delapan puluh enam juta rupiah akhir...kupang, juli 2019 mengetahui ketua tim peneliti, lppm undana...

76
i

Upload: others

Post on 16-Feb-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

ii

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR

1. Judul Kegiatan : Survey Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Kabupaten Manggarai, Tahun 2019

2. Tim Penyusun : Ir. Melkianus Tiro, M.Si [Ketua]

Dr. Hamza H. Wulakada, M.Si [Anggota] Yohanes F. Keon, S.Fil., M.AP [Anggota]

3. Waktu Pelaksanaan : 30 (tiga puluh) hari kelender

4. Sumber Pendanaan : APBD Kabupaten Manggarai TA. 2019 5. Biaya Kontrak : Rp. 86.000.000,-

(Delapan puluh enam juta rupiah)

Kupang, Juli 2019 Mengetahui Ketua Tim Peneliti, LPPM Undana Ketua, Dr. UMBU LILY PEKUWALI, M.Hum Ir. MELKIANUS TIRO, M.Si NIP. 19580312 198601 1 001 NIDN. 131576789

iii

PENGANTAR

Puji Tuhan atas segala penyertaannya sehingga dokumen Survey Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap

Layanan Umum Pemerintah Kabupaten Manggarai Tahun 2019 berikut dapat terselesaikan sebagaimana

diharapkan.

Dokumen Survey IKM ini merupakan sebuah tinjauan akademik yang berisikan data dan informasi tentang

tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas

pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik

dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya.Konkretnya, dokumen ini berisikan penilaian

terhadap kinerja pemerintah Kabupaten Manggarai dalam menjalankakn tugas dan fungsinya sebagai

pelayan publik di lingkup pemerintahan Kabupaten Manggarai melalui 3 [tiga] Unit Pelayanan yakni Unit

Pelayanan Kesehatan, Unit Pelayanan Perizinan, dan Unit Pelayanan Kependudukan dengan

menggunakan 9 [Sembilan] unsure pelayanan sebagai indicator penilaian sebagaimana termuat dalam

PERMEN PAN-RB Nomor 14 Tahun 2017. Tuntutan dokumen ini menjadi urgen karena kondisi eksisting di

Kabupaten Manggarai serta berbagai tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat terkait

pelayanan publik di lingkup pemerintahan Kabupaten Manggarai. Pemerintah Kabupaten Manggarai

berkewajiban menghadirkan entitas negara dalam bentuk layanan publik yang maksimal agar masyarakat

dapat memperoleh kepuasan dalam kapasitasnya sebagai warga Negara.

Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat ini merujuk pada amanat UU RI Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik kemudian diperjelas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Teknisnya pemerintah

menstimulus panduan pengukuran IKM melalui PermenPAN RB Nomor 16 tahun 2014 yang kemudian

mengalami perubahan terakhir seiring perkembangannya dalam PermenPAN RB Nomor 14 Tahun 2017

tentang Pedoman Penyusunan Survey Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Publik. Hasilnya dapat

menjadi rujukan dalam pengukuran dan perbaikan kinerja aparatur pemerintahan maupun perbaikan

sistem serta mekanisme pelayanan publik sebagaimana diindikasikan dalam PermenPAN RB Nomor 38

Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Layanan Publik.

Keterbatasan dalam penyusunan dokumen berikut adalah bagian ketidaksempurnaan yang patut

disempurnakan agar menghasilkan produk hukum yang sempurna dan berkeadilan. Harapan kedepannya,

hasil kajian berikut akan bermanfaat bagi upaya peningkatan kinerja layanan public di lingkup

pemerintahan Kabupaten Manggarai melalui implementasi konsep reformasi birokrasi dan pelayanan

publi demi terwujudnya masyarakat Kabupaten Manggarai yang adil dan sejahtera.

Kupang, ____ Juli 2019

iv

DAFTAR ISI

Hal

LEMBARAN PENGESAHAN i

PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR v

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ...................................................................................................................... 1-1

1.2. Tujuan ................................................................................................................................... 1-3

1.3. Sasaran ………......................................................................................................................... 1-3

1.4. Target Capaian ..................................................................................................................... 1-3 1.5. Ruang Lingkup ...................................................................................................................... 1-3

1.6. Manfaat ………........................................................................................................................ 1-4

1.7. Dasar Hukum ………............................................................................................................... 1-4

II PENDEKATAN TEORITIS

2.1. Pelayanan Umum ................................................................................................................. 2-1

2.2. Kualitas Pelayanan ……......................................................................................................... 2-2

2.3. Penyelenggaraan Pelayanan Publik ..................................................................................... 2-3

2.4. Indeks Kepuasan Masyarakat ............................................................................................... 2-7

III METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat ……..…………………………………………………….............................................. 3-1

3.2 Fokus Kajian ......................................................................................................................... 3-1

3.3. Populasi, Sampel dan Cakupan Survey …………………............................................................. 3-2

3.4. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ................................................................................... 3-2

3.5. Teknik Pengukuran, Pengolahan Data dan Laporan Hasil Penyusunan Indeks …………....... 3-3

IV KARAKTERISTIK LOKASI DAN RESPONDEN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Survey ……………………………………………........................................... 4-1

4.2. Gambaran Umum Unit Survey ............................................................................................. 4-7

4.3. Karakteristik Responden ....................................................................................................... 4-8

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil IKM Kabupaten Manggarai Periode 2019 ….…………………........................................... 5-1

5.1.1 IKM Kabupaten Manggarai Menurut Jenis Unit Pelayanan ................................................. 5-1

5.1.2 IKM Kabupaten Manggarai Menurut Unsur Layanan …....................................................... 5-5 VI PENUTUP

6.1. Simpulan ……………….…………………………………………………………………………………………………….. 6-1 6.2. Saran dan Rekomendasi ………………………………………………………………………………………………. 6-4 Lampiran

v

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

3.1. Jadwal Pelaksanaan kegiatan................………………………………………………………………………….. 3-1

3.2. Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit

Pelayanan ............................................................................................................................. 3-4

4.1. Luas Wilayah Per Kecamatan dan Jumlah Desa di Kabupaten Manggarai (Ha) …............. 4-2

4.2. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Manggarai

Tahun 2018 .......................................................................................................................... 4-4

4.3. Informasi Ketenagakerjaan di Kabupaten Manggarai Tahun 2017..................................... 4-5

4.4. Perkembangan Kontribusi SektorDalam Struktur Kabupaten Manggarai 2013 – 2017 …. 4-6

5.1. Hasil Pengukuran IKM Unit Pelayanan Kesehatan ............................................................... 5-2

5.2. Hasil Pengukuran IKM Unit Pelayanan Kependudukan ....................................................... 5-3

5.3. Hasil Pengukuran IKM Unit Pelayanan Perizinan ................................................................. 5-4

5.4. Nilai IKM Pemerintah Kabupaten Manggarai menurut Unsur Layanan …........................... 5-19

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

4.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Manggarai 2013 – 2017......................................... 4-7

4.2. Karakteristik Narasumber Berdasarkan Jenis Kelamin................................................. 4-9

4.3. Karakteristik Narasumber Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan............................. 4-10

4.4. Karakteristik Narasumber Berdasarkan Latar Pekerjaan yang Digeluti............................. 4-10

4.5. Karakteristik Unit Layanan Berdasarkan Frekwensi pengurusan...................................... 4-11

4.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Pengurusan............................................... 4-11

4.7. Prosentase Unit layanan yang paling banyak berurusan dengan masyarakat.................. 4-12

4.8. Karakteristik responden berdasarkan Motivasi Pengurusan............................................. 4-13

5.1. IKM Kabupaten Manggarai Tahun 2019 per Unsur Layanan............................................. 5-5

5.2. Persepsi Masyarakat terkait Unsur Persyaratan............................................................... 5-6

5.3. Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Mekanisme dan Prosedur.................................... 5-8

5.4. Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Waktu Pelayanan................................................. 5-10

5.5. Pesepsi Masyarakat Terhadap Unsur Biaya/Tarif............................................................. 5-11

5.6. Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Produk/Luaran Layanan....................................... 5-13

5.7. Pesepsi Masyarakat Terhadap Unsur Kompetensi Pelaksana........................................... 5-15

5.8. Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Perilaku Pelaksana.............................................. 5-16

5.9. Pesepsi Masyarakat Terhadap Unsur Layanan Pengaduan.............................................. 5-17

5.10. Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Sarana Prasarana................................................. 5-19

1-1

Bagian I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan kualitas pelayanan merupakan salah satu issu krusial dalam studi manajemen, baik

dalam lingkup manajemen sektor publik maupun manajemen sektor privat. Hal ini karena

tuntutan masyarakat terhadap perbaikan kualitas pelayanan semakin meningkat sementara

praktik penyelenggaraan pelayanan tidak mengalami perbaikan menjadi lebih baik. Pemerintah

sebagai institusi negara yang bertugas menyelenggarakan roda pemerintahan dengan seluruh

elemen aparaturnya, bekerja dalam sistem tata pemerintahan yang diatur sedemikian rupa

agar mencapai targetutama pembangunan yaitu kesejahteraan masyarakat dan kewibawaan

bangsa.

Posisi pemerintah dalam kaitan sebagai aparatur negara maka menjadi tanggung jawab bagi

pemerintah untuk memberikan pelayanan prima bagi masyarakat dari berbagai aspek

kebutuhannya. Kebijakan otonomi daerah merupakan tahapan awal untuk mendekatkan

layanan pada masyarakat, memangkas ketimpangan prosedur, memudahkan urusan layanan

publik dan memperpendek rentan kendali. Pemerintah daerah dalam perencanaan

pembangunannya harus memperhatikan aspek peningkatan kualitas pelayanan bagi

masyarakat yang profesional, akuntabel, transparan, efektif dan efisien. Konsep ini dikenal

dengan pelayanan prima yang perlu diimplementasikan oleh seluruh elemen pemerintah agar

mempercepat daerah dalam mewujudkan good governance dan good govermant.

Tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam era

persaingan bebas adalah mewujudkan aparatur yang profesional, memiliki etos kerja yang

tinggi, keunggulan kompetitif, dan kemampuan memegang teguh etika birokrasi dalam

menjalankan tugas dan fungsinya dan memenuhi aspirasi masyarakat. Pemerintah sebagai

elemen negara diharapkan mampu hadir dan memenuhi segala bentuk kebutuhan masyarakat

agar keberadaan negara benar nyata untuk melayani rakyatnya. Berbagai ketimpangan

penyelenggaran birokrasi yang terjadi baik akibat penyalahgunaan kewenangan aparatur

maupun ketimpangan sistem penyelenggaraan birokrasi pemerintahan telah menurunkan

tingkat kepercayaan publik pada pemerintah. Hal demikian dapat menurunkan partisipasi

masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dan bahkan berdampak pada

ketidakpercayaan akan keberadaan negara yang semestinya mengayomi dan melindungi

masyarakatnya.

1-2

Harapan dari masyarakat selaku pengguna dan penerima layanan adalah menginginkan

pelayanan yang merata dan adil, sementara sisi yang berbeda pemerintah berkomitmen

memberikan pelayanan prima. Bentuk pelayanan tersebut hanya dimungkinkan oleh kesiapan

psikologis birokrat pemerintah yang senantiasa menyesuaikan diri dengan perubahan sosial

(social change) dan dinamika masyarakat sebagai sasaran pelayanannya. Tugas pokok dari

Pemerintah pada hakekatnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga masyarakat berhak untuk memberikan

penilaian terhadap kinerja yang telah diberikan kepada masyarakat selayaknya perintah

perundang-undangan.

Layanan prima yang diberikan pemerintah diharapkan mampu memenuhi kebutuhan

masyarakat dan mendapatkan predikat kepuasan dari masyarakat sehingga layanan yang

diberikan harus menembus standar permintaan kebutuhan masyarakat. Salah satu langkah

maju yang selalu ditempuh pemerintah adalah melalui Survey Kepuasan Masyarakat[SKM]

sebagaimana layanan jasa lainnya menerapkan survey kepuasan konsumen dalam rangka

mendesain berbagai produk yang kompeten agar keberadaannya tetap diminati konsumen

[publik] dan mendapatkan keuntungan moril serta material yang sepadan. Informasi tentang

kepuasan konsumen dapat ditelusuri melalui persepsi, kritik dan saran perbaikan yang

diperoleh dan selanjutnya dilakukan perbaikan serta peningkatan kualitas layanan hingga

mencapai melampaui harapan kepuasan konsumen.

Indek Kepuasan Masyarakat [IKM] adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan

masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat

masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik

dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Amanat UU RI Nomor 25 Tahun

2009 tentang Pelayanan Publik kemudian diperjelas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 96

Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik. Teknisnya pemerintah menstimulus panduan pengukuran IKM melalui PermenPAN RB

Nomor 16 tahun 2014 kemudian mengalami perubahan terakhir seiring perkembangannya

dalam PermenPAN RB Nomor 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survey Kepuasan

Masyarakat Unit Pelayanan Publik. Hasilnya dapat menjadi rujukan dalam pengukuran dan

perbaikan kinerja aparatur pemerintahan maupun perbaikan sistem serta mekanisme

pelayanan publik sebagaimana diindikasikan dalam PermenPAN RB Nomor 38 Tahun 2012

tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Layanan Publik.

Pemerintah Kabupaten Manggarai kini tengah melakukan pembenahan internal layanan publik

untuk memenuhi nilai kepuasan yang diharapkan masyarakat sehingga secara periodik terus

dilakukan survey kepuasan masyarakat. Seiring berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah

daerah, kepala daerah melalui kinerja perangkat daerah telah menyiapkan berbagai bentuk

layanan langsung maupun tidak langsung dengan berbagai indikator ketercapaiannya. Berbagai

saran dan rekomendasi disodorkan untuk dilakukan perbaikan dan pembenahan dimasa transisi

politik birokrasi dan selanjutnya diperiode 2019 akan dilakukan survey terhadap hasil perbaikan

yang telah dilakukan sebelumnya.

1-3

Berbagai layanan publik baik berupa kegiatan pengadaan barang dan jasa, pelayanan perizinan,

dan jenis pelayanan langsung lainnya terkadang masih menjadi batu sandungan dalam upaya

reformasi birokrasi, bahkan kadang menjadi wahana bebas terjadinya praktek KKN. Kegiatan

SKM ini akan berupaya untuk mendapatkan respons publik [masyarakat] pengguna layanan

pemerintah untuk memberikan koreksi atas segala bentuk layanan yang telah diberikan, agar

dapat dijadikan rujukan dalam melakukan pembenahan sistem dan struktur penyelenggaranya.

Pelaksanaan kegiatan dimaksud diharapkan dilaksanakan oleh lembaga independent agar

menghindari keberpihakan subjektif dan memenuhi standar akademik sehingga berikut

disajikan proposal kegiatan dimaksud.

1.2. Tujuan

Tujuan pelaksanaan SKM Kabupaten Manggarai adalah untuk mengukur tingkat kepuasan

masyarakat sebagai pengguna layanan pemerintah dan dalam rangka mendorong peningkatan

kualitas penyelenggaraan Pelayanan Publik [PP], serta merekomendasikan solusi peningkatan

kualitas layanan publik melalui rencana tindaklanjutnya.

1.3. Sasaran

a. Mendorong partisipasi masyarakat sebagai pengguna layanan dalam menilai kinerja

Perangkat Daerah [PD] penyelenggara PP;

b. Mendorong PD penyelenggara PP untuk meningkatkan kualitas PP;

c. Menodorong PD penyelenggara PP menjadi lebih inovatif dalam menyelenggarakan PP;

d. Mengukur kecenderungan tingkat kepuasan masyarakat terhadap PP

1.4. Target Capaian

a. Tingkat pencapaian kinerja unit pelayanan [PD] dalam memberikan PP kepada masyarakat;

b. Penataan sistem, mekanisme dan prosedur pelayanan, sehingga pelayanan dapat

dilaksanakan secara lebih berkualitas, berdaya guna dan berhasil guna;

c. Tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan

kualitas pelayanan publik.

1.5. Ruang Lingkup

Survey Kepuasan Masyarakat dilakukan terhadap 3 [tiga] PD yaitu; [1] Bidang Pelayanan

Kesehatan yang dilayani oleh BLUD RSUD dr. Ben Mboi, [2] Bidang Layanan Administrasi

Kependudukan [Dispendukcapil], dan [3] Bidang Layanan Perizinan Terpadu Satu Pintu [Dinas

PMKUT]. Merujuk PermenPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 berdasarkan ciri dan sifat

kegiatan dalam proses pelayanan serta produk pelayanan yang dihasilkan maka pelayanan

public terbagi menjadi ; [1] pelayanan administratif, [2] pelayanan barang, [3] pelayanan jasa,

dan [4] pelayanan regulatif. Merujuk Term of Reference [ToR] yang disajikan maka

teridentifikasi jenis layanan pada ketiga PD dengan rincian produknya maka cenderung

berbentuk layanan administrasi yang diberikan secara langsung.

1-4

Rincian produk layanan yang diharapkan menjadi objek survey dari ketiga PD dimaksud,

diantaranya adalah;

1. Bidang Pelayanan Kesehatan yang dilayani oleh BLUD RSUD dr. Ben Mboi, mencakupi

beberapa produk layanan, diantaranya;

a. Rawat jalan

b. Rawat inap

c. Unit Gawat Darurat

d. Laboratorium

e. Farmas

f. Radiology

g. Rehabilitasi medik

h. Pemulasan Janazah

i. Hemadolisa

j. Medikolegal

k. Visum et Repertum

l. Intensive Care Unit [ICU]

2. Bidang Layanan Administrasi Kependudukan [Dispendukcapil], mencakupi beberapa produk

layanan, diantaranya;

a. Kartu Keluarga

b. Kartu Tanda Penduduk

c. Akta Kelahiran

d. Akta Perkawinan

e. Akta Kematian

f. Akta Pengakuan Anak

3. Bidang Layanan Perizinan Terpadu Satu Pintu [Dinas PM-KUT], mencakupi beberapa produk

layanan berupa 84 jenis perizinan dan non perizinan yang secara terinci dilampirkan.

3.1. Manfaat

a. Mengetahui kelemahan/kekurangan dari masing-masing unsur dalam penyelenggara PP.

b. Mengetahui kinerja penyelenggara pelayanan yang telah dilaksanakan.

c. Sebagai bahan penetapan kebijakan dan upaya yang perlu dilakukan.

d. Mengetahui IKM secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan publik.

e. Memacu persaingan positif antara unit penyelenggara pelayanan.

f. Masyarakat dapat mengetahui gambaran tentang kinerja unit penyelenggara pelayanan.

3.2. Dasar Hukum

Dasar hukum pelakasanaan kegiatan Survey IKM terhadap pelayanan publik ini adalah;

1. Undang-Udang Nomor 52 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Manggarai.

2. Undang Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

3. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

4. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta

Masyarakat dalam Peyelenggaraan Negara.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

6. Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu pelayanan

Aparatur pemerintah kepada masyarakat

7. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 14

Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit

Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

2-1

Bagian II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1. Pelayanan Umum

Definisi pelayanan menurut Sondan P. Siagian (1998), pelayanan secara umum adalah rasa

menyenangkan yang diberikan kepada orang lain disertai kemudahan-kemudahan dan

memenuhi segala kebutuhan mereka. Pelayanan merupakan upaya memberikan kesenangan-

kesengangan kepada pelanggan sehingga dengan adanya kemudahan tersebut pelanggan dapat

memenuhi kebutuhannya. Keputusan Menteri Aparatur Negara Nomor 53 tahun 2003

mendefiniskan pelayanan umum atau pelayanan publik merupakan segala bentuk kegiatan

pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat, di daerah, dan di

lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam upaya

pemenuhan kebutuhan masyarakan maupun dalam rangkan pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Moenir [2006] berpendapat bahwa amanat dimaksud masih belum berjalan sebagaimana

pelayanan umum yang dilaksanakan belum memadai yang disebabkan oleh beberapa faktor,

yakni;

1. Kurang adanya kesadaran terhadap tugas dan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya.

Sehingga tercipta rasa malas terhadap pekerjaanya bahkan saat menghadapi pengguna

yang membutuhkan bantuan.

2. Sistem, prosedur dan metode kerja yang ada tidak memadai, sehingga mekanisme kerja

tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan tidak berjalan sebagaimana semestinya.

3. Pengorganisasian tugas pelayanan yang belum serasi, sehingga terjadi simpang siur

penanganan tugas, tumpang tindih atau tercecernya suatu tugas tidak ada yang

menangani.

4. Pendapatan pegawai yang tidak mencukupi memenuhi kebutuhan hidup meskipun secara

minimal.

5. Kemampuan pegawai yang tidak memadai untuk tugas yang dibebankan kepadanya.

6. Tidak tersedianya pelayanan yang memadai.

Pemerintah baik pusat maupun daerah mempunyai tiga fungsi utama : 1) memberikan

pelayanan (service) baik pelayanan perorangan maupun pelayanan publik/khalayak, 2)

melakukan pembangunan fasilitas ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi

(development for economic growth), dan 3) memberikan perlindungan (protective)

masyarakat.Menjalankan fungsi public services, pemerintah wajib memberikan pelayanan

2-2

publik secara perorangan maupun khalayak/publik. Pelayanan untuk orang perorangan

misalnya pemberian KTP, SIM, IMB, Sertifikat tanah, paspor, surat izin dan keterangan.

Pelayanan publik misalnya pembuatan lapangan sepakbola, taman kota, hutan lindung, trotoar,

waduk, taman nasional, panti anak yatim/jompo/cacat/miskin, tempat pedagang kaki lima dan

lain-lain.

Tuntutan Reformasi Birokrasi pada hakekatnya merupakan upaya untuk melakukan

pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan

terutama menyangkut aspek-aspek: Kelembagaan (organisasi); Ketatalaksanaan (Business

Process); dan SDM Aparatur. Kebijakan reformasi pelayanan publik menjadi salah satu indikator

keberhasilan reformasi birokrasi sehingga harus diarahkan untuk mencermati dan membenahi

berbagai kesalahan kebijakan dimasa lalu maupun sekarang.

Pemberian pelayanan tidak dilakukan hanya atas dasar ketentuan perundang-undangan namun

lebih pada upaya untuk memenuhi kebutuhan penerima layanan. Konsep pelayanan publik

kemudian berkembang menjadi pelayanan prima yang tidak sekedar memenuhi kebutuhan

pelanggan (pengguna layanan) sesuai standar minimal yang ditetapkan namun pelayanan yang

diberikan lebih dari standar sehingga pengguna layanan merasakan kepuasan tersendiri. Hal ini

hanya dapat dilakukan oleh manajemen kepemerintahan yang baik dengan prinsip;

profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokratis, efisiensi, efektivitas

dan menjunjung tinggi supremasi hukum.

2.2. Kualitas Pelayanan

Reformasi Birokrasi pada organisasi skala kecil atau street-level lebih difokuskan pada hubungan

secara langsung dengan masyarakat yang dilayaninya atau lebih berorientasi pada perbaikan

pelayanan, seperti efisiensi, keadilan, fleksibilitas dan ketepatan intervensi pelayanan (Lipsky,

1980:192). Hal ini sama dengan pandangan Burke (2008:72) dalam studi tentang Reformasi

Birokrasi pada tingkat front-line menemukan bahwa reformasi tersebut berimplikasi terhadap

peningkatan kepuasan konsumen atau customer satisfaction was significantly higher. Pada

umumnya tujuan RB adalah the efficiency of its operation, and improved service quality (Young,

2005:373). Demikian pula Cummings dan Worley (2005:575-576) menemukan bahwa RB dalam

pelayanan publik berimplikasi terhadap empat aspek yang berhubungan dengan kepentingan

publik, yaitu creating effective culture;high quality and cost effective; effective job and work

design; and restoring trust in and among stakeholders.

Pendekatan untuk menilai kualitas pelayanan perijinan dapat didekati dari perpektif demand-

side dengan menggunakan “the gaps model of service quality”. Model ini merujuk pada

pandangan dari Zeithaml, et al. (1990:18), di mana konsep kualitas pelayanan diukur dari

pelayanan yang dapat memenuhi atau melebihi harapan pelanggan terhadap pelayanan. Tiap

pelanggan mempunyai harapan terhadap pelayanan, sehingga atas dasar harapan tersebut

mereka merumuskan derajat kualitas sesuai dengan persepsinya.

Pertimbangan untuk menilai tinggi atau rendah kualitas pelayanan tergantung pada

kesenjangan antara aktualitas pelayanan yang dipersepsikan dengan harapan masyarakat

pengguna layanan. Karena itu, untuk mengetahui kualitas pelayanan, studi diarahkan pada

2-3

seberapa luas dan sempit gap antara pelayanan yang diharapkan dan yang diterima. Strategi

untuk peningkatan mutu pelayanan yang berpusat pada strategi closing the gap atau the

models of service quality (Zeithaml dan Bitner,1993:4).

Zeithhaml, et al. (1990:) mengidentifikasi “kesenjangan dalam kualitas pelayanan” pada lima

perspektif :

Gap 1: Customers Expectation ---Management -Perception Gap

Gap 2: Management’s Perception--- Service Quality- Specification Gap

Gap 3: Service Quality Specification---Service Delivery Gap

Gap 4: Service Delivery---External Communication Gap

Gap 5: Customer Expectations---Perceive Service Gap

Guna mengetahui kesenjangan pelayanan, dibutuhkan suatu alat ukur untuk melakukan

penelitian yang dapat dilakukan dengan soft measures of service quality dan hard measures of

service quality (Lovelock and Wirtz,1992). Selanjutnya pengukuran kualitas pelayanan yang

pertama, telah dikembangkan oleh Zeithhaml, et al. (1990:23) dengan konsep pengukuran yang

disebut SERVQUAL. Kelima dimensi tersebut disebut SERVQUAL, yaitu tangible, reliability,

responsiveness, assurance dan empathy.

