jurnal ctl smp
TRANSCRIPT
BIOEDUKASI VOLUME 2, NOMOR 1, MEI 2011 81
PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA DI SMP
MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Anak Agung Oka
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Metro
Abstract: The aims of this research was: 1) to increase to activity of student in the
instructional; 2) to increase remember of student to the lesson; 3) to increase of
teacher make decision instructional to active, creative, effective and enjoy. To reach
the aims, this study uses Classroom Action Research (CAR). In the research made
two circles. First circle of three actions and second circle of three actions. To know
of activity of student by observation of activity in the instructional. Inside of activity
of student observation too teacher of teach. The research result was: by
instructional Contextual Teaching and Learning (CTL) by model Jigsaw in the
instructional Science at Junior High School can Increase learning activity and
remember capacity of student. The activity in the list observation was: activity of
questions; 2) activity to answer question from teacher or friends; 3) activity of work;
4) activity attention of lesson; 5) make of problem; 6) activity to observation; 7)
capacity to explanation something; 8) record something to important; 9) capacity to
collection and analysis of something, and capacity of recovering the lesson to 15
days. Based on the result of the research, it suggested: 1) the teacher must always
teach by strategy instructional which active, creative and enjoy; 2) the teacher
science must always to increase them skill in the teach, because science always
growths; 3) the teacher of science must always give to students for participation in
the instructional; (4) the teacher of science must always to improve of knowledge or
skill; 5) the teacher of science must always make the instructional of innovative.
PENDAHULUAN
Dalam Kurikulun Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) untuk pendidikan
dasar dan menengah disebutkan bahwa
Sains berfungsi untuk mengembangkan
keterampilan wawasan, dan kesadaran
teknologi dalam kaitan dengan
pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-
hari. Hal ini berarti, melalui pembelajaran
Sains di sekolah, semestinya dapat
digunakan untuk membentuk kemampuan
manusia yang utuh, dalam arti mempunyai
sikap, kemampuan kognitif dan
keterampilan memecahkan permasalahan
yang dihadapi.
Berdasarkan pengamatan peneliti
ketika guru Sains (IPA) mengajar di kelas
terlihat bahwa aktivitas belajar siswa
sangat rendah, hal ini terlihat dari
minimnya siswa yang mengajukan
pertanyaan, menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh guru maupun temannya
sendiri, bahkan sebagian siswa mengantuk
tak bersemangat dan ketika ditanya oleh
guru dari 30 orang kelas 1 yang
mengacungkan tangan untuk menjawab
pertanyaan guru hanya satu dua orang
saja, itupun jawabannya terkadang jauh
melenceng dari pertanyaan.
Berdasarkan hasil pengamatan
tersebut peneliti kemudian melakukan
diskusi dengan guru Sains terungkap
bahwa siswa memiliki aktivitas belajar
yang sangat rendah dan sangat cepat
melupakan materi yang dipelajarinya.
Diskusi menghasilkan kesimpulan bahwa
penyebab rendahnya aktivitas siswa dan
mudahnya siswa melupakan materi yang
diajarkan adalah desain dan strategi yang
diterapkan terlalu menoton, kurang
menarik, kurang menarik dan metode
pembelajarannya juga kurang kontekstual.
Dari hasil pengamatan terhadap
proses pembelajaran Sains di kelas dan
BIOEDUKASI VOLUME 2, NOMOR 1, MEI 2011 82
diskusi dengan guru mata pelajaran maka
peneliti bersama tiga guru mata pelajaran
Sains maka dapat ditetapkan masalah
pembelajaran yang ada di kelas yaitu
rendahnya aktivitas belajar siswa dan
rendahnya partisipasi siswa dalam
pembelajaran. Adapun penyebab
masalahnya adalah desain dan strategi
pembelajaran kurang sesuai dengan minat
dan kebutuhan anak serta kurang
kontekstual.
Setelah dilakukan diskusi secara
bersama-sama mengenai masalah yang
ada dan penyebabnya, maka diambil
langkah bersama antara peneliti dan guru
mata pelajaran untuk menetapkan
tindakan yang akan dilakukan. Dari hasil
diskusi diputuskan bahwa tindakan yang
akan dilakukan yaitu mengubah desain
dan strategi pembelajaran dari yang
bersifat menoton kepada pembelajaran
yang efektif yaitu dengan ciri prosesnya
adalah pembelaran aktif, kreatif, efektif
dan menyenangkan serta kontekstual yang
disingkat dengan PAKEM C, dalam hal
ini dipilih yaitu pembelajaran Contexual
Teaching and Learning (CTL).
