jumat, 23 desember 2011 eksistensi bahasa indonesia di ... filedap peran bahasa indonesia itu...

1
SYARIEF OEBAIDILLAH G LOBALISASI dan teknologi informasi telah membawa dampak yang luar biasa dalam perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia. Dalam era ini, batas wilayah, ideologi, politik, dan budaya hampir tidak ada. Glo- balisasi bukanlah mimpi buruk, bukan pula hadiah kemajuan zaman yang tanpa cela. Suka atau tidak, setuju atau menolak, gejala perubahan yang sangat cepat ini telah hadir di tengah-tengah berbagai ak- tivitas kehidupan. Sebagian lain mungkin terbengong-bengong, ketakutan, atau bahkan menga- lami keguncangan kebudayaan. Yang penting ialah bagaimana kita dapat memanfaatkan nilai dan produk yang menyertainya dan terhindar dari dampak yang ditimbulkan. Dalam konteks itu, nilai-nilai bahasa, baik nasional maupun daerah, nilai-nilai sastra, dan nilai-nilai budaya kearifan lokal diharapkan dapat dijadikan alternatif dalam membendung dampak globalisasi. “Kita sangat beruntung bahwa pada 28 Oktober 1928 para pemuda Indonesia telah bersumpah untuk memilih bahasa Indonesia sebagai ba- hasa persatuan dan bahasa nasional,” kata Pelaksana Tu- gas Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Agus Dharma saat menyambut acara Jambore Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, 29 November lalu. Acara yang dihadiri Wamendikbud Wiendu Nuryati itu berlangsung sepekan hingga 3 Desember dan diikuti 1.000 peserta dari 33 provinsi yang merupakan perwakilan duta ba- hasa provinsi, siswa SMA/SMK, mahasiswa perguruan tinggi, pemuda, pemuda berkebutuhan khusus, pemerhati bahasa dan sastra dari seluruh Indonesia, pramuka, guru, dosen, dan Palang Merah Indonesia. Di samping bertukar pi- kiran terkait dengan nilai-nilai kearifan lokal dalam bahasa dan sastra, para peserta juga me- nampilkan kesenian dari dae- rah pada malam seni di tingkat kampung atau antarkampung. Kegiatan yang melibatkan peserta dari seluruh provinsi itulah yang mendasari bahwa ini merupakan jambore nasio- nal yang diikuti peserta dari Sabang sampai Merauke. Menurut Agus, momentum itu menunjukkan bahwa bahasa Indonesia bukan hanya dapat berfungsi sebagai penunjang perkembangan bahasa dan sas- tra Indonesia atau alat untuk menyampaikan gagasan yang mendukung pembangunan Indonesia atau pengungkap pikiran, sikap, dan nilai-nilai yang berada dalam bingkai keindonesiaan. Bahasa Indo- nesia juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi poli- tik, sosial, dan budaya yang selanjutnya akan memberi sumbangan yang signifikan untuk membangun paradigma baru pembangunan yang berjiwa Indonesia. Meskipun demikian, kata dia, dewasa ini sikap dan kecintaan generasi muda, termasuk pela- jar dan mahasiswa, terhadap bahasa nasional seolah-olah menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan sikap dan semangat generasi muda menje- lang dan awal kemerdekaan. Ketika itu, generasi muda memandang bahwa bahasa In- donesia merupakan alat yang sangat penting dalam menca- pai persatuan Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Kondisi sekarang, bahasa Indonesia tak lebih dari sekadar sebagai alat komunikasi. Ia menjelaskan kondisi penurunan pan- dangan generasi muda terha- dap peran bahasa Indonesia itu disebabkan beberapa faktor, baik secara internal maupun ekster- nal. Secara internal, kondisi itu disebabkan kurangnya peng- galian dan pemanfaatan nilai- nilai bahasa dan sastra. Secara eksternal, pandangan generasi muda dipengaruhi budaya dan bahasa asing. Padahal, saat ini banyak pihak mengakui bahasa In- donesia sebagai lambang dan identitas bangsa dapat dijadi- kan sebagai perekat kesatuan dan persatuan nasional. Oleh sebab itu, bahasa Indonesia harus mampu mengembang- kan peran sebagai media pem- bangun karakter bangsa demi martabat bangsa Indonesia da- lam pergaulan lintas bangsa di dunia yang semakin meng- global. Dalam konteks pem- bangunan karakter bangsa, posisi generasi muda sangat strategis karena merekalah yang akan mengemban estafet kepemimpinan bangsa pada masa kini dan masa depan. Jambore Nasional Bahasa dan Sastra 2011 mengangkat tema Penggalian dan pemanfaatan nilai-nilai bahasa dan sastra dalam membangun karakter bangsa. Tu- juan acara