its-paper-29526-2709100093-paper

6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 AbstrakRisk Based Inspection (RBI) adalah pendekatan sistematis tentang metode pengolahan inspeksi atas peralatan atau unit kerja pada sebuah pabrik yang didasarkan pada tingkat resiko yang dimiliki oleh peralatan atau unit kerja tersebut. Pada tugas akhir ini peralatan yang akan dijadikan sebagai subjek untuk penelitian adalah pressure vessel pada area Gas Processing Facilities. Dimana pada pressure vessel sangat perlu dilakukan risk assessment karena dampak yang ditimbulkan bila mengalami kebocoran maupun ledakan akan sangat besar seperti kebakaran, pencemaran lingkungan, dan lain-lain. Masing-masing pressure vessel memiliki resiko yang berbeda-beda tergantung pada kondisi operasionalnya. Tugas akhir ini menyajikan analisa resiko pada pressure vessel dengan Risk Based Inspection API 581 dan untuk menunjang analisa RBI dilakukan penelitian pengaruh konsentrasi H 2 S terhadap laju korosi SA516 Gr 70 yang merupakan material dari pressure vessel. Setelah melakukan analisa RBI API 581 terhadap masing-masing pressure vessel, terdapat 1 buah pressure vessel pada low risk dan 14 buah pressure vessel lainnya pada medium risk. Dan pada penelitian laju korosi SA516 Gr 70 dengan variasi konsentrasi 0,02 mol, 0,04 mol, dan 0,06 mol H 2 S didapatkan hasil dimana semakin tinggi konsentrasi H 2 S maka laju korosi pun semakin meningkat. Kata Kunci: RBI, pressure vessel, API 581, SA516 Gr 70, H 2 S I. PENDAHULUAN ressure vessel adalah salah satu peralatan pokok dalam dunia industri, yang berfungsi sebagai media penyimpanan fluida.[1] Biasanya fluida yang disimpan dalam pressure vessel merupakan fluida yang memiliki karakteristik maupun perlakuan khusus, misalnya: tekanan tinggi, temperatur tinggi, mengandung gas beracun, dan lain-lain. Sehingga dalam operasionalnya akan menimbulkan potensi bahaya (hazard) seperti kebakaran, ledakan, kebocoran, maupun pencemaran lingkungan. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti umur pakai, korosi, dan penipisan (thinning).[2] Bahaya dan resiko yang ditimbulkan akan mengancam keselamatan operator yang berada di sekitar lokasi, juga menyebabkan kerugian bagi perusahaan, bahkan mencemari lingkungan.[3] Dengan adanya potensi bahaya dan resiko yang ditimbulkan, perlu dilakukan upaya pengendalian dan pengelolaan resiko pada pressure vessel. Sehingga pressure vessel aman saat pengoperasian dan memenuhi persyaratan keselamatan yang sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku. HESS (Indonesia Pangkah) Ltd memiliki banyak pressure vessel pada Fasilitas Pengolahan Gas (Gas Processing Facilities). Jumlah pressure vessel yang banyak dan areanya yang sangat luas akan menyulitkan dalam hal penentuan interval inspeksi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah pemetaan resiko dan interval inspeksi dengan mempertimbangkan kegunaan dari masing-masing pressure vessel dan tingkat korosivitasnya.[4] Dengan demikian, akan dapat diprediksi waktu yang tepat untuk untuk melakukan perbaikan menurut skala prioritas dan tingkat resiko dari masing-masing pressure vessel.[5] Risk Based Inspection (RBI) adalah suatu metode pendekatan secara modern yang dapat digunakan sebagai tools inspeksi terhadap unit/equipment berdasarkan kemungkinan-kemungkinan resiko yang dapat terjadi baik dari segi failure, cost, environtment, safety, dan juga operasi. Sehingga dengan menggunakan RBI yang mengacu pada API 581 dapat memberikan hasil perhitungan yang akurat terhadap resiko pada pressure vessel, sehingga dapat dilakukan upaya-upaya pengendalian yang memadai untuk mencegah terjadinya kegagalan.[6] II. METODOLOGI Analisa resiko dengan Risk Based Inspection membutuhkan data-data seperti: data Process Flow Diagram (PFD), Piping & Instrument Diagram (P&ID), data sheet baik data desain maupun data operasional, dan data laporan inspeksi yang pernah dilakukan.[7] Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, kemudian dilakukan analisa resiko yang mengacu pada RBI API 581 untuk mencari nilai Probability of Failure (POF) dan Consequence of Failure (COF). Selanjutnya nilai POF dan COF dikombinasikan untuk memperoleh resiko.[8] Untuk penelitian laju korosi, menggunakan material pressure vessel yaitu SA516 Gr 70.[9] Spesimen dipotong dengan ukuran 50 x 30 x 3 mm serta ditimbang untuk mendapatkan berat awal. Kemudian spesimen diuji weight loss dengan cara digantung di dalam wadah kaca yang tertutup rapat dengan variasi 0,02 mol, 0,04 mol, dan 0,06 mol gas H 2 S di dalamnya. Spesimen dikeluarkan dari dalam wadah dengan variasi pengambilan selama 2, 4, dan 6 hari.[10] Spesimen dibersihkan dari produk korosi dengan mengacu pada ASTM G1.[11] Selanjutnya ditimbang menggunakan neraca digital untuk memperoleh berat akhir spesimen. Analisis Resiko Pressure Vessel Dengan Risk Based Inspection API 581 dan Studi Eksperimental Karakteristik Korosi Bahan Shell Pressure Vessel Pada Media Gas H 2 S di HESS (Indonesia Pangkah) Ltd James Tinambunan dan Sulistijono Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Raya ITS Sukolilo, Surabaya 60111 E-mail : [email protected] P

