batubara vs gambut

34
andung, 7 September 2012 disusun oleh : Ir. Rahmat Saleh, M.T. (Widyaiswara Madya) Bandung - Batubara merupakan mineral bahan bakar (fuel mineral), yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang hidup dan kemudian mati in-situ, dibuktikan dengan terdapatnya akar batang pada lempung yang biasanya berada diatas (roof) dan bawah (floor) lapisan batubara (Bateman,1950). Secara umum batubara dapat dibagi menjadi empat macam terpenting yaitu: 1) Antrasit (hard coal) 2) Bituminus (bituminous coal) 3) Lignit (lignite) 4) Gambut (Peat) Yang terakhir ini adalah jenis/macam khusus dari batubara, sedang selebihnya dibagi menjadi beberapa tingkatan. Tingkatan dari yang terendah, lignit, brown coal, subbituminous, bituminous, antrasit. Dibawah lignit masih terdapat gambut (peat). Tanpa memandang perbedaan antara batubara yang satu dengan yang lainnya, dapat dikatakan bahwa semua batubara adalah merupakan hasil dari suatu proses dasar yang sama. Kebanyakan batubara di dunia ini terbentuk beberapa juta tahun yang lalu yang menurut para akhli geologi disebut Zaman Batubara (coal Age). Ada dua perioda Zaman Batubara tersebut, yang pertama dimulai 345 juta tahun yang lalu (selama Perioda Karbon) dan berakhir pada 65 juta tahun yang lalu. Zaman batubara yang kedua dimulai sekitar 100 juta tahun yang lalu dan berakhir 55 juta tahun yang lalu.

Upload: vian-madridista

Post on 22-Oct-2015

99 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

DVXV

TRANSCRIPT

andung, 7 September 2012

disusun oleh :Ir. Rahmat Saleh, M.T. (Widyaiswara Madya)

Bandung - Batubara merupakan mineral bahan bakar (fuel mineral), yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang hidup dan kemudian mati in-situ, dibuktikan dengan terdapatnya akar batang pada lempung yang biasanya berada diatas (roof) dan bawah (floor) lapisan batubara (Bateman,1950).

Secara umum batubara dapat dibagi menjadi empat macam terpenting yaitu:

1) Antrasit (hard coal)2) Bituminus (bituminous coal)3) Lignit (lignite)4) Gambut (Peat)

Yang terakhir ini adalah jenis/macam khusus dari batubara, sedang selebihnya dibagi menjadi beberapa tingkatan. Tingkatan dari yang terendah, lignit, brown coal, subbituminous, bituminous, antrasit.  Dibawah lignit masih terdapat gambut (peat).

Tanpa memandang perbedaan antara batubara yang satu dengan yang lainnya, dapat dikatakan bahwa semua batubara adalah merupakan hasil dari suatu proses dasar yang sama.

Kebanyakan batubara di dunia ini terbentuk beberapa juta tahun yang lalu yang menurut para akhli geologi disebut Zaman Batubara (coal Age).  Ada dua perioda Zaman Batubara tersebut, yang pertama dimulai 345 juta tahun yang lalu (selama Perioda Karbon) dan berakhir pada 65 juta tahun yang lalu.  Zaman batubara yang kedua dimulai sekitar 100 juta tahun yang lalu dan berakhir 55 juta tahun yang lalu.

 

 

Tabel 1, menunjukkan pembagian zaman geologi dan dari sisni dapat dilihat Perioda Karbon (Carboniferous) termasuk Zaman Paleozoic, sedangkan perioda kedua adalah Zaman Cenozoic yang meliputi Perioda Tertiary yaitu Eocene, Oligocene, Miocene dan Pliocene serta Quarternary.

Iklim bumi selama Zaman batubara adalah tropis dan berjenis-jenis tumbuh-tumbuhan tumbuh subur di daerah rawa membentuk suatu hutan tropis.  Setelah banyak tumbuhan yang mati dan bertumpuk di atas tanah, makin lama makin tebal menyebabkan bagian dasar dari rawa turun secara perlahan-lahan dan material tetumbuhan tersebut diuraikan oleh bakteri dan jamur.

Tahap ini merupakan tahap awal dari deretan pembentukan batubara (Coalification) dan ditandai oleh rekasi biokimia yang luas.  Selama penguraian tumbuhan tersebut, protein, kanji dan

selulosa mengalami penguraian lebih cepat bila dibandingkan dengan penguraian material berkayu (lignin) dan bagian tumbuhan yang berlilin (kulit ari daun, dinding spora dan tepung sari).  Karena itulah dalam batubara yang muda masih terdapat ranting, daun, spora, biji dan resin sebagai sisa tumbuhan.

Tergantung pada keadaan iklim, bagian tumbuhan itu terurai dibawah kondisi aerobic menjadi karbondioksida, air dan amoniak. Proses ini disebut proses pembentukan humus (Humification) dan sebagai hasilnya adalah gambut (Peat), nama gambut ini diambil dari nama Kecamatan Gambut di Kalimantan Selatan, karena terdapat banyak gambut.

Proses terbentuknya gambut berlanjut tanpa menutupi endapan gambut tersebut, di bawah kondisi yang asam dengan dibebaskannya H2O, CH4, dan sedikit CO2.  Terbentuklah material dengan rumus C65 H4 O30 atau ulmin yang pada keadaan kering akan mengandung karbon 61,7%, hidrogen 0.3% dan oksigen 38%.

Dengan berubahnya topografi daerah disekelilingnya, gambut menjadi terkubur dibawah lapisan silt dan pasir yang diendapkan oleh sungai dan rawa. Makin dalam terkubur makin bertambah timbunan sedimen yang menghimpitnya sehingga tekanan pada lapisan gambut bertambah serta suhu naik dengan jelas.

