iv. gambaran umum wilayah penelitianrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/64956/7/bab...

26
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Kabupaten Mamuju Utara merupakan salah satu wilayah administrasi kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Secara geografis Kabupaten Mamuju Utara terletak pada 0 º 40 ’ 10 ” Lintang Selatan sampai dengan 1 º 50 ’ 12 ” Lintang Selatan dan 119 º 25 ’ 26 ” sampai dengan 119 º 50 ’ 20 ” Bujur Timur (Gambar 9). Kabupaten Mamuju Utara memiliki batas wilayah administrasi sebagai berikut: Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah utara Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat di sebelah selatan Selat Makassar di sebelah barat dan Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah timur. Kabupaten Mamuju Utara memiliki luas wilayah 304 375 ha (3 043.75 km 2 ) atau 18 % dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Barat, terdiri atas 12 kecamatan, meliputi; Kecamatan Sarudu, Dapurang, Duripoko, Baras, Bulu Taba, Lariang, Pasangkayu, Tikke Raya, Pedongga, Bambalamotu, Bambaira, dan Sarjo. Kecamatan dengan wilayah administrasi terluas adalah Kecamatan Dapurang, sedangkan Kecamatan Sarjo memiliki wilayah terkecil (Tabel 6). Tabel 6 Luas wilayah dan jumlah kelurahan/desa menurut kecamatan di Kabupaten Mamuju Utara No Kecamatan Luas (ha) Persen Jumlah Kelurahan/ Desa/UPT 1 Sarudu 9 705 3 5 2 Dapurang 93 006 31 5 3 Duripoko 21 725 7 4 4 Baras 27 512 9 6 5 Bulu Taba 43 265 14 7 6 Lariang 8 165 3 7 7 Pasangkayu 31 091 10 6 8 Tikke Raya 26 261 9 5 9 Pedongga 9 209 3 4 10 Bambalamotu 24 365 8 6 11 Bambaira 6 422 2 4 12 Sarjo 3 649 1 4 Jumlah 304 375 100 63 Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).

Upload: lamthuan

Post on 17-Aug-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Letak Geografis dan Wilayah Administrasi

Kabupaten Mamuju Utara merupakan salah satu wilayah administrasi

kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Secara geografis Kabupaten Mamuju Utara

terletak pada 0 º 40 ’ 10 ” Lintang Selatan sampai dengan 1 º 50 ’ 12 ” Lintang

Selatan dan 119 º 25 ’ 26 ” sampai dengan 119 º 50 ’ 20 ” Bujur Timur (Gambar

9). Kabupaten Mamuju Utara memiliki batas wilayah administrasi sebagai

berikut:

Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah utara

Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat di sebelah selatan

Selat Makassar di sebelah barat dan

Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah timur.

Kabupaten Mamuju Utara memiliki luas wilayah 304 375 ha (3 043.75 km2)

atau 18 % dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Barat, terdiri atas 12 kecamatan,

meliputi; Kecamatan Sarudu, Dapurang, Duripoko, Baras, Bulu Taba, Lariang,

Pasangkayu, Tikke Raya, Pedongga, Bambalamotu, Bambaira, dan Sarjo.

Kecamatan dengan wilayah administrasi terluas adalah Kecamatan Dapurang,

sedangkan Kecamatan Sarjo memiliki wilayah terkecil (Tabel 6).

Tabel 6 Luas wilayah dan jumlah kelurahan/desa menurut kecamatan di

Kabupaten Mamuju Utara

No Kecamatan Luas (ha) Persen Jumlah Kelurahan/

Desa/UPT

1 Sarudu 9 705 3 5

2 Dapurang 93 006 31 5

3 Duripoko 21 725 7 4

4 Baras 27 512 9 6

5 Bulu Taba 43 265 14 7

6 Lariang 8 165 3 7

7 Pasangkayu 31 091 10 6

8 Tikke Raya 26 261 9 5

9 Pedongga 9 209 3 4

10 Bambalamotu 24 365 8 6

11 Bambaira 6 422 2 4

12 Sarjo 3 649 1 4

Jumlah 304 375 100 63

Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).

58

Gambar 9 Peta administrasi Kabupaten Mamuju Utara.

4.2 Iklim

Tipe iklim di Kabupaten Mamuju Utara berdasarkan klasifikasi Schmidth-

Fergusson digolongkan ke dalam tipe iklim A1, sedangkan tipe iklim menurut

klasifikasi Oldeman digolongkan tipe iklim A. Klasifikasi tersebut menunjukkan

bahwa Kabupaten Mamuju Utara memiliki potensi pengembangan untuk sektor

pertanian dengan berbagai komoditasnya.

59

Gambar 10 Curah hujan tahunan di Kabupaten Mamuju Utara tahun 1990–2009.

Gambar 11 Curah hujan bulanan di Kabupaten Mamuju Utara (sumber: BPP

Pertanian; 2010).

Rata-rata curah hujan tahunan di Kabupaten Mamuju Utara adalah 2 779

mm/tahun dengan kisaran 1 300 - 4 337 mm/tahun. Gambar 10 menunjukkan

distribusi curah hujan tahunan di Kabupaten Mamuju Utara dalam kurun waktu 20

tahun. Berdasarkan analisis curah hujan bulanan bersumber dari data BPP

Pertanian (2010) puncak musim hujan di Kabupaten Mamuju Utara rata-rata

terjadi pada bulan April dan November. Rata-rata curah hujan bulanan tertinggi di

Stasiun Pasangkayu terjadi pada bulan Januari (281 mm/bulan), sedangkan di

Stasiun Karossa curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan November (285

60

mm/bulan), sedangkan rata-rata curah hujan terendah di Stasiun Pasangkayu dan

Stasiun Karossa berturut-turut terjadi di bulan Maret (163 mm/bulan) dan bulan

Agustus (92 mm/bulan) (Gambar 11).

4.3 Geologi

4.3.1 Struktur Geologi

Pulau Sulawesi merupakan wilayah yang mempunyai proses pembentukan

yang komplek. Pulau ini terbentuk akibat pertemuan tiga lempeng besar yaitu

lempeng Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia. Pertemuan tiga lempeng tersebut

menyebabkan Pulau Sulawesi berbentuk huruf K (Katili 1978). Sukamto (1975)

membagi Pulau Sulawesi ke dalam tiga mandala (mintakat) geologi yaitu Mandala

Sulawesi Barat, Sulawesi Timur dan Banggai Sula.

Kabupaten Mamuju Utara termasuk ke dalam Mandala Sulawesi Barat.

Mandala ini dicirikan oleh endapan palung berumur Kapur hingga Paleogen dan

kemudian berkembang menjadi endapan gunung api bawah laut dan akhirnya

gunung api darat pada akhir Tersier. Sukamto (1975) membagi Mandala Sulawesi

Barat dalam tiga bagian yaitu bagian selatan, tengah dan utara. Secara stratigrafi,

kelompok batuan tertua pada Mandala Sulawesi Barat bagian tengah adalah

kompleks batuan metamorf dan endapan plysch Formasi Latimojong (Kls). Secara

umum formasi ini mengalami pemalihan lemah hingga sedang; terdiri atas serpih,

filit, rijang, marmer dan kuarsit dengan ketebalan tidak kurang dari 1 000 m serta

diintrusi oleh batuan granitik hingga basaltik baik berbentuk stok ataupun retas.

