jukema - unmuha

92
PKPKM p-ISSN 2088-1592 e-ISSN 2549-6425 JUKEMA Volume 02 | Nomor 02 | Oktober 2016: 72 - 153 Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh Aceh Public Health Journal PUSAT KAJIAN DAN PENELITIAN KESEHATAN MASYARAKAT

Upload: others

Post on 11-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JUKEMA - UNMUHA

PKPKM

p-ISSN 2088-1592e-ISSN 2549-6425

JUKEMAVolume 02 | Nomor 02 | Oktober 2016: 72 - 153

JurnalKesehatanMasyarakat

AcehAceh Public Health Journal

PUSAT KAJIAN DAN PENELITIAN KESEHATANMASYARAKAT

Page 2: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMA Jurnal Kesehatan Masyarakat AcehAceh Public Health Journal

p-ISSN: 2088-1592 | e-ISSN: 2549-6425Volume 2, Nomor 2, Oktober 2016: 72 - 153

Editor-in-chief | Kepala EditorAsnawi Abdullah, MHSM., MSc.HPPF., DLSHTM., PhD.

Deputy Editor-in-chief | Deputi Kepala EditorDr. Aulina Adamy, MSc.

International Board of Advisors | Mitra BestariNizam Ismail, MPH., PhD. | Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, IndonesiaDr. Adang Bachtiar, MPH., DSc. | Universitas Indonesia, IndonesiaDr. Hermansyah, MPH. | Poltekkes Kemenkes NAD, Indonesia Dr.Ede Suryadarmawan, MDM. | Universitas Indonesia, IndonesiaFachmi Ichwansyah, MPH., HR.Dp. PhD. | Loka Litbang. Biomedis Aceh, IndonesiaProf. Dr. Ridwan, MKes., MSc.PH. | Universitas Hasanuddin, IndonesiaHanifa M. Denny, MPH., PhD. | Universitas Diponegoro, IndonesiaDefriman Djafri, MPH, PhD. | Universitas Andalas, IndonesiaProf. Dr. Irnawati Marsaulina, MS. | Universitas Sumatera Utara, IndonesiaProf. Budi Utomo, MPH., PhD. | Universitas Indonesia, IndonesiaDr. Lal B. Rawal, Med., MA., MPH., PhD. | BRAC University, BangladeshAssoc. Prof. Dr. Victor Hoe Chee Wai | UKM, MalaysiaProf. Johannes U. Just Stoelwinder | Monash University, AustraliaDr. Krishna Hort, MMBS., DTCH., DRCOG., MCH., FAFPHM. | University of Melbourne, Australia

Editorial Board | Dewan PenyuntingFauzi Ali Amin, MKes.Farida Hanum, MSi.Vera Nazhira Arifin, MPH.

Editorial Administrator | Administrasi EditorAgustina, SST., MKes. dan Surna Lastri, MSi.

Layout | Tata LetakNopa, SKM., MKes.

Penerbit:Pusat Kajian dan Penelitian Kesehatan Masyarakat (PKPKM)Gedung Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Lantai II, Universitas Muhammadiyah Aceh (UNMUHA)Jl. Muhammadiyah No.93, Bathoh, Lueng Bata, Banda Aceh, AcehTelp. (0651) 31054, Fax. (0651) 31053Email: [email protected]: http://pps-unmuha.ac.id/pusat-kajian-dan-penelitian-kesehatan-masyarakat/

Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh (Aceh Public Health Journal) atau disingkat dengan JUKEMA merupakan kumpulanjurnal ilmiah yang memuat artikel hasil penelitian atau yang setara dengan hasil penelitian di bidang ilmu kesehatanmasyarakat, ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan. Jurnal ini diterbitkan 2 x dalam setahun (Februari dan Oktober) olehPKPKM UNMUHA.

Page 3: JUKEMA - UNMUHA

p-ISSN: 2088-1592 | e-ISSN: 2549-6425

Jurnal Kesehatan Masyarakat AcehAceh Public Health JournalVolume 2, Nomor 2, Oktober 2016: 72 – 153

Editorial: Regulasi, Aplikasi Pemberian ASI Ekskluksif, dan Status Gizi Balita di AcehBasri Aramico 72-74

Prevalensi dan Determinan Stunting Anak Sekolah Dasar di Wilayah Tsunami di Aceh BesarUswati, Nasrul Zaman, dan Aulina Adamy 75-81

Analisis Penggunaan Jenis MP-ASI dan Status Keluarga Terhadap Status Gizi AnakUsia 7-24 Bulan di Kecamatan Jaya BaruAgus Hendra AL-Rahmad 82-88

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi pada Atlet Tarung Derajat AcehNazalia, Basri Aramico, dan Fauzi Ali Amin 89-96

Peningkatan Ketepatan Kader Melalui Modul Pendamping KMS dalamMenginterpretasikan Hasil Penimbangan BalitaAgus Hendra AL-Rahmad 97-104

Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan Bidan Desa dalamStandar Pelayanan Ante Natal CareSuryani, Aulina Adamy, dan Nizam Ismail 105-109

Analisis Faktor Risiko Abortus di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pemerintah AcehMasni,Asnawi Abdullah, danMelania Hidayat 110-115

Kualitas Hidup Penderita Kanker Payudara di Rumah Sakit Ibu dan AnakPemerintah AcehMeilia Hidayah,Aulina Adamy, dan Teuku Tahlil 116-120

Analisis Faktor Risiko Penyebab Stroke pada Usia Produktif di Rumah Sakit Umumdr. Zainoel AbidinSartika Maulida Putri,Hajjul Kamil, dan Teuku Tahlil 121-127

Analisis Kuesioner WHOQOL-BREF: Mengukur Kualitas Hidup Pasien yangMenjalankan Terapi Hemodialisis di RSUDZA Banda AcehMuzafarsyah, Aulina Adamy, dan Nasrul Zaman 128-133

Perilaku Klien Suspek HIV/AIDS Terhadap Kesediaan Melakukan Voluntary Counselingand Testing di Rumah Sakit Umum Tgk. Chik Ditiro SigliAnnas, Aulina Adamy, dan Nasrul Zaman 134-140

Faktor Risiko Filariasis di Kabupaten Aceh JayaMutia Ulfa Rahmad,Aulina Adamy, danAsnawi Abdullah 141-146

Analisis Pembiayaan/Belanja Terhadap Penderita Chronic Kidney Disease (CKD) yangDirawat Inap di Rumah Sakit dr. Zainoel Abidin Banda AcehSyarkawi, Taufiq A. Rahim, dan Irwan Saputra 147-153

Template JUKEMA

Formulir Berlangganan

Page 4: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 - 153

Editorial 72

Editorial:REGULASI, APLIKASI PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUKSIF,

DAN STATUS GIZI BALITA DI ACEH

Regulation, Application of Exclusive Breastfiding, and Nutritional Status ofChildren in Aceh

Basri Aramico11Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Aceh, Banda Aceh, 23245

[email protected]

Jumlah balita di Indonesia pada tahun 2013 sangat besar, sekitar 10% dariseluruh penduduk Indonesia merupakan penduduk dengan usia di bawah 5 tahun.Dengan jumlah yang besar, maka nasib bangsa Indonesia di masa datang jugaterletak pada generasi yang sekarang ini. Sebagai calon generasi penerus bangsa,kualitas tumbuh kembang balita di Indonesia perlu mendapat perhatian serius.Dalam perkembangan anak, terdapat masa kritis di mana diperlukan rangsanganatau stimulasi yang berguna agar potensi anak dapat berkembang denganmaksimal. Sehingga hal ini perlu mendapat perhatian dan stimulasi yangmemadai serta terjangkau oleh pelayanan kesehatan berkualitas termasuk deteksidan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang, agar anak dapat tumbuh danberkembang secara optimal sesuai dengan potensinya dan mampu bersaing di eraglobal1.

Perkembangan dan pertumbuhan balita ditentukan oleh status gizi pada awalkehidupan, bahkan sejak didalam kandungan yang dikenal sebagai 1.000 haripertama kehidupan (HPK) yaitu masa 270 hari di dalam kandungan dan masa730 hari setelah kelahiran (2 tahun). Upaya untuk meningkatkan status gizi balita,satu di antaranya adalah dengan memberikan Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif,yaitu pemberian ASI saja tanpa makanan tambahan lain kepada bayi sejak usia 0-6 bulan2.

Berbagai upaya efektif untuk mendorong pemberian pemberian ASI Eksklusifterus dilakukan, termasuk dukungan Peraturan Daerah dalam berbagai regulasi(Qanun). Di level nasional, peraturan kesehatan baru telah melarang dengantegas berbagai upaya promosi pengganti ASI di fasilitas kesehatan dan peraturanpemerintah tentang hak ibu untuk menyusui secara eksklusif selama enam bulanpertama dan terus menyusui selama dua tahun atau lebih. Upaya tersebut perludidukung oleh seluruh pemerintah kabupaten/kota.

Pada tatanan nasional pemerintah sudah mengatur ketentuan melalui Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mendukung pemberian ASIEksklusif di Indonesia, tetapi pada tingkat pemerintahan daerah/kabupatenperaturan dan perundang-undangan perlu penjabaran lebih detail sesuai dengansituasi dan kondisi kabupaten/kota. Hasil telaah setidaknya ada 17 peraturanperundang-undangan yang terkait dengan ASI Eksklusif baik secara langsungmaupun tidak langsung. Beberapa peraturan tersebut3 di antaranya adalah UU No.7/1996 tentang Pangan; UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen; UUNo. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah; UU No. 32/2004 tentang

Page 5: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 - 153

Editorial 73

Pemerintahan Daerah; UU No. 36/2009 tentang Kesehatan; UU No. 36/2014tentang Tenaga Kesehatan; PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan KeuanganDaerah; PP No. 33/2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif; PeraturanMenteri Kesehatan Republik Indonesia No. 329/Menkes/Per/XII/1976 tentangProduksi dan Peredaran Makanan; Peraturan Bersama Menteri NegaraPemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Republik Indonesia, dan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNo. 48/Men.PP/XII/2008; No. PER.27/MEN/XII/2008; dan No.1177/Menkes/PB/XII/2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu SelamaWaktu Kerja di Tempat Kerja; Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNo. 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal BidangKesehatan di Kabupaten/Kota; dan Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia No. 450/MENKES/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI SecaraEksklusif pada Bayi di Indonesia.

Selain itu menurut UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, pada pasal 128 ayat (1)menyebutkan bahwa setiap bayi berhak mendapatkan ASI Eksklusif sejakdilahirkan selama 6 (enam) bulan. Bayi setelah 30 menit dari kelahirannyasampai 6 (enam) bulan bayi hanya diberikan air susu ibu saja tanpa makananatau minuman lain. Setelah usia 6 bulan, anak tetap menerima pemberian ASIdengan makanan tambahan sampai anak berusia 2 tahun4. PP No. 33/2012tentang pemberian ASI Eksklusif merupakan produk hukum dengan kekuatanhukum yang jelas, tegas dan tertulis. Dalam ketentuan peralihan disebutkanbahwa pada saat PP ini mulai berlaku, pengurus tempat kerja dan/ataupenyelenggara tempat sarana umum, wajib menyesuaikan dengan ketentuan PPini paling lama 1 (satu) tahun.

Hal ini sesuai dengan prinsip dalam agama yang tidak ingin memberatkan.Kekuatan besar juga terdapat pada amanat PP no 33 tahun 2012 sesuai denganperintah dalam Al-Qur’an (Q.S. [2]: 233), (Q.S. Lukman [31]: 14), (Q.S. Al-Ahqaaf [46]: 15). Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan tentang ASIEksklusif dalam Al-Qur’an, namun perintah kepada ibu untuk menyusukanbayinya sampai 2 tahun merupakan landasan moril, kekuatan spiritual dan nyatauntuk dapat meningkatkan peran dakwah dalam Islam dalam membantupeningkatan pemberian ASI eksklusif5. Provinsi Aceh juga telah mengaturpraktik pemberian ASI dalam Peraturan Daerah (Qanun), yaitu Qanun Aceh No.04 Tahun 20106 tentang Kesehatan (Lembaran Daerah Aceh Tahun 2011 No.01).

Namun pada kenyataannya praktik pemberian ASI Eksklusif sering mengalamikegagalan karena berbagai alasan. Pertama, karena terlalu cepat memberikanmakanan tambahan dan kedua karena tingginya keinginan ibu untuk memberikansusu formula. Selain itu, rendahnya pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif danrendahnya dukungan untuk Inisiasi Menyusu Dini (IMD) juga berkontribusiterhadap rendahnya cakupan pemberian ASI Eksklusif. Parktek pemberian ASIEksklusif tersebut dianggap gagal karena masih di bawah target kementeriankesehatan yaitu 80%7. Di provinsi Aceh cakupan ASI Eksklusif masih sangatrendah. Pada tahun 2015, cakupan ASI Eksklusif di Aceh baru mencapai 48.1%8.

Rendahnya praktek pemberian ASI Eksklusif tersebut ditenggarai mempengaruhipeningkatan status gizi bayi dan balita. Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar

Page 6: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 - 153

Editorial 74

(Riskesdas) tahun 2013, berat badan menurut umur (BB/U) secara nasional,prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19.6%, terdiri dari 5.7% giziburuk dan 13.9% gizi kurang. Dari 34 provinsi di Indonesia terdapat 18 provinsidengan angka prevalensi gizi buruk dan kurang di atas angka nasional yaituberkisar antara 21.2% sampai 33.1% dan salah satunya adalah provinsi Acehyang menduduki urutan ke 7 di antara 18 Provinsi di Indonesia denganprevalensi gizi kurang sebesar 258.

Data profil kesehatan provinsi Aceh tahun 2013 dari 214.760 balita yangditimbang berat badannya sebanyak 65.3% balita dengan gizi baik. SedangkanBanda Aceh menunjukkan dari 14.436 balita, balita dengan gizi baik atau beratbadan naik (5.8%), balita dengan gizi kurang atau bawah garis merah (BGM)atau yang mengalami gizi buruk (0.02%)7.

Pada tahun 2016 gubernur Aceh, Zaini Abdullah telah menetapkan PeraturanGubernur Aceh No. 49 tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif pada tanggal 11Agustus 2016. Dalam Pergub yang diundangkan tanggal 12 Agustus 2016 itumewajibkan pemerintah Aceh dan kabupaten-kota di Aceh untuk memberikancuti hamil dan cuti melahirkan untuk PNS dan PPPK atau tenagahonorer/kontrak, baik perempuan juga suami. Selanjutnya dalam pergub tersebutmengatur bahwa bagi pegawai perempuan yang hamil mendapat 20 hari cutihamil sebelum waktu melahirkan, dan 6 bulan untuk cuti melahirkan gunapemberian ASI Ekslusif. Cuti juga diperoleh suami untuk mendampingi istriyaitu selama 7 hari sebelum melahirkan, dan 7 hari sesudah melahirkan9.

Penguatan regulasi untuk mendukung praktik pemberian ASI Eksklusif terusditetapkan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, denganharapan cakupan pemberian ASI Ekslusif terus meningkat. Hal tersebut tentunyadalam upaya meningkatkan status gizi bayi dan balita agar dapat tumbuh danberkembang secara optimal, serta menjadi investasi dan generasi bangsa yangcerdas dan produkstif.

DAFTAR PUSTAKA

1.Kemenkes, Riset Kesehatan Dasar 2013, Kemenkes RI, Jakarta; 2014.2.Rusli U., Inisiasi Menyusu Dini; Jakarta: Pustaka Bunda; 2010.3.AIMI, Undang-Undang dan Peraturan tentang Menyusui; 2013.4.Undang–Undang Kesehatan RI; Kesehatan, No.36 tahun 2009; 2009.5.Peraturan Pemerintah RI; Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif; Nomor 33 tahun2012; 2012.

6.Qanun Aceh; Kesehatan; Nomor 04 tahun 2010; 2010.7.Dinkes Aceh; Profil Kesehatan Aceh 2013; Banda Aceh: Dinkes Provinsi;2014.

8.Kemenkes; Riset Kesehatan Dasar tahun 2013; Jakarta: Kemenkes RI; 2014.9.Risman Rachman, ‘Pergub 49: Pegawai dapat Cuti Hamil dan Melahirkan 6Bulan’, Aceh Trend; 14 Agustus 2016. [3 November 2016].

Page 7: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 75

PREVALENSI DAN DETERMINAN STUNTING ANAK SEKOLAHDASAR DI WILAYAH TSUNAMI DI ACEH BESAR

The Prevalence and Determinants of Stunting of Primary School Childern in TsunamiArea in Aceh Besar

Uswati1, Nasrul Zaman2, dan Aulina Adamy31,3Magister Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Aceh,

Banda Aceh, Aceh [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Khusus untuk beberapa daerah, tsunami yang melanda Aceh tahun 2014 juga dihipotesiskanturut mempengaruhi stunting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan determinan stuntinganak sekolah dasar di wilayah terkena tsunami di Aceh Besar. Metode: Penelitian ini menggunakan desainkasus control. Sampel kasus sebanyak 30 anak stunting dan kontrol sebanyak 60 anak tidak stunting.Pengumpulan data dengan wawancara dan pengukuran tinggi badan dengan microtoise, kemudian diolahdengan software WHO AnthroPlus. Analisis data univariat, bivariat dan multivariate menggunakan STATAversi 12. Hasil: Prevalensi stunting di kecamatan Peukan Bada yang merupakan wilayah terkena tsunamisebesar 24%. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan stunting denganpekerjaan ibu (sebagai petani) dengan OR = 98.9, p-value 0.035, pekerjaan ayah yang tidak tetap (tukang/buruh)dengan OR = 22.9, p-value 0.046, dan diare dengan OR = 17.9, p-value 0.047 dan berat lahir dengan OR = 0.78,p-value 0,047. Kesimpulan: Prevalensi stunting di kecamatan Peukan Bada yang merupakan wilayah terkenatsunami tidak begitu berbeda dengan wilayah non-tsunami. Pekerjaan ibu atau ayah, diare dan berat badan lahirmerupakan determinan utama. Intervensi pada dua determinan pertama perlu keterlibatan lintas sektor, tidakbisa ditangani sepenuhnya oleh jajaran kesehatan. Penyediaan air bersih dan menerapkan Perilaku Hidup BersihSehat (PHBS) perlu terus menjadi perhatian untuk mengurangi kasus diare. Studi ini juga menunjukkankonsumsi gizi yang mencukupi merupakan hal penting yang perlu menjadi prioritas untuk mengurangi BBLRdan dampaknya terhadap stunting.

Kata Kunci: Stunting, Diare, Sosial Ekonomi, Anak Sekolah, dan Tsunami.

ABSTRACT

Background: In some areas, the tsunami that hit Aceh in 2014 also hypothesizes associated with stunting.However, no research has been conducted examine stunting risk factor in tsunami affected area. This study aimsto determine the prevalence and determinants of stunting in primary school children in the area affected by thetsunami in Aceh Besar. Methods: This study uses a case-control design. The samples are 30 cases of childstunting and 60 control children not stunting. The collection of data through interviews and height measurement,and then processed by software AnthroPlus WHO. The data analysis for univariate, bivariate and multivariate(logistic regression test) used STATA version 12. Results: The prevalence of stunting in the tsunami-affectedregion in Peukan Bada district of 24%. Multivariate analysis showed that stuting significantly associated withmother's occupation stunting (as farmers) with an OR of 98.9, p-value of 0.035, uncertainty father's occupation(builders/workers) with an OR of 22.9, p-value of 0.046, and diarrhea with OR of 17.9, p-value of 0.047, andbirth weight with an OR of 0.78, p-value 0.04. Conclusions: The prevalence of stunting in the tsunami-affectedregion in Peukan Bada district is not so different from non-tsunami region. Works mother or father, diarrheaand birth weight is a major determinant. Intervention on the first two determinants need cross-sectorinvolvement therefore can not be handled entirely by health personnel. Providing clean water and clean andhealthy behavior need to continue to reduce cases of diarrhea. This study also shows the consumption ofadequate nutrition is an important thing that should be a priority to reduce its impact on the low birth weightand stunting.

Keywords: Stunting, Diarrhea, Economic Social, School Children, and Tsunami

Page 8: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 76

PENDAHULUAN

Stunting adalah bentuk dari prosespertumbuhan anak yang terhambat1.Stunting merupakan gangguanpertumbuhan linear yang disebabkanadanya malnutrisi asupan gizi kronis danatau penyakit infeksi kronis maupunberulang yang ditunjukkan dengan nilai zscore tinggi badan menurut usia (TB/U)kurang dari -2 standar deviasi (SD)berdasarkan standar World HealthOrganization (WHO). Kekurangan giziseperti protein dan kalsium yang terjadipada usia anak sekolah dasar diketahuidapat mengganggu pertumbuhan fisik anak.Hal ini harus mendapat perhatian seriuskarena masalah stunting merupakanmasalah gizi kronis2.

Dari hasil Riskesdas tahun 2013prevalensi pendek nasional adalah 37.2%.Aceh dianggap serius dengan prevalensistunting balita 41% 3. Prevalensi pendekpada anak umur 5-12 tahun adalah 30.7%,dan Aceh di atas prevalensi nasional (>30.7%). Data Dinkes Aceh Besar tahun2015 prevalensi balita dengan kategorisangat pendek sebesar 2.74%, pendeksebesar 11.50%, dan normal sebesar85.39%. Sedangkan untuk KecamatanPeukan Bada kategori pendek sebesar1.24%, normal 98.76% dan sangat pendek0 persen.

Provinsi Aceh memiliki faktor khususdalam terjadinya stunting, karena Acehadalah salah satu wilayah yang dilandagempa tektonik dan Tsunami menelanratusan ribu korban jiwa dan menimbulkankerusakan besar di beberapa kabupatensehingga mengakibatkan masyarakatkehilangan harta benda, mata pencahariandan pekerjaan mereka. Hasil studimemperkirakan kerusakan produktivitasakibat bencana tsunami dan gempa bumiini mencapai 68%4.

Penderitaan masyarakat Aceh yangdemikian lama akibat konflik bersenjatayang panjang, ditambah lagi denganbencana gempa dan tsunami, telahmenempatkan mereka pada posisi yang

semakin terpuruk. Tingkat kemiskinanmencapai 33% dan pengangguran terbukamencapai 11.2% (Lampiran 5 Perpres RINo. 30 tahun 2005). Saat itu mayoritaspenduduk Aceh kesulitan memperolehpangan yang baik dan sendi-sendikehidupan masyarakat menjadi porakporanda5.

Penanganan masalah gizi memerlukanpendekatan yang terpadu yang mengarahpada pemberdayaan ekonomi keluarga,peningkatan kemampuan dan keterampilanasuhan gizi keluarga serta peningkatancakupan dan pelayanan dan kualitaspelayanan kesehatan6. Perlu penanganandan penanggulangan masalah gizikhususnya yang dialami anak usia sekolahdasar, diperlukan kajian tentang faktordeterminan stunting dan seberapa besarprevalensi stunting tersebut.

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian secarakuantitatif dengan rancangan Case ControlStudy dengan memilih kasus anak sekolahyang stunting dan kelompok kontroladalah anak sekolah yang tidak stuntingyang dilaksanakan di wilayah kecamatanPeukan Bada.

Populasi adalah siswa kelas IV dan Vyang berasal dari 6 sekolah dasar (SD) dan2 madrasah ibtidaiyah (MI) yangberjumlah 127 siswa. Jumlah sampeldalam penelitian ini sebanyak 90 anakSD/MI yang terdiri dari 30 kelompokkasus dan 60 kelompok kontrol besertaibunya. Sampel kasus sesuai kriteriainklusi adalah: siswa stunting kelas IV danV SD, kelahiran tahun 2005-2006merupakan keluarga korban tsunami sertatinggal di lokasi penelitian beserta ibunya.Sampel kontrol adalah individu darikelompok yang sama dan bukan statusstunting sejumlah 60 anak. Dalampemilihan kelompok kasus dan kontroldilakukan matching berdasarkan periodekelahiran subjek yaitu tahun 2005 dan2006.

Pengumpulan data melalui wawancara

Page 9: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 77

dengan kuesioner. Stunting diukur denganmicrotoise diidentifikasi status gizi dengansoftware WHO AnthroPlus. Data dianalisadengan menggunakan software Stata 12.

HASIL PENELITIAN

Analisis Univariat

Pengukuran tinggi badan dilakukanpada 127 orang anak SD/MI, diperolehlaki-laki sebanyak 68 orang (54%) danperempuan sebanyak 59 orang (46%).Diperoleh tinggi badan tertinggi adalah157.6 cm dan tinggi badan terendahadalah 118.9 cm. Dari hasil pengolahantinggi badan dengan menggunakansoftware WHO AnthroPlus didapatkansejumlah 33 anak sekolah dasar (25.9%)termasuk dalam kategori stunting dan 97anak (76%) termasuk dalam kategori tidakstunting.

Analisis Bivariat

Berdasarkan hasil analisis bivariate,variabel sosial ekonomi yang secarastatistik signifikan berhubungan denganstunting adalah pekerjaan ibu sebagaipetani dengan OR = 3.37 (95% CI: 0.96-11.76) p-value 0.056. Sementarapendidikan ayah, pendidikan ibu,pekerjaan ayah, pendapatan keluarga danjumlah anggota keluarga secara statistiktidak signifikan berhubungan denganstunting.

Pada variabel lingkunganmenunjukkan bahwa jenis jamban dansumber air minum secara statistik tidakberhubungan dengan stunting. Padavariabel ibu menunjukkan bahwa usia ibusaat melahirkan, jumlah anak, pemberianASI eksklusif dan waktu inisiasi menyusuisecara statistik tidak ada hubungan denganstunting.

Tabel 1. Analisis Bivariat Prevalensi dan Determinan Stunting Anak Sekolah diWilayah Tsunami

Variabel OR 95% CI p-valuePendidikan ayah: menengah 0.67 (0.13-3.40) 0.625Pendidikan ayah: dasar 0.97 (0.20-4.77) 0.969Pendidikan ibu: menengah 0.38 (0.05-2.95) 0.354Pendidikan ibu dasar 0.86 (0.14-5.19) 0.866Pekerjaan ayah: tukang/buruh 1.25 (0.43-3.64) 0.683Pekerjaan ibu: pedagang/honorer 2.65 (0.82-8.56) 0.103Pekerjaan ibu: petani 3.37 (0.96-11.76) 0.056Pendapatan keluarga 1.00 (1.00-1.00) 0.825Jumlah anggota keluarga 1.49 (0.63-3.55) 0.368Jenis jamban 2.14 (0.84-5.48) 0.112Sumber air minum: air isi ulang 1.88 (0.21-17.01) 0.574Sumber air minum: sumur 2.53 (0.25-25.72) 0.434Usia ibu saat melahirkan: < 20 dan> 35 tahun 1.62 (0.70 - 3.78) 0.261

Pada variabel individu diperoleh diaredengan OR = 8.73 (95% CI 1.00-75.86) p-value 0.05 berarti bahwa terdapat

hubungan bermakna secara statistik antaradiare dengan stunting (lihat Tabel 1).

Page 10: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 78

Tabel 1. Lanjutan

Variabel OR 95% CI p-valueJumlah anak 1.20 (0.89-1.61) 0.222Berat lahir 0.46 (0.18-1.16) 0.1Diare jarang 1.89 (0.33-10.80) 0.474Diare sering 8.73 (1.00-75.86) 0.05Waktu inisiasi menyusui 0.42 (0.07-2.64) 0.355

Analisis Multivariat

Hasil analisis multivariate yangbertujuan untuk menentukan variabelyang paling dominan dalammempengaruhi stunting. Analisis

multivariate dilakukan denganmenghubungkan beberapa variabelindependen dan variabel dependen padawaktu bersamaan sehingga dapatdiperkirakan kemungkinan stunting. Hasilanalisis multivariate dapat dilihat padaTabel 2.

Tabel 2. Analisis Final Model Multivariat Prevalensi dan Determinan Stunting AnakSekolah di Wilayah Tsunami Kabupaten Aceh Besar

Variabel OR 95% CI p-valuePekerjaan ibu sebagai tukangcuci/jahit/pedagang/honorer 9.84 (0.88-110.57) 0.064Pekerjaan ibu sebagai petani 98.95 (1.38-7097.67) 0.035Pekerjaan ayah sebagaitukang/buruh 22.89 (1.05-498.12) 0.046Pendapatan keluarga 34.78 (0.42-2895.63) 0.116Jumlah anggota keluarga 0.42 (0.02-8.53) 0.573Usia ibu saat melahirkan 3.41 (0.68-17.25) 0.138Jumlah anak 1.14 (0.48-2.69) 0.766Berat lahir 0.78 (0.62-0.98) 0.035Diare sering 17.90 (1.04-309.16) 0.047Waktu inisiasi menyusui 3.06 (0.12-79.93) 0.502

Dari hasil Tabel 2, final modelmultivariate diperoleh hasil bahwa yangmenjadi faktor risiko stunting pada anaksekolah dasar dalam penelitian ini adalah:dari variabel sosial ekonomi yaitupekerjaan ibu sebagai petani dengan OR =98.95 (95% CI: 1.38-7097.6) p-value0.035 yang merupakan faktor risikoterhadap stunting. Hal ini berarti bahwaanak dengan pekerjaan ibu sebagai petanimemiliki risiko menjadi stunting sebesar98.95 kali dibandingkan anak dengan ibuyang tidak bekerja/IRT.

Kemudian pekerjaan ayah tidak tetap(tukang/buruh) dengan OR = 22.89 (95%

CI: 1.05-498.12) p-value 0.046 yangmerupakan faktor risiko terhadap stunting.Hal ini berarti bahwa anak denganpekerjaan ayah tidak tetap (tukang/buruh)memiliki risiko menjadi stunting sebesar22.89 kali dibandingkan anak denganpekerjaan ayah tetap.

Sementara dari variabel individu diaredengan OR = 17.90 (95% CI: 1.04-309.16)p-value 0.047 yang berarti diaremerupakan faktor risiko terhadap stunting.Hal ini berarti bahwa anak yang seringmenderita diare memiliki risiko menjadistunting sebesar 17.90 kali dibandingkandengan anak yang tidak pernah diare.

Page 11: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 79

Berat lahir dengan OR = 0.78 (95% CI:0.62-0.98) p-value 0.035 yang berartimerupakan faktor pelindung (protektif)terhadap stunting. Hal ini berarti setiappeningkatan 100 gram berat lahir risikostunting menurun sebesar 22%.

PEMBAHASAN

Gambaran Stunting pada Anak SD/MI

Gelombang tsunami telah merusakjaringan jalan maupun jembatan sehinggaakses dari satu tempat ke tempat lainmenjadi lumpuh7. Kecamatan PeukanBada merupakan salah satu wilayah dikabupaten Aceh Besar yang parah dilandagempa dan tsunami yang dahsyat setelahbencana ditandai dengan terbatasnyaketersediaan makanan dan terbatasnya airbersih serta hygiene dan sanitasi yangburuk, yang dapat meningkatkan risikogizi kurang pada anak-anak8. Bencanaalam akan menimbulkan dampak jangkapanjang yang rumit dan mempengaruhisegala aspek termasuk pada matapencaharian, infrastruktur fisik, sosial danpolitik, serta lingkungan, menghidupkankembali sumber penghasilan, membangunperumahan, sekolah-sekolah dan kegiatanpencarian nafkah9. Pembangunaninfrastruktur terus dilakukan untukmengembalikan Aceh dan lebihmengembangkan Aceh10.

Prevalensi stunting pada anak-anakSD/MI di kecamatan Peukan Badaditemukan sebanyak 24% (belum beratmenurut WHO). Padahal untuk kawasanyang terkena bencana dahsyat sekelastsunami Aceh tentu saja akanmenimbulkan permasalahan stunting yangcukup serius. Hal ini menunjukkan bahwarekonstruksi yang dilakukan pascaTsunami akan memberikan dampak jangkapanjang terhadap kesehatan dankesejahteraan masyarakat dan hasilperjuangan bersama selama ini dariberbagai pihak telah memberikan hasilyang menggembirakan.

Faktor Risiko Sosial Ekonomi

Tingkat pendidikan ibu tinggi tidakmenjamin anak terhindar dari malnutrisikarena tingkat pendidikan tinggi tidakberarti ibu memiliki pengetahuan yangcukup akan gizi yang baik. Sejalan denganpenelitian yang dilakukan oleh Adel ElTaguri dkk. (2009) menyimpulkan bahwapada analisis bivariat tingkat pendidikanibu berhubungan dengan kejadian stuntingpada balita.

Untuk pekerjaan ayah sebagaitukang/buruh (berpenghasilan tidak tetap)merupakan faktor risiko stunting yangberarti anak memiliki risiko 22.89 kalimenderita stunting jika pekerjaan ayahsebagai tukang/buruh. Penelitian Hatril(2001) menunjukkan kecenderunganbahwa ayah yang bekerja dalam kategoriswasta mempunyai pola konsumsimakanan keluarga yang lebih baikdibandingkan dengan ayah yang bekerjasebagai buruh.

Dari hasil analisis multivariatedidapatkan anak memiliki risiko 10.14 kalimenderita stunting jika ibu bekerja sebagaipetani dibandingkan anak dengan ibu yangtidak bekerja. Sejalan dengan penelitianHien dan Hoa (2009) yang mendapatkanpekerjaan ibu berhubungan secarasignifikan dengan gizi kurang.

Faktor Risiko Lingkungan denganStunting

Hasil uji multivariat tidak adahubungan yang signifikan antara jenisjamban dan sumber air minum denganstunting. Air minum isi ulang yang kitaperoleh dari depot air minum isi ulang(DAMIU) yang banyak dikonsumsi olehmasyarakat, belum sepenuhnya baik darisegi kesehatan disebabkan oleh beberapahal seperti lokasi depot yang berada dipinggir jalan raya sehingga merupakansumber polusi dan debu. Kondisi depotyang tidak steril ini tentu saja kurang sehat.

Page 12: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 80

Faktor Risiko Ibu dengan Stunting

Dalam penelitian ini ditemukan anakyang mengalami stunting lebih banyakpada anak dengan riwayat usia ibumelahirkan <20 tahun dan >35 tahun yaitusebanyak 63.33%. Walaupun dari hasilanalisis multivariate usia ibu saatmelahirkan dengan (OR = 3.41 95% CI:0.68-17.25) p-value 0.138 bukanmerupakan faktor risiko stunting. Serupapenelitian Nadiyah (2014) bahwa tidakditemukan hubungan yang signifikan baikantara paritas ataupun umur ibumelahirkan dengan stunting pada anak (p>0.05).

Dalam penelitian ini ditemukankeluarga dengan jumlah anak >4 orangyang mengalami stunting sebanyak63.33%. Dari hasil multivariate jumlahanak bukan merupakan faktor risikostunting. Meskipun demikian, tidakterdapat hubungan yang bermakna antarajumlah anak dengan kejadian stunting padabalita.

Waktu inisiasi menyusui bukan faktorrisiko stunting. Dalam penelitian inisebesar 93.3% ibu-ibu tidak melakukaninisiasi menyusui dengan tepat. Ibudiharapkan mulai menyusui anaknyasegera setelah melahirkan, atau antara 1jam setelah melahirkan. Sejalan denganpenelitian Nadiyah et al. (2014) inisiasimenyusui tidak berhubungan signifikandengan stunting.

Dari hasil penelitian pada kelompokkasus hanya sebanyak 6.67% yangmemberikan ASI secara eksklusif.Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu-ibu responden diperoleh ada banyak alasanmengapa ibu-ibu tidak memberikan ASIEksklusif, di antaranya karena ASI tidakkeluar, ibu bekerja, ASI tidak mencukupikebutuhan bayi, ibu sakit, ASI sedikit danlain-lain. Hal inilah yang mempengaruhimengapa ada banyak bayi yang tidakmendapat ASI eksklusif.

Faktor Risiko Individu dengan Stunting

Hasil multivariat berat lahir diperolehberat lahir merupakan faktor proteksiterhadap stunting. Hal ini berarti setiappeningkatan 100 gram berat lahir risikoterhadap stunting menurun sebesar 22%.Hasil penelitian Putri dan Utami (2015)menunjukkan bahwa berat lahirberhubungan signifikan dengan kejadianstunting pada anak umur 6-23 bulan yanglahir cukup bulan di Indonesia, namunberat lahir bukan merupakan prediktoryang kuat terhadap kejadian stunting.

Diare dengan OR = 17.90 (95% CI:1.04-309.16) p-value 0.047 menunjukkananak yang sering menderita diare memilikipeluang mengalami stunting 17.90 kalidibandingkan anak yang tidak pernahmenderita diare. Bila dikaitkan dengansituasi bencana seperti tsunami yangmelanda Aceh, kejadian diare pada anaktetap merupakan salah satu masalahkesehatan yang umum dijumpai, hal initentu saja dipicu oleh buruknya kondisilingkungan dan sanitasi.

Selama di pengungsian biasanyapersoalan yang dijumpai adalah masalahketersediaan air bersih dan fasilitas MCKyang kurang layak. Masalah kesehatanyang biasanya disebabkan oleh kebersihanlingkungan termasuk sumber air yangkurang memadai, sehingga anak-anakmudah terserang diare dan juga penyakitgatal-gatal.

Sampai saat ini penyakit diare yangdiderita anak-anak masih merupakanmasalah yang serius, permasalahan inibukan saja terkait dengan saat kejadianbencana dimana situasi dan kondisilingkungan tidak kondusif tanpa adabencanapun prevalensi diare tetap tinggi.Penyakit diare merupakan salah satupenyakit berbasis lingkungan masihmenjadi permasalahan kesehatan Indonesiahingga saat ini.

