jurnal ilmiah bertani, vol. 13. no. hal. 1-78 makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim...

18
Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894 1 PENERAPAN SISTEM AGRIBISNIS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI JAGUNG DI KABUPATEN MAROS Andi Amran Asriadi Program Studi Agribisnis Pertanian, Universitas Muhammadiyah Makassar Email: [email protected]/ [email protected] Abstrak Penerapan sistem agribisnis meliputi subsistem sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan pasca panen, dan pemasaran produk. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui mekanisme sistem pendamping terhadap pengembangan agribisnis di Kabupaten Maros; (2) mengetahui penerapan sistem agribisnis pada petani jagung baik yang menggunakan pendamping maupun mandiri; dan (3) besaran tingkat pendapatan agribisnis jagung pada tingkat petani. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik wawancara. Pengambilan sampel ditentukan berdasarkan teknik penyampelan acak sederhana dengan jumlah representatif sampel sebesar 15% dari total responden di dua desa penelitian, sehingga jumlah responden sebanyak 52 orang. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang dianalisis secara deskriptif-kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pendampingan responden petani jagung dengan pemberdayaan petani melalui subsistem agribisnis hulu, subsistem usahatani, pengolahan hasil, dan pemasaran petani jagung dalam hal pendampingan di Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros masih perlu ditingkatkan produksi agar pendapatan petani dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Tingkat pendapatan rerata petani jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida sebesar 214.610 kg.ha-1 dengan total biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp. 5.075.687.5 ha-1. Harga jagung hibrida pipil kering yang berlaku pada saat penelitian berlangsung adalah Rp. 2.500 kg-1, sehingga total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 10.317.788 ha-1. Hasil pendapatan petani memperlihatkan jumlah keuntungan yang diperoleh sebesar Rp.5.242.101. Penelitian ini juga menemukan pengaruh nyata penerapan subsistem agribisnis hulu, usahatani, pengolahan hasil, dan pemasaran secara serempak terhadap pendapatan petani. Jadi, secara parsial sistem agribisnis hulu, budidaya, pengolahan dan usahatani dalam hal pendampingan responden berpengaruh nyata terhadap pendapatan, sedangkan subsistem pemasaran tidak berpengaruh nyata dalam hal pendampingan responden. Kata Kunci: penerapan sistem agribisnis, pendapatan petani jagung

Upload: others

Post on 09-Nov-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

1

PENERAPAN SISTEM AGRIBISNIS TERHADAP PENINGKATAN

PENDAPATAN PETANI JAGUNG DI KABUPATEN MAROS

Andi Amran Asriadi

Program Studi Agribisnis Pertanian,

Universitas Muhammadiyah Makassar

Email: [email protected]/

[email protected]

Abstrak

Penerapan sistem agribisnis meliputi subsistem sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan

pasca panen, dan pemasaran produk. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui mekanisme sistem

pendamping terhadap pengembangan agribisnis di Kabupaten Maros; (2) mengetahui penerapan sistem

agribisnis pada petani jagung baik yang menggunakan pendamping maupun mandiri; dan (3) besaran

tingkat pendapatan agribisnis jagung pada tingkat petani. Penelitian ini menggunakan metode survei

dengan teknik wawancara. Pengambilan sampel ditentukan berdasarkan teknik penyampelan acak

sederhana dengan jumlah representatif sampel sebesar 15% dari total responden di dua desa penelitian,

sehingga jumlah responden sebanyak 52 orang. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder

yang dianalisis secara deskriptif-kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

mekanisme pendampingan responden petani jagung dengan pemberdayaan petani melalui subsistem

agribisnis hulu, subsistem usahatani, pengolahan hasil, dan pemasaran petani jagung dalam hal

pendampingan di Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros masih perlu ditingkatkan produksi agar

pendapatan petani dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Tingkat pendapatan rerata petani

jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan

usahatani jagung hibrida sebesar 214.610 kg.ha-1 dengan total biaya produksi yang dikeluarkan sebesar

Rp. 5.075.687.5 ha-1. Harga jagung hibrida pipil kering yang berlaku pada saat penelitian berlangsung

adalah Rp. 2.500 kg-1, sehingga total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 10.317.788 ha-1. Hasil

pendapatan petani memperlihatkan jumlah keuntungan yang diperoleh sebesar Rp.5.242.101. Penelitian

ini juga menemukan pengaruh nyata penerapan subsistem agribisnis hulu, usahatani, pengolahan hasil,

dan pemasaran secara serempak terhadap pendapatan petani. Jadi, secara parsial sistem agribisnis hulu,

budidaya, pengolahan dan usahatani dalam hal pendampingan responden berpengaruh nyata terhadap

pendapatan, sedangkan subsistem pemasaran tidak berpengaruh nyata dalam hal pendampingan

responden.

Kata Kunci: penerapan sistem agribisnis, pendapatan petani jagung

Page 2: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

2

PENDAHULUAN

Agribisnis adalah suatu usaha tani yang

berorientasi komersial atau usaha bisnis

pertanian dengan orientasi keuntungan. Salah

satu upaya yang dapat ditempuh agar dapat

meningkatkan pendapatan usahatani ádalah

dengan penerapan konsep pengembangan

sistem agribisnis terpadu, yaitu apabila sistem

agribisnis yang terdiri dari subsistem sarana

produksi, subsistem budidaya, subsistem

pengolahan dan pemasaran dikembangkan

secara terpadu dan selaras. Agribisnis

merupakan cara baru melihat pertanian dalam

arti cara pandang yang dahulu dilaksanakan

secara sektoral sekarang secara intersektoral

atau apabila dahulu dilaksanakan secara

subsistem sekarang secara sistem (Saragih,

2001).

Fungsi–fungsi agribisnis mengacu

kepada semua aktivitas mulai dari pengadaan,

prosesing, penyaluran sampai pada pemasaran

produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani

atau agroindustri yang saling terkait satu sama

lain. Dengan demikian, agribisnis dapat

dipandang sebagai suatu sistem pertanian yang

memiliki beberapa komponen subsistem yaitu,

sub sistem agribisnis hulu, usaha tani, sub

sistem pengolahan hasil pertanian, subsistem

pemasaran hasil pertanian dan sub sistem

penunjang, dan sistem ini dapat berfungsi

efektif bila tidak ada gangguan pada salah satu

subsistem (Said, dkk, 2001), Pemberdayaan

Masyarakat adalah proses dimana masyarakat

khususnya mereka yang kurang memiliki akses

kepada sumberdaya pembangunan didorong

untuk semakin mandiri dalam mengembangkan

perikehidupan mereka (Suryana,2003).

Jagung merupakan tanaman pangan

yang tumbuh melalui benih. Benih memberi

andil besar dalam usaha peningkatan produksi

tanaman, disamping faktor-faktor produksi

lainnya. (Adisarwanto dan Yustina, 2002).

Jagung mempunyai peluang untuk

dikembangkan karena perannya untuk bahan

pangan sebagai sumber karbohidrat dan

protein, disamping itu juga berperan sebagai

bahan pakan ternak, bahan baku industri dan

rumah tangga (Ditjen Tanaman Pangan, 2002).