Umur formasi ini diperkirakan Kapur Akhir dan diendapkan pada lingkungan laut

dalam.

Bergman et al. (1996) membagi Sulawesi bagian barat menjadi tiga

kelompok tektonik yaitu; (1) Foldbelt aktif, merupakan batuan vulkanik yang

berumur Pliosen–Miosen menyebar hingga ke Selat Makassar, (2) Central belt

terdiri atas Formasi Latimojong sebagai basemen, paparan karbonat dan batuan

sedimen klasti yang berumur Oligo hingga Eosen, dan sub marin vulkanik yang

berumur Miosen, (3) Akresi ophiolit yang merupakan kompleks Lamasi berumur

Kapur-Paleogen.

61

Proses tektonik yang pernah terjadi wilayah ini menyebabkan pemalihan

pada kelompok batuan Kompleks Wana (TRw) dan Formasi Latimojong.

Perlipatan dan pensesaran pada batuan berumur Eosen Formasi Toraja dan batuan

Berumur Miosen Formasi Lariang (Tmpl) menyebabkan pembentukan batuan

sedimen molase Formasi Pasangkayu (TQP).

4.3.2 Formasi dan Litologi

Batuan penyusun (litologi) Kabupaten Mamuju Utara terdiri atas enam

formasi batuan, meliputi; Endapan Aluvial, Formasi Latimojong, Formasi

Lariang, Formasi Pasangkayu, dan Batuan Gunungapi Talaya. Tabel 7 menyajikan

jenis litologi batuan yang terdapat di Kabupaten Mamuju Utara beserta uraian

jenis formasi batuan penyusunnya.

Tabel 7 Litologi batuan penyusun Kabupaten Mamuju Utara

No Kode Formasi Litologi Luas (ha)

1 Kls Formasi Latimojong Batusabak, kuarsit, filit, batupasir kuarsa malih,

batulanau malih dan pualam, setempat

batulempung malih, rijang

69 266

2 Qa Endapan Aluvium Bongkah, kerakal, kerikil, pasir, lanau,

lempung dan lumpur

88 361

3 QTms Molasa Celebes Konglomerat, batupasir, batulumpur,

batugamping koral dan napal, sebagian

mengeras lemah (batugamping)

3 528

4 Tmpi Formasi Lariang Batuan beku bersusunan asam s/d menengah

(granit, granodiorit, diorit, syenit, monzonit

kuarsa dan riolit)

3 529

5 Tmpl Formasi Lariang Perselingan konglomerat dengan batupasir,

sisipan batulempung dan setempat tuf

72 284

6 Tmtv Batuan GA Talaya Lava andesit hornblende, lava basal, lava latit

kuarsa dan breksi

1 461

7 TQP Formasi Pasangkayu Perselingan batupasir dengan batulempung

setempat bersisipan konglomerat dan

batugamping

65 710

Jumlah 304 139

Sumber: Peta geologi Lembar Pasangkayu (NLP 2014) dan Lembar Palu (NLP 2015), tahun 1975.

4.3.2.1 Endapan Aluvial

Endapan aluvial terdiri atas endapan aluvial sungai, endapan rawa, endapan

aluvial pantai. Formasi ini menempati dataran rendah di pantai barat Kabupaten

Mamuju Utara, memanjang dari selatan di sekitar muara Sungai Karossa hingga

dataran rendah di utara di sekitar muara Sungai Pasangkayu dan bagian hulu

Sungai Kabayu dalam wilayah Kecamatan Pasangkayu.

62

Gambar 12 Peta geologi Kabupaten Mamuju Utara.

Aluvial sungai yang terdiri atas lanau, lempung, pasir, kerikil, kerakal, dan

berangkal terutama menempati daerah dataran banjir sungai. Sungai yang

memiliki kandungan endapan aluvial yang besar, umumnya dimanfaatkan sebagai

bahan galian seperti yang terdapat pada Sungai Lariang, Pasangkayu, Karossa dan

63

Majene. Selain itu sungai-sungai tersebut membentuk endapan delta (endapan

muara sungai).

Endapan rawa yang umumnya dibentuk oleh lumpur, banyak ditemui di

bagian barat wilayah Kecamatan Bambalamotu dan Bambaira. Pengamatan di

lapangan menunjukkan bahwa endapan rawa memiliki struktur sedimen mud

crack. Endapan pantai, merupakan endapan pasir yang kaya dengan kandungan

pecahan cangkang binatang laut. Di beberapa tempat dijumpai bongkah-bongkah,

kerikil dan bongkah-bongkah batu gamping koral dan potongan kayu. Endapan

aluvial adalah batuan yang berumur paling muda di daerah ini dan kemungkinan

seluruhnya berumur Holosen.

4.3.2.2 Formasi Latimojong

Formasi Latimojong terdiri atas perselingan serpih, batupasir malih, dan

filit, setempat bersisipan dengan batulempung malih (Sukido et al. 1993).

Penyebaran Formasi Latimojong menempati bagian tenggara Kabupaten Mamuju

Utara, yang membentuk relief topografi pegunungan terjal. Formasi Latimojong

melebar di bagian selatan Kecamatan Dapurang, dan semakin menyempit ke utara

hingga Kecamatan Bulu Taba. Satuan batuan ini diperkirakan berumur Kapur

Atas atau terbentuk ± 100 juta tahun yang lalu. Batuan intrusi yang terdiri atas

granit, granodiorit, diorit dan andesit mengintrusi batuan Formasi Latimojong dan

terdapat di ujung timur Kecamatan Dapurang pada daerah bertopografi

pegunungan.

4.3.2.3 Formasi Lariang

Formasi Lariang terdiri atas perselingan konglomerat dengan batu pasir,

sisipan batu lempung dan setempat tufa (Sukido et al. 1993). Formasi Lariang ini

sebanding dengan formasi Molasa Celebes. Formasi ini dicirikan oleh batuan

klastika berbutir lebih halus daripada umumnya batuan molasa yang terdiri atas

konglomerat, batupasir, batulumpur, batu gamping koral dan napal yang

seluruhnya mengeras lemah (Sukamto 1973). Umur batuan ini dari masa Miosen

Akhir hingga Pliosen. Formasi Lariang terdapat di bagian barat dan tengah

Kabupaten Mamuju Utara.

64

4.3.2.4 Formasi Pasangkayu

Formasi Pasangkayu terdiri atas perselingan batupasir dengan batu lempung

setempat bersisipan konglomerat dan batu gamping. Formasi ini dominan terdapat

di bagian selatan Kabupaten Mamuju Utara memanjang antara Sungai Lariang

dan Karossa pada wilayah Kecamatan Bulu Taba, Baras, Duripoko dan Dapurang.

Di wilayah pesisir bagian barat terdapat di Kecamatan Bambalamotu, Pasangkayu

dan Pedongga. Di lapangan batuan ini tersingkap di sepanjang tepi jalan raya dan

penggalian tanah urug di sekitar kota Pasangkayu.