Upload: bimantara-adi

Post on 20-Oct-2015

32 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

korosi rbi

TRANSCRIPT

Page 1: ITS-paper-29526-2709100093-Paper

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6

1

Abstrak—Risk Based Inspection (RBI) adalah pendekatan

sistematis tentang metode pengolahan inspeksi atas

peralatan atau unit kerja pada sebuah pabrik yang

didasarkan pada tingkat resiko yang dimiliki oleh

peralatan atau unit kerja tersebut. Pada tugas akhir ini

peralatan yang akan dijadikan sebagai subjek untuk

penelitian adalah pressure vessel pada area Gas

Processing Facilities. Dimana pada pressure vessel sangat

perlu dilakukan risk assessment karena dampak yang

ditimbulkan bila mengalami kebocoran maupun ledakan

akan sangat besar seperti kebakaran, pencemaran

lingkungan, dan lain-lain. Masing-masing pressure vessel

memiliki resiko yang berbeda-beda tergantung pada

kondisi operasionalnya. Tugas akhir ini menyajikan

analisa resiko pada pressure vessel dengan Risk Based

Inspection API 581 dan untuk menunjang analisa RBI

dilakukan penelitian pengaruh konsentrasi H2S terhadap

laju korosi SA516 Gr 70 yang merupakan material dari

pressure vessel. Setelah melakukan analisa RBI API 581

terhadap masing-masing pressure vessel, terdapat 1 buah

pressure vessel pada low risk dan 14 buah pressure vessel

lainnya pada medium risk. Dan pada penelitian laju korosi

SA516 Gr 70 dengan variasi konsentrasi 0,02 mol, 0,04

mol, dan 0,06 mol H2S didapatkan hasil dimana semakin

tinggi konsentrasi H2S maka laju korosi pun semakin

meningkat.

Kata Kunci: RBI, pressure vessel, API 581, SA516 Gr 70,

H2S

I. PENDAHULUAN

ressure vessel adalah salah satu peralatan pokok dalam

dunia industri, yang berfungsi sebagai media

penyimpanan fluida.[1] Biasanya fluida yang disimpan

dalam pressure vessel merupakan fluida yang memiliki

karakteristik maupun perlakuan khusus, misalnya: tekanan

tinggi, temperatur tinggi, mengandung gas beracun, dan

lain-lain. Sehingga dalam operasionalnya akan

menimbulkan potensi bahaya (hazard) seperti kebakaran,

ledakan, kebocoran, maupun pencemaran lingkungan. Hal

ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti umur pakai,

korosi, dan penipisan (thinning).[2]

Bahaya dan resiko yang ditimbulkan akan mengancam

keselamatan operator yang berada di sekitar lokasi, juga

menyebabkan kerugian bagi perusahaan, bahkan mencemari

lingkungan.[3] Dengan adanya potensi bahaya dan resiko

yang ditimbulkan, perlu dilakukan upaya pengendalian dan

pengelolaan resiko pada pressure vessel. Sehingga pressure

vessel aman saat pengoperasian dan memenuhi persyaratan

keselamatan yang sesuai dengan standar dan peraturan yang

berlaku.

HESS (Indonesia – Pangkah) Ltd memiliki banyak

pressure vessel pada Fasilitas Pengolahan Gas (Gas

Processing Facilities). Jumlah pressure vessel yang banyak

dan areanya yang sangat luas akan menyulitkan dalam hal

penentuan interval inspeksi. Oleh karena itu, diperlukan

sebuah pemetaan resiko dan interval inspeksi dengan

mempertimbangkan kegunaan dari masing-masing pressure

vessel dan tingkat korosivitasnya.[4] Dengan demikian, akan

dapat diprediksi waktu yang tepat untuk untuk melakukan

perbaikan menurut skala prioritas dan tingkat resiko dari

masing-masing pressure vessel.[5]

Risk Based Inspection (RBI) adalah suatu metode

pendekatan secara modern yang dapat digunakan sebagai

tools inspeksi terhadap unit/equipment berdasarkan

kemungkinan-kemungkinan resiko yang dapat terjadi baik

dari segi failure, cost, environtment, safety, dan juga operasi.