tersebut, pertama, menumbuhkan rasa solidaritas generasi muda yang berori- entasi terhadap lahirnya jiwa persatuan pada anak bangsa yang mampu menjaga keutuh- an Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedua, menggali dan memformulasi kearifan lokal daerah menjadi karakter bangsa. Ketiga, meningkat- kan sikap positif para peserta terhadap bahasa nasional sebagai lambang identitas bangsa Indonesia. Sulit dibendung Wamendikbud mengingatkan ketahanan bahasa Indonesia diuji di era globalisasi ini karena mulai menurunnya kecintaan dan kebanggaan masyarakat berbahasa persatuan di negeri ini. Karena itu, bahasa Indonesia memang harus dikembangkan dan diaktualisasikan dengan perkembangan global saat ini. “Globalisasi sulit dibendung. Bahasa asing memang akhirnya populer, sampai tempat makam saja terasa keren dengan nama keinggris-inggrisan. Jika ba- hasa Indonesia mau populer, harus terus dikedepankan de- ngan kata-kata yang padanan- nya tidak kalah keren dengan bahasa asing,” ujarnya. Wiendu menjelaskan, bahasa merupakan ekspresi budaya. Karena itu, bahasa harus dijaga dan nilai-nilai serta manfaat- nya mesti diresapi. Menurut Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu, keta- hanan bahasa Indonesia di te- ngah serbuan bahasa asing bisa diwujudkan dengan pengem- bangan bahasa yang sesuai de- ngan kondisi masyarakat. Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Badan Pe- ngembangan dan Pembinaan Bahasa Yeyen Maryani menam- bahkan, hasil penelitian soal sikap positif masyarakat ter- hadap bahasa Indonesia cukup memprihatinkan. Penelitian di kalangan anak-anak muda me- nunjukkan indeks sikap positif terhadap bahasa Indonesia ha- nya 1,4 dari skala 5. Karena itu, kata Yeyen, salah satu upaya Kemendikbud untuk membuat generasi muda meresapi nilai- nilai bahasa dan sastra Indo- nesia ialah pergelaran jambore nasional tersebut. (H-1) [email protected] PELAKSANAAN Jambore Na- sional Bahasa dan Sastra Indo- nesia 2011 berlangsung sepekan di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, baru-baru ini. Kegiatan yang baru pertama kali digelar itu akan menjadi agenda tahunan program Ba- dan Pengembangan dan Pem- binaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan guna menjaga ketahanan ba- hasa dan budaya Indonesia di tengah arus globalisasi. Berikut petikan wawancara Media Indo- nesia dengan Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Yeyen Maryani di sela-sela acara itu. Apa yang menjadi tujuan kegiatan ini? Kami ingin meningkatkan sikap positif masyarakat terha- dap bahasa dan sastra kita. Era globalisasi mesti diantisipasi dengan meningkatkan kegiatan kebahasaan dan sastra kita. Melalui jambore ini, generasi muda dapat mengenal lebih dekat identitas dirinya un- tuk mempertahankan jati diri bangsa. Jati diri seperti apa bagi generasi muda dalam konteks ketahanan bahasa? Kesejatian diri mereka me- lalui kearifan lokal dengan tetap mempertahankan bahasa daerah sebagai bagian bahasa Indonesia. Kearifan lokal yang termuat di Tanah Air masih tetap aktual di Bumi Pertiwi kita. Anak muda sekarang kurang memahami ini. Nah, dalam kegiatan jambore ini kita coba gali kembali. Untuk itu kita formulasikan. Kalau kita simpulkan, kearifan lokal menjadi kearifan nasional, itu- lah kearifan Indonesia. Seperti apa kegiatan jambore ini dilaksanakan? Forum jambore ini tidak terlalu formal. Sasarannya adalah masyarakat luas terdiri dari mahasiswa karang taruna, anak jalanan, ada juga anak berkebutuhan khusus. Kami ajak mereka berdiskusi dan bergembira, saling kenal satu sama lain dari berbagai daerah dan suku bangsa di Nusantara. Mereka menjadi lebih paham betapa kayanya Indonesia. Para peserta antusias ingin berkomitmen tetap menyatu- kan bahasa daerah melalui bahasa Indonesia. Mereka ber- niat jambore pertama ini tetap dilanjutkan sebagai wujud menjunjung tinggi Sumpah Pemuda. Jadi, jambore akan menjadi agenda ta- hunan program Badan Bahasa. Menurut kami kegiatan ini positif ka- rena dapat memberi informasi satu sama lain dan dapat menjadi masukan dan rekomen- dasi bagi generasi masa depan bangsa. Lantas, apa kelanjutan pascajambore bagi peser- ta? Mereka tentu punya keinginan sepulang dari kegiatan ini untuk menyosialisasikan