Ciri litologi yang nampak di lapangan memperlihatkan bahwa di bagian

bawah terdapat selang-seling perlapisan batuan sedimen batulempung, batupasir,

batulanau setengah padu, dengan variasi ketebalan antara 10–50 cm. Selang-

seling perlapisan batuan sedimen ini mempelihatkan struktur perlipatan lemah,

dan di bagian atasnya dibentuk oleh batuan sedimen batugamping koral.

4.3.2.5 Batuan Gunungapi Talaya

Satuan Batuan Gunungapi Talaya terdiri atas; tufa, lava, breksi gunungapi

bersusunan andesit–basal (Sukido et al. 1993). Penyebaran satuan batuan ini

menempati areal yang sempit (± 1 461 ha) di ujung selatan pada daerah yang

bertopografi pegunungan di bagian timur Kecamatan Dapurang. Satuan Batuan

Gunungapi Talaya berumur Miosen Tengah bagian atas-Miosen Akhir.

4.4 Fisiografi Wilayah

4.4.1 Topografi dan Lereng

Wilayah Kabupaten Mamuju Utara didominasi oleh jajaran pegunungan di

wilayah bagian selatan, meliputi; Kecamatan Dapurang, Duripoko dan Bulutaba.

Di bagian tengah didominasi oleh wilayah dataran, bagian utara merupakan

daerah perbukitan dengan puncak bukit tertinggi 778 m dpl yaitu puncak Gunung

(Bulu) Pelanto, di bagian timur didominasi oleh wilayah pegunungan dengan

ketinggian di atas 1 000 m dpl. Puncak pegunungan tertinggi di wilayah tersebut

adalah Bulu Tanggumae (1 768 m dpl), sedangkan puncak lainnya, antara lain;

Bulu Tarakedo (1 465 m dpl), Bulu Nongkaha (1 312 m dpl), Bulu Banga (1 345

m dpl), Bulu Kofu (1 210 m dpl), dan Bulu Tomibau (1 115 m dpl).

65

Daerah pegunungan ini dicirikan oleh lembah-lembah terjal yang

membentuk alur-alur sebagai konsentrasi aliran permukaan dan lambat laun

membentuk sungai. Terdapat banyak sungai (salu) pada wilayah pegunungan di

bagian selatan Kabupaten Mamuju Utara, namun terdapat tiga sungai yang paling

dominan yaitu Salu Budong-budong, Salu Benggaulu, dan Salu Toa.

Gambar 13 Peta lereng dan topografi wilayah Kabupaten Mamuju Utara.

66

Bagian barat wilayah Kabupaten Mamuju Utara, umumnya memiliki

topografi bergelombang lemah sampai pedataran dengan endapan resen dari

sedimentasi Sungai Lariang, Tikke, dan Pasangkayu yang meliputi Kecamatan

Laring, Tikke Raya, dan Pedongga. Pada bagian barat wilayah Kecamatan

Duripoku terdapat beberapa gunung (bulu) dengan ketinggian berkisar antara 134

m dpl hingga 194 m dpl, antara lain Bulu Lambara (194 m dpl), Bulu Tifa (234 m

dpl), Bulu Biau (140 m dpl) dan Bulu Puto (136 m dpl) (Gambar 13).

Berdasarkan kondisi topografi wilayah, Kabupaten Mamuju Utara memiliki

karakteristik bentang lahan yang sangat beragam. Secara umum, wilayah ini

berada pada ketinggian antara 0-1 800 m dpl dengan tingkat kemiringan lereng

berkisar antara 0 % hingga lebih dari 60 % (Gambar 13). Berdasarkan peta

RePPProT (1987), lahan dengan kategori terjal (41-60 %) dan sangat terjal (> 60

%) menempati areal terluas dan lebih dari setengah luas wilayah Kabupaten

Mamuju Utara, sedangkan lahan yang tergolong datar (< 2 %) dan landai

berombak (2-8 %) mencapai 36 persen dari luas wilayah. Topografi wilayah

dengan kategori bergelombang, berbukit dan agak terjal hanya mencapai 9 %

dari luas wilayah Kabupaten Mamuju Utara (Tabel 8).

Tabel 8 Topografi wilayah Kabupaten Mamuju Utara

No Lereng (%) Kategori Luas Wilayah

Hektar Persen

1 0 - <3 Datar 98 601 32

2 3 - <8 Landai - Berombak 12 695 4

3 8 - <15 Bergelombang 2 048 1

4 15 - <25 Berbukit 15 507 5

5 25 - <40 Agak Terjal 10 603 3

6 40 - <60 Terjal 64 307 21

7 >=60 Sangat Terjal 100 401 33

Jumlah 304 163 100

Sumber: Peta RePPProT (1987), diolah.

4.4.2 Geomorfologi

Kondisi relief topografi Kabupaten Mamuju Utara dicirikan oleh topografi

pegunungan di bagian selatan yang mempunyai relief tinggi, lereng terjal dan

lembah-lembah yang cukup dalam. Ketinggian wilayah pegunungan yang berada

di bagian selatan berkisar antara 600-1 800 m dpl, dengan kemiringan lereng di

67

atas 40 %, sedangkan di bagian barat terdapat relief pedataran yang luas. Kedua

relief topografi tersebut dipisahkan oleh gugusan perbukitan pada wilayah

Kecamatan Duripoku dan Bulutaba. Berdasarkan kondisi geomorfologi,

Kabupaten Mamuju Utara dapat dibagi ke dalam tiga kelompok morfologi, yaitu:

4.4.2.1 Morfologi Pegunungan

Wilayah yang termasuk dalam kelompok morfologi pegunungan, sebagian

besar menempati bagian tenggara daerah penelitian meliputi Kecamatan

Dapurang, Duripoko, Baras, dan Bulutaba dengan luas hamparan kurang lebih

175 311 ha. Ciri bentang alam pegunungan adalah bentuk relief permukaan yang

kasar, berlereng agak terjal–sangat terjal (lebih besar dari 25 %), puncak dan

punggung berbentuk kerucut dan lembah-lembahnya dalam hingga sangat dalam,

profil melintang lembah berbentuk huruf V dan sempit. Berdasarkan ciri

morfologi tersebut di atas maka bentang alam ini dikategorikan bentang alam sisa

hasil proses denudasional yang didominasi oleh porses valley erosion dan

berlangsung secara efektif sepanjang waktu.

Berdasarkan relief pegunungannya satuan morfologi ini dibagi menjadi dua

bagian, yaitu gugusan pegunungan bagian selatan dengan ketinggian di atas 1 000

meter dpl, dan gugusan pegunungan bagian utara dengan ketinggian antara 300-

800 m dpl. Jika dilihat dari ketinggiannya maka pegunungan selatan lebih tinggi

dibanding dengan pegunungan bagian utara. Kedua gugusan pegunungan bagian

utara dan selatan, dipisahkan oleh lembah Sungai Lariang di bagian hulu.

4.4.2.2 Morfologi Perbukitan

Satuan morfologi perbukitan menempati bagian tengah wilayah studi.

Satuan morfologi ini mempunyai ciri bentang alam dengan topografi relief sedang

dan kemiringan lereng antara 16-25 %. Ciri lainnya adalah bentuk puncak dan

punggung membulat, lembah-lembahnya dangkal berbentuk huruf V tumpul.