Sehingga dengan menggunakan RBI yang mengacu pada

API 581 dapat memberikan hasil perhitungan yang akurat

terhadap resiko pada pressure vessel, sehingga dapat

dilakukan upaya-upaya pengendalian yang memadai untuk

mencegah terjadinya kegagalan.[6]

II. METODOLOGI

Analisa resiko dengan Risk Based Inspection

membutuhkan data-data seperti: data Process Flow Diagram

(PFD), Piping & Instrument Diagram (P&ID), data sheet

baik data desain maupun data operasional, dan data laporan

inspeksi yang pernah dilakukan.[7] Setelah data yang

dibutuhkan terkumpul, kemudian dilakukan analisa resiko

yang mengacu pada RBI API 581 untuk mencari nilai

Probability of Failure (POF) dan Consequence of Failure

(COF). Selanjutnya nilai POF dan COF dikombinasikan

untuk memperoleh resiko.[8] Untuk penelitian laju korosi,

menggunakan material pressure vessel yaitu SA516 Gr

70.[9] Spesimen dipotong dengan ukuran 50 x 30 x 3 mm

serta ditimbang untuk mendapatkan berat awal. Kemudian

spesimen diuji weight loss dengan cara digantung di dalam

wadah kaca yang tertutup rapat dengan variasi 0,02 mol,

0,04 mol, dan 0,06 mol gas H2S di dalamnya. Spesimen

dikeluarkan dari dalam wadah dengan variasi pengambilan

selama 2, 4, dan 6 hari.[10] Spesimen dibersihkan dari

produk korosi dengan mengacu pada ASTM G1.[11]

Selanjutnya ditimbang menggunakan neraca digital untuk

memperoleh berat akhir spesimen.

Analisis Resiko Pressure Vessel Dengan Risk Based

Inspection API 581 dan Studi Eksperimental Karakteristik

Korosi Bahan Shell Pressure Vessel Pada Media Gas H2S

di HESS (Indonesia – Pangkah) Ltd James Tinambunan dan Sulistijono

Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Raya ITS Sukolilo, Surabaya 60111

E-mail : [email protected]

P

Page 2: ITS-paper-29526-2709100093-Paper

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6

2

Item Representative

No. Fluid

1 131-V-01 C1 - C2

2 132-V-01 C1 - C2

3 132-V-02 C1 - C2

4 135-V-01 C1 - C2

5 135-V-02 C1 - C2

6 135-V-09 C1 - C2

7 135-V-10 C1 - C2

8 135-V-14 C1 - C2

9 137-V-05 C1 - C2

10 139-V-03 C3 - C4

11 139-V-04 C3 - C4

12 141-V-01 C1 - C2

13 143-V-01 C3 - C4

14 143-V-02 C1 - C2

15 144-V-01 C6 - C8

Tag No.

Step I

1. Enter representative material

2. Enter the inventory category for the equipment

2a. Enter the inventory value lbs

3 Enter detection rating

4. Enter isolation rating

1/4 in. 1 in. 4 in. 16 in.

40 30 20 0

min min min min

6. Enter operating pressure psia

7. Circle gas or liquid, depending on the phase of the liquid in the equipment

8. Enter the process temperature °F

9. Calculate and enter transition pressure (Ptrans) psia

Is fluid pressure inside the equipment greater than transition pressure?

If yes, circle "sonic"

If no, circle "subsonic"

HOLE SIZES 1/4 in. 1 in. 4 in. 16 in.

3,15 50,46 807,43 12918,85

lb/sec lb/sec lb/sec lb/sec

lb/sec lb/sec lb/sec lb/sec

lb/sec lb/sec lb/sec lb/sec

Step II

Devide maximum permissible released inventory by the appropiate 9,377464 0,585395 0,036584 0,002287

release rate = Line 2 : Line 11. Divide by 60 to get minutes. Enter value min min min min

15. Type of release cont. cont. inst. inst.

16. Enter the NBP of the fluid at atmospheric pressure °F

17. Enter the phase of the fluid after the release

Enter the initials of the circled terms in Line 15 and Line 17.

This is the release type

Look at Line 5 and Line 14. For each hole size, enter the lesser of the two. 9,377464 0,585395 0,036584 0

This is the release duration min min min min

Enter the inventory of the equipment being evaluated. This is the instan-

taneous release mass

Gas Liquid

GAS RELEASE RATE

26,97

Sonic Subsonic

678,77

LIQUID RELEASE RATE

Operating Unit: Hydrocarbon Receiving and Separation

Equipment No : 131-V-01

Description : Inlet Separator

5.

PART A RELEASE RATE CALCULATION

C1 - C2

B

B

B

CALCULATE RELEASE RATE

1772,34071

Esimate leak duration based on detection and isolation systems

85,64

10.

