j.h.berkas.dpr.go.id/armus/file/lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · umbu mehang kunda):...

66
RISALAH RAPAT PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENT ANG Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat Ke- Jenis Rapat Sifat Rapat Hari/Tanggal Pukul Tempat Ketua Rapat Sekretaris Ac a r a Had ir BUDIDAYA TANAMAN 1991-1992 III 10 (sepuluh) Rapat Kerja Terbuka Kamis, 27 Pebruari 1992 09.00WIB Ruang Rapat Komisi IV (KK-IV) GEDUNG DPRI-RI Jalan Jenderal Gatot Subroto Jakarta. Ir. Abdurachman Rangkuti Taqwim, S.H. Pembahasan Tingkat III Rancangan Undang-Undang Tentang Budidaya Tanaman. 1. Anggota Komisi IV DPR RI . - 34 dari 44 orang Anggota 2. Pemerintah : Menteri Pertanian. - Jajaran Dep. Pertanian. I. PIMPINAN KOMISI IV DPR RI : I. Ir. AR. Rangkuti, 2. H.A. Poerwosasmito, 3. Sutahan M, 4. H. Imam Churmen,.5. Ir. H. Andjar Siswojo. II. ANGGOTA KOMIS! IV DPR RI: I. Drs. H. Loekman, 2. H. Jamaris Yoenoes, 3. Drs. H. Suko 4. _Hardoyo, 5. Warnohardjo, S.E., 6. H. Moh. Soelardi Hadisaputro, 159

Upload: others

Post on 28-Feb-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

RISALAH RAPAT PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENT ANG

Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat Ke-Jenis Rapat Sifat Rapat Hari/Tanggal Pukul Tempat

Ketua Rapat Sekretaris Ac a r a

Had ir

BUDIDAYA TANAMAN

1991-1992 III 10 (sepuluh) Rapat Kerja Terbuka Kamis, 27 Pebruari 1992 09.00WIB Ruang Rapat Komisi IV (KK-IV) GEDUNG DPRI-RI Jalan Jenderal Gatot Subroto Jakarta. Ir. Abdurachman Rangkuti Taqwim, S.H. Pembahasan Tingkat III Rancangan Undang-Undang Tentang Budidaya Tanaman. 1. Anggota Komisi IV DPR RI .

- 34 dari 44 orang Anggota 2. Pemerintah :

Menteri Pertanian. - Jajaran Dep. Pertanian.

I. PIMPINAN KOMISI IV DPR RI :

I. Ir. AR. Rangkuti, 2. H.A. Poerwosasmito, 3. Sutahan M, 4. H. Imam Churmen,.5. Ir. H. Andjar Siswojo.

II. ANGGOTA KOMIS! IV DPR RI:

I. Drs. H. Loekman, 2. H. Jamaris Yoenoes, 3. Drs. H. I~ail Suko 4. _Hardoyo, 5. Warnohardjo, S.E., 6. H. Moh. Soelardi Hadisaputro,

159

Page 2: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

.., Ny. Dra. Soekati Marwoto. 8. Drs. Soedarmadji, 9. Drs. Sarif Said Alkadrie. I 0. Ors. H. Sofyan Chairul, 11. H.M. Ali Sri Inderadjaja, 12. Obos Sy a band i Purwana, 13. H. Ibrahjm Salam, 14. Ir. Um bu Mehang Kunda, JS. Ny. Petronella Maria Inacio, 16. Drs. S. Soemiarno, M.A., I 7. PHM. Siahaan, 18. Siswadi, 19. R. P. Soebagio, 20. F. Sukorahardjo, 21. Ora. Siti Sundari, 22. DP. Soendardi, S.H., 23. Ors. Mardinsyah, 24. H. Muhammad Dja'far Siddiq, 25. H. Abdullah Chalil, 26. H. R. Djadja Winatakusumah, 27. H. Mansursyah, 28. Muntaram, 29. Ir. S. M. Tampubolon.

III. PEMERINTAH/DEP. PERTANIAN:

1. Ir. Wardoyo (Menteri ·Pertanian 2. Dr. Ir. Syarifuddin Baharsyah (Menteri .Muda Pertanian), 3. Ar. Tondok, 4. Moh. Musa, 5. Djunaedi Toss.in Al Fataer, 6. Sutarno, 7. Suroso, 8. JafriJ., 9. Sumaki, 10. Chavil A.R., 11. J.H. Saman, 12. Achmad Abdullah, 13. S.0. Manurung, 14. Suh.irman, 15. Sujudi, 16. A. Seelim, 17. Sorta, H.

KETUA RAPAT;

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.

Selamat Pagi, setelah kita lihat daftar sudah forum, yang had:ir secara fis:i<. juga forum. Maka dengan ini saya cabut skor rapat kemarin dan kita Jartjutkan. ·

Bapak Menteri yang kami hormati, Bapak-bapak seluruh jajaran Depar­temen Pertanian yang kami hormati dan rekan-rekan Anggota Komisi IV yang terhorma t.

Kemarin kita memberikan PR-lah, menghirrbau atau mengharapkan Pemerintah dapat merumuskan esensi a tau materi Pasal 7, yang menyangkut introduksi dari luar negeri yang dilakukan dalam bentuk benih atau materi induk untuk pemufaan. Kemarin dari FABRI dan muncul pemik.iran dari FPP, peflunya dua esensi di dalam Pasal 7 ini, yang pertama dari F ABRI mengenai pengaturan mengenai intoroduksi benihnya itu send.iri, sedangkan yang dari FPP pengaturan mengenai siapa yang berhak melakukan introduksi itu, apakah pemerintah saja atau orang-orang untuk badan hukum diboleh­kan juga dapat dilakukan introduksi benih, dengan izin barangkali ini peng­aturannya perlu, sebagaimana juga plasma nutfah. Oleh karena itu kami persilakan kepada Pemerintah barangkali sudah. Terima kasih sudah siap ini Pasal 7 baru, kami persilakan untuk membaca beberapa menit. Kami bacakan Pasal 7 Ayat ( l) "lntroduksi dari luar negeri dilakukan dalam bentuk benih atau materi induk untuk pemuliaan". Ayat (2) "lntroduksi sebagaimana dimaksud dalam Ayat ( 1) dilakukan oleh Pemerintah dan dapat dilakukan pula oleh perseorangan atau badan hukum berdasarkan izin".Ayat (3) "Pe­Jaksanaan kegia tan sebagaimana dimak sud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah".

160

Page 3: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUARAPAT:

Terima kasih Pak Menteri

Barangkali supaya nanti kalau Panitia Kerja sering-sering kelupaan sehingga seperti Undang-undang tentang Konservasi, ada dua macam penyaji­an penulisa:nnya. Barangkali bisa dibantu Saudara Umbu? Ketentuan lebih lanjut barangkali Tolong ditulis saja. Ketentuan Jebih laniut mengenai tata cara atau Ketentuan lebih laniut atau bunyinya yang Jama itu. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud, bagaimana bunyinya? Ketentuan lebih laniut tentang introduksi yang dimaksud dalam Ayat ( l) dan Ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Itu yang standar atau baku. Baiklah dengan perbaikan.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Pak Ketua, saya rasa begini : Ketentuan lebih lanjut sebagaimana di­maksud Ayat (1) dan Ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tentang tidak lagi Pak. Sudah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (I) dan Ayat (2). Jadi ketentuan lebih lartjut sebagaimana dimak!lld dalam Ayat (1) dan Ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Itu tidak hilang itu Pak. Sebab kita tuniuk Ayat (1) dan Ayat (2).

KETUA RAPAT.

Hilang itu. Mungkin ada satu, ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimak­sud, itu sudah standar, ok. Itu mengenai lah kalau takut pakai tentang, karena U ndang-undang pakai tentang. Ketentuan lebih laniut mengenai ini sebagai­mana dimaksud.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) .

Pak Ketua, mengenai ini lain Pak. Jadi ketentuan lebih laniut sebagai­mana dimak&.id Ayat (1) dan Ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Tidak kita terj emahkan lagi

KETUARAPAT:

Tidak menterjerr.ahkan. Menegaskan ini Pak. Tergantung kalau itu terus. Ketentuan lebih lartjut sebagaimana dimak!lld. Ini introduksi itu yang harus dianukan, co ba ahli hukum gimana ini Pak.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Ini bukan masalah hukum Pak, masalah bahasa. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam Ayat (I) dan Ayat (2) diatur oleh Pemerintah. Jelas ini Ayat (1) dan Ayat (2) tanpa memberikan lain. .

163

Page 4: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FABRI (D.P.SOENARDI, S.H.): <

Barangkali letaknya dibalik. Misalkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (I) dan Ayat (2) lebih lanjut.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Tidak Pak. lni pen ting supaya lebih, nan ti. ketinggalan dia, di dalam Panitia Kerja ketinggalan. Contoh Undang-undang Nomor 5 Tahun · 1990.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan pelestarian alam dan penetapan .wilayah yang berbatasan dengannya sebagai daerah penyanggah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

KETUA RAPA T:

Tidak, kita pakai yang ini saja. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dapat disepakati? Setuju?

(RAPAT SETUJU)

Pasal 7 dapa t kita rampungkan, tak perlu di-Panj a-kan. Sekarang ki ta maju ke Pasal 8 RUU. Di dalam DIM ada dua ca ta tan

di sini yang sempat baca silakan saja, apapun isinya. Kepada FKP dulu.

FKP (OBOS SY AHBANDI PURWANA):

Untuk Pasal 8 FKP rumusannya tetap Pak. Hanya penempatan Pasal saja. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan F ABRI.

FABRI (DRA. SITI SOENDARI):

FABRI Pasal 8 tetap Pak pada rumusan RUU.

KETUA RAPA T:

Baiklah kami kira semua sudah tetap, tinggal penempatan Pasal nomor berapa nanti diserahkan kepada Panitia Kerja. Dengan demikian esensi ·Pasal 8 RUU dapat disetujui?

(RAP AT SETUJ U)

164

Page 5: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

Ki ta masuk mate ri Pasal 9 R UU, ada dua aya t, ada ca ta tan dari dua Fraksi, kami peralihkan FABRI lebih dulu. Paket szja karena ketentuannya sama.

F ABRI (DRA. SITI SOENDARI) : . Untuk Pasal 9 FABRI mengadakan penyempurnaan yaitu diusulkan

dirumuskan kembali substansinya. Setelah penyempumaari Pasal 9 Ayat {l) berbunyi: Varietas unggul hasil pemuliaan atau introduksf dari luar negeri, sebelum diedarkan terlebih dahulu dilepas oleh Pemerintah.

Ayat (2 ): Hasil pemuliaan a tau introduksi tanaman yang belum dilepas sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilarang diedarkan dari luar negeri belum diedarkan. Maksudnya supaya tegas. Maaf ada yang kurang, untuk Ayat (2) nya, Ayat (2).dari substansi dari Pasal 9 itu dipindahkan ke Pasal 13 a halaman 19.

Terima kasih.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Menambah penjelasan Pak. Jadi clipindahkannya itu karena cligabungkan Pasal 9, 10, 11, 12, 13 itu netentuannya cligabungkan menjacli satu. Tapi ini hanya sua tu usulan al tern a tip. Supaya nan tiny a i tu dalam Peraturan Peme­rin tah.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Usulan bagus juga walaupun sebagai catatan disebutkan berkali-kali perlu Peraturan Pemerintah lima Peraturan Pemerintah i tu bisa jadi satu. Asaljangan demikian sulitcarinya di belakanglagi nantinya.

Silakan FKP.

FKP (OBOS SYAHBANDI PURWANA):

FKP mengajukan saran a tau usul Pasal 9 Ayat (1) clirumuskan kembali dan ditetapkan Pasal 11 nantinya. Sedangkan Pasal 9 Ayat (2) tetap.

Demikian, terima kasih.

· KETUA RAPAT:

Tidak ada perubahan ini hanya nomor saja.

FKP (OBOS SY AHBANDI PURWANA):

Ada rumusannya kembali. Rumusannya kami bacakan: Aya t ( 1) varietas unggul hasil pemuliaan tanaman atau introduksi dari luar negeri koma, se­belum diedarkan terle bih dahulu dilepas oleh Pemerin tah. Kami kira liampir sama dengan F ABRI Pak. .

165

Page 6: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

~ETUARAPAT:

Tolong diliha t Pas al 18 formulasi daripada FKP halaman 18 sedangkan formulasi FABRI halaman 19 Pasal 13 a. Baik FPP menanggapi usul FABRI karena tidak ada usul di sini.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH):

Terima kasih.

Kami sependapat dengan perumusan dari FABRI, hanya ada tambahan Pak. Kalimat tanaman. Jadi kalau kami sebutkan: Varietas unggul hasil pe­muliaan atau introduksi tanaman dari luar negeri sebelum dilepas terlebih dahulu dilepas oleh Pemerin tah. Jadi ada tanaman sesuai yang Ayat (2) nya.

Kemudian yang Ayat (2) juga ada perubahan perumusan. Jadi kalimat­nya tegini Pak.. Dilarang mengedarkan hasil pemuliaan a tau introduksi tanam­an yang belum dilepas sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1 ). Jadi hariya le bih menegaskan pada kalima t ini Pak.

KETUA RAP AT:

Kami silakan FABRI, tapi sebagai catatan kalau FABRI mengmgiu­kan ini sebagai norma pidana ini harus ada setiap orang. Silakan FPDI.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua.

Di dalam Pasal 9 ini kami tidak mengadakan perubahan tetap seper1i biasa, tetapi di dalam hal ini atas penyempumaan dari ketua Fraksi yang disampaikan itu FPP dan FABRI pada prinsipnya dari kami mengenai apa yang dikemukakan oleh FPP masalah tanaman di tambahkan di dalam usulan FABRI.

Untuk lebih menyempumakan pasal perubahan ini, kami mengusulkan dapat ditampung di dalam Pani1iaKerjanan1i.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Bapak Pimpinan, dan Bapak sekalian yang kami hormati.

Jadi pada dasamya Pemerintah dapat menyetujui saran~ dan FABRI baik penyempumaan kalimatnya, isinya maupun redaksionalnya, ayat yang menegaskan mengenai pelarangan daripada peredaran varietas unggul hasil ,

166

Page 7: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

pemuliaan atau introduksi yang belum dilepas. Kami esensinya demikian. sedangkan penambahan tanaman ini kami kira yang introduksi itu kami kira sesuai dengan apa yang kita rumuskan dalam Pasal 7, bukan introduksi tanam­an tapi introduksi. Jadi varietas unggul hasil pemuliaan atau introduksi dari luar ini sudah tepat Hasil pemuliaan atau irttroduksi yang belum dilepas

sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilarang diedarkan. Mengenai penem­

pa tan a tau susunan kalima tnya kami kira ki ta serahkan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Tadi Pak Djadja ini di-Panja-kan, tapi adaesensi baru dari usulan FABRI . mengenai larangan dan itu norma pidana. Sehingga kita perlu putuskan

kalau kita Panja-kan. Itu sebagai catatan untuk Pak Djadja.

Silakan FKP un tuk menanggapi.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Terima kasih Pak.

Jadi tanggapan mengenai kata tanaman kami kira sama dengan Pak Menteri kebetulan memang pasnya begitu Pak. Kemudian usulan FABRI Ayat (2) baru, kami sependapat Hanya barangkali Ayat(2)1amamantiknya/ enaknya itu ada di pasal itu Pak. Sehingga ada larangan ada kewajiban, ada pengaturan lebih lanjutnya lang;ung pada pasal itu. Kami kira. barangkali FABRI sudah mengadakan antisipasi sehingga barangkali tidak perlu kita gabungkan rnenjadi satu pasal mungkin menjadi lebih dini. Sehingga dalam Pasal 9 RUU itu Pak menjadi tiga ayat FKP sependapat begitu menerima usulan F ABRI Ayat (2) baru dengan menghilangkan kata tanaman i tu, sedang­kan Aya t (3) nya barangkali dirumuskan kembali. Penyesuaian n om or aya tnya Pak, kalau diperlukan. Kami kira demikian Pak dari FKP.

Terima kasih.

KE TUA RAP AT:

Terima kasih kami kira kembalikan kepada F ABRI mengenai pendapat Ayat (3) atau Ayat (2) lama merupakan bagian dari Pasal 9, setelah ada larangan a tau barangkali ncrma pidana, kemudian langrnng Ayat (3 ). FPP juga setuju adanya laranian ini. Sedangkan FPDI belum. Silakan FABRI menjelaskan. ·

FABRI (DRA. SITI SOEND,ARI):

Sebelumnya FABRI mengucapkan terima kasih kepada FKP, Yallg telah menyetujui usulan dua ayat FABRI. Mengenai penghapusan kjita tanaman

167

Page 8: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

pada Ayat (4) FABRI tidak berkeberatan. Dan mengenai Ayat (2) lama di­j adikan Aya t (3) karena ini ti dak prinsip yang semula di tempa tkan oleh

FABRI Pasal 13 a, tapi apabila semua Fraksi menghendaki tetap dican tum­kan di dalam pasal ini FABRI tidak keberatan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Pertanyaan yang tadi ini kalau ini norma pidana yang ada deliknya di sini larangan yang bisa dituntut apa? Biasanya kalau sudah delik itu harus ada orang. Sebagaimana introduksi yang belum dilepas sebagaimana Ayat ( 1) dilarang diedarkan. Tapi kami persilakan ada yang mem ban tu a tau diperlu­kan setiap orang atau Badan hukum. Dilarang seperti usul Pak Mardinsyah tadi di balik dilarangnya dulu. Mungkin ada yang mem ban tu? Silakan Pak Nardi.

FABRI (D.P. SOENARDI, S.H.):

Biasanya kalau ini bukan rumusan norma pidana kata-kata "dilarang" itu dihindari dalam pasal Undang-undang.

Terima kasih.

KETUARAPAT:

Tadi FABRI menyatakan norma pidana yang akan digunakan nanti untuk menuntut di Pasal 46, tetapi ketentuan pidananya di belakang, model k:ita norma pidananya di pasal dan sanksi pidananya di belakang, ini yang model RUU yang belakangan ini tetapi yang dulu-dulu ada, kami tidak tahu kalau norma pidana atau di pasal non sanksi ketentuan pidana tidak ada larang-larang. Silakan FPP.

FPP (DRS. H. MARDINSYAH):

Kalau begi.tu kita lobi dulu untuk FABRI menyatukan pendapat sebab berbeda, dimasukkan dengan dilarangnya.

