jurnal ekonomi islam republika - fem.ipb.ac.id 2011 02.pdf · p ertanian memiliki fungsi dan peran...

4
P ertanian memiliki fungsi dan peran strategis bagi masya- rakat dan pemerintah, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Pertanian tidak sekadar menghasilkan bahan pangan, tetapi juga memberikan ke- sempatan kerja dan pendapatan bagi mas- yarakat. Saat ini, makna pertanian tidak ha- nya mencakup pada aspek produksi usahatani (on-farm production) semata, tapi juga men- cakup kegiatan luar usahatani yang terkait dengan produksi, baik yang berada di hulu maupun hilir (off-farm production), serta ak- tivitas penunjang (supporting services) yang mendukung penuh seluruh kegiatan pertanian tersebut. Namun, ketika kita berbicara ten- tang petani, maknanya tidak lepas dari kegiatan produksi usahatani, karena sebagian besar petani kita masih berkutat pada on-farm production, yang bertujuan untuk menghasil- kan komoditas pertanian bagi pemenuhan kebutuhan pangan (food), pakan (feed), serta fiber atau energi. Sebagai negara agraris, Indonesia dianu- gerahi Allah SWT dengan berbagai jenis sumber daya alam secara melimpah. Namun, limpahan sumberdaya alam tersebut belum terkelola dengan baik, sehingga berbagai produk pertanian masih harus diimpor, dan belum memberikan tingkat kesejahteraan yang layak bagi petani sebagai pelaku utama produksi komoditas. Pada tahun 2009, kon- tribusi sektor pertanian mencapai angka 15,60 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, sementara jumlah tenaga kerja yang ditampung sektor ini men- capai angka 40,30 persen dari jumlah keselu- ruhan angkatan kerja Indonesia (BPS, 2009). Hal ini menunjukkan rata-rata penda- patan petani yang relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan para pelaku sektor ekonomi lainnya. Akibatnya, tingkat kemis- kinan di sektor ini masih relatif tinggi. Ada beberapa faktor penyebab rendahnya tingkat pendapatan dan tingginya angka kemiskinan di sektor pertanian, yaitu rendahnya kepe- milikan dan penguasaan lahan, rendahnya produktivitas usahatani, rendahnya harga produk di tingkat petani, rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan petani, serta minimnya akses petani terhadap sumber pembiayaan. Pendanaan pertanian Sebagian besar petani masih memerlukan pendanaan untuk melakukan usaha perta- niannya. Kebutuhan dana tersebut dapat bersifat langsung, seperti untuk membeli faktor-faktor produksi, maupun secara tidak langsung, seperti untuk memenuhi kebutuh- an pendidikan, kesehatan, atau keperluan sosial lainnya, pada saat hasil pertanian be- lum dapat dipanen dan dijual. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pusat Stu- di Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3) IPB (2010) di Kabupaten Bogor, yang menunjukkan bahwa ketersediaan dana un- tuk membeli input produksi dan untuk memenuhi kebutuhan hidup, merupakan variabel yang sangat memengaruhi produk- tivitas petani. Cara termudah yang biasanya dilakukan petani adalah dengan meminjam dana dari para tengkulak atau lembaga ke- uangan informal lainnya yang beroperasi di wilayah pedesaan. Meskipun lembaga perbankan konven- sional (bank pemerintah, swasta, dan BPR) telah tersedia di berbagai wilayah pedesaan, para petani tidak dapat mengaksesnya secara mudah akibat keterbatasan mereka dalam hal prosedur administrasi dan agun- an. Sehingga, lembaga-lembaga keuangan ini tidak mampu bersaing dengan para tengkulak, yang dapat memberikan pinja- man besar atas dasar kepercayaan, tanpa agunan, dan dalam waktu singkat. Akibat- nya, di samping menanggung beban bunga yang tinggi, para petani juga harus menjual produknya kepada tengkulak dengan harga yang relatif rendah. Kondisi inilah yang menyebabkan terpuruknya tingkat kesejah- teraan petani, baik petani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, mau- pun peternakan. Untuk meningkatkan kesejahteraan pe- tani, pemerintah sebenarnya telah membe- rikan berbagai bantuan program, seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) . Akan tetapi, program pemerintah semacam ini menimbulkan sejumlah masalah moral hazard, karena : (1) sebagian petani menganggap bahwa program pemerintah bersifat bantuan, sehingga tidak perlu di- kembalikan; (2) sebagian kelompok tani pe- nerima program didirikan secara mendadak, sehingga kurang memiliki pengalaman operasi yang baik; dan (3) pembagian dana program yang hanya terbatas pada anggota kelompok tani penerima bantuan. Fakta menunjukkan bahwa pendanaan semacam ini pada praktiknya sangat tidak efektif. Selanjutnya, kebutuhan pendanaan perta- nian ini sangat bergantung pada jenis aktivi- tas produksi yang dikembangkan. Dari segi waktu, usaha penggemukan ayam broiler ha- nya membutuhkan waktu sekitar satu bulan, berbeda dengan usaha penggemukan sapi yang membutuhkan waktu antara satu hingga dua tahun. Demikian pula dengan usahatani padi yang membutuhkan waktu sekitar empat bulan, sementara penanaman kelapa sawit dapat memakan waktu lebih dari 10 tahun. Dari sisi pembiayaan, jenis pembiayaan per- tanian ini juga sangat beragam, mulai dari pembelian sarana produksi (benih, pupuk pestisida, tenaga kerja), pembelian alat dan dan mesin pertanian (traktor, pompa air), hingga pembelian bibit/bakalan ternak (domba, sapi, kerbau) yang akan digemukkan. Pembiayaan syariah Dengan kompleksitas jenis produksi dan tingginya kebutuhan pembiayaan di sektor pertanian, keberadaan pola pembiayaan sya- riah menjadi sangat penting. Apalagi para petani di Tanah Air sudah terbiasa meng- gunakan sistem bagi hasil, seperti sistem maro pada tanaman pangan maupun sistem gaduh- an pada peternakan. Bahkan, menurut eko- nom syariah Umar Chapra (2001), pembiayaan pertanian syariah ini telah berkembang pada abad pertengahan. Namun pada abad ke-19, pola-pola pembiayaan syariah ini tidak lagi dipergunakan akibat kemerosotan sistem politik dan masyarakat Muslim itu sendiri, di samping kolonialisasi Barat. Dalam konteks saat ini, merujuk pada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, ada beberapa bentuk pembiayaan yang da- pat dikembangkan sesuai dengan karakteris- tik dari produksi pertanian itu sendiri. Se- bagai contoh, untuk mengatasi keperluan mekanisasi pertanian, maka akad mudhara- bah, ijarah, maupun diminishing musyara- kah (DM) dapat dipergunakan. Demikian pula untuk pengadaan sapi dan tangki pe- nyimpanan susu, pembiayaan murabahah dan istishna dapat menjadi alternatif yang tepat. Pendeknya, ada banyak pilihan me- tode pembiayaan yang dapat dikembangkan. Melihat potensi yang sangat besar ini, su- dah sewajarnya bila proporsi pembiayaan sya- riah untuk pertanian semakin ditingkatkan. Ada baiknya kita merujuk pada pengalaman Pakistan. Di negara tersebut, pembiayaan syariah untuk pertanian telah beroperasi secara masif dan luas. Dalam hal ini, kegiatan sektor pertanian dibagi menjadi dua, yaitu sektor tanaman dan sektor bukan tanaman. Pembiayaan sektor tanaman (crop sector) diberikan untuk kegiatan budidaya tanaman dan hortikultura. Bank syariah menyediakan fasilitas pembiayaan untuk kegiatan pro- duksi, seperti pembelian input atau modal usaha, dan investasi pembangunan, seperti pembelian traktor atau alat produksi lain- nya. Sedangkan, pembiayaan sektor nonta- naman (non-crop sector) diberikan untuk ke- giatan produksi peternakan, perikanan, per- kebunan, dan kehutanan. Pelaksanaan ak- tivitas pembiayaan ini telah ditentukan pro- sedurnya oleh bank sentral, yaitu State Bank of Pakistan (SBP). Selain itu, SBP juga telah menetapkan sejumlah pedoman penerapan metode pembiayaan syariah untuk pertanian, sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1. Dengan jumlah petani Indonesia yang be- sar (jauh lebih banyak dari Pakistan), serta kontribusi sektor pertanian sebagai tulang punggung masyarakat dan pemerintah, sudah semestinya upaya-upaya pelayanan pembiayaan pertanian di Indonesia dikem- bangkan secara serius. Bagi penulis, prospek pembiayaan syariah untuk pertanian ini sangat baik, apalagi sebagian masyarakat sudah mengenal mekanisme kerja sama bisnis syariah seiring dengan peningkatan sosialisasi ekonomi syariah yang semakin baik. Tinggal sekarang bagaimana pemerin- tah bersama kalangan industri perbankan syariah meningkatkan kualitas perencanaan dan penerapan pola pembiayaan syariah yang tepat. Penulis yakin, upaya ini akan memberikan dampak multiplier yang tinggi terhadap perekonomian nasional, serta dapat mengurangi kebergantungan bangsa pada bahan pangan impor. Wallahu a’lam. JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA Kamis > 24 Februari 2011 23 U mar bin Khattab RA adalah so- sok khalifah yang mampu mele- takkan dasar-dasar manajemen perekonomian negara, di tengah ekspansi wilayah kekuasaan Islam yang meluas hingga ke Persia, Mesir, Afrika Utara, sebagian wilayah Romawi di Syam, dan lain-lain. Sebagai pemimpin, ia sadar betul akan urgensi penguatan ekonomi masyarakat di tengah kondisi negara yang semakin besar dan kompleks. Menurut Dr Jaribah bin Ahmad al-Harit - si, terdapat sejumlah sektor utama per- eko n omian yang mendapat perhatian sang khalifah dan memengaruhi kebijakan ekonominya, yaitu antara lain perta n ian, perdagangan, dan industri. Bagi Umar, maju tidaknya ketiga sektor tersebut sangat menentukan tingkat kesejah teraan masyarakat. Hal tersebut didasar kan pada kenyataan bahwa fokus pereko nomian masyarakat saat itu tidak bisa d il e p askan dari kegiatan di ketiga bidang ini. Dua pendekatan Secara umum, implementasi kebijakan ekonomi Umar didasarkan pada dua pende katan. Pertama adalah pendekatan yang bersifat individu, yang bertujuan un- tuk membangun komunikasi yang intensif dan efektif dengan rakyatnya. Sedangkan yang kedua adalah pendekatan sistem, yang bertujuan untuk membangun tatan an kehidupan ekonomi yang adil dan tangguh. Pada pendekatan pertama, Umar senantiasa mendorong rakyatnya untuk bekerja keras dan mengoptimalkan segala potensi yang dimilikinya. Ia pun tidak segan-segan untuk turun mem- berikan contoh nyata kepada rakyatnya. Dalam kitab Al-Muwaththa karangan Imam Malik, misalnya, disebutkan bahwa Umar, sehabis shalat Subuh, senantiasa men- gunjungi lahan pertaniannya, meskipun saat itu beliau sudah menjadi khalifah. Umar pun tidak segan-segan untuk menegur sekelompok orang yang mengar- tikan tawakal sebagai sebuah konsep pasif, berserah diri pada Allah tanpa melakukan apa-apa. Ia perintahkan mereka untuk menabur benih dan berco- cok tanam terlebih dahulu, sebelum akhirnya bertawakkal pada Allah SWT. Kemudian Umar pun tidak henti- hentinya memberikan bimbingan terhadap para pedagang, mulai dari motivasi per- sonal, teknik untuk memilih barang dagangan, hingga cara memasarkan produk yang akan memberikan ke- untungan. Ia pun tidak segan-segan melarang para pedagang untuk bermua- malah dengan orang-orang yang memiliki karakter suka menipu dan mengurangi takaran. Menurut Dr Jaribah, larangan ini dimaksudkan sebagai upaya perlindungan bisnis terhadap kelompok pedagang yang jujur, sekaligus “perang” terhadap para pedagang yang culas. Sedangkan pada sektor industri, meskipun saat itu belum terlalu berkem- bang, namun Umar senantiasa men- dorong rakyatnya untuk selalu memper- baiki dan meningkatkan kualitas kete- rampilan yang mereka miliki. Dalam sebuah riwayat Ibn Abi Ad-Dunya, Umar memerintahkan para pemuda untuk mem- pelajari suatu keahlian, karena pengua- saan keahlian itu sangat penting bagi kehidupan mereka. Melalui penguasaan skill yang terspesialisasi ini, maka indus- tri masyarakat diharapkan dapat tumbuh dan berkembang. Sistem ekonomi Pada pendekatan yang kedua, peme- rintahan Umar bin Khattab ra telah mene- rapkan sejumlah kebijakan penting untuk menstimulasi pertumbuhan sektor perta- ni an, perdagangan dan industri. Pada bidang pertanian, setidaknya ada tiga fokus kebijakan yang telah ia lakukan. Pertama, Umar mendorong pening- katan produktivitas lahan pertanian. Pada setiap daerah yang ia taklukkan, Umar berijtihad untuk tidak membagikan lahan yang ada kepada para mujahidin yang ter- libat dalam penaklukkan tersebut. Yang ia lakukan justru meminta para pemilik aslinya agar tetap mengelola tanah terse- but untuk kegiatan pertanian, dan mene- tapkan pajak yang dinamakan kharaj kepada mereka. Kedua, pemerintah menjamin pemba - ngunan infrastruktur yang mendukung per- tanian, seperti pembuatan irigasi dan saluran air, serta akses transportasi di wilayah produksi pertanian. Ketiga, pemerintahan Umar juga berusaha untuk mengaktifkan lahan mati, serta mem- berikan insentif permodalan dan sistem bagi hasil kepada para petani. Selanjutnya, pada bidang perdagan- gan, Umar menjamin keadilan pada sistem per dagangan negara. Para pejabat dilarang untuk terlibat dalam bisnis karena dikha watirkan akan menimbulkan conflict of interest. Umar pun pernah memutasi kan Gubernur Kuffah, Abu Musa Al-Asy’ari, ke Basrah akibat protes rakyat ter h adap tindakan hamba sahaya milik Abu Musa yang menjual pakan ternak. Ter- kait de ngan hal ini, Umar pernah men- gatakan, “Se sungguhnya bisnis pemimpin dalam era kepemimpinannya adalah keru- gian.” Namun demikian, sang khalifah juga se cara adil memberikan kompensasi gaji yang memadai bagi para pejabat dan aparatur negara. Pemerintahan Umar juga sangat con- cern terhadap perdagangan domestik dan internasional. Untuk mendorong berkem- bangnya lalu lintas perdagangan domes t ik, terutama antarprovinsi, ia memerintahkan penghapusan pajak. Kebijakan ini berlaku bagi para pedagang Muslim dan non-Mus- lim yang tunduk pada aturan ne gara. Pajak hanya dikenakan terhadap ba rang impor yang dibawa oleh para pedagang asing. Kemudian, tindakan para pedagang dan pebisnis yang sangat membuat gusar Umar adalah ihtikar (penimbunan). Umar tidak segan-segan untuk mengambil tin- dakan hukum yang sangat tegas terhadap mereka yang berusaha untuk menaikkan harga secara tidak wajar. Sedangkan terkait dengan perdagangan internasion- al, Umar telah membuat perjanjian bisnis dengan negara-negara tetangga atas dasar keadilan dan persamaan. Yang terakhir adalah kebijakan pe- ngem b angan industri, di mana fokus pe- me r intahan Umar saat itu adalah pada industri kerajinan (craft). Industri ini di- kem bangkan berdasarkan dua prinsip utama. Pertama, aspek kehalalan sebuah produk, dan kedua, public interest (ke- mas l ahatan publik). Negara melakukan monitoring yang ketat terhadap kedua hal ini. Selain itu, inovasi produk yang tidak bertentangan dengan agama sangat be- liau anjurkan. Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi seperti itu, tidaklah meng heran- kan apabila umat Islam kemudian tumbuh menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Wallahu a’lam. Dr Irfan Syauqi Beik Ketua Tim Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB Terselenggara atas kerjasama Harian Republika dan Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Tim Redaksi Iqtishodia: Dr Yusman Syaukat, Dr M Firdaus, Dr Dedi Budiman Hakim, Dr Irfan Syauqi Beik, Dr Iman Sugema, Idqan Fahmi, MEc Tony Irawan MApp.Ec Dr Yusman Syaukat Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Kebijakan Ekonomi Umar bin Khattab Bank syariah menyediakan fa- silitas pembi- ayaan untuk kegiatan produk- si, seperti pembe- lian input atau modal usa ha, dan investasi pembangunan, seperti pem- belian traktor atau alat pro- duksi lain nya. PANDUAN METODE PEMBIAYAAN SYARIAH NO TUJUAN METODE PEMBIAYAAN SYARIAH 1 Mekanisasi pertanian: pembelian alat dan mesin pertanian 2 Pembiayaan sarana transportasi: kendaraan, kendaraan berpendingin, dan lain-lain 3 Pembiayaan peternakan: pembelian sapi, kerbau, domba, tangki penyim- panan susu, dan lain-lain 4 Instalasi irigasi: pembuatan sumur, sistem distribusi air, dan lain-lain 5 Pembangunan dan penurapan lahan 6 Pembangunan dan pengembangan hutan 7 Pengembangan peternakan: pembuatan kandang, pembelian ayam, sarana pemberian pakan dan minum, dan lain-lain 8 Pengembangan perikanan : pembelian perahu, mesin, jaring, dan lain-lain 9 Usaha sapi perah: pembelian mesin pe- ngolah susu, dan lain-lain 10 Pembangunan greenhouse (rumah kaca) 11 Pembangunan cold storage 12 Pembangunan kandang ayam, sapi, dan lain-lain 13 Pembangunan laboratorium peternakan 14 Pembangunan unit pengolahan benih dan pendinginan susu 15 Instalasi pengolahan sayur dan buah Mudharabah / Ijarah / Diminishing Musyarakah (DM) Ijarah / DM / Murabahah Murabahah / DM / Istishna Ijarah / Murabahah / DM / Service Ijarah Salam / Istishna DM / Murabahah DM / Murabahah / Ijarah / Istishna DM / Murabahah / Ijarah / Istishna Ijarah / DM / Murabahah / Istishna Ijarah / DM / Murabahah / Istishna Ijarah / DM / Murabahah / Istishna Ijarah / DM / Murabahah / Istishna Ijarah / DM / Murabahah / Istishna Ijarah / DM / Murabahah / Istishna Ijarah / DM / Murabahah / Istishna Sumber : State Bank of Pakistan Mengembangkan Pembiayaan Syariah Pertanian MSTR IQTISHODIA BARU 1 2/24/11 3:35 PM Page 1

