perilaku sambungan balok baja dan kolom tabung baja · pdf file2 konstruksi saat ini. ada dua...

17
PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA DENGAN ISIAN BETON MENGGUNAKAN PELAT DIAFRAGMA MELINGKAR AKIBAT BEBAN SIKLIK Naskah Publikasi Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Strata Dua (S-2) Program Studi S2 Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Diajukan oleh: MUHAMMAD HAYKAL 13/355440/PTK/09089 Kepada PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015

Upload: doankhanh

Post on 29-Jan-2018

278 views

Category:

Documents


29 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA

DENGAN ISIAN BETON MENGGUNAKAN PELAT DIAFRAGMA

MELINGKAR AKIBAT BEBAN SIKLIK

Naskah Publikasi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Strata Dua (S-2)

Program Studi S2 Teknik Sipil

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan

Diajukan oleh:

MUHAMMAD HAYKAL

13/355440/PTK/09089

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2015

Page 2: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

ii

Page 3: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

iii

Page 4: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

1

PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA DENGAN ISIAN

BETON MENGGUNAKAN PELAT DIAFRAGMA MELINGKAR AKIBAT BEBAN SIKLIK1

Muhammad Haykal1, Muslikh2, Djoko Sulistyo.3 1) Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM,

Yogyakarta, [email protected] 2) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM,

Yogyakarta, [email protected] 3) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM,

Yogyakarta, [email protected]

INTISARI

Penggunaan kolom tabung baja diisi beton (CFST - Concrete Filled Steel Tube) memberikan banyak

keuntungan dibandingkan dengan kolom baja dan kolom beton bertulang biasa. Beberapa keuntungan antara lain:

tabung baja berfungsi juga sebagai bekisting untuk inti beton, dengan adanya material pengisi beton pada tabung

baja, kuat tekan tabung baja atau pipa terhadap gaya aksial juga akan meningkat. Selain itu tabung baja atau pipa

juga berfungsi untuk mencegah keretakan pada beton, dan kolom komposit jauh meningkatkan kekakuan dan

kekuatan yang signifikan dibandingkan dengan konstruksi rangka baja dan beton bertulang biasa. Namun,

penggunaan kolom tabung baja diisi beton (Concrete Filled Steel Tube) masih terbatas karena kurangnya

pengalaman pelaksanaan dan kerumitan bentuk sambungan pada kolom komposit ini. Selain itu sambungan pada

sistem CFST harus memiliki kekuatan yang cukup dalam menahan beban gempa, serta memenuhi persyaratan dan

kriteria penerimaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memverifikasi bentuk sambungan yang mungkin cocok

untuk kondisi gempa sesuai standar Indonesia, serta mendapatkan bentuk sambungan pada balok dan kolom tabung

baja komposit yang efisien dan mudah dilaksanakan di lapangan.

Dalam penelitian ini dibuat dua buah benda uji yaitu benda uji sambungan balok-kolom tabung baja tanpa

isian beton (BKD-T) sebagai pembanding untuk melihat peningkatan kekuatan akibat adanya inti beton, dan benda

uji sambungan balok-kolom tabung baja dengan isian beton (BKD-K). Bentuk sambungan antara kolom tabung

baja dan balok baja IWF, dibuat dengan tambahan pelat diafragma melingkar yang menghubungkan sayap profil

balok ke kolom tabung baja. Benda uji diberi beban yang mensimulasikan gaya gempa berdasarkan kriteria

penerimaan yang ditentukan dalam ACI T1.1-01.

Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa benda uji sambungan balok-kolom tabung baja tanpa isian beton

(BKD-T) dan benda uji sambungan balok-kolom tabung baja dengan isian beton (BKD-K) tidak memenuhi

mekanisme kapasitas desain sistem rangka pemikul momen khusus. Namun benda uji sambungan balok-kolom

tabung baja tanpa isian beton (BKD-T) dapat digunakan pada sistem struktur rangka baja pemikul momen biasa

dengan kategori disain seismik B dan C dengan nilai R (faktor modifikasi respon) maksimum diambil 3,5. Adapun

benda uji sambungan balok-kolom tabung baja dengan isian beton (BKD-K) dapat digunakan pada sistem struktur

rangka baja dan beton komposit pemikul momen biasa dengan kategori disain seismik B dengan nilai R (faktor

modifikasi respon) maksimum diambil 3.

Kata Kunci : CFST, join balok-kolom, gempa, kriteria penerimaan

I. PENDAHULUAN Dalam perkembangan teknologi yang semakin

pesat, struktur komposit baja-beton telah banyak

digunakan untuk konstruksi bangunan, jembatan, dan

berbagai macam konstruksi lainnya. Kebanyakan

sistem struktur komposit ini menggabungkan

kelebihan dari kekuatan rangka baja dengan kekakuan

komponen beton untuk mengontrol kekakuan dan

kekuatan yang signifikan. Penggunaan struktur

komposit baja-beton sebagai kolom utama dalam

mendukung beban lateral pada struktur rangka

bangunan belum lazim dalam perkembangan

Page 5: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

2

konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit

antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh

beton dan tabung baja terisi beton penuh (CFST -

Concrete Filled Steel Tube).

Penggunaan kolom tabung baja diisi beton (CFST -

Concrete Filled Steel Tube) memberikan banyak

keuntungan dibandingkan dengan kolom baja dan

kolom beton bertulang biasa. Beberapa keuntungan

antara lain : tabung baja berfungsi juga sebagai

bekisting untuk inti beton, dengan adanya material

pengisi beton pada tabung baja, kuat tekan tabung

baja atau pipa terhadap gaya aksial juga akan

meningkat. Selain itu tabung baja atau pipa juga

berfungsi untuk mencegah keretakan pada beton, dan

kolom komposit jauh meningkatkan kekakuan dan

kekuatan yang signifikan dibandingkan dengan

konstruksi rangka baja dan beton bertulang biasa.

Namun, penggunaan kolom tabung baja diisi beton

(Concrete Filled Steel Tube) masih terbatas karena

kurangnya pengalaman pelaksanaan dan kerumitan

bentuk sambungan pada kolom komposit ini.

Penelitian eksperimental tentang tabung baja diisi

beton, detail sambungannya banyak bervariasi dan

tergantung pada bentuk tabung serta persyaratan

sambungan yang dikehendaki secara signifikan. Detail

sambungan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

sambungan yang menempel pada permukaan tabung

baja saja, sambungan yang menggunakan pelat

diafragma melingkar dan elemen pelat diafragma

menerus ke dalam inti beton yang ada didalam tabung

baja atau pipa. Sambungan pada permukaan tabung

baja meliputi : pengelasan balok langsung ke

permukaan kolom tabung baja menggunakan pelat

sambung untuk menghubungkan balok utama ke

kolom tabung baja, serta dapat juga memberikan

beberapa variasi detail sambungan lainnya. Sedangkan

sambungan yang menggunakan elemen pelat

diafragma menerus ke dalam inti beton yang ada

didalam tabung baja atau pipa meliputi : dibaut

melalui ujung dari pelat balok dan meneruskan

elemen pelat menerus dari balok baja yang

ditembuskan pada dinding kolom tabung baja ke

dalam inti beton.

