j. - hukum.unimudasorong.ac.id

5
591 UNDANG-UNDANG LINGKUNGAN HIDUP ANTARA REKA YASA SOSIAL DAN KESIAP AN MASY ARAKA T INDONESIA _-- ------- OLeh: Soetrisno Hadi ---------- Pendahuluan Sejak dua dekade terakhir ini, pemerintah beserta masyarakat Indo- nes ia telah lebih meningkatkan kegiat- an-kegiatan pembangunan yang -men- cakup berbagai segi kehidupan masya- rakat. Pembangunan yang dirnaksud- kan sebagai upaya mengisi kemerde- kaan dan mengamalkan Pancasila dan Und an g-Undang Dasar 1945 dalam jan gk a panjangnya bertujuan untuk me mbentuk manusia Indonesia seutuh- nya sebagairnan<l dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 1983 dan memuat ciri-ciri pokok keselaras- an hubungan manusia dengan Tuhan Maha Pencipta, keselarasan manusia dengan masyarakat dan keselarasan manusia dengarr Lingkungan Alamnya. Untuk mengirnbangi laju kegiatan pembangunan di berbagai bidang itu diperlukan adanya perangkat peratur - an yang mengatur keselarasan hubung- an antara masing-masing faktor dalam siklus kehidupan di atas, sehingga karenanya kehadiran Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982, tentang Keten- tuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH), amatlah tepat dan diperlukan banyak pihak. Namun demikian, maksud mulia dari pembuat undang-undang untuk menjadikan produk hukum ini sebagai alat perekayasaan masyarakat perlu mendapat perhatian yang lebih serius, bila hal ini dikaitkan dengan kesiapan sebagian masyarakat Indonesia dewasa ini terutama menyongsong tahap lepas landas mendatang. Kendatipun dinyatakan dengan te- gas, baik dalam konsiderans maupun dalam batang tubuh serta Penjelasan- nya bahwa Wawasan Nusantara seba- gai wawasan yang digunakan dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, pende- katan interdisipliner terhadap hukum memang amat diperlukan. Rekayasa Sosial Pasal 20 ayat 1 UULH menganut prinsip pencemar membayar (polluter paysprincip/e J. Suatu asas yang di- anut dan diterapkan secara konsekuen sebagai salah satu kebijaksanaan ling- kungan dan jalan keluar setiap kasus- kasus pencemaran lingkungan di nega- ra-negara maju yang menjadi anggota Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Dari perumusan pasal itu, sedikit- nya dapat kit a petik dua pengertian tersirat yang hendak diungkapkan oleh UULH, yaitu bahwa dibandingkan de- ngan peraturan perundang-undangan lainnya di bidang lingkungan uurn dapat dikatakan sebagai telah melang- kah jauh ke depan memasuki era mo- dernisasi, karena sebagian kaidah-kai- dah hukumnya berasal dad negara- negara yang telah maju secara ekono- Desember 1987

Upload: others

Post on 25-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

591

UNDANG-UNDANG LINGKUNGAN HIDUP ANTARA REKA Y ASA SOSIAL

DAN KESIAP AN MASY ARAKA T INDONESIA

_--------- OLeh: Soetrisno Hadi ----------

Pendahuluan Sejak dua dekade terakhir ini,

pemerintah beserta masyarakat Indo­nesia telah lebih meningkatkan kegiat­an-kegiatan pembangunan yang -men­cakup berbagai segi kehidupan masya­rakat. Pembangunan yang dirnaksud­kan sebagai upaya mengisi kemerde­kaan dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam jangka panjangnya bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia seutuh­nya sebagairnan<l dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 1983 dan memuat ciri-ciri pokok keselaras­an hubungan manusia dengan Tuhan Maha Pencipta, keselarasan manusia dengan masyarakat dan keselarasan manusia dengarr Lingkungan Alamnya.

Untuk mengirnbangi laju kegiatan pembangunan di berbagai bidang itu diperlukan adanya perangkat peratur­an yang mengatur keselarasan hubung­an antara masing-masing faktor dalam siklus kehidupan di atas, sehingga karenanya kehadiran Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982, tentang Keten­tuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH), amatlah tepat dan diperlukan banyak pihak.

Namun demikian, maksud mulia dari pembuat undang-undang untuk menjadikan produk hukum ini sebagai alat perekayasaan masyarakat perlu mendapat perhatian yang lebih serius, bila hal ini dikaitkan dengan kesiapan

sebagian masyarakat Indonesia dewasa ini terutama menyongsong tahap lepas landas mendatang.

Kendatipun dinyatakan dengan te­gas, baik dalam konsiderans maupun dalam batang tubuh serta Penjelasan­nya bahwa Wawasan Nusantara seba­gai wawasan yang digunakan dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, pende­katan interdisipliner terhadap hukum memang amat diperlukan.

