issn 2722-418x (cetak) jupera - amazon s3

41
Pr ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA JURNAL PERAIRAN Volume 01 No 01 Juni 2020 Prodi Manajemen Pengelolaaan Sumber Daya Perairan Universitas HKBP Nommensen Pematang Siantar

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

Pr

ISSN 2722-418X (Cetak)

JUPERA JURNAL PERAIRAN Volume 01 No 01 Juni 2020

Prodi Manajemen Pengelolaaan Sumber Daya Perairan

Universitas HKBP Nommensen Pematang

Siantar

Page 2: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

2

JUPERA JURNAL PERAIRAN Volume 01 No 01 Juni 2020

Penanggung Jawab

Sahat Sitompul, S.T.,M.Si

Ketua Redaksi

Welmar Olfan Basten Barat, M.Si

Dewan Redaksi

Mastiur Verawaty Silalahi, M.Pd

Mardame Pangihutan Sinaga, M.Si

Ewin Handoco Saragih, M.Si

Editor Teknik

Herna Febrianty Sianipar,M.Si

Penerbit

Program Studi Manajemen Pengelolaan Sumber Daya

Perairan, Fakultas Teknik dan Sumber Daya Perairan (FTSDP),

Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar

Indonesia

Alamat Editor

Program Studi Manajemen Pengelolaan Sumber Daya Perairan, FTSDP

Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar

Jl. Sangnawaluh No.4, Siopat Suhu, Siantar Timur 21136

Page 3: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

Daftar Isi

STUDI KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI ALIRAN SUNGAI BAH

BOLON KOTA PEMATANGSIANTAR

Herna Febrianty Sianipar ………………………………………………. 1

STUDI ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI BAH BIAK KOTA

PEMATANGSIANTAR

Mastiur Verawaty Silalahi ……………………………………………… 4

HUBUNGAN LAMA OPERASIONAL PADDLE WHEEL DENGAN LAJU

PERTUMBUHAN (Spirulina platensis)) PADA SKALA OPEN RACEWAY

PONDS

Welmar Olfan Basten Barat ……………………………………….…… 7

ANALISIS HASIL TANGKAPAN KAPAL BAGAN APUNG TERHADAP

KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN

SIBOLGA Mardame Pangihutan Sinaga…………………………………………….. 14

ANALISIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA MINA MANDIRI-

PERIKANAN BUDIDAYA (PUMM-PB) TERHADAP PENINGKATAN

PENDAPATAN PEMBUDIDAYA IKAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR

Ewin Handoco S………………………………………………………… 27

PENGARUH PERLAKUAN REDUKSI KHAMIR LAUT TERHADAP KOMPOSISI

ASAM AMINO ESENSIAL DAN NON ESENSIAL KHAMIR LAUT

Ria Retno Dewi sartika Manik ……………………………………………... 35

Page 4: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

1

STUDI KEANEKARAGAMAN ZOOPLANKTON DI ALIRAN SUNGAI BAH BOLON KOTA

PEMATANGSIANTAR

Herna Febrianty Sianipar

Staff Pengajar Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar (UHKBPNP)

e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Peranan zooplankton dalam ekosistem perairan sangat penting, maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk

menganalisis studi keanekaragaman zooplankton di aliran sungai Bah Bolon Pematangsiantar .Hasil penelitian

menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman zooplankton yang ditemukan tidak bervariasi dengan jumlah spesies

sebanyak 2 . Berdasarkan perhitungan indeks keanekaraman diantara 0,17-0,3 menunjukkan bahwa

keanekaragaman zooplankton dalam kategori kurang. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (fisik-kimia)

perairan antara lain kecerahan, pH dan suhu.

Kata Kunci : Zooplankton, Kualitas, Air

PENDAHULUAN

Sungai sebagai lingkungan hidup manusia

merupakan sumberdaya alam yang dapat digunakan

untuk kesejahteraan manusia. Sungai mempunyai

fungsi yang beranekaragam diantaranya untuk

keperluan domestik, pertanian, perikanan, irigasi,

perindustrian dan tenaga penggerak turbin (Gonawi,

2009).

Pada saat ini sungai menjadi badan air yang

cukup penting, karena sungai sebagai ekosistem

terbuka lebih mudah mengakumulasi berbagai jenis

buangan dan daerah sekitarnya. Pembersihan lahan

dan perubahan penggunaan lahan disepanjang daerah

aliran sungai (DAS) akan mempengaruhi kualitas air

sungai tersebut. Aktivitas manusia disepanjang

daerah aliran sungai secara intensif dan ekstensif,

langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi

kelimpahan atau penyebaran biota air yang hidup di

dalam sungai tersebut (Afrizal, 1995). Biota air yang

terdapat di aliran sungai salah satunya adalah

plankton.

Keberadaan plankton di dalam perairan sangat

ditentukan oleh kondisi fisik dan kimia perairan

tersebut. plankton mempunyai batas toleransi tertentu

terhadap parameter lingkungan sehingga

keanekaragamannya akan berbeda pada kondisi

parameter fisik dan kimia yang berbeda.

Plankton adalah organisma air yang hidup

melayang-layang dan pergerakannya sangat

dipengaruhi oleh gerakan air. Seperti halnya dengan

bentos, plankton juga dibagi menjadi fitoplankton

(organisma plankton yang bersifat tumbuhan) dan

zooplankton (plankton yang bersifat hewan) (Barus,

2004). Zooplankton memiliki peranan penting karena

merupakan mata rantai penghubung antara produsen

primer dan biota lain yang memanfaatkan

zooplankton. Keberadaan zooplankton dipengaruhi

oleh fitoplankton, karena fitoplankton merupakan

sumber makanan bagi zooplankton. Selain

dipengaruhi oleh fitoplankton, kelimpahan

zooplankton dipengaruhi oleh kualitas perairan

sebagi pendukung kehidupan plankton (Retnani,

2001).

Faktor fisik-kimia lingkungan terutama unsur

hara nitrat dan fospat sangat berpengaruh pada

pertumbuhan plankton. Jika terjadi pencemaran oleh

kedua unsur tersebut dapat mengakibatkan peledakan

jumlah populasi plankton tertentu yang bisa

mengeluarkan zat toksin ke dalam perairan. Hal

tersebut sangat merugikan bagi organisme yang ada

disekitarnya (Wibisono, 2005).

Salah satu sungai yang terdapat Sungai Bah

Bolon merupakan sungai yang mengalir di sepanjang

Kota Pematangsiantar , Sumatera Utara, dengan

memiliki panjang ± 68 km dan lebar antara 20 – 25 m

(BPS, 2014). Secara ekologi, Sungai Bah Bolon

merupakan habitat bagi berbagai jenis organisme

perairan. Sungai Bah Bolon dapat mengalami

perubahan ekologis perairan,dimana hal tersebut juga

akan berdampak langsung terhadap keanekaragaman

biota yang hidup di Sungai Bah Bolon termasuk

plankton.

Di sepanjang Sungai Bah Bolon banyak

dijumpai aktifitas masyarakat sekitar seperti kegiatan

rekreasi, pemandian, sumber irigasi, pengerukan

pasir dan batu, rumah sakit, pabrik es dan aktifitas

lainnya. Berbagai jenis kegiatan yang terdapat

disepanjang sungai Bah Bolon menimbulkan dampak

berupa pencemaran dan perusakan lingkungan, baik

itu secara langsung maupun tidak langsung, yaitu

dengan adanya limbah yang dihasilkan dari kegiatan-

kegiatan tersebut. Suatu limbah yang berupa bahan

pencemar masuk ke suatu lokasi perairan sungai

maka akan terjadi perubahan pada perairan tersebut.

Perubahan dapat terjadi pada organisme yang hidup

pada lokasi tersebut juga pada lingkungan perairan

itu sendiri yaitu berupa faktor fisika dan kimianya

(Suin, 1994). Limbah yang dihasilkan dari berbagai

kegiatan rumah tangga maupun industri ini akan

dibuang ke badan sungai. Pembuangan limbah secara

terus-menerus dalam jumlah yang berlebih tentunya

Page 5: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

2

akan mempengaruhi terhadap kualitas perairan

seperti faktor fisik, kimia dan biologi perairan,

khususnya plankton.

Data mengenai keanekaragaman plankton di

perairan Sungai Bah Bolon Kota Pematangsiantar

belum diketahui, sehingga dilakukan penelitian ini

untuk mengetahui keragaman plankton dan kondisi

perairan Sungai tersebut.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan

September 2019 sampai dengan selesai di Sungai Bah

Bolon Kota Pematangsiantar dan Kabupaten

Simalungun Sumatera Utara dan di Laboratorium

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan AlamUniversitas Sumatera Utara,

Medan.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi

sampling untuk pengambilan sampel adalah

Purpossive Random Sampling dengan menentukan

lima stasiun pengamatan yaitu daerah bebas aktivitas,

daerah penambangan pasir, daerah pemukiman

penduduk, daerah pertanian, dan daerah pembuangan

limbah pabrik.

Deskripsi Area

Lokasi penelitian berada di Sungai Bah Bolon, Kota

Pematangsiantar, Provinsi Sumatera Utara, yang

secara geografis terletak pada 02º56‟32,3” –

02057‟22,8” LU dan 099º02‟33,5” – 099º07‟06,3”

BT. Terdapat berbagai aktivitas masyarakat di

pinggiran sungai ini antara lain: pertanian, pabrik,

penambangan pasir dan pemukiman penduduk

Pengambilan Sampel Zooplankton

Sampel air pada masing-masing stasiun pengamatan

diambil dengan menggunakan ember 5 L sebanyak

25 L. Dituang ke dalam plankton net. Air yang tersisa

di dalam bucket diambil dan dimasukkan dalam botol

film dan ditetesi lugol sebanyak 3 tetes. Kemudian

botol film ditutup dan diberi label.

Indeks Keanekaragaman

Menurut Odum (dalam Siallagan, 2012)

Indeks keanekaragaman (diversitas) dihitung dengan

menggunakan rumus dari Shannon-Wiener sebagai

berikut:

H‟ = - ∑ pi ln pi

Dimana:

ni = Jumlah individu suatu jenis

N = Jumlah individu seluruh jenis

ln = Log natural (log = 2,4 ln)

Identifikasi indeks keanekaragaman jenis menurut

Juwana (dalam Siallagan, 2012) adalah sebagai

berikut:

1. Rendah, apabila indeks keanekaragaman H‟

< 1

2. Sedang, apabila indeks keanekaragaman 1 ≤

H‟ ≤ 2

3. Tinggi, apabila indeks keanekaragaman H‟

> 2

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil identifikasi dan

pencacahan zooplankton ditemukan pada lokasi

penelitian sebanyak 2 spesies yaitu Balanus crenatus

dan Nauplius sp. Genus yang paling sering

ditemukan pada lokasi penelitian adalah genus dari

kelas Crustacea. Secara keseluruhan zooplankton

diair tawar didominasi oleh jenis-jenis Crustacea,

baik dalam jumlah individu maupun jumlah jenisnya

dan dominasi Crustacea pada perairan berkaitan

dengan sifat omnivora atau pemakan segala

(fitoplankton, zooplankton, detritus), sehingga mudah

untuk mendapat makanan. Sedangkan menurut

Pranoto et al. (2005), kelas crustacea komposisinya

lebih tinggi karena umumnya bersifat euryhalin atau

lebih mampu bertahan dengan perubahan lingkungan

yang luas atau beruaya lebih jauh ke muara sungai.

Kemudian menurut Mulyadi dan Radjab (2015)

menyatakan bahwa adanya dinamika atau variasi

komposisi zooplankton secara umum dipengaruhi

oleh ketersediaan makanan, kondisi lingkungan yang

sesuai, faktor persaingan dan pemangsaan serta

pengaruh migrasi vertikal zooplankton. Kelimpahan

zooplankton dipengaruhi oleh kelimpahan

fitoplankton yang merupakan akibatdari tingginya

kandungan unsur hara terutama nitrat dan fospat yang

didukung oleh kondisi lingkungan perairan

(Arinardietal, 1997; Patmawati et al., 2018).

Indeks keanekaragaman digunakan untuk mengetahui

kestabilan komunitas suatu perairan yang memiliki

hubungan erat dengan kestabilan kondisi lingkungan.

Indeks keanekaragaman menggambarkan bahwa

struktur komunitas yang normal dapat berubah

karena adanya perubahan lingkungan dan daya

dukung lingkungan serta tingkat perubahannya

dimungkinkan dapat digunakan untuk

memperkirakan intensitas tekanan pada suatu

lingkungan

Indeks keanekaragaman zooplankton di Sungai Bah

Bolon Kota Pematangsiantar adalah Balanus crenatus

(0,17) dan Nauplius sp (0,3). menunjukan bahwa

Page 6: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

3

indeks keanekaragaman zooplankton tergolong

rendah karena dibawah angka 1.

Suatu komunitas dikatakan mempunyai

keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat

banyak spesies dengan jumlah individu yang relatif

merata. Dengan kata lain bahwa apabila suatu

komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan

jumlah individu yang tidak merata, maka komunitas

tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah.

Keanekaragaman genus dan jenis plankton

tergantung pada habitat yang ada, perbedaan tersebut

dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti

kekeruhan, arus, sifat fisik dan kimiawi perairan.

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis dan

kelimpahan zooplankton yang ditemukan di aliran

sungai Bah Bolon Kota Pematangsiantar tidak

bervariasi dengan jumlah spesies 2 yaitu Balanus

crenatus dan Nauplius sp . Berdasarkan perhitungan

indeks keanekaragaman, diantara 0,17-0,3 dapat

disimpulkan bahwa keanekaragaman zooplankton

dalam kategori yang kurang. indeks keanekaragaman

zooplankton dipengaruhi oleh kondisi lingkungan

(fisik-kimia) perairan antara lain kecerahan, pH dan

suhu.

DAFTAR PUSTAKA

Aryawaty, R. 2007. Kelimpahan dan Sebaran

Fitoplankton di Perairan Berau Kalimantan

Timur. Tesis IPB. Bogor.

Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi Studi

Tentang Ekosistem Air Daratan. USU

PRESS. Medan.

Basmi, S. 1995. Ekologi Plankton I. Fakultas

Pertanian IPB.Bogor.

Edmondson, W. T. 1963. Fresh Water Biology.

Second Edition. Jhon Wiley & Sons, Inc.

New York.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit

Kanisius. Yogyakarta. Fachrul, M. 2007.

Metode Sampling Bioekologi. Penerbit

Bumi Aksara. Jakarta.

Gonawi, G. R. 2009. Habitat dan Struktur Komunitas

Nekton di Sungai Cihideung-Bogor, Jawa

Barat. Skiripsi IPB. Bogor.

Hutabarat, H. 2010. Keanekaragaman Plankton dan

Hubungannya dengan Faktor Fisik-Kimia

Air di Sungai Batang Serangan Kabupaten

Langkat Sumatera Utara. Tesis USU.

Medan.

Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur

Phytoplankton dan Zooplankton. Kanisius.

Yogyakarta.

Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI.

Yogyakarta. Madinawati. 2010.

Kelimpahan dan Keanekragaman Plankton

di Perairan Laguna Desa Tolongano

Kecamatan Banawa Selatan. Media

Litbang Sulteng III. Volume 3 No. 2.

Michael, P. 1994. Metode Ekologi untuk

Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium.

Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Mizuno, T. 1979. Ilustrations of the

Freshwater Plankton of Japan.Hoikusha

Publishing Co.Ltd. Osaka.

Muharram, N. 2006. Struktur Komunitas Perifiton

dan Fitoplankton di Bagian Hulu Sungai

Ciliwung, Jawa Barat. Skiripsi IPB. Bogor.

Mulyanto, H.R. 2007. Sungai, Fungsi dan Sifat-

sifatnya. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Needham, P. 1962. A Guide to The Study of Fresh

Water Biology. Holden-Day, Inc. San

Francisco.

Nugroho, A. Bioindikator Kualitas Air. Penerbit

Universitas Trisakti. Jakarta. Nybakken, J.

W. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan

Ekologis. Cetakan Kedua. Diterjemahkan

oleh H. M. .

Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo,

dan S. Sukardjo. PT. Gramedia. Jakarta.

Odum, E. P. 1994. Dasar- Dasar Ekologi.

Edisi ke-3. Penerjemah: Tjahjono, S. Gajah

Mada University Press. Yogyakarta.

Prabandani, D. 2002. Struktur Komunitas

Fitoplankton di Teluk Semangka, Lampung

pada Bulan Juli, Oktober dan Desember

2001. Skiripsi IPB. Bogor.

Retnani, A. 2001. Struktur Komunitas Plankton di

Perairan Mangrove Angke Kapuk, Jakarta

Utara. Skiripsi IPB. Bogor

Romimohtarto, K dan Juwana, S. 2001. Biologi

Laut; Ilmu Pengetahuan tentang Biota

Laut. Djambatan. Jakarta.

Sarwono. 2006. Diakses 09 Mei 2009. Teori Analisis

Korelasi Mengenal Analisis Korelasi.

http://www.jonathansarwono.info/korelasi/

korelasi.html (Diakses 31 Juni 2013).

Simanjuntak, F. K. 2010. Keanekaragaman Plankton

Dan Hubungannya Dengan Kualitas

Perairan Muara Sungai Asahan. Tesis

USU. Medan.

Page 7: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

4

STUDI ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI BAH BIAK KOTA PEMATANGSIANTAR

Mastiur Verawaty Silalahi, S.Pd., M.Pd

Staff Pengajar Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar

Jalan Sangnawaluh No.4 ,Pematangsiantar

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengukuran suhu, pH (Keasaman) Air, DO, BOD, COD, kadar nitrat, kadar nitrit

dan kadar Ammonia pada air di sungai Bah Biak dan mengetahui kualitas air pada Sungai Bah Biak yang ada di Kota

Pematangsiantar. Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan 3 titik sampel. Pengolahan datanya menggunakan deskriptif

dengan menggunakan data yang faktual. Berdasarkan hasil pengukurann suhu sekitar 27-280C masih dalam keadaan normal.

Berdasarkah hasil pengukuran pH berkisar 7,2-7,7 dikatakan normal karena pada baku mutu pH sekitar 6-9. Berdasarkan hasil

pengukuran DO berkisar 4,5-4,8 berada pada kondisi tidak normal karena baku mutu untuk DO harus lebih kecil dari 3.