Dari uraian diatas, akan dilakukan penelitian

secara eksperimental untuk mempelajari perilaku

sambungan pelat diafragma melingkar pada balok baja

dan kolom tabung baja. Penelitian ini dianggap perlu,

karena bisa digunakan sebagai referensi dan

merupakan pengembangan dari penelitian analisis dan

eksperimental sebelumnya.

Kolom baja komposit yang terdiri atas tabung baja

yang diisi beton sangat efisien dibandingkan kolom

baja atau beton bertulang biasa, tetapi problem pada

sambungan menjadikan penggunaan elemen struktur

jenis ini terkendala. Oleh karena itu pemilihan tipe

sambungan yang kuat, kaku dan mudah dilaksanakan

menjadi hal yang sangat penting. Dari penelitian ini

diharapkan bentuk sambungan yang efisien tersebut

dapat dihasilkan, sehingga penggunaan struktur balok

dan kolom pipa baja komposit akan lebih luas

digunakan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memverifikasi

bentuk sambungan yang cocok untuk kondisi gempa

sesuai standar Indonesia, serta mendapatkan bentuk

sambungan pada balok baja dan kolom tabung baja

tanpa isian beton maupun dengan isian beton yang

efisien dan mudah dilaksanakan di lapangan.

Dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui

perilaku histerisis, kekuatan dan kekakuan dari

sambungan pelat diafragma pada balok baja dan

kolom tabung baja tanpa isian beton maupun dengan

isian beton sesuai standard Indonesia, dan

mengetahui sambungan yang cocok untuk

kondisi seismik sesuai standard Indonesia, serta

dapat memberikan salah satu alternatif

penggunaan sambungan balok baja dan kolom

tabung baja komposit yang efisien dan mudah

dilaksanakan di lapangan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian mengenai perilaku sambungan balok

baja dan kolom tabung baja dengan isian beton telah

dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Schneider &

Alostaz (1998) membuat beberapa bentuk sambungan

skala besar yang diuji dengan menggunakan pedoman

ATC-24 untuk pengujian seismik siklik komponen

baja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelasan

potongan sambungan langsung ke permukaan tabung

baja mengakibatkan terjadinya deformasi yang besar

pada dinding tabung. Besarnya deformasi pada

dinding tabung yang terbuat dari flens girder, las flens,

dinding tabung tersebut sangat rentan terhadap

kegagalan. Perilaku siklik inelastis membaik ketika

diafragma eksternal digunakan untuk

mendistribusikan kekuatan flens di sekitar tabung, dan

sambungan mampu mengembangkan kekuatan lentur

dari balok utama. Memperpanjang potongan

sambungan girder melalui seluruh kolom tabung baja

diisi beton cukup baik untuk meningkatkan kekuatan

plastis lentur dari girder yang terhubung, dan

menunjukkan kinerja siklik inelastis yang

menguntungkan.

Dari hasil pengujian dapat dinyatakan bahwa

sebuah diafragma berukuran minimum tidak efisien

dalam mengurangi gaya geser yang besar pada

dinding kolom tabung baja. Namun, kinerja detail ini

memiliki peningkatan yang signifikan jika

dibandingkan dengan detail sambungan yang dilas

sederhana. Sambungan dengan tambahan diafragma

Page 6: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

3

berukuran minimum berdasarkan penelitian tersebut

dapat digunakan di daerah resiko gempa rendah.

III. LANDASAN TEORI

A. Struktur Baja Tahan Gempa

Menurut Moestopo (2012) prinsip dari

perencanaan bangunan tahan gempa adalah untuk

mencegah terjadinya kegagalan struktur dan

kehilangan korban jiwa, dengan tiga kriteria standar

sebagai berikut :

1. Pada saat gempa kecil tidak diijinkan terjadi

kerusakan sama sekali.

2. Pada saat gempa sedang diijinkan terjadi

kerusakan ringan tanpa kerusakan struktural

3. Pada saat gempa besar diijinkan terjadi kerusakan

struktural tanpa keruntuhan.

Ada beberapa hal-hal yang harus diperhatikan

dalam merencanakan suatu struktur tahan gempa yaitu

dalam menghadapi gempa besar, kinerja struktur

tahan gempa diupayakan dapat menyerap energi

gempa secara efektif melalui terbentuknya sendi

plastis pada bagian tertentu, dengan kriteria sebagai

berikut :

1. Kekuatan, kekakuan, daktilitas, disipasi energi

yang dapat dipenuhi oleh struktur baja.

2. Disipasi energi melalui suatu plastifikasi

komponen struktur tertentu, tanpa menyebabkan

keruntuhan struktural yang terpenuhi dengan

konsep perencanaan Capacity Design (desain

kapasitas).

B. Sistem Sambungan Struktur Baja

Menurut LRFD-A2.2 jenis sambungan yang

dipakai pada konstruksi baja dibedakan menjadi 3

(tiga) tipe :

1. Tipe terkekang penuh (fully restrained / FR),

sambungan yang memiliki kontinuitas penuh

sehingga sudut pertemuan antara batang-batang

tidak berubah, yakni pengekangan rotasi sekitar

90% atau lebih dari yang diperlukan untuk

mencegah perubahan sudut.

2. Tipe rangka sederhana (partially restrained / PR)

Keadaan ini terjadi jika kekangan rotasi pada

ujung-ujung batang dibuat sekecil mungkin.

Biasanya rangka sederhana dianggap terjadi jika

sudut awal antara batang-batang yang

berpotongan dapat berubah sampai 80% atau

lebih dari jumlah perubahan sudut yang secara teoritis jika digunakan sambungan berengsel

bebas. 3. Tipe rangka setengah kaku

Rangka setengah kaku terjadi jika kekangan

rotasi kira-kira antara 20% hingga 90% dari yang

diperlukan untuk mencegah perubahan sudut

relatif.

C. Hubungan Join Balok-Kolom

1. Desain Kapasitas

Struktur bangunan tahan gempa pada umumnya

didesain terhadap gaya gempa yang lebih rendah dari

pada gaya gempa rencana. Hal ini dimungkinkan

karena struktur didesain untuk mengalami kerusakan

atau berperilaku inelastik, melalui pembentukan

sendi-sendi plastis (plastifikasi) pada elemen-elemen

strukturnya, pada saat menahan beban gempa rencana.

