jemaparingan gaya mataram

Upload: habib-kurniawan

Post on 10-Jan-2016

50 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Makalah apresiasi tentang seni Jemparingan Mataraman

TRANSCRIPT

JEMPARINGAN GAYA MATARAMAN

Untuk Memenuhi Tugas Seni Rupa Mengenai Apresiasi SeniDisusun oleh :HABIB KURNIAWAN131410209XII MIA 3SMAN 1 SUBANGJL. Ki Hajar Dewantara no. 14A Telpon +626041140 Fax. +6260418196www.sman1subang.sch.id2015/2016Kata PengantarPuji syukur kehadirat Allah swt. Yang berkat qudrot dan irodat-Nya, makalah ini dapat terselesakaikan dengan baik dan lancar. Tak lupa ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.Semoga dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saya berharap kritik dan saran sebagai evaluasi untuk menjadikan makalah ini lebih baik.

Subang, 1 September 2015

Habib Kurniawan

Daftar IsiKata Pengantar2Bab I Pendahuluan4Latar Belakang4Rumusan Masalah4Tujuan4Manfaat4Bab II Pembahasan5Sejarah Panahan di Dunia5Sejarah dan Perkembangan Panahan di Indonesia6Seni Jemparingan7Makna dan Nilai Kearifan yang Terkandung dalam Seni Jemparingan8Perlengkapan81.Busur82.Anak Panah83.Sasaran84.Pakaian Lurik9Bab III Penutup9Kesimpulan9Saran9Daftar Pustaka9Lampiran11

Bab I PendahuluanLatar BelakangDalam kesehariannya manusia tidak bisa terlepas dari seni. Sejak peradaban manusia ada, sejak itulah seni ada, baik seni rupa, seni musik, dan lain sebagainya. Karena seni adalah kebutuhan manusia, maka seni tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Seiring berjalannya waktu, manusia terus berkembang menuju arah yang lebih maju, begitu juga dengan seni. Karena seni adalah buatan manusia, maka seni pun berkembang sesuai dengan peradaban manusia di masanya. Setiap seni memiliki maknanya masing-masing yang terkandung di dalamnya. Karena meskipun seni mengalami perubahan, namun makna yang terkandung di dalam seni tersebut masih tetap ada, karena biasanya perubahan yang terjadi adalah dalam penggunaanya, bahan ataupun fungsinya tanpa mengubah makna , sehingga perlu bagi kita untuk mempelajarinya agar seni tersebut tetap lestari dan agar kita menjadi bangsa yang berbudaya sehingga kita bisa menjadi bangsa yang lebih baik lagi. Begitu pula dalam seni panahan, walaupun dalam perkembangannya telah terjadi perubahan baik dari penggunaan maupun materi pembuatnya masihbanyak nilai-nilai kearifan yang akan kita dapatkan jika kita mendalaminya dengan sungguh-sungguh. Rumusan Masalah1) Bagaimana masuknya seni jemparingan ke nusantara ?2) Bagaimana perkembangan seni jemparingan di masa sekarang ?3) Apa saja nilai kearifan yang terkandung dalam seni jemparingan ?Tujuan1) Mengetahui makna seni jemparingan 2) Mengetahui penggunaan jemparingan di masa modern3) Mengetahui nilai kearifan dalam seni jemparinganManfaatManfat dari penulisan makalah ini adalah untuk mlestarikan nilai-nilai kearifan seni, agar pembaca dapat mengambil pelajaran sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Selain itu juga, manfaat dari makalah ini adalah untuk memberi pengetahuan tentang seni Jemparingan Mataraman.