Namun, pendekatan SERVQUAL dirumuskan berdasarkan pengalaman pelayanan dalam dunia

bisnis yang variabel-variabel yang terkandung di dalamnya belum mengakomodasi dimensi-

dimensi kepublikan. Karena itu, Carlson dan Schwars (Denhard dan Denhard, 2003)

mengajukan suatu pendekatan pengukuran pelayanan publik yang lebih bernuansa kepublikan

yang disebut public sector service quality dengan dimensi-dimensi sebagai berikut :

a. Convenience, yaitu derajat ketersediaan publik yang mudah diakses dan tersedia bagi warga

negara.

b. Security, yaitu pelayanan publik yang disediakan membuat warga negara yang

menggunakannya merasa aman dan percaya diri.

c. Reliability, yakni pelayanan yang diberikan secara benar dan tepat waktu.

d. Personal attention, yaitu tingkat perhatian pelayan publik terhadap warga negara yang

dilayaninya.

e. Problem solving approach, yatu tingkat ketersediaan informasi yang memadai yang tersedia

bagi warga negara untuk menolong mereka memenuhi kebutuhannya.

f. Fairness, yaitu tingkat keyakinan bahwa pelayanan publik yang disediakan diberikan adil

bagi semua warga negara.

g. Fiscal responsibility, yaitu tingkat keyakinan bahwa dana yang dibayar dan digunakan dalam

pelayanan publik dapat dipertanggungjawabkan.

h. Citizen influence, yakni tingkat pengaruh dan partisipasi warga negara terhadap pelayanan yang

diberikan.

2.3. Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Penyelenggaraan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapkan prinsip, standar,

pola penyelenggaraan, biaya, pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan

balita, pelayanan khusus, biro jasa pelayanan, tingkat kepuasan masyarakat, pengawasan

2-4

penyelenggaraan, penyelesaian pendaduan sengketa, serta evaluasi kinerja penyelenggaraan

pelayanan publik:

a. Prinsip Pelayanan Publik

Pelayanan publik didasarkan pada beberapa prinsip dasar yang menurut Moenir (2006),

diantaranya:

Kesederhanaan ; Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan

mudah dilaksanakan

Kejelasan ; *) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan public, *) Unit

kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan

dan penyelesaian keluhan/persoalan/ sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik, *)

Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.

Kepastian Waktu ; Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun

wakrtu yang telah ditentukan.

Akurasi ; Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.

Keamanan ; Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian

hukum.

Tanggung jawab ; Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk

bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian

keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

Kelengkapan sarana dan prasarana ; Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan

kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi

telekomunikasi dan informatika (telematika).

Kemudahan akses ; Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah

dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan

informatika.

Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan ; Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin,

sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

Kenyamanan ; Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu

yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan

fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

b. Standar Pelayanan Publik

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan

dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar

pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik

yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Standar pelayanan,

sekurang-kurangnya meliputi :

Prosedur Pelayanan ; Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima

pelayanan termasuk pengaduan.

Waktu penyelesaian ; Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan

permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.

Biaya pelayanan ; Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam

proses pemberian pelayanan.

2-5

Produk pelayanan ; Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang

telah ditetapkan.

Sarana dan Prasarana ; Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai

oleh penyelenggara pelayanan publik.

Kompetensi petugas pemberi pelayanan ; Kompetensi petugas pemberi pelayanan

harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan,

sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.

c. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Fungsional ; Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai

dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.

Terpusat ; Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara

pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait

lainnya yang bersangkutan.

Terpadu ; *) Terpadu Satu Atap ; Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan

dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai

keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan

yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatuatapkan. *)Terpadu Satu Pintu

; Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi

berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu

pintu.

Gugus Tugas ; Petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus

tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan

tertentu.

Selain pola pelayanan sebagaimana tersebut, instansi yang melakukan pelayanan publik

dapat mengembangkan pola penyelenggaraan pelayanannya sendiri dalam rangka upaya

menemukan dan menciptakan inovasi peningkatan pelayanan publik. Pengembangan pola

penyelenggaraan pelayanan publik dimaksud mengikuti prinsip-prinsip sebagaimana

ditetapkan dalam pedoman ini.

d. Biaya Pelayanan Publik

Penetapan besaran biaya pelayanan publik perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat;

Nilai/harga yang berlaku atas barang dan atau jasa;

Rincian biaya harus jelas untuk jenis pelayanan publik yang memerlukan tindakan

seperti penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan pengajuan;

Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan memperhatikan prosedur sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan

e. Pelayanan Bagi Penyandang Cacat, Lanjut Usia, Wanita Hamil dan Balita

Penyelenggara pelayanan wajib mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana yang

diperlukan serta memberikan akses khusus berupa kemudahan pelayanan bagi

penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita

f. Pelayanan Khusus

Penyelenggaraan jenis pelayanan publik tertentu seperti pelayanan transportasi,

kesehatan, dimungkinkan untuk memberikan penyelenggaraan pelayanan khusus, dengan

2-6

ketentuan seimbang dengan biaya yang dikeluarkan sepanjang tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan, seperti ruang perawatan VIP di rumah sakit, dan gerbong

eksekutif kereta api.

g. Biro Jasa Pelayanan

Pengurusan pelayanan publik pada dasarnya dilakukan sendiri oleh masyarakat. Namun

dengan pertimbangan tertentu dan sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan publik tertentu dimungkinkan adanya biro jasa untuk

membantu penyelenggaraan pelayanan publik. Status biro jasa tersebut harus jelas,

memiliki ijin usaha dari instansi yang berwenang dan dalam menyelenggarakan kegiatan

pelayanannya harus berkoordinasi dengan penyelenggara pelayanan yang bersangkutan,

terutama dalam hal yang menyangkut persyaratan, tarif jasa dan waktu pelayanan,

sepanjang tidak mengganggu fungsi penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagai contoh,

biro jasa perjalanan angkutan udara, laut dan darat.

h. Tingkat Kepuasan Masyarakat

Ukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan

penerima pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila penerima pelayanan

memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan. Oleh karena itu

setiap penyelenggara pelayanan secara berkala melakukan survei indeks kepuasan

masyarakat.

i. Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, dilakukan melalui :

Pengawasan melekat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung, sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengawasan fungsional yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan

fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengawasan masyarakat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, berupa

laporan atau pengaduan masyarakat tentang penyimpangan dan kelemahan dalam

penyelenggaraan pelayanan publik.

j. Penyelesaian Pengaduan dan Sengketa

Pengaduan

Setiap pimpinan unit penyelenggara pelayanan pelayanan publik wajib menyelesaikan

setiap laporan atau pengaduan masyarakat mengenai ketidakpuasan dalam pemberian

pelayanan sesuai kewenangannya. Untuk menampung pengaduan masyarakat

tersebut, unit pelayanan menyediakan loket/kotak pengaduan. Dalam menyelesaikan

pengaduan masyarakat, pimpinan unit penyelenggara pelayanan publik perlu

memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Prioritas penyelesaian pengaduan;

Penentuan pejabat yang menyelesaikan pengaduan;

Prosedur penyelesaian pengaduan;

Rekomendasi penyelesaian pengaduan;

Pemantauan dan evaluasi penyelesaian pengaduan;

Pelaporan proses dan hasil penyelesaian pengaduan kepada pimpinan;

Penyampaian hasil penyelesaian pengaduan kepada yang mengadukan;

2-7

Dokumentasi penyelesaian pengaduan.

Sengketa

Mekanisme pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit penyelenggara pelayanan

publik yang bersangkutan dan terjadi sengketa, maka penyelesaiannya dapat

dilakukan melalui jalur hukum.

k. Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik wajib secara berkala mengadakan evaluasi

terhadap kinerja penyelenggaraan pelayanan di lingkungan secara berkelanjutan dan

hasilnya secara berkala dilaporkan kepada pimpinan tertinggi penyelenggara pelayanan

publik. Penyelenggara pelayanan publik yang kinerjanya dinilai baik perlu diberikan

penghargaan untuk memberikan motivasi agar lebih meningkatkan pelayanan.

Sedangkan penyelenggara pelayanan publik yang kinerjanya dinilai belum sesuai dengan

yang diharapkan oleh masyarakat, perlu terus melakukan upaya peningkatan. Dalam

melakukan evaluasi kinerja pelayanan publik harus menggunakan indikator yang jelas dan

terukur sesuai ketentuan yang berlaku.

2.4. Indeks Kepuasan Masyarakat

Kepuasan pelanggan/konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil

dari perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan yang diharapkannya.

Kepuasan konsumen merupakan evaluasi pembeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-

kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila

hasil tidak memenuhi harapan.

Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor :

KEP/25/M.PAN/2/2004 menyusun pedoman umum mengenai Indeks Kepuasan Masyarakat.

Keputusan tersebut merupakan perkembangan dari keputusan Men.PAN Nomor :

63/KEP/M.PAN/7/2003 yang berisi mengenai prinsip pelayanan yang kemudian dikembangkan

menjadi 14 unsur “relevan, valid, reliabel. Sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar

pengukuran indeks kepuasan masyarakat (IKM). Ke 14 unsur tersebut terdiri dari :

1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada

masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.

2. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk

mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.

3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan

pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya).

4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan

terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.

5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas

dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.

6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki

petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.

7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang

telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.

2-8

8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan

golongan/status masyarakat yang dilayani.

9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta salin menghargai dan

menghormati.

10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang

ditetapkan oleh unit pelayanan.

11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antarabiaya yang dibayarkan dengan biaya

yang telah ditetapkan.

12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan

yang telah ditetapkan.

13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi,

dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.

14. Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara

pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk

mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan

pelayanan.

Seiring kemajuan teknologi dan tuntutan masyarakat dalam hal pelayanan, unit penyelenggara

PP dituntut untuk memenuhi harapan masyarakat dalam melakukan perbaikan pelayanan.

Pelayanan publik yang dilakukan oleh aparatur pemerintah saat ini belum memenuhi harapan

masyarakat. Hal ini dapat diketahui dari berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui

media masa dan jaringan sosial, sehingga memberikan dampak buruk terhadap pelayanan

pemerintah, yang menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Salah satu upaya yang harus

dilakukan dalam perbaikan pelayanan publik adalah melakukan Survei Kepuasan Masyarakat

kepada pengguna layanan. Mengingat jenis layanan publik sangat beragam dengan sifat dan

karakteristik yang berbeda, maka Survei Kepuasan Masyarakat dapat menggunakan metode

dan teknik survei yang sesuai.

Survei Kepuasan Masyarakat menggunakan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara Nomor: KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan

Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Keputusan ini belum mengacu pada Undang-

Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangan. Oleh karena itu, Keputusan Menteri

tersebut, dipandang perlu disesuaikan dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 16 Tahun 2014 mengoreksi ruang lingkup survey IKM yang

semulanya terdapat 14 aspek, dan selanjutnya dipersempit menjadi 9 [sembilan] aspek, yaitu;

1. Persyaratan, yaitu syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan,

baik persyaratan teknis maupun administratif.

2. Prosedur yaitu tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan,

termasuk pengaduan.

3. Waktu pelayanan adalah jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses

pelayanan dari setiap jenis pelayanan.

2-9

4. Biaya/Tarif adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus

dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan

berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.

5. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan adalah hasil pelayanan yang diberikan dan diterima

sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Produk pelayanan ini merupakan hasil dari

setiap spesifikasi jenis pelayanan.

6. Kompetensi Pelaksana adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi

pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.

7. Perilaku Pelaksana adalah sikap petugas dalam memberikan pelayanan.

8. Maklumat Pelayanan adalah merupakan pernyataan kesanggupan dan kewajiban

penyelenggara untuk melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan.

9. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan adalah tata cara pelaksanaan penanganan

pengaduan dan tindak lanjut.

Selanjutnya terjadi perubahan beberapa item prinsipil dalam pelaksanaan Survey Kepuasan

Masyarakat [SKM] sebagaimana panduan terkini yang tersaji dalam PerMen PAN-RB Nomor 14

Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survey Kepuasan Masyarakat untuk

Pengelenggaran Pelayanan Publik. Unsur SKM yang menjadi fokus survey mengalami beberapa

penyempurnaan, diantaranya:

1. Persyaratan [U1]; Persyaratan adalah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu

jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.

2. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur [U2]; Prosedur adalah tata cara pelayanan yang

dibakukan bagi pemberi danpenerima pelayanan, termasuk pengaduan.

3. Waktu Penyelesaian [U3]; adalah jangka waktu yang diperlukan untukmenyelesaikan

seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.

4. Biaya/Tarif [U4]; adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanandalammengurus

dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnyaditetapkan

berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.

5. Produk Spesialisasi Jenis Pelayanan [U5]; adalah hasil pelayanan yang diberikan dan diterima

sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Produk pelayanan merupakan hasil dari setiap

spesifikasi jenis layanan yang diberikan.

6. Kompetensi Pelaksana [U6]; adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi

pengetahuan, keahlian, keterampilan dan pengalaman.

7. Perilaku Pelaksana [U7]; adalah sikappetugas dalam memberikan pelayanan.

8. Penanganan Pengaduan, Sarana dan Masukan [U8]; adalah tatacara pelaksanaan

penanganan pengaduan dan tindaklanjutnya.

9. Sarana dan Prasarana [U9]; adalah segala yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai

maksud dan tujuan. Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama

terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek). Sarana digunakan untuk

benda yang bergerak (computer, mesin) dan prasarana untuk benda yang tidak bergerak

(gedung, jalan).

2-10

Unsur pembiayaan/tarif dapat diganti dengan bentuk pertanyaan lain, jika dalam suatu

peraturan perundang-undangan biaya tidak dibebankan kepada penerima layanan (gratis).

Demikian pula unsur 6 dan unsur 7 dapat diganti dengan pertanyaan lainnya jika jenis layanan

berbasis website (online).

Hasil atas Survei Kepuasan Masyarakat tidak harus disajikan dalam bentuk skoring/angka

absolut, tetapi dapat pula disajikan dalam bentuk kualitatif (baik atau buruk). Hal yang menjadi

perhatian utama atas hasil survei tersebut, adalah harus ada saran perbaikan dari pemberi

layanan yang disurvei terhadap peningkatan kualitas layanan. Hasil Survei Kepuasan Masyarakat

wajib diinformasikan kepada publik termasuk metode survei. Penyampaian hasil Survei

Kepuasan Masyarakat dapat disampaikan melalui media massa, website dan media sosial.

Pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dapat

dilaksanakan melalui tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pengolahan dan penyajian

hasil survei, yang mencakup langkah-langkah; [1] menyusun instrumen survey, [2] menentukan

besaran dan teknik penarikan sampel, [3] menentukan responden, [4] melaksanakan

pengumpulan data dan informasi, [5] mengolah hasil survey, dan [6] menyajikan dan

melaporkan hasil.

3-1

Bagian III

METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Pelaksanaan survey kepuasan masyarakat terhadap PP ini diselenggarakan di Kabupaten

Manggarai pada beberapa lokasi yang dianggap strategis untuk mendapatkan informasi

langsung dari responden dan narasumber. Lokasi dimaksud diantaranya di kantor/unit layanan

terkait maupun di rumah masyarakat yang mendapatkan pelayanan di wilayah administratif

Kabupaten Manggarai.

Lama waktu pelaksanaan survey selama 30 [tiga puluh] hari kelender dari tahapan persiapan

administratif, penyusunan instrumen penelitian, pengumpulan data lapangan, tabulasi dan

analisis data, pembahasan dan penyusunan laporan hingga penertiban administrasi survey.

Rangkaian kegiatan dimaksud terinci dalam tabel jadwal pelaksanaan kegiatan berikut.

Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

No Uraian Minggu

Keterangan I II III IV

1 Penertiban administrasi

2 Penyusunan intrumen penelitian

3 Pengumpulan data lapangan

4 Entry dan Tabulasi data

5 Analisis Data

6 Pembahasan dan penyusunan laporan

7 Penyampaian laporan hasil studi

8 Penertiban laporan

3.2. Fokus Kajian

Pelaksanaan survey difokuskan pada layanan publik yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten

Manggarai dalam urusan kewenangan yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Manggarai

sebagaimana UU 23 Tahun 2014 dan PP Nomor 18 Tahun 2018 sebagaimana tersaji dalam

ruang lingkup pada Bab sebelumnya. Ruang lingkup dibatasi hanya pada urusan pemerintah

yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Manggarai, yang dilaksanakan oleh ketiga

unit pelayanan dimaksud.

3-2

3.3. Populasi, Sampel dan Cakupan Survey

Populasi yang akan ditetapkan adalah seluruh masyarakat yang mendapatkan layanan publik

dari ketiga unti layanan, yaitu; [1] Unit BLUD RSUD dr. Ben Mboi untuk pelayanan Bidang

Layanan Kesehatan, [2] Unit Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk pelayanan Bidang

Administrasi Kependudukan, dan [3] UnitDinas Penanaman Modal, Koperasi, UKM dan

Transmigrasi untuk pelayanan bidang perizinan dan non perizinan. Teknik penarikan sampel

dapat disesuaikan dengan jenis layanan, tujuan survey dan data yang ingin diperoleh dari

kegiatan SKM. Olehnya lingkupan sampel ditujukan pada seluruh jenis produk dari ketiga

bidang pelayanan yang urgens dan sangat dibutuhkan layanannya oleh masyarakat

sebagaimana terukur dari jumlah pemohon dan intensitas permohonan. Layanan bidang

kesehatan dengan 12 produk layanan seluruhnya akan dijadikan sampel karena diduga

seluruhnya memenuhi kriterium pemilihan sampel diatas, dan demikian pula 6 produk dari

bidang layanan administrasi kependudukan juga akan dijadikan sampel. Sementara khusus

layanan perizinan dan non perizinan dari 84 jenis produk akan disesuaikan kembali berdasarkan

kriterium pemilihan sampel.

Pemilihan responden dilakukan secara acak sederhana dan sengaja terhadap masyarakat yang

menggunakan layanan pada ketiga bidang tersebut, dan ditentukan sesuai cakupan wilayah

masing-masing unit pelayanan. Besaran sampel dan populasi merujuk PermenPAN RB Nomor

14 Tahun 2017, lampiran II tentang sampel morgan dan Krejcie [terlampir]. Olehnya, kisaran

jumlah sebaran sampel sangat tergantung penelusuran awal sesuai data sekunder pada ketiga

bidang dari jumlah setiap layanan pada produk yang dijadikan sampel. Pertimbangan teknis

operasional juga menjadi alasan dalam penentuan jumlah responden yaitu terkait keterbatasan

waktu survey, dukungan pendanaan dan jangkauan wilayah kerja dalam pengumpulan data dan

informasi sehingga diperkirakan jumlah responden yang akan disurvey sebanyak 300 orang

untuk ketiga bidang layanan dan sejumlah produk urusannya. Asumsinya, setiap bidang layanan

terwakili oleh 100 responden namun sebaran jumlah responden akan disesuaikan dengan

jumlah dan intensitas pelayanan.

3.4. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri data primer dan data sekunder. Jenis data sekunder berupa

dokumen pelayanan [SOP dan SP], buku pustaka terkait topik dan jenis bukti dokumentasi

lainnya. Sementara jenis data primer yang diperoleh secara langsung di lapangan yang

diperoleh dengan menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner, observasi, diskusi

terfokus dan wawancara tidak terstruktur. Teknik wawancara langsung merujuk pada intrumen

kuesioner akan dilakukan di lokasi pelayanan dengan memilih secara acak sejumlah pemohon

pada hari pengumpulan data yang ditentukan, namun jika dalam hingga batas pengumpulan

data tidak memenuhi kuota responden yang tersedia maka akan dilakukan pemilihan secara

acak terhadap beberapa masyarakat pengguna layanan sebagaimana merujuk pada informasi

dari unit layanan terkait hingga memenuhi jumlah yang ditentukan.

3-3

Format kuesioner untuk teknik wawancara langsung mengikuti PermenPAN RB Nomor 14

Tahun 2017 [lampiran III] yang dimodifikasi untuk kelengkapan informasi dalam penyajian hasil

surveynya tanpa menghilangkan pertanyaan substansinya. Modifikasi format kuesioner

dimaksud mencakupi berbagai alasan, latar belakang dan tujuan penggunaan layanan oleh

responden sehingga sajiannya lebih terperinci sebagaimana terlampir.

3.5. Teknik Pengukuran, Pengolahan Data dan Laporan Hasil Penyusunan Indeks

Pengolahan data dalam Survey Kepuasan Masyarakat merujuk pada Permen PAN RB Nomor 14

Tahun 2017 dimulai dengan pengukuran skala likert, pengolahan data survey dan pelaporan

hasil penyusunan indeks.

A. Pengukuran Skala Likert

Nilai IKM dihitung dengan menggunakan “nilai rata-rata tertimbang” masing-masing unsur

pelayanan. Dalam penghitungan indeks kepuasan masyarakat terhadap 9 unsur palayanan yang

dikaji, setiap unsur pelayanan memiliki penimbang yang sama dengan rumus sebagai berikut :

Bobot Nilai Rata − rata Tertimbang = Jumlah Bobot

Jumlah Unsur=

1

9= 0,11

Selanjutnya untuk memperoleh nilai SKM unit pelayanan digunakan pendekatan nilai rata-rata

tertimbang dengan rumus sebagai berikut :

IKM = Total Nilai Persepsi Per Unit

Jumlah Unsur= Nilai Penimbang

Nilai SKM dihitung dari nilai rata-rata tertimbang pada masing-masing unsur pertanyaan dengan

jenis data berupa data ordinal. Metode penghitungan angka indeks digunakan nilai rata-rata

tertimbang dari masing-masing unsur pertanyaan dengan penghitungan rata-rata tertimbang.

Guna memudahkan interprestasi terhadap penilaian SKM antara 25 – 100 maka dilakukan

konversi dengan nilai dasar 25 yaitu dengan cara SKM unit pelayanan X 25.

Mempertimbangkan setiap unit layanan memiliki karakteristik yang berbeda-beda maka setiap

unit pelayanan dimungkinkan untuk: [a] menambahkan unsur yang dianggap relevan, dan [b]

memberikan bobot yang berbeda terhadap 9 unsur yang dominan dalam unit pelayanan, dengan

catatan jumlah bobot seluruh unsur tetap 1.

SKM Unit Pelayanan x 25

3-4

Tabel 3.2. Nilai Persepsi, Nilai Interval, Nilai Interval Konversi,

Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan.

Nilai Persepsi

Nilai Interval [NI] Nilai Interval

Konversi [NIK] Mutu Layanan

[X] Kinerja Unit Pelayanan

1 1,00 – 2,5996 25,00 – 64,99 D Tidak Baik

2 2,60 – 3,064 65,00 – 76,60 C Kurang Baik

3 3,064 – 3,532 76,61 – 88,30 B Baik

4 3,5324 – 4,00 88,31 – 100,00 A Sangat Baik

Sumber :Permen PAN RB Nomor 14 Tahun 2017

B. Pengolahan Data Survey

Pengolahan data survey menggunakan pendekatan data entry dan perhitungan indeks

melalui program excel/system data base dan dikontrol secara manual. Tahapan pengolahan

data dimaksud adalah;

a. Pengisian data kuesioner dari setiap responden [entry data] dimaskukkan kedalam

form dari unsur 1 (U1) sampai unsur X (UX)

b. Menghitung nilai rata-rata per unsur pelayanan dan indeks unit pelayanan;

Nilai rata-rata per unsur pelayanan

Nilai masing-masing unsur pelayanan dijumlahkan sesuai denganjumlah kuesioner

yang diisi oleh responden. Selanjutnya, untuk mendapatkan nilai rata-rata per

unsur pelayanan, maka jumlah nilaimasing-masing unsur pelayanan dibagi dengan

jumlah responden yang mengisi.

Contoh ; Untuk mendapatkan nilai rata-rata tertimbang per unsurpelayanan, maka

jumlah nilai rata-rata per unsur pelayanandikalikan dengan 0,11 (apabila 9 unsur)

sebagai nilai bobot rata-rata tertimbang.

Nilai Indeks Pelayanan

Nilai Indeks Pelayanan diperoleh dengan cara menjumlahkan X unsur.

Pengujian Kualitas Data

Data pendapat masyarakat yang telah dimasukkan dalammasing-masing kuesioner,

disusun dengan mengkompilasikan dataresponden yang dihimpun berdasarkan

kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan pekerjaan utama. Informasi

inidapat digunakan untuk mengetahui profil responden dankecenderungan

penerima layanan.

C. Laporan Hasil Pengukuran Indeks

Pelamporan hasil akhir kegiatan penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat dari setiap unit

pelayanan instansi pemerintah disusun berdasarkan materi utama, berikut;

1. Indeks Setiap Unsur Pelayanan

Berdasarkan hasil penghitungan indeks kepuasan masyarakat, jumlah nilai dari setiap

unit pelayanan diperoleh dari jumlah nilai rata-ratasetiap unsur pelayanan. Sedangkan

nilai indeks komposit (gabungan)untuk setiap unit pelayanan, merupakan jumlah nilai

3-5

rata-rata darisetiap unsur pelayanan dikalikan dengan penimbang yang sama, yaitu

0,11 (untuk 9 unsur).

