jurnal kementerian sekretariat negara ri

13
rssN {907-699{ Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI PerencanaanPernbangunan,N6gicngl I' di Hotel Bidakara, Jakarta H. Susl/o Bambang Yudhoyono Menjadikan Peningkatan Peran Pada Pemeliharan Perdamaian Dunia Sebagai Bagian dari Prestasi Pembangunan SudiSilalahi Nation and Character Building di Bumi lndonesia H. Soemarno Soedarsono Mengefektifkan Pemberantasan Korupsi dengan UU KIP Budi Setiyono i Negara Republik lndonesia Dodik Ariyanto Reformasi Birokrasi Aparatur Negara Komarudin Gerakan Membangun Desa Sejahtera Mandiri, Bermartabat (Gema Desa Smart) H. Agus Ambo Djiwa lnggit Garnasih Pendamping Setia Soekarno di Era Pergerakan Kemerdekaan Dadan Witdan Galeri Kementerian Sekretariat Negara Rl Berpikir, Bertindak untuk Kepentingan Bangsa dan Negara

Upload: trinhxuyen

Post on 19-Jan-2017

244 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI

rssN {907-699{

Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI

PerencanaanPernbangunan,N6gicngl I'di Hotel Bidakara, JakartaH. Susl/o Bambang Yudhoyono

Menjadikan Peningkatan Peran Pada PemeliharanPerdamaian Dunia Sebagai Bagian dariPrestasi PembangunanSudiSilalahi

Nation and Character Building di Bumi lndonesiaH. Soemarno Soedarsono

Mengefektifkan PemberantasanKorupsi dengan UU KIPBudi Setiyono

iNegara Republik lndonesia

Dodik Ariyanto

Reformasi Birokrasi Aparatur NegaraKomarudin

Gerakan Membangun Desa SejahteraMandiri, Bermartabat (Gema Desa Smart)

H. Agus Ambo Djiwa

lnggit Garnasih Pendamping Setia Soekarnodi Era Pergerakan Kemerdekaan

Dadan Witdan

Galeri Kementerian Sekretariat Negara Rl

Berpikir, Bertindak untuk Kepentingan Bangsa dan Negara

Page 2: Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI

ISSN 1907-6991

Daftar IsiHalaman

i Editorial

1 Sambutan Presiden RI.Pada Acara Pembukaan Musyawarah perencanaanPembangunan Nasional di Hotel Bidakara, JakartaOleh H. Susilo Bambang yudhoyono

18 Menjadikan Peningkatan peran pada pemeliharaanPerdamaian Dunia Sebagai Bagian dari prestasi pembangunanOleh Sudi Silalahi

31 Nqtion and. Character Building di Bumi IndonesiaOleh H. Soemarno Soedarsono

70 Mengefektifkan Pemberantasan Korupsi dengan UU KIpOleh Budi Setiyono

81 Mengenal Lebih Dekat proses Lahirnya Konstitusi danIdeologi Negara Republik IndonesiaOleh Dodik Ariyanto

115 Reformasi Birokrasi Aparatur NegaraOleh Komarudin

764 Gerakan Membangun Desa Sejahtera, Mandiri, Bermartabat(Gema Desa Smart)Oleh H. Agus Ambo Djiwa

176 Inggit Garnasih Pendamping Setia Soekarno di EraPergerakan KemerdekaanOleh Dadan Wildan

Galeri Kementerian Sekretariat Negara RI

Page 3: Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI

Men$eiektifkan PemberantasanKoi$ i dengan UU KIP

Budi Setiyonol

Pengantar

Dalam satu dekade terakhir, banyak hal telah kita lakukan

untuk memberantas korupsi. Pada tataran strategis, kita telah

menciptakan berbagai produk hukum dan kelembagaan yang

kuat. Pada tataran praktis, pemberantasan korupsi yang

digelorakan oleh LSM, media massa, dan masyarakat umum

telah menyebabkan ribuan koruptor memenuhi ruang-ruangpengap penjara di hampir seluruh pelosok negeri'

Tapikorupsimasihterusterjadi.Ribuancalonkoruptorterusmengantridipojok-pojokkekuasaan.Terpilihnyabeberapa kiluarga koruptor dalam beberapa pilkada dan

keluar-masuknya tahanan (seperti dalam kasus Gayus keluar

dari tahanan tempo hari) seolah mengindikasikan bahwa semua

jerih payah kita untuk memerangi korupsi tidak memiliki efek

apapun.r D"*" I1r"" p.merintahan dan sekretaris Magister llmu Politik FISIP Universitas

Diponegoro,alumnusFlind'ersUniuersityofsouthAustalia(S2)danalrtinUniuersitgPerth Austratia (53).