Terima kasih.

FKP (H. MUHAMMAD ALI SRI INDERADJAJA) :

Terima kasih.

Jadi apa yang dimaksudkan oleh FABRI, kami kira itu adalah norma pidanaperedaran terhadap barangyang telah dilepas oleh Pemerintah dilarang. Tetapi yang dilarang itu bukan setiap orang afau badan hukum termasuk Pemerintah sendiri dilarang untuk men-gedarkan yang belum dilepas. Oleh karena itu tidak perlu disebutkan setiap orang a tau badan hukum a tau Pe­merintah.

Terima kasih.

168

Page 9: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Silakan FPDI.

FPDI (H.R. DJ ADJ A WINATAKUSUMAH):

Terima kasih. Setelah mendapat penjelasan dari FABRI sendiri. Tadi kami akan

memberikan dukungan, tetapi karena ada 2 pendapat didalam hal ini kami juga setuju un tuk dilobi.

Terima kasih.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA) :

Jadi saya kira di dalam pasal-pasal yang mengatur norma itu bisa dikata dilarang, konservasi contohnya. Pasal 21. Jadi ini belum sampai pada Bab Hdana. Jadi di BAB V Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa itu. Pasal 21-nya berbunyi: Setiap orang dilarang untuk a, b, dan segala macam. Jadi memang sebetuJnya rumusan ini menurut pemahaman saya ini sudah cukup karena kita akan mengatur dan itu dilarang. Nanti di Pasal 46 nya. Barangsiapa melanggar ketentuan pasal ini akan dikenakan sanksi pidana dan segala ma­cam. Jadi masalahnya kalau kita angkat setiap orang ke de pan, dia akan ran cu dengan heading Ayat (1) nya, hanya itu yang kesulitan dari FABRI barang­kali. Tidak menempatkan setiap orang pada Ayat (2), karena Ayat (1) nya itu varietas unggul sehingga kalau di Ayat (2) nya setiap orang nanti seperti ke­marin. Jadi kamf kira dengan rumusan inipun sudah pas.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Silakan F ABRI.

FABRI (F. SUKORAHADJO):

Sebelum kami mengajukan waktu untuk: konsultasi, kami mohon pen­dapat ahli hukum Pemerintah.

KETUA RAPAT:

Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTER! MUDA PERTANIAN/ DR. IR. SY ARIFUDDIN BAHARSY AH) :

Atas perkenaan Bapak Men teri, ingin kami sampaikan bahwa ketentuan di dalam Pasal 9 ini memang belum merupakan ketentuan pidana ·tetapi ini sudah merupakan suatu norma yang nan ti bisa dikaitkan dengan ancam­an pidan.a yang nanti berada di dalam Bab Ketentuan Hdana. Sudah barang

169

Page 10: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

tentu yang akan dapat dikenakan tuntutan pidana adalah orang. Kalau di sini sudah ada ketentuan di larang tentunya nan ti siapa saja yang mengedarkan varietas unggul sebelum dilepas itu tentunya orang a tau Badan Hukum se­hingga pengedar itu nantilah yang tentu akan dituntut tuntutan pidana walau­pun tidak secara eksplisit disebut orang tetapi pengertiannya tentu adalah orang yang mengedarkan.

KETUA RAPAT:

Ini ada kaitannya dengan Pasal 7. Introduksi dari luar negeri dilakukan. dalam bentuk benih dan materl untuk pemuliaan. Introduksi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dapat dilakukan oleh Pemerintah dan dapat dilaku­kan oleh seterusnya . . .. J adi ini pengaturan, berarti kalau semuanya kena siapa yang menuntut Pemerintah kalau melanggar ketentuan, apa ini delik pidana, perdata.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) : INTERUPSI

Itu bisa kalau Pemerin tah melakukan kesalahan kan ada Badan Hukum yaitu Peradilan Tata Usaha Negara·. Jadi kita tidak usah ragu-ragu, sudah ada satu lembaga yangmengaturitu.

KETUA RAPAT:

Bisa begi tu? Karena kalau PTUN ini bersifat administratif tetapi kalau ini kan pidana, bisa kejahatan. Silakan.

FABRI (D.P. SOENARDI, S.H.):

Kalau ini nanti diatur dalam ketentuan pidana dan dikenakan ancaman pidana, kalau Pemerintah melakukan siapa yang" dipidana. Kalau PTUN bisa saja berarti masalah ini kan diatur dalam ketentuan pidana.

KETUA RAPAT:

PTUNitu kan pelayanan Pemerintah.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Sekedar klarifikasi. Jadi kami kira Pemerintah tidak ada urusan apa-apa di sini. Jadi se1;iap unggul hasil pemuliaan atau introduksi harus dilepas oleh Pemerintah.

~yat (2) nya, hasil pemuliaan dan introduksi sebagaimana dim~ud dalam Ayat ( 1) dilarang pengedaran.

Ini tentunya bukan Pemerin tah karena bukan dilarang diedarkan Pe­merintah tetapi karena memang yang dilepas itu kan Pemerintah. Jadi yang cimaksud kena di sini deliknya yaitu orang-orang di luar Pemerintah itu. ·

170

Page 11: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

Jadi kalau belum dilepas oJeh Pemerintah jangan pula Mardinsyah melepas, nanti Pak Mardinsyah yang diancam, kalau tahap-tahap di rumah tak apalah.

KETUA RAPAT:

Ini jadi berkembang, yang masalah kan sudah jelas. Jadi kami minta ulang ini dan nan ti Pasal 9.ini di atas Pemerintah lepas dan berarti Pemerintah 1idak kena tin~l di sini setiap orang a tau badan hukum atau cukup seperti yang tertulis.

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Sebelum diskors kami ingi.n penjelasan mengenai pasal ini. Di.satu pihak kita mengatakan bahwa varietas unggul hasil pemuliaan atau introduksi. padahal kata-kata varietas unggul di tiadakan hasil pemuliaan. Apakah hasil pemuliaan ini hanya merupakan varietas unggul a tau varietas biasa yang 1idak ungj!Ul. Jadi penekanannya di situ pada Ayat (1) varietas unggul yang 1idak boleh yang sebdum diedarkan harus dilepas Pemerintah, ini varietas unggul-nya. Dalam point 2 hasil pemuliaannya. Hasil pemuliaan ini kan macam­macam, bisa varietas unggul, bisa varietas setengah unggul, varietas biasa yang ingin dilepas. lni perlu kecerma tan di sini sehingga orang tidak bisa mengelak bahwa sebenarnya yang dilarang i tu apa, hasil pemuliaan a tau varietas yang dihasilkan hasil pemulaaan i tu, mohon penjelasan apakah F ABRI se belum lc.ita merumuskan adanya suatu ancaman nan ti.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan Pemerintah menjelaskan terlebih dahulu sebelum kita skors.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

J adi yang dilepas i tu memang yang unggul, kalau.yang beluin unggul belum dilepas.· Jadi yang 1idak dilepas itu yang dilarang untuk diedarkan karena yang belum dilepas artinya ada kemungkinan bisa menimbulkan pengaruh-pengaruh negatif nan ti di lapangan sehingga merugikan masyarakat OJ.eh karena itulah dilarang.

KETUA RAPAT:

Klarifikasi lagi yang unggul, setengah unggul, tidak unggul. Condongnya ke tanaman pekarangan, ini kriteria unggul susah sekali. Tetapi ada yang ber- · bahaya nanti tak dilepas tidak apa, barangkali ini harus ada penjelasan yang unggul itu yang mana saja, apakah semua jenis holtikultural, semua jenis tananam perkebunan, tanaman kehutanan dan sebagainya. Ini sepertinya tekanannya ke pangan sehingga formulasi ini barangkali perlu kita dalami. Silakan.

171

Page 12: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Memang ada point di dalam Ayat (2) ini ada kalimat yang dimaksud dalam Ayat (1 ), itu bisa dipahami menafsirkan. Hal inikan basil pemuliaan. Hasil pemuliaan itu kan boleh saja. Tetapi kalau yang di atas itu varietas unggulnya yang boleh dilepas setelah Pemerintah melepas, maka ketentuan selanju tnya juga harus tegas sebab ini ada kai tannya dengan ancaman pidana, itu harus jelas objeknya, pelakunya, atau kesalahannya dan jangan sampai ada interpretasi hukum bahwa orang bisa mengatakan nanti hasil pemuliaan, tetapi sebenarnya yang dimaksudkan bukap hasil pemuliaan di varietas unggul dan hasil pemuliaan. Kami hanya min ta sekedar klarifikasi dan kehati-hatian. Kalau dengan Ayat (1) bahwa pengertian penempatan Ayat (1) ini sudah dianggap tegas pada kaitannya dengan pasal pidana nan tiny a.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kita sudah dibayangkan setengah unggul, unggul itu. Ini yang unggul saja yang kena semua jenis tanaman,_yang unggul itu yang mana.

PEMERINTAH (MENTERI PER'rANIAN/IR. WARDOYO):

Kami kira ini kan basil pemuliaan yang kita bicarakan. Jadi kalau tanaman, yang unggul itu yang mana.

KETUA RAPAT:

Ini varietas baru dari Pemerintah, unggul tidak unggul yang baru mau dilepas, diedarkan, disebarluaskan harus dilepas Pemerintah baik 'yang ber­asal dari dalam negeri maupun yang datang dari luar negeri asal yang baru yang tidak unggul itu tidak ada urusan, i tu kena.

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Di dalam pasal-pasal yang lalu ki ta tidak mengenal unggul. Yang ki ta kenal adalah varietas baru yang lebih baik, itu ada unsur barunya tidak ada unsur unggulnya dan sekarang tirnbul kata-kata unggul. Ini mohon dikaitkan dengan kalirnat yang larnpau mengenai varietas baru yang lebih baik.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Jadi memangkalau yanglalu kita bicara tentangpernuliaan. Jadi rnemang hasil pemuliaan itu adalah varietas baru tetapi khusus Pasal 9 ini, itu sebetul­nya kekhawatiran hanya memang benar adanya bahwa ini benar adanya, memang ini hasil pemuliaan tetapi yang mau dimaksud di dalam Ayat (2) itu supaya dipertegas bahwa yang ki ta larang ini adalah varietas unggul. Saya kira hanya itu dan ini tidak ada masalah apa-apa karena memang me-

172

Page 13: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

nuru t beliau ada cukup dengan kata-kata sebagaimana Ayat (1) a tau ki ta perlu mempertegas karena memang yang: kita larang itu yang unggul sebab kalau larang hasil pemuliaan nan ti yang pinggir-pinggir jalan di sana kena semua sebab kalau itu semua dilarang itu juga hasil pemuliaan tetapi tidak apa-apa kalau mau dilarang. Jadi yang kita larang adalah betul-betul varietas unggul hasil pemuliaan dan atau introduksi. Itu saja yangkita larangkalau itu belum dilepas oleh Pemerintah. Ini sebetulnya mengatur bagaimana kewajiban orang yang introduksi karena sepanjang kita berikan wewenang pada Pasal 7 kepada swasta atau masyarakat, maka setiap orang yang mengadakan intr~ duksi ataupun yang mengadakan pemuliaan di luar Pemerintah, maka sebelum dia lepas .dia harus lapor Pemerintah sehingga nanti Pemerintah akan me­ngadakan pengujian barangkali setelah itu dilepas dan baru sah dia lepas. Saya kira i tu makna esensi Ayat (2) ini sehingga pemikirannya barangkali kalimatnya bisa berubah-ubah tetapi yang penting esensinya demikian itu.

Terlma kasih.

KETUA RAPAT:

Apa yang dikata Umbu tadi benar juga kal_au yang tidak ungg\il kena semua. Tetapi bisa juga yang unggul ini tidak memasangpenggunaan dilarang juga kah. Itu yang kami tadi pancing bibit baru yang digunakan memasal itu yang berbahaya diatur, penggunaannya memasal, kami contoh tadi holti­kultura pada diasangatunggul dan pemakaianriyasangatsedikitapalagi untuk estetika itupun sulit juga, pekarangan .estetikanya Pak Djafar Siddiq, bagai­mana kriteria unggul ini. Jadi karni kira diskors baik Pemerintah juga didis­kusikan mengenai unggul a tau varletas baru, memasal barangk3li ini yang bel'- · kembang apa sebetulnya yang mau diatur di sini karena ada pidana ini kalau tidak ada pidana ini tidak ada masalah tetapi kalau kita sangkut pidana seperti selama ini kita bicarakan harus ha1i-hati sekali. Kami kira setuju diskors 10 menitsupaya FABRI dan Pemerintah dapat berkonsultasi.

(RAPA T DISKORS)

Sidang karni cabut, setelah FABRI karni kira sudah menyatukan pen­dapa t dan juga barangkali Pemerin tah telah dapa t kira-kira merumuskan formulasi yang lebih baik dengan mendengar berbagai pemikiran yang ber­kembang dalam sidang ini untuk kecermatan kita menentukan IJ)ateri pasal yang berkaitan dengan norma pidana.

Kami peISilakan F ABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Teri.ma kasih.

Jadi sebenarnya tidak ada perbedaan pendapat antara FABRI sendiri karena Ayat (2) sendiri ini sebenamya norma yang dapat dikenakan pidana

173

Page 14: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

karena Ibu Soendari sudah melihat kepada Ketentuan Pidana, maka beliau menyebutnya norma pidana. Tetapi sebenarnya pasal ini satu norma yang menurut usulan FABRI bisa dikatakan pidana, apakah nan1i pidananya itu bisa penjara atau kurungan itu nanti dalam ketentuan pidana, apakah me­rupakan pelanggaran apa tidak.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jelasnya boleh sering kita sudah .mengemukakan dan terapkan pada RUU Karantina, norma pidana di dalam pengaturan sedangkan sanksi pidana djtam Bab Ketentuan Pidana.dengan maksud pasal pengaturan yang me­masangjelas-jelas ada delik hukumnya, delik pidananya.

Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Teri.ma kasih.

Jadi setelah kita pikir dan renungkan memang kita berpendapat bahwa varietas hasil pemuliaan ataupun datang dari luar negeri itu sebelum diedar­kan harus lepas oleh Pemerintah. Tentu varietas yang disetujui dilepas itu yang unggul. Tetapi dalam pasal in! mungkin akan lebih tepat kalau kita sebut varietas saja tidak usah pakai unggul karena unggul itu adalah saran pelepasan. J acli dengan demikian varietas hasil pemuliaan a tau varietas hasil dari luar negeri sebelum diedarkan lebih dahulu oleh Pemerintah. Lalu varietas hasil pemuliaan yang belum dilepas se bagaimana dimaksud i tu memang di­larang un tuk diedarkan meskipun' tadi ada kemungkinan penjelasan supaya yang sekarang belum dilepas tetapi sudah beredar dimasyarakat i tu mungkin perlu ada pemutihan selanjutnya nanti hasil pemuliaan ini harus karena sekarang tujuannya juga sekaligus untuk bisa; melindungi konsumen artinya yang menggunakan bibit-bibit hasil atau jenis barn ataupun hasil pemuliaan itu, maka dengan demikian '.sudah ki ta a tur di tan am harapanya baik dan ter­nyata sudah sekian tahun tidak ada hasilnya. Kami kira memang tujuannya ke sana memang sekarang belum dilaksanakan hanya komoditi tertentu tetapi sebaiknya saya ~ira memang seluruhnya akan diatur.

Terima k~ih.

KETUA RAPAT:

Usul FABRI sehing~ berbunyi varietas saja dan tidak pakai unggul. Vari.etas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri sebelum diedarkan · terlebih dahulu dilepas oleh Pemerintah.

Sedangkan Ayat (2) nya Varietas hasil pemuliaan atau introduksi se· bagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilarang diedarkan. Ada tanggapan?

174

Page 15: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Apa yang akan kami kemukakan sekedar memberikan perhatian ki ta, kecermatan kita dan oleh karenanya itu segala sesuatunya harus jelas. Kalau tadi Pemerintah mengemukakan bahwa yang di tekankan di sini adalah varietas dimana yang unggul dan tidak unggulnya itu tergantung dari sejauhmana Pemerintah membolehkan untuk melepas dulu. Jadi yang dilepas i tu yang unggul, apakah ada yang dilepm tidak unggul tidak tahu, artinya standar yang dikelola oleh pihak masyarakat perorangan atau badan hukum yang melakukan pemuliaan kemudian mendapatkan sebuah varietas sehingga kri­teria unggul itu belum jelas sehingga ada varietas baru yang belum diketemu­kan selama ini tetapi telah dihasilkan tetapi sebab kalimat yang varie[as baru yang lebih baik. Jadi pengertian ini tidak perlu diterjemahkan di dalam sebuah penjelasan tentang apa sebenarnya varietas unggul dan terkait pula dengan varietas baru yang lebih baik. Unggul itu! saya kira interpretasi dari­pada yang baru lebih baik bahwa itu mau ditafsirkan dengan ketentuan yang telah kita sepakati lebih dahulu. Kami tidak keberatan kalau memang sudah menjadi kejelian Pemerintah untuk menatap sesuatu yang mungkin terjadi karena ini menyangkut aspek adanya kepidanaan dan kita juga menyadari bahwa seper1i jaga dikakatan oleh Umbu tadi bahwa kita selama ini telah banyak mendapatkan berbagai varietas yang tersebar di masyarakat bahkan Trubus sendiri telah menye barkan berbagai macam varietas-varietas yang pada kenyataannya itu memang belum dilakukan pelepasan oleh Pemerintah. Namun temyata meang hasilnya telah membantu tersedianya bibit-bibit bagi masyarakat dan hasilnya cukup baik. Namun demikian hal semacam itu tentunya diperlukan adanya kalau ini berlaku ini berar1i juga sebagaimana dikatakan Pemerintah perlu adanya perriutihan dan masa pemutihannya ini juga harus diperllitungkan dan masapemutihannyainijugaharus diperhitun~ kan sebab jangan sampai seperti arwana begitu selesai begitu ada pihak yang cepat-cepat sehingga arwana masyarakat tadi ada yang mati tidak karuan. lni juga harus ada walk sperid of utan yang pan tas sehingga di satu pihak masya­rakat yang telah melakukannya tidak terjebak oleh hal-hal yang 1idak diingin­kan dan Pemerin tah ti dak di tanggapi se bagai kekua tan yang selalu mengguna­kan kekuasaan dan sebagainya ini menghilangkan citra yang berwibawa dari Pemerintah. Oleh karena itu kami·mengharapkan adanya penjelasan-penjelas­lll dan pengaturan dalam ketentuan ini nan ti lebih tegas, lelih jelas tetapi ju~a rospektif, aman.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Mengenai varietas tadi ada ini bukan berhenti, varietas hmil pemuliaan berarti. yang baru i tu. Silakan FPDI dengan naskah yang baru ini.