Proses geologi yang berkembang adalah proses denudasi yang didominasi oleh rill

erosion dan gully erosion dan membentuk relief sedang. Pada bagian permukaan

dari satuan morfologi ini diselimuti oleh lapisan regolith yang cukup tebal, di

beberapa tempat nampak adanya proses gerakan tanah.

68

4.4.2.3 Morfologi Pedataran

Morfologi pedataran menempati bagian barat wilayah Kabupaten Mamuju

Utara, memanjang kurang lebih 100 kilometer utara-selatan, dan melebar di

bagian tengah meliputi Kecamatan Lariang, Tikke Raya dan Pedongga. Morfologi

pedataran ini menyempit di ujung selatan di Kecamatan Pasangkayu dan di bagian

utara di Kecamatan Bambalamotu. Morfologi pedataran ini dicirikan oleh relief

permukaan topografi halus, dengan kemiringan lereng kurang dari 15 % hingga

datar (< 2 %) yang umumnya ditutupi oleh material hasil proses pengendapan

berupa bahan aluvial. Morfologi pedataran dibagi atas dua bagian berdasarkan

asal pembentukan bentang alamnya, yaitu dataran fluvial dan dataran pantai.

Dataran fluvial menghampar terutama di wilayah dataran banjir dan undak-

undak Sungai Lariang, Karossa, Tikke dan Pasangkayu dan dataran banjir

sungai-sungai kecil lainnya. Wilayah ini dicirikan oleh material penyusun

yang berasal dari endapan aluvial sungai terutama berupa lanau, pasir dan

lempung.

Dataran pantai menempati pesisir pantai yang dicirikan oleh material

permukaan berupa pasir mengandung pecahan cangkang moluska dan koral,

serta endapan rawa-rawa pantai berupa endapan lumpur yang tergenang lama.

4.5 Sistem Lahan dan Jenis Tanah

Sistem lahan sebagai unit lahan didasarkan atas konsep kesamaan ekosistem

dimana terdapat beberapa karakteristik lahan yang digabungkan, sehingga

menghasilkan sebaran lahan yang memiliki kualitas lahan yang relatif sama.

Dalam studi ini unit lahan yang terbentuk didasarkan pada peta sistem lahan skala

1:250.000 (RePPProT 1987) yang terdiri atas 15 sistem lahan. Peta sistem lahan

tersebut disajikan dengan jenis tanah dominan (Tabel 9) dan peta sebarannya

(Gambar 14).

4.5.1 Sistem Lahan Bakunan (BKN)

Sistem lahan Bakunan terdapat di dataran sungai yang berbukit dengan

lereng <2 % yang terletak di atas batuan sedimen (aluvium), tanpa batuan

singkapan, air tanah tawar, bahaya banjir tinggi, curah hujan 1 400-3 900 mm,

69

bulan basah 0-10 bulan, bulan kering 0-5 bulan, temperatur 21-33 0C. Sistem

lahan ini umumnya berada pada ketinggian 10-250 m dpl.

Jenis tanah yang dominan pada sistem lahan ini adalah Tropaquepts dan

Tropofluvents. Sistem lahan ini dicirikan oleh karakteristik fisik lahan antara lain;

tekstur tanah medium-halus, kedalaman gambut 0-10 cm, kedalaman tanah > 150

cm, drainase jelek, pH agak masam (4.6-5.0), KTK rendah sampai sedang dan

salinitas < 4,0 mmhos/cm.

Tabel 9 Sistem lahan dan jenis tanah dominan di Kabupaten Mamuju Utara

No Sistem

Lahan Arti Simbol

Jenis Tanah Dominan Luas

(ha) Jenis Tanah 1 Jenis Tanah 2 Jenis Tanah 3

1 BKN Bakunan Tropaquepts Tropofluvents - 485

2 BPD Bukit Pandan Dystropepts Tropudults Troporthents 91 399

3 GBT Gambut Tropohemists Tropofibrists - 10 851

4 KHY Kahayan Tropaquepts Fluvaquents Tropohemists 21 999

5 KJP Kajapah Sulfaquents Hydraquents - 4 560

6 KLR Klaru Fluvaquents Tropaquents Tropohemists 6 984

7 LBS Lubuk Sikaping Tropaquepts Tropofluvents Fluvaquents 7 367

8 LWW Lawanguwang Tropudults Dystropept Tropaquepts 838

9 MDW Mendawai Troposaprists Tropohemists Tropaquents 40 654

10 MPT Maput Dystropepts Tropudults Humitropepts 87 027

11 PDH Pendreh Tropudults Dystropepts - 5 486

12 PTG Puting Tropopsamments Tropaquents - 3 168

13 SBG Sebangau Tropaquepts Tropofluvents Fluvaquents 8 389

14 TWH Teweh Tropudults Dystropept Eutropepts 13 840

15 TWI Telawi Dystropepts Tropudults Troporthents 1 083

Jumlah 304 131

Sumber: Diolah dari Peta RePPProT (1987).

4.5.2 Sistem Lahan Bukit Pandan (BPD)

Sistem lahan ini terletak di wilayah pegunungan yang sangat terjal,

umumnya memiliki kelas lereng > 60 % dan merupakan sistem lahan terluas

(30 %) dalam wilayah Kabupaten Mamuju Utara. Sistem lahan BPD terletak di

atas batuan metamorf (kuarsa, batu pasir, shale dan sekis) dengan batuan

singkapan 10 %. Karakteristik fisik sistem lahan ini antara lain tidak memiliki air

tanah dan tanpa bahaya banjir. Curah hujan berkisar antara 1 700-3 500

mm/tahun, dengan bulan basah berkisar 0-8 bulan dan bulan kering 0-4 bulan.

Temperatur udara pada sistem lahan BPD berkisar antara 17-33 0C. Sistem lahan

70

ini dominan berada pada ketinggian 50-1 000 m dpl. Jenis tanah yang dominan

pada sistem lahan BPD adalah Tropudults dan Troporthents dengan karakteristrik

umum sebagai berikut; tekstur tanah halus, kedalaman tanah antara 101-150 cm,

drainase baik, pH tanah umumnya agak masam, KTK rendah sampai sedang tetapi

umumnya rendah.

Gambar 14 Peta sistem lahan dan jenis tanah Kabupaten Mamuju Utara.

71

4.5.3 Sistem Lahan Gambut (GBT)

Sistem lahan ini merupakan rawa gambut dalam. Sistem lahan GBT terletak

pada wilayah yang datar dengan lereng < 2%, serta berada pada ketinggian 0-10

m dpl. Sistem lahan GBT berasal dari batuan sedimen (gambut) yang tidak

terdapat batuan singkapan. Kandungan air tanah pada sistem lahan GBT adalah

tawar dengan potensi bahaya banjir yang rendah. Wilayah ini memiliki curah

hujan berkisar antara 2 000-2 600 mm, dengan jumlah bulan basah antara 6-8

bulan, bulan kering 0-3 bulan, dan temperatur berkisar antara 22-33 0C.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan ini adalah tropofibrists dan

berasosiasi dengan tropohemist dengan kedalaman gambut > 200 cm dan kondisi

drainase sangat buruk. Kandungan rekasi tanah (pH) berkisar pada 5.85 dan KTK

umumnya rendah (15.91 meq/100g).