Tahap ini merupakan tahap kedua dari proses pembentukan batubara atau yang disebut tahap Metamorfik. Penutupan rawa gambut  memberikan kesempatan pada bakteria untuk aktif dan penguraian dalam kondisi basa menyebabkannya CO2, deoksigenasi dari ulmin, sehingga kandungan hidrogen dan karbon bertambah.  Tahap kedua dari proses pembentukan batubara ini adalah tahap pembentukan Lignit, suatu batubara rank rendah yang mempunyai rumus perkiraan C79 H5.5 O14.1. Dalam keadaan kering lignit mengandung karbon 80,4%, hidrogen 0,5% dan oksigen 19,1%.

Tahapan-tahapan selanjutnya dari proses pembentukan batubara ialah pengubahan batubara bitumen dengan rank rendah menjadi batubara bitumen dengan rank pertengahan dan rank tinggi. Selama tahap ketiga, kandungan hidrogen akan tetapa konstan dan oksigen turun. Tahap ini merupakan tahap pembentukan batubara subbitumen.   dalam tahap keempat atau tahap pembentukan batubara bitumen, kandungan hidrogen turun dengan menurunnya oksigen secara perlahan-lahan bila dibandingkan dengan tahap-tahap sebelumnya. Produk sampingan dari tahap ketiga dan keempat ini ialah C H4, CO2 dan mungkin H2O.  Tahap kelima adalah antrasitisasi.

Dalam tahap ini oksigen hampir konstan sedangkan hidrogen turun lebih cepat dibandingkan tahap-tahap sebelumnya. Proses pembentukan batubara merupakan serangkaian reaksi kimia, kecepatan rekasi kimia ini dapat diatur oleh suhu dan/atau tekanan.

 

 

 

Rank batubara, adalah derajat atau tahapan yang telah dicapai oleh batubara selama pembentukan batubara, yaitu derajat metamorfosa atau kematangan secara geokimia.

Rank batubara pada dasarnya ditentukan oleh lingkungan di mana batubara itu terbentuk, sedangkan faktor suhu dan tekanan telah dipaksakan oleh suatu faktor waktu yang masif. Pengaruh suhu pada rank batubara dapat digambarkan dalam dua jenis aktifitas terobosan atau intrusi berikut:

1) Perubahan rank batubara disebabkan oleh aktifitas terobosan dalam arah vertikal, misalnya suatu batubara di Skotlandia, karena adanya terobosan magma lapisan dekat terobosan adalah antrasit, sedangkan lapisan teratas adalah batubara bitumen yang mengandung banyak volatile matter;

2) Perubahan rank batubara disebabkan aktifitas terobosan arah horizontal seperti batubara Suban, Tanjung Enim - Sumatra Selatan, sehingga batubara Pliosen ini karena pengaruh terobosan, rank-nya dapat bervariasi dari lignit sampai antrasit.

Gabungan antara tekanan, gerakan dan panas gesekan yang berpengaruh pada devolatilisasi batubara akan menyebabkan naiknya rank.  Faktor-faktor yang dapat mengontrol rank batubara antara lain ialah :

(a)  Rank regional dari batubara sebelum adanya intrusi atau aktifitas tektonik,

(b)  Bentuk dan ukuran terobosan atau aktifitas tektonik,

(c)  Keadaan alami dan tebalnya batuan penutup (overburden)

(d)  Jarak batubara dari gangguan/intrusi/aktifitas tektonik.

(e)  Suhu yang dibangkitkan oleh batubara dari gangguan/intrusi/aktifitas tektonik.

Adapun petunjuk utama terhadap rank ialah:

(i) Volatile matter (dmmf): turun dengan naiknya rank;

(ii) Specific energy (dmmf): naik dengan naiknya rank, tetapi cenderung turun lagi pada antrasit karena adanya dehidrogenasi batubara;

(iii) Karbon (dmmf): naik dengan naiknya rank;

(iv) Nilai reflektans maksimum dari vitrinit: naik dengan naiknya rank.

Gambar 3, menunjukkan perubahan-perubahan parameter tersebut karena adanya perubahan dari rank.

Sifat-sifat lainnya yang tergantung dari rank antara lain moisture, specific gravity, hardgrove gindability index, dan sebagainya.

 

 

 

Artikel

Kumpulan Berita

Berita Artikel Kegiatan Diklat Pengumuman

GENESA BATUBARA

1.      TINJAUAN UMUM Batubara yang mempunyai rumus kimia C, adalah bahan tambang yang tidak termasuk dalam kelompok mineral. Batubara (coal) adalah : bahan baker hidro-karbon padat yang terbentuk dari tetumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen  dan terkena pengaruh P & T yang berlangsung lama sekali (hingga puluhan-ratusan juta tahun).

Proses pembentukan batubara memakan waktu hingga puluhan juta tahun, dimulai dari pembentukan gambut (peat) kemudian menjadi  lignite, sub-bituminous, bituminous hingga antrasit. Proses pembentukan batubara/pembatubaraan (koalifikasi) dapat diartikan sebagai proses pengeluaran berangsur-angsur dari zat pembakar (O2) dalam bentuk karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) hingga akhirnya menyebabkan konsentrasi karbon tetap (fixed carbon) dalam bahan asal batubara bertambah.

Sebagai contoh, pembagian kelas batubara menurut ASTM (American Society for Testing Material) memperlihatkan bahwa semakin tinggi kelas (rank) batubara, kandungan airnya  semakin rendah.

