jahe

15
Jahe (Zingiber officinale) A. Klasifikasi Divisio : Spermathophyita Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : zingiberaceae Genus : Zingiber Species : Zingiber officinale B. Nama daerah : halia ( Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Mingakabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dsb Nama lokal : C. Deskripsi Morfologi Tanaman Jahe tergolong tanaman herba yang memiliki akar serabut, berwarna putih kotor .Akarnya bercabang-cabang, tebal dan agak melebar (tidak silindris), berwarna kuning pucat. Bagian dalam akarnya berserat agak kasar, berwarna kuning muda dengan ujung merah muda. Akar jahe mempunyai bau khas, dan rasanya pedas menyegarkan. Batang tanaman jahe merupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus dengan tinggi antara 30-100 cm. Bagian luar batang agak licin dan sedikit mengkilap berwarna hijau tua. Biasanya batang dihiasi titik-titik berwarna putih. Batang ini biasanya basah dan banyak mengandung air.

Upload: diah-ayu-wulandari

Post on 26-Oct-2015

110 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

botani farmasi

TRANSCRIPT

Page 1: Jahe

Jahe (Zingiber officinale)

A. Klasifikasi

Divisio : Spermathophyita

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : zingiberaceae

Genus : Zingiber

Species : Zingiber officinale

B. Nama daerah : halia ( Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh

(Mingakabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura),

melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dsb

Nama lokal :

C. Deskripsi Morfologi Tanaman

Jahe tergolong tanaman herba yang memiliki akar serabut, berwarna putih

kotor .Akarnya bercabang-cabang, tebal dan agak melebar (tidak silindris), berwarna

kuning pucat. Bagian dalam akarnya berserat agak kasar, berwarna kuning muda

dengan ujung merah muda. Akar jahe mempunyai bau khas, dan rasanya pedas

menyegarkan. Batang tanaman jahe merupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus

dengan tinggi antara 30-100 cm. Bagian luar batang agak licin dan sedikit mengkilap

berwarna hijau tua. Biasanya batang dihiasi titik-titik berwarna putih. Batang ini

biasanya basah dan banyak mengandung air.

Daun jahe merupakan daun yang tidak lengkap karena hanya terdiri dari

tangkai daun dan helaian daun saja, dan tidak berpelepah, sehingga disebut daun

bertangkai. Daun jahe termasuk jenis daun tunggal, berwarna hijau tua. Daun jahe

memiliki bangun daun berbentuk lanset. Daun jahe merupakan daun yang bertepi

rata. Ujung daun jahe berbentuk runcing, karena kedua tepi daun di kanan kiri ibu

tulang sedikit demi sedikit menuju keatas dan pertemuannya pada pucuk daun

membentuk sudut lancip dan pangkalnya tumpul. Susunan tulang daun jahe

berbentuk melengkung. Daging daun jahe memiliki sifat seperti kertas. Permukaan

daunnya licin. Panjang daun lebih kurang 20-40 cm dan lebarnya sekitar 2-4 cm. Jahe

memiliki daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik, bundar pada ujungnya, tidak

Page 2: Jahe

berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1 – 1,75 cm. Tangkai daun

berbulu, panjang 2 – 4 mm.

Bunga jahe adalah bunga majemuk berbentuk bulir, dan termasuk bunga

majemuk tak berbatas. Tangkai bunga dari jahe panjangnya kurang lebih 25 cm,

berwarna hijau merah. Kelopak bunganya berbentuk tabung, bergigi tiga. Mahkota

bunga jahe berbentuk corong panjangnya. 2 - 2,5 cm, berwarna ungu. Bunga jahe

tumbuh dari dalam tanah berbentuk bulat telur. Gagang bunga bersisik sebanyak 5

hingga 7 buah. Bunga berwarna hijau kekuningan. Bibir bunga dan kepala putik ungu.

Tangkai putik berjumlah dua. Helai bunganya agak sempit, berbentuk tajam,

berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 – 2,5 mm, lebar 3 – 3,5 mm, bibir berwarna

ungu, gelap, berbintik-bintik berwarna putih kekuningan, panjang 12 – 15 mm ;

kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm.