Berdasarkan hasil pengukuran BOD berkisar 4,25-5,20 berada pada kondisi tidak normal karena baku mutu untu BOD harus

maksimal 3. Berdasarkan hasil pengukuran COD berkisar 4,11,65-14,52 berada pada kondisi normal karena baku mutu untu

BOD harus maksimal 25. Hasil pengukuran kadar Nitrat dan Nitrit dikatan Normal karena kadar Nitrat (sekitar 3,8-5,2

sedangkan pada baku mutu maksimal 10) dan kadar Nitrit (0,031-0,047 sedangkan pada baku mutu 0,060). Hasil pengukuran

kadar ammonia sekitar 0,10-0,15 berada pada kondisi tidak normal karena lebih besar dari maksimalnya kriteria baku mutu

(0,02). Dari beberapa parameter tersebut ada 3 kriteria yang tidak normal, maka kualitas pada air tersebut dapat disimpulkan

kurang dan tidak normal.

Kata Kunci : kualitas air, suhu, COD,BOD, DO, ammonia

PENDAHULUAN

Kota Pematangsiantar (sering disingkat Siantar

saja) adalah salah satu kota di Provinsi Sumatra Utara.

Karena letak Pematangsiantar yang strategis, ia dilintasi

oleh Jalan Raya Lintas Sumatra. Kota ini memiliki luas

wilayah 79,97 km2 dan berpenduduk sebanyak 247.411

jiwa (2015), dimana Laki-laki berjumlah 120.597 jiwa Dan

perempuan 126.814 jiwa [1]. Sektor industri yang menjadi

tulang punggung perekonomian kota yang terletak di

tengah-tengah Kabupaten Simalungun ini adalah industri

besar dan sedang. Dari total kegiatan ekonomi pada tahun

2000 yang mencapai Rp1,69 triliun, pangsa pasar industri

mencapai 38,18% atau Rp646 miliar. Sektor perdagangan,

hotel dan restoran menyusul di urutan kedua, dengan

sumbangan 22,77% atau Rp385 miliar [1].

Jumlah penduduk yang meningkat dan

perkembangan suatu kota pada sector industry berakibat

pula pada pola aktivitas masyarakat dan ditambah limbah

industri mengakibatkan tekanan terhadap lingkungan

semakin berat. Aktivitas manusia di dalamnya mencakup

berbagai kegiatan rumah tangga yang akan menghasilkan

limbah yang berasal dari pertanian, perikanan dan kegiatan

rumah tangga yang menyumbangkan limbah yang

berakibat pada penurunan kualitas air sungai [2]. Kualitas

air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang

berasal dari daerah tangkapan sedangkan kualitas pasokan

air dari daerah tangkapan berkaitan dengan aktivitas

manusia yang ada di dalamnya [3].

KelurahanBP. Naulimerupakan salah satu

kelurahan yang terdapat di kecamatan Siantar

MarihatKotaPematangsiantarPropinsi Sumatera

Utaradengan luas wilayah 233,52Ha.Secara administratif

Kelurahan BP. NAULIterdiri atas 11 RT dari 5 RW.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Sungai Bah Biak, Kota

Pematangsiantar. Lokasi penelitian ditentukan tiga titik

yang berlokasi di Kelurahan BP.Nauli, kecamatan Siantar

Marihat, Kota Pematangsiantar. Analisis laboratorium

dilakukan di Laboratorium Universitas HKBP Nommensen

Pematangsiantar. Pengambilan sampel air sungai dilakukan

pada Bulan Februari 2020. Teknik pengelolaan data nya

secara deskriptif.

Parameter yang diukur dan diamati meliputi

parameter fisika dan kimia. Penentuan titik lokasi

pengambilan sampel berdasarkan pola penggunaan lahan

dengan memperhatikan kemudahan teknik pengambilan

dan waktu pengambilan sampel. Analisis kualitas air

dengan mengacu baku mutu kualitas air sungai menurut PP

82/2001 [4]. Penentuan status mutu air menggunakan

metode indeks pencemaran menurut KepMenLH 115/2003

[5]. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

kualitas air pada sungai Bah Biak mengetahui pengukuran

suhu, pH (Keasaman) Air, DO, BOD, COD, kadar Nitrat,

kadar Nitrit dan kadar Ammonia pada air di sungai Bah

Biak. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah

metode deskriptif, menurut Danim (2002)[6] penelitian

inidimasudkan untuk mendeskripsikan secara sistematis

dan akurat suatu situasi atau area populasi tertentu yang

bersifat factual. Pengambilan sampel juga dilakukan pada 3

titik pengambilan. Pengukuran kualitas air dilakukan

dengan menggunakan, termometer, pH meter , COD tester,

DO meter, Nitrit test, Nitrat test, dan alat pengukur

ammonia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

No Parameter air Satuan Hasil Analisa Kriteria Mutu

TS1 TS2 TS3

1 Temperatur ⁰ C 27 27 28 15-30

2 pH - 7,5 7,2 7,7 6-9

Page 8: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

5

3 DO mg/L 4,5 4,8 4,5 >3

4 BOD mg/L 4,25 5,20 5,05 3

5 COD mg/L 11,65 14,02 14,52 25

6 Nitrat mg/L 4,7 5,2 3,8 10

7 Nitrit mg/L 0,031 0,047 0,041 0,060

8 Amonia mg/L 0,12 0,10 0,15 0,02

Sumber : Data Primer Tahun 2020

Suhu (Temperatur)

Berdasarkan hasil pengukuran suhu air sungai Bah

Biak menunjukkan suhu pada titik sampel 1 sampai pada

titik sampel 3 berada pada kondisi normal dengan kisaran

27-28 jika dibandingkan dengan baku mutu kualitas air

dengan standar deviasi 3. Peningkatan suhu dari titik

sampel ke titik sampel 3 masih berada dalam ambang batas,

sehingga suhu air sungai Bah Biak masih dikatakan

normal. Menurut Kusumaningtyas [7] Kenaikan suhu

dapat menyebabkan stratifikasi atau pelapisan air,

stratifikasi air ini dapat berpengaruh terhadap pengadukan

air dan diperlukan dalam rangka penyebaran oksigen

sehingga dengan adanya pelapisan air tersebut di lapisan

dasar tidak menjadi anaerob. Perubahan suhu permukaan

dapat berpengaruh terhadap proses fisik, kimia dan biologi

di perairan tersebut.

pH (Keasaman) Air

Berdasarkan hasil pengukuran pH (Keasaman)

Air sungai Bah Biak menunjukkan pH pada titik sampel 1

sampai pada titik sampel 3 berada pada kondisi normal

dengan kisaran 7,5-7 jika dibandingkan dengan baku mutu

kualitas air dengan pH berkisar 6-9 . Peningkatan pH dari

titik sampel ke titik sampel 3 masih berada dalam ambang

batas, sehingga pH air sungai Bah Biak masih dikatakan

normal.

DO

Berdasarkan hasil pengukuran DO air sungai Bah

Biak menunjukkan DO pada titik sampel 1 sampai pada

titik sampel 3 berada pada kondisi tidak normal normal

dengan 4,5-4,8 , jika dibandingkan dengan baku mutu

kualitas air dengan DO harus lebih kecil 3 . Peningkatan

DO dari titik sampel ke titik sampel 3 tidak berada dalam

ambang batas, sehingga DO air sungai Bah Biak masih

dikatakan tidak normal.

BOD

Berdasarkan hasil pengukuran BOD air sungai

Bah Biak menunjukkan BOD pada titik sampel 1 sampai

pada titik sampel 3 berada pada kondisi tidak normal

dengan kisaran 4,25-5,20. jika dibandingkan dengan baku

mutu kualitas air maksimal 3. Peningkatan BOD dari titik

sampel ke titik sampel 3 tidak berada dalam ambang batas,

sehingga BOD air sungai Bah Biak dikatakan tidak

normal.

COD

Berdasarkan hasil pengukuran COD pada air sungai Bah

Biak menunjukkan COD pada titik sampel 1 sampai pada

titik sampel 3 berada pada kondisi normal dengan kisaran

11,65-14,52 jika dibandingkan dengan baku mutu kualitas

air maksimal 25. Peningkatan COD dari titik sampel ke

titik sampel 3 masih berada dalam ambang batas, sehingga

suhu air sungai Bah Biak masih dikatakan normal.

Nitrat

Berdasarkan hasil pengukuran kadar nitrat pada air sungai

Bah Biak menunjukkan kadar nitrat pada titik sampel 1

sampai pada titik sampel 3 berada pada kondisi normal

dengan kisaran 3,8-5,2 jika dibandingkan dengan baku

mutu kualitas air maksimal 10. Peningkatan kadar nitrat

dari titik sampel ke titik sampel 3 masih berada dalam

ambang batas, sehingga kadar nitrat pada air sungai Bah

Biak masih dikatakan normal.

Nitrit

Berdasarkan hasil pengukuran kadar nitrit pada air sungai

Bah Biak menunjukkan kadar nitrit pada titik sampel 1

sampai pada titik sampel 3 berada pada kondisi normal

dengan kisaran 0,031-0,047 jika dibandingkan dengan

baku mutu kualitas air maksimal 0,060. Peningkatan kadar

nitrit dari titik sampel ke titik sampel 3 masih berada

dalam ambang batas, sehingga kadar nitrit pada air sungai

Bah Biak masih dikatakan normal.

Ammonia

Berdasarkan hasil pengukuran kadar ammonia pada air

sungai Bah Biak menunjukkan kadar ammonia pada titik

sampel 1 sampai pada titik sampel 3 berada pada kondisi

tidak normal dengan kisaran 0,10-0,15 jika dibandingkan

dengan baku mutu kualitas air maksimal 0,02. Peningkatan

kadar ammonia dari titik sampel ke titik sampel 3 masih

berada dalam ambang batas, sehingga kadar ammonia air

sungai Bah Biak masih dikatakan tidak normal

.

KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil pengukurann suhu sekitar 27-280C

masih dalam keadaan normal. Berdasarkah hasil

pengukuran pH berkisar 7,2-7,7 dikatakan normal

karena pada baku mutu pH sekitar 6-9. Berdasarkan

hasil pengukuran DO berkisar 4,5-4,8 berada pada

kondisi tidak normal karena baku mutu untuk DO

harus lebih kecil dari 3. Berdasarkan hasil pengukuran

BOD berkisar 4,25-5,20 berada pada kondisi tidak

normal karena baku mutu untu BOD harus maksimal

3. Berdasarkan hasil pengukuran COD berkisar

4,11,65-14,52 berada pada kondisi normal karena

baku mutu untu BOD harus maksimal 25. Hasil

pengukuran kadar Nitrat dan Nitrit dikatan Normal

karena kadar Nitrat (sekitar 3,8-5,2 sedangkan pada

baku mutu maksimal 10) dan kadar Nitrit (0,031-0,047

sedangkan pada baku mutu 0,060). Hasil pengukuran

kadar ammonia sekitar 0,10-0,15 berada pada kondisi

tidak normal karena lebih besar dari maksimalnya

kriteria baku mutu (0,02).

2. Dari beberapa parameter tersebut ada 3 kriteria yang

tidak normal, maka kualitas pada air pada sungai bah

biak dapat disimpulkan kurang dan tidak normal.

DAFTAR PUSTAKA 1. https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pematangsiant

ar .

Page 9: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

6

2. Suriawiria, Unus. 2003. Air dalam Kehidupan dan

Lingkungan yang Sehat. Penerbit Alumni.

Bandung.

3. Wiwoho. 2005. Model Identifikasi Daya Tampung

Beban Cemaran Sungai Dengan QUAL2E. Tesis.

Universitas Diponegoro. Semarang

4. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air.

5. Keputusan Menteri Negara lingkungan Hidup

Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman

Penentuan Status Mutu Air.

6. Danim,S.2002. Riset Keperawatan: Sejarah dan

Metedologi. PEnerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta,297 hlm.

7. Kusumaningtyas, M.A., Bramawanto, R., Daulat,

A., dan Pranowo, W.S. 2014. Kualitas perairan

Natuna pada musim transisi. Depik. 3 (1), 10-20.

Page 10: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

7

HUBUNGAN LAMA OPERASIONAL PADDLE WHEEL DENGAN LAJU PERTUMBUHAN (Spirulina

platensis)) PADA SKALA OPEN RACEWAY

PONDS

Welmar Olfan Basten Barat

Staff Pengajar Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar (UHKBPNP)

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Mikroalga Spirulina platensis merupakan mikroalga hijau-biru yang banyak dibudidayakan secara komersil.

Spirulina platensis merupakan mikroalga dengan protein tertinggi dibanding sumber lain sehingga berpotensi

dikembangkan sebagai pakan alami. Protein memiliki peranan penting di dalam tubuh, di antaranya untuk proses

pembentukan sel – sel baru sehingga dapat memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Kepadatan mikroalga Spirulina

platensis tertinggi terdapat pada perlakuan 45Menit/jam yaitu 52 X 106 Sel/ml, dan laju pertumbuhan tertinggi juga

terdapat pada perlakuan 45Menit/jam yaitu 0,21/3hari. Namun lama hidup (Life Duration) mikroalga terpanjang

terdapat pada perlakuan 15Menit/jam dan 30Menit/jam yaitu hingga hari ke- 21. Pengadukan menggunakan Paddle

wheel pada sistem Kultivasi Open raceway ponds tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan mikroalga

Spirulina platensis, namun memberikan pengaruh besar terhadap perubahan kualitas perairan (Suhu, Salinitas, dan

DO), tingkat penetrasi cahaya matahari, dan laju fotosintesis.

PENDAHULUAN

Ketersediaan pakan dalam sektor budidaya

perikanan sangatlah penting. Hal yang dapat

dilakukan untuk memenuhi ketersediaan pakan

adalah dengan memproduksi pakan alami. Upaya

untuk memperoleh persyaratan dan pemenuhan pakan

alami yang baik adalah dengan melakukan kultur

mikroalga (Cahyo, 2011). Mikroalga merupakan

salah satu biota perairan yang bermanfaat sebagai

pakan alami. Salah satu mikroalga yang banyak

digunakan untuk pakan alami adalah Spirulina

platensis.

Spirulina platensis merupakan mikroalga

hijau-biru yang banyak dibudidayakan secara

komersil. Spirulina platensis merupakan mikroalga

dengan protein tertinggi dibanding sumber lain

sehingga berpotensi dikembangkan sebagai pakan

alami (Nur, 2014). Unsur hara yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan S. platensis terdiri dari makronutrien

(C, H, N, P, K, S, Mg, dan Ca) dan mikronutrien (Fe,

Cu, Mn, Zn, Co, Mo, Bo, Vn, dan Si). Nitrogen

sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan

mikroalga. Komponen utama penyusun dalam tubuh

mikroalga berupa protein, karena di dalam selnya

terkandung 50 % protein dan 7 % - 10 % nitrogen

(Nemerrow, 1991). Christwardana dan Hadiyanto

(2013) mengemukakan bahwa Spirulina platensis

mengandung protein tinggi sekitar 55 – 70 % yang

mengandung asam amino esensial, metionin (1,3 –

2,75 %), sistin (0,5–0,7 %), triptofan (1– 1,95 %),

dan lisin (2,6–4,63 %).

Protein memiliki peranan penting di dalam

tubuh, di antaranya untuk proses pembentukan sel –

sel baru sehingga dapat memperbaiki jaringan tubuh

yang rusak. Kadar asam amino yang tinggi baik

untuk kesehatan karena merupakan salah satu bahan

pembuat protein (Christwardana dan Hadiyanto,

2013). Marrez et al. (2014) berpendapat bahwa

protein pada spirulina cukup lengkap karena terdapat

semua asam amino esensial yang merupakan 47%

dari total berat protein.

Beberapa kondisi lingkungan yang bisa

mempengaruhi pertumbuhan mikroalga antara lain

temperatur (suhu), kualitas dan kuantitas nutrien

(unsur hara), intensitas cahaya, derajat keasaman

(pH), aerasi (sumber CO2), dan salinitas (Kawaroe et

al., 2010).

Penggunaan mesin paddle wheel yang

berfungsi untuk melakukan pengadukan (mixing)

dengan tujuan menghindari pengendapan dan

menciptakan arus di media kultivasi untuk tujuan

pemerataan nutrien dan menjadi pengganti aerator

untuk supplay oksigen terlarut yang diharapkan

mampu mengoptimalkan proses fotosintesis. Oleh

karena itu, penelitian ini dilakukan untuk

menganalisis hubungan durasi operasional paddle

wheel terhadap laju pertumbuhan. Sehingga, hasil

pada penelitian ini bisa dijadikan standar terhadap

penggunaan mesin paddle wheel yang mampu

menekan biaya produksi dan kebutuhan energi listrik,

serta peningkatan laju pertumbuhan

METODE PENELITIAN

Kultivasi

Kultivasi mikroalga Spirulina platensis

dilakukan di Laboratorium Alga Studi Lapang

Kelautan (SLK – IPB) Pelabuhan Ratu, Sukabumi.

Penelitian ini dimulai bulan Juni hingga Juli 2016.

Kultivasi Mikroalga dilakukan dengan beberapa

tahapan, yaitu kultivasi indoor (skala laboratorium),

lalu setelah 7 hari masa pemeliharaan, maka

Page 11: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

8

dilanjutkan kultivasi semi – outdoor untuk tujuan

adaptasi sebelum dilakukan kultivasi di media open

raceway ponds. Setelah dilakukan pemeliharaan

selama 7 hari di media semi – outdoor, maka

dilanjutkan kultivasi pada skala open raceway ponds

kecil (volume 8.000 liter). Pada media open Raceway

Ponds kecil pemeliharaan dilakukan selama 7 hari

dan tujuan pemeliharaan pada media ini adalah untuk

adaptasi dan menyediakan jumlah bibit (strain)

mikroalga yang cukup untuk kultivasi open raceway

ponds besar (volume 80.000). Perbandingan antara

volume bibit dengan volume air steril adalah 1:10.

Kultivasi pada skala open raceway ponds 80.000 liter

dilakukan selama 21 hari pemeliharaan.

Pengukuran Laju Pertumbuhan dan Kepadatan

(Densitas)

Pengukuran laju pertumbuhan spesifik,

dilakukan dengan menggunakan mikroskop setiap

hari dengan 3 kali ulangan. Hasil pengamatan

dihitung dengan persamaan Wood et al. (2005):

………(1)

Keterangan:

K= Laju pertumbuhan;

N= Kepadatan sel pada waktu – t;

N0= Kepadatan sel awal kultivasi

T= Waktu Pengamatan/akhir kultivasi;

t0= Waktu awal kultivasi

Pengukuran kepadatan dilakukan

menggunakan haemacytometer dengan persamaan

(Kawaroe et al. 2010):

(

) …………(2)

Keterangan:

N= Kepadatan mikroalga (sel/ml);

n= jumlah mikroalga yang diamati

Analisis Data

Data Laju pertumbuhan dan kandungan lipid

dianalisis secara statistik menggunakan Analisis

Ragam (ANOVA) dengan selang kepercayaan 95%

(Steel dan Torrie, 1989). Persamaannya adalah

sebagai berikut:

Yij = µ + τi + έij……….(5)

Keterangan:

Yij= Perlakuan jenis bahan organik (ke-i) pada

ulangan ke-j

µ= Nilai tengah umum

τi= Nilai tambah akibat perlakuan jenis bahan organik

(ke-i)

έij= Kesalahan perlakuan percobaan pada perlakuan

jenis bahan organik (ke-i) dan ulangan ke-j.

