julia toisuta

108
i SKRIPSI Oleh : JULIA TOISUTA 111.050.127 JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2011 PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN PADA FORMASI KAIS BEDASARKAN DATA LOG DAN DATA SEISMIK, DI LAPANGAN “JULIA”, CEKUNGAN BINTUNI

Upload: julie-williams

Post on 14-Aug-2015

206 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Julia Toisuta

i

SKRIPSI

Oleh :

JULIA TOISUTA

111.050.127

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA

2011

PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN

PADA FORMASI KAIS BEDASARKAN DATA LOG DAN DATA SEISMIK,

DI LAPANGAN “JULIA”, CEKUNGAN BINTUNI

Page 2: Julia Toisuta

ii

SKRIPSI

Oleh :

JULIA TOISUTA

111.050.127

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Geologi

Yogyakarta, Juli 2011

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Ir. Sugeng Widada, M.Sc NIP. 196310021991031001

Ir. H, Salatun said, M.T NIP. 195601051987031001

Mengetahui,

Ir. H. Sugeng Raharjo, M.T NIP. 196310101992032002

PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN

PADA FORMASI KAIS BEDASARKAN DATA LOG DAN DATA SEISMIK,

DI LAPANGAN “JULIA”, CEKUNGAN BINTUNI

Page 3: Julia Toisuta

iii

Laporan ini Penulis Persembahkan Kepada :

Allah Bapa di Sorga yang Tidak Pernah sedetikpun Terlelap Meninggalkan UmatNya

Yesus Kristus yang telah menjadi Juruslamat dan Kebenaran bagi manusia .

Kedua Orang Tua Tercinta atas doa serta kesabaran kalian untuk mendidik anak-

anak mu

Darent exaudia Toisuta, semoga jadi anak yang dengar-dengaran dan patuh

terhadap opa, oma, oyang, mama uli, mama ian dan mama eng.

Tidak lupa buat Che, semoga sukses selalu baik dalam mencapai cita, cinta dan

harapan dimasa depan.

Page 4: Julia Toisuta

iv

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Yesus Kristus yang telah

memberikan hikmat, berkat, serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

laporan Skripsi yang berjudul “Pemetaan Bawah Permukaan dan Perhitungan

Cadangan pada Formasi Kais Berdasarkan Data Log dan Data Seismik, di

Lapangan “JULIA”, Cekungan Bintuni ” sesuai dengan yang diharapkan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah

memberikan dukungan berupa dukungan materi, moril, kasih sayang dan do’a kepada

penulis sehingga penulis dapat meneruskan tingkat pendidikan yang lebih baik lagi.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan Skripsi di kampus dan juga kepada Pembimbing lapangan

yang banyak memberikan ilmu, penjelasan, petunjuk, dan arahan dalam

menyelesaikan skripsi di perusahaan. Tidak lupa pula ucapan terimakasih kepeda

teman-teman Jurusan Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta Pangea ’05 atas

bantuan dan dukungannya selama ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan

yang perlu diperbaiki, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar

dapat membangun untuk penyusunan-penyusunan laporan berikutnya.

Penulis berharap laporan Skripsi ini dapat memenuhi harapan sesuai dengan

apa yang telah ditetapkan dan dapat berguna untuk pendidikan bagi semua pihak yang

menggunakannya. Amin.

Yogyakarta, 22 Agustus 2011

Penulis,

Julia Toisuta

111.050.127

Page 5: Julia Toisuta

v

UCAPAN TERIMAKASIH

Ungkapan rasa terimakasih selalu penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang

berpengaruh dalam penyelesaian skripsi ini yaitu kepada:

1. BP.Indonesia, jakarta yang telah mensponsori skripsi penulis.

2. Bapak Ir. Sugeng Widada, M.Sc sebagai dosen pembimbing I yang telah

banyak memberikan arahan, nasehat, bimbingan, ilmu pengetahuan, masukan,

hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak, Ir. Salatun Said. MT selaku pembimbing II yang telah banyak

membantu dalam memberikan arahan khususnya dalam pembuatan peta, serta

bimbingannya dalam menempuh skripsi.

4. Keluarga tercinta (bapak, mama, oma, ian, eng, ayent dan) terimakasih

atas doa dan dukungan baik materi maupun moril. Tuhan Yesus berkati selalu.

5. Che, sebagai belahan jiwa penulis atas kasih sayang, doa, kesabaran, teman

curahan hati, support dan penyemangat kehidupan selama hampir 7 tahun ini

sehingga semangat selalu mengalir dalam diri penulis untuk menjalani

kehidupan ini.

6. Pegawai BP.Indonesia, Bapak Kuntadi sebagai pembimbing penulis selama

pengambilan data di perusahaan, kak Dumex Pasaribu, kak Erik, kak Samuk

Konyorah, kak Yanto Kambu dll yang telah membantu penulis selama di

perusahan, khususnya tim doa sore yang selalu mendoakan dan teman sherring

selama di perusahaan.

Page 6: Julia Toisuta

vi

7. Dosen-dosen Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta yang telah banyak

memberikan ilmunya kepada penulis yang tiada ternilai harganya.

8. Pegawai Tata Usaha Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta yang telah

memberikan kemudahan dalam urusan administrasi di Jurusan

9. Teman-teman di “PANGLIMA” khususnya Maria Auresti Kefi yang selalu

membantu dan yang selalu saling menyemangati. Tidak lupa teman-teman

yang lain Ria, Nita, Puput, Tria, Rima, Laidy, Septi, Lumi, Agnes, Widi,

Leni, Dian Ps, Dian insani, Sari (Caie), Yudis, Endah, Ratri, Eli, Triyarso,

Jendri, Firman (sotoy), Ade, Nana, Agus, Dany (Curup), Simon, Bima,

Rahmat, Ryan, Hasan, Anas, Danny Satrio (ryon), Iqbal (Ogebego), Heru

Pratama, Supannoto, Kharisma.W.E (Moyo), Wiwid (Gondes), Mangun,

Yanuar A.R (Komting05), Dito, Memet, Yusron, Tomi, Wonkdan, Bimo,

Aca, Angga (Bontet), Isa, Jono, Handi, Patrik, Irfan (kepleh), Bagus

(kodok), Ayat, Adit, Dany DK, Kusnan, Agung, Rudi, Gilang, Boker,

Bokep dan teman-teman TG05 lainnya, dan maaf bagi yang belum disebutkan

karena halaman dan tenaga terbatas.

10. Teman-teman di Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta,

PANGEAAAAA…

Page 7: Julia Toisuta

vii

ABSTRAK

Lapangan “JULIA” secara umum termasuk ke dalam Cekungan Bintuni yang merupakan wilayah operasi PT. BP. Tangguh Indonesia dengan daerah lokasi pemboran Liquified Natural Gas (LNG) Tangguh di Teluk Bintuni Papua Barat.

Reservoar yang menjadi target penelitian adalah lapisan batugamping yang termasuk dalam Formasi Kais yang berumur Miosen Tengah. Berdasarkan analisis data log pada kelima sumur, lingkungan pengendapan daerah telitian berupa lingkungan laut dangkal.

Formasi Kais ini merupakan zona prospek untuk tempat terakumulasinya hidrokarbon, karena memiliki permeabilitas yang baik dan porositas yang baik (porositas primer yaitu berupa interkristalin maupun porositas sekunder yaitu vuggy porosity). Kandungan hidrokarbon pada lapisan batugamping Formasi Kais berupa gas.

Berdasarkan analisis data seismik, struktur yang berkembang pada daerah telitian adalah antiklin serta terdapat struktur sesar normal yang berarah utara-selatan.

Hasil analisis kuantitatif diperoleh harga rata-rata porositas (Ф) sebesar (0,072) 7.2%, sedangkan harga rata-rata Saturasi Water (Sw) sebesar (0,64) 64%. Zona Gas Water Contact (GWC) terletak pada interval 2908-2909 meter.

Hasil dari penelitian ini diperoleh peta bawah permukaan (subsurface mapping) antara lain: Peta Top Struktur, Peta Bottom Struktur, Peta Gas Isopach Outline, Peta Isopach Limestone, Peta Overlay Gas Isopach Outline dan Isopach Limestone dan Peta Net Pay.

Berdasarkan hasil perhitungan volume hidrokarbon pada Formasi Kais, dengan metode volumetric diperoleh hasil volume bulk pada Blok I sebesar 511.975acre-ft dan volume gas mula-mula (IGIP) adalah 2,2 MMSCF. Sedangakan volume bulk pada Blok II sebesar 67.045 acre-ft dan gas mula-mula (IGIP) sebesar 0,29 MMSCF.

Page 8: Julia Toisuta

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……. i

HALAMAN PERSETUJUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii

HALAMAN PERSEMBAHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii

KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . iv

UCAPAN TERIMA KASIH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . v

ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . vii

DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . .. . . . . . . . viii

DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . .... . . . . . . . ……………………………… xiii

DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . xiv

DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ….. . . . . xvi

BAB 1. PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

1.1. Latar Belakang Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ………… 1

1.2. Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……….. 2

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian.. . . . . . . . . …….. . . . . . . . …... 3

1.4 Batasan Masalah …………………………………………………. 3

1.5. Waktu dan Lokasi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……. 4

1.6. Hasil yang diharapkan. . . ….. . . . . . . . . . . . . . . . . . …. ……… 5

1.7 Manfaat Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …. ……… 5

BAB 2. METODOLOGI PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6

2.1. Metodologi Penelitian . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……. . 6

2.2 Tahap Penelitian ………………………………………….…… 6

Page 9: Julia Toisuta

ix

2.2.1 Tahap Pendahuluan. . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . ………. . 6

2.2.2 Tahap Pengumpulan Data ………... . . . . . . ….……….. . 7

1. Data primer

a. Data log …………..…. . . . ………………………... . 7

b. Data seismik …………….... . . . ………………... … 7

c. Data cutting …...……... .. . . …………………..…... . 7

2. Data sekunder dan data pendukung lainnya. . .....….. 7

a. Data petrofisik ……………………………………. 7

b. Data pendukung ………………………………….. 8

2.2.3 Tahap Analisa dan Interpretasi Data.. . . . . . ………….. . 8

2.2.4 Tahap Evaluasi …………………………………………. 10

2.2.5 Tahap Penyusunan Laporan …………………………… 10

BAB 3. TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL . . . . .. . . . . . . . …..…….. . . 12

3.1 Geologi Regional Papua Barat ………………………….. .. …… 12

3.1.1 Kerangka Tektonik Regional ………………………….. ..... 14

3.2 Stratigrafi Regional ……………………………………………... 18

3.3 Stratigrafi Daerah Telitian ……………………………………….. 22

3.4 Sistem Petroleum Cekungan Bintuni ………………………………. 23

3.4.1 Batuan Induk (Source Rock)……………………………... 23

3.4.2 Batuan reservoir (Reservoir Rock) ……………………… 24

Page 10: Julia Toisuta

x

3.4.3 Migrasi …………………………………………………… 24

3.4.4 Perangkap (Trap) …………………………………………. 24

3.4.5 Batuan Penutup …………………………………………… 25

BAB 4. DASAR TEORI ……………………………………………………. 26

4.1 Reservoar Batuan Karbonat …………………………………. 26

4.1.1 Batuan Karbonat ……………………………………….. 26

4.1.2 Fasies dan Lingkungan Pengendapan …………………. 27

4.1.3 Klasifikasi Batuan Karbonat ………………………….. 27

4.2.Tinjauan Umum Wireline Log………………………...………. 30

4.2.1. Bagian-Bagian Log ……………………………..……… 30

4.2.2. Macam-Macam Log Mekanik…………………………. 32

4.2.3 Analisis Petrofisik ………………………………………. 36

4.3 Korelasi Log …………………………………………………… 40

4.4 Seismik ………………………………………………………… 43

4.5 Pemetaan Bawah Permukaan ……………………………….. 46

4.5.1 Prinsip Penggambaran Garis Kontur …………………… 47

4.5.2 Pembuatan Peta Bawah Permukaan …………………… 48

4.6 Perhitungan Cadangan Hidrokarbon ………………………….. 49

BAB 5. PENYAJIAN DATA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …………... . . …….. 53

5.1 Data Primer….…………………………………... …………….. 53

Page 11: Julia Toisuta

xi

5.1.1 Data Log…………………………………......................... 53

5.1.2 Data Seismik……………..………………........................ 55

5.1.3 Data Cutting ………………………………………..…….. 56

5.1.4 Data Petrofisik ……………………………………………. 57

5.2 Data Sekunder…………..………………….…….......................... 58

5.2.1 Jurnal-Jurnal Perusahaan dan Laporan Hasil Produksi …… 58

5.2.2 Data Bgi …………………………………………………. 58

BAB 6. ANALISIS DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . …………... . ... 59

6.1 Analisis Data Cutting ………………….….…………...……… 59

6.2 Analisa Data Log (Wireline Log) …………………………….. 60

6.2.1 Analisis Kualitatif ………………………. ………… …… 61

6.2.1.1 Sumur K-1 ……… ................................................. 61

6.2.1.2 Sumur A-1 ………………….……….……..…… 62

6.2.1.3 Sumur W-1 ……………………………………… 63

6.2.1.4 Sumur T-1 ………………………………………. 64

6.2.1.5 Sumur JS-1 ……………………………………… 65

6.2.1.6 Kandungan Fluida ………………………………. 66

6.2.2. Korelasi Sumur ………………...…………………………. 67

6.2.2.1 Korelasi Struktur… .................................................. 68

6.2.2.2 Korelasi Stratigrafi .................................................. 69

6.2.2. Analisis Kuantitatif …………...……………….……..……. 70

6.3 Analisis dan Interpretasi Data Seismik…….…………....……… 75

Page 12: Julia Toisuta

xii

6.3.1 Penarikan Picking Horison ………………..……… …… 75

6.4 Analisis Geologi Bawah Permukaan..…….….………...……..… 81

6.4.1 Peta Top Struktur Formasi Kais …..……….……… …… 82

6.4.2 Peta Bottom Struktur Formasi Kais …..……….……… … 83

6.4.3 Peta Gas Isopach Outline …………...……….……… …… 84

6.4.4 Peta Isopach Limestone …..…………...…….……… …… 84

6.4.5 Peta Net Pay …………………… …..……….……… …… 86

6.5 Perhitungan Cadangan Hidrokarbon ...…….….………...…….. 86

BAB 7. KESIMPULAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ………..…... . . …………. 90

DAFTAR PUSTAKA. . . . . . . . ……………….. .. . . . . . ……………..…... . . … 91

LAMPIRAN . . . . . . . ……………….. .. . . . …………. . ……………..…... . . … 93

Page 13: Julia Toisuta

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sistem petroleum Cekungan Bintuni (modifikasi penulis) …………. 25

Tabel 4.1 Klasifikasi batuan karbonat berdasarkan komposisi (Folk,1959).. 29

Table 4.2 Klasifikasi batuan karbonat Menurut Dunham (1962) ..………….. 28

Table 4.3 Klasifikasi pemerian porositas (Koesoemadinata, 1980) ..……….. 38

Tabel 6.1 Data perhitungan petrofisik sumur W-1 dalam menentukan

kandungan fluida……..………………………………………..……. 67

Table 6.2 Data top Formasi Klasafet (sebagai datum pada korelasi stratigrafi).. 69

Tabel 6.3 Sonic Velocities and interval times (after sclumberger,1972) ……... 72

Table 6.4 Data checkshot sumur MS-1 sebagai pengikat sumur terhadap data

seismik ………………………………………………………………. 76

Table 6.5 Data top Formasi Kais setiap sumur ……………………………….. 82

Table 6.6 Data bottom Formasi Kais setiap sumur ………………………..… 84

Table 6.7 Ketebalan batugamping pada Formasi Kais ……………………… 85

Table 6.8 Perhitungan volume bulk pada Blok I ……………………………... 87

Table 6.9 Perhitungan volume bulk pada Blok II ……………………………... 89

Page 14: Julia Toisuta

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lokasi Telitian Lapangan “JULIA” di Teluk Bintun……………. 4

Gambar 2.1 Diagram Alir Metode Penelitian………………………….……… 11

Gambar 3.1 Peta Geologi Regiona Kepala Burung (Dumex, dkk 2007

,BP Indonesia)…………………………………………………... 13

Gambar 3.2 Stratigrafi Regional Papua Barat (Modisfikasi dari Edward Syafron

dkk 2008dan Thomas W Perkins & Andrew R.Lvsey 1993)….…… 21

Gambar 3.3 Stratigrafi Daerah Telitian Lapangan “JULIA” Cekungan Bintuni

(Modisfikasi penulis) ……………………………………….…… 23

Gambar 4.1 Contoh Bagian-Bagian dari Log Mekanik ...................................... 31

Gambar 4.2 Terminasi reflector seismic (Allen,1999) ……………………….. 46

Gambar 5.1 Basemap sumur lapangan “JULIA” (BP.Indonesia)……………. 54

Gambar 5.2 Contoh log sumur W-1…………………………………………… 54

Gambar 5.3 Basemap line seismic (BP Indonesia)…………………………… 55

Gambar 5.4 Contoh seismik yang melewati sumur W-1 …………………….. 56

Gambar 5.5 Data cutting pada sumur JS-1 ………………………………….. 57

Gambar 6.1 Interpretasi log pada sumur K-1 ………. ………………………. 61

Gambar 6.2 Interpretasi log pada sumur A-1 …………………………………. 63

Page 15: Julia Toisuta

xv

Gambar 6.3 Interpretasi log pada sumur W-1 ………………………………. 64

Gambar 6.4 Interpretasi log pada sumur T-1 …………………………………. 65

Gambar 6.5 Interpretasi log pada sumur JS-1 ..………………………………. 66

Gambar 6.6 Korelasi stratigrafi pada lapangan “JULIA”…………………….. 68

Gambar 6.7 Korelasi stratigrafi pada lapangan “JULIA”…………………….. 70

Gambar 6.8 Interpretasi picking horizon pada lintasan seismik yang

melewati sumur MS-1…………………………………………… 76

Gambar 6.9 Interpretasi picking horison pada lintasan seismik yang

melewati sumur K-1 dan A-1 ……………………………..…….. 79

Gambar 6.10 Hasil interpretasi seismik secara stratigrafi maupun struktur

pada lapangan “JULIA”………………………………………… 80

Gambar 6.11 Peta struktur waktu (time structure map) lapangan”JULIA”… … 81

Gambar 6.12 Peta top struktur Formasi Kais lapangan “JULIA”……………… 83

Gambar 6.13 Peta Isopach Limestone Formasi Kais lapangan “JULIA”…..… 85

Page 16: Julia Toisuta

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lintasa Seismik dan Sumur……..……………………...........

Lampiran 2. Peta Top Struktur Formasi Kais……….………………….……....

Lampiran 3. Peta Bottom Struktur Formasi Kais….…………………………...

Lampiran 4. Peta Gas Isopach Outline .………………………………………...

Lampiran 5. Peta Isopach Limestone……………………………………………

Lampiran 6&7. Peta Overlay Gas Isopach dan Isopach Limestone……………….

Lampiran 8. Peta Net Pay …………………….…….…………………………….

Lampiran 9. Peta Struktur Waktu Top Reservoar (Top Formasi Kais)……..…….

Lampiran 10. Korelasi Struktur …………………………..…………………….….

Lampiran 11. Korelasi Stratigrafi ……………….…………………………………

Lampiran 12 Interpretasi Seismik yang Melewati Sumur K-1 dan A-1 …………..

Lampiran 13 Interpretasi Seismik yang Melewati Sumur W-1…………………..