Syarat tumbuh tanaman jahe untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dari

budidaya tanaman tersebut, diantaranya adalah pertama, ketinggian tempat; tanaman

jahe sebenarnya dapat tumbuh di dataran rendah sampai wilayah pegunungan, dari

ketinggian 0 – 1.500 m dari permukaan laut. Kedua, Curah hujan dan kelembapan;

tanaman jahe membutuhkan curah hujan yang tinggi, yaitu 2.500 – 3.000 mm per

tahun. Berkaitan dengan curah hujan yang relatif tinggi tersebut tanaman jahe

membutuhkan kelembapan yang tinggi untuk pertumbuhan yang optimal sekitar 80%.

Ketiga, Jenis tanah; ditanam dijenis tanah apapun jahe bisa tumbuh. Namun, untuk

mendapatkan hasil yang optimal, tanaman ini menghendaki tanah yang subur, gembur

dan berdranaise yang baik. Keempat; agar pertumbuhan optimal, jahe memerlukan

tempat terbuka yang mendapat sinar matahari sepanjang hari, dari pagi sampai sore

hari ( http//dhina.host22.com/page8.html).

D. Bagian Tanaman yang Digunakan Sebagai Obat

Bagian tanaman jahe yang banyak dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan

tubuh adalah rimpang jahe.

E. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis

a. Kandungan rimpang jahe terdiri dari 2 komponen, yakni :

1. Komponen volatile, sebagian besar terdiri dari derivate seskuiterpen (>50%)

dan monoterpen. Komponen inilah yang ada dalam aroma jahe, dengan

konsentrasi yang cendrung konstan yakni 1–3%. Derivate seskuiterpen yang

Page 3: Jahe

terkandung diantaranya zingiberene (20-30%), ar-curcumene (6-19%), β-

sesquiphelandrene (7-12%) dan β-bisabolene (5-12%). Sedangkan derivate

monoterpen yang terkandung diantaranya α-pinene, bornyl asetat, borneol,

camphene, ρ-cymene, cineol, citral, cumene, β-elemene, farnesene, β-

phelandrene, ρ-cymene, limonene, linalool, myrcene, β-pinene dan sabinene.

2. Komponen nonvolatile terdiri dari oleorosin (4,0-7,5%). Ketika rimpang jahe

diekstraksi dengan pelarut, maka akan didapatkan elemen pedas seperti

gingerol, elemen non pedas, serta minyak essensial lainnya.Senyawa lain yang

lebih pedas namun memiliki konsentrasi yang lebih kecil ialah shogaol.

Gingerol dan shogaol telah diidentifikasi sebagai komponen antioksidan

fenolik jahe. Elemen lainnya yang juga ditemukan ialah gingediol,

gingediasetat, gingerdion, dan gingerenon (Widiyanti, 2009)

b. Efek Farmalogis

1. Efek pada konsentrasi lipid serta Glukosa dalam darah

Dilaporkan bahwa pengobatan dari ekstrak metalonik dari jahe kering

signfikan mereduksi induksi-fruktosa yang meninggikan kadar lipid, berat

badan, hiperglikemia, dan hiperinsulinemia. Pengobatan dengan ekstrak

etil asetat dari jahe tidak menujukkan perubahan signifikan reduksi

tinggnya kadar lipid serta berat badan. Konsentrasi (6)-gingerol ditemukan

tinggi pada methanol ekstrak yan memberukan effect lebih besar

dibandingkan eti asetat ekstrak pada induksi-fruktosa hiperlidimia yang

berasosiasi dengan insulin resisten. Perpanjangan aktivitas yang muncul

erganntung konsentrasi dari (6)-gingerol di dalam estrak (Kadnur dan

Goyal, 2005). Penulis yang sama ekstrak methanol dan atil aseta dari jahe

yang diuji pada mencit selama delapan minggu, ditemukan adanya

pegobatan pengurangan goldthioglukose yang menginduksi obesitas pada

perlakuan mencit dan lebih lanjut direduksi dalam penurunan level glukosa

dan insulin. Ini memberikan asumsi bahwa jahe meningkatkan sensitifitas

insulin di dalam binatang. Akhir-akhir ini Al-Amin et al (2006)