Contoh :

Bila diketahui nilai rata-rata unsur dan masing-masing unit pelayanan adalah; [U1]

Persyaratan, [U2] Sistem, Mekanisme dan Prosedur, [U3] Waktu Penyelesaian, [U4]

Biaya/Tarif, [U5] Produk spesifikasijenis pelayanan, [U6] Kompetensi Pelaksana, [U7]

Perilaku pelaksana, [U8] Penanganan pengaduan, saran dan masukan, [U9] Sarana dan

Prasarana, maka untuk mengetahui nilai indeks unit pelayanan dihitung dengan cara

berikut;

(U1 x 0,11) +(U2 x 0,11) + (U3 x 0,11) + (U4 x 0,11) + (U5 x 0,11) + (U6 x 0,11) + (U7 x

0,11) + (U8 x 0,11) + (U9 x 0,11) = Nilai Indeks (X), sehingga nilai indeks (X) unit

pelayanan hasilnya dapat disimpulkan berikut:

a. Nilai SKM setelah dikonversi = Nilai Indeks x Nilai Dasar, atau X x 25 = y

b. Mutu pelayanan [tabel 3.2]

c. Kinerja unit pelayanan [tabel 3.2]

2. Prioritas Peningkatan Kualitas Pelayanan

Peningkatan kualitas pelayanan diprioritaskan kepada unsur yangmempunyai nilai

paling rendah untuk lebih dahulu diperbaiki, sedangkanunsur yang mempunyai nilai

yang tinggi minimal harus tetap dipertahankan.

Hasil yang diperoleh kemudian diinterpretasikan secara deskriptif kualitatif dengan

mempertimbangkan berbagai hasil observasi dan rujukan penelitian lainnya. Deskripsi

pembahasan menyoroti kecenderungan nilai dari unsur pelayanan menggunakan pendekatan

Analisa Univariat [penjabaran hasil temuan dalam bentuk frekuensi distribusi, tabulasi dan

prosentase responden] dan Analisa Bivariat [mengetahui kompleksitas hubungan antar unsur].

Rekomendasi untuk menindaklanjuti tahapan selanjutnya yaitu pemantauan, evaluasi dan

peningkatan kualitas layanan tersaji dari hasil pembahasan yang disajikan dalam tabel rencana

tindak lanjut perbaikan SKM.

4-1

Bagian IV

KARAKTERISTIK LOKASI DAN RESPONDEN

4.1. GAMBARAN UMUM LOKASI SURVEY

4.1.1. Kondisi Geografis

Kabupaten Manggarai merupakan salah satu dari 21 kabupaten/kota di Provinsi Nusa

Tenggara Timur dengan ibu kota Ruteng. Kabupaten Manggarai terletak antara 80LU- 8030’LS

dan antara 119030’ - 12030 BT. Kabupaten ini telah mengalami dua kali pemekaran, yakni

pada tahun 2003 dimekarkan Kabupaten Manggarai Barat, dan tahun 2007 dimekarkan

Kabupaten Manggarai Timur. Batas wilayahnya sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten

Manggarai Barat, sebelah utara dengan Laut Flores, sebelah timur dengan Kabupaten

Manggarai Tmur dan sebelah barat dengan Laut Sawu. Luas wilayah daratannya adalah

1.669,42 km2, yang selanjutnya terbagi kedalam 12 (dua belas) wilayah Kecamatan, yakni

Kecamatan Satar Mese, Satar Mese Barat, Langke Rembong, Ruteng, Wae Rii, Lelak, Rahong

Utara, Cibal, Reok dan Reok Barat. Kecamatan Satar Mese Barat, Lelak, Rahong Utara dan

Reok Barat merupakan Kecamatan pemekaran sehingga sebagian besar data geografis masih

bergabung dengan kecamatan induk.

Kemiringan tanah diklasifikasikan ke dalam 4 kelompok yaitu kemiringan 0-2 % (dataran

rendah), 2-15 % (dataran rendah), 15-40 % (berbukit bergelombang), dan > 40 % (perbukitan

terjal). Wilayah yang memiliki kemiringan tanah > 40 % (sangat curam dan terjal) mencapai

295.121 Ha (70,45%) dan tersebar di semua kecamatan. Kecamatan yang memiliki dataran

terjal terluas adalah Reok yang sudah terbagi dengan kecamatan Reok Barat dengan luas

mencapai 48.831 Ha (11,66%). Kecamatan yang mempunyai wilayah dataran rendah terluas

adalah Kecamatan Satar Mese dengan luas mencapai 4.114 Ha.

Berdasarkan ketinggian dari permukaan laut, wilayah Kabupaten Manggarai dibagi menjadi 4

kategori yaitu wilayah yang memiliki ketinggian 0 – 100 m dpl, 100 – 500 m dpl, 500 – 1000 m

dpl, dan > 1000 m dpl. Wilayah yang berada di ketinggian antara 0 – 100 m dpl (dataran

rendah) seluas 16.487 Ha (3,94%) tersebar di 3 kecamatan yakni kecamatan Satar Mese, Cibal

dan Reok. Wilayah yang berada di ketinggian 100 – 500 m dpl (dataran sedang) seluas 25.310

Ha (6,04%), wilayah yang berada di ketinggian 500 – 1000 m dpl (dataran tinggi) seluas

81.979 Ha (19,57%), dan yang berada di ketinggian diatas 1000 m dpl (dataran tinggi) seluas

295.121 Ha (70,45%). Dengan demikian, sebagian besar wilayah Kabupaten Manggarai berada

pada wilayah dataran tinggi dengan persentase total mencapai 90,02 % dari total luas

wilayah.

4-2

Geologi, Tanah, Iklim, dan Hidrologi

Penyebaran jenis tanah di Kabupaten Manggarai ditunjukkan melalui tabel 2. Jenis tanah yang

ada di Kabupaten Manggarai adalah tanah mediteran, tanah litosol, dan tanah latosol. Tanah

mediteran di Kabupaten Manggarai seluas 150.764 Ha (35,99%) dan tersebar di empat

kecamatan dimana kecamatan yang memiliki jenis tanah mediteran terluas berada di

Kecamatan satar Mese (38.404 Ha) diikuti Kecamatan Cibal (14.420 Ha). Jenis tanah

mediteran adalah tanah yang terbentuk karena batuan kapur yang mengalami pelapukan dan

tanaman yang dapat hidup adalah jenis palawija (kacang-kacangan, jagung, ubi kayu, dan ubi

jalar). Tanah litosol hanya berada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Cibal dan Reok. Luas

tanah litosol di Kabupaten Manggarai mencapai 150.412 Ha (35,91%). Tanah litosol

merupakan tanah berbatu-batu yang terbentuk dari batuan keras yang belum mengalami

pelapukan secara sempurna.

Tanah latosol tersebar di semua kecamatan kecuali Kecamatan Reok. Luasan jenis tanah

latosol mencapai 117,721 Ha (28,10%) dan kecamatan yang mempunyai luasan tanah Latosol

tertinggi adalah Kecamatan Satar Mese yaitu seluas 18.800 Ha diikuti Kecamatan Ruteng dan

Wae Rii dengan luas masing-masing sebesar 16.641 Ha dan 7.655 Ha. Tanah Latosol adalah

nama yang diberikan untuk tanah-tanah yang ditemukan pada awalnya di wilayah iklim hujan

tropis. Tanah ini dicirikan dengan warna merah, merah kecoklatan atau merah-kekuningan

yang berasal dari banyaknya oksida besi dan aluminium yang tetap ada didalam tanah. Tanah

ini biasanya mempunyai solum yang dalam hingga dapat mencapai 20-30m.

Tabel 4.1

Luas Wilayah Per Kecamatan dan Jumlah Desa di Kabupaten Manggarai (Ha)

Kecamatan Total Luas (Km2) Persentase Desa Kelurahan

Satar Mese 572,04 34,27 23

Satar Mese Barat * * * 12

Satar Mese Utara * * * 11

Langke Rembong 60,54 3,63 - 20

Ruteng 176,61 10,58 18 1

Wae Rii 76,55 4,59 17

Lelak * * 10

Rahong Utara * * 12

Cibal 188,27 11,28 16 1

Cibal Barat * * * 10

Reok 595,41 35,67 6 4

Reok Barat * 10

Jumlah 1.669,42 100,00 145 23

Keterngan:*) Data Bergabung dengan Kecamatan Induk Sumber : Kabupaten Manggarai Dalam Angka, 2018.

Kabupaten Manggarai sebagaimana wilayah NTT umunya memiliki iklim tropis dengan musim

hujan dan musim kemarau yang silih berganti. Akan tetapi dibanding Kabupaten lainnya,

curah hujan di Kabupaten Manggarai relatif lebih tinggi yakni rata-rata 2.440,9 mm per tahun.

Hal ini disebabkan bulan basah yang cukup lama serta berkebalikan dengan kabupaten

lainnya seperti di daratan Timor yakni 7 (tujuh) bulan dalam setahun. Selama tahun 2011,

wilayah dengan curah hujan tinggi adalah Kecamatan Ruteng (14.857 mm), Kecamatan Wae

4-3

Rii (12.930 mm), dan Kecamatan Cibal (2.494 mm). Sementara itu, daerah dengan curah

hujan rendah adalah Kecamatan Reok (651 mm) dan Kecamatan Satar Mese (807 mm).

Suhu udara selama setahun berkisar antara 14,8-24,7oC dengan rata-rata 19,8oC. Rata-rata

kelembaban udara selama tahun 2010-2011 berkisar antara 88-89%, kelembaban terendah

terjadi pada bulan September dan tertinggi pada bulan Mei. Kecepatan dan arah angin juga

bervariasi antar bulan dalam setahun. Mencermati kondisi iklim yang ada serta dikombinasi

dengan pencermatan terhadap kondisi fisik lahan merupakan pemahaman yang baik terkait

upaya pengembangan berbagai komoditi pangan dan perdagangan yang pertumbuhan dan

perkembangannya sangat dipengaruhi oleh berbagai variabel iklim dan lahan yang ada.

Luas Wilayah dan Tata Guna Lahan

Luas wilayah Kabupaten Manggarai adalah 1.669,42 km² yang terdiri dari 12 kecamatan, 145

desa, dan 26 kelurahan. Wilayah kecamatan terluas adalah Reok (598,01 km2) atau 36,09%,

termasuk didalamnya Kecamatan Reok Barat sebelum pemekaran. Sementara tersempit

adalah kecamatan Langke Rembong (60,54 km2) atau 3,65% serta sekaligus merupakan

kecamatan di mana pusat pemerintahan Kabupaten Manggarai berlokasi. Luas peruntukan

lahan/tata guna lahan di Kabupaten Manggarai didominasi semak/padang rumput seluas

40,00 % dan sisanya adalah hutan, lahan pertanian dan pemukiman. Luasan kedua kawasan

tersebut mencapai 69,34 % dari total luas wilayah Kabupaten Manggarai atau seluas 48.990

ha hutan dan kawasan semak/padang rumput seluas 66.791 ha. Kawasan hutan tersebar

merata di seluruh kecamatan, sedangkan semak dan padang rumput banyak tersebar di

Kecamatan Reok dan Kecamatan Satar Mese.

Sebagian besar sawah di Kabupaten Manggarai merupakan sawah irigasi ½ teknis, sawah

irigasi sederhana, sawah irigasi desa, dan sawah tadah hujan. Wilayah yang memiliki areal

sawah luas dengan dua kali panen setahun adalah Kecamatan Wae Rii (781 ha), Satar Mese

(776 ha), Langke Rembong (504 ha) dan Ruteng (468 ha). Areal sawah dengan satu kali panen

setahun ada di Kecamatan Ruteng (1.070 ha) dan Kecamatan Satar Mese (375 ha). Luas

wilayah permukiman di Kabupaten Manggarai mencapai 1.358 ha (0,81%), dengan luasan

tertinggi berada di Kecamatan Ruteng yang mencapai 323 ha diikuti Kecamatan Reok dan

Cibal dengan luasan masing-masing mencapai 282 ha dan 249 ha, dan luasan permukiman

terkecil berada di Kecamatan Wae Rii dengan luas sebesar 149 ha.

4.1.2. Kondisi Demografi

Penduduk Kabupaten Manggarai pada tahun 2017 berjumlah 329.198 jiwa dengan tingkat

kepadatan penduduk mencapai 159 jiwa/km². Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk

tertinggi adalah Kecamatan Langke Rembong (81.375 jiwa), sedangkan kecamatan yang

memiliki jumlah penduduk terendah adalah Kecamatan Lelak (11.245 jiwa). Kecamatan

Langke Rembong selain populasi penduduknya tertinggi, juga memiliki tingkat kepadatan

penduduk tertinggi yaitu sebesar 1.289 jiwa/km², sedangkan tingkat kepadatan terendah

berada di Kecamatan Reok Barat yaitu 43 jiwa/km².

Jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Manggarai pada tahun 2017 sebanyak 161.192 jiwa,

sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak 168.198 jiwa. Komposisi penduduk

berdasarkan jenis kelamin dapat digunakan untuk menghitung rasio jenis kelamin (sex ratio).

4-4

Rasio jenis kelamin (sex ratio) adalah perbandingan jumlah penduduk laki – laki dengan

jumlah penduduk perempuan per 100 penduduk perempuan. Nilai rasio jenis kelamin (sex

ratio) penduduk Kabupaten Manggarai sebesar 96,00. Nilai tersebut menunjukkan bahwa

dalam 100 orang penduduk perempuan terdapat 96 penduduk laki - laki.

Data mengenai rasio jenis kelamin berguna untuk pengembangan perencanaan

pembangunan yang berwawasan gender, terutama yang berkaitan dengan perimbangan

kesempatan dan hak antara laki – laki dan perempuan secara adil misalnya kesempatan yang

sama dalam bidang pendidikan. Jumlah penduduk menurut kecamatan menurut jenis kelamin

di Kabupaten Manggarai ditunjukkan melalui tabel 4.

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Manggarai Tahun 2018

Kecamatan Penduduk (Jiwa) Rasio Laki-laki

/Perempuan Laki-laki Perempuan Jumlah

Satar Mese 16.508 17.321 33.829 95,31

Satar Mese Barat 9.153 9.643 18.796 94,92

Satar Mese Utara 6.091 6.650 12.741 91,58

Langke Rembong 39.631 41.744 81.375 94,94

Ruteng 20.579 21.475 42.054 95,83

Wae Rii 15.104 15.223 30.327 99,22

Lelak 5.542 5.703 11.245 97,18

Rahong Utara 11.163 11.763 22.926 94,90

Cibal 12.745 13.519 26.264 94,27

Cibal barat 6.809 7.245 14.054 93,98

Reok 10.327 10.210 20.537 101,15

Reok Barat 7.540 7.510 15.050 100,40

Jumlah 150.491 153.487 303.978 95,94

Sumber : Kabupaten Manggarai Dalam Angka, 2018.

Jumlah angkatan kerja di Kabupaten Manggarai pada tahun 2017 sebanyak 125.472 jiwa yang

terdiri atas 72.211 laki-laki dan 53.261 perempuan. Jumlah angkatan kerja yang tertampung

dalam berbagai sektor pekerjaan di seluruh wilayah Kabupaten Manggarai sebanyak 120.338

jiwa (69.676 laki-laki dan 50.662 perempuan). Berdasarkan catatan tersebut, jumlah angkatan

kerja yang belum atau tidak mendapatkan pekerjaan sebanyak 5.134 jiwa (2.535 laki-laki dan

2.599 perempuan).

Tabel 4.3 juga menginformasikan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap

penduduk usia kerja sebesar 60,50% (72,20% laki-laki dan 49,60% perempuan). Sedangkan

persentase penduduk yang bekerja terhadap angkatan kerja sebesar 95,91 % (96,49% laki-laki

dan 95,12% perempuan) sehingga tingkat pengangguran terbuka sebesar 4,09% (3,51% laki-

laki dan 4,88% perempuan).

4-5

Tabel 4.3

Informasi Ketenagakerjaan di Kabupaten Manggarai Tahun 2017

Uraian Laki-laki Perempuan Jumlah

Angkatan Kerja 72.211 53.261 125.472

Angkatan kerja Tertampung 69.676 50.662 120.338

Pencari Kerja 2.535 2.599 5.134

Bukan Angkatan Kerja 27.808 54.124 81.932

Jumlah 171.502 160.646 332,876

Sumber : Kabupaten Manggarai Dalam Angka, 2018

Lapangan usaha yang digeluti penduduk di Kabupaten Manggarai dengan proporsi mencapai

79.132 jiwa (64,46%) adalah lapangan usaha di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan,

peternakan, dan perikanan. Penduduk yang bekerja pada sektor jasa sebanyak 11.938 jiwa

(9,72%), yang bekerja di sektor konstruksi sebanyak 8.219 jiwa (6,70%); yang bekerja pada

sektor industri berjumlah 6.518 jiwa (5,31%); yang bekerja pada sektor transportasi,

pergudangan dan komunikasi sebanyak 7.591 jiwa (6,18%); yang bekerja di sektor

perdangangan, rumah makan dan jasa akomodasi sebanyak 6.240 jiwa (5,08%); yang bekerja

di sektor pertambangan sebanyak 2.584 jiwa (2,11%) dan yang bekerja di sector keuangan

sebanyak 535 jiwa (0,44%).

Tingginya penduduk yang bekerja di sektor pertanian disebabkan latar belakang pendidikan

mereka yang hanya sampai pada tingkat sekolah dasar dan untuk bekerja di sektor tersebut

tidak membutuhkan latar belakang pendidikan formal yang cukup tinggi. Disamping itu,

sektor pertanian masih terbuka peluang kerja seluas-luasnya untuk angkatan kerja yang tidak

mempunyai skill maupun untuk angkatan kerja yang mempunyai skill sekalipun.

4.1.3. Kondisi Sosial Ekonomi

Keberagaman dan prioritas pengembangan sektoral dan wilayah akan memberikan kontribusi

yang nyata pada pembangunan Kabupaten Manggarai. Beragam kegiatan perekonomian di

Kabupaten Manggarai memberikan warna tersendiri pada struktur perekonomiannya.

Kabupaten Manggarai merupakan daerah pariwisata dan daerah pertanian yang tentu akan

memberikan pola yang khas dalam struktur perekonomian daerahnya. Secara umum, bila

semakin besar persentase atau kontribusi suatu sektor dalam struktur perekonomian, maka

akan semakin besar pula pengaruh sektor tersebut di dalam perkembangan ekonomi suatu

daerah dan selanjutnya sektor tersebut dapat diduga akan menjadi penggerak ekonomi di

wilayah yang bersangkutan.

4-6

Tabel 4.4

Perkembangan Kontribusi SektorDalam Struktur Kabupaten Manggarai 2013 – 2017 (%)

Sektor/Sub sektor 2013 2014 2015 2016 2017

Primer 28,10 27,20 26,50 25,80 25,04

Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 24,90 24,00 23,20 22,49 21,86

Pertambangan dan Penggalian 3,20 3,20 3,30 3,31 3,18

Sekunder 13,60 13,70 13,70 13,90 13,99

Industri Pengolahan 0,40 0,40 0,40 0,42 0,42

Pengadaan Listrik dan Gas 0,10 0,10 0,10 0,09 0,09

Pengadaan air, Pengolahan Sampah, Limbah & Daur 0,10 0,10 0,10 0,10 0,11

Kontruksi 13,00 13,10 13,10 13,29 13,37

Tersier 58,40 59,29 59,80 60,29 60,95

Perdagangan besar dan eceran; Reparasi mobil 8,80 9,00 9,10 9,24 9,34

Transportasi dan Pergudangan 3,50 3,50 3,50 3,46 3,47

Penyediaan akomodasi dan makan minum 0,40 0,40 0,40 0,43 0,44

Informasi dan Komunikasi 8,90 9,10 9,30 9,51 9,69

Jasa Keuangan dan Asuransi 7,30 7,40 7,40 7,17 7,18

Real Estate 2,70 2,70 2,60 2,53 2,46

Jasa Perusahaan 0,20 0,20 0,20 0,19 0,19

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan 13,30 13,60 13,90 14,22 14,45

Jasa Pendidikan 7,40 7,50 7,60 7,74 7,93

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,90 1,90 1,90 1,88 1,87

Jasa Lainnya 4,00 3,90 3,90 3,92 3,93

Sumber : Kabupaten Manggarai Dalam Angka, 2018

Struktur perekonomian Kabupaten Manggarai dapat dikelompokkan dalam tiga sektor utama

yaitu; pertama, sektor primer [pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan

dan penggalian], kedua, sektor sekunder [industri pengolahan, listrik dan gas, pengadaan air

bersih, pengelolaan sampah, limbah dan daur serta konstruksi]; dan ketiga sektor tersier

[perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil, transportasi dan pergudangan, penyediaan

akomodasi dan makan minum, informasi dan komunikasi, jasa keuangan dan asuransi, real

estate, jasa perusahaan, adminstrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan, jasa pendidikan,

jasa kesehatan dan kegiatan social, dan jasa lainnya]. Dominasi sektor ekonomi yang menjadi

motor penggerak perekonomian di Kabupaten Manggarai, dilihat dari struktur ekonomi

kabupaten Manggarai. Struktur ekonomi ini dilihat dari besarnya kontribusi yang

disumbangkan masing-masing sektor ekonomi terhadap PDRB Kabupaten Manggarai.

Tabel 4 menunjukkan dominasi sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sangat tinggi

selama lima tahun terakhir rata-rata diatas 23%. Selain sektor pertanian sebagai sektor

primer, juga sektor Adminstrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan dominasi berada di

peringkat kedua. Sektor kontruksi yang berada di peringkat ketiga sedangkan sektor informasi

dan telekomunikasi berada di peringkat empat. yang terus mengalami peningakatan dari

tahun ke tahun. Jasa perusahaan berada pada peringkat terendah. Selain itu sektor

perdagangan besar dan eceran juga menjadi salah satu giat usaha yang pertumbuhanya rata-

rata diatas 9%, namun secara umum sektor pertanian, kehutanan dan perikanan masih

merupakan sektor yang paling dominan dalam perkembangan ekonomi Kabupaten

Manggarai.

4-7

Grafik 4.1

Struktur Perekonomian Kabupaten Manggarai 2013 – 2017 [Sumber :Kabupaten Manggarai dalam Angka Tahun 2018]

Berdasarkan Gambar 4.1, antara sektor primer dan tersier terlihat mendominasi sekitar 59%

kontribusi terhadap perekonomian Kabupaten Manggarai pada tahun 2013 – 2017. Sektor

tersier semakin menunjukkan dominan jika dibandingkan dengan tahun 2009 – 2011 yang

masih didominasi oleh sektor primer. Sektor sekunder sebesar 12,5%. Selama periode lima

tahun tersebut, ada kecenderungan kontribusi sektor primer semakin berkurang, pada sisi lain

kontribusi sektor tersier semakin meningkat. Kondisi tersebut mengindikasikan semakin

beragamnya sumber perekonomian masyarakat di Kabupaten Manggarai. Sementara itu, sektor

sekunder dalam perkembangannya selama lima tahun tersebut perkembangannya sangat

lambat bahkan relatif stagnan.

4.2. GAMBARAN UMUM UNIT SURVEY

Survey IKM ini dilakukan pada tiga unit kelompok layanan yakni layanan kesehatan, layanan

kependudukan dan layanan perizinan. Ketiga unit layanan tersebut teridentifikasi sebagai unit

layanan yang hampir selalu berhubungan dengan masyarakat pengguna jasa [users] dari

berbagai kalangan. Lokus unit layanan kesehatan adalah Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Manggarai dr. Ben Mboi. Sedangkan lokus layanan perizinan dan kependudukan masing-masing

di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan DPMKUT Kabupaten Manggarai.

A. Unit Layanan Kesehatan

Unit layanan kesehatan adalah unit layanan pada lingkup pemerintahan Kabupaten Manggarai

yang berorientasi pada bidang kesehatan. Pelayanan di bidang kesehatan mencakup 12 [dua

belas] produk pelayanan pada RSUD dr. Ben Mboi Kabupaten Manggarai, yakni: [1] Rawat jalan;

[2] Rawat inap; [3] Unit Gawat Darurat; [4] Laboratorium; [5] Farmasi; [6] Radiology; [7]

Rehabilitasi medic; [8] Pemulasan Janazah; [9] Hemadolisa; [10] Medikolegal; [11] Visum et

Repertum; [12] Intensive Care Unit [ICU]. Berbagai produk layanan sebagaimana disebutkan

merupakan bentuk layanan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten

Manggarai melalui RSUD dr. Ben Mboi demi meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

Pelayanan yang termasuk dalam kategori layanan kesehatan ini mencakup layanan administratif

dan layanan teknis yang bermuara pada layanan jasa. Karenanya, tingkat kepuasan masyarakat

diukur berdasarkan kualitas layanan baik layanan administrative, layanan teknis, maupun

layanan jasa.