Lampiran 14 Interpretasi Seismik yang Melewati Sumur MS-1 …………………

Lampiran 15 Interpretasi Seismik yang Melewati Sumur T-1 ……………………

Lampiran 14 Interpretasi Seismik yang Melewati Sumur JS-1 ……………..……

Lampiran 15 Interpretasi Seismik yang Melewati Sumur K-1,A-1,MS-1 & JS-1…

Lampiran 16. Hasil perhitungan petrofisik Sumur A-1 dan W-1 .…………………

Page 17: Julia Toisuta

1

`BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gas bumi sampai saat ini masih merupakan sumber energi utama dan sangat

dibutuhkan guna menggerakkan roda pembangunan nasional, Kehadirannya telah

membawa kemajuan dan keuntungan yang pesat untuk menunjang kebutuhan industri di

Negara kita maupun dunia ini. Oleh karenanya, usaha untuk mengeksplorasi maupun

mengeksploitasi gas bumi semakin ditingkatkan sesuai dengan kemajuan teknologi.

Puji syukur kepada Tuhan, PT. BP Tangguh Indonesia dengan lokasi pemboran

Liquified Natural Gas ( LNG ) Tangguh di Teluk Bintuni Papua Barat merupakan salah

satu perusahaan swasta dan pemerintah yang bergerak di bidang pertambangan gas alam

cair dan memiliki peran penting dalam memasok kebutuhan gas di wilayah Asia Pasifik.

Telah menyediakan fasilitas bagi mahasiswa Teknik Geologi untuk menimba ilmu dan

memperluas pengalaman berhubungan dengan bidang yang ditekuni serta memperluas

pengalaman dalam mempelajari proses eksplorasi di sekitar daerah operasi LNG

Tangguh. Kesempatan baik ini akan digunakan untuk menyelesaikan Tugas Akhir

sebagai salah satu persyaratan yang diwajibkan bagi kelulusan sarjana Strata-1 (S-1) di

Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Yogyakarta.

Dalam kesempatan ini mahasiswa Teknik Geologi dapat belajar untuk melakukan

pemetaan bawah permukaan dan perhitungan cadangan berdasarkan data log dan data

seismik didalam kegiatan eksplorasi gas alam cair. Hal ini dilakukan karena, peta bawah

permukaan adalah alat bantu bagi ahli geologi baik pada saat eksplorasi, eksploitasi

maupun produksi untuk menghitung cadangan yang lebih terperinci. Tujuan dari

pemetaan bawah permukaan ini sendiri yakni untuk melihat kondisi bawah permukaan,

sehingga dapat membantu untuk menentukan bentukan lapisan yang prospek di bawah

permukaan bumi sehingga dapat ditentukan seberapa besar cadangan hidrokarbon yang

dapat dioptimalkan. Disamping itu, diharapkan dengan adanya data log, pola–pola atau

kurva–kurva log dapat mengetahui jenis litologi, lingkungan pengendapan, jenis fluida

Page 18: Julia Toisuta

2

dan nilai petrofisik yang terdiri dari saturasi air dan nilai porositas, yang terpenting dapat

mengetahui cadangan hidrokarbon pada Formasi Kais. Hal ini dimaksudkan karena

dengan adanya eksplorasi gas alam cair pada Formasi Kais dapat menunjukan bahwa

formasi yang diteliti merupakan reservoir yang baik dan sangat prospek hidrokarbon atau

tidak. Sehinggga nantinya mahasiswa Teknik Geologi tidak asing dengan pengolahan

data bawah permukaan yang digunakan oleh perusahaan pertambangan gas alam cair

pada umumnya.

Formasi Kais sebagai lapisan telitian dipilih karena lapisan ini disusun oleh

litologi batugamping, dimana batugamping ini dianggap baik sebagai reservoar, dilihat

dari umurnya yaitu Miosen Tengah. Disamping itu, lapangan “ JULIA “ sendiri salah

satu lapangan eksporasi gas milik LNG Tangguh yang sampai saat ini beroperasi. Oleh

sebab itu, adapun judul dalam penelitian ini yaitu PEMETAAN BAWAH

PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN PADA FORMASI KAIS

BERDASARKAN DATA LOG DAN DATA SEISMIK, DI LAPANGAN “JULIA”,

CEKUNGAN BINTUNI.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah yang akan

dibahas sebagai berikut :

1. Apa saja litologi penyusun Formasi Kais?

2. Bagaimana penyebaran litologi secara lateral dan vertikal berdasarkan korelasi

yang dilakukan?

3. Apa lingkungan pengendapan Formasi Kais ?

4. Bagaimana nilai petrofisik yang terdiri dari porositas dan saturasi air berdasarkan

pembacaan kurva log pada Formasi Kais ?

5. Bagaimana kondisi bawah permukaan berdasarkan peta bawah permukaan (peta

top structure, bottom structure, isopach limestone, dan net pay oil/gas) ?

6. Berapa hasil perhitungan cadangan hidrokarbon pada Formasi Kais?

Page 19: Julia Toisuta

3

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menerapkan ilmu yang telah

dipelajari dibangku perkuliahan. Mengetahui evaluasi cadangan hidrokarbon pada daerah

telitian dengan melakukan pemetaan bawah permukaan di daerah telitian dan disajikan

dalam bentuk sebuah laporan penelitian. Disamping itu, memenuhi salah satu persyaratan

kurikulum Program Strata 1 (S-1) pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi

Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jenis dan penyebaran litologi Formasi Kais data log.

2. Mengetahui lingkungan pengendapan Formasi Kais

3. Mangetahui kandungan fluida pada setiap sumur.

4. Mengetahui nilai porositas dan saturasi air berdasarkan perhitungan petrofisik

pada Formasi Kais

5. Mendapatkan peta Struktur waktu, peta Top struktur,peta bottom struktur, peta

Isopach Limestone dan peta Net Pay

6. Mengetahui jumlah cadangan hidrokarbon Formasi Kais.

1.4 Batasan Masalah

Pembatasan masalah sangat perlu agar penelitian yang dilakukan tidak melebar

serta tidak sistematis, dan dengan adanya keterbatasan waktu, maka perlu adanya

batasan–batasan tertentu yaitu :

1. Penentuan lapisan telitian atau lokasi area prospek hidrokarbon dibatasi pada

litologi batugamping berupa Formasi Kais.

2. Menganalisa pola penyebaran reservoar serta menghubungkan dengan pola

lingkungan pengendapan yang berkembang berdasarkan prinsip–prinsip

stratigrafi dan sedimentologi.

3. Analisis petrofisik dilakukan melalui interpretasi kualitatif dan kuantitatif data

wirelline log diikuti dengan pembuatan peta bawah permukaan.

4. Melakukan perhitungan cadangan hidrokarbon

Page 20: Julia Toisuta

1.

m

da

A

pe

.5 Waktu d

Waktu

maret 2010.

ata dilaksan

Arkadia E-3,

Sement

ertambanga

Gamba

dan Lokasi

penelitian

Selama w

nakan di k

, Bagian Ek

tara lapan

an LNG TA

ar 1.1 Lokasi

INDON

Penelitian

ini berlang

aktu terseb

kantor pusat

ksplorasi, Jl

gan penel

ANGGUH d

i telitian lapa

NESIA

gsung selam

but semua p

t BP Indon

l. TB. Simat

itan yaitu

di Teluk Bin

angan “JULIA

ma ± 2 bula

pengumpula

nesia yang

tupang Kav

lapangan

ntuni, Papua

A” di Teluk

an yang di

an, pengola

berlokasi d

v 88, Jakarta

“JULIA”

a Barat (Gam

Bintuni

LAPAN

mulai dari

ahan dan in

di Perkantor

a – Indonesi

berada d

mbar 1.1).

NGAN “JUL

4

januari –

nterpretasi

ran Hijau

ia.

di lokasi

LIA

Page 21: Julia Toisuta

5

1.6 Hasil Penelitian Yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan saat penelitian yaitu :

1. Memperoleh gambaran terhadap jenis litologi dan penyebaran reservoir

berdasarkan data log dan data seismik pada Formasi kais.

2. Mengkorelasikan data sumur sehingga dapat menunjukan kondisi bawah

permukaan.

3. Memperoleh gambaran bawah permukaan mengenai distribusi reservoir yang

divisualisasikan dalam bentuk peta bawah permukaan berupa peta Struktur

waktu, peta Sturktur kedalaman, peta top structure, peta bottom struktur, peta

isopach limestone dan peta net pay .

4. Selanjutnya dapat dikembangkan untuk estimasi perhitungan cadangan

hidrokarbon yang berada di dalam batuan reservoir secara lebih terperinci.

1.7 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan skripsi ini antara lain adalah:

1. Manfaat Untuk Keilmuan

Mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari pada saat kuliah di lapangan,

sehingga mahasiswa dapat menerapkan ilmu geologi yang telah dipelajari

sehingga memiliki kompetensi ilmu geologi yang maksimal baik secara langsung

didunia pekerjaan.Memberikan informasi tentang pengolahan dan analisis data

dan mengetahui proses pengerjaan dalam kerja yang nyata.

2. Manfaat untuk Perusahaan

Dengan dihasil penelitian yang didapatkan seperti distribusi resevoar dan

perhitungan cadangan hidrokarbon yang digambarkan dalam peta–peta bawah

permukaan, diharapakan akan memberikan informasi penting bagi perusahaan

untuk pengambilan keputusan mengenai pengembang lapangan tersebut serta

mampu meningkatkan hasil produksi pada daerah telitian.

Page 22: Julia Toisuta

6

BAB 2

METODOLOGI DAN TAHAP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada lapangan “JULIA”, menggunakan metode pemetaan

bawah permukaan yang didukung dengan data log dan data seismik serta data pendukung

lainnya. Untuk melakukan penelitian ini ditempuh melalui tahap – tahap yang dilakukan

secara berkesinambungan. Berikut merupakan tahap metodologi secara umum (Gambar

2.1).

2.1 Metode Penelitian

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dimana

metode deskriptif adalah menjelaskan data–data yang digunakan kemudian dilakukan

analisis terhadap data–data tersebut. Untuk mencapai metode tersebut dilakukan

beberapa tahapan.

2.2 Tahap Penelitian

Secara umum tahapan penelitian dibagi menjadi empat bagian yaitu tahapan

pendahuluan, tahapan pengumpulan data, tahapan analisis dan interpretasi, tahapan

penyusunan laporan. Dimana tahapan–tahapan tersebut dibagi lagi menjadi beberapa

tahap yaitu :

2.2.1 Tahap Pendahuluan

Tahap pendahuluan adalah tahap persiapan sebelum melakukan analisis data,

meliputi :

1. Penyusunan proposal penelitian dan kelengkapan administrasi

Tahapan ini dilakukan sebelum berangkat ke kantor pusat BP Tangguh di Jakarta,

dimana dilakukan persiapan–persiapan yang menunjang penelitian yang meliputi

studi pustaka, pembuatan proposal dan menyelesaikan administrasi.

Page 23: Julia Toisuta

7

2. Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan bertujuan supaya dapat menunjang penelitian mengenai

geologi regioanal cekungan Bintuni dan lingkungan pengendapan daerah telitian,

analisis data log dan pemetaan bawah permukaan, maupun dasar–dasar geologi

lainnya yang mendukung dalam melakukan analisis data.

2.2.2 Tahap pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pada saat berada di kantor Pusat BP Tangguh di Jakarta,

data yang diperoleh berupa :

1. Data primer

a. Data log

Data log yang digunakan adalah data log sumur Gamma Ray ( GR ), log

resisitivity (ILD), log sonic (DT) dari lapangan “JULIA“. Pada lapangan ini

sumur yang digunakan ada 6 sumur dalam analisa data log yaitu K-1, A-1, W-1,

MS-1, T-1, JS-1.

b. Data seismik

Pada data primer, digunakan pula data seismik pada lapangan “JULIA”. Data

seismik ini akan diperoleh peta struktur waktu yang kemudian akan di

konversikan ke peta struktur kedalaman.

c. Data Cutting

Data cutting atau data serbuk bor yang di peroleh terdapat pada satu sumur yaitu

sumur JS-1. Data serbuk bor ini nantinya akan dipergunakan dalam

menginterpretasikan litologi serta lingkungan pengendapan dari daerah telitian.

d. Data Petrofisik

Untuk menganalisa petrofisik dari data log menggunakan perangkat lunak

Microsoft Office Excel 2007. Dari data petrofisik akan diketahui nilai porositas

(ø) dan kejenuhan air (Sw) yang selanjutnya akan menjadi parameter dalam

perhitungan cadangan.

Page 24: Julia Toisuta

8

2. Data Sekunder dan data pendukung lainnya

a. Data pendukung

Untuk data pendukung lainnya, berupa data well file report (final well report,

final geological report, hydrocarbon source profil) dan referensi–referensi

peneliti terdahulu yang diberikan oleh perusahan. Hal ini dilakukan bertujuan

agar dapat memahami dan mengetahui kondisi geologi regional daerah yang

ditelitian.

2.2.3 Tahap Analisis dan Interpretasi Data

Tahap analisis dan interpretasi data ini harus melewati beberapa tahapan untuk

mendapatkan hasil berupa cadangan hidrokarbon di daerah telitian. Tahap ini meliputi :

1. Interpretasi log sumur

Berdasarkan data log sumur dapat dilakukan analisa kualitatif yang meliputi

litologi, interpretasi lingkungan pengendapan dan interpretasi fluida. Umumnya

untuk menentukan jenis litologi suatu lapisan dilakukan dengan menggunakan

log. Jenis kurva log yang sangat berperan untuk menentukan litogi suatu lapisan

biasanya menggunakan log Gamma Ray (GR), log Resistivity dan log Porosity.

Hal ini dapat diinterpretasi berdasarkan pola–pola deflaksi dan bentukan log.

Interpretasi lingkungan pengendapan dilakukan dengan cara melihat pola-

pola umum yang terbentuk oleh kurva GR pada daerah telitian. Log sumur

memiliki beberapa bentuk dasar yang bisa mencirikan karakteristik suatu

lingkungan pengendapan.

2. Analisis petrofisik

Analisa petrofisik dilakukan untuk mengetahui nilai porositas dan saturási

air dari reservoar. Nilai porositas dan saturasi air akan menunjukan

perkembangan yang berkembang dalam suatu reservoar yang berlainan

litologinya. Rumus yang digunakan dalam menghitung nilai saturasi air adalah

persamaan Indonesia. Rumus ini digunakan karena cenderung memberikan hasil

Page 25: Julia Toisuta

9

yang optimal. Hasil dari analisa petrofisik ini akan menjadi parameter dalam

perhitungan cadangan.

3. Korelasi sumur

Korelasi sumur dilakukan dengan menggunakan type log dari 6 (enam)

sumur. Type log yang digunakan merupakan hasil modifikasi dari kurva log

Gamma Ray (GR), kurva log Resistivity dan kurva log Sonik.

Korelasi sumur yang dilakukan oleh penulis yakni korelasi stratigrafi dan

korelasi stuktur. Korelasi stratigrafi ini dilakukan bertujuan guna mengetahui

penyebaran batuan secara lateral, dimana datumnya menempatkan posisi secara

stratigrafi berdasarkan umur. Korelasi sumur yang dilakukan oleh penulis yakni

didasarkan atas kesamaan umur pada top–top tiap formasi. Sedangkan untuk

korelasi struktur datumnya berdasarkan kedalaman atau sea level.

4. Interpretasi seismik ( Picking Horizon )

Data yang digunakan dalam interpretasi seismik ini adalah data seismik

refleksi dengan jumlah lintasan sebanyak 23 line seismik. Sebelum melakukan

picking horizon, dilakukan penanda sumur pada top–top formasi. Hasil dari

penanda sumur ini diplotkan ke data seismik sebagai pengikat sumur terhadap

seismik (well to seismic tie).

Hasil dari interpretasi ada dua yaitu interpretasi stratigrafi dan struktur.

Pada interpretasi stratigrafi, dilakukan penarikan horison. Horison yang dipilih

oleh penulis hanya 5 yaitu basement, top Formasi Kais, base Formasi Kais, top

Formasi Klasafet, dan horizon yang menampakan adanya Onlap, hal ini bertujuan

supaya analisa yang dilakukan nantinya tidak meluas dan hanya terfokus pada

kedua formasi yaitu Formasi Kais dan Formasi Klasafet. Dari hasil interpretasi

seismik ini, selanjutnya dilakukan pembuatan peta struktur waktu (time structure

map).

Page 26: Julia Toisuta

10

5. Pemetaan Bawah Permukaan

Tujuan utama pembuatan peta bawah permukaan untuk melihat keadaan

bawah permukaan secara lateral. Pemetaan bawah permukaan ini dilakukan

berdasarkan hasil dari analisa dan pengolahan data log sumur sebelumnya. Peta-

peta yang dihasilkan berupa peta top structure, peta bottom structure, peta

isopach limestone dan peta net pay .

6. Perhitungan Cadangan Hidrokarbon

Perhitungan cadangan hidrokarbon didalam reservoir dihitung

menggunakan cara volumetric. Pada metode ini perhitungan didasarkan pada

persamaan volume, data–data yang menunjang dalam perhitungan cadangan ini

adalah porositas dan saturasi hidorkarbon. Untuk menghitung volume bulk (Vb)

reservoir dibutuhkan data berupa peta net pay dan alat planimeter, dimana alat

planimeter ini akan dapat mengukur luas masing– masing kontur ketebalan yang

ada pada peta net pay. Untuk menghitung volume reservoir, ditentukan dengan

dua cara, yaitu cara pyramidal dan cara trapezoidal. Setelah volume bulk (Vb)

diperoleh maka selanjutnya menghitung original oil in place (OOIP) dan original

gas in place (OGIP).

2.2.4 Tahap Evaluasi

Pada tahap ini hasil dan interpretasi data dari setiap tahapan, dievaluasi lagi untuk

kemudian direvisikan guna mendapatkan hasil akhir yang maksimal.

2.2.5 Tahap Penyusunan Laporan

Tahap penulisan laporan dilakukan selama penelitian berlangsung. Agar

mendapatkan susunan laporan yang sistematis dan mudah dibaca oleh para pembaca,

maka penyusunan laporan ini dibagi dalam beberapa bab, yaiut : Bab 1. Pendahuluan,

Bab 2. Metodologi, Bab 3. Tinjauan Geologi Regional, Bab 4. Dasar Teori, Bab 5.

Penyajian Data, Bab 6. Analisa dan Pembahasan, dan Bab 7. Kesimpulan

Page 27: Julia Toisuta

11

Gambar 2.1 Diagram alir metode penilitian

• Picking horizon • Picking fault

Tahap Pendahuluan

Pembuatan peta bawah permukaan

(peta struktur waktu. Peta kedalam, peta Top Structure, peta

Bottom Structure, peta Isopach Limestone dan peta Net Pay)

Well seismic Tie

Data Seismik Data Log Data Sekunder : - laporan-laporan hasil

produksi dan hasil tes lapangan, jurnal – jurnal perusahaan

Analisa Data

Perhitungan petrofisik

Korelasi struktur dan stratigrafi

Lingkunganpengendapan

Identifikasi litologi

Laporan Skripsi

Perhitungan cadangan

Data Cutting

Kandungan Fluida

Page 28: Julia Toisuta

12

BAB 3

TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

3.1 Geologi Regional Papua Barat

Secara geografis Papua dibagi menjadi 3 komponen besar yaitu bagian Kepala

Burung (KB), Leher Burung dan Badan Burung. Cekungan Bintuni berada di daerah

Teluk Bintuni–Papua Barat, tepatnya terletak di bagian Kepala-Leher Burung.

Fisiografi Papua Barat mengalami deformasi pada umur Tersier Akhir, pada

masa ini terjadi proses transgresi yang besar yang berarah Baratdaya dan berakhir pada

New Guinea Mobile Belt sehingga berbentuk Kepala dan Leher Burung.

