jurnal konstruksi gede agung gandes
DESCRIPTION
Teknik SipilTRANSCRIPT
-
Jurnal Konstruksi ISSN : 2085-8744
UNSWAGATI CIREBON
Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 91
JURNAL KONSTRUKSI
Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kuningan
Gede Agung Gandes*, Sumarman**, Arief Firmanto**
*) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon
**) Staf Pengajar pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon
ABSTRAK
Jumlah timbulan sampah di Kabupaten Kuningan setiap harinya mencapai 187 m3
(Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kuningan, 2011), dari jumah timbulan sampah jumlah sampah
yang terkelola dan masuk ke TPA hanya sekitar 130m3
(Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
Kabupaten Kuningan, 2011). Kuantitas sampah bervariasi antara I-5 kg per orang perhari sejalan dengan
kegiatan industri masyarakat. Sampah harus dikelola sebaik-baiknya, agar terkondisikan kualitas
lingkungan hidup masyarakat yang baik dan berkelanjutan, namun sistem pengelolaan sampah sampai
saat ini masih dilakukan dengan sistem Tempat Pembuangan Sementara (TPS) - Truk Angkut Sampah
(TAS) - Tempat Pembuangan Akhir (TPA), atau Sistem TPS-TAS-TPA. Sistem ini tidak efisien dan
efektif, karena : (1) sering terjadi keterlambatan angkutan sampah, sehingga timbul aroma kurang sedap
di sekitar TPS; (2) kapasitas sarana angkut (truk pengangkut) dan kualitas pengelola sampah (sumberdaya
manusia) kurang, sehingga sampah tercecer sepanjang jalan dari TPS menuju TPA; (3) dibutuhkan lokasi
dan area pembuangan sampah khusus, mengingat sudah over load nya TPA Ciniru. Sisa umur TPA Ciniru
berdasarkan data di lapangan tidak akan mencapai 3 tahun lagi sesuai umur rencana. Kondisi ini
memunculkan ide untuk membuat sebuah TPA baru dengan metode sanitary landfill. Umur rencana TPA
baru ini 8,3 tahun dengan kebutuhan lahan pertahun 0,3 ha.
Kata Kunci: Sampah, TPA, sanitary landfill.
ABSTRACT
The amount of garbage in Kuningan regency reached 187 m3 per day (Environmental Management Agency District Brass, 2011), from the sheer number of waste managed and the amount of waste going
into landfill only about 130m3 (Environmental Management Agency District Brass, 2011). Quantity of
waste varies between I-5 kg per person per day in line with the industrial activities. Garbage must be
managed as well as possible, so that unconditioned community environmental quality and sustainable,
but the system of waste management is still done by the system Disposal While (TPS) - Garbage Truck
Load (TAS) - Final Disposal (TPA), or System TPS-TAS-TPA. This system is inefficient and ineffective,
because: (1) waste transport delays often occur, causing less savory aroma around TPS, (2) the capacity
of the vehicle (truck) and the quality of waste management (human resources) is less, so the garbage
scattered all the way from the polling stations to the landfill, (3) takes the location and special waste
disposal area, given its already over-load Ciniru landfill. The remaining life of the landfill Ciniru based
on the data in the field will not reach the age of 3 years according to plan. This condition led to the idea
to create a new landfill sanitary landfill method. The new landfill design life of 8.3 years with the needs of
0.3 ha of land per year.
Keywords: Garbage, TPA, sanitary landfill.
-
Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kuningan
Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 92
1. PENDAHULUAN
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola
konsumsi, dan gaya hidup masyarakat di
Kabupaten Kuningan telah meningkatkan
jumlah timbunan sampah, jenis, dan
keberagaman sampah. Meningkatnya daya beli
masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok
dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha
atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi
suatu daerah juga memberikan kontribusi yang
besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah
yang dihasilkan.
Meningkatnya volume sampah yang dihasilkan
oleh masyarakat dapat dilihat dari rata-rata
produksi sampah pada tahun 2011 mencapai 187
m3/harinya namun yang terkelola baru mencapai
130 m3/harinya (sumber: BPLHD Kab.