Menentukan pengaruh durasi putaran mesin

Paddle wheel terhadap laju pertumbuhan dan

kandungan lipid mikroalga (Spirulina platensis), maka

dilakukan uji lanjut Tukey (Mattjik dan Sumertajaya,

2002) dengan persamaan sebagai berikut:

SqBNJ dbgp ;;;……….(6)

Keterangan:

BNJ = Beda Nyata Jujur

P = Perlakuan

dbg = Derajat bebas galat

S = Galat baku rerata deviasi

= Nilai tabel Tukey pada taraf nyata α

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kepadatan

Kepadatan mikroalga Spirulina platensis pada

kultivasi skala Open raceway ponds memberikan

tampilan data variatif. Kepadatan Spirulina platensis

pada awal kultivasi diusahakan seragam, yaitu

dengan kepadatan yang hampir sama, agar

memberikan perbandingan pertumbuhan yang lebih

representatif. Berdasarkan Gambar 1. Bahwa

kepadatan rata - rata Spirulina platensis dari mulai

Kontrol, 15Menit/Jam, 30Menit/Jam, dan

45menit/Jam berkisar antara 20 – 21.

Kepadatan Spirulina platensis pada Kontrol

menunjukkan variasi kepadatan yang signifikan pada

hari ke- 6 yaitu mencapai 32 X 106 Sel/ml dan

meningkat hingga hari ke- 9 yaitu 41 X 106 Sel/ml.

Namun pertumbuhan mikroalga Spirulina platensis

pada Kontrol hanya sampai pada hari ke- 9, dan tidak

mengalami pertumbuhan lagi pada hari selanjutnya.

Pada Kontrol, penggunaan Open raceway ponds tidak

dilakukan. Oleh karena itu, tingkat pengendapan

mikroalga Spirulina platensis tinggi, sehingga

penetrasi matahari tidak optimal masuk ke dalam

kolom perairan yang berdampak pada rendahnya laju

fotosintesis pada Kontor.

Page 12: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

9

Gambar 1. Kepadatan Mikroalga Spirulina platensis

Kepadatan mikroalga Spirulina platensis pada

perlakuan 15Menit/jam mengalami pertumbuhan

yang signifikan mulai dari hari ke- 9 hingga hari ke-

21 secara berturut – turut yaitu 31 X 106 Sel/ml, 40 X

106 Sel/ml, 46 X 10

6 Sel/ml, 51 X 10

6 Sel/ml, dan 43

X 106 Sel/ml. Kepadatan tertinggi terdapat pada hari

ke- 18 yaitu 51 X 106 Sel/ml. Pertumbuhan mikroalga

Spirulina platensis pada perlakuan 15Menit/jam

hingga hari ke- 21 terjadi karena proses pengendapan

dapan diantisifasi dan supplay oksigen terlarut dapat

terbantu melalui proses pengadukan Open raceway

ponds. Pengadukan yang dilakukan 15Menit setiap

Jam mampu meminimalisir proses pengendapan.

Proses pengadukan menggunakan Open raceway

ponds memberikan kontribusi positif terhadap

kepadatan mikroalga Spirulina platensis. Proses

pengadukan menggunakan Open raceway ponds pada

15Menit/jam mampu meningkatkan proses fotositesis

karena penetrasi cahaya yang masuk ke kolom

perairan dapat dimaksimalkan oleh mikroalga

Spirulina platensis untuk proses fotosintesis.

Pertumbuhan mikroalga Spirulina platensis

pada perlakuan 30Menit/jam juga mampu mencapai

hari ke- 21, dimana pengaruh pengadukan Open

raceway ponds juga memberikan dampak yang sama

yaitu memaksimalkan proses fotosintesis dan

membantu meningkatkan kadar oksigen terlarut

dalam air serta meminimalisir laju pengendapan

mikroalga Spirulina platensis. Kepadatan mikroalga

Spirulina platensis pada perlakuan 30Menit/jam

tertinggi terjadi di hari ke- 12 yaitu 52 X 106 Sel/ml,

lalu mengalami penurunan dari hari ke- 15 berturut –

turut hingga hari ke- 21, yaitu 48 X 106 Sel/ml, 44 X

106 Sel/ml, dan 29 X 10

6 Sel/ml.

Pertumbuhan mikroalga Spirulina platensis

pada perlakuan 45Menit/jam hanya mampu tumbuh

hingga hari ke- 12, dan sudah mengalami kematian

pada hari ke- 15. Pertumbuhan yang signifikan sudah

terjadi pada hari ke- 3 yaitu 40 X 106 Sel/ml.

Kepadatan mikroalga Spirulina platensis tertinggi

pada perlakuan 45Menit/jam terjadi di hari ke- 6

yaitu 52 X 106 Sel/ml. Kepadatan pada hari ke- 9

mengalami penurunan drastis yaitu 26 X 106 Sel/ml,

hingga pada hari ke- 12 yaitu 22 X 106 Sel/ml.

Laju Pertumbuhan

Laju Pertumbuhan pada Kontrol tidak

signifikan, dimana laju pertumbuhan pada hari ke- 3

yaitu 0,02/3hari dan laju pertumbuhan tertinggi

terjadi pada hari ke- 6 yaitu 0,13/3hari. Hal ini

terjadi, karena laju pengendapan mikroalga Spirulina

platensis tinggi, sehingga penetrasi cahaya matahari

tidak mampu menembus hingga dasar kolam

kultivasi. Hal ini berpengaruh langsung terhadap

rendahnya laju fotosintesis pada Kontrol. Mikroalga

Spirulina platensis juga hanya mampu hidup hingga

hari ke- 9. Berdasarkan hasil laju pertumbuhan

menunjukkan bahwa laju pengendapan mikroalga

Spirulina platensis berpengaruh terhadap laju

pertumbuhan dan lama hidup (Life Duration)

mikroalga semakin rendah.

Laju pertumbuhan pada perlakuan

15Menit/jam lebih variatif, dimana pada hari ke- 3

yaitu 0,03/3hari, lalu stuck (tidak mengalami

pertumbuhan) di hari ke- 6, namun pada hari ke- 9

dan hari ke- 12 meningkat masing –masing yaitu

0,09/3hari, dan laju pertumbuhan mulai mengalami

penurunan pada hari ke- 15, hari ke- 18, hingga hari

ke- 21, yaitu secara berturut – turut 0,04/3hari,

0,03/3hari, dan -0,05/3hari. Laju Pertumbuhan pada

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

0 3 6 9 12 15 18 21

Kep

adat

an (

X1

0*6

Sel/

ml)

Hari Ke -

Kepadatan Spirulina platensis

Kontrol 15 Menit/ Jam

Page 13: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

10

perlakuan 15Menit/jam lebih stabil dari semua

perlakuan, dan pada hari ke- 21 mengalami

pertumbuhan hingga minus (-0,05/3hari).

Laju pertumbuhan pada perlakuan

30Menit/jam mengalami peningkatan dari hari ke- 3,

ke- 6, ke- 9, dan hari ke- 12 secara berturut – turut

yaitu 0,05/3hari, 0,05/3hari, 0,04/3hari, dan

0,16/3hari. Namun, menagalami penurunan laju

pertumbuhan hingga minus yaitu pada hari ke- 15,

ke-18, dan ke- 21 berturut – turut yaitu -0,02/3hari, -

0,03/3hari, dan -0,14/3hari. Laju pertumbuhan

tertinggi terdapat pada hari ke- 12 yaitu 0,16/3hari.

Berdasarkan laju pertumbuhan tersebut, fenomena

yang terjadi pada perlakuan 30Menit/jam adalah

proses pengadukan Open raceway ponds memberikan

dampak terhadap lama hidup (Life Duration), dimana

mikroalga Spirulina platensis mampu hidup hingga

hari ke- 21h, walaupun pada hari ke- 15 mengalami

penurunan laju pertumbuhan hingga minus. Hal ini

terjadi karena proses fotosintesis mampu dilakukan

dengan optimal, karena pengadukan menggunakan

Open raceway ponds dapat mengurangi laju

pengendapan bahkan pada perlakuan 30Menit/jam,

sudah sangat kecil kemungkinan terjadi

pengendapan.

Gambar 2. Laju Pertumbuhan Mikroalga Spirulina platensis

Berdasarkan grafik pada Gambar 2.

Menunjukkan laju pertumbuhan mikroalga Spirulina

platensis pada perlakuan 45Menit/jam mengalami

peningkatan yang signifikan pada hari ke- 3 yaitu

0,21/3hari, dan nilai ini merupakan nilai tertinggi dari

semua perlakuan dan Kontrol. Namun, mengalami

penurunan yang cukup drastis pada hari ke- 6 yaitu

0,09/3hari, selanjutnya laju pertumbuhan terus

menurun hingga minus yaitu pada hari ke- 9, dan ke-

12 yaitu -0,23/3hari dan -0,06/3hari. Laju

pertumbuhan terendah juga ditemukan pada

perlakukan 45Menit/jam yaitu pada hari ke- 12 yaitu

-0,23/3hari. Berdasarkan hasil laju pertumbuhan di

atas, menunjukkan bahwa pengadukan Open raceway

ponds pada perlakuan 45Menit/jam memberikan

pengaruh secara tidak langsung namun berdampak

besar terhadap variasi laju pertumbuhan. Tingginya

durasi pengadukan menggunakan Open raceway

ponds ternyata meningkatkan laju supplay oksigen

terlarut dan laju pengendapan hamper tidak ada,

sehingga membantu dalam proses fotosintesis.

Pengaruh tersebut dapat dilihat pada hari ke- 3 sudah

mengalami laju pertumbuhan yang signifikan.

Namun, tingginya durasi pengadukan juga

memberikan dampak negatif terhadap lama hidup

(Life Duration) mikroalga Spirulina platensis.

Dampak ini terjadi karena semakin tinggi durasi

pengadukan menggunakan Open raceway ponds,

maka semakin tinggi juga pembentukan buih – buih

(foam) di permukaan kolam kultivasi, hal ini

berdampak pada rendahnya penetrasi matahai masuk

ke kolom perairan karena buih – buih (foam) tersebut

membiaskan (relfection) cahaya matahari yang akan

masuh ke kolom perairan. Hal tersebut berdampak

pada rendahnya life duration mikroalga Spirulina

platensis.

-0.30-0.25-0.20-0.15-0.10-0.050.000.050.100.150.200.25

0 3 6 9 12 15 18 21

Laju

Per

tum

bu

han

(/3

Har

i)

Hari Ke -

Laju Pertumbuhan Spirulina platensis

Kontrol 15 Menit/ Jam30 Menit/ Jam 45 Menit/ Jam

Page 14: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

11

Parameter Fisika dan Kimia Perairan (Suhu, Salinitas, Oksigen terlarut, dan Derajat keasaman)

Tabel 1. Parameter fisika dan Kimia Perairan (Suhu, Salinitas, Oksigen terlarut, dan Derajat keasaman)

Data Kualitas Air

Hari Suhu (0C) Salinitas (ppm)

Kontrol 15M/Jam 30M/Jam 45M/Jam Kontrol 15M/Jam 30M/Jam 45M/Jam

0 28 28 28 28 31 31 31 31

3 27 27 27 27 28 28 28 28

6 29 30 30 29 28 28 28 28

9 28 31 31 28 29 29 29 29

12 29 31 31 29 30 30 30 30

15 30 30 30 30 30 30 30 30

18 30 30 30 30 31 31 31 31

21 31 31 31 31 31 31 31 31

Hari Oksigen Terlarut (DO) Derajat Keasaman (pH)

Kontrol 15M/Jam 30M/Jam 45M/Jam Kontrol 15M/Jam 30M/Jam 45M/Jam

0 2,8 2,8 2,8 2,8 8 8 8,1 8,2

3 3 3,1 3 3 8,2 8,1 8 8

6 3,1 3,2 3 3,4 8,2 8 8 8

9 3,1 3,2 3 3,2 8,1 8,2 8 8

12 3 3 3,2 3,4 8 8,2 8,1 8,1

15 3 3 3,4 3 8 8,2 8,2 8,1

18 3,2 3,2 3,2 3 8,2 8 8,2 8

21 3,2 3,2 3,2 3,2 8,2 8,1 8 8

Berdasarkan hasil pengamatan parameter

fisika dan kimia perairan seperti pada Tabel 1,

dimana nilai suhu berada pada rentang 27 – 310C.

Suhu terendah terjadi secara seragam untuk semua

perlakuan, yaitu sebesar 270C pada hari ke –3

kultivasi, hal ini disebabkan oleh hujan. Sementara

suhu tertinggi sebesar 310C, dan terjadi secara acak

untuk semua perlakuan. Secara keseluruhan, rentang

nilai suhu masih berada pada kisaran optimal untuk

pertumbuhan mikroalga. Menurut Reynolds (1990),

suhu optimal bagi pertumbuhan mikroalga adalah 25-

40 0C.

Rentang nilai salinitas pada penelitian ini

berkisar antara 28 – 310

/00. Secara seragam nilai

salinitas pada hari pertama kultivasi yaitu sebesar 310

/00, namun mengalami penurunan sebesar 280

/00

untuk semua perlakuan, hal ini juga karena

dipengaruhi oleh hujan. Namun rentang salinitas

tersebut masih berada pada taraf toleransi untuk

pertumbuhan optimal mikroalga laut. Vasquez-

Duhalt dan Arredondo-Vega (1991) menyebutkan

bahwa kisaran optimum salinitas pada media

pemeliharaan 25-35‰.

Derajat keasaman (pH) selama penelitian

berada pada rentang 8 – 8,2. Rentang pH masih

berada pada kisaran optimal untuk pertumbuhan

mikroalga. Rata-rata pH untuk kultur sebagian besar

spesies mikroalga antara 7-9, dengan optimum rata-

rata pH berkisar antara 8,2 - 8,7 (Lavens dan

Sorgeloos, 1996). Nilai pH pada penelitian ini relatif

stabil. Kondisi ini bisa dijadikan salah satu acuan

bahwa keberadaan CO2 pada perairan stabil.

Pengukuran oksigen terlarut pada penelitian

bertujuan untuk menduga keberadaan CO2 pada

perairan. Berdasarkan nilai DO yang relatif stabil,

dan berada pada kisaran DO normal untuk air laut,

maka diduga bahwa keberadaan CO2 juga stabil pada

media kultivasi. Keberadaan CO2 pada suatu

perairan, khususnya perairan tertutup (kolam open

raceway ponds) akan memberikan dampak pada pH.

Analisis Statistik

Page 15: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

12

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa

durasi lama operasional mesin paddle wheel tidak

berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan

mikroalga Spirulina platensis. Hal serupa juga terjadi

pada penelitian Kawaroe et al. (2015), bahwa sistem

kultivasi open raceway ponds tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap hasil laju

pertumbuhan. Berdasarkan hasil uji statistik ini, maka

dapat dikatakan bahwa lama durasi operasional

paddle wheel tidak memberikan pengaruh secara

langsung, namun memberikan konstribusi besar

terhadap optimalisasi proses fotosintesis. Hal ini bisa

dibuktikan melalui hasil laju pertumbuhan yang

berbeda pada setiap perlakuan, dimana laju

pertumbuhan tertinggi terdapat pada perlakuan

45Menit/jam sebesar 0.21/3hari. Lama durasi

operasional paddle wheel juga berpengaruh terhadap

lama hidup (Life Duration) mikroalga Spirulina

platensis, dimana pada hasil laju pertumbuhan

menunjukkan, bahwa kontrol dan perlakuan

45Menit/jam tidak mampu bertahan hidup hingga

akhir pengamatan. Berbeda dengan perlakuan

15Menit/jam dan 30Menit/jam yang mampu hidup

selama 21 hari.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan lama durasi operasional paddle

wheel tidak berpengaruh nyata terhadap laju

pertumbuhan mikroalga Spirulina platensis.

Pengadukan (mixing) menggunakan paddle wheel

tidak memberikan pengaruh secara langsung terhadap

laju pertumbuhan mikroalga Spirulina platensis,

tetapi sangat membantu dalam mengoptimalkan

proses fotosintesis dan lama hidup (Life Duration)

mikroalga Spirulina platensis. Laju pertumbuhan

tertinggi terdapat pada perlakuan 45Menit/jam

sebesar 0,21/3hari, dan laju pertumbuhan terendah

juga terdapat pada perlakuan 45Menit/jam yaitu -

23/3hari. Tingkat kestabilan pertumbuhan dan lama

hidup (Life Duration) mikroalga Spirulina platensis

yang terbaik adalah perlakuan 15Menit/jam, dimana

pada perlakukan ini, mikroalga Spirulina platensis

mampu bertaha hidup hingga hari ke- 21 dan laju

pertumbuhan konsisten berada pada garis positif

hingga hari ke- 18 yaitu 0,03/3hari.

Saran

Merujuk pada hasil penelitian ini, maka

untuk kemajuan penelitian terkait sistem kultivasi

open raceway ponds, maka perlu mempertimbangkan

beberapa hal, seperti:

1. Kondisi kesehatan bibit (strain) mikroalga yang

akan digunakan.

2. Melakukan tindakan yang diharapkan mampu

menekan tingkat kontaminasi pada saat kultivasi

outdoor (Sterilisasi).

3. Mengontrol nutrien tambahan (pupuk) pada saat

kultivasi, sehingga pertumbuhan yang terjadi

merupakan faktor tunggal dari perlakuan yang

diterapkan

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C. E. 1990. Water Quality Management in

Aquaculture and Fisheries

Cahyo A. D. 2011. Teknik Kultur Skeletonema

costatum Sebagai Pakan Alami Udang

Vaname. Balai Besar Pengembangan

Budidaya Air Payau Jepara Jawa Tengah.

Universitas Airlangga, Surabaya. 6 hal.

Chisti Y. 2007. Biodiesel from Microalgae.

Biotechnol Advan. 25: 294-306. doi:

10.1016/j.biotechadv.2007.02.001.