4.5.4 Sistem Lahan Kahayan (KHY)

Sistem lahan ini terdapat di daerah dataran sungai yang terpengaruh oleh air

laut dengan kelas lereng < 2% dan dominan berada pada ketinggian 1-8 m dpl.

Sistem lahan ini terletak di atas batuan sedimen (alluvium, endapan marin,

gambut). Karakteristik umum sistem lahan KHY antara lain; tidak memiliki

batuan singkapan, kandungan air tanah segar, dan rentan terhadap bahaya banjir.

Kondisi iklim pada sistem lahan KHY adalah curah hujan berkisar antara 1 300-4

000 mm/tahun, dengan jumlah bulan basah 0–11 bulan, bulan kering 0–6 bulan,

serta temperatur berkisar 23–33 0C.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan KHY adalah Tropaquepts,

Fluvaquents dan Tropohemists. Karakteristik sifat fisik sistem lahan KHY antara

lain; memiliki kandungan tekstur halus, kedalaman tanah > 150 cm, dan drainase

tanah buruk. Karakteristik sifat kimianya antara lain; reaksi tanah (pH) tanah agak

masam, KTK rendah sampai sedang (11-20 meq/100g), salinitas < 4.0 mmhos/cm,

serta terdapat bahaya asam sulfat pada kedalaman 51-75 cm.

4.5.5 Sistem Lahan Kajapah (KJP)

Sistem lahan KJP terdapat di daerah dataran yang berlumpur di bawah

tegakan ekosistem halopyt (mangrove, nipah). Sistem lahan ini terdapat pada

wilayah dengan kelas lereng < 2% dan berada di atas batuan sedimen (alluvium,

72

endapan marin baru). Karakteristik sistem lahan ini antara lain tidak memiliki

batuan singkapan, air tanah salin (bergaram), dan potensi bahaya banjir tidak

menentu. Kondisi iklim pada sistem lahan KJP dicirikan oleh intensitas curah

hujan yang berkisar antara 1 300- 4 200 mm/tahun, dengan jumlah bulan basah 0-

11 bulan, bulan kering 0-6, dan temperatur berkisar antara 23-33 0C. Sistem lahan

ini umumnya berada pada dataran banjir sungai dengan ketinggian 0–1 m dpl.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan KJP adalah hydraquents dan

sulfaquents. Karakteristik sifat fisik tanah antara lain; memiliki tekstur halus,

kedalaman gambut 0–10 cm, kedalaman tanah > 150 cm, dan drainase tanah

sangat jelek. Sifat kimia tanah dicirikan oleh pH tanah yang agak masam berkisar

5.83, kandungan KTK tanah sedang (22.27 meq/100g) serta salinitas > 8.0

mmhos/cm.

4.5.6 Sistem Lahan Klaru (KLR)

Sistem lahan ini terdapat di dataran banjir yang bergambut dan tergenang

terus. Umumnya mempunyai lereng < 2 % dan terdapat di atas batuan sedimen

(alluvium, gambut). Sistem lahan ini tidak memiliki batuan singkapan, kandungan

air tanah tawar, namun memiliki potensi bahaya banjir yang besar. Kondisi curah

hujan sistem lahan KLR berkisar antara 1 500-3 700 mm/tahun, dengan jumlah

bulan basah antara 2–8 bulan, jumlah bulan kering 0–6, serta temperatur suhu 22-

33 0C. Sistem lahan KLR umumnya berada pada ketinggian 50-100 m dpl.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan ini adalah Fluvaquents, Tropaquents

dan Tropohemists. Karakteristik sifat fisik tanah sistem lahan ini antara lain;

tekstur halus, kedalaman gambut 26-50 cm, kedalaman tanah 101–150 cm,

dengan kondisi drainase sangat jelek. Sifat kimia tanahnya antara lain; pH masam

sampai agak masam, KTK tanah rendah dan salinitas > 4 mmhos/cm.

4.5.7 Sistem Lahan Lubuk Sikaping (LBS)

Sistem lahan LBS terdapat di dataran aluvial yang agak landai dengan

lereng 2-8 %. Sistem lahan ini terletak pada bahan induk alluvium tanpa batuan

singkapan. Kondisi air tanah pada sistem lahan LBS tawar, namun terdapat

bahaya banjir yang relatif kecil. Kondisi curah hujan berkisar 1 200-3 500

mm/tahun, dengan jumlah bulan basah 0-8 bulan, bulan kering 0-8 bulan. Kondisi

73

suhu pada sistem lahan LBS berkisar 21-33 0C dan umumnya berada pada

ketinggian 2–300 m dpl.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan LBS adalah Tropaquepts,

Tropofluvents dan Fluvaquents. Karakteristik sifat fisik tanah pada sistem lahan

LBS antara lain; kandungan tekstur tanah halus-sedang, kedalaman tanah >150

cm, dan kondisi drainase jelek. Sifat kimia tanah antara lain; pH tanah agak

masam sampai netral (6.17– 6.95), dengan kandungan KTK tanah rendah sampai

sedang (16.18-21.35 meq/100g).

4.5.8 Sistem Lahan Lawanguwang (LWW)

Sistem lahan ini merupakan dataran sedimen yang berombak sampai

bergelombang dengan lereng berkisar 2-8 % dan berada di atas batuan sedimen

(shale, batupasir, alluvium). Sistem lahan ini dicirikan oleh tidak adanya batuan

singkapan, kondisi air tanah yang sangat kurang (bahkan terkadang tidak ada),

dan tidak ada ancaman bahaya banjir. Kondisi iklim (curah hujan) berkisar antara

1 600- 3 600 mm/tahun, jumlah bulan basah 2-3 bulan, jumlah bulan kering 0-4

bulan, dengan temperatur 21-33 0C. Wilayah ini umumnya berada pada ketinggian

50-300 m dpl.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan LWW adalah jenis tanah Tropudults,

Dystropept dan Tropaquepts dengan karakteristik tekstur halus, kedalaman tanah

berkisar antara 101-150 cm, serta kondisi drainase baik. Sifat kimia tanahnya

anatara lain; kondisi pH masam (5.38) dan KTK sedang (22 meq/100g).

4.5.9 Sistem Lahan Mendawai (MDW)

Sistem lahan mendawai terdapat di daerah rawa bergambut tipis dengan

lereng < 2%. Sistem lahan MDW dicirikan oleh bahan induk sedimen (gambut),

tanpa batuan singkapan, kondisi air tanah tawar, serta bahaya banjir kecil. Kondisi

iklim di wilayah ini dicirikan oleh curah hujan yang berkisar antara 2 000-4 100

mm/tahun, jumlah bulan basah 4-11 bulan, bulan kering 0-4 bulan, temperatur 22-

33 0C dan berada pada ketinggian 50-100 m dpl.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan MDW adalah Troposaprists,

Tropohemists, dan Tropaquents. Karakteristik sifat fisik tanah pada sistem lahan

MDW sebagai berikut; bahan gambut halus/tekstur halus, kedalaman gambut 76-

74

200 cm (jenis tanah troposaprists dan tropohemists), kedalaman tanah > 150 cm

serta memiliki kondisi drainase sangat jelek. Sifat kimia tanah berupa pH agak

masam (6.19), KTK sedang (18.66 meq/100g), salinitas < 4 mmhos/cm serta

terdapat bahaya asam sulfat pada kedalaman 0–25 cm.