4-8

B. Unit Layanan Kependudukan

Unit layanan kependudukan merupakan unit layanan pada lingkup Pemerintahan Kabupaten

Manggarai yang melayani segala urusan di bidang kependudukan. Pelayanan di bidang

kependudukan mencakup berbagai produk layanan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

(Disdukcapil) Kabupaten Manggarai yang mencakup 6 [enam] produk layanan, yakni: [1] Kartu

Keluarga; [2] Kartu Tanda Penduduk; [3] Akta Kelahiran; [4] Akta Perkawinan; [5] Akta

Kematian; [6] Akta Pengakuan Anak. Berbagai produk layanan sebagaimana disebutkan

tersebut mencakup pelayanan administratif dan pelayanan teknis sebagai indicator untuk

menilai tingkat kepuasan maysarakat terhadap instansi yang memberikan layanan

kependudukan.

C. Unit Layanan Perizinan

Unit layanan perizinan merupakan unit layanan pada lingkup Pemerintahan Kabupaten

Manggarai yang melayani segala urusan di bidang perizinan. Pelayanan di bidang perizinan di

Kabupaten Manggarai mencakup berbagai produk layanan pada DPMKUT Kabupaten

Manggarai yang berjumlah 84 jenis perizinan dan non perizinan. Berbagai produk layanan di

bidang perizinan diselenggarakan dalam rangka memberikan kemudahan bagi masyarakat di

Kabupaten Manggarai dalam menjalankan usaha maupun berbagai kegiatan yang

membutuhkan izin resmi.

4.3. KARATERISTIK RESPONDEN

Pada prinsipnya, responden pada survey IKM ini sangat mempertimbangkan aspek keterwakilan

dari setiap unit pelayanan. Tahapan penentuan responden dalam survey ini diawali dengan

menentukan unit survey. Responden dalam survey ini ditetapkan secara random berdasarkan

pertimbangan aspek jumlah penduduk dan ketersebaran wilayah. Sedangkan penentuan unit

survey dilakukan secara purposive berdasarkan pertimbangan volume pelayanan, dan intensitas

kebutuhan masyarakat terhadap produk layanan pada setiap unit survey. Selanjutnya

ditentukan responden berdasarkan volume dan intensitas pelayanan yang diberikan oleh setiap

unit survey. Hasil perhitungan tersebut kemudian menjadi dasar pertimbangan dalam

menentukan persentase responden pada setiap kecamatan dan unit pelayanan. Rata-rata

setiap unit pelayanan dan produk layanan yang tercakup di dalamnya yang menjadi unit survey

berhubungan dengan masyarakat selaku pengguna layanan. Namun volume dan intensitas

layanan yang diberikan oleh setiap unit survey berbeda satu dengan yang lainnya sehingga

jumlah responden disesuaikan dengan volme dan intensitas layanan. Konkretnya, jumlah

responden pada unit pelayanan kesehatan dan kependudukan tentu persentasenya lebih

banyak daripada unit pelayanan perizinan.

A. Kriteria Umum Responden

Total jumlah responden yang menjadi narasumber dalam kegiatan survey IKM Kabupaten

Manggarai [periode 2019] adalah sebanyak 323 [tiga ratus dua puluh tiga] orang

berdasarkan perhitungan tabel sampel krejcie and morgan [lampiran II Permen PAN-RB

Nomor 14 Tahun 2017]. Sejumlah responden dimaksud terdapat 57% pria dan responden

wanita sebesar 42% sebagaimana tampak pada gambar berikut.

4-9

Gambar 4.2.

Karakteristik Narasumber Berdasarkan Jenis Kelamin [Sumber: Data Primer, 2019]

Pemilihan responden dilakukan berdasarkan pertimbangan keterwakilan dari tiap-tiap

wilayah dan yang paling penting adalah intensitas pengurusan pada setiap unit layanan

dimaksud. Ketiga ratus dua puluh tiga responden yang dipilih tersebar dalam tiga unit

survey [unit layanan kesehatan, unit layanan perizinan, dan unit layanan kependudukan].

Sebaran responden pada tiap unit layanan berbeda-beda disesuaikan dengan kondisi unit

layanan dan karakteristik layanan.

Unit layanan kependudukan dan unit layanan perizinan merupakan unit layanan yang

menjadi kewenangan pemerintah daerah sehingga menjadi satu-satunya pilihan

masyarakat ketika hendak mengurus sesuatu. Berbeda dengan unit layanan perizinan, unit

layanan kependudukan merupakan unit layanan dasar yang bersifat wajib bagi seluruh

anggota masyarakat. Sedangkan unit layanan kesehatan merupakan unit layanan yang

menjadi kebutuhan dasariah manusia. Intensitas, volume, dan frekwensi layanan pada

masing-masing unit layanan juga berbeda-beda. Perbedaan karakter dari tiap unit layanan

tersebut menjadi dasar penentuan sebaran responden.

Tahapan berikutnya dilakukan pengumpulan data lapangan dengan prasyarat dan kriteria

responden yang perolehannya secara acak terbatas, yaitu; [1] berusia 17 tahun keatas atau

telah menikah, [2] sudah/sedang mendapatkan pelayanan terkait objek kajian, dan [3] tidak

memiliki hubungan keluarga langsung dan tidak berdomisili dalam 1 rumah tangga.

Umumnya responden telah tamat SMA/setingkat [44,58%] dan sisanya tamatan PT

[31,27%], tamatan SD/SMP [23,22%], dan tidak pernah sekolah [0,93%] sebagaimana

tampak pada gambar berikut.

Gambar 4.4.

Karakteristik Narasumber Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan [Sumber: Data Primer, 2019]

4-10

Merujuk gambar 4.4. menunjukan bahwa sebagian besar responden telah memiliki

pendidikan setingkat pendidikan menengah dan tinggi sehingga diduga berkapasitas layak

untuk memberikan penilaian persepsional kondisi pelayanan publik di Kabupaten

Manggarai. Pertimbangan rasionalitas dalam memberikan persepsi cenderung lebih

dipercaya karena para responden memiliki pemahaman yang cukup baik sebagaimana

tampak dari tingkat pendidikannya. Kondisi demikian diperkuat pula dengan karakteristik

responden lainnya merujuk jenis pekerjaan utama yang digeluti sebagaimana tersaji dalam

gambar berikut.

Gambar 4.5.

Karakteristik Narasumber Berdasarkan Latar Pekerjaan yang Digeluti [Sumber: Data Primer, 2019]

Gambar di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki latar belakang

pekerjaan sebagai wiraswasta [29,41%] dan Ibu Rumah Tangga [IRT] [22,29%]. Selebihnya

adalah petani [14,55%], PNS [13,62%], pegawai swasta [12,38%], belum bekerja [2,48%],

mahasiswa [1,86%], pensiunan [1,24%], dan pekerjaan lainnya [2,17%]. Kelompok

responden terbesar berprofesi sebagai wiraswasta yang seluruhnya terdistribusi pada

urusan perizinan dan lainnya terdapat pada urusan layanan kesehatan dan layanan

kependudukan. Kelompok terbanyak kedua adalah ibu rumah tanggga [IRT] yang

menunjukan bahwa sebanyak 21% responden perempuan adalah IRT. Keberadaan IRT

cukup menambah variasi perbandingan tingkat kebutuhan pelayanan oleh kalangan pekerja

aktif dan perempuan sebagai IRT.

Memperhatikan frekwensi keseringan responden dalam mendapatkan layanan pada ketiga

unit survey dimaksud, maka ditemukan bahwa hampir sebagian besar responden baru

pertama kali berurusan dengan dinas/instansi terkait. Sebaran responden berdasarkan

frekwensi keseringan mendapatkan pelayanan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar

berikut memperlihatkan 44,58% responden baru pertama kali berurusan dengan unit

pelayanan yang terkait. 22,91% sudah dua kali berurusan dan sisanya 32,51% sudah

berurusan lebih dari 3 kali. Data dimaksud akan menjadi pembanding dalam analisa

selanjutnya bahwa pengguna layanan akan mengalami variasi penilaian terhadap

pengalaman pertamanya mendapatkan pelayanan.

4-11

Gambar 4.6.

Karakteristik Unit Layanan Berdasarkan Frekwensi Pengurusan

[Sumber: Data Primer, 2019]

Tuntutan atau kebutuhan responden dalam berurusan dengan instansi/dinas terkait dilatari

oleh beragam alasan yang sebagian besar terdorong oleh kesadaran sendiri [49,54%]

karena merasa penting untuk mendapatkan layanan dimaksud. Selebihnya dipengaruhi

oleh tuntutan pekerjaan [16,10%] yang sedang maupun yang akan digeluti, kewajiban dari

pemerintah [13,31%] yang terpaksa melakukan permohonan pelayanan karena tuntutan

regulastif, pemenuhan kebutuhan utama [12,69%], paksaan dari keluarga [1,24%], dan alas

an lainnya [7,12%] sebagaimana tampak pada gambar berikut.

Gambar 4.7.

Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Pengurusan [Sumber: Data Primer, 2019]

B. Kriteria Umum Tentang Kegiatan Pelayanan

Temuan lapangan menunjukkan bahwa pada saat survey ini dilakukan, unit layanan yang

paling banyak berhubungan dengan masyarakat adalah unit layanan kesehatan dengan

persentase sebesar 44,27%. Menyusul unit layanan kependudukan sebesar 30,96% dan

unit layanan perizinan sebesar 24,77% sebagaimana tampak pada gambar berikut.

4-12

Gambar 4.8.

Persentase Unit layanan yang paling banyak berurusan dengan masyarakat [Sumber: Data Primer 2019]

Gambar di atas memperliihatkan bahwa kebutuhan masyarakat akan layanan kesehatan

cukup tinggi dibandingkan dengan layanan kependudukan dan perizinan. Tingginya

persentasi dimaksud juga menunjukan bahwa tingkat kebutuhan terhadap layanan

kesehatan relatif lebih tinggi dan dibutuhkan oleh seluruh komponen masyarakat, terlebih

pada kondisi keterdesakan [tuntutan] untuk segera sembuh. Berbeda dengan kedua unit

layanan lainnya, layanan perizinan hanya dikhususkan bagi pelaku usaha maupun

perorangan yang membutuhkan jenis izin para periode tertentu. Sedangkan layanan

kependudukan umumnya periodesasinya terbatas sehingga intensitas pelayanannya relatif

lebih rendah dari kebutuhan pelayanan kesehatan.

Unit pelayanan kesehatan mejadi unit yang paling banyak melakukan kegiatan pelayanan.

Hal itu disebabkan karena RSUD dr. Ben Mboi merupakan satu-satunya Rumah Sakit yang

terdapat di Kota Ruteng yang menyelenggarakan pelayanan di bidang kesehatan dengan

fasilitas yang cukup memadai dan produk layanan yang cukup lengkap. Selain RSUD dr. Ben

Mboi Ruteng juga terdapat RS St. Rafael yang terdapat di Cancar namun rata-rata

masyarakat lebih memilih RSUD dr. Ben Mbio Ruteng untuk kebutuhan pelayanan

kesehatan yang darurat dan mendesak. Alasan demikian karena RSUD dr. Ben Mboi

memiliki komplikasi jenis layanan, sarana dan petugas medis, serta letaknya yang lebih

strategis disbanding pesaingnya. Kondisi ini kemudian menjadikan RSUD dr. Ben Mboi

sebagai unit layanan kesehatan yang sering dikunjungi oleh masyarakat yang membutuhkan

layanan kesehatan. Masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan pada RSUD dr. Ben

Mboi tidak saja berasal dari wilayah Kabupaten Manggarai saja tetapi juga menjangkau

wilayah Kabupaten Manggarai Timur dan Manggarai Barat.

Unit pelayanan kependudukan juga merupakan unit pelayanan yang ramai didatangi

masyarakat, dan terpantau setiap hari kerja terjadi aktivitas pelayanan pada Disdukcapil

Kabupaten Manggarai. Hal ini disebabkan oleh karakteristik produk layanan yang

merupakan layanan dasar seperti Kartu Keluarga, KTP, Akta Kelahiran, dan lainnya. Produk

luaran dari layanan kependudukan umumnya merupakan dokumen identitas

kependudukan yang dijadikan syarat dalam pengurusan jenis layanan lainnya.

Kedudukannya sebagai unit layanan yang utama dan tidak tergantikan menjadikan unit

4-13

layanan ini selalu berhubungan dengan hampir seluruh penduduk di Kabupaten Manggarai.

Analisa lanjutannya diduga akan ditemukan kecenderungan tingkat layanan yang relatif

monopoli karena secara regulatif hanya terdapat satu unit pelayanan sejenis, tanpa ada

pesaing sebagai pembanding dalam pelayanan sejenis.

Unit pelayanan perizinan dengan berbagai produk layanan yang tercakup di dalamnya

merupakan unit pelayanan yang paling rendah frekwensi kunjungan masyarakatnya. Segala

jenis urusan yang berkaitan dengan aktivitas masyarakat yang membutuhkan izin resmi

harus melalui instansi terkait. Karena itu, pada dasarnya kedudukan DPMKUT yang

menyelenggarakan urusan di bidang perizinan terkategori sangat urgen. Namun tidak

semua anggota masayrakat berurusan dengan instansi tersebut sehingga frekwensi

kunjungan masyarakat yang membuthkan pelayanan pada instansi tersebut tidak begitu

signifikan.

Menimbang motivasi masyarakat dalam mengurus berbagai urusan pada ketiga unit

pelayanan dimaksud, ditemukan beragam motivasi. Merujuk sekian motivasi yang ada,

kesadaran pribadi berada pada tingkatan paling tinggi sebesar 60,37%. Selebihnya adalah

desakan dari keluarga [17,96%], dorongan dari pemerintah setempat [14,55%], untuk

membantu pihak lain [3,72%], perintah atasan [1,24%], dan mmotivasi lainnya [2,17%]

sebagaimana tampak pada gambar berikut.

Gambar 4.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Motivasi Pengurusan

[Sumber: Data Primer, 2019] Hasil demikian menunjukan bahwa masyarakat di Kabupaten Manggarai telah memiliki

kesadaran tinggi untuk mendapatkan layanan dari pemerintah, atau dalam dimensi lainnya

dapat disimpulkan bahwa keberadaan pemerintah dalam melakukan layanan publik telah

dianggap penting [dibutuhkan] bagi masyarakat. Kondisi ini dapat berdampak pada tingkat

ketergantungan dari masyarakat yang tinggi atas peran pelayanan publik yang diberikan

pemerintah dan kelaknya dapat menimbulkan apatisme bagi pelayanan publik. Perihal

demikian harusnya dimaknai sebagai bentuk kemandirian masyarakat dan oleh para

aparatur harus menyadari tugas pelayanan dimaksud.

5-1

Bagian V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL IKM KABUPATEN MANGGARAI PERIODE 2019

5.1.1 IKM Kabupaten Manggarai Menurut Jenis Unit Pelayanan

A. Unit Pelayanan Kesehatan

Unit pelayanan kesehatan merupakan unit yang memberikan pelayanan di bidang kesehatan.

Pelayanan yang diberikan berupa pelayanan administratif dan persyaratan teknis sebagai

prasyarat sebelum mendapatkan pelayanan jasa dari penyedia layanan [provider].Pelayanan

administratif dan pelayanan teknis sebagaimana dimaksud diwajibkan bagi setiap pengguna

layanan. Penilaian terhadap kualitas pemberi layanan [users] diukur berdasarkan 9 [sembilan]

unsur layanan sebagaimana termuat dalam Permen PAN-RB No 14 tahun 2017.

Survey IKM terhadap unit pelayanan kesehatan di Kabupaten Manggarai diukur berdasarkan

kualitas layanan pada 12 [dua belas] produk layanan yang dijalankan oleh RSUD dr. Ben

Mboiyakni: [1] Rawat jalan; [2] Rawat inap; [3] Unit Gawat Darurat; [4] Laboratorium; [5] Farmasi;

[6] Radiology; [7] Rehabilitasi medik; [8] Pemulasan Janazah; [9] Hemadolisa; [10] Medikolegal;

[11] Visum et Repertum; [12] Intensive Care Unit [ICU]. Keduabelas produk layanan tersebut

ditentukan berdasarkan pertimbangan karakteristik layanannya yang langsung berhadapan

dengan masyarakat selaku pengguna jasa. Sebaran jumlah masyarakat pengguna jasa yang

membutuhkan layanan dari setiap produk layanan pada RSUD dr. Ben Mboi pada umumnya

merata pada kedua belas produk layanan sehingga ditetapkan sebagai unit survey. Selain itu,

konektivitas antara produk layanan juga menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan unit

survey.

Sasaran yang menjadi responden dalam survey ini adalah masyarakat umum yang pernah

mendapatkan pelayanan atau sedang mendapatkan pelayanan dari instansi yang menjalankan

pelayanan melalui keduabelas produk layanan dimaksud. Jumlah responden ditentukan sebanyak

143 orang sesuai total layanan yang terlayani selama periode 2018 pada ketiga unit layanan.

Sejumlah responden dimaksud didistribusikan secara normal dan memenuhi unsur keterwakilan

ditinjau dari aspek sebaran wilayah, jenis kelamin, umur, status sosial, dan sebagainya. Namun

aspek yang paling ditekankan dalam penentuan responden adalah pengguna layanan.

Survey IKM berikut juga melibatkan narasumber dari ketiga instansi pelayanan dimaksud dengan

tujuan untuk mengkonfirmasi berbagai temuan dan informasi yang diperoleh dari masyarakat

[responden]. Selain itu, temuan-temuan di lapangan yang diperoleh melalui observasi juga

menjadi bahan pertimbangan dalam memperkuat analisis dan pembahasan. Observasi dimaksud

5-2

dilakukan dengan cara mengamati aktivitas pelayanan yang diberikan oleh penyedia layanan pada

setiap produk layanan dimaksud. Berbagai aspek yang disoroti dalam kegiatan observasi adalah

pemantauan kegiatan pelayanan sesuai mekanisme dan prosedurnya, kelengkapan SOP dan SP,

penyediaan sarana/prasarana, pemanfaatan perangkat teknologi, memantau tingkat keramahan

dan keahlian petugas layanan, serta kenyamanan fasilitas lainnya dilokasi pelayanan. Surveyor

sebelum melakukan tatap muka langsung dengan narasumber [dalam hal ini adalah pejabat

terkait pada unit pelayanan], terlebih dahulu melakukan kegiatan observasi yang tidak didampingi

dan tidak diketahui petugas/pejabat terkait. Hal demikian untuk memastikan segala bentuk

pelayanan berjalan secara normal, alami, dan tidak ada unsur kesengajaan [setting-an] saat

pelaksanaan survey berlangsung. Sisi demikianlah surveyor dapat memperoleh informasi dan

penilaian yang objektif dalam pemantauan lapangan terhadap semua proses dan hasil kegiatan

pelayanan publik pada ketiga unit survey.

Hasil pengukuran IKM pada unit pelayanan kesehatan di Kabupaten Manggarai dapat diamati

pada tabel berikut:

Tabel 5.1.

Hasil Pengukuran IKM Unit Pelayanan Kesehatan

Jenis Unsur U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9

Jumlah Nilai Unsur 505.00 502.00 445.00 446.00 447.00 475.00 482.00 453.00 459.00

NRR 3.53 3.51 3.11 3.12 3.13 3.32 3.37 3.17 3.21

Nilai Penimbang [Bobot] 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11

NRR tertimbang 0.39 0.39 0.35 0.35 0.35 0.37 0.37 0.35 0.36

IKM Unsur Kesehatan 9.81 9.75 8.64 8.66 8.68 9.23 9.36 8.80 8.92

IKM [Konversi] Kesehatan 81,86

Sumber: Data primer, 2019

Tabel di atas memperlihatkan bahwa keluhan tertinggi adalah terkait unsur waktu layanan [U3]

yang ditunjukan dengan rendahnya nilai unsur waktu yang hanya mencapai 8,64.Meskipun

terkategori baik namun kesesuaian waktu masih diharapkan lebih konsisten sebagaimana

terjadwalkan dalam standar yang telah ditetapkan dan terpublikasikan. Kondisi demikian

dimungkinkan karena RSUD dr. Ben Mbio merupakan satu-satunya rumah sakit di Kota Ruteng

dengan tingkat kebutuhan yang tinggi dari masyarakat,sementara ketersediaan tenaga medis

maupun administratif cukup terbatas. Permasalahan lain yang ditemukan juga adalah berkaitan

dengan proses pengurusan obat hingga pengambilan obat. Rata-rata masyarakat mengeluhkan

soal prosedur pengambilan obat yang terlalu berbelit. Sisi lainnya, kondisi psikologis pengguna

layanan saat melakukan pengurusan [memanfaatkan jasa layanan kesehatan] cenderung dalam

keterdesakan sehingga meskipun waktu layanan sudah sesuai standarnya akan tetap dirasakan

lambat karena tingkat kebutuhan yang lebih tinggi atau lebih cepat agar keresahannya dalam

menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi akan lebih cepat. Biasanya kasus demikian terjadi

saat pelayanan urgen seperti layanan gawat darurat, menunggu hasil pemeriksaan dan jenis

layanan lainnya yang sifatnya segera/terdesak untuk ditindaklanjuti.

Secara keseluruhan nilai total IKM pada unit pelayanan kesehatan berada pada interval antara

76,61 sampai 88,30 yakni skor 81,86 dengan predikat BAIK.Kondisi tersebut menunjukkan bahwa

masih terdapat beberapa unsur layanan yang perlu ditingkatkan lagi pelayanannya seperti unsur

biaya, produk, perilaku, dan pengaduan, sehingga nilai IKM dapat meningkat ke predikat SANGAT

BAIK.

5-3

B. Unit Pelayanan Kependudukan

Survey IKM terhadap unit pelayanan kependudukan di Kabupaten Manggarai diukur berdasarkan

kualitas layanan pada 6 [enam] produk layanan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

[Disdukcapil] Kabupaten Manggarai, yakni: [1] Kartu Keluarga; [2] Kartu Tanda Penduduk; [3] Akta

Kelahiran; [4] Akta Perkawinan; [5] Akta Kematian; [6] Akta Perceraian. Keenam produk layanan

tersebut ditentukan berdasarkan pertimbangan karakteristik layanannya yang langsung

berhadapan dengan masyarakat selaku pengguna jasa serta intensitas pelayanan. Merujuk

karakteristik layanannya, keenam produk layanan dimaksud merupakan jenis layanan dasar yang

menjadi prasyarat bagi masyarakat dalam mengurus urusan lainnya, serta identitas

kependudukan sehingga tuntutan legalitas formal selaku penduduk dituntut untuk memilikinya.

Karakteristik itulah yang menjadikan keenam produk layanan tersebut sebagai layanan yang

paling banyak berhubungan dengan masyarakat pengguna jasa, dan atas dasar pertimbangan

tersebut kemudiaan keenam produk layanan tersebut ditetapkan sebagai unit survey IKM pada

unit pelayanan kependudukan.

Sasaran yang menjadi responden dalam survey ini adalah masyarakat umum yang pernah

mendapatkan pelayanan atau sedang mendapatkan pelayanan dari instansi yang menjalankan

pelayanan kependudukan melalui keenam produk layanan dimaksud. Jumlah responden

ditentukan sebanyak 100 orang yang memenuhi syarat keterwakilan ditinjau dari aspek sebaran

wilayah, jenis kelamin, umur, status sosial, dan sebagainya. Aspek yang paling diutamakan dalam

penentuan responden adalah status mereka sebagai pengguna layanan.

Penilaian responden terhadap produk layanan kependudukan yang diberikan oleh Dispendukcapil

kemudian dikonfirmasi dengan hasil wawancara terhadap para pemberi layanan sebagai

narasumber. Selanjutnya hasil pengamatan dan observasi langsung terhadap aktivitas layanan

pada Dispendukcapil sebagaimana yang dilakukan pada unit layanan kesehatan. Observasi

dimaksud dilakukan dengan cara mengamati aktivitas pelayanan yang diberikan oleh penyedia

layanan pada setiap produk layanan dimaksud. Berbagai aspek yang disoroti dalam kegiatan

observasi adalah pemantauan kegiatan pelayanan sesuai mekanisme dan prosedurnya,

kelengkapan SOP dan SP, penyediaan sarana/prasarana, pemanfaatan perangkat teknologi,

memantau tingkat keramahan dan keahlian petugas layanan, serta kenyamanan fasilitas lainnya

dilokasi pelayanan. Hasil observasi akan dikonfirmasikan kepada petugas pelayanan atau pejabat

terkait untuk memastikan kejujuran narasumber dalam memberikan informasi dan disandingkan

dengan hasil wawancara pada responden. Hasil pengukuran IKM pada unit pelayanan

Kependudukan di Kabupaten Manggarai dapat diamati pada tabel berikut.