11. Sonic release rate

12. Subsonic release rate

193

1772,34071 lbs.

13. Use liquid release rate to calculate release rate. Enter rate

14.

Gas

DETERMINATION OF PHASE AFTER RELEASE

DETERMINE RELEASE TYPE FOR EACH HOLE SIZE

18.

19.

20.

cont. inst.

DETERMINATION OF INSTANTANEOUS RELEASE MASS

cont. inst.

III. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

3.1 Menghitung Laju Kebocoran

Terdapat 15 buah pressure vessel yang akan dianalisa

dengan masing-masing representative fluid yang

ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Representative Fluid

Langkah selanjutnya yaitu dengan menghitung laju

kebocoran yang dapat terjadi berdasarkan sifat-sifat fluida

representatif dan data operasional masing-masing pressure

vessel. Dalam pengelompokan peralatan dengan mengacu

pada Tabel B-1 Appendix B RBI, masing-masing pressure

vessel dikelompokkan berdasarkan total kapasitasnya yang

ditunjukkan pada Tabel 2

Tabel 2 Kategori Peralatan

Berdasarkan Tabel 7.6 API 581 tentang sistem deteksi

dan sistem isolasi, seluruh pressure vessel masuk dalam

kategori B untuk sistem deteksi maupun sistem isolasi.

Apabila terjadi perubahan atau kebocoran fluida servis di

dalam tangki maka pendeteksi dapat memberikan informasi

secara langsung melalui semacam detektor kepada operator

yang berada dalam control room . Ketika terjadi perubahan

maka operator di dalam control room dapat memberikan

suatu tindakan langsung dari dalam control room tanpa

perlu ke luar maupun mendatangi peralatan tersebut .

Sehingga operator memiliki jarak yang aman ketika terjadi

suatu kebocoran. Berdasarkan sistem deteksi dan sistem

isolasi tersebut yang kemudian dicocokkan dengan Tabel

7.7 API BRD 581, maka dapat diestimasikan durasi

kebocoran yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Estimasi Durasi Kebocoran sesuai sistem deteksi

dan sistem isolasi

3.2 Laju Kebocoran Gas/Liquid

Untuk menghitung laju kebocoran, kita harus

mengetahui fasa fluida yang terdapat dalam pressure vessel.

Apabila fasanya berupa gas, maka digunakan persamaan

untuk menghitung laju kebocoran gas dan apabila fasanya

cair digunakan persamaan laju kebocoran liquid. Untuk

menghitung laju kebocoran fluida yaitu dengan

menggunakan persamaan yang terdapat pada API BRD 581.

Tabel 4 merupakan Worksheet A yang menunjukkan

perhitungan laju kebocoran gas pada pada Pressure Vessel

131-V-01.

Tabel 4 Worksheet A 131 – V – 01

Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa perhitungan laju

kebocoran fluidanya menggunakan persamaan laju

kebocoran gas. Hal ini disebabkan fluida yang terdapat pada

pressure vessel 131-V-01 berupa methane (C1-C2).

Sebelum menghitung laju kebocoran, terlebih dahulu

dihitung tekanan transisi (Ptrans). Dari hasil perhitungan,

diperoleh tekanan transisi (Ptrans) sebesar 26,97 psia. Oleh

karena tekanan operasional pressure vessel 131-V-01 lebih

besar daripada tekanan transisinya, maka kebocoran tersebut

termasuk tipe sonik. Kemudian dihitung laju kebocoran

Item

Tag No. Inventory (lbs) Category

No.

1 131-V-01 1772,34071 B

2 132-V-01 3074,712423 B

3 132-V-02 1240,439358 B

4 135-V-01 477,9345735 A

5 135-V-02 2232,751016 B

6 135-V-09 3735,85525 B

7 135-V-10 5763,890957 B

8 135-V-14 27721,59924 C

9 137-V-05 1323,679629 B

10 139-V-03 212,7740453 A

11 139-V-04 684,3445628 A

12 141-V-01 474,3500642 A

13 143-V-01 9733,424557 B

14 143-V-02 629,4796612 A

15 144-V-01 61549,30156 C

Ukuran

Lubang ¼ inch 1 inch 4 inch

16

inch

Estimasi

Kebocoran

40

menit

30

menit

20

menit 0

Page 3: ITS-paper-29526-2709100093-Paper

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6

3

PART B

1. Thickness (mm) 48

2. The equipment age (year) 6

3. Corrosion Allowance (mm) 6

4. Corrosion rate 0,13

5. Calculation of ar/t 0,01625

6. Thinning Type General Thinning

7. Operating Temperature (°F) 85,64

8. Operating Pressure (barg) 46,8

9. MAWP (barg) 70

10. Inspection Effectiveness Category Highly Effective

11. Number of Inspection 3

12. Determination of TMSF 1

13. Adjustment to TMSF for Overdesign 0,5

14. Adjustment to TMSF for On-Line Monitoring

15. Combined TMSF 0,5

16. Probability of Failure category 1

LIKELIHOOD ANALYSIS

TMSF THINNING

1. Enter representative material

1/4 in. 1 in. 4 in. 16 in.