Page 13: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 81

KESIMPULAN

Prevalensi stunting di KecamatanPeukan Bada sebesar 24%, belumtermasuk kategori berat menurut WHO.Hal ini disebabkan karena adanya berbagaiprogram bantuan dan rehabilitasi dalamberbagai aspek termasuk kesehatan baikdari masyarakat, lembaga lokal maupuninternasional yang dilakukan pascatsunami dalam rangka pemulihan kembalidaerah Aceh sehingga memberikandampak jangka panjang terhadapkesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Rendahnya sosial ekonomi keluargayang berkaitan dengan pekerjaan orangtuaakan mempengaruhi pendapatan keluargayang merupakan faktor yang turutmenentukan status gizi balita. Perluadanya kebijakan dan program perbaikangizi dan kesehatan diprioritaskan padakeluarga miskin dengan peningkatanketersediaan pangan melalui pemanfaatanpekarangan sebagai sumber pangan dangizi keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

1. UNICEF, Ringkasan Kajian GiziIbu dan Anak; 2012.

2. Hartono, R.D., Hubungan AsupanProtein, Kalsium dan Vitamin Cdengan Kejadian Stunting padaAnak Sekolah Dasar di Kec.Biringkanaya Kota Makassar,Jurnal Kesehatan Masyarakat; 2013:vol. VII, no.2.

3. Kemenkes, Laporan RisetKesehatan Dasar (Riskesdas); 2013.

4. ILO-APINDO, Dampak Tsunamidan Gempa Bumi pada 26Desember 2004 terhadapPerusahaan-Perusahaan AnggotaAPINDO di Provinsi NanggroeAceh Darussalam; Banda Aceh: 2005.

5. Aditama, T.Y., Masalah KesehatanPasca Tsunami 2005, Jakarta: UIPress.

6. Sulastri, D., Faktor DeterminanKejadian Stunting Pada Anak Usia

Sekolah di Kecamatan LubukKilangan Kota Padang, MajalahKedokteran Andalas; 2012. no.1, vol.36, Januari-Juni.

7. Wesli., 'Kajian Mobilitas PendudukPada Sistem Transportasi DaratPasca Tsunami Di Propinsi Aceh',Teras Jurnal; 2011. vol.1, no.1, Maret.

8. Jayatissa, R., et al., 'Assessment ofNutritional Status of ChildrenUnder Five Years of Age, PregnantWomen, and Lactating WomenLiving in Relief Camps After theTsunami in Sri Lanka', Food andNutrition Bulletin; 2006. vol. 27, no. 2.

9. Daly, P.F., Michael. Reid, Anthony,Aceh Setelah Tsunami dan Konflik,Jakarta: Pustaka Larasan; 2013

10. Hartini, N., Remaja Nanggroe AcehDarussalam Pasca Tsunami; 2011.vol. 4, no.1.

Page 14: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat

3

82

ANALISIS PENGGUNAAN JENIS MP-ASI DAN STATUS KELUARGATERHADAP STATUS GIZI ANAK USIA 7-24 BULAN

DI KECAMATAN JAYA BARU

Analysis the Use of Complementary Feeding and Family Status toward the ChildNutritional Status of 7-24 Months in the District Jaya Baru

Agus Hendra AL-Rahmad11Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Aceh, Jl. Soekarno-Hatta Kampus Terpadu Poltekkes

Kemenkes Aceh, Aceh Besar, 23532, [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Anak usia di bawah dua tahun merupakan masa dengan pertumbuhan serta perkembangansecara pesat (periode emas) dan digolongkan dalam kelompok yang sangat rawan gizi. Makanan pendampingASI (MP-ASI) dan status gizi balita memunculkan masalah pada aspek hubungan sebab akibat. Bahwapemberian MP-ASI yang kurang tepat berdampak terhadap status gizi kurang atau gizi buruk. Penelitianbertujuan untuk mengukur perbedaan penggunaan jenis MP-ASI pada keluarga PNS dengan bukan PNSterhadap status gizi anak usia 7-24 bulan di kecamatan Jaya Baru Banda Aceh. Metode: Metode penelitiandilakukan dengan pendekatan kuantitatif melalui rancangan crossectional. Variabel penelitian terdiri daripenggunaan MP-ASI, status gizi, dan status keluarga. Data dikumpulkan dengan wawancara dan observasi yangdiambil pada 83 sampel terpilih secara acak. Analisa data menggunakan uji statistik Chi-Square pada CI: 95%.Hasil: Hasil penelitian menujukkan secara proporsional tidak terdapat perbedaan status gizi (p-value 0.518)antara keluarga PNS dengan keluarga bukan PNS (p-value >0.05). Selanjutnya penggunaan jenis MP-ASI secaraproporsional menunjukkan perbedaannya dengan nilai p-value 0.005 di kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh.Saran: Kesimpulan bahwa status gizi balita antara keluarga PNS dengan keluarga bukan PNS tidak menunjukanperbedaan, tetapi menurut penggunaan MP-ASI baik proporsi maupun jenis antara keluarga PNS dengan bukanPNS secara proporsional mempunyai perbedaan signfikan.

Kata Kunci: Status Gizi, MP-ASI, Status Keluarga, Anak Usia 7-24 Bulan

ABSTRACT

Background: Children under two years is a period with rapid growth and development in (called golden period)and is classified in the group were extremely malnutrition. Complementary feeding (MP-ASI) and the nutritionalstatus of children raised problems in the aspect of causality. Giving MP-ASI that is less precise can impact onthe children malnutrition status. The study aims to measure the difference in the use MP-ASI type from familieswith non-civil and civil servants background on the nutritional status of children aged 7-24 months in thedistrict Jaya Baru, Banda Aceh. Methods: The research method is quantitative approached through cross-sectional design with variables consisted: MP-ASI, nutritional status, and family status. Data was collectedthrough interviews and observations taken randomly with total 83 selected samples. Analysis data used Chi-Square test on CI: 95%. Results: The results showed no difference in proportion of nutritional status (p-value0.518) between families from civil servants with no civil servants background (p-value >0.05). Furthermore, theuse of MP-ASI type proportionally shows differences (p-value 0.005) in the district of Jaya Baru, Banda Aceh.Recommendation: The conclusion that the nutritional status of children between families of civil servants andnot civil servants backgrounds did not show differences, but in the use of MP-ASI by proportion and typebetween family statuses have significant differences.

Keywords: Nutritional Status, Complementary Feeding, Family Status, Child Aged 7-24 Months

Page 15: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat

3

83

PENDAHULUAN

Global Strategy for Infant and YoungChild Feeding, melalui WHO/UNICEFmerekomendasikan empat hal pentingyang harus dilakukan yaitu pertamamemberikan memberikan air susu ibukepada bayi segera dalam waktu 30 menitsetelah bayi lahir, kedua memberikanhanya air susu ibu (ASI) atau pemberianASI secara eksklusif sejak lahir sampai 6bulan, ketiga memberikan makananpendamping air susu ibu (MP-ASI) sejakbayi berusia 6 bulan, sampai usia 24 bulan,dan keempat meneruskan pemberian ASIsampai anak berusia 24 bulan atau lebih.Rekomendasi tersebut menekankan secarasosial budaya MP-ASI hendaknya di buatdari bahan pangan yang murah dan mudahdiperoleh dari daerah setempat1.

Rencana Pembangunan JangkaPanjang dan Menengah Nasional(RPJPMN) bidang kesehatan, antara laindengan memberikan prioritas kepadaperbaikan kesehatan dan bidang gizi bayidan anak. Sebagai tindakan lanjutRPJPMN, Rencana Aksi Nasional (RAN)pencegahan dan penanggulangan giziburuk tahun 2010-2015 telah menyusunsejumlah kegiatan yang segeradilaksanakan. Seluruh perbaikan gizi yangdilakukan diharapkan dapat menurunkanmasalah gizi kurang menjadi 20% danmasalah gizi buruk menjadi 5% di tahun20152.

Peningkatan pemberian ASI dan MP-ASI merekomendasikan pemberianmakanan yang baik dan tepat bagi bayidan anak 0-24 bulan secara nasional. Halini diperkuat dengan Surat KeputusanMenteri Kesehatan terkait pemberian ASIesksklusif (Permenkes nomor 450/Menkes/SK/IV/2004) dan makananpendamping ASI (nomor 237/1997). Perluditegaskan bahwa MP-ASI bukanlahmakanan pengganti ASI3.

Makanan pendamping ASI (MP-ASI)adalah makanan lain selain ASI yangdiberikan pada bayi berusia 6 sampai 24bulan, namun pemberian ASI harus tetap

dilanjutkan sampai bayi berumur 2tahun.

Jenis makanan pendamping sepertimakanan formula, bubur nasi saring,kentang rebus yang dihaluskan, pisangdan biskuit yang dihaluskan, sehinggadapat memenuhi gizi untuk balita4. Usia 6bulan bayi mulai diberikan MP-ASI.Sebagian besar anak tidak mendapatkanMP-ASI dalam jumlah yang cukup baikdari segi kualitas maupun kuantitas danini sangat siginifkan pengaruhnya kestatus gizi5. Beberapa penelitianmenyatakan bahwa masalah gizi pada bayidan anak disebabkan kebiasaan pemberianASI dan MP-ASI yang tidak tepat baiksegi kuantitas dan kualitas6.

Selain itu, para ibu kurang menyadaribahwa sejak bayi berusia 6 bulan sudahmemerlukan MP-ASI dalam jumlah danmutu yang baik dan kondisi tersebut jugaakibat pengaruh dari geografis tempattinggal7. Hasil Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas) pada tahun 2010, ditemukanbahwa jenis makanan prelakteal yangpaling banyak berikan kepada bayi barulahir yaitu susu formula sebesar (71.3%),madu (19.8%) dan air putih 14.6%). Jenisyang termasuk kategori lainnya meliputikopi, santan, biskuit, dan kurma8.

Target yang tertuang dalam MilleniumDevelopment Goals bahwa gizi kurangpada balita dapat diturunkan sebesar15.0% dan gizi buruk sebesar 3.5%9.Tahun 2013, provinsi Aceh mempunyaiprevalensi balita kekurangan gizi masih23.7% dan angka stunting 38.9% sertawasting (anak kurus) 14.2%. Jika kitabandingkan dengan kategori masalah gizimenurut WHO maka kondisi masalah gizidi Aceh tergolong kategori sangat tinggi,dan serius10. Dari data Puskesmas dikecamatan Jaya Baru terdapat 1.415 balita,dan 500 baduta, dengan proporsi anakyang mengalami gizi kurang (indikatorBB/U) sebesar 10.64%, sedangkan giziburuk hanya sebesar 1.40%11.

Masalah gizi sangat identik dengankondisi keluarga balita, khususnya keadaansosial ekonomi suatu keluarga. Semakin

Page 16: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat

3

84

banyak jumlah keluarga miskin sangatmempengaruhi daya beli terhadap pangan.Terbatasnya ketersediaan bahan makanandalam keluarga berpotensi menimbulkanterjadinya gizi kurang bahkan gizi buruk7.Menurut Amosu12, bahwa anak balita dipedesaan cenderung mengalami kekurangangizi karena status kemiskinan terkait sosialekonomi keluarga mereka seperti rendahnyapendidikan, pekerjaan yang tidak menetap.

Muldimensi permasalahan gizitermasuk faktor konsumsi (ASI eksklusifdan MP-ASI khusus anak di bawah duatahun) dan non-konsumsi seperti rendahnyapendapatan, status pekerjaan orang tua,ketersediaan makanan, sanitasi yang burukberdampak terhadap kualitas anak-anakpada masa akan datang. Hal tersebutbertujuan untuk meningkatkan kesehatandan gizi anak berlandaskan UUD 1945 dankesepakatan internasional tertuang dalamkonvensi Hak Anak (Komisi Hak AsasiAnak PBB) pasal 24 yaitu memberikanmakanan yang terbaik bagi anak usia dibawah 2 tahun untuk pemenuhan kebutuhangizi. Peneliti ingin melakukan penelitiandengan tujuan untuk mengukur perbedaanpenggunaan jenis MP-ASI pada keluargaPNS dengan bukan PNS terhadap status giziAnak 7-24 bulan di kecamatan Jaya Baru,Banda Aceh.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitiankuantitatif yang menggunakan desainCrossectional Study13 yang dilaksanakandi Gampong Lamteumen TimurKecamatan Jaya Baru Banda Aceh, padatanggal 2-15 Agustus 2015. Sampelmerupakan keseluruhan populasipenelitian yaitu seluruh anak bayi duatahun sebanyak 34 orang yang diambilsecara total sampling.

Data primer terdiri data karakteristikresponden, data jenis MP-ASI, statuskeluarga, dan status gizi. Data primer inidikumpulkan secara wawancara secaralangsung menggunakan kuesioner,melakukan pengukuran antropometri, serta

melakukan observasi. Sedangkan datasekunder dilakukan secara observasisebagai metode pengumpulan datadilaksanakan dengan cara mengamatilangsung jalan tertentu disertai pendataan.

Pengolahan data penelitian meliputiempat tahapan yaitu tahap editing, coding,cleaning sampai tahap data entry. Analisisdata baik secara univariat maupun bivariatmenggunakan software komputer. Dalammenjawab tujuan penelitian sertamembuktikan hipotesis, digunakananalisis uji statistik yaitu Chi-Squaredengan tingkat kemaknaan 95%14. Hasilpenelitian disajikan dalam bentuktekstular dan tabular serta grafikal.

HASIL PENELITIAN

Karakteritik Subjek

Sampel dalam penelitian ini yangberjenis kelamin laki-laki lebih banyakproporsinya yaitu sebesar 54.2%dibandingkan berjenis kelamin perempuan(45.8%). Selanjutnya berdasarkankelompok usia, ternyata anak dengan usia7–15 bulan lebih banyak yaitu mencapaisebesar 56.6% dan yang berusia 16–24bulan hanya sebesar 43.4%. Sedangkansebaran data karakteristik sampel secaradeskritif statistik menurut berat badan,tinggi badan, umur, z-score disajikan padaTabel 1.

Tabel 1. Tabel Distribusi DeskriptifStatistik

Variabel Mini-mum

Mak-simum Mean Standar

DeviasiBeratBadan(kg)

6.5 14.0 9.5 2.013

TinggiBadan(cm)

63 89 77.5 6.895

Umur(bulan) 7 22 14.5 4.424

Z-Score -3.13 4.6 -0.43 1.767

Dari 83 sampel penelitian ternyata

Page 17: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat

3

85

rata-rata berat badan yaitu 9.5 kg dengandeviasi 2.013 sedangkan menurut tinggibadan rata-rata yaitu 77.5 cm dengandeviasinya 6.895 cm. Begitu juga denganusia sampel dalam penelitian ini,umumnya berusia 15 tahun (rerata 14.5)dan menurut data status gizi secara reratadapat diketahui mempunyai status gizinormal (rerata -0.43) berdasarkan indeksIMT/U dengan baku rujukan WHO dikecamatan Jaya Baru, Banda Aceh.

Hasil pengukuran antropometri danperhitungan status gizi pada anak usia 7-22bulan tergambarkan bahwa dari 83 sampelmenurut indikator IMT/U sebesar 74.3%mempunyai status gizi normal dan yanggemuk hanya sebesar 8.6%.

Karakteritik Responden

Hasil penelitian secara variabelitasterhadap karakteristik responden sepertivariabel pekerjaan dan jenis MP-ASI yangdigunakan akan memberikan gambaranmenurut data distribusi frekuensi padaresponden. Dalam penelitian, responden(keluarga) lebih mayoritas mempunyaipekerjaan sebagai PNS yaitu sebesar56.6% sedangkan pekerjaan respondenyang bukan PNS hanya sebesar 43.4%.Penggunaan jenis MP-ASI juga bervariasipada responden dalam penelitian ini.Berdasarkan hasil penelitian tergambarkanbahwa mayoritas responden dalampenggunaan jenis MP-ASI yaitumenggunakan MP-ASI lokal (73.5%), danhanya sedikit yang menggunakan jenisMP- ASI non lokal atau pabrikan (26.5%).

Perbedaan Status Gizi Anak AntaraKeluarga PNS dengan Bukan PNS

Status gizi anak usia 7–24 bulan secaraumum lebih banyak yang berstatus gizinormal, tetapi hal tersebut belum bisadiidentifikasi berasal dari keluarga PNSatau bukan. Berikut ini disajikan hasilpenelitian terkait perbedaan proporsi statusgizi BADUTA antara masing-masingkeluarga.

Berdasarkan Tabel 2, diketahui anakyang berstatus gizi normal dan gemukmempunyai proporsi yang lebih banyakpada keluarga PNS yaitu masing-masingsebesar 61.9% dan 62.5% kemudiandiikuti oleh anak yang berstatus gizikurus juga mayoritas berasal dari keluargaPNS yaitu sebesar 53.7%. Hasil ujistatistik Chi-Square diperoleh nilai p-value 0.764. Hasil ini dapat disimpulkanbahwa secara statistik pada CI: 95% tidakmenunjukan perbedaan (p-value >0.05)proporsi status gizi anak usia 7–24 bulanantara yang berasal dari keluarga PNSmaupun dengan dari keluarga bukan PNS.

Tabel 2. Perbedaan Proporsi StatusGizi Anak

Status KeluargaStatusGizi

PNS BukanPn % n %

KurusNormalGemuk

29135

53.761.962.5

2583

46.338.137.5

0.764

T o t a l 47 56.5 36 43.4

Perbedaan Penggunaan Jenis MP-ASIAntara Keluarga PNS dengan BukanPNS

Berikut ini disajikan pada Tabel 3yaitu hasil penelitian terkait denganperbedaan penggunaan jenis MP-ASIyang diperoleh bayi usia 7–24 bulan baikyang berasal dari keluarga PNS maupunyang berasal dari keluarga bukan PNS.

Tabel 3. Perbedaan Penggunaan JenisMP-ASI

Status KeluargaJenisMP-ASI

PNS BukanPNS P

n % n %LokalNon Lokal

1829

81.847.5

432

18.252.5 0.005

T o t a l 47 56.5 36 43.4

Proporsi penggunaan jenis MP-ASI

Page 18: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat

3

86

lokal sebesar 81.8% terdapat pada balitadengan status keluarga PNS, sedangkanpenggunaan jenis MP-ASI non lokal(pabrikan) sebesar 52.5% terdapat padakeluarga yang bukan PNS. Selanjutnyahasil uji statistik Chi-Square test diperolehnilai p-value 0.005. Hal ini berarti padatingkat kemaknaan 95% terdapatperbedaan (p-value <0.05) secaraproporsional antara penggunaan jenis MP-ASI menurut status keluarga.

PEMBAHASAN

Perbedaan Status Gizi Anak AntaraKeluarga PNS dengan Bukan PNS

Masalah status gizi pada anak usia 7–24 bulan lebih banyak terjadi padakeluarga PNS baik masalah kekurusanmaupun kegemukan dibandingkankeluarga bukan PNS. Secara statistik,proporsi status gizi anak usia 7–24 bulantidak menunjukkan perbedaan antara yangberasal dari keluarga PNS maupun dengandari keluarga bukan PNS di kecamatanJaya Baru, kota Banda Aceh.

Hasil penelitian ini searah dengan hasilpenelitian Kristianti15, bahwa status gizianak tidak berkaitan dengan statuspekerjaan ibu (p-value 0.805), selain itufaktor pendidikan juga tidak dapatmenunjukan perbedaan terhadap status gizibalita (p-value 0.595). Menurutnya,keadaan ini dapat disebabkan oleh faktorlain, seperti pendapatan keluarga sehinggaberdampak terhadap daya beli. Keluargadengan pekerjaan tetap umumnyamempunyai pendapatan tinggi yangdisertai berlebihan dalam memenuhikebutuhan makanan, sebaliknya keluargadengan pekerjaan tidak tetap cenderungmempunyai pendapatan rendah, dan hal iniakan mempersulit dalam pemenuhankebutuhan pangan.

Hal ini juga didukung oleh penelitianHong16, bahwa kesenjangan ekonomikeluarga secara signifikan sangat terkaitdengan kekurangan gizi pada anak-anak,dalam kurun waktu yang lama akan terjadi

gangguan pertumbuhan pada anak.Selanjutnya menurut Amosu12, ternyatarendahnya peluang untuk memperolehpekerjaan yang lebih baik akanberdampak terhadap rendahnyapendapatan keluarga dengan demikiankebutuhan nutrisi yang lebih baik sangattidak memungkinkan untuk terpenuhi bagikeluarga.

Konsumsi merupakan faktor langsungterhadap status gizi, dan berkaitan denganpola konsumsi keluarga dan distribusimakananan antar anggota keluarga.Selanjutnya pola distribusi makanan antaranggota keluarga dipengaruhi banyakfaktor antara lain tingkat upah kerja,alokasi waktu untuk keluarga, siapapengambil keputisan belanja makanan dirumah tangga18. Sehingga status pekerjaankepala keluarga atau ibu akanmempengaruhi tingkat pendapatan yangada dalam keluarga tersebut. Kemampuanmembeli suatu rumah tangga yangayahnya bekerja sebagai petani, tentuakan berbeda dengan kepala keluargayang bekerja sebagai pegawai negri sipil.Hal tersebut dapat mempengaruhikemampuan membeli suatu makananlewat banyaknya jumlah makanan yangdibeli atau variasi makanan. Pendapatankeluarga memiliki peran yang sangatpenting untuk mendukung kelangsunganhidup keluarga19. Dalam riset kesehatan2007 dikemukakan bahwa semakin tinggipendapatan sebuah keluarga apabiladilihat dari status pekerjaan seorangkepala keluarga20.

Perbedaan Penggunaan Jenis MP-ASIAntara Keluarga PNS dengan BukanPNS

Penggunaan jenis MP-ASI padakeluarga PNS lebih banyak menggunakanmakanan lokal, sebaliknya pada keluargabukan PNS lebih banyak menggunakanmakanan pendampingnya yaitu berasaldari pabrikan atau non lokal. Hasilstatistik ternyata terdapat perbedaansecara proporsional antara penggunaan

Page 19: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat

3

87

jenis MP-ASI menurut status keluarga dikecamatan Jaya Baru, kota Banda Aceh.

Menurut Muchina5, mayoritas ibudengan pekerjaannya sebagai tenagakesehatan mempunyai kesesuaian denganpraktek pemberian ASI sesuai denganyang dianjurkan. Makanan pendampingASI pada ibu yang bekerja terlalu dinidiperkenalkan, yang umumnya merupakanhasil olahan sendiri. Selanjutnya penelitianlain yang mendukung yaitu penelitianSakti7 yang menyimpulkan tidak terdapatpengaruh yang signifikan antara jenismakanan terhadap status keluarga. Ibuyang memberikan bubur beras atau buburformula kepada anak sebagai MP-ASI,namun masih ditemukan banyak anakyang status gizinya tidak baik, hal ini jugadisebabakan oleh faktor jumlah MP-ASIyang diberikan masih sangat kurangmemadai.

Sejalan dengan penelitian ini padapenelitian sebelumnya yang cukupberkaitan dengan penelitian inimenyebutkan bahwa frekuensi jenis MP-ASI mempengaruhi status gizi anak yangberasal dari keluarga pegawai maupunbukan. Hal ini menunjukkan bahwapemberian MP-ASI dalam jumlah yangcukup merupakan salah satu faktor yangtercapainya status gizi pada masing-masing keluarga mereka.

Melalui penerapan perilaku KeluargaSadar Gizi keluarga didorong untukmemberikan ASI eksklusif pada bayi sejaklahir sampai berusia 6 bulan danmemberikan MP-ASI yang cukup danbermutu kepada bayi dan anak usia 6-24bulan. Bagi keluarga mampu pemberianMP-ASI yang cukup dan bermutu relatiftidak bermasalah. Pada keluarga miskin,pendapatan yang rendah menimbulkanketerbatasan pangan di rumah tangga yangberlanjut kepada rendahnya jumlah danmutu MP-ASI yang diberikan kepada bayidan anak1.

KESIMPULAN DAN SARAN

Anak usia 7–24 bulan lebih banyakberstatus gizi normal (61.9%) dan gemuk(62.5%) yang berasal dari keluarga PNSdibandingkan keluarga bukan PNS,sehingga secara proporsional tidakmenunjukkan perbedaan (p-value 0.764)antara status gizi anak yang berasal darikeluarga PNS dengan status gizi anak darikeluarga bukan PNS. Selanjutnya sebesar81.8% jenis MP-ASI lokal digunakan olehkeluarga PNS, dan sebesar 52.4% jenisMP-ASI non lokal (pabrikan) digunakanoleh keluarga bukan PNS, sehinggaterdapat perbedaan (p-value 0.005) secaraproporsional antara penggunaan jenis MP-ASI menurut status keluarga di kecamatanJaya Baru, Banda Aceh.

Diperlukan kegiatan pemantauanstatus gizi dan evaluasi indikator gizisecara kontinu. Ini dapat dilakukan olehpihak Dinas Kesehatan kota Banda Acehmelalui Puskesmas Jaya Baru agarpertumbuhan dan perkembang anakterpantau secara baik sehingga denganberbagai intervensi maka status gizi anakmencapai pada titik optimal. Selain itupenting untuk memberikan informasi-informasi yang lebih banyak terkaitmasalah gizi dan kesehatan anak, sepertipenyuluhan tentang pentingnya posyandudan praktek pembuatan MP-ASI.

Bagi pemerintahan setempat yaitupihak Muspika kecamatan Jaya Baru agarmemberikan motivasi kepada masyarakatuntuk lebih peduli masalah gizi dankesehatan. Setiap bulannya membawaanak-anaknya ke posyandu untukpemantauan status gizi dan tumbuhkembang anak dengan arti lainmeningkatkan partisipasi dalam halkesehatan. Selain itu melibatkan semuapimpinan desa untuk menginformasikepada warganya agar tetap menyadariakan pentingnya pemberian makananbergizi pada anak dan selalumenkonsultasikan masalah gizi anakkepada petugas kesehatan di puskesmasataupun posyandu.

Page 20: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat

3

88

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes., Pedoman UmumPemberian Makanan PendampingAir Susu (MP-ASI) Lokal, Jakarta:Direktorat Jendral Bina KesehatanMasyarakat; 2010.

2. Bappenas, Rencana PembangunanJangka Menengah Nasional 2010 -2015, Jakarta: KementerianPerencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan PembangunanNasional (BAPPENAS); 2013.

3. Prabantini D., A to Z MakananPendamping ASI Si Kecil Sehat danCerdas Berkat MP-ASI Rumahan,Yogyakarta: CV. Andi Offset; 2010.

4. Nurlinda A., Gizi dan Siklus DaurKehidupan Seri Baduta (untukanak 1-2 tahun), Yogyakarta: CV.Andi Offset; 2013.

5. Muchina E, Waithaka P.,Relationship between BreastfeedingPractices and Nutritional Status ofChildren Aged 0-24 Months inNairobi, Kenya, African J. FoodAgric. Nutr. Dev.; 2010. vol.10, no. 4,p.p. 2358–78.

6. Septiana, R., Djannah, R.S.N. &Djamil, M.D., Hubungan AntaraPola Pemberian MakananPendamping ASI (MP-ASI) danStatus Gizi Balita Usia 6-24 Bulandi Wilayah Kerja PuskesmasGedongtengen, Yogyakarta,Kesehatan Masyarakat UAD; 2010.vol 4, no 2, p.p. 118–24.

7. Sakti R.E., Hadju V., RochimiwatiS.N., Hubungan Pola PemberianMP-ASI dengan Status Gizi AnakUsia 6-23 Bulan di Wilayah PesisirKecamatan Tallo Kota Makassar,J. MKMI; 2013. p.p. 1–12.Tersediadari:<http://repository.unhas.ac.id/handle/1234 56789/5480>

8. Balitbangkes, Riset Kesehatan Dasar(RISKESDAS) 2010, Jakarta: BadanPenelitian dan PengembanganKesehatan Kementerian Kesehatan RI;

2010. Tersedia dari:<www.riskesdas.litbang.go.iddownload TabelRiskesdas2010.pdf>

9. Bappenas, Laporan PencapaianTujuan Pembangunan MileniumIndonesia 2010, Jakarta:Kementerian PerencanaanPembangunan Nasional/ BadanPerencanaan Pembangunan Nasional(BAPPENAS); 2010.

10. Balitbangkes, Riset KesehatanDasar 2013 Berdasarkan ProvinsiAceh, Edisi Pertama. eds, Herman S.,Puspasari N., Banda Aceh: BadanPenelitian dan PengembanganKesehatan Kementerian Kesehatan RI;2013.

11. Puskemas Jaya Baru, ProfilPuskesmas Jaya Baru Tahun 2014,Banda Aceh; 2014.

12. Amosu A.M., Degun A.M.,Atulomah N.O.S. and OlanrewjuM.F., A Study of the NutritionalStatus of Under-5 Children of Low-Income Earners in a South-Western Nigerian Community,Current Res. J. Biol. Sci.; 2011. vol. 3,no. 6, p.p. 578–85.

13. Creswell J.W., Research Design:Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,dan Mixed, Edisi Ketiga. ed,Achmad F., Yogyakarta: PustakaPelajar; 2010.

14. Sugiyono., Statistika untukPenelitian, Edisi Keenam. Bel.Bandung: Alfabeta; 2010.

15. Kristianti, D. dan Suriadi, P.,Hubungan antara KarakteristikPekerjaan Ibu dengan Status GiziAnak Usia 4-6 Tahun di TKSalomo Pontianak, ProNers; 2013.vol. 3, no.1, p.p. 1–6.

Page 21: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 - 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 89

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZIPADA ATLET TARUNG DERAJAT ACEH

Factors Associated with Nutritional Status on Acehnese Tarung Derajat Athletes

Nazalia1, Basri Aramico2, dan Fauzi Ali Amin31,2,3Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Aceh, Banda Aceh, #23245

[email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Status gizi yang buruk dapat mempengaruhi derajat kesehatan dan kebugaran atlet. Status giziatlet diukur dengan menggunakan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT). Penelitian ini bertujuan untukmengetahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan status gizi pada atlet Tarung Derajat Aceh. Metode:Penelitian ini bersifat observasional analitik dan menggunakan desain cross-sectional. Pengumpulan datadilakukan dengan metode wawancara dan penyebaran angket. Sampel adalah seluruh populasi - seluruh atlettarung derajat Aceh telah memasuki masa Training Center (TC) sejumlah 51 orang. Uji statistik yang digunakanyaitu uji chi-square dan dianalisa secara univariat dan bivariat. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa atlettarung derajat yang status gizi kurus 13.7%, status gizi normal 74.5%, dan status gizi gemuk 11.8%.Berdasarkan analisa univariat terdapat atlet dengan pola makan salah 47.1%, melakukan aktivitas fisik yangberat 33.3%, aktivitas ringan 23.5%, pengetahuan gizi kurang 43.1%, intensitas latihan kurang 29.4% danintensitas latihan berat 25.5%. Berdasarkan hasil bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan pola makan (p-value 0.040), aktivitas fisik (p-value 0.031), pengetahuan gizi (p-value 0.016) dan intensitas latihan (p-value0.043) dengan status gizi atlet. Saran: Diharapkan kepada para pengurus dan pelatih tarung derajat Aceh agarlebih memperhatikan pola makan atlet sesuai dengan kebutuhannya, jumlah kalori yang dikonsumsi dan jadwalyang teratur dapat membantu proses pemenuhan gizi menjadi lebih baik, serta mengadakan penyuluhan giziyang melibatkan atlet dan para pelatih guna meningkatkan pengetahuan tentanggizi.

Kata Kunci: Gizi Atlet, Pola Makan, Aktivitas Fisik, Pengetahuan Gizi, dan Intensitas Latihan.

ABSTRACT

Background: Poor nutritional status can affect health status and fitness athletes. The nutritional status ofathletes was measured using indicators of Body Mass Index (BMI). This study aims to determine what factorsassociated with nutritional status in Tarung Derajat Aceh athletes. Methods: This research categorised asobservational analytic and using cross-sectional design. Data collection conducted through interview anddistributing questionnaires. The sample is the entire population-all Tarung Derajat Aceh athletes that hasentered Training Center (TC) period total up to 51 people. The statistical used is the chi-square test andunivariate and bivariate analysis. Results: The results showed that Tarung Derajat Aceh athletes’ nutritionalstatuses are 13.7% underweight, 74.5% normal nutritional status, and 11.8% respondents with obese nutritionalstatus. Based on univariate analysis, there are 47.1% athletes with wrong dietary habit, 33.3% athletesperforming heavy physical activities, 23.5% atheletes performing light activities, 43.1% athelets with poornutrition knowledge, 29.4% athelets with less exercise intensity meanwhile, 25.5% atheletes with heavy exerciseintensity. Based on bivariate results, indicated that there is a relationship between diet (p-value 0.040), physicalactivity (p-value 0.031), nutritional knowledge (p-value 0.016) and intensity of exercise (p-value 0.043) withnutritional status of athletes. Suggestion: The organization committee and coaches of Tarung Derajat Acehathletes should give more attention to athletes’ diet based on their needs, the number of calories consumed andregular schedule can help for better of nutrition, and conduct nutritional counseling involving athletes andcoaches to improve knowledge about nutrition.

Keyword: Athlete Nutrition, Diet, Physical Activity, Nutrition Sciences, and Intensity Exercise.

Page 22: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 - 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 90

PENDAHULUAN

Proses pencapaian prestasi dalambidang olahraga banyak dipengaruhi olehberbagai faktor. Salah satu faktor yaitutersedianya energi yang cukup danmemadai merupakan salah satu faktoryang penting untuk menentukankeberhasilan atlet dalam mencapai prestasi.Peningkatan prestasi atlet tergantung daribanyak faktor, salah satu faktor yangpenting untuk mewujudkannya adalahmelalui pemenuhan zat gizi yang seimbangsesuai kebutuhan para atlet1.

Gizi yang tepat merupakan dasarutama bagi penampilan prima seorangolahragawan pada saat bertanding. Selainitu gizi dibutuhkan pula pada kerjabiologik tubuh. Untuk penyediaan energitubuh pada saat seorang olahragawanmelakukan berbagai aktifitas fisik,misalnya pada saat latihan (training),bertanding dan saat pemulihan. Gizi jugadibutuhkan untuk memperbaiki ataumengganti sel tubuh yang rusak1.

Berdasarkan hasil penelitian yangdilakukan oleh Magfirah2-HubunganTingkat Pengetahuan Gizi Olahraga,Frekuensi Konsumsi Suplemen, dan StatusGizi dengan Kebugaran Jasmani Atlet diKlub Sepakbola PSIM Yogyakarta, dari 45atlet menunjukkan yang berstatus gizikurang yaitu 22 responden (48.8%) danstatus gizi lebih yaitu 9 responden (20.0%)dan selebihnya berstatus gizi normal, daridata tersebut menunjukkan bahwa masihbanyaknya atlet yang mengalami gizikurang dan berstatus gizi lebih.Berdasarkan data hasil evaluasi tes fisikdan status gizi olah tim Pengurus ProvinsiTarung Derajat Aceh (2014) darikeseluruhan atlet yaitu 66 orang atlet,diantaranya masih ada yang status gizikurang yaitu 23 orang atau sekitar 34.1%.

Menurunnya prestasi atlet tidak hanyadisebabkan oleh satu faktor saja tetapidisebabkan oleh banyak faktor, di manafaktor-faktor tersebut saling berhubungansatu dengan lainnya. Beberapa faktor yangmempengaruhi status gizi seorang atlet,

yaitu olahraga, umur dan jenis kelamin,asupan gizi dan status gizi, kebiasaanmerokok dan minum alkohol. Berdasarkanhasil penelitian yang dilakukan TheNational Academies menunjukkan bahwapola makan yang salah menyebabkanstamina atlet menurun3.

Intensitas latihan pada atlet harusdilaksanakan secara teratur karena denganmeningkatnya intensitas atlet maka akanmeningkat juga kebutuhan energinya. Jikaatlet tidak memperoleh energi sesuaikebutuhannya maka akan terjadipengambilan cadangan lemak untukmemenuhi kebutuhan energi, sehinggapemenuhan kebutuhan atlet jadi berkurangdan menyebabkan atlet kurus dan cepatmerasa kelelahan4.

Berdasarkan data yang diperoleh dariKomite Olahraga Nasional Indonesia(KONI) ACEH, prestasi para atlet TarungDerajat Aceh pada tahun 2014 ini menurundengan prestasi 3 emas, 4 perak dan 5perunggu, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang mendapatkan 5emas, 2 perak dan 1 perunggu. Hal inimasih di bawah target dan mengecewakansemua jajaran pengurus KONI dantermasuk para atlet.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat observasionalanalitik dan menggunakan desain cross-sectional. Populasi dalam penelitian iniadalah seluruh atlet tarung derajat Acehtelah memasuki masa Training Center (TC)yang berjumlah 51 orang. Sampel penelitianini adalah 51 orang yang diperoleh denganteknik total populasi. Penelitian inidilakukan dari tanggal 18–24 April 2016.

Pengumpulan data primer dilakukandengan metode observasi, wawancara danpenyebaran angket. Data karakteristik,aktivitas fisik dan pengetahuan didapatmelalui wawancara dengan respondenmenggunakan alat bantu kuesioner. DataBerat Badan (BB) dan pengukuran TinggiBadan (TB) didapat dengan melakukanpengukuran langsung menggunakan alat

Page 23: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 - 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 91

bantu timbangan dan microtoice denganketelitian 0.1 cm, data pola didapatdengan menggunakan formulir “Foodrecord Quesioner”, serta data intensitaslatihan atlet tarung derajat didapat melaluitest fisik yang dilakukan oleh para pelatihtarung derajat untuk mendapatkan hasildata yang akurat. Analisa datamenggunakan analisa univariat dalambentuk tabel distribusi frekuensi dananalisa bivariat menggunakan uji statitistikChi Square (X²) dengan α = 0.05.