Rekayasa Sosial

Pasal 20 ayat 1 UULH menganut prinsip pencemar membayar (polluter paysprincip/e J. Suatu asas yang di­anut dan diterapkan secara konsekuen sebagai salah satu kebijaksanaan ling­kungan dan jalan keluar setiap kasus­kasus pencemaran lingkungan di nega­ra-negara maju yang menjadi anggota Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).

Dari perumusan pasal itu, sedikit­nya dapat kit a petik dua pengertian tersirat yang hendak diungkapkan oleh UULH, yaitu bahwa dibandingkan de­ngan peraturan perundang-undangan lainnya di bidang lingkungan uurn dapat dikatakan sebagai telah melang­kah jauh ke depan memasuki era mo­dernisasi, karena sebagian kaidah-kai­dah hukumnya berasal dad negara­negara yang telah maju secara ekono-

Desember 1987

592

mis, serta diakui sebagai produk hu­kum modern_ Dalam kaitan ini pem­buat undang-undang memaksudkan hukum lingkungan ini sebagai alat perekayasaan masyarakat ( a tool of social engineering).

Di lain pihak, jika kita perhatikan struktur perekonomian masyarakat Indonesia pada dekade pertama mun-

• culnya Orde Baru saja terdapat kurang lebih 39% penduduk yang masih hidup di bawah garis kemiskinan absolut, yaitu mereka masya­rakat yang melakukan pengeluaran da­lam setahun kurang dari USD 90 per kapita per tahun. Bila dibandingkan kondisi kita kala itu dengan negara­negara ASEAN lainnya seperti Singa­pura, Malaysia dan Filipina kepin­cangan itu ternyata semakin menyo-10k.

Walaupun keadaan demikian tidak selamanya tetap, dan akan berubah, yang menurut hasil proyeksi pada tahun 1985 GDP (Gross Domestic Product) per kapita di Indonesia sebe­sar USD 474, dan akan meningkat menjadi 807 dollar di tahun 2000, dengan asumsi bahwa pertambahan

,

penduduk tetap sesuai dan dapat di-pertahankan secara maksimal. 1)

Dilihat dari penyebaran pendapatan penduduk di Indonesia, terdapat ke­senjangan yang memprihatinkan, kare­na 70% dari keseluruhan jumlah pen­duduk Indonesia hidup di garis teren­dah, yaitu menikmati hanya 20% dari jumlah pendapatan nasional se­dang selebihnya adalah golongan me­nengah atau 25% dari jumlah pendu-

1) Zen, Menuju Ke/estarian Lillgkullgun Hi­dup, Bandung, Yayasan Obor Indonesia dan Institut Teknologi Bandung, Cetak­an V, Tahun 1984, hIm. 5 - 9 .

Hukum dan Pembangunan

duk menikmati 10% pendapatan nasio­nal, dan golongan atas atau 5% dari jumlah penduduk menikmati 70% dari keseluruhan pendapatan nasional Indo­nesia. 2)

Berdasarkan hasil wawancara la­pangan yang penulis lakukan terhadap beberapa orang responden di kawas­an pemukiman di Kelurahan Kota­bambu, Jakarta Barat, ternyata hasil­nya cukup memprihatinkan, karena:

60% dari responden tidak tahu adanya UULH, 20% tahu melalui TVRI, 13,34% tahu melalui suratkabar dan sisanya (6,66%) tahu karena latar-bela­kang pendidikannya. Terhadap pene­rapan Pasal 20 (1) UULH 46,66% me, nyatakan tidak setuju dengan alasan tidak sanggup dan keberatan (26,66%) dan 20% menyatakan tidak adil. 3)

Ungkapan-ungkapan di atas pada dasarnya hendak menggambarkan bah­wa pada hakikatnya masyarakat Indo­nesia secara sosiologis dan ekonomis belum dapat dikategorikan sebagai ma­syarakat dengan ciri-ciri budaya maju, sehingga jika penerapan pasal tersebut dilakukan secara apriori, pada giliran­nya akan dapat menimbulkan dampak negatif tidak diinginkan sehingga mak­na keselarasan yang hendak dicapai melalui kaidah hukumnyajustru sema­kin tidak selaras.

Dampak Negatif

Konflik nilai yang terjadi antara

2) Anwar, Roesman, Pellguntar [/mu Eko­nomi Bagian [II, Jakarta, Study Group Cempaka Pu tih, tanpa tahun, him. 14.