2. Enter release type cont. cont. inst. inst.

3a. Sonic release rate calculation (lb/sec) 3,15 50,46 807,43 12918,85

3b. Subsonic release rate calculation (lb/sec)

3c. Liquid release rate calculation (lb/sec)

4. Detection rating

5. Isolation rating

6. Enter adjusted release rate or mass 2,6775 42,891 686,3155 10981,02

Look at Equipment Damage equations in Consequence Equation and

replace "x" by adjusted release rate or mass (Line 6) (ft²)

Look at Area of Potential Fatalities in Consequence Equation and

replace "x" by adjusted release rate or mass (Line 6)

9a. Mitigation system

9b. Reduce consequence

9c. Adjusted Equipment Damage Area (ft²) 84,66514 1283,065 2445,209 15670,24

10. Adjusted Area of Fatalities (ft²) 212,3607 3044,567 4711,501 30193,89

Inventory Blowdown

25%

CONSEQUENCE REDUCTION

RELEASE TYPE

B

B

8.

POTENTIAL FATALITIES AREAS

283,1477 4059,422 6282,002 40258,52

Part C.1 FLAMMABLE CONSEQUENCE CALCULATIONS

HOLE SIZES

7. 112,8868 1710,753 3260,279 20893,66

C1 - C2

REPRESENTATIVE MATERIAL

RELEASE RATE OR MASS

DETECTION AND ISOLATION RATING

ADJUSTMENTS FOR FLAMMABLE EVENT MITIGATION

EQUIPMENT DAMAGE AREA

untuk masing-masing ukuran lubang yang telah ditetapkan

(1/4, 1, 4, dan 16 inch).

Setelah diketahui laju kebocorannya, selanjutnya

adalah menghitung durasi kebocoran pressure vessel dari

jumlah (kapasitas) total fluida yang disimpan di dalamnya

(Tabel 2). Kemudian dianalisa jenis aliran kebocorannya,

apakah termasuk jenis aliran yang kontinyu atau seketika.

Sesuai dengan metode RBI, untuk menentukan jenis aliran

kebocoran yaitu dengan menghitung aliran massa yang

keluar dalam waktu 3 menit. Jika dalam waktu 3 menit

aliran massa yang keluar melebihi 10.000 lbs, maka aliran

tersebut dikategorikan ke dalam aliran seketika dan

demikian sebaliknya. Pada perhitungan di atas, tampak

bahwa untuk ukuran lubang ¼ inch dan 1 inch adalah aliran

kontinyu sedangkan untuk ukuran lubang 4 inch dan 16 inch

adalah aliran seketika.

Tahap akhir dari Worksheet A ini adalah

membandingkan antara estimasi durasi kebocoran sesuai

sistem deteksi dan sistem isolasi (Tabel 3) dengan waktu

kebocoran sebenarnya. Untuk aliran seketika dianggap 0

menit, sedangkan untuk aliran kontinyu dibandingkan dan

dicari yang terkecil, yang kemudian dijadikan sebagai durasi

kebocoran.

3.3 Peluang Kegagalan

Analisa peluang kegagalan pada peralatan yang

diamati, dengan metode semi kuantitatif RBI dilakukan

melalui proses TMSF (Technical Modules Sub-Factor)

untuk setiap mekanisme kerusakan yang dialaminya.

Mekanisme kerusakan yang dialami untuk setiap peralatan

dapat ditentukan melalui pemindaian pada kondisi operasi

peralatan tersebut. TSMF yang dipakai dalam analisa

kerusakan terdiri dari beberapa mekanisme kerusakan yang

dapat terjadi oleh sebuah peralatan karena kondisi operasi

maupun jenis fluida yang bekerja. Mekanisme kerusakan

yang terdapat pada TMSF RBI adalah :

1. TMSF Thinning

2. TMSF SCC (Stress Corrosion Cracking)

3. TMSF HTHA (High Temperature Hydrogen Attack)

4. TMSF Furnace Tube

5. TMSF Mechanical Fatique

6. TMSF Brittle Fracture

7. TMSF Linning

8. TMSF External Damage

Dalam peralatan pressure vessel ini hanya faktor

thinning yang memiliki kemungkinan disebabkan oleh

fluida servis yang berada di dalamnya yang berupa C1-C2,

C3-C4, dan C6-C8.

3.4 TMSF Thinning

Untuk mencari nilai TMSF dari peralatan perlu

mengetahui nilai konstanta reduksi ketebalan material

kontruksi. Dari rumus mencari konstanta reduksi ketebalan

material konstruksi, terdapat komponen laju korosi. Jika

komponen yang diteliti sudah diketahui laju korosinya maka

dapat langsung mencari nilai ar/t-nya. Lain halnya apabila

belum diketahui harus melakukan percobaan maupun dari

penghitungan inspeksi. Dari pengamatan kerusakan akibat

korosi yang terjadi pada pressure vessel serta dengan

mencocokkan kriteria dari RBI 581, thinning pada peralatan

tersebut memiliki ciri-ciri general thinning.

