john legend mengadvokasi agar - ftp.unpad.ac.id · mulai membaca puisi sejak kelas 4 sekolah dasar....

1
Negara semaju AS pun kelimpungan mengurusi anak didiknya yang terus menurun jumlah lulusan- nya. Penyanyi top John Legend yakin masalahnya ada pada kualitas guru. Rahasia Lirik Lagu PENYANYI Taylor Swift yang tengah digilai penggemar musik dunia itu tak canggung tampil di hadapan siswa Scholastic, New York. Selain bernyanyi di depan anak-anak berusia tak lebih dari 15 tahun itu, Swift sekaligus berbagi pengalaman seputar kebiasaan membaca dan menulis. “Aku suka puisi. Karena jika kamu membuat puisi yang pas, dengan rima yang benar di akhir kalimat, rasanya seperti membuat kata-kata itu memantul dari kertas,” ujar Swift. Peraih Grammy Award itu juga mengakui, kebiasaan membacanya sangat membantu untuk menulis lagu. “Betul-betul membantu untuk memahami metafora dan tentu saja, untuk ‘melukis’ lewat lagu,” ujar Swift yang mulai membaca puisi sejak kelas 4 sekolah dasar. Dia pun berbagi tips agar anak-anak tidak malas membaca. “Jangan dikenalkan dengan buku-buku tebal. Kasih saja yang paling tipis dan menarik,” kata gadis 20 tahun penggemar buku anak-anak karya Dr Seuss. Dia sendiri menempatkan buku To Kill a Mocking Bird karya Harper Lee sebagai favoritnya. “Buku itu membahas isu-isu besar dan serius, seperti hak-hak warga sipil, misalnya. Tapi dikisahkan dalam perspektif anak-anak, itu penuturan yang menarik sekali,” ujarnya. (*/Reuters/M-4) Sosok | 13 SELASA, 2 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA AP JOHN LEGEND Vini Mariyane Rosya REUTERS DOK MI/ TERESIA AAN MELIANA B AGAIMANA anak bisa cerdas jika kecaka- pan pendidiknya pas- pasan? Pertanyaan itulah yang diakui John Legend terus terngiang saat melihat kondisi yang tidak menggembirakan dari sekolah- sekolah umum di kawasan Harlem, New York, Amerika Serikat. “Satu kesimpulan bahwa guru merupakan aset penting,” ucapnya seperti yang dikutip Reuters, pada pekan lalu. Peraih enam Grammy Awards ini mengatakan ada banyak fokus yang salah selama ini dalam mereformasi sekolah-sekolah umum di AS. Banyak orang menyangka semua selesai de- ngan melatih para guru sekadar untuk menyiapkan anak didik ikut ujian. Sering juga saat orang ber- bicara tentang reformasi seko- lah, mereka berbicara tentang kualitas guru. Namun, semata- mata untuk memastikan apakah anak-anak bisa melewati tes kemampuan. “Ini penting, tapi itu bukan satu-satunya yang penting,” tegas Legend. Kepedulian Legend terhadap dunia pendidikan diakui diper- oleh setelah berdiskusi panjang dengan Deborah Kenny, pemilik Harlem Village Academies. Di situ dia mulai paham realitas pendidikan di negaranya. Menurut Legend, pemerin- tah dan persatuan guru harus mengubah cara pandang pelati- han para guru. Selama ini pelatihan guru, menurutnya, tak ubahnya se- perti pabrik yang menitikbe- ratkan pada kualitas yang sama. “Kalau melatih mereka untuk menjadi sama, Anda mungkin dapat mengalihkan sisi-sisi buruk seorang guru, tapi pada saat yang bersamaan Anda juga turut menghapus potensi- potensi terbaik mereka. Cara ini sama sekali tidak menghasilkan kreativitas dan kecerdasan yang nantinya akan ditularkan ke- pada anak didik,” paparnya. Dengan menyediakan guru yang berkualitas, nantinya bu- kan hal yang sulit di AS untuk melahirkan sumber daya ma- nusia yang berkualitas. Itulah kelebihan Legend, meski tak pernah secara langsung duduk di sekolah umum, ia yakin hasil pengamatannya tersebut mampu menghentikan rendah- nya lulusan sekolah menengah di AS. Legend mencontohkan sebuah sekolah di Springeld, Ohio, yang hanya menghasilkan 230 lulusan dari 500 anak didik pada 1996. Jumlah tersebut se- harusnya jadi perhatian serius pemerintah. “Ternyata banyak sekolah di seluruh negeri, terutama yang anak yang orang tuanya berla- tar belakang kelas pekerja dan orang miskin memiliki tingkat kelulusan yang sangat rendah. Pemerintah harus segera men- cari jalan keluar dari masalah ini,” tandasnya. Advokasi lewat album Legend pun percaya bahwa meningkatkan kualitas guru tidak datang dengan keajaiban. Salah satu usaha yang harus segera dijalankan