175

Page 16: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FPDI (H.R. DJ ADJ A WINA TAKUSUMAH):

Teri ma kasih.

Seperti rumusan yang tertulis di penjelasan itu, pada prinsipnya kami dapat menyetujui.

Seki an dan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan FKP.

Sesuai dengan model ayat sebelum ini pasal sebelum ini minta bantuan pllkai model ini. ·

FKP (OBOS SY AHBANDI PURWANA):

Setelah mendengar penjelasan dari Pemerintah, Fraksi kami menyetujui Ayat (l) "unggulnya" dihapus, kemudian Ayat (2) pada Ayat (2) itu di­dahului dengan kata ''varietas" agar lebih jelas bahwa varietas yang dilarang se belum dilepas. Sedang Ayat (3) usulnya tidak ada.

Teri.ma kasih.

KETUA RAPAT:

FABRI, silakan perubahan itu lisa disetujui.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Kami menyetujui kata "unggulnya" itu dihapuskan, kemudian FABRI, ingin juga mengusulkan di dalam pleno ini sudah disetujui dulu apakah ini pelanggaran kejahatan, atau pelanggaran atau kejahatan. Sehingga nanti di dalam pidana ini jelas, mana yang kena tindak pidana kejahatan dan pe­langgaran. Nan1i kalau tidak di Panitia Kerja nan ti ributlagi.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Memang pertanyaan ini jadi sulit, kalau yang kamiipahami pelanggaran m1 tak sengaja, kalau pidana kan sengaja di langgar bukan soal' berat tidak: hukumannya, tapi i tu belakangan. Apa yang bahayanya i tuyang diperhi tung- · kan jumlah total baik itu penjara atau itu kurungan dan denda.

Jadi lisa saja usul FABRI. kita tanggapi, jadi ketentuan dan syarat-syarat dan ta tacara pelepasan.

176

FPP (DRS. MARDINSY AH): INTERUPSI

Kami FPP belum menanggapi Pak.

Page 17: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KE TUA RAPA T:

Ayat (3) Ketentuan men~nai syarat-syarat tata cara pelepasan sebagai­mana dimaksud Ayat (l) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. FPP dulu un tuk menanggapi.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH):

Ada dua formulasi Pak, yang pertama Ketentuah tentang perayaratan dan tata cara pelepasan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat {2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Atau yang kedua, Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat { 1) dan Ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Kami per­silakan dua-duanya mana yang ki ta am bil jadi ada perubahan.

KETUA RAPAT:

Baik, tolong diambil yang tadi Pl!>al 7, kita sudah gunakan tadi standar dari Pasal 7 ketentuan lebih lanjutitu. ·

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat {1) dan Ayat {2) diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah. Apakah ini atau yang tadi, kami peisilakan FKP.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Barangkali yang tepat ini, karena yang mau ki ta a tur ini adalah syara t­syara t dan tatacara pelepasari itu. Kalau hanya kita ikut Ketentuan sebagai­mana mungkin interpletatif lagi nanti, karena yang di situ kan dilepas oleh Pemerintah. Sehingga kalau kita-eksplisi~ begitu tata dan cara syarat-syarat pelepasan i tu mungk.in barangkali i tu le bih b~gus. Tapi i tu yang paling bagus rasa-rasany a.

Terima kasih.

F ABRI (DRA. SITI SOENDARI) :

Sebetulnya tidak ada perbedaan yang prinsip, tetapi karena ini Undang­undang, Undang-undang itu harus singkat fleksibel. FABRI sependapat dengan perumusan Pasal 9 Ayat {3)itu seperti perumusan yang di atas. ~e­tentuan sebagimana dimaksud dalam Ayat {1) dan Ayat (2) diatur lebih lan­jut dengan Peraturan Pemerintah. Men~nai tata cara syarat-syarat pelepasan dihapuskan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan FPDI.

177

Page 18: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Mengenai Pasal 9 Aya t (3) ini dengan apa yang tertera di dalam P~al 7 Ayat (3).

Teri.ma kasih.

KETUA RAPA T:

Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Karem sesuai yang telah dirumuskan Pemerintah memilih yang sudah dirumuskan ini, yang tercantum di dalam Pasal 9 itu.

KETUA RAPAT:

Ya tadi Umbu mempunyai alasan spesifik dan ini harus hati-hatijuga ini, karena yang mau diatur itukan syarat-syarat. Jadi tegas Undang-undang ini memerintahkan juga macam-macam yang diatur itu juga syarat-syarat.

Silak.an mungkin barangkali ada tanggapan baru.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Ketentuan tentang persyaratan tata cara pelepasan (kata "mengenai" diganti dengan tentang).

KETUA RAPAT:

Kata "mengenai" digant~ dengan "tentang", isinya jelas djperintahkan Undang-undang, Peraturan Pernerintahnya apa? itu makrudnya.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Karem pada Pasal 3 Ayat (7) itu juga mengandung syarat -syarat ke­tentuan tata cara juga, sehingga kalau yang dimakrud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) diatur lebih lartjut itu rudah mencakup.

T erima kasih.

KETUA RAPAT .

Silakan FPDI yang masih tetap.

FPDI (H. R. DJADJA WINATAKUSUMAH).

Sesuai dengan pokok persoalan kami semula yaitu tetap sebagaimana yang dimaksudkan, kami juga kembali kepada pasal yang tertera pada Pasal 9 Ayat (2).

Sekian terima kasih.

178

Page 19: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT.

Kalau mengenai tentang itu tidak ada masalah Pak, enggak ada masalah. Kembali kepada Pemerintah, ya memang apa yang sudah dirumuskan dalam Pasal 7, apakah memang bisa berbeda essensinya menurut tanggapan kita kalau kita gunakan model Pasal 7 Ayat (3) atau Pasal 9 Ayat (3) cuma di Pasal 9 ini agak lebih tegas. Yang boleh diatur Peraturan Pemerintah itu bukan macam-macam, tetapi tata cara tak boleh yang lain dan itu berkembang. Ketentuan lebih Jartjut itu memang mandat blang.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Tapi Pasal 7 itu juga nantinya isinya juga cara-cara dan tata ca.ra Pak, introduksi dari luar negeri itu sama saja.

KETUA RAPAT:

Blang juga, apa kita pakai itu inijuga bisa barangkali. silakan Pak Dja'f ar barangkali bisa membantu ini

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Kalau DPR suatu sebagai badan hukum badan legeslatif ini ini menegas­kan sebenarnya apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah dalam pengaturan­nya tidak ingin blang, itu yang lebih bagus. Sebab kalau blang itu macam­macam nanti Malah kalau ·bisa enggak ada Peraturan Pemerintah kita tegaskan ini ... ini, cuma kita tahu bahwa perkembangan itu keadaan berkembang, se­hingga kita memberikan Pemerintah untuk mengaturnya.

Namun DPR harus menegaskan apa yang perlu diatur, apa yang ingin diatur, saya kira enggak ada bedanya cuma Pasal 9 yang 2 ayat ada penegasan, penegasan saja, dan tegas bahwa itu saja yang diinginkan.

Kalau yang nomor 7 itu sebenarnya juga tetap, tetapi boleh yang lain­lainnya ditambah selain syarat, selain pelepasan mungkin ada hal-hal lain yang diperlukan silakan. Kita memberikan blang kepada.Pemerintah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Di samping syarat dan lain-lain itu Pak,

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Menurut pendapat saya sama, kalau yang Pasal 9 itu yang diltur tata cara dan syarat pelepasan. Kalau Pasal 7 itu irttroduksinya, syarat dan tata cara introduksinya sama saja. Tentunya izin itu masuk tata cara, supaya dapat izin itu ada tata caranya bukan begitu.

179

Page 20: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT:

Begitulah kalau kita kasih mandat blang begitu jadinya sebetulnya in­troduksinya itu harus keluar.

FKP (DRS. SOEDARMADJI):

Kalau kita perhatkan artinya memang serupa, tapi betul-betul tidak sama di dalam essensinya. Kalau kita Jiat misalnya saja Ayat ( 1) itu mengenai ketentuan yang dilepas oleh Pemerintah, Ayat (2) itu memang kita soal pelepasan tapi yang belum dilepas.

Tapi ada kaitannya dengan norma hUkum, karena ada istilah kata ., di­larang". Jadi karena ini norma hukum dia terkait dengan pasaJ yang ada di belakangnya.

Sekarang yang mau ~itetapkan oleh Peraturan Pemerintah itu yang mana, yang diatur oleh Pemerintah yang di atas yaitu pelepasan. Sedang masalah pelarangan itu kena norma hukumnya itu, jadi pelarangan itu P~ merintah tidak kena kewenangan untuk itu mengatur dengan Peraturan Pemerintah.

Itu yang mengatur nanti sanksi pidana nanti, itu kaitannya kesana, jadi memang lain es.sensinya karena dikatakan sebagaimana dimahud Ayat ( 1 ) dilarang diedarkan, ini norma piQana. Karena itu laJu ada kaitannya dengan pidana yang di belakang, nab yang diatur ketentuan Ayat (3) ini adalah yang mengenai pelepasan sebagaimana dikatakan Ayat ( 1) diedarkan terlebih dahulu dilepas oleh Pemerintah itu yang diltur.

Jadi memang jauh berbeda essensinya Pak.

KETUA RAPAT:

T erima kasih.

Bahwa PasaJ 9 itu harus tegas dan harus pidana, kalau bikin pidana itu harus pidana nanti kena sanksi di Ayat (2) kalau yang melanggar, sehingga Ayat ( 1) itu enggak bole.Ii diatur macam-macam harus ada tata cara persya­ratan itu, ini lebih selamat begitulah jelasnya dibandingkan kalau kita kasih flous terbuka saja begitu. Nanti ada ketentuan yang keliru pula dibuat. Ini karena ada kaitan dengan pidana yang apda ;usulkan juga, ya norma pidana, F ABRI barangkali setelah mendengar keterangan Pak Darmadji tadi dalam k ita memahaminya.

F ABRI (DRA. Sill SOENARDI) :

Kalau Pasal 9 Ayat (2) yang baru itu sudah terang rilengenai norma, norma hukum, dan kaitannya nan ti di dalam ketentuan pidana. Tetapi untuk Ayat (3) itu menuju pada Pasal 9 Ayat (1) yang sudah jelas bunyi Pasal 9

_ Ayat ( 1) itu apa, yang mengatur mengenai masaJah pelepasan.

180

Page 21: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

Menurut kami F ABRI, mengenai tentang syarat-syarat dan tatacara pelepasan itu tidak usah disebutkan lagi, untuk memperpendek rumusan dari­pada ayat itu, sudah menunjuk dalam Ayat (I) itu, itu sudah jelasnya bunyi­nya untuk apa.

T erima kasih.

FKP (DRS. SOEDARMADJI):

Dengan Ibu Sundari itu saya baru dong, baru sekarang ini Jadi maksud­nya jangan mungkin overbodeh gitu yaa, mungkin yang beliau kurang sreg itu mengapa kok dicantumkan istilah syarat-syarat dan tatacara yaa apa enggak langsung saja.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diatur lebil lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Jadi syarat dan tata caranya ini hilang tapi ayatnya ini cukup satu gitu Joh.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA) :

Sama sih sama, mau seragam juga boleh tapi seragam tak jelas kan kurang bagus juga. Jadi sebetulnya kita mau mempertegas, bahwa syarat-syarat tata cara pelepasan saja jangan itu ngambang gitu. Sebab di samping Ayat (1) itu di samping soal lepas ada kata sebelum diedarkan, kan bisajadi diatur bagaimana aturan-aturan sebelum diedarkan itu apa yang mau diperlakukan itu bisa di interpletasi begitu. Karena ada 2 essensi yang berbeda dalam Ayat (1) itu, nah kita enggak mau mengatur lagi tentang sebelum diedarkan itu, tapi yang ngatur adalah tentang tata cara pelepasan itu. Sebetulnya sama pak, tapi ya kalau dengan keseragaman musti kita harus seragam kita mem­buang essensinya kan gitu. Memang bisa saja sebagai mana dimaksud, tapi orang bisa menginteplasi harus juga diatur itu introduksi masuk sebelum di­atur itu dulu · bagaimana, kan enggak perlu itu. Ayat yang mau diatur hanya pelepasannya, syarat dan tata caranya. Sebelum dilepaskan itu tak usahlah itu diatur-atur, kalau bunyinya sebagaimana dimaksud Ayat (1) itu termasuk perlakuan-perlakuan yang dilaksanakan terhadap benih varietas hasil pe­mulian sebelum diedarkan. lni aja sebetulnya masalahnya, kalau kedua-duanya memang perJu diatur kita hanya mau mengatur pelepasannya. Di situ Pak Darmadj i kita hanya beda ini aja.

T erima kasih.

KETUA RAPA T :

Dengan peflielasan ada 2 essensi lepas sebelum diedarkan silakan.

FABRI (D.P. SOENARDI, S.H.):

Pelepasan ifu sebetulnya oleh Pemerintah, jadi Pemerintah mengatur sendiri tentang pelepasan. Sebab bukan orang lain yang meJepaskan, bukan antar Departemen pelepasan itu. Pelepasan kan itu oleh Pemerintah sendiri

181

Page 22: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT:

Tidak ada salahnya itu Pak, tegas sekali itu, cuma apakah kita kasih mandat b!ang ngatur itu atau kita tegaskan Mandat ngatur yang satunya itu agak blang, agak mandat penuh tapi karena ada sanksi hukumnya nanti kemudian eseensi menurut Saudara Umbu tadi adalah pelepasan sebelum diedarkan nan1i terkena pula sebelum d:iatur-atur. Yang penting proses pe­lepasannya saja itu yang mau diatur Peraturan Pemerintah jangan macam-n;:k;irn kar ,"1<1 :nI -;;ink si itu yang berkernbang.

Silakan F ABRI.

FABRI (D. P. SOENARDI, S.H.):

Sebab yang kena sanksi. itu kan peredaran sebetulnya, kalau tidak dilepas itu.

KETUA RAPAT:

Kalau dia enggak punya sertifikat lepas itu dia kena, jadi tata caranya itu perlu diatur supaya rekan.tahu jangan d:ia enggak tahu gitulah, syarat­syarat dan tata caranya.

Bagaimana silakan, tidak usah kita Pania-panja-kan, kalau bisa dipahami tadi sudah dikemukakan essensinya sedikit ada berbeda dengan yang satu, yang satu sifatnya hanya pengaturan, tidak ada sanksi. pidana, tapi pasal ini nan ti ada dikenakan sesuai dengan usul F ABRI tadinya. Pikir Pemerintah hanya pengaturan saja.

Bagaimana silakan F ABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

F ABRI itu tetap saja, jadi kalau Pasal 7 itu yang diatur itu masalah introduksi, sedangkan Pasal 9 itu tata cara pelepasan. Jadi kalau sekarang mau ditambah dengan syarat-syarat kami juga tidak berkeberatan dengan ta ta cara pelepasan. Ini ada soaJ Pak.

KETUA RAPAT:

T erima kasih.

Karena anda di sini menyebutkan ada dilarang di sini, kalau enggak ada dilarang aman aja itu, kita sebagai legeslatif kita memberikan pandangan kepada Pemerintah. Tolong masalah soal pidana kita harus hati-hati dan bat~­an-batasannya jelas. Formulasi ini yang tertera di layar dapat disetujui

(RAPAT SETUJU)

Saya selalu perhatikan Pak Dja'far ini, kalau soal pidana ini harus pelan­pelan, tidak bisa cepat-cepat.

182

Page 23: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

Masuk kita kepada Pasal l 0 RUU di sini ada 4 ayat ini satu paket enggak dia, bisa satu paket saja ya dan ada ca ta tan dari FKP dan F ABRI, silakan. Pasal l 0 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Ayat (3) bisa satu paket ini nan ti

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Pasal l 0 Ayat ( 1) tidak ada perubahan, hanya mungkin yang saya sebut­kan Pasal 11 itu, Pasal 11 f ersi F ABRI, jadi Pasal 9 itu.

Kemudian Ayat (2) memenuhi standar "mutu" kita hapuskan pengerti­an dari F AB RI, kalau sudah melalui sert :ifikasi ten tu sudah d itentukan standar mutunya.

Kemudian Ayat (3) budidaya apabila akan diedarkan diberi label, F ABRI menegaskan benih bina yang telah lulus sert:ifikasi apabila kan diedarkan harus diberi label.

KETUA RAPAT:

Silakan FKP.

FKP (OBOS SYAHBANDI PURWANA);

Untuk Pasal 10 dari FKP, untuk Ayat (1) dan (2), Ayat (3) ada perubah­an, yang bunyinya : Benih bina yang lulus sertifikasi apabila akan diedarkan wajib diberi label. Kata setelahnya dihilangkan. Kemudian Ayat ( 4) meng­alami penyempurnaan dengan kalimat dengan Peraturan Pemerintah menjadi oleh Pemerintah, seperti yang sudah terjadi pada waktu rapat-rapat yang lalu. Perubahan ini ada pada halaman 18 sekian dari FKP.

KETUA RAPAT:

Terima kasih dari FKP.

Dan FPP dan FPDI, silakan FPP. Apakah ada pertanyaan, Silakan.

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Di sini memang ada pertanyaan mengenai; Sebenarnya kami ingin mena­nyakan kepada Pemerintah mengenai proses produksi benih kita ini yang akan diedarkan dalam bentuk sert:ifikasi standar mu tu? Ini mo hon sed:ikit penj elas­an. Jadi kita di dalam hal menentukan sebuah pasal bisa secara cermat me­lihat, apa sebenarnya yang perlu kita tuangkan di dalam ketentuan Pasal 2 ini, sehingga kami mohon bantuan, untuk bisa menielaskan mengenai Ayat (2) ini Sebab kalau nanti bisa diperjelas, kita bisa melihat bahwa kalau memang perlu ada penielasan, terpak~ kita beri penjelasan di sini

KETUA RAPAT:

Terima kas.ih.

Silakan kepada FPDI.

183

Page 24: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FPDI (H. R. DJADJA WINATAKUSUMAH): ·

Terima kasih Pasal 10 Ayat ( 1) tidak ada perubahan.