Tabel 5.2

Hasil Pengukuran IKM Unit Pelayanan Kependudukan

Jenis Unsur U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9

.Jumlah Nilai Unsur 325.00 314.00 298.00 310.00 305.00 306.00 308.00 305.00 310.00

NRR 3.25 3.14 2.98 3.10 3.05 3.06 3.08 3.05 3.10

Nilai Penimbang [Bobot] 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11

NRR tertimbang 0.36 0.35 0.33 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34

IKM KEPENDUDUKAN 9.03 8.72 8.28 8.61 8.47 8.50 8.56 8.47 8.61

IKM [Konversi] Kependudukan 77,25

Sumber: Data primer, 2019

5-4

Tabel di atas menunjukkan bahwa hampir semua nilai unsur pada unit layanan kependudukan

berada pada kisaran yang sama kecuali unsur persyaratan dengan skor 9,03. Tingginya nilai unsur

persyaratan disebabkan karena rata-rata persyaratan yang ada pada Disdukcapil sudah terstandar

sesuai dengan SOP yang berlaku dan terpublikasikan meskipun tidak memperhatikan unsur estetik

desain ruangannya. Sementara unsurlainnya merupakan unsur penunjang yang membutuhkan

komitmen dan kecakapan petugas/penyedia layanan sebagaimana tampak dari tabel bahwa

kendala yang sering dialami masyarakat berkaitan dengan pelayanan pada unit layanan

kependudukan adalah waktu. Hal itu terbukti dari nilai IKM kependudukan per unsur

menunjukkan nilai pada unsur waktu terkategori yang paling rendah yakni 8,28. Waktu dimaksud

berkaitan dengan lamanya proses pengurusan dokumen yang dibutuhkan masyarakat karena

terkendala masalah teknis sehingga jadwal pengambilan dokumen kependudukan tidak sesuai

jadwal yang ditetapkan. Hampir sebagian besar responden mengeluhkan soal lamanya proses

pengurusan dokumen, dan kondisi demikian terkonfirmasikan saat visitasi lapangan dan

mendapatkan keluhan langsung dari pengguna layanan [sumber] yang tidak tercover sebagai

responden. Banyak anggota masyarakat yang antri menunggu dipanggil maupun untuk mengurus

dokumennya, beberapa di antaranya mengeluhkan soal petugas yang kurang ramah dan kurang

peka dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.

Realitas yang tidak dapat dipungkiri masyarakat adalah kedudukan Disdukcapil yang sangat urgen

dalam menentukan keberadaan masyarakat sebagai warga negara. Berbagai produk layanan

kependudukan yang ada pada Disdukcapil merupakan prasyarat bagi masyarakat sebelum

mengurus urusan lainnya sehingga keberadaan pelayanannya menjadi dipentingkan, terlebih

tidak ada unit pembanding lainnya sebagai pesaing. Upaya peningkatan kualitas pelayanan secara

teknis telah dilakukan meskipun tidak rutin mengikuti perubahan perkembangan dan selera

pengguna layanan sehingga meningkatnya selera [harapan] masyarakat kian meningkat tidak

dapat diimbangi oleh kualitas layanan langsung dari petugas. Sisi lainnya, pola dan mekanisme

pelayanan kependudukan masih terpolakan dengan mekanisme baku tanpa ada upaya inovatif

dan kreatif untuk memberikan pelayanan ektra. Sementara filosofi kepuasan adalah memberikan

layanan lebih dari nilai yang diharapkan, belum menjadi perhatian serius pada unit layanan

kependudukan di Kabupaten Manggarai.

Membandingkan nilai IKM pada unit layanan kesehatan, nilai IKM pada unit layanan

kependudukan terkategori paling rendah [77,25] meskipun dengan predikat BAIK. Kondisi

tersebut tidak terlepas dari nilai IKM per unsur layanan yang rata-rata berada di bawah 9,0. Upaya

untuk meningkatkan nilai IKM pada unit layanan kependudukan perlu adanya pembenahan pada

setiap unsur layanan, dengan berbagai stimulus yang lebih inovatif dan kreatif. Unit layanan

kependudukan secara kelembagaan perlu melakukan survey internal dengan memperhatikan

kecenderungan selera kepuasan pemohonnya, hadir sebagai pemohon langsung dan merasakan

apa yang diharapkan dan dibutuhkan pemohon kemudian dikembangkan berbagai kreasi

pelayanan dilokasi pelayanan maupun bentuk layanan lainnya. Melakukan redesain ruang tunggu,

sajian informasi berbentuk pengumuman yang lebih elegan dengan mengkombinasikan perangkat

elektronik maupun desain minimalis perlu diperhatikan agar membentuk rasa nyaman bagi para

pengguna layanan, baik yang melakukan permohonan maupun sekedar melakukan kunjungan jke

lokasi pelayanan. Hal itu sangat bergantung pada komitmen dan kompetensi penyedia layanan

dalam memberikan layanan sehingga masyarakat yang membutuhkan pelayanan dapat merasa

puas dan terlayani dengan baik.

5-5

C. Unit Pelayanan Perizinan

Survey IKM terhadap unit pelayanan perizinan di Kabupaten Manggarai diukur berdasarkan

intensitas dan volume layanan terhadap 84 jenis perizinan dan non perizinan pada DPM-

KUTKabupaten Manggarai. Kondisi demikian jika dibandingkan dengan unit pelayanan lainnya,

unit pelayanan perizinan merupakan unit pelayanan yang paling banyak memiliki jenis layanan

namun intensitas pelayanan cukup rendah karena jenis pelayanan perizinan hanya diperlukan

oleh jenis kelompok tertentu yang membutuhkan layanan. Survey IKM berikut hanya

mengakomodir sebagian kecil jenis layanan yang memiliki intensitas dan volume pelayanan tinggi,

sementara terdapat beberapa jenis layanan yang tidak ada pemohon pelayanannya tidak

termasuk dalam objek survey. Merujuk karakteristik layanannya, berbagai produk layanan pada

unit pelayanan perizinan ini merupakan jenis layanan yang sifatnya administratif dan menjadi

kewenangan instansi bersangkutan sehingga unit pelayanan perizinan dan berbagai produk

layanan yang tercakup di dalamnya dijadikan sebagai unit survey untuk mengukur tingkat

kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai.

Sasaran yang menjadi responden dalam survey ini adalah masyarakat umum yang pernah

mendapatkan pelayanan atau sedang mendapatkan pelayanan dari instansi yang menjalankan

pelayanan perizinan melalui berbagai produk layanan yang tercakup di dalamnya. Jumlah

responden ditentukan sebanyak 80 orang yang memenuhi syarat keterwakilan ditinjau dari aspek

sebaran wilayah, jenis kelamin, umur, status sosial, dan representasi dari kuota per jenis layanan.

Teridentifikasi para pengguna layanan umumnya adalah pribadi atau mewakili lembaga usaha

[perusahaan] karena sebagian besar jenis pelayanan perizinan adalah berfungsi untuk syarat

administratif dalam memulai dan memperlancar aktifitas usaha. Jumlah pemohon sangat

bervariatif bagi setiap jenis layanan, dan demikian pula intensitas pelayanan relatif kecil karena

masa berlaku produk layanan cenderung pada periode yang relatif lama. Terlebih dengan

berlakunya regulasi terkini terkait Online Single Submission [OSS] sebagaimana Peraturan

Pemerintah Nomor 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara

Elektronik, terdapat integrasi layanan yang berdampak pada syarat, mekanisme dan prosedur

pelayanan perizinan.

Penilaian responden terhadap produk layanan perizinan yang diberikan oleh DPM-KUT kemudian

dikonfirmasi dengan hasil wawancara langsung kepada para petugas layanan atau pejabar terkait

sebagai narasumber. Sebelumnya telah dilakukan observasi dan pemantauan secara tertutup

terhadap proses pelayanan agar dalam tahapan wawancara dapat disandingkan dengan kondisi

riil yang ditemukan sebelumnya di lokasi pelayanan. Hasil wawancara langsung kepada petugas

layanan dan pejabat terkait fungsinya untuk mengkonfirmasikan berbagai informasi yang

disampaikan oleh narasumber, dan juga memastikan tingkat akurasi informasi dan pengakuan

para narasumber terkait kesembilan unsur layanan pada DPM-KUT Kabupaten Manggarai.

Hasil observasi menunjukan bahwa ketersediaan sarana gedung pelayanan cukup representatif

untuk melakukan pelayanan, termasuk halaman parkir dan lingkungan diluar gedung. Kondisi

keruangan para ruang tunggu cukup sempit namun tersedia beberapa informasi terkait

persyaratan dan mekanisme pelayanan serta pengaduannya dengan tatanan desain yang kurang

tertata. Unsur layanan waktu terterakan dalam berbagai dokumen SOP dan SAP baik per jenis

layanan maupun per sub-unit penyelenggara layanan sehingga prosedurnya sudah ditetapkan

standar biaya dan waktu penyelesaian tugas per tahapannya.

5-6

Hasil pengukuran IKM pada unit pelayanan perizinan pada DPM-KUT Kabupaten Manggarai tersaji

dalam tabel berikut.

Tabel 5.3.

Hasil Pengukuran IKM Unit Pelayanan Perizinan

Jenis Unsur U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9

Jumlah Nilai Unsur 259.00 270.00 241.00 241.00 248.00 256.00 260.00 252.00 259.00

NRR 3.24 3.38 3.01 3.01 3.10 3.20 3.25 3.15 3.24

Nilai Penimbang [Bobot] 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11

NRR tertimbang 0.36 0.38 0.33 0.33 0.34 0.36 0.36 0.35 0.36

IKM PERIZINAN 8.99 9.38 8.37 8.37 8.61 8.89 9.03 8.75 8.99

IKM [Konversi] Perizinan 79,38

Sumber: Data primer, 2019

Tabel di atas memperlihatkan bahwa skor nilai IKM untuk unit layanan perizinan adalah 79,38

dengan predikat BAIK. Nilai tersebut sedikit lebih tinggi dari nilai IKM unit layanan kependudukan

bukan berarti layanan kependudukan tidak sebaik layanan perizinan maupun layanan kesehatan

karena harus dirujuk pula jenis, bentuk dan sifat layanannya. Layanan perizinan bersifat periodek

dan tidak bersifat wajib bagi setiap penduduk karena hanya person dan kelompok penduduk

tertentu yang membutuhkan pelayanan perizinan sehingga persepsi yang terbentuk juga

bervariasi tergantung kebutuhan layanannya, sementara layanan kependudukan merupakan

layanan dasar yang harus diurus dan dimiliki oleh setiap penduduk sehingga persepsi publik

terkomposit dalam nilai yang rerata dan memenuhi keterwakilan kepentingan segenap

masyarakat. Layanan perizinan yang cenderung banyak dibutuhkan oleh kelompok pelaku usaha

tidak mencakupi seluruh komponen masyarakat lainnya sehingga fungsi keterwakilannya hanya

untuk memenuhi kebutuhan parsial sesuai jenis layanan yang dibutuhkan para pemohonan.

Jika dilihat per unsur layanan, unsur waktu dan biaya memiliki nilai terrendah dengan skor

masing-masing 8,37. Artinya, masyarakat masih banyak mengeluhkan soal waktu pengurusan

yang relatif lama dan biaya yang relatif mahal. Karena itu diperlukan upaya pembenahan internal

bagi instansi terkait terutama dalam hal waktu dan biaya. Diupayakan agar waktu pengurusan

lebih dipercepat dengan biaya yang relatif bisa dijangkau oleh masyarakat pengguna layanan.

5.1.2. IKM Kabupaten Manggarai Menurut Unsur Layanan

Hasil perhitungan IKM di Kabupaten Manggarai tidak dipublikasikan menurut unsur layanan

namun kajian ini merilis hasil perhitungan IKM menurut unsur layanan sebagaimana termuat

dalam Permen PAN-RB Nomor 14 Tahun 2017 yang terdiri dari 9 [sembilan] unsur layanan.

Hasil perhitungannya diperoleh IKM unsur yang kemudian dijumlahkan menjadi IKM unit

pelayanan namun khusus IKM unsur belum dikonversikan sebagaimana standar perhitungan

merujuk Permen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2014. IKM unsur yang diperoleh dengan nilai

pembanding maksimal pelayanan terbaik setiap unsur adalah interval akumulatif 1 sampai 10,

atau dapat dikalikan dengan 100 sehingga interval akumulatifnya dapat disamakan dengan

rujukan dari Permen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2014. Merujuk pada mekanisme penilaian

tersebut maka dideskripsikan kondisi per unsur sebagai berikut.

5-7

A. Unsur Persyaratan

Unsur persyaratan merupakan salah satu bagian penting dalam menilai kualitas pelayanan

pada sebuah instansi yang membidangi urusan administratif. Persyaratan dimaksud

mencakup seluruh kriteria [administrasi maupun teknis] yang harus dipenuhi oleh

pemohon [pengguna layanan] sebelum mendapatkan layanan dan luaran yang diharapkan.

Persyaratan dimaksud dapat berupa dokumen pendukung yang berisikan identitas

pemohon, rekomendasi teknis/administratif dari instansi terkait, hasil pemeriksaan

laboratorium atau lembaga tersyarat, dan jenis barang/bahan yang harus disiapkan

lainnya. Khusus pelayanan perizinan telah terstandar jumlah persyaratan tidak boleh lebih

dari 14 jenis syarat dengan pertimbangan ada beberapa persyaratan yang dapat terekam

dari dokumen lainnya, kecuali syarat teknis yang diwajibkan terpenuhi karena beresiko

besar.

Penilaian masyarakat terkait unsur persyaratan juga menyangkut kesesuaian syarat

dengan aturan yang berlaku, kemudahan dalam memenuhi syarat, jumlah persyaratan,

kejelasan informasi persyaratan, pengetahuan akan persyaratan serta ketersediaan

informasi persyaratan. Berdasarkan aspek-aspek penilaian dimaksud rata-rata masyarakat

tidak mengalami kendala terkait unsur persyaratan sebagaimana terlihat melalui gambar

berikut.

Gambar 5.1.

Persepsi Masyarakat terkait Unsur Persyaratan Sumber : Data Primer, 2019

5-8

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa persyaratan yang disediakan oleh

petugas umumnya telah diketahui oleh pemohon sebanyak 51,39%, dan selebihnya

15,48% tahu dan mengerti terkait persyaratan yang disediakan, sementara sebanyak

21,98% pemohon kurang tahu dan 11,15% tidak mengetahui persyaratan yang diwajibkan

karena tidak diberitahu terkait persyaratan dimaksud. Sebagian besar masyarakat telah

mengetahui adanya persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan

layanan publik namun detailnya terkait jenis, jumlah dan format yang disyaratkan tidak

tersaji jelas dalam informasi publiknya. Idealnya kedepan masyarakat juga harus

memahami substansi prasyarat yang diwajibkan sebagaimana tertera dalam standar

operasional agar semua persyaratan diwajibkan memiliki fungsi yuridis dan administratif.

Hal ini untuk memudahkan masyarakat dalam pemenuhan prasyarat karena kesan publik

yang terjadi sebelum memulai mendapatkan layanan adalah rasa traumatik atas

banyaknya persyaratan dan sulitnya memenuhi persyaratan.

Pengetahuan tentang persyaratan seyogyanya dipublikasikan secara terbuka melalui

berbagai media sehingga publik selaku pengguna layanan dapat mengaksesnya sebelum

mendatangi tempat pelayanan. Hal ini dapat mengurangi intensitas kunjungan,

meminimalisir biaya dan memudahkan pemohon [pengguna layanan] dalam persiapan

awalnya. Masyarakat cenderung mengetahui berbagai persyaratan melalui informasi lisan,

baik langsung dari petugas pemberi layanan maupun masyarakat lainnya yang pernah

melakukan permohonan layanan sejenis sehingga merujuk informasi dimaksud kemudian

dipenuhi persyaratannya. Persoalannya adalah keakuratan informasi tidak dapat

tertangkap lengkap dan jelas, bahkan tidak dijamin nilai kebenarannya karena tidak adanya

standar tertulis sehingga kelaknya pelayanan diterima oleh petugas lainnya dapat saja

berubah. Merujuk indikator tingkat pengetahuan pemohon atas persyaratan dimaksud,

seluruh unit pelayanan mendapatkan nilai 3 [tiga] atau persepsi BAIK. Informasi terkait

persyaratan dimaksud diketahui melalui informasi lisan sebagaimana dipersepsikan

62,23% pemohon. Sebanyak 21,98% pemohon mengetahui persyaratan dari publikasi

media dan 9,91% dari publikasi terbatas. Perihal dimaksudkan dari media adalah media

sosial yang dimiliki oleh masyarakat yang mempublikasikan secara mandiri dari media

sosial yang dimilikinya, bukan dari media publik yang tersedia dan terjangkau oleh publik.

Dampaknya, bagi masyarakat yang tidak menggunakan media sosial akan alami kesulitan

mengakses informasi dimaksud, terkecuali media yang digunakan adalah media publik

online. Artinya, partisipasi publik sudah sangat tinggi seiring berkembangnya informasi

teknologi, namun tidak ditunjang oleh informasi online dari pemerintah sehingga berbagai

persyaratan tidak terpublis.

Tingkat kejelasan informasi terkait persyaratan dalam pelayanan publik dirasakan jelas

oleh masyarakat meskipun sebagian besar informasinya hanya diperoleh melalui media

sosial, kondisi ini akan lebih meningkat menjadi sangat jelas bila terpublikasikan secara

terbuka oleh unit pelayanan melalui media publik seperti website atau sejenisnya. Merujuk

indikator tingkat kejelasan publikasi persyaratan dimaksud, seluruh unit pelayanan

mendapatkan nilai 3 [tiga] atau persepsi BAIK. Terkait tingkat kejelasan persyaratan yang

diharuskan oleh petugas, sebanyak 13,31% berpresepsi sangat jelas, sebagian besar

berpresepsi jelas [77,09%], 7,12% merasa kurang jelas dan 2,48 merasa tidak jelas dari

5-9

persyaratan yang diberitahukan. Merujuk indikator tingkat kejelasan persyaratan

dimaksud, seluruh unit pelayanan mendapatkan nilai 3 [tiga] atau persepsi BAIK.

Pentingnya informasi awal yang disampaikan secara terbuka kepada publik melalui media

publik agar masyarakat akan lebih waspada menyiapkan berbagai kelengkapan

administrasi dan teknis dari berbagai persyaratannya. Memperhatikan kondisi aksebilitas

layanan di pusat ibukota kabupaten yang relatif jauh serta bagi pengguna layanan dari luar

wilayah Kabupaten Manggarai maka diharapkan kedepannya akan tersedia informasi

persyaratan yang terpublikasikan secara online.

Pelayanan yang tidak terintegrasi dalam sistem layanan akan memperbanyak jumlah

persyaratan karena masing-masing jenis layanan di setiap unit akan memberikan jenis

persyaratannya tersendiri. Olehnya integrasi sistem secara onlie akan memudahkan sistem

kearsipan dokumen, meringkas jenis persyaratan, memudahkan untuk peninjauan

kembali, murah dan praktis. Terkait banyaknya persyaratan, sebagian besar pemohon

berpersepsi bahwa persyaratan yang diwajibkan masih tergolong banyak [44,89%], bahkan

masih terdapat 5,26% pemohon berpersepsi terlalu banyak. Sedangkan 26,39% pemohon

berpersepsi sedikit terkait persyaratan yang dituntut, dan sebanyak 22,91% pemohon

merasa persyaratan dimaksud cenderung kurang banyak. Merujuk indikator jumlah

persyaratan dimaksud, seluruh unit pelayanan mendapatkan nilai 3 [tiga] atau persepsi

BAIK. Kondisi demikian menjadi hal penting karena pengguna layanan merasa terbebankan

dengan berbagai ragam jenis persyaratan yang berimplikasi pada semakin besarnya biaya,

waktu dan tenaga yang harus dialokasikan dalam proses pemenuhan prasyarat untuk

mendapatkan pelayanan publik.

Hal yang mengejutkan adalah pertanyaan terkait tingkat kemudahan bagi pemohon dalam

memenuhi persyaratan yang diwajibkan oleh unit pelayanan dipersepsikan. Seyogyanya

semakin banyak jenis persyaratan maka akan menyulitkan pengguna layanan dalam

memenuhi berbagai syarat dimaksud namun respons publik [lebih dari 50% responden]

justru merasa mudah dalam memenuhi persyaratan. Terdata bahwa responden yang

merasa mudah dalam pemenuhan persyaratan sebanyak 56,35%, bahkan sebanyak 9,91%

merasakan sangat mudah dalam memenuhi persyaratan terkait. Sementara 33,75%

responden merasa keberatan [kurang mudah dan tidak mudah] dan kesulitan dalam

memenuhi persyaratan yang diwajibkan sehingga butuh upaya memperjelas persyaratan

agar pemohon mudah dalam memenuhi persyaratan terkait. Merujuk indikator tingkat

kemudahan memenuhi persyaratan dimaksud, seluruh unit pelayanan mendapatkan nilai 3

[tiga] atau persepsi BAIK. Kondisi demikian menunjukkan bahwa berbagai persyaratan yang

terkategori banyak merupakan syarat dasar yang telah disiapkan menjadi standar,

meskipun persyaratan dimaksud sudah tidak relevan lagi dipenuhi. Pengguna layanan telah

mengetahui syarat sejak awalnya, sementara petugas pelayanan terus memperbaharui

berbagai jenis persyaratan yang relevan dengan tingkat kebutuhan, tuntutan administratif

dan teknis lain selanjutnya. Realitasnya masyarakat hanya berharap kesesuaian waktu

dalam proses pelayanannya, dan tidak peduli dengan berbagai ragam banyaknya

persyaratan yang diharuskan.

5-10

Terkait kesesuaian persyaratan dengan jenis layanan yang diperoleh dipersepsikan sesuai

sebanyak 79,57%, dan sebanyak 8,98% menganggap sangat sesuai, serta hanya 11,46%

yang mempresepsikan kurang dan tidak sesuai antar persyaratan dan jenis layanan terkait.

Unit pelayanan terus memperbaharui berbagai jenis persayratan yang diwajibkan namun

hanya sekedar memenuhi kriteria umum, sementara syarat khusus yang sifatnya lokalistik

tidak dijadikan pertimbangan. Merujuk indikator tingkat kesesuaian persyaratan yang

merupakan indikator kunci dalam unsur persyaratan dimaksud, seluruh unit pelayanan

mendapatkan nilai 92,77 atau berpresepsi 4 [empat] atau terkategori SANGAT BAIK dalam

pemenuhan dan kesesuaian persyaratan karena berada dalam nilai interval konversi

antara 88,31 sampai 100,00 sehingga layak mendapatkan mutu A [Sangat Baik].

Perihal yang penting untuk diperhatikan terkait unsur persyaratan adalah tahapan awal

publikasi persyaratan yang kedepannya dapat dikembangkan dengan memanfaatkan

fasilitas media online namun harus terlegitimasi dalam sistem yang terbuka, mudah

diakses dan memiliki jaminan secara yuridis. Tingkat kesadaran dan kepatuhan masyarakat

dalam memenuhi persyaratan sudah cukup memadai karena orientasi publik adalah pada

luaran produk layanan dan hasil akhirnya sehingga berbagai jenis dan banyaknya

persyaratan bukanlah suatu kendala utama dalam pemenuhan syarat.

B. Unsur Prosedur dan Mekanisme Pelayanan

Prosedur pelayanan yang dimaksudkan adalah tahapan proses yang harus dilalui oleh

[calon] pengguna layanan untuk mendapatkan layanan dan memperoleh luaran dari

kegiatan pelayanan dimaksud. Tahapan dimaksud dapat digambarkan dalam bentuk bagan

yang mengatur tata cara yang harus dilalui pemohon [pengguna layanan] sejak awal

pemrosesan [permohonan menggunakan layanan], selama proses layanan berlangsung

dan hingga layanan terlah selesai dan diperoleh luaran dari layanan terkait. Pihak pemberi

layanan dalam hal ini adalah pemerintah melalui instansi teknis pemberi layanan memiliki

standar prosedur dan mekanisme yang harus diterapkan agar mengatur setiap pengguna

layanan, pemberi layanan dan para pihak lainnya di sekitar urusan pelayanan. Termuat

dalam mekanisme dan prosedur dimaksud juga diterangkan terkait waktu pemrosesan,

para pihak terkait selama pemrosesan, tempat pemrosesan dan keterangan lainnya yang

dibutuhkan pemohon serta para pihak lainnya. Seyogyanya seluruh rangkaian tahapan,

mekanisme dan prosedur pelayanan akan tertuang dalam standar pelayanan yang tersaji

secara ringkas dalam bagan pelayanan sehingga memudahkan pemohon dalam

mendapatkan pelayanan.

Kepuasan pemohon semakin terpenuhi bilamana informasi terkait prosedur yang jelas dan

mudah dipahami serta mekanisme yang ditempuh lebih simpel, tidak berbelit-belit dan

lebih praktis untuk ditempuh. Mekanisme dan prosedur pelayanan juga mengikat

pemohon [pengguna layanan] untuk tertib mengikuti aturan berlaku sehingga tidak terjadi

ketimpangan antar sesama pemohon, antar pemohon dengan pelayan, antar sesama

pelayan, antar pemohon dengan pihak lain disekitarnya dan pelayan dengan para pihak

diluarnya. Persepsi masyarakat terkait mekanisme dan prosedur layanan berdasarkan hasil

survey dapat dilihat melalui gamber berikut.

5-11

Gambar 5.2.

Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Mekanisme dan Prosedur Sumber : Data Primer, 2019

Gambar di atas menunjukkan bahwa rata-rata pemohon [82,04%] mengetahui mekanisme

hanya dijelaskan secara lisan. Artinya, keingintahuan masyarakat untuk bertanya dan

mendapatkan informasi terkait prosedur pelayanan cukup tinggi kedati hanya melalui

informasi lisan. Adapun informasi lisan tersebut diperoleh melalui rekan sejawat atau

pihak-pihak yang sudah pernah mengurus urusan dimaksud. Informasi yang diberikan

biasanya bersumber dari pengelaman orang per orang saat berurusan dengan instansi

pemberi layanan. Sayangnya, tenggang waktu antara saat informasi tersebut diperoleh

dan saat di mana si pemberi informasi berurusan dengan instansi pemberi layanan tidak

dapat dipastikan sehingga kemungkinan terjadi perubahan prosedur layanan menjadi tidak

dapat dipastikan. Perubahan regulasi yang terjadi terus-menerus seiring tuntutan

masyarakat dalam kurun waktu yang singkat memungkinkan terjadinya perubahan tata

prosedur layanan sehingga dalam konteks tertentu informasi yang diperoleh secara lisan

tidak dapat dijamin keabsahannya. Karena itu pemerintah tetap perlu menyiapkan rubrik

khusus berisikan informasi yang jelas dan akurat tenteng prosedur layanan yang dapat

diakses oleh semua golongan masyarakat.

