issn : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang...

47

Upload: truongthuy

Post on 21-Oct-2018

231 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan
Page 2: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

ISSN : 2089-3949

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI

1. Kuat Lentur Balok Komposit Baja-Beton Pasca

Bakar ( Lilis Indriani, ST, MT)

2. Pengaruh Penambahan Serbuk Ban Bekas Terhadap Kinerja Campuran Aspal Panas Jenis Hot Rolled Sheet (HRS) (Bagus Subaganata, ST, MT)

3. Studi Erosi Dan Upaya Konservasi Lahan

Sub Daerah Aliran Sungai Barito Di Kabupaten Barito Selatan ( M. Nur Kamali, ST ; FX. John David, ST)

TAHUN2012

VOL 2

FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS DARWAN ALI VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012

ISSN : 2089-3949

Page 3: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan
Page 4: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

DEWAN REDAKSI

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DARWAN ALI

1. KETUA : DONNY DJ LEIHITU, ST,MT 2. SEKRETARIS : LILIS INDRIANI, ST, MT 3. ANGGOTA : 1. BAGUS SUBAGANATA, ST, MT

2. SITI NURRAJ’AH WATI, ST 3. BUDI TJAHJONO, SSi, ST 4. MUHAMMAD NUR KAMALI, ST

Page 5: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah rahmat dan karunia –

Nya sehingga Jurnal dengan judul “Jurnal Penelitian Dosen Fakultas Teknik

Universitas Darwan Ali Volume 2”. dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak

membantu dalam pembuatan Jurnal ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari, meskipun dalam penyusunan Jurnal ini sudah berusaha

semakimal mungkin tetapi tetap tidak luput dari kekurangan, kelemahan dan bahkan

kekeliruan. Oleh karenanya segala kritik dan saran yang bersifat membangun bagi

kesempurnaannya sangat diharapkan dan akan diterima dengan tangan terbuka.

Akhir kata, semoga Jurnal ini bermanfaat bagi kita semua.

Kuala Pembuang, Mei 2012

DEWAN REDAKSI

Page 6: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

DEWAN REDAKSI

DAFTAR ISI

1. Kuat Lentur Balok Komposit Baja-Beton Pasca Bakar

(Lilis Indriani, ST, MT) ............................................................................... 1

2. Pengaruh Penambahan Serbuk Ban Bekas Terhadap Kinerja

Campuran Aspal Panas Jenis Hot Rolled Sheet (HRS)

(Bagus Subaganata, ST, MT)....................................................................... 7

3. Studi Erosi dan Upaya Konservasi Lahan Sub

Daerah Aliran Sungai Barito di Kabupaten Barito Selatan

(M.Nur Kamali, ST, MT, FX.John David, ST) ............................................ 35

i

ii

iii

Page 7: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 1

KUAT LENTUR BALOK KOMPOSIT BAJA-BETON PASCA BAKAR

Lilis Indriani, ST, MT ,Ahmad Tohir, ST

E-mail: [email protected]

Abstrak Bangunan sipil terutama bangunan gedung dan jembatan yang mengalami kebakaran akhir – akhir ini menjadi suatu permasalahan yang harus diselesaikan. Dan untuk menyelesaikan permasalahan ini, salah satunya adalah dengan mengestiminasi kekuatan sisa yang ada akibat kebakaran tersebut. Penelitian kuat lentur balok komposit baja-beton pasca bakar tidak lain bertujuan untuk mengetahui kekuatan sisa yang dimaksud meliputidegredasi kuat lentur dan perilaku balok komposit baja-beton setelah mengalami kebakaran. Nilai kekakuan (P/Δ), factor kekaukan (EI) dan kapasitas lentur (Mn) balok komposit baja- beton yang diperoleh dari grafik hubungan beban –lendutan dan grafik momen kelengkungan dapat memberikan gambaran yang jelas untuk tujuan itu. Dengan memperhatikan grafik hubungan beban-lendungan dan momen-kelengkungan menunjukkan bahwa balok komposit baja-beton (concrete-encased beam) yang dibakar pada suhu konstan selama 3 jam akan terjadi penurunan nilai kekakuan pada suhu 200C sebesar 20% dan terus meningkat dengan bertambahnya temperature. Faktor kekakuan (EI) turun lebih dari 50% pada suhu 200C sampai 400C, sedangkan kuat lentur(Mn) mengalami penurunan sebesar 13,33% pada suhu 300C dan 16,67% pada suhu 400C, akan tetapi pada suhu 200C kuat lentur maksimum masih dapat dipertahankan (kuat lentur maksimal masih 100%). Dengan demikian dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa balok komposit baja-beton (concrete-encased beam) pasca bakar akan mengalami degradrasi kuat lentur seiring dengan kenaikan suhu dan lama pembakaran. Selain itu dengan bertambahnya temperature, faktor daktilitas balok komposit menjadi turun terutama daktilitas kelengkungan menunjukkan penurunan yang sangat tajam. Namun demikian pada kondisi tertentu, balok seperti ini masih memiliki kekuatan dan kekakuan yang memadai sehingga masih layak untuk difungsikan kembali asalkan deformasi pada beton tidak menunjukkan penurunan yang besar dan masih dapat diperbaiki. Keyword: balok komposit, temperature, faktor daktilitas

I. PENDAHULUAN Dewasa ini, baja komposit lebih sering digunakan untuk struktur gedung berlantai banyak dan sebagian untuk struktur jembatan. Bangunan gedung dan jembatan tersebut tidak terlepas dari permasalahan – permasalahan karena faktor alam maupun kesalahan dari manusia (human error) seperti timbulnya kebakaran. Struktur dengan baja komposit yang mengalami kebakaran akan mengakibatkan kerusakan pada struktur dari tingkat yang paling rendah hingga tingkat yang (collape). Hal ini dikarenakan temperature yang tinggi dapat mempengaruhi sifat dan perilaku dari elemen balok atau kolom yang pada akhirnya dapat mempengaruhi perilaku struktur secara keseluruhan.

1.1 PERUMUSAN MASALAH Balok komposit baja-beton merupakan salah satu elemen struktur yang tersusun dari berbagai macam material seperti baja, pasir, kerikil, semen dan air. Masing – masing material ini apabila terkena panas yang tinggi akan bereaksi sesuai dengan kemampuan menahan panas yang mengakibatkan perubahan masing – masing zat penyusun materail tersebul dan pada akhirnya akan mempengaruhi kekuatan elemen struktur secara keseluruhan. Elemen struktur komposit baja-beton yang terkena suhu tinggi akan mengalami penurunan mutu bahan terutama kekuatan desak beton yang sangat berpengaruh pada kekuatan lentur balok. Hal ini terjadi karena kekuatan lentur balok komposit sangat tergantung dari seberapa besar kuat desak beton yang terjadi pada tepi atas

Page 8: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 2

balok selain pengaruh lekatan yang terjadi antara baja dan beton.

1.2 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui kuat lentur balok komposit baja-beton pasca bakar dan membandingkan dengan kuat lentur balok komposit baja-beton yang tidak tebakar.

b. Mengetahui hubungan momen-kelengkungan dan beban-lendutan pada balok komposit baja-beton pasca bakar.

1.3 BATASAN MASALAH

Pada penelitian ini dilakukan pembatasan yaitu:

a. Penelitian yang dilakukan merupakan uji kuat lentur struktur balok baja komposit diselimuti beton.

b. Balok baja tanpa tulangan sengkang. c. Penutup beton minimal

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Balok Komposit

Gere & Timoshenko (1984), menyatakan bahwa batang struktural yang didesain untuk menahan gaya – gaya yang bekerja dalam arah transversal terhadap sumbunya disebut balok (beam) Menurut Salmon & Johnson (1991), aksi struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan beton, selain itu lekatan ini tergantung pada interaksi antara baja dan beton. Dengan demikian yang dimaksud balok komposit (composite beam) adalah batang struktural yang mendukung gaya – gaya arah trasversal terhadap sumbunya dimana kekuatannya tergantung pada interaksi mekanis diantara dua atau lebih bahan yang berbeda.

2.2 Perilaku Baja Dan Beton Pada Temperatur Tinggi Sifat – sifat baja dan beton dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu yang sama dengan yang dijumpai pada kebakararan., kekuatan dan modulus elastisitas berkurang (Mark fintel, 1987). Pada temperatur tinggi sekitar 430C

sampai dengan 540C, modulus elastisitas, kekuatan leleh, dan kekuatan tarik baja mengalami laju penurunan maksimum (Salmon-Johnson, 1992). Selain itu, daya tahan baja terhadap api dari tulangan yang telindung diperlemah oleh konduktifitasnya yang tinggi terhadap panas dan kenyataannya bahwa kekuatan tulangan akan berkurang banyak pada temperatur tinggi (Wilter, 1987 via Ibadilhaq dan Jauhari, 1998). Disisi lai, menurut Neville (1987) via Qolyubi dan Rahmani (1998), beton menunjukkan kenaikan kuat desak pada temperatur 200C - 300C, tetapi diatas 400C kuat desak hanya mencapai 90% dari kuat desak normal dan maksimum 40% pada suhu 700C. Oleh Mindess hal tersebut dibuktikan bahwa kuat desak beton dapat dipertahankan sampai dengan 300C, lebih dari itu kuat desak beton akan menurun. Qolyubi dan Rahmani (1998), juga mengatakan penelitian yang dilakukan oleh Carlos Castile dan A.J. durrani (1990), menyimpulkan bahwa pemanasan pada temperatur 100C sampai 400C akan menyebabkan kuat tekan beton berkurang 15% sampai 20%. Pemanasan antara suhu 400C sampai 600C akan menyebabkan kekuatan beton naik sekitar 8% sampai 13%. Pemanasan diatas 600C menyebabkan kekuatan beton akan turun kembali sekitar 30%.

2.3 Pengaruh Lekatan Pada Balok Komposit Perubahan temperatur pada balok komposit dapat menyebabkan sifat lekatan antara baja dan beton menjadi berkurang. Perbedaan angka muai yang tidak terlalu besar antara bja dan beton pada suhu kamar akan sangat berpengaruh bila suhu terus dinaikkan sampai kedua bahan mengalami degradasi yang maksimum. Sebab pada suhu yang relatif tinggi, baja akan mengalami pemuaian yang lebih besar dibandingkan yang terjadi pada beton. Angka muai yang besar akibat kenaikan suhuini menyebabkan baja dan beton akan mengalami slip relatif seiring dengan pertambahan beban yang pada akhirnya mempengaruhi kekuatan balok komposit. Selain pengaruh suhu, lakatan yang terjadi pada baja dan beton juga dipengaruhi oleh adhesi bahan dan luas bidang lekatan. Supaya sebuah gelagar dan slab beton dapat menjadi satu kesatuan, kedua material harus disambung sedemikian rupa sehingga geseran

Page 9: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 3

longitudinal (membujur) bisa disalurkan diantara keduanya. Apabila gelagar baja dibungkus sepenuhnya dengan beton (concrete-encased beam), maka tidak perlu dipakai alat penyambung mekanis, karena geseran membujur bisa disalurkan sepenuhnya oleh ikatan antara baja dan beton dan jika gelagar baja tidak dibungkus sepenuhnya dengan beton maka perlu dipakai penghubung geser (shear connector)

2.4 Grafik Hubungan Beban – Lendutan Balok Komposit Hubungan beban – lendutan balok komposit berdasarkan penelitian Brian Uy & Mark Andrew Bradford (1995), ditunjukkan pada Gambar 2.1 .

Gambar 2.1 Hubungan Beban (P) dan

Lendutan () Balok Komposit

Berdasarkan landasan teori yang ada maka dapat dibuat suatu hipotesa grafik hubungan beban lendutan seperti pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Hubungan Beban (P) dan

Lendutan () Balok Komposit Pasca Bakar

Akibat dari naiknya temperatur pada balok komposit mengakibatkan kekuatan dan kekakuan balok komposit pasca bakar dalam menerima beban menjadi berkurang. Ini dapat terjadi karena kekuatan balok komposit sangat tergantung pada kekuatan beton yang menerima tekan atau bergantung pada niali fc’ yang dipengaruhi oleh perubahan temperatur. Dari hubungan persamaan kekauan balok dapat diketahui bahwa semakin besar lendutan yang terjadi maka nilai kekakuan balok menjadi berkurang dengan demikian kekuatan balok dalam menerima beban juga semakin kecil.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian kuat lentur balok komposit baja-beton pasca bakar menggunakan benda uji berupa delapan buah balok komposit dengan variasi suhu 200ºC, 300ºC, 400ºC dan tanpa pembakaran sebagai pembanding.

3.1 Bahan – Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan secara umum adalah:

a. Pasir

Digunakan pasir dengan berat jenis 2,74 Kg/cm³ dengan Modulus Halus Butir (MHB) sebesar 2,64.

b. Semen

Digunakan semen Portland Tipe I Merk Gresik dengan berat jenis 3,15 Kg/cm³.

c. Air

Air diambil dari Laboratorium Beton.

d. Agregat

Digunakan Agregat batu belah dengan berat jenis 2,63 Kg/cm³

e. Baja Profil

Digunakan profil INP 10, dengan ukuran h = 100 mm, bf = 55 mm, tw = 4 mm, tf = 5 mm, dengan mutu baja A36.

3.2 Benda Uji Digunakan balok skala penuh dengan ukuran (14x18x200) cm, dibuat sebanyak delapan buah dengan perlakuan sebagai berikut: a. Dua buah dibakar selama 3 jam pada

temperature 400ºC

Page 10: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 4

b. Dua buah dibakar selama 3 jam pada temperature 300ºC

c. Dua buah dibakar selama 3 jam pada temperature 200ºC

d. Dua buah tanpa melalui proses pembakaran (sebagai pembanding)

3.3 Peralatan Penelitian

Untuk kelancaran penelitian diperlukan beberapa peralatan penelitian yang digunakan sebagai sarana untuk mencapai maksud dan tujuan penelitian.

