iv. metodologi penelitian - repository.ipb.ac.id · ketiga, model irio dan analisisnya. keempat,...
TRANSCRIPT
63
IV. METODOLOGI PENELITIAN
Pada bagian ini dijabarkan tahapan metode yang digunakan dalam
penelitian. Tahapan metode penelitian dikelompokkan dalam empat bagian.
Pertama, metode analisis Input Output. Kedua, model Input Output Daerah.
Ketiga, model IRIO dan analisisnya. Keempat, efisiensi ekonomi sektoral dan
perubahan struktur ekonomi antar waktu.
4.1. Metoda Analisis
4.1.1. Analisis Pengganda
Keterkaitan ekonomi antarsektor di suatu pulau diukur oleh dampak
pengganda output. Keterkaitan ekonomi antar-provinsi secara sektoral diukur oleh
dampak pengganda output, pendapatan dan kesempatan kerja. Analisis dampak
diperinci menjadi dampak awal (initial effect), dampak pengganda total (total
multiplier effect), dampak pengganda bersih (flow-on multiplier effect), dampak
pengganda balik (feedback multiplier effect) dan luberan (spill-over multiplier
effect). Seluruh dampak pengganda diturunkan dari model I-O Daerah dan model
IRIO Indonesia tahun 2005 dan tahun 2000.
Untuk menunjukkan bahwa keunggulan relatif suatu pulau dalam
kegiatan ekonomi yang produktif maka digunakan angka efisiensi relatif sektoral.
Angka-angka tersebut dapat dihitung dari model IRIO Indonesia 2005 dan 2000.
Perlu diketahui bahwa dalam Model IRIO 2005 dan 2000 sudah terintegrasi antara
model ekonomi dan data empiriknya. Model Input-Output berisi data populasi,
oleh karena itu dalam analisis tidak dilakukan upaya-upaya pengujian hipotesis
secara statistika.
64
Lokasi dari suatu aktifitas merupakan hasil dari interaksi mekanisme
pasar yang menyangkut tiga komponen dasar yaitu : komoditi, tanah dan
transportasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang nyata
antara sektor transportasi dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah (Nasution,
2008). Dengan demikian, perkembangan sektor transportasi akan berpengaruh
terhadap aktifitas sektor-sektor lainnya. Transportasi dapat dibagi menjadi tiga
sub sektor (atau moda) yaitu transportasi darat, laut dan udara3. Dalam hal ini agar
dapat diketahui posisi dari sektor transportasi terhadap sektor lainnya maka
dilakukan dekomposisi dengan maksud melihat pergeseran struktur ekonomi.
Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan melihat posisi I-O tahun 2005
terhadap I-O tahun 2000.
4.1.2. Konstruksi Tabel I-O antar Wilayah di Indonesia
4.1.2.1 Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder,
yaitu tabel Input-Output antardaerah (IRIO) Indonesia tahun 2005 dan tahun 2000,
PDRB setiap wilayah penelitian, PDRB sektor transportasi (darat, laut dan udara),
yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan data penunjang lainnya dari
instansi terkait lainnya.
Tabel IRIO Indonesia tahun 2005 yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik
(BPS), tersusun atas 30 propinsi (wilayah) dengan jumlah sektor sebanyak 35
sektor. Jenis transaksi dalam model IRIO Indonesia 2005 adalah transaksi pada
harga produsen secara domestik. Dari model IRIO 2005, dapat diturunkan
3 Dalam beberapa literature, ada juga yang menambahkan transportasi perpipaan, namun dalam
penelitian ini, transportasi mengikuti pembagian yang umum digunakan di Indonesia yaitu
transportasi darat, laut dan udara.
65
sebanyak 30 Tabel I-O daerah. Sedangkan untuk IRIO tahun 2000, disusun
berdasarkan 27 propinsi, dengan sektor sebanyak 30 sektor.
Untuk menyederhanakan analisis dalam pembahasan akan diuraikan juga
pembahasan berdasarkan antarpulau (wilayah). Agregasi propinsi dilakukan
dengan memperhatikan konsep daerah homogen dan daerah administrasi.
Berdasarkan kriteria daerah homogen dan administratif tersebut, maka disusun 5
wilayah studi yaitu : Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia Timur
(Rest of Indonesia). Sektor yang ada dalam tabel IO, kemudian juga di agregasi
menjadi 12 sektor yaitu : (1) Pertanian (2) Pertambangan (3) Industri (4) Listrik,
gas, dan air bersih (5) Bangunan (6) Perdagangan (7) Transportasi darat, (8)
Transportasi laut (9) Transportasi udara (10) Komunikasi (11) Keuangan, dan (12)
Jasa-jasa Lain.
4.1.2.2. Prosedur Penyusunan Tabel Input-Output Interregional Indonesia
Secara garis besar, prosedur penyusunan Tabel I-O Multiregional adalah
sebagai berikut (BPS, 2000b) :
1. Penentuan klasifikasi sector.
2. Agregasi klasifikasi sektor Tabel I-O wilayah.
3. Membangun tabel I-O region tahun 2000 dan 2005.
4. Penyusunan tabel I-O region atas dasar harga produsen.
5. Menyiapkan tabel I-O region atas harga produsen.
6. Penyusunan matriks impor luar negeri dan impor antarregion.
66
7. Pemisahan total ekspor masing-masing region menjadi ekspor luar
negeri dan antarregion.
8. Rekonsiliasi impor dan ekspor luar negeri dari seluruh region dengan
eskpor-impor luar negeri dari tabel I-O propinsi.
9. Rekonsiliasi matriks perdagangan antarregion.
10. Menyusun estimasi impor antarregion ke dalam permintaan antara dan
permintaan akhir.
11. Rekonsiliasi baris dan kolom.
12. Tabel I-O Multiregional Indonesia dapat diwujudkan.
4.2. Model Input-Output Daerah
4.2.1. Kerangka Dasar
Secara sederhana model I-O daerah menyajikan informasi tentang
transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antarsatuan kegiatan ekonomi
untuk suatu waktu tertentu yang disajikan dalam bentuk tabel. Isian sepanjang
baris menunjukkan alokasi output dan isian menurut kolom menunjukkan
pemakaian input dalam proses produksi (BPS, 2000). Sebagai model kuantitatif,
model I-O mampu memberi gambaran menyeluruh tentang:
1. Struktur perekonomian yang mencakup struktur output dan nilai
tambah masing-masing kegiatan ekonomi di suatu daerah,
2. Struktur input antara (intermediate input), yaitu penggunaan barang
dan jasa oleh kegiatan produksi di suatu daerah,
3. Struktur penyediaan barang dan jasa baik yang berupa produksi dalam
67
negeri maupun barang-barang yang berasal dari impor, dan
4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh kegiatan
produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi dan
ekspor.
Model I-O pada dasarnya merupakan gambaran mengenai keterkaitan
suatu sektor yang digunakan sebagai input, untuk menghasilkan output sektor itu
sendiri maupun sektor lain. Dalam proses produksi, untuk menghasilkan output,
suatu sektor memerlukan input baik berupa barang, jasa dan faktor produksi
lainnya. Keterkaitan antara Input dan Output tersebut digambarkan dalam
Kerangka Model I-O seperti tertera pada Tabel 2.
Output yang diproduksi oleh sektor 1 (X1) didistribusikan ke dua macam
pemakai. Pemakai pertama adalah sektor produksi yang terdiri dari sektor 1
sampai dengan sektor n. Sektor 1 sendiri menggunakan sebesar x11, sektor 2
menggunakan sebesar x12, sektor 3 menggunakan sebanyak x13 dan seterusnya
hingga sektor n menggunakan sebesar x1n. Bagi sektor produksi, output yang
diproduksi oleh sektor 1 tersebut merupakan bahan baku atau Input Antara
(intermediate input) yang digunakan dalam proses produksi lebih lanjut.
Pemakai kedua adalah para pemakai akhir dan bagi mereka output sektor
1 digunakan sebagai Permintaan Akhir (final demand). Permintaan Akhir terdiri
dari empat komponen yaitu: (1) konsumsi rumah tangga (C), (2) pembentukan
modal tetap bruto atau investasi (I), (3) pengeluaran konsumsi pemerintah (G),
dan (4) ekspor (X). Komponen F1 menunjukkan nilai Permintaan Akhir atas
output sektor 1 dan Fn menunjukkan nilai Permintaan Akhir atas output sektor n.
68
Tabel 2. Kerangka Model Input-Output Daerah (Nasional)
Permintaan Antara Permintaan Total
Input Sektor 1 2 ... n Akhir Output
1 x11 x12 ... x1n F1 X1
Input 2 x21 x22 ... x2n F2 X2
Antara ... ... ... ... ...
... ... ... ... .... - -
n xn1 xn2 ... xnn Fn Xn
Input Primer/NTB V1 V2 .... Vn
Total Input X1 X2 .... Xn
Output suatu sektor seluruhnya habis digunakan untuk Input Antara dan
Permintaan Akhir. Maka total output sektor 1 (X1) adalah sejumlah output sektor
1 yang digunakan sebagai Input Antara oleh sektor 1 sampai dengan n ditambah
dengan Permintaan Akhir. Dengan demikian maka total output sektor i (Xi) adalah
jumlah output sektor i yang digunakan sebagai input antara oleh sektor j (j = 1, 2,
... n) ditambah dengan Permintaan Akhir sektor i, yang dirumuskan dalam bentuk:
nnnnnn
n
n
XFxxx
XFxxx
XFxxx
.....
