issn 1693-4849 jurnal pendidikan · menurut winkel (dalam sukestiyarno dan budi waluya, 2006:6),...

48
ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU (Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan) VOLUME 10 NOMOR 1 SEPTEMBER 2011 Diterbit Oleh FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu Volume 10 Nomor 1 Hal 1 - 60 Banda Aceh September 2011 Hasil Belajar Siswa Pada Materi Bangun Ruang Melalui Pendekatan Realistik (Suatu Penelitian Pada Anak Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar) Muhammad Isa (1 – 13 ) “Model Project Citizen Untuk Meningkatkan Kecakapan Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Mengembangkan Sikap Nasionalisme” Hafid Maksum (14 - 19) Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tai Teams Assisted Individualization ) Dalam Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas XI Pada Materi Hidrolisis Garam Di SMTI Negeri Banda Aceh Mariati (21 - 25) Pelaksanaan Supervisi Klinis Dalam Meningkatkan Profesional Guru Pada Sma Negeri 1 Ingin Jaya Kab. Aceh Besar Musriadi dan Agus Jumaidi (26 41) Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Pada MTSN 1 Lhokseumawe Jalaluddin ( 42 46 ) Landasan Filosofis dalam Pendidikan Irwansyah (47 60)

Upload: dodien

Post on 03-Apr-2018

240 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

ISSN 1693-4849

JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU

(Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan)

VOLUME 10 NOMOR 1 SEPTEMBER 2011

Diterbit Oleh

FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Jurnal

Pendidikan

Serambi Ilmu

Volume 10

Nomor 1

Hal

1 - 60

Banda Aceh

September

2011

• Hasil Belajar Siswa Pada Materi Bangun Ruang Melalui Pendekatan Realistik (Suatu Penelitian Pada

Anak Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar)

Muhammad Isa (1 – 13 )

• “Model Project Citizen Untuk Meningkatkan Kecakapan Pendidikan Kewarganegaraan

Dalam Mengembangkan Sikap Nasionalisme”

Hafid Maksum (14 - 19)

• Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tai Teams Assisted Individualization )

Dalam Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas XI Pada Materi Hidrolisis Garam Di SMTI Negeri Banda Aceh

Mariati (21 - 25)

• Pelaksanaan Supervisi Klinis Dalam Meningkatkan Profesional Guru Pada Sma Negeri 1

Ingin Jaya Kab. Aceh Besar

Musriadi dan Agus Jumaidi (26 – 41)

• Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Menin gkat kan K iner ja Gur u

Pada MTSN 1 Lhokseumawe

Jalaluddin ( 42 – 46 )

• Landasan Filosofis dalam Pendidikan

Irwansyah (47 – 60)

Page 2: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

Hasil Belajar Siswa Pada Materi Bangun Ruang Melalui Pendekatan

Realistik (Suatu Penelitian Pada Anak Kelas VIII SMP Negeri 1

Kuta Malaka Aceh Besar)

Oleh

Muhammad. Isa, *

Abstrak : Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan

lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika,

sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang

dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongret yang dapat diamati atau

dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan

adalah lingkungan peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat

yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-

hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa melalui

pendekatan realistik pada anak kelas VIII SMP Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar. Populasi

dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kuta Malaka

Aceh Besar yang tersebar dalam tiga kelas paralel. Berdasarkan hal tersebut penulis tetapkan

satu kelas sebagai kelas eksperimen yaitu kelas VIII-2 dengan jumlah siswa 40 orang dan satu

kelas sebagai kelas kontrol yaitu kelas VIII-3 dengan jumlah siswa 39 orang. Hasil belajar

siswa yang diajarkan dengan pendekatan realistik lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang

diajarkan tanpa menggunakan pendekatan realistik pada bangun ruang di SMP Negeri 1 Kuta

Malaka Aceh Besar.

Kata Kunci : Prestasi, Pendekatan Realistik, Materi, Bangunan

Sebagaimana tercantum dalam

kurikulum matematika sekolah bahwa tujuan

diberikannya matematika antara lain agar siswa

mampu menghadapi perubahan keadaan di dunia

yang selalu berkembang, melalui latihan

bertindak atas dasar pemikiran secara logis,

rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif. Hal ini

jelas merupakan tuntutan yang sangat tinggi yang

tidak mungkin di capai hanya melalui hafalan,

latihan pengerjaan soal yang bersifat rutin, serta

proses pengerjaan soal yang biasa.

Untuk menjawab tuntutan tujuan yang

demikian tinggi maka perlu di kembangkan

materi serta proses pembelajarannya yang sesuai.

Berdasarkan teori belajar yang di kemukakan

Gagne (1970), bahwa "keterampilan intelektual

tingkat tinggi dapat di lakukan melalui

pemecahan masalah''. Suryuadi dkk. (1999)

dalam surveinya tentang Current situation on

matematics and science education in Bandung'',

antara lain menemukan bahwa pemecahan

masalah matematika merupakan salah satu

kegiatan matematika yang dianggap penting baik

oleh para guru maupun siswa di semua tingkatan

mulai dari Sekolah Dasar sampai SMU.

Sehubungan dengan pemecahan masalah

(Problem Solving), National Council of Teachers

of Mathematics (NCTM, 2000) Menyatakan

bahwa pembelajaran matematika sekolah harus

mengupayakan agar siswa dapat (1) membangun

pengetahuan matematika melalui pemecahan

masalah, (2) memecahkan masalah yang muncul

dalam konteks matematika dan konteks yang lain,

jadi pembelajaran matematika di sekolah perlu

mengupayakan agar siswa mempunyai

kemampuan memecahkan masalah dan menjadi

pemecah masalah yang baik.

Salah satu karakteristik matematika

mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat

abstrak ini menyebabkan banyak siswa

mengalami kesulitan dalam matematika.

Rendahnya prestasi matematika siswa di

sebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami

masalah secara konfrehensif

Abidin (1989:5) menyatakan bahwa

pemecahan masalah dapat membentuk sikap

positif pada diri siswa untuk dapat mengambil

keputusan yang tepat dalam situasi tertentu.

Menurut NCTM (2000: 335), Pemecahan

masalah mempunyai dua fungsi dalam

pembelajaran matematika. Pertama Pemecahan

masalah adalah alat penting mempelajari

matematika. Banyak konsep matematika yang

dapat dikenalkan secara efektif kepada siswa

melalui pemecahan masalah. Kedua pemecahan

masalah dapat membekali siswa dengan

pengetahuan dan alat sehingga siswa dapat

memformulasikan, mendekati, dan

menyelesaikan masalah sesuai dengan yang telah

mereka pelajari di sekolah. Sebagai implikasinya,

maka siswa harus diberi kesempatan untuk

mengembangkan kemampuan-kemampuan dan

strategi-strategi pemecahan masalah.

Page 3: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

Media pembelajaran matematika

merupakan alat untuk mengoptimalkan hasil

belajar siswa dalam matematika terutama dalam

proses pemecahan masalah, selain itu alat peraga

dapat lebih membantu siswa agar tidak bosan saat

belajar dan lebih terfokus pada masalah yang

sedang di pecahkan. Penggunaan alat peraga yang

tepat diperlukan agar siswa dapat memahami

konsep abstrak pada konsep yang diajarkan. Alat

peraga pengajaran diperlukan dalam

pembelajaran matematika umumnya dan pada

bangun ruang khususnya. Bangun Ruang

merupakan sub konsep dari geometri yang

berhubungan dengan bentuk dari benda yang

mempunyai panjang, lebar dan tinggi sebagai

unsur-unsurnya. Hal ini menyebabkan timbulnya

kesulitan dalam mengongkritkan sifat-sifat

abstrak dalam imajinasi siswa. Siswa juga tidak

bisa mengkaitkan persoalan bangun ruang ke

dalam persoalan sehari hari. Dan siswa juga tidak

bisa menyelesaikan persoalan bangun ruang ke

penyelesaian Problem Solving.

Berdasarkan permasalahan di atas

penulis ingin mengetahui apakah melalui

pendekatan realistik bisa meningkatkan

pemahaman konsep-konsep kesebangunan dan

simetri lipat pada anak. Untuk menjawab

permasalahan tersebut, maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Hasil

Belajar Siswa Pada Materi Bangun Ruang

Melalui Pendekatan Realistik (Suatu

Penelitian Pada Anak Kelas VIII SMP Negeri

1 Kuta Malaka Aceh Besar).

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas,

maka yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah : Apakah ada peningkatan

prestasi belajar siswa pada materi bangun ruang

melalui pendekatan matematika realistik di kelas

VIII SMP Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa

melalui pendekatan realistik pada anak kelas VIII

SMP Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar.

Manfaat Penelitian

a. Sebagai masukan bagi guru, dengan

dilaksanakannya penelitian ini guru dapat

dengan baik menilai bagaimana pendekatan

realistik ini lebih tepat untuk meningkatkan

prestasi belajar siswa. Serta dapat

memberikan pembelajaran baru dalam dunia

pendidikan.

b. Sebagai masukan bagi siswa, penelitian ini

akan bermanfaat bagi siswa untuk

meningkatkan prestasi belajar siswa pada

materi bangun ruang, serta dapat

meningkatkan proses belajar mengajar yang

baik.

c. Manfaat bagi lembaga terkait dan sekolah,

dengan dilaksanakannya penelitian ini

diharapkan dapat menjadi bahan masukan

bagi Kepala Sekolah dan guru Bidang studi

Matematika SMP Negeri 1 Kuta Malaka

dalam perbaikan mengajar ke arah yang lebih

baik.

Anggapan Dasar dan Hipotesis Anggapan dasar adalah sesuatu hal yang

diterima sebagai landasan berpikir. Arikunto

(2006:65) menyatakan bahwa “Anggapan dasar

atau asumsi adalah sesuatu hal yang diyakini

kebenarannya oleh peneliti harus dirumuskan

secara jelas. Anggapan dasar ini merupakan

landasan teori di dalam pelaporan hasil penelitian

nanti”. Adapun anggapan dasar dalam penelitian

ini adalah model pendekatan Matematika

Realistik sebagai salah satu model yang dapat

diterapkan dalam pembelajaran matematika dan

siswa dianggap berhasil dengan pendekatan

Matematika Realistik.

Hipotesis adalah dugaan mengenai

sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal

yang sering dituntut untuk melakukan

pengecekannya. Berdasarkan anggapan dasar

tarsebut, yang menjadi hipotesis yaitu: Hasil

belajar siswa yang diajar dengan Pendekatan

Matematika Realistik lebih baik dari pada hasil

belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran

konvesional pada materi Bangun Ruang di SMPN

Kuta Malaka Aceh Besar.

Definisi Istilah

Untuk menghindari penafsiran yang

berbeda terhadap istilah yang digunakan dalam

penelitian ini. Maka menjadi definisi operasional

dalam penelitian ini adalah :

1. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku

yang diperoleh pembelajar setelah mengalami

aktivitas belajar (Chatarina, 2004:4). Sedangkan

menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi

Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti

keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di

mana setiap kegiatan belajar dapat menimbulkan

suatu perubahan yang khas. Penilaian hasil

belajar dilakukan sekali setelah suatu kegiatan

pembelajaran dilaksanakan.

2. Bangun Ruang

Bangun ruang adalah bangun yang semua

elemen pembentuknya tidak seluruhnya terletak

Page 4: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

pada sebuah bidang datar atau lengkung. Bangun

ruang dapat berupa luasan dan bukan berupa

luasan, misalnya spiral. Yang dibahas hanya

berupa luasan saja. Pada penelitian ini bangun

ruang yang dibahas adalah Bangun Ruang Kubus

dan Balok.

3. Pendekatan Realistik

Pembelajaran matematika realistik pada

dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan

lingkungan yang dipahami peserta didik untuk

memperlancar proses pembelajaran matematika,

sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika

secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang

dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata

atau kongret yang dapat diamati atau dipahami

peserta didik lewat membayangkan, sedangkan

yang dimaksud dengan lingkungan adalah

lingkungan tempat peserta didik berada baik

lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat

yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan

dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tujuan Pembelajaran Matematika di SMP

Kegiatan belajar dan mengajar

matematika seyogianya juga tidak disamakan

begitu saja oleh ilmu yang lain. Karena peserta

yang belajar matematika itu sebagai ilmu

pengetahuan yang dewasa ini berkembang sempat

pesat, baik materi maupun kegunaannya

merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan

kepada pendidik dasar, menengah dan tinggi,

masing-masing mempunyai tujuan pembelajaran

tersendiri.

Menurut Badan Standar Nasional

Pendidikan (2006: 388) tujuan pembelajaran

matematika di SMP berdasarkan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan adalah sebagai

berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan

keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan

konsep atau algoritma secara luwes, akurat,

efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat.

Melakukan manipulasi matematika dalam

membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan menyatakan

matematika;

3. Memecahkan masalah yang meliputi

kemampuan memahami masalah, merancang

model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol,

tabel, diagram atau media lain untuk

menjelaskan keadaan atau masalah;

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan

matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki

rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam

mempelajari matematika, serta sikap ulet dan

percaya diri dalam pemecahan masalah.

Matematika sekolah tidak dapat

dipisahkan sama sekali dari ciri-ciri yang dimiliki

matematika. Dua ciri penting matematika

menurut GBPP matematika adalah:

a. Memiliki obyek kajian yang abstrak.

b. Berpola pikir deduktif dan konsisten (Suyitno,

2000:10).

Dari kutipan di atas, jelas bahwa

tujuan diberikannya Matematika di SMP adalah

untuk memahami konsep matematika,

memecahkan masalah, mengkomunikasikan

gagasan dan memiliki sifat menghargai kegunaan

matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa

ingin tahu, perhatian dan minat dalam

mempelajari matematika, serta sikap ulet dan

percaya diri dalam memecahkan masalah. Selain

itu juga mempersiapkan siswa dalam menempuh

pendidikan yang lebih tinggi, serta berguna untuk

membantu siswa dalam mempelajari ilmu

pengetahuan.

2. Pembelajaran Matematika Realistik

a. Sejarah dan landasan filosofis

Matematika Realistik Pendidikan matematika realistik atau

Realistic Mathematics Education (RME) mulai

berkembang karena adanya keinginan meninjau

kembali pendidikan matematika di Belanda yang

dirasakan kurang bermakna bagi pembelajar.

Gerakan ini mula-mula diprakarsai oleh

Wijdeveld dan Goffre (1968) melalui proyek

Wiskobas. Selanjutnya bentuk RME yang ada

sampai sekarang sebagian besar ditentukan oleh

pandangan Freudenthal (1977) tentang

matematika. Menurut pandangannya matematika

harus dikaitkan dengan kenyataan, dekat dengan

pengalaman anak dan relevan terhadap

masyarakat, dengan tujuan menjadi bagian dari

nilai kemanusiaan. Selain memandang

matematika sebagai subyek yang ditransfer,

Freudenthal menekankan ide matematika sebagai

suatu kegiatan kemanusiaan.

Pelajaran matematika harus memberikan

kesempatan kepada pembelajar untuk

“dibimbing” dan “menemukan kembali”

matematika dengan melakukannya. Artinya

dalam pendidikan matematika dengan sasaran

utama matematika sebagai kegiatan dan bukan

sistem tertutup. Jadi fokus pembelajaran

matematika harus pada kegiatan bermatematika

atau “matematisasi” (Freudental,1968).

Kemudian Treffers (dalam Diyah, 2007) secara

eksplisit merumuskan ide tersebut dalam 2 tipe

Page 5: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

matematisasi dalam konteks pendidikan, yaitu

matematisasi horisontal dan vertikal. Pada

matematisasi horizontal siswa diberi perkakas

matematika yang dapat menolongnya menyusun

dan memecahkan masalah dalam kehidupan

sehari-hari. Matematisasi vertikal di pihak lain

merupakan proses reorganisasi dalam sistem

matematis, misalnya menemukan hubungan

langsung dari keterkaitan antar konsep-konsep

dan strategi-strategi dan kemudian menerapkan

temuan tersebut. Jadi matematisasi horisontal

bertolak dari ranah nyata menuju ranah simbol,

sedangkan matematisasi vertikal bergerak dalam

ranah simbol. Kedua bentuk matematisasi ini

sesungguhnya tidak berbeda maknanya dan sama

nilainya (Freudenthal, 1991 dalam Gusti Putu

Suharta, 2008). Hal ini disebabkan oleh

pemaknaan “realistik” yang berasal dari bahasa

Belanda “realiseren” yang artinya bukan

berhubungan dengan kenyataan, tetapi

“membayangkan”. Kegiatan “membayangkan”

ini ternyata akan lebih mudah dilakukan apabila

bertolak dari dunia nyata, tetapi tidak selamanya

harus melalui cara itu.

b. Karakteristik Pendidikan Matematika

Realistik.

Pendidikan Matematika Realistik

mencerminkan pandangan matematika tertentu

mengenai bagaimana anak belajar matematika

dan bagaimana matematika harus diajarkan.

Pandangan ini tercermin pada 6 prinsip, yang

diturunkan dari 5 kaidah yang di kemukakan

Treffers (1987) yaitu eksplorasi fenomenologis

menggunakan konteks, menjembatani dengan

menggunakan instrumen vertikal, konstruksi dan

produksi oleh pembelajar sendiri, pembelajaran

interaktif, dan jalur-jalur belajar yang saling

menjalin.

Berdasarkan kaidah-kaidah tersebut,

maka keenam prinsip yang merupakan

karakteristik pendidikan matematika realistik

akan dipaparkan sebagai berikut.

1) Prinsip kegiatan

Pembelajar harus diperlakukan sebagai

partisipan aktif dalam proses pengembangan

seluruh perangkat perkakas dan wawasan

matematis sendiri. Dalam hal ini pembelajar

dihadapkan situasi masalah yang memungkinkan

ia membentuk bagian-bagian masalah tersebut

dan mengembangkan secara bertahap algoritma,

misalnya cara mengalikan dan membagi

berdasarkan cara kerja nonformal.

2) Prinsip nyata

Matematika realistik harus

memungkinkan pembelajar dapat menerapkan

pemahaman matematika dan perkakas

matematikanya untuk memecahkan masalah.

Pembelajar harus mempelajari matematika

sedemikian hingga bermanfaat dan dapat

diterapkan untuk memecahkan masalah

sesungguhnya dalam kehidupan. Hanya dalam

konteks pemecahan masalah pembelajar dapat

mengembangkan perkakas matematis dan

pemahaman matematis.

3) Prinsip bertahap

Belajar matematika artinya pembelajar

harus melalui berbagai tahap pemahaman, yaitu

dari kemampuan menemukan pemecahan

informal yang berhubungan dengan konteks,

menuju penciptaan berbagai tahap hubungan

langsung dan pembuatan bagan yang selanjutnya

pada perolehan wawasan tentang prinsip-prinsip

yang mendasari dan kearifan untuk memperluas

hubungan tersebut. Kondisi untuk sampai tahap

berikutnya tercermin pada kemampuan yang

ditunjukkan pada kegiatan yang dilakukan.

Refleksi ini dapat ditunjukkan melalui interaksi.

Kekuatan prinsip tahap ini yaitu dapat

membimbing pertumbuhan pemahaman

matematika pembelajar dan mengarahkan

hubungan longitudinal dalam kurikulum

matematika.

4) Prinsip saling menjalin

Prinsip saling menjalin ini ditemukan

pada setiap jalur matematika, misalnya antar

topik-topik seperti kesadaran akan bilangan,

mental aritmatika, perkiraan (estimasi), dan

algoritma.

5) Prinsip interaksi

Dalam matematika realistik belajar

matematika dipandang sebagai kegiatan sosial.

Pendidikan harus dapat memberikan kesempatan

bagi para pembelajar untuk saling berbagi strategi

dan penemuan mereka. Dengan mendengarkan

apa yang ditemukan orang lain dan

mendiskusikan temuan ini, pembelajar

mendapatkan ide untuk memperbaiki strateginya.

Lagi pula interaksi dapat menghasilkan refleksi

yang memungkinkan pembelajar meraih tahap

pemahaman yang lebih tinggi.

6) Prinsip bimbingan

Pengajar maupun program pendidikan

mempunyai peranan terpenting dalam

mengarahkan pembelajar untuk memperoleh

pengetahuan. Mereka mengendalikan proses

pembelajaran yang lentur untuk menunjukkan apa

yang harus dipelajari untuk menghindarkan

pemahaman semu melalui proses hafalan.

Pembelajar memerlukan kesempatan untuk

Page 6: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

membentuk wawasan dan perkakas matematisnya

sendiri, karena itu pengajar harus memberikan

lingkungan pembelajaran yang mendukung

berlangsungnya proses tersebut. Artinya mereka

harus dapat meramalkan bila dan bagaimana

mereka dapat mengantisipasi pemahaman dan

keterampilan pembelajar untuk mengarahkannya

mencapai tujuan pembelajaran. Dalam hal ini

perbedaan kemampuan pembelajar harus

diperhatikan, sehingga setiap pembelajar

mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan

pengetahuannya dengan cara yang paling cocok

untuk mereka masing-masing.

c, Langkah-langkah Pembelajaran dengan

Pendekatan Realistik Pendekatan Matematika Realistik

mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai

berikut: siswa memiliki seperangkat konsep

laternatif tentang ide-ide matematika yang

mempengaruhi belajar selanjutnya; siswa

memperoleh pengetahuan baru dengan

membentuk pengetahuan itu untuk dirinya

sendiri; pembentukan pengetahuan merupakan

proses perubahan yang meliputi penambahan,

kreasi, modifikasi,penghalusan, penyusunan

kembali, dan penolakan; pengetahuan baru yang

dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal

dari seperangkat ragam pengalaman; setiap siswa

tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin

mampu memahami dan mengerjakan matematika.

Konsepsi tentang guru sebagai berikut: guru

hanya sebagai fasilitator belajar; guru harus

mampu membangun pengajaran yang interaktif;

guru harus memberikan kesempatan kepada siswa

untuk secara aktif menyumbang pada proses

belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa

dalam menafsirkan persoalan riil; dan guru tidak

terpancang pada materi yang termaktub dalam

kurikulum, melainkan aktif mengaitkan

kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik maupun

sosial. Hartono (dalam Diyah, 2007).

Menurut Sudharta (2004), dalam

pengajaran matematika realistik, dibutuhkan

upaya (1) penemuan kembali terbimbing dan

matematisasi progresif, artinya pembelajaran

matematika realistik harus diberikan kesempatan

seluas-luasnya kepada siswa untuk mengalami

sendiri proses penemuan matematika ;(2)

fenomena didaktik, artinya pembentukan situasi

dalam pemecahan masalah matematika realistic

harus menetapkan aspek aplikasi dan

mempertimbangkan pengaruh proses dari

matematisasi progresif; (3) mengmbangkan

model-model sendiri, artinya pemecahan masalah

matematika realistic harus mampu dijembatani

melalui pengembangan model-model yang

diciptakan sendiri oleh siswa dari yang konkrit

menuju situasi abstrak, atau model yang

diciptakan sendiri oleh siswa untuk memecahkan

masalah, dapat menciptakan kreasi dalam

keprbadian siswa melalui aktifitas di bawah

bimbingan guru.