Adapun alat – alat yang digunakan adalah: a. Hidraulic Jack b. Dukungan roll dan sendi c. Mesin uji kuat desak d. Mesin uji kuat tarik e. Timbangan f. Penggetar g. Ayakan h. Mesin Pengaduk Beton i. Loading Frame j. Dial Gauge k. Mistar dan Kaliper l. Cetok dan talam baja m. Tungku Pemanas n. Thermokopel o. Kerucut Abrams p. Cetakan benda uji

3.4 Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahapan dalam pelaksanaan ini adalah:

a. Persiapan b. Pembuatan benda uji c. Tahap perawatan d. Persiapan peralatan e. Pembakaran model balok f. Pengujian kuat desak beton g. Pengujian kuat tarik baja profil h. Pengujian model balok

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembakaran Balok Komposit

Pembakaran balok uji dilakukan dengan variasi suhu 200ºC, 300ºC dan 400ºC dibakar selama 3 jam, terdapat juga balok uji tanpa bakar (suhu ruang) sebagai pembanding. Kemudian dilakuakn pengamatan visual untuk mengetahui perubahan fisik benda uji, yaitu ditandai dengan adanya perubahan warna dan retak –retak yang terjadi pada benda uji, haasilnya disajikan dalam table 4.1

Tabel 4.1 Pengamatan Visual

4.2 Hasil Uji Kuat Lentur Balok Komposit Baja-Beton (Hubungan Beban dengan Lendutan) Dari data – data yang dihasilkan dari pengujian balok komposit, dibuat grafik hubungan beban dan lendutan dengan variasi suhu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hubungan Beban Lendutan

Balok Komposit

Dengan grafik beban (P) dan lendutan () maka dapat diperoelh nilai kekuatan dan kekakuan balok normal dan balok komposit pasca bakar. Selain itu, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai penurunan atau peningkatan kekuatan pada kondisi plastis terhadap kondisi elastis maupun keliatan (ductility) balok komposit dibuat grafik hubungan beban-lendutan non-dimensional seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2

Page 11: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 5

Gambar 4.2 Hubungan Beban Lendutan

Non Demensional Balok Komposit

Dari hasil pengamatan grafik hubungan beban dan lendutan pada Gambar 4.1 dapat disimpulkan dalam Tabel 4.2. Tabel 4.2 Analisa data hubungan beton

dengan lendutan

4.3 Kuat Lentur Sisa Ditinjau dari Hubungan

Beban dan Lendutan Hubungan beban (P) dan lendutan () yang diperoleh dari penelitian merupakan nilai kekakuan dari balaok komposit. Nilai kekakuan ini didapat dari perbandingan P dan (P/). Besarnya nilai kekakuan yang berbeda-beda yang menunjukkan bahwa balok komposit yang mengalami kebakaran secara umum memiliki perilaku yang berbeda-beda pula. Untuk memperoleh kuat lentur sisa yang diakibatkan oleh kebakaran dengan beberapa variasi suhu, maka sebagai nilai banding digunakan balok komposit yang tidak dibakar dan diuji pada temperature ruang dianggap mempunyai nilai kekuatan lentur dan kekakuan 100%. Sedangkan balok yang mengalami kebakaran akan diketahui nilai kuat lentur dan kekakuannya dalam prosen (%). Dari hasil perhitungan tersebut dapat diperoleh angka kenaikan atau penurunan

kuat lentur dan nilai kekakuan dari balok komposit yang mengalami kebakaran. Kekuatan balok komposit baja-beton pasca bakar dengan variasi suhu dan pembakaran selama 3 jam dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Pada suhu 200ºC yang dijaga konstan

selama 3 jam mengalami penurunan kuat luluh sebesar 10% dan penurunan nilai kekakuan sebesar 20,08%. Akan tetapi pada kondisi plastis (ultimate) masih memiliki kekuatan 100%

b. Pada suhu 300ºC yang dijaga konstan selama 3 jam mengalami penurunan kuat luluh sebesar 20% dan penurunan nilai kekakuan sebesar 30,77%.

c. Pada suhu mencapai 400ºC kemudian dibiarkan menurun selama 3 jam sehingga mencapai suhu 125ºC mengalami penurunan kekuatan sebesar 20% dan penurunan nilai kekakuan sebesar 23,94%.

Kejadian ini menunjukkan bahwa balok komposit baja-beton (concrete-encased beam) pasca bakar akan mengalami degradasi kekuatan dan kekakuan yang terus meningkat dengan bertambahnya temperature akibat kebakaran. Selain itu, balok seperti ini akan menunjukkan nilai kekakuan yang relatifnlebih besar pada suhu 400ºC yang bekerja dalam tempo relative singkat dibandingkan pada suhu 300ºC tetapi bekerja dalam tempo yang cukup lama (3 jam)

5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Balok komposit baja-beton (concrete-encased beam) yang mengalami kebakaran pada suhu 200ºC sampai dengan 400ºC selama tiga jam dari penelitian ini mempunyai prilaku sebagai berikut: 1. Balok komposit baja-beton akan

mengalami retak yang disebabkan oleh temperature. Retak rambut mulai terjadi pada suhu 200ºC kemudian terus meningkat menjadi retak struktur dengan arah cenderung vertical terhadap sumbu balok akibat berat sendiri pada suhu 300ºC dan 400ºC.

2. Degradasi kekuatan balok komposit baja-beton dipengaruhi oleh temperature dan lama pembakaran. Semakin tinggi temperature, kuat lentur dan kekakuan

Page 12: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 6

balok dalam menerima beban juga semakin kecil.

3. Kuat lentur balok komposit baja-beton (Concrete-encased) pasca bakar masih dapat dipertahankan ssmpai suhu 200ºC selama 3 jam kemudian akan terus menurun sesuai dengan kenaikan temperature dan lama pembakaran.

4. Lama pembakaran sangat mempengaruhi nilai kekakuan balok komposit baja-beton, seperti yang ditunjukkan balok komposit yang dibakar pada suhu 400ºC menunjukkan kekakuan yang lebih besar dibandingkan dengan balok komposit yang dibakar pada suhu 300ºC, hal ini disebabkan pada saat mencapai suhu 400ºC lama pembakaran hanya dipertahankan kurang lebih selama 15 menit sedangkan balok yang dibakar pada suhu 300ºC dipertahankan selama 3 jam.

5. Balok komposit baja-beton (concrete-encased beam) pasca bakar yang tidak dikekang (unconfind) akan mengalami penurunan factor kekakuan rata – rata lebih dari 50%.

6. Dengan bertambahnya temperature, balok komposit baja-beton akan mengalami penurunan faktor daktilitas yang menyebabkan kemampuan balok dalam menerima beban juga semakin kecil.

5.2 Saran

Untuk memperoleh gambaran yang lebih luas tentang kuat lentur balok komposit baja diselimuti beton pasca bakar, dikemukakan saran ebagai berikut:

1. Pada waktu pembuatan sampel atau pengecoran perlu diperhatikan nilai slump dan perbandingan jumlah material yang telah ditentukan serta pengawasan yang ketat pada waktu pengecoran sehingga diperoleh kuat tekan beton yang diharapkan.

2. Pada saat pembakaran, balok diberi beban sehingga mendekati keadaan struktur yang sebenarnya.

3. Pada penelitian ini hanya menggunakan data lendutan balok, sehingga belum dapat diketahui diagram regangan dan tegangan yang terjadi pada balok pasca bakar. Disarankan pada penelitian yang akan dating, dipasang strain gauge pada balok untuk

mengetahuidistribusi tegangan dan regangan yang terjadi.

4. Pada saat pengujian perlu diperhatikan ketelitian dan kecermatan pengamatan dalam membaca dial pembebanan dan munculnya retak sehingga didapat data yang valid.

5. Disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk balok komposit baja-beton (concrete-encased beam) agar menggunakan tulangan sengkang minimal sehingga dapat mencegah terjadinya spalling pada beton lebih awal.

6. Perlu diteliti lebih lanjut perilaku balok komposit baja-beton pasca bakar terutama kuat geser dan kemampuannya menahan punter (torsi).

DAFTAR PUSTAKA

Amat Qolyubi, (1998), Pengaruh Variasi Suhu Pembakaran dan Perlakuan Beton Pasca Bakar Terhadap Penurunan Kuat Desak Beton, FTSP-UII, Yogyakarta.

Anas Ibadilhaq, (1998), Pengaruh Pembakaran Terhadap Kuat Lentur Balok Beton Bertulang dengan Variasi Tebal Selimut Beton, FTSP-UII, Yogyakarta.

Bryan Uy, Mark Andrew Bradford (1995), Ductility of Profiled Composite Beam, Journal of Structural Engineering.

Charles G. Salmon, John E. Johnson (1991), Struktur Baja Desain dan Perilaku, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

E.P.Popov, (1984), Mekanika Teknik, Erlangga, Jakarta

F. Chen, T.Atsuta, (1976), Theory of Beam-Columns, McGraw-Hill, Inc.

Gere, Timoshenko, (1987), Mekanika Bahan, Erlangga, Jakarta.

Istimawan Dipohusodo, (1994), Struktur Beton Bertulang, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Kardiyono Tjokro Dimulyo, (1995), Teknologi Beton, FTSP-UGM, Yogyakarta

Mark Fintel, (1987), Buku Pegangan Tentang Teknik Beton, Pradnya Paramita

Page 13: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 7

Page 14: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 7

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN BEKAS TERHADAP KINERJA CAMPURAN ASPAL PANAS JENIS HOT ROLLED SHEET (HRS)

Bagus Subaganata, S.T., M.T. (Staf Pengajar Universitas Darwan Ali)

Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil Yayasan Wijaya Kusuma

Universitas Darwan Ali (UNDA) - Kuala Pembuang (Kab. Seruyan). E-mail: [email protected]

Abstrak

Jalan sebagai bagian dari prasarana perhubungan darat mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting terhadap pembangunan dan pengembangan wilayah. Salah satu cara pengembangan jalan adalah dengan meningkatkan kualitas dari kondisi fisik jalan yang mendukung lancarnya pergerakan transportasi. Kondisi fisik jalan dapat ditingkatkan dengan merencanakan kualitas jalan yang diinginkan sedemikian rupa sehingga tahan terhadap kerusakan-kerusakan yang timbul di permukaan jalan akibat hantaman, gesekan beban roda kendaraan yang lewat di atasnya dan cuaca.

Upaya untuk mencapai kriteria tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kinerja campuran aspal tersebut, misalnya dengan zat tambah (additive). Bahan tambah (additive) yang sering digunakan seperti aboccel, roadcel, cellulose fibres, tafpack-super merupakan bahan tambah yang harganya masih relatif mahal sehingga secara keseluruhan kurang ekonomis, untuk itu perlu dicari suatu material yang sedapat mungkin bisa merupakan produk lokal dan ekonomis.

Penelitian ini mencoba bahan tambah lokal yaitu ban bekas yang diparut atau disebut serbuk ban bekas. Karena ban bekas merupakan bahan buangan padat yang tentunya akan menimbulkan masalah bagi lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Bila material ini dapat digunakan sebagai bahan tambah pada campuran aspal panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS) maka banyak masalah yang sekaligus dapat terpecahkan.

Hasil Penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa dengan kadar aspal optimal (6,5%) pada campuran HRS berdasarkan pemeriksaan Marshall. Serbuk Ban Bekas dengan nilai 3,5% dapat menghasilkan stabilitas 1576.722 Kg, flow 4.067 mm, rongga udara 3.056 %, rongga terisi aspal 80.746% dan hasil bagi Marshall 3.801 KN/mm. Dengan hasil tersebut disarankan menggunakan ban bekas dengan prosentase yang tepat, dengan harapan mampu memberikan Stabilitas yang Tinggi.

Kata Kunci : Kadar Aspal Optimum, Serbuk Ban Bekas berbeda Proporsinya

Page 15: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 8

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Jalan sebagai bagian dari prasarana perhubungan darat mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting terhadap pembangunan dan pengembangan wilayah.

Salah satu cara pengembangan jalan adalah dengan meningkatkan kualitas dari kondisi fisik jalan yang mendukung lancarnya pergerakan transportasi. Kondisi fisik jalan dapat ditingkatkan dengan merencanakan kualitas jalan yang diinginkan sedemikian rupa sehingga tahan terhadap kerusakan-kerusakan yang timbul di permukaan jalan akibat hantaman, gesekan beban roda kendaraan yang lewat di atasnya dan cuaca.

Upaya untuk mencapai kriteria tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kinerja campuran aspal tersebut, misalnya dengan zat tambah (additive). Bahan tambah (additive) yang sering digunakan seperti aboccel, roadcel, cellulose fibres, tafpack-super merupakan bahan tambah yang harganya masih relatif mahal sehingga secara keseluruhan kurang ekonomis, untuk itu perlu dicari suatu material yang sedapat mungkin bisa merupakan produk lokal dan ekonomis.

Penelitian ini mencoba bahan tambah lokal yaitu ban bekas yang diparut atau disebut serbuk ban bekas. Karena ban bekas merupakan bahan buangan padat yang tentunya akan menimbulkan masalah bagi lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Bila material ini dapat digunakan sebagai bahan tambah pada campuran aspal panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS) maka banyak masalah yang sekaligus dapat terpecahkan.

Dari hasil penelitian ini diharapkan diperoleh alternatif bahan tambah (additive) yang murah serta mudah didapat dibanding dengan bahan tambah (additive) yang sering digunakan, sehingga dapat membantu memecahkan masalah-masalah yang terjadi pada perkerasan jalan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ban bekas memenuhi persyaratan sebagai bahan tambah (additive) pada campuran aspal panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS) ?

2. Bagaimana pengaruh penambahan ban bekas sebagai bahan tambah (additive) terhadap test Marshall pada campuran aspal panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS) ?

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian dibatasi pada aspal campuran panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS) atau setara dengan Lapis tipis aspal beton (Lataston).

2. Hanya menitikberatkan pada penelitian laboratorium.

3. Aspal yang digunakan adalah aspal keras penetrasi 80/100.

4. Agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi (filler) berasal dari Kecamatan Bukit Batu, Tangkiling.

5. Pemeriksaan sifat-sifat fisik agregat berdasarkan metode dan standar dari Bina Marga, ASTM (American Society for Testing and Material) dan AASHTO (American Association of States Highway and Transport Official ).

6. Pemeriksaan sifat kimia tidak ditinjau. 7. Ban yang digunakan adalah ban bekas

mobil, yang diperoleh dari bengkel-bengkel kendaraan bermotor di sekitar kota Palangkaraya.

8. Ban bekas diparut lolos saringan #16. 9. Perancangan campuran menggunakan

metode Asphalt Institute.

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

Page 16: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 9

1. Dapat memberikan masukan pada instansi terkait dan para peneliti bahan tambah (additive) aspal bagi perkembangan perkerasan lentur jalan raya.

2. Memperkenalkan ban bekas dalam bidang rekayasa bahan konstruksi sebagai alternatif bahan tambah (additive) pada campuran aspal.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah ban bekas memenuhi persyaratan sebagai bahan tambah (additive) pada campuran aspal panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS).

2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan ban bekas sebagai bahan tambah (additive) terhadap test Marshall pada campuran aspal panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS).

LANDASAN TEORI 2.1 Hot Rolled Sheet (HRS) 2.1.1 Pengertian Hot Rolled Sheet (HRS) Hot Rolled Sheet (HRS) atau Lapis tipis aspal beton (Lataston) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang atau senjang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas dengan tebal 2,5 cm sampai 3 cm ( Bina Marga, 1996).

Jenis lapis permukaan ini bersifat non struktural dan digunakan pada jalan yang memikul lalu-lintas ringan sampai sedang. Walaupun bersifat non struktural, lapis permukaan ini dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu, sehingga secara keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan.

Campuran Hot Rolled Sheet (HRS) merupakan turunan dari Hot Rolled Asphalt (HRA). Secara umum kedua lapisan ini mempunyai sifat dan karakteristik yang sama dimana nilai stabilitasnya sangat

tergantung dari kekuatan atau stabilitas mortarnya.

Jenis lapis permukaan ini umumnya dilaksanakan pada jalan yang telah beraspal dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jalan stabil dan rata/dibuat rata. b. Jalan yang mulai retak-retak atau

mengalami degradasi permukaan. Lapisan ini berhubungan langsung

dengan roda kendaraan sehingga harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Mempunyai koefisien gesek yang cukup untuk menghasilkan tahanan terhadap roda kendaraan jika terjadi pengereman maupun saat terjadi slip di tikungan.

b. Memiliki kerataan permukaan yang baik.

c. Memiliki kekedapan dan kepadatan yang tinggi untuk melindungi lapisan di bawahnya.

d. Mempunyai stabilitas material yang tinggi agar permukaan tidak berubah bentuk.

e. Mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap keausan.