Christwardana, M.M.M.A, Nur & Hadiyanto. 2013.

Spirulina platensis: Potensinya sebagai

Bahan Pangan Fungsional. Jurnal Aplikasi

Teknologi Pangan, 2(1): 19 – 22.

Gudin C. dan Chaumont D.. 1991. Cell fragility –

The key problem of microalgae mass

production in closed photobioreactors.

Bioresource Technol 38. P145-151

Hadiyanto & Azim, M. 2012. Mikroalga: Sumber

Pakan dan Energi Masa Depan. UPT

Undip Press, Semarang. 138 hal.

Kawaroe M., Prartono T., Sunuddin A., Wulan Sari

D., dan Augustine D.. 2010.

Mikroalga Potensi dan

Pemanfaatannya untuk Produksi Bio

Bahan Bakar. Bogor: IPB Press.

Kawaroe M., Hwangbo J., Agustine D., Putra H. A.

Comparison of density, specific growth

rate, biomass weight, and doubling time of

microalgae Nannochloropsis sp. cultivated

in Open Raceway Pond and

Photobioreactor. AACL BIOFLUX.

Khozin-Goldberg, I., Shrestha, P., Cohen, Z., 2005.

Mobilization of arachidonyl moieties from

triacylglycerols into chloroplastic lipids

following recovery from nitrogen

starvation of the microalga Parietochloris

incisa BBA-Mol. Cell Biol. Lipids 1738,

63–71.

Page 16: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

13

Lavens, P. dan P. Sorgeloos (eds). 1996. Manual on

the Production and Use of Live Food for

Aquaculture. FAO Fisheries Technical

Paper.No. 361.Food and Agriculture

Organization of the United Nations. Rome

Marrez, D.A., Mohamed, M.N., Yousef, Y.S.,

Zakaria, Y.D. & Aziz, M.H. 2014.

Evaluation of Chemical Composition for

Spirulina platensis in Different Culture

Media. Research Journal of

Pharmaceutical, Biological and Chemical

Sciences, 5(4): 1161 – 1171.

Mattjik, A., dan M. Sumertajaya. 2002. Rancangan

Percobaan dengan Aplikasi SAS dan

Minitab Jilid 1. IPB Press. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Nemerow, N. L. 1991. Strem, Lake, Estuary, and

Ocean Pollution. Second Edition. Van

Nostrand Reinhold, New York

Nur, M.M.A. 2014. Potensi Mikroalga sebagai

Sumber Pangan Fungsional di Indonesia

(overview). Jurnal Eksergi, 11(2): 01 – 06.

Reynolds, C. S. 1990. The Ecology of Freshwater

Phytoplankton.Cambridge University

Press. Cambridge.

Sanchez A., Gonzales A., Maceiras R., Cancela A.,

dan Urrejola S.. 2000. Raceway Pond

Design for Microalgae culture for

Biodiesel. Chemical Engineering

Department. University of Vigo. Spain.

Steel, R. G.D., dan J.H. Torrie. 1989. Prinsip dan

Prosedur Statistika. Edisi Kedua. PT.

Gramedia. Jakarta.

Ugwu C. U., Ogbonna J. C. dan Tanaka H.. 2008.

Photobioreactors for mass cultivation of

algae, Bioresour. Technol. 99, 4021-4028.

Vasquez-Duhalt, R., Arredondo-Vega B.Q. 1991. Oil

Production From Microalgae Under Saline

Stress. Biomassa For Energy and Industry

5 th E.C. Conference, vol 1: Policy,

Environment, Production and Harvesting,

1:547-551.

Vincenti W. G. and Kruger C. H.. 1965. Introduction

to physical gas dynamics, Wiley, New

York. 535p.

Wood, A.M., Everroad, R.C., Wingard, L.M., 2005.

Measuring growth rates in microalgal

cultures. In: Andersen, R.A. (Ed.), Algal

Culturing Techniques. Elsevier Academic

Press, pp. 269–285.

Page 17: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

14

ANALISIS HASIL TANGKAPAN KAPAL BAGAN APUNG TERHADAP KANDUNGAN

KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN SIBOLGA

Mardame Pangihutan Sinaga

Staff Pengajar Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar (UHKBPNP)

e-mail : [email protected]

ABSTRACT Sea surface temperature (SST) and chlorophyll-a are two important oceanographic parameters

determining the abundance and distribution of fish. The aim of this research is to determine

distribution of SST, chlorophyll-a, composition of fish catch and the relationship between SST,

chlorophyll-a with fish catch. This study was conducted in Sibolga waters. Catch analysis data has

been taken from field of research on the 7-19 July 2007 and satellite imagery was taken

Laboratorium Matra Laut-Pusat Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

(LAPAN) Pekayon, Jakarta Timur at July 2007. The amount of fish catch from Tapanuli Tengah

waters landed at PPN Sibolga city was 31.076 kgs. The catch of 15 species of dominant by

peperek/keke (Leiognathus decorus), teri (Stolephorus commersonii), belado kuning (Atule mate),

layang (Decapterus spp), kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma), buncilak (Alepes

djeddaba) dan parang-parang (Chirocentrus dorab). There was no relationship between SST,

chlorophyll-a with fish catch.

Key words: Catch analysis, Chlorophyll-a and SST, Tapanuli Tengah Waters

.PENDAHULUAN

Perairan Sibolga cukup strategis

sebagai sentra produksi perikanan laut di

Sumatera Utara. Hasil tangkapan yang

dihasilkan oleh para nelayan Tapanuli Tengah

terdiri atas ikan pelagis dan demersal. Hasil

tangkapan ikan pelagis umumnya lebih

dominan dibandingkan ikan demersal.

Jenis-jenis ikan yang tertangkap pada

umumnya adalah kembung perempuan

(Rastrelliger brachysoma), kembung lelaki

(Rastrelliger kanagurta), parang-parang

(Chirocentrus dorab), peperek/keke

(Leiognathus decorus), beloso (Saurida

rumbii), teri (Stolephorus commersonii), layang

(Decapterus spp), belado kuning (Atule male),

teter/alu-alu (Sphyraena genie), biji nangka

(Upeneus sulphurcus), bentong/buncilak

(Alepes djeddaba), selar (Selar

crumenopthalmus), baledang dan sotong.

Eksploitasi sumberdaya perikanan di

perairan Sibolga telah memicu terjadinya

konflik antar nelayan setempat yang

disebabkan oleh perebutan daerah penangkapan

ikan (DPI) yang baik. Persoalan semakin

bertambah dengan hadirnya nelayan-nelayan

asing dari Thailand, Malaysia dan Vietnam

yang melakukan illegal fishing (penangkapan

liar) dengan menggunakan peralatan dan

armada/kapal modern. Nelayan-nelayan

tersebut datang ke perairan Sibolga sudah

dilengkapi dengan peta daerah penangkapan

ikan (DPI) sehingga ketika melaut mereka

tidak lagi datang dengan tujuan „mencari‟ ikan

tetapi langsung „menangkap‟ ikan karena

dalam penentuan suatu daerah penangkapan

ikan (DPI) oleh nelayan di perairan Sibolga

umumnya didasarkan pada faktor pengalaman

yang dikaitkan dengan faktor musim.

Sedangkan untuk mendapatkan gerombolan

ikan dilakukan dengan cara-cara tradisional

yaitu dengan memperhatikan tanda-tanda di

laut, misalnya adanya gerombolan burung di

atas/di dekat permukaan laut, ada tidaknya

riak-riak ataupun buih air di permukaan laut

dan juga warna air laut. Dengan cara ini tingkat

keberhasilannya rendah dan mengandung

keterbatasan-keterbatasan dalam skala ruang

dan waktu.

Informasi daerah penangkapan ikan

dapat diperoleh melalui analisis parameter

lingkungan seperti suhu perairan dan

kandungan klorofil-a serta hasil tangkapan

sehingga nelayan dapat meningkatkan efisien

operasi penangkapan melalui penghematan

waktu, tenaga dan biaya operasi penangkapan.

Informasi tentang parameter lingkungan dapat

diperoleh dengan cara memanfaatkan

perkembangan teknologi inderaja sedangkan

hasil tangkapan diperoleh melalui kegiatan

operasi penangkapan. Namun demikian

pemetaan daerah penangkapan ikan adalah

pekerjaan yang sangat rumit mengingat banyak

sekali faktor-faktor lingkungan perairan yang

mempengaruhinya dan faktor tersebut bersifat

dinamis. Adapun faktor-faktor tersebut cukup

banyak yang meliputi faktor fisik, kimiawi,

biologi dan ekologis. Parameter lingkungan

Page 18: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

15

yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian

ini dibatasi pada SPL dan kandungan klorofil-a

karena kedua parameter tersebut sangat

berperan penting terhadap keberadaan ikan di

perairan.

Informasi tentang suhu perairan sangat

penting karena dapat pula digunakan untuk

mempelajari proses-proses fisika, kimia dan

biologi di laut. Pola distribusi SPL dapat

dipergunakan untuk mengidentifikasikan

parameter-parameter laut seperti arus, umbalan

dan front. Umumnya setiap spesies ikan

mempunyai kisaran suhu optimum untuk

makan, memijah, beruaya dan aktivitas lainnya

(Laevastu 1981). Lebih lanjut Laevastu (1981)

mengatakan bahwa, batasan arus serta variasi

arus permukaan mempengaruhi migrasi

musiman dan tahunan dari ikan pelagis dan

semi pelagis serta berperan dalam transportasi

telur, larva dan ikan-ikan kecil. Dengan

mengetahui distribusi SPL dan pola arus suatu

wilayah perairan maka akan dapat diamati

fenomena upwelling dan thermal front yang

merupakan daerah potensial penangkapan ikan.

Ikan pelagis yang bersifat predator

menyukai perairan yang banyak ikan teri

pemakan kandungan nutrien sebagai makanan

utama. Kandungan nutrien tersebut dapat

diestimasi melalui analisis sebaran klorofil-a.

Valiela (1984) mengatakan bahwa sebaran

klorofil-a di laut bervariasi secara geografis

maupun berdasarkan kedalaman perairan.

Variasi tersebut diakibatkan oleh perbedaan

intensitas cahaya matahari, dan konsentrasi

nutrien yang terdapat di dalam suatu perairan.

Di laut, sebaran klorofil-a lebih tinggi

konsentrasinya pada perairan pantai dan

pesisir, serta rendah di perairan lepas pantai.

Tingginya sebaran konsentrasi klorofil-a di

perairan pantai dan pesisir disebabkan karena

adanya suplai nutrien dalam jumlah besar

melalui run-off dari daratan, sedangkan

rendahnya konsentrasi klorofil-a di perairan

lepas pantai karena tidak adanya suplai nutrien

dari daratan secara langsung. Namun pada

daerah-daerah tertentu di perairan lepas pantai

dijumpai konsentrasi klorofil-a dalam jumlah

yang cukup tinggi. Keadaan ini disebabkan

oleh tingginya konsentrasi nutrien yang

dihasilkan melalui proses fisik masa air,

dimana massa air dalam mengangkat nutrien

dari lapisan dalam ke lapisan permukaan.

Penginderaan jauh (inderaja) kelautan

saat ini telah berkembang seiring dengan

perkembangan teknologi informasi.

Pemanfaatan teknologi inderaja dalam

pemanfaatan sumberdaya ikan telah dilakukan

di beberapa negara maju seperti Jepang,

Australia, Amerika dan beberapa negara-negara

Eropa. Hal ini dapat membantu berbagai

penelitian untuk memahami dinamika

sumberdaya ikan.

Menurut Aboet (1985), keberhasilan

dari teknologi penginderaan jauh dipengaruhi

oleh dua faktor. Pertama adalah kecanggihan

dan ketelitian sensor, dalam hal ini dipengaruhi

oleh rancangan sensor yang tepat dan kalibrasi

instrumen yang benar. Kedua adalah

kemampuan pengguna dalam

menginterpretasikan citra, karena hasil

observasi alat bukanlah pengukuran secara

langsung akan tetapi merupakan hasil

perekaman satelit sesuai dengan karakter

reflektansi objek yang berbeda-beda. Hal ini

berarti seorang pengguna data satelit harus

mengetahui dasar-dasar penginderaan jauh dan

proses interpretasi citra untuk mendeteksi suatu

fenomena alam pada suatu wilayah.

Para nelayan Sibolga dan sekitarnya

masih menghadapi kendala untuk dapat

meningkatkan efisiensi dan produktivitas

operasi penangkapan ikan. Adapun kendala

yang dihadapi nelayan adalah sulitnya mencari

daerah penangkapan ikan karena ketidaktahuan

tentang faktor oseanografi, tidak dapat

merencanakan operasi penangkapan ikan yang

tepat. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan

informasi daerah penangkapan ikan.

Penentuan daerah penangkapan ikan

potensial yang dilakukan oleh para masyarakat

perikanan nelayan termasuk di Sibolga dan

sekitarnya masih bersifat tradisional. Waktu,

tenaga dan biaya operasional cukup tinggi

untuk mencari daerah penangkapan ikan yang

potensial dan tingkat ketidakpastian hasil

tangkapan masih cukup tinggi.

Untuk mengatasi tingkat ketidakpastian

hasil tangkapan maka perlu dilakukan berbagai

upaya antara lain : (1) Mempelajari keberadaan

ikan melalui analisis paramater-parameter

lingkungan yang mempengaruhinya, seperti

suhu permukaan laut dan kandungan klorofil-a,

(2) Mempelajari hubungan antara suhu

permukaan laut (SPL) dan kandungan klorofil-

a terhadap hasil tangkapan dan (3) Mempelajari

sebaran suhu permukaan laut (SPL) dan

kandungan klorofil-a di perairan Sibolga.

Kegiatan eksplorasi yang terkait dengan

parameter-parameter lingkungan yang

mempengaruhinya (seperti mempelajari

hubungan suhu permukaan laut (SPL) dan

kandungan klorofil-a terhadap hasil tangkapan,

sebaran SPL dan kandungan klorofil-a di

perairan Sibolga masih sangat terbatas padahal

manfaatnya sangat penting dalam perencanaan

pemanfaatan sumberdaya perikanan.

Page 19: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

16

METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah : (1) Citra Suhu permukaan laut hasil

deteksi satelit NOAA-AVHRR, (2) Citra

klorofil-a hasil deteksi sensor SeaWIFS satelit

Sea Star pada level 1 dan 2, (3) Termometer

digital, (4) Timbangan, (5) GPS dan (6)

Kamera Digital.

Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian

ini terdiri dari tiga kelompok, yaitu : 1) Data

produksi, 2) Data SPL, 3) Data klorofil-a.

Citra SPL dan klorofil-a yang

dikumpulkan berbentuk model data raster

berasal dari jenis level dua yaitu telah

terkoreksi baik secara geometri, radiometri dan

memiliki informasi dasar. Setelah citra diterima

oleh antena penerimaan di ILC PUSBANGJA

LAPAN, kemudian dilakukan perekaman dan

pengolahan lebih lanjut, yang meliputi :

(1) Perekaman data kanal-kanal citra dari

satelit NOAA-16 untuk SPL dan

Fengyun FY-1 D untuk klorofil-a pada

komputer induk

(2) Perubahan (konversi) data kanal-kanal

citra ke dalam bentuk raster

(3) Pemilihan citra bebas awan,

dimaksudkan untuk memilih liputan citra

yang hanya memiliki < 10 % tutupan

awan pada lokasi penelitian

(4) Penyimpanan data kanal-kanal citra

bebas awan ke dalam CD-ROOM untuk

selanjutnya diolah.

Data hasil tangkapan diperoleh selama

melakukan penelitan di perairan Sibolga

Kecamatan Tapanuli Tengah. Data kegiatan

penangkapan diperoleh dengan cara mengikuti

pukat ikan. Lama trip operasi pukat ikan ini

adalah 12 hari (7-19 Juli 2007). Data kegiatan

penangkapan diisi pada log book yang telah

disediakan meliputi waktu dan posisi

penangkapan, jumlah total tangkapan posisi

pada setiap daerah penangkapan ikan.

Kegiatan pengukuran sampel klorofil-a

tidak menggunakan alat dalam melakukan

penangkapan ikan di laut selama penelitian

karena alat yang digunakan sangat susah

diperoleh sehingga hanya melakukan

pengukuran dari citra satelit MODIS.

Sedangkan suhu permukaan laut ada dilakukan

pengukuran terhadap daerah penangkapan

tetapi data hasil pengukuran SPL di lapangan

tidak digunakan karena tidak sama dengan data

SPL pengukuran dari citra satelit NOAA-

AVHRR (Lampiran 11) sehingga

menggunakan data pengukuran SPL dari citra

satelit NOAA-AVHRR saja.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

A. Analisis komposisi hasil tangkapan Ada beberapa hal yang dilakukan dalam

menganalisis komposisi hasil tangkapan, yaitu

1) komposisi jenis ikan (spesies), 2) jenis dan

jumlah ikan yang dominan tertangkap, 3)

komposisi jumlah dan spesies ikan yang

dominan tertangkap pada setiap posisi

penangkapan yang berbeda.

B. Pengolahan citra satelit Pengolahan data kanal-kanal citra satelit

NOAA-AVHRR dan FY-1 D dilakukan dengan

metode pengolahan citra berbasiskan komputer

menggunakan perangkat lunak Er Mapper.

