iv. hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui...

85
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konversi Sampah Organik Menjadi Kompos Konversi sampah organik pasar menjadi kompos difokuskan untuk jenis sampah lunak, seperti sayur-sayuran, dedaunan dan kulit buah-buahan. Langkah ini bertujuan untuk mempercepat proses penanganan atau minimisasi jumlah timbunan sampah di pasar yang kian hari terus meningkat dan juga untuk sampah yang sudah menumpuk di TPA. Proses ini akan optimal, bila sampah yang akan diolah, diambil langsung dari sumbernya di pasar pada waktu pagi, sebelum sampah dicampur dan dibuang ke TPS. Jika hal itu dapat dilakukan, maka proses pemilahannya tidak sukar dan tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga dapat menghemat biaya dan tenaga. 4.1.1 Karakteristik Bahan Baku Hasil karakterisasi bahan baku sampah organik pasar yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Kadar air dan nisbah C/N sampah organik pasar Kadar (%) Contoh Ulangan Air Karbon Nitrogen Nisbah C/N 1 60,76 34,98 1,82 19,22 2 55,63 39,14 1,74 22,49 Sampah Organik Pasar Rataan 58,20 37,06 1,78 20,86 Dari data Tabel 8 diketahui bahwa rata-rata kadar air sampah organik pasar, yaitu 58,20%, hasil ini masih dalam batas yang dikemukakan oleh Djuarnani et al. (2005) bahwa pada umumnya sampah pasar mengandung air berkisar 30-60%. Proses pengomposan suatu bahan secara aerobik akan berlangsung cepat dan optimal, jika bahan baku yang digunakan mengandung 40-50% air, sedangkan secara anaerobik lebih baik mengandung kadar air 50% ke atas (Yuwono 2006). Menurut Sahwan (1997), pengomposan sampah lunak akan berlangsung lebih cepat jika kandungan airnya berkisar 50-55%. Jika bahan baku mengandung kadar air terlalu rendah pada proses pengomposan secara aerobik, maka bahan cepat kering sehingga pengomposan berjalan lambat,

Upload: truongcong

Post on 19-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Konversi Sampah Organik Menjadi Kompos

Konversi sampah organik pasar menjadi kompos difokuskan untuk jenis sampah

lunak, seperti sayur-sayuran, dedaunan dan kulit buah-buahan. Langkah ini bertujuan

untuk mempercepat proses penanganan atau minimisasi jumlah timbunan sampah di

pasar yang kian hari terus meningkat dan juga untuk sampah yang sudah menumpuk di

TPA. Proses ini akan optimal, bila sampah yang akan diolah, diambil langsung dari

sumbernya di pasar pada waktu pagi, sebelum sampah dicampur dan dibuang ke TPS.

Jika hal itu dapat dilakukan, maka proses pemilahannya tidak sukar dan tidak

membutuhkan waktu yang lama sehingga dapat menghemat biaya dan tenaga.

4.1.1 Karakteristik Bahan Baku

Hasil karakterisasi bahan baku sampah organik pasar yang digunakan dalam

penelitian ini disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Kadar air dan nisbah C/N sampah organik pasar

Kadar (%) Contoh Ulangan

Air Karbon Nitrogen Nisbah C/N

1 60,76 34,98 1,82 19,22

2 55,63 39,14 1,74 22,49 Sampah Organik

Pasar Rataan 58,20 37,06 1,78 20,86

Dari data Tabel 8 diketahui bahwa rata-rata kadar air sampah organik pasar,

yaitu 58,20%, hasil ini masih dalam batas yang dikemukakan oleh Djuarnani et al.

(2005) bahwa pada umumnya sampah pasar mengandung air berkisar 30-60%. Proses

pengomposan suatu bahan secara aerobik akan berlangsung cepat dan optimal, jika

bahan baku yang digunakan mengandung 40-50% air, sedangkan secara anaerobik

lebih baik mengandung kadar air 50% ke atas (Yuwono 2006). Menurut Sahwan

(1997), pengomposan sampah lunak akan berlangsung lebih cepat jika kandungan

airnya berkisar 50-55%.

Jika bahan baku mengandung kadar air terlalu rendah pada proses pengomposan

secara aerobik, maka bahan cepat kering sehingga pengomposan berjalan lambat,

Page 2: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

62

sedangkan jika kandungan airnya terlalu tinggi dapat menyebabkan aerasi akan

berkurang sehingga proses pengomposannya juga akan berjalan lambat karena

perkembangbiakan mikroorganisme pengurai membutuhkan oksigen yang cukup. Hal

ini akan berbeda, jika proses pengomposan berlangsung secara anaerobik

membutuhkan kadar air yang tinggi, yaitu lebih 50%, karena untuk membentuk

senyawa-senyawa gas dan asam-asam organik, mikroorganisme membutuhkan air yang

cukup sehingga pengendapan kompos akan lebih cepat. Kadar air yang tinggi juga

diperlukan untuk memudahkan penghancuran bahan organik dan mengurangi bau.

Nisbah C/N merupakan faktor paling penting dalam proses pengomposan. Hal

ini disebabkan proses pengomposan tergantung dari kegiatan mikroorganisme yang

membutuhkan karbon dan nitrogen sebagai sumber energi dan pembentukan selnya.

Dari data Tabel 8 ditunjukkan rata-rata nisbah C/N sampah organik pasar, yaitu 20,86.

Menurut Yuwono (2006), proses pengomposan secara aerobik akan optimal, jika bahan

baku mengandung nisbah C/N berkisar 25-30, sedangkan pada proses secara anaerobik

membutuhkan nisbah C/N lebih 30. Proses pengomposan yang baik, idealnya suatu

bahan mengandung nisbah C/N berkisar 20-40, tetapi nisbah C/N yang paling baik,

yaitu 30 (Djuarnani et al. 2005). Jika nisbah C/N terlalu tinggi, aktivitas biologi

mikroorganisme akan berkurang. Selain itu, mikroorganisme memerlukan beberapa

siklus untuk menyelesaikan proses degradasi bahan organik sehingga waktu untuk

pembentukan kompos akan lebih lama dan mutu kompos yang dihasilkan juga relatif

rendah. Jika nisbah C/N terlalu rendah, maka kadar amoniak yang dihasilkan terlalu

banyak sehingga dapat meracuni mikroorganisme yang berdampak pada penurunan

aktivitasnya (Fricke et al. 2007). Di samping itu, Su & Puls (2007) menyatakan

kelebihan kandungan nitrogen yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat

diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi sebagai amoniak atau terdenitrifikasi.

Proses pengomposan akan lebih cepat jika bahan bakunya memiliki ukuran

yang kecil. Untuk itu, bahan baku yang terlalu kasar perlu dicacah sehingga ukurannya

menjadi lebih kecil. Bahan yang berukuran kecil akan terdekomposisi secara lebih

cepat karena mempunyai luas permukaan yang besar sehingga kontak dengan

mikroorganisme akan lebih maksimal. Namun, ukuran bahan yang terlalu kecil akan

menyebabkan aerasi ke dalam timbunannya akan berkurang dan kelembapannya juga

sangat tinggi sehingga mikroorganisme yang ada di dalamnya tidak dapat bekerja

secara optimal. Dengan demikian, agar proses pengomposan bahan baku seperti di atas

Page 3: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

63

dapat berlangsung secara lebih cepat, perlu dibantu dengan bahan aktif yang berasal

dari biodekomposer.

4.1.2 Proses Pengomposan

Pada awal proses pengomposan, campuran bahan mengeluarkan bau busuk

yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat

pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi banyak lalat. Setelah proses

berlangsung lebih dari satu minggu, jumlah lalat jadi berkurang seiring dengan

menghilangnya bau busuk dari campuran kompos. Menurut Haug (1980), bau busuk

yang dihasilkan pada proses pengomposan terjadi karena timbulnya gas NH3, H2S, dan

sulfur organik akibat proses berlangsung secara anaerobik (Gambar 3).

Pengomposan sampah organik pasar pada penelitian ini secara umum

berlangsung selama ± 30 hari, dan selama proses tersebut terjadi perubahan sifat-sifat

bahan, antara lain perubahan warna, suhu, pH dan kelembapan. Pada pengamatan

perubahan warna ditunjukkan warna bahan baku yang semula coklat kekuningan

berubah menjadi coklat kehitaman pada saat dihasilkan kompos, yang diikuti juga

dengan perubahan bentuknya dari kasar menjadi remah/gembur.

4.1.2.1 Perubahan suhu selama proses pengomposan

Perubahan suhu pada proses pengomposan merupakan salah satu faktor penting

sebagai penentu apakah proses dekomposisi berjalan dengan baik atau tidak. Faktor

suhu berhubungan erat dengan proses dekomposisi atau perombakan bahan organik,

aktivitas mikroorganisme dan kadar air bahan yang dikomposkan. Data perubahan suhu

kompos selama proses pengomposan dapat dilihat pada Tabel 9, 10 dan 11.

Data Tabel 9 menunjukkan bahwa perubahan suhu selama seminggu proses

pengomposan rata-rata berkisar antara 31,41-45,02 oC. Semua perlakuan pengomposan

mengalami peningkatan suhu pada hari ke-1, dan peningkatan suhunya yang paling

mencolok ditunjukkan oleh perlakuan pengomposan dengan biodekomposer campuran

Orgadec-Biodek-Arang (B8) dan EM-4 (B2) yang secara berturut rata-rata suhunya

mencapai 51,25 dan 49,17 oC. Peningkatan suhu yang cepat dan tertinggi pada proses

pengomposan dengan campuran biodekomposer Orgadec-Biodek-Arang kemungkinan

disebabkan karena pada perlakuan ini mengandung jenis dan jumlah mikroba lebih

beragam yang terdiri atas Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp. dari serbuk

Orgadec dan campuran kapang Aspergillus niger, Trichoderma sp. dan jamur Trametes

Page 4: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

64

versicolor dari cairan Biodek mampu bekerjasama secara cepat dan intensif sehingga

menghasilkan kalor yang relatif tinggi dalam waktu relatif cepat. Trichoderma sp

mengandung enzim sellulose yang berperan memecahkan ikatan β-glikosidik pada

struktur sellulosa (Wang et al. 2003), dan Trametes versicolor mengandung enzim yang

mempunyai aktivitas memecahkan struktur molekul lignin (Hossain & Anantharaman

2006). Pada proses pengomposan ini suhu meningkat tajam dan mencapai optimum

pada hari ke-1, sedangkan pada hari ke-2 dan seterusnya suhu proses menurun secara

perlahan-lahan seiring dengan semakin berkurangnya bahan nutrisi yang tersedia.

Tabel 9 Rataan perubahan suhu kompos seminggu pertama pengomposan

Perubahan suhu (oC) pada hari ke- Perlakuan 0 1 2 3 4 5 6 7

B0 30,33 33,50 36,17 35,67 33,83 33,67 34,33 33,17 B1 30,83 34,67 37,50 42,83 38,73 37,50 36,40 33,50 B2 32,17 49,17 47,67 46,00 44,50 42,83 41,33 40,00 B3 31,50 46,83 45,83 43,50 38,73 39,00 37,50 36,50 B4 30,75 46,75 45,50 43,25 40,25 39,25 39,00 38,25 B5 31,75 46,00 45,50 42,75 41,25 38,75 37,50 37,25 B6 31,75 47,50 46,75 42,00 39,75 37,25 37,00 37,25 B7 31,25 47,75 46,25 44,00 41,25 40,25 38,00 36,75 B8 31,50 51,25 49,25 45,75 43,50 42,25 40,75 40,00 B9 32,25 46,75 46,50 43,75 41,00 39,75 38,00 34,75

Suhu Lingkungan 29,00 31,00 30,50 30,00 29,00 28,00 29,00 29,00 Ket.: B0 = tanpa biodekomposer (kontrol) B4 = campuran Orgadec-EM4-Arang-Asap cair B1 = Orgadec B5 = campuran Orgadec-EM4-Arang B2 = EM4 B6 = campuran Orgadec-EM4-Asap cair B3 = Biodek B7 = campuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap cair B8 = campuran Orgadec-Biodek-Arang B9 = campuran Orgadec-Biodek-Asap cair

Biodekomposer EM-4 juga mengandung mikroorganisme yang beragam yakni

Lactobacillus, Actinomycetes, Streptomyces sp. dan ragi yang bekerja secara cepat dan

efektif dalam mendekomposisi bahan-bahan organik. Mikroorganisme yang terdapat

dalam biodekomposer EM-4 mengandung enzim yang mampu memecah ikatan dalam

struktur polisakarida dan protein (Mahendra & Alvarez-Cohen 2005; Nakashima et al.

2005 dan Srivibool et al. 2004). Di samping itu, juga karena EM-4 yang digunakan

adalah berupa cairan yang relatif dapat bercampur secara lebih homogen dengan bahan

baku yang dikomposkan sehingga terjadi interaksi lebih baik antar komponen. Hasil ini

sesuai dengan yang dikemukakan oleh Djuarnani et al. (2005) bahwa cairan EM-4

Page 5: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

65

sangat potensial untuk melangsungkan proses dekomposisi bahan-bahan organik

melalui fermentasi yang berlangsung secara cepat dan eksoterm.

Pada hari ke-1 proses pengomposan semua perlakuan menunjukkan

peningkatan suhu yang maksimum, kecuali kontrol dan perlakuan yang menggunakan

biodekomposer Orgadec. Perlakuan dengan biodekomposer ini menunjukkan

peningkatan suhu yang relatif lambat, pada hari ke-1, suhunya hanya mampu mencapai

34,67 oC, jauh dibanding suhu rata-rata yang mencapai 45,02 oC. Proses pengomposan

dengan perlakuan ini baru dapat mencapai peningkatan suhu yang maksimum pada hari

ke-3, yaitu sebesar 42,83 oC. Namun, suhunya juga masih di bawah rata-rata hari ke-3,

yaitu 42,95 oC. Hal ini kemungkinan disebabkan karena biodekomposer Orgadec yang

hanya mengandung mikroba Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp. tidak

mampu bekerja optimal dalam mendekomposisi jenis sampah organik pasar yang

kandungan airnya lebih 50%. Di samping itu, juga disebabkan karena biodekomposer

ini berbentuk serbuk berwarna coklat kehitaman yang mempunyai sifat sukar larut

dalam air. Oleh karena bentuk biodekomposer ini berupa serbuk, akibatnya tidak dapat

bercampur secara homogen dengan bahan-bahan yang dikomposkan, sehingga interaksi

yang terjadi antar komponen dalam tempat pengomposan kurang sempurna dan reaksi

eksoterm berjalan lambat.

Tabel 10 Rataan perubahan suhu kompos selama minggu ke dua pengomposan

Perubahan suhu (oC) pada hari ke- Perlakuan 8 9 10 11 12 13 14

B0 32,17 31,00 30,67 30,33 29,83 29,83 29,00 B1 33,17 32,00 31,33 30,67 29,83 29,50 29,17 B2 37,50 33,17 30,83 30,17 30,33 29,50 29,00 B3 35,17 34,83 34,17 32,00 30,83 30,33 28,83 B4 34,75 34,00 33,75 33,00 31,75 31,00 30,75 B5 34,00 33,25 32,25 30,75 30,25 29,75 29,75 B6 34,75 32,75 32,50 32,25 30,75 30,50 31,00 B7 35,75 35,25 33,25 32,00 31,75 30,25 30,00 B8 39,25 38,00 37,00 33,50 32,75 31,75 30,50 B9 34,00 32,25 31,75 31,50 30,75 29,25 28,75

Suhu Lingkungan 29,00 28,50 28,50 29,00 28,50 27,50 27,50 Ket.: B0 = tanpa biodekomposer (kontrol) B4 = campuran Orgadec-EM4-Arang-Asap cair B1 = Orgadec B5 = campuran Orgadec-EM4-Arang B2 = EM4 B6 = campuran Orgadec-EM4-Asap cair B3 = Biodek B7 = campuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap cair B8 = campuran Orgadec-Biodek-Arang B9 = campuran Orgadec-Biodek-Asap cair

Page 6: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

66

Dari data Tabel 10, diketahui bahwa proses pengomposan selama minggu ke

dua masih berlangsung secara intensif. Hal ini ditunjukkan oleh perbedaan suhu di

dalam tempat pengomposan yang rata-rata berkisar 29,68-35,05 oC dari semua

perlakuan masih jauh di atas suhu lingkungannya yang berkisar 27,50-29,00 oC.

Keadaan tersebut menunjukkan bahwa bahan organik masih tercukupi untuk kebutuhan

mikroorganisme dalam melakukan aktivitasnya. Secara umum perubahan suhu selama

minggu pertama dan ke dua proses pengomposan dapat disimpulkan bahwa proses yang

terjadi berlangsung dalam suasana semianaerobik. Rata-rata kisaran suhu pada minggu

pertama 31,41-45,02 oC dan minggu ke dua 29,68-35,05 oC. Keadaan ini sesuai dengan

yang dikemukan Suler & Finstein (1977) bahwa proses pengomposan berlangsung

optimal pada kondisi dengan suhu berkisar 30-50 oC. Namun, kondisi ini masih lebih

rendah dibandingkan dengan rentang suhu optimum yang umumnya dibutuhkan oleh

mikroorganisme untuk merombak bahan-bahan organik, yaitu berkisar antara 35-55 oC

(Djuarnani et al. 2005).

Perombakan bahan organik mengakibatkan pelepasan sejumlah energi ke

lingkungannya melalui perubahan dalam bentuk panas, sehingga terjadi kenaikan suhu

dalam tempat pengomposan. Jika proses dekomposisi berlangsung dalam suhu yang

agak tinggi, misalnya mencapai 60-70 oC, kondisi ini memungkinkan semua bakteri

termofilik bekerja secara lebih optimal. Suhu yang tinggi akan mempercepat proses

dekomposisi bahan baku, karena bakteri patogen tidak dapat hidup pada kondisi

tersebut (Strom 1985). Di pihak lain, bila suhu di dalam tempat pengomposan terlalu

tinggi, akan mengakibatkan sejumlah mikroorganisme mati, sedangkan bila suhunya

rendah dapat mengakibatkan mikroorganisme tidak mampu bekerja secara cepat dan

baik. Namun ada mikroorganisme yang bekerja pada suhu mencapai 80 oC, seperti

Trichoderma pseudokoningii dan Cyptophaga sp. Ke dua jenis mikroorganisme

tersebut cocok digunakan sebagai biodekomposer dalam proses pengomposan skala

besar atau industri (Suler & Finstein 1977). Peningkatan suhu pada setiap perlakuan

pengomposan terjadi karena bahan nutrisi yang tersedia untuk mikroorganisme dari

bahan organik masih cukup banyak, sehingga pertumbuhan dan aktivitasnya masih

berlangsung sangat intensif.

Page 7: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

67

Tabel 11 Rataan perubahan suhu kompos setelah minggu ke dua pengomposan

Perubahan suhu (oC) pada hari ke- Perlakuan

16 18 20 22 24 26 28 30 B0 28,48 28,41 28,33 28,30 28,26 28,25 28,20 28,17 B1 29,31 29,30 29,27 29,21 29,13 28,92 28,73 28,67 B2 28,76 28,72 28,67 28,16 27,83 27,79 27,62 27,67 B3 28,79 28,74 28,67 28,50 28,33 28,21 28,14 28,00 B4 29,92 30,02 30,25 30,04 29,75 29,70 29,66 29,50 B5 29,90 29,78 29,50 29,33 29,25 29,20 29,08 29,00 B6 30,45 30,37 30,25 29,93 29,50 29,28 29,01 28,75 B7 29,40 29,32 29,25 29,19 29,00 28,63 28,47 28,25 B8 30,07 30,04 30,00 29,69 29,25 29,17 29,12 29,00 B9 28,95 28,91 28,75 28,68 28,50 28,21 27,57 27,25

Suhu Lingkungan 27,00 27,00 27,00 26,50 26,50 27,00 27,00 27,50 Ket.: B0 = tanpa biodekomposer (kontrol) B4 = campuran Orgadec-EM4-Arang-Asap cair B1 = Orgadec B5 = campuran Orgadec-EM4-Arang B2 = EM4 B6 = campuran Orgadec-EM4-Asap cair B3 = Biodek B7 = campuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap cair B8 = campuran Orgadec-Biodek-Arang B9 = campuran Orgadec-Biodek-Asap cair

Berdasarkan data Tabel 11 diperlihatkan bahwa pada semua perlakuan

pengomposan tidak terjadi perbedaan suhu yang jauh dengan suhu lingkungannya

selama pengomposan hari ke-16 hingga hari ke-30. Pada hari ke-30 proses

pengomposan, sebahagian perlakuan telah menunjukkan suhu yang mendekati suhu

lingkungannya. Hal ini dapat diamati pada perlakuan pengomposan yang menggunakan

biodekomposer campuran Orgadec-Biodek-Asap Cair (B9), EM-4 (B2), dan Biodek

(B3). Kondisi ini menurut Komilis (2006), merupakan penurunan suhu proses

pengomposan yang mendekati suhu lingkungan sebagai indikasi bahwa kompos yang

dihasilkan telah sempurna terdekomposisi. Pendapat ini juga sesuai dengan yang

dikemukan oleh Harada et al. (1993) bahwa pematangan kompos dapat ditentukan

berdasarkan sifat fisik, biologis dan kimia, yaitu menurunnya suhu mendekati suhu

lingkungan, sehingga bentuknya stabil dan menurunnya kandungan karbon.

4.1.2.2 Perubahan derajat keasaman

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor penting yang

mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam merombak bahan-bahan organik

selama proses pengomposan. Aktivitas mikroorganisme secara umum meningkat pada

pH 5,5-8, terutama untuk fungi (jamur), sedangkan kebanyakan bakteri beraktivitas

Page 8: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

68

pada pH 6-7,5 (Strom 1985). Pengukuran nilai pH dilakukan setiap hari selama 1

minggu dan selanjutnya diukur dalam waktu selang 5 hari. Perubahan nilai pH kompos

pada minggu pertama pengomposan dapat dilihat pada Gambar 12.

