sejarah tempat

9
Sejarah Tempat-Tempat Peninggalan Kebudayaan Sunda 1. Gedung Sate Gedung Sate, dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya, telah lama menjadi penanda atau markah tanah kota bandung yang tidak saja dikenal masyarakat di Jawa Barat , namun juga seluruh Indonesia bahkan model bangunan itu dijadikan pertanda bagi beberapa bangunan dan tanda-tanda kota di Jawa Barat. Misalnya bentuk gedung bagian depan Stasiun Kereta Api Tasikmalaya . Mulai dibangun tahun 1920, gedung berwarna putih ini masih berdiri kokoh namun anggun dan kini berfungsi sebagai gedung pusat pemerintahan Jawa Barat. Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Walikota Bandung , B. Coops dan Petronella Roelofsen , mewakili Gubernur Jenderal di Batavia , J.P. Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920, merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber , arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland , Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan melibatkan 2000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton , dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa , Kampung Coblong Dago , Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok , yang sebelumnya mereka menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB ) dan Gedong Papak (Balai Kota Bandung ).

Upload: ervina-nazh

Post on 14-Dec-2015

225 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tempat bersejarah budaya sunda

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Tempat

Sejarah Tempat-Tempat Peninggalan Kebudayaan Sunda

1. Gedung Sate

Gedung Sate, dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya, telah lama menjadi penanda atau markah tanah kota bandung yang tidak saja dikenal masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruh Indonesia bahkan model bangunan itu dijadikan pertanda bagi beberapa bangunan dan tanda-tanda kota di Jawa Barat. Misalnya bentuk gedung bagian depan Stasiun Kereta Api Tasikmalaya. Mulai dibangun tahun 1920, gedung berwarna putih ini masih berdiri kokoh namun anggun dan kini berfungsi sebagai gedung pusat pemerintahan Jawa Barat.

Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Walikota Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920, merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan melibatkan 2000 pekerja, 150 orang diantaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Kampung Coblong Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok, yang sebelumnya mereka menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak (Balai Kota Bandung).

2. Boscha

Page 2: Sejarah Tempat

Observatorium Bosscha adalah sebuah Lembaga Penelitian dengan program-program spesifik. Dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung, obervatorium ini merupakan pusat penelitian dan pengembangan ilmu astronomi di Indonesia. Sebagai bagian dari Fakultas MIPA - ITB, Observatorium Bosscha memberikan layanan bagi pendidikan sarjana dan pascasarjana di ITB, khususnya bagi Program Studi Astronomi, FMIPA - ITB. Penelitian yang bersifat multidisiplin juga dilakukan di lembaga ini, misalnya di bidang optika, teknik instrumentasi dan kontrol, pengolahan data digital, dan lain-lain. Berdiri tahun 1923, Observatorium Bosscha bukan hanya observatorium tertua di Indonesia, tapi juga masih satu-satunya obervatorium besar di Indonesia.

Observatorium Bosscha adalah lembaga penelitian astronomi moderen yang pertama di Indonesia. Observatorium ini dikelola oleh Institut Teknologi Bandung dan mengemban tugas sebagai fasilitator dari penelitian dan pengembangan astronomi di Indonesia, mendukung pendidikan sarjana dan pascasarjana astronomi di ITB, serta memiliki kegiatan pengabdian pada masyarakat.

Observatorium Bosscha juga mempunyai peran yang unik sebagai satu-satunya observatorium besar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara sampai sejauh ini. Peran ini diterima dengan penuh tanggung-jawab: sebagai penegak ilmu astronomi di Indonesia.

Dalam program pengabdian masyarakat, melalui ceramah, diskusi dan kunjungan terpandu ke fasilitas teropong untuk melihat objek-objek langit, masyarakat diperkenalkan pada keindahan sekaligus deskripsi ilmiah alam raya. Dengan ini Observatorium Bosscha berperan sebagai lembaga ilmiah yang bukan hanya menjadi tempat berpikir dan bekerja para astronom profesional, tetapi juga merupakan tempat bagi masyarakat untuk mengenal dan menghargai sains. Dalam terminologi ekonomi modern, Observatorium Bosscha berperan sebagai public good.

3. Museum Geologi Bandung

Page 3: Sejarah Tempat

Museum Geologi Bandung dirancang oleh seorang arsitek asal negeri Belanda yang bernama Van Schouwenburg dengan biaya sebesar Empat ratus ribu Gulden. Museum ini kemudian diresmikan pada 16 Mei 1929, awalnya cuma digunakan sebagai laboratorium dan tempat penyimpanan hasil penyelidikan geologi dan pertambangan, selanjutnya berkembang menjadi sarana pendidikan, penyedia informasi ilmu kebumian dan tempat wisata.