Tatanan Geologi daerah KB dibentuk oleh adanya kompresi pada umur Paleogen

tepatnya Oligosen–Resen. Kompresi ini disebabkan karena adanya oblique convergent

antara Lempeng Australia yang bergerak ke arah N-W dan Lempeng Pasifik yang

bergerak ke arah S-E (Dow dan Sukamto, 1984).

Struktur elemen penting yang berada di daerah KB (Gambar 3.1), antara lain :

1. Sesar Sorong, terletak di sebelah Utara

Sesar Sorong adalah salah satu sesar mayor yang terletak di sebelah utara KB,

dengan arah sesar berarah Timur-Barat. Jenis Sesar Sorong ini yakni sesar

mendatar kiri (left-lateral strike-slip fault)

2. Sesar Tarera Aiduna, terletak di sebelah Selatan

Sesar Tarera Aiduna juga merupakan sesar mayor yang berada di daerah KB

dimana sesar ini terletak di sebelah selatan dengan arah sesar Barat- Timur.

3. Lengguru Fold–Belt ( LFB ), berada di sebelah Timur

LFB merupakan serangkaian antiklin yang mempunyai arah umum NW-SE ,

yang kemudian terangkat ketika terjadi proses oblique convergen antara Lempeng

Pasifik–Australia. Di sebelah selatan, LFB ini dipotong oleh Sesar Tarera

Aiduna. Pada saat LFB ini terbentuk, mengakibatkan adanya penurunan

(subsidance) sehingga mengalami sedimentasi pada cekungan. LFB sebagian

Page 29: Julia Toisuta

13

besar tersusun atas kelompok New Guinea Limestone (NGL) yang mengisi

Cekungan Bintuni.

4. Seram Through, berada disebelah barat.

Palung Seram berada di sebelah Baratdaya KB. Sesar ini terbentuk akibat adanya

konvergen lempeng Australia.

Cekungan Bintuni merupakan cekungan dengan luas ±30.000 km2 yang

cenderung berarah utara–selatan dengan umur Tersier Akhir yang berkembang pesat

selama proses pengangkat LFB ke timur dan Blok Kemum dari sebelah utara. Cekungan

ini di sebelah timur berbatasan dengan Sesar Arguni, di depannya terdapat LFB yang

terdiri dari batuan klastik berumur Mesozoik dan batugamping berumur Tersier yang

mengalami perlipatan dan tersesarkan.

Di sebelah barat cekungan ini ditandai dengan adanya tinggian struktural, yaitu

Pegunungan Sekak yang meluas sampai ke utara, di sebelah utara terdapat Dataran

Tinggi Ayamaru yang memisahkan Cekungan Bintuni dengan Cekungan Salawati yang

memproduksi minyak bumi.

Di sebelah selatan, Cekungan Bintuni dibatasi oleh Sesar Tarera–Aiduna, sesar

ini paralel dengan Sesar Sorong yang terletak di sebelah utara KB. Kedua sesar ini

merupakan sesar utama di daerah Papua Barat.

Gambar 3.1 Peta Geologi Regional Kepala Burung (KB). (Dumex, dkk 2007, BP Indonesia)

Page 30: Julia Toisuta

14

3.1.1 Kerangka Tektonik Regional

KB dibentuk oleh adanya kompresi pada Paleogen tepatnya kala Oligosen-Resen.

Kompresi ini disebabkan karena adanya oblique converent antara Lempeng Australia

yang bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik.

Cekungan Bintuni merupakan cekungan berumur Tersier, berkembang pesat

selama Plio-Pleistosen yang diikuti dengan pembentukan LFB yang berada di sebelah

timur dan Blok Kemum sebelah utara.

Berdasarkan stratigrafi Cekungan Bintuni, dapat dibagi dalam beberapa tahapan tektonik

yaitu

1. Tahapan pemisahan Gondwana dan Asia

2. Tahapan tumbukan Lempeng Australia dan Pasifik

3. Tahapan pembalikan zona subduksi.

1. Tahapan Pemisahan Gondwana dan Asia

Tahapan pemisahan Gondwana dan Asia berlangsung pada umur Paleozoikum

Akhir, dibagi menjadi 3 periode pengendapan pre-rift, syn-rift, post-rift.

a. Pre- Rift (Paleozoikum)

Batuan dasar dari daerah KB terdiri dari sedimen pada umur Silur–Devon yang

kemudian terlipat dan mengalami metamorfisme. Kegiatan sedimen ini terus berlangsung

sampai umur Karbon-Permian diendapkan Kelompok Aifam yang terdiri dari 3 formasi

dari tua–muda yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainin. Kelompok ini tersebar luas pada

bagian KB, tetapi tidak terlihat dipengaruhi oleh metamorfisme melainkan lebih

terdeformasi. Pada bagian Tubuh Burung Kelompok Aifam ini setara dengan Formasi

Aiduna yang berumur Karbon Akhir-Permian dan terdiri atas batuan silisiklastik serta

batubara, dengan lingkungan pengendapan berupa fluvial hingga delta.

Kelompok Aifam ini dapat dikelompokan dalam tahap Pre-rifting yakni proses

pengendapan yang tejadi sebelum tahap tektonik (rifting) pada masa Mezosoikum.

Page 31: Julia Toisuta

15

b. Syn-Rift (Mezosoikum)

Pada Triasik, di daerah KB ditemukan kejadian yang jarang terjadi yakni

ditemukan adanya red–beds. Hal ini menandakan sebagian area terekspos atau terangkat

ke permukaaan sehingga mengalami oksidasi pada lingkungan yang kering.

Sebagian daerah yang terangkat ini mengakibatkan Cekungan Bintuni mengalami

ketidakselarasan (unconformity) antara Permian Akhir dengan Jurasik, dengan demikian

selama umur Triasik Cekungan Bintuni tidak terjadi proses sedimentasi (Perkins &

Livesey, 1993). Sementara pada beberapa bagian KB terendapkan Formasi Tipuma pada

umur Triasik Awal–Akhir.

Sedimen yang diendapkan pada periode rift pada Mezosoikum adalah sedimen

Formasi Tipuma. Hal ini ditandai dengan diendapkannya formasi ini pada graben–

graben yang terbentuk akibat adanya kegiatan tektonik di sepanjang batas utara Lempeng

Australia. Namun periode rifting itu sendiri dimulai pada umur Jurasik, sedangkan

Formasi Tipuma berumur Triasik Awal–Akhir, jadi dapat disimpulkan bahwa endapan

ini merupakan endapan pertama pada periode rifting.

Setidaknya pada kisaran umur ini terdapat dua komponen utama rifting pada

batas Kontinental Australia yaitu pada bagian utara dan bagian baratlaut kontinental

Australia. Rifting pada bagian utara diperkirakan dibatasi oleh batas yang kompleks

berupa Palung New Guinea, Fold Belt Papua dan Sorong Koor Suture. Sementara rifting

yang terjadi pada bagian baratlaut dapat diperkirakan dibatasi oleh Timor Trough hingga

Aru Trough.

c. Post-Rift / Passive Margin (Mesozoikum)

Pada umur Jurasik Tengah-Akhir terjadi suatu proses transgresi. Naiknya muka

air laut ini terjadi secara global. Hal ini memberikan dampak lokal bagi kondisi geologi

di daerah KB. Batupasir yang diendapkan pada umur Jurasik merupakan unit dari

endapan laut dangkal yang diendapkan pada saat proses transgresi. Pada proses ini

diendapkan Kelompok Kambelangan Bawah yang berumur Jurasik Awal–Akhir.

Berdasarkan data Lapangan Wiriagar, Bintuni di atas Kelompok Kembelangan Bawah

Page 32: Julia Toisuta

16

ini dijumpai pengendapan batulempung berwarna coklat gelap sebagai endapan

maksimum transgresi laut.

Disamping itu, pada umur Jurasik merupakan tahapan post–rift / passive margin

hal ini ditandai dengan adanya seafloor spreading pada umur Jurasik, hingga

terpecahnya Kontinental Australia pada bagian timurlaut menjadi lempeng-lempeng

kontinen berukuran kecil (mikro kontinen). Pada masa ini bagian timurlaut Kontinen

Australia masih bertindak sebagai passive margin. Kontinental Australia ini diendapkan

Kelompok Kambelangan Bawah yang menindih secara tidak selaras sekuen rift (syn-rift)

yakni Formasi Tipuma.

Kemudian terjadi proses pengangkatan yang terjadi sepanjang zaman Kapur Awal

membentuk apa yang dikenal dengan intra–cretaceous uncorformity (Perkins dan

Livsey,1993) sehingga tidak ada proses sedimen pada Kapur Awal pada Cekungan

Bintuni. Ketidakselarasan ini muncul memisahkan Kelompok Kembelangan Bawah

dengan Kelompok Kembelangan Atas.

Pada umur Kapur Akhir diperkiran terjadi proses extensional rift, sehingga

memisahkan KB dengan wilayah Kontinental Australia. Dengan adanya aktivitas ini

Formasi Tipuma dan Kelompok Kembelangan mengalami pengangkatan sehingga

menghasilkan erosional pada sedimen yang lebih tua atau malah tidak terjadinya proses

pengendapan. Kelompok ini diendapakan hingga terjadi pengurangan suplai sedimen

pada umur Kapur Akhir sehingga memberikan jalan untuk berkembangnya batuan

karbonat (Batugamping New Guinea) pada umur Eosen–Miosen Akhir.

Catatan Batugamping New Guinea terdiri atas: (1) Formasi Waripi (Paleosen), (2)

Formasi Faumai (Eosen-Oligosen), (3) Formasi Sirga (Miosen Awal), (3) Formasi Kais

(Miosen Tengah).

2. Tahap Tumbukan Lempeng Australia dengan Pasifik (Kenozoikum)

Pada umur Kenozoikum adalah waktu tektonik aktif di daerah KB, sehingga

membentuk geografi, struktur geologi dan stratigrafi KB. Pada Kenozoikum Awal

(Paleosen–Eosen), kemungkinan bahwa Lempeng KB (mungkin bersamaan Misool,

Page 33: Julia Toisuta

17

Sula, Buru) menjadi terlepas dari Lempeng Australia–New Guinea. Namun secara

umum, daerah KB menjadi lempeng kecil (micro plate), terlepas dari Lempeng

Australia–New Guinea pada umur Eosen atau paling lambat Oligosen.

Pada umur Eosen-Oligosen ditandai oleh kemunculan batuan transgresi karbonat

Formasi Faumai. Sebuah ketidakselarasan muncul pada kolom stratigrafi dari lapangan

Wariagar, Bintuni yang berumur Oligosen Akhir. Pada kolom stratigrafi ketidakselarasan

ini justru terjadi lebih awal yaitu pada umur Oligosen Awal. Ketidakselarasan

menandakan terjadinya peristiwa kompresi, yang membagi Formasi Faumai dengan

Formasi di atasnya (Formasi Sirga dan Kais). Fase kompresi ini terjadi akibat adanya

tumbukan antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik pada umur Eosen. Pada

umur Eosen Akhir Lempeng Australia bergerak ke arah utara dan menyusup sebagai

subduksi terhadap Kerak Samudra dari Lempeng Pasifik dan kemudian membentuk

busur-busur kepulauan (island arc). Kompresi ini mengakibatkan pembentukan antiklin

yang berarah NW-SE dan merupakan pusat berkembangnya kelompok BNG dalam

Cekungan Bintuni. Proses subduksi ini terus berlanjut ke arah utara hingga akhirnya

kerak samudera dari Lempeng Australia termakan habis (overriding plate) oleh Lempeng

Samudra Pasifik. Proses ini berlanjut terus hingga terjadinya tumbukan (collision) pada

umur Oligosen antara Lempeng Australia dan busur kepulauan Samudera Pasifik.

3. Tahap Pembalikan Zona Subduksi (Neogen)

Pada Neogen telah terjadi pembalikan arah subduksi. Pada mulanya Lempeng

Australia menunjam ke dalam Lempeng Pasifik ke arah utara, tetapi setelah terjadi

tumbukan terjadi perubahan arah subduksi, dimana Lempeng Pasifik menunjam ke

dalam Lempeng Australia ke arah selatan yang kini dikenal sebagai Palung New Guinea.

Berdasarkan tektonik KB, umur penunjaman Palung New Guinea ke arah selatan ini

berumur Miosen. Hal ini diperkuat oleh kemunculan pertama sedimen klastik tebal

setelah pengendapan BNG Formasi Kais, formasi silisiklastik ini dikenal dengan Formasi

Klasafet. Tahap tektonik tumbukan umur ini menghasilkan New Guinea Mobile Belt dan

Lengguru Fold Belt, sesar–sesar aktif (Sesar Sorong, Terera dan sebagainya) dan

Page 34: Julia Toisuta

18

cekungan–cekungan foreland seperti Cekungan Salawati dan Cekungan Bintuni di

wilayah KB.

Pada Miosen Akhir–Pleistosen diendapkan sedimen klastik, disebut dengan

Formasi Steenkool. Rangkaian formasi ini merupakan tudung (seal) dari Formasi Kais

yang merupakan batugamping reservoir. Kemudian terjadi penurunan cekungan,

sedimentasi yang cepat dengan kedalaman yang sangat dalam sehingga baik untuk

“Kitchen area“ sebagai syarat pembentukan hidrokarbon dari Permian Akhir–Awal

Jurasik yang sebelumnya telah terendapkan pada Cekungan Bintuni.

3.2.Stratigrafi Regional

Cekungan Bintuni ini merekam semua aspek sejarah stratigrafi dan peristiwa

tektonik Papua khususnya KB yang dimulai pada Paleozoikum-Resen (Gambar 3.2).

1. Formasi Kemum

Formasi Kemum merupakan batuan dasar sekuen turbidit dari Cekungan Bintuni

yang diendapakan pada umur Silur–Devon. Formasi ini terangkat di sebelah timurlaut

KB dan sepanjang laut timur Leher Burung.

Litologi penyusunnya berupa batulempung, graywackes dan klastik kasar.

Formasi Kemum mengalami perlipatan dan intrusi batuan granit plutonik selama umur

Devon.

2. Kelompok Aifam ( Formasi Aimau, Formasi Aiduna/Aifat, Formasi Ainim )

Kelompok Aifam diendapakan di atas Formasi Kemum secara tidak selaras pada

umur Karbon–Permian Akhir. merupakan hasil transgresi–regresi selama Kapur dengan

lingkungan pengendapan berupa fluvial deltaik, paparan hingga laut dangkal.

3 Formasi yang termasuk dalam Kelompok Aifam dari tua–muda dan diendapkan

secara selaras yaitu: Formasi Aimau, Formasi Aifat, Formasi Ainim. Litologi penyusun

kelompok ini berupa batupasir, lempung dan batubara.

Page 35: Julia Toisuta

19

3. Formasi Tipuma

Proses regresi yang terjadi selama Permian Akhir terus terjadi sampai Triasik

Awal–Jurasik Awal, pada umur ini diendapkan Formasi Tipuma yang terendapkan secara

selaras di atas Kelompok Aifam.

Litologi penyusun berupa batupasir dan serpih dan sedikit lapisan batugamping.

lingkungan pengendapan di lingkungan laut dangkal.

4. Kelompok Kembelangan (Kembelangan Bawah dan Kembelangan Atas)

Pada umur Jurasik Awal–Kapur Akhir diendapkan Kelompok Kembelangan.

Kelompok ini di bagi menjadi 2 dari tua–muda yaitu : Kembelangan Bawah dan

Kembelangan Atas.

a. Kembelangan Bawah

Kembelangan Bawah diendapkan pada umur Jurasik Awal–Kapur Awal yang

diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Tipuma. Litologi penyusun berupa

batupasir, batuan karbonat dan batubara dengan lingkungan pengendapan berupa deltaik

hingga laut tertutup. Formasi yang termasuk dalam Kembelangan Bawah yaitu Formasi

Kopai dan Ayot.

b. Kembelangan Atas

Kembelangan Atas diendapkan pada umur Kapur Awal–Akhir. Diendapkan

secara tidak selaras di atas Kembelangan Bawah. Litologi penyusun Kembelangan Atas

berupa batupasir dan batulempung.

Kembelangan Atas terdiri dari tua-muda yakni batugamping Piniya, batupasir

Ekmai dan Formasi Jass.

Kembelangan Bawah dan Kembelangan Atas dipisahkan oleh adanya

ketidakselarasan yang berumur Kapur Awal atau disebut dengan intra–cretaceous

unconformity dan juga merupakan awal dari fase rifting.

Page 36: Julia Toisuta

20

5. Formasi Waripi

Pada umur Paleosen diendapkan Formasi Waripi yang diendapkan secara selaras

di atas Kelompok Kambelangan Atas. Litologi penyusun Formasi ini berupa batupasir,

batulempung dan serpih yang merupakan ciri dari endapan lingkungan laut dalam.

6. Kelompok Batu Gamping New Guinea (New Guine Limestone)

Pada Kala Tersier tepatnya umur Eosen–Miosen Tengah diendapkan Kelompok

Batu Gamping New Guinea. Pada Akhir Kapur terjadi penghentian suplai detritus klastik

ke utara laut Australia, dan terjadi akumulasi karbonat yang merupakan sekuen

batugamping yang tebal.

3 Formasi yang termasuk dalam Kelompok Batugamping New Guinea dari tua-

muda yakni : Formasi Faumai yang berumur Eosen-Oligosen, Formasi Sirga berumur

Miosen Awal dan Formasi Kais berumur Miosen Tengah. Lapisan karbonat ini meluas

sepanjang Cekungan Bintuni dengan lingkungan pengendapan berupa shallow-shelf .

Kelompok Batugamping New Guinea ini diketahui merupakan batas akhir fase kompresi

antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. Merupakan source rock dan

reservoir dari Cekungan Bintuni.

7. Formasi Klasafet

Formasi Klasafet diendapakan pada umur Miosen Akhir–Pliosen yang

diendapakan secara tidak selaras di atas Formasi Kais. Litologi penyusun dari Formasi

Klasafet berupa Serpih. Lingkungan pengendapan dari formasi ini berupa lingkungan

lagoon. Berfungsi sebagai seal pada Cekungan Bintuni.

8. Formasi Steenkool

Pada Pliosen Awal-Pleistosen, terjadi tektonik aktif sehingga membentuk

Cekungan Bintuni dan Lengguru Fold Belt sehingga diendapkan Formasi Steenkool.

Litologi dari Formasi ini berupa batulanau, batupasir serpihan, batulempung, dengan

lingkungan pengendapan neritik. Diketahui Formasi ini berperan sebagai tudung (seal).

Page 37: Julia Toisuta

21

3.3.Stratigrafi Daerah Telitian

Gambar 3.2 Stratigrafi Regional Papua Barat

(Modifikasi dari Edward Syafron dkk 2008 dan Thomas W Perkins & Andrew R.Livsey 1993 )

SR,RES

SR,SEAL

SR,SEAL

SR

RES

SEAL

SEAL

Tektonik

Pre - Rift

Rifting

Post - Rift

Syn - Orogenic

Extensional

Compressional

Page 38: Julia Toisuta

22

Stratigrafi daerah telitian yaitu pada lapang “JULIA” Cekungan Bintuni, terdapat

3 formasi dari tua-muda adalah:

1. Formasi Kais

Formasi Kais adalah formasi yang prospek hidrokarbon pada daerah

telitian. Formasi ini disusun atas batugamping grainstone, packstone dan

wackstone serta lapisan tipis dolomit. Umumnya batugamping ini merupakan

batugamping terumbu (reefal limestone) serta mempunyai porositas yang baik

dan berupa porositas vuggy. Juga mempunyai fragmen berupa koral, alga, bryzoa,

foram dan fragmen serpih lainnya. Berdasarkan litologi penyusun serta adanya

kandungan fosil formasi ini lingkungan pengendapan berupa laut dangkal,

berumur Miosen Tengah.

