issn : 2087 - 9865 volume viii nomor 2, juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/jurnal...

22
Kajian Sosiologi Masjid Al-Irsyad Parahyangan Bandung ELIANNA GERDA PERTIWI Logo Kota Jogja 'Jogja Istimewa’ MONICA REVIAS PURWA KUSUMA Ambiguitas Target Komunikasi Marketing dalam Konser Malam Gembira : Merayakan Karya Cipta Guruh Soekarno Putra GISELA ANINDITA Aspek Hukum dalam Pengelolaan Produksi Media Televisi dan Film FERDINANDA Pengaruh Metode Dalcroze terhadap Peningkatan Kemampuan Mendeteksi Nada dan Ritme Siswa Kelas V SD Kanisius Wates Yogyakarta LUSIA HESTININGTYAS Tradisi Mooi Indie dalam Imaji Fotografi Kartu Pos Indonesia NOFRIZALDI Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi Dokumenter BENNY KURNIADI Grup Dambus Maharani dalam Festival Budaya Kota Pangkalpinang Kepulauan Bangka Belitung ONNY NUR PRATAMA Flying Baloons Puppet : Proses Kreatif Dan Metode Penciptaan Pertunjukan Teater Boneka WAHYU KURNIA Perwujudan Chimera melalui Seni Asemblasi YUSUF FERDINAN YUDHISTIRA Tari Manumpe: Sebuah Kajian Gender FERI FADLI POMONTOLO Partisipasi Masyarakat dan Komunitas Wisata Kampung Dolanan Panggungharjo Sewon Bantul M. AMIN SALAM Teknik “Chroma Key” Pada Film Superhero “Braja- Jubah Perang” BENI PUSANDING TUAH Proses Kreatif Program Feature “hangout” Di Mnc Home Living (Indovision) ARIFA KHAIRIANTI ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018

Upload: others

Post on 05-Dec-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

Kajian Sosiologi Masjid Al-Irsyad Parahyangan BandungELIANNA GERDA PERTIWI

Logo Kota Jogja 'Jogja Istimewa’MONICA REVIAS PURWA KUSUMA

Ambiguitas Target Komunikasi Marketing dalam Konser Malam Gembira : Merayakan Karya Cipta Guruh Soekarno Putra

GISELA ANINDITA

Aspek Hukum dalam Pengelolaan Produksi Media Televisi dan FilmFERDINANDA

Pengaruh Metode Dalcroze terhadap Peningkatan Kemampuan Mendeteksi Nada dan Ritme Siswa Kelas V SD Kanisius Wates Yogyakarta

LUSIA HESTININGTYAS

Tradisi Mooi Indie dalam Imaji Fotografi Kartu Pos IndonesiaNOFRIZALDI

Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi Dokumenter

BENNY KURNIADI

Grup Dambus Maharani dalam Festival Budaya Kota Pangkalpinang Kepulauan Bangka Belitung

ONNY NUR PRATAMA

Flying Baloons Puppet : Proses Kreatif Dan Metode Penciptaan Pertunjukan Teater Boneka

WAHYU KURNIA

Perwujudan Chimera melalui Seni AsemblasiYUSUF FERDINAN YUDHISTIRA

Tari Manumpe: Sebuah Kajian GenderFERI FADLI POMONTOLO

Partisipasi Masyarakat dan Komunitas Wisata Kampung Dolanan Panggungharjo Sewon BantulM. AMIN SALAM

Teknik “Chroma Key” Pada Film Superhero “Braja- Jubah Perang”BENI PUSANDING TUAH

Proses Kreatif Program Feature “hangout” Di Mnc Home Living (Indovision)ARIFA KHAIRIANTI

ISSN : 2087 - 9865Volume VIII Nomor 2, Juni 2018

Page 2: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

Hamdan Juhanis

Page 3: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

DAFTAR ISI

Kajian Sosiologi Masjid Al-Irsyad Parahyangan Bandung Elianna Gerda Pertiwi 01 - 11

Logo Kota Jogja ‘Jogja Istimewa’ Monica Revias Purwa Kusuma

12 - 29

Ambiguitas Target Komunikasi Marketing dalam Gisela Anindita 30 - 36

Konser Malam Gembira : Merayakan Karya Cipta

Guruh Soekarno Putra

Aspek Hukum dalam Pengelolaan Produksi Ferdinanda 37 - 44

Media Televisi dan Film

Pengaruh Metode Dalcroze terhadap Peningkatan Lusia Hestiningtyas 45 - 53 Kemampuan Mendeteksi Nada dan Ritme Siswa

Kelas V SD Kanisius Wates Yogyakarta

Tradisi Mooi Indie dalam Imaji Fotografi Nofrizaldi 54 - 64 Kartu Pos Indonesia

Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Benny Kurniadi 65 - 78 Gunung Sinabung dalam Fotografi Dokumenter

Grup Dambus Maharani dalam Festival Budaya Onny Nur Pratama 79 - 98 Kota Pangkalpinang Kepulauan Bangka Belitung

Flying Baloons Puppet : Proses Kreatif dan Wahyu Kurnia 99 - 108 Metode Penciptaan Pertunjukan Teater Boneka

Perwujudan Chimera melalui Seni Asemblasi Yusuf Ferdinan Yudhistira 109 - 116

Tari Manumpe: Sebuah Kajian Gender Feri Fadli Pomontolo 117 - 125

Partisipasi Masyarakat dan Komunitas Wisata M. Amin Salam 126 - 133 Kampung Dolanan Panggungharjo Sewon Bantul

Teknik “Chroma Key” Pada Film Superhero Beni Pusanding Tuah 135 - 143

“Braja- Jubah Perang”

Proses Kreatif Program Feature Arifa Khairianti 144 - 152

“Hangout” di Mnc Home Living

(Indovision)

Page 4: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

12

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

LOGO KOTA JOGJA ‘JOGJA ISTIMEWA’

MONICA REVIAS PURWA KUSUMA

Institut Teknologi Telkom Purwokerto

Abstrak: Suatu logo sebuah kota pada city branding diperoleh maknanya

dari suatu kualitas yang disimbolkan melalui pendekatan budaya daerah

tersebut dan penempatan posisi (positioning) historis daerah tersebut.

Yogyakarta sebagai salah satu kota besar yang mempunyai predikat

Daerah Istimewa di Indonesia mempunyai keberagaman destinasi wisata

yang menarik banyak wisatawan lokal maupun mancanegara. Di era

globalisasi sekarang ini kota Jogja tak terelakkan harus mampu memberi

pesona lebih dalam membangun citra kotanya agar tidak tersaingi oleh

kota lain di Indonesia. Penerapan city branding pada kota Jogja digagas

untuk memperbaharui citra untuk menyesuaikan semangat jaman yang

ada saat ini. Salah satu elemen yang di-rebranding yaitu logo dan tagline

kota Jogja. Logo kota Jogja Istimewa tidak terbentuk begitu saja tanpa

ada makna-makna yang bersifat kesejarahan ikut membentuk logo

tersebut. Penelitian kualitatif ini mencoba mencari makna-makna yang

terkandung pada logo tersebut dengan cara menelaah hal-hal yang

bersifat tekstual, konseptual, dan simbolik menggunakan pendekatan

Ikonologi-Ikonografi yang dikemukakan oleh Erwin Panowsky dalam

bukunya yang berjudul “Meaning in The Visual Art”. Kesimpulan yang

di dapat dari penelitian ini adalah makna ekspresional yang muncul pada

logo tersebut adalah prinsip kesederhanaan tetapi menyiratkan ketegasan,

keberanian, dan kebulatan tekad di baliknya. Tema & konsep yang

diungkap pada logo ‘Jogja Istimewa’ adalah tema kesederhanaan ‘wong

cilik’ yang tetap berpegang pada tradisi. Nilai simbolik yang

diungkapkan dalam logo ‘Jogja Istimewa’ merupakan kristalisasi simbol-

simbol kebudayaan Jogja yang mempunyai banyak filosofi misalnya 9

Renaisance,Cokro Manggilingan, Hamemayu Hayuning Bhawana, dll.