..............................
.....
.....
21
2222221
1111211
............. (1)
Jika output suatu sektor tidak mencukupi kebutuhan untuk Input Antara
dan Permintaan Akhir maka harus dilakukan impor. Sehingga struktur
permintaan output dan penyediaannya menjadi:
nnnnnnn
n
n
MXFxxx
MXFxxx
MXFxxx
.....
..................................
.....
.....
21
22222221
11111211
................ (2)
69
Persamaan permintaan dan penyediaan sektor i di atas dapat ditulis dalam
bentuk notasi:
n
j
iiiij MXFx1
................................................................. (3)
dimana:
xij = nilai output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j
Fi = Permintaan Akhir terhadap output sektor i
Xi = total output sektor i
Mi = total ouput sektor i yang diimpor
Merujuk pada konsep keseimbangan umum di dalam model I-O, Total
Output suatu sektor harus sama dengan Total Input sektor tersebut. Itulah
sebabnya Total Output sektor 1 bernilai sama dengan Total Input sektor 1 yaitu
X1. Namun input yang diperlukan dalam proses produksi sektor 1 bukan hanya
Input Antara, tetapi diperlukan juga input lain yang disebut Input Primer. Input
Primer disebut juga sebagai Nilai Tambah Bruto (NTB) atau gross value added
yaitu balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang terlibat dalam proses
produksi. Jika dirinci, NTB terdiri lima komponen yaitu: (1) upah dan gaji, (2)
surplus usaha (keuntungan), (3) depresiasi barang modal, (4) pajak tak langsung,
dan (5) subsidi. Komponen V1 diartikan sebagai nilai tambah yang dihasilkan
oleh sektor 1, kemudian nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor n adalah Vn.
Dengan demikian maka total input suatu sektor adalah jumlah seluruh
Input Antara dan Input Primer, yang dirumuskan dalam bentuk:
nnnnnn
n
n
XVxxx
XVxxx
XVxxx
......
..................
...
...
21
2222212
1112111
............................... (4)
70
Persamaan disederhanakan menjadi:
n
i
jjij XVx1
........................................................................... (5)
dimana:
xij = nilai output sektor i yang digunakan sebagai input antara oleh
sektor j
Vj = Input Primer (nilai tambah) sektor j
Xj = Total Input sektor yang digunakan oleh sektor j
4.2.2. Koefisien Input dan Pengganda Output
Untuk dapat diaplikasikan, selain memerlukan tabel transaksi
(sebagaimana dilukiskan pada Tabel 2) sebagai tabel dasar, model I-O juga
memerlukan tabel koefisien input dan matriks kebalikan (inverse matrix) Leontief
(Nazara, 2005 dan Miernyk, 1957).
Dalam analisis I-O, koefisien input menjadi sangat penting, antara lain
untuk menunjukkan komponen input (baik Input maupun Input Primer) yang
paling dominan, peranan penggunaan bahan baku dan energi, tingkat pemakaian
jasa bank, komunikasi, transportasi dan sebagainya. Proporsi Input Antara yang
berasal dari sektor i terhadap total input sektor j disebut sebagai koefisien input
antara yang diperoleh dengan rumus:
j
ij
ijX
xa ............................................................................. (6)
jijij Xax ............................................................................. (7)
dimana:
ija = koefisien Input Antara (koefisien teknis) sektor i yang digunakan
oleh sektor j,
xij = nilai output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j,
dan
71
Xj = Total Input sektor yang digunakan sektor j.
Secara lengkap koefisien input antara atau koefisien teknis dapat ditata
ke dalam suatu matriks A dengan struktur:
nnnn
n
n
aaa
aaa
aaa
A
...
............
...
...
21
22221
11211
........................................................................ (8)
Koefisien Input Primer menunjukkan peranan dan komposisi dari upah
dan gaji, surplus usaha (keuntungan), penyusutan, pajak tak langsung dan subsidi.
Koefisien Input Primer dirumuskan sebagai:
j
j
jX
Vv ............................................................................. (9)
dimana:
Xj = Total Input yang dibutuhkan sektor j (= Total Output sektor i, untuk
i=j),
Vj = input primer (nilai tambah) sektor j,
vj = koefisien input primer.
Berdasarkan persamaan di atas, jumlah koefisien Input Antara dan
koefisien Input Primer sektor j adalah satu, yaitu 11
j
n
iij va . Bila
n
iija
1
makin
besar maka vj menjadi kecil, demikian pula sebaliknya.
Tinggi-rendahnya koefisien Input Antara merupakan salah satu indikator
tingkat efisiensi proses produksi, di mana semakin rendah n
iija
1
, maka proses
produksi sektor j semakin efisien. Koefisien Input Antara menggambarkan
tingkat penggunaan teknologi dalam proses produksi sehingga koefisien ini
72
disebut juga sebagai koefisien teknis (technical coefficient). Koefisien teknis ini
disebut juga sebagai kebutuhan langsung (direct requirement), karena
menunjukkan kebutuhan langsung suatu sektor akan output sektor lainnya (Isard
et al., 1998).
Matriks koefisien teknis merupakan dasar untuk perhitungan dampak
pengganda (multiplier effect) yang menjadi salah satu inti dari analisis model I-O.
Dampak pengganda diawali dengan mensubstitusikan persamaan (7) ke dalam
persamaan (1). Sehingga diperoleh gugus persamaan berikut:
nnnnnnn
nn
nn
XFXaXaXa
XFXaXaXa
XFXaXaXa
......
..................
...
...
2211
222222121
111212111
........................... (10)
Jika susunan persamaan pada persamaam (10) disederhanakan ke dalam catatan
matriks, maka diperoleh:
AX + F = X ............................................................................. (11)
X - AX = F ............................................................................. (12)
(I - A)X = F ............................................................................. (13)
maka besarnya output dapat dihitung sebagai pengaruh induksi permintaan akhir
adalah:
X = (I - A)-1
F ........................................................................... (14)
dimana:
X = matriks Total Output berukuran n x 1
I = matriks identitas berukuran n x n
F = matriks Permintaan Akhir berukuran n x 1
73
A = matriks koefisien input berukuran n x n
Matriks identitas berguna untuk memudahkan manipulasi matematis.
Suatu matriks jika dikalikan dengan matriks identitas akan menghasilkan matriks
itu sendiri. Persamaan (14) inilah yang menjadi inti dari model I-O, sedangkan
(I-A)-1
disebut Matriks Kebalikan Leontief yang berfungsi sebagai pengganda
output (output multiplier). Kenaikan permintaan akhir suatu sektor tidak hanya
berpengaruh langsung terhadap kenaikan total output sektor itu sendiri tetapi juga
sektor lainnya. Besar kecilnya dampak kenaikan total output akibat kenaikan
permintaan akhir tergantung dari elemen-elemen matriks (I-A)-1
. Jika ke dalam
persamaan (11) dimasukkan impor (M), maka persamaan tersebut menjadi:
AX + F = X + M ............................................................................ (15)
X = (I - A)-1
(F-M) ............................................................................ (16)
Pada persamaan (16) dengan (F-M) tertentu tingkat output yang
diperlukan dapat diestimasi. Namun perlu diketahui bahwa persamaan (16) hanya
berlaku untuk analisis model I-O yang disusun dalam transaksi total. Jika
transaksi dalam suatu model I-O adalah transaksi domestik, maka persamaan (16)
menjadi
X = (I - Ad)-1
Fd ........................................................................... (17)
Dimana:
Ad = matriks Koefisien Teknis transaksi domestik, yaitu tanpa
komponen impor dengan ukuran n x n dan
Fd = matriks Permintaan Akhir domestik yang berukuran n x 1.
74
Matriks (I-Ad)-1
adalah matriks pengganda output yang sangat sesuai
digunakan untuk mengukur perubahan output domestik karena terjadi perubahan
pada permintaan akhir atas output domestik.
4.2.3 Pengganda Pendapatan dan Kesempatan Kerja
Matriks Kebalikan Leontief dapat digunakan untuk mengukur dampak
perubahan permintaan akhir terhadap pendapatan melalui income multiplier dan
kesempatan kerja melalui employment multiplier. Suatu perusahaan tidak hanya
membeli bahan baku dari perusahaan lainnya, melainkan juga dari masyarakat
dalam bentuk tenaga kerja. Balas jasa dari tenaga kerja ini berupa upah dan gaji.
Jadi kenaikan output berpengaruh langsung terhadap kenaikan pendapatan tenaga
kerja (upah dan gaji) dan tambahan kebutuhan tenaga kerja.
4.2.3.1. Pengganda Pendapatan
Komponen pendapatan merupakan salah satu unsur dari Input Primer
atau NTB yaitu berupa upah dan gaji. Oleh sebab itu koefisien pendapatan
merupakan rasio komponen upah dan gaji terhadap total input (atau total output).
Hubungan linier antara perubahan output dan perubahan pendapatan akan
memberikan bahwa implikasi jika permintaan akhir berubah, maka output berubah
dan pada akhirnya pendapatan pun akan berubah. Besar-kecilnya dampak
pendapatan bergantung pada pengganda pendapatan (income multiplier), yang
dirumuskan sebagai :
1d )A(1 VM ............................................................................. (18)
dimana:
M = matriks Pengganda Pendapatan berukuran n x n,
75
(I-Ad)-1
= matriks Pengganda Output, dan
V = matriks Koefisien Pendapatan berukuran n x n.
