jurnal ilmiah tinjauan yuridis tindak pidana ......pembahasan dalam penelitian ini penyusun akan...
TRANSCRIPT
JURNAL ILMIAH
TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM
JABATAN OLEH NOTARIS BERDASARKAN PASAL 374 KUHP
(PUTUSAN NOMOR 54/PID.B/2016/PN.MTR)
Oleh :
M. ALAWI PAJDUANI
D1A 014 195
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2019
Halaman Pengesahan Jurnal Ilmiah
TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM
JABATAN OLEH NOTARIS BERDASARKAN PASAL 374 KUHP
(PUTUSAN NOMOR 54/PID.B/2016/PN.MTR)
Oleh :
M. ALAWI PAJDUANI
D1A 014 195
Menyetujui,
TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM
JABATAN OLEH NOTARIS BERDASARKAN PASAL 374 KUHP
(PUTUSAN NOMOR 54/PID.B/2016/PN.MTR)
M. Alawi Pajduani
D1A 014 195
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap notaris yang melakukan penggelapan dalam jabatan
dan penerapan pidananya. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan
pendekatan perundang-undangan, konseptual dan kasus. Bahan hukum yang
digunakan primer, sekunder dan tersier dengan melakukan studi kepustakaan.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penafsiran. Berdasarkan hasil
penelitian Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap notaris yang
melakukan penggelapan dalam jabatan adalah Alasan yuridis dan alasan Non
Yuridis. Penerapan pidana terhadap notaris ynag melakukan penggelapan dalam
Jabatan di dalam putusan Nomor 54/PID.B/2016/PN.MTR terlalu ringan yaitu
pidana penjara selama 6 bulan, pidana tersebut jauh dari ancaman pidana yang ada
pada Pasal 374 KUHP yaitu pidana penjara paling lama adalah 5 tahun.
Kata Kunci : Tindak Pidana. Penggelapan. Notaris
JURIDICAL REVIEW OF CRIMINAL ACTION IN THE POSITION BY
NOTARY BASED ON ARTICLE 374 KUHP (VERDICT NUMBER
54/PID.B/2016/PN.MTR)
Abstract
This study aims to determine the consideration of judges in imposing
criminal acts against a notary who committed embezzlement in office and
criminal application This research is normative legal research with a legal,
conceptual and case approach. Legal materials used primary, secondary and
tertiary by conducting library studies. The analysis used in this study is
interpretation. Based on the results of the study The consideration of the judge in
imposing a sentence against a notary who committed embezzlement in office was
a juridical reason and a non-judicial reason. The criminal application of a notary
who commits embezzlement in a position Number 54/PID.B/2016/PN.MTR is too
low, namely imprisonment for 6 months, the crime is far from the criminal threat
contained in Article 374 of the Criminal Code, namely the longest imprisonment
is 5 years old.
Keywords: Crime. Embezzlement. Notary
i
I. PENDAHULUAN
Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh Negara, memiliki jabatan
yang bertugas dan berwenang dalam pembuatan akta autentik yang diberikan
kewenangan oleh undang-undang, namun dalam pembuatan akta autentik ada
kemungkinan notaris melakukan penggelapan. Seperti yang terjadi pada
peristiwa yang terdapat dalam putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor
54/PID.B/2016/PN.MTR. Dimana dalam amar putusan hakim menyatakan
bahwa notaris tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana penggelapan karena jabatan dengan mendapatkan upah dan
menjatuhkan pidana terhadap notaris tersebut dengan pidana penjara selama 6
(enam) bulan. Dari putusan hakim tersebut seharusnya notaris dikenakan
ancaman sesuai ketentuan yang tercantum dalam Pasal 374 KUHP dengan
ancaman pidana lima tahun penjara,
Berdasarkan uarian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut: 1) bagaimanakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap notaris yang melakukan penggelapan dalam jabatan didalam Putusan
Nomor 54/PID.B/2016/PN.MTR ?, 2) Bagaimanakah penerapan pidana
terhadap notaris yang melakukan penggelapan dalam jabatan di dalam Putusan
Nomor 54/PID.B/2016/PN.MTR ?.
Adapun manfaat dan kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini
adalah : Manfaat Akademis, Penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat
penyelesaian studi pada Strata Satu (S1) fakltas hukum Universitas Mataram.