Kuningan 2011). Apresiasi pemerintah dan
masyarakat selalu dituntut untuk melakukan
pengelolaan sampah sehingga pada gilirannya
sampah dapat diolah secara mandiri dan menjadi
sumber daya sementara itu tidak sedikit dari
kalangan pemerintah daerah yang kurang
mampu menangani masalah sampah, sehingga
ada baiknya masalah sampah ini turut dipikul
oleh rumah tangga, tiap kompleks perumahan,
asrama-asrama, pasar, industri pabrik dan
perusahaan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Yang dimaksud dengan sampah adalah zat-zat /
benda-benda tidak berfungsi atau tidak terpakai
lagi baik yang berasal dari rumah-rumah
ataupun sisa-sisa proses industri.
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai
nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa
atau utama dalam pembuatan atau pemakaian
barang rusak atau bercacat dalam pembuatan
manufaktur atau materi berkelebihan atau
ditolak atau buangan (kamus istilah lingkungan,
1994).
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau
dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia
maupun proses alam yang belum memiliki nilai
ekonomis (istilah lingkungan untuk manajemen,
ecolink, 1996).
Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi,
dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula
(Tandjung, Dr. M.sc., 1992)
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 tahun
2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan atau proses alam berbentuk padat.
Sehingga dapat disimpulkan Sampah merupakan
material sisa yang tidak diinginkan setelah
berkahirnya suatu proses, sampah merupakan
didefinisikan oleh manusia menurut derajat
keterpakainnya, dalam proses-proses alam
sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada
hanya produk-produk yang dihasilkan setelah
dan selama proses alam berlangsung.
2.2 Metode Penimbunan Sampah
a. Open Dumping
Cara pembuangan sampah yang umum
dilakukan di Indonesia dan dilakukan secara
sederhana dimana sampah dihamparkan di suatu
tempat terbuka tanpa penutupan dan pengolahan.
Cara ini tidak dianjurkan karena memiliki
dampak negatif yang tinggi terhadap kesehatan
lingkungan.
Metode ini memungkinkan adanya perembesan
air lindi (cairan yang timbul akibat dari
pembusukan sampah) melalui kapiler-kapiler air
dalam tanah hingga mencemari sumber air
tanah, terlebih dimusim hujan. Efek pencemaran
bisa berakumulasi jangka panjang dan
pemulihannya dapat memakan waktu puluhan
tahun
Skema open dumping ini paling banyak
diterapkan di Indonesia. Prinsip kerjanya
sederhana: buang, tidak ada penanganan lebih
lanjut terhadap sampah. Keuntungan utama dari
sistem ini adalah murah dan sederhana.
Kekurangannya, sistem ini sama sekali tidak
memperhatikan sanitasi lingkungan. Sampah
hanya ditumpuk dan dibiarkan membusuk
sehingga menjadi lahan yang subur bagi
pembiakan jenis-jenis bakteri serta bibit
penyakit lain, menimbulkan bau tak sedap yang
dapat tercium dari puluhan bahkan ratusan
meter, mengurangi nilai estetika dan
keindahan lingkungan.
b. Sanitary Landfill
Sanitary Landfill adalah penimbunan sampah
yang dilakukan di dalam tanah. Sampah
dimasukkan kedalam lubang kemudian
dipadatkan yang selanjutnya ditimbun dengan
tanah. Cara Pembuangan Sampah yang paling
minim kekurangannya adalah Sanitary landfill
karena Sanitary Landfill ini menggunakan
sistem pemusnahan sampah yang paling baik.
Sistem ini dilakukan dengan cara menimbun
sampah dengan tanah yang dilakukan dengan
cara selapis demi selapis sehingga sampah tidak
berada di ruang terbuka dan tidak menimbulkan
bau dan tidak menjadi sarang binatang pengerat
-
Gede Agung Gandes, Sumarman, Arief Firmanto.
Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 93
yang dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit. Manfaat dari sanitary landfill adalah:
Mampu meninggikan tanah yang rendah karena Sanitary Landfill menggunakan
sistem penimbunan dengan tanah sehungga
tanah yang semula rendah bisa lebih tinggi
dengan adanya Sanitary Landfill.