No.23 I fahun2012Jurnal Kementerian Sekretariat Negara Rl I

Page 4: Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI

Apakah yang salah dengan kita? Ada tiga hipotesa yangmungkin bisa menjelaskan ironi ini. Pertama, bisa jadi ralryatmenilai hingar bingar pemberantasan korupsi selama inihanyalah drama yang para elite politik yang butuh pencitraanbelaka. Isu anti-korupsi dianggap hanya gincu, topeng, mantraretoris dan'gombal mukio'yang dieksploitir untuk jualan kecappolitisi dan melumpuhkan lawan politik. Pada tetaran empiricnyatanya semua partai bicara anti-korupsi sewaktu kampanye,tapi pada saat yang sama mereka juga tidak melakukanlangkah tegas untuk memberantas korupsi. Hasilnya retorikaanti-korupsi tak bermakna apa-apa: bagi ralryat memilih siapasaja hasilnya sama.

Kedua, fenomena ini bisa juga menunjukkan rendahnyarasa memiliki rakyat terhadap negara. Di mata mereka, negarahanyalah benalu yang menghisap dan menyengsarakan hidup.Negara tidak pernah hadir manakala dibutuhkan, melainkanhadir hanya manakala memungut pajak dan pungli. Akibatnya,rakyat seakan tidak peduli dengan nasib bangsanya sendiri.

Ketiga, walaupun aktifitas pemberantasan korupsimungkin merupakan sesuatu yang genuine, tapi bisa jadiperang itu dilakukan tanpa konsep dan strategi yang jitu danterukur. Strategi pemberantasan korupsi masih bersifat reaktifdan terjebak pada formalitas, seremoni dan protokoler.

Tujuan Perang Melawan KorupsiTujuan utama gerakan anti-korupsi, secara sederhana,

adalah pengurangan yang signifikan dalam prevalensi korupsidi sektor publik. Hal ini diperlukan untuk membedakan denganjelas dari tindakan seperti membuat peraturan, mendirikanlembagamelawan korupsi baru (seperti Kantor Ombudsman danKomisi Pemberantasan Korupsi), dan membawa individu korupke pengadilan. Keduajenis tindakan itu harus direkognisi hanyasebagai instrumen untuk mencapai hasil yang diinginkan, danbukan tujuan atau hasil itu sendiri. Dengan tetap tingginyaprevelensi korupsi, justru kita perlu khawatir akan kebenaranungkapan Tacitus "the more cort'ttpt the state, the more

NEGARAWAN

Jurnal Kementerran Sekretariat Negara Rl I No. 23 | fahun2012

Page 5: Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI

numerous the lauts. When the state is most corrttpt, thenthe lauss are most multiplied".

Secara analogis, kita bisa mengambil pengalaman negara-negara maju untuk memberantas penggunaan narkoba sepertiganj a, kokain dan heroin dengan membuat pasokan merekailegal.Institusi khusus seperti Drug Enforcement Agencg di AmerikaSerikat misalnya, dibentuk dan sering melakukan penangkapanpelaku ilegal obat-obat terlarang. Tetapi kenyataannya adaiahbahwa pasokan obat-obatan tidak pernah berhenti karenainsentif untuk terlibat dalam kegiatan ini tetap ada, sehinggamanakala ada pelaku dipenjara, ada orang lain yang siap untukmenggantikannya. Patah tumbuh hilang berganti. Banyak halyang sama berlaku korupsi di Indonesia. KPK dibentuk, danmereka telah berhasil memenjarakan banyak pejabat korup,

Namun prevelensi korupsi tetap tinggi dan, meskipun adasedikit penurunan, hal ini tidak sepenuhnya persuasive bagijangka panjang. Gambar 1, yang menyajikan peringkat denganskor Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index-CPI) masih menempatkan Indonesia di peringkat bawah denganskor yang sedikit lebih baik dari Vietnam dan Filipina, namundi bawah sebagian besar negara berperekonomian penting laindi Asia. Skor dan posisi yang sama masih tidak terlalu jauhdengan masa orde baru di tahun 1997.

