jahe
DESCRIPTION
botani farmasiTRANSCRIPT
Jahe (Zingiber officinale)
A. Klasifikasi
Divisio : Spermathophyita
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : zingiberaceae
Genus : Zingiber
Species : Zingiber officinale
B. Nama daerah : halia ( Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh
(Mingakabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura),
melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dsb
Nama lokal :
C. Deskripsi Morfologi Tanaman
Jahe tergolong tanaman herba yang memiliki akar serabut, berwarna putih
kotor .Akarnya bercabang-cabang, tebal dan agak melebar (tidak silindris), berwarna
kuning pucat. Bagian dalam akarnya berserat agak kasar, berwarna kuning muda
dengan ujung merah muda. Akar jahe mempunyai bau khas, dan rasanya pedas
menyegarkan. Batang tanaman jahe merupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus
dengan tinggi antara 30-100 cm. Bagian luar batang agak licin dan sedikit mengkilap
berwarna hijau tua. Biasanya batang dihiasi titik-titik berwarna putih. Batang ini
biasanya basah dan banyak mengandung air.
Daun jahe merupakan daun yang tidak lengkap karena hanya terdiri dari
tangkai daun dan helaian daun saja, dan tidak berpelepah, sehingga disebut daun
bertangkai. Daun jahe termasuk jenis daun tunggal, berwarna hijau tua. Daun jahe
memiliki bangun daun berbentuk lanset. Daun jahe merupakan daun yang bertepi
rata. Ujung daun jahe berbentuk runcing, karena kedua tepi daun di kanan kiri ibu
tulang sedikit demi sedikit menuju keatas dan pertemuannya pada pucuk daun
membentuk sudut lancip dan pangkalnya tumpul. Susunan tulang daun jahe
berbentuk melengkung. Daging daun jahe memiliki sifat seperti kertas. Permukaan
daunnya licin. Panjang daun lebih kurang 20-40 cm dan lebarnya sekitar 2-4 cm. Jahe
memiliki daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik, bundar pada ujungnya, tidak
berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1 – 1,75 cm. Tangkai daun
berbulu, panjang 2 – 4 mm.
Bunga jahe adalah bunga majemuk berbentuk bulir, dan termasuk bunga
majemuk tak berbatas. Tangkai bunga dari jahe panjangnya kurang lebih 25 cm,
berwarna hijau merah. Kelopak bunganya berbentuk tabung, bergigi tiga. Mahkota
bunga jahe berbentuk corong panjangnya. 2 - 2,5 cm, berwarna ungu. Bunga jahe
tumbuh dari dalam tanah berbentuk bulat telur. Gagang bunga bersisik sebanyak 5
hingga 7 buah. Bunga berwarna hijau kekuningan. Bibir bunga dan kepala putik ungu.
Tangkai putik berjumlah dua. Helai bunganya agak sempit, berbentuk tajam,
berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 – 2,5 mm, lebar 3 – 3,5 mm, bibir berwarna
ungu, gelap, berbintik-bintik berwarna putih kekuningan, panjang 12 – 15 mm ;
kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm.
Syarat tumbuh tanaman jahe untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dari
budidaya tanaman tersebut, diantaranya adalah pertama, ketinggian tempat; tanaman
jahe sebenarnya dapat tumbuh di dataran rendah sampai wilayah pegunungan, dari
ketinggian 0 – 1.500 m dari permukaan laut. Kedua, Curah hujan dan kelembapan;
tanaman jahe membutuhkan curah hujan yang tinggi, yaitu 2.500 – 3.000 mm per
tahun. Berkaitan dengan curah hujan yang relatif tinggi tersebut tanaman jahe
membutuhkan kelembapan yang tinggi untuk pertumbuhan yang optimal sekitar 80%.
Ketiga, Jenis tanah; ditanam dijenis tanah apapun jahe bisa tumbuh. Namun, untuk
mendapatkan hasil yang optimal, tanaman ini menghendaki tanah yang subur, gembur
dan berdranaise yang baik. Keempat; agar pertumbuhan optimal, jahe memerlukan
tempat terbuka yang mendapat sinar matahari sepanjang hari, dari pagi sampai sore
hari ( http//dhina.host22.com/page8.html).
D. Bagian Tanaman yang Digunakan Sebagai Obat
Bagian tanaman jahe yang banyak dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan
tubuh adalah rimpang jahe.
E. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis
a. Kandungan rimpang jahe terdiri dari 2 komponen, yakni :
1. Komponen volatile, sebagian besar terdiri dari derivate seskuiterpen (>50%)
dan monoterpen. Komponen inilah yang ada dalam aroma jahe, dengan
konsentrasi yang cendrung konstan yakni 1–3%. Derivate seskuiterpen yang
terkandung diantaranya zingiberene (20-30%), ar-curcumene (6-19%), β-
sesquiphelandrene (7-12%) dan β-bisabolene (5-12%). Sedangkan derivate
monoterpen yang terkandung diantaranya α-pinene, bornyl asetat, borneol,
camphene, ρ-cymene, cineol, citral, cumene, β-elemene, farnesene, β-
phelandrene, ρ-cymene, limonene, linalool, myrcene, β-pinene dan sabinene.
2. Komponen nonvolatile terdiri dari oleorosin (4,0-7,5%). Ketika rimpang jahe
diekstraksi dengan pelarut, maka akan didapatkan elemen pedas seperti
gingerol, elemen non pedas, serta minyak essensial lainnya.Senyawa lain yang
lebih pedas namun memiliki konsentrasi yang lebih kecil ialah shogaol.
Gingerol dan shogaol telah diidentifikasi sebagai komponen antioksidan
fenolik jahe. Elemen lainnya yang juga ditemukan ialah gingediol,
gingediasetat, gingerdion, dan gingerenon (Widiyanti, 2009)
b. Efek Farmalogis
1. Efek pada konsentrasi lipid serta Glukosa dalam darah
Dilaporkan bahwa pengobatan dari ekstrak metalonik dari jahe kering
signfikan mereduksi induksi-fruktosa yang meninggikan kadar lipid, berat
badan, hiperglikemia, dan hiperinsulinemia. Pengobatan dengan ekstrak
etil asetat dari jahe tidak menujukkan perubahan signifikan reduksi
tinggnya kadar lipid serta berat badan. Konsentrasi (6)-gingerol ditemukan
tinggi pada methanol ekstrak yan memberukan effect lebih besar
dibandingkan eti asetat ekstrak pada induksi-fruktosa hiperlidimia yang
berasosiasi dengan insulin resisten. Perpanjangan aktivitas yang muncul
erganntung konsentrasi dari (6)-gingerol di dalam estrak (Kadnur dan
Goyal, 2005). Penulis yang sama ekstrak methanol dan atil aseta dari jahe
yang diuji pada mencit selama delapan minggu, ditemukan adanya
pegobatan pengurangan goldthioglukose yang menginduksi obesitas pada
perlakuan mencit dan lebih lanjut direduksi dalam penurunan level glukosa
dan insulin. Ini memberikan asumsi bahwa jahe meningkatkan sensitifitas
insulin di dalam binatang. Akhir-akhir ini Al-Amin et al (2006)
mempelajari potensi hipoglikemk dari jahe pada streptozotocid (STZ) yng
menginduksi diabetes pada tikus yang memberikan hasil ekstrak air pada
jahe (500mg/kg, intraperitonial) denagn periode 7 minggu. Serum darah
dari binatang yang dipuasakan dianalisis gllukosa, kolesterol, dan
triascygliserol. STZ disuntikkan pada tikus menunjukan hiperglikemianay
bersamaan denagn berkurangnya berat badan. Pada dosisi 500mg/kg, jahe
kasar signifikan dalam menurunkan glukosa serum,kolesterol, dan
triascygliserol pada pengobatan diabetes tikus disbanding dengan kontrol
tikus yang diabetes. Sebagai penambahan, pengobatan jahe pada tikus
dengan diabetic ini menopang awal dari berat badan selama periode
perlakuan. Selain itu, jahe juaga menurunkan penerimaan air serta
pengeluaran urin pada STZ yang diinduksikan pada tikus ang diabetes.
Hasil dari percobaan in member asusi bahwa jahe berpotensi dalam proses
hipoglikemia, hipokolesterolemik, dan hipolipidemik. Sebagai tambahan
jahe menunjukan efektif dalam membalikkan proteinuria diabetes dan
hilangnya berat yang di temukan pada tikus yang diabetes. Dengan
demikian, jahe mungkin dapat mengatur pada efek komplikasi diabetes
pada subjek manusia.
2. Efek tekanan darah
Dilaporkan bahwa ekstrak kasar jahe mampu menurunkan tekanan
darah pada tekanan darah arteri pada tikus yang dianastesi. Efeek yang
nyata adalah menurunkan tekanan darah dengan memblok kanal kalsium
dan menihibisi reseptor muscarinik. Hal ini juga bergantung kandungan
aktifnya misal; resisten-atropin dan L-NAME-sensitif aktiif pada
pembuluh darah ketika dalam jahe mengandung (6)-,(8)-,dan(10)-gingerol
bersama (6)-sogaol menunjukkan efek ringan pada vasodilator.