Tanah yang terbentuk dapat dimanfaatkan untuk daerah perumahan asalkan di daerah
tersebut tidak digali sumur. Tanah yang
terbentuk tersebut sangat tidak bagus
apabila digunakan sebagai sumur karena
tanahnya mengandung sampah dan bahan-
bahan beracun yang dapat membahayakan
manusia apabila terkandung dalam air.
Memberantas sarang nyamuk karena Sanitary Landfill menimbun sampah dengan
tanah sehingga sampah tidak berada di
ruang terbuka dan tidak menimbulkan bau
yang tidak sedap dan dapat mengundang
faktor penyebab penyakit.
Sanitary Landfill yang umum dilakukan di
Indonesia adalah Sanitary landfill tradisional
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Sampah diletakkan lapis perlapis (0,5-0,6m) sampai ketinggian 1,2 - 1,5 m
Urugan sampah membentuk sel-sel (gambar 2.4) dan membutuhkan ketelitian operasi
alat berat agar teratur
Kepadatan sampah dicapai dengan alat berat biasa (dozer atau loader) dan mencapai 0,6 -
0,8 ton/m3
Membutuhkan penutupan harian 10 - 30 cm, paling tidak dalam 48 jam
Kondisi di lapisan ( lift) teratas bersifat aerob (ada oksigen), sedang bagian bawah
anaerob (tidak ada oksigen) sehingga
dihasilkan gas metan
Bagian-bagian sampah yang besar diletakkan di bawah agar tidak terjadi
rongga
c. Pengelolaan Sampah Swadaya Masyarakat
Di Desa Manislor Kabupaten Kuningan terdapat
lembaga usaha bersama yang bernama
Kelompok Usaha Maju Bersama (KUMB)
dimana lembaga ini dibentuk dengan tujuan
mengembangkan usaha khususnya daur ulang
sampah. Kelompok Usaha ini berlokasi di RT.
14 RW. 02 Desa Manislor Kecamatan Jalaksana
Kabupaten Kuningan. Kelompok Usaha ini
bertujuan meminimalisir sampah dan
meningkatkan perekonomian masyarakat
melalui pupuk organik dari pendaur-ulangan
sampah dan kerajinan tangan dari sampah non
organik.
Usaha-usaha tersebut mulai dikembangkan
semenjak 2010 dibawah bimbingan Fakultas
Teknik Industri Universitas Islam Bandung dan
sekarang sudah dilakukan secara mandiri.
2.3 Tahapan Perencanaan TPA
a. Pembebasan Lahan
Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan
dampak sosial yang mungkin timbul seperti
kurang memadainya ganti rugi bagi masyarakat
yang tanahnya terkena proyek. Luas lahan yang
dibebaskan minimal dapat digunakan untuk
menampung sampah selama 5 tahun.
b. Pemberian Izin
Pemberian izin lokasi TPA harus diikuti dengan
berbagai konsekuensi seperti dilarangnya
pembangunan kawasan perumahan atau industri
pada radius < 500 m dari lokasi TPA, untuk
menghindari terjadinya dampak negatif yang
mungkin timbul dari berbagai kegiatan TPA.
c. Sosialisasi
Untuk menghindari terjadinya protes sosial atas
keberadaan suatu TPA, perlu diadakan
sosialisasi dan advokasi publik mengenai apa itu
TPA, bagaimana mengoperasikan suatu TPA
dan kemungkinan dampak negatif yang dapat
terjadi namun disertai dengan rencana atau
upaya pihak pengelola untuk menanggulangi
masalah yang mungkin timbul dan tanggapan
masyarakat terhadap rencana pembangunan
TPA. Sosialisasi dilakukan secara bertahap dan
jauh sebelum dilakukan perencanaan.
d. Mobilisasi Tenaga dan Alat
Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga
kerja yang akan melaksanakan pekerjaan
konstruksi TPA. Untuk tenaga profesional
seperti tenaga supervisi, ahli struktur dan
mandor harus direkrut sesuai dengan persyaratan
kualifikasi, sedangkan untuk tenaga buruh atau
tenaga keamanan dapat direkrut dari tenaga
setempat (jika ada). Rekrutmen tenaga setempat
adalah untuk menghindari terjadinya konflik
atau kecemburuan sosial.