Upload: lephuc

Post on 20-Jun-2018

232 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA - fem.ipb.ac.id 2011 02.pdf · P ertanian memiliki fungsi dan peran strategis bagi masya-rakat dan pemerintah, baik di negara berkembang maupun di negara

Pertanian memiliki fungsi danpe ran strategis bagi masya -rakat dan pemerintah, baik dinegara ber kembang mau pundi negara ma ju. Perta niantidak sekadar meng ha sil kan

bahan pangan, te tapi juga membe rikan ke -sempatan kerja dan pendapatan bagi mas -yarakat. Saat ini, mak na pertanian tidak ha -nya mencakup pada as pek produksi usahatani(on-farm production) semata, tapi juga men-cakup ke giat an luar usahatani yang terkaitdengan pro duksi, baik yang ber ada di hulumaupun hilir (off-farm production), serta ak -tivitas penunjang (supporting services) yangmendukung penuh seluruh kegiatan pertaniantersebut. Namun, ketika kita berbicara ten - tang petani, mak na nya tidak lepas da rike giatan produksi usahatani, karena sebagianbesar petani kita masih berkutat pa da on-farmproduction, yang bertujuan un tuk menghasil -kan komoditas pertanian bagi pemenuhankebutuhan pangan (food), pakan (feed), sertafiber atau energi.

Sebagai negara agraris, Indonesia dianu -ge rahi Allah SWT dengan berbagai jenissum ber daya alam secara melimpah. Namun,limpahan sumberdaya alam tersebut belumterkelola dengan baik, sehingga ber bagaiproduk pertanian masih harus di impor, danbelum memberikan tingkat kese jah teraanyang layak bagi petani sebagai pe laku utamaproduksi komoditas. Pada tahun 2009, kon-tribusi sektor pertanian mencapai angka15,60 persen dari total Produk Do mes tikBruto (PDB) Indonesia, sementara jumlahtenaga kerja yang ditampung sektor ini men-capai angka 40,30 persen dari jumlah keselu-ruhan angkatan kerja Indonesia (BPS, 2009).

Hal ini menunjukkan rata-rata penda -patan petani yang relatif lebih rendah biladibandingkan dengan para pelaku sektorekonomi lainnya. Akibatnya, tingkat kemis - kin an di sek tor ini masih relatif tinggi. Adabe berapa faktor penyebab rendahnya tingkatpen da patan dan tingginya angka kemiskinandi sek tor pertanian, yaitu rendahnya ke pe -milikan dan penguasaan lahan, rendahnyapro duk tivitas usahatani, rendahnya hargapro duk di tingkat petani, rendahnya tingkatpen didikan dan keterampilan petani, sertami nimnya ak ses petani terhadap sumberpembiayaan.