Hanya Ayat (2) setelah kata "mutu'' ada tambahan anak kal:imat yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, dan juga pada Ayat (3), tidak ada; dan Ayat ( 4) nya juga ada. Tetapi kalau kami mengacu kepada penielasan Departemen Kehakiman, berarti usulan kami ini kembali kepada semula.

T erima kasih.

KETl]A RAPAT:

T erima kasih.

Silakan kepada Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Terima kasih.

Jadi pertama-tama keempat Fraksi ada beberapa saran yang diajukan. Pada Ayat (I) kami kira tidak ada, kami mengucapkan terima kasih Pada Ayat (2) F ABRI mengajukan penyempurnaan rumusan, sehingga menjadi benih bina sebagaimana d:imakrud dalam Ayat (1) produksinya harus melalui sertifikasi, kami kira dengan menghilangkan kata "memenuhi standar mutu". kami k:ira Pemerintah dapat menerimanya.

Mengenai yang akan diatur ketentuan mengenai benih bina serta proses sertifikasi yang sebetulnya oleh FPP ditanyakan mengenai kaitannya dengan keputusan Menteri yang telah dlkeluarkan, yang memang sekarang ini sudah diadakan pelaksanaan sertifikasi. Jadi ketentuan itu memang sesuai dengan yang telah kita lakukan dengan Keputusan Presiden Nomor 72, dan Menteri Pertanian Nomor 460 tahun 1971.

Mengenai saran dari FPDI untuk menambahkan kal:imat yang dikeluar­k~n oleh Instansi yang berwenang". kami kira dapat dllietujui; dan sebenar­nya juga tercakup di dalam Pasal 10 Ayat (4) RUU. Sedangkan usulan mengenai penambahan kata "dapat" di depan kata "diatur", saya kira Pe­merintah kurang sependapat, karena memang harus diatur dengan Peraturan P em erin tah.

Sedangkan mengenai Ayat (3), Pemerintah dapat menerima usul dari FKP untuk menghilangkan kata ''telah" dan menambahkan kata ''wajib", apabila d:ikaitkan dengan norma tingkat pidana pada Pasal 46. Mengenai Ayat (4), ketentuan. mengenai syarat-syarat dan tata cara sertifikasi. pelampiran serta -standar mutu benih bina diatur lebih Janjut oleh Pemerintah. kami kira kami dapat menerimanya.

Terima kasih.

184

Page 25: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT:

T erima kasih.

Ada beberapa esensi yang masih belum klop sekali dan kita perlu diskusi­kan lebih lartjut, mengenai usu] dari FABRI untuk menghilangkan kata "memenuhi standar mutu". Kemudian kata "harus" meniadi "wajib" dari FKP, dikaitkan dengan sanksi pidana. Sedangkan yang lainnya sudah d~elas­kan, dan FPDI rudah mencabut kata "dapat" ini Baiklah kita menyelesaikan kata "wajib" a tau "harus", dan dihilangkannya "memenuhi standar mu tu". kami kira itu yang menjadi masalah.

S ilakan F AB RI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO);

T erima kasih.

Kami ada yang terlupakan satu, yaitu mengenai penetapan standar mu tu itu belum dicantumkan dalam Ayat (I), Ayat (2), tetapi tiba-tiba muncul di Ayat ( 4), sehingga kami kira perlu ada tambahan satu ayat lagi; Pemerin[ah menetapkan standar mu tu benih bina; baru nan ti pasal berikutnya, ketentuan­ketentuan mengenai syarat-syarat dan lain-lainnya.

Kemudian men.genai Ayat (2) ada sedikit korek si, bahwa F ABRI meng­hapuskan kata-kata "produksi", nan ti kita kacau, apakah produksinya a tau benih binanya yang kita permasalahkan.

Sekian terima kasih.

KETUARAPAT:

Terima kasih.

Kami kira tadinya kami pikir . . . ·. hilang total, rupanya ini belum, malah le bih pen ting lagi menjadi ayat teISendiri.

Silakan kepada FPP, mengenai dua i tu.

FPP (DRS. H. MARDINSYAH):

Terima kasih.

Ayat (2) ini kata produksi, kami tidak berkeberatan untu)c dirubah, tetapi dan ... mutu ini perlu dicantumkan. Kemudian Ayat (3) yang ber­bunyi: Benih Bina yang wlah lulus ser1ifika.5i yang apabila diedarkan wajib diberi label. Jadi "wajib" itu di belakang "diedarkan", begitu FKP? Kalau begitu kami setuju Pak. Jadi .tetap memakai benih bina yang akan diedarkan wajib melalui sertifinasi dan memenuhi standar mutu. Kemudian: Benjh bin.a yang telah lulus disertifik~i apabila akan diedarkan wajib diberi labelt Kemudian yang keempat ketentuan tentang. Jadi kami menerima set?agian saran dari F ABRI dan se bagi an dari FKP.

Bapak Ke tua, ada rekan kami yang ingin menambahkan.

185

Page 26: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FPP (QRS. H. MUHAMMAD DJA 'FAR SIDDIQ):

Terima kasih.

Kami ingin bertanya kepada Pemerintah mengenai pant 2 ini, mana lebih dulu memenuhi standar mutu, baru ser1ifikasi? Sebab di situ sertifikasi dulu barn standar mutu. Kami kira sertifik~i adalah hasil daripada pemutihan standar mutu.

Demikian terlma ka;ih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Silakan FPDI.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Terlma kasih.

Hasil penyempurnaan yang disampaikan oleh FKP dan FABRI, pada prinsipnya kami dapat menerirna, dan kami ingin ada kesepakatan, nan ti kalau ada pengertian mengenai ini kalau tentang, ya tentang seluruhnya, supaya ada keseiagaman. Dan juga masalah titik koma, kalau kita lihat Undang-undang konseivasi, ini titik koma juga, makanya ini kita harus ada keseragaman, apa titik atau titik koma.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Kami rasakalau untuk pasal ~yatitu titik. Kalau sudah ada titik dua (:), itu jadi koma. Baik, 1adi ada yang baru dari FPP untuk Ayat (2 }mengenai kata "harus" diganti kata "wajib", tetapi Pemerintah mengatakan "wajib", kita lihat <lulu ada a tau tidak kaitannya dengan sanksi pidana, kalau ada i tu men­jadi "wajib" sesuai dengan RUU Karantina

Silakan FKP.

FKP (DRS. SOEDARMADJI):

Terima kasih.

Koreksi yang pertama dus karena koreksi ini termasuk koreksi nepada Pemerintah, FABRI, itu adalah ka1a "pada" yang baru diganti dengan kata "dala~" pada Ayat (1 ). J adi benih ini, ini, sebagaimana dimaksud dalam, kalau di situ pada

Kernudian tentang apa yang diusulkan oleh rekan dari F ABRI a tau ke­mudian yang telah diperbaharui, mernang demikian, Jadi seperti kata "pada" Ayat (2), .. produksinya" itu dihapus, itu memang tepat dariFABRI, k~na

186

Page 27: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

kalau tidak lalu dipertanyakan orang, produksinya melalui sertifikasi itu, ini sudah bagus. Hanya Ayat (2) itu bisa saja menjadi: Produksi benih.bina

. yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi. Kami kira kalau produksi di-

taruh di depan sebagaimana yang diusulkan oleh FKP dan juga Pemerintah, kami kira juga tidak ada masalah. J adi produksi benih bina yang akan diedar­kan harus melalui sertifikasi. Lalu kemudian tambahan dari rekan FABRI pada Ayat (4) men~nai standar mutu. itu juga tepat sekali, hanya apakah harus berdiri sendiri a tau bagaimana? Kalau FKP maka sekaligus dirangkum di dalam Ayat (2), sehing~ menyatakan bahwa produksi benih bina yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu. Jadi sertifikasinya tidak sertifikasi yang acak-acakan, tetapi yang bagaimana, yaa itu harus meme~uhi standar mutu, yaitu pada Ayat (2). Kemudian Ayat (3) yang dikatakan "wajib", itu jelas, terima kasih kepada Pemerintah yang telah sepakat atas usulan FKP, karena terkait dengan sanksil dimana seba~­mana tercan tum di dalam Pasal 46. Sedangkan pada bagian akhir, bahwa Peraturan Pemerintah, lalu diubah oleh rekan FKP menjadi Pemerintah, itu karena FKP menilai bahwa apa yang diatur i tu adalah hal yang bersifat teknis daripada Departemen yag bersangku tan. Jadi cukup dengan istilah "pemerintah" tetapi dengan tidak menggunakan Peraturan Pemerintah. Jadi untuk Ayat (3), mohon den~n kerendahan hati, dari rekan FABRI untuk dapat melepaskan kata "harus", sehingga menjadi "wajib" sesuai dengan terminologi Perundang-undangan yang ada.

Demikian terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Baiklah ki ta kem balikan kepada F ABRI, silakan.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Terima kasih.

Jadi untuk jalan tengahnya, kan standar mutu itu merupakan syarat dari sertifikasi. Jadi usulan Ayat (4) ini sebainnya menjadi Ayat (2) sebelum kita menginjak kepadasertifikasi, itu kita tentukan dulu Pemerintah menetap­kan standar mu tu. Kemudian.Ayat (3), standar mutunya tetap dihilangkan, hanya nanti dalam Ayat (5)yaitu men~nai ketentuan-ketentuan persyaratan, itu memang sudah harus tercakup begitu. Kemudian men~nai masalah kata "wajib" dan kata ''harus", FABRI tidak berkeberatan, karena sesuai dengan RUUKarantina, jadi 1idak keberatan.

Terima kasih.

187

Page 28: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT:

Terirna kasih.

Mengenai wajib, kita lihat nanti, apakah Ayat {2)itu kenasanksi pidana ini, silakan kepada Pemerintah un tuk menanggapi secara keseluruhan.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR WARDOYO):

Terima kasih.

Jadi kalau diusulkan untuk menambah pasal atau Ayat (2), Pemerintah menetapkan standar mutu, nami kira ,kami 1idak berkeberatan. Dengan demikian maka kata "standar mutu" pada Ayat (2), karena sudah ditetap­kan oleh Pemerintah, dan sertifikasi memang seharusnya memenuhi per­syaratan, itu kami kira kita juga tidak keberatan .untuk dihilangkan dan kata "wajib" tadi sudah kita setujui.

Te rima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Mengenai Peraturan PernerintaJ1 bagaimana? Cukup oleh Pemerin tah, karena itu teknis tidak ada unsur koordinasi, kalau ada unsur koordinasi Peraturan Pemerintah, kami hanya ingin penegasan saja. Soalnya kalau koor­dinasi, nanti tidak laku Surat Keputusan Menteri ini, harus Peraturan Peme­rin tah. Baik, silakan FPP.

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Terima kasih.

Kalau FABRI ingin melepaskan kata "memenuhi standar mutu", maka itu memang harus didahulukan ada ketentuan bahwa Pemerintah menetap­kan standar mutu, barn nanti dari situ Pemerintah membuat sertifik$inya. Jadi dengan demikian rnaka memenuhi standar mutu itu ditiadakan, tetapi lebih didahulukan begitu, mengenai ayatnya ditambahkan, kalau memang standar mu tu pada Ayat (2)itu ditiadakan, harus teISendiri.

188

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Silakan FPDI.

Page 29: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Terima kasih.

Mengenai masalah pemecahan Ayat (2) ini dengan menghilangkan -"standar mutu" dan ditambah satu ayat lagi, di dalam hal ini kami tidak berlceberatan, asal tidak merubah fung-;inya saja.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Silakan FKP.

FKP (OBOS SYAHBANDI PURWANA):.

Terima kasih.

Kami menyarankan.supaya lebih sederhana dan lebih padat, supaya standar mutu ini tetap pada Ayat (2), hanya ditambah dengan yang ditetap­kan oleh Pemerin tah. J adi dua-duanya yang diusulkan F ABRI tertampung di Ayat (2), ditambah dengan ditentukan oleh Pemerintah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Jadi ada klausul barn, essensi dapat diterima bahwa ada aturan di sini yang memberikan wewenang kepada Pemerintah untuk menetapkan standar mu tu daripada benih bina, tapi lang-;ung saja di dalam Ayat (2).

Silakan F ABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Terima kasih.

Standar mutu ini apakah 1idak termasuk SII yang seperti misalnya produk-produk industri, itukan semua SII, apakah ini juga 1idak ditentukan dari situ. Oleh karena kalau begitu nanti walaupun oleh Pemerintah juga, artinya koordinasi an tar instansi.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Mohon penjela5an Pemerintah, silakan.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO):

T erima kasih.

Kami kira tidak kita kaitkan ke sana.

189

Page 30: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJ A'F AR SIDDIQ) : INTERUPSI.

T erima kasih.

Kalau tadi ada keinginan dari F ABRI untuk menyatukan, memang bisa disatukan, benih bina yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi yang memenuhi standar mutu, itu artinya sertifikasi yang bagaimana? yang me­menuhi standar mutu, sehingga kita tidak perlu lagi menggunakan ayat baru, tetapi sekaligus bisa dan lebih efisien.

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Silakan FABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO);

Terima kasih.

F ABRI tidak berkeberatan, karena esensinya rudah maruk, yang penting esensinya Pak. · ,

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kami kira tidak ada masalah lagi; dan kita coba formulasikan, yaitu : Benih dari faritas unggul yang telah dilepas sebagaimana dimaksud dalam pasal sekian (nanti diatur) Ayat ( 1) merupakan benih bina. Ayat (2); Produksi benih bina yang akan diedarkan hams melalui sertifikasi dan mernenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Peme~intah.

FPP (H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ): INTERUPSI.

T erima kasih.

Menurut pandangan kami tadi dari Pak Soedarmadji, itu istilah benih bina yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi yang memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah.

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Ayat (4) berbunyi : Ketentuan mengenai sasaran dan tata cara sertifi­kasi pola bela dan standar mutu, diatur lebih JaJiut dengan oleh Peraturan Pemerintah.

FADRI (F. SUKORAHARDJO):

KaJau penempatannya di situ seolah-olah suatu pada hal penentuan standar mutu harus ada keputu.san tersendri, bukan hanya sacaligus dalam

190

Page 31: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

rangka sertifikasi pelatihan dan lain-lainnya. Kami setuju kalau di Ayat (2) itu, produksi benih bina yang ,akan diedarkan hams memenuhi sertifikasi dan standar mutu yang ditetapkan Pemerintah, itu leb:ih tegas, di bawahnya d~ buang.

KETUA RAPAT:

Tidak ada masalah lagi dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan Pemerintah, supaya dia lebih tegas. Ayat (2) "yang" dilrilangkan, meng­hidupkan kata "dan", yang ditetapkan Pemerintah. Ayat (3) benih bina yang lulus sertifikasi apabila akan diedarkan wajib diberi label. Ayat (4) Ketentuan tentang syarat-syarat dan tata cara sertifikasi dan pelabelan serta standar rnutu, d:ihilangkan " , " d:iganti meniadi "dan", serta standar mutu itu di­hapus. Ketentuan tentang syarat-syarat dan tata cara sertifikasi pelabelan benih bina diatur lebih laitjut oleh Pemerintah. Dapat disetujui?

(RAP AT SETUJU)

Masih bisa satu pasal kami kira, walaupun banyak sekali catatan, Pasal 11 ini semua ada catatannya, atau satu-satu saja dulu.

Kami persilakan F ABRI.

F ABRI (DRA. SITI SOENDARI) : .

Usul penyempurnaan dari F ABRI Pasal 11 Ayat (1) adalah sebagai berikut, "Usaha perorangan disebutkan leb:ih dahulu baru "badan usaha", redaksinya disempurnakan sebagai berikut ' Sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Ayat (2) baru menurut versi F ABRI dapat di!akukan oleh usaha perorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum berdasarkan izin, maksudnya agar leb:ih mantik.

T erima kas:ih.

KETUA RAPAT:

Silakan FKP

FKP (OBOS SYAHBANDI PURWANA):

FKP Ayat (1) tetap.

KETUARAPAT:

Baile hanya ada penyempurnaan redaksionaJ dari F ABRI. Kami persila­kan FKP menanggapi usul F ABRI.

191

Page 32: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FKP (DRS. SOEDARMADJI):

Untuk Ayat (I) sebagaimana yang disampaikan oleh rekan FABRI sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal itu dapat dilakukan oleh usaha perorangan atau Badan Usaha yang berbentuk, badan hukum berdasarkan izin. Jadi kami k.ira yang dimak&idkan itu adalah perorangan dan badan hukum yang berdasarkan izin. Jadi sebetulnya tidak ada esensi substansi tapi dapat dilakukan perorangan atau Badan Hukum berdasarkan izin. Saya kira demiki:­an makrudnya.

KETUA RAPAT:

Tapi Pemerintah hilang juga dari usul F ABRI atau terserap juga ini Sertifikasi yang dimaksud dalam Pasa] 21 dapat dilakukan oleh usaha per­seorangan. Pemerintahnya h:ilang.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Sertifikasikan sudah ada di dalam Pasa] 10 Pak.

KETUA RAPAT:

Silakan dari FPP.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Kami mencoba merumuskannya begini, ini juga Pemerintah telah mem­berikan rumusan yang baik. Sertifikasi supaya masuk dalam pasa] dilakukan Pemerintah, d:ilakukan usaha perorangan, atau Badan Usaha yang mendapat lz:in. Jadi bentuk Badan Usaha lagi tidak kita ulang lagi sesuai dengan yang di depan ada Pasal 8 kalau tidak salah, jadi tidak diulang lagi Badan Usaha lagi, jadikata usaha kita hilangkan.

KETUARAPAT:

Ulang Pasa] 10 lama, ada kata Pemerintah tidak setelah sertif:ikasi, tolong ditayangkan dulu, Pasal 10 lama.

Tata cara sertif:ikasi dan pelabelan d.iatur oleh Pemerintah. Belum bisa menanggapi

Silakan FPDI dahulu.

FPDI (H. R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Mengenai masalah penyempurnaan yang disampaikan oleh F ABRI di kata akhir izin kami tetap mempertahankan Pemerintah itu berdasarkan izin Pemerintah.

, Sek.ian Pak.

192

Page 33: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAP AT :

Silakan FKP.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA) :

Jadi kami kira begini, esensi dari Pasal 11 naskah itu, memang di Pasal I 0 Ayat ( 4) itu Pemerintah menetapkan ta ta cara sertifikasi, tetapi yang bisa melakukan sertifikasi itu memang Pemerintah bisa swasta.atau Badan Hukum lain juga boleh, sehingga esensi daripada Ayat ( l) Pasal 11 ini kami k.ira benar adanya, sehingga kita tidak boleh membuang fungsi Pemerintahnya.