Dalam kategori keefektifan inspeksi dapat dimasukkan

ke dalam highly effective karena dalam kenyataan saat

melakukan inspeksi yaitu dengan melakukan pengamatan

visual bagian dalam pressure vessel secara menyeluruh serta

mengukur ketebalan secara ultrasonik/Ultrasonic Thickness

Measurements. Selanjutnya setelah didapat nilai TMSF dari

Tabel G7 TMSF Thinning, dicari faktor overdesign untuk

mengoreksi nilai TMSF yang telah didapat. Harga faktor

overdesign didapatkan dari perbandingan tekanan

maksimum yang diterima alat dengan tekanan operasinya.

Setelah mendapatkan perbandingannya, kemudian

dicocokkan dengan Tabel G-8 API 581 tentang panduan

menentukan harga faktor overdesign. Faktor overdesign

digunakan untuk mencari TMSF adjust, yang didapat dari

hasil kali TMSF Thinning dengan faktor overdesign. Tabel 5

merupakan Worksheet B yang menunjukkan analisa

likelihood pada 131 – V – 01.

Tabel 5 Worksheet B 131 – V – 01

3.5 Konsekuensi Kegagalan

Analisa konsekuensi kegagalan akibat terlepasnya

fluida representatif pada metode semi-kuantitatif RBI terdiri

dari atas dua bagian, yaitu: konsekuensi akibat terlepas

fluida yang mudah terbakar dan konsekuensi akibat

terlepasnya fluida yang beracun. Pada kasus analisa tingkat

resiko pada masing – masing peralatan yang diamati, fluida

representatif yang terdapat di dalamnya hanya mempunyai

sifat mudah terbakar. Tabel 6 merupakan Worksheet C yang

menunjukkan perhitungan konsekuensi akibat terlepasnya

fluida yang mudah terbakar pada pada Pressure Vessel 131-

V-01.

Tabel 6 Worksheet C 131 – V – 01

Page 4: ITS-paper-29526-2709100093-Paper

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6

4

1/4 in. 1 in. 4 in. Rupture

1. Enter the generic failure frequency by hole size 0,00004 0,0001 0,00001 0,000006

2. Calculate Sum of Failure Frequencies (per year)

3. Calculate fraction contribution of each hole size (ft²) 0,25641 0,641026 0,064103 0,038462

4a. Flammable consequence of equipment damage area (Line 9, Part C.1) (ft²) 84,66514 1283,065 2445,209 15670,24

4b. Flammable consequence of potential fatalities area (Line 10, Part C.1) (ft²) 212,3607 3044,567 4711,501 30193,89

4. Flammable consequence result 212,3607 3044,567 4711,501 30193,89

5. Multiply each value in Line 4 by the corresponding fraction in Line 3 (ft²) 54,45146 1951,646 302,0193 1161,303

6. Copy toxic consequence results (Line 10, Part C.2)

7. Multiply each value in Line 6 by the corresponding fraction in Line 3 (ft²)

8. Sum the values from Line 5. This is the Flammable Consequence area value

9. Sum the values from Line 7. This is the Toxic Consequence area value

Convert the value from either Line 7 or Line 8 to a category according to

Appendix VIII, Table B-3. This is the Consequence Category

11. Copy the Likelihood Category from Part B

Convert the categories from Lines 10 and 11 to a risk category using

Appendix VIII, Figure 2.

Part D RISK CALCULATIONS

HOLE SIZES

1

Medium

10.

0,000156

12.

3469,419731

D

A B C D E

5

4

3

2 1 1

1 1 4 8

Likelihood

Category

Consequence Category

Berat Awal Berat Akhir Kehilangan Berat Awal Berat Akhir Kehilangan Berat Awal Berat Akhir Kehilangan

(gr) (gr) Berat (gr) (gr) (gr) Berat (gr) (gr) (gr) Berat (gr)

0,02 32,7 32,55 0,15 36,77 36,6 0,17 32,68 32,5 0,18

0,04 33,6 33,44 0,16 34,49 34,29 0,2 33,52 33,2 0,32

0,06 34,06 33,83 0,23 35,61 35,26 0,35 35,29 34,76 0,53

Spesimen 3

(6 hari)H2S

(mol)

Spesimen 1

(2 hari)

Spesimen 2

(4 hari)

Item

No.

15 144-V-01

13 143-V-01

14 143-V-02

5 135-V-02

2 132-V-01

3 132-V-02

1 131-V-01

Tag No.