                                                              Kandungan Air :Peat (gambut)                                           < 60 %--------------------------------------------------------------------Lignite                                                 30 – 40 %Sub-bituminous                                   10 – 25 %Bituminous                                            5 – 10 %Antrasit                                                 1 -   3 %

Search...

Kelas atau rank disini mempunyai pengertian sebagai suatu tahapan dari suatu proses pembatubaraan (koalifikasi) yang telah dilaluinya. Perubahan rank ini dicirikan oleh perubahan : nilai kalori (calorific value), prosentase karbon tertambat (fix carbon), kandungan air (inherent moisture) dan kandungan zat terbang (volatile matter).

Salah satu contoh pembagian kelas (rank) batubara menurut ASTM dapat dilihat pada (Table 1.1)

Gambut meskipun dalam banyak hal mempunyai kesamaan dengan batubara, tidak digolongkan sebagai batubara. Gambut secara umum mempunyai pengertian sebagai suatu sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari tumpukan hancuran atau bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam keadaan tertutup udara (di bawah air), tidak padat, kandungan air lebih dari 60 %. Ada satu hal penting yang menjadikan alasan, mengapa gambut tidak bisa digolongkan kedalam kelompok batubara, yaitu pada gambut belum/tidak terjadi metamorfosa akibat pengaruh P (pressure) & T (temperature), sehingga karakter fisik dan kimianya tidak jauh beda dengan kayu, meskipun penampakan fisualnya  lebih mirip dengan batubara.

Batubara dan gambut dapat terbentuk pada lingkungan rawa dan berasal dari tetumbuhan rawa, dalam suatu cekungan-cekungan besar.

Tabel 1.   Penggolongan kelas batubara (ASTM)

2.      BAGAIMANA BATUBARA TERBENTUK ?

Untuk mengetahui bagaimana batubara itu terbentuk, ada dua hal penting yang harus diketahui, yaitu pertama; lingkungan atau kondisi yang bagaimana batubara itu dapat terbentuk (lingkungan pengendapan/pembentukan batubara) dan kedua ; tahapan dan proses apa saja yang berlangsung serta yang menyertainya selama pembentukan batubara, dari mulai tanaman hingga menjadi batubara..

        Tumbukan Lempeng (Kerak Bumi) dan Kaitannya dengan Pembentukan Cekungan Pengendapan Batubara di IndonesiaBumi yang kita tinggali, sebenarnya merupakan sebuah benda cair (liquid) panas yang diselimuti oleh suatu lapisan  padat yang lebih dingin, yang dikenal sebagai kerak atau lempeng bumi. Suatu massa cair yang panas akan selalu bergejolak, ditambah lagi dengan adanya rotasi bumi menghasilkan energi yang luar biasa, hingga dirasakan pengaruhnya sampai ke kerak bumi bagian atas. Hal ini ditandai dengan munculnya pergerakan, pergeseran, tumbukan dan pemekaran kerak (lempeng) bumi.

Di Indonesia dan wilayah sekitarnya, tedapat beberapa lokasi tumbukan lempeng itu, baik yang terbentuk di sebelah barat dan selatan Indonesia, maupun yang terjadi di Indonesia bagian timur (Gambar 1.) Salah satu dari tumbukan lempeng yang terkenal adalah tumbukan antara lempeng benua Asia dari utara dan lempeng samudera Hindia yang bergerak dari selatan mendesak ke utara.

Akibat tumbukan itu menghasilkan suatu morfologi yang khas, yaitu palung (jurang laut yang sempit dan dalam), punggungan mélange akibat sesar naik, cekungan-cekungan, dan jajaran gunung-gunung api atau jalur batuan beku (Gambar 2). Dari model morfologi  yang terbentuk akibat tumbukan ini, yang terpenting dan terkait erat dengan pembentukan batubara adalah munculnya cekungan-cekungan. Cekungan-cekungan ini dikelompokkan menjadi cekungan busur muka, cekungan antar pegunungan dan cekungan busur belakang.

Gambar 2.  Model tektonik Indonesia bagian barat

Cekungan antar pegunungan jarang terjadi, kecuali bila ada sesar mendatar yang sangat besar, seperti yang membelah pulau Sumatera hingga bagian barat Myanmar, menghasilkan cekungan antar pegunungan. Batubara di Ombilin adalah contoh endapan batubara yang terbentuk di cekungan antar pegunungan. Sebagai contoh, adalah penampang yang memotong Sumatera bagian tengah pada arah barat daya – timur laut (Gambar 3)

Di Jawa, endapan batubara terbatas pada daerah tepian cekungan busur muka.  Karena tidak dijumpai sesar mendatar yang cukup besar di Jawa, maka cekungan antar gunung yang mengandung batubara tidak berkembang. Sampai saat ini, belum ada penemuan batubara yang berarti di daerah cekungan bususr belakang di Jawa.

Cekungan busur belakang membentang mulai pesisir timur Sumatera dan utara Jawa hingga Kalimantan. Gambut dan batubara dengan deposit yang besar banyak ditemukan di cekungan ini. Batubara di Bukit Asam terjadi di cekungan busur belakang, demikian pula gambut dan batubara di seluruh Kalimantan terbentuk di cekunagn busur belakang.

Gambar 3.  Penampang Barat Daya- Timur Laut memotong Sumatera Bagian Tengah

        Proses dan Tahapan Pembentukan Batubara

                        Syarat-Syarat Pembentukan Batubara :

Batubara dapat terbentuk setidaknya harus terpenuhi empat hal, yaitu :

1. Ketersediaan tumbuhan yang melimpah2. Morfologi tempat pengendapan yang sesuai : kondisi rawa ideal untuk perkembangan

organisme anaeraob, muka air tanah dangkal, iklim yang sesuai.3. Penurunan dasar cekungan/rawa saat pengendapan (synsedimenter)  :

  Terjadi keseimbangan biotektonik, yaitu keseimbangan kecepatan sedimentasi bahan-bahan pembentuk humin atau gambut dengan penurunan dasar rawa.