Perilaku inelastik atau plastis tersebut pada dasarnya

memberikan mekanisme disipasi energi pada struktur

sehingga dapat membatasi gaya gempa yang masuk ke

struktur bangunan. Elemen struktur yang rusak atau

berperilaku inelastik tersebut pada hakikatnya

berfungsi sebagai "sekring" bagi struktur bangunan.

Namun, walaupun struktur bangunan berperilaku

inelastik, struktur bangunan tidak boleh mengalami

keruntuhan pada saat menerima beban gempa rencana

atau bahkan beban gempa yang lebih besar. Untuk

dapat menjamin hal tersebut, perilaku inelastik

struktur harus direncanakan dengan baik sehingga

dapat menghasilkan perilaku struktur yang daktail.

Perencanaan yang harus dilakukan meliputi pemilihan

lokasi "sekring" atau elemen-elemen struktur yang

boleh rusak atau berperilaku inelastik, peningkatan

daktilitas elemen-elemen struktur tersebut, dan

perlindungan elemen-elemen struktur lain yang

diharapkan tetap berperilaku elastik. Salah satu

metode desain yang dapat digunakan untuk tujuan ini

adalah metode desain kapasitas (Imran dan Hendrik,

2009:CSA, 1994).

2. Daktilitas

Faktor daktilitas struktur gedung (µ) adalah rasio

antara simpangan ultimit dan simpangan pada saat

terjadinya leleh pertama. sebagaimana ditunjukkan

pada Persamaan 1 berikut (SNI-1726-2002):

µ = Δ𝑢

Δ𝑦 (1)

dengan, µ : Daktilitas

∆u : Perpindahan dari 80% maksimum

struktur

∆y : Perpindahan pada saat leleh pertama

3. Kekakuan

Kekakuan didefinisikan sebagai gaya yang

diperlukan untuk menghasilkan suatu lendutan (Gere

dan Timoshenko, 1987). Kekakuan dapat dinyatakan

dalam Persamaan 2 berikut ini:

K = 𝑃

Δ (2)

dengan, K : Kekakuan (kN/mm)

P : Gaya (kN)

∆ : Perpindahan (mm)

Page 7: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

4

4. Pola Keruntuhan

Meskipun keruntuhan struktur baja pada

umumnya merupakan keruntuhan daktail, namun

dalam bermacam variasi kondisi, keruntuhan baja

dapat merupakan keruntuhan getas dan keruntuhan

lelah (Setiawan, 2008) :

1. Keruntuhan getas adalah merupakan suatu

keruntuhan yang terjadi secara tiba-tiba tanpa

didahului deformasi plastis, terjadi dengan

kecepatan yang sangat tinggi. keruntuhan ini

dipengaruhi oleh temperatur, kecepatan

pembebanan, tingkat tegangan, tebal pelat, dan

sistem pengerjaan.

2. Keruntuhan lelah (fatigue failure) adalah

keruntuhan yang disebabkan oleh pembebanan

yang bersifat siklik. Keruntuhan lelah dipengaruhi

oleh jumlah siklus pembebanan, perbedaan antara

tegangan maksimum dan minimum, serta cacat-

cacat dalam material seperti retak-retak kecil.

Proses pengelasan cacat dapat diartikan sebagai

takikan pada pertemuan antara dua elemen yang

disambung. Lubang baut yang mengakibatkan

dikontinuitas pada elemen juga dapat diartikan

sebagai cacat pada elemen tersebut. Cacat-cacat

kecil dalam suatu elemen dapat diabaikan dalam

suatu proses desain struktur, namun pada struktur

yang mengalami beban-beban siklik, maka retakan

akan makin bertambah panjang untuk tiap siklus

pembebanan sehingga akan mengurangi kapasitas

elemen untuk memikul beban. Mutu baja tidak

terlalu mempengaruhi keruntuhan lelah ini.

5. Drift Ratio

Drift ratio merupakan perbandingan antara

defleksi lateral yang terjadi akibat beban lateral dan

ketinggian beban lateral. Drift ratio dinyatakan dalam

persen dan dapat dihitung dengan persamaan:

Drift ratio = ∆ / L (%) (3)

dengan, ∆ : Defleksi yang terjadi akibat beban lateral

L : Ketinggian beban lateral

D. Kriteria Kehandalan Sistem Struktur

1. Observed Hysteresis Curve

Hysteresis curve merupakan kurva yang

dihasilkan dari pembebanan bolak-balik yang

dilakukan pada benda uji dan menggambarkan

kenaikan pembebanan dan simpangan sampai

mencapai beban maupun simpangan yang dikehendaki

pada setiap siklusnya seperti pada Gambar 1.

2. Envelope Curve

Envelope curve terdiri dari beban puncak siklus

pertama dari masing-masing siklus pembebanan

lateral bolak-balik seperti pada Gambar 1.

Displacement pada arah posistif menghasilkan

envelope curve positif, sedangkan displacement arah

negatif menghasilkan envelope curve negatif.

Gambar 1. Observed Hysteretic Curve and Envelope

Curve (ASTM E 2126-02a, 2003)

3. Hysteretic Loops

Hysteretic loops seperti pada Gambar 2

dihasilkan dari pengujian dengan pembebanan bolak-

balik merupakan hubungan antara beban dan

simpangan, hubungan ini menunjukkan kapasitas dan

perilaku struktur dalam menerima dan menahan beban

pada tiap siklusnya.

Gambar 2. Hysteretic Loops dan Potential Energy

(ASTM E 2126-02a, 2003)

4. Hysteretic Energy (HE)

Hysteretic energy adalah luasan total dari kurva

tertutup (bentuk daun) pada hysteretic loops diambil

pada setiap siklusnya. Energi ini merupakan energy

serapan (energy dissipation) pada kolom untuk setiap

siklus pada Gambar 2.

5. Potential Energy (PE) dan Kekakuan Siklus

(Kc)

Potential Energy pada setiap siklus merupakan

luasan total segitiga ABC dan AED pada Gambar 2.

Energi potensial merupakan energi maksimum yang

dimiliki atau disimpan oleh benda uji untuk

melakukan usaha (gaya kali jarak atau simpangan)

pada beban dan simpangan yang maksimum.

Kekakuan siklus merupakan kekakuan struktur

akibat beban luar yang bekerja pada setiap siklus.

Kekakuan merupakan besarnya gaya yang mampu

ditahan atau diserap oleh struktur, seperti yang

ditunjukkan oleh garis AC dan AE pada Gambar 2.

6. Equivalent Viscous Damping Ratio (EVDR)

Equivalent Viscous Damping ratio (EVDR) dapat

diperhitungkan berdasarkan Persamaan 4.