pemerintah adalah menyiapkan regulasi. “Saya tak ingin inovasi dan kesuksesan atas pemikiran ini hanya akan menjadi insiden yang terisolasi. Aku ingin pe- mikiran ini terdapat di seluruh tempat. Makanya aku akan berjuang mengadvokasi agar hal ini terwujud,” ungkapnya penuh semangat. Tak tanggung-tanggung, Legend memanfaatkan promo albumnya untuk menyukses- kan advokasi tersebut. Dalam album barunya yang berjudul Wake Up!, Legend menyiapkan sebuah lagu dengan sisipan lm tentang kondisi pendidikan di AS. “Ini cara yang baik untuk me- nyatukan hasrat bermusik de- BIODATA Nama asli John Stephens Tempat/tanggal lahir Ohio, AS, 28 Desember 1978 Jenis musik R&B, hip hop, soul, neo soul Album: Get Lifted (2004) Once Again (2006) Evolver (2008) Wake Up! (with The Roots) (2010) Penghargaan: BET Awards sebagai Best New Artist (2005) Grammy Awards: Best Male R&B Vocal Performance 2006 Best R&B Album (Get Lifted) 2006 Best New Artist 2006 Best R&B Performance by a Duo or Group (Family Affair) 2007 Best Male R&B Vocal Performance, (Heaven) 2007 Best R&B Performance by a Duo or Group with Vocals 2009, (Stay with me) MOBO Awards sebagai Best R&B Act 2005 Soul Train Music Awards Best R&B/Soul Album, Male, (Get Lifted) 2006 Best R&B/Soul Single, Male, (Ordinary People) 2006 Total penghargaan: Memenangi: 11 penghargaan Nominasi: 35 penghargaan Kucing yang Sederhana NUANSA sederhana mencuat saat Butet Kartaredjasa mementaskan monolog Kucing karya Putu Wijaya di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (30/10). Butet mengaku ingin memberi atmosfer lain dalam monolognya. “Selama ini pentas-pentas monolog saya cenderung berformat besar, yang membutuhkan banyak spektakel pemanggungan. Dalam Kucing, saya ingin sesuatu yang serbasimpel dan sederhana,” katanya. Butet tampil tanpa panggung pertunjukan yang cenderung ‘wah’ dari sisi artistik, seperti pada tiga pentas monolog Mayat Terhormat (karya Indra Tranggono dan Agus Noor), Matinya Toekang Kritik dan Sarimin, keduanya karya Agus Noor. Adapun Kucing berkisah tentang hubungan suami istri, yang melibatkan seekor kucing milik tetangganya. Dari kucing yang suatu hari memangsa rica-rica yang disiapkan si istri untuk berbuka puasa itulah alur cerita mengalir. Karya Putu Wijaya ini dinaskahmonologkan Agus Noor, musik digarap Djaduk Ferianto, dengan sutradara Whani Dharmawan. Meski Kucing bukanlah tema yang politis dan terkesan remeh, kisah itu sebetulnya langsung menghunjam pada hakikat kemanusiaan. “Lewat karya ini, saya ingin mengembalikan monolog seba- gai sebuah proses keaktoran yang menjunjung tinggi kekuatan seni akting. Monolog dikembalikan ke ‘khitahnya’,” ujarnya. (*/Ant/M-4) Butet Kartaredjasa Taylor Swift Mengadvokasi agar Guru di AS Berkualitas ngan hasrat melakukan aktivitas pendidikan. Dalam lagu yang berjudul Shine Anda dapat me- lihat lm yang berjudul Waiting for Superman yang menceritakan krisis pendidikan,” paparnya. Legend mengakui ada ba- nyak cara dan pemikiran yang berkembang saat ini di Amerika Serikat. Namun, ia yakin pe- mikiran untuk meningkatkan kualitas kreativitas dan individu para guru dan siswa diyakin- inya dapat menjadi titik temu. “Kualitas guru, data pelacak- an kemajuan siswa, pengajaran, jam ekstra di sekolah, budaya pengharapan yang tinggi, saya tahu kita semua yakin hal-hal ini bekerja di sejumlah sekolah negara bagian di seluruh ne- geri,” sahutnya. Bahkan Legend telah menyi- apkan serangkaian tur untuk menyosialisasikan pemikiran- nya langsung kepada anak-anak segera setelah ia selesai dengan album ‘advokasi’-nya tersebut. “Saya akan langsung berbicara dengan seluruh anak-anak di seluruh negeri,” tegasnya. Selalu ada cerita dari Le- gend. Bagaimana semangatnya muncul begitu saja saat melihat langsung salah satu sekolah asuhan Kenny. Legend langsung merasa terikat. “Saya terinspirasi oleh ke- berhasilan. Sangat menarik un- tuk berurusan dengan sekolah yang menantang kemungkinan yang ada dan berhasil. Dan aku ingin melihat apa yang bisa aku lakukan untuk menciptakan sebuah lingkungan dengan ada lebih banyak sekolah yang da- pat melakukannya,” paparnya. (*/M-1) [email protected]