HASIL PENELITIAN

Hasil dari pengumpulan data padaobjek penelitian terdiri dari atlet yangberusia 18-26 tahun yang berjumlah 51sampel di Tarung Derajat Aceh yangdianalisa secara univariat dan bivariat.Dari 51 responden atlet tarung derajatAceh yang status gizinya kurus yaitusebanyak 7 responden (13.7%), 6responden yang berstatus gizi gemuk(11.8%) dan 38 respondenberstatus gizinormal (74.5%). Dari 51 responden

sebagian besar memiliki pola makan baik(52,9%) dibandingkan yang memilikipola makan tidak baik (47.1%). Hasilpenelitian menunjukkan bahwa 33.3%responden melakukan aktivitas fisik berat,43.1% responden melakukan aktivitas fisikcukup, dan 23.5% atlet melakukan aktivitasaktivitas fisik ringan. Lebih banyakresponden yang memiliki pengetahuan gizibaik (56.9%) dibandingkan dengan yangkurang (43.1%). Hasil penelitian jugamenunjukkan responden memiliki intensitaslatihan kurang sebanyak 29.4%, memilikiintensitas latihan sedang sebanyak 45.1%dan memiliki intensitas latihan yang baiksebanyak 25.5%.

Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik,Pengetahuan Gizi, dan Intensitas Latihandengan Status Gizi

Tentang pola makan atlet menunjukkanbahwa, atlet yang status gizinya kurus padapola makan salah yaitu 20.8%, lebih besarbila dibandingkan dengan atlet yangmemiliki pola makan benar sebanyak 7.4%.

Tabel 1. Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik, Pengetahuan Gizi, Intensitas Latihandengan Status Gizi

VariabelStatus Gizi

F % p-valueKurus Normal Gemukn % n % n %

Pola Makan1 Benar 5 20.8 14 58.4 5 20.8 24 100 0.0402 Salah 2 7.4 24 88.9 1 3.7 27 100Aktivitas Fisik1 Ringan 2 16.7 6 50 4 33.3 12 100

0.0312 Cukup 1 4.5 20 91 1 4.5 22 1003 Berat 4 23.5 12 70.6 1 5.9 17 100Pengetahuan Gizi Atlet1 Kurang 5 22.7 12 54.6 5 22.7 22 100 0.0162 Baik 2 6.9 26 89.7 1 3.4 29 100Intensitas Latihan1 Ringan 4 26.7 7 46.6 4 26.7 15 100

0.0432 Cukup 1 4.3 21 91.4 1 4.3 23 1003 Berat 2 15.4 10 76.9 1 7.7 13 100

Page 24: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 - 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 92

Atlet yang status gizinya normal padapola makan benar 88.9% lebih besardibandingkan dengan atlet yang polamakan salah 58.3%. Sedangkan atlet yangstatus gizinya gemuk pada pola makannyasalah sebesar 20.8%, proporsinya lebihbesar bila dibandinkan dengan atlet yangpola makan benar 3.7%. Hasil uji statistikmenunjukkan bahwa ada hubungan yangbermakna antara pola makan dengan statusgizi atlet (p-value 0.040 <0.05).

Hasil analisis bivariat aktivitas fisikatlet menunjukkan bahwa, atlet yang statusgizinya kurus lebih banyak pada atlet yangmelakukan aktivitas fisik berat sebesar23.5% dibandingkan dengan atlet yangmelakukan aktivitas fisik cukup 4.5% danringan 16.7%. Atlet yang status gizinormal lebih banyak pada atlet yangmelakukan aktivitas fisik cukup sebesar90.9% dibandingkan dengan atlet yangmelakukan aktivitas fisik berat 70.6% danaktivitas fisik ringan 50%. SedangkanAtlet yang status gizinya gemuk lebihbanyak pada atlet yang melakukan aktifitasfisik ringan 33.3% dibandingkan denganatlet yang melakukan aktifitas fisik cukup4.5% dan aktivitas fisik berat 5.9%. Hasiluji statistik menunjukkan bahwa adahubungan yang bermakna antara aktivitasfisik dengan status gizi atlet (p-value 0.031<0.05). Hasil analisis bivariat pengetahuangizi atlet menunjukkan bahwa atlet yangstatus gizinya kurus lebih besarproporsinya pada atlet denganpengetahuan gizi kurang yaitu 22.7%dibandingkan dengan atlet denganpengetahuan gizi baik 6.9%. Atlet yanggizi normal lebih besar proporsinya padaatlet yang pengetahuan gizi baik yaitu89.7% dibandingkan dengan atletberpengetahuan kurang 54.5%. Sedangkanatlet yang status gizinya gemuk lebihbanyak pada atlet dengan pengetahuan gizikurang 22.7% dibandingkan dengan atletyang pengetahuan gizi baik 3.4%. Hasil ujistatistik menunjukkan bahwa adahubungan yang bermakna antarapengetahuan gizi dengan status gizi atlet(p-value 0.0016 <0.05).

Hasil bivariat hubungan antara

intensitas latihan dengan status gizimenunjukkan bahwa atlet yang statusgizinya kurus lebih banyak pada atlet yangintensitas latihan ringan sebesar 26.7%dibandingkan dengan atlet yang intensitaslatihan cukup 4,3% dan intensitas latihanberat 15.4%. Atlet yang berstatus gizinormal lebih banyak pada atlet yangintensitas latihan cukup sebesar 91.3%dibandingkan dengan atlet yang intensitaslatihan ringan 46.7% dan intensitas latihanberat 76.9%. Sedangkan atlet yang statusgizinya gemuk lebih banyak pada atletyang intensitas latihan ringan 26.7%dibandingkan dengan atlet yang intensitaslatihan cukup 4.3% dan intensitas latihanberat 7.7%. Hasil uji statistik menunjukkanbahwa ada hubungan yang bermaknaantara intensitas latihan dengan status giziatlet (p-value 0.043 <0.05).

PEMBAHASAN

Hubungan Pola Makan dengan StatusGizi Atlet Tarung Derajat Aceh

Hasil penelitian menunjukkan bahwaada hubungan pola makan dengan statusgizi pada atlet di mana p-value 0.040<0.05. Penelitian ini sejalan dengan hasilpenelitian Putra5 yang menunjukkan adahubungan yang signifikan antara polamakan dengan status gizi atlet diYogyakarta (p-value 0.020). Di manaproporsi status gizi kurus dan gemuk lebihbanyak ditemukan pada atlet yang polamakannya kurang.

Pola makan atlet yang kurang tepatdisebabkan oleh berbagai faktor, salahsatunya yang ditemukan di lapangan yaituperbedaan tempat tinggal atlet, atlet yangtinggal di asrama pola dan jadwalmakannya lebih teratur dibandingkandengan atlet yang masih tinggal dirumahnya masing-masing, selain itu porsimakanan yang dikonsumsi juga berbeda.

Atlet yang mengkonsumsi makanandalam porsi lebih banyak karena perluuntuk menambah berat badan dan ada jugaatlet yang mengurangi porsi makan karena

Page 25: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 - 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 93

harus mengurangi berat badan, sertaditemukan juga atlet yang tidakmengkonsumsi nasi dan menggantikannyadengan kentang dan ubi.

Hasil penelitian ini sama dengankonsep teoritis di mana disebutkan bahwakemampuan atlet untuk mempertahankancukupnya tenaga langsung dipengaruhioleh jumlah kalori yang dikonsumsinya.Intake kalori setiap hari pada dasarnyamempengaruhi kemampuan atlet tersebutmempertahankan kecukupan tenaga. Polamakan yang sehat dan bergizi juga dapatmempengaruhi pertumbuhan dan prestasiatlet. Pola makan sehat yang dimaksudmeliputi jenis makan yang bergizi,frekuensi makan yang diperhatikan, sertaporsi makan yang dikonsumsi atlet.Kebutuhan dan asupan gizi berasal darikonsumsi makanan sehari-hari.

Status gizi kurus atau gemuk sangatsering dialami oleh atlet yang berpolamakan yang tidak baik ditambah lagiwaktu yang tidak teratur dalammengkonsumsi makanan menyebabkanasupan gizi tidak maksimal6.

Asumsi peneliti dalam penelitian iniadalah jika pola makannya salah makaakan memicu terjadinya status gizi kurusatau gemuk, namun dari hasil penelitian inijuga ditemukan bahwa terdapat beberapaorang atlet dengan pola makan yang benarnamun mengalami status gizi kurus dangemuk. Hal tersebut dapat terjadi karena dipicu oleh beberapa faktor lain di antaranyafrekuensi dan jumlah konsumsi makan,densitas atktifitas yang rendah dan nafsumakan berkurang. Konsumsi makananyang tidak seimbang dapat menyebabkansintesis jaringan terbatas sehinggamengakibatkan kekurusan, begitu jugasebaliknya.

Hubungan Aktivitas Fisik denganStatus Gizi Atlet Tarung Derajat Aceh

Aktivitas fisik merupakan salah satufaktor yang mempengaruhi status gizikarena status gizi seseorang bergantungjuga penggunaan zat gizi yang dikonsumsi

dengan cara beraktivitas. Berdasarkanhasil penelitian ini menunjukkan bahwaada hubungan aktivitas fisik dengan statusgizi pada atlet dengan p-value 0.031<0.05,artinya semakin berat aktivitas atlet makaatlet akan semakin kurus. Semakin ringanaktivitas atlet makan akan atlet akansemakin gemuk.

Hasil penelitian ini menunjukkan atletyang beraktivitas ringan namun status gizikurus, dan atlet yang betaktivitas beratnamun status gizi gemuk, hal tersebutdapat dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya dimungkinkan disebabkan olehatlet yang pola makannya salah, polaistirahatnya kurang, diet. Berdasarkanhasil penelitian juga diketahui bahwa atletdengan status gizi gemuk masih ada yangmenkonsumsi snack yang berlebihandiluar jam makannya.

Menurut Indrawagita6 ada hubunganantara aktivitas fisik dengan status gizipada atlet PUSDIKLAT Depok (p-value0.015). Khomsan8 menyebutkan bahwaorang yang hanya duduk atau aktivitasfisik yang kurang dalam waktu panjangmemiliki risiko terkena penyakit lebihtinggi, obesitas akibat kurang bergerak,juga akan menyebabkan kematian dini.Begitu juga sebaliknya aktivitas tinggiyang tidak sesuai dengan kebutuhannyamaka juga akan menyebabkan kekurusan.

Manusia beraktivitas setiap hari,sehingga membutuhkan tubuh yang sehatuntuk menunjang aktivitas. Aktivitas fisikyang berlebihan atau dilakukan melebihibatas kemampuan tubuh dapat berdampakburuk bagi kesehatan. Orang yangberlebihan dalam melakukan aktivitas fisikakan kelelahan, bahkan dapat mengalamicedera dan sakit. Setiap orang tentu inginsehat. Tubuh yang sehat dapat diperolehdengan mengkonsumsi makanan yangbergizi, menjaga kebersihan diri danlingkungan serta dengan melakukanolahraga yang teratur8.

Asumsi peneliti dalam penelitian iniadalah semakin berat aktivitas fisik atletmaka akan semakin besar atlet mengalamigizi kurus, juga semakin ringan aktivitas

Page 26: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 - 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 94

fisik atlet maka juga akan semakin besaratlet mengalami kegemukan, namun padapenelitian ini masih ada atlet yangmenderita status gizi gemuk padahalaktivitas fisik yang dilakukan tergolongberat, begitu juga sebaliknya masih adaatlet yang menderita status gizi kuruspadahal aktifitas yang dilakukannyatergolong ringan, hal ini dapat terjadikarena asupan makanan yang dikonsumsiterlalu berlebihan atau asupan yangdikonsumsi tidak memenuhi kebutuhanhariannya sehingga atlet kekurangannutrisi di dalam tubuhnya.

Menurut Indrawagita6 ada hubunganantara aktivitas fisik dengan status gizipada atlet PUSDIKLAT Depok (p-value0.015). Khomsan8 menyebutkan bahwaorang yang hanya duduk atau aktivitasfisik yang kurang dalam waktu panjangmemiliki risiko terkena penyakit lebihtinggi, obesitas akibat kurang bergerak,juga akan menyebabkan kematian dini.Begitu juga sebaliknya aktivitas tinggiyang tidak sesuai dengan kebutuhannyamaka juga akan menyebabkan kekurusan.

Manusia beraktivitas setiap hari,sehingga membutuhkan tubuh yang sehatuntuk menunjang aktivitas. Aktivitas fisikyang berlebihan atau dilakukan melebihibatas kemampuan tubuh dapat berdampakburuk bagi kesehatan. Orang yangberlebihan dalam melakukan aktivitas fisikakan kelelahan, bahkan dapat mengalamicedera dan sakit. Setiap orang tentu inginsehat. Tubuh yang sehat dapat diperolehdengan mengkonsumsi makanan yangbergizi, menjaga kebersihan diri danlingkungan serta dengan melakukanolahraga yang teratur8.

Asumsi peneliti dalam penelitian iniadalah semakin berat aktivitas fisik atletmaka akan semakin besar atlet mengalamikekurusan, juga semakin ringan aktivitasfisik atlet maka juga akan semakin besaratlet mengalami kegemukan, namun padapenelitian ini masih ada atlet yangmenderita status gizi gemuk padahalaktivitas fisik yang dilakukan tergolongberat, begitu juga sebaliknya masih ada

atlet yang menderita status gizi kuruspadahal aktifitas yang dilakukannyatergolong ringan, hal ini dapat terjadikarena asupan makanan yang dikonsumsiterlalu berlebihan atau asupan yangdikonsumsi tidak memenuhi kebutuhanhariannya sehingga atlet kekurangannutrisi di dalam tubuhnya.

Hubungan Pengetahuan Gizi denganStatus Gizi Atlet Tarung Derajat Aceh

Pengetahuan gizi kurang pada atlettarung derajat disebabkan oleh ketikamereka memasuki masa traning center(TC) mereka tidak dibekali dengan ilmu-ilmu gizi yang cukup untukmempertahankan atau memperbaiki statusgizi mereka, dan ini juga disebabkan padaperekrutan atlet dari dasarnya tidakdidukung oleh status gizi atlet yang baik,karena atlet tidak mengikuti kejuaraanberdasarkan berat badan idealnya masing-masing, tetapi dengan kelas yang sudahditentukan berdasarkan kemampuanmereka.

Hasil penelitian menunjukkan adanyahubungan antara pengetahuan gizi denganstatus gizi atlet di mana p-value 0.016<0.05. Pengetahuan gizi juga termasuksalah satu faktor yang berhubungandengan status gizi, Kumiati menyatakanbahwa penyebab dari gangguan gizi adalahkurangnya pengetahuan tentang gizi dankurangnya kemampuan untuk menerapkaninformasi yang diperoleh dari kehidupansehari-hari. Berdasarkan penelitian Putra5yang mengemukakan bahwa pengetahuangizi sangat berhubungan dengan status giziatlet, berbeda dengan penelitian yangdilakukan Mustamin10. Prevalensi statusgizi kurus pada atlet yang pengetahuangizinya kurang adalah 55.3% danprevalensi status gizi gemuk pada atletyang berpengetahuan kurang adalah 10%walaupun tidak berhubungan secarastatistik.

Banyak faktor yang mempengaruhipengetahuan gizi seseorang di antaranyaadalah umur, di mana semakin tua umur

Page 27: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 - 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 95

seseorang maka proses perkembanganmentalnya menjadi baik, intelegensi ataukemampuan untuk belajar dan berpikirmasih baik dan menyesuaikan diri dalamsituasi baru, kemudian lingkungan di manaseseorang dapat mempelajari hal-hal baikjuga buruk tergantung pada sifatkelompoknya, budaya yang memegangperan penting dalam pengetahuan10.

Hubungan Intensitas Latihan denganStatus Gizi Atlet Tarung Derajat Aceh

Intensitas latihan merupakan aktivitasyang memerlukan ketahanan fisik dankesehatan yang optimal, untukmempertahankan ketahanan fisik dankesehatan yang optimal diperlukan statusgizi yang baik. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa ada hubunganintensitas latihan dengan status gizi padaatlet dimana p-value 0.043 <0.05.Penelitian ini sejalan dengan hasilpenelitian Arum12 yang menunjukkanbahwa ada hubungan yang signifikanantara intensitas latihan dengan status giziatlet (p-value 0.016) Di mana proporsistatus gizi kurus dan gemuk lebih banyakditemukan pada atlet yang intensitaslatihannya ringan.

Intensitas latihan harus diselesaikandalam waktu tertentu, dan memerlukanbanyak energi. Dengan meningkatnyaintensitas latihan atlet maka akanmeningkat juga kebutuhan energinya. Jikaatlet tidak memperoleh energi sesuaikebutuhannya maka akan terjadipengambilan cadangan lemak untukmemenuhi kebutuhan energi, sehinggapemenuhan kebutuhan atlet jadi berkurangdan menyebabkan atlet kurus dan cepatmerasa kelelahan4.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkanbahwa ada hubungan antara pola makan,aktivitas fisik, pengetahuan gizi danintensitas latihan dengan status gizi padaatlet tarung derajat Aceh. Berdasarkan

hasil bivariat menunjukkan bahwa adahubungan pola makan (p-value 0.040),aktivitas fisik (p-value 0.031),pengetahuan gizi (p-value 0.016) danintensitas latihan (p-value 0.043) denganstatus gizi atlet.

DAFTAR PUSTAKA

1. Penggalih, dkk., Gaya Hidup, StatusGizi dan Stamina Atlet padaSebuah Klub Sepakbola, BeritaKedokteran Masyarakat; Desember2007. vol. 23, no. 4.

2. Magfirah, dkk., Hubungan TingkatPengetahuan Gizi Olahraga,Frekuensi Konsumsi Suplemen, danStatus Gizi dengan KebugaranJasmani Atlet di Klub SepakbolaPSIM Yogyakart [Skripsi],Universitas Respati Yogyakarta; 2013.

3. Kanca, Pencegahan PenyakitDegeneratif Usia Dini MelaluiPelatihan Olahraga: Suatu KajianFisiobologis, Makalah OrasiPengenalan Guru Besar Tetap dalamBidang Pendidikan Jasmani danKesehatan pada Fakultas IlmuKeolahragaan Undiksha Singaraja;2006.

4. Brian J., Kebugaran dan kesehatan,penerjemah. Eri Desmarini Nasution,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada:Jakarta; 2003.

5. Putra, Irama, Adhitya., HubunganPola Makan dan PengetahuanGiziTerhadap Status Gizi Atlet diYogyakarta, Yogyakarta; 2013.

6. Indrawagita, L., HubunganKebugaran dan Aktivitas FisikTerhadap Status Gizi AtletPusdiklat Depok, Depok: FakultasKesehatan Masyarakat; 2009.

7. Karyamitha dan Adhi, TingkatKecukupan Gizi, Aktivitas Fisikdan Status Gizi Atlet SepakbolaRemaja Putra Menengah Atas(SMA) Negeri di Kota Denpasar;2011.

8. Khomsan, A., Pangan dan Gizi

Page 28: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 - 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 96

untuk Kesehatan, Jakarta:Rajagrafindo Persada; 2009.

9. Wahjoedi, Landasan EvaluasiPendidikan Jasmani, Jakarta: PTRaja Grafindo Persada; 2001.

10. Mustamin, dkk., TingkatPengetahuan Gizi, Asupan danStatus Gizi Atlet di PusdiklatOlahraga Pelajar Sudian KotaMakasar, Makasar; 2010.

11. Notoatmodjo, Ilmu KesehatanMasyarakat, Jakarta: Rineka Cipta;2003.

12. Arum, M.V. dan Mulyati, T.,Hubungan Intensitas Latihan,Persen Lemak Tubuh dan KadarHemoglobin terhadap Status GiziAtlet Sepak Bola, Program StudiIlmu Gizi Kedokteran UniversitasDiponegoro; 2014.

Page 29: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 97

PENINGKATAN KETEPATAN KADERMELALUI MODULPENDAMPING KMS DALAMMENGINTERPRETASIKAN HASIL

PENIMBANGAN BALITA

Increasing the Accuracy of Cadres through KMS Companion Module in Interpretingthe Results of a Child’s Weight

Agus Hendra AL-Rahmad11Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Aceh, Jl. Soekarno-Hatta Kampus Terpadu Poltekkes

Kemenkes Aceh, Aceh Besar, 23532, [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Kekurangan energi protein (KEP) di provinsi Aceh tahun 2013 diperoleh 21.52%, sertaprevalensi anak pendek mencapai sebesar 36.5%. Kader mempunyai peran strategis melalui kegiatanpemantauan pertumbuhan anak di posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Sehingga diperlukan pelatihan bagi kaderdengan modul pendamping KMS untuk menentukan interpretasi hasil penimbangan anak di posyandu.Penelitian bertujuan menilai efektivitas pelatihan penggunaan modul pendamping KMS terhadap ketepatankader dalam menginterpretasikan hasil penimbangan balita. Metode: Jenis penelitian deskriptif analitikmenggunakan desain Quasi Experimental dengan pendekatan pretest posttest non equivalent group,dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Darul Imarah selama 2 bulan (Februari-Maret 2015). Sampelmerupakan kader puskesmas berjumlah 40 orang (20 perlakuan dan 20 kontrol) yang diambil secara acak. Datadikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis menggunakan statistik R-Cmdrterhadap analisis deskriptif dan analisis inferensial (T-test) pada CI 95%. Hasil: Hasil penelitian diketahuipelatihan mempunyai pengaruh signifikan dalam meningkatkan ketepatan kader (p = 0.000) dalam melakukaninterpretasi data. Selanjutnya, pelatihan dengan modul KMS lebih efektif dalam meningkatkan ketepatan kaderdibandingkan pelatihan tanpa modul. Kesimpulan: Pelatihan dengan modul pendamping KMS mempunyaipengaruh dalam meningkatkan ketepatan kader. Pelatihan ini mempunyai efektifitas yang lebih baikdibandingkan pelatihan tanpamodul.

Kata Kunci:Modul Pendamping KMS, Kader, Ketepatan, dan Interpretasi

ABSTRACT

Background: Protein-energy malnutrition (PEM) in the province of Aceh in 2013 was obtained 21:52%, andthe prevalence of short children reached 36.5%. Health cadre has a strategic role by monitoring the growth ofchildren in Posyandu (integrated service post). Therefore, training for cadres with KMS companion module isrequired to determine the interpretation of results of weighing children in posyandu. The research goal is toassess the effectiveness of training on the use of KMS companion module on the accuracy of cadres ininterpreting the results of a child's weight. Methods: Research using Quasi-Experimental design approach withpretest posttest non equivalent group in Darul Imarah Health Center (puskesmas) for 2 months (February-March 2015). Samples are cadres of community health centers total up to 40 respondents (20 treated and 20controls) were taken randomly. Data was collected through interview by distributing questionnaire and wasanalyzed statistically using R-Cmdr for descriptive analysis and with inferential (T-test) at CI 95%. Results:The results revealed thar training had significant influence in improving the accuracy of cadres (p = 0.000) ininterpreting the data. Furthermore, training with KMS module is more effective in improving accuracycompared cadre training without KMS module. Conclusion: Training with KMS companion module has aneffect in improving the accuracy of cadres. This training has better effectiveness than training without modules.

Keywords: KMS Companion Modules, Cadre, Accuracy, and Interpretation

Page 30: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 98

PENDAHULUAN

Millennium Development Goals(MDG’s) dalam kesepakatan global yangterdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 48indikator, dengan target pada tahun 2015setiap negara harus menurunkan angkakematian anak di bawah 5 tahun sampaidua pertiga dari angka kematian anak padatahun 1990. Berdasarkan tujuan tersebut,maka salah satu target dalam MDGs keempat yaitu berhubungan denganpenurunan kematian balita dan merupakantarget paling menentukan adalahpenurunan prevalensi kasus gizi kurangdan gizi buruk. Terkait dengan hal tersebutbahwa pencapaian penurunan prevalensigizi kurang dan gizi buruk dalam MDGspada tahun 2015 adalah sebesar 15% dan3.5%. Dua dari indikator sebagaipenjabaran tujuan pertama MDG’s adalahmenurunnya prevalensi gizi kurang padaanak balita dan menurunnya jumlahpenduduk dengan defisit energi1.

Kekurangan gizi merupakan masalahserius yang berkontribusi kematian balitadan kematian ibu. Di Indonesia sampaikini masih terdapat empat masalah giziutama yang harus ditanggulangi denganprogram perbaikan gizi, upaya perbaikangizi dilaksanakan secara bertahap danberkesinambungan sesuai denganpentahapan dan prioritas pembangunannasional. Sasaran jangka panjang yangingin dicapai adalah bahwa masalah gizitidak menjadi masalah kesehatanmasyarakat2.

Hasil Riskesdas 2013, menunjukkanbahwa prevalensi gizi buruk dan gizikurang (underweight) di Indonesia adalah19.6%, balita pendek (stunting) yaitusebesar 37.2% dan balita yang kurus(wasting) sebesar 12.1%. Provinsi Acehmemiliki prevalensi gizi buruk dan kurang(underweight) yang masih berada di atasangka prevalensi nasional yaitu sebesar26.3%. Berdasarkan hasil surveiPemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2014di kabupaten Aceh Besar diketahuiprevalensi balita yang mengalami gizi

kurang sebesar 19% dan gizi buruk sebesar9%. Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang(KEP Total) yang mengindentifikasi balitaunderweight dari tahun 2007 sampaidengan 2014 relatifnya mengalamipeningkatan yang signifikan3.

Pemantauan pertumbuhan merupakansalah satu kegiatan utama programperbaikan gizi, yang menitikberatkan padaupaya pencegahan dan peningkatankeadaan gizi balita4. Penelitian Minarto,menyimpulkan bahwa frekuensi dankontinuitas berat badan tidak naik secarakonsisten sangat mempengaruhipertumbuhan bayi 6 bulan dan 12 bulan.

Faktor kesakitan dan pemantauanpertumbuhan sangat mempengaruhiketepatan pengukuran dan tindak lanjutnyaoleh kader5. Pembinaan kader merupakansarana penting dalam peningkatanpengetahuan dan keterampilan kader4.Berdasarkan training needs assessmentkader di provinsi Aceh, ternyata kadermasih kesulitan dalam pengisian grafikKMS, termasuk dalam menentukaninterpretasi hasil penimbangan. Perankader yang sangat strategis melaluikegiatan pemantauan pertumbuhan anak diposyandu dan masih banyak dijumpaikesalahan kader dalam menentukaninterpretasi hasil penimbangan. Penelitianini bertujuan mengukur tingkat efektivitaspelatihan penggunaan modul pendampingKMS terhadap peningkatan pengetahuandan ketepatan kader dalammenginterpretasikan hasil penimbanganbalita.

METODE PENELITIAN

Penelitian kuantitatif ini menggunakandesain Quasi Experimental denganrancangan pretest posttest non equivalentgroup. Penelitian dilaksanakan diPuskesmas Darul Imarah, Aceh Besar,terhitung Februari–Maret 2015. Sampelmerupakan kader terpilih secara acak darihasil perhitungan besar sampelmenggunakan rumus ukuran sampel untukmenguji hipotesis dua sisi dua populasi

Page 31: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 99

rata- rata6, yaitu:

Besar sampel diperoleh 40 orang yangdibagi ke dalam dua kelompok (20perlakuan dan 20 kontrol). Pengumpulandata meliputi data primer (identitas subjek,pengetahuan, ketepatan kader) yangdiperoleh melalui wawancara danobservasi. Data skunder meliputi wilayahkerja kader, demografi lokasi serta datadukung lainnya diperoleh melalui studidokumen. Analisis data menggunakansoftware statistik R (R-Cmdr) bersifatopen source. Analisis data dimulai secaradeskriptif, pengujian pra syarat analisis,pengujian normalitas (KolmogorovSmirnov), dan pengujian homogenitasvarians tes statistik yang digunakan adalahuji F (Levene’s Test for Equality ofVariances). Dalam membuktikan hipotesis,uji statistik yaitu Dependent T-test danIndependent T-test. Statistik DependentT-test atau Wilcoxon (data tidakberdistribusi normal) serta Independent T-test atau Mann Whitney (data tidakberdistribusi normal)7.

HASIL

Karakteritik Subjek

Karakteristik kader terdiri dari umur,tingkat pendidikan, jenis pekerjaan,pelatihan kader yang sejenis dan lamanyamenjadi kader. Menurut karakteristikpelatihan tergambarkan secara proporsibahwa baik pada kelompok perlakuanmaupun kelompok kontrol umumnyasudah pernah mendapatkan pelatihan,artinya secara statistik untuk karakteristikpelatihan kader juga tidak terdapatperbedaan proporsi pada kedua kelompokdengan nilai p = 1.000 (p-value >0.05).Sedangkan menurut karakteristik lamabekerja, pada kader posyandu

tergambarkan bahwa secara proporsi yangbekerja 5 tahun ke bawah umumnya lebihbanyak. Menurut hasil statistik terbuktibahwa tidak terdapat perbedaan lamabekerja responden antara kedua kelompok.Secara lebih jelas disajikan dalam Tabel 1berikut ini lengkap dengan hasil ujistatistik.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik SubjekPenelitian Menurut KelompokPenelitian

KarakteristikSubjek

Kelompok PenelitianX2

p-valuePerlakuan Kontroln % n %

Umur (tahun)21 – 30 7 35 6 30 0.2231 – 40 10 50 10 50 0.89641 – 50 3 15 4 20

PendidikanSD 1 5 4 20SMP 6 30 2 10 3.84SMA 12 60 13 65 0.279Diploma 0 0 0 0Sarjana 1 5 1 5

PelatihanYa 13 65 14 70 0.11Tidak 7 35 6 30 1.000

LamaBekerja<5 tahun 10 50 12 60 0.40

>5 tahun 10 50 8 40 0.751Total 20 10

020 100

Hasil penelitian mengilustrasi, tidakterdapatnya perbedaan yang signifikan CI95% pada karakteristik subjek. Artinya,baik dari kelompok perlakuan maupunkelompok kontrol berasal dari karakteristikyang sama sehingga diharapkan tidakterjadinya ketimpangan data dalampenelitian sehingga hasil dari intervensipada kelompok perlakuan merupakanperubahan akibat dari pelatihanpenggunaan modul pendamping KMS,bukan akibat dari perbedaan karakteristiksubjek.

Page 32: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 100

Pengaruh Pelatihan Terhadap KetepatanKader dalam Interpretasi HasilPenimbangan

Berikut ini merupakan hasil analisisdata secara analitik yang meliputipenimbangan dan ketepatan kader dalammelakukan interpretasi data yangdigolongkan menurut kelompok baikdengan penggunaan modul maupun tanpapenggunaan modul. Dianalisis secarastatistik menggunakan uji Dependent T-test, dengan CI 95%. Hasil dapat dilihatpada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh PelatihanPenggunaan Modul Pendamping KMSTerhadap Peningkatan KetepatanKader (n = 20)

KetepatanKader

Mean SD

Δ Mean SD

p-value

Dengan modul:Sebelum pelatihan 7.4 0.50 1.4 0.88 0.000*Setelah pelatihan 8.8 0.95Tanpa Modul:Sebelum pelatihan 7.1 0.69 0.1 0.72 0.541Setelah pelatihan 7.2 0.88*Signifikan pada CI 95% dengan df = 19 (p-value <0.05)

Pengaruh pelatihan dengan modulpendamping KMS terhadap peningkatankemampuan kader dalam hal ketepataninterpretasi data hasil penimbangansebagaimana disajikan pada Tabel 2 dapatdijelaskan bahwa ketepatan kadersebagaimana hasil penelitian dapat jugadijelaskan bahwa selisih rerata ketapatankader antara sebelum dilakukan pelatihandengan setelah dilakukan pelatihan yaitusebesar 1.4 dengan deviasinya 0.88. Secarastatistik, hasil ini juga menunjukanterdapat perbedaan signifikan antaraketepatan kader sebelum pelatihan dengansetelah pelatihan dengan nilai p = 0.000(p-value <0.05) dalam melakukaninterpretasi data hasil penimbangan diposyandu. Sehingga dapat disimpulkan,pelatihan penggunaan modul pendampingKMS bagi kader ternyata secara statistik

menujukan pengaruh yang sangatsignifikan untuk menghasilkan ketepatankader dalam meningkatkan sertamenginterpretasikan data terkait hasilpenimbangan di posyandu dalam wilayahkerja Puskesmas Darul Imarah tahun 2015.

Selanjutnya, berdasarkan Tabel 2terlihat bahwa selisih rerata skor ketepatankader dalam melakukan interpretasi datahasil penimbangan di posyandu padapelatihan tanpa penggunaan modulpendamping KMS antara sebelum dengansesudah pelatihan hanya sebesar 0.1dengan deviasinya 0.72. Secara statistik,hasil ini tidak menunjukan perbedaanantara ketepatan kader sebelum pelatihandengan setelah pelatihan dengan nilai p =0.541 (p-value >0.05) dalam melakukaninterpretasi data hasil penimbangan diPosyandu. Sehingga disimpulkan,pelatihan tanpa penggunaan modulpendamping KMS bagi kader ternyatasecara signifikan tidak bisa menujukanpengaruh untuk menghasilkan ketepatankader dalam menginterpretasikan dataterkait hasil penimbangan di Posyandudalam wilayah kerja Puskesmas DarulImarah tahun 2015.

Efektifitas Pelatihan ModulPendamping KMS TerhadapPeningkatan Ketepatan Kader dalamInterpretasi Hasil Penimbangan diPosyandu

Efektivitas pelatihan yang dilakukandengan penggunaan modul pendampingKMS bertujuan melihat apakah pelatihandan penerapan daripada modul yang telahdirancang yang mengacu kepada standarKMS 2008, mempunyai nilai yang lebihbaik untuk meningkatkan ketepatan kaderdalam melakukan interpretasi data hasilpenimbangan di posyandu biladibandingkan pelatihan tanpa penggunaanmodul. Untuk mengetahui hasil efektivitastersebut, secara statistik digunakan ujistatistik Independent T-test. Berikut hasilanalisis data ketepatan kader menurutkelompok perlakuan penelitian

Page 33: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 101

(menggunakan modul pendamping KMS)dan kelompok kontrol (tanpamenggunakan modul). Hasil dapat dilihatpada Tabel 3.

Tabel 3. Efektivitas Pelatihan AntaraPenggunaan Modul Pendamping KMS(n = 20) dengan Pelatihan Tanpa Modul(n = 20) dalam MeningkatkanKetepatan Kader

KetepatanKader

Interpretasi HasilPenimbangan di Posyandu

(Post-test)n Mean SD p-value

Dengan Modul 20 8.8 + 0.951 0.000*

Tanpa Modul 20 7.2 + 0.875*Signifikan pada CI 95% dengan df = 38 (p-value <0.05)

Hasil penelitian berkaitan denganefektifitas pelatihan antara menggunakanmodul pendamping KMS dengan tidakmenggunakan modul pendamping KMS(Tabel 3) yang bertujuan untukmeningkatkan ketepatan kader dalammelakukan interpretasi data hasilpenimbangan di posyandu, dapatdijelaskan untuk menilai efektifitas darisuatu pelatihan dilihat berdasarkanpencapaian pada akhir kegiatan setelahproses pelatihan dievaluasi. Berdasarkantabel 3 terlihat bahwa setelah dilakukanpelatihan di antara kedua kelompok,ternyata kelompok yang mendapat modulpendamping KMS mempunyai nilai reratayang lebih besar dibandingkan kelompoktanpa penggunaan modul. Hal ini jelasterlihat dari pemusatan nilai rata-ratanyayaitu ketepatan kader (menggunakanmodul = 8.8 dan tanpa modul = 7.2)dengan perbedaan nilai rerata sebesar 1.65.

Selanjutnya hasil statistikmenunjukkan bahwa terdapat perbedaanyang siginifikan pada CI 95% ketepatankader (p-value = 0.000) antara keduakelompok perlakuan yaitu kelompokpelatihan yang mendapat modulpendamping KMS lebih tinggi nilaireratanya dibandingkan kelompokpelatihan tanpa penggunaan modulpendamping KMS (p-value <0.05).

Sehingga dapat disimpulkan bahwapelatihan dengan modul pendamping KMSyang diberikan kepada kader ternyatamempunyai nilai efektifitas yang lebihbaik bila dibandingkan dengan pemberianpelatihan tanpa penggunaan modulpendamping KMS untuk meningkatkanketepatan kader dalam melakukaninterpretasi data hasil penimbanganposyandu di wilayah kerja PuskesmasDarul Imarah.

PEMBAHASAN

Karakteritik Subjek

Karakteristik dari subjek penelitianantara kelompok kader dengan perlakuandan kelompok kader dengan kontrol adalahhomogen. Berdasarkan hasil uji statistikpada karakteristik umur, tingkatpendidikan, pelatihan kader dan lamanyamenjadi kader tidak terdapat perbedaanyang bermakna secara proporsi pada keduakelompok. Tidak terdapat perbedaan yangbermakna pada CI 95% pada skor pretesantara kelompok kader perlakuan dengankelompok kader kontrol (p >0.05). Hal inimenunjukkan kemampuan awal keduakelompok adalah seimbang. Jikakarakteristik awal kedua kelompoksama/seimbang, maka apabila terdapatperubahan peningkatan ketepatan kaderdalam melakukan interpretasi data hasilpenimbangan itu merupakan akibat yangdiperoleh karena intervensi yang diberikandan bukan oleh faktor lain.