Matriks V merupakan matriks diagonal, dengan demikian Pengganda
Pendapatan diperoleh dari perkalian matriks diagonal koefisien pendapatan
dengan Pengganda Output (matriks Inverse Leontief). Kemudian dampak
perubahan Permintaan Akhir terhadap perubahan pendapatan ( M) menjadi:
dΔF 1)dAV(IΔM .................................................................. (19)
4.2.3.2. Pengganda Kesempatan Kerja
Pengganda ini digunakan untuk melihat penambahan kesempatan kerja
baru akibat peningkatan Permintaan Akhir di suatu sektor tertentu. Pengganda
tenaga kerja dirumuskan sebagai:
1)dAL(IE ............................................................................. (20)
dimana:
E = matriks Pengganda Tenaga Kerja dan
L = matriks Koefisien Tenaga Kerja yaitu berisi rasio tenaga kerja
terhadap total input tiap sektor.
Matriks L adalah matriks diagonal dengan komponennya diperoleh
dengan rumus:
jX
jTK
jjl ............................................................................. (21)
dimana:
TKj = jumlah Tenaga Kerja sektor j
Xj = Total Input sektor j
Perubahan jumlah Tenaga Kerja ( E) yang dibutuhkan akibat perubahan
Permintaan Akhir domestik dirumuskan sebagai berikut:
76
dF 1)dAL(IE ................................................................... (22)
4.3 Model Input-Output Antardaerah (IRIO)
4.3.1. Kerangka Dasar
Dalam melakukan analisis ekonomi, penggunaan model I-O nasional
belum dapat memperlihatkan peranan dari masing-masing daerah dan adanya
saling ketergantungan antardaerah. Oleh karena itu, penjabaran model I-O
nasional menjadi beberapa model I-O daerah dan harus dikembangkan lebih lanjut
menjadi suatu model I-O agar dapat menganalisa adanya saling ketergantungan
lintas daerah. Atas dasar itulah maka model I-O satu daerah berkembang menjadi
model I-O antardaerah atau Interregional Input-Output (IRIO), yang di dalam
aplikasinya bisa berwujud model I-O antarprovinsi atau antar wilayah (BPS,
2000a).
Sebagai alat analisis, model IRIO sangat bermanfaat untuk memperoleh
gambaran tentang karakteristik masing-masing daerah (pulau/wilayah) dan bentuk
saling ketergantungan antardaerah. Dengan demikian, bentuk saling
ketergantungan ini menjadi masukan bagi perumus kebijakan ekonomi di tingkat
regional. Perumusan tersebut terkait upaya mendorong laju pertumbuhan ekonomi
yang mempertimbangkan potensi masing-masing daerah (pulau) dan mengukur
spesialisasi daerah yang diarahkan untuk mendukung tujuan pembangunan
nasional yang mengacu pada usaha peningkatan produktifitas (BPS, 2000b).
Secara konseptual, model IRIO merupakan alat analisis ekonomi
regional yang dapat diintegrasikan ke dalam subsistem perencanaan nasional
dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan potensi ekonomi regional yang
77
berbeda di setiap propinsi atau wilayah. Melalui pendekatan model model IRIO
dapat direkam beberapa indikator ekonomi yang antara lain meliputi aspek:
1. Peranan dan potensi daerah menurut lokasinya, seperti daerah Timur
Indonesia.
2. Konsentrasi industri menurut daerah yang memperlihatkan sebaran industri
menurut ragam kegiatan lapangan usahanya.
3. Tingkat saling ketergantungan antardaerah, baik yang mencakup sektor-
sektor produksi, seperti penyediaan bahan baku maupun yang berkaitan
dengan sektor-sektor pengguna, seperti penyediaan barang/jasa permintaan
akhir (final demand).
4. Hubungan perdagangan lintas daerah yang dapat menjadi pola dasar bagi
perumusan kebijakan ekonomi lintas sektoral yang mengacu kepada
terciptanya mekanisme aktivitas distribusi barang yang memberikan nilai
tambah optimal bagi sektor perdagangan.
5. Keseimbangan antar industri (antar sektor) di berbagai daerah yang perlu
terus ditata secara terencana agar aktivitas industri secara nasional bisa
menghasilkan produktivitas tinggi.
Dalam buku Kerangka Teori dan Analisis Model Input-Output (BPS, 2000)
model IRIO didefinisikan sebagai suatu daftar transaksi kegiatan ekonomi
antarsektor dan antardaerah pada suatu negara selama satu periode tertentu. Untuk
memahami ide dasar tentang model IRIO, pada Tabel 3, disajikan struktur model
yang hanya melibatkan dua daerah dan sektor.
Model IRIO di atas memperlakukan transaksi impor tidak bersaing (non
competitive), maksudnya nilai transaksi yang berasal dari output domestik
78
dipisahkan dengan nilai transaksi dari output yang diimpor dari luar negeri.
Adapun maksud dari simbol-simbol pada Tabel 3, adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Kerangka Dasar Model IRIO untuk Dua Daerah
Permintaan Antara
Permintaan Akhir
Daerah
A:
Sektor
Daerah
B:
Sektor
Daerah
A
Daerah
B
Ekspor
ROR*)
Total
Output
1 … n 1 …. n
Input
Daerah-A
sektor-1
………..
sektor-n
AAij
X
ABij
X
AAi
F
ABi
F
Ai
E
Ai
X
Antara
Daerah-B
sektor-1
………..
sektor-n
BAij
X
BBij
X
BAi
F
BBi
F
Bi
E
Bi
X
Impor ROR MAj
X MBj
X MAF MBF
Total Input
Primer
Aj
V Bj
V
Total Input Aj
X Bj
X
Keterangan: *)
ROR = Rest of the Region, atau Daerah-daerah Lainnya
AAijX = input antara yang berasal dari sektor i daerah A, digunakan oleh
sektor j di daerah A, BAijX = input antara yang berasal dari sektor i daerah B, digunakan oleh
sektor j di daerah A, ABijX = input antara yang berasal dari sektor i daerah A, digunakan oleh
sektor j di daerah B, BBijX = input antara yang berasal dari sektor i daerah B, digunakan oleh
sektor j di daerah B, MAjX = nilai impor input antara oleh kegiatan sektor j di daerah A,
MBjX = nilai impor input antara oleh sektor j di daerah B,
AjV = input primer (nilai tambah bruto) yang diciptakan oleh kegiatan
sektor j di daerah A, BjV = input primer (nilai tambah) yang diciptakan oleh kegiatan sektor j
di daerah B, A
jX = total input untuk kegiatan sektor j di daerah A,
Bj
X = total input untuk kegiatan sektor j di daerah B,
79
AAiF = nilai Permintaan Akhir terhadap ouput sektor i di daerah A, yang
berasal dari daerah A, ABiF = nilai Permintaan Akhir terhadap output sektor i di daerah B, yang
berasal dari daerah A, BAiF
= nilai Permintaan Akhir terhadap output sektor i di daerah A, yang
berasal dari daerah B, BBiF = nilai Permintaan Akhir terhadap output sektor i di daerah B, yang
berasal dari daerah B, MAF = nilai impor untuk permintaan akhir daerah A,
MBF = nilai impor untuk permintaan akhir daerah B,
AiE = nilai ekspor output sektor i dari daerah A,
BiE = nilai ekspor output sektor i dari daerah B,
AiX = nilai output sektor i dari daerah A dan
BiX = nilai output sektor i dari daerah B,
Dari notasi-notasi di atas terdapat hubungan identitas total input di daerah
A sebagai berikut:
i
Aj
VMAj
M)BAij
XAAij
(XAj
X ............................................... (23)
i
Bj
VMBj
M)BBij
XABij
(XBj
X . ................................................ (24)
Selanjutnya hubungan identitas alokasi output di daerah A dan B masing-masing
adalah:
j
Ai
EABi
FAAi
F)ABij
XAAij
(XAi
X ...................................... (25)
j
Bi
EBBi
FBAi
F)BBij
XBAij
(XBi
X ................................... (26)
Agar model IRIO ini seimbang, maka diperlukan syarat:
Ai
XAj
X dan Bi
XBj
X , untuk i=j ................................................ (27)
80
4.3.2 Koefisien Teknis dan Perdagangan dalam Model IRIO
Koefisien input langsung dalam daerah A dan B masing-masing
diperoleh dengan rumus:
Aj
X
AAij
x
AAij
a dan BjX
BBijx
BBija , untuk i,j =1,2,…,n ..................... (28)
dimana:
AAija
= koefisien input sektor i dari daerah A digunakan untuk sektor j
di daerah A
BBija
= koefisien input sektor i dari daerah B digunakan untuk sektor j
di aderah B
AAijx
= penggunaan input sektor i dari daerah A oleh sektor j di daerah
A, BBijx
= penggunaan input sektor i dari daerah B oleh sektor j di daerah
B, AjX = total penggunaan input sektor j atau output sektor j di daerah A
dan BjX = total penggunaan input sektor j atau output sektor j di daerah B,
Kemudian rumus untuk mencari ABija
dan BA
ija , yang mencerminkan koefisien
input langsung antardaerah diperoleh dengan rumus:
Bj
X
ABij
xABij
a dan Aj
X
BAij
xBAij
a .................................................... (29)
Koefisien ABija
dan BA
ija , kadang-kadang disebut sebagai trade coefficient atau
koefisien perdagangan antardaerah. Koefisien ABija mengandung arti nilai output
dari sektor i yang berlokasi di daerah A yang digunakan sebagai input untuk
menghasilkan satu satuan uang output sektor j di daerah B.