Permintaan jagung mempunyai kecenderungan

meningkat sejalan dengan meningkatnya

jumlah penduduk dan industri. Di tingkat dunia

permintaan akan jagung juga semakin

meningkat, sulit didapat dan mahal harganya,

karena pengekspor jagung terbesar

di dunia seperti Amerika Serikat telah

mengurangi ekspornya karena kebutuhan

dalam negerinya semakin meningkat,

khususnya untuk industri bioetanol. Indonesia

dalam perdagangan jagung dunia adalah

sebagai net importir. Dimana, impor jagung

selama kurun waktu 1990-2003 rata-rata 750

ribu ton per tahun, sehingga kebijakan

pengembangan sentra pertanaman jagung

nasional sangat diperlukan untuk mengatasi

permasalahan tersebut. Jagung merupakan

tanaman pangan yang tumbuh melalui benih.

Menurut Adisarwanto dan Yustina (2002),

benih memberi andil besar dalam usaha

peningkatan produksi tanaman, disamping

faktor-faktor produksi lainnya.

Potensi Pengembangan Jagung di

Sumatera Selatan Potential Development of

Cultivation in South Sumatra. Hasil penelitian

menunjukkan permintaan jagung terus

meningkat sejalan dengan meningkatnya

jumlah penduduk dan industri. Upaya

pemenuhannya dapat dilakukan dengan

peningkatan produktivitas melalui kegiatan

ekstensifikasi dan intensifikasi pertanaman

jagung. Data statistik memperlihatkan bahwa

luas panen maupun produksi jagung

di Sumatera Selatan selama periode 2000-2012

sangat fluktuatif tetapi memiliki

kecenderungan meningkat sejak tahun 2006.

Luas lahan yang sesuai untuk pengembangan

jagung di Sumatera Selatan yakni sebesar

898.877 ha. Luasan ini terdiri dari luas lahan

intensifikasi (205.709 ha), lahan ekstensifikasi

(159.444 ha) dan lahan diversifikasi (533.724

ha). Demplot BPTP Sumatera Selatan di lahan

pasang surut menunjukkan produktivitas yang

Page 3: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

3

signifikan. Pada tahun 2010, demplot PTT

jagung di Desa Mulyasari Kec. Tanjung Lago

Kab. Banyuasin menunjukkan hasil Bima 4

(8,8 t/ha), Bima 5 (8,3 t/ha), dan Bisi 2 (8,4

t/ha), sedangkan pada tahun 2011 demplot PTT

jagung di Desa Banyuurip Kec. Tanjung Lago

Kab. Banyuasin menunjukkan hasil Bima 3

(11,27 t/ha) dan Sukmaraga (8,13 t/ha) (Rudy

Soehendi, 2013).

Sistem Produksi Dan Potensi

Pengembangan Jagung Di Kabupaten Pasaman

Barat. Budidaya tanaman jagung di kabupaten

Pasaman Barat dengan sitem tanpa olah tanah

dengan menggunakan herbisida, pemakaian

pupuk yang berlebihan dan panen dengan

system bakar. Produksi jagung tertinggi di

kabupaten Pasaman Barat terjadi pada tahun

2009 sebesar 364.287 ton dengan luas panen

44.793 ha dan produktivitas 6,99 ton/ha, pada

tahun 2010 terjadi penurunan produksi menjadi

220.761 ton dengan produktivitas 6,3 ton/

karena terjadinya penurunan luas panen

menjadi 33.757 ha. Dan pada tahun 2011,

produksi jagung kembali normal dengan

produksi 286.078 ton dengan luas panen

44.360 ha. Potensi lahan yang dapat

dimanfaatkan untuk usahatani jagung mencapai

142.850 ha yang didominasi tanah gambut dan

mineral masingmasing seluas 7.550 ha dan

16.550 ha. Hasil B/C ratio diketahui bahwa

setiap Rp 1,0 uang yang dikeluarkan petani

akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 1,57

atau dengan menggunakan uang sebesar

Rp 5.630.000,-/ha dalam usaha tani akan

memberikan keuntungan sebesar Rp

8.860.000,-/ha. Bila masa pertanaman jagung 4

bulan maka pendapatan petani jagung per

bulannya sebesar Rp 2.215.000,- (Yulmar

Jastra, 2005).

Pengembangan Komoditas Jagung

cukup cerah bila dikelola secara intensif dan

komersial berpola agribisnis. Permintaan pasar

dalam negeri dan peluang ekspor komoditas

jagung cenderung meningkat dari tahun ke

tahun, baik untuk memenuhi kebutuhan pangan

maupun nonpangan. Dalam perekonomian

nasional, jagung penyumbang tebesar kedua

setelah padi dalam subsektor tanaman pangan.

Sumbangan jagung terhadap Produk Domestik

Bruto (PDB) terus meningkat setiap tahun,

sekalipun pada saat krisis ekonomi. Pada tahun

2000, kontribusi jagung dalam perekonomian

nasional mencapai Rp. 9,4 triliyun dan pada

tahun 2003 meningkat menjadi Rp. 18,2

triliyun. Kondisi demikian mengindikasikan

besarnya peranan jagung dalam memacu

pertumbuhan subsektor tanaman pangan dan

perekonomia nasiona secara umum

(Zubachtirodin, dkk. 2006). Pengembangan

hasil pertanian (jagung) menjadi produk susu

jagung dan kerupuk jagung menunjukkan

bahwa 100% mitra kerja dapat membuat susu

jagung dan kerupuk jagung serta melakukan

pengemasan dengan baik. Produksi susu jagung

dan kerupuk jagung yang dihasilkan pada

pelatihan produksi menarik dan dapat

dikembangkan. Bahan dasar produk yaitu

jagung segar mudah didapatkan di desa Rasau

Jaya (Agato, 2011).

Prospek dan strategi pengembangan

jagung untuk mendukung ketahanan pangan

di Maluku. Peluang pengembangan jagung di

Maluku untuk mendukung ketahanan pangan

nasional sangat prospektif karena didukung

oleh ketersediaan lahan kering yang luas dan

teknologi yang siap diaplikasikan. Dari total

luas lahan kering 853.250 ha, lahan yang telah

diusahakan untuk jagung baru 11.998 ha dan

palawija selain jagung 21.099 ha, sehingga

tersisa 820.153 ha yang berpotensi untuk usaha

tani jagung (Andriko Noto Susanto, 2005).

Analisa kelayakan finansial

pengembangan usaha produksi komoditas

lokal: mie berbasis jagung dari analisa finansial

diperoleh hasil net present value bernilai positif

sebesar Rp 32.668.709,00. Internal rate of

return sebesar 59,19% menunjukkan bahwa

tingkat pengembalian lebih besar dari tingkat

suku bunga bank yang ditentukan. Payback

Period selama 13 bulan apabila asumsi yang

direncanakan terpenuhi, index sebesar 1,01 dan

rasio B/C sebesar 1,3 lebih dari 1 sehingga dari

Page 4: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

4

segi finansial rencana usaha mie jagung layak

dijalnkan. Analisa sensitivitas menunjukkan

bahwa penurunan pendapatan 5% dan kenaikan

biaya operasional 5% sangat berpengaruh

terhadap kelayakan proyek. Pertimbangan

kriteria investasi di atas menunjukkan bahwa

kegiatan usaha produksi mie jagung instan

layak untuk dijalankan selama proyek berjalan

sesuai dengan asumsi dan parameter teknis

yang ditentukan (Parama Tirta Wulandari

Wening Kusuma, 2014).