e. Alat
Mobilisasi peralatan konstruksi mungkin akan
menimbulkan dampak kebisingan dan debu,
namun sifatnya hanya sementara. Untuk itu agar
-
Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kuningan
Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 94
KEBUTUHAN
LAHAN TPA
CARI LAYAK
LAYAK
REGIONAL
ADA
TENTUKAN CALON
LOKASI DI DAERAH
LAYAK
CALON LOKASI TERPILIH
LOKASI TERPILIH
DISETUJUI
EVALUASI DAN SELEKSI
CALON-CALON LOKASI
TIDAK
YA
YA
TIDAK
OPTIMALISASI LAHAN TPA YANG SUDAH ADA
dapat diusahakan mobilisasi atau demobilisasi
alat berat dilakukan pada saat lalu lintas dalam
keadaan sepi serta tidak melalui permukiman
yang padat.
f. Pembersihan Lahan (land clearing)
Pembersihan lahan akan menimbulkan dampak
pengurangan jumlah tanaman dan debu sehingga
perlu dilakukan penanaman pohon sebagai
pengganti atau membuat green barrier yang
memadai.
g. Jalan Masuk TPA
Jalan masuk TPA akan digunakan oleh
kendaraan pengangkut sampah dengan kapasitas
yang cukup besar, sehingga kelas jalan dan lebar
jalan perlu memperhatikan beban yang akan
lewat serta antrian yang mungkin terjadi.
Pengaturan lalu lintas untuk kendaraan yang
akan masuk dan keluar TPA sedemikian rupa
sehingga dapat menghindari antrian yang
panjang karena dapat mengurangi efisiensi
pengangkutan. Jalan masuk TPA harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
(a) Dapat dilalui kendaraan truk sampah dan 2
arah
(b) Lebar jalan 8 m, kemiringan pemukaan jalan
2 - 3 % ke arah saluran drainase, tipe jalan
kelas 3 dan mampu menahan beban
perlintasan dengan tekanan gandar 10 ton
dan kecepatan kedaraan 30 km/jam (sesuai
dengan ketentuan Ditjen Bina Marga).
h. Kantor TPA
Kantor TPA berfungsi sebagai kantor
pengendali kegiatan pembuangan akhir mulai
dari penimbangan/ pencatatan sampah yang
masuk (sumber, volume/berat, komposisi dan
lain-lain), pengendalian operasi, pengaturan
menajemen TPA dan lain-lain. Luas dan
konstruksi bangunan kantor TPA perlu
memperhatikan fungsi tersebut. Selain itu juga
dapat dilengkapi dengan ruang laboratorium
sederhana untuk analisis kualitas lindi maupun
efluen lindi yang akan dibuang kebadan air
penerima.
i. Drainase
Drainase keliling TPA diperlukan untuk
menampung air hujan agar tidak masuk ke area
timbunan TPA, selain untuk mencegah
tergenangnya area timbunan sampah juga untuk
mengurangi timbulan lindi.
j. Pagar TPA
Pagar TPA selain berfungsi sebagai batas TPA
dan keamanan TPA juga dapat berfungsi sebagai
green barrier. Untuk itu maka pagar TPA
sebaiknya dibuat dengan menggunakan tanaman
hidup dengan jenis pohon yang rimbun dan
cepat tumbuh seperti pohon angsana.
Gambar 2.1 Skema Pemilihan Lahan TPA
3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan metode survey dan
observasi. Metode ini dipilih mengingat
penelitian untuk membuat deskriptif pengelolaan
sampah, gambaran secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai sistem pengelolaan sampah di
Kabupaten Kuningan. Akan tetapi sebelum
melakukan metode survey tersebut, terlebih
dahulu melakukan pengamatan terhadap kondisi
persampahan dan kondisi penduduk saat ini.
Mengacu pada Standar Nasional Indonesia
(SNI) SK-SNI-T-12.1991-03 tentang Tata Cara
Pengelolaan Sampah Pemukiman, maka untuk
timbunansampah skala kota kecil adalah sekitar
2,75 3,25 liter/orang/hari atau sekitar 0,00275
-
Gede Agung Gandes, Sumarman, Arief Firmanto.
Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 95
MULAI
Permasalahan
Pengumpulan Data
Data Primer
Ya
Permasalahan di Lapangan
Analisis Permasalahan
Identifikasi Permasalahan
Kesimpulan
Hasil Analisis
Data Sekunder
Selesai
aman dari longsor
lokasi sesuai
Ya
Tidak
0,00325 m3/orang/hari. Data hasil survey dan
pengamatan yang diperoleh digunakan untuk
mengetahui berapa besar volume sampah yang
dihasilkan per anggota keluarga. yang
dibutuhkan untuk terlayaninya kondisi
persampahan tersebut.
Gambar 3.1 Alur Penelitian
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a. Pengukuran Volume Sampah di TPA Ciniru
Luas lokasi = 2,31 Ha = 23.100 m
2
Tinggi timbunan = 15 m
Berat jenis sampah = 0,6 ton/m
3
Tonase rata-rata (2010+2011) = 51.168 m
3/tahun
Volume sampah pertahun Rata-rata sampah / berat jenis sampah
= 51.168 / 0,6
= 85.280 m3
Tinggi sampah basah pertahun Volume sampah pertahun / luas area
= 85.280/23.100
=3,69 m
Ketentuan BPLHD, timbunan landfill dilakukan pada ketinggian 2 m. Jadi
timbunan dilakukan 1 kali pertahun
Perhitungan tinggi timbulan selama umur
rencana
Tinggi tanah liat timbunan 0,5 m Tinggi sampah busuk padat 0,2 m Maka kenaikan tinggi timbunan
pertahun = 0,5 + 0,2 = 0,7 m
Dianggap tidak terjadi settlemen pada timbunan sebelumnya, maka tinggi total
timbunan selama umur rencana
= 15 tahun x 0,7
= 10,5 m
b. Perhitungan Perbandingan Data Volume Sampah Yang Ada di TPA Ciniru
Dari perhitungan diatas maka diperoleh
pengukuran untuk kapasitas tampung selama
umur rencana yaitu 15 tahun adalah 13.5 m.
Seharusnya cukup untuk menampung sampah
selama 15 tahun, tetapi data real dilapangan
menunjukan :
Umur rencana 15 tahun
130 m3 perhari x 365 = 47.450 m3 47450 x 15 =711.750m3 Dapat menampung sesuai perhitungan
diatas 85280 x 15 = 1.279.200 m3
selama 15 tahun
Lokasi yang tersisa:
Yaitu sesuai dengan keadaan real di lapangan dapat menampung sampah
hanya 5% saja (sumber: BPLHD
kabupaten Kuningan) atau 5% x
1.279.200 = 63.690 m3
Data di lapangan:
144,912 m3 perhari (data survey) Sampah penuh 95% yaitu sekitar
1.215.240 m3
, dari rata-rata data
pertahun maka bertambah naik
51.168 m3
pertahunnya, maka
perkiraan sampah tahun 2012
menjadi 1.266.048 m3
Dari data diatas dapat diketahui data lahan tersisa hanya 0,9%, akibatnya
TPSA tersebut tidak dapat
menampung sampah lagi untuk 3
tahun kedepan.
c. Penambahan Pengelolaan
Jumlah armada yang dibutuhkan:
Gerobak: Ritasi gerobak : 2 kali
Rata-rata volume gerobak:
-
Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kuningan
Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 96
m
3
liter
Kapasitas rata-rata tiap ritasi
= 1500 x 2
= 3000 liter
Jumlah gerobak yang dibutuhkan:
gerobak sampah
Drump Truck Ritasi Drump Truck : 2 kali
Rata-rata volume Drump Truck:
m
3
liter
Kapasitas rata-rata tiap ritasi
= 6000 x 2
= 12000 liter
Jumlah Dump Truck yang dibutuhkan:
Drump Truck
Menurut perhitungan sebelumnya
tersisa 1,1% lahan di TPA sehingga apabila
terjadi penambahan dari pola pengangkutan
yang baru maka: 1.266.048 m3 + (57 m
3 x 365) =
1.287.283 m3 artinya timbunan sampah sehingga
tidak dapat menampung sampah lagi untuk 3
tahun kedepan, sehingga dibutuhkan TPA baru.