Dari uraian yang terdapat pada
latar belakang di atas, maka dapat dibuat
rumusan masalah yaitu “apakah dengan
pembelajaran Contexual Teaching and
Learning (CTL). Dalam pembelajaran
Sains di SMP dapat meningkatkan
aktivitas belajar dan memperkuat daya
ingat siswa? Rumusan masalah di atas
dapat dijelaskan secara operasional
mengenai aktivitas yaitu: aktivitas
bertanya, aktivitas menjawab pertanyaan
guru atau teman, aktivitas mengerjakan
tugas, aktivitas mengikuti pelajaran,
merumuskan problema, mengamati,
menguraikan/menjelaskan, mencatat hal-
hal yang dianggap penting,
mengumpulkan dan menganalisis data.
Adapun tentang kemampuan mengingat
pelajaran yaitu apabila diberikan tes/quis
setelah pelajaran berlangsung sampai
dengan 1 minggu atau lebih.
Pemilihan desain dan strategi
pembelajaran Contexual Teaching and
Learning (CTL) didasari oleh
pertimbangan bahwa sarana dan prasarana
laboratorium cukup memadai, lingkungan
sekolah yang dapat dijadikan sebagai
sumber belajar sangat memadai.
Disamping kedua hal di atas bahwa
pembelajaran kontekstual memungkinkan
para siswa mampu menguatkan,
memperluas, dan menerapkan
pengetahuan dan keterampilan akademik
mereka dalam berbagai macam tatanan
dalam sekolah dan luar sekolah, agar
dapat memecahkan masalah-masalah
dunia nyata atau masalah-masalah yang
disimulasikan.
Pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and Learning)
merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Dengan konsep
ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam
bentuk kegiatan bekerja dan mengalami,
bukan transfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Strategi pembelajaran lebih
dipentingkan daripada hasil.
Dalam konteks itu, siswa perlu
mengerti apa makna belajar, apa
manfaatnya, dalam status apa mereka, dan
bagaimana mencapainya. Mereka sadar
bahwa yang mereka pelajari berguna bagi
hidupnya nanti. Dengan begitu mereka
memposisikan sebagai diri sendiri yang
memerlukan suatu bekal untuk hidupnya
nanti. Mereka mempelajari apa yang
bermanfaat bagi dirinya dan berupaya
menggapainya. Dalam upaya itu, mereka
memerlukan guru sebagai pengarah dan
pembimbing.
BIOEDUKASI VOLUME 2, NOMOR 1, MEI 2011 83
Dalam kelas kontekstual, tugas
guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak
berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Tugas guru mengelola
kelas sebagai tim yang bekerja bersama
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi
anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru
(baca: pengetahuan dan keterampilan)
datang dari „menemukan sendiri‟, bukan
dari „apa kata guru‟. Begitulah peran guru
di kelas yang dikelola dengan pendekatan
kontekstual.
Kontekstual hanya sebuah strategi
pemebelajaran. Seperti halnya strategi
pembelajaran yang lain, kontekstual
dikembangkan dengan tujuan agar
pembelajaran berjalan lebih produktif dan
bermakna. Pembelajaran kontekstual
dapat dijalankan tanpa harus mengubah
kurikulum dan tatanan yang telah ada.
Anonim (2002) mengemukakan
bahwa apabila dikaji lebih lanjut, kita
akan tiba pada kesimpulan bahwa
pembelajaran kontekstual merupakan
suatu konsep yang didukung oleh berbagai
penelitian aktual di dalam ilmu kognitif
(cognitif science) dan teori-teori tentang
tingkah laku (behaviour theories) yang
secara bersama-sama mendasari konsepsi
dan proses pembelajaran kontekstual,
antara lain:
a. Konstruktivisme berbasis pengetahuan
(Knowledge-Based Construktivism) –
Baik instruksi langsung maupun
kegiatan kontruktivis dapat sesuai dan
efektif di dalam pencapaian tujuan
belajar siswa.
b. Pembelajaran berbasis usaha/teori
pertumbuhan kecerdasan (Effort-
Based Learning/Incremental Theory of
Intellegence) – Peningkatan usaha
seseorang untuk menghasilkan
peningkatan kemampuan. Teori ini
berlawanan dengan gagasan bahwa
kecerdasan seseorang tidak dapat
diubah. Bekerja keras untuk mencapai
tujuan belajar akan memotivasi
seseorang terlibat dalam kegiatan yang
berkaitan dengan komitmen untuk
belajar.
c. Sosialisasi (Socialization) – Anak-
anak mempelajari standar, nilai-nilai,
dan pengetahuan kemasyarakatan
dengan mengajukan berbagai
pertanyaan dan menerima tantangan
untuk menemukan solusi yang tidak
segera terlihat, bersama-sama dengan
penjelasan konsep, pembenaran
pemikiran mereka, dan pencarian
informasi.
d. Pembelajaran situasi (Situated
Learning) – pengetahuan dan belajar
dikondisikan dalam fisik tertentu dan
konteks sosial.
e. Pembelajaran distribusi (Distributed
Learning) – Pengetahuan mungkin
dipandang sebagai pendistribusian dan
penyebaran individu, orang lain, dan
berbagai benda (artifacts) seperti alat-
alat fisik dan alat-alat simbolis, dan
bukan semata-mata sebagai suatu
kekayaan individual.