Selain informasi lisan, 8,67% masyarakat mengetahui informasi prosedur melalui publis

media berupa akun sosial orang per orang yang pernah berurusan dengan instansi

pemberi layanan ataupun meida-media lain yang bukan milik pemerintah. Informasi yang

diperoleh pada umumnya bersifat umum dan belum menjamin keabsahannya karena tidak

bersumber dari instansi terkait. Sebanyak 7,43% masyarakat mengetahui informasi melalui

publis terbatas seperti bagan mekanisme yang terpasang pada ruang pelayanan, surat

kabar, maupun media online yang secara resmi dan sah dikeluarkan oleh pemeirntah

melalui instansi terkait. Artinya, tidak banyak pemohon mengetahui informasi resmi

tentang prosedur pelayanan. Kondisi masyarakat di Kabupaten Manggarai dengan

topografi wilayah serta jarak dan waktu tempuh menuju pusat informasi resmi yang cukup

susah menjadikan masyarakat enggan untuk mencari sumber kebenaran informasi yang

5-12

pasti. Ditambah lagi dengan keterbatasan akses informasi dan komunikasi menjadikan

masyarakat cenderung bergantung pada kondisi yang ada. Karena itu pemerintah perlu

menyediakan sumber informasi yang valid, mudah, praktis, dan cepat dijangkau oleh

masyarakat dari seluruh kalangan di wilayah Kabuapten Manggarai melalui Radio

Pemerintah Daerah [RPD] atau surat kabar/koran lokal sehingga bisa menjangkau

masyarakat di wilayah pedesaan.

Berbagai sumber informasi yang digunakan masyarakat untuk medapatkan informasi

tentang prosedur pelayanan cukup membantu masyarakat untuk memahami informasi

prosedur pelayanan dimaksud. Sebanyak 76,47% menilai bahwa informasi tentang

prosedur pelayanan yang mereka terima sudah jelas dan sangat jelas [14,24%]. Kejelasan

informasi sangat bergantung pada cara menyampaikan informasi. Data tersebut

menunjukkan bahwa informasi yang diperoleh secara lisan mudah dipahami masyarakat

serta mudah pula untuk dijelaskan kepada pihak lain. Hal itu disebabkan karena informasi

yang disampaikan dapat langsung dikonfirmasi kepada sumber informasi. Selain itu,

bahasa yang digunakan dalam penyampaian informasi secara lisan biasanya adalah bahasa

sehari-hari yang mudah dipahami oleh masyarakat. Karenanya selain media yang

digunakan, pemerintah perlu mempertimbangkan cara atau metode menyampaikan

informasi agar mudah dimengerti dan dipahami oleh masyarakat dari berbagai kalangan

terutama masyarakat yang berada di pedesaan dengan tingkat pemahaan yang masih

rendah.

Kejelasan prosedur layanan tercermin pula melalui tingkat kemudahan masyarakat dalam

mendapatkan prosedur layanan. Kemudahan prosedur dan mekanisme pelayanan akan

terasa bilamana mekanisme pelayanan terkait tidak berbelit-belit dan praktis hanya

melalui beberapa tahapan hingga terpenuhinya pelayanannya. Pertanyaan tingkat

kemudahan dalam prosedur dan mekanisme pelayanan merupakan pertanyaan kunci

sehingga mendapatkan bobot lebih besar. Sebagian besar pemohon telah merasa mudah

[66,25%], dan 7,43% lainnya merasa sangat mudah. Kemudahan prosedur layanan erat

kaitannya kejelasan prosedur dan tingkat pemahaman masyarakat terhadap prosedur

layanan. Apabila prosedurnya jelas maka besar kemungkinan masyarakat [pemohon] akan

mudah memahami prosedur yang ada meskipun dengan mekanisme yang cukup panjang.

Kendati demikian, terdapat cukup banyak yakni 20,12% yang merasa kurang mudah atau

tidak mudah [6,19%]. Hal itu bisa disebabkan karena minimnya tingkat pemahaman

terhadap prosedur layanan dan mekanisme pelayanan yang terlalu panjang dan berbelit.

Minimnya akses masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait prosedur layanan juga

bisa menjadi salah satu faktor penyebab. Merujuk indikator tingkat kemudahan pemohon

atas mekanisme pelayanan dimaksud, nilai IKM konversinya mencapao 92,83 sehingga

terkategori SANGAT BAIK dan predikat 4 atau A dalam efisiensi mekanisme dan proses

pelayanan.

5-13

C. Unsur Waktu Pelayanan

Waktu pelayanan yang dimaksudkan adalah jumlah hari kerja yang dibutuhkan untuk

memberikan layanan sejak pengguna layanan mengajukan permohonan pelayanan hingga

batas akhir waktu pemohon mendapatkan luaran layanan dimaksud. Waktu pelayanan

tidak termasuk tahapan pemenuhan persyataan dari instansi lainnya karena tenggang

waktu dimaksud sangat tergantung pada instansi penyedia berbagai persayaratan. Inovasi

tentang waktu layanan kini bahkan telah berkembang menjadi hitungan jam layanan

karena ditopang oleh ketersediaan teknologi, kemampuan petugas pelayanan dan

kemudahan persyaratan yang diwajibkan, sebagaimana penerapan yang dilakukan di

beberapa unit layanan teknis di bidang penanaman modal dan perizinan serta layanan

kesehatan.

Penyedia layanan dalam hal ini pemerintah melalui instansi teknis pemberi layanan harus

sudah menghitung kemampuan petugas, dukungan perlengkapan pelayanan, kondisi

transportasi, ketersediaan legalitas dan resiko luaran sehingga mampu memperkirakan

berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan [pelayanan] sebuah kebutuhan

layanan dari masyarakat. Standar baku yang diberlakukan pada layanan administrasi

perizinan dengan jenis izin yang membutuhkan syarat teknis dan kajian lapangan seperti

hal-nya IMB dan IPL, membutuhkan waktu selama 14 hari kerja. Sementara khusus bagi

jenis perizinan yang tidak membutuhkan rekomendasi teknis, tidak dilakukan kajian

lapangan dan beresiko rendah dapat terlayani dalam durasi waktu kerja 1 hari.

Inovasi ini telah dapat diterapkan pada beberapa instansi teknis yang memberikan layanan

langsung dengan dukungan sumberdaya pelayan dan teknologi namun terkadang kendala

teknis dapat menghambat waktu pelayanan. Kejelasan batasan waktu juga merupakan

komitmen [jaminan] kesanggupan dari penyedia layanan terhadap pengguna layanan agar

mengetahui secara pasti waktu luaran akan diperoleh sehingga tidak terjadi an-evisien

waktu dan biaya selama proses poelayanan berlangsung.

Penilaian masyarakat terkait waktu pelayanan dalam survey kali ini mencakup kepastian

waktu, kecapatan waktu, jumlah hari kerja, dan pemahaman terhadap standar waktu. Hasil

survey menunjukkan sebagian besar masyarakat merasa pasti dengan waktu yang

distandarkan oleh instansi pemberi layanan [57,59%]. Kepastian waktu pelayanan ditopang

oleh standar regulasi yang baku sehingga tidak memberi ruang bagi instansi pemberi

layanan untuk melayani di luar standar waktu yang ditetapkan. Selain itu, masyarakat juga

dapat mengajukan keberatan manakala waktu pelayanan berjalan di luar standar yang

sudah ditetapkan. Meski demikian terdapat 31,58% pemohon masih merasa kurang pasti

dengan waktu pelayanan. Hal ini dikarenakan minimnya informasi terkait waktu pelayanan

dan minimnya tingkat pemahaman masyarakat terkait tingkat kesulitan instansi pemberi

layanann dalam mengurus beberapa urusan yang membutuhkan prosedur dan waktu yang

cukup lama sehingga masyarakat cenderung menganggapnya sebagai bagian dari kelalaian

pemberi layanan.

5-14

Kepastian waktu pelayanan tercermin pula melalui penilaian masyarakat pemohon terkait

durasi waktu pelayanan. Sebanyak 59,75% masyarakat pemohon merasa waktu pelayanan

yang diberikan oleh instansi pemberi layanan sudah cepat karena rata-rata kurang dari 5

hari. Hal ini disebabkan oleh karakteristik instansi yang menjadi sampel dalam survey IKM

kali ini rata-rata adalah instansi yang hanya membutuhkan syarat administratif sehingga

tidak membutuhkan banyak waktu mulai dari terpenuhinya syarat yang diminta hingga

mendapatkan luaran pelayanan. Kecepatan waktu pelayanan juga tentunya sangat

bergantung pada kelengkapan berbagai persyaratan yang diminta oleh instansi teknis.

Apabila semua dokumen persyaratan sudah dinyatakan lengkap, maka pemohon bisa

dijamin untuk mendapatkan luaran layanan sesuai waktu yang telah ditetapkan bahkan

bisa lebih awal. Hal itu sangat tergantung pada komitmen dan keseriusan pemberi layanan

dalam melayani kebutuhan masyarakat. Komitmen dan keseriusan serta sumber daya

petugas pemberi layanan seringkali menjadi kendala dalam memberikan layanan kepada

masyarakat. Selain itu, kendala birokratisasi dan berbagai kendala internal organisasi dan

personal cenderung menghambat upaya percepatan pelayanan. Minimnya sumber daya

petugas, terutama petugas yang memahami tata cara pengurusan berkas maupun

dokumen yang dibutuhkan masyarakat menyebabkan keterlambatan dalam meberikan

pelayanan sehingga terkadang membutuhkan waktu lebih cukup lama. Sementara jumlah

pemohon cukup banyak. Tidak mengherankan apabila masih cukup banyak masyarakat

pemohon yang merasa waktu pelayanan yang diberikan oleh instansi terkait cukup lama

[34,98%]. Kesan tersebut umumnya bersumber dari instansi yang secara regulatif

perannya tidak dapat digantikan oleh pihak lain seperti Disdukcapil. Peran monopolis yang

melekat pada Disdukcapil cenderung menjadikannya sebagai instansi yang paling banyak

berurusan dengan masyarakat. Volume permohonan dan peran monopolis yang melekat

pada instansi ini seringkali menjadikannya sebagai instansi yang paling sibuk sehingga

berdampak pada lamanya waktu pengurusan.

Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk melayani kebutuhan pemohon mulai dari

pengumpulan berkas persyaratan hingga mendapatkan luaran layanan tidak lebih dari 5

hari sebagaimana dipersepsikan oleh mamsyarakat [41,44%]. Inovasi di bidang pelayanan

terutama dari aspek waktu telah berdampak pada percepatan pelayanan. Spirit pelayanan

yang mengutamakan kepentingan masyarakat sudah menjadi trend baru pada lingkup

birokrasi sehingga beberapa urusan yang tidak membutuhkan kajian teknis umumnya tidak

memerlukan waktu lama untuk memberikan layanan kepada masyarakat. Paling lama

waktu yang dibutuhkan mulai dari pengumpulan berkas persyaratan hingga mendapatkan

luaran layanan rata-rata tidak lebih dari 10 hari dan 14 hari [22,29% dan 16,41%]. Kondisi

ini sangat bergantung pada tingkat kesibukan pemberi layanan. Namun ada juga pemohon

yang merasa durasi waktu pelayanan melebihi 14 hari [12,38%]. Besar kemungkinan,

persepsi ini muncul dari pemohon yang berurusan dengan instansi teknis yang

membidangi urusan administratif kependudukan [KTP, KK, Akte Kelahiran] karena rata-rata

luaran layanan dimaksud tidak sepenuhnya menjadi wewenang instansi di lingkup daerah

tetapi harus berurusan dengan instansi yang berada di atasnya sehingga membutuhkan

waktu yang cukup lama dan jga instansi teknis yang membidangi berbagai urusan yang

mebutuhan kajian teknis lapangan.

5-15

Merujuk pada pertanyaan terkait pengetahuan masyarakat terhadap standar waktu

pelayanan, muncul beragaam persepsi. Sebagian besar masyarakat mengetahui standar

waktu yang ditetapkan [38,08%]. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui berbagai

informasi yang disampaikan melalui media maupun secara lisan. Namun cukup banyak

juga yang kurang tahu [34,37%] dan bahkan tidak tahu sama sekali [24,46%] tentang

standar waktu pelayanan. Fakta ini tidak dapat dipungkiri karena rata-rata masyarakat

mengetahui informasi layanan secara lisan sementara informasi terkait standar waktu

pelayanan biasanya termuat dalam regulasi yang publikasinya terbatas. Namun secara

umum persepsi yang diberikan bernilai positif karena jangka waktu pelayanan telah

dipastikan oleh petugas layanan dalam memberikan layanan kepada masyarakat.

Gambar 5.3.

Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Waktu Pelayanan Sumber : Data Primer, 2019

Persepsi publik terhadap jangka waktu layanan pada beberapa instansi teknis dalam

memperoleh layanan adalah 84,30 untuk interval 10-100, sehingga simpulannya; kinerja

unit layanan terkait waktu pelayanan dipersepsikan BAIK [3 atau B]. Kondisi ini dipengaruhi

oleh persepsi yang sangat positif dengan nilai persepsi rata-rata 3 dari para responden

terhadap waktu pelayanan di RSUD dr. Ben Mboi, Disdukcapil, dan DPM-KUT Kabupaten

Manggarai dalam masing-masing urusannya. Beberapa instansi pelayanan sebagaimana

disebutkan telah mempublikasikan mekanisme dan prosedur yang termuat juga informasi

tentang waktu, biaya dan pihak petugas yang memberikan layanan sehingga mudah bagi

pengguna layanan untuk mengetahui alur proses layanan yang dibutuhkan.

D. Unsur Tarif dan/atau Biaya Pelayanan

Penetapan tarif layanan publik harus melalui berbagai pertimbangan rasional, fisik,

ekonomi, sosial dan budaya serta memiliki landasan hukum yang tetap. Pemerintah tidak

diperkenankan melakukan pemungutan dalam bentuk apapun terhadap masyarakat bila

5-16

tidak dipayungi dengan aturan hukum sehingga segala bentuk kegiatan pemungutan yang

tidak berlandasan hukum dikategorikan perbuatan melanggar hukum perdata. Hal ini

karena secara normatif masyarakat telah memenuhi kewajibannya membayar pajak maka

berhak untuk mendapatkan layanan pemerintah. Namun mengingat kebutuhan

pemerintah untuk melayaninya menggunakan sejumlah anggaran dan pengorbanan

sumberdaya maka diterapkan tarif dan pembiayaan.

Penilaian masyarakat terkait tarif dan/atau biaya pelayanan dalam survey kali ini

mencakup kejelasan biaya/tarif, kewajaran jumlah biaya, keseuaian biaya/tarif dengan

standar yang ada, kesanggupan memenuhi biaya, serta pembiayaan lain yang tidak

tersyarat sebagaimana tampak dalam gambar berikut.

Gambar 5.4.

Pesepsi Masyarakat Terhadap Unsur Biaya/Tarif Sumber: Data Primer 2019

Persoalan pembiayaan kadang menjadi momok dalam layanan publik karena masalah

keuangan merupakan konsen dalam menciptakan citra birokrasi yang bersih dan bebas

dari KKN. Hal lain yang jarang diperhatikan adalah timbulnya pembiayaan lain selama

proses pemenuhan persyaratan sehingga terkesan bernilai harga tinggi. Pembiayaan diluar

standar biaya yang ditetapkan kadang berjumlah lebih banyak [besar] karena tidak tertera

dalam standar ideal dan tanpa landasan hukum formal serta berurusan dengan pihak lain

diluar seperti perihal biaya hidup dalam fase menunggu, biaya pemenuhan persyaratan,

biaya transportasi, biaya komunikasi dan biaya lainnya dalam proses pengurusan izin.

Terdapat pula beberapa jenis layanan yang tidak membutuhkan biaya [gratis] sehingga

biaya yang ditimbulkan adalah seluruhnya terkait biaya pemrosesan diluar standar ideal.

5-17

Hasil survey menunjukkan sebagian besar masyarakat merasa jelas dengan informasi

biaya/tarif layanan [68,42%]. Informasi tentang biaya biasanya menjadi konsumsi publik

dan menyebar begitu cepat dari mulut ke mulut. Biasanya informasi paling pertama yang

dibutuhkan masyarakat pemohon adalah besaran biaya pengurusan sehingga tidak

mengherankan apabila kejelasan terkait informasi biaya menjadi dalah satu aspek yang

mendapat nilai paling positif. Selain itu, biaya seringkali dianggap sebagai sesuatu yang

riskan sehingga hanpir semua instansi yang berhubungan dengan masyarakat selalu

menempatkan informasi tentang biaya pada point pertama dan utama. Ketidakjelasan

terkait informasi biaya sebagaimana dipersepsikan oleh 17,6% masyarakat bisa jadi

disebabkan karena minimnya akses informasi dan keterbatasan media publikasi.

Pengetahuan masyarakat terkait informasi biaya kemudian terkonfirmasi dengan kondisi

riil lapangan ketika masyarakat berhadapan langsung dengan instansi pemberi layanan.

Sebanyak 59,44% masyarakat menyatakan bahwa biaya yang ditetapkan sudah sesuai

dengan standar yang berlaku. Artinya, tidak ada penyimpangan terkait penetapan biaya.

Kendatipun sedikit bergeser, hal itu biasanya disesuaikan dengan kondisi daerah dan

tingkat kesulitan yang ada di daerah. Namun pergeseran tersebut rata-rata tidak signifikan.

Terhadap besaran biaya yang ditetapkan oleh instansi pemberi layanan, hampir sebagian

besar tidak dikenakan biaya [gratis] sebagaimana dipersepsikan oleh 43,65% masyarakat.

Kendatipun dikenakan biaya, rata-rata masyarakat menganggap tarif yang ditetapkan

tegolong murah [31,58%]. Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat benar-benar diberi

kemudahan dalam mendapatkan layanan sesuai dengan paradigma new public service

yang mengutamakan kepuasan masyarakat sebagai pelanggan. Hal itu ditunjang pula

dengan minimnya tambahan biaya lainnya untuk berbagai urusan dimaksud sebagaimana

dipersepsikan oleh 82,97% masyarakat. Murahnya biaya yang ditetapkan sangat

membantu masyarakat untuk lebih pro aktif dalam mengurus urusan administrasi. Sikap

pro aktif masyarakat sangat ditentukan pula oleh kesanggupan masyarakat dalam

memenuhi biaya/tarif layanan. Terhadap standar biaya yang ditetapkan, hampir sebagian

besar masyarakat merasa sanggup [63,16] untuk membiayai. Namun penting untuk dicatat

bahwa besaran pembiayaan terkadang bukan menjadi kendala dalam proses mendapatkan

layanan karena perihal dimaksud merupakan konsekuensi dari layanan yang diperoleh.

Permasalahannya terletak pada ketidak pastian nominal biaya pelayanan yang

diberlakukan akibat ketiadaan penetapan harga oleh unit instansi pemberi layanan bagi

setia jenisnya. Pemohon umumnya merasa sanggup membayar lebih mahal dari keharusan

asalkan mendapatkan kemudahan selama proses awal penyiapan persyaratan, kemudahan

dalam prosedur/mekanisme dan penetapan biaya sesuai peraturan yang berlaku dengan

mempertimbangkan besaran biaya yang relevan [sanggup] dipenuhi pemohon.

Persepsi publik terhadap biaya/tarif layanan pada ketiga unit layanan dalam memperoleh

layanan adalah 85,48 unutk interval 10-100, sehingga simpulannya; kinerja unit layanan

terkait biaya/tarif layanan dipersepsikan BAIK [3 atau B]. Kondisi ini dipengaruhi oleh

persepsi yang sangat positif dengan nilai persepsi rata-rata 3 [tiga] dari para responden

terhadap kejelasan tarif/ biaya yang dipublikasikan secara terbuka di RSUD dr. Ben Mboi,

Disdukcapil dan DPM-KUT Kabupaten Manggarai dalam masing-masing urusannya.

5-18

Beberapa instansi dimaksud telah menerapkan standar pembiayaan, dan bahkan ada

diantara jenis layanan yang tidak dikenakan biaya [gratis] karena regulasinya meniadakan

biaya dan/atau belum ada penetapan tarif layanan. Persepsi positif yang diberikan oleh

pemohon atas unsur layanan pembiayaan menunjukan layanan publik di Kabupaten

Manggarai telah minim dari praktek KKN.

E. Unsur Produk Spesifikasi Jenis Layanan

Unsur produk spesifikasi jenis layanan atau luaran dari ketiga unit layanan dimaksud

terbagi menjadi 3 bagian sebagaimana yaitu; [1] kelompok layanan administrasi yang

luarannya berbentuk surat izin, rekomendasi, surat keterangan, layanan identitas

kependudukan [KTP, KK, AKta Kelahiran, Akte Nikah], layanan administrasi pemerintahan

dan lainnya. [2] kelompok layanan barang seperti layanan obat-obatan di RSUD dr. Ben

Mboi, dan [3] kelompok layanan jasa seperti layanan layanan kesehatan pada RSUD dr.

Ben Mboi, dan sebagainya.

Luaran yang diharapkan dalam ketiga kelompok dimaksud terdistribusi pada beberapa

jenis urusan sebagaimana yang disajikan dalam pembahasan sebelumnya. Persepsi publik

terhadap produk spesifikasi jenis layanan atau luaran yang dihasilkan sesuai [79,57%]

sesuia yang diharapkan dan yang dibutuhkan, 12,39% lainnya merasa kurang dan tidak

sesuai, sementara 7,74% lainnya sangat sesuai dengan harapannya. Kepuasan masyarakat

terhadap kinerja instansi pemberi layanan sangat bergantung pada kesesuaian antara

harapan masyarakat dengan produk layanan yang dihasilkan. Data terkait persepsi

masyarakat tersebut menunjukkan bahwa masyarakat merasa puas dengan layanan yang

diberikan. Hal itu serentak pula menunjukkan bahwa konektivitas antara persyaratan,

harapan dan luaran yang dihasilkan sangat tinggi. Artinya, berbagai nomenklatur dan

persyaratan yang digunakan oleh instansi pemberi layanan bisa dipahami dengan baik oleh

masyarakat pemohon.

Produk/luaran yang dihasilkan oleh instansi pemberi layanan mendatangkan manfaat yang

cukup besar bagi masyarakat. Logikanya, upaya masyarakat untuk medapatkan

luaran/produk layanan tentu dilatari oleh berbagai kebutuhan baik itu untuk keperluan

urusan administrasi lainnya maupun untuk keperluan yang sifatnya konsumtif sehingga

sudah pasti mendatangkan manfaat. Aspek kemanfaatan dari luaran yang diperoleh bagi

pemohon dinilai sangat bermanfaat mencapai 43,34% dan 49,85% lainnya merasa

bermanfaat, serta 6,81% sisanya merasa cukup dan tidak bermanfaat. Persoalan aspek

kemanfaatan ini menunjukan betapa besar harapan adanya luaran atas pelayanan yang

diperoleh dalam berbagai urusan terkait sehingga semakin tinggi nilai manfaatnya maka

semakin besar tingkat kepuasan masyarakat karena terpenuhinya harapan dan kebutuhan

atas layanan terkait.

Pertanyaan lama masa berlaku luaran terkait daya tahan dan kemanfaatan luaran, semisal

sebuah dokumen izin dapat berlaku hingga masa waktu yang relatif lama maka pemohon

tidak perlu segera memperpanjang mengurusnya untuk mengaktifkan dokumen izin

terkait. Cepat atau lambatnya masa berlaku sebuah luaran cukup mempengaruhi

kenyamanan pemohon dalam mendapatkan layanan karena pengguna layanan tidak

5-19

berulang-ulang melakukan pengurusan terkait. Semisal pula KTP yang kini telah berlaku

seumur hidup maka masyarakat cukup sekali saja mengurus KTP dan berlaku sepanjang

hidupnya, berbeda dengan sebelumnya yang harus diperbaharui selama 5 [lima] tahun

kemudian pasca pengurusannya. Selain hal masa berlaku, perihal kualitas luaran juga

dapat dikategorikan dalam pertanyaan demikian karena hal ini terkait teknis produk

luarannya. Hasil kajian lapangan menunjukan bahwa sebagian masyarakat merasa masa

berlaku dan daya tahan produk luaran terkategori lama [43,03%], cukup lama [26,01%],

terlalu cepat [7,74%] dan 23,22% yang merasa puas [sangat lama] atas produk hasil

luarannya.

Kinerja unsur layanan terkait produk spesifikasi jenis layanan dipersepsikan BAIK [3 atau B]

dengan nilai 85,89 umumnya masa berlaku produk luaran cukup lama namun kualitas

luaran belum terjamin baik, serta adanya fase registrasi ulang pada beberaja jenis izin yang

mensyaratkan adanya permaharuan data dan informasi dari setiap luaran yang telah

dihasilkan meskipun masa berlakunya masih belum selesai. Kondisi eksisting dimaksud

tersaji dalam gambar berikut yang merupakan nilai rata-rata komposit dari ketiga

pertanyaan dan khususnya pertanyaan kunci terkait kesesuaian produk luaran dari hasil

pelayanan.