4.5.10 Sistem Lahan Maput (MPT)

Sistem lahan MPT merupakan daerah perbukitan yang tersedimentasi

asimetrik dengan lereng berkisar pada interval 41–60 % (terjal) dan berada di atas

batuan sedimen (batupasir, konglomerat, batudebu, shale). Sistem lahan MPT

memiliki batuan singkapan 10 %, tidak memiliki air tanah yang tawar serta tidak

terdapat bahaya banjir. Kondisi curah hujan berkisar 1 500-3 700 mm/tahun,

jumlah bulan basah 0–10 bulan, jumlah bulan kering 0–4 bulan, temperatur 21–32

0C serta dominan berada pada ketinggian 50–300 m dpl.

Jenis tanah dominan adalah Dystropepts, Tropudults, dan Humitropepts

dengan karakteristik fisik tanah; tekstur halus, kedalaman tanah 76–100 cm, dan

kondisi drainase baik, adapun sifat kimia tanah; pH agak masam sampai netral

(5.85–7.09), dan kandungan KTK rendah sampai tinggi (13.57–31.54 meq/100g).

4.5.11 Sistem Lahan Pendreh (PDH)

Sistem lahan PDH terdapat di daerah pegunungan yang tersedimentasi

asimetrik dengan lereng pada umumnya > 60 % yang berasal dari batuan sedimen

(batupasir, batudebu, batuliat, konglomerat, shale). Sistem lahan ini memiliki

batuan singkapan hingga 10 %, tanpa kandungan air tanah, serta tidak terdapat

ancaman resiko banjir. Kondisi iklim wilayah ini antara lain; curah hujan berkisar

antara 1 300-4 100 mm/tahun, jumlah bulan basah 0–10, jumlah bulan kering 0–6

bulan, temperatur antara 18–330C, dan berada pada ketinggian 50–800 m dpl.

Jenis tanah dominan adalah Tropudults dan Dystropepts dengan

karakteristik fisik tanah; tekstur kasar, kedalaman tanah berkisar antara 26–50 cm,

kedalaman gambut 0–10 cm, serta drainase baik, sedangkan sifat kimia tanah

berupa; pH 4.6–5.0 dan KTK 5–16 meq/100g.

4.5.12 Sistem Lahan Putting (PTG)

Sistem lahan ini terdapat pada tanggul pantai dengan lereng < 2 % yang

terbentuk dari batuan sedimen (alluvium, endapan marin baru). Sistem lahan PTG

75

tidak memiliki batuan singkapan, memiliki kandungan air tanah yang agak asin,

namun potensi bahaya banjir kecil. Keadaan iklim di wilayah dengan sistem lahan

PTG, antara lain; curah hujan berkisar 1 400-4 000 mm/tahun, jumlah bulan basah

0-11 bulan, jumlah bulan kering 0–8 bulan, temperatur berkisar pada 23–33 0C

dan berada pada ketinggian 0–3 m dpl.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan ini adalah Tropopsamments dan

Tropaquents dengan karakteristik fisik berupa tekstur halus-kasar, kedalaman

gambut 0–10 cm, kedalaman tanah > 150 cm, serta kondisi drainase cepat. Sifat

kimia tanah antara lain; pH berkisar 5.1-5.5, kandungan KTK < 5 meq/100g,

salinitas > 4 mmhos/cm, serta terdapat bahaya asam sulfat pada kedalaman 101-

150 cm.

4.5.13 Sistem Lahan Sebangau (SBG)

Sistem lahan SBG merupakan daerah meander sungai besar yang

tersedimentasi dan berada pada wilayah yang datar (lereng < 2%). Sistem lahan

ini berasal dari batuan sedimen (alluvium), yang tidak memiliki batuan singkapan,

kondisi air tanah tawar, serta rawan bahaya banjir. Kondisi curah hujan berkisar

antara 2 000-2 800 mm/tahun, dengan jumlah bulan basah 3–8 bulan, bulan kering

0–4 bulan, temperatur berkisar 22–33 0C, serta berada pada ketinggian 2-1 00 m

dpl.

Jenis tanah dominan adalah Tropofluvents dan Fluvaquents yang berasosiasi

dengan Tropaquepts. Karakteristik fisik dan kimia sistem lahan ini antara lain;

tekstur halus, kedalaman gambut 0-10 cm, kedalaman tanah mineral > 150 cm,

kondisi drainase buruk, serta pH tanah berkisar 5.1-5.5.

4.5.14 Sistem Lahan Teweh (TWH)

Sistem lahan TWH terdapat di dataran perbukitan dari campuran batuan

sedimen dengan lereng berkisar 16-25 %. Sistem lahan TWH berasal dari batuan

sedimen (shale, batuliat, batupasir dan konglomerat) yang tidak memiliki batuan

singkapan dipermukaan. Kondisi curah hujan berkisar 1 700-3 300 mm/tahun

dengan jumlah bulan basah 2-10 bulan dan bulan kering 0–6 bulan. Temperatur

udara berada pada kisaran 21-33 0C dan wilayah tersebut berada pada ketinggian

50-300 m dpl.

76

Jenis tanah dominan adalah Tropudults, Dystropepts, dan Eutropepts dengan

jenis tekstur tanah halus, kondisi drainase tanah baik dan kedalaman tanah

berkisar antara 101–150 cm. Sifat kimia tanah dicirikan oleh kondisi pH tanah

yang berkisar 4.6–5.0 dan KTK 5-16 meq/100g.

4.5.15 Sistem Lahan Telawi (TWI)

Sistem lahan TWI merupakan daerah barisan gunung granit yang berasal

dari batuan plutonik tipe granit, granodiorit dan ryolit. Kemiringan lereng pada

sistem lahan TWI umumnya sangat terjal (> 60 %), dengan kondisi batuan

singkapan 15 %. Wilayah ini umumnya kondisi air tanah sulit, namun tidak

memiliki resiko bahaya banjir. Kondisi curah hujan berada antara 1 300-4 300

mm/tahun, jumlah bulan basah 0-9, bulan kering 0-5 bulan, temperatur 17-33 0C

serta berada pada ketinggian 0-3 000 m dpl.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan TWI adalah Tropudults, dan

Troporthents yang berasosiasi dengan Dystropepts bertekstur halus. Kedalaman

tanah berkisar antara 101-150 cm, kondisi drainase tanah baik. Sifat kimia tanah

dicirikan oleh pH tanah 5.1–5.5 dan KTK 17-24 meq/100g.

4.6 Demografi Wilayah

Kabupaten Mamuju Utara memiliki penduduk sebanyak 134 369 jiwa tahun

2011, terdiri atas 52 % penduduk laki-laki dan 48 % penduduk perempuan.

Penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Pasangkayu (17 % dari jumlah

penduduk) dan terendah terdapat di Kecamatan Duripoko (3.6 % dari jumlah

penduduk).

Kepadatan penduduk Kabupaten Mamuju Utara mencapai 44 jiwa/km2.

Namun demikian kepadatan penduduk tersebut tidak terdistribusi merata,

sehingga terdapat wilayah yang jumlah penduduknya 3 kali lebih padat dari rata-

rata kepadatan penduduk di Kabupaten Mamuju Utara, yaitu Kecamatan

Bambaira (134 jiwa/km2) dan Sarjo (189 jiwa/km

2). Kedua wilayah kecamatan

tersebut merupakan pusat pemukiman penduduk transmigrasi di era 1980-an.

Kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Sarjo yang

berbatasan dengan wilayah Kabupaten Donggala (Provinsi Sulawesi Tengah),

77

sedangkan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah adalah

Kecamatan Dapurang (Tabel 10).

Tabel 10 Jumlah dan kepadatan penduduk menurut kecamatan di Kabupaten

Mamuju Utara tahun 2011

No Kecamatan Jenis Kelamin Jumlah

(jiwa)

Luas Wilayah

(km2)

Kepadatan

Penduduk

(jiwa/ km2) Laki-laki Perempuan

1 Sarudu 6 260 5 908 12 168 97.05 125

2 Dapurang 6 010 5 520 11 530 930.06 12

3 Duripoku 2 607 2 268 4 875 217.25 22

4 Baras 8 143 7 213 15 356 275.12 56

5 Bulu Taba 5 007 4 389 9 396 432.65 22

6 Lariang 3 201 2 792 5 993 81.65 73

7 Pasangkayu 12 085 10 801 22 886 310.91 74

8 Tikke Raya 7 258 6 547 13 805 262.61 53

9 Pedongga 3 441 3 122 6 563 92.09 71

10 Bambalamotu 8 353 7 939 16 292 243.65 67

11 Bambaira 4 369 4 253 8 622 64.22 134

12 Sarjo 3 510 3 373 6 883 36.49 189

Jumlah 70 244 64 125 134 369 3 043.75 44

Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).

Tabel 11 Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di

Kabupaten Mamuju Utara tahun 2011 (jiwa)

Kelompok Umur Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

0 – 4 9 195 8 891 18 086

5 – 9 8 914 8 607 17 521

10 – 14 7 550 6 865 14 415

15 – 19 5 562 5 263 10 825

20 – 24 5 647 5 738 11 385

25 – 29 6 763 6 805 13 568

30 – 34 6 281 5 835 12 116

35 – 39 5 949 5 008 10 957

40 – 44 4 464 3 648 8 112

45 – 49 3 201 2 518 5 719

50 – 54 2 367 1 734 4 101

55 – 59 1 476 1 084 2 560

60 – 64 1 171 852 2 023

65 – 69 753 518 1 271

70 – 74 480 346 826

75+ 462 403 865

TT 9 10 19

Jumlah 70 244 64 125 134 369

Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).

Berdasarkan data kelompok umur, penduduk terbanyak berada pada

kelompok umur 0-4 tahun dan 5-9 tahun yang mencapai 26.5% dari jumlah

78

penduduk Kabupaten Mamuju Utara, adapun penduduk kelompok umur 70-74

tahun merupakan jumlah penduduk terendah (0.61 %). Berdasarkan kelompok

usia produktif, jumlah penduduk usia 15–54 tahun mencapai 76 783 jiwa (57.6 %)

dari jumlah penduduk (Tabel 11).

Berdasarkan data jumlah rumah tangga, Kecamatan Pasangkayu memiliki

jumlah rumah tangga penduduk terbesar (11.06 %), sedangkan jumlah rumah

tangga penduduk terendah terdapat di Kecamatan Duripoko (3.74 %). Rata-rata

jumlah anggota rumah tangga penduduk di Kabupaten Mamuju Utara adalah 4

jiwa/rumah tangga, kecuali di Kecamatan Bambalamotu, Bambaira dan Sarjo

(5 jiwa/rumah tangga) (Tabel 12).

Tabel 12 Jumlah rumah tangga dan rata-rata anggota rumah tangga menurut

kecamatan di Kabupaten Mamuju Utara

No Kecamatan Penduduk (jiwa) Rumah Tangga

(unit)

Rata-rata Anggota

Rumah Tangga

(jiwa)

1 Sarudu 12 168 2 818 4

2 Dapurang 11 530 2 716 4

3 Duripoku 4 875 1 185 4

4 Baras 15 356 3 682 4

5 Bulu Taba 9 396 2 261 4

6 Lariang 5 993 1 418 4

7 Pasangkayu 22 886 5 589 4

8 Tikke Raya 13 805 3 505 4

9 Pedongga 6 563 1 711 4

10 Bambalamotu 16 292 3 492 5

11 Bambaira 8 622 1 874 5

12 Sarjo 6 883 1 429 5

Jumlah 134 369 31 680 4

Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).

4.7 Utilitas Wilayah

4.7.1 Prasarana Ekonomi

Fasilitas perdagangan berupa prasarana ekonomi merupakan salah satu

komponen penting dalam mendorong perkembangan ekonomi masyarakat

sehingga kedekatan dengan akses pasar akan mempercepat perputaran roda

perekonomian warga. Prasarana ekonomi yang terdapat di Kabupaten Mamuju

Utara antara lain; prasarana perbankan, perdagangan, serta hotel dan penginapan.

Prasarana perekonomian berupa bank berjumlah 7 buah terdiri atas 5 bank

79

pemerintah, 1 bank daerah (BPD), dan 1 bank swasta. Prasarana perdagangan

terdiri atas pasar umum (1 unit), pasar desa (29 unit), toko (67 unit), kios (183

unit), warung (48 unit), dan rumah makan/restoran (1 unit).

Jumlah hotel dan penginapan di Kabupaten Mamuju Utara adalah 17 unit,

yang terdiri atas 5 hotel dan 7 penginapan. Lima hotel dan dua penginapan

terdapat di Kecamatan Pasangkayu (ibukota kabupaten) dan lima penginapan

terdapat di Kecamatan Baras. Jumlah kamar hotel dan penginapan mencapai 122

unit.

Tabel 13 Fasilitas perekonomian menurut kecamatan (unit)

No Kecamatan Pasar

Permanan

Pasar

Darurat

Pedagang

Besar

Pedagang

Menengah

Pedagang

Kecil

1 Sarudu 3 - - 1 5

2 Dapurang 4 3 - - 6

3 Duripoku 2 - - - 2

4 Baras 3 - - - 13

5 Bulu Taba 3 - - - 1

6 Lariang 2 - - 1 4

7 Pasangkayu 3 - 2 7 41

8 Tikke Raya 2 - - - 4

9 Pedongga 1 - - - 1

10 Bambalamotu 2 - - 1 6

11 Bambaira 4 - - - 1

12 Sarjo 1 - - - 1

Jumlah 30 3 2 10 85

Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).