Pengaruh Pelatihan Terhadap KetepatanKader Mengiterpretasi HasilPenimbangan

Ketepatan kader menunjukkanperbedaan signifikan antara sebelumpelatihan dengan setelah pelatihan (p-value <0.05) dalam melakukan interpretasidata hasil penimbangan di posyandu.Pelatihan penggunaan modul pendampingKMS bagi kader ternyata menujukanpengaruh yang sangat signifikan untuk

Page 34: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 102

menghasilkan ketepatan kader dalammeningkatkan serta menginterpretasikandata hasil penimbangan di posyandu dalamwilayah kerja Puskesmas Darul Imarah.

Penelitian Khaidir menyatakanketerampilan kader dalam pengelolaanposyandu meningkat secara signifikansesudah mendapat pelatihan berdasarkankompetensi8. Sedangkan hasil penelitianAl-Rahmad, bahwa model pendidikankesehatan melalui modul sangatberpengaruh bagi tenaga gizi dalammeningkatkan keterampilan TPG dalammelakukan interpretasi data status gizibalita10.

Kegiatan pelatihan mempunyai tujuanadalah untuk meningkatkan kemampuankerja peserta yang menimbulkanperubahan perilaku aspek-aspek kognitif,keterampilan dan sikap, seperti:kemampuan membentuk dan membinahubungan antar perorangan (personal)dalam organisasi, kemampuanmenyesuaikan diri dengan keseluruhanlingkungan kerja, pengetahuan dankecakapan untuk melakukan suatupekerjaan tertentu dan kebiasaan, pikirandan tindakan serta sikap dalam pekerjaan13.

Efektifitas Pelatihan Modul PendampingKMS Terhadap Peningkatan KetepatanKader dalam Interpretasi HasilPenimbangan di Posyandu

Penggunaan metode yang tepat dalampelatihan sangat mendukung hasil suatupelatihan. Menurut Mathis dan Jacksonbahwa penerapan yang efektif dari sebuahpelaksanaan pelatihan membutuhkanpenggunaan rancangan pelatihan, sepertimempersiapkan dan mempertimbangkankonsep dan model pembelajaran, motivasibelajar, serta pendekatan efektifitas diri17.Hasil penelitian terdapat perbedaansiginifikan (p-value <0.05) ketepatankader antara kedua kelompok perlakuan.Pelatihan dengan modul pendamping KMSyang diberikan kepada kader ternyatamempunyai nilai efektifitas yang lebihbaik bila dibandingkan dengan pelatihan

tanpa penggunaan modul untukmeningkatkan ketepatan kader dalammelakukan interpretasi data hasilpenimbangan posyandu di wilayah kerjaPuskesmas Darul Imarah.

Hasil penelitian ini searah denganpenelitian Al-Rahmad, TPG Puskesmasyang mendapat pelatihan dan penerapanberbasis software WHO Anthro lebihefektif dibandingkan dengan berbasiskonvensional dalam membentuk kualitasdan data status gizi yang lebih baik10.Pendidikan dan pelatihan menjadi sangatpenting disuatu institusi kesehatan,mengingat dalam mencapai tujuannyadiperlukan tenaga kerja yang berkualitasserta terampil. Pendidikan dan pelatihantenaga kerja khususnya bidang kesehatanmerupakan suatu proses dalammeningkatkan pengetahuan, sikap danketerampilan terhadap hal-hal yangsifatnya baru maupun proses penyegaranyang pada akhirnya masalah ini akanmenjadi salah satu faktor suksespencapaian tujuan institusi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Untuk meningkatkan pengetahuankader dalam hal interpretasi hasilpenimbangan, maka pelatihan denganmodul pendamping KMS secara signifikandapat meningkatkan nilai ketepatan yanglebih baik dalam melakukan interpretasidata hasil penimbangan. Hasil penelitianmembuktikan bahwa pelatihan denganmodul pendamping KMS-2008 secarasignifikan meningkatkan ketepatan kader(p = 0.000) dalam menginterpretasikanhasil penimbangan balita di Posyandumelalui pelatihan di wilayah kerjaPuskesmas Darul Imarah Kabupaten AcehBesar. Selanjutnya pelatihan penggunaanmodul pendamping KMS-2008mempunyai efektivitas yang lebih baikterhadap peningkatan ketepatan kader (p =0.000) dibandingkan pelatihan tanpapenggunaan modul dalammenginterpretasikan hasil penimbanganbalita di posyandu di wilayah kerja

Page 35: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 103

Puskesmas Darul Imarah, kabupaten AcehBesar.

Keterampilan kader perlu ditingkatkandalam hal membuat interpretasi hasilpenimbangan yang tepat, oleh karena itusebaiknya pada waktu pelatihan kadertentang interpretasi hasil penimbangandilakukan dengan alat bantu modul. Selainitu perlu penguatan terhadap modulpendamping, sehingga bisa digunakansecara menyeluruh pada semua wilayahpuskesmas khususnya yang berada diwilayah kerja Dinas Kesehatan kabupatenAceh Besar. Sedangkan saran bagi pihakdinas kesehatan terkait, agar dapatmemfasilitasi kegiatan pelatihan kaderdengan menggunakan modul pendampingKMS-2008 sehingga dapat dimanfaatkandengan baik demi membentuk data daninformasi gizi yang mempunyai nilaikualitasnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bappenas RI., Laporan PencapaianTujuan Pembangunan MileniumIndonesia 2010, KementerianPerencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan PembangunanNasional (BAPPENAS): Jakarta;2010

2. Depkes RI., Rencana Aksi Pangandan Gizi Nasional 2001-2005,Jakarta; 2010

3. Al-Rahmad., Situasi Gizi Balita diProvinsi Aceh BerdasarkanLaporan Risekesdas dan PSG 2014,Jurusan Gizi Poltekkes KemenkesAceh: Banda Aceh. 2014

4. Depkes RI., Standar PemantauanPertumbuhan Balita, Dirjen, BinaGizi Masyarakat: Jakarta; 2006.

5. Minarto, Berat Badan Tidak NaikSebagai Indikator Dini GangguanPertumbuhan pada Bayi SampaiUsia 12 Bulan di Kab. Bogor JabarTahun 2006, Jurnal Info Pangandan Gizi, 2008; Vol. IX No. 3, p.p 23-24.

6. Murti, B., Desain dan UkuranSampel untuk Penelitian

Kuantitatif dan Kualitatif di BidangKesehatan, Gadjah Mada UniversityPress: Edisi ke-2. Yogyakarta; 2010.

7. Hastono, SP., Modul Analisis Data,Fakultas Kesehatan Masyarakat:Universitas Indonesia; 2001.

8. Khaidir, Pengaruh PelatihanBerdasarkan Kompetensi terhadapPengetahuan dan KeterampilanKader Gizi dalam PengelolaanKegiatan Posyandu di KecamatanPondok Kelapa KabupatenBengkulu Utara [Tesis]. Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada; 2005.

9. Ratna, W., Donsu, D. dan Surantono,PengaruhModul TerhadapPeningkatan Pengetahuan danKeterampilan Ibu Balita dalamPemberian Makanan SumberVitamin A di Puskesmas Seyegan,Yogyakarta. Jurnal TeknologiKesehatan; 2009, Vol. 5, No. 1, hal.24-31

10. Al-Rahmad, A.H.; ‘EfektivitasPenggunaan Standar PertumbuhanWHO Anthro Terhadap KualitasDan Informasi Data Status GiziBalita’; 2013. Tersedia dari:<http://etd.ugm.ac.id/index.php.>

11. Simon-Morton, B.G., Green, W.H.dan Gottlieb, N.H., Introduction toHealth Education and HealthPromotion, USA: Waveland Press inc.Illinois; 1995.

12. Notoatmodjo, S., Promosi Kesehatandan Ilmu Perilaku, Penerbit RinekaCipta: Jakarta; 2007.

13. Hamalik, O., PengembanganSumber Daya Manusia ManajemenPelatihan KetenagakerjaanPendekatan Terpadu, Bumi Aksara;2005.

14. Omar M., Gerein N., Tarin E.,Butcher C., Pearson S., dan Heidari,‘Training Evaluation: A Case Studyof Training Iranian HealthManagers’. Tersedia dari:<http://www.human-resources-health.com, 2009>

15. Saleh S.S., Williams D. dan Balougan,

Page 36: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Gizi Kesehatan Masyarakat 104

M., ‘Evaluating the Effectiveness ofPublic Health Leadership Training:The NEPHLI Experience’; 2011Tersedia dari: <http://ajph.aphapublications.org.>

16. Al-Rahmad, Miko, A., dan Wilis, R.,Efektifitas Penggunaan StandarBaru Antropometri WHO-2006Terhadap PeningkatanPengetahuan dan Penilaian StatusGizi Tenaga Gizi Pelaksana DikotaBanda Aceh Tahun 2009’,Nasuwakes Poltekkes Aceh; 2011. vol.4, edisi 1.

17. Mathis, R.L. dan Jackson, J.H,Manajemen Sumber Daya Manusia,Editor: Diana Angelica, PenerbitSalemba Empat: Edisi ke-10. Jakarta;2006.

Page 37: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Kesehatan Reproduksi 105

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKATKEPATUHAN BIDAN DESA DALAM STANDAR PELAYANAN ANTE

NATAL CARE

Analysis of Factors Related to the Level of Midwife Compliance in Ante Natal CareService Standards

Suryani1, Aulina Adamy2, dan Nizam Ismail31,2,3Magister Kesehatan Masyarakat, Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Aceh, Banda Aceh, Aceh 23245

[email protected], [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Pengukuran kepatuhan bidan terhadap standar pelayanan antenatalcare (ANC) sebagai wujudpenilaian kinerja dan mutu pelayanan ANC perlu dilakukan. Hipotesisnya semakin patuh bidan pada standarANC, semakin tinggi mutu pelayanan ANC. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepatuhanbidan desa di Puskesmas Indrajaya dan Puskesmas Peukan Baro di Kabupaten Pidie pada standar pelayananANC dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan bidan desa. Metode: Penelitian menggunakanmetode penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah 514 bidan desa dan 514 ibu hamil diPuskesmas Indrajaya dan 570 bidan dan 570 ibu hamil di Puskesmas Peukan Baro. Sampel yang diambilsebanyak 58 bidan desa dan 58 ibu hamil di kecamatan Indrajaya dan 59 bidan desa dan 59 ibu hamil dikecamatan Peukan Baro sampai dengan Maret 2016 dengan menggunakan teknik simple random sampling.Hasil: Terdapat 39.6% bidan desa yang patuh di Puskesmas Indrajaya dan sebanyak 61% bidan di PuskesmasPeukan Baro. Hasil uji statistik bivariat diperoleh hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengankepatuhan bidan desa (p-value = 0.00), sebaliknya variabel yang lain (pelatihan, supervisi, utilitas fasilitas,persepsi, dan motivasi) tidak memiliki hubungan dengan kepatuhan bidan. Kesimpulan: Tingkat kepatuhanbidan dalam menerapkan standar ANC di Puskesmas Kecamatan Indrajaya dan Puskesmas Kecamatan PeukanBaro masih rendah. Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan bidan desa dalam pelayanan ANC di wilayahkerja dua puskesmas tersebut adalah pengetahuan.

Kata Kunci: Kepatuhan Bidan Desa dan ANC

ABSTRACT

Background: Measurement of midwife obedience to antenatalcare service standards (ANC) as a form ofperformance assessment and quality of ANC needs to be done. The hypothesis more closely midwives with ANCstandard, the higher the quality of ANC. The purpose of this study was to determine the level of compliance ofmidwives on the standard of ANC in Indrajaya Health Centers and Peukan Baro Health Centers in Pidie districtand factors associated with the compliance. Methods: The study used quantitative research methods. Thepopulation in this study was 514 midwives and 514 pregnant women at Indrajaya Health Centers and 570midwives and 570 pregnant women at Peukan Baro Health Centers. Samples taken as many as 58 midwives and58 pregnant women in Indrajaya Health Centers and 59 midwives and 59 pregnant women in the Peukan BaroHealth Centers up to March 2016 by using simple random sampling technique. Results: There were 39.6%midwives in Indrajaya Health Centers and as much as 61% of midwives in Peukan Baro Health Center that areadherent with ANC standard. The statistical bivariate test results shows significant relationship betweenknowledge and midwife obedience (p-value = 0.00), whereas the other variables (training, supervision, utilityfacilities, perception, and motivation) have no relationship with the midwife compliance. Conclusion: The levelof midwives compliance in applying the standard ANC in Indrajaya Health Centers and Peukan Baro HealthCenters still low. Factors associated with midwives compliance with ANC standard in this study is knowledge.

Key Words: Midwife Compliances and ANC

Page 38: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Kesehatan Reproduksi 106

PENDAHULUAN

Kematian ibu yang masih tinggimenunjukkan kualitas pelayanan kesehatanmaternal yang masih rendah termasukpelayanan antenatal care (ANC) pada ibuhamil1. Melalui pelayanan ANC,determinan kematian ibu dapat dicegahapabila risiko tinggi atau komplikasikehamilan dan persalinan dapat dideteksisejak dini dan ditangani secara akurat2.

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakansalah satu indikator untuk melihat derajatkesehatan perempuan3. World HealthOrganization (WHO) tahun 2010memperkirakan sepanjang tahun 2008,sebanyak 358.000 kematian ibu di duniaterjadi akibat kehamilan dan melahirkan.Hal ini berarti 29.833 ibu meninggal setiapbulan atau 981 ibu meninggal setiap harikarena penyebab yang berhubungandengan kehamilan dan melahirkan4. Dataterakhir dari Survei Demografi danKesehatan Indonesia tahun 2012, terjadipeningkatan AKI sebesar 359 per 100.000kelahiran hidup5. Jumlah kematian ibu diAceh yang dilaporkan dari perhitunganAKI pada tahun 2014 adalah sebesar 148.9ibu per 100.000 lahir hidup. Survei awalyang diperoleh dari Dinas KesehatanKabupaten Pidie dengan wawancara danpengamatan diperoleh jumlah kematianibu hamil pada tahun 2015 adalahsebanyak 12 orang6. Jumlah kematian ibumelahirkan di kecamatan Indrajaya danPeukan Baro pada tahun 2015 adalahsebanyak 3 orang7. Oleh karena itu,penelitian ini bertujuan untuk mengetahuitingkat kepatuhan bidan desa di PuskesmasIndrajaya dan Puskesmas Peukan Baro diKabupaten Pidie pada standar pelayananANC dan faktor-faktor yang berhubungandengan tingkat kepatuhan bidan desatersebut.

METODE PENELITIAN

Populasi dalam penelitian ini adalahseluruh bidan desa di Puskesmas Indrajayadan seluruh bidan di Puskesmas Peukan

Baro serta 514 orang sasaran ibu hamildalam setahun di Puskesmas Indrajaya dandan 570 orang sasaran ibu hamil dalamsetahun di Puskesmas Peukan Baro.Menggunakan rumus Slovin, diperolehsampel berjumlah 58 orang bidan desa diKecamatan Indrajaya dan 59 orang bidandesa Kecamatan Peukan Baro serta 58 ibuhamil berusia di atas 5 bulan yangberkunjung di Puskesmas Indrajaya dan 59hamil yang berkunjung ke PuskesmasPeukan Baro sampai dengan Maret 2016.

Penelitian dilakukan dengan metodekuantitatif melalui penyebaran kuesionerdan pengisian daftar cek list baik kepadabidan maupun ibu hamil. Ibu hamilsebagai responden untuk mengukur tingkatkepatuhan pelayanan ANC yang dilakukanoleh bidan selama ini sedangkan kuesioneruntuk bidan berisi pertanyaan untukmengukur faktor-faktor yangmempengaruhi tingkat kepatuhannya.

HASIL PENELITIAN

Tingkat kepatuhan bidan dinilaiapabila melakukan minimal 8T dari 10Tyang wajib dilakukan dalam prosespelayanan ANC yang ideal. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa tingkatkepatuhan bidan desa dalam pelayananANC di Puskesmas Indrajaya sebanyak 23orang (39.6%) yang melaksanakan 8T, 9Tdan 10T, di Puskesmas Peukan Barosebanyak 36 orang (61%) yangmelaksanakan 8T, 9T dan 10T (lihatTabel 1). Dapat disimpulkan bahwatingkat kepatuhan bidan desa di PuskesmasIndrajaya lebih rendah dibandingkandengan kepatuhan bidan desa diPuskesmas Peukan Baro. Walaupun secaraumum, tingkat kepatuhan bidan desa padakedua puskesmas masih dianggap rendahkarena hanya 1 bidan desa di PuskesmasIndrajaya yang melakukan 10T dari total58 bidan dan hanya 2 bidan desa diPuskesmas Peukan Baro yang melakukanpelayanan 10 T dari total 59 bidan desasebagai responden.

Page 39: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Kesehatan Reproduksi 107

Tabel 1. Tingkat Kepatuhan Bidan Desadalam Pelayanan ANC

PelayananANC

KecamatanIndrajaya

KecamatanPeukan Baro Total

Jumlah % Jumlah %

4T5T6T7T8T9T10T

3512151391

5.28.620.725.922.415.51.7

0431622122

06.85.127.137.320.33.4

39153135213

Sementara itu, untuk hasil analisisfaktor-faktor yang berhubungan dengantingkat kepatuhan bidan dapat dilihat padaTabel 2. Hasil analisis multivariatmenunjukkan ada 1 (satu) variabel modelini mempunyai p-value (sig) di bawah0.05 yaitu variabel pengetahuan. Artinyadari semua variabel yang diteliti, hanyavariabel pengetahuan yang berpengaruhsecara signifikan dengan kepatuhan bidandesa terhadap standar pelayanan ANC diPuskesmas Indrajaya dan PuskesmasPeukan Baro.

Tabel 2. Analisis Multivariat RegresiLogistik Antara Pengetahuan danPelatihan dengan Kepatuhan BidanDesa Terhadap Standar PelayananANC.

Variabel OR Std.Error Z P>Z 95% CI

Pengetahuan 5.86 2.54 4.08 0.00 2.51 - 13.72

Pelatihan 2.35 1.04 1.94 0.053 0.98 - 5.61

PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telahdilakukan didapatkan tingkat kepatuhanbidan dalam pelayanan ANC dinilaidengan jawaban ibu hamil. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa tingkatkepatuhan bidan desa dalam pelayananANC di Puskesmas Indrajaya sebanyak 23

orang (39,6%) yang melaksanakan 8T, 9Tdan 10T, di Puskesmas Peukan Barosebanyak 36 orang (61%) yangmelaksanakan 8T, 9T, dan 10T. Berartiumumnya bidan di kedua puskesmastersebut belum patuh menerapkan standarpelayanan ANC. Hasil penelitian ini sejalandengan hasil penelitian (Guspianto, 2012)yang menunjukkan bahwa tingkatkepatuhan bidan di desa terhadap standarlayanan ANC masih rendah (74.28%).Pelayanan antenatal adalah pelayanankesehatan selama masa kehamilan seorangibu yang diberikan sesuai dengan Pedomanpelayanan antenatal yang telah ditentukan.

Hubungan Pengetahuan dengan TingkatKepatuhan Bidan Desa dalam PelayananANC

Hasil penelitian menunjukkan adanyahubungan antara pengetahuan dengankepatuhan bidan desa di PuskesmasIndrajaya Kabupaten Pidie dalam pelayananANC (OR = 5.21; 95% CI; 2.30–11.82).Hasil penelitian di Puskesmas Indrajayakabupaten Pidie sesuai dengan hipotesispenelitian, menyatakan bahwa pengetahuanbidan berhubungan dengan kepatuhan bidandesa dalam pelayanan ANC. Terdapatnyahubungan antara pengetahuan dengankepatuhan bidan desa di PuskesmasIndrajaya kabupaten Pidie sejalan denganstudi Luo Y. dkk. Di China8 yangmembuktikan bahwa dengan meningkatnyapemahaman terhadap standar pelayananmelalui pelatihan quality assurance akanefektif meningkatkan kepatuhan terhadapstandar pelayanan.

Hubungan Pelatihan dengan TingkatKepatuhan Bidan Desa Dalam PelayananANC

Hasil penelitian menunjukkan bahwatidak terdapat hubungan antara pelatihandengan kepatuhan bidan desa di PuskesmasIndrajaya kabupaten Pidie dalam pelayananANC (OR = 1.83; 95% CI; 0.83 – 4.02)

Page 40: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Kesehatan Reproduksi 108

(p-value = 0.13). Hasil penelitian inisejalan dengan penelitian yang dilakukanoleh Yuliana9 yang menyatakan bahwatidak ada perbedaan antara mereka yangpernah mengikuti pelatihan dan merekayang tidak pernah mengikuti pelatihanterhadap kepatuhan mereka.

Hubungan Supervisi dengan TingkatKepatuhan Bidan Desa DalamPelayanan ANC

Hasil penelitian menunjukkan bahwatidak terdapat hubungan antara supervisidengan kepatuhan bidan desa diPuskesmas Indrajaya, kabupaten Pidiedalam pelayanan antenatal care (OR = 1.5;95% CI; 0.24-9.32). Hasil tersebut tidakmendukung penelitian lain yangmembuktikan bahwa efektivitas sistemsupervisi berpengaruh terhadap kepatuhanmenerapkan standar bagi petugaskesehatan dan organisasi pelayanankesehatan primer10.

Hubungan Utilitas Fasilitas denganTingkat Kepatuhan Bidan Desa DalamPelayanan ANC.

Hasil penelitian menunjukkan bahwatidak terdapat hubungan antara utilitasfasilitas dengan kepatuhan bidan desa diPuskesmas Indrajaya, kabupaten Pidiedalam pelayanan ANC (OR = 0.98; 95%CI; 0.13–7.21). Fasilitas yang menunjangpelayanan ANC umumnya sudah lengkapdan sesuai standar serta bebas digunakanoleh bidan, jadi tidak alasan bagi bidanuntuk tidak melakukan pelayananantenatal yang berkualitas.

Hubungan Persepsi dengan TingkatKepatuhan Bidan Desa DalamPelayanan ANC

Hasil analisis menunjukkan bahwatidak terdapat hubungan antara persepsidengan kepatuhan bidan desa diPuskesmas Indrajaya, kabupaten Pidiedalam pelayanan ANC (OR = 0.98; 95%

CI; 0.06-16.09). Hasil penelitian ini tidaksesuai dengan hasil penelitian sebelumnyayang menyatakan bahwa semakin baikperkembangan persepsi pegawai maka akanterus meningkatkan kinerja pegawai diruang ICU/ICCU RSUD Gambaran kotaKediri11.

Hubungan Motivasi dengan TingkatKepatuhan Bidan Desa Dalam PelayananANC

Hasil penelitian menunjukkan bahwatidak terdapat hubungan antara motivasidengan kepatuhan bidan desa di PuskesmasIndrajaya dan Puskesmas Peukan Barokabupaten Pidie dalam pelayanan ANC (OR= 0.48; 95% CI; 0.42–5.47). Hasilpenelitian ini sejalan dengan penelitianyang menyatakan bahwa tidak adaperbedaaan antara petugas yangmotivasinya baik dan mereka yangmotivasinya tidak baik terhadap kepatuhanmereka9.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian yang telah dilakukan dikecamatan Indrajaya dan kecamatan PeukanBaro, kabupaten Pidie didapatkan tingkatkepatuhan bidan desa dalam pelayananANC di Puskesmas Indrajaya sebanyak39.6% dan di Puskesmas Peukan Barosebanyak 61%. Secara keseluruhankepatuhan bidan menerapkan standar ANCdi Puskesmas Kecamatan Indrajaya danPuskesmas Kecamatan Peukan Baro masihrendah. Adanya hubungan yang signifikanantara pengetahuan dengan kepatuhan bidandesa dalam pelayanan ANC (p-value =0.00). Sebaliknya variabel yang lain(pelatihan, supervisi, utilitas fasilitas,persepsi dan motivasi) tidak memilikihubungan dengan kepatuhan bidan desa diPuskesmas Indrajaya dan PuskesmasPeukan Baro Kabupaten Pidie dalampelayanan ANC karena p-value >0.05.Diharapkan bagi puskesmas untuk meninjauulang penempatan bidan desa agar tersebarsecara merata ke seluruh pelosok desa dan

Page 41: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Kesehatan Reproduksi 109

menghindarkan dari kejenuhan bekerja ditempat yang sama dan kepada dinaskesehatan agar memperbaiki sistempelatihan dengan metode berkelayakan danberkelanjutan, yang sesuai bagi kondisibidan desa.

DAFTAR PUSTAKA

1. BPS, 20082. Bappenas., Peraturan Presiden No 5

Tentang Rencana PembangunanJangka Menengah Nasional, Jakarta:Badan Perencanaan PembangunanNasional; 2014.

3. Depkes, 20084. UNICEF, Taking Stock of Maternal:

Newborn,and child Survival; 2010.5. WHO, 2013.6. Dinkes Pidie, 2015.7. Puskesmas Indrajaya dan Peukan Baro,

2015.8. Luo Y., He. dan G.P, Zhouw, J.W.,

Factors Impacting compliace withstandard precaution, Journal,Department of Clinical Nursing,Hunan: Province, China; 2010.

9. Yuliana, Faktor yang BerhubunganDengan Kepatuhan PetugasTerhadap Standar Antenatal Care(ANC) di 6 Puskesmas PelaksanaQA di Kabupaten Bekasi JawaBarat [Tesis], Program Pasca SarjanaFKM-UI: Depok; 2000.

10. Bukhari, S.Z. dan Hussain, W.M.,Hand Hygene Compliace RateAmong Healthcare Professionals,Saudi Med Journal, Makkah:Kingdom of Saudi Arabia; 2011.

11. Nazvia, 2014.12. Guspianto., Determinan Kepatuhan

Bidan di Desa terhadap StandarAnte Natal Care Muaro Jambi,2012.

Page 42: JUKEMA - UNMUHA

Kesehatan Reproduksi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

110

ANALISIS FAKTOR RISIKO ABORTUS DI RUMAH SAKIT IBU DANANAK PEMERINTAH ACEH

Analysis of Risk Factors of Abortion in the Mother and Children's Hospital Aceh

Masni¹,Asnawi Abdullah2, danMelania Hidayat³1,2,3Magister Kesehatan Masyarakat, Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Aceh, Banda Aceh, Aceh 23245

[email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Latar belakang: Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi, sebelum kehamilan 20 minggu berat badankurang dari 500 gram. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi faktor risiko kejadian abortus di Rumah Sakit Ibu danAnak. Metode penelitian: Deskriptif analitik dengan rancangan penelitian case-control. Kelompok kasus adalahibu hamil yang kurang dari 20 minggu yang mengalami abortus. Sedangkan kelompok kontrol yaitu ibu hamil yangkurang dari 20 minggu yang tidak mengalami abortus. Hasil penelitian: Secara bevariat, faktor yang signifikanyang ditemukan untuk abortus adalah variabel berikut: usia ibu kurang 20 tahun dan lebih 35 tahun (OR = 3.5;95% CI: 1.2-10.2), paritas ibu lebih dari 4 orang (OR = 5.0; 95% CI: 2.1-12.0), jarak kehamilan kurang dari 2tahun (OR = 3.9; 95% CI: 1.5-10.5), penggunaan kontrasepsi (OR = 2.3; 95% CI: 1.1-4.8), kehamilan yang tidak diinginkan (OR = 3.2; 95% CI: 1.5-6.6), riwayat keguguran (OR = 3.7; 95% CI 1.2-1.0), pendidikan (OR = 3.0; 95%CI: 1.4-6.5), pekerjaan (OR = 3.1; 95% CI 1.5-6.5), dan penggunaan obat-obatan (OR = 3.1; 95% CI 1.5-6.5). Padamultivariat faktor yang signifikan adalah paritas ibu (OR = 7.7; 95% CI: 1.3-45.6). Kesimpulan: Penelitian inimenunjukkan faktor risiko terjadinya abortus yaitu usia ibu, paritas, jarak kehamilan, penggunaan kontrasepsi,kehamilan yang tidak di inginkan, riwayat abortus yang lalu, pendidikan, pekerjaan, dan ibu yang menggunakanobat-obatan. Perlu dilakukan promosi pendidikan kesehatan dengan memberi penyuluhan dan pelayanankebidanan yangoptimal.

Kata kunci: Abortus, Paritas, Jarak Kehamilan, dan Penggunaan Kontrasepsi

ABSTRACT

Background: Abortion is an expense the products of conception, fertilization before 20 weeks gestationweighing less than 500 grams. The objective is to identify risk factors of abortion in the Mother and Children'sHospital. Methods: Descriptive analytic case-control study design. The case group was pregnant women lessthan 20 weeks experienced abortion. The control group was pregnant women less than 20 weeks does notundergo abortion. Results: Based on bivariate analysis, significant factors found to abortion are the followingvariables: maternal age less than 20 years old and over 35 years (OR = 3.5; 95% CI: 1.2-10.2), maternal parityover 4 people (OR = 5.0; 95% CI: 2.1-12.0), spacing pregnancies less than 2 years (OR = 3.9; 95% CI: 1.5-10.5), the use of contraceptives (OR = 2.3; 95% CI: 1.1-4.8), unwanted pregnancy (OR = 3.2; 95% CI: 1.5-6.6),a history of miscarriage (OR = 3.7 95% CI: 1.2-1.0), education (OR = 3.0, 95% CI: 1.4-6.5), work (OR 3.1,95% CI: 1.5-6.5), the use of drugs (OR 3.1, 95% CI: 1.5 - 6.5). In multivariate the significant factor is the parityof mothers (OR = 7.7, 95% CI: 1.3-45.6). Conclusions: This study showed that the risk factors of abortion are:maternal age, parity, spacing pregnancies, contraception, unwanted pregnancy, abortion past history,education, employment, and women who use drug. It is recommended to promote health education by providingcounseling and to optimize midwifery services.

Keywords: Abortion, Parity, Distance Pregnancy, and Contraception

Page 43: JUKEMA - UNMUHA

Kesehatan Reproduksi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

111

PENDAHULUAN

Keguguran atau abortus adalahterhentinya proses kehamilan yang sedangberlangsung sebelum mencapai umur 20minggu atau berat janin sekitar 500 gram.Angka Kematian Ibu (AKI) menurutSurvei Demografi Kesehatan Indonesiamasih 228/100.000 kelahiran hidup.Kematian ibu disebabkan oleh 25%perdarahan, 20% penyebab tidak langsung,15% infeksi, 13% aborsi yang tidak aman12% eklampsi, 8% penyulit persalinan, 7%penyulit lainnya.

Beberapa faktor yang menyebabkanterjadinya abortus adalah umur ibu, usiakehamilan, jumlah paritas, tingkatpendidikan, pekerjaan, status ekonomi,status perkawinan, kehamilan yang tidakdi inginkan, kegagalan kontrasepsi danriwayat abortus sebelumnya. Penyebababortus lain ada karena faktor maternalbisa karena faktor janin dimana. Terjadigangguan pertumbuhan zigot, embrio atau(faktor ibu) terjadi karena infeksi, virus,bakteri, pada awal semester satu dan duadan ada juga karena faktor eksternal yaituyang di sebabkan oleh radiasi, obat-obatandan bahan kimia perdarahan padakehamilan muda disebut keguguran atauabortus1.

Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA)adalah rumah sakit pemerintah Aceh yangmenerima rujukan. Utilisasi di RSIAmasih tinggi, yaitu pada tahun 2013 dari2350 ibu hamil yang mengalami abortus(451 jiwa), tahun 2014 dari 2300 jiwa ibu

hamil yang mengalami abortus (355 jiwa)pada tahun 2015 jumlah ibu hamil 2251jiwa yang mengalami abortus (332 jiwa).Pada tahun 2015 yang mengalami abortusdengan jumlah abortus inkomplite 47%,abortus imminens 31%, abortus incipien9%, dan abortus kompletus 13%2.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitiankuantitatif menggunakan studi case control(kasus control) digunakan untuk melihatfaktor risiko kejadian abortus denganperbandingan 1:1. Sampel dalampenelitian faktor risiko abortus adalah 148orang yang terdiri dari 74 orang kasusyaitu ibu yang mengalami abortus dan 74orang ibu yang tidak mengalami abortus.Analisis data untuk mengetahui faktorrisiko kejadian abortus, dilakukan secaraunivariat, bivariat, dan multivariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

RSIA Pemerintah Aceh terletak dijalan Prof. A. Majid Ibrahim 1 No 3 BandaAceh, kelurahan Punge Jurong, kecamatanMeraxa, kota Banda Aceh. RSIA memilikiluas wilayah 9307 Ha dengan kapasitasrawat jalan dan rawat jalan.

Analisis Univariat dan Bivariat

Hasil analisa univariat dan bivariatdapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Usia Ibu Hamil di Rumah Sakit di Rumah Sakit Ibu dan Anak

UsiaAbortus

Total Odd Ratio(95 % CI) p-valueYa Tidak

F % F %20-35 tahun 59 80 69 93 128 1

< 20 dan > 35 tahun 15 20 5 7 20 3.5 (1.2-10.2) 0.022

Jumlah 74 100 74 100 148Sumber data primer tahun 2015

Page 44: JUKEMA - UNMUHA

Kesehatan Reproduksi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

112

Analisis menunjukkan bahwa adahubungan faktor risiko usia dengankejadian abortus di mana nilai p = 0.022<0.05. Odd ratio (OR) = 3.5 (CI: 1.2-10.2)dengan p-value 0.022 yang menunjukkanbahwa responden yang berusia <20 dan>35 tahun memiliki risiko 3.5 kali lebih

besar risiko untuk mengalami kejadianabortus dibandingkan dengan respondenyang berusia 20–35 tahun.

Hasil analisis bivariat dari hubunganfaktor resiko dengan kejadian abortusdapat dilihat pada Tabel 2 di bawahini.

Tabel 2. Hubungan Faktor Paritas, Jarak kehamilan, Penggunaan Kontrasepsi,Kehamilan Tidak Diinginkan, Menikah, Pendapatan, Penggunaan Obat-obatan denganKejadian Abortus

Faktor ResikoAbortus

Total Odd Ratio p-valueYa TidakF % F % (95 % CI)

Paritas:2-4 orang 46 38 66 89 112 1> 4 orang 28 62 8 11 36 5.0 (2.1-0.00) 0.001Jumlah 74 100 74 100 148Jarak kehamilan:> 2 tahun 55 74 68 92 123 1< 2 tahun 19 26 6 8 25 3.9 (1.5-10.5) 0.007Jumlah 74 100 74 100 148Penggunaan kontrasepsi:Ya 45 61 58 78 103 1Tidak 29 39 16 22 45 2.3 ( 1.1-4.8) 0.022Jumlah 74 100 74 100 148Kehamilan tidakdiinginkan:Ya 41 55 59 80 100 1Tidak 33 45 15 20 48 3.2 (1.5-6.6) 0.002Jumlah 74 100 74 100 148Menikah:Menikah 68 92 69 93 137 1Tidak Menikah 6 8 5 7 11 1.2 (0.4-4.2) 0.754Jumlah 74 100 74 100 148Pendapatan:> Rp. 3.000.000 40 54 42 57 82 1< Rp. 3.000.000 34 46 32 43 66 1.1 (0.6- 2.1) 0.741Jumlah 74 100 74 100 148Penggunaan obat-obatan:Tidak 56 76 69 93 125 1Ya 18 24 5 7 23 4.43(1.5-12.7) 0.005

Jumlah 74 100 74 100 148Sumber data primer tahun 2015

Dari Tabel 2 dapat dilihat adahubungan faktor risiko paritas dengankejadian abortus dimana nilai p = 0.001<0.05, OR = 5.0 (CI: 2.1-12.0) dengan p-value 0.001 yang menunjukkan bahwaresponden yang paritas >4 orang memilikirisiko 5.0 kali lebih besar berisiko untuk

mengalami kejadian abortus dibandingkandengan responden yang paritas 2-4 orang.Hasil ini sesuai dengan teori yangdikemukakan oleh Cuningham3 bahwarisiko abortus semakin meningkat denganbertambahnya paritas. Pada kehamilanrahim ibu akan teregang oleh adanya janin

Page 45: JUKEMA - UNMUHA

Kesehatan Reproduksi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

113

dan apabila terlalu sering melahirkanrahim akan semakin lemah sehinggarentan dan berisiko untuk terjadinyakeguguran. Ada hubungan faktor risikojarak kehamilan dengan kejadian abortusdi mana nilai p = 0.007 <0.05, OR = 3.9(CI: 1.5-10.5) dengan p-value 0.007 yangmenunjukkan bahwa responden yang jarakkehamilan >2 tahun memiliki risiko 3.9kali lebih besar kejadian abortusdibandingkan dengan responden yangjarak kehamilan >2 tahun. Ada hubunganfaktor risiko penggunaan kontrasepsidengan kejadian abortus dimana nilai p =0.007 <0.05, OR = 2.3 (CI: 1.1-4.8)dengan p-value 0.022 yang menunjukkanbahwa responden yang tidak menggunakankontrasepsi memiliki risiko 2.3 kali lebihbesar risiko untuk mengalami kejadianabortus dibandingkan dengan respondenyang menggunakan kontrasepsi.