Di awal perang kemerdekaan sejumlah arsip penelitian geologi di Indonesia pernah sangat dicari-cari oleh NICA, namun untungnya semua arsip tersebut berhasil diungsikan ke Bukittinggi. Tak hanya arsip, fosil tengkorak manusia purba pun berhasil diselamatkan oleh seorang pegawai museum dan sempat dibawa keluar negeri oleh seorang peneliti yang bernama Prof Dr.GHR Von Koeningswald, namun akhirnya kembali dan disimpan di Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Di museum ini kini banyak terdapat jenis batu-batuan, fosil binatang purba, fosil binatang laut bersel satu, diorama, peta geologis, peralatan tambang, pengeboran minyak, proses penyulingan minyak, hasil penelitian geologi, vulkanologi dan arsip ilmiah.

4. Bumi Siliwangi

Gedung ini dibangun di penghujung era kolonialisme Belanda di Indonesia. Sempat menjadi studio radio sebelum kemudian menjadi pusat komando tentara revolusi hingga kemudian menjadi kampus Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang bertransformasi menjadi IKIP Bandung lalu kemudian Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Bumi Siliwangi berlokasi di Jalan Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, bagian utara Kota Kembang yang asri dan damai.

Gambar ini saya ambil pada suatu malam, tepatnya 20.17 WIB, 18 Desember 2010 lalu, di sela menunggu pesanan pecel lele siap dibawa pulang. Tentu, saya tidak asing dengan bangunan ini. Pertama kali datang ke kampus ini, ya bangunan bergaya art deco inilah yang pertama kali menyapa. Namun begitu, tidak serta merta saya bisa menginjakkan kaki di sana. Kalaupun bisa, ya cukup di halaman depan atau di belakang. Di bagian depan atau di utara gedung terdapat kolam berukuran besar dan pohon beringin raksasa tidak jauh dari kolam. Di antara pohon beringin dan teras yang berumpak menyerupai terasering  terdapat  prasasti penetapan PTPG

Page 4: Sejarah Tempat

oleh Mr. Muhammad Yamin. Yamin pun yang kemudian menjadi ketua jurusan Sejarah dan Budaya di PTPG ini. Sementara di bagian belakang atau di selatan bangunan terdapat hamparan taman luas yang berhadapan langsung dengan Kota Bandung di bawah sana. Ketika saya masuk, di hadapan Bumi Siliwangi juga ada teater terbuka tempat berlangsungnya pertunjukkan kolosal. Kini, teater telah diratakan dan menjadi jalan utama menuju pusat administrasi universitas.

Nah, saya baru kesampaian menginjakkan kaki di bagian dalam gedung setahun kemudian, yakni ketika saya mengikuti pelatihan jurnalistik Unit Pers Mahasiswa (UPM). Tak hanya masuk, saya juga sempat naik ke atap gedung. Maklum, tempat pelatihan berlokasi di lantai empat, lantai terakhir bangunan bersejarah ini. Agak surprise juga bisa duduk manis di ruang rapat rektor kala itu. Untuk masuk ke ruangan ini, kita harus melewati tangga melingkar di sayap depan. Tidak ada toilet di ruangan ini. Jadi, kalau kebelet pipis terpaksa harus turun ke lantai tiga. Di lantai tiga ini tempat berkantornya para pembantun rektor, sementara rektor berkantor di lantai dua.

Di kalangan warga kampus, Villa Isola alias Bumi Siliwangi juga dikenal dengan sebutan Partere.  Padahal, partere sebenarnya mengacu kepada ruangan luas di lantai dasar. Di sinilah tempat berlangsungnya rapat-rapat dengan melibatkan peserta cukup banyak. Selain itu, partere juga biasa dijadikan tempat seminar atau sidang terbuka promosi doktor. Sebelum dipugar untuk kesekian kalinya, di partere terdapat museum. Kini, koleksi museum dipindahkan ke perpustakaan pusat, sekitar 200 meter dari Bumi Siliwangi.

5. Mesjid Raya Bandung

Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat, yang dulu dikenal dengan nama Masjid Agung Bandung adalah masjid yang berada di Kota Bandung, Jawa Barat. Status masjid ini adalah sebagai masjid provinsi bagi Jawa Barat. Masjid ini pertama dibangun tahun 1810, dan sejak didirikannya, Masjid Agung telah mengalami delapan kali perombakan pada abad ke-19, kemudian lima kali pada abad 20 sampai akhirnya direnovasi lagi pada tahun 2001 sampai sampai peresmian Masjid Raya Bandung 4 Juni 2003 yang diresmikan oleh Gubernur Jabar saat itu, H.R. Nuriana. Masjid baru ini, yang bercorak Arab, menggantikan Masjid Agung yang lama, yang bercorak khas Sunda.

