari TPS menuju TPA; (3) dibutuhkan lokasi

    dan area pembuangan sampah khusus, mengingat sudah over load nya TPA Ciniru. Sisa umur TPA Ciniru

    berdasarkan data di lapangan tidak akan mencapai 3 tahun lagi sesuai umur rencana. Kondisi ini

    memunculkan ide untuk membuat sebuah TPA baru dengan metode sanitary landfill. Umur rencana TPA

    baru ini 8,3 tahun dengan kebutuhan lahan pertahun 0,3 ha.

    Kata Kunci: Sampah, TPA, sanitary landfill.

    ABSTRACT

    The amount of garbage in Kuningan regency reached 187 m3 per day (Environmental Management Agency District Brass, 2011), from the sheer number of waste managed and the amount of waste going

    into landfill only about 130m3 (Environmental Management Agency District Brass, 2011). Quantity of

    waste varies between I-5 kg per person per day in line with the industrial activities. Garbage must be

    managed as well as possible, so that unconditioned community environmental quality and sustainable,

    but the system of waste management is still done by the system Disposal While (TPS) - Garbage Truck

    Load (TAS) - Final Disposal (TPA), or System TPS-TAS-TPA. This system is inefficient and ineffective,

    because: (1) waste transport delays often occur, causing less savory aroma around TPS, (2) the capacity

    of the vehicle (truck) and the quality of waste management (human resources) is less, so the garbage

    scattered all the way from the polling stations to the landfill, (3) takes the location and special waste

    disposal area, given its already over-load Ciniru landfill. The remaining life of the landfill Ciniru based

    on the data in the field will not reach the age of 3 years according to plan. This condition led to the idea

    to create a new landfill sanitary landfill method. The new landfill design life of 8.3 years with the needs of

    0.3 ha of land per year.

    Keywords: Garbage, TPA, sanitary landfill.

  • Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kuningan

    Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 92

    1. PENDAHULUAN

    Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola

    konsumsi, dan gaya hidup masyarakat di

    Kabupaten Kuningan telah meningkatkan

    jumlah timbunan sampah, jenis, dan

    keberagaman sampah. Meningkatnya daya beli

    masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok

    dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha

    atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi

    suatu daerah juga memberikan kontribusi yang

    besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah

    yang dihasilkan.

    Meningkatnya volume sampah yang dihasilkan

    oleh masyarakat dapat dilihat dari rata-rata

    produksi sampah pada tahun 2011 mencapai 187

    m3/harinya namun yang terkelola baru mencapai

    130 m3/harinya (sumber: BPLHD Kab.

    Kuningan 2011). Apresiasi pemerintah dan

    masyarakat selalu dituntut untuk melakukan

    pengelolaan sampah sehingga pada gilirannya

    sampah dapat diolah secara mandiri dan menjadi

    sumber daya sementara itu tidak sedikit dari

    kalangan pemerintah daerah yang kurang

    mampu menangani masalah sampah, sehingga

    ada baiknya masalah sampah ini turut dipikul

    oleh rumah tangga, tiap kompleks perumahan,

    asrama-asrama, pasar, industri pabrik dan

    perusahaan.

    2. TINJAUAN PUSTAKA

    Yang dimaksud dengan sampah adalah zat-zat /

    benda-benda tidak berfungsi atau tidak terpakai

    lagi baik yang berasal dari rumah-rumah

    ataupun sisa-sisa proses industri.

    Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai

    nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa

    atau utama dalam pembuatan atau pemakaian

    barang rusak atau bercacat dalam pembuatan

    manufaktur atau materi berkelebihan atau

    ditolak atau buangan (kamus istilah lingkungan,

    1994).

    Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau

    dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia

    maupun proses alam yang belum memiliki nilai

    ekonomis (istilah lingkungan untuk manajemen,

    ecolink, 1996).

    Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi,

    dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula

    (Tandjung, Dr. M.sc., 1992)

    Berdasarkan Undang-Undang No. 18 tahun

    2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari

    manusia dan atau proses alam berbentuk padat.

    Sehingga dapat disimpulkan Sampah merupakan

    material sisa yang tidak diinginkan setelah

    berkahirnya suatu proses, sampah merupakan

    didefinisikan oleh manusia menurut derajat

    keterpakainnya, dalam proses-proses alam

    sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada

    hanya produk-produk yang dihasilkan setelah

    dan selama proses alam berlangsung.