Menurut Mosher (1991), pendapatan

merupakan produksi yang dinyatakan dalam

bentuk uang setelah dikurang biaya yang

dikeluarkan selama kegiatan usaha tani.

Menurut Aukley (1983), pendapatan seseorang

individu di definisikan sebagai jumlah

penghasilan yang diperoleh dari jasa–jasa

produksi yang diserahkan pada suatu atau

diperolehnya dari harta kekayaannya,

sedangkan pendapatan tidak lebih dari pada

penjumlahan dari semua pendapatan individu.

Hubungan biaya dengan pendapatan dapat

diperhitungkan untuk seluruh usaha tani

sebagai satu unit selama periode tertentu,

misalnya pada musim tanam. Dalam hal ini

semua biaya semua produksi dijumlahkan

kemudian dibandingkan dengan pendapatan

yang diperoleh (Hadisaputro, 1985).

Menurut Soekartawi, dkk (1994),

pendapatan keluarga mencerminkan tingkat

kekayaan besarnya modal yang dimiliki petani.

Pendapatan yang besar mencerminkan dana

yang besar dalam usahatani, sedangkan

pendapatan yang rendah dapat menyebabkan

menurunnya infestasi dan upaya pemupukan

modal, pendapatan bersih petani hasil kotor

dari produksi yang dinilai dengan uang

kemudian hasil kotor tersebut dikurangi dengan

biaya produksi dan biaya pemasaran.

Kindangen (2000) menyatakan bahwa

pendapatan usahatani merupakan ukuran

penghasilan yang diterima oleh petani dari

usahataninya. Dalam analisis usahatani,

pendapatan petani digunakan sebagai indikator

penting karena merupakan sumber utama

dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-

hari.pendapatan usahatani perupakan selisih

antara penerimaan dengan biaya produksi, baik

produksi yang tidak tetap maupun biaya

produksi tetap.

Sudjarmoko (1999) mengatakan bahwa

masalah pokok yang dihadapi petani adalah

rendahnya tingkat pendapatan akibat

produktivitas tanaman rendah, harga jual

produk yang fluktuatif belum efisisensinya

proses produksi serta naiknya biaya produksi.

Harga merupakan salah satu faktor penting

dalam produksi pertanian karena sangat

berpengaruh terhadap petani produsen.

Menguraikan dan membagi pendapatan

usahatani menjadi dua, yaitu pendapatan kotor

usahatani (gross farm income) dan pendapatan

bersih usahatani (net farm income). Pendapatan

kotor usahatani yaitu nilai produk total

usahatani dalam jangka waktu tertentu yang

meliputi seluruh produk yang dihasilkan baik

yang (1) dijual, (2) dikonsumsi rumah tangga

petani, (3) digunakan dalam usahatani seperti

untuk bibit atau makanan ternak, (4) digunakan

untuk pembayaran, dan (5) untuk disimpan

(Soekartawi, 1995).

Pendapatan usahatani adalah total

pendapatan bersih yang diperoleh dari seluruh

aktivitas usahatani yang merupakan selisih

antara total penerimaan dengan total biaya

yang dikeluarkan (Hadisapoetra, 1979).

Pendapatan adalah hasil bersih dari kegiatan

suatu usahatani yang diperoleh dari hasil bruto

(kotor) dikurangi biaya yang digunakan dalam

proses produksi dan biaya pemasaran

(Mubyarto, 1991).

Kelompok tani jagung di kabupaten

Maros maupun kabupaten lainnya,

perkembangan usaha taninya tidak berkembang

kearah peningkatan pendapatan, karena petani

memiliki komitmen yang tinggi terhadap

keuntungan, melainkan hanya berorientasi

terhadap produksi. Usahatani yang berorientasi

pada produksi berarti kurang memperhatikan

komoditi yang sesuai, tingkat permintaan,

mutu/kualitas, kontinuitas serta kurang

Page 5: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

5

memperhatikan peluang pasar sehingga

hasilnya statis. Permasalahan tersebut antara

lain disebabkan oleh tidak efisiennya usaha tani

yang dilakukan, serta kurangnya akses

teknologi pada tingkat petani.

Disamping itu iklim investasi yang

belum kondusif bagi para investor untuk

menanamkan modalnya di bidang agribisnis.

Kondisi tersebut secara tidak langsung terjadi

karena lemahnya kelembagaan pada tingkat

petani, serta kurang intensifnya penetrasi

inovasi teknologi pada tingkat petani.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemikiran dan teori yang melatar

belakangi penelitian ini, permasalahan

penelitian ini dirumuskan dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme sistem

pendampingan terhadap pengembangan

agribisnis jagung di Kabupaten Maros?

2. Bagaimana penerapan sistem agribisnis pada

petani jagung baik yang menggunakan

pendampingan maupun mandiri yang

meliputi subsistem sarana produksi,

budidaya, penanganan dan pengolahan

pasca panen, dan pemasaran produk?

3. Berapa besar tingkat pendapatan agribisnis

pada tingkat petani jagung?

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian meliputi jawaban

permasalahan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui mekanisme sistem

pendamping terhadap pengembangan

agribisnis di Kabupaten Maros;

2. Untuk mengetahui penerapan sistem

agribisnis pada petani jagung, baik yang

menggunakan pendamping maupun mandiri

yang meliputi subsistem sarana produksi,

budidaya, penanganan dan pengolahan

pasca panen, dan pemasaran produk; dan

3. Untuk mengetahui besaran tingkat

pendapatan agribisnis pada tingkat petani

jagung.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan

Tanralili Kabupaten Maro. Pemilihan lokasi

ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan

bahwa daerah tersebut merupakan salah satu

sentra produksi usahatani jagung.

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode sensus dengan

data yang diperoleh adalah data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dengan

mengunakan teknik wawancara langsung

kepada seluruh petani yang berjumlah 52

petani responden, dengan menggunakan daftar

pertanyaan (kuesioner) sebagai alat bantu

dalam pengumpulan data, sedangkan data

sekunder diperoleh dari BPS (Badan Pusat

Statistik) Kabupaten Maros, Dinas Pertanian

Kabupaten Maros, Kantor Balai Sereal

Hortikultural Tanaman Pangan Kabupaten

Maros.

2.1 Metode Pengambilan Sampel

Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja

dengan memilih Kecamatan Tanralili.

Penentuan sampel dilakukan secara sensus

karena semua populasi petani jagung dijadikan

sebagai sampel dalam penelitian. Mengingat

populasi homogeny maka jumlah sampel

minimal yang diperlukan 10% saja sudah

mewakili. Teknik pengambilan sampel

dilakukan secara purposive (sengaja) memilih

masing-masing satu kelompok tani di Desa

Kurusumange dan Desa Barong dari kelompok

tani diambil secara random sampling

(penyampelan acak).