2. Formasi Klasafet

Formasi Klasafet terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Kais.

Formasi ini berumur Miosen Akhir, dengan litologi penyusun berupa serpih dan

batugamping serta sisipan batulempung. Lingkungan pengendapan berupa

lingkungan laut dalam.

3. Formasi Steenkool

Formasi Steenkool adalah formasi termuda di daerah telitian pada

Cekungan Bintuni. Formasi ini berumur Plio-Pleistosen yang terendapakan secara

selaras di atas Formasi Klasafet. Dengan litologi penyusun terdiri dari

perselangselingan antara batulanau, batupasir dan batulempung juga terdapat

sisipan batubara dan batugamping. lingkungan pengendapan berupa lingkungan

darat-delta.

Page 39: Julia Toisuta

23

3.4 Sistem Petroleum Cekungan Bintuni

Cekungan Bintuni, terdapat lima bagian dari system petroleum yang dipengaruhi

dengan kondisi geologi regional maupun lokal yang ada pada daerah telitian (Tabel 3.1).

3.4.1 Batuan Induk (source rock)

Batuan induk, adalah batuan yang banyak mengandung bahan-bahan organik

sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang mengalami pematangan sehingga terbentuk minyak

dan gas bumi. Pada daerah telitian, batuan induk pada Cekungan Bintuni adalah

Gambar 3.3 Stratigrafi daerah teilitan lapangan “JULIA” Cekungan Bintuni (Berdasarkan well repot BP.Indonesia dan dimodifikasi oleh penulis)

Page 40: Julia Toisuta

24

batugamping pada Formasi Kais berumur Miosen Tengah. Batuan induk ini juga dapat

berasal dari batuan yang berumur lebih tua atau Pra-Tersier. Batugamping ini

mengandung material organik yang mampu menghasilkan hidrokarbon.

3.4.2 Batuan Reservoar (Reservoir Rock)

Batuan reservoar merupakan batuan yang bersifat porous (berpori-pori) dan

kelolosan (permeabilitas) sehingga minyak dan gas bumi yang dihasilkan oleh batuan

induk akan disimpan atau diakumulasikan di sini. Batuan reservoar pada Cekungan

Bintuni yaitu batugamping pada Formasi Kais berumur Miosen Tengah. Batugamping ini

berfungsi sebagai reservoar karena memiliki pori-pori yang baik. Sehingga minyak yg

bersumber dari batuan induk dapat terperangkap dab terakumulasi pada batugamping ini.

3.4.3 Migrasi

Migrasi hidrokarbon, merupakan proses perpindahan hidrokarbon dari lapisan

induk menuju ke lapisan resevoar untuk dikonsentrasikan didalamnya. Untuk arah

migrasi yaitu dari cekungan menuju ke perangkap yaitu suatu perangkap antiklin.

Migrasi tersebut melewati suatu adanya sesar normal yang terbentuk pada daerah telitian.

3.4.4 Perangkap (Trap)

Perangkap merupakan bentukan-bentukan yang memungkinkan hidrokarbon

terperangkap di dalamnya. Perangkap pada Cekungan Bintuni berupa perangkap struktur

yaitu antiklin yang berumur lebih muda dari batuan reservoir diperkirakan berumur

Miosen Akhir-pliosen Awal.

3.4.5 Batuan Penutup

Batuan penutup adalah suatu batuan sedimen yang kedap air sehingga

hidrokarbon yang ada dalam reservoar tidak dapat keluar lagi. Untuk batuan penutup

pada Cekungan Bintuni berupa serpih pada Formasi Klasafet berumur Miosen Akhir

Page 41: Julia Toisuta

se

te

erta endapa

ersusun atas

Tabel 3.1 P

an lebih m

s perselang-

Petroleum si

muda yaitu

selingan ba

isitem Cekun

u Formasi

atulanau, bat

BA

ngan Bintuni

Steenkool

tulempung

AB 4

(BP.Indones

berumur P

serta batupa

sia dan dimo

Plio-Pleisto

asir.

odifikasi oleh

25

sen yang

h penulis)

Page 42: Julia Toisuta

26

DASAR TEORI

4.1 Reservoar Batuan Karbonat

4.1.1 Batuan Karbonat

Saat ini batugamping merupakan 50% reservoir hidrokarbon dunia. Secara

genetis batugamping atau batuan karbonat apapun sangat berbeda dari batuan

silisiklastik. Lebih dari 90% sedimen karbonat yg dijumpai terbentuk dengan proses

biologis pada lingkungan marine. Distribusi batuan karbonat dikontrol secara langsung

oleh kondisi lingkungan yang mendukung perubahan organisme yang mengandung

kalsium karbonat. Kondisi lingkungan tersebut meliputi temperature,salinitas,substrat

dan kehadiran silisiklastik (Moore,1989).

Ukuran sedimen dan pemilahan pada silisiklastik umumnya digunakan sebagai

indikator besarnya energi yang bekerja (angin,gelombang,arus) pada sedimen. Ukuran

dan pemilahan pada sedimen karbonat lebih banyak dipengaruhi oleh dinamika populasi

organisme pembentuk. Parameter tekstur lain seperti kebundaran (roundness) pada

sedimen karbonat tidak menunjukkan jarak transfortasi atau intensitas proses fisik di

tempat pengendapan, tetapi lebih dikontrol oleh bentuk asal organisme.

Ada beberapa patokan untuk menginterpretasi batugamping berdasrkan log

sumur:

1. Log Spontaneous Potential (SP)

Mendeteksi lapisan dan perbatasan yang permeable, juga membantu dalam

mengestimasi jumlah shale. Perubahan dari shale baseline dalam batuan karbonat

menunjukkan pertambahan ukuran butir karbonat.

2. Log Resistivity

Membantu dalam identifikasi porositas, permeabilitas dan jenis fluida.

3. Log Gamma Ray (GR)

Menunjukkan zona mineral radioaktif dalam batuan karbonat yang berasal dari

perubahan mineral, mencakup shales, material organik, zona glaukonit, zone

pedogenik dan lapisan keras (hardgrounds).

Page 43: Julia Toisuta

27

4. Log sonic

Mengukur porositas matriks, bukan porositas vuggy dan porositas rekahan,

membuat kalkulasi kecepatan sonik untuk porositas vuggy dan rekahan menjadi

terlalu rendah. Porositas vuggy dan porositas rekahan dapat dihitung dengan

mengurangkan porositas sonik dari porositas total yang terukur dari log

neutron/density. Perbedaan porositas ini dinamai Indeks Porositas Sekunder

(Secondary Porosity Index) dan dapat dipetakan dalam batuan karbonat.

5. Log Neutron

Mengukur konsentrasi ion hidrogen. Jika dikalibrasi dengan benar, log ini akan

mengukur porositas aktual dalam batuan karbonat.

4.1.2 Fasies dan Lingkungan Pengendapan

Batuan karbonat diendapkan diberbagai lingkungan marine, mulai dari garis

pantai, lagoon, tepi paparan (platform margin), slope hingga lingkungan laut dalam.

Pada setiap lingkungan tersebut berbagai proses sedimentasi terjadi, mulai dari

pembentukan, transfortasi, pengendapan sedimen. Proses-proses tersebut melibatkan

proses kimia (mis. Pembentukan ooids), proses biokimia (mis. Pembentukan cangkang

organisme, pembentukan pelt organic, mikritisasi cangkang oleh algae) dan prosen fisika

(mis. Pemecahan cangkang, erosi, transfortasi, dan pengendapan).

4.1.3. Klasifikasi Batuan Karbonat

Klasifikasi batuan karbonat yang dikemukakan oleh antara lain: Folk (1959),

Pettijohn (1957), Dunham (1962), dan lain-lain.

1. Klasifikasi yang hanya berdasarkan besar butir, Kalsirudit (besar butir > 2mm),

Kalkarenit (besar butir antara 2 mm dan 64 µm) dan Kalsilutit (besar butir < 64

µm).

2. Klasifikasi Folk (1959), didasarkan atas komposisi dari tiga komponen utama

(tabel 4.1), yaitu :

Page 44: Julia Toisuta

28

a. Allochems (partikel atau butiran), merupakan butiran yang berukuran pasir-

kerikil, yang berasal dari sedimen klastik. Termasuk didalamnya adalah oolit,

pisolit, onkolit, pellet, fosil dll.

b. Microcrystalline calcite ooze atau Micrite (matriks), merupakan agregrat

halus yang berukuran 1-4 mikro, sebagai pembentuk mineral kalsit, terjadi

secara biokimia ataupun kimiawi dari presipitasi air laut, terbentuk dalam

lingkungan pengendapan dan menunjukan sedikit atau tidak adanya

transportasi yang berarti. Hal ini dinyatakan bahwa mikrit (menurut Folk)

adalah tidak sama dengan lumpur karbonat (menurut Dunham).

c. Sparry calcite cements atau Sparite, merupakan semen yang mengisi ruang

antar butir dan rekahan, ukuran butir halus (0,02-1 mm). dapat terbentuk

langsung dari sedimen secara insitu ataupun dari rekristalisasi mikrit.

3. Klasifikasi Dunham (1962), adalah dengan berdasarkan pada tekstur

pengendapan (tabel 4.2). Faktor-faktor penting yang menjadi dasar pembagian

batuan karbonat menurut Dunham adalah:

a. Butiran didukung oleh lumpur (mud supported)

• Jika jumlah butiran kurang dari 10%: Mudstone

• Jika jumlah butiran lebih banyak dari 10%: wackstone

b. Butiran saling menyangga (grain supported)

• Dengan matriks: Packstone

• Sedikit atau tanpa matriks: Grainstone

c. Komponen yang saling terikat pada waktu pengendapan, dicirikan dengan

adanya struktur tumbuhan: Boundstone.

d. Tekstur pengendapan yang tidak teramati dengan jelas: Batugamping

kristalin.

4. Klasifikasi Pettijohn (1957-1962), mengklasifikasi batuan karbonat berdasarkan

genesanya, yaitu:

Page 45: Julia Toisuta

a. B

ka

bi

ba

b. B

ya

ko

ya

c. B

ad

ka

ba

Batugamping

alsium karb

iokimia. Ba

atuan karbo

Batugamping

ang telah

ompisisi leb

aitu kasirud

Batugamping

danya prose

arakteristikn

atugamping

Tabel 4.1 Kla

Tabel

g Autoctho

bonat, terbe

atugamping

onat yang te

g Allocthon

mengalami

bih dari 50%

dit, kalkaren

g Metasoma

es diagenes

nya dapat b

g dolomit.

asifikasi Batu

4.2 Klasifikas

onous, yait

entuk langs

g ini merup

erbentuk pad

nous atau

i proses tr

% batuan ka

nit dan kalsi

atik, merup

sa yang terj

berbeda den

uan Karbonat b

si batuan karb

tu batugam

sung dari p

pakan batua

da tempat a

batugampin

ansportasi

arbonat. Co

ilutit.

pakan batug

jadi pada b

ngan batua

berdasarkan K

onat menurut

mping yang

resipitasi a

an karbonat

salnya (insi

ng detritus,

dari tempa

ontoh batuga

gamping ya

batugamping

an asalnya.

Komposisi (Fo

Dunham (196

g terdiri d

air laut akib

t yang prim

itu).

, yaitu batu

at lain. M

amping allo

ang terbentu

g, sehingga

Contoh do

olk, 1959)

62)

29

ari unsur

bat proses

mer, yaitu

ugamping

empunyai

octhonous

uk karena

sifat dan

lomit dan

Page 46: Julia Toisuta

4.

un

se

di

k

(a

ku

se

4.

1.

m

in

pe

2.

.2.TinjauanLog

ntuk pemb

eperti litol

igunakan u

edalaman

apakah gas

Log

urva yang

ebuah sumu

.2.1 Bagian

. Kepala l

Sebu

mencantumk

nstrumen y

engukuran,

. Kolom lo

n Umum Wdigunakan

uatan peta

logi, poros

untuk meng

zona-zona

, minyak, a

adalah su

mewakili

ur.

n-Bagian L

log

uah log u

kan semua

yang dipa

skala kurva

og (tracks)

Wireline Lountuk mel

kontur stu

sitas, geom

gidentifika

produktif

atau air), se

atu grafik

parameter

og

umumnya

informasi

akai, kalib

a dan inform

g akukan kol

uktur isopa

metri pori

si zona-zon

f, menentuk

erta mempe

kedalama

r-parameter

memiliki

yang berh

brasi instru

masi lain.

lerasi zona

ch, menent

dan perme

na produkt

kan kandu

erkirakan c

n (satuan

r yang diu

judul/kepa

hubungan d

umentasi,

a-zona pros

tukan kara

ealibilitas.

tif, menent

ungan fluid

adangan hi

waktu) da

ukur secara

ala pada

dengan sum

komentar-k

spektif, sum

teristik fisi

Data logg

tukan keteb

da dalam r

idrokarbon

ari suatu p

a menerus

bagian at

mur, misaln

komentar

30

mber data

ik batuan

ging juga

balan dan

reservoar

.

perangkat

didalam

tas yang

nya jenis

mengenai

Page 47: Julia Toisuta

31

Bentuk umum dari log mempunyai lebar dengan ukuran 11 ", terdiri dari satu

kolom kedalaman dan beberapa kolom kurva, dimana angka kedalaman membagi sumbu

panjang log dengan pembagian skala tertentu .Umumnya terdapat tiga macam kurva,

yang dikenal sebagai kolom satu, dua dan tiga dihitung dari kiri kekanan. Kolom

kedalaman memisahkan kolom satu dan dua tiap kolom bisa memuat lebih dari satu

kurva .Penyajian lain bisa saja terisi dari empat kolom kurva ditambah satu kolom

kedalaman, bahkan produk dari komputer FLIC bisa memiliki lebih banyak kolom kurva

yang terletak diatas kertas berukuran 22".

3. Skala kedalaman

Satuan kedalaman Bisa dalam kaki (feet) meter sesuai dengan satuan yang

digunakan oleh perusahaan minyak .

Log standar memiliki dua skala kedalaman, yang satu digunakan untuk kolerasi

yang satu lagi digunakan untuk interpretasi yang rinci, skala 1:1000 atau 1:500 dan skala

rinci 1:200.

4.2.2 Macam-macam log mekanik

1

2

3

Gambar 4.1 Contoh Bagian-bagian dari Log Mekanik

Page 48: Julia Toisuta

32

Jenis-jenis yang digunakan antara lain :

1. Log spontaneous potential (SP)

2. Log gamma ray (GR)

3. Log resistivity

4. Log densitas

5. Log neutron

6. Log sonik

1. Log Spontaneous Potential (SP)

Kurva SP merupakan suatu catatan kedalaman dari perbedaan potensial antara

elektroda permukaan dengan elektroda yang dapat bergerak di dalam lubang bor.

Pada zona lempung, kurva SP menunjukan garis lurus yang disebut "Shale Base

Line". Pada formasi yang permeable kurva SP menjauh dari garis lempung. Pada

zona permeable yang cukup tebal, kuva SP mencapai suatu garis konstan.

Dalam melakukan evaluasi formasi, log SP digunakan untuk:

1. Menentukan jenis litologi

Batuan reservoir yang permeabel dicirikan dengan adanya defleksi dari garis

dasar lempung. Defleksi tersebut dapat positif atau negatif tergantung dari harga

tahanan jenis lempur (Rmf) dan tahanan jenis formasi (Rw). Bila harga Rw lebih

kecil daripada Rmf maka defleksi kurva kearah kiri (negative) dan sebaliknya.

2. Menentukan kandungan lempung

Dimana :

Vlp : Volume lempung

Sp : Harga kurva SP dari formasi (dibaca pada log)

Ssp : Statik SP (defleksi maksimum kurva SP)

2. Log Gamma Ray (GR)

Vlp= (sp) / (ssp)

Page 49: Julia Toisuta

33

Log gamma ray merupakan suatu rekaman nilai dari radioaktifitas alamiah

formasi batuan, terutama radiasi yang dihasilkan oleh keberadaan unsur uranium,

thorium dan potasium alami (Asquith dan Gibson, 1982). Sebagian besar batuan-

batuan mempunyai radioaktivitas tinggi, baik batuan beku, metamorf dan sedimen.

Diantara batuan sedimen-sedimen tersebut, batulempung mempunyai nilai

radioaktifitas paling tinggi tetapi tidak semua batulempung mempunyai sifat

radioaktif dan tidak semua batuan yang mempunyai sifat radioaktif tinggi adalah

batulempung. Sehingga secara umum pada kurva log GR zona lempung akan

menunjukkan nilai tinggi. Kuarsa, sebagai komponen dasar penyusun batuan sedimen

tidak menunjukkan adanya radioaktivitas dan menyebabkan nilai kurva log GR

rendah seperti dijumpai pada batupasir.

Prinsip dari penggunaan log ini secara kuantitatif adalah untuk menentukan

volume lempung. Secara kualitatif log ini dapat digunakan untuk korelasi, data

pendukung identifikasi fasies dan analisa sikuen, serta identifikasi litologi.

3. Log Resistivitas

Log resistivitas merupakan log elektrik yang digunakan untuk :

• Mendeterminasi kandungan fluida dalam bantuan reservoir (hidrokarbon atau

air).

• Mengidentifikasi zona permeable

• Menentukan porositas

Tipe-tipe log resistivitas

Ada tipe log yang digunakan untuk mengukur resistivitas formasi yaitu log induksi

dan log elektroda.

a. Log Induksi

Log induksi hanya dapat dioperasi pada sumur yang diisi non-sal-saturated

drilling muds (Rmf > 3 rw) untuk mendapatkan harga Rt yang akurat.

Tipe-tipe log induksi yakni short normal, log induksi, dual induction focused log.

Page 50: Julia Toisuta

34

b. Log Elektorada

Tipe-tipe log elektroda antar lain:

• Laterlog

Laterlog didesain untuk mengukur Rt.

• Microspherically Focused Log (MSFL)

MSFL merupakan log elektroda tipe bantalan yang terfokuskan, digunakan

untuk mengukur Rxo (tahanan pada "flushed zone").

• Microlog

Microlog merupakan log elektroda tipe bantalan yang terutama digunakan

untuk mendeteksi kerak lumpur. Adanya kerak lurnpur pemboran

menunjukkan adanya invasi pada zona permeabel. Zona permeabel dicirikan

oleh adanya separasi positif pada microlog (rxo > Rmc).

• Microlateral Log (MLL) dan Proximity Log (PL)

MLL dan PL merupakan log elektroda tipe bantalan terfokuskan yang

didesain untuk mengukur Rxo.

4. Log Densitas

Log densitas merupakan suatu tipe log porositas yang mengukur densitas

elektron suatu formasi. Karena log densitas dapat mendeterminasi densitas

elektron (jumlah elektron per cm3) formasi dihubungkan dengan densitas bulk

sesungguhnya (ρb) didalam gr/cc. Harga (ρb) tergantung dari densitas matrik

batuan, porositas dan densitas fluida pengisi formasi.

Dalam melakukan evaluasi formasi sumur, log densitas berguna untuk :

• Menentukan porositas

Alat-alat pada log densitas dapat mengukur porositas total suatu formasi,

baik porositas primer maupun porositas sekunder.

• Identitas Litologi

Page 51: Julia Toisuta

35

Litologi dapat dideterminasikan dengan penggabungan log densitas, netron,

dan sonik dalam "cross plot", M-N (AK) atau M/D.

• Identifikasi adanya kandungan gas

Adanya gas dalam suatu formasi, dapat dideteksi dengan menggunakan

gabungan log densitas dan log netron. Adanya sparasi positif (rD > 'rN) yang

lebar antara log densitas dan log netron menunjukkan kandungan gas.