Demikian.

KETUA RAP AT :

Barangkali Silakan.

FPP (DRS. H. MARDINSYAH):

Sertifikasi termasuk dalam Pasal 10, dilakukan oleh Pemerintah dan dapat pula oleh perorangan atau Badan Usaha berdasar izin, ini kita se­ragamkan pada PasaJ 6 Ayat (3) :Tzin tanpa Pemerintahnya. Jadi ulang lagi Sert:ifikasi masuk dalarn pasal dilakukan oleh Pemerintah dan dapat pula di~ lakukan oleh usaha perorangan atau Badan Usaha berdasarkan izin.

KETUA RAPAT;

Badan usaha, yayasan boleh, rnana yang kita pilih ini

FPP (DRS. H. MARDINSYAH):

Sesuai dengan Pasal 6 tadi Badan hukum.

KETUA RAPAT:

Mana yang Bapak maksud Badan Usaha. Silakan F ABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Ditambah oleh Pemerintah kami tidak keberatan, asal jangan oleh Tuhan saja Jadi kami mohon penjelasan kepada Pemerintah ini apakah badan hukum yang bukan badan usaha diizinkan, kalau memang diizinkan tidak perlu pakai Badan Usaha, misalnyal pada badan riset, nanti ada badan l..SM yang melakukan suatu riset sebagai. pelayanan ma&yarakat bisa terjadi.

KETUA RAPAT:

Pokoknya bentuk badan hukum kita itu ada Yayasan ada Perseroan Terbatas, ada Koperasi, Firma, ada juga· BUMN, CV. Jadi Yayasan tapi ... tidak

. ~

l:isa usaha, apa boleh ini pertanyaan Pak Suko.

193

Page 34: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Kamr kirakari ki ta mas tikan di sini i tu jadi mereka memproduksi benih melal&kan juga sertifikasinya juga dan diedarkan. Jadi kalau demikian tentu­nya kalau dia tidak memproduksi a tau mengedarkan kami kira tidak diper­kenan)can.

KETUARAPAT:

Trubus itu Yayasan atau Peiseroan Terbatm; dia boleh berusaha, tidak bolehjual-j?al bibit, harus bentuk Peiseroan Terbatas.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Kalau usaha perorangan boleh, berarti siapapun boleh, sehingga barang-. kali rumusan badan usaha yang berbentuk badan hukum itu kita buang saja

dan kita kembalikan seperti yang kemarin itu, setiap orang atau Badan Hukum i tu. Kemarin ki ta sepakat merumuskan perorangan, setiap orang atau badan hukum boleh, karena perorangan boleh. Jadi tentu yang lain-lain itu­pun bisa. Jadi.yang penting badan hukum untuk membedakan dengan per­orangan kami kira demikian.

KETUA RAPAT:

Baiklah niatnya Pemerintah kita batasi Badan Usaha atau Badan Hukum itu karena harus pakai izin, usaha di sini usaha peiseorangan bisa, usaha ber­badan hukum bisa. Jadi kita lebih paham, jadi dia harus usaha, kalau peneliti tidak usah saja, apa harus begitu, kalau Umbu tadi perorangan tidak usaha dan badan hukum ini lebih luas. Tapi kalau ki ta btasi juga ini ki ta yang kurang paham, nampaknya masih bisa kita diskusikan, mungkin dari pe­ngalaman bagaimana pak. Silakan.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARD.OYO):

Dibidang ultikultura itu pada produsen ultikultura membentuk asosiasi un tuk menghasilkan benih, asosiasi i tu bukan badan usaha, bukan badan hukum te tapi gabungan, lalu mereka menugaskan kep ada ini un tuk melakukan sertifikasi, itu ditunjuk asosiasinya oleh Pemerintah, sebab Perorangannya atau badan usaha sendiri-sendiri ti.dak bisa. Jadi ada kasus semacam itu, yang ~betulnya kalau dibatasi Badan Hukum saja atau perorangan, saya kira yang harus ditegaskan memang saratnya nan ti ditetapkan siapa yang bisa di­tunjuk itu, secara teknis, secara perizinan bisa disebut

KETUA RAPAT:

Kalau asa>iasi itu badan hukum jelas, tapi kalau gabungan asos1asi mereka bisa bikin badan hukum. Biarlah dibuka lebar tapi kunci diizin per­orangan a tau Badan Hukum. Yayasan kalau perlu bisa juga barangkali. Jadi

194

Page 35: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

kami kira Badan Usaha kita tidak keberatan. Ini tegas harus usaha, kalau perorangan sajaitu. Dapat disepakati ini.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH):

Kembali kepada konsep semula setiap orang, kalau kita Hhat kembali pada Pasal 8, i tu setiap orang. Tadi Pasal 8 ada peru bahan "setiap orang a tau Badan Hukum dapat melakukan pemulihan, kan sama itu Pak seti.ap orang. Jadi kalau mau disesuaikan itu diganti oleh setiap orang.

KETUA RAPAT:

S~ya kira tidak apa-apa perorangan atau Badan Hukum sesuai dengan inilah.:Baik kita skors untuk kita lanjutkan pukul 13.00 WIB.

(Skors sampai pukul 13 .00 WIB)

Kami persilakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERIPERTANIAN/IR. WARDOYO):

Sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat dilakukan oleh Pemerintah dan dapat pula dilakukan oleh perorangan atau Badan Hukum berdac;arkan izin".

KETUA RAPAT:

Sambil menunggu FPDI tulis baru saja. Baiklah di layar telah ada dita­yangkan perumusan baru dari Pemerintah dari materi Pasal 11 saya kira baca­kan saja materi Pasal 11 Ayat (I) "sertifikasi sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 10 nanti. bisa dirubah, Ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah dan dapat pula dilakukan oleh perorangan a tau badan hukum berdasarkan izin ... Ayat (2) ketentuan ten tang persyaratan dan perizinan sebagaimana dimaksud dalarn Ayat (1) diatur lebih lanjut dengan FPP.

Silakan F ABRI

FABRI (DRA. SITI SOENDARI):

F ABRI dapa t menyetujui perumusan baru ini . . Terima kasih.

FABRI (DRA. SITI SOENDARI):

FABRI dapat menyetujui perumusan baru ini. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan FKP.

195

I

Page 36: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FKP (OBOS SY AHBANDI PURWANA):

FKP menyetujui Ayat (1) kemudian Ayat (2) juga sudah sesuai dengan · DIMFKP:

. FKP·(SOEDARMADJI}: INTERUPSI

Pak Ketua sedikit tambahan saja. Jadi substansi sebagaimana dikatakan oleh Bapak Oba; ta pi kami kira peristilahan yang ada pada Aya t (1 ) i tu perlu dimatiskan pengkalimatannya, misalnya saja Sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pas al 1 0 Aya t (2) dilakukan oleh Pemerintah dan dapat pula oleh pe.rorangan a tau Badan Hukum. Alasannya karena perizinan itu sudah dicover di bawah, bahwa izin itu ditentukan oleh Pemerintah. Maka Ayat (2) nya ketentuan tentang persyaratan dan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Pemerintah. Jadi berdasarkan izin itu sudah secara implisit kami kira sudah masuk, karena yang dikunci pada Ayat (2) bahwatentangizin itu ditetapkan oleh Pemerintah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Sa.ya kira kita sepakat kita buka pintu dikunci dengan izin, kalau tidak ada kata izin itu jadi susah. Perizinan itu yang akan diatur oleh Pemerintah. Jadi kata "dilak:ukan" dihilangkan.

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Saudara Ketua.

Kalau kita baca ini kalau sudah bisa kita terima dengan kalau tadi istilah­nya "dilakukan" dianggap dobel. Kami kira sudah memadai ini.

KETUA RAPAT:

Yang diajukan oleh FKP itu kesimpulannya apa?· selain dicabut dilaku­kan, diresapkan. Baik silakan FPDI.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Rumusan Pasal 11 setelah Aya t (1 ) dan (2) yang telah dirumuskan

oleh Pemerintah, pada prinsipnya FPDI dapa t menyetujui dan rnenerima­nya.

Teri.ma kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan Pemerintah. Dengan dihapuskannya "dilakukan ".

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Kami setuju terima kasih.

196

Page 37: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT:

Dengan demikian dapat kita ketuk palu atas usulan kita terhadap meteri dan perumusan sekaligus Pasal 11 baik Ayat (1) maupun Ayat (2) dapat disetujui?

(RAPAT SETUJU)

Ki ta teruskan Pasal 12 semua puny a usul/ca ta tan, silakan FKP.

KETUA RAPAT:

F ABRI silakan

F ABRI (DRA. SITI SOENDARI) :

FABRI juga tetap pak. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

FPP.

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Kalau di dalam ketentuan Undan~undang ini ada yang namanya pe­ngawasan ada namanya perlindungan apakah itu saja tugas, kalau nita melihat dalam peraturan Pemerintah, Ketentuan Presiden di sana ada bukan saja pengawasan tetapi pembinaan. Jadi aspek pembinaan kami kita merupakan hal yang sangat penting harus dilakukan oleh Pemerintah di dalam rangka upaya untuk pemulyaan a tau peningkatan mutu dan sebagainya tetapi juga oleh pihak swasta atau perorangan dimana Pemerintah tidak begitu saja tidak dilibatkan tetapi juga berperan untuk memacu dan perlunya adanya pembinaan yang lebih intensif sehingga merang;ang adanya keinginan upaya dari masyaraka t a tau bad an hukum un tuk bisa mem ban tu Pemerintah karena persoalan semakin luas dan beban semakin banyak dan kita harapkan juga pihak swasta juga terdorong untuk lebih berperan untuk menggunakan pe­rangkat tenaga ahli yang kita milik. Oleh karena itu kalau kita lihat di sini hanya pengawasan perlindungan. Pembinaannya kalau .kita baca di dalam Keputusan Presiden nomor 72 tahun 1971. ini lengkap pembinaan dan pe­ngawasan. Mohon apakah ini perlu ditambah aspek pembinaannya atau mau ditambah tentunya kita mengharapkan Pemerintah sendiri yang memtriat rumusan pem binaan kalau dianggap perlu, tapi kalau dianggapan perlu. tapi kalau anggapan kami rasanya perlu pembinaan itu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT.

T erima kasih.

Silakan FPDI dulu.

197

Page 38: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FPDI (H. R; DJADJA WINATAKUSU:MAH):

Dari kami ada penambahan kata bina itu ada kata cermat Pengedaran ini juga dilakukan oleh perorangan, makanya kami di sini Pemerintah meminta agar penga wasannya itu secara cermat. Kalau diedarkan oleh pihak Badan Usaha mil:ik Pemerintah ya terlalu anu, tapi kalau perorangannya ini yang kami agak kuatirkan maka ada anak kalimat tambahan dengan secara cermat.

Dem:ikian terima kasih.

KETUA RAPAT:

T erima kasih.

Dari FKP tetap, F ABRI tetap, FPP bertanya mengenai apakah ada pembinaan, dan dari FPDI tambahan kata secara cermat.

Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO);

Terima kasih Bapak Ketua.

Saya kira dalam hal sertifikasi dan peredaran benih bina ini memang tentu Pemerintah selalu sesuai dengan tugasnya langsung ketindakan-tindakan. Lah karena ini apa perlu, saya kira tugas Pemerintah untuk membina per­kembangan secara keseluruhan apakah perlu kita cantumkan secara khusus di sini, apakah itu secara eksplisit karena itu tugas Pemerintah secara ke­seluruhan ini kita serahkan. Jadi kita tidak keberatan kalau perlu dicantum­kan di dalam pernbinaan, memang tugas umumnya kami kira pembinaan.

Saya k:ira tentu Pemerintah dalam melakukan tugas-tugasnya itu dilakukan dengan cermat.

KETUA RAP AT :

Baiklah pada dasirnya tidak ada masilah, kecuali tadi eksplisit atau inplisit tadi soal pembiman.

Kami persilakan FABRI akan menanggapi.

FABRI (ORA. SITI SOENDARI):

Pada dasarnya F ABRI tidak keberatan atas usul simpat:ik yang disam-paikan oleh rekan kita FPP.

T erima kasih.

KETUA RAPAT;

FKP silakan,

Saya; ingin membantu barangkali pengawasan dan pembinaan.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA) :

Jadi apa yang dikemukakan oleh rekan FPP apa perlu implisi t, eksplisi t. Karena sebetulnya ini sudah menyangkut semacam lalu lintas komoditi

198

Page 39: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

benih bina maksudnya. Jadi ini pengadaan dan peredaran, memang yang penting ya penga wasan, kalau pemb inaan nan ti kita tempatkan pada yang me­nyeluruh jadi keseluruhan aspeknya nanti kita hinpun meniadi satu. Tapi kalau di pasal-pasal lain nanti pengawasan itu. Saya kira tidak terlalu prinsip. FKP kalau memang bersepakat cuma yang penting memang apakah perlu kata pembinaan dan pengawasan ataukah pembinaan sendiri implisit sudah terkandung di dalam kata pengawasan. Karena ini hanya menyangkut peng­:idaan dan peredaran itu yang perlu diawasi

Saya kira itu dulu sementara.

Terima kasih.

KETUA RAPAT.

T erima kasih.

Sebagai catatan ingatan yang disebutkan Pak Dja'far dalam Keppres berapa itu dengan disebut pembinaan itu.

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Sebelum Pemerintah, perlu kita p:ikirkan bersama apakah, sebab salah satu fungsi Pemerintah itu juga d:ikonservasi pembinaan itu sangat strategis di samping pengawasannya, sebab pengawasan itu hanya akibat saja dari pada upaya kita lebili hati-hati Tapi yang kita lebih tekankan lalu aspek pembinaan ini Aspek pembinaan ini sebab lembaga-lembaganya nanti akan. banyak. Jadi perkembangan genet:ik iqjiniring kita yang demikian meluas ini akan banyak badan-badan propesi yang akan bergerak di bidang pemurnian ini Oleh karena itu perlu adanya pernbinaan, pembinaan daJam arti bahwa bagaimana terjadi sirnulasi dari pihak non Pemerintah untuk lebih berkem­bang, tentu juga ada sebab bagian daripada porsi keterkaitan, keterlibatan dan tanggungjawab Pemerintah. Apakah mereka memberikan bantuan sarana dan sebagainya adalah aspek di situ letaknya. Apakah itu nanti akan kita kaitkan hanya kepada aspek ini saja ataukah secara menyeluruh nanti kita lihat bahwa ada unsur pembinaan yang perlu kita masukkan. Dengan demikian maka tugas Pemerintah bukan saja hanya mengawasi melindungi tapi juga pembinaan. Kami tidak keberatan ada juga yang berkeinginan bahwa Pasa] 12 ini ditambah Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan atau nanti bisa bikin lagi satu ha] tertentu mengenai pembinaan yang bersifat menyeluruh begitu yang kita p:ikirkan bersama.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Dja'far yang secara flekSJble.

Silakan FKP.

199

Page 40: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA) : INTERUPSI.

Maaf Pak, karena menyangkut ini tadi Ini sebetulnya berangkat dari pemahaman FKP dalam usulan DIM kita, yang memang kita belum sepakati tetapi sebetulnya sudah gambaran sepakat dengan Pemerintah mengenai pengajuan Bab Pembinaan itu. Mengenai pembinaan ini biarlah kita atur secara eksplisit di dalam Bab sendiri h~a akan kita atur sedem:ikian rupa kita menampung keseluruhan aspek yang mau kita pindah. Itu saja barangkali kalau dem:ikian barangkali

T erima kasih Pak.

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'F AR SIDDIQ).:

Saya setuju itu saran itu, maksud kami bahwa semua hal yang pantas di­bina kita bina oleh Pemerintah begitu. Kita lihat nan ti perkembangannya.

Terima kasih.

KETUARAPAT:

Sebelum kita stop ini kata cermat t_adi bagaimana FPDI.

FPDI (H. R. DJADJA WINATAKUSUMAH) ;

Setuju.

FPDI (H. R. DJADJA WINATAKUSUMAH); INTERUPSI

Mengenai masalah usulan Bapak FPP ini mengenai kata tambahannya itu, memang pembinaan juga kewajiban Pemerintah, di samping kecermatan itu juga Pemerintah itu membina.

Tapi untuk lebih mempertegas lagi di dalam Bab Pembinaan itu nanti dicantumkan secara eksplisit. Itu lebih ditegaskan lagi supaya cermatnya itu tambah benar.

Seki.an terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih kami kira tidak ada masalah lagi, setelah FPP yang dapat fleksible dan telah menyetujui saran FKP bahwa ada Bab Pembinaan nanti secara menyeluruh.

Pasal 12, tetap seperti berbunyi di RUU materinya dan rumusannya Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pengadaan dan peredaran benih bina. -

200

Dapat disetujui?

(RAP AT SETUJ U)

Pasal 13 RUU, silakan saja FABRI.

Page 41: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

F ABRI (ORA. SITI SOENDARI) :

F ABRI mengusulkan penyempurnaan yaitu sesudah kata tanaman di­tambahkan kata-kata dan atau lingkungan hidup dan atau sumberdaya alam sehingga redaksinya berbunyi sebagai berikut :

Pemerintah dapat melarang pengadaan, peredaran dan penanaman benih tanaman tertentu yang dapat merugikan budidaya tanaman dan atau ling­kungan hidup dan atau sumberdaya alam. Adapun alasannya adalah sebagai berikut : Supaya jelas kerugian yang ditumbulkan tidak hanya pada budidaya tanaman saja tetapi juga di lingkungan hidup dan atau sumberdaya alam.

Terima kasih.

KETUA RAPAT;

Silakan FPP ada pertanyaan lagi

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Di dalam Pasal 13 yang kami ajukan itu apakah Pemerintah hanya.akan mengatur Pasal 13 telah mengakomodir ini Keputusan Presiden Nomor 72 jadi esensinya sudah termasuk di situ. Kita sudah mempelajari apa yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah itu oleh Keputusan Presiden jadi ini sudah cukup bagus, kalau sudah berakomodrr tidak ada masalah.

·KETUA RAPAT:

Silakan dari FPDI.

FPDI (H.R. DJADJA WINATAKUSUMAHi:

Dari kami tidak ada perubahan, oleh karena sudah diralat oleh kami.