4 135-V-01

8 135-V-14

6 135-V-09

7 135-V-10

11 139-V-04

12 141-V-01

9 137-V-05

10 139-V-03

2 D Medium

1 D Medium

Consequence Risk Category

1 D Medium

Likelihood

D1 Medium

2 C Medium

D Medium

1 B Low

1

1 D Medium

1 D Medium

C Medium

1 D Medium

1

1 C Medium

1 C Medium

D Medium

1 C Medium

1

Pengaturan dan reduksi laju kebocoran akibat

kebocoran atau massa yang dapat keluar akibat suatu

kejadian kebocoran ditentukan oleh kombinasi dari kondisi

sistem deteksi dan isolasi yang telah dilakukan di bagian

analisa laju kebocoran, maka berdasarkan Tabel 7.16 sistem

deteksi dan isolasi referensi API 581 dapat ditentukan

persentasi reduksi laju keluarnya. Untuk kasus ini sebesar

15%. Metoda RBI menggunakan ukuran luas daerah untuk

menentukan konsekuensi terlepasnya fluida representatif.

Luas daerah akibat kebocoran fluida terdiri dari dua, yaitu:

luas daerah kerusakan dan luas daerah berbahaya.

Persamaan untuk mencari luas daerah kerusakan dan luas

daerah berbahaya ada pada Tabel 7.8. Persaman

konsekuensinya pelepasan kontinyu dari referensi API 581

dan 7.11 untuk persamaan konsekuensi seketika.

Luas daerah kebocoran yang telah ditentukan

sebelumnya akan direduksi sesuai dengan sistem mitigasi

yang dipakai . Kondisi sistem mitigasi di HESS (Indonesia-

Pangkah) Ltd yaitu inventory blowdown dimana apabila

terjadi kegagalan, peralatan tersebut akan berhenti

beroperasi. Untuk kondisi sistem mitigasi tersebut, maka

luas daerah akibat kebocoran yang telah dilakukan akan

direduksi sebesar 25%. Tabel 7 merupakan Worksheet D

yang menunjukkan perhitungan resiko pada Pressure Vessel

131-V-01.

Tabel 7 Worksheet D 131 – V – 01

Nilai konsekuensi kebakaran didapatkan dari luas

daerah akibat kebocoran yang terdiri dari luas daerah akibat

kebocoran yang terdiri atas luas derah kerusakan dan luas

derah berbahaya. Dari kedua jenis luas itu dipilih nilai yang

paling besar kemudian dikalikan dengan nilai fraksi

kerusakan generik dan didapatkan luas daerah konsekuensi

kegagalan. Luas daerah kegagalan total dapat dicari dengan

menjumlahkan luas kebocoran dari setiap lubang, karena

luas daerah suatu kebocoran diakibatkan dari kebocoran dari

setiap lubang.

3.6 Matriks Resiko

Hasil analisa RBI pada masing-masing pressure vessel

menunjukkan kategori resiko seperti yang telah dirangkum

dalam Tabel 8. Resiko didapatkan dengan

mengkombinasikan besar likelihood dan consequence

category terhadap matriks resiko 5x5 yang telah disediakan

oleh API. Terdapat 1 buah pressure vessel yang berada pada

low risk dan 14 buah pressure vessel lainnya berada pada

medium risk. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada

Gambar 1.

Tabel 8 Hasil Analisa RBI

Gambar 1 Matriks Resiko

3.7 Hasil Pengujian Weight Loss

Dari pengukuran berat yang dilakukan setelah proses

cleaning speciment yang dibagi menjadi 3 yaitu hari ke-2,

ke-4, dan ke-6 didapatkan hasil pada Tabel 9 sebagai

berikut:

Tabel 9 Hasil Pengujian Weight Loss

Dari hasil pengujian weight loss pada baja SA516 Gr

70 menunjukkan bahwa dari hari ke-0 sampai hari ke-2

spesimen mengalami kehilangan berat antara 0,15 gr – 0,23

gr, pada hari ke-2 sampai hari ke-4 mengalami kenaikan

kehilangan berat berkisar anatara 0,17 gr – 0,35 gr, dan

kehilangan berat pada hari ke-4 sampai hari ke-6 mengalami

peningkatan menjadi 0,18 gr – 0,53 gr. Untuk mengetahui

detail perubahan dari nilai kehilangan berat pada spesimen

dapat dilihat pada Gambar 2

Page 5: ITS-paper-29526-2709100093-Paper

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6

5

Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3

(2 hari) (4 hari) (6 hari)

0,02 39,41552602 22,33546474 15,76621041

0,04 42,04322775 26,27701734 28,0288185

0,06 60,43713989 45,98478035 46,42273064

H2S (mol)

Laju Korosi (mpy)

Gambar 2 Kehilangan Berat Spesimen SA516 Gr 70

Dari nilai kehilangan berat pada spesimen seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2 di atas, dapat dicari laju korosi

spesimen tersebut[12] yang ditunjukkan pada Tabel 10

berikut ini.