Upload: dangnguyet

Post on 31-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Negara semaju AS pun kelimpungan mengurusi anak didiknya yang terus menurun jumlah lulusan-nya. Penyanyi top John Legend yakin masalahnya ada pada kualitas guru.

Rahasia Lirik LaguPENYANYI Taylor Swift yang tengah digilai penggemar musik dunia itu tak canggung tampil di hadapan siswa Scholastic, New York.

Selain bernyanyi di depan anak-anak berusia tak lebih dari 15 tahun itu, Swift sekaligus berbagi pengalaman seputar kebiasaan membaca dan menulis.

“Aku suka puisi. Karena jika kamu membuat puisi yang pas, dengan rima yang benar di akhir kalimat, rasanya seperti membuat kata-kata itu memantul dari kertas,” ujar Swift.

Peraih Grammy Award itu juga mengakui, kebiasaan membacanya sangat membantu untuk menulis lagu.

“Betul-betul membantu untuk memahami metafora dan tentu saja, untuk ‘melukis’ lewat lagu,” ujar Swift yang mulai membaca puisi sejak kelas 4 sekolah dasar.

Dia pun berbagi tips agar anak-anak tidak malas membaca.

“Jangan dikenalkan dengan buku-buku tebal. Kasih saja yang paling tipis dan menarik,” kata gadis 20 tahun penggemar buku anak-anak karya Dr Seuss.

Dia sendiri menempatkan buku To Kill a Mocking Bird karya Harper Lee sebagai favoritnya.

“Buku itu membahas isu-isu besar dan serius, seperti hak-hak warga sipil, misalnya. Tapi dikisahkan dalam perspektif anak-anak, itu penuturan yang menarik sekali,” ujarnya. (*/Reuters/M-4)

Sosok | 13SELASA, 2 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

AP

J O H N L E G E N D

Vini Mariyane Rosya

REUTERSDOK MI/ TERESIA AAN MELIANA

BAGAIMANA anak bisa cerdas jika kecaka-pan pendidiknya pas-pasan?

