jurnal kerusakan lingkungan

Upload: indra-cipta

Post on 02-Jun-2018

274 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Jurnal Kerusakan Lingkungan

    1/12

    FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN HUTAN DAN STRATEGI

    PENGENDALIANNYA (STUDI KASUS PADA CAGAR ALAM PEGUNUNGAN

    CYCLOOP) KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA

    Factors Cause Damage to Forest and its control strategy (Case Study on the Mountains Nature

    Reserve Cycloop) Jayapura regency of Papua Province

    Fedrik AP, Roland A. Barkey dan Daniel

    ABSTRACT

    This study aims to determine factors that cause the destruction of forests and why these factorscause damage to forests in the region Cycloop Mountains Nature Reserve so that in formulatingappropriate strategies to control forest damage occurred. The research was conducted in Jayapuraregency of Papua Province. Data collection through kuiesioner, interviews, observation, and studythe document. Data were analyzed qualitatively desktiptif through data reduction, data display, andconclusion, The results concluded that the forest damage occurred in the mountains Cycloopconservation areas due to the 3 (three) aspects: physical, social and economic. The influence ofeach of these aspects can be seen through the activities of forest management or land conversion isdone by the community living around / in the region in the form of settlements, fields, logging andmineral collection c as well as several other activities. The level of forest damage caused by theactivities of the community in the form of conversion of forest / land such as fields 624 ha, 22 haresidential and logging 13 ha and 395 ha of critical land that occurs naturally. Thus, shiftingcultivation is one of the many community activities causing deforestation in the mountainous areaof nature reserves Cycloop.

    Keywords : Forest Damage and Control Strategy

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kerusakan hutan dan mengapafaktor-faktor tersebut menyebabkan kerusakan hutan pada kawasan Cagar Alam PegununganCycloop sehingga di rumuskan strategi yang tepat untuk mengendalikan kerusakan hutan yangterjadi. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua. Pengumpulan datamelalui kuiesioner, wawancara, observasi, dan studi dokumen. Data dianalisis secara desktiptifkualitatif melalui reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan, Hasil penelitiandisimpulkan bahwa kerusakan hutan yang terjadi pada kawasan cagar alam pegunungan cycloopdisebabkan oleh 3 (tiga) aspek yaitu aspek fisik, sosial dan ekonomi. Pengaruh dari masing-masing aspek tersebut dapat terlihat melalui aktifitas pemanfaatan hutan atau konversi lahan yangdilakukan oleh masyarakat yang bermukim disekitar / di dalam kawasan dalam bentuk pemukiman,perladangan, penebangan kayu dan pengambilan bahan galian c serta beberapa aktifitas lainnya.Tingkat kerusakan hutan yang ditimbulkan oleh adanya aktifitas masyarakat dalam bentuk

    konversi hutan / lahan antara lain perladangan 624 ha, pemukiman 22 ha dan penebangan 13 haserta 395 ha lahan kritis yang terjadi secara alami. Dengan demikian maka perladangan berpindahmerupakan salah satu aktifitas masyarakat yang banyak menyebabkan kerusakan hutan di dalamkawasan cagar alam pegunungan cycloop.

    Kata Kunci : Faktor Kerusakan Hutan dan Strategi Pengendalian

  • 8/10/2019 Jurnal Kerusakan Lingkungan

    2/12

    2

    PENDAHULUAN

    Dalam peraturan pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan PenyusunanRencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan pasal 15disebutkan, upaya pemanfaatan hutan ditujukan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi

    kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestarian hutan. Pemanfaatanhutan secara lestari dilakukan dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Hutanbukan hanya sekumpulan pepohonan yang mampu menyediakan kayu, hutan sesungguhnyamerupakan sistem ekologi penyangga kehidupan. Di dalam hutan terdapat beraneka ragam fungsiyang bermanfaat bagi manusia. Antara mata rantai kehidupan tersebut saling berinteraksi dansaling mempengaruhi, sehingga rusaknya atau hilangnya salah satu mata rantai kehidupan akanberdampak pada mahluk hidup yang lain salah satunya adalah manusia. Karena itu pemanfaatanhutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 1945, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutananserta beberapa keputusan Dirjen PHKA dan Dirjen Pengusahaan Hutan.Uraian diatas mengigatkan kepada kita bagaimana pentingnya hutan bagi kehidupan manusia,namun saat ini kondisi hutan sudah mulai rusak bahkan sudah berada pada tahap yangmemprihantinkan.

    Beberapa waktu yang lalu Menteri Kehutanan Republik Indonesia melaporkan kondisihutan Indonesia saat ini. Dari laporan tersebut, diketahui hutan primer Indonesia tinggal 24% dari71% sebelumnya, hutan produksi 25% dan 22% kawasan yang sudah tidak berhutan sama sekali.Dari data yang ada juga terlihat bahwa telah terjadi deforestasi yang hebat selama sepuluh tahunterakhir. Hal ini disebabkan oleh pembukaan hutan dan perubahan menjadi hutan produksi,kebakaran hutan dan dampak elnino. Semua kerusakan hutan yang terjadi berdampak padakerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan danproduktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global.