6.06.46.87.27.68.08.48.8

0 1 2 3 4 5 6 7

Hari ke-

pH

KontrolOrgadecEM-4BiodekCampuran Orgadec-EM-4-Arang-Asap CairCampuran Orgadec-EM-4-ArangCampuran Orgadec-EM-4-Asap CairCampuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap CairCampuran Orgadec-Biodek-ArangCampuran Orgadec-Biodec-Asap CairAir

Gambar 12 Grafik perubahan pH kompos seminggu pertama pengomposan

Pada minggu pertama pengomposan hampir semua perlakuan menunjukkan

nilai pH cenderung meningkat pada awal proses hingga hari ke-3, dengan kisaran pH

rata-rata antara 7,0-8,5 dan selanjutnya cenderung menurun dengan rata-rata pH pada

hari ke-7 pengomposan, yaitu 7,6. Perlakuan yang hingga hari ke-7 masih

menunjukkan peningkatan nilai pH ditunjukkan oleh perlakuan dengan menggunakan

biodekomposer campuran Orgadec-EM-4-Asap cair dan campuran Orgadec-Biodek-

Asap cair. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena pada campuran tersebut

terdapat Asap cair yang mempunyai pH di bawah 7 sehingga pH awal dari proses ini

lebih rendah dari pH air. Penurunan nilai pH setelah hari ke-3 hingga hari ke-7 proses

pengomposan yang cukup signifikan diamati pada perlakuan dengan menggunakan

biodekomposer EM-4. Hal ini disebabkan karena biodekomposer EM-4 mengandung

mikroorganisme yang lengkap sehingga proses pengomposannya berlangsung lebih

cepat. Kondisi ini sesuai dengan yang pernyataan Djuarnani et al. (2005), bahwa cairan

EM-4 mengandung sejumlah mikroba yang bekerja efektif dan cepat dalam

mendekomposisi bahan organik, juga mengandung mikroba Lactobacillus sp. yang

Page 9: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

69

mampu merombak gula atau karbohidrat menjadi asam laktat, sehingga proses

penurunan pH semakin cepat dibanding pengomposan dengan perlakuan lain.

Secara umum rata-rata perubahan nilai pH pada setiap perlakuan masih

tergolong sangat baik bagi kesempurnaan proses pengomposan. Nilai pH optimum bagi

perkembangbiakan mikroorganisme berkisar antara 6,0 sampai 8,0 (Murbandono

2005). Nilai ini hampir tidak berbeda dengan yang dikemukakan oleh Edwards (1990),

bahwa pH optimum yang dapat meningkatkan perkembangan mikroorganisme berkisar

antara 5,5 sampai 8,0. Selanjutnya perubahan pH kompos hari ke-9 hingga ke-30 proses

pengomposan dapat dilihat pada Gambar 13.

5.86.26.67.07.47.88.28.6

9 12 15 18 21 24 27 30

Hari ke-

pH

KontrolOrgadecEM-4BiodekCampuran Orgadec-EM-4-Arang-Asap CairCampuran Orgadec-EM-4-ArangCampuran Orgadec-EM-4-Asap CairCampuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap CairCampuran Orgadec-Biodek-ArangCampuran Orgadec-Biodec-Asap CairAir

Gambar 13 Grafik perubahan pH kompos hari ke-9 hingga ke-30 pengomposan

Gambar 13 memperlihatkan bahwa perubahan nilai pH pada semua perlakuan

pengomposan cenderung terjadi fluktuasi secara lambat dengan kisaran pH rata-rata

antara 7,2-7,4. Pada awal proses pengomposan, aktivitas mikroorganisme sangat

intensif menyebabkan terjadinya proses mineralisasi sehingga banyak ion-ion logam,

seperti K+, Mg2+, Ca2+, dan lain-lain dilepas dan mengikat senyawaan asam yang

terbentuk, sehingga terjadi peningkatan nilai pH (Yang 1997). Penurunan nilai pH

suatu proses pengomposan disebabkan oleh menurunnya aktivitas mikroorganisme,

sehingga jumlah ion-ion logam yang dilepas relatif kecil, sedangkan produksi

senyawaan asam semakin meningkat. Kondisi yang demikian menunjukkan penurunan

nilai pH mendekati netral. Keadaan tersebut sesuai dengan pernyataan Djuarnani et al.

Page 10: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

70

(2005) dan Komilis & Ham (2006), bahwa jika pH terlalu tinggi (kondisi basa),

konsumsi oksigen akan meningkat, sehingga memberi kondisi buruk bagi lingkungan

dan akan menyebabkan sebahagian unsur nitrogen dalam bahan dirombak menjadi

amonia (NH3), sebaliknya jika pH terlalu rendah (kondisi asam) akan menyebabkan

sebagian mikroorganisme mati.

4.1.2.3 Penyusutan bobot bahan baku kompos

Salah satu parameter yang juga menentukan tingkat kualitas kompos yang

dihasilkan, yaitu terjadinya penyusutan bobot bahan baku kompos yang digunakan

selama proses pengomposan. Persentase penyusutan bobot bahan baku kompos dapat

dilihat pada Gambar 14.

22.10

26.68

33.13

28.38 29.48 29.50 31.09 31.48 30.01 30.85

05

101520253035

B0 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9

Perlakuan

% s

usut

bob

ot k

ompo

s

0 hari10 hari20 hari30 hari

Ket.: B0 = tanpa biodekomposer (kontrol) B4 = campuran Orgadec-EM4-Arang-Asap cair B1 = Orgadec B5 = campuran Orgadec-EM4-Arang B2 = EM4 B6 = campuran Orgadec-EM4-Asap cair B3 = Biodek B7 = campuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap cair B8 = campuran Orgadec-Biodek-Arang B9 = campuran Orgadec-Biodek-Asap cair

Gambar 14 Histogram persentase penyusutan bobot bahan baku kompos

Pada Gambar 14 diperlihatkan bahwa semua perlakuan pengomposan terjadi

penyusutan bobot bahan baku kompos rata-rata 29,22% pada hari ke-30. Penyusutan

bobot yang melebihi 30% ditunjukkan oleh perlakuan pengomposan dengan

menggunakan biodekomposer EM-4 (B2), campuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap cair

(B7), campuran Orgadec-EM-4-Arang (B6), campuran Orgadec-Biodek-Asap cair

(B9), dan campuran Orgadec-Biodek-Arang (B8). Hal ini memberi gambaran bahwa

perlakuan pengomposan dengan menggunakan kombinasi biodekomposer baik

Page 11: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

71

Orgadec-EM-4 maupun Orgadec-Biodek dapat mengimbangi keunggulan penggunaan

biodekomposer EM-4 secara tunggal. Dari Gambar 14 juga ditunjukkan bahwa

penggunaan campuran Orgadec-Biodek yang ditambah dengan arang dan asap cair

menghasilkan penyusutan bobot nomor dua tertinggi setelah EM-4, yaitu 31,48%.

Kondisi ini kemungkinan dapat meningkatkan perkembangan mikroorganisme

sehingga aktivitasnya lebih meningkat.

Penyusutan bobot bahan baku kompos terjadi karena pelepasan molekul air

(H2O) dan karbon dioksida (CO2) yang cukup besar selama proses pengomposan. Hal

ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Komilis (2006) bahwa kehilangan H2O dan

CO2 yang cukup banyak selama proses dekomposisi bahan-bahan organik dapat

menyebabkan penyusutan bobot bahan mencapai 20-40% dari bobot awal, namun hal

ini bergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Penyusutan ini disebabkan

karena terjadinya aktivitas perombakan bahan-bahan organik oleh mikroorganisme,

sehingga kadar air bahan berkurang, dan juga akibat panas yang timbul menyebabkan

terjadinya penguapan. Perlakuan pengomposan yang menunjukkan persentase

penyusutan bobot bahan baku yang tinggi akan menghasilkan persentase bobot kompos

yang rendah, demikian juga sebaliknya.

4.1.3 Mutu Kompos

Mutu suatu kompos ditentukan oleh karakteristiknya, di samping kandungan

unsur hara dan logam beratnya. Tingkat kesempurnaan kompos dapat diketahui dengan

memperhatikan beberapa parameter antara lain nisbah C/N yang relatif rendah (sesuai

dengan nisbah C/N tanah), penampakan fisik yang berwarna cokelat tua hingga hitam

dan remah/gembur, serta suhunya mendekati suhu lingkungan. Kompos yang

berkualitas baik harus memenuhi persyaratan sebagai penyedia unsur hara bagi

tanaman. Jika kompos kurang matang akan menimbulkan efek yang merugikan bagi

tanaman, karena dapat terjadi persaingan penggunaan bahan nutrien antara

mikroorganisme dan tanaman. Data hasil karakterisasi kompos pada hari ke-30 proses

pengomposan disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Karakteristik kompos sampah organik pasar pada hari ke-30 pengomposan

Perlakuan Kadar

air (%)

Nisbah C/N

Suhu (oC) pH Rendemen

(%) Warna Waktu

pematangan kompos

Page 12: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

72(hari)

B0 67,84 14,73 28,17 7,70 77,00 Coklat tua 56-60 B1 59,13 12,82 28,67 7,26 66,27 Coklat tua 41-45 B2 51,72 10,76 27,67 6,97 66,83 Kehitaman 21-25 B3 53,44 12,47 28,00 7,18 72,16 Kehitaman 26-30 B4 60,73 9,93 29,50 6,56 70,52 Kehitaman 21-25 B5 58,49 9,08 29,00 7,66 70,50 Kehitaman 26-30 B6 59,61 9,97 28,75 6,97 68,91 Kehitaman 26-30 B7 62,38 12,09 28,25 7,23 68,52 Kehitaman 21-25 B8 54,46 11,14 29,00 7,97 69,99 Kehitaman 26-30 B9 57,15 13,05 27,25 7,10 69,15 Kehitaman 26-30

SNI ≤ 50 10-20 Air tanah 6,8-7,5 - Kehitaman -

Ket.: B0 = tanpa biodekomposer (kontrol) B4 = campuran Orgadec-EM4-Arang-Asap cair B1 = Orgadec B5 = campuran Orgadec-EM4-Arang B2 = EM4 B6 = campuran Orgadec-EM4-Asap cair B3 = Biodek B7 = campuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap cair B8 = campuran Orgadec-Biodek-Arang B9 = campuran Orgadec-Biodek-Asap cair

Dari data Tabel 12 diketahui bahwa sebahagian besar perlakuan pengomposan

sudah menghasilkan kompos dalam waktu berkisar 21-30 hari, kecuali pada B0

(kontrol) berkisar 56-60 hari dan perlakuan B1 (biodekomposer Orgadec) berkisar 41-

45 hari. Hal ini dapat diamati dan ditentukan berdasarkan karakteristik kompos yang

dihasilkan telah menunjukkan ciri-ciri sebagai kompos yang berkualitas. Hasil ini

sesuai dengan yang dikemukakan Gaur (1983) bahwa kompos yang baik berwarna

cokelat tua hingga kehitaman dan berbau tanah. Selanjutnya, kompos mempunyai

nisbah C/N berkisar antara 10-20, dan suhunya sudah mendekati suhu lingkungan

(Indriani 2005; Komilis 2006).

Mutu kompos yang dihasilkan pada semua perlakuan pengomposan di atas,

secara umum relatif mendekati persyaratan SNI-19-7030-2004 untuk kompos dari

sampah domestik (BSN 2004). Menurut Indriani (2005), semakin rendah nisbah C/N

bahan baku, waktu yang diperlukan untuk proses pematangan kompos semakin singkat.

Hal ini terbukti bahwa sebagian besar perlakuan pengomposan sudah menghasilkan

kompos yang matang dalam waktu berkisar 21-30 hari. Di samping itu, nisbah C/N

bahan baku yang digunakan untuk pengomposan juga menentukan variasi dari nisbah

C/N kompos yang dihasilkan. Penurunan nisbah C/N selama proses dekomposisi bahan

organik berkaitan erat dengan aktivitas biodekomposer yang membebaskan gas CO2

dan CH4, sehingga kadar unsur karbon yang terdapat pada bahan pengomposan

cenderung menurun, sedangkan unsur nitrogennya cenderung meningkat. Di samping

itu, aktivitas biodekomposer yang bekerja lebih intensif menyebabkan pengambilan

Page 13: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

73

unsur P dan K dari bahan tersebut lebih tinggi untuk pembentukan tubuhnya. Akan

tetapi pada saat mikroorganisme tersebut mati, maka unsur tersebut akan dilepas

kembali, sehingga kandungan unsur haranya meningkat.

Kandungan unsur hara merupakan persyaratan utama sebagai kualitas suatu

kompos, karena tinggi rendahnya kandungan unsur akan berpengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman. Rataan kadar unsur hara makro, mikro dan logam berat pada

kompos pada hari ke-30 proses pengomposan disajikan pada Tabel 13, dan 14.

Tabel 13 Kadar unsur hara makro kompos pada hari ke-30 pengomposan

Kadar unsur (%) Perlakuan N P K Ca Mg

B0 1,98 0,76 0,29 2,78 0,32 B1 2,16 0,86 0,58 0,35 0,25 B2 2,36 0,89 2,04 0,48 0,24 B3 2,15 0,87 1,22 1,03 0,25 B4 2,39 1,02 1,22 1,55 0,26 B5 2,30 0,92 1,44 2,51 0,28 B6 2,30 0,94 1,53 1,75 0,41 B7 2,20 0,85 1,90 1,38 0,34 B8 2,14 0,99 1,35 1,04 0,26 B9 2,00 1,08 1,65 1,52 0,22 SNI ≥ 0,40 ≥ 0,10 ≥ 0,20 ≤ 25,50 ≤ 0,60

Ket.: B0 = tanpa biodekomposer (kontrol) B4 = campuran Orgadec-EM4-Arang-Asap cair B1 = Orgadec B5 = campuran Orgadec-EM4-Arang B2 = EM4 B6 = campuran Orgadec-EM4-Asap cair B3 = Biodek B7 = campuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap cair B8 = campuran Orgadec-Biodek-Arang B9 = campuran Orgadec-Biodek-Asap cair

Dari data Tabel 13 dapat diketahui bahwa semua perlakuan pengomposan

mengandung unsur hara makro yang memenuhi persyaratan SNI-19-7030-2004 (BSN

2004). Ditinjau dari aspek kandungan unsur hara makronya dapat dikatakan bahwa

kompos yang dihasilkan pada semua perlakuan pengomposan sampah organik pasar

bermutu cukup baik. Semakin lengkap kandungan unsur haranya maka semakin tinggi

pula mutu kompos yang dihasilkan (Harada et al. 1993). Kandungan unsur hara

kompos sangat menentukan kemampuannya untuk menaikkan kadar unsur hara dalam

tanah sehingga dapat menyuburkan tanaman.

Kehadiran unsur hara makro dalam kompos sangat penting bagi kesuburan

tanah dan tanaman. Menurut Agustina (2004), unsur N, P, dan K tergolong unsur hara

primer, karena diperlukan dalam jumlah besar, sedangkan unsur Ca, Mg dan S

tergolong unsur hara sekunder, karena relatif banyak terdapat dalam tanah. Unsur N

dan P sangat dibutuhkan pada pembentukan protein dan asam nukleat, sedangkan unsur

Page 14: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

74

K, Ca, dan Mg diperlukan sebagai antagonis yang berinteraksi dengan efek racun dari

elemen mineral yang lain dengan cara mengatur keseimbangan ion (Agustina 2004). Di

samping itu, mineral Ca dan Mg juga merupakan unsur-unsur yang biasa dihubungkan

dengan kemasaman tanah dan pengapuran, karena keduanya tergolong kation yang

cocok untuk mengurangi kemasaman atau menaikkan nilai pH tanah.

Tabel 14 Kadar unsur hara mikro dan logam berat kompos sampah organik pasar

Kadar unsur hara mikro Kadar logam berat (%) (--------------ppm------------) (------------ppm--------------) Perlakuan Fe Mn Cu Zn Cd Pb Cr

B0 0,48 473,28 23,10 411,25 41,37 206,20 165,40 B1 0,75 514,26 19,14 140,76 21,04 141,79 146,79 B2 0,64 520,22 18,28 249,83 16,44 120,70 139,21 B3 0,31 364,90 16,90 248,60 16,80 198,30 123,60 B4 0,47 377,50 17,20 343,10 23,60 180,30 141,70 B5 0,28 404,30 10,30 237,40 16,30 178,30 127,90 B6 0,25 434,80 13,50 414,30 46,30 163,80 161,20 B7 0,33 490,80 13,30 403,60 33,30 127,30 158,80 B8 0,29 393,00 14,60 238,80 28,40 132,70 153,70 B9 0,41 432,50 10,50 327,20 40,40 189,00 146,60

SNI ≤ 2 ≤ 1000 ≤ 100 ≤ 500 ≤ 30 ≤ 150 ≤ 210 Ket.: B0 = tanpa biodekomposer (kontrol) B4 = campuran Orgadec-EM4-Arang-Asap cair B1 = Orgadec B5 = campuran Orgadec-EM4-Arang B2 = EM4 B6 = campuran Orgadec-EM4-Asap cair B3 = Biodek B7 = campuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap cair B8 = campuran Orgadec-Biodek-Arang B9 = campuran Orgadec-Biodek-Asap cair

Dari data Tabel 14 dapat diamati bahwa kandungan unsur hara mikro pada

semua kompos yang dihasilkan pada proses pengomposan sampah organik pasar

dengan berbagai perlakuan biodekomposer memenuhi persyaratan SNI-19-7030-2004

(BSN 2004), untuk kadar logam beratnya hanya Cr yang memenuhi, sedangkan Pb dan

Cd hanya sebahagian perlakuan saja yang memenuhi persyaratan tersebut. Hasil ini

juga menunjukkan semua perlakuan pengomposan menghasilkan kompos yang relatif

berkualitas baik, terutama dari aspek ketersediaan unsur hara mikronya. Namun

ditinjau dari kandungan logam beratnya, maka kualitasnya tergolong masih rendah.

Unsur hara Fe, Mn, Cu, dan Zn merupakan zat yang diperlukan oleh tanaman

dalam jumlah sedikit, oleh karena itu disebut sebagai unsur hara mikro. Hal ini bukan

berarti unsur hara mikro kurang essensial dibanding unsur hara makro, karena

meskipun tanaman mengambilnya dalam jumlah sedikit, akibatnya dapat mengurangi

jumlah yang tersedia. Hal ini seperti dikemukakan oleh Salisbury & Ross (1995), unsur

hara sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan sel, misalnya Fe berguna

sebagai komponen struktural porfirin, sitokhrom, hemes, hematin, dan hemoglobin. Di

Page 15: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

75

samping itu, unsur Fe juga ikut dalam proses oksidasi-reduksi di dalam fotosintesis dan

respirasi serta sebagai kofaktor beberapa enzim. Menurut Gardner et al. (1991), unsur

Mn berperan dalam transport elektron pada fotosistem II, sebagai elemen struktural

membran kloroplast, dan ikut berperan dalam beberapa fungsi enzim. Unsur Cu

berperan dalam transport elektron pada fotosintesis, pembentukan klorofil, dan secara

tidak langsung berperan di dalam pembentukan nodul akar. Unsur Zn sangat berguna

untuk pembentukan asam amino triptofan sebagai prekursor asam indol asetat (IAA),

dan metabolisme triptamin. Di samping itu, Zn juga berperan sebagai kofaktor

beberapa enzim dan merangsang sintesa sitokhrom C (Agustina 2004). Akan tetapi,

keberadaan sebagian unsur logam berat di dalam tanah belum diketahui secara pasti

peranannya baik terhadap tanaman maupun mikroba.

Ada tiga unsur logam berat yang dianalisis pada penelitian ini, yaitu Cd, Pb, dan

Cr, karena ke tiga unsur ini sering dijumpai di dalam komposisi sampah organik pasar.

Kandungan logam berat pada kompos merupakan faktor penting untuk menilai kualitas

suatu kompos, di samping kandungan unsur hara lainnya. Penggunaan kompos yang

mengandung logam berat lebih tinggi secara terus menerus akan mengakibatkan unsur

tersebut terakumulasi di dalam tanah dan menjadi bahan pencemar yang berbahaya

karena logam berat bersifat tidak dapat terurai, artinya tidak dapat terdekomposisi oleh

mikroorganisme. Hal ini akan meracuni tanaman, bahkan hewan dan manusia yang

memakan tanaman tersebut.

Beberapa negara telah membuat standar untuk menjamin mutu kompos,

terutama untuk logam berat. Standar untuk logam berat dibuat untuk melindungi

lingkungan dan mempertahankan mutu kompos yang dihasilkan. Tingginya kandungan

logam berat pada kompos sangat dipengaruhi oleh jenis bahan baku kompos sampah

pasar, terutama jika sampah pasar jenis sayur-sayuran atau buah-buahan yang sudah

terakumulasi logam berat atau mengandung residu pestisida. Oleh karena itu, untuk

mengurangi kandungan logam berat, sebelum dilakukan proses pengomposan penting

sekali dilakukan pemilihan terhadap bahan bakunya.

Page 16: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

76

4.2 Konversi Sampah Organik Menjadi Arang dan Asap Cair

4.2.1 Karakteristik Bahan Baku

Bahan baku sampah organik yang digunakan pada percobaan ini merupakan

sampah organik yang sukar dikomposkan dengan komposisi 30% kayu, 30% bambu,

20% pepohonan/ranting, dan 20% dedaunan. Sampah bambu dan kayu merupakan

bekas tempat buah-buahan, sedangkan pepohonan dan ranting serta dedaunan

merupakan sampah dari tanaman perkarangan dan/atau tanaman pelindung jalan. Hasil

analisis sifat-sifat dasar bahan baku sampah padat dengan komposisi tersebut

menunjukkan rata-rata 7,45% air, 77,06% zat terbang, 6,32% abu, 16,62% karbon

terikat, dan 4444 kalori nilai kalor.

4.2.2 Hasil Pirolisis

Untuk mempelajari karakteristik proses pirolisis bahan baku sampah organik

pasar pada penelitian ini diawali dengan menggunakan reaktor listrik skala

laboratorium dengan kapasitas ± 1 kg bahan. Selanjutnya pendekatan tersebut

diterapkan pada reaktor drum dengan kapasitas ± 13 kg bahan. Data hasil pirolisis

sampah organik pasar disajikan pada Tabel 15 dan 16.

Tabel 15 Hasil pirolisis sampah organik dengan reaktor listrik

Percobaan Kadar Air

Contoh (%b/b)

Suhu Pirolisis

(oC)

Residu Arang (%b/b)

Rendemen Asap Cair

(%b/b)

Ter (%b/b)

1 14,25 150 80,03 18,51 0 2 13,88 250 45,55 37,01 2,62 3 13,70 350 41,50 42,09 4,55 4 13,33 450 37,17 45,33 5,67 5 13,14 550 31,91 51,14 6,12

Tabel 16 Hasil pirolisis sampah organik dengan reaktor drum

Percobaan Kadar Air

Contoh (%b/b)

Suhu Pirolisis (oC)

Residu Arang (%b/b)

Rendemen Asap Cair

(%b/b) 1 20,76 350 41,12 33,15 2 28,00 355 32,51 34,67 3 29,32 375 30,65 32,87 4 25,40 405 26,76 37,83 5 23,59 505 22,36 31,24 6 25,41 510 27,38 30,33

Pada proses pirolisis sampah organik padat dengan menggunakan reaktor listrik

(Tabel 15), selain dihasilkan residu arang dan asap cair, juga diperoleh ter, sedangkan

Page 17: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

77

pada proses pirolisis dengan reaktor drum (Tabel 16) hanya menghasilkan residu arang

dan asap cair saja. Di samping itu, hasil pirolisis sampah dengan reaktor listrik juga

menunjukkan makin tinggi suhu pirolisis makin rendah perolehan residu arang dan

makin tinggi perolehan asap cair dan ter, sedangkan hasil pirolisis dengan reaktor drum

tidak mengikuti pola di atas. Hal ini disebabkan karena model reaktor drum yang

digunakan (Gambar 9b) mempunyai tutup atas yang rata sehingga ter tidak teruapkan,

melainkan terkarbonisasi menjadi arang.