  Terjadi fase biokimia (proses-proses kimiawi dengan bantuan mikro organisme dalam lingkungan bebas oksigen).

4. Penurunan cekungan/dasar rawa sesudah pengendapan (postsedimenter) :

  Proses-proses geotektonik  Terjadi fase geokimia, yaitu proses-proses kimiawi bahan/material oleh proses-proses alam yang

terjadi di dalam bumi.

                        Tahapan dan Proses Terjadinya Batubara :

Tahapan dan Proses Pembentukan Batubara dapat digolongkan menjadi dua kejadian, yaitu pertama tahap/fase diagenesa (perusakan dan penguraian) oleh organisme, atau sering juga disebut sebagai tahap/fase biokimia. Kedua adalah tahap metamorfosa, yaitu perubahan dari gambut menjadi batubara, yang sering juga disebut sebagai tahap geokimia (Gambar 4.)

Tahap Diagenesa 

Gambar 4.  Tahapan pembentukan batubara

                                    Tahap/Fase Diagenesa (Biokimia)

Ekosistem rawa berbeda dengan ekosistem sungai dan danau, demikian pula kondisi air dan tanahnya. Pada lingkungan rawa, sirkulasi air  sangat minim bahkan sering tidak ada sirkulasi air sama sekali, hal ini mengakibatkan minimnya kandungan oksigen di rawa. Dalam lingkungan seperti ini, tanaman dan sisa-sisa tanaman rawa yang mati tidak bisa membusuk secara wajar (untuk pembusukan dibutuhkan oksigen/bakteri –bakteri aerob/suka oksigen). Pada akhirnya yang dominan adalah bakteri-bakteri jenis an aerab.

Bakteri anaerob mengurai tanaman yang mati tidak menjadi kompos (busuk), tetapi menjadi bahan lain yang disebut dengan gel atau jelly. Penguraian ini terjadi di lingkungan yang bebas (minim) oksigen. Lingkungan rawa yang selalu basah/berair atau muka air tanah yang sangat dangkal dan tanpa sirkulasi air yang baik, menghasilkan lingkungan yang cocok untuk bakteri an aerob berkembang biak dan aktif mengurai tanaman menjadi gel.

Tahap selanjutnya, gel atau jelly semakin lama semakin tebal, membentuk sedimen, mampat dan memadat. Pemadatan biasanya diikuti dengan penurunan kandungan air, hingga akhirnya membentuk endapan/sedimen yang kaya bahan-bahan organik (humin) yang dikenal sebagai gambut (peat).

                                    Fase Metamorfosa (Geokimia)

Pada fase ini, terjadi perubahan yang mendasar dari sifat-sifat fisik dan kimiawi bahan gambut menjadi batubara. Perubahan mendasar ini ditandai dengan semakin menurunnya kandungan air, hydrogen, oksigen, karbon dioksida dan bahan-bahan lain yang mudah terbakar (volatile matter). Bakteri tidak lagi berperan disini, akan tetapi yang berperan adalah perubahan-perubahan dan aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalam bumi, seperti adanya perubahan tekanan dan temperatur, struktur, intrusi dan lain sebagainya.

Cekungan atau dasar rawa tempat terdapatnya lapisan gambut, yang terus menurun,  ditandai dengan timbunan sedimen dengan ketebalan hingga ribuan meter, mengakibatkan bertambahnya tekanan (P) dan suhu (T) yang cukup tinggi, hingga sebagian senyawa dan unsur (H2O, O2, CO2, H2, CH4, dll.) akan berkurang dan hilang. Dilain pihak, akibat berkurangnya kandungan za-zat tadi akan menambah prosentase unsur C (carbon) yang terkandung dalam batubara. Semakin tinggi kandungan C dalam batubara, maka tahap pembatubaraan (coalifikasi) semakin baik, ditandai dengan kenaikan kelas (rank) batubara. Dari unsure C inilah kalori batubara dihitung. Semakin tinggi prosentase C dalam batubara, maka nilai kalorinya semakin tinggi.

Peningkatan kelas (rank) batubara dapat juga terjadi akibat adanya intrusi magma atau hidrotermal. Lapisan gambut atau batubara yang terkena intrusi hingga radius tertentu akan mendapat P dan T yang lebih tinggi dibanding gambut dan batubara di tempat lain, sehingga kelas batubaranya akan naik.

2.2.3.  Tipe Pengendapan Batubara

Ditinjau dari mekanisme atau tipe pengendapan bahan-bahan pembentuk batubara maupun pengendapan batubara, dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu : batubara yang terbentuk secara in-situ atau autochthonous dan yang terbentuk secara drift atau allochthonous.

Batubara jenis in-situ atau autochthonous yaitu batubara yang terjadi dari sedimentasi gambut dimana rawa gambut tersebut berada. Jadi batubara benar-benar berasal dari rawa gambut tempat tumbuh dan berkembangnya tanaman rawa tersebut, yang kemudian oleh proses-proses biokimia, geokimia dan geotektonik, batubara terbentuk (Gambar 5).

Batubara jenis drift atau allochthonous adalah lapisan batubara yang terbentuk dari hasil pelapukan, erosi, transportasi dan akhirnya sedimentasi kembali dari lapisan batubara yang sudah terbentuk sebelumnya. Suatu seam batubara yang tersingkap (exposed) kemungkinan dapat lapuk (pecah-pecah/hancur) yang memungkinkan tererosi dan tertransportasi oleh aliran air. Sedimentasi kembali batubara ini dapat menghasilkan lapisan batubara yang baru (Gambar 5).