ke- pada teman-teman mereka di daerah masing-masing. Melalui pemberdayaan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Pengem- bangan dan Pembinaan Ba- hasa di daerah dan pemangku kepentingan setempat, me- reka bisa menjadi pionir untuk membangkitkan gerakan cinta bahasa Indonesia. Mereka dapat berkumpul di tempat kegiatan pemuda atau pun bermain di mal dengan tetap menggunakan bahasa In- donesia yang baik. Mereka pun telah memiliki pengetahuan yang cukup tentang pentingnya bahasa sebagai alat pemersatu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Seperti apa saja itu? Antara lain penertiban dan penggunaan bahasa Indo- nesia yang baik dalam media luar ruang, seperti papan nama, baliho, atau nama-nama peru- mahan yang cenderung meng- gunakan bahasa asing. Kita bukan melarang, tetapi kita meminta pihak terkait untuk mengutamakan bahasa Indo- nesia. Kita bukan polisi bahasa yang sekadar melarang bahasa asing yang lain, tetapi kita se- harusnya menggunakan ba- hasa kita sendiri sebagai bahasa yang utama. Begitu pun dalam pariwisata, kita seharusnya mengutamakan bahasa Indo- nesia. Imbauan dan sosialisasi juga kepada pejabat negara seperti tertuang dalam Per- pres Nomor 16/2010 bahwa Presiden, Wapres harus berbahasa Indonesia dalam kegiatan ke- negaraan. (Bay/H-1) AMAT disayangkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia mulai mengalami kelunturan. Generasi muda seolah kehi- langan kepercayaan diri apa- bila tidak menggunakan istilah asing dalam setiap percakapan ataupun tulisan. Padahal, ba- hasa Indonesia memiliki losoluar biasa, bukan sekadar sa- rana berkomunikasi, melainkan juga menyangkut jiwa bangsa. Demikian ditegaskan bu- dayawan Putu Wijaya kepada Media Indonesia, di Jakarta, Rabu (21/12). Menurut dia, krisis berbahasa Indonesia pada orang muda tidak terlepas dari sistem pengajaran bahasa Indonesia di sekolah. Kata dia, bahasa yang diajarkan di sekolah dan kam- pus lebih cenderung mengarah pada pengajaran tata bahasa In- donesia yang baik dan benar. “Padahal, bahasa Indonesia kita tidak hanya itu. Katakan, soal berkomunikasi dalam baha- sa Indonesia yang baik dan benar atau menulis sesuai tata bahasa Indonesia yang tepat. Kan bukan hanya soal itu. Bahasa Indonesia itu menyangkut losokita se- bagai bangsa,” imbuhnya. Ia mengaku prihatin karena justru sisi filosofis bahasa In- donesia makin jarang dipelajari sehingga mengalami kelunturan. “Bayangkan saja, anak-anak muda sekarang kelihatan per- caya diri kalau mampu bicara bahasa Inggris atau menyelipkan kata-kata asing dalam percakap- an dan tulisannya. Sebaliknya saat mereka kaku berbahasa In- donesia, bukan karena bahasa In- donesianya, tetapi pemahaman yang minim,” ungkap Putu. Di sisi lain, pada peresmian Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kemarin, Mendikbud M Nuh menegas- kan pentingnya peran bahasa Indonesia dalam pendidikan nasional di tengah pergaulan dunia yang kini tidak mengenal batas ruang dan waktu. Karena itu, upaya untuk meningkatkan mutu penggunaan bahasa Indo- nesia dalam bidang pendidikan akan meningkatkan citra positif masyarakat terhadap bahasa In- donesia itu sendiri. Secara terpisah, aktivis Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra In- donesia se-Indonesia Iik Parikesit Budiono memandang positif acara Jambore Nasional Bahasa dan Sastra. Menurut mahasiswa Universitas Pakuan Bogor ini, acara tersebut sangat baik untuk diselenggarakan setiap tahun. “Memang ada kekurangan karena permulaan. Namun, dengan kegiatan itu, kami bisa saling mengenal dengan ber- bagai macam karakter saudara kita yang berlainan suku bangsa sehingga kita akan paham dan mengilhami khasanah budaya bangsa,” katanya. (*/Bay/H-1) MI/OEBAY Bahasa merupakan ekspresi budaya. Karena itu, bahasa Indonesia harus dijaga dan nilai-nilai serta manfaat diresapi. Eksistensi Bahasa Indonesia di Tengah Globalisasi Tumbuhkan Kecintaan Bahasa pada Anak Muda Bukan hanya Alat Komunikasi MI/SUSANTO 22 JUMAT, 23 DESEMBER 2011 H UMAN IORA WAWANCARA Yeyen Maryani Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud CINTA BAHASA INDONESIA: Sejumlah mahasiswa menggelar aksi simpatik Aku Cinta Bahasa Indonesia di Bundaran HI, Jakarta, beberapa waktu lalu. ANTARA/SAPTONO