Tabel 10 Laju Korosi SA516 Gr 70 Berdasarkan Weight

Loss

Dari hasil laju korosi tersebut dapat diketahui bahwa

semakin tinggi konsentrasi gas H2S maka semakin tinggi

pula laju korosinya.[13][14][15] Namun pada penelitian ini

terlihat bahwa laju korosi spesimen dari hari ke-0 sampai

hari ke-2 jauh lebih besar dibandingkan laju korosi spesimen

dari hari ke-0 sampai hari ke-4 dan hari ke-0 sampai hari ke-

6. Begitu pula dengan laju korosi spesimen dari hari ke-0

sampai hari ke-4 terlihat lebih besar jika dibandingkan

dengan laju korosi spesimen dari hari ke-0 sampai hari ke-6.

Untuk lebih jelasnya, dapat diperhatikan pada Gambar 3

berikut ini.

Gambar 3 Laju Korosi Berdasarkan Hasil Weight Loss

Menurunnya laju korosi pada pengambilan hari ke-4

dan hari ke-6 disebabkan gas H2S yang dihasilkan dari

reaksi kimia antara HCl dan FeS sangat cepat bereaksi

dengan material SA516 Gr 70.[16] Hal ini terlihat dari laju

korosi yang sangat tinggi pada pengambilan spesimen hari

ke-2. Selanjutnya laju korosi menurun seiring gas H2S

semakin habis bereaksi dengan material tersebut.

IV. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan :

1. Terdapat 1 buah pressure vessel yang berada pada low

risk dan 14 buah pressure vessel lainnya berada pada

medium risk.

2. Tidak diperlukan langkah mitigasi karena pressure

vessel dalam kategori aman.

3. Semakin tinggi konsentrasi gas H2S, maka laju

korosinya semakin tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Dorf, Richard C. 2000. The Engineering Handbook.

Boca Raton : CRC Press LLC.

[2] The American Society of Mechanical Engineers.

1991. Risk Based Inspection – Development of

Guidelines: Volume 1, General Document”,

Research Report CRTD Volume 20-1. New York:

The American Society of Mechanical Engineers .

[3] Michalopoulos, E. , A. C. Georgiou, K. Paparrizos.

2008. Risk-Based Decision Making and Risk

Management of European Union Regional

Programs. Yugoslav Journal of Operations Research.

[4] Selvik, J. T., P.Scarf, T.Aven. 2011. An Extended

Methodology For Risk Based Inspection Planning.

RT&A.

[5] Australian/ New Zealand Standard. 2004. Risk

Management AS/NZS 4360:2004. Standards

Australia/Standards New Zealand.

[6] American Petroleum Institute (API). 2000. Risk

Based Inspection Base Resource Document API 581

First Edition. Washington, D.C: API Publishing

Services.

[7] Simpson, J. 2007. The Application of Risk Based

Inspection to Pressure Vessels and Aboveground

Storage Tanks in Petroleum Fuel Refineries.

Brisbane: 5th Australasian Congress on Applied

Mechanics, ACAM 2007 10-12 December 2007.

[8] Truchon M., Rouhan A., Goyet J. 2007. Risk Based

Inspection Approach for Topside Structural

Components, OTC paper 18912, presented at the

2007 Offshore Technology Conference, Houston,

Texas, USA.

[9] The American Society of Mechanical Engineers.

2001. ASME Sect VIII Div 1 : Rules For

Construction Of Pressure Vessels 2001 Edition. New

York: The American Society of Mechanical

Engineers.

[10] ___. 2004. ASTM G 31 – 72 Standard Practice for

Laboratory Immersion Corrosion Testing of Metals.

United States: ASTM International.

[11] ___. 2003. ASTM G 1 – 03 Standard Practice for

Preparing, Cleaning, and Evaluating Corrosion Test

Specimens. United States: ASTM International.

[12] Sulistijono. 1999. Diktat Kuliah Korosi. Surabaya:

ITS.

[13] Domizzi, G., G. Anteri, Ovejero J. Garcia. 2000.

Influence of Sulphur Content and Inclusion

Distribution on The Hydrogen Induced Blister

Cracking in Pressure Vessel and Pipeline Steels.

Corrosion Science 43 (2001).

[14] Solehudin, Agus. 2009. Pengaruh Sulfur dan

Senyawanya Terhadap Korosi. Jurusan Pendidikan

Teknik Mesin, FPTK – UPI 2-5.

Page 6: ITS-paper-29526-2709100093-Paper

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6

6

[15] Lins, V.F.C., E.M. Guimaraes. 2006. Failure of A

Heat Exchanger Generated by An Excess of SO2 and

H2S in The Sulfur Recovery Unit of A Petroleum

Refinery. Journal of Loss Prevention in The Process

Industries 20 (2007).

[16] Svehla, G. 2000. Textbook of Macro and

Semimacro Qualitative Inorganic Analysis. London:

Longman Group Limited.