jr - pola prilaku perjln di perkotaan
DESCRIPTION
transportasiTRANSCRIPT
Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya
Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur
ISBN 978-979-99327-6-1 F-67
POLA PERILAKU PERJALANAN DI WILAYAH PERKOTAAN
J.Dwijoko Ansusanto2, Achmad Munawar
2,
Sigit Priyanto3, Bambang Hari Wibisono
4
1Mahasiswa Program Doktor, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Kampus UGM Bulaksumur
Yogyakarta, Telp. 0274-514074, email: [email protected] 2Guru Besar Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Kampus UGM Bulaksumur, Yogyakarta,
email: [email protected] 3Guru Besar Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Kampus UGM Bulaksumur, Yogyakarta,
email: [email protected] 4Guru Besar Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Kampus UGM Bulaksumur,
Yogyakarta, email: [email protected]
ABSTRAK
Pada proses memodelkan transportasi di perkotaan, salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan adalah
pola perilaku perjalanan. Karakteristik sosial budaya serta ekonomi masyarakat sangat berpengaruh terhadap
pola perjalanan ini. Dengan diketahuinya pola perilaku perjalanan maka diharapkan dalam proses perencanaan
transportasi akan diperoleh hasil yang tepat dan dapat mengakomodasi sebagian besar kebutuhan transportasi
masyarakat, dan juga tidak terjadi ketimpangan antara penyediaan dengan kebutuhan. Di samping manfaatnya
berkaitan dengan pemodelan transportasi diharapkan juga dapat dipergunakan sebagai salah satu penentu
dalam perencanaan wilayah perkotaan. Penelitian ini merupakan kajian kepustakaan berupa review literatur
yang merupakan bagian dari penelitian utuh dalam perencanaan transportasi perkotaan. Hasil yang dicapai
adalah pola dasar dari transportasi perkotaan yang mengarah kepada transportasi yang efisien. Efisiensi
transportasi dinilai dari sisi tujuan transportasi dibanding dengan upaya maupun biaya yang dikeluarkan pelaku
perjalanan.
Kata kunci: pola perilaku perjalanan, transportasi perkotaan, efisiensi
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam proses perencanaan sarana dan prasarana transportasi tahap pemodelan dilakukan untuk mendapatkan
gambaran seberapa besar kebutuhan pengguna yang harus dilayani. Proses tersebut dilakukan agar terjadi
keseimbangan antara supply dengan demand, sehingga tidak terjadi pemborosan sumber daya.
Pemodelan konvensional empat tahap; bangkitan perjalanan, distribusi, pemilihan moda, pembebanan rute,
semuanya melibatkan pengguna atau pelaku perjalanan dalam proses pemodelan. Dengan kata lain data yang
diteliti sebagian besar didapatkan dari pengguna sebagai responden. Karena pengguna atau pelaku perjalanan
memiliki latar belakang yang beragam maka perilaku dalam melakukan perjalanan juga beragam.
Keberagaman perilaku individu dalam memutuskan jenis perjalanan didasari pada atribut yang melekat dalam
dirinya maupun dari lingkungan sekitarnya. Keputusan masing-masing individu tidak sama namun dari
ketidak-samaan tersebut dapat ditarik suatu pola hasil dari pengelompokan perilaku yang memiliki kemiripan.
Manfaat
Pola perilaku perjalanan dari masyarakat suatu wilayah kota dapat digunakan pada proses perencanaan
transportasi perkotaan. Pemilihan bentuk kota yang mempertimbangkan sisi efisiensi transportasi tentunya
dapat mendukung keberlangsungan dalam jangka waktu yang lebih lama. Contoh perencanaan kota yang padat
dengan wilayah yang sempit namun tumbuh secara vertikal tentunya akan berbeda dengan kota konvensional
saat ini yang tumbuh mekar dengan wilayah menyebar. Masing-masing mempunyai nilai lebih ataupun kurang.