Langkah-langkah pembelajaran

matematika dengan PMR dapat digambarkan

sebagai berikut (Sudharta, 2004):

Dunia Nyata Dunia

Berdasarkan gambar tersebut dapat

dijelaskan bahwa pembelajaran matematika

realistik diawali dengan fenomena yang ada di

dalam dunia nyata, kenudian siswa dengan bantuan

guru diberikan kesempatan menemukan kembali

dan mengkonstruksi dalam model matematika

kemudian membuat jawaban atas model

matematika tersebut.Setelah itu diaplikasikan

dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.

Dalam pembelajaran, sebelum siswa

masuk pada sistem formal, terlebih dahulu siswa

Masalah Konkrit Model Matematika

Jawaban Model Jawaban Atas Masalah

Page 7: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

dibawa ke ‘situasi informal’, misalnya

pembelajaran pecahan dapat diawali dengan

pembagian menjadi bagian yang sama (misalnya

pembagian kue) sehingga tidak terjadi loncatan

pengetahuan informal anak dengan konsep-konsep

matematika (pengetahuan matematika formal).

Setelah siswa memahami pembagian menjadi

bagian yang sama, baru dikenalkan istilah pecahan.

Ini sangat berbeda dengan pembelajaran

konvensional (bukan PMR) di mana siswa sejak

awal sudah dicekoki dengan istilah pecahan dan

beberapa jenis pecahan.

Jadi, Pembelajaran matematika realistik

diawali dengan fenomena, kemudian siswa dengan

bantuan guru diberikan kesempatan menemukan

kembali dan mengkonstruksi konsep sendiri.

Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-

hari atau dalam bidang lain.

1. Kriteria Pemilihan Media Pada Bangun

Ruang

Ely (Ariel 2005:85) mengatakan bahwa

pemilihan seyogyanya tidak terlepas dari

konteksnya bahwa media merupakan komponen

dari sistem instruksional secara keseluruhan.

Karena itu meskipun tujuan dan isi sudah diketahui,

faktor-faktor lain seperti karakteristik siswa,

strategi belajar mengajar, Organisasi kelompok

belajar, alokasi waktu dan sumber, serta prosedur

penilaiannya perlu di pertimbangkan.

Menurut Azhar (2004:75) bahwa ada

beberapa kriteria yang patut diperhatikan dalam

memilih media yaitu sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai, tepat untuk mendukung isi pelajaran

yang sifatnya fakta konsep, prinsip dan

generalisasi, praktis, lues dan bertahan, dan guru

terampil menggunakannya, pengelompokan sasaran

dan mutu teknis.

METODE PENELITIAN

1. Populasi dan Sampel

Menurut Margono (2005:118), populasi

adalah keseluruhan data yang menjadi perhatian

kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita

tentukan. Adapun yang menjadi populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP

Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar yang tersebar

dalam tiga kelas paralel. Sedangkan sampel adalah

sebagian dari populasi yang diteliti (Margono,

2005:121). Sampel dari penelitian ini dipilih dua

kelas yang mempunyai kemampuan sama,

berdasarkan dari pengamatan guru bidang studi

matematika pada sekolah tersebut dan diperkuat

dari hasil tes awal yang penulis berikan pada kedua

kelas. Dari pengolahan hasil tes awal dan pengujian

terhadap hipotesis didapat bahwasanya siswa kelas

VIII-2 dan siswa kelas VIII-3 mempunyai

kemampuan yang homogen. Berdasarkan hal

tersebut penulis tetapkan satu kelas sebagai kelas

eksperimen yaitu kelas VIII-2 dengan jumlah siswa

40 orang dan satu kelas sebagai kelas kontrol yaitu

kelas VIII-3 dengan jumlah siswa 39 orang. Kelas

eksperimen adalah kelas yang digunakan untuk

penerapan pembelajaran dengan pendekatan

Realistik, sedangkan kelas kontrol adalah kelas

yang proses belajarnya tanpa menggunakan

pendekatan Realistik. Jumlah keseluruhan sampel

dari kedua kelas tersebut adalah 79 orang.

b. Teknik Pengumpulan Data Adapun perangkat pembelajaran yang

dipersiapkan dalam penelitian ini adalah Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar

Kerja Siswa (LKS), sedangkan instrumen

pengumpulan data yang disiapkan adalah lembaran

tes, yang terdiri dari tes awal dan tes hasil belajar.

LKS dan lembaran tes yang penulis siapkan

berlaku untuk kedua kelas tersebut.

Untuk memperoleh data dalam penelitian

ini peneliti terlebih dahulu memberikan tes awal

yang bertujuan untuk mengetahui homogenitas

sampel dari kedua kelas yang akan diteliti.

Selanjutnya pada kelas eksperimen pembelajaran

dilanjutkan dengan menerapkan pembelajaran

pendekatan Realistik pada materi Bangun Ruang.

Pada akhir pertemuan, untuk kedua kelas tersebut

(eksperimen dan kontrol) diadakan tes hasil belajar

yang diberikan dalam bentuk essay sebanyak 5

butir soal. Nilai yang diperoleh dari kedua hasil tes

tersebut inilah yang diambil sebagai data

penelitian.

c. Teknik Pengolahan Data Data yang telah terkumpul kemudian

diolah dengan menggunakan statistik uji-t pada

taraf signifikan 05,0=α . Adapun statistik

lainnya yang diperlukan sehubungan dengan

pengujian uji-t adalah:

1. Menstabulasikan data ke dalam daftar

distribusi frekuensi.

2. Menentukan nilai rata-rata ( x ) dan

varians (2

s )

3. Uji Normalitas Sebaran Data

4. Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians berguna untuk

mengetahui apakah penelitian ini berasal dari

populasi yang sama atau bukan. Menurut Sudjana

(2001:250) uji homogenitas dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

terkecilians

terbesariansF

var

var=

Kriteria pengujian tolak H0 jika

)1,1( 21 −−≥ nnFF α dan dalam hal lain H0 diterima

dengan α = 0,05.

Page 8: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

5. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini

menggunakan uji-t pihak kanan, dengan taraf

signifikan α = 0,05. Hipotesis yang diuji dalam

penelitian ini adalah:

H0 : 21 µµ = Hasil belajar siswa yang

diajarkan dengan pendekatan

Realistik pada materi Bangun

Ruang di SMPN 1 Kuta Malaka

sama dengan hasil belajar siswa

yang diajarkan dengan

pembelajaran selain pendekatan

Realistik .

H1 : 21 µµ > Hasil belajar siswa yang

diajarkan dengan pendekatan

Realistik pada materi Bangun

Ruang di SMPN 1 Kuta Malaka

lebih baik dari pada hasil belajar

siswa yang diajarkan dengan

pembelajaran selain pendekatan

Realistik.

Untuk menguji hipotesis yang telah

dirumuskan dapat digunakan rumus uji-t yang

menurut Sudjana (2001: 239) ialah:

21

21

11

nns

xxt

gab +

−=

Dimana varians gabungan (s2gab), menurut Sudjana

(2001:239) dapat dihitung dengan rumus:

2

)1()1(

21

2

22

2

112

−+

−+−=

nn

snsnsgab

Untuk pengujian digunakan dk = n1 + n2 – 2

dengan peluang (1 - α ), kriteria pengujian adalah:

terima 0H jika tabhit tt < dan tolak 0H untuk

harga t lainnya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian

diproleh dari tes hasil belajar yang diberikan pada

pertemuan terakhir untuk kedua kelas tersebut.

Adapun rincian nilai tes hasil belajar dari masing-

masing kelas adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Daftar Nilai Tes Hasil Belajar Siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran dengan pendekatan realistik

(Kelas Eksperimen)

No Kode

Sampel

Total

Nilai

No Kode

Sampel

Total

Nilai

1 X1 100 21 X21 60

2 X2 70 22 X22 80

3 X3 80 23 X23 85

4 X4 75 24 X24 90

5 X5 70 25 X25 70

6 X6 100 26 X26 90

7 X7 90 27 X27 85

8 X8 100 28 X28 90

9 X9 85 29 X29 80

10 X10 100 30 X30 60

11 X11 70 31 X31 90

12 X12 85 32 X32 85

13 X13 60 33 X33 85

14 X14 90 34 X34 80

15 X15 75 35 X35 100

16 X16 85 36 X36 85

17 X17 100 37 X37 85

18 X18 90 38 X38 80

19 X19 70 39 X39 80

20 X20 90 40 X40 75

Tabel 4.2 Daftar Nilai Tes Hasil Belajar Siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran Non pendekatan realistik

(Kelas Kontrol)

No Kode

Sampel

Total

Nilai

No Kode

Sampel

Total

Nilai

1 Y1 75 21 Y21 60

Page 9: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

2 Y2 85 22 Y22 60

3 Y3 80 23 Y23 75

4 Y4 60 24 Y24 65

5 Y5 60 25 Y25 80

6 Y6 60 26 Y26 50

7 Y7 65 27 Y27 80

8 Y8 75 28 Y28 65

9 Y9 60 29 Y29 70

10 Y10 70 30 Y30 90

11 Y11 75 31 Y31 85

12 Y12 55 32 Y32 70

13 Y13 65 33 Y33 70

14 Y14 70 34 Y34 50

15 Y15 50 35 Y35 80

16 Y16 65 36 Y36 90

17 Y17 70 37 Y37 70

18 Y18 65 38 Y38 90

19 Y19 75 39 Y39 55

20 Y20 65

2. Pengolahan Data

• Nilai tes hasil belajar siswa kelas eksperimen

Tabel 4.3 Daftar Distribusi Frekuensi Nilai Tes Hasil Belajar Kelas Eksperimen di SMP Negeri 1 Kuta Malaka

Aceh Besar

Nilai fi xi fixi xi2 fixi

2

59 − 64

65 − 70

71 − 76

77 − 82

83 − 88

89 − 94

95 − 100

3

5

3

6

9

8

6

61,5

67,5

73,5

79,5

85,5

91,5

97,5

184,5

337,5

220,5

477

769,5

732

585

3782,25

4556,25

5402,25

6320,25

7310,25

8372,25

9506,25

11346,75

22781,25

16206,75

37921,5

65792,25

66978

57037,5

Jumlah 40 - 3306 - 278064

∑∑

=i

ii

f

xfx1

40

3306=

65,82=

)1(

)(22

2

1−

−=∑ ∑

nn

xfxfns

iiii

)140(40

)3306()278064(40 2

−= 66,123=

66,1231 =s

12,11=

• Nilai tes hasil belajar siswa kelas kontrol

Tabel 4.4 Daftar Distribusi Frekuensi Nilai Tes Hasil Belajar Kelas Kontrol di Negeri 1 Kuta Malaka Aceh

Besar

Nilai fi xi fixi xi2 fixi

2

50 − 55

56 − 61

62 − 67

68 − 73

74 − 79

5

6

7

7

5

52,5

58,5

64,5

70,5

76,5

262,5

351

451,5

493,5

382,5

2756,25

3422,25

4160,25

4970,25

5852,25

13781,25

20533,5

29121,75

34791,75

29261,25

Page 10: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

80 − 85

86 – 91

6

3

82,5

88,5

495

265,5

6806,25

7832,25

40837,5

23496,75

Jumlah 39 - 2701,5 - 191823,75

∑∑

=i

ii

f

xfx 2

39

5,2701= 26,69=

)1(

)(22

2

2−

−=∑ ∑

nn

xfxfns

iiii

)139(39

)5,2701()75,191823(39 2

−=

1482

183024= 49,123=

49,1232 =s

11,11=

Sebelum dilakukan analisa data dengan

menggunakan uji-t, maka terlebih dahulu data dari

masing-masing kelas harus memenuhi syarat-syarat

normalitas dan homogenitas variansi.

2. Uji Normalitas Sebaran Data

Uji normalitas diperlukan untuk

mengetahui apakah data yang diperoleh dari

masing-masing kelas dalam penelitian ini

berdistribusi normal atau tidak. Adapun hipotesis

yang digunakan adalah:

H0 : data berdistribusi normal

H1 : data tidak berdistri normal

Kriteria pengujian menurut Sudjana

(2001:273): ”tolak H0 jika 2

hitungχ ≥2

tabelχ , dengan

α = 0,05 dalam hal lain H0 diterima.

Page 11: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

Tabel 4.5 Daftar Uji Normalitas Nilai Tes Hasil Belajar Kelas Eksperimen di Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar

Nilai

Batas Kelas

(x)

Zscore

Ls. DKN

Ls. DKI

Frekuensi

Diharapkan

(Ei)

Frekuensi

Pengamatan

(Oi)

59 − 64

65 − 70

71 − 76

77 − 82

83 − 88

89 − 94

95 − 100

58,5

64,5

70,5

76,5

82,5

88,5

94,5

100,5

-2,17

-1,63

-1,09

-0,55

-0,01

0,52

1,06

1,60

0,4850

0,4484

0,3621

0,2088

0,0040

0,1985

0,3554

0,4452

0,0366

0,0863

0,1533

0,2048

0,1945

0,1569

0,0898

1,46

3,45 11,04

6,13

8,19

7,78

6,27

9,86

3,59

11

6

9

14

Keterangan: Ls. DKN = luas daerah kurva normal

Ls. DKI = luas daerah kurva interval

Berdasarkan tabel diatas diperoleh:

∑=

−=

k

i i

ii

E

EO

1

2

2 )(χ

86,9

)86,914(

78,7

)78,79(

19,8

)19,86(

04,11

)04,1111( 2222

2 −+

−+

−+

−=χ

73,119,058,00001,02

+++=χ

50,22

Dengan taraf signifikan α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = 4 – 3 = 1, maka diperoleh nilai tabel2

)1(95.0χ

= 3,84. Karena2

hitungχ = 2,50 < 2

tabelχ = 3,84, maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi

normal.

Tabel 4.6 Daftar Uji Normalitas Nilai Tes Hasil Belajar Kelas Kontrol di Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar

Nilai

Batas Kelas

(x)

Zscore

Ls. DKN

Ls. DKI

Frekuensi

Diharapkan

(Ei)

Frekuensi

Pengamatan

(Oi)

50 − 55

56 − 61

62 − 67

68 − 73

74 − 79

49,5

55,5

61,5

67,5

73,5

-1,77

-1,23

-0,69

-0,15

0,38

0,4616

0,3907

0,2549

0,0596

0,1480

0,0709

0,1358

0,1953

0,0884

0,1732

2,76

8,05

5,29

7,61

3,44

10,19

6,75

11

7

12

Page 12: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

80 − 85

86 − 91

79,5

85,5

91,5

0,92

1,46

2,00

0,3212

0,4279

0,4772

0,1067

0,0493

4,16

6,08

1,92

9

Berdasarkan tabel diatas diperoleh:

∑=

−=

k

i i

ii

E

EO

1

2

2 )(χ

08,6

)08,69(

19,10

)19,1012(

61,7

)61,77(

05,8

)05,811( 2222

2 −+

−+

−+

−=χ

40,132,004,008,12

+++=χ

84,22

Dengan taraf signifikan α = 0,05 dan derajat

kebebasan (dk) = 4 – 3 =1, maka diperoleh nilai tabel2

)1(95.0χ = 3,84. Karena2

hitungχ = 2,84 < 2

tabelχ =

2,84, maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa

data berdistribusi normal.

3. Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians berguna untuk

mengetahui apakah sampel dari penelitian ini berasal

dari populasi yang sama atau bukan, sehingga

generalisasi dari penelitian ini hasilnya berlaku bagi

populasi. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : 2

2

2

1 σσ = (varians data homogen)

H1 : 2

2

2

1 σσ > (varians data tidak

homogen)

Statistik yang digunakan adalah

terkecilians

terbesariansF

var

var= , dengan kriteria pengujian

adalah tolak H0 jika )1,1( 2 −−≥ nnFF α dan dalam

hal lain H0 diterima (Sudjana, 2001:251).

Dari hasil perhitungan data sebelumnya

diperoleh:

n1 = 40 ; 1x = 82,65 ; 1s = 11,12 ;

2

1s = 123,66

n2 = 39 ; 2x = 69,26 ; 2s = 11,11 ;

2

2s = 123,49

sehingga: 49,123

66,123=F

F = 1,001

Dengan taraf signifikan α = 0,05 maka dari

tabel distribusi F diperoleh: )38,39(05,0FF ≥ = 1,71.

Ternyata Fhitung < Ftabel maka H0 diterima, sehingga

dapat disimpulkan bahwa kedua kelas berasal dari

populasi yang sama berarti kedua varians homogen.

4.Tinjauan terhadap Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini

menggunakan uji-t pihak kanan, dengan taraf

signifikan α = 0,05. Hipotesis yang diuji dalam

penelitian ini adalah:

H0 : 21 µµ = Hasil belajar siswa yang diajarkan

dengan pendekatan Realistik pada

materi Bangun Ruang di SMPN 1

Kuta Malaka sama dengan hasil

belajar siswa yang diajarkan

dengan pembelajaran selain

pendekatan Realistik .

H1 : 21 µµ > Hasil belajar siswa yang diajarkan

dengan pendekatan Realistik pada

materi Bangun Ruang di SMPN 1

Kuta Malaka lebih baik dari pada

hasil belajar siswa yang diajarkan

dengan pembelajaran selain

pendekatan Realistik.

Sebelum mencari thit terlebih dahulu dicari

standar deviasi gabungan dari kedua sampel yaitu:

2

)1()1(

21

2

22

2

112

−+

−+−=

nn

snsnsgab

23940

)49,123)(139()66,123)(140(

−+

−+−=

77

36,9515= 57,123=

57.123=gabs

12,11=

Dengan demikian dapat dihitung nilai t

sebagai berikut:

21

21

11

nns

xxt

gab +

−=

39

1

40

112,11

26,6965,82

+

−=

1560

40

1560

3912,11

39,13

+

=

Page 13: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

0506,012,11

39,13=

)22,0)(12,11(

39,13=

4464,2

39,13= 47,5=

Dengan taraf signifikan α = 0,05 dan dk =

(40 + 39 - 2) = 77 maka ( ) 67,17795,0 =t . Karena

tabelhitung tt > yaitu 5,47 >1,67, maka H0 ditolak dan

diterima H1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar siswa yang diajarkan dengan pendekatan

realistik lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang

diajarkan dengan pembelajaran selain pendekatan

realistik pada materi bangun ruang (kubus dan Balok)

di kelas VIII SMP Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar.

4. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan,

penulis menganalisis pengaruh penerapan

pembelajaran dengan pendekatan Realistik hasil

belajar siswa pada materi bangun ruang di kelas VIII

SMP Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar. Penelitian

ini dilakukan lima kali pertemuan, pada pertemuan

pertama dilakukan tes awal untuk menguji

homogenitas kemampuan siswa pada kedua kelas

(kontrol dan eksperimen) yang penulis teliti. Dari

pengujian tersebut didapat bahwasanya siswa pada

kedua kelas tersebut mempunyai kemampuan yang

homogen. Selanjutnya pada pertemuan kedua sampai

ke empat dilakukan proses pembelajaran dengan

pendekatan realistik. Model ini juga diberlakukan

untuk kedua kelas, hanya saja pada kelas eksperimen

(kelas VIII-2) pendekatan realistik. Pada pertemuan

terakhir dilakukan tes hasil belajar.

Dari hasil pengolahan data dan analisis data

yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa pada

dasarnya siswa dapat menguasai materi bangun

ruang, baik itu dengan menggunakan pendekatan

realistik maupun tanpa menggunakan pendekatan

realistik. Ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes

kedua kelas tersebut. Nilai rata-rata hasil tes kelas

yang diajarkan dengan pendekatan realistik adalah

82,65, sedangkan nilai rata-rata hasil tes kelas yang

diajarkan tanpa pendekatan realistik adalah 69,26.

Selisih nilai rata-rata dari kedua kelas tersebut adalah

13,39. Sehingga terdapat perbedaan hasil belajar

siswa pada materi sistem persamaan linear dua

variabel yang diajarkan dengan menggunakan

pembelajaran pendekatan realistik dibandingkan

tanpa menggunakan pembelajaran pendekatan

realistik. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran

pendekatan realistik siswa yang tadinya tidak berani

bertanya atau malu untuk bertanya pada guru utama

(berada di depan) dapat bertanya pada assistant

teacher (berada di belakang), sehingga guru dapat

membantu mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa

dengan segera.

Tingkat keberhasilan proses belajar

mengajar pada kedua kelas dapat dilihat dari nilai

rata-rata hasil tes belajar siswa. Dengan demikian,

tingkat keberhasilan proses belajar mengajar dengan

pembelajaran pendekatan realistik berada pada

tingkat baik sekali atau optimal, sedangkan tingkat

keberhasilan proses belajar mengajar tanpa

pembelajaran pendekatan realistik berada pada

tingkat baik atau minimal. Secara umum kedua kelas

telah mencapai ketuntasan belajar. Hal ini ditinjau

menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu

suatu kelas dikatakan tuntas belajar apabila 85% atau

lebih dari jumlah siswa dalam satu kelas

mendapatkan nilai di atas 65. Namun secara

individual, pada kelas yang menerapkan

pembelajaran pendekatan realistik terdapat 3 orang

siswa yang tidak mencapai ketuntasan belajar dan

pada kelas yang tidak menerapkan pembelajaran

pendekatan realistik terdapat 11 orang siswa yang

tidak mencapai ketuntasan belajar. Hal ini mungkin

disebabkan oleh beberapa faktor, baik yang berasal

dari dalam diri siswa sendiri maupun dari luar diri

siswa.

Dalam proses belajar, pada kelas yang

menerapkan pembelajaran pendekatan realistik

siswanya terlihat lebih aktif baik secara fisik maupun

mental dibandingkan dengan kelas yang tidak

menerapkan pembelajaran pendekatan realistik.

Siswa dengan bebas mengeluarkan pendapat dalam

memahami konsep dan siswa saling berinteraksi baik

antara siswa maupun dengan guru, baik itu dengan

guru utama ataupun dengan assistant teacher dalam

berdiskusi. Pengetahuan siswa mengenai materi

bangun ruang juga lebih lengkap karena diberikan

dan ditinjau oleh guru-guru yang pandangan dan

pengetahuannya saling melengkapi, sehingga siswa

tidak hanya dapat memahami materi tetapi juga dapat

menguasai fakta, konsep serta prinsip-prinsip yang

digunakan dalam menyelesaikan soal-soal materi

persamaan linear dengan dua variabel terutama dalam

mengubah soal yang berbentuk cerita ke dalam

kalimat matematika. Hasil penelitian Rahmayani

(2009:71) juga menemukan bahwa dengan adanya

bimbingan yang lebih fokus dari dua orang guru

siswa lebih konsentrasi dalam belajar. Siswa juga

tidak berani mengganggu temannya karena mereka

diawasi/diamati oleh dua orang guru. Konsentrasi

yang tinggi dalam belajar mengakibatkan hasil

Page 14: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

belajar yang lebih baik, sehingga prestasi belajar

matematika siswa juga meningkat.