    Dalam dua dasawarsa, ancaman kerusakan ekosistem akan menimbulkan kerugian yangsangat serius baik kerugian ekologis, sosial maupun ekonomi finansial (Ismawan, 1999).Meningkatnya kecemasan tentang perusakan hutan berjalan seiring dengan peningkatan lajuperekonomian global menuju era liberalisasi. Pada hal semakin intens liberalisasi perdagangandioperasionalkan, makin tinggi pula tingkat aktifitas ekonomi dan transportasi (Low dalam

    Ismawan,1999). Seiring peningkatan aktifitas ekonomi dan transportasi itu, tingkat pencemaranpun akan semakin tinggi dan kegiatan yang bersifat merusak lingkungan juga semakin terjadi.

    Hal ini disebabkan oleh kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan yanglebih memberi penekanan pada aspek ekonomi dan kurang berpihak pada kepentingan masyarakatdan lingkungan. Prinsip-prinsip keadilan, keberpihakan pada masyarakat, kelestarian lingkungandan keberlanjutan pembangunan kurang memperoleh perhatian dalam sistem pengelolaan hutanyang selama ini diterapkan.

    Pegunungan Cycloop merupakan salah satu kawasan konservasi di Papua yang ditunjuksebagai Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 56/Kpts/Um/1/1978tanggal 26 Januari 1978 dan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :365/Kpts-II/1987 tanggal 18 Nopember 1987 dengan luas 22.500 Ha.Penetapan kawasan tersebut sebagai kawasan lindung tentu dengan pertimbangan bahwa gunungcycloop merupakan tempat berlindung bagi beberapa satwa endemik papua dan juga satu-satunya

    sumber air bersih bagi seluruh lapisan masyarakat baik di Kabupaten maupun Kota Jayapura sertabeberapa fungsi lainnya. Namun akhir-akhir ini eksistensi cagar alam pegunungan Cycloopsedikit mengalami permasalahan yang pada akhirnya berdampak negatif juga terhadap aktifitas dankelangsungan hidup masyarakat.

    Menurut data dari World Wildlife Fund (WWF) Region Sahul Papua, bahwa Cagar AlamPegunungan Cycloop yang selama ini berfungsi sebagai penyangga dan daerah tangkapan airbeberapa tahun terakhir mengalami kerusakan akibat aktifitas warga masyarakat di sekitar kawasantersebut. Kerusakan yang terjadi saat ini bisa ditemukan dibeberapa lokasi antara lain di Waena,Skyaline, Ifar Gunung, Sereh, Pos Tujuh, Polomo, Kemiri, Doyo, Kodam Baru dan Angkasa Indah.

  • 8/10/2019 Jurnal Kerusakan Lingkungan

    3/12

    3

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Definisi HutanKata hutan merupakan terjemahan dari kata forrest (Inggris) yang berarti dataran tanah

    yang bergelombang dan dapat dikembangkan untuk kepentingan diluar kehutanan seperti

    pariwisata. Didalam hukum Inggris kuno, forrest (hutan) adalah suatu daerah tertentu yangtanahnya ditumbuhi pepohonan, tempat hidup binatang buas dan burung-burung hutan.Disamping itu, hutan juga dijadikan tempat perburuan, tempat istirahat dan tempat bersenang-senang bagi raja dan pegawai-pegawainya (Black, 1997).

    Menurut Dengler yang menjadi ciri hutan adalah : (1) adanya pepohonan yang tumbuhpada tanah yang luas (tidak termasuk savana dan kebun) dan (2) pepohonan tumbuh secaraberkelompok.

    Pengertian diatas, senada dengan definisi yang tercantum dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan. Didalam pasaltersebut, hutan diartikan sebagai suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon (yang ditumbuhipepohonan) yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati besertalingkungannya dan yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hutan.

    Dari beberapa definisi diatas, terkandung empat unsur penting dalam hutan yaitu : (1)

    unsur lapangan yang cukup luas (minimal1/4 hektar) yang disebut tanah hutan, (2) unsur pohon(kayu, bambu, palem), flora dan fauna, (3) unsur lingkungan dan (4) unsur penetapan pemerintah.

    B. Jenis jenis HutanDalam pasal 5 sampai dengan pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,ditetapkan empat jenis hutan yaitu berdasarkan statusnya, fungsinya, hutan berdasarkan tujuankhusus danhutan berdasarkan pengaturan iklim mikro, estetika dan resapan air.

    C. Manfaat HutanHutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam menunjang

    pembangunan bangsa dan negara. Hal ini disebabkan karena hutan dapat memberikan manfaatyang sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.Menurut Ngadung, ada dua manfaat hutan yaitu :

    a. Manfaat LangsungYang dimasksud dengan manfaat langsung adalah manfaat hutan yang dirasakan secara

    langsung oleh masyarakat. Misalnya penggunaan kayu untuk bahan bangunan, alat-alat rumahtangga, pembuatan perahu dan lainnya serta pemanfaatan hasil hutan non kayu seperti rotan,bambu, getah, buah-buahan untuk mendukung kehidupan manusia.

    b. Manfaat Tidak LangsungManfaat tidak langsung adalah manfaat hutan yang tidak langsung dinikmati oleh masyarakattetapi yang dapat dirasakan adalah keberadaan hutan itu sendiri.