mempelajari potensi hipoglikemk dari jahe pada streptozotocid (STZ) yng

menginduksi diabetes pada tikus yang memberikan hasil ekstrak air pada

jahe (500mg/kg, intraperitonial) denagn periode 7 minggu. Serum darah

dari binatang yang dipuasakan dianalisis gllukosa, kolesterol, dan

triascygliserol. STZ disuntikkan pada tikus menunjukan hiperglikemianay

Page 4: Jahe

bersamaan denagn berkurangnya berat badan. Pada dosisi 500mg/kg, jahe

kasar signifikan dalam menurunkan glukosa serum,kolesterol, dan

triascygliserol pada pengobatan diabetes tikus disbanding dengan kontrol

tikus yang diabetes. Sebagai penambahan, pengobatan jahe pada tikus

dengan diabetic ini menopang awal dari berat badan selama periode

perlakuan. Selain itu, jahe juaga menurunkan penerimaan air serta

pengeluaran urin pada STZ yang diinduksikan pada tikus ang diabetes.

Hasil dari percobaan in member asusi bahwa jahe berpotensi dalam proses

hipoglikemia, hipokolesterolemik, dan hipolipidemik. Sebagai tambahan

jahe menunjukan efektif dalam membalikkan proteinuria diabetes dan

hilangnya berat yang di temukan pada tikus yang diabetes. Dengan

demikian, jahe mungkin dapat mengatur pada efek komplikasi diabetes

pada subjek manusia.

2. Efek tekanan darah

Dilaporkan bahwa ekstrak kasar jahe mampu menurunkan tekanan

darah pada tekanan darah arteri pada tikus yang dianastesi. Efeek yang

nyata adalah menurunkan tekanan darah dengan memblok kanal kalsium

dan menihibisi reseptor muscarinik. Hal ini juga bergantung kandungan

aktifnya misal; resisten-atropin dan L-NAME-sensitif aktiif pada

pembuluh darah ketika dalam jahe mengandung (6)-,(8)-,dan(10)-gingerol

bersama (6)-sogaol menunjukkan efek ringan pada vasodilator.

3. Aktivitas Antiinflamasi dan Analgetik

Jahe mampu sebagai bahan anti-infalamasi dengan menghambat

sintesisi prostlagandin (Kiruchi dkk, 1982). Dengan konstituen

gingerdioan memberikan efek farmakologi mirip dengan obat NSAIDs

pada tubuh yang telah diberi leukosit pada in-vitro(Flynn dkk, 1968).

Gingerol sangatlah aktif dalam menghambat postlagandin dan leukotrien

dalam sel RBL-1, gingerol dengan situs aktif alkil pada rantainya olebih

efektif menghambat leukorien dari pada prostlagandin (Kiuchi dkk, 1992).

Jahe dengan beberapa kandungunnya efektif menyerang sintesis sitokinin

(protein yang dikeluarkan oleh sel makrofag, limfosit, dan firoblas saat

terjadi proses inflamasi) dan sekresi senyawa inflamasi dan pengeluaran

senyawa lainnya dalam proses inflamasi (Gzanna dkk, 2005). Jahe juga

mampu mengatur jalannya biokmia yang mengktifkan inflamasi kronis

Page 5: Jahe

(Gzanna dkk, 2005). Untuk mrlihat aktifitas jahe dalam memberi efek

aktiitas sel monosit maka dilakuan kutur TPH-1 monosit dan menujukkan

ekstrak ampu menghambat beta-amiloid peptic-induced sitokinin dan

ekspresi semokin (Gzanna dkk, 2004). Pada studi in-vitr ekstrak jahe

mampu menekan inflamasi seperi artritis dengan menekan pro-inflamasi

sitokinin dan cemokin yang diproduksi oleh sinoviosit, condrosite,

leukosit, jahe ditemukan secara efektif menghambat ekspresi seokin (Phan

dk, 2005)