81
Dalam hubungannya dengan model model IRIO dua daerah maka matriks
koefisien teknis (A) yang sebenarnya tersusun atas empat blok, yaitu:
BBBA
ABAA
AA
AAA ............................................................................. (30)
dimana:
AAnn
AAn
AAn
AAAA
AAn
AAAA
aaa
aa
aaa
...
............
......
...
A
21
2221
11211
AA
, BBnn
BBn
BBn
BBn
BBBB
BBn
BBBB
aaa
aaa
aaa
...
............
...
...
A
21
22221
11211
BB
,
ABnn
ABn
ABn
ABn
ABAB
ABn
ABAB
aaa
aaa
aaa
...
............
....
...
A
21
22221
11211
AB
dan BAnn
BAn
BAn
BAn
BABA
BAn
BABA
aaa
aaa
aaa
...
............
...
...
A
21
22221
11211
BA
.
4.4 Dampak Pengganda Output, Pendapatan dan Kesempatan Kerja
Untuk menghitung ukuran keterkaitan ekonomi antarsektor dan
antardaerah terlebih dahulu harus ditemukan Matriks Inverse Leontief yang
diperoleh dengan operasi 1)( AI . Matriks ini sangat penting dan menempati
posisi sentral dalam hampir semua analisis model I-O.
Dalam analisis model I-O, transaksi yang bersifat eksogen adalah
Permintaan Akhir (F). Artinya penentuan besarnya komponen-komponen lain
dalam model I-O seperti nilai output, input, impor, Nilai Tambah Bruto dan lain-
lain, ditentukan oleh Permintaan Akhir. Besarnya nilai output akibat Permintaan
Akhir dirumuskan sebagai:
F1
A)(IX ........................................................................... (31)
dimana:
82
B
A
x
xX = vektor output berukuran 2n x 1, sedangkan
Bf
Af
F = Vektor Permintaan Akhir berukuran 2n x 1, dan
I = matriks identitas berukuran 2n x 2n
1A)(I = matriks Kebalikan Leontief berukuran 2n x 2n
Selanjutnya, andaikan M adalah Matriks Pengganda (multiplier) Output, sehingga:
1A)(IM ............................................................................. (32)
sedangkan dampak (effect) perubahan output akibat terjadinya perubahan.
Permintaan Akhir dirumuskan dengan:
FMΔX ............................................................................. (33)
dimana:
X = vektor dampak perubahan output berukuran 2n x 1;
M = Matriks pengganda output berukuran 2n x 2n
F = Vektor perubahan Permintaan Akhir berukuran 2n x 1
Struktur matriks pengganda output untuk model IRIO, yang terdiri dari
dua (2) daerah dan n sektor, yang dilambangkan oleh matriks M (Miller, 1985)
adalah:
BB
nn
BB
n
AB
nn
AB
n
BB
n
BB
n
BA
nn
BA
n
BBBBBA
n
BA
AB
n
AB
n
AA
nn
AA
n
ABABAA
n
AA
BA
n
BA
AA
n
AA
m
m
m
m
mmmm
mmmm
mmmm
mmmm
m
m
m
m
M
.....
....
.....|.....
...............|................
.....|.....
....|....
............|............
....|....
....
....
1
1
212
1211111
212
1211112
1
11
1
11
............................ (34)
83
Makna elemen-elemen matriks M adalah angka pengganda output antarsektor
antardaerah. Berikut adalah contoh interpretasi elemen-elemen matriks M:
AAm11 besarnya penciptaan output pada sektor 1 di daerah A, akibat dari
penambahan Permintaan Akhir sektor 1 di daerah A, AAm12 besarnya penciptaan output pada sektor 1 di daerah A, akibat dari
penambahan Permintaan Akhir sektor 2 di daerah A, ABnm 2 besarnya penciptaan output pada sektor n di daerah A, akibat dari
penambahan Permintaan Akhir sektor 2 di daerah B, BA
nm 2 besarnya penciptaan output pada sektor n di daerah B, akibat dari
penambahan Permintaan Akhir sektor 2 di daerah A dan BB
nm1 besarnya penciptaan output pada sektor 1 di daerah B, sebagai
akibat dari tambahan Permintaan Akhir sektor n di daerah B.
4.4.1. Dampak Pengganda Total atau Dampak secara Nasional
Adalah angka yang menunjukkan besarnya perubahan nilai output di
seluruh sektor dalam perekonomian nasional akibat perubahan satu satuan uang
permintaan akhir output sektor j di suatu daerah. Dampak pengganda ini
dirumuskan sebagai:
n
i
BAijm
n
i
AAijmA
jO11
...................................................... (35)
dimana:
A
jO penambahan nilai output sektor j secara nasional akibat
penambahan satu satuan uang permintaan akhir atas output sektor j
daerah A.
4.4.2. Dampak Pengganda Intraregional
Adalah angka yang menunjukkan besarnya perubahan nilai output di
seluruh sektor di suatu daerah sebagai akibat dari perubahan satu satuan uang
permintaan akhir atas output sektor j di daerah itu. Dampak pengganda ini
dirumuskan sebagai:
84
n
i
AAijmAA
jO1
.................................................................. (36)
dimana :
AA
jO = Penambahan nilai output seluruh sektor daerah A akibat tambahan
satu satuan uang permintaan akhir output sektor j di A.
4.4.3. Dampak Pengganda Interregional
Adalah angka yang menunjukkan besarnya perubahan nilai output di satu
daerah akibat perubahan satu satuan uang permintaan akhir di daerah lain. Jika
permintaan akhir terhadap output sektor j di A mengalami kenaikan sebesar satu
satuan uang, maka besarnya dampak output yang muncul di daerah B sebesar:
n
i
mBAj
O BA
ij
1
......................................................................... (37)
Dimana: BA
jO = penambahan nilai output seluruh sektor di B akibat penambahan
permintaan akhir satu satuan uang atas output sektor j di A.
4.4.4. Dampak Pengganda Sektoral
Adalah angka yang menunjukkan besarnya dampak perubahan nilai
output sektor i di seluruh daerah, sebagai akibat penambahan satu satuan uang
permintaan akhir output sektor j di suatu daerah. Jika terjadi kenaikan permintaan
akhir satu satuan uang terhadap output sektor j di A, maka dampaknya sebesar:
BAijmAA
ijmAijO ........................................................................... (38)
dimana: AijO = perubahan nilai output pada sektor i di seluruh daerah akibat
penambahan permintaan akhir satu satuan uang output sektor j di
A.
85
4.4.5. Dampak Balik
Kenaikan permintaan akhir yang terjadi di daerah A memberikan dampak
pada kenaikan output di daerah B. Kemudian kenaikan output di daerah B pada
gilirannya berdampak balik pada kenaikan output di daerah A. Besarnya kenaikan
nilai output di daerah A sebagai akibat dampak limpahan yang terjadi di daerah B
disebut sebagai dampak balik untuk daerah A. Besarnya dampak balik sebagai
selisih antara pengganda total yang diperoleh dari model IRIO dan pengganda
total yang diperoleh dari model I-O daerah tunggal, yang dirumuskan sebagai:
n
iij
pn
i
AAij
mB A
jO
11
........................................................... (39)
simana:
A
jOB = dampak balik nilai output bagi daerah A akibat penambahan
permintaan akhir sebesar satu satuan uang atas output sektor j di
A.
ijp = elemen matriks P, yang mana matriks P adalah
1)( AAAIP adalah matriks pengganda output dari model I-O daerah
tunggal A.
Umumnya dampak balik dinyatakan dalam persen yang diperoleh dengan rumus:
100
1
11x
m
pm
n
i
AA
ij
n
iij
n
i
AA
ij
........................................................................ (40)
4.4.6. Dampak Bersih
Dampak bersih (Flow-on effect) adalah dampak total dikurangi dampak
awal. Besarnya dampak awal sama dengan besarnya stimulus yang dimasukkan
ke dalam perekonomian. Dalam hal ini besarnya stimulus sama dengan besarnya
kenaikan permintaan akhir. Besarnya dampak bersih dirumuskan sebagai:
86
111
n
i
BA
ij
n
i
AA
ij
A
j
N mmO ............................................................... (41)
dimana: A
j
NO = dampak bersih perubahan output semua sektor di seluruh daerah
akibat penambahan satu satuan uang permintaan akhir sektor j di
A.
Jadi secara singkat dapat disimpulkan bahwa Permintaan Akhir terhadap
output suatu sektor di suatu daerah berpengaruh terhadap penciptaan output pada
sektor itu dan sektor-sektor lainnya di daerah itu dan daerah lainnya. Hubungan
inilah digunakan untuk mengukur keterkaitan ekonomi antarsektor dan
antardaerah. Sebagai gambaran vektor output X yang digunakan untuk
menghitung dampak output memiliki struktur sebagai berikut:
B
n
B
A
n
A
x
x
x
x
X
....
...
2
1
................................................................................ (34)
di mana elemen A
ix dan
B
ix adalah output sektor i masing-masing di daerah A
dan B.
Sedangkan struktur vektor Permintaan Akhir F sebagai berikut:
B
n
B
A
n
A
BBBA
BBBA
AB
n
AA
n
ABAA
f
f
f
f
ff
ff
ff
ff
F
...
...
......
......