Pembelajaran dengan pendekatan realistik

tidak hanya meningkatkan hasil belajar, tetapi juga

dengan adanya kolaborasi dua orang guru di dalam

kelas, maka proses observasi terhadap siswa lebih

intens. Catatan khusus terhadap perilaku,

ketidakbiasaan, kesulitan siswa akan terekam dengan

baik, sehingga setiap permasalahan yang muncul

dalam proses pembelajaran dapat diatasi secara

bersama-sama.

Walaupun pembelajaran dengan pendekatan

realistik dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik

(optimal), namun masih terdapat kekurangan dalam

pelaksanaan pembelajaran ini seperti team mudah

kembali kepada kerja individual sehingga tanggung

jawab kelompok terabaikan. Sulit untuk membentuk

team yang kompak terutama saat membagi peran di

dalam kelas.

PENUTUP

1. Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan

pengujian hipotesis yang dilakukan pada siswa kelas

VIII SMP N 1 Kuta Malaka Aceh Besar pada materi

bangun ruang dapat di simpulkan bahwa, “Hasil

belajar siswa yang diajarkan dengan pendekatan

realistik lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang

diajarkan tanpa menggunakan pendekatan realistik

pada bangun ruang di SMP N 1 Kuta Malaka Aceh

Besar”.

2, Saran Mengingat penerapan dengan pendekatan

realistik membawa pengaruh positif terhadap prestasi

belajar siswa, maka:

a) Diharapkan kepada guru untuk dapat

menerapkan strategi, model dan metode

pembelajaran yang sesuai dengan materi

pelajaran dalam meningkatkan ketuntasan belajar

siswa.

b) Diharapkan kepada siswa untuk lebih sering

belajar, baik secara individu maupun

berkelompok karena hasil yang didapat akan

lebih baik dan memuaskan.

c) Disarankan kepada pihak lain untuk melakukan

penelitian selanjutnya terhadap bidang studi

matematika pada pokok bahasan lainnya untuk

memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang

dengan pendekatan realistic.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar. 2004. Media pembelajaran. Jakarta:

PT. Raja Grafindo persada.

Arikunto, S. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.

Jakarta: Bumi Aksara.

Baroody. A.J. 1993. Problem Solving, Reasoning,

and Communicating. Macmillan Publising,

New York.

Freudenthal, H. 1977. Antwoord door Prof. Dr. H.

Freudenthal na het verlenen van het

eredoctoraat [Speech by Prof. H.

Freudenthal upon being granted an

honorary doctorate]. Euclides.

Freudenthal, H. 1968. Why to Teach Mathematics so

as to Be Useful. Educational Studies in

Mathematics. Dordrecht, Reidel.

Freudenthal, H. 1991. Revisiting Mathematics

Education. China Lectures. Dordrecht:

Kluwer Academic Publishers.

Gagne 1970. Realistic Mathematics.

http://www.depdiknas.co.id/editorial:jurn

al pendidikan Indonesia. (diakses Januari

2010)

Gravemeijer, K. 1994. Educational Development and

Developmental Research in Mathematics

Education. Journal for Research in

Mathematics Education

Hudojo. 1997. Strategi Belajar Mengajar

Matematika. Malang. IKIP Malang.

Junaedi, Samsul. 2004. Matematika SMP untuk Kelas

VII. Jakarta: Erlangga.

Junaedi, Dedi. 1999. Penuntun Belajar Matematika

Untuk SLTP Kelas 3. Jakarta: Mizan.

Maschke Kathy L., Gagne: The Condition of

Learning,

www.nc.gsu/~mstswh/course/it7000/paper

s/robert.htm.

Musser, Gary L and Brnger. 1994. Mathematics for

Ellementary Teachers A Cotemporary

Approuh. New York: Macmillan

Publishing Co.

Page 15: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

M. Cholik Adinawan, Sugijono. 2006. Matematika

SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.

National Council of Teachers of Mathematics (2000).

Principles and standards for school

mathematics. Reston: Author.

Polya, G. How to solve it. 1957. Garden City, NY:

Doubleday and Co., Inc.

Suryuadi. 1999. Current situation on matematics and

science education in Bandung.

http://www.ditnaga-

dikti.org/ditnaga/files/PIP/MRE. (akses

Januari 2010)

Sudjana. 1996. Metode Statistik. Bandung. Tarsito.

Sukestiyarno, dan Budi Waluya. 2006. Upaya

Meningkatkan Penguasaan Konsep dan

Membentuk Mahasiswa menjadi

Matematikawan yang Filsafati Melalui

Pembelajaran Filsafat Ilmu dengan Strategi

Student Team Heroic Leadership. Laporan

Teaching Grant: Pend. Matematika Unnes

Treffers. A. 1987. Thee Dimensions, A Model of Goal

and Theory Description in Mathematics

Instruction, The Wiskobas project, D. Reidal

Publishing Company

Page 16: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

“Model Project Citizen Untuk Meningkatkan Kecakapan Pendidikan Kewarganegaraan

Dalam Mengembangkan Sikap Nasionalisme”

Oleh :

Hafidh Maksum

Abstrak. Salah satu model pembelajaran untuk meningkatkan kecakapan pendidikan kewarganegaraan

dalam pengembangan sikap nasionalisme siswa adalah dengan model Project citizen, yaitu sebuah

model pembelajaran berbasis portofolio. Melalui model ini para siswa bukan hanya diajak untuk

memahami konsep dan prinsip keilmuan, tetapi juga mengembangkan kemampuannya untuk bekerja

secara kooperatif melalui kegiatan belajar praktik empirik. Dengan demikian pembelajaran akan

semakin menantang, mengaktifkan dan lebih bermakna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

perbedaan hasil pretest dan postest antara siswa yang proses belajar mengunakan project citizen dengan

siswa yang belajar secara konvensional dalam meningkatkan kecakapan pendidikan kewarganegaraan

dalam pengembangan sikap nasionalisme. Penelitian ini didasarkan pada teori bahwa strategi

instruksional yang digunakan dalam model ini, pada dasarnya bertolak dari strategi “inquiriy, discovery,

problem solving, research-oriented,” yang dikemas dalam model ”project” ala John Dewey. Dalam hal

ini ditetapkan langkah-langkah sebagai berikut: mengindentifikasi masalah, memilih masalah untuk

dikaji oleh kelas, mengumpulkan informasi, mengembangkan portofolio kelas, menyajikan portofolio,

dan melakukan refleksi pengalaman belajar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode

yang digunakan adalah eksprimen kuasi dengan desain ”nonequivalent control group pre-test dan post-

test design.” Dalam desain ini kedua kelompok tidak dipilih secara radom. Pengumpulan data

dilakukan dengan pre-test dan post-test dengan mengunakan test angket. Hasil analisis menunjukkan

adanya peningkatan signifikan pada kecakapan intelektual, dan peningkatan kategori sedang pada

kecakapan kewarganegaraan dan kecakapan partisipatoris antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.

Analisis data dapat menunjukkan bahwa siswa merespon positif pembelajaran PKn dengan

menggunakan model project citizen. Dari hasil diatas rekomendasi penelitian ini ditujukan kepada

pengajar agar mempraktekkan pembelajaran PKn dengan model project citizen karena terbukti

disenangi siswa dan dapat meningkatkan kecakapan kewarganegaraan.

Kata Kunci: Project Citizen, Kecakapan pendidikan kewarganegaraan dan Nasionalisme.

Pengaruh konflik yang berkepanjagan di Aceh

telah menimbulkan masalah baru yaitu memudarnya

rasa nasionalisme sesama anak bangsa. Arus masalah

tersebut dapat mempengaruhi identitas nasional

sebuah bangsa. Kalau kita perhatikan dewasa ini jika

ditinjau dari segi sikap nasionalisme (sebagai elemen

penting dalam penumbuhan nasionalisme), kita

banyak mengalami kemunduran.

Generasi muda Aceh khususnya dan

generasi muda indonesia pada umumnya pada saat

ini telah berada jauh dari rentang waktu

kepahlawanan ’45 (Nilai nilai nasionalisme atau nilai

nilai semangat kebangsaan pejuang kita tahun 1945).

Hal inilah yang kemudian membuat generasi muda

tidak terlalu peduli dengan hari kebangsaan. Mereka

perlu mengingat kembali peristiwa kolonial

(penjajah) di masa lampau.

Dalam menjawab persoalan ini, kecakapan

pendidikan kewarganegaraan dapat berpengaruh

dalam penyelesaian masalah masalah nasionalisme

terutama terhadap siswa yang tinggal di daerah

konflik dan daerah pasca konflik.

Identitas nasional erat kaitannya dengan

nasionalisme. Kecakapan PKn diyakini sebagai salah

satu cara untuk menumbuhkan sikap dan jiwa

nasionalisme. Pendapat ini nampaknya sesuai dengan

usulan Ernest Gelner yang dikutip oleh Tilaar (2007:

25) yang berpendapat bahwa :

Kewarganegaraan merupakan suatu keanggotaan

moral (moral membership) dari suatu masyarakat

modern. Keanggotaan itu diperolehnya melalui

pendidikan nasional dan biasanya menggunakan

bahasa yang dipilih sebagai bahasa ibu atau bahasa

nasional.

Tilaar (2007: 25) berpendapat bahwa pendidikan

merupakan faktor penting untuk menumbuhkan

nasionalisme disamping bahasa dan budaya.

Pendidikan kewarganegaraan sangat kental dan erat

dengan nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme. Hal

tersebut bukanlah sebuah mitos belaka. Karena

memang secara substanstif pendidikan

kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk warga

negara yang baik, yang salah satu didalamnya kental

nuansa nasionalisme-nya.

Page 17: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

Nasionalisme sebagai ungkapan perasaan

senasib sepenanggungan dalam lingkup bangsa dalam

bentuk kepedulian dan kepekaan akan masalah-

masalah yang dihadapi bangsa, termasuk didalamnya

masalah yang berkaitan dengan rasa solidaritas

sebangsa dan setanah air, dan pada saat kini perlu

terus ditumbuh kembangkan.

Dalam hal ini dapat diyatakan bahwa

nasionalisme adalah suatu kepercayaan yang dimiliki

oleh sebagian besar individu di mana mereka

menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan yang

secara bersama di dalam suatu bangsa.

Nasionalisme hari ini tentunya berbeda

dengan nasionalisme pada masa perjuangan

perebutan kemerdekaan bangsa Indonesia dulu,

sebagaiman dikemukakan oleh Cohyo (1995: 30)

Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang

integralistik, dalam arti yang tidak membeda-bedakan

masyarakat atau warga negara atas dasar golongan

atau yang lainnya, melainkan mengatasi segala

keanekaragaman itu tetap diakui. Singkatnya

nasionalisme bangsa Indonesia dalam perbedaan dan

berbeda dalam persatuan (Bhineka Tunggal Ika).

Dengan demikian dapat diambil sebuah

kesimpulan bahwa kebanggaan akan bangsa negara

sendiri dan rasa cinta terhadap tanah air perlu

dimiliki. Karena hal tersebut merupakan wujud dari

sikap seorang warga negara yang siap berjuang,

berkorban dan menegakkan kehidupan berbangsa dan

neagra didalam berbagai bidang.

Jiwa Nasionalisme sangat penting untuk

dimiliki setiap individu terutama generasi muda .

Namun, ada anggapan yang mengatakan generasi

muda tidak memiliki jiwa nasionalisme. Bahkan ada

pula yang mengatakan jiwa nasionalisme itu ada.

Hanya saja tidak ada pemicu yang dapat membuat

jiwa nasionalisme itu tampak. Berbagai cara harus

dilakukan untuk memicu jiwa nasionalisme dalam

diri generasi muda.

Siswa sebagai generasi muda penerus

bangsa memegang peranan penting dalam

menumbuhkan sikap dan jiwa nasionalisme. Salah

satu hal yang dapat dilakukan oleh para generasi

muda untuk mewujudkan sikap dan jiwa

nasionalisme yaitu dengan memanfaatkan pendidikan

dengan sebaik-baiknya, karena pendidikan

merupakan salah satu hal penting dalam hal

pembinaan sikap nasionalisme.

Menurut Somantri (2001: 279) pendidikan

kewarganegaraan memiliki tujuan mendidik warga

negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan

‘warga negara negara yang patriotik, toleran, setia

terhadap bangsa dan negara, beragama,

demokratis…, Pancasila sejati.

Kecerdasan yang dimiliki warganegara harus

tercermin dalam tiga aspek. yaitu pengetahuan

kewarganegaraan (civic knowledge), kecakapan

pendidikan kewarganegaraan (civic skill), dan watak-

watak kewarganegaraan (civic disposition). Senada

dengan hal ini Wahab (2006: 62) mengemukakan

bahwa "...kewarganegaraan yang dikembangkan

haruslah mengandung pengetahuan. keterampilan-

keterampilan. nilai-nilai. dan disposisi yans idealnya

dimiliki warganegara". Jika warganegara sudah

tercerdalam aspek aspek tersebut maka tujuan Pkn

sudah dapat dikatakan berhasil

Sekolah sebagai lembaga formal

penyelenggara pendidikan sudah barang tentu

memiliki peran yang sentral dalam hal ini. Terlebih

sekolah merupakan pranata yang digunakan untuk

mengimplementasikan tujuan penyelenggaraan

pendidikan nasional yang sesuai dengan idealita yang

tertera dalam Undang-Undang negara kita.

Siswa sebagai generasi muda penerus bangsa

tentunya harus memiliki pengetahuan yang kuat akan

dinamika kehidupan kebangsaan. Sekolah tentu saja

mempunyai tanggungjawab untuk melakukan hal

tersebut. Dalam kacamata kewarganegaraan siswa

diyakini sebagai warga negara baru tumbuh, yakni

warga negara yang masih harus dididik menjadi

seorang yang sadar akan hak dan kewajibannya baik

sebagai individu maupun sebagai anggota

masyarakat. Terlebih sikap nasionalisme sangat harus

dimiliki oleh generasi muda yang kelak akan

menjalankan roda kehidupan negeri ini.

Salah satu model pembelajaran dalam

pengembangan nasionalisme siswa adalah dengan

model Project citizen, yaitu sebuah model

pembelajaran berbasis potofolio, Melalui model ini

para siswa bukan hanya diajak untuk memahami

konsep dan prinsip keilmuan, tetapi juga

mengembangkan kemampuannya untuk bekerja

secara kooperatif melalui kegiatan belajar praktik-

empirik. dengan demikian pembelajaran akan

semakin menantang, mengaktifkan dan lebih

bermakna

Menurut Budimansyah (2009: 2) ,dengan

model prozect citizen dapat meningkatkan

pemahaman siswa terhadap apa yang dikaji

khususnya tengtang kewarganegaraan. Program

tersebut mendorong para siswa untuk terlibat aktif

dengan organisasi organisasi pemerintah dan

masyarakat sipil untuk memecahkan satu persoalan di

sekolah atau masyarakat dan untuk mengasah

kecerdasan social dan intelektual yang penting bagi

kewarganegaraan demokratis yang

bertanggungjawab.

Berangkat dari pemaparan di atas, maka

penulis merasa tertarik untuk melakukan sebuah

pengkajian mengenai pengembangan sikap

nasionalisme siswa. Hal tersebut dilatar belakangi

pula oleh adanya sebuah keyakinan bahwa

Page 18: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

pendidikan dan sekolah merupakan pranata yang

dapat membentuk pikiran, sikap, mental serta

semangat siswa. Atas dasar itulah maka judul yang

diambil ialah Model Project Citizen Untuk

meningkatkan kecakapan Pendidikan

kewarganegaraan pada konsep Pengembangan

Sikap Nasionalisme siswa. (Studi Kuasi

Eksprimental Pada SMA Negeri 12 Banda Aceh )

Metode Penelitian.

Penelitian ini mengunakan pendekatan

kuantitatif dengan metode kuasi eksprimen. Dalam

penelitian, yang menjadi fokus adalah model project

citizen untuk mengembangkan kecakapan sikap

nasionalisme siswa. Metode yang digunakan adalah

penelitian kuasi eksperimen (Best, 1982). Metode

tersebut dilakukan untuk memperoleh informasi yang

merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat

diperoleh dengan eksperimental sesungguhnya,

dalam keadaan tidak memungkinkan untuk

mengontrol atau mengendalikan semua variabel.

Untuk mendapatkan gambaran implementasi

model project citizen untuk mengembangkan sikap

nasionalisme siswa melalui pendidikan

kewarganegaraan, digunakan metode quasi

eksperiment dengan desain "randomized control

group pre-test post-test design" (Fraenkel,1993).

Dengan desain ini sampel dibagi dalam 2 kelompok

yaitu satu kelompok dengan eksperimen dan satu

kelompok lagi dengan kelompok kontrol. Kelompok

eksperimen mendapatkan pembelajaran konsep

nasionalisme dengan model project citizen sedangkan

kelompok control mendapatkan pelajaran dengan

model konvensional.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pembelajaran PKn dengan Model project

citizen berpengaruh kategori sedang terhadap

kecakapan Kewarganegaraan,

Berdasarkan output SPSS diatas, karena

varians tidak sama, maka untuk melihat hasil uji t

memakai hasil pada baris ke dua (equal varians not

assumed). Diperoleh nilai p-value sebesar 0,503,

karena nilai p-value > 0,05 maka dapat diketahui

bahwa tidak terdapat perbedaan rerata skor

kecakapan partisipatoris dengan indikator

kemampuan partisipasi umum yang signifikan antara

kelas kontrol dan eksperimen. Tetapi berpengaruh

kategori sedang.

Hal ini menunjukkan bahwa model project

citizen berpengaruh secara sedang untuk

meningkatkan kecakapan kewarganegaraan. Adanya

pengaruh kategori sedang antara model project

citizen untuk meningkatkan kecakapan

kewarganegaraan dapat dianalisis dari beberapa hal:

Pertama: model project citizen bersifat alamiah bagi

siswa. Artinya, memberikan kesempatan kepada

siswa untuk mempraktikkan berpikir kritis,

berinteraksi dan berdiskusi dengan teman-teman

sekelas, melakukan negosiasi, bekerjasama dan

membuat keputusan terbaik untuk kepentingan

umum.

Hal tersebut sejalan dengan paham

konstruktivistik yang dikemukakan oleh Glaserfeld

dalam Budiningsih dalam Adha (2010: 160) bahwa

ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam

proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu; (1)

perlakuan.kemampuan mengingat dan

mengungkapkan kembali pengalaman, (2)

kemampuan membandingkan dan mengambil

keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan (3)

kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman

yang satu dari pada lainnya. Manusia dapat

mengetahui sesuatu dengan menggunakan indranya.

Melalui interaksinya dengan objek lingkungan,

misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah,

membau, atau merasakan, seseorang dapat

mengetahui sesuatu. Pengetahuan bukanlah sesuatu

yang sudah ditentukan, melainkan sesuatu proses

pcmbentukan. Semakin banyak seseorang

berinteraksi dengan objek dan lingkungannya,

pengetahuan dan pemaliamannya akan objek dan

lingkungan akan lebih meningkat. Pengetahuan tidak

dapat dipindahkan begitu saja dari otak seorang

(guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah

yang hams mengartikan apa yang telah diajarkan

dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-

pengalaman mereka (Lorsbach & Tobin dalam

Komalasari, 2008).

Pembelajaran PKn dengan Model Project Citizen

berpengaruh senifikan terhadap Kecakapan

Intelektual (intelectual skill) siswa

Model Project Citizen untuk meningkatkan

kecakapan kewarganegaraan berpengaruh secara

signifikan, Berdasarkan output SPSS , karena varians

tidak sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai

hasil pada baris ke dua (equal varians not assumed).

Diperoleh nilai p-value sebesar 0,000, karena nilai p-

value < 0,05 maka dapat diketahui bahwa terdapat

perbedaan rerata skor kecakapan intelektual dengan

indikator mengidentifikasi masalah yang signifikan

antara kelas kontrol dan eksperimen.

Kuatnya pengaruh secara signifikan antara

model project citizen untuk meningkatkan kecakapan

intelektual dapat dianalisis dari beberapa hal:

Pertama: model project citizen dalam proses

pembelajaran, dikaitkan dengan konteks kehidupan

sehari-hari siswa, sehingga dapat membentuk

kecakapan hidup dan menambah wawasan siswa

yang sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat.

Page 19: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

Kecakapan hidup itulah yang nantinya digunakan

oleh anak didik memasuki kehidupan nyata di

masyarakat. Dalam hal ini siswa dituntut untuk lebih

dapat berpikir secara lebih mendalam, dengan melihat

permasalahan apa saja yang terjadi di sekitar

lingkungan tempat mereka tinggal. Dan dalam proses

inilah maka terjadi proses belajar bagi siswa itu

sendiri.

Senada dengan yang dikemukakan oleh

Surya dalam Sutrisno (1997) : "belajar dapat

diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh

individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru

secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman

individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan

lingkungannya". Berdasarkan pendapat tersebut dapat

dijelaskan bahwa dengan belajar maka perubahan

perilaku secara keseluruhan akan terjadi, dimana hal

tersebut didapat dari interaksi antar manusia dan

lingkungan dimana siswa tinggal. Dengan demikian

siswa dapat dapat berpikir secara lebih kritis dan

mampu mengembangkan kecakapan intelektualnya.

Kedua, dengan menggunakan model Project

Citizen lebih menekankan sikap dan perilaku yang

lebih baik dalam proses pembelajaran erat kaitannya

dengan kecakapan intelektual. Seperti yang

dikemukakan oleh Andriyan (2007) bahwa

Intelektualitas, sebagaimana yang selalu kita pahami

adalah seperangkat sikap dan perilaku yang lebih

bijak, lebih mengarahkan kepada pendekatan otak

dan rasional serta selalu menimbang-nimbang apa

yang akan diambil berdasarkan resiko yang akan

terjadi kemudian. Pendek kata, orang intelektual

adalah orang yang selalu mengedepankan prinsip

kehati-hatian dan pertimbangan-pertimbangan yang

rasional dibandingkan emosional. Intelektual, selalu

akan mencoba menghindari segala hal yang bersifat

kekerasan dan irasionalitas yang justru akan merusak

sisi intelektualitasnya. Sebab, intelektual selalu

mencari cara dan solusi yang lebih baik daripada

hanya mengedepankan otot dan perilaku kasar

semata.

Senada dengan yang dikemukakan oleh

Susanto (2008) bahwa pendidikan merupakan sebuah

proses penting dalam kehidupan manusia, karena

melalui proses ini manusia dibentuk dan dilahirkan

sebagai seorang manusia yang utuh dan sebenamya.

Pendidikan semestinya bertanggungjawab terhadap

proses pencerdasan bangsa dan berimplikasi kuat

pada proses empowerment (pemberdayaan). Hal ini

perlu ditegaskan kembali, karena tingkat pendidikan

yang meningkat ternyata tidak selalu inheren dengan

tingkat pemberdayaan, dan karenanya tidak inheren

pula dengan tingkat kemandirian.