Pendanaan pertanianSebagian besar petani masih memerlukan

pen danaan untuk melakukan usaha perta-niannya. Kebutuhan dana tersebut dapatber sifat langsung, seperti untuk membelifak tor-faktor produksi, maupun secara tidaklang sung, seperti untuk memenuhi kebutuh -an pendidikan, kesehatan, atau keperluanso sial lainnya, pada saat hasil pertanian be -lum dapat dipanen dan dijual. Hal ini sejalande ngan penelitian yang dilakukan Pusat Stu -di Pembangunan Pertanian dan Pedesaan(PSP3) IPB (2010) di Kabupaten Bogor, yangme nunjukkan bahwa ketersediaan dana un -tuk membeli input produksi dan untukmemenuhi kebutuhan hidup, merupakanvariabel yang sangat memengaruhi produk -ti vi tas petani. Cara termudah yang biasanya

di la kukan petani adalah dengan meminjamda na dari para tengkulak atau lembaga ke -uang an informal lainnya yang beroperasi diwilayah pedesaan.

Meskipun lembaga perbankan konven-sional (bank pemerintah, swasta, dan BPR)te lah tersedia di berbagai wilayah pedesaan,para petani tidak dapat mengaksesnyasecara mudah akibat keterbatasan me rekadalam hal prosedur administrasi dan agun -an. Se hing ga, lembaga-lembaga ke uang anini tidak mam pu bersaing dengan pa ratengkulak, yang dapat memberikan pin ja -man besar atas dasar kepercayaan, tanpaagunan, dan dalam waktu singkat. Akibat -nya, di samping menanggung beban bungayang tinggi, para petani juga harus menjualproduknya kepada tengkulak dengan hargayang relatif rendah. Kondisi inilah yangmenyebabkan terpuruknya tingkat ke sejah -teraan petani, baik petani tanaman pangan,hor tikultura, perkebunan, perikanan, mau -pun peternakan.

Untuk meningkatkan kesejahteraan pe -tani, pemerintah sebenarnya telah membe -ri kan berbagai bantuan program, sepertiPengembangan Usaha Agribisnis Per desaan(PUAP) . Akan tetapi, program pemerintahsemacam ini menimbulkan sejumlah ma salahmoral hazard, karena : (1) sebagian pe tanimenganggap bahwa program pemerintahbersifat bantuan, sehingga tidak perlu di -kembalikan; (2) sebagian kelompok tani pe -nerima program didirikan secara menda dak,sehingga kurang memiliki pengalamanoperasi yang baik; dan (3) pembagian danaprogram yang hanya terbatas pada anggotakelompok tani penerima bantuan. Faktamenunjukkan bahwa pendanaan semacamini pada praktiknya sangat tidak efektif.

Selanjutnya, kebutuhan pendanaan perta -nian ini sangat bergantung pada jenis aktivi -tas produksi yang dikembangkan. Dari segiwaktu, usaha penggemukan ayam broi ler ha -nya membutuhkan waktu sekitar satu bu lan,berbeda dengan usaha penggemukan sa piyang membutuhkan waktu antara satu hinggadua tahun. Demikian pula dengan usa hatanipadi yang membutuhkan waktu se kitar empatbulan, sementara penanaman ke lapa sawitdapat memakan waktu lebih dari 10 tahun.Dari sisi pembiayaan, je nis pembiayaan per-tanian ini juga sangat be ragam, mulai daripembelian sarana produksi (benih, pupukpestisida, tenaga ker ja), pembelian alat dandan mesin pertanian (traktor, pompa air),hingga pembelian bibit/bakalan ternak(domba, sapi, kerbau) yang akan digemukkan.

Pembiayaan syariah Dengan kompleksitas jenis produksi dan

tingginya kebutuhan pembiayaan di sektorper tanian, keberadaan pola pembiaya an sya -riah menjadi sangat penting. Apalagi pa rapetani di Tanah Air sudah terbiasa meng -gunakan sistem bagi hasil, seperti sis tem maropada tanaman pangan maupun sis tem gaduh -an pada peternakan. Bahkan, me nurut eko -nom syariah Umar Chapra (2001), pem biayaanpertanian syariah ini telah ber kembang padaabad pertengahan. Namun pa da abad ke-19,pola-pola pembiayaan sya riah ini tidak lagi

di pergunakan akibat ke me rosotan sistempolitik dan masyarakat Mus lim itu sendiri, disamping kolonialisasi Barat.

Dalam konteks saat ini, merujuk padafatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI,ada beberapa bentuk pembiayaan yang da -pat dikembangkan sesuai dengan karakteris -tik dari produksi pertanian itu sendiri. Se -ba gai contoh, untuk mengatasi keperluanme kanisasi pertanian, maka akad mudha ra -bah, ijarah, maupun diminishing musya ra - kah (DM) dapat dipergunakan. Demikianpu la untuk pengadaan sapi dan tangki pe -nyim panan susu, pembiayaan murabahahdan istishna dapat menjadi alternatif yangtepat. Pendeknya, ada banyak pilihan me -tode pembiayaan yang dapat dikembangkan.

Melihat potensi yang sangat besar ini, su -dah sewajarnya bila proporsi pembiaya an sya -riah untuk pertanian semakin di ting katkan.Ada baiknya kita merujuk pada pe ngalamanPakistan. Di negara tersebut, pem biayaansyariah untuk pertanian telah ber operasisecara masif dan luas. Dalam hal ini, kegiatansektor pertanian dibagi menjadi dua, yaitusektor tanaman dan sektor bukan tanaman.

Pembiayaan sektor tanaman (crop sector)di berikan untuk kegiatan budidaya tanamandan hortikultura. Bank syariah menyediakanfa silitas pembiayaan untuk kegiatan pro-duksi, seperti pembelian input atau modalusa ha, dan investasi pembangunan, seperti

pem belian traktor atau alat produksi lain -nya. Sedangkan, pembiayaan sektor nonta -naman (non-crop sector) diberikan untuk ke -giat an produksi peternakan, perikanan, per -kebunan, dan kehutanan. Pelaksanaan ak -ti vitas pembiayaan ini telah ditentukan pro -sedurnya oleh bank sentral, yaitu State Bankof Pakistan (SBP). Selain itu, SBP juga telahmenetapkan sejumlah pedoman penerapanmetode pembiayaan syariah untuk pertanian,sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1.

Dengan jumlah petani Indonesia yang be -sar (jauh lebih banyak dari Pakistan), sertakon tribusi sektor pertanian sebagai tulangpung gung masyarakat dan pemerintah,sudah semestinya upaya-upaya pelayananpembiayaan pertanian di Indonesia dikem-bangkan secara serius. Bagi penulis, prospekpembiayaan syariah untuk pertanian inisangat baik, apalagi sebagian masyarakatsudah mengenal mekanisme kerja samabisnis syariah seiring dengan peningkatansosiali sasi ekonomi syariah yang semakinbaik. Tinggal sekarang bagaimana pemerin-tah bersama kalangan industri perbankansya riah meningkatkan kualitas perencanaandan penerapan pola pembiayaan syariahyang tepat. Penulis yakin, upaya ini akanmemberikan dampak multiplier yang tinggiter ha dap perekonomian nasional, serta dapatmengurangi kebergantungan bangsa padabahan pangan impor. Wallahu a’lam. �

JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Kamis > 24 Februari 2011 23

Umar bin Khattab RA adalah so -sok khalifah yang mampu mele-takkan dasar-dasar manajemenperekonomian negara, di tengah

ekspansi wilayah kekuasaan Islam yangmeluas hingga ke Persia, Mesir, AfrikaUtara, sebagian wilayah Romawi di Syam,dan lain-lain. Sebagai pemimpin, ia sadarbetul akan urgensi penguatan ekonomimasyarakat di tengah kondisi negara yangsemakin besar dan kompleks.

Menurut Dr Jaribah bin Ahmad al-Harit -si, terdapat sejumlah sektor utama per -eko nomian yang mendapat perhatian sangkhalifah dan memengaruhi kebijakanekonominya, yaitu antara lain perta nian,perdagangan, dan industri. Bagi Umar,maju tidaknya ketiga sektor tersebutsangat menentukan tingkat kesejah teraanmasyarakat. Hal tersebut didasar kan padakenyataan bahwa fokus pereko nomianmasyarakat saat itu tidak bisa d i le paskandari kegiatan di ketiga bidang ini.

Dua pendekatanSecara umum, implementasi kebijakan

ekonomi Umar didasarkan pada duapende katan. Pertama adalah pendekatanyang bersifat individu, yang bertujuan un -tuk membangun komunikasi yang intensifdan efektif dengan rakyatnya. Sedangkanyang kedua adalah pendekatan sistem,yang bertujuan untuk membangun tatan ankehidupan ekonomi yang adil dan tangguh.

Pada pendekatan pertama, Umarsenantiasa mendorong rakyatnya untukbekerja keras dan mengoptimalkansegala potensi yang dimilikinya. Ia puntidak segan-segan untuk turun mem-berikan contoh nyata kepada rakyatnya.Dalam kitab Al-Muwaththa karangan Imam

Malik, misalnya, disebutkan bahwa Umar,sehabis shalat Subuh, senantiasa men-gunjungi lahan pertaniannya, meskipunsaat itu beliau sudah menjadi khalifah.Umar pun tidak segan-segan untukmenegur sekelompok orang yang mengar-tikan tawakal sebagai sebuah konseppasif, berserah diri pada Allah tanpamelakukan apa-apa. Ia perintahkanmereka untuk menabur benih dan berco-cok tanam terlebih dahulu, sebelumakhirnya bertawakkal pada Allah SWT.

Kemudian Umar pun tidak henti-hentinya memberikan bimbingan terhadappara pedagang, mulai dari motivasi per-sonal, teknik untuk memilih barangdagangan, hingga cara memasarkanproduk yang akan memberikan ke -untungan. Ia pun tidak segan-seganmelarang para pedagang untuk bermua-malah dengan orang-orang yang memilikikarakter suka menipu dan mengurangitakaran. Menurut Dr Jaribah, larangan inidimaksudkan sebagai upaya perlindunganbisnis terhadap kelompok pedagang yangjujur, sekaligus “perang” terhadap parapedagang yang culas.

Sedangkan pada sektor industri,meskipun saat itu belum terlalu berkem-bang, namun Umar senantiasa men-dorong rakyatnya untuk selalu memper-baiki dan meningkatkan kualitas kete -rampilan yang mereka miliki. Dalamsebuah riwayat Ibn Abi Ad-Dunya, Umarmemerintahkan para pemuda untuk mem-pelajari suatu keahlian, karena pengua -saan keahlian itu sangat penting bagikehidupan mereka. Melalui penguasaanskill yang terspesialisasi ini, maka indus-tri masyarakat diharapkan dapat tumbuhdan berkembang.