    Pelestarian hutan terkait erat dengan pengelolaan hutan lestari, (Iskandar dkk, 2003)menyebutkan bahwa pengelolaan hutan lestari mengandung tiga dimensi utama untuk mewujudkankelestarian sumberdaya hutan, yaitu kelestarian fungsi ekologi, ekonomi dan sosial. Praktek

    pengelolaan hutan lestari merupakan wujud nyata atas keberlanjutan usaha di sektor kehutanan(dimensi kelestarian ekonomi) serta tinggi rendahnya kadar harmonis interaksi sosial budayadengan komunitas lokal (dimensi kelestarian fungsi sosial). Suhendang (2002) menjelaskankonsep pengelolaan hutan lestari mencakup hutan sebagai : (1) fungsi ekonomi merupakankeseluruhan hasil hutan yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusiadalam melakukan berbagai tindakan ekonomi, (2) fungsi ekologis merupakan bentuk jasa hutanyang diperlukan dalam memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan, dan (3) fungsi sosialbudaya merupakan barang dan jasa yang dihasilkan dari hutan untuk memenuhi kepentingan

  • 8/10/2019 Jurnal Kerusakan Lingkungan

    4/12

    4

    kebutuhan hidup masyarakat di sekitar hutan, serta berbagai fungsi yang diperlukan dalam rangkakegiatan pendidikan, pelatihan serta kegiatan budaya dan keagamaan.

    D. Kerusakan HutanKerusakan hutan yang terjadi di indonesia bukan merupakan sebuah issu yang sama sekali baru

    dalam konteks pembangunan kehutanan di Indonesia, artinya sinyalemen rusak dan hilangnyahutan sudah berlangsung sejak lama (Iskandar, dkk 2003). Berbagai catatan dan literatur telahmembuktikan bahwa aktivitas perusakan hutan di Indonesia telah berlangsung sejak zaman Prakemerdekaan dimana sejarah telahmencatat bagaimana proses pengrusakan hutan Jati di Jawa olehVOC, yang mana pada waktu itu berkuasa menentukan semua urusan perdagangan yangmenginginkan hasil produksi yang tinggi dari hutan Indonesia tanpa mempedulikan asaskelestarian.

    Kerusakan hutan dimulai ketika pemberian areal konsensi berupa hutan produksi di luar pulauJawa kepada para pemegang HPH, yang dimulai pada awal tahun 1970-an.Eksploitasi besar-besaran ini tanpa dipedomani oleh aturan yang jelas pada waktu itu, dan ketikahutan sudah mulai memasuki tahap kerusakan yang serius, baru dikeluarkan pedoman/aturan bakuuntuk eksploitasi hutan. Dengan pemaksaan percepatan produksi untuk menunjang pembangunanekonomi indonesia dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi, maka sudah dapat dipastikan

    kerusakan hutan yang lebih parah tidak dapat dihindari. Selain eksploitasi hutan yang sangatmerusak, masalah kebakaran hutan baik yang terjadi secara alamiah (kebakaran di lahan gambutdan lahan yang mengandung batu bara terutama di Sumatera dan Kalimantan), maupun akibat ulahmanusia turut memperparah kondisi hutan di Indonesia. Akibatnya hutan Indonesia rusak berat(Media Indonesia, 4 September 2002 .40,26 juta Ha hutan Indonesia rusak). Inilah persoalan besaryang harus dihadapi lembaga Kementerian Kehutanan dan jajarannya.

    Masalah kerusakan hutan di Indonesia ini tidak hanya dilansir oleh lembaga-lembaganasional tetapi juga telah disampaikan oleh berbagai kalangan / lembaga internasional seperti BankDunia (World Bank), yang mengemukakan bahwa kawasan hutan di kalimantan akan habis padatahun 2010. Penggambaran laju kerusakan hutan yang begitu tinggi juga dikemukakan olehberbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Jakarta yang mengemukakan laju kerusakanhutan ini dalam hitungan waktu per menit. Ini merupakan kenyataan yang sementara dihadapi olehbangsa indonesia dan bila kecenderungan ini tidak dapat dihentikan maka pada akhirnya Indonesia

    yang semula hijau akan berubah menjadi padang pasir manakala terjadi deforestasi (Iskandar, dkk,2004). Selanjutnya dikatakan bahwa ketidak mampuan membalik atau menghambat kondisi iniakan menghasilkan sebuah fenomena pada tahun-tahun mendatang yaitu keberadan sebuah lahanhutan tanpa hutan (Forestland without forest)atau hutan tanpa pepohonan (Forestwithout trees)dan sektor publik kehutanan akan melakukan manajemen hutan untuk hutan yang tidak ada (Forestmanagement of the non existent forest).

    Hutan rusak sudah tentu ada faktor penyebabnya. Selain itu pihak yang dikategorikan sebagaiperusak hutan juga beragam, mulai dari individu, kelompok bahkan negara melalui berbagaiaparaturnya. Pada tataran yang paling tinggi, sejak awal kerusakan hutan diyakini para pihakdisebabkan karena idiologi pembangunan kehutanan yang yang dianut negaralah yang justru telahmenyebabkan kerusakan hutan.