Pembelajaran PKn dengan Model Project

Citizen tidak berpengaruh signifikan terhadap

Kecakapan Partisipatoris (partisipatory skill) siswa.

Tetapi kategori sedang.

Berdasarkan output SPSS diatas, karena

varians sama, maka untuk melihat hasil uji t memakai

hasil pada baris pertama (equal varians assumed).

Diperoleh nilai p-value sebesar 0,064, karena nilai p-

value > 0,05 maka dapat diketahui bahwa tidak

terdapat perbedaan rerata skor kecakapan

partisipatoris dengan indikator keahlian pemecahan

masalah yang signifikan antara kelas kontrol dan

eksperimen.

Model Project Citizen untuk meningkatkan

kecakapan partisipatoris berpengaruh kategori

sedang, adanya pengaruh secara sedang antara model

Project Citizen untuk meningkatkan kecakapan

partisipatoris dapat dianalisis dari beberapa hal: yaitu

adanya perubahan sikap. Hasil pembelajaran yang

berupa kecakapan individu untuk memilih macam

tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain.

Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan

memberikan kecenderungan bertindak dalam

menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya

terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai

pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

tentang model project citizen untuk meningkatkan

kecakapan pendidikan kewarganegaraan pada konsep

pengembangan sikap nasionalisme pada SMA Negeri

12 Banda Aceh. secara umum dapat disimpulkan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan

kategori sedang. Secara Umum dan khusus dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan Umum

Dari hasil analisis dan pengujian terhadap

hipotesis yang dilakukan oleh peneliti serta hasil

pembahasan, secara umum dapat disimpulkan bahwa

penggunaan model project citizen dipandang dapat

mempengaruhi dalam meningkatkan kecakapan

kewarganegaraan (civic skills) pada konsep

pengembangan sikap nasionalisme, yang pada

dasarnya disenangi oleh siswa , ketika dalam

pembelajaran di dalam dan di luar kelas. Model

belajar project citizen merupakan suatu pembaharuan

proses belajar dalam pendidikan yang cukup baik

untuk dipratekkan dalam mata pelajaran pendidikan

kewarganegaraan karena dirasakan bermanfaat untuk

siswa dalam kehidupannya. umumnya dan

memecahkan suatu permasalahan pada khususnya.

Page 20: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

2. Kesimpulan Khusus

Dari hasil analisis data dan temuan yang

diperoleh dari lapangan tentang implementasi model

project citizen untuk meningkatkan kecakapan

kewarganegaraan siswa di SMA Negeri 12 Banda

Aceh, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kelas eksperimen yang mendapatkan

pembelajaran model project citizen terlihat

perbedaan yang tidak senifikan tetapi mengalami

peningkatan kategori sedang, untuk kecakapan

kewarganegaraan. Pada pengukuran kecakapan

kewarganegaraan terdapat perbedaan yang

signifikan kecakapan kewarganegaraan antara

siswa yang menggunakan model project citizen

dengan pembelajaran konvensional. Hal ini

dikarenakan pada tahap pengukuran kecakapan

kewarganegaraan tersebut, siswa pada kelas

eksperimen dapat melakukan sedikit lebih baik

untuk indikator kecakapan intelektual dan

kecakapan partisipatoris dilihat dari hasil

pengukurannya melalui insrrumen untuk

kecakapan intelektual dan kecakapan

partisipatoris.

2. Kelas eksperimen yang mendapatkan pembeljaran

model project citizen terlihat perbedaan yang

signifikan untuk kecakapan intelektual. Terdapat

perbedaan yang signifikan antara hasil siswa yang

menggunakan model project citizen dengan kelas

kontrol pada pengukuran akhir (post-test) untuk

kecakapan intelektual. Hal ini dikarenakan pada

tahap pengukuran kecakapan intelektual tersebut,

siswa pada kelas eksperimen dapat melakukan

dengan sangat baik bagaimana untuk berpikir

kritis mengenai permasalahan yang menjadi

bahan kajian kelas dimana siswa dapat berpikir

dengan lebih efektif dan bertanggung jawab

berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

Dengan demikian siswa dapat mengidentifikasi

dan membuat deskripsi, menjelaskan dan

menganalisis mengenai permasalahan yang ada di

sekitarnya.

3. Kelas eksperimen yang mendapatkan pebelajaran

model project citizen terlihat perbedaan yang

tidak senifikan untuk kecakapan partisipatoris.

Tetapi tetapi adanya peningkatan kategori sedang.

,Pada pengukuran kecakapan partisipatoris

terdapat perbedaan yang signifikan kecakapan

partisipatoris antara siswa yang menggunakan

model project citizen dengan yang tanpa

perlakuan. Hal ini dikarenakan pada tahap

pengukuran kecakapan tersebut, siswa pada kelas

eksperimen dapat melakukan sedikit lebih baik

untuk indicator kecakapan partisipatoris pada

tahap pengukuran, siswa pada kelas eksperimen

dapat melakukan dengan baik bagaimana untuk

berpartisipasi yang bertanggung jawab, efektif

dan ilmiah, dimana siswa dapat berkomunikasi

dan bekerjasama dengan baik dan santun.

Kemudian pada tahap tersebut siswa dapat belajar

dan berinteraksi dengan kelompok-kelompok

kecil dalam rangka mcngumpulkan informasi,

bertukar pikiran, dan menyusun rencana-rencana

tindakan sesuai dengan pengetahuan yang siswa

miliki.

DAFTAR PUSTAKA

Adha Mona. (2010), Model Projec Citizen Untuk

Meningkatkan

KecakapanKewarganegaraan Pada Konsep

Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat UPI,

Bandung:Tidak diterbitkan.

Arikunto, Suharsimi (2006) Prosedur Penelitian;

Suatu Pendekatan Praktik Jakarta; PT Rineka

Cipta.

Azra, A. (2006). “Pancasila dan Identitas Nasional

Indonesia: Perspektif Multikulturalisme”.

Dalam Restorasi Pancasila: Mendamaikan

Politik Identitas dan Modernitas. Bogor:

Brighten Press.

Branson, M.S. (1998). The Role of Civic Education.

Calabasas: CCE.

Budimansyah, D. (2009). “Project Citizen”UPI

Bandung.

---------------------, (2002). Model Pembelajaran dan

Penilaian Berbasis Portofolio. Bandung:

PT. Genesindo.

Budi Utomo, (1995). Dinamika Pergerakan

Kebangsaan Indonesia dari Kebangkitan

Hingga Kemerdekaan. Semarang : IKIP

Semarang Press.

Burhan, A.S. dan Muhammad, Agus (Eds.). 2001.

Demokratisasi dan Demiliterisasi: Wacana dan

Pergulatan di Pesantren. Jakarta: P3M.

Dault, Adhyaksa.( 2005). Islam dan Nasionalisme:

Reposisi Wacana Universal Dalam

Konteks Nasional. Jakarta: Pustaka al-Kautsar..

Danial AR, Endang dan Nanan Warsiah. 2007.

Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung :

Laboratorium PKN FPIPS UPI.

Page 21: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

Djahiri, K. (2003). Pemilihan Strategi Dan Media

Pembelajaran dan Fortofolio Learning and

Evalation Based. Jakarta: Depdiknas

Komalasari,. (2008). Pengaruh pembelajaran

Kontekstual Dalam pendidikan

Kewarganegaraan Terhadap Kompetensi

Kewarganegaraan Siswa SMP. Disertasi Doktor

pada Sekolah Pascasarjana Universitas

pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak

diterbitkan.

---------------,. (2008). Pengaruh pembelajaran

Kontekstual Dalam pendidikan

Kewarganegaraan Terhadap Kompetensi

Kewarganegaraan Siswa SMP. Acta Civicus,

Vol. 2, No. 1, Oktober 2008, 77.

Kahim, George Mc Turnan. 1995. Nasionalisme dan

Revolusi di Indonesia. Refleksi Pergumulan

Lahirnya Republik. Semarang: UNS Press.

Maududi, Abul A’la. Tanpa Tahun. Islam Kaffah:

Menjadikan Islam Sebagai Jalan Hidup.

Terjemahan oleh Muhammad Humaidi. 2004.

Jogjakarta: Cahaya Hikmah

Maleong, Lexy J. 1999. Metode Penelitian Kualitatif.

Bandung : Remaja Rosdakarya.

Nasution, S. 2001. Metode Research (Penelitian

Ilmiah). Bandung : Bumi Aksara.

Somantri, M. Numan. (2001). Menggagas

Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Suparlan, P. (2005). Sukubangsa dan Hubungan

Antar Sukubangsa. Jakarta: Yayasan

Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian.

Suryadi, A. (2009). Mewujudkan Masyarakat

Pembelajaran: Konsep, Kebijakan dan

Implimentasi. Bandung: Genesindo.

Purwoko, Dwi. 2002. Dari bung Karno ke Megawati.

Dalam Mega Wati Soekarno Putri,Presiden

Republik Indonesia.Depok : Rumpun Dian

Nugraha, Gema Pesona.

Ristina, (2009), Pengaruh Project Citizent

(Pembelajaran Berbasis Fortofolio) Dalam PKn

Terhadap Pengetahuan Warga Negara (Civic

Knowlage). Tesis Magister Pada Sekolah

Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Triantoro,H.B. (2008). Erosi rasa kebangsaan

Indonesia. Yayasan pananjung wibawa mukti:

Jakarta.

Tilaar, H.A.R. 2007. Mengindonesia Etnisitas dan

Identitas Bangsa Indonesia. Jakarta : Rineka

Cipta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan

nasional

Winataputra, Udin S. dan Budimansyah D, (2007),

Civic Education, Konteks, landasan, Bahan Ajar

dan Kuitul Kelas, Bandung,UPI Pres.

-------------------------, (2007), Pendidikan

Kewarganegaraan Dalam perspektif

Internasional.Acta civicus, No. 1, Oktober 2007,

Wahab, A.A. (2006). Pengembangan Konsep dan

paradigm Kewarganegaraan baru Indonesia

Bagi Terbinanya warga Negara Dimensional

Indonesia” Dalam Pendidikan Nilai Moral

dimensi PKn Menyanbut 70 tahun Prof.Drs.

H.A.Kosasih Djahiri. Bandung: Laboratorium

PKn FPIPS UPI.

Yatim, Badri.( 2001). Soekarno, Islam, Dan

Nasionalisme. Bandung: Nuansa

Page 22: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tai

( Teams Assisted Individualization ) Dalam Peningkatan Hasil

Belajar Siswa Kelas Xi Pada Materi Hidrolisis Garam

Di Smti Negeri Banda Aceh

Oleh :

MARIATI MR

Abstrak. Telah dilakukan penelitian ”Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

(Teams Assisted Individualization) pada materi Hidrolisis Garam di SMTI Negeri Banda

Aceh”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif

tipe TAI (Teams Assisted Individualization) dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada

materi Hidrolisis Garam. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMTI

Negeri Banda Aceh kelas XI-A yang berjumlah 31 siswa yang terdiri dari 25 orang siswa

laki-laki dan 6 orang siswa perempuan. Untuk mengetahui pengaruh efektivitas model

pembelajaran kooperatif tipe TAI (Teams Assisted Individualization) pada materi Hidrolisis

Garam dilakukan pre-test dan post-test, obsevasi terhadap keaktifan siswa, kemampuan guru

dalam mengajar dan tanggapan siswa dari angket. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap

aktivitas siswa dari pertemuan pertama sampai pertemuan kedua mengalami peningkatan dari

80,5% menjadi 83.3% dan keterampilan guru mengalami peningkatan dari pertemuan

pertama sebesar 3,10 (75,5%) menjadi 3,30 (82,5%) pada pertemuan kedua. persentase

ketuntasan hasil belajar siswa meningkat dari 80,5 % menjadi 83,3 %. Dengan demikian,

hasil belajar siswa tuntas secara klasikal, aktivitas siswa dan keterampilan guru mengalami

peningkatan dan sebagian besar siswa memberikan respon yang positif terhadap efektivitas

model pembelajaran kooperatif tipe TAI yaitu sebesar 87,9 %. Berdasarkan data yang

diperoleh dari hasil pengamatan terhadap keaktifan siswa dan guru baik berdasarkan kriteria

yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan efektifitas model

pembelajaran tipe TAI dilakukan analisis ketuntasan hasil belajar siswa. Berdasarkan data

hasil pekerjaan rumah diperoleh 75%. Dengan demikian, ketuntasan hasil belajar secara

klasikal dengan menerapkan tipe TAI telah tercapai. Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe TAI pada materi

Hidrolisis Garam di kelas XI-A SMTI Negeri Banda Aceh dalam meningkatkan hasil belajar

siswa dan tanggapan siswa baik.

Kata Kunci: Cooperative Learning Model, Type TAI.

Pendidikan memegang peranan penting

dalam proses pembangunan bangsa. Proses

pendidikan perlu diarahkan untuk menyediakan atau

membentuk tenaga terdidik yang profesional bagi

kepentingan bangsa Indonesia. Pendidikan

berkualitas merupakan hal yang penting yang

merupakan dasar kualitas manusia Indonesia.

Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan

kualitas pendidikan melalui perbaikan-perbaikan baik

sarana maupun prasarana pendidikan.

Seorang guru dituntut untuk memiliki

kemampuan keterampilan, menampilkan materi yang

akan diberikan oleh guru kepada siswanya. Apabila

guru dapat menciptakan suasana yang membuat

siswa termotivasi dan aktif dalam mengajar maka

akan meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan

yang diharapkan.

Sehubungan dengan peranan guru, menurut

Kuswana (2005:5) “salah satu kemampuan yang

harus dimiliki oleh guru adalah memilih, menentukan

metode dan model yang tepat dalam proses belajar

mengajar”. Model pembelajaran sangat menentukan

keberhasilan mengajar selain didukung oleh faktor

materi, metode, kemampuan mengajar, serta realitas

dan situasi kelas yang ada. Dalam memilih suatu

model pembelajaran harus disesuaikan dengan

realitas dan situasi kelas yang ada, serta pandangan

hidup yang akan dihasilkan dari proses kerjasama

yang dilakukan antara guru dan peserta didik.

Menurut Jailani (2003:36) “tujuan

pembelajaran kooperatif ini adalah untuk

memotivasi siswa agar saling membantu

meningkatkan kemampuan anggota kelompok,

sehingga dapat meningkatkan motivasi sosial dan

siswa akan bekerja keras sehingga hasilnya dapat

Page 23: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

member sumbangan kepada kelompoknya”.

Penerapan model pembelajaran yang bervariasi akan

dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima

pelajaran. Materi hidrolisis garam sangat sulit,

karena pada sub materi hidrolisis garam siswa harus

menentukan garam yang bersifat asam dan garam

yang bersifat basa dari sifat larutan garam,

menentukan sifat larutan garam dan konsep hidrolisis

kemudian menghitung pH larutan garam sehingga

dapat diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe

TAI (Teams Assisted Individualization) dalam

meningkatkan hasil belajar siswa didalam proses

pembelajaran.

Menurut Lie (2004:115) “Model

pembelajaran kooperatif tipe TAI mengelompokkan

siswa kedalam kelompok kecil yang dipimpin oleh

seorang ketua kelompok yang mempunyai

pengetahuan yang lebih dibandingkan anggotanya”.

Kesulitan pemahaman materi yang dialami oleh

siswa dapat dipecahkan bersama dengan ketua

kelompok serta dengan bimbingan guru.

Materi hidrolisis garam merupakan salah

satu materi yang dapat diterapkan dengan

mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe

TAI (Teams Assisted Individualization). Pemilihan

materi hidrolisis garam ini, karena merupakan materi

yang mempelajari tentang sifat larutan garam dan

konsep hidrolisis, serta menghitung pH larutan

garam. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan

penelitian guna membantu siswa dalam menguasai

materi pada hidrolisis garam.

METODE PENELITIAN 1. Pengumpulan Data

Penelitian yang penulis laksanakan bersifat

eksperimen, maka untuk memperoleh data yang

diperlukan dalam penelitian ini penulis menggunakan

instrumen penelitian sebagai berikut:

a. Observasi.

Penulis mengadakan pengamatan langsung ke

lokasi penelitian yaitu pada SMTI Negeri Banda

Aceh. Pengamatan tersebut bertujuan untuk

mengetahui apakah penulis dapat melakukan

penelitian dan apakah model pembelajaran

kooperatif tipe TAI sudah diterapkan atau belum di

sekolah tersebut. Penulis juga mengadakan

pendekatan pada guru bidang studi, guna mengetahui

masalah materi yang akan diajarkan dan juga untuk

mengetahui jumlah siswa yang akan dijadikan sampel

dalam penelitian tersebut.

b. Tes.

Tes merupakan sejumlah soal yang diberikan

kepada siswa yang terpilih sebagai sampel. Tes ini

diberikan kepada siswa dalam 2 tahap yaitu:

1) Tes awal (Pre-tes)

Tes ini diberikan kepada siswa sebelum dimulai

proses belajar mengajar. Tes ini bertujuan untuk

mengetahui kemampuan awal siswa sebelum proses

belajar mengajar dimulai.

2) Tes Akhir (post-tes).

Tes ini diberikan kepada siswa setelah

berlangsungnya proses belajar mengajar. Tes ini

bertujuan untuk mengetahui kemampuan/

pengetahuan siswa setelah diterapakan pembelajaran

kooperatif tipe TAI pada materi hidrolisis garam.

a. Angket.

Angket pada penelitian ini berisikan tentang

respon siswa terhadap model pembelajaran kooperatif

tipe TAI yang telah diterapkan, dimana angket

tersebut berisikan 8 pertanyaan dan di setiap

pertanyaan terdapat alternatif jawaban ”ya” atau

”tidak” juga disertai alasan siswa mengapa memilih

salah satu alternaif jawaban yang telah ditentukan.

Angket ini akan diberikan pada pertemuan terakhir

sebelum jam pelajaran berakhir.

b. Analisis Data Dan Indikator Penelitian

Data yang diperoleh dalam penelitian ini

kemudian dianalisis untuk mengetahui perkembangan

yang dialami siswa dari setiap pertemuan, baik dari

segi keaktifan siswa maupun hasil belajar siswa.

1. Aktivitas siswa.

Aktivitas siswa diperoleh dari lembaran

pengamatan, dianalisis dengan rumus seperti

yang dikemukakan oleh Sudirman (2005 )

����� � ��� � ���������

���� �� ������� � 100%

2. Tes.

Tes ini dilakukan untuk mengetahui hasil

belajar siswa dengan model pembelajaran

kooperatif tipe TAI dengan rumus deskriptif

persentase

seperti yang dikemukakan oleh Sudjana

(1992:5).

� ��

��100%

keterangan:

P = Angka persentase.

f = Frekuensi yang sedang dicari

presentasenya.

n = Jumlah keseluruhan sampel yang diteliti.

Nilai yang diperoleh setelah dianalisis

dengan rumus tersebut diatas telah tercapai

jika memenuhi

Page 24: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk

materi hidrolisis garam yaitu sebesar 60.

Nilai ketuntasan ini disesuaikan dengan nilai

KKM di SMTI Negeri Banda Aceh tempat

dilakukannya penelitian ini.

3. Angket

Angket pada penelitian ini terlampir di

lampiran kuisioner respon siswa terhadap

penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe TAI (Teams Assisted Individualization)

Pada materi hidrolisis garam di SMTI

Negeri Banda Aceh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitan

Untuk mengawali proses pembelajaran,

peneliti memberikan tes awal (pre-test) yang

tujuannya untuk mengukur kemampuan awal siswa.

Data hasil belajar tahap awal dapat diperoleh dari

pemberian soal pre-test yang dapat dipersentasekan

dari hasil belajar siswa yang disajikan pada tabel

dibawah ini.

Hasil Tes Awal (Pre-test) Siswa Kelas XI-A di SMTI Negeri Banda Aceh.

Nilai Pre-Test

Keterangan

(KKM ≥≥≥≥

60)

Jumlah Siswa Tuntas dan Tidak Tuntas

60 - 100 Tuntas 13 siswa

0 - 59 Tidak

Tuntas 18 siswa

Sumber : Data diolah berdasarkan hasil penelitian di SMTI N Banda Aceh (2011)

Berdasarkan Tabel diatas maka dapat

diketahui nilai ketuntasan hasil belajar siswa pada

soal pre-test sebagai berikut:

1. Jumlah siswa yang tuntas secara individu adalah:

13 orang

2. Jumlah siswa yang tuntas secara klasikal adalah:

� � ������ ����� ���� ������

������ ����� � �������� � 100%

� � 13

31 � 100%

� � 41,9% Data penelitian ketuntasan hasil belajar

dapat diperoleh dari pemberian soal pos-test

sebanyak 5 soal yang diberikan di akhir pembelajaran

pada pertemuan kedua. Data penelitian ketuntasan

hasil belajar siswa tersebut dapat dilihat dalam Tabel

berikut ini.

Tabel Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Kelas XI-A (Post-test)

Nilai Post-Test Keterangan

(KKM ≥≥≥≥ 60)

Jumlah Siswa Tuntas

dan Tidak Tuntas

60 - 100 Tuntas 25 siswa

0 - 59 Tidak Tuntas 6 siswa

Sumber : Data di olah berdasarkan penelitian di SMTI N Banda Aceh (2011)

Berdasarkan Tabel diatas maka dapat

diketahui nilai ketuntasan belajar siswa pada soal

post-test:

1. Jumlah siswa yang tuntas secara individu

adalah: 25 orang

2. Jumlah siswa yang tuntas secara klasikal

adalah:

� � ������ ����� ���� ������

������ ����� � �������� � 100%

� � 25

31 � 100%

Page 25: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

� � 80,6%

2, Pembahasan

Sebelum dilaksanakan proses pembelajaran

peneliti terlebih dahulu membuat suatu rumusan

hipotesis. Rumusan hipotesis merupakan tanggapan

awal sebelum melakukan penelitian, dimana

tanggapan tersebut hasilnya bisa sesuai dengan

keinginan kita dan juga bisa berbeda dengan hasil

penelitian.

Setelah test awal dikerjakan siswa,

dilanjutkan dengan kegiatan pembelajaran pertemuan

pertama yang dilaksanakan pada hari kamis tanggal 8

April 2011 pada pukul 09:15 sampai 10:45 WIB di

kelas XI-A yang berjumlah 31 siswa. Dalam kegiatan

belajar mengajar, peneliti menyampaikan materi

hidrolisis garam sesuai dengan RPP yang telah

disusun dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe TAI yang sintak atau langkah-langkah

pembelajarannya dilaksanakan secara sistematis,

siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yaitu

6 kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 5

orang siswa. Langkah selanjutnya adalah

menyampaikan tujuan pembelajaran dan

mengarahkan siswa untuk dapat berdiskusi di

kelompok masing-masing mengenai materi hidrolisis

garam.