4.2.3 Arang

Arang yang dihasilkan umumnya memiliki penampilan fisik dengan bentuk

yang beragam dan berwarna hitam. Arang ini kemudian dihaluskan hingga berbentuk

serbuk untuk keperluan analisis sifat-sifat dasar dan strukturnya. Serbuk arang ini

memiliki warna hitam, tidak berbau dan tidak larut dalam air. Residu (rendemen)

merupakan nilai yang penting untuk mengetahui hasil yang diperoleh dari suatu proses.

Tinggi rendahnya rendemen arang yang dihasilkan sangat bergantung pada kadar air

bahan baku dan suhu pirolisisnya. Bervariasinya rendemen arang yang dihasilkan juga

disebabkan komposisi bahan baku yang digunakan relatif kurang homogen. Akibat

suhu tinggi sebahagian arang berubah menjadi abu dan gas-gas yang mudah menguap,

sehingga rendemennya rendah. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Paris et al.

(2005) bahwa akibat peningkatan suhu yang tinggi pada proses pirolisis, sebahagian

arang dapat berubah menjadi abu, gas CO, H2, dan gas-gas hidrokarbon.

4.2.3.1 Karakteristik sifat-sifat dasar arang

Data hasil karakterisasi sifat-sifat dasar arang hasil pirolisis sampah organik

pasar disajikan pada Tabel 17 dan 18.

Tabel 17 Karakteristik arang hasil pirolisis dengan reaktor listrik

Kadar (%) Perlakuan Air Zat terbang Abu Karbon terikat Nilai kalor

(kalori) L0 7,45 77,06 6,32 16,62 4444 L1 0,61 72,90 3,34 23,76 4625 L2 0,95 44,55 5,91 49,54 5841 L3 0,79 32,40 6,29 61,31 5986 L4 1,72 27,32 7,26 65,42 6419 L5 0,48 14,72 8,80 76,48 6835

SNI 6,00 30,00 4,00 66,00 - Keterangan: L0 = tanpa pirolisis (kontrol) L3 = suhu 350 oC L1 = suhu 150 oC L4 = suhu 450 oC L2 = suhu 250 oC L5 = suhu 550 oC

Page 18: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

78

Tabel 18. Karakteristik arang hasil pirolisis dengan reaktor drum

Kadar (%) Perlakuan Air Zat terbang Abu Karbon terikat Nilai kalor

(kalori) D0 7,45 77,06 6,32 16,62 4444 D1 4,33 31,47 12,82 55,71 6151 D2 4,00 28,96 14,91 56,13 6337 D3 3,03 25,85 15,68 58,47 6479 D4 3,06 23,19 17,53 59,28 6633 D5 2,46 18,30 12,22 69,48 6634 D6 3,09 19,99 13,00 67,01 6640 SNI 6,00 30,00 4,00 66,00 -

Keterangan: D0 = tanpa pirolisis (kontrol) D3 = suhu 375 oC D5 = suhu 505 oC D1 = suhu 350 oC D4 = suhu 405 oC D6 = suhu 510 oC D2 = suhu 355 oC

Karakteristik arang hasil pirolisis sampah dengan reaktor listrik (Tabel 17)

menunjukkan bahwa makin tinggi suhu pirolisis makin rendah kadar zat terbang dan

makin tinggi kadar abu, karbon terikat dan nilai kalor, sedangkan arang hasil pirolisis

dengan reaktor drum (Tabel 18) menunjukkan hal yang sama untuk kadar zat terbang,

karbon terikat dan nilai kalor. Sebahagian besar sifat-sifat dasar arang hasil pirolisis

dengan reaktor listrik tidak memenuhi persyaratan SNI-01-1682-1996 (BSN 1996),

kecuali pirolisis pada suhu 550 oC, sedangkan pada arang hasil pirolisis dengan reaktor

drum sebahagian besar sifat-sifat dasarnya terutama hasil pirolisis pada suhu 505 oC

memenuhi persyaratan tersebut kecuali untuk kadar abu. Berdasarkan data tersebut

dapat disimpulkan bahwa arang hasil pirolisis sampah organik pasar dengan reaktor

drum relatif lebih berkualitas dibandingkan dengan hasil pirolisis dengan reaktor listrik.

Maka oleh karena itu, pembuatan arang untuk kebutuhan penelitian ini dilanjutkan

dengan menggunakan reaktor drum.

4.2.3.2 Daya jerap arang

1. Daya jerap terhadap iodin

Secara umum ukuran daya jerap arang terhadap iodin, sering dijadikan sebagai

dasar menilai kualitas suatu bahan dalam hal kemampuan jerapannya, terutama dalam

menyerap larutan berwarna. Nilai daya jerap arang terhadap larutan iodin pada

penelitian ini berkisar 176,46–379,76 mg/g (Gambar 15).

Page 19: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

79

176.46

225.87

379.76

281.08

0

50

100

150

200

250

300

350

400

28 405 505 510Suhu Pirolisis (oC)

Day

a je

rap

iodi

n (m

g/g)

Gambar 15 Histogram daya jerap arang terhadap larutan iodin

Arang yang mempunyai daya jerap tertinggi terhadap larutan iodin ditunjukkan

oleh perlakuan pirolisis pada suhu 505 oC dan daya jerap yang terendah terdapat pada

perlakuan kontrol/tanpa pirolisis (28 oC). Tingginya daya jerap arang hasil pirolisis ini

terhadap iodin menggambarkan meningkatnya permukaan aktif arang akibat perlakuan

suhu pada pirolisis. Pergeseran pelat-pelat karbon akibat suhu tinggi mendorong

senyawa hidrokarbon, ter, dan senyawa organik lainnya untuk keluar pada saat pirolisis

(Gambar 19). Hal ini sesuai dengan pernyataan Agustina (2004) dan Concheso et al.

(2005) bahwa rendahnya daya jerap suatu bahan bisa disebabkan karena masih

banyaknya senyawa hidrokarbon dan komponen lain seperti ter, abu, air, nitrogen, dan

sulfur yang terdapat pada permukaan arang. Akan tetapi pada suhu yang lebih tinggi

dapat menyebabkan daya jerap arang berkurang. Menurut Tansel & Nagarajan (2004)

berkurangnya daya jerap arang akibat terjadi kerusakan atau erosi pada dinding pori

arang yang menyusun struktur mikropori pada saat proses pirolisis berlangsung. Dalam

hal daya jerap untuk arang belum ada persyaratan SNI-nya, karena arang jarang

digunakan secara langsung sebagai adsorben, akan tetapi lazimnya diaktivasi terlebih

dahulu menjadi arang aktif.

2. Daya jerap arang terhadap benzena

Penetapan daya jerap arang terhadap uap benzena (C6H6) bertujuan untuk

mengetahui kemampuan arang dalam menjerap berbagai macam gas yang bersifat

nonpolar. Nilai daya jerap arang terhadap uap benzena dalam waktu 24 jam berkisar

8,00–12,37 % dan dalam waktu 48 jam berkisar 6,21-11,72 % (Gambar 16). Daya jerap

Page 20: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

80

arang yang tertinggi terhadap uap benzena ditunjukkan pada waktu 24 jam dari

perlakuan pirolisis pada suhu 505 oC. Daya jerap arang dalam waktu 24 jam lebih

tinggi dibanding dengan daya jerap dalam waktu 48 jam. Hal ini disebabkan tingkat

kejenuhan uap benzena dalam chember berkurang akibat dibuka tutupnya pada waktu

pengukuran 24 jam. Di samping itu, waktu 24 jam sudah menggambarkan kemampuan

jerapan arang terhadap uap atau gas yang bersifat non polar.

8.009.53

12.37

9.85

6.217.23

11.72

8.61

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

28 405 505 510Suhu Pirolisis (oC)

Day

a je

rap

benz

ena

(%)

24 jam48 jam

Gambar 16 Histogram daya jerap arang terhadap uap benzena

Rendahnya daya jerap arang terhadap uap benzena disebabkan oleh pori yang

terbentuk pada permukaannya masih banyak mengandung senyawaan non polar,

sehingga gas atau uap yang dapat dijerap menjadi lebih sedikit (Pari 1996). Dengan

kata lain, permukaan arang masih ditutupi oleh berbagai senyawaan yang bersifat polar

seperti golongan fenolik, aldehid dan asam-asam karboksilat dari hasil karbonisasi

yang tidak sempurna, sehingga penjerapan terhadap uap benzena menjadi rendah.

4.2.3.3 Identifikasi Struktur Arang

1. Identifikasi gugus fungsi

Gugus fungsi dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya diidentifikasi dengan

spektrofotometer FTIR. Hasil analisis spektrum absorpsi IR dapat memberi petunjuk

tentang perubahan gugus fungsi senyawa akibat perubahan suhu pirolisisnya. Hasil

serapan arang terhadap spektrum IR ditunjukkan pada Gambar 17 dan Tabel 19.

Page 21: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

81

28 oCTr

ansm

isi (

%)

405 oC

505 oC

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 17 Spektrum serapan IR bahan baku dan arang hasil pirolisisnya

Tabel 19 Data bilangan gelombang serapan IR dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya

Suhu Pirolisis (oC)

Bilangan gelombang (cm-1)

28 3421,5 – 2920,0 – 2854,5 – 1635,5 – 1508,2 – 1056,9 – 617,2

405 3425,3 – 2923,9 – 1585,4 – 1438,8 – 1091,6 – 875,6

505 3409,9 – 2923,9 – 1577,7 – 1438,8 – 1103,2 – 875,6

Pola spektrum serapan IR dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya

mengalami perubahan sesuai dengan perubahan suhunya. Selama proses pirolisis

terjadi penguraian struktur kimia yang diperlihatkan oleh adanya perubahan pola

spektrum, yaitu dengan menurunnya persentase serapan di daerah bilangan gelombang

3425,3-3409,9 dan 2923,9-2920,0 cm-1, serapan yang hilang ditunjukkan di daerah

bilangan gelombang 1635,5; 1508,2 dan 617,2 cm-1. Di samping itu, pada arang yang

dihasilkan terdapat serapan baru di daerah bilangan gelombang 1585,4-1577,7; 1438,8;

1103,2-1091,6 dan 875,6 cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan suhu pirolisis

mengakibatkan perubahan gugus fungsi, yang diikuti terbentuknya senyawa baru

melalui mekanisme radikal. Hasil ini sesuai dengan yang dikemukan Demirbas (2005)

bahwa makin tinggi suhu pirolisis suatu bahan makin banyak gugus-gugus fungsi yang

teroksidasi atau terurai sehingga menjadi hilang atau tingkat serapannya berkurang atau

menyebabkan pergeseran bilangan gelombang serapannya.

Page 22: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

82

Gugus-gugus fungsi yang teridentifikasi pada bahan baku tanpa pirolisis (28 oC)

antara lain adanya regang OH dengan serapan kuat di daerah bilangan gelombang

3421,5 cm-1, regang C-H dengan serapan lemah di daerah 2920,0 dan 2854,5 cm-1,

regang C=C dengan serapan sedang di daerah 1635,5 cm-1, ikatan C-O dari gugus eter

alifatik ditunjukkan di daerah 1056,9 cm-1 dengan serapan sedang, dan adanya struktur

polisiklik diindikasikan di daerah 617,2 cm-1 dengan serapan lemah. Gugus-gugus

fungsi yang teridentifikasi pada arang hasil pirolisis dengan suhu 405 oC antara lain

adanya regang OH dengan serapan kuat di daerah 3425,3 cm-1, regang C-H dengan

serapan lemah di daerah 2923,9 cm-1, regang C=C dengan serapan sedang di daerah

1585,4 cm-1, ikatan C-H dari senyawa alifatik juga diindikasikan di daerah 1438,8 cm-1

dengan serapan sedang, ikatan C-O dari gugus eter alifatik ditunjukkan di daerah

1091,6 cm-1 dengan serapan sedang, dan adanya struktur polisiklik diindikasikan di

daerah 875,6 cm-1 dengan serapan lemah. Pada arang hasil pirolisis dengan suhu 505 oC

teridentifikasi gugus-gugus fungsi antara lain adanya regang OH dengan serapan kuat

di daerah 3409,9 cm-1, regang C-H dengan serapan lemah di daerah 2923,9 cm-1,

regang C=C dengan serapan sedang di daerah 1577,7 cm-1, ikatan C-H dari senyawa

alifatik juga diindikasikan di daerah 1438,8 cm-1 dengan serapan sedang, ikatan C-O

dari gugus eter alifatik ditunjukkan di daerah 1103,2 cm-1 dengan serapan lemah, dan

adanya struktur polisiklik diindikasikan di daerah 875,6 cm-1 dengan serapan lemah.

Berdasarkan data di atas dapat dikemukakan bahwa gugus-gugus fungsi yang

teridentifikasi baik pada bahan baku tanpa pirolisis maupun arang hasil pirolisis pada

suhu 405 dan 505 oC secara umum relatif sama, akan tetapi tingkat serapannya yang

cenderung menurun dan bilangan gelombangnya sedikit bergeser dengan semakin

meningkatnya suhu pirolisis. Hasil ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh

Menendez et al. (1999) bahwa pada proses pirolisis suatu bahan pada suhu tinggi, maka

akan terjadi pergeseran serapan bilangan gelombang antara produk dengan bakunya.

2. Identifikasi pola struktur kristal

Pola struktur dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya pada berbagai

tingkatan suhu ditelusuri dengan difraktometri XRD. Analisis ini bertujuan mengetahui

Page 23: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

83

struktur kristal suatu bahan, dan perubahan strukturnya akibat perubahan suhu pirolisis.

Hasil analisis dengan XRD ditunjukkan pada Gambar 18 dan Tabel 20.

28 oC

Inte

nsita

s

405 oC

505 oC

Sudut difraksi (derajat)

Gambar 18 Difraktogram bahan baku dan arang hasil pirolisisnya

Tabel 20 Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya

Suhu pirolisis

(oC)

X (%) θ d1

(nm) θ d2 (nm)

Lc (nm) N La

(nm)

28 47,72 21 0,423 - - 3,996 9,453 -

405 43,45 22 0,404 40 0,225 4,031 9,978 8,357

505 43,50 22 0,404 42 0,215 4,031 9,978 8,405

Data Tabel 20 menunjukkan bahwa derajat kristalinitas dan jarak antar lapisan

aromatik makin sempit dengan meningkatnya suhu. Namun pada proses pirolisis

dengan suhu 405 sampai 505 oC tidak menunjukkan perbedaan jarak antar lapisan

kristal. Hal ini berarti bahwa makin tinggi suhu pirolisis makin banyak struktur kristal

arang yang menyusut, sehingga derajat kristalinitasnya menurun. Hasil ini bertolak

belakang dengan yang diperoleh Schukin et al. (2002) bahwa derajat kristalinitas suatu

bahan meningkat seiring terjadi peningkatan suhu pirolisisnya.

Page 24: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

84

3. Identifikasi pola struktur

Pola struktur permukaan pori dari suatu bahan digambarkan dengan fotograph

SEM. Analisis ini bertujuan mengetahui topografi permukaan struktur akibat perubahan

suhu pirolisisnya. Data hasil analisis SEM ditunjukkan pada Gambar 19.

28 oC

405 oC

505 oC

Gambar 19 Topografi permukaan bahan baku dan arang hasil pirolisisnya

Tabel 21 Diameter permukaan pori bahan baku dan arang hasil pirolisisnya

Suhu pirolisis (oC)

Diameter pori (µm)

28

-

405 0,4-1,3

505 0,5-1,7

Pada Gambar 19 dan Tabel 21 diperlihatkan pola topografi permukaan bahan

baku dan arang hasil pirolisisnya mengalami perubahan sesuai dengan kenaikan suhu.

Bahan baku tanpa pirolisis (28 oC), memperlihatkan topografi permukaannya belum

terbentuk pori-pori, sedangkan pada arang hasil pirolisisnya, baik pada suhu 405 oC

maupun pada suhu 505 oC, topografi permukaannya memperlihatkan pembentukan pori

yang makin besar sesuai kenaikan suhu. Pori-pori yang terbentuk diperkirakan berasal

dari adanya zat yang menguap (zat terbang) dari struktur yang terdegradasi akibat

panas yang tinggi pada proses tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Novicio et al. (1998) bahwa proses terbentuknya pori-pori pada arang

disebabkan oleh karena menguapnya sejumlah zat yang dikandung oleh bahan baku

tersebut akibat terjadinya pirolisis.

Semakin besar atau lebarnya ukuran pori yang terbentuk pada suatu bahan yang

disebabkan oleh peningkatan suhu pirolisis, ada kemungkinan semakin banyak pula

Page 25: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

85

jumlah komponen bahan baku yang terdegradasi akan menguap. Penguapan komponen-

komponen tersebut dapat mengakibatkan pergeseran antara lapisan kristal dan

mengubah struktur kristal arang, sehingga terbentuk kristal baru yang berbeda dengan

struktur bahan asalnya. Di samping itu, dengan menguapnya produk dekomposisi pada

proses pirolisis semakin menguntungkan karena bila tidak menguap, komponen

tersebut akan menutupi celah di antara lembaran kristal arang, sehingga kinerja arang

akan berkurang (Villegas & Valle 2001). Oleh karena itu, proses pirolisis suatu bahan

dapat mengubah pola struktur permukaannya.

4.2.4 Asap Cair

4.2.4.1 Rendemen

Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting untuk mengetahui

hasil dari suatu proses. Asap cair pada penelitian ini dihasilkan melalui proses

kondensasi asap yang dikeluarkan dari reaktor pirolisis. Selama proses pirolisis terjadi

penguapan berbagai macam senyawa kimia. Data asap cair yang dihasilkan pada proses

pirolisis sampah organik disajikan pada Tabel 22 dan 23.

Rendemen asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis sampah organik padat

selama 5 jam dengan reaktor listrik berkisar 18,51-51,14% (Tabel 22), sedangkan yang

dihasilkan pada pirolisis dengan reaktor drum berkisar 30,33-37,83% (Tabel 23).

Rendemen asap cair yang dihasilkan pada ke dua jenis reaktor di atas lebih rendah

dibanding hasil asap cair yang diperoleh Tranggono et al. (1996) pada pirolisis

beberapa jenis kayu dengan kisaran suhu 350-400 oC yang menghasilkan asap cair

dengan rendemen rata-rata 49,10%.

Tabel 22 Data rendemen dan warna asap cair hasil pirolisis dengen reaktor listrik

Percobaan Suhu pirolisis (oC)

Rendemen (%b/b) Warna

1 150 18,51 Coklat kekuningan

2 250 37,01 Coklat tua

3 350 42,09 Coklat tua

4 450 45,33 Merah kecoklatan

5 550 51,14 Merah kecoklatan

Page 26: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

86

Tabel 23 Data rendemen dan warna asap cair hasil pirolisis dengen reaktor drum

Rendemen Percobaan Suhu pirolisis (oC) (%b/b)

Warna

1 350 33,15 Coklat kekuningan

2 355 34,67 Coklat kekuningan

3 375 32,87 Coklat kekuningan

4 405 37,83 Merah kecoklatan

5 505 31,24 Merah kecoklatan

6 510 30,33 Merah kecoklatan

Jumlah rendemen asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis sangat

bergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Persentase rendemen yang

diperoleh juga sangat bergantung pada sistim kondensasi yang dipakai. Kondisi ini

sesuai dengan yang dikemukakan Tranggono et al (1996), bahwa untuk pembentukan

asap cair digunakan air sebagai medium pendingin agar proses pertukaran panas dapat

terjadi dengan cepat. Pirolisis pada suhu yang terlalu tinggi dan waktu yang terlalu

lama akan menyebabkan pembentukan asap cair berkurang karena suhu dalam air

pendingin semakin meningkat sehingga asap yang dihasilkan tidak terkonsensasi secara

optimal (sempurna). Proses kondensasi akan berlangsung optimal apabila air di dalam

sistim pendingin dialiri secara kontinyu sehingga suhu dalam sistim pendingin tidak

meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Demirbas (2005) bahwa asap cair hasil

proses pirolisis bahan kayu dapat dihasilkan secara maksimum jika proses

kondensasinya berlangsung secara sempurna.

4.2.4.2 Kualitas asap cair

Kualitas asap cair sangat bergantung pada komposisi senyawa-senyawa yang

dikandungnya. Kriteria mutu asap cair baik cita rasa maupun aroma sebagai ciri khas

yang dimiliki asap ditentukan oleh golongan senyawa yang dikandungnya. Senyawa

yang terdapat di dalam asap cair sangat bergantung pada kondisi pirolisis dan bahan

baku yang digunakan (Nakai et al. 2006). Di samping itu, proses pirolisis bahan yang

tidak sempurna dapat menyebabkan komponen-komponen kimia yang dihasilkan dalam

asap cair kurang lengkap. Komponen kimia yang telah diidentifikasi pada asap cair

Page 27: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

87

antara lain dijumpai senyawa-senyawa golongan fenol, karbonil, asam-asam

karboksilat, furan, hidrokarbon, alkohol, dan lakton (Girard 1992).

1. Kadar Fenol

Identifikasi senyawaan fenolik dalam asap cair hasil pirolisis sampah organik

padat diharapkan dapat mewakili kriteria mutunya, sehingga sasaran penggunaannya

akan lebih tepat. Data hasil analisis rata-rata kadar total fenol asap cair disajikan pada

Tabel 24 dan 25. Tabel 24 Data total fenol asap cair hasil pirolisis dengan reaktor listrik

Percobaan Suhu pirolisis (oC)

Kadar total fenol (mg/l)

1 150 46,80 2 250 143,00 3 350 152,39 4 450 158,70 5 550 124,60

Tabel 25 Data total fenol asap cair hasil pirolisis dengan reaktor drum

Percobaan Suhu pirolisis (oC)

Kadar total fenol (mg/l)

1 350 61,50 2 355 70,20 3 375 82,50 4 405 128,27 5 505 223,95 6 510 129,19

Kadar total fenol dalam asap cair hasil pirolisis sampah organik pasar dengan

reaktor listrik berkisar 46,80-158,70 mg/l dan kadar yang paling tinggi diperoleh pada

pirolisis dengan suhu 450 oC (Tabel 24), sedangkan hasil pirolisis dengan reaktor drum

berkisar 61,50-223,95 mg/l dan kadar yang paling tinggi diperoleh pada pirolisis

dengan suhu 505 oC (Tabel 25). Faktor utama yang menentukan kadar total fenol dalam

asap cair adalah banyaknya asap yang dihasilkan selama proses pirolisis berlangsung.