Pembelajaran kontekstual adalah
pembelajaran yang memungkinkan para
siswa mampu menguatkan, memperluas,
dan penerapkan pengetahuan dan
keterampilan akademik mereka dalam
berbagai macam tatanan dalam sekolah
dan luar sekolah, agar dapat memecahkan
masalah-masalah dunia nyata atau
masalah-masalah yang disimulasikan.
Selanjutnya Nur dalam Enoh (2004)
mengemukakan bahwa terdapat tujuh
kunci dalam pembelajaran CTL yaitu:
a. Inquiri (Inquiry), diawali dengan
kegiatan pengamatan dalam rangka
memahami suatu konsep;
b. Bertanya (Questioning), digunakan
oleh guru untuk mendorong,
membimbing, dan menilai
kemampuan berfikir siswa;
c. Konstruktivisme (Contructivism),
membangun pemahaman oleh diri
sendiri dari pengalaman-pengalaman
BIOEDUKASI VOLUME 2, NOMOR 1, MEI 2011 84
baru berdasarkan pada pengalaman
awal;
d. Masyarakat belajar (Learning
Community);
e. Penilaian autentik (Authentic
Assessment), mengukut pengetahuan
dan keterampilan siswa;
f. Refleksi (Reflection); dan
g. Pemodelan (Modelling).
Selanjutnya, Nur dalam Enoh (2004)
mengemukakan bahwa:
Pengajaran dan pembelajaran
kontekstual atau contexual
teaching and learning (CTL)
merupakan suatu konsepsi yang
membantu guru mengaitkan isi
matapelajaran dengan situasi dunia
nyata dan memotivasi siswa
membuat hubungan antara
pengetahuan dan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga, warga negara,
dan tenaga kerja.
CTL merupakan suatu perpaduan
dari banyak praktik pengajaran yang baik,
dan beberapa pendekatan reformasi
pendidikan yang dimaksudkan untuk
memperkaya relevansi dan fungsionalisasi
pendidikan untuk semua siswa.
Sedangkan Yulaelawati (2004)
mengemukakan bahwa: “Pembelajaran
kontekstual adalah kaidah yang
menggabungkan isi kandungan dengan
pengalaman harian individu, masyarakat,
dan alam pekerjaan. Kaidah ini
menyediakan pembelajaran secara konkret
yang melibatkan hands-on dan minds-
on”.
PROSEDUR PELAKSANAAN
PENELITIAN
Lokasi penelitian ini yaitu di SMP
Negeri 4 Metro yang berlokasi di Jalan
Kemiri 15A Metro Timur Kota Metro.
Waktu penelitian dimulai dari bulan Juli
sampai dengan bulan Desember 2010.
Adapun tahapan-tahapan yang dilalui
dalam pelaksanaan penelitian ini adalah:
konsolidasi tim peneliti, membuat
instrumen penelitian secara bersama-
sama, menyusun perangkat/skenario
pembelajaran dan pembagian tugas
masing-masing tim. Pelaksanaan tindakan
untuk siklus I dilakukan mulai tanggal 18
Juli 2010 yang diawali dengan melakukan
pre-test, kemudian tanggal 20 Januari
sampai dengan 20 September 2010
dilakukan pembelajaran sesuai dengan
disain yang telah ditetapkan, dilanjutkan
dengan post-test.
Mata pelajaran yang dijadikan
sebagai objek penelitian adalah mata
pelajaran Sains (IPA) Terpadu. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas VIIA
SMP Negeri 4 Metro. Adapun
karakteristik siswa yang dijadikan sebagai
subjek penelitian berdasarkan buku induk
siswa adalah sebagai berikut:
1. Jumlah siswa secara keseluruhan
adalah sebanyak 24 orang, yang terdiri
dari 10 orang siswa laki-laki dan 14
orang siswa perempuan.
2. Kemampuan akademik siswa kelas
VIIA secara umum lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas yang
lainnya karena sebelum pembagian
kelas terlebih dahulu diadakan tes
penempatan (place man test).