Setelah melakukan pre test dan post test,

peneliti terlebih dahulu melihat KKM yang ada di

sekolah yang akan di teliti sesuai dengan standar

kopetensi sekolah tersebut dengan materi Hidrolisis

Garam. Setelah di dapatkan nilai KKM SMTI Negeri

Banda Aceh, barulah peneliti mencari nilai

ketuntasan secara individu dan ketuntasan secara

klasikal di dalam proses belajar mengajar. Dari hasil

penilitian diperolah nilai pre-test secara klasikal

55,4% (cukup) nilai ketuntasannya, dan nilai

ketuntasan individunya 68,95, nilai post-test

ketuntasan secara klasikal 72,9% (baik). dan nilai

ketuntasan individunya 77,4%, hasil nilai pekerjaan

rumah (PR) secara klasikal 75%.

Kendala dalam pelaksanaan pembelajaran

dengan menggunakan tipe TAI pada pertemuan

pertama adalah keterbatasan waktu yang dialokasikan

untuk mata pelajaran kimia kelas XI hanya 90 menit

dimana kesempatan siswa untuk berdiskusi sangat

singkat sedangkan materi yang dibahas harus jelas

dan tepat. Hal ini merupakan kelemahan dari tipe

TAI yang membutuhkan waktu berdiskusi sekurang-

kurangnya 90 menit, jika waktu yang tersedia dapat

lebih dari 90 menit maka pembelajaran akan lebih

optimal.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:

a. Efektifitas model pembelajaran kooperatif tipe

TAI dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada

materi hidrolisis garam di SMTI Negeri Banda

Aceh. Tingkat keberhasilan siswa pada materi

hidrolisis garam secara klasikal mencapai

ketuntasan 72,9% nilai post-test, dari 55,4% hasil

nilai pre-test sebelumnya dan ketuntasan hasil

nilai pekerjaan rumah (PR) secara klasikal

mencapai 75%.

b. Siswa sangat tertarik penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe TAI dilihat dari

tanggapan (respon) positif siswa dalam lembaran

angket yang dibagikan pada akhir pembelajaran

yaitu sebesar 87,9%.

2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, maka penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe TAI dapat memberi pengaruh positif

terhadap ketuntasan belajar dan mampu

meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI-A SMTI

Negeri Banda Aceh. Namun demikian, untuk hasil

yang lebih baik lagi diharapkan kepada guru bidang

studi kimia agar dapat melakukan uji coba

pembelajaran kooperatif tipe TAI untuk materi pokok

bahasan lain yang dianggap sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Thursan. 2002. Belajar Secara Efektif,

Jakarta: Puspa Swaran, Rineka Cipta.

Jailani, 2003. Pembelajaran Kooperatif. Jakarta:

Bumi Aksara.

Kuswana. 2005. Model, strategi, metode, gaya,

(Online) (http: // Scied. Edu/Hassard/Mos/.,)

diakses 4 Januari 2011.

Lie, A. 2004. Cooperative Learning Memperaktekkan

Kooperatif learning Diruang Kelas. Jakarta:

PT.Gramedia Widiasarana Indonesia.

Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kooperatif. Jakarta:

PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Purba, Micheal. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XI.

Jakarta; Erlangga.

Page 26: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

_____________2004. Kimia Untuk SMA Kelas XI.

Jakarta; Erlangga.

Slavin. 2002. Cooperative Learning, Theory,

Research And Practi. Boston: Allyn and

Bacon

Sudirman. 2005. Interaksi dan Motivasi Berlajar

Mengajar, Jakarta: Rajawali Pers.

Sudjana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar

Mengajar, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya.

Yuliadi, Dkk. 2007. Kimia 2 Tekhnologi Industri.

Bandung: Armico

Page 27: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

Pelaksanaan Supervisi Klinis Dalam Meningkatkan

Profesional Guru Pada Sma Negeri 1 Ingin Jaya

Kab. Aceh Besar

Oleh

Musriadi* dan Agus Jumaidi**

ABSTRAK: Supervisi klinis terhadap guru merupakan salah satu bentuk aktivitas yang

direncanakan untuk membantu para guru dalam melakukan pekerjaan secara efektif.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Tehnik

pengumpulan data observasi, wawancara, studi dokumentasi. Subjek penelitian adalah

kepala sekolah 1 orang, pengawas sekolah 1 orang dan guru 5 orang jadi totalnya sabjek

penelitian adalah 7 orang. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa : (1) program

supervise klinis yang dilaksanakan kepala sekolah dalam meningkatkan profesional guru

melalui: (a) kegiatan kelompok, dilakukan dengan meningkatkan hubungan kerjasama yang

harmonis antar guru, dan memotivasi keterlibatan guru dalam kelompok, dan (b) Kegiatan

belajar individual guru, dilakukan pengawas sekolah dengan meningkatkan kemampuan

akademik guru (penyusunan program pengajaran, pelaksanaan program pengajaan,

pelaksanaan program pengajaran serta evaluasi hasil proses belajar) dan meningkatkan rasa

sosial guru dengan pembinaan mental, moral, fisik (2). Pelaksanaan supervisi klinis dalam

meningkatkan profesional guru pada SMA Negeri 1 Ingin Jaya. kepala sekolah sangat

berperan, karena kepala sekolah sebagai supervisor harus mampu melakukan pengawasan

dan pengendalian untuk meningkatkan profesionalitas tenaga kependidikan.(3).Upaya

pelaksanaan supervisi klinis dalam meningkatkan profesional guru pada SMA Negeri 1

Ingin Jaya adalah dengan cara mengikutsertakan guru pada pelatihan- pelatihan, seminar,

mengadakan rapat khusus yang mencakup tentang pembinaan dan peningkatan profesionali

guru yakni KKG (Kelompok Kerja Guru) yang diadakan satu bulan sekali agar guru-guru

di SMA Negeri 1 Ingin Jaya mempunyai wawasan yang lebih luas lagi tentang dunia

pendidikan.(4). Hambatan supervisi klinis dalam meningkatkan kemampuan profesional

guru pada SMA Negeri 1 Ingin Jaya. Kurangnya kemampuan kepala sekolah mengadakan

supervisi klinis secara efektif baik dari teknik-teknik supervisi yang digunakan maupun

cara pemberian bimbingan merupakan salah satu penghambat kepala sekolah melaksanakan

supervisi klinis.

Kata Kunci: Supervisi, Klinis dan Profesional Guru

Era globalisasi merupakan era

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang telah menimbulkan persaingan dalam

berbagai bidang, yang menuntut masyarakat

Indonesia untuk memantapkan diri dalam

peningkatan kualitas dan sumber daya

manusia yang unggul, mampu berdaya

saing, menguasai ilmu pengetahuan,

teknologi serta mempunyai etos kerja yang

tinggi.

Suatu organisasi akan berhasil dalam

mencapai tujuan dan programprogmmya jika

orang-orang yang bekerja dalam organisasi

tersebut dapat melaksanakan tugas-tugasnya

dengan baik sesuai dengan bidang dan

tanggung jawabnya. Agar orang-orang

dalam organisasi tersebut dapat

melaksanakan tugasnya dengan baik, maka

diperlukan seorang pemimpin yang dapat

mengarahkan segala sumber daya menuju

kearah pencapaian tujuan. Dalam suatu

organisasi, berhasil atau tidaknya tujuan

tersebut sangat dipengaruhi oleh due faktor,

yaitu Pemimpin dan orang yang

dipimpinnya. Agar kepemimpinan yang

dilaksanakan oleh pemimpin tersebut efektif

dan efesien, salah satu tugas yang harus

dilakukan adalah memberikan kepuasan

kepada orang yang dipimpinnya.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa

pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana, untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan

yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa

dan Negara.

Page 28: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

Dalam pelaksanaan fungsi dan

tugasnya, guru sebagai profesi menyandang

persyaratan tertentu sebagaimana tertuang di

dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Dalam pasal 39 (1)

dan (2) dinyatakan bahwa:

Tenaga kependidikan bertugas

melaksanakan administrasi, pengelolaan,

pengembangan, pengawasan, dan pelayanan

teknis untuk menunjang proses pendidikan

pada satuan pendidikan.Pendidik merupakan

tenaga profesional yang bertugas

merencanakan dan melaksanakan proses

pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,

melakukan pembimbingan dan pelatihan,

serta melakukan penelitian dan pengabdian

kepada masyarakat, terutama bagi pendidik

pada perguruan tinggi.

Untuk dapat melaksanakan tugas dan

tanggung jawab diatas, seorang guru dituntut

memiliki beberapa kemampuan dan

ketrampilan tertentu. Kemampuan dan

ketrampilan tersebut sebagai bagian dari

kompetensi professional guru. Kompetensi

merupakan suatu kemampuan yang mutlak

dimiliki oleh guru agar tugasnya sebagai

pendidik dapat terlaksana dengan baik.

Percepatan arus informasi dalam era

globalisasi dewasa ini menuntut semua

bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi,

mini dan tujuan serta strateginya agar sesuai

dengan kebutuhan dan tercapainya tujuan

pembangunan. Peningkatan kualitas sumber

days manusia (SDM) merupakan prayarat

mutlak untuk mencapai tujuan

pembangunan.

Wahana untuk meningkatkan kualitas

SDM tersebut adalah pendidikan, sehingga

kualitas pendidikan harus senantiasa

ditingkatkan. System pendidikan nasional

senantiasa harus dikembangkan sesuai

dengan kebutuhan dan perkembangan yang

terjadi baik di tingkat local, nasional

maupun global. Usaha untuk meningkatkan

kualitas pendidikan yang paling mendasar

adalah melalui proses pembelajaran

disekolah, dimana sekolah sebagai lembaga

terdepan dalam meningkatkan mute

pendidikan dan tempat berlangsungnya

kegiatan pembelajaran.

Peningkatan SDM di sekolah, guru

merupakan ujung tombak personil

pendidikan di sekolah yang berhadapan

langsung dengan peserta didik sehingga guru

merupakan komponen pendidikan yang

harus dibina dan dikembangkan terns

menerus. Sehubungan dengan hal tersebut,

Surya (2003: 2) menyatakan: "Guru

merupakan unsur utama dalam keselunthan

proses pendidikan, khususnya di tingkat

sekolah. Tanpa guru pendidikan hanya

menjadi slogan muluk karena segala bentuk

kebijakan dan progam pada akhimya

ditentukan oleh kinerja guru". Guru

mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk

mendidik peserta didik dalam

mengembangkan kepribadiannya, baik yang

berlangsung di sekolah maupun di luar

sekolah. Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 14 Pasal 1 Tahun 2005 tentang guru

menetapkan bahwa: "Guru adalah pendidik

professional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, mengarah, melatih, menilai dan

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

anak usia dini jalur pendidikan formal,

pendidikan dasar dan pendidikan

menengah".

Upaya yang dilakukan dalam rangka

peningkatan mutu pendidikan membawa

akibat pula kepada guru-guru yang ada

sekarang. Perubahan yang tedadi akhibat

perubahan kurikulum, penggunaan buku

pelajaran dan proses belajar mengajar yang

diseragamkan dalam kurikulum memerlukan

penyesuaian terhadap guru-guru baik dalam

memberi pelajaran, metode, yang

dipergunakan, teknik dalam mengajar

maupun sikap dalam mengajar yang serasi.

Kepemimpinan seorang kepala

sekolah sedikit banyak dapat mempengaruhi

pendidikan di lingkungan sekolah. Sekolah

jugs membutuhkan figur seorang pemimpin

yang siap bekerja keras untuk dapat

memajukan sekolah untuk meningkatkan

mutu pendidikan di lingkungan sekolah yang

dipimpinnya. Faktor lain yang berperan

mempengaruhi pendidikan adalah kinerja

guru yang berkualitas. Seorang guru dituntut

untuk dapat memberikan kontribusi yang

sangat besar terhadap pendidikan di

lingkungan sekolah terutama dalam hal

belajar mengajar.

Dunia pendidikan yang terns menerus

dituntut untuk dapat menghasilkan, sumber

daya manusia yang handal, sehingga dapat

mengikuti perkembangan zaman. Pendidikan

merupakan hak seluruh warga sesuai dengan

tujuan negara yang terdapat dalam undang-

undang 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan

bangsa. Dalam era globalisasi seperti

sekarang ini, pendidikan merupakan salah

satu kewajiban yang hares ditempuh oleh

personal maupun sosial yang tidak bisa

ditawar lagi. Karena pada dasarnya

Page 29: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

pendidikan adalah merupakan proses sosial

yang bertujuan untuk mengembangkan

potensi hidup manusia guna menghadapi

tuntutan zaman dimasa yang akan datang,

seiring dengan perkembangan dan

perubahan zaman yang semakin lama

semakin bergeser.

Peran tersebut sejalan dengan

maksud supervisi pendidikan yang

memberikan bantuan, layanan kepada guru

dalam mengembangkan proses

pembelajaran, dalam hubungan ini, maka

supervisi pendidikan merupakan salah satu

fungsi khusus dare pengawasan dalam

manajemen pendidikan, kegiatan supervisi

bukan saja memperbaiki kemampuan

mengajar tipe jugs pengembangan kualitas

guru.yang dilakukan cenderung kepada

pemberian bantuan dalam rangka

memajukan dan meningkatkan proses

pembelajaran.

Guru memengang peranan yang

sangat penting dalam keseluruhan upaya

proses belajar dalam pembelajaran. Semua

upaya perubahan dapat di lihat kurikulum

maupun penerapan metode mengajar yang

bare sangat tergantung pada guru. Apabila

seorang guru tidak meguasai bahan

pelajaran, srategi belajar mengajar, motivasi

siswa belajar siswa untuk maraih prestasi

yang tinggi, maka segala upaya peningkatan

kualaitas pendidikan tidak akan mencapai

hasil yang maksimal.

Guru yang profesional setidak-

tidaknya memiliki ciri sebagai berikut:

mempunyai komitmen kepada peserta didik

dan proses belajarnya, menguasai secara

mendalam bahan pelajaran yang akan di

ajarkannya, serta cara menyampaikannya

kepada siswa, bertanggung jawab memantau

hasil belajar siswa melalui berbagai teknik

evaluasi, mampu berpikir sistematis tentang

apa yangdi lakukannya, mengadakan refleksi

dan koreksi, belajar dari pengalaman dan

perhitungan dampaknya pada proses belajar

mengajar, seyogiyanya merupakan bagian

dari masyarakat belajar dalam lingkungan

profesinya, sehingga tedadi interaksi yang

luas dan profesional.

Kemampuan profesional adalah

kemampuan yang di isyaratkan kepada

seseorang untuk dapat menyelesaikan

pekedaan atau menduduki jabatan secara

efektif dan efesien. Keahlian atau kemahiran

dapat memiliki hanya dengan melalui proses

pendidikan spesialisasi. Dengan demikian

standar kemampuan profesional guru

keahlian dan kemahiran yang secara baku di

persyaratkan pada guru untuk menyelesaikan

tugas-tugas sebagai tenaga pendidikan.

Undang-undang Republik Indonesia

No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen

menegaskan bahwa: profesi guru merupakan

bidang pekedaan khusus yang di laksanakan

bersadarkan prinsip sebagai berikut: memilki

bakat, minat, panggilan jiwa dan idialisme,

memiliki komitmen untuk memingkatkan

mute pendidikan, keimanan, ketagwaan, dan

akhlak mulia, memilki kualifikasi akademik

dan latar belakang pendidikan sesuai dengan

bidang tugas, memiliki kompetansi yang di

perlukan sesuai dengan bidang tugas,

memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan

tugas keprofesionalan, memperoleh

penghasilan yang di tentukan sesuai dengan

prestasi kerja, memiliki kesempatan untuk

mengembangkan profesional secara

berkelanjutan dengan belajar sepanjang

hayat, memiliki jaminan perlindungan

hokum dan melaksanakan tugas

keprofesionalan, memilki organisasi profesi

yang mempunyai kewenangan mengatur hal-

hal yang berkaitan dengan tugas professional

guru".

Departemen pendidikan dan

kebudayaan (2005: 73) menegaskan bahwa:

"rendahnya pendidikan dewasa ini

disebabkan rendahnya kemampuan guru

dalam mengelola proses

pembelajaran".Bertolak dari kenyataan

bahwa para guru dewasa ini belum mampu

bekerja sebagai guru profesional.

METODE Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan kualitatif

dengan menggunakan metode deskriptif.

Data yang diperoleh dari responden

digunakan sebagaimana adanya. Dengan

demikian data hasil pengamatan

diinterpretasi langsung dengan mengacu

pada konsep dan teori yang relevan,

kemudian disimpulkan. Moleong, (2005: 12)

mengatakan: "Penelitian kualitatif pada

hakekatnya mengandung ciri-ciri yaitu:

Mempunyai sifat induktif (pengembangan

konsep yang didasarkan atas data yang ads,

(2) Melihat setting dan respons secara

keseluruhan, (3) Memahami responden dari

titik tolak pandangan peneliti, (4)

Menekankan validitas penelitian pada

kemampuan peneliti, (5) Menekankan

setting alarm, (6) Mengutamakan proses

daripada hasil, (7) Menggunakan

nonprobablitas sampling, (8) peneliti sebagai

instrument, (9) menganjurkan penggunaan

Page 30: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

trianggulasi, (10) Menggantungkan pada

teknik dasar studi lapangan dan (11)

Mengadakan analisis data sejak awal

penelitian.

Inti penelitian secara kualitatif adalah

sampainya temuan peneliti terhadap

makna perilaku atau terra budaya yang

merupakan alasan seseorang atau kelompok

dalam melakukan suatu latar sosial.

Lokasi penelitian pada seluruh SMA

Negeri 1 Ingin Jaya, beralamat di Jalan

Desan Lubuk Pasi Kecamatan Ingin Jaya.

Penelitian dilaksanakan dari tanggal 13

September 2011 sampai dengan tanggal 22

November 2011.

Penelitian ini mengambil lokasi pada

SMA Negeri 1 Ingin Jaya Maka subjek

penelitian adalah kepala sekolah 1 orang,

pengawas sekolah satu orang dan guru lima

orang jadi totalnya sabjek penelitian adalah

tujuh orang.

Instrumen dalam penelitian adalah

peneliti sendiri, sebab dalam penelitian yang

menggunakan pendekatan kualitatif peneliti

merupakan instrumen pokok sebagai peneliti

sebagaimana yang dikatan oleh Nasution

(2005: 18) yaitu:

1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat

bereaksi terhadap stimulus dare

lingkungan yang harus diperkirakan

bermakna,

2. Peneliti sebagai alat yang dapat

menyesuaikan dire terhadap semua aspek

keadaan Berta dapat mengumpulkan

aneka data sekaligus,

3. Tiap situasi merupakan suatu

keseluruhan. Tidak ada, suatu instrumen

berupa tes atau angket yang dapat

menangkap keseluruhan situasi, kecuali

manusia.

4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi

manusia tidak dapat dengan pengetahuan

semata-mata. Untuk memahami, kita

perlu merasakannya, menyelaminya

berdasarkan penghayatan kita.

5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera

menganalisis data yang diperoleh dan

menafsirkannya.

6. Hanya manusia sebagai instrumen yang

dapat mengambil kesimpulan

berdasarkan data yang dikumpulkan pada

suatu saat dan segera mengunakannya

sebagai balikan untuk memperoleh

penegasan, perubahan, perbaikan dan

penolakan

Sedangkan untuk mengetahui

bagaimana pelaksanaan supervise klims

dalam meningkatkan profesional guru pada

di SMA Negeri 1 Ingin jays Aceh Besar,

peneliti menggunakan wawancara dengan

berpedoman pada pertanyaan yang telah

dipersiapkan terhadap Kepala Sekolah

Pengawas Sekolah dan Guru. Selain itu

dokumentasi yang peneliti lakukan adalah

untuk melihat kejadian terhadap proses

supervisi klinis baik tentang teknik yang

digunakan maupun kegiatan supervisi klinis.

Sumber data dalam penelitian adalah

subjek dare mana data diperoleh. Apabila

peneliti menggunakan wawancara dalam

pengumpulan datanya, maka sumber data

disebut responden, yaitu orang yang

merespon atau menjawab pertanyaan-

pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis

maupun lisan. Apabila peneliti

menggunakan teknik observasi, maka

datanya bisa berupa bends, gerak atau proses

sesuatu. Peneliti mengamati tentang

supervisi klinis dalam meningkatkan

profesional guru, sedang objek penelitiannya

adalah kepala sekolah dan guru. Apabila

peneliti mengunakan dokumentasi, maka

dokumen atau catatanlah yang menjadi

sumber data, sedang catatan subjek

penelitian atau variabel penelitian.

Dalam penelitian ini, penulis sebagai

human instrumen, menggunakan slat bantu

seperti kamera digital , tape recorder, dan

buku cacatan untuk memper elas ketika

wawancara dengan responden. Peneliti

sebagai instrumen mempunyai days

penyesuaian yang cukup tinggi dengan

situasi yang berubah. Nasution (2005: 59)

mengatakan bahwa

Catatan lapangan disusun melalui

observasi, wawancara dan studi dokumen

tali. Matra pengumpulan data pads kegiatan

penelitian ini di lakukan dengan

mengunakan teknik-teknik tersebut. Ketiga

teknik ini dikombinasikan dan dapat

diaplikasikan secara bersama, dengan

diharapkan dapat memberikan informasi

untuk memporoleh data yang diperlukan

sehinga Baling melengkapi dan menunjang.

Untuk memperoleh data dalam

penelitian kualitatif ini secara akurat dan

kredibel serta dapat di pertangung jawabkan,

dan data yang di hasil kan tersebut benar-

benar sesuai dengan masalah di lapangan

yaitu dengan mengunakan metode observasi,

wawancara, dan studi dokumentasi dengan

rinciannya sebagai berikut:

Teknik ini digunakan unuk

mengamati gejala- gejala yang terwujud

Page 31: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

ditempat penelitian, dengan metode ini

peneliti dapat dengan lengkap memperoleh

gambaran mengenai peristiwa dan gejala-

gejala yang bermakna bagi peneliti dan

tempat dilakukan penelitian, Nasution

(2005: 71). Pada kegiatan penelitian ini

peneliti melakukan observasi. Di SMA

Negeri 1 Ingin Jaya . Personil yang

diobservasi adalah kepala Sekolah, wakil

kepala sekolah dan lima orang guru, yang

menjadi sorotan dalam observasi ini adalah

supervise klinis dalam meningkatkan

profesional guru pada SMA Negeri 1 Ingin

Jaya Kabupaten Aceh Besar.