Indonesia juga berbanding buruk dengan sebagianbesar negara-negara Asia pada salah satu aspek kuncidari Transparency International Barometer Korupsi Global.Terhadap pertanyaan survei 'Dalam 12 bulan terakhir, apakahanda atau orang yang hidup di rumah tangga Anda membayar

NEGARAWAN

dttd il Masa Demokrasi

lg,5:r0A l l

'99 '01 '02 '03 '04 '05 '06 '07 '08 '09 '10 '11

Score' i$ *aya:i'?r$..

1.7 1.9 1.9 1.9 2.0 2.2 2.4 z.J 2.6 2.8 2.8 3.0

Ranking *siq{i

r {liw 96/

99

oo/

91

96/

1021221

133

1 33/

146

1 50/

156

1 30/

163

143t

179

1261

180

111t

180

1 10/

176

1 00/

183:rl!|6 ':q6:

Sumber: TII

I No.23 | Tanun2012

Page 6: Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI

suap dalam bentuk apapun?', sebanyak 29ok rnenjawab dalamafirmatif - proporsi yang jauh lebih tinggi dibandingkan negaradi kawasan Asia Pasifik selain Kamboja. Selain itu, proporsipelaporan telah melakukan suap telah meningkat dari hanya73o/o dan IBVo pada tahun masing-masing di tahun 2OO4 dan2006.

Pada bukti ini, prevalensi korupsi dari apa yangmerupakan indikator langsung tidak hanya tinggi tapimeningkat, tidak menurun. Hal ini menimbulkan pertanyaanapakah hasil survei tentang persepsi korupsi Indonesia yangtahun belakangan menurun telah terdistorsi oleh retorika anti-korupsi pemerintah, dan oleh pemenjaraan para pejabat bejad.Dengan kata lain, nampaknya persepsi itu hanya merupakansinyal keyakinan publik bahwa "sesuatu sedang dilakukanuntuk menangani korupsi", tapi sama sekali tidak menunjukkanbahwa sebenarnya kasus korupsi menurun.

Ada orang-orangyang naif percaya bahwa Soeharto adalahpenyebab korupsi, dan mengeluarkan dia dari kekuasaanakan dengan sendirinya menyebabkan korupsi berakhir. Haiini sama naifnya untuk membayangkan bahwa pembentukanKPK dan memenjarakan ratusan pejabat bisa menghentikankorupsi. Nyatanya tidak! Para koruptor tetap menjadi penguasa,dan calon-calon koruptor baru siap mengantri di sudut-sudutpintu kekuasaan. Hal ini menjadikan prestasi yang besar darigerakan anti-korupsi yang digelorakan masyarakat sipil tampakagak sia-sia. Terlepas dari kemenangan berbagai pertempuran,tampaknya telah sedikit atau tidak ada kemajuan dalam perangitu sendiri.

Apakah perang melawan korupsi telah kehilangan intinya?Saya kiraj awabnnya YA apabila program pemberantasan korupsigagal membuat analisis yang fundamental terhadap penyebabkorupsi. Mereka mengatributkan perilaku korup tersebut,secara implisit, dengan kelemahan moral pada bagian individuyang bersangkutan, dan solusi untuk masalah ini adalahdiformulasikan dalam bentuk menghukum perilaku korup.Alasan yang mendas ari adalah b ahwa j ika sej umlah pej abat yang

NEGARAWAN

Jurnal Kementerian Sekretariat Negara Rl I No. 23 | fahun2012

Page 7: Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI

korup cukup bisa dipenjara, korupsi akan mulai menghilang.Argumen ini sesungguhnya memiliki beberapa masalah.Ketika perilaku korup telah menjadi endemic dan mengakar,pendekatan ini hanya seperti orang tebang pohon: semakinditebang, tunas akan semakin tumbuh rimbun. Pendekatan initentu hanya mengancam kepentingan para pejabat, sehinggasemakin digencarkan upaya menghukum pejabat yang korup,semakin kuat pula serangan balasan dari lembaga yanganggotanya menghadapi kemungkinan kehilangan pendapatankeseluruhan dan penjara. Upaya perubahan undang-undangyang berkaitan dengan pengurangan kewenangan KPK oleh DPR(Patunru dan von Luebke 2010: 9-10), dan upaya para pejabatpolisi untuk mengebiri KPK, harus dilihat dalam ini konteks ini(Baird dan Wihardja2Ol0: 145). Oleh karena itu, pemberantasankorupsi yang efektif harus menyentuk akar-akar korupsidan membongkarnya secara tuntas, serta menghilangkanground (tempat) korupsi tumbuh dan berkembang.