Kata kunci: Ikonologi-ikonografi, logo, city branding, Yogyakarta

Abstract: The quality of logo and brand of a city are coming from the

meaningful aspect and historical position of the city branding.

Yogyakarta as one of the big city in Indonesia who got “Special Region”

title on it, have a lot of interesting and historical tourism destination that

attract local and foreign tourist. In this globalization time, unavoidably

Yogyakarta have to create special charm to build strogner image of the

city that will win the competition with the other city. City branding is one

of visual communication strategy to win this competition through re-

branding logo and new tagline for the city. The new logo and tagline for

‘Jogja Istimewa’ is a culmination of how historical and cultural aspect

Page 5: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

13

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

influence visual communication design strategy. This qualitative

research aim to find meaning in this new logo through Erwin Panofsky’s

Iconography and Iconology approach from “Meaning in The Visual Art”

Book. The result of this research will be a thick description about the

theme also the concept, and deep interpretation of the visual and

symbolic aspect of the new ‘Jogja Istimewa’ logo. Conclusion from this

research is the meaning of ekspresional which appears on logo was the

simplicity but implying firmness, courage, and determination behind that.

Themes and concepts that are expressed on the logo ‘Jogja Istimewa’

was the theme of the simplicity of the ‘little people’ who stick to

traditions. Symbolic values expressed in the logo "Yogyakarta Special" is

the crystallization of cultural symbols of Jogja that has lot of philosophy

for example 9 Renaisance, Manggilingan, Hamemayu Hayuning Cokro

Bhawana,etc.

Keywords: Iconology-iconography, logo, city branding, Yogyakarta

A. Pendahuluan

Pemasaran sebuah kota

maupun daerah dan negara menjadi

suatu hal yang sangat penting dewasa

ini. Dalam keadaan tersebut suatu

kota, daerah maupun negara telah

berusaha membuat citra yang baik

agar lebih menonjol dari kompetitor

mereka. Dampak globalisasi

melahirkan semangat untuk

membangun sebuah kota di

Indonesia, salah satunya dengan city

branding. City Branding adalah salah

satu strategi dari suatu kota, daerah,

atau negara untuk membuat

positioning kuat dari sebuah produk

atau jasa daerah tersebut sehingga

dikenal luas. City branding dapat

diartikan sebagai sebuah proses

dalam membentuk suatu merek suatu

daerah ataupun kota supaya dikenal

oleh target pasar yang dituju

misalnya investor atau turis dapat

menggunakan logo, slogan, eksibisi,

serta positioning yang baik dalam

bentuk media promosi. Dalam proses

branding ini, kota atau suatu wilayah

tertentu ‘dikemas’ dengan suatu

brand identity dan brand. Melalui

brand identity inilah identitas kota

berupa nilai, sejarah, kultur, karakter

dan kondisi sosialnya dirangkum

dalam visual (logo dan ikon) maupun

verbal (naming dan tagline).

Fokus yang akan diteliti

dalam penelitian ini adalah logo yang

digunakan sebagai ikon yang

menggambarkan suatu kota dalam

sebuah city branding. Logo berasal

dari Bahasa Yunani yaitu logos ,

yang berarti kata, pikiran,

pembicaraan, akal budi. Sularko, dkk

(2008:6) dalam buku How Do They

Think, mengemukakan bahwa logo

atau corporate identity atau brand

identity adalah sebuah tanda yang

secara langsung tidak menjual, tetapi

memberi suatu identitas yang pada

akhirnya sebagai alat pemasaran

yang signifikan, bahwa logo mampu

membantu membedakan suatu

produk atau jasa dari kompetitornya.

Suatu logo sebuah kota pada city

branding dapat diidentifikasi

maknanya dari simbol yang terdapat

di dalamnya melalui pendekatan

budaya daerah tersebut, penempatan

Page 6: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

14

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

posisi (positioning) historis daerah

tersebut, nantinya apa yang diartikan

atau dimaksudkan lebih penting

daripada seperti apa yang

divisualisasikan.

Yogyakarta sebagai salah satu

kota besar yang mempunyai predikat

Daerah Istimewa di Indonesia

mempunyai keberagaman destinasi

wisata yang menarik banyak

wisatawan lokal maupun

mancanegara. Unsur alam dan

historikal dibalut secara apik dalam

sebuah tradisi yang mempesona. Di

era globalisasi sekarang ini kota

Jogja tak terelakkan harus mampu

memberi pesona lebih dalam

membangun citra kotanya agar tidak

tersaingi oleh kota lain yang ada di

Indonesia. Penerapan city branding

pada kota Jogja digagas untuk

memperbaharui citra untuk

menyesuaikan semangat jaman yang

ada saat ini. Salah satu elemen yang

di-rebranding adalah logo dan

tagline kota Jogja. Logo Jogja yang

terdahulu menggunakan tipografi

dekoratif berwarna hijau khas

keraton Jogja dengan tagline yang

berbunyi “never ending asia”,

sedangkan logo yang baru

menggunakan tipografi yang lebih

simpel dengan warna merah khas

logo keraton Jogja dengan pergantian

tagline menjadi ‘Jogja Istimewa’.

Sumber : www.google.com

Gambar 1. Logo Jogja lama (atas)

dan logo Jogja baru (bawah)

Logo kota Jogja Istimewa

tidak terbentuk begitu saja tanpa ada

makna-makna yang bersifat

kesejarahan ikut membentuk logo

tersebut. Dalam penelitian ini

mencoba mencari makna-makna

yang terkandung pada logo tersebut

dengan cara menelaah hal-hal yang

bersifat tekstual, konseptual, dan

simbolik menggunakan pendekatan

Ikonologi-Ikonografi yang

dikemukakan oleh Erwin Panowsky

dalam bukunya yang berjudul

“Meaning in The Visual Art”.

Adapun rumusan masalah

yang muncul pada penelitian ini

adalah bagaimana telaah makna yang

terdapat pada logo Jogja Istimewa

yang bersifat tektual, konseptual, dan

simbolik berdasarkan teori

Ikonografi-Ikonologi Erwin

Panowsky?

Tujuan Penelitian ini adalah

untuk mendeskripsikan aspek visual

apa saja pada logo ‘Jogja Istimewa’

yang bersifat faktual maupun

ekspresional, untuk menganalisis

tema dan konsep yang membangun,

dan untuk menginterpretasi nilai

simbolik yang disampaikan dalam

logo Jogja Istimewa tersebut

Logo Kota Jogja ‘Jogja Istimewa’

Page 7: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

15

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

menggunakan teori Ikonologi-

Ikonografi Erwin Panowsky.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang

digunakan adalah kualitatif yaitu

penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh subjek penelitian,

misalnya: perilaku, persepsi,

motivasi, tindakan, dan lain-lain

secara holistik dengan cara

mendeskripsikan dalam bentuk kata-

kata dan bahasa pada suatu konteks

khusus (Moleong, 2004:6). Tujuan

dari penelitian kualitatif ini adalah

mengetahui interpretasi nilai

simbolik yang terdapat pada logo

Jogja istimewa dengan menerapkan

teori ikonologi-ikonografi Erwin

Panowsky.

Sampel dalam penelitian ini

adalah logo Jogja Istimewa.