Gambar 5.  Pembentukan batubara tipe in-situ dan tipe drift

2.3. Model-Model Endapan/Lapisan (Seam) Batubara

Endapan batubara sering dijumpai berlapis-lapis atau berselang-seling dengan batuan sedimen lain (clay stone, sand stone, limestone, dll.). Terkadang lapisan batubara ini (biasa disebut seam) sangat tebal, tipis-tipis, bercabang dan terkadang dijumpai pula sisipan-sisipan (lenses) batu lempung atau batu pasir .

Pada dasarnya model atau pola (pattern) endapan dan perlapisan pada batubara dapat digolongkan menjadi dua model, yaitu yang terjadi karena stratigrafinya (stratigraphic pattern) dan karena pengaruh struktur geologi (structural pattern).

2.3.1.   Model atau Pola Stratigrafi (Stratigraphic Pattern)

Endapan batubara model ini terjadi bilamana tidak ada pengaruh struktur geologi (patahan, lipatan, dll.) yang berarti, tetapi oleh proses sedimentasi normal atau adanya erosi dan ketidakselarasan (unconformity). Model-model lapisannya berupa lapisan yang normal mendatar atau sedikit miring (tebal atau tipis, atau berselangseling) dan terkadang dijumpai sisipan-sisipan lempung atau batupasir.

2.3.1.1.  Lapisan atau Seam Batubara yang Tebal

Lapisan (seam) batubara yang tebal diperkirakan terjadi karena pada saat pembentukan lapisan gambut, dasar rawa mengalami penurunan yang signifikan dan terus-menerus. Apabila kecepatan penurunan dasar rawa tempat pembentukan lapisan gambut tersebut sebanding (seimbang) dengan kecepatan pembentukan materi asal batubara (gel atau gambut), maka gambut yang terbentuk akan tebal, hingga memungkinkan terbentuk seam batubara yang tebal.. Keseimbangan ini dikenal sebagai keseimbangan biotektonik.

2.3.1.2.  Lapisan atau Seam Batubara yang Tipis

Lapisan (seam) batubara yang tipis diperkirakan terjadi karena beberapa hal, diantaranya adalah ketersediaan bahan-bahan pembentuk gambut (tetumbuhan) kurang mencukupi. Kemungkinan lain adalah karena pada saat pembentukan lapisan gambut, rawa terus mengalami pendangkalan karena tidak adanya penurunan dasar rawa, hingga akhirnya ekosistem rawa berubah menjadi ekosistem darat.

Perubahan ekosistem dan iklim yang ekstrim (perubahan iklim basah ke iklim kering) diperkirakan juga menjadi penyebab terputusnya proses pembentukan dan sedimentasi gambut, hingga menghasilkan lapisan gambut dan batubara yang tipis.

2.3.1.3.  Lapisan atau S eam Batubara dengan Sisipan Sedimen Lain

Model lapisan batubara jenis ini diperkirakan terjadi erosi oleh sungai yang memotong lapisan-lapisan gambut pada saat pembentukannya. Perpindahan letak sungai, seperti yang sering dijumpai pada proses meander, pada daerah rawa tempat pembentukan gambut tersebut diperkirakan menjadi penyebab utama munculnya sisipan-sisipan lempung atau pasir pada suatu seam batubara. Pembentukan lapisan gambut pada suatu rawa gambut (moor), dapat tererosi dan terpotong oleh aliran sungai, sehingga akan diendapkan sedimen asing di tempat tersebut. Apabila kemudian sungai ini mati/atau berpindah (sering dijumpai pada peristiwa meander sungai), sedimen yang terdapat di bekas sungai itu akan dapat tertutup lagi oleh sedimentasi gambut. Hasil akhir dari proses ini menghasilkan bentuk-bentuk perlapisan (seam) batubara yang disisipi oleh sedimen lempung atau pasir (Gambar 6).

Gambar 6 .  Tahapan pembentukan lensa-lensa batu pasir atau batu lempung pada suatu seam batubara.2.3.1.4.  Batubara yang Berlapis-Lapis atau Terkadang dengan Batugamping

Batubara yang berlapis-lapis, diperkirakan terjadi karena terputusnya proses penggambutan akibat beberapa hal, seperti penurunan dasar rawa yang terlalu cepat, sehingga dapat mengubah ekosistem rawa secara ekstrim.

Penurunan dasar rawa yang lebih cepat dari wilayah sekitarnya, mengakibatkan daerah tersebut lebih rendah, sehingga air dan sedimen-sedimen asing cenderung masuk ke daerah ini, membawa

lempung dan pasir. Masuknya aliran air dan sedimen asing akan mempengaruhi ekosistem dan biokimia rawa, menyebabkan mikroorganisme pembentuk humin (gel dan gambut) mati.

Penurunan dasar rawa dekat pantai yang terlalu cepat dapat menyebabkan air laut masuk ke rawa (transgression), menyebabkan ekosistem rawa berubah menjadi ekosistem laut. Perubahan ekosistem ini dapat menghasilkan terbentuknya lapisan-lapisan batu gamping diantara lapisan-lapisan batubara. Apabila ekosistem ini berubah kembali ke ekosistem rawa karena terjadinya kemunduran laut (regression), proses penggambutan dapat terjadi lagi, sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan lapisan batubara lagi, berselang-seling dengan lapisan batugamping dan sedimen lain.