Sesuai dengan teori Manuaba1 yangmengatakan ada pengaruh penggunaankontrasepsi dengan kejadian abortus. Adahubungan faktor risiko kehamilan yangtidak diinginkan dengan kejadian abortusdi mana nilai p = 0.002 <0.05, OR = 3.2(CI: 1.5-6.6) dengan p-value 0.002 yangmenunjukkan bahwa responden yang tidak

menginginkan kehamilan memiliki risiko3.2 kali lebih besar risiko untukmengalami kejadian abortus dibandingkandengan responden kehamilan yang diinginkan. Ada hubungan faktor risikopekerjaan dengan kejadian abortus dimananilai p = 0.003 < 0.05, OR = 3.1 (CI: 1.5–6.5) dengan p-value 0.003 yangmenunjukkan bahwa responden yangbekerja memiliki risiko 3.1 kali lebih besarberisiko mengalami kejadian abortusdibandingkan dengan responden yangtidak bekerja. Tidak ada hubungan faktorrisiko pendapatan dengan kejadian abortusdimana nilai p = 0.741 >0.05, tidak adahubungan faktor risiko pengunaan obatobatan dengan kejadian abortus dimananilai p = 0.005 >0.05, OR = 1.1 (CI: 0.6-2.1) dengan p-value 0.741 yangmenunjukkan bahwa responden yangpendapatan <Rp. 3.000.000 tidak adaperbedaan risiko abortus antara respondenyang pendapatan >Rp. 3.000.000 denganresponden yang berpendapatan <Rp.3.000.000.

Hasil analisis univariat dan bivariatdari hubungan faktor resiko dengankejadian abortus dapat dilihat pada Tabel3 di bawah ini.

Tabel 3. Hubungan Faktor Riwayat Abortus yang Lalu, serta Faktor Pendidikandengan Kejadian Abortus

Faktor ResikoAbortus

Total OR( 95 % CI ) p-valueYa Tidak

F % F %Riwayat Abortus:Tidak pernah 61 82 70 95 131 1Pernah 13 17 4 5 17 3.7 (1.2-12.0) 0.028Jumlah 74 100 74 100 148Pendidikan:Tinggi 29 39 13 18 42Rendah 45 61 61 82 106 3.3 (1.4 -6.5) 0.004Jumlah 74 100 74 100 148Sumber data primer tahun 2015

Page 46: JUKEMA - UNMUHA

Kesehatan Reproduksi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

114

Dari Tabel 3 dapat dilihat adahubungan faktor risiko abortus yang laludengan kejadian abortus dimana nilai p =0.028 <0.05, OR = 3.7 (CI: 1.2-12.0)dengan p-value 0.028 yang menunjukkanbahwa responden yang pernah mengalamiriwayat abortus memiliki risiko 3.7 kalilebih besar berisiko mengalami kejadianabortus dibandingkan dengan respondenyang yang tidak pernah mengalami abortus.Ada hubungan faktor risiko pendidikandengan kejadian abortus dimana nilai p= 0.004 <0.05, OR = 3.32 (CI: 1.4-6.5)dengan p-value 0.004 yang menunjukkanresponden yang berpendidikan rendahmemiliki risiko 3.3 kali mengalamikejadian.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Faktor usia ibu dengan kejadianabortus menunjukkan hubunganrisiko yang bermakna dengan nilai p= 0.022 dan signifikansi 0.05;

2. Faktor paritas dengan kejadianabortus menunjukkan hubunganrisiko yang bermakna dengan nilai p= 0.001 dan signifikansi 0.05;

3. Faktor jarak kehamilan dengankejadian abortus menunjukkan adahubungan risiko dengan nilai p =0.007 dan signifikansi 0.05;

4. Faktor penggunaan kontrasepsidengan kejadian abortusmenunjukkan ada hubungan risikodengan nilai p = 0.022 dengansignifikansi 0.05;

5. Faktor kehamilan yang tidakdiinginkan dengan kejadian abortusmenunjukkan hubungan risikodengan nilai p = 0.002 dansignifikansi 0;

6. Faktor menikah dengan kejadianabortus menunjukkan tidak adahubungan dengan nilai p = 0.754tidak ada perbedaan antara respondenmenikah dan tidak menikah;

7. Faktor riwayat abortus dengan

kejadian abortus menunjukkanhubungan risiko yang bermaknadengan nilai p = 0.028 dengansignifikansi 0.05;

8. Faktor pendidikan dengan kejadianabortus menunjukkan hubunganrisiko yang bermakna dengan nilai P= 0.028 dan signifikan 0.05 abortusdibandingkan dengan respondenyang berpendidikan tinggi;

9. Faktor pekerjaan dengan kejadianabortus menunjukkan hubunganbermakna dengan nilai p = 0.003 dansignifikan 0.05;

10. Faktor pendapatan tidak mempunyaihubungan yang bermakna dengannilai p = 741 responden pendapatantidak ada perbedaan risiko abortusantara pendapatan tinggi denganpendapatan rendah; dan

11. Penggunaan obat-obatanmenunjukkan hubungan yangbermakna dengan nilai p = 0.005 dansignifikansi 0.05.

Saran

Diharapkan pihak rumah sakit danpetugas kesehatan harus melakukanpromosi kesehatan dan pendidikankesehatan untuk segera memberipenyuluhan dan informasi kebidanan yangoptimal agar ibu siap dalam menghadapikehamilannya dan memprioritas padapemeriksaan ANC, melalui konseling.Seementara kepada masyarakat agar dapatmemahami informasi dan pengetahuanserta gambaran kehamilan yang berisikoterhadap kejadian abortus yang baru didapat, baik informasi itu dari mulut-kemulut dan media sosial, dan sebaiknyamasyarakat jangan gampang percayaterhadap informasi yang gampang diperoleh sebelum tanyakan kebenaraninformasi tersebut pada petugas kesehatanyang lebih mengerti tentang kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba, Operasi Kebidanan

Page 47: JUKEMA - UNMUHA

Kesehatan Reproduksi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

115

Kandungan dan Keluarga BencanaUntuk Dokter Umum, Jakarta: EGC;2008.

2. RSIA, Profil Kesehatan RSIA,Pemerintah Aceh; 2015.

3. Cunningham., Abortus dalam ObstetriWilliams, vol. 2, Jakarta: EGC; 2006

4. Herdiana, Abortus, Tersedia dari:<hhtp://google.co.id.2007>.

5. Baba S N.H. & Nakayama M., RiskFactor of Early Spontaneous AbortionAmong Japanese: A Matched CaseControl Study; 2010.

6. Gary, Abortion, Williams Obstetrics:Newyork; 2000.

7. Guttmacher, Into a New World YoungWomen’s Sexual and ReproductiveLives; 2005.

8. Vandoyo, 'Abortus Imminens'; 2008.9. Achmadi U.F., Manajemen Penyakit

Berbasis Wilayah, Jakarta: UI-Press;2010.

10. Anggraini, Pelayanan KeluargaBerencana, Yogyakarta Rohima Press;2011.

11. Ariyanti, Analisis Kualitas PelayananAnte Natal oleh Bidan di PuskesmasKabupaten Purbalingga; 2011.

12. Halim, Karakteristik PenderitaAbortus Inkompletus di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan tahun 2010,Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Sumatera Utara; 2011.

13. Lukitasari, Kejadian AbortusInkompletus yang Berkaitan denganFaktor Risiko Pada Ibu Hamil di RSUH. M. Ryacude Kotabumi KabupatenLampung Utara, [Skripsi] FakultasKesehatan Masyarakat; 2010.

14. Lestari A., Hubungan Paritasdengan kejadian Abortus di RuangBersalin RSUD Dr. H. Moch.Ansari Saleh Banjar Mesin; 2013.

15. Lukitasari, 'Kejadian AbortusInkompletus yang Berkaitandengan Faktor Risiko pada IbuHamil di RSU H. M. RyacudeKotabumi Kabupaten LampungUtara' [Skripsi]. Fakultas KesehatanMasyarakat Universitas Masyarakat;2010.

16. Raden, 'Hubungan Antara kejadian

Abortus dengan Usia Ibu Hamil diRSUD Dr. Moewardi Surakarta',[Skripsi]. Fakultas KedokteranUniversitas Sebelas Maret Surakarta:Surakarta; 2009.

17. Rafida, 'Faktor-Faktor yangBerhubungan dengan PernikahanUsia Dini di Kabupaten Purworejo'.Jurnal Kedokteran Masyarakat; 2009.

18. Ruhmiatie A.N., Hubungan Usia Ibudengan Kejadian Abortus diRumah Sakit RoemaniMuhammadiyah Semarang; 2009.

19. Wadud M., Faktor-Faktor yangBerhubungan dengan KejadianAbortus Imminens di InstalansiRawat Inap Kebidanan RumahSakit Muhammadiyah Palembang;2012.

20. Wahyuni, 'Faktor-Faktor Risikoyang Berhubungan denganKejadian Abortus di WilayahPuskesmas Sungai KakapKabupaten Kubu Raya KalimantanBarat Tahun 2011' [Skripsi].Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Indonesia; 2012.

21. Widyastuti, Faktor-Faktor yangBerhubungan dengan Abortus diInstalasi Rawat Inap KebidananRSU Dr. Moh. Hoesin Palembang;2008.

22. Abbaasi-Shavazi., Kehamilan TidakDiinginkan, Iran; 2004.

23. Arikunto, Prinsip Penelitian SuatuPendekatan Praktek, Jakarta: RinekaCipta; 2006.

24. Arikunto, Dasar-Dasar EvaluasiPendidikan, Jakarta: Bumi Aksara;2013.

25. BKKBN, Kesehatan ReproduksiRemaja, Jawa Tengah; 2012.

Page 48: JUKEMA - UNMUHA

Kesehatan Reproduksi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

116

KUALITAS HIDUP PENDERITA KANKER PAYUDARA DI RUMAHSAKIT IBU DAN ANAK PEMERINTAH ACEH

Quality of life of Breast Cancer Patients in the Mother and Children's Hospital Aceh

Meilia Hidayah1,Aulina Adamy2, dan Teuku Tahlil31,2Magister Kesehatan Masyarakat, Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Aceh, Banda Aceh, Aceh 23245

3Fakultas Keperawatan, Universitas Syiah Kuala, Kopelma Darussalam, Banda Aceh [email protected] dan [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Jumlah kunjungan utilisasi penderita kanker payudara di Aceh terus meningkat tahun 2013berjumlah 1.500 jiwa, tahun 2014 berjumlah 1.680 jiwa dan untuk Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) padatahun 2015 kunjungan dengan utilisasi tercatat mencapai 1.800 jiwa penderita kanker payudara. Tujuanpenelitian untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup penderita kanker payudara stadium dini dan stadiumlanjut. Metode: Desain penelitian kuantitatif dengan kuesioner yang diadopsi penuh dari WHOQOL-Brefdengan accidental sampling mendapat 100 responden. Hasil: Hanya aspek fisik dengan p-value 0.001 yangmenunjukkan ada perbedaan kualitas hidup penderita kanker payudara stadium dini dan lanjut. Sedang aspeklainnya: psikologis dengan (p-value 0.675), sosial (p-value 0.020), dan lingkungan (p-value 0.013) menunjukkantidak ada perbedaan antara kualitas hidup penderita kanker payudara stadium dini dan lanjut. Saran: Hendaknyapenderita kanker payudara yang datang berobat ke RSIA dapat didampingi oleh suami atau keluarga terdekatsebagai tanda dukungan moril saat melakukan kunjungan berobat.

Kata Kunci: Kualitas Hidup dan Kanker Payudara

ABSTRACT

Background: The number of visits of breast cancer patients in Aceh continued to increase in 2013 amounted to1.500 people, in 2014 amounted to 1.680 people and in the Mother and Children's Hospital Aceh (RSIA) thetotal visit carrying up to 1800 lives of breast cancer patients in 2015only. The aim of this research is todetermine the differences of life quality between early breast cancer and advanced stage. Methods: This studyused a quantitative research design by using fully adaptation questionaires from WHOQOL-Bref and throughaccidental sampling method collected total of 100 respondents. Results: Only the physical aspects with p-valueof 0.001 showed differences in the quality of life of patients from early breast cancer and advanced stage. Whileother aspects: psychological (p-value 0.675), social (p-value 0.020), and environmental (p-value 0.013) showedno difference between the quality of life of patients with early breast cancer and advanced. Recommendation:Breast cancer patients who come for treatment to RSIA should be accompanied by their husband as a supportwhile facing cancer treatment.

Keywords: Quality of Life and Breast Cancer.

Page 49: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Kesehatan Reproduksi 117

PENDAHULUAN

Kanker adalah penyakit neoplasmaganas yang mempunyai spektrum sangatluas dan komplek1. Penyakit kanker inijuga merupakan penyakit yang palingditakuti masyarakat karena seringmenyebabkan kematian danmempengaruhi kualitas hidup2. Kankerpayudara merupakan penyakit ganas yangpaling umum terjadi pada populasi wanitadi seluruh dunia3.

Data Globacan, International Agencyfor Research on Cancer (IARC) tahun2012 menempatkan kanker payudarasebagai urutan pertama dari seluruh kankerpada perempuan (insidens rate 38 per100.000 perempuan), jumlah kasus barusebesar (2.7%) dan jumlah kematian 14%per tahun di dunia4. Data yang diperolehdari Dinas Kesehatan Pemerintah Acehmenyatakan jumlah penderita dari semuakasus kanker sebanyak 113.348 jiwa dankasus terbanyak yang menderita kankerpayudara. Pada studi pendahuluan yangdilakukan di Rumah Sakit Ibu dan AnakPemerintah Aceh (RSIA) pada tahun 2015ditemukan bahwa data penderita kankerpayudara yang berkunjung ke poli bedahdan onkologi pada tahun 2013 sebanyak1.500 jiwa, tahun 2014 jumlah penderitakanker payudara 1.680 jiwa, dan padatahun 2015 berjumlah 1800 jiwa6.

Pengaruh penyakit dan pengobatanterhadap kualitas hidup pasien merupakantopik yang saat ini banyak diteliti dandiminati dalam praktek dan penelitianklinis7. Menurut Watson8 untuk menilaikualitas hidup pasien kanker tidak cukuphanya dengan pengukuran subjektivitasyaitu kualitas hidup hanya ditentukan darisudut pandang penderita seperti statuspenampilan karena terbukti tidak cukupsensitif untuk mendeteksi perubahan kecildalam peningkatan kualitas hidup pasiendan ini hanya diketahui dengan bertanyalangsung kepada penderita.

World Health Organization/WHO(2011) mengungkapkan bahwa kualitashidup dipengaruhi oleh 4 dimensi:

dimensi kesehatan fisik - meliputi kegiatansehari-hari, ketergantungan pada zat obatdan bantuan medis, energi dan kelelahan,mobilitas, rasa sakit, dan ketidaknyamanan tidur atau istirahat dan bekerja;dimensi kesehatan psikologis - termasukgambar tubuh dan penampilan, perasaannegatif, perasaan positif, harga diri,spiritualitas, agama, keyakinan pribadi,berpikir, belajar, memori, dan konsentrasi;dimensi hubungan sosial - meliputihubungan pribadi, dukungan sosial, dankegiatan seksual, dan yang terakhirdimensi lingkungan - menilai keuangansumberdaya, kebebasan, keamanan fisikdan kesehatan dan perawatan sosial(aksesibilitas dan kualitas), lingkunganrumah, kesempatan untuk mendapatkaninformasi baru dan keterampilan,partisipasi dalam dan kesempatan untukkegiatan rekreasi dan liburan, fisiklingkungan (polusi, kebisingan, lalu lintas,dan iklim), dan transportasi.

Asumsi awal penelitian bahwa terdapatperpedaan kualitas hidup antara penderitakanker stadium awal (stadium I dan II)dengan stadium lanjut (stadium III dan IV)dari empat aspek tersebut di atas.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakanpendekatan kuantitatif. Pengumpulan datauntuk menilai kualitas hidup penderitakanker payudara stadium dini dan lanjutdengan pendekatan kuantitatifmenggunakan kuesioner yang diadopsipenuh dari WHOQOL-Bref. Pemilihansampel diambil secara accidental sampling,yaitu berjumlah l00 responden.

HASIL

Berdasarkan penelitian yang telahdilakukan dari tanggal 15 Februari – 25Maret di RSIA Pemerintah Aceh tahun2016 yang dilakukan di ruang Poli Bedahdan Ongkologi maka diperoleh hasilsebagai berikut:

Page 50: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Kesehatan Reproduksi 118

Kualitas Hidup Wanita PenderitaKanker Payudara Stadium Dini danStadium Lanjut

Hasil run test dan nilai rank yangdilihat dari beberapa aspek kualitas hiduppenderita kanker dapat dilihat pada Tabel1 dan Tabel 2.

Dari aspek fisik, Mean Ranks untukkualitas hidup penderita kanker payudarastadium dini adalah 51.48 dengan Sum of

Ranks 2.522 sedangkan nilai Mean Ranksuntuk kualitas hidup penderita kankerpayudara stadium lanjut adalah 49.56dengan Sum of Ranks 2.528. Artinya adaperbedaan kualitas hidup antara penderitakanker payudara stadium dini dan stadiumlanjut. Dinilai dari aspek kesehatan fisik,yaitu p-value sebesar 0.001 maka aspekfisik memiliki hubungan dengan kualitashidup penderita kanker.

Tabel 1. Distribusi Run Tes Penderita Kanker Payudara Stadium Dini dan StadiumLanjut dari Aspek Fisik, Psikologis, Sosial, dan Lingkungan

Tes Fisik Psikologis Sosial LingkunganTest Value 20.00 15.00 5.00 18.00Cases<test 44 40 45 46Cases>test 56 60 55 54Total cases 100 100 100 100Number of Runs 66 51 62 63Z 3.207 .419 2.335 2.493Asymp. Sig.(2-tailed) .001 .675 .020 .013

Dari aspek psikologis, Mean Ranksuntuk kualitas hidup penderita kankerpayudara stadium dini adalah 50.87dengan Sum of Ranks 2.492 sedangkanMean Ranks untuk stadium lanjut adalah50.15 dengan Sum of Ranks 2.557. Artinyatidak ada perbedaan kualitas hidup antara

penderita kanker payudara stadium dinidan stadium lanjut dinilai dari aspekkesehatan psikologis, yaitu: p-valuesebesar .675 maka maka aspek psikologistidak memiliki hubungan dengan kualitashidup penderita kanker.

Tabel 2. Distribusi Nilai Rank untuk Melihat Perbedaan Kualitas Hidup PenderitaKanker Payudara Stadium Dini dan Lanjut

Aspek Stadium N Mean Rank Sum of Rank

Fisik Dini Lanjut 5050

51.4849.56

25222528

Psikologis Dini Lanjut 5050

50.8850.14

24922557

Sosial Dini Lanjut 5050

56.6044.64

27732277

Lingkungan Dini Lanjut 5050

50.4650.54

24722578

Dari aspek hubungan sosial, MeanRanks untuk kualitas hidup penderitakanker payudara stadium dini adalah 50.45dan Sum of Ranks 2.472. sedangkan MeanRanks untuk kualitas hidup penderitakanker payudara stadium lanjut adalah

50.55 dan Sum of Ranks 2.578. Artinyatidak ada perbedaan kualitas hidup antarapenderita kanker payudara stadium dinidan stadium lanjut dinilai dari aspekhubungan sosial, yaitu: p-value kategoriaspek sosial sebesar 0.020 maka aspek

Page 51: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Kesehatan Reproduksi 119

sosial tidak memiliki hubungan dengankualitas hidup penderita kanker.

Dari aspek lingkungan, Mean Ranksuntuk kualitas hidup penderita kankerpayudara stadium dini adalah 50.45 danSum of Ranks 2.472 sedangkan MeanRanks untuk kualitas hidup penderitakanker payudara stadium lanjut adalah50.55 dan Sum of Ranks 2.578. Artinyatidak ada perbedaan kualitas hidup antarapenderita kanker payudara stadium dinidan stadium lanjut dinilai dari aspeklingkungan, yaitu: p-value kategori aspeklingkungan sebesar 0.13 maka aspeklingkungan tidak memiliki hubungandengan kualitas hidup penderita kanker.

Dengan Mean Ranks untuk kualitashidup penderita kanker payudara stadiumdini adalah 50.45 dan Sum of Ranks 2472sedangkan nilai Mean Ranks untukkualitas hidup penderita kanker payudarastadium lanjut adalah 50.55 dan Sum ofRanks 2578 dari hasil uji statistik didapatnilai p-value = 0.020 artinya kualitashidup stadium dini dan lanjut positif. Hasilpenelitian ini tidak sesuai denganpenelitian Rahmawati13 yang mengatakanbahwa kualitas hidup penderita kankerpayudara untuk aspek sosial lebih banyakberada pada kategori positif yaitu dari 75orang responden untuk aspek socialrelationship berjumlah 34 orang (45%).Menurut hasil penelitian Rahmawati13,ini dikarenakan mereka mendapatkandukungan sosial dari keluarga dan temandekat. Mean Ranks untuk kualitas hiduppenderita kanker payudara stadium diniadalah 50.45 dan Sum of Ranks 2472.00sedangkan Mean Ranks untuk kualitashidup penderita kanker payudara stadiumlanjut adalah 50.55 dan Sum of Ranks2578 maka dari hasil uji statistik didapat p-value = 0.013 artinya adalah kualitas hiduppenderita kanker payudara stadium dinidan lanjut positif.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan adaperbedaan kualitas hidup kesehatan fisikantara penderita kanker payudara stadium

dini dan stadium lanjut yaitu dengan MeanRanks untuk kualitas hidup penderitakanker payudara stadium dini adalah 51.48dengan Sum of Ranks 2.522 sedangkannilai Mean Ranks untuk kualitas hiduppenderita kanker payudara stadium lanjutadalah 49.56 dengan Sum of Ranks 2.528Maka dari hasil uji statistik didapatkan p-value = 0.001 artinya kualitas hiduppenderita kanker stadium dini positif danstadium lanjut berada dalam kategorinegatif. Hasil penelitian menunjukkantidak ada perbedaan kualitas hidupkesehatan psikologis antara penderitakanker payudara stadium dini dan stadiumlanjut dengan Mean Ranks untuk kualitashidup penderita kanker payudara stadiumdini adalah 50.87 dengan Sum of Ranks2492.50 sedangkan Mean Ranks untukstadium lanjut adalah 50.15 dengan Sum ofRanks 2557.50. Maka dari hasil ujistatistik didapat p-value = 0.675 artinyakualitas hidup stadium dini dan stadiumlanjut positif.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kualitas hidup penderita kankerpayudara dipengaruhi oleh beberapa aspekyaitu aspek fisik, aspek psikologis, aspekhubungan sosial dan aspek lingkungan.Menurut hasil penelitian dari keempataspek hanya aspek fisik yangmenunjukkan bahwa ada perbedaankualitas hidup penderita kanker payudarastadium dini dan stadium lanjut.

Kesadaran akan pentingnya pelayanankesehatan medis yang berkesinambungandalam mencegah dan menanggulangipenyakit kanker yang diderita dapatmencegah keparahan stadium daripenyakit tersebut. Pengobatan medis yangtepat dapat menentukan tingkat keparahandengan cepat untuk memaksimalkanpengobatan demi kesembuhan penyakitkanker payudara yang dialaminya.

Page 52: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Kesehatan Reproduksi 120

Saran

Bagi RSIA, hendaknya penderitakanker yang datang berobat ke RSIA dapatdidampingi oleh suami atau keluargaterdekat sebagai tanda dukungan morildalam melakukan kunjungan untukberobat baik dalam menjalani pengobatanrawat jalan atau menjalani pengobatanrawat inap demi kesembuhan pasien.

Diharapkan penderita kanker payudaradapat meningkatkan pengetahuannyaterhadap faktor predisposisi penyakitkanker, juga dapat mengenal dengan baiktanda dan gejala serta bagaimana bersikapdan mengambil keputusan saat tahuadanya gejala kanker agar pola pencarianpengobatan yang dilakukan adalah tepatdan cepat.

Bagi peneliti lain, diharapkan agardapat melanjutkan penelitian ini denganvariabel yang berbeda atau dapat jugamelanjutkan penelitian ini dengan melihatsejauh mana konstribusi peran sertakeluarga terhadap pola pencarianpengobatan dalam meningkatkan kualitashidup penderita kanker payudara.

DAFTAR PUSTAKA

1. Herlin M., Nyeri Kanker, Surabaya:Media IDI; 2004.

2. Rasjidi I., Deteksi Dini DanPencegahan Kanker Pada Wanita,Jakarta: Sagung Seto; 2009.

3. Andrews G., Buku Ajar KesehatanReproduksi Wanita, Jakarta: EGC;2009.

4. IARC/WHO/GLOBOCAN IafRoC.‘Estimated Cancer Incidence,Mortality, and PrevalenceWorldwide in 2012’.

5. Dinas Kesehatan Aceh, Profil DinasKesehatan Pemerintah Aceh:Pemerintah Aceh; 2014.

6. RSIA, Profil Kesehatan RumahSakit Ibu dan Anak PemerintahAceh; 2015.

7. Saatci, ‘Effect of Chemotherapy onthe Quality of Life in Patients with

Lymphoma’. Marmara MedicalJournal; 2007.

8. Preedy W., Handbook of DeseaseBurdens and Quality of LifeMeasure; 2010.

9. Azwar, Sikap Manusia Teori danPengukurannya Edisi 2, Jakarta:Graha Ilmu; 2010.

10. Brehm S.K., Saul, UnderstandingHuman Interaction. Boston: Allynand Bacon; 2005.

11. Notoatmodjo, Promosi Kesehatandan Ilmu Perilaku. Jakarta: RinekaCipta; 2007.

12. Sarafino, Health Psychology:Biopsychosocial Interaction, USA:John Wiley dan Sons Inc; 2011.

13. Rahmawati A., ‘Gambaran KualitasHidup Pada Wanita Dewasa AwalPenderita Kanker Payudara’; 2014.

14. Karoly Pe., Measurement Strategisin Health Psychology, Canada: JohnWiley dan Sons, Inc;2003.

Page 53: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Epidemiologi 121

ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYEBAB STROKE PADA USIAPRODUKTIF DI RUMAH SAKIT UMUM DR. ZAINOEL ABIDIN

Analysis of Causes of Stroke Risk Factors in Productive Age in theGeneral Hospital dr. Zainoel Abidin

Sartika Maulida Putri1,Hajjul Kamil2, dan Teuku Tahlil31Magister Kesehatan Masyarakat, Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Aceh, Banda Aceh, Aceh 23245

2,3Fakultas Keperawatan, Universitas Syiah Kuala, Kopelma Darussalam, Banda Aceh [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Stroke merupakan masalah kesehatan masyarakat utama saat ini dan semakin menjadimasalah serius yang dihadapi hampir di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan serangan stroke yang mendadakdapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental. Ditambah lagi saat ini stroke cenderung merambahusia produktif. Metode: Rancangan penelitian ini menggunakan studi epidemiologi analitik observasionadengan desain case-control 1:1 untuk mencari faktor risiko stroke pada usia produktif. Jumlah sampel untuk faktorrisiko stroke adalah 116 responden terdiri dari 58 kasus dan 58 kontrol. Hasil: Hasil penelitian menunjukkanterdapat 5 variabel yang berhubungan secara bermakna: Pola Makan (OR = 6.33; 95% CI: 2.82-14.19; p =0.0001), Merokok (OR = 3.11; 95% CI: 1.45-6.63; p = 0.003), Olahraga (OR = 4.69; 95% CI: 2.12-10.35; p =0.0001), Jenis kelamin (OR = 2.93; 95% CI: 1.37-6.28; p = 0.006), dan Diabetes Mellitus (OR = 4.56; 95% CI:2.09-9.96; p = 0.0001). Hasil analisis multivariat diperoleh variabel yang paling berhubungan adalah PolaMakan (OR = 18.17; 95% CI: 4.81-68.55; p = 0.0001), Merokok (OR = 7.65; 95% CI: 2.23-26.22; p = 0.001),Olahraga (OR = 7.79; 95% CI: 2.41–25.21; p = 0.001), dan Diabetes Mellitus (OR = 13.30; 95% CI: 3.60-49.16;p = 0.0001). Saran: Diharapkan dengan menjaga pola makan yang sehat, rutin melakukan olahraga, tidakmerokok, dan menjaga kadar gula darah dapat membantu mencegah terjadinya stroke pada usia produktif.

Kata Kunci: Stroke dan Usia Produktif

ABSTRACT

Background: Stroke is a major public health problem today and increasingly becoming a serious problem facedby nearly the whole world. This is because the sudden stroke can result in death, physical and mental disability.Especially now, stroke is tend to reach reproductive age. Methods: The design of this study used epidemiologicobservational analytic study with case control design 1:1 to look for risk factors for stroke in productive age.Number of sample for stroke risk factors is 116 respondents consisted of 58 cases and 58 controls. Results: Theresults showed 5 variables have significantly related with stroke: Diet (OR = 6.33; 95% CI: 2.82-14.19; p =0.0001), Smoking (OR = 3.11; 95% CI: 1.45-6.63; p = 0.003), Exercise (OR = 4.69; 95% CI: 2.12-10.35; p =0.0001), Gender (OR = 2.93; 95% CI: 1.37-6.28; p = 0.006), and Diabetes Mellitus (OR = 4.56; 95% CI: 2.09-9.96; p = 0.0001). Furthermore, obtained from multivariate analysis shows that the most variables related withstroke: Diet (OR = 18.17; 95% CI: 4.81-68.55; p = 0.0001), Smoking (OR = 7.65; 95% CI: 2.23-26.22; p =0.001), Exercise (OR = 7.79; 95% CI: 2.41-25.21; p = 0.001), and Diabetes Mellitus (OR = 13.30; 95% CI:3.60-49.16; p = 0.0001). Recommendations: Hopefully by maintaining a healthy diet, regular exercise, notsmoking, and keeping blood sugar levels can help prevent the occurrence of stroke in productive age.

Keywords: Stroke and Productive Age

Page 54: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Epidemiologi 122

PENDAHULUAN

Stroke atau cerebrovascular accidentmerupakan masalah kesehatan yang utamabagi masyarakat modern saat ini. Dewasaini, stroke semakin menjadi masalah seriusyang dihadapi hampir diseluruh dunia. Haltersebut dikarenakan serangan stroke yangmendadak dapat mengakibatkan kematian,kecacatan fisik dan mental baik pada usiaproduktif maupun usia lanjut1.

Indonesia menduduki urutan tertinggidi dunia dengan angka kejadian stroke.Dilaporkan bahwa angka yang terkenastroke semakin meningkat dan merambahke yang lebih muda dari pada sebelumnya.Stroke juga merupakan penyebab utamakematian penduduk Indonesia pada semuagolongan umur, jumlahnya mencapai15.4% dari seluruh kematian penduduk2.Dilaporkan 8.3 per 1000 pendudukIndonesia telah terkena stroke pada tahun2007 dan meningkat menjadi 12.1 per1000 penduduk pada tahun 2013,sedangkan angka kejadian stroke pada usiaproduktif (15-64 tahun) yang telahdidiagnosa medis dan gejala sebesar62.6%3.

Menurut Laporan Nasional RisetKesehatan Dasar4, proporsi penyebabkematian stroke pada usia produktifmenurut tipe daerah perkotaan danpedesaan pada usia (15-44 tahun)merupakan penyebab kematian urutanketujuh di perkotaan yaitu (4,2%) danurutan kedelapan di pedesaan (3.7%).Sedangkan pada usia (45-54 tahun)merupakan penyebab kematian pertama diperkotaan (15.9%) dan penyebab kematiankedua di pedesaan (11.5%). Pada rentangusia (55-64 tahun) merupakan penyebabpertama kematian di perkotaan maupun dipedesaan, sebanyak (26.8%) dan (17.4%).

Berbagai penyakit yang menyerangusia produktif dapat mempengaruhisumber daya manusia Indonesia. Apabiladi usia produktif telah terserang penyakitberbahaya seperti stroke, maka secaralangsung akan mempengaruhi aktivitaskerja, waktu kerja yang terbuang dan biaya

yang tidak sedikit untuk perawatannya5.Menurut Riset Kesehatan Dasar6,

angka kejadian stroke di Aceh pada tahun2013 yaitu 10.5 per 1000 penduduk.Angka kejadian stroke ini masih tinggi dansangat dikhawatirkan apabila sebagian diantaranya diderita oleh masyarakat yangmasih berusia produktif, hal ini dapatmeningkatkan angka kemiskinan danmenurunnya produktivitas.

Berdasarkan data yang peneliti perolehdi rekam medik Rumah Sakit Umun dr.Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh,didapatkan bahwa penambahan kasus barupasien dengan penyakit stroke diPoliklinik Saraf Rumah Sakit Umum dr.Zainoel Abidin sebanyak 5.202 orangdan 3.707 orang di antaranya dialami olehyang berusia produktif (15-64 tahun).Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, sejaktahun 2011 sampai 2015: 724 orang pasienstroke kasus baru pada tahun 2011, 739orang pada tahun 2012, 694 orang padatahun 2013, 982 orang pada tahun 2014dan 568 orang pada tahun 2015. Angkakejadian stroke kasus baru ini memangtidak menunjukkan peningkatan secarasignifikan per tahunnya, akan tetapi dapatkita lihat bahwa jumlah kasus baru denganpenyakit stroke pada usia produktif cukupbanyak dalam 5 tahun terakhir, belum lagidengan pasien lama menderita stroke yangterus berobat ulang, maka jumlah pasienstroke di Poliklinik Saraf RSUZA BandaAceh terus bertambah.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan diPoliklinik Saraf RSUZA, Banda Aceh.Pengumpulan data dilakukan mulaitanggal 5 Agustus-19 Agustus 2016.Rancangan penelitian yang digunakanadalah studi epidemiologik AnalitikObservasional dengan desain case controlstudy yang bertujuan untuk mengetahuihubungan stroke dengan faktor risikopenyebab stroke pada usia produktif,dengan perbandingan 1:1. Penyetaraan(matching) dengan kasus dilakukan pada

Page 55: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Epidemiologi 123

saat pemilihan kelompok kontrol dalamhal ini karakteristik umur.

Besar sampel didasarkan pada hasilperhitungan sampel yang diperkenalkanoleh Lameshow. Berdasarkan hasilperhitungan, maka didapatkan besarsampel sebesar 116 responden, terdiri dari58 kasus usia produktif dan 58 kontrol usiaproduktif. Unit analisis dalam penelitianini adalah semua variabel independen yangmerupakan faktor risiko kejadian strokeserta variabel dependen yaitu stroke padausia produktif. Pengumpulan datamenggunakan kuesioner denganwawancara serta pemeriksaan fisik berupapengukuran tinggi badan dan berat badan

responden. Analisis data yang dilakukansecara univariat, bivariat, dan multivariat.

HASIL

Hasil analisis multivariat diperolehvariabel yang paling berhubungan dengankejadian stroke pada usia produktif adalahPola Makan (OR = 18.17; 95% CI: 4.81-68.55; p = 0.0001), Merokok (OR = 7.65;95% CI: 2.23-26.22; p = 0.001),Olahraga (OR = 7.79; 95% CI: 2.41-25.21;p = 0.001), dan Diabetes Mellitus (OR =13.30; 95% CI: 3.60-49.16; p = 0.0001).Hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 1berikut:

Tabel 1. Analisis Bivariat dan Multivariat Faktor Risiko Kejadian Stroke pada UsiaProduktif

Variabel dan Indikator OR (95% CI) p-value

Analisis BivariatPola Makan 6.33 (2.82-14.19) 0.0001Merokok 3.11 (1.45-6.63) 0.003Olahraga 4.69 (2.12-10.35) 0.0001Jenis Kelamin 2.93 (1.37-6.28) 0.006Obesitas 2.10 (0.77-5.74 0.146Diabetes Mellitus 4.56 (2.09-9.96) 0.0001Analisis MultivariatModel 1Pekerjaan 1.02 (0.59-1.75) 0.935Pendidikan 1.50 (0.55-4.05) 0.418Pola Makan 18.17 (4.81-8.55) 0.0001Merokok 7.65 (2.23-26.22) 0.001Olahraga 7.79 (2.41-25.21) 0.001Obesitas 2.68 (0.56-12.67) 0.214Diabetes Mellitus 13.31 (3.60-49.16) 0.0001Model 2Pola Makan 20.10 (5.38-75.14) 0.0001Merokok 9.65 (0.27-338.2) 0.211Olahraga 7.64 (2.44-23.91) 0.0001Jenis Kelamin 0.55 (0.01-18.65) 0.741Diabetes Mellitus 13.19 (3.64-47.71) 0.0001

Page 56: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Epidemiologi 124

PEMBAHASAN

Faktor Risiko Pola Makan denganKejadian Stroke pada Usia Produktif

Hasil uji statistik diperoleh nilaiprobabilitas (p-value 0.0001), yang berartiada hubungan yang signifikan antara polamakan dengan kejadian stroke pada usiaproduktif, dengan OR sebesar 6.33, artinyaresponden yang memiliki pola makankurang baik berisiko 6.33 kali mengalamistroke pada usia produktif dibandingkandengan responden yang memiliki polamakan yang baik. Dari analisis multivariatmenunjukkan bahwa pola makanmerupakan variabel yang paling dominanterhadap kejadian stroke pada usiaproduktif dengan nilai p = 0.0001 dan OR= 18.17.

Penelitian ini sejalan dengan penelitiansebelumnya yang dilakukan olehPurwaningtiyas1, yang mengatakanterdapat hubungan yang bermakna antarakonsumsi makanan tinggi lemak dankolesterol sebanyak (p = 0.000, OR =6.655 dan LL-UL 2.925-15.139) yangartinya seseorang yang selalumengkonsumsi makanan tinggi lemak dankolesterol mempunyai risiko sebesar 6.655kali terhadap kejadian stroke usia dewasamuda dibandingkan dengan seseorangyang jarang mengkonsumsi makanantinggi lemak dan kolesterol.