Upload: trinhtuong

Post on 29-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SYARIEF OEBAIDILLAH

GLOBALISASI dan teknologi informasi t e lah membawa dampak yang luar

biasa dalam perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia. Dalam era ini, batas wilayah, ideologi, politik, dan budaya hampir tidak ada. Glo-balisasi bukanlah mimpi buruk, bukan pula hadiah kemajuan zaman yang tanpa cela.

Suka atau tidak, setuju atau menolak, gejala perubahan yang sangat cepat ini telah ha dir di tengah-tengah berbagai ak-tivitas kehidupan. Sebagian lain mungkin terbengong-bengong, ketakutan, atau bahkan menga-lami keguncangan kebudayaan. Yang penting ialah bagaimana kita dapat memanfaatkan nilai dan produk yang menyertainya dan terhindar dari dampak yang ditimbulkan.

Dalam konteks itu, nilai-nilai bahasa, baik nasional maupun daerah, nilai-nilai sastra, dan nilai-nilai budaya kearifan lokal diharapkan dapat dijadikan alternatif dalam membendung dampak globalisasi.

“Kita sangat beruntung bahwa pada 28 Oktober 1928 para pemuda Indonesia telah bersumpah untuk memilih bahasa Indonesia sebagai ba-hasa persatuan dan bahasa nasional,” kata Pelaksana Tu-gas Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Agus Dharma saat menyambut acara Jambore Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, 29 November lalu.

A c a r a y a n g d i h a d i r i Wamendikbud Wiendu Nuryati itu berlangsung sepekan hingga 3 Desember dan diikuti 1.000 peserta dari 33 provinsi yang merupakan perwakilan duta ba-hasa provinsi, siswa SMA/SMK, mahasiswa perguruan tinggi, pemuda, pemuda berkebutuhan khusus, pemerhati bahasa dan sastra dari seluruh Indonesia,

pramuka, guru, dosen, dan Palang Merah Indonesia.