Sampling digunakan untuk menggali

informasi yang akan menjadi dasar

dari rancangan dan teori yang

muncul. Pada penelitian kualitatif

tidak ada sampel acak, tetapi sampel

bertujuan atau purposive sampling

(Moleong, 2004:224).

Teknik pengumpulan data

yang dilakukan adalah observasi dan

dokumentasi. Observasi dilakukan

dengan mengamati objek penelitian

untuk menentukan sampel.

Dokumentasi dilakukan dengan

mendokumentasikan data-data hasil

kepustakaan yang berhubungan

dengan logo kota Jogja.

C. Landasan Teori

Teori Ikonologi-Ikonografi

Dalam bukunya Meaning in

The Visual Arts (1955), Panofsky

menyampaikan bahwa untuk meneliti

dan memahami suatu karya seni bisa

dilakukan dengan pendekatan

sejarah, lewat tiga tahapan teori yang

harus diteliti.

Tahap pertama adalah

deskripsi pra ikonografi (pre

iconographical description), tahap

kedua adalah analisis ikonografis

(iconographical analysis), serta

tahap ketiga adalah interpretasi

ikonologis (iconological interpreta-

tion) (Panofsky, 1955:26-40). Ketiga

tahapan itu mempunyai kaitan yang

bersifat prerequisite atau prasyarat

dari satu tahap ke tahap lainnya.

Pada objek interpretasi yang

pertama pokok bahasan primer dan

alami (A) faktual, (B) ekspresional,

menyusun dunia motif artistik

mempunyai aksi intepretasi yaitu

deskripsi praikonografi (analisis

pseudo-formal). Lalu dilanjutkan

dengan objek interpretasi kedua yaitu

pokok bahasan sekunder atau

konvensional, menyusun dunia

gambar, cerita dan alegori

menggunakan aksi interpretasi

analisis ikonografis. Tahap yang

ketiga atau terakhir yang objek

interpretasinya yaitu makna intrinsik

atau isi, menyusun dunia nilai

‘simbolis’ menggunakan alat

interpretasi yang berbentuk

interpretasi ikonologis.

Page 8: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

16

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

Tabel 1. Objek dan aksi

interpretasi

Untuk memperoleh

ketajaman analisis, Panofsky juga

memberikan kerangka konfirmasi

yang bisa menjadi prinsip korektif

dari setiap tahapan analisis. Tahap

awal penelitian adalah tahap pra

ikonografi yang meneliti aspek

visual pada karya seni. Motif artistik

atau bentuk visual akan mengungkap

makna primer yang terbentuk dari

makna faktual dan ekspresional.

Tahap meneliti makna faktual adalah

mengidentifikasi bentuk visual yang

tampak pada objek maupun

perubahannya pada adegan dan

momen objeknya. Penelitian itu

dilakukan dengan mengamati dan

membaca unsur-unsur visual yang

tampak seperti garis, warna, bentuk,

material, teknik, dan objek pokok

maupun pendukungnya seperti

manusia, binatang, tumbuhan, atau

pendukung lainnya. Adapun pada

tahap meneliti makna ekspresional

dilakukan dengan mengungkap

empati dari pengamatan peneliti pada

kebiasaan dan rasa familiair dari

objek dan adegan objeknya.

Mengamati hubungan antara objek

dan bentuk-bentuk pendukung

dengan adegan peristiwanya, dapat

mengungkap kualitas ekspresional

karakter objek dalam karya seni itu

(Panofsky, 1955:33-34).

Tabel 2. Alat Interpretasi dan

Prinsip Korektif dari Interpretasi

Agar deskripsi tekstual ini

tajam, diperlukan kerangka

konfirmasi dengan prinsip korektif

interpretasi sejarah gaya. Untuk

mengetahui sejarah gaya pada logo

‘Jogja Istimewa’ diperlukan sejarah

desain grafis untuk memahami gaya

yang digunakan pada logo tersebut

menurut sejarah desain yang pernah

ada.

Menurut buku yang berjudul

Tinjauan Desain Dari Revolusi

Industri Hingga Postmodern yang

ditulis oleh Arief Adityawan banyak

mengemukakan gaya desain menurut

fase kesejarahannya yang

mempengaruhi berbagai desain yang

muncul. Gaya desain tersebut

mempengaruhi desain-desain yang

ada hingga saat ini. Contoh gaya

desain yang dibahas adalah art

nouveau, ekspresionisme, kubisme,

futurism, kontrukstivisme, surealis-

me, dada, de stijl, sampai pada

Bauhaus dan perkembangan gaya

International Style serta Pop Art.

Selain itu logo tersebut bisa juga

diklasifikasikan menurut jenis-jenis

bentuk dan gaya melalui elemen

yang di gunakan. Dalam buku

“Trademarks & Symbols of The

World”, Yasaburo Kuwayama

membagi logo menjadi empat jenis

gaya yaitu berbentuk huruf/alphabet,

Logo Kota Jogja ‘Jogja Istimewa’

Page 9: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

17

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

lambang-lambang atau angka, bentuk

yang serupa dengan objek aslinya,

dan yang terakhir adalah bentuk

abstrak. Di Indonesia sendiri

klasifikasi bentuk logo secara singkat

sering di bedakan menurut 3 aspek

pembentuknya yaitu picture mark

dan letter mark (elemen gambar dan

tulisan saling terpisah), picture mark

sekaligus letter mark (bisa disebut

gambar,bisa disebut tulisan/saling

berbaur), letter mark saja (elemen

tulisan saja).

Tahap kedua penelitian, yaitu

analisis ikonografi untuk

mengidentifikasi makna sekunder.

Proses ini menghubungkan antara

penelitian sebelumnya yaitu bentuk

visual dan ekspresinya dengan tema

dan konsep. Untuk melihat hubungan

itu diperlukan pengetahuan dan

pengamatan pada kebiasaan

pengalaman praktis sehari-hari. Di

samping itu juga diperlukan melihat

kebiasaan tema dan konsep itu dari

berbagai imaji karya seni lain,

sumber literer, dan berbagai alegori

(Panofsky,1955:35). Untuk memper-

tajam analisis ikonografi ini,

diperlukan kerangka konfirmasi

dengan prinsip korektif interpretasi

sejarah tipe. Sejarah tipe adalah

kondisi-kondisi sejarah yang

mempengaruhi tentang terbentuknya

suatu tema atau konsep yang

diekspresikan dalam objek-objek dan

peristiwa spesifik dan berlaku pada

suatu masa dan wilayah (Panofsky,

1955:40)

Tahap ke tiga penelitian

adalah tahap interpretasi ikonologis.

Tahapan ini paling esensial untuk

mengetahui makna intrinsik atau isi

dari sebuah karya seni. Setelah

dilakukan penelitian tahap deskripsi

praikonografi dan analisis

ikonografi, maka untuk mengetahui

makna intrinsik atau memahami

simbol karya seni, dibutuhkan

kemampuan mental yang disebut

dengan intuisi sintesis. Intuisi

sintesis menyangkut tendensi

esensial pemikiran psikologi

personal dan weltanschauung

(pandangan hidup) pencipta karya

(Panofsky, 1955:41). Teori bantu

untuk menelaah simbol dipakai teori

simbol Ernest Cassirer. Diterangkan

bahwa manusia adalah hewan yang

bersimbol (animal symbolicum),

sehingga banyak mengenal dunianya

melalui simbol dan kesenian. Dalam

seni simbol dapat mewakili ekspresi

atau perasaan estetik yang memuat

berbagai gagasan dan pengalaman

yang dihayati bersama (Casssirer,

1990:36-40). Demikian juga dalam

teori Suzanne K. Langer, simbol seni

merupakan bentuk ekspresi, sebagai

jalinan antara sensibilitas, emosi,

perasaan, dan kognisi impersonal,

yang merupakan ciri utama karya

seni (Sudiarja, 1982:75-78).