2.3.1.5.  Bentuk Burried Hill

Bentuk ini terjadi apabila ditempat dimana proses penggambutan terjadi, terdapat suatu kulminasi (puncak/punggungan di dasar rawa), sehingga lapisan batubara yang terbentuk seperti terpotong oleh semacam “intrusi” (Gambar  7).

Gambar 7.   Bentuk buried hill

2.3.2.   Model atau Pola Akibat Struktur Geologi (Structural  Pattern)

Model atau pola ini terjadi akibat struktur geologi yang berkembang selama proses penggambutan maupun pembatubaraan. Struktur geologi yang mempengaruhi antara lain adanya perlipatan (fold), patahan/pensesaran (fault), subsidence, dll.

2.3.2.1.      Bentuk Lapisan ( Seam ) Bercabang

Percabangan pada batubara dapat terjadi manakala pada saat proses penggambutan (dimana pada tahap ini lapisan yang terbentuk masih dianggap plastis), terjadi penurunan dasar rawa setempat-setempat (tidak merata secara luas). Akibatnya ada sebagian lapisan gambut yang tertarik melengkung ke bawah (Gambar 8).

Gambar 8.  Tahapan terjadinya percabangan pada lapisan batubara

Perbedaan penurunan dasar rawa (lebih cepat daripada di tempat lain) ini mengakibatkan daerah yang lebih rendah akan terisi oleh aliran air baru yang membawa sedimen asing (pasir atau lempung), sehingga proses penggambutan di cekungan ini terhenti. Apabila kedudukan dasar rawa yang terisi sedimen asing ini sudah seimbang dengan dasar rawa di sekitarnya, ekosistem rawa dapat terbentuk lagi, sehingga memungkinkan proses-proses penggambutan dapat terjadi lagi.

2.3.2.2.      Bentuk Clay Vein (Urat Lempung)

Bentuk ini terjadi apabila diantara dua bagian deposit batubara terdapat urat lempung. Bentuk ini terjadi apabila dalam proses penggambutan atau  pembatubaraan mengalami patahan (jenis patahan geser/mendatar, atau patahan normal), kemudian pada bidang patahan yang merupakan rekahan terbuka terisi oleh material lempung atau pasir (Gambar 9).

Gambar 9.  Model clay vein pada lapisan batubara

2.3.2.3.      Bentuk Fault (Patah)

Bentuk ini terjadi dari lapisan batubara yang mengalami beberapa tahap patahan. Patahan umumnya terjadi setelah lapisan batubara terbentuk, dengan bidang patahan relatif tidak terbuka, sehingga tidak memunculkan urat lempung (Gambar 10)

2.3.2.4.      Bentuk Fold   (Melipat)

Bentuk melipat terjadi bilamana lapisan batuan mengalami perlipatan akibat gaya-gaya yang bekerja (Gambar 11)

2.3.2.5.      Bentuk Horse Back (Punggung Kuda)

Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan yang menutupinya melengkung ke arah akibat gaya kompresi. Ketebalan kea rah lateral lapisan batubara kemungkinana sama atau lebih kecil atau menipis (Gambar 12).

2.3.2.6.      Bentuk Pinch

Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian tengah. Pada umumnya dasar dari lapisan batubara merupakan batuan yang plastis, misal batu lempung, sedang di atas lapisan

batubara secara setempat ditutupi oleh batu pasir yang secara lateral merupakan pengisian suatu alur (Gambar 13).

Gambar 10.   Salah satu bentuk endapan batubara yang terjadi karena adanya patahan

Gambar 11.   Bentuk endapan batubara yang terjadi karena perlipatan

Gambar 12  Endapan batubara bentuk horse back

GambutDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Untuk kegunaan lainnya, lihat gambut (disambiguasi).

Bog, lahan bergambut di Transilvania

Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tetumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi[1]. Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut di berbagai belahan dunia dikenal dengan aneka nama seperti bog, moor, muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain. Istilah gambut sendiri diserap dari bahasa daerah Banjar.

Sebagai bahan organik, gambut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Volume gambut di seluruh dunia diperkirakan sejumlah 4 trilyun m³, yang menutupi wilayah sebesar kurang-lebih 3 juta km² atau sekitar 2% luas daratan di dunia, dan mengandung potensi energi kira-kira 8 miliar terajoule [2] .

Daftar isi

1 Agihan geografis 2 Pembentukan gambut 3 Gambut sebagai sumber energi

o 3.1 Gambut di Indonesia 4 Lihat pula 5 Rujukan 6 Pranala luar

Agihan geografis

Deposit gambut tersebar di banyak tempat di dunia, terutama di Rusia, Belarusia, Ukraina, Irlandia, Finlandia, Estonia, Skotlandia, Polandia, Jerman utara, Belanda, Skandinavia, dan di Amerika Utara, khususnya di Kanada, Michigan, Minnesota, Everglades di Florida, dan di delta

Sungai Sacramento-San Joaquin di Kalifornia. Kandungan gambut di belahan bumi selatan lebih sedikit, karena memang lahannya lebih sempit; namun gambut dapat dijumpai di Selandia Baru, Kerguelen, Patagonia selatan/Tierra del Fuego dan Kepulauan Falkland.

Sekitar 60% lahan basah di dunia adalah gambut; dan sekitar 7% dari lahan-lahan gambut itu telah dibuka dan dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian dan kehutanan. Manakala kondisinya sesuai, gambut dapat berubah menjadi sejenis batubara setelah melewati periode waktu geologis.