Bab II PembahasanSejarah Panahan di DuniaPada awalnya panah adalah alat berburu dan mempertahankan hidup. Panahan adalah kegiatan menggunakan busur panah untuk menembakkan anak panah. Bukti-bukti menunjukkan panahan dimulai sejak 5.000 tahun lalu. Awalnya, panahan digunakan dalam berburu sebelum berkembang sebagai senjata dalam pertempuran dan kemudian jadi olahraga ketepatan.Dari buku-buku dan keterangan-keterangan yang diperoleh maka terdapat dua kelompok ahli yang mengemukakan dua teori yang berbeda. Yang pertama berpendapat bahwa panah dan busur mulai dipakai dalam peradaban manusia sejak "era mesolitik" atau kira-kira antara 5000 - 7000 tahun yang silam, sedang pendapat kedua percaya bahwa panahan lebih awal dari masa itu, yaitu dalam "era paleolitik" antara 10.000 - 15.000 tahun yang lalu.Dari buku-buku melukiskan bahwa orang purbakala telah melakukan panahan yaitu menggunakan busur dan panah untuk berburu dan untuk mempertahankan hidup. Bahkan dari beberapa buku melukiskan bahwa lebih dari 100.000 tahun yang lalu suku Neanderathal telah menggunakan busur dan panah. Busur telah ditemukan pada masa Paleolitik atau awal periode Mesolitik. Petunjuk tertua akan fungsinya di Eropa datang dari Stellmoor di Lembah Ahrensburg, bagian utara dari Hamburg, Jerman dan tanggal dari akhir Paleolitik, sekitar 10.000-9.000 SM. Panah dibuat dari kayu pinus dan terdiri dari poros utama dan sebuah poros depan sepanjang 15-20 sentimeter atau 6-8 inci dengan sebuah titik batu. Pada zaman dahulu tidak ditemukan busur, sebelumnya ditemukan poros bertitik, tapi mungkin pada zaman dahulu orang menggunakan pelempar tombak daripada busur. Sejauh ini busur tertua diketahui datang dari rawa Holmegard di Denmark. Akhirnya busur menggantikan pelempar tombak sebagai sarana utama untuk melepaskan batang peluru, dan di setiap benua kecuali Australia, meskipun pelempar tombak bertahan di samping busur di benua Amerika terutama Meksiko (dimana pelempar tombak itu atlatl dalam bahasa Nahuatl) dan di antara Suku Inuit. Tapi seperti yang kita tahu busur tertua datang dari Yunani Kuno pada 2800 SM.Ahli-ahli purbakala dalam penggalian di Mesir juga telah menemukan tubuh seorang prajurit Mesir Kuno yang menemui ajalnya karena ditembus anak panah. Data menunjukkan bahwa kejadian itu terjadi kira-kira 2100 tahun sebelum masehi. Dari beberapa buku juga mengemukan bahwa sampai kira-kira tahun 1600 sesudah Masehi, busur dan panah merupakan senjata utama setiap negara dan bangsa untuk berperang.Busur dan panah telah hadir pada budaya Yunani sejak keduanya berasal dari Predinastik (masa sebelum ada kerajaan). Di Levant, artefak yang mungkin menjadi gagang panah pelurus diketahui berasal dari budaya Natufian, ke depan. Orang-orangEl-KhiamdanPPN AmemanggulKhiampointsmungkin sebagai panah.Peradaban klasik, terutama Assirian, Persian, Parthian, Indian, Korean, Cina, Jepang dan Turki menerjunkan pemanah dalam jumlah yang besar pada tentara perangnya. Busur besar Inggris terbukti nilainya untuk pertama kali di Perang Benua ketika Pertempuran Crecy. Pemanah Amerika telah tersebar luas ketika Kontak Eropa.Panahan berkembang pesat di Asia. Istilah Sansekerta untuk panahan, dhanurveda, pada saat ini digunakan untuk istilah seni beladiri. Di Asia Timur, Goguryeo, satu dari Tiga Kerajaan Korea, terkenal dengan resimennya sangat berbakat dalam memanah.Hingga kinipun masih ada suku-suku bangsa yang mempergunakan busur dan panah dalam penghidupan sehari-hari mereka, seperti : suku-suku bangsa di hutan-hutan daerah hulu sungai Amazone, suku-suku Veda di pedalaman Srilangka, suku-suku Negro di Afrika, suku-suku Irian di Irian Jaya, suku Dayak dan suku Kubu.Pada perkembangannya, panahan dipandang sebagai media rekreasi atau untuk olahraga dimulai sejak tahun 1676, atas ide dari Raja Charles II dari inggris yang menyebut bahwa panahan bisa dijadikan sebagai olahraga dan hal itu mulai di ikuti oleh negara-negara lain pada saat itu. Pada tahun 1844 di Inggris diselenggarakanlah kejuaraan nasional panahan yang diberi nama GNAS (Grand National Archery Society), lalu diikuti oleh Amerika Serikat dengan kejuaraan nasionalnya yang pertama pada tahun 1879 di Chicago.

