issn: 2085-787x policy brief olume 13 no. 8 tahun 2019

4
Kebijakan Pengendalian Penyakit Tanaman Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) 1 Kebijakan Pengendalian Penyakit Tanaman untuk Menyelamatkan Hutan Rakyat Sengon Sengon merupakan komoditas hutan rakyat yang menjadi primadona dan bernilai ekonomi nggi. Terjadinya ledakan penyakit pada sengon menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan dan dapat berdampak dak hanya pada perekonomian masyarakat namun juga terhadap industri kayu nasional. Sampai saat ini, di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, arah kebijakan dalam menangani permasalahan hama dan penyakit tanaman hutan termasuk penyakit pada sengon belum ada. Oleh karena itu, perlu dirumuskan suatu kebijakan yang mendukung strategi pengendalian penyakit tanaman yang efekf. Sengon merupakan spesies asli Indonesia yang mempunyai nama botanis Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes. Sengon dapat dikatakan sebagai simbol dari keberhasilan pembangunan hutan rakyat, terutama di Pulau Jawa. Pohon ini banyak disukai petani karena termasuk jenis yang pertumbuhannya cepat dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan (Gambar 1). Saat ini sengon berperan penng dalam menunjang perekonomian masyarakat dan menjadi pemasok utama bahan baku industri kayu lapis, barecore, dan veneer di Pulau Jawa. Gambar 1. Sengon umur 2 tahun yang ditanam dengan pola agroforestri di Kediri Pernyataan Masalah (Statement of the Issue/ Problem) Volume 13 No. 5 tahun 2019 ISSN: 2085-787X Badan Penelian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Penelian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim Policy Brief Volume 13 No. 8 tahun 2019 untuk Menyelamatkan Hutan Rakyat Sengon Neo Endra Lelana

Upload: others

Post on 31-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISSN: 2085-787X Policy Brief olume 13 No. 8 tahun 2019

Kebijakan Pengendalian Penyakit Tanaman

RingkasanEksekutif

(Executive Summary)

1Kebijakan Pengendalian Penyakit Tanaman

untuk Menyelamatkan Hutan Rakyat Sengon

Sengon merupakan komoditas hutan rakyat yang menjadi primadona dan bernilai ekonomi �nggi. Terjadinya ledakan penyakit pada sengon menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan dan dapat berdampak �dak hanya pada perekonomian masyarakat namun juga terhadap industri kayu nasional. Sampai saat ini, di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, arah kebijakan dalam menangani permasalahan hama dan penyakit tanaman hutan termasuk penyakit pada sengon belum ada. Oleh karena itu, perlu dirumuskan suatu kebijakan yang mendukung strategi pengendalian penyakit tanaman yang efek�f.

Sengon merupakan spesies asli Indonesia yang mempunyai nama botanis Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes. Sengon dapat d i kata ka n s e b a ga i s i m b o l d a r i keberhasilan pembangunan hutan rakyat, terutama di Pulau Jawa. Pohon ini banyak disukai petani karena

termasuk jenis yang pertumbuhannya cepat dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan (Gambar 1). Saat ini sengon berperan pen�ng dalam menunjang perekonomian masyarakat dan menjadi pemasok utama bahan baku industri kayu lapis, barecore, dan veneer di Pulau Jawa.

Gambar 1. Sengon umur 2 tahun yang ditanam dengan pola agroforestri di Kediri

Pernyataan Masalah

(Statement of the Issue/

Problem)

Volume 13 No. 5 tahun 2019

ISSN: 2085-787XBadan Peneli�an, Pengembangan dan InovasiKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Peneli�an dan Pengembangan Sosial,Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim

PolicyBrief

Volume 13 No. 8 tahun 2019

untuk Menyelamatkan Hutan Rakyat Sengon

Neo Endra Lelana

Page 2: ISSN: 2085-787X Policy Brief olume 13 No. 8 tahun 2019

2

Berdasarkan sensus pertanian 2013 (BPS 2013), sengon merupakan tanaman yang paling dominan di hutan rakyat dengan populas i hampir mencapai 50% (Gambar 2). Sementara itu berdasakan data produksi kayu nasional, secara keseluruhan, produksi kayu sengon di Indonesia terbanyak keempat setelah akasia, meran� dan ekaliptus (BPS, 2014). Produksi kayu

3sengon tersebut mencapai 2.79 juta m atau sekitar 7.22% dari total produksi

3kayu nasional. Sekitar 2.37 juta m atau 85.15% dari total produksi kayu sengon dihasilkan di Pulau Jawa. Namun demikian, permasalahan penyakit karat puru yang terjadi pada dekade terakhir ini telah menjadi ancaman yang ser ius terhadap pengusahaan sengon yang pada akhirnya dapat menjadi ancaman terhadap industri berbasis kayu sengon p a d a ta h u n - ta h u n m e n d ata n g , terutama di Pulau Jawa. Di Indonesia, epidemi penyakit karat puru pertama kali terdeteksi di Pulau Seram, Maluku pada tahun 1996

(Anggraeni & Santoso 2003) dan sejak t a h u n 2 0 0 3 m u l a i m e n y e r a n g pertanaman sengon di Pulau Jawa (Rahayu 2008). Sampai saat ini belum ada �ndakan penanganan yang efek�f dan efisien terhadap permasalahan penyakit karat puru, karena pe-nanganan penyakit tanaman �dak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan teknis, namun juga dengan pendekatan lainnya, seper� kebijakan dan sosial.