Contoh lain perencanaan transportasi yang mengutamakan angkutan umum, tentu membutuhkan kebijakan
tersendiri. Pola perilaku perjalanan sangat menentukan dalam proses penentuan kebijakan terhadap suatu
wilayah.
Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya
Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur
ISBN 978-979-99327-6-1 F-68
2. FAKTOR YANG BERPENGARUH
Penduduk Kota
Jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan juga menentukan pola perjalanan masyarakat. Dari survei sensus
penduduk yang dilakukan oleh BPS selama 1971 – 2000 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah
penduduk yang tinggal di kota. Besarnya penambahan sekitar 10 peren selama sepuluh tahun atau kurang lebih
sekitar satu persen setahun. Beberapa faktor bisa menjadi penyebab, misalnya pertambahan penduduk alamiah
maupun urbanisasi, atau pun karena peningkatan status perkotaan yang semakin bertambah. Tabel di bawah ini
menunjukkan bahwa jumlah penduduk perkotaan di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat.
Perubahan ini akan berpengaruh terhadap pola perjalanan masyarakat di perkotaan.
Tabel 1 Prosentase Penduduk Perkotaan di Indonesia
Tahun Jumlah Penduduk Perkotaan
(Juta Jiwa) %
1971 20,5 17
1980 32,8 22
1990 55,4 31
1993 65,9 35
1998 84,4 41
2000 85 42
2018 152,2 59
Sumber: BPS Sensus Penduduk 1971 – 2000
Tata-guna-lahan (land use)
Berbagai studi menunjukkan bahwa TGT berpengaruh terhadap perilaku perjalanan (Litman 2010). Dinyatakan
juga oleh Crane (1999) bahwa perubahan TGT berpengaruh terhadap biaya perjalanan pada berbagai moda,
sehingga akan berpengaruh pula pada perilaku perjalanan. Berbagai contoh menunjukkan bahwa peningkatan
akses tidak akan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi tanpa diimbangi dengan penerapan kebijakan lain
misalnya road pricing atau biaya parkir mahal dan pelayanan angkutan umum yang memadai.
Atribut yang berpengaruh
Selain jumlah populasi yang tinggal di kota, beberapa faktor juga berpengaruh terhadap perilaku perjalanan.
Penelitian mengenai perilaku perjalanan melibatkan beberapa variabel yang dapat menjadi penentu individu
mengambil keputusan. Menurut Kohachi Yamane (2005) beberapa variabel tersebut diantaranya adalah:
a) Struktur kota; misalnya kepadatan penduduk dan jarak ke pusat kota, tipe morfologi kota menyebar
atau kompak,
b) Struktur rumah tangga; misalnya prosentase rumahtangga dengan orang berusia tua dan prosentase
rumahtangga hanya ditinggali orang berusia tua,
c) Tingkat pelayanan Angkutan Umum; meliputi jarak terdekat dengan setasiun atau halte bis, frekuensi
bis dan KA, kepadatan halte bis,
d) Atribut individu; meliputi prosentase pria, pekerja, ibu rumahtangga, pelajar/ mahasiswa, pemegang
SIM.
3. POLA PERILAKU PERJALANAN
Pola Perilaku Perjalanan Dasar
Kota-kota besar di Eropa menerapkan konsep kota kompak untuk mengatasi isu ingkungan global. Di Jepang
konsep kota kompak dijadikan keharusan dan merupakan alat dalam perencanaan pemberdayaan aktifitas pusat
kota, juga untuk mencegah persebaran masyarakat, serta untuk mengurangi tingkat kemacetan dan mengurangi
penglaju jarak panjang. Meningkatkan hunian di tengah kota dan pengawasan yang efektif terhadap
pengembangan daerah suburban merupakan pilihan yang mutlak ada sebagai satu rangkaian kebijakan
(Yamane, 2005).