Sekian.

KETUA RAP AT :

Silakan FKP.

FKP (OBOS SY AHBANDI PURWANA):

Dari FKP ada saran untuk disempurnakan rumusannya, dengan meng-. hilangkan kata dapat sebelum kata merugikan dan penambahan kalimat

masyarakat dan atau sebelum kata budidaya serta penambahan kalimat dan atau sumberdaya alam dan lingkungan hidup sesudah kata tanaman. Sehingga penyempurnaannya adalah sebagai berikut : Pemerintah dapat melarang pengadaan, peredaran dan penanaman benih tanaman tertentu yang merugi­kan masyarakat dan atau budidaya tanaman dan atau sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Demikian usu! dari FKP.

Terima kasih.

201

Page 42: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT:

T erima kasih. kami silakan Pemerintah untuk menanggapi beberapa ha! yang diajukan F ABRI dan FKP hampir mirip, FPDI tidak ada dan menielas­kan pertanyaan dari FPP apakah sudah mengrekomodasi atau menampung esensi.

Silakan Bapak M enteri.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO) :

f erima kasih Bapak Ketua.

Jadi pertama-tama kami informasikan Keppres Nomor 72 Tahun 1971 berik.ut Peraturan Menterinya, Keputusan Menteri ini sudah tertampung di dalam ketentuan-ketentuan, sudah diperhatikan begitu. Lalu yang kedua, saya kira pada dasarnya Pemerintah dapat menerirna saran baik dari F ABRI maupun FKP mengenai tambahan mengenai sumberdaya alarn dan lingkungan hidup, sehingga Pemerintah mengajukan rumusan sebagai berikut : Pemerin­tah dapat melarang pengadaan, peredaran dan penanaman bibit tanaman tertentu yang merugikan budidaya tanaman atau sumberdaya alam atau ling­kungan hidup.

Demikian terirna kasih.

KETUARAPAT:

Terima kas.ih.

Usul FABRI esensi mengenai lingkungan hidup dan sumberdaya alam, merugikan sumberdaya alarn dan Jingkungan hidup dapat diterirna sedangkan usul kata dapat yang kedua dalam kalimat itu juga dihapuskan juga di­terirna Pemerintah FABRI masili ada, tapi ada tambahan kata masyarakat oleh FKP.

Kami silakan FPP barangkali bisa menanggapi

FPP (DRS. ff. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Kami tidak keberatan penggabungannya sebagairnana diajukan oleh pihak Pemerintah cuma memang kalimat lingkungan itu di belakang. Cuma satu hal yang saya memikirkan itu mengenai sumberdaya alam apakah tanam­an itu masuk sumberdaya alam atau bukan. Kalau tanaman itu termasuk sumberdaya alam maka kalimat sumberdaya alam itu tidak begitu saja sumber­daya lainnya begitu, kalau tanaman itu bukan sumberdaya alam. Kalau dia merupakan sumberdaya alam maka kata sumberdaya alam lain itu ditambah sumberdaya alam lainnya dan ujungnya memang lingkungan hidup seperti yang diajukan oleh pihak Pemerintah.

Terima kas.ih.

202

Page 43: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT:

Esensi masyarakat ........ (ditulis di papan tulis).

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Siapa yang tidak ingin bahwa masyarakat dirugikan. Karena itu apa yang diusulkan oleh FKP itu adalah sesuai dengan GBHN dengan amanat penderitaar: rakyat. Kami sependapat. Tentu tanaman tertentu yang dapat merugikan masyarakat dan atau budidaya tanaman dan atau sumberdaya alam lainnya dan atau lingkungan hidup. Sebab ini bisa karena atau itu bisa saja hanya sumberdaya alam lainnya lingkungan hidup tidak apa-apa. Bisa sekali­gus bisa alternatif.

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan FPDI.

FPDI (H. R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua, usulan penyempurnaan dari F ABRI dan FKP yang telah didukung oleh FPP kiranya salah kalau saya tidak mendukung. Sebab Pemerintah sudah suaranya begitu mendukung suara F ABRI. Jadi kamipun sependapat dengan uraian itu.

Sekian dan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan F ABRI mengenai masyarakat itu.

FABRI (F. SUKORAHARDJO);

Tidak demi musyawarah mufakat, kami yakin mendukung rekan kami FKP biasanya Pak Darmadji itu demi musyawarah mufakat, ini yakin.

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Terirna kasih Pemerintah.

Tinggal penggunaan catatan atau apa perlu sampai tiga. Biasanya diujung saja. Masyarakat, budidaya tanaman, sumber daya alarn, dan atau lingkungan hidup.

FKP (DRS. SOEDARMADJI): INTERUPSI

Prinsipnya setuju, hanya saya ingin kata dapat pada Pemerintah dapat. Jadi kalau Pemerintah dapat itu juga berarti tidak dapat secara akontrario.

203

Page 44: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

Jadi berarti kalau Pemerintah dapat melarang pengadaan peredaran dan pe­nanaman benih tanaman yang merugikan masyaraaat ini berarti juga tidak dapat melarang, yang merugikan. Kongkritnya daripada kita bingung dapatnya dihilangkan saja. Jadi Pemerintah melarang yang merugikan masyarakat. Jangan pakai dapat.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan F AB RI.

F ABRI (F. SUKORAHARDJO):

Mengenai Pemerintah dapat ini, barangkali pengadaan peredaran dan penanaman, kalau pengadaan memang kita mengadakan benih tapi tidak untuk kita tanam sendiri untuk ekspor yang menerima ekspor itu tidak ke­beratan kan bisa juga. Jadi Pemerintah dapat. Jadi katanya untuk memberi keleluasan Pemerintah kalau memang kita mengekspor yang kita tidak ingin tanaman itu tidak di Indonesia tapi di luar negeri mungkin dibutuhkan. Tidak ada masalah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Tolong ditambahkan sumberdaya alam lainnya dan atau lingkungan hidup. Bagaimana FKP sudah ada kesepakatan.

FKP (DRS. SOEDARMADJI):

Jadi untuk lebih meyakinkan tidak apa-apa. Coba Pemerintah memberi­kan contoh apa-apa yang bisa tidak dapat atau tidak dilarang. Itu kan Peme­rin tah dapat melarang, berarti suatu saat Pemerintah juga tidak dapat me­Iarang tentang pengadaan yang merugikan masyarakat, lalu kemudian pe­nanaman benih yang merugikan masyarakat. Itu, itu saja.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi bisa ·dikemukakan oleh Pemerintah apa yang tak perlu dilarang, walaupun dia merugikan masyarakat barangkali.

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ): INTERUPSI

Apa Pasal 13 ini ada pidananya atau tidak. Kalau tidak ada pindananya itu agak longgar, ini yang harus diperhatikan.

Terima kasih.

204

Page 45: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAP AT:

Tolong apa Pasal 13 ini ada pidananya. Jawabnya ada Pasal 48.

FPP (DRS. H.MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Karena itu maka harus hati-hati karena ada unsur pindananya, antara dapat atau tidak dapat ini.

KETUA RAPAT:

Silakan Pemerintah untuk memberikan contoh yang tak perlu dilarang tapi merugikan masyarakat.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Misalnya tanaman ganja ini dalam jumlah sedikit itu untuk bumbu tidak perlu dilarang. Tapi kalau sudah menjadi komersial itu dilarang nyata­nya dianu oleh Pemerintah antara lain · begitu. Ini yang un tuk masyarakat, nanti yang merugikan sumberdaya kita bisa tarik lagi itu.

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Saudara Ketua.

Kalau kita kaitkan dengan penjelasan Pemerintah, ganja di sana oleh rakyat untuk bumbu, tapi tidak diedarkan, tidak diperdagangkan. Kalau pakau pasal ini pelanggaran.

KETUA RAPAT:

Contoh lain. Yang merugikan budidaya tanaman sajalah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Misalnya ada bahaya eksplosi, lalu diedarkan varietas yang peka. Ini saya kira perlu kita larang, supaya tidak lebih meluas lagi pada masyarakat. Tapi kalau tidak ada eksplosi kalau tidak ada bahaya ini dilarang, misalnya hama wereng ini ada perubahan biotipe, sehingga perlu kita akan mengadakan pelarangan-pelarangan tertentu.

FKP (DRS. SOEDARMADJI):

Jadi kita dapat kalau penjelasannya Pemerintah begitu, tapi dengan pengertian dapat di bawah bisa hidup. Jadi Pemerintah dapat melarang pe­ngadaan peredaran dan penanaman tanaman tertentu yang dapat merugikan masyarakat. Jadi suatu saat tidak bisa merugikan masyarakat. Jadi dapat merugikan masyarakat itu bisa dapat merugikan yang bisa tidak merugikan kalau penjelasannya Pemerintah itu seperti itu tadi. Jadi dapat diatas tetap tapi dapat di bawah juga hidup. Coba direnung.

205

Page 46: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT:

Pemerintah dapat. Cuma pemikiran FKP dapat diterima atau tidak. Ini silakan FKP <lulu berunding.

(DISKORS 5 MENIT)

Setelah skors dicabut kembali kami silakan FKP.

FKP (DRS. SOEDARMADJI):

Jadi komentarnya FKP ya sudahlah itu. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi kami ulang baca: Pemerintah dapat melarang pengadaan, peredaran, dan penanaman benih tanaman tertentu yang merugikan masyarakat, budi­daya tanaman, sumberdaya lainnya, dan atau lingkungan hidup. Dapat di­setujui?

(RAPAT SETUJU)

Pasal 14 catatan-catatan di sini ada tiga Fraksi.

Silakan F ABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Ini barangkali perlu Pasal 13 nya diadakan ketentuan, Ayat (2), mem­berikan wewenang kepada Pemerintah untuk melakukan·larangan kalau perlu. Setelah kami pikir-pikir kalau dapat melarang, mesti ada kewenangan Pernerintah untuk dapat· melarang. Karena dasar hukumnya bagaimana Pak. Kalau misalnya kita menanam ganja diizinkan atau dilarang. Tempat tadikan jadi sungil. Sehingga hams ada ketentuan tanaman yang dilarang akan di­tentukan oleh Pemerintah. Pemerintah menetapkan tanaman yang dilarang.

KETUA RAPAT:

Kira-kira bunyinya bagaimana Pak. Pemerintah dapat melarang. We­wenang sudah diberi oleh Undang-undang melarang. Yang mana itu, Pe­merintah kan apa yang terjadi saja. Bentuknya larangan itu dalam bentuk Peraturan Pemerintah begitu?

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Jenis tanaman yang dilarang atau tidak itu ditentukan Pemerintah.

206

Page 47: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Kalau jenis itu harusnya di sana dapatnya hilang. Yang diberikan contoh tadi adalah jenis yang sama pun dapat dilarang dapat tidak. Kondisinya yang dapat menyebabkan. Jadi kalau ada go ekslosi (?) jenis itu dapat dilarang Jadi kalau jenis yang ditentukan itu tidak tepat.

F ABRI (F. SUKORAHARDJO):

Tidak kami tadi mengajukan contoh baru misalnya kita tidak meng­hendaki tanaman itu dilarang di Indonesia. tapi kita perlu ekspor yang bisa diterima oleh Negara lain. Masyarakat diizinkan mengadakan pengadaan walaupun tidak diperkenankan menanam, untuk dijual. Itu ada kemungkinan ini kami hanya sekedar membantu Pemerintah supaya jangan terlalu kaku.

KETUA RAPAT:

Yang · kurang jelas itu jenis-jenisnya itu ditetapkan oleh Pemerintah? Tidak dengan usu! ini.

F ABRI (F. SUKORAHARDJO):

Andaikata dilarang diteiapkan Pak. Ditetapkan oleh Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO): Kalau yang ditetapkan Pemerintah mengenai pelarangan ini adalah

ketentuan-ketentuan, jadi ketentuan-ketentuan begitu.

KETUA RAPAT:

Itu bukan perundang-undangan lain kan? Langsung saja Surat Keputusan. Ini tidak boleh begitu. Ini tak boleh diedarkan.

F ABRI (F. SUKORAHARDJO):

Surat Keputusan kan Perundangan baru di bawah Undang-undang. Jadi harus diberi wewenang.

KETUA RAPAT:

Kerena d sudah ada Pemerintah itu Pak. Sama dengan yang tadi itu, oleh Pemerintah ada bentuk Peraturan Pemerintah. Jadi ini agak fleksible. Bisa Surat Keputusan Menteri, jangan-jangan bisa Surat Keputusan Dirjen Pangan nanti.

F ABRI (F. SUKORAHARDJO):

Kami hanya menguji aja Pak. Kalau memang sudah tidak ada masalah

207

Page 48: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT:

Memang ini perlu ada kaitan pidana ini

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ).

Saudara Ketua, karena ini tanggung jawab Pemerintah, maka Pemerin­tah itu sudah tentunya punya konsep send:iri, kecuali kalau itu menyangkut masyarakat, tindakan masyarakat yang ada Peraturan Pemerintahnya begitu. Tapi kan di sini masalahnya Pemerintah melarang pengadaan, peredaran dan penambahan benih tanaman yang tentunya merugikan masyarakat. Peme-

. rintah dapat tidak melarang kan gitu istilahnya. Pemerintah tidak melarang ! pengadaan, peredaran dan.penanaman benih tanaman tertentu yang tidak

merugikan masyarakat, kan gitu. Kalimat ini kalau d~abarkan dua. arah kalau yang satu tidak apa-apa ya silakan saja diekspor dan sebagainya. Tapi kalau jelas hal itu menimbulkan bahaya segala macam, semua dilarang. Baik pengadaannya, baik pengedarannya ataupun dan sebagainya. Saya krra sudah cukup fleksible ini. Tidak perlu ada,se bab Pemerintah sendiri yang melakukan itu. Kalau mau dipellielasan saja, supaya tidak kel:iru dan tidak salah.

Sekian, terima kasih.

KETUA RAPAT.

T erima kasih.

Jadi kalau perlu kita pikirkan penielasan Pemerintah kalau perlu pen­jelasan. Mengenai Pasal .3 ini. Baik kita teruskan Pasal 14. Dari FPP tidak ada.

FKP silakan.

FKP (OBOS SYA.HBANDI PURWANA) :

FKP mengusulkan, untuk Pasal 14 dirurnuskan kembali ditempatkan menjadipasal nomornya dirubah dan meniadi tiga ayat. Kami bacakan

Ayat ( 1) : Pemerintah menetapkan jenis tumbuhan yang boleh keluar dari dan atau masuk ke dalam wilayah Negara Republ:ik Indonesia.

Ayat (2) Pengeluaran jenis tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan benih tanaman dari dan a tau pemasukkannya ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib mendapatkan !zin Pe­merintah.

Ayat (3): Jenis tumbuhan dan benih tanaman sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) wajib memenuhi standar mutu yang ditetapkan Pemerintah.

Demikian usul fari FKP, terima kasih.

208

Page 49: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAP AT :

T erima kasih. Silakan F AB RI.

F ABRI (ORA. SIT! SOENDARI) :

F AB RI mengusulkan penyempurnaan sebagai beriku t : Pasal 14 yang semula terdiri dari dua ayat d~adikan meniadi empat ayat, sehingga berbunyi : Ayat ( 1 ): Pemerintah dapat menetapkan jenis tumbuhan yang pengeluaran

dari dan atau pemasukannya ke dalam wilayah Indonesia memerlu­kan izin.

Ayat (2): Pengeluaran benih tanaman dari dan atau pemasukannya ke dalam wilayah Indonesia harus berdasarkan izin.

Ayat (3): Pemasukan benih tanaman dari luar negeri harus memenuhi standar mutu benih bina.

Ayat (4): Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) diatur lebih Janjut dengan Peraturan Pemerintah.

Ayat (1) dan Ayat (2) merupakan ayat baru. Ayat (1) menjadi Ayat (2) dan Ayat (2) menjadi Ayat (3).

Terima kasih.

KETUARAPAT:

Terima kasih.

Kami kira sudah diikuti tak perlu kami ulang.

Silakan tanggapan FPDI dulu.

FPDI (H. R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Saudara Ketua, pertama kami menanggapi yang dari F ABRI yang bisa dibaca lebih dulu penguraiannya, jadi kalau melihat FKP kita hams melihat­lihat dulu ke sana.

Mengenai masalah ya penyempurnaan yang disampaikan oleh FABRI, penambahan Ayat (1) merrjadi empat ayat, dan penielasan di dalam pasal inL kami minta ada keseragaman mengenai masalah wilayah memperoleh izin dari Pemerintah ini Sebab kalau Ayat ( 4)-nya, izin itu ditetapkan lebih laniut oleh Pemerintah. Jadi dalam hal ini jangan terlalu banyak diatur oleh Per­aturan Pemerintah supaya tidak sebab sebelumnya diatur di sana oleh Per­aturan Pemerintah. Jadi pada Ayat (1 ), Ayat (2) dan Ayat (3) dari penyem­purnaC;1n FABRI dapat menerimanya, hanya perlu dipikirkan mengenai masalah ketentuan yang lebih Janjut diatur oleh Pemerintah.

Sekian dan terima kasih. Sekarang mengenai FKP.

209

Page 50: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

Demikian juga Pak Ketua, yang dari FKP di sini, penyempurnaannya kami pada Ayat (3)-nya, hanya tolong dipik:irkan kembali supaya tidak ter­lalu yang mengatur itu diatur oleh Pemerintah.

Sekian dan terima kasih.

Tapi kalau tidak ada Peraturan Pemerintahnya kami menerima Pak.

KETUA RAPAT:

Tidak ada Peraturan Pemerintahnya Pak. Sebelum dilaniutkan kami tanya sampaijam berapa kita hari ini? Baik sampai pukul 17 .00.

Silakan FPP.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) ;

Pada prinsipnya kami dapat menerima usulan 2 Fraksi ini Namun mungkin perlu kita sempurnakan redaksinya saja baik apakah pemasukkan <lulu atau pengeluaran. Untuk Pemerintah. Jadi kalau kita ambil contoh dari F AB RI, Pemerintah menya takan ini tum buhan yang keluar. J adi kita sesuai­kan saja karena di dalam Ayat (2)-nya masuk <lulu.

