jumat, 7 januari 2011 | media indonesia menghadang ... fileparah saat umur tanaman padi memasuki...

1
M AHMAD YAKUB S EANDAINYA Anda melintas malam ke te- ngah Desa Cangkring, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, ribuan lampu pijar warna- warni bisa dijumpai bertebaran di luar perkampungan. Bola lampu 5 watt tersebut bukanlah penerangan bagi acara kondangan, melainkan tanda bahaya bagi siapa pun yang berniat menerobos pema- tang sawah! Sudah dua bulan terakhir, area itu telah dialiri listrik. Tu- juannya untuk menghadang serangan malam puluhan ribu tikus terhadap tanaman petani. Menyengat si pengerat ialah upaya terakhir, setelah pembas- mian menggunakan aneka ra- cun dan insektisida sia-sia. Tak jarang, seusai diracun serangan hama justru mengganas. Dari Desa Cangkring, ke- resahan akan tikus menjalari petani desa sekitar antara lain Desa Sembungrejo, Plumpang, dan Kepohagung, masih di kecamatan yang sama. Rata-rata petani mengaku sadar bahwa memagari tana- man padi dengan aliran listrik menambah biaya dan bahkan bisa membuat nyawa orang melayang. Tapi, demi niat mengejar keberhasilan panen musim ini, langkah yang ber- bahaya itu diambil juga. Dari total empat desa yang dibuat repot oleh tikus, sedikit- nya sudah 1.000 hektare tana- man padi berumur 50-60 hari yang rusak dilalap hama terse- but. Tidak sedikit petani yang terpaksa menabur benih baru demi keberlangsungan tana- man pada musim ini. Biaya tinggi Tamsiyo, 42, petani asal Desa Cangkring, mengatakan se- rangan tikus terjadi paling parah saat umur tanaman padi memasuki 20-45 hari. Pada saat itu separuh tanaman padi yang ditanam di lahan seluas 2 hektare rusak. Ia pun membeli kabel tanpa kulit sebagai penghantar aliran listrik dari rumahnya ke la- han padi. Kawat kemudian dipasang setinggi 10 sentimeter dari tanah. Untuk penanda adanya aliran, di setiap sudut petak sawah dipasang sebuah bola lampu pijar yang war- nanya sesuai selera. “Hasilnya, setiap pagi ada ra- tusan ekor tikus mati tersengat listrik,” papar Tamsiyo. Menurut dia, jika dihitung secara keseluruhan jumlah ti- kus yang mati tersengat listrik di kampungnya dan beberapa desa sekitar akibat tersengat listrik bisa mencapai puluhan ribu ekor tiap malam. Beban listrik yang ditang- gung Tamsiyo otomatis me- ningkat. Jika bulan-bulan se- belumnya tagihan yang harus dibayar hanya sekitar Rp35 ribu, dengan pemakaian listrik untuk jebakan tikus, tagihan- nya meningkat Rp50 ribu-60 ribu per bulan. Biarpun mahal, hal serupa dilakukan juga petani lain yang jarak antara sawah dan rumahnya cukup jauh. Bahkan petani yang tinggal lebih dari 1 km dari sawah pun tetap mem- pergunakan listrik dari rumah. Ini dengan pertimbangan biaya yang terbatas. Bagi petani yang memiliki uang lebih, mereka tidak mem- pergunakan listrik yang ber- sumber dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Mereka mem- beli genset untuk penyediaan jebakan tegangan kejut itu. Apalagi, dengan genset tegangan listrik yang dihasil- kan lebih besar hingga peluang membunuh hama semakin banyak. Tradisi lima musim Tradisi menjebak tikus de- ngan listrik sudah dilakukan warga lebih dari lima musim tanam. Meski kadang mema- kan korban jiwa, langkah ini tetap dianggap paling efektif menghadang serangan hama tikus yang merusak tanaman. Setahun terakhir, seorang warga Dusun Sepatrejo, Desa Sembungrejo, meninggal du- nia setelah tersengat listrik jebakan tikus. Saat itu, pemilik sawah lupa mematikan aliran miliknya. Kasus serupa juga terjadi di RT 18/8 Desa Kadungrejo, Ke- camatan Boureno, Kabupaten Bojonegoro. Saat itu, Minggu (26/12), korban yang bernama Rasdu, 42, menghidupkan genset di depan rumahnya. Pembangkit listrik mini ini sedianya diper- gunakan untuk menyetrum hama tikus yang menyerang padinya. Korban kemudian, mengecek kabel genset yang diikatkan di pohon