4.7.2 Infrastruktur Transportasi

Panjang jalan di Kabupaten Mamuju Utara adalah 1 297 398 km, yang

terdiri atas 0.01 % jalan negara, 3.85 % jalan provinsi, dan 96.13 % jalan

kabupaten. Namun demikian kondisi jalan di wilayah ini masih kurang optimal,

sebab hanya 10 % ruas jalan yang diaspal, sedangkan 90 % sisanya masih berupa

jalan kerikil (41 %), dan jalan tanah (49 %).

Berdasarkan data kondisi jalan, ruas jalan negara yang berada dalam kondisi

baik mencapai 96.7 % dan 3.3 % berada dalam kondisi rusak ringan. Jalan

provinsi dalam kondisi baik mencapai 17 % dari panjang ruas jalan, 29 % dalam

kondisi sedang dan kondisi rusak (ringan dan berat) mencapai 54 % dari panjang

80

ruas jalan provinsi. Kondisi yang relatif sama juga terjadi pada ruas jalan

kabupaten dimana terdapat 40 % ruas jalan kabupaten berada dalam kondisi baik,

15 % dalam kondisi sedang dan rusak (ringan dan berat) mencapai 45 % (Tabel

14).

Tabel 14 Karakteristik jalan (km) berdasarkan jenis permukaan dan kondisi jalan

di Kabupaten Mamuju Utara

Uraian Negara Provinsi Kabupaten Jumlah

Panjang Jalan 151 50 000 1 247 247 1 297 398

Jenis Permukaan

Aspal 151 8 500 122 823 131 474

Kerikil - 41 500 488 882 530 382

Tanah - 635 542 635 542

Kondisi Jalan

Baik 146 8 500 501 825 510 471

Sedang - 14 525 185 994 200 519

Rusak ringan 5 10 375 205 449 215 829

Rusak berat - 16 600 353 979 370 579

Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).

4.7.3 Infrastruktur Energi dan Komunikasi

Ketersediaan energi listrik di Mamuju Utara dipasok oleh tiga kantor

pelayanan PLN, yaitu pelayanan Baras, Pasangkayu dan Sarjo dengan jumlah

pelanggan 2 213 pelanggan dan jumlah daya terpasang 5 945 KVA. Namun

demikian jumlah pemohon sambungan listruk yang mampu terlayani hanya

mencapai 22.1 % pada tahun 2012. Hal tersebut mengindikasikan bahwa

kemampuan dan jangkauan pelayanan energi listrik di Kabupaten Mamuju Utara

masih rendah. Bahkan pada tahun 2009 jumlah pemohon layanan sambungan

listrik yang tidak terlayani mencapai 100% (BPS 2012).

Fasilitas komunikasi telepon nirkabel di wilayah Kabupaten Mamuju Utara

telah menjangkau sebagian besar wilayah, kecuali Desa Ompi (Kecamatan Bulu

Taba) dan Jengeng Raya (Kecamatan Tikke Raya). Jumlah base transceiver

station (BTS) menara telepon seluler terdapat 11 buah dan melayani 97% wilayah

administrasi desa Kab. Mamuju Utara (BPS 2012).

81

4.8 Potensi Komoditi Perkebunan

Komoditi perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara merupakan salah satu

sumber pendapatan utama masyarakat. Komoditi perkebunan yang dominan

diusahakan masyarakat adalah komoditi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi

dan mudah dalam hal teknis budidaya. Komoditi perkebunan yang memiliki areal

panen relatif luas di Kabupaten Mamuju Utara adalah kelapa dalam, kelapa sawit,

dan kakao.

Jenis komoditi perkebunan yang memiliki luas tanam terbesar di Kabupaten

Mamuju Utara adalah kelapa sawit, disusul oleh komoditi kakao dan kelapa

dalam. Dari sisi jumlah produksi, komoditi kelapa sawit merupakan komoditi

dengan tingkat produksi tertinggi disusul kakao dan kelapa dalam. Berdasarkan

tingkat produktifitas, komoditi kelapa dalam memiliki produktifitas tertinggi,

disusul oleh komoditi kelapa sawit, kakao serta beberapa komodoti perkebunan

lain (Tabel 15).

Tabel 15 Luas tanam, luas panen, produksi dan produktifitas beberapa jenis

komoditi perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara tahun 2011

No. Komoditi Luas Tanam

(ha)

Luas Panen

(ha)

Produksi

(ton)

Produktifitas

(ton/ha)

1 Kelapa Dalam 10 513 9 404 84 740 9.01

2 Kelapa Hibrida 50 50 50 1.00

3 Kelapa Sawit 68 590 68 590 357 404 5.21

4 Kakao 39 198 22 946 53 437 2.33

5 Cengkeh 506 509 292 0.57

6 Sagu 118 118 - -

7 Enau 80 80 2 0.03

8 Kemiri 15 15 3.2 0.21

9 Kopi Arabika 75 161 3.2 0.02

Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).

Keterangan: - : tidak ada data

Berdasarkan perkembangan luas panen komoditi perkebunan di Kabupaten

Mamuju Utara menunjukkan data yang berfluktuasi dari waktu ke waktu. Dalam

kurun waktu 2007-2012, luas panen komoditi kelapa dalam cenderung

menunjukkan penurunan, demikian halnya dengan komoditi kelapa hibrida, enau

82

dan kemiri, sedangkan komoditi kelapa sawit dan kakao berfluktuasi. Komoditi

yang cenderung mengalami peningkatan luas panen adalah cengkeh (Tabel 16).

Tabel 16 Luas panen beberapa tanaman perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara

tahun 2007-2011 (ha)

Tahun Kelapa

Dalam

Kelapa

Hibrida

Kelapa

Sawit Kakao Cengkeh Sagu Enau Kemiri

Kopi

Arabika

2011 10 513 50 68 590 39 198 506 118 80 15 75

2010 10 725 - 34 303 40 965 508 125 - 29 -

2009 14 200 254 55 590 28 000 40 238 335 152 76

2008 14 200 138 130 840 28 000 40 218 300 128 80

2007 18 000 500 10 502 25 000 58 - - - -

Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).

Lahan perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara dimiliki oleh masyarakat

(perkebunan rakyat) dan kepemilikan oleh pihak perkebunan swasta. Luas lahan

perkebunan rakyat dan perkebunan swasta di wilayah ini relatif sebanding. Dari

kurang lebih 68 590 ha luas lahan perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara, 52 %

dimiliki oleh masyarakat dan 48 % dimiliki oleh perkebunan swasta. Tabel 17

menyajikan luas dan sebaran lahan perkebunan masyarakat dan swasta di

Kabupaten Mamuju Utara.

Tabel 17 Luas perkebunan rakyat dan swasta (ha) menurut kecamatan di

Kabupaten Mamuju Utara tahun 2011

No Kecamatan Perkebunan Rakyat Perkebunan Swasta

1 Sarudu 3 825 2 955

2 Dapurang 1 654 -

3 Duripoko 1 529 -

4 Baras 2 295 7 010

5 Bulu Taba 6 405 -

6 Lariang 2 260 -

7 Pasangkayu 5 777 6 816

8 Tikke Raya 9 366 7 145

9 Pedongga 1 985 9 114

10 Bambalamotu 216 -

11 Bambaira 176 -

12 Sarjo 64 -

Jumlah 35 550 33 040

Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).