Faktor Risiko Merokok denganKejadian Stroke pada Usia Produktif

Hasil uji statistik diperoleh nilaiprobabilitas (p-value 0.003) yang berartiada hubungan yang signifikan antaramerokok dengan kejadian stroke pada usiaproduktif, dengan OR sebesar 3.11, artinyaresponden yang memiliki perilakumerokok berisiko 3.11 kali mengalamistroke pada usia produktif dibandingkandengan responden yang tidak merokok.Pada analisis multivariat merokok jugamemberikan risiko yang konsistenterhadap kejadian stroke pada usia

produktif dengan nilai p = 0.001 dan OR =7.65. Sehingga merokok merupakandeterminan penting terhadap kejadianstroke pada usia produktif.

Penelitian ini sejalan dengan penelitianBurhanuddin7, menunjukkan bahwa pasienyang memiliki perilaku atau kebiasaanmerokok berisiko 2.68 kali mengalamistroke pada dewasa awal (18 - 40 tahun)dibandingkan dengan pasien yang tidakmemiliki perilaku atau kebiasaan merokok.Dengan nilai LL dan UL (95% CI: 1.475–4.895) dan bermakna secara statistik.

Faktor Risiko Olahraga denganKejadian Stroke pada Usia Produktif

Hasil uji statistik diperoleh nilaiprobabilitas (p-value 0.0001) yang berartiada hubungan yang signifikan antaraolahraga dengan kejadian stroke pada usiaproduktif, dengan OR sebesar 4.69, artinyaresponden yang tidak berolahraga berisiko4.69 kali mengalami stroke pada usiaproduktif dibandingkan dengan respondenyang berolahraga. Analisis multivariatmenunjukkan bahwa tidak berolahragasecara konsisten menunjukkan adanyarisiko terhadap kejadian stroke pada usiaproduktif dengan nilai p = 0.001 dan OR =7.79.

Penelitian ini sejalan dengan penelitianPurwaningtyias1, dalam penelitiannyadengan judul hubungan gaya hidup dengankejadian stroke usia dewasa muda (19 - 40tahun) mengatakan terdapat hubungan yangbermakna antara aktivitas olahragasebanyak (p = 0.000; OR = 15.476 danLL-UL 5.877-40.754) dengan kejadianstroke usia dewasa muda. Pudiastuti8mengungkapkan bahwa faktor risikoperilaku yang dapat menyebabkan strokeadalah kurangnya berolahraga, merokok(aktif dan pasif), mengkonsumsi makanantidak sehat, kontrasepsi oral, mendengkur,narkoba, obesitas, dan stres.

Page 57: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Epidemiologi 125

Faktor Risiko Jenis Kelamin denganKejadian Stroke pada Usia Produktif

Hasil uji statistik diperoleh nilaiprobabilitas (p-value 0.006) yang berartiada hubungan yang signifikan antara jeniskelamin dengan kejadian stroke pada usiaproduktif, dengan OR sebesar 2.93, artinyaresponden yang memiliki jenis kelaminlaki-laki berisiko 2.93 kali mengalamistroke pada usia produktif dibandingkandengan responden yang berjenis kelaminwanita. Wiwit9 mengatakan penelitianmenunjukkan bahwa pria lebih banyakterkena stroke daripada wanita, yaitumencapai 1.25 lebih tinggi. Namun justrulebih banyak wanita yang meninggal duniakarena stroke. Hal ini disebabkan priaumumnya terkena serangan stroke padausia muda. Sedangkan wanita sebaliknya,terkena stroke yaitu saat usianya sudah tua.

Faktor Risiko Obesitas denganKejadian Stroke pada Usia Produktif

Hasil uji statistik diperoleh nilaiprobabilitas (p-value 0.146) yang berartitidak ada hubungan yang signifikan antaraobesitas dengan kejadian stroke pada usiaproduktif, dengan OR sebesar 2.10 (0.77-5.74), artinya responden yang mengalamiobesitas tidak memberikan risiko secarasignifikan terhadap kejadian stroke padausia produktif. Analisis multivariatobesitas tidak memberikan risiko yangkonsisten terhadap kejadian stroke padausia produktif dengan nilai p = 0.214 danOR = 2.68. Sehingga obesitas bukanmerupakan determinan penting terhadapkejadian stroke pada usia produktif.

Faktor Risiko Diabetes Mellitus denganKejadian Stroke pada Usia Produktif

Hasil uji statistik diperoleh nilaiprobabilitas (p-value 0.0001) yang berartiada hubungan yang signifikan antaradiabetes mellitus dengan kejadian strokepada usia produktif, dengan OR sebesar4.56, artinya responden yang memiliki

diabetes mellitus berisiko 4.56 kalimengalami stroke pada usia produktifdibandingkan dengan responden yang tidakmengalami diabetes mellitus. Analisismultivariat yaitu uji regresi logistikmenunjukkan bahwa mengalami penyakitdiabetes mellitus secara konsistenmenunjukkan adanya risiko terhadapkejadian stroke pada usia produktif dengannilai p = 0.0001 dan OR = 13.30.

Junaidi1 mengatakan pentingnyamenghindari faktor risiko stroke agarterhindar dari stroke, seperti mendeteksikadar gula secara dini, apabila terdapatriwayat kencing manis dalam keluargaataupun ternyata telah mengidap kencingmanis agar segera melakukan pengobatansecara teratur. Diabetes mellitusmenyebabkan kadar lemak darah meningkatkarena konversi lemak tubuh yangterganggu. Bagi penderita diabetespeningkatan kadar lemak darah sangatmeningkatkan risiko penyakit jantung danstroke.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis datapenelitian yang peneliti lakukan padatanggal 5 Agustus-19 Agustus 2016. Untukmenganalisis faktor risiko kejadian strokepada usia produktif di Poliklinik SarafRSUZA Banda Aceh. Akhirnya dapatditarik kesimpulan bahwa faktor resikoyang paling mempengaruhi kejadian strokepada usia produktif di Poliklinik SarafRSUZA adalah pola makan, merokok,olahraga, dan riwayat diabetes mellitus.

Sementara itu faktor risiko yang palingdominan mempengaruhi kejadian strokepada usia produktif adalah pola makan.Besar OR variabel pola makan paling tinggidibandingkan dengan variabel lainnya.Untuk memperkuat hasil analisis dalampenelitian telah dilakukan tes interactiondengan semua variabel lain dan hasilnyavariabel pola makan merupakan variabelyang paling dominan mempengaruhi

Page 58: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Epidemiologi 126

kejadian stroke.

Saran

Bagi pemerintah, sangat penting untukmempertimbangkan determinan-determinan penting terkait dengankejadian stroke pada usia produktif dalammenyusun rencana dalam menurunkanangka kematian dan kecacatan masyarakatIndonesia.

Bagi keluarga pasien stroke,diharapkan untuk dapat menambahwawasan serta pengetahuan tentang faktorrisiko kejadian stroke pada usia produktifsehingga lebih memperbaiki prognosispenyakit yang dialami oleh pasien stroke.Diharapkan ini dapat bermanfaat bagipeningkatan kesembuhan pasien stroke kedepan, sehingga pasien strokedapat kembali menjalani kehidupanbermasyarakat secara sehat dan produktif.

Bagi perawat di Poliklinik Saraf,diharapkan agar dalam memberikanperawatan di rumah sakit bagi pasienstroke, selain memberikan asuhankeperawatan guna mempertahankankeseimbangan fisiologis pada pasien yangberobat, perawat juga memberikanpenyuluhan dan pengetahuan tentangfaktor risiko penyebab stroke kepadakeluarga pasien serta pasien lainnya yangbelum terkena stroke, diharapkan akanmeningkatkan pengetahuan pengunjungpoli saraf tentang faktor risiko strokesehingga menjadi motivasi dan bekalpengetahuan agar dapat menghindariterserangnya penyakit stroke.

DAFTAR PUSTAKA:

1. Purwaningtiyas, P., Kusumawati, Y.,dan Nugroho, F.S., ‘HubunganAntara Gaya Hidup denganKejadian Stroke Usia Dewasa Mudadi RSUD dr. Moewardi Surakarta’.Universitas Muhammadiyah Surakarta;2014. Tersedia dari:<eprints.ums.ac.id/32390/16/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf> [8 Januari

2016].2. Kementrian Kesehatan, R.I. ‘Buletin

jendela data dan informasikesehatan penyakit tidak menular’.Jakarta: Kementrian Kesehatan RI;2012. Tersedia dari:<http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:ZopwlEwbYckJ:www.depkes.go.id/download.php%3Ffile%3Ddownload/pusdatin/buletin/buletin-ptm.pdf+&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id> [3 April 2016].

3. Adrian, J., Goldszmidt, M.D., Lous, R.,dan Caplan, M.D., Esensial Stroke,Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran:EGC; 2011.

4. Departemen Kesehatan, R.I., LaporanNasional Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas) 2007, Jakarta: BadanPenelitian dan PengembanganKesehatan Depkes RI; 2007.

5. Dourman, K., Waspadai Stroke UsiaMuda, Jakarta: Cerdas Sehat; 2013.

6. Departemen Kesehatan, R.I., RisetKesehatan Dasar, Jakarta:Badan Penelitian dan PengembanganKesehatan Departemen KesehatanRepublik Indonesia; 2013.

7. Burhanuddin, M., ‘Faktor RisikoKejadian Stroke pada Dewasa Awal(18 – 40 Tahun) di Kota MakassarTahun 2010-2012; 2013. Tersedia dari:<http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5426/MUTMAINNA%20B_FAKTOR%20RISIKO%20KEJADI AN_140613.pdf?sequence=1>[3 Januari 2016].

8. Pudiastuti, R.D., Penyakit PemicuStroke, Yogyakarta: Nuha Medika;2011.

9. Wiwit, S., Stroke danpenanganannya: Memahami,Mencegah dan Mengobati,Yogyakarta: Kata hati; 2013.

10. Azwar, S., Metode Penelitian,Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2010.

11. Bhat, V.M., Cole, J.W., Sorkin, J.D.,Wozniak, M.A., Malarcher, A.M.,Giles, W.H., dan Kittner, S.J. ‘Dose-Response Relationship between

Page 59: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Epidemiologi 127

Cigarette Smoking and Risk ofIschemic Stroke in Young Women’,Stroke; 2008. vol. 39, no. 9, p.p. 2439-2443; . Tersedia dari:<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18 703815>. [2 Februari 2016].

12. Budiarto, E. dan Anggraeni, D.,Pengantar Epidemiologi (Vol.Cetakan 1), Jakarta: Penerbit bukukedokteran EGC; 2003.

13. Bunna, O.R.T., 'Analisis FaktorRisiko Kejadian Stroke pada UsiaDewasa Produktif di Rumah SakitUmum Pusat dr. WahidinSudirohusodo Kota Makassar tahun2012' [Tesis]. Makassar: ProgramPascasarjana Universitas Hasanuddin;2012. Tersedia dari:<https://repository.usd.ac.id/1390/2/112114127_full.pdf>. [4 April 2016].

14. Bustan, M.N., PengantarEpidemiologi, Cetakan Kedua,Jakarta: Rineka Cipta; 2006.

15. Ginsberg, L., Lecture Notes:Neurologi (Vol. Edisi kedelapan),Jakarta: Erlangga; 2008.

16. Jusman, R. dan Koto, F., ‘FaktorRisiko Kejadian Stroke di RSUDUndata Palu tahun 2011, EJurnalPreventif FKIK; 2014. vol.1, no. 1,Tersedia dari:<http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:qIiLHhiUAEAJ:jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/EPrev/article/view/2700/1817+&cd=1&hl=id&ct=clnk& gl=id> [2 Maret 2016].

17. Kabi, G.Y., Tumewah, R., danKembuan, M.A., ‘Gambaran FaktorRisiko pada Penderita StrokeIskemik yang Dirawat InapNeurologi RSUP Prof. Dr. RdKandou Manado Periode Juli 2012 -Juni 2013’, e-CliniC; 2015. vol. 3, no.1. Tersedia dari:<http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/download/7404/6947>.[November 2015].

18. Lameshow, S., Jr, D.W.H., danJaneileklar, Besar Sampel dalam

Penelitian Kesehatan, (G. M. U. PressEd. Cetakan Pertama ed. Vol. CetakanPertama), Yogyakarta: University ofMassachusetts; 1990.

19. Mansjoer, A., Wardani, W.I., danSetiowulan, W., Kapita SelektaKedokteran, Cetakan Ketiga, Jakarta:Media Aesculapius; 2000

20. Mulyadi, E., '74.070 Warga AcehTerserang Stroke', Serambi Indonesia;6 Desember 2015.

21. Notoatmodjo, S., MetodologiPenelitian Kesehatan, Cetakan ketiga,Jakarta: Rineka Cipta; 2005.

22. Nursalam, Pendekatan PraktisMetodologi Riset Keperawatan,Jakarta: Info Medika; 2001.

23. Prishardoyo, B., Trimarwanto, A., danShodiqin, Ekonomi, Jakarta: Grasindo;2005

Page 60: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

128

ANALISIS KUESIONERWHOQOL-BREF:MENGUKUR KUALITAS HIDUP PASIEN YANGMENJALANKAN

TERAPI HEMODIALISIS DI RSUDZA BANDA ACEH

Analysis Questionnaire WHOQOL-BREF:To Measure the Quality of Life of Hemodialysis Patients in RSUDZA Banda Aceh

Muzafarsyah1, Aulina Adamy2, dan Nasrul Zaman31,2Magister Kesehatan Masyarakat, Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Aceh, Banda Aceh #23245

[email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Para penderita gagal ginjal harus menjalani terapi dan salah satu alternatif pengobatan adalahmelalu terapi Hemodialisa (HD). Terjadi peningkatan signifikan pada jumlah pasien yang menjalan terapi HD diRumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) di Banda Aceh. Tercatat pada tahun 2013 sebanyak 192 pasien,2014 sebanyak 335 pasien dan 2015 meningkat menjadi 462 pasien. Pasien penyakit ginjal seringkali dihadapiberbagai komplikasi yang berakibat semakin menurunnya kualitas hidup pasien tersebut. Tujuan penelitian inimenganalisis kuesioner “Quality of Life” (WHOQOL-BREF) dari WHO untuk mengukur kualitas hidup pasienHD di RSUZA. Metode: Desain penelitian adalah Statistical Equal Modeling (SEM) dengan data analisismenggunakan AMOS 22. Populasi adalah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi HD di RSUZA padatahun 2015 (n= 462) dan total sampel sejumlah150 pasien dengan teknik pengambilan sampel secara simplerandom sampling. Data dikumpulkan dengan membagikan kuesioner langsung kepada responden. Hasil: Hasilpenelitian menunjukkan bahwa setiap indikator pada variabel dimensi fisik, dimensi psikologis, dimensi sosial,dan dimensi lingkungan memenuhi kriteria yaitu nilai CR di atas 1.96 dengan p- value lebih kecil dari pada 0.05.Terkecuali pada indikator “rasa sakit” dan “kebutuhan terapi” yang tidak memenuhi kriteria sehingga perludihilangkan. Saran: Perlu menyosialisasikan kepada para pasien terapi HD pentingnya menjaga kulitas hidupmelalui kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial pasien dan kesehatan lingkungan sehingga kualitas hiduppasien yang menjalankan terapi HD dapat menjadi positif.

Kata kunci: Dimensi, Kualitas Hidup, Gagal ginjal, dan Terapi Hemodialisa.

ABSTRACT

Background: The people with kidney failure must undergo therapy and one alternative treatment is throughtherapy Hemodialysis (HD). There is a significant increasing number of patients who are running the HDtreatment in the General Hospital Zainoel Abidin (RSUZA) in Banda Aceh. In 2013 as many as 192 patients, asmany as 335 patients in 2014 and 2015 amounted to 462 patients. Kidney disease patients are often encounteredvarious complications that resulted in the declining their quality of life. The purpose of this study is to analysisthe questionnaire "Quality of Life" (WHOQOL-BREF) from WHO to measure the quality of life of patients withHD treatment in RSUDZA. Methods: The study design is Statistical Equal Modeling (SEM) with data analysisusing AMOS 22. The population is patients with chronic renal failure undergoing HD treatment in RSUZA in2015 (n = 462) which total sample are 150 patients through simple random sampling technique. Data werecollected by distributing questionnaires directly to respondents. Results: The results showed that each indicatorin variable physical dimension, psychological dimension, social dimension, and environmental dimensions meetthe criteria of value CR above 1.96 with a p-value less than 0:05. With the exception, "pain" and "therapeuticneeds" indicators does not meet the criteria therefore need to be deleted. Recommendations: Need to socializeto patients of HD therapies the importance of maintaining quality of life through physical, psychological, socialrelations and environmental health so that the quality of life of patients can turn into positive.

Keywords: Dimension, Quality of Life, Kidney Failure, and Therapy Hemodialysis.

Page 61: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

129

PENDAHULUAN

Ginjal adalah organ tubuh yang sangatpenting. Namun, banyak orang yang tidaksadar untuk menjaganya sehingga ginjalmenjadi tidak sehat dan bahkan terjadigagal ginjal1. Sebuah penelitian diIndonesia mengungkapkan bahwasebanyak 6.2% dari populasi pendudukIndonesia menderita gagal ginjal2. Parapenderita itu harus menjalani terapi danpengobatan yang memerlukan biaya besar3.Dari angka 6.2% tersebut, banyakpenderita yang mengalami gagal ginjalkronik tahap lima4.

Ada beberapa terapi pengganti ginjalyang dapat dijadikan sebagai alternatifpengobatan pasien yang mengalami gagalginjal antara lain Hemodialisa (HD),Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis(CAPD) transplanstasi ginjal1.Transplantasi ginjal dan peritonial dialisismerupakan pilihan terapi pengganti ginjalyang dapat dijadikan alternatif pengobatan.

Pasien penyakit ginjal seringkalidihadapi dengan berbagai komplikasi yangberakibat semakin menurunnya kualitashidup orang tersebut 5. Kualitas hidup bisadipandang dari segi subjektif dan obyektif.Dari segi subyektif merupakan perasaansenang dan puas atas segala sesuatu secaraumum, sedangkan secara obyektif adalahperubahan psikiologis, pemenuhantuntutan ekonomi, status sosial, dankesempurnaan fisik secara sosial ataubudaya6.

WHO7mengungkapkan bahwa kualitashidup dipengaruhi oleh 4 (empat) dimensi:dimensi kesehatan fisik, dimensi kesehatanpsikologis, dimensi hubungan sosial, dandimensi lingkungan. WHO telah membuatkuesioner WHO Quality of Life-BREF(WHOQOL-BREF) untuk mengukurkualitas hidup masyarakat sejak tahun19917. Kuesioner WHOQOL-BREFmewakili empat dimensi tersebut dengan26 indikator.

Tujuan penelitian ini adalah

menganalisis kuesioner WHOQOL-BREFuntuk digunakan dalam mengukur kualitashidup pasien gagal ginjal yang sedangmenjalankan terapi HD di Rumah SakitUmum dr. Zainoel Abidin (RSUZA) dikota Banda Aceh.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitiandeskriptif analitik dengan pendekatankuantitatif, dimana variabel independendan variabel dependen dikumpulkan padasaat bersamaan. Metode yang digunakandalam penelitian kuantitatif ini adalahsurvei dengan menyebarkan kuesionerlangusng kepada responden. Kuesionerdiadopsi penuh dari WHOQOL-BREF.

Populasi pada penelitian ini adalahpasien gagal ginjal kronik yang menjalaniterapi HD di RSUDZA selama tahun 2015yaitu sebanyak 462 pasien8. Sedangkantotal sampel sejumlah 150 pasien (ataulebih dari 30% dari populasi). Teknikpengambilan sampel secara simple randomsampling. Menurut8 bahwa ukuran sampelyang layak dalam penelitian antara 30-500responden.

Desain analisis penelitian adalahStatistical Equal Modeling (SEM) denganmenggunakan AMOS 22. Untukmenganalisis kuesioner WHOQOL-BREFpada kasus pasien gagal ginjal di RSUZAdi kota Banda Aceh maka penelitian inimenggunakan formula statistik AnalisisFaktor Konfirmatori (Confirmatory FactorAnalysis/CFA).

HASIL PENELITIAN

Hasil Uji CFA: Model Awal

Pada Gambar 1 terlihat hasil uji CFAyang menjelaskan hubungan indikator–indikator pada setiap dimensi pada modelawal. Dengan SEM dapat dilihat hubunganindikator dan unobserved variabel(variabel laten) dalam Measurement Model.

Page 62: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

130

Gambar 1

Loading factor yang digunakan untukmengukur konstribusi masing-masingindikator bila nilainya di atas 0.3 makadikatakan indikator itu representatif. Hasilmodel pada Gambar 1 di atasmenunjukkan bahwa dimensi fisik(loading factor 0.65), dimensi psikologis(loading factor -0.76), dimensi sosial(loading factor -0.29), dan dimensilingkungan (loading factor 0.14).

Sedangkan kovarian dimensi fisikdengan dimensi psikologis salingmempengaruhi (loading factor 1.00),kovarian dimensi psikologis dengan sosialsaling mempengaruhi (loading factor 0.72),kovarian dimensi sosial dengan dimensilingkungan saling mempengaruhi (loadingfactor 0.60), kovarian dimensi sosialdengan dimensi fisik saling mempengaruhi(estimate loading factor 0.88), kovariandimensi fisik dengan dimensi lingkugansaling mempengaruhi (loading factor 1.02),dan kovarian dimenesi psikologi dengandimensi lingkungan saling mempengaruhi

(loading factor 0.92). Dengan begitu,semua indikator diikutsertakan pada prosesanalisa data selanjutnya.

Hasil Uji CFA: Model Akhir

Indikator dari variabel dimensi fisikyang mempunyai skor tertinggi adalah“vitalitas yang cukup” sebesar 0.694.Artinya, indikator ini memberi kontribusisebesar 69.4% terhadap dimensi fisik. Bilapasien gagal ginjal yang menjalani terapiHD ingin meningkatkan kualitas fisiknya,maka indikator “vitalitas” harus mendapatprioritas utama dibandingkan indikatorlainnya.

Indikator dari variabel dimensipsikologis yang mempunyai skor tertinggiadalah “kebutuhan terapi” yaitu sebesar0.859. Berarti indikator ini memberikontribusi sebesar 85.9% terhadap dimensipsikologis. Pasien gagal ginjal yangmenjalani terapi HD bila ingin

Page 63: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

131

meningkatkan kualitas dimensi psikologis,maka “kebutuhan terapi” harus mendapat

prioritas utama dibandingkan indikatorlainnya.

Gambar 2

Indikator dari variabel dimensi sosialyang mempunyai skor tertinggi adalah“dukungan dari teman” sebesar 0.933.Artinya indikator ini memberi kontribusisebesar 93.3% terhadap dimensi sosial.Pasien gagal ginjal yang menjalani terapiHD di RSUZA di Banda Aceh bila inginmeningkatkan kualitas dimensi sosial,maka “dukungan dari teman” menjadiindikator terkuat yang harus terpenuhi.

Indikator dari variabel dimensilingkungan yang memiliki skor tertinggiadalah “fasilitas transfortasi” sebesar aitu0.700. Indikator ini memberi kontribusisebesar 70% terhadap kualitas dimensilingkungan. Pasien gagal ginjal yangmenjalani terapi HD di RSUZA di BandaAceh bila ingin meningkatkan kualitasdimensi lingkungannya, maka “fasilitastransfortasi” berperan paling penting.

Sedangkan indikator dari variabeldependen kualitas hidup yang mempunyaiskor tertinggi adalah “merasa hidupberarti” sebesar 1.232. Artinya indikatorutama untuk mengukur kualitas hiduppasien gagal ginjal yang menjalani terapi

HD di RSUDZA Banda Aceh adalah“merasa hidup berarti”.

Berdasarkan hasil uji goodness of fit,maka dapat disimpulkan modelmeasurement yang ada telah memenuhikriteria fit. Sehingga output yang keluardari model ini dapat dijadikan temuanpenelitian yang terkait dengan hubunganantara indikator dengan konstruknyamasing-masing.

PEMBAHASAN

Pengujian model dalam SEMdilakukan dengan dua pengujian: ujikesesuaian model dan uji signifikansikausalitas. Berdasarkan Tabel 1 terlihatbahwa bahwa indikator-indikatormembentuk secara signifikan variabeldimensi fisik, dimensi psikologis,dimensi sosial, dimensi lingkungan danvariabel kualitas hidup. Dengan demikian,model yang dipakai dalam penelitian inidapat diterima.

Page 64: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

132

Tabel 1. Krieteria Goodness of Fit Measurement Models

Kriteria Indeks Ukuran Cut-off Value Hasil Analisis EvaluasiModel

CMIN

Default model di antarasaturated danindependence 1.985 Baik

Baseline Comparisons Mendekati 1 Di atas 0,5 untuk NFI,IFI, TLI dan CFI Relatif Baik

Parsymony Adjusted Measures 0-1 Pration, PNFI, PDCFIberada di antara 0 – 1 Baik

Berdasarkan hasil regresi weight diTabel 2 di bawah terlihat bahwa setiapindikator pembentuk variabel dimensi fisik,dimensi psikologis, dimensi sosial,dimensi lingkungan dan kualitas hidup

menunjukkan hasil yang memenuhikriteria yaitu nilai CR di atas 1.96terkecuali pada indikator “rasa sakit”dan“kebutuhan terapi” pada variabel dimensilingkungan.

Tabel 2. Krieteria Goodness of Fit Measurement Models

Kriteria Indeks Ukuran Cut-off Value Hasil Analisis Evaluasi ModelRMSEA > 0.05 0.128 Baik

AIC

Default Model di antaraSaturated danIndependence 697.844 Baik

ECVI

Default Model di antaraSaturated danIndependence 11.631 Baik

Hasil tersebut dapat dikatakan bahwaindikator indikator pembentuk variabelvariabel dimensi fisik, dimensi psikologis,dimensi sosial, dimensi lingkungan dankualitas hidup tersebut secara signifikanmerupakan indikator dari faktor-faktordimensi fisik, dimensi psikologis, dimensisosial, dan dimensi lingkungan yangdibentuk. Dengan demikian, model yangdipakai dalam penelitian ini dapat diterima

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil uji model kualitas hidup pasiengagal ginjal yang menjalani terapi HDmenampilkan bahwa dimensi psikologis,dimensi sosial, dan dimensi lingkungantidak mempengaruhi kualitas hidup.Sedangkan dimensi fisik mempengaruhikualitas hidup.

Berdasarkan hasil analisis datamenampilkan bahwa kovarian fisikdengan psikologis saling mempengaruhi,Demikian juga kovarian dimensi psikologsdengan dimensi sosial salingmempengaruhi. Kovarian dimensi sosialdengan dimensi lingkungan salingmempengaruhi.

Hasil uji CFA bahwa semua indikatorberpengaruh terhadap setiap variabelmasing-masing dimensi.

Dari informasi ini maka kita dapatmenyarankan kepada para pasien yangmenjalani terapi HD di RSUZA di kotaBanda Aceh bahwa perlu memperhatikankesehatan fisik dikarenakan dapatmempengaruhi kualitas hidup pasien.Dalam menjaga fisik ada beberapaindikator yang harus diperhatikan yaituketergantungan pada zat obat dan bantuan

Page 65: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

133

medis, energi dan kelelahan, mobilitas,rasa sakit dan ketidaknyamanan, tidur danistirahat agar kualitas hidup pasiensemakin baik.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Suwitra I.K., Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam, Edisi IV, Jilid I.Jakarta: Pusat Penerbitan DepartemenIlmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.

2. Mardyaningsih, Kualitas Hidup padaPasien Gagal Ginjal Kronik yangMenjalani Terapi Hemodialisis diRSU dr. Soediran Mangun SumarsoKabupaten Wonogiri, JurnalKesehatan Masyarakat; 2014.

3. Nurmawati D., Studi FenomenologiPengalaman Pasien Gagal GinjalKronik yang MenjalaniHemodialisis Dalam MencapaiKualitas Hidup, DiponegoroUniversity; 2011.

4. Suhardjono D., Gagal Ginjal Kronik.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,Jilid II, Edisi Ketiga, FK UI: Jakarta;2001.

5. Aisyah J., Karakteristik PenderitaGagal Ginjal Rawat Inap di R.S.Haji Medan tahun 2009, 2011.

6. Leung D.K., Psychosocial Aspects inRenal Patients, Peritoneal DialysisInternational, 2003; 23 (Supplement2), S90-S4.

7. WHO, Quality of Life (WHOQOL)-BREF, 2012.

8. Sugiyono, Statistik untuk Penelitian,PT Rineke Cipta: Jakarta; 2005.

Page 66: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

134

PERILAKU KLIEN SUSPEK HIV/AIDS TERHADAP KESEDIAANMELAKUKAN VOLUNTARY COUNSELING AND TESTINGDI RUMAH SAKIT UMUM TGK. CHIK DITIRO SIGLI

Suspected HIV/AIDS Behavior against the Willingness of Doing Voluntary Counselingand Testing at Tgk. Chik Ditiro General Hospital Sigli

Annas1, Aulina Adamy2, dan Nasrul Zaman31,2,3Magister Kesehatan Masyarakat, Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Aceh, Banda Aceh, Aceh 23245

[email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Jumlah suspek HIV/AIDS yang melakukan Voluntary Counseling and Testing (VCT) diRSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli mengalami penurunan, yaitu 31 orang dari 72 kasus (43.05%) pada tahun 2013dan menurun pada tahun 2014 menjadi 57 orang dari 150 (31.33%) serta pada tahun 2015 hanya sebanyak 49orang dari 193 kasus (25.39%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku klien suspek HIV/AIDSterhadap kesediaan (Intensi) melakukan VCT di RSUD Tgk. Chik Ditiro berdasarkan Teori PerencanaanPerilaku. Metode: Metode quantitative research, menggunakan desain korelasional dengan pendekatan crosssectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah klien suspek HIV/AIDS yang melakukan VCT sebanyak 49klien. Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil pengumpulan data dianalisa denganmenggunakan SEM dengan aplikasi AMOS. Hasil: pengujian model menampilkan bahwa Sikap berhubungandengan Intensi di mana terbukti dari loading factor >0.3 dengan nilai 0.46. Persepsi kontrol prilaku (PBC)berhubungan dengan Intensi di mana terbukti dari loading factor >0.3 dengan nilai 0.66. Norma tidakberhubungan Intensi di mana terbukti dari loading factor <0.3 dengan nilai -0.10. Kovarian Sikap denganNorma (loading factor >0.3 dengan nilai 0.33), kovarian Sikap dengan Persepsi (loading factor >0.3 dengannilai 0.67), kovarian Norma Subjektif dengan Persepsi (loading factor <0.3 dengan nilai 0.06). Kesimpulan:Dari hasil analisis yang telah dilakukan terhadap pengukuran model lengkap empat konstruk laten sekaligusyaitu Sikap, Norma Subjektif, PBC, dan Intensi maka dapat disimpulkan model dapat diterima.

Kata kunci: Perilaku, Klien Suspek HIV/AIDS, danVCT

ABSTRACT

Background: The number of people who allegedly (suspek) HIV/AIDS who are willing to do VoluntaryCounseling and Testing (VCT) at Tgk. Chik Ditiro General Hospital Sigli has decreased, from 31clients of 72cases (43.05%) in 2013 and decline in 2014 into 57clients from 150 cases (31. 33%) as well as by 2015 only 49clients from 193 cases (25.39%). This study aim is to know the behavior of suspected HIV/AIDS towards theirwillingness (Intention) to do VCT in Tgk. Chik Ditiro General Hospital based on the Theory of PlannedBehavior. Methods: This study is categorized as quantitative research through correlation design with crosssectional study. The population in this research is suspected HIV/AIDS that going through VCT as much as 49clients. The instrument for data was collected by distributing questionnaires. The data were analyzed by usingSEM and AMOS applications. Results: Model test results showing that “Attitude” associated with “Intention”with loading factor >0.3 and value of 0.46. Perception of control behavior (PBC) is associated with “Intention”with loading factor >0.3 and value of 0.66. Norm is unrelated with “Intention” with loading factor <0.3 andvalue of -0.10. The kovarian of Attitude is interconnected with Norm (loading factor > 0.3 with value of 0.33),the kovarian of Attitude with Perception (loading factornya >0.3 with value of 0.67), and kovarian SubjectiveNorm with Perceptions (loading factor 0.3< with value of 0.06). Conclusion: From the analysis that has beendone to measure the full model of four latents constructs: Attitude, Subjective Norms, PBC and Intention canconcluded that the model is acceptable.

Keywords: Behavior, Suspected HIV/AIDS, and VCT

Page 67: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

135

PENDAHULUAN

Human Immunodeficiency Virus (HIV)adalah virus penyebab Acquired ImmuneDeficiency Syndrom1. Sedangkanpengertian Acquired Immune DeficiencySyndrome (AIDS) adalah sekumpulangejala dan infeksi (sindrom) yang timbulkarena rusaknya sistem kekebalan tubuhmanusia akibat infeksi virus HIV (CDC,2013). Tahun 2013 sebanyak 37.2 jutapenduduk dunia terinfeksi HIV. Angkakematian akibat HIV/AIDS pada tahun2013 adalah 1.7 juta jiwa1. Data dariDitjend menyatakan bahwa di provinsiAceh jumlah kasus HIV pada tahun 2014sebanyak 131 kasus dan meningkat padatahun 2015 menjadi 162 kasus. Sedangkanjumlah penderita AIDS pada tahun 2014adalah 165 orang dan meningkat padatahun 2015 menjadi 193 orang.

Kabupaten di provinsi Aceh yangmengalami kenaikan jumlah kasusHIV/AIDS adalah kabupaten Pidie.Jumlah penderita HIV/AIDS di kabupatenPidie pada tahun 2013 adalah 12 kasus danmeningkat pada tahun 2014 menjadi 14kasus serta tahun 2015 sebanyak 20 kasus2.Fenomena tentang HIV/AID yang terjadidi kabupaten Pidie saat ini adalah dari 193orang suspek HIV/AIDS yang terdata diKomisi Penanggulangan AIDS (KPA,2015) kabupaten Pidie, hanya 49 orang(25.39%) yang rutin memanfaatkanVoluntary Counseling and Testing (VCT).

Pengertian VCT menurut Centers forDisease Control and Prevention (CDC)adalah kegiatan konseling yangmenyediakan dukungan psikologis,informasi dan pengetahuan HIV/AIDS,mencegah penularan HIV,mempromosikan perubahan perilaku yangbertanggung jawab, pengobatanantiretroviral (ARV) dan memastikanpemecahan berbagai masalah terkaitdengan HIV/AIDS yang bertujuan untukperubahan perilaku ke arah perilaku lebihsehat dan lebih aman. Klinik VCT dikabupaten Pidie hanya terdapat di RumahSakit Umum (RSUD) Tgk. Chik Ditiro

Sigli.Menurut KPA kabupaten Pidie2, salah

satu faktor yang menyebabkan suspekHIV/AIDS tidak melakukan VCT adalahstigma dan dikriminasi dari masyarakat.Kondisi ini menyebabkan suspekHIV/AIDS yang ada di kabupaten Pidiemerasa tertekan, malu dengan kondisipenyakitnya dan kurang informasi tentangpenanganan HIV/AIDS.

Berdasarkan peningkatan jumlahsuspek HIV/AIDS di kabupaten Pidiesetiap tahun dan terjadinya penurunanjumlah suspek HIV/AIDS yang melakukanVCT di RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli,maka peneliti tertarik untuk mengetahuiperilaku klien suspek HIV/AIDS terhadapkesediaannya melakukan VCT.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metodequantitative research. Desain yangdigunakan adalah cross sectional study,yaitu mempelajari hubungan atau kolerasiantara faktor-faktor risiko dengan dampakatau efeknya. Faktor resiko dan dampakatau efeknya diobsevasi pada saat yangsama3. Desain ini dipilih dalam penelitiantentang perilaku klien suspek HIV/AIDSterhadap kesediaan melakukan VCT diRSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli karenapenelitian ini bertujuan untuk melihatpengaruh antara variabel-variabel dalamTeori Perencanaan Perilaku (Theory ofPlanned Behaviour) terhadap kesediaanklien suspek HIV/AIDS melakukan VCT.

Populasi dalam penelitian ini adalahseluruh orang yang diduga (suspek)HIV/AIDS di kabupaten Pidie yangsedang melaksanakan VCT di RSUD Tgk.Chik Ditiro di tahun 2015. Jumlahpopulasi sebanyak 49 suspek5. Sementaraitu, jumlah sampel sebanyak 46 orang daritotal populasi 49 orang. Analisis datamenggunakan program SEM (StructuralEquation Modeling) dengan aplikasiprogram statistik AMOS.

Page 68: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

136

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Normalitas

Hasil uji normalitas data dapat dilihatpada Tabel 1. Hasil uji normalitas datamenggunakan Shapiro-Wilk W Test untuk

variabel Sikap (Attitude) adalah 0.24 >0.05,Norma Subjektif (Subjective Norms) 0.09>0.05, Persepsi kontrol prilaku/PBC(Perception of control behavior) adalah0.08 >0.05, dan Intens (Intention) adalah0.47 >0.05, sehingga data seluruh variabelberdistribusi normal.