Pertanyaan itulah yang diakui John Legend terus terngiang saat melihat kondisi yang tidak menggembirakan dari sekolah-sekolah umum di kawasan Harlem, New York, Amerika Serikat.

“Satu kesimpulan bahwa guru merupakan aset penting,” ucapnya seperti yang dikutip Reuters, pada pekan lalu. Peraih enam Grammy Awards ini mengatakan ada banyak fokus yang salah selama ini dalam mereformasi sekolah-sekolah umum di AS. Banyak orang menyangka semua selesai de-ngan melatih para guru sekadar untuk menyiapkan anak didik ikut ujian.

Sering juga saat orang ber-bicara tentang reformasi seko-lah, mereka berbicara tentang kualitas guru. Namun, semata-mata untuk memastikan apakah anak-anak bisa melewati tes kemampuan. “Ini penting, tapi itu bukan satu-satunya yang penting,” tegas Legend.

Kepedulian Legend terhadap dunia pendidikan diakui diper-oleh setelah berdiskusi panjang dengan Deborah Kenny, pemilik Harlem Village Academies. Di situ dia mulai paham realitas pendidikan di negaranya.

Menurut Legend, pemerin-tah dan persatuan guru harus meng ubah cara pandang pelati-han para guru.

Selama ini pelatihan guru, menurutnya, tak ubahnya se-perti pabrik yang menitikbe-ratkan pada kualitas yang sama. “Kalau melatih mereka untuk menjadi sama, Anda mungkin dapat mengalihkan sisi-sisi buruk seorang guru, tapi pada saat yang bersamaan Anda juga turut menghapus potensi-potensi terbaik mereka. Cara ini sama sekali tidak menghasilkan kreativitas dan kecerdasan yang nantinya akan ditularkan ke-pada anak didik,” paparnya.

Dengan menyediakan guru yang berkualitas, nantinya bu-kan hal yang sulit di AS untuk melahirkan sumber daya ma-nusia yang berkualitas. Itulah kelebihan Legend, meski tak pernah secara langsung duduk di sekolah umum, ia yakin hasil pengamatannya tersebut mampu menghentikan rendah-nya lulusan sekolah menengah di AS.

Legend mencontohkan sebuah sekolah di Springfi eld, Ohio, yang hanya menghasilkan 230 lulusan dari 500 anak didik

pada 1996. Jumlah tersebut se-harusnya jadi perhatian serius pemerintah.

“Ternyata banyak sekolah di seluruh negeri, terutama yang anak yang orang tuanya berla-tar belakang kelas pekerja dan orang miskin memiliki tingkat

kelulusan yang sangat rendah. Pemerintah harus segera men-cari jalan keluar dari masalah ini,” tandasnya.

Advokasi lewat albumLegend pun percaya bahwa

meningkatkan kualitas guru

tidak datang dengan keajaiban. Salah satu usaha yang harus segera dijalankan pemerintah adalah menyiapkan regulasi.

“Saya tak ingin inovasi dan kesuksesan atas pemikiran ini hanya akan menjadi insiden yang terisolasi. Aku ingin pe-

mikiran ini terdapat di seluruh tempat. Makanya aku akan berjuang mengadvokasi agar hal ini terwujud,” ungkapnya penuh semangat.

Tak tanggung-tanggung, Legend memanfaatkan promo albumnya untuk menyukses-

kan advokasi tersebut. Dalam album barunya yang berjudul Wake Up!, Legend menyiapkan sebuah lagu dengan sisipan fi lm tentang kondisi pendidikan di AS.