Wawancara dilkukan sesuai dengan

pendapat Nasution (2005: 71) mengatakan

bahwa "peneliti hares mengetahui

bagaimana responden yang sebenarnya,

dalam penelitian kualitatif untuk mengetahui

bagaimana persepsi responden terhadap

dunia kenyataannya Peneliti berkomunikasi

langsung dengan responden melalui

wawancara. Teknik ini digunakan untuk

menggali dan memperoleh data atau

informasi lebih dalam dan relevan dengan

masalah yang diteliti, teknik wawancara

berstruktur dan wawancara tak berstruktur,

wawancam berstruktur ditujukan kepada

kepala sekolah dan guru. Teknik wawancara

berstruktur yang ditujukan kepada kepala

madrasah dan guru dilakukan melalui

pertanyaan yang telah dipersiapkan sesuai

dengan masalah yang diteliti dengan

berpedoman pada daftar wawancara da

dibantu dengan subjek penelitian sebagai

responder. Sedangkan wawancara tidak

berstruktur muncul apabila informasi

berkembang diluar pertanyaan- pertanyaan

berstruktur namun tidak lepas dari

permasalahan penelitian. Kegiatan

wawancara ini dimaksud unutk mengetahui

supervisi klinis dalam meningkatkan

profesional guru pada SMA Negeri 1 Ingin

Jaya Kabupaten Aceh Besar.

Teknik ini digunakan untuk

mengumpulkan data dan informasi,

meskipun data penelitian naturalistik,

kebanyakan data diperoleh dari sumber

manusia melalui observasi dan wawancara

untuk melengkapinya dilakukan studi

dokumentasi, yang dimaksud dengan

dokumentasi adalah tulisan, catatan harian,

surat dan dokumen resmi, digunakan untuk

mengkaji terhadap peristiwa, objek dan

tmdakan yang dimkam dalam bentk tulisan

lainnya. Melalui studi dokumentasi dapat

ditemukan perbadaan antara hasil observasi

dan wawancara dengan yang terdapat dalam

dokumen. Kemudian ditelaah dan

diinterpretasikan secara menyeluruh, dengan

demikian data dokumetasi yang diperoleh

dari madmsah benar- benar berfungsi

sebagai data tambahan untuk mendukung

kesempurnaan dari data yang dibutuhkan,

Nasution (2005: 71).

Sebagai telah dijelaskan bahwa

bahwa penelitian ini bersifat deskripsi

evaluatif, maka dalam upaya mengolah dan

menafsir data yang sudah terkumpul

dilakukan melalui proses membandingkan

dengan teori-teori maupun petunjuk

pelaksanaan, artinya dasar tersebut di

arahkan untuk mengevaluasi kondisi realistic

kegiatan pelaksanan dilapangan. Untuk

kepentingan itu peneliti melakukan

pengolahan dan penafsiran data dengn

tehnik analisis kualitatif Teknik kualitatif

tersebut bertujuan untuk mengungkapkan

hambatan hambatatan serta usaha-usaha

yang dilakukan oleh supervesor terhadap

guru disekoalah tersebut.

Analisis data dalam penelitian

kualitatif ini dilakukan dengan mengikuti

prosedur atau langkah-langkah seperti yang

dikemukan oleh Moleong (2005 : 129-130)

yaitu reduksi data, display data dan

mengambil kesimpulan dan verifikasi.

Tehnik dan penafsiran data tersebut

dilkaukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Verifikasi data, dalam kegiatan ini

peneliti melakukan pengujian atau

kesimpulan yang telah diambil dan

membandingkan dengan teori-teori yang

relevan serta petunjuk pelaksanaan.

Penetapan pengujian kesimpulan di

hubungkan dengan data awal melalui

kegiatan memberchek sehingga akan

menghasilkan suatu penelitian.

b. Reduksi data, pada tahap ini data yang

sudah terkumpul diolah dengan tujuan

untuk menemukan hal-hal pokok dalam

pemberian bantuan oleh supervesor

terhadap guru pada sekoalah tersebut.

c. Display data, pada tahap ini peneliti

membuat rangkuman temuan penelitian

secara sistematis sehingga pola dan

fokus pelaksanaan dan hambatan mudah

diiketahui , melalui kesimpulan, data

tersebut diberi makna yang relevan

dengan fokus penelitian.

Derajat kepercayaan sebagai proses

memperoleh data secara akurat sesuai

dengan fakta yang sebenamya, dilakukan

untuk mendukung kebenaran fakta sehingga

tidak ter adi bias dalam menerjemahkan

Page 32: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

informasi sumber data. Peneliti berupaya

melakukan komunikasi kepada sumber data

sehingga data lebih terjamin kebenarannya.

Seluruh proses ini dilakukan secara

tekun, dan tidak henti-hentinya melakukan

triangulasi ke berbagai data. Seluruh proses

kepercayaan dilakukan dengan

mengkonfirmasinya secara berulang kepada

sumber data. Pada saat yang bersamaan,

proses internal itu diiringi dengan proses

transferabilitas. Derajat kepercayaan ini

akan mendukung proses keterahlian hasil

penelitian sehingga memngkinkan dapat

diterima dan digunakan dalam situasi

tertentu.

Proses internal dan eksternal telah

berlangsung sebagai proses pensahihan data,

untuk selanjutnya adalah menguji data

apakah sudah dapat dipertanggungjawabkan

keabsahannya. Proses ini memerlukan

persamaan jawaban, sehingga diketahui

bahwa hasil penelitian ini relatif sama jika

dilakukan dalam situasi yang lain. Langkah

selanjutnya untuk menunjukkan bahwa

kesemua proses pensahihan ini dapat

dipertanggungjawabkan, adalah melakukan

uji kebenaran terhadap seluruh data yang

telah dikumpulkan.

Seluruh langkah-langkah yang telah

dilakukan tidaklah terpisah sate sama

lainnya, secara bersamaan untuk

membuktikan kebenaran data, upaya

konfirmasi dilakukan dengan mengecek

kebenaran data dari berbagai sumber yang

dapat memberikan data secara utuh. Upaya

konfirmasi secara terus-menerus dilakukan

untuk menjamm kebenaran data. Kriteria

kebenaran data mengutamakan hasilhasil

dengan prinsip objektivitas, tujuannya agar

diperoleh data sesuai dengan fakta sehingga

menghindari bias dalam menedemahkan data

yang diperoleh dari setiap responden.

Bab ini mengemukakan tentang hasil

penelitian yang diperoleh dari wawancara,

observasi dan studi dokumentasi. Selain

informasi yang diperoleh dari kepala

sekolah, informasi juga diperoleh

berdasarkan hasil triangulasi dengan guru

guna mencari keabsahan data. Hasil

penelitian selanjutnya dideskripsikan,

kemudian dilakukan pembahasan. Informasi

yang dikehendaki adalah pelaksanaan

supervisi klinis dalam meningkatan

profesional guru pada SMA Negeri I Ingin

Jaya Aceh Besar.

Banyak informasi yang didapat dan juga

beberapa temuan yang perlu dikaji, terutama

dari pihak Pengawas Sekolah dan

peningkatan profesional guru tentang

peningkatkan professional guru. Sistematika

bab ini dimulai dari pendeskripsian,

penafsiran dengan trianggulasi kemudian di

akhiri dengan kegiatan member check, sesuai

dengan metode penelitian yang digunakan.

A. Hasil Penelitian

1.Program supervisi Klinis dalam

meningkatkan kemampuan profesional

guru pada SMA Negeri 1 Ingin Jaya.

Program pelaksanaan supervisi klinis

dalam meningkatkan profesional guru

berdasarkan hasil wawancara adalah: a)

Pembinaan kinerja guru dalam kelompok,

dan b) Pembinaan individual guru

Berilkut merupakan penjabaran dari

hasil wawancara dengan pengawas sekolah

tentang kegiatan supervisi klinis dalam

meningkatan profesional guru pads SMA

Negeri 1 Ingin Jaya Aceh Besar.

a. Kegiatan pembinaan kelompok

Guru merupakan bahagian paling

penting dari pelaksanaan PBM, maka

keberadaan guru yang profesional

merupakan kebutuhan mutlak. Kualitas

mengajar guru sangat ditentukan oleh

tingkat pendidikan dengan bidang studi yang

diasuhnya. Berdasarkan hasil wawancara.

dengan pengawas sekolah dalam

meningkatan profesional guru melalui

pengingkatan ker asama guru dalam

kelompok, kepala sekolah melakukan

kegiatan berupa: (1) menggerakkan guru,

dan (2) mendorong keterlibatan seluruh

guru. Menggerakkan guru melalui keda

sama kelompok dimaksudkan untuk

meningkatkan keda sama dengan guru dan

pihak lain yang terkait dalam melaksanakan

setiap kegiatan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kepala sekolah

senantiasa berusaha untuk mendayagunakan

seluruh sumber-sumber daya organisasi

dalam rangka mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

Hasil wawancara dengan pengawas

sekolah tentang peningkatan profesional

guru sebagai berikut: Saya membina

kegiatan kelompok pads guru karena guru

senantiasa bekerja dengan melalui orang

lain, berusaha untuk senantiasa bertanggung

jawab dan mempertanggungjawabkan setiap

tindakannya dengan waktu dan

menggunakan semua sumber daya yang ada

untuk menghadapi berbagai persoalan,

melalui ker asama dalam kelompok, saya

mengharapkan guru dapat berfikir secara

Page 33: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

analitik dan konseptual.

Pengawas Sekolah berdasarkan hasil

wawancara, mengatakan kepala sekolah

dalam pembinaan kelompok jugs menjadi

penengah dalam memecahkan berbagai

masalah yang dihadapi oleh pars guru dalam

pelaksanaan ker asama, serta berusaha untuk

mengambil keputusan yang bijak bagi semua

bawahannya.

Pengawas Sekolah dalam suatu

wawancara mengatakan pendapatnya

mengenai pembinaan kedasama guru dalam

kelompok, yaitu: Dalam membina kegiatan

kelompok melalui kerjasarna antara guru,

saya melakukan pembinaan peningkatan

disiplin, motivasi, komitmen, memberikan

keteladanan, mendorong kreatifitas,

memperkenalkan berbagai ide dan

mengadakan pendekatan pribadi (hubungan

personal) balk terhadap guru, maupun

terhadap pegawai administrasi. Dari

kesemuanya itu, yang paling penting dan

paling berat adalah bagaimana menjalin

kekompakan seluruh guru di sekolah,

sehingga semuanya menyadari tugas dan

kewajiban masing-masing.

Selanjutnya, hasil wawancara dengan

Pengawas Sekolah mengatakan bahwa:

Pembinaan Pengawas Sekolah terhadap

professional guru dalam kegiatan kelompok

adalah memotivasi guru agar terlibat dalam

setiap kegiatan sekolah, dan berusaha untuk

mendorong keterlibatan semua guru dalam

setiap kegiatan di sekolah (partisipatif).

Kepala sekolah melakukan arahan ker asama

dalam kelompok biasanya dilakukan jika ada

kegiatan-kegiatan di sekolah, hal ini

dilaksanaka agar guru menyadari tugasnya

dalam kelompok, sehingga tidak akan

adanya ketimpangan dalam pelaksanaan

tugas dalam kelompok.

Hasil penelitian partisipatif guru

yang dilaksanakan Pengawas Sekolah

berpedoman pada asas tujuan, asas

keunggulan, asas mufakat, asas kesatuan,

asas persatuan, asas empirisme, asas

keakraban dan asas integritas. Dalam

membina kegiatan kelompok, Pengawas

Sekolah juga. melaksanakan. "team

teaching" yaitu mengembangkan kegiatan

pembelajaran dimana dalam satu mats

pelajaran dipegang oleh beberapa guru

(team), sesuai dengan keahlian masing-

masing. Mengembangkan metode mengajar

dengan menggunakan infocus, televise (TV)

dan video compact disk (VCD).

b. Kegiatan pembinaan individual

Pembina kinerja individual guru,

dilakukan kepala sekolah melalui supervise

terhadap kemampuan mengajar guru

(akademik) dan meningkatkan rasa sosial

guru terhadap tugas dan tanggung jawab.

Kegiatan Pengawas Sekolah terhadap

tanggung jawab guru dalam mengajar

berhubungan dengan: penyusunan program

pengajaran, pelaksanaan program pengajaran

dan evaluasi hasil proses belajar. Pengawas

Sekolah berdasarkan hasil wawancara

mengatakan bahwa membina guru dalam

membuat perencanaan program pengajaran

berupa program kerja tahunan. Pemberian

bimbingan, perencanaan yang dilakukan

berpijak pada program yang telah disusun

dan terdiri atas beberapa sub bidang.

Pengawas Sekolah terhadap guru dalam

upaya perencanaan program pengajaran,

berdasarkan hasil penelitian adalah: (1)

memotivasi dan meminta tiap kelompok

MGMP menyusun program pengajaran, (2)

menyediakan dan membagi kalender

pendidikan, buku tulis dan alai tulis, (3)

memberi dispensasi untuk merevisi program

pengajaran yang telah dibuat, (4) memanggil

guru untuk. memperlihatkan program

pengajaran yang telah disusun dan (5)

mencatat kelengkapan program pengajaran

dalam buku pembinaan staf (guru).

Selanjutnya hasil wawancara dengan

Pengawas Sekolah tentang pelaksanaan

program pengajaran adalah: Pembinaan

terhadap guru dalam penguasaan materi

pelajaran dilakukan kepala sekolah dengan

membuat kelompok MGMP di ruang guru,

menyediakan buku-buku sumber yang

diperlukan oleh guru, mendorong guru-guru

untuk mendalami materi pelajaran,

mendorong guru untuk melanjutkan

pendidikan ke jenjang strata lebih tinggi dan

mengaktifkan MGMP. Upaya ini sangat

bermanfaat dalam meningkatkan tanggung

jawab guru

Hasil penelitian jugs menunjukkan

bahwa pembinaan kepala Pengawas Sekolah

dalam memilih dan mengembangkan media

pendidikan adalah: menyediakan buku-buku

sumber, mendorong guru untuk mengkaji

tentang memilih dan mengembangkan media

dalam kegiatan MGMP, mendorong berlatih

memilih media yang tepat, mendorong

berlatih untuk membuat media yang

sederhana, dan berlatih menggunakannya

dan menyediakan media dan bahan untuk

membuatnya.

Evaluasi hasil proses mengajar

Page 34: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

merupakan proses akhir dari sebuah per

alanan proses belajar mengajar di kelas pads

setiap akhir dari sebuah materi pelajaran.

Evaluasi diperlukan untuk melihat sejauh

mana kemampuan siswa dalam menyerap

materi yang telah diajarkan. Namur

demikian proses evaluasi yang dilakukan

oleh guru haruslah mendapat pembinaan dari

kepala sekolah, agar diperoleh hasil dan

tujuan sesuai yang diharapkan. Pembinaan

kepala sekolah terhadap guru dalam

membuat evaluasi meliputi: (a) kegiatan

evaluasi dan (b) melaksanakan program

perbaikan dan pengayaan.

Hasil wawancara dengan Pengawas

Sekolah, Kegiatan kepala sekolah dalam

membina guru untuk memahami kegiatan

penilaian adalah : (1) mendorong guru

untuk menyusun program evaluasi, (2)

menyediakan buku petunjuk penilaian dan

(3) mendorong guru untuk mengkaji

kegiatan penilaian dalam kelompok

MGMP. Hasil wawancara dengan

Pengawas Sekolah mengatakan: Kegiatan

terhadap guru dalam melakukan program

perbaikan dan pengayaan bertujuan: (a)

mendorong guru-guru untuk menganalisis

hasil evaluasi, (b) mendorong guru-guru

untuk membuat dan melaksanakan program

perbaikan dan pengayaan dan (c)

mendorong guru membuat program

perbaikan dan pengayaan jadwal jam tatap

muka.

Selanjutnya, kegiatan pembinaan

social yang dilakukan Pengawas Sekolah

terhadap guru melalui: pembinaan mental,

moral, fisik, dan artistik. Berdasarkan hasil

wawancara dengan Pengawas Sekolah

tentang kegiatan pembinaan mental guru

seperti berikut: Kegiatan pembinaan mental

berkaitan dengan penciptaan suasana yang

kondusif agar setiap guru dapat

melaksanakan tugasnya dengan sebaik-

baiknya, sesuai dengan tugasnya masing-

masing secara professional.

Pembinaan moral dilakukan untuk

membina para guru tentang hal-hal yang

berkaitan dengan ajaran baik buruk

mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban

sesuai dengan tugas setiap guru secara

proposional. Kegiatan pembinaan fisik,

Pengawas Sekolah dalam suatu wawancara

mengatakan bahwa kepala sekolah

membina para guru tentang hal-hal yang

berkaitan dengan kondisi jasmani atau

badan, kesehatan dan penampilan mereka

secara lahiriah. Misalnya kepala sekolah

senantiasa memberikan dorongan agar para

guru terlibat secara aktif dalam kegiatan

olah raga di sekolah, terutama senam pagi

yang dilaksanakan setiap hari jum'at.

Pembinaan astistik, yaitu membina guru

tentang hal-hal yang berkaitan dengan

kepekaan manusia terhadap seni dan

keindahan.

Menurut Pengawas Sekolah, hal ini

biasanya dilakukan melalui kegiatan karya

wisata yang dilaksanakan setiap akhir tahun

ajaran yaitu mengisi kekosongan jam

pelajaran, dimana sekolah membuat

kegiatan ekstrakulikuler berupa berbagai

perlombaan.

2.Supervisi KliniS dalam

meningkatkan profesional guru pada

SMA Negeri 1 Ingin Jaya.

Dalam pelaksanaan supervisi klinis

dalam meningkatkan profesional guru pada

SMA Negeri 1 Ingin Jaya kepala sekolah

sangat berperan, karena kepala sekolah

sebagai supervisor harus mampu

melakukan pengawasan dan pengendalian

untuk meningkatkan profesionalitas,

tenaga kependidikan.

Pengawasan dan pengendalian ini

merupakan kontrol agar kegiatan

kependidikan disekolah terarah pada

tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan

dan pengendalian juga merupakan

tindakan preventif untuk mencegah agar

tenaga kependidikan tidak melakukan

penyimpangan dan lebih berhati-hati

dalam melakukan peker aannya.

Dalam menjalankan tugas sebagai

supervisor kepala sekolah dibantu oleh

staf-staf bawahannya sesuai dengan

tugasnya masing-masing. Sebagai

supervisor kepala sekolah SMA Negeri 1

Ingin Jaya harus senantiasa memberi

stimulus pada guru-guru didalam

menjalankan tugasnya dengan sebaik-

baiknya.

Berkenaan dengan hal ini peneliti

melakukan wawancara dengan bapak

kepala sekolah SMA Negeri 1 Ingin Jaya:

"Untuk mengaktifkan guru-guru dan pars

pegawai sekolah dalam menjalankan

tugasnya kami melakukan musyawarah

setiap sate minggu sekali yang dilakukan

setiap hari jumat. Menurut kami

musyawarah merupakan hal yang paling

penting".

Selain itu kepala sekolah hares

senantiasa berusaha mengadakan dan

melengkapi alai-alai perlengkapan sekolah

Page 35: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

termasuk media instruksional yang

diperlukan bagi kelancaran proses belajar.

Mengenai hal ini peneliti melakukan

wawancara dengan waka kurikulum

sebagai berikut: "Kepala sekolah selalu

mendorong dan memotivasi guru,

memfasilitasi guru dengan menyediakan

media pembelajaran yang dibutuhkan.

Guru tidak mengeluarkan dana untuk

pembelajaran, sehingga guru tidak merasa

keberatan dan selalu termotivasi untuk

memajukan anak didiknya.

Selain itu kepala sekolah senantiasa

mempertinggi ilmu pengetahuan guru

dengan mengadakan pelatihan-pelatihan,

mengirim mereka untuk mengikuti

seminar, diktat, MGW dan hal-hal yang

meningkatkan profesionalitas mereka.

Dengan demikian berdasarkan hasil

wawancara dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan supervisi klinis dalam

meningkatkan profesional guru belum

efektif pada SMA Negeri 1 Ingin Jaya.

3. Upaya pelaksanaan supervisi

klinis dalam meningkatkan

kemampuan profesional guru

pada SMA Negeri 1 Ingin Jaya. Upaya pelaksanaan supervisi klinis

dalam meningkatkan profesional guru pada

SMA Negeri 1 Ingin Jaya adalah dengan

cam mengikutsertakan guru pada pelatihan-

pelatihan, seminar, mengadakan rapat

khusus yang mencakup tentang pembinaan

dan peningkatan profesionali guru yakni

KKG (Kelompok Ke6a Guru) yang

diadakan satu bulan sekali agar guru-guru

di SMA Negeri 1 Ingin Jaya mempunyai

wawasan yang lebih lugs lagi tentang dunia

pendidikan. Sama halnya yang diungkapkan

oleh waka kurikulum yaitu: "Upaya yang

sudah dilakukan kepala sekolah untuk

meningkatkan profesional guru adalah

mengupayakan guru untuk mengikuti

berbagai seminar, workshop, diklat khusus

untuk penulisan karya ilmiah, dan MGMP,

yang diadakan didalam maupun diluar

sekolah".

Selain yang diupayakan oleh kepala

sekolah, ada upaya yang dilakukan oleh

guru sendiri dalam meningkatkan

profesionalnya. Berikut hasil wawancara

dengan guru SMA Negeri 1 Ingin. Jaya: "

Kami sebagai guru juga melakukan upaya

sendiri dalam meningkatkan profesional,

yaitu dengan melanjutkan studi seperti:

mengikuti kursus, selalu mengikuti

perkembangan pendidikan dan membaca

buku-buku kontemporer yang berkaitan

dengan tugas guru dalam membangun

anakanak bangsa, serta rajm membaca

koran, majalah,dan lain-lain"

Selanjutnya wawancara dilakukan

dengan guru yang berbeda, menjelaskan

tentang upayanya sendiri dalam

meningkatkan profesional. guru: "Upaya

yang kami lakukan sendm dalam

memngkatkan profesional guru yakni

dengan mengadakan musyawarah antar

guru untuk membahas masalah yang

berkaitan dengan peningkatan profesional,

dan juga dengan banyak membaca buku-

buku tentang pendidikan dan kami juga

Bering melakukan sharing dengan guru-

guru lainnya". Oleh karena. itu Bapak

selaku kepala sekolah di SMA Negeri 1

Ingin jaya memiliki peran penting dalam

membangkitkan semangat kerja guru-guru

yang dipimpinnya, sehingga setiap ada

pertemuan seperti rapat, beliau selalu

menggerakkan dan memotivasi scluruh

para. guru agar mereka selalu bersikap,

aktif dalam bekerja dan selalu berusaha

untuk mengembangkan diri sesuai dengan

bidangnya.

Dengan demikian maka pars guru

semakin cakap dan terampil dalam

melaksanakan tugas-tugasnya sesuai

dengan tuntutan perkembangan dan

kemajuan ilmu pengetahuan dibidang

tersebut. dan dengan diadakannya

pelatihanpelatihan seperti kegiatan work

shop, MGMP, dan rapat diharapkan dapat

meningkatkan profesional guru dalam

proses belajar mengajar dan dapat

menyelesaikan problem-problem

pendidikan yang muncul serta dapat

membuat kiat-kiat khusus dalam rangka

meningkatkan mutu pendidikan di SMA

Negeri 1 Ingin Jaya.

4.Hambatan supervisi klinis dalam

meningkatkan kemampuan profesional

guru pada SMA Negeri 1 Ingin Jaya.