mangga. Tanpa sengaja, jari manisnya menyentuh kabel yang sudah teraliri listrik itu. Spontan saja korban menjerit kesakitan dan akhirnya meninggal di lokasi kejadian. Meluas Menurut Kepala Bidang Tan- aman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Tuban, Sudarmudji, serangan hama tikus kini tidak hanya dialami Kecamatan Plumpang. Mulai dari Kecamatan Mer- akurak, Singgahan, Widang, dan Rengel, semua sedang diganggu oleh problem yang sama. Namun, dari sejumlah wi- layah itu serangan terparah berada di Kecamatan Widang. “Sebab, di Widang ada sem- bilan desa yang areal tanaman- nya diserang tikus. Serangan berlangsung sejak masa pem- benihan hingga umur sekitar 70 hari,” ungkapnya. Desa-desa tersebut di antaranya Simorejo, Tegalrejo, Tegalsari, Kedungharjo, Banjar, Compreng, Mrutuk, dan se- bagian wilayah Desa Bunut. Untuk penanggulangan, Dinas Pertanian mengalokasi- kan dana sebesar Rp90 juta untuk pemberantasan hama. Diperoleh dari APBD 2010 yang selanjutnya dibelikan alat omposan (alat pembasmi tikus dengan bahan baku belerang). “Kami membeli 648 unit om- posan untuk dibagikan ke 20 kecamatan di Tuban.” Itu sebabnya Sudarmudji mengeluarkan surat imbauan agar 20 kecamatan yang dise- rang hama tikus untuk tidak mengambil jalan pintas me- masang jebakan listrik. Toh, petani menganggap im- bauan ini sambil lalu. Ada saja yang terus memakai listrik un- tuk membasmi hama pengerat tersebut. Meminggirkan ke- nyataan bahwa selama 2009 sudah dua nyawa melayang di Kecamatan Singgahan akibat jebakan listrik. Sementara, tahun lalu te- lah jatuh korban tiga nyawa warga di Kecamatan Widang dan sisanya seorang korban meninggal dari Kecamatan Plumpang. (N-3) [email protected] 9 N USANTARA JUMAT, 7 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA KEJUT LISTRIK: Petani empat desa di Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, berusaha menumpas hama tikus dengan setrum listrik. Cara ini berhasil mematikan puluhan ribu tikus dalam semalam. Tradisi menjebak tikus dengan listrik sudah dilakukan warga lebih dari lima musim tanam. Meski kerap memakan korban jiwa, langkah ini tetap dianggap paling efektif. Di Widang ada sembilan desa yang areal tanamannya diserang tikus. Serangan berlangsung sejak masa pembenihan hingga umur sekitar 70 hari.” Sudarmudji Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Tuban Tari Bonet ASAL USUL BAGI masyarakat suku Dawan yang bermukim di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, tarian ini mutlak dibawakan pada setiap kesempatan. Dulunya Tari Bonet digelar saat masyarakat suku ini hen- dak meminta perlindungan kepada Tuhan, agar menjaga kesuburan jagung, makanan pokoknya, sampai musim panen berikut. Kini, seiring dengan perkembangan zaman, Tari Bonet yang menggunakan alat bantu pertunjukan berupa lesung dan alu, digelar dalam situasi apa pun, mulai dari pernikahan sampai acara me- nyambut tamu. Suku Dawan merupakan suku besar di Pulau Timor bagian barat. Tersebar di wi- layah administrasi Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Timor Tengah Utara. Oleh masyarakat suku terse- but, tarian ini dipercaya sebagai salah satu khazanah sastra lisan yang masih tersisa di NTT. Se- lain tiga tarian lainnya, yakni Heta, Tonis, dan Nu’u. Tari Bonet, seperti tarian khas NTT pada umumnya-- Lego- Lego di Pulau Alor, Gawi di Pu- lau Flores--ditarikan dengan cara membentuk lingkaran. Pe- narinya saling bergandengan tangan dan berputar sambil melantunkan pantun dengan syair-syair yang memiliki rima berulang. Biasanya dipertun- jukkan semalam suntuk. Bagi suku Dawan, menari dengan membentuk lingkaran sambil bergandengan tangan adalah simbol persatuan dan kesatuan antara tiga subsu- ku Dawan, yakni Amanatun, Amanuban, dan Mollo. (Iwa/ N-3) Menghadang Ganasnya Pengerat dengan Kejut Listrik ANTARA/SAPTONO MI/AHMAD YAKUB