Fungsi Hot Rolled Sheet (HRS) sebagai lapis penutup adalah mencegah masuknya air permukaan dalam konstruksi perkerasan sehingga dapat mempertahankan konstruksi sampai tingkat tertentu ( Bina Marga, 1996).

Sesuai fungsinya Hot Rolled Sheet (HRS) mempunyai macam campuran yaitu :

a. Hot Rolled Sheet (HRS) sebagai lapis pondasi, dikenal dengan nama HRS-Base (Hot Rolled Sheet-Base).

b. Hot Rolled Sheet (HRS) sebagai lapis aus, dikenal dengan nama HRS-WC (Hot Rolled Sheet-Wearing Coarse).

Hot Rolled Sheet (HRS) sebagai lapis

pondasi mengandung lebih banyak agregat kasar, dimana prosedur yang diberikan dalam spesifikasi ini harus benar-benar diikuti dengan memperhatikan dua faktor penting yaitu :

a. Diperolehnya gradasi yang benar-benar senjang.

Page 17: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 10

b. Dicapainya ketentuan rongga udara pada kondisi kepadatan mutlak.

Hot Rolled Sheet (HRS) mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

a. Kedap air. b. Kekenyalan yang tinggi. c. Awet. d. Dianggap tidak mempunyai nilai

struktural. Sifat campuran beton aspal jenis AC, HRS, dan SS sesuai spesifikasi

Depkimpraswil, 2002 dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Sifat Campuran Beton Aspal Sesuai

Spesifikasi Depkimpraswil 2002

Jenis Pemeriksaa

n

Satuan

Syarat

Pen 60 Pen 80

Min

Maks

Min

Maks

Penetrasi 250 C, 5 detik

0,1 mm 60 79 80 99

Titk lembek 0C 48 58 46 54

Titik nyala 0C 200 - 225 -

Kehilangan berat

1630 C, 5 jam

% berat - 0,4 - 0,6

Kelarutan dalam CCL4

% berat 99 - 99 -

Daktilitas 250 C,

5 cm/menit

Cm 100 - 100 -

Penetrasi setelah kehilangan berat

% terhadap asli

75 - 75 -

Penetrasi aspal hasil ekstraksi benda uji

% terhadap asli

55 - 55 -

Daktilitas aspal hasil ekstraksi benda uji

Cm 40 - 40 -

Berat jenis 250 C

- 1 - 1 -

Sumber : Sukirman (2003)

2.1.2 Karakteristik Hot Rolled Sheet (HRS)

Karakteristik aspal campuran panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS) dapat diperiksa dengan menggunakan alat Marshall atau menurut AASHTO T245-74 dan ASTM D 1559-62 T. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan ketahanan terhadap kelelehan plastis dari campuran aspal dan agregat.

Karakteristik yang harus dimiliki oleh campuran aspal beton campuran panas adalah :

a. Stabilitas Stabilitas lapisan perkerasan jalan adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalulintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur ataupun bleeding.

b. Durabilitas (keawetan/daya tahan) Durabilitas diperlukan pada lapisan permukaan sehingga lapisan permukaan mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan kendaraan.

c. Fleksibilitas (kelenturan) Fleksibilitas pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume.

d. Tahanan geser (skid resistence) Tahanan geser adalah kekesatan yang diberikan oleh perkerasan sehingga kendaraan tidak mengalami slip baik diwaktu hujan atau basah maupun diwaktu kering. Kekesatan gesek dinyatakan dengan koefisien gesek antar permukaan jalan dan ban kendaraan.

e. Ketahanan kelelehan (Fatique resistence) Ketahanan kelelehan adalah ketahanan dari lapis perkerasan dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelehan yang berupa alur (rutting) dan retak.

f. Kedap air (Impermeabilitas)

Page 18: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 11

Lapisan permukaan dibuat kedap air, agar air tidak meresap ke dalam struktur perkerasan, sehingga dapat merusak lapisan yang berada di bawahnya.

g. Kemudahan pelaksanaan (workability) Kemudahan pelaksanaan adalah mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi standar yang ditetapkan.

2.2 Bahan Penyusun Campuran Hot Rolled Sheet (HRS)

Bahan yang digunakan untuk Hot Rolled Sheet (HRS) terdiri dari agregat, filler dan aspal panas (Bina Marga, 1996). Kekuatan campuran Hot Rolled Sheet (HRS) berasal dari kekuatan mortarnya, mortar terbentuk dari campuran agregat halus, bahan pengisi dan aspal. Untuk mendapatkan kualitas campuran sesuai dengan yang diharapkan maka bahan-bahan tersebut harus diuji dan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.

2.2.1 Agregat Agregat/batuan didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan penyal (solid). ASTM (1974) mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan yang terdiri dari material padat berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen (Sukirman,1992).

Dilihat dari jenisnya, agregat untuk konstruksi jalan dapat dibedakan atas :

a. agregat asli (natural) meliputi: pasir, kerikil, batu pecah/belah.

b. agregat pabrik (manufactured) meliputi: letusan gunung berapi dan berbagai produk dari tanah lempung atau batu sabak .

Di Indonesia pada umumnya agregat yang digunakan dalam lapisan perkerasan, khususnya campuran aspal panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS) adalah agregat yang mengalami proses pengolahan (pemecahan dan penyaringan). Tujuan dari proses ini adalah untuk memperoleh bentuk bersudut

diusahakan berbentuk kubus, permukaan partikel yang kasar dan gradasi sesuai yang diinginkan.

Daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan tergantung dari sifat agregat, karena itu agregat harus mempunyai kestabilan kimiawi dan dalam hal tertentu harus tahan aus dan tahan terhadap perubahan cuaca, keras dan gradasi yang baik.

Secara umum terdapat perbedaan mendasar dari sifat campuran agregat bergradasi baik dan buruk seperti pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Sifat Agregat Campuran

Sifat Gradasi baik Gradasi buruk

Stabilitas Buruk Baik

Permeabilitas Baik Buruk

Tingkat kepadatan Buruk Baik

Rongga pori besar sedikit

Sumber : Sukirman (2003)

Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas. Agregat dengan kualitas dan sifat yang baik dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Agregat yang digunakan dalam pekerjaan, proporsinya dibuat sesuai dengan rumus campuran kerja yang akan memiliki kekuatan sisa tidak kurang dari 75% bila diuji untuk hilangnya kohesi akibat pengaruh air (DPU,1997).

Sifat agregat yang menentukan kualitas sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi :

a. Kekuatan dan keawetan lapisan permukaan, dipengaruhi oleh :

1). Gradasi 2). Ukuran maksimum 3). Kadar lempung 4). Kekerasan dan ketahanan

Page 19: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 12

5). Bentuk butir 6). Tekstur permukaan

b. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik, dipengarui oleh : 1). Porositas 2). Kemungkinan basah 3). Jenis agregat

c. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang aman dan nyaman, dipengaruhi oleh : 1). Tahanan geser 2).Campuran yang memberikan

kemudahan dalam pelaksanaan Agregat/batuan merupakan kom-ponen utama dari lapisan perkerasan jalan yang mengandung 90-95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian daya dukung keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain (Sukirman, 1992).

Spesifikasi kualitas agregat dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3 Spesifikasi Kualitas Agregat untuk HRS

Sumber: AASHTO (1982).

Berdasarkan besar partikel, agregat dapat dibedakan atas 3 jenis ukuran yaitu :

a. Agregat Kasar

Agregat kasar yaitu agregat dengan ukuran terkecil yang tertahan saringan #8 (2,36 mm). Agregat kasar harus terdiri dari material bersih, keras, awet yang bebas dari kotoran atau bahan yang tidak dikehendaki. Pada campuran Hot Rolled Sheet (HRS) persentase agregat kasar adalah kecil, sehingga agregat kasar mengambang (floating) di dalam adukan

dari campuran agregat halus, bahan pengisih dan bitumen. Fungsi agregat kasar pada aspal panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS) adalah memberikan kepadatan untuk campuran. Bentuk serta permukaan agregat kasar yang diinginkan adalah kubus dan tidak bulat agar dapat memberikan kepadatan yang maksimum. Agregat yang digunakan harus berupa batu pecah (hasil mesin pemecah/Stone crusher). Agregat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah batu pecah yang berasal dari daerah Bukit Batu Tangkiling, Palangkaraya. Persyaratan agregat kasar menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.4 Persyaratan Agregat Kasar Menuru SNI

Sifat Agregat Model Pengajuan

Persyaratan

Keausan SNI T247 – 90F

< 40%

Kelekatan terhadap aspal

SNI M28– 90F > 95%

Index kepipihan

BS 812 < 25%

Bidang pecah BS 812 Minimum I

Penyerapan terhadap air

SNI 1968 – 90F < 3%

Berat jenis SNI 1968 – 90F Semu > 2,2 gr/cm3

Gumpalan lempung

AASHTO T-112

> 0,25%

Bagian lunak AASHTO T-112

-

Agregat crushing value

BS 812 -

Soundness AASHT T-104 < 12%

Gradasi SNI 1968 – 90F Tidak

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1989)

b. Agregat Halus

Agregat halus yaitu agregat dengan ukuran terkecil tertahan saringan # 200 (0,075 mm), lolos saringan #8 (2,36 mm). Agregat halus yang dipakai pada campuran aspal panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS) mempunyai peran yang cukup penting, karena stabilitas yang dihasilkan oleh campuran diharapkan saling mengunci (interlocking) antar butir agar dapat meningkatkan stabilitas

No Macam Pengujian Spesifikasi

1.

2.

3.

4.

5.

Berat jenis agregat Penyerapan air Keausan Keawetan

a.Kehilangan berat dengan sodium sulfat

b.Kehilangan berat dengan percobaan magnesium sulfat

Kadar lempung

Min 2,2 gr/cm3 Mak 3,0% Mak 40%

Mak 20%

Mak 20%

Mak 50%

Page 20: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 13

campuran. Untuk agregat yang ukurannya cenderung kecil akan mempunyai permukaan yang lebih luas sehingga memerlukan lebih banyak aspal untuk menyelimuti, keadaan ini dapat menambah keawetan campuran. Agregat halus juga dapat berfungsi untuk mengisi ruang antar butir agregat kasar. Bahan ini terdiri dari butir-butir pecah atau pasir alam ataupun kombinasi dari keduanya. Kekasaran butir sangat mempengaruhi stabilitas campuran, dengan permukaan kasar akan memberikan stabilitas yang lebih tinggi. Agregat halus yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah abu batu yang berasal dari daerah Bukit Batu Tangkiling, Palangkaraya. Persyaratan agregat halus menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut.

Tabel 2.5 Persyaratan Agregat Halus Menurut SNI

Sifat Agregat Metode pengujian

Persyaratan

Nilai sand equivalent

SNI T176 > 40%

Kelekatan terhadap aspal

SNI M28 > 95%

Index kepipihan BS 812 < 25%

Penyerapan terhadap air

SNI 1968 –90 F

< 3%

Berat jenis SNI 1968 –90F Semu > 2,2 gr/cm3

Gumpalan lempung

AASHTO T-112 > 0,25%

Batas Atterberg SNI 1968 –90F Non plastis

Soundness AASHTO T-104 < 12%

Gradasi SNI 1968 –90F Tidak

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1989)

c. Bahan pengisi (filler)

Bahan pengisi (filler) yaitu butiran sangat halus, minimum 85% lolos saringan #200 (0,075mm) bersifat non plastis yang diperlukan untuk mendapatkan suatu gradasi rapat. Filler dapat berupa abu batu, kapur, semen portland, abu terbang, abu tanur semen atau bahan mineral non plastis lainnya.

Filler berfungsi mengisi pori atau celah untuk mengeraskan selaput aspal yang menyelimuti partikel-partikel agregat, sehingga diperoleh campuran yang stabil. Bahan tersebut harus bersih dari bahan yang tidak dikehendaki. Filler harus kering dan bebas dari gumpalan –gumpalan. Pada prakteknya fungsi filler adalah untuk meningkatkan viskositas dari aspal dan mengurangi kepekaan terhadap temperatur.

2.2.2 Aspal Aspal adalah material utama pada konstruksi lapis tipis perkerasan lentur jalan raya yang berfungsi sebagai campuran bahan pengikat agregat, karena mempunyai daya lekat yang kuat, mempunyai sifat adhesif, kadar air dan mudah dikerjakan (Hendarsin,2000). Sifat adhesif yaitu kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dan aspal.

Komposisi aspal terdiri dari aspaltenes dan maltenes. Aspaltenes merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes larut dalam heptana merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils.

Kadar aspal yang dibutuhkan campuran Hot Rolled Sheed (HRS) relatif lebih besar dibanding dengan campuran lainnya, hal ini terjadi karena aspal yang dipakai untuk menyelimuti bidang agregat halus dan filler yang luas dan permukaannya lebih besar. Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai :

a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agraget ataupun antara aspal itu sendiri.

b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.

Aspal yang digunakan untuk material jalan terdiri dari beberapa jenis, yaitu :

a. Aspal alam

Aspal alam di Indonesia ditemukan di pulau Buton, Sulawesi Tenggara dan

Page 21: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 14

dikenal dengan sebutan Aspal Buton (Asbuton).

Dilihat dari segi fisiknya, maka aspal alam dapat ditemukan dalam bentuk :

1) Padat atau batuan yang disebut sebagai batu aspal, dijumpai di pulau Buton.

2) Plastis, ditemukan di Trinidad. 3) Cair, ditemukan di Bermuda dan

dikenal sebagai Bermuda Lake Asphalt.

Aspal alam sudah banyak digunakan untuk pelapisan konstruksi perkerasan seperti Lasbutag (Lapis aspal beton agregat) dan Latasbum (lapis aspal beton murni).

b. Aspal buatan

Aspal buatan adalah bitumen yang merupakan jenis aspal hasil penyulingan minyak bumi yang mempunyai kadar parafin yang rendah.

Aspal buatan terdiri dari berbagai bentuk yaitu :

1) Aspal Padat Merupakan hasil penyulingan minyak bumi yang kemudian disuling sekali lagi pada suhu yang sama tetapi dengan tekanan rendah sehingga dihasilkan bitumen yang disebut Strightrun bitumen. Aspal padat dapat digunakan untuk hampir seluruh pekerjaan pelaksanaan lapis perkerasan aspal, mulai dari pelapisan permukaan sampai dengan pekerjaan konstruksi perkerasan jalan yang bermutu tinggi seperti Lapis aspal beton (Laston).

Jenis aspal padat dapat dibedakan atas :

a) Straight Run (Bitumen hasil langsung)

Jenis ini dibuat dari minyak bumi yang banyak mengandung aspal dan sedikit parafin.

b) Blown Bitumen (Bitumen hasil pencampuran udara)

Blown adalah proses tambahan, dimana residu dari penyulingan vakum dicampur dengan udara pada suhu 400 C.

2) Aspal Cair Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Jenis aspal cair tergantung dari jenis pengencer yang digunakan untuk mencampur aspal keras tersebut. Aspal cair dapat digunakan seperti halnya aspal padat.

Berdasarkan jenis pengencer yang digunakan untuk mencampur, aspal cair dapat dibedakan atas :

a) Rapid Curing (RC)

Aspal cair cepat mengeras, yang merupakan jenis aspal yang akan dengan cepat menguap yang dilarutkan dan dicampur dengan kerosin (bensin).

b) Medium Curing (MC)

Merupakan aspal yang akan mengendap dalam waktu sedang dan jenis aspal keras yang dicampur dengan minyak disel.

c) Slow Curing (SC)

Merupakan aspal yang akan dengan lambat mengendap dan jenis aspal keras yang dicampur dengan residu dari pengilangan pertama.