Dalam mewujudkan peningkatan

profesional guru, seringkali dihadapi

berbagai masalah yang dapat menghambat

perwujudannya. Secara garis besar

hambatan-hambatan itu menurut kepala

sekolah adalah: "Hambatan yang dihadapi

adalah tidak semua guru memiliki motivasi

yang sama dalam meningkatkan kuahtas

dirinya, sehingga ada guru yang mampu

mengikuti dengan cepat dan menyesuaikan

Page 36: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

dengan lingkungan, tetapi juga ada yang

tidak mampu mengikuti pola yang kits

kembangkan sesuai dengan harapan".

Kurangnya kemampuan kepala

sekolah mengadakan supervisi klinis secara

efektif baik dare teknik-teknik supervisi

yang digunakan maupun cars pemberian

bimbingan merupakan salah satu

penghambat kepala sekolah melaksanakan

supervise klinis. Hasil wawancara dengan

Pengawas Sekolah mengatakan:

Pelaksanaan supervisi yang saya lakukan

selama ini belum membawa hasil yang

optimal dalam meningkatkan kemampuan

professional guru. Supervisi klinis yang

saya lakukan hanya observasi kelas dan

melihat pendatan mengajar guru serta

mengadakan pendekatan dengan

memanggil guru yang kurang

melaksanakan tugas dan tanggung

jawabnya dengan baik. Dalam diskusi

kelompok saya hanya memantau

perkembangan diskusi kelompok tanpa ikut

terlibat di dalamnya.

Berikut adalah hasil wawancara

berkaitan dengan hambatan yang dihadapi

dalam Kepala Sekolah dalam hal

pelaksonsan supervisi klinis di SMA Negeri

1 Ingin Jaya menurut kepala sekolah.

Selaku kepala sekolah SMA Negeri 1 Ingin

Jaya mengatakan sebagai berikut : "Dalam

hal pelaksanaan supervisi klivis guru

merasa kesulitan dalam. mengadakan

penilaian guru secara mandiri, hal ini

dikarenakan guru yang kurang sadar

terhadap tugas dan tanggung jawabnya

sebagai guru.

Hambatan selanjutnya yaitu dalam

hal pelaksanaan model-model pembelajaran.

Misalnya pada saat guru tersebut diutus oleh

kepala sekolah untuk mengikuti pelatihan

maka guru tersebut tidak pernah

mempresentasikan hasil pelatihannya kepada

guru-guru lain.

Wawancara dengan Pengawas

Sekolah mengenai hambatan supervisi klinis

yang dilakukan kepala sekolah adalah:

Supervisi yang dilakukan kepala sekolah

dalam satu tahun pelajaran cuma satu kali,

kemudian supervisi juga dilakukan oleh guru

senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah.

Mungkin kepala sekolah banyak kegiatan

lain yang hares diselesaikan. Hasil supervisi

diberitahukan kepada kepala sekolah, kami

hanya dipanggil dan diberi arahan mengenai

beberapa kelemahan dalam pembelajaran di

dalam kelas. Namun ada beberapa guru,

kepala sekolah langsung mengadakan

supervisi dalam kelas. Tetapi kepala sekolah

tidak pernah mendemonstrasikan cara

mengajar yang baik.

Hasil wawancara dengan Pengawas

Sekolah mengatakan bahwa supervisi yang

dilakukan kepala sekolah secara terbuka,

konsisten, dan penuh humor namun tidak

berkesinambungan artinya supervisi yang

dilaksanakan tidak dilakukan hanya sekali

dalam satu tahun, seharusnya kepala sekolah

secara kontinue melakukan supervisi,

terutama terhadap guru yang masih kurang

mampu dalam mengajar.

B. Pembabasan Hasil Penelitian.

1. Program supervisi Klinis dalam

meningkatkan kemampuan

profesional guru pada SMA Negeri

1 Ingin Jaya.

Supervisi klinis dalam meningkatkan

profesional guru merupakan suatu proses

bimbingan dari pihak yang berkompeten

kepada guru-guru dan par personalia sekolah

lainnya yang langsung menangani belajar

para siswa, untuk memperbaiki situasi

belajar mengajar, agar para siswa dapat

belajar secara efektif dengan prestasi belajar

yang semakin meningkat. Istilah

pembimbingan mengacu kepada usaha yang

bersifat manusiawi, demokratis dan tidak

otoriter, yang dilakukan oleh pihak yang

memiliki kompetensi dalam bidang

supervisi. Memperbaiki situasi beker a dan

belajar efektif mengandung makna beke6a

dan belajar secara berdisiplin, bertanggung

jawab dan memenuhi akuntabilitas.

Purwanto (2005:76) mengemukakan bahwa.

"Pembinaan terhadap guru merupakan salah

satu bentuk/jenis aktivitas pembinaan yang

direncanakan untuk membantu para. guru

dalam melakukan peker aan mereka secara

efektif'.

Salah satu supervisi klinis yang

dilakukan oleh kepala sekolah dalam

membina guru secara kontinu adalah

membina tanggung jawab dalam

menjalankan tugas. Tugas guru yang utama

dalam kegiatan pembelajaran adalah

menyusun program, melaksanakan program

pengajaran, dan mengevaluasi hasil

pengajaran. Kemampuan guru untuk

mengelola proses belajar mengajar tidak

te6adi secara kebetulan, melainkan hares

dilakukan pembinaan terutarna oleh kepala.

sekolah. Pembinaan itu diarahkan agar guru

mampu melaksanakan pembelajaran yang

Page 37: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

efektif yaitu dalam arti positif, efektif dan

dalam suasana yang menyenangkan.

Hamalik (2006:40) mengatakan:

Guru bertanggung jawab melaksanakan

kegiatan pendidikan di sekolah dalam arti

memberi bimbingan dan memberi

pengajaran kepada para siswa. Tanggung

jawab ini direalisasikan dalam bentuk

melaksanakan pembinaan kurikulum,

menuntun para siswa belajar, serta menilai

kemampuan belajar para siswa, agar

mampu mengemban dan melaksanakan

tanggung jawabnya, maka, setiap, guru

harus memiliki berbagai kompetensi yang

relevan dengan tugas dan tanggung jawab

tersebut.

Proses belajar mengajar sebagai inti

dari proses di sekolah, dalam hal ini

gurulah sebagai pemegang peranan utama.

Berad, keberhasilan pembelajaran

ditentukan oleh kemampuan guru dalam

mengelolaa proses belajar mengajar.

Pembinaan utama, secara umum

adalah sebagaimana dijelaskan Mulyasa,

(2005: 141) adalah: (1) pembinaan

kemampuan guru dalam merencanakan

pengajaran, (2) pembinaan kemampuan

guru dalam melaksanakan proses belajar

mengajar dan (3) pembinaan kemampuan

mengevaluasi/penilaian pengajaran.

Supervisi klinis dalam meningkatkan

professional guru merupakan hal yang

penting dan perlu mendapat perhatian

kepala sekolah, baik secara kualitatif

maupun kuantitatif Guru yang professional

diharapkan mampu melaksanakan tugas

dengan baik..

Supervisi klinis dalam

meningkatkan professional guru yang

dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti

kesempatan untuk mengikuti kegiatan

formal ke jenjang yang lebih tinggi,

penataran, diskusi, saran, bimbingan,

teguran, kritikan, dan sebagainya,

diharapkan guru memperoleh pengetahuan

dan pengalaman yang dapat meningkatkan

profesionalnya.

2. Pelaksanaan supervisi klinis

dalam meningkatkan profesional

guru pada SMA Negeri 1 Ingin

Jaya.

Dalam menjalankan tugas sebagai

supervisor kepala sekolah dibantu oleh staf-

staf bawahannya sesuai dengan tugasnya

masing-masing. Sebagai supervisor kepala

sekolah SMA Negeri 1 Ingin Jaya hams

senantiasa memberi stimulus pada guru-

guru didalam menjalankan tugasnya dengan

sebaik-baiiknya, Mulyasa (2005:111)

Supervisi berfungsi membantu, memberi

support dan mengajak mengikutsertakan.

Dilihat dari fungsinya, tampak dengan jelas

peranan supervise itu. Peranan itu tampak

dalam kiner a supervisor yang

melaksanakan tugasnya. Mengenai peranan

supervisor, Sahertian (2005: 25)

mengemukakan: "Seorang supervisor dapat

berperan sebagai (1) koordinator, (2)

konsultan, (3) Pemimpin kelompok dan (4)

Evaluator". Berikut merupakan uraian dari

4 (empat) pesan supervisor".

a) Sebagai koordinator, supervisor dapat

mengkoordinasi program belajar

mengajar, tugas-tugas anggota staf

berbagai kegiatan yang berbedabeda

diantara guru-guru. Contoh konkret

mengkoordinasi tugas mengajar sate

mats pelajaran yang dibina oleh

berbagai guru.

b) Sebagai konsultan, supervisor dapat

memberi bantuan, bersama

mengkonsultasikan masalah yang

dialami guru baik secara individual

maupun secara kelompok. Sebagai

pemimpin kelompok, supervisor dapat

memimpin sejumlah staf guru dalam

mengembangkan potensi kelompok,

pada saat mengembangkan kurikulum,

materi pelajaran dan , kebutuhan

profesional guru-guru secara bersama.

Sebagai pemimpin kelompok,

supervisor dapat mengembangkan

keterampilan dan kiat-kiat dalam

bekerja untuk kelompok, bekerja

dengan kelompok dan bekerja melalui

kelompok.

c) d) Sebagai evaluator, supervisor dapat

membantu guru-guru dalam menilai

hasil dan proses belajar, dapat menilai

kurikulum yang sedang dikembangkan.

la juga, belajar menatap dirinya sendiri.

Supervisor dibantu dalam merefleksi

dirinya, yaitu konsep dirinya, ide/cita-

cita dirinya, realitas dirinya.

Sebagai motivator, kineda yang

dilakukan kepala sekolah adalah

memberikan motivasi kepada guru dan

tenaga kependidikan dan administrasi

sehingga mereka bersemangat dan

bergairah dalam menjalankan tugasnya

dalam rangka meningkatkan mutu.

pendidikan. Motivasi bisa diberikan dalam

Page 38: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

bentuk hadiah atau hukuman baik fisik

maupun nonfisik. Namur, dalam rangka

memberikan motivasi ini hares

dipertimbangkan rasa keadilan dan

kelayakannya. Dalam hal ini penting bagi

kepala, sekolah untuk menciptakan iklim

yang kondusif.

Kemampuan guru di depan kelas

tidak lain adalah kemampuan mengajar,

yaitu kemampuan untuk membuat murid

lebih gist belajar. Kemampuan tersebut

meliputi beberapa segi, yakni segi

pengetahuan, keterampilan dan sikap. Segi

pengetahuan mencakup penguasaan materi

bidang studi yang diajarkan, pengetahuan

tentang berbagai metode dan alai yang

dapat di pilih untuk menyampaikan materi,

pengetahuan tentang murid dari sudut ilmu

jiwa dan teori belajar. Ketrampilan dalam

mengajar mencakup antara lain

keterampilan berkomunikasi, menggunakan

bahasa, memilih dan menerapkan metode

dan alai sesuai dengan kemampuan sasaran.

Hal ini membantu peningkatan proses

belajar murid dan hasil belajarnya.

Peningkatan kemampuan mengajar

guru, kepala sekolah hendaknya melakukan

supervisi dengan memilih teknik-teknik

supervisi yang tepat, sesuai dengan tujuan

yang akan dicapai. Untuk kepentingan

tersebut, teknik-teknik yang digunakan

dalam melakukan supervisi adalah (a)

kunjungan dan observasi kelas, (b)

pembicaraan individual, (c) diskusi

kelompok, dan (d) demonstrasi mengajar.

Kepala sekolah sebagai supervisor

harus diwujudkan dalam kemampuan

menyusun, dan melaksanakan program

supervisi pendidikan, serta memanfaatkan

hasilnya. Kemampuan menyusun program

supervisi pendidikan harus diwujudkan

dalam penyusunan program supervisi kelas,

pengembangan program supervisi untuk

kegiatan eksft-akurikuler, pengembangan

progam supervisi perpustakaan,

laboratorium, dan ujian. Kemampuan

melaksanakan program supervisi dan

program supervisi kegiatan ekstrakurikuler.

3. Upaya pelaksanaan supervisi

Minis dalam meningkatkan

kemampuan profesional guru

pada SMA Negeri 1 Ingin Jaya.

Upaya pelaksanaan supervisi klinis

dalam meningkatkan profesional guru pada

SMA Negeri 1 Ingin Jaya adalah dengan

cara mengikutsertakan guru pada

pelatihan- pelatihan, seminar, mengadakan

rapat khusus yang mencakup tentang

pembinaan dan peningkatan profesionali

guru yakni KKG (Kelompok Kerja Guru)

yang diadakan sate bulan sekali agar guru-

guru di SMA Negeri 1 Ingin Jaya

mempunyai wawasan yang lebih lugs lagi

tentang dunia. pendidikan.

Dengan demikian maka para guru

semakin cakap dan terampil dalam

melaksanakan tugas-tugasnya sesuai

dengan tuntutan perkembangan dan

kemajuan ilmu pengetahuan dibidang

tersebut. dan dengan diadakannya

pelatihanpelatihan seperti kegiatan work

shop, MGMP, dan rapat diharapkan dapat

meningkadm profesional guru dalam

proses belajar mengajar dan dapat

menyelesaikan problem-problem

pendidikan yang muncul serta dapat

membuat kiat-kiat khusus dalam rangka

meningkatkan mute pendidikan di SMA

Negeri 1 Ingin Jaya.

Indikator keberhasilan supervise

pendidikan terhadap kiner a guru,

hakekatnya Anwar (2005: 63) menyatakan

bahwa: "Supervise kinerja guru ditekankan

pads tiga kemampuan dasar, yaitu: (1)

Kemampuan professional, (2) Kemampuan

pribadi, dan (3) Kemampuan social".

Berikut merupakan uraian kinerja guru

ditinjau dare kemampuan professional,

kemampuan pribadi, dan kemampuan

social. Masing, musing poin di atas dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1. Kemampuan Profesional

Guru dituntut untuk dapat

menciptakan situasi belajar yang dapat

mendorog siswa untuk belajar, menguasai

materi pelajaran, menguasai metode

mengajar. Di selama tidak meninggalkan

kaedah didaktik. Setelah melaksanakan

proses pembelajaran guru diharapkan

dapat melaksanakan evaluasi dengan

tujuan yang ingin dicapai. Penggunaan

teknik evaluasi harus benar dan tepat agar

siswa termotivasi belajar. Secara rinci

komponen kemampuan profesional yang

seharusnya dimiliki seorang guru, menurut

Purwanto (2005: 43) adalah sebagai

berikut: (1) Dapat merumuskan tujuan

pembelajaran, (2) Memanfaatkan somber

belajar, (3) Mengorganisasikan materi

belajar, (4) Memilih dan menggunakan

media belajar, (5) Menciptakan interaksi

belajar-mengajar yang menyenangkan, (6)

Page 39: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

mengevaluasi dan

mengadministrasikannya, serfs (7)

Mengembangkan semua kemampuannya

sehingga berdaya guna dan berhasil guna.

2. Kemampuan pribadi

Pendidikan adalah proses yang

direncanakan agar siswa tumbuh dan

berkembang melalui kegiatan belajar. Guru

sebaik pendidik dengan sengaja

mempengaruhi tata nilai yang dianggap

baik di masyarakat. Adapun tata nilai

tersebut berupa norms etika, estetika dan

ilmu pengetahuan yang mempengaruhi

prilaku siswa sebagai pribadi dan sebagai

anggota masyarakat. Penerapan disiplin

yang baik dalam proses pembelajaran akan

menimbulkan sikap mental dan kepribadian

siswa yang kuat. Siswa akan berdisiplin

apabila guru memberikan contoh

kedisiplinan dalam tugasnya sehari-hari.

Kemampuan pribadi tersebut akan terwujud

dan melekat pads seorang guru apabila: 1)

memahami identitas dirinya, 2) komit

terhadap tugas dan tanggung jawab dan, 3)

mengembangkan diri secara sehat dan cepat

tanggap terhadap perubahan yang terjadi

terutama di bidang pendidikan.

3. Kemampuan sosial

Keahlian guru dalam berinteraksi baik

dengan rekan ker a maupun dengan

atasannya akan memperlancar kegiatan

dalam PBM. Setiap guru hares memiliki

ketiga kemampuan dasar tersebut sebagai

bekal untuk melaksanakan tugas dan

tanggung jawab. Fattah (2006: 101)

mengemuklan bahwa : "Seorang guru hares

di evaluasi pekedaannya baik oleh kepala

sekolah maupun oleh pengawas.

Pengawasan adalah proses paksa, memaksa

agar kegiatan pelaksanaannya dapat

disesuaikan dengan rencana, yang telah

ditetapkan".

Secara, umum Sahertian (2005: 34)

menyatakan bahwa guru yang professional

memiliki kompetensi yang tinggi (skill

ability). Dengan demikian tujuan supervise

ialah memberikan layanan dan bantuan

untuk meningkatkan kualitas mengajar guru

di kelas yang pada gilirannya untuk

meningkatkan kualitas belajar siswa. Bukan

saja memperbaiki kemampuan mengajar

tape juga, untuk pengembangan potensi

kualitas guru.

4. Hambatan supervisi Klinis dalam

meningkatkan kemampuan profesional

guru pada SMA Neged 1 Ingin Jaya.

Secara garis besar hambatan-

hambatan itu menurut kepala sekolah

hambatan yang dihadapi adalah fidak

semua guru memiliki motivasi yang sama

dalam meningkatkan kualitas dirinya,

sehingga ada guru yang mampu mengikuti

dengan cepat dan menyesuaikan dengan

lingkungan, tetapi jugs ada yang tidak

mampu mengikuti pola yang kits

kembangkan sesuai dengan harapan"

Kurangnya kemampuan kepala sekolah

mengadakan supervisi klinis secara efektif

baik dare teknik-teknik supervisi yang

digunakan maupun cars pemberian

bimbingan merupakan salah satu

penghambat kepala sekolah melaksanakan

supervise klinis.

Masalah-masalah yang dialami

guru disekolah dapat mempenganihi kineda.

di sekolah, maka diperlukan adanya upaya

pemberian bantuan atau bimbingan ke arch

supervise yang baik sehingga setiap guru

bermasalah perlu dibina agar masalahnya

terselesaikan dan dapat kembali

melaksanakan tugas dengan baik. Sahertian

(2005:130) menyebutkan usaha-usaha

membina dan mengembangkan potensi

sumber daya guru dan profesi mengajar,

adalah -

a. Masalah-masalah umum yang dihadapi

dalam tugas mengajar dan mendidik

yang mencakup :

1. Membantu guru dalam

menedemahkan kurikulum dan pusat

ke dalam bahasa belajar mengajar.

2. Membantu guru-guru dalam

meningkatkan program belajar

mengajar

3. Membantu dalam merancang

program belajar-mengajar.

4. Membantu dalam melaksanakan

proses belajar-mengajar.

5. Membantu dalam menilai proses dan

hasil belajar-mengajar

b. Masalah-masalah khusus yang dihadapi

guru, antara lain :

1. Membantu guru dalam menghadapi

kesulitan dalam mengajarkan tiap

mata pelajaran.

2. Membantu guru dalam memecahkan

masalah-masalah pribadi (personel

problem).

3. Membantu guru dalam menghadapi

masalah khusus ditiap tingkat mulai

SD sampai SMA.

Memperhatikan kutipan di atas,

Page 40: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

betapa pentingnya supervise klinis terhadap

guru bermasalah karena setiap guru

bermasalah paste menghadapi banyak

persoalan persoalan baik persoalan secara

umum persoalan khusus yang pada akfurnya

akan mempengaruhi pekerja yang akan

ditangani terutama dalam mengajar di

sekolah.

Disiplin guru meliputi kehadiran

dalam kelas dan diluar kelas. Disiplin diluar

kelas meliputi kehadiran kesekolah tepat

waktu, mempersiapkan materi pelajaran yang

akan diajarkan kepada siswa sesuai dengan

kurikulum dan prosedur yang berlaku dan

melaksanakan tugas sebagai piket dan

memperhatikan kesiapan siswa dalam kelas

untuk memulai proses pembelajaran. Disiplin

guru di dalam kelas meliputi masuk kelas

sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan,

melaksanakan pembelajaran secara tertib

sesuai dengan kurikulum, membantu siswa

yang mengalami kesulitan dalam belajar

mengajar, menjaga kebersihan dan iklim

kelas yang mengalami kesulitan dalam

belajar mengajar, menjaga kebersihan dan

iklim kelas yang menyenangkan sehingga

proses belajar mengajar siswa berjalan

ekektif

Dalam supervisi klinis jugs terdapat

beberapa teknik yang perlu dilakukan agar

pelaksanaan supervisi klinis dapat bedalan

dengan baik (Sudiyono 2011: 160). Adapun

teknik-teknik supervisi Minis adalah sebagai

berikut

1. Supervisor sebaiknya mendengar

dengan cermat permasalahan yang

disampaikan guru dan berbicara

seperlunya saja.

2. Memberikan komentar yang tepat,

artinya komentar disesuaikan dengan

permasalahan guru.

3. Menegaskan ertanyaan/peryataan

guru agar lebih jelas dan mudah

dipahami

Prosedur supervisi klinis berlangsung

dalam suatu proses berbentuk siklus terdiri

dari tiga tahap yaitu: tahap pendahuluan,

tahap pengamatan dan tahap pertemuan

balikan. Pada tahap pendahuluan, supervisor

dan guru bersama-sama membicarakan

rencana tentang materi observasi yang akan

dilaksanakan. Pada tahap berikutnya guru

melatih kemampuan mengajar berdasarkan

komponen keterampilan yang telah

disepakati dalam pertemuan pendahuluan.

Supervisor mengamati dan mencatat atau

merekam tingkah laku guru ketika mengajar

berdasarkan komponen keterampilan yang

diminta oleh guru untuk direkam. Supervisor

dapat juga mengadakan observasi dan

mencatat tingkah laku siswa di kelas serta

interaksi antara guru dan siswa. Sebelum

tahap pertemuan balikan dilaksanakan,

supervisor mengadakan analisis

pendahuluan terhadap rekaman observasi

yang dibuat. Supervisor harus

mengusahakan data yang obyektif,

menganalisis dan menginterpretasikan

secara kooperatif dengan guru tentang apa

yang telah berlangsung dalam mengajar.

Hal ini perlu sebagai rujukan dan

pedoman terhadap proses pembinaan dan

peningkatan kemampuan profesional guru.

Dalam proses pengkajian terhadap berbagai

cara pemecahan yang mungkin dilakukan,

setiap alternatif pemecahan dipelajari

kemungkinan keterlaksanaannya dengan

cara mempertimbangkan faktor-faktor

peluang yang dimiliki seperti fasilitas dan

kendala yang mungkin dihadapi. Alternatif

pemecahan masalah yang terbaik adalah

alternatif yang paling mungkin dilakukan,

dalam arti lebih banyak faktor-faktor

pendukungnya dibandingkan dengan

kendala yang dihadapi selain memiliki nilai

tambah yang paling besar bagi pengingkatan

mutu proses dan hasil belajar siswa.