Page 8: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

5

EVDR = 𝐻𝐸

2𝜋.𝑃.𝐸 (4)

Dengan:

EVDR : Equivalent Viscous DampingRatio

HE : Hysteretic Energy (kN.mm)

PE : Potential Energy (kN.mm)

7. Equivalent Energy elastic-Plastic (EEEP) Curve

Kurva elastic plastis energi ekivalen (untuk

selanjutnya disebut kurva elastic-plastic), awal kurva

berupa garis dengan kemiringan yang sama dengan

kemiringan kurva beban-simpangan pada saat 0,4Ppeak

dengan simpangan ∆0,4Ppeak dan garis mendatar yang

menghubungkan simpangan leleh dan simpangan

ultimit pada sumbunya seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Kurva Elastis-Plastis (ASTM E 2126-02a,

2003)

E. Kriteria Penerimaan

Benda uji dikatakan berkinerja memuaskan

bilamana semua kriteria berikut ini dipenuhi di kedua

arah responnya:

1. Benda uji harus mencapai tahanan lateral

minimum sebesar En sebelum rasio simpangannya

2 % melebihi nilai yang konsisten dengan batasan

rasio simpangan yang diijinkan peraturan gempa

yang berlaku (lihat Gambar 4).

2. Tahanan lateral maksimum Emaks yang tercatat

pada pengujian tidak boleh melebihi nilai λEn , λ

adalah faktor kuat-lebih kolom uji yang

disyaratkan.

3. Untuk beban siklik pada level simpangan

maksimum yang harus dicapai sebagai acuan

untuk penerimaan hasil uji, dimana nilainya tidak

boleh kurang dari 0,035, karakteristik siklus

penuh ketiga pada level simpangan tersebut harus

memenuhi (a), (b), dan (c):

a) Gaya puncak pada arah beban yang diberikan

tidak boleh kurang daripada 0,75 Emax pada

arah beban yang sama (lihat Gambar 5).

b) Disipasi energi relatif tidak boleh kurang

daripada 1/8 (lihat Gambar 5).

c) Kekakuan sekan garis yang menghubungkan

titik rasio simpangan – 0,0035 ke rasio

simpangan + 0,0035 harus tidak kurang dari

0,05 kali kekakuan awal (lihat Gambar 6).

4. Benda uji yang memenuhi kriteria pada 1) sampai

dengan 3) dapat digunakan pada sistem struktur

rangka pemikul momen dengan Kategori Disain

Seismik (KDS) D, E, atau F .

5. Bilamana kriteria 3 tidak terpenuhi pada tingkat

ratio drift 3,5% tapi dapat dipenuhi pada tingkat

ratio drift 2,5%, maka benda uji dapat digunakan

pada sistem struktur rangka pemikul momen

menengah dengan nilai R (faktor modifikasi

respon) maksimum 6.

6. Nilai R (faktor modifikasi respon) dapat

ditetapkan lain dari 3) dan 5) di atas selama dapat

dibuktikan dengan metode eksperimental dan

analisis yang dapat dipertanggung jawabkan.

Gambar 4. Besaran Untuk Evaluasi Kriteria

Penerimaan (ACI Standard, ACI T1.1, 2001)

Gambar 5. Disipasi Energi Relatif (ACI Standard, ACI

T1.1, 2001)

Page 9: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

6

Gambar 6. Perilaku Histeristik yang tidak dapat

diterima (ACI Standard, ACI T1.1, 2001)

IV. METODE PENELITIAN

A. Perancangan Benda Uji

Perancangan skala dan dimensi benda uji pada

penelitian ini didasarkan pada kapasitas peralatan

Laboratorium Mechanics of Material Pusat Studi Ilmu

Teknik Universitas Gadjah Mada. Perhitungan dan

analisis gaya dalam dilakukan dengan menggunakan

metode LRFD.

B. Ketentuan Pengujian

Ketentuan Pengujian dalam penelitian ini diatur

dalam ACI T1.01, antara lain:

1. Benda uji harus dibebani oleh rangkain urutan

siklus kontrol perpindahan yang mewakili drift

yang diharapkan terjadi pada sambungan disaat

gempa.

2. Tiga siklus penuh harus diaplikasikan pada setiap

ratio drift (Gambar 7)

3. Ratio drift awal harus berada dalam rentang

perilaku elastik linier benda uji. Ratio drift

berikutnya harus bernilai tidak kurang dari pada

11

4 kali, dan tidak lebih dari pada 1

1

2 kali ratio drift

sebelumnya (Gambar 7)

4. Pengujian harus dilakukan dengan meningkatkan

ratio drift secara bertahap hingga tercapai nilai

ratio drift minimum 0,035.

5. Data yang diperlukan untuk menginterpretasikan

kinerja benda uji secara kualitatif harus direkam.

Data ratio drift benda uji versus gaya geser kolom

harus direkam secara menerus. Dokumen foto

yang memperlihatkan kondisi benda uji disetiap

akhir siklus pembebanan harus diambil.

Gambar 7. Siklus pembebanan dengan kontrol

perpindahan (ACI Standard, ACI T1.1, 2001)

C. Pelaksanaan Penelitian

1. Bagan Alir Penelitian

Pelaksanaan penelitian dimulai dari studi literatur,

perencanaan material dan pemodelan benda uji hingga

penarikan kesimpulan yang dapat dilihat dalam bagan

alir penelitian pada Gambar 8.

Gambar 8. Bagan Alir Penelitian

2. Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji dibuat berdasarkan kapasitas

peralatan Laboratorium Mechanics of Material Pusat

Studi Ilmu Teknik Universitas Gadjah Mada serta

pengembangan dari hasil penelitian-penelitian

sebelumnya. Pada penelitian ini dibuat 2 buah benda

uji, yaitu 1 buah benda uji sambungan balok-kolom

tabung baja tanpa isian beton (BKD-T) sebagai

pembanding, dan 1 buah benda uji sambungan balok-

kolom tabung baja dengan isian beton (BKD-K).

Detail benda uji dapat dilihat pada Gambar 9, dan

Gambar 10.

Gambar 9. Tampak Atas Benda Uji

Pelat Diafragma Tebal = 5.8 mm

65mm

100 mm

10

0 m

m

Las

Las

Kosong (BKD-T)

Baut Ø 19 mm

Concrete (BKD-K)

3 mm

5,8 mm

Page 10: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

7

Gambar 10. Tampak Samping Benda Uji

3. Pemasangan Strain Gauge

Strain gauge dipasang setelah pembuatan benda

uji, dan digunakan untuk mengetahui regangan yang

terjadi pada sambungan pelat diafragma melingkar sisi

kanan dan kiri serta pada kolom bagian bawah dan

atas. Nilai regangan yang terjadi dibaca pada DAQ

LabJack.