Ketajaman interpretasi ikonologis ini

memerlukan kerangka konfirmasi

dengan prinsip korektif interpretasi

sejarah kebudayaan dalam

membangun simbol simbol dalam

karya seni itu. Cara yang harus

dilakukan yaitu dengan meninjau

berbagai simtom (gejala) yang ada di

sekitar objek dan senimannya, dan

juga merujuk pada psikologi dan

pandangan hidup masyarakat

penyangganya (Panofsky, 1955:41).

Penelitian ini merupakan penelitian

kualitatif dengan pendekatan dan

teori sejarah seni. Teori utama yang

digunakan adalah ikonografi dan

ikonologi dari Panofsky. Metode

penelitian yang digunakan adalah

metode penelitian sejarah.

Dengan demikian metode

sejarah merupakan langkah untuk

Page 10: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

18

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

mengidentifikasi semua aspek Logo

‘Jogja Istimewa’. Langkah pertama

metode sejarah adalah pencarian

sumber-sumber data (heuristic).

Pencarian sumber data itu

dilaksanakan di lapangan, di pusat-

pusat dokumentasi dengan sumber

perpustakaan, dan nara sumber

pelaku sejarah sebagai bahan data

penelitian. Langkah kedua adalah

seleksi dan kritik sumber-sumber

data. Langkah ketiga adalah analisis

dan interpretasi sumber-sumber data

yang digunakan untuk menghasilkan

sintesis. Langkah keempat adalah

penyusunan historiografi atau

laporan penelitian sejarah

(Garraghan S.J, 1957: Part 2-Part 4).

D. Pembahasan

1. Deskripsi Pra Ikonografi logo

‘Jogja Istimewa’ : Pokok

Bahasan Primer Makna

Faktual dan Ekspresional

Pembahasan penelitian pada

tahap pertama adalah tahap pra

ikonografi, yaitu meneliti aspek

visual yang ada pada logo ‘Jogja

Istimewa’. Makna dasar bentuk

visual yang diungkap adalah makna

yang dibangun dari aspek makna

faktual dan ekspresional. Makna dari

bentuk visual itu diperoleh dari

melihat ciri bentuk pada objek dan

perubahannya dari adegan suatu

peristiwa tertentu. (Panofsky,

1955:33-34).

Sumber : www.google.com

Gambar 2. Logo Jogja Istimewa

Dalam aspek makna faktual

logo ‘Jogja Istimewa’ ini

menggunakan huruf kecil dengan

warna merah bata (C: 0 M :100

Y:100 K :10). Menurut jenis font

nya, font yang digunakan pada logo

‘Jogja Istimewa’ merupakan jenis

font san serif yaitu font yang tidak

menggunakan sirip/serif tetapi ada

penambahan dan pengurangan suatu

elemen pada font tersebut sehingga

memunculkan gaya yang berbeda

(dekoratif). Font tersebut secara

sekilas terlihat mirip dengan aksara

Jawa. Pada bagian titik pada huruf ‘j’

berbentuk menyerupai bentuk daun

dan pada huruf ‘g’ terdapat lubang

berbentuk lancip pada ujung huruf

tersebut. Font yang digunakan pada

logo ‘Jogja Istimewa’ adalah font

yang berbentuk modern, simple dan

dinamis.

Dalam aspek makna

ekspresional, penelitian dilakukan

dengan cara menggali empati dari

visualisasi yang ada pada objek

tersebut. Logo ‘Jogja Istimewa’

tersebut jika dilihat sekilas gampang

terbaca oleh mata, dikarenakan jenis

tipografi yang dipakai sederhana dan

mencerminkan sesuatu yang clean,

elegan, dan modern. Sesuatu yang

terlihat simpel dan minimalis seperti

tipografi yang digunakan dalam logo

‘Jogja Istimewa’ biasanya merujuk

pada sesuatu yang modern.

Kesederhanaan elemen yang dipakai

Logo Kota Jogja ‘Jogja Istimewa’

Page 11: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

19

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

pada logo bisa juga diartikan bahwa

kota Jogja adalah kota yang

sederhana dengan orang-orang yang

penuh kesederhanaan dalam hidup.

Tampilan tipografi yang digunakan

pada logo tersebut adalah huruf kecil

yang bisa juga dimaknai sebagai

simbol ‘wong cilik’ (huruf kecil

melambangkan rakyat kecil). Warna

merah yang digunakan pada logo

tersebut jika dilihat dari arti warna

pada umumnya melambangkan

keberanian seperti halnya filosofi

warna merah yang terdapat pada

bendera Indonesia.

Dalam tahap deskripsi aspek-

aspel visual ini untuk mendapatkan

ketajaman diperlukan alat

konfirmasi, yaitu prinsip korektif

interpretasi sejarah gaya.

Pada dasarnya logo terbagi

atas logotype, yaitu logo yang

menggunakan wordmark (kata/ nama

dengan unsur tipografi), Logogram,

yaitu logo yang menggunakan ikon

(ilustratif atau inisial), serta jenis

logo yang merupakan penggabungan

antara keduanya, sehingga

menjadikan logo tampil komplit.

Dalam bukunya “Trademarks &

Symbols of The World”, Yasaburo

Kuwayama membagi logo menjadi

empat jenis gaya yaitu berbentuk

huruf/alphabet, lambang-lambang

atau angka, bentuk yang serupa

dengan objek aslinya, dan yang

terakhir adalah bentuk abstrak.

Dilihat dari segi konstruksinya, logo

pada umumnya terbagi menjadi tiga

jenis yaitu:

a. Elemen gambar dan tulisan

terpisah (picture mark dan letter

mark)

Sumber : www.google.com

Gambar 3. Logo Djarum

b. Bisa disebut gambar, bisa juga

disebut tulisan/ saling berbaur

(picture mark sekaligus letter

mark)

Sumber : www.google.com

Gambar 4. Logo VW

c. Elemen tulisan saja (letter mark)

Sumber : www.google.com

Gambar 5. Logo Samsung

Logo ‘Jogja Istimewa’ jika

dikategorikan menurut jenisnya

merupakan suatu logotype karena

hanya menggunakan kata dengan

unsur tipografi saja tanpa adanya

ilustrasi atau gambar pendukung.

Elemen yang terkandung di dalam

logo tersebut merupakan elemen

tulisan saja (letter mark).

Logo yang terkesan modern

tersebut jika dilihat dari gaya desain

yang berkembang sedikit mengacu

atau terpengaruhi pada desain pada

era International Typograpic Style

Page 12: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

20

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

atau sering disebut sebagai Swiss

Style. Gaya ini muncul dan

berkembang di Swiss dan Jerman

setelah usai perang dunia ke-2 tahun

50-an dan pengaruhnya ada hingga

tahun 80-an bahkan sampai sekarang.

Pada saat perang Swiss adalah

negara netral, sehingga setelah

Jerman kalah perang dunia industri

dan desain tidak terpengaruh banyak.

Gaya tersebut sering dikaitkan

dengan aliran Kontruktivisme, De

Stijl, Bauhaus, dan New Typography

pada tahun 30-an. Ciri-ciri desain

pada masa International

Thypograpic Style tersebut adalah

menggunakan sistem grid yang

berdasarkan pendekatan psikologi

persepsi (arah pandang mata kiri-

kanan), prinsip obyektifitas juga

menyebabkan tata letak jadi ‘bersih’

dan jelas agar pembaca menerima

informasi tanpa diganggu unsur lain

di luar isi pesan, memanfaatkan

huruf tanpa kait atau san serif, dan

mengutamakan foto bukan gambar.