    Ideologi pembangunan kehutanan, yang keberhasilannya diukur dari tingkat pertumbuhanekonomi, merupakan sumber terjadinya kerusakan hutan, termasuk berbagai kebijakan kehutanan

    sebagai derivatif paradigma pembangunan. Intinya, hutan sebagai ekosistem direduksi makna danfungsinya hanya sebatas sebagai salah satu faktor produksi yang suatu saat akan habis (Iskandar,dkk, 2003). Apalagi dalam prakteknya, hutan hanya dipandang sebagai sumber komoditas yangsangat terbatas, yaitu sumber penghasil komoditas kayu yang hanya digunakan untuk memenuhikebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu (hasil hutan). Pada hal tidak sesempit itumanfaatnya, karena sesuai hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor,menunjukkan bahwa, persentasi potensi ekonomi sumberdaya hutan yang berwujud kayu hanyasebesar 5% dari keseluruhan nilai potensi hutan (IPB, 1999). Itu berarti bahwa selain kayu yanghanya bernilai 5% tersebut, hutan masih memiliki potensi lain yang jauh lebih besar yang meliputi

  • 8/10/2019 Jurnal Kerusakan Lingkungan

    5/12

    5

    sumber pangan, sumber energi dan bahan bakar, bioteknologi, biodiversitas (flora dan fauna),sumber obat-obatan serta fungsi ekologi, estetika dan sosial budaya. Fungsi-fungsi ini ada yangmerupakan fungsi yang sulit dinilai dengan uang (Intangible) oleh karena itu sering luput dariperhatian pemerintah maupun pihak-pihak yang berhubungan dengan hutan itu sendiri.

    Selanjutnya menurut Iskandar Untung dkk, kerusakan hutan yang terjadi di indonesia saat inidi sebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

    a.

    Penebangan Liar (Illegal Logging)Penebangan liar atau illegal logging disektor kehutanan dewasa ini sudah demikian

    dominan dalam praktek pengelolaan hutan di indonesia sehingga tidak heran kalau saat inibanyak media baik elektronik maupun cetak banyak melansir berita tentang peristiwa illegallogging. Bahkan banyak pihak yang meyakini bahwa kalkulasi volume kayu yang bersumberdari praktek illegal logging justru jauh lebih besar dari pada yang berasal dari leggal logging.Yang lebih memprihantinkan lagi, sektor publik kehutanan tidak mampu merumuskan jalankeluar untuk mengatasi masalah ini karena banyaknya pihak yang terlibat dalam upayapenanganan kegiatan malpraktek ini.

    Berdasarkan perhitungan Departemen Kehutanan, diperoleh data bahwa angkapenebangan liar mencapai 50,7 juta m3 per tahun dengan kerugian finansial sebesar Rp 30

    trilyun per tahun.

    b. Penyelundupan Kayu (Illegal Trade)Penyelundupan kayu atau illegal trade merupakan kegiatan yang langsung berkaitan

    dengan praktek illegal logging. Praktek penyelundupan kayu sebagai kelanjutan dari kisahkompleksitas dan ruwetnya masalah pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan diIndonesia di tiga era sekaligus yaitu era krisis ekonomi berkepanjangan, era reformasi dandesentralisasi yang setengah hati. Implikasinya bahwa realitas menggambarkan keberadaanberbagai Intitusi formal negara tidak berdaya sehingga sesuatu yang nyata-nyata ilegalkemudian di legalkan, sungguh ironis tetapi itulah yang tengah berlangsung.

    Dengan demikian maka tidak heran kalau saat ini penebangan liar sudah merambah kekawasan hutan lindung dan taman nasional. Ibarat dua sisi pada sekeping mata uang, bila adapraktek penebangan liar maka selalu diikuti dengan penyelundupan kayu.

    c.

    Kebakaran Hutan (Forest Fire)Bencana kebaran hutan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan

    hutan. Sebagaimana diketahui, bencana kebakaran hutan dan lahan merupakan peristiwarutin yang hampir sering terjadi di setiap musim kemarau. Dalam perspektif kerusakanhutan, kebakaran hutan merupakan salah satu faktor penyebab tingginya laju kerusakanhutan di Indonesia. Dalam polemik penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan, ada duapihak yang selama ini dituding bertanggung jawab terhadap kebakaran hutan yaitu (1)kelompok masyarakat yang selama ini menggunakan metode pertanian berladang berpindah-pindah yaitu tebas dan bakar (slash and burn), (2) pihak perusahaan ( baik HTI, perkebunandan perusahaan yang berbasis lahan lainnya).

    METODE PENELITIAN

    Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan studi kasus (case study) denganjenis penelitian deskriptif kualitatif yaitu menganalisis secara komprehensif tentang faktor-faktorpenyebab kerusakan hutan pada kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Pemilihan cagar alamcycloop sebagai obyek penelitian tentu dengan alasan bahwa kawasan ini merupakan daerahpenyangga dan tangkapan air bagi seluruh masyarakat di Kabupaten dan Kota Jayapura.