Di samping bertukar pi-kiran terkait dengan nilai-nilai kearif an lokal dalam bahasa dan sastra, para peserta juga me-nampilkan kesenian dari dae-rah pada malam seni di tingkat kampung atau antarkampung. Kegiatan yang melibatkan peserta dari seluruh provinsi itulah yang mendasari bahwa ini merupakan jambore nasio-nal yang diikuti peserta dari Sabang sampai Merauke.

Menurut Agus, momentum itu menunjukkan bahwa bahasa Indonesia bukan hanya dapat berfungsi sebagai penunjang perkembangan bahasa dan sas-tra Indonesia atau alat untuk menyampaikan gagasan yang mendukung pembangunan Indonesia atau pengungkap pikiran, sikap, dan nilai-nilai yang berada dalam bingkai keindonesiaan. Bahasa Indo-nesia juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi poli-tik, sosial, dan budaya yang selanjutnya akan memberi sumbangan yang signifikan untuk membangun paradigma

b a r u pembangunan yang berjiwa Indonesia.

Meskipun demikian, kata dia, dewasa ini sikap dan kecintaan generasi muda, termasuk pela-jar dan mahasiswa, terhadap bahasa nasional seolah-olah menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan sikap dan semangat generasi muda menje-lang dan awal kemerdekaan.

Ketika itu, generasi muda memandang bahwa bahasa In-donesia merupakan alat yang sangat penting dalam menca-pai persatuan Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Kondisi sekarang, bahasa Indonesia tak lebih dari sekadar sebagai alat komunikasi.

Ia menjelaskan kondisi penurunan pan-

dangan generasi muda terha-dap peran bahasa Indonesia itu disebabkan beberapa faktor, baik secara internal maupun ekster-nal. Secara internal, kondisi itu disebabkan kurangnya peng-galian dan pemanfaatan nilai-nilai bahasa dan sastra. Secara eksternal, pandangan generasi muda dipengaruhi budaya dan bahasa asing.

Padahal, saat ini banyak pihak mengakui bahasa In-donesia sebagai lambang dan identitas bangsa dapat dijadi-kan sebagai perekat kesatuan dan persatuan nasional. Oleh sebab itu, bahasa Indonesia harus mampu mengembang-kan peran sebagai media pem-bangun karakter bangsa demi martabat bangsa Indonesia da-lam pergaulan lintas bangsa di

dunia yang semakin meng-global. Dalam konteks pem-bangunan karakter bangsa, posisi generasi muda sangat strategis karena merekalah yang akan mengemban estafet kepemimpinan bangsa pada masa kini dan masa depan.

Jambore Nasional Bahasa dan Sastra 2011 mengangkat tema Penggalian dan pemanfaatan nilai-nilai bahasa dan sastra dalam membangun karakter bangsa. Tu-juan acara tersebut, pertama, menumbuhkan rasa solidaritas generasi muda yang berori-entasi terhadap lahirnya jiwa persatuan pada anak bangsa yang mampu menjaga keutuh-an Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedua, menggali dan memformulasi kearifan lokal daerah menjadi karakter bangsa. Ketiga, meningkat-kan sikap positif para peserta

terhadap bahasa nasional sebagai lambang

identitas bangsa Indonesia.

Sulit dibendungWamendikbud mengingatkan

ketahanan bahasa Indonesia diuji di era globalisasi ini karena mulai menurunnya kecintaan dan kebanggaan masyarakat berbahasa persatuan di negeri ini. Karena itu, bahasa Indonesia memang harus dikembangkan dan diaktualisasikan dengan perkembangan global saat ini.

“Globalisasi sulit dibendung. Bahasa asing memang akhirnya populer, sampai tempat makam saja terasa keren dengan nama keinggris-inggrisan. Jika ba-hasa Indonesia mau populer, harus terus dikedepankan de-ngan kata-kata yang padanan-nya tidak kalah keren dengan bahasa asing,” ujarnya.