    2.2 Metode Penimbunan Sampah

    a. Open Dumping

    Cara pembuangan sampah yang umum

    dilakukan di Indonesia dan dilakukan secara

    sederhana dimana sampah dihamparkan di suatu

    tempat terbuka tanpa penutupan dan pengolahan.

    Cara ini tidak dianjurkan karena memiliki

    dampak negatif yang tinggi terhadap kesehatan

    lingkungan.

    Metode ini memungkinkan adanya perembesan

    air lindi (cairan yang timbul akibat dari

    pembusukan sampah) melalui kapiler-kapiler air

    dalam tanah hingga mencemari sumber air

    tanah, terlebih dimusim hujan. Efek pencemaran

    bisa berakumulasi jangka panjang dan

    pemulihannya dapat memakan waktu puluhan

    tahun

    Skema open dumping ini paling banyak

    diterapkan di Indonesia. Prinsip kerjanya

    sederhana: buang, tidak ada penanganan lebih

    lanjut terhadap sampah. Keuntungan utama dari

    sistem ini adalah murah dan sederhana.

    Kekurangannya, sistem ini sama sekali tidak

    memperhatikan sanitasi lingkungan. Sampah

    hanya ditumpuk dan dibiarkan membusuk

    sehingga menjadi lahan yang subur bagi

    pembiakan jenis-jenis bakteri serta bibit

    penyakit lain, menimbulkan bau tak sedap yang

    dapat tercium dari puluhan bahkan ratusan

    meter, mengurangi nilai estetika dan

    keindahan lingkungan.

    b. Sanitary Landfill

    Sanitary Landfill adalah penimbunan sampah

    yang dilakukan di dalam tanah. Sampah

    dimasukkan kedalam lubang kemudian

    dipadatkan yang selanjutnya ditimbun dengan

    tanah. Cara Pembuangan Sampah yang paling

    minim kekurangannya adalah Sanitary landfill

    karena Sanitary Landfill ini menggunakan

    sistem pemusnahan sampah yang paling baik.

    Sistem ini dilakukan dengan cara menimbun

    sampah dengan tanah yang dilakukan dengan

    cara selapis demi selapis sehingga sampah tidak

    berada di ruang terbuka dan tidak menimbulkan

    bau dan tidak menjadi sarang binatang pengerat

  • Gede Agung Gandes, Sumarman, Arief Firmanto.

    Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 93

    yang dapat menimbulkan berbagai macam

    penyakit. Manfaat dari sanitary landfill adalah:

    Mampu meninggikan tanah yang rendah karena Sanitary Landfill menggunakan

    sistem penimbunan dengan tanah sehungga

    tanah yang semula rendah bisa lebih tinggi

    dengan adanya Sanitary Landfill.

    Tanah yang terbentuk dapat dimanfaatkan untuk daerah perumahan asalkan di daerah

    tersebut tidak digali sumur. Tanah yang

    terbentuk tersebut sangat tidak bagus

    apabila digunakan sebagai sumur karena

    tanahnya mengandung sampah dan bahan-

    bahan beracun yang dapat membahayakan

    manusia apabila terkandung dalam air.

    Memberantas sarang nyamuk karena Sanitary Landfill menimbun sampah dengan

    tanah sehingga sampah tidak berada di

    ruang terbuka dan tidak menimbulkan bau

    yang tidak sedap dan dapat mengundang

    faktor penyebab penyakit.

    Sanitary Landfill yang umum dilakukan di

    Indonesia adalah Sanitary landfill tradisional

    yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

    Sampah diletakkan lapis perlapis (0,5-0,6m) sampai ketinggian 1,2 - 1,5 m

    Urugan sampah membentuk sel-sel (gambar 2.4) dan membutuhkan ketelitian operasi

    alat berat agar teratur

    Kepadatan sampah dicapai dengan alat berat biasa (dozer atau loader) dan mencapai 0,6 -

    0,8 ton/m3

    Membutuhkan penutupan harian 10 - 30 cm, paling tidak dalam 48 jam

    Kondisi di lapisan ( lift) teratas bersifat aerob (ada oksigen), sedang bagian bawah

    anaerob (tidak ada oksigen) sehingga

    dihasilkan gas metan

    Bagian-bagian sampah yang besar diletakkan di bawah agar tidak terjadi

    rongga

    c. Pengelolaan Sampah Swadaya Masyarakat

    Di Desa Manislor Kabupaten Kuningan terdapat

    lembaga usaha bersama yang bernama

    Kelompok Usaha Maju Bersama (KUMB)

    dimana lembaga ini dibentuk dengan tujuan

    mengembangkan usaha khususnya daur ulang

    sampah. Kelompok Usaha ini berlokasi di RT.