3. Latar belakang ekonomi orang tua
cukup beragam yaitu ada yang
berprofesi sebagai PNS, pedagang,
TNI/Polri, wiraswasta, dan ada pula
yang bermata pencaharian sebagai
buruh.
4. Dilihat dari latar belakang suku
bangsa juga cukup beragam yaitu
terdiri dari suku Jawa, Lampung,
Palembang, Minangkabau. Walaupun
demikian mereka bergaul dengan
akrab tanpa menonjol suku bangsa
mereka masing-masing. Mereka
merasa satu yaitu sebagai siswa SMP
Negeri 4 Metro dan sebagai bangsa
Indonesia. Tak pernah keributan
BIOEDUKASI VOLUME 2, NOMOR 1, MEI 2011 85
terdengar yang bersumber dari
perbedaan suku bangsa.
5. Dilihat dari partisipasi siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran dapat
dikatagorikan sangat baik, seluruh
siswa sangat antusias dalam mengikuti
pembelajaran Sains. Terlebih lagi
strategi pembelajaran yang digunakan
yaitu Contextual Teaching and
Learning mereka sangat antusias
mengikuti kegiatan baik kegiatan di
lapangan maupun kegiatan
pembelajaran kelas.
Prosedur Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa
SMP Negeri 4 Metro, mata pelajaran yang
dijadikan objek adalah Sains (IPA), lama
tindakan yaitu 2 siklus, dengan masing-
masing siklus I 6 jam pelajaran atau 6 x
45 menit dengan 3 kali pertemuan, siklus
II 6 jam pertemuan atau 6 x 45 menit
dengan 3 kali pertemuan.
Metode penelitian tindakan yang
diterapkan dalam penelitian ini me ngikuti
model Mc. Kemen. Dalam model tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut:
4 1 4 1
3 2 3 2
Gambar 1. Proses Penelitian Tindakan
(Mc. Kemen dalam Depdikbud, 1999)
Dalam hal ini prosedur yang
dilakukan dalam penelitian ini dapat
dijelaskan langkah-langkahnya sebagai
berikut:
Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan yang
dilaksanakan dalam penelitian ini adalah:
a. Menyiapkan perangkat pembelajaran
berupa skenario pembelajaran, media,
bahan dan alat, instrumen observasi,
evaluasi, dan refleksi. Dalam kegiatan
ini penyiapan perangkat dilakukan
secara bersama oleh dosen maupun
oleh guru dengan senantiasa
mengutamakan musyawarah dan
kebersamaan.
b. Membuat desain pembelajaran
Contexual Teaching and Learning
(CTL). Pembuatan desain
pembelajaran dilakukan secara
bersama-sama antara dosen dengan
guru sehingga diperoleh hasil yang
memuaskan, dan masing-masing
paham dengan apa yang akan
dilakukan.
c. Menyiapan lembar observasi. Dalam
hal ini konsep disusun oleh dosen
(ketua peneliti) kemudian didiskusikan
dengan guru sehingga timbul
persamaan persepsi. Lembar observasi
ada dua macam yaitu untuk
mengobservasi seluruh kejadian yang
berlangsung selama proses
pembelajaran yaitu untuk aktivitas
siswa dan kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru.
d. Secara keseluruhan langkah-langkah
yang dilakukan dalam pembelajaran
Sains dengan pembelajaran Contexual
Teaching and Learning (CTL) adalah
sebagai berikut:
Pelaksanaan Tindakan
Siklus I
Pada siklus pertama
dikembangkan proses mulai dari
perencanaan, tindakan,
implementasi/observasi dan reflekasi.
Kompetensi dasar yang akan dikaji pada
Siklus
Pertama
Siklus
Kedua
BIOEDUKASI VOLUME 2, NOMOR 1, MEI 2011 86
siklus I adalah mendiskripsikan gejala
hidup pada hewan dan tumbuhan dan ciri-
ciri makhluk hidup dengan alokasi waktu
6 jam pertemuan atau 6 x 45 menit, untuk
tiga kali pertemuan. Setelah berakhirnya
siklus I diadakan post-test untuk
mengetahui kemajuan belajar siswa.
Rancangan pembelajaran Sains yang
dikembangkan pada siklus I menekankan
pada pengorganisasian pembelajaran
Sains dengan Pendekatan Contexual
Teaching and Learning (CTL).
Proses pembelajaran dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pembentukan kelompok.
2) Penjelasan oleh guru mengenai: a)
Gejala Hidup pada Hewan dan
Tumbuhan; b) Ciri-ciri makhluk hidup
(Bernapas dan Makan).