Tahapan-tahapan pengolahan adalah sebagai

berikut :

(1) Pemformatan data kanal satelit NOAA-

AVHRR dan FY-1 D dimaksudkan untuk

mempermudah pengolahan data-data kanal

dalam perangkat lunak Er-

mapper

(2) Pemotongan (cropping area),

dimaksudkan untuk memotong atau

mengambil wilayah yang akan diolah dan

dianalisa saja dengan memanfaatkan

fasilitas cursor map atau dengan

menggunakan sub fasilitas extents pada

tools geoposition

(3) Pemisahan (masking area) awan, darat dan

laut dimaksudkan untuk menutupi nilai-

nilai piksel darat dan awan sehingga hanya

nilai-nilai piksel dari laut yang akan diolah

informasinya. Persamaan untuk

pemisahan awan, darat dan laut

menggunakan perbandingan nilai kanal 2

terhadap nilai kanal 1 dengan ketentuan

tiap-tiap kelas sebagai berikut (O‟Reilly et

al. 1998) :

jika i2/i1 < 1,3 maka objek adalah laut .......................................................................... (8)

jika i2/i1 >= 1,3 dan jika i2/i1 < 2 maka

objek adalah awan (9)

jika i2/i1 >= 2 maka objek adalah darat ........................................................................ (10)

Keterangan :

i1 = input kanal 1

i2 = input kanal 2

Proses perhitungan persamaan (8), (9)

dan (10) dilakukan dengan menggunakan

fasilitas formula editor pada algorithm

wizard

(4) Perhitungan nilai suhu pemukaan laut

(SPL), dimaksudkan untuk mendapatkan

nilai-nilai SPL berdasarkan nilai

temperatur kecerahan (brightness

temperature) laut dengan menggunakan

Page 20: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

17

algoritma McMillin & Crosby (BML

LAPAN, 1997):

SPL = TB4 + 2,702 * (TB4 - TB5) –

273,582 (11) Keterangan :

SPL = nilai suhu

permukaan laut dalam oC

TB4 dan TB5 = nilai suhu

kecerahan dari kanal 4 dan 5

Proses perhitungan persamaan (11)

dilakukan dengan menggunakan fasilitas

formula editor pada algorithm wizard

(5) Perhitungan nilai klorofil-a, dimaksudkan

untuk mendapatkan nilai konsentrasi

klorofil-a dengan menggunakan algoritma

ocean colour OC4-V4 (O‟Reilly et

al. 1998): 4)3210(

10 aRaRaRaa

C

......................................................................... (12)

Keterangan :

C = klorofil-a dalam mg/L

a0 = 0,4708

a1 = -3,8469

a2 = 4,5338

a3 = -2,4434

a4 = -0,0414

Proses perhitungan persamaan (12)

dilakukan dengan menggunakan fasilitas

formula editor pada algorithm wizard

(6) Pengkelasan SPL

Citra yang telah diproses dibuat ke dalam

bentuk peta SPL dengan kelas tertentu.

Setiap selang kelas akan diberi warna

berbeda untuk memudahkan analisis

visual. Dalam penelitian ini digunakan

selang kelas 0,5 ºC untuk memudahkan

dalam analisis daerah penangkapan ikan

(7) Klasifikasi citra klorofil-a dan SPL tidak

perlu dilakukan hanya diekpsort saja. Hal

ini dilakukan untuk mendapatkan nilai

klorofil-a dan SPL jika citra SPL dan

klorofil-a sudah di klasifikasi.

C. Pengolahan citra SPL dan klorofil dari Er Mapper ke ArcView GIS

Pengolahan citra ke ArcView sangat

perlu dilakukan untuk mendapatkan peta SPL

dan klorofil. Adapun langkah-langkahnya

sebagai berikut :

(1) Citra SPL dan klorofil-a yang ada

diambil dari LAPAN, Jakarta dalam

bentuk Er Mapper. Citra tersebut telah

diolah dari citra mentah (Level 2) ke

citra jadi yang akan diolah dalam bentuk

Er Mapper.

(2) Citra SPL dan klorofil-a yang telah jadi

dalam bentuk Er Mapper tersebut lalu

dipotong (crop) sesuai dengan posisi

daerah penelitian.

(3) Citra SPL dan klorofil-a yang telah

dipotong sesuai dengan daerah

penelitian kemudian disimpan dalam

bentuk tipe ”Er Mapper Raster Dataset

(.ers)”.

(4) Tutup dulu semuanya kecuali jendela Er

Mapper, lalu buka citra SPL, klorofil-a

dan Cell Value Profile Menu agar bisa di

reclass citra tersebut serta dapat melihat

jumlah nilai terendah dan tertinggi

kedalam rumus sebagai berikut :

If i1 <A then null else if i1 <= B then i1 else

null, dimana:

i1 = B1:Pseudo Layer atau kanal nilai SPL

A = Batas bawah nilai SPL

B = Batas atas nilai SPL

Jika dimasukan nilai-nilai yang telah diketahui

maka formula reclass di atas berubah menjadi:

If i1<25 then null else if i1 <=31 then i1 else

null.

(5) Citra SPL dan klorofil-a yang telah di

reclass kedalam rumus diatas maka

disimpan ke bentuk Er Mapper

Algorithm (.alg). Lalu tutup semuanya.

(6) Munculkan kembali jendela Ermapper,

buka citra SPL dan klorofil-a yang telah

disimpan ke bentuk ”Er Mapper

Algorithm (.alg)” kemudian simpan

kembali dalam bentuk tipe ”Er Mapper

Raster Dataset (.ers)”. Tujuannya adalah

untuk dapat di eksport.

(7) Dari langkah ke-6 selanjutnya citra SPL

dan klorofil-a dieksport kedalam bentuk

XYZ ASCII grid. Bertujuan untuk

mendapatkan nilai SPL dan klorofil dari

citra SPL dan klorofil dalam bentuk

algoritma.

(8) Hasil yang telah dieksport tadi dibuka

kedalam bentuk Microsoft Excel

berfungsi untuk mengetahui nilai serta

posisi SPL dan klorofil atau bisa

langsung dibuka ke program Surfer 8

dalam bentuk worksheet.

(9) Nilai serta posisi citra SPL dan klorofil-

a dipindahkan ke worksheet di Surfer 8

lalu datanya disortkan agar nilai-nilai

tersebut berurutan dari terkecil hingga

terbesar dan simpan dalam koma.

9

8

Kanal

Kanal LogR

Page 21: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

18

(10) Hasil nilai-nilai yang telah disimpan

dalam bentuk koma tersebut kemudian

digridkan (dalam bentuk longitude/bujur

dan latitude/lintang) untuk dapat

ditampilkan citranya ke peta.

(11) Setelah nilai-nilai tersebut digridkan

maka nilainya dapat ditampilkan ke peta

(Surfer 8).

(12) Peta yang sudah ada dalam bentuk

kontur dan sudah lengkap dengan nilai-

nilai SPL dan klorofil-anya tersebut

dapat di ekspor kembali di program

Surfer 8 ke Esri shapfile (*.shp) agar

bisa mendapatkan peta lengkap.

(13) Sesudah selesai di eksport ke Esri

shapefile kemudian buka program

ArcView GIS 3.3 yang telah disimpan

ke dalam folder, peta akan muncul

didalam program ArcView GIS 3.3.

(14) Untuk mendapatkan nilai-nilai SPL dan

klorofil-a adalah memasukkan nilai-nilai

SPL dan klorofil-a ke dalam “Theme

Table” yang ada dijendela ArcView GIS

3.3. Nilai-nilai tersebut harus sama

dengan nilai-nilai yang ada di peta

Surfer 8 dalam bentuk kontur.

(15) Langkah terakhir adalah nilai-nilai SPL

dan klorofil-a yang sudah lengkap

tersebut akan terlihat dalam peta di

ArcView yang dibuat sendiri.

(16) Peta yang sudah jadi tersebut lengkap

dengan nilai-nilai SPL dan klorofil dapat

dipindahkan kedalam bentuk peta yang

sebenarnya dengan cara mengekstension

ke Graticules and Measured Grid di

program ArcView GIS 3.3 lalu kelik

layout dijendela ArcView GIS 3.3 (di

“View”). Kemudian mengubah peta di

layout sesuai dengan keinginan sendiri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Hasil Tangkapan

Jumlah hasil tangkapan total selama penelitian sebanyak 31.076 kg, yang terdiri dari 15

spesies. Hasil tangkapan terbanyak adalah ikan keke yaitu sebanyak 11.420 kg (37%) kemudian

menyusul teri sebanyak 3.887 kg (12,51%), ikan layang sebanyak 2.016 kg (6%), kembung

perempuan sebanyak 1.720 kg (5,53%), belado kuning sebanyak 1.958 kg (6.30%), buncilak

sebanyak 1.668 kg (5,37%), baledang sebanyak 1.404 kg (4,52%) dan sebelah sebanyak 1.309 kg

(4,21%). Sedangkan hasil tangkapan terendah adalah sotong sebanyak 100 kg (0,32%). Adapun

komposisi jumlah tangkapan menurut jenis spesies dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi hasil tangkapan kapal bagan apung dari tanggal 7–19 Juli 2007 per spesies.

No Jenis Ikan (Spesies) Jumlah Hasil Tangkapan (Kg) Persentase (%)

1 Kembung Perempuan 1.720 5,53

2 Kembung Lelaki 939 3,02

3 Parang-parang 1.477 5

4 Sebelah 1.309 4,21

5 Keke 11.420 37

6 Beloso 873 2,81

7 Teri 3.887 12,51

8 Layang 2.016 6

9 Belado Kuning 1.958 6,3

10 Teter 798 3

11 Biji Nangka 893 3

12 Buncilak 1.668 5,37

13 Selar 614 2

14 Baledang 1.404 4,52

15 Sotong 100 0,32

Jumlah Total 31.076 100

Dari Tabel 1 terlihat bahwa hasil tangkapan yang dominan adalah ikan keke (Leiognathus

decorus), teri (Stolephorus commersonii), belado kuning (Atule mate), layang (Decapterus spp),

kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma), buncilak (Alepes djeddaba) dan parang-parang

(Chirocentrus dorab). Persentase masing-masing tangkapan yang dominan tersebut dapat dilihat

pada Gambar 1.

Page 22: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

19

Gambar 1 Persentase tangkapan yang dominan.

Suhu Permukaan Laut

Berdasarkan pada Tabel 2 terlihat bahwa suhu dominan hangat di seluruh wilayah perairan

Sibolga ditemukan pada tanggal 7, 12, 15 dan 17 Juli 2019 sedangkan pada tanggal 9 dan 19 Juli

2019, ditemukan suhu dominan hangat dan dingin pada wilayah yang berbeda.

Pada tanggal 7, 9, 15 dan 19 Juli 2019, suhu dominan cukup bervariasi menurut wilayah

perairan. Selanjutnya pada tanggal 12 dan 17 Juli 2019, nampak jelas bahwa suhu dominan relatif

homogen dan penyebarannya hampir sama untuk wilayah perairan yang berbeda.

Tabel 2 Penyebaran suhu permukaan laut dari satelit NOAA-AVHRR di empat wilayah perairan

Tapanuli Tengah.

N

o

Akuisasi

Data

SPL Tapanuli

Tengah (ºC) SPL dominan menurut wilayah (ºC)

Keteranga

n Kisara

n

Domina

n

Baru

s

Sorka

m

Murshal

a

Sibolg

a

1 7 Juli 2019 25-31 30 (H) 30 30 30 30 Bervariasi

2 9 Juli 2019 26-30

28-30

(H) 29-30 28-30 26-30 28 Bervariasi

3

12 Juli

2019 30-31 30 (H) 30-31 30-31 30-31 30-31 Homogen

4

15 Juli

2019 25-30

28-29

(H) 28 28-29 28-29 28 Bervariasi

5

17 Juli

2019 28-30 29 (H) 29 29 29 29 Homogen

6 19 Juli

2019 25-30

25 (D)

28 (H) 25 26-28 28-29 25 Bervariasi

Keterangan : H = Suhu hangat

D = Suhu dingin

Klorofil-a

Berdasarkan pada Tabel 3 terlihat bahwa konsentrasi klorofil-a pada tanggal 7, 9, 12, 15, 17

dan 19 Juli 2019 menyebar di seluruh wilayah perairan Sibolga. Tingkat konsentrasi klorofil-a

terbanyak sebesar 0,6-1,0 mg/m³ terdapat di tanggal 7, 12 dan 17 Juli 2019, konsentrasi klorofil-a

sedang sebesar 0,5-0,6 mg/m³ terdapat di tanggal 19 Juli 2019 sedangkan tingkat konsentrasi

klorofil-a terendah sebesar 0,6 mg/m³ terdapat di tanggal 9 dan 15 Juli 2019.

Tabel 3 Penyebaran klorofil-a dari satelit FY-1 D di empat wilayah perairan Sibolga.

No Akuisasi

Data

Klorofil-a Tap-Teng

(mg/m³)

Klorofil-a dominan menurut wilayah

(mg/m³)

Kisaran Dominan Barus Sorkam Murshala Sibolga

1 7 Juli 2019 0,6-1,6 0,.6-0,9 0,6- 0,6-0,9 0,6-0,9 0,6-0,9

Layang

8%

Keke

48%

Teri

16%

Belado Kuning

8%

Kembung

Perempuan

7%

Buncilak

7%

Parang-parang

6%

Page 23: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

20

0,9

2 9 Juli 2019 0,6-2,0 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6

3 12 Juli 2019 0,5-1,4 0,7-0,9

0,7-

0,9 0,7-0,9 0,7-0,9 0,7-0,9

4 15 Juli 2019 0,6-2,0 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6

5 17 Juli 2019 0,6-1,4 0,7-1,0

0,7-

1,0 0,7-1,0 0,7-1,0 0,7-1,0

6 19 Juli 2019 0,5-2,0 0,5-0,6

0,5-

0,6 0,5-0,6 0,5-0,6 0,5-0,6

Hubungan antara SPL dan Klorofil-a terhadap Hasil Tangkapan

A. Hubungan suhu permukaan laut terhadap hasil tangkapan

Gambar 2 Hubungan SPL terhadap CPUE pada masing-masing DPI.

B. Hubungan klorofil-a terhadap hasil tangkapan

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

550

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

Akuisasi Data

Hasil

Tan

gkap

an

(K

g)

24

25

26

27

28

29

30

31

32

SP

L (

°C)

keke layang teri kembung perempuan parang-parang belado kuning buncilak SPL

Page 24: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

21

Gambar 3 Hubungan klorofil-a terhadap CPUE pada masing-masing DPI.

Hasil tangkapan terbanyak ditemukan di perairan Barus (DPI3), Sorkam (DPI4) dan

Murshala (DPI5-8), sedangkan di perairan Barus (DPI1-2), Sorkam (DPI9-10) dan Murshala (DPI11)

hasil tangkapan lebih sedikit. Hal ini mengindikasikan bahwa penyebaran ikan bervariasi secara

temporal dan spasial. Namun penyebaran ini tidak dipengaruhi oleh suhu dan kandungan klorofil-

a. Untuk itu perlu dilakukan pengamatan terhadap parameter-parameter oseanografi yang lain

seperti arus dan salinitas dengan menggunakan data time series yang lebih akurat.

Hasil tangkapan didominasi oleh ikan pelagis padahal tujuan utama penangkapan dari

bagan apung umumnya adalah ikan demersal dan pelagis karena sewaktu melakukan operasi

penangkapan ikan, alat tangkap bagan apung yang diturunkan ke laut berada di dasar laut

seharusnya di permukaan perairan. Cara pengoperasian alat tangkap bagan apung ini sama halnya

dengan bagan tancap, yaitu menggunakan cahaya lampu dalam menangkap ikan dan jenis ikan

yang tertangkap adalah ikan-ikan pelagis.

Alat tangkap bagan apung yang digunakan oleh nelayan Sibolga dan sekitarnya termasuk ke

dalam kelompok with lift net. Menurut Gunarso (1985) mengatakan bahwa alat tangkap bagan

termasuk kedalam alat tangkap jenis with lift net, dimana proses kerjanya adalah dengan

mengusahakan agar berbagai jenis ikan dan hewan air lainnya dapat berkumpul diatas jaring bagan

tersebut, yang kemudian alat tangkap tersebut diangkap secepatnya. Selain itu bagan termasuk

light fishing yang menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk merangsang atau menarik ikan

untuk berkumpul di bawah cahaya lampu (Ayodhyoa, 1981). Selanjutnya dikatakan pula oleh

(Subani dan Barus, 1989; Baskoro dan Suherman, 2007) bahwa bagan adalah salah satu jenis alat

tangkap yang digunakan nelayan di tanah air untuk menangkap ikan pelagis kecil, pertama kali

diperkenalkan oleh nelayan dan secara singkat alat tangkap tersebut telah dikenal di seluruh

Indonesia. Bagan dalam perkembangannya telah banyak mengalami perubahan baik bentuk

maupun ukuran yang dimodofikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan daerah

penangkapannya. Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dikelompokkan dalam jaring angkat

(lift net), namun karena menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan ikan maka disebut

juga light fishing.

Kekurangan metode pengumpulan data ini adalah hasil tangkapan yang diperoleh sangat

sedikit karena sewaktu melakukan penangkapan ikan, kapal lainnya sudah melakukan

penangkapan pada posisi penangkapan yang sama sebelum kapal penelitian kita melakukan

penangkapan di posisi daerah penangkapan tersebut dan kapal penelitian kita tidak boleh

mengambil hasil tangkapan mereka di posisi yang sama, apabila terjadi bisa menimbulkan konflik.

Untuk memperoleh data hasil tangkapan dari kapal penangkapan lainnya diperbolehkan tapi tidak

semua hasil tangkapan akan diberitahu.

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

550

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

Akuisasi Data

Ha

sil

Ta

ng

ka

pa

n (

Kg

)

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

Ch

loro

fil-

a (

mg

/m³)

keke teri layang kembung perempuan

parang-parang belado kuning buncilak Chlorofil-a

Page 25: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

22

Pada Gambar 4 terlihat bahwa nilai data SPL insitu terhadap SPL exsitu (lapangan) adalah

tidak sama. Hal ini mungkin disebabkan oleh waktu perolehan data secara in-situ dengan ex-situ

yang berbeda. Data ex-situ dideteksi oleh satelit NOAA-AVHRR dalam sehari dua kali sedangkan

data SPL in-situ yang diukur di lapangan bervariasi antara jam 04.00 sampai 15.00 Wib tergantung

waktu setting pukat ikan. Menurut Nontji (1987), perbedaan antara SPL in-situ dengan ex-situ

dapat dipengaruhi oleh awan atau kabut, perbedaan penyinaran matahari (intensitas matahari) yang

datang dihambat oleh awan maupun partikel-partikel lainnya yang ada di luar angkasa, arus,

penaikan massa air dan pencairan es di kutub. Secara alami suhu permukaan laut merupakan

lapisan hangat, karena mendapat sinar matahari pada siang hari. Akan tetapi karena pengaruh

angin, pada lapisan teratas sampai kedalaman kira-kira 50-70 meter terjadi pengadukan hingga di

lapisan tersebut terdapat suhu hangat (sekitar 28.00oC) yang homogen, sehingga disebut lapisan

homogen. Lapisan permukaan umumnya memiliki ketebalan kedalaman sebelum mencapai lapisan

bawah yang lebih dingin (Gambar 5).

Gambar 4 Grafik Verifikasi antara SPL exsitu dengan insitu.

Air mempunyai sifat spesifik bahang yang baik, artinya bertambah atau berkurangnya panas

terjadi secara perlahan-lahan. Permukaan laut dapat mengabsorbsi sejumlah besar energi matahari

yang masuk ke dalamnya. Ketika evaporasi, permukaan laut menjadi panas. Pada saat dipanaskan,

air hangat tetap dipermukaan sedangkan air dingin tenggelam atau berada di lapisan bawah. Energi

yang sampai dipermukaan bumi bervariasi menurut musim, lintang dan topografi (Ingmanson dan

Wallace 1973).