4. Pengujian Sambungan Balok-Kolom

Pengujian benda uji dilakukan di Laboratorium

Mechanics of Material Pusat Studi Ilmu Teknik

Universitas Gadjah Mada. Pengujian dilakukan

setelah beton pengisi pada kolom tabung baja

mencapai umur 28 hari. Pada kedua ujung kolomnya

diberi tumpuan sendi-rol. Sedangkan pada balok

bagian atas dibiarkan bebas untuk dilakukan

pembebanan bolak-balik atau siklik. Pembebanan

bolak-balik dilakukan dengan displacement controlled

seperti yang disyaratkan dalam ACI TI. 1-01. Sett up

pengujian dapat dilihat pada Gambar 11 berikut:

Gambar 11. Sett Up Pengujian (Tampak Atas)

5. Tahapan Pengumpulan dan Pengolahan Data

Tahap pengumpulan data dibagi menjadi dua

bagian. Pertama, pengumpulan data berdasarkan

pengamatan parameter pada material berupa

pengamatan karakteristik dari masing-masing material

untuk selanjutnya dijadikan acuan dalam pembuatan

benda uji. Kedua, pengumpulan data berupa

pengamatan parameter pada pengujian. Setelah

pengumpulan data, dilakukan analisis atau pengolahan

data menggunakan alat bantu komputer. Hasil yang

diperoleh dari pengujian berupa hubungan beban dan

defleksi membentuk kurva histerisis yang akan

dianalisis terhadap kekuatan, kekakuan, dan energi

yang diserap. Peningkatan akibat adanya inti beton

akan dibandingkan dengan kondisi tabung baja

kosong. Dari 2 (dua) buah benda uji akan diamati tipe

kerusakannya serta rekomendasi sambungan yang

paling efektif dan efisien.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengujian Bahan

Dari hasil pengujian tarik profil pipa baja diambil

fy = 337,28 MPa dan fu = 411,81 MPa, pelat baja

diambil fy = 359,95 MPa dan fu = 508 MPa, IWF

badan diambil fy = 359,41 MPa dan fu = 482,71 MPa,

serta IWF sayap diambil fy = 320,61 MPa dan fu =

461,18 MPa. Hasil pengujian tarik baut baja UNS 4.6

diambil fy = 456,78 MPa dan fu = 491,33 MPa.

Adapun Komposisi campuran yang digunakan sebagai

beton pengisi kolom tabung pipa baja dalam

pembuatan benda uji adalah beton cor ditempat

dengan mutu beton K300 (fc’ = 25,18 MPa).

B. Hasil Pengujian Sambungan

1. Persyaratan Umum Struktur Baja Tahan

Gempa

a. Mekanisme Strong Column Weak Beam

Pada benda uji BKD-T, pelat sambung diafragma

melingkar mengalami leleh lebih dulu pada drift ratio

ke-7 siklus pertama (1,4%). Untuk, kolom baja pipa

yang tidak terisi beton mengalami leleh pada drift

ratio ke-12 siklus pertama (4,375%). Namun, pelat

sambungan diafragma melingkar mengalami leleh

pada beban lateral 26,08 kN dan kolom pipa baja

mengalami leleh pada beban lateral 28,29 kN.

Berdasarkan kerusakan dan keruntuhan pada benda uji

BKD-T, kerusakan lebih dominan terjadi pada pelat

sambungan diafragma melingkar dan disekitar

sambungan las keliling yang menghubungkan pelat

diafragma melingkar dan kolom pipa baja.

Pada benda uji BKD-K, pelat sambung baja

diafragma melingkar mengalami leleh lebih dulu

tanpa adanya retak awal pada drift ratio ke-6 siklus

pertama (1%). Untuk kolom baja pipa yang terisi

1850 mm

1800

mm

213.9 mm

Pipa Baja diameter 213,9 mm, Tebal = 5,3 mm

Balok IWF 200.100. 5,5. 8

Baut Ø 19 mm

Pelat Diafragma Tebal = 5.8 mm

IWF 200

Las

Tebal Sambungan Las = 3 mm

3 mm

Las3 mm

Page 11: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

8

beton tidak mengalami kelelehan dan kerusakan.

Namun, pelat sambungan diafragma melingkar

mengalami leleh pada beban lateral 24,48 kN. Dari

pola kerusakan dan keruntuhan pada benda uji BKD-

K, kerusakan pada pelat sambung diafragma

melingkar dan sambungan las tumpul yang

menghubungkan pelat sayap dari balok IWF dan pelat

sambung diafragma melingkar lebih dominan.

Dengan demikian, benda uji BKD-T dan BKD-K

tidak memenuhi kaidah sambungan kolom-balok yang

dapat dipakai di sistem struktur baja dan beton

komposit tahan gempa pemikul momen khusus.

Karena berdasarkan hasil pengujian, benda uji BKD-T

dan BKD-K belum memenuhi sambungan yang

mempunyai kemampuan daktilitas yang cukup.

b. Daktilitas

Faktor daktilitas adalah perbandingan antara

defleksi failure dan defleksi yield. Hasil analisis dari

masing-masing benda uji dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Faktor Daktilitas

No Benda

Uji

Defleksi

Failure

Defleksi

Yield Faktor

∆u ∆y Daktilitas

(mm) (mm) (µ) = ∆u/∆y

1 BKD-T 102,41 28,84 3,55

2 BKD-K 72,43 22,73 3,19

Berdasarkan persyaratan dalam SNI-1726-2012,

nilai faktor pembesaran defleksi atau daktilitas

struktur gedung di dalam perencanaan struktur gedung

dapat dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh

diambil lebih besar dari nilai faktor daktilitas

maksimum μm yang dapat dikerahkan oleh masing-

masing sistem atau subsistem struktur gedung. Untuk

sistem struktur rangka baja dan beton komposit

pemikul momen biasa memiliki nilai μm sebesar 2,5,

dan untuk sistem struktur rangka baja pemikul momen

biasa memiliki nilai μm sebesar 3. Sehingga benda uji

BKD-T memiliki faktor daktilitas yang sedikit lebih

tinggi dari ketentuan yang telah ditentukan, dan benda

uji BKD-K memenuhi persyaratan daktilitas yang

telah ditentukan.

2. Hubungan Antara Beban dan Displacement

a. Hysteretic Loops

Hubungan antara beban dan displacement dari

hasil pengujian dapat dilihat pada kuva histeretic

loops Gambar 12, dan Gambar 13.