1
1
22
11
11
............................................................. (35)
di mana elemen A
if dan
B
if masing-masing mewakili total Permintaan Akhir
terhadap output sektor i yang terjadi di daerah A dan B.
87
4.4.7. Dampak Pengganda Pendapatan
Pengganda pendapatan adalah suatu angka yang menggambarkan
besarnya penambahan pendapatan sebagai akibat terjadinya penambahan satu
satuan uang Permintaan Akhir, yang diperoleh dari rumus:
1][ AIVZ ................................................................................ (42)
di mana:
Z = matriks pengganda pendapatan,
[I-A]-1
= matriks Kebalikan Leontief dan
V = matriks koefisien pendapatan (rasio upah dan gaji terhadap
total input).
Matriks V yang berupa matriks diagonal dengan struktur sebagai berikut:
BB
nn
BB
AA
nn
AA
AA
v
v
v
v
v
V
.....
0
0
0
0
.....00|0.....0
...............|................
.....0|0.....0
....00|....0
....00|0.....
....00|0....0
0
....
0
0
0
11
22
11
............................. (43)
Sedangkan elemen diagonal matriks V diperoleh dengan formula:
Aj
AjAA
jjX
Vv ,
Bj
BjBB
jjX
Vv .................................................................. (44)
Kemudian matriks pengganda pendapatan Z memiliki struktur sebagai berikut:
BBnn
BBn
ABnn
ABn
BBn
BBn
BAnn
BAn
BBBBBAn
BA
ABn
ABn
AAnn
AAn
ABABAAn
AA
BAn
BA
AAn
AA
z
z
z
z
zzzz
zzzz
zzzz
zzzz
z
z
z
z
Z
.....
....
.....|.....
...............|................
.....|.....
....|....
............|............
....|....
....
....
1
1
212
1211111
212
1211112
1
11
1
11
.................... (45)
88
Adapun makna dari elemen-elemen dalam matriks Z adalah angka Pengganda
pendapatan antarsektor antardaerah. Contoh interpretasi elemen matriks Z adalah:
AAz11 = besarnya penciptaan pendapatan pada sektor 1 di daerah A,
sebagai akibat dari penambahan Permintaan Akhir terhadap
output sektor 1 di daerah A, AAz12 = besarnya penciptaan pendapatan pada sektor 1 di daerah A,
sebagai akibat dari penambahan Permintaan Akhir sektor 2 di
daerah A, AB
nz 2 = besarnya penciptaan pendapatan pada sektor n di daerah A,
sebagai akibat dari tambahan Permintaan Akhir sektor 2 di
daerah B, BA
nz 2 = besarnya penciptaan pendapatan pada sektor n di daerah B,
sebagai akibat dari tambahan Permintaan Akhir sektor 2 di
daerah A dan BB
nz1 = besarnya penciptaan pendapatan pada sektor 1 di daerah B,
sebagai akibat dari tambahan Permintaan Akhir sektor n di
daerah B,
Jika dalam AjV dan
BjV hanya mengandung komponen upah dan gaji,
maka elemen matriks Z dalam persamaan (45) bermakna pengganda pendapatan
(income multiplier) rumah tangga. Matriks Z berisi struktur pengganda
pendapatan antarsektor dan antardaerah. Pembahasan pengganda pendapatan ke
depan didasarkan pada asumsi bahwa Z sebagai pengganda pendapatan rumah
tangga.
4.4.8. Dampak Pengganda Pendapatan Total atau Secara Nasional
Adalah angka yang menunjukkan besarnya dampak perubahan
pendapatan di seluruh sektor perekonomian nasional sebagai akibat dari
perubahan permintaan akhir suatu sektor di suatu daerah. Dampak pengganda ini
dirumuskan sebagai:
n
i
BAijz
n
i
AAijzA
jH11
................................................................. (46)
89
dimana: A
jH = dampak perubahan pendapatan secara nasional akibat penambahan
satu satuan uang permintaan akhir atas output sektor j di daerah A.
Dampak Pengganda Intraregional
Adalah angka yang menunjukkan besarnya dampak perubahan
pendapatan seluruh sektor di suatu daerah sebagai akibat dari perubahan
permintaan akhir atas output sektor j di daerah itu. Besarnya dampak dirumuskan
sebagai:
n
i
AAijzAA
jH1
............................................................................ (47)
dimana: AA
jH = dampak penambahan pendapatan dari seluruh sektor di daerah A
sebagai akibat penambahan satu satuan uang permintaan akhir
output sektor j di A.
Dampak Pengganda Interregional (Spill-Over Effects)
Adalah angka yang menunjukkan besarnya perubahan pendapatan di
suatu daerah sebagai akibat penambahan permintaan akhir di daerah lain.
Besarnya dampak dirumuskan sebagai:
n
i
zBAj
H BA
ij
1
............................................................................. (48)
dimana:
BA
jH = penambahan pendapatan seluruh sektor di daerah B akibat
penambahan satu satuan uang permintaan akhir output sektor j di
A.
Dampak Pengganda Sektoral
Adalah angka yang menunjukkan besarnya perubahan pendapatan sektor
i di seluruh daerah, sebagai akibat penambahan satu satuan uang permintaan akhir
90
output sektor j di suatu daerah. Jika terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar
satu satuan uang terhadap output sektor j di A, maka dampaknya sebesar:
BAijzAA
ijzAijH ............................................................................... (49)
dimana:
AijH = dampak perubahan pendapatan pada sektor i di seluruh daerah
sebagai akibat dari penambahan permintaan akhir satu satuan
uang output sektor j di A.
Dampak Balik
Besarnya dampak balik sebagai selisih antara pengganda total yang
diperoleh dari model IRIO dan pengganda total yang diperoleh dari model I-O
daerah tunggal, yang dirumuskan sebagai:
n
iij
qn
i
AAij
zAj
DH
11
........................................................... (50)
dimana: A
j
H D = dampak balik pendapatan bagi daerah A akibat penambahan
permintaan akhir satu satuan uang output sektor j di A,
ijq = elemen matriks Q baris i kolom j,
di mana matriks Q adalah:
Q = 1)(ˆ AAAIV , adalah matriks pengganda pendapatan dari model I-O
daerah tunggal A.
Umumnya dampak balik dinyatakan dalam persen yang diperoleh dengan rumus:
100
1
11x
z
qz
n
i
AA
ij
n
iij
n
i
AA
ij
.............................................................................. (51)
Dampak Bersih
Dampak bersih adalah dampak total dikurangi dampak awal. Besarnya
dampak awal pengganda pendapatan suatu sektor adalah proporsional dengan
91
besarnya stimulus yang disuntikkan ke dalam perekonomian. Jika besarnya
stimulus sama dengan satu satuan uang, maka dampak awalnya sama dengan
koefisien input primer upah dan gaji sektor itu.
Besarnya dampak bersih dirumuskan sebagai:
AjV
n
i
BAijz
n
i
AAijzA
jNH
11 .................................................... (52)
dimana:
A
j
H N = dampak bersih pendapatan semua sektor di seluruh daerah
akibat penambahan satu satuan uang permintaan akhir sektor j di
A.
Besar-kecilnya angka pada elemen matriks Z menunjukkan besar-
kecilnya keterkaitan sektoral antardaerah dalam penciptaan pendapatan sebagai
akibat dari penambahan permintaan akhir sektoral di suatu daerah. Hal ini berarti
penambahan permintaan akhir terhadap output suatu sektor di suatu daerah dapat
menciptakan pendapatan bukan hanya di daerah dan pada sektor pemicu saja,
akan tetapi dapat memunculkan pendapatan pada sektor-sektor lain di daerah itu
sendiri dan daerah-daerah lainnya. Sekali lagi, hubungan inilah yang berperan
dalam keterkaitan ekonomi antarsektor dan antardaerah.
4.4.9 Dampak Pengganda Kesempatan Kerja
Angka pengganda kesempatan kerja menggambarkan besarnya
penambahan tenaga kerja yang dibutuhkan akibat terjadinya penambahan
Permintaan Akhir, yang diperoleh dari rumus:
1)( AILE .............................................................................. (53)
dimana:
E = matriks Pengganda Tenaga Kerja,
(I-A)-1
= matriks Kebalikan Leontief dan
92
L = matriks Koefisien Tenaga Kerja sebagai rasio antara jumlah
fisik tenaga kerja dan total nilai input.
Matriks L yang berupa matriks diagonal dengan struktur sebagai berikut:
BB
nn
BB
AA
nn
AA
AA
l
l
l
l
l
L
.....
0
0
0
0
.....00|0.....0
...............|................
.....0|0.....0
....00|....0
....00|0.....
....00|0....0
0
....
0
0
0
11
22
11
............................. (54)
Sedangkan elemen diagonal matriks L̂ diperoleh dengan formula:
Aj
AjAA
jjX
Ll ,
Bj
BjBB
jjX
Ll ........................................................................... (55)
dimana:
AjL = tenaga kerja yang dipekerjakan di sektor j di daerah A dan
BjL = tenaga kerja yang dipekerjakan di sektor j di daerah B.
Kemudian matriks pengganda tenaga kerja E memiliki struktur sebagai berikut:
BBnn
BBn
ABnn
ABn
BBn
BBn
BAnn
BAn
BBBBBAn
BA
ABn
ABn
AAnn
AAn
ABABAAn
AA
BAn
BA
AAn
AA
e
e
e
e
eeee
eeee
eeee
eeee
e
e
e
e
E
.....