Pembentukan gambut

Pemanenan tanah gambut di Frisia Timur, Jerman

Gambut terbentuk tatkala bagian-bagian tumbuhan yang luruh terhambat pembusukannya, biasanya di lahan-lahan berawa, karena kadar keasaman yang tinggi atau kondisi anaerob di perairan setempat. Tidak mengherankan jika sebagian besar tanah gambut tersusun dari serpih dan kepingan sisa tumbuhan, daun, ranting, pepagan, bahkan kayu-kayu besar, yang belum sepenuhnya membusuk. Kadang-kadang ditemukan pula, karena ketiadaan oksigen bersifat menghambat dekomposisi, sisa-sisa bangkai binatang dan serangga yang turut terawetkan di dalam lapisan-lapisan gambut.

Lazimnya di dunia, disebut sebagai gambut apabila kandungan bahan organik dalam tanah melebihi 30%; akan tetapi hutan-hutan rawa gambut di Indonesia umumnya mempunyai kandungan melebihi 65% dan kedalamannya melebihi dari 50cm. Tanah dengan kandungan bahan organik antara 35–65% juga biasa disebut muck.[1]

Pertambahan lapisan-lapisan gambut dan derajat pembusukan (humifikasi) terutama bergantung pada komposisi gambut dan intensitas penggenangan. Gambut yang terbentuk pada kondisi yang teramat basah akan kurang terdekomposisi, dan dengan demikian akumulasinya tergolong cepat, dibandingkan dengan gambut yang terbentuk di lahan-lahan yang lebih kering. Sifat-sifat ini memungkinkan para klimatolog menggunakan gambut sebagai indikator perubahan iklim pada masa lampau. Demikian pula, melalui analisis terhadap komposisi gambut, terutama tipe dan jumlah penyusun bahan organiknya, para ahli arkeologi dapat merekonstruksi gambaran ekologi pada masa purba.

Pada kondisi yang tepat, gambut juga merupakan tahap awal pembentukan batubara. Gambut bog yang terkini, terbentuk di wilayah lintang tinggi pada akhir Zaman Es terakhir, sekitar 9.000 tahun yang silam. Gambut ini masih terus bertambah ketebalannya dengan laju sekitar beberapa milimeter setahun. Namun gambut dunia diyakini mulai terbentuk tak kurang dari 360 juta tahun silam; dan kini menyimpan sekitar 550 Gt karbon.[3]

Gambut sebagai sumber energi

Gambut itu lunak dan mudah untuk ditekan. Bila ditekan , kandungan air dalam gambut bisa dipaksa untuk keluar. Bila dikeringkan , gambut bisa digunakan sebagai bahan bakar sumber energi. Gambut adalah bahan akar penting dinegara negara dimana pohon langka seperti Irlandia dan Skotlandia, secara tradisional gambut digunakan untuk memasak dan pemanas rumah tangga . Secara modern, gambut dipanen dalam sekala industri dan dipakai untuk bahan bakar pembangkit listrik. Pembangkit listrik tenaga gambut terbesar ada di Finlandia (Toppila Power Station) sebesar 190 MW.[4]

Gambut di Indonesia

Luas lahan gambut di Sumatra diperkirakan berkisar antara 7,3–9,7 juta hektare atau kira-kira seperempat luas lahan gambut di seluruh daerah tropika. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen.[1]

Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur; dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.[1]

Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai air hitam.[1]

Gambut ombrogen kebanyakan terbentuk tidak jauh dari pantai. Tanah gambut ini kemungkinan bermula dari tanah endapan mangrove yang kemudian mengering; kandungan garam dan sulfida yang tinggi di tanah itu mengakibatkan hanya sedikit dihuni oleh jasad-jasad renik pengurai. Dengan demikian lapisan gambut mulai terbentuk di atasnya. Penelitian di Sarawak memperlihatkan bahwa gambut mulai terbentuk di atas lumpur mangrove sekitar 4.500 tahun yang lalu[5]; pada awalnya dengan laju penimbunan sekitar 0,475 m/100 tahun (pada kedalaman gambut 10–12 m), namun kemudian menyusut hingga sekitar 0,223 m/100 tahun pada kedalaman 0–5 m[6] Agaknya semakin tua hutan di atas tanah gambut ini tumbuh semakin lamban akibat semakin berkurangnya ketersediaan hara.

Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dibangun di atas lahan gambut ombrogen.