KETUA RAPAT;

Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Ada beberapa ha! yang perlu kita lihat dengan cermat .. Apab:ila kita bandingkan usulan penyempurnaan dari FABRI dan FKP yang pada dasar­nya muatannya hampir sama. Pada penyusunan atau susunan rumusan FABRI Ayat (1) itu pada dasarnya suatu negative list. Jadi Pemerintah menetapkan jenis tumbuhan yang pengeluaran dan pemasukannya ke dalam wilayah me­merlukan gizi. Itu pada dasarnya meniadi negative list. Kemudian usu! pe­nyempurna FKP. Pemerintah menetapkan jeni" tumbuhan yang boleh keluar dari Indonesia, itu bisa panjang sekali dan ada saja kemungkinan bahwa lalu yang di luar itu tidak boleh. Melihat bahwa ini akan perlu diatur oleh Pemerintah, maka prinsip negative list itu lebih praktis dan itu memang lalu kita menyoroti yang mana ada masalahnya apabila diizinkan keluar dan masuk, selebihnya dari itu diizinkan. Adapun pengeluaran benih tanaman dari dan atau pema.sukannya ke dalam wilayah Indonesia harus berdasarkan izin dan pada dasarnya Ayat (2) dan Ayat (3) ini dari kedua Fraksi itu sama dengan ayat atau pasal yang diajukan. Jadi muatannya sama. Tambahan muatan dari F ABRI adalah mengenai pemasukan benih dari luar negeri yang harus memenuhi standar mutu benih bina, ini yang mungkin perlu. Jadi apakah tidak lebih kita memberikan peluang untuk benih juga masuk di dalamnya. Jadi apabila toh nanti ini semua diatur dengan izin kita atur itu di dalam ketentuan Pemerintah yang dlkeluarkan.

Terima kasih.

210

Page 51: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT:

T erima kasih.

Kalau dapat kami tangkap tadi Ayat ( l) itu Pemerintah cenderung kepada menggunakan Ayat (1) FABRI karena negative list lebih sedikit jumlahnya.

Kedua, ok. Ketiga, masih dipersoalkan. Keempat, masih ada persoalan Peraturan Pemerintah tidak perlu ada

atau apa.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. W ARDOYO) :

Keempat itu hanya dan maksud kami pada ayat berikutnya, Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat ( l ), Ayat (2), kemudian yang (3) juga masuk. Ayat (3) yang diusulkan F ABRI nampaknya tidak perlu kami masuk­kan apabila nanti di dalam ketentuan Pemerintah itu kita atur, apakah kualifi­kasinya benih bina karena kadang-kadang benih tetuapun kita perlukan masukan.

KETUA RAPAT:

Yang perlu diatur yang mana saja. Setelah mendengar tanggapan Pe­merintah silakan FKP.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Terima kasih.

Sebetulnya esensi pengaturan yang dhjukan FKP dan FABRI itu sama. Jadi negative list ya, hanya di dalam usulan F ABRI itu wilayah itu kita se­pakat sama dengan karantina sehingga nanti jangan sampai kita mau ambil Aya t (1) bisa kel.iru menyalinnya itu saja sebagai ca ta tan kecil harus wilayah Negara Republik -Indonesia karena usulan F ABRI wilayah Indonesia, dan izinnya itu kita padukan ke ba wah. J adi tidak apa-apa.

Sedangkan Ayat (2) memang demikian adanya, usulan Ayat (3) FABRI memang seyogyanya barangkalijangan kita terlalu kaku apalagi harus standar benih bina mungkin yang namanya untuk kepentingan persilangan ada faktor­faktor gen tertentu yang kita perlukan dari situ sehingga belum tentu me­menuhi persyara tan benih bina yang kita tetapkan itu, kami itu yang tadi diungkapkan Pak Menteri Muda sehingga barangkali kalau kita sepakat 3 ayat saja kita sepakat dalam pasal ini barangkali karena ini rumusannya agak pan­jang kita serahkan saja ke Panitia Kerja yang penting esensinya demikian. Ini pendapat FABRI.

KETUA RAP AT :

Silakan FPP mungkin telah ada pandangan.

211

Page 52: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) :

Pani a-kan saja.

FPDI (H. R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Setelah mendengar penielasan dari Pemerintah kami usulkan untuk ditunda sampai ke Panitia Kerja.

KETUA RAPAT;

Paniti Kerja ini sampai mana kalau Ayat (3) dimasukkan nan ti ribu t Jag~ kalau formulasinya ok Panitia Kerja tetapi esensi Ayat (3) perlu di sini

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Jadi usulan F ABRI sebenarnya Ayat (2) dari RUD Pemerintah. Jadi kalau Pernerintah menarik F ABRI juga tidak keberatan.

DIM kami ini belum sempat koreksi karena diusulkan bersama-sarna RUU Karantina. Jadi selanjutnya kalau ada wilayah Indonesia diartican Wilayah Negara Republik Indonesia.

KETUA RAPAT:

Rupanya Ayat (3) ini harnpir sarna walupun isinya pernasukan. Benih yang dimakrud agak lain dengan yang dimaksud.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO): Pada Ayat (3) apabila kita rumuskan agak bagus sedikit : Pemasukan

benih tanarnan dari luar negeri harus rnernenuhi syarat-syarat yang ditentu­kan.

KETUA RAPAT:

Kami kernbalikan kepada sidang usulan Pernerintah yang tidak menarik tetapi menyempurnakannya. Pemasukan benih tanaman dari luar negeri harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan Pemerintah.

FKP ada kata wajib. Bisa ditanggapi usul Pemerintah, ini esensi saja dan kalau penulisan bisa diserahkan di Panitia Kerja.

F AB RI silakan.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Mengenai Ayat ( 4) kami kira tetap ada karena kalau Ayat (1) diterima Pemerintah menetapkan. J adi harus ada ketentuannya.

212

Page 53: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT :

Formulasinya diibah bukan standar mutu tetapi syarat-syarat yang ditetapkan Pemerintah.

FABRI (F. SUKORAHARDJO);

Kami setuju Pak.

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Kalau yang diajukan F ABRI point 2, 3 itu akan ditetapkan Pemerintah pengeluaran dan sebagainya apa tidak baiknya misalnya pengeluaran, pe­masukan baru nomor 3 ditetapkan oleh Pemerintah. Ayat (2) dan Ayat (3) itu didulukan, kemudian Ayat ( l) dibelakangkan sebagai suatu kewajiban Pemerintah untuk ditetapkan. Kalau bisa tolong dipikirkan.

KETUA RAPAT:

Sudah dapat dilihat bantuan kami mengenai ketentuan pidana. Kalau dil d:ikaitkan dengan pidana harus djganti dengan wajib.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Jadi memang sebetulnya naskah 14 RUU ini hanya menyangkut benih. Usulan perubahan dari F ABRI dan FKP adalah untuk kita masukan juga tanaman sehingga kita atur lebih lanjut supaya jangan hanya benih, maka usul­an Ayat ( 1) demik:ian esensinya pengeluaran dan pamasukan ya sedangkan Ayat (2), Ayat (3) sama dengan naskah RUU sama dengan FKP Ayat (2), Ayat (3) kami kira demik:ian.

KETUA RAPAT:

Kalau demikian yang persoalan kita kembalikan ke naskah lama dapat disetujui tapi yang butir 4 apalagi perlu Peraturan Pemerintah ini perlu kita tetapkan. apakah perlu peraturan Pemerintah atau oleh .Pemerintah. Kami mintakan pandangan dari FPP belum, FPDI siap tidak, ini ada usu! FABRl 3 unsur tadi pada dasarnya sudah disepakati. Satu tambahan kebetulan se­rupa dari F ABRI, serupa ta pi tak sama dari FPP dan FKP menjadi Ayat ( l) mengenai tumbuhan, benih sama dengan Ayat ( 1) Pasal 14 Ayat (3) diambil dari Ayat (2) Pemerintah tapi FABRI perlu Peraturan Pemerintah mengatur­nya apa masih perlu apakah cukup Peraturan Pemerintah saja atau tidak perlu. Lalu kita baca pelan-pelan dari Ayat (I), Ayat (2). Ayat (3). Pemerintah menetapkan pengeluaran benih tanaman wajib itu seharusnya diganti dengan wajib karena dikaitkan dengan pasal berapa Bu? Pasal 4, Pasal 6. Pasal 6 ketentuan Pidana.

213

Page 54: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FPDI (H. MANSURSY AH) :

Sandara Kdua dari pihak kami dalam hal ini untuk menetapkan bagai­ma na cara masuka n maupun pengeluara nnya Jdalah lebih baik diatur dengan Peraturan Pemerintah sebab dengan demikian peraktis karena ada keharusan. Jadi nanti di dalam Peraturan Pemerintah itu sendiri.akan diperjelas lagi hahwa ada 1indakan-tindakan pidana. 1adi dengan demikian rnengelirninir 1angan sampai terjadi hal-hal yang ncgatif.

Sekian dan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan barangkali FPP sudah siap.

Peraturan Pemerintah oleh Pemerintah saja toh hapus ada 3 alternatif. FKP barangkali siap tidak, kalau usulnya tidak ada peraturan Pemerintah lagi a tau bagaimana itu.

FKP (IR. UMBU MEHANGKUNDA):

Kalau usulan FKP sebetulnya tidak ada pengaturan lebili lanjut, karena Ayat (I) itu Pemerintah menetapkan itu menetapkan sudah itu. Ayat (1) itu Pemerintah menetapkan itu menetapkan sudah itu. Ayat (2), Ayat (3) itu izin itu kah kasih keluar izin, kemudian pemasukan itu standar seperti yang ditetapkan itu jadi sebetulnya berpik:ir apa masili ada esensi yang perlu diatur lebili lanjut kan itu sebetulnya Pak. Tinggal kita pikirnya itu ke sana, kalau memang masih ada hal-hal yang penting diatur lebih lanjut Ayat ( 4) itu boleh-boleh saja Pak, tinggal kita pikirka n esensi apanya dulu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Barangkali F ABRI bisa membantu apa k1ra-k:ira yang esensinya tadi yang dikatakan FKP.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Barangkali yang perlu diatur hanya Ayat (3) pemasukan benih tanaman dari luar negeri harus memenuhi standar mutu benih. Mulai syarat-syarat yang prosedur pemasukan dari luar negeri yang perlu diatur.

KETUA RAPAT:

Silakan Pemerintah barangkali sudah bisa membayangkan apa perlu diatur lebih lanjut Ayat (3).

PEMERINT AH (MENTER! PERT ANIAN/IR. W ARDOYO) :

Apakah tidak cukup kami sebutkan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah.

214

Page 55: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FKP (DRS. SOEDARMADJI): INTERUPSI.

Kami k:ira apa yang d:ikatakan oleh Saudara Umbu itu memang sudah tepat, kalau toh dari rekan tercinta F ABRI mempermasalahkan Ayat (3) karena pemasukan benih tanman dari luar negeri ini harus memenuhi standar mutu. Standar mutu itu kan sudah ditetapkan oleh Pemerintah. Kongkritnya begitu, kalau tad i di depan sudah ditetapkan oleh Pemerintah ngapain di sini harus ditetapkan oleh Pemerintah lagi Jadi dengan kata lain sudah cukup Ayat (1), Ayat (2) Ayat (3) begitu saja Ayat (4) tidak diperlukan lagi

Terima kasih.

KETUA RAPA T :

Saya kira tadi yang sudah sepakat kita Ayat (2) lama itu tetap tidak pakai syarat-syarat Pemerintah, tapi mengenai standar mutu benih bina yang ditetapkan oleh Pemerintah. J adi tinggal F ABRI bagaimana benih bina itu sudah standar mutu sudah ditetapkan, apa perlu d:iatur lagi

FABRI (F. SUKORAHARDJO): INTERUPSI.

Tadi kami dengar benih bina ditarik, oh kembali, kalau kembali ya tidak apa-apa sudah.

KETUA RAPAT:

Kami ingin coba membacakannya Pasal 14 Ayat (1) Pengeluaran benih dari atau pemasukan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib berdasarkan izin karena dikaitkan dengan Pasal 4, Pasal 6. Wajib harusnya, hams diganti dengan wajib karena dikaitkan dengan Ayat ( 1) pengeluaran benih wajib mendapatkan izin.

Ayat (2) : ini tidak ada di sana pengeluaran benih tanaman dari dan atau pemasukannya ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib mendapatkan izin.

Ayat (3): Pemasukan benih tanaman dari luar negeri harus wajib memenuhi standar mu tu benih bina. Karena sudah ditetapkan di depan. Coreng itu yang ditetapkannya.

FABRI (F. SUKORAHARDJO): INTERUPSI.

Kami ingin mengkaji lagi, Ayat (3).ini apa bedanya dengan Pasal 7 Ayat (a) introduksi dari luar negeri dilakukan. Apakah tidak sama dengan Pasal 7.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Saya kira introduksi itu diarahkan untuk pemuHaan, sedang di sini untuk diproduksi dan disebarkan nanti

215

Page 56: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT:

Sudah jelas. Kami tidak perlu diulang apa yang kami tulis di layar plus tadi yang Ayat (l) menjadi Ayat (2) pengeluaran benih itu ada Ayat (1) nya itu, tapi tak usah diulang lagi Kami ulang membaca saja "Pemerintah me­netapkanjenis tumbuhan yang pengeluaran dari atau pemasukan ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia memerlukan izin.

(RAPAT SETUJU)

Sekarang kita memasuki Bab Perlindungan. Ini ada beberapa catatan dihapus FABRI dihapus, FPP tetap dan FPDI tetap.

Sekarang silakan FKP.

FKP (OBOS SYAHBANDI PURWANA);

Untuk Pasal 15 RUU rumusam~ya tetap jadi tidak ada perubahan.

KETUA RAPAT:

Silakan F ABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

FABRI mengu8ulkan perumusan baru supaya dengan maksud pengerti­an diperluas. Ayat ( 1) perlindungan tanaman dilaksanakan dengan meng­gunakan berbagai teknik pengendalian populasi organisme pengganggu tumbuhan secara serasi. dan terpadu. Sebenarnya hanya kami ingin kalau sistem pengendalian hama terpadu sistem yang kita gunakan sekarang, barangkali nanti dikemudian hari ada sistem baru lagi Kita tidak terlalu ter­kekang oleh istilah ini, sehingga kita uraikan walaupun sistem sama. Ini pemikiran kami Kalau Pemerintah keberatan, ini karni ingin rnemberikan keluasan kepada Pemerintah.

Terima kasih.

KETUA RAP AT 1

Terima kasih FPP tetap, FPDI tetap.

Barangkali ini sebagai bantuan saja, karena kita sudah rnenggunaka:o sistern budidaya tanaman rnaka didalamnya nanti subsistern. Barangkali makin relevan usu! FABRI ditanggapi oleh FPP.

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Saudara Ketua kalau dibaca bahwa usu! fihak F ABRI perlindungan tanarnan dilaksanakan dengan rnenggunakan berbagai teknik pengendalian, populasijasad pengganggu turnbuhan secara serasi dan terpadu.

216

Page 57: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

Sedangkan yang diajukan oleh Pemerintah Jebih singkat, tetapi sistem pengendalian hama terpadu itu satu ha! yang tidak ngeridit tetap dia akan tetap berkembang sendiri tapi tetap dalam sebuah sistem. Sistem itu juga bukan merupakan suatu yang status quo, sistem itu yang sistem senantiasa berkembang di dalam satu sistem.

Apapun juga perkembangannya yang akan datang dalam perkembangan yang ditemukan hal-hal yang akan datang, tetapi dia harus tetap dalam sistem terpadu.

Jadi dengan demikian maka kami kira penggunaan sistem sangat masih relevan, jadi kalu ada peruba-han terhadap sistem dia juga harus berubah dalam bentuk sistem. Jadi sistem itu merupakan satu penamaan satu tingkat langkah yang hendak dikembangkan, itulah sekedar tambahan saja.

KETUA RAPAT:

Silakan FPDI, untuk menanggapi usulan FABRI.

FPDI (H. R. DJADJA WINATAKUSUMAH):

Dari kami sebagaimana yang tertera dalam usul naskah sebab di dalam usu! di dalam Pasal 15 ini adalah lebih singkat dan lebih sempurna kalau di­perhatikan.

Sekian dan terima kasih.

KETUA RAPAT:

FKP, silakan.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA) :

Terima kasih.

Jadi memang-apa yang diungkapkan oleh FABRI itu, mengenairumusan itu sebetulnya itulah sistem pengendalian terpadu itu. Oleh karena itu barang­kali Pemerintah menjelaskan dulu itu sehingga bisa jelas kita, sehingga kita dapat memahami betul apa itu sistem pengendal.ian terpadu.

Karena memang dalam sistem pengendalian hama terpadu, menurut yang kami mengerti itu adalah kombinasi dari berbagai macam cara dalam pilihan­pilihan yang tepat sesuai dengan kondisi dan perkembangan dalam kita mengendalikan organisme pengganggu.

Jadi barangkali ada baiknya kalau Pemerintah menjelaskan kembali secara lebih rinci, sehingga dengan demikian mudah-mudahan rumusan naskah RUU ini bisa kita sepakati

Terima kasih.

217

Page 58: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Tadi karni hanya sekedar mengingatkan kita sudah rnenggunakan istilah sistem budidaya tanaman dengan seluruh ba.giannya. Ini muncul lagi sistem ha ma terpadu ini ha nya sekedar mengingatkan.

Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Terima kasih.

Pemerintah rnenggunaka n istilah sistem pengendalian hama terpadu, seperti apa yang sudah disimpaikan oleh FKP tadi Memang menggunakan keseluruhan daripada unsur-unsur pengendalian, tapi lebih mernberikan tekanan kepada upaya untuk menjaga kelestarian, liRgkungan, sehingga dengan demikian unsurnya pertama sifat pref entif ta pi juga bersifat refrenship. Prefentifnya misalnya penggunaan varietas unggul, pengaturan po la tanaman yang sekaligus juga dalam rangka memotong siklus hidup tanaman menggunakan unsur alami. Baru kalau semuanya terlaksana dengan baik di atas ambang baru digunakan penggunaan pestisida. Penggunaannya yang kira-kira begitu.

Dan yang kedua dengan Pemerintah melaksanakan ini mendapat sambut­an yang sangat baik, dalam dunia internasional sehingga sekarang ini banyak sekali,dari negara-negara berkembang itu belajar di Indonesia mengenai sistem harna terpadu ini Pemerintah tetap berpendapat agar supaya ini kita per­gunakan ini bisa kita jelaskan dalam penjelasan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan FABRI, FPDI tadi sudah ya.

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ): INTERUPSI.