Sistem ekonomi Pada pendekatan yang kedua, peme -

rintahan Umar bin Khattab ra telah mene -rapkan sejumlah kebijakan penting untukmenstimulasi pertumbuhan sektor perta -ni an, perdagangan dan industri. Padabidang pertanian, setidaknya ada tigafokus kebijakan yang telah ia lakukan.

Pertama, Umar mendorong pening -katan produktivitas lahan pertanian. Padasetiap daerah yang ia taklukkan, Umarberijtihad untuk tidak membagikan lahanyang ada kepada para mujahidin yang ter-libat dalam penaklukkan tersebut. Yang ialakukan justru meminta para pemilikaslinya agar tetap mengelola tanah terse-but untuk kegiatan pertanian, dan mene-tapkan pajak yang dinamakan kharajkepada mereka.

Kedua, pemerintah menjamin pemba -ngunan infrastruktur yang mendukung per-tanian, seperti pembuatan irigasi dansaluran air, serta akses transportasi diwilayah produksi pertanian. Ketiga,pemerintahan Umar juga berusaha untukmengaktifkan lahan mati, serta mem-berikan insentif permodalan dan sistembagi hasil kepada para petani.

Selanjutnya, pada bidang perdagan-gan, Umar menjamin keadilan padasistem per dagangan negara. Para pejabatdilarang untuk terlibat dalam bisniskarena dikha watirkan akan menimbulkanconflict of interest. Umar pun pernahmemutasi kan Gubernur Kuffah, Abu MusaAl-Asy’ari, ke Basrah akibat protes rakyatter hadap tindakan hamba sahaya milikAbu Musa yang menjual pakan ternak. Ter -kait de ngan hal ini, Umar pernah men-gatakan, “Se sungguhnya bisnis pemimpindalam era kepemimpinannya adalah keru-

gian.” Namun demikian, sang khalifahjuga se cara adil memberikan kompensasigaji yang memadai bagi para pejabat danaparatur negara.

Pemerintahan Umar juga sangat con -cern terhadap perdagangan domestik daninternasional. Untuk mendorong berkem-bangnya lalu lintas perdagangan domes tik,terutama antarprovinsi, ia memerintahkanpenghapusan pajak. Kebijakan ini berlakubagi para pedagang Muslim dan non-Mus -lim yang tunduk pada aturan ne gara. Pajakhanya dikenakan terhadap ba rang imporyang dibawa oleh para pedagang asing.

Kemudian, tindakan para pedagangdan pebisnis yang sangat membuat gusarUmar adalah ihtikar (penimbunan). Umartidak segan-segan untuk mengambil tin-dakan hukum yang sangat tegas terhadapmereka yang berusaha untuk menaikkanharga secara tidak wajar. Sedangkanterkait dengan perdagangan internasion-al, Umar telah membuat perjanjian bisnisdengan negara-negara tetangga atasdasar keadilan dan persamaan.

Yang terakhir adalah kebijakan pe -ngem bangan industri, di mana fokus pe -me rintahan Umar saat itu adalah padaindustri kerajinan (craft). Industri ini di -kem bangkan berdasarkan dua prinsiputama. Pertama, aspek kehalalan sebuahproduk, dan kedua, public interest (ke -mas lahatan publik). Negara melakukanmonitoring yang ketat terhadap kedua halini. Selain itu, inovasi produk yang tidakbertentangan dengan agama sangat be -liau anjurkan. Dengan kebijakan-kebijakanekonomi seperti itu, tidaklah meng heran -kan apabila umat Islam kemudian tumbuhmenjadi salah satu kekuatan ekonomidunia. Wallahu a’lam. �

Dr Irfan Syauqi Beik

Ketua Tim Prodi EkonomiSyariah FEM IPB

Terselenggara atas kerjasama Harian Republika danProgram Studi Ilmu Ekonomi Syariah, DepartemenIlmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB

Tim Redaksi Iqtishodia:Dr Yusman Syaukat,Dr M Firdaus,Dr Dedi Budiman Hakim,Dr Irfan Syauqi Beik,Dr Iman Sugema,Idqan Fahmi, MEcTony Irawan MApp.Ec

Dr Yusman Syaukat

Dekan Fakultas Ekonomidan Manajemen IPB

KebijakanEkonomi Umar

bin Khattab

Bank syariah

menyediakan fa -

silitas pembi-

ayaan untuk

kegiatan produk-

si, seperti pembe-

lian input atau

modal usa ha,

dan investasi

pembangunan,

seperti pem -

belian traktor

atau alat pro-

duksi lain nya.

PANDUAN METODE PEMBIAYAAN SYARIAH

NO TUJUAN METODE PEMBIAYAAN SYARIAH

1 Mekanisasi pertanian: pembelian alat dan mesin pertanian

2 Pembiayaan sarana transportasi: kendaraan, kendaraan berpendingin, dan lain-lain

3 Pembiayaan peternakan: pembelian sapi, kerbau, domba, tangki penyim-panan susu, dan lain-lain

4 Instalasi irigasi: pembuatan sumur, sistem distribusi air, dan lain-lain

5 Pembangunan dan penurapan lahan

6 Pembangunan dan pengembangan hutan

7 Pengembangan peternakan: pembuatan kandang, pembelian ayam, sarana pemberian pakan dan minum, dan lain-lain

8 Pengembangan perikanan : pembelian perahu, mesin, jaring, dan lain-lain

9 Usaha sapi perah: pembelian mesin pe- ngolah susu, dan lain-lain

10 Pembangunan greenhouse (rumah kaca)

11 Pembangunan cold storage

12 Pembangunan kandang ayam, sapi, dan lain-lain

13 Pembangunan laboratorium peternakan

14 Pembangunan unit pengolahan benih dan pendinginan susu

15 Instalasi pengolahan sayur dan buah

Mudharabah / Ijarah / DiminishingMusyarakah (DM)

Ijarah / DM / Murabahah

Murabahah / DM / Istishna

Ijarah / Murabahah / DM / Service Ijarah

Salam / Istishna

DM / Murabahah

DM / Murabahah / Ijarah / Istishna

DM / Murabahah / Ijarah / Istishna

Ijarah / DM / Murabahah / Istishna

Ijarah / DM / Murabahah / Istishna

Ijarah / DM / Murabahah / Istishna

Ijarah / DM / Murabahah / Istishna

Ijarah / DM / Murabahah / Istishna

Ijarah / DM / Murabahah / Istishna

Ijarah / DM / Murabahah / IstishnaSumber : State Bank of Pakistan

Mengembangkan Pembiayaan Syariah Pertanian

MSTR IQTISHODIA BARU 1 2/24/11 3:35 PM Page 1

Page 2: JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA - fem.ipb.ac.id 2011 02.pdf · P ertanian memiliki fungsi dan peran strategis bagi masya-rakat dan pemerintah, baik di negara berkembang maupun di negara

Masihkah Indonesia ber -ge lar negara agrarisdan memiliki ke dau lat - an pangan saat ne geriini mengimpor beras,gan dum, dan kedelai

dalam jumlah yang besar? Sebagian penga-mat pertanian berpendapat, peningkatanketahanan pangan nasional dapat dilakukanantara lain melalui optimalisasi pemanfaatanlahan kering, penanaman kem bali, sertapenyediaan fasilitas pertanian, se perti alatpengering gabah dan optimalisasi re sigudang. Selain itu, swasembada pangan pundapat didorong melalui peninjauan ulangatas kebijakan pembebasan tarif bea ma sukimpor pangan, dan komoditas pertani an yangmelemahkan daya saing petani dalam negeri.

Sektor perbankan, termasuk perbankansyariah, dapat berpartisipasi dalam pem -bangun an pertanian melalui penyediaanfasilitas pembiayaan untuk para petani.Keikut ser taan ini merupakan langkah kong -krit bagi terwujudnya misi Indonesia sebagailumbung pangan dunia. Apalagi pada tahun2050, dunia diprediksi akan dihuni oleh sem-bilan miliar manusia. Tentu saja pemenuhankebutuhan pangan menjadi hal yang sangatkrusial. Salah satu jalan terbaik untuk men-dukung penguatan kedaulatan pangan negeriini menurut penulis, adalah dengan mengem-bangkan inovasi produk pembiayaan syariahberbasis akad salam.

Konsep salamAkad salam dapat didefinisikan sebagai

jual beli dengan harga dibayarkan tunai di -muka, sementara barang (komoditas) di ki - rim kan pada waktu tertentu di masa depanse suai dengan ketentuan yang disepakati.Akad ini berbeda dengan transaksi ijon yangbanyak mengandung unsur gharar (ketidak-pastian). Menurut Kamus Besar Bahasa In -donesia, ijon adalah kredit yang diberikanke pada petani, nelayan, atau pengusaha ke -cil, yang pembayarannya dilakukan denganha sil panen atau produksi berdasarkan hargajual yang rendah.

Dalam praktik ijon, pembeli membeli di muka semua hasil panen penjual tanpa mem -pedulikan sedikit banyaknya hasil panentersebut. Apabila hasil panennya melimpah,ma ka penjual akan mengalami kerugian, se -dangkan apabila hasilnya kurang, makapembeli yang akan mengalami kerugian. Ke -tentuan syariah terhadap akad salam meng - ha puskan ketidakjelasan tersebut ka renadalam salam, harga, kualitas, kuantitas, danwaktu pengiriman, harus ditetapkan diawalserta mengikat penjual dan pembeli.

Sebagai contoh, pada tanggal 1 Februari2011 pembeli memesan 500 kg beras jenis

IR64 kualitas premium, dengan harga Rp9.500 per kg. Kemudian pengiriman produkoleh penjual disepakati pada tanggal 1 April2011. Berdasarkan jumhur ulama atas akadsalam, pembeli diwajibkan untuk membayarsecara tunai Rp 4,75 juta pada 1 Februari2011 (saat kontrak disepakati). Jika pembelitidak membayar penuh, maka transaksitersebut tidak sah. Hal tersebut berdasarkanhadist : Dari sahabat Ibnu Umar r.a., bahwa -sanya Nabi SAW melarang jual-beli piutangdengan piutang (HR Ad Daraquthny, Al Ha -kim dan Al Baihaqy). Sementara itu, penjualdi wajibkan untuk mengirimkan beras de -ngan spesifikasi yang telah disepakati padatanggal 1 April 2011.

Dengan demikian, salam dapat memu-dahkan penjual untuk mendapatkan modalkerja dari pembayaran awal pembeli, danmemastikan adanya pembeli atas produkyang diolahnya. Selain itu, akad ini jugadapat memudahkan pembeli untuk memper-oleh barang sesuai waktu yang dibutuhkan-nya, dengan harga yang relatif lebih murah.Kesimpulannya, salam bisa menjadi instru-men lindung nilai bagi kedua belah pihakyang terlibat.