    14 RW. 02 Desa Manislor Kecamatan Jalaksana

    Kabupaten Kuningan. Kelompok Usaha ini

    bertujuan meminimalisir sampah dan

    meningkatkan perekonomian masyarakat

    melalui pupuk organik dari pendaur-ulangan

    sampah dan kerajinan tangan dari sampah non

    organik.

    Usaha-usaha tersebut mulai dikembangkan

    semenjak 2010 dibawah bimbingan Fakultas

    Teknik Industri Universitas Islam Bandung dan

    sekarang sudah dilakukan secara mandiri.

    2.3 Tahapan Perencanaan TPA

    a. Pembebasan Lahan

    Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan

    dampak sosial yang mungkin timbul seperti

    kurang memadainya ganti rugi bagi masyarakat

    yang tanahnya terkena proyek. Luas lahan yang

    dibebaskan minimal dapat digunakan untuk

    menampung sampah selama 5 tahun.

    b. Pemberian Izin

    Pemberian izin lokasi TPA harus diikuti dengan

    berbagai konsekuensi seperti dilarangnya

    pembangunan kawasan perumahan atau industri

    pada radius < 500 m dari lokasi TPA, untuk

    menghindari terjadinya dampak negatif yang

    mungkin timbul dari berbagai kegiatan TPA.

    c. Sosialisasi

    Untuk menghindari terjadinya protes sosial atas

    keberadaan suatu TPA, perlu diadakan

    sosialisasi dan advokasi publik mengenai apa itu

    TPA, bagaimana mengoperasikan suatu TPA

    dan kemungkinan dampak negatif yang dapat

    terjadi namun disertai dengan rencana atau

    upaya pihak pengelola untuk menanggulangi

    masalah yang mungkin timbul dan tanggapan

    masyarakat terhadap rencana pembangunan

    TPA. Sosialisasi dilakukan secara bertahap dan

    jauh sebelum dilakukan perencanaan.

    d. Mobilisasi Tenaga dan Alat

    Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga

    kerja yang akan melaksanakan pekerjaan

    konstruksi TPA. Untuk tenaga profesional

    seperti tenaga supervisi, ahli struktur dan

    mandor harus direkrut sesuai dengan persyaratan

    kualifikasi, sedangkan untuk tenaga buruh atau

    tenaga keamanan dapat direkrut dari tenaga

    setempat (jika ada). Rekrutmen tenaga setempat

    adalah untuk menghindari terjadinya konflik

    atau kecemburuan sosial.

    e. Alat

    Mobilisasi peralatan konstruksi mungkin akan

    menimbulkan dampak kebisingan dan debu,

    namun sifatnya hanya sementara. Untuk itu agar

  • Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kuningan

    Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 94

    KEBUTUHAN

    LAHAN TPA

    CARI LAYAK

    LAYAK

    REGIONAL

    ADA

    TENTUKAN CALON

    LOKASI DI DAERAH

    LAYAK

    CALON LOKASI TERPILIH

    LOKASI TERPILIH

    DISETUJUI

    EVALUASI DAN SELEKSI

    CALON-CALON LOKASI

    TIDAK

    YA

    YA

    TIDAK

    OPTIMALISASI LAHAN TPA YANG SUDAH ADA

    dapat diusahakan mobilisasi atau demobilisasi

    alat berat dilakukan pada saat lalu lintas dalam

    keadaan sepi serta tidak melalui permukiman

    yang padat.

    f. Pembersihan Lahan (land clearing)

    Pembersihan lahan akan menimbulkan dampak

    pengurangan jumlah tanaman dan debu sehingga

    perlu dilakukan penanaman pohon sebagai

    pengganti atau membuat green barrier yang

    memadai.

    g. Jalan Masuk TPA

    Jalan masuk TPA akan digunakan oleh

    kendaraan pengangkut sampah dengan kapasitas

    yang cukup besar, sehingga kelas jalan dan lebar

    jalan perlu memperhatikan beban yang akan

    lewat serta antrian yang mungkin terjadi.