Menurut ciri-ciri tersebut logo ‘Jogja

Istimewa’ sudah mempunyai

kesamaan kecuali pada poin

menggunakan foto daripada gambar.

Disini memperkuat gaya

International Typograpic Style

sebagai gaya yang mempengaruhi

gaya pada logo tersebut. Contoh logo

yang menggunakan gaya

International Thypograpic Style di

era tersebut dan terkenal adalah logo

buatan Herb Lubain (art director)

dan Alan Peckolick dalam logo

“Family Circle” yang dibuat. Selain

itu Herb Lubain dengan karya

logonya “Marriage” juga terkenal

pada kala itu (1965). Perkembangan

International Thypograpic Style

berlangsung pesat di Zurich dan

Basek di Utara Switzerland dan

tokohnya yang paling terkenal adalah

Emil Ruder (1914-1970) dan Armin

Hoffman (lahir 1920). Akhir 1970-an

gaya International Thypograpic Style

banyak mempengaruhi desain

corporate identity di Amerika

Selatan, dengan bentuk-bentuk yang

geometris.

Gaya International

Thypograpic Style banyak dianut

oleh para desainer karena menurut

mereka desain adalah pekerjaan yang

penting dan bermanfaat secara sosial.

Pendesain harus menghindari

ekspresi pribadi dan solusi yang

eksentrik maka dari itu lebih

diutamakan pendekatan keilmuan

dan universal dalam pemecahan

masalah desain. Pendesain bukan

seniman, tetapi sebuah saluran

objektif untuk menyebarkan

informasi penting antara komponen

masyarakat. Karena itu, menciptakan

keteraturan dan kejelasan (clarity)

adalah hal utama (Meggs, 1985

:332). Disini sebagai logo yang

digunakan sebagai penunjang city

branding kota Yogyakarta, logo

‘Jogja Istimewa’ diharapkan bisa

menjadi logo yang universal dan

dengan bentuknya yang teratur dan

jelas membuat logo tersebut mudah

diterima oleh masyarakat luas.

2. Analisis ikonografis Logo ‘Jogja

Istimewa’ : Pokok bahasan

sekunder atau konvensional,

menyusun dunia gambar,

cerita, dan alegori

Pembahasan penelitian pada

tahap yang kedua adalah tahap

analisis ikonografis. Dalam tahap ini

dilakukan langkah identifikasi makna

sekunder yang dihubungkan dengan

penelaahan tema dan konsep dari

logo tersebut. Untuk itu penelitian

dilakukan dengan mengamati dan

Logo Kota Jogja ‘Jogja Istimewa’

Page 13: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

21

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

menelaah hubungan objek lukisan,

tema dan konsepnya dalam

kebiasaan pengalaman sehari-hari.

Melihat konsep dan tema pada suatu

karya seni juga bisa diperoleh dari

berbagai imaji, sumber sastra, dan

alegori (Panofsky, 1955:35).

Tema dari logo ‘Jogja

Istimewa’ yang mengusung tentang

kesederhanaan wong cilik,

ketegasan, keberanian dan tekad

yang utuh dalam suatu masyarakat

yang masih memegang teguh tradisi.

Tema tersebut dapat dilihat dari

penggambaran font pada logo yang

menggunakan huruf kecil pada

rangkaian kata jogja istimewa yang

menggambarkan kesederhanaan

wong cilik, serta warna merah yang

menggambarkan keberanian,

ketegasan dan tekad yang teguh,

sedangkan tradisi diperlihatkan dari

gambaran secara keseluruhan

tipografi pada logo yang mirip

dengan huruf Jawa. Secara umum

yang tema yang diusung pada logo

tersebut adalah tema kesederhanaan.

Tema kesederhanaan juga sering

merujuk pada tema yang sering

muncul pada mitologi dan sastra.

Salah satu sastra Indonesia yang

mempunyai tema kesederhanaan

adalah novel karya Arswendo

Atmowiloto yang berjudul Keluarga

Cemara. Keluarga Cemara

merupakan novel yang dibuatnya

pada tahun 1980 yang mengusung

cerita suatu keluarga yang hidupnya

penuh perjuangan. Keluarga tersebut

pernah kaya namun pada suatu saat

jatuh miskin. Saat itulah keluarga

yang hidupnya penuh kesederhanaan

membuat lika-liku cerita menjadi

apik dan mengharukan. Dikarenakan

novel tersebut mendapat respon yang

bagus di pasar lalu dibuatlah sinetron

yang berjudul sama, sinetron tersebut

juga sangat digemari di sekitar tahun

1996-an karena mempunyai pesan

moril yang baik untuk kehidupan.

Tema kesederhanaan juga sangat

luas dipakai hingga pada karya puisi.

Karya sastra puisi yang memakai

tema kesederhanaan salah satunya

pernah ditulis oleh Sapardi Djoko

Darmono tentang kesederhanaan

cinta. Puisi tersebut berbunyi :

“Aku ingin mencintaimu dengan

sederhana dengan kata yang tak

sempat diucapkan kayu kepada

api yang menjadikannya abu.

Aku ingin mencintaimu dengan

sederhana dengan isyarat yang

tak sempat disampaikan awan

kepada hujan yang

menjadikannya tiada “

Puisi yang singkat tersebut namun

sarat makna, makna kesederhanaan

cinta membuat seseorang yang

membacanya menjadi terenyuh dan

bisa merasakan berharganya cinta.

Kesederhanaan tersebut berkaitan

juga dengan rasa ketulusan saat

mencintai.

Simbol-simbol kesederhanaan

juga dilukiskan lewat alegori yang

terdapat pada karya-karya sastra.

Seperti pada novel Keluarga Cemara,

kesederhanaan tergambar pada

pendeskripsian karakter dan alur

cerita, misalnya saja saat Euis harus

berjualan Opak untuk membantu

ekonomi keluarga. Keluarga Cemara

mengingatkan kita bahwa

kebahagiaan dapat diperoleh dari

hal-hal sederhana.

Dalam puisi karya Sapardi

yang berjudul Aku mencintaimu

dengan sederhana juga memakai

alegori untuk mengungkapkan suatu

tema kesederhanaan. Penggunaan

kayu dan abu menjadi contoh untuk

menggambarkan suatu keadaan yang

tidak biasa, seakan-akan karena cinta

Page 14: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

22

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

yang terlalu sederhana itu membuat

kita lupa dan mengorbankan diri kita

sendiri. Sederhana juga bisa

mengungkapkan ketulusan dalam

cinta, yang tak menginginkan

balasan saat mengorbankan sesuatu

seperti perumpamaan awan dan

hujan yang ditulis dalam puisi

tersebut.

Tema dan konsep logo ‘Jogja

Istimewa’ sebenarnya memang

menggambarkan konsep

kesederhanaan yang diungkapkan

pada visualisasi logo tersebut. Dalam

penelitian ini, logo-logo yang

mengungkakan kesederhanaan wong

cilik yang tetap hidup berakar pada

tradisi selain logo ‘Jogja Istimewa’

terdapat logo-logo lain yang juga

mengungkapkan hal yang mirip,

contohnya yaitu logo kota Solo Spirit

of Java.

Sumber : www.google.com

Gambar 6. Logo Kota Solo

Logo kota solo dengan hurufnya

yang terkesan sederhana dengan

elemen yang clean dan dipengaruhi

oleh gaya yang sama dengan logo

Jogja yaitu gaya International

Thypograpic Style. Selain itu logo

Solo juga menggunakan ornament

batik untuk mengungkapkan tradisi

yang masih erat di kota tersebut.