Praktik salam Pada prakteknya, bank syariah dapat

menggunakan skema salam paralel. Dalam

ske ma ini, bank akan bertindak sebagai pem -beli atau pemodal pada akad salam pertama,la lu menjual kembali barang tersebut padapi hak ketiga dengan akad salam kedua. Na -mun, perlu dicatat bahwa penjualan keduadi lakukan sesudah penyerahan barang dila - ku kan oleh penjual pertama. Hal inidi la kukan agar bank syariah terhindar darila rangan menjual barang yang belum men -jadi miliknya secara penuh. Atas transaksiini, bank dapat memperoleh keuntungan darise lisih harga antara salam pertama dankedua.

Namun demikian, penggunaan akad Sa -lam belum terlalu optimal. Statistik per -bank an syariah BI per Desember 2010 me -nunjukkan bahwa akad salam sama sekalitidak digunakan dalam skema pembiayaanBUS maupun UUS. Adapun pada BPRS,akad ini pun masih jauh kalah populer di -bandingkan akad-akad lainnya, terutamamurabahah yang menguasai 80 persen daritotal pembiayaan. Bahkan per Desember2010, hanya ada satu pembiayaan salam yangdisalurkan oleh BPRS, dengan jumlah nilaiyang tidak terlalu signifikan.

Ada tiga hal yang menjadi penyebab be -lum maraknya penggunaan salam. Pertama,belum ditemukannya pola bisnis yang tepatuntuk penggunaan akad ini. Kedua, belumadanya kerangka manajemen atas asset risk

dan default risk yang mungkin timbul.Ketiga, adanya anggapan bahwa pembiaya -an ini tidak terlalu menguntungkan.

Model pembiayaan syariahUntuk dapat menemukan pola bisnis yang

tepat untuk pembiayaan di sektor pertanian,account officer bank syariah perlu mendap-atkan exposure lebih terhadap sektor per-tanian. Data statistik BI menunjukkanbahwa pembiayaan yang disalurkan BUSdan UUS untuk sektor pertanian baru men-capai kisaran 2,58 persen dari seluruh pem-biayaan yang disalurkan.

Salah satu peluang yang dapat diman-faatkan oleh bank syariah untuk membantupertanian adalah dengan membiayai pendiri-an lumbung dan alat/lahan pengeringanuntuk padi. Tingginya curah hujan akhir-akhir ini membuat petani yang tidak memi-liki kedua fasilitas tersebut lebih memilihmenjual panennya dalam bentuk gabahkering panen (GKP). Tentu harga jual GKPlebih rendah daripada harga jual GK gilingataupun beras.

Selanjutnya, bank syariah dapat menja-jaki akad salam dengan koperasi unit desa(KUD) atau asosiasi petani lokal. Hal inibertujuan untuk mengefisienkan biaya sertamengurangi risiko default, karena pengen-dalian pada institusi lebih mudah dilakukandibandingkan dengan perorangan. Setelahitu, bank syariah pun dapat melakukan jual-beli spot dengan Bulog sebagai pembeliakhir. Akad salam paralel tidak harusdilakukan untuk kasus jual beli padi/beraskarena harga jual komoditas ini sudah diten-tukan pemerintah.

Dengan mekanisme ini, Bulog akan ter-bantu untuk mendapatkan suplai berassecara terkoordinasi dan terjamin pada hargayang bersaing, karena adanya fasilitas per-bankan syariah. Atas dukungan tersebut,pemerintah dan Bulog diharapkan dapatmemberikan harga khusus diatas harga padidan beras yang sebelumnya telah ditetapkanmelalui Inpres. Jika ini tidak dilakukan,bank syariah akan terus berpikir ulang untukmendukung sektor pertanian dengan akadsalam. Ilustrasi transaksi ini dapat dilihatpada Gambar 1.

Selain itu, peran bank syariah di sektorpertanian juga dapat ditingkatkan denganmenjadi agen penyalur subsidi pemerintahbagi petani.

Para petani yang telah berga bung denganasosiasi petani dapat memperoleh subsiditersebut setelah mereka menye rahkan hasilpanen berdasarkan akad salam.

Dengan demikian, perluasan basis nasa -bah bank syariah pun dapat dicapai. Wallahua’lam. �

Dalam strategi pemasaran modern,baur an harga (pricing mix) merupa kansalah satu instrumen terpenting, ka -rena bauran ini yang langsung ber pe -

nga ruh terhadap penerimaan produsen. Se hing -ga, untuk menjaga agar bisnis tetap ber tah andalam jangka panjang, penetapan harga harusdirancang sebaik-baiknya. Selain itu, ha nyabaur an harga yang menyebabkan arus kas ma -suk bagi perusahaan. Tiga bauran pe ma sar anyang lain (dari 4P), yaitu strategi produk, pro mo -si dan distribusi, semuanya menghabis kan bia -ya, atau menjadi cost centre bagi perusahaan.

Ada dua aturan dasar keputusan penetapanharga dalam strategi pemasaran modern. Per -tama, besaran harga barang atau jasa harusda pat mengkompensasi harapan konsumenter hadap kualitas produk yang ditawarkan pe -ru sahaan. Kedua, harga yang terlalu tinggi dimata konsumen akan mengandung konse -kuen si tingkat penjualan yang rendah, seba-liknya harga yang teralu rendah bisa berakibatpenjualan tinggi namun tidak disertai profitatau keuntungan. Akibatnya, memahami nilaiyang diberikan konsumen terhadap hargasuatu produk menjadi vital dalam strategipemasaran perusahaan.

Bagaimana panduan Islam untuk keputusanpenetapan harga suatu produk? Secara lang-sung Alquran sudah menetapkan rambu-rambuda lam berbisnis, yang harus dapat mengun -tung kan kedua belah pihak, baik produsen mau -pun konsumen. Allah SWT berfirman : “Wa haiorang-orang yang beriman, janganlah kamusaling memakan harta sesamamu de ngan jalanyang batil, kecuali dalam perda gang an yangberlaku atas dasar suka sama suka di antarakamu” (QS 4:29). Dalam buku “MuhammadSeorang Pedagang”, Afzalur ra ham an menye-butkan salah satu dari dela pan prin sip perda-gangan adalah harus dengan ke se pakatan

bersama. Rasulullah SAW ber sab da : penjualdan pembeli tidak boleh ber pi sah kecua lidengan kesepakatan bersama (alhadits).

Dalam prakteknya, untuk di pasar tradision-al, tawar-menawar dilakukan oleh pedagangdan pembeli, sampai diperoleh titik temu har gayang harus ‘menyenangkan’ kedua belah pi hak.Di ritel modern, konsumen memiliki kebe bas an,apakah mau membayar atau tidak dari berbagailini produk yang ditawarkan, tanpa ada nya pak -sa an dari penjual, untuk sebuah ni lai produkyang diharapkan. Pertanyaan yang muncul ke -mudian adalah, bagaimana ‘kesepakatan’ pen -jual dan pembeli dapat dijamin? Adakah pen-dekatan secara ilmiah untuk menjawab hal ini?

Pendekatan game theoryCartwright (2002) dalam bukunya “Mas -

tering Marketing Management”me nge mu kakan de ngan baik sekali keputusanpenetapan har ga dengan menggunakan pen-dekatan Game Theo ry. Posisi tawar produsen(penjual) dan pembeli terkait harga tergambardari pende kat an zona fleksibilitas harga.Diasumsikan pro dusen mengeluarkan sejum-lah uang dalam bentuk biaya tetap dan biayavariabel ditambah dengan sejumlah tertentu(mark-up ataupun margin), yang disebutdengan tingkat har ga minimum yang bersediaditerima produsen. Ini disebut sebagaiOP(min). Sebaliknya, ting kat harga maksimum

yang bersedia dibayar kan oleh konsumen un -tuk produk tersebut di sebut CP(max). Ada be -berapa alternatif kon disi yang mungkin terjadi.

Pertama, kondisi CP (max) < OP(min) . Padakondisi ini, harga yang dibayarkan konsumenrelatif rendah bila dibanding kan keinginan pro-dusen. Jika ini terjadi, kegiatan jual beli tidakakan terjadi (lihat Gambar 1). Dapat dikatakanprodusen menga lami kerugian (lose), sedan-gkan konsumen menikmati keuntungan (win).

Kedua, kondisi CP (max) = OP(min). Padasituasi ini, meskipun terjadi jual beli, namunfleksibilitas perubahan harga sangat kecilsekali. Sehingga, apabila ada faktor eksternalyang mengharuskan produsen menaikkanharga, konsumen akan sangat sulit untukmenerimanya (lihat Gambar 2).

Ketiga, kondisi CP (max) > OP(min). Padasituasi ini, baik produsen maupun konsumen,akan win. Dengan kata lain, kedua belahpihak sama-sama diuntungkan. Pada skenarioketiga ini, akan terdapat sejumlah area yangdisebut sebagai zona fleksibilitas harga (lihatGambar 3).

Tugas marketing adalah menemukanberapa tingkat harga yang akan ditawarkankepada produsen, dengan berbagai pen-dekatan, seperti harga psikologis dan hargageografis.

Dari uraian di atas, terlihat esensi yang ter-penting untuk mempertahankan keberadaanbis nis adalah bagaimana harga ditetapkan se ca - ra pas, tidak merugikan produsen dan mam pudibayarkan oleh konsumen.

Tentunya hal ini juga harus diikuti denganprinsip lain seperti pro du sen harus menghan-tarkan produk ke kon sumen dengan kualitasyang dijanjikan, tan pa dilebih-lebihkan. Tidakperlu pembatasan secara pasti terhadap harga,selagi masih reliable dan dapat dipercaya olehkonsumen. Wallahu ‘alam. �

Dr Muhammad Firdaus

Wakil Dekan FakultasEkonomi dan Manajemen

IPB

JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Kamis > 24 Februari 2011 24

Inovasi Produk Salam untuk Pertanian

Miranti Kartika Dewi

Dosen Akuntansi FE-UI danPeneliti Tamu FEM IPB

Ilham Reza Ferdian

Praktisi Keuangan Syariahdan Peneliti Tamu FEM

IPB

Bauran Harga untuk Strategi Marketing Syariah

Gambar 1. Ilustrasi Penerapan Akad Salam Bank Syariah

Cp(max) Op(min)

Cp(max) Op(min)

Cp(max) Op(min)

MSTR IQTISHODIA BARU 1 2/24/11 3:35 PM Page 2

Page 3: JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA - fem.ipb.ac.id 2011 02.pdf · P ertanian memiliki fungsi dan peran strategis bagi masya-rakat dan pemerintah, baik di negara berkembang maupun di negara

Salah satu pertanyaan yang seringdiajukan oleh masyarakat yangmenjadi nasabah pembiayaanbank syariah yakni, mengapa rateof financing yang harus me rekabayar lebih tinggi bila di -

bandingkan bunga kredit bank kon vensional?Untuk itu, artikel ini mencoba meng u raikanpenyebab terjadinya kondisi tersebut, denganmengambil studi kasus di Ma laysia, yangdianggap sebagai salah satu pusat perbankandan keuangan syariah du nia. Di negeri jirantersebut, persoalan se rupa juga menjadisorotan masyarakat. Ber dasarkan data padaTabel 1, perbedaan an tara marjin profit yangdibayarkan na sabah bank syariah, denganbunga kredit yang dibayarkan nasabah bankkonvensional, berada pada kisaran satuhingga dua persen.