    Pengaturan lalu lintas untuk kendaraan yang

    akan masuk dan keluar TPA sedemikian rupa

    sehingga dapat menghindari antrian yang

    panjang karena dapat mengurangi efisiensi

    pengangkutan. Jalan masuk TPA harus

    memenuhi kriteria sebagai berikut:

    (a) Dapat dilalui kendaraan truk sampah dan 2

    arah

    (b) Lebar jalan 8 m, kemiringan pemukaan jalan

    2 - 3 % ke arah saluran drainase, tipe jalan

    kelas 3 dan mampu menahan beban

    perlintasan dengan tekanan gandar 10 ton

    dan kecepatan kedaraan 30 km/jam (sesuai

    dengan ketentuan Ditjen Bina Marga).

    h. Kantor TPA

    Kantor TPA berfungsi sebagai kantor

    pengendali kegiatan pembuangan akhir mulai

    dari penimbangan/ pencatatan sampah yang

    masuk (sumber, volume/berat, komposisi dan

    lain-lain), pengendalian operasi, pengaturan

    menajemen TPA dan lain-lain. Luas dan

    konstruksi bangunan kantor TPA perlu

    memperhatikan fungsi tersebut. Selain itu juga

    dapat dilengkapi dengan ruang laboratorium

    sederhana untuk analisis kualitas lindi maupun

    efluen lindi yang akan dibuang kebadan air

    penerima.

    i. Drainase

    Drainase keliling TPA diperlukan untuk

    menampung air hujan agar tidak masuk ke area

    timbunan TPA, selain untuk mencegah

    tergenangnya area timbunan sampah juga untuk

    mengurangi timbulan lindi.

    j. Pagar TPA

    Pagar TPA selain berfungsi sebagai batas TPA

    dan keamanan TPA juga dapat berfungsi sebagai

    green barrier. Untuk itu maka pagar TPA

    sebaiknya dibuat dengan menggunakan tanaman

    hidup dengan jenis pohon yang rimbun dan

    cepat tumbuh seperti pohon angsana.

    Gambar 2.1 Skema Pemilihan Lahan TPA

    3. METODOLOGI PENELITIAN

    Penelitian dilakukan dengan metode survey dan

    observasi. Metode ini dipilih mengingat

    penelitian untuk membuat deskriptif pengelolaan

    sampah, gambaran secara sistematis, faktual dan

    akurat mengenai sistem pengelolaan sampah di

    Kabupaten Kuningan. Akan tetapi sebelum

    melakukan metode survey tersebut, terlebih

    dahulu melakukan pengamatan terhadap kondisi

    persampahan dan kondisi penduduk saat ini.

    Mengacu pada Standar Nasional Indonesia

    (SNI) SK-SNI-T-12.1991-03 tentang Tata Cara

    Pengelolaan Sampah Pemukiman, maka untuk

    timbunansampah skala kota kecil adalah sekitar

    2,75 3,25 liter/orang/hari atau sekitar 0,00275

  • Gede Agung Gandes, Sumarman, Arief Firmanto.

    Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 95

    MULAI

    Permasalahan

    Pengumpulan Data

    Data Primer

    Ya

    Permasalahan di Lapangan

    Analisis Permasalahan

    Identifikasi Permasalahan

    Kesimpulan

    Hasil Analisis

    Data Sekunder

    Selesai

    aman dari longsor

    lokasi sesuai

    Ya

    Tidak

    0,00325 m3/orang/hari. Data hasil survey dan

    pengamatan yang diperoleh digunakan untuk

    mengetahui berapa besar volume sampah yang

    dihasilkan per anggota keluarga. yang

    dibutuhkan untuk terlayaninya kondisi

    persampahan tersebut.