    Penelitian ini hanya difokuskan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja dan bagaimanafaktor-faktor tersebut menyebabkan kerusakan hutan pada kawasan cagar alam pegunungan

  • 8/10/2019 Jurnal Kerusakan Lingkungan

    6/12

    6

    cycloop sehingga di cari solusinya. Sedangkan data yang digunakaan adalah data perimer data datasekunder yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif melalui reduksi, penyajian dan penarikankesimpulan. Adapun penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan yaitu Agustus Oktober 2010.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

    Kabupaten Jayapura merupakan salah satu wilayah di Provinsi Papua yang terdiri dari 19Distrik / Kecamatan dan terletak diantara 139 Bujur Barat - 140 Bujur Timur dan 2 LintangUtara - 3 Lintang Selatan dengan luas wilayah 17.516,6 Km. Distrik Kaureh dengan luas4.357,9 km merupakan distrik terluas di Kabupaten Jayapura atau sekitar 24,88 persen dari luaskeseluruhan Kabupaten Jayapura dan Distrik Sentani Barat dengan luas wilayah terkecil yaitu129,2 km atau sekitar 0,74 persen dari keseluruhan luas wilayah Kabupaten

    Jumlah penduduk di Kabupaten Jayapura berdasarkan hasil proyeksi Badan Pusat Statistik(BPS) Kabupaten Jayapura adalah 121.693 orang yang terdiri dari 64.982 penduduk laki-laki dan556.711 penduduk perempuan. Dengan luas wilayah seluas 17.516,6 km berarti tingkat kepadatan

    penduduk di Kabupaten Jayapura adalah 6,95 jiwa / km.

    B. Profil Singkat Cagar Alam Pegunungan CycloopCagar Alam Pegunungan Cycloops merupakan salah satu kawasan konservasi di Papua

    yang ditunjuk sebagai Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor :56/Kpts/Um/1/1978 tanggal 26 Januari 1978 dan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan MenteriKehutanan Nomor : 365/Kpts-II/1987 tanggal 18 Nopember 1987 dengan luas 22.500 Ha. SecaraGeografis Cagar Alam Pegunungan Cycloops terletak pada 14530 BT dan 231 LS. Cagar AlamPegunungan Cycloops terletak memanjang dan membentang dari teluk merah ke arah timur.Gunung Rafeni merupakan puncak tertinggi dalam kawasan ini, ketinggiannya mencapai 1.880meter dpl. Secara adminitrtif Cagar Alam Pegunungan Cycloops terletak pada Distrik JayapuraSelatan Jayapura Utara, Sentani dan Depapre Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura ProvinsiPapua. Cagar Alam Pegunungan Cycloops sebelah utara dibatasi oleh laut Pasifik, sebelah selatan

    dibatasi oleh Kota dan Kabupaten Jayapura, sebelah timur dibatasi oleh Kota Jayapura dan sebelahbarat dibatasi oleh Distrik Depapre.

    Potensi Flora dan FaunaKawasan ini terdiri dari 5 tipe ekositem utama yaitu Hutan Hujan dataran rendah (Lowland

    Rainforest), Hutan Pegunungan (Mountain Forest), Hutan Sekunder (Secondary forest), PadangRumput (Grassland). Seluruh ekosistem merupakan ekosistem alami. Potensi Flora dalamkawasan ini adalah Pometia sp, Instia bijuga, Anisoptera sp, Dilennia sp, Dracontomelon sp,Firmiana sp, Callophylum sp, Myritica sp, Araucaria cuninghammi, Castanopsis sp, Querqus spp,

    Sapotaceae (Burcella magusun), Callophylum carii, Ficus spp dan Syzybium spp danbeberapa jenis Anggrek seperti Anggrek Hitam (Dendrobium lasianthera), Anggrek besi (D.violaceoflavens), Anggrek Jamrud Hitam (D. macrophyllum var. gigantheum), Anggrek JamrudKuning (D. macrophyllum A. rich), Anggrek Kuning (D. connotum), Anggrek Dasi (Bulbophyllum

    sp), Anggrek Nenas (D. smilliae), Anggrek Kelinci (D. antenatum), Anggrek Kantung(Paphiopedillum violascens).

    Potensi fauna yang ada antara lain Kakatua Raja (Pobosciger atterimus), Paradisea minor,Palanger sp, Lorius domicella, Cacatua galerita triton, Dendrolagus sp, Goura victoria,

    Ornitophera sp, Electus rotatus, Casuarius sp serta beberapa jenis Kelelawar. Salah satu jenishewan karnivora berkantong yang ditemukan di kawasan ini adalahDasyrys albopunctatus.

  • 8/10/2019 Jurnal Kerusakan Lingkungan

    7/12

  • 8/10/2019 Jurnal Kerusakan Lingkungan

    8/12

    8

    sehingga menggunakan kayu bakar sebagai perlengkapan memasak sehari-hari. Hal lain yangturut mempengaruhi adalah langkanya BBM khususnya minyak tanah beberapa tahun terakhirini membuat distribusi minyak tanah kepada masyarakat sangat sulit sehingga walaupun adakeluarga yang mempunyai kompor tetapi tidak bisa menggunakannya karena tidak ada minyaktanah.

    d.