Pada kajian ini, tiga bank konvensionalterbesar dan tiga bank syariah terbesardiambil sebagai objek yang diteliti, denganmelihat pada total aset, total deposit, dantotal pembiayaan yang disalurkan. Masuk -nya Maybank Islamic Berhad dan PublicIslamic Bank Berhad dalam daftar bankumum syariah (setelah sebelumnya adalahUUS), mampu menggeser posisi Bank Mu -amalat Malaysia Berhad dan AmBankIslamic Berhad yang selama ini mendominasiaset perbankan syariah di Malaysia bersamadengan Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB).

Rumus BBASecara umum, menurut Beik dan

Arsyianti (2006), produk pembiayaan padabank syariah dapat dikelompokkan ke dalamdua model, yaitu model bagi hasil dan modelpendapatan tetap. Model yang pertamaterdiri atas pembiayaan musyarakah danmudharabah beserta turunannya.

Sementara model yang kedua terdiri atasberagam jenis transaksi yang memberikanreturn tetap bagi pihak bank, seperti mu -rabahah (jual beli) dan ijarah (sewa me nye -wa).

Hingga saat ini, model pembiayaan kedualebih mendominasi praktik industri per-bankan syariah. Hal ini disebabkan olehtingginya risiko yang harus ditanggung bankjika menggunakan transaksi model pertama.Bahkan di Malaysia, akad Bai’ Bitsaman Ajil(BBA) menjadi pola pembiayaan yang palingdominan (mencapai separuh dari total pem-biayaan). Berbeda dengan transaksi mus -yarakah dan mudharabah, yang nilainyamasih di bawah satu persen.

Menurut ekonom Malaysia, Saiful AzharRosly (2005), BBA merupakan pembiayaanjual beli yang pembayarannya dilakukansecara berangsur dalam jangka panjang.Bank Negara Malaysia (2006) mendefinisikanBBA sebagai transaksi jual beli dengan pem-

bayaran tertunda pada harga tertentu, ter-masuk marjin keuntungan yang disepakatikedua pihak yang terlibat, yaitu nasabah danbank syariah. Sebagian ekonom syariah ber -pendapat bahwa BBA ini pada dasarnyaadalah long term murabahah.

Karena merupakan skema yang dominan,BBa akan memengaruhi mahal murahnyapembiayaan. Pada praktiknya, marjin ke -untung an dalam pembiayaan BBA, dihitungber dasarkan formula yang mirip dengan per-hitungan bunga kredit konvensional. Se -hingga, membandingkan variabel-variabelyang di gu nakan dalam formula tersebutdapat mem be rikan jawaban, mengapa pem-biayaan bank syariah masih dianggap lebihmahal diban dingkan bank konvensional.Formula tersebut menurut Rosly (2005)adalah sebagai berikut (lihat tabel 2)

Berdasarkan kedua rumus tersebut, adatiga variabel yang dapat diperbandingkan,

yaitu cost of deposits, biaya overhead, danpremi risiko kegagalan (spread). Sedangkanpremi risiko inflasi diasumsikan sama,karena tingkat inflasi yang dihadapi tidakberbeda. Tabel 1 merangkum secara lengkapperbandingan ketiga variabel ini denganmenggunakan data tahun 2007-2009.

Perbandingan tiga variabelVariabel pertama adalah cost of deposits,

yaitu biaya yang dikeluarkan bank untukdibagikan kepada nasabah Dana PihakKetiga (DPK). Dengan kata lain, ia menun-jukkan besarnya return yang dinikmati olehpara penabung. Dari data yang ada, perbe-daan antara bank syariah dan bank konven-sional tidak terlalu besar. Persaingan diantara keduanya berdasarkan variabel inirelatif berimbang.

Kedua, rasio biaya overheads per capital.Biaya overheads menunjukkan besarnya

dana yang harus dikeluarkan oleh bankuntuk membayar biaya operasional tidaklangsung, seperti gaji atau upah, tagihanlistrik, dan sejenisnya. Sedangkan capitaladalah modal dasar yang dimiliki bank untukmenjalankan usahanya. Variabel ini menun-jukkan proporsi modal yang digunakan bankuntuk menutupi biaya overheads-nya.

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwarasio biaya overheads per capital bank sya -riah lebih baik bila dibandingkan denganbank konvensional. Kondisi ini, menurut pe -nulis, lebih banyak dipengaruhi oleh konver siMaybank Islamic milik pemerintah dan Pub -lic Islamic Bank menjadi bank umum syariah.

Sedangkan yang ketiga adalah premi risikokegagalan nasabah. Penentuan komponen inisangat ditentukan oleh karakter dan kemam-puan nasabah pembiayaan. Jika nasabahtersebut dapat dipercaya, maka bank akanmengenakan tingkat premi risiko yang rendahterhadapnya. Demikian pula sebaliknya.

Indikator yang biasanya digunakan pihakbank dalam hal ini adalah Non-PerformingLoan (NPL) pada perbankan konvensionaldan NPF (Non-Performing Financing) padaperbankan syariah. Rasio NPL dan NPF inimenunjukkan pengalaman bank di masalalu, sehingga bank yang bersangkutan dapatmenentukan tingkat premi risiko kegagalandalam situasi tersebut.

Dari data yang ada bank syariah tam-paknya masih menghadapi nasabah yangrelatif kurang dapat dipercaya dibandingkandengan bank konvensional.

Sehingga secara keseluruhan, pada kasusMalaysia, bank syariah menghadapi premirisiko kegagalan yang lebih tinggi diband-ingkan bank konvensional. Inilah faktorutama yang membuat marjin profit yangmenjadi kewajiban nasabah pembiayaanbank syariah, lebih tinggi bila dibandingkandengan bunga kredit yang menjadi kewa-jiban nasabah bank konvensional.

KesimpulanDari analisis di atas, dapat disimpulkan

bahwa variabel yang mempengaruhi mahalatau murahnya sebuah pembiayaan adalahrasio biaya overheads per capital dan premirisiko kegagalan nasabah. Oleh karena itu,ada dua solusi yang dapat meningkatkankinerja pembiayaan bank syariah.

Pertama, bank syariah perlu meningkat -kan kehati-hatian dalam memilih nasabahpem biayaannya, agar NPF dapat diminimal-isir. Kedua, jumlah dana pihak ketiga (DPK)harus terus menerus ditingkatkan.

Di sinilah peran penting pelaku usaha danmasyarakat secara umum untuk menabungdi bank sya riah. Jika tidak, maka pembi-ayaan bank syariah akan selalu dianggaplebih mahal. Wallahu a’lam. �

Meningkatkan KinerjaPembiayaan Bank Syariah

JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Kamis > 24 Februari 2011 25

Laily Dwi Arsyianti

Dosen Ekonomi SyariahFEM IPB dan UIKA Bogor

Indonesia adalah negara dengan populasiMuslim terbesar di dunia yang terletak diwilayah Asia Tenggara. Dengan laju per-tumbuhan penduduk rata-rata per tahun

yang mencapai angka 1,49 persen sesuaidata BPS, dapat dipastikan Indonesia ini tetapmenjadi negara dengan populasi Muslim ter-banyak sampai beberapa tahun ke depan.

Namun, meskipun jumlah muslim terbesardi dunia, pangsa pasar perbankan sya riah diTanah Air masih sangatlah kecil, ba ru menyen-tuh angka tiga persen di akhir bulanDesember 2010. Sangatlah kontras jikadiban dingkan Malaysia, yang dengan jumlahMuslim kurang dari 15 juta jiwa, ternyata per-bankan syariahnya mampu menembus angka20 persen di akhir tahun 2010.

Salah satu faktor keberhasilan negeri jirantersebut dalam pencapaian pangsa pasar per-bankan syariah yang lebih baik dari Indonesia,di antaranya adalah karena ketersediaan riset-riset empiris, yang memberikan keuntungan,tidak hanya bagi kalangan akademisi, Tapijuga bagi para praktisi perbankan syariah. De -ngan kata lain, link and match antara duniapen didikan dan dunia praktisi terjalin begitukuat. Artikel yang berjudul Who Patronises Is -lamic Banks in Indonesia? yang ditulis olehMu hamad Abduh dan Mohd Azmi Omar, dantelah diterbitkan oleh Australian Journal ofIslamic Law, Management and Finance Vol. 1,Issue 1, hal 40-53, mencoba untuk menawar -kan sejumlah alternatif dalam meningkatkanpangsa pasar perbankan syariah di Indonesia.

Kriteria pemilihan bankRiset tentang kriteria pemilihan bank oleh

konsumen telah banyak dilakukan oleh paraaka demisi ataupun praktisi perbankan itu sen -diri. Puluhan, jika tidak ratusan artikel dengantema riset ini dapat ditemukan di berbagaijurnal internasional. Akan tetapi, riset tentangpreferensi konsumen dalam memilih perbank -an syariah masih belum banyak dipublikasi -kan. Di antara yang menjadi rujukan dalambing kai perbankan syariah ini adalah Erol danEl-Bdour (1989), Erol, Kaynak dan El-Bdour(1990), Naser, Jamal dan Al-Khatib (1999) un -tuk Yordania. Kemudian ada Haron, Ahmaddan Planisek (1994), Ahmad dan Haron(2002), Dusuki dan Abdullah (2007) serta Ha -ron dan Wan Azmi (2008) untuk kasus Malay -sia. Selain itu, terdapat juga Hegazy (1995) diMesir, Metawa dan Almossawi (1998) di Bah -rain, serta Okumu� (2005) di Turki.

Berdasarkan riset-riset tersebut, di antarafaktor-faktor yang ditemukan memengaruhikonsumen untuk menjadi nasabah perbankansyariah adalah reputasi bank terkait, fasilitasdan servis yang disediakan, metode penetap -an harga dalam pembiayaan, keramahan kar -yawan bank, tingkat pengembalian keuntung -an dan tentu saja faktor keagamaan. Khususuntuk faktor keagamaan (religiosity), belumditemukan memiliki dampak yang signifikandalam memengaruhi keputusan konsumen,untuk menjadi nasabah perbankan syariahpada riset-riset permulaan, yaitu sekitar 1989– 1999.