3) Kegiatan laboratorium kemudian
dilanjutkan dengan pengamatan di
lingkungan sekolah oleh kelompok
masing-masing kelompok ahli.
4) Diskusi kelompok ahli mengenai hasil
pengamatan di laborotorium maupun
yang diperoleh di lapangan.
5) Anggota yang berkumpul dalam
kelompok ahli kembali ke dalam
kelompok asalnya untuk menjelaskan
kepada kelompoknya tentang hasil
yang diperoleh dari pengamatan di
laboratorium maupun di lapangan.
6) Masing-masing kelompok ahli jika
diperlukan dapat menyampaikan atau
mempresentasikan hasil pengamatan
timnya kepada forum dalam bentuk
diskusi kelas.
7) Kegiatan selanjutnya adalah
mengadakan tes atau quis guna
melakukan skoring individu maupun
kelompok.
8) Pengukuran kualitas pembelajaran
Sains dengan menggunakan instrumen
penelitian :
(a) Catatan Lapangan, untuk, untuk
mencatat segala sesuatu yang
terjadi baik yang menyangkut
guru maupun hal-hal yang terjadi
pada saat kegiatan pembelajaran
berlangsung.
(b) Lembar observsi Guru, digunakan
untuk mendata langkah-langkah
pendekatan guru dalam kelas
selama pembelajaran
berlangsung.
(c) Lembar Observasi Siswa,
digunakan untuk mendata
aktivitas siswa di kelas selama
proses pembelajaran
berlangsung.
(d) Pedoman wawancara guru,
digunakian untuk mencatat
segala sesuatu yang berkaitan
dengan kesulitan guru dalam
pelaksnaan kegiatan
pembelajaran.
(e) Pedoman Wawancara Siswa,
digunakan untuk mencatat
keluhan-keluhan atau kesulitan-
kesulitan yang dihadapi oleh
siswa dalam menangkap konsep
yang disampaikan guru.
(f) Kartu Tugas Siswa, merupakan
kartu pemandu kegiatan siswa
yang berisi tugas-tugas
pemecahan masalah yang harus
dikerjakan secara kelompok.
(g) Lembar Tes Kemajuan Belajar,
digunakan untuk memperoleh
data sejauh mana konsep yang
disampaikan oleh guru diserap
siswa.
Observasi/Monitoring
Dari perencanaan tindakan yang
dikemukakan di atas, maka hasilnya
diimplementasikan dalam bentuk
penerapan kepada siswa dalam
pembelajaran di sekolah oleh guru yang
bersangkutan. Untuk memperoleh
gambaran kesesuaian antara perencanaan
tindakan dengan pelaksanaannya, maka
dimonitor secara khusus menggunakan
instrumen pengamatan aktivitas siswa
dalam pembelarjaran sebagaimana
terlampir. Instrumen ini dalam rangka
BIOEDUKASI VOLUME 2, NOMOR 1, MEI 2011 87
mendapatkan trianggulasi dan saturari
(kecukupan data) untuk menjamin validasi
data. Monitoring dilaksanakan secara
terus-menerus selama kegiatan penelitian
berlangsung.
Disamping dosen sebagai
observer, guru juga dipersiapkan oleh
dosen (ketua peneliti) untuk melakukan
tindakan dan/atau melaksanakan observasi
proses (perekam kegiatan pembelajaran)
dan hasil. Dalam hal ini peran guru
terbagi, yaitu satu orang khusus
melakukan proses pembelajaran yaitu
Bapak Samadi dan orang guru bertindak
sebagai observer yaitu Bapak Sutarno dan
Ibu Maria Woro Pantiningsih.
Evaluasi Hasil Tindakan
Evaluasi hasil tindakan yang dilakukan
dalam penelitian ini meliputi:
a. Evaluasi terhadap kualitas desain
pembelajaran yang dikembangkan
guru.
b. Evaluasi terhadap aktivitas siswa
dalam pembelajaran
c. Evaluasi kemampuan siswa mengingat
materi yang dipelajarinya setelah
belalu antara 3 hari sampai dengan 15
hari.
Reflekasi dan Pengambilan Keputusan
dalam Rangka Pengembangan Lanjut
Berdasarkan implementasi
tindakan dan monitoring yang
direncanakan dalam pemelitian ini maka
hasilnya digunakan di dalam mengambil
keputusan untuk menilai kualitas
pembelajaran Sains. Jika implementasi
tindakan hasil tidak sesuai dengan yang
diharapkan, akan ditempuh dengan
melakukan perbaikan-perbaikan seperti
yang digambarkan dalam siklus penelitian
tindakan di atas. Namun jika hasil yang
diperoleh dari implementasi sesuai dengan
yang diharapkan, maka dapat digunakan
sebagai alternatif pembelajaran Sains
menggunakan pembelajaran Contexual
Teaching and Learning (CTL) yang
dilakukan dengan model Jigsaw.
