jika aku menjadi

4
Jika Aku Menjadi Fauzi – 130110100084 – Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Menginjakkan kaki di sebuah desa nan penuh potensi merupakan pengalaman yang sangat berharga bagiku. Aku bersama delapan belas mahasiswa lainnya memang ditugaskan untuk mengikuti kuliah kerja nyata di Desa Linggawangi ini selama bulan Juli 2013. Di sini aku belajar bagaimana hidup bermasyarakat, mengamati setiap sendi kehidupan warganya, serta mengikuti berbagai kegiatannya sehari-hari. Sebagai seorang mahasiswa fakultas kedokteran, tentu aku menaruh perhatian yang cukup besar terhadap masalah kesehatan di desa ini. Cukup miris bagiku karena hanya ada seorang bidan desa sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Untuk mencapai puskesmas atau tempat praktik dokter swasta di daerah lain, mereka harus menempuh jarak yang cukup jauh sehingga tak jarang mereka datang ke bidan desa untuk mengeluhkan kondisi medisnya. Padahal, kompetensi seorang bidan terbatas pada bidang kesehatan ibu dan anak (KIA) saja. Selain itu, desa ini juga cukup dipusingkan dengan permasalahan lingkungan yang sangat lumrah terjadi di Indonesia, yakni mengenai sampah dan kebiasaan warga yang membuang tinja ke kolam ikan, sungai, ataupun saluran air lainnya. Jika aku kelak menjadi dokter dan kemudian ditugaskan di desa ini, aku akan menawarkan sebuah terobosan kesehatan, yakni jaminan kesehatan desa (aku singkat jamkesdes). Konsep ini mirip dengan sistem jaminan kesehatan lainnya, hanya saja

Upload: fauzi-js

Post on 30-Nov-2015

60 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Sebuah essay mengenai gagasan jika saya menjadi dokter di sebuah desa bernama Linggawangi.

TRANSCRIPT

Page 1: Jika Aku Menjadi

Jika Aku Menjadi

Fauzi – 130110100084 – Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Menginjakkan kaki di sebuah desa nan penuh potensi merupakan pengalaman yang sangat

berharga bagiku. Aku bersama delapan belas mahasiswa lainnya memang ditugaskan untuk

mengikuti kuliah kerja nyata di Desa Linggawangi ini selama bulan Juli 2013. Di sini aku

belajar bagaimana hidup bermasyarakat, mengamati setiap sendi kehidupan warganya, serta

mengikuti berbagai kegiatannya sehari-hari.

Sebagai seorang mahasiswa fakultas kedokteran, tentu aku menaruh perhatian yang cukup

besar terhadap masalah kesehatan di desa ini. Cukup miris bagiku karena hanya ada seorang

bidan desa sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Untuk mencapai

puskesmas atau tempat praktik dokter swasta di daerah lain, mereka harus menempuh jarak

yang cukup jauh sehingga tak jarang mereka datang ke bidan desa untuk mengeluhkan

kondisi medisnya. Padahal, kompetensi seorang bidan terbatas pada bidang kesehatan ibu dan

anak (KIA) saja. Selain itu, desa ini juga cukup dipusingkan dengan permasalahan

lingkungan yang sangat lumrah terjadi di Indonesia, yakni mengenai sampah dan kebiasaan

warga yang membuang tinja ke kolam ikan, sungai, ataupun saluran air lainnya.

Jika aku kelak menjadi dokter dan kemudian ditugaskan di desa ini, aku akan menawarkan

sebuah terobosan kesehatan, yakni jaminan kesehatan desa (aku singkat jamkesdes). Konsep

ini mirip dengan sistem jaminan kesehatan lainnya, hanya saja dikelola secara mandiri dari

dan untuk warga desa. Setiap warga akan dikenai tarif premi yang relatif murah setiap

bulannya, lalu setiap warga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis tanpa terkecuali.

Karena jumlah penduduk desa ini adalah sebanyak 4481 jiwa, akan terkumpul hampir Rp 5

juta setiap bulannya hanya dengan menerapkan premi Rp 1000 saja. Jumlah ini lebih dari

cukup untuk membiayai berbagai kegiatan kesehatan yang akan aku jalani di desa ini.