Pada dekade 2000-an faktor keagamaanmenjadi faktor yang memenga ruhi keputusanseorang konsumen untuk me nyim pan dananyadi perbankan syariah. Isu Sep tember-elevenpada 2001 dalam hal ini mungkin turut

memengaruhi keter libat an faktor keagamaandalam perkembang an pangsa pasar per-bankan syariah di dunia.

Pendekatan metodologiNamun, semua artikel di atas hanya meng-

gunakan teknik analisis deskriptif sehinggaberhenti pada faktor-faktor apa saja yangmuncul dalam pembahasan kriteria pe mi lihanbank. Oleh karena itu, artikel yang dire sen - sikan kali ini menggunakan pendekat an yangberbeda, dengan tujuan membuat urutanmulai dari faktor yang paling signifikan dalammempengaruhi nasabah untuk memilih per -ban k an syariah, serta peluang seseorang de -ngan karakteristik yang sama untuk menjadinasabah perbankan syariah.

Riset ini menggunakan data primer yangdikumpulkan dari nasabah perbankan syariahdan konvensional di wilayah Kota Bogor padapertengahan tahun 2006. Sebanyak 300 kue-sioner disebarkan dan dianalisis lebih lanjutde ngan analisis faktor, analisis koresponden-si, dan diakhiri dengan analisis regresi biner-logistik de ngan respons “0” jika bukannasabah perbank an syariah dan respons “1”untuk sebaliknya.

Hasil analisisDari hasil yang diperoleh, individu yang

mengutamakan isu keagamaan seperti ke se -suai an bank tersebut dengan syariah sertamem pertimbangkan dan mengikuti fatwa MUItentang keharaman bunga bank, yakni kon-sumen dengan peluang terbesar untuk men jadinasabah perbankan syariah. Selain ka rakterindividual, ada dua faktor intra-bank yang juga

secara signifikan mempengaruhi keputusancalon nasabah untuk menyimpan uangnya dibank syariah, yaitu ketahanan terhadap kri sis(safety) dan iklan yang menarik (advertise-ment). Tingkat keuntungan (profitability) se -men tara belum menjadi pertimbangan pen tingbagi masyarakat. Hal ini disebabkan jum lahperbankan syariah yang belum banyak pa datahun 2006, berbeda mungkin hasilnya jikariset ini dilakukan pada awal tahun 2011 ini.

Dari hasil riset ini, industri perbankan sya -riah dapat memfokuskan target pemasar an -nya pada kelompok masyarakat yang cukupter ekspos dengan agama (Islam).

Dengan jumlah rekening yang baru menca-pai enam jutaan (Statistik Perbankan Syariah,Desem ber 2010), industri perbankan syariahma sih memiliki peluang yang sangat besaruntuk me menangi pasar masyarakat yangmengedepankan isu-isu keagamaan. Yangperlu diperhatikan kemudian adalah kemasaniklan/ pro mosi yang menarik bagi para calonnasabah tersebut, tanpa lupa memberikanpenekanan kepada isu keamanan dana sertaketahanan dari krisis keuangan, seperti yangterjadi pada tahun 1997/1998.

Ke depan, ada sejumlah riset lanjutanyang dapat dilakukan, dengan penekananpada sejumlah isu. Isu-isu tersebut antaralain : (i) adakah perbedaan faktor yangmuncul dalam memengaruhi calon nasabahuntuk menyimpan uangnya di perbankansyariah antara se belum tahun 2011 dantahun 2011 saat ini, dan (ii) apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah per-bankan syariah untuk menarik uangnya daribank. Wallahu a’lam. �

Preferensi Konsumen Bank Syariah

Muhamad Abduh

Alumnus DepartemenStatistika IPB danKandidat Doktor IIU

Malaysia

Dr Irfan Syauqi Beik

Dosen IE-FEM IPB

Tabel 1. PERBANDINGAN INDIKATOR BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH DI MALAYSIA

Marjin Profit BBA = cost of Islamic deposits + biaya overheads per capital + premi risiko inflasi + premi risiko kegagalan nasabah pembiayaan (spread)

Bunga kredit = cost of deposits + biaya overheads per capital + premi risiko inflasi + premi risiko kegagalan nasabah (spread)

BANK 2009 2008 2007

(1) (2) (3) (1) (2) (3) (1) (2) (3)

Maybank Islamic Berhad 1,57 0,120 0,0188 1,99 0,095 0,0262 3,04 0,099 0,0414

Bank Islam Malaysia Berhad 2,12 0,145 0,0490 2,19 0,155 0,0782 2,55 0,145 0,1088

Public Islamic bank Berhad 1,64 0,085 0,0078 2,23 0,021 0,0093 2,55 0,038 0,0129

Malayan Banking Berhad 1,06 0,139 0,0166 1,71 0,141 0,0186 1,95 0,137 0,0311

Public Bank Berhad 2,04 0,094 0,0067 3,08 0,103 0,0091 3,16 0,103 0,0132

CIMB Bank Berhad 2,27 0,197 0,0116 3,36 0,171 0,0255 3,42 0,220 0,0428

Rata-rata Bank Syariah 1,78 0,117 0,025 2,14 0,090 0,038 2,71 0,094 0,054

Rata-rata Bank Konvensional 1,79 0,143 0,012 2,72 0,138 0,018 2,84 0,153 0,029

Rata-rata Marjin Profit Bank Syariah (dalam persen) 6,56 7,14 7,24

Rata-rata Suku Bunga Kredit (dalam persen) 5,14 6,10 6,46

Keterangan : (1) Marjin Profit dan Bunga Kredit (dalam persen)

(2) Rasio Biaya Overheads per Capital

(3) Rasio NPL dan NPF

Sumber : Laporan keuangan masing-masing bank

Tabel 2.

MSTR IQTISHODIA BARU 1 2/24/11 3:35 PM Page 3

Page 4: JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA - fem.ipb.ac.id 2011 02.pdf · P ertanian memiliki fungsi dan peran strategis bagi masya-rakat dan pemerintah, baik di negara berkembang maupun di negara

Komposisi pangsa pasar padaperbankan berdasarkan ha -sil riset kuantitatif BankIn donesia (2008) menunjuk -kan bahwa nasabah di In -do nesia yang loyal terhadap

bank syariah adalah sebesar 16,40 persen,se dangkan nasabah loyal konvensional se -besar 33,80 persen. Sisanya sebesar 49,80per sen didominasi oleh nasabah rasional,yang memilih bank berdasarkan profit yangdidapat. Potensi jumlah nasabah rasionalyang besar tersebut ikut berperan dalammen ciptakan lingkungan kompetitif bagiindustri perbankan, terutama dalam era dualbanking system.

Interaksi antara bank syariah dan bankkonvensional dalam dual banking systemtidak dapat dihindari sebab kedua sistemter sebut beroperasi pada lingkungan mak -roekonomi yang sama. Namun, respons yangditunjukkan oleh masing-masing perbankanakan berbeda dalam menghadapi guncanganmakroekonomi. Di satu sisi, aktivitas inter-mediasi perbankan menjadi salah satu pen-dorong dalam memajukan perekonomianbangsa. Dengan demikian pembuktian se -cara em piris mengenai dampak guncanganperu bahan makroekonomi terhadap DanaPihak Ketiga (DPK) dan kredit perbankan,dalam dual banking system di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan menganalisisdampak guncangan variabel makroekonomiReal Exchange Rate (RER), Sertifikat BankIndonesia (SBI), Consumer Price Index (CPI),dan Industrial Production Index (IPI) ter-hadap DPK dan kredit perbankan konven-sional maupun DPK dan pembiayaan per-bankan syariah.

Data yang digunakan adalah data BankUmum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Sya -riah (UUS), serta bank umum konvensionalun tuk periode Juni 2003 sampai Ok tober 2008.Analisis data yang digunakan meng gunakanmetode Vector Autoregression (VAR) danVector Error Correction Model (VECM).

Hasil dan analisisHasil IRF menunjukkan bahwa guncang -

an variabel RER sebesar satu standar deviasiakan direspons negatif oleh DPK dan kre -dit/pembiayaan pada masing-masing sistemperbankan. Hasil ini sesuai dengan penelitianYusof, et al. (2008) yang menyatakan bahwanaik nya nilai tukar domestik (depresiasi) me -nyebabkan kenaikan harga barang impor danpenurunan harga barang ekspor, sehinggamendorong peningkatan harga domestik, danberakibat terhadap penurunan DPK per-bankan. Dari sisi pinjaman, depresiasi nilaitukar menyebabkan beban pengembalianutang dalam bentuk valuta asing membesar,sehingga semakin banyak debitor yang de -fault. Risiko nilai tukar tersebut menyebab -kan terjadinya penurunan outstanding kredit.

Secara umum, respons negatif ditun-jukkan oleh DPK dan pembiayaan syariah

terhadap gun cangan variabel SBI. KenaikanSBI rate me nyebabkan suku bunga simpananmenjadi le bih tinggi. Dalam hal ini, deposanbank sya ri ah akan mentransfer dananya kebank kon ven sional saat return yang dita war -kan oleh bank syariah secara signifikan lebihren dah dibandingkan bank konvensional.Se lan jutnya, penurunan dana yang berhasildi him pun bank syariah akan memengaruhike mampuan bank syariah dalam menyalur -kan pembiayaan.

Seluruh model merespons negatif guncang -an CPI yang merupakan proxy inflasi. Arti -nya, ketika terjadi peningkatan CPI, baik DPKmaupun pinjaman akan mengalami penu-runan. Inflasi tinggi akan meningkatkan keti-dakpastian ekonomi serta mengurangi nilairiil dari portofolio bank, sehingga memenga -ruhi performa perbankan dalam meng himpundana dan menyalurkan pinjaman. GuncanganIPI sebesar satu standar de viasi akan diresponspositif oleh model DPK sya riah, DPK konven-sional, dan kredit kon ven sional. Artinya,kenaikan IPI sebagai in dikator kemajuan pro-duksi menyebabkan DPK dan kredit bankkonvensional mengalami peningkatan.

Hal menarik ditunjukkan oleh model

pembiayaan syariah di mana guncangan IPIakan direspons negatif oleh pembiayaan.Artinya, peningkatan IPI akan menurunkanpembiayaan syariah. Hal ini kemungkinandisebabkan oleh prinsip profit sharing yangdijalankan oleh bank syariah, menyebabkancost of money pada bank syariah justru lebihmahal saat perekonomian sedang membaik.Oleh karena itu, kondisi perekonomian yangmembaik menyebabkan nasabah akan me -milih sumber pinjaman modal yang mena -warkan cost of money lebih murah.