• Mendeterminasi densitas hidrokarbon

Dengan menggunakan chart CP-10 maka densitas hidrokarbon formasi dapat

ditentukan.

Tipe-tipe log densitas antar lain :

a. Log Neutron

Log netron merupakan tipe log porositas yang mengukur konsentrasi ion hidrogen

dalam suatu formasi. Di dalam formasi bersih porositas diisi air atau minyak, log

netron mencatat porositas yang diisi cairan.

Dalam pekerjaan evaluasi log, log netron berguna untuk :

• Menetukan porositas

• Identifikasi litologi

• Identifikasi adanya gas

b. Log Sonik

Log Sonik merupakan suatu log yang mengukur interval waktu lewat (∆t) dari

suatu gelombang suara kompressional untuk melalui satu feet formasi. . Interval

waktu lewat (∆t) dengan satuan mikrodetik per kaki merupakan kebalikan

kecepatan gelombang suara kompressional (satuan feet per detik). Harga (∆t)

tergantung pada litologi dan porositas.

Dalam suatu evaluasi formasi, log sonik berguna untuk :

• Menentukan porositas

Page 52: Julia Toisuta

36

Log Sonik dapat mengukur harga kesarangan primer namun tidak dapat

mengukur porositas sekunder.

• Identifikasi litologi

Litologi dapat dideterminasikan dengan penggabungan log densitas, netron

dan sonik dalam "cross plot", M-N (AK) atau M/D.

4.2.3 Analisis Petrofisik

Analisis petrofisika adalah hal terpenting untuk mengetahui karakteristik dari

lapisan reservoar “A”, dengan analisis ini diketahui besarnya Vshale, porositas, saturasi

air, dan resistivitas air.

1. Penentuan Volume Shale (Vsh)

Untuk mendapatkan volume shale terlebih dahulu harus diketahui Gamma Ray

Indeksnya (IGR)

Dimana : IGR = Indeks gamma ray

Vsh = Volume shale (lempung)

GR log = harga kurva GR formasi (dibaca dari log GR)

GR min = harga log GR minimum (zona bersih)

GR max = harga log GR maksimum (lempung)

2. Penentuan Harga Porositas (Φ)

Porositas dapat didefinisikan sebagai persentase rongga dalam batuan

dibandingkan dengan volume batuan (Asquith,1982).

Vsh = 0,33 [2(2 x IGR

) – 1.0]

Page 53: Julia Toisuta

37

Dalam penentuan porositas berdasarkan analisis log maka digunakan beberapa

jenis log yaitu :

a. Berdasarkan log sonic, (menurut Wyllie,1958)

Dimana : ФS = Porositas sonik zona yang diteliti

∆tlog = interval transit time of formation

(pembacaan kurva DT)

∆tma = Waktu tempuh gelombang suara dalam matriks batuan

∆tf = Waktu tempuh gelombang suara dalam fluida

(fresh mud = 189, salt mud = 185)

b. Berdasarkan log density

Dimana : ρma = Densitas matriks batuan

2.65 untuk batupasir

2.71 untuk batugamping

2.87 untuk dolomit

ρb = Densitas bulk batuan (kenampakan RHOB dari log)

ρf = Densitas fluida

1,0 untuk lumpur tawar

1,1 umtuk lumpur garam

Page 54: Julia Toisuta

38

c. Berdasarkan log neutron

Dimana : ФNc = Porositas neutron clay terdekat

ФN = Porositas neutron tak terkoreksi

Vlp = Volume lempung

d. Berdasarkan log density dan neutron

Dimana : ФNcorr = Porositas neutron terkoreksi

ФDcorr = Porositas densitas terkoreksi

ФN-D = Porositas density neutron tak terkoreksi

ФNclay = Porositas neutron shale terdekat

Vsh = Volume shale

Tabel 4.3 Klasifikasi pemerian porositas (Koesoemadinata, 1980)

Porositas (%) Klasifikasi 0 – 5 Dapat diabaikan (negligible) 5 – 10 Buruk (poor)

10 – 15 Cukup (fair) 15 – 20 Baik (good) 20 – 25 Sangat baik (very good)

>25 Istimewa (excellent)

Page 55: Julia Toisuta

39

3. Tahanan Jenis air Formasi (Rw)

Tahanan jenis air formasi merupakan tahanan jenis air yang terdapat dalam

formasi sebelum formasi tersebut ditembus oleh bit pemboran.

Tahanan jenis air foramsi (Rw) dapat ditentukan dengan berbagai cara:

a. Metode Rwa

Dalam suatu zona yang bersih berlaku:

Dimana: Rw = Tahanan jenis air formasi

Rt = Tahanan formasi yang sesungguhnya (pembacaan kurva ILD)

a = Faktor perbandingan (0,8 untuk batuan lunak dan 1 untuk

batuan keras)

m = Faktor sementasi: 2

b. Metode SP

Dalam suatu zona bersih yang basah berlaku:

Dimana: Sp = Harga kurva Sp dari formasi

K = Suhu (faktor dasar)

Rmfe = Ekuivalen tahanan jenis cairan lumpur

Rwe = Ekuivalen tahnan jenis formasi

4. Penentuan Harga Saturasi Air (Sw)

Saturasi air sangat penting dalam proses analisis log, dikarenakan saturasi air

tersebut sangat menentukan jumlah hidrokarbon yang terkandung dalam ruang

Rw = Φm . Rta

Sp = - K log RmfeRwe

Page 56: Julia Toisuta

40

pori batuan. Saturasi hidrokarbon dapat diperoleh dengan menggunakan

persamaan saturasi air menurut

a. (Simandoux,1963)

b. Rumus Archie, metode pintas

Dimana :

Sw : saturasi air tak terinvasi pada volume shale terkoreksi

Rw : resistivitas air

Rt : resistivitas sebenarnya

Ф : porositas terkoreksi untuk shale

Vsh : volume shale

Rsh : resistivitas shale terdekat

4.3 Korelasi Log

Korelasi dapat diartikan sebagai unit stratigrafi dan struktur yang mempunyai

persamaan waktu, umur dan posisi stratigrafi. Korelasi ini digunakan untuk keperluan

dalam pembuatan penampang dan peta bawah permukaan (subsurface map and cross-

section).

Korelasi melibatkan aspek seni dan ilmu, yaitu memadukan persamaan pola dan

prinsip geologi, termasuk dalam proses pengendapannya dan lingkungannnya,

pengukuran log, dasar teknik reservoir, serta analisa kuantitatif dan kualitatif.

Sw= ΦmxR

Page 57: Julia Toisuta

41

Data yang digunakan dalam korelasi sumur adalah berupa wireline log (terutama

log spontaneous potensial, log gamma ray, dan log resistivity) dan seismik.

Maksud dilakukan korelasi adalah untuk mengetahui dan merekonstruksi kondisi

bawah permukaan, baik kondisi struktur maupun stratigrafi. Korelasi sendiri dapat dibagi

menjadi dua yaitu korelasi organik dan korelasi anorganik

Tujuan korelasi antar sumur adalah untuk :

1. Mengetahui dan merekonstruksi kondisi geologi bawah permukaan (struktur dan

stratigrafi) serta mengetahui penyebaran lateral maupun vertikal dari zona

hidrokarbon (penentuan cadangan).

2. Merekonstruksi paleografi daerah telitian pada waktu geologi tertentu, yaitu dengan

membuat penampang stratigrafi.

3. Menafsirkan kondisi geologi yang mempengaruhi pembentukan hidrokarbon, migrasi

dan akumulasinya.

4. Menyusun sejarah geologi.

Dalam korelasi dikenal 2 macam metode yaitu organik dan anorganik. Metode

organik atau paleontologi adalah metode korelasi dengan menggunakan fosil. Fosil yang

digunakan adalah fosil penunjuk yang mempunyai persamaan evolusi. Sedangkan

metode anorganik menggunakan kesamaan litologi atau urutan dari stratigrafinya.

1. Korelasi organik

Korelasi ini secara umum dilakukan berdasarkan kandungan fosil yang terdapat

pada suatu lapisan. Dalam hal ini yang dikorelasikan adalah puncak terdapatnya

suatu fosil atau mulai terdapatnya suatu fosil. Berdasarkan fosil yang dipakai dibagi

menjadi empat, yaitu :

a. Berdasarkan fosil penunjuk (fosil indeks).

b. Berdasarkan kesamaan perkembangan fosil yang diakibatkan oleh perubahan

lingkungan hidup.

c. Berdasarkan persamaan derajat evolusi.

Page 58: Julia Toisuta

42

d. Berdasarkan derajat kesamaan fosil yang terdapat dalam batuan. Dengan batasan

minimal 40% dari jumlah fosil yang ditemukan dalam batuan.

2. Korelasi anorganik

Korelasi ini dilakukan dengan membandingkan unsur kesamaan litologi (urutan

stratigrafi). Metode ini sering dilakukan, adapun macamnya adalah :

a. Memakai lapisan petunjuk ( key bed dan marker bed ).

Lapisan ini mempunyai penyebaran lateral yang luas, mudah dikenal baik dari

data singkapan, serbuk bor, inti bor pemboran ataupun data log mekanik,

penyebaran vertikal dapat tipis ataupun tebal. Lapisan yang bisa dijadikan key

bed antara lain : abu vulkanik, lapisan tipis batugamping, lapisan tipis serpih

(shale break) dll.

b. Horizon dengan karaktersitik tertentu karena perubahan kimiawi dari massa air

akibat perubahan pada sirkulasi air samudra seperti zona-zona mineral tertentu

c. Korelasi dengan cara meneruskan bidang refleksi pada penampang seismik.

d. Korelasi atas dasar persamaan posisi stratigrafi baatuan.

e. Korelasi atas dasar aspek fisik/liologis. Metode korelasi ini merupakan metode

yang sangat kasar dan hanya akurat diterapkan pada korelasi jarak pendek.

f. Korelasi atas dasar horizon siluman (phantom horizon).

g. Korelasi atas dasar maksimum flooding surface.

Maximum flooding surface merupakan suatu permukaan yang memisahkan

lapisan yang lebih tua dari lapisan yang lebih muda yang menunjukan adanya

peningkatan kedalaman air secara tiba-tiba.

Pemilihan bidang datum dilakukan sebelum pengkorelasian antar sumur. Bidang

datum ini akan dipakai untuk menggantungkan seluruh penampang sumur yang diteliti.

Bidang datum ini harus merupakan suatu lapisan yang diyakini kebenarannya dan dapat

ditemui disetiap sumur, dan tentu saja mudah dikenali dari bentuk konfigurasi log-

lognya. Untuk mempermudah pengkorelasian efektifitas dan efisiensi kerja, maka

Page 59: Julia Toisuta

43

pemilihan bidang datum sebaiknya berdekatan dengan lapisan ataupun formasi yang

akan diteliti yang kemungkinan untuk ditemukannya hidrokarbon relatif besar.

Prosedur korelasi :

1. Menentukan horison korelasi dengan cara membandingkan log mekanik dari

suatu sumur tertentu terhadap sumur dan mencari bentuk-bentuk atau pola-pola

log yang sama atau hampir sama.

2. Selanjutnya dilakukan pekerjaan menghubungkan bentuk-bentuk kurva yang

sama/hampir sama dari bagian atas kearah bawah secara kontinyu. Korelasi

secara top down dihentikan jika korelasi tidak bisa dilakukan lagi. Kemudian

korelasi dilakukan secara bottom up. Adanya zona-zona yang tidak bisa

dikorelasikan dapat ditafsirkan karena pengaruh struktur (patahan,

ketidakselarasan) atau stratigrafi (pembajian, channel fill, pemancungan,

perubahan fasies).

3. Setelah korelasi selesai dilakukan akan didapatkan penampang melintang, baik

penampang struktur ataupun penampang stratigrafi. Dalam pembuatan

penampang struktur datum diletakkan pada posisi seperti keadaan saat ini

(biasanya sea level sebagai datum).

4.4 Seismik

Metode seismik merupakan cabang geofisika yang dapat digunakan untuk

memperoleh informasi tentang sifat fisik batuan yang membentuk kulit bumi sampai

analisa struktur dan keadaan stratigrafi bawah permukaan.

Interpretasi seismik dalam eksplorasi minyak dan gas bumi adalah untuk

menentukan ketebalan suatu lapisan batuan, struktur geologi, stratigrafi dan penyebaran

lapisan batuan, yang akhirnya dipergunakan untuk menggambarkan struktur bawah

permukaan dalam bentuk peta struktur (sturucture map) dan peta ketebalan (isopach map

atau isochron map).

Energi yang dihasilkan dari sumber dan dipancarkan ke dalam bumi sebagai

gelombang seismik, pada saat bertemu dengan bidang perlapisan yang berfungis sebagai

Page 60: Julia Toisuta

44

reflector, akan memantulkan kembali ke permukaan dan kemudian dideteksi oleh

geophone yang terekam di permukaan bumi. Pemantulan ke permukaan tergantung pada

litologi, umur, kedalaman, densitas, porositas, kandungan fluida, dll.

Jenis seismik ada dua macam, yaitu seismik bias (refraction) dan seismik pantul

(reflection).

1. Seismik bias (refraction)

Seismik refraksi digunakan untuk penelitian geologi atau geofisik yang dangkal

(< 30 km). Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi kecepatan rambat seismik

refraksi adalah :

a. Densitas batuan

b. Ketebalan elastik media

c. Jenis batuan

d. Porositas dan permeabilitas

e. Fluida yang mengisi pori – pori batuan

f. Umur batuan

2. Seismik pantul (reflection)

Seismik refleksi digunakan untuk penelitian yang dalam (> 30 km). Karena hal

ini lebih efektif sehingga seismik refleksi dapat mencapai inti bumi bagian dalam

(inner core). Faktor–faktor yang mempengaruhi kecepatan rambat gelombang

seismik pantul sama dengan seismik bias.

Tujuan terpenting dalam interpretasi seismik adalah mengolah data seismik

manjadi informasi geologi sebanyak mungkin, terutama dalam bentuk struktur-struktur

geologi. Untuk itu diperlukan pengalaman dalam membaca pola-pola seismik yang

menunjukan adanya patahan, lipatan dan kondisi stratigrafi tertentu.

Untuk mengungkapkan fenomena data seismik pantul dalam arti geologi, seorang

interpreter harus menguasai faktor data dan penguasaan ilmu geologi. Langkah-langkah

yang diambil untuk interpretasi penampang seismik pada prisipnya meliputi :

Page 61: Julia Toisuta

45

1. Korelasi dengan sumur pengikat (tie well)

adalah untuk membandingkan horizon/garis pada penampang seismik dengan

formasi yang telah diketahui kedalamannya dari sumur pemboran. Harga

kedalaman yang diukur, dari sea level sebagai datum.

2. Penentuan horison yang dipetakan

Horison seismik yang ditentukan, sebaiknya pada atau berdekatan dengan lapisan

yang diperkirakan produktif atau mewakili parameter marker stratigrafi, dan

horison tersebut menerus sepanjang lintasan. Bila horison hanya bersifat lokal,

harus dicarikan horison lainnya, yang penyebaran menerus.

3. Tracing atau mengikuti lapisan yan dipetakan sepanjang penampang seismik dan

diberi warna tertentu.

Dalam tracing harus dikenali adanya patahan dari gejala-gejala nampak pada

penampang seismik, seperti adanya pergeseran horison dan sebagainya.

4. Seluruh garis seismik yang telah di-trace, harga TWT (two way time) yang

didapatkan, plot pada peta dasar lintasan seismik. Titik-titik yang sama nilainya

dihubungkan dengan membentuk garis kontur.

Dari hasil interpretasiyang dibuat, akan menghasilkan peta-peta sebagai berikut:

1. Peta struktur (structure map), contoh : peta struktur top formasi

2. Peta ketebalan (isochrone map atau isopach map)

• Isochrone map (dalam waktu atau TWT)

• Isopach map (dalam meter atau feet)

seorang interpreter juga harus mengetahui stratigrafi seismik dalam menganalisa

data seismik. Stratigrafi seismik adalah cabang dari seismik yang mempelajari pola

pengendapan berdasarkan data seismik (Gambar 4.2). Kenampakkan yang dipakai dalam

analisa seismik adalah :

1. Terminal yang dipakai dalam analisa seismik stratigrafi adalah :

• Onlap

Page 62: Julia Toisuta

46

• Downlap

• Toplap

• Erosionaltruncation dll.

2. Karakter reflektor seismik

• Kontuinitas

• Flat

• Dipping

• Cliniform dll

4.5 Pemetaan Bawah Permukaan

Pada prinsipnya pemetaan bawah permukaan sama dengan pemetaan pada

permukaan, hanya terdapat beberapa perbedaan yang agak mencolok. Pada pemetaan

permukaan kita berhadapan dengan satu bidang permukaan dan yang dipetakan adalah

sifat–sifat/ keadaan geologi/ topografi yang dimanifestasikan pada bidang permukaan

tersebut.

Suatu hal yang khas dari peta–peta bawah permukaan adalah sifat kuantitatif dari

peta–peta tersebut. Sifat kuantitatif itu dinyatakan dengan apa yang dinamakan garis iso

Gambar 4.2 Terminasi reflector seismic (Allen,1999)

Page 63: Julia Toisuta

47

atau secara populer disebut garis kontur. Garis ini menyatakan titik–titik yang

mempunyai nilai sama, terutama nilai kuantitatif dari suatu gejala atau sifat tertentu yang

terdapat suatu bidang permukaan (perlapisan) atau dalam interval antar dua bidang

permukaan/perlapisan.

Nilai dari gejala tersebut dapat berupa :

1. Kedalaman suatu lapisan terhadap permukaan laut (kontur struktur)

2. Kedalaman suatu permukaan (bidang ketidakselarasan, basement (isolath)

3. Ketebalan suatu interval antar dua bidang.

4. Ketebalan total lapisan–lapisan batuan tertentu dalam suatu interval (isolith).

5. Persentase ketebalan total lapisan–lapisan batuan tertentu dalam suatu interval

perlapisan (iso presentase).

6. Perbandingan (ratio) ketebalan total suatu lapisan batuan tertentu terhadap

ketebalan lapisan lain (iso ratio).

Yang dimaksud dengan pemetaan geologi bawah permukaan adalah peta yang

dibuat khusus berdasarkan data hasil pemboran eksplorasi minyak bumi. Namun dewasa

ini dengan majunya metode–metode processing geofisik terutama metode seismik,

banyak pula peta–peta bawah permukaan yang dibuat berdasarkan data seismik. Sering

peta struktur berkontur dibuat berdasarkan atas hasil refleksi seismik, dan karena

kedalaman-kedalaman yang didapatkan masih bersifat interpretatif, berupa kedalaman

waktu. Garis-garis demikian dinamakan “isochron” .

4.5.1 Prinsip Penggambaran Garis Kontur

Penggambaran garis kontur merupakan suatu operasi teknik mekanistik yang

harus dibimbing oleh pemikiran geologi dan apresiasi estetika.

1. Prinsip interpolasi/prinsip titik kontrol, garis kontur dengan nilai tertentu

digambarkan diantara titik–titik kontrol. Nilai garis kontrol harus berada diantara

nilai yang tercantum pada kedua titik kontrol.

Page 64: Julia Toisuta

48

2. Prinsip ekstrapolasi atau prinsip keseragaman antara (spacing), penggambaran

garis kontur dapat diteruskan diluar titik kontrol dengan memelihara keseragaman

spacing dan bentuk.

3. Garis kontur tidak mungkin bercabang, hal ini merupakan prinsip dari segi

estetika. Jika keadaan memaksa demikian gambarkan dua garis kontur dengan

nilai yang sama sejajar dan berdekatan.

4. Garis kontur tidak mungkin berpotongan (dengan pengecualian), ini adalah akibat

pada point 3.