    Gambar 3.1 Alur Penelitian

    4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    a. Pengukuran Volume Sampah di TPA Ciniru

    Luas lokasi = 2,31 Ha = 23.100 m

    2

    Tinggi timbunan = 15 m

    Berat jenis sampah = 0,6 ton/m

    3

    Tonase rata-rata (2010+2011) = 51.168 m

    3/tahun

    Volume sampah pertahun Rata-rata sampah / berat jenis sampah

    = 51.168 / 0,6

    = 85.280 m3

    Tinggi sampah basah pertahun Volume sampah pertahun / luas area

    = 85.280/23.100

    =3,69 m

    Ketentuan BPLHD, timbunan landfill dilakukan pada ketinggian 2 m. Jadi

    timbunan dilakukan 1 kali pertahun

    Perhitungan tinggi timbulan selama umur

    rencana

    Tinggi tanah liat timbunan 0,5 m Tinggi sampah busuk padat 0,2 m Maka kenaikan tinggi timbunan

    pertahun = 0,5 + 0,2 = 0,7 m

    Dianggap tidak terjadi settlemen pada timbunan sebelumnya, maka tinggi total

    timbunan selama umur rencana

    = 15 tahun x 0,7

    = 10,5 m

    b. Perhitungan Perbandingan Data Volume Sampah Yang Ada di TPA Ciniru

    Dari perhitungan diatas maka diperoleh

    pengukuran untuk kapasitas tampung selama

    umur rencana yaitu 15 tahun adalah 13.5 m.

    Seharusnya cukup untuk menampung sampah

    selama 15 tahun, tetapi data real dilapangan

    menunjukan :

    Umur rencana 15 tahun

    130 m3 perhari x 365 = 47.450 m3 47450 x 15 =711.750m3 Dapat menampung sesuai perhitungan

    diatas 85280 x 15 = 1.279.200 m3

    selama 15 tahun

    Lokasi yang tersisa:

    Yaitu sesuai dengan keadaan real di lapangan dapat menampung sampah

    hanya 5% saja (sumber: BPLHD

    kabupaten Kuningan) atau 5% x

    1.279.200 = 63.690 m3

    Data di lapangan:

    144,912 m3 perhari (data survey) Sampah penuh 95% yaitu sekitar

    1.215.240 m3

    , dari rata-rata data

    pertahun maka bertambah naik

    51.168 m3

    pertahunnya, maka

    perkiraan sampah tahun 2012

    menjadi 1.266.048 m3

    Dari data diatas dapat diketahui data lahan tersisa hanya 0,9%, akibatnya

    TPSA tersebut tidak dapat

    menampung sampah lagi untuk 3

    tahun kedepan.

    c. Penambahan Pengelolaan

    Jumlah armada yang dibutuhkan:

    Gerobak: Ritasi gerobak : 2 kali

    Rata-rata volume gerobak:

  • Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kuningan

    Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 96

    m

    3

    liter

    Kapasitas rata-rata tiap ritasi

    = 1500 x 2

    = 3000 liter

    Jumlah gerobak yang dibutuhkan:

    gerobak sampah

    Drump Truck Ritasi Drump Truck : 2 kali

    Rata-rata volume Drump Truck:

    m

    3

    liter

    Kapasitas rata-rata tiap ritasi

    = 6000 x 2

    = 12000 liter

    Jumlah Dump Truck yang dibutuhkan:

    Drump Truck

    Menurut perhitungan sebelumnya

    tersisa 1,1% lahan di TPA sehingga apabila

    terjadi penambahan dari pola pengangkutan

    yang baru maka: 1.266.048 m3 + (57 m

    3 x 365) =

    1.287.283 m3 artinya timbunan sampah sehingga

    tidak dapat menampung sampah lagi untuk 3

    tahun kedepan, sehingga dibutuhkan TPA baru.

    d. Pemilihan Lokasi TPA

    Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut

    yang diakibatkan oleh metode pembuangan

    akhir sampah yang tidak memadai seperti yang

    selalu terjadi di berbagai kota di Indonesia,

    maka langkah terpenting adalah memilih lokasi

    yang sesuai dengan persyaratan. Sesuai dengan

    SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara

    Pemilihan Lokasi TPA, bahwa lokasi yang

    memenuhi persyaratan sebagai tempat

    pembuangan akhir sampah adalah :

    Jarak dari perumahan terdekat 500 m Jarak dari badan air 100 m Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-

    baling) dan 3000 m (pesawat jet)