    Pembangunan JalanDari hasil survey dilapangan diperoleh informasi bahwa sementara ini dibangun jalan raya

    yang akan menghubungkan beberapa lokasi baik di Kabupaten maupun Kota Jayapura yangrutenya akan melewati bahkan masuk dalam kawasan cagar alam pegunungan cycloop. Jalantersebut diantaranya meliputi :a. Ruas Jalan Skyline ke Perumnas IV Waena. Ruas jalan yang dibuat dari Skyline ke

    Perumnas IV Waena dibangun pada zona penyangga hingga masuk dalam kawasan cagaralam.

    b. Pembangunan ruas jalan dari Pasir VI menuju Ormu. Pembangunan jalan ini masuk dalamkawasan cagar alam.

    Dampak yang ditimbulkan dari pembangunan jalan ini adalah rusaknya habitat dan satwayang ada di kawasan tersebut serta banyak masyarakat yang akan bermukim disepanjang

    jalan tersebut dan sudah pasti melakukan aktifitas di dalam kawasan cagar alam cycloop.

    e. Penggalian Bahan Galian CKebutuhan akan bahan baku pembuatan jalan dan bangunan dari tahun ke tahun semakain

    meningkat. Bahan galian tersebut telah banyak digali secara illegal dan dijual kepada setiapkendaraan yang masuk untuk membelinya. Selain secara illegal juga digali oleh perusahaanyang memiliki ijin dari Dinas Pertambangan Provinsi Papua.

    Dari hasil survey dan wawancara dengan para pengumpul di beberapa lokasi penggalian,diperoleh informasi bahwa penggalian bahan material bangunan dilaksanakan dengan dasarkontrak bersama pemilik tanah atau ondoafi sebagai pemilik hak ulayat setempat. Penggalianillegal yang dilaksanakan oleh masyarakat secara perorangan pada umumnya terpusat padaaliran kali/sungai dengan lokasi kegiatan antara lain : di kiri kanan kali Kayabu, kali Jabawi,dan Kali Ular.

    f. Status Penguasaan Tanah/Lahan di dalam KawasanPeranan kebudayaan tradisional masih sangat kuat bagi masyarakat asli suku sentani yang

    pada umunya mendiami Kabupaten Jayapura. Sistem adat yang kuat ini turut mempengaruhisistem pemanfaatan lahan/tanah dan sumber daya alam yang lebih dikenal dengan Hak Ulayat.

    Kawasan hutan pegunungan cycloop telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai kawasancagar alam, namun bagi warga masyarakat suku sentani mengagnggap bahwa kawasan hutancagar alam pegunungan cycloop merupakan tanah adat yang merupakan hak ulayat mereka.

    Secara tidak langsung status kepemilikan atas tanah / hak ulayat masyarakat atas kawasancagar alam cycloop turut mempengaruhi upaya pengelolaan kawasan ini kedepan. Hal initerlihat dimana instansi terkait sudah melakukan upaya-upaya pemberdayaan masyarakatdisekitar kawasan, namun upaya ini tidak pernah berhasil karena banyak marga/klen yangmempunyai hak ulayat didalam kawasan sehingga kadang upaya pemberdayaan tersebut

    menimbulkan konflik sesama pemilik hak ulayat yang pada akhirnya berpengaruh kepadaberhentinya program pemberdayaan dari instansi terkait yang sudah berupaya untuk mencegahtingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan cagar alam cycloop.

    D. Strategi Pengendalian Kerusakan Hutan pada Kawasan Cagar Alam PegununganCycloop.

    Kegiatan pengelolaan Cagar Alam Cycloop tentu saja tidak berbeda jauh dengan pengelolaancagar alam secara umum di Indonesia namun disesuaikan dengan kondisi setempat. Agar

  • 8/10/2019 Jurnal Kerusakan Lingkungan

    9/12

    9

    eksistensi cagar alam Cycloop tetap terjamin maka diperlukan upaya pengelolaan yang yang tepatguna meminimalisir kerusakan yang ada. Untuk merencanakan kegiatan pengelolaan tersebut tentusaja juga diharapkan untuk mengatasi permasalahan atau kerusakan hutan yang terjadi di dalamkawasan CA. Cycloop.

    Beberapa kebijakan pengelolaan yang perlu dilakukan dalam rangka menekan tingkat

    kerusakan pada kawasan CA. Cycloop antara lain :1. Kampanye dan SosialisasiUpaya penanggulangan kerusakan hutan pada cagar alam cycloop yang dilakukan melalui

    kegiatan kampanye dan sosialisasi perlu dilakukan melalui beberapa media seperti media cetakdan elektronik, spanduk dan pembuatan baliho.Kegiatan kampanye dan sosialisasi melalui beberapa media sebagaimana tersebut diatas perlumemuat beberapa informasi penting seperti arti pentingnya hutan bagi kehidupan manusia,bahaya dan bencana alam bagi manusia dan penerapan hukum dan sanksi kepada pihak-pihakyang melakukan tindakan kerusakan didalam kawasan cagar alam cycloop. Untukmenyebarluaskan informasi tersebut, maka spanduk dan baliho hendaknya dipapampang padatempat-tempat umum yang sering dikunjungi masyarakat seperti pasar, mall dan sebagainya.Sedangkan melalui media cetak dan elektronik perlu dilakukan melalui koran dan stasiuntelevisi lokal seperti koran cenderawasih pos dan TOP TV Papua dan Televisi Mandiri Papua.