Manfaat Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
ii
ilmu pengetahuan terhadap kejahatan hukum khususnya dibidang hukum
Kenotariatan. Manfaat Praktis, diharapkan dapat bermanfaat bagi ara praktisi
hukum atau para aparat penegak hukum, dalam rangka penanganan perkara
tindak pidan penggelapan dalam jabatan
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Penelitian
hukum noramtif yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji
peraturan perundang-undangan yang berlaku atau diterapkan terhadap suatu
permasalahan hukum tertentu. Penelitian hukum normatif sering kali disebut
dengan penelitian doktrinal, yaitu penelitian yang objek kajiannya adalah
dokumen peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan,
konseptual dan kasus. Dalam Penelitian ini jenis bahan hukum yang dipakai
terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Tehnik/cara
memperoleh data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen.
Metode analisis yang digunakan penyusun dalam penelitian ini dianalisis
dengan interpretasi atau penafsiran.
iii
II. PEMBAHASAN
Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Notaris Yang
Melakukan Penggelapan Dalam Jabatan Didalam Putusan Nomor
54/PID.B/2016/PN.MTR
Proses peradilan berakhir dengan putusan (vonis) yang didalamnya
terdapat penjatuhan sanksi pidana (penghukuman), dan di dalam putusan itu
hakim menyatakan pendapatnya tentang apa yang telah dipertimbangkan dan apa
yang menjadi amar putusannya. Sebelum sampai pada tahapan tersebut, ada
tahapan yang harus dilakukan sebelumnya, yaitu tahapan pembuktian dalam
menjatuhkan pidana terhadap terdakwa.
Seorang hakim dalam menemukan hukumnya diperbolehkan untuk
bercermin pada yurisprudensi dan pendapat para ahli hukum terkenal (doktrin).
Hakim dalam memberikan putusan tidak hanya berdasarkan pada nilai-nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat, hal ini dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (1)
UU No. 40 tahun 2009 yaitu: “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.
Hakim berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman dalam proses peradilan pidana berperan sebagai
pihak yang memberikan pemidanaan dengan tidak mengabaikan hukum atau
norma serta peraturan yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana diatur dalam
Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 sebagai berikut: “Hakim dan
Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum
dan rasa keadilan yang hidup dan berkembangan dalam masyarakat.”
iv
Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dapat digunakan
sebagai bahan analisis tentang orientasi yang dimiliki hakim dalam menjatuhkan
putusan juga sangat penting untuk melihat bagaimana putusan yang dijatuhkan itu
relevan dengan tujuan pemidanaan yang telah ditentukan. Secara umum dapat
dikatakan, bahwa putusan hakim yang tidak didasarkan pada orientasi yang
benar, dalam arti tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan yang telah ditentukan,
justru akan berdampak negatif terhadap proses penanggulangan kejahatan itu
sendiri dan tidak akan membawa manfaat bagi terpidana.
Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam
menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung
keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu
juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga
pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat.1
Dasar hakim dalam menjatuhkan putusan pengadilan perlu didasarkan
kepada teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil
penelitian yang maksimal dan seimbang dalam tataran teori dan praktek. Salah
satu usaha untuk mencapai kepastian hukum kehakiman, di mana hakim
merupakan aparat penegak hukum melalui putusannya dapat menjadi tolak ukur
tercapainya suatu kepastian hukum.
Apabila di lihat dari unsur-unsur perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa,
hakim menimbang pada perkara nomor 54/PID.B/2016/PN.MTR merupakan
kasus tindak pidana penggelapan bukan pencurian. Adapun unsur-unsurnya yang
1 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2004, hlm.140
v
ada pada Pasal 374 KUHP, penyusun akan menganalisanya sebagai berikut : a)
Unsur Barang Siapa : Dalam perkara ini yang menjadi orang selaku subyek
hukum adalah terdakwa Eti Susanti SH., MKn. b) Unsur Dengan Sengaja Dan
Melawan Hukum Memiliki Sesuatu Barang Yang Seluruhnya Atau Sebagian
Adalah Kepunyaan Orang Lain Dan Barang Itu Ada Dalam Kekuasaannya Bukan
Karena Kejahatan ; Menurut penyusun kesengajaan dalam perbuatan terdakwa
dipengaruhi oleh kehendak terdakwa sendiri yang di mana dalam hal ini terdakwa
melakukan tindak pidana penggelapan dengan cara terdakwa mengambil sejumlah
uang tersebut tanpa seijin atau tiada perstujuan dari para saksi yaitu salah satunya
saksi bernama Sang Made Puanya. Terdakwa telah sengaja mengambil uang
tersebut dengan alasan bahwa terdakwa belum di bayar oleh para saksi dalam
pekerjaannya, lalu terdakwa menggunakannya untuk keperluan pribadinya. Bahwa
perbuatan terdakwa tersebut tidak sesuai dan melanggar syarat-syarat atau
ketentuan yang telah ditentukan dalam perjanjian kerjasama antara pemilik tanah
dengan terdakwa. c) Unsur Dilakukan Oleh Orang Yang Memegang Barang Itu
Berhubungan Dengan Pekerjaannya Atau Jabatannya Atau Karena Mendapat
Upah : Berdasarkan putusan tersebut, bahwa terdakwa selaku Notaris/PPAT yang
dipercaya oleh saksi-saksi untuk melakukan pembuatan akta jual beli tanah
dengan mendapatkan pembayaran atau gaji, sehingga dengan demikian hubungan
terdakwa dengan para saksi ada hubungan kerja, dengan demikian unsur ini telah
tepenuhi dan terbukti kepada terdakwa.