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

SPL exsitu

SP

L i

nsit

u

Page 26: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

23

A. Lapisan Homogen Hangat, B. Lapisan termoklin, C. Lapisan Homogen Dingin

Gambar 5. Sebaran vertikal suhu secara umum di Perairan Indonesia (Nontji 1987).

Suhu air laut di lapisan permukaan

sangat tergantung pada jumlah bahang yang

diterima dari sinar matahari. Menurut Hela

dan Laevastu (1970), perubahan suhu

permukaan laut selain disebabkan oleh

jumlah bahang yang diterima dari matahari

juga dipengaruhi oleh keadaan alam dan

lingkungan sekitar di daerah perairan

tersebut. Pengaruh arus, keadaan awan,

penaikkan massa air dan pencairan es di

kutub juga mempengaruhi suhu di

permukaan laut.

Menurut Baskoro dan Suherman

(2007), bagan dapat diklasifisikan menjadi

dua, yaitu bagan tancap dan bagan apung.

Bagan tancap merupakan bagan yang

dipasang dengan jalan menancapkan rangka

badan kedalam perairan sehingga posisi

bagan tancap hanya dapat sekali ditanam

dan tidak dapat dipindah-pindah selama

musim penangkapan. Operasi penangkapan

bagan tancap dilakukan pada malam hari.

Sebagian besar menggunakan cahaya yang

berasal dari petromaks, walaupun ada juga

yang menggunakan lampu listirk.melalui

dasar laut, perubahan bentuk energi kinetik

menjadi energi bahang, aliran bahang dari

atmosfer melalui udara ke laut dan

kondensasi dari uap air yang disertai dengan

terjadinya pelepasan bahang yang terjadi di

laut akan menaikkan suhu air laut.

Selanjutnya proses-proses radiasi balik dari

permukaan laut, aliran bahang (konveksi) ke

atmosfer dan evaporasi dapat menurunkan

suhu air laut pada lapisan permukaan

perairan

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan yang diperoleh dari penelitian

ini dapat diambil beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

(1) Sebaran SPL di perairan Tapanuli

Tengah bervariasi yang berkisar antara

25°C hingga 31°C dengan kisaran SPL

dominan 25°C hingga 30°C. Kandungan

klorofil-a bervariasi antara 0,5-2,0

mg/m³ dengan nilai dominan 0,5-0,9

mg/m³.

(2) Jumlah hasil tangkapan selama

penelitian sebanyak 31.076 kg terdiri

dari 15 spesies, yang didominasi oleh

spesies ikan keke (Leiognathus

decorus), teri (Stolephorus

commersonii), belado kuning (Atule

mate), layang (Decapterus spp),

kembung perempuan (Rastrelliger

brachysoma), buncilak (Alepes

djeddaba) dan parang-parang

(Chirocentrus dorab).

(3) Sebaran SPL dan klorofil-a tidak

berpengaruh terhadap hasil tangkapan.

DAFTAR PUSTAKA

Aboet A. 1985. Penginderaan Jauh melalui

Satelit suatu Alternatif Penelitian

Oseanografi. Proceeding Lokakarya

Pemanfaatan Data Satelit Lingkungan

dan Cuaca, 18-19 September 1985 di

Jakarta. 214-230 hal.

Arinardi. 1995. Sebaran Seston, Klorofil-a

dan Bakteri di Teluk Jakarta. Atlas

Osenologi Teluk Jakarta. Bab VI : 101-9.

Jakarta.

Ked

alam

an (

E)

Suhu (ºC)

Page 27: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

24

Arinardi O, Trimaningsih H, Sudirdjo,

Sugestiningsih, Riyono SH. 1997.

Kisaran Kelimpahan dan Komposisi

Plankton Predominan di Perairan

Kawasan Timur Indonesia. Pusat

Penelitian dan Pengembangan

Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan

Indonesia Vol. 11 No. 6 Tahun 2005.

Jakarta. 128 hal.

Asikin D. 1971. Synopsis Biologi Ikan

Layang (Decapterus spp). LPPL. Jakarta:

3-27.

Ayodhyoa, A.U., 1981. Metode

Penangkapan Ikan. Bogor : Yayasan

Dewi Sri. 81 hal.

Balai Pengembangan Penangkapan Ikan.

1986. Petunjuk Menggambar Desain

Alat Tangkap Ikan. Semarang.

Balai Riset Perikanan Laut (BRPL). 2004.

Musim Penangkapan Ikan di Indonesia.

Jakarta : Penebar Swadaya. Departemen

Kelautan dan Perikanan. 116 hal.

[BML LAPAN] Bidang Matra Laut-

LAPAN. 1997. Laporan Akhir Kegiatan

Penelitian dan Pengembangan.

Pemanfaatan Pengelolaan Data

Penginderaan Jauh Satelit LAPAN

Tahun Anggaran 1996/1997 tentang

Spesifikasi Standar Ketelitian SST dan

Pemanfaatannya untuk Pengamatan Pola

Arus Laut dan Daerah Potensi

Penangkapan Ikan. Jakarta: Lembaga

Penerbangan Antariksa Nasional. 12

hlm.

Barnabe G and Barbane Regine. 2000.

Ecology and Management of Coastal

Waters; The Aquatic Environment.

Praxis Publishing. Chichester. 396p.

Baskoro MS, Wahyu RI, Effendi A. 2004.

Migrasi dan Distribusi Ikan. Bogor:

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Institut Pertanian Bogor. 152 p.

Baskoro, M.S dan Suherman, A. 2007.

Teknologi Penangkapan Ikan Dengan

Cahaya. UNDIP. Semarang. 176 hal. Brandt A Von. 1984. Fish Catching

Methode of the World. Fishing News

Book Ltd 3rd

Edition. Farnham- Surrey.

England. 418 hal.

Butler MJA, Mouchot MC, Barale V, Le

Blanca C. 1988. The Application of

Remote Sensing Technology to Marine

Fisheries. An Introduction Manual. FAO

Fisheries Technical Paper. 295 p.

Burhanuddin, Martosewojo S, Adrim M,

Hutomo M. 1984. Sumberdaya Ikan

Kembung. Jakarta: Lembaga Oseanologi

Nasional-LIPI. 50 hal.

Chisastit C. 1962. Progress Report on

Tagging Experiment of Chub Mackerel

(Rastrelliger spp) in the Gulf Thailand.

Proc. Indo-Pacific Fish. Coun, 15 (III):

265-286.

Collette BB dan Nauen CE. 1983. FAO

Species Catalogue. Vol. 2. Scombrids of

the World. An Annoted and Illustrated

Catalogue of Tunas, Mackerels, Bonitos

and Related Species Knows to Date.

FAO Fish. Synop. Vol. 2: 137p.

Dirjen Perikanan. 1989. Penyebaran

Beberapa Sumberdaya Perikanan di

Indonesia. Direktorat Bina Sumberdaya

Hayati. Direktorat Jenderal Perikanan

Laut, 1.117-144.

Fischer W, Whitehead PP. 1974. FAO

Spesies Identification Sheet for Fishery

Porpuses. Eastern Indian Ocean (Fishery

Area 57) and Weastern Central Pacific

(Fishing Area 71), ISW, ISEW Teleoster

Identification Sheet, Taxonomy,

Geographic Distribution Fisheries,

Vernacular Names. Vol. IV. Rome:

FAO. Pag. Var.

Friedman AL. 1973. Theory and Design of

Commercial Fishing Gear. Israel

Program for Scientific Translataion.

Jerusalem. 489 hal

Gabric AJ and Parslow J. 1989. Effect of

Physical Factors on the Vertical

Distribution of Phytoplankton in

Eutrophic Coastal Waters. Australian

Journal Marine Freshwater. Res., 189,

40, 559-569.

Gaol JL. 2003. Kajian Karakter Oseanografi

Samudera Hindia Bagian Timur dengan

Menggunakan Multi Sensor Satelit Citra

Satelit dan Hubungannya dengan Hasil

Tangkapan Tuna Mata Besar (Thunnus

obesus). Disertasi (tidak dipublikasikan)

Program Doktor Teknologi Kelautan

IPB.Bogor. 86 hal.

Gunarso W, 1985. Tingkali Laku Ikan.

Diktat Kuliah. Jurusan Pemanfaatan

Sumberdaya Perikanan. Fakultas

Perikanan. Institut Pertanian Bogor,

Bogor. 149 hal (Tidak dipublikasikan).

Harahap H. 2006. Optimisasi Perikanan

Purse Seine di Perairan Laut Sibolga

Provinsi Sumatera Utara. Sekolah Pasca

Sarjana, Program Studi Teknologi

Kelautan, Institut Pertanian Bogor

[tesis], Bogor. 119 hal. (tidak

dipublikasikan).

Page 28: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

25

Hardenberg JA. 1937. Preliminary Report

on Migration of Fish in the Java Sea.

Trendea Dell. 246 p.

Hasyim B. 1999. Analisis Distribusi Suhu

Permukaan Laut dan Kaitannya dengan

Lokasi Penangkapan Ikan. Prosiding

Seminar Validasi Data Inderaja untuk

Bidang Perikanan. Jakarta 14 April

1999. Badan Pengkajian dan Penerapan

Teknologi (BPPT). Jakarta. ISBN: 979-

956760-1-6:III-2–III-46.

Ingmanson DE, Wallace WJ. 1973.

Oceanology : An Introduction.

California: Wadsworth. Belmont. 325

hal.

Kartasasmita M. 1999. Beberapa Pemikiran

Operasional Aplikasi Teknologi

Penginderaan Jauh untuk Penangkapan

Ikan. Prosiding Seminar Validasi Data

Inderaja untuk Bidang Perikanan. Jakarta

14 April 1999. Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi Jakarta. ISBN;979-

95760-1-6. (I-2, I-6).

Kimura S, Kimura R and Ikejima K. 2008.

Revision of the Genus Nuchequula with

Descriptions of Three New Species

(Perciformes: Leiognathidae). Ichthyol.

Res. 55 : 22-42 p.

King M. 1995. Fisheries Biology,

Assessment and Management. Fishing

News Book. London. A Dvision of

Blackwell Science Ltd. 376 p.

Kushardono B. 2003. Teknologi

Penginderaan Jauh dalam Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Lautan. Di dalam:

Trisakti B, Hasyim B, Dewanti R,

Hartuti M, Winarso G, editor. Jakarta:

Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan

Teknologi Penginderaan Jauh Lembaga

Penerbangan Antariksa Nasional. hlm

12-18.

Kristjonson H. 1967. Modern Fishing Gear

of the Wolrd, Vol. 1. Fsihing News

(Books) Ltd. London.

Laevastu T and Hela I. 1970. Fiheries

Oceanography. London : Fishing News

Books. 238 p.

Laevastu T. 1981. Fisheries Oceanography

and Ecology. London: Fishing News

(Books) Ltd. 199 p.

Laevastu T and Hayes ML. 1981. Fisheries

Oceanography and Ecology. Fishing

News Books Ltd. England. 199 p.

LIPI. 2007. Coral Reef Information and

Training Center Coral Reef

Rehabilitation and Management

Program. Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia CRTIC-COREMAP II.

Jakarta. 47 hal.

Lursinap A, Charoenruay M and

Kunapongsiri N. 1970. Preliminary

assessment of the productivity of the

waters of Prachuabkiribun coast on the

Gulf of Thailand 1968-1969. A paper

submitted to the first Symposium on

Marine Fisheries organized by the

Marine Fishery Laboratory. Bangkok. 37

p.

Mann KH and Lazier JRN. 1996. Dynamics

of Marine Ecosystem. Biological-

Physical Interaction in the Ocean.

Blackwell Scientific Publication. 466 p.

Monk KY, Y De Frestes and G.

Reksodihardjo-Liley. 1997. The Ecology

of Nusa Tenggara and Maluku. The

Ecology of Indonesia Series. No. V.

Periplus Editions.

Mustafa AJ. 2004. MODIS, Mengamati

Lingkungan Global dari Angkasa.

Artikel Iptek-Bidang Teknologi

Informasi dan Telekomunikasi. Rabu, 8

September 2004. 4 hal.

Nurhakim S. 1993. Biology et Dynamique

du Banyar Rastrelliger kanagurta

(Teleosteen-Scombridae) dans la

pecherie des grands senneurs en mer de

Java. These, Univ. Bretagne Occidentale,

Brest, French. 106p.

. 1993. Beberapa Aspek Reproduksi Ikan

Banyar (Rastrelliger kanagurta) di

perairan Laut Jawa. Jurnal Penelitian

Perikanan Laut. 81: 8-20.

Nurhakim S, Atmaja SB, Potier M and

Boely T. 1987. Study on Big Purse

Seines Fishery in the Java Sea. The Main

Pelagic Caught. Jurnal Penelitian

Perikanan Laut. I (39) :1-10.

Nomura M dan Yamazaki T. 1977. Fishing

Technique. Tokio. Japan Internacional

Coorporation Agency. 206 p.

Nontji A. 2007. Laut Nusantara. Cetakan

pertama. Penerbit Djambatan. Jakarta.

360 hal.

Nontji A. 2007. Laut Nusantara. Cetakan

kelima. Penerbit Djambatan. Jakarta. 372

hal.

Nontji A. 2002. Laut Nusantara. Cetakan

ketiga. Penerbit Djambatan. Jakarta. 368

hal.

Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Cetakan

kedua. Jakarta: Djambatan. 368 hal.

Parson RT, Takeshi M and Hargrave B.

1984. Biological Oceanography Process.

3rd

edition. Pergamon Press. Oxford.

England, 330. International Journal of

Page 29: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

26

Remote Sensing and Earth Sciences Vol.

2 September 2005. 94 p.

Pasaribu BP. 1967. Menemukan Kelompok

Ikan Kembung (Rastrelliger spp) di

Perairan Tapanuli. Skripsi (tidak

dipublikasikan). Fakultas Perikanan.

Institut Pertanian Bogor.

Paxton JR, Hoese PF, Allen GR and Hanley

JE. 1989. Pisces Petromyzontidae to

Carangidae. Zoological Cataloque of

Australian, Vol. 7. Australian

Government Publishing Service,

Canberra. 665 p.

Puslitbangkan. 1994. Pedoman Teknis

Perencanaan Pemanfaatan dan

Pengelolaan Sumberdaya Ikan Pelagis

Kecil dan Perikanannya. Seri

Pengembangan Hasil Penelitian

Perikanan, Departemen Pertanian.

Jakarta.

Relly O, Maritorena JES, Mitchell BG,

Siegel DA, Carder KL, Garver SA,

Kahru M, Mc Clain C. 1998. Ocean

Colour Chlorophyll-a Algorithms for

SeaWifs, OC2 and OC4 : version 4. Di

dalam: Hooker SB, Firestone ER, editor.

Seawifs Poslaunch Technical Report.

Volume ke-2 (3). Maryland: NASA

Goddard Space Flight Center. hlm 9-23.

Reddy MP. 1993. Influence of the Various

Oceanographic Parameters on the

Abundance of Fish Catch. Proceeding of

International Workshop on Application

of Satellite Remote Sensing for

Identifying and Forecasting Potential

Fishing Zones in Developing Countries.

India, 7-11 December 1993.

Rousenfell GA and Everhart WH. 1962.

Fishing Gear (Fisheries Science its

Methods and Aplication). Jhon Willey

Con, Inc. New York. 123p.

Sawada T. 1980. Fishes in Indonesia, with

Illustrations. Japan: Japan International

Cooperation Agency. 200 hlm.

Setiapermana D, Santoso dan Riyono SH.

1992. Chlorophyl Content in Relation to

Physical Structure in East Indian Ocean.

Puslitbang Oseanologi- LIPI. Jakarta.

Soegiarto T, Birowo S. 1975. Atlas

Oseanografi Perairan Indonesia dan

Sekitarnya, No. 1. Yakarta: Lembaga

Oseanologi Indonesia- Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia.

Subani W dan Barus HR. 1989. Alat

Penangkapan Ikan dan Udang Laut di

Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan

Laut No. 50. Balai Penelitian Perikanan

Laut. Departemen Pertanian Jakarta. 248

hal.

Susanto V. 1961. Some problems of

fisheries Research with special reference

to the Rastrelliger Fishery. Proc. I.P.F.C.

9 (3):71-78.

Sverdrup HV, Johnson MW, Fleming RH.

1942. The Oceans : Their Physics,

Chemistry and General Biology.

Engleword: Prentice Hall Inc.

Tomascik T, Nontji A, Mah AJ, Moosa MK.

1997. The Ecology of the Indonesian

Seas part 2. The Ecology of Indonesian

Series, Singapore: Periplus Editions

(HK) Ltd. Vol. VII.

Valiela I. 1984. Marine Ecological

Processes. New York : Springer-Verlag.

546 p.

Page 30: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

27

ANALISIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA MINA MANDIRI-PERIKANAN

BUDIDAYA (PUMM-PB) TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PEMBUDIDAYA

IKAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR

Ewin Handoco S

Staff Pengajar Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar (UHKBPNP)

e-mail : [email protected]

ABSTRACT

Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk Untuk Meneliti dan Mengkaji adanya perbedaan terhadap

peningkatan pendapatan pembudidaya ikan bagi kelompok yang telah menerima bantuan Program

Pengembangan Usaha Mina Mandiri-Perikanan Budidaya (PUMM PB) dengan kelompok

pembudidaya ikan yang belum menerima bantuan. Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai

dengan bulan Mei 2016. Hasil yang didapat dari penelitian adalah pendapatan Pokdakan penerima

bantuan PUMM-PB mengalami peningkatan. Namun, setelah dilakukan uji beda rata-rata terhadap

pendapatan setelah program PUMM-PB antara pokdakan penerima PUMM-PB dengan pokdakan non

penerima bantuan dihasilkan tidak berbeda nyata. Hal ini mengindikasikan adanya usaha yang lebih

besar dilakukan setelah program tersebut berlangsung dan menunjukkan adanya dampak positif

program PUMM-PB terhadap pendapatan penerima manfaat. Setelah dilakukan pengujian paired t test

kepada pokdakan penerima bantuan PUMM didapatkan bahwa 19% peningkatan pendapatan

dikarenakan faktor bantuan PUMM-PB, sisanya 81% adalah dikarenakan faktor-faktor lainnya.