    Muka air tanah > 3 m Jenis tanah lempung dengan konduktivitas

    hidrolik < 10 -6

    cm/s

    Merupakan tanah tidak produktif Bebas banjir minimal 25 tahun

    Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal

    dalam peningkatan metode pembuangan akhir

    sampah, perlu dilakukan secara teliti melalui

    tahapan studi yang komprehensif (feasibility

    study dan studi amdal). Sulitnya mendapatkan

    lahan yang memadai didalam kota, maka

    disarankan untuk memilih lokasi TPA yang

    dapat digunakan secara regional. Untuk lokasi

    TPA yang terlalu jauh (>25 km) dapat

    menggunakan sistem transfer station.

    e. Tahap Pemilihan Lokasi TPA

    Topografi TPA tidak boleh berada pada suatu bukit dengan

    lereng yang tidak stabil. Suatu daerah dinilai

    lebih bila terletak di daerah landai dengan

    topografi tinggi. Dimana daerah datar

    (kemiringan 0 - 8%), landai (kemiringan 8% -

    15%), bergelombang (kemiringan lereng 15% -

    25%), daerah curam (kemiringan lereng 25% -

    40%), daerah sangat curam (kemiringan lereng

    > 40%). Menurut SNI No. 03-3241-1997 lokasi

    ideak untuk TPA kemiringan zona harus kurang

    dari 20% maka dapat disimpulkan pada peta

    kemiringan lereng terlihat bahwa daerah Desa

    Karangmuncang Kecamatan Cigandamekar

    memiliki kemiringan lereng antara 2 - 15%

    termasuk kedalam daerah yang landai sehingga

    cocok untuk TPA karena aman dari longsor.

    Gambar 4.1 Peta Kelerengan

  • Gede Agung Gandes, Sumarman, Arief Firmanto.

    Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 97

    Tata Guna Lahan Lokasi TPA tidak boleh berada di dalam

    wilayah yang diperuntukkan bagi daerah

    lindung perikanan, satwa liar dan pelestarian

    tanaman serta daerah banjir periodik. Pada peta

    rencana pola ruang wilayah Desa

    Karangmuncang Kecamatan Cigandamekar

    tidak berada pada ketiga daerah tersebut,

    sehingga lokasi ini diperbolehkan untuk

    membangun sebuah TPA, selain itu di lokasi ini

    dalam kurun waktu 25 tahun terakhir tidak

    pernah terjadi banjir dan bukan merupakan

    tanah tidak produktif.

    Gambar 4.2 Peta Rencana Pola Ruang

    Geologi Kondisi geologi dimana tidak berlokasi pada

    daerah besar yang aktif dan bukan pada zona

    bahaya geologi. Daerah geologi lainnya yang

    penting untuk dievaluasi adalah potensi gempa,

    Dari peta Geologi Kabupaten Kuningan

    (lampiran D) Desa Karangmuncang berada di

    area produk erupsi muda Gunung Ciremai.

    Sebenarnya kondisi ini tidak cocok untuk lokasi

    TPA karena area produk erupsi muda gunung,

    cenderung masih labil tanahnya.

    Gambar 4.3 Peta Geologi

    Jenis Tanah Batuan dasar pada area calon TPA menjadi

    sangat berarti peranannya dalam meminimalisasi

    penyebaran air lindian sampah (leachate) secara

    alamiah, baik pada saat bergerak menuju muka

    air tanah maupun saat bergerak lateral bersama

    air tanah oleh karena itu diperlukan studi

    pemilihan area TPA yang tidak memiliki batuan

    dasar dengan formasi batu pasir, batu gamping

    atau batuan berongga. Dari peta jenis tanah

    Kabupaten Kuningan (lampiran E) jenis tanah di

    Desa Karangmuncang ini adalah Latosol dan

    Regosol.