Sejarah dan Perkembangan Panahan di IndonesiaSama halnya dengan sejarah panahan di dunia, demikian pula tidak seorangpun yang dapat memastikan sejak kapan manusia di Indonesia menggunakan panahan dan busur dalam kehidupannya. Tetapi apabila kita memperhatikan cerita-cerita wayang purwa misalnya, jelas bahwa sejarah panah dan busur di Indonesiapun telah cukup panjang, dan tokoh-tokoh pemanah seperti Arjuna, Sumantri, Ekalaya, Dipati Karno, Srikandi demikian pula Dorna sebagai Coach panahan terkenal dalam cerita Mahabharata.Di Indonesia panahan telah ikut ambil bagian dalam era kebangunan Olahraga Nasional Pertama. Dalam sejarah PON, Panahan merupakan cabang yang selalu diperlombakan, walaupun secara resminya Persatuan Panahan Indonesia (Perpani) baru terbentuk pada tanggal 12 Juli 1953 di Yogyakarta atas prakarsa Sri Paku Alam VIII. Dan Kejuaraan Nasional yang pertama sebagai perlombaan yang terorganisir, baru diselenggarakan para tahun 1959 di Surabaya.Sri Paku Alam VIII selanjutnya menjabat sebagai Ketua Umum Perpani hampir duapuluh empat tahun dari tahun 1953 sampai tahun 1977. Dengan terbentuknya Organisasi Induk Perpani, maka langkah pertama yang dilakukan adalah menjadi anggota FITA (Federation Internationale de Tir A Larc), Organisasi Federasi Panahan Internasional yang berdiri sejak tahun 1931. Indonesia diterima sebagai anggota FITA pada tahun 1959 pada konggresnya di Oslo, Norwegia. Sejak saat itu Panahan di Indonesia maju pesat, walaupun pada tahun-tahun pertama kegiatan Panahan hanya terdapat di beberapa kota di pulau Jawa saja. Kini boleh dikatakan bahwa hampir di setiap penjuru tanah air, Panahan sudah mulai dikenal.Dengan diterimanya sebagai anggota FITA pada tahun 1959, maka pada waktu itu di Indonesia selain dikenal jenis Panahan tradisional dengan ciri-ciri menembak dengan gaya duduk dan instinctive, maka dikenal pula jenis ronde FITA yang merupakan jenis ronde Internasional, yang menggunakan alat-alat bantuan luar negeri yang lebih modern dengan gaya menembak berdiri. Dan dengan demikian terbuka pulalah kesempatan bagi pemanah Indonesia untuk mengambil bagian dalam pertandingan-pertandingan Internasional.Pada tahun 1963 Perpani menciptakan Ronde baru dengan nama Ronde Perpani. Pokok-pokok ketentuan pada perpani pada dasarnya sama dengan ronde FITA, kecuali tentang peralatannya yang dipakai dan jarak tembak disesuaikan dengan kemampuan peralatan yang dibuat di dalam negeri. Mengenai peralatan Ronde Perpani ini ditetapkan bahwa hanya busur dan panah yang dibuat dan dengan bahan dalam negeri yang boleh dipakai.Bagi mereka yang terbukti berhasil membuktikan kemampuannya melalui ronde Perpani, diberi kesempatan memakai peralatan Internasional. Sedangkan Ronde Tradisional dengan ciri-ciri dilakukan dengan gaya duduk dan instinctive, sulit mengambil sumber pemanah langsung dari ronde Tradisional, karena perbedaan-perbedaan yang sifatnya prinsipil tadi.Kemudian dengan adanya tiga ronde panahan tersebut, Perpani mengatur waktu untuk kejuaraan nasional sebagai berikut : Setiap tahun genap diselenggarakan Kejuaraan Nasional untuk Ronde Perpani dan Ronde Tradisional, sedang pada tahun ganjil diselenggarakan Kejuaraan Nasional untuk ronde FITA.Sejak Konggres Perpani tahun 1981 bersamaan dengan PON X, pola kebijaksanaan Perpani dirubah, yaitu bahwa Kejuaraan Nasional diselenggarakan setiap tahun (kecuali tahun diselenggarakannya PON tidak ada Kejuaraan Nasional) dan diperlombakan ketiga ronde Panahan sekaligus yaitu Ronde FITA, Ronde Perpani dan Ronde Tradisional.Perlu dikemukakan disini bahwa sebelum tahun 1959 yaitu tahun diterimanya Perpani sebagai anggota FITA, pada PON - I tahun 1948 di Solo, PON II/1951 di Jakarta, PON - III/1953 di Medan, PON - IV/1957 di Makasar, panahan hanya memperlombakan Ronde Tradisional, yaitu ronde duduk, dengan hanya satu jarak 30 meter, dengan 48 tambahan @ 4 anak panah dan dengan sasaran bulatan dengan hanya dibagi tiga bagian saja.Untuk selanjutnya, perkembangan dan prestasi Panahan Indonesia tidak mengecewakan. Kejuaraan Nasional selalu diselenggarakan setiap tahun, yaitu tahun genap untuk Ronde Perpani dan Ronde Tradisional, sedang pada tahun ganjil untuk Ronde FITA (sejak tahun 1982 Kejuaraan Nasional diselenggarakan setiap tahun untuk ketiga ronde Panahan yaitu Ronde FITA, Ronde Perpani dan Ronde Tradisional sekaligus).