Aspal cair digunakan untuk mempermudah pelaksanaan pekerjaan dan mempersingkat waktu pelaksanaan karena dengan kecairannya, aspal akan lebih mudah mengalir diantara batuan yang menyelimuti untuk menghasilkan ikatan antara batu dan aspal.

3) Aspal Emulsi Aspal emulsi merupakan aspal cair yang lebih cair dari aspal cair. Umumnya mempunyai sifat dapat menembus pori-pori halus dalam batuan yang tidak bisa dilalui oleh aspal cair biasa. Aspal emulsi dapat

Page 22: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 15

digunakan pada hampir semua kegunaan dari aspal padat, bahkan lebih luas dapat digunakan dimana tidak dapat digunakan aspal padat.

Aspal emulsi dapat digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu :

a) Aspal emulsi amoniak Aspal emulsi yang diberikan muatan listrik negatif dan umumnya dapat digunakan untuk melapisi batuan yang basah dan netral dengan baik. Aspal emulsi amoniak terdiri dari : MC (labil), MS (agak stabil), MC (stabil).

b) Aspal emulsi kationik Aspal emulsi yang bermuatan listrik positif sehingga baik untuk digunakan melapisi batuan netral dan alam seperti batuan adesit dan basal. Aspal emulsi kationik terdiri dari : MCK (bekerja cepat), MSK (bekerja kurang cepat), dan MLK (bekerja lama).

c) Aspal emulsi non ionik Aspal emulsi yang tidak bermuatan listrik, karena tidak mengalami proses ionisasi.

Berdasarkankecepatan pengerasan nya aspal emulsi dapat dibedakan :

a) Rapid setting (RS)

Aspal emulsi tingkatan RS, direncanakan untuk bereaksi secara cepat dengan agregat dan berubahnya emulsi ke aspal. Biasanya digunakan untuk penyemprotan seperti lapis agregat, lapis pasir dan pelapisan permukaan serta macadam.

b) Medium Setting (MS)

Jenis ini direncanakan untuk pencampuran dengan agregat kasar, karena jenis ini tidak akan memecah jika berhubungan dengan agregat sehingga campuran yang menggunakan jenis aspal ini akan tetap dapat

dihamparkan dalam beberapa menit.

c) Slow Setting (SS)

Jenis ini digunakan untuk pencampuran dengan stabilitas maksimum, dengan agregat bergradasi padat dan mengandung kadar agregat halus yang tinggi. Jenis SS mempunyai waktu pelaksanaan yang panjang untuk memastikan pencampuran agregat padat dengan baik.

c. Ter

Ter adalah istilah umum untuk cairan yang diperoleh dari mineral organis seperti kayu dan batu bara melalui proses pemijaran atau destilasi pada suhu tinggi tanpa zat asam. Untuk kontruksi jalan digunakan hanya ter yang berasal dari batu bara,karena ter kayu sangat sedikit jumlahnya. Ter mempunyai bau khusus karena adanya gugusan –OH seperti plenol dan cresol

2.3 Spesfikasi Campuran Hot Rolled Sheet (HRS)

Agregat yang digunakan untuk Hot Rolled Sheet (HRS) sedapat mungkin memenuhi beberapa hal sebagai berikut :

1. Agregat yang digunakan dalam pekerjaan HRS sesuai dengan proporsi campuran kerja (Job Mix Formula) yang telah direncanakan.

2. Gabungan agregat yang digunakan dalam pekerjaan harus memenuhi kebutuhan gradasi yang disyaratkan.

3. Umumnya digunakan bahan pengisi atau filler ke dalam campuran.

Spesifikasi gradasi agregat yang digunakan dalam campuran Hot Rolled Sheet (HRS) dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut.

Page 23: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 16

Tabel 2.6 Spesifikasi Gradasi HRS Ukuran Saringan Persen Lolos (%)

1” (25,00 mm)

¾” (19,10 mm)

½” (12,50 mm)

3/8” (9,500 mm)

# 4” (4,750 mm)

# 8” (2,369 mm)

# 30” (0,600 mm)

# 100” (0,150 mm)

# 200” (0,075 mm)

100

97-100

78-100

60-87

55-80

52-78

25-60

8-30

5-10

Sumber: Spesifikasi Bina Marga (1989)

Untuk lapisan Hot Rolled Sheet (HRS), semakin halus gradasi (mendekati batas Atas), maka rongga dalam mineral agregat akan makin besar.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam campuran Hot Rolled Sheet (HRS) meliputi :

1. Komposisi umum campuran

Campuran aspal pada dasarnya terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan aspal. Dalam beberapa keadaan, tambahan dan bahan pengisi diperlukan untuk menjamin sifat campuran aspal yang disyaratkan, tetapi penggunaan filler dibatasi seminimal mungkin.

2. Kadar campuran aspal

Kadar campuran aspal harus ditetapkan sehingga kadar aspal efektif harus tidak kurang dari minimum yang disyaratkan. Nilai kadar aspal yang ditetapkan berdasarkan atas data uji sesuai dengan persyaratan yang ada.

3. Proporsi komponen agregat

Kemampuan agregat untuk campuran harus ditetapkan dengan fraksi rancangan (design fraction). Fraksi rancangan tersebut umumnya tidak sama dengan proporsi takaran yang diperlukan dari agregat kasar, pasir dan bahan pengisi. Dalam menentukan pencampuran yang benar dari beberapa

agregat yang tersedia serta bahan pengisi untuk menghasilkan fraksi rancangan yang diperlukan, maka gradasi masing-masing agregat yang tersedia harus ditetapkan.

Fraksi rancangan harus berada dalam batas-batas komposisi umum pada Tabel 2.7 berikut ini. Tabel 2.7 Fraksi Rancangan Campuran HRS

Komposisi Campuran

Persen Pada Berat Total

Campur

Fraksi agregat kasar (> saringan # 8)

Fraksi agregat halus (# 8 s/d # 200)

Fraksi bahan pengisi (< Saringan # 200)

Absorbsi bitumen

Kadar bitumen efektif

Kadar bitumen aktual

20-40

47-67

5-9

0-1,7

> 6,8

> 7,3

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga,CQCMU (1988)

4. Formula campuran kerja (Job mix formula)

a. Jumlah total dan kandungan aspal efektif yang dinyatakan sebagai persentase berat dari campur total yang ditetapkan pada saat campuran dikirim ke tempat hamparan harus dalam keadaan rentang komposisi umum dan batas-batas temperatur.

b. Campuran kerja harus ditetapkan dan kualitas selanjutnya harus dikontrol dari segi fraksi rancangan untuk berbagai agregat.

5. Penentuan formula campuran kerja dan toleransi Seluruh campuran kerja yang disediakan harus memenuhi formula campuran kerja yang ditetapkan dalam batas rintangan toleransi yang disyaratkan :

Page 24: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 17

a. Toleransi komposisi campuran

Gabungan agregat yang lolos saringan # 8 (2,36 mm) ± 5% berat keseluruhan. Gabungan agregat yang lolos saringan # 200 (0,075 mm) ± 1,5 % berat campuran keseluruhan.

b. Toleransi temperatur

Material yang meninggalkan tempat pencampuran ± 10º C, material yang diterima ditempat penghamparan ± 10º C.

6. Sifat campuran yang diperlukan

Pengujian dengan menggunakan alat Marshall campuran Hot Rolled Sheet (HRS) harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Tabel 2.8 berikut ini.

Tabel 2.8 Persyaratan Sifat Campuran

No Sifat Campuran Batas-batas Sifat

1. Rongga udara 4-6%

2. Hasil bagi Marshall 1-4 KN/mm

3. Stabilitas Marshall 450-850 kg

4. Rongga terisi aspal 75-85%

5. Kelelehan (flow) 2,0-4,5 mm

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1989)

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Bahan Tambah (additive)

Bahan tambah (additive) adalah bahan penambah di dalam campuran aspal yang berfungsi untuk meningkatkan konstruksi perkerasan jalan dan juga untuk meningkatkan stabilitas sehingga jalan semakin kuat. Penggunaan bahan tambah (additive) juga dapat meningkatkan daya adhesi atau mengurangi pengelupasan (DPU,2001). Persentase bahan tambah (additive) yang diperlukan dicampur ke dalam bahan aspal sampai merata dengan waktu yang sedemikian hingga

menghasilkan campuran yang homogen.

3.2 Serbuk Ban Bekas

Serbuk ban bekas merupakan bahan yang diperoleh dari ban yang tidak digunakan lagi, diparut lolos saringan # 16. Ban bekas merupakan bahan padat dengan kekenyalan dan bersifat lentur. Susunan dari serbuk ban bekas terdiri dari bahan non organik yang mempunyai sifat sebagian besar bahannya tidak mudah membusuk hal ini disebabkan karena memiliki rantai kimia yang panjang dan kompleks. Serbuk ban bekas dapat mencari bila dipanaskan pada suhu tertentu dan mempunyai nilai rekat pada keadaan tersebut. Unsur kimia dominan yang terdapat pada serbuk ban bekas adalah Sulfur (S) sebesar 0,455%; Silika (SiO2) sebesar 0,422 %; Karbon (C) sebesar 94,83 % dengan berat jenis 0,94695 (Kusumawati, 2001).

3.3 Hasil Penelitian Sejenis

Penelitian mengenai bahan tambah (additive) dalam bidang rekayasa bahan konstruksi sudah banyak dilakukan.

Menurut Oemar (1996), meneliti tentang penggunaan aspal karet untuk perkerasan jalan, dalam penelitian tersebut diperoleh hasil dengan penambahan aspal karet sebesar 1000 gram campuran sudah memenuhi syarat untuk lapisan perkerasan jalan dengan stabilitas sebesar 1089.441 kg pada kadar aspal optimum 5 %.

Menurut Saleh (1996), meneliti tentang penambahan semen pozzolan terhadap karakteristik kekuatan campuran aspal, dalam penelitian tersebut diperoleh hasil dengan penambahan semen pozzolan sebesar : 0 %, 1 %, 2 % ,3 %, 4 % semua tingkatan kadar aspal sebesar : 4,0 %; 4,5 %; 5,0 %; 5,5 %; 6,0 % masih dalam batas izin, stabilitas tertinggi sebesar 700,78 kg pada kadar aspal optimum sebesar 4,75 %.

Menurut Isya M. dkk (2000), meneliti tentang karakteristik kekuatan campuran aspal beton dengan bahan tambah

Page 25: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 18

Urea Formaldehyde, dalam penelitian tersebut diperoleh hasil dengan penambahan Urea Formaldehyde dapat meningkatkan berat jenis aspal, kekerasan aspal dan mengurangi kepekaan aspal terhadap temperatur, meningkatkan kestabilan dan kekuatan campuran aspal beton, tahan terhadap perubahan cuaca dan pembebanan lalu lintas, dengan stabilitas tertinggi sebesar : 1806,90 kg penambahan Urea Formaldehyde 3,0 % pada kadar aspal optimum 5,98 %.

Menurut Yuanda. dkk (2002), meneliti tentang pengaruh penambahan solibit terhadap kinerja Hotmix, dalam penelitian tersebut diperoleh stabilitas tertinggi sebesar 1427 Kg dengan penambahan solibit 7,5 % pada kadar aspal optimum 7,0 %.

METODE PENELITIAN

4.1 Umum

Metode penelitian yang digunakan adalah metode uji laboratorium dan untuk ban bekas menggunakan data sekunder. Untuk memenuhi tujuan penelitian tersebut, terdapat dua aktivitas pokok kegiatan laboratorium, yaitu pengujian campuran lapis tipis aspal beton dengan menggunakan ban bekas sebagai bahan tambah dan pengujian campuran lapis tipis aspal beton tanpa menggunakan ban bekas . Campuran lapis tipis aspal beton yang diberi bahan tambah tersebut dibandingkan kinerjanya dengan campuran lapis tipis aspal beton tanpa bahan tambah.

4.2 Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Persiapan bahan dan alat.

a. Bahan terdiri dari : batu pecah, abu batu, pasir, aspal penetrasi 80/100 dan serbuk ban bekas.

Metode pembuatan serbuk ban bekas dilakukan sebagai berikut :

1) Ban bekas dibersihkan agar bebas dari kotoran atau bahan yang tidak dikehendaki.

2) Ban bekas diparut dengan menggunakan pemarut kelapa sampai lapisan yang memungkinkan untuk diparut sehingga diperoleh serbuk ban bekas dalam bentuk butiran-butiran.

3) Serbuk ban bekas disaring, lolos saringan # 16

b. Alat terdiri dari : saringan, penguji abrasi (keausan), penguji berat jenis, pengering agregat, pengukur suhu, pencampur, pemisah agregat dan penguji sampel serta alat untuk memarut ban bekas (digunakan pemarut kelapa karena belum adanya alat khusus)

2. Pemeriksaan sifat-sifat fisik agregat meliputi pengujian berat jenis dan penyerapan, gradasi, keausan dan kadar lempung .

3. Penentuan proporsi terhadap total agregat dengan menggunakan metode diagonal meliputi proporsi batu pecah, abu batu, pasir dan serbuk ban bekas.

4. Penentuan proporsi terhadap total campuran dan variasi kadar aspal.

5. Variasi penambahan serbuk ban bekas sebesar : 3,5 % ; 4,0 %.

6. Penyiapan benda uji meliputi pemanasan , pencampuran , pemadatan mengikuti prosedur Bina Marga (3 benda uji untuk setiap variasi kadar aspal).

7. Pemeriksaan benda uji dengan test Marshall.

8. Analisis data hasil test Marshall. 9. Menarik kesimpulan. Tahapan penelitian secara garis besar dimulai dari persiapan sampai dengan diperoleh kesimpulan dapat dilihat pada Gambar 4.1 Bagan Alir Penelitian berikut ini.

Page 26: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 19

Gambar 4.1 Bagan Alir Penelitian

Pemeriksaan Kadar Lumpur

Pemeriksaan Keausan

Pemeriksaan Gradasi

Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan

Selesai

Mulai

Pengumpulan/Persiapan Bahan dan Alat

Spesifikasi Standar

Tidak

Mix Design

Pembuatan Benda Uji Tanpa Ban Bekas Dengan Ban Bekas

Uji Marshall

Analisis Data

Kesimpulan

Ya

Page 27: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 20

4.3 Standar Pengujian dan Spesifikasi Bahan

Sebelum bahan digunakan untuk campuran perkerasan Hot Rolled Sheet (HRS), terlebih dahulu dilakukan pengujian bahan untuk mengetahui apakah bahan memenuhi persyaratan dan layak digunakan atau tidak.

Adapun standar yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. PB-0201-76, AASHTO T-27-74, ASTM C-136-64 : Standar pemeriksaan gradasi.

2. ASSHTO T-176-73 (1982) : Standar pemeriksaan kandungan debu

dan lempung pada tanah dan agregat halus/Sand Equivalent Test.

3. PB-0202-76, AASHTO T-85-81 : Standar untuk menentukan penyerapan

dan berat jenis agregat.

4. PB-0206-76, AASHTO T-96-77 (1982) : Standar pemeriksaan keausan agregat kasar

5. AASHTO T-245-74, ASTM D-1559-62 T : Pengujian pencampuran aspal metode

Marshall.