2.2 Analisis Data

Untuk mengetahui bagaimanakah usahatani

jagung di Kecamatan Tanralili Kabuoaten

Maros, maka analisis data dilakukan dengan

menggunakan metode deskriptif adalah sebagai

berikut:

1. Metode analisis yang digunakan pada

penerapan sistem agribisnis jagung pada

tingkat petani (program pendampingan

Page 6: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

6

maupun tanpa pendampingan), digunakan

metoda analisis deskriptif kualitatif dan

kuantitatif dengan pendekatan penelitian

survai. Komponen/variabel dianalisa

meliputi bagaimana penerapan subsistem

praproduksi, subsistem usahatani/budidaya,

subsistem penanganan dan pengolahan

pasca panen dan pemasaran.

2. Adapun untuk pendapatan agribisnis jagung

dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

Π = TR – TC (Prawirokusumo,1990)

TR = Q. Pq.

TC = TVC + TFC

Keterangan:

Π = Pendapatan (Rupiah)

TR = Total Revenue Penerimaan

(Rupiah)

Qx = Jumlah Produksi Jagung (Rupiah)

Pq = Harga per kg Jagung (Rupiah)

TC = Total Cost / Biaya Produksi

(Rupiah)

TVC = Total Variable Cost (Rupiah)

TFC = Total Fixed Cost (Rupiah)

1. Penentuan skor dalam penerapan sistem

agribisnis meliputi:

a) Subsistem agribisnis hulu yang dinilai

berdasarkan waktu, jumlah, jenis dan

mutu yang digunakan dari sarana

input (penggunaan pupuk dan benih)

dan dinilai dari Skor 1= jelek (J),

Skor 2=kurang baik (K), Skor 3=

sedang (S), Skor 4= baik (B), Skor 5=

sangat baik (SB) (Supangat, 2007).

b) Subsistem Budidaya yang dinilai

berdasarkan kondisi teknik budidaya,

penanganan dan pengolahan

budidaya, manajemen pemeliharaan,

kesinambungan usaha, dan dinilai dari

Skor 1: jelek (J), Skor 2=kurang baik

(K), Skor 3= sedang (S), Skor 4= baik

(B), Skor 5= sangat baik (SB).

c) Subsistem Pengolahan yang

dinilai adalah Klasifikasi bahan baku,

tenaga kerja, manajemen mutu, teknologi,

peralatan, eficienci, akses konsumsi,

keberlanjutan dan dinilai dari Skor 1: jelek

(J), Skor 2=kurang baik (K), Skor

3=sedang (S), Skor 4= baik

(B), Skor 5= sangat baik (SB). Subsistem

Pemasaran yang dinilai adalah

teknik pengumpulan, pendistribusian,

pengangkutan, penyimpanan, pengolahan

dan informasi pasar serta penanganan

resiko dan dinilai dari Skor 1: jelek (J),

Skor 2=kurang baik (K), Skor 3= sedang

(S), Skor 4= baik (B), Skor 5= sangat baik

(SB).

d) Untuk mengetahui tingkat pada penerapan

sistem agribisnis secara menyeluruh diuji

dengan menggunakan F-test, sedangkan

secara Parsial menggunakan T-test. Untuk

mengetahui variasi faktor–faktor X yang

dapat mempengaruhi variasi yang ada pada

Y (Pendapatan Usaha Tani Jagung)

dihitung menggunakan Koefisien

Determinasi (R2). Operasionalisasi analisis

regresi linear berganda digunakan paket

program SPSS (Statistical package for

Social Science).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Kabupaten Maros merupakan wilayah

yang berbatasan langsung dengan ibukota

propinsi Sulawesi Selatan, dalam hal ini adalah

Kota Makassar dengan jarak kedua kota

tersebut berkisar 30 km dan sekaligus

terintegrasi dalam pengembangan Kawasan

Metropolitan Mamminasata.

Batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten

Pangkep

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota

Makassar

- Sebelah Timur berbatasan dengan

Kabupaten Bone

- Sebelah Barat berbatasan dengan selat

Makassar

Page 7: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

7

Selain terdiri dari desa/kelurahan

Tanralili, Kecamatan Tanralili juga meliputi

delapan desa/kelurahan lainnya, yaitu Borong,

Damai, Kuru Sumange, Leko Pancing, Purna

Karya, Sudirman, dan Toddo Pulia.

3.2 Karakteristik Responden

Keadaan umum responden yang

diidentifikasi dari umur, tingkat pendidikan,

mata pencaharian, jumlah anggita keluarga

dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1: Identitas responden berdasarkan umur, tingkat pendidikan, mata pencaharian,

dan jumlah anggota keluarga di Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros

No Identitas

Responden

Pendampingan Mandiri

Jumlah

(Orang)

Persen

(%)

Jumlah

(Orang)

Persen

(%)

1.

2.

3.

4

Umur

21 – 30 tahun

31 – 40 tahun

41 – 50 tahun

> 50 tahun

Tingkat Pendidikan

SD

SMP

SMA

Perguruan Tinggi

Mata Pencaharian

Petani

PNS dan Petani

Petani / Pedagang

Jumlah Anggota

Keluarga

2 jiwa

3 jiwa

4 jiwa

> 4 jiwa

9

18

17

8

29

5

18

0

52

0

0

0

13

19

18

2

17,30

34,61

32,70

15,38

55,77

9,61

34,61

0

100,00

0

0

0

25,00

36,53

34,61

3,84

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Sumber: Data primer setelah diolah, 2017

Pada Tabel 1 di atas, ditunjukkan

bahwa umur petani bervariasi antara 21 sampai

dengan 60 tahun. Kelompok umur 31–40 tahun

adalah jumlah responden terbesar yaitu

sebanyak 34,61% yang merupakan umur yang

masih produktif, sehingga di harapkan dapat

memberikan nilai tambah dalam proses

usahataninya.

Tingkat pendidikan responden

menunjukkan bahwa rata-rata hanya

berpendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu

sebanyak 29 orang atau 55,77%. Angka ini

memberikan indikator bahwa tingkat

pendidikan di lokasi penelitian masih rendah.

Mata pencaharian responden

menunjukkan bahwa rata-rata semuanya petani

yaitu sebanyak 52 orang atau 100%, bahwa

mata pencaharian responden di lokasi

penelitian semuanya petani.

Sedangkan jumlah tanggung keluarga

responden menunjukkan terbesar yaitu

sebanyak 3 jiwa (orang) atau 36,53% dari total

responden. Dengan banyaknya responden

keluarga tersebut, dapat memacu petani/kepala

Page 8: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

8

keluarga untuk meningkatkan produktivitas dan

hasil usahatani di lahan yang mereka garap

karena anggota keluarga ini bisa dimanfaatkan

sebagai tenaga kerja dalam kegiatan

pengelolaan lahan sehingga bisa mendapatkan

hasil yang lebih baik.

3.3 Teknik Usahatani

a. Luas lahan dan Pola usahatani

Luas lahan adalah merupakan luas areal

persawahan yang akan ditanam padi pada

musim tertentu. Pada umumnya lahan sawah

merupakan lahan pertanian yang berpetak-

petak dan dibatasi oleh pematang saluran untuk

menahan/ menyalurkan air, yang biasanya

ditanami komoditi seperti padi, jagung dll.

tanpa memandang dari mana diperolehnya atau

status tanah tersebut. Luas lahan adalah

areal/tempat yang digunakan untuk melakukan

usahatani di atas sebidang tanah, yang diukur

dalam satuan hektar (ha).