    2. Pemantapan KawasanPemantapan kawasan hutan perlu dilakukan melalui beberapa bentuk antara lain :

    a. Pemetaan situasi dan kondisi cagar alam cycloop seperti penyebaran tingkat kerusakan /degradasi serta kerawanan bencana longsor dan banjir pada kawasan cagar alam cycloop.Tujuannya adalah supaya masyarakat mengetahui dengan jelas lokasi-lokasi dan luas arealyang sudah rusak serta daerah yang rawan bencana.

    b. Rekonstruksi pal batas yaitu mengembalikan pal-pal batas kawasan yang sudah hilang ataurusak. Tujuannya adalah agar masyarakat dapat mengetahui dengan jelas batas-bataskawasan cagar alam cycloop sehingga tidak melakukan aktifitas didalam kawasan tersebut.

    c. Pemancangan papan pengumuman / peringatan disetiap titik-titik jalan yang rawankerusakan.

    3. Penanaman Pohon BatasTujuan dari kegiatan ini yaitu menanam pohon/tanaman sebagai pengganti pal batas

    sepanjang batas kawasan cagar alam cycloop. Jenis pohon/tanaman yang perlu ditanam adalah:a. Jenis tanaman kayu-kayuan seperti merbau, matoa, sengon dan cemara. Maksud dari

    menanam jenis kayu seperti ini adalah agar apabila kayu tersebut sudah besar makadipanen/ditebang oleh masyarakat sendiri dan tidak perlu lagi menebang kayu didalamkawasan.

    b. Jenis tanaman yang bersifat multi fungsi seperti pohon pinang, bambu dan buah merah.Mengingat jenis tanaman ini mempunyai banyak fungsi maka perlu ditanam disepanjangbatas kawasan. Sedangkan pola tanamnya harus pada batas luar kawasan. Penanamannyapun harus melibatkan masyarakat umum yang bermukim disepanjang batas kawasan. Halini perlu dilakukan agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial terhadap para pemilik hak

    ulayat disepanjang batas kawasan cagar alam.

    4. Pengamanan Cagar Alam CycloopDalam rangka melakukan pengamanan terhadap kawasan cagar alam cycloop, maka perlu

    dilakukan beberapa tindakan pengamanan sebagai berikut :a. Membentuk polisi hutan adat yang direkrut dari masyarakat setempat yang berasal dari

    kampung-kampung yang dilalui cagar alam cycloop. Hal ini perlu dilakukan mengingatada sebagian kawasan yang sangat susah aksesibilitasnya sehingga tidak pernah dikontrololeh polisi kehutanan dari BBKSDA Papua maupun Dinas Kehutanan.

  • 8/10/2019 Jurnal Kerusakan Lingkungan

    10/12

    10

    b. Memasang papan pengumuman dan larangan disekitar kawasan hutan.c. Melakukan pengawasan / patroli rutin ke setiap lokasi yang rentan terhadap kerusakan.d. Menerapkan sanksi yang jelas bagi yang melakukan pelanggarane. Pengembangan dan penguatan kelembagaan masyarakat disekitar kawasan hutan.

    5.

    Rehabilitasi Lahan KritisMerehabibilitasi lahan kritis pada kawasan penyangga cagar alam pegunungan cycloop.Tujuan dari kegiatan ini adalah menanam kembali lahan kritis yang ada sehingga berhutankembali.

    6.

    Pemberdayaan Ekonomi MasyarakatProgram pemberdayaan ekonomi masayarakat disekitar kawasan sangat penting sekali

    karena dengan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat disekitar kawasan, maka turutmengurangi tingkat ketergantungan/ pemanfaatan masyarakat didalam kawasan cagar alam.

    7.

    Pembentukan Kelompok Pecinta AlamMembentuk kelompok pencinta alam dan kader konservasi ditingkat kampung. Tujuannya

    adalah agar memperkenalkan anak-anak muda pada lingkungan dalam hal ini kawasan cagar

    alam sehingga ada rasa kepedulian terhadap kondisi cagar alam cycloop.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. KesimpulanDari uraian pembahasan penelitian ini, ada beberapa kesimpulan pokok yang diambil yaitu

    :1. Kerusakan hutan yang terjadi pada kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop di Kabupaten

    Jayapura pada umumnya disebabkan karena pemanfaatan lahan / konversi lahan olehmasyarakat dalam bentuk Pemukiman, Perladangan dengan sistem shifting cultivation(98%),Penebangan Kayu (64% kayu bakar, 26% bahan bangunan dan 5% dijual) , Penggalian BahanGalian c (61%), Pembangunan Jalan (ruas jalan Skyline - Perumnas IV dan Pasir VI Ormu)serta Status Kepemilikan Tanah / Hak Ulayat Masyarakat.

    2.

    Persepsi masyarakat terhadap keberadaan kawasan cagar alam pegunungan cycloop cukupbaik, namun karena tuntutan ekonomi dan kebutuhan hidup yang mendesak maka masyarakatterpaksa melakukan aktifitas di dalam kawasan cagar alam.