Kata Kunci : Pengembangan, Usaha, Mina, Mandiri

PENDAHULUAN

Orientasi arah pembangunan kelautan

dan perikanan yang ingin menjadikan negera

Indonesia sebagai negara berbasis industri

maritim yang berdaya saing serta menjadi

negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat

dan berbasiskan kepentingan nasional, perlu

mempertimbangkan kondisi bahwa sampai

dengan tahun 2016 ini sebagian besar

masyarakat perikanan, pesisir dan pulau-pulau

kecil masih banyak belum tersentuh dalam

pelayanan dasar dan kebutuhan dasar serta

kesempatan ekonomi.

Untuk mengatasi masalah ekonomi

tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Republik Indonesia Sejak tahun 2011 hingga

2015 melakukan Strategi dengan mengadakan

program pemberdayaan masyarakat melalui

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM

Mandiri KP) yang terintegrasi dengan Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

(PNPM Mandiri) Direktorat Jenderal

Perikanan Budidaya telah melaksanakan

kegiatan Pengembangan Usaha Mina Mandiri

(PUMM) Perikanan Budidaya. Dana tersebut

berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja

Negara (APBN) dalam bentuk hibah yang

diserahkan kepada Kelompok Pembudidaya

Ikan (Pokdakan).

Program-program nasional tersebut

tersebar ke seluruh penjuru Negara Republik

Indonesia termasuk ke Wilayah

Kepemerintahan Kota Pematangsiantar.

Sebagai salah satu Kota tertua di Propinsi

Sumatera Utara, Kota Pematangsiantar

mempunyai kedudukan yang sangat strategis,

baik dalam aspek-aspek kemasyarakatan

maupun dalam aspek kewilayahan. Kota

Pematangsiantar terdiri dari 8 Kecamatan

dengan sebanyak 53 Kelurahan mempunya

jumlah penduduk sebanyak 279.180 Orang,

belum lagi ditambah dengan penduduk

Kabupaten Simalungun yang selalu berbelanja

ke Kota Pematangsiantar, sangat berpotensi

untuk mengkonsumsi ikan, karena protein dari

ikan sangat baik untuk kesehatan. Dalam

rangka memenuhi kebutuhan masyarakat Kota

Pematangsiantar akan konsumsi ikan terkhusus

ikan air tawar dan untuk memenuhi benih ikan

air tawar di sekitaran Danau Toba, maka

pembudidaya ikan di Kota Pematangsiantar

memiliki peluang yang sangat besar. Terkait

dengan peluang tersebut maka Pemerintah

Pusat yaitu Kementerian Kelautan dan

Perikanan melalui Dinas Pertanian dan

Peternakan Kota Pematangsiantar

menyalurkan dana kegiatan Pengembangan

Usaha Mina Mandiri (PUMM) Perikanan

Budidaya sejak Tahun 2011-2015.

Page 31: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

28

Dalam Kegiatan tersebut tentu ada

perbedaan pendapatan bagi kelompok yang

menerima bantuan dan yang belum menerima

bantuan. Juga tentu adanya perbedaan

pendapatan bagi yang menerima bantuan yakni

sebelum menerima bantuan dan setelah

menerima bantuan. Oleh karena itu perlu

diketahui sejauh mana keberhasilan program

tersebut terhadap pendapatan pembudidaya

ikan. Dari uraian diatas peneliti melakukan

penelitian dengan membahas tentang Program

Pengembangan Usaha Mina Mandiri (PUMM)

Perikanan Budidaya, untuk menumbuhkan

ekonomi masyarakat di Kota Pematangsiantar

dengan judul “Analisis Program

Pengembangan Usaha Mina Mandiri-

Perikanan Budidaya (PUMM-PB) terhadap

Peningkatan Pendapatan Pembudidaya Ikan Di

Kota Pematangsiantar”.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis melihat pengaruh Program Pengembangan Usaha Mina Mandiri

Perikanan Budidaya (X1) dan Unit Perbenihan Rakyat (X2), serta mengkaji variable dependen yaitu

peningkatan pendapatan pembudidaya ikan (Y).

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel Penelitian Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Variabel bebas Program Usaha Mina Mandiri-Perikanan Budidaya sebagai Variabel bebas

yang pertama (X1) dan Unit Pembenihan Perikanan sebagai Variabel bebas yang kedua (X2).

2. Variabel dependent adalah Pendapatan Pembudidaya Ikan (Y).

Definisi Operasional Selanjutnya setiap aspek tersebut diberi indikator kinerja seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Indikator yang Digunakan Dalam Pengukuran Tingkat Kepuasan Kinerja Pokdakan

Aspek Indikator

Aspek Organisasi 1. Pokdakan Memiliki ADART

2. Pokdakan Mempunyai rencana kerja

3. Pokdakan menyelenggarakan pertemuan

anggota secara berkala

Aspek pengelolaan dana

PUMM-PB

1. Sosialisasi program

2. Kemudahan Persyaratan penerima bantuan

3. Pelaporan yang dibuat pengurus

4. Pembinaan anggota

5. Adanya pengawasan

6. Sarana dan prasarana

Aspek Usaha 1. Mengadakan kerjasama keuangan

2. Adanya peran penyuluh

3. Pemasaran dilakukan secara bersama

Indikator-indikator tingkat kepuasan Kelompok Penerima bantuan PUMM-PB juga kemudian

dijabarkan dalam bentuk kuesioner. Penilaian dilakukan dengan cara nilai skala Likert, dimana nilai-

nilai pertanyaan mempunyai lima kemungkinan jawaban yaitu :

a. Kategori Sangat Tidak Puas = 1

b. Kategori Tidak Puas = 2

c. Kategori Cukup Puas = 3

d. Kategori Puas = 4

e. Kategori Sangat Puas = 5

Sumber Data, Subjek dan Objek Penelitian

Penelitian dilakukan dengan studi lapangan dan juga studi dokumentasi. Data yang digunakan

adalah data yang bersifat kuantitatif yang merupakan satuan angka yang menujukkan nilai besaran

Page 32: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

29

variabel, dan data kualitatif yang digunakan untuk memahami fakta-fakta yang terdapat selain data

kuantitatif.

Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari

sumber data primer dan data sekunder.

a. Data Primer dalam penelitian ini adalah

data yang langsung diperoleh dari

Pembudidaya Ikan di Kota

Pematangsiantar tentang variabel yang

diteliti melalui kuesioner dan wawancara.

b. Data sekunder dalam penelitian ini

diperoleh dari buku-buku, website,dan

sumber data lainnya.

Subjek Penelitian

Subjek Penelitian yang diteliti peneliti

adalah POKDAKAN binaan Dinas Pertanian

dan Peternakan Kota Pematangsiantar.

Objek Penelitian

Objek Penelitian yang diteliti peneliti

adalah Pendapatan POKDAKAN binaan Dinas

Pertanian dan Peternakan Kota

Pematangsiantar.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada

POKDAKAN binaan Dinas Pertanian dan

Peternakan Kota Pematangsiantar. Waktu

penelitian dilakukan dari bulan April sampai

dengan bulan Mei 2016.

Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dan Sampel

Populasi Pada Penelitian ini adalah jumlah Kelompok Pembudidaya Ikan yang telah

menerima bantuan PUMM-PB yang berjumlah 202 0rang tergabung dalam 17 Kelompok

Pembudidaya Ikan (Pokdakan), pokdakan belum menerima berjumlah 150 orang yang tergabung

dalam 15 pokdakan.

Sample adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

Sampel pada penelitian ini adalah anggota pokdakan penerima bantuan PUMM-PB, dan pokdakan

yang bukan penerima bantuan. Sedangkan cara untuk menentukan penarikan sampel dalam penelitian

ini dilakukan dengan rumus Slovin (2001), dengan tingkat kesalahan dalam pengambilan sampel

sebesar 10%, sebagai berikut :

dimana :

n = Besarnya sampel

N = Jumlah Populasi

e = Tingkat Kesalahan dalam pengambilan sampel

Dari rumus tersebut maka didapat sampel untuk pokdakan yang menerima bantuan PUMM-

PB adalah sebagai berikut :

Dari perhitungan diatas maka ditetapkan jumlah sampel pokdakan penerima bantuan PUMM-

PB dalam penelitian ini adalah 67 orang. Untuk sampel pokdakan yang tidak menerima PUMM-PB

perhitungannya adalah sebagai berikut :

= 66,88 Orang 202

1+202 (0,10%)2 n=

= 60 Orang 150

1+150 (0,10%)2 n=

Page 33: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

30

Dari perhitungan diatas maka ditetapkan jumlah sampel pokdakan tidak menerima bantuan

PUMM-PB dalam penelitian ini adalah 60 orang. Setiap pengambilan sampel dilakukan dengan

metode sensus yaitu tiap unit populasi dihitung dalam populasi (Nazir dalam Anggriani 2012)

Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder diperoleh melalui beberapa

cara sebagai berikut :

1. Wawancara

Melakukan wawancara kepada pembudidaya ikan di Kota Pematangsiantar tentang Program

Usaha Mina Mandiri-Perikanan Budidaya (PUMM-PB), dan Pendapatan Pembudidaya Ikan.

2. Kuesioner

Untuk mendapatkan data primer, maka disusun suatu daftar pertanyaan yang dibagikan

kepada responden yang memuat tentang pertanyaan – pertanyaan terhadap variabel Program

Usaha Mina Mandiri-Perikanan Budidaya (PUMM-PB), dan Pendapatan Pembudidaya Ikan.

Instrumen pertanyaan dalam penelitian ini di rancang berdasarkan indikator-indikator variabel

penelitian dan pertanyaan yang terlebih dahulu diuji validitas dan uji reliabilitas

3. Studi Dokumentasi

Studi ini dilakukan dengan mendapatkan data-data yang berhubungan dengan sumber daya

manusia yang ada di masing-masing Pokdakan.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji T-Test pada Rata-rata

Pendapatan Per kapita Per bulan Kelompok yang menerima bantuan PUMM-PB dengan Kelompok

yang belum menerima bantuan PUMM-PB. Untuk Kelompok yang telah menerima bantuan PUMM-

PB dilakukan juga T-Test beda rata-rata pendapatan antara sebelum dan sesudah penerimaan bantuan

HASIL PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diurutkan yaitu deskripsi responden,

deskripsi penilaian responden terhadap variabel penelitian, uji Validitas dan Reliabilitas, Uji Evaluasi

Dampak dengan menggunakan uji beda rata-rata dengan Uji T.

Usia Responden

Berdasarkan usia responden, responden dibagi menjadi lima kelompok usia 18-30 tahun, 31-40

tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, dan kelompok 61-70 tahun. Sebaran responden dari masing-masing

kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sebaran Responden Menurut Golongan Umur

Usia Kelompok PUMM-PB Kelompok Non-Bantuan

Frekuensi % Frekuensi %

18-30 7 0,11 12 0

31-40 16 0,24 20 0,33

41-50 27 0,41 25 0,42

51-60 13 0,20 15 0,25

61-70 2 0,035 0 0

Total 67 100 60 100

Sumber : Data Primer telah diolah

Tabel 4 menunjukkan bahwa para responden yang melakukan kegiatan usaha perikanan baik yang

telah mendapatkan maupun yang belum mendapatkan dana PUMM-PB sebagian besar berada pada

rentang usia 41-50 tahun yakni pada kelompok penerima PUMM-PB 41%, dan pada kelompok Non

bantuan sebanyak 42%. Namun faktor usia ini tidak membatasi pelaku usaha budidaya untuk

melakukan kegiatan budidaya perikanan, karena pada semua kelompok pada setiap golongan usia

masih mampu melakukan usaha.

Page 34: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

31

Status Kepemilikan Lahan

Sebagian besar cara yang dilakukan bagi kelompok pembudidaya menggunakan lahan usaha

perikanan adalah dengan lahan pribadi. Untuk Pokdakan yang menerima bantuan PUMM-PB yang

menggunakan lahan pribadi adalah sebanyak 65 orang atau 97,52% dan lahan sewa 2 orang (2,48%),

Sementara untuk pokdakan yang tidak menerima bantuan, kepemilikan lahannya terdiri dari

56 orang 92,67% untuk penggunaan lahan pribadi dan 4 orang 7,33% untuk sistem sewa lahan.

Sebaran anggota pokdakan menurut status kepemilikan lahan budidaya perikanan disajikan dalam

Tabel 7.

Tabel 7. Sebaran responden menurut luas kepemilikan lahan

Status Lahan

(Ha)

Kelompok PUMM-PB Kelompok Non-

Bantuan

Frekuensi % Frekuensi %

Pribadi 65 97,52 56 92,67

Sewa 2 2,48 4 17,33

Bagi Hasil 0 0 0 0

Total 67 100 60 100

Sumber : Data Primer telah diolah

Status Budidaya yang dilakukan

Pada pokdakan yang menerima bantuan PUMM-PB yang menjadi konsentrasi budidaya

pembenihan berjumlah 58 orang atau 87,13%, dan yang melakukan usaha pembesaran adalah

sebanyak 9 orang atau 12,87%. Sementara pada pokdakan yang belum menerima PUMM-PB yang

melakukan usaha pembenihan adalah 51 orang atau 85,33% dan yang melakukan usaha budidaya

pembesaran sebanyak 9 orang atau 14,67%.

Dari seluruh anggota pokdakan, yang melakukan usaha pembenihan sebanyak 90,82% atau

133 orang. Banyaknya pelaku pembudidaya yang melakukan usaha pembenihan dikarenakan usaha

tersebut sangat berpotensi karena benih ikan terkhusus ikan nila dibutuhkan oleh pelaku usaha

keramba jaring apung pembesaran ikan di danau toba sangat membutuhkan pasokan benih. Sementara

pembenihan tidak dapat dilakukan di danau toba, dikarenakan pemijahan (perkawinan) ikan harus

membutuhkan dasar lahan yang bertanah untuk tempat pemijahan. Sementara di Keramba jaring

apung tidak dapat dilakukan karena terapung dan perkawinan ikan untuk daerah danau sangat

beresiko dikarenakan luasnya daerah perairan yang mengakibatkan panen tidak dapat dilakukan. Arus

air juga perlu diperhatikan dalam perkawinan karena ikan membutuhkan air yang tenang saat

memijah.

Dalam hal pendanaan juga, biaya yang diperlukan untuk usaha pembenihan lebih ringan

dibanding dengan usaha pembesaran. Terlebih sifat ikan terkhusus ikan nila yang gampang melakukan

pemijahan apabila ada dasar perairan membuat usaha pembesaran ikan nila jika dilakukan di kolam

tanah membutuhkan waktu yang lebih lama dan kurang efisiennya waktu dan dana. Oleh karena

peluang dan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka lebih banyak yang memilih usaha budidaya

pembenihan. Sebaran anggota pokdakan menurut status komoditas usaha budidaya perikanan

disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Sebaran responden menurut komoditas usaha budidaya perikanan

Komoditas

utama

Kelompok PUMM-PB Kelompok Non-Bantuan

Frekuensi % Frekuensi %

Pembenihan 58 87,13 51 85,33

Pembesaran 9 12,87 9 14,67

Pembenihan

sekaligus

pembesaran

0 0 0 0

Total 67 100 60 100

Sumber : Data Primer telah diolah

Analisis Kinerja

Uji Validitas dan Reliabilitas

Pengumpulan data untuk analisis kinerja pokdakan diperoleh data kuesioner yang diberikan

oleh responden penerima bantuan PUMM-PB. Sebelum dilakukan analisis kinerja dengan metode Uji

Page 35: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

32

Beda rata-rata (paired T test), dilakukan terlebih dahulu uji validitas dan reliabilitas dari jawaban

kuesioner yang diberikan oleh responden penerima bantuan PUMM-PB. Kualitas pengumpulan data

sangat ditentukan oleh kualitas instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan. Suatu instrumen

penelitian dikatakan berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan jika sudah terbukti validitas dan

reliabilitasnya (Kuncoro, 2003).

Pengujian validitas bertujuan untuk menguji sejauhmana ketepatan dan kecermatan alat ukur

tertentu dalam melakukan fungsi ukurannya. Semakin tinggi validitas suatu variabel maka pengujian

tersebut semakin mengenai sasarannya dan semakin menunjukkan apa yang harus ditunjukkannya

(Wijaya, 2011). Cara analisisnya adalah dengan menggunakan korelasi pearson yaitu dengan cara

menghitung koefisien korelasi antara masing-masing nilai pada nomor pertanyaan dengan nilai total

dari nomor pertanyaan tersebut. Selanjutnya koefisien korelasi yang diperoleh r harus diuji

signifikansinya dengan membandingkannya dengan r tabel. Bila r hitung > dari r tabel, maka nomor

pertanyaan tersbut valid (Wijaya, 2011). Analisis dilakukan dengan menggunakan program Statistical

Package for Social Science (SPSS) versi 20. Sesuai dengan hasil yang dilampirkan pada lampiran 3.

Hasil uji validitas untuk kuesioner disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil Uji Validitas dari jawaban kuesioner

Variabel Indikator Nilai r Hitung

Tingkat Kepuasan

A. Aspek Organisasi 1. Pokdakan Memiliki ADART 0,719

2. Pokdakan Mempunyai rencana kerja 0,712

3. Pokdakan menyelenggarakan pertemuan

anggota secara berkala

0,843

B. Aspek Pengelolaan

Dana PUMM-PB

1. Sosialisasi program 0,799

2. Kemudahan Persyaratan penerima bantuan 0,686

3. Pelaporan yang dibuat pengurus 0,866

4. Pembinaan anggota 0,737

5. Adanya pengawasan 0,711

6. Sarana dan prasarana 0,753

7. Insentif dan Sanksi 0,599

C. Aspek Usaha 1. Mengadakan kerjasama keuangan 0,817

2. Adanya peran penyuluh 0,765

3. Pemasaran dilakukan secara bersama 0,805

Nilai r tabel = ..... (df = 89 dan selang kepercayaan 95%)

Hasil pengujian validitas untuk masing-masing hasil pengukuran tingkat kepuasan terhadap kinerja

lebih besar dari r tabel pada selang kepercayaan 95 persen yaitu 0,207. Hal ini menunjukkan bahwa

seluruh pernyataan dalam kuesioner adalah signifikan dan dapat dinyatakan valid.

Pengujian reliabilitas dimaksudkan untuk menguji seberapa jauh konsistensi suatu alat ukur,

sehingga alat ukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut

diulang (Wijaya 2011 dalam Anggriani, 2012). Pengujian dilakukan menggunakan koefisien Alpha

Cronbach. Wijaya dalam Anggriani (2012), menulis bahwa jawaban seseorang akan cukup konsisten

jika nilai koefisien Alpha antara 0,64 sampai 0,9. Hal ini berarti bahwa kemungkinan terjadinya

kesalahan pengukuran dalam kuesioner cukup rendah sehingga penggunaannya dapat diandalkan dan

mampu memberikan hasil pengukuran yang konsisten apabila penulis menyebarkan kuesioner secara

berulang kali dalam waktu yang berlainan. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan

program SPSS dan disajikan selengkapnya di Lampiran 4. Adapun hasil pengujian reliabilitas

ringkasnya dapat dilihat pada Tabel 10.