Siklus II
Berdasarkan evaluasi siklus I
terhadap berbagai kelemahan yang
dirasakan maka dikembangkan tindakan
siklus kedua. Pelaksanaan tindakan siklus
kedua pada dasarnya adalah untuk
memperbaiki kelemahan yang dirasakan
masih ada pada pelaksanaan siklus I.
Langkah-langkah yang ditempuh pada
siklus II sama dengan pada siklus I yaitu
meliputi perencanaan, pelaksanaan
tindakan, monitoring dan refleksi
HASIL
Sesui dengan tujuan penelitian dan
indikator keberhasilan maka hasil
penelitian ini ada macam hal yang sangat
penting yaitu: 1) terjadinya peningkatan
aktivitas siswa dalam mengikuti
pembelajaran Sains. Aktivitas siswa
dalam mengikuti pembelajaran Sains
dinilai dan dicatat dengan lembar
observasi/pengamatan aktivitas siswa
selama mengikuti proses pembelajaran.
Hasil pengamatan setiap pertemuan
kemudian dibuat rekapitulasi. Setiap akhir
siklus kita adakan evalausi.
Pada akhir dari siklus I ini
sebagian indikator telah tercapai. Untuk
mengetahui indikator-indikator yang mana
yang telah tercapai dari aktivitas siswa
dalam mengikuti pembelajaran dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
BIOEDUKASI VOLUME 2, NOMOR 1, MEI 2011 88
Tabel 1 Ketercapaian Indikator Keberhasilan untuk Beberapa Jenis Aktivitas pada
akhir Siklus I.
No. Indikator Ketercapaian Target ( % ) Siklus I Ket.
1 aktivitas bertanya 60 – 80 86,84 % TCP
2 aktivitas menjawab pertanyaan guru
atau teman
55 – 75 78,94 % TCP
3 aktivitas mengerjakan tugas 90 86,84 % Bl
4 aktivitas mengikuti pelajaran
(mendengarkan penjelasan guru)
95 84,21 % Bl
5 kemampuan merumuskan problema 95 94,73 % Bl
6 aktivitas melakukan pengamatan 95 92,10 % Bl
7 kemauan mencatat hal-hal yang
dianggap penting
95 89,47 % Bl
Berdasarkan tabel di atas maka ada
dua indikator keberhasilan penelitian yang
telah tercapai pada siklus I yaitu indikator
aktivitas bertanya dan menjawab
pertanyaaan teman atau guru. Selain itu
pada akhir siklus I juga dilakukan tes guna
mengenai kemajuan siswa pada indikator
lainnya yaitu kemampuan
menguraikan/menjelaskan, kemampuan
mengumpulkan dan menganalisis data
yang dilakukan melalui pengamatan dan
tes, serta kemampuan mengingat
pelajaran yang dilakukan menggunakan
metode tes.
Untuk indikator kemampuan
menguraikan/menjelaskan dan
kemampuan mengumpulkan dan
menganalisis data. Adapun hasilnya
terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Ketercapaian Indikator Keberhasilan untuk Beberapa Jenis Aktivitas pada
akhir Siklus I melalui hasil pengamatan dan tes.
No. Indikator Ketercapaian Targer ( % ) Ktc pd Siklus I Ket.
1 kemampuan
menguraikan/menjelaskan
95 94,73 % Bl
2 kemampuan mengumpulkan
dan menganalisis data
97 94,73 % Bl
Akhir dari siklus I juga dilakukan tes
untuk mengetahui kemampuan siswa
dalam mengingat pelajaran dan untuk
mengetahui kemajuan belajar siswa.
Selisih hasil post-test dengan hasil pre-test
menggambarkan kemajuan belajar siswa.
Hasil post-test yang dilakukan
setelah mempelajari materi pelajaran lebih
dari satu minggu dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 3 Perbandingan hasil pre-test dan post-test setelah berakhirnya siklus I untuk
mengetes daya ingat dan kemajuan belajar siswa.
No Keadaan Nilai Pre-test Post-tes akhir Siklus I
1 Nilai Tertinggi 55 95
2 Nilai Terendah 20 70
3 Nilai Rata-rata 40,39 83,16
BIOEDUKASI VOLUME 2, NOMOR 1, MEI 2011 89
Berdasarkan nilai pre-test dan
post-test di atas, maka terlihat secara jelas
mengenai kemajuan belajar yang sangat
pesat. Hal tersebut terlihat dari nilai
tertinggi, terendah dan rata-tata hasil
tersebut.