Wiendu menjelaskan, bahasa merupakan ekspresi budaya. Karena itu, bahasa harus dijaga dan nilai-nilai serta manfaat-nya mesti diresapi. Menurut Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu, keta-hanan bahasa Indonesia di te-ngah serbuan bahasa asing bisa

diwujudkan dengan pengem-bangan bahasa yang sesuai de-ngan kondisi masyarakat.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Badan Pe-ngembangan dan Pembinaan Bahasa Yeyen Maryani menam-bahkan, hasil penelitian soal sikap positif masyarakat ter-hadap bahasa Indonesia cukup memprihatinkan. Penelitian di kalangan anak-anak muda me-nunjukkan indeks sikap positif terhadap bahasa Indonesia ha-nya 1,4 dari skala 5. Karena itu, kata Yeyen, salah satu upaya Kemendikbud untuk membuat generasi muda meresapi nilai-nilai bahasa dan sastra Indo-nesia ialah pergelaran jambore nasional tersebut. (H-1)

[email protected]

PELAKSANAAN Jambore Na-sional Bahasa dan Sastra Indo-nesia 2011 berlangsung sepekan di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, baru-baru ini.

Kegiatan yang baru pertama kali digelar itu akan menjadi agenda tahunan program Ba-dan Pengembangan dan Pem-binaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan guna menjaga ketahanan ba-hasa dan budaya Indonesia di tengah arus globalisasi. Berikut petikan wawancara Media Indo-nesia dengan Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Yeyen Maryani di sela-sela acara itu.

Apa yang menjadi tujuan kegiatan ini?

Kami ingin meningkatkan sikap positif masyarakat terha-dap bahasa dan sastra kita. Era globalisasi mesti diantisipasi dengan meningkatkan kegiatan kebahasaan dan sastra kita. Melalui jambore ini, generasi muda dapat mengenal lebih dekat identitas dirinya un-tuk mempertahankan jati diri bangsa.

Jati diri seperti apa bagi generasi muda dalam konteks ketahanan bahasa?

Kesejatian diri mereka me-lalui kearifan lokal dengan tetap mempertahankan bahasa daerah sebagai bagian bahasa Indonesia. Kearifan lokal yang termuat di Tanah Air masih tetap aktual di Bumi Pertiwi kita. Anak muda sekarang kurang memahami ini. Nah,

dalam kegiatan jambore ini kita coba gali kembali. Untuk itu kita formulasikan. Kalau kita simpulkan, kearifan lokal menjadi kearifan nasional, itu-lah kearifan Indonesia.

Seperti apa kegiatan jambore ini dilaksanakan?

Forum jambore ini tidak terlalu formal. Sasarannya adalah masyarakat luas terdiri dari mahasiswa karang taruna, anak jalanan, ada juga anak berkebutuhan khusus. Kami ajak mereka berdiskusi dan bergembira, saling kenal satu sama lain dari berbagai daerah dan suku bangsa di Nusantara. Mereka menjadi lebih paham betapa kayanya Indonesia.

Para peserta antusias ingin berkomitmen tetap menyatu-kan bahasa daerah melalui bahasa Indonesia. Mereka ber-niat jambore pertama ini tetap dilanjutkan sebagai wujud menjunjung tinggi Sumpah Pemuda. Jadi, jambore akan menjadi agenda ta-hunan program Badan Bahasa. Menurut kami kegiatan ini positif ka-rena dapat memberi informasi satu sama lain dan dapat menjadi masukan dan rekomen-dasi bagi generasi masa depan bangsa.

Lantas, apa kelanjutan pascajambore bagi peser-ta?

Mereka tentu punya keinginan sepulang dari kegiatan ini untuk menyosialisasikan ke-

pada teman-teman mereka di daerah masing-masing. Melalui pemberdayaan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Pengem-bangan dan Pembinaan Ba-hasa di daerah dan pemangku kepentingan setempat, me-reka bisa menjadi pionir untuk membangkitkan gerakan cinta bahasa Indonesia.