Data responden yang berkaitan dengan

kepemilikan dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai

berikut ini:

Tabel 2: Keadaan responden menurut luas lahan di Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros

Uraian

Pendamping Tanpa Pendamping

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%) Jumlah (Orang)

Persentase

(%)

Luas lahan (Ha)

< 1,00

1,00 – 1,19

1,20 – 1,29

1,30 – 1,39

> = 1,39

0

52

0

0

0

0

100

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Jumlah 52 100 0 0

Sumber: Data primer setelah diolah, 2017

Pada Tabel 2 di atas ditunjukkan bahwa

kepemilikan luas lahan petani pendampingan

terbanyak pada luas lahan dibawah 1,00-1,19

Ha yaitu sebanyak 38,46%, sedangkan luas

lahan petani pendampingan yang paling sedikit

dibawah < 1,00 Ha yaitu sebanyak 14,38%. Ini

menunjukkan bahwa jumlah petani responden

yang banyak penggunaan luas lahan 1,00-1,19

Ha yaitu sebanyak 38,46%.

b. Benih

Benih merupakan biji yang digunakan

sebagai sumber perbanyakan tanaman, atau

berkaitan dengan perbanyakan tanaman.

Batasan tentang pengertian benih dapat

dibedakan secara biologi, secara agronomi, dan

secara fisiologis. Secara agronomis benih

didefinisikan sebagai biji tanaman yang

diperlukan untuk keperluan dan pengembangan

usaha tani, memiliki fungsi agronomis atau

merupakan komponen agronomis. Komponen

agronomis ini lebih berorientasi pada

penerapan norma-norma ilmiah, sehingga lebih

bersifat teknologis untuk mencapai produksi

secara maksimal (Kartasapoetra, 2003). Umur

benih yang dibutuhkan sangat bergantung pada

kondisi benih, kemurnian benih, dan daya

tumbuh benih. Penggunaan benih jagung

hibrida biasanya menghasilkan produksi yang

tinggi. Tetapi jagung hibrida mempunyai

beberapa kelemahan dibandingkan varietas

bersari bebas, yaitu harga benihnya lebih mahal

dan hanya dapat digunakan satu kali tanam

serta tersedia dalam jumlah terbatas.

Data responden yang berkaitan dengan

penggunaan benih dapat dilihat pada Tabel 3

sebagai berikut ini:

Page 9: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

9

Tabel 3: Keadaan responden menurut benih yang ditanam di Kecamatan Tanralili, Kabupaten

Maros

Sumber: Data primer setelah diolah, 2017

Pada Tabel 3 di atas, ditunjukkan

bahwa benih yang dikembangkan responden

pendampingan terbanyak pada pemilihan benih

52 responden, yaitu sebanyak 100%. Hal ini

menunjukkan bahwa benih jagung lokal adalah

jagung yang merupakan hasil pertanaman

spesifik lokasi, merupakan benih hibrida dan

impor.

c. Teknologi

Ketahanan pangan yang berkelanjutan

bagi populasi yang berkembang hanya dapat

dicapai melalui intensifikasi produksi pangan

pada lahan tanaman yang ada dengan

menggunakan teknologi varietas yang unggul

(Fabunmi, 2012). Salah satu teknologi untuk

meningkatkan produktivitas suatu tanaman

adalah menggunakan varietas unggul. Varietas

unggul merupakan salah satu teknologi inovatif

untuk meningkatkan produktivitas tanaman

jagung, baik melalui peningkatan potensi daya

hasil tanaman, maupun melalui peningkatan

toleransi dan ketahanannya terhadap

berbagai cekaman lingkungan biotik dan

abiotik. Dengan adanya varietas unggul bukan

hanya berpengaruh pada tanaman jagung saja

tetapi untuk meningkatkan pendapatan petani.

Data responden yang berkaitan dengan

teknologi dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai

berikut ini:

Tabel 4: Keadaan responden menurut penerapan teknologi di Kecamatan Tanralili, Kabupaten

Maros

Sumber: Data primer setelah diolah, 2017

Uraian

Pendamping Tanpa Pendamping

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

Benih

Lokal

Non – Lokal

Campuran

52

0

0

100

0

0

0

0

0

0

0

0

Jumlah 52 100 0 0

Uraian

Pendamping Tanpa Pendamping

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

Teknologi

Intensif

Semi Intensif

Tradisional

0

0

52

0

0

100

0

0

0

0

0

0

Jumlah 52 100 0 0

Page 10: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

10

Pada Tabel 4 di atas ditunjukkan bahwa

teknologi budidaya yang dikembangkan petani

pendampingan adalah masih mengunakan

teknologi tradisional terbanyak pada pemilihan

benih dari 52 responden yaitu sebanyak 100%

masih teknologi tradisional. Dalam mengolah

teknologi pertanian dengan mengandalkan

banyak tenaga dan waktu dengan sedikit hasil

semakin menyulitkan peningkatan ekonomi

dan kesejahteraan petani sehingga dibutuhkan

bantuan alat-alat yang lebih menunjang

efektifitas dan efisiensi.

d. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan untuk

mengelola usaha tani berasal dari tenga kerja

keluarga dan tenaga luar atau campuran jumlah

responden 52 sebesar 100% untuk petani

pendampingan. Menurut Mubyarto (1995),

tenaga kerja merupakan salah satu faktor

produksi yang mempengaruhi produktivitas

hasil, di Indonesia tenaga kerja usaha tani kecil

umumnya berasal dari keluarga dan tetangga

petani dan tenaga ini tidak diupah sebagai

biaya produksi maka ada efisiensi, banyak dan

sedikitnya tenaga kerja yang profesional akan

mempengaruhi nilai produksi yang dihasilkan.

e. Penanganan Pasca Panen

Dari hasil pengamatan dan survei 52

responden untuk responden yang ada

pendampingan penanganan pascapanen

merupakan salah satu mata rantai penting

dalam usahatani jagung. Hal ini didasarkan atas

kenyataan bahwa petani umumnya memanen

jagung dengan kondisi lingkungan yang

lembab dan curah hujan yang masih tinggi.

Hasil survei menunjukkan bahwa kadar air

jagung yang dipanen pada musim hujan masih

tinggi, berkisar antara 25-35%. Proses

pascapanen jagung terdiri atas serangkaian

kegiatan yang dimulai dari pemetikan dan

pengeringan tongkol, pemipilan tongkol,

pengemasan biji, dan penyimpanan sebelum

dijual kepada pedagang pengumpul. Ke semua

proses tersebut apabila tidak ditangani dengan

baik akan menurunkan kualitas produk karena

berubahnya warna biji akibat terinfeksi

cendawan, jagung mengalami pembusukan,

tercampur benda asing yang membahayakan

kesehatan.

f. Pasar dan Transportasi

Pasar pertanian merupakan tempat

dimana terdapat interaksi antara kekuatan

penawaran dan permintaan produk

pertanian, terjadi kesepakatan-kesepakatan

yang berhubungan dengan pemindahan

kepemilikan.