Karena apa . yang · ditulis F ABRI itu sebenarnya sudah ada di dalam pertjelasan, jadi si$1:em hama terpadu perlu dijelaskan dalam penjelasan,.mung~ kin ditambah lagi penjelasannya · supaya ada terasa bahwa perkembangan itu sistem tidak status quo. Tetapi sebuah suatu dinamika, sehingga dehgan demikian terpenuhilah apa yang diharapkan oleh F ABRI. Su pa ya tidak se­olah-olah suatu hal yang sistem yang baku yang status quo, tetapi dia adalah selalu merupakan enovasi-enovasi dari sebuah sistem yang berkembang secara lebih terpadu.

Demikian terima kasih.

218

Page 59: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

KETUA RAPAT:

Terima kasih, kita kembalikan pada FABRI.

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

lni sudah dijelaskan ini hanya merupakan suatu penawaran, karena kami tahu bahwa sistem pengembangan terpadu adalah merupakan KEPPRES kalau nanti misalnya ada penemuan baru tidak usah menggunakan sistem terpadu ini akan mertjadi Undang-undang. Tapi kalau memang tidak ada lagi kami serahkan kepada Pemerintah, ini hanya penawaran FABRI.

T erima ka sih.

KETUA RAPAT ;

Membantu juga barangkali ini, karena FABRI menggunakan tehnologi canggih, mungkin saja dengan cara sinar laser, atau dengan sinar lain-lain entah segala macam-macam bisa muncul dalam sistem hama terpadu kita itu di Keppres tak ada disebut.

Atau itu kalau itu di pertjelasan bisa, tapi kembali tidak menggunakan sistem, sistem budidaya, sistem pengendalian, tidak ada masalah, jadi tidak ada masalah asal dijelaskan peluang ittr .di dalam penjelasan, ada barangkali tanggapan dari Pemerintah kemungkinan tehnologi

Silakan.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Kemungkinan itu selalu ada, karena tehnologi itu selalu berkembang, tapi bagaimanapun dalam rangka unsurnya itu kan keseluruhan cara pe­ngendalian yang dipadukan, kalau toh cara baru cara pengendalian, tetap dia masuk dalam cara pengendalian terpadu itu.

Terima kasih.

KETUARAPAT:

Jadi kiranya dapat kita putuskan, Pasal 15 sebagaimana bunyi dalam RUU bunyinya Pasal 15 Ayat (1) : Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu, ada pertjelasannya endak perlu lagi, tapi kalau pun perlu ditambah pertjelasan mengenai kemungkinan tehnologi lain yang ditemukan tambahan penjelasan, kalau belum dituliskan atau dikaf er di dalam penjelasan Pasal 15 Ayat (I) ini a tau perlu dibuka peluang untuk dapat diterapkannya cara pemberantasan yang lain, di luar biasa yang· kita terapkan.

Ayat (2) kembaH ke FABRI saja, silakan F ABRI.

219

Page 60: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FABRI (ORA. SITI SOENDARI):

Untuk Ayat (2) FABRI, menyarankan usul penyempurnaan yaitu Ayat (2) penyempurnaan usul redaksi Kata Pemerintah ditempatkan lebih dahulu baru kata masyarakat. Setelah penyempurnaan Ayat (2) akan berbunyi : "Pelaksanaan perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Ayat (I)

menjadi tanggung jawab Pemerintah dan masyarakat".

KETUA RAPAT;

Tempat Pemerintah dan masyarakat, Pemerintah lebih <lulu barn di belakangnya masyarakat barangkali begitu.

Silakan FKP.

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA) :

Menurut saya essensinya tidak masalah apa itu di belakang atau di · depan, kalau menurut kami Tapi kalau kita tempatkan Pemerintah duluan, maka pemilik tanaman bi&t sifatnya menunggu dalam menghadapi perlindung­an tanaman ini

Oleh di dalam sepengetahuan &tya hal-hal yang sifatnya eks plosip itulah yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dan masyarakat pada akhirnya. Sehingga dalam konsep pengendalian hama terpadu ini memang diharapkan masyarakat ikut aktip di dalam melaksanakan pengendalian, sehingga dengan demikian barangkali tepatlah konsep RUU ini merupakan tanggungjawab masyarakat dan Pemerintah.

Sehingga kalau Pemerintah duluan nanti Pak, kami kira nanti barn se­dikit-dikit sudah harus Pemerintah kami kira tak kuat Pemerintah in~ ini pikiran dari segi yang konsepsi dari pengendalian hama.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan FPP.

FPP (DRS. R MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ) :

Di sini letak tanggungjawab Pemerintah untuk melakukan pembinaan,. sehingga masyarakat bisa bersikap mandiri, bis!! memahami kemungkinan-ke­mungkinan terjadinya eksploisip dan melakukan upaya pengendalian terpadu sendiri sebagai sebuah keswadayaan masyarakat yang semakin dewasa.

Tapi tidak berarti Pemerintah sama sekali mengabaikan, kalau ada ter­jadi suatu hal yang tidak mungkin dilakukan oleh masyarakat, maka adalah tanggung jawab Pemerintah untuk itu dengan sangat berperan di dalam ha! ini.

Supaya tidak terjadi eksplos selanjutnya, sebab perkembangan budidaya tanaman semakin hari semakin menjadi milik masyarakat, menjadi milik usa-

220

Page 61: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

ha-usaha swasta, BUMN-BUMN mungkin akan tersisihkan. Kalau melihat luasan yang akan datang ini. Oleh karena itu menjadi tanggung jawab dari pi­hak-pihak perusahaan-perusahaan swasta untuk secara lebih dini menyiapkan dirinya untuk menghindari segala kemungkinan yang bisa menimbulkan ek­plosip hama dan sebagainya ..

Maka Pemerintah dalam hal ini mendeteksi secara efektif sehingga bisa membantu dan kalau memang sudah tidak mungkin lagi yang dilakukan oleh pihak swasta sebagai upaya swadaya maka Pemerintah bertanggung jawab untuk melakukannya.

Kami kira itu alur pikirannya, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan FPDI.

FPDI (H.R. DJAJA WINATAKUSUMAH):

Dari kami sesuai dengan naskah tapi memang ini tanggung jawab Peme­rintah yang pada akhirnya masyarakat dan pada akhirnya Pemerintah turun tangan, apabila masyarakat bisa mengatasi sendiri ya terima kasih.

Tetapi di dalam hal ini walaupun masyarakat telah memperlihatkan kemampuannya, Pemerintah jangan lepas kontrol dalam hal ini. Jadi masalah pengawasan Pemerintah secara cermat di situlah diantaranya,.

Sekian dan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Alur pikirnya masyarakat lebih dulu di mandirikan, Pemerintah silakan.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO) :

Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih kepada FKP maupun FPP, seperti itulah juga penjelasan Pemerintah. Kita mengupayakan supaya kesadaran masyarakat, kemampuan masyarakat, partisipasi masyarakat itu akhirnya pertama-tama yang bertanggung jawab dan dalam hal Pemerintah harus turun tangan tentu Pemerintah turun tangan.

Maka sesuai dengan naskah RUU kita urutkan yang pertama itu masyara­kat dan yang kedua Pemerintah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Dari contoh ini terlihat jelas, penulisan mengandung makn~ yang Iuas, kami kembalikan kepada F ABRI.

221

Page 62: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FABRI (F. SUKORAHARDJO):

Kami pada prinsipnya tapi ingin mengkaji lebih lanjut, kalau yang dicon­tohkan itu sebenarnya statistis tapi secara tanggung jawab Pemerintah dalam kerangka tanggungjawab nasional, produksi hasil nasional, kemudian tata cara pelaksanaan perlindungan kita lihat di sini Pasal 16.

Perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilaksana­kan dengan upaya meliputi pencegahan, masuknya organisme, kemudian pe­ngendalian organisme pengganggu tumbuhan eradikasi, semuanya ini tanggung jawab nasional yang harus ditanggung oleh Pemerintah. Masyarakat itu me­mang diikut sertakan kalau contoh-contoh tadi statistis kami kira. Tapi tang­gung jawab Nasional di dalam rangka perlindungan tanaman itu tidak hanya tersebamya di satu ladang, tapi dalam produksi nasional ini sehingga kami le­bih condong tanggungjawab kepada Pemerintah.

Sekian terima kasih.

KETUA RAPAT.

Ini esensialnya masih berbeda, nampaknya ini kecil tapi mencakup be­gitu luas, sehingga kita perlu alur pikir yang paling tepatlah. Jadi alur pikir masyarakat dan Pemerintah. Kami kira perlu putaran sekali lagi, karena ma­syarakat yang melakukan usaha bukan Pemerintah.

Silakan Pak .Men teri barangkali ada pikiran baru.

PEMERINTAH (MENTERI PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Terima kasih Pak Ketua.

Saya tidak ingin menambah apa yang tertulis di sini, tapi sesuai dengan kewajibannya tentu Pemerintah mengambil langkah-langkah yang harus men­jadi tanggung jawabnya, namun demikian kami kira memang akhirnya masya­rakat dalam pertamanan luas memang Pemerintah mengajarkan masyarakat untuk mengaadakan pengendalian hama itu. Memang Pemerintah berkewajib­an untuk mernbuat masyarakat itu rnengetahui, sadar, trampil lalu mempunyai kemampian mengendalikan itu. Jadi kalau nanti kita katakan tanggungjawab Pemerintah dulu, kami kira seperti dikatakan oleh FKP tadi jadi selalu apa-apa menunggu Pemerintah sehingga masyarakat kurang inisiatif atau tidak terpikul oleh Pemerintah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan mungkin Pak Dja'far bisa membantu.

FPP (DRS. H. MUHAMMAD DJA'FAR SIDDIQ):

Terima kasih.

212

Page 63: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

F ABRI ini melihatnya dikaitkan Pasal 16, Pasal 16 itu . Perlindungan ta­naman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 di atas diupayakan meliputi pencegahan, pengendalian, sehingga ada gambaran di sini bahwa aktifitasnya Pemerintah. Dalam Pasal 16 ini memang Pemerintah sendiri mengkaitkan dua aktifitas, aktifitas masyarakat dan juga aktifitas Pemerintah. Dua porsi yang terbesar itu siapa ? Ini mohon penjelasan jadi porsi yang terbesar dari perlin­dungan tanaman ini siapa? Misalnya porsi dalam pencegahan masuknya orga­nisme, porsi dalam rangka pengendalian, porsi dalam rangka· eradikasi, ini si­apa yang besar, kami mohon <lulu pertanyaannya karena setelah kami memba­ca Pasal 16 tadi memerlukan renungan, sehingga kami ingin mengetahui. Kalau semakin besar porsi Pemerintah, maka biasa Pemerintah yang menjadi pelaku utama. Kalau itu porsinya masyarakat yang besar maka Pemerintah sebagai pelaku kedua. Ini tentang porsi saja, mohon penjelasan Pemerintah.

KETUA RAPAT .

Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTER! PERTANIAN/IR. WARDOYO):

Saya kira kalau kita rinci daripada Pasal 16, dalam hal mencegah masuk­nya tentu pada tingkat pertama ini porsi Pemerintah, supaya dengan tindakan karantina, mengawasi pemasukan daripada bibit-bibit, dan sebagainya ini ten­tu Pemerintah pada tingkat pertama. Di samping itu juga tentu mengupaya­kan agar masyarakat yang mengetahui itu turut serta di dalam berupaya untuk tidak terjadi kemasukan organisme-organisme yang bisa menimbulkan hama tersebut. Sedangkan Pengendalian ini utamanya oleh masyarakat. Karena se­kali lagi seperti Bapak Ketua mengatakan karena memang yang bertanam itu masyarakat, apakah BUMN apakah Petani, dan mereka wajib melindungi ta­namannya itu. Sehingga dengan demikian tidak timbul kerugian. Eradikasi memang bukan Pemerintah yang melakukan tapi mereka (masyarakat) kita minta untuk melakukan eradikasi. Tentunya Pemerintah berusaha ya kalau itu akan dieradikasi supaya betul-betul terlaksana, kami kira demikian.

Terima kasih.

FPP (DRS. H. MARDINSY AH) : INTERUPSI

Kata "dan" dihilangkan Pak, <liganti "bersama-sama". Jadi bunyinya : Pelaksanaan perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Ayat (I) menjadi tanggung jawab masyarakat bersama-sama Pemerin­tah. Jadi bersama-sama, merupakan kesatuan Pak. Tertampung dengan Pasal 16 Pak.

KETUA RAPAT:

Tapi kalau karantina porsi Pemerintah yang paling besar. Jadi dua-satu, kalau karantina tanggung jawab Pemerintah yang paling berat, kalau pengen-

223

Page 64: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

dalian, eradikasi masyarakat yang paling berat.

Silakan kembali lagi kepada F ABRI.

FABRI (F. SOEKORAHARDJO):

Pemerintah bersama-sama masyarakat, hanya kalau kita lihat porsi tang­gung jawab yang besar tetap Pemerintah. Apalagi kalau kita kembali ke Pasal 15 Pengendalian hama terpadu, ini sistem pengendalian hama terpadu porsi Pemerintah bukan masyarakat. Tapi pembinaannya oleh Pemerintah, pem­binaan sistem itu oleh Pemerintah. Jelas tanggung jawab Pemerintah karena bertanggung jawab terhadap produksi nasional, meningkatkan pendapatan petani, itu semuanya Pemerintah. Kalau dirobah "bersama" Pemerintah kami kira tidak apa-apa.

KETUA RAPAT :

Silakan FKP.

FKP (DRS. SOEDARMADJI) :

Jadi perkara "dan" dan "bersama", yang lebihjelas itu kita lihat Undang­undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah Pasal 13 itu menyatakan bahwa : Pemerintah Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah dan DPRD. Artinya itu bersama-sama. yang kedua kalau kita lihat yang tadi sebagaimana disitir oleh Pak Suko, memang sebetulnya tidak ada masalah tapi ada masalah sedikit. Maksud kami "perlindungan tanaman", yang dilindungi itu tanaman siapa sih? Kan bukan tanamannya Pemerintah tapi tanamannya masyarakat, dan memang betul Pemerintah mempunyai ....... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . memang tanggung jawab kepemilikan dan macam­

macamnya itu ya yang punya. Ini conform dengan Undang-undang Pendidi- . kan Nasional, masalah pendidikan itu tanggung jawab Orang tua, masyarakat dan Pemerintah, jadi tidak bisa Pemerintah dulu. Memang tanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tujuan dari Negara Proklamasi ini tanggung jawab Pemerintah, tapi akhirnya kan orang tua yang punya anaknya dulu baru Pemerintah.

Jadi dengan demikian kembali kepada_ pokok permasalahan ini memang tadi Pasal 1 disebut macam-macam ada pencegahan, dan sebagainya, Peme­rintah memang · memberikan bimbingan, memberikan penyuluhan, memberi­kan tehnologi yang paling canggih, tapi tidak disuapi terns, tetapi arahnya kepdada kemandirian daripada masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu sa­dar kepada Budidaya tanaman sebagai suatu sistem betul-betul dilaksanakan oleh masyarakat.

Demikian, terima kasih.

224

Page 65: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

FABRI (F. SOEKORAHARDJO) :

Kami rninta izin Pak Ketua, untuk Pak Sudarmadji dulu : Kalau Peme­rintah bersama masyarakat itu bertentangan dengan Undang-undang Nomor 5 tidak?

FKP (DRS. SOEDARMADJI) :

Bertentangan sih tidak. Kami hanya menyatakan bunyi i>-asal 13 Undang­undang Nomor 5 tahun 1974 itu yang sudah disepakati oleh DPR itu begitu, jadi itu conform. Yang kedua, memang "dan" itu sudah tepat pada bunyi ayat ini. Bersama-sama juga tidak salah, tapi yang tepat itu "dan ".

F ABRI (F. SOEKORAHARDJO) :

Kami mengusulkan "bersama-sama masyarakat".

FKP (IR. UMBU MEHANG KUNDA):

Memang berlainan Pak Suko, mohon maaf ini. Jadi kalau masyarakat ber­sama Pemerintah, harus senantiasa sama-sama terns. Berarti itu kan gandeng terus. Padahal ada kegiatan-kegiatan yang mestinya dilaksanakan sendiri oleh masyarakat. Memang pada keadaan-keadaan tertentu di mana masyarakat ti­dak mampu beli obat, tak mampu beli bor untuk tanaman kelapa, maka Pe­merintah turun tangan. Di sini soalnya, tapi kalau baru pemotongan pelepah kelapa lalu dibakar tidak usah bersama-sama Pemerintah Pak. Tidak usah tunggu-tunggu aparat Menteri Pertanian. Kami kira sebetulnya ini tidak ada masalah ini.

Silakan Pak Soekorahardjo.

FABRI (F. SOEKORAHARDJO):

Jadi kalau "bersama-sama" tidak diterima, kami mohon dijelaskan saja di dalam penjelasan bahwa "dan" di sini berarti bersama-sama.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Dalam hal tertentu mema·ng bersama-sama. Tapi karantina tadi tidak bisa bersama-sama. Kami kira bisa dijelaskan nanti ada kebersamaan antara Pemerintah dan masyarakat di dalam suasana sistem perlindungan hama ter­padu.

Setelah cukup panjang kita ini penyusunan kata-kata saja maknanya be­gitu jauh. Sehingga kita sepakati naskah aslinya berbunyi : Pasal 15 Ayat (2) : Pelaksanaan perlindungan tanaman sebagaimana dimak­

sud dalam Ayat (1) menjadi tanggung jawab masyarakat dan Pemerintah.

225

Page 66: J.H.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20191030... · 2019. 10. 30. · UMBU MEHANG KUNDA): Jadi begini, Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan

Kemudian, perlu penjelasan Pasal IS Ayat (2) ini menyangkut kata "dan" dalam bentuk kebersamaan Pemerintah dan tnasyarakat dalam hal-hal ter­tentu menyangkut petlindungan tanaman.

Dapat disetujui?

(RAPA T SETUJU) :

Hari sudah pukul 17 .00 WIB., maka rapat akan kami skors untuk dilan­jutkan besok pagi hari Jum'at pukul 08.30 WIB. Dengan izin Ibu dan Bapak maka rapat kami skors rapat ini sampai besok pukul 08.30.

226

(Rapat diskors pukul 17.05 WIB.)

Jakarta, 27 Pebruari 1922 a.n. KETUA RAPAT

KEPALA BA.GIAN SEKRETARIAT KOMISI IV

ttd.

TA Q W I M, S.H. NIP. 210000430