jenis gambut
DESCRIPTION
asdpTRANSCRIPT
Jenis – Jenis Tumbuhan Gambut
Menurut Soil Survey Staff (1990), bahwa tingkat kematangan atau tingkat pelapukan
tanah gambut dibedakan berdasarkan tingkat dekomposisi dari bahan atau serat tumbuhan
asalnya. Tingkat kematangan terdiri dari tiga katagori yaitu fibrik, hemik dan saprik.
1. Tingkat kematangan fibrik
yaitu apabila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah
pemerasan adalah tiga per empat bagian atau lebih (>3/4).
2. Tingkat kematangan hemik
yaitu apabila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah
pemerasan adalah antara kurang dari tiga per empat sampai seperempat bagian atau lebih (<3
-="-">1/4).
3. Tingkat kematangan saprik
yaitu apabila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah
pemerasan adalah kurang dari seperempat bagian (<1 br="br">
Kadar abu dapat dijadikan gambaran kesuburan tanah gambut. Kadar abu tanah
gambut beragam antara 5% - 65%. Makin tinggi kadar abu, makin tinggi mineral yang
terkandung pada gambut. Makin dalam ketebalan gambut, makin rendah kadar abunya. Kadar
abu gambut sangat dalam (tebal >3m) sekitar 5%, gambut dalam dan tengahan (tebal 1m –
3m) sekitar 11% -12%, dan gambut dangkal sekitar 15% (Noor, 2001). Kadar abu dan kadar
bahan organik mempunyai hubungan dengan tingkat kematangan gambut. Gambut mentah
(fibrik) mempunyai kadar abu 3,09% dengan kadar bahan organik 45,9%. Sedangkan gambut
hemik mempunyai kadar abu 8,04% dengan kadar bahan organik 51,7% dan gambut matang
(saprik) mempunyai kadar abu 12,04% dengan kadar bahan organik 78,3% (Setiawan, 1991).
Menurut Sistem Klasifikasi Tanah, tanah gambutdikelompokkan dalam ordo
Histosol. Disebut tanah gambut jika memenuhi kriteria sebagai berikut.
1. Jika dalam keadaan jenuh air dengan genangan dalam priode yang lama (sekalipun dengan
adanya pengatusan buatan) dan dengan meniadakan akar-akar tanaman hidup, mengandung:
a. 18% bobot karbon organik (setara dengan 30% bahan organik) atau lebih jika mengandung
fraksi lempung sebesar 60% atau lebih, atau
b. 12% bobot karbon organik (setara dengan 20% bahan organik) atau lebih jika tidak ada
kandungan fraksi lempung, atau
c. 12% + (lempung dengan kelipatan 0,1 kali) persen bobot karbon organik atau lebih, jika
mengandung fraksi lempung <60 atau="atau" br="br"> 2. Jika tidak pernah tergenang, kecuali
beberapa hari dan mengandung 20% bobot atau lebih karbon organik.
Tanah gambut dibagi atas empat sub-ordo: folist, fibrist, hemist, dan saprist.
Umumnya, gambut yang tergolong folist adalah gambut yang berasal dari dataran tinggi,
sedangkan kelompok utama lainnya adalah gambut yang berasal dari dataran rendah.
Selanjutnya, pengelompokan ke dalam group menggunakan kriteria penciri berupa regim suhu
tanah.
Berdasarkan ketebalan lapisan bahan organiknya, gambut dipilah dalam empat
kategori yaitu gambut dangkal, tengahan, dalam, dan sangat dalam.
1. Gambut dangkal adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik
antara 50 – 100 cm.
2. Gambut tengahan adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik
antara 100 - 200 cm.
3. Gambut dalam adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik
antara 200 – 300 cm.
4. Gambut sangat dalam adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan
organik antara >300 cm.
Menurut Polak (1914) dalam Wirjodihardjo (1953) tanah gambut di Indonesia
dapat dibedakan menjadi gambut ombrogin, gambut topogin dan gambut pegunungan.
Gambut Ombrogin
adalah jenis gambut yang tersebar di dataran rendah rawa lebak dan pantai yang
tersebar luas di Indonesia yang meliputi 16,5 juta hektar dan Sumatera mempunyai luasan
sekitar 7,5 juta hektar. Ketebalan gambut berkisar antara 0,5 hingga 16 meter yang terbentuk
dari sisa-sisa vegetasi hutan rawa yang membusuk menjadi bahan yang berwarna kecoklatan.
Gambut ini mempunyai sifat jenuh air, bereaksi masam, miskin bahan mineral terutama
kapur, air berwarna hitam kecoklatan dan terdapat rhizopoda. Kadar hara N, P dan K cukup
tinggi.
Gambut Topogin
adalah gambut yang terbentuk pada depresi topografi rawa terutama di Pulau Jawa.
Daerah penyebaran gambur topogin adalah tidak luas dan setempat-setempat, misalnya di
Rawa Pening, Rawa Lakbok, Rawa Jatiroto, Deli, Kalimantan Selatan dan Pangandaran.
Gambut Pegunungan
adalah gambut yang terbentuk di dataran tinggi pegunungan, dengan kondisi iklim
hampir sama dengan iklim daerah sedang dan dengan vegetasi dominan adalah tanaman
tingkat rendah. Di Indonesia gambut Pegunungan dapat dijumpai di dataran tinggi Dieng,
puncak Papandayan, dan Pangrango. Vegetasi utama di Gambut Pengunungan tersebut adalah
Hydrophyta dan Cyperaceae.
Klasifikasi gambut berdasarkan bahan induk dapat digolongkan menjadi Gambut
Endapan, Gambut Berserat dan Gambut Berkayu.
Gambut Endapan
adalah akumulasi bahan organik diperairan dalam sehingga pada umumnya dijumpai
dibagian bawah dari suatu profil organik. Gambut endapan dibentuk dari bahan tanaman yang
mudah dihumifikasikan. Gambut endapan tidak disenangi sebagai tanah karena sifat fisiknya
yang tidak menguntungkan sehingga gambut ini tidak diusahakan. Gambut endapan berasal
dari campuran tanaman leli air, rumputan air, hornworth, plankton, dan lainnya.
Gambut Berserat
adalah akumulasi bahan organik berbagai sedge, lumut-lumutan, hepnum, reed dan
rumpulan lainnya, latifolia dan angustifolia. Sejumlah gambut berserat sering dijumpai pada
rawa dimana gembut endapan berada. Gambut ini mempunyai sifat fisik yang baik akibat sifat
serat dan filamennya. Gambut berserat dapat juga dijumpai dipermukaan dari akumulasi
bahan organik.
Gambut Berkayu
adalah gambut dengan bahan penyusun utamanya adalah pohon-pohonan desidius,
konifer dan tumbuhan dibawahnya. Pohon-pohonan banyak tumbuh di daerah rawa, sehingga
gambut ini banyak dijumpai di lahan rawa. Gambut berkayu berwarna coklat atau hitam bila
basah, dan warna ini sangat tergantung pada tingkat dekomposisinya. Gambut berkayu
terbentuk dari sisa pohon, semak dan tumbuhan lainnya