Jika didasarkan pada konsep sistem

agribisnis, maka pasar pertanian terdiri atas

pasar input dan alat-alat pertanian, pasar

produk pertanian, dan pasar produk industri

pengolahan hasil pertanian atau pasar produk

agroindustri.

Data responden yang berkaitan dengan

pasar dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut

ini:

Tabel 5: Keadaan responden menurut pasar dan transportasi di Kecamatan Tanralili, Kabupaten

Maros

No Identitas

Responden

Pendampingan Mandiri

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

1 Pasar

- Supermaket/pasar/pedagang

- Pasar/pedagang pengumpul

0

52

0

100

0

0

0

0

Jumlah 52 100 0 0

Page 11: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

11

No Identitas

Responden

Pendampingan Mandiri

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

Jumlah

(Orang)

Persentase

(%)

2

Transpotasi

- Pikul

- Motor

- Mobil

- Sepeda

0

52

0

0

0

100

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Jumlah 52 100 0 0

Sumber: Data primer setelah diolah, 2017

Pada Tabel 5 di atas, ditunjukkan

bahwa hasil produksi di jual Pasar/pedagang

Pengumpul yang dikembangkan petani

pendampingan yaitu 52 responden sebanyak

100%, sedangkan alat transpotasi yang

digunakan untuk pengangkutan dan pemasaran

petani responden menggunakan motor dari 52

responden sebanyak 100%.

3.4 Penerapan Sistem Agribisnis Pada Petani

Jagung

a. Penerapan Perencanaan Agribisnis

Untuk mengetahui kemampuan

responden dalam perencanaan agribisnis telah

dianalis tentang (1) identifikasi kebutuhan

pasar, (2) kebutuhan industri hilir, (3) jaringan

ketersediaan input, (4) ketersediaan modal, (5)

komoditi kompetitif, 6) perencanaan modal,

dan (7) kebutuhan tenaga kerja, yang dihitung

berdasarkan nilai skor masing–masing unsur

perencanaan tersebut.

Adapun cara penentuan skor dinilai dari

skor 1 yang berarti jelek, skor 2 berarti kurang

baik, skor 3 berarti cukup, skor 4 berarti baik

dan skor 5 berarti sangat baik. Hasil

perhitungan dan analisis skor perencanaan

agribisnis dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah

ini:

Tabel 6: Data rata-rata skor dalam penerapan perencanaan agribisnis jagung responden

di Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros

No Perencanaan

Agribisnis

Pendamping Tanpa Pendamping

Total

Jumlah

Rata-rata

Skor (%)

Total

Jumlah

Rata-rata

Skor (%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Identifikasi kebutuhan

Identifikasi kebutuhan industri

hilir

Identifikasi ketersediaan input

Identifikasi jaringan modal

Identifikasi komoditas

kompetitif

Identifikasi perencanaan modal

Identifikasi perencanaan tenaga kerja

169

170

159

156

184

158

157

3,25

3,27

3,05

3,00

3,53

3,03

3,01

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Sumber: Data primer setelah diolah, 2017

Page 12: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

12

Pada Tabel 6 di atas ditunjukkan bahwa

untuk penerapan perencanaan agribisnis dari 52

responden yang telah menerapkan yaitu 1).

Identifikasi kebutuhan rata-rata 3,25%,

2) Identifikasi kebutuhan industry hilir rata-rata

3,27%, 3) Identifikasi ketersediaan input rata-

rata 3,05%, 4) Identifikasi jaringan modal rata-

rata 3,00%, 5) Identifikasi komoditas

kompetitif rata-rata 3,53%, 6) Identifikasi

perencanaan modal rata-rata 3,03%, dan 7)

Identifikasi perencanaan tenaga kerja rata-rata

3,01%.

b. Penerapan Subsistem Agribisnis

Hulu/sarana produksi

Untuk penerapan penggunaan sarana

produksi atau agribisnis hulu dari 52 responden

yang telah menerapkan penggunaan bibit yang

memperhatikan topografi, pupuk anorganik

lengkap, mutu baik dan waktu yang tepat serta

penggunaan pupuk organik yang tepat, dari

hasil penilaian skor responden. Dapat disajikan

pada Tabel 7 di bawah ini:

Tabel 7: Penerapan subsistem agribisnis hulu/sarana produksi responden di Kecamatan Tanralili,

Kabupaten Maros

Nilai Skor Rata-Rata Agribisnis Hulu

P T

1 0 0

2 0 0

3 39 0

4 13 0

5 0 0

Sumber: Data primer setelah diolah, 2017

Keterangan: P= Pendampingan, T= Tanpa Pendampingan.

Skor: 1= jelek, 2= kurang, 3= cukup baik, 4= baik, 5= sangat baik

Pada Tabel 7 di atas, ditunjukkan

bahwa penerapan penggunaan sarana produksi

atau agribisnis hulu yang hasilkan skor 3

sebanyak 39 orang (75,00%) dan skor 4

sebanyak 13 orang (25,00%) untuk responden

pendampingan. Dengan demikian petani telah

menerapkan subsistem agribisnis hulu dengan

cukup baik

c. Penerapan Subsistem Budidaya

Penerapan sistem agribisnis pada sub

sistem penyiapan dan pengadaan sarana

produksi dalam usahatani jagung hibrida,

menunjukkan bahwa proses penyiapan lahan,

pengadaan bibit, dan pengadaan pupuk berada

pada tingkat penerapan tinggi dan disajikan

pada Tabel 8 di bawah ini:

Page 13: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

13

Tabel 8: Penerapan subsistem budidaya responden di Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros.

Nilai Skor Rata-Rata Budidaya (Usahatani)

P T

1 0 0

2 0 0

3 37 0

4 15 0

5 0 0

Sumber: Data primer setelah diolah, 2017

Pada Tabel 8 di atas ditunjukkan bahwa

penerapan budidaya (usahatani) yang hasilkan

skor 3 sebanyak 37 orang (71,15%) dan skor 4

sebanyak 15 orang (28,84%) untuk responden

pendampingan. Dengan demikian petani telah

menerapkan subsistem budidaya (usahatani)

dengan cukup baik. Hasil tersebut

menggambarkan bahwa responden melakukan

proses penanaman jagung hibrida pada waktu

tanam, kedalaman lubang tanaman, cara tanam,

dan jumlah kebutuhan benih sesuai dengan

anjuran teknologi dalam pendampingan petani.

d. Penerapan Subsistem Pasca Panen dan

Pengolahan Hasil

Proses penanganan pasca panen yang

meliputi pengeringan, pemipilan dan

penyimpanan, kemudian yang terakhir adalah

proses pemasaran yang meluputi analisis

peluang pasar, meneliti serta memilih pasar.

Demikian pula dalam menerapkan proses

panen jagung hibrida, responden umumnya

melakukan sesuai umur tanaman, keadaan

iklim, dan cara panen yang baik dan benar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

petani responden melakukan proses ini dengan

cara memisahkan biji jagung dari tongkolnya.