A. Kesimpulan

1. Program supervisi klinis dalam

meningkatkan kemampuan profesional

guru pads SMA Negeri 1 Ingin Jaya

adalah melalui: (a) kegiatan kelompok,

dilakukan dengan meningkatkan

hubungan kerjasama, yang harmonis

antar guru, dan memotivasi keterlibatan

guru dalam kelompok, dan (b) Kegiatan

belajar individual guru, dilakukan

pengawas sekolah dengan meningkatkan

kemampuan akademik guru (penyusunan

program pengajaran, pelaksanaan

program pengajaran, pelaksanaan

program pengajaran serta evaluasi basil

proses belajar) dan meningkatkan rasa

sosial guru dengan pembinaan mental,

moral, fisik dan artistik.

2. Supervisi klinis dalam meningkatkan

profesional guru pada SMA Negeri 1

Ingin Jaya. kepala sekolah sangat

berperan, karena kepala sekolah sebagai

supervisor harus mampu melakukan

pengawasan dan pengendalian untuk

meningkatkan profesionalitas tenaga

kependidikan

3. Pelaksanaan supervisi klinis dalam

Page 41: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

meningkatkan profesional guru pads

SMA Negeri 1 Ingin Jaya adalah dengan

cars mengilcutsertakan guru pads

pelatihan- pelatihan, seminar,

mengadakan rapat khusus yang

mencakup tentang pembinaan dan

peningkatan profesionali guru yakni

KKG (Kelompok Keda Guru) yang

diadakan satu bulan sekali agar guru-

guru di SMA Negeri 1 Ingin Jaya

mempunyai wawasan yang lebih luas,

lagi tentang dunia pendidikan.

4. Hambatan supervisi klinis dalam

meningkatkan kemampuan profesional

guru pads SMA Negeri 1 Ingin Jaya.

Kurangnya kemampuan kepala sekolah

mengadakan supervisi Minis secara

efektif baik dare teknik-teknik supervisi

yang digunakan maupun pemberian

bimbingan merupakan salah satu

penghambat kepala sekolah

melaksanakan supervisi klinis

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anwar, Idochi, Mohc. H, (2005),

Administrasi Pendidikan dan

Manajemen Biaya Pendidikan: Teori, Konsep dan Isu, Bandung,

Alfabeta.

Arif, Jamil. M, (2006), Strategi Kepala

Sekolah dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru, Banda

Aceh, Program Pasca Sarjana,

Universitas Syiah Kuala.

Arikunto, Suharsimi, (2002), Prosedur

Penelitian, Suatu pendekatan

Praktek, Jakarta, Rineka Cipta.

Fattah, Nanang, (2000), Landasan

Manajemen Pendidikan, Bandung,

Rosda Karya.

Fattah, Nanang, (2004), Konsep dan

Manajemen Berbasis Sekolah dan Dewan Sekolah, Bandung, Pustaka

Bani Quraisy.

Hamalik, Oemar, (2006), Pendidikan Guru

Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta, Bumi Aksara.

Hasibuan. Malayu, SP, (2003), Manajemen

Sumber Daya Manusia, Jakarta,

Bumi Aksara.

Huntua, Ismet, (2000), Analisis Kerja,

Bandung, Dinas pendidikan.

Husaini, (2005), Pengembangan

Profesional Guru (Studi terhadap

Upaya Kepala Sekolah dan

Pengawas dalam Membina

Profesional Guru di Kabupaten Aceh Timur), Banda Aceh,

Program Pascasarjana Universitas

Syiah Kuala

Idris, Jamaluddin, (2005), Analisis Krisis

Mutu Pendidikan, Penerbit

Taufiqiah Sa’adah, Yogyakarta.

Indrawijaya, Ibrahim, Adam, (2001),

Kepemimpinan dalam Organisasi,

Jakarta, Lembaga Administrasi

Negara.

Malik, Ghulam, Farid, (2000), Pedoman

Manajemen Madrasah, Forum

Kajian Agama dan Budaya,

Yogyakarta.

Moleong, Lexy. J, (2005), Metode

Penelitian Kualitatif, Bandung,

Rosda Karya

Mulyana, Dedy, (2004), Metode Penelitian

Kualitatif, Bandung, Rosda Karya.

Mulyasa. E, (2005), Manajemen Berbasis

Sekolah, Bandung, Rosda Karya.

Nawawi. Hadari, (2003), Perencanaan

SDM untuk Organisasi Profit yang

Kompetitif, Yogyakarta, Gajah

Mada University Press

Nurkolis, (2003), Manajemen Berbasis

Sekolah : Teori, Model, dan

Aplikasi, Jakarta, Gramedia

Permadi. D, (2001), Manajemen Berbasis

Sekolah dan Kepemimpinan

Mandiri Kepala Sekolah, Bandung,

Sarana Panca Karya

Pidarta, Made, (2000), Landasan

Kependidikan, Jakarta, Rineke

Cipta

Purwanto, Ngalim. M, (2005), Administrasi

dan Supervisi Pendidikan,

Bandung, Rosda Karya

Page 42: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

Sahertian, Piet, (2000), Konsep Dasar dan

Teknik Supervisi Pendidikan,

Jakarta, Rineke Cipta

Siagian, Sondang. P, (2002), Manajemen

Strategik, Jakarta, Bumi Aksara

Siagian, Sondang. P, (2002), Manajemen

Sumber Daya Manusia, Jakarta,

Bumi Aksara.

Supriadi, Dedi, (2001), Reformasi

Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta,

Adicita Karya Nusa.

Surya, Mohammad, (2003), Percikan

Perjuangan Guru, Semarang,

Aneka Ilmu.

Suryosubroto, (2002), Proses Belajar

Mengajar di Sekolah, Jakarta,

Rineke Cipta.

Suryosubroto, (2004), Manajemen

Pendidikan di Sekolah, Jakarta,

Rineke Cipta.

Susilo, Joko, Muhammad, (2007),

Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan, Yogyakarta, Pustaka

Pelajar.

Syafruddin, Nasution, (2005), Manajemen

Pembelajaran, Jakarta, Quantim

Teaching.

Tilaar, (2006), Manajemen Pendidikan

Nasional, Bandung, Remaja Rosda

Karya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2003, (2003), Sistem

Pendidikan Nasional, Jakarta,

Sinar Grafika.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

14 Tahun 2005, (2005), Undang-

Undang Guru dan Dosen, Jakarta,

Penerbit Cemerlang.

Usman, Nasir, (2007), Manajemen

Peningkatan Kinerja Guru,

Bandung, Mutiara Ilmu.

Page 43: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam

Meningkatkan Kiner ja Guru

Pada MTSN 1 Lhokseumawe

Oleh

Jalaluddin

Abstrak. Kepala sekolah memegang peranan penting dalam upaya peningkatan dan pembinaan

terhadap kinerja guru, disiplin, dan komitmen guru. Berdasarkan pemikiran tersebut, fokus

penelitian ini adalah bagaimana kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru

pada MTs Negeri 1 Lhokseumawe. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang

upaya kepala sekolah dalam meningkatkan tanggung jawab, disiplin dan komitmen dalam

meningkatkan kinerja guru pada MTs Negeri 1 Lhokseumawe. Penelitian ini menggunakan

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan

dokumentasi. Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah dan guru. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa upaya kepala sekolah dalam penyusunan kinerja guru yang meliputi perencanaan belum

optimal sedangkan upaya penguasaan landasan pendidikan dan penyusunan program pengajaran

sudah optimal. Kepala sekolah telah melakukan upaya menegakkan disiplin kerja guru. meliputi,

pembinaan, pengawasan, dan tindakan dalam disiplin di MTs Negeri 1 Lhokseumawe secara

efektif. Kepala sekolah telah melakukan upaya meningkatkan komitmen dan tanggung jawab guru.

meliputi, mengikutsertakan guru dalam penataran, melibatkan guru dalam Musyawarah Guru Mata

Pelalajaran (MGMP) dengan baik

Kata Kunci : Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kinerja Guru

Dalam keseluruhan proses pendidikan

khususnya pendidikan di sekolah, guru

memegang peranan yang paling utama. Perilaku

guru dalam proses pendidikan akan memberikan

pengaruh dan warna yang kuat bagi pembinaan

perilaku dan kepribadian siswa.

Kepemimpinan kepala sekolah dapat

mempengaruhi pendidikan di lingkungan

sekolah. Sekolah juga membutuhkan figur

seorang pemimpin siap bekerja keras untuk

dapat memajukan sekolah untuk meningkatkan

mutu pendidikan di lingkungan sekolah yang

dipimpinnya. Faktor lain yang berperan

mempengaruhi pendidikan adalah kinerja guru

yang berkualitas. Seorang guru dituntut untuk

dapat memberikan kontribusi yang sangat besar

terhadap pendidikan di lingkungan sekolah

terutama dalam hal belajar mengajar.

Peran kepala sekolah sebagai

pemimpin diharapkan mampu mewujudkan

fungsi-fungsi kepemimpinan dalam keseluruhan

proses pendidikan disekolah. Keberhasilan

pendidikan disekolah ditentukan oleh

kemampuannya mempengaruhi, membimbing,

menggerakkan dan memotivasi individu-

individu (guru-guru) yang terlibat dalam tujuan

pendidikan yang telah ditetapkan.

Dalam mengatasi rendahnya kinerja

guru harus menjadi perioritas utama dalam

upaya peningkatan mutu pendidikan pada

akhirnya ditentukan oleh kinerja guru dalam

mengembangkan proses belajar mengajar

dikelas. Untuk meningkatkan kinerja guru

kepala sekolah dituntut untuk bekerja keras

melakukan pembinaan terhadap guru-guru di

bawah kepemimpinannya. Melalui pembinaan

yang terprogram dan terus menerus kepala

sekolah diharapkan akan mampu memperbaiki

kinerja guru-guru dibawah pimpinannya.

METODE PENELITIAN

a. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode kualitatif, yang

dimaksud dengan metode kualitatif adalah

prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang diamati, sebagai

suatu kebutuhan.

b. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada

MTsN 1 Lhokseumawe. Data penelitian ini

dikumpulkan pada bulan Juli sampai dengan

bulan September 2011.

c. Subjek Penelitian

Populasi atau subjek dalam penelitian

ini adalah kepala sekolah, dan dewan guru pada

MTsN 1 Lhokseumawe.

Page 44: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

d. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang

digunakan untuk meliput data dalam penelitian,

Instrumen penelitian yang diperlukan adalah

pedoman wawancara, pedoman observasi dan

pedoman dokumentasi.

e. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara ini di gunakan untuk

menggali dan memperoleh data atau informasi

yang lebih mendalam dan relevan dengan

masalah yang diteliti. Wawancara ini ditujukan

kepada kepala sekolah dan guru MTsN 1

Lhokseumawe melalui pertanyaan-pertanyaan

yang telah disiapkan sesuai dengan

permasalahan yang diteliti dengan berpedoman

pada daftar wawancara.

2. Observasi

Observasi (pengamatan) dilakukan

untuk memperoleh data tentang kepemimpinan

yang dapat mempengaruhi kinerja guru.

Observasi dilakukan pada kondisi kegiatan

pelaksanaan kepemimpinan kepala sekolah

dalam bimbingan dan arahan terhadap guru baik

secara individu maupun secara kelompok di

MTsN 1 Lhokseumawe.

3. Dokumentasi Penelitian

Teknik ini digunakan untuk

mengumpulkan data dan informasi tentang

Kepemimpinan kepala sekolah dalam rangka

meningkatkan kinerja guru Pada MTsN 1

Lhokseumawe

f. Teknik Analisis Data

Data dan informasi yang telah

diperoleh peneliti selanjutnya dianalisis dan

diinterprestasikan mulai awal penelitian sampai

akhir penelitian, dengan merujuk kepada

landasan teori yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti. Analisis adalah proses

penyusunan data agar dapat ditafsirkan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian akan dilihat dari upaya

kepala sekolah yang menyangkut strategi

kepemimpinan kepala sekolah dalam menyusun

program peningkatan kinerja, disiplin,

komitmen dan tanggung jawab guru pada MTs

Negeri 1 Lhokseumawe.

a. Upaya kepala sekolah dalam menyusun

program pengajaran

Upaya kepala sekolah dalam menyusun

program pengajaran meliputi, perencanaan,

landasan kependidikan, dan program

pengajaran.

1) Dalam membuat perencanaan

Hasil penelitian menunjukkan upaya

kepala MTs Negeri 1 Lhokseumawe dalam

membina kinerja guru dalam membuat

perencanaan program pengajaran.

Berdasarkan data, dapat dijelaskan bahwa

kepala MTs Negeri 1 Lhokseumawe telah

membuat perencanaan berupa program kerja

tahunan.

2) Dalam penguasaan landasan

kependidikan

Hasil penelitian menunjukkan upaya

kepala sekolah dalam membina tanggung jawab

guru dalam menguasai landasan kependidikan

antara lain:

a) Membagikan kurikulum kepada guru-guru.

b) Mengirim guru untuk mengikuti penataran.

c) Mendorong guru untuk memberikan hasil

penelitiannya kepada temannya.

Kepala MTs Negeri 1 Lhokseumawe

sudah berusaha dalam meningkatkan kinerja

guru tentang landasan kependidikan sebagai

salah satu kemampuan guru dalam peningkatan

penguasaan landasan pendidikan.

3) Dalam menyusun program

pengajaran

Kepala MTs Negeri 1 Lhokseumawe

berupaya memotivasi dan meminta tiap

kelompok MGMP untuk menyusun program

pengajaran pada hari libur, menyediakan dan

membagi kalender pendidikan, buku tulis, dan

alat tulis. Memberi dispensasi untuk merevisi

program pengajaran yang telah dibuat tahun

lalu, memanggil guru untuk memperlihatkan

Page 45: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

program pengajaran yang telah disusun dan

mencatat kelengkapan program pengajaran

dalam buku pembinaan staf (guru).

b. Upaya kepala sekolah dalam

melaksanakan program pengajaran

Dalam melaksanakan program

pengajaran akan dilihat mengenai upaya kepala

sekolah dalam penguasaan materi pelajaran,

memilih dan mengembangkan media pengajaran

serta dalam melaksanakan program pengajaran.

1) Dalam penguasaan materi pelajaran

Hasil penelitian menunjukkan upaya-

upaya kepala MTs Negeri 1 Lhokseumawe

dalam peningkatan kinerja guru dan penguasaan

materi meliputi:

a) Guru membuat forum diskusi kecil untuk

menjawab permasalahan mata pelajaran

b) Mengupayakan guru untuk melengkapi

semua sumber buku pelajaran.

c) Mendorong guru untuk menjadwalkan

pendalaman materi pelajaran.

d) Merekomendasi dan memotivasi guru untuk

melanjutkan pendidikan.

e) Memotivasi guru untuk mengaktifkan

MGMP.

2) Dalam memilih dan

mengembangkan media pengajaran

Hasil penelitian mengungkapkan

bahwa upaya kepala sekolah dalam memilih dan

mengembangkan media pendidikan pada MTs

Negeri 1 Lhokseumawe sebagai berikut:

a) Menyediakan buku-buku sumber.

b) Mendorong guru untuk mengkaji tentang

memilih dan mengembangkan media

kegiatan MGMP.

c) Mendorong berlatih memilih media yang

tepat.

d) Mendorong berlatih untuk membuat media

yang sederhana, dan berlatih

menggunakannya.

e) Menyediakan media dan bahan untuk

membuatnya

3) Dalam melaksanakan program

pengajaran

Hasil penelitian diperoleh data bahwa

upaya kepala MTs Negeri 1 Lhokseumawe

dalam meningkatkan kinerja guru dalam

melaksanakan program pengajaran adalah:

a) Mendorong guru untuk mampu

menciptakan iklim belajar yang tepat,

mengatur ruang belajar, dan menglola

interaksi belajar mengajar dengan baik.

b) Memeriksa/memperbaiki program

(Rencana Pembelajaran) yang akan

digunakan dalam pembelajaran.

c) Menyediakan buku-buku sumber dan buku

pelengkap untuk guru.

d) Menyediakan sarana dan prasarana yang

diperlukan.

e) Mendorong guru untuk membagikan hasil

penataran kepada kelompok MGMP.

2) Upaya kepala sekolah dalam

meningkatkan disiplin guru

Kedisiplinan sangat perlu dalam

menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai

pengajar, pendidik dan pembimbing siswa.

Disiplin yang tinggi akan mampu membangun

kinerja yang profesional sebab pemahaman

disiplin yang baik guru mampu mencermati

aturan-aturan dan langkah strategis dalam

melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar.

Kemampuan guru dalam memahami aturan dan

melaksanakan aturan yang tepat, baik dalam

hubungan dengan personalia lain di sekolah

maupun dalam proses belajar mengajar di kelas

sangat membantu upaya membelajarkan siswa

ke arah yang lebih baik. Kedisiplinan bagi para

guru merupakan bagian yang tak terpisahkan

dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

upaya pengembangan kinerja guru yang

dilaksanakan kepala MTs Negeri 1

Lhokseumawe adalah menegakkan disiplin guru

disekolah melalui: pembinaan, pengawasan,

tindakan dalam disiplin.

3) Upaya kepala sekolah dalam

meningkatkan tanggung jawab guru

a. Mengikutsertakan guru dalam

penataran

Guna meningkatkan kinerja guru, perlu

dilakukan pelatihan dan penataran yang intens

pada guru. Pelatihan yang diperlukan adalah

pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan

guru yaitu pelatihan yang mengacu pada

tuntutan kompetensi guru.

b. Melibatkan Guru dalam MGMP

Peningkatan profesionalisme guru

diarahkan pada aspek kegiatan yang meliputi

peningkatan penguasaan guru terhadap

kurikulum dan pedoman pelaksanaannya,

Page 46: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

peningkatan pengusaan guru terhadap materi

pelajaran yang harus diajarkan dikelas.

Kesimpulan

1. Upaya kepala sekolah dalam penyusunan

program kinerja guru yang meliputi

perencanaan belum optimal. Sedangkan

upaya penguasaan landasan pendidikan dan

penyusunan program pengajaran sudah

optimal.

2. Kepala sekolah telah melakukan upaya

menegakkan disiplin kerja guru. meliputi,

pembinaan, pengawasan, dan tindakan

dalam disiplin di MTs Negeri 1

Lhokseumawe secara efektif.

3. Kepala sekolah telah melakukan upaya

meningkatkan komitmen dan tanggung

jawab guru. meliputi, mengikutsertakan guru

dalam penataran, melibatkan guru dalam

Musyawarah Guru Mata Pelalajaran

(MGMP) dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2005). Prosedur

Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek,

Jakarta, Rineke cipta.

Al-Abrasyi, M. Athiyah (2006). Dasar-Dasar

Pokok Pendidikan Islam (Terjemahan).

Jakarta, Bulan Bintang

Asmara, Uray, Husna (2005), Pengantar

Kepemimpinan Pendidikan, Jakarta,

Galia Indonesia.

Bogdan, Robert C & Biklen S.K (2006),

“Qualitative Research for Education:

An Introduction to Theory and Method.

Bustn: Allynabd Bacon inc.

Darmayanto (2008), Administrasi Pendidikan,

Jakarta, Rineka Cipta.

Danim, Sudarwan, Soparno (2009), Manajemen

dan Kepemimpinan Transformasional

Kekepalasekolahan, Jakarta, Rineka

Cipta.

Dharma Agus. (2007). Gaya Kepemimpinan

yang Efektif bagi Para Manajer.

Jakarta, CV. Sinar Baru.

Fattah, Nanang (2005), Manajemen Berbasis

Sekolah (School Based Management).

CV. Aditra Bandung.

----------, (2007), Ekonomi dan Pembiayaan

Pendidikan. Bandung, Remaja Rosda

Karya.

Fauziah. (2009). Pengelolaan Lembaga

Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP)

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Tesis Magister Administrasi Pendidikan

pada PPS Unsyiah, tidak diterbitkan.

Gaffar, M. Fakri (2007). Perencanaan

Pendidikan Teori dan Metodologi.

Jakarta. PPLPTK Depdikbud.

Husen Ghazali Al (2005). Upaya Kepala

Sekolah dalam Meningkatkan Kinerja

Guru. Tesis Magister Administrasi

Pendidikan pada PPS Unsyiah, tidak

diterbitkan.

Louis, K.S. (2008). Effects of teacher quality of

work life in secondary schools on

commitment and sense of efficacy.

School Effectiveness and School

Improvement.

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. (2005).

Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan. Bandung, PT. Remaja

Rosdakarya.

Moleong, Leexy J, (2005). Metodologi

Penelitian Kualitatif. Bandung, CV.

Remaja Karya.

Mulyana, Deddy (2005). Metodelogi Penelitian

Kualitatif, Bandung,Remaja

Rosdakarya.

Mulyasa, (2005). Menjadi Kepala Sekolah

Profesoinal. Bandung CV. Remaja

Rosda Karya.

Nasution, S. (2006). Metode Penelitian

Naturalistis Kualitatif. Bandung,

Tarsito.

Nitisemoto, Alex S. (2006) Manajemen

Personalia. Jakarta, Ghalia Indonesia.

Notoatmodjo, Soekidjo, (2008) Pengembangan

Sumber Daya Manusia, Jakarta, Rineka

Cipta.

Soeganda, Poerbakawatja R. (2005)

Ensiklopedia Pendidikan. Jakarta,

Gunung Agung.

Page 47: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

Purwanto Ngalim, (1987). Administrasi dan

Supervisi Pendidikan. Bandung, PT.

Remaja Rosada Karya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia.

(2005) Nomor 19. Tentang Standar

Nasional Pendidikan.

http://www.depdiknas.go.id

Siagian, Sondang P (2007). Teori Motivasi dan

Aplikasinya. Jakarta, Bina Aksara.

Simanjuntak, Payaman J. (2005) Manajemen

dan Evaluasi Kinerja Jakarta. LPFEUI

Sudjana, Nana. (2006). Manajemen Program

Pendidikan. Bandung, Falah Production.

-------------, (2006). Dasar-Dasar Proses

Belajar Mengajar. Bandung. Sinar Baru

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian

Pendidikan. Bandung, Alfabeta.

Sukardi (2008), Metodologi Penelitian

Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara.

Suprihanto, John. (2007). Manajemen Sumber

Daya Manusia II. Jakarta, Karunika UT.

Supriadi. (2008). Kebenaran Ilmiah, Metode

Ilmiah, dan Paradigma Riset

Kependidikan.. Bandung, PPS FKIP.

Sutarto. (2006). Dasar-dasar Kepemimpinan

Administrasi. Yogyakarta. Gajah Mada

University Press.

Suyanto. (2005). Kepemimpinan

Tranformasiona”. Jakarta, Kompas.

Page 48: ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN · menurut Winkel (dalam Sukestiyarno dan Budi Waluya, 2006:6), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana

48