....
.....|.....
...............|................
.....|.....
....|....
............|............
....|....
....
....
1
1
212
1211111
212
1211112
1
11
1
11
..................................... (56)
Adapun makna dari elemen-elemen dalam matriks E adalah angka Pengganda
Tenaga Kerja antarsektor antardaerah. Contoh interpretasi elemen-elemen E:
AAe11 = besarnya penciptaan kesempatan kerja sektor 1 di daerah A, sebagai
akibat dari penambahan Permintaan Akhir terhadap output sektor 1
di daerah A, AAe12 = besarnya penciptaan kesempatan kerja sektor 1 di daerah A, sebagai
akibat dari penambahan Permintaan Akhir sektor 2 di daerah A,
93
ABne 2 = besarnya penciptaan kesempatan kerja sektor n di daerah A, sebagai
akibat dari tambahan Permintaan Akhir sektor 2 di daerah B, BAne 2 = besarnya penciptaan kesempatan kerja sektor n di daerah B, sebagai
akibat dari tambahan Permintaan Akhir sektor 2 di daerah A dan BBne1 = besarnya penciptaan kesempatan kerja sektor 1 di daerah B, sebagai
akibat dari tambahan Permintaan Akhir sektor n di daerah B.
Dampak Pengganda Total atau secara Nasional
Adalah angka yang menunjukkan besarnya perubahan kesempatan kerja
di seluruh sektor perekonomian nasional sebagai akibat dari perubahan
permintaan akhir suatu sektor di suatu daerah. Dampak pengganda ini dirumuskan
sebagai:
n
i
BAije
n
i
AAijeA
jE11
.................................................................. (57)
dimana: A
jE = dampak perubahan kesempatan kerja secara nasional akibat
penambahan satu satuan uang permintaan akhir terhadap output
sektor j di daerah A.
Dampak Pengganda Intraregional
Adalah angka yang menunjukkan besarnya perubahan kesempatan kerja
di seluruh sektor di suatu daerah sebagai akibat dari perubahan permintaan akhir
atas output sektor j di daerah itu. Besarnya dampak dirumuskan sebagai:
n
i
AAijeAA
jE1
............................................................................ (58)
dimana:
AA
jE = dampak penambahan kesempatan kerja dari seluruh sektor di
daerah A sebagai akibat penambahan satu satuan uang permintaan
akhir output sektor j di A.
94
Dampak Pengganda Interregional
Adalah angka yang menunjukkan besarnya perubahan kesempatan kerja
di suatu daerah sebagai akibat penambahan permintaan akhir di daerah lain.
Besarnya dampak dirumuskan sebagai:
n
i
eBAj
E BA
ij
1
............................................................................. (59)
dimana: BA
jE = penambahan kesempatan kerja di seluruh sektor di daerah B
sebagai akibat penambahan permintaan akhir satu satuan uang
atas output sektor j di A.
Dampak Pengganda Sektoral
Adalah angka yang menunjukkan besarnya perubahan kesempatan kerja
sektor i di seluruh daerah sebagai akibat penambahan satu satuan uang permintaan
akhir atas output sektor j di suatu daerah. Jika terjadi kenaikan permintaan akhir
satu satuan uang terhadap output sektor j di A, maka dampaknya sebesar:
BAij
eAAijeA
jE .............................................................................. (60)
dimana: A
jE = penambahan kesempatan kerja pada sektor i di seluruh daerah
akibat penambahan permintaan akhir sebesar satu satuan uang
atas output sektor j di A.
Dampak Balik
Besarnya dampak balik sebagai selisih antara pengganda total yang
diperoleh dari model IRIO dan pengganda total yang diperoleh dari model I-O
daerah tunggal, yang dirumuskan sebagai:
95
n
iij
qn
i
AAij
eAj
DE
11
............................................................ (61)
dimana: A
j
E D = dampak balik kesempatan kerja bagi daerah A akibat
penambahan permintaan akhir satu satuan uang output sektor j
di A dan
ijq = elemen matriks Q, yang mana matriks Q adalah
1)(ˆ AAAILQ yaitu matriks pengganda kesempatan kerja
dari model I-O daerah tunggal A.
Umumnya dampak balik dinyatakan dalam persen yang diperoleh dengan rumus:
100
1
11x
e
qe
n
i
AA
ij
n
iij
n
i
AA
ij
.............................................................................. (62)
Dampak Bersih
Besarnya dampak awal pengganda kesempatan kerja suatu sektor adalah
proporsional dengan besarnya stimulus yang disuntikkan ke dalam perekonomian.
Jika besarnya stimulus sama dengan satu satuan uang, maka dampak awalnya
sama dengan koefisien tenaga kerja. Besarnya dampak bersih dirumuskan
sebagai:
A
jj
n
i
BA
ij
n
i
AA
ij
A leejE
N
11
............................................................... (63)
dimana A
jNE = dampak bersih kesempatan kerja pada semua sektor di seluruh
daerah akibat penambahan satu satuan uang permintaan akhir
atas output sektor j di A.
96
4.5. Efisiensi Sektoral
Besarnya nilai tambah bruto suatu sektor menunjukkan kemampuan
sektor tersebut menghasilkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah.
Angka efisiensi sektoral pada dasarnya adalah perbandingan antara nilai tambah
bruto dan nilai output dalam proses produksi suatu sektor (Samadhana, 1999).
Rumus efisiensi sektoral ( ):
A
A
j
A
jA
jX
XV
.
A
.
/V
............................................................................... (64)
dimana A
j = efisiensi sektoral sektor j di daerah A, A
jV = nilai tambah bruto sektor j di daerah A, AV. = total nilai tambah di daerah A, A
jX = nilai ouput sektor j di daerah A dan AX . = total nilai output di daerah A.
4.6. Perubahan Struktural Ekonomi
Perkembangan ekonomi suatu negara atau wilayah dapat dilihat melalui
perubahan struktur perekonomian di negara atau wilayah tersebut, terutama
selama proses industrialisasi. Selama proses industrialisasi, perubahan struktur
terkait dengan perpindahan dari sektor pertanian (primer) ke sektor industri
(sekunder) dan jasa (tersier) (Tambunan, 2009). Menurut Daryanto (1999),
perubahan struktur ekonomi atau seringkali juga disebut sebagai transformasi
struktural dapat didefinisikan sebagai perubahan bobot relatif dari suatu
komponen penting yang secara aggregatif merupakan indikator ekonomi, seperti
pendapatan nasional (output) dan tenaga kerja. Chenery (1960, 1980), Chenery
dan Syrquin (1975) mendefinisikan perubahan struktur sebagai suatu perubahan
dalam ekonomi yang berkaitan dengan komposisi permintaan perdagangan,
97
produksi dan faktor faktor lain yang diperlukan secara terus menerus untuk
meningktkan pendapatan masyarakat melalui pendapatan perkapita. Dengan
demikian pembangunan ekonomi disuatu wilayah dapat dilihat dari pendapatan
perkapita masyarakat yang mengalami peningkatan secara terus menerus dan
disertai terjadinya perubahan fundamental dalam struktur ekonomi.
Struktur ekonomi menurut Thakur (2011), dapat didefinisikan sebagai
komposisi dari bermacam macam komponen dari agregat makro, yang dapat
mengalami perubahan relatif terhadap waktu dan terkait dengan perputaran arus
pendapatan. Kawaz dan Qasem (2003), menyebutkan bahwa istilah struktur
mengacu kepada komposisi internal sistem, yaitu sistem ekonomi, atau hubungan
interaktif antara komponen sistem. Perubahan struktural sesuai dengan terkait
dengan hal tersebut, mengacu pada perubahan dalam komposisi internal seperti
dan atau pola saling ketergantungan. Kuznets (1959) mendefinisikan struktur
sebagai kerangka dari suatu hubungan yang terkait satu dengan yang lainnya, dan
setiap bagian mempunyai peran yang berbeda tetapi memanfaatkan satu dengan
yang lainnya untuk mencapai suatu tujuan yang sama.
Terminologi struktur sendiri merujuk pada komposisi (susunan) dari
suatu sistem ekonomi seperti pertanian, pertambangan dan lain lainnya. Perubahan
struktur dengan demikian dapat dikatakan sebagai perubahan internal dalam
komposisi struktur ekonomi kare sebagai na adanya suatu interaksi dari komponen
komponen struktur tersebut.
Penggunaan tabel input-output dapat memberikan manfaat yang berbeda,
yaitu : prospektif, deskriptif, dan taksonomi (Haddad, et al, 2002). Malecki
98
(1991), menjelaskan bahwa terdapat beberapa tipe tujuan dari analisis input-
output, yaitu:
1. menyediakan kumpulan disagregasi multiplier yang dapat digunakan untuk
meramal aktivitas ekonomi;
2. input-output memperkenankan untuk mengidentifikasi cluster dari keterkaitan
industri dan sektor kunci;
3. input-output mencoba untuk memprediksi pola pembangunan ekonomi
melalui pendekatan struktur fundamental ekonomi.
Jensen, Hewings dan West (1987) menyatakan bahwa tabel input-output
dari satu perspektif digunakan untuk tujuan taksonomi, sedangkan dalam
perspektif yang lebih luas lagi merupakan kumpulan dari spatio-temporal
“photographs” di mana menunjukkan suatu perekonomian yang ukurannya
berbeda (sektoral dan spasial). Dalam studi ini, akan dilihat photographs struktur
perekonomian wilayah di Indonesia.