Gambar di bawah ini menjelaskan dua contoh kondisi yang terjadi pada kota –kota umumnya saat ini
dibandingkan kota kompak. Pada kota kompak, tinggal di tengah kota akan sangat mengurangi waktu
perjalanan dari rumah ke tempat kerja. Akibatnya bertambahnya ketersediaan waktu serta meningkatnya
kebebasan untuk melakukan aktifitas lain. Dengan tinggal di tengah kota maka tempat kerja akan lebih dekat
sehingga dapat membawa perubahan moda transport dari mobil beralih ke angkutan umum atau berjalan kaki
dan bersepeda.
Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya
Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur
ISBN 978-979-99327-6-1 F-69
Kondisi perkotaan saat ini, arus lalulintas terkonsentrasi pada satu arah selama jam sibuk pagi hari menuju ke
tempat kerja. Beberapa pola perjalanan mungkin berubah menjadi perjalanan dengan frekuensi tinggi dalam
jarak pendek tersebar ke beberapa arah pada jam sibuk sore.
Perilaku perjalanan yang terjadi di perkotaan di Indonesia memiliki pola yang hampir mirip antara kota yang
satu dengan yang lain. Pada pagi hari gelombang perjalanan mengarah ke pusat-pusat kegiatan seperti pusat
perkantoran, pusat perdagangan, sekolah dengan aktifitas rutin harian. Sedangkan pada siang, sore sampai
dengan malam hari perjalanan dilakukan dengan arah sebaliknya menuju ke tempat tinggal masing-masing.
a)struktur kota saat ini b)struktur kota kompak
Gambar 2. Perilaku Perjalanan pada Struktur Kota yang berbeda
Sumber: Yamane 2005
Ragam Pola Perilaku Perjalanan
Di dalam struktur masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia, pola perilaku perjalanan sangat beragam.
Seperti contoh keluarga dengan anggota keluarga yang berusia lanjut, maka terdapat aktifitas antar jemput
orangtua menuju ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan. Atau orangtua yang masih bekerja biasanya
ada juga aktifitas berkunjung ke teman lama atau mengunjungi keluarga yang berbeda tempat tinggal. Keluarga
dengan anak usia sekolah yang belum mandiri, antar jemput ke sekolah juga berkontribusi terhadap perilaku
perjalanan. Karakteristik perjalanan orang lanjut usia antara lain adalah sebagai berikut:
1) Dibandingkan orang muda, jam kerja orang berusia tua pada dasarnya lebih pendek. Itulah sebabnya
lebih fleksibel bagi para orang usia tua untuk mengatur aktifitasnya baik dari sisi waktu maupun
tempat.
2) Seiring dengan menurunnya kemampuan pikir dan fisik, maka tingkat ketergantungan orang tua
terhadap angkutan umum maupun anggota keluarga yang lebih muda untuk mengantar dan
menjemput pada aktifitas di luar rumah. Frekuensi mengendarai kendaraan sendiri sangat berkurang
dan jarak perjalanan menjadi lebih dekat serta kecepatan berkendara rendah.
3) Terdapat perbedaan perilaku perjalanan dari keluarga yang tidak mempunyai anggota berusia tua
dibanding dengan keluarga yang terdapat anggotanya berusia tua.
Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya
Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur
ISBN 978-979-99327-6-1 F-70
a) Pekerja usia tua b) Pekerja yang tinggal c) Pekerja yang tinggal
dengan orang tua tanpa orang tua
Gambar 3. Beberapa Pola Perilaku Perjalanan menurut Struktur keluarga
Sumber: Yamane 2005
Penggunaan infrastruktur secara efisien
Saat ini penggunaan angkutan umum mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya kepemilikan
kendaraan pribadi. Dampaknya berupa kemacetan yang sering terjadi di berbagai ruas jalan. Masalah ini terjadi
dan sangat berpengaruh terhadap lingkungan yang dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat. Dalam
mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki tingkat layanan dari angkutan
umum. Dengan demikian diharapkan tidak saja dapat meningkatkan pengguna angkutan umum tetapi juga
penjadualan kegiatan sepanjang hari.