Penerapan teknologi pemipilan dilakukan

dengan menggunakan alat pemipil yang

mampu memipil dalam jumlah yang cukup

besar. Setelah pemipilan, biji jagung hibrida

dijemur sampai kering. Demikian pula dengan

proses pengeringan umumnya dilakukan

responden secara alami dengan sinar matahari.

Proses penyimpanan dilakukan dalam dua

bentuk yaitu disimpan dalam bentuk tongkol

kering atau biji kering. Petani di wilayah

penelitian umumnya menyimpan jagung dalam

bentuk biji kering untuk mempertahankan

kadar air maksimal 12,00%. Teknologi

penyimpan dianjurkan untuk dilakukan dengan

menyiapkan tempat atau gudang yang sesuai

dengan syarat-syarat yang dapat

mempertahankan mutu produksi. Proses ini

kurang diperhatikan responden, karena

umumnya produksi jagung setelah melalui

proses pemipilan dan pengeringan, itu langsung

dijual dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah

ini:

Page 14: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

14

Tahapan Penanganan Pasca Panen Jagung

Gambar 1: Tahapan Penanganan Pasca Panen Jagung

di Kelompok Petani Pendampingan

Tabel 9: Penerapan subsistem pasca panen dan pengolahan hasil responden di Kecamatan

Tanralili, Kabupaten Maros.

Nilai Skor Rata-Rata Pengelolaan Hasil

P T

1 0 0

2 0 0

3 35 0

4 17 0

5 0 0

Sumber: Data primer setelah diolah, 2017

Pada Tabel 9 di atas ditunjukkan bahwa

penerapan pengolahan hasil jagung yang

hasilkan skor 3 sebanyak 35 orang (67,30%)

dan skor 4 sebanyak 17 orang (32,69%) untuk

responden pendampingan. Dengan demikian

petani telah menerapkan subsistem penerapan

sistem agribisnis jagung hibrida subsistem

proses pasca panen berdasarkan metode

penentuan skor. Proses pengeringan dan

pemipilan mencapai kategori tinggi dengan

persentase 67,30%.

e. Penerapan Subsistem Pemasaran Harga yang diterima petani yang

menjual dengan saluran pemasaran pendek

Pemanenan

Pengumpulan

Sortasi

Pengemasan

Penyimpanan

Pendistribusian

Page 15: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

15

akan lebih besar dari pada yang memiliki

saluran panjang dan margin pemasaran lebih

pendek akan lebih rendah (Talumingan, 1995).

Para petani umumnya memasarkan hasil

jagung hibrida tanpa proses pasca panen dan

pengemasan maka akan lebih rendah nilainya

bila dibandingkan bila dikelola dan dikemas

(Agrina, 2006). Pasar Global dapat ditembus

dengan penerapan tiga K, yaitu Kualitas,

Kuantitas dan Kontinuitas. Dan jangan

melebihi ambang batas residu pestisida

Jagung yang telah ada proses pasca

panen maka akan memperpanjang pemasaran

bahkan dapat diekspor (Muchtadi, 1995).

Faktor kunci dalam manajemen pemasaran

adalah emampuan sumber daya manusia dalam

memperluas dan meningkatkan pangsa pasar,

pengembangan lapangan kerja, pengembangan

lingkungan yang kondusif, meningkatkan SDM

yang mampu menyediakan kualitas dan

kontinyuitas serta kuantitas dan peningkatan

nilai tambah. Dan untuk petani berlahan sempit

perlu adanya kemitraan dan penguatan

kelembagaan petani. Perhitungan Skor

penerapan sub sistem pemasaran dapat dilihat

pada Tabel 10 di bawah ini:

Tabel 10: Penerapan subsistem pemasaran responden di Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros.

Nilai Skor Rata-Rata Pengelolaan Hasil

P T

1 0 0

2 0 0

3 22 0

4 30 0

5 0 0

Sumber: Data primer setelah diolah, 2017

Pada Tabel 10 di atas ditunjukkan

bahwa penerapan sub sistem pemasaran jagung

yang hasilkan skor 3 sebanyak 22 orang

(42,30%) dan skor 4 sebanyak 30 orang

(57,69%) untuk responden pendampingan.

Dengan demikian petani telah menerapkan

subsistem pemasaran agribisnis jagung hibrida

berdasarkan metode penentuan skor. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya

responden hanya mampu melakukan proses

pemasaran langsung secara lokal di daerah

tersebut untuk mendapatkan penghasilan yang

lebih cepat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat

penerapan pemasaran agribisnis berada pada

kategori tinggi sebanyak 30 orang dengan

persentase 57,69%.

Berdasarkan wawancara diperoleh

informasi bahwa kurangnya atau rendahnya

penerapan sistem agribisnis dalam proses

pemasaran disebabkan karena kurangnya akses

informasi responden khususnya yang

berhubungan dengan pemasaran hasil produksi

jagung hibrida. Umumnya dilakukan sesuai

kebutuhannya, misalnya menjual di sembarang

tempat dengan harga yang tidak menentu dan

kualitas produksi yang tidak diperhitungkan.

Secara keseluruhan tingkat penerapan

sistem agribisnis pada usahatani jagung hibrida

berdasarkan jumlah dan persentase responden

yang berada pada tingkat penerapan tinggi

maupun rendah.

f. Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida

Dengan Penerapan Agribisnis

Indikator keberhasilan dalam

memahami besar biaya dan pendapatan usahatani jagung hibrida sebesarnya bukan

hanya dari jumlah pendapatan yang diterima,

tetapi juga keberhasilan dalam penerapan

teknologi yang berdampak pada peningkatan

kualitas dan kuantitas produksi, sehingga dapat

meningkatkan pendapatan usahatani jagung

hibrida. Usaha peningkatan produksi dan

Page 16: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

16

pendapatan usahatani jagung hibrida

dipengaruhi oleh tingkat penerapan sistem

agribisnis, yang meliputi penyiapan dan

pengadaan sarana produksi, proses produksi,

penanganan pasca panen serta pemasaran hasil

produksi. Segala sesuatu yang berhubungan

dengan keperluan usahatani jagung hibrida

harus diperhitungkan sungguh-sungguh agar

kebutuhan usahatani dapat terpenuhi.

Pendapatan yang diperoleh dari

usahatani dapat dihitung dengan mengetahui

nilai produksi dan hasil usahataninya serta

biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani

dalam proses produksi, dan biaya yang

diperhitungkan dalam pengelolaan usahatani.

Nilai produksi hasil budidaya jagung hibrida

adalah total produksi dikalikan dengan harga

satuan produksi per kilogram, sedangkan biaya

produksi merupakan kompensasi yang diterima

oleh para pemilik faktor produksi.

Biaya ini terdiri dari biaya yang benar-

benar dikeluarkan oleh petani seperti biaya

sarana produksi dan biaya-biaya lain. Adapun

rerata nilai dan biaya produksi yang

dikeluarkan petani responden dalam usaha

budidaya jagung hibrida ditunjukkan pada

Tabel 11 di bawah ini:

Tabel 11: Analisis pendapatan responden petani jagung responden di Kecamatan Tanralili,

Kabupaten Maros.