Setelah berakhirnya siklus I dan
dilakukan post-test maka dilanjutkan ke
siklus II. Setelah berakhirnya tindakan
ketiga pada siklus II maka dilakukan
evaluasi terhadap kemajuan aktivitas
siswa dalam mengikuti pembelajaran baik
di dalam kelas maupun di laboratorium/di
lapangan. Evaluasi dilakukan juga untuk
mengetahui ketercapaian indikator yang
telah ditetapkan.
Untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dalam indikator yang telah
ditetapkan pada akhir siklus II dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4 Tingkat Ketercapaian Indikator Keberhasilan untuk Tujuh Jenis Aktivitas yang
teramati pada akhir Siklus II. No. Indikator Ketercapaian Targer ( % ) Ktc pada
Akhir Siklus II
Ket.
1 aktivitas bertanya 60 – 80 97,36 % TCP
2 aktivitas menjawab pertanyaan
guru atau teman
55 – 75 97,36 % TCP
3 aktivitas mengerjakan tugas 90 100 % TCP
4 aktivitas mengikuti pelajaran
(mendengarkan penjelasan guru)
95 97,36 % TCP
5 kemampuan merumuskan
problema
95 100 % TCP
6 aktivitas melakukan pengamatan 95 100 % TCP
7 kemauan mencatat hal-hal yang
dianggap penting
95 100 % TCP
Berdasarkan tabel di atas maka seluruh
indikator keberhasilan penelitian yang
telah tercapai pada siklus II yaitu indikator
aktivitas yang dilihat dari berdasarkan
observasi secara langsung. Selain itu pada
akhir siklus II juga dilakukan tes guna
mengenai kemajuan siswa pada indikator
lainnya yaitu kemampuan
menguraikan/menjelaskan, kemampuan
mengumpulkan dan menganalisis data,
serta kemampuan mengingat pelajaran
yang dilakukan menggunakan metode tes.
Untuk indikator kemampuan
menguraikan/menjelaskan dan
kemampuan mengumpulkan dan
menganalisis data. Adapun hasilnya
adalah sebagai berikut:
Tabel 5 Tingkat Ketercapaian Indikator Keberhasilan untuk Jenis Aktivitas yang
Terobservasi dan Yang Perlu Dites pada akhir Siklus II.
No. Indikator Ketercapaian Targer ( % ) Ktc pd Siklus I Ket.
1 kemampuan
menguraikan/menjelaskan
95 97,36 % TCP
2 kemampuan mengumpulkan
dan menganalisis data
97 97,36 % TCP
BIOEDUKASI VOLUME 2, NOMOR 1, MEI 2011 90
Dari tabel rekapitulasi hasil
observasi terhadap beberapa jenis aktivitas
dan yang harus diperkuat dengan tes di
atas, diperoleh gambaran bahwa seluruh
jenis indikator keberhasilan telah tercapai
pada akhir siklus II. Akhir dari siklus II
juga dilakukan post-test untuk mengetahui
kemampuan siswa dalam mengingat
pelajaran dan untuk mengetahui kemajuan
belajar siswa. Selisih hasil post-test
dengan hasil pre-test menggambarkan
kemajuan belajar siswa.
Hasil post-test yang dilakukan
setelah mempelajari materi pelajaran lebih
dari satu minggu dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 6 Perbandingan hasil pre-tes dan post pada akhir siklus II.
No. Keadaan Nilai Pre-test Nilai Ahir Siklus II
1. Nilai Tertinggi 55 100
2. Nilai Terendah 20 80
3. Nilai Rata-rata 40,39 87,78
PEMBAHASAN
Berdasarkan nilai pre-test dan
post-test di atas, maka terlihat secara jelas
mengenai kemajuan belajar yang sangat
pesat. haHal tersebut terlihat dari nilai
tertinggi, terendah dan rata-rata yang terus
meningkat sampai pada akhir siklus II.
Hasil tersebut lebih membanggakan
karena post-test diadakan lebih kurang 15
hari setelah pertemuan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa bahwa daya ingat siswa
sangat baik.
Berdasarkan hasil penelitian
tersebut di atas maka jelaslah bahwa
pendekatan kontekstual dapat
meningkatkan keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran dan daya ingat siswa
juga semakin baik. Hal tersebut
disebabkan pada pendekatan kontekstual
siswa dijadikan pelaku utama dalam
proses pembelajaran. Disamping itu juga
siswa mengalami secara tentang-tentang
apa yang dipelajarinya, dan yang
terpenting adalah bahwa dalam
pendekatan kontekstual siswa
mempelajari materi yang sesuai dengan
kebutuhan hidupnya sehari-hari.