Gambar 5.5.

Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Produk/Luaran Layanan Sumber: Data Primer, 2019

F. Unsur Kompetensi Pelaksana

Aspek kompetensi pelaksana berkaitan dengan kemampuan petugas pelayanan

menggunakan berbagai sumberdaya, sarana/prasarana dan fasilitas pendukung lainnya

dalam memberikan pelayanan. Kemampuan menggunakan teknologi dan informasi juga

merupakan bagian dari instrumen yang dinilai oleh pengguna layanan. Upaya untuk

memenuhi kompetensi harus ditempuh melalui berbagai kegiatan pendidikan dan

pelatihan, pemagangan, training dan sejenis pendidikan non-formal lainnya karena

berkaitan dengan budaya kerja.

5-20

Kompetensi petugas pelayanan berhubungan langsung dengan tugas dan tanggung jawab

yang diembankan kepadanya dan jenis urusan yang dikelola sehingga kemampuan secara

personal harus memperhatikan latar belakang pendidikan petugas. Artinya, distribusi tugas

dan fungsi kepada petugas pelayanan harus disesuaikan dengan latar belakang basis

keilmuan agar dalam mempelajari, memahami dan melaksanaan tugas lebih terjamin

kompetensinya. Pertimbangan lainnya adalah terkait keahlian petugas karena telah

mengikuti berbagai pendidikan khusus, pelatihan dan jenjang training teknis terkait

pelayanan, dan atau petugas yang memiliki kemampuan komunikasi personal baik serta

berkeahlian khusus dalam pengoperasioan teknologi penunjang. Perihal kompetensi

perlaksana terkait aspek pengetahuan yang dikaitkan dengan latar belakang keilmuan,

aspek keahlian karena berkeahlian khusus setelah mengikuti fase pelatihan, aspek

keterampilan merupakan bawaan personal petugas yang terampil dalam menjalani tugas,

serta pengalaman yang terukur dari lama dan kuantitas pelayanan yang telah dicurahkan.

Unsur layanan kompetensi pelaksana dapat digantikan dengan bentuk pertanyaan lainnya

jika jenis layanan yang diberikan berbasis website namun kenyataannya bentuk layanan

yang disurvey masih menggunakan pendekatan pelayanan manual sehingga

pertanyaannya dapat diberlakukan sesuai kondisi di lapangan.

Persepsi publik terhadap kompetensi petugas layanan yang mencakup kemampuan,

pengalaman, keterampilan, keahlian, dan pengetahuan petugas dalam memberikan

layanan dapat terukur sebagaimana sajian gambar berikut.

Gambar 5.6.

Pesepsi Masyarakat Terhadap Unsur Kompetensi Pelaksana Sumber: Data Primer, 2019

5-21

Gambar di atas memperlihatkan kompetensi petugas pelayanan dinilai masih relevan

dengan tugas yang dilayani karena terkategori faham [80,80%], dan sangat faham

[13,93%], serta 4,64% dianggap kurang paham atas tugas yang sedang dijalankan.

Tingginya tingkat pemahaman petugas sebagaimana dipersepsikan masyarakat

menunjukkan tingkat kopetensi petugas yang mumpuni. Hal itu dipengaruhi oleh

karakteristik instansi pemberi layanan seperti RSUD yang memang rata-rata petugasnya

memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan tupoksi sehingga sangat

mendukung dalam proses pelayanan. Selain itu, untuk kedua instansi lainnya yakni

Disdukcapil dan DPM-KUT, meskipun tidak memiliki latar belakang sesuai dengan btupoksi,

prosedur atau mekanisme kerja internal instansi rata-rata sudah terstandar merujuk pada

regulasi yang berlaku sehingga proses pelayanan tinggal merujuk pada regulasi yang sudah

ada.

Tingkat kopetensi juga sangat tergantung pada keahlian teknis petugas. Persepsi

masyarakat terkait keahlian teknis petugas juga cenderung positif karena sebanyak

84,835% menilai petugas berkeahlian dalam memberikan layanan, 10,22% lainnya sangat

ahli dan 5,26% lainnya dianggap kurang dan tidak berkeahlian. Keahlian petugas dapat

diukur dari dua hal. Pertama, latar belakang pendidikan dan keilmuannya yang sesuai

dengan bidang kerjanya. Kedua, kemampuan petugas dalam beradaptasi dengan tupoksi

yang diembannya meskipun tidak memiliki latar belakang ilmu yang sinkron dengan

tupoksi yang diembannya. Dari kedua aspek tersebut, masyarakat lebih cenderung menilai

berdasarkan penilaian riil lapangan yakni kemampuan petugas dalam memberikan

pelayanan sebab seringkali latar belakang pendidikan dan keilmuan tidak menjamin

kemampuan petugas bersangkutan dalam memberikan pelayanan.

Konsekwensi lebih lanjut dari pertanyaan tentang keahlian petugas adalah penilaian

masyarakat terkait keterampilan petugas. Asumsinya, petugas yang memiliki kompetensi

dan keahlian yang tinggi dengan sendirinya memiliki keterampilan yang baik pula.

Terhadap pertanyaan tentang keterampilan petugas, 77,09% masyarakat berpersepsi

bahwa petugas pada instansi yang dijadikan sampel dalam survey IKM ini dinilai terampil.

Keterampilan petugas sebagaimana dimaksud diukur dari kemampuannya dalam

memberikan layanan yang cepat dan tepat. Ketermapilan petugas tentunya ditopang oleh

latar belakang keilmuan, keinginannya untuk belajar serta kamampuan dan komitmennya

dalam memberikan layanan.

Keterampilan dan keahlian petugas dalam memberikan layanan juga sangat bergantung

pada keseringannya dalam memberikan pelayanan. Pengalaman melayani baik di instansi

yang sama maupun instansi yang berbeda juga menjadi faktor yang mempengaruhi

kemampuan dan keahlian petugas dalam memberikan layanan. Petugas yang sudah

memiliki cukup banyak pengalaman dalam melayani masyarakat tentunya tidak mengalami

kendala ketika berhadapan dengan masyarakat dengan berbagai karakter dan kemauan.

Kemampuan petugas dalam melayani secara baik dan memuaskan menunjukkan bahwa

petugas bersangkutan sudah memiliki cukup banyak pengalaman dalam hal melayani

masyarakat. Terhadap pertanyaan terkait keahlian petugas 81,73% masyarakat

5-22

berpersepsi bahwa petugas pada ketiga instansi dimaksud sudah berpengalaman. Hal itu

tercermin dalam kemampuannya meberikan pelayanan kepada masyarakat.

Kompetensi, pengalaman, Keahlian, keterampilan, dan pengetahuan petugas merupakan

aspek yang saling kait-mengait, saling mempengaruhi, saling mengandaikan dan saling

mendukung. Idealnya, kelima aspek tersebut menyatu dalam diri seorang petugas layanan.

Pengetahuan menjadi penting karena berimplikasi pada kompetensinya. Demikianpun

sebaliknya kompetensi dapat menentukan tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Hasil

survey meninjukkan bahwa persepsi masyarakat terkait kompetensi petugas menunjukkan

hasil yang memuaskan dengan total 78,33%. Artinya, para petugas memiliki pengetahuan

yang mumpuni terkait tupoksi yang diembannya.

Kinerja unsur layanan terkait kompetensi pelaksana layanan dipersepsikan SANGATBAIK [4

atau A] karena bernilai 88,72. Kondisi ini dipengaruhi oleh persepsi yang sangat positif

dengan nilai persepsi rata-rata 4 dari para responden terhadap kompetensi petugas

layanan di RSUD dr. Ben Mboi, Disdukcapi, dan DPM-KUT Kabupaten Manggarai dalam

masing-masing urusannya. Secara spesifik, penilaian masyarakat terhadap kompetensi

petugas dapat dilahat dalam gambar 5.7. yang mana terkait kemampuan petugas dinilai

kompeten [78,33%], pengalaman petugas dinilai berpengalaman [81,73%], keterampilan

petugas dinilai terampil [77,09%], keahlian petugas dinilai memiliki keahlian [84,83%], dan

pengetahuan petugas dinilai memiliki pemahaman yang baik [80,80%].

G. Unsur Perilaku Pelaksana

Aspek perilaku menjadi bagian penting dalam penentuan tingkat kepuasan karena tidak

memiliki indikator dan takaran yang dipresentasikan. Penilaian terhadap unsur perilaku

pelaksana cenderung subjektif karena instrumen yang dinilai adalahkenyamanan atas sikap

petugas, respek petugas terhadap yang dilayni, penampilan petugas, dan kesopanan

petugas. Beberapa instansi teknis seperti Rumah Sakit, Dispenduk Capil, dan DPM-KUT

pada bagian pelayanan oleh Petugas di loket pelayanan [front office], telah dilatih khusus

untuk memberikan senyuman, menyapa lawan bicara, menatap lawan bicara,

mengendalikan emosi saat bicara, dan bahkan mengendalikan konflik yang muncul.

Kebutuhan untuk kajian ini cenderung bersifat umum sehingga penilaiannya relatif baik

dan diperkuat oleh ketiga institusi dimaksud. Persepsi publik terhadap perilaku pelaksana

pada ketiga instansi dimaksud dalam memperoleh layanan adalah 89,82 unutk interval 10-

100dan dipersepsikan SANGATBAIK [4 atau A]dengan rincian sebagainana tampak pada

gambarberikut.

5-23

Gambar 5.7.

Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Perilaku Pelaksana Sumber: Data Peimer 2019

Gambar di atas memperlihatkan bahwa persepsi masyarakat terkait perilaku/sikap petugas

cenderung positif [sopan: 75,85% dan sangat sopan: 13,93%]. Kondisi ini tidak terlepas

dari karakter pribadi petugas pemberi layanan yang merupakan cerminan dari karakteristik

masyarakat Manggarai pada umumnya. Kesopanan seringkali menjadi daya tarik sendiri

bagi masyarakat untuk berhubungan dengan instansi pemberi layanan. Seringkali keahlian,

kompetensi, pengalaman, pengetahuan, dan sebagainya bukan menjadi alasan masyarakat

merasa puas terhadap kinerja pemberi layanan. Justru sikap dan perilaku petugaslah yang

cenderung dinilai. Karena itu, meskipun tidak memiliki cukup keahlian, minimal sikap dan

perilaku petugas dapat memberi kesan positif bagi masyarakat sehingga masyarakat

merasa puas.

Sikap sopan petugas pemberi layanan dapat menimbulkan kesan positif bagi masyarakat.

Dengan berperilaku sopan masyarakat merasa dihargai keberadaannya. Ketika masyarakat

merasa dihargai otomatis mereka merasa nyaman berurusan dengan instansi terkait.

Persepsi masyarakat terkait tingkat penghargaan petugas rata-rata positif. Sebanyak

73,07% masyarakat merasa dihormati keberadaanya saat berurusan dengan petugas.

15,17% merasa sangat dihormati. Artinya, petugas pemberi layanan sudah menempatkan

masyarakat sebagai pelanggan yang harus diperlakukan secara terhormat. Sebanyak 9,91%

masyarakat merasa kurang dihormati. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kesibukan petugas

dengan volume permintaan yang tinggi segingga sebagian kecil masyarakat terkadan

merasa kurang dihargai keberadaanya.

Selain sikap, penampilan fisik petugas juga penting untuk diperhatikan. Penampilan fisik

menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat pengguna layanan. Petugas yang

berpenampilan rapih dan bersih seringkali menjadi magnet bagi masyarakat pengguna

layanan untuk merasa nyaman selama berurusan dengan instansi dimaksud. Kenyamanan

5-24

menjadi kata kunci untuk menilai tingkat kepuasan masyarakat terhadap keinerja pemberi

layanan. Penampilan fisik diharapkan mampu meyakinkan masyarakat akan pemenuhan

kebutuhannya. Hasil survey menunjukkan bahwa penilaian masyarakat terkait penampilan

fisik petugas sebagian besar positif dengan kesan rapih [85,14%].

H. Unsur Penanganan Pengaduan

Pengaduan adalah bagian dari 9 unsur layanan sesuai Permen PAN-RB Nomor 14 Tahun

2017, sebelumnya pengaduan merupakan unsur kesembilan dan ‘maklumat’ menjadi

unsur kedelapan namun seiring perubahannya maka maklumat digantikan dengan unsur

sarana/prasarana. Pengaduan dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja, menghasilkan

luaran yang berkualitas dan menjalankan perintah standar yang telah ditetapkan, serta

dalam rangka mewujudkan keterbukaan aspirasi dalam iklim demokrasi. Wahana

pengaduan menfasilitasi pemohon dapat memberikan koreksi, saran dan kritik terhadap

segala aspek maupun unsur dalam proses pelayanan, baik yang tertulis dalam standar

pelayanan maupun persoalan etika dan budaya kerja yang diinterpretasikan dalam

kerangka memenuhi kepuasan pemohon [pengguna layanan].

Pengguna layanan dipersilahkan secara luas dan terbuka untuk mengeluhkan dan

menyampaikan tingkat kepuasannya melalui berbagai media pengaduan, seperti kotak

saran yang tersedia pada tempat-tempat strategis, sms/WA/email yang bersifat online,

atau bahkan dapat langsung mendatangi loket pengaduan. Poin-poin yang hendak dinilai

atau disampaikan dapat berupa tindak lanjut pemberi layanan terhadap aduan, cara

petugas menangani pengaduan, ketersediaan sarana pengaduan, dan sikap petugas

terhadap aduan. Meski demikian, dalam tataran operasional dibutuhkan cara lain dalam

melayani pengaduan masyarakat, seperti pengaduan on line, tertulis dan lisan. Fase

pengaduan menjadi tahapan awal persentasi koreksi bagi jalannya kegiatan pelayanan

sehingga untuk pengembangan selanjutnya, unit layanan lebih berbuka diri dan

berkomunikasi untuk meningkatkan kompetensi dan sistem pelayananya. Penilaian

masyarakat terkait penanganan pengaduan dapat dilihat pada gambar berikut.

5-25

Gambar 5.8. Pesepsi Masyarakat Terhadap Unsur Layanan Pengaduan

Sumber: data Perimer 2019

Pada survey kali ini, persepsi publik terhadap Penanganan Pengaduan pada ketiga instansi

dimaksud dalam memperoleh layanan adalah 86,74 untuk interval 10-100 dengan rincian;

66,25% dan 20,12% masyarakat merasa bahwa pengaduan merupakan salan satu bagian

penting dan sangat penting dalam proses layanan. Persepsi ini muncul dari kesadaran

bahwa dalam proses pelayanan perlu adanya feed back dari masyarakat terkait kinerja

pemberi layanan. Feed back merupakan sesuatu yang penting untuk pemberi layanan

dalam rangka pembenahan layanan sehingga proses pelayanan terus diperbarui dan

ditingkatkan dari waktu ke waktu. Pentingnya pengaduan juga menjadi indikator bahwa

masyarakat sudah berpikir inovatif. Paradigma pelayanan publik seyogyanya sudah

bergeser ke paraadigma new public service di mana kepuasan masyarakat menjadi

prioritas pemberi layanan.

5-26

Sayangnya, kesadaran masyarakat akan pentingnya mengadu tidak ditopang oleh

ketersediaan peluang untuk mengadu. Sebanyak 30,96% masyarakat menilai tidak adanya

peluang untuk mengadu pada ketiga instansi sampel dimaksud. Sebagianya

berkesempatan mengadu [27,55%], dan sebagiannya lagi mengadu secara terbuka ketika

berhadapan dengan petugas pelayanan. Keluhan masyarakat cenderung dikonfirmasi

langsung kepada petugas sehingga tidak memuaskan dan mengganggu penguna layanan

lainnya yang membutuhkan layanan. Menariknya, 65,02% masyarakat menilai bahwa pada

instansi dimaksud terdapat sarana pengaduan. Fakta tersebut terkesan paradoks, namun

bisa dipahami ketika sarana dan mekanisme/prosedur pengaduan tidak disosialisasikan

kepada masyarakat sehingga tidak banyak yang mengetahui keberadaan dan fungsinya.

Karena itu diperlukan sosialisasi terkait sarana, sistem dan mekanisme pengaduan yang

solutif dan inovatif sehingga dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat tanpa

mengabaikan pengguna layanan lainnya yang membutuhkan pelayanan.

Terhadap pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat, 53,25% masyarakat menilai

adanya respon petugas untuk menerima pengaduan. Respon petugas dinilai solutif dalam

menangani pengaduan yang disampaikan serta ditindaklanjuti dan dikelola dengan baik.

Fakta ini menunjukkan bahwa instansi pemberi layanan memiliki niat untuk melakukan

pembenahan secara internal organisasi untuk meningkatkan mutu dan kualitas

pelayanannya. Setiap bentuk pengaduan dari masyarakat merupakan input yang penting

bagi peningkatan kinerja instansi. Ketika pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat

tidak mampu diselesaikan oleh petugas, langkah terakhir yang diambil adalah

menyampaikan lanngsung ke atasan sebagaimana dipersepsikan oleh 44,58% masyarakat.

Karena itu, para petugas perlu dibekali dengan pengetahuan, kapasitas dan kemampuan

untuk menagnani pengaduan yang disampaikan oleh maysarakat sehingga setiap

pengaduan yang disampaikan dapat langsung ditangani sehingga masyarakat merasa puas

dan terlayani dengan baik. Perlu diingat pula bahwa pengaduan yang disampaikan oleh

masyarakat merupakan input atau masukan yang penting dalam rangka perbaikan kinerja

organisasi ke depannya sehingga perlu direspon dengan baik. Simpulannya; kinerja unit

layanan terkait layananpenanganan pengaduan dipersepsikan BAIK [3 atau B].

Hal lain yang perlu ditegaskan adalah persoalan kepedulian pemohon untuk melakukan

aduan, memberikan saran dan kritik. Merujuk hasil yang diperoleh tersaji bahwa unsur

pengaduan berperan penting dalam penentuan angka IKM Kabupaten karena volume

pengaduan yang rendah intensitasnya, dan juga tingkat apatisme dan kepasrahan atas

ketidaknyamanan dalam kegiatan pelayanan. Keberlanjutan dari upaya pengaduan yang

tidak tuntas solusinya berdampak pada apatisme [keengganan] pemohon untuk

melakukan pengaduan karena harapan akan mendapatkan kesempurnaan dirasa sulit

terpenuhi.

I. Unsur Sarana Prasarana

Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan

tujuan, yang digunakan untukbenda yang bergerak seperti komputer, kendaraan dan

mesin lainnya. Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama

5-27

terselenggaranya suatu proses [usaha, pembangunan, proyek], dan khususnya untuk

benda yang tidak bergerak seperti gedung/kantor. Sarana prasarana merupakan salah satu

aspek penting dalam pelayanan karena keberadaannya sangat mempengaruhi kualitas

sebuah layanan. Aspek efektifitas, efisiensi, transparansi, serta pertimbangan lainnya

dapat terselenggara dan kenyamanan dapat dirasakan para pemohon manakala unsur

sarana/prasana tersedia memberikan kenyamanan bagi pemohon selama proses awal

mendapatkan layanan hingga luaran hasil yang diperolehnya. Sarana prasarana berkaitan

dengan ketersediaan fasilitas-fasilitas utama dan pendukung pelayanan seperti

ketersediaan pekarangan sebaga lahan parkir kendaraan, kenyamanan ruang tunggu,

kondisi kualitas gedung pelayanan, dan ketersediaan teknologi pelayanan untuk

menunjang kinerja pelayanan.

Penilaian terhadap sarana dan prasarana berangkat dari fakta bahwa seringkali persepsi

masyarakat terhadap layanan publik lebih mengarah pada kondisi fisik layanan sebagai

faktor penunjang ketimbang prosedur pelayanan terkait. Aspektasi penilaian sangat

dipengaruhi oleh latar belakang pemohon dimana semakin tinggi aspektasi, pendidikan

dan pengalamannya dalam pengurusan maka kecenderungan membanding-bandingkan

kenyamanan berdasarkan ketersediaan sarana/ prasarana cukup tinggi. Semisal paradigma

kenyamanan dan kepuasan, terstrandar menurut masyarakat [pemohon] di perdesaan

akan cenderung lebih puas dan menerima kondisi yang mungkin masih sangat minimalis

dalam ketersediaan sarana/prasarana yang dipersepsikan oleh masyarakat perkotaan.

Demikian pula pemohon yang sudah lebih dari sekali melakukan pengurusan

[mendapatkan layanan] pada suatu urusan, aspektasi kepuasan akan terus berkembang

seiring tingkat kepuasan yang dirasakan sebelumnya.

Unsur layanan ketersediaan sarana dan prasarana sebelumnya merujuk Permen PAN-RB

Nomor 16 Tahun 2014, tidak termasuk dari 9 [sembilan] unsur yang ditetapkan. Seiring

perkembangannya, unsur sarana prasarana menggantikan posisi unsur ‘makluman’

sehingga maklumat akan menjadi point konsensus atas komitmen yang terukur saat

setelah hasil survey kepuasan tersajikan.

Persepsi publik terhadap unsur sarana prasana pada beberapa instansi teknis adalah 88,40

unutk interval 10-100 dengan rincian; terkait ketersediaan pekarangan sebesar 75,85%,

kenyamanan ruang tunggu 71,21%, kondisi kualitas gedung pelayanan 71,83%, dan

ketersediaan teknologi penunjang pelayanan sebesar 68,42% sebagaimana tampak pada

gambar 5.10. gambar tersebut menunjukan rata-rata penilaian masyarakat terhadap unsur

sarana dan prasarana cenderung positif. Namun, penilaian tersebut cenderung bersumber

pada kesan subjektif pengguna layanan. Karena itu, penailaian tersebut perlu diperkuat

dengan penataan dan pembenahan yang dapat menjamin dan meminimalisir dampak

negatif seiring semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan layanan publik.

Simpulannya; kinerja unit layanan terkait layanansarana prasarana dipersepsikan SANGAT

BAIK [4 atau A]. Kondisi ini dipengaruhi oleh persepsi yang sangat positif dengan nilai

persepsi rata-rata 4 dari para responden terhadap sarana prasarana layanan di RSUD dr.

Ben Mboi, Disdukcapil, dan DPM-KUT Kabupaten Manggarai. Merujuk hasil yang diperoleh

tersaji bahwa unsur sarana prasarana berperan penting dalam penentuan angka IKM

Kabupaten karena ketersediaan sarana prasarana di beberapa instansi teknis cukup

memadai sesuai dengan standar yang ada.

5-28

Gambar 5.9. Persepsi Masyarakat Terhadap Unsur Sarana Prasarana

Sumber: Data Peimer 2019

5-29

5.2. PERBANDINGAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT [IKM] TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN MANGGARAI

Sajian nilai indeks kepuasan masyarakat terhadapa layanan publik di Kabupaten Manggarai

menurut unit layanan sebagaimana ketiga unit layanan, yaitu; layanan kesehatan [81,86],

layanan kependudukan [77,25], dan layanan perizinan [79,13] merupakan nilai komulatif untuk

seluruh jenis layanan per unit dan untuk semua unsur layanan. Perbandingan nilai indeks untuk

ketiga unit layanan dimaksud disajikan dalam gambar berikut.

Gambar 5.10. Perbandingan Nilai Indeks Komulatif pada 3 Unit Layanan

Sumber : Data Primer, 2019

Layanan kesehatan mendapatkan penilaian lebih tinggi pada semua unsur layanan kecuali

ketersediaan sarana/prasarana dan fasilitas layanannya. Hal demikian karena kondisi

pembenahan dan pengembangan fisik yang sedang dilakukan secara berkelanjutan sehingga

dimungkinkan pengguna layanan merasakan ketidaknyamanan. Hal lain dari hasil observasi

menunjukan bahwa rancang desain rumah sakit tidak menyediakan informasi lengkap terkait

maket lokasi secara keseluruhan sehingga memudahkan pengguna layanan [secara langsung

maupun sekedar pengunjung] mendapatkan informasi terintegrasi. Terkait unsur layanan

kompetensi petugas dan perilakunya tergolong sangat baik karena dorongan status

kelembagaan yang sudah berubah menjadi Badan Layanan Umum Daerah [BLUD] sehingga

mendorong kesadaran dalam budaya pelayanan oleh segenap petugas.

Unit layanan kependudukan tergolong berhasil dalam merevitalisasi sejumlah persyaratan dan

berhasil menunjukan transparansi pembiayaan jika dibandingkan dengan unsur layanan lainnya

di unit kependudukan. Permasalahan waktu layanan untuk beberapa jenis layanan pada unit

layanan kependudukan belum terpublikasi secara terbuka meskipun dalam standar layanan

tertera batasan waktu layanan sebuah produk namun realitasnya sebagian besar responden

mengeluhkan inkonsistensi waktu yang ditetapkan dalam standar dengan masa menunggu

sebuah luaran diperoleh. Demikian pula kesempatan pengaduan tidak tersedia pada unit

5-30

layanan kependudukan, tersedia fasiliatas berupa kotak pengaduan namun berbagai

pengaduan dimaksud dirasakan tidak tertanggapi lebih cepat dan tidak tuntas sehingga fasilitas

dimaksud kesannya hanya dijadikan pajangan. Penataan ruangan menurut fungsi dan

peruntukannya, halaman luar dan parkiran dan ketersediaan toilet adalah perihal yang

menimbulkan ketidak-nyamanan pengguna layanan serta penungjung saat mendapatkan

layanan pada unit kependudukan.