Selanjutnya, hasil analisis variance decom -positionmenunjukkan bahwa penga ruh fluk-tuasi SBI terhadap DPK syariah ada lahsebesar 1,50 persen. Sedangkan pem bia yaanberbasis syariah dipengaruhi oleh fluktuasiSBI sebesar lima persen. Share aset perbankansyariah yang masih sangat kecil menunjukkanlingkungan perbankan di In donesia masihdidominasi oleh sistem kon ven sional. Temuanini sejalan dengan pene li tian Bacha (2004),Yusof, et al. (2008), dan Kas sim, et al. (2009),yang menyatakan bah wa bank syariah dalamsistem perbankan gan da turut dipengaruhioleh risiko bunga walaupun bank tersebutberoperasi dengan prinsip bebas bunga.

Kontribusi variabel makroekonomi lain da -lam menjelaskan perilaku DPK syariah adalahsebesar 17,80 persen. Adapun share va riabelmakroekonomi lain terhadap fluktuasi DPKkonvensional mencapai 68,60 persen (Gambar1). Oleh karena itu, DPK syariah akan lebihstabil menghadapi guncangan mak roekonomidibandingkan DPK konvensional.

Proporsi variabel makroekonomi lain ter-hadap pembiayaan syariah menunjukkannilai yang relatif lebih besar, yaitu sebesar53,80 persen dibandingkan pengaruh vari-abel makroekonomi lain terhadap kreditkonvensional, yang mencapai angka 19,40persen (Gambar 2). Dengan demikian, kreditkonvensional akan lebih stabil dibandingkanpembiayaan syariah dalam menghadapi gun-cangan makroekonomi. Hal ini sejalandengan penelitian Sugema et al. (2009) yangmenyatakan bahwa pembagian risiko yangberasal dari shockmakroekonomi pada pasarpembiayaan berbasis bagi hasil akanmemengaruhi pemilik modal dan peminjam.Sementara itu, pemilik modal dalam hal iniadalah bank konvensional tidak akanmenanggung risiko pada pasar kredit kon-vensional sehingga shock yang terjadi akandihadapi sepenuhnya oleh peminjam kredit.

KesimpulanSBI sebagai instrumen moneter memiliki

pengaruh bukan hanya terhadap bank kon-vensional, melainkan juga terhadap banksya riah. Kondisi pasar perbankan saat iniyang ma sih didominasi oleh sistem konven-sional, mem buat intrumen moneter berbasisbunga mem engaruhi aktivitas perbankansyariah. Ide alnya, bank syariah mampu men -ja di pendorong perekonomian melaluiinterme diasi per bankan yang bebas bunga,termasuk da lam penentuan tingkat pembi-ayaannya. Oleh ka rena itu, dibutuhkanadanya perbaikan in strumen moneter berba-sis syariah agar perbank an syariah lebihoptimal sebagai lembaga intermediasi yangberpihak terhadap sektor riil, dengan tetapberpegang pada nilai-nilai dasarnya.

Respons negatif yang ditunjukkan olehvariabel IPI terhadap model pembiayaansyariah menunjukkan bahwa pembiayaansyariah masih belum begitu diminati olehpasar saat perekonomian membaik. Hal inimerupakan tantangan bagi perbankansyariah dalam menciptakan strategi yangtepat agar nasabah rasional lebih tertarikmenggunakan layanan bank syariah.

Program pencitraan baru, pengembanganproduk dan teknologi, perbaikan SDM, pe -ning katan pelayanan, serta sosialisasi danko munikasi harus diperbaiki oleh seluruhstakehol der yang terkait dengan pengem -bang an bank syariah. Hal-hal tersebut bertu-juan agar competitiveness perbankan syariahdapat me ningkat sehingga besarnya potensinasa bah rasional dapat diraih untuk mening -kat kan market share perbankan syariah.Wallahu a’lam. �

JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Kamis > 24 Februari 2011 26

Pengaruh Guncangan Ekonomiterhadap Dual Banking System

Dalam jual beli, tentu Andameng inginkan harga yang se -suai dengan barang yang diper-jualbelikan. Agar tercapai tran -

sak si yang adil, penting kiranya untukme mastikan bahwa harga yang berlakuada lah harga yang tepat sesuai barangyang diperjualbelikan.

Logika yang sama pun berlaku dalamjenis transaksi keuangan. Ketepatan har - ga yang diberlakukan pada khususnyaatau mekanisme penetapan harga (pri -cing mechanism) pada umumnya meru -pa kan syarat perlu dalam menjamin ter-capainya transaksi yang adil. Hanya saja,di pasar keuangan, dari dahulu hinggazaman modern saat ini, masyarakatumum nya menganggap bahwa interestrate adalah harga uang (price of mo -ney). Benarkah anggapan ini?

Secara singkat akan dijelaskan bahwainterest rate ternyata bukanlah price ofmoney, melainkan hanyalah harga waktu(price of time). Konsekuensinya, interestrate tentu tidak dapat berperan dalampri cing mechanism yang tepat dan adildalam berbagai bentuk transaksi keuang -an, dalam hal ini pinjam-meminjam dana.Mengapa?

Anda boleh mengemukakan logika se -der hana tentang keberadaan inflasi. Akantetapi, di sini akan ditunjukkan bahwa pe -nerapan interest rate sebagai price of mo -ney tidaklah dapat merefleksikan nilaiuang yang sebenarnya, terserah apakahterjadi inflasi atau tidak. Se an dainya punbisa, paling-paling interest rate hanyalahrepresentasi harga bayang an (shadow pri -

ce) dari uang atau dana yang dipinjamkan. Untuk memahami hal ini, Anda dapat

kembali memahami konsep time value ofmoney seperti yang telah dibahas padaBukan Tafsir edisi terdahulu. Secarasingkat, konsep time value of moneysendiri sebenarnya tidaklah dengansendirinya menunjukkan bahwa interestrate mencerminkan biaya atau hargauang sesungguhnya. Interest ratehanyalah harga waktu berdasarkankesempatan (opportunity) yang dimiliki.

Cukup dengan matematika sederhanauntuk membuktikannya. Persamaan nilaiuang saat ini (present value atau nilaikiwari) secara jelas menyatakan bahwanilai uang atau investasi di masa men-datang (future value) tidaklah tumbuhberdasarkan nilai kiwarinya, karena nilaikiwari hanyalah suatu konstanta. BagiAnda yang gemar matematika, penu-runan persamaan tersebut akan menun-jukkan bahwa nilai future value akanberubah berdasarkan waktu dan interestrate. Dengan kata lain, future value ofinvestment akan berubah sepanjangwaktu karena ia merupakan fungsi dariwaktu itu sendiri. Jelaslah bahwa inter-est rate ternyata adalah harga waktudari uang.

Dalam bahasa praktis, katakan sajaAnda melakukan transaksi pinjam-me min -jam melalui kredit konvensional. Da lamakad, terlihat bahwa Anda berke wa jib anmengembalikan pokok cicilan plus biayapinjaman yang dihargai ber dasar kanwaktu pinjamnya. Semakin tinggi interestrate, semakin mahal price of time-nya.

Untuk lebih meyakinkan lagi, cobalahAnda buat fungsi produksi sederhana dimana uang kita anggap sebagai salahsatu input produksi. Gantikan inputbarang kapital dengan uang (pinjaman)sehingga input fungsi produksi adalahuang dan waktu. Dalam fungsi produksiseperti ini, uang tidak dapat berperandalam proses produktif. Alasannya kare-na uang tidak serta–merta dapat ditrans-formasikan menjadi input yang produktif.

Implikasinya adalah bahwa bertam bah -nya waktu tentu tidak serta–merta akanmeningkatkan produksi. Dengan ka ta lain,pertambahan produksi akibat per tambah -an input waktu by default ada lah nol sam-pai kapan pun selama tidak ada transfor-masi uang, atau pinjaman men jadi inputproduktif dalam periode wak tu tersebut.Oleh karena itu, anggap an bahwa waktuadalah salah satu input produksi adalahtidak berdasar karena ia sama sekalitidak memengaruhi tingkat produksi.

Demikian pula dengan uang pinjamanitu sendiri. Pertumbuhan uang yang diin-vestasikan tidak akan berdampak terha -dap output selama pinjaman tersebut ti -dak dibelanjakan untuk hal-hal produktif.Ber beda halnya misalnya jika dengan uangter sebut Anda membeli mesin. Keti ka me -sin dijalankan, output akan bertambah.

Fakta-fakta tersebut menunjukkanbahwa uang dan waktu akan produktifhanya jika pinjaman dibelikan barangkapital, kemudian digunakan secara pro-duktivitas. Perlu dicatat bahwa terminolo-gi “produktivitas oleh waktu” tidaklahberarti bahwa produksi ditentukan oleh

waktu, tetapi hanyalah mengisyaratkanbahwa output akan bertambah sepan-jang waktu jika penggunaan barang kapi-tal tersebut menambah output. Dapatdikatakan bahwa output dan waktu meru-pakan dua hal yang terpisah samasekali. Waktu hanya berperan sebagaigambaran evolusi output.

Dari uraian di atas cukup jelas bahwainterest rate bukanlah price of money.Uang pinjaman pun tidak akan sertamerta menambah output selama uangtersebut tidak dibelanjakan untuk mem-beli barang kapital produktif. Hal inicukup memberikan justifikasi kekeliruanaplikasi interest rate sebagai “biayapengembalian uang” yang membuat nilaipinjaman terus menggelembung seiringberjalannya waktu.

Implikasi lainnya adalah bahwa dalamtransaksi keuangan, pricing mechanismperlu dilakukan melalui terminologi hargalain selain interest rate. Bentuk transak-si lain di mana pricing mechanism samasekali tidak dikaitkan dengan waktu -misalnya penetapan harga jual berdasar -kan margin melalui kontrak jual beli ba -rang kapital atau kontrak bagi hasilkiranya, lebih adil dan bahkan dapatmemiliki justifikasi secara ilmiah.

Dari perspektif pricing mechanism ini,mungkin cukup jelas kiranya mengapa se -buah ayat mengharamkan riba dan se ba -gai pembandingnya adalah kontrak jualbeli yang dihalalkan. Namun karena rub rikini adalah Bukan Tafsir, tentu para fuqahadan para mufassir-lah yang lebih berkom-peten menjelaskannya. Wallahu a’lam. �

Dr Iman Sugema

Dosen IE FEM IPB

PricingMechanism

M Iqbal Irfany

Dosen IE-FEM IPB

Dr Iman Sugema

Dosen IE FEM IPB

Nursechafia

Alumnus DepartemenIlmu Ekonomi FEM IPBdan Mahasiswa S2 IIU

Malaysia

M Iqbal Irfany

Dosen IE-FEM IPB

Gambar 1. Variance Decomposition DPK Konvensional dan DPK Syariah

Gambar 2. Variance Decomposition Kredit dan Pembiayaan

MSTR IQTISHODIA BARU 1 2/24/11 3:36 PM Page 4