PENTUP
Simpulan
1. Dengan pembelajaran Contexual
Teaching and Learning (CTL) dalam
pembelajaran Sains kelas VII di SMP
Negeri 4 Metro dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa.
2. Dengan pembelajaran Contexual
Teaching and Learning (CTL) dalam
pembelajaran Sains di SMP Negeri 4
Metro dapat memperkuat daya ingat
siswa terhadap materi pelajaran yang
dipelajarinya. Hal tersebut dari
semakin tingginya kemampuan siswa
mengingat materi yang dipelajarinya
yang semula hanya 1-3 hari menjadi 5
hari sampai dengan 15 hari.
Saran-saran
Sehubungan dengan hasil
penelitian ini maka dapat disampaikan
saran-saran sebagai berikut:
1. Seorang guru harus senantiasa dapat
mengajar dengan menggunakan
strategi pembelajaran yang aktif,
kreatif dan menyenangkan.
2. Seorang guru Sains harus senantiasa
meningkatkan keterampilannya dalam
mengajar, karena Sains senantiasa
berkembang setiap saat.
BIOEDUKASI VOLUME 2, NOMOR 1, MEI 2011 91
3. Seorang guru Sains harus senantiasa
memberikan kesempatan sebesar-
sebesarnya kepada para siswa untuk
terlibat dalam proses pembelajaran.
4. Seorang guru Sains harus senantiasa
dapat mengembangkan diri baik
pengetahuan maupun keterampilan.
5. Seorang guru Sains harus senantiasa
mengembangkan pembelajaran yang
inovatif.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2002). Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah; Buku 5
Pembelajaran dan Pengajaran
Kontekstual.
Amien, Moh (1978). Mengajar science
dengan menggunakan metode
discovery-Inquiry. Yogyakarta:
FKIE IKIP.
Budijastuti, Widowati. (2001).
Pembelajaran Kooperatif.
Disampaikan dalam rangka
“Pelatihan Merancang Pelatihan”
TOT Guru-guru Inti SLTP Swasta
Local Education Centre (LEC) di
Jakarta 7 Januari – 1 Februari
2002. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.
Depdiknas. (2002) Pendekatan
Kontekstual (Contextual Teaching
and Learning/CTL). Jakarta:
Direktorat Pendidikan Lanjutan
Pertama, Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional.
Dimyati dan Mudjiono (1999). Belajar
dan pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Enoh, Mochamad. (2004). Jurnal Ilmu
Pendidikan, Pebruari 2004 Jilid
11 Nomor 1.
Funk, James H. dkk (1985). Learning
Science Process Skills. Iowa:
Kendal/Hunt Publishing Company.
Ibrahim, Muslimin dkk. (2000).
Pembelajaran Kooperatif.
Surabaya: UNESA University
Press.
Karuru, Perdy. (2004). Penerapan
Pendekatan Keterampilan Proses
dalam Seting Pembelajaran
Kooperatif Tife STAD untuk
Meningkatkan Kualitas Belajar
IPA Siswa SLTP. Jurnal Portal
Informasi Pendidikan di Indonesia
Edisi 45
(www.depdiknas.go.id/jurnal/45/p
erdy_karuru.htm).
Labschool. (2004). Pendekatan Proses
dalam Proses Pembelajaran di
Sekolah.
http://labs.online/tripod.com/KBM
.htm.
Marsudi. (2003). Proses Belajar
Mengajar. Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Metro.
Muslim. (2005). Pengembangan Model
Pembelajaran Kontekstual dan
Implikasinya Terhadap
Peningkatan Kualitas
Pembelajaran Fisika di SMA.
Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Volume 3 Nomor 2
September 2005. Lampung:
Universitas Lampung.
Nur, Mohammad. (2002). Pengajaran dan
Pembelajaran Kontekstual
(Contexual Teaching and
Learning). Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.
Ramunujan, (2004) Pembelajaran
Kooperatif. Jurnal Portal Informasi
Pendidikan di Indonesia.
http://www.geocities.com/ramanuj
an_asasno/koperatif.
Wahyudi. (2005). Tingkatkan Pemahaman
Siswa Terhadap Materi
Pembelajaran IPA. Jurnal Fortal
Informasi Pendidikan Depdiknas
Jakarta.
Yulaelawati, Ella. (2004). Kurikulum dan
Pembelajaran; Filosofi teori dan
Aplikasi. Bandung: Pakar Raya.