Tabel 1. Shapiro-Wilk W Test for Normal Data

Variabel Obs W V Z Prob>zSikap 46 0.96851 1.387 0.695 0.24367Norma 46 0.95744 1.875 1.334 0.09115PBC 46 0.95630 1.925 1.390 0.08230Intensi 46 0.97672 1.025 0.053 0.47877

Sumber: Data Primer (diolah Maret, 2016)

Uji Confirmatory Factor Analysis (CFA)

Hasil uji CFA pada variabel Sikapdapat dilihat pada Tabel 2. BerdasarkanTabel 2, maka diketahui bahwa indikatorx1, x3, x4, x5 menunjukkan representatifuntuk mengukur variabel Sikap dengannilai loading factor >0.3. Indikator x2tidak representatif untuk mengukurvariabel Sikap karena memperoleh nilai0.28 <03. Pada uji model selanjutnyaindikator x2 disisihkan dari pengukuranmodel.

Tabel 2. Uji CFA pada Variabel Sikap

Indikator Variabel Loading Factorx1 Sikap 0.48x2 Sikap 0.28x3 Sikap 0.96x4 Sikap 0.50x5 Sikap 0.52

Sumber: Data Primer (diolah Maret, 2016)

Hasil uji CFA pada variabel Normadapat dilihat pada Tabel 3. BerdasarkanTabel 3, maka diketahui bahwa indikatorx6, x7, x8, x9, x10, x11, x13, x14, x15,x16, x17, x18 representatif untukmengukur variabel Norma dengan loadingfactor lebih besar 0.3. Sementara indikatorx12 tidak representatif karena memperolehnilai loading factor 0.29 <03. Oleh karena

itu, pada uji model selanjutnya indikatorx12 disisihkan.

Tabel 3. Uji CFA pada Variabel NormaSubjektif dan PBC

Indikator Variabel Loading Factorx6 Norma

Subjektif0.42

x7 NormaSubjektif

0.44x8 Norma

Subjektif0.56

x9 NormaSubjektif

0.90x10 Norma

Subjektif0.70

x11 NormaSubjektif

0.49x12 Norma

Subjektif0.29

x13 NormaSubjektif

0.75x14 Norma

Subjektif0.90

x15 NormaSubjektif

0.89x16 Norma

Subjektif0.94

x17 NormaSubjektif

0.77x18 Norma

Subjektif0.79

x19 PBC 0.73x20 PBC 0.45x21 PBC 0.64x22 PBC 0.74x23 PBC 0.70x24 PBC -0.11

Sumber: Data Primer (diolah Maret, 2016)

Berdasarkan Tabel 3, maka diketahuibahwa indikator x19, x20, x21, x22, x23representatif untuk mengukur variabelPBC. Hal tersebut terbukti dari nilai

Page 69: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

137

loading factor lebih besar 0.3. Indikatorx24 tidak representatif karena memperolehnilai -0.11 <03. Pada uji model selanjutnyaindikator x24 disisihkan dari pengukuranmodel.

Tabel 4. Uji CFA Variabel Intensi

Indikator Variabel Loading Factory1 Intensi 1.00y2 Intensi 6.86y3 Intensi 3.34

Sumber: Data Primer (diolah Maret, 2016)

Berdasarkan Tabel 4, maka diketahuiseluruh indikator y1, y2, dan y3representatif untuk mengukur variabelIntensi dengan nilai estimate loadingfactor >0.3. Oleh karena itu, untukvariabel dependen Intensi, tidak adaindikator yang disisihkan pada uji model

selanjutnya.

Hasil Uji Model: Model Awal

Pengujian model menggunakan SEMAMOS. Dari pengujian model didapatkanhasil CMIN/ DF sebesar 1.825. Nilai yangdirekomendasikan untuk menerimakesesuaian sebuah model adalahCMIN/DF ≤ 2.00.

Nilai RSMEA menunjukkan goodnessof fit yang diharapkan. Nilai ≤0.08merupakan indeks agar model dapatditerima. Dari model pada Gambar 1menghasilkan nilai RSMEA sebesar 0.135sehingga dapat disimpulkan fit model diatas tidak cukup baik. Oleh sebab itu perludilakukan pengujian model yang lebihbaik dengan mengikuti saran modifikasi(respesifikasi) model yang diberikan olehAMOS dengan menggunakan foldermodification Indices I Covariances4.

Gambar 1. Hasil Pengukuran Model Awal

Hasil Uji Model: Model Akhir

Pada model akhir ini telah dilakukancrossloading antar indikator antara lainindikator x8 dengan x10, x10 dengan x11,x11 dengan x18, x12 dengan x13, x12dengan x17, x15 dengan x19, x17 denganx20, x19 dengan x20, dan modifikasi relasiantara variable Sikap dengan indikator x6seperti ditampilkan pada Gambar 2.

Hasil pengujian model seperti padaGambar 2, menampilkan bahwa Sikap

berhubungan dengan Intensi di manaterbukti dari nilai loading factor >0.3dengan nilai 0.45. PBC berhubungandengan Intensi di mana terbukti dari nilailoading factor >0.3 dengan nilai 0.66.Hasil model menampilkan bahwa Normatidak berhubungan Intensi di mana nilailoading factor <0.3 dengan nilai -0.10.Pada kovarian Sikap dengan Norma salingberhubungan di mana nilai loading factor>0.3 dengan nilai 0.33. Kovarian Sikapdengan PBC saling mempengaruhi di

Page 70: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

138

mana nilai loading factor >0.3 dengannilai 0.67. Hasil model menampilkanbahwa kovarian Norma dengan PBC tidak

saling berhubungan di mana nilai estimateloading factor <0.3 dengan nilai 0.06.

Gambar 2. Hasil Pengukuran Model Akhir

Test Goodnest of Fit

Untuk menguji model dapatmenggunakan analisis SEM tidak ada alat

uji statistik tunggal untuk mengukur ataumenguji hipotesis mengenai model.Berikut ini adalah beberapa tabel untukmelihat tingkat Fit model.

Tabel 5. CMIN

Model NPAR CMIN DF P CMIN/DFDefault model 84 308.490 215 .000 1.435Saturated model 299 .000 0Independent model 46 872.184 253 .000 3.447

Hasil pengujian model Tabel 5didapatkan hasil CMIN/ DF sebesar 1.435.Pada model ini nilai yangdirekomendasikan untuk menerimakesesuaian sebuah model adalah

CMIN/DF yaitu ≤2.00, model di atasmenghasilkan nilai CMIN/DF sebesar1.435, maka dapat di simpulkan bahwamodel ini dapat diterima.

Tabel 6. RMR dan GFI

Model RMR GFI AGFI PGFIDefault model 4.206 .704 .622 .551Saturated model .000 1.000Independent model 15.182 .313 .250 .287

Pada Tabel 6 didapatkan hasil GFIsebesar 0.704. Nilai yangdirekomendasikan untuk menerima

kesesuaian sebuah model adalah GFI ≤1.0.Dapat disimpulkan bahwa model ini dapatditerima.

Page 71: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

139

Table 7. Baseline Comparisons

Model NFIDelta1

RFIrho1

IFIDelta2

TLIrho2 CFI

Default model 0.646 0.584 0.858 0.822 0.903Saturated model 1.000 1.000 1.000Independence

model000 0.000 0.000 0.000 0.000

Pada Tabel 7 didapatkan hasilBaseline Comparisons nilai CFI sebesar0.903. Pada model ini nilai yangdirekomendasikan untuk menerima

kesesuaian sebuah model apabila CFIyaitu ≥0.90. Oleh karena itu model di atasdapat diterima karena nilai GFI sebesar0.903.

Tabel 8. RMSEA

Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSEDefault model 0.098 0.072 0.122 0.003

Independence model 0.233 0.216 0.250 0.000

Nilai RSMEA yang diharapkan yaitu≤0.10 merupakan indeks untuk dapatditerima model. Dari model pada Tabel 8menghasilkan niai RSMEA sebesar 0.098.

Dari hasil analisis yang telah dilakukanterhadap pengukuran model lengkap yangmelibatkan empat konstruk laten sekaligusyaitu Sikap, Norma Subjektif, PBC, danIntensi maka dapat disimpulkan model diatas dapat diterima (fit). Menurut Dachlan4model ini sebenarnya masih perludilakukan perbaikan untuk menjaminterpenuhinya unidimensionalita. Namundemikian secara umum dapat dikatakanbahwa model pengukuran ini cukup baikdan dapat digunakan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Terdapat pengaruh timbal balik antaraSikap dan Norma Subjektif padasuspek HIV/AIDS yang melakukanVCT di RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli;

2. Terdapat pengaruh timbal balik antaraSikap dan PBC pada suspekHIV/AIDS yang melakukan VCT diRSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli;

3. Tidak terdapat pengaruh timbal balikantara Norma Subjektif dan PBC pada

suspek HIV/AIDS yang melakukanVCT di RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli;

4. Terdapat pengaruh antara Sikapterhadap Intensi klien suspekHIV/AIDS yang melakukan VCT diRSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli;

5. Tidak terdapat pengaruh antara NormaSubjektif terhadap Intensi KlienSuspek HIV/AIDS melakukan VCT diRSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli; dan

6. Terdapat pengaruh antara PCBterhadap Intensi klien SuspekHIV/AIDS yang melakukan VCT diRSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli.

Saran

Suspek HIV/AIDS diharapkan untukmemiliki sikap yang positif dengan tetapmemperhatikan norma sosial dankemampuan kontrol perilaku sehinggamenimbulkan motivasi untukmelaksanakan VCT. Petugas kesehatan diklinik VCT di RSUD Tgk. Chik DitiroSigli agar memperhatikan prinsip-prinsipdalam memberikan layanan VCT kepadasuspek HIV/AIDS terutama dalammenjaga kerahasiaan. Sementaramanajemen rumah sakit agarmeningkatkan fasilitas sehinggamemberikan rasa aman dan nyaman bagi

Page 72: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Epidemiologi 140

suspek HIV/AIDS dalam menjalanikonseling dan tes. Juga diperlukanpeningkatan kemampuan petugaskesehatan dalam melakukan VCT melaluipelatihan. Peneliti lainnya yang tertarikmelakukan penelitian tentang VCT padasuspek HIV/AIDS disarankan agarmemfokuskan pada kegiatan konseling dantes yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, Scaling-up HIV Testing andCounseling Services: a Toolkit forProgram Managers, Switzerland:WHO Library Cataloguing-in-Publication Data; 2005

2. KPA, Laporan Kasus HIV/AIDS,Provinsi Aceh: KomisiPenanggulangan AIDS; 2015.

3. Muijs D., Doing QuantitativeResearch in Education, 2nd ed,London: SAGE Publications; 2010

4. Dachlan U., Panduan LengkapStructural Eqution Modeling,Semarang: Lentera Ilmu; 2014

5. Klinik VCT., Laporan JumlahKunjungan VCT, Pidie: RSUDTgk.Chik Ditiro Sigli; 2015

6. Abamecha. F dan Godesso. A. (eds),Predicting Intention to UseVoluntary HIV Counseling andTesting Services among HealthProfessionals in Jimma, Ethiopia,Using the Theory of PlannedBehavior, Journal MultidisciplinaryHealth; 2013. vol. 6, p.p 399-407.

7. Achmat Z., Theory of PlannedBehavior, Masihkah Relevan?,Tersedia dari:<http://zakarija.staff.umm.ac.id/files/20, 2010;10:12>

8. Arikunto S., Pendekatan, ProsedurPenelitian Suatu Praktek, Jakarta:Rineka Cipta; 2010.

9. Armitage C.J. dan Conner M.,Efficacy of the Theory of PlannedBehaviour: A Meta‐analytic Review,British Journal of Social Psychology;2011. vol. 40, no. 4, p.p. 471-499.

10. Babbie E., The Basics of SocialResearch, Cengage Learning; 2013.

11. CDC, Guideline for the Preventionand Treatment of OportunisticInfections in HIV-Infected Adultsand Adolescents, Tersedia dari:<www.cdc.gov2013> [Maret 2015].

12. Conner M., Lawton R., Parker D.,Chorlton K., Manstead A.S. danStradling S., Application of theTheory of Planned Behavior to thePrediction of Objectively AssessedBreaking of Posted Speed Limits,British, Journal of Psychology; 2007.vol. 98, no. 3, p.p. 429-453.

13. Ditjen P. dan RI P.D., LaporanTriwulan Situasi PerkembanganHIV/AIDS di Indonesia s/d 31Desember 2009: Jakarta; 2015.

14. Dyk A.V., HIV/AIDS; care andcounselling, South Africa: PearsonEducation Ltd; 2008.

15. Febriana, Determinan keikutsertaanPelanggan Wanita Pekerja Seks(WPS) dalam Program VoluntaryConseling and Testing (VCT),Kesehatan Masyarakat, No 8, JurusanIlmu Kesehatan Masyarakat FakultasIlmu Keolahragaan: UniversitasNegeri Semarang; 2013.

16. Ferdinand A., Metode PenelitianManajemen: Pedoman Penelitianuntuk Penulisan Skripsi, Tesis, danDisertasi Ilmu Manajemen,Semarang: Badan Penerbit UniversitasDiponegoro; 2006.

17. Green L.W., Manual for ScoringSocioeconomic Status for Researchon Health Behavior, Public HealthReports; 1970. vol. 85, no. 9, p.p. 815.

18. KPA, HIV dan AIDS SekilasPandang, 2nd ed, Jakarta: KomisiPenanggulangan AIDS; 2007.

Page 73: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72– 153

Epidemiologi 141

FAKTOR RISIKO FILARIASIS DI KABUPATEN ACEH JAYA

Filariasis Risk Factors in Aceh Jaya District

Mutia Ulfa Rahmad1,Aulina Adamy2, dan Asnawi Abdullah31,2,3Magister Kesehatan Masyarakat, Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Aceh, Banda Aceh,

Aceh [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Filariasis merupakan salah satu penyakit menular yang meskipun tidak mematikan tetapi dapatmenyebabkan kecacatan permanen sehingga menurunkan produktivitas. Terdapat peningkatan kasus filariasis diAceh. Aceh Jaya merupakan salah satu kabupaten dengan kasus filariasis terbanyak. Tujuan penelitian ini untukmenganalisis faktor risiko kejadian filariasis di Aceh Jaya. Metode: Penelitian ini menggunakan desain matchedcase control 1:1. Kelompok kasus adalah semua pasien dengan filariasis, sementara kontrol adalah semua orangyang tidak menderita filariasis. Sampel sebanyak 118 orang responden terdiri dari 59 kasus dan 59 kontrol.Hasil:Analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian filariasis adalah“Lingkungan Fisik” yaitu Pemakaian Kawat Kasa OR = 4.13 (95% CI: 1.76-9.68), Konstruksi Dinding Rumah OR= 3.94 (95% CI: 1.71-9.04), Konstruksi Plafon OR = 2.33 (95% CI:1.10-4.92), Genangan Air OR = 2.17 (95% CI:1.03-4.59), dan Keberadaan Semak-semak OR = 4.97 (95% CI: 2.19-11.24), dan “Prilaku” yaitu KebiasaanMenggunakan Obat Nyamuk OR = 2.59 (95% 1.20-5.60). Dari analisis multivariat, faktor risiko yang palingdominan adalah Konstruksi Dinding Rumah dengan OR= 3.69 (95% CI: 1.52-8, p-value 0.004) dan KeberadaanSemak-semak dengan OR = 4.72; (95% CI: 2.01-11.06, p-value 0.000). Saran: Perlu dilakukan penelitianselanjutnya mengenai faktor risiko filariasis mulai dari pemeriksaan vektor sampai dengan pemeriksaan darahtepi pada malam hari sehingga dapat diidentifikasi jenis bddmikrofilaria yang terdapat di kabupaten AcehJaya.

Kata Kunci: Filariasis, Faktor Risiko, dan Aceh Jaya.

ABSTRACT

Background: Filariasis is one of the infectious diseases that although not deadly but can cause permanentdisability resulting in lower productivity. There is an increase in cases of filariasis in Aceh and Aceh Jaya isone of the districts with the most cases of filariasis. The purpose of this study was to analyze the risk factors offilariasis in Aceh Jaya. Methods: This study design used a matched case control 1:1. The case group was allpatients with filariasis, while the controls are all people who do not suffer from filariasis. Total sample is 118respondents consisting of 59 cases and 59 controls. Results: Bivariate analysis showed that the risk factorsassociated with the incidence of filariasis are “Physical Environment” variable measured by the Use of WireNetting OR = 4.13 (95% CI: 1.76-9.68), House Wall Construction OR = 3.94 (95% CI: 1.71-9.04), CeilingConstruction OR= 2.33 (95% CI: 1.10-4.92), Puddle Near House OR = 2.17 (95% CI: 1.03-4.59), Existence ofBushes OR = 4.97 (95% CI: 2:19-11:24), and “Behavior” variable measured by the Using of Insect RepellentOR = 2.59 (95% CI: 1.20-5.60). Results from multivariate analysis showed the most dominant risk factor areHouse Wall Construction with OR = 3.69 (95% CI: 1.52-8, p-value 0.004) and Existence of Bushes with OR =4.72 (95% CI: 2.01-11:06, p-value 0.000). Recommendations: Further research need to be done starting fromfilariasis vectors inspection to peripheral blood examination so type of microfilariae in the district of AcehJaya can be identified.

Keywords: Filariasis, Risk Factors, and Aceh Jaya.

Page 74: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72– 153

142

PENDAHULUAN

Filariasis atau penyakit kaki gajahadalah penyakit menular menahun yangdisebabkan oleh cacing filaria yang dapatditularkan oleh berbagai jenis nyamukantara lain nyamuk Mansonia, Anopheles,Aedes, Culex, Armigeres1. Penyakit inidapat merusak system limfe, menimbulkanpembengkakan pada tangan, kaki, glandulamammae, dan scrotum. Dapat jugamenimbulkan cacat seumur hidup sertastigma sosial bagi penderita dankeluarganya. Hasil penelitian DepartemenKesehatan Masyarakat, UniversitasIndonesia tahun 1998 menunjukkan bahwabiaya perawatan yang diperlukan seorangpenderita filariasis per tahun sekitar 17,8%dari seluruh pengeluaran keluarga atau32.3% dari biaya makan keluarga2.

Filariasis tersebar luas hampir diseluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkandata jumlah kasus klinis filariasis yangdilaporkan dari tahun ke tahunmenunjukkan adanya peningkatan. Dalam10 tahun terakhir dari tahun 2.000 jumlahkasus yang dilaporkan sebanyak 6.233kasus, meningkat pada tahun 2009sebanyak 11.914 kasus. Tiga provinsidengan kasus terbanyak berturut-turutadalah pemerintah Aceh sebanyak 2.359orang, Nusa Tenggara Timur 1.730 orang,dan Papua sebanyak 1.158 orang. DiIndonesia penyakit tersebut lebih banyakditemukan di pedesaan3.

Kasus filariasis di Aceh cukup banyakdan tersebar pada 23 kabupaten/kota. Padatahun 2014 terdapat 457 penderitafilariasis, kemudian pada tahun 2015sampai bulan Juni terdapat 443 kasusdengan 23 diantaranya merupakan kasusbaru4. Kabupaten Aceh Jaya merupakansalah satu kabupaten dengan kasusfilariasis terbanyak selain dari Aceh Besardan Lhokseumawe dengan jumlahpenderita filariasis pada tahun 2013 adalah59 orang, meningkat menjadi 62 orangpada tahun 2014, sedangkan pada tahun2015 adalah 59 orang5. Cakupanpengobatan filariasis di kabupaten Aceh

Jaya pada tahun 2014 dari 62 orangpenderita hanya 77% yang mendapatpengobatan dari pelayanan kesehatan5.Dengan semakin meningkatnyamasyarakat yang menderita filariasis diAceh Jaya penting untuk mengetahuifaktor-faktor risiko penyebabmeningkatnya penyakit tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitiankuantitatif menggunakan studi machedcase control (kasus control) digunakanuntuk melihat faktor risiko kejadianfilariasis dengan perbandingan 1:1.Matched dilakukan pada umur dan jeniskelamin. Sampel dalam penelitian faktorrisiko filariasis adalah 118 orang yangterdiri dari 59 orang kasus yaitu penderitafilariasis dan 59 orang sebagai kontrolyaitu bukan penderita filariasis. Datadiambil dengan dengan wawancara danobservasi. Analisis data untuk mengetahuifaktor risiko dilakukan melalui statistikunivariate, bivariate, dan multivariatedengan regresi logistik.

HASIL

Dari hasil penelitian pada Tabel 1,menunjukkan variabel yang berhubungandengan kejadian filariasis adalahPemakaian Kawat Kasa (p-value 0.001),Konstruksi Dinding Rumah (p-value0.001), Konstruksi Plafon (p-value 0.027),Genangan Air (p-value 0.041), Semak-semak (p-value 0.000), dan kebiasaanMenggunakan Obat Nyamuk (p-value0.015).

Variabel-variabel yang memiliki nilaip-value ≤0.25 atau secara substansidianggap perlu dimasukkan sebagai faktorrisiko kemudian dilanjutkan ke analisismultivariate. Hasil analisis multivariatemenunjukkan kondisi Konstruksi DindingRumah kurang p-value 0.004 dan OR =3.69 (95% CI 1.52-8.95), adanya Semak-semak di sekitar rumah p-value 0.000 danOR = 4.72 (95% CI 2.01-11.06)

Page 75: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72– 153

143

merupakan faktor yang dominan dengan kejadian filariasis.

Tabel 1. Analisis Bivariat Faktor Risiko Filariasis di Kabupaten Aceh Jaya

Variabel dan Indikator Odd Ratio (95% CI) p-valueLingkungan FisikPemakaian kawat kasa 4.13 (1.76-9.68) 0.001Konstruksi dinding rumah 3.94 (1.71-9.04) 0.001Konstruksi plafon 2.33 (1.10-4.92) 0.027Genangan air 2.17 (1.03-4.59) 0.041Semak-semak 4.97 (2.19-11.24) 0.000Keberadaan rawa-rawa 1.35 (0.63-.91) 0.437Lingkungan BiologiTanaman air 1 (0.38-2,61) 1.00Ikan predator 3.80 (0.99-14) 0.051Lingkungan SosialPekerjaan 1.57 (0.73-3.40) 0.245Pekerjaan 1.98 (0.95-4.12) 0.067PerilakuKebiasaan Keluar Malam 1.50 (0.72-3.12) 0.268Kebiasaan Menggunakan Obat Nyamuk 2.59 (1.20-5.60) 0.015Kebiasaan Menggunakan Pakaianpelindung

1.98 (0.95-4.12) 0.067Kebiasaan Menggunakan Kelambu 0.65 (0.10-4.06) 0.650

PEMBAHASAN

Lingkungan Fisik

Berdasarkan nilai OR = 4.13 dapatdisimpulkan orang yang ventilasirumahnya tidak terpasang kawat kasa akanlebih berisiko menderita filariasis 4.13 kalilebih besar dibanding dengan orang yangventilasi rumahnya terpasang kawat kasadan dengan p-value 0.001 maka secarastatistik variabel ini bermakna. Hal inisejalan dengan penelitian yang dilakukanoleh Ardias6 yang menemukan adahubungan yang bermakna antarapemasangan kawat kasa pada ventilasidengan kejadian filariasis (p-value 0.013dan OR = 27.2). Penelitian lainnya olehJuriastuti7 juga menunjukkan adahubungan antara pemakaian kawat kasadengan kejadian filariasis (p-value 0.005dan OR = 7.2).

Dengan tidak adanya kasa nyamukpada ventilasi rumah maka memudahkannyamuk masuk ke dalam rumah padamalam hari. Hal ini memudahkanterjadinya kontak antara penghuni rumah

dengan nyamuk penular filariasis,sehingga meningkatkan risiko terjadinyapenularan filariasis yang lebih tinggidibandingkan dengan rumah yangventilasinya terpasang kawat kasa.

Hasil analisis bivariat diperolehOR = 3.94 dan p-value 0.001, hal ini dapatdisimpulkan bahwa orang yang dindingrumahnya kurang rapat memiliki risikomenderita filariasis 3.9 kali lebih besardibandingkan dengan responden yangdinding rumahnya baik.

Hasil analisis bivariat diperoleh nilaiOR = 2.23 dan p-value 0.027 yangmenunjukkan bahwa orang yang rumahnyatidak terpasang plafon memiliki risikomenderita filariasis 2.33 lebih besardibandingkan dengan orang yangrumahnya terpasang palfon. Penelitian inisejalan dengan penelitian sebelumnya8yang menunjukkan ada hubungankonstruksi plafon rumah dengan kejadianfilariasis (p-value 0.005; OR = 7.2).Dengan tidak adanya plafon pada rumahmaka memudahkan masuknya nyamuk kedalam rumah. Hasil analisis bivariatdiperoleh OR = 2.17; p-value 0.041 dapat

Page 76: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72– 153

144

disimpulkan bahwa orang yang disekeliling rumahnya terdapat genangan airlebih berisiko menderita filariasis 2.17 kalilebih besar dibandingkan dengan orangyang disekeliling rumahnya tidak adagenangan air. Hasil penelitian inimendukung penelitian yang dilakukanpenelitian Paiting9 yang menyatakan adahubungan antara genangan air denganfilariasis (p-value 0.045; OR = 6).

Faktor lingkungan memegang perananpenting terhadap kejadian filariasis.Genangan air seperti selokan atau airlimbah rumah tangga yang tergenang disekitar rumah dapat menjadi tempatperindukan vektor Mansonia sebagai salahsatu penular filariasis. Hasil analisisbivariat menunjukkan p-value 0.000 danOR = 4.9 sehingga dapat disimpulkanbahwa risiko menderita filariasis padaorang yang di sekeliling rumahnyaterdapat semak-semak 4.97 kali lebih besarbila dibandingkan dengan orang yangdisekeliling rumahnya tidak ada semak-semak. Hasil penelitian ini memperkuatpenelitian Windiastuti10 menyatakan adahubungan keberadaan semak-semakdengan kejadian filariasisi (p-value 0.025dan OR = 2.70).

Hasil analisis bivariat diperoleh nilai p-value 0.43 dan OR = 1.3 menunjukkantidak terbukti secara statistik berhubungandengan kejadian filariasis. Penelitian initidak sejalan dengan penelitian yangdilakukan oleh Uloli and Sumarni12 yangmenemukan adanya hubungan antararawa-rawa dengan kejadian filariasis (p-value 0.049; OR = 2.2).

Lingkungan Biologi

Hasil analsis bivariat menunjukkantidak ada hubungan antara lingkunganbiologi meliputi tanaman air (OR = 1; p-value 1) dan dapat disimpulkan risikomenderita filariasis pada yang tidakmenggunakan obat nyamuk memilikirisiko menderita filariasis 2.59 kali lebihbesar dibandingkan dengan respondenyang menggunakan obat nyamuk dansecara statistik bermakna. Sama dengan

penelitian ikan predator (OR = 3.8; p-value0.051). Lingkungan biologi dapat menjadirantai penularan filariasis, contohlingkungan biologi adalah adanya tanamanair sebagai tempat pertumbuhan nyamukMansonia spp2. Tidak adanya hubunganantara keberadaan tanaman air dengankejadian filariasis dalam penelitian inidisebabkan keberadaan tanaman air padakasus dan kontrol menunjukkan proporsiyang sama.

Sosial Budaya

Hasil analisis bivariat menunjukkanbahwa tidak ada hubungan antaralingkungan sosial dengan kejadianfilariasis. Hal ini dapat dilihat dari faktorjenis pekerjaan dengan nilai p-value 0.245.Di kabupaten Aceh Jaya pada umumnyamemiliki pekerjaan yang berisiko sehinggapeluang terjadinya kontak dengan nyamukbaik pada kasus dan pada kontrol memilikiproporsi yang hampir sama. Faktorpengetahuan juga tidak berhubungandengan kejadian filariasis (p-value 0.067).Hasil penelitian ini sejalan denganpenelitian Ardias7 yang menyatakan tidakada hubungan antara pengetahuan dengankejadian filariasis (p-value 0.07; OR =0.33). Dalam penelitian ini proporsiresponden yang memiliki pengetahuanbaik pada penderita filariasis (57.5%) lebihtinggi bila dibandingkan dengan bukanpenderita filariasis (40.7%), hal ini dapatdisebabkan karena penderita filariasis telahmendapat informasi tentang penyakitfilariasis sehingga tidak menunjukkanhubungan yang signifikan antarapengetahuan dengan filariasis.

Perilaku

Hasil analisis bivariat diperoleh nilaiOR = 2.59 dan p-value 0.015, sehinggaArdias7, menemukan ada hubungan antarakebiasaan menggunakan obat nyamukdengan kejadian filariasis (p-value 0.001dan OR = 11.6). Penelitian yang samayang dilakukan oleh Febrianto11 diketahuibahwa kebiasaan tidak menggunakan

Page 77: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72– 153

145

obat anti nyamuk malam hari adahubungan dengan kejadian filariasis (p-value 0.03 dan OR = 6.3). Pemakaian obatnyamuk merupakan salah satu bentukupaya pencegahan filariasis yaitu denganmelakukan kegiatan penyemprotan denganinsektisida dan penggunaan obat nyamukbakar.

Berdasarkan analisis bivariat diperolehnilai OR = 1.50 dan p-value 0.268, dapatdisimpulkan orang yang memilikikebiasaan keluar rumah pada malam haribukan lah risiko untuk menderita filariasis.Penelitian ini sejalan dengan penelitianSantoso15 yang menyatakan tidak adahubungan antara kebiasaan keluar rumahdengan kejadian filariasis.

Kebiasaan menggunakan pakaianpelindung juga tidak memiliki hubungandengan kejadian filariasis (p-value 0.067).Analisis bivariat juga menunjukkan tidakada hubungan antara pemakaian kelambudengan kejadian filariasis (p-value 0.650dan OR = 0.65) sehingga dapatdisimpulkan penggunaan kelambumerupakan faktor protektif atau mencegahfilariasis. Penelitian ini sejalan denganpenelitian Syuhada11 yang menyatakantidak ada hubungan antara pemakaiankelambu dengan kejadian filariasis.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis regresilogistik dimulai dari pemilihan variabelterpilih ke analisis multivariat sampai kemodel akhir, maka diketahui faktor risikokejadian filariasis yaitu pemakaian kawatkasa, konstruksi dinding rumah, semak-semak, ikan predator, pekerjaan,pengetahuan, kebiasaan menggunakanobat nyamuk, dan kebiasaan menggunakanpakaian pelindung. Setelah diuji, dari 8faktor yang berhubungan tersebut makayang paling dominan kemungkinanberperan terhadap kejadian filariasisadalah konstruksi dinding rumah denganp-value 0.004 dan OR = 3.69 (95% CI:1.52-8.95) dan keberadaan semak-semakdengan p-value 0.000 dan OR = 4.72(95% CI: 2.01-11.06).

Seseorang yang tinggal di dalamrumah dengan kondisi dinding rumahkurang rapat berisiko menderita filariasis3.69 kali lebih besar dibandingkan denganorang yang tinggal di dalam rumah dengankondisi dinding baik dan seseorang yangdisekitar rumahnya terdapat semak-semaklebih berisiko menderita filariasis 4.72 kalilebih besar bila dibandingkan rumah yangtidak ada semak-semak.

Agar penyakit filariasis dapatdikurangi maka Dinas Kesehatan danPuskesmas perlu melakukan koordinasidengan lintas sektor dalam pembangunanrumah dhuafa bagi masyarakat miskinserta memberi bantuan memperbaikikondisi fisik rumah yang tidak sehat.

DAFTAR PUSTAKA:

1. Chin, J., Manual PemberantasanPenyakit Menular, 17 Cetakan II ed.Kandun IN, editor, Jakarta: CV. InfoMedika; 2006.

2. Kemenkes, Peraturan MenteriKesehatan Republik Indonesita No94 Tahun 2014 tentangPenanggulangan Filariasis, Jakarta:Kementrian Kesehatan RepublikIndonesia; 2015.

3. Kemenkes, Mengenal Filariasis(Kaki Gajah), Jakarta: DirektoratPengendalian Penyakit BersumberBinatang, Dirjen P2PL; 2010.

4. Dinkes Aceh, Data PenderitaFilariasis; 2015.

5. Dinkes Aceh Jaya, Profil KesehatanAceh Jaya, Calang: DinkesKabupaten Aceh Jaya; 2015.

6. Ardias, A., Setiani, O., dan Darundiati,Y.H, 'Faktor Lingkungan danPerilaku Masyarakat yangBerhubungan dengan KejadianFilariasis di Kabupaten Sambas',Jurnal Kesehatan LingkunganIndonesia; 2013. vol. 11, no. 2, p.p.199-207.

7. Juriastuti, P., Kartika, M., Djaja, I.M.dan Susanna, D., Faktor risikokejadian filariasis di Kelurahan Jati

Page 78: JUKEMA - UNMUHA

Epidemiologi

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72– 153

146

Sampurna, Makara Kesehatan; 2010.vol. 14, no. 1, p.p. 31-6.

8. Paiting, Y.S., Setiani, O., danSulistiyani, S., 'Faktor RisikoLingkungan dan KebiasaanPenduduk Berhubungan DenganKejadian Filariasis di DistrikWindesi Kabupaten KepulauanYapen Provinsi Papua', JurnalKesehatan Indonesia; 2012. vol. 11,no. 1, p.p. 76-81.

9. Windiastuti, I.A., Suhartono, S. danNurjazuli, N., 'Hubungan KondisiLingkungan Rumah, SosialEkonomi, dan Perilaku Masyarakatdengan Kejadian Filariasis diKecamatan Pekalongan SelatanKota Pekalongan', Jurnal KesehatanLingkungan Indonesia; 2013. vol. 12,no. 1, p.p. 51-7.

10. Masrizal, M., 'Penyakit Filariasis',Jurnal Kesehatan Masyarakat,Andalas; 2012. vol. 7, no. 1.

11. Febrianto, B. dan Widiarti, W.,'Faktor Risiko Filariasis di DesaSamborejo, Kecamatan Tirto,Kabupaten Pekalongan JawaTengah, Buletin Penelitian Kesehatan;2008. 36 (2 Jun).

12. Santoso, S., Sitorus, H. dan OktarinaR., 'Faktor Risiko Filariasis diKabupaten Muaro Jambi', BuletinPenelitian Kesehatan; 2013. vol. 41,(3 Sep), p.p. 152-62.

Page 79: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Administrasi Kesehatan Masyarakat 147

ANALISIS PEMBIAYAAN/BELANJA TERHADAP PENDERITACHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) YANG DIRAWAT INAP DI

RUMAH SAKIT dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

Cost Analysis for Hospitalized Chronic Kidney Disease Patients in dr. Zainoel AbidinHospital Banda Aceh

Syarkawi1, Taufiq A. Rahim2, dan Irwan Saputra31,2Magister Kesehatan Masyarakat, Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Aceh, Banda Aceh, Aceh 23245

[email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA) merupakanpenyakit yang sangat serius di antara beberapa penyakit lain di dunia saat ini. Hal tersebut dapat berimplikasiterhadap peningkatan biaya kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembiayaan/belanjaterhadap penderita CKD yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin (RSUZA). Metode:Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan cross-sectional design. Populasi dalam penelitian ini semuapasien CKD yang dirawat inap di RSUZA tahun 2016. Sampel diambil sebanyak 50 orang dari total populasi461 orang dengan menggunakan teknik simple random sampling. Hasil: Dari hasil penelitian, total tarif ina-CBGs Rp. 661.685.089.00, total biaya belanja pasien selama dirawat inap Rp. 49.535.000.00, dan tarif rumahsakit Rp. 930.698.811.00, sedangkan total opportunity cost pendamping Rp. 26.205.000.00, dan totalopportunity cost pasien Rp. 112.420.000.00. Hasil uji statistik diperoleh tidak ada perbedaan biaya langsung danbiaya tidak langsung dengan variabel-variabel yang diteliti nilai p-value >0.05. Kesimpulan: Total biaya Ina-CBGs pada 50 pasien CKD yang dirawat inap di RSUZA adalah sebesar Rp. 661.685.089.00. Besarnya biayapengobatan pada pasien CKD dilihat berdasarkan Severity Level penyakit dan Length of Stay (LOS) pasien.

Kata Kunci: Cronic Kidney Disease (CKD), Tarif Ina-CBGs, Biaya Langsung, dan Biaya Tidak Langsung

ABSTRACT

Background: Chronic Kidney Disease (CKD) or End Stage Renal Disease (PGTA) is a very serious diseaseamong some other disease in the world today. This could have implications on the rising of health care costs.The purpose of this study was to determine the funding/spending on patients with CKD who are hospitalized inthe Hospital dr. Zainoel Abidin (RSUZA). Methods: This study used a descriptive analytic cross-sectionaldesign. The population in this study was all patients with CKD who are hospitalized in RSUZA in the year of2016. Samples taken as many as 50 people from a total population of 461 people by using simple randomsampling technique. Results: The research results shows that total of Ina-CBGs rates Rp. 661.685.089.00, totalhospital fare Rp. 930.698.811.00, total expenditures for hospitalized patients Rp. 49.535.000.00, totalcompanion opportunity cost Rp. 26.205.000.00, and total patients opportunity cost Rp. 112.420.000.00.Statistical test results obtained that there is no difference in direct costs and indirect costs to the variablesstudied with p-value >0.05. Conclusion: The total cost Ina-CBGs for 50 CKD patients who are hospitalized inRSUZA were Rp. 661.685.089.00. The cost of treatment in CKD patients can be seen by Severity Level diseasesand Length of Stay (LOS) patients.