Gambar 12. Hysteretic Loop Join BKD-T

Gambar 13. Hysteretic Loop Join BKD-K

Dari Gambar 12, dan Gambar 13 terlihat kapasitas

beban lateral benda uji mengalami peningkatan seiring

dengan penambahan displcement, Terlihat tidak

terjadi perbedaan yang signifikan antara beban lateral

tarik dan beban lateral negatif, sehingga menghasilkan

luasan hysteretic loops yang hampir sama antara arah

beban positif dan negatif.

Selain itu pada Gambar 12, dan Gambar 13 di atas

terlihat benda uji BKD-T memiliki hysteretic loops

yang lebih besar bila dibandingkan dengan benda uji

BKD-K, sehingga disipasi energi yang dimiliki oleh

benda uji BKD-T lebih besar dari benda uji BKD-K.

b. Kurva Beban Lateral dan Displacement

Kurva perbandingan beban lateral dan

displacement dari hasil pengujian pada join BKD-T,

dan BKD-K dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Grafik Beban dan Defleksi Lateral Benda

Uji

Gambar 14. Grafik Beban dan Defleksi Lateral Benda

Uji

-40

-20

0

20

40

-200 -100 0 100 200

Beb

an

Late

ral

V (

kN

)

Displacement (mm)

-40

-20

0

20

40

-200 -100 0 100 200

Beb

an

Late

ral

V (

kN

)

Displacement (mm)

-50

0

50

-150 -100 -50 0 50 100 150

Beb

an

La

tera

l V

(k

N)

Defleksi Lateral (mm)

BKD Terisi Beton PositifBKD Terisi Beton NegatifBKD Tanpa Terisi Beton PositifBKD Tanpa Terisi Beton Negatif

Page 12: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

9

Dari Gambar 14 terlihat bahwa kapasitas beban

lateral rata-rata untuk benda uji BKD-T tanpa isian

beton sebesar 27,32 kN pada displacement 65,98 mm,

dan benda uji BKD-K dengan isian beton sebesar

29,66 kN yang dicapai pada displacement 40,97 mm.

Grafik di atas terlihat bahwa kapasitas beban lateral

benda uji BKD-K lebih besar dari kapasitas beban

lateral benda uji BKD-T. Dari hasil tersebut terlihat

bahwa benda uji BKD-T sedikit lebih daktail bila

dibandingkan dengan benda uji BKD-K.

3. Kriteria Penerimaan

Dari kurva pada Gambar 12, dan Gambar 13 yang

telah diperoleh, dan berdasarkan kriteria penerimaan

seperti yang telah ditetapkan oleh ACI T1.1-01

didapatkan hasil sebagai berikut:

a. Benda uji BKD-T dan benda uji BKD-K harus

mencapai tahanan lateral minimum En = 31,84 kN

sebelum drift ratio 2%. Beban lateral untuk benda

uji sebelum 2%, untuk benda uji BKD-T sebesar

22,72 kN, benda uji BKD-K sebesar 28,87 kN.

Dengan demikian benda uji BKD-T, dan BKD-K

tidak memenuhi persyaratan.

b. Tahanan lateral maksimum Emax yang tercatat pada

pengujian tidak boleh melebihi nilai λEn (1,25 x

31,84 = 39,8 kN) untuk benda uji BKD-T dan

BKD-K. Untuk benda uji BKD-T sebesar 28,61

kN, dan benda uji BKD-K rata-rata diperoleh Emax

sebesar 31,98 kN. Benda uji BKD-T dan BKD-K

memiliki nilai gaya lateral yang lebih kecil dari

gaya lateral yang direncanakan. ( λ adalah faktor

kuat lebih kolom yang digunakan pada modul uji,

λ = 1,25).

c. Drift maksimum yang harus dicapai sebagai acuan

untuk hasil penerimaan hasil tes, dimana nilainya

tidak boleh kurang dari 0,035, karakteristik siklus

penuh ketiga pada level drift tersebut harus

memenuhi hal-hal sebagai berikut:

a) Gaya puncak pada arah beban yang diberikan

tidak boleh kurang daripada 0,75 Emax pada arah

beban yang sama. Hasil pengujian dapat dilihat

pada Tabel 2. Tabel 2. 0,75 E max

Siklus ke

tiga (+)

Siklus ke

tiga (-)

0,75 Emax

(+)

0,75 Emax

(-)

BKD-T 23,77 -27,87 20,11 -21,42

BKD-K 20,56 -24,82 20,59 -24,33

Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa benda uji

BKD-T dan benda uji BKD-K memenuhi persyaratan

baik dari arah pembebanan positif maupun negatif.

b) Disipasi energi relatif tidak boleh kurang daripada

1/8. Disipasi relatif (β) merupakan ratio

perbandingan antara luasan hysteretic loops (Ah)

putaran ketiga (drift ratio tidak kurang dari 0,75

Emax) dengan luasan (E1+E2)(θ1’+θ2’) yang

ditandai dengan garis putus-putus pada Gambar

12, dan Gambar 13. Disipasi energi relatif pada

masing-masing benda uji dapat dilihat pada Tabel

3.

c) Kekakuan sekan garis yang menghubungkan titik

ratio drift -0,0035 ke ratio 0,0035 harus tidak

kurang dari 0,05 kali kekakuan awal. Kekakuan

masing-masing benda uji dapat dilihat pada Tabel

4.

Tabel 3. Disipasi Energi Relatif

No Benda Uji Drift Ah E1 E2 θ1' θ2'

Β (%) (kN.mm) (kN) (kN) (mm) (mm)

1 BKD-T 5,46 2509,76 20,56 23,82 121,93 121,58 0,23

2 BKD-K 3,50 2506,14 20,56 24,83 76,20 77,22 0,36

Tabel 4. Perbandingan Nilai Kekakuan

No Benda

Uji

Kekakuan 0,05

Kekakuan

Awal (-0,35%-0,35%)

(kN/mm) (kN/mm)

1 BKD-T 0,895 0,050

2 BKD-K 1,042 0,052

Berdasarkan analisis hasil kriteria penerimaan di

atas, benda uji BKD-T dan BKD-K tidak memenuhi

salah satu persyaratan di atas, yaitu persyaratan pada

kriteria penerimaan a di atas. Tetapi memenuhi

persyaratan b dan c pada drift ratio di atas 3,5%.

Sehingga benda uji BKD-T dan BKD-K dapat

digunakan pada sistem struktur rangka baja dan beton

komposit pemikul momen biasa dengan kategori

disain seismik B dan C yang nilai R (faktor modifikasi

respon) maksimum dapat diambil 3, dan 3,5.