1. Epidemi penyakit karat puru pada s e n g o n t e r j a d i p a d a s e m u a �ngkatan umur tanaman, dapat me-nyebabkan penurunan produk-

�vitas tanaman, dan terjadi di hampir seluruh wilayah pertanaman sengon terutama di Jawa (Gambar 3).

Gambar 2. Populasi sengon di hutan rakyat

dibanding jenis lainnya (BPS, 2013)

Gambar 3. Serangan penyakit karat puru pada sengon

Fakta atau Kondisi Saat Ini

(Existing Condition)

Policy Brief Volume 13 No. 8 Tahun 2019

Page 3: ISSN: 2085-787X Policy Brief olume 13 No. 8 tahun 2019

3

2. Serangan penyakit pada sengon mengakibatkan penurunan produksi kayu. Sebagai contoh, di salah satu areal penanaman sengon milik Perhutani di Kediri, terjadi pe-n u r u n a n h a s i l k a y u s e n g o n mencapai lebih dari 50% (Gambar 4).

3. Ada hubungan antara variasi �ngkat insidensi dan keparahan penyakit karat puru dengan variasi iklim, tanah dan budidaya. Untuk faktor ik l im, suhu secara s ign ifikan berkorelasi nega�f dengan insidensi dan keparahan penyakit, sementara itu curah hujan berkorelasi posi�f. Untuk faktor tanah, beberapa variabel seper� nilai pH serta kandungan Ca dan Mg diketahui menunjukkan hubungan nega�f dengan insidensi dan keparahan penyakit karat puru. Sementara itu untuk faktor budidaya, faktor umur, penggunaan pupuk organik dan pengendal ian secara k imiawi berkorelasi posi�f dengan insidensi dan keparahan penyakit karat puru.

4. Berdasarkan hasil analisis DNA, penyebab penyakit karat puru pada sengon merupakan jenis patogen

baru. Selain itu, populasi patogen penyebab penyakit karat puru �dak berkorelasi dengan distr ibusi geografisnya (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran penyakit karat puru bersifat acak dan �dak terstruktur.

5. Penanganan hama dan penyakit te lah d iatur da lam Pasa l 17 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan (PP Perlindungan Hutan). Pada Pasal 17 ayat (2) PP Perlindungan Hutan disebutkan “Ketentuan lebih lanjut tentang perlindungan hutan dari hama dan penyakit oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur oleh Menteri”. Namun pemasalahannya sampai saat ini belum ada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendukung implementasi PP tersebut.

6. Hingga saat ini belum ada unit kerja khusus yang menangani per-masalahan hama dan penyakit di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Gambar 4. Penurunan produksi kayu di areal Perhutani Kediri akibat penyakit karat puru

(Perhutani, 2015)

Kebijakan Pengendalian Penyakit Tanaman

untuk Menyelamatkan Hutan Rakyat Sengon

Page 4: ISSN: 2085-787X Policy Brief olume 13 No. 8 tahun 2019

4

P3SEKPI

Policy Brief Volume 13 No. 8 Tahun 2019

Neo Endra LelanaPusat Peneli�an dan Pengembangan HutanJl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610Email : [email protected] : 081298691324

Anggraeni I, Santoso E. 2003. Penyakit ka ra t p u r u p a d a s e n g o n (Paraserianthes falcataria) di Pulau Seram. Bule�n Peneli�an Hutan 636:1–9.

Badan Pusat Sta�s�k. 2014. Sta�s�k Produksi Kehutanan 2014. Badan Pusat Sta�s�k

Biro Pusat Sta�s�k. 2013. Sensus P e r t a n i a n 2 0 1 3 . h � p : / / s t 2 0 1 3 . b p s . g o . i d / d e v 2 / index.php

Rahayu S. 2008. Penyakit karat puru p a d a s e n g o n . M a k a l a h Workshop Serangan Karat Puru pada Sengon. Yogyakarta 19 Nopember 2008.

Gambar 5. Distribusi �ga �pe patogen karat puru di Jawa berdasarkan sekuen ITS.

Warna pada grafik mengindikasikan �pe patogen dan frekuensinya

1. Perlunya kegiatan monitoring penyakit tanaman hutan secara berkala dan ru�n untuk menge-tahui jenis penyakit baru yang mengancam dan perkembangan penyakitnya sehingga pencegahan terjadinya ledakan penyakit dapat dilakukan secara dini.

2. Perlunya dilakukan pengendalian penyakit secara terpadu dengan menggunakan berbagai pende-katan, baik secara budidaya, biologis maupun kimiawi.

3. Perlunya sinergitas antara Kemen-

terian Lingkungan Hidup dan Kehu-tanan dengan Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, BUMN, dan swasta dalam penanganan penyakit tanaman.

4. Perlunya membentuk Peraturan Menteri tentang pengendalian kerusakan hutan akibat hama dan penyakit sebagaimana amanat Pasa l 17 ayat (2 ) Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 Ten-tang Perlindungan Hutan untuk dapat menjalankan berbagai rekomendasi di atas.

Pilihan dan Rekomendasi

kebijakan (Policy Options and Recommendations)

Daftar Pustaka(References)

Rujukan untuk konsultasi

(Sources consulted)