Dalam Pasal 197 KUHAP menyebutkan syarat putusan pemidanaan,
apabila suatu putusan tidak memenuhi syarat yang ada dalam pasal 197 maka
vi
putusan tersebut batal demi hukum, dalam putusan No. 54/PID.B/2016/PN.MTR
syarat-syarat putusan yang ada dalam pasal 191 telah terpenuhi. Majelis Hakim
menjatuhkan pidana kepada terdakwa Eti Susanti terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan karena jabatan
dengan mendapat upah.
Dengan adanya Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman telah memberikan kebebasan untuk hakim dalam menetapkan atau
menjatuhkan putusan sesuai dengan pertimbangan hukum dan nuraninya. Hakim
selain harus mendasarkan diri pada Peraturan Perundang-undangan, tetapi juga
harus memperhatikan perasaan dan pendapat umum masyarakat. Dengan
perkataan lain sedapat mungkin putusan hakim harus mencerminkan kehendak
perundang-undangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Oleh karena
itu, dalam dasar pertimbangan menentukan berat atau ringannya pidana yang akan
diberikan kepada terdakwa, harus selalu didasarkan kepada asas keseimbangan
antara kesalahan dengan perbuatan melawan hukum terdakwa.
Penerapan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Dalam
Jabatan Oleh Notaris Dalam Putusan Nomor 54/PID.B/2016/PN.MTR.
Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar
dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang tidak
mungkin dipertanggungjawabkan dan dijatuhi pidana kalau tidak mempunyai
kesalahan. Pertanggungjawaban pidana dalam bahasa asing di sebut sebagai
“toereken-baarheid”, “criminal reponsibilty”, “criminal liability”,
pertanggungjawaban pidana disini di maksudkan untuk menentukan apakah
vii
seseorang tersebut dapat di pertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak
terhadap tindakan yang dilakukannya itu.2
Pembahasan dalam penelitian ini penyusun akan memaparkan dan
menganalisis kasus tindak pidana penggelapan dalam jabatan oleh notaris dalam
Putusan Nomor 54/PID.B/2016/PN.MTR., adalah sebagai berikut :
Kasus Posisi
Pada awalnya pada tanggal 27April 2012 Sdr. I GUSTI AYU PUTU
CHANDRY PUNAR, SH telah diberikan kuasa dengan akta kuasa untuk menjual
tanah dengan No. 20 dan 27 tanah milik Sang Made Puanya untuk menjual
sebidang tanah seluas 50 are yang dibagi menjadi 2 kapling dengan masing-
masing seluas 25 are yang lokasinya di Gili meno Desa Gili Indah Kec. Pemenang
Kab. Lombok Utara kepada Sdr. Maurizio dan istrinya melalui terdakwa Eti
Susanti, SH., Mkn. uang hasil pembayaran jual beli tanah yang sudah diterima
oleh terdakwa Eti Susanti, SH.M.Kn dari Maurizio melalui transfer tahap II yang
seharusnya diteruskan kepada Sang I Made Puanya uang sebesar 50.000 Euro atau
sama dengan Rp. 682.950.000,- dan terdakwa Eti Susanti, SH.M.Kn hanya
memberikan kepada I Made Puanya Sebesar Rp. 662.478.000,- dan masih ada sisa
sebesar Rp. 20,472.000,- dan selanjutnya ditransfer tahap III kerekeningnya Eti
Susanti, SH.M.Kn menerima pengiriman uang sebesar Rp. 271.025.000,- tetapi
Eti Susanti, SH.M.Kn hanya menyerahkan sebesar Rp. 212.025.000,- sehingga
masih terdapat sisa Rp. 59.000.000,- jadi uang pembayaran tahap II dan III yang
masih belum dibayarkan oleh terdakwa Eti Susanti, SH.M.Kn adalah sebesar Rp.