Penggunaan teknik input output dalam analisis perubahan struktural
dapat dianalisa melalui Dekomposisi Perubahan Output (decomposition of output
changes) atau Decomposition Structural Analysis (DSA). Penggunaan teknik
Dekomposisi Perubahan Output (DPO) , pada awalnya dikembangkan oleh
Chenery dan Syrquin (1979) dan diterapkan dalam rangka menguji pola
pembangunan ekonomi yang berhubungan dengan strategi pembangunan.
Beberapa study dengan menggunakan DPO telah di lakukan oleh Martin dan
Holland (1992), di Amerika Serikat; Zakariah dan Ahmad (1999) di Malaysia;
Chung dan Kim (2000) di Korea; Savona dan Lorenz (2006) di China,
99
Mohammadi dan Bazzazan (2007) di Iran dan Yamakawa dan Peters (2011) di
Norwegia. Metoda Dekomposisi Perubahan Output tersebut juga sudah digunakan
dalam studi di Indonesia antara lain oleh Akita dan Hermawan (2000), Daryanto
(2000) dan Hayashi (2005).
Menurut Chenery dan Syrquin (1975), ada empat faktor yang umum
memepengaruhi pertumbuhan produk suatu sektor dari sisi demand (demand
side), yaitu :
1. Ekspansi permintaan domestik atau domestik Final Demand (DFD) yaitu
merupakan penjumlahan dari dampak langsung (direct effect demand) bagi
produk suatu sektor dan dampak tidak langsung (indirect effect demand) dari
kenaikan permintaan domestik untuk produksi sektor-sektor lainnya terhadap
sektor tersebut
2. Ekspansi ekspor (EE), yaitu merupakan dampak total (total effect) dari
kenikan jumlah ekspor terhadap produksi suatu sektor.
3. Substitusi impor (IS) yaitu dampak total dari kenaikan proporsi permintaan
disetiap sektor yang dipenuhi oleh produksi domestik terhadap output suatu
sektor.
4. Perubahan teknologi (TC ) yaitu merupakan dampak total dari suatu sektor
akibat perubahan koefisien input output dalam perekonomian
Metoda dekomposisi dari sumber sumber pertumbuhan dikemukakan
oleh Chenery pada tahun 1960 (Chung dan Kim, 2000; Mohamadi dan Bazzazan,
2007) dengan menggunakan Input Output nasional. Mempertimbangkan bahwa
pada kenyataannya suatu wilayah tidak dapat berdiri sendiri dengan suatu
100
keterisolasian serta interaksi antar wilayah yang memainkan peranan penting
dalam pertumbuhan suatu wilayah, maka Akita (1999, 2002), mengembangkan
formula yang dikenal sebagai Extended Growth Factor Decomposition.
Titik awal dalam menganalisa sumber sumber pertumbuhan adalah
keseimbangan dari kerangka input-output. Dalam Input-Output analysis, total
penawaran (supply) terdiri dari gross domestic output (X) dan import (M). Disisi
lain, total permintaan (demand) terdiri dari intermediate demand (W) dan final
demand, dimana final demand dapat dibagi lagi menjadi domestic final demand
(D) dan export (E). Dengan demikian maka keseimbangan tersebut dapat ditulis
sebagai berikut :
MEDWX .......................................................................(65)
Seperti diketahui bahwa import merupakan fungsi dari total demand, sehingga
impor rasio (m) adalah besarnya impor terhadap total demand
11
11
WD
Mm
Dengan mempertimbangkan bahwa didalam penelitian ini dilakukan terhadap
lima wilayah maka metoda extended growth factor decomposition dapat
dijelaskankan sebagai berikut:
)66....(
Z
J
S
R
L
Z
J
S
R
L
ZZZJZSZRZL
JZJJJSJRJL
SZSJSSSRSL
RZRJRSRRRL
LZLJLSLRLL
ZZZJZSZRZL
JZJJJSJRJL
SZSJSSSRSL
RZRJRSRRRL
LZLJLSLRLL
Z
J
S
R
L
M
M
M
M
M
E
E
E
E
E
FFFFF
FFFFF
FFFFF
FFFFF
FFFFF
AAAAA
AAAAA
AAAAA
AAAAA
AAAAA
X
X
X
X
X
)67....(....................................................................../1
KK
i
K
j
n
j
KK
ij
K
i
K
iFXaMm
101
)69...(
ˆ
ˆ
ˆ
ˆ
ˆ
ˆ
ˆ
ˆ
ˆ
ˆ
Z
J
S
R
L
zzZJZZSZRZL
JZJJJJSJRJL
SZSJSSSSRSL
RZRJRSRRRRL
LZLJLSLRLLL
Z
J
S
R
L
ZZZZJZSZRZL
JZJJJJSJRJL
SZSJSSSSRSL
RZRJRSRRRRL
LZLJLSLRLLL
Z
J
S
R
L
E
E
E
E
E
FpFFFF
FFpFFF
FFFpFF
FFFFpF
FFFFFp
X
X
X
X
X
ApAAAA
AApAAA
AAApAA
AAAApA
AAAAAp
X
X
X
X
X
EFFPAAPIX baba ˆˆ1
atau
EFFPBX baˆ
, dimana 1
ˆ ba AAPIB
Z
J
S
R
L
X
X
X
X
X
X ,
Z
J
S
R
L
E
E
E
E
E
E ,
Z
J
S
R
L
P
P
P
P
P
P
ˆ0000
0ˆ000
00ˆ00
000ˆ0
0000ˆ
ˆ ,
ZL
JL
SL
RL
LL
a
F
F
F
F
F
F ,
ZZZJZSZR
JZJJJSJR
SZSJSSSR
RZRJRSRR
LZLJLSLR
b
FFFF
FFFF
FFFF
FFFF
FFFF
F
dan
ZZ
JJ
SS
RR
LL
a
A
A
A
A
A
A
0000
0000
0000
0000
0000
,
0
0
0
0
0
ZJZSZRZL
JZJSJRJL
SZSJSRSL
RZRJRSRL
LZLJLSLR
b
AAAA
AAAA
AAAA
AAAA
AAAA
A
0XXX t
00000ˆˆ EFFPBEFFPB Ba
t
b
t
a
ttt
aa
t
a FFF 0 , bb
t
b FFF 0 , AND 0EEE t
0000000ˆˆˆˆ EFFPBBFPPBEFFPBX ba
t
a
tt
ba
tt
Karena 0
11
00 BBBBBB ttt
102
000000ˆˆˆ BAAAAPAPPB bbaa
tt
a
tt
000000ˆ EFFPBX ba
0000ˆˆˆ XAAPFXAPEEFFPBX ba
t
aaba
tt
ZZ
t
ZJ
t
ZS
t
ZR
t
ZL
t
JZ
t
JJ
t
JS
t
JR
t
JL
t
SZ
t
SJ
t
SS
t
SR
t
SL
t
RZ
t
RJ
t
RS
t
RR
t
RL
t
LZ
t
LJ
t
LS
t
LR
t
LL
t
t
BBBBB
BBBBB
BBBBB
BBBBB
BBBBB
B
ZZZZ
t
JZJSZSRZRLZL
ZZZZZZ
P
ZZZZ
t
ZJZSZRZL
RZ
t
ZJZJJJJ
t
JJJRJRLJL
JJJJJJ
P
JJZJJJ
t
JSJRJL
RJ
t
ZSZJSJSSSS
t
RSRLSL
SSSSSS
P
SSZSJSSS
t
SRSL
RS
t
ZRZJRJSRSRRRR
t
LRL
RRRRRR
P
RRZRJRSRRR
t
RL
RR
t
ZZLJJLSLSRLRLLLL
t
LLLLLL
P
LZLJLLSLRLLL
tLR
t
R
XApXAXAXAXA
FXAEFPFFFFB
XAXApXAXAXA
FXAEFFPFFFB
XAXAXApXAXA
FXAEFFFPFFB
XAXAXAXApXA
FXAEFFFFPFB
XAXAXAXAXAp
FXAEFFFFFPB
X
00000
000
00000
000
00000
000
00000
000
00000
000
ZZZZ
t
JZJSZSRZRLZL
ZZZZZZ
P
ZZZZ
t
ZJZSZRZL
LZ
t
ZJZJJJJ
t
JJJRJRLJL
JJJJJJ
P
JJZJJJ
t
JSJRJL
LJ
t
ZSZJSJSSSS
t
RSRLSL
SSSSSS
P
SSZSJSSS
t
SRSL
LS
t
ZRZJRJSRSRRRR
t
LRL
RRRRRR
P
RRZRJRSRRR
t
RL
LR
t
ZZLJJLSLSRLRLLLL
t
LLLLLL
P
LZLJLLSLRLLL
tLL
t
L
XApXAXAXAXA
FXAEFPFFFFB
XAXApXAXAXA
FXAEFFPFFFB
XAXAXApXAXA
FXAEFFFPFFB
XAXAXAXApXA
FXAEFFFFPFB
XAXAXAXAXAp
FXAEFFFFFPB
X
00000
000
00000
000
00000
000
00000
000
00000
000
103
JZSZRZLZZZZ
ZJSJRJLJJJJ
ZSJSRSLSSSS
ZRJRSRLRRRR
ZLJLSLRLLLL
AAAAAA
AAAAAA
AAAAAA
AAAAAA
AAAAAA
ZZZZ
t
JZJSZSRZRLZL
ZZZZZZ
P
ZZZZ
t
ZJZSZRZL
SZ
t
ZJZJJJJ
t
JJJRJRLJL
JJJJJJ
P
JJZJJJ
t
JSJRJL
SJ
t
ZSZJSJSSSS
t
RSRLSL
SSSSSS
P
SSZSJSSS
t
SRSL
SS
t
ZRZJRJSRSRRRR
t
LRL
RRRRRR
P
RRZRJRSRRR
t
RL
SR
t
ZZLJJLSLSRLRLLLL
t
LLLLLL
P
LZLJLLSLRLLL
tLS
t
S
XApXAXAXAXA
FXAEFPFFFFB
XAXApXAXAXA
FXAEFFPFFFB
XAXAXApXAXA
FXAEFFFPFFB
XAXAXAXApXA
FXAEFFFFPFB
XAXAXAXAXAp
FXAEFFFFFPB
X
00000
000
00000
000
00000
000
00000
000
00000
000
ZZZZ
t
JZJSZSRZRLZL
ZZZZZZ
P
ZZZZ
t
ZJZSZRZL
JZ
t
ZJZJJJJ
t
JJJRJRLJL
JJJJJJ
P
JJZJJJ
t
JSJRJL
JJ
t
ZSZJSJSSSS
t
RSRLSL
SSSSSS
P
SSZSJSSS
t
SRSL
JS
t
ZRZJRJSRSRRRR
t
LRL
RRRRRR
P
RRZRJRSRRR
t
RL
JR
t
ZZLJJLSLSRLRLLLL
t
LLLLLL
P
LZLJLLSLRLLL
tLJ
t
J
XApXAXAXAXA
FXAEFPFFFFB
XAXApXAXAXA
FXAEFFPFFFB
XAXAXApXAXA
FXAEFFFPFFB
XAXAXAXApXA
FXAEFFFFPFB
XAXAXAXAXAp
FXAEFFFFFPB
X
00000
000
00000
000
00000
000
00000
000
00000
000
ZZZZ
t
JZJSZSRZRLZL
ZZZZZZ
P
ZZZZ
t
ZJZSZRZL
ZZ
t
ZJZJJJJ
t
JJJRJRLJL
JJJJJJ
P
JJZJJJ
t
JSJRJL
ZJ
t