Penyebab Korupsi

Korupsi yang endemik sesungguhnya adalah produk daritatanan sosial politik yang amburadul.

Perilaku korup sesungguhnya merupakan konsekuensitak terelakkan dari buruknya praktek manajemen dalamsektor publik. Pertama, hampir tidak ada kompetisi untukposisi dalam pekerjaan pemerintahan (berbeda dengan dengansektor swasta, di mana keberhasilan perusahaan tergantungpada penunjukan orang terbaik untuk pekerjaan itu). Praktissiapa saja boleh menduduki jabatan apa saja. Tidak hanya itu,tidak ada pula rekrutmen dari luar untuk menduduki pos didalam - bahkan ketika ketrampilan tertentu (dalam bidang-bidang seperti akuntansi, hukum dan teknologi informasi)dibutuhkan untuk melaksanakan tugas*tugas kunci. Dengankata lain, hampir setiap posisi harus diisi dari jajaran instansiyang lebih rendah dalam - dan bahkan kemudian ada semacampenekanan pada senioritas belaka. Terlebih lagi dalam jabatanpolitik, rekruitmen seringkali didasari oleh persekongkolan elittertentu.

Jurnal Kementerian Sekretariat Negara Rl I No. 23 | fahun2012

Page 8: Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI

Kedua, hanya ada sedikit upaya untuk memastikan bahwajumlah remunerasi pejabat sektor publik secaraumum sebandingdengan dengan rekan mereka di sektor swasta. Remunerasiformal (gaji pokok ditambah tunjangan) pada umumnya jauhlebih kecil dari tarif remunerasi pegawai swasta. Dalam konteksini, mencari pekerjaan di sektor publik sesungguhnyairrationalsecara ekonomi. Namun dalam kenyataannya, jumlah lulusanbaru yang mencari pekerjaan ke sektor publik jauh melebihijumlah posisiyang tersedia, sehingga banyakyang menggunakansuap, hubungan keluarga, dan atau koneksi golongan untukmendapatkan pekerjaan. Satu-satunya penjelasan yang jelasuntuk fenomena ini adalah bahwa pelamar berharap bahwapendapatan karir mereka akan secara signifikan melebihihak formal mereka. Sementara banyak dari mereka mungkintidak membayangkan keterlibatan langsung dalam interaksikorup di masa depan. Sejauh penerimaan dari berbagai jenispenghasilan tambahan hanya dalam jumlah remunerasi yangsebanding dengan rekan-rekan mereka di sektor swasta, hal inibiasanya tidak dianggap sebagai perilaku korup. Hal itu cukupdisebut sebagai "economic self-defence', mengingat kegagalanpemerintah untuk memenuhi kewajiban untuk menggajikaryawan mereka dengan gaji yang adil dan wajar sepadandengan pekerjaan dan tanggung jawab ' (sebagaimana diaturdalam UU 431 1999 pasal 7). Jika anggaran operasional instansipemerintah tidak memadai cukup untuk memberikan gaji yangadil dan wajar, satu-satunya cara untuk mengatasi hal iniadalah melalui korupsi. Dan adalah jelas bahwa bila pejabatmampu menemukan cara-cara illegal untuk menghasilkandana tambahan, mereka akan tetap korupsi walaupun telahmelampui titik di manajumlah pendapatan formal dan informalmereka sesuai dengan tingkat sektor swasta. Dengan demikian,secara luas diketahui bahwa banyak pejabat tinggi telah menjadisangat kaya selama karir mereka (Synnerstrom 2OO7: 169).Merekalah yang selama ini terancam oleh pendekatan anti-korupsi yang berfokus hampir secara eksklusif pada tindakanpunitive terhadap mereka yang bersalah karena pelanggaranaturan.