Jumlah asap yang dihasilkan sangat bergantung pada bahan baku yang

digunakan dan suhu yang dicapai selama proses. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan Djatmiko et al. (1985) bahwa keberadaan senyawa-senyawa kimia dalam

asap cair dipengaruhi oleh kandungan kimia dari bahan baku yang digunakan dan suhu

Page 28: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

88

yang dicapai pada proses pirolisis. Berkaitan dengan hal tersebut, Byrne & Nagle

(1997) mengatakan penguapan, penguraian atau dekomposisi komponen kimia kayu

pada proses pirolisis terjadi secara bertahap, yaitu pada suhu 100-150 oC hanya terjadi

penguapan molekul air; pada suhu 200 oC mulai terjadi penguraian hemiselulosa; pada

suhu 240 oC mulai terdekomposisi selulosa menjadi larutan pirolignat, gas CO, CO2,

dan sedikit ter; pada suhu 240-400 oC, terjadi proses dekomposisi selulosa dan lignin

menjadi larutan pirolignat, gas CO, CH4, H2 dan ter lebih banyak; dan pada suhu di atas

400 oC terjadi pembentukan lapisan aromatik.

Kadar total fenol asap cair dalam kondisi terbaik pada penelitian ini, yaitu

2,24x10-2 %. Nilai ini sangat jauh berbeda dengan kadar total fenol yang diperoleh

Tranggono, et al. (1996) pada proses pirolisis berbagai jenis kayu pada suhu 350-400 oC dengan menghasilkan total fenol rata-rata 2,90%. Kadar senyawa fenolik yang

didapat Yulistiani (1997) dalam asap cair hasil pirolisis tempurung kelapa adalah

1,28%, sedangkan Nurhayati (2000) berhasil memperoleh kadar fenol 3,24% dalam

asap cair hasil pirolisis kayu tusam. Kadar total fenol yang lebih tinggi didapat oleh

Darmadji (1995), yaitu berkisar 2,10-5,13%. Demirbas (2005) telah berhasil

mengidentifikasi 2 macam senyawa fenol dalam asap cair hasil pirolisis bahan kayu

pada suhu 735 oK, yaitu 2,6-dimetoksifenol dan 3-metil-2,6-dimetoksifenol dengan

kadar kadar berturut-turut 0,74 dan 0,62%, sedangkan Tranggono et al. (1997) telah

mengidentifikasi 5 macam senyawa-senyawa golongan fenol dalam asap cair hasil

pirolisis berbagai jenis kayu pada suhu 350-400 oC, yaitu 2-metoksifenol, 4-metil-2-

metoksifenol, 4-etil-2-metoksifenol, 2,6-dimetoksifenol, dan 2,5-dimetoksifenol.

2. Nilai pH Nilai pH merupakan salah satu parameter kualitas dari asap cair yang

dihasilkan. Pengukuran nilai pH dalam asap cair yang dihasilkan bertujuan untuk

mengetahui tingkat proses penguraian bahan baku secara pirolisis, juga untuk

menghasilkan asam alami berupa asap. Hasil pengukuran nilai pH rata-rata dalam asap

cair hasil pirolisis sampah organik pasar ditunjukkan pada Tabel 26 dan 27. Asap cair

yang dihasilkan pada proses pirolisis sampah organik padat baik dengan menggunakan

reaktor listrik (Tabel 26) maupun reaktor drum (Tabel 27) ditinjau dari nilai pH-nya

tergolong asam. Akan tetapi tingkat keasaman asap cair yang dihasilkan pada proses

pirolisis dengan reaktor listrik lebih tinggi dibandingkan hasil pirolisis dengan reaktor

drum. Hasil ini disebabkan karena penguraian atau dekomposisi komponen kimia

Page 29: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

89

dalam masing-masing bahan baku semakin sempurna dengan meningkatnya suhu. Nilai

pH yang terendah pada pirolisis dengan reaktor listrik ditunjukkan pada suhu pirolisis

150 oC, yaitu 3,02, sedangkan hasil pirolisis dengan reaktor drum ditunjukkan pada

suhu pirolisis 405 oC, yaitu 3,80.

Tabel 26 Rataan nilai pH asap cair hasil pirolisis dengan reaktor listrik

Percobaan Suhu pirolisis (oC) pH

1 150 3,02 2 250 3,13 3 350 3,23 4 450 3,36 5 550 3,19

Tabel 27 Rataan nilai pH asap cair hasil pirolisis dengan reaktor drum

Percobaan Suhu pirolisis (oC) pH

1 350 4,25 2 355 4,09 3 375 4,78 4 405 3,80 5 505 4,10 6 510 3,84

Jika nilai pH rendah berarti asap yang dihasilkan berkualitas tinggi terutama

dalam hal penggunaannya sebagai bahan pengawet makanan (Nurhayati 2000). Nilai

pH yang rendah secara keseluruhan berpengaruh terhadap nilai awet dan daya simpan

produk asap ataupun sifat organoleptiknya. Ditinjau dari tingkat keasaman untuk

penggunaannya sebagai pengawet, maka asap cair hasil pirolisis dengan reaktor listrik

relatif berkualitas lebih baik dibandingkan dengan reaktor drum karena bersifat lebih

asam sehingga nilai awetnya lebih lama. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh

Pszczola (1995) bahwa asap cair dapat digunakan sebagai bahan pengawet apabila

mengandung senyawaan fenolik dan asam yang berperan sebagai antibakteri dan

antioksidan. Lebih lanjut, Bukle et al. (1985) menyatakan asap cair yang bersifat asam

dapat digunakan sebagai pengawet karena asam berfungsi menurunkan nilai pH,

sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

Page 30: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

90

4.2.4.3 Komponen kimia asap cair

Asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis sampah organik pasar terlebih dahulu dilarutkan dalam pelarut metanol untuk selanjutnya diidentifikasi kandungan kimianya dengan teknik GCMS menggunakan kolom kapiler HP Ultra-2 dengan suhu injektor 250 oC, gas pembawa helium dan kecepatan alir 0,6 μl/menit serta volume injeksinya 1 μl. Kromatogram GCMS dari asap cair yang dihasilkan pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 20.

Kel

impa

han

Waktu retensi (menit)

Gambar 20 Kromatogram asap cair hasil pirolisis sampah organik pasar

Gambar 20 memperlihatkan bahwa asap cair yang dihasilkan pada proses

pirolisis sampah organik pasar menunjukkan pemisahan komponen kimianya melalui

puncak-puncak kromatogram yang muncul pada GC. Puncak-puncak tersebut mulai

muncul pada waktu retensi 3,04 hingga 47,44 menit dan berdasarkan chemstation data

system yang dipunyai alat tersebut teridentifikasi sebanyak 61 senyawa penyusun asap

cair hasil pirolisis sampah organik pasar (Lampiran 10). Dari data tersebut terdapat dua

senyawa dengan konsentrasi tertinggi, yaitu 1,1-dimetil hidrazin (8,98%), dan 2,6-

dimetoksi fenol (8,68%). Di antara ke-61 senyawa yang teridentifikasi pada asap cair

terdapat 17 senyawa (27,9%) golongan keton, 14 senyawa (23%) yang merupakan

golongan fenolik, 8 senyawa (13%) golongan asam karboksilat, 7 senyawa (11,5%)

golongan alkohol, 4 senyawa (6,6%) golongan ester, 3 senyawa (4,9%) golongan

aldehid dan lain-lain rata-rata 1 senyawa (1,6%).

Page 31: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

91

Hasil ini dari sisi komponen penyusun asap cair tidak jauh berbeda dengan yang

diperoleh Maga (1998) dalam Firmansyah (2004), yang melakukan pirolisis bahan kayu

memperoleh air (11-92%), senyawa fenolik (0,2-2,9%), asam-asam organik (2,8-4,5%),

dan karbonil (2,6-4,6%). Demikian juga halnya dengan hasil penelitian Bratzler et al.

(1969), bahwa komponen utama kondensat asap kayu, yaitu karbonil (24,6%), asam

karboksilat (39,9%), dan senyawaan fenolik (15,7%). Lebih lanjut, Tranggono et al.

(1997) sudah mendapatkan tujuh macam komponen kimia utama dalam asap cair

tempurung kelapa, yaitu senyawaan fenolik, 2-metoksifenol, 2-metoksi-4-metilfenol, 4-

etil-2-metoksi-fenol, 2,6-dimetoksifenol, 2,5-dimetoksifenol, dan 3-metil-1,2-siklo-

pentadion, yang larut dalam eter.

Sementara Yulistiani (1997) mendapatkan kandungan senyawaan fenolik

sebesar 1,28% dalam asap cair tempurung kelapa. Komponen fenol tertinggi (3,24%)

terdapat pada asap cair kayu tusam, kadar asam asetat tertinggi (6,33%) kayu bakau,

dan kadar alkohol tertinggi (2,94%) pada kayu jati. Hasil penelitian lain dilaporkan

oleh Wanjala et al. (2002) dalam Chacha et al. (2005) bahwa asap cair dari akar kayu

Erythrina latissima mengandung beberapa senyawa alkaloid, stilbenoid, lignan, dan

flavonoid. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diyakini bahwa pada hampir semua asap

cair dari berbagai jenis kayu dijumpai adanya senyawa golongan fenolik. Oleh karena

itu, asap cair dapat digunakan sebagai salah satu bahan pengawet alami. Hal ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh Pszczola (1995) bahwa asap cair yang mengandung

sejumlah komponen fenolik dan asam dapat digunakan sebagai bahan pengawet.

Pada asap cair yang dihasilkan pada penelitian ini, selain diidentifikasi terdapat

senyawaan fenolik, juga diketahui adanya senyawa golongan lakton. Oleh karena itu,

asap cair selain dapat digunakan sebagai pengawet juga mempunyai potensi sebagai

pengendali hama. Menurut Nurhayati (2000), asap cair juga dapat digunakan sebagai

pestisida karena umumnya mengandung senyawa toksik terutama golongan lakton.

Narasimhan et al. (2005) telah menemukan dua senyawa turunan lakton, yaitu

salanobutirolakton dan desasetilsalanobutirolakton yang aktif sebagai antifeedant bagi

serangga. Di samping itu, Frackowiak et al. (2006), juga melaporkan senyawa turunan

lakton, yaitu gamma butirolakton berperan sebagai antifeedant bagi serangga.

Page 32: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

92

4.3 Pembuatan Arang Aktif

4.3.1 Karakteristik Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan pada percobaan ini adalah arang hasil pirolisis

sampah organik pasar dengan menggunakan reaktor drum (Gambar 9b) dengan suhu

pirolisis ± 500 oC dalam waktu 5 jam. Arang yang diperoleh pada kondisi ini

merupakan arang berkualitas terbaik dari bahan baku sampah organik pasar yang

mendekati persyaratan SNI-01-1682-1996 kecuali untuk parameter kadar abu. Arang

yang akan digunakan pada setiap perlakuan aktivasi terlebih dahulu dicacah secara

manual agar ukurannya lebih kecil, sehingga kontak dengan panas pada saat diaktivasi

akan lebih merata dan cepat.

4.3.2 Identifikasi Struktur Arang Aktif

4.3.2.1 Identifikasi gugus fungsi arang aktif

Hasil analisis spektrum serapan IR pada arang aktif dapat memberi petunjuk

tentang perubahan gugus fungsi senyawa akibat perlakuan akitivasi baik pengaruh

aktivator, waktu, suhu maupun interaksi antar faktor tersebut.

1. Aktivasi arang dengan aktivator panas

Spektrum serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi dengan menggunakan

aktivator panas ditunjukkan pada Gambar 21.

W1S1

W2S1

Tran

smis

i (%

)

W1S2

W2S2

Bilangan gelombang (cm-1) W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 21 Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi panas

Page 33: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

93

Tabel 28 Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi panas

Perlakuan Bilangan gelombang (cm-1)

W1S1 3429,2 – 2858,3 – 1423,4 – 1053,1 – 875,6

W2S1 3394,5 – 2923,9 – 2854,5 – 1743,5 – 1454,2 – 1033,8 - 879,5

W1S2 3425,3 – 2854,5 – 1419,5 – 1045,3 – 875,6

W2S2 3417,6 – 2923,9 – 2854,5 – 1743,5 – 1427,2 – 1045,3 – 875,6 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Berdasarkan Gambar 21 dan data Tabel 28 diperlihatkan bahwa arang aktif hasil

aktivasi dengan panas cenderung makin bertambah daerah serapannya dengan semakin

lamanya waktu aktivasi, sedangkan dengan semakin meningkatnya suhu aktivasi hanya

terjadi pergeseran daerah serapannya. Gugus-gugus fungsi yang teridentifikasi pada

perlakuan aktivasi arang dengan aktivator panas secara umum tidak jauh berbeda

dengan gugus-gugus fungsi dari bahan bakunya (Gambar 17 dan Tabel 19), kecuali

pada perlakuan waktu aktivasi selama 120 menit baik pada suhu 700 maupun 800 oC

munculnya serapan IR di daerah bilangan gelombang 1743,5 cm-1 yang berarti

terbentuknya gugus karbonil (C=O). Hal ini dapat terjadi akibat panas yang diberikan

dalam waktu lebih lama menyebabkan sebagian senyawa selulosa dan/atau lignin

terdekomposisi menjadi senyawa karbonil, terutama golongan aldehid dan asam-asam

karboksilat. Hasil ini sesuai dengan yang dikemukakan Pastorova et al. (1994), bahwa

akibat panas dalam waktu yang lama sebagian molekul selulosa dan lignin akan terurai

melalui mekanisme radikal membentuk senyawa baru yang lebih stabil.

2. Aktivasi arang dengan aktivator uap H2O

Spektrum serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi dengan menggunakan

aktivator uap H2O ditunjukkan pada Gambar 22.

Page 34: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

94

W1S1Tr

ansm

isi (

%)

W2S1

W1S2

W2S2

Bilangan gelombang (cm-1) W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 22 Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi uap H2O

Tabel 29 Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi uap H2O

Perlakuan Bilangan gelombang (cm-1)

W1S1 3417,6 – 2850,6 – 1450,4 – 1126,4 – 875,6

W2S1 3425,3 – 2923,9 – 1427,2 – 1161,1 – 875,6

W1S2 3444,6 – 2854,5 – 1442,7 – 1164,9 – 875,9

W2S2 3409,9 – 2920,0 – 1427,2 – 1060,8 – 875,6 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Dari Gambar 22 dan data Tabel 29 dapat diketahui bahwa arang aktif hasil

aktivasi dengan uap H2O hampir semua perlakuan waktu dan suhu aktivasi cenderung

mempunyai daerah serapan yang sama. Akan tetapi dibandingkan dengan serapan IR

pada bahan bakunya (Gambar 17 dan Tabel 19) terdapat daerah serapan yang hilang di

sekitar bilangan gelombang 1577,7 cm-1 pada arang aktif ini. Namun serapan IR arang

aktif pada semua perlakuan ini menunjukkan pita serapan yang lebih kuat di daerah

sekitar 1450,4-1427,2 cm-1, yang berarti perlakuan ini meningkatkan konsentrasi C-H

dari senyawa alifatik. Di samping itu, semua perlakuan ini juga memperkuat

Page 35: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

95

keberadaan gugus hidroksil (OH) yang ditunjukkan dengan tidak berubahnya secara

berarti pita serapan di daerah 3444,6-3409,9 cm-1. Hal ini dapat terjadi karena uap H2O

pada suhu aktivasi yang tinggi dengan waktu lebih lama akan terurai menjadi radikal

hidrogen (oH) dan hidroksil (oOH) sehingga memungkinkan terjadi reaksi dengan atom

karbon yang dapat meningkatkan konsentrasi OH. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan Ercin & Yurum (2003), bahwa selama proses karbonisasi terjadi

perubahan gugus fungsi yang diikuti oleh pembentukan reaksi baru. Arang aktif hasil

aktivasi dengan uap H2O menunjukkan separan di daerah bilangan gelombang 4000-

3000 cm-1 lebih kuat dibandingkan dengan arang aktif hasil aktivasi panas sehingga

tingkat kepolarannya relatif lebih besar.

3. Aktivasi arang dengan aktivator larutan KOH 0,5M

Spektrum serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi dengan menggunakan

aktivator larutan KOH 0,5M ditunjukkan pada Gambar 23.

W1S1

Tran

smis

i (%

)

W2S1

W1S2

W2S2

Bilangan gelombang (cm-1) W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 23 Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M

Tabel 30 Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M

Page 36: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

96

Perlakuan Bilangan gelombang (cm-1)

W1S1 3436,9 – 2854,5 – 1639,4 – 1427,2 – 1130,2 – 875,6

W2S1 3448,5 – 2923,9 – 1639,4 – 1423,4 – 1083,9 – 875,6

W1S2 3444,6 – 2923,9 – 1639,4 – 1461,9 – 1049,2 – 867,9

W2S2 3448,5 – 2923,9 – 1639,4 – 1404,1 – 1060,8 – 875,6 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Berdasarkan Gambar 23 dan data Tabel 30 diperlihatkan bahwa arang aktif hasil

aktivasi dengan larutan KOH 0,5M cenderung mempunyai serapan di daerah bilangan

gelombang yang sama artinya gugus-gugus fungsi pada arang aktif ini tidak berbeda

akibat perbedaan waktu dan suhu aktivasi. Akan tetapi pita serapan IR arang aktif pada

semua perlakuan ini ada yang bertambah, yaitu di daerah 1639,4 cm-1 dibandingkan

dengan pita serapan IR pada bahan bakunya (Gambar 17 dan Tabel 19), sehingga

akibat perlakuan tersebut mengindikasikan terbentukan gugus C=O pada arang aktif

yang dihasilkan. Namun daerah serapan lainnya cenderung sama dengan bahan

bakunya. Di samping itu, akibat perlakuan ini, pita serapan di daerah 3448,5 - 3436,9

cm-1 semakin kuat, sehingga arang aktif yang dihasilkan mengandung konsentrasi OH

yang besar, akibatnya arang aktif lebih bersifat polar.

4. Aktivasi arang dengan aktivator larutan KOH 1M

Spektrum serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi dengan menggunakan

aktivator larutan KOH 1M ditunjukkan pada Gambar 24.

Page 37: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

97

W1S1Tr

ansm

isi (

%)

W2S1

W1S2

W2S2

Bilangan gelombang (cm-1) W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 24 Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi KOH 1M

Tabel 31 Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi KOH 1M

Perlakuan Bilangan gelombang (cm-1)

W1S1 3429,2 – 2923,9 – 1631,7 – 1384,8 – 1053,1 – 867,9

W2S1 3448,5 – 2923,9 – 1639,4 – 1461,9 – 1064,6 – 867,9

W1S2 3433,1 – 2923,9 – 1627,8 – 1388,7 – 1114,8 – 875,6

W2S2 3448,5 – 2923,9 – 1639,4 – 1404,1 – 1083,9 – 867,9 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Dari Gambar 24 dan data Tabel 31 ditunjukkan bahwa arang aktif hasil aktivasi

dengan larutan KOH 1M relatif tidak berbeda dengan arang aktif hasil aktivasi dengan

larutan KOH 0,5M, kecuali tingkat serapan IR-nya pada beberapa daerah. Hal ini

berarti tingkat konsentrasi larutan KOH cenderung tidak memberi pengaruh terhadap

perubahan gugus-gugus fungsi pada arang aktif yang dihasilkan. Arang aktif hasil

aktivasi dengan KOH mengandung lebih banyak gugus OH dan juga residu kalium

Page 38: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

98

oksida di dalam strukturnya sehingga tingkat kepolarannya lebih tinggi dibandingkan

dengan arang aktif hasil aktivasi uap H2O (Gambar 22) dan panas (Gambar 21)

terutama di daerah bilangan gelombang 4000-3000 cm-1. Arang aktif ini bersifat basa.

5. Aktivasi arang dengan aktivator larutan H3PO4 0,5M

Spektrum serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi dengan menggunakan

aktivator l larutan H3PO4 0,5M ditunjukkan pada Gambar 25.

W1S1

Tran

smis

i (%

)

W2S1

W1S2

W2S2

Bilangan gelombang (cm-1) W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 25 Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M

Tabel 32 Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M

Perlakuan Bilangan gelombang (cm-1)

W1S1 3433,1 – 2854,5 – 1627,8 – 1527,5 – 1083,9

W2S1 3433,1 – 2854,5 – 1627,8 – 1407,9 – 1083,9

W1S2 3436,9 – 2854,5 – 1627,8 – 1404,1 – 1083,9

W2S2 3433,1 – 2854,5 – 1735,8 – 1438,8 – 1118,6 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Page 39: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

99

Berdasarkan Gambar 25 dan data Tabel 32 diperlihatkan bahwa arang aktif hasil

aktivasi dengan larutan H3PO4 0,5M cenderung mempunyai serapan di daerah bilangan

gelombang yang sama dengan arang aktif hasil aktivasi dengan larutan KOH 0,5 atau

1M. Namun, yang berbeda hanyalah tingkatan serapannya dan terjadinya sedikit

pergeseran serapan ke arah bilangan gelombang yang lebih rendah pada arang aktif ini.

Dengan demikian gugus-gugus fungsi pada arang aktif ini relatif tidak berbeda

dibandingkan hasil aktivasi larutan KOH baik pada konsentrasi 0,1 maupun 1M, namun

cenderung berbeda dibandingkan dengan arang aktif hasil aktivasi uap H2O dan panas

terutama serapan pada daerah bilangan gelombang 4000-3000 cm-1. maupun akibat

pengaruh waktu dan suhu aktivasinya. Arang aktif ini mengandung residu P2O3 atau

P2O5 pada strukturnya sehingga tingkat kepolarannya relatif tinggi dan bersifat asam.

6. Aktivasi arang dengan aktivator larutan H3PO4 1M

Spektrum serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi dengan menggunakan

aktivator larutan H3PO4 1M ditunjukkan pada Gambar 26.