3. Aktivitas Antiinflamasi dan Analgetik
Jahe mampu sebagai bahan anti-infalamasi dengan menghambat
sintesisi prostlagandin (Kiruchi dkk, 1982). Dengan konstituen
gingerdioan memberikan efek farmakologi mirip dengan obat NSAIDs
pada tubuh yang telah diberi leukosit pada in-vitro(Flynn dkk, 1968).
Gingerol sangatlah aktif dalam menghambat postlagandin dan leukotrien
dalam sel RBL-1, gingerol dengan situs aktif alkil pada rantainya olebih
efektif menghambat leukorien dari pada prostlagandin (Kiuchi dkk, 1992).
Jahe dengan beberapa kandungunnya efektif menyerang sintesis sitokinin
(protein yang dikeluarkan oleh sel makrofag, limfosit, dan firoblas saat
terjadi proses inflamasi) dan sekresi senyawa inflamasi dan pengeluaran
senyawa lainnya dalam proses inflamasi (Gzanna dkk, 2005). Jahe juga
mampu mengatur jalannya biokmia yang mengktifkan inflamasi kronis
(Gzanna dkk, 2005). Untuk mrlihat aktifitas jahe dalam memberi efek
aktiitas sel monosit maka dilakuan kutur TPH-1 monosit dan menujukkan
ekstrak ampu menghambat beta-amiloid peptic-induced sitokinin dan
ekspresi semokin (Gzanna dkk, 2004). Pada studi in-vitr ekstrak jahe
mampu menekan inflamasi seperi artritis dengan menekan pro-inflamasi
sitokinin dan cemokin yang diproduksi oleh sinoviosit, condrosite,
leukosit, jahe ditemukan secara efektif menghambat ekspresi seokin (Phan
dk, 2005)
Aksi antiinflamasi, analgesik, dan antipirtik dari ekstrak etanolik jahe
diujikan pada tikus. Ekstrak menurunkan atau mengurangi induksi
karagenan pada pembengkakan kaki/tangan dan induksi demam, tetapi
tidak efektif menekan rasa sakit dari induksi asam asetat secara
intraperitoneal. Dosis tergantung inhibisi dari pelepasan prostaglandin juga
dipelajari penggunaannya pada leukosit tikus secara peritoneal. Thompson
et al. (2002) mengkonfirmasikan bahwa aksi penghambatan dari jahe pada
prostaglandin yang diberikan secara oral atau intraperitoneal dari ekstrak
aie jahe (500 mg/kg) yang diberikan kepada tikus setiap hari selama 4
minggu efektif secara signifikan menurunkan serum prostaglandin E2.
Penelitian yang baru juga melaporkan aksi anti inflamasi, analgesik, dan
antipiretik ekstrak etanol jahe pada tijus dan mencit.
Mekanisme aksi dari jahe, komponen, dan derivatnya masih terus
diteliti oleh beberapa peneliti. Gingerol dan derivatnya, khususnya (8)-
paradol, telah dilaporkan lebih berpotensi sebagai antiplatelet dan
penghambatan siklooksigenase (COX-1) dibandingkan aspirin, ketika diuji
in vitro oleh Chrono Log dengan platelet darah agregometer. Peneliti ini
menjelaskan gugus fungsi karbon pada C3 ditemukan pada paradol dan
seri diarylhetanoid mungkin menyumbangkan potensinya sebagai
antiplatelet dan menginhibisi COX-1. inhibisi dari asam arakhidonat (AA)
jalur cascade melalui COX-1 sistem sintesis tromboksan dengan
komponen fenolik mungkin memperjelas mekanime aksi dari jahe. Koo et
al (2001) membandingkan kemampuan gingerol dan hubungan analognya
juga dengan aspirin pada penghambatan AA menginduksi penurunan
platelet manusia secara in vitro. Penggunaan pada rentang dosis yang sama
juga menunjukkan bahwa gingerol dan analognya kira-kira dua sampai
tiga kali lipat kurang berpotensi dibandingkan aspirin berlawnan dengan
reaksi penurunan platelet yang diinisiasi oleh AA, dan dua sampai empat
kali lipat kurang berpotensi dibandingkan aspirin pada penghambatan
agregasi platelet yang diinduksi AA.