Upload: phungdat

Post on 27-Jun-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JUMAT, 7 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA Menghadang ... fileparah saat umur tanaman padi memasuki 20-45 hari. Pada ... menyentuh kabel yang sudah teraliri listrik itu. Spontan saja

M AHMAD YAKUB

SEANDAINYA Anda melintas malam ke te-ngah Desa Cangkring, Kecamatan Plumpang,

Kabupaten Tuban, Jawa Timur, ribuan lampu pijar warna-warni bisa dijumpai bertebaran di luar perkampungan.

Bola lampu 5 watt tersebut bukanlah penerangan bagi acara kondangan, melainkan tanda bahaya bagi siapa pun yang berniat menerobos pema-tang sawah!

Sudah dua bulan terakhir, area itu telah dialiri listrik. Tu-juannya untuk menghadang serangan malam puluhan ribu tikus terhadap tanaman petani.

Menyengat si pengerat ialah upaya terakhir, setelah pembas-mian menggunakan aneka ra-cun dan insektisida sia-sia. Tak jarang, seusai diracun serangan hama justru mengganas.

Dari Desa Cangkring, ke-resahan akan tikus menjalari petani desa sekitar antara lain Desa Sembungrejo, Plumpang, dan Kepohagung, masih di kecamatan yang sama.

Rata-rata petani mengaku sadar bahwa memagari tana-man padi dengan aliran listrik menambah biaya dan bahkan bisa membuat nyawa orang melayang. Tapi, demi niat mengejar keberhasilan panen musim ini, langkah yang ber-bahaya itu diambil juga.

Dari total empat desa yang dibuat repot oleh tikus, sedikit-nya sudah 1.000 hektare tana-man padi berumur 50-60 hari yang rusak dilalap hama terse-but. Tidak sedikit petani yang terpaksa menabur benih baru demi keberlangsungan tana-man pada musim ini.

Biaya tinggiTamsiyo, 42, petani asal Desa

Cangkring, mengatakan se-rangan tikus terjadi paling parah saat umur tanaman padi memasuki 20-45 hari. Pada saat itu separuh tanaman padi

yang ditanam di lahan seluas 2 hektare rusak.

Ia pun membeli kabel tanpa kulit sebagai penghantar aliran listrik dari rumahnya ke la-han padi. Kawat kemudian dipasang setinggi 10 sentimeter dari tanah. Untuk penanda adanya aliran, di setiap sudut petak sawah dipasang sebuah bola lampu pijar yang war-nanya sesuai selera.

“Hasilnya, setiap pagi ada ra-tusan ekor tikus mati tersengat listrik,” papar Tamsiyo.

Menurut dia, jika dihitung secara keseluruhan jumlah ti-kus yang mati tersengat listrik di kampungnya dan beberapa desa sekitar akibat tersengat listrik bisa mencapai puluhan

ribu ekor tiap malam.Beban listrik yang ditang-

gung Tamsiyo otomatis me-ningkat. Jika bulan-bulan se-belumnya tagihan yang harus dibayar hanya sekitar Rp35 ribu, dengan pemakaian listrik untuk jebakan tikus, tagihan-nya meningkat Rp50 ribu-60 ribu per bulan.

Biarpun mahal, hal serupa dilakukan juga petani lain yang jarak antara sawah dan rumahnya cukup jauh. Bahkan petani yang tinggal lebih dari 1 km dari sawah pun tetap mem-pergunakan listrik dari rumah. Ini dengan pertimbangan biaya yang terbatas.

Bagi petani yang memiliki uang lebih, mereka tidak mem-

pergunakan listrik yang ber-sumber dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Mereka mem-beli genset untuk penyediaan jebakan tegangan kejut itu.

Apalagi, dengan genset tegangan listrik yang dihasil-kan lebih besar hingga peluang membunuh hama semakin banyak.

Tradisi lima musimTradisi menjebak tikus de-

ngan listrik sudah dilakukan warga lebih dari lima musim tanam. Meski kadang mema-kan korban jiwa, langkah ini tetap dianggap paling efektif menghadang serangan hama tikus yang merusak tanaman.

Setahun terakhir, seorang warga Dusun Sepatrejo, Desa Sembungrejo, meninggal du-nia setelah tersengat listrik jebakan tikus. Saat itu, pemilik sawah lupa mematikan aliran

miliknya.Kasus serupa juga terjadi di

RT 18/8 Desa Kadungrejo, Ke-camatan Boureno, Kabupaten Bojonegoro.

Saat itu, Minggu (26/12), korban yang bernama Rasdu, 42, menghidupkan genset di depan rumahnya. Pembangkit listrik mini ini sedianya diper-gunakan untuk menyetrum hama tikus yang menyerang padinya. Korban kemudian, mengecek kabel genset yang diikatkan di pohon mangga.