NEGARAWAN

Jurnal Kementerian Sekretariat Negara Rl I No. 23 | Tahun2012

Page 9: Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI

Ketiga, kita juga masih menutup mata bahwa korupsi diranah politik adalah disebabkan oleh biaya politik tinggi dalamproses pilpres, pemilu dan pilkada. Biaya itu sama sekali tidaksebanding dengan jumlah penghasilan yang mungkin diterimapara pejabat public secara legal. Sehingga, seberapapun jumlahanggota DPR/D, gubernur, dan bupati yang dipenjara, selamabiaya pemilu dan pilkada masih melebihi biaya investasi parapolitisi, korupsi akan terus berjalan.

Keempat, korupsi yang endemik adalah buah dari polaredistribusi kekayaan nasional yang tidak adil dan transparan.Hal ini bisa diibaratkan seperti kebiasaan orang Indonesia yangmembuat tendon air di setiap rumah karena ketidakpastian danpemerataan yang adil dalam pelayanan air. Mereka terpaksamenumpuk harta melalui korupsi sebagai cara untuk membuat'social security'karena negara lalai menanggung beban ratrryatketika berhadapan dengan kondisi-kondisi emergencA.

Kelima, korupsi hampir dipastikan selalu terjadi dirLlang gelap. Seseorang berani bertindak secara tidak jujurdan korup karena dia yakin bahwa tidak ada orang lain yangmelihat perbuatan mereka. Informasi yang tidak terbukabisa memudahkan para pejabat melakukan manipulasi danperselingkuhan kebijakan yang merugikan kepentinganrakyat. Sampai awal 2010, negara kita tidak memiliki dasarkonstitusional untuk menjamin keterbukaan informasi publiksehingga para pejabat memiliki keleluasaan untuk bertindakmenyimpang. Publik tidak memiliki instrumen dan jaminanhukum untuk mengontrol penyelenggaraan pemerintahan danpengelolaan sumber daya publik.

Berbagai faktor diatas itu tentu saja diperkuat olehmasih bercokolnya budaya patrimonial yang kuat dalammasyarakat kita. Budaya ini pada intinya selalu menempatkanpara pemimpin (baca: pejabat) sebagai patron yang dianggapselalu baik dan benar sehingga control sosial sangat lemah.Akibatnya, kesalahan dan penyimpangan j arang yang terkoreksi.

NEGARAWAN,--.,:--*;;; -;-,.-:".;

fahun 2012Jurnal Kementerian Sekretariat Negara Rl I No

Page 10: Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI

Pentingnya Keterbukaan InformasiHak atas informasi adalah suatu hal yang sangat penting

dalam demokrasi. Dengan makin terbukanya penyelenggaraannegara, maka semakin mudah bagi publik untuk mengawasipemerintah dan berpartisipasi dalam kebijakan pubiik, sertamendorong berjalannya proses penyelenggaran negara yangakuntable.

Hak rakyat untuk mendapatkan informasi publiktelah mendapatkan legitimasi secara konstitusional, dengandisahkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentangKeterbukaan Informasi Publik (KIP)yang mulai berlaku sejak 1

Januari 2O1O. Dalam Undang-Undang ini, setiap warga negaratelah dijamin haknya untuk mengakses informasi tentangrencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakanpublik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasansuatu keputusan publik.

Penerapan UU KIP memberikan angin segar terhadapusaha pemberantasan korupsi. Selama ini, para penggiatantikorupsi mampu membongkar kasus korupsi denganmelakukan bermacam manuver untuk mendapatkandokumen yang diperlukan dalam membongkar berbagaikasus. Keberanian itu muncul tanpa ada jaminan UUuntuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. DenganUU yang mewajibkan pejabat publik untuk memberikaninformasi secara jujur kepada setiap pertanyaan warganegara, maka para pegiat anti-korupsi akan semakin memilikikesempatan untuk mendapatkan bukti-bukti otentik terhadapkemungkinan-kemungkinan tindak kriminal dari para pejabat.Sesuai dengan amanat Pasal 7 ayat 1, UU ini mengatur bahwa"setiap Badan Publik (BP) wajib menyediakan, memberikandan atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawahkewenangannya kepada pemohon informasi publik, selaininformasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan,,. Sertapada ayat 2 dikatakan: 'Badan Publik wajib menyediakaninformasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan,,.UU KIP juga mewajibkan BP untuk memberikan jawaban

NEGARAWAN

Jurnal Kementerian Sekretariat Negara Rl I No.23 | Tahun2012

Page 11: Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI

terhadap suatu permintaan informasi harus diberikan paiinglambat 10 hari.