Kegiatan-kegiatan kesehatan yang akan aku tawarkan banyak berfokus pada upaya-upaya

preventif (pencegahan) karena terbukti efektif dalam menekan angka kesakitan. Upaya-upaya

tersebut disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan di desa, misalnya karena di desa ini

cukup banyak warga yang menderita tekanan darah tinggi, maka akan sering diadakan

penyuluhan mengenai tekanan darah tinggi, bagaimana mengobatinya, hingga bagaimana

mencegah terjadinya komplikasi. Selain itu, aku juga akan menggalakkan upaya-upaya

kesehatan lainnya, seperti olahraga bersama setiap minggu, pengadaan tanaman obat

keluarga, dan lain-lain.

Page 2: Jika Aku Menjadi

Untuk kegiatan kuratif (pengobatan), aku akan bekerja di pusat kesehatan desa (puskesdes)

dengan jam yang terjadwal sehingga masyarakat yang memiliki keluhan kesehatan dapat

dengan mudah mendatangi tempat praktikku. Segala macam biaya, mulai dari biaya

konsultasi, pemeriksaan penunjang, hingga pengobatan farmakologis akan bersumber dari

jamkesdes sehingga warga benar-benar tidak dikenai biaya untuk setiap kedatangannya ke

puskesdes. Jika ada warga yang membutuhkan perawatan intensif dan perlu dirujuk,

jamkesdes juga dapat menutup segala biaya, mulai dari biaya administratif hingga

transportasi ke pusat pelayanan kesehatan yang lebih terpadu. Selain itu, jamkesdes juga

dapat dianggarkan dananya untuk pengadaan obat-obatan, peralatan medis, perawatan

internal puskesdes, hingga penggajian karyawan. Dengan kondisi pusat kesehatan desa yang

begitu lengkap, diharapkan warga tidak usah lagi harus pergi jauh ke puskesmas atau rumah

sakit hanya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan primer.

Permasalahan lingkungan tentu tidak akan luput dari tanggung jawabku sebagai seorang

pelayan kesehatan masyarakat. Khusus untuk masalah sampah, aku akan bekerja sama

dengan perangkat desa dan pihak-pihak terkait untuk menawarkan solusi-solusi konkret yang

dapat menjawab permasalahan ini, yakni diperlukannya pengelolaan sampah yang baik, mulai

dari penyadaran warga untuk buang sampah pada tempatnya, pembuatan tempat pembuangan

sampah sementara di setiap pelosok desa, pengangkutan sampah oleh petugas kebersihan ke

tempat pembuangan sampah akhir, pemilahan sampah organik dan nonorganik, dan lain-lain.

Jika dibutuhkan, sebagian dana jamkesdes bisa disumbangkan untuk kegiatan pengelolaan

sampah tersebut.

Untuk permasalahan lingkungan lainnya mengenai kebiasaan warga membuang tinja di

kolam ikan, sungai, ataupun saluran-saluran air lainnya, aku akan menawarkan berbagai

solusi kepada perangkat desa dan pihak-pihak terkait, di antaranya adalah sosialisasi

mengenai pentingnya pengadaan MCK (tempat untuk mandi, cuci, dan kakus) di setiap

rumah serta pembuatan septic tank sebagai pembuangan akhir tinja. Aku juga sebisa mungkin

akan membantu menyampaikan aspirasi masyarakat dalam hal pengadaan dana untuk

permasalahan ini.

Dalam menjalankan berbagai kegiatan yang baru saja aku paparkan, tentu aku tidak akan

sanggup melakukannya sendiri. Aku akan bekerja sama dengan pelayan kesehatan lainnya,

seperti bidan, perawat, ahli farmasi, hingga petugas-petugas kesehatan di puskesmas atau

rumah sakit. Terakhir, aku juga membutuhkan bantuan dari perangkat desa, pihak-pihak lain

yang terkait, dan tentunya yang tidak kalah penting adalah masyarakat desa ini sendiri.