3) Hadi, Soetrisno, Segi-segi Keadi/oll dori Prinsip Pellcemaroll Membayar don Asos Tanggung Jowab Mut/ok d%~~m Undong­un dang Lingkungan Hidup, Makalah Sa­yem bara Lingkungan (Karya Ilmiah Bi­dang Lingkungan Hidup) se DKI,1987.

uu Lin,kun,on Hidup

perumusan pasal-pasal dalam uum yang hendak diterapkan dengan kon­disi objektif masyarakat Indonesia yang menjadi 'lahan' , bila dibiarkan seeara terus-menerus pada gilirannya akan membuahkan dampak negatifbe­rupa pemerkosaan terhadap rasa ke­adilan yang didambakan setiap orang sebagai subjek hukum. Nilai-nilai yang berkembang dan dipatuhi oleh seba­gian besar negara-negara berkarakteris­tik maju, yang notabene adalah ne­gara-negara Barat, dengan kebebasan pribadi yang individualistik, diterap­kan pada masyarakat lndonesia dengan mosofi Paneasila, dengan ciri-eiri ke­masyarakatan yang bersifat kekeluar­gaan dan integralistik, mengusik perha­tian banyak orang untuk di masa men­datang menyusun perumusan kaidah­kaidah hukum dengan eiri-ciri kein­donesiaan yang menonjol dengan tidak melepaskan ciri-ciri keuniversalannya.

Seperti diungkapkan oleh Apel­doom bahwa tujuan dari hukum ada­lah untuk mengatur pergaulan hidup manusia seeara damai, yang oleh kare­nanya setiap hukum selalu memper­tahankan perdamaian dan menimbang kepentingan yang bertentangan S6eara teliti dengan mengadakan keseimbang­an di antaranya. Karena hukum hanya dapat meneapai tujuannya jika ia me­nuju pad a peraturan yang adil. Kata adil berarti pada mana terdapat ke­seimbangan antara kepentingan-kepen­tingan yang dilindungi, pada mana setiap orang memperoleh sebanyak mungkin apa yang menjadi bagian­nya·)

4) van Apeldoorn, L.J., Pengantar Omu Hukum, Jakarta, Prajnya Paramita, ce­takan Ice-18, Tahun 1981 , hIm. 23 - 25;

593

Berlaku adil adalah perbuatan yang •

amat disukai oleh Allah SWT, yang di-tuntut untuk diterapkan oleh setiap mereka yang beriman (At Taubah, 49). Berlaku adil dilakukan bukan hanya terhadap orang lain, akan tetapi terhadap diri sendiri maupun kerabat dekat sekalipun (AI An'am, 152). Jules l..e Bume mengklasifikasi ayat Al-Quran yang berkaitan dengan ke­adilan menjadi keadilan yang merllpa­kan kehendak 'Tuhan' , dan keadilan sebagai 'rahmat atau karunia Illahi'. 6)

Subjek hukum sebagai pengemban hak dan kewajiban dalam hukum, menurut UULH terdiri dari orang seorang, kelompok orang atau badan hukum (penjelasan Pasal 5 ayat 1 UULH). Bila pelaku peneemaran itu adalah sebagian besar atau anggota da­ri 70% jumlah penduduk Indonesia dengan tingkat penyerapan pendapat­an Nasional yang relatif rendah (20%), yang pada umumnya mempunyai latar­belakang pendidikan yang minim, ma­ka berdasarkan rasa keadilan sebagai ukuran , penerapan pasal peneemaran membayar ini terasa masih belum me­menuhi rasa keadilan yang sebenarnya. Itupun masih perlu dikaji dan diteliti lebih jauh tingkat kesenjangan yang mereka lakukan menurut ajar an kesa­lahan (schuld leer) yang dianut dalam Hukum Pidana.

Sebaliknya bila pelaku peneemaran itu adalah sebagian keeil atau anggota dari sebagian keeil golongan penduduk Indonesia dengan populasi sebagai 5% dengan kesempatan menikmati penda­patan nasional sebesar 70%, yang nota-

5) Le Burne, Jules, Le Koran Analises, Tafsi/ Ayatu/ Quran. Beirit, Darnl Fileri, cetaIcan II, hIm. 402, 585-587.

Desember 1987

594 •

bene mereka adalah kaum industria­wan, seperti beberapa kasus pencemar­an lingkungan yang teIjadi di desa Cisalak oleh PT. HEN Indonesia, pen­cemaran oleh Pabrik Minyak Goreng di Sidoardjo, pencemaran oleh mercu­ri, kasus di Pabrik Baterai di Cimang­gis, kasus di Muara Karang, di Muara Angke dan lain-Iainnya, yang mengaki­batkan kerugian yang tidak sedikit artinya baik secara material maupun nonmaterial, penerapan pasal itupun terasa belum memenuhi keadilan, begi­tupun pasal-pasal pidana lainnya.