Kesimpulan

Korupsi di sektor publik merupakan konsekuensi darilemahnya manajemen dalam sektor pemerintah dan tingginyabiaya politik yang tak sebanding dengan remunerasi' Sehinggawalaupun mekanisme untuk menyelidiki tuduhan korupsi danmenghukum mereka yang terbukti terlibat di dalamnya adalahpenting, mekanisme ini tidak mampu memberantas korupsiyang endemik.

Oleh karenanya, untuk membawa penurunan yangsignifikan dalam prevalensi korupsi, kita perlu mengalihkanpenekanan kepada persoalan-persoalan yang lebih mendasar.Salah satunya adalah dengan menciptakan landasankonstitusional bagi hak publik memperoleh keterbukaaninformasi adalah salah satu carayang dipandang penting untukmengawasi perilaku menyimpang para penyelenggara negara.

Akan tetapi, produk hukum seperti UU KIP adalah alatyang bersifat passive. Fungsi dan daya gunanya terletak padamasyarakat sebagai pengguna UU itu. Oleh karena itu, kitaperlu terus mendorong dan mendukung masyarakat agarmereka memiliki semangat dan enerry yang cukup untukmemanfaatkan dan mengawal implementasi UU ini denganbaik.

NEGARAWAN

Jurnal Kementerian Sekretariat Negara Rl I No. 23 I fahun2012

Page 12: Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI

Referensi

Aspinall, E. (2005) Opposing Suharto: Compromise,R e sist ance, and Re gime Chang e in Indonesia, Stanford Unive rsityPress, Stanford CA.

Baird, Mark and Wihardja, Maria Monica (2010) 'survey ofrecent developments', Bulletin of Indonesian Economic Studiesa6 Q): 143-70.

Hannzah, J. A. (2 0 0 5 ) P erb anding an P emb e r ant as an K o rup sidi Berbagai Negara, Sinar Grafika, Jakarta.

ICW (Indonesia Corruption Watch) (2008) CorntptionAssess me nt and Compliance [uith the] Unite d N ations Conu entionAgainst Comtption (UNCAC)-2OO3 in Indonesian Lanu, (ICW),Jakarta, available at <http://www.antikorupsi.org/docs/independentreport-uncac-eng. pdf>.

Kingsbury, D. (2005) The Politics of Indonesia, 3rd ed.,Oxford University Press, Melbourne.

Landell-Mills, P. (2006) Towards a fairer world: Why iscorruption still blocking the way? Goals, themes and outcomes,Paper presented at the 12th International Anti-corruptionConference, Guatemala City and Antigua, Guatemala, 15-18November.

Mcleod, Ross H. (forthcoming) 'Institutionalized publicsector corruption: a legacy of the Soeharto franchise', in TheState and Illegalitg in Indonesia, eds Edward Aspinall and Gerryvan Klinken, KITLV, Leiden.

Patunru, Arianto A., and Von Luebke, Christian (2010):'Survey of recent developments', Bulletin of Indonesian BconomicStudies a6 Q,):7-31.

PGRI (Partnership for Governance Reform in Indonesia)(2006) Fighting Comtption from Aceh to Papua: 1O Stories onCorntption Eradication in Indonesia, PGRI, Jakarta.

Stephens, Matt, Farouk, Peri Umar and Rinaldi, Taufik (eds)(2006) Keadilan Tak Bisa Menunggu: Studi Kasus Masgarakat

NEGARAWAN

Jurnal Kementerian Sekretanat Negara nt ; - iiio. ZZ l" inui-ni)

Page 13: Jurnal Kementerian Sekretariat Negara RI

Desa Mendorong Tegaknga Keadilan, World Bank Justice forthe Poor Project, Jakarta.

Synnerstrom, Staffan {2OO7) "lhe civil service: towardsefflciency, effectiveness and honesty', in Indonesia: DemocracAand the Promise of Good Gouernance, eds Ross H. Mcleodand Andrew Maclntyre, Institute of Southeast Asian Studies,Singapore 159-77.

UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan InformasiPublik (KIP).

NEGARAWAN"""'^.'.^'.Jurnal Kementerian Sekretariat Negara Rl I No. 23

|Taiun 2012