5. Satu garis kontur tidak dapat bertindak sebagai nilai maksimum, dimana dalam

kedua belah arah nilai garis kontur bersama–sama meningkat atau bersama–sama

menurun. Dalam keadaan demikian selalu harus digambarkan dua garis kontur

dengan nilai sama.

6. Prinsip keseragaman bentuk, dari segi estetika dan geologi penarikan garis kontur

dibimbing sedemikian rupa sehingga bentuknya serupa, seragam, atau subpararel.

Sesuaikan dengan bentuk geologi (struktur, ketebalan sedimen).

7. Sesuaikan bentuk garis kontur dengan bentuk ideal geologi yang dipetakan. Jika

ada yang dipetakan adalah struktur geologi atau bentuk tektonik, maka harus

dapat membayangkan bentuk-bentuk lipatan, struktur, antiklin, sumbu-sumbu

lipatan, patahan dsb yang akan membimbing kita dalam memberikan bentuk pada

garis kontur.

4.5.2 Pembuatan Peta Bawah Permukaan

antara lain

1. Peta Top Struktur

Peta ini menunjukkan penyebaran puncak suatu lapisan di bawah permukaan.

Peta ini didapatkan dengan mencantumkan “meter bawah permukaan laut” (mbpl)

top lapisan pada setiap sumur. Nilai-nilai sebagai acuan membuat kontur struktur.

Page 65: Julia Toisuta

49

2. Peta Gross Isopach

Mekanisme pembuatan peta gross isopach sama dengan pembuatan peta top

struktur, namun data yang digunakan dalam pembuatan peta ini adalah ketebalan

dari suatu lapisan. Dengan demikian peta gross isopach tidak berhubungan

dengan ketinggian atau kedalaman tetapi peta ini menggambarkan penyebaran

tebal tipisnya lapisan.

3. Peta Net Isopach

Peta ini menggambarkan akumulasi ketebalan batupasir yang ada dalam suatu

lapisan. Sama halnya dengan peta gross isopach, peta ini tidak berhubungan

dengan ketinggian melainkan menggambarkan ketebalan.

4. Peta Horison

Informasi yang dapat dilihat pada peta horison adalah pola penyebaran lapisan

yang ditunjukkan oleh kontur struktur, penyebaran ketebalan batupasir yang

ditunjukkan dengan kontur net isopach dan batas minyak air/oil water contact

(OWC) ataupun oil down to (ODT). Dengan demikian peta horison merupakan

gabungan dari peta top struktur dan peta net isopach.

5. Peta Net Pay

Peta ini menggambarkan ketebalan batupasir yang mengandung hidrokarbon.

Lain halnya dengan peta net isopach yang menginformasikan ketebalan batupasir

secara keseluruhan.

4.6 Perhitungan Cadangan Hidrokarbon

Metode perhitungan cadangan dalam dunia perminyakan adalah jumlah

kandungan hidrokarbon yang terdapat di dalam reservoir. Berdasarkan nilainya,

cadangan digolongkan dalam :

Page 66: Julia Toisuta

50

1. Cadangan Minyak mula – mula di Reservoir (STOIIP)

Adalah jumlah cadangan minyak pada reservoir secara keseluruhan sebelum

diproduksikan, biasa ditulis dengan STOIIP.

2. Cadangan Minyak Yang Dapat Terambil (Recoverable Reserve)

Cadangan minyak ekonomis adalah jumlah cadangan minyak yang terdapat pada

reservoir yang bisa diproduksikan, biasa dinotasikan RR.

Perbandingan antara cadangan minyak ekonomis dengan cadangan minyak mula–

mula disebut sebagai recovery factor, secara matematis adalah :

Metode Perhitungan Cadangan

Secara umum perhitungan cadangan Secara umum perhitungan cadangan dapat

dilakukan dengan 3 metode, yaitu :

• Metode Volumetrik.

• Metode Material Balance.

• Metode Decline Curve (Curva penurunan produksi).

1. Penentuan Cadangan Minyak dan Gas dengan Metode Volumetris

Pada metode ini perhitungan didasarkan pada persamaan volume, data–data yang

menunjang dalam perhitungan cadangan ini adalah porositas dan saturasi

hidrokarbon, persamaan yang digunakan dalam metode volumetrik adalah :

RF = X 100%

RR

STOIIP

Atau

STOIIP = X (STB)

7758 x Vb x ø x Sh BOI

STOIIP = X (STM3)

Vb x ø x Sh BOI

Page 67: Julia Toisuta

51

Dimana :

STOIIP = Volume hidrokarbon mula-mula (a) STB atau (b) STM3

Vb = Volume reservoir, (a) acre-ft atau (b) m3

Ø = Porositas batuan

Sh = Hidrokarbon saturasi

Boi = Faktor volume formasi minyak mula–mula (a) BBL/STB atau (b) m3/STM

7758 = Konstanta konversi, BBL/acre-ft. Sedangkan cadangan minyak yang dapat terambil adalah :

RR = STOIIP x RF Dimana :

STOIIP = Volume hidrokarbon mula–mula, STB atau STM3

RR = Cadangan hidrokarbon yang dapat diambil, STB atau STM3

RF = Harga Recovery Factor.

Sedangkan untuk Gas yaitu :

Dimana :

IGIP = Volume gas mula–mula ( STB )

Vb = Volume reservoir, (a) acre-ft atau (b) m3

ø = Porositas batuan

Sh = Hidrokarbon saturasi

BG =Faktor volume formasi gas mula–mula (a) BBL/STB atau (b)

m3/STM.

43560 = Konstanta konversi, BBL/acre-ft.

IGIP =43560 x Vb x x 1-SwΦ

BGI

Page 68: Julia Toisuta

52

2. Volume Bulk Reservoir

Dalam perhitungan volume reservoir dibutuhkan data berupa net pay area dan alat

planimeter, dimana alat planimeter akan dapat mengukur luas masing–masing kontur

ketebalan yang ada pada peta net pay area. Kemudian dari bentuk kontur yang ada

pada peta tersebut, dapat digambarkan bentuk reservoir. Untuk menghitung volume

reservoir, ditentukan dengan dua cara pryramidal dan cara trapezoidal.

a. Cara Pyramidal

Metode ini digunakan bila harga perbandingan antara kontur yang berurutan

kurang atau sama dengan 0,5 atau An + 1/ An < 0,5

Dimana persamaan yang digunakan :

b. Cara Trapezoidal

Metode ini digunakan bila harga perbandingan antara luas kontur yang berurutan

lebih dari 0,5 atau An + 1/ An > 0,5

Persamaan yang digunakan :

Dimana :

Vb : Volume Bulk (m3)

H : Inteval garis–garis net pay area (m)

An : Luas daerah yang di batasi oleh net pay terendah (m2)

An+1 : Luas daerah yang dibatasi oleh garis net pay diatasnya (m2)

Vb = h3

x An + An + 1 + √ An x An+1

Vb = h2

x An + An + 1

Page 69: Julia Toisuta

53

BAB 5

PENYAJIAN DATA

Studi yang akan dilakukan dalam penelitian merupakan studi analisis obyektif

yang diperoleh selama penelitian berlangsung yang akan digunakan sebagai dasar

interpretasi. Penyajian data penelitian secara lengkap dan sistematis merupakan salah

satu faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan suatu penelitian. Dalam metode

penyajian data sangat membutuhkan kemampuan individu untuk mengolahnya dimana

haruslah didukung dengan teknologi dan informasi, dasar teori yang kuat untuk

mengembangkan dan menyelesaikan permasalahan dalam penelitian, serta kelengkapan

data yang disajikan dalam penelitian.

5.1.Data Primer

5.1.1 Data Log

Data log sumur dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui litologi

penyusun lapisan, lingkungan pengendapan, sifat-sifat petrofisik dan untuk menentukan

karekterisasi suatu lapisan batuan. Data log ini juga nantinya dilakukan korelasi antar

sumur baik korelasi stratigrafi serta korelasi struktur yang bertujuan untuk mengetahui

kondisi bawah permukaan. Data sumur berupa nilai log Gamma ray (GR), log Resistivity

(log ILD), log Sonic (log DT) (Gambar 5.2). Penelitian ini menggunakan enam data log

sumur yaitu : log sumur K-1, A-1, W-1, T-1, MS-1, JS-1 (Gambar 5.1).

Page 70: Julia Toisuta

54

-1000

-1100

-1200

-1300

-1400

-1500-1600

-1700

-1800

-1900-2000

-2100-2200

-2300-2400

-2500-2600

-2700

-2800

-2900

-3000-3100

-3200

30003100

3200

3300

1000

1100

12001300

1400

1500

1600

1700

18001900

2000

2100

22002300

2400

2500

2600

2700

2800

2900

Gambar 5.1 Basemap sumur lapangan “JULIA” (Bp Indonesia)

Gambar 5.2 Contoh log sumur W-1

Page 71: Julia Toisuta

55

5.1.2 Data Seismik

Tujuan utama dari data interpretasi seismik untuk mengetahui gambaran lapisan-

lapisan batuan bawah permukaan dengan melakukan picking horison (Gambar 5.4) yang

nantinya akan menghasilkan peta bawah permukaan. Dari data seismik ini dapat

diketahui struktur geologi, stratigrafi dan penyebaran lapisan batuan, yang akhirnya

untuk menggambarkan struktur bawah permukaan dalam bentuk peta struktur waktu

(struktur time map) dan peta ketebalan (isopach map atau isochron map) serta pola

pengendapan maupun nilai yang lain khususnya yang berhubungan dengan seismik. Pada

daerah telitian, terdapat 23 line seismik yang dapat dianalisis (Gambar 5.3).

Gambar 5.3 Basemap line seismic (BP Indonesia)

Page 72: Julia Toisuta

56

5.1.3 Data Cutting

Data cutting digunakan untuk membantu dalam menentukan jenis litologi, dan

menentukan lingkungan pengendapan. Data cutting yang digunakan berasal dari satu

sumur yaitu, sumur JS-1 dari kedalaman 10,452–14,350 feet (Gambar 5.5).

Gambar 5.4 Contoh data seismik yang melewati sumur W-1

Basement

Base F.Kais Top F.Kais

OnlapTop F.Klasafet

S N

Page 73: Julia Toisuta

57

Gambar 5.5 Data cutting pada sumur JS-1

5.1.4 Data Petrofisik

Berisi data numerik dari nila-nilai log pada tiap-tiap sumur dimana data tersebut

digunakan dalam menghitung besarnya harga porositas efektif dan porositas total, harga

SW dari zona produktif pada sumur-sumur telitian akhirnya akan menghitung besarnya

cadangan hidrokarbon. Selain itu hasil dari perhitungan SW ini digunakan untuk

menentukan jenis fluida yang terdapat pada daerah telitian, dimana berpengaruh terhadap

perhitungan cadangan hidrokarbon.

Page 74: Julia Toisuta

58

5.2.Data Sekunder

5.2.1 Jurnal-Jurnal Perusahan dan Laporan Hasil Produksi

Data sekunder merupakan data tambahan yang digunakan untuk mendukung data

primer, data sekunder yang diperoleh berupa jurnal–jurnal atau referensi-referensi

perusahaan, yang berfungsi untuk mengetahui geologi regional daerah telitian.

Disamping itu, diperoleh laporan-laporan hasil produksi dan hasil tes lapangan yakni

berupa data well file report (final well report, final geological report, hydrocarbon

source profil). Data ini berfungsi untuk mengetahui stratigrafi daerah telitian yang

mencakup formasi, umur formasi, litologi penyusun, lingkungan pengendapan dll.

5.2.2 Data Bgi

Data ini merupakan data penunjang yang digunakan untuk pehitungan cadangan.

Data Bgi pada daerah telitian adalah 261 didapat dari dareah Vorwata pada kedalaman

12.000ft - 14.000ft.

Page 75: Julia Toisuta

59

BAB 6

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan pada lapangan ”JULIA” yang termasuk dalam Cekungan

Bintuni daerah Propinsi Papua. Penelitian dilakukan pada 6 sumur yang terdapat pada

daerah telitian.

Pada analisis dan pembahasan yang dilakukan pada bab ini, peneliti telah

melakukan beberapa analisis dan interpretasi antara lain analisis data serbuk bor

(cutting), analisis sumur (wireline log), analisis data seismik serta pembuatan peta bawah

permukaan.

Data log yang digunakan dalam analisis adalah gamma ray (GR), resisitivity

(ILD), serta sonik (DT). Data log ini digunakan dalam 2 analisis yaitu analisis kuantitatif

dan analisis kualitatif. Untuk analisa kualitatif berupa penentuan jenis litologi,

kandungan fluida interpretasi lingkungan pengendapan, korelasi. Sedangkan untuk

analisis kuntitatif merupakan analisis petrofisik yang meliputi kandungan lempung dalam

batuan (Vsh), porositas (Ф), resistivitas air (Rw) dan saturasi water (Sw).

6.1 Analisis Data Cutting

Penggunaan data serbuk bor atau cutting untuk menentukkan karekteristik

reservoar berupa litologi penyusun serta lingkungan pengendapan. Deskripsi cutting

dilakukan dengan mengamati kenampakan serbuk bor, yang meliputi; jenis batuan,

warna, tekstur (ukuran butir, sortasi, dan sebagainya), komposisi semen dan matriks,

struktur sedimen, kandungan fosil, aksesoris mineral dan fragmen batuan.

Pada analisa cutting, yang dilakukan pada sumur JS-1 menunjukan litologi yang

dominan pada lapisan telitian yang merupakan Formasi Kais adalah batugamping

mudstone hingga grainstone (Gambar 5.5).

• Interval 3185-3353m, terdapat perselang selingan antara batupasir dengan

batulempung.

Page 76: Julia Toisuta

60

• Interval 3374-4127m, terdapat serpih, batugamping dan sedikit lapisan dolomit.

• Interval 4146-4175m, terdapat perselang-selingan antara serpih dengan

batugamping. Terdapat foraminífera bentonik.

• Interval 4176-4379m, terdapat perselang selingan antara batugamping mudstone,

batugamping wackstone, batugamping packstone, batugamping grainstone

(klasifikasi Dunham,1962).

Dari data cutting diatas pada interval 3185-3353m, terdapat perselang selingan

antara batupasir dan batulempung. Dari litologi penyusun yang ada dapat

dinterpretasikan bahwa lingkungan pengendapannya berupa lingkungan darat-transisi

dimana masih dipengaruhui detritus atau material darat.

Pada interval 3374-4175m terdapat litologi berupa serpih dengan fosil berupa

foraminifera bentonik, Dimana fosil ini merupakan ciri dari endapan lingkungan laut

dalam.

Pada interval 4176-4379m dapat diinterpretasikan adanya arus lemah hingga

sedang yang ditandai oleh hadirnya batugamping mudstone hingga wackstone. Kemudian

adanya fase pendangkalan yang ditunjukan oleh batugamping packstone hingga

grainstone yang menunjukan energi pengendapan yang tinggi. Disamping itu, terdapat

fosil berupa Foram, algae, coral, bryzoa dll. Dari hasil interpretasi tersebut dapat

disimpulkan bahwa lingkungan pengendapann berupa laut dangkal.

6.2 Analisis Data Log (Wireline Log)

Dari data log pada tiap sumur yang ada, dapat dilakukan beberapa analisis berupa

analisis kulitatif yang terdiri dari interpretasi litologi, penentuan kandungan fluida serta

penentuan lingkungan pengendapan. Analisa yang digunakan sebanyak 5 sumur pada

daerah telitian yaitu sumur K-1, A-1, W-1, T-1, JS-1. Dari kelima sumur ini dihubungkan

dengan sebuah lintasan korelasi yang berarah Baratlaut-Tenggara (Gambar 5.1).

.

Page 77: Julia Toisuta

61

6.2.1 Analisis Kualitatif

6.2.1.1 Sumur K-1

• Identifikasi Litologi

Sumur K-1 terletak disebelah barat daerah telitian. Formasi Klasafet pada sumur

ini berada pada kedalaman 2340-2453 m sedangkan Formasi Kais pada

kedalaman 2453-2627 m. Berdasarkan corak kurva log pada sumur K-1, dapat

diintepretasikan terdapat litologi berupa batugamping yang ditandai dengan

kenampakan kurva gamma ray yang condong ke kiri dengan nilai GR lebih kecil

sedangkan pada kurva resistivity lebih condong ke kanan dengan nilai ILD yang

besar. Pada interval 2400-2490 m terdapat lapisan serpih, hal ini dapat dilihat

dari nilai kurva GR dan ILD relatif sedang dan menunjukan kenampakan yang

sama antara log GR dan ILD, sedangkan pada log sonik nilai DT semakin besar

atau condong ke kiri. Litologi batugamping merupakan litologi penyusun dari

Formasi Kais sedangkan litologi serpih merupakan litologi penyusun dari

Formasi Klasafet. (Gambar 6.1)

• Interpretasi Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan litologi penyusun pada sumur K-1 dapat diinterpretasikan

lingkungan pengendapan berupa lingkungan laut dangkal. Hal ini dapat dilihat

dengan hadirnya lapisan batugamping yang menunjukan pengendapan pada

lingkungan laut dangkal.

Page 78: Julia Toisuta

62

6.2.1.2 Sumur A-1

• Identifikasi Litologi

Sumur A-1 berada di sebelah timur sumur K-1 dari daerah telitian. Pada sumur

ini kedalaman dari Formasi Klasafet pada interval 2509-2573m sedangkan

Formasi Kais pada kedalaman 2573-2653m. Sama halnya dengan

mengidentifikasi litologi pada sumur K-1, dengan pembacaan corak kurva log

pada sumur A-1, didapat corak yang hampir sama. Dimana pada 2540-2653m

terdapat batugamping dengan nilai GR yang kecil (condong ke kiri) sedangkan

pada log resistivitas bernilai besar (condong ke kanan) dan nilai log sonik relatif

kecil (condong ke kiri). Disamping itu, pada kedalaman 2450-2540m,

mengidentifikasikan litologi berupa serpih yang merupakan penyusun dari

Formasi Klasafet. (Gambar 6.2)

• Interpretasi Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan litologi yang ada pada sumur A-1, dapat diinterpretasi lingkungan

pengendapan Formasi Kais berupa lingkungan laut yaitu laut dangkal.

Gambar 6.1 Interpretasi log pada sumur K-1

Page 79: Julia Toisuta

63

Identifikasi ini berdasarkan adanya batugamping yang merupakan ciri dari

endapan laut dangkal.

6.2.1.3 Sumur W-1

• Identifikasi Litologi

Sumur W-1 terletak di sebelah timur dari sumur K-1 dan A-1. Pada sumur ini

Formasi Klasafet berada pada kedalaman 2771-2981 m sedangkan Formasi Kais

pada kedalaman 2981-3361 m. Berdasarkan kenampakan corak kurva log pada

sumur ini didapat 3 litologi yang diidentifikasi yaitu batulempung pada interval

2600-2710 m yang merupakan litologi penyusun dari Formasi Steenkool yang

berumur Plio-Pleistosen. Serpih yang merupakan litologi penyusun dari Formasi

Klasafet dan lapisan batugamping pada Formasi Kais. Untuk identifikasi serpih

dan batugamping, kenampakan log kurva pada sumur bentukannya hampir sama

dengan kenampakan log kurva seperti sumur K-1 dan A-1. Sedangkan litologi

batulempung kenampakan log kurva sedikit berbeda yaitu pada kurva log GR

bernilai besar jika dibandingkan dengan nilai GR pada batugamping dan serpih.

Gambar 6.2 Interpretasi log pada sumur A-1

Page 80: Julia Toisuta

64

Hal ini disebabkan karena sifat radioaktif dari batulempung sangat tinggi

sehingga menunjukan kurva log yang lebih condong ke kanan (Gambar 6.3).