ZSZJSJSSSS
t
RSRLSL
SSSSSS
P
SSZSJSSS
t
SRSL
ZS
t
ZRZJRJSRSRRRR
t
LRL
RRRRRR
P
RRZRJRSRRR
t
RL
ZR
t
ZZLJJLSLSRLRLLLL
t
LLLLLL
P
LZLJLLSLRLLL
tLZ
t
Z
XApXAXAXAXA
FXAEFPFFFFB
XAXApXAXAXA
FXAEFFPFFFB
XAXAXApXAXA
FXAEFFFPFFB
XAXAXAXApXA
FXAEFFFFPFB
XAXAXAXAXAp
FXAEFFFFFPB
X
00000
000
00000
000
00000
000
00000
000
00000
000
104
AL = matrix koefisien teknik untuk wilayah L (Sumatera)
AR = matrix koefisien teknik wilayah R (Jawa-Bali)
AS
= matrix koefisien teknik untuk wilayah S (Kalimantan)
AJ = matrix koefisien teknik untuk wilayah J (Sulawesi)
AZ
= matrix koefisien teknik untuk wilayah Z (ROI)
L = Regional (wialayah) Sumatera
R = Regional (wilayah) Jawa-Bali
S = Regional (wilayah ) Kalimantan
J = Regional (wialayah) Sulawesi
Z = Regional (wilayah ) ROI
4.7. Asumsi dan Keterbatasan Model Input Output
Walaupun model I-O mampu memberikan gambaran menyeluruh
mengenai pengaruh perubahan variabel eksogen terhadap total output, namun
secara metodologis model tersebut mempunyai beberapa keterbatasan. Hal ini
antara lain disebabkan karena asumsi yang melandasi penggunaan model ini
yaitu:
1. Keseragaman
Setiap sektor hanya memproduksi satu jenis output yang seragam
(homogenity) dari susunan input tunggal. Antara output suatu sektor dengan
output sektor lainnya tidak dapat saling mensubstitusi.
2. Kesebandingan
Kenaikan penggunaan input berbanding lurus dengan kenaikan output
(proportionality), yang berarti perubahan tingkat output tertentu akan selalu
didahului oleh perubahan pemakaian input yang sebanding. Dengan lain
perkataan, setiap sektor hanya memiliki satu fungsi produksi di mana input
105
berhubungan secara fixed proportional. Asumsi ini menyampingkan pengaruh
skala ekonomis, artinya makin banyak output yang dihasilkan, biaya produksi
per unit makin kecil sehingga penggunaan Input Antara semakin efisien.
3. Penjumlahan
Efek total dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan
(additivity) dari proses produksi masing-masing sektor secara terpisah. Ini
berarti seluruh pengaruh di luar sistem input-output diabaikan.
4.8. Konsep dan Definisi Variabel
1. Output
Output ialah nilai produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan
memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah dalam periode
waktu tertentu, tanpa memperhatikan asal-usul pelaku produksinya.
2. Input Antara
Input Antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa
yang digunakan habis dalam proses produksi. Komponen Input Antara terdiri
dari barang tidak tahan lama dan jasa yang dapat berupa hasil produksi dalam
negeri dan impor. Barang tidak tahan lama adalah barang yang habis dalam
sekali pakai atau barang yang umur pemakaiannya kurang dari satu tahun.
Contoh Input Antara adalah bahan baku, bahan penolong, jasa perbankan dan
sebagainya.
106
3. Permintaan Akhir
Permintaan Akhir adalah permintaan atas barang dan jasa baik yang berasal
dari produksi dalam negeri maupun impor untuk konsumsi akhir (bukan
untuk proses produksi). Permintaan Akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi
rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap
bruto, perubahan stok dan ekspor.
4. Input Primer
Input Primer atau Nilai Tambah Bruto adalah input atau biaya yang timbul
sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi dalam kegiatan ekonomi.
Faktor produksi antara lain terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan
kewiraswastaan. Dalam praktek, nilai tambah yang dimaksud adalah
merupakan selisih antara output dan Input Antara, yang terdiri dari: (1) upah
dan gaji, (2) surplus usaha, (3) penyusutan barang modal, dan (4) pajak tak
langsung neto.
Penjelasan mengenai komponen input primer ini adalah sebagai berikut:
a. Upah dan gaji
Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang ataupun
barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi,
(kecuali pekerja keluarga yang tidak dibayar), sebelum dipotong pajak
penghasilan.
b. Surplus Usaha
Surplus usaha merupakan selisih nilai tambah bruto dengan jumlah upah
dan gaji, penyusutan, pajak tidak langsung neto. Surplus usaha antara
107
lain mencakup keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan, bunga
atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya.
c. Penyusutan
Penyusutan atau depresiasi mencakup penyusutan barang-barang modal
yang digunakan dalam proses produksi. Yang diartikan dengan
penyusutan di sini adalah nilai penggantian (penyisihan) terhadap barang
sebesar turunnya nilai barang modal oleh karena digunakan dalam proses
produksi.
d. Pajak Tak Langsung Neto
Pajak tak langsung neto adalah selisih antara pajak tak langsung dengan
subsidi.
Pajak tak langsung mencakup antara lain pajak impor, pajak ekspor, bea
masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya.
e. Subsidi
Subsidi adalah bantuan pemerintah kepada produsen yang merupakan
tambahan pendapatan bagi produsen, untuk mempertahankan harga pada
tingkat tertentu. Oleh karena itu subsidi disebut juga sebagai pajak tak
langsung negatif.
4.9. Pengukuran Disparitas dan Pengaruh
Pengukuran disparitas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode. Pengukuran disparitas adalah menunjukkan tingkat persebaran dari rata-
rata. Disparitas tinggi menunjukkan nilai dalam kelompok tersebut lebih
bervariasi.
108
Metode berikut ini digunakan untuk mengukur disparitas, yaitu:
a. Indeks Williamson
./.)( 2
Y
nfYYIW ii
Keterangan:
IW = indeks Williamson, nilai = 0 menunjukkan tidak ada disparitas.
Y = variabel dimaksudkan
fi/n = penimbang
Nilai indeks Williamson = 0 menunjukkan tidak adanya disparitas pada
variabel dimaksud. Sebaliknya bila Indeks Williamson semakin besar,
menunjukkan tingkat disparitas yang semakin meningkat.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, disparitas yang akan diteliti adalah
disparitas multiplier ekonomi dan pendapatan per kapita. Untuk keperluan
tersebut digunakan angka penimbang nilai PDB pulau serta pendapatan per
kapita atau PDRB per kapita menurut pulau.
b. Koefisien Variasi (KV)
Pengukuran berikutnya untuk disparitas adalah koefisien variasi. Untuk
menyusunnya diperlukan informasi mengenai simpangan baku (S) dan rerata
data (X). Nilai KV semakin kecil menunjukkan disparitas yang semakin kecil
juga.
%100x
sKV
Keterangan:
KV = Koefisien variasi, nilai = 0% menunjukkan tidak ada disparitas.
109
s = simpangan baku variabel dimaksud
x = rerata nilai variabel X
Selanjutnya untuk menghitung besaran disparitas dalam penelitian ini,
digunakan Koefisien Variasi seperti no. b.