W1S1

Tran

smis

i (%

)

W2S1

W1S2

W2S2

Bilangan gelombang (cm-1) W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 26 Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M

Page 40: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

100

Tabel 33 Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M

Perlakuan Bilangan gelombang (cm-1)

W1S1 3433,1 – 2854,5 – 1627,8 – 1407,9 – 1083,9

W2S1 3448,5 – 2854,5 – 1639,4 – 1400,2 – 1110,9

W1S2 3433,1 – 2854,5 – 1627,8 – 1400,2 – 1083,9

W2S2 3444,6 – 2854,5 – 1635,5 – 1407,9 – 1083,9 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Dari Gambar 26 dan data Tabel 33 ditunjukkan bahwa gugus-gugus fungsi

arang aktif hasil aktivasi larutan H3PO4 1M relatif tidak berbeda dengan arang aktif

hasil aktivasi larutan H3PO4 0,5M, kecuali tingkat serapan IR-nya pada beberapa

daerah. Hal ini berarti tingkat konsentrasi larutan H3PO4 cenderung tidak memberi

pengaruh terhadap gugus-gugus fungsi pada arang aktif yang dihasilkan. H3PO4

merupakan asam lemah yang sering digunakan sebagai salah satu aktivator pada

pembuatan arang aktif untuk menghasilkan arang aktif yang bersifat asam dengan

tingkat kepolaran lebih tinggi sehingga penggunaannya sebagai adsorben lebih optimal.

4.3.2.2 Identifikasi pola struktur kristalit arang aktif

Pola struktur kristalit dari arang aktif dapat ditelusuri dengan difraktometri

XRD. Analisis ini bertujuan mengetahui struktur kristalit suatu bahan, dan perubahan

strukturnya akibat perlakuan yang diberikan. Dengan analisis ini dapat diketahui

perubahan bentuk kristalit sebagai akibat dari perlakuan aktivator yang diikuti dengan

perubahan suhu dan waktu aktivasi.

1. Pola struktur arang aktif hasil aktivasi dengan panas

Hasil analisis dengan XRD arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi

arang dengan panas ditunjukkan pada Gambar 27 dan Tabel 34.

Page 41: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

101

W1S1

Inte

nsita

s

W2S1

W1S2

W2S2

Sudut difraksi (derajat) W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 27 Difraktogram arang aktif hasil aktivasi panas

Tabel 34 Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik arang aktif hasil aktivasi panas pada berbagai suhu dan waktu

Perlakuan X (%)

θ d1 (nm)

θ d2 (nm)

Lc (nm)

N La (nm)

W1S1 51,57 22 0,404 43 0,210 4,031 9,978 8,461

W2S1 43,46 23 0,386 43 0,210 2,677 6,935 5,664

W1S2 45,21 24 0,370 43 0,210 4,031 10,895 8,566

W2S2 23,12 24 0,370 43 0,210 3,214 8,677 8,409 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Berdasarkan Gambar 27 dan data Tabel 34 ditunjukkan bahwa jarak antar

lapisan aromatik arang aktif cenderung semakin menyempit baik akibat pengaruh

peningkatan suhu maupun lamanya waktu aktivasi. Semakin lama waktu aktivasi arang

dengan aktivator panas menyebabkan tinggi dan lebar antar lapisan aromatiknya

semakin rendah, sedangkan semakin tinggi suhunya cenderung menyebabkan semakin

tinggi pula tinggi dan lebar antar lapisan aromatik. Di samping itu, jumlah lapisan

Page 42: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

102

aromatik cenderung meningkat dengan meningkatnya suhu aktivasi, dan sebaliknya

dengan semakin lama waktu aktivasi. Hal tersebut menggambarkan bahwa terjadi

penyusutan struktur kristalit arang aktif yang semakin teratur sehingga derajat

kristalinitasnya cenderung menurun. Hasil ini bertolak belakang dengan penelitian yang

dilakukan oleh Saito & Arima (2002, 2007) dan Schukin et al. (2002) yang

mendapatkan derajat kristalinitas semakin meningkat akibat terjadinya peningkatan

suhu aktivasi. Pada aktivasi arang dengan aktivator panas yang menunjukkan

peningkatan derajat kristalinias maksimum ditunjukkan pada waktu aktivasi selama 60

menit dan suhu aktivasinya 700 oC.

2. Pola struktur arang aktif hasil aktivasi uap H2O

Hasil analisis dengan XRD arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi

arang dengan uap H2O ditunjukkan pada Gambar 28 dan Tabel 35.

W1S1

Inte

nsita

s

W2S1

W1S2

W2S2

Sudut difraksi (derajat) W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit

S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 28 Difraktogram arang aktif hasil aktivasi uap H2O

Page 43: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

103

Tabel 35 Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik arang aktif hasil aktivasi uap H2O pada berbagai suhu dan waktu

Perlakuan X (%)

θ d1 (nm)

θ d2 (nm)

Lc (nm)

N La (nm)

W1S1 39,87 24 0,370 43 0,210 3,212 8,681 12,703

W2S1 45,06 24 0,370 43 0,210 3,212 8,681 8,566

W1S2 44,67 23 0,386 43 0,210 4,031 10,443 6,316

W2S2 46,16 24 0,370 43 0,210 2,677 7,229 8,409 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Dari Gambar 28 dan data Tabel 35 ditunjukkan bahwa jarak antar lapisan

aromatik arang aktif hasil aktivasi dengan aktivator uap H2O cenderung tidak berbeda

walaupun ditingkatkan suhu maupun waktu aktivasinya. Semakin tinggi suhu dan

lamanya waktu aktivasi cenderung menyebabkan tinggi dan lebar antar lapisan

aromatik semakin rendah. Di samping itu, jumlah lapisan aromatik cenderung

meningkat dengan meningkatnya suhu aktivasi selama 60 menit. Hal tersebut

menggambarkan bahwa terjadi penyusutan struktur kristalit arang aktif ke arah yang

semakin teratur sehingga derajat kristalinitasnya cenderung meningkat. Hasil ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Saito & Arima (2002, 2007) dan Schukin et al.

(2002) yang mendapatkan derajat kristalinitas semakin meningkat akibat terjadinya

peningkatan suhu aktivasi. Pada aktivasi arang dengan aktivator uap H2O yang

menunjukkan peningkatan derajat kristalinitas maksimum ditunjukkan pada waktu

aktivasi selama 120 menit dan suhunya 800 oC.

3. Pola struktur arang aktif hasil aktivasi larutan KOH 0,5M

Hasil analisis dengan XRD arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi

arang dengan larutan KOH 0,5M ditunjukkan pada Gambar 29 dan Tabel 36.

Page 44: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

104

W1S1 In

tens

itas

W1S2

W2S1

W2S2

Sudut difraksi (derajat) W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 29 Difraktogram arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M

Tabel 36 Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M pada berbagai suhu dan waktu

Perlakuan X (%)

θ d1 (nm)

θ d2 (nm)

Lc (nm)

N La (nm)

W1S1 41,50 20 0,444 43 0,210 3,068 6,909 8,445

W2S1 41,17 20 0,444 43 0,210 3,068 6,909 8,445

W1S2 44,83 22 0,404 43 0,210 2,667 6,602 7,036

W2S2 36,48 22 0,404 43 0,210 2,667 6,602 7,036 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Berdasarkan Gambar 29 dan data Tabel 36 ditunjukkan bahwa jarak antar

lapisan aromatik arang aktif cenderung semakin menyempit dengan semakin

meningkatnya suhu aktivasi, sedangkan lamanya waktu aktivasi tidak berpengaruh.

Semakin tinggi suhu aktivasi arang dengan aktivator larutan KOH 0,5M menyebabkan

Page 45: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

105

baik tinggi maupun lebar antar lapisan aromatiknya semakin rendah, sedangkan

lamanya waktu aktivasi tidak berpengaruh. Demikian juga halnya dengan jumlah

lapisan aromatik cenderung berkurang dengan semakin meningkatnya suhu aktivasi.

Hal tersebut menggambarkan bahwa terjadi penyusutan struktur kristalit arang aktif

yang semakin teratur sehingga derajat kristalinitasnya cenderung menurun. Hasil ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Saito & Arima (2002, 2007) dan Schukin

et al. (2002) yang mendapatkan derajat kristalinitas semakin meningkat akibat

terjadinya peningkatan suhu aktivasi. Pada aktivasi arang dengan aktivator larutan

KOH 0,5M yang menunjukkan peningkatan derajat kristalinitas secara maksimum

ditunjukkan pada waktu aktivasi selama 60 menit dan suhu aktivasinya 800 oC.

4. Pola struktur arang aktif hasil aktivasi larutan KOH 1M

Hasil analisis dengan XRD arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi

arang dengan larutan KOH 1M ditunjukkan pada Gambar 30 dan Tabel 37.

W1S1

Inte

nsita

s

W1S2

W2S1

W2S2

Sudut difraksi (derajat) W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 30 Difraktogram arang aktif hasil aktivasi KOH 1M

Tabel 37 Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi

Page 46: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

106

(Lc), dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik arang aktif hasil aktivasi KOH 1M pada berbagai suhu dan waktu

Perlakuan X (%)

θ d1 (nm)

θ d2 (nm)

Lc (nm)

N La (nm)

W1S1 40,95 20 0,444 43 0,210 3,068 6,909 8,445

W2S1 30,40 23 0,386 43 0,210 3,645 9,443 10,132

W1S2 39,38 22 0,404 43 0,210 2,667 6,601 7,036

W2S2 44,42 22 0,404 43 0,210 2,667 6,601 7,036 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Berdasarkan Gambar 30 dan data Tabel 37 ditunjukkan bahwa jarak antar

lapisan aromatik arang aktif cenderung semakin menyempit dengan semakin lamanya

waktu aktivasi pada suhu 700 oC, sedangkan lamanya waktu aktivasi pada suhu 800 oC

tidak berpengaruh. Semakin tinggi suhu aktivasi arang dengan aktivator larutan KOH

1M menyebabkan baik tinggi maupun lebar antar lapisan aromatiknya semakin rendah,

sedangkan lamanya waktu aktivasi pada suhu 700 oC cenderung meningkat dan pada

suhu 800 oC tidak berpengaruh. Demikian juga halnya dengan jumlah lapisan aromatik

cenderung meningkat dengan semakin lamanya waktu aktivasi pada suhu 700 oC dan

menurun pada suhu 800 oC. Hal tersebut menggambarkan bahwa terjadi penyusutan

struktur kristalit arang aktif yang semakin teratur sehingga derajat kristalinitasnya

cenderung menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Saito &

Arima (2002, 2007) dan Schukin et al. (2002) yang mendapatkan derajat kristalinitas

semakin tinggi akibat terjadinya peningkatan suhu aktivasi. Pada aktivasi arang dengan

larutan KOH 1M yang menunjukkan peningkatan derajat kristalinitas secara maksimum

ditunjukkan pada waktu aktivasi selama 120 menit dan suhu aktivasinya 800 oC.

5. Pola struktur arang aktif hasil aktivasi larutan H3PO4 0,5M

Hasil analisis dengan XRD arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi

arang dengan larutan H3PO4 0,5M ditunjukkan pada Gambar 31 dan Tabel 38.

Page 47: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

107

W1S1

W1S2 In

tens

itas

W2S1

W2S2

Sudut difraksi (derajat) W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit

S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 31 Difraktogram arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M

Tabel 38 Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M pada berbagai suhu dan waktu

Perlakuan X (%)

θ d1 (nm)

θ d2 (nm)

Lc (nm)

N La (nm)

W1S1 39,60 24 0,370 43 0,210 3,569 9,646 10,132

W2S1 38,79 23 0,386 43 0,210 3,563 9,231 9,286

W1S2 54,00 24 0,370 43 0,210 3,650 9,857 8,460

W2S2 44,99 24 0,370 43 0,210 3,650 9,857 8,460 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Berdasarkan Gambar 31 dan data Tabel 38 ditunjukkan bahwa jarak antar

lapisan aromatik arang aktif cenderung tidak berubah baik pada peningkatan suhu

maupun lamanya waktu aktivasi. Semakin tinggi suhu maupun lamanya waktu aktivasi

arang dengan aktivator larutan H3PO4 0,5M menyebabkan lebar antar lapisan

aromatiknya semakin kecil, sedangkan tingginya cenderung tidak berbeda. Jumlah

lapisan aromatik cenderung meningkat akibat semakin meningkatnya suhu aktivasi. Hal

Page 48: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

108

tersebut menggambarkan bahwa terjadi penyusutan struktur kristalit arang aktif yang

semakin teratur sehingga derajat kristalinitasnya cenderung meningkat. Hasil ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Saito & Arima (2002, 2007) dan Schukin et al.

(2002) yang mendapatkan derajat kristalinitas semakin meningkat akibat terjadinya

peningkatan suhu aktivasi. Pada aktivasi arang dengan larutan H3PO4 0,5M yang

menunjukkan peningkatan derajat kristalinitas secara maksimum ditunjukkan pada

waktu aktivasi selama 60 menit dan suhu aktivasinya 800 oC.

6. Pola struktur arang aktif hasil aktivasi larutan H3PO4 1M

Hasil analisis dengan XRD arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi

arang dengan larutan H3PO4 1M ditunjukkan pada Gambar 32 dan Tabel 39.

W1S1

Inte

nsita

s

W2S1

W1S2

W2S2

Sudut difraksi (derajat) W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit

S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 32 Difraktogram arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M

Page 49: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

109

Tabel 39 Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M pada berbagai suhu dan waktu

Perlakuan X (%)

θ d1 (nm)

θ d2 (nm)

Lc (nm)

N La (nm)

W1S1 40,48 23 0,386 43 0,210 3,563 9,231 10,132

W2S1 41,14 23 0,386 43 0,210 3,563 9,231 10,132

W1S2 39,27 24 0,370 43 0,210 3,650 9,857 8,460

W2S2 33,51 24 0,370 43 0,210 3,650 9,857 8,460 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Berdasarkan Gambar 32 dan data Tabel 39 ditunjukkan bahwa jarak antar

lapisan aromatik arang aktif cenderung menurun dengan semakin meningkatnya suhu

maupun lamanya waktu aktivasi. Semakin tinggi suhu aktivasi arang dengan aktivator

larutan H3PO4 1M menyebabkan tinggi antar lapisan aromatik semakin meningkat dan

lebarnya semakin mengecil. Jumlah lapisan aromatik cenderung meningkat akibat

semakin meningkatnya suhu aktivasi. Hal tersebut menggambarkan bahwa terjadi

penyusutan struktur kristalit arang aktif yang semakin teratur sehingga derajat

kristalinitasnya cenderung menurun. Hasil ini bertolak belakang dengan penelitian yang

dilakukan oleh Saito & Arima (2002, 2007) dan Schukin et al. (2002) yang

mendapatkan derajat kristalinitas semakin meningkat akibat terjadinya peningkatan

suhu aktivasi. Pada aktivasi arang dengan larutan H3PO4 1M yang menunjukkan

peningkatan derajat kristalinitas secara maksimum ditunjukkan pada waktu aktivasi

selama 120 menit dan suhu aktivasinya 700 oC.

4.3.2.2 Identifikasi pola struktur permukaan pori arang aktif

Pola struktur permukaan pori dari suatu bahan digambarkan dengan fotograph

SEM. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui topografi permukaan struktur suatu

bahan akibat perubahan suhu aktivasinya.

1. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi panas

Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi

arang dengan panas ditunjukkan pada Gambar 33 dan Tabel 40.

Page 50: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

110

W1S1

W2S1

W1S2

W2S2

W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 33 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi panas

Tabel 40 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi panas

Perlakuan Diameter pori (µm)

W1S1 2,6-5,8

W2S1 3,1-6,3

W1S2 1,8-4,7

W2S2 2,0-5,2 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Berdasarkan Gambar 33 dan data Tabel 40 dapat diketahui bahwa topografi

permukaan arang aktif hasil aktivasi dengan panas menunjukkan kecenderungan

peningkatan jumlah dan diameter pori baik akibat peningkatan suhu maupun lamanya

waktu aktivasi. Diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu 700 oC

dan waktu aktivasi selama 120 menit. Pola ini sesuai dengan yang dilakukan oleh

Brasquet et al. (2000) yang membuat arang aktif dari serat rayon. Hal ini disebabkan

pada perlakuan tersebut suhu idealnya adalah 700 oC, akan tetapi pada suhu 800 oC

cenderung pori-pori tertutupi oleh debu akibat dekomposisi permukaannya sehingga

kualitasnya menjadi lebih rendah.

Page 51: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

111

2. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi uap H2O

Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi

arang dengan uap H2O ditunjukkan pada Gambar 34 dan Tabel 41.

W1S1

W2S1

W1S2

W2S2

W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 34 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi uap H2O

Tabel 41 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi uap H2O

Perlakuan Diameter pori (µm)

W1S1 3,5-7,1

W2S1 2,6-6,5

W1S2 3,8-7,7

W2S2 3,7-10,2

Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Berdasarkan Gambar 34 dan data Tabel 41 dapat diketahui bahwa topografi

permukaan arang aktif hasil aktivasi dengan uap H2O menunjukkan kecenderungan

peningkatan jumlah dan diameter pori, baik akibat peningkatan suhu maupun lamanya

waktu aktivasi. Hasil ini cenderung berbeda dengan arang aktif hasil aktivasi dengan

Page 52: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

112

panas, yaitu diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu 800 oC dan

waktu aktivasi selama 120 menit. Pada aktivasi ini kadar abu meningkat akibat

dekomposisi permukaannya, kemungkinan disebabkan oleh pemberian uap air secara

kontinyu pada suhu 800oC cenderung molekul-molekul air terurai menjadi radikal

hidrogen dan hidroksil yang sangat reaktif dan bereaksi dengan gugus-gugus fungsi

pada arang sehingga menyebabkan pergeseran serapan IR-nya (Gambar 22).

3. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M

Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi

arang dengan larutan KOH 0,5M ditunjukkan pada Gambar 35 dan Tabel 42.

W1S1

W2S1

W1S2

W2S2

W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 35 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M

Tabel 42 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M

Perlakuan Diameter pori (µm)

Page 53: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

113

W1S1 2,3-6,2

W2S1 2,1-5,6

W1S2 3,5-8,9

W2S2 2,6-6,8

Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Dari Gambar 35 dan data Tabel 42 dapat diketahui bahwa topografi permukaan

arang aktif hasil aktivasi dengan larutan KOH 0,5M menunjukkan kecenderungan

peningkatan jumlah dan diameter pori akibat peningkatan suhu aktivasi, sedangkan

lamanya waktu aktivasi menyebabkan terjadi penurunan jumlah dan diameter pori.

Diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu 800 oC dan waktu aktivasi

selama 60 menit. Pola ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Brasquet et al. (2000)

yang membuat arang aktif dari serat rayon.

4. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 1M

Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi

arang dengan larutan KOH 1M ditunjukkan pada Gambar 36 dan Tabel 43.

W1S1

W2S1

W1S2

W2S2

W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 36 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 1M

Tabel 43 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi KOH 1M

Perlakuan Diameter pori (µm)

Page 54: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

114

W1S1 1,2-3,4

W2S1 2,2-4,9

W1S2 2,3-5,1

W2S2 2,4-5,3 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Dari Gambar 36 dan data Tabel 43 dapat diketahui bahwa topografi permukaan

arang aktif hasil aktivasi dengan larutan KOH 1M menunjukkan kecenderungan

peningkatan jumlah dan diameter pori baik akibat peningkatan suhu maupun lamanya

waktu aktivasi. Diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu 800 oC

dan waktu aktivasi selama 120 menit. Pola ini sesuai dengan yang dilakukan oleh

Brasquet et al. (2000) yang membuat arang aktif dari serat rayon.

5. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M

Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi

arang dengan larutan H3PO4 0,5M ditunjukkan pada Gambar 37 dan Tabel 44.

W1S1

W2S1

W1S2

W2S2

W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 37 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M

Tabel 44 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M

Perlakuan Diameter pori (µm)

Page 55: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

115

W1S1 2,7-7,1 W2S1 2,9-7,4 W1S2 3,1-7,9 W2S2 4,2-12,2

Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit

S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Dari Gambar 37 dan data Tabel 44 dapat diketahui bahwa topografi permukaan

arang aktif hasil aktivasi dengan larutan H3PO4 0,5M menunjukkan kecenderungan

peningkatan jumlah dan diameter pori baik akibat peningkatan suhu maupun lamanya

waktu aktivasi. Diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu aktivasi

800 oC dan waktu aktivasinya selama 120 menit, yaitu berkisar 4,2-12,2 µm. Hasil ini

sesuai dengan pola topografi permukaan pori arang aktif dari serat rayon yang

dilakukan oleh Brasquet et al. (2000).

6. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M

Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi

arang dengan larutan H3PO4 1M ditunjukkan pada Gambar 38 dan Tabel 45.

W1S1

W2S1

W1S2

W2S2

W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Gambar 38 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M

Tabel 45 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M

Perlakuan Diameter pori

Page 56: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

116

(µm) W1S1 2,1-7,8

W2S1 2,5-8,3

W1S2 3,6-9,4

W2S2 4,0-11,5 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700 oC S2 = suhu aktivasi 800 oC

Berdasarkan Gambar 38 dan data Tabel 45 dapat diketahui bahwa topografi

permukaan arang aktif hasil aktivasi dengan larutan H3PO4 1M menunjukkan

kecenderungan yang sama dengan pola struktur arang aktif hasil aktivasi dengan

larutan H3PO4 0,5M, yaitu peningkatan jumlah dan diameter pori baik akibat

peningkatan suhu maupun lamanya waktu aktivasi. Diameter pori tertinggi terdapat

pada perlakuan dengan suhu 800 oC dan waktu aktivasi selama 120 menit, yaitu

berkisar 4,0-11,5 µm. Hasil ini sesuai dengan pola topografi permukaan pori arang aktif

dari serat rayon yang diperoleh Brasquet et al. (2000). Menurut Novicio et al. (1998)

bahwa proses terbentuknya pori-pori pada arang aktif disebabkan oleh menguapnya

sejumlah zat terbang bahan baku akibat proses pirolisis.

Semakin besar atau lebarnya ukuran pori yang terbentuk pada suatu bahan yang

disebabkan oleh peningkatan suhu aktivasi, ada kemungkinan semakin banyak pula

jumlah komponen bahan baku yang terdegradasi akan menguap. Penguapan komponen-

komponen tersebut dapat mengakibatkan pergeseran antara lapisan kristal dan

mengubah struktur kristal arang, sehingga terbentuk kristal baru yang berbeda dengan

struktur bahan asalnya. Di samping itu, dengan menguapnya produk dekomposisi pada

proses karbonisasi semakin menguntungkan karena bila tidak menguap, komponen

tersebut akan menutupi celah di antara lembaran kristal arang, sehingga kinerja arang

akan berkurang (Villegas & Valle 2001). Oleh karena itu, proses karbonisasi suatu

bahan dapat mengubah pola struktur permukaannya.

4.3.3 Mutu Arang Aktif

Page 57: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

117

Arang aktif yang diperoleh dari proses aktivasi arang hasil pirolisis sampah

organik pasar secara umum memiliki penampakkan fisik berupa warna dan bentuk yang

sama dengan arang sebagai bahan bakunya. Mutu arang aktif sangat bergantung pada

rendemen, sifat-sifat dasar, daya jerap dan strukturnya.