Aksi antiinflamasi, analgesik, dan antipirtik dari ekstrak etanolik jahe

diujikan pada tikus. Ekstrak menurunkan atau mengurangi induksi

karagenan pada pembengkakan kaki/tangan dan induksi demam, tetapi

tidak efektif menekan rasa sakit dari induksi asam asetat secara

intraperitoneal. Dosis tergantung inhibisi dari pelepasan prostaglandin juga

dipelajari penggunaannya pada leukosit tikus secara peritoneal. Thompson

et al. (2002) mengkonfirmasikan bahwa aksi penghambatan dari jahe pada

prostaglandin yang diberikan secara oral atau intraperitoneal dari ekstrak

aie jahe (500 mg/kg) yang diberikan kepada tikus setiap hari selama 4

minggu efektif secara signifikan menurunkan serum prostaglandin E2.

Penelitian yang baru juga melaporkan aksi anti inflamasi, analgesik, dan

antipiretik ekstrak etanol jahe pada tijus dan mencit.

Mekanisme aksi dari jahe, komponen, dan derivatnya masih terus

diteliti oleh beberapa peneliti. Gingerol dan derivatnya, khususnya (8)-

paradol, telah dilaporkan lebih berpotensi sebagai antiplatelet dan

penghambatan siklooksigenase (COX-1) dibandingkan aspirin, ketika diuji

in vitro oleh Chrono Log dengan platelet darah agregometer. Peneliti ini

menjelaskan gugus fungsi karbon pada C3 ditemukan pada paradol dan

seri diarylhetanoid mungkin menyumbangkan potensinya sebagai

antiplatelet dan menginhibisi COX-1. inhibisi dari asam arakhidonat (AA)

jalur cascade melalui COX-1 sistem sintesis tromboksan dengan

komponen fenolik mungkin memperjelas mekanime aksi dari jahe. Koo et

al (2001) membandingkan kemampuan gingerol dan hubungan analognya

juga dengan aspirin pada penghambatan AA menginduksi penurunan

platelet manusia secara in vitro. Penggunaan pada rentang dosis yang sama

juga menunjukkan bahwa gingerol dan analognya kira-kira dua sampai

Page 6: Jahe

tiga kali lipat kurang berpotensi dibandingkan aspirin berlawnan dengan

reaksi penurunan platelet yang diinisiasi oleh AA, dan dua sampai empat

kali lipat kurang berpotensi dibandingkan aspirin pada penghambatan

agregasi platelet yang diinduksi AA.

Trripathi et al. menguji hipotesis tentang ekstrak jahe yang diduga

memilki efek penghambatan fungsi makrofag secara in vitro dan pada

laporan ini juga dijelaskan tentang efek anti inflamasi secara in vivo. Dia

juga memberikan hipotesis tentang konstituen aktif dari jahe yaitu (6)-

gingerol yang efektif sebagai substansi anti inflamasi karena menghambat

aktivasi makrofag, lebih spesifiknya pada penghambatan sitokinesis prto

antiinflamasi dan presentasi antigen oleh oleh aktivasi makrofag

lipopolisakarida. Hal ini dapat disimpulkan bahwa (6)-gingerol

menghambat secara selektif produksi sitokinin pro antiinflamasi dari

makrofag, tetapi tidak mempengaruhi fungsi sel yang mempresentasikan

antigen atau Antigen Presenting Cell (APC). Oleh karena itu (6)-gingerol

sebagai komponen antiinflamasi mungkin dapat digunakan untuk

menyembuhkan inflamasi tanpa dicampuri dengan fungsi presentasi

antigen dari makrofag.

Pada kenyataannya tidak ada konstituen jahe yang menyebabkan efek

samping pada gastrointestinal seperti yang biasanya disebabkan oleh

NSAID konvensional yang menyebabkan penghambatan prostaglandin.

Jahe juga menyenbuhkan borok pada tikus.