Trripathi et al. menguji hipotesis tentang ekstrak jahe yang diduga
memilki efek penghambatan fungsi makrofag secara in vitro dan pada
laporan ini juga dijelaskan tentang efek anti inflamasi secara in vivo. Dia
juga memberikan hipotesis tentang konstituen aktif dari jahe yaitu (6)-
gingerol yang efektif sebagai substansi anti inflamasi karena menghambat
aktivasi makrofag, lebih spesifiknya pada penghambatan sitokinesis prto
antiinflamasi dan presentasi antigen oleh oleh aktivasi makrofag
lipopolisakarida. Hal ini dapat disimpulkan bahwa (6)-gingerol
menghambat secara selektif produksi sitokinin pro antiinflamasi dari
makrofag, tetapi tidak mempengaruhi fungsi sel yang mempresentasikan
antigen atau Antigen Presenting Cell (APC). Oleh karena itu (6)-gingerol
sebagai komponen antiinflamasi mungkin dapat digunakan untuk
menyembuhkan inflamasi tanpa dicampuri dengan fungsi presentasi
antigen dari makrofag.
Pada kenyataannya tidak ada konstituen jahe yang menyebabkan efek
samping pada gastrointestinal seperti yang biasanya disebabkan oleh
NSAID konvensional yang menyebabkan penghambatan prostaglandin.
Jahe juga menyenbuhkan borok pada tikus.
4. Efek Jahe Pada Gastointestinal
Tepung rimpang jahe telah lama digunakan pada pengobatan
tradisional untuk meringankan gejala penyakit pada gastrointestinal.
Ekstrak aseton jahe dan konstituennya mampu meningkatkan pengosongan
lambung dari makanan pada mencit. Efektivitas dari jahe pada emesis
menjadi hiperemesis Gravidarum, motion sicknes, dan khemoterapi kanker
juga pernah dilaporkan. Jahe digunkan pada pencegahan dan
penyembuhan mual dan muntah pada manusia, tanpa efek yang signifikan
pada pengosongan lambung. Peneliti menghilangkan efek anti kolinergik
sentral dari jahe, hal ini tidak mengurangi respon nistagmus untuk
vestibular dan stimulasi optokinetik. Pada tikus juga menunjukkan (6)-
gingerol meningkatkan transit gastrointestinal makanan dan kekurangan
aksi ini pada manusia menyebabkan perbedaan dosis yang digunakan.
Baru-baru ini hal tersebut dijelaskan bahwa ekstrak jahe, memilki efek
agonis kolinergik secara langsung pada reseptor M3 juga efek
penghambatan pada pre sinapsis autoreseptor muskarinik, kesamaan untuk
standar antagonis muskarinik.
Pada isolasi usus babi Guinea, beberapa komponen jahe (contohnya
(6)-gingerol, (6)-shogaol, dan galanolakton) menunjukkan efek anti
serotonin (5-hidroksitriptamin). Hal ini mungkin mempengaruhi aksi anti
emetik beberapa jahe atau konstituennya mungkin menjadi media sentral
melalui reseptor 5-HT3, seperti konstituen yang memilki bobot molkul
kecil dan mudah melewati sawar darah otak. Pada Suncus murinus
menunjukkan bahwa pemberian peroral (6)-gingerol mencegah muntah
pada respon untuk siklofosfamid, barangkali melalui efek sentral.
Pemberian Cisplantin menyebabkan mual dan muntah pada manusia dan
hewan. Ekstrak aseton dan etanol 50% jahe secara oral dosis 25, 50, 100,
dan 200 mg/Kg menunjukkan perlindungan secara signifikan, sedangkan
ekstrak air pada dosis yang sama tidak efektif mengatasi muntah karena
Cisplantin pada anjing.
Mahady et al (2003) pertama kali membuktikan konstituen aktif dari
jahe (gingerol) efektif secara in vitro melawan Heliobacter pylori, secara
etiologi dihubungkan dengan dispepsia, tukak lambung, dan berkembang
pada kanker lambung dan usus besar. Hal ini selanjutnya dibenarkan oleh
Mahady et al (2005) dan Nastro et al (2006).
O”Mahony et al (2005) menguji aktivitas bakterisidal dan anti adhesiv
komponen jahe dan beberapa tanaman obat dan bahan makanan yang dapat
melawan H. pylori dan menemukan bahwa jahe paling efektif membunuh
H. pylori, tetapi kemampuan menghambat adhesi pada bakteri ini untuk
daerah perut lebih rendah. Baru-baru ini, Siddaraju dan Dharmesh (2007)
melaporkan bahwa jahe yang bebas fenol dan fraksi fenolik yang telah
dihidroolisis pada jahe keduanya berpotensi menghambat aktifitas proton
kalium ATPase sel perut dan pertumbuhan H. pylori dan menjelaskan
bahwa kedua fraksi dapat menyembuhkan tukak lambung dengan harga
yang relatif murah.