Tanpa sengaja, jari manisnya menyentuh kabel yang sudah teraliri listrik itu. Spontan saja korban menjerit kesakitan dan akhirnya meninggal di lokasi kejadian.

MeluasMenurut Kepala Bidang Tan-

aman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Tuban, Sudarmudji, serangan hama tikus kini tidak hanya dialami Kecamatan Plumpang. Mulai dari Kecamatan Mer-akurak, Singgahan, Widang, dan Rengel, semua sedang diganggu oleh problem yang sama.

Namun, dari sejumlah wi-layah itu serangan terparah berada di Kecamatan Widang. “Sebab, di Widang ada sem-bilan desa yang areal tanaman-nya diserang tikus. Serangan berlangsung sejak masa pem-benihan hingga umur sekitar 70 hari,” ungkapnya.

D e s a - d e s a t e r s e b u t d i antaranya Simorejo, Tegalrejo, Tegalsari, Kedungharjo, Banjar, Compreng, Mrutuk, dan se-bagian wilayah Desa Bunut.

Untuk penanggulangan, Dinas Pertanian mengalokasi-kan dana sebesar Rp90 juta untuk pemberantasan hama. Diperoleh dari APBD 2010 yang selanjutnya dibelikan alat omposan (alat pembasmi tikus dengan bahan baku belerang). “Kami membeli 648 unit om-posan untuk dibagikan ke 20 kecamatan di Tuban.”

Itu sebabnya Sudarmudji mengeluarkan surat imbauan agar 20 kecamatan yang dise-rang hama tikus untuk tidak mengambil jalan pintas me-masang jebakan listrik.

Toh, petani menganggap im-bauan ini sambil lalu. Ada saja yang terus memakai listrik un-tuk membasmi hama pengerat tersebut. Meminggirkan ke-nyataan bahwa selama 2009 sudah dua nyawa melayang di Kecamatan Singgahan akibat jebakan listrik.

Sementara, tahun lalu te-lah jatuh korban tiga nyawa warga di Kecamatan Widang dan sisanya seorang korban meninggal dari Kecamatan Plumpang. (N-3)

[email protected]

9NUSANTARAJUMAT, 7 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA

KEJUT LISTRIK: Petani empat desa di Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, berusaha menumpas hama tikus dengan setrum listrik. Cara ini berhasil mematikan puluhan ribu tikus dalam semalam.

Tradisi menjebak tikus dengan listrik sudah dilakukan warga lebih dari lima musim tanam. Meski kerap memakan korban jiwa, langkah ini tetap dianggap paling efektif.

Di Widang ada sembilan desa

yang areal tanamannya diserang tikus. Serangan berlangsung sejak masa pembenihan hingga umur sekitar 70 hari.”

SudarmudjiKepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Tuban

Tari BonetASAL USUL

BAGI masyarakat suku Dawan yang bermukim di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, tarian ini mutlak dibawakan pada setiap kesempatan.

Dulunya Tari Bonet digelar saat masyarakat suku ini hen-dak meminta perlindungan kepada Tuhan, agar menjaga kesuburan jagung, makanan

pokoknya, sampai musim panen berikut. Kini, seiring dengan perkembangan zaman, Tari Bonet yang menggunakan alat bantu pertunjukan berupa lesung dan alu, digelar dalam situasi apa pun, mulai dari pernikahan sampai acara me-nyambut tamu.

Suku Dawan merupakan

suku besar di Pulau Timor bagian barat. Tersebar di wi-layah administrasi Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Timor Tengah Utara.

Oleh masyarakat suku terse-but, tarian ini dipercaya sebagai salah satu khazanah sastra lisan yang masih tersisa di NTT. Se-lain tiga tarian lainnya, yakni

Heta, Tonis, dan Nu’u. Tari Bonet, seperti tarian khas

NTT pada umumnya--Lego-Lego di Pulau Alor, Gawi di Pu-lau Flores--ditarikan dengan cara membentuk lingkaran. Pe-narinya saling bergandengan tangan dan berputar sambil melantunkan pantun dengan syair-syair yang memiliki rima

berulang. Biasanya dipertun-jukkan semalam suntuk.

Bagi suku Dawan, menari dengan membentuk lingkaran sambil bergandengan tangan adalah simbol persatuan dan kesatuan antara tiga subsu-ku Dawan, yakni Amanatun, Amanuban, dan Mollo. (Iwa/N-3)

Menghadang Ganasnya Pengerat dengan Kejut Listrik

ANTARA/SAPTONO

MI/AHMAD YAKUB