II. PENGANTAR PEMBENTUKAN BATUBARAPembatubaraan (coalifikasi) terjadi karena adanya tekanan dan temperatur yang tinggi dan be r l angsung da l am se l ang wak tu yang s anga t l ama . Ba tuba ra ada l ah ba tuan s ed imen organoklastik yang berasal dari tumbuhan yang pada kondisi tertentu tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran sempurna. Pada umumnya proses pembentukan batubarat e r j ad i pada j aman Ka rbon ya i t u s ek i t a r 270 -350 j u t a t ahun yang l a l u . Pada Gambar 2 .1d i i l u s t r a s i kan hu t an r awa pada zaman ka rbon s aa t pemben tukan ba tuba ra . Pada j aman t e r s e b u t t e r b e n t u k b a t u b a r a d i b e l a h a n b u m i U t a r a s e p e r t i E r o p a , A s i a d a n A m e r i k a . Di Indonesia batubara yang ditemukan dan ditambang umumnya berumur jauh lebih muda,yaitu terbentuk pada jaman Tersier. Batubara tertua yang ditambang di Indonesia berumur Eosen (40-60 juta tahun yang lalu) namun sumber daya batubara di Indonesia umumnya berumur antara Miosen dan Pliosen (2-15 juta tahun yang lalu). Pengertian mengenai proses pembentukan batubara dan proses pengendapan batuan yang terjadi setelahnya merupakanfaktor penting yang dapat membantu pemahaman mengenai teknik preparasi dan pencucian batubara yang kadang-kadang sulit dilakukan.2.1. Pembentukan Gambut dan BatubaraProses pembentukan batubara dari tumbuhan melalui dua tahap, yaitu :a) Tahap pembentukan gambut (peat) dari tumbuhan, sering disebut proses peatification. b) Tahap pembentukan batubara dari gambut, sering disebut proses coalification.Pembentukan Gambut. Tumbuhan yang t umbang a t au ma t i d i pe rmukaan t anah pada umumnya akan mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna sehinggase t e l ah bebe rapa wak tu kemud ian t i dak t e r l i ha t l ag i ben tuk a sa lnya . Pembusukan dan  penghancu ran t e r s ebu t pada da sa rnya merupakan p rose s oks ida s i yang d i s ebabkan o l ehadanya oks igen dan ak t i v i t a s bak t e r i a t au j a s ad r en ik l a i nnya ( fung i ) . J i ka t umbuhan tumbang d i sua tu r awa , yang d i c i r i kan dengan kandungan oks igen yang s anga t r endah sehingga tidak memungkinkan bakteri aerob (bakteri yang memerlukan oksigen) hidup, makas i s a t umbuhan t e r s ebu t t i dak menga l ami p rose s pembusukan dan penghancu ran yang sempurna sehingga tidak akan terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada kondisi tersebuthanya bak t e r i -bak t e r i anae rob s a j a yang be r fungs i me l akukan p rose s dekompos i s i yang k e m u d i a n m e m b e n t u k g a m b u t ( p e a t ) . D a e r a h y a n g i d e a l u n t u k p e m b e n t u k a n g a m b u t misalnya delta sungai, danau dangkal. Meskipun oksigen tidak tersedia dalam jumlah yangcukup, komponen utama pembentuk kayu akan juga teroksidasi menjadi H2O, CH4

, CO danCO2. Tahap pembentukan gambut ini sering disebut juga sebagai proses biokimia. Gambutyang umumnya berwarna kecoklatan sampai hitam merupakan padatan yang bersifat porousdan masih memperlihatkan struktur tumbuhan asalnya. Proses pembentukan gambut biasanya  j u g a d i s e b u t s e b a g a i p r o s e s b i o k i m i a . G a m b u t u m u m n y a m a s i h m e n g a n d u n g l e n g a s (moisture) yang tinggi, bisa lebih dari 50 %. P

GENESA BATUBARA1.TINJAUAN UMUMBatuba ra yang mempunya i r umus k imia C , ada l ah bahan t ambang yang t i dak termasuk dalam kelompok mineral. Batubara ( coal  ) adalah :bahan baker hidro-karbon  padat  yang terbentuk dari tetumbuhan dalam lingkunganbebas oksigendanterkena  pengaruh P & T  yang berlangsunglama sekali (hingga puluhan-ratusan jutatahun).Batubara dapat dikategorikan sebagai salah satu batuan sedimen yang kaya akanmaterial organik. Cook & Sherwood (1991) mengemukakan bahwa suatu deposit bisadisebut sebagai batubara jika kandungan material organiknya lebih dari 80%. Depositbatubara merupakan hasil akhir dari suatu efek kumulatif proses pembusukan danpenguraian tumbuhan, deposisi dan pembebanan sedimen, proses endogenik sepertipergerakan kerak bumi dan proses eksogenik contohnya erosiProses pembentukan batubara memakan waktu hingga puluhan juta tahun, dimulaid a r i p e m b e n t u k a n g a m b u t (  peat ) kemud ian men j ad ilignite, sub-bituminous,bituminoush i n g g a a n t r a s i t . P r o s e s p e m b e n t u k a n b a t u b a r a / p e m b a t u b a r a a n (koalifikasi) dapat diartikan sebagai proses pengeluaran berangsur-angsur dari zatpembakar (O

2) dalam bentuk karbon dioksida (CO2) dan a i r (H2O) hingga akhirnyamenyebabkan konsentrasi karbon tetap (fixed carbon) dalam bahan asal batubarabertambah.Kandungan Air :P e a t ( g a m b u t ) < 6 0 % --------------------------------------------------------------------L i g n i t e3 0 – 4 0 % S u b -b i t u m i n o u s 1 0 – 2 5 %B i t u m i n o us 5 – 1 0 %  Antrasit 1 - 3 %Gambut meskipun dalam banyak hal mempunyai kesamaan dengan batubara, tidakdigolongkan sebagai batubara. Gambut secara umum mempunyai pengertian sebagaisuatu sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari tumpukan hancuran ataubagian dari tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam keadaan tertutup udara (di bawahair), tidak padat, kandungan air lebih dari 60 %. Ada satu hal penting yang menjadikanalasan, mengapa gambut tidak bisa digolongkan kedalam kelompok batubara, yaitupada gambut belum/tidak terjadi metamorfosa akibat pengaruh P ( pressure) & T(temperature), sehingga karakter fisik dan kimianya tidak jauh beda dengan kayu,meskipun penampakan fisualnya lebih mirip dengan batubara.2.BAGAIMANA BATUBARA TERBENTUK ?Untuk mengetahui bagaimana batubara itu terbentuk, ada dua hal penting yang harusdiketahui, yaitupertama; lingkungan atau kondisi yang bagaimana batubara itu dapatterbentuk (lingkungan pengendapan/pembentukan batubara) dankedua ;tahapandan proses apa saja yang berlangsung serta yang menyertainya selama pembentukan

barasebagaiBahanBakarDidaerahboreal,gambuttelahdigunakansebagaibahanbakarselamahampir2000tahunPotensigambutse

bagaibahanbakarkandungankarbonKandunganmineraldalamgambutmempengaruhikualitasgambutsebagaibahanbakar