5. Efek Perlindungan dari Radiasi dan Jaringan
Beberapa ekstrak dan fraksi dari Zingiber officinalle masih
menunjukkan perlindungan terhadap induksi kimia pada kerusakan
jaringan. Sebagai contoh fraksi Z. officinalle ditunjukkan oleh Yemitan
dan Izegbu (2006) bahwa perlakuan sebelumnya pada tikus dengan ekstrak
etanoldari rimpang jahe dan ektrak minyak dari tanaman efektif
memperbaiki induksi akut hepatotoksik dari CCl4 dan asetaminofen
(parasetamol).
Efek perlindungan dari ekstrak hidroalkohol dari rimpang jahe
telah dipelajari pada mencit yang diberi ekstrak secara intraperitoneal
dosis 10 mg/kg, sekali sehari selama 5 hari berturut-turut yang sebelumnya
diberi 6-12 Gy radiasi gamma dan diamati setiap hari hingga 30 hari
setelah diradiasi untuk mengamati tanda-tanda sakit karena radiasi atau
bahkan kematian (Jagetioa et al., 2003). Perlindungan dari jahe mencegah
kematian akibat radiasi dilaporkan juga oleh peneliti yang sama pada
publikasi berikutnya (Jagetia et al., 2004). Praperlakuan pada mencit
dengan ZOE mengurangi sakit karena radiasi dan kematian, serta
melindungi mencit dari sindrom gastrointestinal, sebaik sindrom sumsum
tulang belakang. Dosis yang mereduksi faktor dari ZOE telah ditemukan
menjadi 1,15.dosis yang optimum melindungi yaitu 10 mg/kg ZOE 1/50
dari LD 59 (500 mg/kg).
Pemberian ekstrak 1 h sebelum 2-Gy iradiasi gamma efektif
menghambat respon penghindaran sakarin setelah 5 hari perlakuan,
keduanya tergantung dosis dan waktu, dengan 200 mg/kg b.w., i.p,
menjadi dosis yang paling efektif. Baru-baru ini, pada kelompok yang
sama diteliti peranan ekstrak hidroalkohol jahe pada tikus dan ditentukan
bahwa ektrak berhasil melindungi tikus melawan CTA menjadi beberapa
tingkatan perbandingan untuk membandingkan obat antiemetik ondasteron
dan deksametason. Mekanisme perlindungan gastrointestinal dijelaskan
dengan berbagai faktor termasuk antioksidan, mekanisme modulasi otot
dan perlindungan terhadap radiasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jahe
mungkin memilki aktivitas farmakologi yang dapat melindungi dan efektif
mengurangi kerusakan yang dihasilkan pada sel dan jaringan oleh radiasi
ion (haksar et al., 2006)
6. Aksi Anti-oksidan Jahe
Beberapa penulis menunjukkan bahwa jahe dilengkapi dengan properti
anti oksidan kuat secara in vitro dan in vivo. Aksi anti oksidan jahe telah
diajukan sebagai salah satu dari mekanisme yang mungkin dari aksi
protektif tanaman ini terhadap toksisitas dan lethalitas radiasi (contoh :
Jagetia et al, 2003; Haksar et al., 2006) dan sejumlah agen toksik seperti
karbon tetraklorida dan cisplastin (contoh : Amin dan Hamza, 2006;
Yemitan dan Izegbu, 2006), dan sebagai obat anti ulkus (Siddaraju dan
Dharmesh, 2007).
Baru-baru ini telah ditunjukkan bahwa [6]-gingerol memiliki aksi anti
oksidan kuat baik itu secara in vivo dan in vitro, sebagai tambahan
terhadap aksi anti inflamasi dan anti apoptosis (Kim et al., 2007). Hal ini
membuatnya menjadi agen yang sangat efektif untuk mencegah produksi
species oksigen reaktif yang diinduksi oleh ultra violet B (UVB) dan
ekspresi COX-2 dan agen terapuetik yang mungkin melawan gangguan
kulit yang diinduksi oleh UVB.
F. Manfaat Jahe Dalam Bidang Farmasi
Khasiat Jahe
- karena mabuk kendaraan atau pada wanita yang hamil muda
- merangsang nafsu makan
- memperkuat otot usus
- membantu mengeluarkan gas usus
- membantu fungsi jantung
- mengobati selesma
- mengobati batuk
- penyakit diare
- penyakit radang sendi tulang seperti artritis
- meningkatkan pembersihan tubuh melalui keringat.
- menurunkan tekanan darah
- membantu pencernaan
- antikoagulan