4. Equivalent Elastic-Plastic Curve (EEPC) Equivalent Elastic-Plastic Curve (EEPC), yaitu

untuk mendapatkan hubungan antara beban dan

displacement pada saat kondisi retak pertama kali,

yield, peak, dan failure sebagai dasar perhitungan

beban leleh, simpangan leleh, daktilitas dan kekakuan

elastis. Hasil dari analisis dapat dilihat pada Gambar

15, dan Gambar 16 berikut. Perbandingan besarnya

Page 13: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

10

beban lateral dan displacement lateral untuk kondisi

crack, yield, ultimite dan failure disajikan dalam

Tabel 5.

Gambar 15 EEPC Benda Uji BKD-T

Gambar 16 EEPC Benda Uji BKD-K

Tabel 5. Beban dan Defleksi Crack, Yield, Peak dan Failure

No Benda Uji

Crack Yield Peak Failure Daktilitas

P ∆ P ∆ P ∆ P ∆

(kN) (mm) (kN) (mm) (kN) (mm) (kN) (mm) (µ)

1 BKD-T 10,98 12,26 26,08 28,84 27,45 65,96 21,96 102,41 3,55

2 BKD-K 11,84 10,98 24,48 22,73 29,61 46,51 23,68 72,43 3,19

5. Drift Ratio

Besarnya nilai drift ratio untuk masing-masing

benda uji dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Defleksi Maksimum dan Drift Ratio

No Benda

Uji

Defleksi Pmax Drift ratio Pmax

∆Pmax ∆Pmax / L

(mm) (%)

1 BKD-T 65,96 3,57

2 BKD-K 46,51 2,51

6. Kekakuan Siklus

Kekakuan siklus dapat dilihat pada Gambar 17,

dan Gambar 18.

Gambar 17. Kekakuan Siklus Sambungan BKD-T

Gambar 18. Kekakuan Siklus Sambungan BKD-K

Dari Gambar 17, dan Gambar 18 terlihat bahwa

kekakuan benda uji baik BKD-T, dan BKD-K

mengalami penurunan seiring pertambahan siklus atau

pertambahan displacement.

7. Kekakuan Elastis (Ke)

Kekakuan elastis adalah perbandingan antara

beban lateral crack dan defleksi lateral pada saat

crack. Hasil perhitungan kekakuan elastis dapat

dilihat pada Gambar 19.

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

-130-110-90 -70 -50 -30 -10 10 30 50 70 90 110 130

Beb

an

La

tera

l V

(k

N)

Displacement (mm)

Initial TarikInitial DorongEEPC TarikEEPC Dorong

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

-130-110-90 -70 -50 -30 -10 10 30 50 70 90 110130

Beb

an

La

tera

l V

(k

N)

Displacement (mm)

Initial TarikInitial DorongEEPC TarikEEPC Dorong

0

20

40

60

80

100

120

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

% K

c

Siklus

Kelengkungan Positif

Kelengkungan Negatif

0

20

40

60

80

100

120

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

% K

c

Siklus

Kelengkungan Positif

Kelengkungan Negatif

Page 14: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

11

Gambar 19. Kekakuan Elastis (Ke)

8. Hysteretic Energy (HE)

Hysteretic energy adalah luasan loop pada setiap

siklusnya. Hasil perhitungan hysteretic loop dapat

dilihat pada Gambar 20, dan Gambar 21.

Gambar 20. Hysteretic Energy BKD-T

Gambar 21. Hysteretic Energy BKD-K

Dari Gambar 20, dan Gambar 21 terlihat bahwa

benda uji BKD-T memiliki hysteretic energy yang

lebih besar dari benda uji BKD-K. Hal ini

menunjukkan bahwa benda uji BKD-T memiliki

redaman yang lebih baik.

9. Potential Energy (PE)

Hasil perhitungan potential energy dapat dilihat

pada Gambar 22, dan Gambar 23.

Gambar 22. Potential Energy BKD-T

Gambar 23. Potential Energy BKD-K

Dari Gambar 22, dan Gambar 23 terlihat bahwa

benda uji BKD-T memiliki potential energy lebih

besar dibandingkan dengan benda uji BKD-K.

10. Equivalent Viscous Damping Ratio (EVDR)

Equivalent Viscous Damping Ratio (EVDR)

menggambarkan besarnya redaman struktur dalam

menerima beban luar. Nilai dari equivalent viscous

damping ratio (EVDR) masing-masing benda uji dapat

dilihat pada Gambar 24, dan Gambar 25.

Gambar 24. EVDR BKD-T

0,902

1,077

0,000

0,200

0,400

0,600

0,800

1,000

1,200

Ke (k

N/m

m)

BKD-T BKD-K

0

500

1000

1500

2000

2500

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

HE

(k

N.m

m)

Siklus

Kelengkungan PositifKelengkungan Negatif

0

500

1000

1500

2000

2500

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

HE

(k

N.m

m)

Siklus

Kelengkungan PositifKelengkungan Negatif

0500

10001500200025003000350040004500

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

PE

(k

N.m

m)

Siklus

Kelengkungan PositifKelengkungan Negatif

0500

10001500200025003000350040004500

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

PE

(k

N.m

m)

Siklus

Kelengkungan PositifKelengkungan Negatif

0

5

10

15

20

25

30

35

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

EV

DR

(%

)

Siklus

Kelengkungan PositifKelengkungan Negatif

Page 15: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

12

Gambar 25. EVDR BKD-K

Berdasarkan Gambar 24, dan Gambar 25

menunjukkan bahwa nilai EVDR masing-masing

benda uji memiliki nilai yang relatif tidak jauh

berbeda. Nilai EVDR masing-masing benda uji berada

di sekitar 1%-32%.

11. Pola Keruntuhan

Benda uji BKD-T mengalami keruntuhan yang

terjadi pada penurunan beban tarik sebesar 60,34%

dari beban puncak pada driftt ratio ke-13 (5,46%), dan

penurunan beban tekan sebesar 62% dari beban

puncak pada drift ratio ke-14 (6,79%). Adapun

benda uji BKD-K mengalami keruntuhan yang terjadi

pada penurunan beban sebesar 80% dari beban lateral

puncak pada drift ratio ke-12 (4,36%). Pola

keruntuhan yang terjadi pada benda uji BKD-T dan

BKD-K adalah tipe keruntuhan lelah (fatigue failure),

dimana retakan akan makin bertambah panjang untuk

tiap siklus pembebanan sehingga akan mengurangi

kapasitas elemen sambungan untuk memikul beban.