• Interpretasi Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan litologi yang telah diidentifikasi, maka dapat diinterpretasikan

bahwa lingkungan pengendapan Formasi Kais pada sumur W-1 berupa laut

dangkal.

6.2.1.4 Sumur T-1

• Identifikasi Litologi

Sumur T-1 berada di sebelah timur daerah telitian. Pada sumur ini Formasi

Klasafet berada pada kedalaman 3085-3810 m, sedangkan pada Formasi Kais

pada kedalaman 3810-4192 m. Berdasarkan kurva log dapat diidentifikasi

berupa litologi batugamping dan serpih. Lapisan batugamping terdapat pada

kedalaman 3841 m. Identifikasi batugamping ini didasari oleh adanya perubahan

corak kurva log DT yang lebih condong ke kanan dengan nilai lebih kecil.

Gambar 6.3 Interpretasi log pada sumur W-1

Page 81: Julia Toisuta

65

Disamping itu, dilihat dari corak log kurva GR yang nilainya lebih beragam jika

dibandingkan dengan kurva log yang mencirikan lapisan serpih.(Gambar 6.4).

• Interpretasi Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan litologi yang telah diidentifikasi, dapat diinterpretasi lingkungan

pengendapan Formasi Kais berupa lingkungan laut dangkal, hal ini dapat dilihat

dari endapan batugamping. Sedangakan untuk lapisan serpih yang merupakan

litologi penyusun Formasi Klasafet diidentifikasi merupakan endapan

lingkungan laut dalam.

6.2.1.5 Sumur JS-1

• Identifikasi Litologi

Formasi Klasafet pada sumur JS-1 berada pada kedalaman 3186-4127 m

sedangkan Formasi Kais pada kedalaman 4127-4282 m. Corak kurva log pada

sumur JS-1 ini hampir sama dengan log kurva pada sumur T-1. Perubahan corak

Gambar 6.4 Interpretasi log pada sumur T-1

Page 82: Julia Toisuta

66

kurva yang drastis (lebih condong ke kiri) dengan nilai GR lebih kecil pada

kedalaman 4127m, merupakan ciri dari litologi batugamping.

.

• Interpretasi Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan identifikasi litologi, dapat diinterpretasi lingkungan pengendapan

Formasi Kais berupa lingkungan dangkal, yang dicirikan dengan adanya lapisan

batugamping. Sedangkan lapisan serpih merupakan ciri dari endapan laut yang

tenang, jadi lingkungan pengendapan berupa laut dalam. Hal ini, disebabkan

karena adanya penurunan cekungan. Sehingga tampak pada log adanya

penebalan lapisan serpih.

6.2.1.6 Kandungan Fluida

Dalam penentuan adanya hidrokarbon dapat dilihat dari pola log resistivitas

setelah diketahui lapisan yang memungkinkan sebagai batuan reservoar. Batuan

reservoar yang mengandung hidrokarbon akan ditunjukan dengan nilai tahanan jenis

yang lebih besar yaitu defleksi ke kanan (defleksi log resistivitas gas lebih besar dari

Gambar 6.5 Interpretasi log pada sumur JS-1

Page 83: Julia Toisuta

67

minyak) sedangkan pada reservoar yang mengandung air akan menunjukan nilai

resistivitas yang lebih kecil.

Interpretasi fluida dilakukan pada Formasi Kais yang kemudian akan dihitung

cadangan hidrokarbonnya. Untuk menentukan kandungan fluida dalam reservoar

apakah berupa minyak, gas atau air yaitu dengan mengamati kombinasi antara log

neutron dan densitas. Namun data log yang dimiliki pada daerah telitian sangat minim,

dimana kedua log tersebut tidak dimiliki oleh peneliti, sehingga interpretasi kandungan

fluida hanya dapat diketahui dari perhitungan petrofisik, yaitu dengan melihat nilai cut

off dari ILD. Dimana apabila nilai ILD lebih besar dari 20 ohmm menunjukan fluida

berupa minyak atau gas. Sedangkan apabila nilai ILD kurang dari 20 ohmm berupa

kandungan air. Berdasarkan cutt off tersebut maka kontak antara gas dan air (GWC)

terdapat pada interval 2908-2909m (table 6.1).

6.2.2 Korelasi Sumur

Korelasi merupakan suatu upaya menghubungkan titik-titik kesamaan waktu atau

menghubungkan satuan-satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu

(SSI,1996). Korelasi dilakukan dengan menghubungkan data wireline log dengan tujuan

untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan baik secara stratigrafi maupun

struktur. Korelasi juga dilakukan dalam upaya untuk mengetahui bagaimana

kemenerusan dari suatu reservoir dan letak hidrokarbon yang dapat terakumulasi.

Kedalaman Mid Poin

GR IGR V clay ILD DT Ф S Sw

(m) (m) (GAPI) (ohmm) (us/ft) 2906-2907 2906.5 38.3 0.625862 0.45582 23.3 63.7 0.11386 0.65512 2907-2908 2907.5 40.5 0.66379 0.49824 27.6 63.2 0.11033 0.60192 2908-2909 2908.5 44.7 0.73620 0.5857 24.1 60.9 0.09406 0.64415 2909-2910 2909.5 46.1 0.760344 0.61686 20 69.5 0.15488 0.70710 2910-2911 2910.5 40 0.655172 0.4884 19 68.3 0.14639 0.72547 2911-2912 2911.5 43.2 0.710344 0.55345 18.5 65.6 0.1273 0.73521

Tabel 6.1 Data perhitungan petrofisik sumur W-1 dalam menentukan kandungan fluida

GWC

Page 84: Julia Toisuta

68

Korelasi yang dilakukan dalam penelitian ini ada dua korelasi yaitu korelasi

stratigrafi dan korelasi struktur pada Formasi Kais sebagai reservoar. Penampang

korelasi yang dibuat dengan melalui lintasan korelasi yang berarah Baratlaut-Tenggara

dengan melalui lima sumur pada daerah telitian yaitu: sumur K-1, A-1, W-1, JS-1, T-1

(Gambar 5.1).

6.2.2.1 Korelasi Struktur

Korelasi struktur dilakukan dengan menghubungkan masing-masing sumur

dengan acuan lapisan penunjuk (datum) (Tearpock and Bischke,1991) yaitu berupa

kedalaman atau True Vertical Depth Sub Sea (TVDSS). Datum ini berfungsi sebagai

marker dalam menginterpretasikan kondisi struktur di bawah permukaan.

Datum pada korelasi struktur yang dilakukan yaitu pada kedalaman 2000m. Dari

korelasi struktur yang dilakukan, dapat digambarkan bahwa pada Formasi Kais terdapat

struktur berupa sesar normal. Dimana sesar tersebut terlihat diantara sumur A-1 dengan

W-1 dan antara sumur W-1 dengan T-1 (Gambar 6.6). Disamping itu, dapat digambarkan

pada sumur K-1 letaknya lebih tinggi bila dibandingkan dengan sumur yang lain, hal ini

dapat dianalisis bahwa daerah ini merupakan suatu bentukan antiklin.

Gambar 6.6 Korelasi struktur pada lapangan “JULIA”

GWC

Page 85: Julia Toisuta

69

6.2.2.2 Korelasi Stratigrafi

Korelasi stratigrafi ini dilakukan dengan menggunakan sebuah lintasan sumur

yang berarah Baratlaut-Tenggara, lintasan ini sama halnya dengan lintasan yang

dilakukan pada korelasi struktur sebelumnya. Korelasi stratigrafi ini dilakukan bertujuan

untuk dapat mengetahui penyebaran litologi secara lateral di bawah permukaan,

menempatkan posisi secara stratigrafi berdasarkan umur serta karekteristik litologi. Dari

hasil korelasi stratigrafi ini hasilnya selanjutnya akan dilakukan pembuatan peta struktur

kedalaman berdasarkan kelurusan peta struktur waktu.

Pada korelasi stratigrafi ini, datum atau key bed yang digunakan berupa kesamaan

umur top Formasi Klasafet dari setiap sumur (Tabel 6.2). Berdasarkan korelasi stratigrafi

yang dilakukan dapat diinterpretasikan bahwa batugamping diendapakan secara luas

disemua daerah telitian. Ketebalan batugamping pada tiap sumur sangat beragam, hal ini

disebabkan karena sumur yang dilakukan tidak menembusi bottom dari Formasi Kais.

Sehingga ketebalan batugamping sesungguhnya tidak dapat diidentifikasi secara akurat.

(Gambar 6.7). disamping itu, terdapat lapisan serpih yang merupakan endapan dari

Formasi Klasafet. Berdasarkan korelasi stratigrafi, dapat dilihat penebalan lapisan serpih

di sebelah tenggara, hal ini menunjukan adanya onlaping terhadap Formasi Kais.

Sumur Top Formasi Klasafet

K-1 2340

A-1 2511

W-1 2771

T-1 3085

JS 3186

Tabel 6.2 Data top Formasi Klasafet

(sebagai datum pada korelasi stratigrafi)

Page 86: Julia Toisuta

70

6.2.3 Analisis Kuantitatif

Analisis kuntitatif dilakukan dengan menggunakan persamaan rumus dalam

mencari harga-harga dari sifat fisik batuan yang nantinya akan berguna dalam

perhitungan cadangan hidrokarbon. Parameter-parameter yang harus diidentifikasikan

adalah tahanan jenis air formasi (Rw), porositas (Ф), saturasi water (Sw).

Untuk analisis kuntitatif peneliti memilih dua sumur yang memiliki kenampakkan log

yang baik yaitu sumur A-1 dan sumur W-1. Pada pembahasan ini, contoh analisis

petrofisik dilakukan pada sumur A-1 pada interval 2627-2628 m.

Gambar 6.7 Korelasi stratigrafi pada Lapangan “Julia”

GWC

Page 87: Julia Toisuta

71

Vlp = 0,33 × (2 - 1,0)

1. Menentukan Harga IGR dan Volume Lempung (Vlp)

Dimana rumus yang digunakan adalah :

IGR =

Dimana: IGR = indeks gamma ray

Vlp = volume lempung

GR log = harga kurva GR formasi (dibaca dari log GR)

GR min = harga log GR minimum (zona bersih)

GR max = harga log GR maksimum (lempung)

• Contoh perhitungan IGR dan Vlp adalah sebagai berikut:

GR Log = 44

GR Min = 12

GR Max = 60

2. Menghitung Porositas Sonik (Ф)

Dikarenakan data yang dimiliki hanya berupa log sonik (DT), maka perhitungan

porositas berupa porositas sonik (Ф). Sehingga rumus yang digunakan berdasarkan

Wyllie, 1958 yaitu:

GR Log – GR Min GR Max – GR Min

(2 × IGR)

(2 × 0,66) IGR = 145,88 – 26,5_ 209,37 – 26,5 = 0,66

Vlp = 0,33 × (2 - 1,0) = 0,5

ФS =

∆tlog - ∆tma ∆tf - ∆tma

Page 88: Julia Toisuta

72

Dimana ФS : Sonic derived porosity

∆tlog : interval transit time of formation

(pembacaan kurva DT)

∆tma : interval transit time of the matrik (tabel 6.3)

∆tf : interval transit time of the fluida in the well born.

(fresh mud = 189, salt mud = 185)

Litologi Vma (ft/sec)

∆tma (µsec/ft)

∆tma (µsec/ft)

(Commonly used) Sandstone 18.000-19.500 55.5-51.0 55.5-51.0

Limestone 21.000-23.000 47.6-43.5 47.6

Dolomit 23.000-26.000 43.5-38.5 43.5

Anyhidryt 20.000 50 50

• Contoh perhitungan Porositas (Ф) adalah sebagai berikut:

∆tlog = 63 (us/ft)

∆tma = 47.6 (µsec/ft)

∆tf = 189 (fresh mud)

3. Tahanan Jenis Air Formasi (Rw)

Untuk mencari tahanan jenis air formasi (Rw) dengan meggunakan metode Rwa.

Rumus yang digunakan untuk menghitung harga dari Rw berdasarkan data ILD

(Asquith and Gibson, 1982) adalah sebagai berikut :

Table 6.3 Sonic Velocities and Interval Times (after Schlumberger,1972)

ФS = 63 - 47.6

189 - 47.6

= 0.1089

Page 89: Julia Toisuta

73

Metode Rwa :

Dimana: Rw = tahanan jenis air formasi (ohmm)

Rt = nilai tahanan jenis ILD pada zona air 100%

Ф = nilai porositas sonik (ФS)

a = konstanta batuan

1 :batuan karbonat

0,62 : batupasir

m = konstanta batuan

2 : batuan karbonat

2,15 : batupasir

• Contoh perhitungan tahanan jenis air formasi (Rw) adalah sebagai berikut:

Rt = 40 ohmm

a = 1 (batuan karbonat)

m = 2 (batuan karbonat)

Ф = 0,1089

Rw = Rt F = Rt_ a / Φm

Rw = Rt_× Φm

a

Rw = 40 x 0,10892

1 = 0,47 0hmm

Page 90: Julia Toisuta

74

4. Kejenuhan Air (Sw)

Untuk menghitung kejenuhan air (Sw) menggunakan rumus Archie, metode

pintas adalah sebagai berikut :

Dimana: a = 1 (batuan karbonat)

Rw = Resistivitas air

Ф = Porositas sonik

Rt = Nilai tahanan jenis ILD

m = n = 2

• Contoh perhitungan kejenuhan air (Sw) adalah sebagai berikut:

a = 1 (batuan karbonat)

Rw = 0,47 ohmm

Ф = 0,1089

Rt = 110 ohmm

m = n = 2

Sw = a x Rw 1/n

Фm Rt

Sw = 1 x 0,47 ½

(0,1089) 110 = 0,6

Page 91: Julia Toisuta

75

6.3 Analisis dan Interpretasi Data Seismik

Dalam analisis dan interpretasi geologi bawah permukaan pada lapangan

”JULIA” digunakan data seismik dengan 23 lintasan seismik. Sebelum dilakukan

pemetaan bawah permukaan (subsurface mapping) dilakukan picking horison pada 2

formasi yaitu Formasi Klasafet dan Formasi Kais. Tujuan dari dilakukannya interpretasi

seismik ini yaitu untuk menentukan struktur geologi, stratigrafi dan penyebaran lapisan

batuan, yang akhirnya dipergunakan untuk menggambarkan struktur bawah permukaan

dalam bentuk peta struktur waktu (time structure map) (Gambar 6.11).

6.3.1 Penarikan Picking Horison

Beberapa tahapan sebelum melakukan interpretasi seismik adalah penentuan

puncak masing-masing horison dengan cara melakukan análisis data sumur. Pada setiap

sumur ditandai bottom dan top-top tiap formasi yang didukung dengan adanya data

checkshot (Tabel 6.4). Penanda bottom dan top formasi ini bertujuan agara pada saat

penarikan horison, interpretasi yang dilakukan tidak meluas dan hanya terfokus pada dua

formasi saja yaitu Formasi Klasafet dan Formasi Kais. Dari hasil analisis data sumur

kemudian diplotkan ke data seismik sebagai pengikat sumur terhadap data seismik (well

to seismic tie).

Dari data seismik yang dimiliki, langkah berikutnya adalah melakukan penarikan

horison pada setiap lintasan seismik yang didasarkan pada kesamaan bentuk dan

kemenerusan reflektor seismik. Horison yang dipilih terdiri dari 5 horison yaitu horison

basement (kuning), horison base Formasi Kais (orange), top Formasi Kais (biru tua), top

Formasi Klasafet (hijau) dan onlap (biru muda) (Gambar 6.8).

Page 92: Julia Toisuta

76

MD (meter)

TVD (meter)

Two Way Time

(TWT)

X Offset

Y Offset

TCD BWE

Subsea TVD

9906.80 9653.80 2087.70 0.00 0.00 9906.80 9653.80

10854.30 10601.20 2277.70 0.00 0.00 10854.30 10601.20

11956.30 11703.30 2453.70 0.00 0.00 11956.30 11703.30

12486.60 12233.60 2515.70 0.00 0.00 12486.60 12233.60

13253.00 13000.00 3000.00 0.00 0.00 13253.00 13000.00

NS

Gambar 6.8 Interpretasi picking horizon pada lintasan seismik yang melewati sumur MS-1

Top F. Klasafet

Top F.Kais

Tabel 6.4 Data Checkshot sumur MS-1 sebagai pengikat sumur terhadap data seismik

Basement Base F.Kais

Onlap Top F.Klasafet Top F.Kais

Page 93: Julia Toisuta

77

1. Horizon kuning (basement)

Penarikan horizon yang berwarna kuning didasari atas kenampakan reflektor

yang sangat kontras atau sangat jelas kemenerusannya jika dibandingkan dengan

kenampakan reflektor yang ada disekitarnya. Strong reflector ini dapat dianalisis

merupakan ciri dari lapisan batugamping. Lapisan batugamping ini diperkirakan berumur

Eosen-Oligosen yang merupakan litologi penyusun dari Formasi Faumai, hal ini didasari

oleh stratigrafi regional daerah telitian. Secara stratigrafi horizon ini adalah horizon

terbawah yang dapat dianalisis. Jika dibandingkan dengan kontras reflektor yang ada

disekitar horizon kuning memperlihatkan pola yang acak atau pecah (brittle). Pola yang

acak tersebut diidentifikasi sebagai batuan metasedimen di daerah telitian.

2. Horison orange (base Formasi Kais)

Horison yang berwarna orange merupakan horison yang ditandai pada base

Formasi Kais yang berumur Miosen Tengah. Penandaan horison ini berdasarkan

pengikat sumur terhadap data sesimik. Pada kenampakan pola konfigurasi seismik

terlihat bahwa kontras reflektor sangat jelas dan dapat diikuti kemenerusannya, hal ini

dapat diinterpretasikan pola tersebut sebagai batugamping didaerah telitian. Lintasan

seismik yang melewati sumur MS-1, W-1 dan T-1 mempunyai pola refleksi seismik yang

berbentuk oblique, menunjukan bahwa hubungan antara pemasukan sedimen yang cepat

dengan dasar cekungan stabil. Turunnya cekungan pada daerah telitian diakibatkan

karena adanya tektonik dimana pada analisis struktur data seimik terdapat sesar.

3. Horison biru tua (top Formasi Kais)

Berdasarkan pengikat sumur terhadap data seismik dilakukan penarikan horison

pada top Formasi Kais yang ditandai dengan horison berwarna biru tua. Formasi ini pada

sumur MS-1 berada pada kedalaman 12790m (TVDSS) pada seismik terletak pada

2515.70-3000.0 TWT (Tabel 6.4). Formasi Kais berumur Miosen Tengah dimana litologi

penyusunnya berupa batugamping. Horison biru tua ini dicirikan dengan refleksi kuat

dan menerus disetiap lintasan seismik. Formasi Kais merupakan formasi yang menjadi

Page 94: Julia Toisuta

78

bagian untuk diteliti. Bentuk dari refleksi seismik pada top Formasi Kais hampir sama

dengan bentuk refleksi seismik pada horison orange (base Formasi Kais) yaitu ditandai

dengan adanya refleksi seismik yang berbentuk oblique. Penurunan cekungan ini terjadi

disebelah selatan daerah telitian. Hal ini dapat dilihat pada lintasan seismik yang dilewati

sumur K-1 dan A-1 yang berada disebelah utara (Gambar 6.9), dimana horison yang

berwarna biru tua pada sumur K-1 dan A-1 berada pada interval 1750 TWT . Jika

dibandingkan dengan lintasan seismik yang melewati sumur MS-1 disebelah selatan,

berada pada interval 2500 TWT. Jadi dapat diinterpretasikan bahwa pada daerah telitian

lingkungan pengendapan yang berada disebelah utara berupa lingkungan darat-laut

dangkal sedangkan pada sebelah selatan berupa lingkungan laut dalam.