Pengujian terhadap agregat sesuai dengan ASTM dan spesifikasi bahan, standar pengujian terhadap agregat sebagai berikut :

1. Pengujian agregat halus a. Pemeriksaan kadar lumpur agregat

halus. b. Pemeriksaan penyerapan. c. Pemeriksaan berat jenis agregat halus d. Pemeriksaan gradasi agregat halus

2. Pemeriksaan agregat kasar a. Pengujian keausan agregat kasar b. Pemeriksaan berat jenis dan

penyerapan agregat kasar c. Pemeriksaan gradasi agregat kasar

3. Pemeriksaan serbuk ban bekas Pemeriksaan sifat fisik ban bekas hanya penentuan gradasi, sedang untuk berat jenis dan komposisi serbuk ban bekas diperoleh dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Aine Kusumawati dan Bambang Ismanto Siswosoebrotho (2001).

4.4 Pemeriksaan Sifat-sifat Fisik Agregat

Pemeriksaan sifat-sifat fisik agregat harus dilakukan suatu perencanaan campuran yang akan dipergunakan pada lapis perkerasan. Agregat dapat dipergunakan untuk bahan perkerasan jika setelah melalui pemeriksaan dan memenuhi persyaratan spesifikasi yang telah ditetapkan.

Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk memperoleh data yang nantinya akan digunakan dalam perancangan campuran. Adapun data yang diperlukan dalam perencanaan campuran meliputi : gradasi, berat jenis, penyerapan, keausan, dan kadar lempung yang terkandung dalam agregat.

Data kadar lempung yang diperoleh dari pemeriksaan ini tidak berkaitan langsung dengan data perencanaan. Kadar lempung perlu diketahui, agar apakah agregat tersebut mengandung kadar lempung dalam batas yang diijinkan atau sesuai persyaratan untuk dipakai sebagai agregat pada aspal campuran panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS).

4.4.1 Pemeriksaan Gradasi

Pemeriksaan gradasi agregat kasar dan agregat halus diperoleh dengan menggunakan analisis saringan. Pelaksanaan analisis saringan dilakukan berdasarkan pada PB-02001-76, AASHTO T-27-74, ASTM C-136-64. Pengambilan sampel di lapangan dilakukan dengan cara acak, atau diambil pada 1/3 ketinggian timbunan jika agregat tersebut telah berada di penimbunan material. Sampel yang telah diambil dari sumbernya, sebelum dilakukan analisis saringan dengan menggunakan alat pemisah (sample splitter), diambil separuh.

Peralatan yang digunakan adalah : timbangan, satu set saringan (sesuai spesifikasi), oven, sampel splitter, mesin pengguncang saringan (sieve shaker), kuas, sikat kuningan, sendok dan alat-alat lainnya. Analisis saringan untuk menentukan gradasi agregat dapat dilakukan dengan cara basah dan cara

Page 28: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 21

kering. Pada penelitian ini digunakan dengan cara basah.

Adapun prosedur pengujian adalah sebagai berikut :

a. Sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 110oC sampai berat tetap.

b. Sampel ditimbang sesuai kebutuhan (1 kg untuk agregat halus dan 1 kg untuk agregat kasar).

c. Sampel dicuci sampai bersih, kemudian air dibuang secara hati-hati di atas saringan #200, agregat yang tertahan pada saringan dikembalikan pada wadah pencucian.

d. Sampel dikeringkan sampai berat tetap dengan suhu 110oC, kemudian didinginkan.

e. Sampel disaring lewat satu set susunan saringan (sesuai spesifikasi yang dipakai dalam penelitian). Saringan dengan nomor paling besar ditempatkan paling atas. Saringan di guncang-guncang dengan tangan atau dengan menggunakan mesin pengguncang selama 15 menit.

f. Sampel yang telah disaring dan diguncang selama 15 menit, kemudian didiamkan selama 5 menit.

g. Sampel yang tertahan pada setiap nomor saringan masing-masing ditimbang, untuk selanjutnya dilakukan perhitungan.

Dari hasil penelitian saringan ini dapat diperoleh data gradasi agregat yang akan dipakai dalam perencanaan campuran.

4.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat

Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat dan berat air. Besarnya berat jenis agregat penting dalam perencanaan campuran agregat dengan aspal karena umumnya direncanakan perbandingan berat dan juga untuk menentukan banyaknya pori. Agregat dengan berat jenis yang kecil mempunyai volume yang besar sehingga dengan berat yang sama membutuhkan aspal yang lebih banyak. Disamping itu agregat dengan kadar pori besar membutuhkan jenis aspal yang banyak.

a. Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis bulk, berat jenis kering permukaan jenuh atau Saturated Surface Dry (SSD), berat jenis semu (apparent) dan penyerapan dari agregat halus. Sampel yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah material yang lolos saringan # 4 (4,76 mm) sampel kering oven dengan suhu 110oC.

Adapun pengertian dari berat jenis dan penyerapan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1) Berat jenis kering oven (bulk specific gravity) adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.

2) Berat kering permukaan jenuh (saturated surface dry) adalah perbandingan antara agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.

3) Berat jenis semu (apparent specific gravity) adalah perbandingan antara berat agregat kering dengan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.

4) Penyerapan adalah persentase berat air yang dapat diserap oleh pori terhadap berat agregat kering.

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari timbangan dengan kapasitas 2 kg dengan ketelitian 0,1 gr, piknometer kapasitas 500 ml, kerucut, penumbuk, talam-talam, saringan # 4 (4,76 mm), termometer, aquades, oven, bak perendam dan sampel agregat halus.

Prosedur Pelaksanaan :

1) Timbang sampel sebanyak 1 kg kering oven

2) Rendam benda uji dalam air selama 24 jam

Page 29: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 22

3) Buang air rendaman dan tebarkan di atas talam

4) Keringkan dengan cara membalik-balikkan sampel

5) Periksa sampel pada keadaan kering permukaan dengan mengisikan ke dalam kerucut terpancung dalam tiga lapis dan dipadatkan sebanyak 25 tumbukan (9, 8, 8).

6) Keadaan kering permukaan jenuh tercapai apabila kerucut diangkat, sampel mengalami keruntuhan akan tetapi masih terbentuk .

7) Timbang 500 gram kemudian sampel dimasukkan ke dalam piknometer

8) Isi piknometer dengan air suling sampai sampel terendam seluruhnya

9) Letakkan piknometer di atas pelat pemanas (hot plate) kemudian didihkan selama 10 menit untuk mengeluarkan udara yang tersekap di dalam sampel.

10) Dinginkan piknometer yang berisi sampel dan rendam dalam air dengan suhu 25oC sampai suhu di dalam piknometer menunjukkan 25oC.

11) Tambahkan air suling sampai tanda batas kalibrasi dan keringkan bagian luar kemudian ditimbang (Bt).

12) Keluarkan sampel dan keringkan dalam oven selama 24 jam kemudian ditimbang (Bk).

13) Timbang piknometer berisi air sampai batas kalibrasi (B).

Perhitungan berat jenis dan penyerapan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Bj. Kering oven =

Bt500BBk

.............................. (4.1)

Bj. Kering permukaan (SSD) =

Bt500B500

............................... (4.2)

Bj. Semu (apparent) =

BtBkBBk

................................. (4.3)

Penyerapan agregat =

%100xBk

Bk500

...................... (4.4)

b. Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar Pemeriksaan ini dilakukan dengan maksud untuk menentukan berat jenis bulk berat jenis kering permukaan jenuh, berat jenis semu (apparent) dan penyerapan dari agregat kasar. Adapun pengertian dari berat jenis dan penyerapan agregat kasar adalah sama dengan pemeriksaan yang dilakukan pada agregat halus. Perbedaan yang terdapat pada pemeriksaan kedua jenis agregat ini yaitu terletak pada cara pelaksanaan, peralatan dan rumus yang dipergunakan. Peralatan dan bahan yang dipakai pada pemeriksaan agregat kasar adalah sebagai berikut : timbangan dengan kapasitas 25 kg dengan ketelitian 0,5 gr, oven, bak perendam, sampel splitter, saringan #4 (4,76 mm), sampel dari batu pecah seberat 5 kg.

Sampel yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah material yang lolos saringan 1” dan tertahan saringan #4 (4,76 mm).

Cara pelaksanaan percobaan dilakukan dengan tahap sebagai berikut :

1) Timbang sampel kering oven seberat 5 kg

2) Cuci sampel sampai bersih dengan tidak ada yang terbuang

3) Masukkan dalam oven dengan suhu 110oC selama 24 jam

4) Keluarkan sampel dan dinginkan kemudian timbang (Bk)

5) Rendam sampel dalam air selama 24 jam

6) Keluarkan sampel dari dalam air, kemudian kering anginkan sampai sampel kering permukaan jenuh

7) Timbang sampel kering permukaan jenuh (Bj)

8) Timbang sampel dalam air (Ba)

Page 30: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 23

Perhitungan berat jenis di atas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Bj. Kering oven =

BaBjBk

.................................. (4.5)

Bj. Kering permukaan (SSD) =

BaBjBj

.................................... (4.6)

Bj. Semua (apparent) =

BaBkBk

....................................... (4.7)

Penyerapan agregat =

%100xBk

BkBj........................... (4.8)

4.4.3 Pemeriksaan Keausan Agregat Kasar

Penentuan ketahanan agregat terhadap degradasi diperiksa dengan percobaan abrasi Los Angeles (Abration Los Angeles Test), berdasarkan PB-0206-76 AASHTO T96-77 (1982). Ketahanan keausan agregat kasar dilakukan dengan mesin Los Angeles. Agregat kasar yang telah dipisahkan sesuai dengan gradasi dan berat yang telah ditetapkan, dimasukkan bersama bola-bola baja ke dalam mesin Los Angeles, lalu diputar dengan kecepatan 30/33 rpm sebanyak 500 putaran. Nilai akhir dinyatakan dalam persen yang merupakan hasil perbandingan antara berat benda uji mula-mula dikurangi berat benda uji tertahan saringan # 12. Nilai tinggi menunjukkan banyak benda uji yang hancur akibat putaran alat yang mengakibatkan tumbukan dan gesekan antar partikel dan bola-bola baja. Nilai abrasi > 40% menunjukkan agregat tidak mempunyai kekerasan cukup untuk digunakan sebagai bahan/material lapis perkerasan. Nilai abrasi yang disyaratkan oleh Bina Marga dan AASHTO untuk lapis permukaan

adalah < 40%, sedangkan untuk nilai > 40% dapat digunakan untuk lapis base.

Dalam penelitian ini jenis gradasi yang digunakan adalah jenis B dimana banyaknya sampel terdiri dari 2500 gram yang lolos saringan dengan ukuran ¾” tertahan saringan ½” dan 2500 gram agregat yang lolos saringan ½” tertahan saringan 3/8”. Jumlah bola baja yang digunakan adalah 11 buah.

Adapun prosedur-prosedur pelak-sanaan pengujian adalah sebagai berikut :

a. Timbang sampel secukupnya kemudian cuci sampai bersih.

b. Masukkan dalam oven dengan suhu 110oC selama 24 jam.

c. Timbang sampel sesuai gradasi/spesifikasi yang digunakan.

d. Masukkan sampel ke dalam mesin Los Angeles.

e. Masukkan bola baja sesuai permintaan spesifikasi.

f. Putar mesin Los Angeles dengan jumlah putaran 500 kali.

g. Keluarkan sampel dari dalam molen, kemudian saring dengan ayakan # 12.

h. Material yang lolos dibuang, sedangkan yang tertahan langsung dicuci sampai bersih kemudian keringkan dalam oven dengan suhu 110oC selama 24 jam.

i. Keluarkan sampel dari oven, dinginkan kemudian timbang.

Dari hasil percobaan ini, keausan agregat kasar ditentukan dengan rumus :

Keausan = %100xa

ba .......... (4.9)

Keterangan :

a = berat total sampel semula

b = berat sampel dikurangi material yang lolos saringan No. 12

Page 31: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 24

4.4.4 Kadar Lempung (Sand Equivalent Test)

Lempung mempengaruhi kualitas campuran aspal karena lempung membungkus partikel-partikel sehingga ikatan antar agregat dan aspal berkurang. Adanya lempung mengakibatkan luas permukaan yang harus diselimuti aspal bertambah, dan dengan kadar aspal yang sama akan menghasilkan tebal lapisan aspal yang lebih tipis, sehingga akan mengakibatkan terjadinya pengelupasan (striping). Tipisnya penyelimutan aspal mengakibatkan lapisan lebih mudah teroksidasi sehingga lapisan cepat rapuh. Lempung cenderung menyerap air yang berakibat hancurnya lapisan perkerasan. Pemeriksaan yang umum dilakukan untuk menentukan kadar lempung yang dikandung oleh agregat halus adalah Sand Equivalent Test. Pemeriksaan ini dilakukan untuk partikel agregat yang lolos saringan # 4 sesuai prosedur AASHTO T176-73 (1982), dengan menggunakan tabung dari kaca.

Adapun prosedur pelaksanaan pengujian adalah sebagai berikut :

a. Ambil sampel sebanyak 85 ml kemudian keringkan di dalam oven dengan suhu 110oC dan dinginkan pada suhu ruangan.

b. Isi gelas ukur dengan larutan kerja sampai skala 5.

c. Masukkan sampel secara perlahan-lahan ke dalam tabung kaca, ketuk untuk beberapa saat kemudian diamkan selama 10 menit.

d. Tutup tabung kaca dengan penutup karet atau kayu gabus kemudian dimiringkan sampai arah hampir mendatar dan kocok sebanyak 90 gerakan selama 30 detik sejauh 200 mm pada arah mendatar.

e. Tambahkan larutan kerja pada tabung kaca sampai pada skala 15, kemudian diamkan selama 20 menit.

f. Baca skala pembacaan lumpur. g. Masukkan beban perlahan-lahan

sampai pada permukaan pasir, baca skala pembacaan pasir yang ditunjukkan oleh keping skala

pembacaan pasir dikurangi dengan tinggi tangkai penunjuk (pada umumnya 10 skala).

Perhitungan untuk nilai Sand Equivalent dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

Nilai SE = lumpur Skalapasir Skala

x 100 %

................................................................. (4.10)

Nilai Sand Equivalent dari partikel agregat yang dapat dipergunakan untuk bahan konstruksi perkerasan jalan adalah lebih besar dari 50%.

4.5 Perencanaan Campuran (Mix Design)

Perencanaan campuran perlu dilakukan sebelum dilakukan pembuatan benda uji. Pada penelitian ini metode perencanaan campuran yang dipergunakan adalah metode Asphalt Institute. Perencanaan campuran dengan metode ini bertitik tolak pada stabilitas yang dihasilkan. Oleh karena itu yang menjadi dasar dari perencanaan ini adalah gradasi agregat campuran. Kadar aspal optimum ditentukan dengan melakukan pemeriksaan Marshall dari beberapa contoh dengan membuat variasi kadar aspal sedangkan gradasi tetap.

Perencanan campuran agregat dapat dilakukan dengan menggunakan cara grafik ataupun analitis.

Rumus dasar pencampuran adalah :

P = Aa + Bb + Cc + Dd .................... (4.11)

Keterangan :

P = Persen material lolos saringan X dari kombinasi agregat A, B, C, D

A,B,C,D = Persen material lolos saringan X untuk agregat A, B, C, D

Page 32: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 25

a,b,c,d = Proporsi agregat A, B, C, D dalam campuran 1

dimana : a + b + c + d = 1

3.5.1 Metode Perencanan Campuran

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa metode perencanaan campuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Asphalt Institute. Namun dalam metode ini ada beberapa cara perhitungan yang digunakan dalam menentukan komposisi campuran.