Seni JemparinganJemparingan Mataraman adalah seni memanah tradisional Jawa khas Yogyakarta. Berakar dari keterampilan para prajurit Keraton yang menggunakannya sebagai bagian dari olah kanuragan kaprajuritan. Menggambarkan akar kebudayaan Jawa khusunya Keraton Yogyakarta yang penuh falsafah "mesu budi lan raga" sebagai persiapan untuk turut "hamemayu hayuning bawana". Sungguh suatu hal yang istimewa juga bahwasanya Ayahanda Panembahan Senopati, leluhur pendiri Kerajaan Mataram yang nantinya pula melahirkan Kasultanan Yogyakarta bernama Ki Ageng Pemanahan.Adapun nama kampung Jogokariyan berasal dari nama kesatuan prajurit Keraton Yogyakarta yakni Bregada Prajurit Jogokaryo. Ciri Bregada Prajurit Jogokaryo adalah seragam berbentuk sikepan dan celana bercorak lurik khas Jogokaryo dengan rompi kuning emas, sepatu pantopel hitam dengan kaos kaki biru tua serta topi hitam bersayap. Benderanya bernama Papasan, dengan dwaja bernama Kanjeng Kyai Trisula. Bregada ini dilengkapi dengan perangkat musik tambur, seruling, dan terompet, yang melagukan Tameng Madura dan Slagunder. Bregada Prajurit Jogokaryo dilengkapi dengan senjata berupa senapan api dan tombak. Ciri nama-nama para prajurit dalam bregada ini selalu disertai dengan kata Parto. Sebagaimana diketahui, "Parto" dalam pewayangan adalah salah satu julukan bagi Raden Arjuna atau Raden Janaka. Dalam kisah Mahabharata, Arjuna dinyatakan sebagai pemanah terbaik di dunia.Seni memanah tradisional ini sangat unik karena masih mempertahankan tata cara dan budaya tradisional dalam peraturannya. Jemparingan dilakukan dalam keadaan posisi duduk dan berjajar. Para pemanah memakai busana adat. Para pemanah biasa mengenakan pakaian adat berupa baju Sorjan lengkap dengan blangkon di kepala. Sasaran juga bukanlah target lingkaran seperti umumnya olahraga panahan, tetapi sebuah bandul putih dengan warna merah pada bagian atasnya yang diikat dengan tali. Seiring dengan perkembangan zaman, seni jemparingan sering digunakan sebagai ajang perlombaan, olahraga, dan pelestarian seni di kawasan Keraton Yogyakarta. Di kawasan Keraton sendiri sering diadakan perlombaan panahan gaya Jemparingan Mataraman.Dalam perlombaan yang dilaksanakan Keraton Yogyakarta dimaksudkan sebagai upaya memelihara tradisi memanah di lingkungan Keraton. Lomba memperebutkan Trophy dari Sri Sultan Hamengkubuwono X dan uang pembinaan, juara terdiri dari kategori Pria dan Wanita, dari Juara I hingga III. Lomba juga diikuti Pemanah dari Yogyakarta dan luar Yogyakarta, bahkan luar Jawa. Peserta lomba mengenakan busana tradisional, khususnya Jawa , baik pria atau wanita. Lomba memanah di lakukan dengan duduk bersila kemudian peserta memanah sasaran ataubandhul.Bandhul ini merupakan batangan kayu lunak, berbentuk bulat dengan panjang sekitar 30 cm dan diameter 3 cm, dengan warna merah dan putih. Bandhul ini diibaratkan seorang musuh dalam peperangan dulu, warna merah pada ujungnya, diibaratkan kepala musuh. Dalam lomba Peserta yang mengenai warna merah mendapatkan nilai tiga, kalau putih mendapatkan nilai 1 (satu). Panahan tradisional ini membidik 4 bandulan yang dipasang berjejeran di sebelah selatan, sedangkan para peserta duduk sembari bersila di atas tikar berada di sebelah utara. Peserta akan memanah sebanyak 20 rambahan/ ronde. Setiap rambahan, menggunakan lima anak panah. Pergantian rambahan di tandai dengan bunyi peluit. Pada jaman Sri Sultan Hamengku Buwono IX, pergantian ditandai dengan bunyi Bendhe (gong kecil). Pada saat pergantian rambahan paraCucukatau pembantu Pemanah mengambil anak panah dari Bandhul. Lomba jemparingan diakhiri dengan penyerahan hadiah.Berawal dari tradisi yang dibawa dari prajurit keraton, saat ini sudah mulai bermunculan kelompok kelompok pelestari Jemparingan. Secara berkala kelompok kelompok ini melakukan latihan bersama, selain itu juga sering diadakan kompetisi yang diadakan secara rutin dengan didukung oleh pemerintah DIY.Makna dan Nilai Kearifan yang Terkandung dalam Seni JemparinganAsal kata panah berasal dari kata bahasa jawa yaitu Mapanin nang manah yang artinya memantapkan hati, jadi dalam memanah dibutuhkan kemantapan hati agar panah tepat mengenai sasaran, sehingga dibutuhkan konsentrasi tinggi, ketenangan hati. Kata "manah", yang dalam Bahasa Jawa berarti "hati nurani" atau "perenungan yang dalam" dipakai juga untuk menggambarkan aktivitas meluncurkan anak panah dari busurnya. Pamenthanging Gendewa, mujudake Pemanthenging Cipta, demikian filosofi Jemparingan Mataraman, yang sudah ada sejak jaman Mataram yang disampaikan oleh KPH. Winoto Kusumo, Ketua Lomba Jemparingan Mataraman Tingalan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X. Lebih jauh laki-laki paruh baya, yang akrab disapa Kanjeng Winoto Kusumo menjelaskan bahwa makna filosofi jemparingan tidak sekedar olahraga panahan, tapi merupakan seni mengolah rasa. Dimana seorang pemanah dalam membidik menggunakan perasaan, sehingga dibutuhkan ketenangan, layaknya mengheningkan cipta, agar tepat sasaran. Ketenangan ini yang merupakan makna terdalam dari filosofi jemparingan. Bahwa seseorang harus mempunyai ketenangan dalam mengambil keputusan, agar keputusan tersebut tepat.