4. Horison biru muda (onlap)

Horison yang berwarna biru muda ini, ditandai berdasarkan identifikasi reflektor

seismik yang berbentuk onlaping terhadap Formasi Kais. Hal ini dikarenakan adanya

penurunan cekungan yang berada di sebelah selatan daerah telitian, sehingga

mengakibatkan adanya lapisan onlap. Horison ini dicirikan dengan tidak menerusnya

horison seismik atau dengan kata lain horison biru muda terhenti pada horison yang

berwarna biru tua (top Formasi Kais). Dengan hadirnya lapisan onlaping ini dapat

diinterpretasikan bahwa lingkungan pengendapan berupa laut dalam.

5. Horison hijau (top Formasi Klasafet)

Top Formasi Klasafet merupakan formasi yang berumur Miosen Akhir dengan

litologi penyusun berupa serpih dan batugamping, formasi ini berada di atas Formasi

Kais. Penarikan horison ini berdasarkan atas data sumur atau pengikat sumur terhadap

data seismik. Dimana pada sumur MS-1 Formasi Klasafet terdapat pada interval

9653.80m (TVDSS) yang jika dikonversikan kedata seismik maka terletak pada interval

2087.70 TWT (Tabel 6.4) horison ini disetiap lintasan seismik tidak terdapat perubahan

refleksi seismik atau dengan kata lain formasi ini tidak mengalami penurunan cekungan

dan tidak terdapat sesar.

Page 95: Julia Toisuta

79

Berdasarkan interpretasi picking horison yang terdiri dari lima horison, serta

berdasarkan analisis stratigrafi maupun struktur pada data seismik (Gambar 6.10), dapat

disimpulkan bahwa daerah telitian merupakan suatu bentukan antiklin dimana closure

dari antiklin ini berada di sebelah utara daerah telitian. Hal ini dapat dilihat dari lintasan

seismik yang melewati sumur K-1 dan A-1, dari hasil penarikan horison terlihat berupa

suatu tinggian, disamping itu juga pada peta struktur waktu (Gambar 6.9) terdapat sebuah

closure pada sumur K-1. Dari hasil interpretasi seismik, dapat diinterpretasikan bahwa

Gambar 6.9 Interpretasi picking horizon pada lintasan seismik yang melewati

sumur K-1 dan A-1

E W

Basement Base F.Kais

TopF.Kais Top F.Klasafet

Page 96: Julia Toisuta

80

lingkungan pengendapan daerah telitian berupa lingkungan darat-laut dangkal yang

berada disebelah utara sedangkan di sebelah selatan berupa laut dangkal-laut dalam. Hal

ini dapat dilihat dari hasil penarikan horison, dimana lintasan seismik yang berada

disebelah selatan merupakan sebuah cekungan . Disamping itu dari hasil analisis struktur

terdapat sesar mayor yang diinterpretasi berupa sesar normal yang berarah utara-selatan.

Karena adanya aktivitas tektonik yang ditandai dengan hadirnya sesar normal, sehingga

mengakibatkan adanya penurunan cekungan di sebelah selatan daerah telitian. Akibat

adanya penurunan cekungan, sehingga terbentuk onlaping terhadap Formasi Kais.

Gambar 6.10 Hasil interpretasi seismik secara stratigrafi maupun struktur pada lapangan “JULIA”

E W S E N W E W

Basement Base F.Kais

Top F.Kais Top F.Klasafet

Onlap

Page 97: Julia Toisuta

81

6.4 Analisis Geologi Bawah Permukaan

Setelah dilakukan analisis dan interpretasi seismik, selanjutnya dilakukan

analisis geologi bawah permukaan lapangan ”JULIA”. Analisis geologi bawah

permukaan ini bertujuan untuk mengetahui arah penyebaran umum dari reservoar yang

telah ditentukan, perkembangan struktur bawah permukaan, model perangkap

hidrokarbon pada daerah telitian. Peta yang dihasilkan dari hasil interpretasi penarikan

horison pada data seismik akan berupa peta struktur waktu (time structure map) (Gambar

6.11), dimana struktur kontur pada peta dibuat berdasarkan atas hasil refleksi seismik,

sehingga kedalaman-kedalaman masih berupa kedalaman waktu (TWT). Disamping itu,

peta yang dibuat berdasarkan kedalaman sesungguhnya disebut sebagai peta struktur

Gambar 6.11 Peta struktur waktu (time structure map) lapang “JULIA”

U

= Closure

= Cekungan

= Sesar

Page 98: Julia Toisuta

82

kedalaman (structure depth map) dimana data yang didapat dari top formasi pada setiap

sumur. Peta bawah permukaan ini difokuskan pada lapisan batugamping dari top Formasi

Kais. Adapun beberapa jenis peta yang dibuat yaitu : peta top struktur, peta bottom

struktur, peta gas isopach outline, peta isopach limestone, peta overlay gas isopach

outline dan isopach limestone, peta net pay oil.

6.4.1 Peta Top Struktur Formasi Kais

Peta ini merupakan peta yang menggambarkan konfigurasi struktur maupun

morfologi bawah permukaan, baik mengenai tinggi rendah suatu lapisan maupun pola

sesar. Peta top struktur dibuat berdasarkan data top Formasi Kais (Tabel 6.5) disetiap

sumur hasil korelasi.

Analisis peta top struktur ini dibuat secara manual dengan bantuan perangkat

lunak coreldraw, serta berdasarkan kemenerusan atau gambaran dari peta struktur waktu,

sehingga didapat peta berupa suatu bentukan antiklin yang berarah utara-selatan dengan

closure berada dekat dengan sumur K-1 (Gambar 6.11). Berdasarkan hasil interpretasi

seismik berupa peta struktur waktu, terdapat sesar yang memotong bentukan antiklin

tersebut dimana sesar ini terbentang dari timur hingga barat daerah telitian. Berdasarkan

hasil perhitungan petrofisik pada sumur W-1, terdapat daerah batas kontak antara air dan

gas (Gas Water Contact) pada interval 2908-2909m yang kemudian kedalaman dari

GWC ini diplotkan ke dalam peta top struktur (Gambar 6.12).

Sumur Top Formasi Kais (meter)

K-1 2453

A-1 2574

W-1 2981

T-1 3810

JS-1 4127

Tabel 6.5 Data top Formasi Kais setiap sumur

Page 99: Julia Toisuta

83

6.4.2 Peta Bottom Struktur Formasi Kais

Peta bottom struktur merupakan sebuah peta yang mempunyai tujuan dan proses

pengerjaannya sama seperti pembuatan peta top struktur. Yang membedakan peta ini

yaitu pembuatannya berdasarkan data bottom dari Formasi Kais disetiap sumur hasil

korelasi (tabel 6.6). Bentukan dari peta bottom struktur ini hampir sama dengan peta top

struktur, bentukan dari peta ini membentuk sebuah antiklin dengan closure berada di

sebelah utara daerah telitian tepatnya pada sumur K-1 (lampiran 3). Pada peta ini juga

diplotkan data GWC hasil dari perhitungan analisis petrofisik yaitu pada interval 2908-

2909m.

Gambar 6.12 Peta Top struktur Formasi Kais lapangan “JULIA”

Page 100: Julia Toisuta

84

6.4.3 Peta Gas Isopach Outline

Peta gas isopac outline merupakan sebuah peta hasil penampalan antara peta

top struktur dan bottom struktur, kemudian hasil dari penampalan kedua peta tersebut

diplot batas GWC yang terdapat pada masing-masing peta tersebut. Peta gas isopcah

outline ini bertujuan agar dapat mengetahui batas kontak antara air dan gas (GWC) yang

berada pada peta top dan bottom struktur (lampiran 4). Disamping itu juga agar dapat

mengatahui batas daerah yang prosepek hidorkarbon. Hasil dari peta ini akan di overlay

dengan peta isopach limestone (lampiran 6&7).

6.4.4 Peta Isopach Limestone

Mekanisme pembuatan peta isopach limestone sama dengan pembuatan peta top

dan bottom struktur, namun data yang digunakan dalam pembuatan peta ini adalah

ketebalan dari batugamping pada Formasi Kais. Dengan demikian peta isopach limestone

tidak berhubungan dengan ketinggian atau ketebalan tetapi peta ini menggambarkan

penyebaran tebal tipisnya lapisan batugamping.

Data yang digunakan dalam pembuatan peta ini berdasarkan data setiap log

sumur yang telah dianalisis ketebalan batugamping pada top hingga bottom dari Formasi

Kais (Tabel 6.7). Nilai ketebalan yang diperoleh berkisar antara 80-382 m. Lapisan

Sumur Bottom Formasi Kais (meter)

K-1 2627

A-1 2653

W-1 3361

T-1 4192

JS-1 4282

Tabel 6.6 Data bottom Formasi Kais setiap sumur

Page 101: Julia Toisuta

85

batugamping yang paling tebal berada pada sumur T-1 yaitu 382m, sedangkan lapisan

batugamping yang paling tipis terdapat pada sumur A-1 yaitu 80m (Gambar 6.13).

Sumur Ketebalan Batugamping (meter)

K-1 174

A-1 80

W-1 380

T-1 382

JS-1 155

Tabel 6.7 Ketebalan batugamping pada Formasi Kais

Gambar 6.13 Peta Isopach Limestone Formasi Kais lapangan “JULIA”

Page 102: Julia Toisuta

86

6.4.5 Peta Net Pay

Peta net pay merupakan peta yang menggambarkan ketebalan batugamping yang

mengandung hidrokarbon. Peta ini berdasarkan hasil overlay antara peta gas isopach

outline dan isopach limestone (lampiran 6). Kontur pada peta net pay ini berdasarkan

kontur isopach yang dibatasi oleh gas water contact (GWC). Pada peta ini dibagi atas

blok I dan blok II. Pembagian dua blok ini berdasarkan batas sesar yang membagi kontur

menjadi dua bagian yaitu blok I pada bagian utara daerah telitian dan blok II pada bagian

selatan daerah telitian.( lampiran 8).

6.5 Perhitungan Cadangan Hidrokarbon

Dalam perhitungan cadangan hidrokarbon dilakukan dengan pendekatan

volumetrik, parameter yang diperlukan untuk perhitungan cadangan yaitu: porositas (Ф),

saturasi air (Sw), ketebalan batugamping dan luas batuan.

Pendekatan yang digunakan untuk menghitung volume reservoar (Vb) dari peta

net pay yaitu dengan metode piramidal dan metode trapezoidal berdasarkan ketebalan

masing-masing kontur dari peta net pay. Dalam pengukuran luas tiap kontur digunakan

alat planimeter, kemudian hasil pengukuran tersebut dipakai untuk menghitung volume

reservoar yang mengandung hidrokarbon.

Dua persamaan yang biasa digunakan untuk menentukan perkiraan volume

berdasarkan pembacaan planimetri yaitu:

1. Metode Pyramidal

bila An+1 < 0,5 An

2. Metode Trapezoidal

bila An+1 > 0,5

Vb = h3

x An + An + 1 + √ An x An+1

Vb = h2

x An + An + 1An

Page 103: Julia Toisuta

87

Dimana :

Vb : Volume Bulk (m3)

H : Inteval garis–garis net pay area (m)

An : Luas daerah yang di batasi oleh net pay terendah (m2)

An+1 : Luas daerah yang dibatasi oleh garis net pay diatasnya (m2)

Perhitungan volume cadangan hidrokarbon pada daerah telitian berdasarkan peta net pay

dibagi menjadi dua yaitu Blok I dan Blok II adalah sebagai berikut:

1. Contoh perhitungan Pada Blok I : Luas area =

Area Nilai kontur

(acre-ft)

Interval garis

kontur

Luas area Metode An + An+1 Volume bulk

(acre-ft)

A0 13.950 10 0.90 T 26.517 132.585

A1 12.567 10 0.85 T 23.289 116.445

A2 10.722 10 0.79 T 19.260 96.300

A3 8.538 10 0.65 T 14.132 70.660

A4 5.594 10 0.69 T 9.497 47.485

A5 3.903 10 0.60 T 6.276 31.380

A6 2.373 10 0.47 P 3.509 11.882

A7 1.136 10 0 P 1.136 3.895

510.632

An + 1 An

Karena nilai luas area > 0,5, maka metode Trapezoidal

Tabel 6.8 Perhitungan Volume Bulk pada Blok I

12.567 13.950 A0 =

= 0,90

Page 104: Julia Toisuta

88

Hasil perhitungan cadangan hidrokarbon (gas) Blok I yang terkandung pada lapisan

batugamping pada Formasi Kais adalah sebagai berikut:

• Volume Bulk (Vb) = 510.632 acre-ft

• Porosita (Ф) = 0,072

• Saturasui water (Sw) = 0,64

• BGI = 261 (berdasarkan data perusahaan)

IGIP = 43560 X 510.632 X 0,072 X (1- 0.64)

261

= 2208972.9024 SCF

2. Contoh perhitungan Pada Blok II

Vb = X (An + An+1 + √ An + An+1 )

=

Luas area =

1.007 2.573 A0 =

= 0,39

An + 1 An

Karena nilai luas area < 0,5, maka metode Pyramidal

10 3

h 3

X = ( 3580 + √3580 )

= 12.121 acre-ft

43560 X Vb X Ф X (1- Sw) BGI

Page 105: Julia Toisuta

89

Area Nilai kontur

(acre-ft)

Interval garis

kontur

Luas area Metode An + An+1 Volume bulk

(acre-ft)

A0 4.688 10 0,55 T 7.261 36.305

A1 2.573 10 0,39 P 3.580 12.121

A2 1.007 10 0.69 T 1.710 8.550

A3 703 10 0.58 T 1.115 5.575

A4 412 10 0,49 P 617 2.137

A5 205 10 0,76 T 360 1800

A6 155 10 0 P 155 557

A7 0 10 0 P 0 0

67.045

Hasil perhitungan cadangan hidrokarbon (gas) Blok II yang terkandung pada lapisan

batugamping pada Formasi Kais adalah sebagai berikut:

• Volume Bulk (Vb) = 67.045 acre-ft

• Porosita (Ф) = 0,072

• Saturasui water (Sw) = 0,64

• BGI = 261 (berdasarkan data perusahaan)

IGIP = 43560 X 67.045 X 0,072 X (1-0,64)

Tabel 6.9 Perhitungan Volume Bulk pada Blok II

43560 X Vb X Ф X (1-Sw) BGI

= = 290033.8951 SCF 261

Page 106: Julia Toisuta

90

BAB 7

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada lapisan

batugamping Formasi Kais lapangan “JULIA” Cekungan Bintuni, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Berdasarkan data cutting dan analisis data sumur secara kuantitatif, didapatkan

bahwa Formasi Kais terdiri dari litologi penyusun berupa batugamping, antara lain

batugamping mudstone, wackstone, packstone dan grainstone

2. Terdapat fosil berupa foram, algae, coral, bryzoa. Dengan adanya ciri-ciri litologi

serta terdapat fosil-fosil tersebut dapat disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan

dari Formasi Kais berupa lingkungan laut dangkal. Umur dari Formasi Kais yaitu

Miosen Tengah.

3. Berdasarkan hasil perhitungan petrofisik, didapat batas kontak antara air dan gas

yang dilihat dari nilai ILD, dimana nilai ILD yang lebih dari 20 Ohmm maka

kandungan fluida berupa gas. Batas GWC terdapat pada interval 2908-2909 m.

4. Hasil perhitungan petrofisik yang didapat adalah nilai Vsh berkisar antara 0,02-0,8,

nilai porositas (ФS) rata-rata 0,072, nilai Rw 0,024-0,59 ohm, nilai Sw rata-rat 0,68

(68%).

5. Berdasarkan hasil interpretasi seismik dan pemetaan bawah permukaan didapatkan

struktur antiklin yang closure berada di sebelah utara. Sedangkan bagian selatan

didapatkan bentukan rendahan yang diakibatkan karena adanya penurunan cekungan,

hal ini terlihat jelas karena terdapat struktur sesar mayor (sesar normal) dengan arah

sesar utara-selatan yang memotong antiklin dari barat sampai timur daerah telitian.

6. Berdasarkan hasil perhitungan volume hidrokarbon pada Formasi kais, dengan

metode volumetric diperoleh hasil volume bulk pada Blok I sebesar 511.975 acre-ft

dan volume gas mula-mula (IGIP) adalah 2,2 MMSCF. Sedangkan volume bulk

pada Blok II sebesar 67.045acre-ft dan gas mula-mula (IGIP) sebesar 0,29 MMSCF.

Page 107: Julia Toisuta

91

DAFTAR PUSTAKA

Asquit, G.B and Gibson, C.R., 1982 Basic Well Log Analysis for Geologist, AAPG,

Tulsa, Oklahoma, Texas.

Casarta, L.J, Salo, J.P, dkk., Desember 2004, Wiriagar Deep: the Frontier Discovery

that Trigged Tangguh LNG, IPA, 2006-IPA-AAPG Deepwater and Frontier

Symposium.

Chevalier, B and Bordenave, M.L., Oktober 1986, Contribution of Geochemistry to the

Exploration in the Bintuni Basin, Irian Jaya, Proceeding Indonesia Petroleum

Association 15th Annual Convention, p.439-444.

D.B Dow, G.P, Robinson (BMR), U. Hartono & N. Ratman., 2005., Geology of Irian

Jaya no.23, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Badan Geologi,

Depertemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Jakarta, Indonesia.

Douglas W. Hilchie Inc., 1989., Advanced Well Log Interpretation, Boulder, Colorado.

Dow, D.B and Sukamto, R., 1984, Western Iran Jaya: The end-Product of Oblique Plate

Convergence in Late Tertiary, Jakarta.

Dunham, R.J., 1962., Classification of Carbonat Rock According of Indonesia. Indonesia

Association of geologist, 69p.

Harsono A., 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log Edisi-8, Schlumberger Oilfield

Services, Jakarta.

Hobson, D.M, Adnan, A, Samuel, L., 1997, The Relation Between Late Tertiary Basin,

Thrust Belts and Major Transcurrent Faults in Irian Jaya: Implication for

Petroluem System Throughout New Guinea, IPA, 2006-Proceedings of an

International Conference on Petroleum System of SE Asia and Australia, May,

p.261,263-265.

Kendrick, R.D, Hill, K.C, McFall, S.W, dkk., 2003, The East Arguni Block:

Hydrocarbon Prospectivity in the Northern Lengguru Foldbelt, West Papua,

Page 108: Julia Toisuta

92

Proceeding Indonesia Petroleum Association 29th Annual Convention &

Exhibition, October.

Koesoemadinata, R.P., 1980, Geologi Minyak Dan Gas Bumi Edisi Kedua, ITB

Bandung.

Koesoemadinata, R.P., 1976, Tertiary Carbonate Sedimentation in Irian Jaya with

Special Reference to the Northern Part of the Bintuni Basin, ITB, Bandung.

Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996, Sandi Stratigrafi Indonesia, IAGI, Jakarta.

Perkins, W.T and Livsey, R.A., 1993, Geology of the Jurassic Discoveries in Bintuni

bay, Western Irian Jaya, Proceedings Twenty Second Annual, Indonesia

Petroleum Association, v.1, p.793-830

R.J, Rossetter, W.O, Williams., Agustus 1975, Final Report Exploration Well Aroba

no.1, Bombarai Peninsula, Irian Jaya.

Schlumberger Educational Service, 1987, Log Interpretation Principles/Applications,

Schlumberger Oilfield Service, Texas.

Sutriyono, E, O’sullivan P.B and Hill K.C., May 1997, Thermochornology and Tectonics

of the Birds Head Region, Irian Jaya : Apatite Fission Track Constrants,IPA

2006, 285-287.

T.N, Ambrose, Hendramady, Rahenod., April 1981, Marathon Petroleum Irian Jaya

South Monie Final Well Report, Irian Jaya.