Kepastian Hukum

Hukum tertulis sebagai hukum po­sitif yang berlaku pada suatu masa ter­tentu di suatu tempat tertentu , di sam­ping mempunyai kelebihan berupa ke­

pastian hukum (rechtzekerheids) de­ngan tidak mengenyampingkan adanya pula hal serupa pada beberapa hukum tidak tertulis, memiliki pula kelemah­an-kelemahan tertentu berupa perlu adanya penyesuaian penyelesaian ter­hadap kaidah-kaidah hukumnya yang tertulis dengan perkembangan dan ke­butuhan zaman yang senantiasa ber­ubah itu. Sebagai contoh dapat dike­mukakan penetapan denda sebesar seratus juta rupiah bagi pelaku kejahat­an terhadap lingkungan pad a Pasal 22 ayat 1 UULH, dan satu juta rupiah sebagai denda bagi pelaku pencemaran lingkungan yang dilakukan karena ke­lalaian atau sebagai bentuk pelang-. garan. Dalam perkembangan zaman yang terus berubah itu, nilai itu tera­sa begitu relatif dan belum memenuhi rasa keadilan yang sesungguhnya. Hal ini akan lebih terasa bila pelaku pen­cemaran lingkungan adalah subjek hu­kum sebagai industriawan kaliber in-

Hukum dan Pembanj(unan

ternasional ataupun nasional dengan aset milyaran rupiah atau jutaan dol­lar Amerika, nilai tetap seperti diru­muskan dalam UULH itu akan sangat kecil artinya bila dibandingkan dengan kerugian yang diderita.6 )

Sementara itu, bagian terbesar dari anggota masyarakat Indonesia dewasa ini adalah mereka yang bertempat tinggal di daerah-daerah, desa-desa, de­ngan latar-belakang pendidikan yang relatif minim, serta tingkat pendapat­an per kapita yang relatif rendah de­ngan fasilitas pemukiman dan kese­hatan yang jauh atau belum meme­nuhi syarat dan standar umum yang wajar, bila kemudian mereka sebagai pelaku pencemaran, kiranya penetap­an jumlah denda dan pidana penjara seperti dirumuskan dalam UULH perlu mendapat perhatian lebih khusus lagi terutama dari kalangan para penegak hukum di sini.

Penutup

Kiprah pembangunan yang sedang digalakkan oleh pemerintah dan rna­syarakat Indonesia dewasa ini yang bergerak bagai deret ukur dalam siklus kehidupan yang selalu berubah-ubah, menghendaki adanya gerak percepatan pada perangkat tidak keras lainnya se­perti hukum yang semen tara ini dirasa­kan masih bergerak deret tambah.

Undang-undang Lingkungan Hidup dengan segala kelebihan dan kekurang­annya, jika dilihat dari sudut keleng­kapannya yang ada dewasa ini kiranya masih perlu mendapat penyempurnaan

6) Kusumah, Mulyana W., Masalah Keja-hatan dan Lingkungan Hidup, Hukum ckzn Pembangunarl, Nomor 3 Tahun ke­XVII, Juni 1987, him. 260-267.

UU Lin6kun6an Hidup

di sana-sini, berupa adanya peraturan­peraturan pelaksanaan yang lebih kom­pleks dengan memperhatikan kebutuh­an-kebutuhan yang berkembang dalam dunia modern masa kini.

Amatlah bijaksana bila dalam upaya melengkapi kekurang-sempurnaan yang itu, para pejabat penegak hukum da­lam merumuskan melakukan pende·

595

katan-pendekatan secara interdisipli­ner, dengan me lib atkan berbagai pihak yang terkait. Sehingga hasil yang diha­rapka~ dapat dicapai akan terasa lebih applied, ketimbang pendekatan yang selama ini dilakukan. Hal ini dikemu­kakan dengan tetap memberi hormat yang selayaknya pada usaha-usaha yang selama ini dilakukan. Semoga.

Daftar Pustaka

Anwar, Roesman, Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian IIJ (Jakarta: Study Group Cempaka }'utih, tanpa tahun)..

Hadi Soetrisno. Segi·segi Keadium dari Prinsip Pencemar Membayar, dan Asas Tanggung Jawob Mutlllk, Makalah Say em bara Lingkungan Hidup Tahun 1 ~87.

Ie Bume, Jules, Le Koran Ana/ises, Tafoil Ayatul Quran, Beirut, Daml Fikri, ce takan II, tahun 1~78 .

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Toto Lingkungan, Yocyakarta, Gadjah Mada University Press, cetakan ketiga, tahun 1986.

Kusumah, Mulyana W. Drs. Masalllh Kejahatan dan Lingkungan Hidup, Hukum dan Pemba­ngunan Nomor 3 Tahun ke-XVII, Juni 1987.

van Apeldoorn, LJ., Pmgantar Ilmu Hukum, Jakarta, Prajnya Paramida, cetakan ke-18 . , tahun 1981.

Zen, Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup, Bandung: Yayasan Obor Indonesia dan Institut Teknaogi. Bandung, cetakan V, tahun 1984.

Desember 1987