Mereka dapat berkumpul di tempat kegiatan pemuda atau pun bermain di mal dengan tetap menggunakan bahasa In-donesia yang baik. Mereka pun telah memiliki pengetahuan yang cukup tentang pentingnya bahasa sebagai alat pemersatu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Seperti apa saja itu?A n t a r a l a i n

penertiban dan penggunaan bahasa Indo-

nesia yang baik dalam media luar ruang, seperti papan nama, baliho, atau nama-nama peru-mahan yang cenderung meng-gunakan bahasa asing. Kita bukan melarang, tetapi kita meminta pihak terkait untuk mengutamakan bahasa Indo-nesia. Kita bukan polisi bahasa yang sekadar melarang bahasa asing yang lain, tetapi kita se-harusnya menggunakan ba-hasa kita sendiri sebagai bahasa yang utama. Begitu pun dalam pariwisata, kita seharusnya mengutamakan bahasa Indo-nesia. Imbauan dan sosialisasi juga kepada pejabat negara seperti tertuang dalam Per-

pres Nomor 16/2010 bahwa Presiden, Wapres harus

berbahasa Indonesia dalam kegiatan ke-negaraan. (Bay/H-1)

AMAT disayangkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia mulai mengalami kelunturan. Generasi muda seolah kehi-langan kepercayaan diri apa-bila tidak menggunakan istilah asing dalam setiap percakapan ataupun tulisan. Padahal, ba-hasa Indonesia memiliki fi losofi luar biasa, bukan sekadar sa-rana berkomunikasi, melainkan juga menyangkut jiwa bangsa.

Demikian ditegaskan bu-dayawan Putu Wijaya kepada Media Indonesia, di Jakarta, Rabu (21/12). Menurut dia, krisis berbahasa Indonesia pada orang muda tidak terlepas dari sistem pengajaran bahasa Indonesia di sekolah. Kata dia, bahasa yang diajarkan di sekolah dan kam-pus lebih cenderung mengarah pada pengajaran tata bahasa In-donesia yang baik dan benar.

“Padahal, bahasa Indonesia kita tidak hanya itu. Katakan, soal berkomunikasi dalam baha-sa Indonesia yang baik dan benar atau menulis sesuai tata bahasa Indonesia yang tepat. Kan bukan hanya soal itu. Bahasa Indonesia itu menyangkut fi losofi kita se-bagai bangsa,” imbuhnya.

Ia mengaku prihatin karena justru sisi filosofis bahasa In-donesia makin jarang dipelajari sehingga mengalami kelunturan. “Bayangkan saja, anak-anak muda sekarang kelihatan per-caya diri kalau mampu bicara bahasa Inggris atau menyelipkan kata-kata asing dalam percakap-an dan tulisannya. Sebaliknya saat mereka kaku berbahasa In-donesia, bukan karena bahasa In-donesianya, tetapi pemahaman yang minim,” ungkap Putu.

Di sisi lain, pada peresmian Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kemarin,

Mendikbud M Nuh menegas-kan pentingnya peran bahasa Indonesia dalam pendidikan nasional di tengah pergaulan dunia yang kini tidak mengenal batas ruang dan waktu. Karena itu, upaya untuk meningkatkan mutu penggunaan bahasa Indo-nesia dalam bidang pendidikan akan meningkatkan citra positif masyarakat terhadap bahasa In-donesia itu sendiri.

Secara terpisah, aktivis Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra In-donesia se-Indonesia Iik Parikesit

Budiono memandang positif acara Jambore Nasional Bahasa dan Sastra. Menurut mahasiswa Universitas Pakuan Bogor ini, acara tersebut sangat baik untuk diselenggarakan setiap tahun.

“Memang ada kekurang an karena permulaan. Namun, dengan kegiatan itu, kami bisa saling mengenal dengan ber-bagai macam karakter saudara kita yang berlainan suku bangsa sehingga kita akan paham dan mengilhami khasanah budaya bangsa,” katanya. (*/Bay/H-1)

MI/OEBAY

Bahasa merupakan ekspresi budaya. Karena itu, bahasa Indonesia harus dijaga dan nilai-nilai serta manfaat diresapi.

Eksistensi Bahasa Indonesia di Tengah Globalisasi

Tumbuhkan Kecintaan Bahasa pada Anak Muda

Bukan hanya Alat Komunikasi

MI/SUSANTO

22 JUMAT, 23 DESEMBER 2011HUMANIORA

WAWANCARA

Yeyen MaryaniSekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud

CINTA BAHASA INDONESIA: Sejumlah mahasiswa menggelar aksi simpatik Aku Cinta Bahasa Indonesia di Bundaran HI, Jakarta, beberapa waktu lalu.

ANTARA/SAPTONO