    3. Untuk mencegah kerusakan hutan yang terjadi pada kawasan cagar alam pegunungan cycloop,maka ada beberapa strategi pengelolaan kawasan guna mengendalikan kerusakan yang terjadiyang perlu dilakukan antara lain : kampanye dan Sosialisasi, Pemantapan Kawasan,Penanaman Pohon Batas, Pengamanan Cagar Alam Cycloop, Rehabilitasi Lahan Kritis,Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Pembentukan Kelompok Pecinta Alam.

    B. SaranUntuk mengendalikan dan menekan sekecil mungkin kerusakan yang terjadi pada kawasan

    cagar alam pegungan cycloop, maka saran kami adalah :1. Pemerintah dalam hal ini instansi terkait perlu menjalin hubungan kerja sama dengan lembaga

    adat / kepala-kepala suku dari masyarakat yang bermukim disekitar kawasan cagar alampegunungan cycloop dalam upaya pelestarian kawasan tersebut.

    2. Rekruitmen Polisi Khusus dari kampung dan bukan pegawai negeri sipil yang berasal darimasyarakat adat kampung disepanjang trayek batas kawasan cagar alam yang difasilitasidengan pelatihan dan ketrampilan polisi khusus serta diberikan tunjangan pembinaan setiapbulan.

    3. Dipertimbangakan untuk perlu relokasi masyarakat yang ada didalam kawasan cagar alampegungan cycloop ke lokasi yang layak untuk pemukiman.

  • 8/10/2019 Jurnal Kerusakan Lingkungan

    11/12

    11

    4. Pemerintah melalui Intansi terkait perlu menganggarkan biaya khusus untuk pemberdayaanekonomi masyarakat yang bermukim disekitar maupun didalam kawasan cagar alampegunungan cycloop.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 2002. Media Indonesia, 4 September 2002. Topik :40,26 juta Hektar Hutan IndonesiaRusak, Media Group Jakarta.

    Astuti N.S. 1990, Analisa Status Kesuburan Tanah Hutan dan Tanah Perladangan di PulauMansinam Kabupaten Manokwari, Fakultas Pertanian Unversitas Cenderawasih,Manokwari (tidak diterbitkan).

    Bungin B, 2001,Metode Penelitian Kualitatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

    Black C, Henry. 1979.Blacks Dictionary, Fifth Edition. St. Paul Minn : West Publishing Co.

    Badan Planologi Kehutanan, 2003, Kondisi Tutupan Lahan (Land Cover) Indonesia, DepartemenKehutanan RI, Jakarta.

    Barber C.V, 1999 Menyelamatkan Sisa Hutan di Indonesia dan Amerika Serikat, Yayasan OborIndonesia, Jakarta.

    Departemen Kehutanan, 2000, Pedoman Survey Sosial Ekonomi Kehutanan Indonesia,Departemen Kehutanan RI, Jakarta.

    Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 1999. Undang Undang Nomor 41 tahun 1999 TentangKehutanan. Departemen Kehutanan RI, Jakarta.

    Departemen Kehutanan, 1967, Undang-undang Nomor. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuanPokok Kehutanan, Departemen Kehutanan, Jakarta.

    Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch, 2001, Keadaan Hutan Indonesia, Forest WatchIndonesia dan Washington D.C. Global Forest Watch, Bogor

    HS. Salim, 2002,Dasar Dasar Hukum Kehutanan, Sinar Grafika, JakartaIsmawan. I, 1999,Resiko Ekologis dibalik Pertumbuhan Ekonomi, Media Pressindo, Yog yakarta.

    Iskandar. U, Ngadiono dan Nugraha. A, 2003. Hutan Tanaman Industri di Persimpangan Jalan,Arivco Press, Jakarta.

    Iskandar. U dan Nugraha. A, 2004, Politik Pengelolaan Sumber Daya Hutan Issu dan AgendaMendesak, Debut Press, Yogyakarta.

    Mambay B, http://www.cenderawasihpos.com/alamku/direktur-wwf-papua-kondisi-cagar-alam-cykloop-semakin memprihantinkan, diakses tgl 12 Juli 2010.

    Mampioper D, http://belanegarari.wordpress.com/2009/06/25/papua-hutan-tropis-terakhir-di-indonesia-yang-terancam-punah, diakses tanggal 12 Juli 2010.

    Nasution, S.,1988, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, BandungNgandung, I.B. 1976, Ketentuan Umum Pengantar ke Hutan dan Kehutanan di Indonesia, Ujung

    Pandang : Pusat Latihan Kehutanan.

    Petocz R.G., 1987, Konservasi Alam dan Pembangunan di Papua, Graffity Pers, Jakarta

    Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan RencanaPengelolaan Hutan.

    Team World Wildlife Fund (WWF), 1991, Cagar Alam Cycloop dan Permasalahannya, WWF,Jayapura

  • 8/10/2019 Jurnal Kerusakan Lingkungan

    12/12

    12

    Undang-undang Nomor. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    Undang-undang Nomor. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati danEkosistemnya.

    Utomo, Muhajir, Rifai E, Thahar A, 1992, Pembangunan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan,

    Universitas Lampung, Bandar Lampung.Weinstock, J.A. and Satyawan S. 1989. Review of shifting cultivation in Indonesia. DirectorateGeneral of Forest Utilization, Ministry of Forestry, Government of Indonesia andFood and Agriculture Organization of the United Nations, Jakarta.