d. Pemilihan Lokasi TPA
Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut
yang diakibatkan oleh metode pembuangan
akhir sampah yang tidak memadai seperti yang
selalu terjadi di berbagai kota di Indonesia,
maka langkah terpenting adalah memilih lokasi
yang sesuai dengan persyaratan. Sesuai dengan
SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara
Pemilihan Lokasi TPA, bahwa lokasi yang
memenuhi persyaratan sebagai tempat
pembuangan akhir sampah adalah :
Jarak dari perumahan terdekat 500 m Jarak dari badan air 100 m Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-
baling) dan 3000 m (pesawat jet)
Muka air tanah > 3 m Jenis tanah lempung dengan konduktivitas
hidrolik < 10 -6
cm/s
Merupakan tanah tidak produktif Bebas banjir minimal 25 tahun
Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal
dalam peningkatan metode pembuangan akhir
sampah, perlu dilakukan secara teliti melalui
tahapan studi yang komprehensif (feasibility
study dan studi amdal). Sulitnya mendapatkan
lahan yang memadai didalam kota, maka
disarankan untuk memilih lokasi TPA yang
dapat digunakan secara regional. Untuk lokasi
TPA yang terlalu jauh (>25 km) dapat
menggunakan sistem transfer station.
e. Tahap Pemilihan Lokasi TPA
Topografi TPA tidak boleh berada pada suatu bukit dengan
lereng yang tidak stabil. Suatu daerah dinilai
lebih bila terletak di daerah landai dengan
topografi tinggi. Dimana daerah datar
(kemiringan 0 - 8%), landai (kemiringan 8% -
15%), bergelombang (kemiringan lereng 15% -
25%), daerah curam (kemiringan lereng 25% -
40%), daerah sangat curam (kemiringan lereng
> 40%). Menurut SNI No. 03-3241-1997 lokasi
ideak untuk TPA kemiringan zona harus kurang
dari 20% maka dapat disimpulkan pada peta
kemiringan lereng terlihat bahwa daerah Desa
Karangmuncang Kecamatan Cigandamekar
memiliki kemiringan lereng antara 2 - 15%
termasuk kedalam daerah yang landai sehingga
cocok untuk TPA karena aman dari longsor.
Gambar 4.1 Peta Kelerengan
-
Gede Agung Gandes, Sumarman, Arief Firmanto.
Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 97
Tata Guna Lahan Lokasi TPA tidak boleh berada di dalam
wilayah yang diperuntukkan bagi daerah
lindung perikanan, satwa liar dan pelestarian
tanaman serta daerah banjir periodik. Pada peta
rencana pola ruang wilayah Desa
Karangmuncang Kecamatan Cigandamekar
tidak berada pada ketiga daerah tersebut,
sehingga lokasi ini diperbolehkan untuk
membangun sebuah TPA, selain itu di lokasi ini
dalam kurun waktu 25 tahun terakhir tidak
pernah terjadi banjir dan bukan merupakan
tanah tidak produktif.
Gambar 4.2 Peta Rencana Pola Ruang
Geologi Kondisi geologi dimana tidak berlokasi pada
daerah besar yang aktif dan bukan pada zona
bahaya geologi. Daerah geologi lainnya yang
penting untuk dievaluasi adalah potensi gempa,
Dari peta Geologi Kabupaten Kuningan
(lampiran D) Desa Karangmuncang berada di
area produk erupsi muda Gunung Ciremai.
Sebenarnya kondisi ini tidak cocok untuk lokasi
TPA karena area produk erupsi muda gunung,
cenderung masih labil tanahnya.
Gambar 4.3 Peta Geologi
Jenis Tanah Batuan dasar pada area calon TPA menjadi
sangat berarti peranannya dalam meminimalisasi
penyebaran air lindian sampah (leachate) secara
alamiah, baik pada saat bergerak menuju muka
air tanah maupun saat bergerak lateral bersama
air tanah oleh karena itu diperlukan studi
pemilihan area TPA yang tidak memiliki batuan
dasar dengan formasi batu pasir, batu gamping
atau batuan berongga. Dari peta jenis tanah
Kabupaten Kuningan (lampiran E) jenis tanah di
Desa Karangmuncang ini adalah Latosol dan
Regosol.