    Gambar 4.4 Peta Jenis Tanah

    Kepadatan Penduduk Daerah TPA harus berjarak dari perumahan

    terdekat 500 m artinya kemungkinan berada di

    kawasan penduduk dengan kepadatan penduduk

    rendah dimana berdasarkan peta kepadatan

    penduduk Kabupaten Kuningan (lampiran F)

    kepadatan penduduk di Desa Karangmuncang

    ini termasuk kedalam kepadatan sedang (779 -

    1559 jiwa/km2)

    Gambar 4.5 Peta Kepadatan Penduduk

    Dari persyaratan diatas serta mengacu kepada

    Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

    Kuningan tahun 2011-2030 terpilihlah tempat

    untuk TPA baru di Desa Karang Muncang

    Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan.

    f. Perencanaan Kebutuhan Luas Lahan dan Kapasitas TPA

    Volume timbulan sampah Kabupaten Kuningan termasuk

    kedalam kota sedang atau kecil maka

    volume timbulan sampahnya adalah:

    2,75-3,25 kg/orang/hari atau 0,000275-

    0,000325 m3/orang/hari

    Jumlah sampah yang akan dibuang perharinya dapat dihitung dengan

    rumus:

  • Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kuningan

    Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 98

    Vs = V x P

    = 0,0003 x 64386

    = 19,316m3/hari

    Dimana:

    V = Volume timbulan sampah/orang/hari

    (m3/orang/hari)

    P = 64386 adalah 30% Dari Jumlah penduduk

    (Kecamatan Jalaksana, Kecamatan Japara,

    Kecamatan Cilimus, Kecamatan Cigandamekar,

    Kecamatan Mandirancan, Kecamatan

    Pancalang, dan Kecamatan Pasawahan)

    ditambah laju pertumbuhan penduduk sebesar

    0,48% diasumsikan terlayani 30% dari jumlah

    penduduk karena sesuai dengan rencana

    BPLHD.

    Perencanaan tinggi timbunan sampah dilakukan, guna meningkatkan

    kapasitas tampungan dari cell tanpa

    menyampingkan keamanan dari

    tumpukan sampah tersebut. Keamanan

    dari merencanakan tinggi timbunan

    sampah harus memenuhi syarat yaitu

    derajat kemiringan minimum IV : 2H.

    Adapun rencananya sebagai berikut:

    Tinggi timbunan sampah timbunan

    pertama = 3 m, timbunan kedua = 2

    m dengan perbandingan sudut

    kemiringan : 1V:2H

    Kohesi : 0,56 t/m

    Sudut geser dalam : 30o

    Gambar 4.6 Sketsa Timbunan Sampah

    Ditinjau dan daya tampung lokasi yang digunakan untuk TPA sebaiknya dapat

    menampung pembuangan sampah

    minimum selama 5 tahun operasi.

    Perhitungan awal kebutuhan lahan TPA

    pertahun adalah sebagai berikut:

    m

    2 /tahun atau 0,1865

    ha/tahun

    Dengan kebutuhan lahan 0,1865 ha/tahun

    dengan lahan yang tersedia 2,5 ha, maka:

    13,4 tahun

    Dimana:

    L = luas lahan yang di setiap tahun (m2)

    V = Volume sarnpah yang telah dipadatkan

    (m3/hari)

    V = A x E, dimana

    A = volume sampah yang akan dibuang

    E = tingkat pemadatan (kg/m3) rata-rata 600

    kg/rn3

    T = Ketinggian timbunan yang direncanakan (m)

    15 % rasio tanah

    Kebutuhan luas lahan adalah

    Dimana:

    H = Luas total lahan (m2)

    L = Luas lahan setahun

    I = umur lahan (tahun)

    J = Ratio luas lahan total dengan luas

    lahan efektif 1,2

    Untuk menghitung daya tampung cell landfill,

    maka dibutuhkan data dimensi perencanaan

    landfill seperti dibawah ini:

    Panjang kolam cell (P) : 20 m

    Lebar atas kolam cell (La) : 30 m

    Lebar bawah kolam cell (Lb) : 20 m

    Kedalaman kolam cell (H) : 4.5m

    Kemiringan tepi kolam cell (1) : 1:1

    Kemiringan dasar kolam cell (2) : 5%

  • Gede Agung Gandes, Sumarman, Arief Firmanto.

    Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 99

    Untuk menghitung daya tampung cell landfill

    maka harus dicari terlebih dahulu besar luasan

    cell landfill, yang dapat dihitung dengan rumus:

    m

    2

    m

    2

    m

    2

    Setelah mendapatkan besaran luasan cell, maka

    untuk mengetahui daya tampungnya kita bisa

    mendapatkan nilai volume cell dengan

    menggunakan rumus sebagai berikut:

    m3

    Kapasitas daya tampung TPA adalah besarnya

    volume (sampah + tanah timbunan) yang dapat

    ditampung suatu TPA atau usaha yang telah

    dilakukan TPA dalam menampung volume

    (sampah + tanah timbunan) sesuai dengan

    volume lahan TPA yang direncanakan untuk

    tempat penimbunan sampah tersebut. Untuk

    menghitung volume rencana digunakan rumus.