Ada dua cara perhitungan yang umum digunakan dalam menentukan komposisi campuran ini, yaitu :

a. Cara Diagonal yaitu berupa perhitungan secara grafis dengan bantuan garis diagonal untuk menentukan komposisi campuran.

b. Cara Trial and Error yaitu perhitungan secara analitis dengan cara memperkirakan komposisi campuran yang selanjutnya dihitung kombinasi gradasi dari agregat campuran. Apabila kombinasi gradasi masuk pada spesifikasi yang telah ditentukan maka komposisi yang dicoba dapat digunakan untuk komposisi campuran yang akan diteliti. Cara ini biasanya digunakan bagi peneliti/orang yang telah berpengalaman dalam hal perencanan campuran, karena harus memperkirakan nilai awal yang akan dicoba, agar proses perhitungan tidak terlalu banyak dan memakan waktu yang lebih lama.

Pada penelitian ini perhitungan komposisi campuran adalah menggunakan cara diagonal. Perhitungan ini dilakukan berdasarkan data analisa saringan masing- masing agregat sehingga didapat komposisi gradasi gabungan agregat apakah masuk ke dalam spesifikasi gradasi yang ditentukan.

4.5.2 Tujuan Perencanaan Campuran

Perencanaan mix design dimaksudkan untuk mengetahui komposisi dan besarnya persentase agregat yang dibutuhkan dalam merencanakan aspal beton.

Tujuan dari mendesain campuran lapis aspal beton adalah untuk menentukan suatu adonan yang ekonomis.

4.5.3 Persyaratan Rencana Campuran

Sebelum mempersiapkan bahan percobaan, terlebih dahulu harus ditetapkan beberapa hal sebagai berikut :

a. Material yang akan digunakan harus sudah memenuhi spesifikasi campuran

b. Kombinasi campuran agregat harus memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Pada proses ini yang paling utama adalah merencanakan komposisi campuran batuannya sebagaimana telah dijelaskan di atas, dalam hal ini dipergunakan metode diagonal.

4.5.4 Peralatan untuk Perencanaan Campuran

Jenis-jenis peralatan yang digunakan dalam melaksanakan percobaan adalah sebagai berikut :

a. Tiga buah cetakan benda uji (mold) dengan diameter 10 cm (4”) dan tinggi 7,5 cm (3”) lengkap dengan leher sambung dan pelat alas.

b. Alat pengeluar benda uji dari dalam cetakan (mold) berupa ejector.

c. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg (10 pound) dan tinggi jatuh bebas 45,7 cm (18”).

d. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis) berukuran 20 x 20 x 45 cm (8” x 8” x 18”) yang dilapisi dengan pelat baja berukuran 30 x 30 x 2,5 cm yang dijangkarkan pada lantai beton dengan 4 bagian siku.

e. Termometer dari logam berkapasitas 250oC.

f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 200oC.

g. Perlengkapan lain : 1) Panci untuk memanaskan agregat,

aspal dan campuran 2) Timbangan dengan kapasitas 2 kg

dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan dengan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 1 gram

Page 33: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 26

3) Kompor 4) Sarung asbes dan karet 5) Sendok pengaduk dan lain-lain

4.5.5 Urutan Perencanaan Campuran

Urutan perencanaan campuran pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Menghitung komposisi campuran dengan cara diagonal.

b. Dari hasil perhitungan komposisi campuran, selanjutnya dilakukan variasi serbuk ban bekas dengan membuat variasi yaitu : 3,5% dan 4,0% dari total agregat.

c. Dari kelima variasi serbuk ban bekas tersebut selanjutnya dilakukan variasi kadar aspal yaitu : 8,0% dan 8,5% dari berat total agregat.

d. Membuat benda uji (briket) untuk masing-masing komposisi campuran (3 briket untuk tiap komposisi campuran).

e. Pemeriksaan benda uji, meliputi : keadaan campuran, berat isi campuran, besarnya rongga dalam campuran (voids in mixture, VIM), besarnya rongga terisi aspal (voids filled bitumen, VFB), stabilitas (stability), kelelahan (flow).

f. Menentukan kadar aspal optimum dari perencanaan campuran.

4.5.6 Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji dalam penelitian ini mengikuti prosedur yang ada dalam Manual Pemeriksaan Bahan Jalan PC-0201-76.

Sedangkan prosedur pembuatan benda uji adalah sebagai berikut :

a. Masing-masing agregat ditimbang sesuai dengan besarnya persentase perbandingan komposisi. Berat agregat dalam keadaan normal untuk menghasilkan benda uji dengan tinggi ± 6,25 cm adalah ± 1200 gram.

b. Agregat dipanaskan dalam panci pemanas di atas nyala api kompor sampai mencapai suhu antara 160 – 180oC.

c. Aspal dicairkan pada suhu 130 – 150oC.

d. Kemudian aspal cair dituangkan secara hati-hati sesuai dengan berat yang telah ditetapkan ke dalam panci pencampur.

e. Diaduk dengan cepat pada suhu 145oC (± 10oC) sampai terlihat seluruh permukaan agregat tertutup aspal semua.

f. Campuran dipindahkan ke dalam cetakan benda uji (mold) yang di dasarnya telah diletakkan kertas saring. Waktu akan dipadatkan suhu campuran adalah 135oC (± 10oC), kemudian dilakukan penumbukan sebanyak 75 kali bagian atas dan 75 kali bagian bawah.

g. Benda uji yang telah cukup dingin dikeluarkan dari mold dengan ejector dan diberi identitas.

h. Letakkan benda di atas permukaan yang rata dan biarkan selama 24 jam pada suhu ruang.

i. Kemudian dilakukan pengujian test Marshall.

4.5.7 Pelaksanaan Pengujian

Setelah benda uji disiapkan pengujian Marshall dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Ukur tinggi benda uji dengan ketelitian 0,1 mm.

b. Timbang berat benda uji. c. Direndam dalam air selama 16 – 24 jam

agar benda uji jenuh air, keluarkan dalam bak perendam dan timbang dalam air guna mendapatkan volume benda uji.

d. Benda uji di lap dengan kain bersih untuk mengeringkan permukaan ditimbang dalam kondisi kering permukaan jenuh (SSD).

e. Benda uji direndam dalam bak perendam (water batch), pada suhu 60oC selama 30-40 menit.

f. Kepala penekan alat Marshall dibersihkan permukaannya diberi oli untuk memudahkan melepaskan benda uji.

g. Benda uji dikeluarkan dari water batch segera diletakkan pada segmen bawah

Page 34: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 27

kepala penekan, segmen atas batang penekan diletakkan ke dalam batang penuntun kemudian kepala penekan diletakkan di atas mesin penguji.

h. Arloji kelelahan dipasang pada salah satu batang penuntun.

i. Kepala penuntun bersama benda uji dinaikkan hingga menyentuh alas cincin penguji, kemudian diatur kedudukan jarum arloji tekan pada angka nol.

j. Pembebanan tetap dilaksanakan hingga mencapai maksimum pada saat arloji penekan berhenti dan mulai kembali berputar menurun. Pada saat arloji berhenti dan berputar balik pembacaan kelelehan (flow) dan stabilitas. Setelah pembacaan, segmen atas diangkut dan benda uji dikeluarkan dari kepala penekan. Benda uji berikutnya siap dilakukan uji Marshall. Yang perlu diperhatikan adalah selama pengujian suhu bak perendam tetap konstan, agar hasil yang diperoleh akurat.

4.6 Tata Cara Analisis dan Perhitungan Hasil Uji

Data yang diperoleh dari test Marshall sebagai berikut :

1. Berat jenis maksimum 2. Berat kering benda uji (gram) 3. Berat kering permukaan jenuh/SSD

(gram) 4. Berat dalam air (gram) 5. Volume benda uji (cm3)/tebal benda uji

(mm) 6. Pembacaan arloji stabilitas (kg) 7. Pembacaan arloji kelelehan/flow (mm) Pada metode Marshall setiap benda uji yang telah dipadatkan akan melalui perhitungan, analisis dan pengujian sebagai berikut :

1. Isi benda uji (H)

Isi benda uji dapat ditentukan dengan rumus :

H = G - F................................. (4.12 )

Keterangan : F = Berat benda uji dalam air (gram )

G = Berat dalam keadaan jenuh (gram )

H = Isi benda uji (cm3 )

2. Berat isi pada benda uji Berat isi benda uji (density ) dapat

ditentukan dengan rumus :

J = HE

...................................... (4.13)

Keterangan :

J = Berat isi padat (density ) benda uji (gram/cm3)

E = Berat kering benda uji (gram) H = Isi benda uji (cm3)

Berat isi benda uji ini sangat penting, karena makin tinggi berat isi suatu campuran, biasanya makin tinggi nilai stabilitasnya. Dengan kata lain stabilitas merupakan fungsi dari berat isi. Berat isi juga menunjukkan bahwa campuran padat, sehingga mudah air dapat merembes. Untuk konstruksi perkerasan, berat isi yang tinggi tidak bisa dijadikan satu-satunya kriteria kualitas, akan tetapi faktor dan unsur-unsur lain juga harus diperhitungkan.

3. Berat jenis maksimum benda uji (D) Berat jenis benda uji maksimum (teoritis) dapat dihitung dengan rumus :

D =

TA

CA100

100

............... (4.14)

Keterangan :

A = Kadar aspal (%) C = Berat jenis efektif total `agregat

(gr/cm3) D = Berat jenis maksimum

campuran agregat (gr/cm3) T = Berat jenis aspal (gr/cm3)

4. Rongga udara dalam campuran (K) Rongga udara dalam campuran adalah perbandingan volume persen rongga terhadap volume total campuran padat, yang dinyatakan dalam persen (%), dapat dihitung dengan rumus :

Page 35: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 28

K = D

)JD(x100 ................... (4.15)

Keterangan :

D = Berat jenis maksimum campuran agregat (gr/cm3)

J = Berat isi padat (density) benda uji (gr/cm3)

K = Persen rongga udara dalam campuran

Kadar rongga udara dalam campuran bagi Bina Marga merupakan kriteria pokok yang harus dipenuhi oleh campuran aspal panas, termasuk HRS (Lataston). Bina Marga menetapkan kriteria rongga udara dalam campuran HRS untuk lapis permukaan adalah 4 – 6%.

5. Stabilitas (M) Stabilitas adalah kemampuan benda dari benda uji dalam menahan beban sampai terjadi kelelehan plastis, dinyatakan dalam suatu beban. Pengukuran stabilitas dilakukan dengan memberikan beban secara diametric di sekitar sirkum ferensia dari benda uji melalui dua segmen sirkular. Dengan prinsip ini seluruh masa benda uji dibebani gaya geser (during stress). Pengujian dilakukan pada suhu 60oC.Nilai stabilitas menunjukkan kekuatan struktural campuran aspal panas. Nilai ini terutama dipengaruhi oleh kadar aspal di dalam campuran.

Rumus stabilitas adalah sebagai berikut :

M = L x m x n ......................... (4.16)

Keterangan :

M = Nilai stabilitas terkoreksi (kg)

L = Nilai pembacaan arloji stabilitas

m = Nilai kalibrasi alat

n = Nilai koreksi terhadap tebal benda uji

6. Kelelehan plastis (flow) Kelelehan (flow) adalah besarnya perubahan bentuk plastis suatu benda

uji yang terjadi akibat suatu beban, sampai batas keruntuhan, dinyatakan dalam suatu panjang. Pengujian kelelehan dilakukan bersamaan dengan pengujian stabilitas. Nilai kelelehan merupakan indeks batas plastisitas atau perlawanan aspal beton terhadap distorsi akibat beban lalu-lintas. Nilai kelelehan meningkat apabila kadar aspalnya meningkat. Pada campuran yang mengandung banyak bahan pengisi (filler) nilai kelelehannya akan meningkat dengan cepat sejalan dengan peningkatan kadar aspal. Nilai kelelehan adalah penentu paling praktis untuk mengendalikan kadar aspal suatu campuran selama produksi. Nilai kelelehan diperoleh dari pembacaan arloji flow (N) yang menyatakan deformasi benda uji dalam satuan 0,01 mm.

7. Quotient Marshall (P) Nilai Quotient Marshall merupakan indikasi kekuatan campuran jika dipakai sebagai lapis perkerasan.

Nilai Quotient Marshall diperoleh dengan persamaan sebagai berikut :

P = N x 102

M ......................... (4.17)

Keterangan :

P = Nilai Quotient Marshall (kg/mm)

M = Nilai stabilitas (kg)

N = Nilai kelelahan (mm)

8. Penyerapan agregat terhadap aspal (R) Penyerapan agregat terhadap aspal perlu diketahui, hal ini untuk menentukan besarnya kadar aspal efektif yang sebenarnya terjadi pada suatu campuran. Karena aspal efektif yang dipakai pada perancangan campuran sifatnya teoritis artinya berlaku bagi semua agregat. Kadar aspal efektif pada campuran adalah total kadar aspal campuran dikurangi aspal yang disemprot pada agregat. Di Indonesia nilai absorbsi bitumen dari agregat gabungan dalam campuran

Page 36: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 29

aspal umumnya adalah 1,2% dari berat total campuran. Oleh karena itu, nilai kadar aspal campuran yang ditentukan akan setara dengan total kadar bitumen untuk aspal beton sebesar 7,5%. Besarnya penyerapan aspal oleh agregat dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

R = A + D

xT100B

)A100(T

…. (4.18)

Keterangan :

R = Penyerapan aspal oleh agregat (%)

A = Kadar aspal campuran (%)

B = Berat jenis total agregat gabungan (gr/cm3)

T = Berat jenis aspal (gr/cm3)

9. Tebal Film (S) Tebal penyelimutan aspal terhadap agregat (tebal film) sangat bergantung pada jumlah aspal yang digunakan dan luas permukaan yang harus diselimuti aspal. Bagi agregat dengan jumlah filler atau agregat dengan butiran kecil banyak akan menghasilkan luas permukaan yang besar, sehingga membutuhkan lebih banyak aspal yang digunakan. Ketebalan film sangat mempengaruhi keawetan dari perkerasan jalan. Campuran aspal yang menggunakan metode Bina Marga memiliki kadar aspal yang lebih besar dibandingkan dengan metode tradisional. Tebal film yang disyaratkan oleh Bina Marga adalah harus > 8 mikron meter. Tebal film dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

S = )A100(QxTx

)RA(x1000

............... (4.20)

Keterangan :

S = Tebal film (m)

A = Kadar aspal total campuran (%)

Q = Luas permukaan agregat (m²/kg)

R = Penyerapan aspal oleh agregat (%)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pengujian Laboratorium

Pengujian sifat-sifat campuran aspal panas pada penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Palangkaraya. Penelitian yang dilakukan meliputi pengujian terhadap sifat-sifat fisik agregat dan pengujian terhadap sifat campuran aspal dan agregat dengan alat Marshall.

5.1.1 Pengujian Sifat – sifat Fisik Agregat

Pengujian sifat-sifat fisik campuran terdiri dari pengujian berat jenis dan penyerapan agregat, pengujian gradasi agregat, Pengujian kadar lempung dan pengujian abrasi agregat.