4.3.3.1 Rendemen

Rendemen merupakan salah satu aspek penting untuk menilai produktivitas

suatu proses sehingga dapat diketahui prospeknya. Data hasil perhitungan rata-rata

rendemen arang aktif yang dihasilkan pada berbagai perlakuan aktivator, suhu dan

waktu disajikan pada Tabel 46.

Tabel 46 Rendemen arang aktif pada berbagai perlakuan aktivasi

Perlakuan aktivasi Percobaan

Aktivator Suhu (oC) Waktu (menit) Rendemen

(%b/b)

1 Panas 700 60 78,25 2 Panas 700 120 82,20 3 Panas 800 60 79,50 4 Panas 800 120 84,25 5 Uap H2O 700 60 55,88 6 Uap H2O 700 120 57,35 7 Uap H2O 800 60 52,75 8 Uap H2O 800 120 57,60 9 KOH 0,5 M 700 60 62,55

10 KOH 0,5 M 700 120 62,75 11 KOH 0,5 M 800 60 63,21 12 KOH 0,5 M 800 120 65,50 13 KOH 1 M 700 60 72,04 14 KOH 1 M 700 120 80,00 15 KOH 1 M 800 60 81,03 16 KOH 1 M 800 120 82,75 17 H3PO4 0,5 M 700 60 75,43 18 H3PO4 0,5 M 700 120 77,15 19 H3PO4 0,5 M 800 60 77,25 20 H3PO4 0,5 M 800 120 78,95 21 H3PO4 1 M 700 60 79,00 22 H3PO4 1 M 700 120 81,15 23 H3PO4 1 M 800 60 83,50 24 H3PO4 1 M 800 120 84,15

Page 58: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

118

Dari Tabel 46 diketahui bahwa rendemen arang aktif yang dihasilkan pada

percobaan ini secara umum berkisar 52,75-84,25%. Rendemen arang aktif hasil aktivasi

dengan panas cenderung meningkat seiring meningkatnya suhu dan lama aktivasi.

Demikian juga halnya dengan rendemen arang aktif hasil aktivasi dengan larutan KOH

dan H3PO4, cenderung meningkat seiring meningkatnya konsentrasi, suhu dan lama

aktivasi. Akan tetapi berbeda halnya dengan arang aktif hasil aktivasi dengan uap H2O

bahwa makin tinggi suhu dan lama aktivasi cenderung rendemennya semakin menurun.

Rendemen arang aktif tertinggi terdapat pada perlakuan aktivasi dengan panas

pada suhu 800 oC dan waktu 120 menit, yaitu 84,25%, sedangkan yang terendah

terdapat pada perlakuan aktivasi dengan uap H2O pada suhu 800 oC dan waktu 60

menit, yaitu 52,75%. Hasil ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan rendemen

arang aktif yang diperoleh dari kulit kayu Acasia mangium, yaitu 67,40-99,40% (Pari et

al. 2006). Rendahnya rendemen arang aktif yang dihasilkan secara umum disebabkan

oleh reaksi kimia yang terjadi antara karbon yang terbentuk dengan uap H2O makin

meningkat seiring dengan makin meningkatnya suhu dan lamanya waktu aktivasi,

sehingga karbon yang bereaksi menjadi gas CO2 dan H2O dalam satuan waktu makin

banyak, sebaliknya kadar karbon yang dihasilkan makin rendah (Lee et al. 2003). Hasil

ini relatif sama dengan yang dilakukan oleh Hartoyo et al. (1990) yang membuat arang

aktif dari bahan baku tempurung kelapa dan kayu bakau dengan perlakuan aktivasi

menggunakan uap H2O pada suhu 500-900 oC dan waktu 10-50 menit.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa baik faktor

aktivator, waktu, maupun interaksi aktivator-waktu, aktivator-suhu, waktu-suhu dan

interaksi aktivator-waktu-suhu memberi pengaruh yang nyata terhadap rendemen arang

aktif (Lampiran 1). Selanjutnya hasil uji BNT faktor tunggal (Lampiran 2a)

menunjukkan bahwa faktor aktivator larutan H3PO4 1M dapat menghasilkan rendemen

tertinggi yang berbeda nyata dengan aktivator lain. Faktor waktu aktivasi selama 120

menit menghasilkan rendemen tertinggi yang nyata dibandingkan aktivasi selama 60

menit. Faktor interaksi antara aktivator larutan H3PO4 1M dengan waktu 60 atau 120

Page 59: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

119

menit, atau antara aktivator panas dengan waktu aktivasi selama 60 atau 120 menit

dapat menghasilkan arang aktif dengan rendemen tertinggi yang berbeda tidak nyata

(Lampiran 2b). Faktor interaksi antara aktivator larutan H3PO4 0,5 atau 1M dengan

suhu 700 atau 800 oC, atau antara aktivator larutan KOH 1M dengan suhu 800 oC, atau

antara aktivator panas dengan suhu 700 atau 800 oC menghasilkan rendemen arang

aktif tertinggi yang berbeda tidak nyata (Lampiran 2c). Faktor interaksi antara waktu

aktivasi selama 60 atau 120 menit dengan suhu 700 atau 800 oC menghasilkan

rendemen arang aktif yang berbeda tidak nyata (Lampiran 2d). Faktor interaksi antara

aktivator larutan H3PO4 1M dengan suhu 700 atau 800 oC selama 120 menit, atau

antara aktivator larutan H3PO4 0,5M dengan suhu 800 oC selama 60 menit, atau antara

aktivator panas dengan suhu 800 oC selama 60 atau 120 menit, atau antara aktivator

larutan KOH 1M dengan suhu 800 oC selama 60 menit dapat menghasilkan arang aktif

dengan rendemen tertinggi berbeda tidak nyata (Lampiran 2e). Oleh karena itu, dapat

dikatakan bahwa perlakuan terbaik pembuatan arang aktif dengan rendemen tertinggi,

yaitu dengan cara aktivasi arang menggunakan aktivator larutan H3PO4 1M dengan

suhu 700 atau 800 oC selama 120 menit, atau aktivator larutan H3PO4 0,5M dengan

suhu 800 oC selama 60 menit, atau aktivator panas dengan suhu 800 oC selama 60 atau

120 menit, atau aktivator larutan KOH 1M dengan suhu 800 oC selama 60 menit.

4.3.3.2 Karakteristik sifat-sifat dasar arang aktif

Mutu arang aktif yang dihasilkan pada suatu proses, antara lain dapat diketahui

melalui analisis sifat-sifat dasarnya yang meliputi parameter kadar air, zat terbang, abu,

karbon terikat, daya jerap terhadap iodin, benzena dan kloroform. Data hasil

karakterisasi sifat-sifat dasar arang aktif disajikan pada Tabel 47. Dari data Tabel 47

ditunjukkan bahwa arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan dengan aktivator panas

pada waktu 120 menit dan suhu 800 oC merupakan arang aktif yang sebahagian besar

karakteristiknya memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995 (BSN 1995), terutama

dalam hal daya jerapnya terhadap larutan iodin. Kemampuan daya jerap arang aktif

Page 60: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

120

terhadap larutan iodin sering kali dijadikan sebagai patokan utama untuk menilai

kualitas suatu arang aktif terutama untuk penggunaannya sebagai adsorben.

Tabel 47 Karakteristik arang aktif hasil aktivasi arang sampah organik pasar

Kadar (%) Daya jerap Perlakuan

Air Zat terbang Abu Karbon terikat

Iodin (mg/g)

Benzena (%)

A1W1S1 2,36 19,32 15,56 65,12 546,76 8,75 A1W1S2 1,02 18,66 17,38 63,97 700,16 8,55 A1W2S1 1,28 17,82 12,55 69,63 339,56 8,12 A1W2S2 2,23 20,00 14,44 65,56 209,63 7,88 A2W1S1 0,98 12,77 14,86 72,38 616,94 14,99 A2W1S2 0,92 10,87 16,87 72,26 757,82 16,70 A2W2S1 1,19 10,49 14,95 74,56 504,82 15,87 A2W2S2 1,36 8,87 12,27 78,86 873,53 22,51 A3W1S1 1,53 14,43 21,81 63,76 459,73 5,05 A3W1S2 3,83 14,33 22,52 63,14 479,55 4,44 A3W2S1 1,76 13,74 19,02 67,24 306,04 5,87 A3W2S2 4,70 20,06 23,98 55,96 313,02 6,12 A4W1S1 1,45 16,13 26,25 57,62 323,25 5,46 A4W1S2 1,11 13,68 26,53 59,79 327,17 8,17 A4W2S1 4,82 17,34 20,36 62,31 309,32 11,87 A4W2S2 5,41 17,27 26,59 56,14 409,52 14,03 A5W1S1 2,46 7,08 9,78 83,14 308,49 7,99 A5W1S2 3,22 7,29 10,41 82,30 284,92 7,12 A5W2S1 3,34 8,30 9,89 81,81 324,76 5,98 A5W2S2 2,58 6,61 10,44 82,94 243,52 7,26 A6W1S1 3,22 8,66 9,84 81,50 338,28 9,75 A6W1S2 2,65 8,42 9,55 82,03 373,59 11,20 A6W2S1 1,71 6,30 12,61 81,09 438,74 8,97 A6W2S2 1,20 6,55 11,45 81,99 268,03 8,76

SNI ≤ 15 ≤ 25 ≤ 10 ≥ 65 ≥ 750 ≥ 25 Keterangan: A1 = aktivator panas W1 = waktu aktivasi 60 menit A2 = aktivator steam (uap H2O) W2 = waktu aktivasi 120 menit A3 = aktivator basa KOH 0,5 M S1 = suhu aktivasi 700 oC A4 = aktivator basa KOH 1 M S2 = suhu aktivasi 800 oC A5 = aktivator asam H3PO4 0,5 M

A6 = aktivator asam H3PO4 1 M

Page 61: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

121

1. Kadar air

Kadar air arang sebelum diaktivasi berkisar 2,46-3,09%. Kadar air arang aktif

yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 0,92-5,41% (Tabel 47), nilai ini memenuhi

persyaratan SNI-06-3730-1995 (BSN 1995). Hasil ini masih lebih baik bila dibanding

dengan kadar air arang aktif kulit kayu A. mangium, yaitu 8,39-15,19% (Pari et al.

2006). Kadar air tertinggi terdapat pada arang aktif yang diaktivasi dengan aktivator

larutan KOH 1M pada suhu 800 oC selama 120 menit dan yang terendah terdapat pada

arang aktif yang diaktivasi dengan aktivator uap air pada suhu 800 oC selama 60 menit.

Kadar air arang aktif yang dikehendaki harus bernilai sekecil-kecilnya karena akan

mempengaruhi daya jerapnya terhadap gas ataupun cairan (Pari 1996). Kadar air yang

terkandung dalam arang aktif dipengaruhi oleh jumlah uap air di udara, lama proses

pendinginan, penggilingan dan pengayakan (Hendaway 2003). Arang aktif yang

bersifat higroskopis mudah sekali menyerap uap air di udara karena strukturnya terdiri

atas 6 atom karbon pada sudut heksagonal, memungkinkan uap air terperangkap di

dalamnya dan tidak dapat dilepas pada kondisi pengeringan oven 105 oC.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa baik faktor

aktivator, waktu, suhu, maupun interaksi aktivator-waktu, aktivator-suhu, dan interaksi

aktivator-waktu-suhu memberi pengaruh yang nyata terhadap kadar air arang aktif,

sedangkan interaksi faktor waktu dan suhu tidak nyata (Lampiran 1). Selanjutnya hasil

uji BNT faktor tunggal (Lampiran 3a) menunjukkan bahwa faktor aktivator uap H2O

menghasilkan kadar air terendah yang nyata dibanding perlakuan lain. Faktor waktu

aktivasi selama 60 menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kadar air terendah

dibanding aktivasi selama 120 menit. Demikian juga halnya dengan aktivasi pada suhu

700 oC menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kadar air terendah dibanding

aktivasi pada suhu 800 oC. Faktor interaksi antara aktivator panas dengan waktu selama

60 atau 120 menit, atau antara aktivator uap H2O dengan waktu selama 60 atau 120

menit, atau antara aktivator larutan KOH 1M dengan waktu selama 60 menit, atau

antara aktivator larutan H3PO4 1M dengan waktu selama 120 menit menghasilkan

arang aktif dengan kadar air terendah yang berbeda tidak nyata (Lampiran 3b). Faktor

interaksi antara aktivator uap H2O dengan suhu 700 atau 800 oC, atau antara aktivator

Page 62: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

122

panas dengan suhu 700 atau 800 oC, atau antara aktivator larutan KOH 0,5M dengan

suhu 700 oC, atau antara aktivator larutan H3PO4 1M menghasilkan arang aktif dengan

kadar air terendah yang berbeda tidak nyata (Lampiran 3c). Faktor interaksi antara

aktivator uap H2O dengan suhu 700 atau 800 oC selama 60 atau 120 menit, atau antara

aktivator panas dengan suhu 800 oC selama 60 menit, atau antara aktivator panas

dengan suhu 700 oC selama 120 menit, atau antara aktivator larutan KOH 0,5M dengan

suhu 700 oC selama 60 menit, atau antara aktivator larutan KOH 1M dengan suhu 700

atau 800 oC selama 60 menit, atau antara aktivator larutan H3PO4 1M dengan suhu 700

atau 800 oC selama 120 menit menghasilkan arang aktif dengan kadar air terendah yang

tidak nyata (Lampiran 3d). Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa perlakuan

pembuatan arang aktif terbaik dengan kadar air terendah, yaitu menggunakan aktivator

uap H2O dengan suhu 700 atau 800 oC selama 60 atau 120 menit, atau aktivator panas

dengan suhu 800 oC selama 60 menit, atau aktivator panas dengan suhu 700 oC selama

120 menit, atau aktivator larutan KOH 0,5M dengan suhu 700 oC selama 60 menit, atau

aktivator larutan KOH 1M dengan suhu 700 atau 800 oC selama 60 menit, atau

aktivator larutan H3PO4 1M dengan suhu 700 atau 800 oC selama 120 menit.

2. Kadar zat terbang

Kadar zat terbang arang sebelum diaktivasi berkisar 18,30-19,99%. Kadar zat

terbang arang aktif yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 6,30-20,06% (Tabel

47). Nilai kadar zat terbang arang aktif yang dihasilkan pada semua perlakuan

memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995 (BSN 1995) karena kadarnya kurang dari

25,00%. Arang aktif yang mengandung kadar zat terbang terendah terdapat pada

aktivasi dengan aktivator larutan H3PO4 1M pada suhu 700 oC selama 120 menit, dan

yang tertinggi terdapat pada aktivasi dengan aktivator larutan KOH 0,5M pada suhu

800 oC selama 120 menit. Secara umum kadar zat terbang yang dihasilkan cenderung

meningkat seiring meningkat suhu dan waktu aktivasi. Tingginya kadar zat terbang ini

menunjukkan bahwa permukaan arang aktif yang dihasilkan masih menempel

senyawaan non karbon dan juga zat terbang yang berasal dari hasil interaksi antara

karbon dengan uap air sebagaimana terbukti dari hasil identifikasi gugus fungsi dengan

Page 63: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

123

FTIR (Gambar 25) dan dengan SEM (Gambar 35). Kadar zat terbang yang tinggi pada

arang aktif tidak diinginkan karena senyawaan yang menempel pada permukaannya

dapat mengurangi daya jerapnya baik terhadap larutan maupun gas-gas.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa faktor aktivator

maupun interaksi aktivator-waktu, aktivator-suhu, dan interaksi aktivator-waktu-suhu

memberi pengaruh yang nyata terhadap kadar zat terbang arang aktif, sedangkan faktor

waktu dan suhu tidak nyata (Lampiran 1). Selanjutnya hasil uji BNT faktor tunggal

(Lampiran 4a) menunjukkan bahwa faktor aktivator larutan H3PO4 0,5 atau 1M

berpengaruh tidak nyata terhadap kadar zat terbang terendah yang dihasilkan,

sedangkan faktor lain berpengaruh nyata. Pada interaksi faktor aktivator larutan KOH

0,5 atau 1M dengan waktu 60 atau 120 menit dan antara aktivator larutan larutan

H3PO4 1M dengan waktu 60 menit menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap

kadar zat terbang terendah yang dihasilkan, sedangkan perlakuan lain berbeda nyata

(Lampiran 4b). Pada interaksi faktor aktivator larutan KOH 0,5 atau 1M dengan suhu

700 atau 800 oC, atau antara aktivator larutan larutan H3PO4 0,5 atau 1M dengan waktu

60 atau 120 menit menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap kadar zat terbang

terendah yang dihasilkan, sedangkan perlakuan lain berbeda nyata (Lampiran 4c).

Pada interaksi faktor waktu-suhu menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap

kadar zat terbang (Lampiran 4d). Pada interaksi faktor aktivator larutan H3PO4 0,5 atau

1M dengan suhu 700 atau 800 oC selama 120 menit, antara aktivator larutan KOH 0,5

atau 1M dengan suhu 700 atau 800 oC selama 60 atau 120 menit menunjukkan

perbedaan yang tidak nyata terhadap kadar zat terbang terendah, sedangkan perlakuan

lain berbeda nyata (Lampiran 4e). Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa untuk

membuat arang aktif dengan kadar zat terbang terendah dapat dilakukan dengan

aktivasi arang menggunakan aktivator larutan H3PO4 0,5 atau 1M dengan suhu 700

atau 800 oC selama 120 menit, antara aktivator larutan KOH 0,5 atau 1M dengan suhu

700 atau 800 oC selama 60 atau 120 menit.

3. Kadar abu

Page 64: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

124

Kadar abu dari arang sebelum diaktivasi berkisar 12,22-13,00%. Kadar abu

arang aktif yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 9,55-26,59% (Tabel 47). Nilai

tersebut umumnya tidak memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995 (BSN 1995) karena

kadar abu yang dihasilkan jauh di atas batas maksimum, yaitu kurang dari 10,00%,

kecuali arang aktif hasil aktivasi dengan larutan H3PO4 0,5M pada suhu 700 oC selama

60 dan 120 menit atau larutan H3PO4 1M pada suhu 700 atau 800 oC selama 60 menit.

Kandungan kadar abu yang terdapat pada arang hasil pirolisis pada berbagai perlakuan

cenderung fluktuatif. Hal ini disebabkan karena komposisi bahan baku sampah organik

pasar yang digunakan relatif tidak homogen. Kadar abu tinggi terdapat pada perlakuan

aktivasi dengan larutan KOH 1M pada suhu 800 oC selama 120 menit dan yang

terendah terdapat pada perlakuan aktivasi dengan larutan H3PO4 1M pada suhu 800 oC

selama 60 menit. Tingginya kadar abu pada suatu arang aktif disebabkan oleh

terjadinya reaksi oksidasi. Menurut Pari (2004), kadar abu yang besar dapat

mengurangi daya jerap arang aktif baik terhadap larutan maupun gas-gas, karena

kandungan mineral yang terdapat dalam abu seperti kalium, natrium, kalsium, dan

magnesium akan menyebar dalam kisi-kisi arang aktif, sehingga mengakibatkan kinerja

arang aktif berkurang (Tanaike & Inagaki 1999; Benaddi et al. 2000).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa faktor aktivator,

suhu, waktu maupun interaksi aktivator-waktu, aktivator-suhu, dan interaksi aktivator-

waktu-suhu memberi pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kadar abu arang

aktif, akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan interaksi faktor waktu dan suhu

(Lampiran 1). Selanjutnya hasil uji BNT faktor tunggal (Lampiran 5a) menunjukkan

bahwa faktor aktivator larutan KOH 1M berpengaruh nyata terhadap kadar abu arang

aktif yang dihasilkan. Faktor waktu aktivasi selama 60 menit berbeda nyata terhadap

kadar abu arang aktif yang dihasilkan. Demikian juga halnya dengan faktor suhu

aktivasi 800 oC berbeda nyata terhadap kadar abu arang aktif. Pada interaksi antara

faktor aktivator larutan H3PO4 0,5 atau 1M dengan waktu 60 atau 120 menit

menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dalam menghasilkan kadar abu arang aktif

yang relatif lebih rendah, sedangkan dengan perlakuan lain berbeda nyata (Lampiran

5b). Pada interaksi antara faktor aktivator larutan H3PO4 0,5 atau 1M dengan suhu 700

atau 800 oC tidak menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap kadar abu arang

Page 65: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

125

aktif terendah yang dihasilkan, sedangkan dengan perlakuan lain berbeda nyata

(Lampiran 5c). Pada interaksi antara faktor aktivator larutan KOH 0,5 atau 1M dengan

suhu 700 atau 800 oC selama 60 atau 120 menit, antara aktivator larutan H3PO4 0,5 atau

1M dengan suhu 700 atau 800 oC selama 60 atau 120 menit, antara aktivator panas

dengan suhu 700 oC selama 120 menit, dan antara aktivator uap H2O dengan suhu 800 oC selama 120 menit menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap kadar abu

arang aktif terendah yang dihasilkan, sedangkan dengan perlakuan lain berbeda nyata

(Lampiran 5d). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa untuk menghasilkan arang aktif

dengan kadar abu relatif rendah dapat dilakukan dengan aktivasi arang menggunakan

aktivator larutan KOH 0,5 atau 1M dengan suhu 700 atau 800 oC selama 60 atau 120

menit, atau antara aktivator larutan H3PO4 0,5 atau 1M dengan suhu 700 atau 800 oC

selama 60 atau 120 menit, atau antara aktivator panas dengan suhu 700 oC selama 120

menit, atau antara aktivator uap H2O dengan suhu 800 oC selama 120 menit.