a)Menyesuaikan jam kerja dengan akses angkutan b)Perbaikan kenyamanan titik perpindahan
Gambar 4. Pengaruh perbaikan titik transportasi pada perilaku perjalanan
Sumber: Yamane 2005
Upaya meningkatkan layanan angkutan umum perlu keterpaduan moda serta jam pelayanan. Jika pelayanan
dapat memenuhi keinginan sebagian besar pengguna maka keinginan menggunaan kendaraan pribadi akan
berkurang, beralih menggunakan angkutan umum. Dengan demikian diharapkan kemacetan akan dapat
dikurangi.
Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya
Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur
ISBN 978-979-99327-6-1 F-71
4. CONTOH POLA PERILAKU PERJALANAN
Travel Behavior Array Patterns (TRAPs)
Penelitian yang dilakukan Kohachi Yamane tahun 2005 pada beberapa kota di Jepang memperlihatkan bahwa
distribusi frekuensi perjalanan terbanyak adalah 1 atau 2 kali dalam sehari. Moda yang paling banyak
digunakan adalah mobil pribadi dengan rata-rata di atas 50%.
Gambar 5. Frekuensi Perjalanan tiap hari
Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis terhadap jumlah perjalanan terhadap jarak dari pusat kota serta
jumlah perjalanan berdasarkan moda transportasi yang dipergunakan. Hal ini ditunjukkan dalam gambar 5.
Gambar 6. Perjalanan dan penggunaan moda terhadap jarak dari pusat kota
Gambar 6 berikut ini menunjukkan keterkaitan antara pola perjalanan berdasarkan tujuan perjalanan dengan
jarak dari pusat kota. Selain itu juga menunjukkan penggunaan moda transportasi berdasarkan jarak ke pusat
kota.
Gambar 7. Pola Perjalanan berbasiskan Tujuan Perjalanan dan Moda
Untuk mengetahui beberapa alasan pemilihan moda, maka dilihat juga kondisi stasiun di kota Matsue Jepang.
Ditinjau jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menuju maupun meninggalkan (access dan egress) stasiun
berdasarkan moda yang digunakan.
Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya
Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur
ISBN 978-979-99327-6-1 F-72
Gambar 8. Kondisi stasiun di kota Matsue
Sumber: Yamane 2005
5. KESIMPULAN
Kesimpulan hasil dari tulisan ini adalah bahwa pola perilaku perjalanan wilayah perkotaan diperlukan sebagai
input data analisis penataan wilayah kota. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menganalisis
pola perilaku perjalanan antara lain: populasi kota, tatagunalahan, struktur kota, struktur rumahtangga, tingkat
pelayanan angkutan umum serta atribut individu.
Tulisan ini menggambarkan pola perilaku perjalanan masyarakat di Jepang dan lebih khusus lagi diambil pada
suatu wilayah kota. Namun demikian beberapa variabel dan beberapa pola perjalanan yang dipaparkan di atas
relevan jika diterapkan pada kota-kota di Indonesia dengan beberapa penyesesuaian mengikuti keadaan sosial-
ekonomi serta budaya masyarakat.
6. DAFTAR PUSTAKA
1. Litman Todd, Steele Rowan, (2010), Land Use Impacts on Transport, How Land Use Factors Affect
Travel Behavior, Victoria Transport Policy Institute
2. Randall Crane (1999), The Impacts of Urban Form on Travel: A Critical Review, Working Paper,
WP99RC1, Lincoln Institute for Land Policy (www.lincolninst.edu)
3. Wegener Michael, Franz Fürst, (1999), Land-Use Transport Interaction: State of The Art Berichte aus dem
Institut für Raumplanung
4. Yamane Kohachi, Akimasa Fujiwara, Junyi Zhang, (2005), Analysis Of Travel Behavior Array Pattern
From The Perspective Of Transportation Policies, Journal of The Eastern Asia Society for Transportation
Studies, Vol.6.