“Ini cara yang baik untuk me-nyatukan hasrat bermusik de-

BIODATANama asliJohn Stephens

Tempat/tanggal lahirOhio, AS, 28 Desember 1978

Jenis musikR&B, hip hop, soul, neo soul

Album:• Get Lifted (2004)• Once Again (2006)• Evolver (2008)• Wake Up! (with The Roots)

(2010)

Penghargaan:BET Awards sebagai Best New Artist (2005)

Grammy Awards:• Best Male R&B Vocal

Performance 2006• Best R&B Album (Get Lifted)

2006• Best New Artist 2006• Best R&B Performance by a Duo

or Group (Family Affair) 2007• Best Male R&B Vocal

Performance, (Heaven) 2007• Best R&B Performance by a Duo

or Group with Vocals 2009, (Stay with me)

• MOBO Awards sebagai Best R&B Act 2005

Soul Train Music Awards• Best R&B/Soul Album, Male,

(Get Lifted) 2006• Best R&B/Soul Single, Male,

(Ordinary People) 2006

Total penghargaan:• Memenangi: 11 penghargaan• Nominasi: 35 penghargaan

Kucing yang SederhanaNUANSA sederhana mencuat saat Butet Kartaredjasa mementaskan monolog

Kucing karya Putu Wijaya di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (30/10). Butet mengaku ingin memberi atmosfer lain dalam

monolognya.“Selama ini pentas-pentas monolog saya cenderung berformat besar,

yang membutuhkan banyak spektakel pemanggungan. Dalam Kucing, saya ingin sesuatu yang serbasimpel dan sederhana,” katanya.

Butet tampil tanpa panggung pertunjukan yang cenderung ‘wah’ dari sisi artistik, seperti pada tiga pentas monolog Mayat Terhormat (karya

Indra Tranggono dan Agus Noor), Matinya Toekang Kritik dan Sarimin, keduanya karya Agus Noor.

Adapun Kucing berkisah tentang hubungan suami istri, yang melibatkan seekor kucing milik tetangganya. Dari kucing yang suatu hari memangsa rica-rica yang disiapkan si istri untuk berbuka puasa itulah alur cerita mengalir. Karya Putu Wijaya ini dinaskahmonologkan Agus Noor, musik digarap Djaduk Ferianto, dengan

sutradara Whani Dharmawan.Meski Kucing bukanlah tema yang politis dan

terkesan remeh, kisah itu sebetulnya langsung menghunjam pada hakikat kemanusiaan. “Lewat

karya ini, saya ingin mengembalikan monolog seba-gai sebuah proses keaktoran yang menjunjung tinggi kekuatan seni akting. Monolog dikembalikan ke ‘khitahnya’,” ujarnya. (*/Ant/M-4)

Butet Kartaredjasa Taylor Swift

Mengadvokasi agar Guru di AS Berkualitas

ngan hasrat melakukan aktivitas pendidikan. Dalam lagu yang berjudul Shine Anda dapat me-lihat fi lm yang berjudul Waiting for Superman yang menceritakan krisis pendidikan,” paparnya.

Legend mengakui ada ba-nyak cara dan pemikiran yang berkembang saat ini di Amerika Serikat. Namun, ia yakin pe-mikiran untuk meningkatkan kualitas kreativitas dan individu para guru dan siswa diyakin-inya dapat menjadi titik temu.

“Kualitas guru, data pelacak-an kemajuan siswa, pengajaran, jam ekstra di sekolah, budaya pengharapan yang tinggi, saya tahu kita semua yakin hal-hal ini bekerja di sejumlah sekolah negara bagian di seluruh ne-geri,” sahutnya.

Bahkan Legend telah menyi-apkan serangkaian tur untuk menyosialisasikan pemikiran-nya langsung kepada anak-anak segera setelah ia selesai dengan album ‘advokasi’-nya tersebut. “Saya akan langsung berbicara dengan seluruh anak-anak di seluruh negeri,” tegasnya.

Selalu ada cerita dari Le-gend. Bagaimana semangatnya muncul begitu saja saat melihat langsung salah satu sekolah asuhan Kenny. Legend langsung merasa terikat.

“Saya terinspirasi oleh ke-berhasilan. Sangat menarik un-tuk berurusan dengan sekolah yang menantang kemungkinan yang ada dan berhasil. Dan aku ingin melihat apa yang bisa aku lakukan untuk menciptakan sebuah lingkungan dengan ada lebih banyak sekolah yang da-pat melakukannya,” paparnya.(*/M-1)

[email protected]