4. Kadar karbon terikat

Kadar karbon terikat bahan baku arang sebelum diaktivasi berkisar 67,01-

69,48%. Kadar karbon terikat yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara

55,96–83,14% (Tabel 47). Nilai tersebut lebih separuh perlakuan memenuhi

persyaratan SNI-06-3730-1995 (BSN 1995) karena kadarnya melebihi 65,00%, kecuali

arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivator larutan KOH. Kadar karbon

tertinggi terdapat pada aktivasi dengan aktivator larutan H3PO4 0,5M dengan suhu 700 oC selama 60 menit dan yang terendah terdapat pada aktivasi dengan aktivator larutan

KOH 0,5M dengan suhu 800 oC selama 120 menit. Rendahnya kadar karbon terikat

menunjukkan sebagian atom-atom karbon teroksidasi menghasilkan gas CO dan/atau

CO2 sehingga atom karbon yang tertata kembali membentuk struktur heksagonal

berkurang. Arang aktif tersusun atas atom-atom karbon bebas yang berikatan secara

kovalen membentuk struktur heksagonal datar (Puziy et al. 2003). Pada aktivasi dengan

aktivator uap H2O dan KOH, menunjukkan kecenderungan dengan semakin lamanya

waktu aktivasi semakin berkurang kadar karbon yang dihasilkan. Hal tersebut

disebabkan oleh meningkatnya kadar abu yang dihasilkan. Akan tetapi kebalikannya

pada perlakuan aktivasi dengan panas dan/atau larutan H3PO4 menunjukkan

Page 66: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

126

kecenderungan peningkatan kadar karbon dengan semakin meningkatnya waktu

aktivasi. Hal ini disebabkan kadar abu yang terbentuk pada arang aktif hasil aktivasi

dengan kedua aktivator tersebut relatif lebih rendah berkisar 12,55-17,38% untuk

aktivator panas dan 9,55-11,45% untuk aktivator H3PO4 (Tabel 47) dibandingkan

dengan hasil aktivasi uap H2O dan KOH. Hasil ini berbeda dengan perlakuan aktivasi

yang dilakukan oleh Williams & Reed (2003) bahwa kadar karbon semakin menurun

akibat semakin meingkatnya waktu aktivasi.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa baik faktor

aktivator, suhu maupun interaksi aktivator-waktu, aktivator-suhu, waktu-suhu dan

interaksi aktivator-waktu-suhu memberi pengaruh yang nyata terhadap kadar korbon

terikat arang aktif (Lampiran 1). Selanjutnya hasil uji BNT faktor tunggal (Lampiran

6a) menunjukkan bahwa faktor aktivator larutan H3PO4 0,5 atau 1M dapat

menghasilkan arang aktif dengan kadar karbon tertinggi yang berbeda nyata dengan

aktivator lain. Faktor suhu aktivasi 700 oC menghasilkan arang aktif dengan kadar

karbon tertinggi yang berbeda nyata dibandingkan aktivasi dengan suhu 800 oC. Faktor

interaksi antara aktivator larutan H3PO4 0,5 atau 1M dengan waktu aktivasi selama 60

atau 120 menit menghasilkan arang aktif dengan kadar karbon tertinggi yang berbeda

tidak nyata (Lampiran 6b). Faktor interaksi antara aktivator larutan H3PO4 0,5 atau 1M

dengan suhu 700 atau 800 oC menghasilkan arang aktif dengan kadar karbon tertinggi

yang berbeda tidak nyata (Lampiran 6c). Faktor interaksi antara waktu aktivasi baik

selama 60 maupun 120 menit dengan suhu 700 atau 800 oC menghasilkan arang aktif

dengan kadar karbon tertinggi yang berbeda tidak nyata (Lampiran 6d). Faktor interaksi

antara aktivator larutan H3PO4 0,5 atau 1M dengan suhu 700 atau 800 oC selama 60

atau 120 menit, atau antara aktivator KOH 1M dengan suhu 800 oC selama 120 menit

menghasilkan arang aktif dengan kadar karbon tertinggi yang berbeda tidak nyata

(Lampiran 6e). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa perlakuan terbaik pembuatan

arang aktif dengan kadar karbon tertinggi, yaitu dengan cara aktivasi menggunakan

aktivator larutan H3PO4 0,5 atau 1M dengan suhu 700 atau 800 oC selama 60 atau 120

menit, atau aktivator KOH 1M dengan suhu 800 oC selama 120 menit.

5. Daya jerap iodin

Page 67: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

127

Daya jerap arang aktif terhadap larutan iodin merupakan indikator penting

dalam menilai kualitas suatu arang aktif. Daya jerap arang aktif terhadap larutan iodin

mempunyai arti bahwa arang tersebut mampu menyerap zat dengan ukuran molekul

yang < 10 Ao atau memberikan indikasi bahwa arang tersebut memiliki jumlah pori >

10 Ao. Semakin tinggi daya jerap arang aktif terhadap larutan iodin maka semakin baik

kualias arang aktif tersebut.

Daya jerap arang aktif yang dihasilkan pada penelitian ini terhadap larutan iodin

berkisar 209,63-873,53 mg/g (Tabel 47). Nilai tersebut pada umumnya tidak memenuhi

persyaratan SNI-06-3730-1995 (BSN 1995), kecuali arang aktif hasil aktivasi dengan

uap H2O pada suhu 800 oC selama 60 atau 120 menit, karena batas minimal daya jerap

arang aktif terhadap larutan iodin adalah 750,00 mg/g. Secara umum hasil penelitian ini

menunjukkan adanya kecenderungan daya jerap arang aktif terhadap larutan iodin

semakin menurun sesuai dengan meningkatnya waktu aktivasi. Hasil ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Hendra & Pari (1995) yang memperoleh daya jerap

arang aktif terhadap larutan iodin yang terendah ditunjukkan pada arang hasil aktivasi

selama 30 menit dibandingkan dengan aktivasi selama 90 menit yang mempunyai daya

jerap lebih tinggi. Di samping itu, apabila hasil ini dibandingkan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Pari et al. (2006) yang memperoleh daya jerap arang

aktif terhadap larutan iodin berkisar antara 369-607 mg/g, maka kualitas arang aktif

hasil penelitian ini relatif lebih baik.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa semua faktor baik

tunggal maupun interaksinya memberi pengaruh yang nyata terhadap daya jerap arang

aktif terhadap larutan iodin (Lampiran 1). Selanjutnya hasil uji BNT faktor tunggal

(Lampiran 7a) menunjukkan bahwa aktivasi dengan uap H2O berbeda nyata dalam hal

menghasilkan arang aktif yang mempunyai daya jerap lebih tinggi terhadap larutan

iodin. Faktor waktu aktivasi selama 60 menit menghasilkan arang aktif dengan daya

jerap terhadap larutan iodin lebih tinggi yang berbeda nyata dibandingkan dengan

waktu aktivasi selama 120 menit. Faktor suhu aktivasi 800 oC menghasilkan arang aktif

dengan daya jerap terhadap larutan iodin lebih tinggi yang berbeda nyata dibandingkan

aktivasi dengan suhu 700 oC. Faktor interaksi antara aktivator panas dengan waktu

Page 68: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

128

aktivasi selama 60 menit, atau antara aktivator uap H2O dengan waktu aktivasi selama

120 menit menghasilkan arang aktif dengan daya jerap terhadap larutan iodin tertinggi

yang berbeda nyata (Lampiran 7b). Faktor interaksi antara antara aktivator uap H2O

dengan suhu aktivasi 800 oC menghasilkan arang aktif dengan daya jerap terhadap

larutan iodin tertinggi yang berbeda nyata (Lampiran 7c). Faktor interaksi antara waktu

aktivasi baik selama 60 menit dengan suhu 700 atau 800 oC, atau antara waktu aktivasi

selama 120 menit dengan suhu 800 oC menghasilkan arang aktif dengan daya jerap

terhadap larutan iodin tertinggi yang berbeda nyata (Lampiran 7d). Faktor interaksi

antara aktivator uap H2O dengan suhu 800 oC selama 120 menit menghasilkan arang

aktif dengan daya jerap terhadap larutan iodin tertinggi yang berbeda nyata (Lampiran

7e). Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa perlakuan terbaik pembuatan arang

aktif yang mempunyai daya jerap terhadap larutan iodin tertinggi, yaitu dengan cara

aktivasi arang menggunakan aktivator uap H2O dengan suhu 800 oC selama 120 menit.

6. Daya jerap benzena

Benzena merupakan senyawa aromatis sederhana yang bersifat nonpolar.

Senyawa ini memiliki titik didih yang lebih rendah dari pada air, yaitu 80 oC, tidak

berwarna, tidak larut dalam air, larut baik dalam kebanyakan pelarut organik, mudah

terbakar dengan nyala yang berjelaga. Karakteristik daya jerap arang aktif terhadap

benzena memberi indikasi akan kemampuan arang aktif dalam menjerap gas-gas yang

bersifat nonpolar dengan ukuran molekul < 6 Ao.

Daya jerap arang aktif terhadap uap benzena yang dihasilkan pada pengamatan

jam ke-24 berkisar 4,44-22,51% (Tabel 47). Nilai daya jerap arang aktif terhadap uap

benzena tidak ada yang memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995 (BSN 1995), karena

batas ambangnya minimal 25,00%. Nilai daya jerap arang aktif terhadap benzena

tertinggi terdapat pada perlakuan aktivasi uap H2O dengan suhu 800 oC selama 120

menit dan yang terendah terdapat pada perlakuan aktivasi larutan KOH 0,5M dengan

suhu 800 oC selama 60 menit. Rendahnya daya jerap arang aktif terhadap uap benzena

menunjukkan bahwa masih terdapatnya senyawaan nonkarbon yang menempel pada

permukaan arang aktif terutama atom hidrogen dan oksigen sehingga permukaan arang

Page 69: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

129

aktifnya lebih bersifat nonpolar. Apabila hal ini dibandingkan dengan hasil penelitian

yang dilakukan Pari et al. (2006) yang memperoleh daya jerap arang aktif dari A.

mangium terhadap uap benzena berkisar antara 9,22-16,20%, maka arang aktif yang

dihasilkan pada penelitian ini relatif berkualitas sama.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa faktor aktivator,

suhu, waktu maupun interaksi aktivator-waktu dan aktivator-suhu memberi pengaruh

yang nyata terhadap daya jerap arang aktif terhadap uap benzena (Lampiran 1).

Selanjutnya hasil uji BNT faktor tunggal (Lampiran 8a) menunjukkan bahwa aktivasi

dengan uap H2O berbeda nyata dalam hal menghasilkan arang aktif yang mempunyai

daya jerap lebih tinggi terhadap uap benzena. Faktor waktu aktivasi selama 120 menit

menghasilkan arang aktif dengan daya jerap terhadap uap benzena lebih tinggi yang

berbeda nyata dibandingkan dengan waktu aktivasi selama 60 menit. Faktor suhu

aktivasi 800 oC menghasilkan arang aktif dengan daya jerap terhadap uap benzena lebih

tinggi yang berbeda nyata dibandingkan aktivasi dengan suhu 700 oC. Faktor interaksi

antara aktivator uap H2O dengan waktu aktivasi selama 120 menit menghasilkan arang

aktif dengan daya jerap terhadap uap benzena tertinggi yang berbeda nyata (Lampiran

8b). Faktor interaksi antara antara aktivator uap H2O dengan suhu aktivasi 800 oC

menghasilkan arang aktif dengan daya jerap terhadap uap benzena tertinggi yang

berbeda nyata (Lampiran 8c). Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa perlakuan

terbaik untuk pembuatan arang aktif dari sampah organik pasar yang mempunyai daya

jerap terhadap uap benzena tertinggi, yaitu dengan cara aktivasi arang menggunakan

aktivator uap H2O pada suhu 800 oC selama 120 menit.

Page 70: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

130

4.4 Fraksinasi dan Bioassay Asap Cair

4.4.1 Fraksinasi Asap Cair

Asap cair yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil pirolisis pada suhu

505 oC dari bahan baku sampah organik pasar yang sukar dikomposkan. Fraksinasi

asap cair bertujuan untuk mencari fraksi-fraksi dari asap cair yang berpotensi terutama

sebagai antifeedant bagi hama tanaman. Fraksinasi dilakukan secara berturut yang

diawali dengan pelarut n-heksan (nonpolar), lalu diikuti dengan etil asetat (semipolar),

dan selanjutnya dengan metanol (polar), sedangkan sisanya merupakan fraksi air

(pelarut universal yang bersifat polar). Residu hasil evaporasi dari fraksi-fraksi yang

diperoleh disajikan pada Tabel 48.

Tabel 48 Residu hasil fraksinasi asap cair hasil pirolisis sampah organik

Bahan Pelarut Filtrat (ml)

Residu (g/l)

n-Heksan 722 3,47

Etil asetat 3155 23,74

Metanol 1350 8,78 Asap Cair

Air 2804 3,68

Berdasarkan data Tabel 48 diperoleh informasi bahwa residu hasil fraksinasi

asap cair dengan kadar tertinggi terdapat pada fraksi etil asetat, yaitu 23,74 g/l, dan

yang paling rendah terdapat pada fraksi n-heksan, yaitu 3,47 g/l. Hasil ini menunjukkan

bahwa pada asap cair hasil pirolisis sampah organik pasar dengan suhu 505 oC selama 5

jam mengandung lebih banyak komponen senyawa yang bersifat semipolar. Hal ini

relatif sesuai dengan komponen kimia yang teridentifikasi pada analisis dengan teknik

GCMS (Lampiran 10).

4.4.2 Bioassay Asap Cair

Bioassay antifeedant merupakan salah satu teknik pencarian senyawa atau

komponen aktif dari suatu bahan yang bersifat tidak membunuh dan tidak mengusir,

melainkan hanya bersifat anti/menolak makan saja bagi hama pengganggu tanaman.

Data hasil bioassay asap cair dan fraksi-fraksinya terhadap larva S. litura disajikan

pada Tabel 49.

Page 71: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

131

Tabel 49 Persentase aktivitas antifeedant asap cair dan fraksi-fraksinya

% Aktivitas antifeedant pada konsentrasi contoh Contoh

0,125% 0,250% 0,500% 1,00%

Asap Cair 17,39 29,41 30,61 44,68

Fraksi Air 18,18 30,77 41,18 62,07

Fraksi Metanol 26,83 48,00 65,38 80,65

Fraksi Etil asetat 19,15 20,83 22,45 28,57

Fraksi n-Heksan 10,45 12,12 17,65 23,40

Dari data Tabel 49 diketahui bahwa persentase aktivitas antifeedant dari asap

cair dan/atau fraksi-fraksinya cenderung meningkat seiring meningkatnya konsentrasi

yang diberikan. Pada konsentrasi contoh 1% (v/v) aktivitas antifeedant yang melebihi

50,00% ditunjukkan oleh fraksi metanol dan air, yaitu secara berturut 80,65 dan

62,07%, sedangkan aktivitas terendah ditunjukkan fraksi n-heksan, yaitu 23,40%. Hasil

ini memberi petunjuk bahwa baik fraksi metanol maupun air yang berasal dari asap cair

hasil pirolisis sampah organik pasar berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pengendali

hama tanaman yang bersifat antifeedant terutama dalam menggulangi larva S. litura.

Hasil ini juga diperkuat data analisis probit yang menunjukkan ke dua fraksi

tersebut mempunyai nilai EI50 yang sama-sama terendah, yaitu 0,71% (Lampiran 11).

Nilai ini berarti ke dua fraksi tersebut pada konsentrasi 0,71% saja mampu

menyebabkan 50% sasarannya bersifat antifeedant. Hasil ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Han et al. (2006) bahwa ekstrak metanol dari akar Angelica

dahurica, keseluruhan tanaman Lysimachia davurica, dan umbi Nardostachys

chinensis sangat potensial sebagai insektisidal atau antifeedant terhadap larva

Attagenus unicolor japonicus. Pada penelitian yang dilakukan oleh Narasimhan et al.

(2005), juga diperoleh hal yang sama, yaitu ekstrak metanol dari biji Momordica dioica

yang mempunyai aktivitas antifeedant tertinggi terhadap larva S. litura.

Komponen kimia penyusun fraksi metanol dari asap cair hasil pirolisis sampah

organik pasar diidentifikasi dengan teknik GCMS menggunakan kolom kapiler HP

Ultra-2 dengan suhu injektor 250 oC, gas pembawa helium dan kecepatan alir 0,6

μl/menit serta volume injeksinya 1 μl. Kromatogram GC yang diperoleh dari hasil

analisis fraksi metanol asap cair ditunjukkan pada Gambar 39.

Page 72: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

132

Kel

impa

han

Waktu retensi (menit)

Gambar 39 Kromatogram fraksi metanol asap cair hasil pirolisis sampah organik

Hasil identifikasi kromatogram pada Gambar 39 dengan chemstation data

system yang ada pada alat tersebut diketahui senyawa-senyawa penyusun fraksi

metanol seperti yang tersajikan pada Tabel 50.

Tabel 50. Kandungan kimia fraksi metanol asap cair

Nomor Peak

Waktu Retensi (menit)

Nama Senyawa Konsentrasi (%)

1 2,19 Asam butanoat 6,59 2 2,53 Gamma-butirolakton 21,75 3 3,07 2-furan metanol 3,50 4 3,22 2-hidroksi-3-metil-2-siklopenten-1-one 13,71 5 3,78 fenol 15,54 6 3,93 Trans-4-siklopenten-1,3-diol 6,60 7 4,05 2-metil-3-buten-2-ol 7,68 8 4,65 2,6-dimetoksi fenol 11,71 9 5,34 Asam 2-metil-2-propenoat 3,66

10 6,36 3-metoksi-1,2-benzenadiol 3,43 11 6,90 2-metoksi-4-propil fenol 7,11 12 10,39 3-metil-1,2-benzenadiol 1,21 13 12,21 2-metil-1,4-benzenadiol 6,33 14 19,33 1,4-benzenadiol 2,19

Dari data Tabel 51 diketahui bahwa kandungan kimia fraksi metanol dari asap

cair hasil pirolisis sampah organik pasar menunjukkan 50% dari total 14 senyawa

Page 73: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

133

yang teridentifikasi pada fraksi tersebut dengan teknik GCMS merupakan senyawa

golongan fenolik. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa fenolik dapat dijumpai baik

pada tumbuhan berbunga, pakisan, lumut, lumut hati, maupun pada jasad renik

(Harborne 1988). Menurut Salisbury & Ross 1995, fungsi senyawa fenolik pada

tumbuhan sangat beragam, misalnya asam protokatekuat berfungsi mencegah

corengan pada varietas bawang berwarna tertentu yang disebabkan oleh fungi

Colletotrichum circinans. Asam klorogenat berfungsi mencegah penyakit tertentu

pada kultivar yang resisten dan asam ini tidak beracun bagi manusia. Asam galat

penting karena diubah menjadi galotanin, merupakan polimer heterogen yang

mengandung berbagai molekul asam galat yang saling terkait dengan asam galat lain

serta sukrosan dan gula-gula lain. Galotanin umumnya berperan sebagai alelopati dan

sangat menghambat pertumbuhan tanaman terutama spesies lain yang tumbuh di

sekitar tumbuhan yang mengandung dan melepaskannya (Rice 1984). Senyawa tanin

tersebar luas di dalam jaringan tumbuhan dan mempunyai fungsi melindungi

tumbuhan terhadap serangan bakteri dan fungi (Swain 1979). Selanjutnya,

Hemingway & Karchesy (1989) menyatakan tanin juga bertindak sebagai senyawa

aktif yang menyebabkan herbivora menolak makan/antifeedant tumbuhan yang

mengandungnya, sebagian karena sifat astringensinya (kemampuan mengkerutkan

mulut) dan sebagian karena menghambat pencernaan dan penggunaan makanan.

Kelompok senyawa yang berhubungan erat dengan asam fenol dan juga berasal dari

lintasan asam sikimat adalah kumarin. Kumarin merupakan salah satu senyawa atsiri

yang terbentuk terutama dari turunan glikosida tak atsiri saat penuaan atau perlukaan.

Hal ini penting terutama pada tumbuhan alfafa dan semanggi, yaitu kumarin

menyebabkan timbulnya aroma yang khas sesaat setelah kedua jenis tumbuhan

tersebut dibabat. Skopoletin merupakan salah satu senyawa golongan kumarin yang

berperan menghambat perkecambahan biji.

Hasil analisis dengan teknik GCMS pada asap cair juga menunjukkan bahwa

senyawa yang teridentifikasi dengan konsentrasi tertinggi adalah gamma-butirolakton

Page 74: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

134

(21,75%). Berdasarkan hasil bioassay (Tabel 49), di samping senyawa golongan

fenolik, senyawa ini juga diduga berfungsi sebagai pestisida antifeedant terhadap larva

S. litura. Senyawa ini mempunyai rumus struktur seperti Gambar 40.

Gambar 40 Struktur senyawa gamma-butirolakton

Aktivitas antifeedant dari senyawa yang mengandung inti lakton sudah banyak

publikasi antara lain seperti dilaporkan oleh Frackowiak et al. (2006) bahwa golongan

gamma-lakton dapat digunakan untuk aktivitas antifeedant terhadap berbagai macam

serangga, sedangkan Narasimhan et al. (2005) melaporkan salannobutirolakton sangat

potensial sebagai antifeedant terhadap larva S. litura dan desasetilsalannobutirolakton

bersifat insektisidal terhadap larva tersebut. Selanjutnya, Thoison et al. (2004)

menemukan senyawa 12-hidroksioleanolat lakton dan pektolinarigenin dari ekstrak

Nothofagus dombeyi yang memberi antivitas antifeedant sangat signifikan. Senyawa

linearolakton dan 4-(3-furil)-gamma-butirolakton sangat potensial sebagai antifeedant

(Gebbinck et al. 2002). Di samping itu, beberapa golongan keton lain seperti 12-

ketoepoksi-azadiradion dan turunannya juga mempunyai kemampuan sebagai

insektisida dan antifeedant (Fernandez-Mateos et al. (2005). Senyawa-senyawa asam 3-

hidroksi alkanoat yang merupakan golongan asam alkanoat juga mempunyai aktivitas

yang signifikan sebagai antifeedant terhadap larva S. litura (Jannet et al. 2001).

Page 75: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

135

4.5 Aplikasi Komarasca pada Tanaman Daun Dewa

Aplikasi produk komarasca (kompos-arang aktif-asap cair) hasil konversi

sampah organik pasar pada tanaman sangat penting dilakukan untuk mendapatkan bukti

secara nyata akan fungsi atau manfaat dari masing-masing komponen yang dihasilkan.

Di samping itu, juga untuk kebutuhan informasi tentang tingkat pertumbuhan dan bobot

biomassa tanaman serta kemampuan komponen asap cair yang terkandung di dalam

komarasca yang berperan mencegah atau menanggulangi hama pengganggu.

Penggunaan produk komarasca sebagai pupuk organik yang mengandung komponen

berpori dan pengendali hama alami pada tanaman, terutama tanaman obat-obatan

sangat menguntungkan bagi manusia karena dapat mengkonsumsi tanaman tersebut

secara aman dan terhindar dari dampak residu pestisida sintetik yang sangat merugikan

dan membahayakan kesehatan. Di samping itu, pemanfaatan komarasca hasil konversi

sampah organik pasar sangat menguntungkan bagi daur karbon seperti ditunjukkan

pada Gambar 41.