2 S.R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya, Cet IV, Alumni
Ahaem-Peteheam , Jakarta, 2006, hlm .245
viii
79.472.000,- dan I Made Puanya selaku pemilik tanah terus menagih kepada
terdakwa namun terdakwa memberikan alasan bahwa rekeningnya bocor sehingga
uangnya hilang.
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Dalam Putusan Nomor 54/PID.B/2016/PN.MTR terdakwa diajukan oleh
Jaksa Penuntut Umum ke persidangan dengan dakwaan alternatif sebagai berikut :
Kesatu : Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Atau Kedua : Pasal 374
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Selanjutnya penuntut umum mengajukan tuntutannya yang dibacakan di
persidangan pada tanggal 27 Juli 2016 yang pada pokoknya menuntut agar
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram yang memeriksa dan mengadili
perkara ini memutuskan : 1. Menyatakan terdakwa Eti Susanti SH., Mkn terbukti
bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan atau hubungan
kerja sebagaimana di atur dalam Pasal 374 KUHP; 2. Menjatuhkan pidana
terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan; 3.
Menetapkan agar terdakwa di bebani membayar biaya perkara sebesar Rp.
2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah).
Amar Putusan
Berdasarkan surat dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum serta
menimbang fakta-fakta yang terjadi selama persidangan, dimana terdakwa
dikenakan dakwaan kedua, dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 374
KUHP, majelis hakim mengadili : a) Menyatakan terdakwa Eti Susanti SH., Mkn.
ix
Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“penggelapan karena jabatan dengan mendapat upah”; b) Menjatuhkan pidana
terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan; c)
Memerintahkan pidana tersebut tidak perlu dijalani terdakwa kecuali apabila di
kemudian hari dengan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap
diberikan perintah lain atas alasan bahwa sebelum masa percobaan selama 1 (satu)
tahun berakhir telah dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana, d)
Membebankan biaya perkara kepada terdakwa tersebut sebesar Rp. 2.500,00 (dua
ribu lima ratus rupiah);
Analisa Penyusun
Penggelapan dengan pemberatan dalam KUHP diatur dalam pasal 374
KUHP. Sebagaimana yang diatur dalam tindak pidana penggelapan yang lain
bahwa tindak pidana penggelapan dengan pemberatan ini adalah tindak pidana
penggelapan dalam pokok yang karena ada unsur-unsur lain yang memberatkan
ancamaman pidananya menjadi berat. Dalam tindak pidana penggelapan ini
disebut juga sebagai tindak pidana penggelapan yang dikualifikasi.
Dari ketentuan pasal di atas terlihat bahwa terhadap penggelapan dalam
pemberatan ini di ancam dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara. Jadi
sistem ancaman pidananya yaitu pidana tunggal yaitu hanya pidana penjara dari
jenis pidananya, kemudian dari segi lamanya hukuman paling lama 5 tahun
dengan minimal 1 hari. Artinya bahwa hakim mempunyai kebebasan untuk
menjatuhkan pidana antara 1 (satu) hari dan paling lama 5 (lima) tahun, ketentuan
1 hari ini dapat di lihat pada Pasal 12 Ayat 2 KUHP, yang menyatakan bahwa :
x
Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling
lama lima belas tahun berturut-turut.
Dari kasus yang telah dijelaskan di atas, jaksa penuntut umum mendakwa
terdakwa dengan pidana 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan penjara, hal tersebut ini
dapat dimaklumi mengingat dari ancaman pidananya adalah 5 (lima) tahun, oleh
sebab itu maka penuntut umum menuntut terdakwa dengan 2 tahun 6 bulan,
penuntutan tersebut adalah setengah dari ancaman pidana maksimum yang ada
pada Pasal 374 yaitu 5 tahun dengan mempertimbangkan hal-hal yang
memberatkan serta meringankan dari perbuatan terdakwa yaitu terdakwa
menyangkal perbuatannya, terdakwa belum pernah di hukum dan terdakwa belum
menerima sebagian biaya atas jasanya sebagai notaris. Melihat hal-hal yang
memberatkan serta meringankan dari perbuatan terdakwa maka menurut penyusun
adalah wajar ketika penuntut umum menuntut terdakwa dengan pidana penjara 2
tahun 6 bulan.
Menurut penyusun hukuman yang dijatuhkan oleh hakim jauh lebih ringan
dari ancaman pidana yang terdapat pada Pasal 374 KUHP yaitu 5 tahun penjara.
Apabila di lihat dari perbuatannya seharusnya hakim menjatuhkan pidana sesuai
dengan tuntutan jaksa penuntut umum yaitu 2 tahun 6 bulan penjara atau pidana
maksimal 5 tahun penjara karena perbuatan yang dilakukan terdakwa adalah
perbuatan yang menyangkut dengan penyalahgunaan jabatan yang mengancam
kredibiltas profesi dari seorang Notaris dan merugikan masyarakat yang dilayani.