Pola keruntuhan dapat dilihat pada Gambar berikut:

Gambar 26 Keruntuhan Pada Saat Penurunan Beban

Puncak BKD-T Sisi Bawah

Gambar 27 Keruntuhan Pada Saat Penurunan Beban

Puncak BKD-T Sisi Atas

Gambar 28 Keruntuhan Pada Saat Penurunan Beban

Puncak BKD-K Sisi Bawah

Gambar 34 Keruntuhan Pada Saat Penurunan Beban

Puncak BKD-K Sisi Atas

0

5

10

15

20

25

30

35

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

EV

DR

(%

)

Siklus

Kelengkungan PositifKelengkungan Negatif

Page 16: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

13

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Dari hasil pengujian, pembahasan dan analisis

yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Benda uji BKD-T dan benda uji BKD-K

memenuhi kaidah sambungan kolom-balok yang

dapat dipakai pada sistem struktur rangka baja

dan struktur rangka baja beton komposit tahan

gempa pemikul momen biasa. karena

berdasarkan hasil pengujian, benda uji tersebut

memenuhi sambungan yang mempunyai

kemampuan daktilitas yang cukup.

2. Dari kontrol daktilitas menunjukkan bahwa

benda uji BKD-T memiliki daktilitas yang tidak

jauh berbeda dengan benda uji BKD-K, dan

faktor daktilitas benda uji BKD-T sedikit lebih

besar dibandingkan benda uji BKD-K. Sehingga

benda uji BKD-T memiliki faktor daktilitas yang

sedikit lebih tinggi dari ketentuan yang telah

ditentukan dalam SNI-1726-2012, dan benda uji

BKD-K memenuhi persyaratan daktilitas yang

telah ditentukan dalam SNI-1726-2012.

3. Dari hubungan beban dan displacement,

kapasitas beban lateral rata-rata untuk benda uji

BKD-T sebesar 27,32 kN pada displacement

65,98 mm (drift ratio 3,57%), dan benda uji

BKD-K sebesar 29,66 kN yang dicapai pada

displacement 40,97 mm (drift ratio 2,2%). Dari

nilai di atas terlihat bahwa, kapasitas beban

lateral benda uji BKD-K lebih besar dari

kapasitas beban lateral benda uji BKD-T.

4. Nilai kekakuan benda uji BKD-T, dan BKD-K

mengalami penurunan seiring dengan

pertambahan siklus atau pertambahan

displacement.

5. Kekakuan elastis benda uji BKD-T sebesar

0,902, dan benda uji BKD-K sebesar 1,077. Hal

ini menunjukkan bahwa kekakuan elastis benda

uji BKD-K sedikit lebih besar dari benda uji

BKD-T.

6. Dari hasil analisis hysteretic energy, benda uji

BKD-T memiliki hysteretic energy yang lebih

besar dari benda uji BKD-K. Hal ini

menunjukkan bahwa benda uji BKD-T memiliki

redaman yang sedikit lebih baik dari pada benda

uji BKD-K.

7. Pola keruntuhan yang terjadi pada benda uji

BKD-T dan benda uji BKD-K adalah tipe

keruntuhan lelah (fatigue failure), dimana

retakan akan makin bertambah panjang untuk

tiap siklus pembebanan sehingga akan

mengurangi kapasitas elemen sambungan pelat

diafragma melingkar untuk memikul beban.

8. Berdasarkan kriteria penerimaan ACI T1.1-01

yang telah diuraikan pada Bab V, benda uji

BKD-T dapat digunakan pada sistem struktur

rangka baja pemikul momen biasa dengan

kategori disain seismik B dan C yang nilai R

(faktor modifikasi respon) maksimum diambil

3,5. Sedangkan benda uji BKD-K dapat

digunakan pada sistem struktur rangka baja dan

beton komposit pemikul momen biasa dengan

kategori disain seismik B yang nilai R (faktor

modifikasi respon) maksimum diambil 3.

B. Saran

Adapun saran berdasarkan pembuatan dan

pengujian benda uji di laboratorium sebagai berikut:

1. Kapasitas dan jumlah LVDT perlu diperhatikan,

terutama untuk pengujian dengan bentang yang

panjang, sehingga tidak perlu mengubah posisi

LVDT. Hal ini terkait dengan ketelitian dalam

pengujian.

2. Dibutuhkan salah satu alternatif penggunaan

sambungan balok baja dan kolom tabung baja

komposit yang efisien dan mudah dilaksanakan

di lapangan, sehingga dapat memberikan

kontribusi yang baik pada kekuatan struktur.

3. Diperlukan penelitian model eksperimen lebih

lanjut untuk mendapatkan bentuk sambungan

pada balok baja dan kolom tabung baja komposit

yang efisien dan mudah dilaksanakan di

lapangan, serta dapat memenuhi kriteria pada

kondisi seismik sesuai standard Indonesia yang

berlaku.

4. Perlu dilakukan pemodelan analisis numerik

terhadap bentuk sambungan pada balok baja dan

kolom tabung baja dengan isian beton.

DAFTAR PUSTAKA ACI T1.1-01 Innovation Task Group 1 and

Collaborators, 2001, Commentary on

Acceptance Criteria for Moment Frames

based on Struktural Testing, American

Concrete Institute.

ACI 374. 1-05 (2005), Acceptance Criteria for

Moment Frames Based on Structural Testing.

Alostaz, Y. M. and Schneider, S. P., 1998,

Experimental Behavior of Connections to

Concrete-Filled Steel Tubes. Journal of

Constructional Steel Research, Vol. 45, No. 3,

pp. 321–352.

ASTM, 2003. Annual Books of ASTM Standards. In E

2126-02a, Standard Test Methods for Cyclic

(Reversed) Load Test for Shear Resistance of

Walls for Building Designation, USA.

Page 17: PERILAKU SAMBUNGAN BALOK BAJA DAN KOLOM TABUNG BAJA · PDF file2 konstruksi saat ini. Ada dua jenis kolom komposit antara lain : bagian struktur baja terbungkus oleh beton dan tabung

14

Badan Standarisasi Nasional, 2002, SNI 03 - 1729 -

2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja

Untuk Bangunan Gedung, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional, 2002, SNI 03 - 1726 -

2002, Tata Cara Perencanaan Ketahanan

Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung,

Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional, 2002, SNI 03-2847-

2002, Tata Cara Perhitungan Beton untuk

Bangunan Gedung, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional, 2012, SNI 03-1726-

2012, Tata Cara Perencanaan Ketahanan

Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan

Non Gedung, Jakarta.

Gere, J. M. dan Timosenko, S. P., 1997, Mekanika

Bahan, Jilid 1, Edisi Keempat, Erlangga,

Jakarta.

Imran, I. dan Hendrik, F., 2010, Perencanaan Struktur

Gedung Beton Bertulang Tahan Gempa,

Institiut Teknologi Bandung, Bandung.

Moestopo, M., 2012, Struktur Bangunan Baja Tahan

Gempa, Seminar dan Pameran HAKI, Jakarta.

Setiawan, A., 2008, Perencanaan Struktur Baja

Dengan Metode LRFD, Erlangga, Semarang.