Selain logo kota Solo ada logo lagi

yang mempunyai kesamaan tema dan

konsep dalam pembuatannya yaitu

logo kabupaten Gunungkidul. Logo

tersebut menggunakan huruf yang

sederhana, clean dan mudah dibaca

namun tetap menyisipkan ornamen

ombak yang merupakan kekhasan

dari daerah tersebut yang terkenal

akan pantai-pantainya yang indah.

Logo tersebut juga dipengaruhi oleh

gaya International Thypograpic Style

sama seperti logo ‘Jogja Istimewa’

dikarenakan logo tersebut

menggunakan font san serif dan

menggunakan tata letak obyektivitas

yang menyebabkan tata letak

menjadi bersih.

Sumber : www.google.com

Gambar 7. Logo Gunungkidul

Ciri-ciri yang termuat dalam logo

‘Jogja Istimewa’ tersebut, identik

dengan ciri sejarah tipe pada tahun

2015 yang mengacu pada gaya

desain International Thypograpic

yang terkesan bersih/clean serta

minimalis (sederhana) dan terkesan

modern namun tetap sesuai citra

tradisi yang ingin ditampilkan. Pada

tahun tersebut kota-kota di Indonesia

berlomba-lomba membuat citu

branding untuk membangun citra

daerah masing-masing. Dengan

semangat modern para desainer

membuat logo tersebut dengan gaya

yang minimalis namun sarat akan

makna dan tidak kehilangan tradisi

yang menyangganya.

Logo Kota Jogja ‘Jogja Istimewa’

Page 15: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

23

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

3. Interpretasi Ikonologis Logo

‘Jogja Istimewa’ Makna

intrinsik atau isi, menyusun

dunia nilai ‘simbolis’ dari

Intuisi Sintesis dan Sejarah

Kebudayaan

Pembahasan penelitian logo

‘Jogja Istimewa’ pada tahap ke tiga

merupakan interpretasi ikonologis,

yaitu tahapan esensial untuk

memahami isi atau makna

intinsiknya. Dengan syarat pada

tahap sebelumnya telah dilakukan

deskripsi pra ikonografi dan analisis

ikonografi, maka dalam tahap ini

dilakukan interpretasi untuk

memahami simbol dengan

kemampuan mental atau intuisi

sintesis yang menyangkut tendensi

esensial pemikiran psikologi

personal dan weltanschaung

(pandangan hidup) pencipta karya

(Panofsky, 1955:41).

Bisa dilihat desainer-desainer

logo pada tahun sekitar 2015-an di

Indonesia melahirkan gaya kuat yang

bertema modern dan sederhana

seperti kecenderungan pada era

International Thypograpic Style.

Para desainer menerapkan gaya

tersebut karena dengan

kesederhanaan bentuk dan

mempersedikit elemen yang ada

membuat logo tersebut lebih

gampang diaplikasikan di era digital

seperti sekarang ini. Dengan logo

yang terkesan modern sangat cocok

jika diaplikasikan pada semua media

untuk memperkuat city branding

pada kota tersebut. Para desainer

membuat simbol atau filosofi dalam

logo dengan desain yang seminim

mungkin tanpa mengurangi kekayaan

makna yang ingin ditampilkan.

Semua itu membuktikan bahwa skill

para desainer saat ini tidak terpaku

pada kerumitan suatu karya tetapi

bagaimana cara membuat karya yang

efektif dengan meminimkan

kerumitan visual.

Ada cerita unik saat

kemunculan logo ‘Jogja Istimewa’

logo tersebut merespon logo yang

sudah ada sebelumnya yang dibuat

oleh Hermawan Kertajaya. Logo “

Jogja Istimewa” digarap oleh sebuah

tim yang dinamakan Tim 11.

Anggota tim tersebut adalah Herry

Zudianto (Tokoh masyarakat, ketua

PMI DIY), Butet Kartarajasa

(Seniman dan budayawan), Sumbo

Tinarbuko (Dosen ISI Yogyakarta,

penggiat logo Jogja Darurat), Ong

Hari Wahyu (Seniman, desainer

grafis senior), Ahmad Nor Arief

(Direktur Utama Dagadu Jogja),

Marzuki Mohamad (Seniman,

founder Jogja Hiphop Fondation),

dr.Tandean Arif Wibowo

(IMAYogyakarta), Waizly Darwin

(CEO Markeeter, Markplus),

M.Suyanto (Amikon Yogyakarta),

Fitriani Kuroda (Jogja International

Heritage Walk), M.Arief Budiman

(P3I Pemda DIY). Sebenarnya ide

dari logo tersebut tidak datang begitu

saja, Tim 11 menggiat partisipasi

para masyarakat Jogja untuk ikut

andil dalam pembuatan logo ini

dengan membuat sayembara. Karya-

karya yang masuk diseleksi dan

disempurnakan kembali oleh anggota

Tim 11 tersebut dan disesuaikan

menurut konsep yang sudah

dikehendaki Sri Sultan

Hamengkubuwono ke X.

Sebelumnya rebranding logo Jogja

tersebut diserahkan kepada

Hermawan Kertajaya yang bernaung

pada agency Markplus Inc, akan

tetapi karena hasilnya dinilai tidak

layak untuk dijadikan logo kota

tersebut karena kata Jogja terbaca

Page 16: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

24

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

menjadi Togua. Akhirnya para

seniman kritis membentuk Jogja

Darurat Logo untuk memberi

masukan kepada Sultan dan

pemerintah Jogja agar menggunakan

logo yang pantas untuk kota tersebut.

Sultan Hamengkubuwono X

meminta filosofi-filosofi khusus

disisipkan pada logo Jogja yang baru

tersebut. Beberapa filosofi yang

diinginkan ada dalam logo tersebut

antara lain :

1. Semangat Youth, Women, Netizen

2. Melambangkan keraton

3. Bertajuk pada kesederhanaan,

egaliter, kesederajatan, dan

persaudaraan

4. Tekat 9 Renaisance yang menjadi

cita-cita arah pembangunan Jogja

5. Konsep Cokro Mangilingan

6. Konsep tentang semangat

“Hamemayu Hayuning

Bhawana”

Sebagai seniman yang ingin

memasukkan filosofi-filosofi khusus

ke dalam sebuah logo perlu

pemahaman simbol-simbol yang

dipahami melalui psikologi personal

para desainernya. Seperti yang kita

tahu, warga atau masyarakat Jogja

mempunyai culture yang suka saling

membantu secara gotog-royong satu

sama lain sehingga saat menghadapi

masalah logo Jogja yang dibuat tidak

sesuai mereka yang bahu membahu

memberi masukan penting untuk

pembuatan logo yang lebih sesuai

dengan filosofi Jogja.

Sebagaimana dalam teori

simbol Ernest Cassirer, manusia

adalah hewan yang bersimbol

(animal symbolicum), sehingga

banyak mengenal dunianya melalui

simbol dan kesenian. Dalam seni

simbol dapat mewakili ekspresi atau

perasaan estetik yang memuat

berbagai gagasan dan pengalaman

yang dihayati bersama (Casssirer,

1990:36-40). Dalam teori Suzanne

K. Langer, simbol seni merupakan

bentuk ekspresi, sebagai jalinan

antara sensibilitas, emosi, perasaan,

dan kognisi impersonal, yang

merupakan ciri utama karya seni

(Sudiarja, 1982:75-78).

Berdasarkan kedua teori

simbol tersebut, maka penghayatan

dan empati atas realitas dan

penghayatan tentang makna filosofi

kota Jogja membuat desainer

menjadi paham dan dengan dorongan

tersebut mereka mampu

menginterpretasikan sehingga

muncul logo ‘Jogja Istimewa’

tersebut. Konsep dasar tentang

kesederhanaan wong cilik terbangun

dan digambarkan pada tiap elemen

yang ada pada logo tersebut, ciri

khas Jogja sebagai kota bertradisi

juga tak lupa disertakan.