Pemeriksaan gradasi untuk batu pecah, abu batu, pasir dan serbuk ban bekas dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini. Tabel 5.1 Hasil Pemeriksaan Gradasi (Analisa Saringan)

Ukuran Saringan Persen Lolos

Inch mm Batu pecah

Abu Batu Pasir

Serbuk Ban

Bekas

# 1 ”

# ¾ ”

# ½ ”

# 3/8 ”

No. 4

No. 8

No. 16

No. 30

No. 100

No. 200

Pan

25,000

19,100

12,700

9,520

4,760

2,380

1,180

0,500

0,150

0,075

0,000

100,00

94,22

35,15

6,12

0,79

0,72

-

0,60

0,46

0,40

0,00

100,00

100,00

100,00

100,00

93,27

78,88

-

37,65

15,68

10,86

0,00

100

100

100

100

100

99,74

-

82,80

13,29

4,72

0,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

85,45

10,75

2,95

0,00

Sumber : Hasil Pemeriksaan Laboratorium (2004)

Pemeriksaan sifat fisik agregat yang lain yaitu pemeriksaan berat jenis, penyerapan, abrasi, sand equivalent disajikan dalam Tabel 5.2 berikut ini.

Page 37: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 30

Tabel 5.2 Hasil Pemeriksaan Sifat- sifat Agregat

Jenis Pemeriksaan Batu Pecah Abu Batu Pasir

Serbuk Ban

Bekas Spesifikasi

BeratJenis (gr/cm3)

Berat Jenis SSD (gr/cm3)

Berat Jenis Semu (gr/cm3)

Penyerapan (%)

Keausan (%)

Sand Equivalent (%)

2,5789

2,5953

2,6217

0,7888

25,1600

-

2,3917

2,4472

2,5324

2,3196

-

-

2,5860

2,6100

2,6498

0,9288

-

82,5526

0,9470

-

-

-

-

-

Min 2,2

-

-

Max 3,0

Max 40

Min 50

Sumber : Hasil Pemeriksaan Laboratorium (2004)

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, secara umum agregat yang digunakan memenuhi persyaratan untuk bahan penyusun campuran aspal panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS).

5.2.1 Perencanaan Campuran

Penentuan proporsi tiap-tiap agregat (batu pecah, abu batu, dan pasir ) terhadap total agregat dilakukan dengan menggunakan metode diagonal berdasarkan data analisis saringan masing-masing agregat.

Prosedur penentuan proporsi terhadap total agregat adalah sebagai berikut : a. Buatlah empat persegi panjang

berukuran 10 x 20 cm atau ukuran lain dengan perbandingan 1: 2.

b. Sumbu datar digunakan untuk menunjukkan ukuran saringan, sumbu tegak digunakan untuk menunjukkan persen lolos saringan.

c. Plotkan hasil analisa saringan rata-rata batu pecah, abu batu dan pasir.

d. Tarik garis diagonal. e. Tentukan proporsi batu pecah, dengan

melihat plotting untuk batu pecah dan abu batu, kemudian tentukan garis

batas bawah batu pecah = garis batas atas abu batu, lalu tarik garis vertikal masing-masing hingga sama-sama menyentuh garis diagonal, kemudian baca skala dari atas. Skala baca tersebut sama dengan skala baca proporsi batu pecah dengan satuan persen.

f. Tentukan proporsi abu batu dengan melihat plotting untuk batu pecah, abu batu dan pasir, kemudian tentukan garis batas bawah batu pecah + garis batas bawah abu batu = garis batas atas pasir, lalu tarik garis vertikal masing-masing hingga sama-sama menyentuh garis diagonal. Kemudian baca skala dari atas selanjutnya dikurangi hasil skala baca proporsi batu pecah = skala proporsi abu batu dengan satuan persen.

g. Tentukan proporsi pasir dengan cara 100 - skala baca proporsi batu pecah – hasil skala baca abu batu, dengan satuan persen.

h. Dari hasil langkah-langkah di atas diperoleh proporsi terhadap total agregat yang terdiri dari : % batu pecah, % abu batu, % pasir.

Hasil perhitungan penggabungan agregat dengan menggunakan metode diagonal dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut ini.

Berdasarkan hasil perhitungan penggabungan agregat yang dilakukan dengan metode diagonal, selanjutnya dilakukan variasi kadar serbuk ban bekas. Variasi kadar serbuk ban bekas yang dibuat adalah 2 variasi. Dari perhitungan kombinasi yang telah dilakukan, diperoleh proporsi campuran yang memenuhi persyaratan gradasi gabungan untuk campuran Hot Rolled Sheet (HRS) adalah seperti pada Tabel 5.3 berikut ini.

Page 38: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 31

Tabel 5.3 Proporsi Agregat dan Serbuk Ban Bekas dalam Campuran

Jenis Bahan Variasi I Variasi II

Batu Pecah (CA)

Abu Batu (FA)

Pasir (FA)

Serbuk Ban Bekas

30,00

33,00

37,00

3,50

30,00

33,00

37,00

4,00

Campuran aspal panas direncanakan berdasarkan proporsi total agregat dengan penggunaan aspal yang bervariasi. Variasi aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah 8,0 % dan 8,5 %. Persentase kadar aspal tersebut adalah terhadap berat total agregat yang digunakan yaitu 1200 gram.

Berdasarkan proporsi yang telah ditetapkan, selanjutnya dilakukan perhitungan berat material dan aspal untuk pembuatan benda uji.

Perhitungan berat material dan aspal dalam campuran berdasarkan proporsi yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut :

Contoh perhitungan untuk variasi :

a. Variasi I Kadar aspal 6,5 % Batu pecah 33 % = 33 % x 1200

= 396,00 gr

Abu batu 30 % = 30 % x 1200 = 360,00 gr

Pasir 37 % = 37 % x 1200 = 444,00 gr

Berat Total Agregat = 1200,00 gr

Serbuk Ban Bekas 3,5 % = 3,5 % x 1200 = 42,00 gr

Aspal 6,5 % = (6,5 / (100 + 6,5)) x 1242 = 75,80 gr

Berat Total Campuran = 1317,80 gr

b. Variasi II Kadar aspal 7,0 % Batu pecah 33 % = 33 % x 1200

= 396,00 gr

Abu batu 30 % = 30 % x 1200 = 360,00 gr

Pasir 37 % = 37 % x 1200 = 444,00 gr

Berat Total Agregat = 1200,00 gr

Serbuk Ban Bekas 4,0 % = 4,0 % x 1200 = 48,00 gr

Aspal 7,0 % = (7,0 / (100 +7,0)) x 1248 = 81,64 gr

Berat Total Campuran = 1329,64 gr

5.2 Hasil Pengujian Marshall 5.2.1 Pengujian Marshall

Setelah perhitungan komposisi campuran (mix design) selesai maka selanjutnya adalah pembuatan briket atau benda uji. Dalam penelitian ini untuk setiap variasi dibuat masing-masing 3 benda uji. Pembuatan benda uji mengikuti prosedur pada Manual Pemeriksaan Badan Jalan PC-0201-76. Jumlah tumbukan yang digunakan adalah 2 x 75 kali tumbukan dengan asumsi jalan yang digunakan untuk lalu lintas sedang, beban berat( jalan luar kota ).

Benda uji yang telah dipadatkan, didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam, kemudian ditimbang dalam suhu ruang dan beratnya ditetapkan. Selanjutnya benda uji tersebut direndam dalam air selama 24 jam, kemudian ditimbang dalam air dan beratnya ditetapkan. Setelah benda uji diangkat dan dikeringkan sampai mencapai kering permukaan jenuh (SSD) lalu ditimbang dan ditetapkan beratnya.

Sebelum pengujian dengan alat Marshall dilakukan, benda uji direndam terlebih dahulu dalam bak berisi air panas (water bath) dengan temperatur 600 C selama 30 – 40 menit.

Hasil pengujian Marshall untuk setiap variasi serbuk ban bekas, dari variasi I (serbuk ban bekas 3,5 %) sampai variasi II (serbuk ban bekas 4,0 %)dapat dilihat pada Tabel 5.4

Page 39: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 32

Tabel 5.4 Hasil Pengujian Marshall Variasi

Kadar Aspal

(%)

Prameter Marshall

Berat isi gr/cm3

Stabilitas (kg)

Flow (mm)

Hasil Bagi Marshal (KN/mm)

Rongga dalam Campuran (%)

Rongga terisi Aspal (%) Keterangan

6,5

7,0

2,221

2,212

1576,722

1490,813

4,067

4,267

3,801

3,426

3,056

2,813

80,746

82,367

Memenuhi

Memenuhi

Page 40: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 33

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisa yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, penggunaan serbuk ban bekas sebagai bahan tambah (additive) pada campuran aspal panas jenis Hot Rolled Sheed (HRS), dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Prosentase serbuk ban bekas dalam komposisi campuran HRS dan Kadar Aspal Optimum yang tepat, maka secara umum mampu memberikan stabilitas yang tinggi

2. Penggunaan serbuk ban bekas sebagai bahan tambah (additive) pada campuran aspal panas jenis Hot Rolled Sheet (HRS) memberikan nilai stabilitas sebagai berikut : a. Variasi I (serbuk ban Bekas 8,0 %)

nilai stabilitas tertinggi 1576,722 Kg

b. Variasi II (serbuk ban bekas 8,5 %) nilai stabilitas tertinggi 1490,813 Kg

Daftar Pustaka

AASHTO. 1982, Standar Spesification For Transportasi Material and Method For Sampling and Testing, Part I, “Specification”, 13 th

Edition. Desriantomy. 2000. Penuntun Praktikum

Bahan Perkerasan Jalan, Fakultas Teknik Universitas, Palangkaraya.

Direktorat Jendral Bina Marga. (1996).

Pengujian Bahan Jalan dan Jembatan, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Direktorat Jendral Bina Marga. (1996), Pengujian Tanah dan Bahan Batuan, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Direktorat Jendral Bina Marga. (1998), Central Quality Control & Monitoring Unit, Manual Supervisi Lapangan Untuk Pengendalian Mutu pada Kontrak Pemeliharaan dan Peningkatan Jalan, Jakarta.

Deman, A. dan Apu. (2000), Penggunaan

Abu Terbang sebagi Filler pada Campuran Aspal Panas Jenis HRS, Tugas Akhir, Program Studi Teknik Sipil Universitas Palangkaraya, Palangkaraya.

Departemen Pekerjaan Umum. (1989),

Metode Pengujian Agregat, Yayasan Penerbit Pekerjaan Umum

Sukirman, S. (1992), Perkerasan Lentur

Jalan Raya, Penerbit Nova Bandung.

Page 41: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2 EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 34

Widjaja, A. (1999), Karakteristik Beton Normal dan Beton dengan Abu Sekam Padi Pasca Bakar (Pendinginan dengan Air dan Udara Bebas). Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Page 42: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2, EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 35

STUDI EROSI DAN UPAYA KONSERVASI LAHAN SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO

DI KABUPATEN BARITO SELATAN M. Nurkamali, ST; Fx. John David, ST

E-mail: [email protected]

Abstrak Kompleksnya permasalahan dan kritisnya kondisi DAS Barito dapat dilihat dari aspek kuantitas dan kualitas airnya. Pada musim hujan debit sungai Barito sangat besar dan sangat berbeda jauh dibandingkan pada saat musim kemarau. Atau dengan kata lain perbedaan debit sungai Barito antara musim hujan dan musim kemarau sangat besar. Secara visual tingkat kekeruhan sungai Barito sangat tinggi. Salah satu faktor yang mempengaruhi kekeruhan air sungai adalah erosi lahan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut. Studi ini bertujuan untuk mengetahui besarnya erosi lahan rata – rata per hektar per tahun, untuk menentukan tingkat bahaya erosi lahan dan untuk mengetahui upaya konservasi yang digunakan pada masing – masing kecamatan. Lokasi studi pada penilitian ini adalah lahan yang berada di Kecamatan Dusun Hilir, Karau Kuala dan Dusun Selatan. Ketiga kecamatan tersebut secara administratif merupakan wilayah Kabupaten Barito Selatan Jika ditinjau dari DASnya Kecamatan Dusun Hilir terdiri dari Sub DAS Mengkatip, Sub DAS Purun, Sub DAS Sakan Raya dan Sub DAS Ahas,Sub DAS Napu, Sub DAS Rantau Upak, Sub DAS Puning, Sub DAS Batampang dan Sub DAS Karanen. Kecamatan Karau Kuala terdiri dari Sub DAS Telang, Sub DAS Karau. Kecamatan Dusun Selatan terdiri dari Sub DAS Mulia, Sub DAS Madara, Sub DAS Papuang, Sub DAS Perigi.Metode yang digunakan untuk menganalisa besarnya erosi lahan adalah MUSLE. Adapun variabel pada metode ini adalah limpasan permukaan (Rw), indeks erodibilitas (K), kemiringan lereng (LS), pengelolaan tanaman ( C ) dan upaya konservasi (P). Data sekunder yang diperlukan pada studi ini adalah data curah hujan, data tanah, data iklim dan data topografi. Berdasarkan hasil analisa diperoleh kesimpulan besarnya erosi lahan di Wilayah Kecamatan Karau Kuala 57,0294 ton / ha / tahun, Kecamatan Dusun Selatan 45,35203 ton / ha / tahun dan Kecamatan Dusun Hilir 21,6514 ton / ha / tahun. Tingkat bahaya erosi lahan yang ada di Wilayah Kecamatan Dusun Hilir adalah : 55,55 % sangat ringan dan 44,45 % ringan . Kecamatan Karau Kuala adalah : 63,64 % ringan; 18,18 % sedang dan 18,18 % berat. Kecamatan Dusun Selatan adalah 42,30 % sangat ringan; 19,23 % ringan; 26,93 % sedang dan 11,54 % berat. Sehingga upaya konservasi untuk Kecamatan Karau Kuala, Kecamatan Dusun Hilir dan Kecamatan Dusun Selatan adalah dengan upaya vegetatif untuk kondisi TBE sangat ringan, ringan dan sedang sedangkan untuk kondisi TBE berat upaya konservasinya adalah kombinasi antara vegetatif dan mekanis. Kata Kunci: Tingkat Bahaya Erosi, Upaya Konservasi Lahan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kompleksnya permasalahan dan kritisnya kondisi Sungai Barito dapat dilihat dari aspek kuantitas dan kualitas air. Secara kuantitas debit air sangat besar, sedangkan pada musim kemarau debit air sangat sedikit sehingga sangat sulit untuk dilayari, sedangkan pada musim hujan permukaan air sungai tinggi mengakibatkan kota-kota dan desa-desa di sepanjang alur Sungai Barito terkena banjir. Secara kualitas kondisi air sangat buruk, hal ini berarti pada daerah pengaliran Sungai Barito telah terjadi erosi yang cukup signifikan. Sehingga dalam

pengelolaan DAS Barito masalahnya adalah erosi dan sedimentasi. Perkembangan erosi dan sedimentasi adalah akibat perkembangan penduduk dan perubahan fungsi lahan. Penggunaan lahan yang melampaui batas kemampuan akan memungkinkan bertambahnya erosi. Pemahaman proses erosi dan sedimentasi akan membantu dalam usaha perbaikan DAS.