Gambar 41. Daur karbon di alam (Salisbury & Ross 1995)

Page 76: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

136

Hal ini disebabkan karena berdasarkan perhitungan kandungan karbon di dalam

produk komarasca yang dihasilkan melalui proses yang terbaik didapat 33,78% karbon

di dalam kompos pada perlakuan B2 (Tabel 12), 30,29% karbon di dalam arang hasil

pirolisis pada suhu 505 oC (Tabel 16 dan 18), dan sebahagian karbon juga dikandung

oleh asap cair hasil pirolisis 505 oC dengan rendemen 31,24% (Tabel 23). Di samping

itu, penggunaan produk komarasca hasil konversi sampah organik pasar pada tanaman,

selain menjaga keseimbangan daur karbon, juga sangat penting bagi menjaga

kelestarian keanekaragaman hayati, karena fraksi metanol dari asap cair (Tabel 48 dan

49) yang digunakan tidak bersifat membunuh hama pengganggu, melainkan hanya

bersifat antifeedant saja. Oleh karena itu, penelitian semacam ini perlu digiatkan atau

dikembangkan agar kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati tetap terjaga, di

samping mendapatkan keuntungan ekonomi dan kesehatan bagi manusia.

4.5.1 Pertumbuhan Tanaman Daun Dewa

4.5.1.1 Pertumbuhan tanaman sebelum pemberian pengendali hama

Pertumbuhan tanaman merupakan salah satu indikator yang menjadi ukuran

dampak atau akibat dari pemberian suatu perlakuan. Pertumbuhan dan perkembangan

tanaman berlangsung secara terus-menerus sepanjang daur hidupnya dan bergantung

pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon serta substansi pertumbuhan

lainnya dan kondisi lingkungan yang mendukung (Gardner et al. 1991). Data hasil

pengukuran pertumbuhan tanaman daun dewa sebelum pemberian pengendali hama

disajikan pada Tabel 51.

Berdasarkan data Tabel 51 dapat diketahui bahwa secara umum ditunjukkan

pertumbuhan tinggi batang, jumlah daun dan anakan tanaman daun dewa mengalami

peningkatan seiring bertambahnya umur tanaman. Peningkatan tinggi batang tanaman

daun dewa yang paling tinggi yaitu sebesar 1,8 cm ditunjukkan oleh perlakuan dengan

campuran media tanah-abu-kompos yang diberi arang aktif hasil aktivasi dengan uap

H2O pada suhu 800 oC selama 120 menit.

Page 77: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

137

Tabel 51 Pertumbuhan tinggi batang, jumlah daun dan anakan tanaman daun dewa sebelum pemberian pengendali hama

Tingkat Pertumbuhan pada Hari ke-

Tinggi batang (cm)

Jumlah daun (helai)

Jumlah anakan (batang) Perlakuan

0 10 20 30 0 10 20 30 0 10 20 30 M0 3,2 3,3 3,5 3,8 5 6 8 9 1 2 2 2 M1 4,1 4,3 4,6 5,2 6 7 8 9 1 1 2 3 M2 3,6 3,7 4,0 4,6 7 8 10 11 1 2 3 4 M3 3,6 3,7 4,2 4,8 7 8 9 11 1 2 3 4 M4 3,7 3,8 4,3 5,1 7 8 10 11 1 2 2 3 M5 4,0 4,1 4,7 5,8 6 7 9 11 1 1 2 3 M6 3,5 3,7 4,2 5,0 8 9 10 12 2 2 5 6 M7 3,7 3,8 4,3 5,1 7 8 10 12 2 2 3 4

Ket.: M0 = 100% tanabu (tanah-abu)(kontrol); M4 = kompos-arang aktivasi panas; M1 = pupuk kandang; M5 = kompos-arang aktivasi uap H2O; M2 = kompos; M6 = kompos-arang aktivasi KOH 1M; M3 = kompos-arang; M7 = kompos-arang aktivasi H3PO4 1M

Hal ini kemungkinan disebabkan penggunaan kompos yang mengandung

sejumlah unsur hara yang sangat diperlukan (Tabel 13 dan 14) dan arang aktif hasil

aktivasi uap H2O yang mempunyai daya jerap lebih tinggi (Tabel 47) terutama unsur-

unsur hara yang bermanfaat bagi menunjang peningkatan tinggi batang. Pertambahan

jumlah daun terbanyak, yaitu 6 helai ditunjukkan oleh perlakuan dengan campuran

media tanah-abu-kompos yang diberi arang aktif hasil aktivasi dengan larutan H3PO4

1M. Hal ini kemungkinan selain disebabkan oleh unsur hara yang dikandung oleh

komposnya, juga penggunaan arang aktif hasil aktivasi larutan H3PO4 1M yang

mengandung residu fosfor yang sangat dibutuhkan untuk pertambahan jumlah daun.

Pertambahan jumlah anakan terbanyak, yaitu 4 batang ditunjukkan oleh perlakuan

dengan campuran media tanah-abu-kompos yang diberi arang aktif hasil aktivasi

dengan larutan KOH 1M. Hal ini kemungkinan besar juga disebabkan oleh penggunaan

arang aktif hasil aktivasi larutan KOH 1M yang mengandung residu kalium sangat

berpengaruh dalam menyumbang unsur hara kalium yang melengkapi unsur hara pada

kompos yang digunakan.

Dari hasil analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa pengaruh campuran

media memberi pengaruh yang sangat nyata baik terhadap pertumbuhan tinggi batang

Page 78: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

138

maupun pertambahan jumlah daun dan anakan tanaman daun dewa (Lampiran 12).

Selanjutnya dari hasil uji BNT ditunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi batang yang

sangat nyata dipengaruhi oleh penggunaan campuran media tanah-abu-kompos yang

diberi arang aktif hasil aktivasi dengan uap H2O (Lampiran 13). Pertambahan jumlah

daun yang sangat nyata dipengaruhi oleh penggunaan campuran media tanah-abu-

kompos yang diberi arang aktif hasil aktivasi dengan uap H2O (Lampiran 14).

Pertambahan jumlah anakan yang sangat nyata dipengaruhi oleh penggunaan campuran

media tanah-abu-kompos yang diberi arang aktif hasil aktivasi dengan uap H2O

(Lampiran 15). Selanjutnya, berdasarkan lampiran 13 sampai 15, juga diketahui

penggunaan campuran media tanah-abu-kompos yang diberi arang aktif hasil aktivasi

dengan uap H2O dan fraksi metanol asap cair memberi pengaruh sangat nyata pada

pertumbuhan tanaman daun dewa, baik tinggi batang, jumlah daun, maupun anakannya.

Hasil yang didapat pada penelitian ini, ternyata sesuai dengan hasil penelitian

yang dilakukan Gusmailina et al. (2000) yang mendapatkan peningkatan tinggi batang

sangat nyata pada tanaman Eucalyptus urophylla akibat penggunaan media tanam yang

diberi arang dan arang aktif dari bambu. Demikian juga halnya dengan hasil penelitian

Komarayati et al. (2003) yang mengamati pertumbuhan anakan Pinus merkusii cukup

baik pada pemberian arang kompos sebanyak 30%. Keuntungan pemberian arang

dan/atau arang aktif antara lain untuk memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam

tanah, sehingga dapat merangsang dan memberi habitat yang baik untuk pertumbuhan

dan perkembangan tanaman.

4.5.1.2 Pertumbuhan tanaman setelah pemberian pengendali hama

Pemberian pengendali hama pada penelitian ini dilakukan pada umur tanaman

daun dewa berumur 30 hari, karena pada umur tersebut pertumbuhannya sudah kuat

dan menunjukkan pertumbuhan yang baik sehingga waktu yang tepat untuk mencegah

dan mengendali hama pengganggu. Pemberian pengendali hama yang terlalu cepat

dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, sedangkan jika diberikan

Page 79: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

139

pada umur yang relatif tua akan berdampak pada hasil panennya. Pengendali hama

yang diberikan pada penelitian ini terdiri atas pestisida nabati fraksi metanol yang

berasal dari asap cair hasil pirolisis sampah organik pasar. Sebagai pembanding

digunakan pestisida sintetik jenis serbuk merk sidamethin dan air sebagai kontrol.

Masing-masing pengendali hama tersebut dibuat larutan dengan konsentrasi 0,5% dan

diaplikasikan dengan cara menyemprotkan-nya secara merata pada tanaman. Data hasil

pengukuran pertumbuhan tanaman daun dewa setelah pemberian pengendali hama

disajikan pada Tabel 52. Tabel 52 Pertumbuhan tinggi batang, jumlah daun dan anakan tanaman daun dewa

setelah pemberian pengendali hama

Tingkat Pertumbuhan pada Hari ke- Tinggi batang

(cm) Jumlah daun

(helai) Jumlah anakan

(batang) Perlakuan

40 60 80 40 60 80 40 60 80 M0P0 3,7 4,5 5,1 10 13 17 3 5 7 M0P1 5,4 6,9 7,8 11 15 20 2 3 5 M0P2 3,3 3,9 4,4 9 11 13 3 4 5 M1P0 5,1 6,4 7,4 12 16 22 4 8 10 M1P1 6,2 8,0 9,2 11 15 21 4 10 12 M1P2 5,8 7,4 8,5 11 15 21 4 7 9 M2P0 4,7 6,1 7,0 12 16 21 7 10 13 M2P1 5,3 6,8 7,9 12 17 23 6 10 13 M2P2 5,6 7,4 8,7 13 17 23 5 10 13 M3P0 5,4 7,0 8,0 12 16 21 5 11 15 M3P1 5,3 7,1 8,3 13 16 22 5 10 14 M3P2 6,1 8,2 9,5 13 17 26 3 8 12 M4P0 5,7 8,2 9,8 12 16 23 5 15 17 M4P1 6,3 9,1 10,8 14 19 28 3 11 14 M4P2 6,4 8,8 10,2 13 17 26 3 9 14 M5P0 7,0 9,9 11,7 12 19 28 5 14 19 M5P1 7,4 10,9 13,0 17 27 35 15 21 26 M5P2 7,3 10,4 12,3 14 20 34 6 15 18 M6P0 6,1 8,7 10,3 13 17 23 7 21 24 M6P1 6,1 8,7 10,4 14 20 34 11 22 25 M6P2 5,9 8,6 10,1 13 18 31 7 14 19 M7P0 6,2 8,8 10,5 16 21 32 6 14 19 M7P1 5,7 7,7 9,0 13 18 25 5 15 21 M7P2 6,2 8,7 10,4 14 20 30 6 15 20

Ket.: M0 = kontrol (100% tanabu) M6 = kompos-arang aktif hasil aktivasi KOH 1M M1 = pupuk kandang M7 = kompos-arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M M2 = kompos M3 = kompos-arang P0 = kontrol (air) M4 = kompos-arang aktif hasil aktivasi panas P1 = fraksi metanol (asap cair) M5 = kompos-arang aktif hasil aktivasi uap H2O P2 = sidamethin (pestisida sintetik)

Page 80: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

140

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 12) dapat diketahui bahwa

penggunaan campuran media memberi pengaruh yang sangat nyata baik terhadap

pertumbuhan tinggi batang maupun pertambahan jumlah daun dan anakan tanaman

daun dewa. Penggunaan pengendali hama memberi pengaruh sangat nyata terhadap

pertambahan jumlah anakan, sedangkan untuk pertambahan jumlah daun hanya

berpengaruh nyata. Pada interaksi antara penggunaan campuran media dan pengendali

hama memberi pengaruh sangat nyata baik terhadap pertumbuhan tinggi batang

maupun terhadap pertambahan jumlah daun dan anakan. Selanjutnya dari hasil uji BNT

diketahui bahwa pertumbuhan tinggi batang dan jumlah daun yang sangat nyata

dipengaruhi oleh penggunaan campuran media tanah-abu-kompos yang diberi arang

aktif hasil aktivasi dengan uap H2O (Lampiran 13 dan 14). Pertambahan jumlah anakan

yang sangat nyata dipengaruhi oleh penggunaan campuran media tanah-abu-kompos

yang diberi arang aktif hasil aktivasi dengan larutan KOH 1M (Lampiran 15).

Pertumbuhan tinggi batang dan pertambahan jumlah daun serta anakan yang sangat

nyata dipengaruhi oleh penggunaan fraksi metanol dari asap cair (Lampiran 13 dan 14).

Pada interaksi antara penggunaan campuran media tanah-abu-kompos yang diberi

arang aktif hasil aktivasi dengan uap H2O dan fraksi metanol dari asap cair

menunjukkan pengaruh sangat nyata baik terhadap pertumbuhan tinggi batang maupun

jumlah daun dan anakan tanaman daun dewa (Lampiran 13, 14, dan 15).

Berdasarkan data Tabel 53 dan hasil analisis sidik ragam serta uji BNT dapat

disimpulkan bahwa peranan fraksi metanol dari asap cair baik sebagai faktor tunggal

maupun dalam bentuk kombinasinya dengan media campuran tanah-abu-kompos yang

diberi arang aktif hasil aktivasi dengan uap H2O sangat nyata pada pertumbuhan dan

perkembangan tanaman daun dewa terutama terhadap pertumbuhan tinggi batang,

jumlah daun dan anakannya. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai senyawa

yang terkandung dalam fraksi metanol dari asap cair, yang sebahagian besarnya

merupakan golongan fenolik (Tabel 50) yang memacu kerja hormon pertumbuhan

seperti auksin, giberelin, dan sitokinin. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh

ketersediaan unsur hara yang mencukupi sehingga kandungan unsur hara pada sisa

campuran media relatif masih banyak (Lampiran 18).

Page 81: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

141

4.5.2 Biomassa Tanaman Daun Dewa

Biomassa tanaman uji merupakan salah satu parameter penting untuk

mengetahui pengaruh atau respon dari perlakuan yang diberikan. Data hasil aplikasi

komarasca hasil konversi sampah organik pasar disajikan pada Tabel 53. Tabel 53 Data rataan hasil penentuan jumlah akar, daun dan bobot biomassa tanaman daun dewa hasil panen pada perlakuan komarasca

Bobot kering (g)

Perlakuan Jumlah

akar (potong)

Tebal daun (cm)

Bobot basah total

(g) akar daun

M0P0 75 0,10 89 15 14 M0P1 41 0,15 99 9 8 M0P2 43 0,10 64 6 5 M1P0 64 0,11 145 6 10 M1P1 68 0,15 104 6 9 M1P2 66 0,11 127 10 15 M2P0 95 0,10 191 18 15 M2P1 63 0,14 149 14 10 M2P2 75 0,10 148 7 18 M3P0 114 0,13 233 28 16 M3P1 119 0,15 176 19 13 M3P2 118 0,11 176 19 19 M4P0 104 0,12 179 22 32 M4P1 58 0,15 141 12 8 M4P2 44 0,10 117 10 16 M5P0 116 0,11 190 46 28 M5P1 119 0,15 236 44 38 M5P2 105 0,11 157 17 11 M6P0 112 0,11 208 42 26 M6P1 95 0,15 224 41 38 M6P2 62 0,12 177 22 21 M7P0 92 0,11 209 27 30 M7P1 114 0,14 113 14 6 M7P2 89 0,11 140 24 31

Ket.: M0 = kontrol (100% tanabu) M6 = kompos-arang aktif hasil aktivasi KOH 1M M1 = pupuk kandang M7 = kompos-arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M M2 = kompos M3 = kompos-arang P0 = kontrol (air) M4 = kompos-arang aktif hasil aktivasi panas P1 = fraksi methanol (asap cair) M5 = kompos-arang aktif hasil aktivasi uap H2O P2 = sidamethin (pestisida sintetik)

Page 82: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

142

Dari Tabel 53 diperoleh informasi bahwa hasil aplikasi komarasca secara

umum menunjukkan respon positif baik terhadap pertumbuhan akar maupun bobot

biomassanya. Perlakuan yang memberi respon terbaik terhadap bobot biomassa

tersebut terdapat pada penggunaan kompos hasil pengomposan terbaik sampah organik

pasar dengan biodekomposer EM-4 dan arang aktif hasil aktivasi dengan menggunakan

aktivator uap H2O pada suhu 800 oC selama 120 menit serta fraksi metanol dari asap

cair hasil pirolisis sampah organik pasar pada suhu 505 oC. Hasil ini kemungkinan

disebabkan kompos yang digunakan mengandung unsur hara yang mencukupi

kebutuhan tanaman tersebut yang ditandai dengan banyak unsur hara yang diserap oleh

akar dan masih bersisanya unsur hara pada campuran media sisa panen (Lampiran 18).

Di samping itu, juga disebabkan penggunaan arang aktif yang mempunyai pori relatif

besar (Gambar 35 dan Tabel 41) sehingga dapat menyerap air dan komponen unsur

hara lebih banyak. Demikian juga halnya, akibat penggunaan fraksi metanol yang

mengandung sejumlah senyawa (Tabel 50), selain sebagai antifeedant bagi serangga,

juga mengaktifkan hormon pertumbuhan.

Berdasarkan hasil analisis secara sidik ragam (Lampiran 12) dapat diketahui

bahwa penggunaan campuran media, pengendali hama maupun interaksinya memberi

pengaruh yang sangat nyata baik terhadap bobot basah maupun kering tanaman daun

dewa. Selanjutnya dari hasil uji BNT diketahui bahwa baik bobot basah maupun

kering tanaman daun dewa berpengaruh sangat nyata pada penggunaan campuran

media tanah-abu-kompos yang dicampur dengan arang aktif hasil aktivasi uap H2O

dengan fraksi metanol dari asap cair sampah organik pasar (Lampiran 16 dan 17).

Hasil ini sesuai dengan yang dilakukan Gusmailina et al. (2000) yang mendapatkan

peningkatan bobot biomassa sangat nyata pada tanaman Eucalyptus urophylla akibat

penggunaan media tanam yang diberi arang dan arang aktif dari bambu.

Page 83: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

143

4.5.3 Kandungan Total Mikroba dan Fungi

Data hasil analisis total mikroba dan fungi pada campuran media sisa panen

tanaman daun dewa disajikan pada Tabel 54. Tabel 54 Kandungan total mikroba dan fungi pada campuran media sisa panen tanaman daun dewa

Perlakuan Total Mikroba

(SPK/g 107)

Total Fungi

(SPK/g 104)

M0P0 1,74 2,00

M5P1 3,40 5,28

Dari data Tabel 54 diketahui bahwa total mikroba pada campuran media tanah-

abu-kompos yang diberi arang aktif hasil aktivasi dengan uap H2O dan fraksi metanol

dari asap cair menunjukkan nilai lebih tinggi dibanding kontrol yang hanya berisi

tanah-abu, yaitu secara berturut 3,40 dan 1,74 SPK/g x 107. Demikian juga halnya,

dengan kandungan total fungi. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan campuran

media yang terdiri atas kompos hasil pengomposan dengan biodekomposer EM-4

mengandung sejumlah mikroba seperti Lactobacillus (bakteri asam laktat),

Actinomycetes, Streptomyces sp. Di samping itu, arang aktif yang mempunyi pori-pori

relatif besar (Gambar 35 dan Tabel 41) dan memungkinkan sejumlah mikroba

berkembangbiak secara baik dan cepat sehingga hasilnya jauh lebih meningkat

dibandingkan dengan kontrol. Demikian juga halnya dengan penggunaan fraksi

metanol asap cair yang mengandung sejumlah senyawa (Gambar 50) tidak menghalangi

mikroba dan fungi untuk berkembangbiak. Kandungan mikroba dan fungi pada

campuran media tersebut kemungkinan memberi dampak positif bagi pertumbuhan dan

bobot biomassa tanaman daun dewa.

4.5.4 Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman Daun Dewa

Kandungan metabolit sekunder dari tanaman sering kali dijadikan dasar

pemanfaatan tanaman tersebut sebagai tanaman berkhasiat obat atau untuk keperluan

Page 84: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

144

lainnya dalam kehidupan manusia. Biasanya untuk menelusuri kandungan komponen

metabolit sekunder dari suatu tanaman terlebih dahulu dilakukan penapisan awal

sebelum dilanjutkan dengan isolasi dan penentuan struktur molekulnya. Data hasil

penapisan fitokimia pada tanaman daun dewa yang memberi respon pertumbuhan dan

bobot biomassa tertinggi disajikan pada Tabel 55.

Tabel 55 Kandungan senyawa metabolit sekunder tanaman daun dewa

Respon pada perlakuan komarasca

M0P0 M5P1 Golongan

Daun Akar Daun Akar

Alkaloid - + - +

Flavonoid ++ - ++ +

Fenilhidrokuinon + - + -

Terpenoid - - ++ -

Steroid ++ - + -

Saponin ++ + ++ ++

Tanin ++ - ++ - Keterangan: M0P0 = Campuran media tanah-abu tanpa pestisida M5P1 = Campuran media tanah-abu-kompos-arang aktif hasil aktivasi uap H2O dan pestisida fraksi metanol asap cair - = tidak ada senyawa + = cenderung terdapat senyawa ++ = positif terdapat senyawa

Berdasarkan data Tabel 55 diketahui bahwa penggunaan komarasca hasil

konversi sampah organik pasar cenderung berpengaruh terhadap kandungan beberapa

senyawa metabolit sekunder pada tanaman daun dewa, karena hasil responnya

menunjukkan jenis senyawa dan tingkat keberadaannya relatif berbeda baik pada

perlakuan penggunaan campuran media tanah-abu-kompos yang diberi arang aktif hasil

aktivasi dengan uap H2O dengan fraksi metanol dari asap cair maupun pada kontrol

yang hanya berisi campuran tanah-abu. Hasil ini menunjukkan bahwa baik kandungan

senyawa alkaloid, fenilhidokuinon, maupun tanin tidak berpengaruh sama sekali, baik

pada penggunaan campuran media tanah-abu-kompos yang diberi arang aktif hasil

aktivasi dengan uap H2O dengan fraksi metanol dari asap cair maupun pada kontrol.

Page 85: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · yang menyengat dan air licit yang keluar melalui lubang pada bagian bawah tempat pengomposan, maka di sekitar tempat tersebut dihinggapi

145

Penggunaan campuran media tanah-abu-kompos yang diberi arang aktif hasil aktivasi

dengan uap H2O dengan fraksi metanol dari asap cair berpengaruh positif terhadap

kandungan flavonoid pada bagian akar, terpenoid pada bagian daun, steroid pada

bagian daun dan saponin pada bagian akar. Hal ini kemungkinan besar disebabkan

penggunaan campuran media yang terdiri atas kompos yang mengandung unsur hara

yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan serta biosintesis berbagai

senyawa metabolit sekunder pada tanaman daun dewa. Demikian juga halnya dengan

kandungan arang aktif hasil aktivasi dengan uap H2O yang mempunyai pori relatif

besar (Gambar 35 dan Tabel 41) diperkirakan mampu menyimpan air maupun sinar

yang mencukupi untuk dapat berlangsungnya proses fotosintesis pada tanaman

tersebut, dan fraksi metanol dari asap cair mengandung senyawa antifeedant (Tabel 50)

yang berperan melindungi tanaman dari serangan hama sehingga proses biosintesis

senyawa metabolit primer maupun sekunder dapat berlangsung secara sempurna.