No Uraian Nilai

1 Produksi 214.610 kg

2 Total Penerimaan Rp. 10.317.788

3 Biaya Produksi Rp. 5.075.687

4 Pendapatan Bersih Rp. 5.242.101

Sumber: Data primer setelah diolah, 2017

Pada Tabel 11 diatas dijelaskan bahwa

rata-rata jumlah produksi dan usahatani jagung

hibrida responden sebesar 214.610 kg.ha-1,

dengan total biaya produksi yang dikeluarkan

Rp. 5.075.687.5 ha-1. Harga jagung hibrida

pipil kering yang berlaku pada saat penelitian

berlangsung adalah 2.500 kg-1, sehingga

besarnya total penerimaan yang diperoleh

sebesar Rp. 10.317.788 ha-1. Berdasarkan

rumus pendapatan, maka besarnya keuntungan

yang diperoleh adalah sebesar Rp. 5.242.101.

Hasil tersebut menunjukkan tingkat pendapatan

yang diterima oleh petani dalam

pengembangan usahatani jagung hibrida

memberikan keuntungan. Pendapatan/

keuntungan usahatani dapat menggambarkan

tingkat kemajuan ekonomi usahatani dalam

spesialisai dan pembagian kerja, sehingga

besarnya pendapatan antara petani yang satu

dengan yang lainnya. Besarnya pendapatan

yang diterima sangat ditentukan oleh besarnya

penerimaan dan rendahnya pengeluaran.

Penerimaan tidak lain adalah selisih antara

penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang

dikeluarkan. Tujuan usahatani jagung hibrida

atau komoditas pertanian lainnya adalah untuk

mencapai keuntungan dengan menekan biaya

produksi serendah mungkin. Setiap usaha tentu

ada resikonya, demikian halnya dengan

usahatani jagung hibrida.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada

penelitian ini, disimpulkan bahwa mekanisme

pendampingan responden petani jagung dengan

pemberdayaan petani melalui kelompok tani

telah dilaksanakan dengan baik dan pada

subsistem pemasaran yang berada pada tingkat

Page 17: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

17

penerapan rendah.disebabkan kurangnya

informasi pasar. Penerapan sistem agribisnis

petani jagung di kelompok responden

pendampingan telah dilaksanakan dengan baik

Penerapan subsistem agribisnis hulu, subsistem

usahatani, pengolahan hasil, baik secara parsial

maupun serempak berpengaruh nyata terhadap

pendapatan pada tingkat petani. Dan subsistem

pemasaran tidak berpengaruh nyata terhadap

pendapatan petani jagung pendapatan petani

pendampingan lebih besar dibandingkan petani

tanpa pendampingan tersebut. Pendapatan rata–

rata petani sayuran per hektar per musim tanam

petani pendampingan lebih tinggi jumlah

produksi dan usahatani jagung hibrida

responden sebesar 214.610 kg.ha-1, dengan

total biaya produksi yang dikeluarkan Rp.

5.075.687.5 ha-1. Harga jagung hibrida pipil

kering yang berlaku pada saat penelitian

berlangsung adalah 2.500 kg-1, sehingga

besarnya total penerimaan yang diperoleh

sebesar Rp. 10.317.788 ha-1. Berdasarkan hasil

pendapatan, diperoleh keuntungan sebesar

Rp. 5.242.101.

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. dan Yustina E.W. 2002.

Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan

Kering, Sawah, dan Pasang Surut.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Andriko Noto Susanto. 2005. Prospek Dan

Strategi Pengembangan Jagung Untuk

Mendukung Ketahanan Pangan Di

Maluku. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Maluku, Jalan Laksdya Leo

Watimena Waiheru, Ambon 97232.

(Jurnal Litbang Pertanian, 24(2), 2005).

Agato, 2011. Pengembangan Hasil Pertanian

(Jagung) Menjadi Produk Susu Jagung

Dan Kerupuk Jagung (Jurnal Teknologi

Pangan Vol.2 No.1 November 2011).

Fabunmi, Oyeyemi O., Tabil L.G., Chang P.

R.,and Panigrahi S. 2012. Developing

Biodegredable Plastic from Starch. Paper

Number RRV07130, ASBABE/CSBE North

Central Intersectional Meeting. The

American Society of Agricultural and

Biological Enginers, St. Joseph, Michigan.

www.asabe.org. Diakses pada 13 Maret

2014.

Hadisaputro. 1985. Biaya dan Pendapatan

didalam Usahatani. Departemen Ekonomi

Pertanian. UGM Yogyakarta.

Kindangen, J. 2000. Jurnal Prospek

Pengembangan Agroindustri Pangan

Dalam Meningkatkan Pendapatan

Masyarakat Tani di Kabupaten Minahasa

Tenggara, Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian (BPTP) Sulawesi Utara.

Kartasapoetra A.G., 2003. Teknologi Benih :

Pengolahan Benih dan Tuntunan

Praktikum. Rineka Cipta. Jakarta.

Mubyarto, 1991. Pengantar Ekonomi

Pertanian. LP3ES, Jakarta.

Mubyarto, 1999. Reformasi Sistem Ekonomi.

Aditya Media, Yogyakarta.

Muchtadi, T. R., 1995. Ilmu Pengetahuan

Bahan Pangan. Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

Mosher, A.T., 1991. Menggerakkan dan

Membangun Pertanian.Yasaguna .Jakarta.

Saragih, B., 1998. “Agribisnis Berbasis

Peternakan”: Kumpulan Pemikiran.

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Said.EG.dan Intan.AH, 2001. Manajemen

Agribisnis. Ghalia Indonesia.

Soekartawi. 1995, Analisis Usahatani.

Universitas Indonesia Jakarta.

Soekartawi. 1999. Agribisnis Teori dan

Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Sudjarmoko, B. 1999. Skala Usaha dan

Efisiensi Ekonomi Relatif Polatanam

Kelapa pada Tingkat Petani di Kabupaten

Tasikmalaya, Jawa Barat. Jurnal Littri.

Vol. 4. No. 5: 140 - 145.

Parama Tirta Wulandari Wening Kusuma,

2014. Analisa Kelayakan Finansial

Pengembangan Usaha Produksi

Komoditas Lokal: Mie Berbasis Jagung.

Balai Besar Pengembangan Teknologi

Page 18: Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78 Makassar ... · jagung per hektar dari setiap musim tanam petani pendampingan lebih tinggi jumlah produksinya dan usahatani jagung hibrida

Jurnal Ilmiah Bertani, Vol. 13. No. Hal. 1-78

Makassar, Januari 2018. ISSN. No. 1907-6894

18

Tepat Guna, Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia Jawa Barat Jurnal Vol. 34, No.

2, Mei 2014.

Rudy Soehendi. 2014. Potensi Pengembangan

Jagung di Sumatera Selatan. Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Sumatera Selatan. (Vol. 2, No.1: 81-92

2013)

Yulmar Jastra, 2005. Sistem Produksi Dan

Potensi Pengembangan Jagung Di

Kabupaten Pasaman Barat. Peneliti

Bidang Litbang Bappeda Provinsi

Sumatera Barat.

Zubachtirodin, Pabbage, M.S., dan Subandi.

2006. Wilayah Produksi Dan Potensi

Pengembangan Jagung. Maros: Balai

Penelitian Tanaman Serelia.