Gambar 4.4 Peta Jenis Tanah
Kepadatan Penduduk Daerah TPA harus berjarak dari perumahan
terdekat 500 m artinya kemungkinan berada di
kawasan penduduk dengan kepadatan penduduk
rendah dimana berdasarkan peta kepadatan
penduduk Kabupaten Kuningan (lampiran F)
kepadatan penduduk di Desa Karangmuncang
ini termasuk kedalam kepadatan sedang (779 -
1559 jiwa/km2)
Gambar 4.5 Peta Kepadatan Penduduk
Dari persyaratan diatas serta mengacu kepada
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kuningan tahun 2011-2030 terpilihlah tempat
untuk TPA baru di Desa Karang Muncang
Kecamatan Cigandamekar Kabupaten Kuningan.
f. Perencanaan Kebutuhan Luas Lahan dan Kapasitas TPA
Volume timbulan sampah Kabupaten Kuningan termasuk
kedalam kota sedang atau kecil maka
volume timbulan sampahnya adalah:
2,75-3,25 kg/orang/hari atau 0,000275-
0,000325 m3/orang/hari
Jumlah sampah yang akan dibuang perharinya dapat dihitung dengan
rumus:
-
Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kuningan
Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 98
Vs = V x P
= 0,0003 x 64386
= 19,316m3/hari
Dimana:
V = Volume timbulan sampah/orang/hari
(m3/orang/hari)
P = 64386 adalah 30% Dari Jumlah penduduk
(Kecamatan Jalaksana, Kecamatan Japara,
Kecamatan Cilimus, Kecamatan Cigandamekar,
Kecamatan Mandirancan, Kecamatan
Pancalang, dan Kecamatan Pasawahan)
ditambah laju pertumbuhan penduduk sebesar
0,48% diasumsikan terlayani 30% dari jumlah
penduduk karena sesuai dengan rencana
BPLHD.
Perencanaan tinggi timbunan sampah dilakukan, guna meningkatkan
kapasitas tampungan dari cell tanpa
menyampingkan keamanan dari
tumpukan sampah tersebut. Keamanan
dari merencanakan tinggi timbunan
sampah harus memenuhi syarat yaitu
derajat kemiringan minimum IV : 2H.
Adapun rencananya sebagai berikut:
Tinggi timbunan sampah timbunan
pertama = 3 m, timbunan kedua = 2
m dengan perbandingan sudut
kemiringan : 1V:2H
Kohesi : 0,56 t/m
Sudut geser dalam : 30o
Gambar 4.6 Sketsa Timbunan Sampah
Ditinjau dan daya tampung lokasi yang digunakan untuk TPA sebaiknya dapat
menampung pembuangan sampah
minimum selama 5 tahun operasi.
Perhitungan awal kebutuhan lahan TPA
pertahun adalah sebagai berikut:
m
2 /tahun atau 0,1865
ha/tahun
Dengan kebutuhan lahan 0,1865 ha/tahun
dengan lahan yang tersedia 2,5 ha, maka:
13,4 tahun
Dimana:
L = luas lahan yang di setiap tahun (m2)
V = Volume sarnpah yang telah dipadatkan
(m3/hari)
V = A x E, dimana
A = volume sampah yang akan dibuang
E = tingkat pemadatan (kg/m3) rata-rata 600
kg/rn3
T = Ketinggian timbunan yang direncanakan (m)
15 % rasio tanah
Kebutuhan luas lahan adalah
Dimana:
H = Luas total lahan (m2)
L = Luas lahan setahun
I = umur lahan (tahun)
J = Ratio luas lahan total dengan luas
lahan efektif 1,2
Untuk menghitung daya tampung cell landfill,
maka dibutuhkan data dimensi perencanaan
landfill seperti dibawah ini:
Panjang kolam cell (P) : 20 m
Lebar atas kolam cell (La) : 30 m
Lebar bawah kolam cell (Lb) : 20 m
Kedalaman kolam cell (H) : 4.5m
Kemiringan tepi kolam cell (1) : 1:1
Kemiringan dasar kolam cell (2) : 5%
-
Gede Agung Gandes, Sumarman, Arief Firmanto.
Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 99
Untuk menghitung daya tampung cell landfill
maka harus dicari terlebih dahulu besar luasan
cell landfill, yang dapat dihitung dengan rumus:
m
2
m
2
m
2
Setelah mendapatkan besaran luasan cell, maka
untuk mengetahui daya tampungnya kita bisa
mendapatkan nilai volume cell dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
m3
Kapasitas daya tampung TPA adalah besarnya
volume (sampah + tanah timbunan) yang dapat
ditampung suatu TPA atau usaha yang telah
dilakukan TPA dalam menampung volume
(sampah + tanah timbunan) sesuai dengan
volume lahan TPA yang direncanakan untuk
tempat penimbunan sampah tersebut. Untuk
menghitung volume rencana digunakan rumus.
Kapasitas daya tampung percell TPA
= L TPA x t rencana
= 25000 m2 x 5 m
= 125000 m3 / cell
Dimana :
L TPA = Luas TPA rencana
t rencana = Tinggi timbunan yang
direncanakan
Analisis Stabilitas Timbunan Sampah
Dimana:
Hn = tinggi timbunan
Cos = sudut geser
2,6
Dimana:
= sudut geser
Wn = berat sampah x ( = 0,6 t/m3)
W = berat sampah
Pada umumnya, dalam analisis kestabilan talud
diambil nilai FS > 2.00. FS = 2.6 > 2.00, maka
timbunan sampah aman terhadap kelongsoran.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan rencana
lokasi pembangunan TPA baru Karangmuncang
sudah sesuai dengan SNI tahun 1997 tentang
pemilihan lokasi TPA. Dengan luas TPA yang
baru seluas 2,5ha dengan metode sanitary
landfill, TPA dapat berumur 13,4 tahun. Untuk
daya tampung cell didapat nilai volume sebesar
m3. Pada analisis stabilitas timbunan
sampah didapat 2,6 dimana 2,6 > 2,00, maka
timbunan sampah aman terhadap kelongsoran
5.2. Saran
Diperlukan TPA penunjang jika dalam
kenyataannya akibat semakin tingginya jumlah
timbulan sampah sehingga umur rencana TPA
baru di Desa Karangmuncang ini tidak mencapai
13,4 tahun. diperlukan pengelolaan sampah
-
Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kuningan
Jurnal Konstruksi, Vol. I, No. 2, Oktober 2013 | 100
secara swadaya masyarakat atau pendaur-
ulangan untuk membatasi sampah yang masuk
ke TPA. Penerapan sistem Sanitary Landfill
pada lahan yang akan digunakan harus
dilengkapi dengan sistem pencegahan rembesan
air lindi ke air tanah dengan menambahkan
lapisan dasar berupa geomembran atau tanah
lempung yang dipadatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah.
2010. Data Pengelolaan Persampahan
Kabupaten Kuningan. Kuningan
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah.
2011. Data Pengelolaan Persampahan
Kabupaten Kuningan. Kuningan
Badan Pusat Statistik. 2010. Kuningan Dalam
Angka. Kuningan: BPS
Badan Pusat Statistik. 2011. Kuningan Dalam
Angka. Kuningan: BPS
Badan Standar Nasional. 1994. Metode
Pengambilan Dan Pengukuran Contoh
Timbulan Dan Komposisi Sampah
Perkotaan. Indonesia
Badan Standar Nasional. 1997. Tata Cara
Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan
Akhir Sampah. Indonesia
Badan Standar Nasional. 2002. Tata Cara
Pengelolaan Sampah di Permukiman.
Indonesia
Badan Standar Nasional. 2002. Tata Cara
Teknik Operasional Pengelolaan Sampah
Perkotaan. Indonesia
Badan Standar Nasional. 2000. Spesifikasi Area
Penimbunan Sampah Dengan Sistem
Lahan Urug Terkendali di TPA Sampah.
Indonesia
Departemen Pekerjaan Umum. 1995. Spesifikasi
Timbulan Sampah Untuk Kota Kecil Dan
Kota Sedang Di Indonesia. Bandung:
Yayasan LPMB
Enri Damanhuri. 2010. Diktat Kuliah Fakultas
Teknik Sipil dan Lingkungan. Bandung:
ITB
Kuncoro Wahyu. 2008. Tugas Akhir
Pengelolaan Sampah Secara Terpadu Di
Kampung Nitiprayan. Yogyakarta
Oswar Mungkasa. 2011. Pedoman Perencanaan
Tempat Pembuangan Akhir (Metode
Sanitary Landfill). Jakarta: Bappenas