Dalam tahap interpretasi

ikonologis ini diperlukan kerangka

konfirmasi dengan prinsip korektif

interpretasi sejarah kebudayaan yang

membangun simbol-simbol karya

lukisan itu. Dalam keperluan ini, bisa

dilihat melalui berbagai gejala

(simtom) pada sekitar objek maupun

senimannya yang merujuk pada

kejiwaan dan pandangan hidup yang

berkembang pada masyarakat

pendukungnya (Panofsky, 1955:41).

Dalam kerangka konfirmasi

demikian, logo Jogja mengungkap-

kan ekspresi pembuat dalam

merespon saat logo yang tidak sesuai

akan digunakan untuk merebranding

kota Jogja. Sekitaran tahun 2015

memang banyak bermunculan logo-

logo untuk me-rebranding suatu kota

agar lebih menarik, gaya yang

digunakan pada logo-logo tersebut

menganut gaya yang minimalis

namun sarat makna. Ekspresi yang

Logo Kota Jogja ‘Jogja Istimewa’

Page 17: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

25

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

sama digambarkan para desainer

untuk merespon era media yang

sedang berkembang pesat. Pemikiran

masyarakat sekarang lebih sederhana

dan modern membentuk pola

perilaku individu.

Desainer pembuat logo ‘Jogja

Istimewa’ yang berasal dari Jogja

mempunyai karakteristik khas warga

Jogja yang hangat, bergotong-

royong, dan merasa memiliki kota

tersebut. Warga Jogja sangat care

terhadap apa yang terjadi pada

daerahnya dan jika tidak sesuai

dengan nilai-nilai tradisi maka

mereka akan memberontak dan ikut

andil dalam perubahan. Saat

membuat karya logo tersebut,

desainer terpengaruh juga akan

culture masyarakat yang ada di

Jogja, contohnya seperti

kesederhanaan, egaliter, kesederaja-

tan, dan persaudaraan yang

disimbolkan dengan huruf kecil pada

logo ‘Jogja Istimewa’. Jenis tipografi

yang sederhana tersebut juga

melambangkan filosofi Youth,

Women, Netizen yang diminta oleh

Sultan untuk dimasukkan pada aspek

simbolik pada logo kota Jogja.

Desainer dalam memilih

warna logo ‘Jogja Istimewa’ juga

tidak lepas dari pengamatannya pada

logo keraton Yogyakarta. Logo

keraton menggunakan warna merah

dan emas, warna merah tersebut lalu

diambil untuk dijadikan logo kota

Jogja yang baru oleh desainer logo

tersebut. Warna merah

menyimbolkan keberanian, ketega-

san, dan kebulatan tekad yang utuh.

Selain logo ‘Jogja Istimewa’ yang

menggunakan warna khas logo

keraton tersebut ternyata lambang

daerah Yogyakarta juga mengguna-

kan warna yang serupa. Hal ini bisa

diartikan bahwa keraton bagi

masyarakat Jogja adalah institusi

tinggi yang sangat dihormati dan

dihargai serta dijadikan pedoman dan

anutan, sehingga warna-warna yang

digunakan pada logo Keraton Jogja

diadopsi menjadi warnanya wong

Jogja dan dijadikan warna logo Jogja

pula. Selain itu warna merah diatas

putih juga melambangkan Jogja yang

selalu menyimpah ruh ke-

Indonesiaan-nya yang berdiri kokoh

di atas sejarah panjang kebudayaan

unggul Nusantara.

Dibawah ini adalah logo keraton

yang diadaptasi warnanya oleh logo

“Jogja Istimewa serta lambang

daerah kota Yogyakarta

Sumber : www.google.com

Gambar 8. Lambang keraton

Jogja (atas), Lambang DIY (kiri

bawah), Logo Jogja (kanan

bawah)

Page 18: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

26

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

Pemilihan jenis font dan tipografi

oleh desainer logo ‘Jogja Istimewa’

tidak luput dari pengaruh aspek

psikologis yang membentuk pola

pikir desainer. Logo tersebut

mengadaptasi bentuk yang sudah ada

yang kental dengan masyarakat Jawa

yaitu aksara Jawa. Jogja sebagai kota

yang berkiblat pada tradisi Jawa

mempunyai keterkaitan emosi

dengan aksara Jawa yang

berkembang dan tetap terus

dilestarikan hingga sekarang, sedikit

contoh bahwa dari sekolah dasar di

Jogja maupun daerah Jawa lainnya

(Jawa tengah dan Jawa Timur) masih

diberikan pelajaran menulis dan

membaca aksara Jawa.

Sumber : www.google.com

Gambar 9. Kata Jogja pada logo

mirip dengan aksara Jawa

Tekad 9 Renaisance yang menjadi

cita-cita arah pembangunan kota

Yogyakarta juga disimbolisasikan

oleh para desainer pada huruf ‘g’

kecil yang menyerupai angka 9. 9

Renaisance tersebut dimanifestasi-

kan sebelumnya di kota Yogyakarta

dalam slogan gerakan “Jogja

Gumregah” dalam bidang 1.

Pendidikan ; 2. Pariwisata ; 3.

Teknologi ; 4. Ekonomi ; 5. Energi ;

6. Pangan ; 7. Kesehatan ; 8.

Keterlindungan Warga ; 9. Tata

Ruang dan Lingkungan.

Sumber : www.google.com

Gambar 10. Huruf g yang

melambangkan 9 Renaisance

Untuk menggambarkan keselarasan

pada kota Jogja, serta sesuai filosofi

yang diminta oleh Sultan maka

desainer memiliki pola pikir

penggunaan daun sebagai simbol

untuk menggambarkan filosofi

“Cokro Manggilingan”. Pada logo

‘Jogja Istimewa’ tersebut ada titik

pada huruf ‘j’ yang dibuat

menyerupai bentuk biji dan daun.

Sedangkan pada huruf ‘g’ terdapat

lubang seperti bentuk ujung daun

tersebut. Simbol-simbol tersebut

menurut para desainer

melambangkan filosofi “Cokro

Manggilingan” yaitu Wiji, Wutuh,

Wutah Pecah, Pecah Tuwah. Jadi

maksud dari simbol tersebut adalah

‘wiji’/biji yang akan menjadi

pedoman untuk pembangunan yang

“lestari” dan “selaras” dengan alam

untuk lingkungan hidup yang lebih

baik. Jadi seakan-akan desainer

berimajinasi bentuk yang

menyerupain daun/biji tersebut (pada

titik huruf j) akan kembali tumbuh

jika ditanam (diimajikan pada huruf

g yang berlubang), nantinya tanaman

tersebut akan berbiji kembali,

ditanam tumbuh kembali hingga

Logo Kota Jogja ‘Jogja Istimewa’

Page 19: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

27

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

akan selalu melestarikan alam

lingkungan sekitar.

Sumber : www.google.com

Gambar 11. Perlambangan Cokro

Manggilingan pada logo Jogja

Ada satu lagi filosofi penting yang

diminta oleh Sultan yaitu semangat

“Hamemayu Hayuning Bhawana”.

Disini desainer menggunakan

simbolisasi bentuk huruf g dan j

yang saling bersinggungan dan

terkesan saling memangku.

Semangat “Hamemayu Hayuning

Bhawana” muncul dan menjadi

pedoman bagi setiap pemimpin dan

pengampu kebijakan untuk

bercermin pada kalbu rakyat.