4. Efek Jahe Pada Gastointestinal

Tepung rimpang jahe telah lama digunakan pada pengobatan

tradisional untuk meringankan gejala penyakit pada gastrointestinal.

Ekstrak aseton jahe dan konstituennya mampu meningkatkan pengosongan

lambung dari makanan pada mencit. Efektivitas dari jahe pada emesis

menjadi hiperemesis Gravidarum, motion sicknes, dan khemoterapi kanker

juga pernah dilaporkan. Jahe digunkan pada pencegahan dan

penyembuhan mual dan muntah pada manusia, tanpa efek yang signifikan

pada pengosongan lambung. Peneliti menghilangkan efek anti kolinergik

sentral dari jahe, hal ini tidak mengurangi respon nistagmus untuk

vestibular dan stimulasi optokinetik. Pada tikus juga menunjukkan (6)-

gingerol meningkatkan transit gastrointestinal makanan dan kekurangan

Page 7: Jahe

aksi ini pada manusia menyebabkan perbedaan dosis yang digunakan.

Baru-baru ini hal tersebut dijelaskan bahwa ekstrak jahe, memilki efek

agonis kolinergik secara langsung pada reseptor M3 juga efek

penghambatan pada pre sinapsis autoreseptor muskarinik, kesamaan untuk

standar antagonis muskarinik.

Pada isolasi usus babi Guinea, beberapa komponen jahe (contohnya

(6)-gingerol, (6)-shogaol, dan galanolakton) menunjukkan efek anti

serotonin (5-hidroksitriptamin). Hal ini mungkin mempengaruhi aksi anti

emetik beberapa jahe atau konstituennya mungkin menjadi media sentral

melalui reseptor 5-HT3, seperti konstituen yang memilki bobot molkul

kecil dan mudah melewati sawar darah otak. Pada Suncus murinus

menunjukkan bahwa pemberian peroral (6)-gingerol mencegah muntah

pada respon untuk siklofosfamid, barangkali melalui efek sentral.

Pemberian Cisplantin menyebabkan mual dan muntah pada manusia dan

hewan. Ekstrak aseton dan etanol 50% jahe secara oral dosis 25, 50, 100,

dan 200 mg/Kg menunjukkan perlindungan secara signifikan, sedangkan

ekstrak air pada dosis yang sama tidak efektif mengatasi muntah karena

Cisplantin pada anjing.

Mahady et al (2003) pertama kali membuktikan konstituen aktif dari

jahe (gingerol) efektif secara in vitro melawan Heliobacter pylori, secara

etiologi dihubungkan dengan dispepsia, tukak lambung, dan berkembang

pada kanker lambung dan usus besar. Hal ini selanjutnya dibenarkan oleh

Mahady et al (2005) dan Nastro et al (2006).

O”Mahony et al (2005) menguji aktivitas bakterisidal dan anti adhesiv

komponen jahe dan beberapa tanaman obat dan bahan makanan yang dapat

melawan H. pylori dan menemukan bahwa jahe paling efektif membunuh

H. pylori, tetapi kemampuan menghambat adhesi pada bakteri ini untuk

daerah perut lebih rendah. Baru-baru ini, Siddaraju dan Dharmesh (2007)

melaporkan bahwa jahe yang bebas fenol dan fraksi fenolik yang telah

dihidroolisis pada jahe keduanya berpotensi menghambat aktifitas proton

kalium ATPase sel perut dan pertumbuhan H. pylori dan menjelaskan

bahwa kedua fraksi dapat menyembuhkan tukak lambung dengan harga

yang relatif murah.

5. Efek Perlindungan dari Radiasi dan Jaringan

Page 8: Jahe

Beberapa ekstrak dan fraksi dari Zingiber officinalle masih

menunjukkan perlindungan terhadap induksi kimia pada kerusakan

jaringan. Sebagai contoh fraksi Z. officinalle ditunjukkan oleh Yemitan

dan Izegbu (2006) bahwa perlakuan sebelumnya pada tikus dengan ekstrak

etanoldari rimpang jahe dan ektrak minyak dari tanaman efektif

memperbaiki induksi akut hepatotoksik dari CCl4 dan asetaminofen

(parasetamol).