PerlengkapanPerlengkapan yang ada dalam seni jemparingan antara lain :1. BusurBusur terdiri dari dua bilah yang dihubungkan dengan batang sebagai pegangan, batangan tersebut ada yang diukir ada juga yang tidak. Bentuk busur panah atau gendowo yang masih sederhana dan terbuat dari kayu dan bambu. Untuk membuat busur panah yang bagus dibutuhkan dasar yang berkualitas, salah satunya adalah bambu kethung yang berumur 80 tahun yang berasal dari tempat yang kering dan untuk talinya menggunakan fras flet. Satu set panah dapat dijangkau dengan harga delapan ratus ribu rupiah. Cara merawat busur cukup mudah yaitu dngan disimpan di tempat yang kering dan hinadarkan dari jamur.2. Anak PanahAnak panah baberbentuk batang panjang kecil dengan ujung lancip dan tajam, dibelakangnya terdapat bulu sebagai penyeimbang dan penjepit untuk dijpitkan pada tali busur. Bahan yang digunakan sangat sederhana yaitu terbuat dari kayu dan bulu unggas. Untuk mendapatkan anak panah yang bagus, anak panah harus sering digosok dan diolesi minyak kemiri agar panah dapat melesat sejauh mungkin.3. SasaranSasaran dalam seni jemparingan ini sering disebut Bandhul atau Wong-wongan. Bandhul ini merupakan batangan kayu lunak, berbentuk bulat dengan panjang sekitar tiga puluh centimeter dan diameter tiga centimeter, dengan warna merah dan putih. Bandhul ini diibaratkan seorang musuh dalam peperangan dulu, warna merah pada ujungnya, diibaratkan kepala musuh. Dalam lomba Peserta yang mengenai warna merah mendapatkan nilai tiga, kalau putih mendapatkan nilai satu.4. Pakaian LurikPakaian lurik adalahkaindengan motif bergaris-garis kecil yang secara tradisional menjadi pakaian khas warga pria pedesaan di kalangansuku bangsa Jawa. Lurik berbahan dasar katun kasar sehingga menjadi kain bahan baju yang relatif murah dan terjangkau untuk masyarakat miskin. Lurik adalah bahan dasar untuk pembuatansurjan.Bab III PenutupKesimpulanDalam sejarah peradaban manusia seni panahan sudah terkenal sejak lama. Manusia pada zaman batu menggunakannya untuk berburu demi mempertahankan hidup. Berbeda di zaman pertengahan Eropa, panahan digunakan sebagai senjata untuk perang. Namun di masa sekarang ini, panahan digunakan olahraga dan berbagai perlombaan baik tingkat daerah maupun internasional.Berbeda dengan seni panahan pada umumnya, Seni Jemparing Mataraman adalah seni panahan yang bertujuan untuk mengolah rasa, jiwa, pikiran dan hati karena dalam tata caranya dilakukan dengan cara duduk dan pemanah tidak dibantu dengan alat pembidik lainnya, shingga dibutuhkan ketrampilan diri sendiri. Selain itu Seni Jemparingan Mataraman merupakn warisan dari budaya luhur di Jawa, khusunya peninggalan dari Kerajaan Mataram. Seiring perkembangan zaman Seni Jemparingan ini dapat dilakukan oleh siapapun. Awalnya seni Jemparingan Mataraman kurang populer, namun belakangan ini muncul inisiatif masyarakat untuk melestarikan Seni Jemparingan Mataraman. Salah satunya adalah yang ada di lingkungan Kraton Yogyakarta, yaitu dengan diselenggarakannya perlombaan panahan gaya Jemparingan Mataram yang rutin diadakan. Selain melestarikan budaya ini, masyarakat juga dapat merasakan manfaat dari seni Jemparingan Mataram ini

SaranDalam pengerjaan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak yang harus diperbaiki, oleh karena itu kami meminta saran yang mebangun agar penulisan makalah ini lebih baik lagi daripada sebelumnya, terimakasih.

Daftar Pustakahttps://rananusantara.wordpress.com/event/jemparingan-mataram-sebuah-tradisi-yang-harus-diuri-uri/http://carajuki.com/pengertian-seni/http://seputarpanahan.blogspot.com/p/sejarah-panahan.htmlhttps://rananusantara.wordpress.com/event/jemparingan-mataram-sebuah-tradisi-yang-harus-diuri-uri/http://jogjapetualang.com/keraton/jemparingan-panahan-tradisional-gaya-mataramhttps://instagram.com/p/xlpkkjGURR/https://id.wikipedia.org/wiki/LurikLampiranGambar 1. Jemparing dan anak panahGambar 2. Bandhul atau sasaran

Gambar 2. Jemparingan BerukirGambar 3. Memanah dengan cara dudukGambar 4. Pemanah duduk dan berjajarGambar 5. Jemparingan juga diminati turis asing

SERBA SERBI TENTANG PANAH TRADISIONALSeni Panahan Prajurit Ala Yogyakarta - NET10