Layanan perizinan cenderung spesifik karena hanya pelaku usaha yang menggunakan layanan

jasa administrasi perizinan [kecuali IMB yang terbuka untuk umum] sehingga paradigma

penilaian secara parsial tidak dapat digeneralisasikan secara universal. Sistem, mekanisme dan

prosedur yang sudah menjalani layanan satu pintu serta hadirnya kebijakan nasional terkait OSS

adalah sangat membantu point indeks pada unit layanan perizinan. Unsur layanan lainnya juga

mengalami kemajuan namun perihal pembiayaan masih menjadi point penting dalam keluhan

pengguna layanan, bukan karena besaran pembiayaan terhadap produk luarannya melainkan

berbagai pembiayaan dalam proses pengurusan sebuah izin termasuk berbagai persyarakatn

pendukungnya.

Berikut disajikan gambar terkait point nilai indeks kepuasan masyarakat pada ketiga unit

layanan menurut jenis layanan, selanjutnya selengkapnya akan dilampirkan dalam laporan ini.

Gambar 5.11. Nilai Indeks Komulatif menurut Jenis Layanan pada Ketiga Unit Layanan Publik di Kabupaten Manggarai. [5.11.1] : Layanan Kesehatan [5.11.2] : Layanan Kependudukan [5.11.3] : Layanan Perizinan

5-31

Kelompok gambar 5.11 menunjukan nilai indeks komulatif dari setiap jenis layanan pada

masing-masing unit layanan dengan perspektif penilaian publik yang bervariasi. Khusus layanan

kesehatan yang ternilaikan untuk 11 jenis layanan, penilaian tertinggi diberikan terhadap jenis

layanan unit gawat darurat. Kondisi demikian menarik untuk disimpulkan bahwa jika

dibandingkan 10 jenis layanan lainnya, layanan UGD cenderung lebih terdesak dan bersifat

urgen dalam proses penanganannya serta kondisi psikologis pengguna layanan dalam suasa

terdesak dan membutuhkan. Sesungguhnya standar pelayanan oleh petugas layanan dan RSUD

secara kelembagaan telah mengikuti standar dan berlaku sama untuk seluruh jenis layanan

namun khusus untuk jenis layanan IGD dipersepsikan tertinggi karena pada bagi pengguna

layanan berada pada pihak yang sedang sangat membutuhkan sehingga apapun nilai lebih

dalam proses pelayanannya untuk kesembilan unsur akan dinilai lebih baik dibandingkan

dengan jenis lainnya yang layani pada unit layanan kesehatan.

Unit layanan kependudukan yang dijadikan fokus kajian adalah 6 jenis layanan [produk luaran]

dipersepsikan tertinggi yaitu layanan akte perceraian dan akte kematian. Keduanya sama dalam

nilai komulatifnya namun sesungguhnya terjadi perbedaan nilai pada setiap unsur layananya

yang akan dibandingkan pada lampiran namun kondisinya yang tersaji pada gambar 5.11

menunjukan bahwa kedua jenis layanan dimaksud juga bukan bersifat general bagi seluruh

warga namun hanya para pihak tertentu yang membutuhkan jenis layanan dimaksud. Hal

demikianlah yang menyebabkan apresiasi lebih baik diberikan karena pengguna layanan

suasana kebathinannya dalam kondisi sangat membutuhkan layanan dimaksud.

Layanan perizinan hanya diberikan kepada para pihak tertentu saja karena jenis produk

luarannya hanya digunakan oleh para pelaku usaha yang membutuhkan izin usaha, kecualit Izin

Mendirikan Bangunan [IMB]. Layanan izin usaha angkutan mendapatkan respek tertinggi

dibanding jenis layanan perizinan lainnya dipengaruhi oleh mekanisme layanan langsung yang

diberikan oleh petugas lapangan [diluar mekanisme yang diatur oleh SOP] serta respons baik

yang diberikan petugas tenaga ahli yang melakukan survey [uji] teknis sebagai prasyarat izin.

Rangkuman nilai IKM untuk Kabupaten Manggarai tahun 2019 yang dipersepsikan masyarakat

menurut unsur layanan tersaji dalam tabel berikut.

Tabel 5.4.

Nilai IKM Pemerintah Kabupaten Manggarai menurut Unsur Layanan

No UnsurLayanan ∑Nilai Unsur

NRR NRR

tertimbang IKM

Unsur IKM

Konversi Mutu

Layanan

Capaian Kinerja per

Unsur

1 Persyaratan U1 10.02 3.34 0.37 9.28 92.77 A SangatBaik

2 Prosedurdanmekanisme U2 10.03 3.34 0.37 9.28 92.83 A SangatBaik

3 WaktuPelayanan U3 9.10 3.03 0.34 8.43 84.30 B Baik

4 Biaya/Tarif U4 9.23 3.08 0.34 8.55 85.48 B Baik

5 ProdukSpesifikasiJenis U5 9.28 3.09 0.34 8.59 85.89 B Baik

6 KompetensiPetugas U6 9.58 3.19 0.35 8.87 88.72 A SangatBaik

7 PerilakuPelaksana U7 9.70 3.23 0.36 8.98 89.82 A SangatBaik

8 PenangananPengaduan U8 9.37 3.12 0.35 8.67 86.74 B Baik

9 SaranaPrasarana U9 9.55 3.18 0.35 8.84 88.40 A SangatBaik

Sumber : Data Primer, 2018

5-32

Capaian kinerja per unsur sebagaimana tersaji dalam tabel diatas cenderung pada posisi ‘baik’

dan ‘sangat baik’, persoalannya adalah standar kategorial ‘sangat baik’ mengalami pergeseran

nilai intervalnya sehingga 5 [lima] dari unsur layanan terkena konsekuensi dimaksud. Hal yang

menarik adalah, meskipun terkategori kinerja ‘baik’ namun nilai konversinya masih berada

pada level aman karena mendekati batas minimal ‘predikat sangat baik’. Layanan publik di

Kabupaten Manggarai sangat terbantu oleh kejelasan persyaratan dan prosedur serta

mekanisme pelayanan meskipun informasi terkait persyaratan dan prosedur serta mekanisme

pelayanannya diketahui secara lisan yang menunjukkan bahwa komunikasi sosial di antara

warga masyarakat di Kabupaten Manggarai sangat tinggi.

Berikut adalah Indeks Kepuasan Masyarakat [IKM] yang sepatutnya diperoleh Pemerintah

Kabupaten Manggarai dalam pelaksanaan pelayanan publik di Kabupaten Manggarai dengan

nilai indek komulatif yang telah dikonversi sebesar 79,41 [berkategori BAIK]. Nilai IKM

dimaksud merupakan kredit positif yang dicapai oleh sebuah intitusi sebesar Pemerintah

Kabupaten yang belum pernah mendapatkan pengukuran akumulatif sebelumnya.

Seyogyanya nilai rasional dapat diperoleh dari berbagai unit layanan publik yang melayani

secara langsung untuk pelayanan administratif, layanan barang dan layanan jasa sehingga

perolehan nilai menunjukan representasi umum dari kinerja kelembagaan Pemerintah

Kabupaten Manggarai pada periode pelayanan tahun 2018 sampai 2019.

Gambar 5.12.

IKM Kabupaten Manggarai Tahun 2019 per Unsur Layanan Sumber : Data Primer, 2019

Unit survey yang hanya mencakupi 3 [tiga] lembaga layanan administrasi dan jasa yaitu Unit

layanan perizinan, layanan kesehatan dan layanan kependudukan dianggap telah

merepresentasikan kondisi umum dari pelayanan publik di Kabupaten Manggarai karena

ketiganya berurusan langsung dengan masyarakat dari berbagai kalangan sosial-ekonomi dan

budaya, dengan berbagai varian tingkat kebutuhan layanan. Terkhusus layanan perizinan

umumnya hanya mencakupi kelompok pelaku usaha yang membutuhkan layanan administrasi

perizinan berusaha, namun beberapa diantaranya juga membutuhkan perizinan secara

mandiri sejenis IMB. Olehnya, ketiganya merupakan representasi layanan publik di Kabupaten

Manggarai.

5-33

Nilai IKM sebagaimana tersaji dalam gambar diatas menunjukan bahwa Pemerintah

Kabupaten Manggarai dalam implementasi layanan publik telah menjalankan beberapa fungsi

standarnya sebagai aparatur negara yang bertugas memberikan layanan publik kepada

masyarakat, diantaranya;

1. Layanan publik yang diberikan telah mengikuti standar regulasi sebagaimana memiliki

SOP untuk setiap jenis layanannya. Keberadaan dokumen SOP dan SP pada tataran

implementasinya belum dapat dijalankan secara baik karena terkendala berbagai

hambatan struktural, fungsional, kelembagaan, politik, sosial dan budaya. Beberapa SOP

yang tersedia masih merujuk pedoman lama yang kini telah memiliki rujukan hukum baru

namun belum dilakukan pembaharuan dan penyelarasan sesuai tingkat kebutuhan

layanan dari pengguna layanan. Unsur layanan persyaratan menjadi unsur terbaik karena

berbagai jenis persyaratan telah ditentukan dan oleh masyarakat telah diketahui secara

umum namun tidak melalui media informasi melainkan melalui informasi lisan.

2. Unsur sistem, prosedur dan mekanisme pelayanan telah mengikuti standar layanan publik

dengan mengikuti pedoman yang ditetapka sehingga menjadi unsur terbaik kedua setelah

persyaratan. Hal demikian menunjukan komitmen Pemerintah untuk menyelaraskan

standar agar menjadi panduan dalam layanan publik untuk mencapai kesesuaian tingkat

kepuasan masyarakat pengguna layanan. Beberapa jenis layanan masih terkendala

mekanisme, bukan karena ketiadaan standar mekanisme namun kendala teknis yang

terjadi diluar perkiraan sebelumnya sehingga direkomendasikan untuk diselaraskan

kembali sistem dan mekanisme layanan sesuai tingkat kebutuhan masyarakat.

3. Unsur waktu pelayanan menjadi momok yang dapat menyudutkan posisi pemerintah

dalam layanan publik karena inkonsiten dari standar yang disepakati/ditetapkan. Nilainya

relatif baik untuk kategori perolehan 84,30 namun bila dibandingkan dengan standar

lainnya maka unsur waktu tergolong paling rendah sehingga simpulannya menunjukan

rendahnya disiplin dan konsistensi petugas layanan dalam memberikan jaminan

penyelesaian pekerjaan layanan menurut batas waktu yang ditentukan. Demikian pula

beberapa standar pembiayaan yang belum memiliki landasan yuridis formal maupun

belum disesuaikan dengan daya beli dan kualitas layanan sehingga perlu ditinjau kembali

nominal pemberlakuannya.

4. Tingkat kesadaran masyarakat yang ditunjukan oleh tingginya kemandirian dalam

mengakses informasi, motivasi pengurusan, memenuhi persyaratan dan melakukan

proses layanan adalah menunjukan tingginya partisipasi masyarakat dalam layanan

publik. Masyarakat menyadari pentingnya keberadaan pemerintah dan membutuhkan

profesionalisme petugas layanannya dalam pemberian layanan publik.

5. Menyongsong kemajuan informasi dan teknologi serta bergulirnya dinamika terbuka

maka kualitas layanan sepatutnya terus ditingkatkan dengan berbagai vasiasi layanan baik

sisi sumberdaya petugas layananya, dukungan multimedia [IT] dan ketersediaan sarana

prasarana yang mendukung pelaksanaan sistem pelayanan terpadu dan terintegrasi

secara sistemik.

6-1

Bagian VI

PENUTUP

6.1. SIMPULAN

6.1.1. PENINGKATAN LAYANAN MENURUT JENIS UNIT PELAYANAN

Paradigma pelayanan publik senantiasa mengalami perubahan seiring meningkatnya harapan

dan tuntutan selera masyarakat yang membutuhkan layanan terkait dan orientasi pencapaian

tujuan [luaran] pelayanan. Masyarat berposisi sebagai pihak yang patut mendapatkan layanan

selayaknya karena legitimasi hukum ketatanegaraan menjaminnya harus dilayani oleh negara,

dalam hal dimaksud pemerintah selaku aparatur negara dan mewakili keberadaan negara

maka berkewajiban memberikan layanan kepada rakyatnya. Perubahan tuntutan dimaksud

akan berdampak pada perubahan standar pelayanan yang disesuaikan dengan tuntutan dan

selera masyarakat sehingga berkonsekuensi pada kinerja pelayanan publikyang harus terus

ditingkatkan.

Terkait pengukuran IKM Kabupaten Manggarai periode tahun 2019, rujukan utama dalam

pelaksanaanya adalah Permen PAN-RB Nomor 14 Tahun 2017 tentang ‘Pedoman Penyusunan

Survey Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik’, sebagai penyempurna

dari Permen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2014 sebelumnya. Perubahan yang terjadi pada

standar pelayanan kemudian berdampak pada pergeseran predikat kualitas layanan dari

setiap unit pelayanan dan jenis urusan yang terukur. Hasil pengukuran IKM Kabupaten

Manggarai menurut jenis unit pelayanan menunjukkan trend positif meskipun nilai akhir

secara komposit terkategori ‘BAIK’.

Rincian hasil pengukuran IKM Kabupaten Manggarai jika merujuk pada PERMEN PAN-RB

Nomor 14 Tahun 2017 menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terkait kinerja setiap unit

pelayanan terkategori BAIK dengan nilai IKM masing-masingnya; [1] Unit Pelayanan kesehatan

terkategori BAIK 81,86 [B atau 3]; [2] Unit Pelayanan Perizinan terkategori BAIK dan bernilai

79,13 [3 atau B]. Selanjutnya [3] Unit Pelayanan kependudukan terkategori BAIK dan bernilai

77,25 [3 atau B]. Sementara IKM komulatif terhadap pelayanan publik di Kabupaten

Manggarai adalah 79,41 [BAIK].

Hasil pengukuran sebagaimana dimaksud merupakan akumulasi penilaian [nilai komposit]

terhadap unsur pelayanan dari setiap instansi teknis untuk masing-masing unit pelayanan.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kinerja pelayanan publik di Kabupaten Manggarai

ditinjau dari jenis unit pelayanan dipersepsikan BAIK Hal tersebut tentu dipengaruhi oleh

berbagai faktor seperti kepastian sumber daya manusia pelayanan [kompetensi dan sikap

petugas pelayanan], kejelasan prosedur pelayanan, ketersediaan informasi pelayanan,

ketersediaan teknologi penunjang, ketersediaan sarana-prasarana, dan sebagainya.

6-2

Penilaian sebagaimana dimaksud tentu belum merupakan sebuah kepastian mengingat

pengukuran IKM kali ini menggunakan sampel yang artinya hanya terbatas pada objek

tertentu sebagai bagian dari pengguna jasa layanan pada setiap unit pelayanan. Itu berarti

kondisi riil di lapangan bisa saja lebih baik atau bahkan lebih buruk dari penilaian yang ada

sehingga terlepas dari penilaian yang diberikan masyarakat terkait dengan kinerja pelayanan

pada setiap unit pelayanan dimaksud, kinerja untit pelayanan di lingkup pemerintahan

Kabupaten Manggarai harus lebih ditingkatkan lagi demi tercapainya kinerja pelayanan public

yang maksimal.

Peningkatan kinerja sebagaimana dimaksud bertujuan untuk memperbaiki kekurangan

maupun kelemahan yang ada pada setiap unit pelayanan melalui sebuah upaya berkelanjutan

yang berbasis pada spirit reformasi birokrasi sehingga diharapkan ke depannya pemerintah

Kabupaten Manggarai dapat menjadi model pemberi layanan publik yang prima. Merujuk

pada hasil pengukuran IKM yang ada maka prioritas peningkatan kinerja pelayanan harus

lebih difokuskan pada unit Pelayanan kependudukan dan unit Pelayanan perizinan.

Pencapaian yang belum maksimal pada kedua unit pelayanan tersebut mendorong

pemerintah Kabupaten Manggarai untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menyiasati

kebutuhan layanan publik masyarakat yang semakin kompleks. Upaya perbaikan yang akan

dilakukan tentunya merujuk pada hasil survey yang telah dilakukan dengan

mempertimbangkan persepsi masyarakat terhadap kinerja setiap instansi teknis dari setiap

unit layanan berdasarkan penilaian terhadap unsur pelayanan yang ada di Kabupaten

Manggarai. Selanjutnya untuk mengantisipasi perubahan kebutuhan atas layanan publik di

wilayah Kabupaten Manggarai kedepannya maka penting dipertimbangkan focus layanan

yang diprioritaskan untuk mendukung visi-dan misi utama Kabupaten Manggarai.

6.1.2. PENINGKATAN LAYANAN MENURUT UNSUR PELAYANAN

Amanat Permen PAN-RB Nomor 14 Tahun 2017 hanya memandu penilaian layanan publik

menurut 9 [sembilan] unsur layanan, yaitu; unsur persyaratan, unsur sistem, mekanisme dan

prosedur, unsur waktu pelayanan, unsur biaya/tarif, unsur produk spesifikasi jenis pelayanan,

unsur kompetensi pelaksana, unsur perilaku pelaksana, unsur penanganan pengaduan, saran

dan masukan, serta unsur sarana prasarana. Terdapat penggantian unsur maklumat

[sebelumnya Permen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2014] dengan unsur sarana prasarana

[Permen PAN-RB Nomor 14 Tahun 2017] sehingga hasil pengukuran tidak dapat dibanding

lurus antara IKM periode 2016 dan IKM periode 2018 karena terdapat perubahan variabel

pengukuran. Substansi penting dari kesembilan unsur dimaksud adalah terkait aspek alat dan

bahan dalam pelayanan, aspek waktu dan pembiayaan, aspek kemampuan sumberdaya

manusia yang memberikan layanan serta aspek luaran yang akan dihasilkan.

Unsur pelayanan merupakan aspek yang dinilai terkait kinerja pada setiap unit pelayanan

publik di lingkup pemerintah daerah. Unsur-unsur yang terdiri dari 9 [sembilan] unsurtersebut

menjadi faktor penggerak kinerja pelayanan pada setiap unit pelayanan sehingga diiharapkan

dapat memberikan kepuasan terhadap pengguna layanan. Hal itu menegandaikan bahwa

setiap unsuryang ditetapkan sudah memenuhi standar kriteria sesuai dengan spirit pelayanan

prima. Ketersediaan, kejelasan, kesiapan, dan kepastian setiap unsur pelayanan menjadi

6-3

syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap unit pelayanan dalam rangka meningkatkan

mutu pelayanan.

Hasil pengukuran terhadap 9 [Sembilan] unsurpelayanan di lingkup pemerintahan Kabupaten

Manggarai menunjukkan trend positif dengan kategori SANGAT BAIK, bahkan dalam kondisi

kategorisasi penilaian interval yang diperluas dari PermenPAN-RB sebelumnya. Hal itu berarti

selama ini Pemerintah Kabupaten Manggarai telah melakukan perbaikan kinerja di setiap unit

pelayanan dan instansi yang tercakup di dalamnya perihal kesembilan unsur pelayanannya.

Kondisi tersebut bisa dipahami dengan memperhatikan trend tuntutan masyarakat yang terus

meningkat sehingga Pemerintah Kabupaten Manggarai diharapkan dapat terus melakukan

perbaikan dan peningkatan terhadap setiap unsur pelayanan guna menjawab tuntutan dan

harapan masyarakat yang juga terus meningkat. Asumsi lain yang bisa dikemukakan adalah

masih terdapat kekuarang pada beberapa aspek dari setiap unsur pelayanan yang dinilai

seperti kurang maksimalnya fungsi penanganan pengaduan dan beberapa aspek lainnya

meskipun prosentase penilaian masyarakat terhadap berbagai sepek tersebut tidak signifikan.

Kondisi riil yang tergambar melalui penilaian sebagian besar masyarakat terhadap setiap

unsurpelayanan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan perbaikan terutama pada

beberapa unit pelayanan yang masih dinilai KURANG BAIK. Unsur layanannya cenderung

sudah berada para predikat BAIK dan SANGAT BAIK. Kondisi demikian menunjukan bahwa

budaya kerja yang diperankan oleh aparatur penyelenggara [pemberi layanan] sudah

mengalami perbaikan yang signifikan disbanding unsur lainnya yang cenderung

mengandalkan peralatan dan bahan.

Hal ini penting mengingat unit-unit pelayanan tersebut merupakan unit pelayanan yang

langsung berhubungan dengan masyarakat sehingga diharapkan dapat memberikan kepuasan

yang maksimal kepada masyarakat. Asumnsinya, persepsi masyarakat terhadap setiap unsur

pelayanan yang terkategori SANGAT BAIK tersebut tetap dipertahankan dan bahkan terus

ditingkatkan sehingga target penilaian yang belum tercapai pada ketujuh unsur pelayanan

yang terkategori BAIK dapat menjadi SANGAT BAIK pada periode pengukuran selanjutnya.

Capaian tersebut tentu sangat bergantung pada komitmen pemerintah daerah melalui

instansi terkait dalam melakukan pembenahan secara internal, menyediakan peralatan dan

bahan, menata mekanisme dan standar pelayanan, menguatkan komitmen dan integritas

atau bahkan secara komunal melalui komitmen bersama untuk melakukan reformasi total

terhadap kinerja pelayanan publik di lingkup Pemerintahan Kabupaten Manggarai secara

keseluruhan. Penting untuk diingat bahwa penilaian masyarakat terhadap setiap unsur

pelayanan bersifat perspektif dari sebagian besar masyarakat yang ada. Artinya, masih ada

sebagian kecil masyarakat yang merasa tidak puas dengan kinerja pelayanan Pemerintah

Kabupaten Manggarai meskipun prosentasenya tidak signifikan sehingga perbaikan kualitas

pelayanan masih tetap menjadi prioritas pemerintah Kabupaten Manggarai ke depannya.

6-4

6.2. SARAN DAN REKOMENDASI [STRATEGI PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK]

Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka beberapa strategi yang perlu dilakukan oleh

Pemerintah Kabupaten Manggarai dalam rangka peningkatan kinerja pelayanan publik pada

setiap instansi teknis dapat dirumuskan per unsurlayanan sebagai berikut:

a. Unsur persyaratan, strategi yang dapat dilakukan adalah:

Memperjelas aspek persyaratan sesuai dengan aturan yang berlaku

Memberikan kemudahan terkait persyaratan

Mengurangi jumlah persyaratan

Menyediakan informasi terkait persyaratan

Memperjelas informasi terkait persyaratan.

b. Unsur prosedur dan mekanisme pelayanan, strategi yang dapat dilakukan adalah:

Mempermudah tiap tahapan pelayanan dengan memotong rantai layanan

Memperjelas prosedur dan mekannisme pelayanan

Menyediakan bagan alur setiap mekanisme pelayanan

Memilih pos layanan yang substansial bila dibutuhkan dan beresiko

c. Unsur waktu pelayanan, strategi yang dapat dilakukan adalah:

Memperjelas batasan [durasi waktu] melalui media

Mempersingkat waktu pelayanansetiap tahapan pelayanan

Menjamin kepastian waktu

Membuat komitmen disiplin atas waktu pelaksanaan.

d. Unsur tarif/biaya pelayanan, strategi yang dapat dilakukan adalah:

Menyediakan informasi terkait tarif dan biaya pelayanan

Menetapkan tarif/biaya sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh regulasi yang

memperhatikan tingkat kemampuan masyarakat

Menghilangkan berbagai bentuk pungutan liar

e. Unsur produk spesifikasi jenis layanan, strategi yang dapat dilakukan adalah:

Memperjelas jenis produk layanan sesuai peruntukan

Mendesain seefisien mungkin bentuk dan jenis luaran

Memperpanjang masa berlaku produk luaran

Mendata secara cermat dan rapi setiap produk luaran

Mengawasi pemanfaatan setiap produk luaran di masyarakat

f. Unsur kompetensi pelaksana, strategi yang dapat dilakukan adalah:

Menempatkan penyedia layanan [pegawai] sesuai dengan standar kompetensi

keilmuan, keahlian dan pengalaman

Meningkatkan kompetensi penyedia layanan [pegawai] melalui kegiatan pendidikan

dan pelatihan

Memberikan reword terhadap petugas berprestasi dan punishmen atas petugas yang

melanggar standar pelayanan.

Melatih petugas pengganti sebagai konsekuensi pengkaderan [regenerasi]

Melakukan rotasi posisi aparatur dalam pemberian pelayanan

g. Unsur perilaku pelaksana, strategi yang dapat dilakukan adalah:

Mendekatkan nilai budaya dalam setiap aktifitas pelayanan

6-5

Mempertegas batasan urusan domestik dan profesionalisme birokrasi

Memperbaiki uniform [seragam] yang dikenakan oleh petugas

Meningkatkan disiplin dan penegakan aturan standar layanan

h. Unsur penanganan pengaduan, strategi yang dapat dilakukan adalah:

Menyediakan sarana pengaduan masyarakat langsung maupun tidak langsung

Mempercepat proses tindak lanjut pengaduan

Menyediakan link kontrol atasan langsung

Menyediakan forum kontrol publik.

i. Unsur sarana prasarana, strategi yang dapat dilakukan adalah:

Menyediakan sarana dan prasarana yang representatif dan nyaman

Memperbaiki sarana dan prasarana yang sudah tidak memadai

Memaksimalkan pemanfaatan teknologi dan informasi