Masjid Raya Bandung, seperti yang kita lihat sekarang, terdapat dua menara kembar di sisi kiri dan kanan masjid setinggi 81 meter yang selalu dibuka untuk umum setiap hari Sabtu dan Minggu. Atap masjid diganti dari atap joglo menjadi satu kubah besar pada atap tengah dan yang

Page 5: Sejarah Tempat

lebih kecil pada atap kiri-kanan masjid serta dinding masjid terbuat dari batu alam kualitas tinggi. Kini luas tanah keseluruhan masjid adalah 23.448 m² dengan luas bangunan 8.575 m² dan dapat menampung sekitar 13.000 jamaah. Selain itu, juga melakukan syuting Video Klip Pintar Ngaos oleh Putih Bau Bau.

6. Jalan braga

Awalnya Jalan Braga adalah sebuah jalan kecil di depan pemukiman yang cukup sunyi sehingga dinamakan Jalan Culik karena cukup rawan, juga dikenal sebagai Jalan Pedati (Pedatiweg) pada tahun 1900-an. Jalan Braga menjadi ramai karena banyak usahawan-usahawan terutama berkebangsaan Belanda mendirikan toko-toko, bar dan tempat hiburan di kawasan itu seperti toko Onderling Belang. Kemudian pada dasawarsa 1920-1930-an muncul toko-toko dan butik (boutique) pakaian yang mengambil model di kota Paris, Perancis yang saat itu merupakan kiblat model pakaian di dunia. Dibangunnya gedung Societeit Concordia yang digunakan untuk pertemuan para warga Bandung khususnya kalangan tuan-tuan hartawan, Hotel Savoy Homann, gedung perkantoran dan lain-lain di beberapa blok di sekitar jalan ini juga meningkatkan kemasyhuran dan keramaian jalan ini.

Namun sisi buruknya adalah munculnya hiburan-hiburan malam dan kawasan lampu merah (kawasan remang-remang) di kawasan ini yang membuat Jalan Braga sangat dikenal turis. Dari sinilah istilah kota Bandung sebagai kota kembang mulai dikenal. Sehingga perhimpunan masyarakat warga Bandung saat itu membuat selebaran dan pengumuman agar "Para Tuan-tuan Turis sebaiknya tidak mengunjungi Bandung apabila tidak membawa istri atau meninggalkan istri di rumah".

Di beberapa daerah dan kota-kota yang berdiri serta berkembang pada masa Hindia Belanda, juga dikenal nama jalan-jalan yang dikenal seperti halnya Jalan Braga di Bandung seperti Jalan Kayoetangan di kota Malang yang juga cukup termasyhur dikalangan para Turis terutama dari negeri Belanda juga Jalan Malioboro di Yogyakarta dan beberapa ruas jalan di Jakarta. Namun sayangnya nama asli jalan ini tidak dipertahankan atau diubah dari nama sebelumnya yang dianggap populer seperti halnya Jalan Kayoetangan di kota Malang diganti menjadi Jalan Basuki Rahmat.

Page 6: Sejarah Tempat

7. Hotel Savoy Homan Bidakara Hotel

Hotel Savoy Homann adalah hotel bintang empat yang berada di Jl. Asia-Afrika (dahulu Jalan Raya Pos) No. 112, Cikawao, Lengkong, Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Hotel ini dikenal akan arsitektur dan tamu-tamunya.

Pendahulu hotel ini adalah Hotel Homann, milik keluarga Homann, yang dikenal akan sajian rijsttafel buatan Ibu Homann yang lezat. Pada tahun 1939, bangunan yang sekarang dirancang dengan desain gelombang samudera bergaya art deco karya Albert Aalbers. Untuk menegaskan kebesarannya, kata "Savoy" ditambahkan, yang ditambahkan pada tahun 1940 dan tetap demikian hingga tahun 1980-an. Kemudian dilakukan modifikasi kecil-kecilan (pintu masuk diperbesar, pembuatan toilet di jalan masuk, penambahan AC di depan). Hotel ini memiliki pekarangan dalam (jauh dari jalan raya), dan tamu dapat menikmati sarapan di udara terbuka.

Setelah Kemerdekaan Indonesia, hotel ini diambil alih oleh oleh grup hotel Bidakara, sehingga namanya bertambah menjadi Savoy Homann Bidakara Hotel.