1.2 Lokasi Penelitian Lokasi studi pada penilitian ini adalah lahan yang berada di Kecamatan Dusun Hilir, Karau Kuala dan Dusun Selatan. Ketiga kecamatan tersebut secara administratif merupakan wilayah Kabupaten Barito Selatan. Jika ditinjau

Page 43: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2, EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 36

dari DASnya Kecamatan Dusun Hilir terdiri dari Sub DAS Mengkatip, Sub DAS Purun, Sub DAS Sakan Raya, Sub DAS Ahas, Sub DAS Napu, Sub DAS Rantau Upak, Sub DAS Puning, Sub DAS Batampang dan Sub DAS Karanen. Kecamatan Karau Kuala terdiri dari Sub DAS Telang dan Sub DAS Karau. Kecamatan Dusun Selatan terdiri dari Sub DAS Mulia, Sub DAS Madara, Sub DAS Papuang dan Sub DAS Perigi.

1.3 Rumusan Masalah 1. Berapakah besarnya erosi lahan rata –

rata per hektar per tahun yang terjadi pada masing – masing Kecamatan ?

2. Bagaimanakah tingkat bahaya erosi lahan pada masing – masing Kecamatan?

3. Upaya konservasi yang bagaimana yang harus digunakan untuk mengendalikan bahaya erosi lahan yang terjadi pada masing – masing Kecamatan?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Untuk mengetahui besarnya erosi lahan

rata – rata per hektar per tahun yang terjadi pada masing – masing Kecamatan.

2. Untuk menentukan tingkat bahaya erosi lahan pada masing – masing Kecamatan.

3. Untuk mengetahui upaya konservasi yang bagaimana yang harus digunakan untuk mengendalikan bahaya erosi lahan yang terjadi pada masing – masing Kecamatan.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendugaan Laju Erosi Dengan Metode

Mulse Pada kebanyakan daerah aliran yang cukup luas, selama erosi juga terjadi pengendapan dalam proses pengangkutan. Hasil endapan dipengaruhi oleh limpasan permukaan. Oleh karena itu Williams (1975) mengadakan modifikasi PUKT untuk menduga hasil endapan dari setiap kejadian limpasan permukaan, mengganti indeks erosivitas (R) dengan indeks erosivitas limpasan permukaan (RW). Persamaan menurut Williams (1975) sebagai berikut :

Rw = 56,0p0 )QV(05,9 (2.7)

Dimana :

Rw = limpasan permukaan (Mj. Cm. ha 1 . Jam 1 .Tahun 1 )

Vo = volume aliran (m³) Qp = debit aliran puncak (m3/detik)

Untuk memperoleh nilai Rw (Andawayanti, 1988 : 47) diperlukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Dihitung Tc (Waktu Konsentrasi Limpasan

Maksimum), dengan menggunakan persamaan Bransby dan Williams. Tc = 0,10,2

sASL0,222 Dimana : Tc = waktu konsentrasi limpasan

maksimum (jam) L = panjang sungai (m) S = kemiringan sungai As = luas daerah pengaliran (km2)

2. Mencari Nilai Rerata Total Curah Hujan Maksimum Bulanan (mm).

3. Menghitung Intensitas Curah Hujan (I) dengan menggunakan persamaan :

I = c

Maks

TCH

Dimana : I = intensitas hujan (mm/jam) CHMaks = curah hujan harian maksimum

(mm/jam) Tc = waktu konsentrasi limpasan

maksimum (jam)

4. Menghitung Debit Aliran Puncak dengan menggunakan persamaan : Qp = AsIC0,278 Dimana : Qp = debit aliran puncak (m3/detik) C = koefisien pengaliran I = intensitas hujan (mm/jam) As = luas daerah pengaliran (km2)

5. Menentukan Nilai MS, BD,RD dan 0E

Et

6. Menentukan Nilai Rc, dengan menggunakan persamaan :

Rc = 1000 x MS x BD x RD x

5,0

0EEt

Dimana :

Page 44: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2, EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 37

Rc = Kapasitas penyimpangan lengas tanah

MS = Kandungan lengas tanah pada kapasitas lapang

BD = Berat jenis volume lapisan tanah atas

RD = Kedalaman perakaran efektif Untuk tanaman keras = 0,10 Untuk padi – padian dan rumput = 0,05 Et/Eo = Perbandingan antara evaporasi

aktual (Et) dan evaporasi potensial (Eo)

7. Mencari Nilai Rerata Jumlah Hari Hujan (Rn) dan Rerata Total Curah Hujan Bulanan (R)

8. Mencari Nilai R0 dengan persamaan :

R0 = nR

R

Dimana : Ro = jumlah hujan perhari R = rerata total curah hujan

bulanan (mm) Rn = rerata jumlah hari hujan (hari)

9. Menghitung V0 dengan persamaan :

V0 =

0c

RR

expR (2.13) Dimana : Rc = erositas rencana R = jumlah hujan tahunan (mm) Ro = jumlah hujan perhari (mm/hari) Vo = volume aliran (m3)

2.2 Tingkat Bahaya Erosi Tingkat Bahaya Erosi (TBE) diperoleh dengan cara membandingkan tingkat erosi pada suatu unit lahan dengan kedalaman efektif. Klasifikasi tingkat bahaya erosi dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1

Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi

2.3 Upaya Konservasi Erosi terjadi karena adanya penghancuran massa tanah oleh pukulan air hujan dan limpasan permukaan. Pukulan air hujan dan limpasan permukaan tersebut membawa energi yang dapat menghancurkan agregat tanah. Dengan demikian upaya konservasi harus dilakukan dengan :

1. Mengurangi besar energi puncak (air hujan atau limpasan permukaan).

2. Meningkatkan ketahanan agregat tanah.

3. Memperbaiki pelindung tanah .

Untuk mengurangi besar energi perusak dapat dilakukan dengan :

1. Menutup atau melindungi massa tanah dari pukulan langsung air hujan atau kikisan limpasan permukaan .

2. Meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah.

3. Meningkatkan kekerasan dalam permukaan tanah, untuk mengurangi kecepatan dan volume air hujan serta limpasan permukaan sehingga tidak lagi mampu mengikis tanah.

3. METODE PENELITIAN 3.1 Tahapan Studi

Secara umum penelitian dilakukan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu : pengumpulan data, analisis data dan perumusan upaya konservasi (lihat gambar 3.1). Jenis data yang dikumpulkan sebagai bahan analisis adalah data sekunder. Data sekunder berupa hasil studi terdahulu yang terdiri dari peta dan data curah hujan.

3.2 Teknik Pengumpulan Data Data untuk penelitian ini diperoleh dari Kantor Dinas Pekerjaan Umum, Sub Dinas Pengairan Provinsi Kalimantan Tengah yang mewakili sungai Barito, disamping itu untuk perlengkapan studi juga disertai data kondisi geografi, topografi, klimatologi, tata guna lahan dan data kependudukan yang diambil dari Kantor Biro Pusat Statistik Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah serta beberapa instansi terkait yang mendukung penelitian ini.

Page 45: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2, EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 38

3.3 Teknik Analisa Data Perhitungan Laju Erosi (A) dengan menggunakan Metode MUSLE.

Perhitungan nilai limpasan permukaan (Rw)

1). Menghitung Waktu Konsentrasi Limpasan Maksimum (Nilai Tc)

2). Mencari Nilai Rerata Total Curah Hujan Maksimum Bulanan (mm).

3). Menghitung Intensitas Curah Hujan (I) 4). Menghitung Debit Aliran Puncak 5). Menentukan Nilai MS, BD, RD dan

0EEt

.

6). Menentukan Nilai Rc 7). Mencari Nilai Rerata Jumlah Hari

Hujan (Rn) dan Rerata Total Curah Hujan Bulanan (R).

8). Mencari Nilai R0 9). Menghitung V0 10). Menghitung Nilai Rw

11). Menentukan Nilai (K)

12). Menghitung Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

13). Menghitung Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

14). Menentukan Nilai ( C ) dan (P)

15). Menghitung banyaknya tanah yang tererosi per satuan waktu (A) dengan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan Limpasan Permukaan (RW)

Sebagai contoh diambil data curah hujan Stasiun Buntok pada bulan Januari di Desa Salat Baru Kecamatan Karau Kuala. Adapun langkah perhitungan limpasan permukaan (Rw) adalah sebagai berikut:

1. Perhitungan Nilai Tc (Waktu Konsentrasi Limpasan Maksimum)

Menghitung Nilai Tc dengan persamaan Bransby dan Williams. Dari hasil pengumpulan data sekunder diperoleh :

Panjang Sungai Terpanjang (L) = 203,75 Km Luas Daerah Pengaliran (As) = 63 Km² (Lam. 66 ) Kemiringan Rata – rata Daerah Pengaliran

Sungai (S) = 0,060 Sehingga : Tc = 0,022 . L . S 2,0 . A s

1,0

= 0,022 . 203,75 . 0,060 2,0 . 63 1,0

= 5,19943 jam 2. Rerata Total Curah Hujan Maksimum

Bulanan Rerata total curah hujan maksimum bulanan

pada bulan Januari 75,45 mm. 3. Menghitung Intensitas Curah Hujan I = CH maks / Tc = 75,45 / 5,19943 = 14,5112 mm / jam 4. Menghitung Debit Aliran Puncak Koefisien pengaliran (C) pada DAS Barito Sehingga : Qp = 0,278 . C . I . A s = 0,278 . 0,30 . 14,5112 . 63 = 76,2447 m 3 / detik 5. Menentukan Nilail MS, BD, RD dan Et/Eo Nilai koefisien MS, BD, RD dan Et/Eo

diperoleh berdasarkan jenis tanah, kedalaman perakaran, berat jenis volume lapisan tanah dan perbandingan antara evaporasi aktual dan evaporasi potensial.

Sehingga : MS = 0,321 BD = 1,234 RD = 0,100 Et/Eo = 0,929 6. Menentukan Nilai Rc Rc = 1000 . MS . BD . RD .

(Et/Eo) 5,0 = 1000 . 0,321 . 1,234 . 0,100 .

(0,929) 5,0 = 38,1793 7. Rerata Jumlah Hari Hujan (Rn) dan Rerata

Total Curah Hujan Bulanan (R) Rerata jumlah hari hujan (Rn) pada bulan

Januari 10,5 hari dan rerata total curah hujan bulanan (R) bulan Januari 365,24 mm. Nilai (Rn) dan (R).

R0 = nR

R

Ro = 5,1024,365

Ro = 34,785

Page 46: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2, EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 39

9. Menghitung Nilai Vo Vo = R . exp. ( -Rc / Ro) = 365,24 . exp. (-38,1793 /

34,7847 ) = 121,8713 m 3 10. Menghitung Rw Rw = 9,05 . ( Vo . Qp) 56,0 = 9,05 . ( 121,8713 . 76,2447) 56,0 = 1509,36 Mj . mm. ha 1 .

jam 1 .tahun 1 = 150,936 Mj . cm. ha 1 .

jam 1 .tahun 1

4.2 Perhitungan Indeks Erodibilitas (K) Nilai erodibilitas tanah menggambarkan kepekaan jenis tanah terhadap erosi. Nilai (K) dalam studi ini menggunakan pendekatan beberapa hasil Sreening Study Brantas Watershed dan beberapa hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor dan PSLH Unibraw serta grafik nomogram. Contoh perhitungan untuk mendapatkan indeks erodibilitas adalah sebagai berikut : No. Unit Lahan = 01 Desa = Salat Baru Kecamatan = Karau Kuala Jenis Tanah = Alluvial Kandungan Organik = 1,710 % Kandungan Pasir Halus + Debu = 41,9 % Kandungan Pasir Kasar = 10 % Kelas Struktur = 3 Kelas Permeabilitas = 4 Nilai (K) = 0,230

4.3 Perhitungan Panjang dan Kemiringan

Lereng (LS) Panjang kemiringan lereng ditentukan dari hasil pengukuran pada peta lokasi penelitian. Contoh perhitungan dalam menentukan Nilai (LS) adalah sebagai berikut : No. unit Lahan = 01 Desa = Salat baru Kecamatan = Karau Kuala Panjang lereng = 625 m Kemiringan lereng = 2 % Nilai (LS) = 0,967

4.4 Perhitungan Nilai (C) dan (P) Besarnya Nilai (C) dan Nilai (P) ditentukan berdasarkan keanekaragaman bentuk tataguna lahan di lapangan. Contoh perhitungan dalam menetukan Nilai (C) dan (P) adalah sebagai berikut :

No. Unit lahan = 01

Desa = Salat Baru

Kecamatan = Karau Kuala

Jenis Tanaman = Kebun Campuran

Nilai (C) = 0,341

Jenis Konservasi Tanah = Perkebunan Kerapatan Sedang

Nilai (P) = 0,500

4.5 Perhitungan Laju Erosi Menggunakan

Metode Mulse Untuk menghitung besarnya laju erosi menggunakan persamaan 2.4 maka besarnya erosi yang terjadi pada Desa Salat Baru : A = Rw x K x LS x C x P A = 1537,630 x 0,230 x 0,967 x

0,341 x 0,500 A = 58,3083 Ton / Ha / thn.

4.6 Perhitungan Tingkat Bahaya Erosi dan Penentuan Upaya Konservasi Perhitungan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) diperoleh dengan cara membandingkan tingkat erosi pada suatu unit lahan dengan kedalaman efektif (Solum).

5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan maka dapat disimpulkan: 1. Besarnya erosi lahan rata – rata di

Wilayah Kecamatan Karau Kuala 57,0294ton / ha / tahun, Kecamatan Dusun Selatan 45,35203 ton / ha / tahun dan Kecamatan Dusun Hilir 21,6514 ton / ha / tahun.

2. Tingkat bahaya erosi lahan yang ada di Wilayah Kecamatan Dusun Hilir adalah : 44,45 % sangat ringan dan 55,55 % ringan . Kecamatan Karau Kuala adalah :

Page 47: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · struktur komposit pada balok baja yang dicor secara monolit dalam bentuk memilik interaksi yang baikantara balok baja dan

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 2, EDISI MEI 2012 – AGUSTUS 2012 Page 40

63,64 % ringan; 18,18 % sedang dan 18,18 % berat. Kecamatan Dusun Selatan adalah 42,30 % sangat ringan; 19,23 % ringan; 26,93 % sedang dan 11,54 % berat.

3. Upaya konservasi yang dapat dilakukan pada Kecamatan Dusun Hilir, adalah dengan upaya konservasi vegetatif sedangkan Kecamatan Karau Kuala dan Kecamatan Dusun Selatan adalah dengan upaya konservasi kombinasi vegetatif dan mekanis.

5.2 Saran

Dalam pelaksanan upaya konservasi pada Kecamatan Karau Kuala, Kecamatan Dusun Hilir dan Kecamatan Dusun Selatan sebaiknya dilakukan secara bersamaan antara upaya konservasi vegetatif dan mekanis.

DAFTAR PUSTAKA

Helmuth Tanggara, (2005), Tesis Studi Erosi dan Konservasi DAS Katingan Hulu, Program

Pasca Sarjana Universitas Brawijaya PPSUB – PPSUP, Palangka Raya.

Kartasapoetra, (1985), Teknologi Konservasi Tanah dan Air, Penerbit Bina Aksara, Jakarta.

Kodoatie, Robert J., dkk (2001), Pengelolaan Sumber Daya Air dalam Otonomi Daerah, Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta.

Rismunandar, (1993), Tanah dan Seluk Beluknya Bagi Pertanian, Penerbit Sinar Baru Algensindo, Bandung.

Sarwono Hardjowigeno, (1993), Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis, Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta

Suripin, (2001), Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta.

Wani Hadi Utomo, (1994), Erosi dan Konservasi Tanah, Penerbit IKIP Malang, Malang.