Keywords: Cronic Kidney Disease (CKD), Ina-CBGs Rates, Direct Cost, and Indirect Cost

Page 80: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Administrasi Kesehatan Masyarakat 148

PENDAHULUAN

Chronic Kidney Disease (CKD)merupakan masalah kesehatan di dunia,dilihat dari terjadinya peningkatan insiden,prevalensi, dan tingkat morbiditas, sertatingginya biaya yang dikeluarkan dalamproses pengobatan sehingga menjadifenomena gunung es yang menutupipenyakit ini1. Menurut WHO, sebanyak 36juta warga dunia meninggal akibat CKDdari tahun 2009 sampai 2011, dan lebihdari 26 juta orang dewasa di Amerika atausekitar 17% dari populasi orang dewasaterkena CKD3. CKD dapat berimplikasiterhadap peningkatan biaya kesehatandiperkirakan sebesar $14.000 sampai$22.000 per pasien per tahun4. Padastadium akhir penyakit ginjal sangatmembutuhkan dialisis atau transplantasiginjal yang mencapai lebih dari 1.4 jutadengan kejadian sekitar 8% per tahun diseluruh dunia. Total pengeluaran untukperawatan pasien dengan End Stage RenalDisease (ESRD) dari tahun 2007 sampaidengan tahun 2009 berkisar 25 milyardolar5.

Dari aspek pembiayaan makroekonomi diketahui bahwa semakin tinggitingkat pendapatan suatu negara makasemakin besar negara itu mengeluarkanbiaya kesehatan. Negara yang termasuknegara tingkat menengah dan negara majumenanggung beban sekitar 60% belanjakesehatannya atau sekitar 5% GrossNational Product (GNP), sedangkan dinegara yang sedang berkembang sekitar50% atau sekitar 2% GNP. Meskipundemikian, hasil dari setiap dolar yangdikeluarkan setiap negara tidakmemberikan dampak yang sama karenatingginya belanja kesehatan belum tentumemberi dampak pada status kesehatanyang tinggi pula6.

Dengan adanya era Jaminan KesehatanNasional (JKN) di Indonesia yangpenerapannya melalui suatu mekanismeasuransi sosial dengan prinsip kendalibiaya dan mutu, yakni integrasinya

pelayanan kesehatan yang bermutu denganbiaya yang terkendali. Dalamimplementasi JKN telah diatur polapembayaran kepada fasilitas kesehatantingkat lanjutan dengan Indonesia CaseBase Groups (INA-CBGs).

Di provinsi Aceh, berdasarkaninformasi yang telah diperoleh di ruanginstalasi hemodialisis Rumah Sakit Umumdr. Zainoel Abidin (RSUZA) diketahuijumlah penderita dengan Chronic KidneyDisease (CKD) yang memerlukan dialisissebanyak 156 pasien pada tahun 2012 danmengalami peningkatan menjadi 192pasien pada tahun 2013. Selanjutnya daritahun 2014 sampai dengan 2015meningkat lagi dari 335 menjadi 462pasien. Sementara kendala utama dalammengobati penderita CKD adalahpengeluaran biaya yang cukup tinggidalam proses tindakan dialisis yangberlangsung lama. Pada dasarnyapenanganan penderita CKD di RSUZA ditanggung oleh asuransi Jaminan KesehatanRakyat Aceh (JKRA) yang terintegrasi kedalam JKN.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptifanalitik mengetahui pembiayaan/belanjaterhadap pasien CKD selama dirawat inapdi RSUZA tahun 2016. Populasi dalampenelitian ini adalah seluruh pasien CKDyang dirawat inap di RSUZA. Denganmenggunakan rumus lameshow diperolehsampel berjumlah 50 orang dari totalpopulasi 461 pasien CKD dan pemilihansampel dilakukan dengan dengan tekniksimple random sampling. Analisa datadilakukan dengan menggunakan metodedeskriptif kuantitatif. Data dalampenelitian ini dianalisis menggunakan UjiAnova dan uji t-test independent dengan α= 0.05.

HASIL

Hasil penelitian dapat dilihat padaTabel 1 di bawah ini:

Page 81: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Administrasi Kesehatan Masyarakat 149

Tabel 1. Total Pembiayaan Pasien CKD

Pembiayaan/Belanja Pada Pasien CKD Jumlah Biaya (Rp)Total Biaya Langsung (biaya tarif Ina-CBGs + biaya belanja pasien) 710.281.089.00Tarif Ina-CBGs 661.685.089.00Biaya Belanja Pasien 49.535.000.00Tarif Rumah Sakit 930.698.811.00Total Biaya Tidak Langsung (Opportunity Cost pasien + OpportunityCost)

138.625.000.00

Opportunity Cost Pendamping 26.205.000.00Opportunity Cost Pasien 112.420.000.00

Hasil penelitian menunjukkan bahwatotal biaya langsung yang terdiri dari (tarifIna-CBGs dan belanja pasien) pada pasienCKD sebesar 710.281.089.00. Total tarifIna-CBGs Rp. 661.685.089.00 dan totalbelanja pasien Rp. 49.535.000.00. Totaltarif rumah sakit pada penelitian ini

sebesar Rp. 930.698.811.00. Untuk totalopportunity cost pendamping Rp.26.205.000.00 dan opportunity cost pasienRp. 112.420.000.00 pada 50 pasien CKDyang dirawat inap di RSUZA pada tahun2016.

Tabel 2. Total Tarif Ina-CBGs pada Pasien CKD Berdasarkan Severity Level

Saverity Level n % Biaya Ina-CBGs (Rp)Saverity Level I 10 20 132.337.017.80Saverity Level II 20 40 264.674.035.60Saverity Level III 20 40 264.674.035.60Jumlah 50 100 661.685.089.00

Hasil penelitian menunjukkan bahwajumlah pasien CKD yang dirawat inap diRSUZA tahun 2016 lebih banyak padaseverity level II dan III masing-masingberjumlah 20 pasien (40%) dengan total

tariff Ina-CBGs Rp. 264.674.035.60dibandingkan dengan severity level Ihanya 10 pasien (20%) dengan total tarifINA-CBGs sebesar Rp. 132.337.017.80.

Tabel 3. Total Tarif Ina-CBGs pada Pasien CKD Berdasarkan Length of Stay (LOS)dan Average Length of Stay (ALOS)

Severity Level n LOS ALOS Biaya Ina-CBGs (Rp)Severity Level I 10 111 hari 5 hari 102.678.272.00Severity Level II 20 160 hari 4 hari 189.250.017.00Severity Level III 20 198 hari 5 hari 369.756.800.00Total 661.685.089.00

Hasil penelitian menunjukkan bahwabiaya tarif Ina-CBGs berdasarkan Lengthof Stay (LOS) tertinggi terdapat padapasien dengan tingkat severity level IIIsebanyak 198 hari dengan Average Lengthof Stay (ALOS) 5 hari sebesar

Rp.369.756.800.00, dibandingkan severitylevel II 160 hari dengan ALOS 4 harisebesar Rp.189.250.017.00.

Page 82: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Administrasi Kesehatan Masyarakat 150

Tabel 4. Tabel Distribusi Frekuensipada Pasien CKD

Variabel Frekuensi %Umur:Kelompok Umur 22 56Kelompok Umur 28 44Jenis Kelamin:Laki-laki 30 60Perempuan 20 40Pendidikan:Tinggi 10 20Menengah 26 52Dasar 14 28Pekerjaan:PNS 12 24Swasta 21 42IRT 10 20Petani 4 8Mahasiswa 3 6Waktu Tempuh:<60 Menit 25 5060-120 Menit 4 8<120 Menit 21 42

Berdasarkan Tabel 4 distribusifrekuensi dapat dilihat bahwa jumlah

pasien CKD lebih tinggi pada kelompokumur <55 tahun sebanyak 28 pasien (56%)dibandingkan dengan kelompok umur >55tahun sebanyak 22 pasien (44%). Jumlahlaki-laki 30 pasien (60%) lebih tinggi daripada perempuan yaitu 20 pasien (40%).Lebih banyak responden berpendidikanmenengah (52%), dan mayoritas berlatarbelakang berkerja sebagai swasta (42%).Berdasarkan waktu tempuh, mayoritasresponden memerlukan waktu tempuh <60menit (50%) dan >120 menit (42%).Berdasarkan hasil uji statistik rata-ratabiaya langsung lebih tinggi pada pasiendengan kelompok umur <55 tahun yaituRp. 14.245.081.82, dan biaya tidaklangsung Rp. 3.246.522. Dilihatberdasarkan jenis kelamin lebih tinggipada pasien laki-laki dibandingkan denganpasien perempuan yaitu sebesar Rp.15.341.792.97, sama halnya dengan biayatidak langsung lebih tinggi pada pasienlaki-laki sebesar Rp. 3.513.793.

Hasil penelitian perbedaan rata-ratapembiayaan pasien CKD dapat dilihatpada Tabel 5.

Tabel 5. Perbedaan Rata-rata Pembiayaan Pasien CKD

Variabel Biaya Langsung (Rp) p-value Biaya Tidak Langsung (Rp) p-value

UmurUmur <55 tahun 14.174.617,46 0,9808 3.246.522,00 0,4225Umur >55 tahun 14.245.081,82 1.788.571,00Jenis KelaminLaki-Laki 15.341.792.97 0.3371 3.513.793.00 0.1365Perempuan 12.501.365.00 688.666,70PendidikanTinggi 10.566.420.00 0.3709 1.006.250.00 0.6784Menengah 15.873.526.00 2.502.727.30Dasar 13.707.516.00 3.373.571.40PekerjaanPNS 12.993.067.00 0.7162 1.116.666.70 0.419Swasta 16.351.100.00 4.372.857.10IRT 3.217.582.00 703.000.00Petani 8.473.000.00 450.000.00Mahasiswa 13.392.937.00 80.000.00Waktu Tempuh<60 Menit 12.846.084.00 0.3495 899.545.45 0.116460-120 Menit 10.377.650.00 335.000.00>120 Menit 16.553.257.00 4.733.888.90

Page 83: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Administrasi Kesehatan Masyarakat 151

Rata-rata biaya langsung dan tidaklangsung lebih tinggi pada pasien denganpendidikan menengah, berkerja sebagaiswasta dengan waktu tempuh >120 menitdari rumah pasien dengan rumah sakit.Berdasarkan hasil uji t-test independen danuji Anova dari masing-masing variabeldiketahui bahwa nilai p-value >0.05. Makadapat disimpulkan bahwa tidak terdapatperbedaan antara biaya langsung dan biayatidak langsung dengan umur, jenis kelamin,pendidikan, pekerjaan, dan waktu tempuhpada pasien CKD yang di rawat inap diRSUZA tahun 2016.

PEMBAHASAN

Total biaya langsung yang terdiri daritarif Ina-CBGs dan belanja pasien; makan,minum dan transportasi pasien danpendamping pasien selama di rawat inap diRSUZA adalah sebesar Rp.710.281.089.00, total tarif Ina-CBGssebesar Rp. 661.685.089.00 dan total biayabelanja pasien selama di rawat inapsebesar Rp. 49.535.000.00. Rata-rata biayatarif Ina-CBGs pada pasien CKD sebesarRp. 13.233.701 dan rata-rata belanja yangdikeluarkan pasien sebesar Rp. 979.200.00.

Biaya Ina-CBGs berdasarkan SeverityLevel penyakit pada pasien CKD lebihtinggi pada Severity Level II dan III yaitusebesar Rp. 264.674.035.60 dan Rp.132.337.017.80 pada Severity Level I.

Berdasarkan Length of Stay (LOS),bahwa jumlah LOS tertinggi terdapat padapasien dengan tingkat Severity Level IIIsebanyak 198 hari dengan ALOS adalah 5hari, pada Severity Level II sebanyak 190hari dengan ALOS 4 hari, dan pada pasienseverity level I sebanyak 111 hari denganALOS 5 hari.

Tarif Ina-CBGs merupakan sebuahsistem untuk menentukan tarif standar yagdigunakan oleh rumah sakit sebagaireferensi biaya klaim ke pemerintah selakupihak BPJS atas biaya pasien BPJS.

Perbedaan Biaya Langsung dan TidakLangsung berdasarkan Umur PasienCKD

Berdasarkan hasil penelitian pasienumur <55 tahun sebanyak 28 pasien (56%)dengan rata-rata biaya langsung sebesarRp. 14.174.617.46 dan biaya tidaklangsung Rp. 3.246.522 dibandingkanpasien dengan kelompok umur >55 tahunhanya 22 pasien (44%) dengan rata-ratabiaya langsung Rp. 14.174.617.46. Hasilanalisis yang dilakukan dengan uji t-testmenunjukkan bahwa tidak ada perbedaansignifikan antara umur pasien denganbiaya langsung p-value 0.9808 (p >0.05)dan biaya tidak langsung p-value 0.4225(p >0.05).

Dari penelitian biaya langsung danbiaya tidak langsung tidak terdapatperbedaan dengan umur pasien karenabiaya langsung yang terdiri dari tarif Ina-CBGs ini di hitung berdasarkan severitylevel dan Length of Stay (LOS) padapasien. Semakin tua atau muda umurpasien tidak akan berpengaruh terhadaptarif Ina-CBGs yang di klaim olehpemerintah terhadap pihak BPJS. Menuruthasil peneliti penyakit CKD lebih banyakmenyerang umur <55 tahun hal inidisebabkan pola gaya hidup, pekerjaan,dan pola asupan tubuh.

Pembiayaan Belanja Pasien CKDBerdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan data yang diperolehjumlah pasien CKD lebih tinggi pada jeniskelamin laki-laki yaitu 30 pasien (60%)dengan rata-rata biaya langsung sebesarRp. 15.341.792.97 dan rata-rata biayatidak langsung Rp. 3.51.793 dibandingkandengan jenis kelamin perempuan hanya 20pasien (40%) dengan rata-rata biayalangsung Rp. 12.501.365 dan biaya tidaklangsung Rp. 688.666.7.

Hasil analisis yang dilakukan denganuji t-test menunjukkan bahwa tidak adaperbedaan signifikan antara jenis kelaminpasien dengan biaya langsung p-value0.3371 (p >0.05) dan biaya tidak langsung

Page 84: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Administrasi Kesehatan Masyarakat 152

p-value 0.1365 (p >0.05). Hal ini disebabkan karena biaya langsung yangterdiri dari tarif Ina-CBGs dan biayabelanja pasien, jumlah biaya tarif Ina-CBGs dilihat berdasarkan severtity levelpenyakit pada pasien dan lama pasien dirawat, jadi jenis kelamin pasien tidakberpengaruh terhadap biaya Ina-CBGsyang dibiayai oleh pemerintah melaluiJaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Perbedaan Biaya Langsung dan TidakLangsung Berdasarkan PendidikanPasien CKD

Berdasarkan hasil uji statistik rata-ratabiaya langsung sebagian besar lebih tinggipada pasien yang berpendidikan menengahsebesar Rp. 15.873.526 dibadingkandengan pendidikan tinggi dan dasar, sertarata-rata biaya tidak langsung juga lebihtinggi pada pasien dengan pendidikanmenengah yaitu Rp. 2.502.727.3. Hasil ujianova nilai p-value biaya langsung 0.3709,dan biaya tidak langsung p-value 0.6784,jadi tidak terdapat perbedaan antara biayalangsung dan biaya tidak langsung denganpendidikan pasien karena nilai p >0.05.

Hal ini disebabkan karena tarif Ina-CBGs dihitung berdasarkan severity leveldan lamanya perawatan yang dijalani olehpasien. Hal ini menunjukkan bahwapendidikan seseorang tidak mempengaruhiseberapa besar biaya tidak langsung yanghilang dari pasien dan pendamping.

Perbedaan Biaya Langsung dan TidakLangsung Berdasarkan PekerjaanPasien CKD

Rata-rata biaya langsung lebih tinggipada pasien yang berkerja sebagai swastasebesar Rp. 16.351.100.00, hal inidisebabkan oleh proporsi swasta lebihtinggi dibandingkan dengan pekerjaanlainnya. Berdasarkan hasil uji statistikmenggunakan uji Anova nilai p-valuebiaya langsung 0.7162 dan biaya tidaklangsung p-value 0.419.

Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaanseseorang mempengaruhi seberapa besar

biaya tidak langsung yang hilang daripasien dan pendamping, karena besarkecilnya pendapatan pasien danpendamping yang hilang dilihatberdasarkan jenis pekerjaan dan lamanyapasien dan pendamping tidak berkerjaselama pasien di rawat inap di rumah sakitkarena menderita penyakit CKD.

Perbedaan Biaya Langsung dan TidakLangsung Berdasarkan Waktu Tempuhdari Rumah Pasien dengan RumahSakit pada Pasien CKD

Berdasarkan uji statistik menggunakanuji anova didapatkan nilai p-value 0.3496dan nilai p >0.05, maka tidak terdapatperbedaan biaya langsung dengan waktutempuh antara rumah pasien dengan rumahsakit pada pasien CKD yang di rawat diRSUZA pada tahun 2016.

Jarak rumah pasien yang jauh darirumah ke rumah sakit memerlukan biayayang lebih tinggi karena menyangkutbiaya transportasi, konsumsi danpenginapan disamping itu pasien danpendamping kehilangan waktu produktifselama pasien di rawat di rumah sakit.

KESIMPULAN

Total biaya INA-CBGs pada 50 pasienCKD yang dirawat inap di RSUZA adalahsebesar Rp. 661.685.089.00, besarnyabiaya pengobatan pada pasien CKD dilihatberdasarkan Severity Level penyakit danLength of Stay (LOS) pasien. Biaya yangdikeluarkan lebih besar pada pasienseverity level II dan III masing-masingsebesar Rp. 264.674.035.60 dan Rp.132.337.017.80 pada severity level I.Berdasarkan LOS tertinggi terdapat padapasien dengan lama di rawat 198 harisebesar Rp. 369.756.800.00, dibandingkandengan LOS 160 hari sebesar Rp.189.250.017.00, dan LOS 111 hari sebesarRp. 102.678.272.00. Besarnya biaya yangdikeluarkan untuk penderita CKD dapatmenyebabkan masalah ekonomi bagirumah sakit, penderita CKD, keluargapenderita CKD dan pemerintah.

Page 85: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153

Administrasi Kesehatan Masyarakat 153

DAFTAR PUSTAKA

1. Jafar, T., M. Islam dan N. Poulter.,Chronic Kidney Disease in theDeveloping World, Natural EnglJournal Med; 2006. vol. 354, no. 10,p.p. 998-999.

2. Stevens, L.A., et al., 'Prevalence ofCKD and Comorbid Illness InElderly Patients in the United States:Results From the Kidney EarlyEvaluation Program (KEEP)',American Journal of Kidney Diseases;2010. vol. 55, no. 3, p.p. S23-S33.

3. Indriani et. al., 'Drug RelatedProblems Evaluation of ChronicKidney Disease Patients in InpatientDepartment of Fatmawati GeneralHospital', Journal of Managementand Pharmacy Practice; 2013.

4. Indriani, L., A. Bahtiar, and R.Andrajati, 'Drug Related ProblemsEvaluation of Chronic KidneyDisease Patients in InpatientDepartment of Fatmawati GeneralHospital', Journal of Managementand Pharmacy Practice; 2013. vol. 3,no. 1, p.p. 39-45.

5. Yuliana, P., A. Pristiana Dewi, danY.Hasneli, Hubungan KarakteristikKeluarga dan Jenis Penyakitterhadap Pemanfaatan PelayananKesehatan; 2013.

Page 86: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 0, No. 0, Februari 2000: 0 - 0

HalamanTemplate JUKEMA

JUDUL DALAM BAHASA INDONESIA (ALL CAPS, 14 POINT FONT,BOLD, CENTERED)

(kosong satu spasi tunggal,14 pt)Judul dalam Bahasa Inggris, Title Case, (13 pt, Italic, Centered)

(kosong satu spasi tunggal, 12 pt)Penulis Pertama1, Penulis Kedua2 dan Penulis Ketiga3(12 pt, Centered, Bold)1Nama Jurusan/Fakultas, Nama Universitas/Lembaga, Alamat, Kota, Kode Pos, Negara (Title Case,

10 pt, centered)2Nama Jurusan/Fakultas, Nama Universitas/Lembaga, Alamat, Kota, Kode Pos, Negara (Title Case,

10 pt, centered)3Nama Jurusan/Fakultas, Nama Universitas/Lembaga, Alamat, Kota, Kode Pos, Negara (Title Case,

10 pt, centered)1alamat@email, 2alamat@email, 3alamat@email

(kosong satu spasi tunggal, 12 pt)ABSTRAK (12 pt, BOLD, CAPITAL)

(kosong satu spasi tunggal, 12 pt)Untuk naskah dalam bahasa Indonesia, abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris denganjenis huruf Times New Roman, ukuran 10 pt, spasi tunggal. Untuk naskah dalam bahasa Inggris, abstraknyatidak perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Abstrak sebaiknya menyatakan Masalah Penelitian,Tujuan Penelitian, Metode, Hasil, Saran dan jumlah kata tidak melebihi 250 kata.

(kosong satu spasi tunggal, 12 pt)Kata kunci:Maksimum 5 Kata Kunci, 10 pt, Title Case

(kosong satu spasi tunggal, 12 pt)ABSTRACT (12 pt, BOLD, CAPITAL)

(kosong satu spasi tunggal, 12 pt)For manuscript in Indonesian, abstract should be written in Indonesian and English using Times NewRoman font, size 10 pt, and single spacing, completed with English title written in bold at the beginning ofthe English abstract. No need to translate the abstract of manuscript written in English into Indonesian. Theabstract should state Research Problem, Research Objectives, Methods, Results, Recommendation. Theabstract should be no more than 250 words.

(kosong satu spasi tunggal, 12 pt)Keywords:Maksimum 5 Kata Kunci, Dalam Bahasa Inggris, 10 pt, Italic,Title Case

(kosong dan lanjut ke lembar berikutnya)

Page 87: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 0, No. 0, Februari 2000: 0 - 0

HalamanTemplate JUKEMA

PENDAHULUAN (12 pt, BOLD,CAPITAL)(kosong satu spasi,12 pt)

Petunjuk penulisan ini dibuat untukkeseragaman format penulisan dankemudahan untuk penulis dalam prosespenerbitan naskah di jurnal ini. Naskahditulis dengan Times New Roman ukuran 12pt, spasi tunggal, justified dan tidak ditulisbolak-balik pada satu halaman.

Naskah ditulis dalam bentuk dua kolomdengan jarak antara kolom 1 cm pada kertasberukuran A4 (210 mm x 297 mm) denganmargin atas 2.54 cm, bawah 2.54 cm, kiridan kanan masing-masing 2.54 cm. Panjangnaskah hendaknya tidak melebihi 10halaman termasuk gambar, tabel danreferensi, apabila jauh melebihi jumlahtersebut maka dianjurkan untuk dibuatdalam seri.

Naskah ditulis dalam bahasa Indonesiaatau bahasa Inggris. Apabila ditulis dalambahasa Inggris sebaiknya telah memenuhistandar data bahasa Inggris baku.

Judul naskah hendaknya singkat daninformatif serta diusahakan tidak melebihi 4baris. Jika naskah bukan dalam bahasaInggris maka naskah dilengkapi denganabstrak dalam bahasa Inggris yang diawalidengan judul dalam bahasa Inggris seperticontoh di atas.

Keyword dalam bahasa Inggrisdituliskan di bawah abstrak untukmendeskripsikan isi dari naskah.Dianjurkan untuk menggunakan daftarkeyword yang biasa digunakan di jurnalatau jika sesuai dapat mengikuti klasifikasiberikut: metode teoritis, metode eksperimen,fenomena, obyek penelitian dan aplikasinya.

Naskah disusun dalam 5 subjudulPENDAHULUAN, METODEPENELITIAN, HASIL, PEMBAHASAN,KESIMPULAN DAN SARAN. Subjudulditulis dengan huruf kapital. UCAPANTERIMA KASIH (apabila ada) diletakkansetelah subjudul KESIMPULAN DANSARAN.

Sebaiknya penggunaan subsubjuduldihindari, apabila diperlukan maka ditulisdengan Title Case (huruf depan saja yang

Kapital kecuali kata sambung). Jarak antaraparagraf adalah satu spasi tunggal.Penggunaan catatan kaki/footnote sebisamungkin dihindari.

Notasi sebaiknya ringkas dan jelas sertakonsisten dengan cara penulisan yang baku.Simbol/lambang ditulis dengan jelas dandapat dibedakan seperti penggunaan angka 1dan huruf l (juga angka 0 dan huruf O) perludibedakan dengan jelas. Singkatansebaiknya tidak digunakan dan harusdituliskan secara lengkap. Istilah asingditulis dengan huruf Italic. Angka perludituliskan dalam bentuk kata jika digunakanpada awal kalimat.

Tabel ditulis dengan Times New Romanberukuran 10-11 pt dan diletakkan berjaraksatu spasi tunggal di bawah judul tabel.Judul tabel ditulis dengan huruf berukuran12 pt, Bold dan ditempatkan di atas tabeldengan format seperti terlihat pada contoh.Penomoran tabel menggunakan angka Arab.Jarak tabel dengan paragraf adalah satu spasitunggal (12 pt).

Tabel diletakkan segera setelahpenunjukkannya dalam naskah. Kerangkatabel menggunakan garis setebal 1 pt (garishorizontal saja). Apabila tabel memiliki lajuryang cukup banyak, dapat digunakan formatsatu kolom pada setengah atau satu halamanpenuh. Jika judul pada setiap lajur tabelcukup panjang dan rumit maka lajur diberinomor dan keterangannya diberikan dibagian bawah tabel. Tabel diletakkan padaposisi paling atas atau paling bawah darisetiap halaman dan jangan diapit olehkalimat.(satu spasi tunggal, 12 pt)Tabel 1. Jumlah Pengujian WFF TripleNA=15 atau NA=8(satu spasi tunggal, 12pt)

NP

NC 3 4 8 10

3 1200 2000 2500 3000

5 2000 2200 2700 3400

8 2500 2700 16000 22000

10 3000 3400 22000 28000

(satu spasi tunggal, 10 pt)

Page 88: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 0, No. 0, Februari 2000: 0 - 0

HalamanTemplate JUKEMA

Gambar ditempatkan simetris dalamkolom berjarak satu spasi tunggal dariparagraf. Gambar diletakkan pada posisipaling atas atau paling bawah dari setiapnaskah. Gambar diberi nomor dan diurutdengan angka Arab. Keterangan gambardiletakkan di bawah gambar dan berjaraksatu spasi tunggal dari gambar. Penulisanketerangan gambar menggunakan hurufberukuran 9 pt, bold dan diletakkan sepertipada contoh. Jarak keterangan gambardengan paragraf adalah dua spasi tunggal.Gambar yang telah dipublikasikan olehpenulis lain harus mendapat izin tertulispenulisnya dan penerbitnya.

Gambar akan dicetak hitam-putih,kecuali jika memang perlu ditampilkanberwarna. Penulis dikenakan biayatambahan untuk cetak warna lebih dari satuhalaman. Font yang digunakan dalampembuatan gambar atau grafik sebaiknyayang umum dimiliki setiap pengolah katadan sistem operasi seperti Symbol, TimesNew Romans dan Arial dengan ukuran tidakkurang dari 9 pt.(kosong satu spasi,12 pt)

(kosong satu spasi tunggal, 10pt)Gambar 1. Pelabelan Pohon TSesuai dengan Urutan Tampilan(kosong satu spasi,12 pt)

Penurunan persamaan matematis atauformula tidak perlu dituliskankeseluruhannya secara detil, cukupdiberikan bagian yang terpenting, metodeyang digunakan dan hasil akhirnya. Carapenulisan acuan dalam naskahmenggunakan angka Arab dan diurut sesuaidengan penunjukkannya dalam naskah.

Persamaan reaksi atau matematisdiletakkan simetris pada kolom, diberinomor secara berurutan yang diletakkan di

ujung kanan dalam tanda kurung. Apabilapenulisan persamaan lebih dari satu barismaka penulisan nomor diletakkan pada baristerakhir. Penggunaan huruf sebagai simbolmatematis dalam naskah ditulis denganhuruf miring (italic) seperti x(kosong satu spasi,12 pt)

∞∑1 (di < t,N(di )= n) (1)

µ(n, t )= i =1∫σ=01 (N(σ )= n)dσ

(kosong satu spasi,12 pt)Persamaan (1) di atas diperoleh dengan

format Style sebagai berikut: Variabel:Times New Romans Italic dan LC Greek:Symbol Italic. Format ukuran: Full 10 pt,Subscript/Superscript 8 pt, Sub-subscript/Sub-superscript 6 pt, Symbol 11 ptdan Sub-symbol 9 pt.

Referensi angka ditulis dengan formatsuperscript tanpa tanda kurung seperti “…Zhang et. al. ….”(kosong satu spasi tunggal,12 pt)KESIMPULAN DAN SARAN(kosong satu spasi tunggal,12 pt)

Kesimpulan. Tidak boleh ada referensipada sesi kesimpulan. Saran. Tidak bolehada referensi pada sesi saran.(kosong satu spasi tunggal,12 pt)DAFTAR PUSTAKA(kosong satu spasi tunggal, 12pt)

Penulisan daftar acuan diurut sesuaidengan urutan penunjukkannya dalamnaskah dengan menggunakan angka Arabseperti terlihat pada contoh. Acuan harusmemuat inisial dan nama penulis, namajurnal atau judul buku, volume, editor (jikaada), penerbit dan kotanya, tahun penerbitandan halaman. Nama penulis hanyadisebutkan sampai penulis ke enamkemudian diikuti dengan et. al. atau dkk.Penulisan nama diawali dengan namakeluarga diikuti inisial tanpa tanda titik (.)maupun koma (,). Antara penulis satudengan yang lainnya dipisahkan dengantanda koma (,). Nama jurnal ditulis dengansingkatan yang lazim digunakan. Hindaripenggunaan abstrak sebagai bahan acuan.Artikel yang belum diterbitkan tetapi dalamproses cetak dapat digunakan sebagai bahanacuan dengan mencantumkan keterangan “in

Page 89: JUKEMA - UNMUHA

JUKEMAVol. 0, No. 0, Februari 2000: 0 - 0

HalamanTemplate JUKEMA

press”. Hindari mengacu pada personalcommunication.(kosong satu spasi tunggal,12 pt)Artikel dalam Jurnal1. Zhang Z., Wu F., Zandvliet H.J.W.,

Poelsema B., Metiu H., Lagally M.G.,et. al., ‘Radical Styloid Impingementafter Triscaphe Arthrodesis’,Journal Hand Surgery; 1989. vol. 14,no. 2, p.p. 297-301.

2. The Cardiac Society, ‘ExerciseTraining’, Journal Hand Surgery;1988. vol. 13, no. 5, p.p. 50-53.Tersedia dari: ProQuest. [23 Juni2016].

3. Bustamante, C., ‘Health in Society’,Journal of Health; 2015. vol. 19, no. 1,p.p. 455-463. Tersedia dari:<http://lj,libraryjournal.com/2015/09/health/>. [2 Juli 2016]

Buku dan Buku Elektronik4. Olsen J.A., Principles in Health

Economics and Policy, Oxford:Oxford University Press; 2009.

5. Pauly M.V., McGuire T.G. and BarrosP.P., Handbook of HealthEconomics, Amsterdam: London:North Holland; 2012.

6. Jones, M.D. (ed.), Management inAustralia, London: Academic Press;1998.

7. World Bank., World DevelopmentReport 2015. Mind, Society, andBehavior, Washington, D.C.: WorldBank Group; 2015.

8. Olsen J.r., Greene N., Saracci R. danTrichopoulos D., TeachingEpidemiology: A Guide forTeachers in Epidemiology, PublicHealth and Clinical Medicine.Oxford: Oxford University Press;2015. Tersedia dari:<http://ezproxy.lib.monash.edu.au/login?url=http://dx.doi.org/10.1093/acprof:oso/9780199685004.001.0001.>

Internet/website9. Improve Indigenous Housing Now,

Government Told; 2007. Tersediadari:<http://www.architecture.com.au/i-

cms?page=10220>. [8 Februari 2009].10. Jones, MD n.d., Commentary on

Indigenous Housing Initiatives.Tersedia dari:<http://www.architecture.com.au>. [6Juni 2009].

11. National Gallery, Episode seventy one(September 2012), The NationalGallery Monthly Podcast, (podcast);September 2012. Tersedia dari:<http://www.nationalgallery.org.uk/podcast>. [26 Oktober 2012].

Konfrensi dan Proseding12. Riley, D., 'Industrial Relations in

Australian Education',in Contemporary Australasianindustrial relations: proceedings of thesixth AIRAANZ conference, ed. D.Blackmur, AIRAANZ, Sydney; 1992.

13. Fan, W., Gordon, M.D. dan Pathak,R.,'Personalization of Search EngineServices for Effective Retrieval andKnowledge Management'.Proceedings of the twenty-firstinternational conference oninformation systems; 2000. Tersediadari: ACM Portal: ACM DigitalLibrary. [24 Juni 2004].

14. Brown, S. dan Caste, V. 'IntegratedObstacle Detection Framework'.Artikel dipresentasikan di IEEEIntelligent Vehicles Symposium, IEEE,Detroit, MI; 2004.

Koran15. Meryment, E., 'Distaff Winemakers

Raise A Glass of Their Own to TheirOwn', The Australian; 7 Oktober 2006.Tersedia dari: Factiva. [2 February2007].

16. Hilts, P.J., 'In Forcasting TheirEmotions, Most People FlunkOut', The New York Times; 16Februari 1999. Tersedia dari:<http://www.nytimes.com>. [19Februari 2000].

Paten17. Cookson, A.H., Particle Trap for

Compressed Gas InsulatedTransmission Systems, U.S. Patent4554399; 1985.

Page 90: JUKEMA - UNMUHA

158

JUKEMAVol. 0, No. 0, Februari 2000: 0 - 0

Formulir BerlanggananJurnal Kesehatan Masyarakat Aceh

Aceh Public Health JournalISSN: 2008- 1592

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ..........................................................Alamat : ..........................................................

..........................................................

Telepon : ..........................................................E-mail : ..........................................................

Bersedia untuk menjadi pelanggan JUKEMA dengan biayaRp. 100.000,-/tahun/2 edisi (sudah termasuk ongkos kirim).

.........................., ..............

(........................................)

Pembayaran ditransfer ke:FKM-UNMUHA

Bank Syariah MandiriNo Rekening: 0 100 260 484

Bukti transfer berikut formulir ini dikembalikan ke:Redaksi JUKEMA

PKPKM. Gedung Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Lantai IIUniversitas Muhammadiyah Aceh (UNMUHA)

Jl. Muhammadiyah No. 93. Bathoh, Lueng Bata, Banda Aceh,Indonesia, 23245Telp: 0651-28422

e-mail: [email protected]

Page 91: JUKEMA - UNMUHA

159

p-ISSN: 2088-1592 | e-ISSN: 2549-6425

JurnalKesehatanMasyarakat

AcehAceh Public Health Journal

Volume 2, Nomor 2, Oktober 2016: 72-153

Editorial: Regulasi, Aplikasi Pemberian ASI Ekskluksif dan Status Gizi Balita AcehBasri Aramico

Prevalensi dan Determinan Stunting Anak Sekolah Dasar di Wilayah Tsunami diAceh BesarUswati, Nasrul Zaman, dan Aulina Adamy

Analisis Penggunaan Jenis MP-ASI dan Status Keluarga terhadap Status Gizi AnakUsia 7-24 Bulan di Kecamatan Jaya BaruAgus Hendra AL-Rahmad

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi pada Atlet Tarung Derajat AcehNazalia, Basri Aramico, dan Fauzi Ali Amin

Peningkatan Ketepatan Kader Melalui Modul Pendamping KMS dalamMenginterpretasikan Hasil Penimbangan BalitaAgus Hendra AL-Rahmad

Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan Bidan Desa dalamStandar Pelayanan Ante Natal CareSuryani, Aulina Adamy, dan Nizam Ismail

Analisis Faktor Risiko Abortus di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pemerintah AcehMasni, Asnawi Abdullah, dan Melania Hidayat

Kualitas Hidup Penderita Kanker Payudara di Rumah Sakit Ibu dan AnakPemerintah AcehMeilia Hidayah, Aulina Adamy, dan Teuku Tahlil

Analisis Faktor Risiko Penyebab Stroke pada Usia Produktif di Rumah Sakit Umumdr. Zainoel AbidinSartika Maulida Putri, Hajjul Kamil, dan Teuku Tahlil

Analisis KuesionerWHOQOL-BREF: Mengukur Kualitas Hidup Pasien yangMenjalankan Terapi Hemodialisis di RSUDZA Banda AcehMuzafarsyah, Aulina Adamy, dan Nasrul Zaman

Perilaku Klien Suspek HIV/AIDS terhadap KesediaanMelakukanVoluntary Counseling and Testing di Rumah Sakit Umum Tgk. Chik Ditiro SigliAnnas, Aulina Adamy, dan Nasrul Zaman

Faktor Risiko Filariasis di Kabupaten Aceh JayaMutia Ulfa Rahmad, Aulina Adamy, dan Asnawi Abdullah

Analisis Pembiayaan/Belanja Terhadap Penderita Chronic Kidney Disease (CKD)Rawat Inap di Rumah Sakit dr. Zainoel Abidin Banda AcehSyarkawi, Taufiq A. Rahim, dan Irwan Saputra

Alamat PKPKM:Gedung Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh Lantai IIJln. Muhammadiyah No.93 Bathoh-lueng Bata Banda Aceh, Indonesia (23245)Telpon : 0651 - 28422Fax : 0651 - 31053Email : [email protected]: http://pps-unmuha.ac.id/pusat-kajian-dan-penelitian-kesehatan-masyarakat/

Page 92: JUKEMA - UNMUHA

160

Volume 02 | Nomor 02 | Oktober 2016 : 72 – 153 Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh | Aceh Public Health Journal PKPKM