Hal ini seharusnya lebih diperhatikan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap pelaku penggelapan dengan pemberatan.
xi
Dengan dijatuhkannya pidana yang ringan seperti di dalam putusan hakim
ini, maka tidak ada bedanya antara pidana penggelapan biasa dengan penggelapan
dalam pemberatan, padahal pembentuk undang-undang mengancam pidana yang
lebih berat terhadap orang yang melakukan penggelapan dengan jabatan
dibandingkan dengan penggelapan biasa. Dengan dijatuhkannya pidana yang berat
terhadap pelaku penggelapan dengan pemberatan, maka orang-orang yang akan
melakukan perbuatan tersebut lebih takut dan berpikir lagi untuk melakukan
perbuatan yang sama sebab perbuatan tersebut telah diancam dan dijatuhkan
pidana yang berat.
Dengan dijatuhkannya pidana yang berat terhadap pelaku penggelapan
karena jabatan, maka tujuan dari pemidanaan berdasarkan teori relatif (teori
tujuan) bisa tercapai yaitu untuk memperbaiki terdakwa serta memberi rasa takut
terhadap masyarakat luas secara umum agar tidak melakukan tindak pidana yang
sama.
Maka dari itu, penerapan sanksi pidana terhadap terdakwa tidak dimaksud
untuk pembalasan perbuatan yang dilakukan, penerapan pidana disamping bersifat
memperbaiki terdakwa agar tidak melakukan perbuatan lagi dan meyadari
kesalahan, juga dimaksudkan memberikan peringatan agar orang lain tidak
melakukan seperti yang dilakukan terdakwa.
xii
III. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian penyusun tersebut di atas, maka penyusun menarik
kesimpulan yaitu : 1. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap
notaris yang melakukan penggelapan dalam jabatan didalam Putusan Nomor
54/PID.B/2016/PN.MTR. berdasarkan pertimbangan yuridis yaitu berupa surat
dakwaan, keterangan saksi, keterangan terdakwa dan alat bukti sehingga
terbuktinya perbuatan yang didakwakan yaitu terpenuhinya semua unsur yang
terdapat di dalam Pasal 374 KUHP, serta pertimbangan non yuridis yaitu hal-hal
yang memberatkan dan meringankan terdakwa yaitu dalam keadaan yang
memberatkan terdakwa menyangkal perbuatannya dan keadaan yang meringankan
terdakwa belum pernah di hukum, terdakwa belum menerima sebagian biaya atas
jasanya sebagai notaris.; 2. Penerapan pidana terhadap tindak pidana penggelapan
dalam Jabatan oleh Notaris dalam putusan Nomor 54/PID.B/2016/PN.MTR
bahwa pasal yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum terhadap terdakwa
terlah terbukti melakukan tindak pidana penggelapan dengan jabatan yang ada
pada unsur-unsur Pasal 374 KUHP, di mana majelis hakim menjatuhkan putusan
berdasarkan isi surat putusan pemidanaan yang ada pada Pasal 197 KUHAP serta
putusan yang dijatuhkan oleh hakim terlalu ringan yaitu pidana penjara selama 6
bulan, pidana tersebut jauh dari ancaman pidana yang ada pada Pasal 374 KUHP
yaitu pidana penjara paling lama adalah 5 tahun.
xiii
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan sebagai berikut adalah 1.
Hendaknya hakim mempertimbangakan kerugian masyarakat dan kerugian pelaku
di dalam menjatuhkan pidana terhadap Notaris yang menyalahgunakan jabatan ; 2.
Hendaknya Hakim menjatuhkan pidana yang lebih berat kepada pelaku agar
menimbulkan efek jera.
xiv
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2004,
Sianturi, S.R, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya, Cet IV,
Alumni Ahaem-Peteheam , Jakarta, 2006,
Undang-Undang
Mahkaman Agung RI, 2006, Pedoman Perilaku Hakim (Code Of Conduct)
Kode Etik Hakim dan Makalah berkaitan, Pusdiklat MA RI.
Moeljatno, 2014. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), PT Bumi
Aksara, Jakarta.
Soerodibroto R. Soenarto,2003. KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi
Mahkamah Agung dan Hoge Raad, Edisi Kelima, Raja Grafindo,
Jakarta.
Soesilo R,1994. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Kuhp) Serta
Komentarkomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor.
Undang-undang tentang Kekuasaan kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009, LN
No. 157 Tahun 2009. Citra Umbara. Bandung.