Disitulah simbol yang ingin

dilukiskan oleh para desainer agar

logo Jogja mempunyai kesan para

pemimpin yang selalu bisa dijadikan

sebagai “pelayan rakyat sejati”

(digambarkan saling memangku)

untuk dapat mewujudkan

pembangunan yang “memanusiakan

manusianya”.

Dengan latar belakang

sejarah kebudayaan kota Yogyakarta

tersebut dan mengamaati beberapa

gejala psikologis para desainer yang

hidup di kota tersebut, serta

penghayatan imaji pada objek sekitar

merujuk pada aspek-aspek dan

pandangan hidup serta pola pikir

yang berkembang pada masyarakat

pendukungnya. Logo ‘Jogja

Istimewa’ tersebut menjadi

kristalisasi simbol tentang

kontradiksi dalam kebudayaan Jawa

yang berkembang melalui keraton

dan filosofi-filosofinya.

E. Kesimpulan

Simpulan penelitian ini yang

pertama tentang berbagai penanda

visual logo ‘Jogja Istimewa’ yang

bersifat faktual dan ekspresional.

Penanda visual logo tersebut yaitu

menggunakan huruf kecil dengan

warna merah bata (C: 0 M :100

Y:100 K :10). Menurut jenis font

nya, font yang digunakan pada logo

‘Jogja Istimewa’ merupakan jenis

font san serif yaitu font yang tidak

menggunakan sirip/serif tetapi ada

penambahan dan pengurangan suatu

elemen pada font tersebut sehingga

memunculkan gaya yang berbeda

(dekoratif). Font tersebut secara

sekilas terlihat mirip dengan aksara

Jawa. Pada bagian titik pada huruf ‘j’

berbentuk menyerupai bentuk daun

dan pada huruf ‘g’ terdapat lubang

berbentuk lancip pada ujung huruf

tersebut. Font yang digunakan pada

logo ‘Jogja Istimewa’ adalah font

yang berbentuk modern, simpel dan

dinamis. Sedangkan makna

ekspresional yang muncul yaitu

konsep kesederhanaan, simpel dan

minimalis yang bisa terlihat dari

jenis font yang digunakan adalah

huruf kecil, dan warna merah yang

dipakai melambangkan ketegasan,

keberanian, dan kebulatan tekad.

Dalam sejarah gaya, logo tersebut

bisa dikategorikan menganut gaya

International Thypography Style

yang mengacu pada model grid, logo

yang terkesan bersih, simetris, dan

mudah dibaca serta meminimalkan

ornamen yang ada. Atau bisa juga

logo tersebut jika diklasifikasikan

menurut jenisnya yaitu logo yang

bertipe logotype atau juga bisa

Page 20: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

28

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

dikatakan bertipe lettermark

(mengandung unsur tulisan saja).

Simpulan yang kedua yaitu

tentang tema dan konsep yang

diungkapkan pada logo tersebut.

Tema yang diungkap pada logo

‘Jogja Istimewa’ adalah tema

kesederhanaan wong cilik yang tetap

berpegang pada tradisi. Hal itu

mengacu pada konsep kesederhanaan

hidup. Dalam sejarah tipe konsep

kesederhanaan merupakan satu dari

banyak varian tema dan konsep dari

konvensi paradigma estetik

humanisme universal, yang

didominasi kebudayaan yang

membentuk suatu tema tersebut.

Beberapa logo yang dihasilkan pada

masa tersebut (sekitar tahun 2015)

yang mempunyai sejarah tipe yang

sama dan mempunyai konsep sejenis

yaitu logo kota Solo dan logo

Kabupaten Gunungkidul.

Simpulan yang ketiga yaitu

nilai simbolik yang diungkapkan

dalam logo ‘Jogja Istimewa’

merupakan kristalisasi simbol-simbol

kebudayaan Jogja yang mempunyai

banyak filosofi misalnya 9

Renaisance, Cokro Manggilingan,

Hamemayu Hayuning Bhawana, dll.

Dalam sejarah kebudayaan Jawa

nilai simbolik tersebut dipengaruhi

oleh culture kota Yogyakarta dengan

unsur tradisi Jawa yang kental dan

masih menghormati keraton sebagai

institusi tertinggi yang menaungi

kota tersebut. Maka dari itu para

desainer yang mempuyai karakter

sederhana, gotong royong, saling

mengabdi kepada sesama serta

menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi

bisa mengapresiasikan pandangan

personal dan aspek psikologis dalam

logo ‘Jogja Istimewa’ dengan simbol

yang kaya akan makna dan filosofi.

Daftar Pustaka

Acuan dari buku: Adityawan,

Arief.(1999). Tinjauan

Desain Dari Revolusi Industri

hingga Postmoderen. Jakarta:

UPT Penerbitan Untar.

Rustan, Surianto.(2009). Mendesain

Logo. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Sudiarja.(1982). Suzanne K. Langer:

Pendekatan Baru dalam

Estetika dalam M.

Sastrapratedja, Manusia

Multi Dimensional, Sebuah

Renungan Filsafat. Jakarta:

PT. Gramedia.

Cassirer, Ernst.(1990). Manusia dan

Kebudayaan: Sebuah Esei

tentang Manusia, Terj. Alois

A. Nugroho. Jakarta: PT.

Gramedia.

Feldman, Edmund Burke.(1967). Art

as Image and Idea. New

Jersey: Prentice Hall, Inc.

Garraghan S.J., Gilbert J.(1957). A

Guide to Historical Method.

New York: Fordham

University Press.

Janson, H.W.(1986). History of Art.

London: Thames and Hudson

Ltd.

Panofsky, Erwin. (1955). Meaning of

The Visual Arts. New York:

Doubleday Anchor Books.

Acuan artikel dalam jurnal: Burhan,

M.Agus. (2005). Lukisan

Ivan Sagita “Makasih

Kollwitz” (2005) dalam

Logo Kota Jogja ‘Jogja Istimewa’

Page 21: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

29

Harmoni, Volume 8 Nomor 2, Juni 2018 ISSN 2087-9865

Sejarah Seni Lukis Modern

Indonesia: Tinjauan

Ikonografi dan Ikonologi.

Jurnal Panggung, 25(1), 1-

15.

Rustan, Surianto. (2012). Logo

Olimpiade dan Kekayaan

Makna. Jurnal Ultimart,1(1),

68-79.

Acuan dari forum, diskusi, berita

online: Abdurrahman,

Wildan. (2015, Juni 15).

Mengawal City Branding

Yogyakarta. Pesan

disampaikan dalam

https://www.kompasiana.com/wildan

arrahman/mengawal-city

branding yogyakarta_

552fa2e46ea8347c068b45df

Banindro, Baskoro Suryo. (2010,

oktober 7). Tinjauan Visual

Uang Kertas Pada masa

Revolusi. Pesan disampaikan

dalam

http://baskorodiskomvis.blog

spot.co.id/2015/02/tinjauan-

visual-uang-kertas-indonesia.

html

Sangdes, Yusuf. (2015, Juli 7).

Pengertian Logo menurut

Para Ahli.Pesan disampaikan

dalam

http://sangdes.blogspot.co.id/

2015/02/tinjauan-umum-

tentang-logo.html

Page 22: ISSN : 2087 - 9865 Volume VIII Nomor 2, Juni 2018repository.ittelkom-pwt.ac.id/615/1/Jurnal Harmoni... · Hidup Berdampingan dengan Zona Merah Pasca Erupsi Gunung Sinabung dalam Fotografi

9 7 72087 986027

JURNAL

Alamat Redaksi :Program Studi Seni RupaFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah MakassarGedung. Keguruan Lantai IIIJl. Sultan Alauddin Nomor 259 - Makassar 90221Telp. 0411-866972 - HP. 085 255 847 772