Efek perlindungan dari ekstrak hidroalkohol dari rimpang jahe

telah dipelajari pada mencit yang diberi ekstrak secara intraperitoneal

dosis 10 mg/kg, sekali sehari selama 5 hari berturut-turut yang sebelumnya

diberi 6-12 Gy radiasi gamma dan diamati setiap hari hingga 30 hari

setelah diradiasi untuk mengamati tanda-tanda sakit karena radiasi atau

bahkan kematian (Jagetioa et al., 2003). Perlindungan dari jahe mencegah

kematian akibat radiasi dilaporkan juga oleh peneliti yang sama pada

publikasi berikutnya (Jagetia et al., 2004). Praperlakuan pada mencit

dengan ZOE mengurangi sakit karena radiasi dan kematian, serta

melindungi mencit dari sindrom gastrointestinal, sebaik sindrom sumsum

tulang belakang. Dosis yang mereduksi faktor dari ZOE telah ditemukan

menjadi 1,15.dosis yang optimum melindungi yaitu 10 mg/kg ZOE 1/50

dari LD 59 (500 mg/kg).

Pemberian ekstrak 1 h sebelum 2-Gy iradiasi gamma efektif

menghambat respon penghindaran sakarin setelah 5 hari perlakuan,

keduanya tergantung dosis dan waktu, dengan 200 mg/kg b.w., i.p,

menjadi dosis yang paling efektif. Baru-baru ini, pada kelompok yang

sama diteliti peranan ekstrak hidroalkohol jahe pada tikus dan ditentukan

bahwa ektrak berhasil melindungi tikus melawan CTA menjadi beberapa

tingkatan perbandingan untuk membandingkan obat antiemetik ondasteron

dan deksametason. Mekanisme perlindungan gastrointestinal dijelaskan

dengan berbagai faktor termasuk antioksidan, mekanisme modulasi otot

dan perlindungan terhadap radiasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jahe

mungkin memilki aktivitas farmakologi yang dapat melindungi dan efektif

mengurangi kerusakan yang dihasilkan pada sel dan jaringan oleh radiasi

ion (haksar et al., 2006)

6. Aksi Anti-oksidan Jahe

Page 9: Jahe

Beberapa penulis menunjukkan bahwa jahe dilengkapi dengan properti

anti oksidan kuat secara in vitro dan in vivo. Aksi anti oksidan jahe telah

diajukan sebagai salah satu dari mekanisme yang mungkin dari aksi

protektif tanaman ini terhadap toksisitas dan lethalitas radiasi (contoh :

Jagetia et al, 2003; Haksar et al., 2006) dan sejumlah agen toksik seperti

karbon tetraklorida dan cisplastin (contoh : Amin dan Hamza, 2006;

Yemitan dan Izegbu, 2006), dan sebagai obat anti ulkus (Siddaraju dan

Dharmesh, 2007).

Baru-baru ini telah ditunjukkan bahwa [6]-gingerol memiliki aksi anti

oksidan kuat baik itu secara in vivo dan in vitro, sebagai tambahan

terhadap aksi anti inflamasi dan anti apoptosis (Kim et al., 2007). Hal ini

membuatnya menjadi agen yang sangat efektif untuk mencegah produksi

species oksigen reaktif yang diinduksi oleh ultra violet B (UVB) dan

ekspresi COX-2 dan agen terapuetik yang mungkin melawan gangguan

kulit yang diinduksi oleh UVB.

F. Manfaat Jahe Dalam Bidang Farmasi

Khasiat Jahe

- karena mabuk kendaraan atau pada wanita yang hamil muda

- merangsang nafsu makan

- memperkuat otot usus

- membantu mengeluarkan gas usus

- membantu fungsi jantung

- mengobati selesma

- mengobati batuk

- penyakit diare

- penyakit radang sendi tulang seperti artritis

- meningkatkan pembersihan tubuh melalui keringat.

- menurunkan tekanan darah

- membantu pencernaan

- antikoagulan