    Kapasitas daya tampung percell TPA

    = L TPA x t rencana

    = 25000 m2 x 5 m

    = 125000 m3 / cell

    Dimana :

    L TPA = Luas TPA rencana

    t rencana = Tinggi timbunan yang

    direncanakan

    Analisis Stabilitas Timbunan Sampah

    Dimana:

    Hn = tinggi timbunan

    Cos = sudut geser

    2,6

    Dimana:

    = sudut geser

    Wn = berat sampah x ( = 0,6 t/m3)

    W = berat sampah

    Pada umumnya, dalam analisis kestabilan talud

    diambil nilai FS > 2.00. FS = 2.6 > 2.00, maka

    timbunan sampah aman terhadap kelongsoran.

    5. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    Dari penelitian yang telah dilakukan rencana

    lokasi pembangunan TPA baru Karangmuncang

    sudah sesuai dengan SNI tahun 1997 tentang

    pemilihan lokasi TPA. Dengan luas TPA yang

    baru seluas 2,5ha dengan metode sanitary

    landfill, TPA dapat berumur 13,4 tahun. Untuk

    daya tampung cell didapat nilai volume sebesar

    m3. Pada analisis stabilitas timbunan

    sampah didapat 2,6 dimana 2,6 > 2,00, maka

    timbunan sampah aman terhadap kelongsoran

    5.2. Saran

    Diperlukan TPA penunjang jika dalam

    kenyataannya akibat semakin tingginya jumlah

    timbulan sampah sehingga umur rencana TPA

    baru di Desa Karangmuncang ini tidak mencapai

    13,4 tahun. diperlukan pengelolaan sampah

  • Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kuningan

    Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 100

    secara swadaya masyarakat atau pendaur-

    ulangan untuk membatasi sampah yang masuk

    ke TPA. Penerapan sistem Sanitary Landfill

    pada lahan yang akan digunakan harus

    dilengkapi dengan sistem pencegahan rembesan

    air lindi ke air tanah dengan menambahkan

    lapisan dasar berupa geomembran atau tanah

    lempung yang dipadatkan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah.

    2010. Data Pengelolaan Persampahan

    Kabupaten Kuningan. Kuningan

    Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah.

    2011. Data Pengelolaan Persampahan

    Kabupaten Kuningan. Kuningan

    Badan Pusat Statistik. 2010. Kuningan Dalam

    Angka. Kuningan: BPS

    Badan Pusat Statistik. 2011. Kuningan Dalam

    Angka. Kuningan: BPS

    Badan Standar Nasional. 1994. Metode

    Pengambilan Dan Pengukuran Contoh

    Timbulan Dan Komposisi Sampah

    Perkotaan. Indonesia

    Badan Standar Nasional. 1997. Tata Cara

    Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan

    Akhir Sampah. Indonesia

    Badan Standar Nasional. 2002. Tata Cara

    Pengelolaan Sampah di Permukiman.

    Indonesia

    Badan Standar Nasional. 2002. Tata Cara

    Teknik Operasional Pengelolaan Sampah

    Perkotaan. Indonesia

    Badan Standar Nasional. 2000. Spesifikasi Area

    Penimbunan Sampah Dengan Sistem

    Lahan Urug Terkendali di TPA Sampah.

    Indonesia

    Departemen Pekerjaan Umum. 1995. Spesifikasi

    Timbulan Sampah Untuk Kota Kecil Dan

    Kota Sedang Di Indonesia. Bandung:

    Yayasan LPMB

    Enri Damanhuri. 2010. Diktat Kuliah Fakultas

    Teknik Sipil dan Lingkungan. Bandung:

    ITB

    Kuncoro Wahyu. 2008. Tugas Akhir

    Pengelolaan Sampah Secara Terpadu Di

    Kampung Nitiprayan. Yogyakarta

    Oswar Mungkasa. 2011. Pedoman Perencanaan

    Tempat Pembuangan Akhir (Metode

    Sanitary Landfill). Jakarta: Bappenas