Berdasarkan sajian data pada Tabel 10. seluruh indikator dalam pernyataan kuesioner

memiliki nilai Cronbach‟s Alpha antara 0,64-0,90 yang berarti kesalahan ukur dalam kuesioner yang

diisi oleh pembudidaya responden yakni pokdakan penerima bantuan cenderung rendah.

Page 36: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

33

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan tujuan penelitian

sebagaimana diungkapkan pada Bab

Pendahuluan serta hasil dari proses olah data,

kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian

adalah :

1. Pendapatan Pokdakan penerima

bantuan PUMM-PB mengalami

peningkatan. Namun, setelah

dilakukan uji beda rata-rata terhadap

pendapatan setelah program PUMM-

PB antara pokdakan penerima

PUMM-PB dengan pokdakan non

penerima bantuan dihasilkan tidak

berbeda nyata. Hal ini dikarenakan

kegiatan produksi perikanan sangat

bergantung kepada iklim, kualitas

sumber daya manusia, penggunaan

lahan, dan juga teknologi serta niat

dari pelaku usaha itu sendiri.

Sehingga diperlukan ketepatan dan

kecermatan dalam merumuskan

strategi untuk program PUMM-PB

selanjutnya.

2. Ada perbedaan atau selisih antara

pendapatan pokdakan sebelum dan

setelah dilaksanakannya program

PUMM-PB. Hal ini mengindikasikan

adanya usaha yang lebih besar

dilakukan setelah program tersebut

berlangsung dan menunjukkan

adanya dampak positif program

PUMM-PB terhadap pendapatan

penerima manfaat.

3. Setelah dilakukan pengujian paired t

test kepada pokdakan penerima

bantuan PUMM didapatkan bahwa

19% peningkatan pendapatan

dikarenakan faktor bantuan PUMM-

PB, sisanya 81% adalah dikarenakan

faktor-faktor lainnya.

Saran

Dari kesimpulan yang didapat dari

hasil penelitian tersebut, beberapa saran dari

peneliti terhadap pelaksanaan program

PUMM-PB adalah :

Bagi anggota Pokdakan

1. Perlu meningkatkan kerjasama dan

motivasi kerja serta mau belajar

penerapan teknologi yang temutakhir

dalam proses pembudidayaan ikan,

sehingga menguasai kemajuan

teknologi cara berbudidaya ikan yang

baik (CBIB) dan cara pembenihan

ikan yang baik (CPIB) yang dapat

meningkatkan produksi sehingga

dapat menaikkan pendapatan keluarga

pembudidaya ikan.

2. Tidak mengedepankan ego sendiri

karena sering terjadi perpecahan

antara sesama anggota karena tidak

dapat mengendalikan diri apabila

pendapatnya tidak diterima sesama

anggota. Serta peningkatan kinerja

pokdakan dengan sering mengadakan

pertemuan yang mengarah positif dan

pokdakan melengkapi persyaratan

administrasi agar dapat disahkan

dengan berbadan hukum, dengan

demikian pokdakan dapat

mendapatkan pinjaman dana dari

Bank untuk menunjang modal usaha

guna pelebaran sayap usaha

perikanan.

Bagi Pemerintah

1. Harus aktif dalam sosialisasi,

pembinaan dan pendampingan secara

rutin terhadap pokdakan. Sehingga

pokdakan dapat maju dan sejahtera

guna meningkatkan ekonomi

masyarakat.

2. Pemerintah juga harus dapat

menjembatani hubungan antara

pokdakan dengan Perbankan dan

swasta serta kerjasama dengan pihak

akademisi dan lembaga penelitian

untuk penerapan teknologi perikanan.

3. Melakukan monitoring dan evaluasi

kepada pokdakan secara berkala dan

berkelanjutan untuk mengidentifikasi

masalah yang muncul dari

pelaksanaan Program PUMM-PB

antara kesesuaian pelaksanaan dengan

ketentuan.

4. Diaktifkannya peran penyuluh

pendamping perikanan, karena

anggota pokdakan sangat

membutuhkan arahan dalam

mengembangkan usahanya, termasuk

dalam hal administrasi maupun dalam

hal usaha budidaya perikanan secara

intensif dan berkelanjutan.

5. Melakukan survey pasar dan

menetapkan regulasi yang tepat agar

hasil produksi yang dihasilkan

pembudidaya ikan dapat ditampung

Page 37: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

34

di pasar dengan harga yang stabil dan

menguntungkan pelaku usaha

budidaya.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara.

2015. Statistik Perikanan Budidaya

Sumatera Utara 2014.

Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ditjen

Perikanan Budidaya. 2015. Petunjuk

Teknis Pelaksanaan Pengembangan

Usaha Mina Mandiri 2015. Jakarta.

Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ditjen

Perikanan Budidaya. 2015. Petunjuk

Teknis Penggunaan Dana Alokasi

Khusus Bidang Kelautan dan

Perikanan Tahun 2015. Jakarta.

Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ditjen

Perikanan Budidaya. 2015. Peraturan

Direktorat Jenderal Perikanan

Budidaya. Jakarta.

Misbahuddin, 2013. Analisis Data Penelitian

Dengan Statistik. Bumi Aksara.

Jakarta.

Sofian Siregar. 2013. Metodologi Penelitian

Kuantitatif. Rineke Cipta. Jakarta.

Sugiono. 2006. Metodologi Penelitian

Kuantitatif dan Kualitatif. Alfabeta.

Bandung.

Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan : Teori

dan Aplikasi Dengan SPSS. Andi.

Yogyakarta.

Puguh Suharso. 2009. Metodologi Penelitian

Kuantitatif Untuk Bisnis. PT. Indeks.

Jakarta.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik

Indonesia. 2009. Undang-Undang

Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

www.kkp.go.id.

Bappeda Kota Pematangsiantar. (2010).

Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah Kota

Pematangsiantar Tahun 2010-2015.

Pematangsiantar.

Bappenas. (2004). Penanggulangan

Kemiskinan. Jakarta.

www.bappenas.go.id/get-file-

server/node/161.

BPS Kota Pematangsiantar (2011). Siantar

dalam angka Tahun 2015.

Pematangsiantar.

Sulistiyo, Joko. (2012). 6 Hari Jago SPSS.

Cakrawala. Jakarta.

Suryahadi, Asep. (2007). Kumpulan Bahan

Latihan Pemantauan Evaluasi

Program-Program Penanggulangan

Kemiskinan. Modul 4 : Persyaratan

dan Unsur-Unsur Evaluasi Yang Baik.

Bappenas. Jakarta.

Wijaya, Toni. (2011). Manajemen Kualitas

Jasa. PT. Indeks. Jakarta.

Pasaribu, Ali Musa. (2012). Perencanaan dan

Evaluasi Proyek Agribisnis. Lily

Publisher. Jakarta.

Page 38: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

35

Pengaruh perlakuan reduksi khamir laut terhadap komposisi asam amino esensial dan non esensial

khamir laut

Ria Retno Dewi sartika Manik

Staf Pengajar UHKBPNP

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perlakuan utuh, dipecah dan direduksi terhadap khamir laut untuk

meningkatkan kualitas bahan baku yaitu khamir laut. Penelitian ini menggunakan metode analisis perbandingan

dilakukan tiga kali ulangan yaitu dengan tanpa perlakuan, dipecah dan reduksi asam basa, kemudian khamir laut diuji

dengan metode High Performance Liquid Chromatografi (HPLC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa khamir laut

yang dipecah dengan sonikator dan direduksi menggunakan asam basa lebih tinggi daripada khamir laut utuh.

Kandungan asam amino glutamat pada khamir laut yang direduksi tertinggi yaitu 0,91g/100g.

Keywords: Khamir Laut, Direduksi, Dipecah, Asam amino

PENDAHULUAN

Khamir laut (yeast) termasuk fungi, tetapi

dibedakan dari kapang karena bentuknya

uniseluler. Yeast adalah organisme seluler

bersifat kemoorganotrof, bereproduksi seksual

dengan spora dan aseksual dengan pertunasan

atau pembelahan atau kombinasi keduanya (Rij,

1984). Sistematik yeast termasuk dalam kindom

fungi, divisi eumycotina yang terbagi menjadi

empat sub divisi Phycomycetes (Zygomycetes),

Asomycetes, Basidiomycetes dan

Deteromycetes. Khamir berbeda dengan kapang,

kapang bersifat filamentous, sedangakan khamir

biasanya bersifat uniseluler (Reed and

Nagodawithana, 1991).

Khamir sebagai sumber protein juga

memiliki keuanggulan yaitu: laju pertumbuhan

tinggi, dapat tumbuh pada media sederhana,

mampu tumbuh pada kepadatan sel tinggi,

kandungan nutrisi tinggi, daya cerna tinggi,

tidak beracun, mudah diperoleh dan tidak

berdampak negatif (Ramesh et al., 1997).

Khamir mengandung vitamin B Kompleks

(thiamin, riboflavin, nicotinat, dan biotin)

(Feldmann, 2012). Pemanfaatan khamir laut

sebagai bahan pakan memiliki kelemahan yaitu

memiliki asam nukleat dan komponen dinding

sel yang tebal sehingga membatasi penyerapan

nutrisi (Anupama and Ravindra., 2000; Gao et

al., 2007; Chi et al., 2015)

METODE PENELITIAN

Pembuatan tepung khamir laut

Air laut disterilkan, diberi chlorin 6 ppm

kemudidan didiamkan selama 1 hari.

Mensterilkan chlorin air laut ditambahkan Na-

thiosulfat 3 ppm dan didiamkan semalam.

Kemudian air laut dipupuk dengan gula pasir 5

g, TSP 2,5 g, KCI 1,25 g dan Urea 1,25 g. Air

laut steril 1 L, masukkan pupuk dan distirer

hingga homogen. Larutan didiamkan sehari

kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam 2

buah Erlenmeyer 500 ml. Media disterilisasi

pada 121⁰ C, 1 atm selama 15 menit. Media

didinginkan untuk kemudian dimasukkan starter

khamir laut dan diaerasi. Kultur dibiarkan

selama 5 hari. Setelah 5 hari khamir laut

dipanen dengan saringan, kemudian keringkan

selama 3 hari dengan suhu ruang.

Khamir laut dipecah dengan sonikator (Liu

et al., 2013)

Khamir laut dimasukkan ke da;am tube,

hidupkan sonikator dengan frekuensi 29 kHz,

masukkan probe ke dalam Erlenmeyer dan

tunggu selama 20 menit. Dalam 1 siklus dengan

sonikasi pulser 80% dan power 80% dengan

waktu 20 menit. Kemudian khamir laut di lihat

di bawah mikroskop dan khamir laut dianalisis

asam amino.

Khamir laut direduksi dengan pemanasan

dan asam (Zee dan Simard, 1975)

Khamir laut dimasukkan ke dalam waterbath

dengan suhu 90⁰ C, tambahkna 1 N asam

klorida (HCl) atau 1 N natrium hidroksida

(NaOH) hingga nilai pH 2, tunggu hingga 2 jam.

Khamir lau dibilas dengan akuades hingga pH

normal (pH 7) . tepung khamir laut dianalisis

kadar asam amino.

Analisis kandungan asam amino

Analisis asam amino adalah dengan

menggunakan HPLC.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis asam amino khamir laut

(Saccharomycodes sp.) Asam amino adalah sembarang senyawa

organik yang memiliki gugus fungsional

karboksil (-COOH) dan amina (biasanya –NH2).

Hasil penelitian tepung khamir laut yang

dipecah dan disonikator berbeda dengan hasil

penelitian pada umumnya yang menggunakan

teknik fermentasi bahan pangan, dimana pada

Page 39: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

36

proses fermentasi asam amino akan mengalami

penurunan (Haryo et al .,2016). Awadelkareem

(2008) menjelaskan bahwa beberapa asam

amino esensial digunakan sebagai sumber N

untuk menunjang pertumbuhan fermentor dalam

proses fermentasi. Sedangkan dalam proses

dipecah dan direduksi asam-asam amino

esensial dan non-esensial mengalami

peningkatan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Zee dan Simard (1974) yang mengemukakan

bahwa terjadinya peningkatan pada asam amino

aspartic acid, threonine, serine, glutamic acid,

proline, glycine, alanine, valine, methionine,

isoleucine, leucine, tyrosine dan phenylalanine

pada proses reduksi asam nukleat.

z

Gambar 1. Kandungan asam amino esensial

pada tepung khamir laut utuh, dipecah dan

direduksi

Gambar 2. Kandungan asam amino non esesial

pada tepung khamir laut utuh, dipecah dan

direduksi

Analisa Proximat

Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Khamir Laut

(berdasarkan berat kering)

Khamir laut Perlakuan khamir laut

Utuh Pecah Reduksi

Kadar kering(%) 80,95 96,28 75,03 Protein murni

(%)* 10,56 10,11 9,91

Lemak (%) 0,78 2,05 0,80 Abu (%) 70,45 64,96 67,46

Serat kasar (%) 0,32 2,05 0,80

BETN (%) 17,90 18,86 21,00

Keterangan :

*BETN = 100-Protein-Lemak-Kadar Abu-Kadar

Serat.

Kadar protein murni khamir laut utuh pada

penelitian ini adalah 10,56 %, khamir laut utuh

ini dijadikan sebagai kontrol, untuk perlakuan

fisik khamir laut dipecah dan direduksi. Pada

penelitian ini, kadar protein setelah dipecah

maupun direduksi tidak mengalami penurunan

yang signifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian

Bzducha et al. (2014), menerangkan bahwa

protein kasar khamir (Saccharomyces

cereviseae) setelah dipecah dengan

menggunakan sonikator mengalami penurunan

tetapi tidak signifikan yaitu sebesar 45,3%

setelah dipecah sebesar 44,3%.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa khamir

laut yang direduksi dengan asam dan basa

memberikan hasil terbaik dari uji asam amino

sehingga baik untuk bahan baku pakan ikan.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Anupama dan P. Ravindra. 2000. Value-

added food: single cell protein.

Biotechnology Advances, 18 : 459-479.

[2]. Chi, Z., G. L. Liu, Y. Lu, H. Jiang, ZM Chi

and L. Wang. 2015. Bio-product produced

by marine yeast and their potential

applications. Bioresource Technology. P :

244-252.

[3]. Feldmann, H. 2012. Yeast Molecular and

Cell Biology. Wiley-Blackwell.

Germany. 444 p.

[4]. Gao, L., ZM. Chi, J. Sheng and X. Ni.

2007. Single-cell production from

jerusalem artichoke extract by a recently

isolated marine yeast Cryptococcus

aureus g7a and its nutritive analysis.

Appl Microbiol Bioethanol. 77 : 825-832

[5]. Liu, D., X. A. Zeng, D. W Sun, Z. Han.

2013. Distruption and proteins release by

ultrasonications of yeast cells. Innov .

Food Sci. Emerg. 18 : 496-500.

ASP

SER

GLU

GLY

ALA

PRO

CYS

TYR

Khamir Utuh 0.2 0.1 0.3 0.2 0.1 0.5 0.1 0

Khamir Pecah 0.2 0.2 0.4 0.3 0.1 0.3 0.4 0.1

KhamirReduksi

0.4 0.3 0.9 0.3 0.1 0.5 0.1 0.1

00.20.40.60.8

1

Asa

m a

min

o n

on

e

sen

sial

(g

/10

0g)

HIS

ARG

THR

VAL

MET

LYS

ILELEU

PHE

Khamir Utuh 0. 0 0. 0 0. 0 0 0 0.

KhamirPecah

1 0 0 0 0 0. 0 0 0

KhamirReduksi

0. 0 0 0 0 0 0 0 0

0.000.200.400.600.801.00

Asa

m a

min

o

ese

nsi

al

(g/1

00

g)

HIS

ARG

THR

VAL

MET

LYS

ILELEU

PHE

Khamir Utuh 0. 0 0. 0 0. 0 0 0 0.

KhamirPecah

1 0 0 0 0 0. 0 0 0

KhamirReduksi

0. 0 0 0 0 0 0 0 0

0.000.200.400.600.801.00

Asa

m a

min

o

ese

nsi

al

(g/1

00

g)

HIS

ARG

THR

VAL

MET

LYS

ILELEU

PHE

Khamir Utuh 0. 0 0. 0 0. 0 0 0 0.

KhamirPecah

1 0 0 0 0 0. 0 0 0

KhamirReduksi

0. 0 0 0 0 0 0 0 0

0.000.200.400.600.801.00

Asa

m a

min

o

ese

nsi

al

(g/1

00

g)

HIS

ARG

THR

VAL

MET

LYS

ILELEU

PHE

Khamir Utuh 0. 0 0. 0 0. 0 0 0 0.

KhamirPecah

1 0 0 0 0 0. 0 0 0

KhamirReduksi

0. 0 0 0 0 0 0 0 0

0.000.200.400.600.801.00

Asa

m a

min

o

ese

nsi

al

(g/1

00

g) HI

SARG

THR

VAL

MET

LYS

ILELEU

PHE

KhamirUtuh

0. 0 0. 0 0. 0 0 0 0.

KhamirPecah

1 0 0 0 0 0. 0 0 0

KhamirReduksi

0. 0 0 0 0 0 0 0 0

0.000.501.00

Asa

m a

min

o

ese

nsi

al …

Page 40: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

37

[6]. Ramesh, C. K., A. Singh, K. K. Tripathi, R.

K. Saxena and K. E. L. Eriksson.

1997. Microorganism as an alternative

source of protein. Nutrition Review. 55

(3) : 65-75.

[7]. Reed, G and T. W. Nagodawithana. 1991.

Yeast Derived Products. In Yeast

Technology. Chapter 8. AVI/Van

Nostrand Reinhold. New York. p 369-412.

[8]. Rij, K. V. 1984. The Yeast : a Taxonomy

Study. Third Revised and Enlarged

Edition. Elsevier Science Publishers.

Amsterdam. 1082 p.

[9]. Zee, J. A and R. E. Simard. 1975. Simple

process for the reduction in the nucleic acid

content in yeast. American Society for

Microbiology. p 59-62.

Page 41: ISSN 2722-418X (Cetak) JUPERA - Amazon S3

JUPERA VOL 01 No 01 Juni 2020

ISSN : 2722-418X (CETAK)

38